JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
1
PENGARUH PERKEMBANGAN PERUMAHAN TERHADAP EMISI KARBON DIOKSIDA DI KOTA SURABAYA Ummi Fadlilah Kurniawati, Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak – Kota Surabaya sebagai kota inti dari wilayah pinggiran dalam lingkup Surabaya Metropolitan Area mengalami peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2001, 2005 hingga tahun 2007. Peningkatan jumlah penduduk ini diikuti juga dengan peningkatan luas perumahan. Aktivitas rumah tangga di wilayah permukiman berpotensi menghasilkan emisi karbon, khususnya karbon dioksida (CO2). Emisi CO2 tersebut berasal dari konsumsi bahan bakar memasak dan konsumsi listrik skala rumah tangg. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara perkembangan permukiman serta variabel lainnya dengan produksi emisi CO2 di Kota Surabaya dari tahun 2001, 2005 dan 2007. Output yang dihasilkan dari penelitian ini berupa model pengaruh antara perkembangan luasan permukiman dan variabel prediktor lainnya di Kota Surabaya dikaitkan terhadap produksi emisi CO2 dari penggunaan lahan perumahan. Kata Kunci: permukiman, emisi CO2, regresi spasial
I. PENDAHULUAN Fenomena urban sprawl membawa dampak pada perubahan penggunaan lahan baik di pusat maupun di pinggiran. Perubahan penggunaan lahan, khususnya perkembangan permukiman yang makin meningkat (Yunus, 2008). Kota Surabaya merupakan salah satu Kota yang berada dalam wilayah metropolitan yang sering disebut dengan istilah Surabaya Metropolitan Area (SMA). Surabaya Metropolitan Area merupakan kawasan metropolitan dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah Jabotabek. Wilayah SMA terdiri dari Kota Surabaya sebagai kota intinya serta Kabupaten Sidoarjo, Bangkalan, dan Gresik sebagai wilayah pinggirannya. Perkembangan yang terjadi hingga saat ini adalah munculnya ekspansi kegiatan perkotaan (urban sprawl) dari kota intinya (LPPM-ITS, 2007). Fenomena urban sprawl di wilayah SMA salah satunya berdampak pada perkembangan permukiman akibat peningkatan kebutuhan jumlah penduduk terhadap tempat hunian. Kota Surabaya sebagai Kota inti dari wilayah metropolitan SMA memiliki jumlah rumah tangga paling banyak dibandingkan dengan kabupaten lainnya dalam lingkup SMA, yakni sebesar 521.929 jiwa (Kabupaten/Kota Dalam Angka 2009). Jumlah rumah tangga di Kota Surabaya tersebut semakin meningkat, terbukti pada tahun 2010 jumlah
rumah tangga yang terdapat di Kota Surabaya sebesar 769.764 (Kabupaten/Kota Dalam Angka 2010). Jumlah penduduk yang semakin meningkat di Kota Surabaya membawa dampak tersendiri pada intensitas penggunaan lahan, khusunya pada penggunaan lahan permukiman (BPN Jawa Timur, 2008). Dewan Nasional Perubahan Iklim menyebutkan sekitar 85 persen emisi di Indonesia tahun 2005 diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan terkait dengan penggunaan lahan (DNPI, 2010). Dalam skala kota, estimasi sumber utama emisi gas rumah kaca dianalisis berdasarkan batas administrasi. Sumber utama emisi gas rumah kaca yang banyak dikaji adalah karbondioksida (Dhakal, 2010). Hal tersebut cukup beralasan, mengingat karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas yang banyak dihasilkan wilayah urban, terutama dari sektor rumah tangga. Data yang dihimpun dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup Indonesia menunjukkan bahwa sektor energi memberikan sumbangan terbesar gas rumah kaca, khususnya CO2 yang bersumber dari permukiman pada sektor rumah tangga. Penelitian ini menjadi penting untuk dibahas karena produksi emisi GRK, khususnya CO2 jika tidak diantasipasi maka akan semakin meningkat (LPPM ITS,2011). Data yang dihimpun dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup Indonesia menunjukkan bahwa sektor energi memberikan sumbangan terbesar gas rumah kaca, khususnya CO2 yang bersumber dari sektor rumah tangga (KNLH, 2009). Berdasarkan kondisi di atas, konsumsi energi dari sektor rumah tangga untuk memasak dan konsumsi energi sekunder dari penggunaan listrik rumah tangga yang dikaitkan dengan perkembangan luasan permukiman di Kota Surabaya akan diteliti lebih lanjut untuk mengetahui besarnya emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan lahan permukiman di Kota Surabaya serta untuk mengetahui faktor-faktor dalam kawasan permukiman yang berpengaruh terhadap emisi CO2 secara langsung maupun tidak langsung di Kota Surabaya.. Produksi emisi dalam penelitian ini adalah emisi primer dan sekunder, seringkali dikenal juga dengan istilah Carbon Footprint (Wiedmann,2008). II. URAIAN METODE Dalam penelitian ini analisa utama menggunakan analisa adalah perhitungan emisi menggunakan pedoman dari IPCC, 2006 yaitu:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
𝑖
Dimana Ai adalah konsumsi bahan jenis atau jumlah produk dan Efi adalah faktor emisi dari bahan jenis atau produk. Faktor emisi dari emisi primer menngunakan pedoman dari IPCC (2006) yang disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 1. Tabel Faktor Emisi Produk Bahan Bakar No 1 2 3 4 5 6 7 8
Produk
Faktor Emisi Satuan CO2 Bensin 69.300 Kg/TJ Solar 74.100 Kg/TJ Minyak Tanah 71.900 Kg/TJ Batubara 94.600 Kg/TJ LPG 63.100 Kg/TJ Briket Batubara 97.500 Kg/TJ Arang Kayu 112.000 Kg/TJ Kayu bakar 112.000 Kg/TJ Sumber : Pedoman Inventarisasi Gas Rumah Kaca, IPCC, 2006
Sedangkan, nilai faktor emisi CO2 sekunder didapatkan dari rata-rata hasil perhitungan faktor emisi dari penyediaan listrik oleh masing-masing pembangkit PLN yang ada di Jawa Timur. Dari perhitungan didapatkan nilai faktor emisi CO2 sekunder sebesar 0,587 Kg CO2/KWh. Untuk merumuskan pengaruh antara variabel-varaiabel dalam kawasan permukiman yang berpengaruh terhadap produksi emisi menggunakan analisa regresi spasial. Sebelum melakukan analisa utama terdapat analisa pendahuluan untuk menguji kevalidan model regresi yang dihasilkan. Analisa pendukung tersebut menggunakan Analisa Komponen Utama yang digunakan untuk mengatasi variabel yang mengalami multiko Gujarati (2006). Berikut hasil dan pembahasan analisanya: A. Pengujian Model Asumsi Klasik Menurut Setiawan (2010), beberapa pengujian model asumsi klasik yang dilakukan untuk untuk menentukan kevalidan model regresi adalah pemeriksaan normalitas data, pemeriksaan autokorelasi, pemeriksaan multikolinieritas, pemeriksaan heteroskedastisitas dengan gletzer. Berdasarkan beberapa tahapan pemeriksaan tersebut terdapat variabel yang mengalami multiko sehingga diproses lebih lanjut menggunakan analisa komponen utama. Pada akhirnya menghasilkan suatu koefisien baru yang disebut PC (Principal Component). PC ini adalah faktor konsumsi energi primer dan sekunder yang terdiri dari konsumsi bahan bakar memasak (LPG, kayu bakar, minyak tanah) kemudian konsumsi listrik yang tergolong dalam konsumsi energi sekunder. B. Analisa Regresi Spasial Untuk analisa regresi spasial ini menggunakan analisa Geographically Weight Regression (GWR). Di dalam analisa GWR juga terdapat uji parameter, yakni Uji serentak dan uji parsial menggunakan Uji-T menggunakan Uji-F, nilai dari F ini diperoleh dari perbandingan antara nilai Mean Square (MS) GWR Residuals dengan nilai Mean Square (MS)
Regresi Global Residuals. Pengujian serentak untuk model GWR terdapat beberapa ketentuan sebagai berikut: 1. Fhitung > Ftabel; sig. < α, berarti model GWR signifikan 2. Fhitung < Ftabel; sig. > α, berarti berarti model GWR tidak signifikan. Uji-t, dilakukan untuk menguji variabel secara parsial atau individu masing-masing lokasi/wilayah apakah variabel independent. Statistik uji secara parsial/individu adalah jika: 1. T hitung > T tabel; Terdapat pengaruh variabel X terhadap variabel Y 2. T hitung < T tabel; Tidak terdapat pengaruh variabel X terhadap variabel Y III. HASIL DAN DISKUSI A. Analisa Produksi Emisi CO2 Produksi emisi yang diteliti dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi emisi primer dan sekunder. Emisi primer berasal dari konsumsi bahan bakar memasak, yakni konsumsi LPG, minyak tanah, dan kayu bakar. Sedangkan emisi sekunder berasal dari konsumsi listrik rumah tangga. Hasil analisa produksi emisi disajikan pada gambar 1 di bawah ini:
205.891.132.094.649 282.429.536.481 387.420.489 531.441 729 1
Milyar Kilo ton
𝐸𝑚𝑖𝑠𝑖 𝐺𝑅𝐾 = � 𝐴𝑖 𝑥 𝐸𝐹𝑖
2
Emisi Primer
Emisi Sekunder
2001
2007
2005 Tahun
Sumber: Hasil Analisa, 2012
Gambar 1. Grafik Perbandingan Produksi Emisi Primer dan Sekunder Dari gambar di atas menunjukkan bahwa emisi primer merupakan emisi yang memberikan kontribusi tertinggi terhadap emisi CO2 yakni emisi primer dari bahan bakar memasak sebesar 99,98%. B. Analisa Regresi Spasial Hasil dari uji tersebut menunjukkan bahwa model GWR lebih signifikan dibandingkan dengan model regresi global. Signifikansi pada penelitian ini menggunakan α = 7%, artinya pada variabel penelitian yang digunakan ini dapat dipercaya hingga 93%. R square (R2) menunjukkan rata-rata nilai 75,49% yang berarti perkembangan luasan permukiman dan konsumsi energi, baik itu bersumber dari bahan bakar memasak ataupun konsumsi listrik dapat mewakili kondisi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 produksi emisi CO2 di Surabaya. Kemudian pada tahap selanjutnya melakukan uji parsial individu menggunakan uji t. Hasil dari uji t adalah variabel RT/luas permukiman (RT/Km2) selanjutnya dimisalkan sebagai X1 dan konsumsi LPG, minyak tanah, kayu bakar dan konsumsi listrik tergabung dalam faktor konsumsi energi di masing-masing kecamatan mempengaruhi produksi emisi CO2 di Kota Surabaya. Untuk selanjutnya adalah interpretasi model regresi spasial masing-masing kelompok. a. Kelompok Pertama Merupakan kelompok yang dipengaruhi oleh variabel rasio jumlah RT per luas permukiman (RT/Km2) dan variabel yang termasuk dalam faktor konsumsi energi. Tabel 2. Model Persamaan GWR Kelompok X1 dan PC N o 1
Kecamatan
Model Persamaan GWR
Asemrowo
2
Bubutan
3
Krembangan
4
Pabeancantikan
5
Sawahan
6
Tegalsari
Y = 24.597815 + 0.58183 X1 + 0.000099 Konsumsi Energi Y = 24.668199 + 0.000093 X1 + 0.57362 Konsumsi Energi Y = 24.651150 + 0.000094 X1 + 0.57234 Konsumsi Energi Y = 24.651150 + 0.000094 X1 + 0.57234 Konsumsi Energi Y = 24.676102 + 0.000092 X1 + 0.57590 Konsumsi Energi Y = 24.704297 + 0.000089 X1 + 0.57376 Konsumsi Energi
3 No 4
Kecamatan Gayungan
5
Genteng
6
Gubeng
7
Gununganyar
8
Jambangan
9
Karang Pilang
10
Kenjeran
11
Lakasantri
12
Mulyorejo
13
Pakal
14
Rungkut
15
Sambikerep
16
Semampir
17
Simokerto
18
Sukolilo
19
Sukomanunggal
20
Tambaksari
21
Tandes
22
Tenggilismejoyo
23
Wiyung
24
Wonocolo
25
Wonokromo
Sumber: Hasil Analisa, 2012 Berdasarkan model di atas, jumlah rumah tangga per luasan perumahan dan konsumsi energi untuk bahan bakar memasak dan listrik berbanding lurus terhadap produksi emisi CO2. Hal ini berarti setiap penambahan satu satuan luas permukiman (Km2) dan satu satuan konsumsi bahan bakar (TJ) serta konsumsi listrik (KWh) akan meningkatkan produksi emisi CO2 di masing-masing kecamatan. Dari model tersebut keenam kecamatan tersebut berdasarkan tinjauan dari RTRW Surabaya 2009-2029 tergolong dalam perumahan dengan kepadatan tinggi. b.
Kelompok Kedua Merupakan kelompok yang terdiri dari 25 kecamatan yakni Wonokromo, Wonocolo, Wiyung, Tandes, Tambaksari, Sukomanunggal, Simokerto, Semampir, Sambikerep, Pakal, Sukolilo, Lakasantri, Kenjeran, Karang Pilang, Jambangan, Gubeng, Genteng, Gayungan, Dukuhpakis, Bubutan, Benowo, Gunung anyar, Tenggilis mejoyo, Bulak, Mulyorejo dan Rungkut. Tabel 2. Model Persamaan GWR Kelompok Konsumsi Energi
No 1
Kecamatan Benowo
2
Bulak
3
Dukuhpakis
Model Persamaan GWR Y = 24.527916 + 0.59607 Konsumsi Energi Y = 24.766837 + 0.000083 Konsumsi Energi Y = 24.660214 + 0.58072 Konsumsi Energi
Model Persamaan GWR Y = 24.665908 + 0.58709 Konsumsi Energi Y = 24.705634 + 0.57142 Konsumsi Energi Y = 24.747616 + 0.57145 Konsumsi Energi Y = 24.859097 + 0.57949 Konsumsi Energi Y = 24.700033 + 0.58203 Konsumsi Energi Y = 24.666141 + 0.58797 Konsumsi Energi Y = 24.710932 + 0.56687 Konsumsi Energi Y = 24.607926 + 0.59292 Konsumsi Energi Y = 24.811239 + 0.56721 Konsumsi Energi Y = 24.502988 + 0.60811 Konsumsi Energi Y = 24.860124 + 0.57521 Konsumsi Energi Y = 24.579047 + 0.59335 Konsumsi Energi Y = 24.672647 + 0.56975 Konsumsi Energi Y = 24.704304 + 0.56936 Konsumsi Energi Y = 24.850517 + 0.56995 Konsumsi Energi Y = 24.638682 + 0.57996 Konsumsi Energi Y = 24.743073 + 0.56794 Konsumsi Energi Y = 24.590419 + 0.58662 Konsumsi Energi Y = 24.767798 + 0.57825 Konsumsi Energi Y = 24.651033 + 0.58554 Konsumsi Energi Y = 24.744046 + 0.57885 Konsumsi Energi Y = 24.721406 + 0.57585 Konsumsi Energi
Sumber: Hasil Analisa, 2012 Berdasarkan tabel di atas, faktor intensitas penggunaan lahan permukiman dan faktor konsumsi energi baik itu konsumsi bahan bakar maupun konsumsi listrik berbanding lurus dengan produksi emisi CO2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing varibel terhadap produksi emisi CO2 maka disajikan pada gambar 2 bawah ini:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
4
Asemrowo Benowo Bubutan Bulak Dukuhpakis Gayungan Genteng Gubeng Gununganyar Jambangan Karang Pilang Kenjeran Krembangan Lakasantri Mulyorejo Pabeancantikan Pakal Rungkut Sambikerep Sawahan Semampir Simokerto Sukolilo Sukomanunggal Tambaksari Tandes Tegalsari Tenggilismejoyo Wiyung Wonocolo Wonokromo
No 9.000.000 8.000.000 7.000.000 6.000.000 5.000.000 4.000.000 3.000.000 2.000.000 1.000.000 0
Konsumsi Kayu Bakar Konsumsi LPG RT/Km2
Konsumsi Minyak Tanah Konsumsi Listrik
Kecamatan Sumber: Hasil Analisa, 2012 Gambar 2. Grafik Nilai Pengaruh Variabel Berikut ini adalah besar nilai pengaruh masing-masing variabel dari penggunaan lahan perumahan yang berpengaruh terhadap emisi CO2. Tabel 3. Besaran Nilai Pengaruh Pada Kelompok X1 dan
Variabel dalam Konsumsi Energi N o
Kecamatan
1 2 3 4 5 6
Asemrowo Bubutan Krembangan Pabeancantikan Sawahan Tegalsari
Nilai Pengaruh Variabel X1 24,598 24,668 24,640 24,651 24,676 24,704
Nilai Pengaruh Variabel dalam Konsumsi Energi 125.483 2.510.967 3.896.815 1.308.186 22.168.374 4.026.560
Sumber: Hasil Analisa, 2012 Keterangan: X1 : Variabel jumlah rumah tangga per luas perumahan (RT/Km2) Konsumsi Energi : Faktor konsumsi energi yang terdiri dari variabel konsumsi LPG , minyak tanah dan kayu bakar, serta konsumsi listrik.
Tabel 4. Besaran Nilai Pengaruh Pada Seluruh Variabel dalam Faktor Konsumsi Energi No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan
Benowo Bulak Dukuhpakis Gayungan Genteng Gubeng Gununganyar Jambangan Karang Pilang Kenjeran
Nilai Pengaruh seluruh variabel dalam Faktor Konsumsi Energi 304.946 78.012 1.097.443 239.999 579.869 10.203.030 359.688 151.559 860.720 6.660.783
Kecamatan
11 Lakasantri 12 Mulyorejo 13 Pakal 14 Rungkut 15 Sambikerep 16 Semampir 17 Simokerto 18 Sukolilo 19 Sukomanunggal 20 Tambaksari 21 Tandes 22 Tenggilismejoyo 23 Wiyung 24 Wonocolo 25 Wonokromo Sumber: Hasil Analisa, 2012
Nilai Pengaruh seluruh variabel dalam Faktor Konsumsi Energi 419.283 1.663.291 152.739 4.382.888 324.746 7.641.144 2.136.463 3.039.826 2.566.432 27.570.189 3.106.212 781.868 463.432 1.225.054 11.972.160
Maka kesimpulan yang dapat diambil dari hasil perbandingan persamaan pada Kelompok A dan B adalah variabel yang berpengaruh pada produksi emisi di Kota Surabaya adalah rasio jumlah rumah tangga per luas permukiman (RT/Km2) dan konsumsi energi yakni konsumsi energi dari bahan bakar memasak (TJ) dan konsumsi listrik (KWh). Variabel-variabel tersebut berbanding lurus terhadap produksi emisi CO2. Dengan kata lain jika terjadi peningkatan pada luas perumahan dan konsumsi energi, baik itu energi primer dan sekunder maka produksi emisi akan meningkat pula. Berdasarkan grafik 4.16. dari kelima variabel tersebut yang memberikan pengaruh paling besar terhadap prduksi emisi CO2 adalah konsumsi LPG. Sedangkan variabel rumah tangga per luas permukiman (RT/Km2) hanya berpengaruh di beberapa kecamatan yang memiliki memilki rata-rata konsumsi LPG tinggi dibanding pada kecamatan-kecamatan pada kelompok B dan tergolong dalam perumahan dengan kepadatan tinggi yakni pada Kecamatan Asemrowo, Bubutan, Krembangan, Pabeancantikan, Sawahan, dan Tenggilismejoyo. Oleh karena itu, untuk mengurangi produksi emisi di masing-masing kecamatan diperlukan pertimbangan dalam pengaturan proporsi luas permukiman, khususnya di Kecamatan Asemrowo, Bubutan, Krembangan, Pabeancantikan, Sawahan, dan Tenggilismejoyo. Sedangkan, LPG memiliki pengaruh paling besar diantara bahan bakar memasak lainnya. Meskipun demikian, konsumsi LPG untuk bahan bakar memasak tidak mungkin untuk dikendalikan, namun harus ada suatu upaya agar penggunaan LPG dapat dikonsumsi secara bijak pada skala rumah tangga di Kota Surabaya. Di sisi lain, konsumsi listrik pun juga memberikan kontribusi pada peningkatan produksi emisi di Surabaya sehingga penngunaannya pun digunakan secara bijak agar. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, maka penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1.
2.
3.
Seiring dengan perkembangan perumahan ternyata berpengaruh pada peningkatan emisi CO2 di masingmasing kecamatan Kota Surabaya. Rata-rata produksi emisi CO2 di masing-masing kecamatan sebesar 7,90121 x 1021 Kg CO2/tahun dengan rata-rata total emisi terbesar terdapat di Kecamatan Tambak Sari dan terendah terdapat di Kecamatan Bulak. Pada penggunaan lahan perumahan emisi yang memberikan kontribusi paling besar terhadap emisi CO2 adalah emisi primer yakni emisi dari bahan bakar memasak skala rumah tangga dengan kontribusi sebesar 99,98%. Sedangkan kontribusi emisi sekunder dari konsumsi listrik sebesar 0,02%. Faktor-faktor dalam kawasan perumahan yang berpengaruh terhadap produksi emisi CO2 adalah faktor intensitas penggunaan lahan perumahan dan faktor konsumsi energi, baik itu primer dan sekunder. Faktor intensitas penggunaan lahan perumahan terdiri dari variabel jumlah rumah tangga per luas perumahan. Sedangkan faktor konsumsi energi primer terdiri dari konsumsi bahan bakar memasak, yakni bahan bakar LPG, kayu bakar, dan minyak tanah. Variabel konsumsi energi sekunder adalah konsumsi listrik rumah tangga. Model yang dihasilkan dalam penelitian adalah Ŷ = 23,896624 + 0,000087 X1 + 0,559915 Konsumsi Energi dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,7043 yang berarti variabel jumlah rumah tangga per luas permukiman (X1), dan variabel dalam faktor konsumsi energi yakni konsumsi LPG, konsumsi minyak tanah, dan konsumsi kayu bakar serta konsumsi listrik di Kota Surabaya dapat menerangkan pengaruh terhadap variabel produksi emisi CO2 sebesar 70,43%. Untuk melihat besarnya pengaruh masing-masing faktor di setiap kecamatan maka model GWR terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kecamatan-kecamatan yang dipengaruhi oleh faktor intersitas penggunaan lahan perumahan yang terdiri dari variabel jumlah rumah tangga per luas perumahan (RT/Km2) serta faktor konsumsi energi dari konsumsi bahan bakar memasak, yakni bahan bakar LPG, kayu bakar, dan minyak tanah, dan konsumsi listrik. Dari beberapa variabel-variabel penelitian yang berasal dari faktor konsumsi energi dan intensitas penggunaan lahan perumahan, yang memberikan pengaruh paling besar terhadap produksi emisi adalah konsumsi energi. Hal ini dikarenakan besarnya konsumsi energi untuk bahan bakar memasak, terutama dari konsumsi LPG sangat besar dan signifikan semakin meningkat dari tahun 2001, 2005, dan 2007. Varibael rasio RT per luas perumahan (RT/Km2) hanya berpengaruh pada enam kecamatan yang tergolong memiliki kepadatan perumahan tinggi serta rata-rata konsumsi bahan bakar memasak dan konsumsi listrik tergolong tinggi. Keenam kecamatan tersebut adalah Kecamatan Asemrowo, Bubutan, Krembangan, Pabeancantikan, Sawahan, dan Tenggilismejoyo. Sedangkan model pada kelompok kedua menghasilkan 25 kecamatan yang hanya dipengaruhi oleh variabel yang termasuk dalam faktor konsumsi energi yakni konsumsi bahan bakar memasak dan konsumsi listrik mayoritas tergolong memiliki kepadatan perumahan yang rendahsedang. Perbedaan model yang dihasilkan dari dua
5 kelompok tersebut disebabkan karena konsumsi energi untuk bahan bakar memasak dan konsumsi listrik serta kepadatan perumahan pada masing-masing kecamatan pada dua kelompok tersebut memiliki nilai pengaruh yang berbeda. V. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3]
[4]
[5] [6] [7]
[8] [9] [10] [11] [12]
[13]
Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya. 2010. Rencana Tata Ruang Kota Surabaya 2009-2029. Bappeko: Kota Surabaya. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2010. Buku Sensus Nasional Tahun 2010. BPS;Jawa Timur. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2010. Buku Kecamatan Dalam Angka 2002, 2006, dan 2008. BPS;Jawa Timur. Dhakal,S. 2010. GHG emissions from urbanization and opportunities for urban carbon mitigation, Current Opinion in Environmental Suistainability, Vol.2, Issue 4, October 2010, pages 277-283. Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika.Jakarta: Erlangga. Yunus, H. S. 2006. Megapolitan: Konsep, Problematika, dan Prospek. Jakarta: Pustaka Pelajar Intergovernmental Panel on Climate Change. (2006). IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme. Japan: IGES (Institute for Global Environmental Strategies). Kebijakan Agenda 21 di Sektor Rumah Tangga Periode 2003-2020. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Angka. Jakarta Kleeman,Manfered (ed). “Energy Use Aip Pollution in Indonesia”, Avebury Ashgate Publishing Co,.1994. Setiawan, Kusrini (2010). Ekonometrika.Andi,Yogyakarta. Wiedmann, T. and Minx, J. 2008. “A Definition of 'Carbon Footprint”., Nova Science Publishers, Hauppauge NY,USA, Ecological Economics Research Trends: Chapter 1,pp. 1-11. United Nations Development Programme. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi Untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. Jakarta: UNDP Indonesia.