STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU
PRISCILLIA CHRISTIANI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Priscillia Christiani NIM E34110098
ABSTRAK PRISCILLIA CHRISTIANI. Strategi Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Dibimbing oleh HADI SUKADI ALIKODRA dan RINEKSO SOEKMADI. Kawasan konservasi memiliki permasalahan yang sama, yaitu mengenai pendanaan. Pendanaan berperan penting untuk menentukan keberhasilan pengelolaan taman nasional. Saat ini, Taman Naional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Di masa depan, dikhawatirkan kapasitas pendanaan pemerintah akan menurun. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk merancang kemungkinan strategi kemandirian bagi TNBTS. Penelitian ini menganalisis perbedaan antara kondisi TNBTS saat ini dengan kondisi ideal yang ingin dicapai TNBTS dalam rangka menuju kemandirian. Strategi kemandirian akan dijabarkan ke dalam tiga hal, yaitu strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Data dalam penelitian ini didapatkan dengan menggunakan metode wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan TNBTS sudah mampu menjadi TN Mandiri. Akan tetapi, untuk mencapai kemandirian diperlukan kematangan rencana bisnis dan kapasitas pengelola yang mampu menjalankan bisnis dengan tetap memperhatikan prinsip konservasi. Kata kunci:
dana konservasi, pembiayaan mandiri, taman nasional Bromo Tengger Semeru
ABSTRACT PRISCILIA CHRISTIANI. Self-Financing Strategies for Bromo Tengger Semeru National Park. Supervised by HADI SUKADI ALIKODRA and RINEKSO SOEKMADI. Funding is one of a key factor that can determine the success of national park management. Currently, Bromo Tengger Semeru National Park (BTSNP) is fully funded by the government. In the future, national parks in Indonesia are expected to build a self-financing system because there will be a decrease in the capacity of government funding. This research investigated possible sustainable strategies for self-financing by BTSNP; the research used gap analysis of the difference between real and „ideal‟ scenarios for BTSNP‟s self-financing and sustainability criteria. This strategy is divided into: business strategy, institutional strategy, and social strategy. Research data was collected by interview and literature review. The results of this research have shown that BTSNP could attain complete financial self-sufficiency. However, to achieve self-financing BTSNP need to prepare the institution than can run the business well and need to build the capacity of the managers. Keywords:
Bromo Tengger Semeru national park, conservation fund, selffinancing
STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU
PRISCILLIA CHRISTIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYAHUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
--"/ !)(+/ ,),/ &#'#&/ &)/ %&/ +'&"/ )'$'/&)/ $*./ $/
/ )+##/ *+,&/
/
+,- -/'"/
)'/ )/ )/ //
/
$$&/
&#/-#-+/
)/ )/ &!+'/ $$&/ /
/
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Tritunggal atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. sehingga penyusunan skripsi berjudul “Strategi Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Bromo Tengger Semeru” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada Prof Dr Ir Hadi S Alikodra, Ms dan Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan nasihat yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini; Bapak dan Ibu dosen di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor untuk ilmu yang diberikan; seluruh pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang telah bersedia bekerja sama dalam pengambilan data; Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor untuk waktu dan bantuan yang diberikan; Papi, Mami, Papa, Ci Jessica, Nazir Foead, dan Delima Saragih yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa; Adithya Ananta Halim dan keluarga, yang selalu memperhatikan, membantu, dan mendoakan; sahabat-sahabat terbaik Ken Dara Cita, Galuh Masyithoh, Ilham Ananda, Rizka Hari Yulianti Pratami, dan Panji Prakoso atas semangat, dukungan, hiburan, keceriaan yang diberikan; seluruh teman-teman, khususnya KSHE 48 atas bantuan, dukungan, doa dan keceriaan yang senantiasa berlimpah; seluruh pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia BSD-Bintaro, Hamburg (Trio Flüchtlinge), Bogor (Abe), dan Kelapa Gading (Ci Erni) atas penghiburan dan penguatan yang selalu diberikan; Gannady Girsang, Made Ari, dan seluruh teman-teman di Goettingen yang selalu memotivasi untuk segera menyelesaikan skirpsi ini; dan pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
Priscillia Christiani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Lokasi dan Waktu Penelitian
3
Alat dan Obyek Penelitian
3
Jenis Data
4
Teknk Pengumpulan Data
4
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum TNBTS
7
Sumberdaya Manusia Eksisting TNBTS
8
Fasilitas TNBTS
10
Elemen Pendanaan TNBTS
11
Perbandingan Pendanaan TNBTS dengan Negara Lain
14
Kondisi Eksisting Pendanaan dan Bisnis Kawasan TNBTS
15
Strategi Kemandirian TNBTS
18
Strategi Pencapaian Kemandirian TNBTS
22
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28
DAFTAR TABEL 1 Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data 2 PNBP TNBTS 3 Jumlah Pengunjung TNBTS 4 Anggaran dan belanja TNBTS 5 Dana Konservasi Negara Lain 6 Rencana dan alokasi pendanaan serta penerimaan TNBTS 7 Presentase alokasi anggaran belanja TNBTS 8 Tarif masuk kawasan Bromo dan sekitarnya 9 Tarif masuk kawasan Semeru dan sekitarnya 10 Proyeksi PNBP skenario pesimis 11 Proyeksi PNBP skenario optimis 12 Total pemasukan PNBP TNBTS skenario optimis
5 11 12 13 14 15 16 17 17 19 21 21
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir penelitian 2 Denah objek wisata TNBTS 3 Struktur organisasi TNBTS 4 Laju perkembangan PNBP TNBTS 5 Laju perkembangan pengunjung TNBTS 6 PNBP TNBTS 2009-2015 7 Perbandingan proyeksi skenario pesimis, moderat, dan optimis
2 8 9 11 12 20 22
PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan konservasi berperan penting dalam pola keseluruhan penggunaan lahan dan pembangunan ekonomi (McNeely 1995). Fungsi pokok kawasan konservasi adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Potensi taman nasional (TN) dari sisi bio-ekologis sudah banyak diteliti, sementara dari sisi ekonomi belum banyak diungkap. Keseluruhan potensi kawasan konservasi sampai saat ini belum dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal (Kemenhut 2011a). Penunjukan dan penetapan kawasan konservasi di Indonesia saat ini telah mencapai 521 unit dengan luas ± 27 206 juta hektar. Permasalahan pengelolaan TN di Indonesia secara umum berkaitan erat dengan berbagai aspek seperti masalah kelembagaan, masalah kawasan, konflik kawasan, serta rendahnya komitmen para pihak dalam mendukung keberhasilan kegiatan konservasi (Kemenhut 2011a). Hasil survey cepat mengenai efektivitas pengelolaan TN di Indonesia, pada tahun 2010 sampai 2011 dengan metode Rapid Assesment on Protected Area Management-Management Effectiveness Tracking Tool (RAPPAM-METT) menunjukkan sebagian besar pengelolaan TN belum berjalan efektif. Pengelolaan yang efektif hanya dicapai oleh lima Balai TN (BTN) dari 50 TN yang ada yaitu BTN Komodo, BTN Bali Barat, Balai Besar TN (BBTN) Bromo Tengger Semeru, BBTN Gunung Gede Pangrango dan BTN Way Kambas, sisanya sedang dan buruk. Faktor utama belum efektifnya pengelolaan TN terkait erat dengan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran pemerintah. Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan kawasan konservasi, termasuk dalam mengatasi permasalahan pembiayaan keuangannya. Upaya tersebut diantaranya dengan Penunjukan 20 Taman Nasional Model dengan target menjadi Taman Nasional Mandiri melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor : SK.69/IV-Set/HO/2006 tanggl 3 Mei 2006 sebagai tindak lanjut dari Rencana Strategis Departemen Kehutanan 2005-2009. TN di Indonesia menyimpan nilai ekonomi yang tidak kurang dari 596 trilyun rupiah. Namun, pada tahun 2010 jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh seluruh TN di Indonesia hanya 16 milyar rupiah, hanya setara dengan PNBP yang dihasilkan kebun raya di Indonesia yang luasnya kurang dari 1 juta ha (Kemenhut 2011a). Bahkan, walaupun suatu kawasan konservasi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan negara, tetapi hanya sebagian kecil saja dari dana tersebut yang dikembalikan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi (McNeely 1995). Kecukupan pendanaan, kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi cukup tinggi terhadap efektivitas pengelolaan (Leverington et al. 2010). Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ditunjuk sebagai Taman Nasional Model dengan tujuan untuk optimalisasi pengelolaan sesuai dengan kekhasan, dalam rangka mewujudkan Taman Nasional Mandiri. Pada tahun 2014, pagu anggaran pemerintah untuk TNBTS adalah sebesar Rp 16 177 872 000.00
2 dan realisasi anggaran kegiatan TNBTS adalah sebesar Rp 14 682 837 558.00. Sementara penghasilan PNBP TNBTS pada tahun 2014 adalah Rp 15 171 196 500.00 (BBTNBTS 2014). Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh TNBTS sudah mencukupi biaya pengelolaannya. TNBTS saat ini masih bergantung kepada pembiayaan yang berasal dari APBN pemerintah pusat. Kedepannya dikhawatirkan pemerintah akan lebih memprioritaskan pendanaan untuk isu-isu mengenai kependudukan, masalah sosial, dan infrasturktur, sehingga kemampuan pendanaan pemerintah di bidang konservasi akan menurun. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi kemandirian khususnya dalam hal pendanaan agar TNBTS dapat membiayai kebutuhannya sendiri dan tidak bergantung sepenuhnya kepada pemerintah. Diharapkan, dengan kemandirian pendanaan, maka TNBTS dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah sehingga kawasan konservasi di Indonesia dipandang penting dan mendapat dukungan dari masyarakat. Perumusan Masalah Sumber pendanaan taman nasional saat ini berasal dari APBN, PNBP, dan sumber lainnya. Ketika kemampuan sumber pendanaan tersebut menurun, diperlukan suatu pendapatan tambahan bagi pengelolaan taman nasional (Gambar 1). Pendanaan tambahan tersebut dapat dimanfaatkan dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki TNBTS. Sumber daya alam (SDA) ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berkelanjutan bagi penyelengaraan kegiatan pengelolaan TNBTS sehingga dapat mencapai kondisi ideal taman nasional mandiri. Dalam mengoptimalkan SDA kawasan TNBTS diperlukan beberapa strategi, yakni strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Ketiga strategi ini akan disusun dengan mempertimbangkan kebijakan dan aturan yang berlaku saat ini.
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah menyusun strategi self-financing (kemandirian) pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Untuk merumuskan strategi ini, terdapat tiga focus utama, yakni strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Manfaat Penelitian Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini bagi pihak internal adalah memberikan masukan untuk pengembangan pengelolaan TNBTS sehingga tercapai kemandirian pengelolaan kawasan TNBTS. Sedangkan bagi pihak ekternal, penelitian ini dapat memberikan data yang dibutuhkan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bukti bahwa kawasan konservasi merupakan aset penting dan dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat. Taman nasional diharapkan tidak lagi dipandang sebelah mata oleh masyarakat, namun mampu meberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan negara. Strategi kemandirian yang disusun diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pengelola untuk mendorong kesiapan kemandirian taman nasional di Indonesia.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional yang menjadi target untuk dijadikan TN Mandiri pada Milestone I (Kemenhut 2011a). Selain itu, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru juga merupakan salah satu taman nasional di Indonesia yang memberikan PNBP dalam jumlah yang besar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2015. Alat dan Obyek Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kuesioner, dan kamera. Selain itu, penelitian dilakukan dengan mengacu kepada beberapa dokumen, yaitu Sustainable Financing for Protected Areas oleh IUCN (Emerton et al. 2006), dan dokumen Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kementerian Kehutanan 2011). Obyek penelitian adalah pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan anggaran serta pengelolaan TNBTS.
4 Jenis Data Data yang dikumpulkan adalah data mengenai pendapatan TNBTS, jenis kegiatan dan biaya pengelolaan TNBTS, dan kapasitas pengelola kawasan mendukung keberlanjutan pendanaan. Data ini digunakan untuk menggambarkan kondisi eksisting atau tingkat kemandirian pengelolaan kawasan TNBTS saat ini serta mengumpulkan peluang-peluang pelaksanaan strategi pencapaian kondisi ideal pengelolaan dengan pertimbangan peraturan dan kebijakan yang terkait. Data ini juga menjadi informasi pendukung pemilihan strategi. Teknik Pengumpulan Data Metode penelitian secara umum terbagi menjadi dua, yakni studi literatur dan wawancara. Studi literatur Studi literatur dilakukan terhadap penelitian terdahulu, dokumen pengelolaan, peraturan perundang-undangan serta kebijakan terkait dan pustaka lain yang terkait dengan bahasan. Studi literatur tidak hanya dilakukan di Balai Besar TNBTS tetapi juga terhadap publikasi ilmiah terkait yang dapat ditemukan. Dokumen pendanaan TNBTS, PNBP saat ini, pengeluaran TN, skema pendistribusian pendanaan dibutuhkan untuk mengetahui persentase PNBP terhadap pengeluaran TN serta jumlah, jenis dan alokasi anggaran TNBTS. Penelusuran dokumen ini dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting saat ini dan kondisi ideal TNBTS Mandiri Untuk mengkaji strategi pembiayaan TNBTS, jenis data yang diperlukan adalah pendapatan TNBTS dan jenis kegiatan serta biaya pengelolaan TNBTS. Parameter yang diukur adalah pagu anggaran dari pemerintah, PNBP TNBTS, dan alokasi penggunaan anggaran dari pemerintah berdasarkan kegiatan belanja pegawai, belanja modal, dan belanja barang. Jenis data yang diperlukan untuk mengembangkan strategi Balai Besar TNBTS mandiri adalah dokumen rencana bisnis TNBTS, struktur organisasi TNBTS saat ini, dan kondisi sosial pihak pengelola TNBTS. Variabel yang diukur adalah kondisi TNBTS saat ini menuju kemandirian. Wawancara Wawancara dilakukan kepada pihak pengelola Balai Besar TNBTS. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data strategi pendanaan kawasan dan skema alokasi anggaran guna membantu mengerti dokumen tertulis (Tabel 1). Berikut disajikan sebagai ringkasan atas jenis data dan metode pengumpulan data di atas.
Tujuan 1. Mengkaji strategi pembiayaan TNBTS
2. Mengembangkan strategi Balai Besar TNBTS yang mandiri
Tabel 1 Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data Jenis data Variabel/Parameter Metode Sumber data 1. Pendapatan TNBTS 1.1 Pagu anggaran dari Review dokumen Laporan pemerintah keuangan Akuntabilitas 1.2 PNBP TNBTS saat ini Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) TNBTS 2. Jenis-jenis kegiatan 2.1 Alokasi penggunaan dan biaya pengelolaan anggaran dari pemerintah berdasarkan kegiatan belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal
Wawancara Kepala Rencana Strategis Subbagian Umum Balai Besar TNBTS, Balai Besar TNBTS Laporan dan review dokumen Akuntabilitas keuangan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) TNBTS, Statistik Balai Besar TNBTS
1.1 Bisnis 1.2 Kelembagaan 1.3 Sosial
Wawancara pengelola Balai Besar TNBTS dan review dokumen
Kondisi pengelolaan TNBTS menuju kemandiran
Dokumen Rencana Strategis Bisnis Balai Besar TNBTS, Dokumen struktur organisasi Balai Besar TNBTS
5
6 Analisis dan Sintesis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh diolah dengan metode tabulasi silang dan deskriptif. Metode tabulasi silang digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan pengunjung, laju peningkatan dan penurunan PNBP, serta jumlah anggaran dan biaya pengelolaan TNBTS. Hasil sintesis ini digunakan untuk menggambarkan kondisi TNBTS saat ini. Kemandirian TNBTS akan dirancang dari tiga analisis, yaitu analisis kelola usaha, analisis kelola kelembagaan, dan analisis kelola social. Pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kondisi TNBTS saat ini dengan kondisi kemandirian idela yang ingin dicapai. Gap yang terdapat antara kondisi saat ini dengan kondisi ideal akan diatasi dengan beberapa pilihan strategi mencakup strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Berikut penjabaran strategi tersebut: 1. Strategi kelola usaha Data yang dianalisis adalah data pendapatan dan pengeluaran TNBTS. Sintesis yang dilakukan untuk menghasilkan strategi ini adalah menghubungkan kondisi pendanaan TNBTS saat ini dengan data pendanaan ideal TNBTS Mandiri. Diharapkan dengan hal ini kendala yang berhubungan dengan pendanaan demi kemandirian finansial taman nasional dapat diketahui. Strategi kelola usaha akan menghasilkan sumber-sumber pendapatan tambahan bagi TNBTS melalui penggunaan sumber daya alam kawasan. Strategi kelola usaha akan dijabarkan menjadi 3 skenario, yaitu skenario pesimis, moderat dan optimis. Skenario pesimis adalah skenario yang menggambarkan penurunan penerimaan TNBTS, sehingga kemandirian tidak dapat dicapai TNBTS. Hal yang menyebabkan TNBTS masuk ke dalam skenario pesimis adalah akibat penurunan pengunjung yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Skenario moderat menggambarkan TNBTS tetap menjalankan bisnis seperti saat ini, tidak ada penambahan pendapatan yang berarti. Skenario optimis menggambarkan TNBTS menggunakan sumber daya alam kawasan yang dimiliki sehingga mampu memperoleh pendapatan tambahan. TNBTS akan masuk ke dalam skenario optimis apabila menjalankan unit bisnis yang mampu mendongkrak pendapatannya, seperti membuka bisnis wisata baru. 2. Strategi kelola kelembagaan Strategi ini berusaha untuk merancang bentuk kelembagaan yang sesuai untuk mengelola TNBTS mandiri. Data yang dianalisis adalah kondisi pengelola saat ini dan dihubungkan dengan tipe institusi pengelola taman nasional menurut Barborak (1995). Pemilihan bentuk institusi yang paling ideal dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi TNBTS saat ini serta kendala yang dihadapi. 3. Strategi kelola sosial Strategi ini didapatkan dengan menghubungkan kondisi pengelola saat ini dengan kriteria ideal pengelola dan masyarakat sekitar TNBTS untuk mengelola TNBTS yang mandiri. Strategi kelola sosial akan menentukan langkah agar pengelola serta masyarakat sekitar kawasan mampu menerima dan beradaptasi dengan strategi kelola usaha dan kelembagaan yang telah dibuat. Ketiga strategi di atas akan menjadi bagian dari strategi pencapaian TNBTS mandiri. Strategi pencapaian akan dibuat senyata mungkin sehingga realistis untuk diimplementasikan oleh pihak TNBTS.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN TN Mandiri adalah TN efektif yang mampu memenuhi 80% dari biaya pengelolaannya melalui PNBP sendiri (Kemenhut 2011). Secara internasional, kemandirian diartikan sebagai kemampuan suatu lembaga konservasi untuk mencukupi keseluruhan biaya pengeluarannya sendiri (Emerton et al. 2006). Kemampuan ini dilihat dari pendanaan saat ini, SDM, dan institusi yang menopang manajemen dari TN itu sendiri. Kemandirian ini dapat digambarkan dalam derajat yang berbeda-beda. Kelestarian merupakan suatu kondisi yang dituju seiiring dan setelah kemandirian tersebut tercapai. Kelestarian ini memiliki arti bahwa kemandirian tersebut bertahan dan bahwa tujuan dari pengelolaan terjamin (Muthiah 2015). Strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian TNBTS dibagi ke dalam tiga strategi besar yakni strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Kondisi Umum TNBTS Secara geografis kawasan TNBTS terletak antara 70 51" 39' - 80 19" 35' Lintang Selatan dan 1120 47" 44' - 1130 7" 45' Bujur Timur. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, TNBTS termasuk dalam 4 wilayah kabupaten yakni Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang - Propinsi Jawa Timur. Batas kawasan taman nasional, sebelah barat: Kabupaten Malang meliputi lima wilayah Kecamatan antara lain Tirtoyudo, Wajak, Poncokusumo, Tumpang dan Jabung, sebelah timur: Kabupaten Probolinggo meliputi Kecamatan Sumber dan Kabupaten Lumajang wilayah Kecamatan Gucialit dan Senduro, sebelah utara: Kabupaten Pasuruan wilayah Kecamatan Tutur, Tosari, Puspo dan Lumbang. Kabupaten Probolinggo wilayah Kecamatan Lumbang dan Sukapura, sebelah selatan: Kabupaten Malang antara lain wilayah Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo, serta Kabupaten Lumajang wilayah Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro. Luas kawasan TNBTS adalah 50 276,20 Ha, terdiri dari 50 265,95 Ha daratan dan 10,25 Ha perairan yang berupa danau atau ranu (BBTNBTS 2014a). TNBTS memiliki obyek wisata yang saat ini sudah dibuka dan dapat dikunjungi oleh umum. Obyek wisata tersebut diantaranya Gunung Semeru (dengan beberapa obyek di sepanjang rute menuju Gunung Semeru yang biasa dilalui pendaki adalah Ranu Kumbolo, Kalimati, Arcopodo, Padang Rumput Jambangan, Oro – Oro Ombo, Cemoro Kandang, dan Pangonan Cilik), komplek Pegunungan Tengger (dengan beberapa objek yaitu Kaldera Tengger, Gunung Bromo, Gua/Gunung Widodaren, Gunung Batok, Gunung Batok dan Gunung Penanjakan), Danau Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Darungan, Hutan Penanjakan-Dingklik, Pura Agung Poten, Gua Widodaren, Sumur Pitu/Gua Lava, Pura/Padanyangan Rondo Kuning, Prasasti Arcopodo, Prasasti Ranu Kumbolo, Pure Ngadas, Vihara Ngadas (Gambar 2).
8
Gambar 2 Denah obyek wisata TNBTS Sumberdaya Manusia Eksisting TNBTS Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1049/Kpts-II/1992 tanggal 12 November 1992. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 Organisasi Taman Nasional mengalami perubahan menjadi Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Tahun 2006 berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.29/Menhut-II/2006 diterbitkan peraturan tentang Perubahan Pertama Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditingkatkan menjadi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (klasifikasi UPT TN Kelas I-eselon IIb) dan struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional Tipe B. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor SK. 69/IV-Set/HO/2006 tanggal 3 Mei 2006 tentang Penunjukkan 20 Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru termasuk dalam penunjukkan ini. Keputusan ini disusul dengan SK.128/IV-Set/HO/2006 tanggal 25 Juli 2006 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
9 Alam Nomor SK. 69/IV-Set/HO/ 2006 tanggal 3 Mei 2006 tentang Penunjukkan 21 Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditunjuk sebagai Taman Nasional Model dengan tujuan penunjukan adalah untuk optimalisasi pengelolaan sesuai dengan kekhasan, dalam rangka mewujudkan taman nasional mandiri. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007, struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terdiri dari (Gambar 3): BBTNBTS
Jabatan Fungsional
Bagian Tata Usaha
Bidang Teknis
Bidang Wilayah PTN I
Bidang Wilayah PTN II
Subbagian Umum
Seksi Pemanfaatan
SPTN I
SPTN III
Subbagian Perencanaan dan Kerjasama
Seksi Perlindungan
SPTN II
SPTN IV
Subbagian Evaluasi dan Pelaporan serta Humas
Gambar 3 Struktur organisasi TNBTS 1. Jabatan Struktural, yang terdiri dari : Kepala Balai Besar, mempunyai tugas melaksanakan kebijakan, koordinasi, bimbingan teknis dan pelaksanaan administrasi dalam rangka penyelenggaraan konservasi SDAH dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan TN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jabatan di bawahnya adalah Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional serta Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II. Kepala Bagian Tata Usaha, mempunyai tugas melaksanakan pengurusan administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan dan rumah tangga, penyusunan perencanaan dan kerja sama, pengumpulan dan analisis data, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan. Jabatan di bawahnya adalah Kepala Subbagian Umum, Kepala Subbagian Perencanaan dan Kerjasama, serta Kepala Subbagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Humas. Kepala Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional, mempunyai tugas penyiapan rencana kerja di bidang perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan TN, pelayanan dan promosi di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Jabatan di bawahnya adalah Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan, dan Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Perpetaan.
10 Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II, mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, serta pengelolaan kawasan Taman Nasional di wilayah kerjanya. Nama jabatan di bawahnya adalah Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional. Kepala SPTN Wilayah I dan II berada di bawah Kepala BPTN Wilayah I dan Kepala SPTN Wilayah III dan IV berada di bawah Kepala BPTN Wilayah II. 2. Jabatan Fungsional Umum (Non Struktural) Jabatan fungsional umum (non struktural) ditempati pegawai di bawah Kepala Seksi/Sub Bagian, memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. 3. Jabatan Fungsional Jabatan ini terdiri dari jabatan fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), Polisi Kehutanan (Polhut), dan Penyuluh Kehutanan dimana masingmasing jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang Ketua Kelompok/ Koordinator yang ditetapkan oleh Kepala BBTNBTS. Tenaga Fungsional, mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masingmasing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BBTNBTS, struktur organisasi ditambah dengan masing-masing 3 kepala resort untuk Kepala Seksi Pengelolaan TN, dan masing-masing koordinator teknis serta koordinator administrasi umum untuk Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional. Dalam tahun 2014 terdapat 12 calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang ditempatkan di Balai Besar TNBTS terdiri dari 4 fungsional umum, 8 fungsional khusus (PEH = 4; Penyuluh= 2; Polhut=2) sehingga jumlah keseluruhan pegawai baik pegawai negeri sipil dan CPNS sebanyak 116 orang (BBTNBTS 2014a). Fasilitas TNBTS Fasilitas yang dimiliki TNBTS adalah perlengkapan kantor, peralatan olah data, peralatan perpetaan, sarana prasarana wisata alam, kendaraan operasional roda dua dan empat, sarana prasarana komunikasi, perpustakaan, gedung dan bangunan kantor, peralatan pengamanan hutan, perlengkapan SAR (Search and Rescue), perlengkapan pengendalian kebakaran hutan, peralatan penelitian, serta sarana prasarana penyebaran informasi dan promosi. Sarana perkantoran yang ada di TNBTS sudah memenuhi standar di Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN), bahkan lebih dari target yang telah ditetapkan. Namun sarana prasarana yang dimiliki oleh TNBTS seperti kamera dan sepeda motor, beberapa kondisinya rusak, dan yang menjadi permasalahan adalah barang-barang yang rusak belum diperbaiki karena biaya untuk perbaikan hampir mendekati dengan barang baru. Elemen Pendanaan TNBTS Pendanaan TNBTS dibahas kedalam tiga elemen, yaitu penerimaan, anggaran, dan alokasinya. 1. Penerimaan TNBTS Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) TNBTS dihasilkan dari pungutan ijin masuk kawasan dari adanya kegiatan wisata alam. PNBP ini memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan terjadinya
11 peningkatan trend kunjungan wisatawan (Tabel 2). Sejak tahun 2006 PNBP seluruhnya langsung masuk ke pemerintah pusat.
No 1 2 3 4 5 6 Total
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tabel 2 PNBP TNBTS Jumlah Setoran PNBP (Rp) 910 518 760 1 061 918 760 880 519 840 1 534 762 050 5 863 733 900 15 171 196 500 25 422 649 810
Peningkatan (%) 16.63 -17.08 74.30 282.06 158.73
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Pada tahun 2011, terjadi penurunan PNBP sebanyak 17.08% dikarenakan terjadi penurunan pengunjung sebanyak 37 733 orang (Tabel 3). Tahun 2013, terjadi kenaikan PNPB tertinggi selama 6 tahun terakhir dikarenakan meningkatnya jumlah pengunjung sebanyak 275 770 orang (Tabel 3). PNBP tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 15 171 196 500.00 dikarenakan diberlakukannya tarif baru masuk kawasan TNBTS sesuai dengan PP No. 12 tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementrian Kehutanan. Fluktuasi PNBP dapat dilihat pada Gambar 4.
PNBP (milyar rupiah)
16 14
12 10 8 Jumlah Setoran PNBP (Rp)
6 4 2 0 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Gambar 4 Laju perkembangan PNBP TNBTS
Secara umum, kenaikan pengunjung terbesar terjadi pada tahun 2012, yaitu sebesar 119.87% (Tabel 3). Setelah tahun 2012, jumlah pengunjung juga terus meningkat. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan promosi yang dilakukan TNBTS. Banyak kegiatan syuting dan pengambilan gambar yang dilakukan di daerah
12 Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Sementara itu, penurunan pengunjung pada tahun 2006 dan 2011disebabkan oleh adanya aktivitas vulkanik Gunung Semeru, sehingga kawasan pendakian ditutup.
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Pengunjung Nusantar a (orang) 81 475 56 951 49 980 76 836 128 854 137 335 103 091 249 577 518 746 546 433
Tabel 3 Jumlah pengunjung TNBTS Perkemba PengunPerkem-ngan jung bangan Total Jumlah Mancane- Jumlah (orang) Pengungara Pengunjung (%) (orang) jung (%) -30.10 -12.24 53.73 67.70 6.58 -24.93 142.09 107.85 5.34
9 447 9 960 14 900 18 720 22 686 25 869 22 380 26 297 32 898 23 712
5.43 49.60 25.64 21.19 14.03 -13.49 17.50 25.10 -27.92
90 922 66 911 64 880 95 556 151 540 163 204 125 471 275 874 551 644 570 145
Perkembangan Jumlah Pengunjung (%) -26.41 -3.04 47.28 58.59 7.70 -23.12 119.87 99.96 3.35
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Jumlah pengunjung (orang)
Pengunjung TNBTS umumnya didominasi oleh wisatawan nusantara (Gambar 5). Fluktuasi pengunjung nusantara mengikuti fluktuasi secara umum. Penurunan pengunjung diakibatkan aktivitas vulkanik Gunung Semeru dan kenaikan pengunjung diakibatkan adanya kegiatan promosi. Hal yang menarik adalah fluktuasi pengunjung mancanegara. Trend pengunjung mancanegara tidak mengikuti trend pengunjung secara umum. Pada tahun 2014 terjadi penurunan pengunjung mancanegara sebesar 27.92%. Hal ini masih tidak diketahui penyebabnya. Diperkirakan krisis politik dan ekonomi internasional dapat mempengaruhi minat wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia. 600 000 Pengunjung Nusantara (orang)
500 000 400 000 300 000
Pengunjung Mancanegara (orang)
200 000 100 000 0
Tahun Gambar 5 Laju perkembangan pengunjung TNBTS
13 2. Anggaran dan belanja TNBTS Pagu anggaran TNBTS cenderung fluktuatif sedangkan belanja dari TNBTS cenderung untuk mengalami kenaikan setiap tahunnya. Belanja dari anggaran ini dapat dibedakan menjadi tiga alokasi yakni belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal, kenaikan anggaran setiap tahunnya tidak semata-mata karena peningkatan belanja pegawai (Tabel 4).
Tahun 2009
2010
2011
2012
2013
2014
Tabel 4 Anggaran dan belanja TNBTS Pagu Anggaran Realisasi Uraian Belanja (Rp) (Rp) Belanja Modal 1 729 678 000 1 671 816 000 Belanja Barang 2 320 294 000 2 220 698 115 Belanja Pegawai 4 011 612 000 4 094 064 455 Jumlah 8 061 584 000 7 986 578 570 Belanja Modal 3 418 967 000 2 688 891 000 Belanja Barang 3 498 088 000 2 660 185 063 Belanja Pegawai 4 433 161 000 4 591 536 778 Jumlah 11 350 216 000 9 940 612 841 Belanja Modal 2 620 858 000 2 410 563 678 Belanja Barang 4 180 292 000 3 284 626 000 Belanja Pegawai 5 038 846 000 4 988 649 546 Jumlah 11 839 996 000 10 683 839 224 Belanja Modal 2 126 765 000 2 060 722 227 Belanja Barang 6 316 267 000 5 223 114 595 Belanja Pegawai 5 492 523 000 5 678 603 287 Jumlah 13 935 555 000 12 962 440 109 Belanja Modal 6 380 372 000 6 012 897 500 Belanja Barang 7 197 622 000 6 484 966 284 Belanja Pegawai 6 061 870 000 5 600 218 730 Jumlah 19 639 864 000 18 098 082 514 Belanja Modal 2 693 158 000 2 567 124 667 Belanja Barang 7 020 786 000 6 161 785 728 Belanja Pegawai 6 463 928 000 5 953 927 163 Jumlah 16 177 872 000 14 682 837 558
Serapan (%) 96.65 95.71 102.06 99.07 78.65 76.05 103.57 87.58 91.98 78.57 99.00 90.24 96.89 82.69 103.39 93.02 94.24 90.10 92.38 92.15 95.32 87.76 92.11 90.76
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Tabel 2 dan Tabel 4 menunjukkan perbedaan antara penerimaan dan pengeluaran dari TNBTS. Taman nasional mandiri dituntut untuk dapat mencukupi minimal 80% biaya pengelolaannya sendiri (Kementerian Kehutanan 2011). Jika mengacu kriteria ini, maka pada tahun 2014 TNBTS dapat dikatakan telah mampu menjadi TN Mandiri. Pada tahun 2014, PNBP TNBTS sebesar Rp 15 171 196 500. 00 dan realisasi belanja TNBTS sebesar Rp 14 682 837.00. PNBP TNBTS telah mampu menutupi biaya belanja TNBTS, bahkan melebihi biaya belanja TNBTS. Hal ini dikarenakan pada tahun 2014 telah diberlakukan PP No. 12 tahun 2014 yang membuat PNBP TNBTS meningkat. Sebelum
14 diberlakukannya PP No. 12 tahun 2014, PNBP TNBTS tidak dapat mencukupi biaya belanja TNBTS. PNBP hanya mampu mencukupi 8.24% sampai 32.40% dari biaya belanja TNBTS. Perbandingan Pendanaan TNBTS dengan Dana Konservasi di Negara Lain Dana konservasi ideal untuk kawasan Asia Tenggara menurut Paine et al. (1997) adalah USD 509/km2. Tahun 2014, TNBTS dikelola dengan pagu anggaran sebesar Rp 7 020 786 000.00 atau ± USD 527 661 21 dengan realisasi sebesar Rp 6 161 785 728.00 atau ± USD 463 101.33 [diakses pada http://www.ozforex.com.au/forex-tools/historical-rate-tools/yearly-averagerates]). Dengan luas TNBTS sebesar 50 276.20 ha atau 502.762 km2, maka ratarata pendanaan TNBTS pada tahun 2014 adalah USD 1 049/ km2, lebih tinggi daripada rata-rata pendanaan untuk kawasan Asia Tenggara pada tahun 1997. Dana ini juga lebih tinggi dari rata-rata dana pengelolaan taman nasional di Indonesia menurut Soekmadi (2002) sebesar USD 33.95/ km2 ataupun menurut Panda (2012) yang mengatakan anggaran pengelolaan kawasan konservasi oleh pemerintah Indonesia rata-rata sebesar USD 400/ km2. Tabel 5 menunjukkan dana konservasi yang dimiliki oleh negara lain. Dana yang dimiliki TNBTS sudah lebih tinggi jika dibandingkan dengan Filipina, Peru, dan Karibia. Tabel 5 Dana konservasi negara lain Negara Dana Konservasi (USD/ km2) Peru Filipina Karibia Thailand Amerika Serikat Eropa
109 643 1 012 2 065 7 612 2 211
Sumber: Paine et al. (1997)
Hasil evaluasi kinerja tahunan menunjukkan bahwa TNBTS telah mampu melaksanakan hampir seluruh kegiatan yang tercantum dalam rencana strategis maupun rencana kerja tahunan. Sejauh ini pagu anggaran dari pemerintah cenderung cukup untuk memenuhi seluruh biaya pengelolaan TNBTS (Tabel 6). PNBP TNBTS juga cenderung meningkat setiap tahunnya. Pendanaan kawasan konservasi yang berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menjamin kecukupan, kestabilan, dan pembiayaan jangka panjang, serta mengalokasikannya pada waktu dan bentuk yang tepat, untuk mencukupi seluruh kebutuhan kawasan konservasi dan untuk memastikan kawasan konservasi dikelola dengan efektif dan efisien dengan tetap mengutamakan konservasi dan kepentingannya (Emerton et al. 2006). Keberlanjutan pendanaan lebih memiliki peran penting daripada jumlah pendanaan yang tinggi dalam suatu kawasan konservasi. Pendanaan yang besar tidak menjamin akan membawa kawasan kepada upaya konservasi yang lebih baik.
15
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tabel 6 Rencana dan alokasi pendanaan serta penerimaan TNBTS Pendanaan Pemerintah Renstra (Rp) PNBP (Rp) Pagu (Rp) Realisasi (Rp) 7 534 723 771 8 061 584 000 7 986 578 570 910 518 760 8 664 932 337 11 350 216 000 9 940 612 841 1 061 918 760 9 964 672 187 11 839 996 000 10 683 839 224 880 519 840 11 459 373 015 13 935 555 000 12 962 440 109 1 534 762 050 13 178 278 968 19 639 864 000 18 098 082 514 5 863 733 900 15 155 020 813 16 177 872 000 14 682 837 558 15 171 196 500 25 383 092 000
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Tabel 6 menunjukkan pemerintah sanggup membiayai seluruh kebutuhan TNBTS. Yang menjadi sorotan adalah PNBP TNBTS tahun 2009-2013 tidak mampu menutupi biaya pengelolaan TNBTS. Setelah ada perubahan tarif sesuai dengan PP No. 12 Tahun 2014, maka PNBP tahun 2014 mampu menutupi biaya pengelolaan TNBTS. Jika diasumsikan PNBP 2015 mencapai target yang diberikan pemerintah pusat yaitu sebesar 16 milyar, maka PNBP tahun 2015 akan kembali tidak mencukupi biaya pengelolaan TNBTS tahun 2015. Pagu anggaran TNBTS tahun 2015 sebesar Rp 25 383 092 000.00 dan diasumsikan serapan 100% sehingga seluruh pagu terealisasikan untuk biaya pengelolaan. Proyeksi PNBP 2015 hanya mampu memenuhi 63% biaya pengelolaan TNBTS. Angka pendanaan ini belum memenuhi syarat untuk menjadi TN Mandiri. Sesuai dengan organisasi pengelola dalam kemandiriannya, ada tiga kemungkinan yakni tetap seperti saat ini yaitu secara keseluruhan dipenuhi oleh pemerintah pusat, parastatal atau otonom dimana hanya belanja rutin yang dipenuhi oleh pemerintah dan model swasta dimana keseluruhan pendanaan dipenuhi sendiri dari pendapatannya. Diasumsikan pada tahun 2015 anggaran belanja TNBTS di renstra sesuai dengan pagu anggaran pemerintah 2015 yaitu sebesar 25 M dengan alokasi belanja pegawai sebesar 10 M; belanja kegiatan sebesar 9 M; dan belanja modal sebesar Rp 6 M serta PNBP 2015 adalah 16 milyar. TNBTS dapat mencapai kemandirian secara parastatal, karena PNBP TNBTS dapat memenuhi belanja kegiatan dan belanja modal. Namun, untuk mencapai kemandirian sepenuhnya masih tidak dapat dipenuhi karena membutuhkan dana tambahan sebesar 9.5 M (dibulatkan). Kondisi Eksisting Pendanaan dan Bisnis Kawasan TNBTS Pendanaan TNBTS saat ini masih bergantung sepenuhnya kepada pemerintah. Setiap tahunnya, TNBTS membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang termasuk perencanaan anggaran di dalamnya. Anggaran yang turun dari pemerintah umumnya tidak jauh berbeda dengan yang telah ditetapkan dalam RKT. Anggaran ini digunakan untuk belanja pegawai, belanja modal, dan belanja barang.
16 Belanja pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai lingkup pemerintahan baik yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah. Belanja barang adalah pengeluaran untuk pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat di luar kriteria belanja bantuan sosial serta belanja perjalanan. Belanja modal adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan asset dan/atau menambah nilai asset tetap/asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi asset tetap/asset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Presentase alokasi anggaran yang digunakan dapat dilihat dalam Tabel 7.
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 RataRata
Tabel 7 Presentase alokasi anggaran belanja TNBTS Realisasi Anggaran Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal (%) (%) (%) 51,26% 27,81% 20,93% 46,19% 26,76% 27,05% 46,69% 30,74% 22,56% 43,81% 40,29% 15,90% 30,94% 35,83% 33,22% 40,55% 41,97% 17,48% 43,24%
33,90%
22,86%
Total (%) 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Anggaran dari pemerintah sebanyak 43.24% digunakan untuk belanja pegawai, 33.9% digunakan untuk belanja barang, dan 22.86% digunakan untuk belanja modal (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran TNBTS yang paling besar ditujukan untuk belanja pegawai. Anggaran yang sudah ditetapkan oleh pemerintah tidak langsung cair seluruhnya di awal tahun untuk memulai kegiatan operasional TN. Anggaran pemerintah umumnya cair secara bertahap. Anggaran yang sudah ditetapkan pun dalam perjalanannya selama satu tahun dapat berubah, umumnya mengalami pemotongan. Anggaran dari pemerintah dapat berupa Rupiah Murni (RM) dan Penerimaan Non Pajak (PNP). PNP memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Akibatnya cukup dirasakan pihak TNBTS, yaitu beberapa kegiatan yang dananya bersumber dari PNP tidak dapat dilaksanakan atau ditunda untuk tahun berikutnya. Selama satu tahun periode kerja, anggaran dari pemerintah harus dikeluarkan untuk hal yang sudah ditetapkan di RKT. Namun, dalam perjalanannya banyak hal tidak terduga yang dapat muncul dan memerlukan
17 biaya, seperti SAR, kebakaran hutan, dan penanganan kasus. Sistem yang kaku dalam pendanaan ini mengganggu keefektifan pengelolaan kawasan. Satu-satunya penerimaan TNBTS hanya berasal dari PNBP dengan memanfaatkan jasa kegiatan wisata alam. TNBTS termasuk 5 TN yang memberikan kontribusi PNBP terbesar. PNBP TNBTS diperoleh dengan penjualan tiket masuk kawasan dengan tarif berdasarkan PP No. 12 Tahun 2014 (Tabel 8 dan 9). Namun, PNBP ini sejak tahun 2006 disetorkan langsung ke pusat dan dikelola dengan sistem APBN. Sebagian dana dapat digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan PNBP dari instansi pemerintah melalui suatu mekanisme pengajuan yang diatur dalam UU No. 20 tahun 1997 dan PP No. 73 tahun 1999. Tabel 8 Tarif masuk kawasan Bromo dan sekitarnya Sebelum Setelah Bromo dan PP No. 12/2014 (Rp) PP No. 12/2014 (Rp) sekitarnya Hari kerja Hari libur Hari kerja Hari libur Wisatawan 2 500 2 500 27 500 32 500 nusantara Wisatawan 22 500 22 500 217 500 317 500 mancanegara Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Tabel 9 Tarif masuk kawasan Semeru dan sekitarnya Sebelum Setelah Semeru dan PP No. 12/2014 (Rp) PP No. 12/2014 (Rp) sekitarnya Hari kerja Hari Libur Hari kerja Hari Libur Wisatawan 2 500 2 500 17 500 22 500 nusantara Wisatawan 22 500 22 500 207 500 307 500 mancanegara Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
TNBTS berupaya mengajukan perubahan untuk menjadi Badan Layanan Umum (BLU). TNBTS sudah mengajukan Rencana Strategis Bisnis Badan Layanan Umum (Renstra BLU). Namun, hingga saat ini masih belum mendapat respon dari pemerintah pusat. Pendanaan TNBTS hanya berasal dari pemerintah dan tidak ada sumber lain. Berbagai peluang pendanaan dari luar negeri juga belum menarik perhatian untuk dijadikan salah satu sumber pendanaan. Karena hubungan dengan internasional akan membutuhkan kewenangan yang lebih tinggi, ada kemungkinan rencana ini disusun pada level yang berbeda yang informasinya tidak diketahui oleh peneliti. Sebagai bagian dari institusi pemerintah, maka TNBTS memiliki keterbatasan. Pemerintah memberikan pendanaan untuk TNBTS setiap tahun dengan fleksibilitas yang sangat rendah. Walaupun saat pengajuan pendanaan memperhatikan kondisi riil di lapangan, namun banyak hal selama pengelolaan yang tidak terduga dan membutuhkan dana yang bisa jadi tidak dianggarkan pada RKT. Dengan sistem yang rigid, maka akan membatasi ruang gerak pengelolaan.
18 Athanas et al. (2001) menyatakan bahwa sumber anggaran dari pemerintah terkadang memiliki ketidaksesuaian pada tata waktu atau pada saat dibutuhkan. Ketidakpastian ini akan mempengaruhi efektivitas pengelolaan kawasan (Hardansyah 2013). Strategi Kemandirian TNBTS Strategi kelola usaha dilakukan dengan menganalisis kemungkinan pencapaian kemandirian TNBTS. Strategi ini mencoba untuk menutupi jarak antara pendanaan saat ini dengan pendanaan ideal. Usaha yang diproyeksikan merupakan usaha yang sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki TNBTS. TNBTS telah menyusun strategi kelola usaha dalam bentuk Rencana Srategi Bisnis Badan Layanan Umum TNBTS tahun 2010-2014. Namun, rencana ini belum dijalankan karena masih belum mendapat persetujuan pemerintah pusat. Hal yang perlu diperhatikan adalah saat ini pemasukan TNBTS hanya berasal dari tiket masuk pengunjung, sementara bisnis wisata dan bisnis konservasi belum dilaksanakan. Strategi kelola usaha ini dibedakan dalam tiga skenario, yaitu skenario pesimis, moderat, dan optimis. Strategi kelola usaha ini dirancang dengan tetap memperhatikan kelestarian kawasan. Strategi kelola usaha disusun untuk mencapai visi pengelolaan TNBTS. Strategi ini diharapkan dapat membantu TNBTS mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan TNBTS. Skenario optimis diterapkan apabila kondisi tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan TNBTS yang mempunyai kecenderungan mendukung tercapainya hasil yang diharapkan. Maksud dari hasil yang diharapkan adalah TNBTS mampu mendapatkan sumber pendapatan tambahan untuk kegiatan pengelolaannya. Sedangkan skenario moderat diterapkan apabila kondisi tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan TNBTS diasumsikan berjalan normal. Pada skenario moderat, TNBTS diasumsikan tetap menjalankan bisnis seperti saat ini dan tidak ada penambahan aktivitas bisnis lain di kawasan TNBTS. Skenario pesimis diterapkan apabila kondisi tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan TNBTS yang mempunyai kecenderungan untuk menghambat tercapainya hasil yang diharapkan. Skenario pesimis menggambarkan kondisi dimana terjadi penurunan penerimaan TNBTS sehingga kemandirian tidak tercapai. Ketiga skenario tersebut merupakan asumsi yang dapat terjadi dalam pengelolaan TNBTS beberapa tahun ke depan. Ketiga skenario ini memiliki kriteria sendiri, seperti hal yang diperlukan untuk mecapai dan kemungkinan penyebab terjadinya skenario tersebut. Keberhasilan suatu strategi yang telah ditetapkan sangat ditentukan oleh seberapa besar tingkat kesesuaian strategi tersebut dengan perubahan lingkungan, persaingan, serta situasi organisasi. Strategi pengembangan selanjutnya dijadikan sebagai pedoman untuk penyusunan program dan rencana operasional. a. Skenario Pesimis Skenario pesimis menggambarkan terjadinya penurunan PNBP (Tabel 10). Skenario ini menggunakaan asumsi PNBP TNBTS mengalami penurunan setiap tahunnya sebanyak 17.08%. Jumlah penurunan ini dipakai berdasarkan jumlah penurunan pengunjung yang terjadi pada tahun 2011 akibat erupsi Gunung Bromo.
19
Tahun 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tabel 10 Proyeksi PNBP skenario pesimis PNBP tahun Pengurangan 17.08% sebelumnya (Rp) (Rp) 15 171 196 500 12 579 956 138 10 431 299 629 8 649 633 653 7 172 276 225
2 591 240 362 2 148 656 508 1 781 665 977 1 477 357 428 1 225 024 779
PNBP (Rp) 15 171 196 500 12 579 956 138 10 431 299 629 8 649 633 653 7 172 276 225 5 947 251 446
Jika TNBTS masuk ke dalam skenario pesimis, maka PNBP akan semakin menurun dan kemandirian tidak tercapai. Hal yang dapat menurunkan PNBP adalah penurunan jumlah pengunjung, mengingat saat ini penerimaan TNBTS hanya berasal dari pungutan tiket masuk pengunjung. Menurut Faizah (2007) penurunan pengunjung dapat disebabkan oleh adanya bahaya di sekitar kawasan TNBTS seperti berikut : 1. Bencana alam, seperti meningkatnya aktivitas Gunung Bromo atau Semeru, gempa bumi, dan longsor; 2. Ketidakpastian harga, seperti sewa jeep dan kuda yang dipakai untuk memasuki kawasan 3. Perilaku penyedia jasa, termasuk dalam penyewaan jeep dan kuda yang menawarkan jasanya kepada pengunjung secara “paksa” sehingga mengurangi kenyamanan pengunjung dan enggan untuk datang kembali; 4. Gangguan kebersihan, seperti banyak sampah dan kotoran kuda di kawasan TNBTS, vandalisme, pengambilan tumbuh-tumbuhan seperti bunga anggrek dan edelweis, membakar ranting atau serasah sehingga potensial menimbulkan kebakaran; 5. Buruknya fasilitas umum di kawasan wisata, seperti WC yang kotor, ketersediaan tempat sampah yang memadai. Kelima faktor yang telah disebutkan merupakan beberapa hal yang dapat menyebabkan TNBTS mengalami penurunan PNBP. Oleh karena itu, TNBTS harus memperhatikan kondisi tempat wisata yang dimiliki agar pengunjung tetap nyaman dan ingin berkunjung kembali ke TNBTS. b. Skenario Moderat Skenario moderat menggambarkan kegiatan bisnis TNBTS pada saat ini. Penerimaan berasal dari tiket masuk pengunjung. Dalam 10 tahun terakhir, jumlah pengunjung TNBTS cenderung meningkat. Hal ini cukup menjanjikan untuk menjamin bahwa pendapatan TNBTS akan meningkat seiring bertambahnya jumlah pengunjung. Namun hal yang perlu diingat adalah masalah daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata. Menurut Cahyadi (2016), wisatawan nusantara masih nyaman berada di kawasan Pananjakan I, namun wisatawan mancanegara menilai bahwa kawasan tersebut sudah terlalu padat dan tidak nyaman lagi. Pernyataan ini sesuai dengan kondisi di lapangan, di mana pengunjung berdesakan dan tidak nyaman saat melihat sunrise di Penanjakan serta banyaknya jeep yang menyebabkan kemacetan dan antrian panjang saat menuju Penanjakan.
20 Selain itu, Bromo sudah tidak nyaman karena banyak sampah yang ditinggalkan pengunjung serta kotoran kuda yang memenuhi kawasan. Kotoran kuda ini menimbulkan bau yang tidak sedap juga mengundang lalat yang mengganggu rumah makan di kawasan sekitar Bromo. Sewaktu-waktu ketika TNBTS sudah mencapai daya dukung maksimal pengunjungnya, maka tidak akan terbentuk kurva kenaikan, melainkan akan berada dalam keadaan stagnan. Fenomena ini sudah mulai terlihat pada tahun 2014 dan 2015. PNBP TNBTS pada 2 tahun terakhir berkisar di angka 15 milyar rupiah (Gambar 6). Memang tidak dapat dipungkiri bahwa di akhir tahun 2015 Bromo berada dalam kondisi siaga, sehingga pendapatan TNBTS tidak mencapai target sebesar 16 milyar. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa TNBTS sudah mencapai pendapatan maksimalnya dari tiket masuk pengunjung. Jika pendapatan TNBTS hanya berkisar di jumlah 15 milyar, maka kemandirian tidak akan tercapai. Dan bukan tidak mungkin jika TNBTS tidak mengelola dengan baik kondisi kawasannya, maka TNBTS akan tergelincir ke skenario pesimis. 16
PNBP (milyar rupiah)
14 12 10
8 Jumlah Setoran PNBP (Rp)
6 4 2 0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun Gambar 6 PNBP TNBTS 2009-2015 c. Skenario Optimis Skenario optimis ini menggambarkan seluruh sumberdaya yang dimiliki TNBTS digunakan secara maksimal untuk mencapai kemandirian. Pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan tentu tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan tidak mengabaikan keberlanjutan kelestarian kawasan. Mengingat potensi sumberdaya alam kawasan yang dimiliki TNBTS, maka skenario ini menggunakan asumsi bahwa penerimaan TNBTS tidak hanya berasal dari tiket masuk saja, namun juga dari bisnis wisata dan bisnis konservasi (Tabel 11). Tabel 11 menunjukkan proyeksi pendapatan TNBTS dari unit bisnis selama 5 tahun ke depan dengan kenaikan keuntungan 10% setiap tahunnya. Pemasukan tambahan yang dapat diterima TNBTS berkisar antara 1-1.5 M rupiah. Jumlah ini belum diakumulasikan dengan pendapatan dari tiket masuk pengunjung.
21 Tabel 11 Proyeksi PNBP skenario optimis Pemasukan tahun ke (Rp) (dalam juta rupiah) Unit Bisnis 1 2 3 4 5 Paket agrowisata 30.00 33.00 36.30 39.93 43.92 Wisata pendakian 210.00 231.00 254.10 279.51 307.46 Jasa pemanduan 168.00 184.80 203.28 223.61 245.97 Outbond 171.00 188.10 206.91 227.60 250.36 Wisata religi 42.00 46.20 50.82 55.90 61.49 Wisata rehabilitasi 12.00 13.20 14.52 15.97 17.57 Animal watching 30.00 33.00 36.30 39.93 43.92 Minat khusus pendidikan 102.00 112.20 123.42 135.76 149.34 konservasi alam Geovulkanologi 12.00 13.20 14.52 15.97 17.57 Guesthouse 64.80 71.28 78.41 86.25 94.87 Catering 36.00 39.60 43.56 47.92 52.71 Camping groung 42.00 46.20 50.82 55.90 61.49 Penjualan tanaman hias 10.80 11.88 13.07 14.37 15.81 Pemanfaatan tanaman 3.00 3.30 3.63 3.99 4.39 adas Pemanfaatan rumut gajah 1.00 1.10 1.21 1.33 1.46 Hasil hutan non kayu 1.00 1.10 1.21 1.33 1.46 Pemanfaatan air 45.00 49.50 54.45 59.90 65.88 Total pemasukan 980.60 1 078.66 1 186.53 1 305.18 1 435.70 Tabel 12 menunjukkan perolehan PNBP TNBTS dengan akumulasi pendapatan dari tiket masuk dengan asumsi kenaikan pengunjung sebesar 16.63% setiap tahunnya dan pendapatan dari unit bisnis dengan asumsi kenaikan keuntungan sebesar 10% setiap tahunnya. Tabel 12 Total pemasukan PNBP TNBTS skenario optimis Pemasukan tahun ke (Rp) (dalam juta rupiah) Pemasukan 1 2 3 4 5 Pungutan tiket masuk
17 694.17 20 636.71 24 068.59 28 071.20 32 739.44
Unit bisnis Total pemasukan
980.60 1 078.66 1 186.53 1 305.18 1 435.70 18 674.77 21 715.37 25 255.12 29 376.38 34 175.13
Pada 2015, biaya pengelolaan TNBTS yang dianggarkan oleh pemerintah adalah 25 M rupiah. Dana ini diasumsikan adalah dana ideal yang dibutuhkan untuk pengelolaan TNBTS. Apabila TNBTS menjalankan skenario optimis, maka kemandirian sepenuhnya dapat dicapai dalam 3 tahun. Hal ini berarti TNBTS tidak perlu menggunakan anggaran dari pemerintah untuk menjalankan kegiatan pengelolaannya. Bisnis wisata dan bisnis konservasi mampu meberikan tambahan
22 penerimaan kepada TNBTS. Bisnis ini diharapkan dapat terus berjalan dan memberikan profit bagi TNBTS. Dengan memiliki bisnis sendiri, maka TNBTS mampu menjamin pembiayaan pengelolaan kawasan seluruhnya di masa depan. Perbandingan proyeksi penerimaan TNBTS tertera pada Gambar 7. Pada grafik, skenario pesimis menunjukkan penurunan pendapatan TNBTS, skenario moderat menunjukkan pendapatan TNBTS dalam kondisi stagnan dengan asumsi sudah maksimal di angka 15 milyar jika hanya mengandalkan pendapatan dari tiket masuk pengunjung, dan skenario optimis menunjukkan kenaikan pendapatan TNBTS karena mengoptimalkan kegiatan bisnis dengan sumberdaya alam kawasan yang dimilikinya. Oleh karena itu, skenario optimis dipandang lebih menjanjikan. Pendapatan dari unit bisnis yang diterima oleh TNBTS dapat menjadi pendapatan tambahan yang jika dikelola dengan baik, akan menjadi sumber dana yang lebih stabil dan berkelanjutan.
40 Skenario Pesimis
PNBP (milyar rupiah)
35 30
Skenario Moderat
25 20
Skenario Oprimis
15 10 5 0 1
2
3
4
5
Tahun keGambar 7 Perbandingan proyeksi penerimaan TNBTS skenario pesismis, moderat, dan optimis Strategi Pencapaian Kemandirian TNBTS 1. Strategi Kelembagaan Kemandirian tidak hanya masalah finansial saja, namun juga terkait masalah kelembagaan yang mampu medukung kemandirian taman nasional. Taman nasional memiliki ukuran, keragaman, tujuan, dan tipe pengelolaan yang bervariasi. Berbagai faktor ini membuat taman nasional memiliki kerangka institusi yang berbeda dalam pengelolaan taman nasional. Merancang insitutsi pengelola taman nasional tidaklah mudah dan sederhana. Hal ini dikarenakan banyaknya pihak baik publik maupun privat yang dilibatkan dalam pengelolaan taman nasional. Saat ini TNBTS sepenuhnya dimiliki dan dibiayai oleh pemerintah Indonesia. Hal ini menyebabkan TNBTS sendiri tidak dapat mengatur masalah kebijakan dan legalitas. Semua hal tersebut masih sangat tergantung dengan pemerintah pusat, yaitu Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
23 TNBTS cenderung terikat dengan kebijakan yang dibuat oleh KLHK. Namun nilai positif yang dapat dinikmati ketika dimiliki sepenuhnya oleh negara adalah, kepastian anggaran dari pemerintah. TNBTS tidak perlu kesulitan mencari pendanaan karena setiap tahun pemerintah menjamin untuk memberikan biaya pengelolaan. Untuk mencapai kemandirian, TNBTS membutuhkan kelembagaan yang lebih fleksibel dalam mengatur keuangannya. Oleh karena itu, salah satu hal yang dapat dipertimbangkan adalah mengubah bentuk kelembagaan taman nasional. Menurut Barborak (1995), ada beberapa pertanyaan yang mampu memudahkan klasifikasi pengelolaan taman nasional, seperti: a. Siapakah yang memiliki lahan kawasan? b. Apakah kerangka legal lokal, regional, nasional, dan internasional untuk manajemen kawasannya? c. Siapa yang bertanggung jawab untuk keseluruhan manajemen kawasan? d. Apakah tanggung jawab pihak lain ketika mengimplementasikan suatu program atau aktivitas? e. Siapa yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan? f. Siapakah yang memiliki tanggung jawab untuk memastikan pihak pengelola bekerja mengatur taman nasional sesuai dengan peraturan yang telah dibuat? g. Siapa yang membayar biaya yang dibutuhkan? Setelah dianalisis dengan pertanyaan di atas, maka taman nasional setidaknya memenuhi kriteria dari beberapa tipe institusi pengelola taman nasional berikut (Barborak 1995): a. Dimiliki oleh dan dikelola sebagian atau seluruhnya oleh pemerintah. b. Dimiliki dan dikelola oleh provinsi atau negara bagian. c. Dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah lokal, seperti kabupaten atau kota. d. Dimiliki dan atau dikelola oleh individu. e. Dimiliki dan atau dikelola oleh swasta. f. Dikelola oleh perguruan tinggi. g. Dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). h. Dikelola oleh suku asli atau masyarakat setempat. Dalam rangka mencapai kemandirian, TNBTS mengupayakan disahkannya TNBTS sebagai Badan Layanan Umum (BLU). BLU merupakan perwujudan tipe pengelolaan taman nasional yang dimiliki parsial oleh negara. Pemilik kawasannya adalah negara, namun lembaga pengelolanya adalah BLU. Tidak ada jaminan bahwa BLU akan membantu mencapai kemandirian atau memberikan keleluasaan yang dibutuhkan oleh pengelola TNBTS, namun BLU merupakan salah satu pilihan di antara berbagai aturan main ketat yang sangat membatasi ruang gerak pengelola dalam mengatur pendanaannya (Muthiah 2015). Salah satu kelemahan pengelolaan taman nasional oleh negara adalah tidak adanya lembaga lain yang dapat mengontrol apabila terjadi kesalahan manajemen (mismanagement). Namun, kelebihannya adalah adanya “kepastian” di dalam pendanaan walaupun pada umumnya masih di bawah anggaran yang diperlukan dalam manajemen taman nasional tersebut. Dengan demikian, pengelolaan TNBTS dalam bentuk BLU menjadi salah satu pilihan terbaik menuju kemandirian pengelolaan secara finansial. Indriani (2012) menyampaikan bahwa permasalahan yang akan ditemui TNBTS ketika akan menjalankan BLU adalah TN tidak memiliki tupoksi
24 melaksanakan dan mengembangkan bisnis sehingga struktur organisasi TN tidak memiliki pejabat yang bertanggung jawab dalam mengelola bisnis dan tidak fokus melaksanakan bisnis serta instansi pembina di pusat tidak memiliki tupoksi pembinaan BLU, sehingga upaya pencapaian pembentukan BLU menjadi terhambat. Langkah-langkah yang dapat ditempuh sebagai implikasi dijalankannya lembaga BLU adalah: a. Penambahan tupoksi pengembangan bisnis pada satuan kerja (UPT TN) BLU. b. Untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang baru maka perlu peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan-pelatihan, penambahan jumlah maupun perekrutan tenaga lepas. Menurut Osborne et al. (1996), pemerintahan dan bisnis adalah lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintah tidak bisa meraih efisiensi pasar seperti bisnis. Kenyataan bahwa pemerintah tidak dapat dijalankan seperti sebuah bisnis tentu saja tidak berarti bahwa pemerintah tidak bisa mewirausaha. Pemerintah yang berwirausaha dapat menjadi pemerintahan yang lebih baik namun membutuhkan keahlian yang lebih baik. c. Untuk meningkatkan kinerja keuangan perlu dilakukan optimalisasi pendapatan dan efisiensi biaya. d. Kerjasama dengan pihak ketiga baik tenaga ahli dan konsultan dalam Pemenuhan Persyaratan Administrasi seperti penyusunan Rencana Strategis Bisnis, Rencana Bisnis dan Anggaran, pembuatan Standar Pelayanan Minimal dan penyusunan Pola Tata Kelola. e. Optimalisasi alokasi sumber daya pada instansi pembina pusat baik dalam hal sumberdaya manusia, metode dan anggaran yang berkaitan dengan BLU guna mendukung perwujudan satker BLU. Taman nasional yang selama ini menjalankan fungsi perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan, harus menambah tugas untuk menjalankan bisnis yang akan menjadi sumber pendanaan taman nasional. Menurut Hartono (2008), terdapat beberapa kendala ketika menjalankan sistem taman nasional mandiri, salah satunya adalah terkait dengan peran taman nasional. Apabila taman nasional berperan sebagai operator, maka dapat dipastikan tugas pokok mengelola taman nasional akan semakin berat, karena banyak sumberdaya (khususnya SDM) harus dimobilisasikan pada kegiatan yang menghasilkan sumber penerimaan. Kemandirian taman nasional membutuhkan suatu kelembagaan untuk mengatur bisnis tanpa melupakan kelestarian sumberdaya dan kawasannya. Hal yang tidak kalah penting dalam mencapai kemandirian harus melibatkan masyarakat sekitar kawasan dan tidak menutup pihak swasta dan lembaga nonprofit untuk membantu taman nasional menuju kemandirian. Menurut Basuni (2009), manajemen kawasan hutan konservasi menjadi lebih kompleks sejalan dengan munculnya konsep biodiversitas yang mencakup level genetik, spesies, ekosistem dan lanskap. Implikasi dari implementasi konsep ini tentu saja membawa pada semakin banyaknya obyek dan aktivitas konservasi serta semakin perlunya melibatkan profesional dari berbagai disiplin. Pelibatan pihak lain akan membuka kesempatan yang lebih besar dalam pemanfaatan sumberdaya alam dengan teknologi ramah lingkungan yang bisa jadi belum dikuasai atau dikenal dalam manajemen kawasan konservasi selama ini (Muthiah 2015). Sistem kelembagaan seperti ini harus ditopang oleh kebijakan dan kemauan semua pihak termasuk pemerintah untuk mendukung tercapainya kemandirian taman nasional.
25 2. Strategi Kelola Usaha Taman nasional mandiri mendorong berjalannya bisnis di dalam kawasan taman nasional. Namun, bisnis yang dijalankan harus tetap memperhatikan kelestarian kawasan. BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah/daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Sementara Pola Pengelolaan Keuangan (PPK)-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (PP. 23/2005 Pasal 1). BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/ lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan (PP. 23/2005 Pasal 3). Langkah awal yang perlu dipertimbangkan TNBTS dalam mengelola usahanya adalah: a. Usaha yang dibuat menjamin kecukupan dana pengelolaan TNBTS dan memiliki prospek berkelanjutan di masa mendatang Jika TNBTS menjalankan skenario optimis dalam kegiatan bisnisnya, maka kemandirian akan dicapai dalam waktu 3 tahun. Setelah 3 tahun, TNBTS akan mampu menjadi taman nasional mandiri yang tidak bergantung kepada pemerintah dalam hal pendanaan. Untuk menjamin bahwa bisnis yang dijalankan akan mendatangkan keuntungan, maka perlu dilakukan analisis kalayakan usaha. Analisis yang dilakukan dalam studi kelayakan usaha mencakup banyak faktor yang dikerjakan secara menyeluruh, meliputi aspek teknis, pasar dan pemasaran, manajemen, hukum, lingkungan, dan keuangan (Umar 2005). Salah satu aspek terpenting dalam studi kelayakan usaha ialah aspek finansial atau keuangan yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menyatakan apakah suatu rencana usaha atau kegiatan investasi layak untuk dijalankan (Rangkuti 2000). Kelayakan finansial suatu usaha dapat diukur dari berbagai kriteria dengang menggunakan alat analisis, seperti: Break Even Point (BEP), benefit/cost rasio, payback period, Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI), dan Internal Rate of Return (IRR). NPV, IRR, dan PI adalah kriteria untuk mengukur suatu rencana investasi yang mempertimbangkan berapa nilai sekarang dari suatu pendapatan yang diterima di masa mendatang (Rangkuti 2000). b. Usaha yang dibuat memiliki payung hukum yang jelas Hukum merupakan aspek legal yang penting dalam kegiatan bisnis dalam kawasan konservasi. Jika tidak ada kepastian hukum yang jelas, maka bisnis di kawasan tidak dapat berjalan. Beberapa peraturan perundangan yang mendukung pengelolaan taman nasional secara mandiri adalah UU No. 5/1990 Pasal 34, UU No. 41/1999 Pasal 30, PP No. 28/2011 Pasal 43, PP No. 36/2010 Pasal 7, 8, dan 26, PP No.6/2007 Pasal 9, PP No. 23/2005 Pasal 4, dan P.19/Menhut-II/2004 Pasal 1.
26 3. Strategi Kelola Sosial Baig (2010) mengidentifikasi keberhasilan strategi pendanaan berkelanjutan tergantung pada perumusan dan pelaksanaan rencana keuangan dan melalui mekanisme manajemen yang stabil yang meliputi orang-orang dengan kemampuan yang relevan untuk membuat rencana strategis dan keuangan, implementasi dan manajemen. Wiratno (2009) menyatakan bahwa pengelolaan taman nasional secara internal dipengaruhi oleh masalah keterbatasan sumberdaya, yang antara lain sumberdaya manusia (kualitas maupun kuantitasnya), sarana dan prasarana, serta dana pengelolaan. SDM merupakan kunci keberhasilan kemandirian pengelolaan taman nasional. Kemandirian memerlukan SDM yang mampu secara kreatif dan inovatif mencari dan memanfaatkan sumberdaya yang dapat dijadikan sumber-sumber pendanaan secara berkelanjutan. Selain itu, juga dibutuhkan SDM yang mampu mengatur keuangan taman nasional agar efektif dan efisien. Keuangan harus ditata agar tepat porsi dan tujuan penggunaan serta dalam waktu yang tepat. Terdapat beberapa kualifikasi SDM yang harus dipenuhi oleh pengelola kawasan konservasi untuk mampu mendorong pendanaan yang berkelanjutan. Terdapat lima elemen penting untuk mencapai keberlanjutan pendanaan menurut IUCN (2006): 1. Membangun portofolio finansial yang beraneka ragam, stabil dan aman: meminimalkan resiko dan fluktuasi. 2. Meningkatkan efektivitas administrasi finansial, yaitu menjamin bahwa pendanaan dialokasikan dan dibelanjakan guna mendukung tujuan konservasi. 3. Menganalisis biaya dan keuntungan secara komprehensif, yaitu memenuhi seluruh biaya kawasan konservasi, memastikan bahwa pihak yang menunjang biaya kawasan konservasi dikenali dan diberi kompensasi secara memadai, dan pihak yang memperoleh keuntungan dari kawasan konservasi memberi kontribusi yang adil untuk pemeliharaan kawasan. 4. Menciptakan kemungkinan kerangka kerja finansial dan ekonomi, yaitu mengidentifikasi pasar potensial, kebijakan penentuan harga, dan merubah kebijakan yang dapat mengurangi nilai kawasan konservasi atau menghalangi pendanaan kawasan konservasi. 5. Penguatan dan peningkaan kapasitas untuk menggunakan peralatan dan mekanisme finansial, yaitu memasukkan analisis dan mekanisme finansial dalam proses perencanaan kawasan konservasi. Selain kesiapan pengelola, TNBTS juga harus memperhatikan keberterimaan (acceptance) dari masyarakat sekitar taman nasional yang hidupnya sangat bergantung dari sumberdaya alam yang dimiliki taman nasional. Perubahan sistem pengelolaan menjadi taman nasional mandiri harus mampu menjamin kesejahteraan masyarakat sekitar. Moeliono et al. (2010) menyatakan bahwa kebijakan kawasan konservasi tanpa perundingan dengan masyarakat setempat bertentangan dengan pengakuan terhadap hak dan eksistensi masyarakat setempat, karena hal ini berarti tidak mempertimbangkan ketergantungan masyarakat pada sumberdaya alam (atau lahan) yang berada di kawasan konservasi serta pola pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan oleh masyarakat setempat.
27 Untuk mengurangi potensi permasalahan dengan masyarakat setempat, maka masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan taman nasional. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah: 1. Kebijakan yang baru harus menguntungkan masyarakat secara sosial, ekonomi, dan ekologi. 2. Memberikan kejelasan hak akses dan aturan yang berlaku, sehingga tidak terjadi pemanfataan secara tidak terkendali. 3. Mengikutsertakan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan. 4. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam dalam TNBTS. 5. Membangun kepercayaan sosial (social trust) antara masyarakat dan pengelola TNBTS. Menurut McKinnon et al. (1990), kebijakan pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan harus mempertimbangkan dukungan masyarakat setempat. Dengan demikian, strategi kelola sosial TNBTS harus memastikan bahwa masyarakat memperoleh manfaat dari kemandirian pengelolaan TNBTS, sehingga mereka mendukung pengelolaannya dan bersedia untuk berpartisipasi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Anggaran pengelolaan TNBTS saat ini sepenuhnya bersumber dari pemerintah. Apabila dilihat dari perolehan PNBP tahun anggaran 2014, TNBTS sudah memenuhi kebutuhan anggaran pengelolaan pada tahun tersebut, yaitu sebesar 15 milyar rupiah. Dengan demikian, pengelolaan TNBTS sudah mencapai kemandirian. Untuk memberikan kepastian kemandirian pengelolaan TNBTS, maka skenario pengembangan yang dipilih adalah skenario optimis, melalui tiga strategi pengelolaan, yaitu: 1. Strategi kelola kelembagaan: dengan mengembangkan sistem kelembagaan semi independen, yang lebih leluasa dalam mengatur keuangan dan bisnis konservasi tanpa melupakan kelestarian kawasan. 2. Strategi kelola usaha, meliputi kepastian usaha, kemapanan usaha dalam menjamin pendanaan, dan payung hukum yang menjamin keberlangsungan bisnis konservasi. 3. Strategi kelola sosial: meningkatkan kapasitas SDM pengelola dan meningkatkan dukungan masyarakat sekitar dan pemerintah daerah dalam pengelolaan TNBTS. Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang direkomendasikan adalah: 1. Perlu dorongan yang kuat agar pengelolaan TNBTS dilakukan oleh BLU, termasuk kerangka payung hukumnya.
28 2. Perlu disiapkan kondisi pemungkin (enabling condition) guna mengimplementasikan skenario optimis, termasuk kelayakan usaha yang akan dikembangkan dan strategi pencapaiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Athanas A, Vorhies F, Ghersi F, Shadie P, Shultis J. 2001. Guidelines for Financing Protected Area in East Asia. Gland (CH) dan Cambridge (GB): International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. Baig S. 2010. A Sustainable Financing Strategy for the Andaman. Colombo (LK): International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. Barborak J. 1995. Institutional options for managing protected areas. Di dalam: McNeely JA. 1995. Expanding Partnership in Conservation. IUCN-The World Conservation Union. Washington DC (USA): Island Press. Basuni S. 2009. Masa depan manajemen kawasan hutan konservasi: Buku II Pemikiran Guru Besar IPB, disunting oleh Sumarjo et al. Bogor (ID): IPB. [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2009a. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2009. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2009b. Rencana Strategis Bisnis Badan Layanan Umum 2010-2014 Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2009c. Rencana Strategis Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2010-2014. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2010. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2010. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2011. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2011. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2012. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
29 [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2013a. Statistik Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2013. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2013b. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2013. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2014a. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2014. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. [BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2014b. Rencana Strategis Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2015-2019. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Cahyadi HS. 2016. Kapasitas daya dukung psikologi wisatawan di Pananjakan I, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur. Jurnal Manajemen Resort and Leisure. XII (2016): 44-54. Clark S. 2007. Conservation Finance. Washington DC (USA): Island Press. Emerton L, Bishop J, Thomas L. 2006. Sustainable financing of protected areas: a global review of challenges and options. Gland (CH) dan Cambridge (UK): IUCN (The World Conservation Union). Faizah NK. 2007. Potensi Bahaya di Kawasan Wisata Gunung Bromo, Resort Tengger Laut Pasir, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hardansyah R. 2013. Penataan kelembagaan menuju pengelolaan taman nasional mandiri di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango [Tesis]. Bogor (ID): Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan. Magister Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hartono. 2008. Taman Nasional Mandiri: Telaah Singkat Kemungkinan Pembentukannya. Yogyakarta (ID): Reuni Akbar dan Seminar Lustrum IX. Fakultas Kehutanan UGM 6-8 November 2008. Indriani D. 2012. Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi Pengelolaan Taman Nasional Mandiri yang Berkelanjutan [Tesis]. Bogor (ID): Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati. Magister Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2011a. Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional. Jakarta (ID) : Kemenhut. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2011b. Statistik Kehutanan Indonesia 2010. Jakarta (ID) : Kemenhut. Leverington F, Costa KL, Courrau J, Pavese H, Nolte C, Marr M, Coad L, Burgess N, Bomhard B, Hocking M. 2010. Management effectiveness
30 Evaluation in protected area – global study. Brisbane (AU): The University of Queensland. McKinnon JK, Child G, Torshell J. 1990. Managing of protected areas in the tropics. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. McNeely JA. 1995. Expanding Partnership in Conservation. IUCN-The World Conservation Union. Washington DC (USA): Island Press. McNeely JA. 1999. Mobilizing Broader Support for Asia’s Biodiversity: How Civil Society Can Contribute to Protected Area Management. Manila (PH):Asia Development Bank and IUCN. Mcquistan CI, Fahmi Z, Leisher C, Halim A, Adi SW. 2006. Pendanaan Kawasan Konservasi di Indonesia. Jakarta (ID): Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Muthiah J. 2015. Strategi pencapaian pengelolaan mandiri Taman Nasional Komodo [Tesis]. Bogor (ID): Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan. Magister Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Moelyono M, Limberg G, Minnigh P, Mulyana A, Indriatmoko M, Utomo NA, Saparuddin, Hamzah, Iwan R, Purwanto E. 2010. Meretas Kebuntuan: Konsep dan panduan pengembangan zona khusus bagi Taman Nasional di Indonesia. Bogor (ID): Center for International Forestry Research. Osborne D, Geabler T. 1996. Mewirausahakan Birokrasi : Mentransformasi Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik, penerjemah : Rosyid A. Jakarta (ID): Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari Reinventing government : how the entrepreneurial spirit is transforming the public sector. Paine JR, Byron N, Poffenberger M. 1997. Status, trend and future scenarios for forest conservation including protected area in the Asia-Pacific region. AsiaPacific forestry sector outlook study working paper series No.4. Rome (IT): Forestry Policy and Planning Division. Panda R. 2012. Anggaran konservasi hutan indonesia masih terendah di dunia. Kontan [Internet]. [diunduh 17 Juni 2015]. Tersedia pada: http://nasional.kontan.co.id/news/anggaran-konservasi-hutan-indonesia-masihterendah-di-dunia. Rangkuti F. 2000. Business Plan: Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis Kasus. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Soekmadi R. 2002. National park management in Indonesia: focused on the issues of desentralization and local participation [Disertasi]. Gottingen (DE): Gottingen University. Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Wiratno. 2009. Kawasan Konservasi di Tengah Pusaran Zaman. Konservsi Alam VIII (1):6-19.
31 RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada 5 Desember 1992. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Zulkifli dan Ibu Tiny Foead. Pendidikan formal ditempuh di TK Tunas Karya pada tahun 1997-1998, Sekolah Dasar Kristen Kalam Kudus tahun 1998-2004, Sekolah Menengah Pertama Kristen Kalam Kudus tahun 2004-2007, dan Sekolah Menengah Atas Candle Tree tahun 2007-2011. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif berorganisasi sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) dan anggota Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) Tarsius. Penulis pernah mengikuti kegiatan ekspedisi Rafflesia (Eksplorasi Flora Fauna dan Ekowisata Indonesia) Himakova 2013 di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, Cianjur Selatan, Jawa Barat. Penulis juga melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (2013) di Cagar Alam Pangandaran dan Gunung Sawal serta Praktek Pengelolaan Hutan (2014) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Selain itu penulis pernah mengikuti kegiatan magang bersama tim WWF Nusa Tenggara dan melakukan student exchange di Georg-August Universitat, Goettingen (2015-2016). Penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Bromo Tengger Semeru” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MScF sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB.