Jurnal Matematika & Sains, April 2013, Vol. 18 Nomor 1
Studi Transformasi Hidrat Sefadroksil Monohidrat dan Sefaleksin Monohidrat dengan FTIR Ilma Nugrahani, Slamet Ibrahim, Rachmat Mauludin, dan Pusparani Krisnamurthi Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung e-mail :
[email protected] Diterima 19 Juni 2012, disetujui untuk dipublikasikan 19 Juli 2012 Abstrak Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) biasanya digunakan untuk mendeteksi keberadaan hidrat dalam padatan kristal secara kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode FTIR untuk menganalisis keberadaan dan perubahan jumlah/transformasi hidrat sefaleksin monohidrat dan sefadroksil monohidrat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil analisis FTIR dikonfirmasi dengan DSC (Differential Scanning Calorimeter) dan PXRD (Powder Xray Diffractometer) sebagai metode standard analisis padatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puncak hidrat dari sefaleksin terlihat pada bilangan gelombang 3386-3586 cm-1, sedangkan puncak hidrat dari sefadroksil terlihat pada bilangan gelombang 3471-3650 cm-1. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan mengukur Area Under Curve (AUC) dari derivat puncak hidrat pada spektra FTIR; kemudian membuat kurva kalibrasi antara AUC dengan kadar padatan dalam pelat KBr. Kurva kalibrasi menghasilkan nilai R=0,9996, sedangkan sefadroksil monohidrat R=0,9995. Selanjutnya transformasi hidrat dari kedua antibiotika dilakukan dengan pengambilan sampel terhadap padatan yang digerus selama 180 menit dan dicuplik setiap 30 menit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sefadroksil monohidrat mengalami kehilangan spektra hidrat pada menit ke-180 sedangkan sefaleksin monohidrat pada menit ke-150. Padatan antibiotika hasil penggerusan tersebut kemudian dipaparkan terhadap lembab di dalam desikator dengan kelembaban RH 71% dan RH 99%, pada suhu 25°C. Hasil analisis FTIR dikonfirmasi dengan DSC dan PXRD menunjukkan bahwa hidrat tidak kembali pada jumlah dan bentuk semula. Keseluruhan data membuktikan bahwa FTIR dapat menganalisis transformasi hidrat sefadroksil monohidrat dan sefaleksin monohidrat dengan ketelitian yang baik. Dengan demikian, FTIR layak menjadi metode alternatif maupun pelengkap untuk menganalisis hidrat dan transformasinya. Kata kunci : Sefaleksin monohidrat, Sefadroksil monohidrat, Transformasi hidrat, FTIR.
Study of Hydrate Transformation of Cepadroxil Monohydrate and Cepalexin Monohydrate Using FTIR Abstract Fourier Transform Infra Red (FTIR) generally is used as a qualitative method to detect hydrate in a crystal solid form. The purpose of this research was to develop FTIR method to analyze hydrate and its transformation in cephalexin monohydrate and cefadroxil monohydrate qualitative and quantitatively. Data of FTIR analysis were confirmed with DSC (Differential Scanning Calorimeter) and PXRD (Powder Xray Diffractometer) which have known as standard methods of solid analysis. The results of this experiment showed that hydrate of cephadroxil spectra was founded at 3386-3586 cm-1 wavenumber, while cephalexin monohydrate at 3471-3650 cm-1. Quantification approach of FTIR’s was performed by measure the AUC (Area under Curve) of the derivative of hydrate spectra and made the calibration curve between AUC versus sample concentration in the KBr plate. The calibration curves showed cephalexin monohydrate linearity value : R=0.9996, while cefadroxil monohydrate had R=0.9995. Hydrate transformation were observed by grinding of APIs for 180 minutes and sample is taken for every 30 minutes for evaluate its hydrate transformation with FTIR. Cefadroxil monohydrate lost its hydrate after 180 minutes and cephalexin monohydrate after 150 minutes of grinding. After that, the grinding samples were exposed to humidity in desicators with RH: 71 and 99%, at the temperature 25C. FTIR spectra confirmed by DSC and PXRD showed that both samples cannot rehydrate back to its original amount and form. All of data proved that FTIR can be used as an adequate methods to analyze hydrate transformation of cephadroxil and cephalexin. Finally, FTIR considered as a proper alternative or complementary analysis instrument for solid state analysis, especially the hydrate and its transformation. Keywords : Cefadroxil monohydrate, Cephalexin monohydrate, Hydrate transformation, FTIR. dan/atau beberapa bentuk hidrat/solvat (solvatomorf). Hidrat/solvat adalah kristal dengan sejumlah molekul air/pelarut organik yang terinkorporasi pada kisi-kisi
1. Pendahuluan Padatan senyawa organik dan anorganik bisa memiliki beberapa bentuk kristal atau polimorf 1
2 Jurnal Matematika & Sains, April 2013, Vol. 18 Nomor 1 kristalnya. Pada proses pembuatan sediaan obat, padatan zat aktif berkemungkinan mengalami berbagai perlakuan termik atau mekanik selama, seperti penggerusan, penggilingan, liofilisasi, spraydrying, granulasi, pembuatan suspensi, tabletasi, dan penyimpanan pada berbagai kondisi suhu dan kelembaban. Akibatnya, bahan baku padat dapat mengalami transformasi polimorfi maupun transformasi hidrat/solvat. Transformasi tersebut dapat berpengaruh terhadap solubilitas, kelarutan, stabilitas dan kecepatan disolusi yang pada akhirnya dapat berpengaruh pada ketersediaan hayati obat. Oleh karena itu, karakterisasi padatan, termasuk studi transformasi hidrat perlu dilakukan sebagai informasi penting untuk pra-formulasi. Dengan adanya data perubahan hidrat, diharapkan dapat dirancang proses produksi sediaan dan penyimpanan yang optimal. Sefadroksil dan sefaleksin adalah antibiotik golongan beta laktam. Perubahan hidrat dan struktur kisi kedua senyawa antibiotik tersebut dapat menurunkan stabilitas kimianya karena air kristal yang terlepas dapat menyerang gugus beta laktam. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting sebagai dasar perlakuan bahan baku kedua bahan aktif tersebut terkait aktivitas hidratnya. Sefadroksil merupakan antibiotik monohidrat yang berupa serbuk kristalin putih kekuningan yang agak sukar larut dalam air (1110 mg/L) dan sangat sukar larut dalam etanol dengan struktur kristal dilaporkan jenis ortorombik. Sefaleksin merupakan antibiotik semisintetik monohidrat yang berupa serbuk kristalin putih hingga putih pudar dan sedikit larut dalam air (1789 mg/L), namun praktis tidak larut dalam etanol dengan struktur kristal monoklinik.
Gambar 1. Struktur sefadroksil dan sefaleksin (USP XXX, NF25). Selama ini transformasi hidrat secara rinci lebih banyak dipelajari dengan metode analisis termal (DSC/TGA, DTA) dan difraktometri (PXRD), sedangkan FTIR biasanya digunakan terbatas untuk uji kualitatif keberadaan hidrat. Penelitian ini berusaha mengembangkan metode kuantitatif. FTIR
merupakan metode analisis yang relatif cepat dan lebih mudah digunakan bila dibandingkan metode analisis padatan lain seperti PXRD dan DSC-TGA. Penggunaan FTIR sebagai metode analisis hidrat kristal masih belum banyak digunakan. 2. Percobaan 2.1 Bahan Sefadroksil monohidrat pemberian PT. Kalbe Farma, sefaleksin monohidrat dari PT Bernofarm dengan nama Purilex Powder dengan Lot No. 3383253, KBr (Merck, Produk No.1049070500), silika gel (Sakura) sebagai absorben desikator penyimpanan, NaCl, dan KCl. Alat Botol vial kecil dengan tutup plastik, spatula, 3 buah desikator untuk penyimpanan kering dan pengembalian hidrat pada RH 71% dan RH 99%, timbangan analitik (Mettler Toledo AG104), penggerus automatis (Retsch mortar grinder RM 100), spektroskopi FTIR (Jasco FTIR-4200), oven pengering KBr, DSC-TGA (Netzsch STA 449 F3 Jupiter), PXRD (PW1710 diffractometer), dan DTA (Mettler Toledo FP 90). 2.2 Karakterisasi awal bahan baku Karakterisasi awal meliputi pembandingan pemerian sampel dengan pustaka, identifikasi bahan padatan sefadroksil monohidrat dan sefaleksin monohidrat dengan FTIR dengan metode plat KBr, DSC-TGA, dan PXRD. Analisis FTIR dilakukan pada sampel berbentuk serbuk yang dicampur KBr dengan perbandingan bobot 1:100 dan digerus hingga homogen. Kemudian dimasukkan ke dalam cakram cetakan, lalu dikompresi pada tekanan 20 Psi menggunakan hydraulic press. Cakram dipasang pada holder lalu spektrum diukur pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1 menggunakan spektroskopi FTIR Jasco-4200 dan software Spectra Manager II. Analisis menggunakan DSC-TGA/DTA dilakukan dengan penimbangan 3-7 mg sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan alumunium khusus untuk analisis DSC-TGA/DTA. Sampel dipanaskan dengan kecepatan pemanasan 10°/menit di bawah aliran gas nitrogen (untuk DSC). Pengukuran aliran panas dilakukan pada suhu 30350°C. Analisis menggunakan PXRD dilakukan pada kondisi sebagai berikut: anoda Cu, tegangan 40 kV, arus 30mA, lebar slit 0,2 inci. Data dikumpulkan dengan mode scanning 0,2°-0,5°per menit dengan jarak scanning 2θ :5° - 40 °. 2.3 Pendekatan kuantitatif penetapan puncak hidrat kristal pada FTIR Kuantifikasi puncak hidrat dari sampel dilakukan dengan metode penetapan kadar
Nugrahani dkk., Studi Transformasi Hidrat Sefadroksil Monohidrat dan Sefaleksin Monohidrat dengan FTIR menggunakan preparasi sampel yang sama dengan identifikasi awal yakni dengan metode plat KBr. Berat KBr dibuat tetap yakni 100 mg, sedangkan sampel dibuat pada berbagai variasi kadar yakni pada 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,2; 1,4; 1, 6;1, 8, dan 2 mg. Lalu dibandingkan spektrumnya dan puncak derivat transmitan dari hidrat yang terbentuk. Setiap kadar sampel diukur sebanyak 3 kali untuk sekaligus mengukur presisi dari alat. Pengukuran AUC dan tinggi puncak hidrat derivat spektrum FTIR sampel menggunakan software Spectra manager II. Lalu ditentukan nilai dari parameter linearitas, batas deteksi, batas kuantisasi, dan presisinya. 2.4 Penggerusan Penggerusan sampel selama 180 menit menggunakan Retsch Mortar Grinder RM 100 dengan pengaturan tekanan pada mode 1, yaitu tekanan sebesar (1×108 N/m2). Sampling dilakukan pada menit ke-0, 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit lalu dikarakterisasi dengan FTIR. 2.5 Evaluasi sampel hasil penggerusan Evaluasi sampel pada menit ke-180 menggunakan FTIR dengan metode plat KBr, DSCTGA/DTA, dan PXRD sama dengan metode karakterisasi awal bahan baku. 2.6 Penyimpanan sampel hasil penggerusan dalam kelembaban tinggi
3
365,41 gram/mol. (European Pharmacopeia 6,2007; USP XXX, NF25, 2007).
Gambar 2. Pemerian serbuk sefadroksil monohidrat (kiri) dan sefaleksin monohidrat (kanan). Serbuk sefadroksil monohidrat dan sefaleksin monohidrat memiliki ciri-ciri ukuran serbuk sefadroksil lebih besar dari sefaleksin. Sefadroksil berwarna putih bersih sedangkan sefaleksin berwarna agak kekuning-kuningan. Serbuk sefaleksin cenderung menggumpal, tetapi sefadroksil tidak. (Gambar 2). Kemudian sampel dikarakterisasi dengan FTIR untuk melihat spektrum IR dan dibandingkan dengan spektrum pada pustaka (UV and IR Spectra of Pharmaceutical Substances and IR Spectra of Pharmaceutical and Cosmetic Excipients, 2002 ) yang menunjukkan hasil sebagai berikut
Sampel hasil penggerusan selama 180 menit disimpan dalam dua desikator, masing-masing berisi larutan NaCl jenuh pada RH 71% dan larutan KCl jenuh pada RH 99%. Sampling dilakukan pada penyimpanan jam ke-0,8,24,48,72 jam. 2.7 Evaluasi sampel hasil penyimpanan dalam kelembaban tinggi Evaluasi sampel pada penyimpanan jam ke-0, 8, 24, 48, dan 72 jam menggunakan FTIR dengan metode plat KBr, dan hasil jam ke-72 dengan PXRD.
(a)
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Karakterisasi awal Karakterisasi awal sampel merujuk pada organoleptik dan pemerian sampel yang tertera pada pustaka (USP XXX, NF25, 2007; European Pharmacopeia 6, 2007). Sefadroksil merupakan antibiotik monohidrat yang berupa serbuk kristalin putih kekuningan yang agak sukar larut dalam air (1110 mg/L) dan sangat sukar larut dalam etanol. Sefadroksil monohidrat memiliki rumus kimia C16H17N3O5S.H20 dan berat molekul 381,40 gram/mol. Senyawa ini memiliki titik leleh 197°C. Sefaleksin merupakan antibiotik monohidrat yang berupa serbuk kristalin putih, putih pudar dan sedikit larut dalam air (1789 mg/L), namun praktis tidak larut dalam alkohol. Sefaleksin monohidrat memiliki rumus kimia C16H17N3O4S.H20 dan berat molekul
(b) Gambar 3. Spektrum IR sefadroksil monohidrat (a); sefaleksin monohidrat (b).
4 Jurnal Matematika & Sains, April 2013, Vol. 18 Nomor 1
(a)
gelombang 3386-3586 cm-1 dan sefadroksil monohidrat terlihat pada bilangan gelombang 34713650 cm-1. Daerah-daerah tersebut menunjukkan puncak khas di daerah regangan OH air kristal yakni pada daerah 3100-3600 cm-1 (Kogermann, 2008). Derivat puncak hidrat sefaleksin monohidrat terlihat seperti dua puncak berhimpit, sedangkan sefadroksil monohidrat terlihat hanya satu puncak lebar saja. Intensitas spektrum pada daerah fingerprint sefadroksil dan sefaleksin tidak sebesar intensitas yang ada pada pustaka, namun menunjukkan posisi pada bilangan gelombang yang sama (Gambar 3,4,5). Karakterisasi menggunakan DSC-TGA menghasilkan termogram seperti teramati pada berikut ini (Gambar 6). (b)
(a)
(b) Gambar 4. Spektrum IR (a) dan derivat spektrum (b) sefadroksil monohidrat percobaan. Gambar 6. Termogram DSC (a) – TGA (b) sefadroksil monohidrat.
(a)
Termogram DSC (Gambar 6 a) menunjukkan kurva endotermik pada daerah 100°C yang mengindikasikan suhu anhidratasi dari hidrat sefadroksil. Hal ini dipertegas kurva TGA (Gambar 6 b) yang menurun setelah suhu 100°C karena lepasnya hidrat. Tiga puncak kurva DSC pada suhu 196°C, 204°C, dan 216°C menunjukkan tahap-tahap perubahan fasa, yaitu rekristalisasi; peleburan; rekristalisasi; peleburan lagi untuk selanjutnya terurai. Titik peleburan pada 196°C membuktikan kemurnian sefadroksil yang memiliki titik lebur pada 197°C. Perbedaan suhu titik leleh masih dibawah rentang keberterimaan ±2°C. (b)
(a)
(b) Gambar 5. Spektrum IR (a) dan derivat spektrum (b) sefaleksin monohidrat percobaan. Hasil karakterisasi awal dari puncak hidrat menggunakan FTIR menunjukkan puncak hidrat sefaleksin monohidrat terlihat pada bilangan
Gambar 7. Termogram DSC (a) – TGA (b) sefaleksin monohidrat. Termogram DSC pada Gambar 7 terlihat adanya peristiwa endoterm pada suhu 100°C. Hal ini
5
Nugrahani dkk., Studi Transformasi Hidrat Sefadroksil Monohidrat dan Sefaleksin Monohidrat dengan FTIR menunjukkan adanya anhidratasi yang didukung kelandaian pada kurva TGA pada suhu yang sama. Pada suhu 196,6°C terjadi puncak eksotermik yang menunjukkan proses rekristalisasi diikuti dengan oksidasi menyebabkan dekomposisi sefaleksin yang didukung dengan data TGA yang menunjukkan penurunan massa akibat penguraian massa pada suhu yang sama. Sefaleksin monohidrat dan sefadroksil monohidrat memiliki hidrat kanal (Kennedy, 2003). Kurva anhidratasi terlihat lebar karena seperti hidrat kanal pada umumnya, molekul air dilepaskan pada suhu sekitar 100°C secara mudah. Karakterisasi awal menggunakan PXRD memperlihatkan kristalinitas keduanya yang menghasilkan puncak-puncak difraksi sebagai berikut (Gambar 8 dan 9):
Gambar 8. monohidrat.
Difraktogram
PXRD
Derivatisasi spektrum FTIR ini dilakukan dengan menggunakan algoritma Savitzky-Golay pada software Spectra manager II. Algoritma ini merupakan filter yang digunakan untuk membuat regresi polinomial pada suatu seri data untuk menentukan nilai yang smooth dari tiap data serta mengurangi noise. Keuntungan utama dari pendekatan algoritma ini adalah dapat mempertahankan distribusi data seperti tinggi, pendek, dan lebar spektrum. Efek smoothing dari algoritma ini tidak bersifat agresif, yakni tidak mengubah rata-rata dan menghilangkan atau mendistorsi informasi penting dari data (Savitzky, 1964; Maddams, 1981). Dipilih pengukuran kalibrasi Area Under Curve (AUC) ketimbang tinggi puncak disebabkan hasil linieritasnya lebih baik. Dari 3 data hasil pengukuran setiap bobot dihitung nilai rata-ratanya sebagai nilai AUC dan tinggi puncak. Sebagai contoh gambar kurva hasil pengukuran AUC adalah sebagai berikut (Gambar 10)
sefadroksil
Sefadroksil monohidrat memberikan intensitas yang tinggi pada nilai 2θ: 10;12,.3; 14,54; 16,64; 17,82; 21,66; 23,4; 25,76; 31,38; 32,54; dan 34,68. Hal ini menunjukkan sefadroksil monohidrat memiliki kristalinitas yang cukup tinggi. Tabel 1. Pengukuran Presisi Spektrum FTIR Sefadroksil Monohidrat. Pengukuran ke 1 2 3 4 5 6
3.2 Pendekatan kuantitatif puncak derivat spektrum FTIR dari hidrat kristal
Gambar 10. Kalibrasi puncak derivat spektrum FTIR sefadroksil monohidrat. (a)
AUC 9,215 9,078 8,947 8,984 8,992 9,152 (b)
Gambar 9. monohidrat.
Difraktogram
PXRD
sefaleksin
Sefaleksin monohidrat memberikan intensitas yang tinggi pada nilai 2θ: 7,14; 10,88; 14,42; 16,24; 17,74; 19,38; dan 21,98.
Gambar 11. Grafik perbandingan kalibrasi FTIR sefadroksil monohidrat pada berbagai bobot dengan metode perhitungan AUC (a); tinggi puncak (b).
6 Jurnal Matematika & Sains, April 2013, Vol. 18 Nomor 1 Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa nilai R untuk AUC puncak derivat spektrum (Gambar 11 a) sefadroksil monohidrat adalah 0,9996 sedangkan untuk tinggi puncak (Gambar 11 b) adalah 0,9850 sehingga AUC spektra dianggap lebih akurat untuk digunakan dalam perhitungan. Nilai R-AUC: 0,999596 lebih besar dari 0,999, sehingga memenuhi syarat linieritas dalam validasi penetapan kadar FTIR. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai simpangan baku residu dari regresi liner (Sy/x) sebesar 0,181 dan koefisien variansi regresi (Vx0) sebesar 1,659 yang mendekati 2, serta perhitungan batas deteksi didapatkan 0,060 mg dan batas kuantisasi 0,183 mg. Presisi alat ditentukan dengan menetapkan nilai simpangan baku relatif (%RSD), yakni 1,167 yang nilainya harus kurang dari 2. Dengan demikian, hasil pengukuran kadar sefadroksil monohidrat dengan FTIR dianggap memenuhi parameter linieritas, presisi, rentang, dan spesivisitas. Tabel 2. Pengukuran Presisi Spektrum FTIR Sefaleksin Monohidrat. Pengukuran ke 1 2 3 4 5 6
AUC 5,369 5,353 5,352 5,427 5,245 5,123
derivat spektrum (Gambar 12 a) adalah 0,9996 sedangkan untuk tinggi puncak (Gambar 12 b) adalah 0,9912 sehingga kurva kalibrasi AUC dianggap lebih memadai untuk digunakan sebagai pengukuran. Nilai R-AUC: 0,9996 lebih besar dari 0,999 sehingga memenuhi syarat linieritas dalam validasi penetapan kadar FTIR. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai simpangan baku residu dari regresi liner (Sy/x) sebesar 0,091 dan koefisien variansi regresi (Vx0) sebesar 1,594 yang mendekati 2, serta perhitungan batas deteksi didapatkan 0,058 mg dan batas kuantisasi 0,175 mg. Presisi alat ditentukan dengan menetapkan nilai simpangan baku relatif (%RSD) yakni 1,884 yang nilainya harus kurang dari 2. Dengan demikian, hasil pengujian FTIR kadar sefaleksin monohidrat dianggap memenuhi parameter validasi linieritas, presisi, rentang, dan spesifisitas. Pengukuran AUC derivat spektrum hidrat pada berbagai kadar sampel dengan FTIR menghasilkan kurva kalibrasi yang linier, dengan nilai R yang lebih dari 0,999 baik pada sefadroksil monohidrat maupun sefaleksin monohidrat. Evaluasi Hasil Penggerusan Penggerusan sampel dilakukan dengan tekanan 108 N/m2. Hasil sampling penggerusan setiap 30 menit menggunakan FTIR menghasilkan data AUC menghasilkan kurva pada Gambar 13.
(a)
(b)
Gambar 12. Grafik perbandingan kalibrasi FTIR sefaleksin monohidrat pada berbagai bobot dengan metode perhitungan AUC (a); tinggi puncak (b). Selanjutnya dilakukan pengukuran kuantitatif hidrat sefaleksin monohidrat dengan FTIR, kurva kalibrasi menunjukkan nilai R untuk AUC puncak
Gambar 13. Grafik AUC derivat FTIR sefadroksil terhadap waktu penggerusan. Hasil penggerusan sefadroksil menunjukkan penurunan puncak derivat hidrat seiring lama penggerusan. Dari grafik (Gambar 13) terlihat hubungan yang linear antara lamanya waktu penggerusan dengan penurunan AUC spektra hidrat sefadroksil mengalami perubahan signifikan setelah penggerusan selama 180 menit dengan menyisakan sedikit puncak pada bilangan gelombang 3498 cm-1 (Gambar 13). Selanjutnya perubahan hidrat kristal dikonfirmasi dengan hasil PXRD dan DSC-TGA sefadroksil sebagai berikut:
Nugrahani dkk., Studi Transformasi Hidrat Sefadroksil Monohidrat dan Sefaleksin Monohidrat dengan FTIR
7
sefadroksil monohidrat memiliki derajat fleksibilitas konformasi yang rendah dalam kristal (Hickey, 2006).
Gambar 14. Difraktogram hasil penggerusan sefadroksil selama 180 menit (b) dibandingkan dengan sebelum penggerusan (a). Difraktogram menunjukkan bahwa sefadroksil hasil penggerusan menjadi lebih amorf dan terlihat penurunan intensitas puncak pada posisi θ yang sama dengan sefadroksil monohidrat bahan baku yang belum digerus. Puncak-puncak terlihat masih ada dan hanya berkurang intensitasnya. Ini menunjukkan bahwa penggerusan dengan tekanan 108 N/m2 belum terlalu merusak kisi kristal sefadroksil. (b)
(a)
Gambar 15. Termogram DSC (a) – TGA (b) sefadroksil hasil penggerusan 180 menit. Hasil DSC-TGA juga menunjukkan kehilangan hidrat pada sefadroksil hasil penggerusan selama 180 menit. Kurva DSC (Gambar 15 a) tidak menunjukkan adanya lengkungan endotermik pada suhu 100°C yang menunjukkan adanya anhidratasi dari sefadroksil hasil penggerusan, hanya terlihat terjadinya pelelehan pada suhu 215°C. Kurva TGA (Gambar 15 b) juga tidak menunjukkan penurunan berat yang signifikan pada daerah 100°C. Air hidrat yang tersisa berada dalam jumlah sedikit sehingga tidak menunjukkan perubahan endotermik yang jelas pada termogram. Suhu dekomposisi antara sefadroksil bahan baku (216°C) dan hasil penggerusan (215°C) tidak jauh berbeda. Setelah penggerusan, dapat terlihat bahwa sefadroksil masih memiliki sifat-sifat yang sama dengan sefadroksil awal sebelum penggerusan yakni titik leleh, puncak-puncak dengan intensitas yang masih cukup tinggi pada posisi θ kristalinitasnya, serta masih memiliki puncak derivat hidrat. Kestabilan ini ditunjang dari inspeksi interaksi kristal sefadroksil monohidrat yang menunjukkan bahwa
Gambar 16. Grafik AUC derivat FTIR sefaleksin terhadap waktu penggerusan. Hasil penggerusan sefaleksin juga menunjukkan penurunan puncak derivat hidrat seiring lama penggerusan sehingga hidrat kristal mengalami perubahan yang signifikan setelah penggerusan selama 150 menit yang digambarkan pada kurva pada Gambar 16. Pada kurva tersebut terlihat hubungan linear antara lama penggerusan dengan penurunan AUC. Penurunan hidrat dari sefaleksin lebih cepat daripada sefadroksil. Sefaleksin monohidrat memberikan dua puncak pada daerah bilangan gelombang 3550 cm-1 dan 3650 cm-1. Setelah penggerusan puncak pada bilangan gelombang 3550 cm-1 hilang. Puncak pada 3650 cm-1 yang masih terlihat menunjukkan adanya air permukaan yang terinkorporasi akibat sifat higroskopis dari sefaleksin. Perubahan hidrat kristal sefaleksin dikonfirmasi dengan hasil PXRD dan DTA sefaleksin berikut ini :
(a) (b)
Gambar 17. Difraktogram hasil penggerusan sefaleksin selama 180 menit (b) dibandingkan dengan sebelum penggerusan (a). Difraktogram (Gambar 17 b) menunjukkan bahwa sefaleksin hasil penggerusan menjadi lebih amorf dibandingkan sebelum penggerusan (Gambar 17 a) ditunjukkan dengan penurunan intensitas puncak-puncaknya akibat penggerusan. Hal ini menunjukkan bahwa penggerusan dengan tekanan 108 N/m2 dapat merusak kisi kristal sefaleksin.
8 Jurnal Matematika & Sains, April 2013, Vol. 18 Nomor 1
Gambar 18. Termogram DTA sefaleksin hasil penggerusan selama 180 menit. Hasil DTA pada Gambar 18 menunjukkan terdapatnya air pada permukaan sefaleksin yang terlihat dari profil termogram suhu 30°C-120°C. Setelah digerus titik peleburan mengalami pergeseran dari 196°C menjadi 166°C yang artinya bergeser sebanyak 30°. Hal ni menunjukkan sefaleksin hasil penggerusan menjadi mudah terdekomposisi dan terdehidrasi akibat perubahan kristalinitasnya. Hasil penelitian ini menunjukkan fenomena yang sama dengan yang dilakukan oleh Kaneniwa yang melaporkan bahwa perubahan titik dekomposisi dan dehidrasi dari sefaleksin akibat pengempaan dengan tekanan 2×108 N/m2 (Kaneniwa, 1984). Hasil analisis secara lengkap menunjukkan bahwa padatan sefadroksil monohidrat memiliki stabilitas fisikokimia yang lebih tinggi dari sefaleksin monohidrat terlihat dari termogram Gambar 15.
Gambar 19. Difraktogram sefadroksil pada penyimpanan RH 71% selama 72 jam (c) dibandingkan dengan bahan baku (a) dan hasil penggerusan (b). Difraktogram sefadroksil mengkonfirmasi data dari FTIR bahwa penyimpanan pada RH 71% selama 72 jam (Gambar 19) belum dapat mengembalikan hidrat karena pola kristalinitas yang terbentuk setelah penyimpanan dan hasil penggerusan masih sama. Pada penyimpanan RH 99% (Gambar 20) menunjukkan peningkatan kristalinitas yang cukup signifikan dari sefadroksil hasil penggerusan. Penggerusan yang menyebabkan penurunan kristalinitas dan pelepasan hidrat.
3.3 Evaluasi hasil penyimpanan dalam kelembaban tinggi Penyimpanan sampel dalam kelembaban yang dilakukan untuk mengamati kembalinya hidrat kristal menunjukkan hasil sebagai berikut : Penyimpanan pada RH 71% tidak menunjukkan kembalinya hidrat setelah penggerusan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 22 puncak hidrat awal (daerah bilangan gelombang 3550 cm-1) yang hilang setelah penggerusan tidak kembali lagi setelah penyimpanan 0, 8, 24, 48, dan 72 jam. Penyimpanan dalam kelembaban RH 71% tidak mengembalikan puncak hidrat pada bilangan gelombang 3550 cm-1. Sebaliknya spektrum FTIR dari gerusan yang disimpan dalam RH 99% (Gambar 23) menunjukkan puncak lebar pada daerah 3500-3700 cm-1 pada setiap sampling penyimpanan. Ini menunjukkan bahwa hidrat dari sefadroksil dapat kembali setelah disimpan pada RH 99%. Untuk meyakinkan hasil analisis, dilakukan uji data lain PXRD dengan hasil sebagai berikut
Gambar 20. Difraktogram sefadroksil pada penyimpanan RH 99% selama 72 jam (c) dibandingkan dengan bahan baku (a) dan hasil penggerusan (b). Penyimpanan pada kondisi lembab dapat mengembalikan sebagian air hidrat dan memperbaiki kristalinitas hasil penggerusan. Perubahan hidrat ini didukung data penelitian tentang pengaruh penggerusan terhadap ampisilin trihidrat suatu beta laktam yang meningkatkan efek stabilisasi dalam kelembaban tinggi, karena dalam kelembaban tinggi kemampuan molekul air untuk bergerak dalam kristal menurun (Takahashi, 1984). Selanjutnya spektrum FTIR hasil penyimpanan sefaleksin ditunjukkan sebagai berikut :
Nugrahani dkk., Studi Transformasi Hidrat Sefadroksil Monohidrat dan Sefaleksin Monohidrat dengan FTIR
Gambar 21. Puncak derivat spektrum sefaleksin pada penyimpanan RH 71%.
9
Gambar 23. Difraktogram sefaleksin pada penyimpanan RH 71% selama 72 jam (c) dibandingkan dengan bahan baku (a) dan hasil penggerusan (b).
Gambar 22. Puncak derivat spektrum sefaleksin pada penyimpanan RH 99%. Hasil FTIR menunjukkan bahwa berpengaruh terhadap penyimpanan dalam kelembaban RH 71% (Gambar 21) dan RH 99% (Gambar 22) tidak berpengaruh terhadap pengembalian hidrat dari sefaleksin. Hal ini terlihat dari kehilangan puncak hidrat pada daerah 3500 cm-1 pada hasil penggerusan yang tidak kembali lagi. Profil puncak hidrat yang terjadi pada proses penyimpanan kelembaban pada RH 71% dan RH 99% mirip dengan profil pada hasil penggerusan. Intensitas spektra FTIR setelah penyimpanan sefaleksin juga tidak bertambah hanya melebar saja. Hal ini memberi gambaran bahwa penyimpanan dalam kelembaban tidak dapat mengembalikan hidrat. Higroskopisitas sefaleksin bertambah seiring lamanya penggerusan hal ini menyebabkan pengikatan air pada permukaan setelah penggerusan. Selanjutnya, untuk mengamati kemungkinan kembalinya hidrat setelah penyimpanan. Difraktogram memperkuat data FTIR bahwa penyimpanan dalam kelembaban baik dalam kelembaban RH 71% (Gambar 23) dan RH 99% (Gambar 24) tidak merubah kristalinitas maupun pengembalian hidrat sefaleksin hasil penggerusan.
Gambar 24. Difraktogram sefaleksin pada penyimpanan RH 99% selama 72 jam (c) dibandingkan dengan bahan baku (a) dan hasil penggerusan (b). Hasil PXRD dari sefadroksil dan sefaleksin setelah penyimpanan dalam kelembaban menambah keyakinan bahwa stabilitas fisik padatan sefadroksil lebih tinggi dibandingkan sefaleksin. Sefadroksil hasil penggerusan masih dapat dikembalikan sebagian hidratnya setelah penyimpanan dalam kelembaban RH 99%, namun sefaleksin tidak. Penggerusan dengan tekanan 108 N/m2 belum benarbenar merusak kisi kristal sefadroksil. Setelah penyimpanan pada kondisi kelembaban, sefadroksil masih dapat mengembalikan sebagian hidratnya karena pada tekanan penggerusan tersebut masih banyak kisi kristal yang utuh sehingga air permukaan dapat memasuki kisi kristal tersebut dan mengisi hidrat kanalnya. Sefaleksin sendiri karena sifatnya yang higroskopis menjadi lebih rentan terhadap perlakuan mekanik. Penggerusan sefaleksin pada tekanan 108 N/m2 diperkirakan sudah merusak kisi kristalnya. Hal ini berbeda dengan yang dikemukakan oleh Kaneniwa bahwa modulus Young pengempaan Sefaleksin adalah 4,75×108 N/m2 sehingga tekanan penggerusan yang dilakukan pada kondisi percobaan seharusnya masih berada di rentang deformasi elastis sefaleksin (Kaneniwa, 1984).
10 Jurnal Matematika & Sains, April 2013, Vol. 18 Nomor 1 Dari keseluruhan hasil penelitian ditunjukkan bahwa kisi kristal yang kehilangan air hidratnya memiliki tingkat ketidakaturan tinggi sehingga berusaha mengembalikan air hidrat untuk menstabilkan struktur kristalnya. Penggerusan merusak kisi kristal dan menyebabkan kehilangan hidrat yang permanen dari sefaleksin dan sefadroksil monohidrat. Namun demikian, FTIR menunjukkan kinerja yang memadai untuk mengamati transformasi hidrat dari kedua antibiotik golongan sefalosporin tersebut. 4. Kesimpulan FTIR dapat menganalisis transformasi hidrat sefadroksil monohidrat dan sefaleksin monohidrat dengan ketelitian yang baik sehingga layak menjadi metode alternatif maupun pelengkap instrumen analisis padatan yang lain. Penggerusan menyebabkan sefadroksil monohidrat dan sefaleksin monohidrat kehilangan hidratnya menjadi bentuk amorf anhidrat. Penyimpanan pada RH tinggi tidak dapat mengembalikan bentuk hidrat kristal pada bentuk hidrat semula. Pustaka Brittain, H. G., ed., 1999, Polymorphism in Pharmaceuticals Solids, 2nd ed., Marcel Dekker Inc., New York, 95, 396. European Directorate for the Quality Medicines, 2007, European Pharmacopoeia, 6th ed. Hickey, M. B., M. L. Peterson, E. S. Manas, J. Alvarez, F. Haeffner, and Ö. Almarsson, 2006, Hydrates and Solid-State Reactivity: A Survey of β-Lactam Antibiotics. J. Pharm. Sci., 96:5, 1090-1099. Kaneniwa, N., K. Imagawa, and M. Otsuka, 1984, Compression Properties of Cephalexin Powder and Properties of the Tablet, Chem. Pharm. Bull., 32:12, 4986-4993. Kaneniwa, N. and M. Otsuka, 1984, The Interaction between Water and Cephalexin in the Crystalline and Noncrystalline States, Chem. Pharm. Bull., 32:11, 4551-4559.
Kennedy, A. R., M. O. Okoth, D. B. Sheen, J. N. Sherwood, S. J. Teat and R. M. Vrcelj, 2003, Cephalexin a Channel Hydrate, Acta Cryst., C59, O650-0652. Kogermann, K., 2008, Understanding Solid-State Transformations during Dehydration: New Insights Using Vibrational Spectroscopy and Multivariate Modelling, dissertation, Faculty of Pharmacy of the University of Helsinki. Maddams, W. F. and W. L. Mead, 1982, The Measurement of Derivative IR Spectra-I. Background Studies, Spectrochemica Acta, 38A:4, 437-444. Otsuka, M., Y. Fukui, K. Otsuka, H. J. Kim, and Y. Ozaki, 2006, Determination of Cephalexin Crystallinity and Investigation of Formation of Its Amorphous Solid by Chemoinformetrical Near Infrared Spectroscopy, J.Near Infrared Spectrosc., 14, 9-16. Otsuka, M. and M. Kaneniwa, 1984, Effects of Grinding on the Physical Properties of Cephalexin Powder, Chem. Pharm. Bull., 32:3, 1071-1079. Savitzky, A., and M. J. E. Golay, 1964, Smoothing and Differentiation of Data by Simplified Least Squares Procedures, Analy. Chem., 36, 1627-1639. Takahashi, Y., K. Nakashima, and H. Nakagawa, 1984, Effects of Grinding and Drying on the Solid-State Stability of Ampicillin Trihydrate, Chem. Pharm. Bull., 32:12, 4963-4970. Teraoka, R., M. Otsuka, and Y. Matsuda, 2004, Evaluation of Photostability of Solid-State Nicardipine Hydrochloride Polymorphs by Using Fourier-Transformed Reflection– Absorption Infrared Spectroscopy – Effect of Grinding on the Photostability of Crystal Form, Int. J. Pharm., 286, 1–8. The United States Pharmacopeia, 2007, The National Formulary, USP 30, NF 25. UV and IR Spectra of Pharmaceutical Substances and IR Spectra of Pharmaceutical and Cosmetic Excipients, 2002. Editio Cantor Verlag, Aurlendorf.