STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI KAWASAN COBAN TRISULA TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU
StudyofBirdDiversity intheCoban Trisula Bromo Tengger Semeru National Park Alan Darmasaputra Mahasiswa Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Unstitut Pertanian Malang
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung yang berada di Coban Trisula. Hal ini dilakukan karena diduga di daerah ini memiliki keanekaragaman burung yang tinggi. Survei dilakukan di kawasan Coban Trisula dengan metode fixed-width transect counts dengan 5 jalur transek. Data sekunder dapat diperoleh melalui studi pustaka, literatur, kumpulan jurnaldan data-data dari Balai Taman National Bromo Tengger Semeru, maupun melakukan wawancara tidak terstruktur terhadap petugas sekitar kawasan hutan. Hasilpenelitian yang telahdilakukan menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis burung yang ada di Coban Trisula memang tinggi dengannilaiindekskeanekaragamanjenis Simpson 0,934. Terdapat pula beberapa spesiesburung yang mampumendominasiadalahjenisTrengganis12,4%, Mantenan 11,6%, Kacamata Biasa9,3%, Serindit Jawa 8%, Walet 7,5%, Srigunting 6,7%, dan Puter6,2%. Kata kunci : Keanekaragaman, Burung, Coban Trisula
ABSTRACT This studywas conducted to determinethe diversity ofbird speciesare inCobanTrisula. This is donebecause theallegedinthis areahas ahighdiversity ofbirds. The survey was conductedin the area ofCobanTrisulawithfixedwidthtransectmethodcountswith5transects. Secondary datacan beobtainedthrough the literature, journalsanda collection ofdatafrom the Instituteof BromoTenggerSemeruNationalPark, as well asunstructuredinterviewingtheofficersaround forest areas. The results ofthe researchthathas beenconductedshowsthat thediversity ofbird speciesinCobanTrisulaishighwith a value of0.934Simpsondiversityindex. There are alsoseveralspeciesof birdsthatare able todominateiskindOrange-spotted Bulbul12.4%, Scarlet Minivet 11,6%, Oriental White-eye9.3%, Yellow-throated Hanging-Parrot 8%, Swallow7.5%, Black Drongo 6,7%, andIsland Collared-Dove6,2%. Keyword : Diversity, Bird, Coban Trisula
PENDAHULUAN Indonesia termasuk negara megabiodiversity dengan kekayaan burung sebanyak 1.597 jenis atau 16 persen dari total 10 ribu jenis burung di dunia.Dengan jumlah itu, Indonesia menjadi pemilik burung terbanyak di dunia kelima. Namun kebanggaan itu berganti dengan rasa kekhawatiran.Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) mencatat, dari 1.597 jenis sebanyak122 jenis burung di Indonesia terancam punah dan masuk daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) pada tahun 2010. Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia atau Burung Indonesia mencatat jumlah jenis burung yang terancam punah pada 2011 mengalami peningkatan menjadi 123. Terakhir dari Perhimpunan Pelestarian Burung Liar di Indonesia (Burung Indonesia) mencatat bahwa jumlah satwa burung yang terancam punah bertambah menjadi 126 jenis, dari 126 jenis yang terancam punah, 19 berstatus kritis, 33 genting, dan 74 berstatus rentan. Burung memiliki jenis habitat yang beragam sesuai dengan jenisnya. Coban Trisula salah satunya, berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang merupakan kawasan pelestarian alam yang terletak pada ketinggian 750-3676 Mdpl, dengan formasi hutan hujan tropis dataran tinggi hingga hutan pegunungan yang mempunyai keragaman jenis vegetasi cukup tinggi dan juga sebagai tempat wisata dengan air terjun sebagai obyek wisatanya, sehingga kawasan TNBTS merupakan habitat asli dari beberapa jenis satwa liar, dimana burung juga termasuk di dalamnya. Dengan keadaan hutan yang cukup baik, memungkinkan bahwa kelimpahan jenis satwa liar yang ada masih sangat beragam. Burung merupakan salah satu komponen dalam ekosistem hutan, kehadirannya dalam ekosistem hutan memiliki arti penting bagi kelangsungan siklus kehidupan. Satwa liar termasuk
burung mempunyai peranan penting dalam membantu regenerasi hutan secara alami seperti penyebar biji, penyerbu bunga dan pengontrol serangga hama, sehingga dengan mengetahui keanekaragaman jenis burung yang ada, hal tersebut bisa membantu pengelola untuk mengetahui kualitas hutan yang ada. Hasil dari pengamatan ini nantinya juga bisa menjadi penunjang bagi kawasan Coban Trisula yang sebagai tempat wisata ini agar menambah daya tarik tambahan sehingga dapat menambah jumlah minat wisatawan untuk berkunjung ke tempat ini. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan cara menyusuri jalur transek yang sudah ada dan melakukan pengamatan untuk mengetahui jenis-jenis burung yang ada dengan menggunakan metode fixedwidth transect counts. Data sekunder dapat diperoleh melalui studi pustaka, literatur, kumpulan jurnal dan data-data dari Balai Taman National Bromo Tengger Semeru, maupun melakukan wawancara tidak terstruktur terhadap petugas sekitar kawasan hutan. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kawasan hutan di Coban Trisula Taman Nasional Bromo Tengger Semeru secara administratif terletak di Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo dalam pengelolaan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah 2. Secara Geografis Resort Coban Trisula terletak pada 08o00'11.5"o o 07 59'52.3"LS dan 112 51'51.6"o 112 52'21.4" BT dengan ketinggian 1.000-1500 meter dari permukaan air laut.
Tipe hutan dari Coban Trisula adalah hutan hujan tropis. Keadaan topografi bervariasi, mulai dari bergelombang dengan lereng yang landai hingga terjal dan curam, berbukit dan bergunung. Suhu Harian antara o o 15 C - 23 C, suhu terendah terjadi pada saat dini hari di puncak musim kemarau antara 30 - 50 C dan kelembaban antara 90-91%. Hutan di kawasan Coban Trisula TNBTS merupakan kawasan hutan dengan keanekaragaman jenis
tumbuhan yang tinggi dengan kelimpahan jenis tumbuhan tersebut kondisi ini sangat baik bagi burung untuk bertahan hidup. Jenis dan Jumlah Burung Berdasarkan dari data hasil penelitian di lapangan terdapat 21 jenis burung yang ada di kawasan hutan Coban Trisula.
Tabel 1. Jenis-jenis burung yang terdapat di Coban Trisula No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama Spesies Prinia polychroa Prinia familiaris Chloropsis sonnerati Alophoxius bres Spizaetus bartelsi Psaltria exilis Zosterops flavus Pericrocotus flammeus Turdus obscurus Zoothera citrina Streptopelia bitorquata Loriculus pusillus Aethopyga eximina Cyornis unicolor Dicrurus macrocercus Rallus philippensis Pycnonotus bimaculatus Megalaima armillaris Collocaliaesculenta linchii Total
Berdasarkan tabel 1, jenis burung Trengganis memiliki jumlah terbanyak yaitu 28 spesies, sedangkan jumlah yang paling sedikit adalah Elang Jawa dengan jumlah spesies 2 ekor. Burung Trengganis atau Cucak Rengganis bisa juga disebut Cucak Wilis maupun Cucak Gunung, adalah burung kicauan dari suku Pycnonotidae. Karakteristik dari burung ini adalah memiliki warna coklat dan putih, tungging kuning, kekang dan bintik jingga khas diatas mata, tubuh bagian
Nama Daerah Cendet Gunung Ciblek Merah Ciblek Putih Cucak Ijo Cucak Jenggot Elang Jawa Glatik Gunung Kacamata Biasa Kokol Mantenan Punglor Punglor Bata Puter Serindit Jawa Sesep Madu Sitrun Srigunting Hitam Tikusan Trengganis Takur Tohtor Walet Linchi
Jumlah 4 7 5 7 8 2 6 21 4 26 9 9 14 18 4 10 15 6 28 5 17 225
atas coklat zaitun, tenggorokan dan dada atas coklat kehitaman, dada bawah berbintik coklat dan putih serta warna perut putih atau suram. Sarang berbentuk cawan, dari batang, daun, akar, tersembunyi pada tumbuhan merambat dan lumut, diletakkan pada semak kecil dekat permukaan tanah. Telur berwarna kemerahjambuan berbintik halus kemerahan atau ungu, jumlah 2-3 butir dan berbiak bulan Maret, Mei, Juni, Agustus, Oktober.
Habitat burung Trengganis ini meliputi tepi hutan, hutan terbuka, hutan pegunungan dan tersebar pada ketinggian 800-3.000m dpl. Makanan Trengganis adalah buah-buahan dan serangga, dan habitat burung ini di daerah-daerah pinggir hutan ataupun tempat terbuka di dalam hutan juga sering ditemukan pada pinggiran sungai di hutan. Penyebaran burung cucak gunung terbatas pada pulau Sumatera, Jawa dan Bali walaupun sekarang sudah sering ditemukan burung jenis ini di pulau lainnya. Burung ini memiliki jumlah populasi terbanyak karena di kawasan Coban Trisula kelestarian hutannya sehingga persediaan makanan sangat tersedia disini. Jenis buah-buahan maupun serangga yang menjadi makanan burung Trengganis juga tersedia berlimpah sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Burung Elang Jawa atau dalam nama ilmiahnya Spizaetus bartelsi adalah salah satu spesies Elang berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang Negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Burung Elang Jawa ini memiliki karakteristik tubuh berukuran besar sekitar 60cm. Elang Jawa dewasa jambul, mahkota dan garis kumis hitam, bagian sisi kepala dan tengkuk coklat berangan, punggung dan sayap coklat gelap, ekor coklat bergaris hitam, tenggorokan putih dengan setrip hitam ditengah, bagian bawah lain keputihputihan, bercoret coklat gelap pada dada dan garis tebal coklat gelap pada perut. Sedangkan untuk Elang Jawa remaja kepala dan bagian bawah kuning tua kemerahan, terdapat burung dengan bulu peralihan antara muda dan dewasa, iris biru abu-abu (muda) dan kuning mas (dewasa), paruh kehitaman, sera gelap, kaki kuning, tungkai berbulu dan bergaris garis melintang. Elang Jawa umumnya menyukai mamalia kecil sebagai mangsanya. Mangsa favoritnya antara lain tupai,
burung-burung kecil, anak kera, ekor panjang dan jelaran. Elang Jawa jarang menangkap mangsa di udara karena ruas kakinya yang pendek. Elang Jawa memiliki habitat yang berada di hutan tropis mulai dari 03.000m tetapi lebih terkosentrasi di ketinggian antara 500-2.000m, dimulai dari hutan pantai hingga hutan daratan tinggi. Elang Jawa lebih memilih habitat yang masih alami di hutan alam (48%) dan menghindari hutan tanaman. Elang Jawa menyukai pohon yang tinggi menjulang yang dapat digunakan untuk mengincar mangsa ataupun sebagai sarang. Sarang dari tumpukan tebal ranting pada pohon tinggi. Elang Jawa memiliki musim kawin yang terjadi antara akhir bulan Januari hingga Mei, berbiak setiap 2 tahun sekali dengan jumlah anak umumnya 1 ekor, dengan masa mengerami selama 44-48 hari. Umumnya sarang ditemukan di pohon yang tumbuh dilereng dengan kemiringan sedang sampai curam pada ketinggian tempat di atas 800 m dpl. Telur berwarna putih berbintik coklat, jumlah 1 butir. Anak Elang Jawa umur 27-30 minggu telah dapat terbang dan mulai belajar menangkap mangsa. Elang Jawa dapat berkembang biak pada umur antara 3-4 tahun. Faktor yang menyebabkan penyusutan populasi Elang Jawa bisa berupa bencana alam. Ancaman alami yang dinilai potensial merusak keberadaan hutan adalah bencana alam yang berupa kebakaran dan tanah longsor. Bencana alam lebih bersifat temporer sehingga dampaknya jauh lebih kecil bila dibanding dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia. Faktor yang lainnya juga bisa dari perburuan liar dan perdagangan. Semua burung Elang yang ditangkap dijual ke penadah atau pemesan, ada juga yang langsung dibawa ke pasar burung. Mengingat harga Elang yang cukup tinggi yang bisa diperoleh oleh penangkap yaitu sekitar 100.000200.000 rupiah per ekor.
Keanekaragaman Jenis Burung Berdasarkan dari data hasil penelitian di lapangan dapat
ditabulasikan untuk mendapatkan nilai keanekaragaman jenis yang ada di kawasan hutan Coban Trisula.
Tabel 2. Keanekaragaman Jenis Burung di Coban Trisula No.
Nama Burung
(Ni)
Ni-1
Ni (Ni-1)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Cendet Gunung Ciblek Merah Ciblek Putih Cucak Ijo Cucak Jenggot Elang Jawa Glatik Gunung Kacamata Biasa Kokol Mantenan Serindit Jawa Sesep Madu Punglor Punglor Bata Puter Sitrun Srigunting Tikusan Trengganis Wanten Walet Jumlah
4 7 5 7 8 2 6 21 4 26 18 4 9 9 14 10 15 6 28 5 17 N=225
3 6 4 6 7 1 5 20 3 25 17 3 8 8 13 9 14 5 27 4 16
12 42 20 42 56 2 30 420 12 650 306 12 72 72 182 90 210 30 756 20 272 3308
Perhitungan Rumus Indeks Keanekaragaman jenis Simpson (DS). δ=
𝑛𝑖 (𝑛𝑖 − 1) 𝑁(𝑁 − 1)
δ=
3308 225 (224)
δ=
3308 50400
δ = 0.066 Ds = 1- δ Ds = 0,934 Dari hasil perhitungan, diperoleh keanekaragaman jenis burung yaitu 0,934. Menurut kriteria keanekaragaman jenis Simpson adalah apabila mendekati
0, keanekaragaman rendah dan apabila keanekaragaman jenis Dari hasil yang telah
jenis tersebut mendekati 1, tersebut tinggi. didapat maka
diketahui bahwa keanekaragaman jenis burung di Coban Trisula masih tinggi. Keanekaragaman jenis tinggi karena daerah Coban Trisula mampu menyediakan ruang yang cukup bagi burung-burung tersebut dalam mencari makan. Kawasan hutan Coban Trisula juga mampu memberi tempat untuk beristirahat dan berlindung dari gangguan predator karena kondisi kerapatan vegetasi yang ada cukup rapat sehingga menyulitkan predator untuk mencari maupun memangsa burung-burung tersebut. Predator yang memangsa burung yaitu : ular, macan, kera, monyet, burung predator, manusia dan lain-lain. Keanekaragaman jenis tinggi juga bisa juga dikarenakan tingkat kompetisi dalam mencari makanan yang rendah, hal ini terjadi karena melimpahnya sumber dan jenis makanan yang tersedia bagi setiap jenis burung yang ada di kawasan Coban Trisula, sehingga burung-burung tidak perlu bersaing dalam mencari makanan. Dengan kondisi seperti itu maka kawasan Coban Trisula cocok untuk tempat berkembangbiak bagi burungburung yang ada disana dengan baik.
Keanekaragaman burung merupakan sebuah potensi besaryang harus diupayakan pemanfaatannya secara optimal. Upayatersebut harus dilakukan dengan terencana dan terarah sehinggapola pemanfaatan keanekaragaman burung tidak merusak danmempengaruhi keberadaannya. Salah satu bentuk pemanfaatansecara lestari adalah wisata berbasis keanekaragaman burungatau yang lebih dikenal dengan birdwatching. Kegiatan ini umumnya dilakukanoleh peneliti, kelompok pecinta burung, pelajar maupunmasyarakat yang memiliki perhatian terhadap kelangsungan kehidupanburung. Keseragaman Jenis Burung Berdasarkan hasil pengamatan yang tersaji pada tabel 2, diperoleh keanekaragaman jenis burung di kawasan Coban Trisula tinggi, maka dominasi atau keseragaman rendah. Hasil keseragaman jenis burung tercantum dalam Tabel 3.
Tabel 3. Keseragaman Jenis Burung S
(S-1)/S
N/N-1
Dmask = [(S-1)/S] [N/(N-1)]
Ds
Ds/Dmaks
21
0,95
1,004
0,954
0,934
0,979
Keseragaman jenis simpson (Evannes Simpson/ES)
Berdasarkan dari hasil perhitungan indeks keseragaman jenis Simpson, didapatkan hasil keseragaman jenis burung yaitu 0,021 dimana menurut kriteria keseragaman jenis Simpson (Evennes Simpson) bila mendekati 1, keseragaman jenis tinggi dan bila mendekati 0, keseragaman jenis rendah. Hasil pengamatan menunjukan bahwa keseragaman jenis burung di kawasan
= 1 – Ds/Dmaks = 1 – 0,979 = 0,021
Coban Trisula rendah.Keseragaman jenis adalah membandingkan kesamaan spesies yang ditemukan pada suatu habitat dengan habitat lain. Bila suatu komunitas mempunyai keanekaragaman jenis tinggi maka akan mempunyai keseragaman jenis yang rendah. Faktor yang dapat meningkatkan keseragaman jenis beragam, bisa saja lamanya masa kawin, telor yang menetas kemungkinan
kecil karena jatuh atau dimakan oleh predator, bisa juga suhu yang kurang baik yang dapat mempengaruhi tetasan telor, serta hal lainnya seperti bencana Kelimpahan Jenis Burung
alam dan seringnya perburuan liar oleh manusia.
Berdasarkan hasil pengamatan, jenis burung di Coban Trisula yang mendominasi tersaji pada tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Jenis Burung di Coban Trisula No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama Burung Cendet Gunung Ciblek Merah Ciblek Putih Cucak Ijo Cucak Jenggot Elang Jawa Glatik Gunung Kacamata Biasa Kokol Mantenan Serindit Jawa Sesep Madu Punglor Punglor Bata Puter Sitrun Srigunting Tikusan Trengganis Wanten Walet
Berdasarkan tabel 4 diketahui spesies yang mendominasi pada kawasan Coban Trisula adalah jenisburung Trengganis, Mantenan, Kacamata Biasa, Parkit, Walet, Srigunting dan Puterdengan nilai kelimpahan jenis (Di) dari 12,4% oleh burung Trengganis hingga 6,2% diperoleh dari burung Puter. Dominan dapat terjadi karena keanekaragaman jenis burung menurut kriteria kelimpahan Jorgenson adalah apabila Di > 5% berarti dominan, jika antara 2% sampai 5% berarti sub dominan dan jika < 2% berarti tidak dominan. Dominasi adalah banyaknya peranan spesies dalam suatu komunitas. Dominasi pada jenis burung tersebut terjadi karena mereka mudah
Ni 4 7 5 7 8 2 6 21 4 26 18 4 9 9 14 10 15 6 28 5 17 N=225
Di = Ni/N x 100% 1,8% 3,1% 2,2% 3,1% 3,6% 0,9% 2,7% 9,3% 1,8% 11,6% 8% 1,8% 4% 4% 6,2% 4,4% 6,7% 2,7% 12,4% 2,2% 7,5% 100%
beradaptasi dengan lingkungan yang ada, dimana lingkungan tersebut merupakan habitat yang cocok dengan ketersediaan makanan yang cukup. Selain itu jenis burung yang dominan tersebut jarang diburu oleh manusia karena selain sulit untuk ditangkap harga jualnya juga rendah, tidak seperti Elang jawa yang harga jualnya tinggi karena keunikan dan kelangkaannya. Kondisi Habitat Kawasan hutan Coban Trisula merupakan hutan hujan tropis sehingga memiliki bermacam jenis vegetasi yang mampu mendukung kebutuhan habitat burung yang ada disekitarnya.
Kondisi habitat sangat mempengaruhi keberadaan burung pada suatu daerah dimana habitat merupakan daerah yang sangat penting bagi populasi satwa terutama jenis burung agar dapat berkembang secara optimal untuk mendapatkan makanan, air, dan perlindung. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi satu jenis satwa tentu tidak sesuai untuk jenis lainnya, karena setiap satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Makanan untuk berbagai jenis burung sangat melimpah di hutan Coban trisula karena hutan tersebut masih alami dan dilindungi. Air sangat tersedia karena hutan Coban Trisula memiliki aliran air sungai yang dapat mencukupi kebutuhan makhluk hidup disekitarnya. Berbagai jenis vegetasi serta memiliki percabangan yang banyak mampu memberikan perlindungan kepada burung dari serangan predator. KESIMPULAN Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Terdapat 21jenisburung di kawasan hutan Coban Trisuladenganjumlah255ekor. 2. Keanekaragamanjenisburung di kawasan hutan Coban Trisulasangattinggidengannilaiindek skeanekaragamanjenis Simpson 0,934 dankeseragamanjenisEvennes Simpson (ES) 0,021. 3. Spesiesburung yang mampumendominasiadalahjenisTre ngganis12,4%, Mantenan 11,6%, Kacamata Biasa9,3%, Serindit Jawa 8%, Walet 7,5%, Srigunting 6,7%, dan Puter6,2%. DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Departemen dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar. Aziz Fatchul. 2010. Laporan Elang Jawa. http://fatchulaziz.wordpress.com . Tanggal akses 5 Juni 2014. Bogor Agricultural University. 2009. Inventarisasi Satwaliar. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bennun, L., Davies, G., Howell, K., Newing, H., and Linkie, M.. 2002. African Forest Biodiversity - A Field Survey Manual for Vertebrates. Earthwatch Institute. Europe. Departemen Kehutanan RI. 2006. Kawasan Konservasi. http://www.ditjenphka.go.id. Tanggal akses 5 Desember 2011. Departemen Kehutanan. 2009. Profil Balai Besar Taman Nasional Bromo, Tengger Semeru. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Malang. p. 12-15. Departemen Kehutanan RI. 2011. 50 Taman Nasional di Indonesia. http://www.dephut.go.id. Tanggal akses 9 Desember 2011. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. 2011. Kawasan Konservasi. http://bpkh8.net. Tanggal akses 13 Desember 2011. Furness, R.W. & Greenwood, J.J.D. 1993. Birds as Monitors of Environmental Change. Chapman & Hall, London-UK. Handinoto, A. Mulyadi, Y.I. Siregar. 2012. Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan Kota Pekanbaru. Jurnal Lingkungan Hidup 6 (1): 25-42. Haselmayer, J. and J.S. Quinn. 2000. A Comparison of Point Counts and Sound Recording as Bird Survey Methods in Amazonian Southeast Peru. The Condor 102, p. 887-893. The Cooper Ornitological Society. Jo Dwi. 2011. Pengertian Burung dan Burung Hantu. http://dwijo.blogspot.com/2011/04/penger
tian-burung-dan-burunghantu.html. Tanggal akses 3 Desember 2012. Klappenbach Laura. Bird Characteristics. http://www.about.com. Tanggal akses 4 Desember 2012. National Audubon Society. 2012. Bird Habitat Necessities. http://www.audubon.org. Tanggal akses 02 Desember 2012. Sawitri Reny & Iskandar Sofian. 2012. Keragaman Jenis Burung di Taman Nasional Kepulauan Wakatobi dan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 9 (2): 175-187. Sari, G.H. Dahelmi & Novarino Wilson. 2012. Jenis-Jenis Burung di Kawasan Cagar Alam Lembah Harau Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA) 1 (2): 116-122. Stattersfield, A.J., Crosby, M.J., Long, A.J. & Wege, D.C. (1998).
Endemic Bird Areas of the World: Priorities for Biodiversity Conservation. BirdLife Conservation Series no. 7. BirdLife International. Cambridge-UK. Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Metode Analisis Populasi dan komunitas. Usaha Nasional Surabaya–Indonesia. pp.111 Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru. 2011. Narasi Laptah. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Malang.
Wibowo Yuni. 2004. Keanekaragaman Burung di Kampus Universitas Negeri Yogyakarta. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. http://staff.uny.ac.id. Tanggal Akses 11 Juni 2013.