Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
STUDI TENTANG DINAMIKA MANGROVE KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH Bambang Suprakto Staf Pengajar Akademi Perikanan Sidoarjo
Abstrak Pesisir selatan kabupaten Pamekasan, merupakan kawasan pesisir yang mengalami perubahan alami dan buatan yang sangat tinggi. Dinamika alam dan buatan tersebut berpotensi mengakibatkan kerusakan hutan mangrove dan wilayah pesisir secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan studi tentang dinamika kawasan mangrove di pesisir selatan kabupaten Pamekasan. Tujuan pelaksanaan studi ini adalah memetakan dinamika kondisi hutan mangrove di pesisir selatan kabupaten Pamekasan tahun 1990 dan 2005 berdasarkan data citra satelit dan survei lapangan. Berdasarkan data citra satelit Landsat 5 TM dan Landsat 7 ETM+ dinamika kawasan mangrove di Kabupaten Pamekasan selama 13 tahun terakhir berkurang sebesar 55,1 Ha yaitu Kecamatan Tlanakan bertambah seluas 6,2 ha, Kecamatan Pademawu berkurang 55,2 ha, Kecamatan Galis berkurang 8,6 ha dan Kecamatan Larangan bertambah 2,5 ha.
Kata kunci : dinamika, mangrove, citra satelit, pesisi
1. PENDAHULUAN Pertemuan dua fenomena alam, dari wilayah daratan dan laut bisa menimbulkan perubahan yang sangat dinamis di wilayah pesisir. Arus, gelombang, sedimentasi, abrasi, dan perubahan salinitas air terjadi dengan pola perubahan yang sangat dinamis. Aktifitas kehidupan manusia dan dinamika lingkungan tersebut seringkali menimbulkan tekanan yang mengakibatkan rusaknya kondisi alami wilayah pesisir. Salah satu ekosistem pesisir yang mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung adalah ekosistem mangrove. Mangrove tumbuh di pantai yang landai dengan kondisi tanah yang berlumpur atau berpasir. Mangrove tidak dapat tumbuh di pantai yang terjal, berombak besar, atau yang mempunyai pasang surut tinggi dan berarus deras. Mangrove akan tumbuh dengan lebat pada pantai yang dekat dengan muara sungai atau delta sungai yang membawa aliran air dengan kandungan lumpur dan pasir, karena menyediakan pasir dan lumpur yang merupakan media utama pertumbuhannya (Nontji, 2002).
Pada sisi lain, sifat biologis mangrove yang tumbuh di kawasan peralihan antara daratan dan lautan tersebut menyebabkannya sangat rentan terhadap gangguan atau kerusakan. Gangguan dapat bersifat alami maupun bersifat buatan oleh aktifitas manusia. Kerusakan atau hilangnya ekosistem hutan mangrove selanjutnya dapat menghilangkan semua manfaat ekologis maupun ekonomis tersebut di atas. Oleh karenanya, keberadaan dan keutuhan hutan mangrove akan sangat mempengaruhi kelestarian kawasan pantai beserta sistem kehidupan manusia di kawasan tersebut. Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan, merupakan kawasan pesisir yang mengalami perubahan alami dan buatan yang sangat tinggi. Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan yang menghadap Pulau Jawa, mempunyai arus dan dinamika sedimentasi dan abrasi yang lebih tinggi dibanding Pesisir Utara Madura yang menghadap Laut Jawa. Di samping itu, posisi geografis Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan yang merupakan jalur lintas Madura dari Bangkalan di ujung barat menuju Sumenep di ujung timur mengakibatkan dinamika aktifitas penduduk yang jauh lebih tinggi dibanding pesisir utara. Dinamika ini dapat
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
SDA - 207
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
selatan kabupaten Pamekasan. Studi ini dilakukan dengan membandingkan keberadaan mangrove selama 13 tahun terakhir berdasarkan data citra satelit, data sekunder lainnya dan survey lapangan.
berakibat negatif bagi ekologi pesisir selatan, diantaranya reklamasi lahan pantai untuk pemukiman baru, penggalian pasir untuk bahan bangunan, penebangan pohon mangrove untuk diambil kayunya sebagai kayu bakar dan bahan bangunan serta daunnya untuk pakan ternak. Dinamika alam dan buatan tersebut berpotensi mengakibatkan kerusakan hutan mangrove dan wilayah pesisir secara keseluruhan.
2. METODOLOGI PENELITIAN Secara umum tahapan pengolahan data citra satelit dari awal (pengumpulan data) sampai dengan menjadi sebuah peta dapat dilihat dalam gambar diagram alir dibawah ini.
Dengan demikian, sangat diperlukan adanya studi tentang dinamika kawasan mangrove di pesisir
Citra Landsat TM 1990 & ETM 2003
Peta Topografi Skala 1 : 25.0 00
Pengambilan Data Cropping
Digitasi Peta
Koreksi Geometrik
Tidak
Pengamatan Mangrove dengan Metode Transek
Rms Error < 1 piksel Pra Pengolahan Ya Komposit Warna
Penajaman Citra
Tidak Klasifikasi Hibrid
Penilaian Hasil Pengolahan
Ya
Citra Sebaran Mangrove 1990
Citra Sebaran Mangrove 2003
Analisa Deteksi Perubahan Luas
Peta Sebaran Mangrove di Peisisir Selatan Pamekasan Hasil & Analisa
Gambar 1. Tahapan Pengolahan Data Citra
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
SDA - 208
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
Adapun data yang digunakan untuk studi ini adalah sebagai berikut: Citra Satelit Landsat TM tahun 1990 dan Landsat ETM 2003 Peta Topografi skala 1 : 25.000 Peta Lingkungan Pantai skala 1 : 50.000 Survei Lapangan (Ground Check) dan transek tahun 2005 2.1 Tahap Pra Pengolahan Pemotongan citra (crooping) berfungsi untuk membatasi daerah penelitian dan mengurangi besar file citra. Citra yang digunakan mempunyai path dan row Hasil dari proses ini adalah citra P. Madura . Selanjutnya dilakukan koreksi geometrik pada citra yang telah dipotong. Proses koreksi geometrik pada data citra dilakukan dalam dua tahapan yaitu registrasi dari citra tahun 1990 dengan peta topografi skala 1 : 25.000 dan rektifikasi citra tahun 2003 dengan citra 1990 yang telah terkoreksi. Sistem proyeksi yang dipakai adalah sistem UTM (Universal Transverse Mercator) zona 49 S, dengan datum WGS 1984. Dari hasil pelaksanaan koreksi geometrik, nilai kesalahan RMS rata-rata citra tahun 1990 adalah 0.50 pixel, sedangkan citra tahun 2003 memiliki nilai kesalahan RMS 0.512 pixel. Hal ini telah masuk toleransi yang disaratkan yaitu kurang dari 1 piksel. 2.2 Tahap Pengolahan 2.2.1 Komposit Warna Komposit warna merupakan pembuatan citra yang merupakan variasi dari beberapa band sekaligus. Hal ini bertujuan untuk lebih mempertajam kenampakan obyek tertentu, sesuai dengan keperluan, sehingga mempermudah dalam melakukan interpretasi citra manual . Dalam penelitian ini komposisi saluran yang digunakan adalah kombinasi band 541. 2.2.2 Transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) Citra satelit untuk mendeteksi hutan mangrove didasarkan pada 2 (dua) sifat penting yaitu bahwa mangrove mempunyai zat hijau daun (klorofil) dan mangrove tumbuh di pesisir. Sifat optik
klorofil menyerap spektrum sinar merah dan memantulkan dengan kuat spektrum infra merah. Klorofil fitoplankton yang berada di air laut dapat dibedakan dari klorofil mangrove karena sifat air yang sangat menyerap spektrum infra merah. Salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi mangrove (lokasi dan luasannya) dengan citra Landsat dapat digunakan metode NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Secara matematis formula NDVI dapat dituliskan sebagai berikut: NDVI =
Band 4 − Band 3 Band 4 + Band 3
Semakin tinggi kerapatan vegetasi mangrove maka nilai NDVI semakin tinggi. 2.2.3
Klasifikasi Citra
Pada studi ini, metode yang dilakukan adalah klasifikasi hibrida (Hybrid Classification). Metoda ini terdiri dari dua tahapan utama, yaitu proses klasifikasi tak terselia dan reklasifikasi secara terselia. Tahap pertama merupakan proses klasifikasi citra secara otomatik yang secara penuh dilakukan oleh software. Citra yang digunakan dalam klasifikasi ini adalah citra hasil algorithma NDVI yang merupakan citra baru gabungan dari band 3 dan band 4. Selanjutnya dilakukan reklasifikasi terhadap kelas yang dihasilkan pada tahap pertama. Proses reklasifikasi dilakukan dengan bantuan citra hasil algorithma NDVI, citra komposit 541 serta data hasil pengamatan lapangan dengan metode transek. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Wilayah Pesisir Pamekasan.
Selatan
Kabupaten
3.1.1 Keadaan Geografis Kabupaten Pamekasan dengan luas wilayah 792,30 km2 merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di P. Madura dengan posisi geografis pada koordinat diantara 112019’ BT – 113058’ BT serta 6051’ LS – 7031’ LS. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: 9 Di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
SDA - 209
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
9 Di sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sumenep 9 Di sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Madura 9 Di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sampang Dilihat dari topografi, maka daerah Kabupaten Pamekasan berada pada ketinggian 6 – 350 m di atas permukaan air laut. (BPS, 2003) 3.1.2 Administrasi Pemerintahan Selatan Kabupaten Pamekasan
Pesisir
Secara administrasi, wilayah desa, kelurahan dan kecamatan yang terletak di pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan adalah sebagai berikut: 9 Kecamatan Tlanakan yang meliputi Desa Bandaran, Desa Kramat, Desa Ambat, Desa Tlanakan, Desa Branta Pesisir, Desa Branta Tinggi, dan Desa Tlesa 9 Kecamatan Pademawu yang meliputi Desa Baddurih, Desa Pagagan, Desa Padelegan, Desa Tanjung dan Desa Pademawu Timur 9 Kecamatan Galis yang meliputi Desa Pandan, Desa Lembung, dan Desa Polagan 9 Kecamatan Larangan yang meliputi Desa Montok, Desa Lancar, dan Desa Kaduara Barat
3.2 Dinamika Mangrove Berdasar Citra Satelit dan Survei Lapangan Keberadaan hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan tahun 1990 terdapat di 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Tlanakan, Pademawu, Galis dan Larangan, dengan total luasan 739 ha. Sedangkan data pada tahun 2005, keberadaan hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan mengalami penurunan menjadi 683,9 ha. Dengan demikian kondisi hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan mengalami perubahan luasan sebesar 55,1 ha yaitu Kecamatan Tlanakan bertambah seluas 6,2 ha, Kecamatan Pademawu berkurang 55,2 ha, Kecamatan Galis berkurang 8,6 ha dan Kecamatan Larangan bertambah 2,5 ha. Secara lengkap perubahan hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan dapat dilihat dalam Tabel 2. Sedangkan gambar 2 dan 3 berikut ini merupakan hasil interpretasi citra satelit Landsat untuk Kecamatan Pademawu.
Tabel 2. Perubahan Luasan Hutan Mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan Tahun 1990 dan Tahun 2005
No 1 2 3 4
Kecamatan Tlanakan Pademawu Galis Larangan Total
Kondisi 1993 (Ha) 40,9 504 188,3 5,8 739
Kondisi 2005 (Ha) 47,1 448,8 179,7 8,3 683,9
Perubahan (Ha) + 6,2 - 55,2 - 8,6 + 2,5 - 55,1
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
SDA - 210
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
Gambar 2. Kondisi Hutan Mangrove di Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan Tahun 1990
Gambar 3. Kondisi Hutan Mangrove di Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan Tahun 2005
Berkurangnya kawasan mangrove di kecamatan Pademawu dan Galis lebih disebabkan oleh manusia. Lahan tersebut sebagian besar sudah berubah menjadi permukiman, kawasan industri garam, tambak, dan sebagian akibat penambangan pasir pada kawasan mangrove yang berhadapan dengan laut dan pembuangan sampah yang tidak dapat terurai antara lain sampah plastik. Sedangkan perubahan kawasan yang disebabkan oleh alam berupa gelombang laut. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa tinggi gelombang 0,70 m dan periodenya adalah 4,54 detik. Demikian juga Arus yang terjadi di perairan pantai Madura (Selat Madura) didominasi oleh arus pasang surut. Dari data pengamatan arus ratarata yang ada di perairan pantai Madura bagian Selatan adalah sebesar 1,43 km/jam. Tinggi dan periode gelombang serta arus tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove. Sedangkan bertambahnya luasan kawasan
mangrove di kecamatan Tlanakan dan Larangan lebih disebabkan oleh keberhasilan rehabilitasi mangrove di beberapa kawasan selama lebih dari 5 tahun terakhir. Selain menentukan perubahan luasan kawasan mangrove, juga dilakukan survei terhadap keberadaan biofisik kawasan yang meliputi identifikasi jenis mangrove yang dominan, nilai penting jenis, karakteristik habitat dan dampak yang timbul akibat manusia, untuk mengetahui tingkat kerusakan pada beberapa kawasan mangrove. Hasil survei dibeberapa kawasan mangrove secara acak pada 4 (empat) kecamatan dapat dilihat pada Table 3. Tabel 3 menunjukan bahwa dari keseluruhan kawasan memiliki tingkat kesuburan antara sedang sampai tinggi, karena subtrat tanahnya adalah pasir sampai lumpur. Kondisi lahan tersebut sangat sesuai untuk pertumbuhan vegetasi mangrove. Sedangkan
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
SDA - 211
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
kerusakan mangrove pada kawasan tersebut dikarenakan pemanfaatan vegetasi yang berlebihan sebagai kayu bakar, daunnya sebagai makan ternak dan sebagai tempat tambat labuh perahu. Tabel 3. Kondisi Bio Fisik kawasan mangrove Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan
Karakterisrik Habitat No
Kecamatan Desa 1)
Kesuburan 1
2
Tekstur Tanah
Dominasi Jenis2) Dampak3) (Nilai penting jenis)
Kec.Tlanakan Ds.Ambat
Sedang- tinggi
Pasir
Rhizophora macronata (117,07)
1
Kec. Pademawu Ds. Pagagan
Tinggi
Pasir
Rhizophora apiculata (202,06)
1–2
Ds. Majungan
Sedang- tinggi
Lumpur berpasir
Rhizophora apiculata (300,00) Rhizophora macronata (215,00)
Lumpur
Rhizophora apiculata (152,22)
1–2
Lumpur berpasir
Rhizophora macronata (200,88)
1
Lumpur
Rhizophora apiculata (168,89) Rhizophora macronata (166,67)
0
Lumpur – Lumpur berpasir
Rhizophora apiculata (kurang 150) Rhizophora macronata (lebih 150)
0-1
1-2
Tinggi Ds.Pedelegan Tinggi -Ds.Tanjung
Tinggi Ds.Pademawu Timur
3
Kec. Galis Larangan
dan
Sedang - tinggi
Keterangan : 1) Kesuburan lahan berdasarkan analisa kandungan N,P dan K tanah 2) Dominan jenis adalah vegetasi mangrove yang dominan; Nilai penting jenis adalah jumlah analisa banyaknya tegakan dan penutupan lahan dari jenis yang dominan 3) Dampak yang diakibatkan oleh manusia (0 = tidak ada dampak; 1 = dampak ringan; 2 = dampak sedang; 3 = dampak berat)
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
SDA - 212
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
4. KESIMPULAN Berdasarkam pengolahan data dan analaisa yang telah diklaukan sebelumny amak dari studi ini dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut: o Dinamika kawasan mangrove di Kabupaten Pamekasan selama 15 tahun terakhir berkurang sebesar 55,1 Ha yaitu Kecamatan Tlanakan bertambah seluas 6,2 ha, Kecamatan Pademawu berkurang 55,2 ha, Kecamatan Galis berkurang 8,6 ha dan Kecamatan Larangan bertambah 2,5 ha. o Sebagian besar kawasan memiliki tingkat kesuburan antara sedang sampai tinggi, dan subtrat tanahnya adalah pasir sampai lumpur. Kondisi lahan tersebut sangat sesuai untuk pertumbuhan vegetasi mangrove. o Berkurangnya kawasan mangrove di Kecamatan Pademawu, dan Galis lebih disebabkan oleh manusia. Kawasan mangrove tersebut sebagian besar sudah berubah menjadi permukiman, kawasan industri garam, tambak, dan sebagian kecil mangrove mati akibat penambangan pasir pada kawasan mangrove yang berhadapan dengan laut dan pembuangan sampah yang tidak dapat terurai antara lain sampah plastik.
Mangrove, Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor. BPS, 2003. Kabupaten Pamekasan Dalam Angka. Dahuri, R. 2000. Prosepek Pengembangan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P3K), 2003, Pedoman Penetapan Kawasan Konservasi Laut daerah (KKLD), Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Kantor Kehutanan dan Perkebunan, 2004. Laporan Tahunan 2003. Kabupaten Pamekasan Jawa Timur Murdiyanto, Budi, 2004, Mengenal memelihara dan melestarikan, Ekosistem Bakau, Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Anonim, 2001. Sistem Informasi Geografi dengan AutoCad Map. Andi Ofset. Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Bengen, Dietriech G, 2004a, Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Penge%laannya - Sinopsis, Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor. Bengen, Dietriech G, 2004b, Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Nontji, Anugerah, 2002, Laut Nusantara, , Penerbit Djambatan, Jakarta. Sekretariat Negara, 1990, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemnya, Biro Hukum Sekretariat Negara, Jakarta.
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
SDA - 213