SUCCESS STORY GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA PISANG SEBAGAI METODE EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI MISKIN DI LAHAN MARGINAL (KASUS DESA LABU PANDAN, KECAMATAN SAMBELIA, KAB. LOMBOK TIMUR)
DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NTB 2005
GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA PISANG SEBAGAI METODE EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI MISKIN DI LAHAN MARGINAL (KASUS DESA LABU PANDAN , KECAMATAN SAMBELIA KAB. LOMBOK TIMUR)
PENDAHULUAN Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki lahan kering cukup luas yang sebagian besar merupakan lahan marginal mencapai + 1,8 juta hektar (Bapeda NTB, 2000), dan 9,1% (115.215 ha ) berada di Kabupaten Lombok Timur. Pada umumnya lahan kering ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani/masyarakat. Lahan kering dominan ditumbuhi oleh rumput dan alang-alang yang tingginya berkisar 1 – 2 m. Peluang pengembangan pisang di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) khususnya di Pulau Lombok juga sangat besar, hal itu terkait dengan persyaratan tumbuh pisang sendiri yang tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang sangat spesifik. Pisang dapat tumbuh pada lahan basah maupun lahan kering (Sunarjono. 1989). Produksi pisang di NTB pada tahun 2002 sebesar 680.380 ton, dengan luas panen seluas 11.644,262 ha. Dimana Kabupaten Lombok Timur merupakan penghasil pisang terbanyak yaitu 350.518 ton dengan luas panen 10.319,814 ha, dengan produktivitas rata-rata/ha sebesar 0.03 ton (BPS NTB, 2002). Data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas (bobot buah/tan) dan kualitasnya masih relatif rendah. Sedangkan pisang mampu berproduksi optimal antara 25 sampai 40 ton per ha (Nasir,N. et al. 2002). Hal ini disebabkan karena sebagian besar pertanaman pisang petani ditanam di pekarangan sebagai tanaman campuran dengan tanaman lain atau tumpang sari di lahan tegalan atau ditanam dipematang sawah, dengan sistem pengelolaan yang kurang intensif. Khusus untuk kecamatan Sambelia, ada sebagian kecil petani yang sudah mulai menanam dalam bentuk kebun tetapi masih dikelola secara tradisional (dalam artian belum menggunakan jarak tanam, belum melakukan pemupukan, belum melakukan penjarangan anakan, dan belum melakukan panen pada buah yang telah tua). Hal ini yang menyebabakan petani belum dapat menikmati
hasilnya dengan maksimal. Oleh karena itu, diperlukan suatu bentuk
pengelolaan kebun yang efektif dan efisien agar dapat memberikan keuntungan yang maksimal bagi petani. Selain itu, dalam pengembangan pisang yang berorientasi pasar, dituntut adanya produktivitas, kualitas dan kontinyunitas produksi. Sehingga perlu perbaikan dalam manajemen pengelolaan kebun pisang, agar tuntutan pasar tersebut,
dapat tercapai
secara optimal.
1
Mengingat potensi demikian perlu upaya untuk merubah lahan tersebut menjadi lebih baik dan bermanfaat melalui sentuhan teknologi, seperti dikelola menjadi kebun pisang komersial. Disamping itu juga memiliki nilai jual yang cukup ekonomis dalam artian peluang pasar cukup tinggi, dan permintaan konsumen cukup banyak. Buah pisang NTB dipasarkan ke pasar lokal dan diantar pulaukan (Bali, Surabaya dan Jakarta) tetapi belum bisa menembus pangsa ekspor. Hal ini merupakan suatu tantangan, bagi petani pisang khususnya dan pengusaha pada umumnya untuk dapat meningkatkan kualitas dan kontinyunitas produksi dalam upaya menembus pasar ekspor.Untuk itu dicoba memperkenalkan pengelolaan kebun yang efektif dan efisien. Pemasaran buah pisang NTB diprediksi akan terus membaik, hal itu diindikasikan dengan besarnya volume pengangkutan buah pisang ke luar pulau melalui pelabuhan Lembar (Suwondo, komunikasi pribadi, 2003) dan peningkatan konsumsi masyarakat NTB sendiri.
Kebutuhan konsumen akan buah pisang dan produk olahan pisang
terutama sale, dodol, maupuk kripik belum mampu terpenuhi baik dipusat-pusat kota kabupaten maupun propinsi (Tajidan dkk., 2000). Untuk itu perlu dilakukan upaya pengembangan tanaman dan olahan produk pisang khususnya ditingkat industri rumah tangga tani yang dibarengi dengan strategi intensifikasi dengan perbaikan teknik pemeliharaan dan pengolahan agar dapat lebih efisien dan bisa dihasilkan produk dan mutu yang lebih baik.
PROFIL WILAYAH KECAMATAN SAMBELIA Kecamatan Sambelia terletak dibagian utara Kabupaten Lombok Timur dengan jarak 45 km dari pusat kabupaten. Kecamatan ini terdiri dari 5 desa, dua diantaranya merupakan desa persiapan yaitu Desa Persiapan Sugian dan Desa Persiapan Labu Pandan sedangkan desa yang lainnya adalah Desa Sambalia, Desa Belanting dan Desa Obel-Obel. Wilayah sebagian besar berupa sawah, tegal dan pekarangan (SP Kecamatan Sambalia, 2003). Tanaman pisang di Kecamatan Sambelia banyak tumbuh di daerah yang memiliki ordo tanah andisol, pada keitinggian antara 0 – 400 m dpl di daerah dengan bentuk wilayah mulai dari agak datar sampai dengan berombak, kelembaman tanah ustik dan aquik. Drainage tanah sebagian besar agak terhambat dan baik serta curah hujan 1000 – 2000 mm/tahun, bulan kering < 5 – 8 bulan dan bulan basah < 4 bulan atau pada daerah dengan iklim kering. Pisang sebagian besar ditanam petani di kebun dalam bentuk kebun campuran, disamping itu juga ditanam di pematang sawah dan di pekarangan rumah.
2
FORMULASI RAKITAN TEKNOLOGI Masalah utama yang dihadapi petani Pisang di Kecamatan Sambelia, Desa Labuan Pandan adalah produktivitas yang masih rendah. Maka disusun rakitan teknologi anjuran perbaikan budidaya dan Manajemen pengelolaan kebun (BPTP Jatim. 1996, Dirjen Bina Produksi Hortikultura. 2001, Balitbu Solok .2002). Paket teknologi anjuran yang dikaji dan ditransper teknologikan kepada petani pada tahun 2003 terdiri dari teknologi budidaya, teknologi tanaman sela dan pengolahan Teknologi budidaya
meliputi ; 1). Penggunaan jenis pisang
yang
hasil.
potensial (memiliki
harga jual tinggi), 2). Penggunaan jarak tanam 4 x 4 m, 3). Penggunaan
pupuk
organik dan an organik, 4). Pemeliharaan tanaman, 5). Pengendalian hama dan penyakit , 6). Pengerodongan pisang, dan 7). Panen. Teknologi tanaman sela meliputi ; Penanaman kacang panjang, kacang hijau dan kacang tunggak, sedangkan Teknologi pengolahan hasil meliputi pembuatan kripik pisang, dodol pisang dan sale pisang. Teknologi yang akan diperbaiki pada tahun 2003 dimulai dari budidaya tanaman karena petani masih menanam pisang secara tradisional. Pisang baru bisa dipanen pada umur 9 – 12 bulan setelah tanam, untuk itu dibutuhkan teknologi yang dapat memberikan tambahan pendapatan kepada patani sebelum tanaman pisang dapat dipanen, sehingga muncul teknologi tanaman sela. Untuk mengantisipasi panen raya pisang, sehingga harga menjadi sangat rendah, dibutuhkan teknologi pengolahan hasil, dengan harapan dapat meningkatkan nilai julalnya.
KAWALAN PENERAPAN TEKNOLOGI Penerapan teknologi anjuran yang dilakukan oleh petani, melalui proses sosialisasi program, penyuluhan, temu lapang dan praktek langsung baik di lahan petani maupun di kelompok tani. Gelar/demo plot yang dibangun di tengah sentra produksi, berfungsi sebagai kebun percontohan yang dikelola dengan teknologi anjuran dapat digunakan sebagai tempat pelatihan, penyuluhan dan praktek langsung. Frekwensi pertemuan di dalam kelompok dan praktek langsung dilapangan sangat bermanfaat dan berpengaruh terhadap
akselerasi proses alih teknologi. Kerjasama dan
komunikasi yang baik antara peneliti, penyuluh, dan petani mempercepat transper teknologi di tingkat petani kooperator. Lokasi kegiatan yang sangat strategis (dalam arti berada di pinggir jalan dan mudah dilihat oleh orang banyak), memper cepat penyebaran teknologi. Selain itu penyebaran teknologi dapat melalui temu lapang, karena semakin banyak orang
3
yang hadir dan melihat waktu temu lapang dilaksanakan maka semakin banyak orang yang akan meniru teknologi tersebut, dengan catatan teknologi tersebut harus sederhana dalam arti mudah dilakukan dan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi petani setempat.
KONDISI KEBUN Umumnya kebun pisang petani terdiri atas beberapa jenis pisang yang memiliki harga jual relatif rendah seperti pisang kapal, pisang cemara dan pisang ketip (tabel 1.). Untuk itu perlu pemilihan jenis pisang yang memiliki harga jual relatif tinggi dan stabil dalam suatu kebun. Untuk itu terpilih 3 Jenis pisang yang memiliki harga jual cukup tinggi di lokasi pengkajian yaitu pisang susu, ketip dan raja. Dengan pengaturan populasi dalam satu kebun sebagai berikut ; 35% untuk pisang susu, 35% untuk pisang Raja dan 30% untuk pisang ketip. Ketiga jenis pisang ini memiliki umur panen yang berbeda dengan tujuan agar panen dapat dilakukan secara bertahap sehingga kontinyuitas hasil dapat tercapai. Umur panen pisang susu 305 hari, pisang ketip 310 hari dan pisang raja 330 hari. Tabel 1. Perbedaan jenis dan harga pisang antara petani kooperator dengan non kooperator, pada pengkajian Gelar pisang di Kecamatan Sambelia, lombok Timur tahun 2003-2004. Petani Kooperator
Non kooperator
Jenis pisang Ketip Susu Raja
Harga Rp. 15.000-Rp. 17.500 Rp. 15.000-Rp. 17.500 Rp. 10.000-Rp. 12.500
Ketip Kapal Cemara
Rp. 15.000 - Rp. 17.500 Rp. 7.500 - Rp. 8.000 Rp. 5.000 - Rp. 6.500
Sumber : Data Primer (diolah)
TANAMAN SELA
Tanaman sela diusahakan pada tanaman pisang dengan maksud agar petani memperoleh tambahan pendapatan sebelum tanaman pisang dipanen, karena tanaman pisang baru bisa dipanen berkisar 9-12 bulan setelah tanam. Selain itu tanaman sela dapat berfungsi untuk mengurangi pertumbuhan gulma dan meningkatkan produktivitas lahan. Tanaman sela yang diusahakan adalah sesuai dengan kondisi biofisik lahan/sesuai dengan kondisi lingkungan pengkajian dan yang memiliki peluang pasar. Komoditi tanaman
4
sela yang dicoba kembangkan dilokasi pengkajian adalah ; kacang panjang, kacang hijau dan kacang tunggak, dengan luasan masing-masing komoditi sekitar 10 are. Dengan sistem penanaman bertahap, dengan jarak 1 minggu sampai 3 kali penanaman, dengan tujuan agar panen dapat dilakukan secara bertahap, sehingga pendapatan dapat diperoleh secara kontinyu. Diantara ketiga jenis komoditi tanaman sela tersebut yang memiliki pendapatan yang paling tinggi adalah kacang panjang yaitu sebesar Rp. 2.000.000, sedangkan yang lain hanya sebesar Rp. 300.000 untuk kacang hijau dan Rp. 50.000 untuk kacang tunggak, dengan luasan masing-masing 10 are. Sementara pada petani non kooperator umumnya tidak menanam tanaman sela, karena populasi pisang yang ditanam terlalu rapat, sehingga tidak ada lahan kosong diantara pertanaman pisang yang dapat ditanami tanaman lainnnya. Hal ini tentu kurang menguntungkan petani, karena petani tidak mendapatkan sumber tambahan pendapatan lain, sebelum tanaman pisangnya mulai berproduksi. Teknologi anjuran yaitu tanaman sela khusunya kacang panjang diantara pisang
sangat direspon
petani lain karena cukup menguntungkan.
KERAGAAN AGRONOMIS Terlihat adanya perbedaan pertumbuhan tanaman (agronomis) antara Teknologi Anjuran dengan Cara Petani
(Tabel 2). Teknologi Anjuran mampu
meningkatkan kualitas buah
pisang yang ditunjukkan pada parameter ; Berat atau bobot/tandan (kg), jumlah sisir/tandan, jumlah buah/sisir. panjang dan lingkar buah. Semua komponen tersebut
merupakan
penentu kualitas buah. Semakin tinggi nilai komponen tersebut diatas maka kualitas buah semakin baik. Kualitas buah juga dapat meningkatkan harga jual, sehingga buah pisang yang dihasilkan dengan menggunakan Teknologi Anjuran memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibanding Cara petani pada setiap jenis pisang yang sama.
5
Tabel 2. Keragaan agronomis tanaman pada kegiatan pengkajian Pisang di desa Labu Pandan Kecamatan Sambelia, Lombok Timur 2003 s/d 2004. No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Komponen pertumbuhan, hasil dan harga Tinggi tanaman (cm) - Pisang Susu - Pisang Ketip - Pisang Raja Lingkar Batang (cm) - Pisang Susu - Pisang Ketip - Pisang Raja Jumlah daun (helai) - Pisang Susu - Pisang Ketip - Pisang Raja Bobot buah/tandan (kg) - Pisang Susu - Pisang Ketip - Pisang Raja Jumlah sisir/tandan (sisir) - Pisang Susu - Pisang Ketip - Pisang Raja Jumlah buah/sisir (buah) - Pisang Susu - Pisang Ketip - Pisang Raja Panjang buah (cm) - Pisang Susu - Pisang Ketip - Pisang Raja Lingkar buah (cm) - Pisang Susu - Pisang Ketip - Pisang Raja
Teknologi Teknlogi Anjuran
Cara Petani
256 213 267
301 249 351
65 46 66
40 28 41
10 – 11 8 – 11 11 – 12
9 – 11 7 – 10 10 – 12
25-30 16-17 27-35
18-20 12-13 20-22
8 -10 8–9 8-10
7-8 7-8 7-8
15-18 12-18 15-18
12-14 10-11 11-15
15-16 13.5-15 18-20
13-14.5 10-12.5 16.5-18
15-16 13-15.5 15-17
13-14 11-13 13-15
Sumber : Data Primer (diolah)
HARGA PISANG Buah pisang dengan jenis sama pada ketiga jenis pisang
yang dihasilkan dari
Teknologi Anjuran memiliki harga relatif lebih tinggi dibanding cara Petani (tabel 3.). Hal ini disebabkan buah yang dihasilkan melalui Teknologi Anjuran penampilannya lebih baik, bobot tandan lebih berat, jumlah sisir dan jumlah buah per sisirnya lebih banyak, sehingga harga menjadi lebih tinggi. Tabel 3. Perbedaan Harga ketiga jenis pisang antara Teknologi Anjuran dengan Cara Petani di desa Labu pandan, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, NTB tahun 2003 s/d 2004 Model Teknologi Anjuran
Cara Petani
Jenis pisang -
Pisang Susu Pisang Ketip Pisang Raja Pisang Susu Pisang Ketip Pisang Raja
Harga 25.000 – 30.000 15.000 – 20.000 25.000 – 30.000 12.500 - 15.000 10.000 - 12.500 12.500 - 15.000
Sumber : Data Primer (diolah)
6
BIBIT PISANG
Teknologi anjuran menyarankan agar anakan pisang yang tubuh terlalu banyak dalam satu rumpun perlu dilakukan penjarangan, sehingga dalam satu rumpun tersebut hanya terdapat (3 ) tiga tanaman saja yang terdiri dari 1 tanaman induk dan 2 anakan dewasa. Penjarangan dilakukan agar tanaman dapat tubuh dan menghasilkan dengan optimal. Anakan hasil penjarangan dapat digunakan sebagai bibit. Untuk teknologi anjuran diperoleh bibit dari hasil penjarangan anakan sebanyak 2.500 pohon/ha dengan harga Rp. 1.500 per pohon, sehingga petani mendapatkan tambahan pendapatan dari penjualan anakan pisang sebesar Rp. 3.750.000, sementara cara Petani hanya memperoleh bibit dari kebunnnya hanya sebanyak 500 pohon per ha, disebabakan karena petani non kooperator kurang merawat pertanaman pisang mereka. Ini menunjukkan bahwa teknologi anjuran dapat meningkatkan pendapatan petani. Tercatat bibit pisang yang telah terjual dari petani kooperator kurang lebih sebanyak 10.000 bibit, dan permintaan bibit terus meningkat baik dari dalam kabupaten maupun luar kabupaten bahkan luar pulau seperti pulau sumbawa. Permintaan bibit dari konsumen belum dapat dipenuhi oleh petani (sebagai produsen), karena bibit yang dihasilkan petani berasal dari penjarangan anakan sehingga tidak dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dalam jangka waktu yang singkat. Untuk itu dibutuhkan teknologi perbanyakan bibit yang mampu menghasilkan bibit dengan mudah dalam waktu singkat dengan kualitas yang baik.
KELAYAKAN USAHATANI PISANG Tabel
4, menunjukkan bahwa
perubahan
budidaya
pisang
dari cara petani
(tradisional) menjadi Teknologi Anjuran menghasilkan tambahan pendapatan sebesar Rp.12.065.000/ha/tahun, dengan Marginal B/C = 4,35, yang berarti setiap biaya
penambahan
Rp.1,00, akibat perubahan teknologi akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.
4,34. Ini menunjukkan bahwa secara finansial Teknologi Anjuran menguntungkan dengan tingkat keuntungan sekitar 435% dari total biaya yang dicurahkan.
7
Tabel 4. Analisis Kelayakan Perubahan Teknologi Pisang dan tanaman sela kacang panjang di desa Labu Pandan, Sambelia, Lombok Timur, tahun 2003s/d 2004. Loses (Kerugian) Tambahan Biaya • Pupuk ZA • Pupuk SP 36 • Pupuk KCl • Pupuk Kandang • Bibit + pupuk + Obat kac.panjang • Tenaga kerja tan.sela kac. Panjang
Gains (Keuntungan) Penghematan Biaya : 650.000 • Bibit : 375.000 : 650.000 • Herbisida : 217.500 : 675.000 • Tenaga Kerja : 47.500 Tambahan penerimaan : 1.250.000 • Produksi pisang : 10.025.000 : 150.000 • Produksi bibit (anakan) : 3.000.000 : 225.000 • Produksi tan.sela kac.panjang : 2.000.000 Total Loses 3.600.000 Total Gains 15.665.000 Tambahan keuntungan = Rp. 15.665.000 – Rp. 3.600.000 = 12.065.000 Marginal B/C = 15.665.000/3.600.000 = 4,35 Sumber : Data Primer (diolah)
Jika
dibadingkan
pendapatan
petani
sebelum
menanam pisang
sebanyak
Rp. 500.000,- dan setelah menanam pisang pendapatan menjadi Rp. 12.000.000,-, sehingga terlihat penambahan pendapatan yang cukup tinggi. Seperti pada kasus petani kooperator yang bernama Heri Sutrisno memiliki lahan seluas 1 ha. Dulunya tanah tersebut hanya ditumbuhi alang-alang, dengan menjual alang-alang pak Heri memperoleh pendapatan sebesar Rp. 500.000 per ha per tahun. Tetapi setelah menanam pisang, pendapatan pak heri meningkat, dengan rincian sebagai berikut ; dari hasil penjualan pisang saja pada tahun pertama diperoleh hasil sebesar Rp. 12.000.000, dari tanaman sela kacang panjang sebesar Rp. 2.000.000, dari kacang hijau Rp. 300.000, dari hasil kacang tunggak Rp. 50.000, dari hasil penjualan anakan pisang sebagai bibit sebanyak Rp. 3.750.000, sehingga total pendapatan pak heri pada tahun pertama panen pisang sebesar Rp. 18.100.000 per ha per tahun. Hal ini yang menyebabkan petani lain sangat tertarik untuk menanam pisang
INDUSTRI RUMAH TANGGA OLAHAN PISANG
Dari hasil kegiatan tahun 2003 untuk kegiatan pengolahan hasil, masih terus berjalan dengan baik sampai tahun 2004 walaupun produk olahan yang dihasilkan masih dalam skala kecil. Dari tiga macam olahan hasil yang dibuat yaitu kripik, dodol dan sale, hanya kripik pisang yang memiliki peluang pasar cukup baik. Dalam arti pemasarannya mudah dan cepat. Pemasaran untuk kripik pisang masih terbatas pada lokasi sekitar sambalia. Pembuatan kripik dilakukan setiap minggu terutama hari jumat dan sabtu kemudian dipasarkan pada hari minggu. Untuk kripik pisang setiap minggunya mampu
dihasilkan
sebanyak 150 -160 bungkus. Tiap bungkusnya dijual dengan harga Rp. 500. Keuntungan
8
yang diperoleh satu kali pembuatan sebanyak Rp. 50.000 - Rp. 60.000. Dengan adanya kegiatan pengolahan ini, sudah mampu menyerap tenaga sebanyak 4-5 orang, khusunya untuk tenaga pengemasan. Diharapkan kegatan ini akan dapat berkembang menjadi home industri dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik sehingga dapat menambah pendapatan keluarga dan dapat menampung tenaga kerja yang lebih banyak.
DAMPAK GELAR TEKNOLOGI PISANG Kegiatan Gelar Pisang dilakukan selama 2 tahun yaitu tahun 2003 – 2004. Pada tahun 2003 areal pembinaan seluas 2 ha dengan penekanan pada Teknologi Budidaya dengan penanaman tanaman pisang baru, kemudian pada tahun 2004 areal pembinaan seluas 10 ha dengan penekanan pada teknologi pengelolaan kebun khususnya untuk kebunkebun yang telah berproduksi. Dari hasil kegiatan selama 2 tahun tersebut respon cukup baik, dari pemerintah daerah maupun masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Luas areal petani Penanaman pisang khususnya di Kecamatan Sambelia tidak hanya dilakukan pada lahan alang-alang tetapi juga pada lahan lainnya seperti ; lahan kebun kelapa, lahan bekas jagung, bahkan di lahan sawah. Terlebih lagi ada kecendrungan masyarakat yang memiliki kebun kelapa untuk menebang pohon kelapanya dan diganti dengan tanaman pisang setelah mereka membandingkan keuntungan yang diperoleh. Untuk mengetahui
jumlah petani yang telah mengadopsi teknologi anjuran
beserta luasannya ada pada tabel 5. Tabel 5.Data luas lahan dan jumlah petani yang telah mengadopsi teknologi budidaya pisang pada beberapa desa di Kecamatan Sambalia, Lombok timur. 2004.
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama desa Labuan Pandan Sambalia Sugian Blanting Obel-obel Jumlah
Luas lahan yang tertanami pisang (ha) 50 10 45 15 5 125
Jumlah Petani (orang) 30 25 45 35 4 139
Potensi lahan yang bisa di tanamai pisang (ha) 75 25 50 75 50 275
Sumber : Data BPP Sambelia. 2004
9
b. Ekonomi Pendapatan yang diperoleh petani kooperator dengan teknologi anjurannya cukup signifikan dengan pendapatan petani existing. Pendapatan petani dengan teknologi anjuran mencapai Rp.16.435.000 (yang diperoleh dari usahatani pisang, tanaman sela dan penjualan bibit pisang), sedangkan existing petani hanya memperoleh pendapatan sebesar Rp. 5.267.500 (yang diperoleh hanya dari usahatani pisang). Dapat dikatakan bahawa Usahtani pisang menguntungkan dan layak utuk diusahakan. Jika dibandingkan dengan komoditi lain yang ada dilokasi, pada lahan kering seperti ; kelapa, mangga dan padi gogo, maka menurut petani di Sambelia,
usahatani pisang masing lebih menguntungkan.
c. Sosial Teknologi Anjuran yang digelar mudah dilakukan petani dan tidak bertentangan dengan kondisi sosial budaya setempat. Tenaga kerja yang digunakan juga tidak terlalu banyak sehingga cukup efisien biaya, jika dibandingkan dengan usahatani lain yang membutuhkan tenaga kerja banyak. d. ROI (Rate of Return on Investment) Pendapatan petani dalam usahatani pisang sekitar Rp. 12.000.000,- per ha. Luas areal adopsi di Kecamatan Sambelian pada tahun 2004 tercatat seluas 125 ha, kemudian pada tahun 2005 bertambah menjadi 200 ha. Dengan demikian maka pendapatan masyarakat Sambelia dari usahatani pisang sebesar Rp. 2.400.000.000,Dengan jumlah investasi sebesar Rp. 93.709.000, sehingga diperoleh nilai ROI sebesar 26. Dari kelayakan investasi, pengkajian sampai penerapan teknologi ini cukup layak untuk dilakukan yang dicerminkan dari nilai ROI. e. Kebijakan Pemerintah daerah kabupaten Lombok Timur khususnya Dinas Pertanian setelah melihat keberhasilan usahatani pisang yang digelar, kemudian merespon dengan menambah areal pengembangan pisang di Kecamatan Sambelia seluas 40 ha, pada petani lainnnya dengan menerapkan teknologi anjuran (tahun 2004). Bapeda Kabupaten Lombok Timur melalui
Dinas Pertanian dan Dinas
Pekerjaan Umum (PU) bekerjasama untuk memberikan bantuan berupa pompa air kepada kelompok tani pisang “Beriuk Tinjal” atas keberhasilannya membentuk sentra pisang baru untuk Kabupaten Lombok Timur. Pada tahun 2005 Dinas pertanian dan Peternakan Lombok Timur, kembali melakukan pengembangan pisang dengan menambah areal penanaman pisang baru seluas 50 ha, pada desa yang berbeda di kecamatan yang sama. Diharapkan dari
10
kegiatan ini akan terbentuk sentra pisang yang kuat, sehingga proses agribisnis dapat berjalan dengan baik.
KESIMPULAN •
Teknologi yang mudah diterapkan/dilakukan
dan sesuai dengan kondisi sosial
ekonomi petani akan cepat teradopsi. •
Teknologi anjuran sebaiknya mampu meninkatkan pendapatan petani secara signifikan
•
Kerjasama yang baik antar instansi terkait sesuai dengan tanggung jawab masingmasing akan mampu mempercepat proses adopsi teknologi.
SARAN
Melihat antusias petani/masyarakat dan pemerintah daerah khususnya Kabupaten Lombok timur untuk mengembangkan pisang, maka pengembangan tersebut harus disertai dengan ketersediaan bibit pisang yang cukup.
Selama ini petani belum bisa memenuhi
permintaan bibit dalam jumlah banyak, sedangkan pemintaan bibit tidak hanya berasal dari dalam kabupaten tetapi juga luar kabupaten dan luar pulau seperti pulau sumbawa. Untuk itu perlu didukung dengan kegiatan perbanyakan bibit, yang mampu menghasilkan bibit dengan cepat, mudah dan kualitas yang lebih baik.
11