STUDI TENTANG LAMA WAKTU PERAKITAN LOG PADA KANAL UTAMA DI PT. SYLVIA ERY TIMBER KABUPATEN NUNUKAN
Oleh
IRWANSYAH NIM. 070 500 013
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN PENGELOLAAN HUTAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2010
2
STUDI TENTANG LAMA WAKTU PERAKITAN LOG PADA KANAL UTAMA DI PT. SYLVIA ERY TIMBER KABUPATEN NUNUKAN
Oleh
IRWANSYAH NIM. 070 500 013
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN PENGELOLAAN HUTAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M AR IN D A 2010
3
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
Nama NIM Program Studi Jurusan
: STUDI TENTANG LAMA WAKTU PERAKITAN LOG PADA KANAL UTAMA DI PT. SYLVIA ERY TIMBER KABUPATEN NUNUKAN : Irwansyah : 070500013 : Manajemen Hutan : Pengelolaan Hutan
Menyetujui, Pembimbing,
Penguji I,
Dwinita Aquastini, S.Hut., MP NIP. 19700214 199703 2 002
Ir. M. Fadjeri, MP NIP. 19610812 198803 1 003 Penguji II
Ir. Suparjo, MP NIP. 19620817 198903 1 003
Mengesahkan Direktur, Politektik Pertanian Negeri Samarinda
Ir. Wartomo, MP NIP. 19631028 198803 1 003
Lulus ujian pada tanggal: ……………………………………
4
ABSTRAK
IRWANSYAH. Studi Tentang Lama Waktu Perakitan Log Pada Kanal Utama Di PT. Sylvia Ery Timber Kabupaten Nunukan (di bawah bimbingan DWINITA AQUASTINI). Tujuan daripada pengamatan ini adalah untuk mengetahui lama waktu yang diperlukan dalam perakitan log yang terletak pada kanal utama di PT. Sylvia Ery Timber Kabupaten Nunukan. Metode pengamatan yang digunakankan dalam proses perakitan log ini adalah metode kalkulasi waktu yaitu dengan mengukur lama waktu perakitan log. Adapun prosedurnya adalah
menghitung waktu perakitan log dimana dimulai
dari pengumpulan log yang sudah diturunkan dari bendungan ke kanal utama dan pengikatan kedua ujung log, mencatat nama pekerja, menghitung banyaknya batang yang dirakit dalam satu kali perakitan. Hasil pengamatan perakitan log pada kanal utama yaitu lama waktu ratarata dalam perakitan log 08.82 menit dengan jumlah batang yang dirakit rata-rata sebanyak 8 batang log.
5
RIWAYAT HIDUP
Irwansyah lahir pada tanggal 07 Pebruari 1979 di Sesayap. Ia merupakan anak pertama dari lima bersaudara, lahir dari pasangan Ibu Siti Rohana dan Bapak Misraini. Tahun 1987 memulai pendidikan formal pada Sekolah Dasar Negeri 015 di Sesayap Hilir dan lulus tahun 1992, kemudian melanjutkan studi di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 020 di Sesayap Hilir dan memperoleh ijazah pada tahun 1998.
Pada tahun 2007 menyelesaikan pendidikan pada sekolah
Menengah Umum Negeri 4 Malinau Kota. Pendidikan tinggi dimulai pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Manajemen Hutan. Pada Tanggal 15 Maret sampai dengan 30 April 2010, mengikuti PKL (Praktek Kerja Lapangan) di PT. Sylvia Ery Timber, Desa Plaju, Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan.
6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini disusun
berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan di samping itu merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan tugas akhir studi pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan Pengelolaan Hutan dan mendapat sebutan Ahli Madya. Banyak pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan karya ilmiah ini hingga selesai tepat pada waktunya, tidak lupa pula mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak dan ibu tercinta dan juga adik-adik yang telah memberikan doa dan restunya serta sema ngat. 2. Ibu Dwinita Aquastini, S. Hut, MP, selaku dosen pembimbing karya ilmiah. 3. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP dan Bapak Ir. Suparjo, MP, selaku dosen penguji karya ilmiah yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan tulisan. 4. Bapak Ir. Hasanudin, MP, selaku Ketua Jurusan Pengelolaan Hutan. 5. Ibu Ir. Emi Malaysia, MP selaku Ketua Program Studi Manajemen Hutan. 6. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 7. Bapak
Tomy selaku Manejer dan seluruh staf serta karyawan PT.
Sylvia Ery Timber. 8. Teman-teman yang banyak membantu dalam menyelesaikan laporan karya ilmiah ini. Semoga amal baik dan bantuan tersebut mendapatkan balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
7
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan. Namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan informasi kepada pihak yang memerlukannya.
Penulis Kampus Sei Keledang, Agustus 2010
8
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR …………………………………………….
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………...
vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………...
viii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..
ix
I.
PENDAHULUAN ………………………………………...
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengangkutan Kayu Secara Umum ……………………. B. Faktor-faktor Pemilihan Modus Pengangkutan Kayu ….. C. Pengangkutan Melalui Air ……………………………... D. Tinjauan Umum Perusahaan …………………………...
4 6 7 13
METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu ……………………………………. B. Alat dan Bahan ………………………………………... C. Prosedur Penelitian …………………………………….. D. Pengolahan Data ………………………………………..
14 14 15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ……………………………………………………. B. Pembahasan …………………………………………….
17 19
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………………………………….. B. Saran ……………………………………………………
22 22
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….
23
III.
IV.
V.
9
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Tubuh Utama
1.
Perakitan Log Dengan Akar Kayu Sembulil ………………….
20
2.
Perakitan Log- log Di Kanal Utama …………………………...
21
DAFTAR TABEL
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1.
Tally Sheet Lama Waktu Perakitan Log Pada Kanal Utama Di PT. Sylvia Ery Timber ……………………...…..
16
Lama Waktu Perakitan Log Pada Kanal Utama Oleh Karyawan Perakitan Di PT. Sylvia Ery Timber …………..
17
2.
10
I. PENDAHULUAN
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang cukup memberikan peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.
Pada era 70-an
sampai dengan tahun 90-an hutan pernah tercatat sebagai sala h satu sumber devisa, adapun hasil hutan berupa kayu olahan menduduki peringkat kedua setelah migas. Pemanenan hasil hutan adalah serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lainnya, sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomis dan kebudayaan masyarakat (Suparto, 1979). Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya masih belum dilakukan secara professional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini antara lain dikarenakan dalam penerapan sistem silvikultur, belum mengintegrasikan sistem pemanenan kayu dengan sistem silvikultur.
Selain itu teknik perencanaan serta pelaksanaan
pemanenan kayu yang baik dan benar belum dipergunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia. Untuk menjamin kelestarian hutan, harus ditentukan sistem silvikultur yang tepat untuk setiap areal berdasarkan pertimbangan ekonomis dan ekologis yang seimbang. Pertimbangan pokok sistem tersebut untuk aspek ekologi adalah perubahan ekosistem alami yang serendah mungkin.
Dari aspek ekonomi
diharapkan hasil hutan yang sebesar-besar nya dengan masukan yang memadai.
11
Dengan memperhatikan pertimbangan pokok kedua aspek tersebut di atas, maka sampai saat ini sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dipandang sebagai suatu sistem silvikultur yang sesuai untuk diterapkan dalam pengusahaan hutan alam produksi tropika basah. Tujuan TPTI adalah untuk mengatur pemanfaatan hutan alam produksi serta peningkatan kualitas maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk siklus tebang berikutnya, agar terbentuk tegakan hutan campuran yang diharapkan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu pengharapan industri secara lestari. Guna menunjang pengelolaan hutan yang intensif maka fasilitas transportasi permanen sangat peenting. Jaringan jalan diperlukan untuk kegiatan perlindungan hutan, pemungutan hasil hutan dan kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan produksi (hasil hutan).
Salah satu kegiatan yang termasuk dalam
kegiatan pemanenan hasil hutan adalah pengangkutan kayu ke tempat penimbunan kayu atau ke tempat pengolahan selanjutnya (Anonim, 1997). Pengangkutan di dalam kegiatan kehutanan adalah pengangkutan balak (log) dari tempat penebangan sampai ke tempat tujuan akhir seperti tempat penimbunan kayu (TPK) atau langsung ke konsumen atau langsung ke tempat pengolahan kayu/ industri penggergajian . Tujuan pengangkutan kayu adalah agar kayu dapat sampai di tujuan pada waktu yang tepat secara kontinu dengan biaya yang minimal. Kayu akan turun kualitasnya apabila terlalu lama dibiarkan di dalam hutan (Elias, 1992). Pengangkutan kayu dapat dilakukan dengan berbagai metoda seperti menggunakan logging truck, menggunakan ponton dan dengan cara perakitan jika
12
pengangkutan dilakukan di air. Dalam studi ini obyek yang menjadi penga matan adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk merakit kayu dengan ukuran tertentu di PT. Sylvia Ery Timber Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui lama waktu yang diperlukan dalam perakitan log pada kanal utama yang terdapat di PT. Sylvia Ery Timber Di Desa Plaju Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan. Hasil yang diharapkan dari pengamatan ini adalah agar dapat memberikan informasi tentang lamanya waktu yang diperlukan dalam perakitan log pada kanal utama di PT. Sylvia Ery Timber Desa Plaju Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan sehingga dapat meningkatkan kinerja daripada karyawan perusahaan dan menekan biaya pengeluaran.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengangkutan Kayu Secara Umum Pengangkutan adalah kegiatan dalam pemungutan hasil hutan sesudah pekerjaan penyaradan atau angkutan antara.
Angkutan dimulai dari pemuatan
batang-batang dari tempat pengumpulan (TPn) ke dalam alat angkut (truk, kereta, cikar dsb) atau dikumpulkan dengan rakit-rakit di sungai untuk dibawa ke industri penggergajian atau industri perkayuan lainnya ataupun ketempat penimbunan. Batang yang diangkut dalam bentuk rakit selanjutnya dapat diangkut dengan kapal laut ataupun alat angkut yang lain untuk menuju tujuan akhir (Juta EHP, 1954). Selanjutnya
dinyatakan
bahwa
proses
atau
kegiatan
penyaradan
pengangkutan hal yang sangat penting. Diterangkan bahwa dari biaya eksploitasi yang murni 26% dipakai untuk pengangkutan hasil atau dapat dibulatkan 10% dari jumlah pengeluaran tidak termasuk pengeluaran modal. Prasarana dan sarana angk utan adalah penting dan mutlak harus tersedia. Tersedianya jalan angkutan yang optimum adalah merupakan hal yang harus dijangkau dan tersedianya di samping sarana angkutannya sendiri untuk mencapai hasil angkutan yang memadai. Kerapatan jaringan jalan yang analog dengan intensitas pembukaan wilayah hutan (PWH) pada hakekatnya bertujuan untuk melancarkan jalannya operasi dari eksploitasi hutan itu sendiri. Dengan tersedianya jalan yang memadai dan teratur terhadap seluas hutan yang dikerjakan maka tujuan akhir dari kegiatan eksploitasi hutan khususnya pengangkutan akan
14
berjalan lancar. Oleh kerana itu intensitas pembukaan wilayah hutan atau kerapatan jaringan jalan dinyatakan dalam meter per hektar. Dalam kegiatan angkutan dapat menggunakan beberapa cara berdasarkan alat angkut yang digunakan, yaitu dengan truck dan rel pada jalan angkutan darat dan dengan rakit atau kapal/tongkang pada jalan angkutan air (Juta EHP, 1954). Menurut Iskandar (1975), pengelompokkan sistem jalan angkutan terbagi atas: 1. a. Jalan-jalan angkutan umum b. Jalan-jalan angkutan swasta 2. a. Jalan-jalan angkutan air yang terdiri dari rakit, tongkang dan kapal b. Jalan-jalan angkutan darat yang terdiri dari truck dan kereta api. Selanjutnya dinyatakan bahwa cara penentuan pembukaan wilayah hutan untuk jalan angkutan dan sistem angkutan saling pengaruh mempengaruhi. Untuk tujuan itu perlu memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut: 1. Letak dan topografi. 2. Pembatasan dan luasnya daerah hutan yang akan dieksploitasi. 3. Geologi keadaan tanah dan iklim. 4. Jumlah kayu yang akan dieksploitasi. 5. Rencana pemungutan hasil. 6. Jumlah kayu yang akan diangkut dalam tiap-tiap kesatuan waktu. 7. Jalan-jalan lalu lintas yang akan dilewati. 8. Jarak angkutan yang akan ditempuh. 9. Kemampuan penyesuaian dari alat-alat angkutan.
15
10. Jumlah uang tersedia untuk pembuatan dan pemeliharaan jalan tiap-tiap tahun. Dalam penentuan rencana atau pola jalan diusahakan dapat menciptakan kerapatan jalan yang rendah tetapi dapat memberikan jalan sarad yang optimum. Kerapatan jalan yang rendah dapat menekan biaya konstruksi dan pemeliharaan jalan serta akan menekan biaya pengangkutan persatuan unit produksi. Pada umumnya untuk mengangkut kayu dari hutan keluar hutan (konsumen) menggunakan truck. Jenis angkut ini banyak digunakan hubungan dengan beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan jenis angkut lain seperti kereta, rel dan sebagainya. yaitu antara lain truck dapat lebih fleksible dalam penggunaannya dan mampu melalui keadaan lapangan/ jalan dimana jenis keadaraan cikar dan lori tidak mampu lagi untuk lori tenaga manusia tanjakan maksimal 1,2 turunan 5% untuk tenaga lokomotif sampai 6%. Sedangkan untuk sipil tanjakan sampai 12% maksimum 15% (Juta EHP, 1954), disamping biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan truck lebih murah dan truck dapat menggunakan jalan umum, modal pemilikkan dan penggunaan tenaga kerja lebih rendah bila dibandingkan dengan lokomotif atas dasar itu.
B.
Faktor-faktor Pemilihan Modus Pengangkutan Kayu
Pemilihan modus pengangkutan kayu sangat penting.
Pengangkutan
merupakan kegiatan utama dan mendasar dalam kegiatan pemanfaatan hasil hutan. Hal ini didasarkan pada kenyataan sebagai berikut: 1.
Kayu adalah bahan yang relativ murah persatuan berat dan volume
2.
Vulome kayu besar (voluminous) dan bobotnya berat.
16
3.
Hutan-hutan produksi umumnya terletak di tempat yang jauh dan tegakannya tersebar luas.
4.
Pada umumnya wilayah hutan bertopografi berat dan arealnya dipotong oleh lembah dan sungai.
5.
Biaya pengangkutan merupakan pos pembiayaan terbesar dalam kegiatan pemanenan.
6.
Modus pengangkutan kayu dibedakan menjadi pengangkutan melalui air dan pengangkutan melalui darat. Faktor-faktor yang menentukan cara pengangkutan adalah biaya, ukuran
panjang dan berat kayu, ketersediaan tenaga kerja, jarak ke pabrik pengolahan kayu, besarnya operasi, topografi, iklim, nilai tegakan dan permintaan pabrik setiap tahun serta peralatan yang digunakan (Brown, 1958).
C.
Pengangkutan Melalui Air
Cara pengangkutan melalui air adalah cara pengangkutan kayu yang paling tua dan murah, tidak memerlukan investasi unt uk pembuatannya. Kerugiannya adalah bahwasannya lokasi sungai tidak selamanya sesuai denga yang diharapkan. Terutama untuk pengangkutan kayu, sungai adalah sarana yang paling murah karena volume angkutan setiap pritt dapat besar sekali sehingga biaya persatuan volume menjadi kecil. Cara pengangkutan kayu jarak jauh yang paling tua adalah dengan menghanyutkan secara lepas. Namun cara ini sudah lama tidak digunakan karena mengganggu fasilitas umum dan banyaknya kayu yang hilang di tengah perjalanan. Sekarang cara umum dipakai adalah perakitan atau dengan tongkang (Elias, 1999).
Perakitan log adalah salah satu cara pengangkutan kayu yang
17
paling murah serta termasuk salah satu cara pengangkutan kayu paling tua untuk membawa log kepada para pemakai (Juta EHP, 1954). 1. Konstruksi Rakit. Kayu gelondongan atau log yang diangkut melalui air atau sungai dengan system rakit, terlebih dahulu dikumpulkan di logpond. Kayu yang dirakit menjadi satu kesatuan sehingga mudah dikendalikan. Cara penyusunan kayu menjadi bentuk rakit ada dua yaitu konstruksi melintang dan konstruksi membujur. Rakit dengan konstruksi membujur lebih sesuai untuk pengangkutan melalui sungai yang sempit, banyak kelokan dan berarus deras serta untuk pengangkutan melalui laut, hal ini disebabkan penampang kayu yang menahan air lebih kecil dibandingkan dengan konstruksi yang melintang.
Rakit dengan konstruksi melintang pada
umumnya dibuat untuk pengangkutan di sungai yang lebar dengan arus yang tenang (Elias, 1999). Konstruksi kayu menurut Juta EHP (1954), dipengaruhi oleh berat jenis kayu yang dirakit. Ditinjau dari berat jenis kayunya, maka kayu-kayu yang akan dirakit dapat digolongkan sebagai berikut: a. Terapung Berat jenis yang dirakit kurang dari satu, misalnya terdiri dari campuran kayu jati dan berbagai jenis meranti (Shorea spp.) atau dapat juga berupa ikatan bambo.
18
b. Melayang Berat jenis kayu yang kurang lebih sama dengan satu dan pada umunya terdiri dari jenis kayu keruing (Dipterocarpus spp.) c. Tenggelam Berat jenis kayu lebih dari satu misalnya kayu besi (Eusideroxylon zwageri). 2. Bahan-bahan Membuat Rakit Putra (1996), menyatakan bahwa bahan-bahan untuk membuat rakit adalah paku U, paku I (ring), kabel ukuran 1 inchi, kabel ukuran 0,5 inchi dan kayu bam, sedangkan peralatan yang digunakan adalah kapak dan tongkat pengait (gancu). Tongkat pengait ini berfungsi untuk membantu menarik kayu agar mudah menyusunnya. Bentuknya yang runcing, sedikit bengkok dan terbuat dari besi dengan pegangan kayu yang panjang. 3. Proses Pembuatan Rakit Pembuatan rakit dilakukan setelah kayu cukup banyak terkumpul di logpond. Dalam pembuatan rakit, faktor kelancaran angkutan kayu dari tempat tebangan ke logpond sangat menentukan, karena apabila persediaan kayu di logpond kurang akan menghambat pekerjaan pembuatan rakit. Kayu yang telah terkumpul dijatuhkan ke sungai (dilego) dengan menggunakan alat pelego crane. Kayu yang dijatuhkan tersebut langsung disusun oleh buruh pembuat rakit yang telah terampil merakit log di dalam air. Menurut Putra ( 1996 ) jumlah tenaga dalam satu regu perakit terdiri dari 6 orang dengan 3 orang tenaga pengikat dan 3 orang pembantu.
19
Pembuat rakit dilakukan per rakit kecil ( 50-100 ), dimana kayu-kayu yang telah siap dirakit satu sama lain diikat dengan kabel yang kemudian dipaku di kedua ujung kayu. Jenis paku yang digunakan ada dua yaitu paku U dan paku I. Mula-mula kabel dimasukkan ke dalam lubang paku I, kemudian sambil kayu disusun dipasangkan kabel pengikat di kedua sisi ujung dan tengah kayu dan kemudian dipaku. Kayu tenggelam disusun di antara kayu-kayu terapung dengan perbandingan rata-rata 1 : 2, dimana satu kayu tenggelam terdapat dua kayu terapung (Putra, 1996). Sebagai pembantu dalam mengikat kayu tenggelam digunakan bam, yaitu dibuat dari kayu dengan diameter sekitar 10 cm dengan panjang 7 m yang dipasang melintang di atas rakit dan diikat dengan kabel. Setelah selesai mengikat kayu sebanyak 12-12 rakit kecil, lalu satu sama lain digabungkan dengan cara menyimpulmatikan ujung kabel rakit satu dengan yang lainnya. Pembuatan rakit dilakukan pada saat air pasang, keadaan air tenang, tidak ada pukulan ombak, dan arus sungai tidak begitu deras. Pada daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut, pada saat air surut logpond menjadi dangkal dan kayu tertimbun di daratan sehingga sulit menyusunnya. Oleh karena itu rakit disusun pada saat air pasang. Pasang surut terjadi dua kali sehari, sehingga perakitan maksimal dua kali sehari. Menurut Putra (1996) sebuah rakit terdiri dari 1600 susunan batang kayu dengan volume sekitar 1650 m³ Di daerah-daerah hutan alam tropika basah di luar Jawa pada umumnya hasil eksploitasi yang berupa log dijual ke luar negeri atau diexsport. Kayu dari
20
hutan untuk mencapai negara tujuan melalui beberapa prosedur angkutan mulai penyaradan, angkutan dengan truck dari Tpn ke logpond dan dari logpond ditarik oleh tugboat/ kapal tarik dalam bentuk rakit dibawa ketepi kapal untuk dimuat dan diangkut lebih lanjut. Umumnya jenis kayu yang dieksport adalah jenis-jenis terapung (floater) dengan demikian akan memudahkan proses penyusunan rakit dan penarikannya. Kayu-kayu yang disusun dalam bentuk rakit disusun dalam kandang, disusun dalam bentuk jajaran kemudian paku rakit serta slenk (kabel baja) atau nilon, rotan diikatkan dalam paku U atau paku sejenisnya sehingga merupakan satu kesatuan rakit yang kuat. Untuk penarikannya rakit diikat dengan tambang nylon dan dihubungkan dengan kapal tarik.
Penarikan kayu dalam
bentuk rakit melalui danau-danau, atau sungai-sungai ini terbatas yaitu mengangkut kayu ke kapal untuk dimuat lebih lanjut atau langsung ke industri. Penggunaan yang lebih jauh lagi seperti antar pulau tidak dapat dipergunakan dalam bentuk rakit karena daya tarik kapal dan pengikat rakit tidak kuat menghadapi gelombang laut dalam waktu lama. Juta EHP (1954), membedakan pengangkutan dengan gaya air adalah sebagai berikut: 1. Kayu-kayu itu dilepas sama sekali, dan untuk mengemudikan masa kayu demikian tidak mungkin, 2. Kayu-kayu itu masing- masing tidak terlepas sama sekali, dikelilingi rantai batang-batang yang panjang, rantai-rantai atau tambang atau rotan sehingga terkumpul. Didalamnya terdapat kayu-kayu yang terapung-apung sebagai masa kayu yang teratur atau tidak teratur. Cara yang teratur adalah cara yang baik
21
tetapi biaya tinggi dan memerlukan waktu yang lama. Masa kayu itu dapat dikemudikan dan biasanya dapat ditarik dengan kapal tetapi ada kalanya tidak dikemudikan hanya dibiarkan untuk hanyut mengikuti mengalirnya air sungai ke hilir. 3. Kayu-kayu di ikat. Dalam cara ini batang kayu disatukan menjadi rakit ( rifting) kecil berukuran satu sampai beberapa meter lebar dan panjangnya tergantung kepada panjang tiap-tiap kayu dengan atau tanpa kayu atau alat pengapung kemudian dengan tambang atau kabel baja dan rotan rakit dijadikan satu menjadi rakit yang lebih besar. Selanjutnya rakit tersebut dapat dilepas dan hanyut ke hilir atau juga dapat ditarik dengan kapal tarik melalui kapal sungai. Rakit-rakit itu ditarik sampai ketempat tujuan bahkan sampai kepantai/ laut untuk selanjutnya dimuat dikapal besar. Untuk cara yang terakhir ini banyak dipakai di Indonesia khususnya pada hutan alam di luar jawa sejak tahun 1960 an. Susunan dan besarnya rakit tergantung kepada keadaan sungai danau, laut yang akan dilaluinya dan kekuatan daya alat penarik.
Untuk jenis kayu tenggelam
tergantung juga besarnya kayu atau alat pengapungnya.
D. Tinjauan Umum Perusahaan Menurut Anonim (2002), PT. Sylvia Ery Timber adalah perusahan yang bergerak dalam bidang perkayuan, Awal berdirinya perusahaan PT. Sylvia Ery Timber pada tgl 27 April tahun 2007 dimulai dengan berdasarkan SK IUPHHK tersebut maka jangka waktu pemanfaatan hutan PT. Sylvia Ery Timber tersebut
22
berakhir hingga 26 April 2012. Areal IUPHHK PT. Sylvia Ery Timber seluas 100.000 ha yang secara geografis terletak pada BT 117c 02’51”-117c29’02” LU 03c39’56”-03c51’47” termasuk dalam kelompok hutan Sungai Sembakung dan Sungai Linuang Kayan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur. PT. Sylvia Ery Timber arealnya berbatasan dengan: -
Utara
:
IUPHHK PT. Karya Parakawan
-
Timur
:
Selat Makasar
-
Barat
:
PT. Inhutani III dan eks. IUPHHK PT. Lestari Greend Land dan eks. PT. Hariati Timber Indonesia
-
Selatan
:
Hutan Negara (eks. IUPHHK PT. Lestari Greend Land dan eks. PT. Hariati Timber Indonesia.
Kondisi biofisik dari pada perusahaan
PT. Sylvia Ery Timber adalah
Paleogen seluas 44.853 ha, Alluvium Undak seluas 5.147, Tropohemists seluas 33.002 ha, Tropaquents seluas 6.897 ha,
Sulfaquents seluas 9.330 ha,
Topohemists seluas 771 ha. Adapun keadaan lapangan daripada perusahaan ini adalah berupa rawa seluas 100% dengan topografi yang datar (0-8%), mempunyai ketinggian tempat 0-10 m dpl dengan tipe iklim A berdasarkan Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan rataan 3.703-4.093 mm/thn, CH tertinggi pada bulan Oktober, CH terendah pada bulan Februari. Hutannya termasuk dalam tipe hutan tropika basah, jenis kayu yang mendominasi daripada hutan ini adalah geronggang (Crotaxylon arborences) dan meranti (Shorea sp).
23
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat 1. Waktu Pengamatan Pengamatan ini dilaksanakan selama ± 2 bulan mulai pada bulan Juli 2010 sampai dengan bulan Agustus tahun 2010, dengan kegiatan meliputi: persiapan alat dan bahan berupa pengamatan survey lokasi kanal pembuatan rakit log, pengambilan data di lapangan dan pembuatan serta penyusunan laporan. 2. Tempat Pengamatan Pengamatan ini dilaksanakan di PT. Sylvia Ery Timber Desa Plaju Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan untuk pengamatan pembuatan rakit log antara lain : a. Alat tulis menulis untuk membantu dalam pengambilan data dilapangan b. Stopwatch untuk menghitung waktu perakitan c. Kamera untuk dokumentasi 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam pengamatan ini adalah: log-log yang terdapat pada kanal utama.
24
C. Prosedur Pengamatan Prosedur pengamatan meliputi tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Orientasi lapangan Kegiatan orientasi lapangan dilakukan untuk menentukan dan guna melihat secara langsung lokasi perakitan log yang terletak pada kanal utama. 2. Menyiapkan alat-alat yang digunakan selama kegiatan penelitian. 3. Pengambilan data Dalam pengambilan data yang dilakukan adalah: ?
Mengetahui nama pembuat rakit
?
Pengambilan gambar
?
Pengamatan waktu kerja perakitan log mulai dari pengumpulan log, pengikatan depan dan belakang log serta pemakuan log.
?
Pengukuran lebar kanal, ke dalaman kanal dan panjang kanal
D. Pengolahan Data Data yang sudah diambil dari hasil pengamatan di lapangan diolah sedemikian rupa sehingga diketahui mengenai lamanya waktu kerja yang diperlukan dalam pembuatan sebuah rakit log kecil
pada kanal utama
dimasukkan ke dalam tabel seperti Tabel 1 di bawah ini, untuk menghitung ratarata lama waktu kerja menggunakan rumus Nugroho (1985) dalam Susanti (1996):
25
=?x:n Keterangan : ?x n
: Nilai rata-rata : Jumlah hasil (x1+x2+x3) : Jumlah data
Tabel 1. Tally Sheet Lama Waktu Pembuatan Rakit Log Kecil Pada Kanal Utama Di PT. Sylvia Ery Timber. No.
Nama
Umur
Perakitan
Waktu Perakitan
Jumlah Log yang Dirakit
Diameter Log (cm)
Ket.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan di lapangan maka diketahui lama waktu yang digunakan dalam pembuatan sebuah rakit log kecil pada kanal utama yang dilakukan oleh para pekerja pembuat rakit di PT. Sylvia Ery Timber Desa Plaju Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan, agar terlihat jelas apa yang sudah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Lama Waktu Pembuatan Rakit Log Pada Kanal Utama Oleh Karyawan Perakitan Di PT. Sylvia Ery Timber.
No.
1.
Umur (Thn)
Nama
Kamarudin
50
Perakitan
Waktu Perakitan (menit)
I II III Jumlah
09,04 09,15 09,25 27,44
Rata-Rata Waktu
2.
Yunus A
54
3.
Yusran
21
8 8 8
09,146
I II III
09,55 09,37 09,25
Jumlah
28,17
I II III Jumlah
09,39 08,50 08,35 08,25 25,1
Rata-Rata waktu
Jumlah Log yang Keterangan Dirakit (Batang)
8 8 8
8 8 8
27
Rata-rata waktu
4.
Samiul
20
08,36 I II III Jumlah
Rata-Rata Waktu
5.
Rony
19
Abdul M
30
Rata-Rata Waktu
8 8 8
08,41 I II III Jumlah
Rata-Rata Waktu
6.
08,55 08,40 08,30 25,25
09,50 09,25 09,30 28,05
8 8 8
09,35 I II III
08,40 08,30 08,10
Jumlah
24,8
8 8 8
08,26
Tabel 2 di atas terlihat bahwa lama waktu perakitan log pada kanal utama yang meliputi kegiatan pengumpulan log yang telah diturunkan oleh excavator dari bendungan ke kanal, pengikatan ke dua ujung log yaitu pangkal dan ujung yang dikerjakan Kamarudin rata-rata waktunya adalah 09,146 menit, rata-rata waktu yang dikerjakan Yunus adalah 09,39 menit, rata-rata waktu yang dikerjakan Yusran adalah 08,36 menit, Samiul rata-rata waktu yang dikerjakanya adalah 08,41 menit, lama waktu yang dikerjakan Rony adalah 09,35 menit, sedangkan rata-rata lama waktu yang dikerjakan Abdul Muis adalah 08,26 menit. Dimana jika ke semua lama waktu para pekerja pembuat rakit log dirata-ratakan akan menjadi 08.82 menit.
28
B. Pembahasan
Perakitan ini dikerjakan pada kanal utama yang ada di PT. Sylvia Ery Timber. Dimana kayu-kayu log yang sudah terkumpul di bendungan atau biasa disebut dengan TPk 2 yang sudah diturunkan. Log- log yang ada di TPk2 ini merupakan hasil dari pada penebangan dari dalam hutan yang dirakit sebelumnya untuk ke TPk2 melalui jalur-jalur kanal cabang dan ranting-ranting yang terbagibagi pada areal perusahaan. Bendungan atau TPk2 yang dimaksud di sini yaitu suatu tempat berupa daratan yang merupakan penghalang antara jalur-jalur kanal cabang dan ranting-ranting dengan kanal utama.
Setiap log- log hasil dari
penebangan terlebih dahulu harus singgah di bendungan atau TPk2 ini sebelum selanjutnya di tarik ke logyard atau TPk1 yang berada di base camp. Areal PT. Sylvia Ery Timber ini merupakan tanah rawa basah sehingga di sini untuk dalam penyaradan dan pengangkutan kayu menggunakan sistem kanalkanal. Kanal-kanal ini terbagi atas kanal utama, kanal cabang dan kanal ranting. Selain digunakan sebagai jalur ke luarnya log dari dalam hutan, kanal-kanal ini juga digunakan sebagai jalur transportasi untuk mengangkut karyawan, membawa bibit, bahan bakar mesin dan peralatan-peralatan yang diperlukan, karena tidak dimungkinkan untuk membuat jalur angkutan lainnya. Log- log yang sudah terkumpul di bendungan atau TPk2 selanjutnya diturunkan ke kanal utama dengan menggunakan excavator. Barulah perakitan dilakukan setelah sebagian log berada di kanal utama. Lama waktu perakitan log rata-rata
adalah
sebesar
08.82
menit,
dimana
pekerjaannya
meliputi
pengumpulan log, mengikat antar log dengan rotan sembulil atau akar kayu
29
kelawit yaitu yang ada di pangkal dan ujung log dengan palu. Akar kayu kelawit atau rotan sembulil digunakan untuk mengikat log agar tidak terlepas dalam penarikan nantinya, biasanya pengikatan antar log menggunakan kabel 1 inchi maupun 0,5 inchi, seperti yang dinyatakan dalam Putra (1996), dimana kayukayu yang telah siap dirakit satu sama lain diikat dengan kabel kemudian dipaku di kedua ujung kayu. Penggunaan akar ini lebih efektif karena banyak terdapat di hutan dan menghemat biaya pengeluaran pembelian kabel. Log- log yang dirakit ini sebanyak ± 8 batang dengan diameter yang bervariasi sekitar 20 cm ke atas. Jenis-jenis log kebanyakan adalah meranti dan geronggang yang merupakan jenis yang hidup dominan di areal perusahaan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 1. Perakitan Log Dengan Akar Rotan Sembulil
30
Gambar 2. Perakitan Log- log Di Kanal Utama Rakit yang dibuat secara membujur ini sebanyak ± 8 log setiap rakit kemudian digabungkan satu sama lain untuk kemudian ditarik oleh perahu mesin menuju ke TPk1 atau logyard yang ada di base camp. Biasanya sekali penarikan rakit menuju ke logyard terdiri dari 200-300 log. Perakitan ini tidak setiap saat dapat dilakukan tergantung dari banyaknya log yang sudah terkumpul di bendungan atau TPk2.
31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil pengamatan pada proses pembuatan rakit log pada PT. Sylvia Ery Timber dapat ditarik kesimpulan: 1.
Lama waktu yang diperlukan dalam pembuatan sebuah rakit log kecil terdiri dari ± 8 log oleh seorang karyawan rata-rata 08.82 menit, dimulai dari pengumpulan kayu yang tersebar di kanal utama dan pengikatan kedua ujung log dengan rotan sembulil atau akar kayu kelawit.
2.
Perakitan log di kanal utama dilakukan sebelum dibawa ke logyard di base camp, kanal merupakan jalur angkutan yang ada di perusahaan dimana tidak dimungkinkan lagi untuk membuat jalur angkutan lainnya pada tanah rawa basah yang mendominasi areal lahan perusahaan.
B. Saran 1.
Hendaknya dalam pembuatan perakitan log harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu agar dalam kegiatan perakitan kayu log di kanal utama ini bisa berjalan dengan baik dan tanpa ada hambatan apapun.
32
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1997. Handbook of Indonesian Forestry. Republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Kehutanan
Elias. 1999. Modus Pengangkutan Kayu Di Indonesia. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Iswanto, M.D. 1993. Alat-Alat Pengangkutan Dalam HPH. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Juta, E.H.P. 1954. Pemungutan Hasil Hutan. Timun Mas. Jakarta. Muhdi. 1998. Analisis Biaya dan Produktivitas Penyaradan Kayu dengan Sistem Kuda-Kuda dan Pengakutan Kayu dengan Lokotraksi Di Hutan Rawa Gambut (Studi Kasus Di Areal HpH Pt Kurnia Musi Plywood Industrial Co.Ltd ,prop.Sumatra Selatan). Skripsi Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Putra, A.Y. 1996. Analisis Biaya Pengangkutan Melalui Air dengan Sistem Rakit Di Propinsi Riau. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suparto, R.S. 1979. Eksploitasi Hutan Modern. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
33
Gambar. 1. pembuatan rakit kayu log
34
Gambar 2 . kayu log yang sudah di rakit