NILAI EKONOMI TOTAL HUTAN MANGROVE PASCA REHABILITASI DI PESISIR PANTAI TLANAKAN, KABUPATEN PAMEKASAN, JAWA TIMUR
ANISSATUL FATIMAH H44080018
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”NILAI EKONOMI TOTAL HUTAN MANGROVE PASCA REHABILITASI DI PESISIR PANTAI TLANAKAN, KABUPATEN PAMEKASAN, JAWA TIMUR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU INSTANSI YANG LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR SARJANA AKADEMIK TERTENTU. SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK MANAPUN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Juni 2012
Anissatul Fatimah H44080018
RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama lengkap Anissatul Fatimah lahir di Kabupaten Pamekasan, 22 Agustus 1989, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sumbahri dan Herani. Penulis memulai jenjang pendidikan di SDN Panaguan 2 kemudian meneruskan ke SMPN 1 Larangan dan SMAN 3 Pamekasan sampai lulus. Penulis kemudian memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Surat Masuk IPB (USMI) tahun 2008. Tahun 2009 penulis secara resmi terdaftar sebagai mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Penulis juga memperoleh beasiswa dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) selama kuliah di IPB. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian diantaranya Who Wants To Be A Politician, Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI), Gema Alunan Syukur, Ektravaganza, Politik Ceria, The 2nd Greenbase, PJAK MPF/MPD FEM IPB, dan Pentas Seni Gema Alunan Syukur 2011. Penulis juga aktif dalam keorganisasian di kampus seperti HIMPRO REESA selama 2 periode dan LDF FORMASI IPB.
RINGKASAN ANISSATUL FATIMAH. Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI. Hutan mangrove secara spesifik memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomi. Fungsi fisik dari hutan mangrove ini sebagai penjaga garis pantai dari abrasi agar tetap stabil, fungsi biologinya adalah sebagai pemijahan, daerah asuhan, dan untuk mencari makan ikan-ikan kecil. Sedangkan Fungsi ekonomi dari hutan mangrove adalah sebagai lahan untuk produksi pangan dan penghasil kayu. Fungsi mangrove akan berjalan dengan baik jika manusia mampu memanfaatkannya dengan baik dan berkelanjutan. Fakta yang terjadi pada hutan mangrove di Indonesia menunjukkan hal yang sebaliknya. Keberadaan hutan mangrove di Indonesia banyak mengalami penurunan fungsi dan manfaat dari waktu ke waktu. Penyebab utama dari kerusakan tersebut adalah aktivitas ekonomi manusia. Aktivitas ekonomi manusia yang cenderung tidak mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam dan lingkungan. Kerusakan hutan mangrove berimplikasi pada upaya rehabilitasi. Rehabilitasi terbesar untuk non-kawasan hutan di Jawa Timur ini terjadi di Kabupaten Pamekasan yaitu di Pesisir Pantai Tlanakan. Rehabilitasi yang baik biasanya mampu mengembalikan fungsi spesifik hutan mangrove. Hal tersebut bisa dilihat dari nilai ekonomi total hutan mangrove pasca rehabilitasi. Nilai ekonomi total hutan mangrove pasca rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan ini belum diteliti sehingga peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian di daerah tersebut. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi kondisi aktual hutan mangrove pasca rehabilitasi dan mengestimasi nilai ekonomi total hutan mangrove pasca rehabilitasi. Proses identifikasi tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi aktual sumberdaya hutan mangrove di daerah tersebut. Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi kondisi aktual sumberdaya hutan mangrove adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif ini dapat memberikan gambaran terhadap kondisi hutan mangrove pasca rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Selanjutnya dilakukan identifikasi manfaat hutan mangrove melalui pendekatan Total Ecomic Value (TEV) dengan mewawancarai responden melalui panduan kuesioner. Nilai ekonomi total tersebut bisa diperoleh dari nilai guna dan nilai non-guna dari hutan mangrove. Metode Productivity Method digunakan untuk memperoleh nilai guna langsung dan tidak langsung dari hutan mangrove. Replacement Cost dan Travel Cost Method digunakan untuk memperoleh nilai guna tidak langsung hutan mangrove. Nilai guna pilihan dari hutan mangrove diperoleh dengan menggunakan metode Benefit Transfer. Nilai non-guna hutan mangrove diperoleh peneliti dengan menggunakan Contingent Valuation Method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasca rehabilitasi kondisi aktual hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan terlihat membaik. Hal tersebut dapat dilihat dari tinggi, diameter, kerapatan, luasan, dan kondisi lingkungan sekitar hutan mangrove secara keseluruhan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemerintah dan masyarakat setempat diketahui bahwa secara keseluruhan adanya rehabilitasi telah menambah luasan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan dan rasa memiliki terhadap hutan mangrove tersebut. Sebelum direhabilitasi (tahun 2008) hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan memiliki luas 15,708 ha (DKP, 2008) dan setelah rehabilitasi (tahun 2011) luas hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan adalah sebesar 58 ha (DKP, 2012). Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan pemerintah setempat serta observasi langsung pada hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan diketahui bahwa pohon mangrove di Kecamatan Tlanakan pada umumnya memiliki tinggi, diameter, dan kerapatan
rata-rata sebesar 5,3 m, 0,064 m, dan 77,67. Masyarakat mengatakan bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh kondisi jenis tanah yang baik, dimana tekstur tanahnya berpasir dan berlumpur sehingga memungkinkan bagi pohon mangrove untuk tumbuh subur. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove dapat tumbuh dengan baik pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan berpasir. Selain itu, secara umum pohon mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan lokasinya jauh dari pabrik garam dan jalan raya. Kondisi tersebut menurut pemerintah dan masyarakat dapat meminimalisir adanya limbah pabrik yang menghambat pertumbuhan pohon mangrove. Jenis mangrove yang tumbuh di Pesisir Pantai Tlanakan adalah Rhizopora sp, Bruguiera sp, dan Avicenia sp. Nilai ekonomi total hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan pasca rehabilitasi adalah sebesar Rp. 280 712 310 416,00. Nilai ini diperoleh dari nilai guna langsung sebesar Rp. 268 867 261 273,00. Nilai guna tidak langsung sebesar Rp. 5 558 554 467,00. Nilai guna pilihan sebesar Rp. 8 468 232,00. Nilai warisan sebesar Rp. 6 841 200 000,00. Nilai keberadaan sebesar Rp. 5 003 849 143,00.
NILAI EKONOMI TOTAL HUTAN MANGROVE PASCA REHABILITASI DI PESISIR PANTAI TLANAKAN, KABUPATEN PAMEKASAN, JAWA TIMUR
ANISSATUL FATIMAH H44080018
Skripsi ini Merupakan Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NIM
: Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. : Anissatul Fatimah : H44080018
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S NIP 19650212 199003 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP 19660717 199203 1 003
Tanggal lulus :
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya atas terlaksananya penelitian ini. Penulis mengucapakan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan serta kerjasama dalam proses penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, semangat, dan perhatiannya. 2. Ir. Nindyantoro, MSP dan Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen penguji utama dan wakil departemen yang telah memberikan kritik dan saran. 3. Bapak Soedarmo, Ibu Masyati, Bapak Sumbahri, dan Mama Herani atas doa, motivasi, kasih sayang, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Sumiyati, Ali Maksum, Halim Mulyadi, Ummi Sulamah, Mukrawi, Mat Nur Syah (Bang Ucok) sekeluarga, Syahdanata Nural F, Suharlina, Muawwatul Hasanah, Liza Wisdya, dan adikku Ipung atas doa dan semangat yang telah diberikan kepada penulis baik langsung ataupun tidak langsung. 5. Pihak BAZNAS yang telah memberikan beasiswa dan teman-teman penerima beasiswa SKSS angkatan 1 Baznas di Indonesia yang telah memotivasi. 6. Rekan-rekan satu bimbingan Stevan, Lala, Ponda, Tantri, Eva, Chiya, dan Ichsan yang telah memberikan dukungan. 7. Keluarga besar ESL 45, keluarga besar GALAKSI, keluarga besar GASISMA. Sahabatsahabatku tercinta
Faiz, Ainul, Viska, Ulul, Bayu, Arip, Rendra, Adit, Afdol, Tika,
Welda, Gea, Ayu F, Dea Tri, Sausan, Fatim, Windy, Ionk, Tya, Asih, Esti, Nia atas kebersamaannya dalam ruang dan waktu. 8. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu penulis menyelesaikan studi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi hutan mangrove yang mengalami kerusakan kemudian mengalami perbaikan melalui rehabilitasi berupa penanaman pohon mangrove. Oleh karena itu, hutan mangrove yang telah mengalami rehabilitasi tersebut perlu dinilai melalui penilaian ekonomi dengan mengestimasi nilai ekonomi total dari hutan mangrove. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah mengenai pengaruh rehabilitasi terhadap nilai ekonomi total hutan mangrove. Hal ini akan mempermudah pemerintah dalam menentukan kebijakan yang efektif terkait dengan perbaikan dan peningkatan nilai ekonomi total hutan mangrove selanjutnya. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan praktisi yang lain dalam mengestimasi nilai ekonomi total hutan mangrove yang telah mengalami rehabilitasi serta bisa mempermudah pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang efektif dan efisien terkait dengan hutan mangrove di Indonesia.
Bogor, Juni 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................ i DAFTAR ISI ...........................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
vi
I.
PENDAHULUAN .......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ......................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................
3
1.3 Tujuan ...................................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................
5
1.5 Batasan Penelitian .................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
7
2.1 Hutan Mangrove ...................................................................
7
2.2 Nilai Ekonomi Hutan Mangrove ..........................................
9
2.3 Penelitian Terdahulu .............................................................
12
III.
KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................
14
IV.
METODE PENELITIAN ............................................................
17
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................
17
4.2 Jenis dan Sumber Data .........................................................
17
4.3 Metode Pengambilan Contoh/Pengumpulan Data ................
18
4.3.1 Matriks Penelitian .....................................................
19
Metode dan Prosedur Analisis ......................................
20
4.4.1 Analisis Deskriptif ....................................................
21
4.4.2 Identifikasi Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove ...
21
4.4.3 Analisis Regresi Linear Berganda ............................
29
4.4.4 Kuantifikasi Manfaat ke Dalam Nilai Uang .............
30
GAMBARAN UMUM ................................................................
32
5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan
32
5.2 Keadaan Sosial Ekonomi ......................................................
32
5.3 Karakteristik Responden WTP .............................................
33
5.4 Karakteristik Responden TCM .............................................
38
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
42
6.1 Kondisi Aktual Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi ...........
42
II.
4.4
V.
VI.
ii
6.2 Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove .................................
46
6.2.1 Nilai Guna (Use Value) ............................................
46
6.2.2 Nilai Non-Guna (Non-Use Value) ............................
54
6.3 Kuantifikasi Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove ............
62
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................
64
7.1 Simpulan ...............................................................................
64
7.2 Saran .....................................................................................
64
VIII. DAFTAR PUSTAKA..................................................................
65
LAMPIRAN ............................................................................................
67
VII.
iii
DAFTAR TABEL Halaman
Nomor 1
Matriks Penelitian..............................................................
20
2
Nilai Ekonomi Bersih Potensi Kayu Mangrove Per Ha
47
3
Nilai Ekonomi Kayu Mangrove Sebelum dan setelah Rehabilitasi.......................................................................
47
Produktivitas Ikan, Udang, dan Kepiting Sebelum dan Setelah Rehabilitasi..........................................................
50
Nilai Produktivitas Perikanan Sebelum dan Setelah Rehabilitasi........................................................................
50
Nilai Ekonomi Hutan Mangrove sebagai Penyedia Pakan Alami Udang (Feeding Ground) Sebelum dan Setelah Rehabiitasi.............................................................
52
Nilai Pilihan Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlnakan Sebelum dan Setelah Rehabilitasi......................................
53
Nilai WTP Warisan Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan...................
56
Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Warisan Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan
57
Nilai WTP Keberadaan Hutan mangrove Pasca Rehabilitas di Pesisir Pantai Tlanakan...............................
59
Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Keberadaan Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan
60
4 5 6
7 8 9 10 11
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Model Nilai Ekonomi Total..............................................
10
2
Diagram Kerangka Alur Pemikiran..................................
16
3
Karakteristik Responden WTP Nilai Warisan Berdasarkan Distribusi Usia.............................................
34
Karakteristik Responden WTP Nilai Warisan Berdasarkan Tingkat Pendidikan......................................
35
Karakteristik Responden WTP Nilai Warisan Berdasarkan Tingkat Pendapatan.....................................
36
Karakteristik Responden WTP Nilai Keberadaan Berdasarkan Distribusi Usia.............................................
37
Karakteristik Responden WTP Nilai Keberadaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan.....................................
37
Karakteristik Responden WTP Nilai Keberadaan Berdasarkan Tingkat Pendapatan......................................
38
Karakteristik Responden TCM Berdasarkan Tingkat Distribusi Usia...................................................................
39
Karakateristik Responden TCM Berdasarkan Tingkat Pendidikan .........................................................................
40
Karakteristik Responden TCM Berdasarkan Tingkat Pendapatan..........................................................................
41
Pohon Manggrove yang Dekat dengan Pabrik Garam dan Jalan Raya....................................................... ..................
44
Pohon Manggrove yang Jauh dengan Pabrik Garam dan Jalan Raya...........................................................................
44
14
Bentuk Buah, Akar, dan Bunga Bakau. ............................
45
15
Nilai Guna Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan..................................................................
54
Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan...................................................
62
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
16
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman Luas Hutan Mangrove Menurut Provinsi dan Tingkat Kerusakan, 2007...............................................................
67
Karakteristik Responden WTP Nilai Warisan Hutan Mangrove..........................................................................
68
Karakteristik Responden WTP Nilai Keberadaan Hutan Mangrove..........................................................................
70
Karakteristik Responden TCM Nilai Potensi Ekowisata Hutan Mangrove...............................................................
72
5
Jumlah Rata-Rata Kayu Bakar yang Diambil Masyarakat
74
6
Data Produksi Usaha Penangkapan Ikan di Laut Kecamatan Tlanakan Tahun 2008....................................
75
Data Produksi Usaha Penangkapan Ikan di Laut Kecamatan Tlanakan Tahun 2011....................................
76
Perhitungan Manfaat hutan mangrove sebagai penahan Abrasi pantai tahun 2011..................................................
78
Nilai Ekonomi Total Ekowisata di Pesisir Pantai Tlanakan............................................................................
79
Analisis Regresi Linier WTP Nilai Warisan Hutan Mangrove..........................................................................
81
Analisis Regresi Linier WTP Nilai Keberadaan Hutan Mangrove................................................................
82
1 2 3 4
7 8 9 10 11
vi
vii
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan
sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah hutan mangrove. Keberadaan hutan mangrove ini merupakan ciri khas dari dari wilayah pesisir yang ada di daerah tropis dan sub tropis. Dari sekitar 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia (Bengen, 2002). Hutan mangrove tersebut memberikan manfaat dan fungsi yang penting bagi kelangsungan hidup manusia sebagai pengguna sumberdaya. Fungsi utama hutan mangrove sacara spesifik ada tiga, yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomi. Fungsi fisik dari hutan mangrove ini sebagai penjaga garis pantai dari abrasi agar tetap stabil, fungsi biologinya adalah sebagai pemijahan, daerah asuhan, dan untuk mencari makan ikan-ikan kecil. Sedangkan Fungsi ekonomi dari hutan mangrove adalah sebagai lahan untuk produksi pangan dan penghasil kayu. Fungsi mangrove akan berjalan dengan baik jika manusia mampu memanfaatkannya dengan baik dan berkelanjutan. Fakta yang terjadi pada hutan mangrove di Indonesia menunjukkan hal yang sebaliknya. Keberadaan hutan mangrove di Indonesia banyak mengalami penurunan fungsi dan manfaat dari waktu ke waktu. Penyebab utama dari kerusakan tersebut adalah aktivitas ekonomi manusia. Aktivitas ekonomi manusia yang cenderung tidak mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam.
1
Upaya rehabilitasi mangrove secara formal menjadi tanggung jawab Kementrian Kehutanan dan Kementrian Kelautan dan Perikanan. Kementrian kehutanan memiliki wewenang untuk merehabilitasi mangrove yang telah rusak pada kawasan hutan mangrove sedangkan Kementrian Kelautan dan Perikanan berwenang untuk merehabilitasi hutan mangrove pada non-kawasan hutan. Data penanaman mangrove oleh Departemen Kehutanan selama tahun 1999 hingga 2003 baru terealisasi seluas 7 890 ha (Departemen Kehutanan, 2004). Menurut Kementrian Kehutanan (2007) dalam BPS (2010) penanaman atau rehabilitasi hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2004-8 masing-masing sebesar 9 536 ha, 2 775 ha, 16 901 ha, 39 318 ha, dan 10 739 ha. Kementrian Kelautan dan Perikanan (2011) menyebutkan bahwa selama periode 2000-11 telah diadakan kegiatan rehabilitasi mangrove di Indonesia seluas 506 ha dengan penanaman sebanyak 2 987 500 bibit pohon mangrove. Berdasarkan data pada Lampiran 1, Jawa Timur merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki kerusakan hutan mangrove pada nonkawasan hutan. Kementrian Kehutanan (2007) dalam BPS (2010) menyebutkan bahwa luas hutan mangrove non-kawasan hutan di Jawa Timur sebanyak 83 949 ha rusak (33,25 % dari keseluruhan non kawasan hutan mangrove yang rusak di Indonesia) dan 177 739,6 ha tergolong rusak berat (71,37 % dari keseluruhan non kawasan hutan mangrove yang rusak berat di Indonesia). Kerusakan tersebut menyebabkan pemerintah terus berupaya melakukan rehabilitasi hutan mangrove. Pamekasan merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat dan daerah dalam upaya rehabilitasi mangrove. Keseriusan pemerintah tersebut terbukti dengan adanya rehabilitasi
2
mangrove pada tahun 2009 dengan proporsi penanaman bibit paling banyak untuk Kabupaten Pamekasan yaitu sebesar 110 000 (KKP, 2011). Upaya rehabilitasi mangrove di Pamekasan itu dilakukan di Pesisir Pantai Tlanakan. Rehabilitasi mangrove memiliki dampak positif bagi kehidupan manusia terutama masyarakat setempat. Alam dan sumberdaya di dalamnya termasuk hutan mangrove akan memberikan nilai ekonomi dan manfaat yang tinggi kepada manusia jika manusia memperlakukannya dengan baik. Rehabilitasi mangrove merupakan upaya perlakuan yang baik dari manusia terhadap alam. Selain itu, rehabilitasi mangrove ini akan berpengaruh terhadap nilai ekonomi total dari mangrove tersebut. Oleh karena itu, estimasi terhadap nilai ekonomi total hutan mangrove yang telah direhabilitasi ini sangat diperlukan. Hal ini menyebabkan penelitian berjudul “Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur” menjadi sangat penting untuk dilakukan. 1.2
Perumusan Masalah Aktifitas ekonomi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam
cenderung tidak mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup drastis. Berdasarkan data Ditjen RRL (1999) luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan), dan menurut FAO (2007) dalam BPS (2010) luas mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 2,9 juta ha atau 19 % dari luas mangrove di dunia, kemudian berdasarkan data Kementrian Kehutanan (2007) dalam BPS 2010 luas
3
hutan mangrove yang tidak rusak pada tahun 2007 adalah sebesar 1 271 391,6 ha di kawasan hutan dan 63 836,9 di luar kawasan hutan (non-kawasan hutan). Dinas Kelautan dan Perikananan Propinsi (2010) dalam BPS (2010) menyebutkan bahwa luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2009 hanya mencapai 2 769 089,06 ha dengan kondisi baik sebesar 197 281,87 ha, kondisi sedang sebesar 89 103,12 ha, dan kondisi rusak sebesar 107 647,39. Berdasarkan data yang ada, Jawa Timur merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki kerusakan hutan mangrove tertinggi pada non-kawasan hutan. Berdasarkan data Kementrian Kehutanan (2007) dalam BPS (2010) luas hutan mangrove non-kawasan hutan di Jawa Timur yang rusak sebanyak 83 949 ha dan 177 739,6 ha tergolong rusak berat. Kerusakan hutan tersebut menyebabkan pemerintah dan instansi-instansi terkait, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melakukan upaya pencegahan bencana dan kerusakan kawasan pesisir melalui rehabilitasi atau penanaman mangrove. Upaya rehabilitasi mangrove tersebut tentu akan berpengaruh terhadap nilai ekonomi total dari kawasan mangrove, sehingga permasalahan yang ingin dijawab oleh peneliti adalah: 1.
Bagaimana kondisi aktual sumberdaya alam hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan pasca rehabilitasi?
2.
Berapa besar nilai ekonomi total dari sumberdaya alam hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan pasca rehabilitasi?
1.3
Tujuan Berdasarkan dari pemasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
4
1.
Mengidentifikasi sumberdaya alam hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan pasca rehabilitasi
2. 1.4
Mengestimasi nilai ekonomi total dari hutan mangrove pasca rehabilitasi Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah pusat,
pemerintah daerah, pengelola hutan mangrove, masyarakat, dan mahasiswa. 1.
Pemerintah pusat, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber data dan informasi pemerintah mengenai nilai ekonomi total hutan mangrove yang telah direhabilitasi. Penelitian ini juga mempermudah pemerintah pusat dalam meninjau kondisi hutan mangrove pasca rehabilitasi.
2.
Pemeritah daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan selanjutnya yang berkenaan dengan hutan mangrove.
3.
Pengelola hutan mangrove, penelitian ini diharapkan dapat mempermudah pengelola hutan mangrove dalam menjaga dan mengelola hutan mangrove secara berkelanjutan.
4.
Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi dan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam menjaga keberlanjutan hutan mangrove.
5.
Mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan, serta kemampuan mahasiswa dalam menilai dan menganalisis nilai ekonomi hutan mangrove pasca rehabilitasi.
1.5
Batasan Penelitian Batasan penelitian ini adalah:
5
1.
Penelitian ini dibatasi pada hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan yang telah mengalami rehabilitasi pada tahun 2009.
2.
Penelitian ini hanya untuk mengestimasi nilai ekonomi total dari hutan mangrove pasca rehabilitasi.
3.
Nilai guna langsung dari hutan mangrove yang diestimasi adalah potensi kayu mangrove, ikan, udang, dan kepiting.
4.
Nilai guna tidak langsung dari hutan mangrove yang diestimasi adalah berdasarkan fungsi hutan mangrove sebagai penahan abrasi, feeding ground, dan sebagai tempat tujuan wisata.
5.
Nilai guna pilihan yang diestimasi dalam penelitian ini adalah nilai manfaat keanekaragaman hayati hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan.
6.
Penilaian responden tentang keberadaan hutan mangrove adalah sesuatu yang akan mereka lakukan untuk tetap memperoleh hutan mangrove dalam kondisi baik.
7.
Nilai warisan yang diestimasi dalam penelitian ini yaitu berhubungan dengan kesediaan membayar untuk melindungi manfaat lingkungan bagi generasi mendatang oleh penduduk lokal.
6
II. 2.1 1.
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub
tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2002). Menurut Nybakken (1982), hutan bakau atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. 2. Karakteristik Hutan Mangrove Hutan mangrove memiliki karakteristik yang khas karena hanya tumbuh pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove hanya dapat tumbuh dengan baik pada daerah-daerah tertentu dengan karakteristik sebagai berikut: a.
Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir.
b.
Daerahnya tergenang air secara berkala, baik setiap hari maupun yang tergenang pada saat pasang purnama (frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove).
c.
Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.
d.
Terlindung dari gelombang besar dan pasang surut yang kuat.
e.
Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38 permil).
7
3. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut, berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan (Murdiyanto, 2003). Menurut Lubis (1999) diacu dalam (Santoso, 2005), hutan mangrove memiliki fungsi utama yaitu: a.
Fungsi Fisik 1.
Menyerap CO2 melalui proses fotosintesis.
2.
Mencegah intrusi air laut ke darat.
3.
Melindungi pantai dari penggerusan ombak.
4.
Menyaring dan menguraikan bahan-bahan organik yang datang dari darat di bawah permukaan air hujan dan air sungai.
5.
Pada pantai tempat sungai bermuara yang membawa endapan lumpur dalam jumlah besar, hutan mangrove berfungsi mempercepat proses pembentukan daratan.
b.
Fungsi Biologis 1.
Hutan mangrove merupakan subsistem yang memiliki tingkatan produktivitas bahan pelapukan dan organik mati yang sangat tinggi. Bahan pelapukan dan organik mati ini ternyata sumber makanan yang sangat baik dan penting bagi hewan-hewan seperti udang, kepiting, dan kerang.
2.
Berkaitan erat dengan poin di atas, hewan pemakan bahan pelapukan dan organik mati tersebut kemudian menjadi makanan bagi hewan pemakan daging termasuk ikan.
8
c.
3.
Sebagai tempat berpijah berbagai jenis biota
4.
Sebagai habitat alami berbagai jenis burung, reptilian, dan kera
Fungsi Ekonomi 1.
Sebagai sumber kayu untuk kayu bakar, arang, bahan bangunan, alat-alat rumah tangga, dan bahan pertanian.
2.
Sebagai bahan industry (makanan, obat-obatan, tekstil, penyamak kulit, pulp, rayon dan kertas).
3.
Sebagai tempat pertambakan udang dan ikan, tempat pembuatan garam dan juga sebagai tempat rekreasi.
2.2 1.
Nilai Ekonomi Hutan Mangrove Konsep Dasar Nilai Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Nilai merupakan persepsi terhadap barang dan jasa dari setiap individu
tergantung tempat dan waktu. Menurut Davis dan Johnson yang diacu dalam Ramadhan (2010), penilaian diartikan sebagai proses pengkuantifikasian nilai yang harus dilakukan melalui persepsi, pandangan individu atau kelompok individu. 2.
Jenis-Jenis Nilai Ekonomi Nilai ekonomi dari sumberdaya mempunyai jenis yang bermacam-macam.
Ada nilai yang bisa dikuantifikasi melalui pendekatan harga pasar dan ada pula nilai yang tidak bisa dikuantifikasi dengan harga pasar. Hutan mangrove yang sudah direhabilitasi ini juga memiliki manfaat nilai ekonomi yang besar. Nilai ekonomi tersebut cenderung lebih mengarah pada nilai yang tidak bisa dikuantifikasi dengan harga pasar. Memahami permasalahan tersebut maka Krutilla (1967) dalam Santoso (2005) memperkenalkan konsep Total Economic
9
Value (TEV) atau nilai ekonomi total bagi setiap individu atas sumberdaya alam dan lingkungan. Model nilai ekonomi total dapat dilihat pada Gambar 1. Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value)
Nilai Non-Guna (Non Use Value)
Nilai Guna (Use Value)
Nilai Guna Langsung (Direct Use Value)
Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value)
Nilai Pilihan (Option Value)
Nilai Keberadaan (Existence Value)
Nilai Warisan (Bequest Value)
Sumber: Pearce dan Moran (1994)
Gambar 1. Model Nilai Ekonomi Total Berdasarkan model tersebut TEV dibagi menjadi dua bagian yaitu use value dan non-use value. a.
Nilai Guna (Use Value) Use value adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan aktual dari
barang dan atau jasa seperti menangkap ikan, menangkap kepiting, menangkap udang, menebang pohon, dan sebagainya. Nilai guna merupakan nilai yang dirasakan oleh masyarakat. Nilai guna ini biasanya dinilai dengan menggunakan harga pasar dan oleh karena itulah nilai ini cenderung lebih mudah dihitung daripada nilai non-guna dari hutan mangrove. Nilai guna tersebut dibagi menjadi tiga bagian, yaitu nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, dan nilai guna pilihan. Nilai guna langsung ini misalnya saja nilai dari hasil tangkapan ikan, udang, dan kepiting di sekitar hutan mangrove. Nilai guna tidak langsung dari hutan mangrove ini mengacu pada fungsinya dan dirasakan secara tidak langsung oleh masyarakat misalnya sebagai pencegah abrasi pantai, spawning ground, feeding ground,
10
dan sebagai penyerap karbon. Nilai guna yang ketiga yaitu nilai guna pilihan. Nilai guna pilihan adalah suatu nilai yang menunjukkan kesediaan seseorang untuk membayar guna melestarikan ekosistem mangrove bagi pemanfaatan dengan mengacu pada nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan mangrove di Indonesia, yaitu US$ 1 500/km2/tahun atau US$15/ha/tahun (Ruitenbeek, 1991 dalam Fahrudin, 1996). b.
Nilai Non-Guna (Non-Use Value) Menurut Fauzi (2002) yang diacu dalam Santoso (2005) Non-Use Value
merupakan nilai yang tidak berhubungan dengan pemanfaatan aktual dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam. Nilai bukan kegunaan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu nilai warisan dan nilai keberadaan. Nilai warisan merupakan nilai yang diwariskan untuk generasi yang akan datang. Nilai ini diukur melalui keinginan masyarakat dalam membayar untuk memelihara SDAL untuk generasi yang akan datang (Fauzi, 2002 dalam Santoso, 2005). Nilai yang kedua adalah nilai keberadaan, nilai ini merupakan nilai yang sudah melekat pada sumberdaya tersebut (Fauzi, 2002 dalam Santoso, 2005). 3.
Pendekatan Nilai Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (SDAL) Menurut Pearce dan Moran (1994) pendekatan penilaian sumberdaya dan
lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu, pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung. Pendekatan langsung ini dengan cara eksperimen dan survei, seperti penggunaan Contingent Valuation Method dan Contingen Rangking Method. Sedangkan pendekatan tidak langsung yaitu dengan pendekatan pasar konvensional atau observasi pasar berdasarkan informasi.
11
a.
Pendekatan Langsung Nilai Ekonomi SDAL Pengukuran nilai ekonomi dalam penelitian ini menggunakan Contingent
Valuation Method (CVM). Perhitungan CVM ini dilakukan untuk mengukur preferensi masyarakat, nelayan, dan pemerintah daerah dengan wawancara langsung yang dipandu melalui kuesioner mengenai kesediaan membayar untuk tetap memperoleh lingkungan hutan mangrove yang baik. b.
Pendekatan Tidak Langsung Nilai Ekonomi SDAL Pengukuran ini meliputi dua metode yaitu surplus konsumen dan
Productivity Method. Metode yang digunakan dalam pendekatan tidak langsung nilai ekonomi suatu SDAL ini yaitu Productivity Method . Hal tersebut berdasarkan tujuan peneliti. 2.3
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai nilai total ekonomi yang terkait dengan hutan
mangrove sebelumnya sudah ada. Penelitian yang telah dilakukan lebih mengarah pada penilaian atas kerusakan yang terjadi pada hutan mangrove sedangkan estimasi nilai ekonomi total hutan mangrove yang sudah direhabilitasi belum dilakukan. Salah satu peneliti yang melakukan penelitian terkait nilai ekonomi hutan mangrove yaitu Agung Ramadhan dari Sekolah Sarjana Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Ramadhan (2010) melakukan penelitian dengan judul “Penilaian Ekonomi Hutan Mangrove (Studi Kasus: Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat). Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengestimasi nilai ekonomi kerusakan hutan mangrove.
12
Hasil dari penelitian Ramadhan (2010) menunjukkan bahwa nilai manfaat langsung dari hutan mangrove pada tahun 2009 di Desa Pantai Bahagia, Kabupaten Bekasi sebesar Rp. 3 153 228 697,08. Berdasarkan penelitian Ramadhan (2010) nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove pada tahun 2009 sebesar Rp. 7 234 324 448,11. Nilai manfaat keberadaan hutan mangrove pada tahun 2009 di Desa Pantai Bahagia sebesar Rp. 5 115 620 400,00 (Ramadhan, 2010). Metode CVM dalam penelitian Ramadhan (2010) berdasarkan kesediaan membayar terhadap manfaat keberadaan hutan mangrove. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kesediaan membayar seseorang (Willingnes to pay) berbeda-beda menurut tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan masyarakat mulai dari SD, SMP, dan SMA. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang berbeda tersebut memberikan kisaran kesediaan membayar masing-masing sebesar, Rp. 5 000,00-Rp. 18 000,00, Rp.10 000,00-Rp. 20 000,00, dan Rp. 10 000,00-Rp. 50 000,00. Penelitian ini pada intinya membahas hal yang sama dengan penulis. Hal yang membedakan adalah penelitian sebelumnya melakukan penilaian pada hutan mangrove yang telah mengalami kerusakan sedangkan penelitian penulis dilakukan pada hutan mangrove yang mengalami perbaikan (rehabilitasi). Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu menggunakan Analisis Deskriptif, Productivity Method, Replacement Cost, Travel Cost Method, Benefit Transfer dan Contingent Valuation Method (CVM).
13
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
Rehabilitasi terhadap suatu sumberdaya akan berimplikasi terhadap kondisi sumberdaya tersebut pasca rehabilitasi serta nilai ekonomi totalnya. Hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur merupakan salah satu daerah yang mengalami rehabilitasi terbesar untuk sumberdaya hutan mangrove non-kawasan hutan. Mangrove yang ditanam di wilayah tersebut memiliki nilai ekonomi sehingga penelitian terkait nilai ekonomi total hutan mangrove perlu dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh nilai ekonomi total dari hutan mangrove yang telah mengalami rehabilitasi. Nilai ekonomi total dari hutan mangrove yang telah direhabilitasi tersebut dapat membantu pemerintah. Pemerintah bisa mengetahui sejauh mana program rehabilitasi tersebut bisa mempengaruhi nilai ekonomi total dari hutan mangrove. Hal ini kemudian akan berimplikasi kepada kebijakan pemerintah selanjutnya untuk memperoleh hutan mangrove yang bernilai ekonomi tinggi dan berkelanjutan. Awal penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi sumberdaya hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Proses identifikasi tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi aktual sumberdaya hutan mangrove di daerah tersebut. Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi kondisi aktual sumberdaya hutan mangrove adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif ini dapat memberikan gambaran terhadap kondisi hutan mangrove pasca rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.
14
Selanjutnya dilakukan identifikasi manfaat hutan mangrove melalui pendekatan Total Ecomic Value (TEV) dengan mewawancarai responden melalui panduan kuesioner. Nilai ekonomi total tersebut bisa diperoleh dari nilai guna dan nilai non-guna dari hutan mangrove. Nilai guna (Use Value) dari hutan mangrove ini dibagi lagi menjadi tiga bagian. Pertama, nilai guna langsung yang bisa diperoleh dari pemanfaatan langsung hutan mangrove seperti nilai pemanfaatan untuk menangkap ikan, udang, dan kepiting serta nilai potensi kayunya. Kedua, nilai guna tidak langsung yang bisa diperoleh dari barang dan jasa lingkungan hutan mangrove tersebut seperti penahan abrasi pantai, feeding ground, dan potensi ekowisata. Ketiga, nilai pilihan dari hutan mangrove ini bisa diperoleh dari penggunaan sistem penilaian benefit dari tempat lain, dimana sumberdaya tersedia, kemudian benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan kasar mengenai manfaat lingkungan (Tuwo, 2011). Nilai pilihan tersebut diperoleh dengan cara menghitung besarnya nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) yang ada di ekosistem mangrove. Menurut Ruitenbekk (1991) dalam Fahrudin (1996) hutan mangrove Indonesia memiliki nilai biodiversitas sebesar US$ 1 500 per km2 atau US$15 per ha. Nilai non-guna (Non-use Value) dari hutan mangrove terbagi menjadi dua macam, yaitu nilai warisan (Bequest Value) dan nilai keberadaan (Existen Value). Nilai warisan dan keberadaan tersebut bisa diperoleh dengan menggunakan metode perhitungan Contingent Valuation Method (CVM). CVM ini didasarkan pada kesediaan seseorang membayar (willingness to pay) dari keberadaan hutan mangrove.
15
Nilai dari manfaat hutan mangrove yang diperoleh tersebut kemudian dilanjutkan dengan mengkuantifikasi seluruh manfaat hutan mangrove ke dalam nilai uang yaitu dengan menghitung nilai ekonomi totalnya. Informasi nilai ekonomi total dari hutan mangrove ini bisa digunakan pemerintah dalam pengelolaan hutan mangrove yang lestari dan penentuan kebijakan yang efektif mengenai hutan mangrove. Alir pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2 untuk mempermudah pelaksanaan penelitian. Hutan Mangrove
Identifikasi Sumberdaya Alam Hutan Mangrove
Analisis Deskriptif
Identifikasi Manfaat Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi (TEV)
Nilai Guna
Manfaat Langsun g
Nilai Non-Guna
Manfaat Tidak Langsung
Nilai Potensi Kayu Nilai Produktivitas Ikan Nilai produktivitas Udang Nilai produktivitas Kepiting
Analysis of Standing Volume dan Productivity Method
Nilai Penahan Abrasi Nilai Penyedia Pakan Alami Udang, dan Nilai Ekowisata
Replacement Cost, Productivity method dan Travel Cost Method
Manfaat Pilihan
Manfaat Keberadaan
Manfaat Warisan
Nilai Biodiversity
Benefit Transfer
Willingness to Pay
Kuantifikasi Nilai Manfaat Hutan Mangrove (Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove/TEV)
Rekomendasi Hasil Penelitian terhadap Pengelolaan Hutan Mangrove Yang Lestari
Gambar 2. Diagram Kerangka Alur Pemikiran
16
IV. 4.1
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kawasan Pesisir Pantai Tlanakan,
Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan kawasan yang mengalami rehabilitasi terbesar di Jawa Timur untuk sumberdaya hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan ini tentu akan mengurangi resiko rusaknya pesisir pantai dan bertambahnya luasan hutan mangrove yang berimplikasi pada nilai ekonomi total dari mangrove tersebut. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 hingga Mei 2012. 4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui wawancara, pengisian kuesioner, dan observasi langsung ke lapangan untuk melihat langsung keadaan hutan mangrove, keadaan masyarakat, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lapangan oleh masyarakat yang terkait dengan pemanfaatan hutan mangrove. Wawancara untuk memperoleh data primer dan data sekunder juga dilakukan kepada pemerintah dan masyarakat terkait rehabilitasi hutan mangrove dan manfaat ekonomi hutan mangrove. Wawancara kepada masyarakat ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi aktual hutan mangrove pasca rehabilitasi dan besarnya WTP masyarakat untuk tetap memperoleh manfaat dengan kondisi mangrove yang baik. Data sekunder yang diperlukan meliputi kondisi geografis lokasi penelitian, keadaan demografi, keadaan sosial ekonomi masyarakat, nilai potensi hutan
17
mangrove sebagai penghasil kayu, ikan, udang, dan kepiting. Data ini diperoleh dari kantor Desa dan Kecamatan Tlanakan serta instansi-instansi terkait lainnya. 4.3
Metode Pengambilan Contoh/Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan dengan studi data
sekunder mengenai rehabilitasi dan sumberdaya hutan mangrove dari instansi terkait. Selain itu data diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner dari responden. Pengambilan sampel ini dengan sengaja pada masyarakat sekitar Pesisir Pantai Tlanakan dengan menggunakan metode non-probability sampling, hal ini dikarenakan daftar penduduk yang benar-benar terkait dengan pemanfaatan hutan mangrove tidak diketahui secara pasti. Responden ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Teknik tersebut untuk memilih responden berdasarkan tujuan penelitian. Teknik tersebut akan mempermudah proses pengambilan data, hemat, dan menjamin ketelitian. Responden dalam penelitian ini dibagi berdasarkan metode penelitian yang digunakan, terdiri atas lima kelompok: 1.
Responden untuk analisis deskriptif berjumlah 5 orang sebagai Key Information, terdiri dari tokoh masyarakat serta aparat pemerintah yang terkait dan memahami kondisi hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.
2.
Responden untuk Productifity Method hanya terdiri dari nelayan dan masyarakat tertentu saja yang mengetahui harga kayu mangrove, ikan, udang, dan kepiting yang biasa mereka peroleh di pasaran. Produktivitas dari komoditas ikan, udang, dan kepiting diperoleh melalui data sekunder yang
18
ada di instansi terkait. Produktivitas kayu mangrove diperoleh dari analisis volume tegakannnya. 3.
Responden untuk menilai manfaat hutan mangrove sebagai tempat tujuan wisata berjumlah 35 orang. Responden tersebut akan diwawancarai terkait biaya perjalanan mereka menuju lokasi hutan mangrove.
4.
Responden untuk Contingent Valuation Method (CVM) nilai keberadaan berjumlah 35 orang. Responden tersebut terdiri dari masyarakat umum lainnya yang mengetahui keberadaan hutan mangrove. Responden akan diwawancarai untuk mengetahui kesediaan membayar masyarakat terhadap keberadaan sumberdaya alam hutan mangrove.
5.
Responden untuk Contingent Valuation Method (CVM) nilai warisan berjumlah 35 orang. Terdiri dari masyarakakat lokal yang berlokasi di sekitar Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Berdasarkan kaidah ekonometrik, jumlah 35 responden sudah mencukupi,
karena bila ukuran contohnya lebih besar atau sama dengan 30, bagaimanapun bentuk populasinya, teori penarikan contoh menjamin akan diperolehnya hasil yang memuaskan (Walpole, 1997) 4.3.1
Matriks Penelitian Matriks penelitian bertujuan untuk melihat alat, dan karakteristik data
penelitian secara sistematis. Tujuan, alat analisis, dan karakteristik data yang dilakukan dalam penelitian “Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur” dapat dilihat pada Tabel 1.
19
Tabel 1. Matriks Penelitian No 1
2
4.4
Tujuan Penelitian
Data yang Dibutuhkan
Metode Analisis
Mengidentifikasi sumberdaya alam hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan pascarehabilitasi. Mengestimasi nilai ekonomi total dari hutan mangrove pasca-rehabilitasi
Kondisi aktual sumberdaya alam hutan mangrove pasca-rehabilitasi
Analisis Deskriptif
Nilai ekonomi dari manfaat langsung hutan mangrove yang telah direhabilitasi tersebut Nilai ekonomi dari manfaat hutan mangrove sebagai penahan abrasi
Productivity Method
Nilai ekonomi dari manfaat hutan mangrove sebagai feeding ground Nilai ekonomi dari hutan mangrove sebagai tempat tujuan ekowisata Nilai pilihan dari hutan mangrove
Productivity Method
Nilai keberadaan dan niai warisan dari hutan mangrove pasca rehabilitasi
Contingen Valuation Method (CVM)
Replacement Cost
Sumber Data Observasi, Wawancara Instansi Terkait
Wawancara, Instansi Terkait
Wawancara, Study Literatur, Instansi Terkait Wawancara, Instansi Terkait
Travel Cost Method (TCM)
Wawancara, Kuesioner
Benefit Transfer
Nilai Biodiversity Ekosistem Mangrove Wawancara, Kusioner
Jumlah Responden (Orang)
5
30
3
3
35
-
70
Metode dan Prosedur Analisis Pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan Maret 2012. Metode
analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi kondisi aktual hutan mangrove pasca rehabilitasi. Nilai ekonomi total hutan mangrove yang telah mengalami rehabilitasi tersebut dinilai melalui identifikasi manfaat dan fungsi yang terkait
20
dengan hutan mangrove serta kuantifikasi nilai manfaat tersebut ke dalam nilai uang. 4.4.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah suatu analisis
yang digunakan untuk
menggambarkan perkembangan karakteristik kondisi sosial dan ekonomi tertentu dari suatu daerah. Beberapa kondisi sosial dan ekonomi yang perlu dideskripsikan misalnya, laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, dan sebagainya. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu populasi. Misalnya populasi pohon mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan yang dilihat dari nilai rata-rata diameter pohon dan tingginya serta kerapatannya. Deskripsi dari kondisi sosial dan ekonomi suatu daerah bisa beragam bentuknya, yaitu berupa tabulasi silang, grafik histogram dan sebagainya. Bentuk deskripsi ini dipilih sesuai dengan keperluan analisis agar tujuan penelitian bisa dicapai. 4.4.2
Identifikasi Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove Nilai ekonomi suatu sumberdaya pada dasarnya dibedakan menjadi dua,
yaitu nilai kegunaan (use value) dan nilai non-guna (non-use value) nilai keguanaan meliputi nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, dan nilai guna pilihan. Nilai non-guna terdiri dari nilai warisan dan nilai keberadaan. 1.
Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) Nilai guna langsung dihasilkan dari pemanfaatan secara langsung dari
suatu sumberdaya, dalam hal ini adalah hutan mangrove yang terehabilitasi. Nilai manfaat langsung tersebut dihitung dari jenis manfaat yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Pesisir Pantai Tlanakan. Nilai manfaat langsung ini diidentifikasi dari hasil tangkapan kepiting, udang, ikan, dan nilai potensi kayu mangrove.
21
Nilai manfaat langsung dari hutan mangrove dari produktivitas ikan, udang, dan kepitingnya dapat diperoleh dengan menggunakan Productivity Method. Nilai tersebut diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pamekasan. Sementara nilai potensi kayu mangrove diperoleh dengan menggunakan Analysis of Standing Volume (Analisis Volume Tegakan) pada pohon mangrove dengan menentukan tiga titik contoh (sampel). Menurut Nilwan et al (2003) dalam Santoso (2005) rumus umum yang digunakan pada Analysis of Standing Volume (Analisis Volume Tegakan) adalah: Vha= 0,5x Π x D2 x T x K Keterangan: D: Diameter rata-rata (m) T: Tinggi rata-rata (m) K: Kerapatan rata-rata per ha Π: 3,14 Analisis volume tegakan ini dapat menggambarkan kondisi dari hutan mangrove pada tiap hektar. Selain itu juga dapat dijadikan perhitungan awal dari nilai ekonomi potensi kayu mangrove. 2.
Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value) Nilai guna tidak langsung dari hutan mangrove dapat diidentifikasi dari
manfaat fisik dan biologisnya serta dari potensi kawasan hutan mangrove sebagai tujuan ekowisata. Manfaat fisik dari hutan mangrove yaitu sebagai penahan abrasi air laut. Manfaat biologisnya yaitu sebagai tempat pemijahan ikan, daerah asuhan ikan dan sebagai penyedia makanan bagi ikan. Penilaian hutan mangrove secara fisik diestimasi dari fungsi hutan mangrove sebagai penahan abrasi. Nilai ekonomi hutan mangrove sebagai penahan
abrasi
ini
diperoleh berdasarkan
pendekatan biaya
pengganti
22
(Replacement cost) pembuatan penahan abrasi. Hutan mangrove ini diibaratkan sebagai bangunan dari beton yang berfungsi sebagai pemecah gelombang (breakwater). Pengestimasian nilai ekonominya dilakukan dengan cara mengukur panjang garis pantai yang dilindungi oleh hutan mangrove, kemudian biaya pembuatan breakwater yang diperoleh dikalikan satu per tiga dari panjang garis pantai yang dilindungi hutan mangrove. Hal ini dikarenakan manfaat hutan mangrove tersebut dapat tergantikan dengan membangun breakwater sepanjang satu per tiga dari panjang garis pantai (Santoso, 2005). Penilaian ekonomi secara biologi berbeda dengan penilaian ekonomi secara fisik. Penilaian ekonomi secara biologi didekati secara tidak langsung melalui Productivity Method. Produktivitas yang digunakan untuk mengetahui nilai tidak langsung dari hutan mangrove sebagai penyedia pakan yaitu produktivitas hasil tangkapan udang. Nilai ini diestimasi setara dengan hasil tangkapan udang disekitar hutan mangrove dikali dengan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk setiap kilogram udang yang diperoleh dikali harga pakan udang didaerah penelitian (Sribianti, 2008). Nilai ekonomi ekowisata hutan mangrove diestimasi melalui pendekatan biaya perjalanan. Menurut Hufschmidt et al (1987) dalam Darmawan (2011) pendekatan biaya perjalanan dikembangkan untuk menilai manfaat barang lingkungan. Konsep ini dapat digunakan untuk memperoleh besarnya nilai tidak langsung hutan mangrove sebagai tujuan ekowisata terutama untuk kawasan yang belum memiliki harga tiket masuk. Biaya perjalanan pengunjung ini akan diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan panduan kuesioner.
23
Biaya perjalanan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan menuju lokasi wisata. Biaya tersebut meliputi biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya dokumentasi, dan biaya-biaya lainnya. Adapun fungsi dari biaya perjalanan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: C = Bt + Bk + Bd + Bl………………………………….....................................(1) Keterangan: C : Biaya perjalanan (Rp/orang) Bt : Biaya transportasi (Rp/orang) Bk : Biaya konsumsi (Rp/orang/hari) Bd : Biaya dokumentasi (Rp/orang) Bl : Biaya lain-lain (Rp) 3.
Nilai Pilihan (Option Value) Nilai
pilihan
untuk
hutan
mangrove
biasanya
didekati
dengan
menggunakan metode Benefit Transfer. Metode ini menggunakan sistem penilaian benefit dari tempat lain, dimana sumberdaya tersedia, kemudian benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan kasar mengenai manfaat lingkungan (Tuwo, 2011). Metode tersebut didekati dengan cara menghitung besarnya nilai keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang ada di ekosistem hutan mangrove tersebut. Menurut Ruitenbeek (1991) dalam Fahrudin (1996) hutan mangrove Indonesia memiliki nilai biodiversitas sebesar US$ 1 500 per km2 atau US$ 15 per ha. Nilai ini dapat digunakan untuk seluruh Hutan mangrove yang ada di Indonesia. Nilai manfaat pilihan dapat dirumuskan sebagai berikut: OV = US$15 per ha x Luas hutan mangrove………..........................(2) Dimana: OV = Option Value 4.
Nilai Warisan (Bequest Value) Hutan mangrove memiliki nilai warisan dari masyarakat sekarang ke
generasi yang akan datang jika bisa terpelihara dengan baik. Oleh sebab itu nilai
24
manfaat warisan tersebut perlu diestimasi. Metode yang digunakan adalah Contingent Valuation Method (CVM). Metode ini didasarkan pada kesediaan membayar seseorang (Willingness To Pay) untuk memelihara hutan mangrove agar bisa diwariskan pada generasi yang akan datang seperti saat menilai nilai keberadaan hutan mangrove. Pencarian data dalam metode ini dilakukan dengan wawancara dengan mengunakan panduan kuesioner. Teknik CVM ini memerlukan analisis survei yang kompeten untuk mencapai perkiraan yang bisa dipertahankan, akan tetapi sifat studi dan hasil penelitian dari CVM tidak sulit untuk menganalisis dan menjelaskan permasalahan. CVM telah banyak digunakan, serta banyak penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan metodelogi, membuat hasil lebih valid dan dapat diandalkan (Fadhli, 2011). Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan Willingness To Pay (WTP) dengan menggunakan CVM dalam penelitian ini meliputi: a.
Membentuk Pasar Hipotetik Pasar hipotetik yang dibentuk adalah suatu pasar dengan kualitas hutan
mangrove yang berbeda dengan kondisi sekarang. Responden sebelumya telah menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai persepsi terhadap kondisi hutan mangrove. Pasar hipotetik dibentuk setelah responden diminta untuk mendengarkan atau membaca suatu pernyataan mengenai kondisi hutan mangrove saat ini (pasca rehabilitasi). Dijelaskan pula bahwa kondisi ini terjadi karena adanya rehabilitasi oleh pemerintah pada tahun 2009 yang bekerjasama dengan masyarakat setempat. Selanjutnya pasar hipotetik CVM yang ditawarkan, dibentuk dalam sebuah skenario sebagai berikut:
25
“Pihak pengelola berencana akan bekerjasama dengan masyarakat untuk terus merehabilitasi hutan mangrove. Hal tersebut memerlukan partisipasi aktif masyarakat melalui penarikan dana sumbangan. Selanjutnya dana tersebut akan digunakan untuk biaya pembelian bibit mangrove, pancang tegakan bibit mangrove, dan upah bagi masyarakat yang menanam pohon mangrove. Apakah anda bersedia untuk ikut berpartisipasi aktif ?. Berapa jumlah yang bersedia anda bayarkan untuk itu ? ”
Skenario ini memberikan gambaran kepada responden mengenai situasi hipotetik rencana pengelolaan dan pembayaran jasa SDAL sebagai upaya konservasi untuk kelesarian hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. Nilai sumberdaya alam tersebut akan diberlakukan dan ditanyakan kepada responden mengenai WTP per bulan untuk masyarakat sekitar hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. b.
Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP Apabila alat survei telah dibuat, maka survei tersebut dapat dilakukan
dengan wawancara langsung. Teknik yang digunakan dengan menggunakan metode referendum atau discrete choise (dichotomous choise). Responden diberi suatu nilai rupiah kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak. Metode lebih memudahkan responden dalam memahami maksud dan tujuan dari penelitian dibanding dengan metode lain. c.
Memperkirakan Dugaan Rataan WTP WTPi dapat diduga dengan menggunakan nilai tengah dari kelas atau
interval kelas WTPi. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui bahwa WTPi yang benar berada antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WTP) dengan WTP berikutnya (batas atas kelas WTP). Dugaan rataan WTP dihitung dengan rumus: ∑
26
Keterangan: EWTP : Dugaan rataan WTP Wi : Nilai WTP ke-i Pfi : Frekuensi relatif N : Jumlah responden i : Responden ke-i yang bersedia melakukan pembayaran nilai SDA d.
Penjumlahan Data Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran
dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTP maka dapat diduga nilai WTP dari rumah tangga dengan menggunakan rumus: ∑
(
)
Keterangan TWTP : Total WTP WTPI : WTP individu sampai ke-i ni : Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP N : Jumlah sampel P : Jumlah populasi i : Responden ke-i yang bersedia membayar jasa sumberdaya alam dan lingkungan e.
Mengevaluasi Penggunaan CVM Evaluasi ini merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah
berhasil dilakukan. Pada tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Apakah hasil survei mengandung tingkat penalaran sanggahan yang tinggi. Apakah ada bukti bahwa responden benar-benar mengerti mengenai pasar hipotetik. Seberapa besar tingkat kesalahan responden dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Seberapa baik pasar hipotetik yang digunakan dapat menangkap
27
setiap aspek dalam barang lingkungan. Seberapa baik permasalahan yang terjadi diasosiasikan dengan CVM. 5.
Nilai Manfaat Keberadaan (Existence Value) Keberadaan hutan mangrove dalam kehidupan masyarakat tentu akan
dirasakan oleh mereka apalagi jika hutan mangrove itu mengalami perubahan. Oleh sebab itu nilai manfaat keberadaan tersebut perlu diestimasi. Metode yang digunakan adalah Contingent Valuation Method (CVM). Metode ini didasarkan pada kesediaan membayar seseorang (Willingness to pay) terhadap keberadaan sumberdaya mangrove sehingga manfaat dan fungsi hutan mangrove tetap dirasakan oleh masyarakat. Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan Willingness to pay (WTP) nilai keberadan dengan menggunakan CVM sama halnya dengan tahap-tahap untuk memperoleh nilai warisan. Hal yang membedakan adalah responden dan pasar hipotetiknya. Responden yang diperlukan untuk menilai keberadaan hutan mangrove adalah masyarakat yang mengetahui tentang hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan dan mereka bukan masyarakat sekitar hutan mangrove. Pasar hipotetik yang dibentuk untuk memperoleh nilai keberadaan hutan mangrove adalah suatu pasar dengan kualitas hutan mangrove yang berbeda dengan kondisi sekarang. Pasar hipotetik dibentuk setelah responden diminta untuk mendengarkan atau membaca suatu pernyataan mengenai kondisi hutan mangrove saat ini (pasca rehabilitasi). Dijelaskan pula bahwa kondisi ini terjadi karena adanya rehabilitasi oleh pemerintah sebelumnya pada tahun 2009 yang
28
bekerjasama dengan masyarakat setempat. Selanjutnya pasar hipotetik CVM yang ditawarkan, dibentuk dalam sebuah skenario sebagai berikut: “Pihak pengelola berencana akan terus melakukan rehabilitasi. Hal tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat dengan penarikan dana sumbangan. Selanjutnya dana tersebut akan digunakan untuk biaya pembelian bibit mangrove, pancang tegakan bibit mangrove, dan upah bagi masyarakat yang menanam pohon mangrove. Berapa jumlah yang bersedia anda bayarkan untuk program rehabilitasi hutan mangrove tersebut ?”.
Skenario ini memberikan gambaran kepada responden mengenai situasi hipotetik mengenai
rencana pengelolaan dan pembayaran jasa SDAL sebagai upaya
konservasi untuk kelestarian hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. Nilai sumberdaya alam tersebut akan diberlakukan dan ditanyakan kepada responden mengenai WTP per bulan untuk masyarakat yang mengetahui hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. 4.4.3 Analisis Regresi Linear Berganda Menurut Juanda (2009), analisis linear berganda (multiple regresion) adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara beberapa peubah bebas dan satu peubah tak bebas. Analisis regresi linear berganda pada penelitian ini digunakan untuk mengevaluasi penggunaan CVM. Evaluasi pelaksanaan model CVM dapat dilihat dari tingkat keandalan
fungsi WTP.
Persamaan regresi linear berganda yang digunakan dalam menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi nilai WTP responden adalah sebagai berikut: WTP = β0 + β1JK + β2UR+ β3ST+ β4Pdi+ β5Pda+ β6Pk1+ β7Pk2+β8Pk3 + β9Pk4+ β10Pk5+ β11MH+ β12LN+ ɛi Keterangan WTP β0 β1,..,βn JK UR ST
: Nilai WTP Responden (Rp/orang) : Intersep : Koefisien Regresi : Jenis Kelamin (Dummy) : Usia Responden (Tahun) : Status (Dummy)
29
Pdi Pda Pk1 Pk2 Pk3 Pk4 Pk5 MH LN i
: Tingkat Pendidikan Responden : Tinkat Pendapatan Responden (Rp/bulan) : Jenis Pekerjaan sebagai Karyawan (Dummy) : Jenis Pekerjaan sebagai Nelayan (Dummy) : Jenis Pekerjaan sebagai Wiraswasta (Dummy) : Jenis Pekerjaan sebagai PNS (Dummy) : Jenis Pekerjaan lain (Dummy) : Mahasiswa (Dummy) : Kelestarian Lingkungan/Kondisi Hutan Mangrove (Dummy) : Responden ke-i (i = 1, 2, 3,...,n)
4.4.4 Kuantifikasi Manfaat ke Dalam Nilai Uang Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah mengidentifikasi manfaat-manfaaat dari hutan mangrove adalah mengkuantifikasi seluruh manfaat yang diperoleh ke dalam nilai uang. Nilai tersebut dikuantifikasi berdasarkan nilai ekonomi total hutan mangrove secara keseluruhan. Ada beberapa nilai yang dapat digunakan untuk melakukan kuantifikasi dari sumberdaya mangrove, yaitu: 1.
Nilai Pasar Pendekatan nilai pasar digunakan untuk menghitung nilai ekonomi dari
komoditas-komoditas yang langsung dapat dimanfaatkan dari sumberdaya mangrove. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan Productivity Method. Pendekatan ini dilakukan untuk menilai manfaat langsung dari penggunaan komponen suatu sumberdaya hutan mangrove seperti kayu, ikan, udang, dan kepiting. 2.
Harga Tidak Langsung Pendekatan ini digunakan untuk menilai manfaat tidak langsung dari hutan
mangrove. Pendekatan ini digunakan untuk komoditas yang tidak memiliki nilai pasar seperti manfaat tidak langsung hutan mangrove sebagai penahan abrasi pantai dan sebagai tempat tujuan ekowisata.
30
3.
Contingent Valuation Method (CVM) Pendekatan CVM ini digunakan untuk menghitung nilai dari manfaat
keberadaan dan nilai warisan dari hutan mangrove melalui responden terpilih. 4.
Nilai Total Ekonomi Nilai total dari hutan mangrove merupakan penjumlahan seluruh nilai
ekonomi dari manfaat hutan mangrove yang telah diidentifikasi dan dikuantifikasi ke dalam nilai uang. Nilai manfaat total tersebut dirumuskan sebagai berikut: TEV = DV + IV + OV +BV+EV....................................................................….(5) Keterangan TEV DV IV OV BV EV
: Total Economic Value : Direct Value : Indirect Value : Option Value : Bequest Value : Existence Value
31
V. 5.1
GAMBARAN UMUM
Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan Tlanakan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten
Pamekasan yang memiliki luas wilayah 48,10 Km2 dan terletak 22 m di atas permukaan laut serta terdiri dari 17 desa. Ekosistem mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan terletak di tujuh desa di Kecamatan Tlanakan. Desa-desa tersebut adalah Desa Tlesah, Tlanakan, Ambat, Branta Tinggi, Branta Pesisir, Kramat, dan Bandaran. Berdasarkan hasil survei tahun 2008 dan analisis citra landsat ETM +7 diketahui luas hutan mangrove di Kecamatan Tlanakan 15,708 Ha (DKP, 2008). Berdasarkan data terbaru Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pamekasan luas hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan
pada tahun 2011 (setelah
rehabilitasi) adalah 58 ha (DKP, 2012). Keadaan umum dari hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan tersebut tidak terlepas dari pengaruh batas-batas daerahnya. Sebelah utara, timur, selatan, dan barat Kecamatan Tlanakan berbatasan dengan Kecamatan Proppo, Pademawu, Selat Madura, dan Kabupaten Sampang. 5.2
Keadaan Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di Pesisir Pantai
Tlanakan dideskripsikan berdasarkan keadaan kependudukan yang terdiri atas jumlah penduduk dan umur penduduk. Keadaan ekonomi dideskripsikan berdasarkan mata pencaharian penduduk Tlanakan. 1.
Kependudukan Perkembangan fisik, perekonomian serta sosial budaya daerah sangat
ditentukan oleh perubahan keadaan dan kondisi penduduk setempat. Jumlah
32
penduduk sangat berpengaruh terhadap segala kegiatan terutama perekonomian dan keberadan suatu sumberdaya alam. Semakin besar jumlah penduduk semakin besar pula kebutuhannya terhadap sumberdaya alam baik yang ada di sekitarnya ataupun yang ada di tempat lain. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Pamekasan (2011), jumlah penduduk di Kecamatan Tlanakan adalah 51 483 jiwa. Jumlah penduduk di desa-desa sekitar hutan mangrove adalah 1 002 jiwa (Desa Tlesa) 2 317 jiwa (Desa Tlanakan), 5 031 (Desa Ambat), 4 162 (Desa Branta Pesisir), 1 848 (Desa Branta Tinggi), 3 266 (Desa Kramat), dan 5 178 (Desa Bandaran). Dengan demikian populasi penduduk di sekitar Pesisir Pantai Tlanakan adalah 22 804 jiwa. 2.
Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk di Pesisir Pantai Tlanakan sangat bervariasi.
Mata pencaharian yang mendominasi di Pesisir Pantai Tlanakan adalah nelayan, wiraswasta dan buruh. Berdasarkan data yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (2009) jumlah penduduk di Pesisir Pantai Tlanakan yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, buruh, nelayan, petani, penjahit, dan wiraswata masing-masing adalah 1 471 jiwa, 279 jiwa, 1 218 jiwa, 75 jiwa, 15 jiwa, dan 430 jiwa. 5.3
Karakteristik Responden WTP Karakteristik umum responden willingness to pay di Kecamatan Tlanakan
adalah sebanyak 35 responden (Lampiran 2). Responden ini diminta kesediaannya untuk menjawab kuesioner mengenai nilai warisan. Karakteristik umum responden WTP tergambar melalui usia, jenis kelamin, pendidikan formal yang pernah ditempuh, dan tingkat pendapatan tiap bulan.
33
1.
Responden WTP Nilai Warisan Pada umumnya responden nilai warisan adalah mereka yang tinggal di
sekitar Pesisir Pantai Tlanakan. Responden tersebut pada umumnya adalah lakilaki. Tingkat usia respoden WTP cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 15 sampai dengan 65 tahun (Lampiran 2). Responden WTP yang berusia 15-25 tahun sebanyak sepuluh orang (29 % dari total keseluruhan responden), responden WTP yang berusia 26-35 tahun sebanyak 11 orang (31 % dari total keseluruhan responden), responden WTP yang berusia 36-45 tahun sebanyak tujuh orang (20 % dari total keseluruhan responden), responden WTP yang berusia 46-55 tahun sebanyak dua orang (6 % dari total keseluruhan responden), dan responden yang berusia 56-65 orang sebanyak lima orang (14 % dari total keseluruhan responden). Persentase distribusi usia responden WTP dapat terlihat pada Gambar 3. 6%
14% 29%
20% 31%
15-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) Gambar 3. Karakteristik Responden WTP Nilai Warisan Berdasarkan Distribusi Usia Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden WTP bervariasi. Mayoritas responden WTP nilai warisan di Pesisir Pantai Tlanakan menempuh pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Berdasarkan hasil analisis data pimer terhadap responden, sebanyak 14 (41 % dari keseluruhan responden) hanya mencapai pendidikan sampai di tingkat SD, delapan orang (24 % dari keseluruhan responden) mencapai
34
pendidikan sampai di tingkat SLTP, 11 orang (32 % dari keseluruhan responden) mencapai pendidikan sampai tingkat SLTA, dan hanya ada satu orang (1 % dari keseluruhan responden yang berhasil menempuh pendidikan sampai tingkat S1. Persentase tingkat pendidikan dapat dilihat di Gambar 4. S1 3% SLTA 32%
SD 41% SLTP 24%
Sumber: Data Pimer yang Diolah (2012) Gambar 4. Karakteristik Responden WTP Nilai Warisan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada umumnya tingkat pendapatan responden WTP di Pesisir Pantai Tlanakan tidak berkorelasi dengan tingkat pendidikannya. Mayoritas pendapatan responden WTP nilai warisan di Pesisir Pantai Tlanakan berkisar antara Rp. 500 000,00/bulan sampai Rp. 1 000 000,00/bulan. Sebanyak 26 % dari keseluruhan responden memiliki pendapatan yang kurang dari Rp. 500 000,00/bulan, sebanyak 57 % dari keseluruhan responden memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp 500 000,00/bulan sampai Rp. 1 000 000,00/bulan, sebanyak 11 % dari keseluruhan responden memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp. 1 100 000,00/bulan sampai Rp. 1 500 000,00/bulan, sisanya (6 % dari keseluruhan responden) pendapatannya berkisar antara Rp. 1 600 000,00 sampai Rp. 2 000 000,00. Persentase tingkat pendapatan responden terlihat pada Gambar 5.
35
6%
< Rp. 500.000
11% 26%
Rp. 500.000-s/d Rp. 1.000.000 Rp. 1.100.000-s/d Rp. 1.500.000
57% Rp. 1.600.000-s/d Rp. 2.000.000
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) Gambar 5. Karakteristik Responden WTP Nilai Warisan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Berdasarkan karakteristik pendapatannya diketahui bahwa masyarakat Pesisir Pantai Tlanakan masih tergolong masyarakat miskin. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar pendapatan responden (83 % dari seluruh responden) berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten pamekasan (Rp. 975 000,00). 2.
Responden WTP Nilai Keberadaan Pada umumnya responden nilai keberadaan adalah mahasiswa yang belum
menikah dan mereka mengetahui tentang hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. Responden tersebut pada umumnya berjenis kelamin laki-laki. Tingkat usia respoden tidak terlalu bervariasi dengan distribusi usia antara 15 sampai dengan 55 tahun (Lampiran 3). Responden yang berusia 15-25 tahun sebanyak 31 orang (88 % dari total keseluruhan responden), responden yang berusia 26-35 tahun sebanyak dua orang (6 % dari total keseluruhan responden), responden yang berusia 36-45 tahun sebanyak satu orang (3 % dari total keseluruhan responden), dan responden yang berusia 46-55 tahun sebanyak satu orang (3 % dari total keseluruhan responden). Persentase distribusi usia responden WTP dapat terlihat pada Gambar 6.
36
3% 3% 6%
15-25 tahun 26-35 tahun 88%
36-45 tahun 46-55 tahun
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) Gambar 6. Karakteristik Responden WTP Nilai Keberadaan Berdasarkan Distribusi Usia Mayoritas responden nilai keberadaan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan menempuh pendidikan terakhirnya di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Berdasarkan hasil analisis data pimer terhadap responden WTP, sebanyak satu orang (3 % dari keseluruhan responden) hanya mencapai pendidikan sampai di tingkat SD, tiga orang (8 % dari keseluruhan responden) mencapai pendidikan sampai di tingkat SLTP, 23 orang (66 % dari keseluruhan responden) mencapai pendidikan sampai tingkat SLTA, dan delapan orang (23 % dari keseluruhan responden yang berhasil menempuh pendidikan sampai tingkat S1). Persentase tingkat pendidikan dapat dilihat di Gambar 7. 3% 8%
SD 23%
SLTP 66%
SLTA S1
Sumber: Data Pimer yang Diolah (2012) Gambar 7. Karakteristik Responden WTP Nilai Keberadaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
37
Pada umumnya tingkat pendapatan responden berkisar antara Rp. 500 000,00/bulan sampai Rp. 1 000 000,00/bulan. Sebanyak 6 % dari keseluruhan responden memiliki pendapatan yang kurang dari Rp. 500 000,00/bulan, sebanyak 63 % dari keseluruhan responden WTP memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp 500 000,00/bulan sampai Rp. 1 000 000,00/bulan, sebanyak 14 % dari keseluruhan responden memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp. 1 100 000,00/bulan sampai Rp. 1 500 000,00/bulan, 3 % dari keseluruhan responden pendapatannya berkisar antara
Rp. 1 600 000,00/bulan sampai Rp. 2 000
000,00/bulan, sebanyak 14 % dari keseluruhan responden pendapatannya di atas Rp. 2 000 000,00/bulan dan persentase tingkat pendapatan responden terlihat pada Gambar 8. 6% 3%
< Rp. 500.000
14%
Rp. 500.000 s/d Rp. 1.000.000
14%
Rp. 1.100.000-s/d Rp. 1.500.000 63%
Rp. 1.600.000-s/d Rp. 2.000.000 > Rp. 2.000.000
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) Gambar 8. Karakteristik Responden WTP Nilai Keberadaan Berdasarkan Tingkat Pendapatan 5.4 Karakteristik Responden TCM Karakteristik umum responden travel cost method (TCM) di Kecamatan Tlanakan adalah sebanyak 35 responden. Responden ini diminta kesediaannya untuk menjawab kuesioner mengenai biaya perjalanan yang akan mereka keluarkan jika hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan menjadi tempat tujuan ekowisata. Karakteristik umum responden WTP tergambar melalui usia, jenis
38
kelamin, pendidikan formal yang pernah ditempuh, dan tingkat pendapatan tiap bulan. 1.
Responden TCM Proporsi responden TCM untuk menilai potensi ekowisata di Pesisir Pantai
Tlanakan antara laki-laki dan perempuan hampir sama. Sebanyak 19 responden adalah perempuan dan sisanya adalah laki-laki. Tingkat usia responden tidak terlalu bervariasi. Responden TCM terdiri dari anak muda yang pada umumnya berusia antara 12-25 Tahun (Lampiran 4). Anak muda atau golongan muda biasanya memiliki keinginan yang tinggi untuk melakukan kegiatan ekowisata di daerah sekitarnya yang tidak jauh dari rumah mereka untuk bersenang-senang dengan harga yang murah. Responden TCM yang berusia 10-15 tahun sebanyak delapan orang (23 % dari keseluruhan responden). Sebanyak 17 responden TCM berusia 16-20 tahun (sekitar 48 % dari keseluruhan responden) dan sebanyak sepuluh responden berusia 21-25 tahun (sekitar 29 % dari keseluruhan responden). Persentase distribusi usia responden TCM tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
23% 29%
10-15 Tahun 16-20 Tahun 21-25 Tahun
48%
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) Gambar 9. Karakteristik Responden TCM Berdasarkan Distribusi Usia Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden TCM bervariasi. Mayoritas responden TCM di Pesisir Pantai Tlanakan menempuh
39
pendidikannya di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Berdasarkan hasil analisis data pimer terhadap responden TCM, sebanyak delapan orang (23 % dari keseluruhan responden ) hanya mencapai pendidikan sampai di tingkat SD, 16 orang (46 % dari keseluruhan responden) mencapai pendidikan sampai di tingkat SLTP, sepuluh orang (28 % dari keseluruhan responden) mencapai pendidikan sampai tingkat SLTA,dan hanya ada satu orang (3 % dari keseluruhan responden yang berhasil menempuh pendidikan sampai tingkat S1. Persentase tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 10. 3% 28%
23%
SD/ Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat
46%
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) Gambar 10. Karakteristik Responden Pendidikan
S1/Sederajat
TCM
Berdasarkan
Tingkat
Pada umumnya tingkat pendapatan responden TCM di Pesisir Pantai Tlanakan kurang dari Rp. 500 000,00/bulan. Hal ini disebabkan oleh status mereka yang kebanyakan adalah pelajar. Sebanyak 46 % dari keseluruhan responden memiliki pendapatan yang kurang dari Rp. 500.000,00/bulan, sebanyak 26 % dari keseluruhan responden TCM memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp 500 000,00/bulan sampai Rp. 1 000 000,00/bulan, sebanyak 23 % dari keseluruhan responden memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp. 1 100 000,00/bulan sampai Rp. 1 500 000,00/bulan, sisanya (5 % dari keseluruhan responden) pendapatannya berkisar anatara Rp. 1 600 000,00 sampai Rp. 2 000 000,00. Persentase tingkat pendapatan responden terlihat pada Gambar 11.
40
5% 23%
< Rp. 500.000 46%
Rp. 500.000-s/d Rp. 1.000.000 Rp. 1.100.000-s/d Rp. 1.500.000
26%
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) Gambar 11. Karakteristik Responden Pendapatan.
Rp. 1.600.000-s/d Rp. 2.000.000
TCM
Berdasarkan
Tingkat
41
VI. 6.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Aktual Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan merupakan non-kawasan hutan
yang berada dibawah wewenang Dinas Kelautan dan Perikanan. Adanya kerusakan hutan mangrove terbesar di Jawa Timur pada non-kawasan hutan menyebabkan pemerintah terkait melakukan rehabilitasi. Rehabilitasi terbesar di Jawa Timur terjadi di Kabupaten Pamekasan yaitu di Pesisir Pantai Tlanakan. Kondisi mangrove di Tlanakan sebelum direhabilitasi sangat memprihatinkan. Kebanyakan mangrove telah rusak dan banyak dicemari sampah yang menutupi akar dan daun mangrove (DKP, 2008). Habitat mangrove tergusur oleh pembangunan pemukiman penduduk, pergudangan atau industri, pertambakan, dan penambangan pasir (DKP, 2008). Pasca rehabilitasi kondisi aktual hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan terlihat membaik. Hal tersebut dapat dilihat dari tinggi, diameter, kerapatan, luasan, dan kondisi lingkungan sekitar hutan mangrove secara keseluruhan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemerintah dan masyarakat setempat diketahui bahwa secara keseluruhan adanya rehabilitasi telah menambah luasan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan dan rasa memiliki terhadap hutan mangrove tersebut. Sebelum direhabilitasi (tahun 2008) hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan memiliki luas 15,708 ha (DKP, 2008) dan setelah rehabilitasi (tahun 2011) luas hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan adalah sebesar 58 ha (DKP, 2012). Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan pemerintah setempat serta observasi langsung pada hutan mangrove di Pesisir Pantai
42
Tlanakan diketahui bahwa pohon mangrove di Kecamatan Tlanakan pada umumnya memiliki tinggi, diameter, dan kerapatan rata-rata sebesar 5,3 m, 0,064 m, dan 77,67. Masyarakat mengatakan bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh kondisi jenis tanah yang baik, dimana tekstur tanahnya berpasir dan berlumpur sehingga memungkinkan bagi pohon mangrove untuk tumbuh subur. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove dapat tumbuh dengan baik pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan berpasir. Selain itu, secara umum pohon mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan lokasinya jauh dari pabrik garam dan jalan raya. Kondisi tersebut menurut pemerintah dan masyarakat dapat meminimalisir adanya limbah pabrik yang menghambat pertumbuhan pohon mangrove. Pohon mangrove yang ditanam pada tahun 2009 (saat rehabilitasi) memiliki tinggi, diameter, dan kerapatan rata-rata sebesar 0,5 m, 0,03 m, dan 12 serta berlokasi di dekat pabrik garam. Pemerintah dan masyarakat sekitar menduga bahwa banyaknya sampah di sekitar pohon mangrove yang direhabilitasi telah menghambat pertumbuhan pohon mangrove. Selain itu, menurut pemerintah dan masyarakat kemungkinan besar ada zat yang yang berasal dari limbah pabrik yang manghambat pertumbuhan pohon mangrove hasil rehabilitasi. Tekstur tanah di Pesisir Pantai Tlanakan yang dekat dengan pabrik garam juga mempengaruhi pertumbuhan pohon mangrove. Bengen (2002) mengatakan bahwa hutan mangrove dapat tumbuh dengan baik pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan berpasir, sedangkan di pesisir pantai yang dekat dengan pabrik garam jenis tanahnya hanya berpasir saja tidak beragam seperti tanah di Pesisir Pantai Tlanakan pada umumnya. Kondisi pohon mangrove di
43
Pesisir Pantai Tlanakan yang dekat dengan pabrik garam dan jalan raya dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah ini:
Sumber: Data Primer (2012) Gambar 12. Pohon Mangrove yang Dekat dengan Pabrik Garam dan Jalan Raya Meskipun demikian, tidak semua pohon mangrove kondisinya seperti gambar di atas. Pohon mangrove di Pesisir Pantai yang jauh dari pabrik garam dan jalan raya terlihat lebih tinggi. Pohon mangrove di kawasan tersebut terlihat tumbuh subur dengan tinggi, diameter, dan kerapatan rata-rata sebesar 7 m, 0,065 m, dan 96,36 serta tidak ada sampah di sela-sela akarnya. Pohon mangrove tersebut berlokasi di pesisir pantai bagian dalam yang jauh dari pabrik garam dan jalan raya. Selain iu tekstur tanahnya adalah berlumpur dan berpasir seperti pada Pesisir Pantai Tlanakan umumnya sehingga memungkinkan pohon mangrove untuk tumbuh subur. Kondisi pohon mangrove tersebut seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 13 dibawah ini.
Sumber: Data Primer (2012) Gambar 13. Pohon Mangrove yang Jauh dari Pabrik Garam dan Jalan Raya
44
Jenis mangrove yang tumbuh di Pesisir Pantai Tlanakan adalah Rhizopora sp, Bruguiera sp, dan Avicenia sp (DKP, 2008). Hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa jenis mangrove yang mendominasi di Pesisir Pantai Tlanakan adalah Rhizopora sp. Istilah umum untuk mangrove jenis Rhizopora sp ini adalah bakau. Bentuk Buah bakau memanjang dengan hipokotilnya yang berwarna hijau. Buah berbentuk telur ketika masih putik mirip buah pir yang kecil, dan memanjang mirip tongkat berwarna hijau coklat kotor. Hipokotil tumbuh memanjang, silindris, hijau, kasar atau agak halus berbintil-bintil seperti terlihat pada Gambar 14.
Sumber: Data Primer (2012) Gambar 14. Bentuk Buah, Akar, dan Bunga Bakau Buah bakau yang jatuh akan tumbuh menjadi anakan bakau. Anakan tersebut akan menancap ke lumpur dan tumbuh menjadi pohon yang memiliki banyak fungsi serta manfaat bagi kehidupan masyarakat, terutama masyarakat sekitar. Gambar 14 diatas tidak hanya menunjukkan deskripsi dari buah bakau tetapi juga menunjukkan bentuk akar dan bunga bakau. Akar bakau berbentuk akar tunjang, bentuk tersebut merupakan adaptasi dari perakaran bakau untuk menahan hempasan gelombang air laut. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa bunga bakau berkelompok dalam payung tambahan yang bertangkai dan menggarpu di ketiak, 2-4-8-16 kuntum, berbilangan 4. Tabung kelopak bertaju sekitar 1,5 cm, kuning kecoklatan
45
atau kehijauan, melengkung. Daun mahkota berwarna putih dan berambut sedikit kekuningan. 6.2
Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove
6.2.1
Nilai Guna (Use Value)
6.2.1.1 Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) Nilai guna langsung dari sumberdaya hutan mangrove ini dapat diestimasi dari potensi kayunya, hasil tangkapan ikan, udang, dan kepiting. a.
Nilai Ekonomi Kayu Mangrove Nilai Ekonomi pohon mangrove berdasarkan potensi kayunya bisa
diperoleh dengan menganalisis volume tegakannya. Hasil pengambilan data menunjukkan bahwa diameter rata-rata pohon mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan sebesar 0,064 m, tinggi rata-rata sebesar 5,3 m, dan kerapatan ratarata per ha adalah sebesar 77,67. Berdasarkan data tersebut maka didapat potensi dari volume kayu mangrove sebesar 2,65 m3 per ha. Nilai ekonomi dari potensi kayu mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan adalah sebesar Rp. 127 066,00 per ha per tahun. Nilai ini didapat dari perkalian antara volume kayu mangrove dengan harga kayu mangrove di tempat penelitian peneliti per meter kubik yaitu sebesar Rp. 48 000,00. Biaya yang dikeluarkan untuk pengambilan kayu mangrove diperoleh dari hasil penelitian LPP Mangrove (2000) dalam Aprilwati (2001) yaitu berkisar antara 30 %-35 % dari nilai ekonomi potensi kayu per ha. Berdasarkan perhitungan tersebut akhirnya diperoleh nilai ekonomi bersih dari potensi kayu mangrove adalah sebesar Rp 82 593,00 per ha per tahun (Tabel 2).
46
Tabel 2. Nilai Ekonomi Bersih Potensi Kayu Mangrove Per Ha Keterangan Nilai Kerapatan rata-rata per ha 77,67 Diameter pohon rata-rata (m) 0,064 Tinggi pohon rata-rata (m) 5,3 ∏ 3,14 Volume kayu 2,65 Harga kayu 48.000 Nilai manfaat kayu mangrove per ha (Rp) 127.066 Biaya pengambilan kayu (Rp) 44.473 Nilai Manfaat Bersih Kayu Mangrove Per Ha (Rp) 82.593 Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) Nilai ekonomi total dari kayu mangrove tergantung dari luas hutan mangrovenya. Sebelum dan setelah rehabilitasi luas hutan mangrove adalah 15,78 (DKP, 2008) dan 58 ha (DKP, 2012). Dengan demikian nilai ekonomi total potensi kayu mangrove sebelum dan sesudah rehabilitasi adalah sebesar Rp. 1 625 574,70 dan Rp. 5 068 238,00. Nilai ini diperoleh dengan mendiskontokan nilai ekonomi kayu mangrove pada tahun 2008 dan tahun 2011 ke tahun 2012 dengan suku bunga 5,8 % (Pada Maret 2012). Suku bunga yang dipakai berdasarkan suku bunga Bank Indonesia. Perbandingan nilai ekonomi total kayu mangrove pada tahun 2008 dengan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Nilai Ekonomi Kayu Mangrove Sebelum dan Setelah Rehabilitasi Sebelum Setelah Keterangan Rehabilitasi Rehabilitasi (Tahun 2008) (Tahun 2011) Nilai Manfaat Bersih Kayu Mangrove 82.593 per ha (Rp) Luas Hutan Mangrove (Ha) 15,708 58 Nilai Ekonomi Kayu Mangrove 1.297.371 4.790.395 Sebelum Diskonto (Rp) Nilai Ekonomi Kayu Mangrove 1.625.574,7 5.068.238 Setelah Diskonto (Tahun 2012) (Rp) Sumber: Data Primer yang Diolah (2012)
47
Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui bahwa luas hutan mangrove berpengaruh terhadap nilai total kayu mangrove. Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa nilai ekonomi total potensi kayu mangrove setelah rehabilitasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kayu mangrove sebelum direhabilitasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyaknya rehabilitasi maka semakin luas pula area hutan mangrove yang berimplikasi kepada tingginya nilai ekonomi kayu mangrove di tempat tersebut. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, masyarakat sendiri juga melakukan penanaman pohon mangrove. Mereka tidak hanya menunggu program rehabilitasi dari pemerintah, dengan demikian luas hutan mangrove bertambah. Motivasi dari masyarakat sekitar Pesisir Pantai Tlanakan yang melakukan penanaman sendiri adalah untuk menghindari rumah mereka dari hempasan gelombang air laut. b.
Nilai Ekonomi Kayu Bakar Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa sebanyak 30 responden
mengambil ranting pohon mangrove untuk dijadikan kayu bakar. Jumlah kayu bakar yang diambil masyarakat berkisar antara 26-35 ikat setiap bulannya atau jika dirata-rata hampir setiap hari mereka mengambil kayu bakar mangrove (30 ikat/bulan) (Lampiran 5). Masyarakat mengaku bahwa dengan menggunakan kayu bakar dari ranting mangrove akan menghemat pemakaian gas selama seminggu. Harga gas LPG di daerah penelitian adalah sebesar Rp. 13 500,00. Harga kayu bakar per ikatnya adalah sebesar Rp. 1 929,00. Harga ini diperoleh dari pembagian antara harga gas LPG dengan banyaknya hari dalam seminggu. Berdasarkan hasil perhitungan
48
diketahui bahwa selama setahun nilai ekonomi kayu bakar pohon mangrove pasca rehabilitasi adalah sebesar Rp. 20 902 644,00/Tahun. Nilai ini diperoleh dari penjumlahan hasil perkalian antara jumlah kayu bakar mangrove yang diambil masyarakat per ikat dengan harganya. Masyarakat pengguna kayu bakar mangrove diasumsikan sebagai masyarakat miskin yang berada di tujuh desa sekitar Pesisir Pantai Tlanakan. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Pamekasan (2011) jumlah penduduk miskin di Desa Bandaran, Kramat, Ambat, Tlanakan, Branta Pesisir, Branta Tinggi, dan Tlesa masingmasing sebesar 1 620, 1 236, 1 399, 864, 1 322, 1 322, dan 281 jiwa. Jadi, nilai ekonomi total kayu bakar mangrove yang digunakan masyarakat pasca rehabilitasi adalah sebesar Rp. 168 140 868 336,00 . Nilai ini diperoleh dari hasil perkalian nilai ekonomi kayu bakar mangrove per tahun dengan 8 044 masyarakat miskin di sekitar Pesisir Pantai Tlanakan. c.
Nilai Ekonomi Produktivitas Perikanan (Ikan, Udang, dan Kepiting) Produktivitas komoditas ikan, udang, dan kepiting diperoleh melalui data
sekunder yang ada di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pamekasan. Data sekunder yang ada menunjukkan bahwa produktivitas ikan sebelum dan setelah rehabilitasi hutan mangrove adalah Rp. 32 973 950 000,00 dan Rp. 76 615 004 000,00. Produktivitas udang sebelum dan setelah rehabilitasi hutan mangrove adalah Rp. 4 980 000 000,00 dan Rp. 11 414 000 000,00. Produktivitas kepiting sebelum dan setelah rehabilitasi hutan mangrove adalah Rp. 2 740 500 000,00 dan Rp. 1 908 900 000,00 seperti yang terlihat pada Tabel 4 dibawah ini.
49
Tabel 4. Produktivitas Ikan, Udang, dan Kepiting Sebelum dan Setelah Rehabilitasi Jenis Komoditas
Produktivitas Perikanan (Rp) Sebelum Rehabilitasi Setelah Rehabilitasi (Tahun 2008) (Tahun 2011)
Ikan 32.973.950.000,Udang 4.980.000.000,Kepiting 2.740.500.000,Sumber: Data Sekunder yang Diolah (2012)
76.615.004.000,11.414.000.000,1.908.900.000,-
Produktivitas perikanan (ikan, udang, dan kepiting) secara keseluruhan sebelum dan setelah rehabilitasi adalah sebesar Rp 40 694 450 000,00 (Lampiran 6) dan Rp. 89 937 904 000,00 (Lampiran 7). Nilai produktivitas perikanan sebelum dan setelah rehabilitasi setelah diskonto adalah sebesar Rp 50 989 160 000,00 dan Rp. 95 154 304 000,00 seperti yang terlihat pada Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5. Nilai Produktivitas Perikananan Sebelum dan Setelah Rehabilitasi Sebelum Setelah Keterangan Rehabilitasi Rehabilitasi (Tahun 2008) (Tahun 2011) Nilai Produktivitas Perikanan Sebelum 40.694.450.000 89.937.904.000 Diskonto (Rp) Nilai Produktivitas Perikanan 50.989.160.000 95.154.302.000 Setelah Diskonto (Tahun 2012) (Rp) Sumber: Data Sekunder yang Diolah (2012) Nilai produktivitas perikanan pasca rehabilitasi terlihat dua kali lebih besar dibandingkan sebelum adanya rehabilitasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan semakin banyak kegiatan penanaman pohon mangrove seperti rehabilitasi hutan mangrove pada tahun 2009 maka semakin banyak pula hasil tangkapan komoditas perikanan pasca rehabilitasi tersebut. 6.2.1.2 Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value) Nilai guna tidak langsung dari hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan diestimasi dari fungsi fisiknya sebagai penahan abrasi dan fungsi biologisnya
50
sebagai penyedia pakan alami udang serta potensi ekowisatanya. Nilai ekonomi hutan mangrove sebagai penahan abrasi diperoleh dengan menggunakan pendekatan biaya pengganti dan sebagai penyedia pakan alami udang diperoleh melalui Produktivity Method serta nilai potensi ekowisatanya diperoleh dengan menggunakan Travel Cost Method. a.
Nilai Ekonomi Hutan Mangrove Sebagai Penahan Abrasi Manfaat hutan mangrove sebagai pemecah gelombang dapat tergantikan
dengan membangun breakwater sepanjang satu per tiga dari panjang garis pantai. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pamekasan, panjang garis pantai untuk Kecamatan Tlanakan yaitu 7 550 m. Berdasarkan hasil penelitian, untuk membangun pemecah gelombang di Pesisir Pantai Tlanakan biasanya dibangun bangunan penahan abrasi ukuran 1,5 m x 0,4 m x 2,5 (p x l x t) dengan harga penahan abrasi sebesar Rp. 575 500,00. Dengan demikian total biaya pengganti pembuatan abrasi adalah sebesar Rp 1 448 341 667,00 (Lampiran 8). Nilai tersebut merupakan nilai tidak langsung dari hutan mangrove sebagai penahan abrasi. b.
Nilai Ekonomi Hutan Mangrove Sebagai Penyedia Pakan Alami Udang Nilai ini diestimasi setara dengan hasil tangkapan udang disekitar hutan
mangrove dikali dengan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk setiap kilogram udang yang diperoleh dikali harga pakan udang di daerah penelitian. Berdasarkan data yang ada (Lampiran 6), produksi udang di Kecamatan Tlanakan sebelum rehabilitasi hutan mangrove sebesar 99 600 Kg/tahun dan pasca rehabilitasi hutan mangrove sebesar 215 700 kg/tahun (Lampiran 7). Petambak udang di daerah penelitian peneliti mengatakan bahwa harga pakan
51
udang adalah Rp. 12 000,00/kg dan dibutuhkan pakan udang sebesar 1,5 kg untuk satu kilogram hasil tangkapan udang. Berdasarkan data tersebut, maka nilai ekonomi hutan mangrove sebagai penyedia pakan alami udang sebelum dan setelah rehabilitasi adalah sebesar Rp. 2 178 674 259,00 dan Rp. 4 107 790 800,00 (Tabel 6). Tabel 6. Nilai Ekonomi Hutan Mangrove sebagai Penyedia Pakan Alami Udang (feeding ground) Sebelum dan Setelah Rehabilitasi Keterangan Produktivitas Udang (Kg/Tahun) Jumlah Pakan Udang (Kg) Harga Pakan Udang per Kg (Rp) Nilai Feeding Ground Sebelum Diskonto (Rp) Nilai Feeding Ground Setelah Diskonto (Tahun 2012) (Rp) Sumber: Data Primer yang Diolah (2012)
Sebelum Rehabilitasi (Tahun 2008) 96.600 1,5 12.000 1.738.800.000
Setelah Rehabilitasi (Tahun 2011) 215.700 1,5 12.000 3.882.600.000
2.178.674.259
4.107.790.800
Berdasarkan perhitungan tersebut maka dapat diketahui bahwa nilai ekonomi hutan mangrove sebagai penyedia pakan alami udang pasca rehabilitasi (tahun 2011) lebih tinggi daripada sebelum direhabilitasi (tahun 2008). Hal ini menunjukkan bahwa rehabilitasi hutan mangrove pada tahun 2009 memberikan dampak postitif terhadap nilai ekonomi hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. c.
Nilai Ekonomi Hutan Magrove sebagai Tujuan Ekowisata Nilai ekonomi hutan mangrove sebagai tujuan ekowisata diestimasi
berdasarkan biaya perjalanan menuju lokasi wisata. Biaya tersebut meliputi biaya transportasi, biaya dokumentasi, dan biaya lain-lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan 35 responden maka diperoleh total biaya perjalanan per orang kemudian dikalikan dengan jumlah kunjungan rata-rata yang akan mereka lakukan dalam setahun ke tempat tersebut. Jadi, berdasarkan
52
perhitungan tersebut diperoleh nilai ekonomi hutan mangrove sebagai tujuan ekowisata sebesar Rp. 2 422 000,00 (Lampiran 9). 6.2.1.3 Nilai Pilihan Hutan Mangrove (Option Value) Nilai pilihan hutan mangrove diestimasi dengan menggunakan metode Benefit Transfer. Metode tersebut didekati dengan cara menghitung besarnya nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) yang ada di ekosistem hutan mangrove. Menurut Ruitenbeek (1991) dalam Fahruddin (1996) nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan mangrove di Indonesia, yaitu US$ 1 500/km2 atau US$ 15/ha/tahun. Estimasi nilai guna pilihan dari hutan mangrove yaitu dengan mengalikan nilai biodiversitas dengan luas hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah sebesar Rp. 9 200,00 (pada Maret 2012). Nilai pilihan hutan mangrove tahun 2008 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Pilihan Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan Sebelum dan Setelah Rehabilitasi Keterangan Nilai Biodiversitas (US$) Luas Hutan Mangrove (ha) Nilai Pilihan Sebelum Diskonto (US$) Nilai Pilihan Setelah Diskonto (US$) Nilai Pilihan Setelah Diskonto (Rp)
Sebelum Rehabilitasi (Tahun 2008) 15* 15,708 235,62 295,23 2.716.116
Setelah Rehabilitasi (Tahun 2011) 15* 58 870 920,46 8.468.232
Sumber: Data Sekunder yang Diolah Keterangan (*): Nilai biodiversitas hutan mangrove di Indonesia menurut Ruitenbekk Tabel nilai pilihan hutan mangrove di atas menunjukkan bahwa nilai pilihan hutan mangrove pasca rehabilitasi (tahun 2011) lebih tinggi daripada nilai pilihan hutan mangrove sebelum adanya rehabilitasi (tahun 2008). Hal tersebut disebabkan oleh perubahan luas hutan mangrove sebagai akibat dari banyaknya
53
rehabilitasi berupa penanaman pohon mangrove baik dari pemerintah maupun dari masyarakat setempat. Estimasi nilai guna langsung, tidak langsung, dan pilihan tersebut di atas kemudian dikuantifikasi untuk memperoleh nilai guna hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. Nilai guna dari sumberdaya hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan Tahun 2012 adalah sebesar Rp. 268 867 261 273,00 (Gambar 15). Nilai Guna (Rp. 268.867.261.273)
Nilai Guna Langsung (Rp. 263.300.238.574)
1. 2. 3.
Nilai Guna Tidak Langsung (Rp. 5.558.554.467)
Nilai Potensi Kayu Mangrove (Rp. 5.068.238) Nilai Kayu Bakar (Rp. 168.140.868.336) Nilai Produktivitas Perikanan (Rp. 95.154.302.000)
Nilai Pilihan (Rp. 8.468.232)
1. Nilai Penahan Abrasi (Rp. 1 448.341.667) 2. Nilai Penyedia Feeding Ground (Rp. 4.107.790.800) 3. Nilai Ekowisata (Rp. 2.422.000)
Gambar 15. Nilai Guna Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan
6.2.2
Nilai Non-Guna (Non-Use Value) Nilai non-guna hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan diestimasi
dengan menggunakan metode CVM. Metode ini didasarkan pada kesediaan membayar seseorang untuk melestarikan hutan mangrove dan untuk tetap mempertahankan keberadaannya sehingga bisa dinikmati oleh generasi yang akan datang. 6.2.2.1 Nilai Warisan (Bequest Value) Nilai warisan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan diperoleh dengan menanyakan kesediaan membayar masyarakat untuk melestarikan ekosistem mangrove. Nilai WTP masyarakat ini diperoleh melalui beberapa tahapan WTP dengan menggunakan CVM. Tahapan dalam penentuan WTP adalah membentuk
54
pasar hipotetik, mendapatkan penawaran besarnya WTP, memperkirakan dugaan rataan WTP, menjumlahkan data, dan mengevaluasi penggunaan CVM. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat pada umumnya bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. Sebanyak 32 orang bersedia membayar untuk melestarikan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan dan tiga orang lainnya tidak bersedia untuk melestarikan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. Mereka mengangap bahwa hal tersebut adalah tanggungjawab pemerintah. Willingness to pay masyarakat untuk melestarikan hutan mangrove sangat bervariasi mulai dari RP 4 000,00 sampai dengan Rp. 100 000,00 (Tabel 8). Berdasarkan hasil olahan data WTP masyarakat, maka diperoleh dugaan rataan WTP masyarakat yaitu sebesar Rp. 20 000,00/bulan. Nilai WTP per tahun diperoleh dari hasil perkalian antara nilai median WTP dengan jumlah bulan dalam satu tahun yaitu sebesar Rp 240 000,00 (Tabel 8). Nilai total WTP per tahun merupakan estimasi dari nilai warisan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan yang diperoleh dari hasil perkalian antara nilai median WTP per tahun dengan populasi penduduk di sekitar hutan mangrove (22 804 jiwa).
55
Tabel 8. Nilai WTP Warisan Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan No
WTPi (Rp/Bulan)
Frekuensi Relatif
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4.000 2,86 5.000 2,86 10.000 11,43 15.000 11,43 20.000 22,86 30.000 8,57 35.000 11,43 40.000 5,71 50.000 11,43 100.000 2,86 Total 91,43 Nilai Median WTP Nilai Median WTP/tahun P Nilai Total WTP/Tahun (Rp) Sumber: Data Primer yang Diolah (2012)
1 1 4 4 8 3 4 2 4 1 32
Nilai WTP (Rp/Bulan) 4.000 5.000 40.000 60.000 160.000 90.000 140.000 80.000 200.000 100.000
Jumlah WTP (Rp/Bulan) 11.440 14.300 457.200 685.800 3.657.600 771.300 1.600.200 456.800 2.286.000 286.000 10.226.640 20.000 240.000 22.804 5.003.849.143
Nilai WTP warisan masyarakat yang tinggi menunjukkan kepedulian masyarakat yang tinggi terhadap hutan mangrove. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan masyarakat
pendidikannya tinggi
sehingga
kepedulian mereka
terhadap
sumberdaya alam hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan juga tinggi. Kepedulian masyarakat yang tinggi setelah adanya rehabilitasi terlihat dari nilai WTP warisan yang diberikan terhadap hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan. Nilai WTP warisan hutan magrove pasca rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan adalah sebesar Rp. 5 003 849 143,00. Analisis yang digunakan untuk mengevaluasi penggunaan CVM pada nilai warisan adalah analisis linear berganda. Variabel yang mempengaruhi nilai WTP warisan hutan mangrove yang ditetapkan adalah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan kelestarian lingkungan (kondisi hutan mangrove). Hasil regresi nilai WTP warisan dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini: 56
Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Warisan Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan Variabel Constant Jenis Kelamin (JK) Umur (UR) Pendidikan (Pdi) Pendapatan (Pda) Pk1(Karyawan) Pk2 (Nelayan) Pk3 (Wiraswasta) Pk4 (PNS) LN (K. Hutan) R Square (R2) R Square (R2) Adjusted F-Hitung Durbin-Watson
Coef -20966 -5040 3354 14324 3386 12635 2606 -4282 48458 6514
SE Coef 12360 6557 2626 3988 3785 8007 8832 7741 16899 5050
T-Stat -1,70 0,77 1,28 3,59 0,89 1,58 0,30 -0,55 2,87 1,29
P-Value 0,102 0,449 0,213 0,001* 0,379 0,127** 0,770 0,585 0,008* 0,209
VIF 2,5 2,9 3,3 2,1 1,9 4,1 3,3 1,9 1,5
Keterangan Tidak nyata Tidak nyata Nyata Tidak nyata Nyata Tidak nyata Tidak nyata Nyata Tidak nyata 0,728 0,63 7,43 (sig 0,000) 2,16045
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) * Taraf Nyata 95 % ** Taraf Nyata 85 % Model yang dihasilkan dalam penelitian ini sudah cukup baik, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R2 sebesar 0,728. Artinya, sebesar 72,8 % keragaman WTP nilai warisan dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel penjelas yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya 27,2 % diterangkan oleh variabelvariabel lain yang tidak terdapat dalam model. Pada model yang dihasilkan diketahui bahwa nilai R2adj berbeda dengan nilai R2. Menurut Lind et al (2008) R2adj merupakan koefisien determinasi dari peranti lunak statistika untuk menyeimbangkan dampak dari jumlah variabel bebas terhadap koefisien determinasi berganda sekaligus menjelaskan bahwa variabel bebas tambahan merupakan prediktor yang bagus atau tidak untuk variabel terikatnya. Nilai VIF untuk semua variabel penjelas dalam model tersebut lebih kecil daripada sepuluh. Menurut Lind et al (2008) variabel penjelas yang memiliki VIF lebih kecil dari sepuluh maka variabel penjelas tersebut tidak terlalu berkorelasi dengan variabel bebas lainnya sehingga variabel tersebut tidak perlu dibuang dari model. Nilai F-hitung yang diperoleh dalam model ini yaitu sebesar 7,43 dengan nilai Sig sebesar 0,000, hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas 57
dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP warisan yang dilakukan pada taraf
. Nilai Durbin-Watson (DW) yang diperoleh dalam
model ini yaitu sebesar 2,16045, artinya tidak ada autokorelasi didalam model tersebut karena DW berada diantara 1,55 dan 2,46 (Firdaus, 2004). Nilai DW tersebut menunjukkan bahwa asumsi sisaan menyebar bebas dapat dipenuhi. Model yang dihasilkan dalam analisis regresi nilai WTP warisan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan yaitu: WTPw = - 20966 - 5040 JK+ 3354 UR + 14324 Pdi + 3386 Pda + 12635 Pk1 + 2606 Pk2 - 4282 Pk3 + 48458 Pk4 + 6514 LN Variabel independen yang berpengaruh nyata pada model di atas adalah tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan sebagai karyawan dan PNS. Variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata pada taraf
95 % terhadap nilai WTP
warisan hutan mangrove disebabkan karena P-Value yang kurang dari (0,001<0,05). Nilai koefisien bertanda positif artinya semakin tinggi tingkat pendidikan kecenderungan responden untuk memberikan penilaian terhadap WTP warisan akan semakin besar. Selain itu, jenis pekerjaan sebagai karyawan juga berpengaruh nyata pada taraf 85 % hal ini dikarenakan nilai P-Value yang kurang dari α (0,127<0,15). Jenis pekerjaan PNS juga berpengaruh nyata pada taraf 95 % terhadap nilai WTP warisan hutan mangrove disebabkan P-Value yang kurang dari α (0,008<0,05). Nilai koefisien jenis pekerjaan karyawan dan PNS samasama bertanda positif artinya jika ada tambahan responden yang pekerjaannya sebagai karyawan dan atau PNS maka akan cenderung meningkatkan nilai WTP warisan dari hutan mangrove.
58
6.2.2.2 Nilai Keberadaan (Existence Value) Nilai keberadaan hutan mangrove di Tlanakan akan dirasakan manfaatnya baik langsung atau pun tidak langsung oleh masyarakat di sekitar Pesisir Pantai Tlanakan. Nilai keberadaan ini diperoleh dengan menggunakan metode CVM yaitu dengan menanyakan kesediaan membayar masyarakat yang mengetahui keberadaan hutan mangrove. Nilai median WTP yang diperoleh adalah sebesar Rp. 25 000,00. Nilai median tersebut lebih tinggi Rp. 5 000,00 dibandingkan dengan nilai median warisan hutan mangrove. Hal ini disebabkan rata-rata responden nilai keberadaan adalah mahasiswa yang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang tinggi akan fungsi dan manfaaat hutan mangrove. Nilai WTP per tahun diperoleh dari hasil perkalian antara nilai median WTP sebesar Rp. 25 000,00 dengan jumlah bulan dalam satu tahun yaitu sebesar Rp 300 000,00. Nilai total WTP per tahun merupakan estimasi dari nilai keberadaan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan yang diperoleh dari hasil perkalian antara nilai median WTP per tahun dengan populasi penduduk di sekitar hutan mangrove (22 804 jiwa) yaitu sebesar Rp. 6 841 200 000,00 (Tabel 10). Tabel 10. Nilai WTP Keberadaan Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan No
WTPi (Rp/Bulan) 5000 10000 15000 20000 25000 30000 40000 50000 70000 100000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Nilai Median WTP Nilai Median WTP/tahun P Nilai Total WTP/Tahun (Rp)
Frekuensi Relatif 2,86 14,29 14,29 11,43 11,43 14,29 2,86 20,00 2,86 5,71 100,00
Jumlah 1 5 5 4 4 5 1 7 1 2 35
WTP (Rp/Bulan) 5.000 50.000 75.000 80.000 100.000 150.000 40.000 350.000 70.000 200.000
Jumlah WTP (Rp/bulan) 14.300 714.500 1.071.750 914.400 1.143.000 2.143.500 114.400 7.000.000 200.200 1.142.000 14.458.050 25.000 300.000 22.804 6.841.200.000
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012)
59
Analisis yang digunakan untuk mengevaluasi penggunaan CVM pada nilai WTP keberadaan hutan mangrove adalah analisis linear berganda. Variabel yang mempengaruhi nilai WTP warisan hutan mangrove yang ditetapkan adalah jenis kelamin, status, umur, tingkat pendidikan, pendapatan, dan kelestarian lingkungan. Hasil analisis regresi nilai WTP keberadaan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Keberadaan Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan Variabel Constant Jenis Kelamin (JK) Status (ST) Umur (UR) Pendidikan (Pdi) Pendapatan (Pda) Mahasiswa (MH) LN (K. Hutan) R Square (R2)
Coef -8721 -2493 11399 5090 -176 11785 411 -8609
SE Coef 21432 6723 10228 4447 6353 3801 7532 7786
R Square (R2) Adjusted F-Hitung Durbin-Watson
T-Stat -0,41 -0,37 1,11 1,14 -0,03 3,10 0,05 -1,11
P-Value 0,678 0,714 0,275 0,262 0,978 0,004* 0,957 0,279
VIF 1.3 2,0 1,4 2,4 2,1 1,4 1,2
Keterangan Tidak nyata Tidak nyata Tidak nyata Tidak nyata Nyata Tidak nyata Tidak nyata 0,552 0,436 4,76(Sig 0,001) 1,73877
Sumber: Data Primer yang Diolah (2012) *Taraf nyata 95 % Model yang dihasilkan dalam penelitian ini sudah cukup baik, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R2 sebesar 0,552. Artinya, sebesar 55,2 % keragaman WTP dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel penjelas yang terdapat dalam model, sedangkan 44,8 % diterangkan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Pada model yang dihasilkan diketahui bahwa nilai R2adj berbeda dengan nilai R2. Menurut Lind et al (2008) R2adj merupakan koefisien determinasi dari peranti lunak statistika untuk menyeimbangkan dampak dari jumlah variabel bebas terhadap koefisien determinasi berganda sekaligus menjelaskan bahwa variabel bebas tambahan merupakan prediktor yang bagus atau tidak untuk variabel terikatnya. Nilai VIF untuk semua variabel penjelas dalam model tersebut lebih kecil daripada sepuluh. Menurut Lind et al (2008) variabel penjelas yang
60
memiliki VIF lebih kecil dari sepuluh maka variabel penjelas tersebut tidak terlalu berkorelasi dengan variabel bebas lainnya sehingga variabel tersebut tidak perlu dibuang dari model. Nilai F-hitung yang diperoleh dalam model ini yaitu sebesar 4,76 dengan nilai Sig 0,001, hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP keberadaan pada taraf
.
Nilai Durbin-Watson (DW) yang diperoleh dalam model ini yaitu sebesar 1,73877, artinya tidak ada autokorelasi didalam model tersebut karena berada diantara 1,55 dan 2,46 (Firdaus, 2004). Nilai DW tersebut menunjukkan bahwa asumsi sisaan menyebar bebas dapat dipenuhi. Model yang dihasilkan dalam analisis regresi nilai WTP keberadaan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan yaitu: WTPk = - 8721 - 2493 JK + 11399 ST + 5090 UR - 176 Pdi + 11785 Pda + 411 MH - 8609 LN Variabel independen yang berpengaruh nyata pada model di atas adalah pendapatan responden. Variabel pendapatan berpengaruh nyata pada taraf 95 % terhadap nilai WTP keberadaan hutan mangrove disebabkan karena P-Value yang kurang dari
(0,004<0,05). Nilai koefisien bertanda positif artinya semakin tinggi
pendapatan responden maka kecenderungan responden untuk memberikan penilaian terhadap WTP keberadaan akan semakin besar. Nilai non-guna (Non- Use Value) hutan mangrove secara keseluruhan adalah sebesar
Rp. 11 845 049 143,00. Nilai ini diperoleh dari penjumlahan nilai
warisan dan nilai keberadaan hutan mangrove pasca rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan. Dengan demikian, nilai non-guna yang sebelumnya tidak memiliki nilai pasar dapat diketahui dan dinilai.
61
6.3
Kuantifikasi Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Berdasarkan rumus TEV (Total Economic Value) maka nilai ekonomi total
hutan mangrove adalah sebesar Rp. 280 712 310 416,00 (Gambar 16). Nilai ekonomi total ini diperoleh dari kuantifikasi nilai guna dan nilai non-guna hutan mangrove ke dalam nilai uang di Pesisir Pantai Tlanakan. Nilai guna hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai non-gunanya. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya hasil tangkapan ikan dan udang yang diperoleh masyarakat pasca rehabilitasi hutan mangrove. Hasil tangkapan ikan tersebut mempengaruhi nilai guna langsung dari hutan mangrove sehingga nilai ekonomi total hutan mangrovenya pun menjadi tinggi. Nilai non-guna hutan mangrove yang diperoleh sepuluh kali lebih rendah daripada nilai guna hutan mangrove. Rendahnya nilai non-guna tersebut disebabkan oleh nilai non-guna hanya terdiri dari dua nilai yaitu nilai warisan dan nilai keberadaan yang sama-sama tidak memiliki pasar sedangkan nilai guna terdiri dari tiga nilai yaitu nilai guna langsung, tidak langsung, dan pilihan seperti yang terlihat pada Gambar 16. Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove (Rp. 280.712.310.416)
Nilai Non-Guna (11.845.049.143)
Nilai Guna (Rp. 268.867.261.273 )
Nilai Guna Langsung (Rp. 263.300.238.574)
Nilai Guna Tidak Langsung (Rp. 5.558.554.467)
Nilai Pilihan (Rp. 8.468.232)
Nilai Keberadaan (Rp. 6.841.200.000)
Nilai Warisan (Rp. 5.003.849.143)
Gambar 16. Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi di Pesisir Pantai Tlanakan
62
Nilai ekonomi total dari hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan ini bisa digunakan pemerintah untuk mengetahui sejauh mana rehabilitasi mempengaruhi nilai ekonomi total dari sumberdaya hutan mangrove yang tidak memiliki nilai uang di pasaran. Adanya informasi mengenai nilai ekonomi total hutan mangrove tersebut bisa menjadi bukti kuantitatif pemerintah mengenai pengaruh rehabilitasi terhadap nilai ekonomi hutan mangrove. Hal tersebut akan mempermudah pemerintah untuk menentukan kebijakan yang tepat selanjutnya di tempat tersebut atau di tempat lain di Indonesia. Pemerintah juga akan lebih mudah meyakinkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam menjaga dan memanfaatkan hutan mangrove secara lestari.
63
VII.
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
1.
Kondisi aktual hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan pada saat ini sudah mengalami perbaikan. Perbaikan tersebut terlihat dari bertambahnya luas hutan mangrove akibat adanya rehabilitasi baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat. Jenis mangrove yang tumbuh di Pesisir Pantai Tlanakan adalah Rhizopora sp, Bruguiera sp, dan Avicenia sp.
2.
Nilai ekonomi total hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan pasca rehabilitasi adalah sebesar Rp. 280 712 310 416,00. Nilai ini diperoleh dari nilai guna langsung sebesar Rp. 263 300 238 574,00. Nilai guna tidak langsung sebesar Rp. 5 558 554 467,00. Nilai guna pilihan sebesar Rp. 8 468 232,00. Nilai warisan sebesar Rp. 5 003 849 143,00. Nilai keberadaan sebesar Rp. 6 841 200 000,00 .
7.2
Saran
1.
Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui secara pasti faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan pohon mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan.
2.
Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh limbah pabrik garam terhadap pertumbuhan pohon mangrove dan ekosistem disekitarnya.
3.
Perlu adanya rehabilitasi pada hutan mangrove lainnya yang mengalami kerusakan karena dengan adanya rehabilitasi nilai ekonomi hutan mangrove dapat meningkat.
64
VIII. DAFTAR PUSTAKA Andrianto L. 2005. Sinopsis Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Aprilwati. 2001. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Kawasan Batu Ampar Kabupaten Pontianak. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Bengen, DG. 2002. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Biro Pusat Statistik. 2010. „Statistik Sumberdaya Laut dan Pesisir‟. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik Kabupaten Pamekasan. 2011. „Kecamatan Tlanakan dalam Angka 2011‟. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pamekasan. Pamekasan Darmawan, R. 2011. Studi Penentuan Nilai Manfaat Ekonomi Kawasan Konservasi. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2004. Masalah Konservasi Sumberdaya Alam Menjadi Sorotan Global. Dalam Majalah Kehutanan Indonesia. Edisi 4/XIII/1999-2000. Jakarta Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. „Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Pamekasan‟. Laporan Akhir. PT Ridatama Kreasindo. Jakarta Dinas Perikanan dan Kelautan. 2011. „Data Luasan Ekosistem Mangrove di Kabupaten Pamekasan Tahun 2011‟. Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Dinas Perikanan dan Kelautan. 2008. „Perikanan dalam Angka Tahun 2008‟. Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. ───. 2011. „Perikanan dalam Angka Tahun 2011‟. Pemerintah Kaupaten Pamekasan, Jawa Timur. Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1999. „Inventarisasi dan Identifikasi Hutan Bakau (Mangrove) yang Rusak di Indonesia‟. Laporan Akhir. PT Insan Mandiri Konsultan. Jakarta Fadhli, A. 2011. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Sub DAS Biyonga dalam Kawasan Limboto di Kabupaten Gorontalo. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
65
Fahrudin, A. 1996. Analisis Ekonomi Pengelolaan Lahan Pesisir Kabupaten Subang. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan.IPB Press.Bogor Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Mangrove Provinsi Jawa Timur. Direktorat Pesisir dan Lautan, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta Kusmana, C, et al. 2003. Teknik Rehabilitasi Hutan Mangrove. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Lind, AD, et al. 2008. Teknik-Teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Salemba Empat. Jakarta Murdiyanto, B. 2003. Ekosistem Bakau. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan. Cofish Project. Jakarta Nybakken, JW. 1992. Biologi Laut. Gramedia. Jakarta Pearce, D, and D Moran. 1994. The Economic Value of Biodiversity. Earthscan Publications Limited. London Ramadhan, A. 2010. Penilaian Ekonomi Hutan Mangrove dengan Studi Kasus Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Santoso, D. 2005. Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove di Kawasan Pondok Bali, Desa Legonkulun, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sribianti, I. 2008. Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Studi Kasus Valuasi Ekonomi Kawasan Hutan Mangrove Manili Kabupaten Luwu Timur. Jurnal Sains & Teknologi. Vol. 8. No: 3 :186-192 Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brillian Internasional. Surabaya Walpole, RE. 1997. Pengantar Statistika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1. Luas Hutan Mangrove Menurut Provinsi dan Tingkat Kerusakan, 2007 Area of Forest Mangrove by Province and Level of Destruction, 2007 Kawasan Hutan/ Forest Area Provinsi Province (1) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua
Indonesia
Non Kawasan Hutan/ Non Forest Area Rusak Tidak Rusak Berat Rusak Damage Damage Undamage Seriously
Tidak Rusak Undamage
Rusak Damage
Rusak Berat Damage Seriously
(2) ... ... ...
(3) ... ... ...
(4) ... ... ...
(5) ... ... ...
(6) ... ... ...
(7) ... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... ... ...
... 218,3 13.175,4 6.931,7 ... 14.212,2 1.619,6 8.472,0
... 39,6 1228,7 ... 124,8 131,5 8.128,1
... 717,0 ... 253,4 1.756,9
... 84,1 54,5 2.939,0 ... 10.512 201,6 141,0 -
... 2.385,6 4.039,0 ... 83.949,0 717,1 70,0 -
... 33,2 46.107,0 ... 177.739,6 -
1.345,4
5.960,9
852,2
11.429,2
13.612,5
7.110,9
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
9.388,9
6.633,4
11.383,6
9.871,3 -
7.694,2 -
14.744,7 -
5.238,0
5.428,3
18.468,0
-
-
-
50.640,8
21.723,6
1.984,5
-
-
-
7.769,4 319.569,0 832.861,0
7.857,7 1.570,0 104.189,0 169.746,0
18.307,5 1.430,0 6.858,0 5.225.0
12.231,0 16.373,0 -
115.807,0 24.198,0 -
3.316,0 -
1.271.391,6
332.641,5
67.236,1
63.836,9
252.472,4
249.051,4
Sumber : Kementrian Kehutanan, Pusat Informasi Mangrove dari BPS (2010) Source : Manistry of Forestry, 2007 Mangrove Information Center (MC)
68