E-4-1
KAJIAN FORMASI HUTAN MANGROVE DI PANTAI TIMUR SIDOARJO Wiwik Esti K, Yulinah Trihadiningrum Program Studi Magister Teknik Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 ABSTRAK Hutan mangrove di Pantai Timur Sidoarjo sebagian besar telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dan stakeholder lainnya dalam menjaga pelestarian dan fungsi serta manfaat hutan mangrove, sehingga diperlukan evaluasi formasi hutan mangrove yang ada untuk memberikan informasi dan bahan pertimbangan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Pelaksanaan evaluasi hutan mangrove dilakukan melalui kajian vegetasi mangrove, aspek peran serta masyarakat, kebijakan dan kelembagaan. Empat stasiun pengamatan diobservasi selama penelitian berlangsung guna menentukan formasi, kekerapan, kerapatan, dominasi dan Index Nilai Penting vegetasi. Sebanyak 60 responden yang terdiri dari tokoh masyarakat, LSM dan Instansi terkait dilibatkan dalam survey sosial guna menentukan persepsi dan perilaku masyarakat terhadap hutan mangrove. Sedangkan dari segi kebijakan dikaji tugas dan fungsi lembaga yang berperan serta kebijakan yang berperan dalam pengelolaan hutan mangrove. Kondisi formasi hutan mangrove yang ada mendekati kondisi alami, dijumpai di daerah muara sungai dan pesisir pantai yang relatif belum terganggu, sedangkan di daerah pertambakan, budidaya & permukiman mengalami pengurangan jenis maupun kerapatannya. Jenis mangrove yang mendominasi adalah Avicennia sp. diikuti jenis Bruguiera sp., Rhizophora stylosa dan Sonneralia alba. Untuk menjaga dan meningkatkan fungsi hutan mangrove diperlukan peran serta masyarakat dan didukung oleh kebijakan dan kelembagaan yang jelas tugas dan kewenangannya. ABSTRACT Mangrove forest in the eastern coast of Sidoarjo mostly has been damaged due to the high of public and other stakeholder awareness in taking care of the sustainability, function and the benefit of mangrove forest, Therefore, evaluation of the existing formation of mangrove forest is required in order to provide inputs for coastal area management. This study was conducted by evaluating the exiting condition of mangrove vegetation, public involvement, policy and institutional issues. Four stations were observed during the research work in order to determine the formation, frequency, density, dominance and important value index of the vegetation. About 60 people comprising public figures, NGO’s and concerned institution were surveyed for determining their perceptions and behaviors towards the mangrove forest. In the policy point of view tasks and functions of the concerned institutions were evaluated using SWOT analysis. ____________________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
E-4-2
The natural formation of mangrove forest (staion1,2) was found in the undisturbed estuary and coastal area, whereas the fishery zone (stations 3 and 4) showed reduced member of species and its density . The dominantly mangrove species are Avicennia sp., followed by Bruguiera sp., Rhizopora stylosa and Sonnertia alba. In order to take care of and to improve the function of mangrove forest, public involvement is required and supported by Institutions with clear policy and responsibility. PENDAHULUAN Latar Belakang Pendayagunaan wilayah pesisir pantai saat ini sangat berarti untuk kepentingan ekologis. Pemanfaatan pesisir pantai yang tidak disertai dengan upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup pada kenyataannya akan dapat mengancam kapasitas berkelanjutan ekosistemnya. Kondisi suatu wilayah pesisir erat sekali kaitannya dengan sistem sungai yang bermuara di pesisir tersebut. Perubahan sifat sungai yang terjadi secara alami maupun perilaku manusia dari hulu ke hilir akan berpengaruh terhadap kondisi wilayah pesisir. Beberapa permasalahan pesisir pantai di Kabupaten Sidoarjo yang menonjol, yaitu berkurangnya mangrove sehingga menganggu ekosistem pantai, adanya pencemaran kawasan pertambakan baik lewat sungai maupun laut, banyaknya tanah oloran yang difungsikan untuk tambak sehingga merusak ekologi pantai dan laut, serta terjadinya bahaya banjir karena wilayah timur dibudidayakan. Kerusakan fisik habitat ekosistem wilayah pesisir dan laut di Propinsi Jawa Timur umumnya terjadi pada hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang paling produktif dan merupakan sumber hara untuk perikanan pantai, mendukung kehidupan sejumlah besar species binatang darat maupun laut, sebagai habitat tempat hidup, berbiak dan mencari makan. Berdasarkan data Neraca Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Sidoarjo Tahun 2000 hutan mangrove yang telah mengalami kerusakan berat sebesar 10.304,8 Ha (38,8 %) dari luas hutan mangrove seluruhnya sebesar 26.495 Ha, akibat perluasan tambak baru. Untuk mendukung upaya tersebut maka diperlukan data informasi dan evaluasi tentang kondisi hutan mangrove, persepsi dan perilaku masyarakat serta kebijakan dan peraturan perundangan yang ada terkait dengan pengelolaan hutan mangrove di wilayah pantai timur Sidoarjo . Adanya permasalahan lingkungan di wilayah pesisir pantai Timur Sidoarjo yaitu adanya penebangan liar, pembuatan tambak baru, penggunaan lahan yang tak terkendali dan meningkatnya pencemaran limbah industri akan mempengaruhi keberadaan dan fungsi ekologis dari hutan mangrove pada wilayah pesisir. Dengan mengetahui kondisi formasi dari vegetasi mangrove akan dapat memberikan informasi dan rekomendasi untuk penyusunan perencanaan pengelolaan ekosistim pesisir pantai, khususnya pengelolaan hutan mangrove.
____________________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
E-4-3
Tujuan dan Manfaat Studi. 1. Melakukan evaluasi kondisi hutan mangrove di wilayah pesisir pantai timur Sidoarjo, yaitu formasi, jenis, kekerapan, kerapatan, dominasi dan menentukan Index Nilai Penting (INP) dari vegetasi mangrove yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penyusunan perencanaan, pengelolaan ekosistem pantai khususnya untuk upaya pemulihan lingkungan dengan penanaman mangrove, yaitu penentuan lokasi dan jenis mangrove yang sesuai, 2. Melakukan evaluasi pengaruh perilaku masyarakat setempat terhadap keberadaan hutan mangrove di wilayah pantai timur Sidoarjo, pola aktivitas dan intensitasnya untuk menentukan upaya-upaya pelestariannya dengan melibatkan peran serta masyarakat setempat, 3. Evaluasi terhadap kelembagaan serta peraturan yang telah ditetapkan sebagai bahan pertimbangan untuk penetapan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan wilayah pesisir Sidoarjo. METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah :survey lapangan, pengumpulan data dan analisis data primer dan sekunder Penentuan Wilayah Studi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengaruh kondisi kualitas lingkungan terhadap formasi mangrove, stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan tataguna dan peruntukan wilayah pesisir pantai timur Sidoarjo yang mempunyai hutan mangrove : 1) Daerah muara sungai (stasiun-1); Daerah pertambakan dan budidaya (stasiun-2); Daerah perbatasan pesisir Sidoarjo dan Surabaya (stasiun-3) dan Daerah perbatasan pantai timur Sidoarjo dengan wilayah Kabupaten Pasuruan (stasiun-4) Metode Pengumpulan Data Data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan. Data primer yang langsung dilakukan di lapangan adalah kualitas perairan meliputi suhu, pH, salinitas serta jenis tanah/ sedimen. Data primer yang lain adalah persepsi masyarakat terhadap hutan mangrove, yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan bantuan kuisioner yang telah dipersiapkan responden yang akan diwawancarai meliputi : Camat, Kepala Desa, tokoh masyarakat, LSM peduli lingkungan, generasi muda, masyarakat lokal, nelayan, petambak dan dinas teknis terkait. Data sekunder diperoleh dari dinas terkait diantaranya Pemerintah Daerah setempat, Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan & Energi, Dinas Kehutanan dan nara sumber lainnya. Pengamatan dan Sampling Metode analisa vegetasi yang dilakukan meliputi : 1) Pada setiap stasiun pengamatan, ditetapkan transek-transek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang formasi hutan ____________________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
E-4-4
mangrove yang terjadi) di daerah intertidal. 2) Pada setiap zona hutan mangrove yang berada di sepanjang transek garis, diletakkan secara acak petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m sebanyak paling kurang 3 (tiga) petak contoh (plot). 3) Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, determinasi setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada, hitung jumlah individu setiap jenis, dan ukur lingkaran batang setiap pohon mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m). 4) Pada setiap zona sepanjang transek garis, diukur parameter lingkungan yang ditentukan (suhu, salinitas, pH), Untuk mengetahui Index Nilai Penting (INP) suatu jenis vegetasi digunakan rumus Mueller dan Dumbous Ellenberg sebagai berikut dengan menghitung nilai kerapatan, kekerapan dan dominansi. HASIL PENELITIAN Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan Mangrove Kawasan hutan lindung yang ada di Kabupaten Sidoarjo adalah hutan bakau dengan vegetasinya yang terletak di sepanjang pantai timur Sidoarjo. Keberadaan hutan mangrove sangat potensial karena berfungsi ekologis dan ekonomis. Komunitas-komunitas mangrove di 4 stasiun yang dianggap mewakili kawasan pantai Timur Sidoarjo mempunyai ketebalan 10 – 100 meter, didominasi oleh Avicenia alba diikuti oleh jenis Rhizophora stylosa, dan Bruguirea sp. Keanekaragaman jenis yang tinggi dijumpai di daerah muara sungai, pertambakan baik di pematang tambak maupun di dalam tambak, rawa-rawa payau (sempadan sungai) yang dipengaruhi pasang surut. Komposisi komunitas bervariasi tersusun atas asosiasi mangrove mayor dan minor. Jenis vegetasi mangrove yang dijumpai di pantai timur Sidoarjo dikelompokkan dalam 7 suku yang terdiri dari 10 (sepuluh) jenis yaitu suku Avicenniaceae : Avicennia alba, Avicennia marina; suku Rhizophoraceae : Rhizophora stylosa, Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorhiza dan Ceriops tagal. Suku Sonneratiaceae : Sonneratia alba; Suku Sterculiaceae : Heretiera littoralis; suku Palmae : Nypha fructicans dan suku Malvaceae : Hibiscus sp. Komposisi dan keanekaragaman jenis pada masingmasing stasiun pengamatan sebagai terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. No. 1 2 3 4 5 6
Komposisi dan keanekaragaman mangrove di pesisir timur Sidoarjo Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Avicennia alba Rhizopora stylosa Avicennia marina Sonneratia alba Bruguiera cylindrica Bruguiera
-
-
-
____________________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
E-4-5
gymnorhizza 7 Ceriops tagal 8 Heritiera littoralis Keterangan : v = ada; - = tidak ada
-
-
Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa Avicennia alba terdapat pada semua stasiun, begitu juga dengan Rhizopora stylosa dan Sonneratia alba. Hal ini sesuai dengan sifat Avicennia alba dan Sonneratia alba yang toleran terhadap tingkat salinitas yang tinggi. Salinitas terukur pada stasiun 1 dan 2 tergolong tinggi 30 permil yang mendukung pertumbuhan dan persebaran kedua spesies tersebut. Avicennia sp. dan Sonneratia sp. memiliki akar pneumatophor dan keduanya sering dijumpai pada daerah yang selalu tergenang. Selain itu bersama-sama dengan Rhizopora stylosa, mereka adalah mangrove perintis bagi terbentuknya komunitas mangrove (Notohadipoetro dan Siradz, 1978). Tidak dijumpainya Avicennia officinalis pada dua stasiun lainnya, stasiun 3 dan 4, dapat disebabkan oleh karena telah menipisnya ketebalan mangrove (≤ 20 meter) letaknya yang berhimpitan dengan tambak dan telah terpengaruh oleh aktivitas penduduk. Jenis-jenis mangrove lain seperti Bruguiera, Ceriops dan Heritiera tidak terdapat pada semua stasiun. Hal ini sesuai dengan sifat dan letak natural dari ketiga spesies ini tumbuh di zona peralihan di wilayah pasang surut yang berada di daerah “belakang”, yaitu daerah yang jarang tergenang dan dekat dengan daratan (Kitamura,1997). Pada pengamatan hutan mangrove di daerah muara sungai, merupakan dataran di tepi pantai berupa endapan aluvium yang merupakan hasil sedimentasi baik dari aliran sungai maupun laut, sangat sesuai pembentukan formasi hutan mangrove. Tumbuhan bawah yang dominan ditemukan pada bagian yang agak terbuka yaitu Avicennia alba (api-api) dan Sonneratia alba kemudian pada lumpur yang cukup tebal ditemukan Rhizopora stylosa dan Nypa sp, Hibiscus tiliaceus ditemukan tumbuh agak jauh ke arah daratan yaitu berada pada pinggir sungai yang airnya agak payau. Hasil analisis vegetasi hutan mangrove. Formasi Mangrove Komposisi dan susunan jenis dalam bentuk formasi yang paralel terhadap garis pantai yang biasanya ditemukan pada hutan mangrove yang belum terganggu tidak tampak di wilayah pesisir. Tumbuhan bawah yang dominan ditemukan pada bagian pantai yang langsung berhadapan dengan laut didominasi oleh Avicennia alba, dan Avicennia officinalis. Formasi mangrove terdiri dari flora mangrove mayor yaitu Avicennia, Rhizophora, Sonneratia, Bruguiera, dan Ceriops. Flora mangrove mayor yaitu flora mangrove yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, dan secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus, bentuk akar dan viviparitas serta mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam (Tomlison, 1984). Dari kedelapan jenis mangrove yang ditemui, Avicennia alba mendominasi di semua stasiun pengamatan (Tabel 5.2). Secara berturut-turut pada tingkatan pohon didapatkan Indeks Nilai Penting (INP) di stasiun 1 (satu) sampai dengan stasiun 4 (empat) adalah 111,00 %, 117,13 %, 149,82 %, dan 152,93 %. Dominansi berikutnya oleh Rhizophora stylosa dengan INP di stasiun-1 34,37%, stasiun-2 28,62, dan stasiun____________________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
E-4-6
4 68,50 % dan Sonneratia alba secara berturut-turut di stasiun 1 sampai dengan stasiun3 adalah 35,41%, 51,27%, dan 103,16%. Nilai INP Avicennia alba pada tingkat anakan di stasiun 1 = 0, stasiun 2 = 117,77, stasiun 4 = 129,71 dan stasiun 4 = 300. Nilai INP Rhizophora stylosa untuk tingkat anakan di stasiun 1 = 51,68, stasiun 2 = 68,50 ; stasiun 3 = 70,29 dan di stasiun 4 tidak dijumpai anakan. Nilai INP Sonneratia alba di stasiun 1 = 61,59; stasiun 2 = 68,19 dan di stasiun 3 dan 4 tidak dijumpai anakan maupun semai. Kebijakan dan Kelembagaan Terkait Dengan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lingkungan Pesisir Pantai Penataan Wilayah Pesisir harus mengacu pada UU No. 24 Th. 1992. pada tingkat Nasional adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan setiap kegiatan pemanfaatan ruang harus berpedoman pada Rencana Tata Ruang. Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo merupakan landasan bagi penetapan strategi pelaksanaan pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo. Pemanfaatan hutan mangrove harus mengacu pula pada Keppres No. 32 Th. 1990 tentang Pedoman Kawasan Lindung yang di dalamnya terkandung bahwa perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai (Pasal 13). Legitimasi kawasan hutan mangrove sebagai areal yang dilindungi oleh beberapa perangkat hukum seperti Kebijakan pengelolaan lingkungan pesisir dan laut di pantai Timur Sidoarjo pada tahun 2003 ke depan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara menyeluruh di Propinsi Jawa Timur . Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat, kawasan ini terdapat di sepanjang pantai wilayah bagian timur Kabupaten Sidoarjo. Kawasan hutan bakau seluas 1.087 Ha dan kawasan sempadan sungai seluas 282,72 Ha, sedangkan berdasarkan tingkat perkembangan kawasan perlindungan setempat yang terjadi menunjukkan bahwa luas kawasan lindung setempat adalah 4.543,33 Ha yang terdiri dari kawasan hutan bakau 1.038,25 Ha kawasan sempadan sungai dengan luas 3.505,08 Ha Strategi pengelolaan hutan mangrove lestari di pantai timur Sidoarjo telah diformulasikan kedalam dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 17 Tahun 2000 tentang Kawasan Lindung di Kabupaten Sidoarjo dengan mengacu pada Perda Propinsi Dati I Jawa Timur No. 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Dati I Jawa Timur, Perda Propinsi Dati I Jawa Timur No. 4 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Dati I Jawa Timur Tahun 1997/1998 – 2011/2012. Berdasarkan fakta di lapangan, maka kebutuhan untuk melindungi kawasan budidaya perikanan dan pesisir di Kabupaten Sidoarjo adalah sangat perlu. Manfaat ditetapkannya Perda Kawasan Lindung di Kabupaten Sidoarjo adalah terdapatnya aspek hukum yang jelas untuk menindak pengembang maupun masyarakat yang telah melanggar fungsi kawasan. ____________________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
E-4-7
Analisa SWOT 1. Pencermatan Lingkungan Internal Kekuatan (Strength) a. Banyak kelompok non formal peduli mangrove b. Adanya peraturan perundangan (PERDA) c. Adanya Dinas/Instansi yang mengelola pelestarian hutan mangrove d. Potensi SDM pengelola mangrove cukup besar (masyarakat/kelompok masyarakat, LSM) Kelemahan (weakness) a. Kurangnya koordinasi dan keterpaduan kegiatan /program b. Kurangnya pengetahuan teknis pengelolaan hutan mangrove c. Pemahaman terhadap Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup masih rendah d. Masih lemahnya penegakan hukum 2.
1. 2. 3. 4.
Pencermatan Lingkungan Eksternal Peluang (Opportunities) a. Potensi pengembangan partisipasi masyarakat dan kelembagaan non formal cukup tinggi b. Adanya otonomi daerah pengelolaan wilayah pantai c. Dukungan pemerintah tinggi d. Tuntutan masyarakat global tinggi Ancaman (Threats) a. Keterbukaan dan transparansi Kebijakan Pemerintah b. Penguasaan IPTEK tentang Pengelolaan Hutan Mangrove c. Konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang d. Penebangan mangrove secara liar Formulasi strategi pengelolaan hutan mangrove : Optimalkan peran lembaga formal yang telah ada Optimalkan sosialisasi Peraturan Perundang-undangan secara konsisten dalam pelaksanaannnya. Menciptakan koordinasi antar lembaga yang terkait, Membangun kebersamaan antar lembaga formal dan non formal
Kesimpulan Dari hasil evaluasi terhadap formasi hutan mangrove pada pantai timur Sidoarjo berdasarkan aspek ekologi, aspek peranserta masyarakat dan aspek peraturan perundang-undangan yang ada dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Analisis vegetasi hutan mangrove di wilayah pantai timur Sidoarjo menunjukkan kondisi yang dapat dibedakan sebagai berikut : Di daerah muara sungai Ketingan (stasiun 1) kondisi formasi mangrove terdiri dari flora inti yaitu Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Sonneratia dan flora mangrove prepheral (plasma) jenis dari Heritiera. Dominasi tertinggi pada Avicennia alba, dan terendah untuk Heriteria littoralis. ____________________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
E-4-8
Di daerah pertambakan, Kecamatan Sedati (stasiun-2) formasi dan jenis tanaman mangrove mengalami pengurangan. Flora inti terdiri dari Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera dan didominasi oleh Avicennia. Di daerah ini diperlukan upaya konservasi melalui pemeliharaan dan penanaman kembali jenis-jenis serta pencegahan pemanfaatan daerah sempadan pantai untuk perluasan tambak. Pada stasiun 3 (Jabon) dan Stasiun 4 (Waru) kondisi formasi hutan mangrove terdiri dari flora inti yaitu Avicennia, Rhizophora, Bruguiera dengan dominasi tertinggi pada Avicennia alba sehingga memerlukan upaya konservasi dan pemulihan jenis dengan dengan melakukan penanaman tanaman mangrove jenis Avicennia sp. serta menetapkan lokasi tersebut sebagai zona preservasi. 2. Peranserta masyarakat, swasta dan pemerintah terhadap upaya pelestarian hutan mangrove dinilai belum optimal. Hal ini disebabkan oleh : Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang pentingnya hutan mangrove terutama dalam pemanfaatan dan sikap perilaku masyarakat yang belum mempertimbangkan azas pelestarian dan fungsi hutan mangrove, baik aspek ekologis maupun kebijakan peraturan. Kurangnya pengetahuan dan sosialisasi tentang Peraturan Perundangan, sehingga terjadi penebangan mangrove. Fasilitas pengelolaan hutan mangrove yang disediakan pemerintah untuk kegiatan pengelolaan hutan mangrove oleh masyarakat masih belum optimal 3. Peraturan perundangan mengenai kawasan lindung ekosistem mangrove telah ada, namun belum diimplementasikan dengan baik. 4. Belum ada Lembaga Pemerintah Khusus yang bertanggung jawab dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut, sehingga dalam pelaksanaan program, diperlukan koordinasi lintas sektoral. Saran Strategi pengelolaan hutan mangrove yang disarankan adalah sebagai berikut : 1. Mengoptimalkan peran lembaga formal yang telah ada yaitu Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Propinsi, Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan dan Energi atau Dinas Perikanan dan Kelautan sebagai lembaga koordinasi pengelola hutan mangrove di pantai timur Sidoarjo, 2. Konsistensi pelaksanaan peraturan dengan mengintensifkan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat, 3. Membangun kebersamaan antar lembaga formal dan non formal dalam upaya pelestarian hutan mangrove, 4. Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas perairan pantai diperlukan perbaikan kualitas air di muara-muara sungai di pesisir serta kajian lebih lanjut tentang dampak pencemaran terhadap pertumbuhan tanaman mangrove.
____________________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
E-4-9
DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 1995. Menuju Kelestarian Hutan Mengrove di Jawa Timur, Balai rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Anonymous, Undang-Undang No UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistimnya Anomymous, Petunjuk Praktis Penanaman Mangrove, Kantor MENLH (1995), EMDI. Aksornkoae, 1992. Plant in Mangrove, Published by Chalongrat Co. Ltd., 99 Tremruammint Rd. Huangkhwang, Bangkok. Alikondra H.S, 1993. Interaksi masyarakat Dengan Hutan Mangrove, Buku ilmiah ISNTIPER Vol. 4 No. 2 Edisi khusus Oktober 1993, Institut Pertanian Yogyakarta. Ardika, IW, 1999. Pengelolaan Ekosisten Mangrove Berbasiskan Masyarakat Bappedal Provinsi Tk I Jawa Timur, 2003, “Inventarisasi Potensi Sumberdaya Pantai dan Laut Utara Jawa Timur ” . Bappekab Sidoarjo, 2002, “Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)” Kabupaten Sidoarjo Tahun 2003 – 2012. Bengen , Dietrech G, 1999, “Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove” , PKSPL-IPB. Dahuri, R, et.al, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara terpadu, Pradnya Paramita. Djayaningkrat dan Amir, 1992. Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kitamura , et al 1997, “Handbook of Mangrove in Indonesia (Bali and Lombok) The Development of suitainable mangrove Management Project” Ministry of Forestry Indonesia and JICA. Kartawinata, K. et.al 1979. Status Pengetahuan Hutan Mangrove di Indonesia”, Prosiding Seminar Ekosistem Hutan Mangrove, Jakarta 27 Februari – 1 Maret 1978 p. 21-29 Kartawinata, K. et.al 1990. “Hutan dalam kualitas lingkungan di Indonesia” Kantor men KLH, Soerianegara I dan Indrawan, 1998. Ekologi Hutan Indoensia, Lab. Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tomlinson, PB, 1986. The Botany of Mangrove, Cambridge Univesity Press Tomascik, et.al , 1997. “The Ecology of The Indonesian Seas”, Periplus Edition Ltd, Singapore. Whitten, Rochayat E.S, SA Afifi, 1996. The Ecology of Java and Bali. Vol. II Copy right Periplus Edition.
____________________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember