STUDI POLA PENGGUNAAN TANGKI SEPTIK DAN EMISI KARBON DIOKSIDA (CO2) DAN METANA (CH4) DARI TANGKI SEPTIK DI SURABAYA BAGIAN UTARA
I Gede Made Juriko Finarta Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ABSTRAK Tangki septik merupakan salah satu penyebab Efek Rumah Kaca (ERK). Hal ini dikarenakan proses pengolahannya secara anaerobik, sehingga akan menghasilkan gas yang berupa gas karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4) . Gas karbon dioksida dan metana ini merupakan gas-gas yang bisa menyebabkan efek rumah kaca. Penelitian ini dilakukan dengan cara survey kuesioner secara acak ke-100 responden yang terbagi ke tiga wilayah, yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Barat, dan Surabaya Utara. Kemudian dilakukan perhitungan hasil kuesioner (tabulasi data) sehingga dapat diketahui kepemilikan dan pola penggunaan tangki septik di Surabaya Bagian Utara. Serta dilakukan perhitungan jumlah emisi karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4) di Surabaya Bagian Utara. Kepemilikan tangki septik di Surabaya Bagian Utara sebanyak 85%. Intensitas pengurasan tangki septik yang dilakukan yaitu 46% tidak pernah melakukan pengurasan, 31% melakukan pengurasan yang baik yaitu 1-3 tahun. Tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan memiliki hubungan (korelasi) dengan kepemilikan tangki septik,
tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan juga memiliki
hubungan (korelasi) dengan pengetahuan tentang pengelolaan limbah tinja. Emisi CH4 maksimum dan CO2 maksimum yang dihasilkan dari tangki septik di Surabaya Bagian Utara sebesar 12,6 Gg/tahun dan 50,2 Gg/tahun. Kata Kunci: Emisi, karbon dioksia, metana, Surabaya Bagian Utara, tangki septik
ABSTRACT Septic tank is one of causes the Greenhouse Effect (GE). It's happened because the process from anaerobic, so it will produce which form of carbon dioxide (CO2) and methane gas (CH4). Carbon dioxide and methane are gases which can make the greenhouse effect. The research was conducted by questionnaire surveys which has randomized to 100
respondents are divided into three regions, there are Central Surabaya, West Surabaya, and North Surabaya. Then carried out calculation results of the questionnaire (tabulated data) so that it can be seen the ownership and the usage patterns of septic tanks in Surabaya Northern. As well as did amount of carbon dioxide (CO2) and methane (CH4) in Surabaya Northern. Owners of septic tanks in Surabaya Northern as much as 85%. The intensity of septic tank drainage is performed, namely 46% never do the drainage, 31% make a good drainage that is 1-3tahun. The level of education and income levels have a relationship (correlation) with septic tank ownership, education level and income level also has a relationship (correlation) with knowledge about the management of sludge. The result of maximum CH4 and CO2 emissions from septic tanks in Surabaya Northern are 12.6 Gg/year and 50.2 Gg/year. Keywords: carbon dioxide, emission, methane, septic tank, Surabaya Northern
1. PENDAHULUAN Pemanasan Global telah menjadi isu internasional sejak beberapa dekade terkhir. Pemanasan global ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap iklim dunia dan kenaikan permukaan air laut. Pada umumnya, pemanasan global dikarenakan intensitas dari Efek Rumah Kaca (ERK) yang meningkat. Menurut Waryono (2008), meningkatnya intensitas dari ERK ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas yang menyebabkan ERK. Gas-gas tersebut seperti uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), metana (CH4), NO2, Ozon dan CFC (gas buatan manusia). Menurut Waryono (2008) jika kecenderungan seperti ini tetap berlangsung maka pada abad yang akan datang suhu udara permukaan bumi akan naik antara 2,3°C sampai 7,0°C. Meningkatnya gas-gas rumah kaca tidak lepas dari kontribusi aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil sebagai bahan bakar untuk transportasi. Semakin berkembangnya teknologi, maka semakin banyak pula manusia yang menggunakan transportasi dengan berbahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan semakin meningkatnya gas rumah kaca yang akan timbul. Tangki septik adalah tempat penampungan yang kedap air yang berfungsi sebagai tempat pengolahan air limbah domestik dengan proses pengendapan dan secara anaerobik. Limbah cair domestik yang dioalah pada tangki septik ini berupa limbah organik yang berasal dari tinja dan air kencing manusia (Black Water). Karena proses pengolahannya
menggunakan proses anaerobik, sehingga akan menghasilkan gas yang berupa gas karbon dioksida (CO2) dan gas metana (CH4) . Gas karbon dioksida dan metana ini merupakan gasgas yang bisa menyebabkan efek rumah kaca. Sehingga dengan penggunaan tangki septik ini , dapat menyebabkan meningkatnya emisi gas rumah kaca. Kota Surabaya merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, dimana jumlah penduduknya cukup padat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya tahun 2009 jumlah penduduk kota Surabaya sebanyak
2.829.486 jiwa. Dengan presentase
penggunaan tangki septik di Kota Surabaya sebanyak 87,5%, menggunakan cubluk (lubang tanah) 9,02%, langsung ke sungai/danau/laut 3,13%. Dari data tersebut bisa diketahui penduduk di Kota Surabaya sudah banyak yang menggunakan tangki septik sebagai tempat pengolahan air limbah domestiknya. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap perlu dilakukan untuk mengetahui emisi karbondioksida (CO2) dan metana (CH4) yang dihasilkan dari penggunakan tangki septik di Surabaya Bagian Utara.
2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global Bumi mempunyai suhu yang sesuai bagi kehidupan baik manusia maupun mahluk lainnya, akibat dari efek rumah kaca (ERK). Jika tidak ada ERK di dunia ini, maka bumi akan mempunyai suhu dibawah titik beku, yang akan berpengaruh terhadap kehidupan dimuka bumi ini. Di dalam atmosfer bumi, terdapat berbagai jenis gas, dimana gas-gas tersebut dapat meneruskan sinar matahari yang bergelombang pendek, sehingga permukaan bumi menjadi panas, dan permukaan bumi memancarkan kembali sinar yang diterimanya. Menurut hukum fisika, panjang gelombang sinar yang dipancarkan sebuah benda tergantung pada suhu benda tersebut. Makin tinggi suhunya, akan semakin pendek panjang gelombangnya. Matahari dengan suhu yang tinggi memancarkan sinar dengan gelombang yang pendek. Namun sebaliknya permukaan bumi dengan suhu yang rendah, maka memancarkan sinar dengan gelombang panjang yaitu sinar infra-merah. Sinar infra merah dalam atmosfer terserap oleh gas tertentu sehingga tidak terlepas ke angkasa luar. Panas terperangkap di dalam lapisan bawah atmosfer yaitu troposfer, sehingga troposfer menjadi naik suhu udaranya. Dan peristiwa inilah yang disebut dengan istilah Efek Rumah Kaca(ERK). Jika kecenderungan seperti sekarang ini terus berlangsung, maka pada abad
yang akan datang, suhu udara permukaan bumi akan naik antara 2,3°C sampai 7,0°C (Waryono, 2008).
Gas Rumah Kaca Efek rumah kaca disebabkan oleh gas-gas rumah kaca, seperti: karbon dioksida (CO2), metana (CH4), oksida nitrogen (NOx), dana lain sebagainya. Dimana, konsentrasi terbesar gas rumah kaca adalah CO2 yaitu sebesar 72%, sedangkan komposisi metana dan oksida nitrogen masing-masing sebesar 18% dan 9%. Hal tersebut wajar bila melihat peningkatan kosentrasi CO2 di udara yang terus mengalami rata-rata peningkatan yang signifikan selama 10 tahun terakhir yaitu sebesar 1,9 ppm per tahun atau peningkatan sekitar 3% per tahun (IPCC, 2006) Efek rumah kaca timbul karena gas rumah kaca mempunyai indeks pemanasan global atau disebut juga potensi pemanasan gas rumah kaca seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Index Pemanasan Global Gas Rumah Kaca Jenis gas rumah kaca
Potensi pemanasan (CO2ekuivalen
Karbon dioksida (CO2)
1
Metana (CH4)
21
Nitro oksida (N2O)
310
Hydroflourocarbon
500
(HFCS)
9200
Sulfur
hexaflourida
(SF6) Hal ini menunjukan bahwa efektifitas CH4 dalam menyerap panas kira-kira 21 kali lebih besar daripada CO2,. Meskipun CO2 mempunyai potensi pemanasan yang paling kecil, tetapi kiarena konsentrasinya di atmosfer adalah yang paling besar dibandingkan gas rumah kaca yang lain yaitu 55%, maka justru CO2-lah yang sekarang menjadi bahan perhatian dunia karena diisukan menjadi penyebab utama pemanasan global. Contoh, bila di atmosfer terdapat 100 ton GRK artinya didalamnya terkandung 55 ton CO2, 7 ton SF6, 17 ton CFC, 15 ton metana, dan 6 ton N2O, maka metana merupakan potensi penyerapan dan pemanasan lingkungan sebesar 315 ton CO2, sedangkan CO2 mempunyai potensi penyerapan dan pemanasan lingkungan sebesar 55 ton, jadi efek pemanasan yang ditimbulkan gas metan dalam atmosfer tersebut adalah 315 : 55 = 5,7 kali lebih panas dari gas CO2 (Stern, 2009).
Emisi GRK berasal dari kegiatan manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil (seperti minyak bumi, gas bumi, batu bara, dan gas alam). Pembakaran bahan bakar fosil sebagai sumber energi untuk listrik, transportasi, dan industri akan menghasilkan karbondioksida dan gas rumah kaca lain yang dibuang ke udara. Emisi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil menyumbang 2/3 dari total emisi yang dikeluarkan ke udara. Sedangkan 1/3 lainnya dihasilkan kegiatan manusia dari sektor kehutanan, pertanian, dan sampah (Stern, 2006). Persentase kegiatan manusia penymbang efek rumah kaca dipresentasekan pada Gambar 2.2 dan Tabel 2.3.
Gambar 2.2 Kegiatan manusia penyumbang efek rumah kaca
Tabel 2.4 Sektor Kegiatan Penyumbang Emisi GRK di Indonesia Persentase Sektor
Kehutanan & Tata
Emisi Ekuivalen
dari Total
Karbondioksida(CO2)
Emisi GRK
(Gg)
(%)
315.290,19
Guna Lahan
42,5
Energi dan Transport
303.829,95
40,9
Pertanian
99.515,24
13,4
Proses Industri
17.900,50
2,4
Limbah
6.039,39
0,8
Total
742.575,26
100
Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2009
Karbon dioksida (CO2) Karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbondioksida di atmosfir, ia akan terasa asam di mulut dan mengengat di hidung dan tenggorokan.. Sensasi ini juga dapat dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah meminum air berkarbonat (misalnya: cocacola). Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan hewan. Karbon dioksida memiliki berat molekul 44,1 dan berat jenis (specific gravity) sebesar 1,53 dimana berat jenis relatif udara = 1, sehingga bisa dikatakan karbon dioksida memiliki berat jenis lebih besar dari udara. Titik didih karbon dioksida -78,3°C dan volume jenis karbon dioksida 24,2 ft3/lb.
Metana (CH4) Gas metana merupakan senyawa hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas yang tidak berwarnadan juga tidak berbau dengan rumus kimia CH4. Selain tidak berwarna dan tidak berbau, sifat-sifat lain gas metana antara lain dapat terbakar pada kadar antara 515% , mempunyai berat molekul 16,04 dan berat jenis (specific gravity) 0,554, titik didih −161°C dan mempunyai kelarutan dalam air sekitar 35 mg/L pada tekanan 1 atmosfir. Dibandingkan dengan gas karbon dioksida (CO2), gas metana dapat menimbulkan pemanasan global yang lebih besar. Selain menimbulkan efek pemanasan yang lebih besar, gas metana juga tidak dapat terserap oleh klorofil tumbuh-tumbuhan sehingga lebih setabil di atmosfir dibanding gas CO2 yang dapat terserap tanaman melalui proses fotosintesa. Jumlah emisi gas metana ke atmosfer yang berasal dari sumber-sumber alamiah pada saat ini diperkirakan mencapai 208 juta ton pertahunnya. Dari keseluruhan sumber-sumber alamiah yang ada, sumber dari lahan basah (wetland) merupakan sumber yang terbesar yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 170 Tg atau 170 juta ton pertahunnya. (US-EPA, 2010).
Definisi tangki septik Tangki Septik adalah : •
suatu ruangan atau beberapa ruangan kedap air yang berfungsi menampung/mengolah air limbah rumah tangga dengan proses pengendapan dan penguraian tinja oleh bakteri.
•
Bak kedap air yang terbuat dari beton, fibreglass, PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water.
•
Tangki pengendapan dan proses anaerobik untuk mengurangi padatan dan material organik
Proses Anaerobik Proses anaerobik sangat penting dalam proses pengolahan air limbah di suatu daerah yang memiliki iklim sedang. Proses anaerobik dibentuk oleh bakteri anaerobik khusus yang merupakan konversi dasar, dalam kondisi anaerobik , padatan limbah dibentuk menjadi biogas yang merupakan metana dan karbon dioksida. Proses anaerobik terdiri dari 4 tahapan proses yaitu : 1. Hidrolisis Tahap hidrolisis meliputi proses organik limbah seperti protein, polisakarida, lemak, dll. n(C6H10O5) + nH2O
n(C6H12O6)
2. Acidogenesis Tahap acidogenesis merupakan proses oksidasi anaerobik dari asam lemak dan alkohol dan proses fermentasi dari asam amino dan karbohidrat menjadi asam lemak (volatile fatty acids) seperti butirat dan propionate dan gas hydrogen C6H12O6 + 2H2O C6H12O6
CH3CH2COOH (propionic acid) + 2CO2 + 2H2 CH3(CH2)2COOH (butyric acid) + 2CO2 + 4H2
3. Acetogenesis Proses konversi butirat dan propionate menjadi asetat CH3CH2COOH + 2H2O CH3(CH2)2COOH + 2H2O
CH3COOH + CO2 + 3H2 2CH3COOH + 2H2
4. Methanogenesis Proses konversi dari asetat, hidrogen dan karbon dioksida menjadi gas metan CH3COOH CO2 + 4H2
CH4 + CO2 CH4 + 2H2O (Mara, 2003)
3. METODE PENELITIAN Pengumpulan data Pengumpulan data akan dilakukan dengan cara survey menggunakan kuesioner. Adapun tahap pengambilan data ini yaitu: 1. Penentuan area lokasi survey 2
Penentuan Jumlah Sampel Penentuan jumlah sampel diperoleh berdasarkan perhitungan statistika yaitu n=
Z 2 p (1 − p ) / d 2 1 Z 2 p ( p − 1) 1 + − 1 N d2
dimana: n
= jumlah sampel
N
= jumlah anggota populasi (KK)
Z
= nilai tabel normal standar koefisien reliabilitas (1,65 untuk 90%, 1,96 untuk 95%, dan 2,58 untuk 99%)
d
= sampling error (tingkat kesalahan yang diperbolehkan)
p
= proporsi yang disetujui, (0,5 – 0,99)
(1-p)
= proporsi yang tidak disetujui (Snedecor & Cochran, 1967)
3. Pembuatan Kuesioner 4. Penyebaran Kuesioner
4. HASIL PENELITIAN Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan terakhir dari keseluruhan responden sebagian besar adalah SMA/SMK/MA, dengan presentase 49%, dengan rincian perkecamatan yaitu di Kecamatan Bubutan
sebanyak 53% yang memiliki pendidikan terakhir SMP/MTs, Kecamatan
Asemrowo 29% yang memiliki pendidikan terakhir SMA/SMK/MA, dan Kecamatan Kenjeran sebanyak 18% yang memiliki pendidikan terakhir SMA/SMK/MA.
Kepemilikan Tangki Septik Dari keseluruhan responden yang memiliki WC/jamban, 85% memiliki tangki septik, dan sisanya tidak memiliki tangki septik. Dengan rincian perkecamatan yaitu, Kecamatan Bubutan sebanyak 59% yang memiliki tangki septik, Kecamatan Asemrowo 29%, dan Kecamatan Kenjeran 12%. responden yang tidak memiliki tangki septik, membuang tinjanya ke dalam lubang tanah, dan sisanya dibuang ke sungai/danau/laut.
Penggunaan Tangki Septik Intensitas buang air besar (BAB), dalam keadaan normal (tidak sakit) 69% responden melakuan buang air besar sebanyak 1 kali dalam sehari, dengan rincian perkecamatan yaitu, Kecamatan Bubutan sebanyak 58% yang melakukan BAB sebanyak 1kali dalam sehari, Kecamatan Asemrowo sebanyak 22%, dan Kecamatan Kenjeran sebanyak 20%.
Intensitas pengurasan tangki septik yang baik yaitu 1-3 tahun sekali. Berdasarkan hasil survey, 31% responden melakukan pengurasan yang baik, yaitu 1-3 tahun. Sebagian besar responden tidak pernah melakukan pengurasan, yaitu dengan persentase 48%.
Analisis Hubungan Antar Faktor Tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan memiliki hubungan (korelasi) positif dengan kepemilikan tangki septik, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan juga memiliki hubungan (korelasi) positif dengan pengetahuan tentang pengelolaan limbah tinja, dan tingkat pendidikan memiliki hubungan (korelasi) positif dengan intensitas pengurasan.
Perhitungan Emisi Karbon Dioksida (CO2) dan Metana (CH4) Rumus Empiris yang ada dalam feces adalah C100H170O61N5S0, dan sedangkan urine adalah C100H331O86N151S0,2. (Liu dkk., 2008). •
Perhitungan emisi CH4 dan CO2 dari feces
Reaksi kimia yang terjadi pada feces: C1000 H 1700 O610 N 50 S + 308 H 2 O → 541CH 4 + 459CO2 + 50 NH 3 + H 2 S
Molekul relatif (MR) feces = 24.193 Perhitungan Mol feces Massa( g ) Mol = MR •
•
•
Asumsi massa kering tinja minimum 35 g/org.hari, maka 35 g / org .hari = 0,00145 mol/org.hari Mol min = 24.192 Asumsi massa kering tinja rata-rata 52,5 g/org.hari, maka 52,5 g / org .hari = 0,00217 mol/org.hari Molrata − rata = 24.192 Asumsi massa kering tinja maksimum 70 g/org.hari, maka 70 g / org .hari = 0,00289 mol/org.hari Molmaks = 24.192
Perhitungan Mol CH4 dan Mol CO2 dimana koefisien CH4= 541 dan koefisien CO2 = 459 • •
Mol CH4min = 0,00145 mol/org.hari x 541 = 0,784 mol/org.hari Mol CH4rata-rata = 0,00217 mol/org.hari x 541 = 1,174 mol/org.hari
•
Mol CH4maks = 0,00289 mol/org.hari x 541 = 1,563 mol/org.hari
•
Mol CO2min
= 0,00145 mol/org.hari x 459
= 0,665 mol/org.hari •
Mol CO2rata-rata =
0,00217 mol/org.hari x 459
= 0,996 mol/org.hari •
Mol CO2maks = =
0,00289 mol/org.hari x 459 1,326 mol/org.hari
Perhitungan massa CH4 dan CO2, dimana MR CH4 = 16 dan MR CO2 = 44 •
Massa CH4min
= 0,784 mol/org.hari x 16
= •
12,544 g/org.hari
Massa CH4rata-rata =
•
25,008 g/org.hari
Massa CO2min
= 0,665 mol/org.hari x 44
= •
29,260 g/org.hari
Massa CO2rata-rata =
•
Massa CO2maks
18,784 g/org.hari = 1,563 mol/org.hari x 16
Massa CH4maks =
•
= 1,174 mol/org.hari x 16
= 0,996 mol/org.hari x 44 43,824 g/org.hari = 1,326 mol/org.hari x 44 = 58,344 g/org.hari
•
Perhitungan emisi CH4 dan CO2 dari Urine
Reaksi kimia yang terjadi pada urine: C1000 H 3310 O860 N1510 S 2 + 876 H 2 O → 132CH 4 + 868CO2 + 1510 NH 3 + 2 H 2 S
Dengan menggunakan cara yang sama untuk mendapatkan massa CH4 dan CO2 dari
feces, maka didapatkan massa CH4 dan CO2 dari Urine: Massa CH4min = 0,131 mol/org.hari x 16 = 2,098 g/org.hari Massa CH4rata-rata = 0,157 mol/org.hari x 16 = 2,512 g/org.hari Massa CH4maks = 0,183 mol/org.hari x 16 = 2,928 g/org.hari
Massa CO2min = 0,859 mol/org.hari x 44 = 37,796 g/org.hari = 1,033 mol/org.hari x 44 Massa CO2rata-rata = 45,452 g/org.hari Massa CO2maks = 1,206 mol/org.hari x 44 = 53,024 g/org.hari •
Total emisi CH4 dan CO2 dari feces dan Urine • • • • • •
•
= 12,544 g/org.hari + 2,128 g/org.hari 14,672 g/org.hari = 18,784 g/org.hari + 2,512 g/org.hari 21,296 g/org.hari = 25,008 g/org.hari + 2,928 g/org.hari 27,936 g/org.hari
Total Emisi CO2 min = Total Emisi CO2 rata-rata = Total Emisi CO2 maks =
= 29,260 g/org.hari + 37,796 g/org.hari 67,056 g/org.hari = 43,824 g/org.hari + 45,452 g/org.hari 89,276 g/org.hari = 58,344 g/org.hari + 53,024 g/org.hari 111,368 g/org.hari
Total emisi CH4 dan CO2 per-KK (Kepala Keluarga) • • • • • •
•
Total Emisi CH4 min = Total Emisi CH4 rata-rata = Total Emisi CH4 maks =
Total Emisi CH4 min/KK = = Total Emisi CH4 rata-rata/KK = Total Emisi CH4 maks/KK = =
4 org/KK x 14,672 g/org.hari 58,688 g/KK.hari = 4 org/KK x 21,296 g/org.hari 85,184 g/KK.hari 4 org/KK x 27,936 g/org.hari 111,744 g/KK.hari
Total Emisi CO2 min/KK = = Total Emisi CO2 rata-rata/KK = Total Emisi CO2 maks/KK = =
4 org/KK x 67,056 g/org.hari 268,224 g/KK.hari = 4 org/KK x 89,276 g/org.hari 357,104 g/KK.hari 4 org/KK x 111,368 g/org.hari 445,472 g/KK.hari
Total emisi CH4 dan CO2 di Surabaya Bagian Utara •
Total Emisi CH4 min
=
P x Emisi CH4/KK x 365 hari/thn
= 308.479 KK x 58,688 g/KK.hari x 365 hari/thn = 6.608 ton/thn ≈ 6,6 Gg/thn •
Total Emisi CH4 rata-rata
=
P x Emisi CH4/KK x 365 hari/thn
= 308.479 KK x 85,184 g/KK.hari x 365 hari/thn = 9.591,3 ton/thn ≈ 9,6 Gg/thn
•
Total Emisi CH4 maks
=
P x Emisi CH4/KK x 365 hari/thn
= 308.479 KK x 111,744 g/KK.hari x 365 hari/thn = 12.581,8 ton/thn ≈ 12,6 Gg/thn •
Total Emisi CO2 min
=
P x Emisi CH4/KK x 365 hari/thn
= 308.479 KK x 268,224 g/KK.hari x 365 hari/thn = 30.200,6 ton/thn ≈ 30,2 Gg/thn •
Total Emisi CO2 rata-rata
=
P x Emisi CH4/KK x 365 hari/thn
= 308.479 KK x 357,104 g/KK.hari x 365 hari/thn = 40.208,1 ton/thn ≈ 40,2 Gg/thn •
Total Emisi CO2 maks
=
P x Emisi CH4/KK x 365 hari/thn
= 308.479 KK x 445,472 g/KK.hari x 365 hari/thn = 50.157, 8 ton/thn ≈ 50,2 Gg/thn Total emisi CH4 dan CO2 di Surabaya Bagian Utara berdasarkan potensi pemanasan gas rumah kaca: •
Emisi CH4 min
•
Emisi CH4 rata-rata = 9,6 Gg/thn x 21 = 201,6 Gg CO2/thn
•
Emisi CH4 maks = 12,6 Gg/thn x 21 = 264,6 Gg CO2/thn
•
Emisi CO2 min
•
Emisi CO2 rata-rata = 40,2 Gg/thn x 1 = 40,2 Gg CO2/thn
•
Emisi CO2 maks = 50,2 Gg/thn x 1 = 50,2 Gg CO2/thn
= 6,6 Gg/thn x 21 = 138,6 Gg CO2/thn
= 30,2 Gg/thn x 1 = 30,2 Gg CO2/thn
Perbandingan total emisi CH4 dan CO2 yang dihaslikan dari tangki septik di Surabaya Bagian Utara dapat dilihat pada gambar grafik perbandingan emisi CH4 dan CO2 diawah ini.
5. KESIMPULAN 1. a. Kepemilikan tangki septik di Surabaya Bagian Utara sebanyak 85%. Sedangkan persentase yang menghubungkan tangki septiknya dengan sumur resapan sebesar 94%. Intensitas Pengurasan tangki septik yang dilakukan yaitu 46% tidak pernah melakukan pengurasan, 4% melakukan pengurasan lebih dari 6 tahun, 15% melakukan pengurasan 4-6 tahun, 31% melakukan pengurasan yang baik yaitu 13tahun, dan 2% melakukan pengurasan kurang dari 1 tahun. b. Tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan memiliki hubungan (korelasi) positif dengan kepemilikan tangki septik, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan juga memiliki hubungan (korelasi) positif dengan pengetahuan tentang pengelolaan limbah tinja, dan tingkat pendidikan memiliki hubungan (korelasi) positif dengan intensitas pengurasan. 2. a.
Emisi CH4 minimum, rata-rata, dan Maksimum yang dihasilkan dari air limbah domestik (black water) di Surabaya Bagian Utara sebesar: Emisi CH4 min
= 6,6 Gg/thn x 21 = 138,6 Gg CO2/thn
Emisi CH4 rata-rata = 9,6 Gg/thn x 21 = 201,6 Gg CO2/thn Emisi CH4 maks = 12,6 Gg/thn x 21 = 264,6 Gg CO2/thn b. Emisi CO2 minimum, rata-rata, dan Maksimum yang dihasilkan dari air limbah domestik (black water) di Surabaya Bagian Utara sebesar: Emisi CO2 min
= 30,2 Gg/thn x 1 = 30,2 Gg CO2/thn
Emisi CO2 rata-rata = 40,2 Gg/thn x 1 = 40,2 Gg CO2/thn Emisi CO2 maks = 50,2 Gg/thn x 1 = 50,2 Gg CO2/thn c.
panas yang ditimbulkan metana maksimum dari tangki septik sebesar 5,3 kali lebih panas dari karbon dioksida maksimum
6. DAFTAR PUSTAKA El Haq, P S. 2009. Potensi Lumpur Tinja Manusia Sebagai Biogas. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Surabaya Intergovernmental Panel On Climate Change (IPCC). 2006. Waste- IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories (IPCC Guidelines). Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Angka. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta
Liu, H. et al,. 2008. A Conceptual Configuration Of The Lunar Base Bioregeneratif Life Support System Including Soil-Like Substrate For Growing Plants. Advances in spaces research volume 42. Mara, D. 2003. Domestic Wastewater Treatment In Developing Countries. Earthscan. London Stern. 2006. Review on The Economics of Climate Change US-EPA. 2010. Methane and Nitrous Oxide Emissions From Natural Sources. United States Environmental Protection Agency. Washington.
Waryono, T. 2008. Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Sebagai Pencegah Pemanasan Global. UI. Jakarta