ETNOBIOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR
JATI BATORO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Etnobiologi Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012 Jati Batoro NRP. G363070081
ABSTRACT JATI BATORO. Ethnobiology of Tengger Society in Bromo Tengger Semeru East Java. Under direction of DEDE SETIADI, TATIK CHIKMAWATI, and Y. PURWANTO. This ethnobiological research focused on the ethnoecological, ethnobotanical, and ethnozoological study of the adaptation process (correlating to management concepts, impact on people’s activities, and technology usage) of the Tengger society in Bromo Tengger Semeru, East Java to environmental conditions where they were actively using and managing natural resources. The goals of this research were to study the beliefs, knowledge, and practice of Tengger society for the comprehensive understanding of landscape use and management, and to reveal the indigenous knowledge of Tengger society in managing their natural resources (plants and animals) which included species diversity, the index of ecological important value (INP), and the index of cultural significance (ICS). The research data consisted of ecological, ethnological, ethnobotanical and ethnozoological data. Ecological data was collected using vagetation analysis, while the rest of the data was collected using the participatory ethnobotanical appraisal, structured and open ended interviews, and direct observation. The Tengger society arranged their areas based on their function and usefulness including area of housing, agriculture, conservation, ecotourism, and sacral. Traditional ecological knowledge applied for environmental conservation consisted of an agricultural system that implement terasiring combined with plant borders, stall locations separated from houses, and planting Casuarina tree arranged by traditions. Tengger people depend on plant resources for their livelihood, and they have good knowledge on plant diversity surrounding them. The various plant utilization by Tengger society include food (75 species); medicines (121 species); construction, firewood and local technology (53 species); cosmetics, handycraft, cigarette, colors (40 species); forage (44 species); ornamental plants (140 species); fruit (49 species); and ritual (94 species). Calculations of the index of cultural significance showed that rice has a very high value and ten other plant species have high value in Tengger culture. For Tengger people, various animals have an economic value, and can be used for food, ritual, transportation, and objects for tourism.The indigenous knowledge on wild animals and their uses were very good. Tengger people distinguished 120 species consisting of 64 species of Aves, 32 species of Mammals, 9 species of Reptilia, 3 species of Diptera, 2 species of Decapoda, 1 species of Arachnidae, 1 species of Orthoptera, 1 species of Hypnoptera and 6 species of Pisces. Keywords: Bromo Tengger Semeru, ethnobiology, indigenous knowledge, Tengger society.
RINGKASAN JATI BATORO. Etnobiologi Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Dibimbing oleh DEDE SETIADI, TATIK CHIKMAWATI, dan Y. PURWANTO. Masyarakat suku Tengger merupakan penduduk asli Jawa yang menempati wilayah lereng deretan pegunungan Bromo Tengger Semeru, sejak runtuhnya kerajaan Majapahit, mengisolir diri, dan lebih senang hidup pada lingkungannya sendiri. Mereka mempunyai tatanan yang disepakati bersama (pranata) serta adat sosial budaya khas dan unik, agama, kepercayaan, kesenian, bahasa serta organisasi sosial atau sistem kelembagaan sendiri. Pada umumnya masyarakat Tengger hidup di sektor pertanian dan sebagian kecil mengelola wisata, perdagangan maupun peternakan. Penelitian etnobiologi dimaksudkan untuk mengetahui proses adaptasi yang dilakukan masyarakat Tengger terhadap kondisi lingkungan tempat mereka beraktivitas dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam hayati serta lingkungannya terkait dengan konsep pengelolaan dan pemanfaatannya, pengaruh yang ditimbulkannya serta teknologi adaptasi yang dikembangkannya. Keanekaragaman hayati perlu dikelola dan dimanfaatkan secara berkelanjutan baik sebagai sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman jenis maupun genetik serta ekosistemnya agar tetap lestari sumberdaya alamnya. Tujuan penelitian secara khusus adalah 1. Mengungkap pengetahuan lokal masyarakat Tengger tentang sistem pengelolaan sumber daya hayati (jenis tumbuhan dan hewan) meliputi keanekaragaman jenis tingkat kepentingan ekologis (INP), kegunaan dan cara pemanfaatannya (ICS), pengaruh dan cara pengembangannya. 2. Mengungkap pengetahuan masyarakat Tengger tentang lingkungan di sekitarnya meliputi persepsi dan konsepsi, pembagian tata ruang pada satuan lingkungan, pengelolaan dan pemanfaatannya, pengaruh yang ditimbulkan serta strategi pengembangannya. Penelitian dilakukan dengan pendekatan etnoekologi, etnobotani, etnozoologi dan strategi konservasi sumberdaya hayati yang menggunakan kombinasi ICS dan INP. Metode antropologi digunakan untuk mengungkap dan mengetahui pola pikir (corpus) masyarakat Tengger yaitu dengan melakukan pengamatan langsung, wawancara bebas (open ended) serta ikut dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dan semi struktural dan struktural. Mendeskripsikan berbagai bentuk aktivitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam, teknologi adaptasi yang dihasilkan serta menganalisis sesuai pandangan mereka. Melakukan pengamatan, analisis, penilaian secara ekologis dampak pemanfaatan sumber daya alam terhadap setiap satuan lingkungan. Pembagian satuan lingkungan berdasarkan fungsi dan kegunaan oleh masyarakat Tengger meliputi a. Kawasan pemukiman, b. Kawasan pertanian, c. Kawasan konservasi, d. Kawasan pariwisata, dan d. Kawasan sakral. Kawasan pemukiman meliputi rumah individu, pertokoan, warung, homestay, hotel, rumah digunakan fasilitas umum seperti Balai Desa dan Pendopo Agung, Kantor, Langgar, Mesjid, Gereja, Pure, pekarangan, tegalan, ranu (danau), sumber air, sungai, jalan, kuburan, Danyangan dan Sanggar Pamujan. Tata ruang perumahan
dibangun secara semi permanen, permanen, bergerombol tidak berbeda jauh dari perkotaan, bahkan berlantai dua atau tiga berkeramik, yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat Tengger. Sistem tata ruang perumahan meliputi ruang tamu (petamon), kamar tidur (pedaringan), ruang pawon dengan tumang sangat disakralkan sebagai bagian mengadaptasikan kehidupan wilayah yang dingin serta pembelajaran antar generasi, dan kamar mandi (pakiwan). Kawasan ritual dan pariwisata seperti gunung Bromo, Semeru, gunung Pananjakan, lautan pasir milik TNBTS sangat mendukung pengembangan wisata dan ritual adat masyarakat Tengger. Pengetahuan masyarakat Tengger terhadap sistem pertanian terutama budidaya sayuran pada lahan perbukitan perlu mendapat perhatian dan pengamatan khusus karena berkaitan dengan terjalnya wilayah, sehingga sistem pertanian terasiring dapat dipertahankan serta dampak kemungkinan longsor dapat diminimalkan demi kelangsungan hidup serta pembangunan berkelanjutan di masyarakat Tengger. Sistem pola gubuk-kandang sangat cocok dalam membantu pengolahan budidaya pertanian, dan peternakan berkelanjutan di wilayah Tengger yang dingin, memudahkan distribusi pupuk, transaksi ekonomi serta pengembangan peternakan. Peternakan sapi, babi, kambing, ayam kampung sangat mendukung ekonomi keluarga maupun mendukung berlangsungnya ritual adat. Sistem sewa (komplangan) dari Perhutani juga menarik, dukungan dari berbagai pihak baik TNBTS seperti jalur hijau, pemanfaatan pakan ternak, pemanfaatan lokasi ritual Kasada serta pentasbihan Dukun Pandhita sangat membantu keberlanjutan serta berjalannya ritual adat serta agama di Tengger. Pengetahuan ekologi tradisional yang dipergunakan untuk berbagai keperluan menunjukkan apresiasi yang baik terhadap usaha pelestarian lingkungan. Penanaman cemara gunung dengan diatur hukum adat tebang 1pohon tanam 10 pohon, karena begitu pentingnya pohon cemara sebagai bahan bangunan, kayu bakar, batas lahan, pencegah longsor, selain itu tidak mengganggu tanaman pertanian. Sistem pengelolaan lahan pertanian terasiring telah diatur dalam bentuk petak arah air serta ditanam rumput astruli sebagai penahan erosi. Kawasan konservasi TNBTS, kawasan hutan lindung Perhutani, tempat sakral sangat berguna sebagai sumber air baik untuk kawasan Tengger sendiri maupun daerah bawah, yang berfungsi sebagai sumber oksigen, sumber genetik, pelindung dan penahan rawan longsor, dan berkembangbiaknya berbagai satwa maupun flora. Kawasan konservasi seperti Danyangan, makam, Sanggar Pamujan, hutan larangan yang diperkuat oleh adanya hukum adat, aspek ritual peladangan memberikan dampak positif terhadap tertatanya pemanfaatan tanah, kehidupan hewan serta lingkungan yang harmoni. Sistem pengetahuan masyarakat Tengger tentang keanekaragaman jenis tumbuhan cukup baik hal ini dapat di tunjukkan dari cara pengenalan, pencirian, pemanfaatan tumbuhan liar dan tanaman budidaya. Hasil inventarisasi jenis tumbuhan yang dikenal masyarakat Tengger tercatat 326 jenis. Pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan adalah sebagai bahan obat, racun, ritual, pangan, pewarna, bumbu, buah, kayu bakar, pakan ternak, konservasi, bangunan, talitemali, pembungkus, teknologi lokal dan lain-lainnya. Pengetahuan terhadap morfologi yaitu pencirian didapat dari leluhur mereka. Tata nama tumbuhan yang digunakan kebanyakan tunggal, sederhana yang utama digunakan untuk kebutuhan secara praktis dan mudah diingat, terutama tumbuhan yang bermanfaat
dalam kehidupannya seperti putihan (Buddleja asiatica), adas (Foeniculum vulgare) dan cemara (Casuarina junghuhniana). Upacara ritual adat berkaitan dengan keanekaragaman tumbuhan sangat menarik dan unik di masyarakat Tengger yang merupakan modal sosial (capital social) dan dasar dalam pengembangan wisata, serta lingkungan yang sangat mendukung. Sistem pengetahuan tradisional terhadap keanekaragaman hewan sangat baik terutama jenis yang berada di lingkungannya. Hasil inventarisasi jenis hewan yang tercatat meliputi 120 jenis baik hewan liar di lingkungan, hewan peliharaan maupun yang dibudidayakan. Pemanfaatan keanekaragaman hewan dipergunakan sebagai bahan pangan, penunjang ritual adat, penunjang ekonomi rumah tangga, peliharaan serta keindahan lingkungan. Keberlanjutan keanekaragaman hayati di wilayah Tengger sebagai wilayah penyangga harus dipertahankan, diperlukan dukungan dari pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, Dinas terkait, Kantor Balai TNBTS, Perhutani, serta strategi pengembangan disegala bidang sesuai proposional wilayah, jumlah penduduk, tingkat pendidikan, pelestarian, penyuluhan, pengawasan dalam kerangka dukungan terhadap daerah penyangga. Wilayah lahan desa masyarakat Tengger sangat cocok untuk budidaya sayuran seperti kentang, bawang prei, kobis, ercis, wortel, terong belanda, lombok terong, kopi, apel (Desa Gubuklakah, Kayukebek), kaya akan adat budaya unik sangat perlu dilestarikan, pengobatan tradisional, ritual adat, udara yang sejuk dan dingin di wilayah Tengger dengan obyek wisatanya masyarakat lokal maupun mancanegara perlu dikembangkan, digalakkan sebagai aset pariwisata Jawa Timur. Keberlanjutan ke depan desa Tengger dan sekitarnya tidak terlepas dari kesejahteraan masyarakat, sistem ekologi pegunungan Bromo Tengger Semeru saling ketergantungan dalam sebuah ekosistem, manusia serta adat sosial, keanekaragaman hayati dan lingkungannya. Kata kunci:
Bromo Tengger Semeru, etnobiologi, pengetahuan tradisional, masyarakat Tengger.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
ETNOBIOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR
JATI BATORO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup
: Prof. Dr. Eko Baroto Waluyo Dr. Sri Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo, M.Sc.
Penguji pada Ujian Terbuka
: Prof. Dr. Eko Baroto Waluyo Prof. Dr. Ir. Edi Guhardja, MSc.
Judul Disertasi
: Etnobiologi Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur
Nama
: Jati Batoro
NRP
: G363070081
Program Studi
: Biologi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, MS. Ketua
Dr.Ir. Tatik Chikmawati, M.Si. Anggota
Prof. Dr. Ir. Y. Purwanto, DEA. Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.
Tanggal Ujian:
30 Juli 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan Judul Etnobiologi Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing; Dr. Ir. Tatik Chikmawati M.Si dan Prof. Dr. Ir. Y. Purwanto DEA masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran dan kritikan untuk menyelesaikan tulisan ini. 2. Prof. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud banyak memberikan inspirasi. 3. Dr. Ir. Kgs. Dahlan Wakil Dekan FMIPA IPB, Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono DEA mewakili Pogram Studi Biologi Tumbuhan Sekolah Pasca Sarjana IPB di ujian tertutup dan terbuka. 4. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan SPs-IPB, Dr. Ir. Miftahudin MSi. 5. Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito MS Rektor Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Marjono M.Phil Dekan FMIPA UB, Dr. Widodo M.Sc, Ketua Jurusan Biologi FMIPA dan Proyek I-MHERE UB, yang telah memberikan beasiswa program Doktor. 6. Dr. Rodiyati S.Si, M.Sc sebagai Ketua Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UB dan kolega Brian Rahardi M.Sc, Dra.Gustini Ekowati M.P, Dr. Serafinah Indriyani M.Si, Dr. Luqman Hakim M.Sc, Arifin dan Apriyono S.Si. 7. Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS), Kepala Perhutani Jawa Timur, Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Malang, Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo. 8. Teman-teman dari Puslitbang Biologi LIPI Kebun Raya Pasuruan, Perhutani dan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS). 9. Petinggi Desa Ngadisari bapak Supoyo SH. MM, bapak Kartono Petinggi Desa Ngadas Kidul, bapak Sumartono Petinggi Desa Ngadas Wetan, para Petinggi Desa seluruh masyarakat Tengger serta staf. Koordinator Dukun Pandhita masyarakat Tengger bapak Mudjono, Dukun Pandhita bapak Sutomo, bapak
Supayadi, bapak Natrulin dan para Dukun Pandhita seluruh Tengger, Sesepuh Tengger, masyarakat Tengger di Malang, Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo. 10. Kepada semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu secara materi dan non materi dalam penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan ini. 11. Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih secara tulus kepada istri tercinta
Dra.
Sri
Suwanti
atas
dorongan,
pengorbanan,
kesabaran,
pengertiannya, anak-anak tercinta Tectona Ekaningtyas S.KG. di FKG UNEJ Jember, Dian Apriliyani di UB dan Agnes Arimbi A. SMAN 9 Malang. Tidak lupa doa orang tua Sumardi WS (alm) dan Ibu Suyati serta mertua Hadi Sukarto (alm) dan Ibu Surtijah (alm), yang semasa hidup mendorong agar penulis dapat mecapai gelar akademik tertinggi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2012
Jati Batoro
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 25 April 1957, sebagai anak pertama pasangan Sumardi Widyo Sumarto Almarhum (KRT. Widyo Padmo Dipuro) dan Ibu RR. Suyati. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Lanjutan Pertama SMPN 1 Wates diselesaikan di Kulon Progo Yogyakarta dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan di Yogyakarta. Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Biologi UGM, lulus pada tahun 1985. Pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Biologi FMIPA, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa BPPS dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan lulus pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor diperoleh pada tahun 2007 pada Program Studi Biologi Tumbuhan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan bantuan beasiswa proyek I-MHERE Universitas Brawijaya(UNIBRAW). Penulis bekerja sebagai staf pengajar bidang Taksonomi Tumbuhan dan ,Etnobotani pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam Universitas Brawijaya sejak tahun 1986, hingga sekarang. Beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian disertasi telah dipublikasikan, diantaranya sebuah artikel dengan judul Pengetahuan Fauna (Etnozoologi) Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur diterbitkan pada Jurnal Biota (SSSN 0853-8670) Vol.17 (1) : 46-56, Februari 2012. Artikel lain yang berjudul: Pengetahuan Botani Masyarakat Tengger Di Bromo Tengger Semeru telah di terima untuk diterbitkan di Jurnal Wacana Vol 14 No (4) Oktober 2011; Ritual Entas-Entas Di Desa Tengger Ngadas Kidul Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang telah terbit di Jurnal Natural B, Vol 1.No (2) Oktober 2011. Karya Ilmiah lain yang berjudul Pemanfaatan Tumbuhan dan Hewan dalam Ritual Adat di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur telah disampaikan pada Seminar, Simposium dan Kongres PTTI (11-13 Oktober) di Bedugul Bali tahun 2011.
DAFTAR ISI Halaman 1. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1.2 Perumusan Masalah …………………………………………….. 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………….. 1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………… 1.5 Kebaharuan (Novelty)…………………………………………… 1.6 Kerangka Pemikiran …………………………………………….
1 1 3 4 4 5 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………. 2.1 Etnobiologi ……………………………………………………... 2.2 Masyarakat Tengger ……………………………………………. 2.3 Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)…………….
9 9 11 13
3. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN METODE PENELITIAN... 3.1 Lingkungan Fisik ……………………………………………….. 3.1.1 Letak Geografi ……………………………………………… 3.1.2 Geologi, Tanah dan Hidrologi ……………………………… 3.1.3 Iklim ………………………………………………………… 3.2 Lingkungan Biologi …………………………………………….. 3.3 Lingkungan Sosial Budaya ……………………………………... 3.3.1 Aspek Sosial Budaya ……………………………………….. 3.3.2 Agama dan Kepercayaan …………………………………… 3.3.3 Kepemimpinan Tradisional dan Lembaga Adat ……………. 3.3.4 Bahasa Lokal Tengger ……………………………………… 3.3.5 Sistem Penguasaan Lahan (Tenurial System) ………………. 3.4 Pendekatan Penelitian …………………………………………... 3.4.1 Etnoekologi …………………………………………………. 3.4.2 Etnobotani …………………………………………………... 3.4.3 Etnozoologi …………………………………………………. 3.5 Konservasi Sumberdaya Tumbuhan……………………………..
17 17 17 17 18 20 22 22 25 26 27 28 29 29 28 28 30
4. ETNOEKOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR……………………………... Abstrak ……………………………………………………………… 4.1 Pendahuluan ……………………………………………………. 4.1.1 Latar Belakang………………………………………………. 4.1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………. 4.2 Bahan dan Metoda ……………………………………………… 4.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………... 4.2.2 Alat dan Bahan ……………………………………………… 4.2.3 Metode Penelitian …………………………………………… 4.2.3.1 Pendekatan Emik (pengetahuan) ………………………… 4.2.3.2 Pendekatan Etik (ilmu pengetahuan) …………………….
31 31 32 32 35 35 35 36 36 36 36
4.2.3.3 Analisis Vegetasi ………………………………………... 4.3 Hasil …………………………………………………………….. 4.3.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan ………………... 4.3.2 Pengenalan Satuan-satuan Lingkungan menurut Konsep Tata Ruang Masyarakat Tengger ………………………………… 4.3.2.1 Kawasan Pemukiman …………………………………… 4.3.2.2 Kawasan Pertanian ……………………………………… 4.3.2.3 Kawasan Sakral atau Keramat ………………………….. 4.3.2.4 Kawasan Hutan TNBTS ………………………………. 5.1 Pembahasan …………………………………………………….. 6.1 Simpulan ………………………………………………………..
37 38 38
5. ETNOBOTANI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR……………………………... Abstrak ……………………………………………………………… 5.1 Pendahuluan ……………………………………………………. 5.1.1 Latar Belakang ……………………………………………… 5.1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………. 5.2 Bahan dan Metode ……………………………………………… 5.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………... 5.2.2 Alat dan Bahan ……………………………………………… 5.2.3 Metode Penelitian …………………………………………… 5.2.3.1 Metoda Pengumpulan Data Sosial Budaya Masyarakat Tengger ………………………………………………… 5.2.3.2 Pengumpulan Data Etnobtani ………………………….. 5.2.3.3 Data Kualitatif ………………………………………….. 5.2.3.4 Pemilihan Narasumber …………………………………. 5.2.3.5 Perhitungan Nilai Guna Jenis Tumbuhan Berguna …….. 5.3 Hasil ……………………………………………………………. 5.3.1 Sosial Budaya Masyarakat Tengger ………………………… 5.3.1.1 Aspek Sosial Budaya …………………………………... 5.3.1.2 Sistem Kepemimpinan Tradisional …………………….. 5.3.2 Pengetahuan Masyarakat Tentang Keanekaragaman Jenis Tumbuhan …………………………………………………. 5.3.2.1 Pengetahuan botani lokal masyarakat Tengger................... 5.3.2.2 Pengetahuan masyarakat Tengger tentang pemanfaatan jenis tumbuhan …………………………………………… 5.3.3 Indek Kepentingan Budaya (ICS) …………………………... 5.4 Pembahasan …………………….………………………………. 5.5 Simpulan ………………………………………………………...
81
171 178
6. ETNOZOOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR …………………………….. Abstrak ……………………………………………………………… 6.1 Pendahuluan ……………………………………………………. 6.1.1 Latar Belakang ……………………………………………… 6.1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………. 6.2 Bahan dan Metode ……………………………………………...
181 181 182 182 184 184
40 41 49 63 67 70 77
81 82 82 85 85 85 86 86 86 86 87 87 88 93 93 93 94 94 95 99
6.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………... 6.2.2 Alat dan Bahan ……………………………………………... 6.2.3 Metode Penelitian …………………………………………... 6.3 Hasil …………………………………………………………….. 6.3.1 Pemanfaatan Jenis dan Kategori Pengelompokannya….......... 6.3.1 Keanekaragaman Hewan Sebagai Bahan Pangan …………... 6.3.3 Keanekaragaman Hewan Buruan …………………………… 6.3.4 Keanekaragaman Hewan Mempunyai Makna ……………… 6.3.5 Keanekaragaman Hewan Sebagai Bahan Ritual Adat ……… 6.3.6 Keanekaragaman Hewan Ternak ……………………………. 6.3.7 Keanekaragaman Hewan Peliharaan dan Pariwisata ………... 6.3.8 Keanekaragaman Hewan Liar di Lingkungan ………………. 6.4 Pembahasan …………………………………………………….. 6.5 Simpulan ………………………………………………………..
184 184 185 185 185 187 188 189 189 192 193 194 201 204
7. PEMBAHASAN UMUM ………………………………………….. 7.1 Sosial Budaya, Adaptasi dan Pengelolaan Lingkungan Masyarakat Tengger …………………………………………… 7.2 Keanekaragaman Hayati, Pengembangan Pertanian, Peternakan dan Pariwisata di Wilayah Tengger ……………………………
205 205 211
7.3
Pembangunan Masyarakat Tengger Berkelanjutan di Wilayah Tengger ………………………………………………………... 215 7.4 Strategi Konservasi wilayah Tengger ………………………….. 217
8. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. LAMPIRAN ………………………………………………………...
221 227 235
DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah Penduduk di sembilan Desa masyarakat Tengger ………….... 2 Keanekaragaman jenis tanaman pekarangan sebagai bahan pangan … 3 Jenis-jenis tumbuhan sebagai indikator kesuburan tanah dan jenis mengganggu tanaman budidaya di lingkungan ……………………… 4 Sistem kategorisasi lahan pada masyarakat Tengger…………………. 5 Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan menurut kategori etnobotani (Quality of use categories in ethnobotany)……………….. 6 Kategorisasi intensitas penggunaan (Intensity of use) jenis tumbuhan berguna ………………………………………………………………. 7 Kategorisasi yang menggambarkan tingkat eklusivitas atau tingkat kesukaan ……………………………………………………………… 8 Terminologi untuk pengenalan dan karakterisasi tumbuhan pada masyarakat Tengger …………………………………………………. 9 Kategori pemanfaatan tumbuhan, jumlah jenis dan distribusi di masyarakat Tengger ………………………………………………….. 10 Keanekaragaman jenis tumbuhan bahan pangan (tanaman budidaya dan non budidaya) di masyarakat Tengger .......................................... 11 Kategori jenis penyakit di masyarakat Tengger, jumlah jenis tumbuhan dan organ tumbuhan yang digunakan sebagai obat ……… 12 Keanekaragaman jenis tumbuhan obat di masyarakat Tengger………. 13 Keanekaragaman jenis tanaman hias di perumahan dan gubuk di masyarakat Tengger ………………………………………………...... 14 Keanekaragaman jenis tumbuhan digunakan dalam ritual adat di tempat sakral …………………………………………………………. 15 Keanekaragaman jenis tumbuhan pakan ternak di masyarakat Tengger ………………………………………………………………. 16 Sebelas jenis tanaman dengan Nilai Indek Kepentingan Budaya (ICS) tertinggi dan tinggi masyarakat Tengger …………………………….. 17 Kategori nilai ICS jenis tumbuhan bermanfaat masyarakat Tengger ... 18 Jenis tumbuhan liar yang berpotensi menurut masyarakat Tengger ..... 19 Jumlah jenis hewan dimanfaatkan dan liar di masyarakat Tengger …. 20 Keanekaragaman jenis hewan ritual masyarakat Tengger …………… 21 Pengetahuan keanekaragaman jenis hewan: ternak, kegunaan dan jenis hewan liar di lingkungan desa Tengger …………………………
24 45 62 73 89 92 92
98 99 102 118 128 134 141 159 168 169 171 187 191 195
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
4 5 6 7 8
9 10
11
12
13 14 15
Halaman Kerangka fikir studi Etnobiologi dalam kehidupan masyarakat 7 Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur …………………... Peta lokasi penelitian dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 19 (TNBTS)………………………………………………….................. (a) Pakaian adat SDN Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo dan (b) Pure di Desa Ranupani Kecamatan Senduro 25 Kabuparen Lumajang ………………………………….......................... Struktur organisasi Pemerintahan Desa dan Lembaga Adat masyarakat 39 Tengger .................................................................................................... 39 Sikap dan Pandangan Hidup masyarakat Tengger............................... Rumah Tengger: (a) Dapur (Pawon) dengan tumang dan (b) Homestay 43 di Desa Wonokitri Kabupaten Pasuruan ……………………………… Pekarangan: (a) Tanaman hias, mawar (Rosa hybrida, tlotok 44 (Curculigo capitulata) dan (b) Jenis bahan ritual (Fuchia hybrida)… Perkampungan Tengger: (a) Sistem perkampungan bergerombol Desa Ngadiwono Kecamatan Tosari Pasuruan dan (b) Perkampungan Desa 47 Ranupani Kecamatan Senduro Lumajan……………………………….. Sarana Desa: (a) Jalan Desa Ngadas Kidul dan (b) Padmasari di tepi 48 jalan Desa Ngadirejo Kabupaten Pasuruan.............................................. Pertanian terasiring: (a) Batas Tegalan Desa Ranupani dan Zona Hutan Rimba (TNBTS) dan (b) Lahan pertanian di Ngadas Kidul Kecamatan 49 Poncokusumo ..………………………………………………………… (a) Lokasi kerja sama antara pihak Perhutani dan Desa Gubuklakah seluas 10 Ha dengan tanaman kopi, suren, jabon dan (b) Tanaman 55 industri poo………….............................................................................. Peristiwa alam: (a) Jenis tumbuhan cemara mengalami kerusakan akibat uap belerang dari gunung Bromo dan (b) Longsor lahan 58 pertanian Desa Ngadiwono ………………………………..................... (a) Suasana meletusnya gunung Bromo dan (b) Suasana sekolah SDN 58 desa Putus (Ngadirejo)…………………………………………………. 60 Pola pertanian Gubuk-kandang di masyarakat Tengger ……………… (a) Gubuk serta kandang dan (b) Ternak sapi jantan di Desa Ngadas 60 Kidul Kecamatan Poncokusumo………………………………………..
16 Tata guna lahan tradisional masyarakat Tengger Desa Ngadas Kidul Kecamatan Poncokusumo: (a) Pedanyangan, (b) Wihara Paramita, (c) Pure,(d) Masjid, (e)Sanggar Pamujan, (f) Makam dan (g) Gubukkandang ……………………………………………………………….. 17 Padmasari di tepi jalan Desa Ngadirejo Kabupaten Pasuruan.
61 63
18 Tempat sakral: (a) Lahan makam di Desa Wonokitri dan (b) Sanggar Agung di Desa Ngadas Wetan……………………………..................... 19 Sarana Desa: (a) Danau Ranupai (TNBTS) mengalami pendangkalan dan (b) Lahan tegalan subur dengan latar belakang gunung Semeru...................................................................................................... 20 Aktivitas pertanian: (a) Sigiran jagung dan (b) Menyiwil tanaman tropong atau bawang prei di Desa Wonokitri …………..................... 21 Aktivitas pertanian: (a) Budidaya lombok kriting dan (b) Tanaman budidaya lombok terong ………………................................................ 22 Sarana transportasi: (a) Konstruksi jembatan Desa Keduwung dari kayu cemara dan (b) Transportasi kuda ..……………………………… 23 Seni tradisional dan olah raga: Kesenian jaranan (a) dan (b) Olah raga balap sepeda motor ……….................................................................. 24 Seni tradisional: (a) Kesenian reyok Desa Wonotoro dan (b) Tayup di Desa Ngadas Kidul…………………………………………………… 25 Peralatan rumah tangga: (a) Ibu di Desa Wonokitri menumbuk jagung untuk bahan aron dan (b) Peralatan pertanian di gubuk…...…………… 26 Tumbuhan obat: (a) Dringu dan (b) Jamur impes, (c) Aseman dan (d) Kentang…………………………………………………………............. 27 Tanaman bumbu: (a) Ketumbar dan (b) Tanaman jarak……………. 28 Upacara Yadnya Kasada: (a) Pure Poten di Lautan Pasir gunung Bromo dan (b) Masyarakat menunggu sesaji tandur tuwuh (marit) di tebing kawah gunung Bromo……………………………………............ 29 Upacara Yadnya Kasada: (a) Tempat Mulun (ujian Dukun Pandhita) di Pura Poten pada acara Kasada dan (b) Tetamping di kaki gunung Bromo ………………………………………………………………….. 30 Ritual Unan-unan: (a) Korban kerbau dengan seperangkat sesaji (foto Purnomo) dan (b) Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang …………………………………………………………………. 31 Acara ritual Karo: (a) Kesenian tari sakral Sodoran di Desa Jetak dan (b) Nyadran Karo di makam Desa Ngadas Kidul………………………. 32 Acara ritual Entas-entas: (a) Ongkek serta macam sesaji dan (b) pembacaan mantra di depan Petra oleh Dukun Pandhita………………. 33 Acara ritual Entas-entas: (a) Iber-iber dalam ritual Entas-entas dan (b) Wong Sepuh membakar Petra di Pedanyangan………………………… 34 Acara ritual Leliwet: (a) Mendirikan rumah oleh Dukun Pandhita dan (b) Jumat Legi di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari …………………. 35 Dukun Pandhita Zaman Kolonial Belanda …………………………….. 36 Acara ritual: (a) Wisuda Sesepuh Tengger oleh Dukun Pandhita Mudjono dan bapak Sutomo dan (b) Sendra tari Roro Anteng-Joko Seger di Bale Agung Desa Ngadisari ………………………………..
67
70 112 116 118 120 121 122 131 131
153
153
154 155 157 158 159 167
167
37 Peristiwa kebakaran: (a) Padang rumput Jomplangan TNBTS tahun 2011 dan (b) Bekas kebakaran hutan TNBTS tahun 2009……………... 38 (a) Keanekaragaman jenis tumbuhan pakan ternak di masyarakat Tengger dan (b) Status jumlah jenis pakan ternak …………………….. 39 Katagori nilai ICS tumbuhan berguna pada masyarakat Tengger…………………………………………………………………. 40 Keanekaragaman jenis hewan pada saat Yadnya Kasada di kawah gunung Bromo …………………………………………………………. 41 Pemanfaatan jenis hewan: (a) Pariwisata kuda dan (b) Hewan peliharaan anjing ………………………………………………………. 42 Pengetahuan jenis hewan di lingkungan masyarakat Tengger…………. 43 Jumlah jenis hewan bermanfaat, pengganggu dan liar……………….… 44 Interaksi sistem sosial dan ekosistem dari Rambo (1983)………….….. 45 Konsep peran, potensi, kegunaan dan konservasi keanekaragaman hayati (Purwanto et al. 2004)…………………………………………...
169 170 177 191 191 201 201 209 216
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Keanekaragaman jenis tumbuhan tegalan di lingkungan masyarakat Tengger .......................................................................... 2 Indek Nilai Penting (INP) jenis perdu di lahan tegalan masyarakat Tengger……………………………………………………………... 3 Nilai Indek Penting (INP) jenis herba di lahan tegalan masyarakat Tengger …………………………………………………………….. 4 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di lahan Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang ……….............................. 5 Indek Nilai Penting (INP) keanekaragaman jenis perdu di Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang …………………. 6 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di lahan Komplangan Perhutani Kabupaten Malang ………………………………………. 7 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di tegalan masyarakat Tengger …………………………………………………………….. 8 Keanekaragaman jenis buah-buahan di masyarakat Tengger………. 9 Keanekaragaman jenis tumbuhan bumbu, pewarna, rokok dan kecantikan ………………………………………………………….. 10 Keanekaragaman jenis tumbuhan bahan bangunan, teknologi lokal, tali-temali, seni, pembungkus dan kayu bakar……………………… 11 Index of Cultural Significance (ICS) dan keanekaragaman jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Tengger…………...........
237 243 244 246 249 250 251 252
255 257 261
1
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat suku Tengger merupakan penduduk asli Jawa yang menempati wilayah lereng deretan pegunungan Bromo Tengger Semeru sejak runtuhnya kerajaan Majapahit. Mereka mengisolir diri dan lebih senang hidup pada lingkungannya sendiri (Stibbe & Uhlenbeck 1921; DKDJPH & PABKSD IV 1984; Suyitno 2001). Masyarakat Tengger mempunyai tatanan yang disepakati bersama (pranata) serta adat sosial budaya khas dan unik, agama, kepercayaan, kesenian, bahasa serta organisasi sosial atau sistem kelembagaan sendiri. Pada umumnya masyarakat Tengger hidup pada sektor pertanian, terutama pertanian tanaman kentang, bawang prei, kobis, jagung, wortel, dan sebagian kecil mengelola wisata, perdagangan maupun peternakan. Masyarakat Tengger menghuni sebagian desa penyangga Taman Nasinal Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang meliputi empat Pemerintah Daerah Tingkat II yaitu Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Mereka sudah hidup turun temurun mulai dari nenek moyangnya yang dahulu menggantungkan kehidupannya berupa sumber daya hayati dari hutan dalam memenuhi kebutuhannya dengan pedoman bahwa hutan beserta isinya merupakan anugerah Sang Hyang Widhi untuk dimanfaatkan manusia agar kehidupannya sejahtera (DKDJPH & PABKSD IV 1984; DKDJPH & PABTNBTS 1999; Nurudin et al. 2004). Sebagian masyarakat Tengger menempati wilayah di dalam Zona Pemanfaatan Tradisional (enclave) meliputi Desa Ngadas dan Desa Ranupani, jauh sebelum TNBTS berdiri. Taman Nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem Zonasi, mempunyai tujuan konservasi, penelitian, pendidikan dan kepariwisataan. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan Taman Nasional pada umumnya disebabkan keterbatasan anggaran dana pemerintah, sumber daya pengelola, kelemahan infrastruktur, serta belum harmonisnya hubungan antara pihak pengelola dengan masyarakat sekitar (Primack et al.1998; DKDJPH & PABTNBTN 1999; DKDJPH & PABTNBTS 2008).
2
Sebagaimana halnya masyarakat lainnya, masyarakat Tengger sebagian besar hidup pada sektor pertanian yang telah lama melakukan strategi, teknik adaptasi, teknik pengelolaan, teknik budidaya, teknik produksi, serta teknik pengobatan tradisional terhadap pemanfaatan keanekaragaman hayati baik tumbuhan
maupun
hewan
(etnobiologi)
sesuai
dengan
keadaan
alam
lingkungannya. Pengetahuan masyarakat lokal tentang pengelolaan lahan dari sumber daya hayati tidak hanya dipengaruhi oleh sejarah dan adat-istiadat, tetapi juga kondisi sumber daya alam yang tersedia, kesuburan tanah, teknik peladangan dan etos kerja. Ketergantungan manusia terhadap keanekaragaman hayati serta tata cara kehidupan, sangat berkaitan dengan keanekaragaman budaya dari suatu masyarakat (Taylor 1990; Ellen 1993; Sandbukt & Wiriadinata 1994). Oleh sebab itu perlu ditelaah bagaimana konsep dan pemahaman serta penguasaan pengetahuan dari masyarakat Tengger dalam mengelola sumber daya hayati serta lingkungannya. Dewasa ini telah banyak pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan dan hewan serta variasi jenis tumbuhan dan hewan telah hilang keberadaannya dari suatu masyarakat. Hal ini berarti hilangnya kearifan tradisional atau berbagai jenis tumbuhan dan variasinya yang belum sempat diketahui atau dikaji informasinya karena kondisi lingkungan berubah dengan cepat (Sastrapradja & Rifai 1989; Rifai 1994). Sistem pengetahuan yang berasal dari adanya akumulasi pengetahuan dalam berinteraksi dengan alam lingkungan yang berjalan lama, umumnya memiliki pranata, norma adat, yang merupakan bukti fundamental dari kondisi sosial budaya suatu kelompok masyarakat (Cotton 1996; Purwanto 2006 ). Pengetahuan masyarakat lokal telah banyak memberikan kesempatan berharga bagi kita untuk memahami aspek ekologi lanskap lahan pegunungan, termasuk lanskap hutan di sekitar mereka. Apakah sistem pertanian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang mereka lakukan menyebabkan kerusakan lingkungan atau tidak, informasi ini juga akan membantu kita dalam memahami sejarah lansekap, perubahan lansekap dan pola-pola vegetasi masa lalu, sekarang dan mendatang. Ekosistem pegunungan merupakan fakta penting bagi fungsi ekologis dan konservasi keragaman hayati sumberdaya genetik baik
3
tumbuhan maupun hewan, namun rentan terhadap erosi tanah dan longsor yang mengakibatkan hilangnya keragaman hayati dan sumberdaya genetik maupun habitat (Odum 1971; Keating 1994, Primack et al. 1998). Berdasarkan latar belakang di atas, serta belum adanya penelitian yang mendasar pada bidang etnobiologi
masyarakat
Tengger
terhadap
pemanfaatan,
pengelolaan
keanekaragaman hayati baik tumbuhan maupun hewan serta lingkungannya, sehingga mendorong kami
penelitian terhadap kehidupan dan etnobiologi
masyarakat Tengger dilakukan untuk penelitian disertasi ini.
1.2 Perumusan Masalah Kondisi lingkungan biofisik dipengaruhi oleh proses adaptasi masyarakat Tengger. Oleh sebab itu kerusakan lingkungan dan keanekaragaman hayati dapat menyebabkan ancaman bagi kelangsungan kehidupan mereka. Mereka memiliki ketergantungan pada lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti bahan pangan, bahan obat-obatan tradisional, bahan ritual, sumber ekonomi rumah tangga dan berbagai kebutuhan lainnya. Latar belakang sosial budaya dan ekonomi masyarakat Tengger dapat mempengaruhi perilaku dalam mengelola sumber daya alam hayati dan lingkungan sekitarnya. Hal ini yang mendasari dilakukannya penelitian etnobiologi pada masyarakat Tengger. Salah satu aspek yang dibahas dalam penelitian ini adalah sistem pengetahuan masyarakat Tengger dalam mengelola sumber daya alam hayati untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Pengetahuan lokal (local knowledge) masyarakat Tengger tentang pengelolaan sumber daya hayati ini belum tergali dan sangat sedikit informasinya. Oleh karena itu pengetahuan masyarakat Tengger tersebut perlu untuk didokumentasi sebelum terdegradasi oleh pengaruh lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi serta intervensi budaya dari luar. Masalah lainnya adalah rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
Tengger
dan
keterbatasan
sarana
dan
prasarana
sehingga
menyebabkan terjadinya keterbelakangan teknologi dan kemampuan beradaptasi serta kemampuan daya saing dengan masyarakat di sekitarnya. Keterbelakangan tingkat pendidikan masyarakat tersebut berkaitan erat dengan pandangan
4
masyarakat Tengger yang beranggapan bahwa “bersekolah yang tinggipun masyarakat Tengger akan kembali ke ladang”. Dari uraian permasalahan tersebut maka perlu dilakukan studi etnobiologi masyarakat Tengger untuk mengetahui strategi masyarakat Tengger dalam mengelola sumber daya hayati dan selanjutnya dapat dijadikan pijakan dalam pengembangan dengan pengelolaan sumber daya hayati yang lebih menguntungkan baik secara ekonomi maupun ekologi dan pengembangan secara berkelanjutan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses dari teknologi adaptasi yang dilakukan masyarakat Tengger terhadap kondisi lingkungan tempat mereka beraktivitas dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya
alam
hayati
serta
lingkungannya
serta
pengaruh
yang
ditimbulkannya. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1.
Mengungkap pengetahuan lokal masyarakat Tengger tentang sistem pengelolaan sumber daya hayati (tumbuhan dan hewan) yang meliputi keanekaragaman jenis, kegunaan dan cara pemanfaatannya, pengaruh dan cara pengembangannya.
2.
Mengungkap pengetahuan lokal masyarakat Tengger tentang lingkungan di sekitarnya meliputi persepsi dan konsepsi, pembagian tata ruang satuan lingkungan, pengelolaan dan pemanfaatannya, pengaruh yang ditimbulkan serta strategi pengembangannya.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat: 1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran baru tentang pengembangan interdisiplin bidang etnologi dan biologi untuk menganalisis dan mengevaluasi hubungan saling ketergantungan antara masyarakat Tengger sebagai produsen (informan) dalam mengelola pola fikir (corpus) dan memanfaatkan (praxis) sumberdaya di lingkungan tempat mereka bermukim. Dengan demikian antara informan, corpus dan praxis menjadi bagian yang penting untuk menjelaskan
5
proses adaptasi yang terjadi sebagai akibat hubungan keterkaitan antara masyarakat Tengger dengan lingkungannya. 2. Melengkapi khasanah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat Tengger berkaitan dengan suku-suku di Indonesia. Memberikan sumbangan pemikiran ilmiah secara komprehensif tentang hubungan masyarakat Tengger dengan sumber daya alam hayati dan lingkungannya. 3. Memberikan sumbangan data ilmiah aspek etnobiologi masyarakat Tengger yang dapat dijadikan dasar pertimbangan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dari masyarakat Tengger.
1.5 Kebaharuan Penelitian (Novelty) 1. Pengetahuan
Masyarakat
Tengger
tentang
keanekaragaman
jenis-jenis
tumbuhan dan hewan, kegunaan dan potensinya. 2. Pengetahuan Masyarakat Tengger tentang pengelolaan
lingkungan dan
pembagian tata ruang di kawasan Pegunungan Bromo Tengger Semeru. 3. Pengetahuan tentang teknologi adaptasi masyarakat Tengger dalam mengelola sumber daya hayati dan lingkungannya
1.6 Kerangka Pemikiran Perbedaan
aspek
historis,
sosial,
ekonomi
dan
budaya
dapat
mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat Tengger dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya hayati dan lingkungannya. Kehidupan masyarakat yang sebagian besar bersumber dari sektor pertanian tersebut sangat bergantung dari sumber daya alam hayati dan lingkungannya. Hubungan masyarakat Tengger dengan alam lingkungannya terlukis dari konsep pengelolaan sumber daya hayati dan lingkungannya, cara pengelolaan dan pemanfaatannya, satuan lansekap yang terbentuk, keanekaragaman jenis hayati yang terdapat di setiap satuan lingkungan dan bentukan karakteristik setiap satuan lingkungan yang ada.
Studi ini
memaparkan dan menganalisis bagaimana masyarakat Tengger mengelola dan memanfaatkan keanekaragaman sumber daya hayati dan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk kepentingan subsisten maupun kepentingan ekonomi rumah tangganya.
6
Kondisi biofisik alam pegunungan Tengger yang memiliki topografi berbukit dan bergunung dengan kemiringan hingga mencapai 70o, suhu yang dingin (kondisi ekstrem bisa mencapai 0oC), berkabut dan kelembaban yang tinggi memiliki pengaruh terhadap strategi adaptasi masyarakat Tengger. Kemampuan masyarakat Tengger dalam mengembangkan strategi adaptasi tersebut adalah dalam rangka memanfaatkan sumber daya alam hayati yang ada secara optimal guna mencukupi kebutuhannya. Strategi masyarakat Tengger dalam
mengeksploitasi
sumber
daya
hayati
dan
lingkungannya
telah
memunculkan bentuk-bentuk satuan lingkungan yang masing-masing memiliki karakteristik spesifik sesuai dengan pemanfaatan dan nilai gunanya. Masyarakat
Tengger
memiliki
pengetahuan
dalam
mengelola
keanekaragaman jenis sumber daya hayati dan lingkungan serta mengembangkan sistem produksi di Pegunungan Bromo, Tengger dan Semeru dengan kondisi tipe ekosistem yang spesifik. Pengetahuan tersebut telah mampu digunakan untuk mempertahankan eksistensi diri masyarakat Tengger dari tekanan baik dari luar maupun tekanan dari alam. Pengetahuan pengelolaan sumber daya hayati, sistem produksi dan teknologi adaptasi yang dikembangkan masyarakat Tengger tersebut merupakan sumber pengetahuan yang harus digali dan dianalisis untuk mengetahui kesahihannya, sehingga pengetahuan yang dikembangkan masyarakat Tengger tersebut dapat bermanfaat bagi pengembangan kawasan tersebut secara berkelanjutan. Alur pikir studi ini disajikan dalam Gambar 1. Batasan penelitian etnobiologi pada disertasi ini hanya meliputi etnoekologi, etnobotani dan etnozoologi masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur.
7
Historis, sosial budayaekonomi mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat terhadap sumber daya hayati, lingk.
Sumber daya alam hayati dalam kehidupan masyarakat Tengger
Lingkungan alam (ekosistem) pada masyarakat Tengger
Pengetahuan sumber daya hayati, keanekaragaman jenis, pemanfaatan dan pengelolaan
Tata ruang, bentuk satuan lingkungan, pandangan (corpus) dan praktek pemanfaatan, pengelolaan (praxis)
Pengetahuan sumber daya hayati Tumbuhan (Etnobotani ) dan hewan (Etnozoologi)
Pengetahuan lingkungan (Etnoekologi)
Adaptasi terhadap kondisi lingkungan biofisik
STRATEGI PENGELOLAAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT TENGGER BERKELANJUTAN
Gambar 1 Kerangka fikir studi Etnobiologi dalam kehidupan masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur.
9
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobiologi Sumber daya alam pada dasarnya menyediakan penghuninya untuk dapat dimanfaatkan dalam menunjang kelangsungan kehidupannya. Manusia sebagai bagian dari unsur penghuni bumi paling mudah untuk menyesuaikan dirinya dengan alam lingkungan dimana mereka bermukim. Melalui daya cipta, rasa dan karsa manusia melakukan adaptasi berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang diperoleh dari lingkungannya, sehingga setiap kelompok masyarakat atau etnik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda dalam mengelola sumber daya alam hayati di lingkungannya. Indonesia yang mempunyai banyak pulau besar maupun kecil dihuni oleh berbagai suku dengan sistem adat maupun budaya yang bermacam-macam. Masing-masing suku tersebut memiiki kemampuan adaptasi dan berinteraksi dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Etnobiologi adalah bidang ilmu yang menelaah tentang hubungan menyeluruh antara budaya manusia dengan keanekaragaman hayati meliputi pola pikir, persepsi, konsepsi, pemanfaatan dan pengelolaannya. Menurut Berlin (1992), Sukarman dan Riswan (1992) etnobiologi merupakan ilmu interdisipliner yang mempelajari manusia atau suku dengan lingkungan sumberdaya hayati tumbuhan dan hewan serta mikroorganisme, yang berkaitan dengan pengetahuan, pengelolaan dan penggunaannya. Di Indonesia etnobiologi belum banyak dikenal, namun dalam praktek terutama ahli biologi dan antropologi bidang ini menjadi perhatian karena kegunaan dan status keberadaannya. Etnobiologi berkembang dengan adanya fakta bahwa budaya suku bangsa dalam memanfaatkan sumber daya alam hayati berbeda-beda bergantung pada sumber daya alam dan lingkungannya. Friedberg (1990) dan Ellen (1993) mempelajari etnobiologi suku Bunaq di pulau Timor, suku Nuaulu di Pulau Seram Tengah yang mengkaitkan dunia tetumbuhan dan hewan dari cara pengenalan, penggolongan (klasifikasi) dan pemanfaatannya. Cara pendekatan dalam pengetahuan tradisional adalah dengan pendekatan ekonomi atau kajian cara pemanfaatan jenis tumbuhan, pendekatan
10
kognitif dan analisis sosial budaya dalam mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap dunia tumbuhan dan lingkungannya serta pendekatan ekologis dan ekologi kebudayaan bagaimana mengelola sumber daya alam dan lingkungannya (Purwanto 2006). Dengan demikian ruang lingkup etnobiologi merupakan ilmu yang komplek meliputi berbagai disiplin ilmu antropologi, botani, zoologi, arkeologi, paleobotani, fitokimia, ekologi, ekonomi, pertanian, kehutanan, ekowisata dan biologi konservasi, selain itu kajiannya dapat memberikan
gambaran,
peran
serta
dorongan
terhadap
pembangunan
berkelanjutan (Berlin 1992; Toledo 1992; Keating 1994; Fandeli 2002; Dede 2007). Bukti-bukti paleobotani menunjukkan bahwa ketergantungan manusia terhadap keanekaragaman hayati sudah diketahui semenjak prasejarah, sehingga peran manusia atau kelompok suku, etnis dengan segala cara kehidupannya sangat menentukan nasib lingkungannya. Sumber daya nabati, pengetahuan tradisional, adaptasi teknologi serta lingkungan alam akan mengalami kepunahan apabila masyarakat, warga negara, pemerintah tidak proaktif, arif terhadap suku atau masyarakat tradisional (tradisional people). Etnobotani menurut Cotton (1996); Purwanto (2006) dan Waluyo (2008) merupakan ilmu interdisipliner dengan pendekatan holistik hubungan manusia dengan keanekaragaman jenis tumbuhan. Hubungan kultural, keanekaragaman hayati, dan lingkungan dapat bersifat menguntungkan tetapi juga merugikan. Aspek
interdisipliner
ini
meliputi
etnofarmakologi,
etnomedisional,
etnogynaekologi, etnopediatrik, etnoortopedik, etnooptalmologi, etnoagrikultur, etnotoksikologi, etnomusikologi, etnoekologi, etnofitokimia, etnolinguistik, etnokosmetika dan lain-lain. Martin (1988)
dan Cotton (1996) menjelaskan
etnobotani adalah ilmu yang mempelajari keseluruhan hubungan langsung antara manusia dan tumbuhan untuk apa saja kegunaannya. Sedangkan Rifai dan Waluyo (1992), berpendapat etnobotani sebagai cabang ilmu yang mendalami hubungan budaya manusia dengan alam nabati sekitarnya, dalam hal ini lebih diutamakan persepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat yang dipelajari dalam sistem pengetahuan anggotanya terhadap tumbuhan dalam lingkungan hidupnya.
11
Etnoekologi muncul karena adanya pandangan baru ilmu ekologi yaitu keberlanjutan (sustainability). Titik awal studi etnoekologi adalah pemahaman terhadap alam, kebudayaan dan aspek produksi. Sehingga studi etnoekologi selain memperhatikan aspek alamiah juga mempertimbangkan aspek kebudayaan masyarakat atau etnik dalam melakukan proses produksi. Jadi etnoekologi merupakan disiplin ilmu menyeluruh menggabungkan aspek intelektual dan praktis, meletakkan pusat analisisnya pada proses kongkrit secara menyeluruh dari suatu kelompok budaya suatu etnik dalam proses produksi dan mereproduksi material alam. Masyarakat tradisional diketahui memiliki banyak pengetahuan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam secara lestari, sesuai dengan kondisi wilayahnya. Etnoekologi merupakan dasar hubungan manusia dengan lingkungannya yaitu pemahaman tentang kebudayaan, alam dan faktor produksi (Toledo 1992; Sukarman 1992). 2.2 Masyarakat Tengger Masyarakat Tengger yang mayoritas beragama Hindu Dharma, sejak lama telah menghuni lereng-lereng pegunungan Bromo Tengger Semeru pada ketinggian antara 800–2200 m di atas permukaan laut. Persebaran wilayahnya terletak di kabupaten tingkat II Malang, Probolinggo, Pasuruan dan Lumajang. Sebagian masyarakat Tengger mendiami daerah penyangga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (Stibbe & Ulenbeck 1921; DKDJPH & PABTNBTS 1999; Anonim 2004; DKDJPH & PABTNBTS 2008). Masyarakat Tengger dengan pengalaman yang telah teruji terhadap alam lingkungan pegunungan, sehingga mempunyai seperangkat pengetahuan, sistem pertanian, sistem nilai budaya, sistem kemasyarakatan, sistem kelembagaan, sistem kepercayaan dan keagamaan. Tatanan kepemimpinan, tata ruang, kesenian, hak tanah, adat budaya, teknologi tradisional, pengobatan, adat perkawinan, pantangan, perdagangan, sistem kekerabatan serta hari, bulan dan pasaran, sehingga mempunyai tatanan sosial (social order) mantap. Sistem pengetahuan tradisional sangat berhubungan dengan adat istiadat budaya, tradisi serta persepsi yang merupakan ungkapan pola fikir didalamnya terkandung tata nilai, norma, kaidah dan sumber daya hayati serta alam lingkungannya (DKDJPH & PABKSDA IV 1984; Suyitno 2001).
12
Berdasarkan prasasti Walandit (Desa Walandit) berangka tahun 851 Saka (929 M), masyarakat Tengger berasal dari kerajaan Majapahit, dikenal sebagai wong Majapahit yang dibebaskan dari pajak (tetileman) dan dipersembahkan pada gunung Bromo (Bataviaasch Geootschap Voor Kunsten en Wetenschappen Notulen tahun 1899 dalam DKDJPH & PABKSD IV (1984), dimana para penghuni dianggap sebagai Hulun Spiritual Sang Hyang Widhi Wasa, mereka menempati tempat suci (hila-hila). Berdasarkan prasasti Kumbolo, kitab Pararaton dan menurut kepercayaan mereka masyarakat Tengger adalah keturunan Roro Anteng putri Majapahit dan Joko Seger, putra seorang pertapa. Masyarakat Tengger mempunyai sifat gotong royong yang kuat, jujur, memegang teguh sistem
nilai
adat
budaya
serta
kepercayaan
sebagai
pemersatu
yang
mengedepankan musyawarah berlandaskan kasih sayang (Welas Asih Pepitu) yaitu Welas Asih marang Bapa Kuasa, Syang Hyang Widhi, Welas Asih Ibu Pertiwi serta tanah dan lingkungannya, Welas Asih Bapa Biyung, Welas Asih Rasa Jiwa, Welas Asih Sepadane Urip, Welas Asih Sato Kewan dan Welas Asih Tandur Tinuwuh. Kesemuanya merupakan ajaran nenek moyang mereka yang diwariskan turun temurun secara lisan. Menurut kepercayaan nenek moyang mereka,
roh ada pada setiap benda, manusia, hewan maupun tumbuhan
(DKDJPH & PABKSDA IV 1984; Suyitno 2001). Menurut Stibbe dan Ulenbeck (1921) suku Tengger menempati wilayah Distrik Kandangan, Distrik Pakis (vroeger Toempang), Distrik Pasuruan dan Distrik Probolinggo. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, sekarang ditemukan lebih dari 33 Desa Tengger, yang sebagian besar dari desa tersebut merupakan daerah penyangga TNBTS (DKDJPH & PABTNBTS 1999; Nurudin et al. 2004). Hasil sensus penduduk tahun 1930 jumlah masyarakat Tengger adalah 10.000 jiwa, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 30.000 jiwa dan sekarang jumlah masyarakat Tengger diperkirakan 50.000 jiwa yang tersebar di empat Kabupaten (DKDJPH & PABTNBTS 1999; Anonim, 2004). Keberadaan masyarakat Tengger di kawasan deretan pegunungan Tengger dan Jambangan (Semeru) dengan Taman Nasional (TNBTS), Perhutani serta kekhasan tradisi yang berasal dari kerajaan Majapahit merupakan modal utama untuk dikembangkan sebagai obyek wisata budaya. Masyarakat Tengger telah
13
mempratekkan sistem pertanian pada kondisi tanah lereng pegunungan terjal dan bersuhu dingin, dengan membuat teras (Strip Croping), menggunakan pembatas pepohonan terutama cemara gunung (Casuarina junghuhniana). Masyarakat Tengger sangat paham tentang bagaimana cara mengatur dan memanfaatkan tata ruang (lanskap) dalam membangun tempat tinggal maupun praktek tradisi pertaniannya. Tempat tinggal saling berdekatan dengan yang lain, tanpa pagar. Rumah adat belum diketahui secara pasti, akan tetapi rumah adat diperkirakan terbuat dari kayu atau bambu dengan atap berupa klakah (bambu dibelah) atau alang-alang. Bentuk bangunan selalu dilengkapi perapian (tumang), lincak dan tempat duduk (dingklik) yang berfungsi untuk tempat berkumpulnya semua anggota keluarga untuk berdiskusi atau menerima tamu (Suyitno 2001; Sukari et al. 2004). Pertambahan penduduk, rendahnya pendidikan dan keterbatasan luas lahan serta
keterbukaan
dengan
masyarakat
lain
sedikit
demi
sedikit
akan
mempengaruhi pola serta nilai kehidupan masyarakat Tengger yang sebagian besar menempati Desa penyangga. Oleh sebab itu diperlukan pengumpulan data yang
akurat
sebelum
terjadi
erosi
atau degradasi pengetahuan lokal,
keanekaragaman hayati, kemungkinan juga kerusakan hutan sekitar mereka. Pengetahuan lokal tentang pemanfaatan tumbuhan maupun hewan dan lingkungan oleh masyarakat tradisional sudah banyak hilang sebelum ditulis oleh peneliti, namun disisi lain kita ingin menggunakan sumber nabati alami, seperti obat tradisional, kosmetika, model perumahan (back to nature). 2.3 Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Kawasan Bromo Tengger Semeru dijadikan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Pertanian No: 736/MentanIX/1982 tanggal 14 Oktober 1982 seluas 58.000 Ha. Pada tahun 1997 dilakukan penunjukan kawasan TNBTS dengan SK Menhut No. 278/KPTS-IV/1997, tanggal 23 Mei 1997 dengan luas 50.267,20 Ha. Pada tahun 2005 berdasarkan Menteri Kehutanan SK No: 178/Menhut. II/2005 tentang Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru seluas 50.276,20 Ha yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang. Wilayah TNBTS sebelumnya merupakan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan lindung dan
14
Hutan produksi. TNBTS dikelola berdasarkan Zonasi meliputi Zona Inti 22.006 Ha, Zona Rimba 23.485,20 Ha, Zona Pemanfaatan Intensif 425 Ha, dan Zona Rehabilitasi 2.000 Ha, yang terletak di pegunungan Bromo, Tengger Semeru pada ketinggian berkisar 750–3.676 m dpl serta dikelilingi area hutan Perhutani. Berdasarkan perbedaan tinggi tempat dan suhu, formasi hutan TN.BTS dibagi menjadi tiga Zona yaitu Sub Montane (750-1.500 m dpl); Zona Montane (1.500– 2.400 m dpl) dan Zona Sub Alpin (2.400 m dpl keatas) (Van Steenis 1972; DKDJPH & PABTNBTS 1999; Sardiwina et al. 2002 ). Gunung Bromo (2.392 m dpl masih aktif), gunung Widodaren (2.600 m dpl) serta Pure Poten di lokasi lautan pasir merupakan tempat untuk upacara Yadnya Kasada bagi masyarakat Tengger. Letak kawasan TNBTS meliputi sebelah utara deretan pegunungan Tengger, dan sebelah selatan komplek pegunungan Jambangan (gunung Semeru). Di komplek gunung Jambangan (Semeru 3.676 m dpl masih aktif), sering dipergunakan untuk pendakian dan merupakan obyek wisata alam menarik serta sering diadakan upacara oleh para pendaki pada setiap tanggal 17 Agustus. Suhu udara di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berkisar 3°C –20°C, suhu terendah pada musim kemarau dapat mencapai dibawah 0°C. Jenis tanah adalah regusol dan litosol, warna mulai dari kelabu, coklat, coklat kekuningan sampai putih, tekstur pasir lepas sampai lempung berdebu. Di TNBTS terdapat empat buah danau (ranu) yaitu Ranu Regulo (0.75 Ha), Ranu Pani (1 Ha), Ranu Kumbolo (14 Ha) dan Ranu Darungan (0.5 Ha), 25 sungai, 28 sumber mata air dan dua air terjun (BKDJPH & PABTNBTS 2008). Tugas-tugas Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis flora dan satwa serta pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk kepentingan budidaya, pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuan, sosial budaya, rekreasi dan wisata alam. Sejak tahun 1992 TNBTS dikelola oleh Kantor TNBTS sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan dan berdasarkan SK No: 185/kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 menjadi Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTNBTS). Melalui Peraturan Menteri
15
Kehutanan No: P.02/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 manjadi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) Kelas IB (DKDJPH & PABTNBTS 2008). Pada dasarnya daerah penyangga berfungsi sebagai penyangga terhadap berbagai macam kegiatan yang dapat merusak potensi sumber daya alam Taman Nasional. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang BTNBTS, sebagai pengelola dan pemangku kawasan tidak terlepas dari gangguan dan ancaman yang salah satunya ditimbulkan oleh masyarakat desa penyangga di sekitar kawasan hutan. Secara administratif kawasan TNBTS dikelilingi 63 desa penyangga 23 desa diantaranya adalah desa Tengger, tersebar di 17 kecamatan dan 4 Pemda TK II Kabupaten yaitu Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Sebagian dari masyarakat penyangga mempunyai ketergantungan terhadap potensi sumber daya alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Pada wilayah hutan lindung tidak boleh digunakan untuk pemukiman maupun dimanfaatkan, sedangkan hutan lindung dan wilayah Taman Nasional dengan pembagian Zonasi merupakan wilayah hukum de facto wilayah tersebut (Barber 1999). Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki lebih kurang 1.025 jenis tumbuhan termasuk di dalamnya 226 jenis anggrek, 138 tanaman hias, dan 187 tanaman obat-obatan, dan fauna yang telah teridentifikasi sebanyak 158 jenis satwa liar yang terdiri dari 130 jenis burung, 22 jenis mamalia, 6 jenis reptil dan jenis-jenis hewan yang dilindungi yaitu kijang (Muntiacus muncak), trenggiling (Manis javanica) dan macan tutul (Panthera pardus), kera abu-abu (Macaca fascicularis), burung rangkong (Buceros rhinoceros) (DKDJPH & PABTNBTS 1997).
17
3. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN PENDEKATAN PENELITIAN 3.1 Lingkungan Fisik 3.1.1 Letak Geografi Kawasan Bromo Tengger Semeru merupakan rangkaian pegunungan yang, meliputi komplek pegunungan Tengger dan Jambangan terletak pada ketinggian 750 – 3.676 m dpl, membentang 40 km dari Utara ke Selatan dan 20 – 30 km dari Timur ke Barat dengan topografi kawasan di dominasi gunung, bukit serta lekuan atau lembah yang diakibatkan erosi masa lalu (DKDJPH & PABTNBTS 1999; DKDJPH & PABTNBTS 2008). Masyarakat Tengger sebagian menempati daerah penyangga dan berbatasan dengan kawasan konservasi TNBTS dan Perhutani berupa hutan produksi dan hutan lindung. Desa Ranupani Kabupaten Lumajang dan Desa Ngadas Kabupaten Malang merupakan daerah penyangga yang berada di dalam wilayah konservasi TNBTS. Beberapa desa Tengger yang berada di luar kawasan Taman Nasional merupakan desa penyangga yang berbatasan atau tidak berbatasan dengan kawasan konservasi (Gambar 2). 3.1.2 Geologi, Tanah dan Hidrologi Berdasarkan peta Geologi Jawa dan Madura dengan skala 1:500.000 dari direktorat Geologi Indonesia tahun 1963, kawasan Bromo Tengger Semeru terbentuk dari gunung api kuarter muda sampai tua, sedangkan jenis tanah adalah regosol dan litosol, yang merupakan abu dan pasir vulkanik bersifat permiabilitas sangat tinggi, lapisan teratas mudah terkena erosi, warna tanah mulai dari abuabu, coklat sampai coklat kekuningan, putih dan struktur tanah pasir sampai lempung berdebu (DKDJPH & PTNBTS 2009). Tanah kawasan Tengger yang terdiri dari debu, pasir dan liat merupakan faktor penting dalam penyebaran vegetasi. Kawasan Bromo Tengger Semeru mempunyai tata air radikal (Radical Drainase Pattern), artinya pada saat musim kemarau air permukaan sulit didapatkan. Hal tersebut disebabkan air hujan jatuh dipermukaan tanah selanjutnya merembes melalui sebaran tanah serta batuan gunung. Pada musim penghujan, sungai mengalir di beberapa sungai, tidak meluap, namun air sebagian
18
tertampung di danau (ranu) atau merembes masuk ke dalam tanah. Wilayah Bromo Tengger Semeru (TNBTS dan Perhutani) mempunyai peranan sangat penting dalam pengaturan tata guna air, baik terhadap masyarakat Tengger maupun masyarakat sekitar meliputi wilayah Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang, dimana sumber air mengalir melalui 50 anak sungai. Selain itu juga terdapat 4 danau terdiri Ranu Darungan, Ranu Pani, Ranu Kumbolo dan Ranu Regulo (DKDJPH & PABTNBTS 1999).
3.1.3 Iklim Jawa Timur memiliki iklim tropis basah. Berdasarkan peta wilayah hujan, dataran rendah bagian utara dan selatan mempunyai tipe iklim kering dengan ratarata curah hujan tahunan 1.000-2.000 mm/tahun, sedangkan bagian tengah merupakan dataran tinggi, daerah perbukitan dan pegunungan mempunyai iklim basah, dengan curah hujan rata-rata 2.000-3.000 mm/tahun. Dibandingkan dengan wilayah pulau Jawa bagian barat, Jawa Timur pada umumnya memiliki curah hujan yang lebih sedikit dengan curah hujan rata-rata 1.900 mm/tahun, dan musim hujan berlangsung selama 100 hari. Suhu rata-rata berkisar antara 21-34°C, suhu di daerah pegunungan lebih rendah, bahkan di daerah Ranupani (lereng gunung Semeru), suhu bisa mencapai minus 4°C yang menyebabkan turunnya salju yang lembut. Suhu udara kawasan Bromo Tengger Semeru berkisar antara 3-20°C, suhu udara mencapai puncaknya pada musim kemarau 3-5°C, suhu maksimum berkisar antara 20–22°C. Berdasarkan klasifikasi tipe hujan menurut Schmidt dan Ferguson (1951) kawasan Bromo Tengger Semeru termasuk iklim B dengan nilai Q sebesar 14.36% dan curah hujan rata-rata 3.000 mm/tahun (DKDJPH & PABTNBTS 1999). Bagian laut pasir dan sekitarnya termasuk iklim C dengan nilai Q sebesar 43.86% dengan curah hujan rata-rata 166 mm/bulan dengan ratarata hari hujan 9.28 hari/bulan. Kelembaban udara kawasan Bromo Tengger Semeru antara 42%-97% dengan tekanan udara 1.007-1.015 mm Hg.
19
Keduwung
Pasuruan Mororejo
Ngadas
Ngadirejo Wonokitri
Ngadisari
Probolinggo Pandansari
Ngadas
Argosari Ranu Pani
Gubugklakah
Lumajang Malang
Gambar 2 Peta lokasi penelitian dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
20
3.2 Lingkungan Biologi Secara umum masyarakat Tengger menempati wilayah pegunungan Bromo Tengger Semeru yang mempunyai tipe ekosistem didasarkan pada ketinggian tempat dari permukaan laut, suhu dan formasi hutan yaitu ekosistem hutan pegunungan bawah atau Sub Montane, ekosistem hutan hujan pegunungan atas atau Zona vegetasi Montane. Desa-desa Tengger terletak pada ketinggian 800 -2.100 m dpl, suhu rata-rata 10-20°C, dengan lingkungan bekas hutan telah berubah menjadi lahan tegalan yang ditanami tanaman budidaya sayur mayur. Jenis budidaya sayur meliputi kentang (Solanum tuberosum), bawang prei (Allium fistulosum), kobis (Brassica oleracea), ucet (Vigna sinensis), wortel (Daucus carota), sawi (Brassica juncea). Untuk konservasi masyarakat Tengger mengandalkan tanaman lokal cemara gunung (Casuarina junghuhniana), putihan (Buddleja
indica),
trabasan
(Artemisia
vulgaris),
cubung
(Brugmansia
suaneolens), paitan (Tithonia diversifolia), mentigi (Vaccinum varingiefolium), klandingan (Albizia lophanta), akasia (Acasia decurrens) suren (Toona sinensis), jabon (Ardina cordifolia) dan keningar (Cinnamomum burmanii) Wilayah Bromo Tengger Semeru juga mempunyai ekosistem khas yaitu Lautan Pasir (Kaldera), danau, ekosistem kawah dan padang rumput. Zona Sub Montana ditandai kekayaan jenis tumbuhan dengan keanekaragaman jenis paling tinggi dan termasuk hutan hujan tropis dataran rendah pegunungan. Jenis tumbuhan berupa tegakan hutan pohon tinggi sehingga membentuk lapisan tajuk, tumbuhan epifit liana, terna dan semak. Zona vegetasi Sub Montana memiliki struktur yang kompleks dibanding dengan Zona vegetasi lainnya. Jenis-jenis pepohonan yang paling dominan meliputi jenis dari anggota suku Moraceae, Anacardiaceae, Lauraceae, Fagaceae, Sterculiaceae, Anacardiaceae, Rubiaceae dan Euphorbiaceae. Selain beranekaragam jenis pohon di Zona Sub Montana juga terdapat tumbuhan epifit, dari suku Polypodiaceae, Hymenophyllaceae, Lycopodiaceae, Marattiaceae, Orchidaceae, Marchantiacae dan Bryophyta. Berbagai jenis tumbuhan bawah dari suku Arecaceae seperti Pinanga coronata, suku Pandanaceae yang meliputi Pandanus tectorius, Freycentia insignis, suku Begoniaceae, Poaceae, Polypodiaceae, Zingiberaceae dan suku Asteraceae seperti
21
paitan, kerinyu, tehan, trabasan, tanaman anting-anting (Fuchsia hybrida), anggrek dan jenis paku pohon (Cyathea tenggeriensis). Pada vegetasi Zona Montana jenisnya mulai berkurang meliputi jenis cemara gunung, paku pohon, mentigi, kemlandingan gunung, akasia, edelweiss (Anaphalis longifolia) dan senduro (Anaphalis javanica). Tumbuhan bawah meliputi tumbuhan paku-pakuan, anggota suku Poaceae meliputi alang-alang (Imperata cylindrica), bambu jajang (Gigantochlea apus), bambu betung (Dendrocalamus asper) dan rumput merak (Themeda sp), Cypeaceae dan Asteraceae. Lautan pasir ditumbuhi
adas (Foeniculum vulgare), alang-alang,
paku-pakuan dan pusek (Eupatorium sp). Jenis-jenis eksotik yang ditanam sekitar masyarakat Tengger seperti damar (Agathis lorantifolia) dari Maluku, Pinus merkusii, Eupatorium palescens, Bidens pilosa, poo (Melaleuca leucadendron), Acasia iliciformis, apel (Pyrus malus), keningar, jabon, suren dan mindi (Melia azedarach) (DKDJPH & PABTNBTS 1995; DKDJPH & PABTNBTS 1997). Hewan liar yang menghuni daerah Tengger dan kawasan Bromo Tengger Semeru berdasarkan catatan tahun 1996-1997 diketahui ada 113 jenis fauna terdiri dari 22 jenis mamalia, 85 jenis burung, dan 6 jenis reptilia. Jenis yang terdapat di hutan dan sekitar perumahan penduduk meliputi Kijang, macan tutul (Panthera pardus), kucing hutan (Felis bengalensis), ajak (Cuon alpinus) landak (Hystrix brachyura), trenggiling (Manis javanicus), kera abu-abu (Macaca fascicularis), budeng (Presbytis cristata), kancil (Tragulus javanicus), lutung (Trachypitecus auratus). Jenis burung meliputi alap-alap (Accipiter sp), burung bido (Spilormis chella), rangkong (Buceros rhinoceros), elang bondol (Haliatur indus), srigunting (Dicrurus macrocercus), raja udang (Halcion capensis), tulung tumpuk (Megalaima sp) dan belibis ada di sekitar danau (DKDJPH & PABTNBTS 1997). Hewan peliharaan di wilayah masyarakat Tengger meliputi babi (Sus srofa), sapi (Bos taurus), kambing (Capra aegragrus), kucing (Felis silvestris), anjing (Canis lupus), burung dara (Columba livia) dan ayam kampung (Gallus gallus).
22
3.3 Lingkungan Sosial Budaya
3.3.1 Aspek Sosial Budaya Sistem sosial masyarakat berkembang bersamaan dengan struktur sosial yang berpengaruh terhadap perubahan sistem sosial masyarakat. Fenomena tersebut juga terjadi di desa-desa di lingkungan masyarakat Tengger. Mereka dikenal sebagai suku Tengger, wong Tengger atau wong Majapahit, dimana masyarakatnya lugu, sederhana, jujur serta menyukai kehidupan dalam harmoni dan kedamaian. Perubahan dan perkembangan sosial tersebut menyebabkan terbentuknya unit-unit sosial yang berkembang dari sistem lama dan akan mengalami perubahan. Masyarakat sederhana ditandai adanya kelembagaan yang terintegrasi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara aturan-aturan dan tuntutan. Mereka mempunyai sistem pertanian, kelembagaan, kemasyarakatan, kepercayaan dan upacara keagamaan, kepemimpinan, dan adat budaya yang unik. Upacara adat, kesenian tradisional, teknologi tradisional, hak tanah, pengobatan, pantangan, perdagangan, sistem kekerabatan serta hari, bulan dan pasaran merupakan bentuk adaptasi kehidupan mereka. Sistem pengetahuan tradisional sangat berhubungan dengan adat istiadat budaya, tradisi serta persepsi yang merupakan ungkapan pola pikir yang didalamnya terkandung tata nilai, norma, kaidah dan sumber daya hayati serta alam lingkungan sekitar (DKDJPH & PABKSD 1984; Widyoprakosa 1994; Suyitno 2001). Masyarakat Tengger mempunyai sifat gotong royong yang kuat, jujur, memegang teguh adat budaya serta kepercayaan sebagai pemersatu yang mengutamakan musyawarah berlandaskan Welas Asih Pepitu yang merupakan ajaran nenek moyang mereka yang diwariskan secara turun temurun secara lisan. Menurut kepercayaan nenek moyang mereka adanya roh pada setiap benda, sampai pada manusia, hewan maupun tumbuhan (Suyitno 2001; Widyoprakosa 2004). Gunung Bromo sebagai tempat upacara Yadnya Kasada dipercaya sebagai tempat suci. Puncak upacara Yadnya Kasada bertempat di Pure Poten dan diadakan pada tengah malam hingga pagi hari, pada setiap bulan purnama bulan Kasada atau bulan kesepuluh berdasar penanggalan Tengger. Salah satu hasil
23
karya kesenian tradisional mereka adalah tari sodoran dan ujung-ujungan yang dimainkan pada perayaan hari besar Karo. Gamelan serta tari sodoran merupakan cerminan zaman kebesaran kerajaan Majapahit. Struktur komposisi para penari dan pemain mirip dengan struktur kerajaan masa lalu. Desa Tengger mempunyai berbagai macam kesenian seperti jaran kepang, lodrok, ketoprak, bantengan, kerawitan, tayuban, wayang kulit, tari topeng, sodoran, ujung-ujungan, tayup dan reog. Cara berpakaian masyarakat Tengger sangat unik yaitu selalu memakai sarung dislempang (disilangkan) baik laki-laki maupun perempuan, yang sudah dilakukan turun temurun dan digunakan baik sehari-hari maupun sebagai pakaian adat. Budaya api-api sebagai adat dalam kehidupan menyebabkan konsumsi kayu bakar tinggi karena tidak hanya berfungsi seagai penghangat badan dan ruangan, namun juga untuk memasak. Pertambahan penduduk Tengger relatif rendah, karena keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) dan kesadaran akan keterbatasan luas lahan. Keadaan tersebut mempengaruhi pola serta nilai kehidupan masyarakat Tengger yang harmoni. Suatu ciri khas masyarakat Tengger, dimana desa mempunyai tempat sakral seperti Danyangan dan Sanggar Pamujan. Tempat tersebut berkaitan dengan Dukun Pandhita, adat Tengger, tradisi Karo, Kasada dan Unan-unan. Pakaian adat Tengger selalu terdiri dari sarung, ikat kepala dengan udeng atau blangkon untuk laki-laki, ketu untuk perempuan, secara antropologi seperti orang Jawa, namun bagian pipi sedikit memerah dan terutama kelihatan pada anak-anak Tengger. Masyarakat Tengger sebagian besar berpendidikan sekolah dasar (SD), seperti yang dijumpai pada warga Desa Keduwung yang warganya sebagian besar berpendidikan SD hal ini dapat dimaklumi, karena letak sekolah untuk tingkat SLTP jauh dari desa serta jalannya sulit dijangkau. Selain itu adanya pepatah orang Tengger yang berpendapat bahwa “pergi ke sekolah tinggipun akhirnya akan pulang mengolah ladang kembali”. Oleh karena itu mereka lebih baik membantu orang tua mengolah lahan pertanian. Hal ini dapat dimengerti karena masyarakat Tengger lebih menyukai tempat tinggal di lingkungannya sendiri. Namun sekarang pendapat sebagian masyarakat mulai berubah, dimotori oleh Petinggi Desa Ngadisari bapak Supoyo SH, MM, yang menerapkan secara adat
24
bagi yang mau menikah minimal harus lulus SLTA. Hal ini disadari Petinggi Desa Ngadisari yang mempunyai wawasan atas keberlanjutan pembangunan wilayah Tengger serta pemberdayaan antar generasi ke depan. Mungkin dengan pendekatan adat masyarakat akan tergerak terutama dalam bidang pendidikan berbasis lokal. Menurut Anwar dalam Nurudin et al. 2004 masyarakat Tengger meliputi 33 desa, sedang menurut bapak Dukun Pandhita Mudjono sekarang ada sejumlah 41 desa Tengger. Jumlah penduduk di sembilan desa masyarakat Tengger pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah Penduduk di Sebelas Desa masyarakat Tengger No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah
Nama Desa Pandansari Ngadas Wetan Ngadisari Argosari Ranupani Gubuklakah Ngadas Kidul Ngadirejo Mororejo Keduwung Wonokitri
Jumlah KK 1.050 184 343 477 400 839 422 484 337 391 624 5.460
Jumlah Jiwa 3.263 517 1.493 1.539 1.289 2.919 1.297 1.032 1.395 1.557 2.400 18.701
Desa-desa Tengger telah mempunyai SDN, SLTP, sedang SLTA ada di masing-masing Kecamatan. Desa Ngadisari tersusun atas 440 KK dengan jumlah penduduk 1553 orang terdiri dari tingkat pendidikan TK 12 orang, SD 863 orang (Gambar 3a), SLTP 424 orang, SLTA 80 orang, Akademi 3 orang, sarjana (S1S3) 42 orang (Anonim 2009). Masyarakat Tengger pada masa lalu rata-rata berpendidikan SD, namun dengan kesadaran penduduk terutama generasi mudanya nampaknya mulai melanjutkan ke tingkat SMP. Peralatan di Balai Desa sudah mempunyai komputer dan beberapa perangkat Desa telah dapat mengoperasikan secara baik, sedangkan dalam bidang olah raga masyarakat tidak ketinggalan seperti halnya masyarakat lain meliputi sepak bola dan bola voli.
25
3.3.2 Agama dan Kepercayaan Masyarakat Tengger pada awalnya mempunyai agama tersendiri yang termasuk agama Hindu-Budha dengan corak lokal. Sesuai dengan surat keputusan dari Parisada Hindu Dharma Provinsi Jawa Timur tanggal 6 Maret 1973 No.00/PHB Jatim/Kept/III/73 agama yang dianutnya adalah Budha Mahayana. Adat kepercayaan masyarakat Tengger terpengaruh paham animisme serta cerita mitos dan legenda, dimana menurut kepercayaan mereka gunung Bromo-Semeru merupakan tempat suci dan keramat yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Masyarakat Tengger sangat taat kepada adat budaya mereka yang telah diwariskan leluhur dan memiliki ikatan pergaulan budi pekerti serta menjadi ikatan persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Tengger tidak mengenal kasta seperti Hindu Bali, tetapi mereka mempunyai orientasi kepada Panca Srada yaitu kepercayaan kepada Sang Hyang Widi, Tuhan Pencipta Alam, Kepercayaan kepada Atma roh leluhur, kepercayaan kepada Karma Pala (hukum sebab akibat), kepercayaan kepada Punar Bawa (reinkarnasi), kepercayaan kepada Moksha (Sirna). Namun masyarakat Tengger juga menganut filsafat hidup atau Kawruh Budha (pengetahuan Watak) yaitu Prasojo, Prayogo, Pranoto, Prasetyo dan Prayitno.
a
b
Gambar 3 (a) Murid SD SDN Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo dengan menggunakan pakaian adat; (b) Pure Desa Ranupani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. Dalam perjalanannya masyarakat Tengger ada mempertahankan Budha Mahayana, Hindu Dharma, Islam dan Kristen. Pure dipergunakan untuk upacara agama Hindu (Gambar 3b) meliputi Galungan, Nyepi, Saraswati, Pagar Wesi,
26
sedangkan yang beragama Budha, Islam, Kristen seperti tertera aturan peribadatan agama yang dianut. Dukun Pandhita merupakan seseorang yang sangat dihormati dan merupakan pemimpin upacara adat serta agama bagi pemeluk agama Hindu dan Budha.
3.3.3 Kepemimpinan Tradisional dan Lembaga Adat Dalam masyarakat tradisional kepemimpinan adat menjadi titik sentral jalannya kehidupan masyarakat. Sistem ini mengatur segala aspek kehidupan dari norma sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan sistem pengelolaan sumber daya alam. Pada umumnya kepemimpinan tradisional merupakan suatu lembaga yang memiliki ciri khas adanya dominansi golongan tertentu dan memiliki otoritas bersifat turun-temurun dan mempunyai keputusan mutlak dan mengikat seluruh warga. Sistem kepemimpinan desa Tengger dipimpin oleh seorang Kepala Desa dikenal Petinggi dan sebagai kepala adat. Petinggi secara formal sebagai Kepala Pemerintahan dan sebagai ketua adat, didampingi oleh Dukun Pandhita secara informal bertugas pelaksanaan ritual adat, memberi pertimbangan dan nasihat tidak hanya dalam bidang keagamaan, namun juga bidang pemerintahan, pertanian dan pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa. Dalam melaksanakan tugas administrasinya pemerintahan Petinggi dibantu Sekretaris Desa disebut Carik, dan Kepala Desa dibantu oleh beberapa Kaur (Kepala Urusan) Pemerintahan meliputi Kaur Pembangunan, Kaur Kesehjahteraan Rakyat dan Kaur Keuangan. Petinggi dibantu Kasun (Kepala Dusun) yang dibagi beberapa RW (Rukun Warga) dan RT (Rukun Tetangga). Kelembagaan Desa memiliki LKMD, LMD, BPD (Badan Permusyawaratan Desa) serta organisasi kemasyarakatan seperti Kader Pembangunan Desa (KPD), PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani, Koperasi dan Kelompok Pengajian yang fungsinya mempererat sesama warga desa. Untuk mendukung berjalannya roda Pemerintahan Desa meliputi Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa. Untuk mengikuti keluarga berencana (KB) hampir keseluruhan desa Tengger relatif berhasil, mereka sadar bahwa tanah terbatas untuk keberlanjuan anak cucu. Seluruh Dukun Panditha di masyarakat Tengger berjumlah 47 orang yang tersebar 41 Desa di seluruh Tengger dengan koordinator Dukun Pandhita Bapak
27
Mudjono Brang wetan dari Desa Ngadas Wetan, Dukun Pandhita Astabrata Brang Kulon dan Dukun Pandhita Senior Bapak Sutomo dari Desa Ngadisari. Pada setiap Desa Tengger mempunyai satu atau dua Dukun Pandhita dan dibantu oleh Legen serta Pedande yang bertugas mempersiapkan acara berkaitan perkawinan serta sesajen dan Wong Sepuh bertugas mempersiapkan acara yang berkaitan dengan acara kematian dan sesaji. Dukun Pandhita bertugas sebagai pelaksana ritual adat dan agama, di bidang agama Hindu, Budha serta memberi nasehat kepada Kepala Desa tentang adat budaya di desanya. Masyarakat Tengger mempercayai kekuasaan para dewa dan pengaruhnya terhadap kehidupan di alam jagat raya dan kasuwargan, dan mempercayai bahwa wilayah gunung Bromo merupakan tempat yang suci. Mereka menjunjung tinggi keharmonisan dan kelestariaan dalam persaudaraan seperti dalam sesanti lima petunjuk kesetiaan yaitu Setyo Budaya, Setyo Wacana (sesuai perbuatan), Setyo Semoyo (menepati janji), Setyo Mitra (selalu membangun setia kawan) dan Setyo Laksana (bertanggung jawab terhadap tugas). Tradisi masyarakat Tengger tergambar dalam kehidupan mereka yang merupakan budaya peninggalan Majapahit dan tradisi mereka terikat bersama kepercayaan mereka dan agama Hindu-Budha sehingga tetap kokoh. Pemandangan lahan pertanian dan panorama yang indah di sekitar gunung Bromo, serta adat istiadat dan budaya tradisi unik menarik wisatawan domestik maupun mancanegara, merupakan modal pembangunan wisata daerah khususnya dan Jawa Timur Pada umumnya. 3.3.4 Bahasa Lokal Tengger Bahasa yang digunakan berkomunikasi sehari-hari masyarakat Tengger adalah bahasa Tengger dan hampir semua orang bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Bahasa merupakan simbol budaya yang dipergunakan untuk komunikasi masyarakat Tengger adalah bahasa dialek Jawa Tengger, yaitu memakai tingkatan ngoko dan kromo dipergunakan terhadap orang yang lebih tua atau bahasa Indonesia untuk orang pendatang. Mereka masih mempertahankan beberapa bahasa kawi seperti reang (aku), eyang untuk laki-laki dan aku (ingsun) untuk perempuan, namun demikian setiap desa mempunyai sedikit perbedaan dengan logat yang sama. Akhiran kata dalam pembicaraan banyak dipergunakan akhiran a bukan seperti bahasa jawa o, yang hampir mirip dengan bahasa
28
Banyumas. Dalam berkomunikasi antar mereka menggunakan bahasa ngoko dialek Tengger dan semakin majunya pendidikan SDN, SMPN dan SMK, sehingga bahasa Indonesia dan bahasa asing mewarnai kehidupan mereka terutama generasi muda karena berkaitan dengan banyaknya wisatawan lokal dan asing. 3.3.5 Sistem Penguasaan Lahan (Tenurial System) Menurut pandangan masyarakat Tengger, lahan dan tanah adalah warisan leluhur, yang tidak dapat di jual belikan, karena bukan saja sebagai sumber kehidupan, ekonomi, namun juga pelaksanaan kegiatan adat budaya, sosial, politik serta kegiatan ritual. Oleh sebab itu pengetahuan lokal dari leluhur mereka yang mengajarkan tentang adanya keberlanjutan kehidupan di dunia dan alam kelanggengan, sebagai contoh perkembangan tentang pembatasan jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk yang lambat karena mereka sadar atas keterbatasan lahan. Hal tersebut dilakukan untuk keberlanjutan generasi sekarang dan yang akan datang. Hukum adat mereka mengatur sebagian besar aspek sosial baik tata guna lahan maupun tanah, harus dijaga, digarap dan dimanfaatkan, sehingga jarang sekali tanah ada bero (tidur). Sistem kekerabatan sama dengan masyarakat Jawa pada umumnya, pembagian hak waris diatur dalan hukum adat mereka dimana laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama. Hukum adat Tengger membagi tanah yang dipergunakan meliputi tanah dipergunakan untuk umum dan tanah milik keluarga atau pribadi. Pembagian tata ruang desa berupa tanah perpajakan hak milik, tanah bengkok, bangunan umum meliputi pekuburan/makam, perkantoran, Balai desa, rumah ibadah, sarana hiburan seperti tempat rekreasi, perumahan, tanah komplangan dan yang lain (Anonim 2009). Pandangan lama terhadap hutan mencerminkan bahwa lingkungan dan isinya anugerah Sang Hyang Widhi agar dilestarikan dan dimanfaatkan. Tanda batas lahan, hutan biasanya berdasarkan sungai, gunung, pohon seperti cemara, gapura, danau seperti di Desa Ranupani serta patok cor milik TNBTS atau Perhutani. Masyarakat Tengger lebih menyukai tempat yang terpencil, pegunungan berbukit dan dingin serta berdekatan dengan tempat yang dianggap suci yaitu gunung Bromo dan Semeru, hal ini berkaitan dengan agama dan
29
kepercayaan yang diajarkan oleh orang tua dalam mengadaptasikan kehidupan tersebut. 3.4 Pendekatan Penelitian 3.4.1 Etnoekologi Untuk memperoleh data ekologi dengan menggunakan analisis vegetasi pada satuan lingkungan pekarangan, tegalan, komplangan dan Sanggar Pamujan. Menentukan areal vegetasi pada ekosistem tegalan, komplangan dan Sanggar Pamujan digunakan metode kwadrat secara purposive sampling. Pengamatan ukuran plot untuk pohon 20 m x 20 m, semak 5 m x 5 m dan herba 1 m x 1 m. Untuk Sanggar Pamujan plot diambil 20 m x 20 m dan secara kualitatif. Pengamatan pekarangan dilakukan secara kualitatif. Hasil analisis vegetasi dari setiap satuan lingkungan adalah nilai penutup setiap jenis tumbuhan. Besarnya indek nilai penting (INP) jenis tumbuhan =Kerapatan Relatif + Dominansi Relatif + Frekwensi Relatif. 3.4.2 Etnobotani Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survei yaitu melakukan pengamatan langsung di lapangan. Melakukan wawancara bebas (open ended) dan terstruktur, pada setiap desa dengan 7 orang informan kunci untuk menggali pengetahuan masyarakat tentang keanekaragaman jenis tumbuhan berguna. Perhitungan Index of Cultural Significance (ICS) didasarkan pada formula yang dikembangkan oleh Turner (1988). Perhitungan ICS ini memiliki tujuan dan fungsi untuk mengevaluasi atau mengukur kepentingan jenis tumbuhan bagi masyarakat Tengger. 3.4.3 Etnozoologi Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survei yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di lingkungan perkampungan, kandang dan ikut dalam kegiatan yang berkaitan dengan acara ritual adat bersama informan. Wawancara bebas dilakukan untuk menggali pengetahuan masyarakat tentang keanekaragaman jenis hewan liar dan hewan yang dipelihara.
30
3.5 Konservasi Sumberdaya Tumbuhan Metode yang digunakan merupakan kombinanasi perbandingan antara nilai INP dan ICS dari setiap jenis tumbuhan pada setiap satuan lingkungan dengan nilai kombinasi sebagai berikut: a. INP tinggi dan ICS tinggi berarti jenis tumbuhan dapat dipertahankan karena keberadaan jenis tersebut tinggi dan nilai pemanfaatannya tinggi di tempat/lokasi. b. INP tinggi dan ICS rendah berarti jenis tumbuhan tersebut harus dimanfaatkan lebih lanjut dan dicari kegunaan yang lainnya karena kehadirannya atau ketersediaannya tinggi di areal tersebut. c. INP rendah dan ICS rendah berarti jenis tersebut harus tetap ada walaupun kegunaanya belum diketahui, tetapi untuk konservasi jenis perlu dilakukan agar jenis tersebut tidak punah. d. INP rendah dan ICS tinggi berarti jenis tersebut harus dibudidayakan karena kehadiran atau keberadaannya rendah tetapi kegunaannya tinggi.
31
4. ETNOEKOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR Abstrak Penelitian etnoekologi dimaksudkan untuk mengungkap pengetahuan traditional masyarakat Tengger berkaitan dengan lingkungannya di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Penelitian ini meliputi konsepsi, persepsi terhadap pengetahuan lingkungan, berkaitan dengan sistem pengelolaan, pemanfaatan dan dampak pengaruh aktivitas yang ditimbulkannya. Data penelitian di lapangan berupa data etnologi dan ekologi. Data etnologi diperoleh dengan pendekatan bersifat partisipasif atau penilaian etnobotani (participatory ethnobotanical appraisal) dan melalui wawancara terstruktur dan wawancara bebas serta pengamatan langsung, sedangkan data ekologi diperoleh dengan analisa vegetasi. Pengembangan serta pengolahan tanaman budidaya di pekarangan, tegalan, kebun, komplangan, kawasan konservasi berupa Pedanyangan, Sanggar pamujan, Pura Poten dan gunung Bromo, lahan makam dan terasiring merupakan hasil pengetahuan lokal dan kearifan lokal mereka. Sistem pengetahuan tradisional terutama pertanian di tegal sebagai kunci kelestarian keanekaragaman hayati. Wilayah Tengger dipercayai oleh masyarakat Tengger sebagai lambang kesucian, terhadap keagungan Sang Hyang Widhi Wasa. Kata Kunci: Bromo Tengger Semeru, etnoekologi, Masyarakat Tengger, pengetahuan tradisional
Abstract The integrative study of beliefs, traditional knowledge and practice of Tengger society in Bromo Tengger Semeru, East Java was studied using ethnoecological approach for the comprehensive understanding of landscape use and management. This study included the concept and perception on the environment indigenous knowledge correlated to the management system and the impact of their activities. The research data consisted of ethnological and ecological data. Ethnological data was collected using the participatory ethnobotanical appraisal, structured and open ended interview, and also directly observation; while ecological data was collected using vagetation analysis for important value index plant. The development and proccessing of agricultural practices in the yard, field, garden, agroforestry, and conservation area that consisted of Pedanyangan, Sanggar pamujan, Pura Poten and Bromo mountain, grave area, and terasering was the result of local knowledge and local wisdom of Tengger society. The traditionally knowledge of Tengger people especially in the field agricultural practices is the key of sustanibility of biological diversity. Tengger society believe that Tengger area is the symbol of purity of the Sang Hyang Widhi Wasa. Keyword: Bromo Tengger Semeru, etnoekologi, Masyarakat Tengger, traditional knowledge
32
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Latar Belakang Manusia mempunyai kemampuan beradaptasi pada kondisi lingkungan yang bervariasi sebagai penerapan pengetahuan dan teknologi untuk dapat menyiasati kondisi lingkungan dimana mereka tinggal. Oleh sebab itu setiap kelompok masyarakat atau etnik mempunyai tingkat kemajuan kebudayaan yang berbeda bergantung pada akumulasi pengetahuan dan pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pada umumnya masyarakat telah memiliki tatanan yang disepakati yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya dan telah berjalan lama yang dilakukan untuk menjaga keseimbangan kehidupannya. Etnoekologi merupakan suatu ilmu yang menitik beratkan pada pengetahuan masyarakat tentang hubungan diantara organisme, teknologi adaptasi dan pengelolaan lingkungan serta pengaruh terhadap kualitasnya. Titik awal studi etnoekologi adalah pemahaman terhadap alam, kebudayaan dan aspek produksi, sehingga
studi
etnoekologi
selain
memperhatikan
aspek
alamiah
juga
mempertimbangkan aspek kebudayaan masyarakat atau etnik dalam melakukan proses produksi. Etnoekologi merupakan cabang ilmu yang kemunculannya relatif masih baru, dimana belum ada terminologi baku yang disepakati oleh para ahli. Ilmu ekologi terus berkembang bersifat holistik antara pengetahuan kelompok masyarakat dengan pengelolaan sumber daya alam beserta lingkungannya. Jadi etnoekologi merupakan disiplin ilmu yang secara menyeluruh menggabungkan aspek intelektual dan praktis, meletakkan pusat analisisnya pada proses kongkrit secara menyeluruh dari suatu kelompok budaya suatu etnik dalam proses produksi dan mereproduksi material alam. Masyarakat tradisional diketahui memiliki banyak pengetahuan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam secara lestari sesuai dengan kondisi wilayahnya. Etnoekologi merupakan dasar bertumpu pada hubungan kebutuhan praktis bagaimana manusia memanfaatkan alam lingkungannya (Toledo 1992). Menurut Purwanto (2003) etnoekologi berasal dari bidang ilmu agroekologi, etnobiologi, geografi
33
lingkungan dan antropologi (etnosains), oleh karena itu pelaksanaanya harus melibatkan masyarakat sebagai aktornya. Masyarakat lokal maupun masyarakat pendatang mempunyai pengaruh terhadap perubahan lingkungan akibat aktivitas dan dampaknya akan dirasakan oleh mereka. Sebagai makluk sosial manusia senantiasa memerlukan kerja sama dengan orang lain membentuk sosial grouping diantara sesama dalam upaya mempertahankan diri dan mengembangkan kehidupannya. Lingkungan sosial sebagai tempat bemacam-macam interaksi terkait dengan lingkungannya. Manusia sebagai suatu bagian dari alam merupakan bagian utama bagi lingkungan yang komplek. Kegiatannya seperti perkembangan jumlah penduduk, pembangunan sarana prasarana, aktivitas penebangan hutan, penggunaan teknologi di bidang pertanian, peternakan, penggunaan insektisida dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan sumber daya alam akan mempengaruhi perubahan lingkungan. Pada mulanya kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kualitas kesejahteraan hidupnya, namun kegiatan tersebut dapat menjadi bumerang apabila tidak mengindahkan kaidah-kaidah ekologi yang berlaku di kawasan tersebut. Manusia dalam mempertahankan kehidupannya merupakan ekspresi kebudayaannya dalam memenuhi kebutuhan bahan sandang, pangan, papan, kesenian, dan kebutuhan lainnya. Didalam mengekpresikan budayanya tersebut manusia memiliki sifat memilih dan ini
merupakan bagian esensial manusia. Meningkatnya jumlah
penduduk serta terbatasnya lahan menyebabkan kebutuhan pangan, sandang, papan dan pendidikan meningkat sehingga diperlukan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi dalam bidang pertanian. Untuk mempertahankan hidup berkelanjutan manusia harus belajar memahami lingkungannya dan mengatur sumber daya alam yang dapat dipertanggungjawabkan demi kelestariannya Setiadi dan Tjondronegoro (1989). Sumber alam hayati merupakan bagian mata rantai tatanan lingkungan ekosistem, sehingga mampu menghidupi manusia. Keanekaragaman hayati merupakan ungkapan pernyataan dari berbagai bentuk seperti variasi, penampilan, jumlah dan sifat yang dapat terlihat maupun tidak pada suatu tingkatan ekosistem, jenis serta tingkatan genetika. Semakin beranekaragam sumber alam hayati semakin stabil tatanan lingkungan (Odum 1971; Sastrapradja & Rifai 1989). Menurut Rugayah et
34
al. (2004) pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan meliputi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis biota dan ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam beserta ekosistemnya.
Oleh
sebab
itu
dibutuhkan
pengetahuan
luas
tentang
keanekaragaman flora dan fauna di lingkungannya. Kawasan gunung Bromo Tengger Semeru memiliki arti penting bagi konservasi, biodiversitas pegunungan dalam melestarikan jenis-jenis langka dan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mempunyai keanekaragan jenis tinggi dan khas, di lingkari oleh hutan Perhutani (hutan lindung dan hutan produksi), dimana hutan lindung berfungsi dalam melestarikan tata guna air (hidrologi). Suatu lingkungan berbeda menimbulkan dampak komposisi vegetasi berlainan misalnya, tegalan, lautan pasir, pekarangan, hutan produksi, hutan alam. Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang tersusun atas individu-individu atau kumpulan populasi jenis. Struktur komunitas dengan komposisi keanekaragaman tumbuhan tinggi mempunyai tempat dengan kelembaban tanah tinggi dan drainase baik. Ketersediaan data yang baik di kawasan Bromo Tengger Semeru mempunyai dampak dalam menentukan kebijakan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati berkelanjutan. Keberadaan masyarakat di sekitarnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah mata rantai ekosistem yang saling berkaitan. Masyarakat Tengger berada di kawasan Bromo Tengger Semeru telah memiliki pengetahuan tradisional dalam pengelolaan lahan tegalan, pekarangan, perumahan, tata air serta lingkungan pegunungan yang dingin, dimana pengetahuan tradisional yang telah diturunkan dari nenek moyang telah menyatu dalam setiap aspek kehidupannya. Pengetahuan tentang tata ruang tersebut merupakan strategi adaptasi masyarakat terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Mereka melakukan aktivitas pengolahan tegalan terutama budidaya sayuran, kebutuhan karbohidrat, obat-obatan, ritual, kayu bakar, bangunan serta kebutuhan konservasi dalam menjaga lingkungannya. Setiap suku mempunyai sistem pemberdayaan sumber daya tersendiri sesuai dengan keadaan alam lingkungannya. Perilaku setiap suku akan berbeda dan hal ini dapat dimaklumi sesuai
dengan
tingkat
stategi
adaptasi
masyarakat,
budaya
terhadap
35
lingkungannya. Pengolahan lahan merupakan hasil pikiran manusia dalam mengelola sumber daya alam dalam menciptakan kesejahteraannya. 4.1.2 Tujuan Penelitian Untuk (1) mengungkap hubungan keterkaitan antara berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat Tengger, sehingga mengakibatkan terbentuknya satuan-satuan lingkungan lansekap dengan berbagai macam penutupan vegetasi. Untuk (2) mengungkap hubungan keterkaitan antara satuan lingkungan yang satu dengan lainnya berdasarkan atas pola pemikiran (corpus) untuk memanfaatkan (praxis) sumberdaya di masing-masing lansekap. (3) Mengalisis secara ilmiah sistem pengetahuan masyarakat Tengger dalam mengelola sumberdaya alam dan melakukan analisis perbandingan dan konfrontasi antara pengetahuan lokal (emik) dengan pengetahuan ilmiah (etik) untuk membuktikan keilmiahannya. (4) Melakukan analisis vegetasi pada setiap satuan lingkungan yang diketahui jenisjenis tumbuhan mempunyai kepentingan ekologi tinggi akan menjadi dasar dalam pengelolaan sumberdaya hayati bagi masyarakat Tengger. 4.2 Bahan dan Metode 4.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 14 bulan mulai bulan April 2010 sampai dengan bulan Mei 2011. Penelitian dilakukan di desa yang dihuni masyarakat Tengger yaitu desa yang tinggal di luar dan di dalam kawasan TNBTS. Desa-desa masyarakat Tengger yang terdapat di dalam kawasan TNBTS meliputi Desa Ranupani Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang dan Desa Gubuklakah Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, sedangkan Desa-desa masyarakat Tengger yang berada di luar kawasan TNBTS meliputi Desa Ngadas Wetan, Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura, Desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo; Desa Gubuklakah Kecamatan Poncokusuma Kabupaten Malang; Desa Wonokitri, Mororejo Kecamatan Tosari, Desa Keduwung Kecamatan Sumber dan Desa Ngadirejo Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan dan Desa Argosari Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang (Gambar 2).
36
4.2.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah meliputi komputer, kompas, GPS (Geographical Position System), clinometer, peta lokasi, diameter tape, altimeter, soiltester, hygrometer, jangka sorong, parang, patok dari bambu atau kayu, gunting stek, cat untuk penomoran, peralatan jelajah lapangan, tali plastik, kantong plastik berbagai ukuran, amplop sampel, kertas mounting, label gantung, kertas herbarium, kertas koran, sasak, alat dokumentasi kamera, film dan alat-alat tulis. Bahan kimia yang digunakan meliputi alkohol 70%, formalin, kamper dan spiritus.
4.2.3 Metode Penelitian Studi etnoekologi masyarakat Tengger meliputi pengungkapan sistem pengetahuan masyarakat Tengger secara total tentang lingkungannya yang di dalamnya terdapat berbagai aktivitas produksi dan pengaruh yang ditimbulkannya. Untuk merealisasikan studi ini telah dilakukan 2 pendekatan sebagai berikut: 4.2.3.1 Pendekatan Emik (pengetahuan) Membuat deskripsi secara rinci tentang satuan-satuan lansekap kawasan studi yang dikenali berdasarkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat Tengger meliputi berbagai aspek ekologi misalnya tipe vegetasi, jenis dan sifat tanah, kekayaan flora dan fauna, kondisi topografi, kondisi iklim dan lain-lainnya. Mengungkapkan persepsi dan konsepsi masyarakat Tengger (pola pemikiran, corpus) mengenai pengelolaan satuan lansekap beserta sumber daya hayati yang terdapat di dalamnya. Untuk memperoleh data yang lengkap dilakukan dengan menggunakan metode baku penelitian sosial terutama etnografi yaitu melakukan pengamatan langsung dalam berbagai aktivitas kehidupan masyarakat. Teknik yang dipergunakan wawancara (wawancara bebas atau open ended, semi struktural dan struktural). 4.2.3.2 Pendekatan Etik (ilmu pengetahuan) Melakukan studi dan analisis tentang bentuk dan kegiatan produksi yang dilakukan masyarakat dengan cara mendeskripsikan bentuk aktivitas masyarakat
37
dalam mengelola sumberdaya alam hayati berikut teknologinya, produk-produk yang dihasilkan, pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan dan aspek lainnya. Melakukan penilaian secara ekologis sebuah praxis melalui analisis dampak pemanfaatan sumberdaya alam hayati terhadap struktur ekosistem yang telah dimanfaatkan tersebut. Penilaian tersebut didasarkan pada pengamatan langsung di lapangan dengan dengan menggunakan metode baku penelitian ekologi. Sebagai contoh untuk untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi dilakukan dengan cara membuat plot pada satuan lingkungan yang ukuran dan cara pengamatannya disesuaikan dengan bentuk dan kondisi lingkungannya. 4.2.3.3 Analisis Vegetasi Dihitung nilai kepentingan ekologi setiap jenis yang terdapat pada setiap satuan lingkungannya. Besarnya indek nilai penting (INP) dihitung dengan persamaan menurut Setiadi dan Muhadiono (2000) dan Cox (2002). INP = Kerapatan Relatif + Dominansi Relatif+ Frekwensi Relatif. Kerapatan Mutlak (KM) =
Jumlah individu suatu jenis ---------------------------------Luas area contoh
Kerapatan Relatif (KR) =
Kerapatan mutlak suatu jenis ----------------------------------- x 100 % Kerapatan seluruh jenis
Dominansi Jumlah penutupan suatu jenis Mutlak (DM) = ----------------------------------Luas areal contoh Dominansi Relatif (DK) =
Dominansi mutlak suatu jenis ------------------------------------ x 100 % Dominansi seluruh jenis
Frekwensi Jumlah plot yang diduduki jenis Mutlak (FM) = --------------------------------------Total jumlah plot contoh Frekwensi Relatif (FR) =
Nilai Frekwensi suatu jenis ----------------------------------- x 100 % Total frekwensi seluruh jenis
38
4.3 Hasil 4.3.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Pandangan masyarakat Tengger terhadap lingkungan sangat berkaitan dengan falsafah maupun kepercayaan serta religi yang dianut. Masyarakat Tengger percaya jika aturan dilanggar maka akan berdampak tidak baik dan dosa (walat). Alam lingkungan tidak bersahabat jika manusia tidak menghormati. Pandangan tersebut tercermin pada struktur lembaga adat (Gambar 4) serta sikap dan kepercayaan yang dianutnya (Gambar 5). Masyarakat Tengger melalui Kelembagaan Adat mampu mengelola sumber daya alamnya. Adanya kearifan lokal, maka hukum adat telah mengatur kehidupan
harmonis
dengan
lingkungannya.
Kesepakatan
sosial
antara
masyarakat telah dikuatkan melalui hukum adat seperti hak waris, kepemilikan tanah dan lahan sakral. Menurut Nurudin et al. (2004) masyarakat Tengger dalam kehidupan kesehariannya mengedepankan musyawarah berlandaskan welas asih pepitu (tujuh cinta kasih) yaitu Welas Asih pada Sang Hyang Widhi, Welas Asih kepada tanah air dan bangsa, Welas Asih kepada orang tua, Welas Asih pada diri sendiri, Welas Asih kepada sesama, Welas Asih pada binatang dan Welas Asih pada tanaman dan tanah serta lingkungannya. Hubungan tersebut menggambarkan pandangan kehidupan yang harmoni, baik kepada sesama manusia, Sang Hyang Widhi Wasa, dan terhadap keanekaragaman hayati serta lingkungan di wilayah Tengger. Pandangan terhadap Sang Hyang Widhi diwujudkan dalam perilaku kehidupan sehari-hari, hubungan sosial serta ritual adat. Persepsi mereka tidak hanya terbatas pada organisma hidup namun juga terhadap benda mati serta alam di sekelilingnya.
39
PETINGGI
Dukun Pandhita Legen
Wong Sepuh
Pembantu Dukun Pandhita, Pedande
Gambar 4. Struktur organisasi Pemerintahan Desa dan Lembaga Adat masyarakat Tengger.
Panca Sradha, Panca Setia, Kawruh Budha Welas Asih Pepitu
Manusia (Waras, Wareg, Wastro, Wisma , Widya
Kepribadian dan Perilaku Gambar 5 Sikap dan Pandangan Hidup masyarakat Tengger.
40
Sistem pendayagunaan sumber daya alam pada setiap suku berbeda, hal ini tergantung dari sumber daya alam lingkungannya. Perbedaan ini mempengaruhi perilaku, pola fikir dan aktivitas manusia dalam kehidupannya. Pemahaman pengetahuan lokal sangat berkaitan dengan tingkat stategi adaptasi masyarakat pada kondisi lingkungan di sekitarnya. Mengidentifikasi aktivitas masyarakat dalam mengelola dapat digunakan untuk mengetahui sumber daya lingkungan serta akibat pengaruhnya. Sumber data yang diperoleh berupa sistem menejemen tradisional. Sistem pengetahuan tradisional tentang pengelolaan tersebut terakumulasi dari generasi kegenerasi sehingga mereka dekat dengan alam lingkungannya. Masyarakat Tengger mempunyai pengetahuan dan cara pengelolaan tradisional yang unik dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya yaitu tecermin dari sistem kepemimpinan tradisioanal dan sikap hidup serta pandanganya terhadap sumber daya alam hayati tersebut. Pengetahuan masyarakat lokal tersebut memberikan gambaran kepada kita bagaimana mereka menyikapi alam dan lingkungannya agar tetap hamonis sehingga mereka terus dapat mengambil hasil dengan mengolahnya. Misalnya pengolahan lahan tegalan berbukit terjal dapat menyebabkan kerawanan longsor dan merusak lingkungan. Namun masyarakat Tengger punya pandangan bahwa pengolahan tanah terjal dengan sistem strategi terasiring menggunakan tanaman konservasi berupa cemara (Casuarina junghuhniana), astruli (Penisetum purpureum) dan jenis lain dapat mencegah tanah longsor. Menurut masyarakat Tengger tanah, lingkungan haruslah dirawat, dihormati, dilakukan ritual agar jauh dari marabahaya dan mendapat penghasilan yang melimpah. Jika tanah tidak dirawat, maka dipercaya alam akan menjadi murka seperti terjadinya tanah longsor, abu vulkanik, uap belerang, embun upas akan terus terjadi. 4.3.2 Pengenalan Satuan-satuan Lingkungan Menurut Konsep Tata Ruang Masyarakat Tengger Studi tentang pengetahuan satuan lingkungan menurut konsep masyarakat Tengger dimaksudkan mengidentifikasi, mengkarakterisasi dan menganalisis semua aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan lingkungannya. Sistem
41
pengetahuan lokal dimaksudkan untuk mengetahui tingkat strategi adaptasi masyarakat terhadap kondisi lingkungan di sekitar mereka. Persepsi pengetahuan masyarakat Tengger tentang satuan lingkungan meliputi unit satuan lingkungan pemukiman (pekarangan, desa), satuan lingkungan pertanian (peladangan atau tegalan, komplangan, pertanian jalur hijau), satuan lingkungan sakral (makam, Danyangan, Sanggar Agung/Pamujan, hutan larangan), hutan sekunder, hutan rimba dan satuan lingkungan alamiah lainnya seperti ranu (danau), kali (sungai), air terjun, segoro wedi (lautan pasir), ledok (lembah), pereng (lereng gunung), gunung, kawah (lubang lawa), dan sebagainya. Masyarakat Tengger mempunyai pengetahuan lokal yang khas tentang satuan lansekap pada kawasan pegunungan yang dingin. Pola pengetahuan satuan lansekap erat berkaitannya dengan budaya dan kondisi lingkungan masyarakat tersebut. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kondisi lingkungan tercermin pula dari strategi adaptasi yang dikembangkan oleh masyarakat tersebut di dalam mengelola kawasannya.
4.3.2.1 Kawasan Pemukiman 4.3.2.1.1 Omah, Griyo/Rumah Masyarakat Tengger Menurut masyarakat Tengger rumah disebut sebagai “omah” yaitu merupakan tempat tinggal keluarga”. Bentuk rumah pada awalnya hampir sama yaitu berbentuk limasan yang memiliki dua atap yaitu atap yang mengarah belakang dan atap yang mengarah ke depan. Umumnya setiap mata rumah dihuni oleh satu keluarga inti yaitu kepala rumah tangga, isteri dan anak-anaknya. Sistem perumahan masyarakat Tengger dibangun secara bergerombol dengan jarak antar rumah yang saling berdekatan. Alasannya adalah untuk memudahkan berkomunikasi antar rumah tangga di perkampungan tersebut. Tata ruang perumahan masyarakat Tengger berbeda dengan tata ruang perumahan tradisional masyarakat Jawa. Pada umumnya rumah masyarakat Jawa dilengkapi dengan tanah pekarangan dan kandang ternak. Situasi perumahan yang dibangun secara bergerombol dan berdekatan tersebut mencerminkan kedekatan ikatan keluarga dan individu dalam mengatasi
42
masalah kehidupan diantara mereka. Namun demikian perumahan masyaraat Tengger di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro mempunyai sistem perumahan yang agak menyebar. Hal ini disebabkan karena kepemilikan lahan dan adanya tekanan migrasi yang dilakukan oleh masyarakat bukan asli Tengger. Struktur rumah masyarakat Tengger tersusun atas: ruang tamu dan keluarga (petamon), kamar tidur (peturon, sedongan) yang dilengkapi ruang Pamujan, tempat menyimpan makanan (pedaringan atau petaringan) berada di pawon, dan kamar mandi dan WC berada di bagian belakang. Biasanya rumah masyarakat Tengger tidak berpagar hal ini menunjukkan masyarakatnya suka bekerja sama dan bergotong royong. Rumah masyarakat tengger dibangun mengelompok atau bergerombol dalam satu wilayah karena diakibatkan oleh sistem pewarisan. Pada umumnya rumah dibangun menghadap kearah jalan atau gang (banjaran), namun sebenarnya
menurut
pandangan
masyarakat
Tengger,
rumah
dibangun
menghadap ke arah selatan dianggap lebih baik. Akibat dari pengaruh luar, pembangunan perumahan masyarakat Tengger sudah mengalami perubahan yang signifikan baik arahnya, bentuk rumahnya yang modern yang dilengkapi sarana listrik, sebagian besar berdinding tembok, dan berlantai berkeramik. Masyarakat Tengger yang beragama Hindu sebagian besar di depan rumahnya dilengkapi dengan ruang Sanggar Pamujan (tempat beribadah dan bersemedi) pada Sang Hyang Widhi dan tempat sesaji atau Padmasari. Rumah asli orang Tengger (griyo) hampir serupa seperti rumah orang Jawa yaitu alas rumah atau lantai dari tanah dan pintu geretan (lawang) dilengkapi kunci kayu (slorok). Tiang utama berupa soko berjumlah 4-12 dengan sunduk agung, sunduk kili, pengeret, klilin, lambang sunan atau lambang cancit, anderander. Pada bagian ander-ander
luar ditutup dengan dinding gedek disebut
ampik-ampik, bagian bawah ditutup pager sirap dari kayu atau dinding gedek bambu (bengkurah), bagian bawah dekat tanah disebut galangan atau lagur. Bagian dapur (pawon) terdapat bangunan tempat memasak (tumang) dan perapian atau api-api (perapen) (Gambar 6a). Jenis peralatan pawon meliputi lincak berupa meja kecil (dampar), tempat duduk jumlah dua dari kayu (dingklik), rak, rantai gantungan pemasak air (ceret), alat dapur seperti nyiru (tampah) diletakkan diatas api-api, tempat bumbu, alat menumbuk jagung (lesung, lau) dan tumpukan kayu
43
bakar (pekayon). Tata cara adat Tengger adalah duduk di depan api-api atau pawon (gegeni menghangatkan badan), tidak boleh melompati kayu bakar yang dipergunakan untuk api-api, ini pantangan dan merupakan adat dari nenek moyangnya.
a
b
Gambar 6 Rumah Tengger: (a). Dapur (pawon) dengan tumang; dan (b) Homestay di Desa Wonokitri Kabupaten Pasuruan. Setiap rumah dilengkapi dengan sigiran di bagian luar yang merupakan lumbung jagung yang ditata rapi diletakkan bergantung, namun hal ini sekarang sudah mulai langka, kecuali di Desa Wonokitri dan Desa Keduwung masih banyak dijumpai. Pada dasarnya rumah pada masa kini sudah mengalami perubahan nyata sesuai dengan keinginan pemiliknya. Secara umum rumah tersusun atas ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, dapur atau pawon berdekatan dengan tumpukan kayu bakar dan jambangan di bagian belakang (pakiwan), namun juga tergantung luas tanah, apakah depan dilengkapi toko atau warung. Rumah ternak atau kandang kebanyakan jadi satu dengan gubuk atau berdiri sendiri, dan terletak jauh dari perumahan. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak menimbulkan polusi di perumahan serta memudahkan memberi pakan rumput. Wilayah Tengger relatif aman dari pencurian hal ini karena masyarakatnya jujur dan adanya sangsi adat serta didukung letak lokasi dengan tebing curam dan terbatasnya jumlah arah jalan. Untuk perumahan beragama Hindu tata ruang setiap rumah dilengkapi Padmasari di bagian depan teras dan Sanggar Pamujan. Rumah juga berisi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi (jeding) serta dapur (pawon) dengan tumang atau perapian. Lingkungan perumahan jarang ada pohon karena mereka sudah
44
mengerti apabila pada tanah padas ditanam pohon cemara maka tanah mudah pecah dan pohon mudah roboh jika terkena tiupan angin.
4.3.2.1.2
Pekarangan
Pekarangan menurut Soemarwoto (2004) adalah sebidang tanah di sekitar rumah dengan batas tertentu, ada bangunan tempat tinggal (rumah atau gubuk) mempunyai hubungan fungsional seperti fungsi ekonomi, biofisik, sosial budaya serta memberi kenyamanan dan ketenteraman bagi penghuninya, estetik, biasanya digunakan menambah penghasilan berupa ternak unggas atau ikan. Masyarakat Tengger mengenal istilah pekarangan, namun berbeda dengan konsep pekarangan seperti kelompok masyarakat lainnya di Indonesia. Menurut masyarakat Tengger pekarangan berfungsi untuk mendirikan rumah dan mempersiapkan bahan ritual, tanaman obat seperti dringu (Acorus calamus), adas (Foeniculum vulgare) dan jenis tanaman hias lainnya seperti bunga mawar (Rosa hybrida), adas (Foeniculum vulgare), anting-anting (Fuchsia hybrida) (Gambar 7).
Gambar 7 Pekarangan: (a) Tanaman hias, mawar (Rosa hybrida), tlotok (Curculigo capitulata) dan (b) Jenis bahan ritual (Fuchia hybrida) Masyarakat Tengger juga memanfaatkan pekarangannya untuk ditanami tanaman budidaya seperti halnya di tegalan yaitu jenis tanaman sayuran, buahbuahan, bahan bumbu dan bahan minuman, misalnya bawang prei (Allium
45
fistulosum), kentang (Solanum tuberosum), kobis (Brassica oleracea), lombok besar (Capsicum annuum), lombok kecil (Capsicum frustescen), sawi (Brassica juncea) dan lain-lainnya. Hasil inventarisasi keanekaragaman jenis tumbuhan di pekarangan tercatat 47 jenis tanaman budidaya. Pekarangan rumah masyarakat Tengger juga ditanami jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi rumah tangganya (Tabel 2). Di maping itu, pada pekarangan masyarakat Tengger jarang dijumpai jenis tanaman dengan perawakan pohon besar. Hal ini dikarenakan pohon tersebut dapat merusak bangunan dan khawatir roboh
Tabel 2 Keanekaragaman jenis tanaman pekarangan sebagai bahan pangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Lokal Apel Apokat Bawang prei Bayam Benguk Bentul Besaran Blimbing Buncis Ercis Gandum/jagung Ganyong Jae Jambu air Jambu wer Jambu klutuk Jeruk bali Jeruk pecel Kobis Kersen Kentang Ketumbar Kopi Laos Lombok besar Lombok rawit Lombok terong Mangga Pandan suji
31 32
Pandan wangi Pisang
Nama Ilmiah Pyrus malus L. Persea Americana Mill. Allium fistulosum L. Amaranthus hybridus L. Mucuna pruriens DC Xanthosoma violaceum Schott. Morus alba L. Averhoa carambola L. Phaseolus vulgaris L. Pisum sativum L. Zea mays L. Canna edulis Kerr. Zyngiber officinale Roxb. Eugenia aquea Burm.f. Prunus persica Zieb&Zucc. Psidium guajava L. Citrus maxima Merr. Citurs hystrix Brassica oleraceae L. Mutingia calabura L. Solanum tuberosum L. Ciriandrum sativum L. Coffea arabica L. Alpinia galanga (L.) Wild. Capsicum anuum L. Capsicum frutescens L. Capsicum sp Mangifera indica L. Pleumele angustifolia (Roxb.) N.E.Brown Pandanus amaryllifolius Roxb. Musa paradisiaca L.
Kegunaan Buah Buah Sayuran/bumbu Sayuran Sayuran Pangan tambahan Buah Buah Sayuran Sayuran Pangan tambahan Pangan tambahan Bumbu Buah Buah Buah Buah Bumbu Sayuran Buah Pangan tambahan Bumbu Minuman Bumbu Bumbu Bumbu Bumbu Buah Pewarna Penyedap Buah
46 Tabel 2 lanjutan
No 34 35 36 37 38 39 40
Nama Lokal Sawi Siyem Sledri Srikoyo Srikoyo Stroberi Tales
41 42
Tebu ireng Tela rambat
Nama Ilmiah Brassica rapa L. Sechium edule (Jacq.) Swartz. Apium graviolens L. Carica pbescens Annona squamosa L. Fragraria vesta L. Callocasia esculenta (L.) Schott. Saccharum officinarum L. Ipomoea batatas (L.) Lamk.
43 44 45 46 47
Terong londo Tewel Tomat Ucet Wortel
Cyphomandra batacea Sendtn Artocarpus heterophylla Lamk. Lycopersicum esculentum Mill. Vigna sinensis (L.) Hassk. Daucus carota L.
Kegunaan Sayuran Sayuran Sayuran Buah Buah Buah Pangan tambahan Minuman Pangan tambahan Buah Buah Buah Sayuran Sayuran
Pekarangan juga dimanfaatkan untuk memelihara hewan peliharaan seperti ayam kampung yang dimanfaatkan sebagai sumber daging dan sumber protein hewani serta keperluan untuk ritual. Setiap lahan pekarangan memiliki batas yang jelas antara pekarangan rumah satu dengan pekarangan rumah yang lain. Luas pekarangan dipengaruhi oleh terjadinya perubahan model rumah sehingga pekarangan menjadi lebih sempit dan hanya dapat ditanami jenis tanaman hias untuk tujuan estetika. Sehingga jenis tanaman hias yang ditanam di pekarangan masyarakat Tengger meliputi jenis-jenis tanaman hias. Struktur tanaman pekarangan setiap Desa Tengger berbeda, hal ini disebabkan perbedaan ketinggian tempat dan luas tanah pekarangan. Pekarangan Desa
Gubuklakah,
Desa
Poncokusumo,
Desa
Pandansari,
Kecamatan
Poncokusumo dan Desa Tosari, Kecamatan Tumpang, Desa Kayukebek, Kecamatan Tutur didominasi oleh perkebunan apel.
4.3.2.1.3
Perkampungan Tengger
Pola pemukiman masyarakat Tengger dibangun dengan cara menyesuaikan dengan keadaan lingkungan tanah berbukit, dimana jarak rumah satu dengan yang
47
lainnya saling berdekatan (Gambar 8). Perkampungan masyarakat Tengger terletak di puncak bukit, pereng atau di ledokan. Perkampungan masyarakat Tengger dibangun di kawasan perbukitan, sehingga perlu membuat terasering untuk perumahan. Biasanya kawasan perkampungan tersebut dibuat teras sehingga jalan dapat menuju banyak jurusan dan terhindar dari tiupan angin. Sebuah perkampungan selalu dilengkapi dengan beberapa bangunan yang sifatnya religus yaitu Punden atau Danyang, Sanggar Pamujan, dan lahan Makam, Wihara Paramitha yang beragama Budha, Masjid yang beragama Islam dan Gereja yang beragama Nasrani.
a
b
Gambar 8 Perkampungan Tengger: (a). Sistem perumahan bergerombol Desa Ngadiwono Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan dan (b) Perumahan Desa Ranupani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. Perkampungan juga dilengkapi Balai Desa, Pendopo Agung, gedung sekolah dan tempat olah raga. Letak Pure ada di tengah perumahan hal ini dimaksudkan agar mudah terjangkau umat untuk berkunjung dan melakukan sesaji. Gaya rumah asli Tengger secara umum sudah banyak ditinggalkan, Balai Desa, Pendopo Agung di Desa Wonokitri sangat unik, hampir bercorak rumah joglo di Jawa bernuansa Bali (Gambar 9a,b). Balai Desa dan Pendopo Agung sering dipergunakan untuk masyarakat yang mempunyai hajad acara perkawinan, ritual adat seperti Entas-entas, upacara Kasada, Karo atau pertemuan acara resmi. Satuan lingkungan desa yang berbukit-bukit sudah tersusun dengan baik dalam bentuk teras dan dilengkapi dengan selokan kecil untuk saluran air. Sebuah
48
desa biasanya terbentuk dari pemekaran dan migrasi desa sebelumnya. Pembagian wilayah perbukitan meliputi puncak bukit disebut pusung, bagian tengah disebut perengan atau lereng (ereng-ereng), sedang bagian bawah merupakan ledokan, dasar atau jurangan (curah).
a
b
Gambar 9 Sarana kegiatan masyarakat: (a) Rumah kegiatan masyarakat Tengger; (b) Balai Agung dan Balai Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan. Jalan pada umumnya dibangun membelah desa dan satu arah dimana rumah dibangun di kanan dan di kiri jalan. Gapura desa dibangun di jalan masuk desa dan di setiap gang (banjaran). Pembangunan jalan di Desa Wonokitri dibuat dengan satu jalur dengan maksud jika ada pencuri mudah tertangkap. Pengaruh gaya ukiran Bali mewarnai gaya bangunan seperti gapura, pura, Padmasari, dan Balai Desa. Sarana pendidikan di desa masyarakat Tengger meliputi SDN, SMPN, dan SMK di Desa Ngadisari. Sedangkan sarana kesehatan berupa Puskesmas dan Pukesdes. Sarana prasarana lainnya yang terdapat di desa adalah pos ronda dan jalan desa. Sarana angkutan umum ke wilayah desa masyarakat Tengger di Gunung Bromo belum memadai kecuali yang terdapat di wilayah Probolingga sudah lancar. Sarana angkutan di kawasan wisata yang tersedia adalah ojek, kuda, dan mobil Jeep yang siap untuk mengantar wisatawan ke Gunung Bromo, Lautan Pasir maupun Gunung Pananjakan dan Gunung Semeru. Masyarakat Tengger sebagian besar sudah dapat menikmati sarana listrik, PDAM, TV, telepon, wartel,
49
komputer dan prasarana perdagangan seperti pasar, toko, warung dan tempat tinggal sementara untuk menginap atau homestay maupun hotel. 4.3.2.2 Kawasan Pertanian Kawasan
pertanian
masyarakat
Tengger
meliputi
tanah
tegalan,
komplangan, pertanian jalur hijau dan pekarangan. Menurut Iskandar (1992) dan Soemarwoto (1997) lahan pertanian dapat dibagi lahan persawahan, pekarangan dan tegalan dimana ketiganya mempunyai ciri dan fungsi khusus.
4.3.2.2.1
Tegalan
Lahan pertanian tegalan atau ladang adalah tempat kegiatan utama pertanian masyarakat Tengger dan merupakan tempat untuk menghasilkan bahan makanan pokok serta sayuran untuk mencukupi kebutuhan hidupnya (Gambar 10 a,b). Tegalan tersebut dibuat dengan sistem terasiring dan setiap sebidang tegalan dibatasi dengan penanaman pohon cemara gunung (Casuarina junghuhniana) atau dengan jenis tanaman lainnya yaitu jenis jambu wer (Prunus persica) dan jenis tumbuhan semak seperti paitan (Tithonia diversifolia), triwulan (Eupatorium sp), cubung (Brugmansia suaveolens), putihan (Buddleja asiatica). Sedang galengan atau tanggul
biasanya ditanami
rumput astruli (Pennisetum
purpureum). Rumput astruli disamping sebagai pakan ternak digunakan juga sebagai tanaman pelindung untuk penahan erosi air.
a
b
Gambar 10 Pertanian terasiring: (a) Batas tegalan Desa Ranupani dan Zona Hutan Rimba (TNBTS) dan (b) Lahan pertanian di kawasan perbukitan di desa Ngadas Kidul, Kecamatan Poncokusumo.
50
Pemilihan jenis tanaman cemara gunung sebagai jenis tanaman konservasi karena jenis tanaman ini dianggap paling kuat dan memiliki kegunaan lainnya yaitu sebagai kayu bahan bangunan dan kayu bakar. Tanaman cemara gunung dipilih sebagai tanaman pembatas lahan karena akarnya menancap ke bawah sehingga tidak mengganggu tanaman budidaya di sekitarnya. Usulan dari pihak Dinas Pertanian, BBTNBTS, dan pemerintah daerah agar cemara ditanam secara konsisten di wilayah Tengger. Masyarakat Tengger sendiri telah mempunyai aturan adat dalam mengelola jenis tanaman cemara gunung ini yaitu jika seseorang memotong 1 pohon cemara gunung, maka orang tersebut harus menanam 10 pohon. Jenis tumbuhan lain ditanam sebagai pembatas lahan meliputi dadap (Erythrina variegata), paitan (Tithonia diversifolia), rumput gajah (Pennisetum purpureum), acasia (Acacia decurrens), trabasan (Artemisia vulgaris) dan kaliandra (Calliandra haematocephala). Keanekaregaman jenis tanaman tegalan selengkapnya di tampilkan pada Lampiran 1. Masyarakat
Tengger
dalam
mengolah
lahan
tegalannya
juga
memperhitungkan pertanda musim (pranoto mongso) meliputi musim penghujan dan musim kemarau serta memperhitungkan hari baik menurut perhitungannya. Pengolahan lahan tegalan dilakukan secara sederhana yaitu dengan cara mencangkul, menyiangi gulma dan pemberantasan hama dan penyakit. Pada musim kemarau maupun musim penghujan masyarakat Tengger sudah memiliki strategi untuk mengusahakan suatu jenis tanaman yang disesuaikan dengan kondisi musim. Sebagai contoh adalah jenis bawang prei (Allium fistulosum) yang sangat sesuai untuk di tanam pada musim kemarau. Untuk mengatasi musim kemarau atau kekurangan air mereka membuat bak tandon air yang dialirkan dari sumber air atau sungai. Kawasan pertanian masyarakat Tengger yang didominasi kawasan perbukitan, masyarakat Tengger mengembangkan strategi adaptasi pembuatan terasering pada lahan yang memiliki kemiringan terjal meliputi teras bangku dan tersiring dengan pembuatan tanggul dan kalenan. Pembuatan terasering tersebut merupakan usaha masyarakat untuk mengurangi erosi lahan. Sistem pertanian menggunakan sistem terasiring menurut pandangan masyarakat Tengger sangat cocok, namun jika kurang pengalaman dalam menata
51
arah, posisi, aliran air (menyilang, tegak lurus atau sejajar) akan terjadi longsor. Pihak dari Dinas Pertanian maupun TNBTS menyarankan membuat teras bangku, namun masyarakat kurang berminat dan kembali ke terasiring tradisional lagi. Menurut Setiadi et al. (2007) budidaya dalam strip (strip cropping) merupakan cara mengubah petak lahan di lereng menjadi lahan dataran tinggi yang produktif. Hal
ini
dimungkinkan
untuk
menstabilkan
dan
memperkaya
tanah,
mempertahankan kelembaban, mengurangi hama dan penyakit serta pupuk kimia. Tanah tegalan wilayah masyarakat Tengger sebagian besar berupa bukit dengan lereng rendah sampai curam, struktur tanah padas sampai berpasir. Tanaman cemara selain digunakan untuk pembatas lahan dan pencegah dari tanah longsor dan angin, juga dipergunakan sebagai kayu bakar dan bangunan. Tanaman budidaya yang menjadi andalan pada lahan tegalan adalah bawang prei (Allium fistulosum), kentang (Solanum tuberosum) dan kobis (Brassica oleracea), karena jenis tanaman sayuran tersebut memiliki nilai atau harga yang baik. Sedangkan tanaman budidaya lainnya seperti pisang raja (Musa paradisiaca cv. Raja), lombok (Capsicum annum) dan Lombok rawit (C. frustescens), kapri (Pisum sativum) dan jagung (Zea mays) adalah sebagai tanaman sampingan atau ajiran. Jenis lokal tanaman pisang memiliki 11 kultivar lokal diantaranya adalah pisang raja, salik, cici, pisang ambon, agung, candi, gajih, nongko, rojo molo, dan saloso. Masyarakat Tengger mengusahakan juga jenis tanaman sendei (Brassica sp) merupakan usaha terobosan budidaya untuk kepentingan ekonomi yaitu hasilnya dijual selain memiliki nilai ekonomi juga jenis tanaman ini cepat menghasilkan yaitu dalam waktu 70 hari sudah berproduksi. Pada umumnya masyarakat memiliki pengetahuan dalam memilih lahan yang sesuai dengan jenis tanaman yang akan diusahakan. Misalnya masyarakat sudah mengetahui mana tanah yang cocok untuk jenis tanaman tomat yaitu tumbuh subur pada jenis tanah gembur dan letaknya di lahan yang datar. Budidaya tanaman tomat berperan penting bagi kehidupan ekonominya. Menurut masyarakat dengan luas lahan tanah 250 meter yang ditanami tomat jika harganya baik maka dapat menghasilkan uang sebanyak 20 juta rupiah.
52
Pada tahun 1980 pertanian utama masyarakat Tengger adalah bawang putih (Allium sativum) dan jagung (Zea mays), namun dengan perjalanan waktu telah terjadi perubahan jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan di lahan tegalan masyarakat Tengger. Pada saat ini jenis tanaman kentang dan jenis sayuran lainnya menjadi andalan masyarakat Tengger di lahan tegalan. Dalam budidaya kentang masyarakat Tengger melakukan pembibitan kentang sendiri terutama granula atau membeli bibit dari Dinas Pertanian dan dari masyarakat Tengger sendiri. Proses penanaman pada umumnya didahului dengan upacara adat sesaji tetamping dan selanjutnya dimulai proses penanaman mulai dari pengolahan tanah, penanaman, perawatan, pemupukan, hingga pemanenan. Pengolahan lahan dilakukan secara sederhana dengan cara pencangkulan lahan. Perawatan meliputi penyiangan gulma dan pemupukan dengan pupuk kandang yang terbuat dari kotoran ayam dan sapi yang disebut ngecroh. Pembibitan dilakukan dengan cara memilah umbi kentang yaitu untuk kentang besar dibagi menjadi kelompok kentang A, B dan C yang dijual. Sedangkan kentang sebesar telur ayam yang bagus dan sehat dipilih sebagai bibit. Penyiangan kebun disebut nyetok dilakukan untuk membersihkan rumput dan jenis tumbuhan pengganggu lainnya. Perawatan lainnya adalah pemberantasan hama dan penyakit dengan menyemprot pestisida (insektisida). Selain itu dalam perawatan lainnya adalah penumbuhanbibit kentang melalui stimulasi
disemprot dengan pupuk daun
(gentorik, gandasil) yaitu bibit disemprot 2 hari sekali sampai 15 hari. Budidaya tanaman sayuran yang paling stabil produksinya adalah budidaya kentang yaitu. Setiap 1 Ha dengan 30000 bibit dapat menghasilkan kentang sebanyak 2-2.5 ton. Bibit kentang lokal F1 dapat diperoleh dari Dinas Pertanian yaitu kultivar granula kembang dan granula unggul. Untuk bibit kentang diambil dari bongkaran kentang dipilih sebesar telur, kemudian diletakkan di kranjang atau peti, dibiarkan lebih kurang 1-2 bulan maka tunas akan siap untuk ditanam. Jenis tanaman budidaya lainnya adalah tanaman kobis. Tahapan yang dilakukan meliputi pengolahan tanah dengan cara mencangkul tanah dan membuat bedengan dengan ukuran 3x1 m, penanaman bibit, perawatan, dan pemupukan. Untuk memacu pertumbuhannya dilakukan pemupukan baik dengan pupuk
53
organik (pupuk kandang) maupun dengan pupuk daun yaitu setiap 1 minggu disemprot sekali dengan pupuk daun sampai umur 2 bulan. Tanaman kobis mulai memberikan hasil setelah 3-4 bulan dari penanaman. Teknik dalam penanaman jens tanaman tropong atau bawang prei dapat dilakukan sampai umur 2-3 tahun dengan cara pemanenan tehnik siwilan. Jenis bawang prei ini sering mendapat gangguan serangan hama seperti hama orongorong (Grylotaipa grylotaipa), bobor dan wereng berwarna hitam. Untuk lahan yang berbatasan dengan hutan terkadang diganggu monyet (Macaca fascicularis). Jenis usaha tani lainnya di kawasan tegalan adalah pengusahaan jenis tanaman perkebunan seperti jenis apel (Manalagi, Ana, Australi) dan tanaman kopi. Kedua jenis tanaman perkebunan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi dan sangat mendukung kesejahteraan masyarakat Tengger. Tanaman tersebut tumbuh dengan baik pada ketinggian sekitar 1100 m dpl. Jenis perkebunan tanaman apel diusahakan masyarakat di kawasan Tengger bagian barat seperti di Kecamatan Poncokusumo, Tumpang, Kabupaten Malang dan Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan. Sedangkan Desa Tengger lain tidak sesuai untuk ditanami jenis apel. Penanaman apel dilakukan secara monokultur, namun beberapa petani mengusahakannya dengan cara tumpang sari dengan tanaman budidaya lainnya. Dalam studi ini juga diamati jenis tanaman non budidaya. Hasil analisis di lahan pertanian (tegalan) diperoleh data jumlah jenis tercatat 17 jenis (Lampiran 2). Untuk tingkat pohon didominasi oleh tanaman cemara gunung (Cassuarina junghuhniana) yang mempunyai INP paling tinggi adalah (202.86). Hal ini mengindikasikan bahwa jenis cemara gunung mempunyai peran penting di lingkungan tegalan masyarakat Tengger. Dari analisis di lahan tegalan untuk data tingkat perdu menunjukkan jenis ganyong (Canna edulis) mempunyai INP paling tinggi yaitu (41.21). Jumlah jenis perdu yang tercatat dari hasil analisis tercatat ada 41 jenis dapat dilihat di Lampiran 3. Pada analisis petak tegalan jenis perdu Asteraceae mendominasi, sedang tanaman budidaya ganyong (Canna edulis) digunakan sebagai tanaman bahan makanan mengatasi musim paceklik. Hasil dari analisis jenis herba tercatat 52 jenis (Lampiran 4) dan jenis tanaman yang memiliki INP paling tinggi adalah jenis tanaman aseman (Achyranthes bidentata) dengan INP (43.61). Jenis herba ini merupakan jenis
54
tanaman yang mempunyai peranan penting dan tahan terhadap gangguan lingkungan berupa abu vulkanik.
4.3.2.2.2 Pertanian Komplangan Pertanian komplangan merupakan pola pertanian seperti halnya mengolah lahan pertanian tegalan (Gambar 11a,b), tetapi lahannya berada di wilayah Perum Perhutani. Bentuk kerja sama Perum Perhutani dengan masyarakat penyangga dituangkan dalam bentuk kontrak atau sewa yang dilakukan setiap tahun. Kerjasama tersebut saling menguntungkan dimana masyarakat berkewajiban untuk memelihara tanaman keras milik Perum Perhutani seperti mahoni (Switenia mahagoni), damar (Agathis alba), pinus (Pinus merkusii), poo (Melaleuca leucadendron) atau kayu putih, jabon (Adina cardifolia), keningar (Cinnamomum burmanii), suren (Toona sureni) dan cemara gunung (Cassuarina junghuhniana). Masyarakat diperbolehkan menanam jenis tanaman pangan seperti jenis sayuran (kobis, wortel, bawang prei, lombok), talas (Calocasia esculenta), bentul (Xanthosoma violaceum), pisang (Musa paradisiaca), kopi (Coffea arabica), kapri (Pisum sativum) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) diantara tanaman keras tersebut. Di dalam pengolahan lahan komplangan masyarakat membentuk kelompok tani yang bertanggung jawab atas keberhasilannya. Masyarakat Tengger dalam mengusahakan pertanian komplangan tersebut juga sudah memahami tentang kesesuaian jenis tanaman yang diusahakan yang cocok dengan perkembangan jenis tanaman naungan. Jika tanaman keras sudah besar atau siap disadap, maka tanaman budidaya yang sesuai adalah jenis pisang, rumput gajah, dan talas karena jenis-jenis tanaman ini dapat tumbuh dibawah naungan. Untuk pertanian komplangan di Desa Gubuklakah dibagi dalam kelompok tani. Masyarakat mengusahakan lahan Perhutani yang telah ditanami jenis mahoni (Swietenia mahagoni), jati alas, pinus (Pinus merkusii), kayu putih (Melaleuca leucadendron), masisus, suren (Toona sureni), dan jabon (Anthocephalus candida) dengan berbagai jenis tanaman pangan. Sistem pengusahaannya dilakukan dengan sistem komplangan atau sewa atau kontrak yaitu masyarakat diperbolehkan menanam jenis tanaman budidaya dengan berkewajiban merawat
55
jenis tanaman keras milik Perhutani. Sistem sewa tanah komplangan dibayar setiap tahun kepada pihak Perhutani. Dalam pertanian komplangan di Desa Keduwung masyarakat menyewa dengan harga setiap 1 Ha Rp.600000, namun hal tersebut juga tergantung dari kualitas tanah dan kemiringan lahan. Di Desa Gubuklakah harga sewa lahan komplangan sebesar 20-25 ribu rupiah untuk setiap petaknya atau setara dengan seperempat hektar. Masyarakat desa Gubuklakah dalam menata tanah komplangan dibagi 4 kelompok tani Sumber Sekar, dimana masing-masing ketua kelompok tani bertanggung jawab untuk pelaksanannya. Pihak Perum Perhutani Unit II KPH Malang dalam kerja sama dengan LKDPH Desa Gubuklakah dan KPH Kabupaten Malang tahun 2010, mengembangkan tanaman kopi jenis Coffea arabica dengan luas lahan 10 Ha di wilayah bekas hutan lindung yang mengalami kerusakan. Perkembangan lebih lanjut dengan banyaknya ternak sapi tanah komplangan yang berisi tanaman keras dan sudah mendekati penebangan mulai ditanam rumput astruli.
a
b
Gambar 11 (a) Lokasi kerja sama antara pihak Perhutani di Desa Gubuklakah seluas 10 Ha, tanaman kopi, suren, jabon dan (b) Tanaman industri poo. Kerjasama antara masyarakat Tengger dengan pihak Perhutani adalah penyadapan pohon pinus yang dilakukan dengan sistem bagi hasil. Setiap kilogram latek sadap dihargai Rp 2000. Pemanenan atau penyadapan dilakukan satu minggu sekali dan setiap penyadapan menghasilkan sekitar 40 kg latek, sehingga sekurangnya berpendapatan Rp 80000 per minggu. Peralatan penyadapan pohon pinus meliputi parang untuk melukai batang atau diplentong, batok dari kelapa, seng sebagai saluran (talang) dimana setiap pohon besar yang
56
sehat dapat 4-7 plentong. Seperti halnya dengan TNBTS, Perhutani juga bekerjasama mengelola tempat wisata milik Perhutani sebagai contoh air terjun Coban Pelangi melalui usaha warung wisata. Desa Wonokitri, Keduwung, Argosari, Ngadirejo, Mororejo, Sedaeng, Ngadiwono dan beberapa desa Tengger lain juga melakukan kerjasama dengan pihak Perhutani dalam bentuk komplangan. Hasil analisis jenis pohon pada lahan komplangan tercatat terdapat 9 jenis tanaman (Lampiran 5). Jenis tanaman poo (Melaleuca leucadendron) mempunyai nilai INP paling tinggi yaitu (80.64) selanjutnya diikuti jenis pisang (Musa paradisiaca) INP (64.40), pinus (Pinus merkusii) INP (53.88, mahoni (Switenia mahagoni) INP (27.06), jabon (Adina cardifolia) INP (18.87) dan suren (Toona sureni) INP (20.52). Sedangkan nilai INP paling rendah adalah keningar dengan INP (8.17). Jenis pohon poo, pinus, mahoni, jabon dan suren merupakan jenis tanaman keras yang dikembangkan oleh Perhutani wilayah Malang. Sedangkan untuk wilayah kecamatan Senduro Lumajang jenis yang diusahakan atau dikembangkan adalah kayu damar (Agathis alba), pinus (Pinus merkusii) dan kayu jati (Tectona grandis).
4.3.2.2.3 Pertanian Jalur Hijau Pertanian jalur hijau merupakan lahan pertanian berbatasan Desa penyangga dengan wilayah konservasi TNBTS dimaksudkan untuk membantu masyarakat yang tidak mempunyai lahan. Desa Ngadas Kidul mendapat lahan dari TNBTS luasnya 7.5 Ha meliputi 10 m sepanjang wilayah batas Desa. Masyarakat diperbolehkan mengusahakan lahan tersebut dengan berbagai jenis tanaman tanaman budidaya dan rumput gajah, namun masyarakat memiliki kewajiban merawat
jenis
tanaman
TNBTS
seperti
cemara
gunung
(Cassuarina
junghuhniana) dan klandingan (Albizia lophanta). Akibat dari semakin besarnya tanaman konservasi menyebabkan hasil menurun dan sekarang kerja sama tersebut telah ditutup, namun masyarakat masih mengharapkan ada wilayah penggantinya. Masyarakat dapat menanam sayuran, rumput, namun sekarang tanah tersebut sudah ditutup.
57
4.3.2.2.4
Aktivitas Pertanian
Aktivitas dalam mengolah lahan pertanian terutama tegalan yang berbukit sesuai dengan lingkungan udara dingin merupakan praktek kegiatan perwujudan sistem pengetahuan, akal pikiran masyarakat Tengger dalam menciptakan teknik pemanfaatan, menggali sumberdaya alam dalam membangun kesejahteraan kehidupannya. Peralatan pertanian yang dipergunakan dalam aktivitas pertanian meliputi cangkul, tali, topi (caping), arit, pecok, sepatu bot, kranjang, pikulan, kebo plastik, alat semprot, mesin semprot, obat tanaman dan limbat (wadung). Sistem pertanian tegalan yang dikelola intensif sudah mampu mengatasi, menghidupi, mempertahankan kesejahteraan masyarakat. Praktek adaptasi budidaya pada kondisi lingkungan sebagai lahan pertanian terutama budidaya sayur mayur. Dalam pengolahan tanah pertanian diperlukan penambahan unsur hara yaitu berupa pupuk kompos dari tanaman, pupuk kandang, pupuk buatan serta penggunaan bibit unggul. Pupuk kandang berasal dari sapi, babi, kambing dan untuk kotoran ayam membeli dari luar Tengger setiap pak (grangsi) dengan harga Rp.10000. Pada umumnya pengolahan dilakukan dengan menggunakan peralatan cangkul, pecok, garpu, dan petani selalu menggunakan sepatu bot. Tahapan pengolahan lahan dimulai monjo atau pengolahan tanah dengan cara mencangkul dan tanaman liar ditutup tanah, kecuali beberapa tanaman dibuang seperti, alangalang, aseman dan lobak liar (tanaman pengganggu). Pembibitan biasanya membuat sendiri dari bibit sebelumnya seperti jenis kentang granula dipersiapkan sendiri dan dilakukan di gubuk. Pemupukan yang dilakukan menggunakan beberapa jenis pupuk seperti NPK, ponska, urea, ZA, petroganik, mutiara, obat tanaman seperti tetrakol dan diperoleh dengan membeli dari toko pertanian atau kelompok tani. Pengetahuan lokal tentang pertanian masyarakat Tengger mengadaptasikan pengetahuan teknik lokal dengan jenis yang dapat dimanfaatkan serta mengunakan jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti kentang, kobis, bawang prei, tomat, ercis dan apel. Mereka telah paham tanah subur berwarna kehitaman, sedang yang tandus atau kurang subur berwarna kekuningan. Sebagai indikator tanah subur ditandai jenis tumbuhan seperti menjari, kuningan,
58
jlabrangan, damarwojo, cimplukan, ecek-ecek, aseman, sawian dan berokan (Tabel 3). Sedangkan naungan yang tidak begitu berpengaruh terhadap dampak pertanian adalah cemara, terkadang dilakukan perempesan cabang daun, yang difungsikan memperbanyak sinar matahari atau agar batang dapat lurus. Tahapan pengolahan pertanian tegal menggunakan pedoman penanggalan Tengger, namun sekarang tergantung dari kemauan masyarakat sendiri tentang jenis sayuran apa yang mau ditanam. Peristiwa alam juga dianggap sebagai petanda baik dan buruk, misalnya adanya peristiwa uap belerang, embun upas, longsor, meletusnya gunung, ucapan yang tidak baik, oleh sebab itu setiap pekerjaan pengolahan pertanian didahului dengan ritual yang dimaksudkan agar dijauhkan dari roh jahat dan terhindar dari marabahaya (Gambar 12 a,b dan 13 a,b).
a
b
Gambar 12 Peristiwa alam: (a) Jenis tumbuhan cemara mengalami kerusakan akibat uap belerang dari gunung Bromo dan (b) Longsor lahan pertanian Desa Ngadiwono.
a
b
Gambar 13 (a) Suasana meletusnya gunung Bromo (a) dan (b) Suasana sekolah SDN Desa Putus (Ngadirejo).
59
Keyakinan ritual adat masyarakat Tengger sangat kuat dalam segala hal, termasuk yang berkaitan dengan pengolahan lahan pertanian. Tradisi gotong royong dalam pengolahan lahan tegalan disebut “sayan” yang anggotanya adalah anggota keluarga, kerabat dekat, tetangga dekat, atau tetangga lahan berdekatan. Pembagian kerja dalam mengolah pertanian antara pria dan wanita saling membantu. Untuk mencangkul lebih banyak dikerjakan laki-laki karena memerlukan tenaga yang ekstra, sedang wanita menanam, membersihkan rumput, biasanya anak-anak mereka membantu pekerjaan orang tuanya. Oleh sebab itu mengapa banyak anak-anak tidak sekolah jika musim tanam karena membantu pekerjaan mengolah lahan pertanian. Tidak semua masyarakat Tengger mempunyai lahan pertanian, sebagian menjadi buruh atau menyewa lahan, untuk biaya tenaga buruh tani laki-laki maupun perempuan dalam 1 hari sama yaitu Rp.15000. Pada waktu siang masyarakat Tengger jarang ditemui karena seharian dari pagi sampai siang berada di tegalan, baru sore hari mereka berkumpul sekeluarga di dapur sambil api-api, menghilangkan kepenatan serta menghangatkan badan sambil minum kopi dan makan jajanan. Masyarakat Tengger menghabiskan waktunya untuk kegiatan pertanian, sebagian peternakan, pariwisata, berdagang seperti toko, warung, menyadap latek pinus dan damar di Perhutani dan melakukan kegiatan ritual adat. Masyarakat Tengger menimbun hasil panen, pupuk, menyimpan peralatan pertanian, bibit serta beristirahat selama bekerja di rumah kecil yang disebut Gubuk atau Pondok. Pada waktu pekerjaan padat dalam pengolahan lahan dan penanaman mereka tidak pulang karena letak gubuk dari rumah berjauhan dan harus terus bekerja. Gubuk dilengkapi perapian, tempat tidur, alat memasak, terkadang menjadi satu dengan kandang sapi atau babi. Lantai kandang dibuat dengan lantai tanah, disemen atau dengan alas kayu cemara yang dibuat miring. Letak gubuk biasanya di lereng dengan tanah datar dan disekitarnya ditanami tumbuhan pelindung seperti jambu wer, dadap, cemara gunung, dan lombok terong. Pada umumnya disekitarnya juga ditanami tanaman ritual seperti maribang, senikir, bunga tasbih, tanalayu, tembakau, dan buah-buahan seperti terong Belanda, besaran, pisang dan srikaya. Gubuk bentuknya berupa rumah
60
kampung atau panggang pepe, terbuat dari bahan kayu terutama kayu cemara, bambu, dapat juga dikelilingi tembok dengan pintu. Atap terbuat dari alang-alang, genteng, seng, asbes atau bambu betung dibuat dengan cara disusun disebut klakah, sehingga disebut gubuk klakah. Jarak gubuk dengan rumah dapat mencapai hingga 8 km dan lahan pertaniannya berbukit ditempuh dengan jalan kaki, namun demikian dengan semakin baiknya perekonomian masyarakat menggunakan sepeda motor, kuda untuk memudahkan transportasi. Bagi masyarakat Tengger fungsi gubuk-kandang sangat penting artinya, secara ekonomi memudahkan berjalannya roda pertanian, peternakan dan sekaligus sebagai transaksi jual beli (Gambar 14, 15a,b). Oleh sebab itu setiap keluarga suku Tengger pasti mempunyai gubuk. Fungsi gubuk tersebut merupakan konsep turun temurun bagi masyarakat Tengger mempunyai fungsi kesehatan dan pada umumnya untuk tempat istirahat, diskusi dengan keluarga dan tetangga tentang masalah pertanian. Gubuk-kandang Berfungsi: ‐ Istirahat ‐ Persiapan pengolahan lahan ‐ Kandang ternak ‐ Transaksi ekonomi ‐ Pembelajaran
Rumah
Gambar 14 Pola pertanian Gubuk-kandang di masyarakat Tengger.
a
b
Gambar 15 (a) Gubuk serta kandang dan (b) Ternak sapi jantan di Desa Ngadas Kidul Kecamatan Poncokusumo
61
Tata guna lahan Desa Ngadas Kidul merupakan desa enclave di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru meliputi 2 dusun yaitu Dusun Ngadas dan Jarak Ijo. Perkampungan dengan luas 5092 Ha dilengkapi perumahan, lahan tegalan, Danyangan, Sanggar Pamujan, Makam, Wihara, Pure, Masjid dan gubuk-kandang (Gambar 16).
Tegal
Hutan primer
g
g
Perumahan
f
c
a
d
Perumahan e b
Gambar 16 Tata guna lahan tradisional masyarakat Tengger Desa Ngadas Kidul Kecamatan Poncokusumo: (a) Pedanyangan, (b) Wihara Paramita, (c) Pure, (d) Masjid, (e) Sanggar Pamujan, (f) Makam dan (g) Gubuk-kandang.
62
Tabel 3 Jenis-jenis tumbuhan sebagai indikator kesuburan tanah dan jenis merusak tanaman budidaya di lingkungan No. 1
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Adas
Suku
Keterangan
Apiaceae
Kesuburan
Poaceae
Mengganggu
Brassicaceae Asteraceae Amaranthaceae Asteraceae Asteraceae
Mengganggu/ pupuk Kesuburan Menganggu/ meliar Subur Subur
Solanaceae Solanaceae Solanaceae Solanaceae
Subur Subur Subur Kesuburan
Loganiaceae Fabaceae
Subur Subur
Asteraceae Poaceae Asteraceae
Merusak Kritis, pupuk Subur Subur, pupuk
Asteraceae
Subur, pupuk
Brassicaceae
19
Foeniculum vulgare Mill. Alang-alang Imperarata cylindrica Beauv. Aseman/sureng Achyranthes bidentata Bl. Banyon/amprong/ Emilia sonchifolia Bayam duri Amaranthus spinosus L. Sengketan Achiranthes aspera Berokan/ Sinedrella nodiflora Gaertn Cemplukan Nicandra physalodes Cimplukan Physalis minima L. Cimplukan Physalis angulata L. Cubung Brugmansia soaveolens B.& Pr. Damarwojo Spigula arvensis L. Ecek-ecek/ Crotalaria striata D.C. Orok-orok Embun Upas Ganjan Eupatorium sp Jlabrangan Digitaria argyrostachya Kembang Tithonia diversifolia srengenge/paitan Gray. Kuningan/ Widelia montana jaringan Lobak alas/liar Raphanus sativus L.
20
Lulangan
Eleusine indica Gaertn. .
Poaceae
Mengganggu, pupuk Mengganggu
21
Menjari
Asteraceae
Subur
22
Mladehan
Sonchus javanicus Jungh. Scurulla Montana
Loranthaceae
23
Leersia hexandra
Poaceae
24 25
Pariontuk/ pari apo Rumput Grinting Sawian
Mengganggu pohon cemara Subur
Cynodon dactylon L. Nosturtium sp
Poaceae Brassicaceae
26 27 28
Tali putri Tehan Teki
Lauraceae Asteraceae Cyperaceae
29 30
Trabasan Tubar
Cassytha filiformis L. Eupatorium riparium Cyperus monocephalus L. Atemisia vulgaris L. Grangea maderaspatana
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Asteraceae Asteraceae
Mengganggu Subur, pupuk, tanaman meliar Merusak Subur, pupuk Subur, mengganggu Subur, pupuk Subur, pupuk
63
4.3.2.3 Kawasan Sakral atau Keramat Tempat keramat atau sakral merupakan lahan yang tidak boleh diganggu dan dibuka sebagai lahan pertanian, lahan komersial, atau pemukiman. Bentuk tempat keramat di wilayah Tengger meliputi lahan makam, Pedanyangan, Sanggar Pamujan, gunung Bromo dan Hutan Larangan. Tempat tersebut biasanya ditandai adanya jenis-jenis pohon besar yang berumur ratusan tahun sebagai tanda dimulainya adat budaya Tengger. Pada Sanggar Agung, Danyangan, Makam biasanya juga ditanami berbagai jenis tanaman hias yang sering dimanfaatkan sebagai tempat berteduh jenis hewan terutama burung. Tempat-tempat yang membahayakan atau rawan kecelakaan biasanya dibangun Padmasari agar tempat tersebut dijauhkan dari marabahaya atau roh jahat (Gambar 17). Kawasan keramat yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan pohon besar dan tempat kehidupan satwa merupakan implementasi dari konservasi alami masa kini. Menurut Martin (1998) konservasi bukanlah dimanfaatkan hanya untuk pelestarian jenis endemik maupun bukan endemik, namun juga berkaitan dengan banyak aspek seperti hidrologi, flora-fauna dan ekosistem yang diperuntukkan pembangunan berkelanjutan (sustainable).
Gambar 17 Padmasari di tepi jalan Desa Ngadirejo Kabupaten Pasuruan. Lahan sakral seperti makam, pedanyangan, sanggar agung digunakan untuk kegiatan ritual adat seperti Jumat Legi, Karo dan pelaksanaan ritual adat lainnya. Letak makam menurut adat Tengger dipisahkan dengan perumahan, agar orang meninggal lebih tenang dari kesibukan warga, karena Makam merupakan tempat suci dan menjadi tempat ritual.
64
4.3.2.3.1
Danyangan
Danyangan atau Punden artinya jangan meninggalkan sobo atau adat, kawasan Danyangan ada yang baurekso atau ada yang menjaga dan menguasainya dan merupakan pemangku alam. Menurut Suyitno (2001) Danyang bagi masyarakat Tengger adalah tempat roh penjaga desa, puser desa (pusat desa), tempat pembakaran Petra, yang di sekitarnya ditumbuhi banyak pohon tumbuh subur dan rindang. Pedanyangan adalah tempat berkumpulnya roh leluhur dimana kawasan ini sebagai tempat meletakkan sesaji, berdoa untuk mencari berkah agar warga desa aman dan selamat jiwa raga atau dipergunakan mempersiapkan hajat, berdoa agar keinginannya terkabul. Danyang juga dapat diartikan tempat keramat merupakan titisan yang tidak bisa ditinggalkan kedanyangannya dan merupakan tempat sesaji (tetamping) di wilayah tersebut. Pedanyangan biasanya terdapat beberapa bagian antara lain tempat pemujaan dan pohon yang dikeramatkan sebagai tanda dimulainya kegiatan kehidupan adat leluhur. Hasil inventarisasi keanekaragaman jenis di area Pedanyangan terdapat 8 jenis pohon tumbuhan yang menyusunnya antara lain cemara gunung (Cassuariana junghuhniana), danglu (Engelhardia spicata), beringin (Ficus benyamina), ringin (Ficus sp), pampung (Unanthe javanica), kayu kebek (Ficus grassulasilasinoides), aren (Arenga pinnata) dan kayu bendo (Artocarpus elasticus). Di Desa Wonotoro Danyangan biasanya dibatasi atau dipagari dengan jenis tanaman bambu loring (Bambusa multiplex), paitan (Tithonia diversifolia), triwulan (Eupatorium rotundifolium), lombok udel (Solanum capicastrum) dan trabasan (Artemisia vulgaris). Danyang ada kaitannya dengan dukun Pandhita, Wong Sepuh dan Legen serta masyarakat karena kawasan Pedanyangan ini merupakan tempat pelaksanaan ritual adat. Danyang merupakan tradisi leluhur atau titisan tradisi leluhur, tempat memuja dan memohon keselamatan bagi masyarakat Tengger.
4.3.2.3.2
Sanggar Pamujan
Sanggar Pamujan atau Sanggar Agung merupakan tempat keramat atau gawat, atau tempat yang tidak boleh diganggu. Sanggar Pamujan atau Sanggar Agung adalah lingkungan sakral, tempat upacara Unan-unan yang dilakukan
65
sekali dalam lima tahun dan ritual ini berfungsi sebagai tempat penghormatan terhadap roh atau atma leluhur (Gambar 18a). Upacara Unan-unan diikuti dengan penyembelihan hewan korban yaitu kerbau (Bos bubalus) dimana kepala kerbau dan kulitnya diletakkan di atas ancak besar terbuat dari bambu dan diarak menuju ke Sanggar Pamujan. Sanggar Pamujan terdiri dari tempat untuk sesaji dan di kawasan tersebut ditumbuhi 15 jenis pohon diantaranya jenis cemara (Cassuarina junghuhniana), danglu (Engelhardia spicata), ringin (Ficus benyamina), pampung (Unanthe javanica), aren (Arenga pinnata), kemuning (Muraya paniculata), Kayu kebek (Ficus sp), bendo (Artocarpus elasticus), dan ilat-ilat (Ficus callosa) yang berumur ratusan tahun (Lampiran 6). Tempat keramat ini merupakan tempat sakral bagi masyarakat Tengger dan apabila dipandang secara ilmiah tempat ini sangat diperlukan dalam kaitannya dengan konservasi baik jenis tumbuhan maupun jenis fauna seperti berbagai jenis burung memanfaatkan kawasan ini. Perlindungan suatu tempat atau kawasan dengan cara mensakralkan atau mengkeramatkan mempunyai keberhasilan dalam menjaga lingkungan. Hasil inventarisasi salah satu tempat sakral Sanggar Agung yang terdapat di desa Poncokusumo, Kabupaten Malang seluas 450 m persegi tercatat 11 jenis pohon dan jenis beringin jenis aren paling banyak ditemukan di kawasan tersebut . Hasil inventarisasi jenis perdu tercatat 3 jenis perdu (Lampiran 7) dan jenis kecubung paling banyak tumbuh di kawasan tersebut. Sedangkan Sanggar Agung di Desa Ngadas Wetan jenis pohon yang tumbuh di kawasan tersebut 100% berupa pohon cemara (Gambar 18b).
4.3.2.3.3
Tanah Kuburan
Menurut masyarakat Tengger lahan kuburan ditempatkan agak berjauhan dari pemukiman agar tidak mengganggu karena merupakan tempat sakral. Tanah kuburan atau makam adalah tempat peristirahatan terakhir orang yang meninggal dan arsiteknya bervariasi tergantung masing-masing desa di kawasan Tengger. Namun pada umumnya diberi tanda dengan kijing atau batu nisan atau dengan tanda tertentu. Secara adat masyarakat Tengger memakamkan menghadap selatan, timur atau ke arah gunung Bromo. Tempat makam di Desa Wonokitri dalam satu
66
keluarga di tempatkan pada satu tempat di susun berjajar (sak ratu balane) (Gambar 19b). Berbeda dengan Desa Sedaeng tempat makam dibuatkan cungkup (rumah). Tempat makam Desa Mororejo, Desa Ngadas Kidul dengan maesan atau kijing dan dalam lingkungan terbuka. Tempat makam merupakan tempat sakral atau keramat dan dilindungi adat yang sangat penting, karena pada setiap kegiatan ritual adat tempat tersebut digunakan untuk sesaji. Tempat makam berkaitan dengan atma leluhur, dipergunakan pada setiap ritual adat seperti Karo, Entasentas, Jumat Legi acara perkawinan (walagara) serta ritual adat lainnya. Beberapa jenis pohon yang tercatat di area makam meliputi cemara gunung (Cassuarina junghuhniana), danglu (Engelhardia spicata) dan pampung (Unanthe javanica). Disini masyarakat Tengger menunjukkan begitu dekat kehidupan di dunia dan alam kelanggengan dimana mereka sangat menghormati terhadap arwah leluhur mereka.
a
b
Gambar 18 Tempat sakral: (a) Lahan Makam di Desa Wonokitri dan. (b) Sanggar Agung di Desa Ngadas Wetan 4.3.2.3.4
Hutan Larangan
Hutan larangan (sacred forest) adalah kawasan hutan yang secara hukum adat dilindungi sejak nenek moyang mereka. Hutan ini merupakan tempat angker atau keramat dan perlu dilindungi, karena dihuni roh jahat. Menurut Purwanto (2004) kawasan hutan yang dikeramatkan dikarenakan alasan historis suatu kejadian masa lalu (mitos). Hutan larangan masih menyimpan keanekaragaman hewan dan tumbuhan yang tinggi sebagai contoh ular, ayam alas, bido, kancil, budeng serta bermacam-macam jenis mamalia, burung dan organisme lain. Nilai hutan larangan dari aspek konservasi merupakan kawasan konservasi yang secara
67
ilmiah
dapat
dipertanggung-jawabkan nilai konservasinya. Namun bagi
masyarakat Tengger, mereka mempunyai kepentingan yang berbeda dengan menetapkan sebagai hutan larangan, karena kawasan ini memiliki nilai religi. Nilai religi masyarakat lokal terhadap suatu kawasan dapat dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan dalam mempertahankan kawasan hutan konservasi. Hutan keramat di sekitar Desa Mororejo dan Desa Kalitejo langsung berbatasan dengan Pedanyangan, merupakan hutan lindung milik Perhutani yang secara turun temurun dipercaya sebagai hutan larangan. Meskipun penetapan hutan ;larangan tersebut tidak didasarkan pada kaidah ekologi, namun kawasan hutan larangan tersebut memiliki nilai konservasi tinggi diantaranya adalah merupakan sumber air, kaya keanekaragaman flora dan fauna sehingga perlu dilestarikan. Kekawatiran yang muncul adalah adanya tekanan dan perubahan pola fikir sehingga menganggap kawasan tersebut tidak sakral lagi, sehingga tidak ada lagi respek terhadap kawasan tersebut. Akibatnya adalah kawasan tersebut dianggap kurang bermanfaat sehingga ada kemungkinan untuk dikonversi.
4.3.2.4 Kawasan Hutan TNBTS Kawasan hutan rimba hanya ditemukan di Kawasan Taman Nasional Bromo Semeru. Kawasan TNBTS ini memiliki berbagai tipe ekosistem seperti kawasan pegunungan dan gunung berapi, savana, lautan pasir (kaldera), hutan primer, danau atau ranu dan sungai. Kawasan hutan alami ini memiliki arti penting bagi masyarakat Tengger sebagai penyedia oksigen, menjaga lingkungan yang sejuk dan dingin. Hutan konservasi TNBTS dan hutan lindung merupakan kawasan sumber hasil hutan yang diperlukan masyarakat meliputi jamur grigit (Schizophyllum aineum) yang tumbuh di hutan pada pohon klandingan (Albizia lophanta) dan jamur pasang (Pleuratus sp) yang hanya terdapat pada pohon pasang (Quercus lincata). Jenis jamur grigit ini memiliki nilai ekonomi yaitu setiap 1 panci memiliki harga berkisar antara Rp.5000-10000. Sedangkan jamur pasang (Pleuratus sp) memiliki harga lebih mahal dengan nilai dapat mencapai 2 kali lipat dengan harga jamur grigit.
68
Jenis tumbuhan di kawasan ini berupa tegakan hutan pohon tinggi sehingga membentuk lapisan tajuk, tumbuhan epifit liana, terna dan semak. Suku pepohonan yang paling dominan meliputi suku Moraceae, Anacardiaceae, Lauraceae,
Fagaceae,
Sterculiaceae,
Anacardiaceae,
Rubiaceae
dan
Eupborbiaceae. Selain beranekaragam dalam jenis pohon juga terdapat jenis tumbuhan
epifit
yang
merupakan
anggota
dari
suku
Polypodiaceae,
Hymenophyllaceae, Lycopodiaceae, Marattiaceae, Orchidaceae, Marchantiacae, Bryophyta. Pada vegetasi Zona Montane jenisnya mulai berkurang meliputi jenis cemara gunung, paku pohon, mentigi, kemlandingan gunung, akasia, edelweiss dan senduro (DKDJPH & PATNBTS 1995). Kawasan hutan (alas) meliputi Lautan Pasir, Padang rumput Jomplangan, danau, sungai dan hutan. Lautan Pasir dan Padang rumput meliputi 15 jenis terutama ditumbuhi alang-alang, pusek, peketek, pinjalan, adas dan paku-pakuan. Hutan TNBTS tercatat 476 jenis tumbuhan meliputi tumbuhan berkayu, liana dan tumbuhan bawah 395 jenis dan angrek 81 jenis (DKDJPH & PATNBTS 1995).
4.3.2.5 Kawasan Wisata TNBTS dan Perhutani Pengembangan pariwisata dan wisata alam di Tengger mempunyai potensi strategis di wilayah Bromo Tengger Semeru karena didukung oleh adanya masyarakat tradisional dengan budaya yang unik dan keadaan alam yang menarik. Keindahan alam berupa sungai, laut pasir, bukit teletabis, padang rumput, air terjun, danau, pegunungan dan gunung aktif dengan udara bersih dan dingin merupakan modal Taman Nasional dan Perum Perhutani. Di Desa Ngadisari telah dilakukan kerjasama dengan pihak TNBTS dengan pengembangan wisata alam, gunung Bromo, gunung Pananjakan, wisata kuda, hotel, homestay, warung, toko di Zona Pemanfaatan Intensif. Demikian pula Desa Wonokitri yang berbatasan TNBTS memanfaatan jasa wisata gunung Penanjakan (sun rise), Lautan Pasir dan gunung Bromo. Desa yang mempunyai ketinggian 2100 m dpl adalah Desa Ranupani yang merupakan shelter untuk pendakian ke gunung Semeru. Desa tersebut merupakan wilayah Zona Pemanfaatan Tradisional. Danau Ranupani (Gambar 19a) dan Ranu Gumbolo berdekatan dengan Desa Ranupani merupakan aset wisata alam milik TNBTS.
69
Sumber Air Sumber air masyarakat Tengger berasal dari sumber air alami milik Desa, berasal dari kawasan TNBTS dan Perhutani. Oleh sebab itu perlu dikembangkan kerjasama dan usaha pelestariannya. Sumber air tersebut berupa sungai, mata air, danau, air terjun dan sangat diperlukan bukan hanya masyarakat Tengger, namun juga oleh masyarakat dibawahnya. Adanya sumber mata air bagi masyarakat Tengger merupakan sumber kehidupan. Oleh karenanya permulaan kegiatan ritual seperti Kasada, Karo dilakukan di kawasan keramat yang berdekatan dengan sumber mata air. Untuk melestarikan sumber air mereka mensakralkan tempat tersebut dalam bentuk Danyang Banyu. Zaman dahulu air diambil dari sumber mata air dengan mempergunakan bambu disebut sudang, sekarang dengan menggunakan jirigen atau dengan membuat bak penampungan umum dan disalurkan mempergunakan pralon atau bambu ke seluruh warga masyarakat. Air merupakan kebutuhan manusia yang esensial untuk berbagai keperluan seperti mencuci, mandi, minum, memasak, dan pertanian. Masyarakat Desa Ranupani letaknya berdekatan dengan danau Ranupani yang terdapat di kawasan TNBTS. Masyarakat desa tersebut bila kesulitan air dapat memamnfafatkan air danau tersebut sebagai sumber air terutama pada musim kemarau (Gambar 19 a). Sumber air juga digunakan dalam kegiatan pertanian yaitu untuk irigasi lahan pertanian dan kegiatan perikanan dan peternakan. Masyarakat Desa Ranupani dan Desa Ngadas Kidul mengambil air minum dari sumber air Ayeg-ayeg sekitar 6.7 km dari Desa Ngadas. Desa Gubuklakah menggunakan sumber air greja milik Perhutani, namun sekarang mengambil air dari sungai Amprong yang dialirkan melalui pipa paralon. Di Desa Wonokitri tata cara pembayaran PDAM dilakukan setiap bulan dan setiap keluarga dikenakan biaya PDAM Rp.5000/bulan. Sumber air di Desa Wonokitri meliputi sumber air Tangar, Muntur, Galingsali dan Ngerang (Dusun Sanggar).
70
a
b
Gambar 19 Sarana Desa: (a) Danau Ranupai (TNBTS) mengalami pendangkalan dan (b) Lahan tegalan subur dengan latar belakang gunung Semeru. Lingkungan sumber air merupakan sumber kehidupan sehingga perlu dilestarikan. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan itu antara lain jenis rumput-rumputan (Gramineae), kecubung (Brugmansia suaveolens), cemara gunung (Cassuarina junghuhniana) dan kelompok Asteraceae. Kebutuhan air minum Desa Gubuklakah menggunakan sumber Greja milik Perhutani, dan aliran air Coban Pelangi merupakan aliran sungai Amprong juga berasal dari TNBTS dan Perhutani. Kerja sama dengan TNBTS berupa air terjun raksasa Tirtowening, pengembangan wisata sumur tiban, masih dalam tahap pemikiran dan belum ada realisasi dalam pengembangan desa wisata.
4.4 Pembahasan Masyarakat suku Tengger mendiami wilayah pegunungan Tengger Semeru di empat Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang sejak zaman kerajaan Majapahit bahkan diperkirakan sebelumnya. Mereka merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri dalam tatanan kehidupannya. Kehidupan yang masih tradisional telah mereka pertahankan dengan berbagai keterbatasan menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Mereka membuka diri dan sangat memerlukan peningkatan kehidupan yang lebih baik. Lingkungan pegunungan yang dingin dan berbukit terjal serta berdekatan dengan gunung vulkanik menggambarkan mereka harus berupaya sekuat tenaga
71
mempertahankan serta mengadaptasikan diri terhadap kondisi tersebut. Untuk mengatasi keadaan dingin tersebut masyarakat membuat tumang (tempat api-api) sebagai sarana penghangat badan. Hasil teknologi lokal terasiring di lahan berbukit dengan jenis tumbuhan cemara dan astruli dalam mengatasi longsor. Seperangkat pranata adat dan kepercayaan telah mereka sepakati dalam mengatasi hal yang tidak diinginkan yaitu melakukan acara ritual adat, juga sebagai pengikat kelompok suku agar harmoni dalam kehidupannya. Mengungkap praktek kehidupan masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur berkaitan dengan lingkungan, menyangkut konsepsi, persepsi, pengetahuan lingkungan, sistem pengelolaan, pemanfaatan dan dampak pengaruhnya sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam. Pembagian atau kategorisasi terhadap tempat atau tata ruang berkaitan dengan fungsi apakah berbentuk lahan pemukiman pekarangan, tegalan, kebun, tempat sakral, sumber air, hutan, danau, gunung, bukit dan lembah atau dasar telah mereka pahami dengan baik. Pembagian kawasan telah ditetapkan melalui Lembaga Adat yang telah diturunkan dari nenek moyangnya. Tempat sakral sangat dihormati dan ritual adat budaya mereka taati secara turun temurun sehingga lestari hingga kini. Pelanggaran kesepakatan sesepuh merupakan pelanggaran adat dan dapat dijatuhi hukum adat. Pada setiap pelaksanaan pengolahan, penggunaan, pemanfaatan lahan selalu berhubungan dengan kegiatan ritual dan telah disepakati dan dilakukan dengan senang hati, iklas semua warga Tengger. Mereka juga telah paham terhadap fungsi hutan konservasi, hutan lindung maupun hutan produksi, terutama terhadap manfaat air (hidrologi), pentingnya udara (O2) bagi kehidupan manusia, namun belum ada penelitan berapa nilai ekonomi yang terkandung dalam ekosistem Tengger. Sejarah pemukiman serta perkembangan peladangan budidaya sayuran (tegalan), konservasi (Pedanyangan, Sanggar pamujan, Pure Poten dan gunung Bromo, lahan makam) dan terasiring merupakan hasil pengetahuan lokal serta kearifan lokal mereka. Pengolahan lahan yang berbukit terjal serta kesakralan gunung Bromo merupakan lambang ucapan terimakasih terhadap keagungan Sang Hyang Widhi. Proses antropisasi terhadap lingkungan alami yang dilakukan masyarakat
Tengger
untuk
digunakan
sebagai
lahan
pertanian
telah
72
mempengaruhi keanekaragaman jenis di lingkungannya. Secara umum klasifikasi kawasan didasarkan pada kegunaan dan fungsi pada masyarakat Tengger. Setiap bentuk satuan lingkungan dicirikan oleh karakterisasi ekologi tidak saja kondisi habitatnya (topografi, jenis tanah dan strukturnya), fenomena geologi, jenis tumbuhan dan hal ini berkaitan dengan masyarakatnya. Satuan lingkungan desa sudah tersusun dengan baik, karena wilayah desa yang berbukit-bukit disusun dalam bentuk teras serta selokan kecil untuk jalannya air. Jalan pada umumnya satu arah dimana rumah berada dikanan kiri jalan dengan gapura dan nama Desa, disetiap gang (banjaran) di Desa Wonokitri hal ini sangat menguntungkan sehingga pencuri mudah tertangkap. Pada perumahan penduduk yang beragama Hindu setiap rumah dilengkapi Padmasari di bagian depan teras dan terdapat ruang tamu, ruang tidur, jambangan serta pawon dengan tumang atau perapian. Desa selalu dilengkapi Punden atau Danyang, Sanggar Pamujan dan Pure. Sanggar menurut mereka sebaiknya berdekatan dengan lingkungan rumah, sedangkan tempat makam sebaiknya agak jauh dari pemukiman. Rumah ibadah Wihara Paramita yang beragama Budha, Masjid atau Langgar yang beragama Islam dan Gereja yang beragama Nasrani. Tempat pendidikan sudah terdapat SDN, SMPN, SMK (Ngadisari), bidang kesehatan terdiri Puskesmas dan Puskesdes. Sistem kategorisasi lahan menurut masyarakat Tengger sebagai berikut (Tabel 4). Aktivitas pertanian: pengetahuan dalam mengolah lahan pertanian (indigenous agricultural knowledge) terutama tegalan yang berbukit sesuai dengan lingkungan dan udara dingin merupakan praktek kegiatan perwujudan sistem pengetahuan, akal pikiran masyarakat Tengger dalam menciptakan teknik pemanfaatan,
menggali
sumberdaya
dalam
membangun
kesejahteraan
kehidupannya. Sistem pertanian dengan pendekatan budaya mereka seperti model terasiring maupun teras bangku di lahan tegalan mampu mengatasi, menghidupi, mempertahankan kesehjahteraan masyarakat, hal ini merupakan hasil praktek adaptasi kondisi lingkungan sebagai lahan terutama pertanian sayur mayur.
73
Tabel 4 Sistem kategorisasi lahan pada masyarakat Tengger No 1 2
Kategorisasi Lahan/Hutan Kawasan pemukiman Kawasan Pertanian a. Tegalan
Kepemilikan
Fungsi Lahan
Komunal/pribadi
Pemukiman/perumahan, masarakat desa
Pribadi dan keluarga
b. Kebun
3
4
5
c. Pekarangan Kawasan Agroforestri a. Jalur hijau b. Tempat wisata
TNBTS TNBTS
c. Komplangan
Perhutani
Kawasan Sakral a. Pedanyangan b. Danyang banyu c. Sanggar Agung d. Lahan makam e. Hutan larangan f. Gunung Bromo
Komunal Komunal Komunal komunal Perhutani TNBTS
Kawasan konservasi alami (gunung Bromo, lautan pasir, ranu, hutan alami)
TNBTS (hutan konservasi alami (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru)/Perhutani
a. Kawasan pertanian budidaya sayuran b. Kawasan perkebunan apel, kopi c. Tanaman hias, ritual
a. TNBTS (sudah tutup) b. TNBTS, (Perhutani) atau wisata c. Perhutani, budidaya sayur mayur, pisang, rumput astruli, tanaman keras : mahoni, kopi, kayu putih, damar. a, b, c. (Kawasan sakral, acara adat, hidrologi) d. Lahan tempat penguburan e. Lahan hutan lindung (Perhutani), f. Ritual adat Kasada.
f. Hutan konservasi gunung Bromo, Semeru, ranu, air terjun, sungai, lautan pasir TNBTS/Perhutani
Jenis jagung dari hasil silangan merupakan hasil teknologi lokal mereka yang pada masa lalu telah dapat mempertahankan kehidupannya. Pada masa lalu jenis jagung merupakan jenis tanaman budidaya utama karena jenis ini merupakan makanan utama masyarakat Tengger pada masa lalu. Namun demikian dampak kepraktisan dan jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi mengubah pandangan mereka. Mereka mulai meniggalkan budidaya jagung sebagai tanaman utama dan digantikan dengan jenis-jenis yang dianggap memiliki nilai ekonomi tinggi, misalnya jenis tanaman sayuran dan jenis tanaman perkebunan.
74
Kondisi topografi kawasan masyarakat Tengger yang berbukit-bukit, memerlukan strategi untuk menghindari terjadinya tanah longsor. Untuk mengatasi terjadinya tanah longsor masyarakat lokal mengembangkan penanaman jenis cemara gunung di bagian tepi lahan tegalan. Selain sebagai jenis tanaman penghambat longsor jenis ini juga bermanfaat sebagai pembatas kebun, kayu bakar dan kayu bahan bangunan. Menurut masyarakat Tengger penggunaan jenis tanaman cemara mempunyai keuntungan ganda antara lain selain dapat melindungi kawasan dan sebagai tanaman pembatas, juga jenis tanaman ini tidak banyak pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman budidaya, karena akarnya berkembang mengarah kebawah sehingga bukan merupakan kompetitor penyerapan unsur hara dengan jenis tanaman budidaya. Jenis tanaman berupa pohon cemara gunung (Casuarina junghuhniana) merupakan jenis tanaman dominan di lahan tegalan dengan INP (202.96), sedangkan jenis perdu tanaman yang dominan jenis ganyong (Canna edulis) INP (41.21), sedangkan jenis herba yang dominan adalah aseman (Achyranthes bidentata) dengan nilai INP (42.61). Tanaman rumput astruli banyak ditanam di tengah tegalan utamanya pada tanggul untuk mengatasi longsor atau pakan ternak, tetapi tananam cemara jarang di tengah tegalan karena mengurangi produksi sayuran. Akibat dari sistem pertanian berwawasan ekonomi menyebabkan bibit unggul hasil teknologi masa lalu mulai langka seperti jagung lokal Tengger makin tersisih dan dapat menjadikan erosi genetika, jika tidak ada pelestariannya. Dampak dari aktivitas pertanian tanpa berpijak pada lingkungan seperti terjadi di Ranupani menyebabkan danau Ranupani mengalami pendangkalan, ini sangat memprihatinkan, sehingga perlu reboisasi disekitarnya. Sistem lahan pertanian dilengkapi gubuk sangat menguntungkan berdampak positif bagi kelangsungan kehidupan di Tengger. Gubuk sebagai persiapan pengolahan lahan, tempat penimbunan pupuk, bibit, menyimpan hasil panen, sekaligus transaksi ekonomi merupakan strategi adaptasi mereka. Gubukkandang sebagai tempat ternak, dilengkapi perapian, tempat tidur diperuntukan istirahat, sewaktu pekerjaan padat. Pada lingkungan kawasan sakral seperti Danyangan atau punden (pemangku alam), Danyang banyu, Sanggar Pamujan, makam, hutan larangan
75
merupakan tempat keramat dan tidak boleh diganggu. Pedanyangan adalah tempat berkumpulnya roh leluhur dimana masyarakat Tengger meletakkan sesaji, berdoa untuk mencari berkah agar warga desa aman dan selamat jiwa raga atau mempersiapkan hajat, berdoa agar keinginannya terkabul. Danyang banyu mempunyai fungsi sebagai /Pedanyangan dan disekitarnya terdapat mata air yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Tengger. Danyangan dilengkapi tempat pemujaan, pohon yang dikeramatkan sebagai tanda mulainya kegiatan adat leluhur. Jenis tumbuhan pohonnya terutama cemara gunung , danglu, beringin, pampung, kayu kebek, pinus, aren. Danyang ada kaitan dengan dukun Pandhita, Wong Sepuh dan Legen serta masyarakat karena tempat pelaksanaan ritual adat. Danyang merupakan tradisi leluhur atau titisan tradisi leluhur, tempat untuk memuja dan memohon keselamatan bagi umat di wilayah tersebut, contoh pujan, barikan, hari Kasada dan Entas-entas. Sanggar Pamujan adalah tempat upacara Unan-unan yang dilakukan selama lima tahun sekali berfungsi sebagai tempat penghormatan terhadap roh atau atma
leluhur. Sanggar Pamujan terdiri dari
tempat untuk sesaji, jenis tanaman komposisi sama dengan di Danyangan meliputi cemara, danglu, ringin, pampung berumur ratusan tahun. Tempat ini merupakan tempat keramat bagi masyarakat Tengger, dan dipandang secara ilmiah tempat ini sangat diperlukan dalam kaitannya dengan konservasi binatang terutama burung. Makam adalah tempat peristirahatan terakhir orang yang meninggal, sedang arsiteknya berbeda-beda tergantung masing-masing desa Tengger. Namun pada umumnya makam diberi tanda dengan kijing, atau dengan tanda tertentu. Menurut adat mayat masyarakat Tengger dikubur menghadap Selatan atau Timur atau ke arah gunung Bromo atau Semeru, dipeti dan dipocong, hal ini menunjukkan begitu dekat dan penghargaan masyarakat Tengger dengan leluhur mereka. Menurut masyarakat Tengger hutan Larangan (sacred forest) adalah kawasan hutan, yang merupakan tempat angker atau keramat dan perlu dilindungi, karena dihuni roh jahat. Tempat yang gawat di lingkungan pada umumnya diberi tanda dengan Padmasari agar tidak diganggu roh jahat. Menurut hukum adat keyakinan tersebut telah diikuti secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Secara ilmiah nilai religi seperti tempat Danyangan, Sanggar Pamujan, hutan larangan adalah alasan sangat tepat untuk melakukan konservasi alam, namun
76
bagi masyarakat Tengger mempunyai kepentingan yang berbeda. Pedanyangan, Sanggar Pamujan dapat menjaga kestabilan tumbuhan, hewan mamalia, tempat bertenggernya bermacam-macam burung dalam mewujudkan konservasi. Hutan larangan Pedanyangan dan Sanggar Pamujan masih menyimpan keanekaragaman jenis hewan dan tumbuhan yang tinggi. Keberadaan keanekaragaman jenis tumbuhan liar sangat penting berkaitan dengan organisme lain. Hilangnya keanekaragaman jenis di lingkungan menyebabkan hilangnya jenis liar yang mengandalkan keberadaannya. Menurut Purwanto (2004) kawasan yang dikeramatkan dapat sebagai simbol identitas budaya, kepercayaan tertentu (historis dan mitos), elemen penting pertautan alam dengan kultur dan memiliki nilai keanekaragaman yang relatif tinggi. Kawasan keramat atau sakral sebagai kawasan konservasi budaya dan sumber daya hayati mengalami tekanan terhadap keberadaannya. Hal tersebut diakibatkan perubahan persepsi dan konsepsi terhadap pengetahuan lokal yang telah lama diyakininya. Hal yang mendorong adanya tekanan terhadap kawasan sakral adalah pertanian tradisional, jumlah penduduk serta pendidikan dan teknologi. Pertanian komplangan merupakan pola pertanian seperti halnya mengolah lahan pertanian tegalan, hanya bedanya mengolah pertanian di wilayah Perhutani (kerja sama perhutani). Bentuk kerja samanya adalah masyarakat menanam tanaman pertanian, tetapi masyarakat berkewajiban untuk memelihara tanaman perhutani seperti mahoni, damar, pinus, kayu putih, jabon, keningar, suren dan cemara gunung. Jenis yang dominan di lahan komplangan adalah kayu poo (Melaleuca leucadendron) INP (80.64), hal ini menunjukkan Perhutani berdekatan dengan Desa Gubuklakah banyak menanam kayu poo, disusul pisang INP (64.40) dan pinus INP (53.88). Di dalam pengolahan tanaman komplangan, masyarakat
membentuk
kelompok
tani
yang
bertanggung
jawab
atas
keberhasilannya. Pertanian jalur hijau merupakan lahan pertanian berbatasan dengan wilayah konservasi TNBTS dimaksudkan untuk membantu masyarakat yang tidak mempunyai lahan, luasnya 10 m sepanjang wilayah Desa Ngadas Kidul sekitar 7 Ha. Penanaman dapat berupa tanaman budidaya, rumput gajah, namun masyarakat juga berkewajiban merawat tanaman TNBTS seperti cemara gunung. Akibat dari semakin besarnya tanaman konservasi menyebabkan tanaman
77
pertanian kurang produktif dan sekarang lahan tersebut telah ditutup. Sebenarnya masyarakat menginginkan lahan jalur hijau dapat digantikan di lokasi lain. Namun demikan diperlukan kesadaran betapa pentingnya keberadaan TNBTS dalam pengertian lebih luas seperti potensi wisata, kebutuhan hidrologi, oksigen, serasah dan pelestarian keanekaragaman hayati.
4.5 Simpulan Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya yang dilakukan oleh masyarakat Tengger telah menunjukkan pola dan strategi adaptasi lokal masyarakat tersebut. Masyarakat Tengger memiliki pengetahuan yang baik dalam mengelola dan memanfaatkan kawasan, sumber daya hayati dan lingkungannya di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat Tengger mampu mengembangkan sistem pertanian yang mampu memenuhi kebutuhannya baik untuk kepentingan subsisten maupun kebutuhan ekonomi rumah tangganya. Pengusahaan jenis sayuran dalam kontek tegalan merupakan strategi adaptasi masyarakat Tengger untuk mendapatkan komoditi usahatai yang paling menguntungkan di kawasan tersebut. Dalam hubungan dengan konservasi pengembangan sistem terasiring merupakan strategi masyarakat Tengger untuk menyiasati kawasan pertanian agar tetap lestari dan berkelanjutan. Penanaman jenis tanaman cemara gunung sebagai pembatas lahan memiliki nilai tidak saja nilai konservasi yang mampu mencegah kelongsoran lahan, jenis ini juga berguna sebagai kayu bahan bangunan dan kayu bakar. Penetapan kawasan yang dikeramatkan juga memiliki nilai konservasi sumber daya hayati yang tingi. Adanya peraturan adat kalau menebang 1 pohon harus menanam 10 pohon merupakan upaya konservasi oleh masyarakat Tengger terhadap lingkungannya dan berdasarkan analisa kehadirannya mempunyai nilai INP (202.86). Selain itu pelaksanaan tatanan adat dalam bentuk pranata sosial dan praktek ritual adat memiliki peran dalam pengembangan pengelolaan sumber daya alam yang lebih lestari yaitu mengatur pembagian pemanfaatan lahan di kawasan tersebut.
78
Praktek budidaya pertanian lokal (indigenous agricultural knowledge) ladang atau tegal yang dilakukan masyarakat Tengger sangat berperan penting dalam tata guna lahan yang memiliki peran sosial ekonomi dan konservasi. Sistem pertanian dengan model gubuk-kandang pada lahan pertanian milik masyarakat sendiri mempunyai dampak mempermudah pengolahan lahan, pemupukan dan transaksi hasil. Kandang yang berjauhan dari pemukiman mempunyai dampak positif terhadap kesehatan masyarakat Tengger. Pertanian yang berkelanjutan dengan sistem terasiring dan tumpang sari yang cocok sangat penting dikembangkan. Untuk lahan yang sedikit datar lebih tepat membuat teras bangku serta menanam tanaman sayur dengan komoditi unggulan diutamakan bernilai ekonomi tinggi dalam mendukung pertanian Tengger. Kerjasama
antara
masyarakat
dengan
Perhutani
yang
saling
menguntungkan dalam mengelola lahan Perhutani dalam bentuk tanah komplangan dan jalur hijau milik TNBTS sangat membantu masyarakat dan Perhutani juga berdampak
melindungi wilayah kawasan hutan lindung milik
Perhutani dan hutan konservasi TNBTS. Strategi adaptasi pembangunan sistem perumahan yang mengelompok pada daerah bukit yang rata mempunyai arti kebersamaan dan mempermudah pengaturan pembagian tata ruang pemukiman. Strategi adaptasi yang dikembangkan masyarakat terhadap udara dingin adalah melakukan pelarangan menanam pohon besar di sekitar kawasan perumahan mempunyai pengaruh terhadap kondisi lingkungan pemukiman menjadi lebih hangat dan menghindari bencana pohon tumbang. Strategi adaptasi lainnya adalah pengembangan konsep pawon dengan tumang sangat menarik yang menunjukkan usaha masyarakat Tengger untuk mengadaptasikan kehidupannya pada udara yang dingin. Pengembangan
konsep
gubuk-kandang
dalam
sistem
usahatani
mempunyai keuntungan ganda bagi kehidupan masyarakat Tengger yaitu keuntungan yang berkaitan dengan kesehatan dimana letak kandang yang berjauhan dengan pemukiman akan lebih higiensi. Pembangunan gubuk di lahan pertanian yang berbukit memiliki manfaat mempermudah perawatan kebun, efisiensi tenaga dan mempermudah transaksi hasil panen.
79
Kondisi lingkungan Gunung Bromo, Tengger dan Semeru yang sewaktuwaktu menimbulkan bencana seperti letusan vulkanik, mengeluarkan awan belerang dan embun upas, telah memacu masyarakat Tengger mengembangkan strategi adaptasi
dengan mengidentifikasi jenis-jenis tanaman budidaya yang
tahan abu vulkanik yaitu jenis bawang prei. Identifikasi pengetahuan etnoekologi masyarakat Tengger ini dapat dijadikan sebagai dasar pijakan pengembangan wilayah berikut sumber daya hayati dan lingkungannya menjadi lebih berdaya guna dan bermanfaat bagi pengembangan kawasan tersebut. Persepsi dan konsepsi masyarakat Tengger terhadap sistem pengelolaan lingkungan dapat dijadikan acuan dalam menentukan kebijakan pengembangan kawasan tersebut terutama erat kaitannya dengan pengelolaan kawasan konservasi di kawasan tersebut.
81
5. ETNOBOTANI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR Abstrak Penelitian etnobotani masyarakat Tengger Bromo Tengger Semeru Jawa Timur mengungkapkan sistem pengetahuan botani tradisional masyarakat Tengger yang meliputi pemanfaatan, pengelolaan tumbuhan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya dipelajari. Penelitian ini juga menguraikan pengaruh hubungan antara faktor sosial budaya dan ekonomi terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan. Penelitian dilakukan dengan wawancara terstruktur dan wawancara bebas, pengamatan langsung kemudian dianalisis dengan ICS (index cultural significance). Masyarakat Tengger dalam kehidupannya mengandalkan sumber alam tumbuhan untuk berbagai keperluan dan memiliki pengetahuan cukup baik tentang keanekaragaman jenis tumbuhan di sekitar mereka. Berbagai pemanfaatan jenis tumbuhan digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk bahan pangan (75 jenis), obat-obatan (121 jenis), bahan bangunan, kayu bakar, tali temali dan kerajinan (53 jenis), kecantikan, bumbu, rokok, pewarna (40 jenis), buah-buahan (49 jenis), pakan ternak (44 jenis), tanaman hias (140 jenis), dan bahan ritual (94 jenis). Hasil perhitungan indeks kepentingan budaya menunjukkan 1 jenis memiliki nilai tinggi yaitu padi dan 10 jenis memiliki nilai manfaat jenis tinggi. Kata kunci: Etnobotani, indeks kepentingan budaya, masyarakat Tengger Abstract Ethnobotanical research of Tengger society from Bromo Tengger Semeru, East Java revealed the botanical indigenous knowledge system of the society covering useful plants for their livelihood. This research also described the effects of the relationships between social, cultural and economic factors to the plant diversity. The research was conducted using structural and open ended interview and direct observation. To better assess to the extractive activities and the utilization of the plant diversity by indigenous people, an index of cultural significance (ICS) analysis was employed. Tengger people depend on plant resources for their livelihood, and they have a good knowledge on plant diversity surrounding them. There are various plant utilization by Tengger society including as food (75 species), medicines (121 species), construction, firewood and local technology (53 species), cosmetics, handycraft, cigarette, colors (40 species), forage (44 species), ornamental plants (140 species), fruit (49 species) and ritual (94 species). Based on the calculation of the index of cultural significance showed that rice has very high value, together with the order ten plant species have high value in Tengger culture. Key words: Ethnobotany, index of cultural significance, Tengger society.
82
5.1 Pendahuluan 5.1.1 Latar Belakang Etnobotani adalah suatu ilmu yang menelaah tentang penggunaan, pengelolaan serta hubungan budaya manusia dalam masyarakat atau suku bangsa terhadap keanekaragaman
hayati
tumbuhan.
Di
Indonesia
bidang
ilmu
etnobotani
pengembangannya banyak dilakukan oleh para peneliti laboratorium Etnobotani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Peneliti etnobotani harus mampu merangkai pengetahuan bidang ilmu sosial dan biologi menjadi suatu rangkaian yang saling mendukung untuk mengungkapkan sistem pengetahuan suatu kelompok masyarakat tentang pemanfaatan jenis tumbuhan yang ada di lingkungannya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, studi etnobotani mencakup berbagai aspek pengetahuan masyarakat, diantaranya: pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sumber daya hayati tumbuhan, pengetahuan masyarakat tentang lingkungan (etnoekologi), pengetahuan tentang pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan dari berbagai jenis tumbuhan dan hewan (etnomedisin), pengetahuan tentang sejarah pengelolaan sumber
daya
hayati
(etnopaleobotani),
pengetahuan
tentang
pertanian
(etnoagrikultur), pengetahuan tentang linguistik (etnolinguistik), dan lain-lainnya. Setiap bentuk pengetahuan tersebut dikaji dan dibahas secara holistik dari berbagai sudut pandang yaitu aspek sosial budaya, botani, sosio-ekonomi, ekologi, dan lainlainnya. Purwanto (2003) dan Waluyo (2008) mengemukakan bahwa ilmu etnobotani merupakan ilmu interdisipliner dengan pendekatan holistik hubungan manusia dengan keanekaragaman jenis tumbuhan berikut lingkungannya. Hubungan tersebut dapat bersifat menguntungkan atau sebaliknya yaitu merugikan bagi manusia atau bagi jenis-jenis hayatinya. Beberapa ahli seperti Cotton (1996) dan Martin (1988) juga menjelaskan tentang ilmu etnobotani yaitu bidang ilmu yang mempelajari keseluruhan hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan. Sedangkan Rifai dan Waluyo (1992), menyatakan bahwa ilmu etnobotani merupakan cabang ilmu yang mendalami hubungan budaya manusia dengan alam nabati sekitarnya. Dalam
83
hal ini lebih diutamakan persepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat yang dipelajari dalam sistem pengetahuan terhadap tumbuhan dalam lingkungan hidupnya. Jadi data etnobotani adalah data tentang pengetahuan botani suatu masyarakat yang menyangkut
pengelolaannya,
dan
juga
bagaimana
masyarakat
tersebut
mengorganisasinya yaitu mendiskripsi, menamakan, mengklasifikasi sesuai dengan kemampuan pengetahuannya. Suatu contoh kajian pengetahuan lokal ditunjukkan oleh Friedberg (1990) yang mempelajari sistem pengetahuan botani suku Bunaq di pulau Timor dan Ellen (1993) yang mempelajari pengetahuan lokal masyarakat suku Nuaulu di pulau Seram Tengah. Keduanya mengkaitkan dunia tumbuhan dan hewan dari cara pengenalan, penggolongan, penamaan dan pemanfaatannya yang dibahas secara holistik. Pengetahuan etnobotani dapat mengetahui pengembangan wilayah dan pembangunan suatu kawasan serta ”need assessment” yang diperlukan suatu kelompok masyarakat. Menurut Rambo (1983) subsistem sosial manusia dengan subsistem ekosistem saling berinteraksi sangat erat dan teratur memerlukan energi, materi dan informasi. Suatu prosedur dalam mempelajari aktivitas manusia serta keterkaitan antara sosial masyarakat dan lingkungan dilakukan secara progressif dan kontektual, terus-menerus dengan lebih padat dan tajam, sehingga diperoleh suatu manfaat (Vayda 1983). Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multietnik terdiri dari berbagai suku yang masing-masing memiliki kekhasan budaya dan mereka saling melakukan adaptasi dan berinteraksi dengan kondisi sumber daya alam dan lingkungannya. Pada akhir-akhir ini banyak masyarakat memanfaatkan obatobatan tradisional yang diambil dari lingkungan alami seperti kehidupan masyarakat tradisional. Oleh sebab itu pengetahuan tradisional merupakan modal informasi yang sangat berharga. Pada saat ini masyarakat Tengger tersebar meliputi 33 desa Tengger dan sebagian besar desa tersebut terletak di kawasan penyangga TNBTS. Berdasarkan hasil sensus penduduk masyarakat Tengger pada tahun 1930 berjumlah 10000 jiwa dan jumlah penduduk pada tahun 1990 meningkat menjadi 30000 jiwa, di Kecamatan Sukapura 13.565 jiwa (Stibbe 1921; Anonim 2004; Nurudin et al. 2004).
84
Masyarakat Tengger menghuni kawasan lereng di Pegunungan Bromo Tengger Semeru
pada ketinggian antara 800-2100 m dpl, mereka mempunyai teknologi
adaptasi dan pengetahuan tradisional terhadap pemanfaatan dan pengelolaan berbagai macam jenis tumbuhan. Mayoritas masyarakat Tengger beragama Hindu Dharma dan dalam kehidupan spiritual mereka mempercayai cerita legenda, tempat keramat (Punden atau Danyang), dan mereka beribadat di Pure dan Sanggar Pamujan. Mereka berinteraksi dengan lingkungannya melalui aktivitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya seperti sistem pertanian, kegiatan ekstraktivisme, dan lain-lainnya yang diatur melalui sistem kelembagaan, kepemimpinan dan peraturan adat. Berbagai ritual dalam upacara keagamaan seperti upacara Yadnya Kasada, Karo, dan Unanunan merupakan bentuk manifestasi budaya dalam beradaptasi dengan alam dan lingkungannya. Masyarakat Tengger berasal dari kerajaan Majapahit dikenal wong Majapahit berdasarkan prasasti Walandit (Desa Walandit) dibebaskan dari pajak (tetileman) dipersembahkan pada gunung Bromo (Bataviaasch Geootschap Voor Kunsten en Wetenschappen Notulen tahun 1899 dalam DKDJPH & PABKSD IV (1984), berangka tahun 851 Saka (929 M), dimana para penghuni dianggap sebagai Hulun Spiritual Sang Hyang Widhi Wasa, menempati tempat suci (hila-hila), prasasti Kumbolo, kitab Pararaton dan menurut kepercayaan mereka adalah keturunan Roro Anteng putri Majapahit dan Joko Seger putra seorang pertapa Tengger. Penelitian ini mengungkapkan pengetahuan tentang pemanfaatan, pengelolaan sumberdaya alam hayati tumbuhan serta perannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari meliputi bahan pangan, bangunan, kayu bakar, tanaman obat, tanaman racun, bahan sandang, tanaman ritual, bahan seni kerajinan, teknologi lokal, tumbuhan penikmat, pewarna dan lain-lainnya. Untuk mengetahui keanekaragaman flora dilakukan melalui, inventarisasi, identifikasi setiap jenis baik nama lokal, nama ilmiah, pengenalan serta pengetahuan mereka tentang jenis tersebut. Masyarakat Tengger telah mempratekkan teknologi adaptasi tradisionalnya pada kondisi lingkungan pegunungan terjal dan bersuhu dingin. Mereka membuat teras (strip
85
croping), dengan pembatas terutama cemara gunung merupakan corak perilaku dalam memperlakukan lahan pertanian dan lingkungannya.
5.1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1). Mengungkap berbagai macam cara pemanfaatan sumber daya alam hayati tumbuhan yang masyarakat Tengger kenali berdasarkan tingkat pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan diri di lingkungannya. (2). Mengungkap dan mempelajari peran sumber daya hayati tumbuhan dalam kehidupan masyarakat Tengger.
5.2 Bahan dan Metode 5.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 14 bulan mulai bulan April 2010 sampai Mei 2011. Penelitian dilakukan di desa yang dihuni masyarakat Tengger yaitu desa yang tinggal di luar dan di dalam kawasan TNBTS. Desa masyarakat Tengger yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger semeru meliputi Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang dan Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, sedangkan masyarakat Tengger yang berada di luar kawasan TNBTS meliputi Kecamatan Sukapura, Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo; Kecamatan Poncokusuma Kabupaten Malang; Kecamatan Tosari, Kecamatan Sumber dan Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan dan Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang.
86
5.2.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian meliputi komputer, kompas, GPS (Geographical Position System), clinometer, peta lokasi, altimeter, soiltester, hygrometer, jangka sorong, parang, patok dari bambu atau kayu, gunting stek, cat untuk penomoran, peralatan jelajah lapangan, tali plastik, kantong plasik berbagai ukuran, amplop sampel, kertas mounting, label gantung, kertas herbarium, kertas koran, sasak, alat dokumentasi kamera, dan alat-alat tulis. Bahan kimia yang digunakan meliputi alkohol 70%, formalin, FAA, kamper dan spiritus. 5.2.3
Metoda Penelitian
5.2.3.1 Metode Pengumpulan Data Sosial Budaya Masyarakat Tengger Pengumpulan data aspek sosial budaya masyarakat Tengger meliputi data demografi (kependudukan), sejarah, adat istiadat (ritual dan keagamaan), sistem kepemimpinan dan sistem penguasaan lahan. Data dikumpulkan dengan pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder dari berbagai sumber meliputi pustaka, hasil penelitian antropologi, sosiologi dan aspek sosial (Kuncaraningrat 1980). Data aspek sosial budaya masyarakat Tengger tersebut sangat penting sebagai dasar, acuan dan pijakan dalam menganalisis pengetahuan masyarakat Tengger dalam mengelola keanekaragaman jenis tumbuhan dan lingkungannya. 5.2.3.2 Pengumpulan Data Etnobotani Kajian etnobotani dalam penelitian ini adalah menggali secara holistik pengetahuan masyarakat Tengger tentang pengelolaan keanekaragaman jenis hayati dan lingkungannya dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, meliputi (a). Pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan untuk bahan pangan, bangunan, obatobatan, racun, pengendalian hama tanaman, ritual dan keagamaan, peralatan dan seni, pewarna, kayu bakar dan lain-lain; (b). Studi aktivitas produksi “sistem pertanian tradisional” masyarakat Tengger, meliputi; jenis tanaman budidaya berikut kultivar lokal, teknik budidaya, produksinya, dan aspek produksi lainnya; (c). Studi
87
pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan hubungannya dengan budaya materi; dan (d). Kajian tentang pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati ditinjau dari aspek pemanfaatan secara berkelanjutan. 5.2.3.3 Data Kualitatif Metode ini didukung oleh pendekatan dan teknik pengumpulan informasi yang bersifat partisipatif atau penilaiain etnobotani partisipasif (participatory ethnobotanical appraisal, PEA) yang terdiri dari (a). Wawancara semi terstruktur dan terjadwal untuk inventarisasi pengetahuan lokal (Grandstaff & Grandstaff 1987); (b). Observasi partisipatif dan transect-walks sistematis dengan masyarakat sebagai pemandu (Martin 1995); dan (c). Ikut aktif dalam aktivitas masyarakat baik harian maupun khusus seperti berladang, ke pasar dan upacara ritual. Metode ini melibatkan masyarakat sebagai pemandu dan informan kunci. Pada tahap pertama dibuat semua jenis manfaat lokal (katagori-katagori emik) yang disebutkan oleh narasumber untuk satu jenis tumbuhan. Selanjutnya peneliti bersamasama dengan narasumber membahas tentang peringkat manfaat tersebut. Setelah peneliti mencatat peringkat manfaat yang ditentukan oleh narasumber, lembaran data diperlihatkan kembali kepada narasumber untuk pemeriksaan ulang terhadap peringkat manfaat yang kurang sesuai dengan persepsi narasumber. Jika narasumber menyetujui pencatatan data manfaat tersebut, maka data tersebut adalah independen dari pengaruh subjektivitas peneliti. 5.2.3.4 Pemilihan Narasumber Narasumber yang dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat Tengger yang bermukim di desa pengamatan yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai keanekaragaamn jenis hayati, yaitu ahli pengobatan lokal, tokoh masyarakat dan anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang keanekaragaman hayati. Konsensus pemilihan informan khusus di konsultasikan dengan tokoh atau pemimpin masyarakat dan beberapa anggota masyarakat (Purwanto 2007). Komposisi narasumber dipilih berdasarkan pertimbangan faktor-faktor demografi penduduk di desa yang langsung berkaitan dengan pengetahuannya terhadap dunia tumbuhan di
88
lingkungannya, misalnya faktor usia, jenis kelamin (pria dan wanita), jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan. Faktor usia penduduk dalam pemilihan narasumber bertujuan untuk menarik narasumber yang tidak bias pada kelompok usia tertentu saja, misalnya berusia tua saja atau berusia muda saja. Untuk memilih narasumber yang mewakili perbedaan usia penduduk, peneliti menerapkan rentangan usia penduduk di atas 15 tahun untuk menjadi calon narasumber. 5.2.3.5 Perhitungan Nilai Guna Jenis-Jenis Tumbuhan Berguna. Analisis data yang lebih mendalam bagi pemanfaatan setiap jenis tumbuhan digunakan indeks kepentingan budaya (index of cultural significance, ICS) dari Turner (1988).
Indek kepentingan budaya merupakan hasil analisis etnobotani
kuantitatif yang menunjukkan nilai-nilai kepentingan tiap-tiap jenis tumbuhan berguna berdasarkan kebutuhan masyarakat. Angka hasil penghitungan ICS menunjukkan tingkat kepentingan setiap jenis tumbuhan berguna oleh masyarakat. Untuk menghitung index of cultural significance dilakukan dengan persamaan sebagai berikut : n ICS = ∑ ( q x i x e )ni (Turner 1988) i=1 Karena setiap jenis tumbuhan mempunyai beberapa kegunaan, maka persamaannya menjadi sebagai berikut: n ICS = ∑ ( q1 x i1 x e1 )n1 + ( q2 x i2 x e2 )n2 + ……… + ( qn x in x en )ni i=1 Keterangan: ICS = index of cultural significance, adalah jumlah dari perhitungan pemanfaatan suatu jenis tumbuhan dari 1 hingga n, dimana n menunjukkan pemanfaatan ke-n (terakhir); i adalah nilai 1 hingga ke n, dan seterusnya. Sedangkan perhitungan nilai parameter dari suatu jenis tumbuhan adalah sebagai berikut: q = nilai kualitas (quality value); dihitung dengan cara memberikan skor atau nilai terhadap nilai kualitas dari suatu jenis tumbuhan: 5 = makanan pokok; 4 = makanan sekunder/tambahan + material primer, 3 = bahan makanan lainnya + material sekunder + tumbuhan obat; 2 = ritual, mitologi, rekreasi dan lain sebagainya; 1=
89
mere recognition (Tabel 5). i = nilai intensitas (intensity value); menggambarkan intensitas pemanfaatan dari jenis tumbuhan berguna dengan memberikan nilai: nilai 5= sangat tinggi intensitasnya; 4 = secara moderat tinggi intensitas penggunaannya; 3 = sedang intensitas penggunaannya; 2 = rendah intensitas penggunaannya; dan nilai 1= intensitas penggunaannya sangat jarang (Tabel 6). e = nilai eklusivitas (exclusivitv value), sebagai berikut 2 = paling disukai, merupakan pilihan utama dan tidak ada duanya; 1= terdapat beberapa jenis yang ada kemungkinan menjadi pilihan; dan 0,5 = sumber sekunder atau merupakan bahan yang sifatnya sekunder (Tabel 7). Tabel 6-8 berikut merupakan kategorisasi nilai kegunaan dari setiap jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat berdasarkan pada cara perhitungan yang dikemukakan oleh Turner (1988) dalam Purwanto (2002). Tabel 5 Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan menurut kategori etnobotani (Quality oj use categories in ethnobotany). No
Deskripsi Kegunaan Makanan Utama:
Nilai Guna
Makanan pokok Bahan Pangan Tambahan (Secondary Foods) Umbi-umbian Bahan makanan berupa batang, daun, pucuk daun, bunga, kecambah
5
Bahan makanan berupa buah-buahan, biji-bijian Bahan makanan berupa tunas, pucuk tumbuhan dan bagian tanaman lainnya 6 Bahan makanan yang berupa jamur yang tidak beracun 7 Bahan makanan yang hanya dimanfaatkan pada saat paceklik, kekurangan makanan 8 Bahan minuman Bahan pangan lain yang digunakan 9 Menambah rasa, aroma, manis, bumbu-bumbuan dan penambah rasa lainnya. 10 Bahan pangan suplemen sebagai campuran bentuk menu makanan, pembungkus bahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam persiapan pembuatan bahan pangan 11 Bahan rokok (misalnya: tembakau) 12 Pakan ternak dan makanan hewan
4 4
1 2 3 4 5
4 4
4 4 4 3 3
3 3
90
Tabel 5 Lanjutan No
Deskripsi Kegunaan Bahan Materi Utama 13 Kayu bahan bangunan, bahan wadah 14 Kayu bahan bakar 15 Bahan serat, bahan pakaian, dan bahan kerajinan atau teknologi tradisional
4 4 4
16 Kulit kayu sebagai wadah dan konstruksi
4
Bahan Materi Sekunder 17 Penghasil tannin, berguna untuk perawatan 18 Bahan pewarna, tato, dekorasi dan kosmetika
3 3
19 20 21 22
3 3 3 3
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Bahan deodoran, bahan pembersih Bahan perekat, tali, bahan tahan air Bahan sebagai alas, bahan tikar, bahan pengelap, bahan pembalut Bahan campuran berbagai jenis bahan yang berguna Bahan Obat-obatan Tonikum, obat-obatan yang menyegarkan, merangsang Purgatif, laksatif, emetik Bahan obat untuk demam, obat batuk, TBC, influenza Bahan pembersih luka, luka bakar Bahan obat untuk arthritis, rheumatik, sakit persendian, lumpuh atau paralis Obat-obatan untuk penyakit saluran kencing Obat-obatan untuk penyakit dalam Obat-obatan untuk infeksi mata Obat-obatan untuk perempuan, obstetrik atau ginekologi atau reproduksi Obat-obatan yang secara khusus untuk anak-anak Obat-obatan untuk kanker Obat-obatan untuk penyakit hati, sistem sirkulasi, tekanan darah Obat anti iritasi Analgetik dan anesthetik Obat anti racun Obat-obatan sakit perut atau masalah pencernaan, disentri Obat-obatan untuk aphrodisiac Obat-obatan untuk penyakit infeksi telinga Obat-obatan untuk demam dan malaria Obat sakit gigi. Obat-obatan untuk penyakit hewan Obat-obatan untuk infeksi Wit dan perwatan kulit Medicine miscellaneous or unspecified
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
91
Tabel 5 Lanjutan No
Diskrisi kegunaan Ritual atau Spiritual
Nilai Kegunaan
46 Ritual kelahiran 47 Ritual inisiasi 48 Ritual kematian atau ritual keberanian, kepahlawanan dalam perang antar suku 49 Ritual pengobatan (Shaman's ceremonies "training' "witchcraft"protection againt “witchcraft”)
2 2 2 2
50 Ritual perburuan, pemancingan dan ritual kegiatan pertanian
2
51 Bahan pangan utama untuk ritual
2
52
Jenis yang secara spesifik ditabukan atau hanya digunakan untuk ritual adat maupun penyembuhan
2
53
Sebagai jimat, tanda cinta kasih (symbol), permainan, atau sebagai bahan ritual penolak hujan dan lain-lain. Mitologi Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural atau mitos
2
55
Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural dalam mitos yang yang bersifat magis religius
2
56
Jenis tumbuhan berperan secara alami dalam mitos-mitos atau sejarah Keperluan totem, simbol dansa Misthik atau secara tradisional berasosiasi dengan hewan Bahan campuran Untuk kesenangan, indikator lingkungan, nama seseorang, desa dan sebagainya Tumbuhan yang dihargai atau memiliki nilai
2
54
57 58 59 60 61
2
2 2 2 2 2
62
Tumbuhan yang secara spesifik tidak diketahui kegunaannya, tetapi diketahui mempunyai gambaran yang indah atau memiliki kemiripan dengan jenis tumbuhan lainnya
2
63
Tumbuhan yang memiliki nilai, tetapi tidak digunakan secara khusus atau ada kalanya sangat khusus atau mempunyai kekecualian
1
64
Tumbuhan tidak berharga atau tidak bernilai atau tidak diketahui oleh siapapun.
0
Catatan: Kategorisasi kegunaan tumbuhan tersebut di atas dimodifikasi dari kategori yang dibuat oleh Turner (1988); Purwanto (2002)
92
Tabel 6 Kategorisasi intensitas penggunaan (Intensity of use) jenis tumbuhan berguna Nilai Deskripsi 5 Sangat tinggi intensitas penggunaannya; yaitu jeni-jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara regular, hampir setiap hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya 4 Intensitas penggunaannya tinggi; meliputi jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara reguler harian, musiman, atau dalam waktu berkala 3 Intensitasnya sedang; penggunaan jenis-jenis tumbuhan secara reguler tetapi dalam kurun waktu-waktu tertentu, misalnya pemanfaatan yang bersifat musiman. Biasanya jenis-jenis ini diramu, diekstrak, atau bila hasilnya berlebihan bisa diperjual belikan 2 Intensitas penggunaannya rendah, meliputi jenis-jenis yang jarang digunakan dan tidak mempunyai pengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat 1 Sangat jarang intensitas penggunaannya, meliputi jenis-jenis tumbuhan yang sangat minimal atau sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Catatan: Kategorisasi tersebut merupakan modifikasi dari Turner (1988); Purwanto (2002)
Tabel 7 Kategorisasi tingkat eklusivitas atau tingkat kesukaan. Nilai 2
1 0,5
Deskripsi Paling disukai, merupakan pilihan utama, jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dan sangat berperan dalam kultural. Jenis ini memiliki kegunaan yang paling disukai atau juga bagi jenis-jenis yang mempunyai nilai guna tidak tergantikan oleh jenis lain Meliputi jenis-jenis tumbuhan berguna yang disukai tetapi terdapat jenis-jenis lain apabila jenis tersebut tidak ada Meliputi jenis-jenis tumbuhan berguna yang hanya sebagai sumber daya sekunder, eklusivitasnya atau nilai kegunaannya rendah.
Catatan: Kategorisasi tersebut merupakan modifikasi dari Turner (1988), Purwanto (2002)
93
5.3 Hasil
5.3.1 Sosial Budaya Masyarakat Tengger Sejarah masyarakat Tengger diawali dengan adanya mitos sepasang suami-istri yang bernama Joko Seger dan Roro Anteng. Mereka mempunyai anak 25 orang, sedang putranya yang bungsu bernama Raden Kusuma sirna di kawah gunung Bromo. Sesuai dengan petunjuk suara gaib yang isinya “Hai, kadang-kadangku kabeh, reang ajo digoleki. Reang wis dadi siji karo Sang Hyang Widhi Wasa. Mung wae sak ilange reang iki, saben purnama sasih Kasada reang jaluk kiriman tandur tuwuh rika kabeh, kanggo reang kang dadi korban”. Artinya Wahai saudarasaudaraku semua, saya jangan dicari, karena saya sudah menyatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Hanya saja sehilangnya saya, setiap Purnama bulan Kasada, saya minta dikirim hasil bumi (pertanian, peternakan) sebagai ganti saya yang menjadi korban. Setelah
kerajaan Majapahit mulai runtuh sebagian masyarakatnya berpindah ke
wilayah deretan Bromo Tengger Semeru serta melakukan asimilasi dengan penduduk lokal dan mulai berkembang adat budaya di wilayah Tengger. 5.3.1.1 Aspek Sosial Budaya Sistem sosial masyarakat berkembang bersamaan dengan kontruksi sosial masyarakat, artinya bahwa perubahan sosial berpengaruh terhadap sistem sosial masyarakat. Fenomena evolusi sosial pada masyarakat akan mempengaruhi sistem sosial yang dimiliki masyarakat tersebut. Perubahan terjadi dari masyarakat yang sederhana berkembang menjadi masyarakat yang kompleks. Perubahan dan perkembangan sistem sosial tersebut mendorong terbentuknya unit sosial yang berkembang dari suatu sistem lama mengalami revisi, diperbaharuhi dan terus mengalami perubahan. Demikian pula dalam sistem kepemimpinan tradisional masyarakat Tengger melalui proses yang panjang dimana masing-masing unsur mempunyai jabatan, tugas, fungsi dan tanggung jawab. Beberapa faktor sosial budaya yang melatar belakangi terbentuknya pola kedudukan, pembagian tugas dan fungsi
94
serta peran adat adalah pengaruh lingkungan, demografi, sistem hirarki masyarakat dan sistem politik lokal. Masyarakat Tengger menjunjung tinggi serta memegang teguh nilai-nilai luhur nenek moyangnya. Sistem nilai sosial budaya yang terbentuk tidak terlepas dari faktor sosial budaya yang melatar belakangi serta peran generasi mudanya. Peran orang tua, tokoh karismatik Petinggi dan Dukun Pandhita, peraturan pemerintah maupun adat mempunyai pengaruh besar terhadap kepatuhan nilai sosial budaya. Proses nilai-nilai sosial budaya dari orang tua kepada anaknya diperkenalkan melalui pembelajaran, kegiatan kehidupan sehari-hari dan kegiatan adat. 5.3.1.2 Sistem Kepemimpinan Tradisional Dalam kehidupan masyarakat tradisional, kepemimpinan adat menjadi titik sentral
berlangsungnya
kehidupan
masyarakat
sehari-hari.
Pada
umumnya
kepemimpinan adat tradisional merupakan suatu lembaga yang memiliki ciri khas yaitu adanya dominasi golongan tertentu, otoritas, bersifat turun menurun, mutlak keputusannya dan bersikap mengikat. Kepemimpinan tradisional masyarakat Tengger adalah Petinggi (Kepala Desa) yang bertugas dalam pemerintahan desa. Sedangkan Dukun Pandhita bertugas dalam bidang keagamaan dan ketua pelaksana upacara adat. Petinggi juga sebagai kepala adat, sedangkan Dukun Pandhita juga bertugas memberi nasihat kepada Kepala Desa. Kepemimpinan formal dan informal (Petinggi dan Dukun Pandhita) sangat kharismatik dan berpengaruh besar dalam kepemimpinan sehingga masyarakat Tengger yang damai dan harmoni. Pemerintah Desa Ngadisari dan Ngadas Wetan memliki BPD (Badan Permusyawaratan Desa berjumlah 11 orang) dan kelengkapan lain sesuai Perda. 5.3.2 Pengetahuan Masyarakat Tentang Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai masyarakat yang hidupnya mengandalkan sumber daya alam khususnya dalam menyediakan bahan pangan, mereka mempunyai pengetahuan yang baik terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada di lingkungannya. Masyarakat Tengger mengandalkan kehidupannya dari sumber daya alam dalam
95
memenuhi sebagian besar kebutuhan kehidupannya. Interaksi dengan kondisi alam telah berjalan turun-temurun menghasilkan pengetahuan yang baik tentang pemanfaatan sumber daya alam di lingkungannya. Mereka mampu dan memiliki pengetahuan tentang bagaimana mengidentifikasi, menggolongkan, memberi nama tumbuhan, membedakan jenis tanaman budidaya, pakan ternak, obat dan racun, bangunan, kayu bakar dan ritual. Mereka paham dalam mengungkapkan potensi berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan baik di lingkungan pemukiman, area pertanian serta hutan. Berbagai pemanfaatan jenis diperlukan dalam kehidupan sehari-hari seperti bahan pangan, obat-obatan, ritual dan kayu bakar. Masyarakat Tengger juga mengenal karakter-karakter tumbuhan berhubungan dengan pengenalan jenis, pemberian nama jenis tumbuhan yang dikaitkan dengan lingkungan dan nama desa, sebagai contoh Desa Kayu Kebek, Ngadas, Gubuklakah, Wonotoro dan Desa Wonokitri, demikian pula nama Desa Tengger yang lainnya. 5.3.2.1 Pengetahuan botani lokal masyarakat Tengger Masyarakat Tengger dahulu hidup di lingkungan hutan tetapi sekarang sebagian desa berdekatan bahkan berbatasan langsung dengan hutan konservasi dan hutan Perhutani. Sehingga mereka memiliki pengetahuan, pengalaman yang baik tentang pengelolaan sumber daya dan mempunyai kearifan lokal sangat berkompeten dengan konservasi dan hidrologi. Kesadaran terhadap perlunya pelestarian lingkungan berkaitan dengan kultur masyarakat Tengger yang merupakan bagian dari keberadaan eksistensi keanekaragaman yang membentuk bahasa khas, struktur sosial, seni dan budaya, agama, kepercayaan serta sejumlah simbul lainnya. Manusia mempunyai kemampuan beradaptasi pada kondisi lingkungan melalui penerapan pengetahuan dan teknologi baik secara teori berdasarkan pengalamannya secara turun temurun, serta praktek dalam menyiasati kondisi lingkungannya. Pada setiap kelompok etnis atau suku mempunyai pengetahuan yang tidak sama, hal ini tergantung kondisi lingkungan, tingkat kemajuan budaya dalam berakumulasi dan berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggal.
96
Identifikasi serta pengenalan tumbuhan berkaitan dengan pemanfaatan merupakan dasar di dalam penelitian etnobotani dalam mengungkap potensi jenis yang dipergunakan secara tradisional oleh masyarakat lokal. Pendekatan inventarisasi masih umum dilakukan dan dipergunakan dalam mengidentifikasi keanekaragaman alam hayati. Perkembangan berlanjut melalui metode-metode dan perkembangan baru lain seperti bersifat kuantitatif (Turner 1988; Cotton 1996). Karakter-karakter penting yang dipergunakan oleh masyarakat dalam mengidentifikasi tumbuhan menggunakan beberapa kriteria meliputi morfologi, anatomi, sensorial, ekologi, mekanik serta mitologi. Kriteria morfologi seperti bentuk dan tekstur baik akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Karakter morfologi juga digunakan dalam persiapan pengolahan tanaman pertanian seperti kentang bibit diambil sebesar telur ayam, karakter bunga tanalayu, senikir, daun tlotok, putihan, digunakan dalam imajinasi ritual. Berbagai macam bentuk morfologi tanaman pisang dengan karakter khas. Kriteria sensorial (bau, rasa, warna) dapat digunakan dalam membandingkan dengan antar jenis tumbuhan sebagai contoh rasa pedas lombok terong, warna merah dan biru seperti bunga anting-anting, warna bung (bambu muda), bisa membedakan antara bambu betung dan bambu jajang, tanaman putihan dimana daun bagian bawah berwarna putih. Ciri khas aroma (fitokimia) seperti pada daun tanaman sempretan, daun sere, jambu wer, dringu, pohon poo laki-laki (lanang) dan perempuan (wadon) mempunyai aroma khas. Kriteria mekanik digunakan untuk menentukan kekuatan dan daya tahan suatu bahan seperti kekuatan pohon cemara untuk bangunan maupun kayu bakar lebih baik dibandingkan kayu dari jenis lain. Demikian pula kayu dadap, dan kayu klandingan kurang baik dibuat arang karena cepat habis. Kriteria ekologi telah menghasilkan karakter suatu tanaman yang digunakan dalam mengkonservasi kemiringan lahan yaitu tanaman cemara, mentigi, dadap, astruli dan gronggong pada lahan pertanian maupun lahan hutan. Untuk menghadapi tanah longsor meliputi jenis-jenis tanaman rumput-rumputan, cemara, kecubung, dadap. Kriteria lahan subur maupun tidak subur ditandai adanya tanaman banyon (Asteraceae), ecek-ecek (Crotalaria striaca), tehan (Eupatorium riparium), demikian pula jenis tanaman ternaungi yang dapat dibudidayakan. Mereka juga telah
97
mengetahui jenis tanaman yang tahan terhadap gas belerang maupun akibat abu vulkanik yaitu bawang prei (Allium fistulosum), tanaman yang berdekatan dengan hutan akan lebih subur karena mendapatkan serasah dari tumbuhan hutan. Kriteria mitologi seperti tebu, piji, pisang yang mempunyai tunas banyak memiliki makna terkait
dengan
mitologi
kesuksesan
atau
keberhasilan
seseorang.
Teknik
pencangkulan serta perlakuan tegalan pada pengolahan ladang telah disesuaikan dengan jenis tumbuhan tertentu. Kriteria fisik untuk tanah subur berwarna agak gelap, sedang untuk tanah kurang subur berwarna kuning keputihan. Tanda alam seperti kabut, uap belerang, aturan musim (pranoto mongso), juga merupakan kriteria lingkungan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan pertanian. Pendekatan identifikasi pada pemanfaatan tumbuhan merupakan langkah awal studi etnobotani untuk mengungkap serta mempelajari potensi keanekaragaman hayati yang digunakan oleh masyarakat Tengger. Dalam identifikasi mereka mengenal bagian organ tanaman (organ vegetatif dan generatif) serta nama lokalnya, sebagai contoh nama wit atau pohon, pang (cabang), pentul (putik) dan gagang kembang (tangkai bunga) (Tabel 8). Ukuran dan bentuk suatu benda mempunyai makna sebagai contoh bibit kentang sebesar telur ayam, pohon besar disebut wit gede, ujung daun runcing (lancip), bundar (pepek). Kemampuan masyarakat Tengger dalam mengidentifikasi dan memberi nama jenis tumbuhan diperoleh dari orang tua baik pengetahuan jenis tanaman budidaya maupun jenis tumbuhan liar dan jenis tanaman berguna seperti jenis tanaman obat, bahan ritual, bahan bangunan, bahan teknologi lokal, dan jenis tanaman yang terdapat di lingkungan rumah, di kawasan tegalan dan di kawasan hutan. Mereka memberi nama sederhana, praktis dan mudah dikenal dan biasanya berupa nama tunggal dan jarang memberikan nama majemuk serta tidak pernah terjadi masalah atau kesalahan. Masyarakat Tengger menyebut rumput-rumputan sebagai jukut yang sebenarnya terdiri dari banyak jenis yang berbeda. Nama-nama sinonim lokal juga banyak dijumpai walaupun di dalam masyarakat Tengger sendiri, sebagai contoh aseman atau surengan (Achiranthes bidentata), paitan atau nyamu atau liyer (Tithonia diversifolia).
98
Tabel 8 Terminologi untuk pengenalan dan karakterisasi tumbuhan pada masyarakat Tengger No 1
Organ tumbuhan Organ vegetatif
Terminologi lokal
Terminologi Indonesia
Wit/pohon/kayu/kajeng, bonggol, gedebok pada pisang Jelun, mrambat Wit cilik/kajeng alit Wit gede/kajeng ageng Suket/jukut Oyot, tlencer Jangkar Lanceran Prapatan, bulet Abang, biru, putih, kuning, ireng Kasar (jengkrik), alus
Pohon
Godong (rosong), daun muda pisang (tlajungan), kering (klaras) Gagang/ papah pada daun pisang, lompong (tangkai daun, lumbu daun muda tales) Pang Semai, bungkil pada pisang, entos pada mbote Ri Ganci 2
Organ generatif Bentuk dan ukuran Jumlah
Bagian buah
No
Bagian bunga Organ tumbuhan
Liana Semak/pohon kecil Pohon besar Rumput Akar, akar utama Akar papan atau banir Akar gantung Bentuk dan struktur Warna merah, biru, kuning, hitam Gambaran kulit batang kasar, halus Daun, daun muda masih mengulung, daun pisang kering Tangkai daun Cabang Tunas Duri Rizoma
Gede, cilik, sedengan Siji, loro, telu, papat
Besar, kecil, cukup Satu, dua,tiga, empat dst
Cekap Cilik Whoh Kulit kandel, tipis Wiji Wiji Gagang kembang Terminologi lokal Mentul/kudup Ron kembang Wiji/klenteng Pentul Warno
Sedang Kecil Buah Daging, tebal, tipis Biji Biji Tangkai bunga Terminologi Indonesia Bunga belum mekar/kuncup Mahkota Biji, Benang sari Putik Warna Alat tambahan
99
5.3.2.2 Pengetahuan masyarakat Tengger tentang pemanfaatan jenis tumbuhan Pendekatan pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi pemanfaatan tumbuhan untuk mengungkap potensi berbagai jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Memberi nama dan menggolongkan adalah cara penting dalam pengelolaan sumber daya hayati. Mereka mengerti betul terutama tanaman budidaya, jenis liar maupun tanaman yang tidak dibudidaya dan meliar secara alami sebagai contoh lobak liar. Jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Tengger meliputi jenis tumbuhan bahan pangan pokok dan buah-buahan, bahan bumbu, pewarna, rokok dan kecantikan, jenis tumbuhan obat dan racun, ritual, pakan ternak, tanaman hias, bahan bangunan, teknologi lokal, tali temali, pembungkus, tumbuhan untuk konservasi dan liar (Tabel 9). Tabel 9 Kategori pemanfaatan tumbuhan, jumlah jenis dan distribusi di masyarakat Tengger No A 1 2
3 4 5 6 7 8
Kategori Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Tanaman Budidaya (Domesticated Plants) Makanan Pokok Makanan Tambahan a. Biji-bijian b. Umbi-umbian c. Sayuran d. Buah-buahan e. Bumbu f. Minuman g. Minyak nabati h. Rokok dan nginang i. Stimulan Racun Kayu bakar Pakan ternak Ritual dam magis Obat Bahan bangunan
Jumlah Jenis
Σ Kultivar
1
5
3 6 28 34 15 4 2 8 10 5 16 4 73 65 23
4 2 14 -
100
Tabel 9 lanjutan No 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 B 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 C D
Kategori Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Teknologi lokal/tulis Penghasil latek dan resin Penghasil serat Bahan aromatik dan kosmetik Bahan pewarna Pupuk hijau Pembungkus Konservasi Tanaman Hias Bahan lain Tumbuhan Liar Bahan pangan pokok/tambahan a. Sayuran b. Umbi-umbian c. Biji-bijian d. Buah-buahan d. Bumbu e. Minuman f. Stimulan Tumbuhan hias Bahan serat dan tali Kayu bakar Bahan bangunan/teknologi lokal a. Bangunan rumah b. Teknologi lokal Bahan stimulan Bahan Jamur Indikator ekologis Tumbuhan obat dan racun Tumbuhan ritual dan magis Pakan Ternak Pewarna Bahan kesenian dan adat Konservasi Bahan lain-lain Tanaman semi-Budidaya Bahan pangan Jamur
Jumlah Jenis 7 3 5 7 4 3 4 30 126
10 1 2 6 1 1 3 14 3 13
Σ Kultivar 4
11 5 3 4 16 46 18 40 3 3 107
1 -
3 3
-
101
5.3.2.2.1 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bahan Pangan dan Buah-buahan Masyarakat Tengger dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya bertani pada ladang berbukit terjal dengan penghasilan utama bawang prei, kobis, kentang dan jagung. Makanan pokok masyarakat Tengger dahulu adalah nasi aron dibuat dari bahan jagung, dengan makanan tambahan karbohidrat berupa ketela pohon, ganyong, bentul dan talas serta bahan pangan dari hutan. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, sekarang ini padi (beras) menjadi makanan pokok, sedang lauk pauk yang digunakan sesuai dengan selera, hal ini disebabkan mudahnya trasportasi masuk ke wilayahnya, serta banyaknya toko, warung dan pasar. Demikian pula pedagang (mlijo) mempergunakan angkutan pick up, sepeda motor dari Probolinggo, Malang, Nongkojajar Pasuruan dan Senduro Lumajang. Jenis lauk pauk yang dijual meliputi daging ayam, daging kambing, daging sapi, telur, tahu, tempe, ikan pindang, ikan kering (gereh), ikan lele serta buah-buahan dan sayuran. Keanekaragaman jenis bahan pangan masyarakat Tengger cukup tinggi terdiri dari 75 jenis meliputi tanaman budidaya (cultivated plants) sejumlah 26 jenis dan yang tidak dibudidayakan (jenis tumbuhan liar, meliar) 10 jenis (Tabel 10). Secara umum tanaman pangan dapat dikelompokkan bahan pangan utama, bahan makanan pengganti, sayuran dan buahbuahan yang dibudidayakan dan tidak dibudidayakan (Lampiran 8) Jenis tumbuhan untuk bahan pangan terutama dihasilkan dari budidaya di tegalan, pekarangan namun ada jenis pangan yang berasal dari hutan. Bahan sayuran dan buah yang berasal hutan hanya merupakan pangan tambahan meliputi pakis sayur (Diplazium esculentum), tunas (bung) bambu betung (Dendrocalamus asper) atau bambu jajang (Gigantochlea apus), umbut rotan, batang muda piji (Pinanga coronata), cimplukan (Physalis angulata), rukem (Flacourtiaceae rukam) dan lo gondang (Ficus sp). Sedangkan jenis jamur yang sering diramu dari hutan meliputi jamur grigit (Schizophyllum aineum), jamur pasang (Pleuratus sp) dan jamur kuping yang tumbuh pada musim tertentu. Kegiatan ekstraktivisme sekarang jarang dilakukan masyarakat Tengger karena kesadaran akan fungsi hutan di Taman Nasional dan hutan lindung.
102
Tabel 10 Keanekaragaman jenis tumbuhan bahan pangan (tanaman budidaya dan non budidaya) dan jamur di masyarakat Tengger No. 1 2 3 4
Suku Asteraceae Rosaceae Lauraceae Poaceae
Status, Lokasi Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan
Poaceae
Budidaya, tegalan
6
Nama Ilmiah Cichorium endevia L. Pyrus malus L. Persea americana Mill. Pennisetum purpureum L. Bambu betung Dendrocalamus asper (bung) (Schultes f.) Backer ex Heyne. Bambu jajang Gigantochloa apus Kurz
Poaceae
7 8 9 10
Bawang merah Bawang Prei Bawang putih Bayam
Allium cepa L. Allium fistulosum L. Allium sativum L. Amaranthus hybrida L.
Liliaceae Liliaceae Apiaceae Amaranthaceae
11
Benguk
Fabaceae
12
Bentul
Araceae
Budidaya, tegalan
13 14 15
Brokoli Buncis Empos
Mucuna pruriens (L.) DC. Xanthosoma violaceum Shott. Brasssica oleracea L. Phaseolus vulgaris L. Maclura sp
Budidaya, liar, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, meliar, tegalan Budidaya, tegalan
Brassicaceae Fabaceae Moraceae
16
Pisum sativum L.
Fabaceae
17 18
Ercis/kapri/ tomeo Gandum Gandum/jagung
Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Liar,TNBTS, Perhutani, Budidaya, tegalan
Triticum sativum L. Zea mays L.
Poaceae Poaceae
19 20
Ganyong Gude
Canna edulis Ker. Cajanus cajan (L.) Mill
Cannaceae Fabaceae
21 22
Terong londo Tomat
Solanaceae Solanaceae
23 24 25 26
Ucet Wortel Jeruk siyem Kentang
Cyphomandra betacea Lycopersicum esculentum L. Pisum sativum L. Daucus carota L. Citrus auranthium L. Solanum tuberosum L.
Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan,komplangan, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan, Perhutani Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan
Fabaceae Apiaceae Rutaceae Solanaceae
Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Tegalan, budidaya Budidaya, tegalan
5
Nama Lokal Andewi Apel Apokat Astruli/gajahan
liar,
103
Tabel 10 Lanjutan No 27
Nama Lokal Kerut/garut
Nama Ilmiah Maranta arundinacea L.
28
Ketela rambat
29 30
Ketumbar Ketirem
Ipomoea batatas (L.) Convonvulaceae Lamk. Coriandrum sativum L. Apiaceae Ipomoea sp Solanaceae
31
Kobis
Brassica oleracea L
Brasicaceae
32
Kopi
Coffea arabica L.
Rubiaceae
33 34
Kucai Kuningan
Apiaceae Asteraceae
35 36 37
Lengkeng Litus Lo gondang
Allium odoratum L. Widelia Montana (Bl.) Boerl. Letchi chinensis Sonn. Brassica sp Ficus glomerata Roxb.
38
Lobak Daikong
Raphanus sativus L.
Brassicaceae
39
Lombok besar
Capsicum anuum L.
Solanaceae
40 41
Lombok rawit Lombok terong
Capsicum frutescens L. Capsicum sp
Solanaceae Solanaceae
42
Mentigi
43
Nangka
44
Padi
Vaccinum variriefolium Vaccinaceae (Bl.) Miq. Artocarpus heterophylla Moraceae L. Oryza sativa L. Poaceae
45
Paku sayur
46 47
Pete Pisang agung
48
Pisang ambon
49
Pisang candi
50
Pisang cici
Musa paradisiaca L. cv. Musaceae Ambon Musa paradisiaca Musaceae L.cv.Candi Musa paradisiaca L. Musaceae
51
Pisang hutan
Musa balbisiana
Suku Maranthaceae
Sapindaceae Brassicaceae Moraceae
Diplazium esculentum Drypteridaceae (Retzius) Swartz Parkia speciosa Hassk. Fabaceae Musa paradisiaca L. Musaceae
Musaceae
Status, Lokasi Budidaya, tegalan, komplangan Budidaya, tegalan, budidaya Budidaya, tegalan Liar,tegalan/TNBTS Perhutani Budidaya, tegalan, komplangan Budidaya, tegalan, komplangan Budidaya, tegalan Liar, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Liar, TNBTS, Perhutani Budidaya, tegalan Komplangan Budidaya, tegalan, komplangan Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan, komplangan Liar, tegalan, TNBTS, Perhutani/ Budidaya, tegalan, komplangan Budidaya, luar daerah Liar, komplangan, TNBTS Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan, komplangan Budidaya, tegalan, komplangan Budidaya, tegalan, komplangan Budidaya, tegalan, komplangan Liar, TNBTS, Perhutani
104
Tabel 10 Lanjutan No 52
Nama Lokal Pisang raja
53
55
Pisang rajomolo Pisang rojonongko Pisang salek
56
Pisang selolosa
Musa paradisiaca L. Musaceae cv.Salik Musa paradisiaca L. Musaceae
57
Pohong
Monohot utilisima Pohl.
Euphorbiaceae
58 59
Ranti Rukem
Solanaceae Flacourtiaceae
60 61 62 63
Sawi ijo Sawi ireng Sawian Siyem
63 65 66
Sledri Spinax/horinso Srikoyo
Solanum torvum Sw. Flacourtia rukam Zoll.& Moritzi Brasica juncea L. Brassica rapa L. Nosturtium sp Sechium edule (Jacq) Swartz. Apium graviolens L. Brassica sp Carica pubescens
67
Stroberi
Fragraria vesta L.
Rosaceae
68
Talas
Araceae
69
Tebu
Poaceae
Budidaya, tegalan
70 71 72
Tembakau Terong Jamur entos
Calocasia esculenta (L.) Schott. Sacharum officinarum L. Nicotiana tabacum L. Solanum melongena L. Lycoperdon pratense
Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, pekarangan, tegalan Budidaya, pekarangag, tegalan Budidaya, tegalan
Solanaceae Solanaceae Polyporaceae
73
Jamur Grigit
Schizephyllum aineum
Schizophyllaceae
74
Jamur kuping/jamur bibir Jamur Pasang
Auricularia auricularis Auriculaceae Loid.
Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Liar, Perhutani, TNBTS/ Liar, TNBTS, Perhutani Liar, tegalan, TNBTS, Perhutani
54
75
Nama Ilmiah Suku Musa paradisiaca L. Musaceae cv.Rojo Musa paradisiaca L. Musaceae Musa paradisiaca L.
Pleuratus sp
Musaceae
Brasicaceae Brassicaceae Brassicaceae Cucurbitaceae Apiaceae Brassicaceae Caricaceae
Agaricales
Status, Distribusi Budidaya, tegalan, komplangan Budidaya, tegalan, TNBTS, Perhutani Budidaya, tegalan,Perhutani Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan,Perhutani Tegalan, budidaya, komplangan Liar, tegalan Liar, Prhutani, TNBTS Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Meliar, tegalan Budidaya, tegalan
Liar, Perhutani
TNBTS,
Untuk mengatasi musim paceklik mereka membuat lumbung jagung yang disebut sigiran, atau mereka menanam ganyong (Canna edulis) yang sewaktu-waktu
105
dapat dipanen. Kentang juga dapat disimpan di tegalan hingga 2-3 bulan dengan cara membiarkan tanaman tetap di ladang. Keanekaragaman bahan pokok untuk menunjang perekonomian terletak di daerah yang tinggi (>1700 m dpl) adalah bawang prei (Allium fistulosum), kentang (Solanum tuberosum), kobis (Brassica oleracea), sedang di wilayah Tengger yang mempunyai ketinggian lebih rendah dibawah 1.700 m dpl meliputi kobis (Brassica oleracea), apel (Pyrus malus), tomat (Lycopersicum esculentum), kentang (Solanum tuberosum), bawang prei (Allium fistulosum), wortel (Daucus carota) dan ketela pohon (Monihot esculenta). Tanaman penghasil karbohidrat lokal meliputi jagung (Zea mays), bentul (Xanthosoma violacium), tales (Calocasia esculenta), ganyong (Canna edulis) dan ketela rambat (Ipomoea batatas). Di Desa Gubuklakah dan Desa Poncokusumo Kecamatan Poncokusumo, ketela pohon dapat tumbuh dengan baik. Padi tidak dapat tumbuh di lingkungan Tengger sedangkan budidaya gandum (Triticum sativum) masih dalam taraf uji coba dari Dinas Pertanian. Perkembangan sistem transportasi dan mudahnya memperoleh sarana transportasi ke wilayah Tengger masyarakat yang dahulu makan jagung sebagai bahan pokok, sekarang bergeser ke beras. Hal ini disebabkan beras mempunyai keunggulan mudah dimasak dan praktis. Pihak pemerintah ternyata memberi bantuan beras baik melalui raskin maupun bentuk dana bantuan lain, sehingga masyarakat Tengger yang biasa makan aron membiasakan untuk makan nasi. Padi tidak dapat ditanam di wilayah Tengger. Sedangkan jagung sangat cocok terutama jagung kultivar Tengger yang mempunyai umur 7-9 bulan. Proses pembuatan bahan pangan nasi aron diperlukan proses yang panjang. Umur yang panjang jagung inilah yang menurut mereka terlalu lama dan kurang praktis dibanding tanaman bawang prei umur 2-3 bulan panen. Demikian pula budidaya bawang putih, bawang merah mencapai 8 bulan, karena waktu yang panjang tersebut kurang menguntungkan dalam segi waktu, ekonomi dibanding bawang prei dan kentang. Tanaman buah-buahan terdiri dari (49 jenis) (Lampiran 3), namun demikian sebagian besar bukan buah lokal. Adapun buah lokal Tengger hanya sekitar 30% yang tumbuh baik pada ketinggian 1500-2100 m dpl meliputi srikoyo, besaran, jambu
106
wer, cimplukan, stroberi, calingan, terong belanda, pisang salik dan pisang raja. Pada ketinggian dibawah 1200 m dpl keanekaragaman jenis buah lebih bervariasi seperti apel tumbuh baik pada bagian Barat Tengger, pepaya dan berbagai kultivar pisang. Di Desa Gubuklakah dan Desa Kayukebek, jenis kultivar pisang bervariasi terutama pisang raja, pisang salek, pisang ambon, pisang cici, pisang rojomolo, pisang salosa dan pisang agung. Jenis buah-buahan yang berasal dari luar daerah berjumlah lebih banyak seperti salak (Salacca edulis), mangga (Mangifera indica), anggur (Vitis vinifera), timun (Cucumis sativus), dan kelapa (Cocos nucifera) didatangkan dari Malang, Probolinggo, Lumajang dan Pasuruan. Pada zaman dahulu kebutuhan gula masyarakat Tengger dapat dipenuhi dengan cara membuat sendiri gula dengan bahan baku tebu (Sacharum officinarum) yang diperas dan dicampur kapur gamping dan sedikit garam kemudian dimasak sampai hampir kental dan selanjutnya dicetak dengan bumbung (buku bambu) terbuat dari bambu membentuk gula merah. Gula merah ini dulu dijual-belikan dan digunakan untuk pemanis makanan atau jajanan, Namun sekarang ini di Desa Gubuklakah lahan pertanian banyak di sewa pabrik gula dari Krebet Malang dan mempunyai produksi cukup baik. Masyarakat Tengger tetap melestarikan bahan pangan jagung varietas Tengger (Zea mays cv. Tengger), ganyong (Canna edulis), tales (Calocasia esculenta), bentul (Xanthosoma violacium) sebagai strategi untuk mengatasi situasi paceklik. Tanaman jagung tersebut hanya ditanam sebagai sampingan (ijir), sedangkan ketela pohon (Monihot utilisima) tambah baik pada ketinggian dibawah 1000 m dpl di wilayah masyarakat Tengger. Masyarakat Tengger yang tinggal di Desa Ngadas Wetan mulai banyak menanam jagung hibrida yang berumur 4 bulan. Hal ini karena kawasan ini memiliki jenis tanah yang cocok untuk tanaman jagung walaupun pada ketinggian 1650 m dpl sedangkan masyarakat Tengger yang tinggal di kawasan pada ketinggian lebih dari 1700 m dpl, mereka lebih memilih menanam jenis tanaman budidaya seperti kentang (Solanum tuberosum), kobis (Brassica oleracea), tropong atau bawang prei (Allium fistulosum) sebagai komoditi utama. Jenis tanaman budidaya sayuran lainnya yang ditanam meliputi benguk (Mucuna pruriens), siyem
107
(Sechium edule), ercis (Pisum sativum), ucet (Vigna sinensis), brokoli (Brassica oleracea), mencogan (Allium sativum), bawang merah (Allium cepa), sledri (Apium graviolens), lombok rawit (Capsicum frutescens), lombok kriting (Capsicum annuum), lombok terong (Capsicum sp), tomat (Lycopersicum esculentum), lobak (Raphanus sativus), dan sawi (Brassica juncea). Untuk jenis tanaman jagung kultivar Tengger, bibit dipersiapkan sendiri melalui seleksi masa terhdapa hasil jagung yang memiliki 1 tongkol atau 2 tongkol yang besar. Tempat atau lumbung penyimpanan jagung terletak diluar rumah yaitu dengan membuat sigir (seperti para-para) yang selanjutnya buah jagung disusun (disigir) agar tidak dimakan bubuk disebut sigiran. Sigiran masih banyak dijumpai di Desa Wonokitri dan Desa Keduwung. Sigiran tersebut terbuat dari bambu atau kayu berfungsi tempat menyusun dan menyimpan jagung. Jagung tua dikeringkan di pohon ladang pertanian kemudian di ikat (dipocong) dengan tali tutus dari bambu jajang (Gigantochlea apus) dan dibawa ke rumah. Jagung yang telah dipocong disusun dalam bentuk sigir pada kayu dan bambu yang kemudian atasnya ditutup dengan alang-alang dan klakah (bambu yang dibelah). Gambar 20a di bawah menunjukkan penyimpanan jagung kering hasil panen disusun yang disusun dalam bentuk sigiran atau lumbung, sedang (Gambar 20b) teknik pemanenan bawang prei (Allium fistulosum) dengan disiwil.
a
b
Gambar 20 Aktivitas pertanian: (a) Sigiran jagung dan (b) Menyiwil tanaman tropong atau bawang prei di Desa Wonokitri.
108
Untuk mengolah biji jagung menjadi makanan aron dilakukan dengan cara menumbuk di lumpang. Untuk membuat nasi aron yaitu biji jagung direndam selama 1 minggu sampai 2 bulan. Air rendaman jagung selalu diganti setiap 2 hari sekali. Biji jagung kemudian ditumbuk menjadi tepung yang berwarna putih dan selanjutnya siap untuk dikukus menjadi nasi aron. Nasi aron ini zaman dahulu merupakan makanan pokok masyarakat Tengger. Menurut mereka bila kita makan nasi aron maka kita merasa kenyang dan tahan untuk makan 1 kali sehari. Pengolahan buah jagung juga dapat langsung dibakar, digodok, atau dibuat tepung untuk digunakan sebagai bahan bermacam-macam kue seperti kue pasung dan roti dan lain-lain. Jenis sayuran yang dibudidayakan masyarakat Tengger adalah jenis kobis (Brassica oleracea), wortel (Daucus carota), sawi (Brassica oleacea), ucet (Phaseolus vulgaris), buncis (Phaseolus sp), lombok kriting (Capsicum anuum), lombok terong (Capsicum sp) (Gambar 21) dan sebagainya.
a
b
Gambar 21 Aktivitas pertanian: (a) Budidaya lombok kriting dan (b) tanaman lombok terong. 5.3.2.2.2 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Bahan Teknologi Lokal dan Seni Jika kita mengklasifikasikan peralatan yang dipergunakan masyarakat Tengger, maka terdapat lebih 6 macam jenis peralatan yang digunakan dalam kehidupannya. Sistem peralatan tersebut meliputi (1) peralatan pengangkutan dan transportasi; (2) peralatan produksi; (3) peralatan perang; (4) Peralatan menyalakan api; (5); peralatan
109
seni tradisional; (6); peralatan rumah tangga. Keanekaragaman jenis tumbuhan dan peralatan tersebut meliputi: 5.3.2.2.2.1 Peralatan Pengangkutan dan Transportasi Masyarakat Tengger menggunakan peralatan pengangkutan tradisional melalui pengangkutan di darat atau menggunakan kuda (Gambar 22b). Secara tradisonal mereka mengangkut hasil pertaniannya, atau kayu bakar dengan cara digendong, dipanggul dan dipikul menggunakan kranjang dari bambu. Perkembangan sekarang masyarakat Tengger dalam transportasi ke tegalan banyak menggunakan sepeda motor bahkan mobil Jeep.
a
b
Gambar 22 Sarana transportasi: (a) Konstruksi jembatan di Desa Keduwung dari kayu cemara dan (b) Transportasi kuda. 5.3.2.2.2.2 Peralatan Produksi Berdasarkan dari pengalaman yang diturunkan dari nenek moyangnya masyarakat Tengger mampu memilih jenis kayu yang dapat digunakan untuk membuat berbagai peralanan pertanian, peralatan berburu dan peralatan menangkap ikan. Peralatan berladang dan berkebun merupakan alat yang digunakan dalam proses produksi khususnya dalam bidang pertanian. Peralatan pertanian meliputi kranjang, sudang dari bambu, pikulan, garpu, cangkul, arit, sabit, pecok dan limbat. Limbat digunakan untuk memotong pohon, sedang arit digunakan untuk memotong rumput. Pegangan atau hulu cangkul, arit, limbat, garpu tersebut terbuat dari bahan kayu kipres (Cassuarina rumphiana), kayu jambu wer (Prunus persica), cemara gunung
110
(Cassuariana junghuhniana) dan kayu tewel (Artocarpus heterophylla).
Dalam
melakukan pekerjaan di ladang, masyarakat Tengger telah memakai sepatu bot untuk melindungi kaki dari berbagai gangguan seperti duri maupun ular. Pemupukan dan penyemprotan hama tanaman dilakukan dengan mempergunakan alat semprot (tangki) atau mesin penyemprotan. Bahan pikulan terbuat dari jenis bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu jajang (Gigantochlea apus), kayu kipres (Cassuarina rumphiana) dan cemara (Cassuarina junghuhniana), karena jenis kayu tersebut lebih kuat. Kotak bibit terbuat dari kayu dadap (Erythrina variegata) dan biasanya digunakan untuk persiapan pembibitan kentang. Pada masa lalu kegiatan berburu merupakan kegiatan yang cukup penting di masyarakat. Akan tetapi kegiatan berburu mulai berkurang dengan berlakunya hutan lindung (Perhutani) dan TNBTS dan berlakunya hukum adat. Oleh karena itu masyarakat Tengger tidak mempunyai keahlian baik dalam perburuan liar. Pada masa lalu masyarakat untuk berburu menggunakan bantuan anjing dan peralatan tombak atau parang. Peralatan menangkap ikan juga tidak berkembang karena kondisi lingkungannya yang tidak mendukung baik di tempat danau maupun sungai. 5.3.2.2.2.3 Peralatan Perang Setiap kelompok masyarakat di dunia ini mempunyai senjata khusus yang digunakan menjadi alat berperang untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Masyarakat Tengger mempunyai senjata khas yang menjadi alat berperang dalam rangka mempertahankan diri dari serangan lawan. Mereka dikenal sebagai wong Tengger yang sejak lama menempati tanah hila-hila artinya sebagai abdi atau Hulun Spriritual Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga dapat dimaklumi kalau peralatan perang tidak banyak berkembang, namun demikian mereka tetap mempunyai peralatan perang seperti keris, panah dan tombak. Mata tombak terbuat dari besi degan bentuk bervariasi salah satu contohnya berbentuk trisula. Tombak dari bambu dengan ujung runcing disebut taki ari yang terbuat dari bambu jajang atau betung. Pegangan (gagang) tombak atau keris terbuat dari kayu cemara dan kayu aren.
111
5.3.2.2.2.4 Peralatan Penerangan Wilayah Tengger hampir semua sudah menggunakan listrik, namun zaman dulu alat penerangan yang digunakan berupa obor terbuat dari bambu atau menggunakan biji jarak yang di susun atau disunduk dengan bambu (sujen). Tumang merupakan tempat atau tungku untuk memasak bahan pangan dan digunakan untuk penghangat badan. Prapen adalah tempat untuk tempat membakar kemenyan yang terbuat dari besi atau kuningan dan pada umumnya dipergunakan oleh para dukun Pandhita. 5.3.2.2.2.5 Peralatan Seni Tradisional Keanekaragaman kesenian masyarakat Tengger meliputi kesenian tradisional yang berasal dari masyarakat dan kesenian dari luar Tengger. Peralatan seni merupakan ekspresi seni masyarakat dalam mengungkap nilai esteika, seni suara berkaitan seni tari dan religi. Kesenian tradisional asli Tengger adalah tari Sodoran dan Ujung-ujungan yang dimainkan satu tahun sekali pada bulan Karo. Tari Sodoran ini mempunyai pola khusus dan setiap menari meliputi empat pasang pemain dengan membawa tongkat sodoran diiringi musik gamelan. Alat musik gamelan terdiri kendang, gong, saron, bonang, slentem, peking dan kenong. Tempat duduk Ratu dan dan Tuan Rumah adalah tiga Petinggi Desa sebagai ketua adat terbuat dari kayu jati. Alat tongkat tari sodoran terbuat dari bambu jajang panjangnya 2 meter yang diisi biji-bijian ujungnya ditutup dengan sabut kelapa. Tari Sodoran kelihatan sederhana dengan penunjukan telunjuk jari yang menurut Sukari et al. (2004) merupakan lambang Pyrusan dan Prodana bermakna pertama dan alam semesta yang bersifat abadi. Sedangkan tari Ujung-ujungan memakai batang penjalin dimainkan berpasangan dengan letak pukulan di bagian punggung. Tari ini melambangkan kehidupan manusia baik dalam keadaan suka dan duka tetap mengedepankan kerukunan dan kedamaian abadi. Jenis kesenian lain meliputi jaran kepang (Gambar 23), reog dan tari tayup (Gambar 24), bantengantari topeng, ketoprak, ludrok, campur sari, gamelan dan sendra tari modern Roro Anteng-Joko Seger. Peralatan seni jaran kepang dan reog terbuat dari bambu jajang maupun bambu betung, sabut aren dan
112
bahan tari topeng Gubuklakah terbuat dari kayu pampung atau dadap. Sarak terbuat dari tanduk kerbau dipergunakan untuk menari (nyarak) pada waktu tari Sodoran. Kentongan yang terbuat dari kayu atau bambu betung atau jajang merupakan alat untuk komunikasi zaman dahulu. Kerajinan lokal membuat gedek sekarang sudah jarang karena hanya pekerjaan sambilan, sedang kerajinan seni seperti bunga tanalayu dan bunga paitan dikeringkan sering kita dapatkan dan dijual belikan.
Gambar 23 Seni tradisional Kesenian jaranan.
a
b
Gambar 24 Seni tradisional: (a) Kesenian reog Desa Wonotoro, dan (b) Tayup di Desa Ngadas Kidul.
113
Masyarakat Tengger juga menyimpam benda-benda keramat yang merupakan warisaran nenek moyang berupa jimat Klontongan meliputi tombak, sejumah uang logam dari abad-keabad, siwur dari kelapa, sarak (tanduk kerbau), tumbu dari bambu, periuk dan pakaian warna hitam tanpa jahitan. Serbang merupakan tempat alat-alat seperti jimat klontongan dan sodor berupa tongkat dari bambu berisi biji-bijian yang dipergunakan pada waktu tarian sakral Sodoran. Ancak adalah tempat (wadah) yang terbuat dari bambu betung dan jajang, digunakan untuk meletakkan sesaji, sedangkan tempat air yang digunakan Dukun Pandhita untuk japa mantra disebut prasen dan tempat api untuk membakar kemenyan disebut prapen. 5.3.2.2.2.6 Peralatan Rumah Tangga Peralatan rumah tangga meliputi wadah, peralatan dapur, peralatan makan, minum, peralatan menyalakan api, perabotan rumah tangga dan peralatan mengambil air. Peralatan untuk wadah digolongkan sebagai alat untuk menampung, menyimpan barang seperti air, pakaian, hasil pertanian, makanan dan lain-lain. Alat untuk mengambil air dari sumber yang jauh letaknya dengan bahan dari bambu betung atau bambu jajang disebut sudang, sekarang sudah banyak menggunakan pipa paralon dan jerigen. Alat memasak meliputi cepel, irus, siwur atau gayung (cebok) terbuat dari tempurung kelapa, tampah (tempeh), kukusan (tanggi) dan tumbu terbuat dari bambu jajang, ulekan dari kayu cemara, parut kelapa dan sapu lidi aren atau dari daun kelapa. Masyarakat Tengger juga memanfaatkan sumberdaya hayati tumbuhan yang ada disekitar untuk lumpang, alu (lau) dari kayu danglu (Engelhardia spicata), cemara gunung (Casuarina junghuhniana), kayu tewel (Artocarpus heterophylla), dan kayu pasang (Quercus lincata). Tempat untuk menyimpam makanan disebut pedaringan yang terbuat dari bambu atau kayu. Sedangkan lincak (dampar) digunakan menaruh makanan, minuman yang diletaknan di depan tumang yang terbuat dari kayu pampung (Unanthe javanica), jati (Tectona grandis), damar (Agathis alba) dan kayu kembang (Michelia velutina). Tempat untuk menyimpan peralatan makan seperti piring, gelas, cingkir, sendok disebut jodang yang terbuat
114
dari kayu cemara (Casuarina junghuhniana), tewel (Artocarpus heterophylla) dan jati (Tectona grandis). Sedangkan alat pikulnya terbuat dari bambu (Gambar 25).
a
b
Gambar 25 Peralatan rumah tangga: (a) Ibu Desa Wonokitri menumbuk jagung untuk bahan aron dan (b) Peralatan disimpan di gubuk. Berbagai peralatan pertukangan seperti halnya masyarakat lain meliputi pasah, limbat, wadung, linggis, cetok, kasutan, petil, gergaji,
tatah dan bor. Peralatan
tersebut dipunyai secara lengkap oleh kelompok masyarakat Tengger yang profesinya sebagai tukang. Namun demikian peralatan pertukangan seperti parang dan limbat digunakan untuk setiap keluarga Tengger. Untuk membuat rumah, dan peralatan meja, dingklik (kursi panjang berkaki pendek), amben (tempat tidur) dari
kayu
cemara gunung, kayu pinus, kayu dadap, bambu, kayu pasang, kayu kembang dan kayu pampung. Peralatan dapur yang dipergunakan untuk makan dan minum terbuat dari porselin, plastik, keramik dan metal. Namun pada zaman dulu mereka menggunakan peralatan makan dan minum dari jenis tumbuhan diantaranya adalah tempayan dari tanah, sendok dan tempat sayur dari tempurung kelapa, gelas dari jenis bambu jajang. 5.3.2.2.3 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sebagai Bahan Bumbu, Rokok, Pewarna dan Kecantikan. Dari penelitian ini diperoleh berbagai macam jenis tanaman bumbu berjumlah 23 jenis (Lampiran 9). Pemanfaatan bahan bumbu-bumbuan berdasarkan pengalaman tradisionalnya masyarakat mampu memilih jenis tanaman untuk keperluan bahan pangan contohnya masakan dari bahan daging atau sayuran. Jenis masakan daging
115
dapat disate, sate goreng, gulai, rawon, sedangkan bumbu meliputi kluwek, sere, daun jeruk, bawang merah, bawang putih, bawang prei, tumbar, sledri, kelapa dan lain-lain. Untuk masakan sayuran mempunyai bumbu hampir sama tergantung jenis sayurannya apakah sayur bening, sop, pada umumnya mereka lebih menyukai kulupan. Kulupan lebih dominan karena merupakan hasil budidaya mereka sendiri apalagi dengan sambal dari lombok terong dan ikan asin, lalapan buah klandingan, ketirem dan ranti. Jenis penyedap, pewangi adalah pandan wangi sedangkan jenis bumbu meliputi kelapa, mrica, didatangkan dari luar Tengger. 5.3.2.2.3.1 Bahan pewarna Sebelum dikenal bahan pewarna sintetis masyarakat Tengger telah menggunakan bahan pewarna alami, yang telah turun temurun dipergunakan. Untuk mempercantik diri digunakan warna dari denges (bunga waru), bunga pacar sebagai cat kuku, bedak dari tepung beras. Pewarna makanan terdiri dari kunyit (Curcuma domestica) untuk memberi warna kuning dan gambir untuk menginang biasnya untuk warna merah. Dalam berbagai ritual adat masyarakat Tengger menggunakan warna untuk bahan makanan meliputi jenang merah (abang) dan jenang putih. Tumbuhan pewarna bahan makanan meliputi daun suji (Pleomele angustifolia) untuk warna hijau, kunyit (Curcuma domestica) untuk warna kuning dan sabut kelapa (Cocos nucifera) untuk pewarna hitam caranya yaitu sabut kelapa tersebut dibakar kemudian disaring sebagai pewarna hitam. Bahan pakaian masyarakat Tengger meliputi baju adat berwarna hitam, sedangkan warna selempang untuk para Dukun Pandhita berwarna kuning. Bagi masyarakat Tengger masing-masing warna mempunyai makna seperti warna merah melambangkan keberanian, putih kebersihan hati yang suci, bersih dan kuning melambangkan kebikjaksanaan. 5.3.2.2.3.2 Bahan rokok Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) oleh masyarakat Tengger dapat di tanam sebagai tanaman budidaya untuk bahan rokok. Tanaman ini diusahakan hanya
116
untuk keperluan lokal, sedang bibit tembakau dijual untuk dikembangkan di wilayah lain seperti Probolinggo, Situbondo dan Lumajang. Tembakau juga dipergunakan sebagai bahan nginang (gambir, sirih, injet). Pada umumnya rokok tembakau digulung sendiri. Sebagian besar masyarakat Tengger baik laki-laki dan perempuan merokok, hal ini dilakukan untuk menghilangkan rasa dingin disertai minum kopi. Selain itu bahan rokok juga mempergunakan klobot jagung. Beberapa jenis tumbuhan lokal juga bisa digunakan untuk bahan merokok yaitu daun kecubung dan ganjan namun jenis tumbuhan tersebut dapat memabukkan. 5.3.2.2.3.3 Bahan Kecantikan Dalam hal kecantikan yang berkaitan dengan penghilang bau badan masyarakat Tengger menggunakan bunga mawar dan melati yang diletakkan di saku, minyak klentik (kelapa) dicampur bunga mawar, kenanga atau melati sebagai pewarna rambut kelihatan rapi (klimis). Bahan pembersih rambut digunakan merang padi (Oryza sativa) dibakar atau klerek (Sapindus rarak) untuk menghilangkan kutu kepala atau tumo. Bagi orang tua lebih menyukai nginang dari bahan tembakau, injet, gambir, sirih sehingga bibir kelihatan mempunyai warna. Hasil inventarisasi jenis tumbuhan sebagai bahan pewarna berjumlah 8 jenis antara lain: kelapa (Cocos nucifera), kunyit (Curcuma domestica), pacar (Lawsonia inermis). 5.3.2.2.4 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Bahan Obat Tradisional Keanekaragaman jenis tumbuhan obat tradisional dalam masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur ada sekitar 98 jenis (Indriyani et al. 2006). Pada akhir-akhir ini dengan perkembangan bidang kesehatan seperti Puskesdes, Polindes, Puskesmas dan toko obat, masyarakat Tengger lebih banyak meninggalkan obat tradisional dengan alasan lebih cepat sembuh (manjur) dan lebih praktis. Pengetahuan tentang penggunaan obat tradisional tinggal sebatas pengetahuan mereka yang didapat secara turun temurun, namun demikian sebagian mereka masih menggunakan bahan tradisional (Tabel 11) dan suwuk (mantera). Sebagai contoh bahan dari obat tradisional meliputi getah pisang, rizoma alang-alang (Imperata
117
cylindrica), daun binahong (Basella rubra), getah lamtoro (Leucaena glauca) digunakan untuk obat luka. Umbi bawang putih (Allium sativum) dan daun dringu (Acorus calamus ) untuk pengobatan anak-anak panas atau kena sawan. Daun tepung otot (Stellaria saxatilis), cimplukan (Physalis angulata) (daun dan buah), yodium (Jatropha multifida), dan daun sirih (Piper betle), digunakan untuk obat mimisan. Untuk obat masuk angin masyarakat menggunakan daun dringu (Acorus calamus), bawang putih (Allium fistulosum), dan adas (Foeniculum vulgare). Obat kesleo, vitalitas tubuh dan perut kembung digunakan jenis tumbuhan akar sempretan, tepung otot (Stellaria saxatilis), jae wono (Zingiber officinale)), pulosari (Alixia reinwardtii), jahe (Zingiber officinale), kencur (Kaemferia galanga), kunyit (Curcuma domestica), pronojiwo (Euchresta horsfieldii), kayu ampet (Astronia macrophylla), lobak (Raphanus sativus) dan poo (Melaleuca leucadendron). Untuk obat batuk meliputi cimplukan (Physalis angulata), adas (Foeniculum vulgare), pulosari (Alixia reinwardii), jeruk pecel (Citrus hystrix) dan bawang prei (Allium fistulosum). Obat menanggulagi darah tinggi dan darah rendah menggunakan timun (Cucumis sativus), cimplukan (Physalis minima), srikaya (Carica pubescent), bayam (Amaranthus hybridus), ketumbar (Coriandrum sativum) dan seledri (Apium graveolens). Obat sakit gigi menggunakan getah atau biji jarak (Ricinus comunnis), bawang putih (Allium sativum) dan tembakau (Nicotiana tabacum). Untuk obat sakit mata menggunakan air dari bunga muda (kuncup) kecubung (Brugmansia suaveolens) dan bunga danglu (Engelhardia spicata). Masyarakat Tengger mengenal beberapa tanaman racun meliputi buah jarak (Ricinus comunnis), jamur kayu (Ganoderma cochlear), tehan (Eupatorium riparium), jamur impes (Calvatia borista), triwulan (Eupatorium rotundifolium), kecubung hutan (Datura metel) dan trabasan (Artemisia vulgaris). Biji jarak (Ricinus comunnis) dan ranti (Solanum nigrum) dikenal beracun, namun bagi mereka digunakan sebagai bumbu atau lalapan, demikian pula ki racun digunakan sebagai tanaman hias. Masyarakat Tengger dalam pengobatan tradisional biasanya menggunakan 1 jenis tumbuhan atau berupa campuran dari beberapa jenis tumbuhan seperti obat masuk angin ramuan daun dringu (Acorus calamus) dan bawang putih
118
(Allium sativum) ditumbuk kemudian dibobok. Bagian tumbuhan yang digunakan berupa bagian rimpang, akar, kulit batang, daun, buah dan biji. Tabel 11 Keanekaragaman jenis tumbuhan obat di masyarakat Tengger. No
Nama Ilmiah
Suku
Cara meramu
Kegunaan
1
Nama Lokal Adas
Foeniculum vulgare Mill.
Apiaceae
Perut kembung, batuk, flu, sesak napas, sawan, linu, penghangat bayi, panas, pusing
2
Apel
Pyrus malus L.
Rosaceae
Daun, biji + pulosari tumbuk+dringu +bawang putih, minum, dibobok, beras+kencur Buah dimakan, dijus
3
Asam
Tamarindus indica L.
Fabaceae
Buah campur air panas+gula
4
Alangalang
Imperata cylindrica L.
Poaceae
5
Apokat
Rizoma tumbuk, oles,+air minum Buah dimakan +gula Akar,daun ditumbuk+air Daun bobok
Persea gratissima Aseman/j Achiranthes arongan aspera L. Anggrung Trema amboinensis (Wild) Bl. Bawang Allium prei fistulosum L.
Lauraceae
9
Bayam
Amaranthaceae
10
Bawang putih/men cogan
Amaranthus hybridus L. Allium sativum L.
11
Binahong
Basella rubra L.
Basellaceae
12
Cemara
Casuarina junghuhniana Miq.
Casuarinaceae
6 7 8
Amaranthaceae Moraceae Liliaceae
Liliaceae
Batang, daun masak, bening, makan Daun di masak, kulup Umbi tumbuk, + dringu +minyakkelapa ,+bawang merah, minyak gas Batang, daun ditumbuk, oles Abu kayu + air panas+gula Minum
Vitalitas, sariawan,darah tinggi Minuman setelah melahirkan,batuk ,bumbu Luka, vitalitas, ginjal Darah tinggi, mejen Panas,pegal linu,vitalitas Gatal Batuk Darah rendah, pelancar asi Panas, kembung, sakit gigi, kesleo, masuk angin, sawan Luka, kesleo, rematik, sakit perut Sakit perut, mencret, pegal linu
119
Tabel 11 Lanjutan No 13
Nama Ilmiah
Suku
Cara meramu
Kegunaan
Physalis heterophylla L.
Solanaceae
Centella asiatica (L.) Urb. Pogostemon hortensis Back. Digitalis purpureaL. Acorus calamus L.
Umbelliferae
Buah muda diambil air dioleskan, daun dimakan Daun tumbuk+air panas minum Daun +air panas minum
Luka, kulit gatal, darah tinggi, sariawan, batuk, sakit kuning Batuk, kencing batu, pegal linu
Daun bobok, temple Daun+mencog an tumbuk,direbus +bobok,rimpan g, tumbuk Daun+air hangat dibobok, tempel Kulit batang, bunga tumbuk Daun tumbuk, dioles Batang, tangkai
Luka luar
Buah muda di tumbuk+air minum Buah dimakan+air panas Badan buah, dibobok +air mandi, obat dan racun
Batuk, pelancar asi, vitalitas
Badan buah direndam,+air mandi obat dan racun Badan buah digodok
Borok, bengkak, kadas,gatal
14
Calingan/p agan
15
Dilem
16
Digitalis
17
Dringu
18
Dadap
Erythrina variegata L.
Fabaceae
19
Danglu
Juglandaceae
20
Ganjan
21
Grinting
22
Gandum
Engelhardia spicata L. Artemisia vulgaris L. Cynodon dactylon Pers. Zea mays L.
23
Grunggung / calingan Jamur impes
Rubus rosaefolius J.E.Smith. Calvatia bovista(L.) Van Overeem.
Rosaceae
25
Jamur kayu
Ganoderma cochlear Bl. et Nees.
Polyporaceae
26
Jamur es
24
Nama lokal Cimplukan
Labiatae Scrophulariaceae
Araceae
Asteraceae Poaceae Poaceae
Lycoperdaceae
Polyporaceae
Kembung, masuk angin
Panas, kesleo, kembung, pegal linu, sakit kepala obat tidur bayi,bidur,sawan Panas, step
Sariawan, mata Mimisan
sakit
Luka
Sariawan, mencret Borok, bengkak, kadas kudiis
Sesak
120
Tabel11 Lanjutan No 27
Suku
Cara meramu
Kegunaan
Prunus persica Zieb.&Zucc.
Myrtaceae
Mencret, sariawan
Ricinus comunnis L.
Euphorbiaceae
28
Jarak
29
Euphorbiaceae Arecaceae
Buah tumbuk
31
Jarak Jatropa curcas jawa/paga L. r Jambe Areca catechu L. Jae wono Zingiber sp
Zingiberaceae
Rizoma,tumbu k+madu+air panas
32
Jae jawa
Zingiber officinale Roxb.
Zingiberaceae
33
Jeruk nipis
Rutaceae
34
Jeru siyem Jeruk bali
Citrus aurantifolia Swing. Citrus sinensis Osb. Citrus maxima Merr.
Rizoma tumbuk,bakar +air diminum, bobok Buah diperas+air +gula Buah dimakan
35
Nama Ilmiah
Buah dan daun muda tumbuk+air panas, direbus di minum Getah batang, daun dioles, biji dibakar oles gigi bengkak Biji, getah
30
Nama Lokal Jambu wer
Rutaceae Rutaceae
36
Jambu jawa
Psidium quajava Myrtaceae L.
37
Kencur
Kaempferia galangal L.
Zingiberaceae
Buah dimakan, kulit bakar,buah+air minum Daun muda bobok+air,min um Rizoma tumbuk/parut, minum, bobok,+beras bobok
diare,
Sakit gigi, biji bumbu, racun, lampu, kesleo, sengat tawon Sakit gigi, colok lampu,minyak,ra cun Sakit gigi, kosmetik Vitalitas, batuk, kesleo, setelah melahirkan, panas Kesleo,penghang at, pegal linu, sakit gigi, pusing, panas, bau badan Batuk, pegal linu, bumbu,pilek,min uman, asma Sariawan Sariawan, setelah melahirkan Mencret Kesleo, pegal linu, pusing,panas,kem bung, setelah melahirkan,kesub uran,bengkak
121
Tabel 11 Lanjutan No 38
Nama lokal Kunyit/ kunir
Nama Ilmiah
Suku
Cara meramu
Kegunaan
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae
Rizoma tumbuk+air
Solanaceae
Umbi, rebus,
Kembung, pegal linu, minuman, bidur, bengkak, setelah melahirkan, sawan,panas, pusing, bau badan Vitalitas, sayuran, sakit perut Racun
39
Kentang
Solanum tuberosum L.
40
Krangean
41
Ketumbar
Abrus laevigatus Fabaceae E. Mey Coriandrum Apiaceae sativum L.
42
Keningar
Cinnamomum burmanii Bl.
Lauraceae
43
Kecubung
Brugmansia suaviolens Barcht.& Presl.
Solanaceae
44
Klanding
Fabaceae
45
Kecu bung ungu
Albitzia lopantha (Wild) Beth. Datura metel L.
46
Kayu ampet
Astronia macrophilla Bl.
Apocynaceae
47
Ketirem
Ipomoea sp
Convolvulaceae
Solanaceae
Biji Buah tumbuk+air panas Buah, kulit batang tumbuk+air, campuran jamu Daun,bunga, air bunga muda,kuncup, diambil oleskan/tetes dimata Buah untuk lalapan+sambal , kulit bobok Buah dan daun bunga racun,= air, memabukkan Kulit kayu rebus, bakar, bobok +air, minum,daun Daun direbus, lalapan
Kembung, darah tinggi, bumbu Vitalitas, pusing, darah tinggi, sakit perut, obat kuat Obat mata, daun merokok,racun
Vitalitas, nafsu makan,cacingan, luka luar Memabukkan, racun, lelap tidur,merokok Patah tulang, mejen,mencret,sa kit mata,masuk angin Vitalitas, nafsu makan, sakit perut, pelancar asi
122
Tabel 11 Lanjutan No 48
Nama Lokal Ketiu
49
Kunci
50
Kapulogo
51
Kayu pule
52
Kopi
Coffea arabica L.
Rubiaceae
53
Kemangi/ telasih
Oscimum basilicum L.
Labiatae
54
Lobak
Rhapanus sativus L.
Brassicaceae
55
Lombok rawit Lombok kriting Lombok terong
Capsicum frutescens L. Capsicum anuum L. Capsicum sp
Solanaceae
58
Lombok udel
59
Lidah buaya Lempuya ng
Solanum capicastrum Link. Aloe vera Mill.
56 57
60
61
Laos
62
Lerak
Nama Ilmiah
Suku
Cara meramu
Kegunaan
Emilia prenanthoidea D.C. Kaemppferia angustifolia L. Amomum cardamomum L. Alstonia shcolaris R.Br.
Asteraceae
Getah dibobokkan atau dioles Rizoma
Luka, sayur
Campuran jamu Getah dibobokkan atau dioles Biji kering tumbuk+air panas+gula Daun lalap
Vitalitas
Zingiberaceae Zingiberaceae Apocynaceae
Solanaceae Solanaceae Solanaceae Liliaceae
Batang ,umbi parut/tumbuk air minum, bunga Buah+bawang putih tumbuk Buah+bawang putih+tumbuk Buah+bawang putih+tumbuk, raja pedas Buah di peras diminum
Panas, bumbu
Luka Vitalitas, pusing,tekanan darah naik Bau keringat, nafsu makan, demam Perut kembung, pegal linu, ginjal,ambien, sengat lebah Nafsu makan Nafsu makan Nafsu makan, pusing, pelancar asi Sariawan, pusing
Daun, buah direbus, minum Rimpang
Batuk, tinggi Panas
Vitalitas, bumbu, pegal linu, mriang Obat tumo, serangga, cuci, sampo
Zingiber aromaticum Val. Alpinia galanga (L) Wild.
Zingiberaceae Zingibearaceae
Rizoma tumbuk, gosok
Sapindus rarak DC.
Sapindaceae
Buah tumbuk+air
darah
123
Tabel 11 Lanjutan No
64
Nama Lokal Menjari/g embokan Manggis
65
Mrica
Piper nigum L.
Piperaceae
Buah
Vitalitas, pegel linu, pusing
66
Mahoni
Meliaceae
Buah
Pusing
67
Nanas muda Pari
Switenia mahagoni (L.) Jacq. Ananas comusus Merr. Oriza sativa L.
Bromeliaceae
Buah muda
Obat KB/aborsi
Poaceae
Biji, bunga
Musa paradisiaca L.cv.Rojo Musa paradisiaca L.cv.Salik Musa paradisiaca L. Monihot utilisima Pohl. Musa paradisiaca L.cv.Ambon Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn. Carica papaya L.
Musaceae
Buah dimakan, getah batang, buah bakar Buah dimakan, getah oles
Campuran obat, sampo, kesleo, kesuburan wanita,bedak,pel ancar asi Mejen, luka, mencret,abeien, luka bakar Mejen, luka
Pimpinella pruatjan Molkenb.
Umbelliferae
63
68
69
Pisang raja
70
Pisang salek
71
Pisang hutan Pohong
72
73
Pisang ambon
74
Pronojiwo
75
Pepaya
76
Purwocen g/antanan
Nama Ilmiah
Suku
Cara meramu
Kegunaan
Sonchus javanicus Jungh. Garcinia mangostana L.
Asteraceae
Getah bunga, batang, daun Kulit buah dibakar
Sariawan, ginjal, luka Mencret
Guttiferae
Musaceae Musaceae
Luka, ritual
Euphorbiaceae
Getah batang dioles Daun godok
Musaceae
Buah dimakan
Mejen, luka,sakit perut, mencret
Fabaceae
Buah, biji tumbuk+air minum, bobok Buah dimakan, daun direbus atau tumbuk+air minum Akar,batang, daun, bunga , buah+air buah rebus
Pegal-linu, sakit perut,rematik,vita litas Mejen, sariawan, vitalitas, setelah melahirkan
Caricaceae
Pelancar asi
Vitalitas tubuh, lemah syahwat
124
Tabel 11 Lanjutan No 77
Nama Ilmiah
Suku
Cara meramu
Kegunaan
Melaleuca leucadendron L.
Myrtaceae
Kulit batang, daun direbus, minum,dioles
Equisetum debile Roxb. Mentha arvensis L. Pinanga coronata (Bl.ex Mart.) Bl. Gynura procumbens (Lour.) Merr. Alyxia reinwardii L.
Equisetaceae Menispermaceae
Batang,daun tumbuk, bobok Daun
Masuk angin, batuk, penghangat bayi, kembung,pegal linu, Pegal linu, diare Gatal
Arecaceae
Batang muda
Mencret
Asteraceae
Bunga
Campuran mandi anak-anak
Apocynaceae
Daun, biji +adas tumbuk +air minum, kulit tumbuk+air minum Buah, daun lalapan
Vitalitas, sakit perut,batuk, flu,panas, pusing, mencret
78
Petungan
79
Permenan
80
Piji
81
Pusek
82
Pulosari
83
Ranti
Solanum nigrum L.
Solanaceae
84 85
Rotan Sirih
Daemonorop sp Piper betle L.
Arecaceae Piperaceae
86
Suri pandak Siyem
Plantago mayor L. Sechium edule (Jacq) Swartz.
Campanulaceae
88
Sawi ireng
Brassica rapa L. Brassicaceae
89 90
Sawian Sledri
Nostorticum sp Apium graviolens L.
87
Nama Lokal Poo lanang, poo wadon
Cucurbitaceae
Brassicaceae Apiaceae
Nafsu makan, pelancar seni,maag, darah tinggi Umbut digodok Mencret Daun+tembaka Sakit gigi, sakit mata, borok, u+kapur kunyah,sumbat mimisen,keputiha n, melahirkan daun+air, bakar,direbus,r embang Daun bobok, Kesleo, ambeien, luka Buah dimasak, Panas,menggigil makan kompres Daun Pusing, demam rebus,kulup dimakan Daun Sengat lebah Daun+air Daarah tinggi, minum bau keringat
125
Tabel 11 Lanjutan No 91
Nama Lokal Sesuruh
92
Senduro
93
Semanggi
94
Sembuka n
95
Semboja
96
Sintok
97
Singkong
98
Sempretan/lumpu ngan
99
Srikoyo/k arikaya
Carica pubescens L.
Caricaceae
Daun muda rebus+garam Akar ditumbuk+air panas Diminum atau dioles Buah dimakan
100
Stroberi
Rosaceae
Buah dimakan
101
Susuh angin/ janggut wesi
Fragraria vesta L. Usnea dasypoga (Acharius) Nylander.
Usneaceae
Badan buah tumbuk +Air panas diminum
102
Tebu ireng
Sacharum officinarum L.
Poaceae
103
Tembakau
Nicotiana tabacum L.
Solanaceae
Air tebu dibakar minuman Daun di potong,rokok, susur/kunyah, rokok ditempel luka gigitan
Nama Ilmiah
Suku
Cara meramu
Kegunaan
Piperomia pellucid (L.) Kunth. Sindora javanica (K. & V.) Back. Oxalis corniculata L. Paederia scandens (Lour) Merr. Plumeria acuminata W.T.Ait. Cinnamomum sintoc Bl. Monihot utilisisima Pohl. Eupatoriun sp
Piperaceae
Daun tumbuk +air minum
Sariawan, urat, bisul
Fabaceae
Daun tumbuk, bobok
Pegel linu
Oxalidaceae
Daun
Demam,flu
Rubiaceae
Daun
Masuk kentut
Apocynaceae
Getah, daun,batang
Sakit gigi
Lauraceae
Kulit batang
Vitalitas
Euphorbiaceae
Pelancar asi, vitalitas Vitalitas, batuk, kesleo,luka masuk angin, berbagai penyakit
Sariawan, vitamin, mencret Campruan obat, jawa, asma,ginjal, pegal linu, vitalitas Penghangat badan, batuk,vitalitas Rokok, vitalitas, sakit gigi, racun untuk binatang ular, tawon
Asteraceae
asam
angin,
Mejen, darah rendah, mriang
126
Tabel 11 Lanjutan No
Nama Lokal 104 Toro
Nama Ilmiah
Suku
Cara meramu
Kegunaan
Leucaena leucocephalla (Lam.) de Wit
Fabaceae
Nafsu makan, luka, bisul, sakit gigi
105 Trabasan 106 Tehan
Eupatorium sp Eupatoriun riparium Regel
Asteraceae Asteraceae
107
Triwulan
Asteraceae
108
Timun
109
Tepung otot
Eupatorium pallescens DC. Cucumis sativus L. Stellaria saxatilis Ham.
110
Tomat
Lycopersicum esculentum Mill.
Solanaceae
111
Teki
Cyperus monocephalus L.
Cyperaceae
Curcuma xanthorhiza L. Curcuma aeruginosa Roxb. Solanum sp
Zingiberaceae
Biji dimakan, masak, getah daun muda dioles Daun ditumbuk Daun ditumbuk+air panas diminum Daun, bunga ditumbuk Buah ditumbuk +air diminum Batang,daun ditumbuk bobok Buah makan,masak+ air+gula, diminum R hizoma tumbuk +air+garam diminum Rhizoma+air+a sam Rimpang
112
Temu lawak 113 Temu ireng 114
Terong belanda
115 Talas/mb ote 116
Tibar
117
The
118
Ulan-ulan
Calocasia esculenta Schott. Sonchus arvensis L. Commelina sinensis L. Tinospora coriaceae (Bl.) Beumee.
Cucurbitaceae Caryophyllaceae
Zingiberaceae Solanaceae Araceae Asteraceae Theaceae Menispermae
Racun Racun, obat mencret, rokok Racun ternak Darah tinggi Kesleo, pegal linu, asam urat, patah tulang, Sariawan, ambeien, vitamin Pusing, campuran jamu Jamu,vitalits Bidur
Buah ditumbuk+air atau dimakan Batang/umbi digodok
Sariawan
Getah batang, dioles Daun+gula+air panas Daun, bunga
Sakit gigi
Tidur, luka bakar
Vitalitas Kesleo
127
Tabel 11 Lanjutan No
Nama Ilmiah
Suku
Cara meramu
Kegunaan
119
Nama Lokal Wortel
Daucus carota L.
Apiaceae
Sariawan, mata
120
Waron
Malvaceae
121
Yodium
Abelmonchus moschatus Medik. Jatropha multifida L.
Batang ditumbuk+air diminum Bunga
Euphorbiaceae
Getah tangkai daun, di oles
Sengat tawon, cuci pakaian Luka
Masyarakat Tengger memanfaatkan obat dan racun tradisional dari tumbuhan sekitar 121 jenis, yang termasuk 75 marga dan 41 suku. Sebagian besar kelompok tumbuhan berperawakan terna dan sebagian kecil pohon, tumbuhan lumut dan jamur dipergunakan untuk mengatasi 61 gejala penyakit. Salah satu jenis tumbuhan yang paling mahal dan sulit dicari adalah sempretan, yang berada di kawasan hutan konservasi TNBTS maupun di hutan Perhutani. Jenis-jenis tumbuhan obat pada umumnya diambil di sekitar rumah, tegalan, atau hutan dan digunakan untuk mengobati sekitar 63 macam gejala penyakit. Metoda pelaksanaan pengobatan tradisional mereka mempergunakan satu jenis tumbuhan atau beberapa jenis (racikan) dengan cara ditumbuk, dikunyah, dibobok, direbus, digosok, ditetes dan diikuti dengan mantra yang disebut suwuk. Mereka percaya bahwa semua tumbuhan yang tumbuh di alam mempunyai maksud dan fungsi tertentu, bahkan semua tanaman bahan pangan, sayuran, buah-buahan juga berfungsi sebagai obat. Jenis tumbuhan obat sering ditanam sebagai tanaman hias rumah atau gubuk, tanaman ritual, tanaman konservasi dan tanaman liar. Tumbuhan obat yang paling banyak di temukan di sekitar perumahan secara liar adalah adas, jarak, kecubung, cimplukan, pisang hutan , dan jenis dibudayakan seperti dringu dan jambu wer. Adas, bawang putih mudah di dapat dipergunakan mengobati perut kembung, sawan, panas, sedangkan buah muda cimplukan, getah pisang, rumah laba-laba, rizoma alang-alang untuk obat luka. Beberapa jenis tumbuhan dari hutan seperti sempretan, kayu ampet, purwoceng, ketirem, klandingan, jahe wono, pulosari biasanya harus diambil dari
128
hutan. Kategori jenis penyakit, jumlah jenis tumbuhan dan bagian tumbuhan yang digunakan masyarakat Tengger ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12 Kategori jenis penyakit dalam masyarakat Tengger, jumlah jenis tumbuhan dan organ tumbuhan yang digunakan sebagai obat No 1 2 3 4 5 6 7
Kategori jenis penyakit Jumlah jenis Sawan 3 Sakit mata/ gatal/ klilip 3 Pegal linu/rematik 18 Influensa 2 Sakit diare/mencret/ berak 9 darah Sariawan 11 Penyakit kulit/borok 3
8 9 10 11 12 13
Penyakit batuk Sakit gigi Ibu melahirkan/persalinan Obat luka Luka bakar Perut kembung, masuk angin
5 6 5 11 2 16
14 15 16 17
2 22 5 9
18 19 20 21
Mimisan Obat kuat/vitalitas Kosmetika dan parfum Perangsang nafsu makan/stimulant Menstruasi Kesleo/patah tulang KB Pasca persalinan
22 23
Ginjal Demam
2 4
24 25 26 27 28 29
Tekanan darah (darah tinggi) Tekanan darah (darah rendah) Sengatan lebah Penghangat badan Bisul Menambah vitalitas tubuh
6 4 3 4 1 13
30 31 32 33
Pelancar asi Obat tumo Asam urat Bengkak-bengkak
3 1 2 3
3 4 2 5
Organ tumbuhan Batang, daun Batang,bunga muda, bunga Rimpang Rimpang, daun Batang, umbut, daun, buah Buah Badan buah, batang, daun,umbi Rimpang, daun, buah Getah batang, daun Rimpang, batang, daun, buah Batang, daun,rimpang, getah Buah muda Akar, batang, daun, bunga, biji Daun Rimpang,kulit,daun,buah Rimpang, buah, daun, biji Rimpang, daun muda, buah muda, biji Rimpang, batang, daun Rimpang, batang, daun Rimpang, daun, buah Rimpang, batang, daun, buah, biji Rimpang, daun Rimpang, daun,bunga, batang Daun, buah Rimpang, daun, biji Daun, bunga Rimpang, biji Daun, badan buah Rimpang, batang, daun, buah, biji Rimpang,daun, buah, biji Buah Rimpang, daun Badan buah, daun
129
Tabel 12 Lanjutan No 34 35 37 38
Kategori jenis penyakit Sakit kuning Asma/sesak napas Penurun panas/step Pusing/sakit kepala
Jumlah jenis 1 2 7 8
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Gatal Kadas Penyakit TBC Ambein/mejen Pembersih rambut/shampoo Bidur Kencing batu Cegah lek Kadas kudis Penyakit cacingan Gigit ular Keracunan Aborsi Kesuburan wanita/ pria Cacingan Luka bakar Obat tidur bayi Racun hewan
4 2 1 7 2 2 1 3 3 2 1 2 1 4 2 2 1 3
Organ tumbuhan Daun Badan buah, buah Rimpang, daun Rimpang, batang, daun, buah,biji Badan buah,daun Badan buah Buah, biji Daun,buah Buah, bunga Rimpang, daun Daun Rimpang, biji Badan buah, daun Biji Daun Buah, didih Buah Rimpang, akar, daun Buah, biji Buah Daun Daun
57
Sakit kepala/pusing
8
Bunga
58
Keputihan
1
Daun
59
Bau badan/keringat
3
Daun
Menurut masyarakat Tengger beberapa tumbuhan beracun adalah kelompok Asteraceae meliputi trabasan, tehan dan jenis lain terdiri lerak, kecubung ungu, jamur impes, jarak dan jamur kayu. Menurut Tyler (1976) kecubung ungu beracun karena mengandung alkaloid berupa scopolamine atau hyocine. Sebagian kelompok Eupatorium spp merupakan racun untuk binatang, jarak mengandung globulin, albumin nucleoalbumin, glycoprotein dan ricin (racun). Jambu wer mengandung minyak persic dipergunakan dalam bidang farmasi bunga maupun daun trabasan mengandung racun L-thujone dan d-isotujone, daun tembakau mengandung alkaloid nicotine (C10 H14 N2), ranti (Solanum nigrum) dikenal (Black Nighshade). Seperti halnya kentang juga mengandung racun steroidal glycoalkaloids yaitu solanin dan demisine, sedangkan kopi mengandung caffeine.
130
Beberapa jenis obat bermanfaat untuk vitalitas tubuh seperti akar sempretan, jahe dan purwoceng. Jenis tumbuhan berguna untuk menambah nafsu makan meliputi buah klandingan, lombok terong, ranti dan toro. Untuk menyembuhkan racun gigitan ular dan sengatan lebah digunakan tembakau atau rokok bersama api, dapat juga berbagai macam bunga seperti bunga sawi dan maribang. Menurut Lemmes et al. (1989) katagori tumbuhan racun dan obat dimasukkan dalam satu kelompok seperti Achiranthes bidentata, Datura metel, Acorus javanica, masuk tumbuhan obat, namun demikian pengetahuan tanaman obat masyarakat Tengger didapat dari nenek moyang mereka, meliputi rizoma alang-alang, getah pisang, akar sempretan dan racun hewan seperti Eupatorium spp, sehingga perlu penelitian lebih mendalam tentang aspek farmakologinya. Jenis tanaman yang terdapat di sekitar lingkungan masyarakat Tengger yang dapat digunakan sebagai bahan obat adalah jenis srikaya (Carica pubescent), kopi (Coffea arabica), toro (Leucaena glauca), apel (Pyrus malus), kobis (Brassica oleracea), bawang prei (Allium fistulosum), kentang (Solanum tuberosum), dan jagung (Zea mays). Teridentifikasinya keanekaragaman jenis tumbuhan obat sangat penting sebagai dasar pengembangannya. Namun pengetahuan ini juga memiliki resiko terjadinya peningkatan pemanfaatan atau ekploitasi yang berlebihan dari pihak luar yang dapat mengakibatkan penurunan populasi. Oleh karena itu pemanfaatannya harus dikemas secara arif, sehingga pemanfaatannya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Hal ini memberi peluang kemajuan jamu tradisional, karena pilihan terhadap obat-obatan alami tradisional (herbal) semakin meningkat, oleh sebab itu masyarakat Tengger memiliki peluang untuk mengembangkan berbagia jenis tumbuhan obat yang terdapat di kawasan tersbut. Selain itu kawasan orang Tengger juga berdekatan dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang memiliki keanekaragaman jenis cukup tinggi. Upaya pengembangan dan usaha budidaya jenis-jenis tumbuhan obat dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal dalam industri tanaman obat tradisional alami maupun program konservasi in-situ maupun ex-situ. Jenis-jenis tumbuhan obat yang mempunyai nilai ekonomi dan pemanfaatan tinggi seperti
131
Pimpinella pruatjan, pronojiwo, Alyxia reinwardtii, adas (Foeniculum vulgare), dringu (Acorus calamus), sempretan dan jarak (Jatropha curcas). Upaya lain adalah perlu di kembangkan jenis-jenis tumbuhan obat potensial di kebun obat milik masyarakat Tengger, sehingga berdampak pada ekonomi, konservasi dan pariwisata. Menurut Hidayat et al. (1986) jenis tumbuhan obat di TNBTS diantaranya adalah jenis Pimpinella pruatjan digolongkan extinct, Euchresta horsfieldii status least concern, Cinnamomum sintoc dan Alyxia reinwardtii memiliki status endangered. Keadaan jenis-jenis tumbuhan obat tersebut perlu mendapat perhatian dan segera dilakukan usaha budidaya untuk mendukung usaha pelestarian maupun industri obat tradisional di masyarakat Tengger. Usaha menanam berbagai tanaman jenis obat di lingkungan masyarakat Tengger pernah dilakukan, namun karena faktor teknologi pembudidayaan dan modal yang terbatas, pemasaran yang belum optimal dan belum ada etikat kerja sama dengan perusahaan jamu, maka upaya ini mengalami kegagalan. Masyarakat Tengger bersifat terbuka dan berinteraksi dengan masyarakat lain dan senantiasa berlangsung pertukaran arus energi, materi dan informasi, yang mempengaruhi pemanfatan obat tradisional, seperti dikemukakan Rambo (1983). Perkembangan arus informasi serta munculnya toko obat kebanyakan masyarakat Tengger telah menggunakan obat modern dari Puskesmas, Puskesdes yang dirasakan lebih praktis. Namun beberapa pandangan dan praktek masih berlangsung menggunakan obat-obatan yang mudah diambil seperti aseman, dringu, jamur impes, ketumbar, kentang, jarak (Gambar 26 dan 27) serta tumbuhan sayuran, lalapan seperti sawi, ketirem, klandingan, lombok terong, ranti dan minuman jahe. Sejarah pemanfaatan jenis tumbuhan bahan obat banyak diperoleh dari leluhur yang mempunyai kemampuan meramu yang tidak kalah dengan yang dibuat bangsa lain. Fenomena tentang pengetahuan tradisional tumbuhan obat di Indonesia tanpa kecuali masyarakat Tengger di Jawa Timur. Masyarakat sekarang sudah jarang sekali menggunakan keanekaragaman jenis sebagai ramuan obat-obatan. Mereka tidak harus bersusah payah pergi ke hutan atau tegalan cukup membeli obat dari toko. Khusus penyakit yang berkaitan dengan roh halus, salah urat mereka masih menggunakan obat tradisional. Perubahan pandangan terutama pada generasi muda dan sebagian
132
masyarakat, menyebabkan tidak menguntungkan terhadap pelestarian pengetahuan tradisional tentang pengobatan tradisional.
a
b
c
d
Gambar 26 Tumbuhan dan jamur sebagai obat: (a) Dringu dan (b) Jamur impes, (c) Aseman dan (d) Tanaman kentang.
a
b
Gambar 27 Tanaman bumbu: (a) Ketumbar dan (b) Tanaman jarak.
133
5.3.2.2.5 Keanekaragaman jenis tanaman yang memiliki fungsi perlindungan dan konservasi Jenis tanaman yang memiliki fungsi konservasi di wilayah Tengger adalah jenis cemara gunung (Casuarina junghuhniana) karena jenis tanaman ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu akar tunggang masuk lurus kedalam tanah, batangnya kuat, daun kecil sehingga tidak banyak mengganggu lahan pertanian, tahan terhadap penyakit, tahan terhadap uap belerang, sangat cocok pada lingkungan dingin, berbukit dan tumbuh mencapai umur ratusan tahun. Pengetahuan masyarakat Tengger tentang konservasi cukup baik yaitu terlihat dari cara mereka dalam mengelola jenis tanaman yang digunakan untuk menghadapi tanah longsor, menahan air dan pembatas tegalan. Jenis tanaman konservasi meliputi jenis tanaman dibudidayakan dan jenis tumbuhan liar diantaranya adalah jenis cemara gunung (Casuarina junghuhniana), putihan (Buddleja asiatica), danglu (Engelhardia spicata), rumput gajah (Pennisetum purpureum), pampung (Unanthe javanica), jarak (Ricinus comunnis), kecubung (Brugmansia suaveolens), lamtoro (Leucaena glauca), paitan (Tithonia diversifolia), kemlandingan gunung (Albizia lophanta), dadap (Erythrina variegata), triwulan (Eupatorium rotundifolium) dan trabasan (Artemisia vulgaris). Tanaman trabasan (Artemisia vulgaris), putihan (Budleja asiatica), bambu loring (Bambusa multiplex) dan kaliandra (Calliandra haematocephala) selain sebagai jenis untuk kepentingan konservasi juga sering ditanam untuk pagar di kawasan tegalan dan juga sebagai batas jalan. Kejadian penting seperti tanah longsor akibat hujan serta kurangnya tanaman konservasi, embun upas pada musim kemarau dan uap belerang dari kawah gunung Bromo, awan berkabut, abu vulkanik menyebabkan kerusakan jenis tanaman budidaya pertanian. Kejadian alam yang merusak seperti uap belerang dan embun upas sampai sekarang belum pernah dapat diatasi dan bagaimana solusinya. Uap belerang dapat memusnahkan tanaman pertanian, bahkan jenis tanaman konservasi utama cemara gunung dapat mati kering.
134
5.3.2.2.6 Keanekaragaman Jenis Tanaman Hias Tanaman hias bagi masyarakat Tengger merupakan bagian penting dalam berbagai hal karena fungsinya berkaitan dengan seni dan keindahan lingkungan. Pada setiap bagian atau lingkungan depan rumah masyarakat Tengger biasanya ditanami berbagai jenis tanaman hias dan sekaligus dimanfaatkan sebagai bahan obat dan kegiatan ritual adat. Keanekaragaman tanaman hias tercatat berjumlah 140 jenis dari 63 suku yang termasuk jenis tanaman berkaitan keindahan dan bahan ritual meliputi bunga bugenvil, tebu ireng, anggrek, maribang, senikir, senduro, mawar, palem cina, lidah mertua , dringu, mentigi, kembang soko dan lainnya. Tanaman hias lokal meliputi paku pohon, tanalayu, anting-anting, tlotok dan kecubung. Jenis lain sering dijumpai meliputi, keladi hias , bunga tasbih, lili, puring, paku sepat, dan sebagainya (Tabel 13). Lingkungan gubuk juga dilengkapi beberapa jenis tanaman hias meliputi suku Rosaceae, Asteraceae, Amaryllidaceae, Solanaceae, Malvaceae dan sebagainya. Jenis-jenis tanaman hias juga ditanam baik di lingkungan perumahan, sekolah, Balai Desa, tempat sakral maupun gubuk. Tabel 13 Keanekaragaman jenis tanaman hias di perumahan dan gubuk di masyarakat Tengger. No 1
Nama lokal Adam
2
Adas
3
Agave
4 5
Agave Akasia
6
Alamanda
7
Andong
8 9 10
Anggrek Anggur Angrek
Nama ilmiah Rhoe discolor Hance Foeniculum vulgare Mill. Agave angustifolia Haw. Agave americana L. Acasia auriculiformis A.Cunn. Allamanda cathartica L. Cordyline fruticosa A.Chev. Dendrobium sp.
Vitis vinifera L. Sphatoglottis plicata Bl.
Suku Bromeliaceae
Kegunaan Hias
Lokasi Rumah
Apiaceae
Hias, obat
Rumah, gubuk
Amaryllidaceae
Hias
Rumah
Liliaceae Fabaceae
Hias Hias
Rumah Gubuk
Apocynaceae
Hias
Rumah
Liliaceae
Hias
Rumah, gubuk
Orchidaceae Vitaceae Orchidaceae
Hias Hias, buah Hias
Rumah Rumah Rumah
135
Tabel 13 Lanjutan No 11 12 13
Nama Lokal Antinganting Apel Apokat
14
Astruli
15 16
Ayaman Bakung
17
Bambu kuning Bambu loring
18 19 20 21
Bawang prei Bayam merah Begonia
22 23
Belimbing Bentul
24 25
Besaran Bugenvil
26
Bunga matahari/ Cemara
27 28
Cemoro norfolk
29
Cengkeh
30
Cocor bebek
31
Cubung
32
Dadap
33
Damar
Suku Onagraceae
Kegunaan Hias, ritual
Lokasi Rumah, gubuk
Rosaceae Lauraceae
Hias, buah Buah
Rumah, gubuk Rumah, gubuk
Poaceae
Hias
Gubuk
Asteraceae Amaryllidacea e Poaceae
Hias Hias
Rumah Rumah
Hias
Poacae
Hias
Liliaceae Amaranthaceae
Sayur, hias Hias
Rumah, pekarangan Rumah, gubuk, Danyangan Rumah, gubuk Rumah
Begoniaceae
Hias
Rumah
Oxalidaceae Araceae
Hias Hias, umbi
Rumah Rumah, gubuk
Moraceae Nygtaginaceae
Hias, buah Hias, ritual
Rumah, gubuk Rumah, gubuk
Asteraceae
Liar
Gubuk
Casuarina junghuhniana Miq.
Casuarinaceae
Pelindung
Aracaucaria heterophylla (Salisb.) Franco. Eugenia aromatica O.K. Kalanchoe spathulata DC. Brugmansia suaveolens Barcht.& Presl. Erythrina variegata L. Agathis alba Foxw.
Araucariaceae
Hias
Gubuk, Danyangan, Sanggar Rumah
Myrtaceae
Hias, buah
Gubuk
Crassulaceae
Hias
Rumah
Solanaceae
Hias, obat
Rumah, gubuk
Fabaceae
Hias,pelind ung Hias, penahan longsor
Gubuk
Nama Ilmiah Fuchsia hybrida Hort. Pyrus malus L. Persea americana Mill. Pennisetum purpureum L. Iris sp Crinum asiaticum L. Bambusa vulgaris Schrad. Bambusa multiplex Auct.non Raeusch. Allium fistulosum L. Alternanthera amoena Voss. Begonia glabra Kuiz.ex Puv. Averrhoa bilimbi L. Xanthosoma violaceum Schott. Morus alba L. Bougenvillea spectabilis L. Tithonia diversifolia
Araucariaceae
Batas hutan berpereng
136
Tabel 13 Lanjutan No 34 35 36 37
Nama lokal Delima Dringu Endogan Entongan
38
Euphorbia
39
Gandum
40 41
Ganjan Gladiol
42
Grunggung
43
Jambu air
44 45
Jambu klutuk Jambu wer
46
Jarak
47 48
Jeru nipis Jeruk manis
49
Jeruk gulung
50 51
Jodium Kanna
52
Keji beling
53
Keladi hias
54
Kelor
55
Kembang abang Kembang matahari
56
Nama ilmiah Punica granatum L. Acorus calamus L. Sanseviera sp Nopalea cochenillifera (Salm.) Dyck. Euphorbia splendens Bojer ex. Hook. Zea mays L.
Suku Punicaceae Araceae Liliaceae Cactaceae
Kegunaan Hias,buah Hias, obat Hias Hias
Lokasi Rumah Rumah, gubuk Rumah Rumah
Euphorbiaceae
Hias
Rumah
Poaceae
Rumah, gubuk
Eupatorium sp Gladiolus gandavensis V. Houte. Rubus rosaefolium J.E.Sm. Eugenia malaccensis l. Psidium guajava L.
Asreraceae Iridaceae
Hias, makanan Liar Hias
Rosaceae
Hias, ritual
Rumah, gubuk
Myrtaceae
Hias
Rumah
Myrtaceae
Hias
Rumah
Prunus persica Sieb.&Zucc. Ricinus communis L.
Myrtaceae
Hias, buah
Rumah, gubuk
Euphorbiaceae
Rumah, gubuk
Citrus aurantium L. Citrus sinensis Osbeck. Citrus maxima Merr.
Rutaceae Rutaceae
Hias, bumbu, ritual Hias Hias
Rutaceae
Hias, buah
Jatropa multifida L. Canna hybrida Hort. Strobilanthus crispus Bl. Caladium bicolor (Ait.) Vent. Mongifera oleifera Lamk.
Euphorbiaceae Cannaceae
Hias Hias
Gubuk, Sanggar Agung Rumah Rumah
Acanthaceae
Hias
Rumah
Araceae
Hias
Rumah
Moringaceae
Hias, sayur
Digitalis purpurea
Shropulariace ae Asteraceae
Hias
Rumah, sekolah, gubuk Rumah, jalan
Hias
Rumah
Helianthus annuus L.
Gubuk Rumah
Rumah Gubuk
137
Tabel 13 Lanjutan Nama ilmiah Caesalpinia pulcherima (L.) Swartz. Aleurites moluccana (L.) Willd. Muraya paniculata L. Tagetes erecta L
Suku Fabaceae
Kegunaan Hias
Lokasi Rumah
Euphorbiaceae
Hias
Peneduh jalan
Rutaceae
Hias
Rumah
Asteraceae
Hias
Cinnamomum bormanii Bl. Cananga odoratum Baill. Muntingia calabura L. Coriandrum sativus L.
Lauraceae
Hias
Rumah. gubuk, Danyangan Gubuk
Annonaceae
Hias
Rumah
Moringaceae
Hias, buah
Apiaceae Casuarinaceae
Hias, bumbu Hias
Rumah, jalan, sekolah Rumah, gubuk
Sapindaceae
Hias
Rumah, jalan, sekolah Rumah
Brassicaceae
Hias, sayur
Rumah, gubuk
Labiatae
Hias
Rumah
Rubiaceae Portulacaceae
Hias Hias
Rumah, gubuk Rumah
Ebenaceae Araceae
Hias Hias
Rumah Rumah
Fabaceae
Hias
Rumah, jalan
Fabaceae
Hias
Gubuk
Liliaceae Liliaceae
Hias Hias
Rumah Rumah
Solanaceae
Hias, sayur
Rumah, gubuk
Solanaceae
Hias, sayur
Rumah, gubuk
No 57
Nama lokal Kembang merak
58
Kemiri
59
Kemuning
60
Kenikir
61
Keningar
62
Kenongo
63
Kersen
64
Ketumbar
65
Kipres
Casuarina rumphiana Miq.
66
Klengkeng
67
Kobis
68
Koleus
69 70
Kopi Krokot
71 72 73
Kesemek Kuping gajah Kupu-kupu
74
Lamtoro
75 76
Lidah buaya Lidah mertua Lombok kriting Lombok riwit
Euphorbia longana Lamk. Brassica oleracea L. Coleus antropurpurius Bantham. Coffea arabica L. Portulaca oleracea L. Diospyros kaki L. Anturium clarinervum Sesbania grandiflora Pers. Leucaena glauca Bth. Aloe vera L. Sansevieria trivasciata Prain. Capsicum annuum L. Capsicum frutescens L.
77 78
138
Tabel 13 Lanjutan No 79
Nama ilmiah Solanum capicastrum Rosa sp Mangifera indica L. Nathopanax scutellarium Hibiscus tiliaceus L. Rosa hibrida L. Vaccinum varingiaefolium (Bl.) Miq. Melia acedarach L.
Suku Solanaceae
Kegunaan Hias
Lokasi Gubuk
Rosaceae Anacardiaceae Araliaceae
Hias, ritual Hias, buah Rumah
Rumah Rumah, gubuk Rumah
Malvaceae
Hias
Rumah, gubuk
Rosaceae Vacciniaceae
Hias, ritual Hias
Rumah Rumah, gubuk
Meliaceae Apocynaceae Cyatheaceae
Penahan longsor Hias Hias
Batas rumah pereng Rumah Rumah
Chyateaceae
Hias, ritual
Rumah
Polypodiaceae
Hias
Rumah
Polypodiaceae
Hias
Rumah
Arecaceae
Hias
80 81 82
Nama lokal Lombok udel Magdalea Mangga Mangkoan
83
Maribang
84 85
Mawar Mentigi
86
Mindi
88 89
Oleander Pakis pohon
90
Pakis Tengger
91
Paku
92 93
Paku menjangan Palm cina
Nephrolepis biserata Platycerium bifurcatum C.Chr. Raphis excelsa (Thunb.) Henry ex Rehder
94
Palm kuning
Areca sp
Arecaceae
Hias
95
Palm raja
Palmae
Hias
96
Pandan suji
Liliaceae
Hias
Rumah
97
Pandan ri
Pandanaceae
Hias,
Rumah
98
Pandanaceae
Hias
Rumah
99
Pandan wangi Patah kaki
Euphorbiaceae
Hias
Rumah
100
Penitian
Roystonea regia O.F. Cook. Pleumele angustifolia N.E.Brown. Pandanus tectorius Park. Pandanus amaryllifolius L. Pedianthus tithymaloides Poir. Gliseridae sepium (Jacq.) Walp.
Rumah, Danyangan, Sanggar Agung Rumah, Danyangan Tepi jalan
Fabaceae
Hias
Rumah
Nerium oleander L. Cyathea contaminans (Wall.exHook.) Copel. Cyathea tenggeriensis
139
Tabel 13 Lanjutan No 101 102
Nama lokal Pepaya Permenan
103
Petungan
104 105 106 107
Pisangpisangan Poncowarno Pukul empat Puring
108
Putihan
109
Randu
110 111 112
Sawi Sempur Sengketan
113 114
Senikir Senikir
115
Sereh
116 117
Sirih Siyem
118 119
Sledri Soka
120 121
Srikoyo Srikoyo
122
Sruni
123 124
Stroberi Suji
125
Suplir
126
Talas
127 128
Tanalayu Tapak doro
Nama ilmiah Carica papaya L. Gynura procumbens (Lour.) Merr. Equisetum debile Roxb. Heliconia rostrata
Suku Caricaceae Asteraceae
Kegunaan Hias, buah Hias
Distribusi Rumah, gubuk Rumah
Equisetaceae
Hias
Rumah
Heliconiaceae
Hias
Rumah
Primula sinensis Mirabilis jalapa L. Codiaeum variegatum Bl. Buddeja asiatica Lour. Ceiba petandra L.
Primulaceae Nyctaginaceae Euphorbiaceae
Hias Hias Hias
Rumah Rumah Rumah
Asteraceae
Hias, ritual
Rumah, gubuk
Bombaceae
Jalan
Brassica rapa L. Dillenia ovate Wall. Achyranthes bidentata Bl. Tagetes erecta L. Cosmos caudatus H.B.K. Andropogon citratus DC. Piper betle L. Sechium edule (Jacq). Swartz. Apium graviolens L. Ixora paludosa Kurz. Carica pubescent Annona squamosa L. Wedelia biflora D.C. Fragraria vesta L. Pleomele angustifolia N.E. Brown. Adiantum codaeum L. Calocasia esculenta Shott. Anaphalis longifolia Catharatus roseus G.Don.
Brasicaceae Dileniaceae Amaranthaceae
Peneduh jalan Sayur, hias Hias Hias
Rumah, gubuk Rumah Rumah, gubuk
Asteraceae Asteraceae
Hias, ritual Hias
Gubuk, rumah Rumah
Poaceae
Hias
Rumah
Piperaceae Cucurbitaceae
Hias Sayur
Rumah Rumah, gubuk
Apiaceae Rubiaceae
Hias Hias, ritual
Rumah Rumah
Caricaceae Annonaceae
Hias, buah Hias
Rumah, gubuk Rumah
Asteraceae
Rumah, jalan
Rosaceae Liliaceae
Hias, meliar Hias, buah Hias
Polypodiaceae
Hias
Rumah
Araceae
Hias, umbi
Rumah, gubuk
Asteraceae Apocynaceae
Hias, ritual Hias
Gubuk, rumah Rumah
Rumah Rumah
140
Tabel 13 Lanjutan No Nama lokal 129 Tebu ireng 130 131
Teki Teki
132
Tembakau
133
Terong belanda 134 Tewel 135 136
Tiris Tlotok
137
Tomat
138 Trabasan 139 Trembesi 140 Wit racun
Nama ilmiah Saccharum officinarum L. Cyperus papyrus L. Cyperus compressus L. Nicotiana tabacum L. Solanum sp.
Suku Poaceae
Kegunaan Hias, ritual
Distribusi Rumah, gubuk
Cyperaceae Cyperaceae
Hias Hias
Rumah Rumah
Solanaceae
Hias, rokok
Rumah, gubuk
Solanaceae
Hias
Rumah, gubuk
Artocarpus heterophylla Lamk. Iris tectorium Max. Curculigo capitulata O.K.(Lour.) Kunze Solanum tuberosum L. Artemisia sp Samaea saman (Jacq.) Merr. Euphorbia pulcherima Willd.
Moraceae
Hias
Rumah
Iridaceae Amaryllidaceae
Hias Hias, ritual
Rumah Rumah, gubuk
Solanaceae
Hias, sayur
Rumah
Asteraceae Fabaceae
Hias Hias
Rumah, jalan Peneduh jalan
Euphorbiaceae
Hias
Rumah, makam
5.3.2.2.7 Keanekaragaman Jenis Tanaman Ritual Masyarakat Tengger mempergunakan berbagai macam jenis tumbuhan untuk kegiatan ritual adat. Keanekaragaman tumbuhan yang dipergunakan dalam keperluan ritual adat maupun keagamaan meliputi 94 jenis dari 43 suku (Tabel 14). Jenis tumbuhan ritual dikemas dalam bentuk gedang ayu, jambe ayu, kembang boreh, Petra (Bespa), tetamping, tuwuhan dan ongkek. Ongkek adalah tempat sesaji terbuat dari kayu atau bambu yang tersusun beberapa jenis tumbuhan seperti daun pandan wangi, soka, piji, daun pelowo, alang-alang, jagung, bunga padi, batang pisang bersama buah, bunga (ontong), tandur tuwuh dan jajan pasar.
141
Tabel 14 Keanekaragaman jenis tumbuhan digunakan dalam ritual adat di tempat sakral. No 1 2
Alangalang
3
Andewi
4
Andong
5
Antinganting Apel Aren
6 7 9 10
Nama Lokal Adas
Bambu betung Bambu jajang
11
Bambu loring
12 13
Bawang prei Bayam
14
Bentul
15
Brokoli
16
Bugenvil
17
Cemara
18
Cengkeh
Nama Ilmiah
Suku
Kegunaan Ritual
Foeniculum vulgare Mill.
Apiaceae
Entas-entas, ritual adat lain
Imperata cylindrica (L.) Beauv. Cichorium endevia L. Cordaline fructicosa L.
Poaceae
Entas-entas (petra), Danyangan, Sanggar Pamujan Kasada
Fuchsia hybrida Hort. Pyrus malus L. Arenga piñata Merr. Dendocalamus asper Gigantochloa apus Kurz. Bambusa multiplex Auct. Non Raeusch. Allium fistulosum L. Amaranthus viridis Xanthosoma violacium Schott. Brassica oleracea L. Bougainvillea spectabilis Willd. Casuarina junghuhniana L. Eugenia aromatic O.K.
Brasicaceae Liliaceae
Bagian berguna Bunga, batang, daun Batang, daun Bunga Tanaman, daun
Onagraceae
Entas-entas, Kasada, makam, Danyangan Sanggar Pamujan, acara adat lain Entas-entas, Kasada
Rosaceae Arecaceae
Kasada Kasada, Unan-unan
Buah Daun
Poaceae
Batang
Poaceae
Kasada, Karo, Entasentas, acara adat lain Tali petra, umbulumbul, kematian, acara adat lain Kasada
Liliaceae
Kasada.
Tanaman
Amaranthace ae Araceae
Kasada
Tanaman
Kasada
Umbi
Brassicaceae
Kasada
Bunga
Nygtaginaceae
Entas-entas, Kasada, Jumat legi, leliwet, adat lain Danyangan, Danyang banyu, Sanggar Pamujan Kasada
Bunga
Poaceae
Casuarinaceae
Myrtaceae
Bunga
Batang Batang
Tanaman Bunga
142
Tabel 14 Lanjutan No 19
Nama Lokal Cubung
20
Dadap
21
Danglu
22
Gambir
Uncaria gambir Rubiaceae Roxb.
23
Gandum
24 25
Gandum/ jagung Jambe
Triticum sativum L. Zea mays L
26
Jarak
27
Jeruk bali
28
Kayu kebek
29
Kayu Dondisia kesek viscose Jaeq. Kemenyan Styrax benzoin Dryand. Kenanga Cananga odorata Baill. Kentang Solanum tuberosum L. Ketela Ipomoea batatas rambat Lamk. Ketumbar Coriandrum sativum L. Klopo Cocos nucifera L.
30 31 32 33 34 35
36
Kobis
Nama Ilmiah
Suku
Brugmansia Solanaceae suaviolens B.& Pr. Erythrina Fabaceae variegata L. Engelhardia Juglandaceae spicata L.
Poaceae Poaceae
Areca catechu Arecaceae L. Ricinus comunis Solanaceae L. Citrus maxima Rutaceae Ficus grassulasioides Burm.f.
Brassica oleracea L.
Moraceae
Sapindaceae Styracaceae Anonaceae Solanaceae
Kegunaan Ritual
Organ
Danyangan, Danyang banyu, Sanggar Pamujan Sesajen kematian, bespa Danyangan, Danyang banyu, Sanggar Pamujan Karo, unan-unan, entas-entas, ritual adat lain Kasada
Tanaman, bunga
Entas-entas, Kasada, leliwet Leliwet, Entas-entas, Kasada Leliwet, Kasada, acara adat lain Danyangan, Sanggar Pamujan Sanggar Pamujan, Danyangan, syarat hasil bumi kebek (penuh) Danyangan, Sanggar Pamujan Entas-entas, Kasada, leliwet, adat lain Entas-entas, Kasada, Jumat legi, adat lain Kasada
convolvulace ae Apiaceae
Kasada
Arecaceae
Ritual, leliwet, Entasentas, Karo, Kasada, kematian
Brassicaceae
Kasada
Kasada
Daun Tanaman Akar, batang Buah Bunga, buah Bunga, buah Biji Tanaman Tanaman
Tanaman Getah Bunga Batang Umbi batang Tanaman, buah Buah muda, sabut, bunga, daun (janur) Daun
143
Tabel 14 Lanjutan No 37 38
Nama Lokal Kopi
Nama Ilmiah
Suku
Kegunaan Ritual
Organ
Coffea arabica L. Mucuna pruriens (L.) DC. Raphanus sativus L. Michelia champaca L.
Rubiaceae
Biji
Fabaceae
Kasada, Jumat legi, acara adat lain Kasada
Brassicaceae
Kasada
Batang
Annonaceae
Bunga
39
Koro babi/beng uk Lobak
40
Locari
41
44 45
Lombok rawit Lombok terong Lombok udel Magdalea Maribang
46
Mawar
47
Mencogan
Allium L.
48
Mentigi
49
Mladean
Vaccinum varingiefolium (Bl.) Miq. Scurulla Montana
50
Paku Tengger Pakuan/su plir Pampung
53
Pandan wangi
54
Pari
42 43
51 52
Buah
Capsicum frutescens L. Solanum sp.
Solanaceae
Karo, Entas-entas, Jumat legi, acara adat lain Kasada
Solanaceae
Kasada
Buah
Solanum capiscatrum L. Rosa sp Hibiscus rosasinensis L. Rosa hybrida
Solanaceae
Batas Danyangan, Sanggar Pamujan Entas-entas, adat lain Makan, Sanggar Pamujan Kasada, Entas-entas, acara adat lain Kasada.
Tanaman
Rosaceae Malvaceae Rosaceae
sativum Liliaceae
Buah
Bunga Tanaman, bunga Bunga Tanaman
Ericaceae
Danyangan, Sanggar Pamujan
Pohon
Loranthaceae
Danyangan, Sanggar Pamujan
Cyathea tenggeriensis Adiantum sp
Cyatheaceae
Kasada
Parasit pada cemara Daun
Polypodiaceae
Uanthe javanica
Moraceae
Pandanus amaryllifolius Roxb.. Oryza sativa L.
Pandanaceae
Danyangan, Sanggar Pamujan Danyangan, Sanggar Pamujan (petra) Leliwet, Karo, Kasada, acara adat lain Kasada, Entas-entas, Leliwet, adat lain
Poaceae
Tanaman Tanaman, daun Daun Bunga, buah
144
Tabel 14 Lanjutan
55
Nama Lokal Pelawo
56
Penitian
57
Piji
58
Pisang ambon
59
Pisang cici Pisang hutan
No
60 61
Nama Ilmiah
Suku
Kegunaan Ritual
Tristania obovata Benn. Gliseridae sepium (Jacq.) Walp. Pinanga coronata Blume Musa paradisiaca L. cv. Ambon Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L.
Amaranthace ae Fabaceae
Kasada, adat lain
Daun
Danyangan, Sanggar Pamujan
Tanaman
Arecaceae
Entas-entas, Kasada
Musaceae
Kasada, Karo, Entasentas, Unan-unan
Musaceae
Kasada, Karo, Entasentas Kasada, Karo, Entasentas, leliwet acara adat lain Kasada, Karo, Entasentas, Unan-unan, leliwet, sesanding adat lain Kasada, Karo
Batang, daun Daun, bunga, buah Buah
Musaceae
Pisang raja
Musa paradisiaca cv. Rojo
Pisang rajomolo Pisang salek
Musa Musaceae paradisiaca L. Musa paradisica Musaceae L.cv. Salik
64
Poo
Myrtaceae
65
Prenjalin
Melaleuca leucadendron L. Calamus sp
66
Puring
Euphorbiaceae
67
Putihan
Codaeum variegatum Bl. Buddleja asiatica Lour.
68
Ringin
69
Rumput grinting Salak
62 63
70
Musaceae L.
Arecaceae
Asteraceae
Ficus Moraceae benyamina Roxb. Cynodon Poaceae dactylon Pers. Salaca edulis Arecaceae Reinw.
Organ
Daun, bunga buah Batang,dau n, bunga, buah Buah
Kasada, Karo, Entasentas, Jumat legi,Unan-unan, Sesanding, adat Danyangan
Pisang, daun, buah
Permainan ujungujungan Makam, Danyangan, Sanggar Pamujan Danyangan, Sanggar Pamujan, (petra), wiwit, leliwet, ritual adat lain Makam, Danyangan, Sanggar Pamujan, Entas-entas, Kasada Sesajen kematian
Batang
Kasada
Tanaman
Tanaman Tanaman,d aun Tanaman, daun Batang, daun Buah
145
Tabel 14 Lanjutan
71
Nama Lokal Samboja
72 73 74
Sawi ijo Sawi putih Senikir
Plumeria acuminata Ait. Brassica juncea Brassica rapa L. Tagetes erecta L.
75
Sirih
Piper betle L.
76 77
Siyem/ma nisah Sledri
78
Soka
Sechium edule Cucurbitaceae (Jacq) Swarz. Apium Apiaceae graveolens L. Ixora paludosa Rubiaceae (Bl.) Kurz.
79 80
Spinax Srikoyo
Brassica sp Carica pubescens
81
Stroberi
82
No
Nama Ilmiah
Suku
Kegunaan Ritual
Organ
Apocynaceae
Kasada, Entas-entas
Bunga
Brasicaceae Brasicaceae Asteaceae
Kasada Kasada Danyangan, Sanggar Pamujan, Entas-entas, Kasada, acara adat lain Entas-entas, Kasada, Jumat legi, Unanunan, adat lain Kasada
Tanaman Tanaman Bunga
Piperaceae
Daun Buah
Kasada
Tanaman Bunga
Brassicaeae Caricaceae
Kasada, entas-entas, Jumat legi, Karo, ritual lain. Kasada Kasada
Fragraria vesta L.
Rosaceae
Kasada
Buah
Sundel
Polianthes tuberose L.
Solanaceae
Bunga
83
Talas
Araceae
84
Tanalayu/ edelweis
Colacasia esculenta Schott. Anaphalis longifolia L.
Ritual agama dan adat, Kasada, Entasentas, Jumat legi Kasada
85
Tapak doro Tasbih
Catharanthu roseus G.Don. Canna edulis Ker. Sacharum officinarum L. Curculigo capitulata O.K. (Lour.) Kunze Fimbristylis globulosa (Retz.) Kunth.
Apocynaceae
86 87 89 88
Tebu ireng Tlotok Tikar mendong
Asteraceae
Cannaceae Poaceae Amaryllidace ae Cyperaceae
Bunga Buah
Umbi
Danyangan, Sanggar Pamujan, (petra), ritual adat Danyangan
Bunga
Kasada, Danyangan, Sanggar Pamujan, Entas-entas, Kasada, acara adat lain Danyangan, Entasentas, Kasada, Leliwet, acara adat Entas-entas, Kasada, kematian, ritual adat lain
Bunga
Daun
Daun Daun Daun
146
Tabel 14 Lanjutan No 90 91 92 93 94
Nama Lokal Tomat Tomeo/ka pri Ucet Wit nyampuh Wortel
Nama Ilmiah Solanum lycopersicum L. Pisum sativum L. Vigna sinensis (L.) Hassk. Litzea volutina Boerl. Daucus carota L.
Suku
Kegunaan Ritual
Organ
Solanaceae
Kasada
Buah
Fabaceae
Kasada
Buah
Fabaceae
Kasada
Buah
Lauraceae
Danyangan, Kasada, Entas-entas, adat lain Kasada
Pohon, daun Batang
Apiaceae
Keberadaan masyarakat Tengger diperkirakan sebelum kerajaan Majapahit berdiri dan menempati tanah suci (hila-hila) yang dianggap sebagai Hulun Spiritual Sang Hyang Widhi Wasa tertulis pada prasasti Tengger 851 Saka atau tahun 929 M. serta mempunyai tradisi unik (DKDJPH & PABKSD IV 1984). Warisan adat budaya Tengger berkembang seiring perpindahan masyarakat Majapahit ke wilayah Tengger. Masyarakat Tengger diketahui masih baik dan kokoh memegang teguh adat budayanya turun temurun yang merupakan akumulasi dari kehidupan di lingkungan mereka. Mereka mempunyai adat budaya yang unik, khas, demikian pula agama dan kepercayaannya yang berkembang merupakan perpaduan animisme, dinamisme Hindu dan Budha. Agama Hindu yang dianut masyarakat Tengger berbeda dengan agama Hindu Bali berkaitan dengan kasta. Mereka percaya mitos seperti mitos Ajisaka, Yadnya Kasada, Unan-unan, dan mempunyai kalender tersendiri, yaitu kalender Tengger. Berdasarkan kepercayaannya setiap acara adat dilakukan secara ikhlas turun-temurun tidak hanya berkaitan dengan kehidupannya, juga terhadap alam lingkungan. Setiap upacara ritual diyakini masyarakat Tengger memiliki nilai sakral yang sangat penting bagi kelangsungan hidup dalam tatanan kehidupan mantap. Pranata tersebut dapat dijadikan sebagai modal sosial (social capital) yang telah kita kenal seperti Kelembagaan Adat. Demikian pula lingkungan pegunungan dengan udara sejuk, dingin, berdekatan TNBTS, gunung Bromo, gunung Semeru, gunung Pananjakan, sebagai modal lingkungan (environment capital) dalam mendukung kehidupan ekonomi dan pariwisata.
147
Menurut penanggalan Tengger tahun bumi terdiri dari 360 hari dan menggunakan perhitungan pasaran, hari, wuku dan bulan. Pasaran (Legi, Paing, Pon, Wage, Kliwon), Nama hari (Radite, Somo, Anggara, Budha, Wraspati, Sukra dan Tumpek artinya hari Saptu), sedang nama wuku 30 hari. Menurut perhitungan tahun Saka (Tengger) dibagi 12 bulan yaitu Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kasepuluh, Desta, dan bulan keduabelas disebut Kasada. Hari Raya Karo dilakukan selama 7-14 hari merupakan acara terbesar bagi masyarakat Tengger merupakan pemujaan pada Sang Hyang Widhi Wasa dan penghormatan terhadap roh leluhur. Karo merupakan peringatan terhadap asal usul manusia, memperingati zaman Setyo Yoga atau kesucian artinya manusia suci bersih dari segala dosa serta mitos Tengger tentang kepahlawanan dan kegigihan Ajisaka dalam menghancurkan angkara murka. Sekitar abad 15 dengan runtuhnya kerajaan Majapahit dimana tradisi yang pernah ada lambat laun mengalami kemunduran, kecuali masyarakat Tengger masih mempertahankan tradisi spiritual yang dipersatukan dengan masyarakat lokal. Semua tradisi Hindu-Budha masih dapat dipertahankan oleh para penghuni Tengger dikenal masyarakat suku Tengger hingga kini. Mereka mempunyai adat yang unik dan khas berbeda dengan masyarakat Jawa, serta menarik, demikian pula masalah agama dan kepercayaannya yang berkembang merupakan warisan Majapahit, sehingga dikenal Wong Majapahit (Anonim 1998, Suyitno 2001). Dalam melakukan acara adat mereka merasa bahagia, dengan kebersamaan dan terlihat keakrabannya, santun serta merasa sangat bangga, sebagai contoh tari religious dan sakral Sodoran dilakukan tarian begantian antara yang muda dan tua pada bulan Karo. Masyarakat Tengger bagian tengah hingga kini masih kuat memegang teguh adat budaya sedangkan masyarakat Tengger bagian luar atau pinggiran mulai terjadi erosi pelaksanaan adat budaya yang disebabkan pengaruh luar atau akibat asimilasi dengan suku lain. Kegiatan ritual adat tidak hanya dilakukan masyarakat yang beragama Hindu atau Budha saja tetapi juga dilakukan masyarakat Tengger yang beragama Muslim dan Nasrani. Hal ini dapat diketahui pada waktu Kasada,
148
pelaksanaan Karo di Desa Tengger di empat Kabupaten Malang, Probolinggo, Lumajang maupun Pasuruan. Dalam satu tahun masyarakat Tengger melakukan acara adat sesuai penanggalan Tengger baik dilakukan secara umum dan individu. Sesaji di gunung Bromo merupakan perwujudan masyarakat Tengger agar mendapat berkah kemakmuran, kesehatan, kebahagiaan, keselamatan dari Sang Hyang Widhi dalam mengarungi bahtera kehidupannya dan merupakan pesan Raden Kusumo. Bahan sesaji utama jenang merah (abang), jenang putih diikuti pasung, pipis dan jadah yang terbuat dari beras, beras ketan, tepung terigu atau jagung, uang satak, gedang ayu, kembang boreh, sesaji tersebut mempunai makna sebagai penanda (tetenger), tolak balak, ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Agung. Masyarakat Tengger melakukan tetamping setiap hari terutama di Padmasari yang beragama Hindu, maupun tempat sakral dan selalu ada gedang ayu sebagai sesanding. Bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu memperingati Galungan, Saraswati akan memasang umbul-umbul disebut benjor terdiri dari batang bambu apus atau jajang, dilengkapi janur, tandur tuwuh seperti buah kelapa, jagung, kobis, kentang, wortel, buah siyem dan sebagainya. Untuk yang beragama Hindu dilakukan di Pure atau Sanggar Pamujan, sedangkan yang beragama Budha ke Wihara Paramita. Keanekaragaman hayati tumbuhan yang dipergunakan bervariasi tergantung pada jenis hajat ritual adat, dan bahan diambil dari lingkungan dan dari daerah lain atau hutan. Kegiatan ritual adat masyarakat Tengger dapat dibagi ritual adat berkaitan dengan kehidupan masyarakat, siklus kehidupan seseorang dan siklus pertanian, mendirikan rumah, gejala alam dan pengobatan. Pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk ritual tidak mengganggu wilayah konservasi, bahkan tempat sakral Danyangan dan Sanggar Pamujan sangat penting untuk konservasi alami. 5.3.2.2.7.1 Acara ritual adat umum dan agama Upacara Yadnya Kasada dilakukan setiap tahun pada bulan Kasada tanggal bulan Purnama dan menurut perhitungan tahun Saka disebut juga Pujan Kasada. Pada bulan Kasada termasuk yang paling ramai dikunjungi wisatawan terutama dipusatkan
149
di Pure Poten, gunung Penanjakan, Lautan Pasir (Kaldera) dan gunung Bromo. Upacara Kasada dapat dimaknai sebagai upacara korban, nglabuh ke kawah gunung Bromo untuk melaksanakan pesan Raden Kusumo nenek moyang masyarakat Tengger (Gambar 28a,b dan 29 a,b). Prosesi dimulai dengan pengambilan air suci dari gunung Widodaren dan persiapan sesaji dalam bentuk ongkek yang dibuat oleh para Dukun Pandhita yang memenuhi syarat adalah Desa Tengger yang pada bulan Desta sampai Kasada masyarakatnya tidak ada yang meninggal. Setiap desa membuat 2 buah ongkek yang berisi jenis-jenis tanaman hasil bumi meliputi ucet, bawang prei, kentang, siyem, jagung, wortel, padi, jagung, kelapa, yang didasarkan dari maksud dan tujuannya. Pada pelaksanaan adat Kasada adalah berdasarkan keinginan (uni) setiap masyarakat untuk mengorbankan sebagian miliknya ke kawah gunung Bromo agar segala keinginan baik dalam bidang pertanian, peternakan, kesehatan, kedamaian keluarga dapat dikabulkan oleh Sang Hyang Widhi. Dalam pelaksanaan bahan yang dikorbankan ternyata tidak terbatas hasil bumi (tandur tuwuh) tetapi juga berasal dari hasil bumi luar daerah, seperti kelapa, padi, salak, dan dapat berupa uang, rokok, kue dengan maksud lebih praktis, dibawa mendaki gunung Bromo diperlukan kesehatan yang prima. Sesaji dilakukan pula di rumah berupa gedang ayu, dalam bentuk tetamping diletakkan dibeberapa tempat seperti pintu, sanggar, jeding, Danyang, Sanggar Pamujan berupa dandanan pras, nasi liwet, bunga-bungaan bunga kenanga, bunga tanalayu, putihan, senikir, kembang boreh (kenanga, sundel, bugenvil, pandan wangi dan soka). Sesaji dalam bentuk ongkek terbuat dari bambu atau kayu cemara sebagai alat pikul, dilengkapi dengan berbagai macam tanaman hias, sayur mayur, ritual meliputi batang pisang beserta bunga dan buahnya, pisang, pelowo, bunga jambe dan buahnya, kelapa muda, daun nyangkuh, batang serta daun piji, daun tebu, bunga senikir, bunga edelweis, bunga padi, bunga jagung, sayur mayur seperti ucet, kentang, siyem, bawang prei, ketela rambat, serta macam-macam jajanan pasar
150
a
b
Gambar 28 Upacara Yadnya Kasada: (a) Pure Poten di Lautan Pasir gunung Bromo dan (b) Masyarakat menunggu sesaji tandur tuwuh (marit) di tebing kawah gunung Bromo.
a
b
Gambar 29 Upacara Yadnya Kasada: (a) Tempat Mulun (ujian Dukun Pandhita) di Pura Poten pada acara Kasada dan (b) Tetamping di kaki gunung Bromo. .
Sanggar Pamujan adalah tempat upacara Unan-unan yang dilakukan selama
lima tahun sekali bertujuan untuk penghormatan terhadap roh leluhur. Upacara diikuti penyembelihan hewan kerbau dimana kepala kerbau dan kulit di letakkan diatas ancak besar terbuat dari bambu dan diarak, di pusatkan di Sanggar Pamujan (Gambar 31 a,b). Unan-unan adalah “nguna” artinya memanjangkan bulan pada setiap lima tahun sekali. Mitos Unan-unan menurut keyakinan masyarakat Tengger bertujuan untuk menghormati tiga raksasa (buta) Kala (buta Dunggulan, buta Galungan dan buta Amangkurat) agar tidak mengganggu desa, sehingga masyarakat perlu melakukan penyembelihan hewan besar (kerbau), sesajen dan tamping yang diketuai Dukun Pandhita. Sesaji Unan-unan utamanya kerbau, tumbuhan meliputi gedang ayu,
151
sirih, jambe, tikar dari mendong, nasi tumpeng. Sanggar Pamujan juga dipergunakan sesaji jika pada suatu saat ada penyakit maka pak dukun Pandhita akan memberikan penyuluhan kepada keluarga. Sanggar Pamujan merupakan tempat tradisi sebagai pemangku kawasan Tengger (tetenger), terdiri tempat untuk sesaji, pohon tua meliputi cemara, danglu, ringin, kayu kebek. aren, ilat-ilat, bendo dan pampung.
a
b
Gambar 30 Ritual Unan-unan: (a) Korban kerbau dengan seperangkat sesaji (foto Purnomo) dan (b) Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang. Karo merupakan hari besar masyarakat Tengger yang dilakukan satu tahun sekali pada bulan Karo dan sering disebut Pujan Karo. Upacara Karo dapat diartikan sebagai bersih desa dan mempunyai rangkaian panjang yaitu Ngumpul untuk mempersiapkan dan musyawarah menyambut Pujan Karo. Mepek artinya persiapan mencukupi jalannya Pujan Karo. Pujan Pitu mempunyai makna mengundang roh leluhur. Prepegan dimana para ibu membuat kue-kue, seperti pasung, tetel, lemper, pisang goreng, Sodoran adalah tarian sakral dilakukan untuk tahun 2010 di Desa Jetak, sedang tahun 2011 di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo. Tari Sodoran dimainkan banyak pemain dengan struktur tarian sebagai berikut kursi 7 buah, sesajen, serbang dan tempat musik gamelan sarak (tanduk kerbau). Tarian sodoran diiringi gamelan dengan khas Tengger meliputi gending surabalen, rancakan jaten dan titir. Pada waktu siang (istirahat) acara tersebut ibu-ibu Tengger mengirim tumpeng Bandungan yang dikemas dengan kranjang dari janur (Gambar 31a). Sesajen tersusun atas alas (lemek), bunga senikir, tanalayu, bambu
152
betung, gedang ayu dan janur. Pada acara Pujan Karo juga dilakukan ritual untuk membersihkan jimat klontongan oleh dukun Pandhita. Nyadran merupakan acara ritual yang diakukan di makam (pekuburan) (Gambar 31b), dan sebagai penutupan upacara Karo adalah tari ritual Ujung-ujungan.
a
b
Gambar 31 Acara ritual Karo: (a) Kesenian tari sakral Sodoran di Desa Jetak dan (b) Nyadran Karo di makam Desa Ngadas Kidul. Struktur kelembagaan Dukun Pandhita di Tengger tersusun atas Dukun-dukun seluruh masyarakat Tengger. Pada setiap Desa Tengger mempunyai 1 atau 2 Dukun Pandhita dan masing-masing dibantu Legen dan Wong Sepuh yang masing-masing dibantu Pedande. Untuk acara adat besar seperti Kasada, Karo biasanya dilakukan oleh Ketua Koordinator Dukun Pandhita dari Desa Ngadas Wetan bapak Mudjono dan bapak Sutomo sebagai dukun senior dari Desa Ngadisari. 5.3.2.2.7.3 Acara ritual berkaitan dengan siklus kehidupan Pandangan masyarakat Tengger tentang kehidupan manusia mempunyai hubungan timbal balik antara kehidupan duniawi dan alam kelanggengan. Pada setiap siklus perubahan kehidupan dapat mempengaruhi keseimbangan yang berdampak kurang baik. Oleh sebab itu pengaruhnya harus dihindari dengan melakukan upacara selamatan meliputi upacara Sayut, Kekerik, Tugel Kuncung untuk laki-laki dan Tugel Gombak untuk perempuan, Walagara (perkawinan), Kematian dan Entas-entas.
153
Upacara Sayut atau tujuh bulanan dilakukan pada waktu bayi masih dalam kandungan ibu. Upacara kekerik atau cuplak puser dilakukan sekitar 6 hari setelah puser bayi lepas, sedang upacara Tugel Gombak dan Tugel Kuncung diakukan pada waktu anak-anak umur sekitar 12 tahun. Upacara Walagara dilakukan mulai dari lamaran pihak laki-laki ke pihak perempuan dan jika umur mereka telah memenuhi syarat untuk menikah. Di Desa Ngadisari Petinggi memberlakukan umur dan pendidikan setelah tamat SLTA agar kedua pihak sudah siap masuk kehidupan berumah tangga. Upacara pemakaman dimana jasat dikafan, dipocong diletakkan dipeti, dipikul dari rumah duka ke makam dan secara adat dikubur dengan kepala di Selatan atau Timur. Makam diberi tanda kijing atau hanya tanda nama, dicungkup atau tidak dengan lingkungan ditanamani tanaman hias seperti andong, puring, cemara gunung dan lain-lain. Sedekah penguburan dilakukan dukun dibantu Wong Sepuh dengan membuat sesajen. Untuk sesaji di kuburan tersusun atas kembang boreh, nasi tumpeng, minuman dan pakaian orang meninggal. Sesaji di rumah dilakukan berupa ontong pisang, rumput grinting, daun dadap, telur ayam kampung, gula kelapa, carang bambu, nasi tumpeng, dandanan pras, dan dilengkapi dengan Bespa. Ritual adat Entas-entas yang berlangsung sampai 3 hari mulai dari awal pawai masyarakat dan keluarganya maupun anak-anak dihias naik kuda hias, kuda joget yang sampai terakhir pembakaran Petra dilakukan di Danyangan (Gambar 33b). Petra dibuat oleh Wong Sepuh dengan susunan daun pampung dimaksudkan untuk tempat duduk atau lemek, bunga senikir untuk menyingkirkan roh jahat, tanalayu agar roh diterima Sang Hyang Widhi, tusuk bambu melambangkan tulang, tali bambu agar tidak lepas sebagai otot, kuali dilambangkan kawah dan cowek simbul lautan pasir gunung Bromo. Pada acara Entas-entas atau adat Jawa disebut Seribu Hari (Nyewu), dilakukan untuk mengentaskan roh leluhur dengan acara puncak pembakaran Petra (Gambar 32 a, b dan 33 a, b). Petra adalah orang-orangan yang terbuat dari tumbuhan senikir, tanalayu, tlotok, pampung, tali bambu jajang, bambu betung, tanalayu dan diberi pakaian dan dilakukan ritual oleh dukun Pandhita.
154
Sesajen jenis binatang seperti sapi, ayam, kerbau, babi, bebek, sedang kuda hias dilengkapi dengan bulu burung merak dilakukan sebagai kuda tunggangan pada setiap acara ritual. Bulu burung merak (Pavo muticus) menurut mereka cukup mahal dan dibeli dari alas purwo atau dari Taman Nasional Meru Betiri. Arak-arakan dimulai dari tempat hajat berjalan diiringi dengan gamelan berputar menuju makam. Di makam dilakukan sesaji (tetamping), dengan membakar kemenyan, kue-kue, buah-buahan seperti pisang/gedang ayu daun dan bunga seperti daun pandan bunga soka, bunga kenongo dan mawar. Setiap pertigaan memecah telur ayam dan sesaji berbagai jenis bunga-bungaan. Acara selanjutnya ketempat Petinggi, Dukun Pandhita dan terakhir ke yang punya hajat. Acara malam hari acara tandakan atau tayup, diiringi dengan gamelan dan joget bergantian.
b
a
Gambar 32 Acara ritual Entas-entas: (a) Ongkek serta macam sesaji dan (b) pembacaan mantra di depan Petra oleh Dukun Pandhita.
a
b
Gambar 33 Acara ritual Entas-entas: (a) Iber-iber dan (b) Wong Sepuh membakar Petra di Pedanyangan.
155
5.3.2.2.7.3 Acara ritual berkaitan dengan pertanian, gejala alam dan mendirikan rumah Ritual berkaitan dengan penanaman jagung dilakukan acara selamatan di Desa Wonokitri untuk permulaan penanaman jagung meliputi 1. Wiwit terdiri dari jenang abang, putih, liwet, pecak bakal (bumbu-bumbuhan), jae, garam (uyah); 2. Pada saat mulai tumbuh rambut jagung kemerahan (mantenan), rujak (pencit, timun). 3. Susupan dimana klobot mulai garing/kering. Pada saat itu jagung belum boleh diambil, kalau berkeinginan untuk dibakar dapat diambil berupa larikan. 4. Pada saat panen diadakan upacara wiwit/pawit, pembakaran (ngobong) menyan dan didoakan agar terkabul hasil panen. Demikian pula acara ritual dilakukan pada tanaman kentang dan bawang prei diadakan jika ada waktu saja. Acara ritual juga dilakukan pada tanaman kentang, apel dan bawang prei tapi sekarang dilakukan jika ada waktu. Ritual sesaji untuk penanaman sekarang masih dilakukan namun tergantung petaninya. Untuk ritual panen kentang dapat dengan bantuan Dukun atau masyarakat sendiri tapi pada prinsipnya dicari hari baik, agar hasil dapat melimpah. Acara Leliwet adalah ritual adat, wiwit atau permulaan mendirikan bangunan rumah dipimpin oleh Dukun Panditha, maksud diadakan ritual agar keluarga yang menempati diberi kemudahan dan keselamatan (Gambar 35a). Bahan sesajen meliputi ayam bakar (ingkung), kelapa muda 2 diikat, jambe dengan tongkol bunga, gedang ayu 2 sisir (tangkep), bunga mawar, padi, soka, tasbih, tangkai beserta daun beringin, daun pandan wangi dipotong kecil-kecil, biji jarak dibakar diletakkan pada setiap tiang bangunan. Sesajian lengkap diletakkan di atas tikar mendong sebagai alas (lemek), 2-3 bulir padi, jika padi tidak ada dapat diganti bulir jagung, kupat dari beras dan janur, lepet dari daun pisang didalamnya tersusun beras atau jagung, kendi 2, dengan makanan diatas tampah terdiri ketan, wajik, tetel, pasung, pepes dan satu perangkat pakaian laki-laki dan perempuan serta bendera merah putih. Pada acara leliwet Dukun Panditha mengatur acara dan membaca mantra dengan membakar kemenyan dengan menyiratkan air suci dengan daun beringin, buah jarak ditusuk dengan bambu dan dibakar, diikat disetiap tiang (jagak) rumah
156
(Gambar 34a). Pada acara leliwet masyarakat ikut bergotong royong disebut “sayan” sampai tiyang utama berdiri dan selanjutnya dilakukan oleh tukang profesional. Masyarakat Tengger, melakukan selamatan tetuwuh yang meliputi tetamping artinya makanan kita sedikit-sedikit, gedang, tebu, putihan, klopo, jambe, piji dan bunga boreh terdiri dari kenanga, sundel, jambe dan bunga locari (sedap malam).
a
b
Gambar 34 Acara ritual Leliwet: (a) Mendirikan rumah oleh Dukun Pandhita dan (b) Jumat Legi di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari. Masyarakat Tengger mempunyai modal sosial (social capital), yang mantap dan terjaga dengan baik dan teruji, modal sosial dicerminkan dari interaksi sosial dan didukung kebersamaan, ikatan keluarga, kerabat, antar sesama saling menghargai menyebabkan suasana damai jauh dari konflik. Mereka memegang teguh nilai luhur yang telah diturunkan dari nenek moyangnya berupa kepercayaan dan kegiatan ritual seperti Unan-unan, Karo, Kasada, Entas-entas merupakan kristalisasi perjalanan kehidupan yang diwarnai animisme, dinamisme, Hindu, Budha dengan kemasan seni, teknologi lokal dan kegiatan hiburan. Peranan tokoh kharismatik Dukun Pandhita, Petinggi Desa, serta hukum adat didukung pandangan agama dan kepercayaan sehingga masyarakatnya selalu mendekatkan diri kepada Sang Maha Agung. Konsep tentang kehidupan, nilai budaya, informasi keluarga biasanya diturunkan dan dilakukan di dekat tumang atau pawon atau perapian sambil menghangatkan badan, begitu pentingnya tempat tersebut sehingga adat memberikan nilai sakral bahwa kayu diperapian tidak baik untuk dilompati. Makna inilah masih
157
berkesinambungan hingga kini merupakan warisan leluhur, sebagai tempat pembelajaran keluarga suku Tengger. Pada setiap ritual adat dipimpin oleh Dukun Pandhita dibantu Legen dan Wong Sepuh, dimana Legen menyiapkan acara, perkawinan, Wong Sepuh acara berkaitan dengan kematian, namun demikian ada Desa yang hanya mempunyai seorang pembantu Dukun jadi merangkap. Petinggi sebagai orang sangat dihormati karena sebagai sebagai Kepala Pemerintahan juga sebagai Kepala Adat. Pada acara adat besar seperti Kasada misalnya ujian Dukun (Mulun), penstabihan sesepuh adat yang dipimpin koordinator Dukun Pandhita dan dukun Pandhita senior Tengger (Gambar 35 dan 36).
Gambar 35 Dukun Pandhita Zaman Kolonial Belanda
a
b
Gambar 36 Acara ritual: (a) Wisuda Sesepuh Tengger oleh Dukun Pandhita Mudjono dan bapak Sutomo dan (b) Sendra tari Roro Anteng Joko Seger di Balai Agung Desa Ngadisari.
158
Pada setiap acara adat dilakukan beberapa kegiatan yaitu dengan pembacaan doa dan mantra, pembakaran kemenyan (dupa), dan dilengkapi dengan makanan (nasi tumpeng), jajanan, jenis-jenis tanaman dan hewan, perangkat pakaian, alas, ongkek, sedangkan pada acara adat
besar seperti Unan-unan, Kasada, Karo, Entas-entas
dilengkapi gamelan serta macam-macam kesenian. Kebiasaan setiap hari mereka melakukan tetamping dengan tujuan agar dihindarkan dari marabahaya serta mendapat kemakmuran. Pemanfaatan tanaman yang dipergunakan dalam sesaji paling banyak jenisnya adalah ritual Kasada yang pada dasarnya melaksanakan permintaan (ucapan) Raden Kusuma putra bungsu Roro Anteng dan Joko Seger yaitu sesaji berupa hasil bumi (tandur tuwuh), sedangkan jenisnya tergantung maksud dan tujuannya. Keanekaragaman hayati telah menyumbangkan perekat dalam kehidupan melalui pemanfaatan dalam setiap jenis ritual adat baik pemanfaatan di tempat sakral seperti pohon cemara gunung, danglu dan beringin. Bahan jenis tanaman untuk sesaji meliputi buah-buahan, sayur mayur dan dikemas dalam bentuk petra, gedang ayu, kembang boreh dan ongkek. Jenis-jenis tumbuhan yang dipergunakan berasal baik dari lingkungan, hutan bahkan dari luar Tengger seperti janur, kelapa muda (degan) maupun padi. Jenis hewan juga mempunyai nilai sebagai ikatan susunan rangkaian adat seperti sapi, kerbau, kambing, kuda, ayam, bebek dalam sebuah kemasan adat Tengger. Jumlah biaya yang dikeluarkan pada setiap acara ritual adat cukup besar, untuk acara adat Entas-entas berkisar 50 juta rupiah bahkan lebih, namun demikian biaya tergantung dari kekayaan dan biasanya masyarakat sebelum upacara adat menabung. 5.3.2.2.8 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pakan Ternak. Berternak merupakan mata pencaharian sampingan bagi masyarakat Tengger. Mereka memelihara beberapa jenis ternak yang pada awalnya bertujuan untuk kepentingan adat dan sebagai simpanan atau tabungan, jika mereka memerlukannya. Ternak pada mulanya yang banyak dikelola adalah hewan babi dan kambing, namun dengan keberhasilan ternak sapi masyarakatpun banyak berpindah ke ternak sapi
159
jantan potong untuk penggemukan karena lebih menguntungkan. Dengan beragamnya hewan peliharaan dan suburnya serta baiknya kualitas rumput pakan ternak maka masyarakat mulai beternak sapi, babi, kambing sebagai sambilan dalam mengolah pertanian. Dalam berternak masyarakat menggunakan banyak jenis tumbuhan. Keanekaragaman pakan ternak meliputi 44 jenis tumbuhan tergolong dalam 35 marga dan 14 suku (Tabel 15). Dari seluruh tumbuhan pakan ternak, 4 jenis dibudidayakan, 34 jenis liar berasal dari lingkungan dan 6 jenis liar dari TNBTS atau Perhutani (Gambar 37) Jenis-jenis pakan ternak yang dibudidayakan tersebut diantaranya rumput rumput astruli, jagung, sedangkan yang liar meliputi alang-alang, petungan, genggeng, pari apa, daun peketek, grinting, gewor, aseman, gronggong, kolonjono dan damarwojo.
Table 15 Keanekaragaman jenis tumbuhan pakan ternak di masyarakat Tengger No Nama lokal Nama ilmiah Suku Status 1
Alang-alang
2
Antanan
3 4 5 6 7
Aseman Astruli/ gajahan Brambangan Damarwojo Dibal
8
Empritan
9
Genggeng
10 11
Gewor Glagah
12
Grinting
13 14 15 16 17 18
Gronggong Ijoan Jagung Jaringan Jlabrangan Jukut
19
Jukut
Imperata cylindrica (L.) Beauw. Centella asiatica (L.) Urb. Achyranthes bidentata Bl. Pennisetum purpureum Schumach.. Comelina sp Spigula arvensis L.
Isachne rhabdiana (Steud.) Ohwi Eragrostis amabilis (L.) W.& A. Microstegium rufisticum (Steud.) A.Camus Comelina nodiflora Saccharum spontaneum L. Cynodon dactylon (L.) Pers. Erianthus arundinaceus Paspalum sp Zea mays L. Sonchus javanicus Jungh.
Paspalum srobiculatum Eragrostis nigra Nees ex Steud. Comelina benghalensis
Poaceae
Pakan utama
Umbelliferae
Pakan tambahan
Amaranthaceae Poaceae
Pakan tambahan Pakan utama
Comelinaceae Loganiaceae Poaceae
Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan tambahan
Poaceae
Pakan tambahan
Poaceae
Pakan utama
Comellinaceae Poaceae
Pakan tambahan Pakan tambahan
Poaceae
Pakan tambahan
Poaceae Poaceae Poaceae Asteraceae Poaceae Poaceae
Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan tambahan
Comelinaceae
Pakan tambahan
160
Tabel 15 Lanjutan No 20
Nama Lokal Kaliandra
21 22 23 24 25 26
Kalonjono Kawatan/lulan g Ketanan Kobis Kolomento Kuningan
27 28
Lamtoro Merakan
29 30 31 32
Padi Pari apo Petungan Pinjalan
33
Pisang
34
Peketek
35 36
Sawian Suket jukut
37 38
Srigotong Tebu
39 40 41 42
Teki Teki Tepung otot Tewel
43
Tibar
44
Tela rambat
Nama Ilmiah Calliandra haematocephala Hassk. Hierochloe horsfieldii Elleusine indica Gaertn.
Suku Fabaceae
Paspalum commersonii Brassica oleracea L.
Poaceae Brassicaceae Poaceae Asteraceae
Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan tambahan
Fabaceae Poaceae
Pakan tambahan Pakan tambahan
Axonopus compressus Widelia Montana (Bl.) Boerl. Leucaena glauca L. Themeda gigantea (Cav.) Hack. Oryza sativa L.
Leersia hexandra Sw.
Poaceae Poaceae
Poaceae Poaceae Equisetaceae Poacae
Pakan ternak Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan utama
Poaceae
Pakan tambahan, daun Pakan tanbahan
Brassicaceae Poaceae
Pakan tambahan Pakan tambahan
Poaceae Poaceae
Pakan tambahan Pakan tambahan
Cyperaceae Cyperaceae Moraceae
Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan tambahan Pakan kambing
Asteraceae
Pakan tambahan
Solanaceae
Pakan tambahan
Equisetum debile Roxb. Capillipedium parviflorum (R.Br.) Stapf. Musa paradisiaca L. Musaceae Pogonatherum paniceum Hack. Nosturtium sp Schizachyrium fragile (R.Br.) A.Camus. Arundinella setosa Trin. Saccharum officinarum L. Cyperus monocephalus L. Cyperus brevifolius L. Plantago mayor L. Artocarpus heterophylla Lam. Grangea maderaspatana (L.) Poir. Ipomoea batatas (L.) Lam.
Status Pakan utama kambing Pakan tambahan Pakan tambahan
Plantaginaceae
161
a
b
Gambar 37 (a) Keanekaragaman jenis tumbuhan pakan ternak di masyarakat Tengger dan (b) Status jumlah jenis pakan ternak. Penanaman rumput astruli diantara petak tegalan sangatlah menguntungkan untuk pakan ternak, disamping berdampak positif mencegah tanah longsor. Dengan semakin berkembangnya ternak sapi, kambing, babi maka lahan untuk penyedia pakan menjadi semakin terbatas. Di Desa Gubuklakah tanaman rumput astruli juga banyak ditanam di tanah komplangan, demikian pula di Desa-desa Tengger yang terdapat Perhutani. Pemanfaatan rumput dari TNBTS berupa rumput alang-alang, genggeng, petungan, pinjalan dan gronggong, atau jika terjadi musim kemarau dimana rumput di Desa kurang subur. Untuk hal inilah perlunya pemikiran bersama baik masyarakat, dinas terkait untuk memikirkan dampak perluasan ternak sapi. Sisa dari keanekaragaman tumbuhan hasil produksi seperti kobis, jagung serta ritual adat (jumat legen), dapat juga dimanfaatkan kembali sebagai pakan ternak babi, sapi maupun kambing atau dapat digunakan untuk pupuk.
162
Untuk mengatasi kekurangan pakan ternak sebagai contoh desa Ngadas Kidul yang berjumlah 400 ekor sapi, 200 ekor babi, 50 ekor kambing maka dilakukan penanaman tumbuhan pakan ternak terutama astruli, namun demikian karena banyaknya ternak maka masyarakatpun harus memanfaatkan rumput dari TNBTS. Setiap satu ekor sapi membutuhkan 1 hingga 2 pikul rumput per hari dengan harga satu pikul rumput Rp.15.000, sedangkan untuk kuda porsinya lebih banyak. Hewan ternak hanya dikandangkan karena lingkungannya berbukit-bukit. Aturan adat yang diberlakukan untuk ternak harus berada jauh dari perumahan sangatlah positif untuk mendukung kesehatan masyarakat. Dengan beragamnya serta baiknya kualitas pakan ternak masyarakat Tengger memanfaatkan potensi tersebut dengan beternak sebagai sambilan dalam mengolah pertanian. Sebagian masyarakat ada yang khusus bekerja merumput atau hanya sebagai buruh saja. Bahan pakan ternak tambahan berupa polar atau dedak yang harus dibeli dari Malang, Pasuruan dan Probolinggo. Pada umumnya mereka merumput terutama astruli dan alang-alang, namun menurut mereka semua rumput-rumputan dapat digunakan sebagai pakan ternak kecuali tanaman beracun kelompok Asteraceae seperti tehan, kerinyu, trabasan dan kecubung. Kerja sama dengan pihak Perhutani juga telah dilakukan dalam mengatasi keperluan pakan ternak yaitu di Komplangan, biasanya disekitar tanaman keras yang sudah rimbun. Pemanfaatan rumput di padang savana Jomplangan merupakan kerjasama partisipasif antara masyarakat dan TNBTS dalam bentuk kompensasi dimana masyarakat diharuskan menanam terutama pohon cemara gunung. Pada musim kemarau wilayah tersebut rawan kebakaran seperti yang terjadi pada tahun 2009 dan 2011 (Gambar 38).
163
a
b
Gambar 38 Peristiwa kebakaran: (a) Padang rumput Jomplangan TNBTS tahun 2011 dan (b) Bekas kebakaran hutan TNBTS tahun 2009. 5.3.2.2.9 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sebagai Bahan Bangunan, Kayu bakar, Pembungkus dan Tali serta Penikmat Masyarakat Tengger telah mampu memilih serta memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan yang cocok dan tepat dipergunakan untuk keperluannya, berdasarkan teknologi tradisional yang mereka peroleh dari nenek moyangnya. Keanekaragaman jenis tumbuhan bahan bangunan, teknologi lokal, seni, kayu bakar ditampilkan pada Lampiran 10. 5.3.2.2.9.1 Bahan Bangunan Keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan masyarakat Tengger berjumlah 22 jenis dari 21 marga termasuk dalam 17 suku. Salah satu jenis tumbuhan bahan bangunan tersebut adalag cemara gunung. Kualitas kayu cemara gunung tidak dapat diragukan karena kuat, tahan penyakit dan sangat cocok ditanam di ladang terutama sebagai batas tegalan, jalan atau tempat yang mempunyai kemiringan tinggi. Jenis jenis lain yang berkualitas dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan adalah bambu betung (Debdrocalamus asper), bambu jajang (Gigantochlea apus), nangka atau tewel (Artocarpus heterophylla), kembang (Michelia velutina), damar (Agathis alba), pampung (Unanthe javanica), jambu wer (Prunus persica), pinus (Pinus merkusii), dadap (Erythrina variegata) dan mahoni (Swietenia mahagoni). Jenis-jenis tumbuhan yang berasal dari luar Tengger meliputi kayu
164
meranti kamper (Cinnamomum camphora) dan kayu jati (Tectona grandis). Bangunan atap dulu mempergunakan klakah dari bambu betung atau alang-alang, namun sekarang alang-alang lebih banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Rumah Tengger sekarang sudah mengikuti perkembangan zaman, dan bentuk lama sudah banyak ditinggalkan karena pengaruh dari luar yang begitu kuat dan lebih praktis. Bentuk rumah adat yang lama memiliki bentuk khas, dengan atap terdiri dari alang-alang, kayu bangunannya terutama dari cemara, nyampuh, kembang dan bambu. Namun demikian masih ada masyarakat yang tetap melestarikan gaya asli rumah Tengger dengan berbagai perubahan. Kayu yang paling baik dan kuat untuk bahan bangunan rumah zaman dulu adalah cemara gunung mepunyai keunggulan kayu keras tahan terhadap cuaca, hujan, mempunyai keawetan jika digunakan kayu bakar karena kadar pemanasan paling unggul. Jenis-jenis bahan bangunan rumah diantaranya kayu kembang dan kayu nyampuh sebagai rangka, bambu sebagai cagak, gedek atau atap susunan dari bambu (klakah), susunan alang-alang (welit), sekarang sudah banyak menggunakan triplek, kayu kalimantan seperti kayu meranti, kayu kamper dan kayu jat. Struktur rumah Tengger terdiri dari soko guru atau cagak 4-12, tergantung dari besarnya rumah, sunduk tanganan, sunduk agung, sunduk kili, sunduk cengkel, usuk, pengeret, dengan atap dari alang-alang atau klakah, gedek dari bambu atau kayu, pintu tarikan dari bambu atau kayu. Pawon atau dapur dilengkapi tumang, biasanya dengan lubang 2 dan bagian depan dilengkapi rantai untuk meletakkan ceret, dingklik, lincak sedangkan kamar atau tempat tidur disebut sedongan atau peturon. Makanan di simpan
dalam
pedaringan
atau
petaringan,
masyarakat
Tengger
biasanya
mempersilahkan tamu di pawon sambil api-api sambil minum kopi. Tempat api-api merupakan tempat dimana keluarga berkumpul, bermusyawarah, dan berbincang terutama masalah ritual adat, pertanian dan lain-lain. 5.3.2.2.9.2 Kayu bakar Bahan bakar utama masyarakat Tengger adalah kayu bakar yang digunakan untuk memasak bahan pangan dan menghangatkan badan. Kayu bakar merupakan
165
sumber energi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Tengger. Kayu bakar diperlukan setiap saat baik di rumah maupun di peladangan. Menurut mereka hampir jenis kayu dapat digunakan sebagai kayu bakar, namun jenis kayu cemara yang mengandung resin mempunyai kualitas unggul baik nyala maupun keawetannya. Keanekaragaman tumbuhan kayu bakar terdiri atas 16 jenis, yang meliputi kayu cemara, klandingan, bambu jajang, bambu betung, pampung, jambu wer, paitan, akasia dan sebagainya (Lampiran 7). Penggunaan kayu bakar sangat berkaitan dengan suhu udara pegunungan yang dingin, bahkan di Desa Ranupani pada musim kemarau dapat mencapai suhu 0°C. Kayu bakar bagi masyarakat Tengger merupakan bahan primer seperti halnya bahan pangan, yang diperlukan setiap hari untuk memasak baik saat tinggal di perkampungan maupun di ladang sehingga penduduk selalu mempunyai gubuk yang dilengkapi dengan tumang atau perapian. Masyarakat Tengger menyukai tanaman cemara gunung, akasia dan jambu wer karena jenis-jenis kayu tersebut menghasilkan kualitas api yang baik dan awet. Setiap keluarga memerlukan 2 pikul hingga 3 pikul kayu pada setiap minggunya, namun dengan masuknya listrik serta kompor gas kebutuhan kayu berkurang sepertiganya. Masyarakat yang mampu kadang-kadang membeli kayu bakar dalam bentuk arang. Harga 1 pikul kayu bakar Rp.10000, sedangkan untuk 1 pikul grangsi (pontang) arang dari kayu klandingan, pasang dan akasia Rp.40000-50000, untuk arang kayu cemara gunung Rp.50000-60000. Untuk Desa Keduwung memproduksi paling banyak arang untuk dijual ke desa-desa Tengger. Kebutuhan kayu di masyarakat Tengger belum dilakukan perhitungan, sehingga seberapa besar volume kayu bakar yang dibutuhkan setiap minggu atau setiap bulannya. Ketergantungan dan kebutuhan kayu bakar sangat tinggi dan pada umumnya masyarakat Tengger menggunakan kayu bakar yang berasal dari pekarangan mereka sendiri. Pada daerah inclave yang berbatasan dengan TNBTS terkadang masih juga terjadi pemanfaatan kayu seperti akasia, cemara gunung dan klandingan. Oleh karena itu pemerintah dan dinas terkait perlu melakukan pendekatan tentang bagaimana cara
166
menyiapkan bahan kayu bakar diperlukan dengan menggunakan tanaman yang cepat tumbuh dan tidak mengganggu pertanian. Teknologi lokal membuat arang kayu cemara meliputi: kayu dipotong 0.5-1.5 meter dimasukkan galian. Pada galian bagian bawah dan tepi di batasi jenis-jenis rumput atau dedaunan yang masih basah seperti dibal, jukut, genggeng, trebah, trabasan, tehan, potongan kayu cemara kemudian disusun pada galian dan ditutup jenis rumput tersebut, dibakar dan ditutup tanah, jangan sampai bocor, selama 3 hari hingga 1 bulan, tergantung jenis, ukuran serta banyaknya tumpukan kayu. 5.3.2.2.9.3 Bahan tali dan pembungkus Bebagai jenis tumbuhan pohon dan semak merupakan bahan baku yang sangat penting dalam pembuatan kerajinan dan teknologi tradisional. Penggunaan tali penting bagi masyarakat Tengger meliputi 9 jenis yang digunakan untuk membawa kayu bakar, rumput, bangunan rumah, tali petra, tali pagar, tali ikat jagung (tutus), tali sapi atau kuda dan ritual. Jenis tali-temali tersebut meliputi, serat dari pohon waru, rotan, bambu jajang (bahan tutus atau tali petra), kulit batang paitan, batang atau daun pandan rambat, batang pisang dan benang kapas pada acara ritual adat. Bahan tutus dari bambu jajang banyak digunakan sebagai tali atap rumah, pengikat jagung pada sigiran. Kulit batang waru zaman dahulu sering digunakan sebagai tali sapi atau kuda karena kuat, tahan lama dan tidak mudah putus. Masyarakat Tengger pada umumnya banyak mempergunakan kantong plastik, tali plastik, kranjang bambu, dalam merumput atau mengambil pupuk kandang, pupuk anorganik dengan kuda atau sepeda motor. Dalam acara ritual Entas-entas masyarakat Tengger mempergunakan tali dan tusuk dari bambu dalam membuat Petra, prenjalin atau rotan gunung acara ujung-ujungan menggunakan bambu yang diisi biji-biian pada acara tari sodoran. Sebagai bahan pembungkus kue dan bahan pangan terutama digunakan daun pisang raja, pisang hutan, pisang salek, janur dan daun tlotok. 5.3.2.2.9.4 Bahan penikmat Jenis tanaman sebagai penikmat diantaranya adalah tembakau (Nicotiana tabacum), kopi (Coffea arabica), jae (Zingiber officinale), teh (Thea sinensis),
167
klembak (Rheum officinale), cengkeh (Eugenia aromatica), bahan kinang terdiri tembakau (Nicotiana tabacum), jambe (Areca catechu), sirih (Piper betle) dan kapur (injet). 5.3.3 Indeks Kepentingan Budaya (ICS) Dari hasil perhitungan ICS (Gambar 39) menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat Tengger masih tergantung sebagian besar dari sumberdaya alam lokal sekitar dan sebagian kecil disuplai dari luar. Secara keseluruhan pengetahuan keanekaragaman tetumbuhan tercatat 326 jenis yang dimanfaatkan (Lampiran 11) yang. Perhitungan indek kepentingan budaya (ICS) dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana tumbuhan yang paling penting dan penting dipergunakan bagi kehidupan masyarakat. Nilai dari ICS merupakan hasil perhitungan kuantitatif dari masingmasing jenis tumbuhan yang dimanfaatkan berdasarkan nilai kualitas (Quality value), intensitas (intensity value) dan eksklusivitas (exclusity value). Analisis serta evaluasi dari nilai kepentingan budaya merupakan langkah yang perlu diperhitungkan mulai dari tingkat keperluan kebutuhan masyarakat Tengger dari hal yang paling penting sampai minimal dimanfaatkan dalam budaya kehidupan masyarakat.
Gambar 39 Kategori nilai ICS tumbuhan berguna pada masyarakat Tengger.
168
Berdasarkan hasi perhitungan ICS tumbuhan dari yang kecil hingga sangat tinggi kegunaannya pada masyarakat Tengger (Lampiran 11) memudahkan dalam menganalisis jenis-jenis tumbuhan yang berguna dan penting dalam kehidupan masyarakat Tengger. Kategori nilai pemanfaatan tumbuhan berguna di masyarakat Tengger (Tabel 16) dengan kategori seperti tercantum Tabel 17, menghasilkan satu jenis memiliki ICS sangat tinggi (> 87) yaitu padi yang berasal dari luar Tengger, 10 jenis mempunyai kategori tinggi (60-87) berupa tanaman sayuran kobis, kentang, bawang prei, cemara gunung, pisang, kelapa, rumput astruli, bambu betung, bambu jajang dan kopi. Kategori sedang dengan nilai 38-60 terdiri dari 11 jenis meliputi tumbuhan ritual, obat, bangunan, kayu bakar, pakan ternak, buah-buahan, sayur mayur, konservasi, kerajinan lokal dan makanan tambahan. Jagung
dahulu
merupakan bahan pokok masyarakat Tengger sekarang hanya menjadi makanan tambahan seperti halnya ganyong dan tales. Jumlah tumbuhan yang memiliki ICS rendah 16-38 berjumlah 121 jenis yang terdiri dari jenis tumbuhan obat, kerajinan, bumbu, tanaman hias, pakan ternak, sedang tumbuhan dengan nilai katagori ICS 1-15 meliputi 183 jenis tumbuhan pakan ternak, kayu bakar, teknologi lokal, liar, hasil hutan seperti jamur, pakan rumput tambahan, racun dan tanaman hias. Tabel 16 Sebelas jenis tanaman dengan Nilai Indek Kepentingan Budaya (ICS) tertinggi dan tinggi masyarakat Tengger No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Beras/padi Cemara Kentang Pisang salek Pisang raja Pisang ambon Klopo Bawang prei Kobis Astruli Kopi Bambu jajang Bambu betung
Oryza sativa L. Casuarina junghuhniana Miq. Solanum tuberosum L. Musa paradisiaca L. cv. Salik Musa paradisiaca L.cv. Rojo Musa paradisiaca L.cv. Ambon Cocos nucifera L. Allium fistulosum L. Brassica oleracea L. Pennisetum purpureum Schumach. Coffea arabica L. Gigantochlea apus Kurs Dendrocalamus asper (Schult.) Backer
Nilai ICS
90 86.5 72 73 64 63 78 85 61 68 60 68 64
169
Tabel 17 Kategori nilai ICS jenis tumbuhan bermanfaat masyarakat Tengger. No
1 2 3 4 5 6
Kategori ICS
Sangat Tinggi (> 87) Tinggi (60-87) Sedang (38 - 60) Rendah (16 -38) Sangat Rendah (1-15) Nol (0-<1) Total
Jumlah Jenis Tumbuhan
1 10 11 121 183 0 326
Dari hasil wawancara langsung (kualitatif) sangat mendukung perkiraan nilai ICS tinggi seperti beras, bawang prei, kentang, kobis, cemara gunung. Jagung, ganyong, talas dan singkong merupakan andalan makanan pokok masa lalu masyarakat Tengger dan sekarang telah bergeser menjadi padi. Beras menjadi bahan pangan utama, serta mempunyai kegunaan lebih praktis dibandingkan dalam pengolahan nasi aron, serta berfungsi dalam ritual adat, bahan kosmetik, membuat makanan kue dan obat. Nilai ICS cemara 86.5 yang berarti mempunyai fungsi penting yaitu sebagai tanaman konservasi agar tanah tidak longsor, kayu bakar sangat baik dan kuat, bahan teknologi lokal seperti tangkai cangkul, arit, limbat, alu, bangunan rumah, jembatan. Kentang mempunyai nilai ICS 72, tanaman ini mempunyai nilai jual stabil dengan harga tinggi serta dapat disimpan dalam tanah selama 1-3 bulan dan dapat dimanfaatkan
sebagai makanan tambahan. Bawang prei memiliki nilai ICS 85,
merupakan salah satu tanaman yang tahan abu vulkanik dan kobis ICS 61 merupakan tanaman sangat cocok di Tengger karena mempunyai nilai jual tinggi, namun harga terkadang turun naik. Jenis pisang seperti salek, raja dapat tumbuh baik di ketinggian 1800 m dpl, pisang ambon, salosa dapat tumbuh baik di wilayah Tengger yang mempunyai ketinggian sekitar 1200 m dpl berfungsi sebagai buah-buahan, obat, pembungkus, ritual adat dan membuat kue. Demikian pula kopi dengan nilai ICS 60, dapat tumbuh baik di ketinggian 9001200 m dpl di daerah Tengger bawah seperti Desa Gubuklakah, Sapikerep, Kayu kebek, Pandansari dan Poncokusumo, mempunyai kegunaan tinggi untuk minuman
170
sehari-hari karena sebagai penghangat badan di depan tumang. Kelapa mempunyai nilai ICS 78 dimana tanaman ini baik buah, bunga, daun digunakan pada setiap kegiatan adat, bumbu, kosmetik dan bahan pangan masyarakat Tengger. Secara umum pada Tabel 16 menunjukkan padi sebagai bahan pangan pokok menggantikan jagung lokal dan jagung hanya sebagai makanan tambahan. Kayu cemara sebagai kayu paling baik untuk teknologi lokal seperti bangunan rumah, peralatan pertanian, peralatan rumah tangga, kayu bakar dan konservasi. Tiga varietas pisang merupakan jenis buah utama karena mempunyai nilai ICS antara 63-73 juga digunakan pada setiap hari sebagai bahan ritual dalam bentuk gedang ayu, karena sangat bermagna. Pengembangan bidang peternakan terutama sapi sangat tinggi sehingga diperlukan pakan yang memadai digunakan setiap hari seperti astruli. Definisi dan konsep manfaat tentang sumber daya tumbuhan akan berbeda-beda antara budaya satu dengan lainnya tergantung lingkungan maupun ketinggian tempat. Nilai kepentingan budayapun akan berbeda disetiap saat karena tumbuhan masa lalu hanya sedikit diketahui oleh masyarakat sekarang. Nilai indek kepentingan budaya hasil penelitian ini juga dapat berubah dari waktu ke waktu maupun perbedaan informan dan hanya terbatas pada masyarakat Tengger. Keanekaragaman jenis tumbuhan liar yang diketahui oleh masyarakat Tengger berjumlah 100 jenis yang tergolong dalam 38 suku. Jenis-jensi tumbuhan liar tersebut mempunyai potensi sebagai bahan obat, bahan ritual, bahan bangunan, jenis konservasi, bahan teknologi lokal, kayu bakar dan bahan pangan (Tabel 18).
171
Tabel 18 Jenis tumbuhan liar yang berpotensi menurut masyarakat Tengger No
Nama lokal
1 2 3 4
Adas Alang-alang Anting-anting Bambu betung
5
Bambu jajang
6 7
Beringin Cemara
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Danglu Grunggung Jarak gunung Kayu kembang Kayu nyampuh Kecubung Ketirem Mentigi Paitan Paku pohon
18 19 20 21 22 23 24
Pampung Piji Pisang hutan Putihan Ranti Sempretan Tanalayu
25 26
Telekan Tlotok
Kegunaan
ICS
Bahan obat, hias Bangunan, ritual adat, pakan ternak Bahan ritual, hias Bangunan, kayu bakar, teknologi lokal, ritual adat, bahan pangan Bangunan, kayu bakar, teknologi lokal, ritual adat, bahan pangan Bahan ritual adat, konservasi, kayu bakar Bangunan, kayu bakar, teknologi lokal, ritual adat, konservasi, obat Obat, kayu bakar, konservasi, ritual adat Bahan buah, kayu bakar, konservasi Obat, ritual adat, bumbu, konservasi Bahan bangunan, kayu bakar Bahan bangunan, kayu bakar Obat, hias, konservasi Bahan obat, bahan pangan Bahan pangan, kayu bakar, konservasi Kayu bakar, teknologi local, konservasi Bahan bangunan, hias, konservasi, media anggrek Bahan bangunan, kayu bakar, ritual adat Obat, ritual adat Obat, ritual adat, pembungkus, bahan pangan Ritual adat, kayu bakar, konservasi, hias Lalapan, buah, obat Bahan obat, hias Bahan ritual adat, tanaman hias, teknologi lokal Kayu bakar, konservasi, racun Bahan ritual adat, tanaman hias, pembungkus
18 32 18 64 68 24 86.5 30 25 45 22 20 24 30 26 24 24 20 43 32 21 24 29 22 29
5.4 Pembahasan Kehidupan masyarakat Tengger sangat tergantung dari keanekaragaman jenis sumber daya tumbuhan. Masyarakat Tengger mengusahakan keanekaragaman jenis tumbuhan tersebut melalui kegiatan ekstraktivisme bagi jenis-jenis tumbuhan yang masih liar dan membudidayakan jenis-jenis tanaman budidaya. Secara umum
172
pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan tersebut adalah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan subsisten maupun ekonominya. Kegunaan dan pemanfaatan jenis tumbuhan tersebut adalah sebagai bahan pangan, bahan sandang, bahan bangunan, kayu bakar, bahan obat tradisional, bahan racun, bahan ritual, bahan tali, bahan pewarna, bahan teknologi lokal (kerajinan) dan peralatan, dan ;lainlainnya. Sehubungan dengan ketergantungan tersebut, maka masyarakat Tengger memiliki pengetahuan yang baik terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada dan tumbuh di lingkungannya. Pemenuhan kebutuhan kehidupannya dilakukan dengan dua cara utama yaitu kegiatan meramu (ekstraktivisme) dan kegiatan budidaya. Kegiatan ekstraktif dilakukan untuk jenis-jenis hasil hutan non kayu dan kayu bahan bangunan. Hasil hutan non kayu yang sering diramu antara lain jenis-jenis rumbuhan bahan obatobatan, bahan pangan dan sayuran, bahan racun, bahan kayu bakar, dan lain-lainnya. Kegiatan meramu tersebut sifatnya adalah sambilan dan hanya dilakukan bila memerlukannya dan bukan merupakan pekerjaan utama masyarakat Tengger. Kegiatan utama masyarakat Tengger adalah petani yang membudidayakan berbagai jenis tanaman pangan dan jenis tanaman perkebunan. Sesuai dengan karakter lingkungannya, maka masyarakat Tengger adalah petani sayur yang cukup handal yang mengusahakan berbagai jenis tanaman sayuran seperti kentang, kobis, bawang prei, bawang putih, kol bunga, kobis, lombok, tomat, terong, dan berbagai jenis sayuran lainnya. Sedangkan jenis tanaman pangan sumber karbohidrat adalah budidaya jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan kentang. Sedangkan budidaya buah-buahan meliputi buah apel, jeruk, strowberry, terong belanda, pepaya, srikaya, pisang, dan lain-lainnya . Pengetahuan masyarakat Tengger terhadap karakter dan pencirian jenis tumbuhan cukup baik. Pengetahuan ini digunakan untuk upaya identifikasi, penamaan dan pengklasifikasian jenis sumber daya hayati. Menurut Friedberg (1990) secara prinsip setiap tipe tumbuhan berbeda dengan jenis tumbuhan lainnya dan mempunyai nama yang membedakannya dengan determinan. Penamaan suatu jenis yang dilakukan masyarakat Tengger yaitu dengan cara memberi nama dasar atau
173
nama primer dan diikuti atau tidak dengan satu sampai beberapa determinan atau nama sekunder. Penamaan tersebut mempunyai formula nama marga dan nama jenis. Sebagai contoh pengatahuan lokal masyarakat Dani seperti yang dikemukakan oleh Purwanto (1997) dimana nama dasar yang sama yaitu haningkukuh dan setelah diidentifikasi pada nama tersebut ternyata terdiri atas 3 jenis yaitu Bidens biternata, Erigeron linifolia dan Emilia monchifolia (Asteraceae). Demikian pula masyarakat Tengger menggunakan karakter lokal dalam memanfaatkan, mengelola, memberi nama tumbuhan di lingkungannya. Mereka memberi nama untuk digunakan kebutuhan praktis dan sebagian besar dalam bentuk nama tunggal. Pengetahuan lokal tentang pemanfaatan sumber daya hayati tumbuhan masyarakat Tengger memberikan pengetahuan yang berharga sebagai hasil pembelajaran, praktek langsung, pemikiran, persepsi, teknologi lokal dan tidak hanya memberi sumbangan kemajuan ilmu dan teknologi, namun juga untuk menentukan atau memprediksi, memahami, menginterpretasi berdasarkan alasan logis, dalam melakukan kegiatan adaptasi terhadap lingkungan. Sistem pengetahuan lokal dapat digunakan sebagai sumber pengembangan gagasan alternatif seperti kelembagaan desa, sistem klasifikasi bahasa, pengembangan keluarga berencana, penyelesaian konflik, masalah pemukiman, sistem pengairan dan sebagainya. Pendekatan yang didukung pemahaman sistem pengetahuan lokal sejalan dengan konsep pembangunan berwawasan lingkungan. Perubahan pengaruh luar, asimilasi, bertambahnya jumlah penduduk, terbatasnya lahan pertanian memberikan dampak berupa pemanfaatan jenis tumbuhan lebih selektif berkaitan dengan nilai ekonomi maupun kebutuhan praktis. Hal ini dikemukakan Rambo (1983) bahwa subsistem sosial dengan subsistem ekosistem saling berinteraksi sangat erat dan teratur memerlukan energi, materi dan informasi. Berbagai pemanfaatan, pengelolaan jenis tumbuhan yang dipergunakan dan dimanfaatkan sehari-hari masyarakat Tengger adalah sebagai dampak pengaruh langsung maupun tidak langsung baik dari teknologi informasi, masyarakat, lingkungan maupun pihak pemerintah yang terkait. Hutan yang dulu merupakan wilayah yang menopang kehidupan telah dibatasi oleh perubahan status kawasan hutan menjadi kawasan hutan lindung, hutan
174
produksi, dan hutan konservasi sehingga menyebabkan masyarakat tidak leluasa lagi melakukan kegiatan ekstraktivisme di kawasan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut masyarakat Tengger mengembangkan lahannya secara optimal untuk kegiatan produksi. Pelarangan pemanfaatan hasil hutan kayu bahan bangunan dan hasil hutan non kayu bahan bangunan memberikan dampak positif bagi masyarakat terutama dalam kegiatan pengembangan jenis tumbuhan. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan kayu bahan bangunan, masyarakat Tengger melakukan penanaman jenis cemara gunung di kawasan usahataninya. Jenis cemara gunung tersebut ditanam masyarakat tidak saja digunakan sebagai jenis tanaman pembatas lahan juga kayu dari jenis ini dipergunakan sebagai kayu bakar dan kayu bahan bangunan serta sebagai jenis tanaman untuk penanggulangan dampak erosi. Pemanfaatan hasil hutan ikutan atau hasil hutan non kayu (non-timber forest products) hanya digunakan untuk kepentingan subsisten dan dilakukan hanya bila memerlukannya. Misalnya peramuan untuk mendapat bahan baku tumbuhan obat, bahan tali, bahan pewarna dan lainlainnya. Keberadaan pemukiman masyarakat Tengger di daerah penyangga secara langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan kerawanan terhadap wilayah konservasi maupun hutan lindung. Namun sebaliknya keberadaan masyarakat di kawasan penyangga ini juga dapat sebagai modal pengelolaan kawasan konservasi. Dengan catatan bahwa masyarakat di kawasan ini dikembangkan dan merasa bahwa kawasan konservasi memiliki nilai dalam kehidupannya. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah melakukan kerjasama dalam mengelola kawasan dengan TNBTS dan Perhutani seperti kegiatan pengembangan pertanian jalur hijau dan komplangan. Disamping itu usaha pembinaan masyarakat yang mempunyai kerawananan terhadap ketergantungan hasil hutan perlu mendapat dukungan baik melalui pendidikan, pengetahuan, ketrampilan dan diversifikasi modal usaha. Kebutuhan kayu bakar selama ini masih dapat ditanggulangi oleh masyarakat Tengger sendiri yaitu dengan menanam jenis pohon cemara gunung, Acacia, jambu wer (Prunus persica), dan keningar (Cinnamomum burmanii) di lahan tegalannya.
175
Penanaman jenis-jenis pohon tersebut memiliki beberapa manfaat antara lain: jenis pohon tersebut berfungsi juga sebagai batas lahan, pencegah erosi, dan sebagai bahan kayu bakar dan khusus untuk cemara dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Kegiatan masyarakat Tengger dalam proses produksi telah mebnerapkan strategi adaptasi yang baik tidak saja untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga untuk kepentingan pelestarian alam atau konservasi. Sebagai contoh penanaman jenis-jenis pohon tersebut di atas, penanaman rumput di lahan tegalan (penanaman rumput gajah) pada teras tegalan sangat berguna tidak saja berguna sebagai pakan ternak tetapi juga berfungsi sebagai penahan erosi tanah. Disamping itu kegiatan produksi pengembangan sistem terasering juga merupakan pengembangan strategi adaptasi usahatani di kawasan pegunungan. Kegiatan ini selain untuk mencegah erosi dna longsor, juga bermanfaat mengurani ancaman akibat erosi. Pengungkapan terhadap pengetahuan masyarakat Tengger tentang pemanfaatan keanekaragaman
jenis
tumbuhan
memiliki
nilai
penting
dalam
rangka
mengungkapkan budaya masyarakat Tengger dalam mengelola sumber daya tumbuhan. Pengetahuan ini sangat berguna sebagai pijakan dalam pengembangan wilayah masyarakat Tengger. Penelitian
ini
juga
mengungkapkan
sistem
strategi
adaptasi
yang
dikembangkan masyarakat Tengger dalam rangka menanggulangi tantangan dan ancaman masa depan, misalnya strategi dalam rangka menanggulangi tekanan terhadap budaya masyarakat Tengger, khususnya tentang kemampuan masyarakat Tengger mangadaptasikan diri pada kondisi lingkungan yang memiliki karakteristik spesifik, misalnya suhu dingin, kawasan pegunungan dan lain-lainnya. Kemampuan eksistensi atau keberadaan masyarakat Tengger perlu mendapatkan apresiasi dan menjadi acuan dalam mengembangkan strategi adaptasi terhadap berbagai tekanan. Hal ini wajar karena keberadaan masyarakat Tengger di kawasan tersebut sudah sejak lama yaitu semasa kerajaan Majapahit masih berdiri. Kemampuan masyarakat Tengger ini memberikan inspirasi untuk mengembangkan strategi adaptasi yang lebih
176
baik dalam menyikapi kawasan Tengger yang rawan bencana, khususnya bencana vulkanik dari Gunung Bromo. Bencana abu vulkanik telah menimbulkan kerugian besar bagi kegiatan pertanian. Hasil pengamatan lapangan ditemukan satu jenis tanaman sayuran yaitu bawang prei yang memiliki ketahanan terhadap abu vulkanik. Sedangkan jenis pohon yang mampu bertahan hidup terhadap abu vulkanik adalah jenis cemara gunung. Dari aspek budaya: masyarakat Tengger memiliki kegiatan budaya yang tetap dipertahankan dengan baik hingga kini, misalnya ritual Kasodo yang cukup terkenal dan menjadi daya tarik wisata budaya yang sangat menarik turis domestik maupun mancanegara. Dampak pengembangan wisata juga perlu diantisipasi yaitu semakin semaraknya penjualan tanaman edelweis (tanalayu) dari hutan, sebaiknya dilakukan budidaya. Pengetahuan tradisional masyarakat Tengger mengenai jenis tumbuhan obat cukup baik tercatat 121 jenis tumbuhan obat. Pengetahuan ini mulai terancam punah akibat perubahan sosio-budaya yang secara umum mempengaruhi nilai-nilai sosial, dimana generasi mudanya mencari alternatif yang lebih praktis. Pengetahuan obat tradisional mereka hanya terbatas oleh kelompok orang tua dan alasan ini juga menyebabkan mereka lebih sering memilih pengobatan modern ke pak mantri, Puskesmas, Polindes, bidan, dukun bayi yang telah dibekali ilmu kesehatan dan dari pemerintah sendiri melakukan pengobatan gratis. Teknologi pengobatan akhirnya tidak berkembang secara baik, apalagi penggunaanya kurang praktis dan lambat, sehingga sekarang dapat dikatakan hanya beberapa jenis saja yang dimanfaatkan dan terbatas pada pengetahuan orang tua mereka. Pemanfaatan jenis tumbuhan yang dipergunakan dalam teknologi lokal meliputi teknologi pembuatan rumah, peralatan rumah tangga, peralatan ritual adat, dan peralatan pertanian. Pengungkapan teknologi lokal tersebut dapat menjadi dokumen penting mengenai teknologi lokal yang dikembangkan masyarakat Tengger. Teknologi lokal yang dikembangkan masyarakat Tengger memiliki nilai yang tinggi dan dapat dipakai sebagai pijakan untuk pengembangan selanjutnya. Misalnya pengetahuan pembangunan perkampungan, bentuk rumah, peralatan dan lain-lainnya
177
merupakan hasil karya masyarakat Tengger yang telah diadaptasikan dengan kondisi lingkungannya. Primack et al. (1998) mengemukakan bahwa perlindungan kebudayaan tradisional di dalam lingkungan alami merupakan suatu kesempatan melindungi
keanekaragaman
hayati
dan
lingkungannya
serta
memelihara
keanekaragaman kebudayaan. Toledo (1988) berpendapat melindungi warisan alami tanpa melindungi kebudayaan memperkecil alam menjadi tidak dikenal, statis, jauh dan hampir mati. Kebijakan konservasi tanpa mempertimbangkan dimensi kebudayaan sulit dilakukan keberhasilannya. Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan tertinggi ketiga dunia setelah Brazilia, sangat berpotensi untuk pengembangan produksi pertanian, kehutanan, perikanan tanaman hias, obat-obatan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan sangat mejanjikan untuk dikembangkan (Primack et al, 1998; Sastrapraja et al, 1989). Keanekaragaman jenis tumbuhan berguna yang memiliki nilai penting bagi masyarakat adalah jenis padi, kelapa, cemara, bawang prei, bambu betung, bambu jajang, kopi, dan pisang. Penentuan nilai kepentingan bagi masyarakat tersebut didasarkan pada perhitungan ICS yang datanya berbasis pada pengetahuan masyarakat. Hal yang menarik dari analisis adalah nilai ICS padi dan kelapa dimana kedua jejnis tersebut tidak terdapat di kawasan Tengger. Namun ke dua jenis tersebut memiliki nilai yang penting terutama padi sebagai makanan utama saat ini yang telah menggantikan jenis jagung sebagai makanan utama. Beralihnya makanan utama masyarakat Tengger dari jagung ke beras disebabkan oleh kemudahan transportasi, tersedianya beras, mudah didapat, mudah pengolahannya dan ada program pemerintah mengenai raskin (beras untuk orang miskin), walaupun masyarakat Tengger bukan termasuk masyarakat miskin. Disamping itu pemerintah kurang peka terhadap kebiasaan makan jagung yang dipertahankan berabad-abad dan mempunyai teknologi lokal yang telah menghasilkan varietas lokal jagung Tengger dengan rasa lebih gurih dan lebih tahan lama kenyang. Walaupun tanaman jagung telah tergeser fungsinya sebagai makanan utama, namun jenis ini tetap penting bagi masyarakat Tengger sebagai bahan makanan tambahan dan makanan cadangan bila beras sulit didapat. Jagung juga memiliki nilai ekonomi yang cukup baik bagi masyarakat
178
Tengger terutama untuk kepentingan ekonomi rumah tangganya yaitu dijual di pasar lokal. Jenis-jenis tumbuhan yang penting bagi masyarakat Tengger dapat dilihat pada tabel Lampiran 1. Sedangkan jenis sayuran yang mempunyai nilai tinggi bagi masyarakat Tengger adalah jenis bawang prei, kentang, dan kobis. Ketiga jenis sayuran tersebut selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi juga memiliki nilai ICS yang tinggi pula. 5.5 Simpulan 1.
Hasil studi etnobotani masyarakat Tengger tercatat sebanyak 326 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan 75 jenis, bahan obat 121 jenis, bahan racun 7 jenis, bahan bangunan (22 jenis), bahan peralatan dan teknologi lokal (22 jenis), bahan tali temali (5 jenis), bahan pembungkus 4 jenis, bahan bumbu 23 jenis, bahan kayu bakar 16 jenis, bahan pakan ternak 44 jenis, jenis tumbuhan konservasi 137 jenis, bahan buah-buahan 49 jenis, bahan ritual 94 jenis, bahan pewarna 8 jenis, bahan kosmetika 10 jenis, bahan rokok dan nginang 10 jenis dan jenis tanaman hias 140 jenis.
2.
Pengetahuan masyarakat Tengger tentang keanekaragaman jens tumbuhan obat cukup baik dengan dikenalnya 121 jenis tumbuhan bahan obat tradisional. Terdapat 59 jenis penyakit yang dikenal masyarakat yang pada masanya pengobatannya dengan menggunakan bahan dari jenis tumbuhan. Pengetahuan pengobatan tradisional masyarakat Tengger mulai ditinggalkan seiring dengan kemajuan dan kemudahan akses serta tersedianya sarana dan prasarana pengobatan modern yang disediakan pemerintah.
3.
Pemanfaatan dan pengelolaan keanekaragaman jenis tumbuhan oleh masyarakat Tengger mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat Tengger. Pemanfaatan jenis tanaman budidaya bernilai tinggi memberikan dampak positif terhadap pelestarian jenis bahan pangan lokal berkaitan pelestarian keanekaragaman hayati. Hasil perhitungan nilai kepentingan budaya jenis padi mempunyai nilai ICS tertinggi
179
yaitu 90 dan merupakan bahan pangan utama. Walaupun jenis padi ini tidak diusahakan atau dibudidayakan oleh masyarakat Tengger, namun beras atau padi ini memiliki nilai kegunaan yang tinggi dan merupakan makanan utama menggantikan peran jagung. Hal ini dikarenakan rasa padi yang lebih enak, mudah mengolahnya, murah harganya, mudah didapat dan tersedia dijual di kawasan tersebut. 4.
Hasil identifikasi jenis tumbuhan berguna di kawasan Tengger, tercatat 1 jenis sayuran yaitu bawang prei (Allium fistulosum) memiliki ketahanan terhadap abu vulkanik. Jenis ini tetap mampu tumbuh walaupun ketika itu terjadi hujan abu vulkanik. Demikian juga satu jenis tanaman pohon yaitu cemara gunung (Casuarina junghuhniana) juga memiliki sifat tahan terhadap hujan abu vulkanik.
181
6. ETNOZOOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR Abstrak Penelitian Etnozologi masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur mengungkapkan sistem pengetahuan tentang pemanfaatan, pengelolaan hewan berpotensi dan pelestarian lingkungan oleh masyarakat Tengger. Dalam penelitian ini juga digambarkan interaksi antara masyarakat dan lingkungannya dalam aspek praktek, persepsi, serta representasinya. Pengumpulan data menggunakan survei exploratif yang meliputi inventarisasi jenis hewan di kandang, lingkungan rumah, tegalan, wilayah konservasi hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Perhutani. Data ditampilkan sebagai nama lokal dan nama ilmiah. Pengambilan data dilakukan dengan teknik ethnodirect sampling melalui wawancara langsung, semi struktural terhadap penduduk, pemangku adat dan dukun, serta dengan pendekatan bersifat partisipasif (participatory ethnobotanical appraisal, PEA). Pemanfaatan hewan oleh masyarakat Tengger sangat penting dalam mendukung ekonomi, sebagai bahan pangan, ritual, transportasi, pariwisata. Pengetahuan keanekaragaman satwa liar dan hewan yang dimanfaatkan masyarakat Tengger sangat bagus, meliputi 120 jenis meliputi Aves 64 jenis, Mamalia 32 jenis, Reptilia 9 jenis, Diptera 3 jenis, 2 Decapoda, 1 Arachnidae, 1 Orthoptera, 1 Hypnoptera dan Pisces 6 jenis. Kata Kunci: Etnozoologi, masyarakat Tengger. Abstract The Ethnozoological research of Tengger society in Bromo Tengger Semeru East Java revealed the knowledge system of Tengger community on the use of the potential animals and the environment conservation. This research also described the interaction between people and their environment in the aspects of social, practical, perception and representation of the society. The research was conducted using the explorative survey to record the number, identity, and the benefit of the animals in cage, and surround their houses, field, conservation area of Bromo Tengger Semeru National Park (TNBTS), and Perhutani. Sample was collected using ethnodirect sampling methods including direct and semi structural interview to ordinary people, traditionally leaders and shaman. The collected data were supported by participatory approach or participatory ethnobotanical appraisal (PEA). For Tengger people, various animals have an economic value, and can be used for food, ritual, transportation, and the object for tourism. The indigenous knowledge on wild animals and the useful animals were very good. Tengger people distinguished 120 species consisted of 64 species of Aves, 32 species of Mammals, 9 species of Reptilia, 3 species of Diptera, 2 species of Decapoda, 1 species of Arachnidae, 1 species of Orthoptera, 1 species of Hypnoptera and 6 species of Pisces. Keywords: Ethnozoology, Tengger society.
182
6.1 Pendahuluan
6.1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati Indonesia baik hewan, tumbuhan maupun mikroba cukup tinggi di dunia, meliputi 10% jenis tumbuhan, 12% binatang menyusuhi, 16% reptilia dan amfibia, 17% burung, 25% ikan dan 15% serangga (BAPPENAS 1993 dalam Primack et al. 1998). Masyarakat suku Tengger mendiami wilayah Bromo Tengger Semeru ratusan tahun yang lalu, menempati kawasan Tengger di empat Kabupaten yaitu Malang, Pasuruan Probolinggo dan Lumajang. Mereka telah melakukan strategi adaptasi di lingkungan secara turun-temurun serta telah melakukan percampuran antara budaya lokal dengan budaya Majapahit sehingga mempunyai keunikan tersendiri dalam tatanan kehidupannya (Stibe & Uhlenbeck 1921; DKDJPH & PABKSD IV 1984). Sebagian wilayah masyarakat Tengger berbatasan dengan TNBTS dan Perhutani yang merupakan daerah penyangga kawasan konversvasi. Kawasan ini menjadi penting untuk dikembangkan sebagai buffer lingkungan ekologis melalui peningkatan kehidupan sosial ekonomi dan kualitas hidupnya melalui pengembangan berkelanjutan. Daerah penyangga diharapkan mampu menjadi penyangga kehidupan kawasan konservasi dan dapat melindungi kawasan konservasi dari gangguan yang berasal dari luar. Menurut UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) melalui program Man and the Biosfer (MAB), zona penyangga kawasan cagar biosfer memiliki peran melindungi area inti (kawasan konservasi) dan mampu menjadi zona pendukung pengembangan area transisi yang berada di sekitarnya dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Daerah penyangga berfungsi menjembatani penyebaran satwa serta aliran gen antara kawasan konservasi yang dilindungi dan wilayah transisi. Menurut DKDJPH & PABTNBTS (1999) dan Primack et al. (1998) daerah penyangga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah wilayah berada di luar kawasan konservasi baik sebagai kawasan konservasi, kawasan hutan, tanah negara,
183
bebas maupun tanah yang dibebani hak dan mampu menjaga keutuhan wilayah konservasi yang pada dasarnya merupakan kawasan diluar daerah konservasi. Etnozoologi merupakan bagian dari bidang etnobiologi yang mempelajari tentang pemanfaatan dan pengelolaan keanekaragaman jenis hewan yang erat kaitannya dengan budaya masyarakat suatu kelompok, etnik ataupun suku bangsa. Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan dan hewan telah memainkan peranan penting dalam mengembangkan, mengadaptasikan untuk keperluan pemenuhan bahan pangan, sandang, papan, ritual dan keperluan lainnya. Keanekaragman jenis satwa liar yang tercatat di kawasan TNBTS hingga tahun 1997 diketahui ada 113 jenis fauna terdiri atas: 22 jenis mamalia, 85 jenis burung, dan 6 jenis reptilia (DKDJPH & PABTNBTS 1997). Sekarang masing-masing jenis tersebut diketahui mengalami penyusutan jumlah jenisnya Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan, penelitian, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Primack et al. 1989). DKDJPH & PABTNBTS (1997) dan Basuni (2003) mengemukakan bahwa Taman Nasional adalah salah satu bentuk kawasan konservasi yang pengelolaannya diarahkan dalam pemenuhan fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman flora dan fauna serta pemanfaatan sumber alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan. Penetapan untuk wilayah konservasi diprioritaskan pada kekhasan komunitas hayati endemik, keterancaman jenis pada kepunahan serta nilai kegunaan nyata dan potensi bagi manusia serta nilai konservasi alami. Pengetahuan
tentang
pengelolaan,
pemanfaatan,
kelestarian
fauna
di
lingkungan masyarakat Tengger dapat memberikan kesempatan sangat berharga dalam memahami lansekap lahan desa dan hutan. Informasi ini merupakan sumber penting berkaitan dengan keanekaragaman genetik satwa, ekosistem, sejarah lansekap, erosi pemanfatan akibat perubahan budaya serta kemajuan informasi menuju kebutuhan praktis (Rambo 1983; Mackinnon 1993; Sheil 2004). Penelitian pengetahuan, pemanfaatan, pengelolaan terhadap keanekaragaman jenis hewan sangat
184
perlu dilakukan terutama yang terfokus dan terintegrasi dengan lingkungan masyarakat Tengger sebagai daerah penyangga wilayah konservasi.
6.1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengungkap berbagai macam cara pemanfaatan sumber daya alam hayati hewan yang mereka kenali berdasarkan tingkat pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan diri di lingkungannya. Mengungkap dan mempelajari peran sumber daya hayati hewan dalam kehidupan masyarakat Tengger di lingkungannya.
6.2 Bahan dan Metode 6.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 hingga bulan Mei 2011 di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, Kecamatan Tutur, Kecamatan Tosari, Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan; Kecamatan Sukapura, Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo; Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang dan lahan komplangan Perhutani di lingkungan TNBTS yang berdekatan dengan wilayah desa Tengger.
6.2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: komputer, kompas, GPS (Geographical Position System), clinometer, peta lokasi, altimeter, soiltester, hygrometer, jangka sorong, parang, patok dari bambu atau kayu, gunting stek, cat untuk penomoran, peralatan jelajah lapangan, tali plastik, kantong plastik berbagai ukuran, amplop sample, label gantung, kamera, film, tropong dan alat-alat
185
tulis. Bahan kimia yang digunakan meliputi alkohol 70%, formalin, FAA, kamper dan spiritus.
6.2.2 Metode Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 hingga Mei 2011 di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang, Kecamatan Sukapura dan Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo, Kecamatan Tosari dan Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan dan TNBTS serta komplangan Perhutani. Penelitian menggunakan metode survei exploratif yang meliputi inventarisasi jenis hewan di kandang, tegalan, rumah, lingkungan, bahan pangan dan ritual dan data berupa nama lokal dan ilmiah. Teknik pengumpulan informasi serta pendekatan bersifat partisipasif (participatory ethnobotanical appraisal, PEA) melalui wawancara langsung, semistruktural, terjadwal, observasi partisipasif dan ikut aktif dalam aktivitas harian. Survey ekploratif meliputi inventarisasi jenis hewan yang dimanfaatkan masyarakat Tengger meliputi bahan pangan, ritual, peliharaan serta pencatatan hewan liar baik di lingkungan, Perhutani (komplangan) maupun lahan berdekatan TNBTS. Identifikasi burung dilakukan dari suara, cara terbang, bulu dan warna, paruh, kaki burung, habitat dan pakan (MacKinnon et al.1999).
6.3 Hasil 6.3.1 Pemanfaatan Jenis dan Kategori Pengelompokannya Pandangan mayarakat Tengger terhadap fauna, seperti halnya manusia adalah ciptaan Sang Maha Agung. Oleh sebab itu mereka juga harus dijaga, dilindungi keberadaannya, apalagi binatang liar yang berada di hutan yang dilindungi undangundang dan dikembangkannya. Konsep kepercayaan yang terkandung dalam lontar berisi cinta kasih (Welas Asih Pepitu) menunjukkan kandungan prinsip yang dalam, dimana didalamnya berupa cinta kasih pada fauna (sato kewan), tumbuhan dan
186
lingkungannya. Kidungan serta cerita yang ditanamkan dari nenek moyang mereka ke generasi selanjutnya seperti cerita membunuh anak burung mempergunakan alat ketepil melambangkan kearifan lokal terhadap keberadaan fauna. Kepercayaan tersebut memberikan petunjuk adanya suatu bentuk kehidupan harmoni dengan alam lingkungannya. Namun demikian ada jenis hewan yang merugikan seperti ulat, wereng, tikus, babi hutan (celeng), budeng karena sering mengganggu tanaman pertanian. Masyarakat Tengger merupakan salah suku bangsa di Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri dalam tatanan kehidupannya. Mereka mempunyai sistem pengetahuan yang baik terhadap sumber daya alam di lingkungannya. Masyarakatnya berusaha meningkatkan kehidupannya dengan berbagai keterbatasan kondisionalnya. Sistem pengelolan sumber daya alam dikelola secara lestari yang dipadukan dengan keadaan alam yang adaptif terintegrasi dengan strategi dan partisipasif. Budaya tempat tumang juga memberikan kontribusi untuk pembelajaran sangat efektif tidak hanya pada anak-anaknya, saudaranya namun antar generasi berikutnya. Hal ini dikuatkan kesepakatan sosial, pranata dan berkaitan hukum adat di lingkungannya dimana tanah dan lingkungannya termasuk keanekaragaman hewan mempunyai arti penting bagi kehidupan yang diciptakan Sang Hyang Widhi Wasa. Tata ruang pengembangan bidang peternakan sangat logis serta menarik. Masyarakat Tengger sudah memikirkan kesehatan lingkungan perumahan, dan pertimbangan keamanan serta kesehatan ternak yaitu membuat kandang ternak yang beralaskan kayu cemara dengan sistem miring. Pada umumya kandang ternak juga dilengkapi tumang, karena kandang dan gubuk menjadi satu (Gambar 17). Letak kandang dipisahkan dari lingkungan perumahan karena mereka khawatir akan menimbulkan bau kurang sedap dan mengganggu kesehatan, sehingga kandang dibangun di tegalan dengan jarak 0.5 hingga 8 km dari perumahan. Konsep kandang di tegalan sangat logis untuk memudahkan memberi pakan dari ladang sendiri serta memudahkan pengolahan kompos sebagai pupuk kandang untuk persiapan pertanian. Hal ini sudah dilakukan secara turun temurun yang berbeda dengan konsep kandang pada masyarakat Jawa.
187
Masyarakat Tengger dalam kehidupannya mengandalkan sumber daya alam dari usaha ternak sebagai bahan pangan dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Mereka mempunyai pengetahuan yang baik terhadap usaha pengelolaan peternakan terutama sapi, babi, kambing dan ayam kampung serta pengetahuan keanekaragaman hayati jenis tumbuhan dan hewan di lingkungannya. Jumlah jenis fauna di lingkungan masyarakat Tenger tidak begitu banyak, karena kondisi alam yang dingin dan relatif kering. Jenis hewan yang menguntungkan secara ekonomi adalah hewan ternak baik sapi, babi, kuda, kambing dan ayam kampung. Pengembangan hewan ternak bagi mereka sangat menguntungkan terutama untuk mendukung perekonomian keluarga, kegiatan ritual, memenuhi kebutuhan protein hewani, serta mendukung kegiatan pertanian yaitu sebagai pupuk. Pembagian kategori jenis hewan berhubungan dengan fungsi manfaat bagi masyarakat Tengger (Tabel 19).
Tabel 19 Jumlah jenis hewan dimanfaatkan dan liar di masyarakat Tengger. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
6.3.2
Kategori Pemanfaatan Hewan untuk bahan pangan Hewan untuk ritual Hewan untuk pariwisata Kesenangan/peliharaan Hewan untuk obat Hewan menguntungkan ekonomi Hewan pengganggu tanaman budidaya Hewan mempunyai nilai makna Hewan Liar
Jumlah Jenis 16 11 1 8 1 6 5 9 95 120
Keanekaragaman Hewan sebagai Bahan Pangan Kebutuhan akan protein hewani masyarakat Tengger dipenuhi dengan
mengkonsumsi berbagai macam jenis hewan terutama dari hasil peternakan, sedangkan kebutuhan ikan disuplai dari luar daerah terutama dari Probolinggo, Pasuruan dan Malang. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani lokal mereka beternak pada umumnya babi, kambing, sapi dan ayam kampung. Dengan semakin
188
majunya kehidupan sekarang ini kebutuhan lauk pauk disesuaikan dengan selera, hal ini disebabkan mudahnya trasportasi yang masuk ke wilayahnya. Para pedagang (mlijo) mempergunakan angkutan mobil truk, pikup, sepeda motor dari Probolinggo, Malang, Pasuruhan dan Lumajang sampai wilayah Tengger. Pemanfaatan lauk-pauk bagi masyarakat tidak harus ada karena mereka lebih menyukai sayur-sayuran. Kebutuhan lauk pauk sebagai sumber protein hewani seperti ikan kering (gereh) juga mudah di dapat, namun untuk daging kambing, sapi, ayam biasanya disediakan jika ada acara pesta adat seperti Entas-entas, leliwet dan lain-lain. Keanekaragaman jenis makanan di masyarakat Tengger tidak seperti di perkotaan yang mempunyai banyak variasi menu. Pengolahan makanan berbahan dasar daging dilakukan dengan cara digoreng, disate, dirawon, dipanggang, dikecap dan gulai. Bidang perikanan kurang menguntungkan karena kondisi lingkungan dingin, dari pihak masyarakat maupun pemerintah daerah sudah mencoba usaha perikanan di danau Ranu Pani dan Ranu Regulo namun hasilnya kurang produktif dan kurang efektif sehingga tidak mendukung pengembangannya. 6.3.3
Keanekaragaman Hewan Buruan Masyarakat Tengger tidak suka (pantang) membunuh hewan, kecuali untuk
keperluan ritual, hal ini berkaitan dengan kepercayaan mereka. Sifat tersebut dapat tercermin pada tingkah laku dalam kehidupan sehari-harinya. Pemanfaatan fauna dari berburu di hutan konservasi dan Perhutani jarang terjadi karena mereka tahu kawasan tersebut di lindungi undang-undang, sehingga teknologi perburuan tidak berkembang. Perburuan binatang liar hampir tidak ada, sehingga lingkungan masih terjaga. Mereka lebih baik beternak, bertani, melakukan kegiatan ritual, pengembangan wisata kesenian dan berdagang. Namun masih juga terjadi penangkapan jenis burung di lingkungan Perhutani maupun wilayah konservasi yang dilakukan oleh masyarakat luar Tengger yaitu dengan cara menggunakan bantuan anjing, jaring dan getah (pulut). Perburuan babi hutan juga dilakukan oleh orang luar Tengger hal ini terlihat adanya penjualan daging tersebut di pasaran. Di lingkungan desa suara ayam hutan, deluk, sriti, burung gereja, cendet masih bersahutan terutama dekat Pedanyangan,
189
Sanggar Pamujan dan area dekat aliran sungai yang bersih dan nyaman. Masyarakat Tengger sangat menghargai hutan karena mereka tahu akan fungsinya terhadap kelestarian, tataguna air, keselamatan, kesejahteraan hidup masyarakat sangat erat hubungannya dengan lingkungan. 6.3.4
Keanekaragaman Jenis Hewan dan Maknanya bagi Masyarakat Tengger Masyarakat Tengger mempercayai suara binatang mempunyai makna tertentu,
sebagai contoh suara gagak (Corvus enca) dipercayai ada orang meninggal, suara lalat hijau (Lucilia sp) dan suara prenjak (Prinia familiaris) menandakan dirumah mereka akan kedatangan tamu. Bunyi jangkrik (Grylus campestris) menunjukkan bulan kesembilan, demikian juga dengan bunyi garengpung (Diptera) menandakan musim penghujan. Aturan musim (pranoto mongso) juga digambarkan atas keberadaan serta kelakuan jenis binatang tertentu. Jenis binatang kambing korban (Capra aegagrus) yang digunakan dalam ritual Entas-entas dimaknai sebagai tunggangan atman (roh) orang yang sudah meninggal. Demikian pula dengan perhitungan hari, jika dalam perhitungan menunjukkan hari tidak baik maka harus dilakukan acara ritual “ngepras”. Demikian pula kejadian akibat kecelakaan sebagai contoh pada tahun 2010 di tempat wisata Coban Pelangi terjadi kecelakaan yang mengakibatkan orang meninggal karena berenang, maka masyarakat Tengger melakukan ritual juga disebut ritual “Kepras”. 6.3.5
Keanekaragaman Jenis Hewan sebagai Bahan Ritual Adat Masyarakat Tengger melakukan kegiatan keagamaan maupun ritual adat secara
beriringan. Keanekaragaman hewan digunakan dalam ritual adat meliputi 7 jenis mamalia dan 2 jenis aves (Tabel 20). Pada setiap macam ritual adat dilakukan dengan menyembelih sapi (Bos taurus), babi (Sus srofa) khusus masyarakat Hindu, ayam (Gallus gallus), bebek (Anas ciliosa) khusus acara “iber-iber”, kambing (Capra aegagrus), domba (Ovis aries) dan kerbau (Bos bubalus). Penyembelihan jenis binatang dalam acara ritual adat juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
190
protein hewani masyarakat di lingkungannya. Pada ritual Entas-entas misalnya dilakukan arak-arakan dengan diiringi gamelan dengan tunggangan kuda goyang atau kuda hias. Tidak semua masyarakat Tengger mempunyai kuda, oleh karena itu untuk acara ritual dapat diatasi dengan menyewa kuda dari daerah sendiri atau desa lain dengan harga sehari per ekor Rp.60000. Pada acara Nglukat Entas-entas acara ritual dengan memberi makan beras pada ayam (Gallus gallus) dan bebek (Anas ciliosa) untuk “iber-iber” dan diakhiri dengan pembakaran Petra dan acara Wayon (penutup) untuk mengembalikan atman (arwah). Pada acara ritual leliwet dalam mendirikan rumah dipergunakan ayam bakar (ingkung) dengan berbagai macam tanaman ritual seperti beringin, pisang serta jajanan, seperangkat pakaian, bendera merah putih, kemudian mantra dibacakan oleh dukun Pandhita dengan disertai pembakaran dupa. Pelaksanaan acara adat Unan-unan berlangsung setiap 5 tahun sekali yang dipusatkan di Sanggar Pamujan, dengan melakukan arak-arakan dengan korban kerbau (Bos bubalus). Pujan Kasada dilakukan pada bulan purnama bulan Kasada dimaksudkan persembahan hasil bumi (tandur tuwuh) seperti pesan nenek moyang masyarakat Tengger, acara ini dipusatkan di pura Poten serta dilakukan ujian Dukun baru dan pelantikan dukun Pandhita (Dhiksa Widhi). Ritual adat Kasada disamping tandur tuwuh juga menggunakan sesaji berbagai jenis binatang seperti kambing (Capra aegagrus), domba (Ovis aries) dan ayam (Gallus gallus) (Gambar 40). Sebagian besar masyarakat Tengger percaya bahwa melakukan acara wayang orang maupun wayang kulit merupakan pantangan, namun demikian desa Gubuklakah dapat melakukan acara wayang kulit yaitu hanya dalam acara ruwatan seperti Tugel Kuncung, Tugel Gombak dan anak ontang-anting. Desa Gubuklakah mempunyai tradisi tari topeng yang dilakukan pada acara khusus, bantengan, namun acara-acara ritualnya mulai berkurang karena adanya pengaruh desa lain maupun berkembangnya agama baru. Pada waktu acara malam jumat legi di rumah masing-masing juga dilakukan acara ritual untuk menghormati leluhur, berupa makanan, ikan, kopi dan kembang boreh.
191
Gambar 40 Keanekaragaman jenis hewan pada saat Yadnya Kasada di kawah gunung Bromo. Tabel 20 Keanekaragaman jenis hewan ritual masyarakat Tengger No 1
Nama lokal Ayam kampung
Nama Ilmiah Gallus gallus
Suku/Bangsa Phasianidae/Aves
2
Babi
Sus srofa
Suidae/Mamalia
3 4
Bebek Ikan gereh
5 6
Anas sp asin/ Leiognathus sp, Pennahia argentata Ikan lele Clarias sp Kambing Capra aegagrus
Anatidae/Aves Pisces
Clariidae/Pisces Bovidae/Mamalia
7
Kerbau
Bos bubalus
Bovidae/Mamalia
8
Kuda
Equus caballus
Bovidae/Mamalia
9
Merak
Pavo muticus
Phasianidae/Aves
10
Sapi
Bos Taurus
Bovidae/Mamalia
Kegunaan Ritual Kasada, leliwet, Entasentas, Karo, Jumat legi, ritual adat lain Entas-entas, ritual adat lain Entas-entas Jumat legi
Jumat legi Kasada, Entasentas, ritual adat Unan-unan, karo berupa sudang (tanduk) Acara, Entasentas, Kasada, Karo, ritual adat. Entas-entas, Karo, Kasada, ritual adat lain Entas-entas, ritual adat
192
6.3.6 Keanekaragaman Hewan Ternak Binatang ternak yang utama dan menguntungkan adalah sapi penggemukan khususnya jantan, sedang babi banyak terdapat di Desa Wonokitri, kambing (Capra aegagrus), kelinci (Lepus capensis), ayam kampung (Gallus gallus), berada di sekitar perumahan. Secara ekonomi memelihara hewan sama dengan menabung, disamping kotorannya dipergunakan pupuk kandang, karena dirasa membeli pupuk kandang dari luar daerah juga mahal. Hewan sapi (Bos taurus) sangat menguntungkan karena harga 4-6 juta rupiah per ekor dan mudahnya merumput. Hewan babi juga mempunyai keuntungan karena anaknya banyak dapat mencapai 12 ekor dalam sekali melahirkan. Sedangkan ternak ayam kampung dipelihara untuk dikonsumsi sendiri dan acara ritual adat. Pembelian anak sapi maupun penjualannya sapi melalui para pengumpul (pengepul) di kampung masing-masing dan dapat langsung dijual tetapi harus menggunakan jasa angkutan yang mahal, karena pasar hewan hanya ada di masingmasing kota kecamatan. Sisa dari keanekaragaman tumbuhan bahan sayur atau ritual adat dapat juga diambil kembali sebagai pakan ternak babi. Untuk mengatasi kekurangan makanan ternak Desa Ngadas Kidul yang terdiri 400 ekor sapi, 200 ekor babi, 50 ekor kambing menanam terutama rumput gajah atau astruli, namun demikian karena banyaknya jumlah ternak maka masyarakatpun memanfaatkan rumput dari padang rumput Jomplangan TNBTS. Demikian pula jumlah ternak sapi di Desa Ngadisari (kambing 388 ekor, sapi 115 ekor dan kuda 108 ekor), Desa Ranupani dan Desa Wonokitri terus meningkat, hal ini perlu dipikirkan masalah tersedianya pakan baik berupa rumput astruli maupun jenis lain karena
keterbatasan lahan pertanian. Berapa
kebutuhan pakan ternak seluruh desa Tengger belum dapat dihitung, hal ini harus ada survei jumlah ternak, jenis pakan, jenis ternak dan luas lahan pakan ternak. Jenis sapi yang menguntungkan di masyarakat Tengger adalah sapi potong, artinya masyarakat membeli sapi jantan muda (pedet) dari jenis sapi lokal atau jenis sapi potong dan hanya untuk dibesarkan. Hal ini berkaitan dengan baiknya rumput astruli serta keuntungan dan berkaitan ritual adat. Jenis pakan ternak yang digunakan
193
sebagian besar rumput-rumputan dan jenis lain meliputi kaliandra, tewel, lamtoro, daun pisang dan lain-lain. Jenis rumput di Jomplangan TNBTS yang dimanfaatkan masyarakat meliputi jenis gengeng, pinjalan, petungan, gronggong dan alang-alang (Imperata cylindrica). Kerja sama masyarakat dengan TNBTS dan Perhutani dapat diwujudkan dalam bentuk kompensasi atau sistem sewa.
6.3.7 Keanekaragaman Hewan Peliharaan dan Pariwisata Jenis binatang peliharaan di daerah Tengger meliputi anjing (Gambar 41a), kucing, burung dara, ayam kampung dan kuda Masyarakat sangat jarang memelihara burung dalam sangkar, namun beberapa kejadian hasil pengamatan dijumpai jenis punglor dan puter.
a
b
Gambar 41 Pemanfaatan jenis hewan: (a) Pariwisata kuda dan (b) Hewan peliharaan anjing. Untuk transportasi dan pariwisata dimanfaatkan 1 jenis hewan yaitu kuda, yang pada zaman dahulu merupakan alat transpor utama (Gambar 41b). Pada perkembangan sekarang sudah banyak mempergunakan mobil (hartop), sepedamotor, ojek untuk jasa pariwisata ke Lautan Pasir Bromo, gunung Bromo, gunung Pananjakan (Sun rise), maupun ke gunung Semeru. Penggunakan mobil sewaan jeeb tersebut dimaksudkan agar kenyamanan berwisata lebih terjaga karena medannya yang cukup berbahaya. Kuda juga dipergunakan untuk transportasi mengambil rumput, berdagang, acara ritual seperti pawai obor pada acara Kasada, arak-arakan
194
pada acara Entas-entas, Unan-unan, acara Tugel Kuncung, Tugel Gombak dan Walagara (perkawinan). Untuk keindahan kuda kecak (kuda goyang) mereka hias dengan bulu merak yang didatangkan dari wilayah Jember maupun Banyuwangi. Biasanya dalam acara adat dapat menyewa beberapa kuda yang telah disediakan masyarakat mereka sendiri atau dari desa lain, sedang binatang peliharaan kuda terbanyak dijumpai di Desa Ngadisari. Kuda dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, dan dalam sekali sewa pendakian gunung Bromo tarif berkisar Rp.60000 - Rp.75000 hal ini sangat menguntungkan secara ekonomi masyarakat. Desa Ngadisari mempunyai 108 ekor kuda yang siap mengantar wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk dapat menikmati keindahan gunung Bromo.
6.3.8
Keanekaragaman Hewan Liar di Lingkungan Pengetahuan tentang binatang liar cukup baik hal ini karena mereka hidup
berdekatan dengan lingkungan hutan. Keanekaragaman jenis binatang liar di lingkungan meliputi ayam alas, deluk, cabak, salawiti, cendet, peking, pelatuk, jangkrik, terkadang juga masih banyak terbang burung bido dan alap-alap (Tabel 21). Jenis binatang mamalia liar seperti macan tutul, budeng, kijang, babi hutan yang masuk perkampungan jarang terjadi namun demikian pada tegalan masih banyak binatang liar. Desa Gubuklakah dan Desa Ranupani sering diganggu babi hutan (Sus verucossus), monyet (Presbitis cristata) dan budeng (Macaca fascicularis), terurama tanaman budidaya kentang, bawang prei dan jagung. Populasi burung di Tengger berkurang salah satu penyebabnya adalah kedatangan pemburu liar dari daerah lain, disamping itu juga pengaruh obat-obatan dari pertanian, dan semakin berkurangnya populasi tanaman liar karena beralih fungsi menjadi tanaman budidaya disekitar mereka. Keanekaragaman jenis fauna tergantung dari ketinggian lokasi, dimana pada ketinggian 900 m dpl sampai 1500 m dpl mempunyai variasi jenis lebih beragam dibanding pada ketinggian diatas 1800 m dpl. Berdasarkan pengetahuan fauna yang dijumpai di lingkungan masyarakat memberikan peran sumber informasi penting dalam hal konservasi, sumber genetik
195
pengembangan, pengelolaan kawasan desa Tengger dan wilayah konsevasi. .Jenis yang sering dimanfaatkan ditangkap di lingkungan Perhutani misalnya jenis cendet, bido, trocokan, prenjak, pelatuk, bido dan kacamata. Jenis burung dengan populasi banyak di lingkungan desa adalah salawiti, deluk, cendet, ayam hutan, pelatuk, gereja dan peking. Tabel 21 Pengetahuan keanekaragaman jenis hewan: ternak, kegunaan dan jenis hewan liar di lingkungan desa Tengger. No
Spesies
Suku/Kelas
1
Anjing
Canis lupus
Canidae/Mamalia
2
Ayam hutan hijau Ayam hutan merah Ayam kampung Babi
Gallus varius
Phasidae/Aves
Gallus bonkiva
Phasianidae/Aves
Gallus gallus
Phasianidae/Aves
Sus srofa
Suidae/Mamalia
Sus barbatus
Suidae/Mamalia
7
Babi hutan/celeng Bajing
Tupaia sp.
Tupaidae/Mamalia
8
Bajing tanah
Laricus insignis
Tupaidae/Mamalia
9
Banteng
Bos javanicus
Bovidae/Mamalia
10
Banyak
Anas sp
Anatidae/Aves
11
Bebek
Anatidae/Aves
12
Bunglon
13
Burung ceret gunung Burung gelatik Burung alapalap tikus Burung alapalap
Anas superciliosa Goniyocephalus diophus Cettia vulcania Padda oryzivora
Sittidae/Aves
Elanus caeruleus Accipiter novanellandiae
Falconidae/Aves
3 4 5
6
14 15 16
Nama Lokal
Agamidae/Reptilia Aves
Falconidae/Aves
Status, kegunaan dan distribusi Peliharaan, lingkungan Liar,lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Ternak bahan pangan, ritual adat, lingkungan Peliharaan, Bahan pangan, ritual, lingkungan Liar,lingkungan,TNBT S, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Cerita rakyat zaman Belanda Peliharaan, Ranupani Peliharaan, ritual Entasentas, lingkungan Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar/ranupani, TNBTS Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, Perhutani, TNBTS
196
Tabel 21 lanjutan No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Suku
17
Dendrocygna arcuata
Anatidae/Aves
18
Burung belibis/itik gunung Burung betet
Lanius cristatus
19
Burung betet
Liar, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS
20
Accipitridae/Aves
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, Jomplangan TNBTS Liar, lingkungan,TNBTS
23
Burung cawu
Micrafa javanica Caprimulgus pulchellus/ Caprimulgus indicus Hirundo tahitica
Alaudidae/Aves
22
Burung bido/elang bido Burung branjangan Burung cabak
Psittacula alexandri Spilornis cheela
Psittacidae/Laniida e /Aves Lainidae/Aves
24
Burung cendet
Lanius schach
Aves
25
Burung ciu
Aves
26
Burung cucak
27 28
Burung cucak gunung Burung dara
Pterotius aenobartus Pycnonotus zeylanicus Pycnonotus bimaculatus Columba livia
29
Burung decu
Aves
30
34
Burung gagak
Ictinaeus malaynensis Henicopernis lengicauda Lonchura leucogastroides Corvus enca.
Accipitridae/Aves
33
Burung Derkuku/delu k Burung elang hitam Burung elang gunung Burung emprit
Saxicola caprata Streptopelia chinensis
35
Burung gentilang Burung gereja
Chloropsis sonerati Passer montanus
Irinidae/Aves
21
31 32
36
Caprimulgidae/Ave s
Hirundinidae/Aves
Pycnonotidae/Aves Pycnonotidae/Aves Columbidae/Aves
Columbidae/Aves
Falconidae/Aves Ploceidae/Aves Corvidae/Aves
Ploceidae/Aves
Status, kegunaan dan distribusi Liar, lingkungan, TNBTS
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Peliharaan, lingkungan Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, Perhutani, TNBTS Liar, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan
197
Tabel 21 Lanjutan No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Suku
37
Burung gemak
Turnidae/Aves
38
Burung glatik gunung Burung hantu
Turnix suscitator Pitta azurea Otus bakkamoena/ Tylo alba Acridotheres javanicus Sturnus melanopteris Zosterops montanus Apus afinis
Strigidae/Aves
Bucheros rhinoceros Oriolus chinensis Pycnonotus aurigaster Hirundo mustica
Bucerotidae/Aves
Treron griseicauda Puvo cristatus
Aves
Pitta caerulea
Aves
39
40
49
Burung jalak gunung Burung jalak putih Burung kacamata Burung kapinis rumah Burung rangkong Burung kepodang Burung kutilang Burung layang-layang api Burung mantenan Burung merak
50
Burung paok
51
Burung peking Lonchura punctulata Burung Picoides pelatuk tridactylus Burung Lanius schach Pendet/cendet Burung Geopelia striata perkutut striata Burung Abroscoppus prenjak superciliaris/Pri nia familiaris Burung Zoothera punglor citriana
41 42 43 44 45 46 47
48
52 53 54 55
56
Paridae/Aves
Sturnidae/ Aves Sturnidae/Aves Zosteropidae/Aves Apopidae/Aves
Oriolidae/Aves Pycnonotidae/Aves Hirundinidae/Aves
Phasianidae/Aves
Ploceidae/Aves Picidae/Aves Lannidae/Aves Aves Cisticolidae/Aves
Aves
Status, kegunaan dan distribusi Liar, lingkungan, TNBTS Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar,, TNBTS, Perhutani Liar, Bulu untuk ritual, TNBTS Liar, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Peliharaan (jarang), lingkungan Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, peliharaan, lingkungan, TNBTS, Perhutani
198
Tabel 21 Lanjutan No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Suku
57
Burung puter
Columbridae/Aves
58
Burung puyuh
59
Burung rangkong Burung walet
Streptopelia bitorquata Arborophyla javanica Bucherus rhinocerus Callocalia esculenta Pericrocotus miniatus Nectarinia sperata Cyornis sp
60 61 62 63 64 65 66
Apodidae/Aves Campephagidae/Aves
Nectariniidae/Aves Muscicapidae/Aves Dicruridae/Aves Aves
Steptopelia chinensis Pycnonotus squamatus Pycnonotus goiavier Vanilus macroterus Orthotomus sutorius
Columbidae/Aves
71
Lolligo sp
Cephalopoda/Pisces
Pasar
72
Domba
Ovis aries
Bovidae/Mamalia
73
Entok
Anatidae/Aves
74
Garangan
75
Gembiring/ta won besar Gogor/macan kumbang
Cairina moschata Viverricula indica Hemipepsin sp
Peliharaan,Bahan pangan, ritual, lingkungan Peliharaan, lingkungan
68 69 70
76
Dicrurus macrocercus Appus afinis
Bucerotidae/Aves
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
Burung tekukur Burung tledean Burung trocokan Burung trulek jawa Burung cemblek cemplir Cumi-cumi
67
Burung sepah gunung Burung sesap madu/sriganti Burung sikatan Burung srigunting Burung sriti
Turnidae/Aves
Status, kegunaan dan distribusi Peliharaan, lingkungan
Panthera pardus
Aves Pycnonotidae/Aves Charadriidae/Aves Aves
Viverridae/Mamalia Pompilidae/Hypno ptera Felidae/Mamalia
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani
199
Tabel 21 Lanjutan No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Suku
77
Leiognathus sp, Pennahia argentata Clarias batracus
Pisces
78
Ikan asin (pepetek),tiga waja Ikan lele
Status, kegunaan dan distribusi Pasar, lauk
Clariidae/Pisces
Pasar, lauk
79
Jagkrik
Gryllidae/Orthoptera
80
Jaran/kuda
Grylus campestris Equus caballus
81
Kadal
82
Kalong
83
Kambing
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Peliharaan, wisata, ritual/wisata Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Bahan pangan, ritual
84
Kancil
85
Kelelawar
86
Equidae/Mamalia
Maboia javanica Pteropus vampyrus Capra aegagrus
Lacertidae/Reptilia
Tragulidae/Mamalia
Kelinci
Tragulus javanica Emballonura monticula Lepus capensis
87
Kepiting
Cancer pagurus
88
Kerbau
Bos bubalus
89
Kijang
Cervidae/Mamalia
90
Kucing
Muntiacus muncal Felis silvestris
Felidae/Mamalia
Peliharaan, ritual, luar Tengger Liar, TNBTS, Perhutani Peliharaan, lingkungan
91
Kuniran
Panaeidae/Pisces
Pasar, lauk
92
Laba-laba
Upeneus sulphureus Tegenaria saeva
Arachnidae
93
Lalat
Lucilia sp
94
Lalat hijau
Lucilia sp
Calliphoridae/ Diptera Calliphoridae/ Diptera
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan
95
Landak
96
Lutung
97
Luwak
98
Macan dahan/ rangutan
Histrix brachyura Presbytis cristata Paradoxurus hermaproditur Neofelis nebulosa
Pteropodidae/Mam alia Bovidae/Mamalia
Emballonuridae/Ch iroptera/Mamalia Leporidae/Mamalia Portunidae/ Decapoda Bovidae/Mamalia
Hystricidae/Mamalia
Cercopithecidae/ Mamalia Viverridae/Mamalia Felidae/Mamalia
Liar, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Peliharaan/bahan pangan Pasar, bahan pangan
Liar, lingkungan Liar, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani
200
Tabel 21 lanjutan No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Suku
99
Macan tutul
Panthera pardus
Felidae/Mamalia
Macaca fascicularis Trachypithecus auratus Oreochromis mossambicus Prionodon linsang Grylotaipa grylotaipa Euthynnus affinis Neofelis nebulosa Cervus timorensis Bos taurus
Cercopithecidae/ Mamalia Cercopithecidae/ Mamalia Cichlidae/Pisces
Mustelidae/Mamalia
110 Tikus
Mydaus javanensis Rattus rattus
Muridae/Mamalia
111
Tokek
Gekko gecko
Gekkonidae/Reptil
112
Tombro
Cyprinus carpio
Cyprinidae/Pisces
113 Trenggiling
Manis javanica
Manidae/Mamalia
114 Udang
Penaeus merquiensis Vipera ruselli
Penaeidae/Decapoda
100
Monyel abuabu 101 Monyet hitam 102
Mujair
103
Musang
104
Orong-orong
105
Pindang
106
Rangutan/ macan dahan 107 Rusa 108
Sapi
109
Teledu
115
Ular bandotan
116
Viveridae/Mamalia Grylotaipidae Scombridae/Pisces Felidae/Mamalia Cervidae/ Mamalia Bovidae/Mamalia
Viverridae/Reptilia
Ular gadung/hijau 117 Ular kobra
Ahaetulla prasina Naja spp
Colubridae/Reptilia
118
Phyton reticulates Calloselasma rhodostoma Bungarus fasciatus
Boidae/Reptilia
Ular sowo
119 Ular tanah 120
Ular weling
Elapidae/Reptilia
Viperidae/Reptilia Colubridae/Reptilia
Status, kegunaan dan distribusi Liar, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Peliharaan/pasar, Ranupani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Pasar, lauk Liar, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani Peliharaan, bahan pangan,ritual, Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Pasar, peliharaan di danau Ranupani Liar, TNBTS, Perhutani Pasar, lauk Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
201
6.4 Pembahasan
Keanekaragaman jenis satwa liar seperti burung di kawasan Tengger masih cukup tinggi dan jenis-jenis burung tersebut dibiarkan hidup liar dan tidak diburu serta tidak dimanfaatkan karena mereka memiliki pantangan untuk membunuh sesuai yang diajarkan leluhur mereka. Satuan lingkungan yang memiliki nilai konservasi seperti tempat sakral seperti Danyangan, Sanggar Pamujan, makam, Danyang banyu dan hutan larangan dapat mendukung usaha pelestarian keanekaragaman hayati. Keberadaan keanekaragaman hayati liar di lingkungan masyarakat Tengger juga sangat mendukung keberadaan makluk hidup lainnya. Keanekaragaman jenis satwa liar dan ternak yang dikenal memiliki kegunaan oleh masyarakat Tengger berjumlah 120 jenis terdiri atas jenis aves (64 jenis), mamalia (32 jenis), reptil (9 jenis) dan ikan (3 jenis), sedangkan (3 jenis) berupa ikan kering berasal dari luar Tengger. Jenis hewan ternak berjumlah 6 jenis mamalia, 6 jenis aves dan 3 jenis pisces (Gambar 42). Sedangkan jenis satwa yang digunakan untuk bahan ritual adat berjumlah 8 jenis meliputi sapi, babi, kuda, kerbau, kambing, domba, ayam dan bebek.
Gambar 42 Pengetahuan jenis hewan di lingkungan masyarakat Tengger.
202
Kearifan lokal masyarakat Tengger yang melarang atau pantang melakukan pembunuhan atau perburuhan hewan liar sangat membantu keberhasilan upaya konservasi SDH di kawasan konservasi yang dilakukan TNBTS. Demikian pula peran persepsi dan konsepsi yang terkait dalam ajaran tujuh cinta kasih (Welas Asih Pepitu) dan pandangan tentang karma yang telah tertanam dari generasi ke generasi. Kebutuhan ekonomi dan peranan akan protein hewani masyarakat Tengger lebih mengandalkan hasil pemeliharaan ternak sendiri, sedang kebutuhan ikan dipenuhi dengan membeli di pasar atau mlijo yang disuplai dari Malang dan Probolinggo (11%). Perburuhan satwa liar jarang dilakukan sehingga lingkungan dapat dikatakan sangat mendukung wilayah konservasi TNBTS maupun Perhutani (62%) (Gambar 43). Hal ini dapat kita lihat di lapangan, pada pagi, siang, sore hari suara burung, ayam hutan, deluk di lingkungan terutama berdekatan dengan hutan atau lingkungan sungai di sekitar mereka. Sekarang kebutuhan daging mudah didapat dari pasar yang disuplai dari luar daerah meliputi ayam, daging kambing, daging babi, daging sapi, telur, ikan pindang, ikan kering (gereh), ikan lele (Clarias batracus). Suatu kebiasaan pesta adat sangat membantu dalam pemenuhan protein hewani masyarakat Tengger, karena pada saat itulah mereka menikmati variasi lauk pauk mulai dari daging sapi, babi, kambing dan ayam.
Gambar 43 Jumlah jenis hewan bermanfaat, pengganggu dan liar
203
Hewan yang digunakan pada ritual adat Tengger meliputi ayam (Gallus gallus), sapi (Bos taurus), kambing (Capra aegagrus), babi (Sus scrofa) untuk digunakan dagingnya, sedangkan kerbau (Bos bubalus) hanya digunakan acara ritual adat Unan-unan setiap lima tahun. Selain digunakan pada setiap acara adat kuda (Equus cabalus) digunakan pada acara wisata, transportasi dan ritual sebagai tunggangan atau kuda joget. Bebek (Anas supercilliosa) dipergunakan pada acara iber-iber ritual Entas-entas mempunyai makna dikemudian hari dapat mencari dan memberi penghidupan. Suara burung prenjak (Prinia familiaris), gagak (Corvus enca), jangkrik (Grylus campestris)
memberi penanda baik suatu kejadian atau
aturan musim (pranoto mongso) dan memberikan pengetahuan dalam kehidupan manusia. Pandangan tentang tingkah laku dan suara hewan merupakan pengetahuan dari hasil kristalisasi pemikiran dan catatan pengalaman tentang kehidupan organisme di alam. Hewan peliharan yang sering dijumpai di perumahan anjing, burung dara dan kucing, sedang punglor dan puter sangat jarang dijumpai. Jenis hewan penggangu ternak seperti garangan, macan tutul sekarang jarang dijumpai, sedangkan hewan yang mengganggu tanaman budidaya yaitu babi hutan (Sus verrusus), kera abu-abu sering berada di tegalan yang berbatasan dengan hutan konservasi. Fungsi beternak adalah untuk menambah pemasukan atau income masyarakat selain dari hasil pertanian dan membuat pupuk kandang dari kotoran ternak mereka. Ternak dan rumah serta kepemilikan tanah merupakan simbol status kekayaan seseorang. Kandang ternak ditempatkan di luar atau jauh dari perumahan dimaksudkan untuk kesehatan lingkungan masyarakat dan mudahnya memberi pakan ternak dan memudahkan pengolahan pupuk kandang, biasanya kandang menjadi satu dengan gubuk atau berdekatan. Ayam dan itik biasanya ditempatkan di kandang yang berada di belakang rumah dan tidak ditempatkan di dekat dengan tegalan, karena akan dapat menggangu pertaniaan tetangga. Walaupun letak kandang ternak berada jauh dari rumah namun masyarakat tidak khawatir ternak akan hilang. Karena wilayah Tengger sangat aman
204
terhadap pencurian, rasa aman tercipta karena masyarakatnya pantang mencuri seperti yang diajarkan kepercayaan dan agama mereka. Bentuk bangunan kandang berupa panggang pepe atau kampung dengan alas dari tanah, lantai atau kayu cemara dengan permukaan sedikit miring agar air kencing dapat mengalir. Pakan ternak terutama untuk sapi, babi, kuda adalah rumput astruli yang ditanam masyarakat di batas terasiring. Untuk pakan ternak kambing diantaranya adalah jenis kaliandra dan jenis lamtoro yang ditanam sebagai pagar atau ditepi jalan, tanah komplangan serta dimanfaatkan sebagai tanaman konservasi untuk mencegah tanah longsor. 6.5 Simpulan Pengetahuan keanekaragaman jenis hewan di lingkungan masyarakat Tengger berjumlah 120 jenis yang terdiri dari hewan peliharaan dan liar. Hewan peliharaan yang dimanfaatkan masyarakat Tengger terdiri dari Aves (8 jenis), Mamalia (10 jenis), sedang jenis ikan danau (3 jenis), dan jenis ikan berasal dari luar Tengger adalah ikan kering (3 jenis), Decapoda (2 jenis). Pengetahuan masyarakat Tengger terhadap binatang liar di sekitar mereka meliputi, Mamalia (32 jenis), Reptilia (9 jenis), Aves (64 jenis), Diptera (2 jenis), Arachnidae (1 jenis), Grylotaipidae (1 jenis), Hypnoptera (1 jenis). Pengetahuan tentang keanekaragaman jenis hewan di lingkungan maupun jenis hewan di hutan sangat baik, karena masyarakat Tengger selalu berkomunikasi dengan alam sekitar. Perburuan terhadap binatang liar tidak ada, hal ini sangat mendukung konservasi keanekaragaman hayati. Masyarakat suku Tengger memanfaatkan hewan untuk mendukung kebutuhan ekonomi, kebutuhan protein hewani, menjaga keamanan dan bahan ritual adat meliputi ayam, babi, sapi, kambing, domba, bebek, sedangkan kuda mendukung jasa transportasi dan pariwisata. Peran jenis hewan tertentu mengandung nilai makna kepercayaan suatu kejadian maupun indikasi aturan musim (pranoto mongso). Dalam mendukung perekonomian keluarga dan ritual adat jenis penting meliputi ternak sapi, babi, kambing dan ayam dan berdampak positif dalam pengolahan lahan pertanian untuk dipergunakan sebagai pupuk kandang.
205
7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Sosial Budaya, Adaptasi dan Pengelolaan Lingkungan Masyarakat Tengger Sikap dan pandangan hidup masyarakat Tengger tercermin di dalam agama, kepercayaan, dan pranata sosial yang mengatur hubungan antara manusia dengan Sang Hyang Widhi, manusia dengan manusia, manusia dengan sumber hayati dan alam lingkungan. Pedoman kepribadian tersebut didasari kepercayaan Kawruh Budha (prasojo, prayogo, pranoto, prasetya dan prayitno), Panca Sradha (Percaya Sang Hyang Widhi Wasa, Percaya Atman, Percaya Karmapala, Percaya Purnabawa dan percaya Moksa), hubungan antar manusia bersikap Panca Setia (Setyo Budoyo, Setyo Semoyo, Seryo Wacana, Setyo Laksana dan Setyo Mitro). Menurut Sukari et al. (2004) dan Nurudin et al. (2004) masyarakat Tengger mempunyai sikap waras (sehat), wareg (kenyang) wastro (sandang) dan widya (ilmu dan teknologi) dan welas asih pepitu (cinta kasih tujuh) (Gambar 5). Keberhasilan dalam mempertahankan, nilai sosial budaya dan kepribadian di masyarakat tidak terlepas dari peran orang tua, pemimpin adat maupun pemerintahan setempat. Kehidupan masyarakat Tengger di kawasan Bromo Tengger Semeru sudah berlangsung lama diperkirakan setelah keruntuhan kerajaan Majapahit. Mereka telah mampu mengadaptasikan kehidupan sosial ekonomi, budaya serta lingkungan beratus-ratus tahun yang lalu secara turun temurun. Interaksi dan hubungan yang serasi tersebut sudah berlangsung lama hingga pada saat ini. Hubungan timbal balik antara sistem sosial masyarakat Tengger dengan lingkungan biofisik (ekosistem) menyebabkan mereka mampu mengelola sumber daya alam yang ada. Pengetahuan dalam pengelolaan sumber hayati dan lingkungannya sesuai kaidah ekologi (sustainable)
seperti
pembagian
satuan-satuan
lansekap,
struktur
sistem
pemerintahan, pranata sosial dan lembaga adat, pengetahuan konservasi tradisional dan pengetahuan tradisional berkaitan dengan petanian. Berbagai aspek sosial seperti jumlah penduduk, teknologi lokal, kearifan lokal, sistem kepercayaan, mitos, seni budaya, sistem kelembagaan dan struktur sosial. Kelembagaan tradisional ternyata
206
mempunyai nuansa kesetaraan dengan tugas dan fungsinya dalam mengatur pengelolaan sumber daya alam (Purwanto 2004). Sedang aspek lingkungan bio-fisik (ekosistem) berupa komponen fisik meliputi udara, tanah, air dan hayati meliputi tumbuhan budidaya dan tumbuhan liar, hewan ternak, peliharaan, hewan liar, dan sebagainya. Masyarakat Tengger dengan berbagai aspek sosial budaya, populasi penduduk, kearifan lokal, teknologi lokal, struktur sosial dan kelembagaan telah terbentuk secara alami sesuai kemampuan mereka. Tatanan sosial masyarakat terjaga dengan baik sehingga tercipta suasana tenteram, damai dan jauh dari konflik. Menurut Nurudin et al. (2004) modal sosial (social capital) masyarakat Tengger meliputi konsep hidup dan nilai budaya. Modal sosial seperti nilai-nilai adat dan aturan-aturan informal digunakan setiap individu dalam perilaku kehidupan sehari-harinya. Keadaan masyarakat Tengger tradisional namun terbuka serta nampaknya mengalami dampak perubahan zaman yang begitu cepat, hal tersebut merupakan beban berat, karena kondisi wilayah maupun pendidikan masyarakat. Namun masyarakat Tengger tetap tegar mempertahankan adat budaya, bahkan menerima tradisi yang bersifat lokal dalam memperkaya khasanah seni budaya. Kesenian yang dilakukan pada saat acara perkawinan, maupun acara adat seperti tari tayup yang diiringi tari gamelan merupakan tradisi turun temurun, dilakukan di rumah, di Balai Desa dan tempat Danyangan. Peran kawasan keramat dari pandangan ekologi adalah memiliki nilai konservasi tinggi dan sebagai konservasi sumber air dan kondisi fisik lainnya seperti perlindungan terhadap kondisi lahan. Sistem konservasi lokal masyarakat yang dikaitkan dengan pandangan religi dan kepercayaan lokal ternyata lebih dihormati dibanding dengan sistem konservasi formal. Kawasan ini juga mempunyai peran ekologis diantaranya adalah sebagai habitat jenis yang terancam keberadaannya dan jenis endemik. Konservasi yang didasarkan pada pengetahuan lokal berkaitan dengan religi lebih sustainable. Kawasan keramat terjaga dalam kurun waktu yang panjang, maka suksesi biologi sumber daya hayati lebih lengkap yang dapat dijadikan sebagai kawasan public awareness demonstrasi bagi pendidikan lingkungan dalam rangka
207
pengelolaan sistem sumber daya hayati yang berkelanjutan. Tempat sakral mempunyai keterkaitan erat antara sumber daya alam sebagai wujud integrasi antara budaya dan nilai alamiah dalam sistem pengelolaan sumber daya hayati. Kawasan keramat merupakan perlindungan terhadap pengetahuan lokal dan budaya masyarakat yang mempunyai religi tradisional. Kawasan keramat juga mempunyai nilai kultural sebagai acuan dari budaya, agama dan merupakan identitas suatu kelompok masyarakat. Kawasan keramat tidak hanya menguntungkan baik sosial, ekonomi dan ekologi, tapi berdampak pada kekayaan budaya dan sumber daya alam yang memiliki kekhususan tersendiri dan dapat dijadikan obyek eko-turisme. Oleh sebab itu kawasan sakral mempunyai nilai religi yang harus dihargai, dihormati dan dilindungi sebagai manifestasi yang mendasar dari suatu kepercayaan tradisional, spiritual dan nilai spesifik dari budaya lokal. Beberapa kelemahan dari pada kawasan sakral atau keramat yaitu belum adanya pengakuan, kerahasiaan pengetahuan oleh masyarakat adat, tidak mengikuti tata cara yang sistemik, memiliki ukuran yang relatif kecil, perubahan budaya manusia akibat pengaruh pendidikan, teknologi, modernisasi dan budaya lain. Disamping itu juga pengelolaan sumber daya hayati hanya berorientasi kepentingan ekonomi dan analisis keilmiahan dari sudut pandangan ekologi barat. Tempat ritual adat seperti gunung Bromo, Danyangan, Sanggar Pamujan, Makam, hutan larangan merupakan tempat sakral dan magis dan secara pandangan ekologis merupakan tempat konservasi dalam mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Akibat pengaruh intervensi budaya lain yang dialami masyarakat Tengger bagian luar, dengan masyarakat suku lain, sehingga mengalami tekanan yang mengakibatkan terjadi erosi budaya karena kuatnya pengaruh, perkawinan silang, dan secara evolusi tidak dapat terbendung dari perubahan, hal ini situasinya berbeda dengan Tengger bagian dalam. Dampak arus informasi serta teknologi mempengaruhi pola di semua aspek kehidupan masyarakat Tengger. Aspek sosial budaya lokal masyarakat berkaitan dengan populasi penduduk, teknologi lokal hingga peralatan modern, sistem kepercayaan, sistem pertanian, kearifan lokal serta kelembagaan, adat budaya masih kuat bahkan sangat kokoh. Mitos Ajisaka, Roro Anteng Joko Seger,
208
terjadinya gunung serta simbol-simbol memberikan arti khusus yang membuahkan ritual adat, kepercayaan yang disepakati. Sistem organisasi sosial, politik, aspek ekonomi, teknologi, sistem pertanian, pengelolaan lingkungan sangat dipengaruhi oleh sistem sosial budaya mereka. Beberapa aspek sosial budaya, simbol bahasa, pakaian adat serta tatanan yang mapan dan terjaga baik tidak lepas dari unsur lingkungan, ikatan keluarga, kekerabatan, kelembagaan, sifat individu yang suka menolong berkaitan dengan kepercayaan, sehingga menjadi modal dasar terciptanya suasana damai, tenang dan tenteram. Ikatan kekerabatan hampir sama dengan suku Jawa pada umumnya mulai dari canggah, buyut, simbah, bapak/ibu, anak dan cucu/putu. Perkawinan masyarakat Tengger, biasanya dalam satu desa atau desa lain dalam lingkungan masyarakat Tengger, namun suku Tengger yang berbatasan dengan masyarakat Jawa banyak melakukan perkawinan silang. Pada setiap acara yang dilakukan mempergunakan salam “Houng Ulum Basuki Langgeng” yang mempunyai arti Tuhan tetap memberikan keselamatan, kemakmuran yang kekal, hal ini juga dimaksudkan mempererat hubungan dalam persatuan masyarakat Tengger. Salam untuk yang beragama Hindu Dharma dengan “Om Swasti Astu”. Adaptasi yang dilakukan masyarakat Tengger berlangsung melalui proses waktu yang panjang dari generasi ke generasi melalui kehidupan sosial ekonomi, budaya serta lingkungannya telah mengantarkan sistem kehidupan yang harmonis dan mantap. Hubungan tersebut mempersatukan berbagai komponen melalui proses evolusi budaya dari berbagai macam aspek dan berlangsung hingga saat ini sebagai contoh adaptasi kultural dengan penggunaan teknologi tumang dan simbol adat selalu berpakaian sarung baik laki-laki maupun perempuan. Dalam mempertahankan seni budaya seperti tari Sodoran dan Ujung-ujungan, Sendra tari Roro Anteng-Joko Seger menggambarkan kerukunan antara warga Tengger. Lembaga adat, Petinggi sebagai kepala adat dan koordinasi Dukun Pandhita menjadi lebih berdaya guna dalam masyarakat dalam melakukan ritual adat. Untuk mempertahankan eksistensi adat dan budaya serta wilayah Tengger mereka lebih mengutamakan perkawinan diantara sesama warga Tengger.
209
Demikian
pula
dalam
mengadaptasikan
bentuk
perkampungan
yang
disesuaikan dengan tanah perbukitan agar tidak longsor, tanpa pohon besar sehingga menerima sinar matahari lebih banyak dan lingkungan lebih hangat. Kerangka rumah dengan kayu cemara gunung lebih kuat, hal ini untuk menghindari dampak abu vulkanik dari gunung Bromo maupun gunung Semeru. Pada kondisi dingin, kabut dan ekstrim mereka membuat tempat api-api (tumang), baik di lingkungan perumahan, gubuk-kandang, pos ronda dan Balai desa. Dalam bidang pertanian budidaya yang sesuai dan mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti kentang, kobis, bawang prei, jagung dan variasi jenis bahan pangan mereka menanam ganyong, talas dalam mengatas musim paceklik. Pembagian pupuk anorgnik diatur dalam kelompok tani, demikian pula pengolahan lahan komplangan. Pengolahan lahan tegalan dengan terasiring lebih cocok dan pembatas lahan tanaman cemara, astruli serta mensakralkan tempat Danyangan, Sanggar Pamujan, makam, gunung Bromo, hutan larangan menjadikan kelestarian sumber daya hayati di Tengger. Hubungan yang serasi dan berkesinambungan antara sistem sosial budaya serta lingkungan biofisik. Interaksi tersebut menimbulkan pengetahuan, pengelolaan dan pemanfaatan terhadap sumber daya alam serta lingkungannya (Gambar 44).
Gambar 44 Interaksi sistem sosial dan ekosistem dari Rambo (1983).
210
Rambo (1983) dan Soemarwoto (2004) menjelaskan bahwa kehidupan manusia akan selalu berkaitan dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Dampak dimana mereka tinggal termasuk keanekaragaman flora, fauna, tanah, udara akan saling mempengaruhi. Interaksi timbal balik kehidupan masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru telah dimulai sejak zaman Majapahit. Arus tersebut menyebabkan terbentuknya budaya dengan unik seperti kesenian Sodoran, Ujungujungan dan lain-lain. Struktur organisasi, pengetahuan tentang tempat keramat, sistem pertanian seperti kentang, bawang prei, kobis, peternakan sapi, babi, perumahan, pola makan, terasiring dan sebagainya. Di dalam lingkungan populasi manusia berusaha melakukan strategi adaptasi melalui seleksi alam untuk dapat sukses dan bertahan sehingga membentuk sistem sosial. Pertukaran arus energi, materi dan informasi antara sistem sosial dan sistem biofisik dengan daerah lain menyebabkan terbentuknya struktur dan fungsi khusus. Idiologi dan pandangan masyarakat Tengger terhadap lingkungan mempunyai nilai positif, kearifan berlangsung secara turun menurun, menerima dan pasrah terhadap
wedar Sang
Hyang Widi sehingga mempunyai dampak praktek ke dalam bentuk kepercayaan, kearifan, tata nilai dan ini dapat dilihat dalam bentuk perilaku kehidupan se-hariharinya. Oleh sebab itu dari banyaknya pengalaman, dan pengetahuan selama mendiami wilayah Tengger sehingga mempunyai dampak keberhasilan atau eksistensi kehidupan masyarakat Tengger. Pengetahuan lokal membentuk gaya arsitek masyarakat yang sesuai zamannya akan berdampak pada pemanfaatan sumber daya hayati, lingkungan berkaitan dengan kehidupan sosialnya seperti kalender Tengger, adat budaya, struktur organisasi dan ritual kepercayaan. Ekosistem di lingkungan mereka dimana di dalamnya terdapat keanekaragaman hayati, udara, suhu, tanah, air, iklim saling berinteraksi. Pengetahuan serta tata nilai yang terakumulasikan dalam kehidupan keseharian mereka nampak dalam kehidupan sosialnya. Oleh sebab itu dampak pengetahuan tradisionalnya diterapkan dalam teknik pengolahan lahan atau lansekap pegunungan yang curam, tata ruang desa, teknologi, seni, kerajinan, pengobatan, sosial budaya, arsitek, kelembagaan serta ritual kepercayaan mereka. Norma adat yang dilakukan
211
terhadap kontrol sosial, sikap, tingkah laku, tindakan serta tokoh kharisma Petinggi sebagai ketua adat dan dukun Panditha sebagai pelaksana ritual adat sangat disegani dalam menciptakan suasana harmonis di wilayah Tengger. Menurut Purwanto et al. (2011) etnoekologi dijadikan dasar untuk
pengembangan wilayah tanpa harus
mengorbankan kehidupan suatu kelompok masyarakat dan kondisi lingkungan berikut sumber daya alam hayati di suatu lingkungan. 7.2 Keanekaragaman Hayati, Pengembangan Pertanian, Peternakan dan Pariwisata di Wilayah Tengger Sistem pertanian paling cocok di wilayah Tengger adalah tanaman sayuran, hal ini sangat potensial dalam mendukung perekonomian daerah sesuai dengan tanah, lingkungan
serta udara sejuk dan dingin. Faktor sosial budaya dan ekonomi
mempengaruhi keanekragaman jenis tanaman pekarangan maupun tanaman tegalan, kebun serta tanaman liar di lingkungannya. Ditinjau dari lingkungan ekologi, seperti suhu, tanah, musim, ketinggian dan kemiringan diperlukan usaha pemikiran análisis dari pengalaman mereka tentang pengelolaan lahan di perbukitan yang terjal karena hal ini dapat menimbulkan rawan longsor. Konsep serta model terasiring ini perlu pemikiran yang akurat dari para peneliti dan para pemikir Tengger dalam mempertahankan, mengembangkan, mengantisipasi tanah longsor serta dampak yang diakibatkannya. Teknologi mereka dalam bidang pertanian sangat mengagumkan terutama jagung varietas Tengger, proses penanaman, pemeliharaan, penyimpanan dalam lumbung sigiran sampai menjadi bahan baku aron. Menurut mereka makan nasi aron dapat bertahan satu hari dan baru merasa lapar, ini sangat menguntungkan dalam pekerjaan yang jauh tempatnya. Untuk menanggulangi pekerjaan ladang mereka yang jauh dan berbukit-bukit membuat tempat istirahat yang disebut gubuk, dimana fungsinya untuk penimbunan bibit, hasil produksi, istirahat, tempat memasak, musyawarah dengan keluarga, transaksi penjualan, sehingga keluarga masyarakat Tengger dipastikan mempunyai gubuk. Dalam bidang pertanian masyarakat Tengger sudah memikirkan tanaman budidaya apa yang menguntungkan secara ekonomi, namun juga mempertimbangkan
212
modal, seperti budidaya kentang harus mempunyai modal yang cukup. Tanaman andalan masyarakat Tengger terutama kentang, bawang prei, kobis, selanjutnya ercis, tomat, wortel, lobak, lombok, apel (Desa Gubuklakah), dan yang lain digunakan untuk sayur mayur. Keanekaragaman hayati berkaitan dengan kebutuhan yang sangat penting adalah kayu bakar dan kayu bangunan, hal ini perlu mendapakan prioritas. Kayu bakar merupakan sumber energi yang berkaitan dengan kehidupan seperti halnya kebutuhan pokok. Mayoritas masyarakat Tengger menggunakan kayu bakar untuk memasak makanan dan menghangatkan badan. Demikian pula kayu bangunan untuk membuat rumah dan perabotan rumah tangga, perlu pemikiran untuk keberlanjutan keanekaragaman hayati di Tengger. Peternakan utama sekarang adalah sapi penggemukan yaitu sapi jantan, babi, sedangkan ternak kambing, ayam kampung, kelinci hanya digunakan sendiri. Permasalahan yang muncul dengan banyaknya ternak sapi mengakibatkan lumbung rumput di tegalan seperti astruli tidak memenuhi, hal in dapat menyebabkan gangguan wilayah konservasi. Dampak masalah pakan ternak perlu ditanggulangi sedini mungkin dengan menanam di wilayah komplangan Perhutani pada lahan tanaman keras. Untuk masyarakat tidak berbatasan dengan Perhutani akan lebih tepat melakukan kerjasama dengan pihak terkait saling menguntungkan sebagai contoh kesepakatan kerjasama kompensasi. Dalam bidang pariwisata masyarakat Tengger berbangga hati karena lingkungannya
sangat mendukung seperti gunung api, pegunungan, udara yang
dingin sejuk, sistem pertanian unik, budaya istiadat unik, sehingga wisata dimasa akan datang merupakan penambangan divisa bagi masyarakatnya. Wilayah perkotaan yang padat dan bising serta perekonomian semakin baik akan berdampak berkeinginan menikmati keindahan Tengger dengan adat budaya yang menarik serta masyarakatnya yang ramah. Para wisatawan mancanegarapun banyak tertarik menikmati keindahan wilayah Bromo Tengger Semeru dengan adat budaya Tengger yang unik dan gunung api yang masih aktif. Bidang kesenian masyarakat Tengger juga bervariasi karena terpengaruh dari luar sehingga kesenianpun sangat
213
berkembang meliputi jaran kepang, bantengan, kerawitan dan gamelan, tari topeng (Desa Gubuklakah), wayang kulit hanya untuk ruwatan, tayuban, campur sari, dangdutan, reog, dan tari ritual Sodoran serta Ujung-ujungan. Menurut para sesepuh Tengger wayang kulit dan wayang orang tidak diperbolehkan karena wilayah Tengger merupakan wilayah pertapaan (kadewatan), dan menjauhkan dari hal yang kurang baik. Pengetahuan lokal atau tradisional merupakan pengetahuan yang berasal dari masyarakat tradisional dalam memanfaatkan, mengolah berbagai jenis tumbuhan, hewan serta lingkungan untuk bahan dasar keperluan kehidupannya. Kemampuan yang dimiliki sebagian masyarakat lokal dalam mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan maupun hewan merupakan langkah awal kegiatan etnobiologi. Pengetahuan tentang keanekaragaman hayati sangat baik hal ini dapat dibuktikan tidak ada permasalahan dalam mengidentifikasi serta memberi nama lokal. Nama-nama jenis-jenis tumbuhan lokal serta pemanfaatannya dalam praktek kehidupan mereka baik secara individu maupun kelompok dianggap sebagai strategi dan merupakan klasifikasi atau penggolongan tradisional. Pengetahuan tradisional yang dikembangkan oleh masyarakat di lingkungannya kemudian dipelajari di olah, diilmiahkan akhirnya terbentuk etnobiologi yang sebenarnya yang merupakan hasil akumulasi pengetahuan serta praktek masyarakat lokal. Pengetahuan serta praktek masyarakat tradisional, serta pemikiran tentang ritual, baik ritual pengobatan (suwuk), maupun ritual adat sangatlah berkaitan dengan kepercayaan mereka. Evaluasi nilai budaya jenis-jenis tumbuhan (etnobotani) sangat perlu untuk diteliti, dievaluasi secara mendalam. Dalam penelitian ini juga berkaitan taksa-taksa yang mempunyai nilai dengan budaya dan mempunyai kegunaan dituangkan dalam nilai penting (ICS) dari setiap taksa. Kegunaan jenis tumbuhan terdokumentasi dari hasil penelitian ini sejumlah 326 jenis. Berbagai macam tumbuhan digunakan sebagai bahan pangan (75 jenis), bahan obat (121 jenis), bahan ritual (94 jenis), bahan bangunan, kayu bakar, teknologi lokal, tali-temali, bungkus dan kayu bakar (53 jenis), tanaman hias 140 jenis, tumbuhan liar (100 jenis), bahan indikator kesuburan tanah dan merusak (29 jenis), bahan pangan buah (49 jenis), bumbu, pewarna, rokok,
214
kecantikan (40 jenis) dan pakan ternak (44 jenis). Untuk hewan liar, bahan pangan, peliharaan dan ritual (120 jenis) terdiri dari mamalia (32 jenis), burung (64 jenis), reptilia (9 jenis) dan ikan (6 jenis). Indek nilai penting (ICS) yang tercatat dari 326 jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat Tengger menunjukkan padi mempunyai nilai ICS (90) paling tinggi sebagai bahan pangan utama, selanjutnya nilai ICS tinggi seperti cemara digunakan bangunan, konservasi dan teknologi lokal, sayur mayur seperti bawang prei, kobis dan kentang merupakan pilihan ujung tombak ekonomi, pisang sebagai bahan buahbuahan, ritual dan mitos, rumput astruli pakan ternak utama serta konservasi lahan di masyarakat Tengger. Hubungan antara nilai ICS dan INP dapat menjadi bahan analisis untuk dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahn di Tengger. Cemara mempunyai nilai INP 202.86 sangat tinggi merupakan tanaman dominan di Tengger, sedangkan cemara mempunyai nilai ICS tinggi (86.5) karena mempunyai pemanfaatan kepentingan nilai budaya. Nilai padi ICS (90) sangat tinggi, tidak dapat di tanam di Tengger dan harus diimpor dari luar Tengger, demikian pula kelapa ICS (78), hal ini perlu pemikiran
bagaimana mengantisipasinya. Sepeti halnya kayu
bangunan lokal kayu kembang, dadap sangat jarang ditemui di tegalan, pihak pemerintah telah menganjurkan menanam sengon, suren dan jabon. Pemanfatan pisang dengan ICS tinggi tetapi INP rendah (16.01) sehingga perlu pembudidayaan terutama pisang salik dan pisang raja. Menurut Rambo (1983) faktor-faktor biofisik disekitar manusia yang sangat bervariasi termasuk iklim, udara, tanah, air dan keanekaragaman jenis hewan, tumbuhan serta lingkungan tidak pernah lepas dengan kehidupan sehari-hari. Bergesernya kebiasaan menggunakan bahan pokok jagung varietas lokal merupakan dampak perubahan, adaptasi yang tidak dapat dihindari serta akan menimbulkan erosi sumber genetik lokal. Berkembangnya budidaya ternak babi, sapi, kambing juga berkaitan dengan meluasnya penanaman rumput astruli yang ditanam pada lahan tegalan dan komplangan milik Perhutani berdampak pada ekonomi masyarakat.
215
7.3 Pembangunan Masyarakat Tengger Berkelanjutan di Wilayah Tengger.
Tatanan sosial yang stabil dan mantap dari berbagai konflik, serta modal budaya yang unik, institusi sosial, jumlah penduduk yang cukup stabil merupakan hasil adaptasi mereka di lingkungannya. Lingkungan gunung vulkanik dan deretan pegunungan, udara dingin, sejuk, kaya oksigen juga merupakan modal yang dapat dikembangkan di masa depan. Perkembangan penduduk stabil sangat menguntungkan terhadap ekosistem, tanah, air dan udara, sehingga aktivitas ekonomi mempunyai dampak positif terhadap masyarakat lokal (Dharmawan 2006). Sifat masyarakat Tengger yang terbuka, dengan jiwa berpegang pada adat budaya kepercayaan merupakan nilai positif sebagai modal sosial (social capital) serta konsep pandangan mereka akan kehidupan, kejujuran dan kebersamaan merupakan nilai hakiki yang luhur. Keterbukaan terhadap pembangunan kehidupan modern, namun tetap meletakkan tradisi leluhur serta budaya merupakan kekuatan antar generasi yang sangat berharga. Modal dasar tersebut jika didukung partisipasi masyarakat, kualitas sumber daya, partisipasi, pemberdayaan masyarakat serta kesiapan semua pihak terkait (stakeholder), dengan proses perencanaan yang matang, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi menuju pembangunan masyarakat yang berkelanjutan berwawasan lingkungan. Perhatian kearifan serta etika masyarakat terhadap lingkungan, pranata sosial mereka harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh serta mempersempit dampak konflik baik terhadap masyarakat lain, wilayah konservasi maupun Perhutani. Menurut Purwanto et al. 2004 pada dasarnya terdapat tiga dimensi peran sumber daya hayati yaitu peran yang berdimensi ekologi, ekonomi dan dimensi etik (Gambar 45). Dimensi ekologi jelas manfaatnya berkaitan dengan keanekaragaman hayati pada ekosistem. Peran ekologi dan sosial budaya sering diabaikan karena mempunyai dampak nyata dan dapat dirasakan perannya terhadap ekonomi. Ketiga dimensi keanekaragaman hayati tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika pengelolaan sumber daya hayati tidak mengacu pada kepentingan
216
tiga dimensi tersebut maka dapat dipastikan sumber daya hayati mengalami kerusakan.
KEANEKARAGAMAN HAYATI
Dimensi Ekologi
Asal usul dan keanekaragaman, respon terhadap gangguan dan peran dalam fungsi ekosistem
Dimensi Ekonomi
Berguna
Keuntungan ekosistem alami
Sumberdaya (Budidaya dan non budidaya
Dimensi Etik
Pandangan hidup, persepsi dan konsepsi masyarakat
ANCAMAN
Pengolahan dan Konservasi
Pembangunan Berkelanjutan
Gambar 45 Konsep peran, potensi, kegunaan dan konservasi keanekaragaman hayati (Purwanto et al. 2004).
Menurut Purba (2002) lima prinsip dasar pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yaitu keadilan antar generasi (intergenerational equity), keadilan
dalam satu
generasi
(intragenerational
equity),
pencegahan
dini
(precautionary principle), perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity conservation) dan internalisasi biaya lingkungan serta mekanisme insentif. Primack et al. (1998) menekankan disiplin biologi konservasi karena konsep pembangunan
217
berkelanjutan perlu dilangsungkan tanpa disertai pertumbuhan dalam penggunaan sumber daya alam, maka upaya pelestarian keanekaragaman hayati sering berbenturan dengan kebutuhan manusia. Perlindungan kebudayaan tradisional di lingkungan alami sangat berkaitan erat dengan pelestarian keanekaragaman hayati dan pelestarian keanekaragaman genetika. Beberapa strategi upaya pelestarian keanekaragaman hayati harus dipadukan dengan
adat masyarakat tradisional. Pendekatan melalui partisipasi masyarakat
tradisional merupakan elemen penting atau kunci dalam pengelolaan konservasi. Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan menyatakan untuk mencapai ekonomi jangka panjang harus mengaitkan dengan perlindungan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan diperlukan adaptasi, pembelajaran terhadap lingkungan, organisasi sosial, ekonomi, kebijakan dan perencanaan untuk menuju keselarasan (Sugandhy 2007). Menurut Clay (1991) dalam Primack et al. (1998) strategi top down dimana pemerintah bertindak menentukan rencana pengelolaan dipadukan dengan program botton up, dimana masyarakat desa atau kelompok lokal mampu merumuskan, merencanakan pengembangan pembangunan. Strategi keanekaragaman hayati di wilayah Tengger sebagai suatu sistem hakiki, kehidupan harmoni yang natural harus melibatkan masyarakat termasuk sosial budayanya, keanekaragaman hayati, hutan konservasi maupun hutan Perhutani, kalangan swasta, dan pihak pemerintah yang terkait. Keanekaragaman hayati sebagai pengikat sosial budaya masyarakat serta lingkungan di wilayah Tengger merupakan faktor penting sebagai daya dukung pembangunan berkelanjutan.
7.4 Strategi Konservasi di Wilayah Tengger Sistem pertanian pada lahan tegalan merupakan sistem ekonomi subsistem sebagian besar penduduk masyarakat Tengger. Sistem pertanian pada lahan berbukit sebagai inti budaya, karena hal tersebut merupakan pola adaptasi terhadap lingkungannya. Inti budaya meliputi teknik produksi dan pengetahuan masyarakat
218
termasuk sumber daya yang ada didalamnya serta tenaga kerja yang terlibat dalam teknik tersebut. Strategi konservasi di lahan pertanian dapat dilakukan dengan membandingkan nilai INP dan nilai ICS. Pada lahan pertanian nilai INP cemara mempunyai nilai (202.86), sedang nilai ICS (86.5) hal ini perlu dipertahankan sebagai strategi konservasi. Jenis tersebut mempunyai penyebaran yang banyak (INP) tinggi dan manfaatnya tinggi (ICS) tinggi, demikian pula dengan adanya aturan adat kalau menebang satu pohon harus menanam 10 pohon untuk jenis cemara gunung. Hal ini berarti masyarakat Tegger telah teradaptasi dengan sumberdaya hayati yang merupakan kawasan konservasi TNBTS. Bambu jajang mempunyai INP (7.20) rendah dan nilai ICS tinggi (68), bambu betung INP (1.68) rendah dan nilai ICS tinggi (64), kedua jenis tersebut perlu dilakukan pembudidayaan (pengayakan) intensif di lahan tegalan Tengger. Pisang mempunyai nilai INP rendah yaitu (16.01) dan ICS (64) tinggi perlunya dilakukan pembudidayaan (pengayakan) terutama varietas yang sesuai di lahan tegalan Tengger. Untuk tanaman dengan nilai INP rendah dengan ICS sedang seperti jambu wer INP (11.96) dan ICS (33), dadap INP (10.29) dan ICS (24), mentigi INP (1.68) dan ICS (20) perlu dilakukan penanaman karena tanaman tersebut sangat cocok tumbuh pada ketinggian diatas 1.500 m dpl. Untuk semak berkaitan meliputi jarak nilai ICS (45) dan INP (17.83), cubung ICS (20) dan INP (13.80), putihan ICS (32) dan INP (4.5) diperlukan penanaman dan pelestarian. Tanaman ganyong INP tinggi (41.21), pemanfaatannya sedang ICS (18), sehingga perlu dipertahankan dan usaha pemanfaatannya. Untuk jenis herba aseman mempunyai INP tinggi (42.60) yang mempunyai peran di lingkungan, sedangkan ICS (14) rendah agar dipertahanan, sedang rumput astruli INP (10.08) rendah, ICS (68) tinggi sehingga diperlukan pengayakan (pembudidayaan) intensif sebagai pakan ternak. Untuk jenis INP rendah contohnya pokak (0.75), adas (2.98) dengan ICS sedang agar dipertahankan karena tanaman tersebut sebagai bahan obat. Untuk lingkungan Perhutani di lingkungan Desa Gubuklakah bahwa jenis poo/kayu putih (Melaleuca leucadendron) mempunyai INP tinggi (80.64), sedangkan INP sedang (24) perlu dipertahankan, sedangkan paku tiyang INP (8.18) dan ICS (24)
219
dan keningar (8.17) dan ICS (24), keduanya rendah keduanya perlu pembudidayaan. Untuk semak tanaman cubung INP (207.19) dan ICS (20) perlunya jenis tanaman tersebut dipertahankan. Pada lahan Sanggar Pamujan di Desa Poncokusumo mempunyai INP paling tinggi beringin (88.52) dan ICS (26), disusul aren INP (50.079) dan ICS (16), kedua jenis tersebut perlu dipertahankan. Pada Sanggar Pamujan di Desa Ngadas Wetan 100% tanaman yang ada cemara gunung, ICS (202.86) perlu dipertahankan. Melalui studi etnobiologi masyarakat Tengger diperoleh suatu sistem pengetahuan lokal tentang pengelolaan sistem sumber daya alam yang dapat diadopsi untuk pengelolaan sumber daya hayati dan lingkungannya. Sehingga peran pengetahuan lokal tersebut dapat mengeliminir konflik dengan penguasa. Melalui kajian sosial budaya menunjukkan masyarakat Tengger mempunyai kelembagaan tradisional yang tugas dan fungsinya mengatur sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih mempunyai suasana kesetaraan dan konservasi. Kepemimpinan tradisional formal dan informal antara Petinggi dan Dukun Pandhita sebagai dua pemimpin kharismatik sehingga norma adat dapat dipegang teguh termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya.
221
8. SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan 1. Masyarakat Tengger mempunyai pengetahuan pengelolaan kawasan berwawasan konservasi. Mereka membagi menjadi kawasan pemukiman; kawasan pertanian (pekarangan, tegalan dan kebun); kawasan agroforestri (jalur hijau dan komplangan); kawasan sakral (Danyangan, Sanggar Pamujan, hutan larangan, gunung Bromo) dan kawasan alami yaitu kawasan hutan. Pengetahuan ekologi tradisional (tradisional ecological knowledge) telah digunakan pada berbagai keperluan dan menunjukkan apresiasi yang baik terhadap upaya konservasi sumberdaya hayati dan lingkungan terutama pada lahan pemukiman, peribadatan, ladang pertanian terasiring, teras bangku, gubuk, kandang, daerah tangkapan air (catchment area). Keanekaragaman hayati yang digunakan, maupun lokasi sakral berperan dalan pengikat adat budaya Tengger. Kearifan lokal masyarakat Tengger telah dimanifestasikan dalam bentuk aturan-aturan adat serta kepercayaan dalam menjaga keberlanjutan (sustainability) kehidupan di Tengger. Dimensi ekologi dan keanekaragaman hayati manfaatnya sangat jelas karena berkaitan dengan satuan lingkungan. Masyarakat Tengger melakukan kerja sama saling menguntungkan dengan pihak Perhutani dan TNBTS telah diwujudkan dalam bentuk pertanian jalur hijau dan komplangan Dalam bidang budaya dan parwisata alam meliputi tempat sakral Pure Poten, Pedanyangan, Lautan Pasir, gunung Pananjakan, danau (ranu), air terjun Coban Pelangi, gunung Bromo dan gunung Semeru. Pengembangan Zona Pemanfaatan Intensif, Zona Pemanfaatan Tradisional sangat mendukung kehidupan, perekonomian dan membuka lapangan pekerjaan di wilayah Tengger. Masyarakat Tengger masih memegang teguh ritual adat sebagai modal sosial yang merupakan bagian dari pada kehidupannya dan telah berjalan turun temurun, dipandang merupakan cara mempersatukan mereka sebagai komunitas Tengger dan hal ini sangat mengagumkan dalam mempertahankan budaya lokal dan menarik serta unik dalam membangun wisata daerah, nasional serta menarik turis lokal dan turis mancanegara.
222
2. Pengetahuan keanekaragaman flora
serta pemanfaatannya oleh masyarakat
Tengger tercermin dari berbagai bentuk pemanfaatan untuk berbagai keperluan meliputi jenis-jenis tumbuhan sebagai bahan pangan (75 jenis), bahan obat (121 jenis), bahan ritual (94 jenis), kayu bakar, tali-temali, bahan bangunan, bahan kerajinan dan teknologi lokal (53 jenis), bahan kecantikan, rokok, pewarna, bumbu (40 jenis) dan bahan buah-buahan (49 jenis), tanaman hias (140 jenis), pakan rumput (44 jenis) dan tumbuhan liar (100 jenis).
Keaneragaman tanaman
budidaya baik yang bernilai ekonomi tinggi seperti kentang, bawang prei, kobis, apel dan tanaman budaya lokal seperti jagung, pisang sangat berperan penting dalam kehidupan dan ekonomi keluarga. Bahan bangunan, teknologi lokal, kayu bakar berkualitas seperti cemara sangat berperan dalam kelangsungan kehidupan masyarakat Tengger. Keanekaragaman hayati yang digunakan, maupun lokasi sakral berperan dalan pengikat adat budaya Tengger. Dalam kehidupannya masyarakat Tengger telah mampu memanfaatkan sumber daya yang ada disekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan kehidupannya terdiri dari teknologi lokal dan seni meliputi berbagai kebutuhan peralatan pertanian, peralatan rumah tangga, transportasi dan berbagai macam barang kerajinan dan peralatan kesenian maupun adat. Berdasarkan perhitungan nilai ICS jenis tumbuhan di lingkungan masyarakat Tengger yang mempunyai nilai ICS tinggi mempunyai indikasi jenis penting bagi kehidupan masyarakat Tengger. 3. Dalam pengelolaan sumberdaya tumbuhan masyarakat Tengger melakukan upaya konservasi jenis tumbuhan terutama terhadap cemara gunung (Casuarina junghuhniana) yang mempunyai nilai INP tinggi (202.86) dengan menerapkan hukum adat bahwa menebang 1 pohon harus menanam 10 pohon cemara gunung. 4. Pengetahuan tentang jenis-jenis hewan di lingkungan dan jenis hewan yang bermanfaat untuk masyarakat Tengger meliputi 120 jenis, terdiri dari hewan mamalia 32 jenis, aves 64 jenis, reptilia 9 jenis, ikan 6 jenis, Arachnidae 1 jenis, Grylotaipidae 1 jenis dan Hypnoptera 1 jenis.
Keanekaragaman hayati yang
digunakan, maupun lokasi sakral berperan dalan pengikat adat budaya Tengger berkaitan kehidupan fauna di lingkungan. Peternakan terutama babi, sapi, kambing
223
dan ayam merupakan sumberdaya hayati untuk memenuhi kebutuhan protein hewani serta berlangsungnya keberlanjutan adat budaya. Faktor peternakan juga mendukung keberlanjutan pariwisata dan sistem pertanian di wilayah Tengger terutama sebagai pupuk organik. Pengetahuan lokal, kearifan lokal dan etik merupakan warisan pengetahuan yang tak ternilai harganya. 8.2 Saran Ada beberapa saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Pemanfaatan serta pengelolaan lahan pertanian yang mempunyai implikasi ekonomi cukup tinggi perlu dipertimbangkan dalam membuat dasar kebijakan, keputusan dan pengelolaan, namun juga perlu diadakan jenis komoditi lain yang tahan terhadap hama penyakit, faktor alam seperti uap belerang dan embun upas serta abu vulkanik. Perlu ada diversivikasi makanan pokok selain beras dari jenis lain (umbi-umbian) yang banyak dijumpai di Tengger seperti ganyong, jagung dan talas. Jangan hanya bergantung pada beras yang harus didatangkan dari daerah lain, karena padi tidak bisa ditanam di daerah tersebut atau harus dilakukan lebih lanjut untuk mencari jenis padi seperti padi (gogo), gandum (Triticum sativum) yang cocok untuk daerah Tengger yang merupakan dataran tinggi. 2. Teknik terasiring yang sangat cocok dalam pengolahan lahan pertanian bukit pada posisi kemiringan rendah sampai tinggi diperlukan pertimbangan dan diteliti lebih mendalam baik secara teori maupun praktek turun-temurun sebagai kebijakan yang baik dan terarah untuk mengantisipasi ke depan. Diperlukannya menggalakkan tanaman pembatas lahan, jalan dengan cemara gunung dalam mengatasi longsor, serta mencari jenis lain yang mempunyai kualitas sama dengan cemara yang monopoli, jenis pohon mentigi dan perdu, rumput, karena hal ini diperlukan untuk mengatasi dampak longsor yang tidak diinginkan. 3. Alam pegunungan yang dingin dengan gunung Bromo, lautan pasir serta gunung Semeru perlu dijaga kelestariannya karena berkaitan dengan tata guna air atau hidrologi dan lingkungan alami. Adat budaya yang luhur, unik masyarakat Tengger perlu dipertahankan karena merupakan potensi pariwisata sangat menarik
224
bagi turis lokal dan turis mancanegara. Promosi dan transportasi perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan yang sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. 4. Dengan melimpahnya keanekaragaman bahan obat tradisional dengan ritualnya, maka diperlukan penelitian lebih terarah terorganisir berkaitan budidaya dan perusahaan obat yang berkompeten, atau dibuat kebun raya Tengger sebagai pusat kajian sehingga dapat dinikmati masyarakat Tengger khususnya. Masyarakat Tengger juga mempertahankan hasil teknologi lokal seperti jagung varietas Tengger yang mempunyai rasa khas, dan merupakan bahan nasi aron tahan di perut dan tidak cepat lapar serta gurih. 5. Memberikan pengarahan tentang pentingnya wilayah Bromo Tengger Semeru, baik berdekatan dengan wilayah konservasi (TNBTS), hutan lindung dan hutan produksi (Perhutani) berkaitan dengan sumber oksigen dan hidrologi baik kepada masyarakat Tengger maupun masyarakat di bagian bawah, departemen terkait dan internasional. 6. Kualitas sumber daya manusia masyarakat Tengger perlu ditingkatkan berkaitan dengan kebutuhan yang akan datang melalui pendidikan, kursus, untuk mengatasi masuknya
dampak
peralatan
teknologi
pertanian,
teknik
budidaya
dan
pengembangan plasma nutfah, pariwisata alam seperti agrowisata, desa wisata, teknologi tepat guna misalnya gas, tungku dan listrik. 7. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengendalian jumlah penduduk karena areal lahan pertanian tegal terbatas, sedang masyarakat Tengger sangat hormat terhadap tanah leluhur serta lingkungannya. Kualitas pendidikan ditingkatkan berkaitan kualitas sumber daya manusia koordinasi dengan Dinas Pendidikan baik tingkat desa maupun Kecamatan, Kabupaten dan Kota. Dalam bidang hukum terhadap masalah Undang-undang Pokok Agraria, hukum adat, hak waris akan memberikan pengertian yang lebih baik dan luas. 8. Berkaitan dengan wilayah konservasi TNBTS dan Perhutani maka kerjasama saling menguntungkan dalam mendukung wilayah konservasi, sumber air
225
(hidrologi), tapal batas, sangat diperlukan untuk mengantisipasi pemanfaatan hutan (kayu, bambu, hasil hutan), termasuk pendidikan pencinta alam dan kegiatan riset. 9. Perlu pembangunan daerah yang berbasis keanekaragaman hayati (bioregional development plant) dalam memenuhi kebutuhan secara mandiri. Masyarakat Tengger mempunyai kearifan lokal dalam mengelola sumber daya hayati dan lingkungan, yang dapat diadopsi sebagai pelengkap alternatif dalam pengelolaan sumber alam di pemukiman agar lebih mempunyai keserasian dengan lingkungannya.
227
DAFTAR PUSTAKA Adimihardja K. 1986. Sistem Pengetahuan Lokal dan Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Unit Pelaksana Teknis Indonesia Resource Centre for Indigenous Knowledge: Universitas Pajajaran Bandung. [Anonim] 2004. Tengger Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Delta Pamungkas. [Anonim] 2002. Peraturan Perundangan Kehutanan di Era Reformasi. Bogor: Penerbit Rif Dexts. [Anonim] 2000. Undang-Undang Lingkungan Hidup & Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jakarta: Tamamita Utama. [Anonim] 2009. Data Monografi Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo. [Anonim] 2011. Suku Tengger. http://www. id Wikipedia.org/wiki/Suku_Tengger. Html. [22 Agustus 2011]. Backer CA, van Den Brink BRC. 1963. Flora of Java. Vol. I,II . Groningen: Noordhoff. NV Balgooy MMJ. 1987. Collecting. in Vogel, E. de (ed.) Manual of Herbarium Taxonomy Theory and Practice. UNESCO and MAB. Banilodu L. 1998. Implikasi etnobotani kuantitatif dalam kaitannya dengan konservasi gunung Mutis, Timor. [disertasi] Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Barber CV, Johnson NC, Hafild E. 1999. Menyelamatkan Sisa Hutan di Indonesia dan Amerika Serikat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Basuni S. 2003. Inovasi institusi untuk meningkatkan kinerja daerah Penyangga kawasan konservasi (studi kasus) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Berlin B. 1992. Ethnobiological Classification Principles of Catagorization Traditional Socioeties. New Jersey: Princeton University Press. Cox WG. 1972. Laboratory Manual of General Ecology. Dubuque-Iowa: MW. C. Brown Company Publishers.195 p.
228
Cotton CM. 1996. Ethnobotany: Principles and Applications. New York: John Wiley & Sons. Darusman D. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia. Dokumentasi Tulisan (1986 – 2002). Lab. Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. [DKDJPH dan PABKSD IV] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1984. Rencana Karya Lima Tahun Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: DKDJPH & PABKSDA IV. [DKDJPH dan BKSDA IV] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 1992. Pola Hubungan Masyarakat Penyangga Dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: DKDJPH & BKSDA IV. [DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1999. Potret Desa Penyangga Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTNBTS). Malang: DKDJPH & PABTNBTS. [DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan hutan dan Pelestarian Alam 1997. Laporan Inventarisasi Flora (Tanaman Obatobatan dan Tanaman Hias) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. (TNBTS). Malang: DKDJPH & PABTNBTS. [DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 1997. Laporan Inventarisasi Fauna Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: DKDJPH & PABTNBTS. [DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 1995. Laporan Inventarisasi Flora Penting Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: DKDJPH & PATNBTS.
[DKDJPH dan PABBTNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 2009. Rencana Kerja (RENJA) Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS). Malang: DKDJPH & PABBTNBTN. Dharmawan AH. 2008. Bahan Kuliah Gerakan Sosial dan Dinamika Masyarakat Pedesaan. Mayor Sosiologi Pedesaan-Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.
229
Ellen R. 1993. The Cultural Relations of Classification. An Analysis of Nuaulu Animal Catagories from Central Seram.Cambridge: University Press. Fandeli C. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Kehutanan Universitas Gadjah Mada Bulaksumur, Yogyakarta. Friedberg C. 1990. Le Savoir botanique des Bunaq Percevoir et classer dans le Haut Lemaknen (Timor, Indonesie). Memoires du Museum Nati d’Histoire Naturelle. Botanique. Tome. hlm 32: 303p. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 1-.4. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hill AF. 2006. Economyc Botany (adopted by) Pharma. O. P. Tata McGraw- Hill Publishing Company Limited New Delhi. Hidayat et al. 2006. Kajian Status Konservasi Tumbuhan Obat Langka di Jawa : Ekspedisi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur LIPI Bogor. Indrayanto G. 2006. Laporan Eksplorasi Keanekaragaman dan Kandungan kimia Tumbuhan Obat di Hutan Tropis Gunung Bromo Semeru dan Ijen. Fakultas Farmasi. Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya. Indriyani S, Batoro J, Ekowati G. 2007. Inventarisasi Jenis dan Potensi Tanaman Obat Suku Tengger, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: Universitas Brawijaya Malang. Kassa S. 2009. Konsep pengembangan co-management untuk melestarikan Taman Nasional Lore Lindu. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Keating M. 1994. Bumi Lestari Menuju Abad 21. Agenda 21 dan hasil KTT Bumi. Jakarta: Konphalindo. Keng H. 1978. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Singapore: University Press. Koentjaraningrat 1980. Pengantar Imu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru. Mackinnon J, Phillips K, van Balen B. 1993. Panduan Lapangan: Burung-burung di Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
230
Martin GJ. 1998. Ethnobotani. Sebuah Manual Pemeliharaan Manusia dan Tumbuhan. Borneo: Natural History Publications. Ngadiono 2004. Pengolahan Hutan Indonesia. Refleksi dan Prospek. Yayasan Adi Sanggoro. Nurudin, Salvina, Faturrohman D. editor 2004. Agama Tradisional : Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger. LKIS Yogyakarta. Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. W. B. Saunders Company. Purwanto Y. 2009. Pengetahuan Botani Lokal dan Klasifikasi Populer. Bahan Kuliah Pasca Sarjana S2-S3 Biologi IPB (tidak dipublikasikan). Laboratorium Etnobotani Balitbang Botani Puslitbang Biologi LIPI. Bogor. Purwanto Y. 2007. Hasil hutan Bukan Kayu (NTFPs) : Terminologi dan Perannya Bagi Masyarakat di Sekitar Hutan. Bahan Kuliah Pasca Sarjana IPB. Laboratorium Etnobotani. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor. Purwanto Y. 2006. Metode Penelitian Kuanitatif Etnobiologi. Bahan Kuliah Pasca Sarjana S2-S3 Biologi IPB. Laboratorium Etnobotani, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi. LIPI. Bogor. Purwanto Y, Laumonier Y, Malaka M. 2004. Antropologi dan Etnobiologi Masyarakat Yamdena di Kepulauan Tanimbar, Jakarta: The TLUP Project Director, Tanimbar LUP/BAPPEDA Purwanto Y. 2011. Valuasi Hasil Hutan Bukan Kayu (Kawasan Lindung PT Wirakarya Sakti Jambi). Jakarta: LIPI Press. Purba J. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Puri RK. 2001. Bulungan Ethnobiology Handbook. Center for International Forestry Research, Bogor Indonesia. Rambo AT, Gillogly K, Hutterer KL. 1988. Ethnic Diversity and the Control of Natural Resources in Southeast Asia. Center for South and Southeast Asian Studies The University of Michigan USA.
231
Rambo AT. 1983. Conceptual Approaches to Human Ecology. East-West Environment and Policy Institute, East-West Center, Honolulu, Hawaii. USA. Research Report No.14:6, 1-26. Rifai MA. 1994. A Discourse on Biodiversity Utilization in Indonesia. Tropical Biodiversity 2(2) : 339. Rifai MA. 1976. Sendi-Sendi Botani Sistematika. Bogor: Lembaga Biologi NasionalLIPI. Herbarium Bogoriense Bogor. Rugayah, Widjaya EA, Praptini, penyunting. 2004. Pedoman Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Sandbukt Q, Wiriadinata H. 1994. Rain Forest and Resource Management. Proceeding of the NORINDRA Seminar, LIPI. Jakarta. Sangat HM, Zuhud FAM, Damayanti EK. 2000. Kamus Penyakit dan Tumbuhan Obat Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Sardiwina O. et al. 2002. Laporan Eksplorasi Anggrek Kawasan Nasional Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI. Bogor. Sastrapradja DS, Adisoemarto, Kartawinata, Sastrapradja S, Rifai MA. 1989. Keanekaragaman Hayati Untuk Kelangsungan Hidup Bangsa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi–LIPI. Bogor. Sastrapradja DS, Rifai MA. 1989. Sumber Pangan Nabati dan Plasma Nutfahnya. Puslitbang Bioteknologi-LIPI. Bogor. Setiadi D. et al. 2007. Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Buku Materi Pokok PEB14522/2SKS/Modul 1 – 6. Indonesia: Penerbit UT. Setiadi D, Muhadiono I. 2000. Penuntun Praktikum Ekologi: Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Seymour C, Smith 1990. Macmillan Dictionary of Anthropology. Sheil D. et al. 2004. Mengeksplorasi keanekaragaman Hayati, Lingkungan dan Pandangan Masyarakat Lokal Mengenai Lanskap Hutan. Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR). Indonesia.
232
Sinukaban N. 2007. Konservasi Tanah dan Air. Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jenderal RLPS. Soekarman, Riswan S. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia Prosiding Seminar Etnobotani Balitbang Botani-Balitbang Biologi, LIPI. Bogor. Soeriaatmadja RE. 1981. Ilmu Lingkungan. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Stearn WT. 1992. Botanical Latin. Fourth ed. Redwood Press Ltd. Melksham for Davis & Charles England. Stibbe DG, Uhlenbeck UM. 1921. Tengger, Encyclopedie van Nederlandch-Indie Leiden. Suyitno 2001. Mengenal Upacara Tradisional Masyarakat Suku Tengger. Ttt: Satubuku. Suparto, Ponidi. 2006. Arahan Tata Ruang Pertanian Provinsi Jawa Timur. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Sugandhy A, Hakim R. 2007. Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Sukari, Salamun, Mudjijono, Munawaroh S, Sumarno 2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Tengger Kabupaten Pasuruhan, Propinsi Jawa Timur. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta: Proyek Pemanfaatan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Taylor PM. 1990. The Folk Biology of the Tobelo People A Study in Folk Classification. Washington: Smithsonian Institution Press. Tylor V.E, Brady LR. and Robbers JE. 1976. Pharmacognosy Lea & Febiger Philadelphia USA. Toledo MV. 1992. What is Ethnoecology? Origen, Scope and Implications of A Rising Dicipline. Ethnoecologica 1(1): 5–21.
233
Turner NJ. 1988. “The Importance of a Rose”: Evaluating the Cultural Significance of Plants in Thompson and Lillooet Interior Salish. American Anthropolist. 90 (2): 272-290. Usman H, Akbar PS. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Vayda AP. 1983. Progressive Contextualization: Methods for Research in Human Ecology. Plenum Publishing Corporation. Human Ecology, 3: 264-278. van Steenis CGGJ. 1972. The Montain Flora of Java. Leiden: The Rijkherbarium Netherlands. van Steenis CGGJ. 2005. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: PT PradNya Paramita. van Steenis CGGJ. 1972. Preliminary Checklist of The Flora of Bromo Tengger Semeru. Field Report of UNDP/FAO. Waluyo EK. 2008. Review: Research Ethnobotany in Indonesia and the Future Perspectives. Biodiversitas 9 (1), 59-63. Widianto et al. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri 3 World AgroForestry Centre (ICRAF). Widyaprakosa S. 1994. Masyarakat Tengger: Latar Belakang Daerah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Yogyakarta: Kanisius Yogyakarta. Yuniati E. 2004. Pengaruh faktor sosial budaya dan ekonomi terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan pekarangan pada perkampungan yang di huni oleh masyarakat Sunda dan Jawa di Kabupaten Brebes. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zahorka H. 2004. The Shamanic Belian Sentiu Ritual of Benuaq Ohookng, with Special Attention to the Ritual Use of Plants. Borneo Research Bulletin vol. 38. Zuhud EAM, Haryanto 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: Lembaga Alam Tropika (LATIN).
235
LAMPIRAN
237
Lampiran 1 Keanekaragaman jenis tumbuhan tegalan di lingkungan masyarakat Tengger No. 1 2
Nama Lokal Adas Akasia
3
Akasia gunung Alang-alang
4 5 6 7 8
Antinganting Anggrung
14 15 16
Aren Aseman/sure ngan Astruli/gajah an/kalonjono Awar-awar Bambu betung Bambu Jajang Bambu loring Bandotan Bayam duri Calincing
17
Calingan
18
21
Cemara/ Cemara Gunung Cimplukan Cimplukan gunung Cubung
22
9 10 11 12 13
Nama Ilmiah Foeniculum vulgare Mill. Acasia auriculiformis A.Cunn.ex Benth. Acacia decurens
Suku Apiaceae Fabaceae Fabaceae
Status, Lokasi Liar,tegalan Budidaya, tegalan Tegalan
Imperata cylindrica (L.) Beauv. Funchia hybrida Hort.
Poaceae
Liar, tegalan
Onagraceae
Liar, tegalan
Trema amboinensis (Wild) Bl. Arenga pinnata Merr. Achyranthes bidentata Bl.
Ulmaceae
Liar, tegalan
Arecaceae Asteraceae
Liar, egalan Liar, tegalan
Poaceae Moraceae Poaceae
Budidaya, tegalan Liar,tegalan Liar, tegalan
Poaceae
Liar, tegalan
Poaceae
Budidaya, tegalan Liar, tegalan Meliar, tegalan Liar, tegalan, jalan Liar, tegalan
Pennistum purpureum Schumch. Ficus septica Burm.f. Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne Gigantochloa apus (Blume ex Schult.f.) Kurz. Bambusa multiplex Schult. Ageratum conyzoides L. Amaranthus spinosus L. Oxalis corniculata L.
Asteraceae Amaranthaceae Oxalidaceae
Rubus rosaefolius J.E.Smith. Casuarina junghuhniana L.
Rosaceae Casuarinaceae
Budidaya, liar di batas tegalan
Physalis minima L. Physalis peruviana L.
Solanaceae Solanaceae
Liar, tegalan Liar, tegalan
Solanaceae
Cubung
Brugmansia suaveolens Barcht.& Presl. Brugmansia candida Pers.
23
Dadap
Erythrina variegata L.
Fabaceae
24
Damar
Agathis alba Foxw.
Araucariaceae
Liar, budidaya, tegalan, rumah Liar, tegalan, rumah, gubuk, Danyangan Budidaya, tegalan, gubuk Budidaya, tegalanTNBTS
19 20
Solanaceae
238
Lampiran 1 lanjutan No. 25 26
Nama Lokal Damarwojo Dangglu
Nama Ilmiah Spegula arvensis L. Engelhardia spicata L.
Suku Caryophyllaceae Juglandaceae
27 28
Dibal Dringu
Isachne rhabdiana Acorus calamus L.
Poaceae Araceae
29
Crotalaria striata D.C.
Fabaceae
30 31 32
Ecekecek/Orokorok Empikan Empritan Flamboyan
Centrosoma pubesens Bth. Eragrostis amabilis O.K. Delonix regia Raf.
Fabaceae Poaceae Fabaceae
33 34
Ganjan Ganyong
Artemisia vulgaris Jungh Canna edulis L.
Asteraceae Cannaceae
35 36 37
Genggeng Gewor Grinting/ kawatan Gronggong
Microstegium rufisticum Commelina benghalensis Cynodon dactylon Pers.
Poaceae Commelinaceae Poaceae
Liar, tegalan Liar, tegalan Budidaya,jalan Perhutani Liar, tegalan Budidaya, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan
Erianthus arundinaceus (Retz.) Jeswiet. Pogonatherum paniceum L.. Rubus rosaefolius J.E. Smith. Paspalum sp Oxalis corniculata
Poaceae
Liar, tegalan
Poaceae
Liar, tegalan
Rosaceae
Liar, tegalan
Poaceae Oxalidaceae
Liar, tegalan Liar, tegalan Budidaya, tegalan Liar, tegalan, TNBTS Liar, budidaya Liar, tegalan, budidaya Liar Liar, tegalan
38 39 40 41 42
Gronggong/p ring-pringan Grunggung
Status, Lokasi Liar, tegalan Liar, Danyangan, Sanggar Pamujan Liar, tegalan Budidaya, rumah, gubuk Liar, tegalan
43
Ijoan Intil-intil daun Jabon
Ardina cordifolia Hook.f.
Rubiaceae
44
Jae wono
Zingiber sp
Zingiberaceae
45 46
Jambu Jono Jambu wer
Myrtaceae Myrtaceae
47 48
Jarak Jaringan
49
Jati lando
Prunus sp Prunus persica Sieb.&Zucc. Ricinus comunnis L. Paspalum commersonii Lamk. Quasoma ulmifolia
50
Jukut
Poaceae
51
Kapuk randu
Pogonatherum paniceum Hack. Ceiba petandra Gaertn.
Budidaya, Perhutani Liar, tegalan
Bombaceae
Budidaya, jalan
Euphorbiaceae Poaceae Sterculaceae
239
Lampiran 1 lanjutan No. 52
Nama Lokal Kayu jati
Nama Ilmiah Tectona grandis L.f.
Suku Verbenaceae
53
Kayu kebek
Ficus grossulasioides Burm.f.
Moraceae
54 55 56
Kayu Kidang Kayu pasang Kembang kacuk bedes Kemiri
Photinia notoniana W.et A. Quercus lincata Bl. Sonchus sp
Rosaceae Fagaceae Asteraceae
Aleurites moluccana Willd.
Euphorbiaceae
58
Kemlandinga n gunung
Albizia lophanta (Wild) Beth
Fabaceae
59
Keningar
Cinnamomum burmanii Bl.
Lauraceae
60 61 62 63
Kerinyu Kesek Ketanan Ketirem
Euphantorium palescens Dodonaon viscose Jaeq. Isachne albens Trin Ipomoea sp
Asteraceae Sapindaceae Poaceae Convolvulaceae
64 65
Sonchus javanensis Casuarina sp
Asteraceae Casuarinaceae
66 67
Ketiu Kipres/cemor o londo Kladean Kopi
Scurulla montana Coffea arabica L.
Loranthaceae Rubiaceae
68
Krokot
Portulacaceae
69 70
Krokot Kuningan
Portulacaceae Asteraceae
Liar, tegalan Liar, tegalan
71 72 73 74 75
Lempuyang Lobak Lombok udel Lulangan Mahoni
Portulaca grandiflora Lindl. Portulaca oleracea L. Widelia montana (Bl.) Boerl. Zingiber aromaticum Val. Raphanus sativus L. Solanum capicastrum L. Eleusin indica Gaertn Swietenia mahagoni Jacq.
Budidaya, tegalan Liar, tegalan, TNBTS, Perhutani Budidaya, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan, TNBTS, Perhutani Liar, TNBTS Budidaya, rumah, jalan Liar, parasit Budidaya, tegalan, Perhutani Liar, tegalan
Poaceae Brassicaceae Solanaceae Poaceae Meliaceae
76
Mangga
Mangifera indica L.
Anacardiaceae
Liar, tegalan Meliar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Budidaya, tegalan, jalan, Perhutani Budidaya, rumah tegalan
57
Status, Lokasi Budidaya, tegalan, Perhutani Liar, Danyangan, makam, Sanggar Agung Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan
240
Lampiran 1 lanjutan No
Nama lokal
Nama Ilmiah
Suku
Status, Lokasi
77
Maribang
Hibiscus rosa-sinensis L.
Malvaceae
78 79
Allium sativum L. Sonchus javanicus Jungh.
Liliaceae Asteraceae
80
Mencogan Menjari/ Ketiu Mentigi
Budidaya, rumah, gubuk Liar, tegalan Liar, tegalan
Vaccinum varingiefolium (Bl.) Miq.
Vaccinaceae
81 82 83
Menuran Merakan Mindi
Eriglostis amabilis Chloris barbata Swarts. Melia azedarach L.
Poaceae Poaceae Meliaceae
84
Leucaena glauca Bth.
Fabaceae
Cyathea tenggeriensis
Cyatheaceae
86 87
Mlandingan/ toro Pakis Tengger Paku Paku sarang
polypodiacaea Polypodiaceae
88
Paku sayur
Adiantum tenerum Sw. Platycerium bifurcatum C.Chr. Diplazium esculentum Swartz. O. F. Cook.
89 90
Paku tangkar Paku tiang
Selliqua heterocarpa BL. Cyathea contaminans (Wall.ex Hook) Copel
Polypodiaceae Cyatheaceae
91 92 93 94 95 96
Palem raja Pandan ri Pariapo Petungan Pokak Piji
Roystonea regia Pandanus tectorius Park. Leersia hexandra Equisetum debile Roxb. Solanum torvum Sw. Pinanga coronata Blume
Arecaceae Pandanaceae Poaceae Equisetaceae Solanaceae Arecaceae
97
Pinjalan
Andropogon parviflorus
Poaceae
98
Pinus
85
99 100
Pinus merkusii Jung.& De Vr. Pisang hutan Musa balbisiana. Poo lanang, Melaleuca leucadendron L. Poo wadon
Polypodiaceae
Pinaceae Musaceae Myrtaceae
Liar,tegalan,Dan yangan, Sanggar Pamujan Liar, tegalan Liar, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Liar, tegalan Tegalan, liar Liar, tegalan, TNBTS Liar, tegalan, TNBTS, Perhutani Liar, tegalan Liar, tegalan, TNBTS, Perhutani Budidaya, jalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan, TNBTS Liar, tegalan, TNBTS Budidaya, Perhutani Liar, tegalan Budidaya, jalan, tegalan, Perhutani
241
Lampiran 1 lanjutan No 101 102 103 104 105
Nama lokal Pulutan Putihan Ranti Resep Ringin
106
Ringin (ilat- Ficus callosa Wild. ilat)
Moraceae
107 108 109 110
Mimosa pudica L. Nostorticum sp Oxalis corniculata L. Marsilea crenata Presl.
Fabaceae Brassicaceae Oxalidaceae Marseliaceae
111
Riwilkop Sawian Semanggi Semanggi gunung Senduro
Anaphalis javanica
Asteraceae
112 113
Sengketan Sengon
Achyranthes aspera L. Albizzia falcata Back.
Asteraceae Fabaceae
114 115 116 117
Sirih hutan Srigotong Sripandak Suren
Piper aduncum L. Arundinella setosa Plantago mayor L. Toona sinensis M.Roem.
Piperaceae Poaceae Campanulaceae Meliacae
118
Suruhan
119
Susuh angin
Peperomia pellucida (L.) Piperaceae Kunth. Usnea dasypoga (Acharius) Usneaceae Nilander
120
Tanalayu/ede lweis Tehan Teki Teki Telanan Telekan Tepung otot Tereside
Anaphalis longifolia
Asteraceae
Eupatorium riparium Cyperus rotundus L. Cyperus brevifolius L. Ipomoea sp Lantana camara L. Stellaria saxatilis Ham. Glericidae sepium Steud.
Asteraceae Cyperaceae Cyperaceae Convolvulaceae Asteraceae Caryophyllaceae Fabaceae
Tewel/ nongko Tibar Trabasan
Artocarpus heterophylla Lamk. Grangea maderaspatana Artemisia vulgaris L.
Moraceae
121 122 123 124 125 126 127 128 129 130
Nama Ilmiah Urena lobata L. Buddlyeja indica Lour. Solanum nigrum L. Tylophora villosa Ficus benyamina L.
Suku Malvaceae Asteraceae Solanaceae Asclepiadaceae Moraceae
Asterceae Asteraceae
Status, Lokasi Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, Budidaya, Danyangan, Sanggar Agung Liar, tegalan, Danyangan, Sanggar Pamujan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan, TNBTS Liar, tegalan Budidaya, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Budidaya, tegalan Liar, tegalan. Liar, tegalan di pohon Poo, Pinus, danglu Liar, budidaya tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan Budidaya, tegalan Budidaya, tegalan Liar, tegalan Liar, tegalan, jalan, Danyang
242
Tabel 1 lanjutan No 131 132 133
Nama lokal Trebah/Paita n/nyamu Trembesi Triwulan
Nama Ilmiah Tithonia deversifolia Gray.
Suku Asteraceae
Status, Lokasi Liar, tegalan
134
Turi
Samaea saman Merr. Euphantorium rotundifolium Sesbania grandiflora Pers.
Fabaceae Asteraceae
Budidaya, jalan Liar,tegalan
Fabaceae Malvaceae Meliaceae Fabaceae
Budidaya, tegalan Budidaya, jalan Liar, tegalan Liar, tegalan
135 136 137
Waru Wit kidang Wit ri
Hibiscus tiliaceus L. Aglaia heptandra K.et V. Mimosa invisa Mart.
243
Lampiran 2 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di tegalan masyarakat Tengger Nama Ilmiah Acacia decurrens Auct. non Wild. Adina cardifolia Hook.f. Albisia falcata sensu Backer Carica papaya L. Carica pubescens Casuarina junghuhniana L. Chyathea tenggeriensis Cinnamomum burmanii Bl. Dendrocalamus asper (Schultes f.) Back. Ex Heyne Erythrina variegata L. Gigantochloa apus Kurz. Melia azedarach L. Musa paradisiaca l. Prunus persica Sieb.& Zucc. Switenia mahagoni Jacq. Toona sinensis M.Roem Vaccinum varingiaefolium (Bl.) Miq.
Jml Ind 36
KM
KR
DM
DR
FM
FR
INP
1.64
2.40
2.52
0.05
0.73
12.90
15.36
40
1.95
2.87
2.49
0.05
0.27
4.84
7.76
13
0.59
0.87
0.38
0.01
0.18
3.23
4.10
2 2 1273
0.09 0.09 58.09
0.13 0.13 85.37
0.00 0.00 99.75
0.18 0.09 1.00
3.23 1.61 17.74
3
0.14
0.20
0.01 0.01 4,820. 36 0.04
0.00
0.09
1.61
3.36 1.75 202.8 6 1.81
20
0.91
1.34
0.01
0.00
0.27
4.84
6.18
1
0.05
0.07
0.02
0.00
0.09
1.61
1.68
9
0.41
0.60
0.20
0.00
0.55
9.68
10.28
11
0.50
0.73
0.69
0.01
0.36
6.45
7.20
16 45 10
0.73 2.05 0.45
1.07 3.01 0.67
0.30 5.04 0.15
0.01 0.10 0.00
0.09 0.73 0.64
1.61 12.90 11.29
2.69 16.01 11.96
3
0.14
0.20
0.03
0.00
0.09
1.61
1.81
12
0.55
0.80
0.19
0.00
0.18
3.23
4.03
1
0.05
0.07
0.00
0.00
0.09
1.61
1.68
1497
68.41
100.53
4,832.4
100.00
100.00
300.53
5.64
244
Lampiran 3 Indek Nilai Penting (INP) jenis perdu di lahan tegalan masyarakat Tengger Nama Ilmiah Acacia decurens Willd Achiranthes bidentata Bl. Artemisia vulgaris Brugmansia suaveolens Barcht.& Presl. Buddleja asiatica Lour. Calliandra haematocephala Hassk Canna edulis Kerr. Carica pubescens Casuarina rumphiana Miq. Citrus sinensis Osb. Coffea arabica L. Crotalaria striaca DC. Curculigo capitulata O.K. Eugenia aromatica O.K. Eupatorium inulifolium Eupatorium rotundifolium Eupatotium sp Euphorbia pulcherrima Wild. Foeniculum vulgare Fuchsia hybrida Merr. Glericidae sepium (Jacq.) Walp. Gynura procumbens (Lour.) Merr. Hibiscus tiliaceus L. Lantana camara L.
KM KR DM DR FM FR INP 0.00 0.78 346.50 1.33 0.18 1.54 3.65 0.00
0.26
201.14
0.77
0.09
0.77
1.80
0.02 0.01
6.48 2.33
1,886.50 1,386.00
7.24 5.32
0.64 0.73
5.38 6.15
19.10 13.80
0.00
1.04
113.14
0.43
0.36
3.08
4.55
0.00
0.52
28.29
0.11
0.09
0.77
1.40
0.03 0.00 0.00
9.59 0.52 0.26
7,241.14 201.14 7.07
27.78 0.77 0.03
0.45 0.18 0.09
3.85 1.54 0.77
41.21 2.83 1.06
0.00 0.02 0.00
0.26 5.44 0.52
3.14 1,886.50 12.57
0.01 7.24 0.05
0.09 0.45 0.09
0.77 3.85 0.77
1.04 16.52 1.34
0.00
0.26
28.29
0.11
0.09
0.77
1.14
0.00
0.26
7.07
0.03
0.09
0.77
1.06
0.05
15.54
2,043.64
7.84
0.36
3.08
26.46
0.02
4.40
1,757.87
6.74
0.82
6.92
18.07
0.02 0.00
6.99 0.26
415.64 12.57
1.59 0.05
0.27 0.09
2.31 0.77
10.90 1.08
0.01 0.00
3.63 0.78
551.77 19.64
2.12 0.08
0.64 0.18
5.38 1.54
11.13 2.39
0.00
0.78
201.14
0.77
0.18
1.54
3.09
0.00
0.52
201.14
0.77
0.18
1.54
2.83
0.01 0.01
2.33 3.89
254.57 962.50
0.98 3.69
0.45 0.55
3.85 4.62
7.15 12.19
245
Lampiran 3 lanjutan Nama Ilmiah Leucaena leucocephalla (Lam.) de Wit Lycopersicum esculentum Mill. Monihot utilisima Pohl. Morus alba L. Nosturtium sp Physalis angulata L. Plumeria acuminata W.T. Aiton Pyrus malus L. Ricinus comunis L. Rubus rosaefolius
KM KR DM DR FM FR INP 0.00 1.30 314.29 1.21 0.36 3.08 5.58
0.01
1.55
63.64
0.24
0.18
1.54
3.34
0.01
2.59
201.14
0.77
0.09
0.77
4.13
0.00 0.00 0.00 0.00
0.26 0.26 0.78 0.26
7.07 3.14 19.64 28.29
0.03 0.01 0.08 0.11
0.09 0.09 0.27 0.09
0.77 0.77 2.31 0.77
1.06 1.04 3.16 1.14
0.00 0.01 0.01
0.78 3.37 2.59
38.50 1,964.29 452.57
0.15 7.54 1.74
0.18 0.82 0.64
1.54 6.92 5.38
2.46 17.83 9.71
0.00
0.52
50.29
0.19
0.18
1.54
2.25
0.00 0.00
0.52 0.52
201.14 12.57
0.77 0.05
0.09 0.18
0.77 1.54
2.06 2.10
0.00
0.26
3.14
0.01
0.09
0.77
1.04
0.02
5.18
1,386.00
5.32
0.55
4.62
15.11
0.00
0.26
28.29
0.11
0.09
0.77
1.14
0.04 11.40 1,521.14 0.35 100.00 26,064.14
5.84 100.00
J.E. Smith. Sacharum officinarum L. Sacharum sp Sechium edule (Jacq.) Swartz Solanum involucratum Bl. Tithonia diversifolia Gray. Vaccinum varingiafolium (Bl.) Miq. Zea mays L.
0.45 3.85 21.08 11.82 100.00 300.00
246
Lampiran 4 Nilai Indek Penting (INP) jenis herba di lahan tegalan masyarakat Tengger Nama ilmiah Achiranthes bidentata Bl. Allium fistulosum L. Amaranthus spinosus L. Artemisia arvensis Axonopus compressus P.B. Brassica oleracea L. Brassica rapa Brassica sp Calocasia esculenta (L.) Schott. Canna edulis Ker. Capsicum fructescens L. Centela asiatica Urb. Centrosoma pubesens Bth. Chloris barbata auct. non Sw. Comelina nodiflora L. Cynodon dactylon Pers. Cyperus monocephala L. Cyperus rotundus L. Eleusine indica Gaertn. Emilia sonchifolia DC. Equisetum debile Roxb. Eragostis amabilis (L.) W.& A.
KM 1.955
KR 6.585
DM 1359.049
DR 30.107
FM 0.909
FR 5.917
INP 42.609
0.409
1.378
68.580
1.519
0.273
1.775
4.673
0.159
0.536
3.497
0.077
0.273
1.775
2.389
0.477
1.608
8.635
0.191
0.364
2.367
4.166
0.318
1.072
13.987
0.310
0.182
1.183
2.565
0.159
0.536
1.784
0.040
0.182
1.183
1.759
0.045 0.250 0.068
0.153 0.842 0.230
0.642 144.511 64.227
0.014 3.201 1.423
0.091 0.182 0.182
0.592 1.183 1.183
0.759 5.227 2.836
0.159
0.536
28.545
0.632
0.182
1.183
2.352
0.045
0.153
4.567
0.101
0.091
0.592
0.846
0.682
2.297
28.545
0.632
0.273
1.775
4.705
0.023
0.077
0.285
0.006
0.091
0.592
0.675
0.045
0.153
0.285
0.006
0.091
0.592
0.751
0.114
0.383
2.569
0.057
0.182
1.183
1.623
2.886
9.724
515.602
11.422
0.909
5.917
27.064
1.273
4.288
55.949
1.239
0.909
5.917
11.444
0.341
1.149
23.122
0.512
0.364
2.367
4.028
1.386
4.671
274.322
6.077
0.636
4.142
14.890
0.091
0.306
1.784
0.040
0.091
0.592
0.938
1.114
3.752
114.182
2.529
0.364
2.367
8.648
0.295
0.995
8.635
0.191
0.182
1.183
2.370
247
Lampiran 4 Lanjutan Nama ilmiah Eupatorium inulifolim H.B.K. Euphorbia hirta L. Foeniculum vulgare Mill. Grangea sp Gynura procumbens Imperata cylindrica (L.) Beauv. Ipomoea batatas (L.) Lamk. Ipomoea sp Isachne rhabdiana (Steud.) Leersia hexandra Mimosa pudica L. Mucuna pruriens DC. Oxalis corniculata L. Paspalum longifolium Roxb. Paspalum srobiculatum Pennisetum purpureum
KM 1.727
KR 5.819
DM 329.985
DR 7.310
FM 0.909
FR 5.917
INP 19.047
0.045
0.153
0.642
0.014
0.091
0.592
0.759
0.091
0.306
13.987
0.310
0.364
2.367
2.983
0.045 0.153 0.285 0.006 0.091 0.592 0.751 0.045 0.153 0.285 0.006 0.091 0.592 0.751 1.955
6.585
380.297
8.425
0.636
4.142
19.152
0.045
0.153
0.285
0.006
0.091
0.592
0.751
0.045 0.045
0.153 0.153
0.642 1.142
0.014 0.025
0.091 0.091
0.592 0.592
0.759 0.770
0.568
1.914
13.987
0.310
0.545
3.550
5.774
0.023
0.077
0.285
0.006
0.091
0.592
0.675
0.409
1.378
12.060
0.267
0.182
1.183
2.829
0.023
0.077
0.071
0.002
0.091
0.592
0.670
0.864
2.910
37.751
0.836
0.727
4.734
8.480
1.682
5.666
283.242
6.275
0.636
4.142
16.083
1.364
4.594
87.420
1.937
0.545
3.550
10.081
0.045
0.153
7.136
0.158
0.091
0.592
0.903
0.295
0.995
12.060
0.267
0.273
1.775
3.038
0.068
0.230
2.569
0.057
0.091
0.592
0.878
0.023
0.077
0.285
0.006
0.091
0.592
0.675
0.023
0.077
0.285
0.006
0.091
0.592
0.675
Schumach. Physalis angulata L. Plantago mayor L.s.l. Portulaca oleracea Sellequa heterocarpa Bl. Sida rhombifolia L.
248
Lampiran 4 Lanjutan Nama ilmiah Sinedrella nodiflora Solanum tuberosum L. Sonchus arvensis L. Sonchus javanicus Jungh. Spigula aevensis Widelia montana (Bl) Boerl. Widelia sp Zea mays L.
KM 0.795
KR 2.680
DM 5.780
DR 0.128
FM 0.182
FR 1.183
INP 3.991
0.091
0.306
1.142
0.025
0.091
0.592
0.923
0.023
0.077
0.642
0.014
0.091
0.592
0.683
0.318
1.072
55.949
1.239
0.455
2.959
5.270
3.386 2.750
11.409 9.265
339.762 200.460
7.527 4.441
0.545 0.727
3.550 4.734
22.486 18.439
0.523 1.761 0.045 0.153 29.682 100.000
1.784 0.040 0.182 1.183 2.984 0.285 0.006 0.091 0.592 0.751 4514.107 100.000 15.364 100.000 300.000
249
Lampiran 5 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di lahan Komplangan Perhutani Kabupaten Malang Nama Ilmiah Ardina cardifolia Hook.f Cinnamomum burmanii Bl. Cyathea tenggeriensis Erythrina variegata L. Melaleuca leucadendron L. Musa paradisiaca L. Pinus merkusii Jungh. De. Vr. Swietenia mahagoni Jacq. Toona sinensis M. Roem
KM 10.00
KR 9.52
DM 2.26
DR 1.65
FM 0.25
FR 7.69
INP 18.87
0.50
0.48
0.01
0.01
0.25
7.69
8.17
0.50
0.48
0.02
0.01
0.25
7.69
8.18
2.00
1.90
0.77
0.56
0.50
15.38
17.85
17.50
16.67
76.93
56.28
0.25
7.69
80.64
27.50 16.00
26.19 15.24
20.69 31.79
15.14 23.26
0.75 0.50
23.08 15.38
64.40 53.88
20.00
19.05
1.00
0.74
0.25
7.69
27.48
11.00
10.48
3.21
2.35
0.25
7.69
20.52
105.00
100.00
136.68
100.00
3.25 100.00 300.00
250
Lampiran 6 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon lahan di Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang Nama Lokal Aren
Ringin
Nama Ilmiah Arenga pinnata (Wurm.) Merr. Artocarpus elasticus Reinw. Ficus callosa Wild. Hymenodicty on exelsum Wall. Muraya paniculata Jack. Pandanus tectorius Park. Carica papaya L. Ceiba petandra Gaertn. Ficus benyamina L. Ficus sp
Tapasan
Tiliacae
Bendo
Ilat-ilat
Jati awang Kemuning
Pandan ri
Pepaya Randu
Ringin
jml
KM
KR
DM
DR
FM
FR
INP
7
0.016
31.818
87.529
9.170
1.000
9.091
50.079
2
0.004
9.091
20.347
2.132
1.000
9.091
20.314
1
0.002
4.545
109.02 8
11.423
1.000
9.091
25.059
3
0.007
13.636
4.019
0.421
1.000
9.091
23.148
1
0.002
4.545
0.504
0.053
1.000
9.091
13.689
1
0.002
4.545
0.393
0.041
1.000
9.091
13.677
1
0.002
4.545
0.698
0.073
1.000
9.091
13.709
1
0.002
4.545
0.698
0.073
1.000
9.091
13.709
3
0.007
13.636
628.00 0
65.795
1.000
9.091
88.522
1
0.002
4.545
10.527
1.000
9.091
24.163
1
0.002
4.545
100.48 0 2.791
0.292
1.000
9.091
13.929
954.487
100.000
11.000
100.000
300.000
0.049
100.000
251
Lampiran 7 Indek Nilai Penting (INP) jenis perdu di Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Malang Nama lokal Cubung Palem Penitian
Nama Ilmiah Brumansia suaviolen B.& Pr. Areca sp Glericidae sepium (Jacq.) Walp.
jml
KM
KR
DM
DR
7
0.28
77.78
0.62
96.08
1 1
0.04 0.04
11.11 11.11
0.01 0.01
0.36
100.00
0.64
FM
FR
INP
1.00
33.33
207.19
1.96 1.96
1.00 1.00
33.33 33.33
46.41 46.41
100.00
3.00
100.00
300.00
252
Lampiran 8 Keanekaragaman jenis buah-buahan di masyarakat Tengger No.
Nama lokal
Nama Ilmiah
Suku
Distribusi
1
Anggur
Vitis vinifera L.
Vitaceae
Luar,lokal
Bagian digunakan Buah
2
Apel
Pirus malus Mill.
Rosaceae
Lokal
Buah
3
Apokat
Lauraceae
Lokal
Buah
4 5
Besaran Blimbing
Moaceae Oxalidaceae
Lokal Lokal, luar
Buah Buah
6
Cimplukan
Solanaceae
Lokal, liar
Buah
7
Delima
Punicaceae
Lokal
Buah
8
Durian
Bombaceae
Luar, lokal
Buah
9
Empos
Persea americana Mill. Morus alba L. Averrhoa carambola L. Physalis minima L. Punica granatum L. Durio zibethinus Murr. Maclura sp
Moraceae
Buah
10
Eugenia cymosa Lamk. Rubus rosifolius Smith. Eugenia jambos L.
Myrtaceae
Buah
Rosaceae
12
Gigit mantung Grunggung/ calingan Jambu air
Lokal, hutan Lokal, hutan Lokal
Myrtaceae
Luar, lokal
Buah
13
Jambu air
Myrtaceae
Lokal, luar
Buah
14
Jambu jono
Eugenia aquea Burm.f. Prunus sp
Myrtaceae
Lokal
Buah
15
Jambu klutuk
Myrtaceae
Lokal, luar
16
Jambu wer
Myrtaceae
Lokal
Buah
17
Jeruk bali
Rutaceae
Lokal, luar
Buah
18 19
Jeruk purut Jeruk pecel
Rutaceae Rutaceae
Lokal, luar Lokal
Buah Buah
20
Jeruk siyem
Rutaceae
Lokal, luar
Buah
21
Kersen
Psidium guajava L. Prunus persica Zieb&Zucc Citrus maxima Merr. Citrus sp Citrus aurantifolia Swingle. Citrus sinensis Osb. Mutingia calabura L.
Tiliaceae
Lokal
Buah.
11
Buah
253
Lampiran 8 Lanjutan No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Suku
Distribusi
22
Kesemek
Diospyros kaki L.
Ebenaceae
Luar
Bagian digunakan Buah
23
Klengkeng
Sapindaceae
Lokal, luar
Buah
24
Klopo
Euphoria longana Lam. Cocos nucifera L.
Arecaceae
Luar
Buah
25
Lo gondang
Moraceae
Mangga
Sapindaceae
Lokal, hutan Luar/lokal
Buah hutan
26 27
Manggis
Guttiferae
luar
Buah
28
Mentigi
Vaccinaceae
Buah
Buah hutan
29
Mentimun
Cucurbitaceae
Luar
Buah
30
Mlanding
Fabaceae
Lokal
Buah
31
Nanas
Bromeliaceae
Luar
Buah
32
Pepaya/kates
Ficus glomerata Roxb. Mangifera indica L. Garcinia mangostana L. Vaccinum varingiafolium (Bl.) Miq. Cucumis sativus L. Leucaena leucocephala De Wit. Ananas comusus (L.) Merr. Carica papaya L.
Caricaceae
Lokal, luar
Buah
33
Pisang agung
Musaceae
Luar, lokal
Buah
34
Musaceae
lokal
Buah
35
Pisang ambon Pisang candi
Musaceae
Luar,lokal
Buah
36
Pisang cici
Musaceae
Lokal
Buah
37
Pisang gajih
Musaceae
Luar, lokal
Buah
38
Musaceae
Luar, lokal
Buah
39
Pisang gendruwo Pisang raja
Musaceae
Lokal
Buah
40
Pisang salek
Musaceae
Lokal
Buah
41
Rukem
Flacourtiaceae
Lokal
Buah hutan/liar
Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. cv. Ambon Musa paradisiaca L. cv. Candi Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. cv. Gajih Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. cv. Rojo Musa paradisiaca L. cv. Salik Flacourtia rukam Zoll.& Mor.
Buah
254
Lampiran 8 Lanjutan No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Suku
Distribusi
42
Salak
Aracaceae
Luar
43 44
Srikoyo Srikoyo
Caricaceae Annonaceae
lokal lokal
Buah Buah
45 46
Sroberi Tebu ireng
Rosaceae Poaceae
Lokal Lokal
Buah Batang
47
Solanaceae
Lokal
Buah
48
Terong Londo Tewel
Moraceae
Lokal, luar
Buah
49
Tomat
Salacca edulis Reinw. Carica pubescent Annona squamosa L. Fragraria vesta L. Sacharum officinarum L. Cyphomandra betacea Artocarpus heterophylla L. Solanum tuberosum L.
Bagian digunakan Buah
Solanaceae
Lokal
Buah
255
Lampiran 9 Keanekaragaman jenis tumbuhan bumbu, pewarna, rokok dan kecantikan No. 1
Nama lokal Asem
2
4
Bawang bombai Bawang merah Beras
5
Cengkeh
6
Gambir
7
Ganjan
8
Jae
9
Jarak
10
Jeruk nipis
11
Kemiri
12
Kencur
13
Ketirem
Ipomoea sp
Convolvulaceae
14
Ketumbar
15
Klandingan
Coriandrum sativus L. Albizia lophanta
16
Klembak
17
Klopo
18
Kluek
19
Kunci
3
Nama Ilmiah Tamarindus indica L. Allium cepa L.
Suku Fabaceae
Kegunaan, asal Bumbu, luar
Organ Buah
Liliaceae
Bumbu, luar
Allium cepa L.
Liliaceae
Bumbu, luar
Oriza sativa L.
Poaceae
Eugenia aromatica O.K. Uncaria gambir Roxb. Artemisia vulgaris L. Zingiber officinale l. Ricinus comunis L. Citrus aurantifolia L. Aleurites moluccana (L.) willd. Kaempferia galanga L.
Myrtaceae
Pemutih wajah, luar Rokok, lokal
Batang semu Batang semu Biji
Verbenaceae
Nginang/kecanti kan,warna, luar Rokok, lokal
Batang, akar Daun Rhizoma
Euphorbiaceae
Minuman/bumb u, lokal, luar Bumbu, lokal
Rutaceae
Bumbu, lokal
Euphorbiaceae
Bumbu, lokal, luar
Daun, buah Biji
Zingiberaceae
Apiaceae
Bumbu, pembersih wajah, lokal, luar Sayuran, lalapan, lokal Bumbu, lokal
Fabaceae
Lalapan, lokal
Buah
Rokok, luar
Batang
Bumbu, minyak/pewarna , campuran pewangi, luar Bumbu masak , (rawon), luar Bumbu, lokal, luar
Buah, biji, sepet dibakar
Asteraceae Zingiberaceae
Rheum officinale Polygonaceae Baill. Cocos nucifera L. Arecaceae
Pangium edule Reinw. Kaempferia angustifolia Rosc.
Buah
Flacourtiaceae Zingiberaceae
Biji
Rhizoma
Daun Buah
Biji Rhizoma
256
Lampiran 9 Lanjutan No 20
Nama lokal Kunir/kunyit
21
Laos
22
Lombok kriting Lombok rawit
23 24 25
Lombok terong Mbako
26
Melati
27
Mencogan/ bawang putih
28 29
Mrico Pacar
30
Pandan suji
31
Pandan wangi
32
Pokak
33
Ranti
34
Salam
35
Sereh
36
Nama ilmiah Curcuma domestica Val. Alpinia galanga (L.) Willd. Capsicum annuum L. Capsicum frutescen L. Capsicum sp. Nicotiana tabacum L. Jasmicum sambac Ait. Allium sativum L.
Piper nigrum L. Lawsonia inermis L. Pleumele angustifolia N.E.Brown. Pandanus amaryllifolius L. Solanum torvum Sw. Solanum nigrum L. Eugenia polyantha Wight.
Suku Zingiberaceae
Kegunaan, asal Penyedap, pewarna lokal Bumbu, lokal
Organ Rhizoma
Buah
Solanaceae
Bumbu/sambal, lokal Bumbu/sambal, lokal Bumbu/sambal, lokal Rokok, lokal
Oleaceae
Pewangi, lokal
Bunga
Liliaceae
Bumbu, lokal
Piperaceae Lythraceae
Bumbu, luar Cat kuku, lokal
Liliaceae
Pewarna, lokal
Batang semu, daun Biji Buah, bunga Daun
Pandanaceae
Penyedap, pewangi, lokal Lalapan, sayur lokal Lalapan, lokal
Zingiberaceae Solanaceae Solanaceae Solanaceae
Solanaceae Solanaceae Myrtaceae
Sledri
Andropogon nardus L. Apium graveolens
Apiaceae
37
Sirih
Piper betle L.
Piperaceae
38
Temulawak
Zingiberaceae
39
Tropong/bawa ng prei
Curcuma xanthorhiza Roxb. Allium fistulosum L.
40
Waru
Hibiscus tiliaceus L.
Poaceae
Bumbu penyedap lokal, luar Bumbu, lokal Penyedap, sayur, lokal Nginang, lokal, luar Minuman, luar, lokal
Liliaceae
Bumbu, sayur, lokal
Malvaceae
Warna bibir, lokal
Rhizoma
Buah Buah Daun
Daun Buah Buah, daun Daun
Batang, daun Batang, daun Daun Rhizoma
Batang semu, daun Bunga
257
Lampiran 10 Keanekaragaman jenis tumbuhan bahan bangunan,teknologi lokal, tali-temali, seni, pembungkus dan kayu bakar No 1
Suku
Kegunaan, asal
Acacia decurens Willd. Imperata cylindrica Beauv. Trema orientatalis Bl. Arenga pinnata (Wurb.)Merr. Gigantochloa apus Kurz.
Fabaceae
Bangunan, kayu bakar, (lokal) Bangunan atap, petra, (lokal) Bangunan, kayu bakar, (lokal) Menulis, (lokal)
Poaceae
Bagian digunakan Batang
Alangalang
3
Anggrung
4
Aren
5
Bambu jajang
6
Bambu betung
Dendrocalamus asper (Shultes f.) Back. Ex Heyne
Poaceae
7
Bambu ori
Bambusa vulgaris Schrad.
Poaceae
8
Bambusa bambos Backer. Musa paradiaca L. Agathis alba Foxw
Poaceae Musaceae
Tali, (lokal)
Batang
10
Bambu loring Batang pisang Damar
Tali, kayu bakar, kranjang, pikulan, welat, petra, benjor, sigiran, ongkek, gedek, getek, lanjaran, layanglayang, tutus, lokal Bangunan rumah, gubuk, pikulan, kayu bakar, sigiran, petra, ongkek, gedek, getek, lanjaran, (lokal) Bangunan, welat(alat potong puser), kranjang, pikulan, (lokal) Benjor, (lokal)
Araucariac eae
Batang,
11
Ganjan
Asteraceae
12
Jabon
Artemisia vulgaris L. Adina cardifolia Hook.f.
Bangunan/papan/pe rkakas/kayu bakar, (lokal) Pupuk (lokal)
13
Jabungan /telasih Jambu air
Eupatorium sp
Asteraceae
Kayu bangunan, cagak, kayu bakar (lokal) Kayu bakar (lokal)
Eugenia jambos
Myrtaceae
Kayu bakar (lokal)
14
Nama ilmiah
2
9
Nama lokal Akasia
Ulmaceae Arecaceae Poaceae
Rubiaceae
Batang, daun Batang Daun Batang
Batang
Batang
Batang
Batang, daun Batang
Batang Batang
258
Lampiran 10 Lanjutan No
Nama lokal Jambu wer
Nama ilmiah
Suku
Prunus persica Sieb. & Zucc.
Rosaceae
16
Kaliandra
Fabaceae
17
Kayu kamper
18
Kayu pinus
Calliandra haematocephala Hassk. Cinnamomum camphora Ness & Eberm. Pinus merkusii L.
19
Kayu cemara
Casuarina junghuhniana L.
Casuarinaceae
20
Kayu dadap
Erythrina variegata L.
Fabaceae
21
Kayu danglu Kayu jati
Engelhardia spicata L. Tectona grandis L.
Juglandaceae
23
Kayu Kebek
Moraceae
24
Kayu kembang
Ficus grossulasioides Burm.f. Michelia velutina Bl.
25
Kayu kidang
Aglaia heptandra K.et V.
15
22
Dipterocarpa ceae Pinaceae
Lauraceae
Magnolia-ceae
Meliaceae
Kegunaan, asal Kayu bakar/banguna n, teknologi lokal, pegangan pacul, arit (lokal) Bangunan, kayu bakar (lokal) Bangunan rumah,pintu (luar) Bangunan, getah, kayu bakar, (lokal) Bangunan, cagak,kayu bakar, kerajinan, lumpang, alu, tangkai pacul (kayu utama Tengger),( lokal) Bangunan, papan, kayu bakar, seni (lokal) Lumpang, kayu bakar (lokal) Bahan bangunan, cagak, pintu (lokal, luar) Ritual, kayu bakar (lokal) Bangunan, cagak rumah,kayu bakar (lokal) Kayu bakar, tangkai arit, limbat (lokal)
Bagian digunakan Batang
Batang
Batang,
Batang
Batang
Batang
Batang Batang
Batang
Batang
Batang
259
Lampiran 10 lanjutan No 26
27
28
29
30 31 32 33
34
35
36 37 38 39
40 41
Nama lokal Kayu kipres/ce mara londo Kayu meranti
Nama ilmiah
Suku
Casuarina rumphiana Miq.
Pinaceae
Kegunaan, asal
Bagian digunakan Batang
Kerajinan, pikulan, gagang arit, pisau (lokal) Shorea Dipterocarpace Bangunan Batang acuminata Dyer. ae rumah.pintu (luar) Batang, akar Kayu Cyathea Cyatheaceae Bangunan pakis tenggeriensis cagak gubuk, Tengger tempat anggrek (lokal) Kayu Quercus Fagaceae Bahan bangunan, Akar, pasang crassinervis Bl. teknologi lokal batang dingklik (lokal), Kayu poh Alstronia Apocynaceae Bahan bangunan, Batang macrophylla L. lumpang, (lokal) Kayu Swietenia Meliaceae Bangunan, kayu Batang mahoni mahagoni Jacq. bakar (lokal) Kayu Albisia falcata Fabaceae Bangunan, kayu Batang sengon bakar (lokal) Kayu Artocarpus Moracaeae Bangunan, kayu Batang tewel heterophylla L. bakar, lumpang (lokal) Kayu Hibiscus tiliaceus Malvaceae Tali, kayu. Kulit waru L. Bangunan, bakar batang (lokal) Kemladi Leucaena Fabaceae Kayu bakar Batang ngan leucocephalla bangunan, tangkai (Lam.) de Wit. pecok (lokal) Klanding Albitzia montana Fabaceae Kayu bakar, lalapan Batang, an Benth. (lokal) daun, buah Klopo Cocos nucifera L. Arecaceae Pembungkus, umbul- Daun umbul (luar) Mindi Melia azedarach Meliaceae Kayu bangunan. Batang L. Kayu bakar (lokal) Lauraceae Bangunan, kayu Batang Nyampu Litsea volutina bakar. (lokal), topeng h Boerl. Gubuklakah OcekCrotalaria Fabaceae Pupuk (lokal) Batang, ocek striaca D.C. daun Pakis/wit Cyathea Cyatheaceae Bangunan gubuk, Batang, pakis contaminans tempat media akar (Wall.exHook.)C anggrek (lokal) opel.
260
Lampiran 10 Lanjutan No
Nama ilmiah
Suku
42
Nama lokal Pampung
Unanthe javanica
Moraceae
43
Poo
Myrtaceae
44
Prenjalin/ rotan Salam
Melaleuca leucadendron L. Calamus javensis Bl. Eugenia polyantha Wight. Albizia falcataria (L,) Wielsen. Thitonia diversifolia Gray.
45 46 47
48 49
Sengon laut Srengege / jabongan /paitan, nyamu Suren
50
Tanalayu , gubahan, edelweis Tehan
51
Telekan
52
Tlotok
53
Trabasan
Toona sinensis M.Roem. Anaphalis longifolia
Eupatorium riparium Reg. Lantana camara L. Curculigo capitulata (Cour.) Kunze Artemisia vulgaris L.
Arecaceae Myrtaceae Fabaceae Asteraceae
Meliaceae
Kegunaan, asal
Bagian digunakan Bangunan, kayu Batang, bakar, topeng, petra daun (lokal) Bangunan, kayu Batang, bakar (lokal) Tali, tari UjungBatang ujungan (lokal) Bangunan, kayu Batang bakar (lokal, luar) Bangunan, kayu Batang bakar (lokal) Kayu bakar, Batang, hiasan,tali (lokal) kulit batang, bunga Batang
Asteraceae
Bangunan, kayu bakar (lokal) Hiasan, petra
Asteraceae
Pupuk (lokal)
Asteraceae Amaryllid aceae
Kayu bakar, pupuk (lokal) Pembungkus, ritual petra (lokal)
Batang, daun Batang, daun Daun
Asteraceae
Kayu bakar, pupuk
Bunga
Batang, daun
261
Lampiran 11 Index of Cultural Significance (ICS) dan keanekaragaman jenis Tumbuhan dan jamur dimanfaatkan dan liar masyarakat Tengger No 1. 2 3
Nama lokal Adas Agave Akasia
4 5 6 7
Alamanda Alang-alang Andewi Andong
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Anggrek Anggrek tanah Anggrung Anggur Anting-anting Apel Apokat Aren Asam Aseman/surengan Astruli
19 20 21
Awar-awar Bakung Bambu betung
22 23
Bambu jajang Bambu loring
24 25 26 27 28 29 30
Bambu ori Bandotan Banyon Bawang bombai Bawang merah Bawang prei Bawang putih/mencoga Bayam sayur Bayam duri Begonia
31 32 33
Nama Ilmiah Foeniculum vulgare Mill. Agave angustifolia Haw. Acasia auriculiformis A.Cunn.ex Benth. Allamanda cathartica L. Imperata cylindrica (L.) Beauw. Cichorium endivia L. Cordaline fructicosa (L. ) A. Chev. Dendrobium sp Spatoglotis plicata Bl. Trema orientalis Bl. Vitis vinifera L. Fuchsia hybrid Hort. Pyrus malus L. Persea americana Miller Arenga pinnata(Wurm.) Merr.) Tamarindus indica L. Achyranthes bidentata Bl. Pennisetum purpureum Schumach. Ficus septica Burm.f. Crinum asiaticum L. Dendrocalamus asper (Schult.)Backer Gigantochlea apus Kurs. Bambusa multiplex Auct. Non Raeusch. Bambusa vulgaris Schrad. Ageratum conyzoides L. Sonchus sp Allium cepa L. Allium cepa L. Allium fistulosum L. Allium sativum L.
ICS 18 6 14
Amaranthus hybridus L. Amaranthus spinosus L. Begonia longifolia Kuiz.ex Puv.
15 3 6
12 32 16 24 6 6 20 12 18 32 19 16 20 14 68 2 4 64 68 18 18 6 15 14 18 85 21
262
Lampiran 11 Lanjutan No 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Nama lokal Benguk Bentul Berakan Beringin Besaran Binahong Blimbing Brokoli Bugenvil Buncis Cakar kucing Calingan Cemara Cemoro norfolk
48 49 50 51 52
Cemplukan Cengkeh Cimplukan Cocor bebek Cubung
53 54 55 56 57 58 59 60
Cubung biru Dadap Digitalis abang Damar Damarwojo Danglu Delima Dibal
61 62 63 64 65 66 67 68
Dringu Duren Ecek-ecek Empikan Empos Empritan Endogan Entongan
69
Ercis/tomeo/kapri
Nama Ilmiah Mucuna pruriens DC. Xanthosoma violacium Schott. Synedrella nodiflora (L.) Gaertn. Ficus benyamina L. Morus alba L. Basella rubra L. Averhoa carambola L. Brassica oleracea L. Bougainvilea spectabilis Wild. Phaseolus vulgaris L. Polyscias fructicosa Harms. Centella asiatica Urb. Casuarina junghuhniana Miq. Araucaria heterophylla (Salisb.) Franco. Nicandra physalodes Eugenia aromatica O.K. Physalis angulata L. Kalanchoe pinnata Pers. Brugmansia suaveolens Barcht.& Presl. Datura metel L. Erythrina variegata L. Digitalis purpurea L. Agathis alba Foxw. Spergula arvensis L. Engelhardia spicata L. Punica granatum L. Isachne rhabdiana (Steud.) Ohwi Acorus calamus L. Durio zibethinus Murray Crotalaria striaca DC. Centrosoma pubesens Bth. Maclura sp Eragrostis amabilis (L.) W.& A. Polygalaceae Nopalea cochenillifera SalmDyck.
Pisum sativum L.
ICS 16 25 6 26 18 8 16 20 22 22 10 9 86.5 21 10 16 21 6 20 3 24 9 36 9 30 6 9 24 12 8 8 8 9 6 6 18
263
Lampiran 11 Lanjutan No 70
Nama lokal Euphorbia
71 72 73 74 75 76 77 78
Flamboyan Gambir Gandum Gandum/jagung Ganjan Ganyong Gembokan Genggeng
79 80 81 82 83 84
Gewor Gigit mantung Gladiol Glagah Grinting Gronggong
85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
Grunggung Gude Ijoan Intil-intil wedus/calincin Jabon Jae Jae wono Jambe Jambu air Jambu jono Jambu klutuk Jambu wer Jamur grigit Jamur impes
99
Jamur kayu
100 101
Jamur krucu Jamur kuping/bibir Jamur pasang Jamur siung
102 103
Nama Ilmiah Euphorbia splendens Bojer ex Hook. Delonix regia Raf. Uncaria gambir Roxb. Triticum sativum L. Zea mays L. Eupatorium sp Canna edulis Kerr. Asteraceae Microstegium rufisticum (Steud.) A. Camus
ICS 6 6 21 14 47 12 18 6 18
Comelina nodiflora L. Eugenia sp Gladiolus gandavensis v.Houtte Saccharum spontaneum L. Cynodon dactylon Pers. Erianthus arundinaceus (Retz.) Jeswiet. Rubus rosaefolius J.E. Smith. Cajanus cajan (L.) Mill. Paspalum sp Oxalis corniculata L.
4 8 10 9 9 15
Adina cardifolia Roxb. Zingiber officinale Roxb. Zingiber officinale Rosc. Areca catechu L. Eugenia aquea Burm.f. Prunus pesica Zieb&Zucc. Psidium guajava L. Prunus persica Zieb&Zucc. Schizophyllum aineum Calvatia borista (L.) Van. Overeem. Ganoderma cochlear (Bl. et Nees)Murrill. Polyporaceae Auricularia polystricha (Montagne)Saccardo
24 17 17 32 12 33 12 33 12 3
Pleuratus sp
12 8
Polyporaceae
25 17 6 9
3 9 12
264
Lampiran 11 Lanjutan No 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117
Nama lokal Jamur wulan Jarak gunung Jarak pager Jaringan/jlabrang Jati Jati belanda Jelantir/jonggol Jeruk bali Jeruk manis Jeruk pecel Jukut Kacuk bedes Kaktus tiyang Kaliandra
118 119 120
Kalomento Kapuk randu Kawatan
121 122
Kayu ampet Kayu kamper
123 124 125 126 127 128 129 130
Kayu kebek Kayu kembang Kayu pasang Kayu pule Keladi hias Kelor Kemangi Kembang hias
131
Kembang merak
132
Kembang srengene/trebah/p aitan/nyamu Kemenyan Kemiri Kemuning Kencur
133 134 135 136
Nama Ilmiah Polyporaceae Ricinus comunis L. Jathropa curcas L. Paspalum srobiculatum Tectona grandis L.f. Quasoma ulmifolia Emilia sonchifolia (L.) DC. Citrus maxima Merr. Citrus aurantium Swing. Citrus hystrix DC. Paspalum longifolium Roxb. Oxalis corniculata Cereus peruvianus (L.) Mill. Calliandra haematocephala Hassk. Leersia hexandra Swartz. Ceiba petandra (L) Gaerth. Axonopus compressus (Sw.) Beauv. Astronia macrophylla L. Cinnamomum camphora T. Fries Ficus grassulasioides Burm.f. Michelia velutina L. Quercus lincata Bl. Alstonia shcolaris R.Br. Caladium bicolor (Ait.) Vent. Moringa oleracea Lamk. Oscimum basilicum L. Dieffenbachia sequine (Jacq.) Schott. Caesalpinia pulcherima (L.) Swartz. Tithonia diversifolia Gray.
ICS 8 45 10 6 14 3 5 12 20 20 9 9 6 25
Styrax benzoin Dryand. Aleurites moluccana Willd. Muraya paniculata (L.) Jack. Kaempferia galangal L.
20 9 12 17
4 6 10 9 12 10 22 9 14 4 4 9 12 6 26
265
Lampiran 11 Lanjutan No 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167
Nama lokal Kenikir Keningar Kenongo Kentang Kersen Kerut Kerinyu Kesek Kesemek Ketanan Ketirem Ketiu/menjari Ketumbar Kidangan/kayu kidang Kipres Klandingan Klembak Klopo Kobis Koleus Kolonjono Kopi Krangean krokot Kucei Kunci Kuningan/trebah Kunyit/kunir Kuping gajah Kupu-kupu Lamtoro
168 169 170 171 172 173 174
Laos Lempuyang Lengkeng Lerak Lidah buaya Lidah mertua Lili
Nama Ilmiah Tagetes erecta L. Cinnamomum burmanii Bl. Cananga odorata Hook.f.& Th. Solanum tuberosum L. Muntingia calabura L. Maranta arundinacea L. Eupatorium inulifolium H.B.K. Dodonaon viscose Jaeq. Diospyros kaki L.
Paspalum sp Ipomoea sp Sonchus javanicus L. Coriandrum sativum L. Photinia notoniana W. et A. Casuarina rumphiana Miq. Albizia lophanta (Wild.) Bth. Rheum officinale Baill. Cocos nucifera L. Brassica oleracea L. Coleus acutellaroides L. Benth. Hierochloe horsfieldii Coffea arabica L. Abrus rosaefolius L. Portulaca oleracea L. Zephyranthes grandiflora Scheffera aromatic L. Widelia montana (Bl.) Boerl. Curcuma domestica Val. Athurium clarinervum Sesbania grandiflora (L.) Pers. Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit. Alpinia galanga (L.) Wild. Zingiber serumbet (L.) Sm. Lechi sinensis Sonn. Sapindus rarak L. Aloe vera Mill. Sansevieria trivfasciata Prain. Crinum asiaticum L.
ICS 8 24 25 72 16 12 6 8 6 24 12 16 16 24 32 6 78 61 6 6 60 9 6 12 12 9 21 6 6 31 18 9 16 9 18 12 12
266
Lampiran 11 Lanjutan No 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190
Nama lokal Litus Lo gondang Lobak daikong Lobak liar Locari Lombok besar Lombok kriting Lombok rawit Lombok terong Lombok udel Lulangan Magdalea/ria n Mahoni Mangga Manggis Mangkoan
191 192 193 194
Maribang Mawar Melati Mendong
195
Mentigi
196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207
Menuran Merakan Meranti Mindi Mladean Mrico Nanas Nyampuh Pacar Paku jangan Paku menjangan Paku pohon
208 209 210
Paku sarang Paku sepat Paku tangkur
Nama Ilmiah Brassicaceae Ficus glomerata Roxb. Raphanus sativus L. Raphanus sativus L. Michelia champaca L. Capsicum anuum L. Capsicum anuum L. Capsicum frutescens L. Capsicum sp Solanum capiscastrum L. Eleusine indica Gaertn. Rosa sp Swietenia mahagoni Jacq. Mangifera indica L. Garcinia mangostana L. Nathopanax scutellarium (Burm.f.) Merr. Hibiscus rosa-sinensis L. Rosa hybrida Hort. Jasmicum sambac (L.) W. Ait Fimbristylis globulosa (Retz.) Kunth. Vaccinum varingiaefolium (Bl.) Miq. Eriogrostis amabilis Themeda gigantea (Cav.) Hack. Shorea acuminata Dyer. Melia acedarach L. Scurulla montana Piper nigrum L. Ananas comusus Merr. Litzea volutina Boerl. Lawsonia inermis L. Diplazium esculentum Swartz. Platicerium bifurcatum C.Chr. Cyathea contaminans (wall.ex Hook.) Copel. Drynaria quercifolia J.Sm. Neprolepis biserrata Schott. Sellequa heterocarpa Bl.
ICS 12 9 21 18 12 21 21 18 25 12 9 6 42 12 11 9 6 16 16 12 20 6 9 16 16 6 16 17 26 12 8 6 24 6 6 2
267
Lampiran 11 Lanjutan No 211 212 213 214 215 216
Nama lokal Paku tengger Palem cina/jari Palem kuning Palem raja Pampung Pandan mendong
217 218
Pandan rambat Pandan ri
219
Pandan suji
220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231
Pandan wangi Pari Pari apo Patah tulang Pelawo Penitian Pepaya Permenan Pepagan Petungan/greges otot Piji Pinjalan
232 233 234 235 236 237 238 239
Pinus Pisang agung Pisang ambon Pisang candi Pisang cici Pisang gajih Pisang hutan Pisang nongko
240 241 242 243 244
Pisang raja Pisang rajomolo Pisang salaloso Pisang salek Pisang-pisangan
Nama Ilmiah Cyathea tenggeriensis Raphis exelta Henry ex Render Chrysalidocarpus lutescens Roystonea regia O.F.Cook. Unanthe javanica Fimbristylis globulosa (Retz.) Kuntz. Freycinetia insignis Pandanus tectorius Soland. Ex. Park. Pleumele angustifolia (Roxb.) N.E.Brown Pandanus amaryllifolius Roxb. Oryza sativa L. Leersia hexandra Euphorbia tirucalli L. Tristania obovata Benn. Glericidae sepium (Jacq.) Walp.
Carica papaya L. Mentha piperita L. Centela asiatica Urb. Equisetum debile Roxb. Pinanga coronata Blume Capillipedium parviflorus (R.Br.) Stapf. Pinus merkusii Jung& De.Vr. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L.cv. Ambon Musa paradisiaca L. cv. Candi Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. cv. Gajih Musa acuminata Musa paradisiaca L. cv. Nongko Musa paradisiaca L. cv. Rojo Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. cv.Salik Heliconia rostrata
ICS 24 6 6 6 24 20 6 8 15 40 90 6 6 20 8 33 3 9 13 20 9 32 28 63 28 36 30 43 30 64 24 34 73 6
268
Lampiran 11 Lanjutan No 245 246 247 248 249 250 251
Nama lokal Pohong Pokak Poo lanang Poroan Poo wadon Prenjalin Pronojiwo
252 253 254 255 256 257
Pukul empat Pulosari Pulutan Puring Purwoceng Pusek
258 259 260 261 262 263
Putihan Ranti Resep Ri Riwilkop Rukem
264 265 266 267 268 269 270 271 272 273
Salak Salam Samboja Sawi ireng Sawi putih Sawian Sempretan Sempur Sendei Senduro
274 275 276 277 278 279 280
Senggani Sengketan Sengon/johar Sengon laut Senikir Sereh Sesuruhan
Nama Ilmiah Monihot esculenta Crantz. Solanum torvum Sw. Melaleuca leucadendron L. Polygonum chinense L. Melaleuca leucadendron L. Calamus javensis Bl. Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn. Mirabilis jalapa L. Alyxia reinwardtii L. Triumfetta bartrania Lour. Codiaeum variegatum (L.) Bl. Pimpinella pruacan Molkenb. Gynura procumbens (Lour.) Merr. Buddleja asiatica Lour. Solanum nigrum L. Tylophora villosa Mimosa invisa Mart. Mimosa pudica L. Flacourtiaceae rukam Zoll.& Mor. Salacca edulis Reinw. Eugenia polyantha Wight. Plumeria acuminata Ait. Brassica rapa L. Brassica juncea Cosson Nostorticum sp Eupatorium sp. Dillenia ovata Wall. Brassicaceae Sindora javanica (K.& V.) Beck. Melastoma polyanthum Bl. Achyranthes bidentata Bl. Albizzia procera (Roxb.) Benth. Albizia falcata Back. Tagetes erecta L. Adropogon citrates DC. Piperomia pellucid (L.) Kunth.
ICS 40 6 24 6 24 30 6 6 9 9 10 9 6 32 21 9 6 6 9 16 17 12 44 44 17 24 26 10 25 5 6 12 20 38 12 12
269
Lampiran 11 Lanjutan No 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297
Nama lokal Sintok Sirih Siyem Sledri Soka Spinak Srigotong Srikoyo Srikoyo Srunen Stroberi Sundel Suplir Suren Suripandak Sidoguri Susuh angin
298 299 300 301
Tales/mbote Tali putri Tanalayu Tapak doro
302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317
Tasbih Tebu Tebu ireng Tehan/tegelan Teki Teki Teki Teki hias Telanan Telekan/waung Telo rambat Tembakau/mbako Temu Temu ireng Temu lawak Tespong
Nama Ilmiah Cinnamomum sintoc Bl. Piper betle L. Sechium edule (Jacq.)Swart. Apium graviolens L. Ixora paludosa Kurz. Spinacia oleracea L. Arundinella setosa Trin. Carica pubescens Annona squamosa L. Widelia biflora D.C. Fragraria vesta L. Polianthes tuberosa L. Adiantum tenerum Sw. Toona sureni M.Roem. Plantago mayor L.S.L. Sida rhombifolia L. Usnea dasypoga (Acharius) Nylander Calocasia esculenta (L.) Schott. Cassytha filiformis L. Anaphalis longifolia Catharanthus roseus (L.) G. Don. Canna hybrida Hort. Sacharum officinarum L. Sacharum officinarum L. Eupatorium riparium Reg. Cyperus brevivolius L. Cyperus rotundus L. Cyperus monocephalus L. Cyperus papyrus L. Convolvulaceae Lantana camara L. Ipomoea batatas (L.) Lamk. Nicotiana tabacum L. Curcuma xanthorhiza Roxb. Curcuma aeroginosa Roxb. Curcuma xanthorhiza Roxb. Opuntea sp.
ICS 9 29 21 22 16 10 9 26 16 6 24 20 6 22 9 6 12 40 4 29 13 10 12 30 6 6 6 6 4 2 22 26 37 12 6 21 6
270
Lampiran 11 Lanjutan No 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333
Nama lokal Tepung otot/greges otot Tereside Terong londo Tewel Teh Telasih Timun Tiris Tlotok Tomat Trabasan/saung Trembesi Triwulan/telasih Turi Ucet Ulan-ulan
335 336 337 338 339 Jml
Waron Waru Wlingi/teki rawa Wortel Yodium/racun 326 jenis
Nama Ilmiah Stellaria saxatilis Ham. Glirecidae sepium (Jacq.) Walp. Cyphomandra betacea Sendtn. Artocarpus heterophylla Lamk. Thea sinensis L. Eupatorium inulifolium H.B.K. Cucumis sativus L. Iris tectorium Curculigo capitulata O.K. Lycopersicum esculentum Mill. Atemisia vulgaris L. Samaea saman Merr. Eupatorium rotundifolium Sesbania grandiflora Pers. Vigna sinensis (L.) Hassk. Tinospora coriacea (Bl.) Beumee. Abelmonchus moschatus Medik.. Hibiscus tiliaceus L. Cyperus kyllingia Endl. Daucus carota L. Jatropha multifida L.
ICS 6 4 26 39 24 24 18 5 29 20 12 2 18 2 16 6 6 20 2 56 12