EVALUASI TINGKAT PELAYANAN SARANA SANITASI AIR LIMBAH DI PERMUKIMAN KUMUH KOTA BANDUNG TAHUN 2012 EVALUATION OF WASTE WATER SANITATION FACILITIES SERVICES IN CITY SLUM ON BANDUNG 2012 Ida Latifah1,Arief Sudradjat2 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl.Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected],
[email protected]
Abstrak: Dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan di Indonesia yang mengacu pada Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia harus menurunkan separuh dari proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum layak dan fasilitasi sanitasi dasar layak pada tahun 2015. Sementara Dirjen Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum menargetkan pelayanan sanitasi sebesar 60-70% untuk mencapai kriteria layak menurut MDGs dan Renstra PU. Saat ini, kelayakan sanitasi dasar di Indonesia baru terpenuhi sebesar 51%. Penelitian kali ini berfokus pada evaluasi tingkat pelayanan sarana sanitasi air limbah dengan target pencapaiannya yaitu tercapainya akses layak dan aman terhadap sarana sanitasi air limbah di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan di lima daerah kumuh kota Bandung yaitu Andir, Sumur Bandung, Rancasari, Cibeunying Kidul, dan Bojongloa Kidul. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner dengan jumlah sampel sebanyak 127 orang. Parameter akses sanitasi layak diperoleh dari indikator MDGs untuk sanitasi dan beberapa peraturan tambahan berikut Kepmen-LH No.112 tahun 2003 pasal 8 dan 18, dan PP No.16 Tahun 2005 pasal 16. Sedangkan akses sanitasi air limbah yang aman didapat dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang. Hasil penelitian menunjukkan persentase akses sanitasi layak yang sudah terpenuhi adalah sebagai berikut: ketersediaan toilet leher angsa (toilet guyur) dan toilet tersambung dengan tangki septik sebesar 33,86%. Nilai tersebut masih berada jauh di bawah target pencapaian MDGs tahun 2015 sebesar 62,41% sehingga target pelayanan diprediksikan belum terpenuhi. Oleh karena itu diperlukan program percepatan pencapaian target MDGs. Kata kunci: air limbah, MDGs, sanitasi, tangki septik, toilet leher angsa, Abstract: In achieving the goals and targets in Indonesia, which refers to the Millennium Development Goals (MDGs), Indonesia had to halve the proportion of people without access to improved drinking water sources and basic sanitation facilitation worth in 2015. While the Directorate General of Human Settlements Ministry of Public Works sanitation target of 60-70% to achieve the MDGs and the criteria to qualify as Public Works Strategic Plan. Currently, the feasibility of basic sanitation in Indonesia is met by 51%. The present study focuses on the evaluation of the level of wastewater sanitation services to the target achievement is the achievement of decent and safe access to wastewater sanitation in the city of Bandung. The research was conducted in five areas, namely Bandung city slums Andir, Sumur Bandung, Rancasari, Cibeunying Kidul, and Bojongloa Kidul. The method of performed in this research is questionnaire method with a total sample of 127 people. Parameters derived from access to proper sanitation MDG indicator for sanitation, Decree No.112-2003 LH chapters 8 and 18, and PP 16 of 2005 section 16 as well as candy-PU No.16/PRT/2008. While access to safe sanitation wastewater obtained from the Public Works Ministerial Decree No. 14 / PRT/M/2010tentang Minimum Service Standards Division of Public Works and Spatial Planning, the Indonesian National Standard (SKSNI) in the Septik Tank Planning Procedures issued by the Department of Public Works in 1989. The results showed that the percentage of access to adequate sanitation are met are as follows: availability of flush and toilet connected to a septic tank was 33.86%. This value is still below the 2015 target of achieving the MDGs by 62.41% so the target prediction is unmet service. So, It needs acceleration to reach the MDGs’s goal. Keywords: flush toilet, MDGs, sanitation, septic tank, waste water
PENDAHULUAN Kawasan kumuh (slum area) adalah kawasan permukiman/ bukan permukiman yang bangunannya tidak layak huni atau tidak memenuhi standar namun dihuni secara padat oleh penduduk miskin. Kawasan tersebut peruntukannya tidak sesuai untuk dijadikan wilayah permukiman di kota-kota besar. Akan tetapi kawasan tersebut tetap dihuni oleh penduduk miskin yang memiliki penghasilan rendah. Menurut Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distrakim) menyebutkan bahwa ciri-ciri kawasan kumuh antara lain tingkat hunian dan kepadatan bangunan tinggi, bangunan tidak teratur, sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai (seperti air limbah, air minum, dan sampah), bangunan yang tidak teratur, tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakatnya rendah, serta tingginya tingkat kriminalitas. Lingkungan kumuh penting untuk dikaji karena mencerminkan tolak ukur kualitas kota. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut serta menyepakati Dekalarasi MDGs pada tahun 2000 lalu sebagai pemenuhan terhadap tujuan dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs) dengan alasan bahwa tujuan dan sasaran MDGs ini sejalan dengan tujuan dan sasaran pembangunan di Indonesia. Salah satu strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran MDGs tersebut adalah strategi pro-environment. Menurut laporan pencapaian tujuan pembanguanan milenium di Indonesia tahun 2011, mengenai tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan namun masih diperlukan kerja keras untuk mencapainya adalah poin 7C untuk melestarikan lingkungan hidup. Target MDGs poin 7C berisi diperlukannya penurunan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum layak dan fasilitasi sanitasi dasar layak pada tahun 2015 (BAPPENAS, 2011). Sedangkan menurut Dirjen Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum kelayakan sanitasi menurut kriteria acuan MDGs dan Renstra PU pada tahun 2015 harus mencapai target pelayanan sebesar 60-70%. Tujuan dari pelayanan sanitasi adalah mengurangi angka defekasi terbuka. Defekasi terbuka disebabkan karena jumlah MCK yang sedikit (Bartlett, 2003). Di Indonesia, pemenuhan kelayakan sanitasi baru sampai pada pemenuhan sanitasi dasar sebesar 51%. Sedangkan kelayakan secara teknis harus memenuhi syarat kaidah lingkungan. Syarat kaidah lingkungan ini dapat dilihat dari aspek sarana sanitasi air limbah, sarana sanitasi sampah, dan sarana sanitasi drainase. Menurut Billig (1996), dampak sanitasi dapat dilihat dari persentase fasilitas sanitasi yang higienis. Pada penelitian kali ini difokuskan pada aspek sarana sanitasi air limbah yang target pencapaiannya yaitu tercapainya akses layak dan aman terhadap sarana sanitasi air limbah di wilayah perkotaan, khususnya Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Menurut Dungaro (2009), fasilitas sanitasi yang baik memiliki sambungan pipa air kotor dan tangki septik. Dengan demikian rumusan permasalahannya adalah, “Bagaimana Tingkat akses kelayakan pelayanan sarana sanitasi air limbah menurut parameter MDGs dan aspek keamanannya terhadap lingkungan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.14/PRT/2010?”. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di lima daerah kumuh kota Bandung yaitu Andir, Sumur Bandung, Rancasari, Cibeunying Kidul, dan Bojongloa Kidul. Pelaksanaan survey kuesioner dilakukan pada hari kerja yaitu Senin sampai dengan Jumat pada tanggal 2-6 Juli 2012. Survey dilakukan pada waktu pagi hingga sore hari. Pemilihan waktu ini dikarenakan jam padat
penduduk atau waktu yang paling mudah menemui responden. Metodologi penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1 berikut,
Gambar 1. Metodologi penelitian Metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dibagi menjadi dua cara yaitu penyusunan kuesioner dan penyebaran kuesioner. Data primer didapatkan dengan melakukan survey penduduk atau rumah tangga dengan alat bantu berupa kuesioner. Kuesioner berisi tentang kaitan antara penggunaan dan kebutuhan sanitasi di rumah tangga seperti akses layak dan keamanan terhadap lingkungan. Pada kuesioner ini difokuskan pada aspek akses sanitasi yang layak dan sanitasi yang aman terhadap lingkungan. Batasan penelitian difokuskan pada pelayanan akses kelayakan dan keamanan sarana sanitasi air limbah. Metode penelitian yang pertama diawali dengan penyusunan kuesioner dimana terdapat beberapa tahapan yaitu antara lain yang pertama didahului dengan penentuan tujuan pembuatan kuesioner itu sendiri untuk memenuhi target indikator MDGs untuk sanitasi. Target indikator dimana terdapat pada poin 7c yang berbunyi menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum layak dan fasilitasi sanitasi dasar layak pada 2015. Selanjutnya dilakukan perancangan pertanyaaan kuesioner yang berdasarkan literatur paper ilmiah yang memiliki tema serupa. Pada tahap penyusunan kuesioner terjadi proses revisi dari format pertanyaan kuesioner setelah dilakukan uji coba. Revisi ini dimaksudkan agar setiap
pertanyaan yang diajukan mudah dipahami oleh pengisi surveyor dan responden. Revisi kuesioner yang didasarkan pada literatur terkait dapat terlihat pada tabel berikut: Tabel 1. 1 Revisi kuesioner Pertanyaan F1 F2 F8 F9 F11
Kuesioner versi 1 Ditekankan pada lokasi BAB
Kuesioner versi 2 Ditekankan pada bentuk Sanitasi/BAB Dihilangkan opsi kloset leher angsa karena ambiguitas Opsi jawaban Jarak toilet dari sumber air Perubahan opsi jawaban Jarak toilet dari sumber air Pertanyaan disebutkan kepemilikan pipa Perubahan kata”kepemilikan pipa air kotor” air kotor dengan “toilet tersambung dengan pipa air kotor Pertanyaan disebutkan kepemilikan tangki Perubahan kata”kepemilikan tangki septik” septik dengan “toilet tersambung dengan tangki septik Opsi jawaban Jarak tangki septik dari Perubahan opsi jawaban Jarak tangki septik sumber air dari sumber air
Metode penelitian yang kedua yakni penyebaran kuesioner dilakukaan dengan dua cara yaitu penentuan jumlah sampel dengan bersumber dari data wilayah pemukiman kota Bandung dan metode statistik cluster random sampling dengan penggunaan persamaan Slovin. Metode pemilihan sampel penduduk atau rumah tangga dilakukan dengan metode statistic yaitu metode cluster random sampling dua tahap. Pada tahap yang pertama yaitu dilakukan pemilihan populasi dan membagi populasi tersebut ke dalam beberapa fraksi. Hasilnya dijadikan dasar data untuk penarikan (PSU) untuk diambil sampelnya. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap kedua, menurut Georgia Southern University pada tahun 2010, sampel fraksi dibagai lagi menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil untuk selanjutnya diambil sampelnya. Oleh karena itu berdasarkan data pemukiman kumuh kota Bandung, terdapat sebesar 30.766 KK di pemukiman kumuh yang tersebar di 19 kecamatan kota (Setiawan tahun 2007), jumlah KK yang dijadikan sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan Slovin ditunjukkan pada Persamaan (1) di bawah ini.
²
(1)
Dimana: n : ukuran sampel N : ukuran populasi e : persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir Dalam penelitian kali ini digunakan beberapa referensi peraturan yang mendasari penentuan parameter dari segi akses dan keamanan seperti dijelaskan pada gambar berikut.
Indikatoor MDGs untuk sanitasi s
•Pencappaian target Millenium Developmeent Goals (M MDGs), poin 7c yaitu menurunkan m hingga seeparuhnya proporsi p pendudduk tanpa akkses terhadaap sumber aiir minum layyak dan fasilitaasi sanitasi dasar layak paada 2015 •Fasilitas sanitasi layak mem menuhi syarat kesehatan n yaitu fasilitaas sanitasi dilengkapi lehher angsa dann tangki septtik
Permenn-PU No. 14/PRT T/M/2010 poiin 2d
•Standar Pelayanann Minimal Penyehatan P L Lingkungan Permuukiman (Sannitasi dan perrsampahan) ssalah satunyaa terdiri atas aiir limbah perrmukiman: (1) Teersedia sistem m air limbah yang memaddai •(2) Teersedia sistem m air limbah skala komunnitas/ kawasaan/ kota
PP No.16/2005 pasal 1 16
•Pelayyanan minim mal Sistem Pengolahan P A Air Limbah berupa unit pengolahan p k kotoran manu usia baik sisttem on-site maupun m off-site, tangki sepptik •Tidak k mencemaraai daerah tanngkapan/resappan air bakuu-->pipa air kootor
KepM Men-LH No.1112/2003
•Penaanggung jawab usaha/keggiatan pemuukiman (real estate), rumaah makan, peerkantoran, perniagaan, p ddan apartemeen wajib melaakukan penggolahan air limbah l domestik dan membuat m salurran tertutup dan d kedap airr
SKSNI dalam Tata Cara Peembuatan Tangkki Septik Departem men PU tahunn 1989
•Jarakk tangki septtik dari sumbber air >10m •Frekkuensi pengurrasan tangki septik 2-3 taahun sekali
G Gambar 2. Peraturan P daasar sebagaii acuan penentuan paraameter
Setelah peenentuan saampel denngan menggunakan metode m stattistik clustter random m m n samplinng, selanjuttnya dilakuukan metodde statistikk deskriptiff kuantitatif untuk mendapatkan persentaase akses sanitasi layyak dan am man terhaddap lingkun ngan. Dalaam penelitian kali inii digunakkan parameeter terhadaap akses saarana sanitaasi air limbbah yang llayak dan aman yangg
didasari oleh beberapa parameter. Parameter akses sanitasi layak didapat dari indikator MDGs untuk sanitasi, Kepmen-LH No.112 tahun 2003 pasal 8 dan 18, dan PP No.16 Tahun 2005 pasal 16 serta PerMen-PU No.16/PRT/2008. Sedangkan akses sanitasi air limbah yang aman didapat dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang pasal 5 poin 2d, Standar Nasional Indonesia (SKSNI) dalam Tata Cara Perencanaan Tangki Septik yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1989. Parameter untuk akses layak diambil dari peraturan teknis indikator MDGs untuk sanitasi dan PP No.16/2005. Hal ini disebabkan yang paling merepresentasikan definisi dari akses sanitasi air limbah yang layak. Sedangkan untuk parameter akses sanitasi aman mengacu pada Permen-PU NO.14/PRT/M/2010 dan SKSNI dalam Tata Cara Pembuatan Tangki Septik Departemen Pekerjaan Umum tahun 1989. Kedua parameter tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Parameter akses sanitasi layak Layak Memiliki jamban leher angsa (indikator MDGs untuk sanitasi) Memiliki tangki septik (indikator MDGs untuk sanitasi dan PP No.16 Tahun 2005 pasal 16)
Tidak Layak Tidak memiliki jamban leher angsa Tidak memiliki tangki septic
Tabel 2. Parameter akses sanitasi aman Aman Memiliki pipa air kotor (PP No.16 tahun 2005 dan KepMen-LH No.12/2003 pasal 8) Jarak tangki septik dari sumber air >10m (SKSNI dalam Tata Cara Perencanaan Tangki Sepik Departemen PU Tahun 1989) Frekuensi pengurasan 2-3 tahun sekali (SKSNI dalam Tata Cara Perencanaan Tangki Sepik Departemen PU tahun 1989)
Tidak Aman Tidak memiliki pipa air kotor Jarak tangki septik dari sumber air ≤10m Frekuensi pengurasan lebih dari 2-3 tahun sekali
Pada penelitian kali ini data yang digunakan adalah data primer juga dan data sekunder . Data primer yang berasal dari hasil kuesioner untuk menggambarkan hasil kenyataan di lapangan tentang tingkat pelayanan sarana sanitasi air limbah di pemukiman kumuh kota Bandung menurut parameter akses dan aman. Data sekunder didapatkan dari laporan BPS atau BAPPENAS tentang pencapaian target MDGs mulai dari awal pencanangan pada tahun 1993 dan target MDGs pada tahun 2015 di Indonesia. Data akses sarana sanitasi yang layak pada masa pencanangan sebesar 24,81%. Sedangkan target MDGs untuk pencapaian akses sarana sanitasi layak sebesar 62,41%. Parameter akses sanitasi layak yang dilihat dari kepemilikan toilet pribadi berupa toilet leher angsa dan adanya sambungan toilet dengan tangki septik. Pada kali ini syarat fasilitas sanitasi layak yang dilihat dari adanya jamban leher angsa yang diartikan sebagai toilet
guyur. Hal ini disebabkan berdasarkan hasil kuesioner bahwa jenis toilet yang dapat dianalisa hanyalah toilet guyur. Selain itu, toilet guyur memiliki ciri yang serupa dengan toilet yang dilengkapi dengan pipa leher angsa. Toilet guyur memiliki tangki penampung untuk mengguyur air berasal dari pipa dan juga dilengkapi penahan air (pipa di bawah dudukan toilet) yang berguna untuk mencegah bau dan binatang kecil yang masuk. Hal ini serupa dengan toilet leher angsa yang harus ada genangan air di dalam cekungan kloset agar mencegah bau dan masuknya binatang. Sedangkan data sekunder berasal dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengetahui laporan dari pemerintah terkait pencapaian MDGs. Data sekunder ini digunakan sebagai bahan untuk memprediksi pencapaian MDGs di tahun 2015 apakah akan terpenuhi atau tidak.
PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode kuesioner yang disebar ke lima wilayah kumuh yang ada di kota Bandung tersebut. Data diambil di derah Andir, Rancasari, Sumur Bandung, Cibeunying Kidul, dan Bojongloa Kidul dengan jumlah KK sebanyak 30.766 KK. Oleh karena itu, sesuai dengan metodologi, metode statistik cluster random sampling, yang telah ditentukan jumlah sampel yang diambil sebesar 127 KK. Penelitian ini mengasumsikan 1 KK mewakili 1 rumah tangga di pemukiman kumuh di Kota Bandung. Menurut data pemukiman kumuh di perkotaan terdapat sebanyak 30.766 KK. Jumlah sampel rumah tangga dengan nilai e = 0,10 ialah 100 KK. Meskipun jumlah sampel yang dihitung dengan rumus Slovin adalah 100 KK, pengambilan sampel pada penelitian ini digunakan sebanyak 127 KK untuk mengurangi kesalahan pada pengambilan sampel. Pada Tabel 3 dan Tabel 4 ditunjukkan jumlah sampel dari setiap lokasi penelitian. Tabel 3 Jumlah KK kumuh Kecamatan Cibeunying Kidul Sumur Bandung Rancasari Bojongloa Kidul Andir Total
Jumlah KK 17068 8615 16185 9939 21908 73715
Jumlah KK kumuh 455 777 287 74 1932 3525
Tabel 4 Jumlah sampel penelitian Kecamatan Cibeunying Kidul Sumur Bandung Rancasari Bojongloa Kidul Andir Total
Jumlah Sampel (KK) 38 16 24 26 23 127
Pada penelitian kali ini parameter untuk menentukan akses layak suatu sarana sanitasi air limbah digunakan indikator operasional MDGs menurut BPS yaitu indikator proporsi penduduk
atau rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak. Fasilitas sanitasi yang layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan antara lain dilengkapi leher angsa dan tangki septik. Proporsi penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak adalah perbandingan antara penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak dengan penduduk atau rumah tangga seluruhnya yang dinyatakan dalam persentase. Sanitasi yang layak penting bagi penduduk di atau rumah tangga di daerah urban atau rural (dengan resiko terbesar di derah urban karena lebih sulit menghindari kontak dengan pembuangan kotoran). Indikator ini menggambarkan tingkat kesejahteraan dari aspek kesehatan. Rumus yang digunakan ditunjukkan pada Persamaan (2) yaitu:
%
100%
(2)
Aspek akses kelayakan sarana sanitasi air limbah dilihat dari faktor kepemilikan sarana buang air besar (BAB), khususnya toilet yang dilengkapi leher angsa, dan kepemilikan tangki septik (toilet tersambung dengan tangki septik).
PENGOLAHAN DATA Pengolahan data dilakukan dengan dua cara. Pengolahan data yang pertama adalah dengan menentukan persentase kelayakan akses sarana sanitasi air limbah dari parameter indikator MDGs. Parameter yang dilihat adalah faktor kepemilikan toilet yang dilengkapi leher angsa dengan asumsi toilet guyur sebagai bentuk toilet yang merepresentasikan parameter tersebut dan faktor kepemilikan tangki septik. Pengolahan data didasarkan atas indikator MDGs untuk sanitasi. Hasil dari analisis kelayakan terhadap akses sarana sanitasi air limbah dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Analisis Kelayakan Tingkat Akses Sarana Sanitasi Air Limbah Memiliki toilet leher angsa (toilet guyur) dan tangki septik
Layak Tidak Layak
SB R % 1 6.25
Kecamatan CK BK RA R % R % R % 5 13.16 13 50 19 79.17
15
33
93.75
86.64
13 50
5
Keterangan: R: Responden, SB = Sumur Bandung, CK= Cibeunying Kidul, BK= Bojongloa Kidul, RA= Rancasari, AND= Andir
AND R % 5 21.74
20.83 18 78.26
HASIL DAN PEMBAHASAN
persentase
Akses Layak Sanitasi Air Limbah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
SB
CK
BK
RA
AND
93,75
86,84
50,00
20,83
78,26
6,25
13,16
50,00
79,17
21,74
Gambar 3 Akses Layak Sanitasi Air Limbah Per Kecamatan Grafik tersebut didapat dari kepemilikan toilet leher angsa (toilet guyur) dan adanya sambungan toilet dengan tangki septik. Toilet leher angsa yang dimaksud disini adalah toilet guyur karena dari data yang didapat bahwa seluruh penduduk dengan akses sanitasi layak hanya memiliki toilet berbentuk toilet guyur. Hasil yang didapat berupa informasi persentase tingkat pelayanan sarana sanitasi air limbah di pemukiman kumuh kota Bandung pada saat survey dilakukan. Menurut Gambar 3 didapatkan data dari 127 responden berupa akses sarana sanitasi air limbah yang layak yakni sebesar 33,86% dari lima kecamatan tempat penyebaran kuesioner dilakukan. Dari lima wilayah kecamatan didapatkan akses layak sanitasi air limbah yang terkecil ada di daerah Sumur Bandung sebesar 0,79%. Wilayah di Sumur Bandung lebih sempit luasnya dibandingkan wilayah lainnya. Sedangkan kecamatan dengan akses sanitasi layak tertinggi ada di kecamatan Rancasari sebesar 14,96%. Persentase tersebut dibandingkan dengan data sekunder berupa target pencapaian MDGs dari tahun pencanangan program pada tahun 1993 sampai target pencapaian di tahun 2015. Pada tahun pencanangan persentase sebesar 24,81%. Sedangkan target yang ingin dicapai pada tahun 2015 sebesar 62,41%. Nilai persentase tersebut bisa dikatakan belum memenuhi pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) poin 7c yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak pada 2015. Oleh karena itu, diperlukan program percepatan pencapaian untuk meningkatkan akses sanitasi layak di pemukiman kumuh kota Bandung. Hal ini mengingat pentingnya sanitasi sebagai salah satu kebutuhan dasar hidup manusia untuk dapat mencapai derajat kesehatan yang menjadi sasaran utama MDGs. Hasil persentase kelayakan tersebut dapat dilihat dari Tabel 6. Untuk trend data pencapaian MDGs dapat dilihat dari Tabel 7 berikut.
Tabel 6 Persentase Akses Sanitasi Layak Sanitasi Air Limbah Persentase Akses Sanitasi Layak Memiliki Toilet Leher Angsa (Toilet Guyur) Layak Dan Toilet Terhubung Dengan Tangki Septik Tidak layak
33.86% 66.14%
Tabel 7 Target Pencapaian MDGs Target Pencapaian MDGs Pencanangan (1993) 24,81%
Saat Ini (2012) 33,86%
Target (2015) 62,41%
Untuk memprediksi target pencapaian MDGs pada tahun 2015, dihitung terlebih dulu kecepatan pencapaian MDGs dari data yang didapat dari tabel 7. Dari data perhitungan didapatkan kecepatan eksisting pencapaian MDGs dari tahun1993 hingga tahun 2012 sebesar 1,006% per tahun. Sedangkan Kecepatan target pada tahun 2012 hingga 2015 sebesar 9,52% per tahun. Untuk mengatasi perbedaan kecepatan tersebut dibutuhkan percepatan pencapaian MDGs sebesar 2,84% per tahun mulai dari tahun 2013 hingga 2015. Perhitungan kecepatan dapat disusun dari Persamaan 3.Sedangkan perhitungan percepatan pencapaian MDGs yang dibutuhkan didapat dari Persamaan 4. %
(3)
% 2012 2012
% 1993 1993
33,86% 9
24,81%
9,05% 9
1,006%/
% 2015 2015
% 2012 2012
62,41% 3
33,86%
28,55% 3
9,52%/ (4)
9,52%/ 3
1,006%/
2,84%/
²
Keterangan: Ke = Kecepatan eksisting
Δt = selisih waktu
Kt = Kecepatan target
Δ% = selisih persentase
= percepatan pencapaian MDGs
Tre end Dataa Pencaapaian M MDGs 70,00 0% 60,00 0% 50,00 0% 40,00 0% 30,00 0% 20,00 0% 10,00 0% 0,00 0%
6 62,41%
33,86%
GAP=25 5.3%
36,88%
24,81% Pencapaaian MDGs
Pencanangan 993) (19
Saat ini (2012)
2015) Prediksi (2
Targget (2015)
Gambar 4 Trend Daata Pencapaiian MDGs kota k Banduung Menurut grafik g pada Gambar 4 diketahu ui prediksi pada tahun n 2015 han nya sebesarr %. Terdapatt perbedaan n persentasee pencapaiaan MDGs seebesar 25,33%. Yang artinya, a darii 36,88% angka tersebut t terllihat bahwaa pencapaian n target MD DGs untuk pemukiman p n kumuh ko ota Bandung g masih jauh j dari taarget yang ditetapkan sebesar 62,41%. Oleh h karenanyaa, dibutuhkaan program m percepaatan pencapaian MDGss untuk mem menuhi target pada tahu un 2015. a berik kut ini: Hal ini bisaa jadi disebaabkan oleh alasan 1. Pengetahuaan warga ten ntang kualittas lingkup hidup yang g masih renddah. 2. Sanitasi meerupakan isu u yang tidaak komersil dan feedba ack-nya tidaak cepat diraasakan baik k bagi politissi, pemerin ntah, dan dunia d usahaa sehingga dana banttuan yang ada minim m j jumlahnya. 3. Belum adan nya kebijak kan lintas sek ktoral yang g komprehen nsif. 4. Tingginya tingkat t kepaadatan pend duduk di daerah kumuh h. 5. Rendahnyaa kualitas baangunan tan ngki septik yang y ideal akibat a lahann yang terbaatas sehingga su ulit untuk membangunn m nya. Dengan deemikian dip perlukan up paya pemeriintah untuk k memperceepat target pencapaian n MDGs sehingga taahun 2015 taarget tersebut dapat terrcapai.
KESIM MPULAN 1. Akses saranna sanitasi air limbah yang layakk di pemukiiman kumuuh kota Ban ndung tahun n 2012 sebesar 33,86% dengan d pred diksi tahun 22015 sebesaar 36,88%. 2. Akses saraana sanitasii air limbaah yang layyak dipred diksikan belum memeenuhi targett pencapaian n MDGs tahun t 2015 5. Oleh kaarena itu, diperlukann program percepatan n pencapaian n MDGs. 3. Hambatan yang y ditemu ui di lapang gan antara lain tidak menyebarnya m a ahli sanitaasi di semuaa derah di In ndonesia, kurangnya k k kesadaran pperilaku hiidup bersih h di masyarrakat, tidak k