STUDI KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI PADA MASYARAKAT TENGGER DI RESORT RANU PANI, TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU
MEYLIANA ASTRIYANTIKA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati pada Masyarakat Tengger di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014 Meyliana Astriyantika NIM E34100034
ABSTRAK MEYLIANA ASTRIYANTIKA. Studi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati pada Masyarakat Tengger di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Dibimbing oleh HARNIOS ARIEF dan TUTUT SUNARMINTO. Desa Ranu Pani merupakan Desa enclave yang berada di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pemahaman dan motivasi masyarakat Tengger, tingkat ketergantungan ekonomi, dan mengkaji aksi nyata konservasi. Metode yang digunakan dimulai dengan studi literatur, observasi lapang dan penyebaran kuesioner. Kepercayaan bahwa hutan merupakan sebuah sistem kehidupan yang harus dilestarikan, membentuk sikap positif pada masyarakat Tengger untuk menjaga hutan agar lestari secara turun-temurun, pemanfaatan terbatas hanya mengambil pohon yang sudah mati dan rumput untuk pakan ternak. Pendapatan ekonomi masyarakat diperoleh dari hasil perladangan sehingga tidak tergantung dari sumberdaya alam hayati di hutan. Masyarakat melakukan aksi konservasi seperti penanaman, pemadaman api, dan turut serta dalam masyarakat kader konservasi maupun masyarakat mitra polhut. Penyuluhan telah dilakukan oleh pengelola Resort Ranu Pani untuk memberikan pemahaman konservasi kepada masyarakat agar menjaga keamanan dan memahami aturan yang ditetapkan. Kata kunci: konservasi, masyarakat Tengger, Resort Ranu Pani
ABSTRACT MEYLIANA ASTRIYANTIKA. Study of Biological Resources Conservation in Tengger Society at Ranu Pani Resort, Bromo Tengger Semeru National Park. Supervised by HARNIOS ARIEF and TUTUT SUNARMINTO. Ranu Pani village is an enclave village located in a area Ranu Pani Resort, Bromo Tengger Semeru National Park. Purpose of this study was to access the understanding and motivation of Tengger society, the level of economic dependency, and examines the real action of conservation. Methods in use begins with a literature study, field observation, and questionnaires. The trust believed that the forest is the system of life that must be preserved for the sake of happiness the offspring, forming positiveness on Tengger society to maintain the forest in order to preservein an hereditary manner, utilization done very limited only adoption of kindling the trees that is dead and retrieval grass for cattle course. The economic society derived from the results of the field so as not to be depended from biological resources in the forest. Ranu Pani village society sometimes actively in conservation activities through planting, forest ares extinguish the blaze, and joined in the conservation cadre society ang public patner of rangers. Various counseling who regularly performed by the management of Ranu Pani Resort, capable of being creates understanding conservation for Ranu Pani society so take care of security of the area an understand the established rules. Keywords: conservation, Tengger society, Ranu Pani Resort
STUDI KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI PADA MASYARAKAT TENGGER DI RESORT RANU PANI, TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU
MEYLIANA ASTRIYANTIKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Studi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati pada Masyarakat Tengger di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Nama : Meyliana Asriyantika NIM : E34100034
Disetujui oleh
Dr Ir Harnios Arief, MScF Pembimbing I
Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-Maret 2014 ini ialah konservasi, dengan judul Studi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Pada Masyarakat Tengger Di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Harnios Arief, MScF dan Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran serta arahan selama penelitian berlangsung dan dalam penulisan skripsi ini. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur dan masyarakat Desa Ranu Pani yang telah membantu dan bekerjasama dalam pengumpulan data penelitian ini. Ungkapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada Ayahanda Masrun Dani, SE dan Mama Hermaini, adikadikku tersayang serta seluruh keluarga, atas segala doa, semangat dan kasih sayangnya. Selain itu juga ucapan terima kasih kepada angkatan Nepenthes Rafflesiana KSHE 47, keluarga besar KSHE dan FAHUTAN IPB, serta sahabatsahabat terbaik saya atas segala doa, kasih sayang dan kekeluargaan yang erat selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Meyliana Astriyantika
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Kerangka Pikir
2
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Alat dan Objek
4
Jenis Data
4
Prosedur Pengambilan Data
5
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian
8 8
Interaksi Masyarakat terhadap SDAH di Desa Ranu Pani
11
Aksi Konservasi Masyarakat Desa Ranu Pani
20
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
27
DAFTAR TABEL 1 Kriteria teknik pengambilan data 2 Kriteria penilaian persepsi menggunakan skala Likert yang telah dimodifikasi oleh Avenzora (2008) 3 Matriks SWOT 4 Kondisi Desa Ranu Pani 5 Analisis strategi menggunakan matriks SWOT
5 6 7 8 22
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kerangka pikir penelitian Peta lokasi penelitian Aktivitas di Desa Ranu Pani Desa Ranu Pani Perladangan Hasil skoring skala Likert (Masyarakat) Hasil skoring skala Likert (Pengelola) Uji persepsi antara petani dan non-petani Pengambilan rumput Pengambilan kayu bakar Uji persepsi antara petani pemilik lahan dan bukan pemilik lahan Areal persemaian Pohon penanaman
3 4 9 11 11 12 14 16 17 17 18 23 23
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Hasil perhitungan uji chi-square SPSS Keadaan dan dan status perlindungan satwaliar di Desa Ranu Pani Keadaan dan status perlindungan vegetasi di Deasa Ranu Pani Peranan flora bagi masyarakat Desa Ranu pani Peranan fauna bagi masyarakat Desa Ranu Pani Nilai rupiah pemanfaatan fauna di Desa Ranu Pani Nilai rupiah pemanfaatan flora Desa Ranu Pani
27 33 34 35 36 36 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan salah satu diantara beberapa taman nasional yang ada di Propinsi Jawa Timur yang memiliki peranan penting dalam menjaga fungsi keseimbangan ekosistem kawasan yang ada di daerah sekitar Jawa Timur. Keberadaan TNBTS memberikan fungsi dan manfaat bagi masyarakat pada Desa enclave maupun Desa-Desa lainnya di sekitar kawasan. Salah satu wilayah enclave yang berada di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah Desa Ranu Pani di Resort Ranu Pani, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) I TNBTS. Keberadaannya sebagai wilayah enclave tersebut, menjadikan Desa Ranu Pani sangat berpotensi untuk dilakukan penelitian terhadap sumberdaya alam hayati yang ada di dalamnya karena masih selalu terjadi interaksi langsung dengan masyarakat, hal ini tentu saja dapat menimbulkan banyak dampak terhadap kelestarian sumberdaya alam di kawasan tersebut. Desa Ranu Pani sebagian besar dihuni oleh masyarakat asli yang disebut masyarakat suku Tengger yang homogen dalam kehidupan ekonomi, sosial maupun budaya. Kepercayaan masyarakat Suku Tengger terhadap Gunung Bromo dan Gunung Semeru sangat besar, sehingga telah menciptakan hubungan yang erat antara masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani dengan alam. Norma-norma adat sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat suku Tengger yang mengartikan bahwa mereka memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di kawasan hutan daerah Ranu Pani secara terbatas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan tetap berprinsip menjaga kelestariaan sumberdaya alam hayati yang ada di lokasi tersebut. Interaksi antara masyarakat dengan kawasan TNBTS tidak dapat dihindari dengan tinggalnya masyarakat Desa enclave di dalam kawasan TNBTS. Ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan, tingkat pendapatan yang rendah, dan kecenderungan memilih pekerjaan yang dapat menghasilkan keuntungan dalam waktu singkat mendorong masyarakat melakukan interaksi yang dapat mengancam kelestarian kawasan, seperti perambahan lahan. Berbagai kekayaan alam yang ada di wilayah hutan dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber penghasilan dan berdaya guna dalam kehidupan sosial ekonominya. Masyarakat daerah seperti ini cenderung akan lebih giat menggunakan lahan dan sumberdaya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dalam segala aspek. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani telah lama memanfaatkan sumberdaya alam hayati, khususnya tumbuhan sebagai bahan pemenuh kebutuhan hidup. Namun tingginya kegiatan wisata di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, khususnya Resort Ranu Pani, berbagai hal yang dibawa oleh para wisatawan dapat mempengaruhi gaya hidup masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani itu sendiri. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menggeser pengetahuan, motivasi, perilaku, dan budaya tradisional masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan untuk menjaga kelestarian alam, sehingga dapat mengancam kelestarian sumberdaya alam hayati Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
2 Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: Menilai pemahaman dan motivasi masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati di Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Menilai dinamika tingkat ketergantungan ekonomi masyarakat terhadap sumberdaya alam hayati di kawasan Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Mengkaji aksi nyata masyarakat Desa Ranu Pani dalam tindakan konservasi terhadap sumberdaya alam hayati di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi terbaru mengenai keadaan interaksi masyarakat bromo tengger dalam aspek sosial ekonomi di kawasan Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kemudian hasil penelitian juga sebagai penyempurnaan sistem pengelolaan masyarakat, sehingga dampak negatif dapat diminimalisir dan dampak positifnya dapat ditingkatkan. Kerangka Pikir Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa hal yang patut untuk dikaji, atau menjadi suatu masalah di lokasi penelitian sehingga dapat dilakukan identifikasi dan analisis untuk memperoleh suatu solusi pengelolaan yang baik. Kerangka pikir adalah narasi (uraian) atau pernyataan tentang kerangka konsep pemecahan masalah yang telah diidentifikasi atau dirumuskan. Kerangka pikir dalam sebuah penelitian sangat menentukan kejelasan dan validitas proses penelitian secara keseluruhan. Melalui uraian dalam kerangka pikir, peneliti dapat menjelaskan secara komprehensif variabel-variabel apa saja yang diteliti dan dari teori apa variabel-variabel tersebut diturunkan, serta mengapa variabel-variabel itu yang diteliti. Uraian dalam kerangka pikir harus mampu menjelaskan dan menegaskan secara komprehensif variabel yang diteliti. Di dalam menulis kerangka pikir, ada tiga hal yang perlu dijelaskan yakni kerangka teoritis, kerangka konseptual, dan kerangka operasional. Adapun kerangka pikir yang digunakan disajikan pada Gambar 1.
3 Interaksi masyarakat Desa Ranu Pani terhadap SDAH
Persepsi Masyarakat
Pemahaman dan motivasi masyarakat terhadap SDAH
Kondisi interaksi denganSDAH
Pemanfaatan
Jenis Trend Pemanfaatan
Potensi
Identifikasi
Intensitas
Frekuensi
Ketergantungan ekonomi
Gap yang terjadi Under
Over
Strategi Pengelolaan Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2014 di Desa Ranu Pani, kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Desa ini terletak di
4 dalam kawasan TNBTS (Desa enclave) di sekitar Danau Ranu Pani. Di Desa ini masih dijumpai masyarakat asli dari Suku Tengger yang secara turun-temurun berinteraksi dengan sumberdaya alam di sekitarnya terutama kawasan TNBTS. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian Alat dan Objek Alat yang digunakan adalah: kamera, panduan wawancara berupa kuesioner tertutup dan tallysheet, recorder dan software SPSS. Objek penelitian adalah Desa Ranu Pani, dengan subjek penelitian yaitu pengelola Resort Ranu Pani dan masyarakat di Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Jenis data Data yang diambil berupa data sekunder yang diperoleh dari studi literatur sebagai data dasar dan penunjang penelitian, serta data primer yang diperoleh dan dikumpulkan langsung dari lokasi penelitian. Data sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada beberapa tulisan ilmiah terkait topik bahasan sejenis yang telah dipublikasikan sebelumnya, antara lain: dokumen Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2010 dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Suku Tengger di Desa Ranu Pani. Data yang dibutuhkan antara lain meliputi profil masyarakat dan Desa
5 Ranu Pani, sistem pemanfaatan sumberdaya alam hayati, dan program konservasi oleh pihak taman nasional. Data primer Data tentang pemahaman dan motivasi masyarakat Tengger di Desa Ranu Pani dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati, tingkat ketergantungan sosial ekonomi masyarakat dari sumberdaya alam di kawasan, serta aksi nyata konservasi dalam upaya pemanfaatan lestari terhadap kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, khususnya di Resort Ranu Pani dilakukan dengan cara survey lapangan melalui teknik kuesioner dan wawancara. Kriteria teknik pengambilan data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria teknik pengambilan data Teknik pengambilan data Kriteria responden Kuesioner a. Masyarakat (kepala Rumah Menggunakan kurva Tangga) normal, acak sistematis Petani pemilik lahan Petani bukan pemilik lahan Non petani b. Pengelola Resort
Jumlah respon 30 orang 30 orang 30 orang 3 orang
Prosedur Pengambilan Data Prosedur yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan rangkaian tahap yang harus dilakukan guna memperoleh data yang valid di lapangan dan menjadi bagian terpenting dalam kegiatan penelitian ini. Adapun prosedur penelitian ini sebagai berikut: Studi Literatur Studi literatur dilakukan sebelum dan selama kegiatan penelitian dilaksanakan guna memperoleh informasi yang jelas terkait dengan kegiatan penelitian. Berbagai sumber pengetahuan wajib dimiliki oleh peneliti supaya dapat mempelajari dan memahami seluk beluk dari penelitian yang dilakukan. Sumber literatur dapat berasal dari buku, jurnal, dan media komunikasi internet. Observasi Lapang Observasi merupakan metode periset yang diharuskan mengamati langsung obyek yang diteliti (Kriyantono, 2009). Obyek yang diteliti dalam kegiatan ini yakni kondisi sumberdaya alam hayati di Resort Ranu Pani, TNBTS. Kegiatan observasi lapang ini untuk meninjau bagaimana kondisi lokasi sebagai pembanding data dari kuesioner. Kuesioner Kuesioner disajikan dalam bentuk close ended yakni pada setiap pertanyaan yang terdapat pada kuesioner sudah disediakan pilihan jawaban sehingga responden hanya memilih dari jawaban yang sudah ada. Hal ini bertujuan agar jawaban yang diberikan oleh responden tidak meluas dan fokus pada kegiatan penelitian. Kuesioner disebarkan pada tiga kelompok masyarakat, diantaranya
6 adalah petani pemilik lahan, petani bukan pemilik lahan, dan non petani di Desa Ranu Pani. Jumlah kuesioner yang akan disebarkan kepada responden mengacu pada rancangan sampling probabilitas yaitu cluster random sampling. Teknik ini merupakan suatu cara alternatif untuk menyeleksi atau mengelompokkan populasi/sampel ke dalam beberapa kelompok atau kategori (Kriyantono R, 2009). Jumlah masing-masing kelompok responden yaitu 30 orang dengan asumsi bahwa jumlah 30 sudah dapat mewakili jumlah populasi yang ada, selain itu berdasarkan tabel T pada tabel statistik, jumlah tersebut tidak berbeda nyata dengan jumlah yang lebih besar dari 30, sehingga jumlah itu merupakan batas yang cukup dalam pengambilan populasi. Pertimbangan lainnya diperkuat oleh pendapat Roscoe (1975) dalam Sakaran (2006) bahwa jika sampel dipecah menjadi beberapa kategori, ukuran sampel minimum 30 untuk setiap kategori adalah tepat.
Analisis Data Analisis Kualitatif Skala Likert Skala Likert ialah skala yang sering digunakan dalam pengukuran persepsi, skala ini juga memiliki bentuk yang ringkas, sehingga memudahkan responden dalam menjawab setiap item instrumen (Sugiyono 2010). Skor yang digunakan dalam kuesioner memakai skala likert 1-7 yang pada awalnya hanya 1-5. Skor 1-7 (1. Sangat tidak setuju, 2. Tidak setuju, 3. Agak setuju, 4. Biasa saja, 5. Agak setuju, 6. Setuju, 7. Sangat setuju) (Avenzora 2008). Adapun kriteria penilaian persepsi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2
Kriteria penilaian persepsi menggunakan skala Likert yang telah dimodifikasi oleh Avenzora (2008)
Masyarakat Pengelola Aspek Dampak Pemanfaatan. Aspek Pengelolaan. a. Dampak ekonomi a. Tenaga kerja b. Dampak sosial b. Sarana penunjang kegiatan c. Dampak budaya c. Dana pengelolaan d. Dampak ekologi d. Masalah pengelolaan Aspek Pengetahuan Masyarakat. Data Sumberdaya Alam Hayati. a. Perspektif masyarakat terhadap kawasan a. Data penggunanaan sumberdaya alam b. Pengetahuan tentang sumberdaya alam hayati hayati b. Data fauna c. Pengetahuan satwa Aspek Pemanfaatan Sumberdaya Alam Aspek Motivasi Penggunaan Sumberdaya Hayati. Alam Hayati. a. Peruntukan sumberdaya alam hayati Aspek Pemanfaatan Sumberdaya Alam b. Waktu aktifitas di hutan per hari Hayati. Aspek Evaluasi Sistem Pengelolaan a. Aspek manfaat a. Konflik dengan masyarakat b. Waktu aktifitas di hutan per hari b. Saran untuk pengelolaan Aspek Pengelolaan Aspek Aksi Konservasi terhadap a. Konflik dengan pengelola Sumberdaya Alam Hayati. b. Saran untuk pengelola Aspek Aksi Konservasi terhadap Sumberdaya Alam Hayati.
7 Analisis Statistik Non Parametrik (Chi-Square) Uji Chi-Square berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh dua variabel nominal dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel nominal lainnya (C=Coefisien of contingency). X²= ∑ (O1-E1)² E1 Keterangan: X²:Nilai Chi-Square O1: Nilai amatan E1: Nilai Harapan Hipotesis yang dipakai untuk menguji hubungan antara variabel dengan tingkat persepsi responden yaitu: H0= Tidak ada perbedaan persepsi antara masing-masing pekerjaan yang berbeda. H1= Ada perbedaan persepsi antara masing-masing pekerjaan yang berbeda. Kemudian nilai dibandingkan pada tingkat kepercayaan 95% atau alpha (0,05) pada perhitungan software SPSS. Kriteria keputusan untuk uji nyata ini adalah sebagai berikut: a. Apabila nilai Sig. X²hitung > alpha (0,05) maka terima H0, yang berarti tidak ada perbedaan/hubungan antara dua variabel. b. Apabila nilai Sig. X²hitung ≤ alpha (0,05) maka terima H1, yang berarti ada perbedaan/hubungan antara dua variabel. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau spekulasi suatu kelembagaan. Keempat faktor tersebutlah yang membentuk akronim SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan (adventage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencengah keuntungan (adventage) dari peluang yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada. Dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata. Pendekatan kualitatif matriks SWOT menampilkan delapan kotak (Hisyam 1998) , yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (peluang dan tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal. Kriteria faktor internal dan eksternal dapat diukur berdasarkan skor dari skala likert kuesioner menurut Avenzora (2008). Berikut adalah matriks SWOT Kearns seperti yang disajikan pada Tabel 3.
8 Tabel 3 Matriks SWOT EKSTERNAL PELUANG
ANCAMAN
Strategi S-O Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-O Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang.
Strategi S-T Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
INTERNAL
KEKUATAN
KELEMAHAN
Strategi W-T Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber: Hisyam, 1998
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Desa Ranu Pani merupakan wilayah enclave di kawasan Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang wilayah administratifnya berada di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Desa Ranu Pani terdiri dari 2 (dua) dusun yaitu Dusun Sidodadi dan Dusun Besaran. Penduduk Desa Ranu Pani terdiri dari penduduk asli (Suku Tengger) dan pendatang yang mencari pekerjaan sebagi buruh tani di Desa Ranu Pani. Durkheim (1966) menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan. Adapun kondisi Desa Ranu Pani dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kondisi Desa Ranu Pani Jumlah dusun 2 dusun: • Dusun Sidodadi (223 KK) • Dusun Besaran (172 KK)
Agama
Pekerjaan
3 agama: • Islam • Kristen • Hindu
• Petani • Buruh Tani • Pedagang • PNS • Porter • Jasa penyewaan jeep
Tradisi adat • Upacara Kasodo • Upacara Karo • Upacara Unan-unan
Sarana Prasana • 1 buah bangunan sekolah (untuk SD dan SMP) • Kantor Desa • Musholla • Gereja • Pura • Puskesmas • Tempat sampah di sepanjang Desa
Masyarakat Desa Ranu Pani menganut berbagai kepercayaan, yang terlihat dari agama yang mereka anut yaitu Islam, Hindu dan Kristen dengan proporsi
9 Islam dan Hindu sama besar, dan 14 orang Kristiani.Ciri masyarakat Suku Tengger lainnya adalah penggunaan sarung oleh hampir semua masyarakat mulai usia muda sampai tua, laki-laki dan perempuan. Sarung dipercaya memiliki fungsi untuk mengendalikan perilaku dan ucapan masyarakat, selain fungsinya untuk menahan udara dingin di pegunungan. Umumnya mata pencaharian penduduk Desa Ranu Pani adalah petani dan pedagang sayur, dan PNS (pegawai negeri sipil). Kerja sampingan yang dilakukan oleh penduduk adalah menjadi porter dan jasa penyewaan jeep saat kegiatan pendakian Gunung Semeru dibuka. Hasil pertanian Desa Ranu Pani berupa kentang, kubis, wortel dan bawang prey. Pada musim kemarau masyarakat Desa Ranu Pani menanam kapri, yang hasilnya sebagai komoditi ekspor ke Thailand. Hasil pertanian yang setiap saat tersedia dan diperjualbelikan inilah yang menjadikan masyarakat Desa Ranu Pani berkecukupan secara ekonomi. Selain itu, masyarakat juga menanam jamu-jamuan yang digunakan sebagai obat tradisional. Pada saat musim pendakian, terjadi perubahan sistem kerja masyarakat Ranu Pani, yaitu kaum laki-laki menjadi porter, dan kegiatan perladangan dikerjakan oleh kaum perempuan, sehingga terjadi perbedaan pendapatan di musim pendakian dan bukan musim pendakian. Fasilitas yang berada di Desa Ranu Pani belum memadai, contohnya hanya terdapat 1 bangunan sekolah yang untuk pagi hari digunakan sebagai sekolah dasar (SD) dan sore harinya sebagai sekolah menengah pertama (SMP). Terdapat bangunan untuk tempat ibadah berupa masjid, pura dan gereja. Pihak Desa Ranu Pani mendapatkan bantuan pemerintah berupa tempat sampah yang diletakkan di depan setiap rumah. Sumber air untuk kehidupan masyarakat Desa Ranu Pani berasal dari Pegunungan Tengger dan mata air Ngamprong. Bentuk pemanfaatan yang dilakukan terhadap sumber air adalah untuk mandi, memasak, dan pengairan ladang. Ranu Pani adalah sebuah danau yang berada di wilayah Desa Ranu Pani, dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memancing dan mengambil ikan. Selain memanfaatkan Ranu Pani, masyarakat juga memanfaatkan hutan yang mengelilingi Desa Ranu Pani, bentuk pemanfaatannya berupa pengambilan kayu bakar, jamur, rumput dan jamu-jamuan. Aktivitas sehari-hari masyarakat Desa Ranu Pani seperti yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Aktivitas di Desa Ranu Pani Kearifan tradisional masyarakat Desa Ranu Pani umumnya masih menganut adat Suku Tengger, berupa upacara-upacara adat seperti Kasodo, Karo
10 dan Unan-Unan. Toleransi dan kerukunan yang tinggi antar pemeluk agama terlihat dari warga yang saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda dan partisipasi semua warga dalam setiap pelaksanaan kegiatan adat. Kegiatan adat Suku Tengger dipimpin oleh dukun adat yang memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat. Masyarakat sangat percaya dan mau mengikuti perkataan dukun adat. Dukun adat dipilih secara turun temurun dan diangkat melalui upacara adat yang dilaksanakan di Gunung Bromo. Pada tahun 1998 terjadi pergeseran kebiasaan perburuan satwa yang kini hanya dilakukan secara tradisonal, dalam 1 tahun masyarakat hanya menggambil 2-3 babi hutan. Ketika mendekati upacara Kasodo dan Karo pemanfaatan terhadap kawasan hutan semakin tinggi yaitu pengambilan tumbuhan untuk pemenuhan sesajen seperti edelweis. a.
Iklim Berdasarkan klasifikasi tipe iklim oleh Schmidt dan Ferguson (1951) kawasan Resort Ranu Pani termasuk dalam iklim C. Kawasan Ranu Pani setiap hari hampir selalu berkabut dan dingin. Suhu udara rata-rata mencapai 10ᵒC, curah hujan di Ranu Pani cukup tinggi yaitu, dengan nilai Q=33,3-60%. Pada bulan Januari-Februari angin bertiup kencang disertai dengan hujan yang terus menerus. Kombinasi hujan dan tiupan angin ini merupakan salah satu penyebab erosi (BBTNBTS 2010). b.
Tanah dan Hidrologi Materi tanah yang membentuk daerah Ranu Pani merupakan akumulasi dari tumpukan lava atau lahar Gunung Semeru yang memadat ribuan tahun lalu dan telah mengalami pelapukan karena faktor air dan radiasi matahari. Jenis tanah daerah ini termasuk jenis regosol dan latosol dengan kelas tanah 5, artinya bahwa tanah di daerah ini sangat peka terhadap erosi (BBTNBTS 2010). Kawasan Ranu Pani memiliki kondisi hidrologi yang pada umumnya sama dengan daerah vulkanik lainnya. Daerah Ranu Pani memperolah air tanah dari air hujan yang merembes melalui sebaran batu gunung, bergerak masuk ke dalam lapisan batuan di bawah batu lempung yang kedap air. Untuk keperluan sehari-hari masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani diperoleh dari bukit, yaitu dari sumber air Amprong dekat Gunung Ayek-ayek yang berjarak kurang lebih 4-5 km dari Ranu Pani. Sumber air lainnya adalah dari Ranu Regulo yang mempunyai mata air sendiri, berbeda dengan Ranu Pani yang tidak memiliki mata air sendiri, karena Ranu Pani merupakan danau tadah hujan (BBTNBTS 2010). c.
Topografi Resort Ranu Pani memiliki kondisi topografi bergelombang mulai sedang sampai dengan curam pada daerah Desa dan topografi terjal sampai sangat terjal pada kawasan hutan. Pada kawasan hutan Gunung Semeru terdapat banyak sungai yang merupakan jalur lahar yang membawa material hasil aktivitas Gunung Semeru berupa pasir dan batu. Dilihat dari selatan Gunung Semeru berbentuk kerucut sempurna dengan lereng bagian timur lebih landai dari pada lereng di sebelah barat. Pada elevasi 1.000 hingga 2.000 m dpl, lerengnya tidak begitu terjal, namun volume endapan material cukup besar. Mata air dan sungai-sungai mulai dijumpai dan bersumber dari Gunung Semeru. Hal ini dikarenakan kondisi
11 vegetasi yang mulai rapat dan bervariasi jenisnya. Lereng pada elevasi 1.000 m dpl semakin landai dan mulai dijumpai permukaan yang padat hingga ke bawah serta terdapat daerah persawahan yang sangat subur (BBTNBTS 2010).
Gambar 4 Desa Ranu Pani
Gambar 5 Perladangan Desa Ranu Pani
Interaksi Masyarakat Terhadap Sumberdaya Alam Hayati Di Desa Ranu Pani Dalam kegiatan sehari-harinya, masyarakat Desa Ranu Pani berinteraksi dengan sumberdaya alam hayati yang berada di sekitar Desa. Kawasan tersebut keseluruhan merupakan kawasan Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Berbagai kegiatan masyarakat terhadap sumberdaya alam hayati tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor pendorong. Berbagai kegiatan masyarakat tersebut dapat mempengaruhi kondisi hutan dan sumberdaya alam hayati di Resort Ranu Pani, TNBTS. Keberadaan hutan, terutama terkait daya dukung terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaannya. Penelitian ini mengkaji kegiatan masyarakat terhadap sumberdaya alam hayati di kawasan hutan Desa Ranu Pani dari 3 sisi pekerjaan masyarakat yang berbeda. Masing-masing masyarakat dengan pekerjaan yang berbeda diharapkan dapat memberikan penilaian dengan persepsi mereka terkait interaksi masyarakat dengan sumberdaya alam di hutan. Persepsi individu mengenai lingkungannya akan diawali dengan sikap dan kepribadian yang mereka miliki, kemudian mempengaruhi perilaku terhadap lingkungan melalui berbagai faktor (motivasi, pembelajaran, dan kemampuan) yang saling berhubungan dan terjadi secara terusmenerus (Robbins 2005). Persepsi Tentang Kawasan TNBTS Berdasarkan Analisis Skala Likert Desa Ranu Pani didiami oleh masyarakat suku asli yaitu masyarakat Suku Tengger yang telah turun-temurun hidup berdampingan dengan kawasan hutan dan melakukan interaksi dengan sumberdaya alam hayati di kawasan. Kuesioner Likert yang telah dimodifikasi oleh Avenzora (2008) yang diberikan kepada responden, lalu hasilnya dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat dan pengelola di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Adapun hasil penelitian kepada masyarakat Desa Ranu Pani mengenai persepsi tentang kawasan disajikan pada Gambar 6.
12 Hasil Skoring Masyarakat 6 5 4 3 2 1 0
Petani Pemilik Lahan
Petani Bukan Pemilik Lahan
Non-Petani
Ket: 1. Sangat tidak setuju 2. Tidak setuju 3. Agak tidak setuju 4. Biasa saja 5. Agak setuju 6. Setuju 7. Sangat setuju
Gambar 6 Hasil skoring skala Likert (Masyarakat) Masyarakat Suku Tengger Ranu Pani sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani dengan hasil pertanian berupa sayur-sayuran yaitu kentang, bawang dan kubis. Hasil pertanian berupa sayur-sayuran dijual pada tengkulak yang datang langsung ke Desa Ranu Pani. Pada umumnya tengkulak telah memiliki pelanggan yang menampung dan menjual kembali hasil pertanian tersebut di pasar wilayah Malang maupun Lumajang. Rata-rata luas aral pertanian yang dimiliki oleh masyarakat sekitar 0,5 ha. Dengan pendapatan rata-rata yang diperoleh dari hasil pertanian Rp 1.250.000/bulan/KK, sedangkan buruh tani pendapatannya sekitar Rp 600.000/bulan/KK. Mata pencaharian masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani yaitu petani, pedagang, pegawai, buruh tani, karyawan swasta, tukang, pensiunan (BBTNBTS 2010). Berdasarkan hasil analisis menggunakan skala Likert yang telah dimodifikasi oleh Avenzora (2008) pada masyarakat, secara garis besar seluruh masyarakat dengan tipe pekerjaan petani maupun non petani memiliki persepsi sama terhadap kawasan hutan taman nasional, hal tersebut dapat terlihat di hasil Gambar 6 yang memiliki banyak kesamaan hasil. Masyarakat mengetahui tentang hutan dan sumberdaya alam hayati di dalamnya dari tradisi turun temurun masyarakat Tengger yang sangat memuja hutan karena menurut kepercayaan mereka hutan adalah warisan kekayaan yang dapat dimanfaatkan sepanjang umur dan harus diwariskan kepada generasi selanjutnya. Terkait dampak ekonomi,
13 masyarakat tidak merasakan adanya ketergantungan ekonomi dari hutan, karena pendapatan masyarakat bertopang pada hasil ladang, namun untuk masyarakat petani bukan pemilik lahan terkadang mendapat uang tambahan dari hutan karena turut bekerja untuk penanaman yang diselenggarakan oleh pihak pengelola. Dampak sosial dan budaya yang dirasakan oleh masyarakat petani pemilik lahan dan non petani pun tidak ada perubahan (biasa saja) karena sebagai masyarakat kelahiran Desa Ranu Pani, menurut mereka kondisi sosial masyarakat tidak berubah dengan adanya aktivitas di dalam hutan. Namun menurut masyarakat petani bukan pemilik lahan yang sebagian besar adalah pendatang merasakan adanya dampak yang agak baik dengan beraktivitas di hutan karena dalam menjadi tempat berkumpul serta berinteraksi antar sesama, tetapi terkait dampak budaya mereka agak tidak setuju (skor 3) karena tidak terlalu memahami bagaimana budaya asli Tengger di Desa Ranu Pani.Berbagai kegiatan masyarakat yang dilakukan bersama-sama dalam hal bertani, pencarian kayu bakar, dan mata pencaharian lainnya tersebut menciptakan interaksi sosial antar masyarakat yang terus terjalin. Selain itu juga rutinitas kegiatan masyarakat Tengger selalu dijaga dengan adanya berbagai upacara lokal yang berlangsung dengan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dari kawasan taman nasional (Suryadarma 2008). Perspektif masyarakat terkait kawasan hutan semuanya sama yaitu hutan adalah peninggalan nenek moyang suku Tengger yang harus dijaga kelestariannya dan tidak berbahaya jika manusia berperilaku baik. Pengetahuan tentang sumberdaya alam dan satwa oleh masyarakat dirasa cukup yaitu hutan memiliki sumberdaya alam yang dikelola dan dilindungi oleh pemerintah dan memiliki peraturan yang harus ditaati, masyarakat juga setuju dengan hal tersebut serta mendukung bahwa kawasan hutan harus dilestarikan bersama agar bermanfaat untuk dunia pendidikan dan masa depan anak cucu mereka, namun petani pemilik lahan memberikan penilaian agak setuju (skor 5) terkait pengetahuan tentang sumberdaya alam karena mereka lebih memahami kondisi di hutan yang didukung oleh pekerjaan sehari-hari mereka rutin di sekitar hutan sehingga mereka lebih memahami kondisi hutan seiring berjalannya waktu. Manfaat penggunaan sumberdaya alam hayati dari hutan dirasakan biasa saja oleh masyarakat karena mereka hanya mengambil kayu bakar dari pohon yang telah mati atau rumput untuk ternak saja, sehingga manfaat yang mereka rasakan tidak berlebihan untuk mengeksploitasi, namun masyarakat petani bukan pemilik lahan memberikan penilaian agak tidak setuju (skor 3) karena status yang beberapa diantaranya bukan masyarakat asli kelahiran Desa Ranu Pani sehingga manfaat dalam penggunaan sumberdaya alam hayati belum cukup dirasakan. Waktu yang dihabiskan oleh masyarakat di hutan setiap harinya sama yaitu hanya 1-2 jam saja untuk mencari kayu bakar atau rumput, sehingga penilaian yang mereka berikan ialah tidak setuju (skor 2) jika dikatakan aktivitas dominan mereka di dalam hutan. Selama ini masyarakat antara masyarakat dan pengelola dirasakan tidak pernah terjadi konflik, masyarakat mengetahui adanya peraturan dan batasan, pengelola pun cukup baik dalam melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Meskipun terkadang ditemukan pelanggaran yang dilakukan masyarakat dengan membawa kendaraan bermotor ke dalam hutan, namun pengelola melakukan proses penyelesaian masalah sesuai dengan kesepakatan dengan masyarakat. Untuk saran yang diberikan masyarakat petani pemilik lahan dan non petani memberikan skor 5 atau agak setuju jika perbaikan sarana
14 prasarana fisik dan pemberdayaan masyarakat ditingkatkan, namun masyarakat petani bukan pemilik lahan memberikan nilai skor 3 yang berarti agak tidak setuju dengan banyak saran perbaikan di dalam kawasan hutan karena menurut mereka yang ada saat ini sudah cukup baik namun perbaikan yang disarankan hanya sebatas perbaikan jalan atau jalur akses. Aksi konservasi terhadap sumberdaya alam hayati di hutan dirasakan biasa saja (skor 4) oleh masyarakat, mereka melakukan kegiatan penanaman dan lainnya hanya pada waktu tertentu saja, tidak rutin. Namun masyarakat petani bukan pemilik lahan memberikan skor 3 atau agak tidak setuju, karena selain mereka tidak rutin melakukan aksi konservasi, pada saat melaksanakannya pun masyarakat petani bukan pemilik lahan ini melaksanakannya karena dibayar oleh pihak pengelola sebagai buruh. Selain responden dari bagian masyarakat Desa Ranu Pani, diambil juga data persepsi dari pihak pengelola taman nasional. Hasil penelitian dari responden pengelola Resort Ranu Pani disajikan pada Gambar 7. 7 6 5 4 3 2 1 0
Ket:
1. Sangat tidak setuju 2. Tidak setuju 3. Agak tidak setuju 4. Biasa saja 5. Agak setuju 6. Setuju 7. Sangat setuju
Gambar 7 Hasil skoring skala Likert (Pengelola) Penilaian menggunakan skoring skala Likert juga diberkan kepada 3 orang pengelola Resort Ranu Pani untuk mengetahui pendapat dari pihak pengelola. Berdasarkan hasil skala Likert yang didapatkan yaitu pengelola menilai skor 4 terkait tenaga kerja dan sarana penunjang kegiatan di Resort Ranu Pani, hal ini berarti dengan kondisi tenaga kerja dan sarana penunjang seperti kendaraan petugas dan sarana prasarana kawasan hutan yang ada saat ini dirasa sudah mencukupi. Terkait dana pengelolaan, pihak pengelola menilai dengan skor 2 yang berarti dana pengelolaan yang ada saat ini dirasa tidak mencukupi secara maksimal terkait berbagai kegiatan Resort Ranu Pani. Selain itu juga terdapat berbagai masalah dalam pengelolaan seperti pelanggaran dan kurangnya
15 sosialisasi sehingga dinilai pengelola memberikan penilaian agak tidak setuju (skor 3). Data terkait peruntukan sumberdaya alam hayati sebagai manfaat langsung maupun tidak langsung sudah cukup dimiliki oleh pihak pengelola sehingga dalam skala likert diperoleh skor 5 atau agak setuju, namun data fauna masih dirasa kurang (skor 3) sehingga sampai saat ini pengelola masih terus melakukan inventarisasi dan pendataan satwa yang ada di kawasan Resort Ranu Pani TNBTS. Manfaat sumberdaya alam hayati diberi skor 4 atau biasa saja yang berarti pengelola menyatakan sampai saat ini manfaat yang dirasakan masih sama, yaitu pemanfaatan secara terbatas yang dilakukan masyarakat dan jika terjadi pelanggaran harus ditindak dengan sanksi yang berlaku. Waktu kontrol pengelola di hutan masih dirasa cukup kurang karena hanya berkisar 1-2 jam untuk kontrol, hal ini dikarenakan tidak banyak jumlah petugas di Resort Ranu Pani, sehingga dengan minimnya pengawasan petugas dikhawatirkan banyak kasus pelanggaran yang lepas dari kontrol petugas meskipun saat ini tidak ada konflik antara masyarakat dengan pengelola, namun berbagai pelanggaran masih sering ditemukan di lapangan. Harapan pengelola untuk perbaikan sistem pengelolaan mendapat skor 6 karena pengelola Resort Ranu Pani menyarankan perbaikan sarana prasarana penunjang, aksesibilitas, dan peningkatan pemberdayaam serta kerjasama dengan masyarakat Desa Ranu Pani. Sikap setiap individu akan menentukan apakah ingin turut berkontribusi untuk pelestarian kawasan hutan atau tidak, karena sikap adalah evaluasi terhadap aspek-aspek dunia sosial yang obyeknya dievaluasi secara positif dan negatif dan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi, yaitu bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan obyek sikap tekanannya pada kebanyakan penelitian dewasa adalah perasaan emosi (Rochmah et all 1996). Terkait kriteria aksi konservasi terhadap sumberdaya alam hayati dinilai dengan skor 4 (biasa saja) karena pengelola beranggapan bahwa kegiatan konservasi hutan selama ini telah melibatkan masyarakat. Respon para para pihak (khususnya untuk pihak pemerintah dan aktivis LSM) lainnya yang cenderung bersifat tindakan nyata (perilaku/psikomotorik) adalah berupa pengarahan dalam upaya untuk peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat setempat. Pengarahan yang dimaksud mengenai beberapa kebijakan kehutanan atau pembangunan terkait secara umum, khususnya menyangkut tata ruang dan upaya konservasi sumberdaya (Darusman et al. 2006). Persepsi Masyarakat Desa Ranu Pani Berdasarkan Analisis Statistik Non Parametrik (Chi-Square) Metode ini digunakan untuk menguji hubungan atau pengaruh dua variabel nominal dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel nominal lainnya (C=Coefisien of contingency). Analisis statistik Nonparametrik yaitu uji statistik yang kesahihannya tidak bergantung pada harus terpenuhinya banyak asumsi dan sebaran data tidak harus normal (Sugiyono 2000). Berdasarkan hasil uji yang telah digunakan menggunakan SPSS untuk mengetahui hasil perhitungan statistik non-parametrik (Chi-Square) maka diperoleh nilai seperti yang disajikan pada Gambar 8.
16 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
X² Hitung
X² Tabel
Kriteria yang memiliki perbedaan persepsi
Gambar 8 Uji Persepsi antara Petani dan Non-Petani Berdasarkan tabel di atas, dari 13 aspek penilaian yang diuji memiliki hasil X² hitung yang berbeda. Terdapat 3 aspek yang diperoleh Sig. X²hitung ≤ alpha (0.05) yaitu dampak sosial (0.029), dampak ekologi (0.014), dan saran yang diberikan untuk pengelola (0.006). Hal ini dapat ditarik kesimpulan terima H1 yang berarti ada perbedaan persepsi petani dan non-petani terhadap aspek sosial, ekologi, dan saran yang mereka ajukan untuk pengelola. Keadaan ini disebabkan oleh petani dan non-petani memiliki tingkat pendidikan dan sistem kehidupan sosial yang berbeda. Petani setiap harinya rutin mengurus ladang, sedangkan nonpetani terbagi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), porter, jasa penyewaan jeep, dan pedagang. Non-petani lebih memahami secara teori terkait interaksi sosial dan dampak ekologi yang akan terjadi jika melakukan pemanfaatan terhadap hutan secara terus-menerus. Sudut pandang masyarakat non-petani terhadap hutan pun lebih terbuka karena mereka selama ini memiliki waktu luang lebih untuk berdiskusi dengan stakeholder luar terkait penyuluhan tentang kelestarian hutan. Terkait saran yang diajukan pun masyarakat petani lebih cenderung untuk meminta perbaikan sarana secara fisik, sedangkan masyarakat non-petani mengharapkan adanya peningkatan sumber daya manusia terlebih dahulu agar meningkatkan pemahaman terhadap kelestarian hutan, lalu pemberdayaan dan kerjasama yang melibatkan masyarakat.
17
Gambar 9 Pengambilan rumput
Gambar 10 Pengambilan kayu bakar
Hasil perhitungan ini juga menunjukkan bahwa terdapat 10 aspek lainnya yang diperoleh nilai Sig. X²hitung > alpha (0.05) sehingga ditarik kesimpulan terima H0 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara masyarakat petani maupun non-petani. Dari segi dampak ekonomi, masyarakat secara keseluruhan tidak memiliki ketergantungan ekonomi dari sumberdaya alam hayati di hutan, karena masing-masing kepala keluarga memiliki pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, pemanfaatan yang mereka lakukan hanya sebatas pengambilan kayu bakar dan rumput yang jumlahnya terbatas dan tidak untuk dijual. Dampak budaya yang dirasakan oleh masyarakat selama ini tidak ada yang menimbulkan hal negatif, seluruh tradisi mereka masih terjaga dan tidak terpengaruh oleh berbagai kunjungan yang masuk ke Desa Ranu Pani. Penilaian masyarakat petani dan non-petani terhadap perspektif hutan pun sama, hutan adalah salah satu peninggalan leluhur yang harus dijaga dan keberadaannya sangat penting untuk menjadi pemasok segala kebutuhan dasar masyarakat. Masyarakat memahami dengan baik tentang sumberdaya alam hayati di hutan sebagai pengetahuan turun-temurun mereka yaitu segala tumbuhan dan hewan di hutan dilindungi dan dikelola oleh pemerintah, dan bermanfaat untuk keberlangsungan hidup. Motivasi masyarakat petani dan non-petani dalam penggunaan sumberdaya alam hayati di hutan tidak berbeda yaitu untuk menjaga tradisi nenek moyang menggunakan kayu bakar sebagai penghangat di lokasi yang dingin, dan kayu bakar tersebut diperoleh dari hutan namun dengan syarat hanya kayu yang telah mati. Selain itu dengan melakukan kegiatan di hutan untuk mmengambil kayu bakar juga masyarakat dapat turut mengontrol dan mengetahui kondisi hutan saat itu. Manfaat sumberdaya alam hayati yang dirasakan masyarakat hanya sebatas pemasok air bersih, pelindung dari hembusan angin kencang dan pemanfaatan kayu bakar yang terbatas, namun keberadaan hutan yang lestari akan sangat menguntungkan alam sehingga dapat menghidupi anak cucu mereka kelak. Terkait pemanfaatan langsung sangat terbatas yang diperoleh masyarakat, hal tersebut dikarenakan masyarakat sadar bahwa hutan di Ranu Pani dilindungi secara hukum dan tidak boleh ada pemanfaatan yang berlebihan. Waktu aktifitas di hutan hanya 1-2 jam saja per hari karena masyarakat sekedar mencari kayu bakar di pinggiran hutan yang mudah dijangkau. Terkait hubungan masyarakat dengan pengelola di Resort Ranu Pani dirasa berjalan baik, tidak ada konflik yang terjadi antara kedua belah pihak karena adanya kegiatan rutin terkait sosialisasi mengenai kelestarian hutan. Masyarakat dari jenis pekerjaan petani maupun non-
18 petani turut menjaga kelestarian hutan dengan berbagai cara yang dapat mereka lakukan, walaupun tidak dalam waktu yang rutin (Sayektiningsih 2008). Masyarakat petani dan non-petani melakukan kegiatan penanaman, turut serta dalam pemadaman api jika terjadi kebakaran hutan, ikut menjadi bagian dari anggota kader-kader konservasi bentukan pengelola taman nasional, serta mematuhi berbagai peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Adapun hasil uji chi-square terhadap persepsi antara masyarakat petani bukan pemilik lahan dan petani pemilik lahan disajikan pada Gambar 11. 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
X² Hitung
X² Tabel
Kriteria yang memiliki perbedaan
Gambar 11 Uji Persepsi antara Petani Bukan Pemilik Lahan dan Petani Pemilik Lahan Berdasarkan tabel di atas, dari 13 aspek penilaian yang diuji memiliki hasil Sig. X²hitung yang berbeda. Terdapat 2 aspek yang diperoleh Sig. X²hitung ≤ alpha (0.05) yaitu dampak sosial (0.003), dan dampak budaya (0.004) sehingga dapat ditarik kesimpulan terima H1 yang berarti ada perbedaan persepsi petani bukan pemilik lahan dan petani pemilik lahan terhadap dampak sosial dan dampak budaya dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam hayati di hutan. Keadaan ini disebabkan oleh petani bukan pemilik lahan adalah relatif masyarakat pendatang yang menjadi buruh di Desa Ranu Pani sehingga mereka tidak mengetahui bagaimana interaksi sosial asli Desa Ranu Pani dan budaya lokal secara turuntemurun yang ada. Berbeda dengan petani pemilik lahan yang merupakan suku asli Tengger di Desa Ranu Pani, masyarakat ini merasakan adanya sistem sosial antar sesama jika mereka melakukan kegiatan di dalam hutan, masyarakat juga dapat turut menjaga keamanan hutan dan hutan merupakan nilai sejarah nenek moyang suku Tengger yang harus dilestarikan dan hingga saat ini seluruh tradisi mereka masih terjaga dan tidak terpengaruh oleh berbagai kunjungan yang masuk ke Desa Ranu Pani.
19 Hasil perhitungan ini juga menunjukkan bahwa terdapat 11 aspek penilaian lainnya diperoleh nilai Sig. X²hitung > alpha (0.05) sehingga ditarik kesimpulan terima H0 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara masyarakat petani bukan pemilik lahan dan petani pemilik lahan. Dari segi dampak ekonomi, masyarakat secara keseluruhan tidak memiliki ketergantungan ekonomi dari sumberdaya alam hayati di hutan, karena masing-masing kepala keluarga memiliki pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, pemanfaatan yang mereka lakukan hanya sebatas pengambilan kayu bakar dan rumput yang jumlahnya terbatas dan tidak untuk dijual. Dampak ekologi juga dirasakan tidak ada perubahan yang terjadi, luasan dan kondisi juga masih baik, masyarakat pun turut berperan dalam menjaga kelestariannya. Penilaian masyarakat petani bukan pemilik lahan dan petani pemilik lahan terhadap perspektif hutan pun sama, hutan adalah salah satu peninggalan leluhur suku Tengger yang harus dijaga dan keberadaannya sangat penting untuk menjadi pemasok segala kebutuhan dasar masyarakat. Masyarakat memahami dengan baik tentang sumberdaya alam hayati di hutan sebagai pengetahuan turun-temurun mereka yaitu segala tumbuhan dan hewan di hutan dilindungi dan dikelola oleh pemerintah, serta mamiliki banyak manfaat untuk keberlangsungan hidup, sehingga hal ini menjadi motivasi masyarakat petani bukan pemilik lahan dan petani pemilik lahan dalam penggunaan sumberdaya alam hayati di hutan yaitu untuk turut mengontrol dan mengetahui kondisi hutan saat itu. Manfaat sumberdaya alam hayati yang dirasakan masyarakat hanya sebatas pemasok air bersih, pelindung dari hembusan angin kencang dan pemanfaatan kayu bakar yang terbatas, namun keberadaan hutan yang lestari akan sangat menguntungkan alam sehingga dapat menghidupi anak cucu mereka kelak. Terkait pemanfaatan langsung sangat terbatas yang diperoleh masyarakat, hal tersebut dikarenakan masyarakat sadar bahwa hutan di Ranu Pani dilindungi secara hukum dan tidak boleh ada pemanfaatan yang berlebihan. Waktu aktifitas di hutan hanya 1-2 jam saja per hari karena masyarakat sekedar mencari kayu bakar di pinggiran hutan atau di dekat ladang yang mudah dijangkau. Terkait hubungan masyarakat dengan pengelola di Resort Ranu Pani dirasa berjalan baik, tidak ada konflik yang terjadi antara kedua belah pihak karena adanya kegiatan rutin terkait sosialisasi mengenai kelestarian hutan. Meskipun terdapat beberapa kasus pelanggaran yang dilakukan masyarakat, namun proses penyelesaian yang dilakukan oleh pengelola dirasa baik dan mementingkan asas musyawarah sehingga tidak menimbulkan masalah berkepanjangan. Keinginan para petani untuk perbaikan sistem ke depannya ialan perbaikan berbagai sarana prasana fisik untuk menunjang aksesibilitas di Desa Ranu Pani, misalnya perbaikan jalan. Masyarakat petani bukan pemilik lahan maupun petani pemilik lahan turut mejaga kelestarian hutan dengan berbagai cara yang dapat mereka lakukan, walaupun tidak dalam waktu yang rutin, seperti melakukan kegiatan penanaman, turut serta dalam pemadaman api jika terjadi kebakaran hutan, ikut menjadi bagian dari anggota kader-kader konservasi bentukan pengelola taman nasional, serta mematuhi berbagai peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pemanfaatan tumbuhan berkayu yang dilakukan masyarakat Desa Ranu Pani sangat tinggi, sehingga pemanfaatan masyarakat yang terus menerus tersebut dianggap dapat menyebabkan degradasi lahan, maka masyarakat berpendapat perlu diadakannya kegiatan restorasi hutan terhadap spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan.
20 Aksi Konservasi Masyarakat Desa Ranu Pani Konservasi berasal dari conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wish use) (Indrawan et al. 2007). Konservasi saat ini sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (Pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana). Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, konservasi adalah pengelolaan sumberdaya alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa konservasi meliputi kegiatan perlindungan sumberdaya alam, pengawetan plasma nutfah sumberdaya alam, dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Dalam konsep biofisik, hutan didefinisikan oleh Sharma (1992) sebagai sebuah komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu lainnya, yang sebagian besar atau kecil tumbuh secara bersamaan. Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yang akan diperoleh apabila eksistensi hutan terjamin, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Peranan hutan dalam fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial ada terlihat nyata apabila pengelolaan sumberdaya alam dari hutan beriringan dengan upaya pelestariannya sehingga dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan (Reksohadiprojo & Brodjonegoro 2000). Keberadaan hutan semakin mutlak diperlukan, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Zain (1996), bahwa eksistensi hutan sebagai sub-ekosistem global menempati posisi penting sebagai paru-paru dunia. Kondisi hutan di Resort Ranu Pani saat ini dirasakan terjadi perubahan negatif dibanding kondisi dahulunya. Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi iklim, tanah, dan pengadaan air bagi di wilayah tersebut dalam berbagai sektor, misalnya sektor pertanian yang sangat penting bagi masyarakat (Nugoroho 2007). Pepohonan hutan juga mempengaruhi struktur tanah dan erosi yang dapat berpengaruh terhadap pengadaan air di lereng gunung. Hutan yang terletak di sekitar kawasan gunung juga berperan dalam menjaga dan mempertahankan keseimbangan ekologis, keberadaannya sangat bermanfaat bagi kehidupan yang ada di bawahnya (Purwanto 2000). Ketersediaan air yang cukup bagi berbagai kebutuhan, kelestarian hasil tanaman produksi melalui kesuburan tanah yang terjaga, dan keamanan fungsi lindung bagi ekosistem disekitarnya merupakan nilai yang ditawarkan dari keberadaan hutan di sekitar kawasan gunung. Kerusakan hutan yang terjadi di Desa yaitu karena adanya penebangan secara berlebihan terhadap pohon di hutan untuk kepentingan kayu bakar dan area perladangan yang semakin meluas sehingga memasuki wilayah taman nasional yang ditandai dengan adanya beberapa pal batas di tengah lahan pertanian masyarakat pada area Desa Ranu Pani. Hal ini juga dikemukakan oleh Purwaningrum (2006) yang menyatakan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah enclave melakukan perambahan karena terdorong untuk mendapatkan lahan yang relatif subur, dengan harapan mendapatkan hasil pertanian yang relatif tinggi. Jenis pohon yang dominan dijadikan sebagai kayu bakar oleh masyarakat Desa Ranu Pani ialah akasia gunung (Acacia decurrens) dan cemara gunung
21 (Casuarina junghuhniana) yang pertumbuhannya cepat. Acacia degurrens adalah jenis pohon yang hidup di tipe ekosistem hutan hujan pegunungan dengan ketinggian 1500-2300 mdpl, mampu tumbuh hingga mencapai tinggi pohon antara 5-10 m dan terkadang mencapai 20-22 m jika kondisi sangat baik (Steenis 2006). Jenis pohon ini dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan baru, sehingga berpotensi menjadi invasi. Acacia degurrens merupakan jenis pioner yang membutuhkan skarifikasi api untuk adaptasinya dengan temperatut tinggi untuk pengecambahan (Mc. Donald et al 2002 dalam Suryanto et al 2010). Dua karakteristik utamanya yaitu dapat berproduksi dengan cepat dalam waktu kurang dari 2 tahun dan dapat melakukan terubusan, jenis ini banyak digunakan sebagai kayu bakar karena awet saat pembakaran. Pemanfaatan akasia gunung (Acacia decurrens) dan cemara gunung (Casuarina junghuhniana) sebagai kayu bakar dimanfaatkan oleh 381 kepala keluarga (KK) dengan volume pengambilan yaitu 1 pikul dalam rentang 3-4 hari atau diperoleh hasil 96 pikul kayu bakar/KK/tahun. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan Acacia decurrens dan Casuarina junghuhnianan memiliki kelimpahan yang tinggi di hutan Resort Ranu Pani. Penggunaan kayu bakar bukan semata-mata hanya sebagai alat untuk memasak, namun manfaat utamanya yaitu untuk penghangat ruangan karena suhu yang dingin di Desa Ranu Pani. Selain pengambilan kayu bakar, masyarakat juga memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan dari dalam hutan untuk kebutuhan pangan, obat maupun kebutuhan upacara adat. Kebutuhan masyarakat tersebut mengindikasikan bahwa sumberdaya alam hayati di Resort Ranu Pani memiliki nilai ekonomi yang tinggi meskipun tidak dirasakan secara fisik nilai uang namun selama ini sumberdaya alam hayati tersebut menjadi pemenuh kebutuhan sehari-hari masyarakat Desa Ranu Pani. Kegiatan interaksi atau pemanfaatan ini dilakukan masyarakat secara turun-temurun, sehingga harus dikontrol pemanfaatannya agar tidak merusak kawasan taman nasional, serta harus diiringi kegiatan pelestarian sumberdaya alam hayati tersebut. Pemanfaatan berbagai sumberdaya alam hayati dilakukan masyarakat di dalam hutan, terutama kayu bakar. Pengambilan kayu bakar tersebut disertai dengan aturan yang diberlakukan oleh taman nasional dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat Desa Ranu Pani. Bila terjadi pelanggaran pencurian kayu di hutan masyarakat mendapat hukuman menanam 100 bibit pohon cemara gunung dan akasia gunung. Bibit yang ditanam dicari sendiri oleh pelaku di dalam kawasan hutan, lalu ditanam di areal yang menjadi lokasi dilakukannya pelanggaran. Kerjasama antara masyarakat Desa Ranu Pani dengan pihak pengelola taman nasional untuk menjaga kelestarian kawasan taman nasional berupa keterlibatan masyarakat di dalam kegiatan restorasi hutan, dan masyarakat diberikan upah oleh pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, hal ini merupakan salah satu upaya pemberdayaan masyarakat. Dilakukan juga kegiatan restorasi hutan berupa penanaman 10.000 bibit di lahan kosong sebagai upaya perbaikan kawasan hutan yang terganggu atau pun lahan rusak. Setiap 1-2 bulan sekali pihak Taman Nasional melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat sebagai upaya sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat, karena jika kesadaran dan kepedulian masyarakat sudah tumbuh maka upaya dan aksi nyata yang mereka lakukan akan dilakukan secara mandiri dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan pada responden, maka dilakukan analisis SWOT mengenai strategi yang akan dibuat dari faktor kekuatan,
22 kelemahan, peluang, dan ancaman. Analisis SWOT ini digunakan untuk membuat strategi yang didasari persepsi masyarakat dan pengelola agar tercipta sistem pengelolaan yang seimbang dan sejalan dengan kondisi lapang. Adapun hasil dari analisis SWOT disajikan seperti pada Tabel 5. Tabel 5 Analisis strategi menggunakan matriks SWOT
1. 2. 3. 4.
PELUANG EKSTERNAL 1. Kerjasama dengan pihak luar. 2. Penyuluhan dan pendidikan lingkungan 3. Pembentukan kader-kader konservasi. INTERNAL 4. Pembuatan zona khusus pemanfaatan. KEKUATAN (1-3) Tradisi turun temurun. Menjaga sistem tradisi turun Pengetahuan tentang temurun untuk melestarikan SDAH. hutan dengan disertai Aksi menjaga kelestarian pembentukan kader-kader hutan. konservasi. Manfaat jangka panjang.
KELEMAHAN 1. Rutinitas dan kebutuhan. 2. Sistem berkebun yang kurang tepat. 3. Kesadaran akan kondisi hutan yang semakin buruk. 4. Kurangnya petugas pengamanan.
(2-3) Kesadaran masyarakat untuk menciptakan sistem berkebun yang tepat harus didukung dengan penyuluhan dan pendidikan lingkungan.
ANCAMAN 1. Pengaruh budaya luar. 2. Permintaan pihak luar untuk SDAH dan hasil perkebunan. 3. Peraturan terkait batasan pemanfaatan. 4. Akses jalan menuju hutan. (1-3) Tradisi turun temurun untuk menjaga hutan sehingga kepercayaan ini dianggap sejalan dengan peraturan terkait batasan pemanfaatan. (1-3) Peran maksimal pihak pengelola dan masyarakat dalam mengontrol kondisi hutan untuk mnyelaraskan peraturan terkait batasan pemanfaatan.
Berdasarkan hasil analisis SWOT yang dilakukan, faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan dipadukan dengan faktor eksternal yang meliputi faktor peluang dan ancaman. Masing-masing faktor tersebut dibuat indikator untuk analisis strategi yang akan dibuat, sehingga ditarik kesimpulan seperti berikut: 1. Strategi Kekuatan-Peluang Tradisi turun temurun masyarakat Suku Tengger adalah kebiasaan yang sudah mendarah daging dan dianggap sebagai hal yang harus dijunjung tinggi oleh masyarakat Desa Ranu Pani, sehingga hal tersebut menjadi kekuatan mendasar di kehidupan masyarakat dalm kehidupan sosial. Keeratan masyarakat Desa Ranu Pani dalam kesehariannya, mempermudah dalam pembentukan kader-kader konservasi yang dapat digunakan sebagai peluang untuk turut melestarikan hutan di kawasan Resort Ranu Pani. 2. Strategi Kekuatan-Ancaman Masyarakat Desa Ranu Pani yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan kepercayaan turun temurun sangat mempercayai bahwa hutan adalah tempat yang dapat menyediakan kebutuhan ekonomi mereka secara alami dan harus dijaga kelestariannya. Namun adanya batasan dari pihak pengelola taman nasional dapat menjadi ancaman yang membuat masyarakat merasa dibatasi interaksi terhadap sumberdaya alam hayati di dalam hutan. Sehingga strategi yang dibuat ialah dengan menyelaraskan pemahaman masyarakat Desa Ranu Pani bahwa hutan
23 harus dilestarikan dan hanya diperbolehkan pemanfaatan secara terbatas saja sesuai dengan aturan yang ditetapkan terkait pemanfaatan di kawasan konservasi. 3. Strategi Kelemahan-Peluang Sistem perladangan masyarakat di Desa Ranu Pani yang mengikuti kontur kecumanan lereng dirasakan dapat mengancam kondisi kawasan hutan di Resort Ranu Pani karena pada waktu hujan dan saat tertentu menyebabkan longsor serta banjir. Hal ini dapat dicegah atau diminimalisir dengan diadakannya penyuluhan dan pendidikan lingkungan terkait sistem berladang yang baik untuk meminimalisir dampak ekologi. 4. Strategi Kelemahan-Ancaman Peran petugas pengelola taman nasional di Resort Ranu Pani harus dimaksimalkan walaupun jumlahnya cukup terbatas, berbagai kegiatan kontrol kawasan harus dilakukan secara rutin untuk menjaga kondisi kawasan hutan agar dapat menyelaraskan peraturan terkait batasan pemanfaatan sehingga sesuai dengan aturan yang berlaku. Bentuk kerjasama Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan masyarakat Ranu Pani antara lain: 1. Pembentukan Kader Konservasi 2. Pamswakarsa 3. Paguyuban porter dan jeep 4. Pembentukan MPA (masyarakat peduli api). 5. Pembentukam MMP (masyarakat mitra polhut) 6. Pembentukan MPS (masyarakat peduli sampah)
Gambar 12 Areal persemaian
Gambar 13 Pohon penanaman
Keanekaragaman hayati di dalam hutan merupakan potensi alam yang luar biasa yang mengandung fungsi dan manfaat bagi populasi manusia bila dikelola secara benar dan bijaksana. Kelestarian manfaat yang timbul karena potensi dan fungsi di dalamnya dapat diwujudkan selama keberadaannya dapat dipertahankan dalam bentuk yang ideal. Kegiatan konservasi di dalam kawasan hutan dapat dilakukan dengan cara yang beraneka ragam untuk menjaga kelestarian hutan. Menurut Rachman (2012), kegiatan konservasi yang dapat dilakukan di dalam kawasan hutan antara lain konservasi air dan lahan sekitar DAS yang juga merupakan tujuan sektor kehutanan. Selain itu, kawasan hutan juga memiliki berbagai macam spesies flora dan fauna yang perlu perlindungan dengan
24 membangun kembali habitat yang rusak (Rinaldi 2012). Masyarakat sekitar hutan yang secara dominan melakukan interaksi dengan sumberdaya alam hayati di dalam hutan memiliki peran yang sangat penting untuk turut melakukan aksi konservasi hutan baik secara langsung maupun tidak langsung. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Masyarakat Desa Ranu Pani memahami bahwa sumberdaya alam hayati adalah kekayaan yang diwarisi oleh nenek moyang suku Tengger, sehingga pemanfaatan sangat terbatas dan harus diiringi dengan aksi peduli terhadap kelestarian hutan. Masyarakat suku Tengger melakukan interaksi dengan sumberdaya alam di kawasan Resort Ranu Pani karena termotivasi oleh sistem turun-temurun yang diwariskan oleh keluarga mereka untuk hidup berdampingan dengan alam dan memanfaatkan hutan secara bijaksana. 2. Nilai rupiah masyarakat diperoleh dari berladang dan berdagang, sehingga ketergantungan ekonomi masyarakat secara langsung bukan berpusat dari sumberdaya alam hayati di kawasan hutan. 3. Aksi nyata yang dilakukan masyarakat Desa Ranu Pani untuk menjaga kelestarian hutan antara lain yaitu dengan turut serta melakukan penanaman, turut patroli kawasan, pembentukan kader konservasi, masyarakat peduli api, masyarakat peduli sampah, pamswakarsa, serta sikap pro masyarakat terkait peraturan mengenai batasan pemanfaatan sumberdaya alam hayati. Saran 1. Peraturan dan sistem pengelolaan Resort Ranu Pani diselaraskan dengan tradisi adat masyarakat Suku Tengger agar tidak terjadi pergeseran budaya lokal namun kelestarian kawasan tetap terjaga. Tradisi berladang di Desa Ranu Pani harus diiringi dengan pemberdayaan dan pelatihan nyata oleh pengelola Resort Ranu Pani agar sistem perladangan sejalan dengan prisip konservasi, misalnya menggunakan terasering untuk menekan terjadinya longsor dan banjir. 2. Pihak pengelola TNBTS dan melibatkan stakeholder terkait (masyarakat, pemerintah dan akademisi) membuat suatu lokasi khusus di zona pemanfaatan yang berfungsi sebagai lokasi pengambilan kayu bakar, dengan menetapkan spesies tumbuhan tertentu yang telah diteliti status penyebarannya sehingga masyarakat hanya mengambil kayu bakar di lokasi tersebut dan tidak mengancam kelestarian hutan. Hal ini untuk menjaga ketersediaan kayu bakar yang menjadi ketergantungan masyarakat Desa Ranu Pani. 3. Memaksimalkan peran aktif masyarakat pamswakarsa maupun kader-kader konservasi di Desa Ranu Pani. Patroli dan pengontrolan keamanan kawasan hutan di Resort Ranu Pani harus dilaksanakan dengan rutin.
25 DAFTAR PUSTAKA Avenzora R. 2008. EKOTURISME-Teori dan Praktek. BRR NAD-Nias. Banda Aceh. BBTNBTS [Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru]. 2010. Laporan Inventarisasi Flora Penting Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Malang : BBTNBTS. Darusman D, S. Lubis, E. Wetik. 2006. Para Pihak Kehutanan di Kalimantan Analisis Permasalahan dan Kebutuhan. Kelompok Kajian Kebijakan Pembangunan Kehutanan Universitas Mulawarman Dan Kerjasama Tropenbos International Indonesia. Kalimantan, in press. Durkheim E. 1966. Suicide. Translated by Jhon A. Spaulding and George Simpson and edited by Goerge Simpson. New York: Free Press. Kriyantono R. 2009. Teknis Praktis-Riset Komunikasi. Prenada Media Group. Jakarta. Nugoroho, AW, Darwiati W. 2007. Studi Daerah Rawan Gangguan, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Desa Sekitarnya. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam IV (1) : 1-12. Purwaningrum YN. 2006. Kajian Gangguan Perambahan Kawasan Hutan di Seksi Konservasi Wilayah III Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Malang: Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Purwanto Y. 2000. Etnobotani dan Konservasi Plasma Nutfah Holtikultura: Peran Sistem Pengetahuan Lokal pada Pengembangan dan Pengelolaannya. Prosiding Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Laboratorium Etnobotani, puslitbang Biologi-LIPI dan Lembaga Etnobotani Indonesia. Bogor. Hal 308-322. Reksohadiprojo S, Brodjonegoro. 2000. Ekonomi Lingkungan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Rachman S. 2012. Peran Hutan Konservasi dan Hutan Lindung dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. http://www.scbfwm.org/2013/03/31/ [31 Maret 2014]. Rinaldi I. 2012. Kehutanan. Air Tawar, dan Spesies. http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_fore st_spesies/ [31 Maret 2014]. Robbins SP. 2005. Essentials of Organizational Behavior. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc. Rochmah, Siti., Misbach D., Rochayah. 1996. Individu dalam Masyarakat: Buku Teks Mengenai Psikologi Sosial. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Jakarta. Sayektiningsih T. 2008. Strategi Pengembangan Pendidikan Konservasi pada Masyarakat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Sharma NP. 1992. Managing the Worl’s Forests. Looking for Balance between Conservation and Development. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Steenis, C.G.G.J. Van. 2006. Flora Penunungan Jawa. Bogor: LIPI Press.
26 Suryadarma IGP. 2008. Etnobotani. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Suryanto, P. dkk. 2010. The Dynamic Growth and Standing Stock of Acacia degurrens Following the 2006 Eruption in Gunung Merapi National Park, Java, Indonesia. www.ccsenet.org/ijb: International Journal of Biology Vol 2 No 2, Juli 2010. Zain AS. 1996. Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
27 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Uji Chi-Square SPSS A. Uji pengaruh persepsi antara Petani dan Non-Petani Dampak Ekonomi Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
7.644a
5
.177
Likelihood Ratio
8.074
5
.152
Linear-by-Linear Association
3.994
1
.046
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.
Dampak Sosial Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
df
Asymp. Sig. (2-sided)
14.015a
6
.029
18.353
6
.005
6.883
1
.009
N of Valid Cases
60
a. 8 cells (57.1%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Dampak Budaya Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
9.165a
4
.057
Likelihood Ratio
9.655
4
.047
Linear-by-Linear Association
2.934
1
.087
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.
Dampak Ekologi Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
12.502a
4
.014
14.845
4
.005
7.478
1
.006
60
a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
28 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Uji Chi-square SPSS (Lanjutan) Perspektif Masyarakat Terhadap Kawasan Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
4.666a
3
.198
Likelihood Ratio
5.466
3
.141
Linear-by-Linear Association
1.303
1
.254
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
Pengetahuan tentang Sumberdaya Alam Hayati Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-sided)
2.277a
5
.810
3.051
5
.692
.000
1
1.000
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
60
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Pengetahuan Satwa Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
3.500a
3
.321
Likelihood Ratio
4.666
3
.198
Linear-by-Linear Association
1.795
1
.180
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
Motivasi Penggunaan Sumberdaya Alam Hayati Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
10.960a
5
.052
14.828
5
.011
4.961
1
.026
60
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
29 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Uji Chi-square SPSS (Lanjutan) Manfaat Sumberdaya Alam Hayati Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
7.290a
4
.121
Likelihood Ratio
8.258
4
.083
Linear-by-Linear Association
6.206
1
.013
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 6 cells (60.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
Waktu Aktivitas di Hutan per Hari Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
3.979a
3
.264
Likelihood Ratio
4.441
3
.218
Linear-by-Linear Association
3.871
1
.049
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Konflik dengan Pengelola Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-sided)
4.356a
2
.113
4.613
2
.100
.674
1
.412
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
60
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.
Saran untuk Pengelola Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
18.004a
6
.006
21.811
6
.001
1.229
1
.268
60
a. 8 cells (57.1%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
30 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Uji Chi-square SPSS (Lanjutan) Aksi Konservasi terhadap Sumberdaya Alam Hayati Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
df
Asymp. Sig. (2-sided)
4.627a
6
.592
5.797
6
.446
.397
1
.529
N of Valid Cases
60
a. 8 cells (57.1%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
B. Uji pengaruh persepsi antara Petani Bukan Pemilik Lahan dan Petani Pemilik Lahan Dampak Ekonomi Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
7.623a
5
.178
Likelihood Ratio
7.978
5
.157
Linear-by-Linear Association
2.675
1
.102
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00.
Dampak Sosial Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
df
Asymp. Sig. (2-sided)
19.525a
6
.003
21.509
6
.001
.738
1
.390
N of Valid Cases
60
a. 10 cells (71.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
Dampak Budaya Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
15.320a
4
.004
Likelihood Ratio
16.690
4
.002
Linear-by-Linear Association
10.147
1
.001
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.
31 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Uji Chi-square SPSS (Lanjutan) Dampak Ekologi Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
7.482a
4
.112
Likelihood Ratio
8.740
4
.068
Linear-by-Linear Association
2.470
1
.116
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Perspektif Masyarakat terhadap Kawasan Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-sided)
7.806a
4
.099
9.107
4
.058
.948
1
.330
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
60
a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
Pengetahuan tentang Sumberdaya Alam Hayati Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
4.984a
5
.418
Likelihood Ratio
5.931
5
.313
Linear-by-Linear Association
3.397
1
.065
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Pengetahuan Satwa Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
4.917a
3
.178
6.130
3
.105
.000
1
1.000
60
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
32 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Uji Chi-square SPSS (Lanjutan) Motivasi Penggunaan Sumberdaya Alam Hayati Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
7.228a
4
.124
Likelihood Ratio
8.370
4
.079
Linear-by-Linear Association
3.425
1
.064
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 6 cells (60.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Manfaat Sumberdaya Alam Hayati Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
.867a
4
.929
Likelihood Ratio
.875
4
.928
Linear-by-Linear Association
.021
1
.884
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 6 cells (60.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
Waktu Aktifitas di Hutan Per Hari Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
6.624a
3
.085
Likelihood Ratio
7.222
3
.065
Linear-by-Linear Association
6.035
1
.014
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Konflik dengan Pengelola Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
1.744a
2
.418
Likelihood Ratio
1.754
2
.416
Linear-by-Linear Association
1.562
1
.211
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
60
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.
33 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Uji Chi-square SPSS (Lanjutan) Saran untuk Pengelola Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
df
Asymp. Sig. (2-sided)
11.888a
6
.065
13.253
6
.039
5.991
1
.014
N of Valid Cases
60
a. 8 cells (57.1%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
Aksi Konservasi terhadap Sumberdaya Alam Hayati Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
df
Asymp. Sig. (2-sided)
10.736a
6
.097
11.595
6
.072
8.426
1
.004
N of Valid Cases
60
a. 8 cells (57.1%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Lampiran 2 Keadaan dan status perlindungan satwaliar di Desa Ranu Pani Nama Lokal
Status Perlindungan PP No 7 CITES tahun 1999
Kelimpahan berdasarkan wawancara
Latin
IUCN
Bajing kelapa Curut Kijang Babi hutan Macan tutul Landak Lutung jawa
Colosciurus notatus Suncus murinus Muntiacus muntjak Sus Scrofa. Panthera pardus Hystrixbrachyura Tratchypithecusauratus
NT VU
App 1 App 1 -
V V V -
Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
Tekukur biasa Bentet kelabu Walet Apung tanah Elang jawa Sikatan kepala abu Sikatan belang Burung madu gunung Kancilan emas Cabe jawa Srigunting kelabu
Streptopelia chinensis Lanius schach Collocalia Linchi Anthus novaeseelandiae Spizaetus bartelsi Culicicapa ceylonensis
EN -
App 1 -
V -
Tinggi Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah
Ficedula westermanni Aethopyga eximia
-
-
V
Rendah Rendah
Pachycephala pectoralis Dicaeum trochileum Dicrurus leucophaeus
-
-
-
Rendah Rendah Rendah
34 Cabe gunung Cikrak daun Cica-koreng jawa Elang hitam Cici padi Podang
Dicaeum sanguinolentum Phylloscopus trivirgatus Megalurus palustris Ictinaetus malayensis Cisticola juncidis Oriolus chinensis
-
App 1 -
V -
Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah
Jalak suren Ayam hutan
Sturnus contra Gallus gallus
-
App 1 App 1
-
Rendah Sedang
Ular tanah Macrocalamus lateralis Ket: V: ada LC: Resiko rendah -: tidak ada VU: Rentan
Rendah EN: Rentan punah App I: Appendix 1 NT: Hampir terancam
Lampiran 3 Keadaan dan status perlindungan vegetasi di Desa Ranu Pani Nama Lokal Triwulan Teh-tehan Loyor Empritan Seruni Pacar banyu Pakis gunung Genggeng Bayem hutan Ceplukan Poroh Rumput gajah Paku-pakuan Senikir Edelweis Senduro Putihan Kecubung Genjret Adas Mentigi gunung Ranti
Latin Austroeupatorium inulifolium Ageratina riparia Pilea melastomoides Cenchrus enignuus Wedelia calendulacea Impatiens javensis Cyathea contaminans Ammomum coccineum Amaranthus spinosus Physalis minima Pennisetum purpureum Pteris sp Cosmos caudatu Anaphalis longifolia Anaphalis javanica Buddleja indica Brugmansia suaveolens Pytholacca dioica Foeniculum vulagarae Vaccinium varingifolium Physalis nigrum
Status Perlindungan PP No 7 IUCN CITES tahun 1999 -
Kelimpahan berdasarkan wawancara Tinggi
-
-
-
Tinggi Sedang
-
-
-
Sedang Sedang
-
-
-
Sedang Sedang
-
-
-
Sedang
-
-
-
Sedang
-
-
-
Rendah Rendah Tinggi
VU
-
-
Sedang Sedang Sedang
-
-
-
Sedang Rendah Sedang
-
-
-
Tinggi Rendah
-
-
-
Rendah
-
-
-
Sedang
35 Sempretan
Eupatorium inofolium Permenan Mentha arvensis Kemlandingan Albzzia lophanta Putih dada Acer laurinum Cemara Casuarina gunung junghuhniana Akasia gunung Acacia decurrens Meniran Lilian sp Randu basin Po'o Eucaliptus deglupta Ampet Pilea melastomoides Pampung Macropanax dispermum Nyampuh Litsea diversifolia Danglu Engelhardia spicata Pasang Lithocarpus sondaicus Persilon Accacia auriculiformis Keterangan: V: ada -: tidak ada
-
-
-
Rendah
VU -
-
-
Rendah Rendah Rendah Tinggi
-
-
-
Tinggi Rendah Rendah Sedang
-
-
-
Rendah
-
-
-
Rendah
-
-
-
Rendah Rendah
-
-
-
Rendah
-
-
-
Rendah
LC: Resiko rendah VU: Rentan
EN: Rentan punah NT: Hampir terancam
Lampiran 4 Peranan flora bagi masyarakat Desa Ranu Pani Nama spesies
Edelweis
Nama ilmiah
Cara pengambilan
Bagian yang digunakan
Cara pemanfaatan
Tujuan pemanfaatan
Manfaat
Anaphalis longifolia Cosmos caudatu Pytholacca dioica Macropanax dispermus Physalis nigrum
Memetik
Bunga
Sesajen
Upacara adat
Upacara adat
Memetik Memetik Memetik
Daun Daun Daun
Sesajen Sesajen Sesajen
Upacara adat Upacara adat Upacara adat
Upacara adat Upacara adat Upacara adat
Memetik
Daun muda
Direbus
Lalapan
Rumput Gajahan Akasia Gunung
Pennisetum purpureum Acacia decurrens.
Memotong
Daun
Langsung
Tumbuhan pangan Pakan ternak
Kayu
Memasak dan menghangatkan badan
Casuarina junghuhniana
Kayu bakar
Memasak dan menghangatkan badan
Ampet
Pilea melastomoides Eupatorium inofolium Foeniculum vulgare Albizia lophanta
Kulit
Dikeringka n dan langsung Dikeringka n dan langsung Digodog
Kayu bakar
Cemara Gunung
Menebangm emotong memungut Menebang memotong memungut Memotong
Sakit perut
Memetik
Daun
Dioleskan
Memetik
Daun
Direbus
Memetik
Daun
Direbus
Tumbuhan obat Tumbuhan obat Tumbuhan obat Tumbuhan obat
Senikir Genjret Pampung Ranti
Sempre tan Adas Kemlandi ngan
Kayu
Pakan ternak
Luka luar Demam dan sariawan Demam
36 Lampiran 5 Peranan fauna bagi masyarakat Desa Ranu Pani Nama spesies Kijang Bentet kelabu Podang Jalak suren
Nama ilmiah Muntiacus muntjak Lanius schach Orioluschine nsis. Sturnus contra
Cara pengambilan
Bagian yang digunakan
Cara pemanfaatan
Tujuan pemanfaatan
Manfaat
Berburu
Daging
Bakar
Pangan
Pangan
Menjerat dan me Ngambil Menjerat
Seluruh bagian
Peliharaan
Peliharaan
Peliharaan
Seluruh bagian Seluruh bagian
Peliharaan
Peliharaan
Peliharaan
Peliharaan
Peliharaan
Peliharaan
Menjerat
Lampiran 6 Nilai rupiah pemanfaatan fauna di Desa Ranu Pani
Lampiran 7 Nilai rupiah pemanfaatan flora di Desa Ranu Pani
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Meyliana Astriyantika, lahir di Kotaagung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung pada tanggal 12 Mei 1993. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara, dari pasangan Masrun Dani, SE dan Hermaini. Pendididikan ditempuh penulis mulai dari TK Dharma Wanita Kotaagung pada tahun 1997-1999. Kemudian penulis melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 4 Kuripan, Kotaagung pada tahun 1999, lalu di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kotaagung Pusat pada tahun 2005. Pada tahun 2008, pendidikan ditempuh di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu provinsi Lampung pada kelas Akselerasi, hingga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan melalui jalur USMI pada tahun 2010. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam organisasi Keluarga Mahasiswa Lampung dan pernah menjabat sebagai Ketua Divisi Budaya Olahraga dan Seni (2011-2012). Selain itu juga penulis aktif menjadi pengurus di organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) menjabat sebagai sekretaris Kelompok Pemerhati Ekowisata (2011-2013) serta kegiatan-kegiatan kepanitian lainnya. Penulis pernah menjadi peserta Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan yang lolos didanai Dikti pada tahun 2011. Selain itu juga penulis menjadi peserta sekaligus panitia pada kegiatan ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan HIMAKOVA di Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Riau (tahun 2012) dan di Taman Nasional Manusela, Maluku Tengah (tahun 2013). Kegiatan yang pernah diikuti selama masa perkuliahan ialah menjadi peserta Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Gunung Papandayan-Sancang Timur (Garut) pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi pada tahun 2013 dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada tahun 2014. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian skripsi dengan judul Studi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Pada Masyarakat Tengger di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di bawah bimbingan Dr Ir Harnios Arief, MScF dan Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi.