STUDI POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI GULA (Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)
Oleh GALUH AJENG LESTARI F34101078
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
STUDI POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI GULA (Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh GALUH AJENG LESTARI F34101078
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
STUDI POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI GULA (Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh GALUH AJENG LESTARI F34101078
Dilahirkan pada tanggal 13 Januari 1984 Di Kediri Tanggal lulus : 6 Februari 2006 Menyetujui, Bogor, Februari 2006
Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc. Pembimbing Akademik
Galuh Ajeng Lestari. F34101078. Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Gula (Studi Kasus Di Pg. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur). Dibawah Bimbingan Dr. Ir. M. Romli, MSc. 2006.
RINGKASAN Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan pangan pokok yang memberikan kontribusi lebih dari 90% dari pemenuhan konsumsi masyarakat. Konsumsi gula pasir dalam negeri cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan konsumsi gula di Indonesia yang mencapai nilai 1,44% per tahun tidak diimbangi dengan peningkatan produksi gula yang menyebabkan kebutuhan gula dalam negeri harus ditambahkan dengan cara mengimpor dari luar negeri. Pertumbuhan impor gula ini mencapai 21,6% per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2000). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi penerapan produksi bersih pada industri gula kristal putih dengan studi kasus pada PG. Pesantren Baru Kediri-Jawa Timur. Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, dilakukan analisa pada bagian proses produksi untuk mengidentifikasi tahapan proses yang diefisienkan. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan penyusunan alternatif potensi penerapan produksi bersih berdasarkan masalah yang dihadapi sehingga diperoleh suatu proses modifikasi sebagai usulan kepada pihak perusahaan Jumlah konsumsi residu yang tinggi pada boiler diduga mampu diturunkan sebesar 1.248.031,421 kg/tahun dengan mengefisienkan penggunaan air imbibisi dari 38,88% menjadi 32,36%. Pada kondisi kadar air ampas mencapai 51 persen, maka dihasilkan energi panas 2,70 x 1011 kkal/tahun, sehingga hanya dibutuhkan tambahan energi dari residu sebesar 1.052.631,5 kg residu/tahun. Dengan demikian, penurunan kadar air pada ampas dari 51 persen menjadi 50 persen dapat menghemat kurang lebih 1.879.610,368 kg/tahun (Rp.2.714.468.341/tahun) dengan penghematan penggunaan air imbibisi sebesar Rp.538.669.759,4/tahun. Substitusi penggunaan bahan kapur dengan dolomit pada stasiun pemurnian dengan perbandingan 40% MgO:60%CaO selain tidak menimbulkan terbentuknya perpecahan sukrosa juga tidak menimbulkan terbentuknya kerak pada proses berikutnya (penguapan). Nilai ekonomi substitusi CaO dan MgO adalah sebesar Rp.76.680.000,- per tahun dengan Pay Back Periode adalah 7,7 bulan. Produksi produk samping yang dapat dilakukan pada PG. Pesantren Baru Kediri adalah dengan memanfaatkan limbah pabrik seperti ampas, blotong, tetes, pucuk tebu dan daun tua sebagai pakan ternak. Produksi pakan ternak ini dapat memberikan keuntungan sebesar Rp. 33.648.470, dengan kapasitas produksi 51 ton per tahun. Good house keeping yang dapat dilakukan oleh PG. Pesantren Baru Kediri adalah menerapkan manajemen O&M (Operation and Maintenance) seperti menutup conveyor belt pengangkut ampas menuju boiler dan membersihkan kerak pada alat processing. Kebiasaan sederhana karyawan seperti menutup kran air, mematikan lampu yang tidak digunakan, pemakaian helm, masker hidung dan sumbat telinga juga sangat membantu dalam peningkatan efisiensi produksi.
Galuh Ajeng Lestari. F34101078. Study of Potency Applying of Cleaner Production at Sugar Industry (Case Study In PG. Pesantren Baru Kediri - East Java). Under supervision Dr. Ir M. Romli, MSC. 2006.
SUMMARY Sand sugar represent one of the nine food substance of fundamental, giving contribution more than 90% from accomplishment consume society. Consume sugar of domestic sand sugar tend to experience of improvement from year to year. Growth consume sugar in Indonesia reaching value 1,44% per year is not made balance with product increase of sugar, causing requirement of domestic sugar have to be enhanced by importing from outside the country. Growth import this sugar reach 21,6% per year (Directorate General Plantation Construct Production, 2000). The aim of this research is to identify potency applying of cleaner production at white crystal sugar industry with case study at PG. Pesantren Baru Kediri-East Java. According to data obtained from company, the first step is conducting an analysis of production process to identify step of inefficient process. Next step is conducting compilation of alternative potency applying of cleaner production to solve the problem so that obtained a modification process as a suggestion to the company. High consumption residu at boiler estimated able to be degraded equal to 1.248.031,421 kg/year efficiently using imbibisi water from 38,88% becoming 32,36%. At condition water content reach 51%, hot energy produced by baggase is 2,70 x 1011 kkal/year, so that only required addition energy from residu equal to 1.052.631,5 kg/year. So, degradation of water content from 53% become 51% can economize more or less 1.052.631,5 kg/year ( Rp.2.714.468.341/year) with use of imbibisi water equal to Rp. 3.595.567,122/year. Substitution use of limestone by dolomit stone at purification station with comparison 40% MgO : 60%CaO besides not formed dissolution sukrosa, nor generate formed crust at next process (evaporation). Economic value of substitution CaO and MgO equal to Rp. 76,680,000,- per year by Pay Back Period equal to 7.7 month. Produce product from by-product which can be done at PG. Pesantren Baru Kediri is exploitedly factory waste like baggase, filter mud (blotong), molasses, sugar cane sprout and cane old leaf as livestock feed. Produce this livestock feed can give advantage equal to Rp 33,648,470, with capacities produce 51 ton per year. Good house keeping which can be done by PG. Pesantren Baru Kediri is apply management O&M ( Operation And Maintenance) like closing baggase conveyor belt go to boiler and clean crust at appliance processing. Simple habit of employees like closing faucet irrigate, put-off the light which not used, helmet usage, and masker also assistive in improvement of efficiency produce.
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Gula (Studi Kasus Di PG. Pesantren Baru Kediri Jawa Timur)” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Februari 2006 Yang membuat pernyataan
Galuh Ajeng Lestari F34101078
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 13 Januari 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang merupakan anak dari pasangan M. Daroel dan Purwani Indyah. Pada tahun 1989 Penulis memulai pendidikan di SDN IV Sumbawa Besar dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1995 Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Gurah dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri II PareKediri dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada 2004 Penulis melakukan kegiatan praktek lapang dengan judul “Proses Produksi dan Penanganan Limbah Industri di Pabrik Gula Pesantren Baru Kediri Jawa Timur”. Selanjutnya pada tahun 2005 Penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Gula (Studi Kasus Di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc.
UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ayah dan mamah tercinta yang sudah memberikan kasih sayang yang tidak ternilai, doa, semangat dan bantuan materi, semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan dan memberikan jannah-Nya di kehidupan yang abadi kelak. Amin. 2. Citra Puspita, Adha Buyung dan Dhimas Akbar. Terima kasih atas motivasi dan keceriaannya. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik. Amin. 3. Semua keluarga di Bareng dan Mataram...terimakasih untuk dukungan dan doanya. 4. Ahda Faradisa, for all the time, patience, and courage. U’ve been painting my blue world.. 5. Anni dan O’o. After all, ure still my beloved friend and family. Terima kasih untuk pengertian dan segalanya. 6. Aang (don’t ever change), Hanni (), Nyak (pengen nanya apa aja bisa kejawab..thx yak!), Yeni (makasi printernya..), 7. Fauziah’ers… Indah, QQ, Atiq, Inang, Rani, Chandz, Umee, Melta, Euis. Senangnya bisa mengenal kalian yang super ceria. 8. Tinners ’38, untuk pertemanan dan kekeluargaannya. Friends forever..
Bogor, Februari 2006 Penulis
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan segala kerendahan hati Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, pencipta langit dan bumi beserta segala isinya, yang selalu melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah bagi Nabi Muhammad SAW, Rasulullah mulia, teladan umat, utusan yang benar dalam janjinya serta terpercaya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat, Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. M. Romli, MSc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, nasehat dan bimbingannya selama ini. 2. Dr. Ir. Suprihatin, MEng selaku Dosen Penguji yang telah bersedia memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Sugiarto selaku Dosen Penguji yang telah bersedia memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Kedua orang tua dan keluargaku atas doa, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayangnya yang menguatkan langkah perjalanan ini. 5. Seluruh staf PG. Pesantren Baru Kediri yang telah memberikan bantuan dan informasi selama penelitian berlangsung. 6. TIN’ers 38 atas persaudaraan dan persahabatannya selama ini. 7. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga hasil yang sederhana ini dapat menjadi pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang serta dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1 B. TUJUAN .............................................................................................. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4 A. PRODUKSI BERSIH ........................................................................... 4 B. PROSES PRODUKSI GULA ............................................................... 6 III. METODOLOGI PENELITIAN.................................................................. 9 A. TEKNIK PENGUMPULAN DATA .................................................... 9 B. TEKNIK ANALISA DATA ................................................................. 9 IV. UNIT-UNIT OPERASI PRODUKSI.......................................................... 11 A. BAHAN PEMBANTU PRODUKSI...................................................... 11 B. PROSES PRODUKSI ............................................................................ 12 1. Stasiun Gilingan (Unit Operasi Ekstraksi)...................................... 12 2. Stasiun Pemurnian (Unit Operasi Purifikasi).................................. 15 3. Stasiun Penguapan (Unit Operasi Evaporasi) ................................. 18 4. Stasiun Kristalisasi .......................................................................... 21 5. Stasiun Sentrifugasi......................................................................... 23 6. Stasiun Penyelesaian ....................................................................... 25 V. SISTEM PENANGANAN LIMBAH .......................................................... 27 1. Metode In of Pipe.................................................................................... 28 1. Daur Ulang (Recycle)........................................................................ 28 a. Penggunaan dan daur ulang kembali (in site recovery.................. and reuse)...................................................................................... 28 b. Produk samping yang bermanfaat................................................. 29
Halaman 2. Pengurangan pada Sumbernya (Source Reduction) .......................... 30 a. Perubahan bahan input (input material change) ........................... 30 b. Pengendalian proses yang baik (better process control)............... 31 c. Modifikasi peralatan (equipment modification) ............................ 32 2. Metode Out of Pipe ................................................................................. 33 A. Inhouse Keeping............................................................................... 33 B. Limbah Udara................................................................................... 35 C. Limbah B3 ........................................................................................ 36 3. Penanganan Produk Samping.................................................................. 37 A. Ampas (Bagasse) ............................................................................. 37 B. Blotong ............................................................................................. 38 C. Abu Ketel ......................................................................................... 39 D. Tetes ................................................................................................. 39 VI. POTENSI PRODUKSI BERSIH................................................................ 42 A. POTENSI PENGHEMATAN PENGGUNAAN RESIDU MELALUI PENURUNAN KADAR AIR PADA AMPAS ................. 42 B. POTENSI SUBSITUSI BAHAN KIMIA .............................................. 44 C. PRODUKSI PRODUK SAMPING YANG BERMANFAAT (Creation of Usefull by Product)............................................................. 49 D. GOOD HOUSE KEEPING .................................................................... 52 VII.KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 56 A. KESIMPULAN ..................................................................................... 56 B. SARAN ................................................................................................. 57 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 58 LAMPIRAN ...................................................................................................... 61
viii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Baku mutu limbah cair industri gula.................................................. 27 Tabel 2. Hasil uji laboratorium limbah cair PG. PG Pesantren Baru Kediri musim giling 2004 ............................................................................. 35 Tabel 3. Daftar sumber pencemar limbah pabrik gula dan karakteristiknya ... 41 Tabel 4. Kandungan nutrisi bahan baku pakan ternak dari produk samping industri gula dan pakan komersil ....................................................... 50 Tabel 5. Peluang efisiensi proses melalui penerapan produksi bersih di PG Pesantren Baru Kediri .............................................................. 54
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
Teknik-teknik penerapan produksi bersih..................................... 5
Gambar 2. Diagram alir penelitian.................................................................. 10 Gambar 3. Jumlah tebu tergiling PG Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004 ........................................................................ 13 Gambar 4. Diagram alir stasiun kristalisasi .................................................... 23 Gambar 5. Jumlah gula produk yang dihasilkan PG Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004 ........................................................... 26 Gambar 6. Jumlah ampas yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004 .......................................................... 38 Gambar 7. Jumlah blotong yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004 .......................................................... 39 Gambar 8. Jumlah tetes yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004 .......................................................... 40 Gambar 9. Perubahan kandungan kapur dengan peningkatan pH .................. 45 Gambar 10. Berbagai bentuk batuan dolomit ................................................... 46 Gambar 11. Pemakaian kapur musim giling 2004 ............................................ 47 Gambar 12. Complete feed block ...................................................................... 50 Gambar 13. Diagram alir pembuatan pakan ternak .......................................... 51 Gambar 14. Potensi good house keeping yang dapat dilakukan oleh PG. Pesantren Baru Kediri ............................................................ 53
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Pohon industri tebu ................................................................... 62
Lampiran 2.
Diagram alir proses PG Pesantren Baru Kediri......................... 63
Lampiran 3.
Perhitungan neraca massa stasiun gilingan ............................... 64
Lampiran 4.
Bagan material balance stasiun penggilingan .......................... 71
Lampiran 5.
Potensi penghematan penggunaan residu melalui penurunan kadar air pada ampas................................................................. 73
Lampiran 6.
Perhitungan penghematan energi penguapan............................ 76
Lampiran 7.
Perhitungan penghematan substitusi 60% CaO : 40% MgO .... 77
Lampiran 8.
Perhitungan brix dan pol stasiun pemurnian dengan substitusi 40% MgO dan 60% CaO .......................................................... 79
Lampiran 9.
Perhitungan finansial pembuatan pakan dari limbah tebu ........ 83
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan pangan pokok yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan kalori masyarakat. Gula pasir memberikan kontribusi lebih dari 90 % dari pemenuhan konsumsi masyarakat (sebagai pemanis) disusul oleh gula merah (Sawit dkk, 1998 dalam Meiditha, 2003). Produksi gula pasir di Indonesia mulai diusahakan sejak tahun 1600-an sedangkan kejayaan industri gula terjadi pada tahun 1930. Setelah kemerdekaan, jumlah pabrik gula di Indonesia semakin berkurang, bahkan sejak awal kemerdekaan hingga tahun 1961 produksi gula pasir dalam negeri mengalami stagnasi. Saat ini berbagai usaha peningkatan produksi gula sedang diupayakan, terutama yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat (Mubyarto, 1994). Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, pendapatan masyarakat serta semakin berkembangnya industri pengguna gula pasir (non-rafinasi)
mengakibatkan
permintaan
gula
pasir
dalam
negeri
mengalami peningkatan. Sebagai akibatnya, produksi gula nasional tidak dapat mencukupi permintaan lokal sehingga impor gula pasir cenderung mengalami peningkatan. Berikut ini disajikan perkembangan jumlah penduduk, produksi, konsumsi dan impor gula di Indonesia. Konsumsi gula pasir dalam negeri cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990, konsumsi gula pasir di Indonesia sebesar 2,4 juta ton untuk memenuhi kebutuhan penduduk sebanyak 178.170 ribu jiwa. Selanjutnya, konsumsi gula konsumsi gula pasir di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1999 yaitu sebesar 1,61% per tahun dan pertumbuhan produksi gula pasir rata-rata sebesar 1,44% per tahun menunjukkan bahwa komoditi gula pasir masih dibutuhkan masyarakat. Produksi gula pasir nasional mengalami penurunan terendah pada tahun 1998, yaitu sebanyak 1.488,27 ribu ton. Adanya pertumbuhan produksi gula rata-rata sebesar -2,94 % per tahun, menunjukkan bahwa
produksi gula pasir mengalami penurunan, yang mengakibatkan kebutuhan gula pasir dalam negeri tidak tercukupi. Hal ini mengakibatkan adanya upaya untuk melakukan impor gula pasir dalam rangka menambah ketersediaan gula pasir dalam negeri. Tahun 2005, jumlah produksi gula mencapai 2,3 juta ton dan jumlah konsumsi gula mencapai 2,5 juta ton (www.bumnonline.com), sedangkan jumlah impor untuk awal tahun 2006 adalah sebesar 300 ribu ton dan pelaksanaannya dilakukan dalam satu tahap (http://agribisnis.deptan.go.id). Usaha peningkatan produksi gula tidak terlepas dari usaha untuk memperbaiki kinerja pabrik gula. Rendahnya kinerja lingkungan pabrik gula antara lain dikarenakan belum adanya pendekatan pengelolaan lingkungan yang efektif, efisien dengan biaya yang terjangkau Perbaikan kinerja pabrik gula dapat dicapai salah satunya melalui pendekatan pengelolaan lingkungan yang dapat memberikan manfaat lingkungan sekaligus manfaat ekonomi, yaitu pendekatan pengelolaan lingkungan yang ditujukan ke arah pencegahan terjadinya limbah. Dari pendekatan inilah akhirnya timbul konsep produksi bersih. Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Tujuan dari strategi dan rencana pelaksanaan produksi bersih dapat dicapai apabila semua pihak terlibat, dan keberhasilannya tergantung pada dukungan dan kerjasama semua pihak berdasarkan prinsip kemitraan (Bapedal, 1996). Produksi bersih mengarah kepada efisiensi produksi sekaligus mengurangi limbah yang dihasilkan sehingga dapat mengurangi biaya untuk penanganan limbah. Metode ini melakukan penghematan biaya melalui penggunaan teknik-teknik daur ulang, substitusi bahan baku, serta peningkatan sistem operasi. Penerapan produksi bersih dalam industri memberikan pengaruh positif bagi perusahaan yang menerapkannya, baik secara finansial maupun non-finansial. Produksi bersih dapat diaplikasikan pada berbagai industri
2
baik industri yang bergerak di bidang pangan maupun industri yang bergerak di bidang non-pangan. Salah satu perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang melakukan kegiatan penanaman tebu dan memproduksi gula tebu adalah PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Jawa Timur, dengan Pabrik Gula Pesantren Baru sebagai salah satu pabriknya yang menghasilkan gula dengan kapasitas besar (5000 TCD). Tujuan utama perusahaan adalah kontinuitas usaha dalam rangka memaksimalkan keuntungan yang diperoleh untuk menghindari kerugian. Kajian terhadap penerapan produksi bersih pada industri ini akan dapat memberikan informasi tentang efisiensi dan efektifitas produksi yang pada akhirnya akan membantu perusahaan dalam mengoptimalkan sumberdaya dan keuntungan yang didapatkan. B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peluang penerapan produksi bersih pada industri gula pasir dengan studi kasus pada PG. Pesantren Baru Kediri-Jawa Timur.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Produksi Bersih Strategi pengelolaan lingkungan pada awalnya didasarkan pada pendekatan daya dukung lingkungan (carrying capacity approach), namun karena daya dukung lingkungan alami memiliki kemampuan yang terbatas dalam menetralkan pencemaran yang makin meningkat, maka upaya mengatasi
masalah
pencemaran
berkembang
ke
arah
pendekatan
pengelolaan limbah yang terbentuk (end-of-pipe treatment). Pengelolaan pencemaran melalui pendekatan pengolahan limbah (end-of-pipe treatment) ternyata bukan cara yang efektif dan hemat biaya, oleh karena itu strategi pengelolaan lingkungan harus diubah ke arah pencegahan pencemaran, yaitu dengan penerapan Produksi Bersih. Strategi ini merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pencemaran lingkungan, sehingga masalah pencemaran lingkungan, terutama bagi industri, tidak lagi identik dengan pengeluaran tambahan yang menaikkan biaya produksi bagi industri tersebut (Saribanon, 2003). Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eco-efficiency dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Pada proses produksi, produksi bersih meliputi konservasi bahan baku dan energi, mengurangi bahan baku yang beracun dan mengurangi jumlah dan kadar racun dari emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses produksi. Pada produk, strategi ini menitikberatkan pada pengurangan dampak selama daur hidup produk dari saat bahan baku sampai produk tersebut dibuang atau tidak terpakai lagi (UNEP, 1995 dalam http://www.uneptie.org ). Teknik-teknik dalam menerapkan produksi bersih dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
Gambar 1. Teknik-teknik Penerapan Produksi Bersih (USAID, 1997). Manfaat penerapan produksi bersih menurut Bratasida (1996) antara lain (a) mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui upaya minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang aman; (b) mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka pelaksanaan pembangunan berkelanjutan; (c) dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi secara efisien; (d) mencegah atau memperlambat
degradasi
lingkungan
dan
mengurangi
eksploitasi
sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan; (e) mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja; dan (f) memperkuat citra produsen di mata konsumen. Manfaat ekonomi dari berkurangnya limbah yang harus dikelola merupakan pemikat yang dapat dihitung secara nyata dalam bentuk biaya pengendalian pencemaran dan biaya manajemen. Melalui upaya pencegahan
5
pencemaran, penghematan biaya pengelolaan limbah dapat dicapai. Penghematan dapat dilakukan terhadap sejumlah biaya yang dikelompokkan sebagai berikut. 1. biaya penanganan dan pengelolaan di dalam pabrik 2. biaya transportasi dan pemusnahan di luar pabrik 3. biaya administrasi dan pencatatan (Djajadiningrat, 1999). Upaya pencegahan pencemaran melalui produksi bersih tidak saja akan membantu kalangan industri meningkatkan keuntungan dari berkurangnya biaya untuk menangani limbah, tetapi juga memberikan keuntungan dari segi peningkatan efisiensi produksi. Produksi bersih dapat membantu mewujudkan industri berwawasan lingkungan. Penerapan produksi bersih saat ini telah memperoleh dukungan yang luas dengan penerapan pada skala nasional maupun internasional melalui program Clean Development Mechanism (CDM) yang tercantum dalam Pasal 12 Protokol Kyoto. Penerapan CDM terutama adalah untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir dan dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara. Bagi negara berkembang, kerjasama ini dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara itu sendiri
serta
membantu
mempercepat
tercapainya
pembangunan
berkelanjutan (Murdiyarso, 2003 dalam Saribanon, 2003). B. Proses Produksi Gula Menurut Moerdokusumo (1993), proses pengolahan tebu untuk menghasilkan gula kristal putih terdiri dari unit operasi penggilingan (ekstraksi), pemurnian (purifikasi), penguapan (evaporasi), kristalisasi, dan sentrifuse. Unit operasi penggilingan bertujuan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin. Unit operasi purifikasi bertujuan untuk memisahkan kotoran seperti partikel kasar (pasir, dan ampas yang masih terbawa dalam nira mentah), partikel koloid seperti nonsuspended sugar dan partikel terlarut (misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari stasiun penggilingan) dalam nira mentah sebanyak mungkin dengan cara yang efektif. Unit operasi penguapan bertujuan untuk
6
menguapkan kandungan air yang terdapat pada nira jernih (nira encer) dari stasiun pemurnian sehingga dihasilkan nira kental. Unit operasi kristalisasi bertujuan untuk mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan. Unit operasi sentrifuse bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan larutannya dari masakan A, masakan C, dan masakan D dengan cara pemutaran (sentrifugasi). Menurut Budianto (2003), dalam memproduksi gula pasir diperlukan bahan pembantu yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan memperlancar jalannya proses produksi gula. Bahan pembantu yang digunakan adalah beberapa zat kimia, yaitu 1. Asam Phospat Cair Adalah bahan pembantu yang digunakan dan dicampurkan pada nira mentah di tangki nira tertimbang pada unit operasi purifikasi. Tujuan pemberian asam phospat cair ini adalah untuk menambah kadar phospat pada nira mentah, sehingga dalam proses pemurnian dapat dengan mudah terbentuk endapan Kalsium Phospat (endapan inti) yang dapat menyerap warna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut P2O5 + 3 H2O
2H2OPO4
2H2OPO4 + 3 Ca(OH)2
Ca3(PO4)2 + 6 H2O
2. Susu Kapur (Ca(OH)2) Adalah bahan pembantu yang berfungsi untuk menetralkan nira, mencegah terbentuknya inversi gula, dan membentuk endapan kotoran dalam nira. 3. Belerang Adalah bahan pembantu yang digunakan pada unit operasi purifikasi. Belerang digunakan dalam bentuk sulfit yang bertujuan untuk menetralisir kelebihan susu kapur dan menyerap atau menghilangkan zat warna pada nira. S (s) + O2 (g)
SO2 (g)
4. Flokulan Adalah bahan pembantu yang digunakan di unit operasi purifikasi. Tujuan pemberian flokulan adalah sebagai katalisator guna
7
mempercepat proses pengendapan kotoran dalam clarifier sehingga proses pengendapan berlangsung lebih cepat dan untuk meningkatkan densitas nira kotor sehingga akan lebih mudah untuk disaring. 5. Desinfektan Bahan kimia ini digunakan untuk membunuh bakteri penyebab kerusakan sukrosa. 6. Caustic Soda Caustic soda (NaOH) digunakan untuk pembersihan (skrap). Bahan kimia ini berfungsi sebagai pelunak kerak-kerak yang terbentuk sehingga tidak menghalangi proses pindah panas dalam nira. Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (1999), saat ini gula yang diproduksi di Indonesia 65% bermutu SHS (Super High Sugar) IA dan 35% bermutu SHS IB. Selain produk utama berupa gula kristal, pengolahan gula dari tebu menghasilkan produk samping berupa pucuk tebu, ampas, blotong dan tetes. Produk samping ini merupakan bahan baku potensial dari berbagai industri dan belum optimal dikembangkan. Diperkirakan pengembangan produk samping ini dapat memberikan keuntungan 2 – 4 kali dari gula yang diperoleh. Gambaran tentang produk samping yang dapat dihasilkan industri gula disajikan pada Lampiran 1.
8
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Data diperoleh melalui tahapan sebagai berikut. 1. Persiapan Berupa pengumpulan dan telaah pustaka yang relevan. 2. Pengumpulan Data Lapangan Meliputi kebijakan perusahaan, aliran proses, volume input-output serta produk samping yang dihasilkan. Data tersebut diperoleh dari pengamatan secara langsung. B. Teknik Analisa Data Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan analisa permasalahan pada bagian proses produksi untuk mengidentifikasi tahapan proses yang mungkin untuk diefisienkan.Tahapan selanjutnya adalah penyusunan alternatif penerapan produksi bersih berdasarkan masalah yang dihadapi sehingga diperoleh suatu proses modifikasi sebagai usulan kepada pihak perusahaan. Hasil penelitian yang diperoleh dilaporkan dalam bentuk laporan tertulis yang diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya pelaksanaan kebijakan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan dan peningkatan efisiensi proses produksi. Secara ringkas diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
10
IV. UNIT-UNIT OPERASI PRODUKSI
A. Bahan Pembantu Produksi Bahan pembantu adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi untuk meningkatkan kualitas dan memperlancar jalannya proses produksi gula. Bahan pembantu yang digunakan adalah beberapa zat kimia, yaitu : 1. Triple Super Posphat (TSP) Adalah bahan pembantu yang digunakan dan dicampurkan pada nira mentah di tangki penampungan atau tangki nira tertimbang pada stasiun pemurnian. Tujuan pemberian asam phospat cair ini adalah untuk menambah kadar phospat pada nira mentah dari konsentrasi ± 150 ppm menjadi konsentrasi ± 300 ppm, sehingga dalam proses pemurnian dapat dengan mudah terbentuk endapan Kalsium Phospat (endapan inti) yang dapat menyerap warna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : P2O5 + 3 H2O
2H2OPO4
2H2OPO4 + 3 Ca(OH)2
Ca3(PO4)2 + 6 H2O
b. Susu Kapur (Ca(OH)2) Adalah bahan pembantu yang digunakan pada stasiun pemurnian pada alat precontactor dan defekator 2. Kapur yang sudah dicampur dengan air harus mencapai konsentrasi tertentu yaitu 6o Be. Pemberian susu kapur adalah untuk menetralkan nira, mencegah terbentuknya gula inversi, dan membentuk endapan kotoran dalam nira. c. Belerang Adalah bahan pembantu yang digunakan pada stasiun pemurnian pada tangki sulfitasi. Belerang digunakan dalam bentuk sulfit yang bertujuan untuk
menetralisir
kelebihan
susu
kapur
dan
menyerap
atau
menghilangkan zat warna pada nira. d. Flokulan Adalah bahan pembantu yang digunakan di stasiun pemurnian pada Multi Tray Clarifier. Tujuan pemberian flokulan adalah sebagai katalisator guna mempercepat proses pengendapan kotoran dalam clarifier sehingga proses pengendapan berlangsung lebih cepat. Selain itu, penambahan flokulan
11
juga dilakukan di flash tank dan bak pada rotary vacuum filter dengan tujuan untuk meningkatkan densitas nira kotor sehingga akan lebih mudah untuk disaring. Jenis flokulan yang digunakan adalah kurifloc e. Desinfektan Desinfektan yang digunakan adalah jenis Buckom NT. Bahan kimia ini digunakan untuk membunuh bakteri pengkontaminasi nira mentah. Pemberian desinfektan ini adalah dengan cara disemprotkan pada talangtalang nira yang memungkinkan adanya mikroba seperti Leuconostoc sp dan sebagainya. f. Caustic Soda Caustic soda (NaOH) dalam proses pembuatan gula digunakan untuk pembersihan (skrap) evaporator. Bahan kimia ini berfungsi sebagai pelunak kerak-kerak yang terbentuk sehingga tidak menghalangi proses pindah panas dalam nira.
B. Proses Produksi Proses pengolahan bahan baku yaitu tebu menjadi gula di PG. Pesantren Baru Kediri terdiri dari beberapa stasiun pengolahan. Stasiun pengolahan yang saat ini dijalankan adalah stasiun gilingan (ekstraksi), stasiun pemurnian (purifikasi), stasiun penguapan (evaporator), stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugasi dan penyelesaian.
1. Stasiun Gilingan (Unit Proses Ekstraksi) Stasiun gilingan bertujuan untuk mengekstrak nira yang terkandung di dalam tebu semaksimal mungkin sehingga hanya sedikit jumlah gula yang terikut dalam ampas . Selama musim giling 2004, jumlah tebu tergiling terbanyak berada pada periode 11 atau pada 15 hari terakhir, yaitu sebanyak 85178.7 ton tebu. Jumlah tebu tergiling selengkapnya pada musim giling 2004 ditunjukkan dalam Gambar 3 berikut ini.
12
Jumlah Tebu Tergiling Musim Giling 2004
Jumlah Tebu (Ton)
100000 80000 60000 40000 20000 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Periode
Gambar 3. Jumlah tebu tergiling PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004. Tebu dari lori diangkat ke meja tebu oleh unloading crane kemudian tebu akan masuk ke cane carrier, demikian pula dengan tebu yang masuk dari truck tippler. Cane carrier akan membawa tebu ke cane cutter I, yaitu alat untuk memotong tebu menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga mempermudah proses selanjutnya. Tebu yang tercacah akan masuk ke Cane Cutter II yang memotong tebu menjadi ukuran yang lebih kecil lagi. Cacahan tebu dari Cane Cutter II akan masuk ke Carding Drum yang berfungsi untuk mengatur cacahan tebu yang akan masuk ke HDHS (Heavy Duty Hammer Shredder) dengan tujuan pengaturan agar cacahan tebu dapat masuk merata sehingga tidak menimbulkan beban yang terlalu berat untuk HDHS. Tujuan dari HDHS adalah menyempurnakan cacahan tebu dari cane cutter sehingga serabut tebu menjadi lebih halus lagi dengan cara pukulan (impact) berkali-kali. Cacahan tebu kemudian akan dibawa oleh Cane elevator yang bertipe rantai dan penggaru ke gilingan I untuk dilakukan proses ekstraksi pertama kali. Elevator ini memiliki sudut elevasi sebesar 49o. Dari gilingan I, ampas akan ditarik dengan IMC (Intermediate Carrier) yang bersudut 39o untuk masuk ke gilingan II. Ampas dari penggilingan 1 kemudian masuk ke penggilingan II untuk mengalami pemerahan kembali dan ampas tebunya akan ditarik
13
dengan IMC untuk dibawa ke penggilingan III, demikian seterusnya hingga penggilingan V. Ampas di penggilingan IV diberikan air imbibisi dengan suhu 60oC dengan tujuan untuk melarutkan sisa nira yang masih terdapat dalam ampas tebu. Bersama air imbibisi juga ditambahkan bahan pembantu yaitu larutan Karmand SN-01 untuk membuka sel tebu sehingga nira dalam tebu bisa terekstrak. Nira mentah dari penggilingan V akan dipompa dan dialirkan kembali ke gilingan III sebagai nira imbibisi majemuk. Nira mentah di tangki penampungan nira gilingan IV akan dialirkan ke gilingan II, dan dari tangki penampung gilingan III nira mentah akan dialirkan ke gilingan I. Hal ini bertujuan untuk membasahi ampas sehingga pemerahan nira bisa berlangsung lebih optimal. Ampas dari gilingan V akan dibawa oleh conveyor belt menuju ketel dan digunakan sebagai bahan bakar ketel. Nira mentah dari penggilingan I dan II akan masuk ke peti nira mentah kemudian disaring dalam rotary screen untuk meminimisasi jumlah ampas dalam nira, kemudian nira mentah masuk ke Sand Vanger yang berguna untuk memisahkan kotoran yang bersifat fisik seperti pasir, debu, dan kotoran lain. Selanjutnya nira mentah dialirkan ke stasiun pemurnian. Bahan penunjang yang diigunakan di stasiun penggilingan ini adalah desinfektan yang berfungsi untuk mematikan mikroorganisme merugikan seperti Leuconostoc sp yang dapat merusak sukrosa. Larutan desinfektan yang digunakan adalah Buchom NT sebanyak 1-2 ppm. Larutan ini disemprotkan ke talang-talang nira mentah. Selain itu juga ditambahkan larutan kapur atau Ca(OH)2 untuk menaikkan pH nira dari 5.2 menjadi sekitar 6.2 – 6.3 agar resiko perpecahan nira bisa berkurang. Rendemen potensi tebu adalah sebesar 7,29 dan rendemen efektifnya sebesar 7,02. Kapasitas terpasang untuk operasi pabrik adalah sebesar 6000 TCD, namun kapasitas kenyataan yang ada di pabrik adalah sebesar 5000 TCD. Jam berhenti giling yang dikarenakan kendala mesin dan non-
14
mesin adalah sebesar 9,1% (data 2004), dengan demikian rata-rata pabrik beroperasi selama 22 jam dalam sehari.
2. Stasiun Pemurnian (Unit Operasi Purifikasi) Stasiun pemurnian atau stasiun purifikasi adalah stasiun yang bertujuan untuk memisahkan kotoran seperti partikel kasar (pasir, dan ampas yang masih terbawa mikroorganisme dalam nira mentah), partikel koloid (melayang) seperti non-suspended sugar dan partikel terlarut (misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari stasiun penggilingan) dalam nira mentah sebanyak mungkin dengan cara yang efektif. Menurut Budianto (2004), pada dasarnya proses pemurnian dapat dilakukan dengan cara: 1. fisika, yaitu dengan perlakuan fisik seperti pengendapan, penyaringan, dsb. 2. kimia, yaitu dengan penambahan bahan-bahan kimia seperti Phospat, Susu Kapur dsb. 3. fisika-kimia, yaitu dengan gabungan antara proses fisika dan kimia seperti
penambahan
bahan
kimia
yang
dilanjutkan
dengan
penggumpalan dan pengendapan. Di PG. Pesantren Baru digunakan cara ini, yaitu kombinasi antara cara fisika-kimia. Nira mentah yang dihasilkan dari stasiun gilingan kemudian akan dipompa dan dialirkan ke timbangan Boulogne. Setelah bobot nira mentah mencapai sekitar 6.6 ton (6600 kg), nira akan mengalir ke tangki penampungan (tangki nira tertimbang). Pada tangki penampung ini, nira ditambahkan dengan triple super phospat cair (TSP) dengan tujuan menambah konsentrasi Phospat dari sekitar 150 ppm hingga ±300 ppm (merupakan syarat proses purifikasi nira mentah) sehingga mempermudah proses pembentukan inti endapan nantinya yaitu Ca3(PO4)2. Nira mentah yang telah ditimbang akan dipompa menuju juice heater I yang bersuhu 75 – 80oC. Fungsi dari juice heater I ini antara lain: 1. mempercepat reaksi karena bahan organik dan anorganik dalam nira reaktivitasnya rendah.
15
2. mematikan mikroorganisme merugikan yang dapat merusak sukrosa. 3. mengendapkan komponen non-gula, dan 4. memanaskan nira hingga 75-80oC yang merupakan kondisi optimal untuk pembentukan endapan CaSO3. Nira dari juice heater I akan masuk ke dalam precontactor ditambahkan dengan larutan susu kapur (Ca(OH)2), setelah itu campuran nira dan susu kapur dihomogenkan dalam defekator I hingga pH larutan mencapai 7.0 – 7.2. Tujuannya adalah mengikat asam serta kotoran dalam nira dan mengendapkan bahan non-gula. Waktu yang diperlukan dalam defekator I adalah sekitar 2 menit, karena jika lebih dari 2 menit akan menyebabkan terjadinya inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang dikarenakan pada pH tinggi resiko kerusakan nira semakin besar dengan terbentuknya asam-asam organik. Nira dari defekator I akan dialirkan ke defekator II dan diberi penambahan Ca(OH)2 kembali yang berlebih dengan tujuan untuk menyempurnakan pengendapan garam-garam terutama Ca3(PO4)2 yang mempunyai sifat menyerap koloid tertentu dan zat warna. Ca3(PO4)2 juga merupakan endapan inti yang nantinya akan ditempeli oleh SO2 sehingga menjadi endapan yang lebih besar lagi. pH yang dicapai pada defekator II ini adalah 8.5-8.8. Proses dalam defekator II adalah ± 3 menit karena perpaduan pH yang tinggi dalam waktu yang panjang dapat menyebabkan inversi sukrosa menjadi asam organik, sedang jika pH terlalu rendah, maka sukrosa akan terhidrolisis menjadi monosakarida yang tidak diinginkan. Reaksi perpecahan sukrosa adalah sebagai berikut. C12H22O11 (l) + H2O Sukrosa
C6H12O6 (l) + C6H12O6 (s) fruktosa
glukosa
Nira dari defekator II akan dialirkan ke tangki sulfitasi dengan cepat agar nira dapat segera dinetralisasi dari pH basa menjadi pH netral yaitu sekitar 7.0 – 7.2. Pada tangki sulfitasi akan terbentuk CaSO3 yang akan menyelubungi endapan Ca3(PO4)2 yang telah terbentuk sebelumnya
16
sehingga menghasilkan endapan yang bersifat porous dan mudah ditapis. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut. SO2 + H2O
H2SO3
H2SO3
H+ + SO3-
SO3- + Ca 2+
CaSO3
pH nira pada proses sulfitasi ini tidak boleh kurang dari 7.0 karena CaSO3 yang terbentuk dapat terurai kembali menjadi kalsium bisulfit yang akan larut dalam nira yang tidak mengendap. Jika hal ini terjadi, maka proses pengendapan tidak akan berlangsung sempurna. Nira dari tangki sulfitasi kemudian akan masuk ke juice heater II yang bersuhu 105oC. Pemanasan ini bertujuan untuk menyempurnakan reaksi gas SO2 dan kelebihan kapur dalam nira, mempercepat pengeluaran gas, pengendapan, dan juga merupakan persiapan pemanasan dalam evaporator. Nira kemudian masuk ke dalam flash tank secara tangensial sehingga terbentuk gerakan atau aliran sentrifugal yang dapat berfungsi untuk mengeluarkan gas-gas tak terembunkan yang dapat mengganggu proses pengendapan selanjutnya. Sebelum masuk ke Flash Tank, nira ditambahkan dengan flokulan untuk mempercepat pengendapan kotoran nira. Keluar dari flash tank nira ditambahkan lagi dengan flokulan dan dialirkan ke snow-balling tank. Fungsi dari snow-balling tank adalah menghomogenkan campuran antara flokulan dan nira sehingga proses pengendapan dalam multi tray clarifier bisa berlangsung optimal dan efektif. Nira dari snow balling tank kemudian masuk ke dalam multi tray clarifier. Pada alat ini, nira kotor atau kotoran dalam nira dikumpulkan dengan rubber scrapper yang berputar lambat (±0.167 rpm) menuju ke bagian tengah dari clarifier, kemudian dikeluarkan secara kontinu ke dalam peti penampung nira kotor. Putaran penggaruk karet (rubber scrapper) searah dengan pemasukan nira agar tidak terjadi turbulensi yang dapat mengganggu pengendapan.
17
Nira kotor yang telah dialirkan ke peti penampungan nira kotor kemudian dipompa menuju rotary vacuum filter setelah sebelumnya ditambahkan dengan bagacillo atau ampas halus dari stasiun penggilingan dengan tujuan untuk meningkatkan porositas endapan sehingga lebih mudah untuk disaring, sedangkan nira jernih atau nira encer dari Multi Tray Clarifier dialirkan ke penyaringan untuk menghilangkan endapanendapan kotoran yang mungkin masih terbawa dalam nira jernih dan selanjutnya dipompa menuju stasiun penguapan. Nira kotor ditambahkan dengan flokulan pada penampungan nira kotor sebelum rotary vacuum filter untuk meningkatkan berat nira kotor yang akan disaring. Rotary vacuum filter ini memiliki diameter lubang saringan 0.82 mm dan kecepatan perputaran 0.44 rpm. Mekanisme pada rotary vacuum filter adalah bagian yang tercelup ke bak nira kotor dan terhubung dengan low vacuum akan mengakibatkan nira terangkat dan menempel. Semakin ke atas hisapannya akan semakin kuat. Sambil berputar, lapisan nira kotor akan melewati beberapa sprayer air yang menyemprotkan air dengan suhu 85oC, maka terjadilah proses pencucian filter cake yang kemudian air pembilasnya ikut terhisap (high vacuum), sedang kotorannya menempel terus di permukaan screen. Nira yang terhisap akan dikirim ke tangki penampungan atau tangki nira tertimbang. Sedang blotong yang merupakan limbah padat yang terdiri dari kalsium posphat dari hasil proses defekasi, kalsium sulfit dari hasil sulfitasi, ampas halus dan sebagainya yang bercampur di dalam nira, setelah melewati wilayah yang tidak menghisap (no vacuum) dilepas dengan rubber scrapper sehingga jatuh ke penampung.
3. Stasiun Penguapan (Unit Operasi Evaporasi) Stasiun penguapan adalah stasiun yang bertujuan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada nira jernih (nira encer) dari stasiun pemurnian sehingga dihasilkan nira kental. Nira encer dari stasiun pemurnian masih mengandung air sekitar 80-85 %. Nira encer akan diuapkan hingga kekentalan ±32oBeume. Sistem penguapan menggunakan
18
7 buah evaporator, dalam pengoperasiannya badan 1 terdiri dari 2 buah evaporator, badan 2 juga terdiri dari 2 buah evaporator yang dioperasikan masing-masing secara serial (Quadrupple Effect), sedangkan badan 3 dan 4 masing-masing 1 buah evaporator, sehingga dalam sistem evaporasi dapat diistirahatkan 1 buah evaporator. Setiap harinya evaporator yang diistirahatkan bergantian untuk mengalami penyekrapan dengan bahan pembantu soda caustic. Nira encer yang dihasilkan dari pemurnian akan masuk ke badan penguapan I. Prinsip dari evaporator pada stasiun penguapan adalah secara berkesinambungan. Badan penguapan IA dan IB akan diuapkan dengan uap bekas (uap dari turbin gilingan) yang diturunkan suhunya lewat desuperheater sehingga mempunyai suhu 125oC dan tekanan 1-1.1 kg/cm2. Penggunaan uap bekas ini selain untuk menghemat penggunaan uap dalam pabrik, juga karena uap bekas lebih mudah menyalurkan panas ke dalam nira. Sebelum masuk ke desuperheater, suhu dari uap bekas adalah ±200oC. Pada desuperheater, uap akan dispray dengan air konden yang panas (55-60oC) sehingga terjadi kondensasi dan suhu uap turun menjadi sekitar 125oC. Apabila salah satu badan penguapan I sedang mengalami penyekrapan, badan penguapan IIA juga akan memakai uap bekas, tetapi bila tidak maka badan penguapan IIA dan IIB memakai uap nira dari evaporator yang ada di depannya (sebelumnya), demikian pula badan penguapan III, IV, dan V akan memakai uap nira dari evaporator sebelumnya. Nira jernih dari stasiun pemurnian akan masuk ke evaporator IA dan IB untuk diuapkan kandungan airnya. Nira encer yang masuk adalah setinggi
sepertiga
dari
pipa
pemanas
(pipa
calandria)
untuk
mengoptimalkan proses penguapan nira encer. Nira encer dari evaporator IA dan IB masuk ke evaporator IIA dan IIB dan mengalami penguapan kembali, demikian seterusnya hingga evaporator terakhir. Aliran nira terjadi secara kontinyu karena dari badan penguapan I hingga badan penguapan terakhir tekanan uap semakin kecil dan tekanan vacuum semakin besar. Adanya perbedaan tekanan menyebabkan nira dari badan
19
penguapan I akan mengalir hingga badan penguapan terakhir (dari tekanan uap tinggi ke tekanan uap rendah). Nira kental dari evaporator terakhir akan masuk ke tangki sulfitasi untuk ditambahkan dengan SO2(g). Penambahan ini berguna untuk pemucatan warna atau bleaching nira kental. Reaksi bleaching ini berdasarkan pada reaksi reduksi dari ikatan Fe3+ (ferro) yang berwarna gelap menjadi Fe2+ (ferri) yang berwarna cerah. Penambahan gas belerang ini mengakibatkan perubahan pH nira menjadi 5.5 – 5.7. Nira kental ini kemudian akan dialirkan ke peti penampungan sebelum diproses lebih lanjut di stasiun masakan. Badan pertama akan memakai uap bekas dengan suhu 125oC. Uap dari badan penguapan I akan dipakai pada badan penguapan II. Uap yang berasal dari badan penguapan II akan digunakan dalam badan penguapan III, demikian seterusnya hingga evaporatoe terakhir. Uap dari evaporator terakhir akan melewati separator untuk dipisahkan antara uap dan nira yang terbawa dalam uap. Nira yang terbawa dengan uap tersebut kemudian dialirkan ke timbangan Boulogne dan uapnya akan diteruskan masuk ke kondensor. Kondensor ini berfungsi untuk membuat keadaan vacuum dalam evaporator III, IV, dan V dengan prinsip kondensasi uap. Uap yang masuk ke dalam kondensor akan bersentuhan dengan spray air dari bagian atas sehingga terjadi perubahan fase dari uap menjadi air. Perubahan fase ini akan menyebabkan penurunan suhu dan penurunan volume sehingga menyebabkan tekanan vacuum semakin besar (hampa). Air jatuhan (kondensat) dari kondensor ini bersuhu 50-55oC. Air jatuhan ini akan disirkulasikan kembali untuk
proses setelah mengalami
pendinginan dan penetralan (bau dan pH) dengan bakteri BT-55 dalam spray ponds. Dalam evaporator terdapat pipa amonia yang berfungsi untuk mengeluarkan gas-gas tak terembunkan dalam proses penguapan, karena kandungan 3% gas tak terembunkan dalam penguapan akan mengurangi 30% efektifitas penguapan atau proses pindah panas antara uap dan nira (Hukum Reliux). Gas tak terembunkan pada badan penguapan I dan II akan langsung dikeluarkan ke udara luar (udara terbuka), sedangkan untuk
20
badan penguapan III, IV, dan V gas-gas tak terembunkan akan dialirkan ke kondensor untuk kemudian dikeluarkan ke udara luar. Hal ini adalah agar keadaan vacuum dalam badan penguapan tidak terganggu namun gas-gas tak terembunkan tetap dapat dikeluarkan.
4. Stasiun Kristalisasi Stasiun masakan atau stasiun kristalisasi adalah stasiun yang bertujuan untuk mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal 20 gula sesuai yang diinginkan. PG Pesantren Baru menggunakan sistem masakan ACD yang dengan sistem ini gula produksi akan dihasilkan dari masakan A. Secara umum proses kristalisasi melewati 3 tahapan, yaitu: 1. Pembuatan Gula Bibitan Pembuatan masakan A dibuat dari leburan gula C, gula D2, gula kasar dan halus, nira kental, dan klare SHS. Masakan D dibuat dari stroop C serta klare D dan bibitnya dari fondant. Masakan C dibuat dari stroop A dan gula D2. 2. Pembesaran Kristal Gula Dilakukan dengan cara mendekatkan molekul sukrosa pada inti kristal. Sehingga akhirnya molekul tersebut menempel pada inti kristal. Proses ini dilakukan dalam Vacuum Pan pada daerah yang stabil. Kristal gula akan berada di tahap ini hingga besar kristalnya sesuai dengan ukuran kristal gula produk (diameter 0,9-1,1 mm). 3. Kristalisasi sempurna Tahap pembesaran kristal dilanjutkan dengan penguapan larutan untuk memperoleh kepekatan setinggi-tingginya dengan tanpa menambah larutan baru (hanya ditambahkan air seperlunya/secukupnya untuk menghindari terbentuknya kristal palsu dan juga menguatkan kristal dan mengurangi larutan di sekeliling kristal) dan tetap menjaga agar proses ini berlangsung pada daerah daerah stabil. Ciri kristalisasi sempurna adalah larutan di sekeliling kristal tipis dan bening serta bebas dari kristal palsu (gula dengan diameter kurang dari 0,9mm). Pencucian dengan air adalah salah satu cara untuk menghindarkan
21
terbentuknya kristal palsu. Pencucian ini dilakukan saat bahan ditarik masuk Vacuum Pan. Pemasukan bahan diurutkan mulai dari bahan dengan HK tinggi, kemudian bahan dengan HK lebih rendah. Urutan pemasukan bahan untuk proses kristalisasi adalah sebagai berikut: -
Masakan A, bahan yang digunakan yaitu: gula C, klare SHS dan nira kental.
21
-
Masakan C, menggunakan bahan gula D II, dan stroop A.
-
Masakan D, menggunakan bahan stroop A, fondan (bibit gula D), stroop C dan klare D. Dibawah ini disajikan dalam Gambar 4 diagram alir proses
kristalisasi gula di PG. Pesantren Baru Kediri
22
Gambar 4. Diagram Alir Stasiun Kristalisasi
5. Stasiun Sentrifugasi Stasiun sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan stroopnya atau larutannya dari masakan A, masakan C, dan masakan D dengan cara pemutaran (sentrifugasi). Stasiun sentrifugasi memiliki 8 unit HGF (High Grade Fugal) dengan rata-rata putaran 1200 rpm dan 9 unit LGF (Low Grade Fugal) dengan rata-rata putaran 1800-2000 rpm. Penggunaan HGF adalah untuk sentrifugasi masakan A dan sentrifugasi
23
gula SHS, sedangkan LGF adalah untuk sentrifugasi masakan C, D1, dan D2 . Kristal nira hasil masakan C (Vacuum Pan No. 4) akan turun ke receiver atau palung 4. Kristal nira dari receiver kemudian akan dialirkan ke magma mixer dengan tujuan agar nira jangan sampai menggumpal dengan cara pengadukan nira secara kontinyu. Dari magma mixer, nira disentrifugasi di LGF No. 8 dan 9. Pada proses ini akan dihasilkan stroop C (yang akan dialirkan kembali ke masakan untuk bahan pembuatan Gula D) dan gula C. Gula C yang telah terbentuk ini kemudian dipompa menuju tangki penampungan sebagai bahan untuk memasak gula A. Kristal nira hasil masakan D (Vacuum Pan No. 5), akan turun ke receiver No. 5. Kristal nira dari receiver kemudian akan dikirim ke palung pendingin atau No. 1 hingga 8. Suhu masakan di palung pendingin No. 1 hingga 8 ini akan semakin menurun. Sewaktu masakan masuk ke palung pendingin, suhunya adalah ± 62oC dan pada saat sampai di palung pendingin No. 8 suhu telah mencapai ± 54oC. Masakan dari palung pendingin akan dipanaskan kembali hingga ± 56oC dalam reheater untuk menurunkan viskositas sehingga tidak memberikan beban yang terlalu berat untuk stasiun sentrifugasi berikutnya. Hasil dari reheater akan disentrifugasi di Low Grade Fugal (LGF) D1 No. 1-5 untuk memisahkan kristal dari larutannya. Dari proses ini terdapat hasil samping gula D1 dan tetes yang kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam tangki penampung molase untuk selanjutnya dimanfaatkan oleh pabrik pembuat MSG, dsb. Gula D1 kemudian dipompa menuju magma mixer D1. Dari magma mixer D1, gula disentrifugasi kembali dalam LGF D2 No. 6 dan 7 dan menghasilkan gula D2 dan klare D yang dimasukkan kembali ke stasiun masakan sebagai bahan pembuat masakan D. LGF No. 5 merupakan LGF interchange yang dapat dipakai sebagai sentrifugasi gula C ataupun gula D2. Gula D2 akan jatuh ke talang ulir kemudian ditampung dalam tangki penampung. Hasil dari masakan A, nira akan turun ke receiver kemudian dipompa menuju Feed Mixer kemudian dipompa menuju High Grade
24
Fugal (HGF) A. HGF A akan menghasilkan stroop A yang akan digunakan sebagai bahan masakan C dan D. Gula A ini lalu masuk ke Magma Mingler dengan penambahan Klare SHS dan air dengan tujuan untuk membersihkan kristal dari larutannya sehingga setelah disentrifugasi di HGF-SHS akan menghasilkan gula yang bersih dan putih serta berguna juga untuk menambah rendemen kristal. Jumlah air yang ditambahkan harus tepat agar tidak mengganggu proses selanjutnya. Jika jumlah air yang ditambahkan kurang, maka fungsi dari magma mingler sebagai tempat untuk membilas kristal tidak akan terpenuhi, dan bila jumlah air yang ditambahkan terlalu banyak maka beban kerja HGF-SHS akan bertambah berat karena semakin banyak larutan yang harus dtarik oleh pompa. Nira dari magma mingler akan dialirkan ke feed mixer SHS untuk kemudian dimasukkan ke HGF-SHS TSK No. 1 dan 2 serta BroadBendt No. 3. HGF-SHS akan menghasilkan klare SHS dan gula SHS. Klare SHS digunakan sebagai bahan masakan A, sedangkan gula SHS diturunkan ke Grasshopper
Conveyor
untuk
kemudian
diteruskan
ke
stasiun
penyelesaian. HGF memiliki tiga (3) lapisan saringan, yaitu: 1. Backing Screen
: lapisan dasar yang berukuran ± 4 mesh.
2. Buffer Screen
: lapisan penyangga yang berukuran ± 7 mesh.
3. Working Screen : saringan yang bekerja dalam HGF dengan ukuran diameter tiap lubangnya adalah 37 mesh.
6. Stasiun Penyelesaian Gula yang berasal dari Grasshopper Conveyor yang terletak di bawah HGF-SHS pada stasiun sentrifugasi kemudian dilewatkan ke Bucket Elevator 1 untuk menuju Sugar Dryer and Cooler. Sugar Dryer and Cooler adalah unit pengering gula dengan hembusan udara panas dan udara suhu normal. Suhu panas yang diperbolehkan adalah 85-90oC dengan tekanan uap panas sekitar 4 kg/cm2 karena apabila lebih dari itu akan terjadi reaksi browning atau berubahnya gula menjadi warna cokelat. Suhu pendinginnya adalah suhu normal udara luar.
25
Gula SHS kemudian dilewatkan ke Bucket Elevator 2 dan dimasukkan ke Vibrating Screen. Vibrating Screen akan memisahkan gula dengan ukuran gula partikel kasar yaitu > 1,1 mm, gula partikel halus dengan ukuran < 0,9 mm, dan gula produksi dengan ukuran 0,9 – 1,1 mm. Saringan yang digunakan ada 2 macam, yaitu : 1. Saringan I : ukuran 7 mesh dan digunakan untuk menyaring gula kasar. 2. Saringan II : ukuran 23 mesh dan digunakan untuk menyaring gula produk. Gula halus dan gula kasar dari vibrating screen akan dilebur dalam nira kental untuk dipakai sebagai bahan masakan A, sedangkan gula produksi akan dibawa oleh Bucket Elevator 3 menuju Sugar Bin. Gula dari Sugar Bin akan dimasukkan ke dalam zak setelah melalui proses penimbangan otomatis dengan Automatic Netweigher seberat 50 Kg. Berikut ini disajikan dalam Gambar 5 jumlah gula produk yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004 yang dihitung tiap 15 hari dengan awal musim giling pada tanggal 9 Mei 2004. Jumlah Gula Produk Musim Giling 2004 8000 7000 6000 Jumlah 5000 Gula 4000 Produk 3000 (Ton) 2000 1000 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Periode
Gambar 5. Jumlah gula produk yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004. Kemasan gula SHS atau Gula Kristal Putih ini adalah zak plastik polietilen dan inner bag. Setelah gula mengalami pengepakan dengan Bag Filling Machine, gula akan dibawa ke gudang. PG Pesantren Baru memiliki 5 buah gudang dengan kapasitas yang berbeda.
26
V. SISTEM PENANGANAN LIMBAH Limbah yang dihasilkan oleh setiap industri dapat merugikan ataupun menguntungkan. Langkah awal yang menjadi kunci pengendalian pencemaran adalah pengendalian pada sumbernya. Setelah sumber pencemarnya diketahui, maka dilakukan pengenalan sifat dan karakter pencemar tersebut. Kemudian masing-masing sumber pencemar tersebut dimasukkan dalam suatu daftar dan dilakukan pengelompokan sesuai dengan karakter pencemarannya. Pemanfaatan limbah akan dapat menunjang peningkatan pendapatan industri. Dalam operasinya PG Pesantren Baru menghasilkan limbah cair, limbah padat, limbah udara, dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Pemerintah daerah menetapkan standar baku mutu lingkungan yang harus dipenuhi oleh pabrik gula termasuk PG. Pesantren Baru Kediri. Tabel 2 memperlihatkan standar baku mutu lingkungan yang dikeluarkan oleh pemerintah propinsi Jawa Timur untuk industri gula pasir. Tabel 1. Baku mutu Limbah Cair Industri Gula*) Baku Mutu Limbah Cair SK. Gubernur Jatim No. 45/2002 Volume Limbah Cair Maksimum per Satuan Produk 5m3 /Ton produk
Limbah Cair
:
Kondensor
: 175 m3 /Ton produk
Kondensor Dan Limbah Cair
: 180 m3 /Ton produk Kadar Maksimum (mg/L)
N o
Parameter
Kondensor dan Limbah Cair
Limbah Cair
Kondensor
1.
BOD5
21.1
60
20
2.
COD
41.7
100
40
3.
TSS
20.8
50
20
4.
Minyak dan Lemak
0.208
5
2
5.
Sulfida (sebagai H2S)
0.208
0.5
0.2
pH
6–9
*) Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Surabaya, 2004.
PG. Pesantren Baru dalam produksinya juga menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan adalah limbah cair, limbah padat, limbah udara, dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah cair yang dihasilkan merupakan air yang digunakan dalam proses produksi yang mengandung banyak padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Limbah padat yang merupakan produk samping yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru adalah berupa ampas tebu dan blotong. Limbah udara yang dihasilkan adalah berupa gas-gas pembakaran dari stasiun ketel, dan limbah B3 dihasilkan dari laboratorium pabrik. PG. Pesantren Baru dalam mengelola dan menimisasi limbahnya secara umum menggunakan dua metode pendekatan, yaitu pendekatan in of pipe dan out of pipe. Pendekatan in of pipe merupakan pendekatan ke arah produksi bersih yang mengusahan meminimisasi terbentuknya limbah dari awal hingga akhir proses produksi. Pendekatan out of pipe merupakan pengolahan limbah setelah limbah tersebut terbentuk sehingga tidak membahayakan bagi lingkungan. 1. Metode In Of Pipe Produksi bersih adalah suatu strategi atau usaha berkesinambungan, terpadu dan bersifat preventif dalam manajemen lingkungan yang akan mencegah dan atau mengurangi dampak terhadap lingkungan melalui siklus hidup produk dari awal penyediaan bahan baku sampai pembuangan akhir. Inti dari pelaksanaan produksi bersih adalah mencegah, mengurangi dan atau menghilangkan terbentuknya limbah atau pencemar pada sumbernya diseluruh daur hidup produk, yang dicapai dengan menerapkan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi bersih dan akrab lingkungan, serta perubahan mendasar dalam sikap dan perilaku manajemen. Strategi pengolahan limbah yang telah dilakukan oleh PG. Pesantren Baru Kediri adalah sebagai berikut: 1. Daur Ulang (Recycle) a. Penggunaan dan Daur Ulang Kembali (In site Recovery and Reuse). Penggunaan kembali pada tempatnya (On-site recovery and Reuse) adalah penggunaan kembali limbah yang dihasilkan pada proses
28
yang sama atau pada proses yang lain di industri tersebut. PG Pesantren Baru telah melakukan beberapa hal dalam bidang ini, yaitu penggunaan
kembali
air
hasil
akhir
pengelolaan
limbah,
pengambilan tebu yang tercecer di emplacement untuk dimasukkan ke stasiun gilingan, penggunaan ampas tebu dari stasiun gilingan sebagai bahan bakar pada stasiun ketel, penggunaan uap nira dari stasiun masakan (kristalisasi) untuk stasiun penguapan (evaporasi), penggunaan uap nira dari evaporator I untuk pengoperasian evaporator berikutnya, nira yang terkandung dalam uap bekas dipisahkan
dengan
sap
vanger
sehingga
nira
kental
bisa
dikembalikan ke proses, peleburan kembali gula hasil yang biasanya pada awal giling masih kotor untuk dijadikan umpan pada stasiun kristalisasi, peleburan kembali gula yang tidak memenuhi kriteria produk (gula kasar dan gula halus) di stasiun sentrifugasi untuk dijadikan bibitan di stasiun kristalisasi, tumpahan nira kental di stasiun kristalisasi yang terjadi karena kerusakan peralatan ditarik kembali dengan pompa ke timbangan boulogne di stasiun pemurnian (purifikasi) untuk mengalami proses kembali, ceceran oli yang telah diserap dengan ampas di stasiun penggilingan digunakan pada ketel sebagai tambahan bahan bakar pada saat terjadi jam berhenti giling yang biasanya dikarenakan kerusakan alat, dan gula yang tercecer di sekitar timbangan curah diambil kembali secara manual untuk dilebur kembali di stasiun masakan sehingga jumlah kehilangan produk bisa lebih dikurangi. b. Produk Samping yang Bermanfaat (Creation of Useful By Product). Penciptaan produk samping yang berguna juga merupakan strategi yang digunakan oleh PG. Pesantren Baru sebagai usaha untuk meminimisasi limbahnya. Produk samping ini ada yang secara langsung dijual tanpa melalui proses terlebih dahulu dan ada juga yang diproses terlebih dahulu sehingga nilai ekonominya lebih
29
tinggi. Hal ini tentu saja akan memberikan keuntungan tambahan bagi pihak perusahaan. Produk samping yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru adalah ampas tebu dari stasiun gilingan yang selain digunakan sebagai bahan bakar ketel juga dijual kepada perusahaan-perusahaan kertas di sekitar daerah Jawa Timur. Ampas ini juga direncanakan akan diolah menjadi particle board yang akan ditangani oleh anak perusahaan PG. Pesantren Baru Kediri. Abu ketel dan blotong yang dihasilkan di stasiun ketel dan pemurnian juga diproses oleh PG. Pesantren Baru sebagai biokompos yang untuk saat ini pengolahannya diserahkan kepada PT. AgroBio Teknik Sentosa. Penggunaan biokompos saat ini masih terbatas pada kalangan petani kebun milik PG. Pesantren Baru Kediri. Tetes yang dihasilkan di stasiun sentrifugasi juga merupakan hasil samping yang memberikan keuntungan kepada perusahaan. Dari stasiun sentrifugasi, molasses dialirkan ke tangki yang terdapat di luar pabrik. Tangki ini diletakkan di luar pabrik untuk memudahkan
perusahaan
pengguna
dalam
pengambilannya.
Perusahaan yang mengambil molasses dari PG. Pesantren Baru adalah perusahaan MSG. Produk samping lain yang juga bermanfaat bagi perusahaan adalah abu cerobong yang telah diendapkan dalam kolam pembuangan akhir. Abu ini dijual kepada masyarakat sekitar yang biasanya akan digunakan sebagai tanah urug.
2. Pengurangan pada Sumbernya (Source Reduction) a. Perubahan Bahan Input (Input Material Change) PG. Pesantren Baru dalam proses produksinya, menggunakan bahan baku tebu yang berasal dari tanaman tebu (Sacharum officinarum). Produk yang dihasilkan adalah gula SHS (Super High Sugar) atau GKP (Gula Kristal Putih).
30
Bahan penunjang atau bahan pembantu yang digunakan oleh PG. Pesantren Baru adalah Asam Phospat Cair, Susu Kapur (Ca(OH)2), belerang (SO2 (g)), flokulan, desinfektan, dan caustic soda. Penggunaan asam phospat cair (P2O5) di PG. Pesantren Baru yang berfungsi untuk membentuk endapan kotoran dalam nira menggantikan
peran
Tripple
Super
Phospat
(TSP)
dengan
pertimbangan perusahaan sebagai berikut: 1. TSP berharga murah namun keefektifannya kurang bila dibandingkan dengan asam phospat karena kadar PO4- yang terkandung dalam TSP hanya ± 36% dan yang dapat bereaksi dengan nira hanya ± 30% dan menimbulkan lebih banyak endapan pospat. 2. Asam Phospat berharga mahal namun lebih efektif daripada TSP karena kadar PO4- ± 80% dan endapan pospat yang ditimbulkan lebih sedikit sehingga bahan buangan yang harus diolah juga lebih sedikit. 3. Pertimbangan ekonomis perusahaan yang menyatakan bahwa pemakaian asam Phospat lebih hemat daripada TSP. b. Pengendalian Proses yang Baik (Better Process Control) Pengendalian proses yang baik diperlukan untuk menurunkan inefisiensi proses. Diharapkan dengan adanya pengendalian proses yang baik akan dihasilkan produk yang lebih baik dengan tingkat inefisiensi proses yang rendah. Pada PG. Pesantren Baru Kediri, pengendalian proses dilakukan dengan cara yaitu 1. penggunaan panel kontrol yang berada di ruang kontrol untuk stasiun penggilingan. Ruang kontrol ini digunakan untuk mengatur
kerja
rol
gilingan
seperti
menghentikan
atau
menjalankan gilingan dan mengatur kecepatan perputaran gilingan. 2. pengukuran pH di stasiun pemurnian yang dilakukan secara manual dengan penggunaan kertas pH. Pengontrolan ini sangat penting mengingat parameter mutu di stasiun pemurnian adalah
31
derajat keasaman atau pH tersebut. Seperti untuk defekator I, pH yang harus dicapai adalah 7.0 – 7.2, sedangkan untuk defekator 2, pH yang harus dicapai adalah 8.5 – 8.8. 3. pengontrolan kualitas nira di stasiun penguapan yang dilakukan dengan brix weigher. Pengontrolan ini bertujuan untuk memastikan bahwa hasil dari proses penguapan adalah nira kental yang mempunyai konsentrasi sebesar ±32oBeume. 4. pengontrolan kualitas nira yang dilakukan di laboratorium yang berguna untuk mengetahui nilai brix dan pol nira. Pengambilan sample nira dilakukan di semua stasiun. Sample ini kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisa kandungan brix dan polnya. Contohnya untuk stasiun penguapan, nilai brix yang disyaratkan adalah 64o. 5. pembacaan pengontrolan tekanan ruang vacuum di stasiun penguapan dan kristalisasi yang dilakukan dengan menggunakan vacuum meter. Alat ini digunakan di badan penguapan terakhir dan semua vacuum pan pada stasiun kristalisasi. c. Modifikasi Peralatan (Equipment Modification) Modifikasi peralatan yang dilakukan oleh perusahaan pada tahun 2004 dalam memperlancar proses antara lain: 1. Memperbesar lubang udara primer dari 5 mm menjadi 10 mm sehingga suplai udara baru ke ruang bakar bisa optimal. Selama ini diperkirakan suplai udara ke ruang bakar tidak terdistribusi dengan baik sehingga pembakaran berlangsung tidak yang sempurna (ampas tidak habis terbakar/terbuang bersama abu) dan menyebabkan penumpukan ampas. 2. Memperbaiki ruji pickroll yang berguna untuk
mengatur
jatuhnya ampas dari baggase plug ke baggase feeder lebih kontinyu dengan kondisi tercacah halus sehingga pembakaran ampas di ruang bakar bisa optimal. Pada musim giling tahun 2004 PG Pesantren Baru telah mencoba memodifikasi satu buah
32
ruji pickroll dan setelah dimonitor dan dievaluasi selama satu musim gilling, feeder tersebut beroperasi dengan normal. 3. Modifikasi peluncur ampas ketel Takuma. Peluncur ampas ketel Takuma dimodifikasi lebih curam dengan kemiringan mencapai 600 terhadap garis horizontal, sehingga diharapkan ampas tidak akan menumpuk dibagian atas. Modifikasi ini ditujukan untuk penumpukan ampas dan menjaga kontinuitas ampas yang masuk ke ketel Takuma. 2. Metode Out Of Pipe Metode ini dilakukan untuk mengolah air limbah yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru Kediri agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Rata-rata air limbah yang dihasilkan setiap menitnya adalah 1700 m3. Pengolahan limbah yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru Kediri dilakukan di Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL). Urutan pengolahannya adalah sebagai berikut: A. Inhouse Keeping Pengolahan limbah cair di PG Pesantren Baru diawali dengan pengendalian/penurunan beban pencemaran yang dilakukan didalam pabrik (inhouse keeping). Tujuan utama dilakukan inhouse keeping adalah a. untuk mengendalikan operasi pabrik agar jumlah kehilangan gula sekecil
mungkin (kehilangan gula bisa disebabkan oleh
kebocoran, luapan dan sebagainya) b. untuk menurunkan beban pencemaran. Saluran Inhouse Keeping ini berada di bawah tanah dan menuju ke kolam penampungan awal limbah pengolahan yang berada di bagian timur stasiun gilingan. Di kolam penampungan awal ini limbah diberi susu kapur (Ca(OH)2) untuk menaikkan pH limbah cair yang asam. Dari kolam penampungan awal ini limbah dipompa menuju ke UPLC (Unit Penanganan Limbah Cair).
33
Proses Pengolahan Limbah Cair Proses pengolahan limbah cair PG. Pesantren Baru dilakukan di sebuah Unit Pengolahan Limbah Cair (UPLC). Letak dari UPLC ini adalah di sebelah samping pabrik. Di UPLC yang terdiri dari 6 kolam aerasi tersebut limbah cair ditangani dan diolah sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Proses
pengolahan
limbah
cair
PG
Pesantren
Baru
menggunakan prinsip aerated lagoon dengan penggunaan bakteri INOLA 121 yang didapatkan dari P3GI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) yang berpusat di Pasuruan, Jawa Timur. Setelah diuji oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Surabaya, contoh air limbah yang sudah di-treatment di UPLC adalah di bawah baku mutu limbah cair berdasarkan kepada SK Gubernur No.45/Th 2002. Limbah cair yang dihasilkan dari pabrik antara lain: 1. Minyak, oli, dan sejenisnya. 2. Karbohidrat (didominasi bahan bergula), yang dibedakan menjadi : a.
Kadar pencemar tinggi (COD > 300 mg/L)
b.
Kadar pencemar rendah (COD < 300 mg/L)
c.
Bahan kimia dan logam berat : - beracun - tidak beracun Tahap proses pengolahan dibedakan menjadi :
1. Tahap perlakuan awal (Primary Treatment) Pada tahap ini dilakukan pemisahan minyak dan pengendapan secara gravitasi. 2. Tahap perlakuan kedua (Secondary Treatment) Merupakan tahap perlakuan biologis secara aerobik. Pada tahap perlakuan ini, bahan-bahan organik yang merupakan kandungan utama dalam air limbah pabrik gula diuraikan melalui aktivitas mikroorganisme aerob (INOLA 121). Pemberian udara dilakukan
34
dengan menggunakan Surface Aerator. Hasil pengujian limbah cair PG. Pesantren Baru Kediri disajikan dalam Tabel 2 dibawah ini. Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Limbah Cair PG. Pesantren Baru Kediri Musim Giling 2004*) Hasil Uji Laboratorium Kadar
No.
Parameter
Metode
1.
BOD5
Titrimetri
11
2.
COD
Spektrofotometri
24
3.
TSS
Gravimetri
2
Oil Content Analyzer
-
Spektrofotometri
-
4. 5.
Minyak dan Lemak Sulfida (sebagai H2S)
(mg/L)
*) Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Surabaya, 2004. Penanganan limbah cair yang berupa ceceran minyak atau oli dilakukan dalam tempat penangkap minyak atau oli. Sistem pada penangkap minyak tersebut adalah aliran berdasarkan perbedaan berat jenis air dan minyak. Berat jenis minyak kurang dari berat jenis air, sehingga minyak akan berada di lapisan atas dan tidak bercampur dengan air. Untuk memisahkan minyak dari air akan digunakan ampas dan dilakukan secara manual oleh pekerja. Ampas akan menyerap minyak yang terdapat di permukaan air. Minyak dan ampas tersebut akan digunakan sebagai bahan bakar ketel. B. Limbah Udara Gas buang yang berasal dari cerobong boiler akan dilewatkan ke Wet Scrubber terlebih dahulu sebelum keluar melalui cerobong. Pencemaran gas SO2 dihindari dengan cara pemasukan gas SO2 kedalam Reaktor Sulfitasi dilakukan menggunakan sistem hisapan (Induced draft). Hisapan udara
35
diperoleh
dengan
cara
mengalirkan
nira
melalui ventury
dengan
menggunakan pompa sirkulasi. Sistem seperti ini membuat percampuran (difusi) gas SO2 dalam nira secara relatif berlangsung lebih sempurna dan pencemaran gas SO2 akibat kebocoran perpipaan dapat dikurangi. Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Balai Hygienis Perusahaan dan Keselamatan Kerja (Hyperkes) Jawa Timur pada 15 Juni 2004, pengukuran
udara
ambien
kadar
gas-gas
Sulfur
Dioksida
(SO2),
Karbonmonoksida (CO), Oksida Nitrogen (NOX), Amonia (NH3), Oksidan (Ox), Hydrogen Sulfida (H2S) dan kadar debu masih dibawah ambang batas atau baku mutu udara ambien berdasarkan SK. Gubernur KDH Tk I Jatim No. 129/1996. Untuk pengukuran emisi cerobong, kadar gas-gas sulfur dioksida (SO2), Karbon monoksida (CO) dan oksida nitrogen (NOx) juga masih dibawah ambang batas. Selain dengan pemasangan wet scubber dan dust collector untuk menangani pencemaran udara, PG. Pesantren Baru juga mengadakan penanaman pohon di sekitar pabrik dan mengadakan penghijauan sehingga dapat mengurangi pencemaran udara. Gas CO2 dapat ditangkap oleh pohon hijau sehingga dapat digunakan untuk proses assimilasi dan akhirnya dengan bantuan sinar matahari akan menghasilkan oksigen. Selain itu hal tersebut juga akan menyebabkan keadaan sekitar pabrik menjadi segar. C. Limbah B3 Limbah B3 yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru antara lain : 1. Bahan pelumas / oli bekas. 2. Kertas saring dan residu bekas bahan penjernih larutan nira (Pb – Acetat). 3. Timah hitam (Pb) hasil elektrolisa filtrat nira. Limbah di atas dihasilkan dari proses: 1. Bahan pelumas/oli bekas berasal dari penggantian oli kendaraan bermotor dan bekas pendingin rol-rol gilingan. 2. Pb-Acetat berasal dari bahan penjernih penyaringan larutan nira. 3. Timah hitam (Pb) berasal dari sisa filtrat penyaringan larutan nira.
36
Sejauh ini pengelolaan yang dilakukan oleh pihak pabrik adalah 1. Bekas kertas saring dan residunya dikumpulkan, dikeringkan kemudian disimpan dalam drum plastik. 2. Timah hitam (Pb) hasil dari Elektrolisa Filtrat dikeringkan dan disimpan dalam toples plastik tertutup. Penanganan limbah B3 adalah
spesifik karena bersifat racun
(toxic), mudah terbakar dan meledak, bersifat korosif, dan juga dapat menyebabkan infeksi baik pada manusia, hewan, ataupun tumbuhan. Limbah B3 PG. Pesantren Baru tersebut akan dikumpulkan dan dikoordinir dari direksi PTPN X untuk selanjutnya ditangani oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri).
3. Penanganan Produk Samping A. Ampas (Bagasse) Ampas tebu adalah produk samping yang dihasilkan dari stasiun gilingan. Ampas tebu yang dihasilkan digunakan untuk bahan bakar pada ketel. Ampas tebu dari gilingan akan dibawa oleh conveyor belt untuk dimasukkan ke ketel Yoshimine I, Yoshimine II, dan ketel Takuma sebagai bahan bakar. Ampas tebu yang tersisa pada akhir giling juga digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kertas. PG Pesantren Baru hanya menyediakan dan menjual kemudian perusahaan tersebut yang mengambil ke pabrik. Kelebihan ampas dari stasiun gilingan akan ditumpuk di bagasse house setinggi ± 2.5 meter. Ampas dari gudang ini akan digunakan untuk bahan bakar pada awal masa giling untuk periode berikutnya. Ampas ini juga dipakai untuk menjaga kebersihan pabrik yaitu untuk mengepel lantai, seperti lantai laboratorium dan sebagainya. Jumlah ampas yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004 yang dihitung tiap 15 hari dengan awal musim giling pada tanggal 9 Mei 2004. disajikan dalam Gambar 6 dibawah ini.
37
Jumlah Ampas Musim Giling 2004 35000 30000 25000 Jumlah 20000 Ampas (Ton) 15000 10000 5000 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Periode
Gambar 6. Jumlah ampas yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004. B. Blotong Blotong merupakan hasil samping dari proses penjernihan yang merupakan endapan dari sekumpulan kotoran nira, karena blotong adalah bahan organik yang dapat mengalami perubahan secara alami, maka bau yang ditimbulkannya pun kurang enak. Blotong merupakan endapan kapur yang mengadsorbsi bahan-bahan non-gula dalam nira kotor, sehingga blotong banyak mengandung senyawa-senyawa nira kotor. Secara fisik blotong merupakan gumpalan-gumpalan tipis berwarna cokelat dan berbau kurang sedap. Blotong terdiri dari kalsium posphat dari hasil proses defekasi, kalsium sulfit dari hasil sulfitasi, ampas halus dan sebagainya. Pemanfaatan blotong di PG Pesantren Baru digunakan sebagai bahan untuk pembuatan pupuk organik (kompos). Blotong yang dimanfaatkan sebagai biokompos menyebabkan pertumbuhan yang cukup baik pada tanaman batang tebu, karena dapat meningkatkan rendemen produk dan efisiensi penyerapan unsur hara dari pupuk. Sejauh ini, kompos ini hanya diperuntukkan sawah milik pabrik dan belum dipasarkan ke petani bebas karena kapasitas produk (kompos) yang dihasilkan masih belum mencukupi untuk dipasarkan kepada umum. Harga jual kompos dibuat agar dapat terjangkau oleh petani yaitu Rp. 250,00/ Kg, sehingga harga untuk satu karung berisi 50 Kg adalah sebesar Rp. 12.500,00. Berikut ini disajikan dalam Gambar 7 jumlah blotong yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004 yang dihitung tiap 15 hari dengan awal musim giling pada tanggal 9 Mei 2004.
38
Jumlah Blotong Musim Giling 2004 3500 3000 2500 Jumlah 2000 Blotong (Ton) 1500 1000 500 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Periode
Gambar 7. Jumlah blotong yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004. C. Abu Ketel Abu ketel adalah produk samping yang dihasilkan dari ketel atau boiler. Pabrik menggunakan abu ketel sebagai campuran pupuk kompos. Kompos ini merupakan pupuk organik yang berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah sekaligus decomposer pupuk anorganik, sehingga menjadi bahan atau unsur hara yang siap digunakan oleh tanaman. Abu ketel berasal pada saat proses pembakaran yang terjadi pada stasiun boiler yang bahan bakarnya berasal dari ampas tebu yang berasal dari proses penggilingan.
D. Tetes (Molasses) Produk samping lain yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru Kediri adalah tetes. Tetes dihasilkan dari stasiun sentrifugasi yaitu hasil sentrifugasi dari gula D. Tetes yang dihasilkan ini ditampung ke tangki penampungan. Tangki penampungan tetes ditempatkan di halaman pabrik untuk memudahkan pengambilannya perusahaan pengguna. Berikut ini disajikan jumlah tetes yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004.
39
Jumlah Molasses Musim Giling 2004 6000 5000 4000 Jumlah Molasses 3000 (Ton) 2000 1000 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Periode
Gambar 8. Jumlah tetes yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004. Hampir di setiap stasiun dihasilkan bahan pencemar dengan karakteristik yang berbeda-beda. Tabel 3 di bawah ini menunjukkan daftar sumber pencemar yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru Kediri.
40
Tabel 3. Daftar Sumber Pencemar Limbah Pabrik Gula dan Karakteristiknya Stasiun
Gilingan (Ekstraksi)
Sumber Pencemar
Limbah Cair
Jenis Bahan
Minyak/Oli Air pendingin
Pemurnian (Purifikasi)
Masakan (Kristalisasi)
Tinggi
Sifat Berat Jenis:<1 Viskositas tinggi Larut pH < 5.5
Rendah
Asam
Rendah
Suhu Normal pH normal
Pendingin Sublimator
Rendah
Suhu 60-70oC
SO2
Tinggi
Soda
Tinggi
Pending Kondensor
Rendah
Basa Suhu >40oC
Limbah Padat
Hasil Skrap
Tinggi
Basa
Limbah Cair
Pendingin Kondensor
Rendah
Suhu >40oC
Limbah Cair
Limbah Udara
Penguapan (Evaporasi)
Intensitas
Limbah Cair
Limbah Cair
Pendingin Vakum
Bahan Kimia
Rendah
Asam B3 Suhu >40oC
Bervariasi Pb
Laboratorium Limbah Padat
Ketel
Limbah Cair
Bekas Kertas Saring Air Kurasan Abu dalam air
Rendah
B3
Rendah
Suhu > 90oC PH >8
Rendah
Mengendap
41
VI. POTENSI PRODUKSI BERSIH A.
POTENSI
PENGHEMATAN
PENGGUNAAN
RESIDU
MELALUI
PENURUNAN KADAR AIR PADA AMPAS Moerdokusumo (1993) menjelaskan bahwa air imbibisi digunakan di muka gilingan akhir yang bisa dilakukan dengan air panas dengan tujuan untuk memperbaiki ekstraksi gula dari ampas. Sistem imbibisi yang baik dapat mengurangi adanya kehilangan gula dalam ampas. Pemberian air imbibisi yang belum terkontrol dengan baik pada stasiun gilingan di PG. Pesantren Baru,
memberikan
peluang
diterapkannya
produksi
bersih
melalui
penghematan air imbibisi. Penghematan ini dilakukan untuk mencegah pemberian air imbibisi yang berlebihan yang dapat meningkatkan biaya pengolahan air dan meningkatkan kadar air ampas yang dihasilkan. Pada kondisi pertama (Lampiran 4), jumlah air imbibisi yang diberikan adalah sebanyak 38,88 % dari tebu yang masuk ke gilingan. Tebu yang masuk sebanyak 100% dengan % brix dan % pol masing-masing adalah 14,88 dan 9,35 persen serta kadar sabut 34,69 persen, maka dihasilkan nira mentah 102 % dengan % brix dan % pol sebesar 14,31 dan 9,10 persen. Selain itu, ampas yang dihasilkan adalah 34,88% dan memiliki kadar air 53 persen dengan % brix dan % pol adalah 0,57 dan 0,25 persen. Kondisi ini merupakan data yang diperoleh dari data pengawasan giling tahun 2003. Perhitungan neraca massa di stasiun gilingan ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Peluang penerapan produksi bersih di stasiun boiler dapat dilakukan melalui optimalisasi penggunaan ampas. Kadar air sebesar 53 persen ini diharapkan bisa diturunkan dengan mengurangi penggunaan air imbibisi. Dari identifikasi ini, maka alternatif dari penerapan produksi bersih di stasiun gilingan adalah penghematan penggunaan air imbibisi. Pada kondisi kedua (Lampiran 4) yang menjadi rekomendasi penerapan produksi bersih, air imbibisi yang digunakan adalah sebanyak 32,36%, sedangkan tebu yang masuk adalah sebanyak 100% dengan %brix dan %pol adalah 16,33% dan 11,11%. Persentase input tebu yang berbeda
pada analisis neraca massa ini, dikarenakan data yang digunakan merupakan kondisi riil yang ada pada perusahaan selama produksi tahun 2003 sampai dengan 2004, dimana jumlah tebu yang digiling berbeda-beda tergantung banyaknya tebu yang ditebang. Berdasarkan diagram neraca massa (Lampiran 4), dapat diketahui bahwa dengan kondisi kedua, %brix dan %pol yang dihasilkan pada nira mentah pun cenderung meningkat jika dibandingkan dengan kondisi pertama. Persen pol nira mentah pada kondisi kedua adalah meningkat dari 14,31% menjadi 14,526 % dan %pol menjadi 10,1 % dari 8,78 % pol tebu. Peningkatan ini diduga karena adanya nira imbibisi majemuk yang dialirkan kembali ke rol gilingan sebelumnya. Dari sisi jumlah, nira mentah yang dihasilkan berkurang sejalan dengan adanya penurunan konsumsi air imbibisi dari 38,88 persen menjadi 32,36 persen. Penurunan nira mentah adalah kurang lebih sebanyak 4 persen. Hasil ini dihitung dari selisih antara nira mentah pada kondisi pertama dan kedua. Pada kondisi pertama, nira mentah yang dihasilkan sebesar 102 persen dari tebu yang masuk ke gilingan, sedangkan untuk kondisi kedua, nira mentah yang dihasilkan adalah 98,55 persen dari tebu yang masuk ke gilingan. Hasil gula yang ditunjukkan oleh %brix dan %pol menunjukkan bahwa konsentrasi padatan terlarut atau gula ikut meningkat pula. Peningkatan ini selain akan meningkatkan rendemen dari kristal gula yang dihasilkan, juga jumlah air dalam nira mentah yang berkurang, akan mengurangi beban evaporator dalam menguapkan air dalam nira. Besarnya manfaat ekonomi dari penghematan konsumsi air imbibisi dan penghematan penggunaan energi penguapan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Kadar air ampas yang terhitung masih tinggi ini (53%), menyebabkan ampas tidak mampu memenuhi energi panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan uap yang diperlukan untuk keperluan proses. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 5, diketahui bahwa energi yang dibutuhkan untuk keperluan produksi adalah sebesar 2,7 x 1011 kkal/tahun. Saat ini, kebutuhan bahan bakar untuk boiler dipenuhi oleh energi yang dihasilkan dari ampas tebu dan residu. Dengan mengkonversikan total
43
residu yang dikonsumsi selama satu tahun musim giling, yaitu sekitar 2.300.663 kg/tahun, maka pada kadar air 53 persen dihasilkan nilai energi panas dari ampas adalah 2,5 x 1011 kkal/tahun, sehingga diperlukan tambahan energi dari residu sebesar 0,218 x 1011 kkal/tahun. Pada kondisi kedua, yaitu kadar air ampas diturunkan mencapai 51 persen dengan penurunan penggunaan air imbibisi, maka dihasilkan energi panas sebesar 2,6 x 1011 kkal/tahun, sehingga hanya dibutuhkan tambahan energi dari residu sebesar 0,1 x 1011 kkal/tahun atau setara dengan 1.052.631,5 kg residu/tahun. Dengan demikian, penurunan kadar air pada ampas dari 53 persen menjadi 51 persen dapat menghemat konsumsi residu kurang lebih 1.248.031,421 kg/tahun. Jika asumsi harga residu adalah Rp.2175,- per kg, maka perusahaan dapat menghemat biaya untuk pengadaan residu sebesar Rp. 2.714.468.341,-/tahun atau kurang lebih 2,7 milyar rupiah per tahun dengan penghematan air imbibisi per tahunnya adalah sebesar Rp. 3.595.567,- /tahun. B. POTENSI SUBSTITUSI BAHAN KIMIA Pemurnian nira dengan sistem karbonatasi, defekasi, maupun sistem sulfitasi selalu melibatkan bahan kapur. Menurut Marches (1963) dalam Nursasiati (2001), dengan sistem karbonatasi, pada setiap 100 ton tebu memerlukan kapur (dalam bentuk batu kapur) sebesar 3000 kg. Sementara itu dengan sistem sulfitasi pada setiap 100 ton tebu memerlukan kapur (dalam bentuk CaO) sebesar 160 kg. Pemberian bahan kapur ini harus dilakukan dengan tepat, terutama dalam hal takarannya. Menurut Meade dan Chen (1977) dalam Nursasiati (2001), kadar kapur yang tinggi dalam nira mendorong terjadinya reaksi antara kapur dan gula reduksi yang menghasilkan bahan organik yang tidak stabil. Pemberian kapur yang tinggi ini, sehingga pH defekasi dapat mencapai lebih dari 8, dapat mengakibatkan penurunan pH selama proses pemurnian nira yang dikarenakan adanya pembentukan asam-asam. Asam-asam organik tersebut dapat terbentuk akibat destruksi gula reduksi yang terjadi akibat kelebihan kapur. Untuk dapat menurunkan kadar asam organik ini diperlukan
44
kapur dalam jumlah lebih banyak yang secara ekonomis akan merugikan. Pada suasana alkalis dengan suhu di atas 70OC, akan terjadi perpecahan gula reduksi yang akan menghasilkan asam dan zat warna yang berdampak negatif terhadap proses pabrikasi yang lain. Hubungan antara pengaruh pH terhadap jumlah kerusakan gula pereduksi dapat dilihat pada Gambar 9. Pada PG. Pesantren Baru Kediri susu kapur ditambahkan dalam precontactor pada stasiun pemurnian. Jumlah susu kapur yang ditambahkan adalah 130 –190 kg / 100 ton tebu.
1000
% CaO
800 600 400 200 0 6
7
8
9
10
11
pH
Gambar
9.
Perubahan kandungan (Moerdokusumo, 1993).
kapur
dengan
peningkatan
pH
Dolomit adalah batuan sedimen yang berupa mineral (CaMg(CO3)2) dengan berat jenis 2,85. Endapan dolomit dijumpai pada perbukitan pegunungan kapur yang mengalami proses dolomitasi oleh larutan yang mengandung Mg. Apabila kandungan MgCO3 jauh dibawah 45% yaitu 10%– 20%, maka batuan tersebut dinamakan batu kapur dolomit. Batuan dolomit berwarna abu-abu, merah muda dan putih. Dolomit dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, bahan keramik, dan pupuk (Morris, 1981). Dalam penggunaannya, dolomit sering dikelompokkan menjadi satu dengan kapur. Dolomit lebih unggul kemampuannya dibandingkan kapur dalam hal mengikat pasir dan lebih plastis. Deposit dolomit tersebar luas di Jawa Tengah bagian timur, Jawa Timur dan Sumatera Barat. Hasil survei Martoyo (2000) dalam Nursasiati (2001), menunjukkan bahwa deposit dolomit di jawa Timur menyebar (dan diperkirakan luasnya) di Gresik (1145 Ha), Lamongan (2270 Ha), Tuban
45
(1030 Ha), Bangkalan (540 Ha), dan Pacitan (1000 Ha), dengan jumlah cadangan diperkirakan lebih dari 300 Juta Ton. Untuk dapat digunakan dalam pemurnian nira, batuan dolomit tersebut harus dibakar terlebih dahulu. Berikut ini disajikan dalam Gambar 10 berbagai bentuk batuan dolomit.
Gambar 10. Berbagai Bentuk Batuan Dolomit (www. polowijo.com) Menurut Nursasiati (2001), mutu nira jernih pada pemurnian (dilihat dari parameter sukrosa dan brix) dengan penggunaan dolomit adalah lebih baik bila dibandingkan dengan mutu nira jernih yang dihasilkan dari proses pemurnian dengan menggunakan 100% CaO. Dalam perhitungan di Lampiran 7, nilai brix dan pol sebelum dan setelah substitusi terlihat hanya selisih 0,1. Nilai brix hasil perhitungan ini adalah nilai yang tidak dibandingkan dengan parameter lain, sehingga tidak dapat diketahui komposisi padatan terlarut, termasuk gula di dalam brix. Menurut hasil penelitian Nursasiati (2001), pemakaian 100% CaO menghasilkan kadar sukrosa/brix(%) sebesar 88,05, sedangkan dengan pemakaian 40% MgO persentase sukrosa/brix adalah sebesar 88,70, sehingga selisih persentase sukrosa/brix dengan pemakaian 100% CaO dan 40% MgO : 60% CaO adalah sebesar 0,65%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan MgO akan menghasilkan 88,70% dari total brix yang ada dalam nira mentah tersebut adalah sukrosa. Jika dilihat dari mutu nira jernih dengan parameter pengendapan, warna, dan kejernihan, maka hasil proses pemurnian pada berbagai perlakukan substitusi CaO dengan dolomit adalah sama bila dibandingkan dengan mutu nira jernih yang dihasilkan dari proses pemurnian dengan menggunakan CaO. Penurunan kadar CaO dalam nira jernih sangat diharapkan mengingat penurunan kadar CaO akan menekan pembentukan kerak pada pipa evaporator. Pembentukan kerak akan berdampak negatif terhadap efisiensi
46
penggunaan energi, pembiayaan dan kapasitas produksi. Selain itu, pemakaian CaO yang tinggi selain menimbulkan kerusakan sakarosa, juga menimbulkan pelarutan kembali bahan kotoran yang telah menggumpal. Adanya pH yang tinggi juga menyebabkan kerusakan gula pereduksi yang menyebabkan warna nira keruh kecokelatan. Kerusakan ini akibat terdekomposisinya sakarosa sehingga gula pereduksi akan terurai menjadi asam. Penguraian ini disebabkan adanya ion OH- bebas (Indeswari, 1986). Berdasarkan fakta tersebut, maka penggunaan dolomit pada pemurnian nira direkomendasikan untuk menggantikan penggunaan kapur. Prospek ini tidak hanya didasarkan atas faktor teknis saja, namun juga didukung oleh faktor lain antara lain biaya atau harga dolomit yang lebih rendah dibandingkan dengan kapur dan adanya cadangan dolomit yang besar dan belum dieksplorasi secara intensif. Jumlah kapur yang digunakan selama musim giling 2004 disajikan dalam Gambar 11 berikut ini. Pemakaian Kapur Musim Giling 2004 160000 140000 120000 100000 Jumlah Kapur 80000 (Kg) 60000 40000 20000 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Periode
Gambar 11. Pemakaian Kapur Musim Giling 2004 Menurut Nursasasiati (2001), bila dikaitkan dengan masalah teknis dan ekonomis, maka perlakuan yang disarankan adalah substitusi MgO terhadap CaO antara 20% - 40%. Rasio 40%MgO : 60%CaO yang digunakan sebagai alternatif substitusi dipilih karena hal tersebut sesuai dengan kenyataan di alam, yang menunjukkan bahwa kadar MgO di dalam dolomit adalah antara 20% - 40%. Asumsi perbandingan yang dipakai adalah 40%MgO : 60%CaO. Jumlah tebu tergiling adalah sebanyak 796174,3 ton (data musim giling 2004).
47
Sehingga untuk 796174,3 ton tebu, diperlukan 1273,87888 ton CaO. Dengan demikian 40% MgO yang terpakai adalah sebanyak 509,552 ton atau senilai Rp. 5.044.560,365, dan 60% CaO yang terpakai sebanyak 764,327 ton (Rp. 8.827.980,638). Pemakaian 100% CaO akan menghabiskan biaya sebesar Rp. 14.713.301,06, sedangkan substitusi CaO:MgO akan senilai dengan Rp 13.891.407,65. Jadi jumlah penghematan dari segi penggantian bahan adalah sebesar Rp. 840.760,06. Menurut Moerdokusumo (1993), kandungan kapur yang tinggi menyebabkan inkrustasi atau pembentukan kerak pada pan penguap yang menghambat perpindahan panas sehingga konsumsi uap meningkat. Di samping itu, kandungan kapur yang tinggi mempersukar kristalisasi serta meningkatkan pembentukan molasses. Penambahan susu kapur dan gas SO2 pada proses pemurnian, menjadikan nira yang diuapkan memiliki kemungkinan menimbulkan kerak badan penguap. Kerak dan korosi ini dapat menghambat proses penguapan karena proses pindah panas menjadi terhambat. Dikarenakan penggunaan MgO tidak menimbulkan kerak, maka penghambatan jumlah kerak yang terbentuk adalah sebesar 40%. Perhitungan selengkapnya untuk penghematan bahan substitusi dan pembentukan kerak disajikan pada Lampiran 5. Penghematan kerak yang terbentuk adalah sebesar 667,959 kg/hari, dan jumlah air yang digunakan bisa dihemat sebesar 208 m3/hari atau senilai dengan Rp.4.680.000. Pemakaian soda caustic atau bahan pelunak kerak yang bisa dihemat per harinya adalah 80 kg/hari (Rp. 400.000/hari). Sehingga total penghematan yang dihasilkan dari substitusi CaO : MgO adalah sebesar Rp. 76.680.000 dengan pay back periode selama 7,7 bulan. C. PRODUKSI PRODUK SAMPING YANG BERMANFAAT (CREATION OF USEFUL BY-PRODUCT). Produk samping yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru Kediri adalah ampas, blotong, dan tetes. Selama ini perusahaan belum mengembangkan produk lain dari produk sampingnya yang dapat meningkatkan nilai jual
48
produk, misalnya tetes yang hanya ditampung kemudian dijual kepada pabrik MSG. Pemanfaatan blotong saat ini adalah dijadikan pupuk organik yang prosesnya diserahkan kepada PT. AgroBio Teknik Sentosa. Produksi produk samping yang dapat dilakukan pada PG. Pesantren Baru Kediri adalah dengan memanfaatkan ampas, blotong, tetes, pucuk tebu dan daun tua sebagai pakan ternak. Pucuk tebu dapat digunakan sebagai bahan hijauan pakan ternak. Produksi pucuk tebu rata-rata adalah 16,05 ton / ha tebu yang dipanen. Umumnya untuk pakan ternak diperoleh dari tebu tebang (Harliyani, 1999). Ampas tebu merupakan bahan organik yang didominasi oleh selulosa dan lignin, karena bagian karbohidratnya telah dipisahkan dan diambil dalam bentuk gula tebu. Ruminan muda memerlukan energi yang mereka peroleh dari ampas tersebut. Tetes, walaupun merupakan limbah, namun masih kaya akan karbohidrat yang mudah larut, mineral dan vitamin B kompleks yang mudah larut dalam air. Fungsi utama tetes dalam pakan ternak adalah sebagai sumber energi. Tetes juga meningkatkan cita rasa pakan akibat rasa manis yang ditimbulkannya. Daun tua tebu dapat diperoleh pada sat penebangan. Hingga saat ini daun tua hasil penebangan belum banyak dimanfaatkan, biasanya setelah penebangan daun tua tersebut dibakar. Daun tua ini mempunyai kadar serat yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber hijauan pakan ternak. Blotong adalah limbah yang mengandung bahan organik, mineral protein kasar dan gula yang dapat diberikan maksimal 50% pada ternak setelah dikeringkan. Menurut Harliyani (1999), perbedaan konsentrasi tetes memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kadar abu, kecernaan bahan kering, dan bahan organik. Persentase tetes yang disarankan adalah 45%, ampas 5%, pucuk tebu 7,5%, daun tua 15%, dan blotong 10%. Complete feed block dari limbah tebu disajikan dalam Gambar 12 berikut ini.
49
Gambar 12. Complete feed block Berikut ini disajikan dalam Tabel 4 komposisi nutrisi yang terdapat dalam produk samping industri gula dan komposisi pakan komersil. Tabel 4. Kandungan nutrisi bahan baku pakan ternak dari produk samping industri gula dan pakan komersil Bahan Baku
Protein Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Tetes
2
-
-
Ampas
2
34,2
-
8
28
Daun Tua
7,4
42,3
2,9
7,4
-
Blotong
10,4
12,1
-
23,9
-
Pucuk Tebu
5,3
42,96
1,37
10,21
-
TepungSagu
1,6
-
0,5
0,5
-
Garam
-
-
-
-
-
Urea
262
-
-
-
-
Pakan Komersil
16
4
-
7
68
TDN 57
Sumber : Harliyani, 1999 PG. Pesantren Baru Kediri bisa mengadakan kerjasama dengan industri pakan ternak untuk produksi Complete Feed Block seperti halnya dalam pembuatan biok68ompos blotong yang bekerjasama dengan PT. AgroBio Tehnik Sentosa atau perusahaan juga dapat memproduksi sendiri. Harga pakan ternak dari limbah tebu ini bila dibandingkan dengan ransum konsentrat komersial lain termasuk lebih murah (Harliyani, 1999).
50
Pembuatan complete feed dalam bentuk blok tergolong sederhana dan mudah diaplikasikan. Produksi pakan ternak ini akan dapat memberikan keuntungan sebesar Rp 33.648.470,- dengan kapasitas produksi 51 ton per tahun dan harga Rp 3.500 per kilogramnya. Perhitungan finansial pembuatan pakan ini disajikan dalam Lampiran 9. Diagram alir pembuatan pakan ternak disajikan dalam Gambar 13 berikut ini.
Gambar 13. Diagram Alir Pembuatan Pakan Ternak ( Harliyani, 1999). D. GOOD HOUSEKEEPING Good housekeeping merupakan cara pencegahan kebocoran suatu tumpahan ataupun perawatan terhadap alat atau perangkat yang menyebabkan
51
inefisiensi. Hal kecil yang dilakukan pada good housekeeping dapat berarti pada efisiensi produksi. Menurut Hennana (2000), good housekeeping bersifat prosedural, administratif, dan institusional dari perusahaan yang dapat mengurangi terbentuknya limbah. Hal ini erat kaitannya dengan aspek umberdaya manusia dalam pengoperasian manufaktur. Sebagian industri gula yang ada saat ini berkembang dengan kurangnya pengetahuan tentang isu-isu lingkungan dan meremehkan permasalahan tersebut. Pada PG. Pesantren Baru Kediri ini perlu ditingkatkan manajemen O&M (Operation and Maintenance) yang intensif terutama pada masa giling, karena pada saat masa giling mesin dipaksa untuk bekerja selama 24 jam tanpa berhenti selama waktu ±6 bulan. Meskipun hal ini akan menambah jumlah produksi, namun apabila manajemen O&M yang baik tidak ditingkatkan akan menyebabkan semakin membengkaknya biaya perawatan yang dikarenakan banyaknya komponen yang rusak sehingga umur mesin menjadi pendek. Hal ini tentu akan dapat merugikan perusahaan dalam waktu yang panjang. Diagram potensi penerapan good house keeping disajikan dalam Gambar 14. Pemeliharaan dalam rangka penerapan manajemen O&M dapat dilakukan dengan cara pertama menutup conveyor belt yang digunakan untuk pengangkutan ampas menuju stasiun boiler sehingga ampas tidak terlempar atau beterbangan keluar sehingga mengotori sekitarnya. Kedua, mencegah melubernya nira kental di stasiun kristalisasi yang sering terjadi akibat tidak lancarnya proses pada stasiun sebelumya dengan cara pengawasan dan pemeliharaan peralatan lebih intensif. Ketiga, alat sugar bin yang berfungsi untuk menampung gula produk (SHS) sebelum masuk ke sugar weigher sebaiknya ditutup sehingga gula yang dihasilkan tidak tercecer diluar alat. Keempat, membersihkan kerak dan karat pada alat processing agar tidak mempengaruhi proses produksi. Mesin dan bak penampung nira yang berkerak sebaiknya dibersihkan sehingga tidak menghambat proses dan juga tidak mencemari produk.
52
Gambar 14. Potensi Good House Keeping yang Dapat Dilakukan Oleh PG. Pesantren Baru Kediri. Potensi good housekeeping lain yang mungkin sederhana namun berarti dalam peningkatan efisiensi produksi PG. Pesantren Baru Kediri adalah menutup kran air yang telah tidak digunakan, memperbaiki kran atau saluran air yang bocor atau rusak dan mematikan lampu yang tidak digunakan pada siang hari. Hal ini perlu disampaikan kepada karyawan atau pekerja agar kesadaran para pekerja akan menghemat energi dan sumberdaya meningkat sehingga akan berpengaruh kepada efisiensi kegiatan perusahaan. Pemakaian alat pelindung tubuh dari kecelakaan sewaktu bekerja seperti helm, sarung tangan dan sepatu boot yang telah diberikan oleh perusahaan perlu untuk disosialisasikan kembali dan dimasukkan dalam peraturan perusahaaan untuk menghindarkan karyawan dari resiko kecelakaan sewaktu kerja. Pemakaian masker hidung untuk keryawan yang bekerja di gudang ampas dan sumbat telinga bagi karyawan yang bekerja di stasiun gilingan (ekstraksi) dan stasiun masakan (kristalisasi) juga perlu untuk diterapkan. Sebagian besar karyawan tidak memakainya karena alasan ketidaknyamanan. Hal ini perlu dilakukan karena kebisingan akibat suara mesin dirasa cukup mengganggu. Potensi penerapan produksi bersih di PG Pesantren Baru disajikan dalam Tabel 5 berikut ini.
53
Tabel 5. Peluang efisiensi proses melalui penerapan produksi bersih di PG. Pesantren Baru Kediri. No
POTENSI PRODUKSI BERSIH
ASPEK PERBAIKAN
MANFAAT/KEUNTUNGAN Finansial
Teknis
Lingkungan
1.
Penghematan konsumsi air imbibisi
• Mengurangi penggunaan air imbibisi • Penghematan energi penguapan
• Penghematan air imbibisi: Rp.3.595.567,122 /tahun • Penghematan energi penguapan:Rp.1.87 Milyar • Penghematan residu:Rp.2.714.468.341/tahun • Penghematan penggunaan uap Rp.1.87 Milyar
• Penghematan konsumsi air imbibisi. • Mengurangi biaya bahan kimia untuk pengolahan air. • Mengurangi kadar air pada ampas (baggase) yang digunakan sebagai bahan bakar boiler. • Mengurangi beban kerja evaporator dalam menguapkan air.
- Mengurangi pencemaran udara akibat pembakaran residu di boiler - Konservasi penggunaan air
2.
Substitusi 60%CaO : 40% MgO
• Mengurangi penggunaan kapur dengan memakai 40% dolomit (MgO)
• Penghematan kapur Rp.821.893,41, /tahun • Penghematan air skrap Rp.4.680.000/tahun • Penghematan soda caustic Rp.72.000.000/tahun
• Mengurangi penggunaan bahan kapur • Meningkatkan persentase sukrosa/briks. • Mengurangi terbentuknya kerak pada evaporator
Mengurangi jumlah limbah cair proses scrapping
3.
Penghematan konsumsi air dan bahan kimia pada saat skrap kerak.
• Mengurangi lama pencucian dan pemakaian bahan kimia
• Penghematan pemakaian air: Rp4.680.000/tahun • Penghematan pemakaian bahan kimia:Rp.72.000.00 /tahun
• Penghematan konsumsi air • Mengurangi biaya bahan kimia untuk pengolahan air. • Pemakaian air pencucian kerak lebih terkontrol. Penghematan bahan kimia
-Konservasi penggunaan air - Mengurangi penggunaan bahan kimia
54
Tabel 5. Peluang efisiensi proses melalui penerapan produksi bersih di PG. Pesantren Baru Kediri (Lanjutan) No 4.
POTENSI PRODUKSI BERSIH Produksi produk samping yang bermanfaat
MANFAAT/KEUNTUNGAN ASPEK PERBAIKAN • Pemanfaatan produk samping (blotong, ampas, tetes, pucuk tebu, dan daun tebu) sebagai pakan ternak
5.
Efisiensi penggunaan oli
• Penutupan kran/katup oli lebih teliti (good house keeping)
6.
Peningkatan K3
• Pemakaian masker, topi , ataupun pakaian khusus dalam pabrik. • Penggunaan dan perawatan mesin secara teratur sesuai SOP. • Penggunaan spare part yang sesuai dengan spesifikasi mesin. • Peningkatan kebersihan lingkungan kerja.
Finansial
Teknis
Lingkungan
Keuntungan produksi pakan : Rp.33.648.470,-
• Memberi nilai tambah pada limbah • Meningkatkan keuntungan bagi industri • Pemanfaatan limbah yang aman bagi lingkungan
Pemanfaatan produk samping yang aman
• Penghematan penggunaan oli. • Pengurangan pembangkitan limbah akibat ceceran oli. • Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja • Peningkatan kesadaran pekerja akan K3. • Kinerja mesin lebih meningkat. • Lingkungan kerja lebih aman dan kondusif.
- mengurangi tingkat pencemaran dalam pabrik
55
VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan pangan pokok yang memberikan kontribusi lebih dari 90% dari pemenuhan konsumsi masyarakat. Konsumsi gula pasir dalam negeri cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan konsumsi gula di Indonesia yang mencapai nilai 1,44% per tahun tidak diimbangi dengan peningkatan produksi gula yang menyebabkan kebutuhan gula dalam negeri harus ditambahkan dengan cara mengimpor dari luar negeri. Pertumbuhan impor gula ini mencapai 21,6% per tahun. Peningkatan produksi gula dapat dicapai dengan salah satunya menerapkan produksi bersih pada industri gula. Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terusmenerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eco-efficiency dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Rekomendasi produksi bersih pada PG.Pesantren Baru Kediri adalah penurunan kadar air ampas, penggunaan dolomit sebagai subtitusi penggunaan kapur pada stasiun pemurnian, produksi produk samping yang bermanfaat dan good house keeping Penurunan kadar air pada ampas sebesar 6,52% yang dihasilkan di stasiun penggilingan diduga dapat menghemat pemakaian residu sebesar 1.248.031,421 kg/tahun. Pada kondisi kadar air ampas mencapai mencapai 50 %, dihasilkan energi panas sebesar 2,7x1011 kkal/tahun sehingga tambahan energi panas yang dibutuhkan dari residu hanya sebesar 0,218 x 1011 kkal/tahun atau sama dengan 1.052.631,5 kg residu/tahun.
Biaya
penghematan
yang
dapat
dihasilkan
adalah
sebesar
Rp.2.714.468.341/tahun dengan penghematan air imbibisi per tahunnya adalah sebesar Rp. 3.595.567,122 /tahun. Penggunaan dolomit sebagai substitusi penggunaan kapur dengan perbandingan 40%MgO : 60%CaO pada stasiun pemurnian dapat memberikan penghematan sebesar Rp. 76.680.000 pada 1 musim giling. Produksi produk samping yang dapat dilakukan pada PG. Pesantren Baru Kediri adalah dengan memanfaatkan limbah produksi gula seperti ampas, blotong, tetes,
pucuk tebu dan daun tua sebagai pakan ternak. Produksi pakan ternak ini diperkirakan
dapat
memberikan
keuntungan
per
tahunnya
sebesar
Rp.33.648.470dengan kapasitas kurang lebih 51 ton. Good house keeping yang dapat dilakukan oleh PG. Pesantren Baru Kediri adalah menerapkan manajemen O&M (Operation and Maintenance) seperti menutup conveyor belt pengangkut ampas menuju boiler, sugar bin yang berfungsi untuk menampung gula SHS sebaiknya ditutup sehingga gula yang dihasilkan tidak tercecer dan membersihkan kerak dan karat pada alat processing. Kebiasaan sederhana karyawan seperti menutup kran air yang telah tidak digunakan, mematikan lampu yang tidak digunakan, pemakaian helm, sarung tangan, sepatu boot, masker hidung dan sumbat telinga juga sangat membantu dan dalam berarti dalam peningkatan efisiensi produksi PG. Pesantren Baru Kediri. B. Saran Peningkatan kinerja dalam pabrik yang paling nyata adalah penurunan jam berhenti giling dan peningkatan kapasitas giling harian.Hal ini dapat dicapai dengan adanya peningkatan kegiatan maintenance terhadap peralatan processing dan mengoperasikan peralatan sesuai dengan SOP sehingga tidak terjadi hambatan mulai dari awal proses hingga menjadi produk akhir (gula SHS). Dari segi bahan baku yang digunakan sebaiknya merupakan varietas tebu unggul yang kemudian dipantau mutu dan produksinya secara teratur. Hal ini diharapkan akan mampu menambah produktivitas dan rendemen tebu yang selanjutnya akan menghasilkan jumlah kristal gula yang besar pula. Kedisplinan karyawan juga perlu untuk ditingkatkan seperti dalam hal penggunaan helm, sarung tangan dan sepatu boot yang sebenarnya berfungsi untuk melindungi keselamatan karyawan itu sendiri.
57
DAFTAR PUSTAKA
. 2002. Pembuatan Gula Pasir. Retrieved January 28, 2005. 08.45 PM. From The World Wide Web : http://www.iptek.net.id/ind/jurnal/jurnal_idx.php?doc=V2.n9.02.htm . 2005. DGI : Volume Impor Gula 2006 Sebesar 300 Ribu Ton. Retrieved February 1st, 2006. 03.45 PM. From The World Wide Web : http://agribisnis.deptan.go.id. Bapedal. 1994. Program Produksi Bersih Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Penerbit Nuansa, Bandung Bratasida, Liana. 1996. Prospek Pengembangan Sistem Manajemen Lingkungan Indonesia. BAPEDAL, Jakarta.
di
Budianto, Erwin. 2003. Alat-Alat Produksi di PG. Pesantren Baru Kediri. PG. Pesantren Baru, Kediri Damora, A.S. Uly, Siti Robiah dan Ayi Firdaus Maturidy. 2000. Studi Konsumsi Kayu Bakar Rumah Tangga di Desa-Desa Sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas (Studi Kasus Di Desa Labuhan Ratu VI dan Labuhan Ratu VII Kecamatan Pembantu Labuhan Ratu). Faperta., Universitas Lampung. Dipenda Kabupaten Bogor. 2004. Pajak Galian Golongan C. Retrieved August 15, 2005. 10.35 AM. From The World Wide Web: www.dipenda-kab-bogor.net Djajadiningrat, Surna T. 1999. Peranan Produk dan Teknologi Bersih dalam Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional. Artikel dalam Paradigma Produksi Bersih-Mendamaikan Pembangunan Ekonomi dan Pelestarian Lingkungan. Penerbit Nuansa, Bandung. Glass, Prism Research. 2006. Sublimator. Retrieved January 17, 2006. 09.35 AM. From The World Wide Web: http://www.prismresearchglass.com. Halliday, David and Robert Resnick. 1985. Fisika Jilid 1 Edisi Ketiga. Terjemahan. Silaban, Pantur dan Erwin Sucipto. Penerbit Erlangga, Jakarta. Harliyani, Ade. 1999. Pemanfaatan Limbah Tebu Sebagai Bahan Baku Utama Complete Feed Block Untuk Ternak Ruminansia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hennana, Joni. 2000. Penerapan Produksi Bersih dalam Sistem Manajemen Lingkungan Perusahaan. Kumpulan Makalah Produksi Bersih. Pusat Penelitian
Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Inc, eBay. 2005. Forklift, Forklift Industrial Supply, MRO, Forklift Parts, Accessories, Material Handling Items On Ebay_Com. Retrieved January 17, 2006. 09.33 PM. From The World Wide Web: http://www.eBay.com/. Indeswari, N. Sri. 1986. Penetuan Dosis Kapur dan Belerang pada Proses Pemurnian Nira Tebu di Pabrik Gula Mini Lawang. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas, Padang. Ismail, Nur Mahmudi. 2001. Peningkatan Daya Saing Industri Gula Nasional Sebagai Langkah Menuju Persaingan Bebas. Retrieved January 28, 2005. 03.24 PM. From The World Wide Web : http://www.genencor.com/pdf/ISJ_0404.pdf Meiditha, Nilla. 2003. Analisis Efisiensi Produksi Gula Pasir di Pabrik Gula Kebon Agung, Kabupaten Malang. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor. Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Penerbit ITB, Bandung Mubyarto. 1984. Masalah Industri Gula di Indonesia. Penerbit BPFE, Yogyakarta. Nursasiati, Kunti. 2001. Prospek Penggunaan Dolomit Sebagai Substitusi Kapur Pada Pemurnian Nira di PG. Sulfitasi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang. Prabowo, D. 1998. Antisipasi Industri Gula Menghadapi Ketidakpastian Ekonomi. Makalah pada Seminar Gula Indonesia. IKGI, Jakarta PT. Polowijo Gosari. 2005. Super Dolomit. Retrieved November 10, 2005. 08.30 PM. From The World Wide Web : http://www.polowijo.com. PT. Perkebunan Nusantara X (Persero). 2002. Standard Operasional Proses Bidang Pengolahan. Direksi PT. Perkebunan Nusantara X (Persero), Surabaya. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 1999. Tebu: Budidaya, Pengolahan Menjadi Gula serta Produk Sampingnya. Prosiding Teknologi Pengolahan Hasil Tanaman Perkebunan. P3GI, Pasuruan. Saribanon, Nonon. 2003. Produksi Bersih: Paradigma Baru Pengelolaan Pencemaran Lingkungan. Retrieved February 16, 2005. 09.24 AM. From The World Wide Web : http://rudyct.topcities.com
59
Siregar, Bastanul dan Bambang Supriyanto. 2005. Impor Gula 2006 Sekitar 200.000-an Ton. Retrieved January 30, 2006. 01.30 PM. From The World Wide Web: www.bumnonline.com. UNEP.
2004. Cleaner Production http://www.uneptie.org. 2001.
Assessment
in
Industries.
Di
dalam.
USAID. 1997. Panduan Pengintegrasian Produksi Bersih ke dalam Penyusunan Program Kegiatan Pembangunan. Deperindag, Jakarta.
60
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pohon Industri Tebu M is c e lla n o u s
F u r f u r a l a n d D e r iv a t iv e s A lp h a C e llu lo s e C a r b o x y m e t h y l C e llu lo s e X y lit o t
S o il A m e n d m e n t
P la s t ic s E th a n o l A m m o n ia E le c t r ic it y U t iliz a t io n a s F u e l
C h a r c o a l B r iq u e t t e s M e th a n e & P ro d u c e rs G a s
Fuel G ases
P u lp a n d P a p e r
F ib r o u s P r o d u c t s
C ane Tops and Leaves
P a p e r B o a rd a n d C a rd B o a rd
B agasse
P a r t ic le B o a r d C e m e n t B a g a s s e B o a rd E x p o r t a t io n
F e r t iliz e r
M o u ld e d B o a r d
F e r t iliz e r F ilte r M u d
A n im a l F e e d
S ugar C ane
Sugar
D e h y d r a t e d M o la s s e s
D ir e c t U t iliz a t io n
W a x a n d F a ts
A n im a l F e e d R um
F u rn a c e A s h
D is t illin g I n d u s t r ie s P r o t e in f r o m C a n e J u ic e
E t h y l A lc o h o l R e c t if ie d S p ir it s
M o la s s e s
A n h y d r o u s n a lc o h o l A lc o h o l D e r iv a t iv e s O t h e r F e r m e n t a t io n I n d u s t r ie s
V in e g a r & A c e t ic A c id A c e to n e - B u ta n o l
M is c e lla n o u s
C it r ic A c id L in o le n ic A c id
I t a c o n ic A c id
X a n th a n G u m
L - L y s in e
D e x tra n
M o n o s o d iu m G lu t a m a t
A c o n it ic A c id
P o u lt r y L it t e r & M u lc h B a g a s s e C o n c e n tra te
D ia c e t y l
L a c t ic A c id G ly c e r o l Y east S in g le C e ll P r o t e in
A n im a l F e e d
62
Lampiran 2. Diagram alir proses PG. Pesantren Baru Kediri
63
Lampiran 3. Perhitungan Neraca Massa Stasiun Gilingan
A. Kondisi 1 (Air imbibisi = 38,88 %tebu) No
Material
% brix
%pol
HK
% tebu
1
Tebu
14,88
9,35
12,84
100
2
Sabut
-
-
-
16,90
3
Ampas
-
-
-
36,88
4
Nira Mentah
14,03
8,92
62,60
102
5
Nira Gil.1
19,44
12,69
65,28
49,50
6
Nira Gil.2
8,93
5,59
62,59
52,50
7
Nira Gil.3
7,62
4,63
60,68
46,72
8
Nira Gil.4
4,70
2,74
58,30
14,36
9
Nira Gil.5
3,19
1,78
55,79
9,48
%brixNM − %brixN 2 xNm%tebu %brixN1 − %brixN 2 14,03 − 8,93 x102 = 19,44 − 8,93 = 49,50
Nira1 (% tebu)
=
Nira 2(% tebu)
= Nm%tebu – N1%tebu = 102-49,50
Nira 3 (% tebu)
Nira 4 (% tebu)
Nira 5 (% tebu)
Brix nira 1(% tebu)
= 52,50 %brixN1 − %brixN 2 = xN 2%tebu %brixN1 − %brixN 3 19,44 − 8,93 x52,50 = 19,44 − 7,62 = 46,68 %brixN1 − %brixN 3 = xN 3%tebu %brixN1 − %brixN 4 19,44 − 7,62 x 46,68 = 19,44 − 4,70 = 37,43 %brixN1 − %brixN 4 = xN 2%tebu %brixN 1 − %brixN 5 19,44 − 4,70 x52,50 = 19,44 − 3,19 = 47,62 = %brix nira 1 x N1%tebu
64
= 0,1944 x 49,50 = 9,62 Pol nira 1 (% tebu)
= HK Nira 1 x brix Nira1 %tebu = 0,6528 x 9,62 = 6,28
Brix nira 2 (% tebu) = %brix nira 2 x N2 %tebu = 0,0893 x 52,50 = 4,69 Pol nira 2 (% tebu)
= HK Nira II x brix NiraII %tebu = 0,6259 x 4,69 = 2,93
Brix nira 3(% tebu)
= %brix nira 3 x N3 %tebu = 0,0762 x 46,68 = 3,56
Pol nira 3 (% tebu)
= HK Nira 3 x brix Nira3 %tebu = 0,6068 x 3,56 = 2,16
Brix nira 4 (% tebu) = %brix nira 4 x N4 %tebu = 0,0470 x 37,43 = 1,76 Pol nira 4 (% tebu)
= HK Nira 4 x brix Nira 4 %tebu = 0,5830 x 1,76 = 1,03
Brix nira 5 (% tebu) = %brix nira 5 x N5 %tebu = 0,0319 x 47,62 = 1,52 Pol nira 5 (% tebu)
= HK Nira 5 x brix Nira 5 %tebu = 0,5579 x 1,52 = 0,85
Ampas (% tebu)
= 100 + 36,88 – 102 = 34,88
Ampas 1(% tebu)
= Tebu – N1%tebu = 100 – 49,50 = 50,50
Ampas 2 (% tebu)
= Ampas 1% tebu + Nira 3%tebu – Nira 2%tebu = 50,50 + 46,68 – 52,50 = 44,88
Ampas 3 (% tebu)
= Ampas 2% tebu + Nira 4%tebu – Nira 3%tebu = 44,88 + 37,43 – 46,68 = 35,63
Ampas 4(% tebu)
= Ampas 3% tebu + Nira 5%tebu – Nira 4%tebu = 35,63 + 47,62 – 37,43
65
= 45,82 Brix NM (% tebu)
= %brix NM/100 x NM% tebu = 14,03/100 x 102 = 14,31
Pol NM(% tebu)
= HK x brix nira mentah %tebu = 0,6260 x 14,03 = 8,78
Brix ampas (% tebu) = Brix tebu – brix NM = 14,88 – 14,31 = 0,57 Pol Ampas (% tebu) = Pol Tebu – Pol NM = 9,35 – 9,10 = 0,25 Brix ampas 1 (% tebu)= brix tebu – brix nira 1 %tebu = 14,88 – 9,62 = 5,26 Pol ampas 1 (% tebu) = Pol tebu – Pol nira 1 %tebu = 9,35 – 6,28 = 2,75 Brix ampas 2 (% tebu) =Brix ampas 1 %tebu + brix nira 3 %tebu – brix nira 2 %tebu = 5,26 + 3,56 – 4,69 = 4,13 Pol ampas 2 (% tebu) = Pol ampas 1 %tebu + Pol nira 3 %tebu – Pol nira 2 %tebu = 5,26 + 2,16 – 2,93 = 4,49 Brix ampas 3 (% tebu)= Brix ampas 2 %tebu + brix nira 4 %tebu – brix nira 3 %tebu = 4,13 + 1,76 - 2,16 = 3,73 Pol ampas 3 (% tebu) = Pol ampas 2 %tebu + Pol nira 4 %tebu – Pol nira 3 %tebu = 4,49 + 1,03 - 2,16 = 3,36 Brix ampas 4 (% tebu)= Brix ampas 3 %tebu + brix nira 5 %tebu – brix nira 4 %tebu = 3,73 + 1,52 - 1,76 = 3,49 Pol ampas 4 (% tebu) = Pol ampas 3 %tebu + Pol nira 5 %tebu – Pol nira 4 %tebu = 3,36 + 0,85 - 1,03 = 3,18
66
B. Kondisi 2 (Air imbibisi = 32,36 %tebu)
Bahan kering ampas : 48,75 %pol ampas
: 2,98
No
Nira
% brix
HK
1
Nira Mentah
14,73
69,73
2
Nira Gil.1
17,69
71,33
3
Nira Gil.2
8,16
67,63
4
Nira Gil.3
5,80
64,35
5
Nira Gil.4
3,58
60,77
6
Nira Gil.5
2,09
55,57
Nira1 (% tebu)
Nira 2(% tebu) Nira 3 (% tebu)
Nira 4 (% tebu)
Nira 5 (% tebu)
Brix nira 1(% tebu)
%brixNM − %brixN 2 xNm%tebu %brixN1 − %brixN 2 14,73 − 8,16 x98,55 = 17,69 − 8,16 = 67,94 =
= Nm%tebu – N1%tebu = 98,55 – 67,94 = 30,61 %brixN1 − %brixN 2 = xN 2%tebu %brixN1 − %brixN 3 17,69 − 8,16 x30,61 = 17,69 − 5,80 = 24,53 %brixN1 − %brixN 3 = xN 3%tebu %brixN1 − %brixN 4 17,69 − 5,80 x 24,53 = 17,69 − 3,58 = 20,67 %brixN1 − %brixN 4 = xN 2%tebu %brixN 1 − %brixN 5 17,69 − 3,58 x 20,67 = 17,69 − 2,09 = 18,69 = %brix nira 1 x N1%tebu = 0,1769 x 67,94 = 12,02
67
Pol nira 1 (% tebu)
= HK Nira 1 x brix Nira1 %tebu = 0,7133 x 12,02 = 8,57
Brix nira 2 (% tebu) = %brix nira 2 x N2 %tebu = 0,0816 x 30,61 = 2,49 Pol nira 2 (% tebu)
= HK Nira II x brix NiraII %tebu = 0,6763 x 2,49 = 1,68
Brix nira 3(% tebu)
= %brix nira 3 x N3 %tebu = 0,0580 x 24,53 = 1,42
Pol nira 3 (% tebu)
= HK Nira 3 x brix Nira3 %tebu = 0,6435 x 1,42 = 0,91
Brix nira 4 (% tebu) = %brix nira 4 x N4 %tebu = 0,0358 x 20,67 = 0,74 Pol nira 4 (% tebu)
= HK Nira 4 x brix Nira 4 %tebu = 0,6077 x 0,74 = 0,45
Brix nira 5 (% tebu) = %brix nira 5 x N5 %tebu = 0,0209 x 18,69 = 0,39 Pol nira 5 (% tebu)
= HK Nira 5 x brix Nira 5 %tebu = 0,5557 x 0,39 = 0,22
Ampas (% tebu)
= 100 + 32,36 – 98,55 = 33,81
Ampas 1(% tebu)
= Tebu – N1%tebu = 100 – 67,9 = 32,1
Ampas 2 (% tebu)
= Ampas 1% tebu + Nira 3%tebu – Nira 2%tebu = 32,1 + 24,53 – 30,61 = 26,02
Ampas 3 (% tebu)
= Ampas 2% tebu + Nira 4%tebu – Nira 3%tebu = 26,02 + 20,67 – 24,53 = 22,16
Ampas 4(% tebu)
= Ampas 3% tebu + Nira 5%tebu – Nira 4%tebu = 22,16 + 18,69 – 20,67 = 20,18
68
Brix NM (% tebu)
= %brix NM/100 x NM% tebu = 14,73/100 x 98,55 = 14,52
Pol NM(% tebu)
= HK x brix nira mentah %tebu = 0,6973 x 14,52
= 10,1 % Pampas Brix ampas (% tebu) = xampas %tebu HKN 5 2,98 = x33,81 55,57 = 1,81 % Pampas xampas%tebu Pol Ampas (% tebu) = 100 2,98 = x33,81 100 = 1,01 Brix tebu
= brix nira mentah %tebu + brix ampas %tebu = 14,52 + 1,81 = 16,33
Pol tebu
= pol nira mentah %tebu + pol ampas %tebu = 10,1 + 0,703 = 11,11
Brix ampas 1 (% tebu)= brix tebu – brix nira 1 %tebu = 16,33 – 12,02 = 4,31 Pol ampas 1 (% tebu) = Pol tebu – Pol nira 1 %tebu = 11,11 – 8,57 = 2,54 Brix ampas 2 (% tebu)= Brix ampas 1 %tebu + brix nira 3 %tebu – brix nira 2 %tebu = 4,31 + 1,42 – 2,49 = 3,24 Pol ampas 2 (% tebu) = Pol ampas 1 %tebu + Pol nira 3 %tebu – Pol nira 2 %tebu = 2,54 + 0,91 – 1,68 = 1,77 Brix ampas 3 (% tebu)= Brix ampas 2 %tebu + brix nira 4 %tebu – brix nira 3 %tebu = 3,24 + 0,74 – 1,42 = 2,56 Pol ampas 3 (% tebu) = Pol ampas 2 %tebu + Pol nira 4 %tebu – Pol nira 3 %tebu = 1,77 + 0,43 – 0,91= 1,29
69
Brix ampas 4 (% tebu)= Brix ampas 3 %tebu + brix nira 5 %tebu – brix nira 4 %tebu = 2,56 + 0,39 – 0,74 = 2,21 Pol ampas 4 (% tebu) = Pol ampas 3 %tebu + Pol nira 5 %tebu – Pol nira 4 %tebu = 1,29 + 0,22 – 0,45 = 1,06
70
Lampiran 4. Bagan Material Balance Stasiun Penggilingan.
Kondisi 1 (air imbibisi 38,88%)
71
Lampiran 4. Bagan Material Balance Stasiun Penggilingan (lanjutan) Kondisi 2 (air imbibisi 32,36%)
72
Lampiran 5. Potensi Penghematan Penggunaan Residu Melalui Penurunan Kadar Air Pada Ampas
Kondisi I Imbibisi
= 38,88 %
w (kadar air pada ampas)
= 53 %
s (pol % ampas)
= 0,25 %
NCV = 4250 – 4850w – 1200s
, Hugot (1986)
= 4250 – (4850 x 0,53) – (1200 x 0,0025) = 1676,5 kkal/kg ampas Kerugian cerobong (Qc) Qc = 15% x 1676,5 = 251,5 kkal/kg Turbin bekerja pada tekanan 17 kg/cm2, 325 oC didapatkan entalpi (h2) = 735,25 kkal/kg Suhu air umpan = 90oC diperoleh entalpi (h1) = 105,1 kkal/kg (h2 – h1) = 630,15 kkal/kg Panas yang diterima dalam uap adalah 1676,5 – 251,5 = 1425 kkal/kg Maka, 1 kg ampas akan menghasilkan
1425 = 2,3 kg uap 630,15
Dimana 1 kg ampas = 1425 kkal Jadi, 2,3 kg uap = 1425 kkal 1 kg uap =
1425 = 619,6 kkal 2,3
*) Kebutuhan uap untuk produksi =
547,5 kg uap 796.174,3 ton tebu giling 619,6 kkal x x kg uap tahun ton tebu giling
= 2,7 x 1011 kkal/tahun
73
Total kebutuhan energi yang diperlukan untuk kebutuhan produksi adalah 2,7 x 1011 kkal/tahun. Jika digunakan IDO (minyak solar) = 2.300.663 kg/tahun , (1 kg = 1,018 L) Maka energi IDO yang dikonsumsi =
2.300.663 kg 9500 _ kkal x tahun kg
= 0,218 x 1011 kkal/tahun Energi total = Energi ampas + Energi IDO Energi ampas yang dikonsumsi = E total – Energi IDO = 2,7 x 1011 – 0,218 x 1011 = 2,5 x 1011 kkal/tahun Maka diperlukan ampas
= 2,5 x 1011 kkal/tahun x
1 _ kg ampas 1425 kkal
= 175.438.596,5 kg ampas/tahun
Kondisi II (rekomendasi produksi bersih) Imbibisi = 32,36 % w
= 51,25 % ≈ 51%
s
= 1,01 %
NCV ampas
= 4250 – 4850w – 1200s
, Hugot (1986)
= 4250 – (4850 x 0,51) – (1200 x 0,0101) = 1764,5 kkal/kg ampas NCV setelah dikurangi loss (Qc) = 1764,5 – 251,5 = 1513 kkal/kg ampas Maka, 1 kg ampas akan menghasilkan
1513 = 2,4 kg uap 630,15
Dimana 1 kg ampas = 1513 kkal *) Jika diasumsikan ampas yang digunakan adalah sebanyak 175.438.596,5 kg ampas/tahun, maka energi ampas yang dihasilkan
=
175.438.596,5 kg ampas 1513 kkal x tahun kg ampas
= 2,6 x 1011 kkal/tahun
74
Sedangkan untuk energi IDO dibutuhkan sebesar = 2,7 x 1011 - 2,6 x 1011 = 0,1 x 1011 kkal/tahun = 0,1 x 1011 kkal/tahun x
1kg _ IDO 9500 _ kkal
= 1.052.631,5 kg residu/tahun Jadi, konsumsi residu dapat dihemat sebesar = (2.300.663 - 1.052.631,5) = 1.248.031,421 kg/tahun Asumsi harga residu = Rp. 2175/kg Maka penghematan residu adalah sebesar =
1.248.031,42 kg Rp.2175 x tahun kg
= Rp. 2.714.468.341/tahun Penggunaan air imbibisi dapat menghemat 6,52% pemakaian air. Pemakaian air imbibisi menurut data adalah 38,88% dari ton tebu tergiling, yaitu sebesar 257.642,0035ton/tahun. Jadi, pemakaian harian adalah sebesar 1750,69 m3/hari. Jumlah air imbibisi
= 1750,69 m3/hari.
Penghematan sebesar 6,52% = (6,52/100) x 1750,69 m3/hari = 114,145 m3/hari. = 114,145 m3/hari x Rp. 175,= Rp. 19.975,37 /hari = Rp. 3.595.567,122 /tahun.
75
Lampiran 6. Perhitungan penghematan energi penguapan
Jumlah air yang diuapkan =
Berat nira jernih ⎡ brix nira jernih ⎤ x ⎢1 − ⎥ Ton tebu giling ⎣ brix syrup ⎦
830.250.560kg ⎡ 12,96 ⎤ x 1− 796.174,3ton ⎢⎣ 64 ⎥⎦ = 831,6 kg uap/ton tebu giling
=
Diketahui air diuapkan pada evaporator = 831,6
kg _ uap ton _ tebu
1 kg uap = 619,6 kkal Energi yang dibutuhkan pada evaporator kg uap kkal = 619,6 x 831,6 kg uap ton tebu 796.174,3 ton tebu kkal = 515.259,36 x ton tebu tahun kkal = 4,102 x1011 tahun
Jika terdapat penghematan air imbibisi sebesar 2 persen, maka dapat dihemat : kkal = 2 % x 4,102 x1011 - Energi uap tahun kkal = 0.0079 x1011 tahun kkal = 8,204 x109 tahun 1 kg uap kkal - Konsumsi uap = 8,204 x109 x tahun 619,6 kkal kg _ uap = 13.240.800,52 tahun kkal 1 kg residu x - Energi residu = 8,204 x109 tahun 9500 kkal kg _ IDO = 863.578,9474 tahun kg residu Rp 2175 = =863.578,9474 × - Biaya tahun kg residu = Rp.1.878.284.211 ≈ Rp.1.87 Milyar
76
Lampiran 7. Perhitungan Penghematan Substitusi 60% CaO:40%MgO.
PENGHEMATAN BAHAN SUBSTITUSI 60% CaO
= 0,6 x 1273,87888 ton
40% MgO
= 764,327 ton. Nilai Beli
= 509,552 ton
= Rp. 10500x764,327 ton
Nilai Beli
= Rp. 8.025.436,944,Pajak (10%)
=0,1 x Rp. 8.025.436,944 =Rp.8.025.436,944+
= Rp. 9000 x 509,552 = Rp. 4.585.963,968,-
Pajak (10%)
= Rp. 8.827.980,638,Total CaO
= 0,4 x 1273,87888 ton
=0,1xRp.4.585.963,968 = Rp. 458.596,3968,-
Total MgO
=Rp.4.585.963,968+
Rp.8.827.980,638 = Rp. 8.827.980,638,-
Pemakaian air 60% CaO
Rp. 458.596,3968 = Rp. 5.044.560,365
= 0,1936 ton air x 764,327 ton CaO = 147,9 ton x Rp.127,25/ton = Rp. 18.866,65/tahun
Total pemakaian keseluruhan= Rp.8.827.980,638+Rp.5044560,365+Rp. 18.866,65 = Rp.13.891.407,65/tahun Jadi, jumlah pemakaian MgO dan CaO dengan perbandingan 40% : 60% adalah sebesar Rp. 13.891.407,65,-. Pemakaian 100% CaO dengan harga Rp. 10500 per ton adalah: 100% CaO
= 1273,87888 ton x Rp. 10.500 = 13.375.728,24 x 1,1 (pajak 10%) = Rp. 14.713.301,06/tahun
Pemakaian air
= 0,1936 ton x 1273,87888 ton = 246,6 x Rp.127,25/ton = Rp.31.382,8/tahun
Selisih harga
= (Rp.14.713.301,06 + Rp.31.382,8) - Rp 13.891.407,65,= Rp.821.893,41,-
Penghematan
= Rp.821.893,41, /tahun
77
Investasi
= Rp.50.000.000,- (unit tobong MgO)*
*) http://www.prismresearchglass.com, 2006. PENGHEMATAN PEMBENTUKAN KERAK Asumsi: kerak terbentuk dengan ketebalan 1 mm pada evaporator. Luas penampang evaporator
= 1000-1700 m2
Jumlah air terpakai untuk scrapping
= 65 m3/jam = 520 m3/hari
Volume kerak yang terbentuk
= 0,001m x 1700m2 = 1,7 m3 = 1669,86 kg/hari ≈ 1,7 ton/hari
Bahan pelunak kerak terpakai tiap hari
= 200 kg
Hal ini sesuai dengan data perusahaan bahwa jumlah kerak hasil proses scrapping tiap harinya mencapai 1-2 ton. Penghematan jumlah kerak terbentuk
= 40% x 1669,86 kg/hari = 667,959 kg/hari.
Penghematan air terpakai untuk scrapping
= 40% x 520 m3/hari = 208 m3/hari x Rp.125/m3 = Rp.26.000 /hari = Rp.4.680.000/tahun
Penghematan pemakaian pelunak kerak
= 40% x 200 kg = 80kg x Rp.5000 = Rp. 400.000/hari = Rp.72.000.000/tahun
Penghematan
= Rp.4.680.000 +Rp. 72.000.000 = Rp.76.680.000,-
PBP =
Rp. 50.000.000 Rp. 76.680.000 + Rp. 821.893,41
= 0,6 ≈ 7,7 bulan
78
Lampiran 8. Perhitungan briks dan pol stasiun pemurnian dengan substitusi 40%MgO dan 60%CaO
% nira encer
: 11,92
HK nira encer
: 72,43
Blotong (%tebu) : 3,5 % pol botong
: 2,5
% pol nira mentah
: 10,1
% briks nira mentah : 14,526 Pemakaian kapur
: 113,33 kg/100 ton tebu
Pemkaian belerang
: 46,5 g /100 ton tebu
Pemakaian asam phospat cair : 6,14 kg/100 ton tebu Pemakaian flokulan
: 0,26 /100 ton tebu
Perhitungan: • 100% CaO
1. Pemakaian kapur dengan kapasitas 201,05 ton tebu per jam: 201,05 × 133,33 kg = 268,99 kg / jam 100 = 0,26899 ton / jam = 0,1331 (%tebu )
2. Pemakaian belerang untuk sulfitasi nira mentah: 201,05 x 46,5 = 93,5 kg / jam 100 = 0,093 ton / jam = 0,047 (%tebu ) SO2 yang terjadi dari reaksi pembakaran = 64/32 x 0,093 ton/jam 3. Pemakaian asam pospat cair
= 0,186 ton/jam = 0,093 (%tebu) = 201,05 × 6,14 = 12,34 kg / jam 100 = 0,012 ton/jam = 0,006 (%tebu)
79
201,05 × 0,26 = 0,52kg / jam 100 = 0,00052 ton/jam = 0,00026 (%tebu)
4. Pemakaian flokulan
=
5. Zat kering blotong % tebu
= Zkbl x bl (%tebu) = 3,50 x 3,5 = 0,8225(%tebu)
6. Pol blotong (%tebu)
= % pbl x bl (%tebu) = 0,025 x 3,5 = 0,0875
7. Zat kering ampas % tebu
= Zka x A (%tebu) = 0,49 x 33,81 = 16,57
8. Pol ampas (%tebu)
= % pa x A (%tebu) = 0,0298 x 33,81 = 1,008
9. Nira encer (%tebu) = ⎡ ⎛ ⎞⎤ zka (Pnm(%tb) − Pbl(%tb))⎟⎟ ⎥ ⎢100⎜⎜ Bnm(%tb) + posp(%tb) + CaO(%tb) + SO2(%tb) + Flc(%tb) − zkbl(%tb) − % pa ⎠⎥ ⎢ ⎝ ⎢ ⎥ ⎛ %bne × HKne/100 ⎞ × zka ⎟⎟ %bne − ⎜⎜ ⎢ ⎥ % pa ⎝ ⎠ ⎣⎢ ⎦⎥
=100 ⎛⎜14,526 + 0,006 + 0,1331 + 0,05 + 0,093 + 0,00026 − 0,8225 − ⎛⎜ 49 ⎞⎟ 10,1 − 0,0875 ⎞⎟ ⎜ ⎟ ⎝ 2,98 ⎠ ⎝ ⎠ 11,.92 x 72 ,43 / 100 11,92 − x 49 2 , 98 100 (13,8 − 164,64 ) = − 130,04 = 115,89 10. Brix nira encer (%tebu)
= % brix ne x Ne %t = 11,92 x 115,89 = 13,8
11. Pol nira encer (%tebu)
= HK Ne x Bne (%tebu) = 72,43x13,8 = 9,9
• 40% MgO : 60% CaO 40%MgO = 40/100 x 113,33 kg = 45,332 kg 60% CaO = 60/100 x 113,33 kg = 79,9 kg
80
1. Pemakaian kapur dengan kapasitas 201,05 ton tebu per jam: 201,05 × 79,9 = 160,639 kg / jam 100 = 0,160639 ton / jam = 0,0799 (%tebu ) Pemakaian MgO dengan kapasitas 201,05 ton tebu per jam 201,05 × 45,332 = 91,139 kg / jam 100 = 0,09114ton / jam = 0,045 (%tb)
MgO yang terjadi dari reaksi pembakaran: 17 × 0,0911 = 0,0646 ton / jam 24 = 0,0321 (%tebu )
2. Pemakaian belerang untuk sulfitasi nira mentah: 201,05 x 46,5 = 93,5kg / jam 100 = 0,093ton / jam = 0,047 (%tebu ) SO2 yang terjadi dari reaksi pembakaran = 64/32 x 0,093 ton/jam 3. Pemakaian asam pospat cair
= 0,186 ton/jam = 0,093 (%tebu) = 201,05 × 6,14 = 12,34 kg / jam 100 = 0,012 ton/jam
4. Pemakaian flokulan
= 0,006 (%tebu) 201,05 × 0,26 = 0,52kg / jam = 100 = 0,00052 ton/jam = 0,00026 (%tebu)
5. Zat kering blotong % tebu
= Zkbl x bl (%tebu) = 3,50 x 3,5 = 0,8225(%tebu)
6. Pol blotong (%tebu)
= % pbl x bl (%tebu) = 0,025 x 3,5 = 0,0875
81
7. Zat kering ampas % tebu
= Zka x A (%tebu) = 0,49 x 33,81 = 16,57
8. Pol ampas (%tebu)
= % pa x A (%tebu) = 0,0298 x 33,81 = 1,008
9. Nira encer (%tebu) = ⎡ ⎛ ⎞⎤ zka (Pnm(%tb) − Pbl(%tb))⎟⎟⎥ ⎢100⎜⎜ Bnm(%tb) + posp(%tb) + CaO(%tb) + MgO(%tb) + SO2(%tb) + Flc(%tb) − zkbl(%tb) − % pa ⎠⎥ ⎢ ⎝ ⎢ ⎥ ⎛ %bne× HKne/100 ⎞ × zka⎟⎟ %bne− ⎜⎜ ⎢ ⎥ %pa ⎢⎣ ⎥⎦ ⎝ ⎠
⎛ ⎞ ⎛ 49 ⎞ 100⎜⎜14,526 + 0,006 + 0,0799 + 0,045 + 0,0321 + 0,093 + 0,00026 − 0,8225 − ⎜ ⎟ 10,1 − 0,0875 ⎟⎟ ⎝ 2,98 ⎠ ⎝ ⎠ = 11,.92 x72,43 / 100 11,92 − x 49 100(13,959 − 164,64 ) = 2,98 − 130,04 = 115,87
10. Brix nira encer (%tebu)
= % brix ne x Ne (%tebu) = 11,92 x 115,87 = 13,812
11. Pol nira encer (%tebu)
= HK Ne x Bne (%tebu) = 72,43x13,812 = 10,004
Nilai brix dan pol sebelum dan setelah substitusi terlihat hanya selisih 0,1. Nilai brix hasil perhitungan ini adalah nilai yang tidak dibandingkan dengan parameter lain, sehingga tidak dapat diketahui komposisi padatan terlarut, termasuk gula di dalamnya. Menurut hasil penelitian Nursasiati (2001), pemakaian 100% CaO menghasilkan kadar sukrosa/brix(%) sebesar 88,05, sedangkan dengan pemakaian 40% MgO persentase sukrosa/brix adalah sebesar 88,70, sehingga selisih persentase sukrosa/brix dengan pemakaian 100% CaO dan 40% MgO : 60% CaO adalah sebesar 0,65%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan MgO akan menghasilkan 88,70% dari total brix yang ada dalam nira mentah tersebut adalah sukrosa.
82
Lampiran 9. Perhitungan Finansial Pembuatan Pakan dari Limbah Tebu.
Asumsi mengenai produksi adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan bahan baku (per hari) : 100 kg 2. Kapasitas produksi (per hari)
: 283,6 ≈ 284 kg
3. Harga jual
: Rp 3000
4. Jumlah hari produksi (per bulan) : 30 hari 5. Jumlah jam kerja (per hari)
: 7 jam
6. Umur ekonomi usaha (tahun)
: 10
7. Tingkat bunga
: 20 %
Tabel 1. Investasi tetap usaha pakan No
Jenis
Jumlah
1 2 3 4 6
Alat pemotong Oven Chopper Alat pencetakan Timbangan Total
2 4 2 4 2
Umur (thn) 10 10 10 10 10
Nilai Investasi (Rp) 1.000.000 20.000.000 6.000.000 1.600.000 700.000 29.300.000
Penyusutan (Rp) 100.000 2.000.000 600.000 160.000 70.000 2.930.000
Nilai Sisa (Rp) -
Tabel 2. Biaya variabel usaha pakan No
Variabel
Jumlah
Harga (Rp)/unit
Total (Rp)
1
Tetes (kg)
450
490
220.500
2
Ampas (kg)
50
150
7.500
3
Blotong (kg)
100
125
12.500
4
Pucuk tebu (kg)
75
-
-
5
Daun Tua (kg)
150
-
-
6
Tepung sagu (kg)
100
2.500
250.000
7
Garam (kg)
50
1.500
75.000
8
Urea (Kg)
25
1.400
35.000
9
Air (liter)
0.4
125
50.000
10.
Listrik (Kwh)
181,25
450
81.562,5
11.
Tenaga Kerja
5
15.000
75.000 807.062,5
Total
83
Umur ekonomis usaha diperkirakan 10 tahun (10 kali siklus produksi) dalam 1 tahun berproduksi selama 6 bulan dengan setiap bulannya selama 30 hari, sedangkan tingkat bunga yang berlaku diasumsikan 20 % dan biaya produksinya adalah sebagai berikut: a. Biaya produksi per bulan : 30 x Rp.807.062,5
= Rp 24.211.875,-
b. Biaya produksi per tahun : 6 x Rp.24.211.875
= Rp 145.271.250,-
c. Kapasitas produksi (kg) : 284 kg/hr = 51.120 kg/thn Perhitungan dilakukan per tahun dengan menggunakan indikator-indikator kelayakan finansial yang sederhana yaitu : a. Harga pokok penjualan (HPP) Harga pokok penjualan adalah suatu metode untuk menentukan harga pakan per Kg, dimana hasil perhitungannya adalah sebagai berikut : Total cost
= Penyusutan + Biaya Produksi = Rp 2.930.000 + Rp 145.271.250 = Rp 148.201.250,-
HPP
= Total cost (TC) per tahun Total produksi per tahun = Rp 148.201.250 51.120 kg
Dari hasil perhitungan maka harga pokok penjualan pakan ternak per liter adalah Rp 2899,09 /kg b. Titik Impas (BEP) BEP (break event point) terjadi jika total cost (TC) sama dengan total revenue (TR), maka hasil perhitungannya adalah : BEP
=
Rp148.201.250 Rp 2899,09
= 51.119,92 kg/thn
84
Keuntungan tahun ke – 1 = penjualan per tahun – biaya produksi per tahun = (Rp. 3.500 x 51.119,92) – Rp 145.271.250 = Rp 33.648.470,c. Pay back period (PBP)
Rp 29.300.000 Rp 33.648.470 = 0,9 =
Pay back period yang didapatkan adalah 0,9 maka dalam jangka waktu 10,8 bulan usaha ini telah kembali modal. d. Net present value (NPV) Net present value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai investasi sekarang dari keuntungan dan biaya di masa yang akan datang, menghitung nilai NPV harus diketahui aliran net cash flow. Pada tabel disajikan aliran cash flow dari usaha pakan. Tabel 11. Aliran cash flow usaha pakan Thn 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Net Cash Flow (Rp) 33.648.470 33.648.470 33.648.470 33.648.470 33.648.470 33.648.470 33.648.470 33.648.470 33.648.470 33.648.470 Total
D.F = 20 %
PV Cash Flow (Rp)
0,83 0,69 0,58 0,48 0,40 0,33 0,28 0,23 0,19 0,16
27.928.230,1 23.217.444,3 19.516.112,6 16.151.256,6 13.459.388 11.103.995,1 9.421.571,6 7.739.148,1 6.393.209,3 5.383.755,2 140.314.110,9
NPV = Nilai investasi sekarang – investasi awal = Rp 140.314.110,9 - Rp 29.300.000 = Rp 111.014.110,9 Net Present Value yang didapatkan adalah Rp 111.014.110,9. Oleh karena nilai NPV adalah positif, maka usaha pakan layak dilakukan.
85
e. Profitability index (PI) PI = Nilai sekarang bersih Investasi awal
= Rp 111.014.110,9 Rp 29.300.000 = 3,78
PI yang didapatkan adalah 3,78. Oleh karena nilai PI lebih besar 1 maka usaha pakan ternak layak untuk dilakukan. Hasil analisa kelayakan usaha menunjukkan bahwa usaha pakan ternak secara finansial layak untuk dilakukan.
86