STUDI TENTANG PROGRAM PENSIUN PESANGON DAN TUNJANGAN HARI TUA LAINNYA
BIRO RISET DAN TEKNOLOGI INFORMASI BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2007
1
ABSTRAKSI Perkembangan dana pensiun yang kurang menggembirakan ditengarai oleh beberapa sebab. Salah satu kemungkinan diantaranya adalah terjadinya kompetisi dengan program lain yang sejenis seperti program pesangon yang ditetapkan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (UUK 13/2003). Berbeda dengan program pensiun yang bersifat sukarela, program pesangon bersifat wajib bagi setiap karyawan yang memenuhi persyaratan. Akibatnya, perusahaan yang sudah memiliki dana pensiun menghadapi 2 beban pembiayaan yaitu beban pesangon dan beban pensiun. Padahal dampak makroekonomi akibat krisis yang berkepanjangan masih dirasakan dan membawa pengaruh terhadap masyarakat untuk menyisihkan penghasilannya dalam bentuk iuran pensiun. Berdasarkan hal tersebut, Tim Studi telah melakukan kajian untuk mengetahui apakah program pesangon yang terdapat dalam UUK 13/2003 memang merupakan salah satu faktor yang menghambat perkembangan dana pensiun di Indonesia. Untuk keperluan studi telah dikumpulkan data melalui penyebaran kuesioner dan wawancara. Kuesioner disampaikan bagi pemberi kerja yang mempunyai dana pensiun serta dana pensiun itu sendiri. Wawancara dilakukan terhadap pengurus dana pensiun untuk mendapatkan konfirmasi. Analisis data dilakukan melalui analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sebagai pembanding dilakukan analisis yang sama terhadap dana pensiun. Faktor-faktor yang diduga mempunyai pengaruh terhadap pemahaman ketentuan perundangan di bidang ketenagakerjaan adalah profil pemberi kerja/dana pensiun yang diwakili oleh manajemen (jabatan, divisi, jenis kepemilikan dan sifat pemberi kerja) dan karakteristik usaha (lokasi, jenis dana pensiun, jenis program pensiun, nilai aktiva bersih dan rata-rata usia karyawan/peserta). Indikator keterkaitan UUK 13/2003 dengan dana pensiun meliputi pengaturan masalah ketenagakerjaan secara menyeluruh, pengaturan program pesangon dan kebijakan akibat hadirnya program pesangon. Hasil studi menunjukkan bahwa secara umum pemberi kerja dan dana pensiun tidak memperlihatkan perbedaan dalam menilai keberadaan UUK 13/2003 dan program pesangon khususnya. Mereka sepakat bahwa keberadaan program pesangon tidak mengganggu program pensiun yang selama ini sudah ada. Namun demikian pada kelompok responden pemberi kerja terdapat perbedaan pendapat diantara subsektor dalam menanggapi beberapa masalah yang ada dalam pengaturan program pesangon. Subsektor keuangan dan manufaktur di satu sisi dan subsektor lainnya di sisi yang lain, berbeda dalam mengungkapkan fakta. Perbedaan pendapat juga terjadi diantara dana pensiun seperti misalnya antara dana pensiun yang menyelenggarakan manfaat pasti dengan dana pensiun yang menyelenggarakan iuran pasti. Adanya perbedaan dan ketidaksepakatan dalam menilai permasalahan program pesangon sebagaimana diatur dalam UUK 13/2003 ternyata tidak mengakibatkan perubahan kebijakan yang dibuat terkait dengan dana pensiun.
i
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan Puji Dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Studi Tentang Program Pensiun, Pesangon Dan Tunjangan Hari Tua Lainnya. Tugas Pokok Tim Studi ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai penyebab lesunya perkembangan dana pensiun. Hal ini diperlukan mengingat pemahaman tentang program pensiun yang masih rendah dan adanya program lain yang kemungkinan membebani perusahaan sehingga program pensiun kurang diminati. Tim berharap hasil penelitian dan studi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dana pensiun di Indonesia dan juga dapat mendorong penelitian lain di bidang program pensiun. Akhir kata Tim Studi mengucapkan terimakasih kepada segenap Pihak yang telah membantu penyelesaian studi ini. Kritik maupun saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan penelitian ini.
Jakarta,
Desember 2007
Tim Studi Tentang Program Pensiun, Pesangon Dan Tunjangan Hari Tua Lainnya.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI .................................................................................................................i KATA PENGANTAR..................................................................................................ii DAFTAR ISI............................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR....................................................................................................v BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1 I.1.
Latar Belakang Masalah ................................................................................1
I.2.
Permasalahan Penelitian ................................................................................3
I.3.
Tujuan Penelitian ...........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................6 II.1.
Program Pesangon .........................................................................................6
II.2.
Program Pensiun ............................................................................................9
II.3.
Riset Program Pesangon ..............................................................................11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................12 III.1. Metode Pengumpulan Data..........................................................................12 III.2. Metode Analisis ...........................................................................................13 III.3. Jangka Waktu Penelitian..............................................................................14 III.4. Keterbatasan Studi .......................................................................................14 BAB IV HASIL DAN ANALISIS.............................................................................15 IV.1. Pemberi Kerja ..............................................................................................15 IV.2. Dana Pensiun ...............................................................................................18 IV.3. Peraturan di Bidang Pesangon .....................................................................21 IV.4. Kompensasi Pembayaran Pesangon dan Manfaat Pensiun..........................26 IV.5. Kebijakan Terhadap Program Pensiun.........................................................29 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ....................................................34 V.1.
Kesimpulan ..................................................................................................34
V.2.
Rekomendasi................................................................................................35
V.2.1.
Internal .................................................................................................35
V.2.2.
Eksternal ..............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................37 LAMPIRAN................................................................................................................39 iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Behaviour Motivation for Employee-Provided Pensions ....................10
Tabel 2
Tingkat Kemudahan Pemahaman UU Ketenagakerjaan Berdasarkan Responden............................................................................................23
Tabel 3
Tingkat Kemudahan Pemahaman UU Ketenagakerjaan Berdasarkan Jenis Dana Pensiun dan Program Pensiun ...........................................24
Tabel 4
Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Rumusan Uang Pesangon ..............25
Tabel 5
Kompensasi Pembayaran Pesangon dan Pensiun Berdasarkan Bidang Usaha....................................................................................................27
Tabel 6
Pengaruh UU Ketenagakerjaan dan Program Pesangon Terhadap Dana Pensiun.................................................................................................31
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Persentase Pengembalian Kuesioner Pemberi Kerja Berdasarkan Wilayah .................................................................................16 Gambar 2 Jenis Bidang Usaha Pemberi Kerja............................................................17 Gambar 3 Jenis Kepemilikan Pemberi Kerja..............................................................18 Gambar 4 Persentase Pengembalian Kuesioner Dana Pensiun...................................19 Gambar 5 Distribusi Usia Berdasarkan Jenis Dana Pensiun ......................................20 Gambar 6 Distribusi Aktiva Bersih Dana Pensiun .....................................................21 Gambar 7 Kompensasi Pesangon dan Pensiun Berdasarkan Kepemilikan ................28
v
The page is intentionally left empty
vi
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang Masalah Dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya maka pembangunan
ketengakerjaan melalui peningkatan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja perlu diatur tersendiri. Pemerintah telah menetapkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK 13/2003) sebagai payung hukum segala ketentuan di bidang ketenagakerjaan. Berdasarkan Undang-undang ini, hak-hak dan perlindungan dasar karyawan pada saat bekerja dilindungi serta hubungan yang harmonis antara karyawan, pemberi kerja, pemerintah dan masyarakat ditingkatkan. Melalui penegakan transparansi peraturan diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, produktivitas, dan daya saing produk Indonesia dan perluasan kesempatan kerja. Beberapa peraturan perundangan yang mengatur ketenagakerjaan yang berlaku selama ini merupakan produk masa kolonial yang menempatkan karyawan sebagai obyek dengan posisi yang kurang menguntungkan. Salah satu bentuk transparansi serta perhatian pemerintah yang dituangkan dalam ketentuan itu adalah pemberian pesangon bagi karyawan yang berhenti bekerja karena pemutusan hubungan kerja. Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha atau pemberi kerja diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima karyawan. Khusus untuk pesangon besarnya telah diatur dalam Pasal 156 Undang-undang tersebut.
Perhitungan besarnya uang pesangon didasarkan atas 1
pencapaian masa kerja serta besarnya gaji/upah, misalnya ketentuan nilai terendah untuk masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun adalah 1 (satu) bulan upah sedangkan nilai terendah untuk masa kerja lebih dari 8 (delapan) tahun adalah 9 (sembilan) bulan upah. Pembayaran uang pesangon dilakukan pada saat karyawan berhenti bekerja secara sekaligus karena filosofis pemberian uang pesangon adalah bantuan dana pada saat karyawan harus mencari pekerjaan setelah terjadi pemutusan hubungan kerja. Di sisi lain pemerintah juga memperhatikan nasib karyawan setelah tidak bekerja
lagi
karena
mencapai
usia
tertentu.
Dalam
rangka
memberikan
kesinambungan penghasilan setelah purna bakti dan memberikan ketenangan bekerja, pemerintah telah menetapkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun (UUDP 11/1992). Melalui pelaksanaan UUDP ini kegiatan pengumpulan, pengelolaan serta pembayaran sejumlah uang yang ditujukan bagi karyawan yang berhenti bekerja setelah mencapai usia tertentu diatur secara lebih baik. Dana pensiun sebagai suatu badan hukum baru berdasarkan ketentuan UUDP 11/1992 tersebut mempunyai tugas dan fungsi mengelola serta menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun (pension benefit). Sistem pendanaan program pensiun dilakukan melalui pemotongan iuran, baik dari karyawan maupun pemberi kerja, yang kemudian diinvestasikan dalam beberapa instrumen investasi yang memungkinkan terbentuknya akumulasi dana yang cukup untuk pembayaran manfaat pensiun dalam memelihara kesinambungan penghasilan peserta pada hari tua.
Pembayaran manfaat pensiun
dilakukan ketika karyawan telah mencapai usia pensiun tertentu sebagaimana ditetapkan dalam peraturan dana pensiun dari masing-masing dana pensiun yang dibentuk oleh perusahaan. Besarnya manfaat pensiun yang menjadi hak peserta didasarkan pada jenis dana pensiun serta program pensiun yang diikuti. Untuk Dana Pensiun Pemberi Kerja 2
(DPPK) dikenal 2 program pensiun yaitu Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP atau Defined Benefit) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP atau Defined Contribution). Sedangkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan hanya dikenal 1 jenis program yaitu PPIP. Rumusan manfaat pensiun pada PPMP dihitung berdasarkan rumus yang telah ditetapkan dalam peraturan dana pensiun dimana komponennya terdiri dari faktor penghargaan tertentu per tahun masa kerja, masa kerja dan penghasilan dasar pensiun. Faktor penghargaan ditetapkan maksimal 2,5% per tahun masa kerja. Sedangkan untuk PPIP besarnya manfaat pensiun berdasarkan nilai akumulasi dana yang tercatat atas nama akun masing-masing peserta. Pembayaran manfaat pensiun dilakukan secara bulanan dimulai pada saat peserta mencapai usia pensiun dipercepat (minimal 10 tahun sebelum usia pensiun normal). Untuk peserta yang berhenti bekerja namun belum mencapai usia pensiun dipercepat maka kepada yang bersangkutan belum bisa dibayarkan manfaat pensiunnya, tetapi harus menunggu minimal sampai usia pensiun dipercepat.
I.2.
Permasalahan Penelitian Pada awal ditetapkannya UUDP 11/1992 perkembangan dana pensiun
menunjukkan peningkatan yang menggembirakan.
Pada saat terjadi krisis di
Indonesia pada tahun 1997 dimana pada saat itu banyak perusahaan menghentikan operasinya, industri dana pensiun justru menunjukkan potensi yang besar dalam memberikan sumbangan perekonomian Indonesia sebagai sumber dana.
Namun
seiring membaiknya proses pemulihan perekonomian Indonesia pasca krisis, pertumbuhan dana pensiun menunjukkan penurunan. Pada tahun 2003 jumlah DPPK dan DPLK sebanyak 345, maka pada tahun 2006 jumlahnya tinggal 300. Apabila dilihat dari pertumbuhannya bahkan telah mengalami pertumbuhan yang negatif yang 3
berarti lebih banyak dana pensiun yang membubarkan diri dibanding yang mengajukan permohonan ijin yang baru. Perkembangan dana pensiun yang kurang menggembirakan ini ditengarai oleh beberapa sebab salah satu, diantaranya pengaturan program kesejahteraan hari tua lainnya yang sejenis seperti program pesangon sebagaimana ditetapkan dalam UUK 13/ 2003.
Program pesangon pada dasarnya bukan merupakan program yang
berkaitan dengan program kesejahteraan di hari tua melainkan program pemberian sejumlah uang kepada karyawan akibat pemutusan hubungan kerja. Namun berbeda dengan program pensiun yang bersifat sukarela, program ini bersifat wajib yang diikuti oleh setiap karyawan yang memenuhi persyaratan.
Sebagaimana telah
disampaikan sebelumnya, program pesangon tersebut menjanjikan pembayaran manfaat pada saat karyawan berhenti bekerja dan dibayarkan secara sekaligus. Besar manfaat ditentukan oleh penghasilan dan masa kerja karyawan pada pemberi kerja. Program ini sepenuhnya dibiayai oleh pemberi kerja. Menilik sifatnya, program ini pada dasarnya memiliki karakteristik seperti PPIP. Akibat diwajibkannya program pesangon bagi setiap perusahaan maka perusahaan yang sudah memiliki dana pensiun menghadapi 2 beban pembiayaan, pesangon dan pensiun. Sampai saat ini akibat krisis yang berkepanjangan dampak makroekonomi masih dirasakan. membawa
pengaruh
terhadap
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah kemampuan
masyarakat
untuk
menyisihkan
penghasilannya dalam bentuk iuran pensiun. Padahal, sumber-sumber penghasilan tersebut sangat berkorelasi dengan pembiayaan program pensiun yang membutuhkan jangka waktu yang relatif panjang. Bagi sebagian masyarakat khususnya pemberi kerja dan peserta yang telah mempunyai program pensiun, kemampuan keuangan mereka menyisihkan sebagian penghasilan dalam membiayai program pensiun makin 4
terasa berat dengan adanya kewajiban pembiayaan untuk program-program kesejahteraan lainnya yang sifatnya wajib. Kondisi tersebut menambah lemah kemampuan keuangan masyarakat dalam menyisihkan penghasilan yang sifatnya rutin untuk membiayai program pensiun yang bersifat sukarela. Selain itu, beberapa perusahaan pemberi kerja yang tidak dapat mengatasi krisis keuangannya banyak yang memutuskan untuk melikuidasi perusahaannya sehingga berakibat kepada penghentian program pensiun. Faktor lain yang menimbulkan pemberi kerja mengalami kegagalan menjalankan program pensiun adalah manajemen arus kas. Ketidakmampuan atau kegagalan pemberi kerja atau peserta untuk melakukan pengaturan arus kas antara sumber penghasilan yang diterima dengan pembiayaan program pensiun membawa akibat kepada kesulitan pendanaan dana pensiun di masa mendatang.
Biaya penyelenggaraan program
pensiun merupakan salah satu faktor biaya yang harus dikendalikan selama program pensiun tersebut berjalan.
I.3.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan memberikan gambaran mengenai penyebab terjadinya
perkembangan dana pensiun yang kurang menggembirakan melalui pendapat pemberi kerja dan pengurus dan pensiun.
Salah satu kemungkinan penyebab terjadinya
perkembangan yang kurang menggembirakan tersebut adalah hadirnya program pesangon yang bersifat wajib yang diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh manfaat berupa masukan bagi regulator (pemerintah), pemberi kerja, dana pensiun dan masyarakat mengenai perkembangan dana pensiun dan program lain yang sejenis.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Program Pesangon Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 150 Tahun 2000,
pesangon atau disebut juga uang pesangon merupakan pembayaran uang dari pemberi kerja (pengusaha) kepada karyawan (pekerja) sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja. Besarnya uang pesangon yang diberikan pada umumnya dikaitkan dengan upah bulanan yang diterima. Jumlah ini dapat juga ditambahkan dengan komponen lain seperti tunjangan cuti, tunjangan asuransi kesehatan karyawan, nilai opsi saham atau tunjangan lainnya yang sudah umum dan merupakan hak karyawan di perusahaan tersebut. Pada umumnya, pesangon diberikan kepada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan normal seperti pengunduran, atau pensiun. Pemberian uang pesangon juga umum dilakukan oleh perusahaan yang melikuidasi usahanya. Selain itu, karyawan yang berhenti karena pemecatan dapat menerima uang pesangon kepada berdasarakan aturan tersendiri. Pengaturan rinci mengenai pesangon pada umumnya tertulis dalam peraturan perusahaan. Ketentuan dalam peraturan perusahaan ini mengacu pada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengaturan pemerintah dalam hal uang pesangon dimaksudkan untuk mengurangi perselisihan antara buruh dan perusahaan yang akan timbul akibat kesalahan dalam pemutusan hubungan kerja. 6
Pengaturan mengenai pesangon di Indonesia didasarkan atas UUK 13/2003. Hal pesangon yang diatur dalam undang-undang adalah mengenai:
dasar perhitungan uang pesangon
rumusan uang pesangon yang dibayarkan
komponen uang pesangon
kondisi yang mendasari perhitungan dan pembayaran uang pesangon. Pada praktiknya, pelaksanaan UUK 13/2003 menimbulkan gejolak di
masyarakat terutama masalah yang ada dalam Pasal 156 tentang pesangon. Besar uang pesangon maksimal sembilan kali gaji kepada pekerja yang bekerja lebih dari delapan tahun, disamping sejumlah uang penghargaan dan uang penggantian lainnya dinilai pengusaha sangat memberatkan. Peraturan ini memberikan nilai pesangon yang sangat tinggi dibanding kebiasaan internasional.
Besar Imbalan PHK
berdasarkan UUK 13/2003 termasuk salah satu tertinggi didunia naik 2x lipat dari kebijakan tahun 1996 dan 3x lipat dari kebijakan tahun 1986 (Posisi Kadin-Apindo dalam RPP Pesangon, Rapat Kadin Indonesia dan Apindo, Jakarta 27 Juli 2007). Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran pada tahun 2004 yang dikutip dalam laporan Bank Dunia Unlocking Indonesia’s Domestic Financial Resources : The Role of Non-Bank Financial Institutions (2006) menyatakan nilai pesangon sebesar kurang lebih 13 % dari upah membuat biaya pesangon di Indonesia menjadi salah satu negara yang biaya pesangonnya paling mahal di dunia. Pada umumnya perusahaan swasta yang memiliki kepedulian yang tinggi telah mencadangkan dana yang dimilikinya untuk pesangon.
Pencadangan dilakukan
dengan mengikuti panduan yang tertera pada International Accounting Standard (IAS) 19.
Aturan ini kemudian diadopsi dalam Pernyataan Standar Akuntasi 7
Keuangan (PSAK) Nomor 24 (revisi 2004) yang mulai diberlakukan pada laporan tahunan 2005. Perlakuan akuntansi terhadap sistem pesangon diatur dalam PSAK Nomor 24 (Revisi 2004) tersebut tentang Akuntansi Biaya Manfaat Pensiun. Perlakuan akuntansi dan pengungkapan imbalan kerja, mengharuskan perusahaan untuk mengakui Kewajiban dan Beban atas imbalan-imbalan kerja yang mencakup:
Imbalan Kerja Jangka Pendek – seperti upah, gaji, iuran jaminan sosial, cuti tahunan, cuti sakit, bagi laba & bonus (jika terhutang dalam waktu 12 bulan pada akhir perioda pelaporan) dan imbalan non-moneter seperti imbalan kesehatan, rumah, mobil, barang atau jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau melalui subsidi);
Imbalan Pasca Kerja – seperti program pensiun, asuransi jiwa pasca kerja, imbalan kesehatan pasca kerja;
Imbalan Jangka Panjang Lainnya – seperti cuti besar, cuti hari raya, imbalan cacat permanen, dan bagi laba, bonus dan kompensasi yang ditangguhkan (jika terhutang seluruhnya lebih dari 12 bulan pada akhir perioda pelaporan);
Pesangon Pemutusan Hubungan Kerja;
Imbalan berbasis Ekuitas. PSAK 24 mengharuskan perusahaan/instansi memperhitungkan kewajiban
perusahaan terhadap karyawan aktif dan pensiunan sesuai dengan janji dan komitmen perusahaan terhadap karyawan dan pensiunan mulai dari pensiun, kesehatan, penghargaan dan Simpanan Hari Tua (SHT). Oleh karena banyak karyawan yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun dan juga banyak karyawan yang akan pensiun, maka beban perusahaan akan semakin tinggi dan hutang perusahaan kepada karyawan akan meningkat. Untuk kasus di Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) dengan jumlah pegawai lebih dari 3.000 orang, maka akan timbul beban puluhan milyar 8
rupiah dan otomatis kewajiban kepada pegawai akan meningkat dalam jumlah yang sama. Penerapan PSAK 24 menimbulkan gejolak pada kinerja keuangan pada berbagai PTP Nusantara yang memiliki jumlah pegawai lebih dari 10.000 orang dan bahkan salah satu PTPN kewajiban kepada pegawai meningkat sampai dengan empat ratusan milyar rupiah (Buletin Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Vol. 1 Nomor 1/1 tahun 2005).
II.2.
Program Pensiun Selain mengatur pesangon, UUK 13/2003 juga mengatur secara ringkas
tentang manfaat lain bagi karyawan yang telah mencapai usia tertentu yaitu manfaat pensiun. Penjelasan detil mengenai manfaat pensiun diatur dalam UUDP 11/1992 tentang Dana Pensiun. Dalam UUDP 11/1992 ini, Dana Pensiun didefiniskan sebagai badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Penjabaran dana pensiun dilakukan dalam bentuk tabungan yang mempunyai ciri sebagai tabungan jangka panjang. Artinya, hasil dari tabungan baru dapat dinikmati setelah karyawan yang bersangkutan pensiun. Penyelenggaraan tabungan pensiun dilakukan dalam suatu program, yaitu program pensiun, yang mengupayakan manfaat pensiun bagi pesertanya melalui suatu sistem pemupukan dan yang lazim disebut sistem pendanaan. Sistem pendanaan suatu program pensiun memungkinkan terbentuknya akumulasi dana, yang dibutuhkan untuk memelihara kesinambungan penghasilan peserta program pada hari tua. Akumulasi dana dari dana pensiun telah berhasil membentuk kumpulan dana yang sangat besar. Data dari negara-negara anggota Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan dana pensiun mengelola aset sebesar 15 trilyun dolar Amerika atau sekitar 80% dari Gross Domestic Product 9
(GDP) mereka (OECD Guidelines on Pension Fund Asset Management, OECD Council, January 2006). Peran terbesar Dana Pensiun terlihat jelas di pasar modal. Di Amerika Serikat, 20 dana pensiun dengan aset terbesar berperan sebagai investor institusional yang menguasai 8% saham dari 10 perusahaan terbesar (Michela Scatigna, Institutional Investor, Corporate Governance and Pension Funds, Working Paper No.13/01, CeRp). Keberhasilan dana pensiun melakukan pemupukan dana menjadi suatu fenomena yang menarik untuk diteliti. Dalam The Role of Pensions in the Labor Market: A Survey of the Literature, Industrial and Labor Relations Review, Vol. 47 No. 3, April 1994 dinyatakan mengenai gambaran motivasi yang mendasari pembentukan program pensiun sebagaimana Tabel 1.
Tabel 1 Behaviour Motivation for Employee-Provided Pensions Worker side Pension
for
-
Tax Qualified Retirement Savings Insurance Motivations Economic of Scale Union Preference
for
-
Regulating Work Effort Regulating Turnover Other than Retirement Regulating Retirement Regulating Worker Quality
Outcomes Determined by Interaction of Supply and Demand
-
Firm-Side Pensions
Motivation
Motivations
Pension-Related Outcomes: Coverage, Plan Type, Plant Characteristics, Shape and Value of Accrual Pattern - Retirement - Other Employment-Related Outcomes: Worker Quantity, Including Transition Rates, Worker Quantity and Effort - Wage-Related Outcomes Tabel 1 Behaviour Motivation for Employee-Provided Pensions
10
Penggunaan pensiun sebagai instrumen pengganti pesangon pada sistem kompensasi yang efisien telah diteliti oleh Edwad P Lazear pada tahun 1982. Penelitian dilakukan terhadap tiga poin utama yaitu: 1.
pesangon sebagai nilai tertinggi untuk pensiun dini.
2.
alasan utama keberadaan program pensiun adalah keinginan untuk menciptakan suatu mekanisme insentif yang dapat berfungsi sebagai alat pembayaran pesangon yang efisien.
3.
nilai upah yang diterima oleh pekerja senior melebihi marginal products mereka. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pensiun merupakan pilihan yang tepat
untuk digunakan sebagai alat pembayaran pesangon secara efektif.
II.3.
Riset Program Pesangon Sistem pesangon menjadi topik kajian yang menarik karena diduga
memberikan dampak negatif terhadap corporate value dan efisiensi ekonomis. Beberapa penelitian empiris membuktikan bahwa market memperhitungkan berbagai bentuk employee benefit liabilities. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Bulow et al (1987), Feldstein dan Seligman (1981) dan Bodie (1985) menyatakan bahwa market memperhitungkan nilai dari unfunded pension liabilities. Penelitian Carroll-Niehaus (1998) menunjukkan bahwa utang manfaat pensiun (pension liabilities) mempengaruhi peringkat hutang perusahaan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Mike Orszag dan Mirko Cardinale (2005) menguji hubungan pesangon dan corporate finance. Dengan menggunakan data akuntasi dari perusahaan di Italy dan Austria didapat kesimpulan bahwa hubungan antara pesangon dan indikator resiko pasar (market risk indicator) tidak signifikan.
11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1.
Metode Pengumpulan Data Untuk mengetahui apakah program pesangon yang terdapat dalam UUK13
merupakan salah satu faktor yang menghambat perkembangan dana pensiun di Indonesia, metode pengumpulan data yang dilakukan dalam studi ini adalah sebagai berikut: a. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara mendatangi obyek yang akan diteliti (responden). Tujuan yang diharapkan dengan melakukan penelitian lapangan ini adalah untuk memperoleh data, masukan atau informasi langsung dari responden. Responden pada penelitian ini adalah Pendiri Dana Pensiun atau Pemberi Kerja (PK) dan Dana Pensiun (DP) secara bersamaan. Teknik yang dipergunakan adalah: a.1. Daftar Pertanyaan (Questionaire) Studi ini menyebarkan daftar pertanyaan melalui surat langsung kepada responden sehingga data yang dikumpulkan diharapkan benar-benar sesuai dengan keadaaan yang sebenarnya pada saat studi berlangsung. Kuesioner ditujukan pada pemberi kerja yang mempunyai kaitan langsung dengan masalah ketenagakerjaan terutama uang pesangon. Secara garis besar, daftar pertanyaan disusun dengan sistematika sebagai berikut:
12
1. Data ringkas mengenai profil responden dan perusahaan pembri kerja dan dana pensiun 2. Pengaruh atau dampak program pesangon terhadap kebijakan yang dibuat terkait dengan keberadaan dana pensiun. a.2 Wawancara (Interview) Tim studi melakukan pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab kepada responden yang dianggap dapat memberikan penjelasan langsung baik data maupun informasi sebagai pelengkap studi ini. b. Penelitian Pustaka (Library research) Dalam studi ini cara pertama yang dilakukan oleh tim studi adalah melakukan pengamatan data dan informasi yang didapatkan melalui membaca, mempelajari, dan mengutip dari buku literatur, majalah, pendapat, serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini baik dalam negeri maupun luar negeri. Informasi tersebut diperoleh dari perpustakaan maupun browsing di internet serta peraturan perundangan.
III.2.
Metode Analisis Populasi target dari studi tentang pengaruh program pesangon yang terdapat
dalam UUK 13/2003 terhadap perkembangan dana pensiun adalah Pendiri atau Pemberi Kerja (PK) yang memiliki dana pensiun dan Dana Pensiun (DP). Jumlah populasi dari masing-masing target adalah 255 pemberi kerja yang memiliki dana pensiun dan 255 dana pensiun baik dana pensiun pemberi kerja dan dana pensiun lembaga keuangan. Sedikitnya jumlah populasi responden menyebabkan studi ini tidak menggunakan metode sampling dalam melakukan penyebaran daftar pertanyaan. Dengan menggunakan populasi diharapkan informasi yang didapat dari 13
penyebaran daftar pertanyaan dapat mencerminkan keseluruhan sikap populasi tersebut. Adapun metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan melakukan kegiatan yang dimulai dari proses penyaringan informasi dihubungkan dengan langkah pemikiran rasional baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
III.3.
Jangka Waktu Penelitian Jangka waktu studi ini dimulai dari bulan Agustus 2007 sampai dengan bulan
Oktober 2007 dengan melibatkan staf Biro Riset dan Teknologi Informasi bekerja sama dengan Biro Dana Pensiun, Bapepam-LK.
III.4.
Keterbatasan Studi Sehubungan dengan adanya kebijakan pengurangan anggaran perjalanan dinas
sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor: S.348/MK.02/2007 tanggal 30 Juli 2007 dan Surat Edaran Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Nomor: SE-1088/SJ.1/2007 tanggal 2 Agustus 2007 tentang belanja perjalanan dinas tidak mengikat tahun anggaran 2007 yang pada pokoknya hanya dapat dipergunakan setinggi-tingginya sebesar 30%, penelitian lapangan dengan melakukan wawancara hanya dapat dilakukan pada 1 (satu) kota, yaitu Bandung dengan melakukan wawancara terhadap 5 (lima) responden. Untuk responden lain tidak dilakukan penelitian lapangan dan wawancara tetapi melalui penyebaran kuesioner lewat surat.
14
BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Studi Tentang Program Pensiun, Pesangon dan Tunjangan Hari Tua ini merupakan penelitian awal untuk melihat apakah penurunan jumlah dana pensiun mempunyai kaitan erat dengan kehadiran program pesangon yang diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pertanyaan dalam penelitian ini hanya membatasi dengan hal-hal yang berkaitan dengan UU Nomor 13 tersebut dan khususnya dengan pasal-pasal yang berhubungan dengan program pesangon.
IV.1.
Pemberi Kerja Kuesioner dibagikan kepada masing-masing 255 responden yang terdiri dari
pemberi kerja yang mempunyai dana pensiun dan kepada dana pensiun itu sendiri sehingga total ada 510 kuesioner. Setelah dilakukan verifikasi data terdapat sebanyak 81 pemberi kerja yang telah mengembalikan kuesioner dan dinyatakan memenuhi kriteria. Di dalam kuesioner terdapat 16 pertanyaan yang meliputi profil ringkas pengisi dan lembaga yang mengisi. Untuk pertanyaan profil pemberi kerja terdiri dari 7 pertanyaan yaitu : identitas perusahaan yang meliputi jabatan dan divisi pengisi kuesioner, bidang usaha, jenis kepemilikan, jumlah karyawan dan rata-rata usia karyawan. Kemudian dilanjutkan mengenai 9 pertanyaan yang terkait dengan program pesangon sebagaimana dimaksud dalam UUK 13/2003. Adapun persentase tingkat pengembalian kuesioner bagi pemberi kerja yang dikirimi kuesioner dapat dilihat pada Gambar 1 dimana Jawa Timur merupakan 15
provinsi dengan persentase tingkat pengembalian yang paling tinggi diikuti beberapa daerah lain di Indonesia bagian timur seperti Kalimantan/Sulawesi dan Bali/Nusa Tenggara/Papua/Maluku. Penyebaran ini tidak menunjukkan kondisi industri dana pensiun secara keseluruhan. Sebagian besar (65%) dana pensiun berlokasi di DKI Jakarta sedangkan daerah lain seperti Jabar/Banten hanya 6%, Jateng/DIY 5%, Jatim 5%, Kalimantan/Sulawesi 4% dan sisanya Bali/NTB/NTT/Maluku/Papua 3%. Gambar 1 Persentase Pengembalian Kuesioner Pemberi Kerja Berdasarkan Wilayah
Gambar 1 Persentase Pengembalian Kuesioner WilayahPemberi Kerja
Berdasarkan
70% 62% 60%
55%
50% 38%
40%
38% 28%
30%
28%
31%
20% 10% 0% ate m u S
ra
DK
I r/ ba Ja
nt Ba
en te Ja
IY /D ng
ti Ja lim Ka
m ta an
law Su n/
i es
N li / Ba
/N TT
a pu Pa / TB
Sebagian besar yang mengisi kuesioner untuk pemberi kerja berasal dari tingkat Manager (31%) dan Direksi (51%). Hal ini sesuai dengan harapan mengingat jabatan mereka sebagai pengambil keputusan yang menentukan keberadaan program pesangon dan pensiun dan sekaligus memberi sedikit gambaran mengenai keseriusan pemberi kerja dalam ikut peduli terhadap masalah ketenagakerjaan. Sebagian besar dari mereka yang mengisi kuesioner berasal dari divisi Sumber Daya Manusia yang langsung berkaitan dengan masalah karyawan. Namun demikian ada sekitar 26% yang bukan berasal dari SDM, Keuangan atau Sekretariat/Humas.
16
Berdasarkan klasifikasi bidang usaha yang dijalankan oleh pemberi kerja, terdapat 9 jenis subsektor usaha. Klasifikasi mengenai bidang usaha terbagi atas 9 jenis yang mengikuti klasifikasi sebagaimana dalam pengajuan ijin pendirian dana pensiun dan distribusinya dapat dilihat pada Gambar 2. Pengklasifikasian bidang usaha pemberi kerja dapat memberikan gambaran pola berpikir pemberi kerja dari setiap subsektor industri dalam menanggapi isu penting di bidang ketenagakerjaan. Sebagaimana terlihat dalam gambar tersebut sebagian besar pemberi kerja yang mengembalikan kuesioner ternyata berasal dari sektor keuangan, real estat dan jasa bisnis yakni sebanyak 42% dan kemudian diikuti dari sektor manufaktur sebesar 22% serta sektor-sektor lainnya yang relatif kecil. Dengan demikian seolah-olah industri dana pensiun mayoritas (total 64%) dikuasai oleh 2 subsektor ini. Ternyata distribusi ini tidak berbeda jauh dengan distribusi keseluruhan industri dana pensiun. Data tahun 2003 menunjukkan sebanyak 35% berasal dari industri keuangan dan 34% berasal dari sektor manufaktur1. Total pada tahun 2003 tersebut subsektor keuangan dan manufaktur menguasai 69% industri dana pensiun. Gambar 2 Jenis Bidang Usaha Pemberi Kerja Gambar 2 Jenis Bidang Usaha Pemberi Kerja 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5%
1
gan Pe lay an an So sia l
Ke uan
ort asi Tra n sp
si
gan Pe rda gan
Ko nst ruk
Lis trik /G as/ Ai r
ktu r Ma nu fa
ng an Pe rta mb a
Pe rta
nia n
0%
Laporan Tahunan Dana Pensiun 2003
17
Dari sisi usia karyawan sebagian besar karyawan rata-rata berusia 31-40 tahun sebanyak 63%, berusia 41-50 tahun berjumlah 35% dan hanya 2% pada kisaran usia 20-30 tahun. Komposisi yang kurang lebih sama ini juga tercermin dari data dana pensiun. Pada umumnya memang karyawan perusahaan, terutama dari Dana Pensiun Pemberi Kerja, ikut menjadi peserta di DPPK tersebut sehingga distribusi usia karyawan di pemberi kerja dan usia peserta di dana pensiun relatif sama. Sementara itu berdasarkan jenis kepemilikan pemberi kerja, memberikan distribusi yang agak merata dengan 32% dari BUMN, PMDN 23%, PMA 20%, BUMD 14% dan sisanya berasal dari yayasan sosial atau lembaga lain. Gambar 3 menunjukkan distribusi pemberi kerja dilihat dari jenis kepemilikan. Data ini relatif tidak berbeda dengan industri dana pensiun secara umum sehingga dapat dikatakan cukup mewakili kondisi industri. Gambar 3 Jenis Kepemilikan Pemberi Kerja Gambar 3 Jenis Kepemilikan Pemberi Kerja
LAINNYA 11% PMA 20%
PMDN 23%
IV.2.
BUMN 32%
BUMD 14%
Dana Pensiun Responden Dana Pensiun yang mengembalikan kuesioner ada sebanyak 127
dari 255 kuesioner yang dibagikan. Dari sebanyak 127 tersebut sebanyak 116 atau 18
91% berasal dari Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan sisanya dari Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Dari sebanyak 116 DPPK tersebut 102 diantaranya (88%) menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan sisanya sebanyak 14 menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Pertanyaan untuk dana pensiun meliputi 7 pertanyaan yang bersifat profil ringkas yaitu : jabatan pensgisi kuesioner di dana pensiun, jenis dana pensiun, program yang diselenggarakan, jumlah peserta, rata-rata usia peserta dan nilai aktiva bersih. Pertanyaan selanjutnya berupa pertanyaan yang terkait dengan program pensiun dan pesangon sebanyak 9 pertanyaan. Tingkat pengembalian kuesioner dana pensiun berdasarkan letak geografis dapat dilihat pada Gambar 4. Persentase pengembalian kuesioner dana pensiun yang berasal dari Kalimantan dan Sulawesi lebih tinggi dibanding dana pensiun dari daerah lain. Gambar 4 Persentase Pembalian Kuesioner Dana Pensiun Gambar 4 Persentase Pengembalian Kuesioner Dana Pensiun 100% 90% 80% 70% 60%
91%
63%
62% 54% 47%
50% 40% 30% 20% 10% 0%
TB /P ap ua
TT
Ba li / N
im Ka l
/N
/S ul aw
es i
tim an tan
Ja
ten
an t ba r/B
Ja
en
g/ DI Y
I DK Ja
ra
25%
ate Su m
41%
19
Sementara itu berdasarkan distribusi jumlah pesertanya, terdapat 54 dana pensiun yang mempunyai peserta antara 100-1000 orang, 38 dana pensiun dengan peserta 1000-5000 orang, 25 dana pensiun yang mempunyai peserta lebih dari 5000 orang dan 2 dana pensiun yang tidak menyampaikan mengenai distribusi pesertanya. Dari sejumlah peserta tersebut ada sebanyak 54% yang berada dalam rentang usia 3140 tahun, 39% berada dalam rentang 41-50 tahun dan sebanyak 5% yang mempunyai rata-rata usia peserta lebih dari 50 tahun. Untuk peserta muda dengan rata-rata usia 20-30 tahun hanya dimiliki oleh 2 dana pensiun. Berdasarkan program yang dimiliki sebanyak 66,7% peserta DPPK-PPIP berusia antara 31-40 tahun. Semakin muda usia peserta dana pensiun yang menyelenggarakan PPIP semakin panjang waktu untuk mengiur dan semakin besar akumulasi dana yang akan terkumpul yang pada akhirnya akan memberikan manfaat pensiun yang juga cukup besar. Ternyata berdasarkan Gambar 5 terlihat pada usia muda dengan kisaran usia 20–30 tahun dan 31– 40 tahun kebanyakan memilih PPIP sesuai dengan dugaan. Gambar 5 Distribusi Usia Berdasarkan Jenis Dana Pensiun Gambar 5 Distribusi Usia Berdasarkan Jenis Dana Pensiun 57%
60%
49% 50%
40%
36%
36%
MP IP
30%
20%
10%
7%
6%
0%
0%
0% 20- 30
31- 40
41- 50
> 51
20
Dari sebaran aktiva bersih yang dimiliki dana pensiun banyak diantara mereka memiliki aktiva bersih sekitar Rp 5 – Rp Rp 50 milyar dan Rp 50 – Rp 500 milyar yang artinya pada posisi menengah diantara industri dana pensiun di Indonesia. Gambar 6 menggambarkan posisi aktiva bersih dana pensiun yang diteliti. Distribusi ini mirip dengan kondisi industri dana pensiun di Indonesia. Laporan Tahunan Dana Pensiun tahun 2004-2005 memperlihatkan bahwa dana pensiun yang mempunyai aktiva bersih diatas Rp 500 milyar hanya sekitar 7%, sedangkan yang paling banyak ada di kisaran Rp 5 milyar s.d. Rp 50 milyar yang mencapai sekitar 75%. Gambar 6 Distribusi Aktiva Bersih Dana Pensiun Gambar 6 Distribusi Aktiva Bersih Dana Pensiun 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
1
00
jt
5
m
ar ily
5
IV.3.
ar i ly m
50
m
a ily
r
50
a ily m
5 r-
00
ar i ly m a di
s ta
50
0
il y m
ar
Peraturan di Bidang Pesangon
Salah satu dugaan munculnya kontroversi UUK 13/2003 khususnya yang menyangkut program pesangon adalah penulisannya serta penjelasannya yang mungkin tidak mudah dipahami oleh masyarakat awam. Untuk itu dalam penelitian ini dirasa perlu untuk menanyakan mengenai soal pemahaman mengenai program 21
pesangon sebagaimana ditetapkan dalam UUK 13/2003. Hasil kajian ternyata memberikan masukan bahwa secara umum pengaturan program pesangon sebagaimana diatur dalam UUK 13/2003 cukup mudah dipahami oleh pemberi kerja maupun dana pensiun. Sebagian besar responden yang berasal dari 2 kelompok ini menyatakan demikian. Namun dalam penelitian lebih lanjut terungkap bahwa persentase yang mengatakan bahwa ketentuan dalam UUK 13/2003 tersebut mudah dipahami menunjukkan adanya perbedaan diantara pemberi kerja dan dana pensiun. Sekitar 92,6% dari pemberi kerja mengisyaratkan bahwa UUK 13/2003 tersebut dapat dengan mudah dipahami, namun hanya ada sebanyak 78,7% responden yang berasal dari dana pensiun mengatakan hal yang sama (Tabel 2). Perbedaaan pendapat yang cukup signifikan ini mengindikasikan bahwa pemberi kerja dan pengurus dana pensiun berbeda dalam menanggapi isu yang berkaitan dengan program pensiun. Dana pensiun mempunyai perhatian yang lebih terhadap issue yang berkaitan dengan program pensiun sehingga bagi mereka tidak begitu saja memahami ketentuan yang berkaitan dengan program pensiun atau ketenagakerjaan. Jumlah kuesioner yang kembali yang tinggi menunjukkan keseriusan dana pensiun dalam menanggapi permasalahan ketenagakerjaan. Secara teknis penulisan bahasa UUK 13/2003 ini mudah dipahami namun bisa berbeda dalam menginterpretasikannya. Interpretasi bagi pengusaha cukup jelas yaitu rumusan pesangon yang ditetapkan sangat membebani mereka2 . Mereka beranggapan bahwa pesangon merupakan biaya yang harus dikeluarkan, sedangkan karyawan berpendapat bahwa semakin besar pesangon akan memberi ketenangan dalam bekerja sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirakan jika suatu saat harus menghadapi
2
Tim Akademik dari 5 Perguruan Tinggi Negeri, Ringkasan Eksekutif, Hasil Kajian Akademis Terhadap UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, www.apindo.or.id
22
pemutusan hubungan kerja. Namun demikian diduga banyak karyawan atau pekerja di perusahaan yang tidak mengetahui/memahami peraturan tentang ketenagakerjaan3. Sebagaimana dalam pengisian kuesioner seperti disebutkan di atas, dari kuesioner yang masuk diketahui bahwa responden yang mengisi kuesioner ini sebagian besar berasal dari kalangan Manager dan Direksi (81%) sehingga jawaban yang tercermin mungkin tidak mewakili aspirasi karyawan secara keseluruhan.
Tabel 2Tingkat Kemudahan Pemahaman UU Ketenagakerjaan Berdasarkan
Responden Responden Pemberi Kerja Dana Pensiun Jumlah
Ya 75 100 175
Tidak Jumlah 6 81 23 123 29
Apabila pernyataan tersebut diteliti lebih dalam lagi, perbedaan jawaban atas pertanyaan dimaksud juga ditunjukkan pada 2 jenis program pensiun yang diikuti. Tabel 3 dibawah memperlihatkan bahwa dari 90 DPPK yang mengatakan mudah memahami 78 diantaranya berasal dari DPPK yang menyelenggarakan PPMP dan 12 dari PPIP. Sementara itu dari 23 DPPK yang menjawab bahwa UUK 13/2003 tidak mudah dipahami ada sebanyak 21 berasal dari PPMP dan 2 dari PPIP. Sedangkan 3 responden yang berasal dari DPPK-PPMP tidak menjawab. Sementara itu apabila dilihat dari jenis program yang diikuti, sebanyak 76,5% dari DPPK-PPMP mengatakan mudah memahami, 20,6% tidak mudah dan 2,9% sisanya tidak memberikan jawaban. Sedangkan dari DPPK-PPIP 85,7% responden mengatakan mudah memahami dan 14,3% mengatakan tidak mudah. Sekali lagi angka ini memberi gambaran bahwa meskipun secara umum UUK 13/2003 mudah dipahami oleh DPPK namun yang menyelenggarakan PPMP relatif lebih banyak yang
3
Muslikhudin, Fenomena Pekerja Kontrak, Suara Merdeka, 22 November 2007
23
menyuarakan bahwa tidak mudah dibanding dana pensiun yang menyelenggarakan PPIP. Tabel 3 Tingkat Kemudahan Pemahaman UU Ketenagakerjaan Berdasarkan Jenis Dana Pensiun dan Program Pensiun Dana Pensiun DPPK PPMP PPIP DPLK Total
Ya
Tidak Kosong 90 23 3 (77,6%) (19,8%) (2,6%) 78 21 3 12 2 0 10 0 1 (90,9%) (9,1%) 100 23 4
Total 116 102 14 11 127
Berdasarkan kuesioner yang disebarkan terdapat sebanyak 63 responden yang mengirimkan kembali kuesionernya secara bersamaan antara pemberi kerja dan dana pensiun, sedangkan selebihnya hanya pemberi kerja atau dana pensiun saja yang mengirimkan kembali. Dari sebanyak 63 responden tersebut yang menyatakan bahwa rumusan program pesangon besar atau kecil dapat dilihat pada Tabel 4. Ternyata sebagian besar pemberi kerja (62%) menyatakan bahwa rumusan pesangon tidak terlalu besar, sedangkan sisanya mengatakan besar. Apabila jawaban pemberi kerja tersebut dikaitkan dengan jenis program pensiun yang diselenggarakan, dari yang menjawab bahwa rumusan pesangon cukup besar tersebut ternyata 35% berasal dari PPMP. Sementara dari PPMP yang menjawab tidak besar sebanyak 51%. Jawaban ini paling tidak memberi petunjuk awal bahwa ada keterkaitan jawaban pada pertanyaan tentang mudah/tidaknya pemahaman tentang UUK 13/2003 sebagaimana diuraikan diatas dengan sisi keuangan yang diwakili pada rumusan besarnya uang pesangon. Dengan demikian meskipun secara umum responden dari pemberi kerja dan dana pensiun menyatakan mudah memahami ketentuan dalam UUK 13/2003 serta sebagian besar juga menyatakan rumusan program pesangon tidak besar, tetapi tetap saja ada sebanyak 35% responden PPMP yang mengatakan bahwa rumusan itu terlalu besar. 24
Tabel 4 Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Rumusan Uang Pesangon Tabel 4 Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Rumusan Uang Pesangon
Jenis DPPK PPMP PPIP
Besar 24 (38%) 22 (35%) 2 (3%)
Tidak Besar 39 (62%) 32 (51%) 7 (11%)
Total 63 54 9
Ketidaksepakatan mengenai besar uang pesangon itu juga terlihat dari jawaban responden yang berasal dari sektor-sektor bidang usaha pemberi kerja. Pemberi kerja yang berasal dari industri non keuangan tidak sepakat mengenai rumusan pesangon ini. Hanya sekitar 50% yang mengatakan rumusannya tidak besar sementara 50% lainnya mengatakan besar. Dari sektor keuangan sebanyak 70% mengatakan tidak besar. Sebagaimana diketahui banyak dana pensiun yang pemberi kerjanya bergerak dalam bidang keuangan memiliki pertumbuhan aset yang relatif lebih stabil dibanding dana pensiun yang pemberi kerjanya berasal dari sektor lain. Berdasarkan latar belakang itu maka pemberi kerja yang bergerak dalam bidang keuangan menganggap kehadiran program pesangon tidak mengganggu keuangan mereka. Laporan Tahunan Dana Pensiun tahun 2004-2005 menunjukkan bahwa aktiva bersih dana pensiun yang pemberi kerjanya berasal dari sektor keuangan dengan nilai aktiva bersih diatas Rp 1 trilyun atau masuk top 10 ada sebanyak 50%. Menurut hasil kuesioner dari responden yang mempunyai aktiva bersih di atas Rp 500 milyar sebanyak 7 responden, 5 diantaranya (71%) berasal dari sektor keuangan. Data ini sedikit memberi gambaran mengapa perusahaan yang berasal dari sektor keuangan tidak mempermasalahkan besaran program pesangon melalui UUK 13/2003. Di lain pihak dalam kajian akademiknya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan bahwa rumusan pesangon sangat besar dan memberatkan sehingga tidak sesuai lagi dengan semangat pemberian pesangon yang diperuntukkan bagi penghargaan masa kerja dan 25
kompensasi biaya sosial akibat berubahnya status pekerja yang di PHK dari bekerja menjadi menganggur serta fungsi pesangon sebagai safety net4. Dengan demikian jawaban yang diberikan responden memberikan petunjuk bahwa di antara pihak pengusaha atau pemberi kerja itu sendiri tidak terjadi kesepakatan. Artinya asumsi terjadinya dikotomi diantara pemberi kerja sebagaimana disampaikan diatas layak untuk dilakukan kajian lebih dalam.
IV.4.
Kompensasi Pembayaran Pesangon dan Manfaat Pensiun Besarnya rumusan pesangon yang ditetapkan sedikit banyak akan berpengaruh
kepada cara pembayaran program pensiun. Sebanyak 46 responden atau 57% mengatakan bahwa mereka tidak melakukan kompensasi terhadap program pesangon. Artinya program pensiun dan program pesangon masing-masing dibayarkan dengan cara yang berbeda atau setiap peserta mendapat hak atas program pesangon dan program pensiun. Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan dalam Pasal 167 UUK 13/2003 tersebut memberikan peluang kepada pengusaha untuk memperhitungkan uang pesangon dengan uang pensiun. Pasal tersebut mengatur mengenai manfaat pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha atau oleh pengusaha dan pekerja. Apabila manfaat pensiun sekaligus yang diterima karyawan lebih kecil dari uang pesangon, maka selisihnya dibayar oleh pengusaha. Tetapi bila iuran dibayar oleh pengusaha dan buruh maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon adalah uang pensiun yang iurannya dibayar oleh pengusaha. Namun ketentuan tersebut juga memungkinkan bagi perusahaan untuk tidak melakukan kompensasi antara uang pesangon dan uang pensiun. Dengan kata lain peserta dana pensiun akan mendapat keduanya pada saat berhenti bekerja. 4
Tim Akademik dari 5 Perguruan Tinggi Negeri, Ringkasan Eksekutif Hasil Kajian Akademis Terhadap UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. www.apindo.or.id,
26
Tabel 5 Kompensasi Pembayaran Pesangon dan Pensiun Berdasarkan Bidang Usaha Tabel 5 Kompensasi Pembayaran Pesangon dan Pensiun
Berdasarkan Bidang Usaha
Industri Pertanian, Kehutanan, Peternakan & Perikanan Pertambangan & Quarrying Industri Manufaktur Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan, Restoran & Hotel Transportasi, Pergudangan & Komunikasi Keuangan, Real Estat & Jasa Bisnis Pelayanan Komunitas Sosial & Personal Total
Ya 2 1 9 1 2 4 0 10 6 35
Tidak 1 2 9 0 2 3 3 24 2 46
Total 3 3 18 1 4 7 3 34 8 81
Tabel 5 memperlihatkan bahwa secara umum responden tidak melakukan kompensasi antara uang pensiun dengan pesangon, namun beberapa sektor melakukan kompensasi. Sektor yang tidak melakukan kompensasi diantara adalah keuangan, real estat dan jasa bisnis. Sektor lain mempunyai kecenderungan untuk melakukan kompensasi. Sebagai contoh perusahaan swasta atau yayasan sosial mempunyai kecenderungan untuk tetap memberikan pesangon atau uang pensiun tetapi tidak dalam bentuk keduanya. Meskipun tidak menyampaikan alasannya secara rinci tetapi mereka mengakui berat bagi perusahaan untuk membayar keduanya apalagi berdasarkan ketentuan yang sekarang berlaku, pencatatan akuntansinya wajib membentuk cadangan bonus dan uang jasa karyawan. Selain dari pada itu perusahaan swasta mempunyai tujuan profit oriented dengan mengharapkan laba yang sebesarbesarnya. Salah satu caranya adalah dengan menghapus pos biaya yang dirasa tidak perlu. Pesangon dan pensiun dipandang merupakan pos biaya yang cukup besar dan mempunyai komitmen jangka panjang sehingga perusahaan lebih menyukai untuk tidak memberikan keduanya secara bersamaan. Namun di lain pihak perusahaan BUMN atau BUMD cenderung memberikan keduanya, baik pesangon maupun manfaat pensiun. Perusahaan milik pemerintah dan 27
milik daerah selain telah lama menyelenggarakan program pensiun karena mengikuti pola yang dibuat oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memberikan uang pensiun kepada karyawannya, juga terkena kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 156 ayat (1) UUK 13/2003 yang mewajibkan bagi pegawai (non PNS) yang berhenti bekerja bukan atas kemauan sendiri berhak atas uang pesangon. Upaya untuk memberikan hanya salah satu uang pesangon atau uang pensiun saja tentu bukan masalah yang mudah. Gambar 7 memperlihatkan kepemilikan perusahaan terkait dengan kompensasi antara pesangon dan uang pensiun.
Gambar 7 Kompensasi Pesangon dan Pensiun Berdasarkan Kepemilikan Gambar 7 Kompensasi Pesangon dan Pensiun Berdasarkan Kepemilikan 12 10 8 Ya
6
Tdk 4 2 0 BUMN
BUMD
PMDN
PMA
LAINNYA
Dengan demikian memang terdapat hubungan antara besarnya rumusan pesangon dengan kompensasi pembayaran pesangon dan pensiun. Yang mengatakan terlalu besar rumusan pesangon cenderung akan melakukan kompensasi terhadap cara pembayarannya.
Semakin
besar
rumusan
pesangon
akan
semakin
besar
kecenderungan pihak perusahaan akan melakukan kompensasi. Secara tidak langsung 28
program pesangon dan program pensiun merupakan 2 program yang saling berkompetisi. Meskipun demikian melalui penelitian ini ditemukan adanya beberapa perusahaan yang tidak mengkompensasikan antara uang pesangon dengan uang pensiun dan bahkan mereka menyatakan adanya program pesangon dan program pensiun tidak mengakibatkan kenaikan biaya pegawai secara siginifikan. Sebagian lagi berpendapat program pesangon tidak mengakibatkan terganggunya pendanaan program pensiun. Namun kenyataannya pendapat ini bertolak belakang dengan fakta yang ada karena gelombang demonstrasi buruh pada saat pembahasan revisi UUK 13/2003 ditengarai karena pihak pengusaha keberatan atas uang pesangon sehingga berusaha untuk mengurangi besaran rumusan uang pesangon dari ketentuan di UU tersebut5. Pengusaha atau pemberi kerja lebih memilih untuk menggunakan tenaga outsourcing dibanding mengangkat pegawai tetap. Tenaga outsourcing relatif lebih tinggi upahnya, tetapi dalam pembiayaan keseluruhan bisa menjadi lebih murah. Karena dengan menggunakan tenaga outsource, biaya pegawai yang tadinya termasuk fixed cost (biaya tetap) akan berubah menjadi variable cost (biaya tidak tetap). Perusahaan dengan fleksibel bisa mengatur berapa biaya pegawai yang harus dikeluarkan, disesuaikan dengan kondisi bisnis mereka saat itu. Sedangkan menurut pekerja hampir semua tenaga outsourcing tidak memiliki hak-hak untuk pesangon dan hak lainnya. Artinya, jika dia memperoleh pemutusan hubungan kerja tidak akan memperoleh baik uang pesangon maupun uang pensiun serta asuransi6.
IV.5.
Kebijakan Terhadap Program Pensiun
5
Pemerintah Tetap Revisi UU 13/2003, Upaya Mencari Keseimbangan Kepentingan, Kompas 1 April 2006 6 Demi Sebuah Efisiensi Perusahaan, Pikiran Rakyat, 8 November 2007
29
Menarik untuk dikaji adalah jawaban responden atas pertanyaan tentang kaitan antara program pensiun dengan program pesangon. Sebanyak lebih dari 60% responden mengatakan bahwa ketentuan mengenai pesangon sebagaimana dimaksud dalam UUK 13/2003 tidak mempengaruhi kebijakan terkait dengan dana pensiun. Dengan kata lain kedua program tidak menunjukkan kecenderungan yang bertentangan. Program pesangon bukan menjadi kendala atau terlebih ancaman bagi keberadaan program pensiun di perusahaan. Jawaban ini nampak secara jelas tercermin dari jawaban responden yang berasal dari sektor keuangan, real estat dan jasa bisnis. Dari 34 total responden dari sektor ini, 73,5% diantaranya mengatakan kebijakan dana pensiun tidak terpengaruh akibat adanya pesangon, sementara sisanya mengatakan terpengaruh. Namun beberapa sektor yang lain seperti manufaktur, listrik/gas/air, konstruksi serta perdagangan/restoran/hotel dan yayasan sosial menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Pada umumnya mereka cukup terganggu, terbukti atas jawaban mereka yang mengatakan bahwa adanya program pesangon berpengaruh terhadap kebijakan mereka terhadap dana pensiun. Hasil ini konsisten dengan jawaban mereka atas rumusan uang pesangon serta cara pembayaran yang menggunakan model kompensasi antara pesangon dan uang pensiun. Sektor yang merasa besaran uang pesangon cukup besar akan melakukan kompensasi antara uang pesangon dan uang pensiun. Akibatnya kebijakan terhadap dana pensiun menjadi terpengaruh. Sebaliknya bagi responden dari sektor keuangan, real estate dan jasa bisnis serta sebagian dari sektor lain beranggapan bahwa besaran rumus pesangon tidak besar sehingga tidak perlu harus melakukan kompensasi antara uang pesangon dan pensiun dan merekapun tidak harus mengubah kebijakannya terkait dengan dana pensiun. Hanya responden DPPK-PPMP dari sektor manufaktur yang memberikan hasil yang berbeda, dimana sebanyak 50% menyatakan 30
perkembangan dana pensiun terhambat dengan adanya program pesangon. Meskipun demikian sebagian besar dari mereka tetap mengatakan bahwa adanya program pesangon tidak menaikkan biaya pegawai secara signifikan. Fakta ini memberikan petunjuk bahwa beberapa sektor industri tidak sepakat mengenai keberadaan program pesangon dan program pensiun di perusahaannya sekalipun tidak menyebabkan kenaikan biaya pegawai secara signifikan. Tabel 6 Pengaruh UU Ketenagakerjaan dan Program Pesangon Terhadap Dana Pensiun Tabel 6 Pengaruh UU Ketenagakerjaan dan Program Pesangon Terhadap Dana Pensiun Pengaruh Program Pesangon Pengaruh UUK 13/2003 Terhadap Dana Pensiun Terhadap Dana Pensiun Industri Ya Tidak Total Ya Tidak Total Pertanian, Kehutanan, Peternakan & 0 3 3 1 2 3 Perikanan Pertambangan & Quarrying 0 3 3 1 2 3 Industri Manufaktur 9 9 18 9 9 18 Listrik, Gas & Air 0 1 1 0 1 1 Konstruksi 2 2 4 2 2 4 Perdagangan, Restoran & Hotel 4 3 7 3 4 7 Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 0 3 3 1 2 3 Keuangan, Real Estat & Jasa Bisnis 4 30 34 7 27 34 Pelayanan Komunitas Sosial & Personal 1 7 8 0 8 8 Total 20 61 81 24 57 81
Besarnya rumusan uang pesangon yang berubah cukup signifikan dari ketentuan sebelumnya ternyata bukan halangan bagi pemberi kerja untuk tetap meneruskan program pensiun yang sudah dimilikinya. Sebagaimana sudah disebutkan diatas sebagian besar (64%) mengatakan adanya 2 program tersebut tidak mengakibatkan kenaikan biaya pegawai yang signifikan. Hasil ini agak berbeda dengan kenyataan mengingat salah satu usulan perubahan UU tersebut yang menimbulkan gelombang demonstrasi besar-besaran dari buruh, adalah akan dikuranginya atau dibatasinya besaran uang pesangon. Pihak buruh menginginkan ketentuan yang terkait dengan program pesangon sebagaimana telah diatur dalam Pasal 167 UUK 13/2003 tersebut tetap dan tidak perlu diubah. Sementara pihak
31
pengusaha dan pemerintah merasa perlu untuk melakukan revisi atas Pasal dalam UU 13/2003 tersebut. Hal lain yang cukup mengejutkan adalah bahwa sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa besarnya rumusan program pesangon tidak mengakibatkan terganggunya pendanaan untuk program pensiun. Artinya secara tidak langsung program pesangon bukan menjadi kendala bagi keberlangsungan dana pensiun. Sementara untuk pertanyaan mengenai kompensasi antara program pesangon dan program pensiun, yang memang dimungkinkan berdasarkan ketentuan, sebanyak 57% mengatakan tidak mengkompensasikannya dan sisanya 43% melakukan kompensasi. Kompensasi mempunyai arti bahwa ketika peserta memasuki masa usia pensiun maka besarnya uang pesangon dibandingkan terlebih dahulu dengan besarnya manfaat uang pensiun yang akan diterima. Nilai yang diterima oleh karyawan adalah yang lebih besar diantara keduanya. Mekanisme pembayaran tetap yaitu untuk dana pensiun dibayarkan secara bulanan sedangkan untuk pesangon didasarkan atas ketentuan perundangan. Sedangkan yang tidak mengkompensasikan berarti karyawan akan menerima uang pesangon dan uang pensiun secara bersamaan. Hasil ini bertolak belakang dengan temuan yang dihasilkan oleh Biro Dana Pensiun. Menurut laporan terakhir yang disampaikan7 ada sepertiga DPPK-PPMP yang mempunyai rasio pendanaan tingkat 3. Rasio pendanaan merupakan rasio antara kekayaan untuk pendanaan dengan kewajiban aktuaria. Semakin tinggi rasio yang dimiliki semakin besar kemampuan dana pensiun dalam membayar manfaat pensiun yang akan jatuh tempo. Apabila kekayaan untuk pendanaan melebihi kewajiban aktuaria, yang berarti mempunyai rasio pendanaan lebih besar dari 100%, dimasukkan dalam kategori pendanaan tingkat 1, sedangkan apabila kekayaan untuk pendanaan
7
Laporan Tahunan Dana Pensiun 2004-2005
32
lebih kecil dari kewajiban aktuaria namun lebih besar dari kewajiban solvabilitas berada dalam pendanaan tingkat 2 sedangkan apabila kekayaan lebih kecil dari kewajiban aktuaria berarti dana pensiun berada dalam pendanaan tingkat 3. Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Biro Dana Pensiun berarti menunjukkan bahwa ada sepertiga dana pensiun yang tidak mampu menutupi kewajiban solvabilitasnya (kewajiban yang terjadi apabila dana pensiun seolah-olah dibubarkan pada saat dilakukan valuasi). Selain dari laporan dari Biro Dana Pensiun juga memperlihatkan masih terdapat tingginya tunggakan iuran pemberi kerja untuk tahun anggaran 20042005. Tingginya tunggakan memberi petunjuk adanya kesulitan keuangan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya membayar. Konsisten dengan jawaban sebelumnya, sebagian besar pemberi kerja mengatakan bahwa keuangan perusahaan tidak akan terganggu dengan adanya program pesangon dan program pensiun secara sekaligus. Pemberi kerja merasa bahwa UUK 13/2003 secara keseluruhan dan program pesangon secara khusus tidak mempengaruhi kebijakan perusahaan terkait dengan dana pensiun sehingga tidak merasa perlu untuk mempertimbangkan dan meninjau kembali kebijakannya.
33
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
V.1. 1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap beberapa pemberi kerja dan dana pensiun diperoleh hasil bahwa secara umum pendapat mereka tentang program pesangon berbeda dengan apa yang disampaikan oleh mass media. Pemberi kerja dan dana pensiun berpendapat bahwa program pesangon tidak mempunyai kaitan dengan program pensiun baik dalam keuangan maupun kebijakan yang diambil.
2.
Pemberi kerja dan dana pensiun secara umum sepakat bahwa ketentuan perundangan di bidang pesangon sebagaimana diatur dalam UUK 13/2003 tidak mempunyai masalah dari pemahamannya. Kedua kelompok responden merasa tidak kesulitan dalam memahami ketentuan pengaturan program pesangon dalam UUK 13/2003 tersebut.
3.
Hadirnya UUK 13/2003 tidak mengubah kebijakan pemberi kerja berkaitan dengan telah adanya program pensiun sebelumnya. Kebijakan yang dibuat tidak dipengaruhi oleh kehadiran UUK 13/2003 ataupun oleh program pesangon yang diatur dalam UU tersebut.
4.
Selain ketentuan pengaturan program pesangon yang mudah dipahami, mereka juga berpendapat bahwa besarnya rumusan program pesangon secara umum bukan menjadi masalah bagi sebagian pemberi kerja dan dana pensiun. Adanya program pesangon tidak menambah biaya pegawai secara signifikan. 34
5.
Secara
umum
sebagian
pemberi
kerja
dan
dana
pensiun
tidak
mempermasalahkan UUK 13/2003 serta tidak akan mengubah kebijakan terkait dengan dana pensiun. Namun secara sektoral terdapat perbedaan pendapat baik dari sisi bidang usaha pemberi kerja, jenis program pensiun dan kepemilikan pemberi kerja. V.2.
Rekomendasi
V.2.1. Internal 1.
Agar kehadiran program lain yang sejenis tidak mengganggu pertumbuhan dana pensiun perlu dilakukan upaya dalam melakukan review atas peraturan perundangan di bidang dana pensiun. Kebijakan yang dirasa berat bagi industri perlu dikaji ulang agar dana pensiun mampu bersaing dengan produk lain yang sejenis.
2.
Produk dana pensiun agar lebih ditingkatkan lagi dengan produk yang inovatif melalui perbaikan ketentuan perundangan sehingga mempunyai daya saing yang tinggi terhadap program lain yang mempunyai karakteristik yang hampir sama. Misalnya melalui harmonisasi pengaturan dengan ketentuan tentang asuransi kesehatan, asuransi jiwa ataupun tunjangan hari tua lainnya.
3.
Untuk menghadapi persaingan dengan produk lain yang mirip program pensiun perlu dilakukan upaya melalui penguatan diri. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan peran pembinaan dan pengawasan terhadap dana pensiun.
4.
Pemerintah perlu melakukan kajian yang lebih mendalam dan komprehensif baik dari sisi regulasi maupun sisi non regulasi terkait dengan kehadiran beberapa program lain yang mempunyai kemiripan produk dengan dana pensiun. Riset yang mendalam dan menyeluruh dapat digunakan untuk
35
menyiapkan bahan kajian dalam rangka melakukan review terhadap peraturan perundangan di bidang dana pensiun. 5.
Perlu dilakukan penegakan hukum yang lebih tegas mengingat dalam praktik ditengarai banyak terjadi penyalahgunaan kewenangan pengurus dengan misalnya membayar sekaligus pada saat karyawan di berhentikan atau karena pemutusan hubungan kerja (PHK).
V.2.2. Eksternal 1.
Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif tentang program pensiun dan kaitannya dengan program pesangon atau program hari tua lainnya bagi pemberi kerja baik yang telah memiliki dana pensiun maupun yang belum agar perbedaan persepsi dapat diminimalisir.
2.
Perlu ditingkatkan lagi koordinasi dengan berbagai pihak misalnya dengn Departemen Tenaga Kerja, Serikat Pekerja, Asosiasi Dana Pensiun, Asosiasi Pengusaha Indonesia, Kamar Dagang dan Industri serta pihak lain agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan yang mengakibatkan perbedaan interpretasi.
3.
Perlunya peningkatan independensi antara dana pensiun dan pemberi kerja sehingga perkembangan dana pensiun lebih nyata melalui kinerja pengurus yang profesional. Kerjasama dengan pemberi kerja tetap perlu ditingkatkan agar kebijakan ketenagakerjaan selaras dengan kebijakan program pensiun.
36
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Bank Dunia. (2006). Unlocking Indonesia’s Domestic Financial Resources : The Role of Non-Bank Financial Institutions. http://siteresources.worldbank.org/ INTINDONESIA/Resources/Publication/280016168483675167/NBFIFinal_Ext.pdf Dajan, Anto (1990). Pengantar Metode Statistik Jilid II. Jakarta : LPT CES. Departemen Keuangan (1992). Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun. Departemen Keuangan (2004). Laporan Tahunan Dana Pensiun Tahun 2003. Jakarta Departemen Keuangan (2006). Laporan Tahunan Dana Pensiun Tahun 2004 - 2005. Jakarta Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2003). Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 150 Tahun 2000 Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja, dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian di Perusahaan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2003). Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Gustman, Alan L; Olivia S. Mithell; Thomas L.Steinmeier (1994, April). The Role of Pensions in the Labor Market: A Survey of the Literature. Industrial and Labor Relations Review, Vol. 47 No. 3, April 1994. Cornell University IAI. (2004). Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) Nomor 24 (revisi 2004). Jakarta:Salemba Empat Kompas. (2006, 1 April ). Pemerintah Tetap Revisi UU 13/2003, Upaya Mencari Keseimbangan Kepentingan. http://www.kompas.go.id Kadin-Apindo. (2007). Posisi Kadin-Apindo dalam RPP Pesangon, Rapat Kadin Indonesia dan Apindo, Jakarta 27 Juli 2007). Orszag, Mike dan Mirko Cardinale. (2005). Severance Pay and Corporate Fianance:Empirical Evidence from a Panel of Austrian and Italian Firms. Springer OECD. (2006. Januari). OECD Guidelines on Pension Fund Asset Management, OECD Council.http://www.oecd.org/dataoecd/59/53/36316399.pdf 37
Pikiran
Rakyat (2007, 8 November).Demi Sebuah Efisiensi Perusahaan. http://pikiran-rakyat.com/cetak/2007/112007/08/11outsorcing01.htm
Scatigna, Michela.(2001). Institutional Investor, Corporate Governance and Pension Funds. Working Paper No.13/01. CeRp. Muslikhudin, Suara Merdeka (2007, 22 November). Fenomena Pekerja Kontrak. http://www.suaramerdeka.com/ Tim Akademik dari 5 Perguruan Tinggi Negeri. Hasil Kajian Akademis Terhadap UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Ringkasan Eksekutif. www.apindo.or.id
38
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Kuesioner bagi Pemberi Kerja
Lampiran 2.
Kuesioner bagi Dana Pensiun
Lampiran 3.
Hasil Survey untuk Pemberi Kerja
Lampiran 4.
Hasil Survey untuk Dana Pensiun
Lampiran 5.
Surat Tugas
39
Lampiran 1
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Kode: PK
SURVEY MENGENAI DAMPAK PROGRAM PESANGON YANG TERDAPAT PADA UNDANGUNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENEGAKERJAAN TERHADAP PERKEMBANGAN DANA PENSIUN DI INDONESIA
BIRO RISET DAN TEKNOLOGI INFORMASI BEKERJA SAMA DENGAN BIRO DANA PENSIUN 2007 BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
40
Salah satu kegiatan Biro Riset dan Teknologi Informasi (Risti) adalah memberikan kontribusi pemikiran/tanggapan dan atau rekomendasi atas hal-hal yang berkembang terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK, Departemen Keuangan. Sehubungan dengan hal tersebut akan dilakukan kajian tentang dampak program pesangon yang terdapat pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap perkembangan dana pensiun di Indonesia. Survey ini merupakan bagian dari Studi tentang Program Pensiun, Pesangon, dan Tunjangan Hari Tua Lainnya yang dilakukan oleh Tim Studi Program Pensiun, Pesangon, dan Tunjangan Hari Tua Lainnya, Biro Riset dan Teknologi Informasi dan bekerjasama dengan Biro Dana Pensiun, Bapepam LK. Survey ini dilakukan karena adanya indikasi perkembangan dana pensiun justru menunjukkan penurunan. Pada tahun 2003 jumlah Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sebanyak 345, maka pada tahun 2006 ini jumlahnya tinggal 300. Sisanya membubarkan diri atau bergabung dengan DPLK. Kurang optimalnya perkembangan dana pensiun di Indonesia diduga disebabkan oleh beberapa faktor. World Bank menyatakan bahwa perkembangan dana pensiun di Indonesia masih berada di bawah potensi yang sebenarnya karena: (1) persaingan dengan produk tabungan lainnya, (2) biaya penyelenggaraan yang tinggi, (3) kebijakan perpajakan yang kurang kondusif, dan (4) ketentuan mengenai program pesangon yang bersifat wajib (World Bank, 2005). Agar dana pensiun dapat kembali menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dan harapan menjadikan dana pensiun sebagai sumber dana untuk pembangunan dapat terwujud, maka diperlukan pengkajian yang lebih mendalam terutama mengenai dampak program pesangon yang terdapat pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap perkembangan dana pensiun di Indonesia Survey ini ditujukan kepada pengurus Dana Pensiun dan Pemberi Kerja Dana Pensiun. Terlampir disampaikan 1 (satu) eksemplar Kuesioner untuk Dana Pensiun dan 1 (satu) eksemplar untuk Pemberi Kerja. Survey disusun dalam bentuk beberapa pilihan sederhana dan pilihan yang memerlukan penjelasan yang lebih detail. Kami sangat berterima kasih atas partisipasi dan masukan Saudara dalam penelitian dimaksud. Selain itu melalui studi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan industri dana pensiun melalui kebijakan yang akan dilakukan, baik melalui penyempurnaan peraturan perundangan maupun kebijakan lain.
Jawaban maupun tanggapan Saudara atas Kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan studi.
41
KODE : PK KUESIONER Program Pensiun, Pesangon dan Tunjangan Hari Tua Lainnya Isilah kotak yang tersedia dengan angka yang sesuai dengan kondisi Pemberi Kerja Anda.
I. RESPONDEN 1. Jabatan di Pemberi Kerja 1 = Staf
2 = Manager
3 = Direksi
4 = Lainnya (sebutkan)............................................................................ 2. Bagian/Divisi
1 = Sumber Daya Manusia
3 = Sekretariat/Humas
2 = Keuangan/Akuntansi
4 = Lainnya (sebutkan).................
II. PEMBERI KERJA 3. Bidang Usaha 1 = Pertanian, Kehutanan, Peternakan dan Perikanan 2 3 4 5 6 7 8 9
= = = = = = = =
Pertambangan dan Quarrying Industri Manufaktur Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Perdagangan, Restoran, dan Hotel Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi Keuangan, Real Estate, dan Jasa Bisnis Pelayanan Komunitas, Sosial, dan Personal
4. Jenis Kepemilikan
1 = BUMN
3 = Swasta Nasional (PMDN)
2 = BUMD
4 = Swasta Asing (PMA)
5 = Lainnya (sebutkan)............................................................................. 42
5. Sifat Pemberi Kerja
1 = Perusahaan Terbuka (Tbk)
2 = Perusahaan Non Terbuka
3 = Lainnya (sebutkan)............................................................................. 6. Jumlah Karyawan 1 = kurang dari 100 orang
3 = antara 1001 – 5000 orang
2 = antara 100 – 1000 orang
4 = lebih dari 5000 orang
7. Rata-rata Usia Karyawan
1 = antara 20 – 30 th
3 = antara 41 – 50 th
2 = antara 31 – 40 th
4 = di atas 50 th
III. PROGRAM PESANGON 8. Menurut Anda apakah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberian pesangon sebagaimana dimaksud dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan cukup mudah dipahami?
[0 = tidak; 1 = ya]
9. Apakah ketentuan mengenai pesangon sebagaimana dimaksud dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan mempengaruhi kebijakan saudara terkait dengan dana pensiun?
[0 = tidak; 1 = ya]
10. Apakah rumusan pesangon sebagaimana tertulis dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan tersebut terlalu besar bagi Pemberi Kerja?
[0 = tidak; 1 = ya]
11. Apakah ketentuan mengenai pesangon dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan mengakibatkan kenaikan biaya pegawai di Pemberi Kerja Saudara secara signifikan? 43
[0 = tidak; 1 = ya] 12. Apakah pembayaran pesangon dikompensasikan dengan pembayaran manfaat pensiun yang dikelola Dana Pensiun ?
[0 = tidak; 1 = ya]
13. Apakah ketentuan mengenai pesangon dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan mengakibatkan terganggunya pendanaan Saudara untuk program pensiun pada Dana Pensiun? [0 = tidak; 1 = ya] 14. Apakah ketentuan mengenai pesangon dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan mempengaruhi kebijakan saudara terkait dengan dana pensiun?
[0 = tidak; 1 = ya] 15. Adakah ketentuan dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan yang mempengaruhi kebijakan Pemberi Kerja Saudara terkait dengan dana pensiun? [0 = tidak; 1 = ya, sebutkan .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ...................................................................................................... 16. Menurut Anda apakah dengan kondisi peraturan saat ini (tidak ada perubahan terhadap UUK 13 tentang Ketenagakerjaan serta tidak ada perubahan berarti dalam kebijakan pemerintah mengenai program pensiun), ada kemungkinan Pemberi Kerja anda mempertimbangkan untuk meninjau kembali keberadaan Dana Pensiun? [0 = tidak; 1 = ya] ...............,........................................... Pendiri Dana Pensiun ..................
44
(...........................................) Lampiran 2 ----Selesai----
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Kode: dp
SURVEY MENGENAI DAMPAK PROGRAM PESANGON YANG TERDAPAT PADA UNDANGUNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENEGAKERJAAN TERHADAP PERKEMBANGAN DANA PENSIUN DI INDONESIA
BIRO RISET DAN TEKNOLOGI INFORMASI BEKERJA SAMA DENGAN BIRO DANA PENSIUN 45
2007 BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
46
Salah satu kegiatan Biro Riset dan Teknologi Informasi (Risti) adalah memberikan kontribusi pemikiran/tanggapan dan atau rekomendasi atas hal-hal yang berkembang terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK, Departemen Keuangan. Sehubungan dengan hal tersebut akan dilakukan kajian tentang dampak program pesangon yang terdapat pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap perkembangan dana pensiun di Indonesia. Survey ini merupakan bagian dari Studi tentang Program Pensiun, Pesangon, dan Tunjangan Hari Tua Lainnya yang dilakukan oleh Tim Studi Program Pensiun, Pesangon, dan Tunjangan Hari Tua Lainnya, Biro Riset dan Teknologi Informasi dan bekerjasama dengan Biro Dana Pensiun, Bapepam LK. Survey ini dilakukan karena adanya indikasi perkembangan dana pensiun justru menunjukkan penurunan. Pada tahun 2003 jumlah Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sebanyak 345, maka pada tahun 2006 ini jumlahnya tinggal 300. Sisanya membubarkan diri atau bergabung dengan DPLK. Kurang optimalnya perkembangan dana pensiun di Indonesia diduga disebabkan oleh beberapa faktor. World Bank menyatakan bahwa perkembangan dana pensiun di Indonesia masih berada di bawah potensi yang sebenarnya karena: (1) persaingan dengan produk tabungan lainnya, (2) biaya penyelenggaraan yang tinggi, (3) kebijakan perpajakan yang kurang kondusif, dan (4) ketentuan mengenai program pesangon yang bersifat wajib (World Bank, 2005). Agar dana pensiun dapat kembali menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dan harapan menjadikan dana pensiun sebagai sumber dana untuk pembangunan dapat terwujud, maka diperlukan pengkajian yang lebih mendalam terutama mengenai dampak program pesangon yang terdapat pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap perkembangan dana pensiun di Indonesia Survey ini ditujukan kepada pengurus Dana Pensiun dan Pemberi Kerja Dana Pensiun. Terlampir disampaikan 1 (satu) eksemplar Kuesioner untuk Dana Pensiun dan 1 (satu) eksemplar untuk Pemberi Kerja. Survey disusun dalam bentuk beberapa pilihan sederhana dan pilihan yang memerlukan penjelasan yang lebih detail. Kami sangat berterima kasih atas partisipasi dan masukan Saudara dalam penelitian dimaksud. Selain itu melalui studi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan industri dana pensiun melalui kebijakan yang akan dilakukan, baik melalui penyempurnaan peraturan perundangan maupun kebijakan lain.
Jawaban maupun tanggapan Saudara atas Kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan studi.
47
KODE : DP KUESIONER Program Pensiun, Pesangon dan Tunjangan Hari Tua Lainnya Isilah kotak yang tersedia dengan angka yang sesuai dengan kondisi Dana Pensiun Anda.
I. RESPONDEN 1. Jabatan di Dana Pensiun: 1 = Staf
3 = Pengurus/Direksi
2 = Manager
4 = Dewan Pengawas
II. DANA PENSIUN 2. Jenis Dana Pensiun: 1 = DPPK (langsung ke nomor 3) 2 = DPLK (langsung ke nomor 5) 3. Jenis Program Pensiun yang Dana Pensiun selenggarakan: 1 = PPMP
2 = PPIP
4. Jenis DPLK:
1 = Didirikan oleh Bank Umum 2 = Didirikan oleh Pemberi Kerja Asuransi Jiwa 5. Jumlah Peserta: 1 = kurang dari 100 orang
3 = antara 1001 – 5000 orang
2 = antara 100 – 1000 orang
4 = lebih dari 5000 orang 48
6. Rata-rata Usia Peserta
1 = antara 20 – 30 th
3 = antara 41 – 50 th
2 = antara 31 – 40 th
4 = di atas 50 th
7. Aktiva Bersih yang dimiliki Dana Pensiun 1 = antara Rp 100 juta -- Rp 5 milyar 2 = antara Rp 5,1 milyar – Rp 50 milyar 2 = antara Rp 50,1 milyar – Rp 500 milyar 4 = di atas Rp 500 milyar
III. PROGRAM PESANGON 8. Menurut Anda apakah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberian pesangon sebagaimana dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan cukup mudah dipahami?
[0 = tidak; 1 = ya]
9. Menurut Anda apakah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberian pesangon sebagaimana dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan mengakibatkan pembayaran iuran program pensiun menjadi terhambat?
[0 = tidak; 1 = ya]
10. A. Khusus DPPK Menurut Anda apakah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberian pesangon sebagaimana dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan mengakibatkan pengelolaan di bidang Dana Pensiun menjadi terhambat?
[0 = tidak; 1 = ya]
B. Khusus DPLK Menurut Anda apakah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberian pesangon sebagaimana dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan mengakibatkan penurunan jumlah peserta baru (di luar peserta baru yang berasal dari DPPK) ?
49
[0 = tidak; 1 = ya]
11. Menurut Anda apakah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberian pesangon sebagaimana dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan menyebabkan perkembangan Dana Pensiun menjadi terhambat?
[0 = tidak; 1 = ya]
12. Menurut Anda apakah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberian pesangon sebagaimana dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan menyebabkan Pendiri mempertimbangkan untuk meninjau kembali keberadaan Dana Pensiun?
[0 = tidak; 1 = ya]
13. Apakah pembayaran manfaat pensiun dikompensasikan dengan pembayaran pesangon ? (jika tidak, lanjut ke pertanyaan nomor 15)
[0 = tidak; 1 = ya]
14. Apakah kompensasi dimaksud menimbulkan masalah ?
[0 = tidak; 1 = ya]
15. Menurut Anda apakah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberian pesangon sebagaimana dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan tumpang tindih dengan peraturan di bidang Dana Pensiun?
[0 = tidak; 1 = ya]
16. Apakah pengaturan program pesangon dengan program pensiun sebagaimana dalam UUK 13 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini perlu dilakukan penyesuaian?
[0 = tidak; 1 = ya]
50
Lampiran 3
51
52
53
54
Lampiran 4
55
56
57
58
Lampiran 5
59