MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008
STUDY KASUS BLACKOUT 30 SEPTEMBER 2007 SISTEM SUSELTRABAR Indar Chaerah Gunadin Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin email :
[email protected]
Abstrak Pada sistem interkoneksi Sulseltrabar, intensitas terjadinya kasus black out (pemadaman total) kecenderungannya semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang ada pada sistem diantaranya meningkatnya beban puncak, berubahnya konfigurasi sistem, keterbatasan saluran transmisi, aspek ekonomis dan lain-lain. Pada tanggal 30 September 2007 terjadi black out selama ± 3 jam, dengan total energi yang tidak tersalurkan sebesar 860.24 MWh. Kejadian ini diawali oleh lepasnya pembangkit Bakaru sebesar 28.6 MW akibat terjadinya hubung singkat satu phasa pada sisi 11 kV, kemudian terjadi kegagalan main proteksi mengakibatkan PMT pada sisi 150 kV yang open. Dengan terlepasnya PMT 150 kV maka Pembangkit Bakaru lepas dari sistem. Selanjutnya terjadi pelepasan berantai pada sistem; PLTD SWD, PLTD Swatama, Beban Bosowa dan Tonasa, Suppa, Sengkang. Kemudian sistem mengalami hunting selama 17 menit, selanjutnya terjadilah black out. Study ini dilakukan untuk mampu menjelaskan kronoligis terjadinya black out serta memberikan saran agar kasus ini tidak terulang kembali pada masa mendatang. Kata Kunci : Black out, Hubung singkat, Hunting
Sistem tenaga listrik yang memiliki banyak mesin biasanya menyalurkan daya kebeban melalui saluran interkoneksi. Tujuan utama dari sistem saluran interkoneksi adalah untuk menjaga kontinuitas dan ketersediaan tenaga listrik terhadap kebutuhan beban yang terus meningkat. Semakin berkembang sistem tenaga listrik dapat mengakibatkan lemahnya performansi sistem ketika mengalami gangguan. Salah satu efek gangguan adalah osilasi elektromekanik yang jika tidak diredam dengan baik maka sistem akan terganggu dan dapat keluar dari area kestabilannya sehingga mengakibatkan pengaruh yang lebih buruk seperti pemadaman total (black out). Pada sistem interkoneksi Sulseltrabar, peristiwa terjadinya pemadaman total (blackout) kecenderungannya mengalamai peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari data sebagai berikut : § Tahun 2004 terjadi blackout sebanyak 3 kali § Tahun 2005 tidak pernah terjadi blackout § Tahun 2006 terjadi blackout sebanyak 1 kali § Tahun 2007 terjadi blackout sebanyak 2 kali (data terakhir diambil pada bulan Oktober 2007, Sumber :AP2B Sistem Sulsel)
Peningkatan fenomena ini adalah akibat semakin meningkatnya pembebanan sistem disamping konfigurasi sistem yang telah berubah menjadi sistem ring (closed loop). Pada tanggal 30 September 2007 pukul : 09:16:24 WITA, terjadi peristiwa padam total (black out). Dimana beban sistem yang lepas sebesar 270 MW dengan total energy yang tidak tersalurkan sebesar 860,42 MWh (Sumber: AP2B Sistem Sulsel).
KARATERISTIK SISTEM INTERKONEKSI SULSELTRABAR Sistem tenaga listrik Sulawesi Selatan, memiliki karakter khusus. Pusat pembangkit terbesar dengan biaya operasi yang termurah terletak di bagian utara sistem, sedangkan pusat beban terbesar berada di bagian selatan sistem. Masalah yang timbul adalah, jika diprioritaskan penghematan biaya operasi pembangkit, dengan mengoptimalkan pembangkit di utara, maka dalam mensupplai tenaga listrik dari utara ke
Indar Chaerah Gunadin, Studi Kasus Black Out 30 September 2007 Sistem Sulseltrabar
selatan tersebut harus melalui penghantar dengan panjang ± 200 km (89,2 km merupakan penghantar bottle neck), akibatnya tegangan pada pusat beban di selatan sistem mengalami drop tegangan yang berakibat pada rugi-rugi transmisi yang besar.
Karakteristik Pembangkit Pada gambar 2, terdapat ketidakseimbangan letak pembangkit dan beban. Bagian utara sistem dengan total pembangkitan sebesar 320 MW (PLTA Bakaru, PLTGU Sengkang dan PLTD Suppa), memiliki beban antara 45-110 MW, sedangkan bagian selatan sistem dengan total pembangkit sebesar 162 MW (PLTG/U/D Tello), memiliki beban 100-290 MW. Selain itu biaya operasi termurah terdapat pada mesin pembangkit bagian utara, sehingga jika diinginkan biaya operasi minimum, pengoperasian pembangkit di utara diprioritaskan, dengan resiko rugi transmisi yang besar dan tegangan di ujung penerimaan di selatan semakin kecil.
Karakteristik Beban Pelanggan listrik di Sulawesi Selatan di dominasi oleh rumah tangga. Dengan demikian, pemakaian listrik yang menghasilkan beban puncak terjadi pada malam hari. Industri yang besar ada dua yaitu Semen Tonasa (40 MW) dan Semen Bosowa (30 MW). Karena beban yang cukup besar, kedua industri ini sangat mempengaruhi nilai beban sistem. Secara garis besar karakteristik beban pelanggan Sulsel terlihat pada gambar 1 di bawah ini.
Gambar 2. Komposisi letak pembangkit dan biaya operasinya
Gambar 3. Beban dan pembangkit utara
KRONOLOGIS BLACK OUT
Gambar 1. Karakteristik beban Sulsel
Pada pukul 09:16:24 terjadi hubung singkat 1 phasa ke tanah pada sisi 11 kV sektor Bakaru. Kemudian karena PMT pada sisi 11 kV gagal beroperasi, maka PMT pada sisi 150 kV
MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008
membuka dan mengakibatkan PLTA Bakaru 28,6 MW lepas dari sistem. Selanjutnya PLTD SWD dan Swatama lepas dengan total daya yang hilang sebesar 22.5 MW dengan indikasi gangguan overload. Kemudian Bosowa dan Tonasa lepas sebesar 38 MW akibat relay undervoltage yang bekerja. PLTD Suppa#6,5,4 dan Sengkang GT#11 trip dengan indikasi gangguan out of range active and reactive power. Disusul PLTD Suppa #1,2,3 sebesar 28 MW. Kemudian Sengkang GT#12 dan ST#18, PLTD MITS#1 dan PLTU#2 juga lepas dari sistem. Kemudian sistem mengalami hunting selama kurang lebih 17 menit kemudian sistem menjadi black out.
•
•
•
•
anjlok sehingga Bosowa dan Tonasa lepas dari sistem. Selanjutnya frekuensi sistem tetap turun sehingga UFR bekerja sampai tahap IV (Total Load Rejection = 117.61 MW). Sehingga selisih beban yang ada dan pembangkit yang tersisa besar (105 MW) mengakibatkan frekuensi naik drastis. Selisih (105 MW) ini adalah termasuk kajian Transient Stability. Akibat besarnya selisih daya ini menyebabkan pembangkit (PLTD Suppa #456, Sengkang GT#11, Bili2, PLTD Suppa #123) lepas dari sistem Selanjutnya sistem mengalami osilasi selama 17 menit (Sistem tidak memiliki pembangkit sebagai pengatur frekuensi). Sistem black out.
ANALISIS GANGGUAN Setelah dilakukan simulasi dengan model PSSE yang ada, diperoleh kesimpulan bahwa untuk gangguan hubung singkat 1 phasa ketanah pada bus bakaru 11 kV selama 1.4 detik belum menyebabkan adanya pembangkit yang lepas, sistem masih stabil. Kemudian pada saat PMT di sisi 150 kV pada bus Bakaru#1 lepas, mengakibatkan tegangan turun pada semua bus. Akibatnya pada pusat beban (Makassar) tegangan akan turun drastis. Pada beban (P) konstan, maka terjadi fenomena kenaikan arus akibat turunnya tegangan. Arus pada sisi sekunder trafo akan naik, yang mengakibatkan arus pada sisi primer naik pula. Naiknya arus pada sisi primer disupplai dari pembangkit yang ada. Sedangkan besar arus ini terbatas tergantung kemampuan generatornya. Akibat naiknya permintaan arus maka pembangkit (SWD dan Swatama) mengalami over current stator/rotor sehingga pembangkit SWD/Swatama harus terlepas dari sistem. Untuk melihat keterbatasan generator untuk menyuplai daya reaktif dapat dilihat pada gambar 4. Dari kurva ini terlihat bahwa ketika sebuah generator dibebani dengan daya nyata P yang besar maka generator tersebut akan memiliki kemampuan mengatur Q yang senakin rendah. Hal ini adanya pembatasan arus rotor akibat pemanasan pada belitan medan demikian pula arus pada stator. Analisis selanjutnya : • Lepasnya pembangkit (SWD dan Swatama), juga akibat lepasnya Bakaru atau keduaduanya mengakibatkan tegangan semakin
Gambar 4. Kurva kapabilitas generator
Gambar 5. Respon frekuensi sistem pada saat awal terjadi gangguan
Indar Chaerah Gunadin, Studi Kasus Black Out 30 September 2007 Sistem Sulseltrabar
Gambar 6. Frekuensi dan tegangan pada saat terjadi hunting selama 17 menit
SIMPULAN DAN SARAN Terjadinya peristiwa black out tanggal 30 September 2007 sebenarnya dipicu oleh lamanya hubung singkat 1 phasa akibat gagalnya PMT pada sisi 11 kV bekerja. Walaupun hubung singkat ini bukan menjadi penyebab langsung lepasnya pembangkit di Sektor Tello (SWD dan Swatama). Lepasnya kedua pembangkit ini akibat indikasi Overload relay yang bekerja. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua generator ini meresponse turunnya tegangan akibat hubung singkat dengan jalan menaikkan daya reaktif (menambah arus eksitasi) akan tetapi kenaikan ini terlalu besar sedangkan pada rotor ada batasan arus akibat panas yang ditimbulkan. Karena arus ini melebihi batas (limit heater) maka generator harus dilepas dari sistem. Akibat lepasnya pembangki (SWD dan Swatama) maka terjadilah efek cascade yang selanjutnya membuat sistem menjadi black out. Berdasarkan hasil pembahasan di atas, disarankan : 1. Untuk mencegah kasus ini berulang, maka disarankan adanya pembangkit di Selatan yang berfungsi untuk mengatur supplai daya reaktif. Pembangkit ini sebaiknya dibebani tidak terlalu besar. 2. Memperbaiki nilai tegangan pada semua bus agar berada pada nilai yang dekat dengan nilai nominalnya, misanya dengan pemasangan
kapasitor. 3. Perlunya managemen daya reaktif, sehingga generator masih memiliki kemampuan untuk mengatur kekurangan/kelebihan daya reaktif pada sistem.
DAFTAR PUSTAKA Bagian Operasi, 2007. Evaluasi Operasi Tenaga Listrik Sistem Sulawesi Selatan, PT. PLN (Persero) AP2B Sistem Sulsel, Makassar. CIGRÉ TF 38-02-10, 1993. Modelling of Voltage Collapse Including Dynamic Phenomena. D. Karlsson, 1995. Voltage Stability Simulations Using Detailed Models Based on Field Measurements, Ph.D. thesis, ISBN 917032-725-4, 1992 CIGRÉ TF 38-02-08, “Long Term Dynamics Phase II-Final Report”,. Marsudi, Ir.Djiteng 1990. Operasi Sistem Tenaga Listrik, Jakarta. M. K. Pal, 1992. Voltage stability conditions considering load characteristics, Transactions on Power Systems, Vol. 7, No. 1, February. N. U. Krantz, M. N. Gustafsson, J. E. Daalder, 1995. Voltage Collapse with a Laboratory
MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008
Power System Model, Stockholm Power Tech.. P. Borremans, A. Calvaer, J.P. de Reuck,J. Goossens, E. Van Geert, J. Van Hecke, A. Van Ranst, 1984. Voltage StabilityFundamental concepts and comparison of practical criteria, CIGRÉ 38-11/1-8. S.
J. Chapman, Electric Machinery Fundamentals, McGraw-Hill.