TINJAUAN PUSTAKA Tanah Andisol Andisol adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur namun mempunyai tingkat jerapan P yang tinggi karena dirajai oleh mineral amorf seperti alofan, imogolit, ferihidrit dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan spesifik yang luas (Munir, 1996; Uehara dan Gillman, 1981). Oleh karena itu pengelolaan Andisol
perlu
diarahkan
untuk
menurunkan
kemampuan
jerapan
dan
meningkatkan ketersediaan P antara lain dengan menggunakan asam organik dan mikroba pelarut fosfat (Sukmawati, 2011). Bahan-bahan nonkristalin mempengaruhi konsistensi dan secara nyata menyumbang perkembangan sifat fisik tanah yang baik untuk pertumbuhan akar tanaman. Andisol memiliki sejumlah besar bahan halus dengan luas permukaan yang tinggi dan kapasitas pegang air yang besar yang disebabkan oleh adanya kompleks Al-humus, imogolit dan ferrihidrit. Keseluruhan komponen ini menjadi penentu sifat andisol (Mukhlis, 2011). Tingginya jerapan P oleh alofan yang merupakan komponen mineral amorf dari Andisol disebabkan oleh tingginya kandungan Fe dan Al amorf dari alofan ( Bohn et al., 1979), permukaan spesifik yang luas (Uehara dan Gillman, 1981) dan pH. Masduqi (2004) mengemukakan bahwa pH asam menyebabkan tanah bermuatan positif akibat masuknya ion H+ pada lapis oktahedral Al(OH)3 dan membentuk ikatan hidrogen sehingga permukaan partikel alofan menjadi bermuatan positif dan dapat mengikat ion fospat yang bermuatan negatif. Fenomena ini dapat dituliskan dalam bentuk persamaan reaksi berikut : Al(OH)3 + H+
Al(OH) 3...H+ (1)
Al(OH) 3...H+ + H2PO4-
Al(OH) 3...H3PO4 (2)
(Sukmawati, 2011). Erupsi Gunung Sinabung Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer (Barasa, dkk 2013). Abu vulkanik yang baru keluar dari gunung berapi berdampak negatif bagi lingkungan. Kandungan abu vulkanik dapat berefek mematikan dan bersifat toksik, baik bagi manusia, tumbuhan, dan hewan. Komposisi kimia dari abu vulkanik yang bersifat asam dapat mencemari air tanah, merusak tumbuhtumbuhan, dan apabila bersenyawa dengan air hujan dapat menyebabkan hujan asam yang bersifat korosif (Suryani, 2014). Debu volkanik yang
kaya dengan mineral liat amorf atau alofan
mengandung banyak Al dan Fe. Logam-logam ini akan dibebaskan oleh proses hancuran iklim. Khelasi antar asam humik dan Al dan Fe tersebut, membentuk khelat logam-humik, yang juga akan meningkatkan retensi humus terhadap dekomposisi mikrobiologis (Gusbiandha, 2011). Karakteristik debu vulkanik yang terdapat pada Gunung Merapi memiliki kandungan P dalam abu volkan berkisar antara rendah sampai tinggi (8-232 ppm P2O5). KTK (1,77-7,10 me/100g) dan kandungan Mg (0,13-2,40 me/100g), yang tergolong rendah, namun kadar Ca cukup tinggi (2,13- 15,47 me/100g). Sulfur (2-
160 ppm), kandungan logam berat Fe (13-57 ppm), Mn (1.5-6,8 ppm), Pb (0,1-0,5 ppm) dan Cd cukup rendah (0,01-0,03 ppm) (Sudaryo dan Sucipto, 2009). Balitbangtan (2014) menyatakan bahwa abu vulkanik memiliki komposisi logam berat yang rendah diantaranya Fe 0.5-3.1 %, S 0.05-0.32 %, Pb 1.5-4.9 % dan logam (Cd, As, Ag dan Ni) yang sangat rendah bahkan tidak terdeteksi. Abu vulkanik juga memiliki mineral fragmen batuan 28-37 %, gelas volkan 22-26%, augit 8-13%, heperstin 10-18%, labradorit 7-10%, bintonit 2-5% dan opak 3-5%. Fosfor Fosfor (P) salah satu unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun kandungannya didalam tanaman lebih rendah dibanding nitrogen (N), kalium (K), dan kalsium (Ca). Tanaman menyerap P dari dalam tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi bentuk HPO42- lebih dominan. Disamping ion-ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin dan fosfohumat (Elfiati, 2005). Fosfor juga merupakan unsur yang paling kritis dibandingkan unsur-unsur lainnya bagi tanaman. Kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya, meskipun jumlah unsur Fosfor yang diangkut tanaman sedikit (Windyasmara, dkk 2012). Fungsi P di dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel. Tanda atau gejala pertama tanaman kekurangan P adalah tanaman menjadi kerdil. Bentuk daun tidak normal dan apabila defisiensi akut ada bagian-bagian daun, buah dan
batang yang mati. Daun-daun tua akan terpengaruhi lebih dulu dibandingkan dengan yang muda. Warna ungu atau kemerah-merahan menunjukkan adanya akumulasi gula yang sering ditunjukkan oleh tanaman jagung dan beberapa tanaman lain yang kekurangan P, defisiensi P juga dapat menyebabkan penundaan kemasakan. Tanaman biji-bijian yang tumbuh pada tanah-tanah yang kekurangan P menyebabkan pengisian biji berkurang (Winarso, 2005). Bahan Organik Usaha
untuk
mempertahankan
kesuburan
tanah
adalah
dengan
penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan berpengaruh terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Bahan organik merupakan perekat butiran tanah dan sumber unsur hara nitrogen, fosfor, kalium, dan sulfur sehingga bahan organik mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan di alam, bagian tanaman berupa ranting, daun, cabang, batang dan akar tumbuhan menyediakan jumlah bahan organik setiap tahunnya (Amrah, 2008). Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya. Bahan organik yang ditambahkan pada Andisol dapat membantu melepaskan P yang terfiksasi (Veldria, 2011). Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai sumber karbon, dalam pengertian yang lebih luas sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber energi untuk mendukung kehidupan dan berkembang biaknya berbagai jenis mikroba
dalam tanah. Tanpa bahan organik, mikroba dalam tanah kekurangan karbon sebagai pakan sehingga perkembangan populasi dan aktivitasnya terhambat. Akibatnya, proses mineralisasi hara menjadi unsur yang tersedia bagi tanaman juga terhambat. Dengan demikian, penambahan bahan organik sangat diperlukan agar kemampuan tanah dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan untuk mendukung
upaya
peningkatan
produktivitas
tanaman
melalui
efisiensi
penggunaan pupuk anorganik (kimia) (Eriawan, 2011). Bahan organik berperan dalam aktivitas biologi yaitu dengan pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas biologi tanah melalui pelepasan unsur-unsur hara tanah dalam proses dekomposisi sisa-sisa tanaman oleh mikroorganisme dalam tanah (Sugito et al.,1995). Dalam hubungannya dengan kesuburan tanah dan produksi tanaman, fungsi mikroorganisme yang penting adalah mineralisasi dan imobilisasi unsur-unsur hara seperti karbon, N, P, S, fiksasi N2 atau CO2 dari atmosfer dan kelarutan P (Amrah, 2008). Kotoran Sapi Pupuk kandang tidak hanya mengandung unsur makro seperti nitrogen (N), fosfat (P) dan kalium (K), namun pupuk kandang juga mengandung unsur mikro seperti kalsium (Ca),magnesium (Mg), dan mangan (Mn) yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah, karena pupuk kandang berpengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman (Andayani dan La Sarido, 2013). Di antara jenis pukan, pukan sapilah yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter C/N rasio yang cukup tinggi >40. Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat
penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pukan sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pukan sapi dengan rasio C/Ndi bawah 20. Selain masalah rasio C/N, pemanfaatan pukan sapi secara langsung juga berkaitan dengan kadar air yang tinggi. Petani umumnya menyebutnya sebagai pupuk dingin. Bila pukan dengan kadar air yang tinggi diaplikasikan secara langsung akan memerlukan tenaga yang lebih banyak serta proses pelepasan amoniak masih berlangsung (Hartatik dan Widowati, 2005). Pupuk kandang mempunyai kandungan unsur hara berbeda-beda karena masing-masing ternak mempunyai sifat khas tersendiri yang ditentukan oleh jenis makanan dan usia ternak tersebut. Seperti unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang sapi yakni N 2,33 %, P2O5 0,61 %, K2O 1,58 %, Ca 1,04 %, Mg 0,33 %, Mn 179 ppm dan Zn 70,5 ppm. Pada pupuk kandang ayam unsur haranya N 3,21 %, P2O5 3,21 %,K2O 1,57 %, Ca 1,57 %, Mg 1,44 %, Mn 250 ppm dan Zn 315 ppm (Andayani dan La Sarido, 2013). Kotoran Ayam Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dari pukan lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan tambahan hara ke dalam pukan terhadap sayuran. Beberapa hasil penelitian aplikasi pukan ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim
pertama. Hal ini terjadi karena pukan ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pukan lainnya (Hartatik dan Widowati, 2005). Pupuk kandang tidak hanya mengandung unsur makro seperti nitrogen (N), fosfat (P) dan kalium (K), namun pupuk kandang juga mengandung unsur mikro seperti kalsium (Ca),m agnesium (Mg), dan mangan (Mn) yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah, karena pupuk kandang berpengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman (Andayani dan La Sarido, 2011). Pupuk kandang ayam mempunyai kelebihan terutama karena mempunyai kandungan nitrogen (5-8%) dan fosfor (1-2 %) yang lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang yang lain (Donahue et al., 1977; Kirchmann dan Witter, 1992). Hasil penelitian Melati (1990) memperlihatkan bahwa pupuk kandang ayam selain karena kandungan haranya, juga karena kemampuannya meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman (Melati dan Adriani, 2005). Jerami Padi Dekomposisi jerami merupakan faktor penting untuk pengembalian nutrisi dan pemelihara kesuburan tanah. Saint dan Broadbent (1977) menyatakan bahwa proses dekomposisi jerami dengan cara dibenamkan ke tanah lebih cepat dibandingkan dengan cara disebarkan di permukaan tanah pada saat musim hujan. Dekomposisi jerami berjalan cukup cepat pada lahan sawah yang memiliki drainase sedang dan dilakukan pengolahan tanah secara intensif (Amrah, 2008). Fungsi biologis jerami adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroba dan mesofauna tanah. Dengan bahan organik yang cukup tersedia,
aktivitas organisme tanah dapat memperbaiki ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro dan makro tanah. Jerami mengandung sedikit unsur hara, pupuk organik dapat menyediakan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe; (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam seperti Al, Fe, dan Mn, sehingga logam selama logam tersebut tidak meracuni tanaman (Eriawan, 2011). Jerami merupakan bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil analisis jerami menunjukkan bahwa kandungan C-organik berkisar 54%55%, nitrogen 0.78% - 0.84%, fosfor 0.17% - 0.21%, kalium 0.30 - 0.32% dan nisbah C/N berkisar 65.62% - 70.21%. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) jerami padi memiliki kandungan hara N berkisar 0.5%-0.8%, P berkisar 0.07%0.12%, dan Kberkisar 1.2%-1.7%. Sedangkan nisbah C/N jerami padi adalah 80% (Miller, 2000). Dengan demikian kandungan hara pada jerami tersebut tergolong tinggi (Amrah, 2008). Titonia diversifolia Salah satu sumber bahan organik adalah tanaman Titonia diversifolia. Titonia adalah sebangsa semak atau gulma dari famili Asteraceae, mengandung unsur hara yang tinggi, terutama N dan K (Rara, dkk 2013). Titonia (Tithonia diversifolia) merupakan gulma tahunan yang memiliki potensi besar untuk memperbaiki kesuburan tanah. Daun kering titonia mengandung hara yang tinggi yaitu 3,5 % N, 0,35 % P, dan 4,1 % K (Veldria, 2011).
Adanya peningkatan C-organik disebabkan oleh karbon (C) yang merupakan penyusun utama dari bahan organik itu sendiri, sehingga penambahan bahan organik seperti bokashi Titonia diversifolia, berarti menambahkadar Corganik. Brady (1990), menyatakan bahwa diantara senyawa karbon yang sederhana tersebut, CO2 adalah yang paling banyak. Namun karbon dioksida tersebut ada yang hilang ke atmosfer dan sebagian lagi digunakan oleh mikroorganisme (Rara, dkk 2013). Bahan organik dapat meningkatkan pH tanah tetapi juga dapat menurunkan pH tanah, tergantung jenis tanah dan macam bahan organiknya. Peningkatan pH pada pemberian pupuk hijau menunjukkan adanya proses kimia di dalam tanah sebagai akibat proses dekomposisi bahan organik. Lebih lanjut Ponnamperuma (1984) menyatakan peningkatan pH terjadi pada saat kandungan Al dapat dipertukarkan (Al-dd) tanah tinggi, karena bahan organik dapat mengikat Al sebagai senyawa kompleks. Hal ini mengakibatkan Al tidak terhidrolisis (Amrah, 2008). Nilai C/N dari bokashi titonia tergolong sedang yaitu 12,46. Dari penentuan nisbah C/N maka dapat menentukan laju dekomposisi bahan organik tersebut. Sehingga perombakan bokashi titonia berlangsung cukup cepat karena memiliki nisbah C/N yang tergolong sedang. Pairunan dan Yulius et al., (1987), menyatakan bahwa nisbah C/N sangat menentukan laju dekomposisi bahan organik, yang manabahan organik yang mempunyai nisbah C/N rendah cenderung dirombak lebih cepat dibandingkan dengan bahan organik yang memiliki nisbah C/N tinggi (Rara, dkk 2013).
Mikroba Pelarut Fosfat Mikroba tanah merupakan bagian terpenting dari kehidupan di dunia, karena merupakan bagian dari sistem biologi dan kimia, serta kehidupan flora, fauna dan mikroba itu sendiri. Mikroba tanah seperti bakteri pelarut fosfat (BPF) yang juga berperan penting dalam ekosistemnya sebagai perombak bahan organik, mensintesis dan melepaskan kembali dalam bentuk bahan organik yang tersedia bagi tanaman, serta dapat mempertahankan ekosistem alam. Secara fungsional bahan organik dan anorganik yang dilepas tanaman kedalam lingkungan berguna untuk keberlangsungan hidup mikroba tanah (Setiadi, 1989). Mikroba tanah mempunyai peran yang sangat penting dalam proses penguraian bahan organik kompleks yang secara enzimatik akan membebaskan nutrien dari fraksi mineral tanah sehingga tersedia bagi tanaman (Widawati dan Suliasih, 2006). Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Mikroorganisme pelarut fosfat ini dapat berupa bakteri (Pseudomonas, Bacillus, Escheria, Actinomycetes, dan lain lain) (Dewi, 2007). Penggunaan bakteri pelarut fosfat (BPF) sebagai agen untuk mengurangi serangan
patogen
mempunyai
keunggulan
karena
selain
meningkatkan
ketersediaan fosfat karena produksi asam organik dan enzim fosfatase juga berfungsi sebagai agen biokontrol (Setiawati dan Mihardja, 2008). Jumlah MPF di dalam tanah berkorelasi positif terhadap kandungan Ptersedia di dalam tanah. Semakin banyak MPF di dalam tanah, P-tersedia juga semakin meningkat. Menurut Marlina (1997), terdapat hubungan antara populasi
bakteri pelarut fosfat dengan kandungan P-tersedia tanah, semakin tinggi populasi bakteri pelarut fosfat maka kandungan P-tersedia tanah akan ikut meningkat. Mikroba pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam format (HCOOH), asetat (CH3COOH), propionat (CH3H2COOH), laktat (HOOCCH), dan fumarat (CHCOOH). Asamasamorganik ini dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2P04- menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap (Dewi, 2007). Dalam aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik, diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartrat, dan ά-ketobutirat (Premono,1994; Kim et al., 2002; Hu Hongqing et al., 2002). Asam-asam organik yang dihasilkan oleh BPF sangat berperan dalam pelarutan fosfat sukar larut dalam medium maupun dalam tanah melalui mekanisme antara lain: kompetisi anion orthophosphate pada tapak jerapan (Bar-Yosef, 1991), perubahan pH medium, pengikatan logam membentuk logam organik dan chelate oleh ligan organik. Produksi asam organik akan mempengaruhi pH media (Setiawati dan Mihardja, 2008). Asam-asam organik yang dihasilkan tersebut akan membentuk kompleks dengan Ca2+ dan Fe3+ yang biasanya mengikat P sehingga kelarutan P meningkat (Rao, 1986). Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH yang tajam, sehingga mengakibatkan terjadinya pelarutan Ca-P. Selanjutnya, beberapa peneliti mengemukakan bahwa asam organik mampu meningkatkan Ptersedia dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme yang akan menghasilkan
hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida dapat melarutkan Fe-P dan Al-P, sehingga jumlah P-larut semakin meningkat (Dermiyati, dkk 2008). Berbagai spesies mikroorganisme hidup disekitar daerah perakaran tanaman. Salah satu mikroorganisme penting adalah mikroorganisme pelarut fosfat (MPF). Peranan MPF di dalam tanah adalah membantu melarutkan P yang umumnya dalam bentuk tidak larut seperti AlPO4, FePO4, dan Ca(PO4) 2 menjadi bentuk terlarut seperti H2PO4- dan HPO42- sehingga dapat digunakan oleh tanaman. MPF umumnya ditemukan sebagai pelarut fosfat anorganik, yaitu sebesar 104 sampai 106 sel per gram tanah dan sebagian besar terdapat pada bagian perakaran (Gaur et al., 1980). Marlina (1997), melaporkan persentase bakteri pelarut fosfat terhadap total bakteri tanah adalah 0,03 % sampai dengan 0,11 % (Niswati, dkk 2007). Mekanisme mikroorganisme dalam melarutkan P tanah yang terikat dan P yang berasal dari alam diduga karena asam-asam organik yang dihasilkan akan bereaksi dengan AlPO4, FePO4, dan Ca(PO4)2, dari reaksi tersebut terbentuk khelat organik dari Al, Fe, dan Ca sehingga P terbebaskan dan larut serta tersedia untuk tanaman (Subba rao, 1982b Illmer et al., 1995). Menurut Illmer dan Schinner
(1995)
,
jenis
bakteri
(Pseudomonas
sp
dan
Pseudomonas
aurantiogesum) lebih efektif dalam melarutkan P dalam bentuk Ca-P seperti apatit dan brushit, sedangkan jenis fungi (Aspergillus niger dan Penicillum simplicissimum) lebih efektif dalam melarutkan P dari bentuk Al-P (Dewi, 2007). Bakteri pelarut fosfat menghasilkan asam-asam organik tersebut melalui proses katabolisme glukosa dalam siklus asam trikarboksilat (TCA), yang merupakan lanjutan reaksi glikolisis. Asam-asam ini merupakan substrat untuk
proses anabolisme dalam sintesis asam amino dan makromolekul yang lain, sehingga keluarnya senyawa tersebut belum dapat dipahami dengan baik, mengingat BPF tersebut juga membutuhkan untuk kelangsungan metabolismenya. Diduga akibat refleksi genetic, BPF menghasilkan asam-asam organik ini dalam jumlah berlebih, dan sebagian berdifusi keluar sel karena reaksi keseimbangan osmose (Premono, 1994). Disamping itu, beberapa asam organik ini juga dihasilkan pada proses fermentasi oleh BPF tertentu karena berubahnya lingkungan
pertumbuhan
aerobic
menjadi
anaerobik
(Setiawati dan Mihardja, 2008). Mekanisme kerja BPF sehingga mampu melarutkan P tanah dan P asal pupuk yang diberikan diduga didasarkan pada sistem sekresi bakteri berupa asam organik, meningkatnya asam organik biasanya diikuti dengan pembentukan kelat dari Ca dengan asam organik tersebut sehingga P dapat larut dan P tersedia tanah meningkat (Dewi, 2007). Media selektif MPF yang biasa digunakan untuk isolasi adalah media agar Pikovskaya. MPF yang tumbuh pada media ini akan membentuk koloni yang di sekelilingnya terdapat daerah bening (zona bening). Daerah bening ini terbentuk karena adanya pelarutan fosfat dari sumber fosfat sukar larut yang ada dalam media oleh asam-asam organik yang dihasilkan koloni mikroba. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan, warna, dan besar koloni serta luas daerah bening berbeda-beda tergantung dari jenis MPF. Akan tetapi pada dasarnya semakin luas dan semakin jernih pembentukan daerah bening, secara kualitatis menunjukkan semakin tinggi kelarutan fosfat dalam media, sehingga koloni tersebut dapat
dipilih/diisolasi sebagai isolat/strain MPF yang mempunyai potensi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut. Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Kentang merupakan lima kelompok besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras, dan terigu. Bagian utama kentang yang menjadi bahan makanan adalah umbi, yang merupakan sumber karbohidrat, mengandung vitamin dan mineral cukup tinggi. Kentang merupakan tanaman setahun, bentuk sesunguhnya menyemak dan bersifat menjalar. Batang dan daun berwarna kemerah-merahan (Suryani, 2012). Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi-umbian yang tumbuh baik pada suhu 16-18 °C dan hidup di daerah pegunungan. Kondisi tanah yang diperlukan adalah berdrainase baik dan agak terhambat dengan kapasitas pertukaran kation > 16 cmol (+) /kg dan kejenuhan basa > 35% serta kemasaman tanah berkisar 5,6 – 7,0. Kentang juga membutuhkan bahan organik tanah yang cukup tinggi untuk mendukung pertumbuhannya (Ferela, 2008). Peningkatan
produktivitas
kentang
sangat
ditunjang
oleh
sistem
pemupukan dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman kentang dalam jumlah besar adalah unsur hara makro primer yaitu Nitrogen (N), fosfor (P) dan Kalium (K). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian unsur hara N, P dan K adalah penting untuk perkembangan umbi kentang (Rosliani et al., 1998). Re-komendasi pemupukan untuk kentang yakni 150 sampai 200 kg ha-1 N, 120 sampai 150 kg ha-1 P, dan 100 kg ha-1 K (Haris, 2010).
Sebagai sumber karbohidrat, kalori, mineral dan protein, pengembangan tanaman kentang memiliki prospek yang sangat besar untuk menunjang program diverifikasi pangan , bahan baku industry dan komoditas ekspor. Umbi kentang dapat diolah menjadi bermacam-macam hasil olahan seperti kentang goreng, tepung kentang dan keripik kentang.