Biodegradasi Limbah Organik dari Air Sungai Tercemar, Pasar dan Limbah Domestik dengan Menggunakan Mikroorganisme Alami Tangki Septik Putri Paramita*, Maya Shovitri1, Nengah Dwianita Kuswytasari2 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ABSTRAK Limbah organik merupakan limbah yang paling besar mencemari lingkungan. Limbah organik dari limbah pasar dan limbah domestik merupakan limbah yang umumnya langsung dibuang ke sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme alami tangki septik sebagai inokulum dalam mendegradasi bahan organik yang terdapat pada sungai tercemar, pasar dan limbah domestik. Limbah yang telah ditambah dengan pupuk NPK 0,1% dan urea 10% diinkubasi selama 20 hari, dan diuji nilai BOD, COD, TSS, TDS dan pH nya setiap 5 hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses degradasi bahan organik terbesar terdapat pada limbah pasar kondisi gelap. Hal ini dapat dilihat dari perubahan nilai BOD sebesar 64.1%, COD 96.5%, TSS sebesar 57.6%, TDS sebesar 18% dan pH dari 2 menjadi 10 pada uji hari ke-5. Kata kunci: limbah organik, degradasi, mikroorganisme alami tangki septik ABSTRACT Organic waste is the biggest pollute in the environment. This organic waste derived from the wastes market and domestic waste that is generally directly disposed to the river. This research aims to determine the ability of naturally occurring microorganisms cesspool as inoculum in degrades organic matter in polluted river, market and domestic waste. The waste which was added with NPK 0.1 % and urea 10 % incubated for 20 days, and tested value BOD, COD, TSS, TDS and pH every five days. The results showed that the most biggest degradation process of organic materials is in the market' waste in the dark condition. This can be seen from the change in the value of BOD is 64.1%, COD is 96.5%, TSS is 57.6%, TDS is 18% and pH from 2 to 10 on test day 5. Key word: organic waste, degradation, natural cesspool microorganisms *Corresponding Author Phone: 085706157600 Email:
[email protected] Alamat sekarang: Jurusan Biologi, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 1. Pendahuluan Pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan limbah. Permasalahan limbah timbul karena tidak seimbangnya produksi limbah dengan pengolahannya dan semakin menurunnya daya dukung alam sebagai tempat
pembuangan limbah. Jumlah limbah terus bertambah dengan laju yang cukup cepat. Sedangkan di lain pihak, kemampuan pengolahan limbah masih belum memadai (Rizaldi, 2008).
Secara umum, jumlah limbah perkotaan di Indonesia didominasi oleh jenis limbah organik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 1993 dan 2005, ke giatan yang dilakukan rumah tangga (domestik) dan pasar menghasilkan limbah organik sebanyak 79,19 % (Christianto, 2007). Pada negaranegara berkembang termasuk Indonesia, limbah domestik merupakan jumlah pencemar terbesar yang masuk ke badan air (sungai). Sekitar 90% air limbah dibuang langsung ke badan air tanpa diolah sehingga baik langsung maupun tidak memberikan sumbangan terhadap pencemaran air (Sasongko, 2006). Pengaruh utama limbah organik yang masuk ke dalam air adalah menurunkan kandungan oksigen terlarut dan meningkatkan Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS) yang merupakan parameter utama dalam pencemaran air (Lestari, 2008). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau mengurangi tingkat pencemaran air adalah dengan cara biologis menggunakan mikroorganisme. Sistem ini cukup efektif dengan biaya pengoperasian rendah dan dapat mereduksi BOD hingga 90% (Pohan, 2008). Metode ini salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingannya pada lingkungan berupa racun atau peledakan populasi mikroorganisme (blooming) karena mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya bahan organik (Darmayasa, 2008). Senyawa organik yang terdapat dalam limbah seperti protein, karbohidrat dan lemak dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumber nutrisi untuk menghasilkan energi. Mikroorganisme akan menguraikan senyawa organik menjadi prekursornya. Misalnya protein yang diurai menjadi asam-asam amino
(Gowner, 1980 da lam Sasongko, 2006). Proses ini merupakan proses katabolisme, yaitu proses perombakan bahan disertai pembebasan energi (reaksi eksergonik) (Sumasih, 2003). Mikroorganisme yang dapat mengurai senyawa organik, dapat diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya bisa didapatkan dari tangki septik. Mikroorganisme yang terdapat dalam tangki septik antara lain terdiri dari bakteri coliform, enterococci, fungi, actinomycetes dan protozoa yang diketahui memiliki kemampuan mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme ini menghasilkan enzim selulase, proteolitik atau protease dan lipase (Gandjar, 2006). Menurut Nemerow (2009), proses degradasi suspended solid dalam tangki selama 5 hari sebesar 50-70 persen dengan penurunan BOD kira-kira 60 persen. 2. Metodologi Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan Laboratorium Botani Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Sumber Inokulum dan Limbah Organik Sumber inokulum diambil dari tangki septik asrama Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya secara aseptis dengan menggunakan jerigen. Sampel limbah organik sungai diambil dari sungai Kali Surabaya di daerah pintu air Ngagel. Air sungai keruh dan berada di dekat pemukiman penduduk. Sampel limbah organik pasar diambil dari sampah yang ada di pasar Genteng Surabaya. Sampel limbah organik pasar diambil dari selokan bak penampungan Jl. Tanjung Sadari no.16 Surabaya. Sampel diambil dengan menggunakan gayung bertangkai dan dimasukkan dalam jerigen.
Pembuatan Medium Limbah Organik Sampel limbah organik disiapkan sebanyak 1200 m l untuk perlakuan dengan penambahan mikroorganisme alami tangki septik dan 1500 m l untuk kontrol positif dan kontrol negatif. Kemudian ditambahkan 0.1 % NPK dan 10% urea dari volume limbah (Suyasa, 2009). Untuk limbah organik pasar, sampel limbah air cucian ikan dan sampah padat pasar diblender terlebih dahulu sampai halus kemudian disaring. Inokulasi Mikroorganisme Tangki Septik pada Medium Limbah Organik Mikroorganisme alami tangki septik diinokulasikan ke dalam medium limbah organik. Masing-masing limbah diinokulasikan inokulum alami tangki septik sebanyak 300 ml. Pada kontrol positif digunakan bioaktivator Degra Simba sebanyak 0,42 % (V/V) yang ditambahkan ke dalam medium limbah. Sedangkan pada kontrol negatif tidak ditambahkan mikroorganisme alami tangki septik maupun bioaktivator. Pembuatan Reaktor Terdapat 54 r eaktor, 27 r eaktor dikondisikan dalam keadaan terang dan 27 reaktor di kondisikan dalam keadaan gelap seperti pada Tabel 5. Keterangan : :Medium limbah cair organik :Mikroorganisme alami tangki septik
Gambar 3. Bioreaktor
Reaktor yang digunakan terbuat dari tabung plastik dengan volume 2800 m l dengan 1 buah keran di bagian bawah seperti terlihat
pada Gambar 3. K eran berfungsi untuk mengeluarkan sampel yang akan digunakan pada pengukuran pH, BOD, COD, TSS dan TDS. Tabel 5. Kode Reaktor
Jenis Limbah
Inkuba si Terang
Sungai Gelap
Terang Domesti k Gelap
Terang Pasar Gelap
Inokulu m Alami A1 A2 A3 A4 A5 A6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 G1 G2 G3 G4 G5 G6
Kontr ol (+) B1 B2 B3 B4 B5 B6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 H1 H2 H3 H4 H5 H6
Kontr ol (-) C1 C2 C3 C4 C5 C6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
Pengukuran Parameter Limbah Organik Pengukuran parameter limbah organik BOD, COD, TSS, TDS dan pH dilakukan pada saat hari ke-0 sebelum perlakuan. Pengukuran BOD setelah perlakuan, dilakukan dengan masa inkubasi 5 ha ri. Pengukuran parameter COD, TSS, TDS, dan pH, dilakukan pada setiap selang waktu 5 hari selama masa inkubasi 20 hari. Parameter BOD diuji dengan menggunakan metode dilakukan mengacu pada (Ardeniswan, 1997) uji COD dilakukan mengacu pada (APHA, 1998), TSS dan TDS mengacu pada (Lestari, 2008) dan pH diuji dengan menggunakan pH indicator.
Analisa Data Kemampuan mikroorganisme alami tangki septik dalam mendegradasi bahan organik yang terdapat pada sungai tercemar, pasar dan limbah domestik dianalisa secara deskriptif melalui perubahan nilai BOD, COD, TSS, TDS dan pH. Data yang diperoleh akan dimasukkan kedalam tabel. Kemudian, dari data ketiga ulangan akan dirata-rata dan disajikan dalam bentuk grafik. 3. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk mengolah limbah cair domestik, limbah pasar dan sungai tercemar dengan parameter BOD, COD, TSS, TDS dan pH. Limbah domestik yang digunakan berupa air cucian piring dan sisa makanan. Limbah pasar berasal dari sayur-sayuran dan air cucian ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kemampuan inokulum mikroorganisme alami tangki septik dalam mendegradasi bahan organik yang terdapat pada sungai tercemar, pasar dan limbah domestik. Rasio volume inokulum tangki septik dan limbah adalah 1 : 4 ( v/v) yang selanjutnya disebut perlakuan. Ada tiga kali ulangan yang disebut dengan perlakuan 1, p erlakuan 2 d an perlakuan 3. D alam penelitian ini digunakan kontrol positif berupa degra simba yang ditambahkan pada limbah dan kontrol negatif berupa limbah tanpa penambahan inokulum mikroorganisme alami tangki septik. Karena limbah yang digunakan tidak disterilisasi, sehingga apabila terjadi perubahan nilai parameter pada kontrol negatif, ada kemungkinan disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme endogenous yang terdapat dalam limbah tersebut. Dan apabila terjadi penurunan nilai parameter pada perlakuan, maka dianggap sebagai hasil akumulasi degradasi oleh mikroorganisme alami dari tangki septik dan mikroorganisme endogenous limbah.
Limbah domestik mengandung bahan organik berupa karbohidrat, protein, minyak dan lemak (Bitton, 2005). Limbah domestik yang digunakan dalam penelitian ini berwarna kuning kecoklatan dan terdapat gumpalan-gumpalan dalam limbah seperti pada Gambar 4 serta berbau menyengat. Dalam limbah domestik ditambahkan pupuk N PK sebanyak 0.1 % dari volume limbah dan pupuk urea sebanyak 10 % dari volume limbah. Tujuan dari pemberian pupuk NPK dan urea ini untuk aktivasi awal inokulum mikroorganisme alami tangki septik. Menurut Confer (1997), limbah cair domestik mengandung 50-60% dari Dissolved Organik Carbon (DOC) yang berukuran lebih dari 1000 amu (atomic mass units). Ukuran tersebut termasuk dalam kategori makromolekul. Mikroorganisme perlu mendegradasi makromolekul tersebut menjadi mikromolekul lebih dahulu dan degradasi tersebut membutuhkan waktu. Sehingga penambahan pupuk urea dan NPK diharapkan dapat menyediakan nutrisi selama waktu tersebut.
(a) (b) (c) Gambar 4. (a) Limbah domestik (b) limbah pasar (c) air sungai tercemar
Limbah pasar yang telah diblender dan disaring tampak berwarna coklat pekat seperti pada Gambar 4 serta berbau menyengat. Sampel air sungai tercemar yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari kawasan pintu air Ngagel Surabaya, dimana sampel air terlihat keruh. Dalam limbah pasar dan sungai tercemar juga dilakukan penambahan NPK dan urea seperti pada limbah domestik.
Derajat Keasaman (pH) Parameter pH pada limbah pasar, domestik dan sungai tercemar, mengalami peningkatan nilai dari hari ke-0 sampai hari ke-20. Adanya perubahan pH menunjukkan terjadinya proses biodegradasi bahan organik. Bertambahnya nilai pH disebabkan oleh proses denitrifikasi, yaitu
perubahanan NO2 menjadi N2 (Madigan, 1997). Keberadaan N2 inilah yang menyebabkan pH meningkat. Perubahan nilai pH pada limbah domestik, pasar dan sungai tercemar selama masa inkubasi 20 ha ri dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 5. Grafik perubahan ph selama 20 hari masa inkubasi (a) perlakuan terang (b) perlakuan gelap (c) kontrol positif terang (d) kontrol positif gelap (e) kontrol negatif terang (f) kontrol negatif gelap
Berdasarkan perubahan nilai pH pada tiga sumber limbah organik yang berbeda, terlihat bahwa limbah organik dalam limbah pasar lebih banyak didegradasi oleh mikroorganisme tangki septik. Hal ini dapat dilihat pada perubahan pH dari hari ke-0 sampai hari ke-5, yaitu dari pH 2 menjadi 10 pa da kondisi gelap dan dari pH 2 menjadi 9 pa da kondisi terang. Berdasarkan perubahan pH tersebut, dapat dilihat bahwa mikroorganisme alami tangki septik cenderung menyukai kondisi gelap daripada kondisi terang.
Ini dapat menjadi salah satu parameter, bahwa mikroorganisme dalam tangki septik merupakan mikroorganisme yang tidak menggunakan cahaya sebagai sumber energinya, namun menggunakan energi kimia (Husin, 2008). Perubahan nilai pH pada perlakuan memiliki nilai yang sama apabila dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif. Sehingga berdasarkan parameter pH, kemampuan mikroorganisme alami tangki septik dalam mendegradasi bahan organik, sama dengan kontrol positif dan negatif.
Biodegradasi Limbah Organik Pada 5 Hari Masa Inkubasi Proses biodegradasi yang terjadi dalam limbah dapat dilihat dari nilai BOD yang semakin menurun (Fatha, 2007). Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan nilai senyawa organik yang mudah terdegradasi. Nilai ini ditunjukkan dalam milligram oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik dalam satu liter air (Smith, 2005). Semakin kecil kadar BOD menunjukkan bahwa jumlah bahan organik dalam limbah sedikit, sebab oksigen yang dibutuhkan juga semakin sedikit (Chotimah,
(a)
(c)
2010). Senyawa organik akan diubah menjadi CO2, H2O, NH4 dan massa bakteri sebagai sumber energi (Bitton, 2005). Semakin kecil penurunan nilai BOD dalam suatu proses pengolahan limbah, menunjukkan bahwa semakin kecil proses degradasi yang terjadi. Pada ketiga jenis limbah, semua mengalami penurunan nilai BOD (Gambar 6), ini menunjukkan bahwa mikroorganisme alami tangki septik dapat digunakan untuk mendegradasi bahan organik pada limbah pasar, domestik dan sungai tercemar.
(b)
(d)
(e) (f) Gambar 6. Persentase perubahan nilai parameter setelah 5 hari masa inkubasi (a) perlakuan terang (b) perlakuan gelap (c) kontrol positif terang (d) kontrol positif gelap (e) kontrol negatif terang (f) kontrol negatif gelap. Tanda negatif pada persentase menunjukkan bahwa nilai parameter tidak mengaami penurunan, melainkan terjadi peningkatan.
Adanya proses degradasi juga dapat ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai
COD, TSS dan TDS (Wirda, 2011 d an Lestari, 2008). Sama seperti pada parameter BOD, semakin kecil perubahan nilai COD, TSS dan
TDS menunjukkan semakin kecil proses degradasi yang terjadi pada pengolahan limbah. Penurunan total solid dapat disebabkan proses degradasi yang dilakukan oleh mikroorganisme pada limbah pasar, domestik da n sungai tercemar yang mengandung bahan organik berupa protein, lemak, dan karbohidrat rantai panjang. Karakteristik yang demikian membuat bahan tersebut mudah diolah secara biologis. Semakin menurunnya kadar TSS terjadi karena bahan-bahan organik mengalami degradasi pada saat proses hidrolisis. Selama proses hidrolisis, padatan tersuspensi berkurang karena telah berubah menjadi terlarut (Chotimah, 2010). Kemampuan mikroorganisme alami tangki septik dalam mendegradasi bahan organik pada limbah pasar lebih besar dari limbah domestik dan sungai tercemar berdasarkan parameter BOD, COD, TSS dan TDS dapat dilihat pada Gambar 6. Ini menunjukkan ada kecenderungan searah dengan kenaikan parameter pH. Berdasarkan parameter tersebut, juga dapat dilihat bahwa mikroorganisme alami tangki septik mendegradasi bahan organik lebih besar pada kondisi gelap. Mengingat bahwa sumber limbah domestik adalah rumah tangga yang banyak mengandung sabun dan deterjen untuk keperluan sehari-hari, maka hal ini mungkin menunjukkan bahwa konsentrasi kandungan sabun atau deterjen pada limbah domestik maupun sungai tercemar lebih tinggi daripada limbah pasar. Sabun dan deterjen merupakan bahan pencuci yang sering digunakan dalam industri maupun rumah tangga, yang relatif tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme (Adhitiastuti dan Bisono, 2008). Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+ dengan ion karboksil sebagai kepala dan hidrokarbon sebagai ekor. Deterjen berasal dari bahan surfraktan, salah satu jenis detejen adalah ABS (Alkil Benzen Sulfonat) yang tidak dapat diurai bakteri dengan cepat (Achmad, 2009).
Keberadaan sabun dan deterjen dapat mengganggu proses degradasi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Pada kondisi gelap, terdapat empat parameter yang mengalami penurunan pada limbah pasar, yaitu BOD dari 1830 m g/l menjadi 656.7 mg/l, COD dari 1640 menjadi 40 mg/l, TSS dari 0.85 mg/l menjadi 0.36 mg/l dan TDS dari 3.76 m g/l menjadi 3.053 m g/l (Gambar 6 dan Lampiran 4). Sedangkan pada limbah domestik dan sungai hanya terdapat 2 parameter yang mengalami penurunan yaitu BOD dan TSS. Pada limbah domestik, BOD mengalami perubahan nilai dari 2560 m g/l menjadi 1325.3 m g/l dan TSS dari 15550 m g/l menjadi 17.3 mg/l. Pada sungai tercemar, BOD mengalami perubahan nilai dari 18 mg/l menjadi 8 mg/l dan TSS dari 0.076 mg/l menjadi 0.041 m g/l. Pada kondisi gelap, dapat dilihat bahwa mikroorganisme alami tangki septik memiliki kemampuan mendegradasi bahan organik limbah pasar lebih baik daripada kontrol positif dan negatif terutama apabila dilihat dari parameter COD. Pada kondisi terang, limbah pasar memiliki 3 parameter yang mengalami penurunan setelah 5 hari masa inkubasi, yaitu nilai BOD dari 1830 mg/l menjadi 600 mg/l, kemudian nilai COD dari 1640 m g/l menjadi 226.7 m g/l dan nilai TSS dari 0.85 mg/l menjadi 0.19 mg/l (Gambar 6). Sedangkan pada limbah domestik dan sungai tercemar hanya terdapat dua parameter yang mengalami penurunan, yaitu parameter BOD dan TSS. Pada limbah domestik, BOD mengalami perubahan nilai dari 2560 m g/l menjadi 1703.3 m g/l dan TSS mengalami perubahan nilai dari 15550 m g/l menjadi 37 mg/l. Pada limbah sungai, BOD mengalami perubahan nilai dari 18 mg/l menjadi 10 m g/l dan TSS mengalami perubahan nilai dari 0.076 mg/l menjadi 0.075 mg/l.
Biodegradasi Limbah Organik Setelah Hari ke-5 Masa Inkubasi (Hari ke 10 Sampai Hari ke-20) Setelah masa inkubasi 5 hari, nilai COD pada limbah bersifat fluktuatif (Gambar 7). Pada limbah pasar, nilai COD hari ke-10 dan 15 mengalami peningkatan. Namun pada hari ke20, limbah kembali mengalami penurunan. Pada limbah domestik, setelah hari ke-5 nilai COD terus mengalami peningkatan. Begitu juga pada sungai tercemar kondisi terang hari ke-10 COD mengalami peningkatan, sedangkan pada kondisi gelap nilai COD baru mengalami peningkatan pada hari ke-15. kemudian pada hari ke-20 COD kembali mengalami penurunan. Semakin meningkatnya nilai COD dapat terjadi karena adanya pengambilan sampel setiap 5 hari sekali tanpa diikuti dengan penggantian volume dengan aquades dalam bioreaktor. Karena volume sampel yang semakin berkurang, maka sampel menjadi semakin pekat. Hal ini dapat dilihat dari nilai COD pada kontrol negatif dan kontrol positif yang juga mengalami peningkatan. Nilai COD awal pada perlakuan ditambahkan dengan nilai COD inokulum alami tangki septik. Hal ini dilakukan karena inokulum alami tangki septik memiliki COD yang besar, yaitu 480 mg/l. Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) umumnya lebih besar dari Biochemical Oxygen Demand (BOD) karena COD merupakan total dari bahan organik yang terkandung pada limbah, sedangkan BOD hanya merupakan bahan organik yang mudah didegradasi. Lebih besarnya nilai COD dari pada BOD pada limbah pasar dan limbah organik dikarenakan adanya proses pengenceran sebelum uji BOD dilakukan. Dalam penelitian ini, karena tingginya nilai BOD awal dari limbah organik, maka limbah harus diencerkan terlebih dahulu untuk meningkatkan kadar oksigen. Di sisi lain, pengenceran ini akan menurunkan ketepatan uji
BOD karena limbah menjadi tidak homogen (Jenie dan Rahayu, 1993).
(a)
Keterangan :
(b)
(c)
Gambar 7. Grafik perubahan nilai cod selama 20 hari inkubasi pada (a) limbah pasar (b) limbah domestik (c) sungai tercemar
Parameter selanjutnya adalah Total Suspended Solid (TSS) yaitu jumlah berat zat yang tersuspensi dalam volume tertentu di dalam air yang dinyatakan dengan mg/l (Djasio, 1984). Semakin kecil penurunan nilai TSS pada pengolahan limbah, menunjukkan proses degradasi bahan organik juga semakin kecil. Parameter TSS limbah pasar, limbah domestik dan sungai tercemar setelah hari ke-5 bersifat fluktuatif (Gambar 8). Hal ini juga menunjukkan bahwa nilai parameter pengamatan, terutama TSS dipengaruhi oleh volume air. Volume air limbah yang semakin lama semakin berkurang juga menjadi penentu nilai TSS. Semakin dekatnya jarak air limbah dengan endapan di dasar akan mengakibatkan terjadinya pengadukan saat pengambilan sampel, sehingga endapan ikut terangkat dan
meningkatkan nilai TSS. Peningkatan nilai TSS pada limbah domestik juga dapat disebabkan karena tidak dilakukannya penyaringan, sehingga sampel menjadi tidak homogen.
µm (Sumarsih, 2003). Fungi yang biasanya ditemukan dalam limbah cair adalah Aspergillus dan Candida (Gerardi and Zimmerman, 2005).
(a) (a)
(b)
Keterangan : Keterangan :
(b)
(c)
(c)
Gambar 9. Grafik perubahan nilai tds selama 20 hari inkubasi (a) limbah pasar (b) limbah domestik (c) sungai tercemar Gambar 8. Grafik perubahan nilai tss selama 20 hari inkubasi (a) limbah pasar (b) limbah domestik (c) sungai tercemar
Zat-zat yang tersuspensi dalam air biasanya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, lumpur, kotoran, tumbuhan, bakteri dan fungi (Djasio, 1984). Ukuran pada sebagian besar bakteri berkisar antara 0.3 sampai 3µm, kecuali bakteri filamen, cyanobacteria dan spirochetes. Spirochetes yang hidup bebas dan ditemukan dalam pengolahan air limbah domestik memiliki ukuran panjang mencapai 50µm. Bakteri Escherichia coli yang merupakan bakteri yang biasa ditemukan dalam feses manusia dan pengolahan air limbah kira-kira berukuran panjang 2µm dan lebar 0.5µm (Gerardi, 2006). Sedangkan fungi berukuran lebih besar dari 5
Perubahan nilai parameter TDS setelah hari ke-5 juga bersifat fluktuatif seperti pada parameter COD dan TSS. Namun pada limbah pasar, nilai TDS cenderung mengalami penurunan, ini menunjukkan bahwa ada proses degradasi yang terjadi pada limbah pasar. Peningkatan nilai TDS dapat disebabkan karena adanya proses pemecahan bahan organik yang tadinya merupakan suspended solid. Seharusnya, meskipun terdapat bahan organik yang tadinya berukuran TSS didegradasi menjadi berukuran TDS, nilai TDS tetap mengalami penurunan karena bahan organik tersebut digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi. Peningkatan nilai TDS ini diduga karena adanya deterjen dan sabun yang sulit dihancurkan oleh mikroorganisme
yang terkandung dalam limbah domestik. Sabun yang masuk dalam lingkungan air akan terendap sebagai garam-garam kalsium dan magnesium, sehingga dapat meningkatkan parameter TDS (Achmad, 2009). 4. Kesimpulan Mikroorganisme alami tangki septik memiliki kemampuan untuk mendegradasi bahan organik yang terkandung dalam limbah domestik, pasar dan sungai tercemar. Dari ketiga jenis limbah tersebut, proses degradasi bahan organik yang terbesar terjadi pada hari ke-5 pada limbah pasar. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan nilai BOD, COD, TSS, TDS dan pH yang lebih tinggi. Mikroorganisme alami tangki septik lebih banyak mendegradasi bahan organik pada kondisi gelap daripada kondisi terang. Hal ini dapat dilihat dari penurunan nilai parameter BOD sebesar 64.1%, COD sebesar 96.5%, TSS sebesar 57.6% , TDS sebesar 18% dan pH dari 2 m enjadi 10. Nilai parameter setelah hari ke-5 bersifat fluktuatif.
Daftar Pustaka Achmad, R. 2009. Kimia Andi,Yogyakarta : Hal 48.
Lingkungan.
Adhitiastuti, H dan Bisono, P. H. O. 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter. Universitas Diponegoro, Semarang. APHA AWWA, WEF. 1998. Standart of Methods For The Examination of Water And Waste Water, 20 th Edition. Ardeniswan., Mulyati, Y., Tontowi dan A. Rahman. 1997. Evaluasi Kembali Metode Analisis Untuk Penetapan Nilai BOD Di Indonesia. Buletin IPT. Vol III (2) : hal 3-4.
Bitton, G. 2005. Waste Water Microbiology. Third Edition. John Wiley & Sons, Inc, New Jersey : hal 59, 68, 215-216. Chotimah, S. N. 2010. Pembuatan Biogas dari Limbah Makanan dengan Variasi dan Suhu Substrat dalam Biodigester Anaerob. Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta. Christianto. 2007. Menakar Potensi Sampah Pasar. http://tirtaamartya.wordpress.com/2007/06/19/s ampah-pasar-2/. Diakses pada tanggal 28 Februari 2011 pukul 12.43. Confer, D R and Logan, B E. 1997. Molecular Weight Distribution Of Hydrolysis Products During Biodegradation Of Model Macromolecules In Suspended And Biofilm Cultures I. Bovine Serum Albumin. Wat. Res. Vol. 31 No.9: Hal 1-2. Darmayasa, I. B. G. 2008. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Lipid (Lemak) Pada Beberapa Tempat Pembuangan Limbah Dan Estuari Dam Denpasar. Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, F MIPA, Universitas Udayana, Bali. Djasio, S. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. Depkes RI, Jakarta : Hal 82-83. Fatha, A. 2007. Pemanfaatan Zeolit Aktif Untuk Menurunkan BOD dan COD Limbah Tahu. Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang, Semarang. Gandjar, I., Sjamsuridzal, W dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan : hal 29-31.
Gerardi, M. H. 2006. Wastewater Bacteria. John Wiley & Sons, Inc, New Jersey : hal 4-5, 19. Gerardi, M. H and Zimmerman, M. C. 2005. Wastewater Pathogens. John Wiley & Sons, Inc, New Jersey : hal 16. Gowner, A. M. 1980. Water Quality in Catchment Ecosystems. John Willey & Sons, New York. Husin, A. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob dalam Reaktor Fixed-Bed. Universitas Sumatera Utara, Medan. Jenie dan Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius, Yogyakarta. Lestari, W. P. 2008. Perbedaan EM-4 dan Starbio dalam Menurunkan Kadar TSS dan TDS Limbah Cair Batik Brotojoyo di Desa Karangpilang, Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Madigan, M. T dan J. M. Martinko. 1997. Brock; Biology Of Microorganism. 11th edition. Pearson Prentice Hall, USA. Hal : 558. Nemerow, N. L., Agardy, F. J., Sullivan, P and Joseph S. 2009. Environmental Engineering, Water, Wastewater, Soil and Groundwater Treatment and Remediation. Sixth Edition. John Wiley & Sons, Inc, New Jersey : hal 298, 300. Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Proses Biofilter Aerobik. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Rizaldi, R. 2008. Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Di Perumahan Dayu Permai Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Sasongko, L A. 2006. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk Di Sekitar Sungai Tuk Terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang Serta Upaya Penanganannya (Studi Kasus Kelurahan Sampangan dan Bendan Ngisor Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang). Universitas Diponegoro, Semarang. Smith, P. G and Scott, J. G. 2005. Dictionary of Water and Waste Management. Second Edition. IWA Publishing, Great Britain : hal 65. Suhardjo, D. 2008. Penurunan COD, TSS dan Total Fosfat pada Septik Tank Limbah Mataram Citra Sembada Catering dengan Menggunakan Wastewater Garden. J. Manusia dan Lingkungan, Vol. 15 (2) : 79-89 : hal 4. Sumarsih, S. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. UPN Veteran, Yogyakarta. Suyasa, I W. B Dan W. Dwijani. 2009. Pengaruh Penambahan Urea, Kompos Cair, dan Campuran Kompos Dengan Gula Terhadap Kandungan BOD dan COD Pada Pengolahan Air Limbah Pencelupan. Universitas Udayana, Bali. Ecotrophic ♦ 4 (1): 62-65. Wirda, F. R and M. Handajani. 2011. Degradation of Organik Compound in Liquid Phase Biowaste With Additional Water Variation at Ratio 1:2 in Batch Reaktor. Institut Teknologi Bandung, Bandung.