perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI PERBEDAAN EKSPRESI p27 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magistert Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik
Oleh : Edy Priyanto S.5507002
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI PERBEDAAN EKSPRESI p27 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII
Disusun Oleh:
Edy Priyanto S.5507002
Telah disetujui oleh Pembimbing Pada tanggal:
April 2011
Dewan Pembimbing:
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Prof. Dr. KRMT Tedjo Danoedjo Oepomo, dr. SpOG(K)
…………………
NIP .19460120 197303 1 001 Pembimbing II
Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si
………………….
NIP .19670215 199403 2 001
Mengetahui Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. MM, Mkes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI PERBEDAAN EKSPRESI p27 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII
Disusun oleh : Edy Priyanto S.5507002
Telah disetujui oleh tim penguji Pada tanggal :
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
: Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. MM, Mkes, PAK
............................
...................
Sekretaris
: Prof. Dr. Harsono Salimo, dr. SpA(K)
............................
...................
Anggota
: 1. Prof. Dr. Tedjo Danujo Oepomo, dr. SpOG(K) ............................
...................
2. Dyah Ratna Budiani, Dra, M.Si
............................
...................
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana
Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D NIP.19570820 198503 1 004
Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. MM, Mkes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, peneliti : Nama
: Edy Priyanto
NIM
: S5507002
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul STUDI PERBEDAAN EKSPREKSI p27 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta,
April 2011
Yang membuat pernyataan,
Edy Priyanto
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu‘alaikum Wr.Wb. Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Program Pascasarjana Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. Syamsulhadi, dr. SpKJ(K) selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 3. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr. MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Combined Degree Magister Kedokteran Keluarga dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Prof. Dr. KRMT. Tedjo Danoedjo Oepomo, dr. SpOG(K), selaku pembimbing I, yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian ini. 5. Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si., selaku pembimbing II, yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, semangat dan solusi dalam memecahkan masalah yang timbul demi kesempurnaan penelitian ini. 6. Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr., SpPA(K) selaku konsultan materi dan kepala laboratorium Patologi Anatomi yang telah memberikan izin menggunakan laboratorium untuk melakukan penelitian 7. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. MM, M.Kes, PAK dan Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., SpA(K) selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga dan Ketua Minat Utama Ilmu Biomedik, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret sekaligus selaku penguji yang banyak memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini. 8. Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, SpOK selaku konsultan metodologi penelitian dan penguji proposal yang banyak memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini. 9. Rustam Sunaryo, dr., SpOG selaku Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi Surakarta serta selaku Ketua Program Studi Bagian Obstetri dan Ginekologi terdahulu Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengikuti program Combined Degree Magister Kedokteran Keluarga dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Universitas Sebelas Maret Surakarta. 10. Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Pascasarjana Universitas Sebelas Maret dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 11. Keluarga penulis, kepada bapak dan ibu, Moekri Arrianto dan Sri Suwarni, yang telah membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dan selalu memberikan dorongan dan doa kepada penulis untuk selalu berbuat yang terbaik dalam menyelesaikan pendidikan ini. 12. Seluruh rekan-rekan Magister Kedokteran Keluarga dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mengajarkan arti ilmu, persahabatan dan kebijaksanaan. 13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam tesis ini. Untuk itu penulis mohon maaf dan mengharap kritik dan saran yang membangun sehingga dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Edy Priyanto, S5507002. 2011. Studi Perbedaan Ekspresi p27 antara Endometrioma dan Karsinoma Ovarii. Tesis Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Latar Belakang : Tumor supressor gen p27 merupakan salah satu protein yang mengatur pertumbuhan sel berkaitan dengan ikatan cyclin dependent kinase, gangguan fungsi tumor supressor gen ini menjelaskan sebuah teori tumorigenesis. Hubungan antara endometrioma dan neoplasia ditunjukkan dengan adanya sifat-sifat kanker (The Hallmarks of Cancer Mechanism) dimana salah satunya berkaitan dengan regulasi cyclin dependent kinase. Tujuan : Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis perbedaan ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii. Metode : Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan di Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta dan dilakukan pengecatan imunohistokimia dan pengamatan ekspresi p27 di laboratorium Biomedik Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang kemudian diuji statistik dengan uji Mann-Whitney. Hasil : Pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan ekspresi p27 pada endometrioma 1,99% dan pada karsinoma ovarii 1,37%. Dengan sebaran data endometrioma 1,65 (04,8) dan 1,05 (0-8,4). Tidak didapatkan perbedaan secara bermakna ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 dengan tingkat signifikansi 0,063 (p > 0,05). Kesimpulan : Ekspresi p27 pada karsinoma ovarii lebih rendah dari pada ekspresi p27 pada endometrioma walaupun tidak didapatkan perbedaan secara bermakna, menunjukkan adanya kesamaan aspek molekuler yang dimiliki oleh endomerioma dan karsinoma ovarii tipe 1. Aspek molekuler yang dimiliki oleh p27 berperan dalam cell cycle arest. Kondisi ini menunjukkan endometrioma masih dimungkinkan menjadi karsinoma ovarii tipe 1. Kata kunci : Ekspresi p27, Endometrioma, Karsinoma Ovarii
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Edy Priyanto, S5507002. 2011. Study The Difference of p27 Expression between Endometrioma and Ovarian Carcinoma.Thesis : Post Graduate Program of Sebelas Maret University. Background : Tumor supressor gene p27 is one of the proteins that regulate cell growth associated with cyclin dependent kinase binding, impaired function of tumor supressor gene explained a theory of tumorigenesis. endometrioma is one of benign gynecological disease that nowadays most attention. The relationship between endometrioma and neoplasia shown by the properties of cancer (The hallmarks of Cancer Mechanism) where one of them relating to the regulation of cyclin dependent kinase. Purpose : This study aimed to knowing and analyzing the difference of p27 expression in endometriomas and ovarian carcinoma. Method : An observational study with cross sectional analytic. Samples were taken at the hospital dr. Moewardi Surakarta and performed immunohistochemical staining and p27 expression observed in the laboratory Biomedicine Department of Pathology Faculty of Medicine, Sebelas Maret University of Surakarta, which is then tested statistically with the Mann-Whitney test. Result : Immunohistochemical examination showed p27 expression in endometriomas 1.99% and 1.37% in ovarian carcinoma. With the spread of data endometrioma 1.65 (0 to 4.8) and 1.05 (from 0 to 8.4). There were no significant differences in p27 expression between endometrioma and type 1 ovarian carcinoma with a significance level of 0.063 (p>0.05). Conclusion : p27 expression in carcinoma ovarii lower than in p27 expression in endometriomas although we did not find significant differences, indicating a common molecular aspect owned by endomerioma and type 1 ovarian carcinoma. Molecular Aspects owned by p27 plays a role in cell cycle arest. This condition indicates endometriomas is still possible to type 1 ovarian carcinoma Key words : p27 expression, endometrioma, ovarian carcinoma
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING.................................................ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI....................................................... iii PERNYATAAN......................................................................................... iv KATA PENGANTAR................................................................................ v ABSTRAK.................................................................................................
viii
ABSTRACT...............................................................................................
ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………..x DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. xiv DAFTAR TABEL......................................................................................
xviii
DAFTAR GRAFIK..................................................................................... xix DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………... xx DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xxii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………. 1 A. Latar Belakang…..…………………………………………….... 1 B. Rumusan Masalah…..…………………………………………... 4 C. Tujuan Penelitian……...………………………………………....4 D. Manfaat Penelitian……..……………………………………….. 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. 5 A. Endometrioma…………...…………………………………….... 5 1. Pengertian…………......………………………………… 5
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Patogenesis…………….......……………………………..6 3. Klasifikasi…………………......………………………… 9 4. Diagnosis………………………......……………………. 12 5. Histopatologi………………………......………………… 14 B. Karsinoma Ovarii………………………………...……………... 16 1. Pengertian…………………………………......………… 16 2. Etiologi………………………......……………………….16 3. Klasifikasi………………………......…………………… 20 4. Karsinogenesis………………………......………………. 24 C. p27.............................................................................................
26
D. Hubungan Endometrioma dan karsinoma Ovarii Terkait dengan Ekspresi p27…………………………………………... 28 E. Kerangka Teori…………………………………...…………....... 39 F. Kerangka Konseptual……………………………..…………….. 40 G. Hipotesis…………………………………………..……………. 40 BAB III. METODE PENELITIAN………………………………………... 41 A. Jenis dan Rancangan Penelitian….....………………...………… 41 1. Jenis Penelitian…....……………………………......…….41 2. Rancangan Penelitian………………………………......... 41 B. Tempat dan Waktu Penelitian ………………...............…...…... 42 C. Subyek penelitian....................................................................... 42 1. Besar Sampel …………………........………………........ 42 2. Teknik Sampling …..……………………………......…... 43
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 Populasi Penelitian. ……......………………………......... 43 i. Kriteria Inklusi..........…………………….………. 43 ii. Kriteria Ekkslusi…………………………............ 43 D. Variabel Penelitian………………………………………...……. 43 1. Variabel Bebas.……………………………………......… 43 2. Variabel Terikat...………………………………......…… 43 E. Definisi Operasional………………………………………...…... 44 F. Cara Kerja ............................................…………...…………… 44 1. Instrumentasi……………………………......………….... 45 2. Teknik Pengambilan Jaringan……………….....……...... 45 G. Pembacaan...............…………………………………..………... 46 H. Analisis Data……………………………….............………….... 46 I. Jadwal Penelitian........................................................................ 46 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................ 47 A. Hasil Penelitian......................................................................... 47 1. Distribusi Sampel, Sebaran dan Rerata Ekspresi p2..... 47 2. Hasil Uji Normalitas..................................................... 49 3. Hasil Uji Perbedaan....................................................... 49 B. Pembahasan.............................................................................. 51 BAB V. PENUTUP...................................................................................
59
A. Kesimpulan............................................................................... 59 B. Saran......................................................................................... 59
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA……………….............……………………………... 60 LAMPIRAN................................................................................................ 65
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Peran tumor supressor gen dalam siklus sel……………………….. 26
Gambar 2.2.
Multistep tumor progression……………………………………….. 30
Gambar 2.3.
Regulasi cyclin-CDK pada siklus sel……………………………….35
Gambar 2.4.
Mekanisme p27 pada siklus sel…………………………………..... 36
Gambar 2.5.
Kerangka Teori................................................................................. 39
Gambar 4.1.
Ekspresi p27 positif (panah hitam) dengan pewarnaan Imunohistokimia pada endometrioma (pembesaran 400 kali)............................. 50
Gambar 4.2.
Ekspresi p27 positif (panah hitam) dengan pewarnaan Imunohistokimia pada karsinoma ovarii (pembesaran 400 kali)......................... 50
Gambar 4.3
Peran jalur PI3K pada proliferasi sel................................................. 57
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Kesamaan faktor pada endometriosis dan karsinoma ovarii ….. 29
Tabel 2.2.
Hasil LOH pada Endometriosis, EAOC (Endometriosis Associated with Ovarian Carcinoma, Karsinoma Ovarium Tipe Endometrioid..................................................................................... 32
Tabel 4.1.
Distribusi Sampel Penelitian.............................................................. 47
Tabel 4.2.
Rerata prosentase nilai ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1...................................................................
Tabel 4.3.
48
Sebaran data ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1....................................................................................
commit to user xv
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1.
Grafik Rerata Prosentase Ekspresi p27 pada Endometrioma dan Karsinoma Ovarii....................................................................
commit to user xvi
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
AFS
American Fertility Society
ASRM
American Society for Reproductive Medicine
BRCA
Breast Receptor Cancer Antigen
CDK
Cyclin Dependent Kinase
Cip/Kip
Kinase Inhibitory Protein
CKIs
Cyclin Kinase Inhibitor
DMBA
Dimetilbenzantrene
EEC
Endoscopic Endometriosis Classification
FSH
Folikel Stimulating Hormon
HNPCC
Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer
INK4
Inhibitor of CDK4
KPC1/2
K. pneumoniae carbapenemase 1/2
LH
Luteinizing Hormon
LOH
Loss of Heterozygosity
MHT
Menopousal Hormone Therapy
PI3K
Phosphatidil inositol 3-kinase
PTEN
Phosphatase and tensin homolog on chromosome ten
p21
21 kDa protein
p27
27 kDa protein
p53
53 kDa protein commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pRb
Protein Retinoblastoma
SCFskp2/cks1
Skp, Cullin, F-box containing complex
TSG
Tumor Suppressor Gene
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Alat dan Bahan............................................................................
66
Lampiran 2.
Cara Kerja....................................................................................
67
Lampiran 3.
Analisis Statistik …………………………………………….......... 70
Lampiran 4.
Izin Penelitian Bagian Patologi Anatomi FKUNS …………......... 72
commit to user xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Endometrioma merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun di negara
berkembang,
telah
banyak
penelitian
yang
dilakukan
terhadap
endometrioma, namun hingga kini penyebab dan patogenesisnya belum diketahui juga secara pasti. Endometrioma merupakan suatu endometriosis di ovarium yang berasal dari kata endometrium. Arti endometriosis sendiri secara klinis adalah jaringan endometrium yang terdapat di luar cavum uteri seperti vesika urinaria, usus, peritoneum, paru, umbilikus bahkan dapat dijumpai di mata dan otak atau dapat terjadi di organ genetalia interna termasuk di dalam ovarium sendiri yang disebut dengan endometrioma (Baziad, 2003). Manifestasi klinisnya berupa rasa nyeri panggul kronis, tumor dan peningkatan infertilitas yang mempunyai dampak terhadap turunnya kualitas hidup penderitanya (Oepomo, 2007). Akhir-akhir ini banyak penelitian menghubungkan endometrioma dengan peningkatan risiko terjadinya keganasan ovarium yang memunculkan suatu fenomena transformasi endometrioma menjadi keganasan (Ness, 2003). Kajian biomolekuler banyak mulai diteliti diantaranya tumor supresor gen, p27, di mana dengan mengetahui perbedaan ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii diharapkan dapat menjelaskan adanya fenomena transformasi tersebut.
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Angka prevalensi sesungguhnya dari endometriosis tidak diketahui, awalnya operasi merupakan metode paling dipercaya dalam menegakkan diagnosis dan umumnya ada pada wanita dengan gejala dan pemeriksaan fisik yang tidak mengarah pada endometriosis. Prevalensi endometriosis asymptomatic berkisar 4% pada wanita yang secara kebetulan ditemukan pada saat sterilisasi. Perkiraan terbesar dari prevalensi endometriosis antara 5-20% pada wanita dengan nyeri panggul dan antara 20-40% pada wanita dengan keluhan infertil. Secara umum prevalensi kejadian ini berkisar 3-10% pada wanita usia reproduksi (Speroff dan Fritz, 2005). Meskipun endometriosis merupakan penyakit jinak, beberapa penelitian menyatakan bahwa endometriosis dapat mengalami proses keganasan (Varma et al, 2004). Dipublikasikan 80% dari 165 kasus keganasan ovarium menunjukkan gambaran endometriosis. Pada penelitian yang lebih besar (lebih dari 1000 kasus) ditemukan 5-10%, 60%-nya tipe endometrioid dan lebih dari 15% pada tipe clear cell (Heaps et al, 1990). De la Cuesta et al (1996) menemukan sebanyak 40% wanita dengan karsinoma ovarii tipe endometrioid atau clear cell, sepertiganya ditemukan endometriosis. Hal yang sama dilaporkan Vercellini et al (1993), 21% - 54% clear cell carcinoma dan endometrioid ditemukan sel-sel endometriosis serta didapatkan 3% - 9% pada karsinoma ovarii serosum, mucinosum dan tipe lainnya. Dari kasus yang dilaporkan Moll et al (1990), mendokumentasikan seorang wanita dengan biopsi spesimen awal menunjukkan endometriosis atipik yang 3 tahun kemudian menderita keganasan ovarium dengan tipe clear cell dari ovarium yang sama. Dari penelitian Yates dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Vlahos (2007),
menyatakan wanita usia 10-29 tahun dengan endometriosis
mempunyai risiko 3,5 kali lipat menjadi keganasan ovarium. Hubungan antara endometrioma dan karsinoma ovarii ditunjukkan adanya bukti-bukti secara epidemologi. Karsinoma ovarii secara teoritis juga disebabkan perubahan genetik karena kerusakan epitel ovarium selama proses ovulasi. Lesi awal karsinoma ovarii dapat berasal dari endometriosis atau metaplasi duktus muleri epitel permukaan ovarium. Selain itu, adanya pola penyimpangan kromosom
pada
endometriosis
menjadikan
endometriosis
mempunyai
kemampuan invasi dan metastasis seperti karakteristik yang dipunyai sel kanker (Ness, 2003). Pada neoplasia diperlukan dua mutasi, yaitu mutasi somatik atau mutasi lapisan benih dengan mutasi somatik lain. Oleh karena itu, ekspansi sel monoklonal pada jaringan endometriosis perlu diamati. Onkogen pasti (c-myc, cerb B1 dan 2) seperti regio 6p ditemukan tampil berlebihan. Namun demikian tidak satu pun dari beberapa gen kuat terlihat secara khusus tampil berlebihan pada regio 6p (Jacoeb et al, 2009). p27kip1 merupakan salah satu anggota Cip1/Kip1 dari family cyclin dependent kinase inhibitor yang juga merupakan sebuah tumor supressor gen. Penurunan kadar p27 berhubungan dengan prognosis buruk beberapa tumor diantaranya tumor ganas mammae, colon, prostat dan paruparu. Dalam Hallmarks of Cancer, penurunan protein p27 merupakan ciri self sufficiency of growth signal yang berkaitan dengan peningkatan ikatan kompleks Cyclin – CDK (Varma et al, 2004). Terdapat bukti-bukti bahwa perubahanperubahan siklus sel endometrioma mungkin terlibat dalam patogenesis kasinoma
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
ovarii, penurunan ekspresi protein p27 dapat terlibat pada endometrioma dan karsinoma ovarii. Dalam penelitian ini akan dianalisis perbedaan ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii, sehingga didapatkan gambaran kaitan antara keduanya. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengungkap perbedaan ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii. 2. Tujuan Khusus Menganalisis makna perbedaan ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii dikaitkan dengan karsinogenesis tumor ovarium. D. Manfaat Manfaat Teoritik Dengan mengetahui perbedaan ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii dapat dijadikan dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ekspresi p27 sehingga diperoleh gambaran mekanisme hubungan antara keduanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Endometrioma 1.
Pengertian Endometrioma merupakan penyakit jinak ginekologi dengan kelainan
adanya endometrium ektopik pada ovarium termasuk kelenjar dan stromanya yang berhubungan dengan nyeri pelvis dan infertilitas (Speroff dan Fritz, 2005). Endometrioma merupakan suatu endometriosis ovarii berasal dari kata endometrium,
arti
endometriosis
sendiri
secara
klinis
adalah
jaringan
endometrium yang terdapat di luar kavum uteri seperti organ-organ genetalia interna, vesika urinaria, usus, peritoneum, paru, umbilikus bahkan dapat dijumpai di mata dan otak (Baziad, 2003). Wanita dengan endometriosis pada ovarium dapat berkembang dan tumbuh sampai dengan 6-8 cm, disebut juga endometrioma yang juga sering dikenal dengan istilah kista coklat karena berisi banyak debris darah bewarna kecoklatan di dalamnya (Tzadik ; Purcell ; Wheeler, 2007). Endometrioma merupakan juga penyakit progresif ginekologi yang sering ditemukan. Namun demikian prevalensi dan insidensi yang sesungguhnya di populasi umum tidak diketahui, sangat beragam dan bergantung pada banyak faktor. Akibatnya, gambaran yang diperoleh tidak mewakili frekuensi penyakit di populasi umum, karena pemastian diagnosisnya membutuhkan pemeriksaan laparoskopi (Jacoeb et al, 2009). Akhir-akhir ini dengan semakin maraknya penggunaan laparoskopi, meningkatkan terdeteksinya kejadian endometrioma.
commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Dilaporkan prevalensi kejadian ini sangat beragam dipandang dari berbagai tingkat sosial maupun indikasi dari laparoskopi. Penelitian pada 1542 wanita caucasian, didapatkan 6 % wanita dengan endometriosis pada sterilisasi secara laparoskopi, 21 % ditemukan pada wanita dengan infertilitas dan 15 % pada wanita dengan nyeri pelvis. Secara umum pada 1542 sampel tersebut didapatkan prevalensi endometriosis sebesar 33 % (West, 2004). 2.
Patogenesis Perkembangan teori patogenesis endometriosis baik dari ductus wolffii
maupun dari jaringan mulleri telah banyak ditentang bahkan sebagian besar mengabaikan. Penemuan endometriosis pada permukaan lapisan serosa colon dan usus halus terjadi murni oleh derivasi embrionik yang terbatas. Teori coelomic metaplasia masih dianggap lemah, karena tidak dapat menjelaskan asal muasal endometriosis. Teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa endometriosis hanya terjadi pada wanita reproduksi, terutama pada organ pelvis dan pada wanita dengan endometrium yang berfungsi baik. Levander dan Normann (1955) mengemukakan teori induksi. Teori ini berdasarkan asumsi adanya substansi spesifik yang dilepaskan oleh endometrium yang berdegenerasi mengiduksi endometriosis dari omnipotent blastema. Teori implantasi berdasarkan prinsip kemampuan endometrium dalam berimplantasi pada permukaan peritoneum. Teori ini terjadi atas 3 tahapan, yaitu : a. Menstruasi retrograde b. Menstruasi retrograde mengandung sel endometrial yang mampu berimplantasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
c. Adesi pada peritoneum terjadi karena adanya implantasi dan proliferasi Menstruasi retrograde dan adesi peritoneal dari jaringan endometrial merupakan elemen penting pada patogenesis endometriosis sesuai dengan teori Sampson (van der Linden, 1997). Menurut Bulun (2009) endometriosis mempunyai 3 bentuk klinis yang nyata, yaitu : a. Implantasi endometrium pada permukaan peritoneum pelvis dan ovarium (peritoneal endometriosis) b. Kista ovarii yang berisi mucosa endometrioid (endometrioma) c. Massa
solid
kompleks
yang
terdiri
dari
campuran
jaringan
endometrium dengan jaringan adiposa serta jaringan fibromuskular yang letaknya antara rectum dan vagina (rectovaginal endometriotic nodule) Endometriosis pada ovarium lazim ditemukan pada wanita usia reproduksi, khususnya mereka yang sedang menjalani penilaian dan penanganan infertilitas. Secara klinis bentuk ini biasanya terdiagnosis sebagai lesi kistik dan disebut endometrioma. Ukurannya beragam, dari 1-2 cm hingga mencapai 10 cm atau lebih dan dapat menyerang satu atau kedua ovarium. Histogenesis
endometrioma
belum
seluruhnya
jelas.
Ternyata
endometrioma memiliki protein yang berbeda dari susukan endometriosis nirkistik, dengan tampilan kolagen VI yang relatif berlebihan dan tampilan bcl-2 dan metaloproteinase IX yang kurang. Pada perkembangan dan pemeliharaan dua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
jenis ini, secara pembandingan imunohistokimiawi dapat ditampilkan gen-gen yang berbeda. Ada tiga model yang paling mungkin untuk menjelaskan endometriosis ovarium. Pembentukan kista coklat yang khas dapat disebabkan oleh satu atau lebih hipotesis berikut ini : Hipotesis pertama didukung oleh temuan irisan serial ovarium yang berisi endometrioma, ternyata pembentukan khas 90% kista coklat adalah penyusukan jaringan mirip endometrium yang melipat keluar ke permukaan ovarium dan berikutnya melekat ke peritoneum pelvik. Dengan demikian, kebanyakan endometrioma tampaknya dibentuk oleh invaginasi korteks setelah tumpukan serpih perdarahan susukan endometriosis permukaan melekat ke peritoneum. Hipotesis kedua berasal dari teori Sampson yang menyatakan peran folikel ovarium dalam patogenesis kista endometriosis. Dalam hal ini ada penyebaran lokal endometriosis oleh alir balik darah haid melalui tuba dan susukan endometriosis permukaan menyerbu kista fungsional. Dengan demikian, susukan endometriosis di ovarium adalah serupa dengan endometriosis di sisi ekstraovarium yang ukurannya terbatasi oleh fibrosis dan jaringan parut. Artinya, endometrioma besar berkembang karena keterlibatan sekunder kista-kista folikel atau luteal oleh susukan-susukan permukaan. Beberapa endometrioma besar terbukti memiliki ciri histologik kista ovarium luteal atau folikuler. Dengan ultrasonografi transvaginal yang menjejaki folikel ovarium diketahui bahwa endometrioma dapat berkembang dari folikel ovarium.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Hipotesis ketiga menggambarkan bahwa metaplasia selomik dari epitel mesotelium yang berinvaginasi ke dalam korteks ovarium berperan pada etiopatogenesis endometrioma. Ini didasarkan pada adanya invaginasi epitel yang sinambung dengan jaringan endometriosis. Hipotesis ini juga didukung oleh adanya endometrioma multilokuler dan asal metaplastik dari tumor-tumor ovarium epitelial. Metaplasia selomik juga dikuatkan oleh adanya endometrioma yang tidak tertahan di peritoneum, sehingga tidak mungkin merupakan akibat dari perlekatan dan perdarahan susukan superfisial yang aktif. Bukti lain adanya endometrioma pada penderita sindrom Rokitansky-Kuster-Mayer-Hauser yang tidak memiliki haid terbalik. Ketepatan patogenesis endometrioma tidak hanya diperlukan untuk kepentingan ilmiah, melainkan juga sebagai dasar praktis dalam menentukan penatalaksanaan yang paling memadai untuk kista endometriosis di ovarium (Jacoeb et al, 2009). 3.
Klasifikasi Menentukan stadium endometriosis penting terutama untuk menetapkan
cara pengobatan yang tepat serta untuk evaluasi hasil pengobatan. Sistem pembagian stadium endometriosis yang dipakai dewasa ini adalah berdasarkan klasifikasi yang dianjurkan oleh Perkumpulan Fertilitas Amerika (American Fertility Society = AFS) dan yang dianjurkan oleh Kurt Semm berupa Endoscopic Endometriosis Classification (EEC) (Baziad, 2003). Klasifikasi yang dibuat oleh AFS tahun 1979 yang kemudian berganti nama menjadi ASRM (American Society for Reproductive Medicine) mengalami revisi. Walaupun tidak ada perubahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
dalam klasifikasinya, telah didiskripsikan bentuk lesi endometriosis sebagai lesi putih, merah atau hitam. Modifikasi ini munculkan berbagai penelitian lain mengenai beberapa aktifitas biokimia pada lesi dan memungkinkan prognosis penyakit ini dapat diprediksi dari bentuk implantasinya (Schorge et al, 2008). Klasifikasi endometrioma dibagi menjadi 3 tipe berdasar pada ukuran, isi kista, mudahnya dipisahkan dari kapsulnya, adhesi kista terhadap struktur dan lokasi dari implantasi yang berhubungan dengan dinding kista. Setelah laparoskopi klinik, kista dievaluasi secara histologi tanpa mengkaitkan dengan klasifikasi klinis. Secara histologi kecil (<2 cm), terdapat pada lapisan superfisial kista dan dinding kista sangat sulit untuk dipisahkan merupakan karakteristik tipe I. Tipe II digambarkan sebagai kista berukuran besar dengan kista yang mudah dipisahkan dari kapsulnya serta merupakan kista luteal. Sedangkan kista besar dengan beberapa perlengketan dan memenuhi karakteristik histologi fungsional (kista luteal atau folikuler) merupakan tipe III (Nehzat et al, 1992). Sedangkan menurut Jacoeb (2009), ada dua jenis endometrioma yaitu endometrioma primer atau jenis I dan endometrioma sekunder jenis II. Diagnosis dipastikan
dengan
biopsi
yang
diperoleh
dengan
laparoskopi.
Model
etiopatogenesis ini juga didukung oleh data biologis yang mengungkapkan kemampuan zalir folikel untuk mendukung pertumbuhan sel endometriosis. Zalir folikel penderita endometriosis dapat memicu peningkatan proliferasi sel dibandingkan dengan zalir folikel dari wanita tanpa penyakit. Selain itu, zalir folikel mewakili lingkungan yang nyaman bagi proliferasi sel yang merangsang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
dengan kuat pertumbuhan sel endometrium dan endometriosis in vitro. Membagi endometrioma sebagai berikut : a. Jenis I
:
-
Endometrioma kecil (1-2 cm) dan berisi cairan gelap
-
Terbentuk dari kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma
-
Berkembang dari susukan endometriosis permukaan dan sukar di-eksisi
-
Merupakan endometriosis sejati (true endometriosis)
-
Secara mikroskopis jaringan endometriosis terlihat pada semuanya
b. Jenis II
:
Jenis IIA :
- Terbentuk dari kista luteal atau folikuler - Kista hemoragik,
penampakan endometrioma yang
menyeluruh -
Dinding kista terpisahkan dengan mudah dari jaringan ovarium
-
Susukan
endometriosis
terletak
superficial
dan
berdekatan dengan kista hemoragik, yang berasal folikuler atau luteal Jenis IIB :
Mikroskopis tidak terlihat selaput endometrium
- Selaput kista mudah dipisahkan dari kapsul ovarium dan stroma,
kecuali
yang
dekat
dengan
susukan
endometriosis Jenis IIC :
- Susukan endometriosis superfisial menyebuk jauh ke
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
dalam dinding kista, sehingga sukar dieksisi -
Temuan histologis endometriosis terlihat pada dinding kista pada kedua subtipe ini
-
Endometrioma jenis IIB dan IIC berukuran besar dan seringkali terkait dengan perlekatan adneksa dan pelvik
4.
Diagnosis Keragaman tampilan klinis dan keluhan pada endometriosis bergantung
pada lokasi dan luasnya lesi. Lesi yang tersebar menyebabkan tampilnya banyak gejala yang tumpang tindih atau mirip dengan penyakit lain, seperti sindrom usus iritabel dan penyakit radang pelvik. Sebagian wanita pengidap endometriosis bahkan sama sekali tak bergejala. Akibatnya
seringkali ada keterlambatan
beberapa tahun antara awitan gejala dan diagnosis pasti (Jacoeb et al, 2009). Halhal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosis endometriosis : a. Tampilan klinis dan keluhan endometriosis sangat beragam (tak bergejala, ringan, berat) b. Endometriosis tak dapat didiagnosis hanya dengan riwayat penyakit saja c. Diagnosis sementara dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, tetapi diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar gejala-gejala saja d. Pemeriksaan pelvis yang amat jelas sekalipun tidak dapat dianggap patognomonik e. Belum ada satu pun uji diagnostik nir-invasif atau uji laboratorik sederhana untuk memastikan endometriosis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Diagnosis endometriosis sangat erat dihubungkan pada wanita dengan riwayat awitan gejalanya. Infertilitas, dismenore dan dispareuni sering kali sebagai keluhan utama pada penyakit ini. Sebagian besar penderita mengeluhkan nyeri pelvik yang konstan dan nyeri punggung yang terjadi premenstruasi yang berangsur menghilang pada saat menstruasi datang. Dispareuni sering dialami apabila penetrasi dalam. Keluhan-keluhan tersebut sering juga tidak muncul karena perbedaan implantasinya (Sajari, 2003). Pemeriksaan fisik pada genetalia eksterna tidak ada kelainan. Adakalanya, pada pemeriksaan dengan spekulum tampak implantasi berwarna biru atau merah sebagai lesi proliferasi yang sering mengakibatkan perdarahan kontak, dan keduanya sering didapat pada fornix posterior. Pada infiltrasi endometriosis lebih dalam, implantasi pada septum rektovaginal sering teraba. Tidak jarang juga dapat terlihat. Sering didapat posisi uterus retrofleksi dan sedikit mobile atau terfiksir. Wanita dengan endometrioma didapatkan massa pada adneksa yang terfiksir, nyeri tekan dan ligamen uterosakral yang teregang karena perlengketan. Pemeriksaan fisik merupakan diagnosis paling sensitif bila dilakukan pada saat menstruasi dan apabila tidak ditemukan tanda klinis tersebut belum juga dapat menyingkirkan diagnosis endometriosis. Dibandingkan dengan diagnosis secara bedah sebagai baku standar untuk endometriosis, pemeriksaan fisik relatif kurang sensitif, spesifik dan bernilai prediktif. Laparoskopi dengan pemeriksaan histologi pada lesi merupakan baku emas
endometriosis.
Dari
bervariasinya
keluhan
commit to user
yang
didapatkan
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
pemeriksaan fisik yang teliti serta sistematik ketepatan diagnosis sebelum dilakukan laparoskopi menjadi dua kali lebih sensitif (Speroff dan Fritz, 2005). 5.
Histopatologi Menurut Taufan (2009), terdapat 3 tipe patologi yang dikenali yaitu : a. Endometriosis superficial (endometriosis bebas) i.
Peritoneal Terdapat 2 tipe implantasi peritoneum endometrium yakni, lesi sub mesothelial dan intraepithelial. Kedua tipe ini mengandung unsure glandula dan stroma, dan terpengaruh oleh perubahan hormonal yang berelasi dengan siklus menstruasi, hal ini menunjukkan perubahan siklik yang mirip (tapi tidak identik) dengan sel endometrium normal. Lesi endometrium yang sembuh ditandai dengan adanya dilatasi glandula, ditopang oleh sel stroma, dan dikelilingi oleh jaringan fibrosa. Tipe lesi ini tidak terpengaruh oleh perubahan hormon.
ii. Ovarium Lesi superfisial ovarium mirip dengan lesi di peritoneal, dan dapat terjadi di semua tempat di ovarium. Lesi hemoragik yang biasa didapati dihubungkan dengan bentuk berbagai keparahana adesi periovarian, biasanya terdapat pada posterior ovarium. b. Deep infiltrating (adenomatous) endometriosis (endometriosis yang terperangkap) Ditandai
dengan
jaringan
fibromuskular
dengan
glandular
endometrium yang jarang dan jaringan stroma ( mirip dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
adenomyosis) tanpa epitel permukaan. Tidak seperti lesi peritoneal, deep endometriosis tidak memperlihatkan perubahan yang berarti selama siklus menstruasi. Nodul nodul ini khas berada di ruang rektovaginal dan melibatkan ligament sakrouterina, dinding posterior vagina dan dinding anterior rectum. Bisa juga meluas sampai ke lateral dan mempengaruhi ureter. c. Ovarian endometrioma Merupakan kista yang dibatasi jaringan endometrium dan berwarna coklat gelap atau cairan kecoklatan yang merupakan akibat dari perdarahan kronis yang berulang dari implantasi sel endometrium. Pada endometrioma yang lama, jaringan endometrium digantikan oleh jaringan fibrosa. Bahkan, semua jaringan glandular endometrium menghilang, tanpa meninggalkan bekas histopatologis endometriosis. Pada kebanyakan kasus, dinding kista merupakan dinding yang fibrotik dengan fokus hipervaskularisasi dan lesi perdarahan endometrium. Secara biomolekuler, peran tumor suprresor gene p27 berperan dalam tumorigenesis endometrioma. Hilangnya ekspresi p27 menyebabkan pertumbuhan endometrioma tak terhambat yang juga dapat menyebabkan debris darah dalam endometrioma imbibisi keluar yang mengakibatkan tumor melekat pada jaringan sekitar yang akhirnya dapat meningkatkan stadium penyakit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
B. Karsinoma Ovarii 1. Pengertian Dari semua keganasan ginekologi, keganasan ovarium merupakan sebuah tantangan klinis. Karsinoma ovarii merupakan kanker primer dari ovarium (Andrijono, 2004). Karsinoma ovarium jenis epitel adalah penyebab utama kematian akibat kanker ginekologi di Amerika Serikat. Pada tahun 2003 diperkirakan terdapat 25400 kasus kanker ovarium dengan 14300 kematian, yang mencakup kira-kira 5% dari semua kematian wanita karena kanker. Kanker ovarium jarang ditemukan pada usia di bawah 40 tahun. Angka kejadian meningkat dengan makin tuanya usia. Dari 15-16 per 100000 pada usia 40-44 tahun, menjadi paling tinggi dengan angka 57 per 100000 pada usia 70-74 tahun. Usia median saat diagnosis adalah 63 tahun dan 48% penderita berusia di atas 65 tahun. Karena belum ada metode skrining yang efektif untuk karsinoma ovarii, 70% kasus ditemukan pada keadaan yang sudah lanjut yakni setelah tumor menyebar jauh di luar ovarium (Busmar, 2006). 2. Etiologi Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan etiologi kanker ovarium, beberapa diantaranya Busmar (2006) menuliskan : a. Hipotesis Incessant Ovulation Teori ini menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor b. Hipotesis Gonadotropin Kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan meningkat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium. Dari percobaan pada binatang rodentia, kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik dimetilbenzantrene (DMBA) akan menjadi tumor ovarium bila ditransplantasikan pada tikus yang telah diooforektomi, tetapi tidak menjadi tumor jika rodentia tersebut dilakukan hipofisektomi. c. Hipotesis androgen Epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri
dan
kelenjar
adrenal,
seperti
androstenedion,
dehidroepiandrosteron dan testosteron. Dalam percobaan invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel-sel kanker ovarium dalam kultur sel. Dalam penelitian epidemologi juga ditemukan tingginya kadar androgen dalam darah wanita penderita kanker ovarium.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
d. Hipotesis Progesteron Penelitian pada ayam Gallus domesticus menemukan 3 year incidence terjadinya kanker ovarium secara spontan pada 24% ayam yang berusia lebih dari 2 tahun. Dengan pemberian makanan yang mengandung pil kontarsepsi ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium. Penurunan insiden ini ternyata makin banyak jika ayam tersebut diberikan hanya progesteron. e. Paritas Penelitian menjukkan bahwa wanita dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu dengan risiko relatif 0,7. Pada wanita mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, risiko terjadinya kanker ovarium berkurang sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara. f. Pil kontrasepsi Penelitian dari Center for Disease Control menemukan penurunan risiko terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil kontrasepsi, yaitu dengan risiko relatif 0,6. Penelitian lain melaporkan juga bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama setahun menurunkan risiko hingga 11%, sedangkan pemakaian selama 5 tahun menurunkan risiko hingga 50%. Penurunan risiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
g. Talk Pemakaian talk (hydrous magnesium silicate) pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif 1,9%. Akan tetapi, penelitian propestif mencakup 78000 wanita ternyata tidak mendukung teori tersebut. Meskipun 40% kohort melaporkan pernah memakai talk, hanya sekitar 15% yang memakainya setiap hari. Risiko relatif terkena kanker ovarium pada yang pernah memakai talk tidak meningkat (RR 1,1). Demikian juga bagi yang selalu memakainya. h. Ligasi Tuba Pengikatan tuba ternyata menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif in diduga dengan terputusnya akses talk atau karsinogen lainnya dengan ovarium. i. Terapi Hormon Pengganti pada Masa Menopause Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (Menopausal Hormone Therapy = MHT) dengan estrogen saja selama 10 tahun meningkatkan risiko relatif 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, risiko relatif meningkat menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan estrogen yang kemudian diikuti progestin, ternyata menunjukkan meningkatnya risiko relatif menjadi 1,5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
j. Obat Fertilisasi Obat- obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat yang diberikan secara oral dan obat-obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan seperti FSH, kombinasi FSH dan LH akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multipel ovulasi. Menurut hipotesis incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat-obatan ini jelas meningkatkan kejadian kanker ovarium. k. Faktor Herediter Adanya riwayat keluarga dengan kanker ovarium ditemukan risiko relatif meningkat dan berbeda pada anggota lapis pertama. Ibu dari penderita kanker ovarium risiko relatifnya 1,1 saudara perempuan risiko relatifnya 3,8 dan anak dari penderita risiko relatifnya 6. Yang sering dikaitkan pada angka kejadian ini melalui BRCA gen dan HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal cancer). 3. Klasifikasi Busmar (2006) mengemukakan 90% kanker ovarium berasal dari epitel coelom atau mesotelium (epithelial ovarian tumor) dan 10% adalah kanker ovarium non epitelial (non epithelial ovarium tumor). Kanker ovarium dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu : a. Tumor epitelial b. Tumor sel germinal c. Tumor sex cord dan stromal d. Tumor sel lipid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
e. Sarkoma f. Tumor metastasis 80% dari tumor ovarium merupakan tumor epitelial yang sering didapatkan pada wanita umur diatas 45 tahun. Relatif sangat jarang ditemukan pada wanita yang lebih muda. Dan pada usia muda lebih sering didapatkan jenis tumor sel germinal. Pada wanita pasca menopouse hanya 7% tumor ovarium epitelial yang ganas. Secara histopatologi tumor ovarium epitelial menurut WHO diklasifikasikan menjadi : a. Serous tumor i. Benign -
Cystadenoma and papillary cystadenoma
-
Surface papilloma
-
Adenofibroma and cystadenofibroma
ii. Malignant -
Adenocarcinoma
-
Surface papillary adenocarcinoma
-
Malignant adenofibroma and cystadenofibroma
b. Mucinous tumor i. Benign -
Cystadenoma
-
Adenofibroma and cystadenofibroma
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
ii. Malignant -
Adenocarcinoma
-
Malignant adenofibroma
-
Mural nodule arising in mucinous cystic tumor
c. Endometrioid tumor i. Benign -
Adenoma and cystadenoma
-
Adenofibroma and cystadenofibroma
ii. Malignant -
Adenocarcinoma
-
Adenoacanthoma
-
Adenosquamous carcinoma
-
Malignant adenofibroma with a malignant stromal component
-
Adenosarcoma
-
Endometrial stromal sarcoma
-
Carcinoma, homologous and heterologous
-
Undifferentiated sarcoma
d. Clear cell tumor i. Benign -
Tumor of low malignant potential
ii. Malignant -
Adenocarcinoma
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
e. Transitional cell tumor i. Brenner’s tumor ii. Proliferating Brenner’s tumor iii. Malignant Brenner’s tumor iv. Transitional cell carcinoma (non Brenner type) f. Squamous cell carcinoma g. Mix epithelial tumor h. Undifferentiated carcinoma Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa keganasan ovarium jenis epitelial bukan merupakan penyakit tunggal tetapi terdiri berbagai kelompok tumor yang dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi yang khas dan fitur genetika molekular. Satu kelompok tumor, disebut sebagai tipe I, terdiri dari lowgrade serous, low-grade endometrioid, clear cell, mucinous dan karsinoma transisional (Brenner). Tumor ini umumnya berkembang perlahan, terbatas pada ovarium, sebagai tipe yang relatif stabil secara genetis. Tipe ini tidak memiliki mutasi p53, tetapi masing-masing jenis histopatologi mempunyai profil genetik molekular berbeda. Selain itu, tipe ini mempunyai kecenderungan ke arah jinak dan sering juga merupakan border line tumor. Kelompok lain, disebut tipe II, sangat agresif, berkembang dengan cepat dan hampir selalu ditemukan pada stadium lanjut. Terdiri dari high-grade serous, undifferentiated carcinoma dan malignant mixed mesodermal tumor (carcinosarcoma). Semuanya menunjukkan mutasi p53 lebih dari 80% dan mutasi ini jarang terdapat pada tipe I (Kurman dan Ie-Ming, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
4.
Karsinogenesis Karsinogenesis merupakan proses yang berlangsung melalui beberapa
tahapan (multistage). Paling sedikit karsinogenesis ada 2 tahap, bahkan ada yang mengemukakan paling sedikit 6-7 tahap. Kanker merupakan akumulasi dari perubahan genetik. Kerusakan materi genetik ini dapat berupa mutasi, kelainan jumlah atau struktur. Proses dimulai dengan tahapan inisiasi dimana gen tertentu mengalami kerusakan dan sifat kerusakan ini bersifat menetap (irreversible). Sebelum mengalami perubahan menjadi sel kanker, secara fenotipe sel tersebut tidak berbeda dengan sel normal lainnya. Hanya saja ia lebih sensitif terhadap perubahan sekitarnya jika dibandingkan dengan sel normal yaitu mudah terangsang baik oleh faktor pertumbuhan maupun faktor penghambat. Sesudah tahapan inisiasi, terjadi tahapan berikutnya yaitu tahap promosi. Pada tahapan ini sel yang terinisiasi tadi akan dipacu untuk membelah oleh substansi yang dapat berupa karsinogen atau oleh bahan/substansi lain yang disebut substansi promotif sering disebut juga promoting agent (Aziz, 2006). Dalam tahapan progresi, perubahan-perubahan malignitas tersebut diakibatkan oleh adanya kelainan atau mutasi pada beberapa gen antara lain tumor suppresor gene, DNA mismatch repair dan protoonkogen-onkogen serta gen apoptosis. Tumor suppressor gene (TSG) merupakan gen yang sangat penting terutama yang bekerja pada fase G1-S yang diperankan oleh famili KIP ,p21, p27 dan p57, terhadap fungsi pengontrolan siklus sel. Hilangnya fungsi TSG akan menyebabkan kegagalan penghentian siklus sel, sehingga bila terjadi kelainan gen pada sel maka perbaikan sel tidak dimungkinkan. Akibatnya sel akan langsung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
membelah dengan kelainan-kelainan yang menyebabkan perubahan sifat ataupun morfologi sel. Proliferasi sel atau pembelahan sel berjalan tanpa faktor kontrol. DNA mismatch repair penting artinya untuk memperbaiki gen yang rusak, perbaikan dengan beberapa cara. Kegagalan perbaikan sel akan terjadi bila gen yang mengatur atau mengontrol perbaikan mengalami mutasi sehingga gen tersebut tidak berfungsi lagi. Onkogen merupakan gen yang berasal dari mutasi proto-onkogen, proto-onkogen merupakan gen normal tetapi karena proses mutasi menyebabkan perubahan gen yang mempunyai sifat merangsang fungsi. Peningkatan onkogen akan menyebabkan proliferasi sel yang berlebihan sehingga merangsang terjadinya keganasan. Salah satu aktifitas penting untuk mencegah hal ini adalah mekanisme apoptosis yang merupakan mekanisme kematian sel yang terjadi akibat kerusakan gen. Dengan terjadinya apoptosis maka sel yang mengalami mutasi akan mati kecuali adanya faktor-faktor penghambat apoptosis (Andrijono, 2004).
TUMOR SUPPRESSOR GENE Gambar 2.1. Peran tumor supressor gen dalam siklus sel ( Dikutip dengan modifikasi dari Andrijono, 2004) Keterangan : Proses transformasi sel normal menjadi sel karsinoma akibat perubahan yang terjadi pada salah satu gen pengatur yaitu protoonkogen yang bertugas menyandi protein yang terlibat dalam regulasi sel normal, termasuk didalamnya tumor supresor gen, apoptosis, growth factor, inhibitor growth factor dan sinyal tranduksi. C. p27 Siklus sel dikontrol oleh beberapa cyclin dan cyclin-dependent kinase APOPTOSIS (CDK) komplek dan kesemuanya diregulasi oleh famili inhibitor yang disebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
CKIs (Patah et al, 2003). Dalam kata lain, cyclin dan cyclin-dependent kinase merupakan hal yang paling penting dalam regulasi siklus sel. Keduanya membentuk kompleks yang bertanggung jawab dalam konduksi sel pada fase siklus sel. Aktivitas kompleks tersebut diatur oleh INK4 dan Cip/Kip family protein. Kelompok protein cip/kip diantaranya p21, p27 dan p57 dikenal sebagai CKI. Dapat berinteraksi dengan cyclin A, E, D1, D2, dan D3, dan pada umumnya dengan kompleks cyclin D-CDK4/6 dan cyclin E-CDK2. Bertolak belakang dengan protein INK4 dimana secara langsung berikatan dengan beberapa cyclin, protein cip/kip dan menon-aktifkan kompleks cyclin-CDK. p27 sendiri berfungsi menghambat kompleks CDK2-cyclin E dengan regulasi check point pada G1 transisi ke S pada sel normal (Schor et al, 2009). Protein p27 memiliki nama lain cylin dependent kinase inhibitor 1B (CDKN1B) berada sebagian besar di nukleus dan dalam kondisi tertentu keluar ke sitoplasma. Mempunyai berat molekul 27 kDa. Protein ini mengkodekan cyclin dependent kinase inhibitor, yang mempunyai kemiripan dengan cyclin dependent kinase inhibitor 1A atau lebih dikenal dengan p21. Protein yang dikodekan mengikat dan mencegah aktivasi kompleks cyclin D-CDK4, cyclin ECDK2 dan berperan mengendalikan perkembangan siklus sel di G1. Degradasi protein ini dipicu oleh fosforilasi dan ubiquination oleh kompleks SCF yang diperlukan untuk transisi selular dari kaeadaan rest ke tahap proliferasi (http://www.piercenet.com/products/browse.cfm?fldID=98014653-691E-4F6FBA9A-35D72EFA1F89 , access on September 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Gen p27 memiliki sekuens DNA mirip dengan anggota lain dari keluarga Cip/Kip yang meliputi p21Cip1/Waf1 dan p57Kip2 gen. Selain itu kesamaan struktural Cip/Kip protein berbagi karakteristik fungsional mampu mengikat berbagai kelas molekul cyclin dan CDK. Sebagai contoh, p27 mengikat cyclin D baik sendiri, atau ketika dikomplekskan untuk CDK4 subunit katalitik. p27 menghambat aktivitas katalitik CDK4, yang berarti mencegah CDK4 dari penambahan residu fosfat untuk substrat pokok nya, retinoblastoma (PRB) protein. Peningkatan kadar protein p27 biasanya menyebabkan sel untuk menangkap dalam fase G1 dari siklus sel. p27 juga mampu mengikat protein CDK lainnya ketika dikomplekskan untuk cyclin subunit seperti cyclin E/CDK2 dan cyclin A/CDK2 (http://en.wikipedia.org/wiki/CDKN1B , access on September 2010). D. Hubungan antara Endometrioma dan Karsinoma Ovarii Berkaitan dengan Ekspresi p27 Endometriosis mempunyai gambaran campuran antara penyakit yang jinak dan keganasan. Patogenesisnya meliputi kehilangan kontrol proliferasi sel yang dihubungkan dengan penyebaran lokal atau jauh, dimana endometriosis tidak meyebabkan gangguan katabolisme, konsekuensi metabolisme atau kematian. Meskipun endometriosis tidak dapat dikategorikan suatu kondisi premaligna menurut data epidemiologi, histopatologi dan molekuler diduga bahwa endometriosis mempunyai potensial menjadi karsinoma. Histopatologi dan epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara endometriosis dengan karsinoma ovarii didasarkan atas dua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
hipotesis, yaitu (1) implantasi endometriotik mengalami transformasi ke arah keganasan melalui fase transisi endometriosis atipik, (2) mekanisme yang mendahului atau faktor predisposisi baik endometriosis maupun kanker sama, seperti cacat genetik, disregulasi imunologi, paparan zat karsinogenik (Varma et al, 2004). Korelasi spesifik endometriosis dan keganasan ovarium serta pola epidemologinya telah diteliti secara ekstensif. Beberapa mekanisme umum pada kedua penyakit tersebut mempunyai gambaran yang sama, diantaranya pada hal teori etiologi, faktor protektif, faktor risiko dan mekanisme patogenesis secara umum. Tabel 2.1. Kesamaan faktor pada endometriosis dan karsinoma ovarii Similar theories on etiology
Protective
Risk
Common patho-
factors
factors
genetic mechanism
• Damaged ovarian epithelium
• Oral contraceptive
• Early menarche
• Family predisposition
• Elevated gonadotropins
• Tubal ligation • Late menopouse
• Immunobiological factors
• Androgen excess with progesterone deficiency
• Hysterectomy
• Cell adhesion factors
• Retrograde menstruation
• Pregnancy
• Angiogenic factors
• Chronis inflamation
(Dikutip dengan modifikasi dari Nehzat et al, 2008)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Mekanisme patogenesis yang sama dari endometriosis dan kanker ovarium meliputi faktor predisposisi keluarga, faktor imunobiologi, perubahan genetik, faktor sel adhesi, angiogenik dan faktor hormon. Molekuler dan ciri genetik dari hubungan endometriosis
dengan
karakteristik kanker dikenal dengan The Hallmarks of Cancer, yaitu (1) Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan, (2) Insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan, (3) Resisten terhadap apoptosis, (4) Potensi replikasi tanpa batas, (5)
Angiogenesis berkelanjutan, (6)
Kemampuan invasi and
metastasis, (7) Ketidakstabilan gen (Varma et al, 2004). Ketidakstabilan genomik dikenal sebagai karakteristik sel kanker. Secara somatik endometriosis menunjukkan perubahan genetik serupa dengan yang ditemukan dalam kanker, menyebabkan ekspansi klon sel-sel yang abnormal secara genetik.
Kista endometriosis adalah monoklonal yang dicirikan oleh
hilangnya heterozigositas/ LOH (Loss of Heterozygosity) dalam 75% dari kasus kista endometriosis yang berhubungan dengan adenokarsinoma, dan 28% kasus tanpa karsinoma. Yang paling sering terkena lengan kromosom 9p, 11q, dan 22q. Loss of Heterozygotsity di 5q, 6q, 9p, 11q, 22q, p16 dan p53, menunjukkan hilangnya tumor supressor gen, telah diidentifikasi dalam endometriosis, endometrioid karsinoma maupun clear cell carsinoma (Nehzat et al, 2008). CLONALITY
GENETIC
CANCER HALMARKS MECHANISM
Gambar 2.2. Multistep Tumor Progression (Dikutip dengan modifikasi dari Varma et al, 2004) Keterangan : sel endometriosis mengalami inisiasi oleh pengaruh lingkungan, metabolik, endokrin dan immunologi selanjutnya mengalami promosi menjadi premaligna sel oleh karena kerusakan gen,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
terdapat gambaran atipikal endometriosis. Atipikal endometriosis akan mengalami progresivitas menjadi endometrioid dan clear cell carcinoma apabila kerusakan gen terjadi lebih lanjut dan lebih komplek Beberapa penelitian mengenai LOH (juga disebut ketidakseimbangan alelik) pada DNA yang diperoleh dari jaringan endometriosis. Metode spesifik menggunakan analisis PCR (poliymerase chain reaction) berbasis mikrosatelit bagian kromosom yang berbeda dengan tujuan untuk mengevaluasi potensi calon inaktivasi lokus genetik yang terlibat dalam kerentanan terhadap penyakit. Studi allelotyping memiliki kelemahan bahwa gen atau bagian kromosom yang harus dipilih harus tepat. Gangguan terhadap bagian tersebut harus terdeteksi oleh metode yang dipilih. Selain itu, mereka dibatasi oleh keharusan untuk mengevaluasi jaringan endometriosis dengan kontaminasi minimal dan sampel endometrium normal dari pasien yang sama sebagai kontrol. Mengingat potensi asosiasi endometriosis dengan kanker ovarium, dari beberapa penelitian mengevaluasi sampel endometriosis pada lengan kromosom 6q, 9p, 11q, 17p, 17q dan 22q yang berpotensi terjadi delesi DNA yang teridentifikasi menyimpan TSG (tumor supressor gene) penting untuk pertumbuhan tumor ovarium. Sebanyak 27,5% kasus, jaringan endometriotik menunjukkan LOH pada satu atau lebih lokus pada kromosom 9p (18%), 11q (18%) dan 22q (15%) serta tidak menunjukkan adanya LOH pada endometrium normal (Thomas and Champbell, 2001). Dalam sebuah studi lainnya, kelompok yang sama diperiksa 14 kasus jaringan endometriotik sinkron dengan kanker ovarium. Adanya LOH pada 12 lengan kromosom (2q, 4q, 5p, 5q, 6q, 7p, 9p, 11q, 17p, 17q 22q dan Xq) dan 64% menunjukkan LOH pada satu atau lebih lokus. Sebuah penilaian komparatif dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
perubahan ditemukan pada LOH di lengan kromosom tertentu pada endometriosis dan kanker ovarium endometrioid ditunjukkan dalam tabel 2.2 (Jiang et al, 1998) Tabel 2.2 Hasil LOH pada Endometriosis, EAOC (Endometriosis Associated with Ovarian Carcinoma, Karsinoma Ovarium Tipe Endometrioid Lengan Kromosom Endometriosis EAOC (%) Karsinoma Ovarii (%) tipe Endometrioid (%) 1p 0 1p21-p31
0
1q21-q23
5
1q42-q43
0
2p
0
2q
0
2q21-q33
0
2q32
0
3p24.2-p22
0
4q
0
40
0
8
29
5p
0
0
14
5q
6
20
46
6q
0
27
29
7p
0
0
28
9
100
9p
0
9p21
0
9p22
0
Lengan Kromosom
Endometriosis (%)
31
64
EAOC (%)
Karsinoma Ovarii tipe Endometrioid (%)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
9q22-q23
25
10q23.3
56
11p16
40
42
20
37
0
11q
18
13q14.1-q14.2
0
14q32
0
17
23
17p13.1
0
17q11.2-2-q12
0
17q21
0
17q22-q24 18q21.1 22q Xq11.2-q12
0
42
0
46
15
20
45
0
0
38
20 0
(dikutip dengan modifikasi dari Jiang et al, 1998) Sebagian besar gen yang ditargetkan oleh LOH belum teridentifikasi, namun lokus genetik 9p21 diketahui sebagai labuhan TSG regulator siklus sel p16Ink4, gen reseptor progesteron terletak di 11q22 kromosom-q23, sedangkan gen reseptor estrogen dan TSG superoksida dismutase gen 2 terpetakan pada 6q meskipun minimal (Jiang et al, 1998). LOH di lengan kromosom 10q23.3 telah dibuktikan dalam 56,5% dari 23 kasus kista endometriosis. Dilaporkan frekuensi dari LOH di daerah ini untuk endometrioid karsinoma ovarium dan karsinoma sel jernih adalah 42,1 dan 27,3%. Disimpulkan secara umum adanya LOH terdeteksi dalam kasus endometriosis sinkron dengan tumor ovarium. PTEN terletak di lengan 10q23 yang diketahui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
bahwa hilangnya fungsi hanya alel tunggal PTEN cukup untuk memberikan pertumbuhan berlebihan karena inaktivasi gen (Vigano et al, 2005). Siklus sel dikontrol oleh beberapa cyclin dan cyclin-dependent kinase (CDK) komplek dan kesemuanya diregulasi oleh famili inhibitor yang disebut CKIs (Patah et al, 2003). Dalam kata lain, cyclin dan cyclin-dependent kinase merupakan hal yang paling penting dalam regulasi siklus sel. Keduanya membentuk kompleks yang bertanggung jawab dalam konduksi sel pada fase siklus sel. Aktivitas kompleks tersebut diatur oleh INK4 dan Cip/Kip family protein. Kelompok protein cip/kip diantaranya p21, p27 dan p57 dikenal sebagai CKI. Dapat berinteraksi dengan cyclin A, E, D1, D2, dan D3, dan pada umumnya dengan kompleks cyclin D-CDK4/6 dan cyclin E-CDK2. Bertolak belakang dengan protein INK4 dimana secara langsung berikatan dengan beberapa cyclin, protein cip/kip dan menon-aktifkan kompleks cyclin-CDK. p27 sendiri berfungsi menghambat kompleks CDK2-cyclin E dengan regulasi check point pada G1 transisi ke S pada sel normal (Schor et al, 2009). Gambar 2.3. Regulasi cyclin-CDK komplek pada siklus sel (Dikutip dengan modifikasi dari Abukhdeir dan Park, 2009) Keterangan
: p27 berperan menghambat aktivasi enzimatik kompleks cyclin E-CDK 2 dimana aktivitasnya memfosforilasi protein retinoblastoma (pRB) yang mengikat faktor transkripsi E2F Siklus Sel sehingga tidak terjadi transkripsi berlebihan
Setelah stimulus mitogenic, keputusan untuk memasuki siklus sel diatur oleh komplek-komplek cyclin B-CDK1 dan cyclin C-CDK3. Selanjutnya selama fase G1, cyclin D dan E meregulasi dan merakit dengan pasangan Cdk masing-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
masing. Cyclin D-CDK4 / 6 dan komplek cyclin E-CDK2 kemudian memfosforilasi protein retinoblastoma (pRb) (Abukhdeir dan Park, 2009). Progresi siklus sel secara normal terjadi bila pRb diinaktivasi oleh fosforilasi yang dikatalisis oleh cyclin-CDK komplek. pRb berisi 16 situs potensial
untuk
fosforilasi
CDK,
dan
berosilasi
antara
bentuk
hypophosphorylated dan hyperphosphorylated selama siklus sel. Setidaknya ada tiga cyclin-CDK kompleks dapat memfosforilasi pRb selama siklus sel. Diperkirakan bahwa cyclin D-CDK4 / 6 memfosforilasi pRb pada tahap awal G1, cyclin E-cdk2 memfosforilasi pRb pada tahap akhir G1, dan cyclin A-CDK2 dapat mempertahankan fosforilasi Rb selama fase S. Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa pRb tidak terfosforilasi dan tidak aktif di G0, dan fosforilasi yang terjadi pada awal tahap G1 oleh CDK4/6 mengarah pada hipofosforilasi. Dalam sebuah penelitian, fosforilasi berturut-turut oleh cyclin D-CDK4/6 dan cyclin
E-CDK2
diperlukan
untuk
terjadinya
hiperfosforilasi,
sehingga
menonaktifkan dan melepaskan faktor transkripsi E2F dari hambatan tersebut. E2F kemudian mengaktifkan berbagai faktor pertumbuhan dan promosi gen, yang mengirim siklus sel ke tahap sintesis (Harbour dan Dean, 2000).
Gambar 2.4. Mekanisme p27 pada siklus sel ( Dikutip dengan modifikasi dari Andrijono, 2004) Keterangan
: p27 termasuk dalam famili kinase inhibitory protein (KIP1) bersama dengan p21 dan p57 yang berperan sebagai tumor supressor gen dimana bekerja menghambat aktivasi enzimatik kompleks cyclin E-CDK2 sehingga menghambat transkripsi gen melalui pengendalian E2F di G1-S
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
p27, sebuah cyclin-CDK inhibitor, adalah tumor suppressor gen. Pada jumlah yang sangat besar berkorelasi dengan besarnya tumor pada manusia. Pada hewan percobaan penurunan ekspresi p27 mendukung insiden terjadinya tumor. Inaktivasi sebagian besar tumor suppressor gen terjadi pada tingkat mutasi gen atau silencing, sedangkan p27 diatur posttranscriptionally (Koff, 2006). p27 dapat secara langsung menghambat aktifitas enzimatik CDK cyclin komplek. Proses regulasinya pada fase G1 ke S dan menjaga sel tetap dalam keadaan istirahat (Patah et al, 2003). Berkurangnya ekspresi dari cyclin-dependent kinase inhibitor, p27Kip1, terbukti berhubungan dengan prognosis buruk pada beberapa kasus keganasan (D’Andrilli et al, 2008). Deregulasi tumor supresor gen, p27kip1 telah terlibat dalam berbagai kanker manusia, mungkin ini dapat menjadi sasaran terapi yang baik dengan adanya perkembangan pemahaman intervensi dan regulasi p27-spesifik pada sel normal maupun patologis. Karakteristik p27 sebagai cyclin dependent kinase inhibitor, gangguan fungsi inhibitor berperan dalam tumorigenesis. Sebuah pemahaman yang lebih komprehensif p27 akan memfasilitasi perkembangan terapeutik terhadap gangguan p27 berkaitan dengan kanker pada manusia (Nho et al, 2003). Mutasi gen atau silencing pada lokus p27 sangat jarang, dan ekspresi dari p27 tampaknya sebagian besar dikendalikan oleh mekanisme posttranskripsional. Mekanisme pengendalian ekspresi p27 didapat dari translasi dalam sel hingga mekanisme proteolitik yang bekerja pada tahap tertentu siklus sel atau di kompartemen spesifik subselular, seperti sitoplasma atau inti sel. Fokus pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
pergantian protein dan lokalisasi, terdapat tiga jalur mekanisme. Yang paling mudah dipahami, melalui jalur ubiquination SCFskp2/cks1 dalam siklus sel di S dan G2/M. Dengan tidak adanya jalur ini, penurunan tingkat p27 menyebakan sel kembali masuk dan terakumulasi di siklus sel pada fase S yang akhirnya mengarah pada aneuploidi dan masalah progresi di G2 / M. Diduga mutasi treonin 187 menjadi alanin (187A) mencegah ubiquitination p27 oleh SCFskp2/cks1, tetapi sel-sel ini tidak bermitosis dari fenotipe skp2-deficient cells. Pembatasan jalur p27 untuk sel di S dan G2/M dijelaskan oleh pertumbuhan akumulasi skp2 dan bahan untuk cyclin A-cdk2 menampilkan p27 dalam SCFskp2/cks1 komplek. Yang kurang dipahami adalah jalur dimana p27 diekspor ke sitoplasma, diduga mungkin terdegradasi dalam KPC1/2-induced, ubiquitin-dependent manner. Di jalur ini, p27 difosforilasi pada serin 10, yang mempromosikan ikatan CRM1dependet dan ekspor nuklir. Jalur ini bekerja di G1 atau distimulasi untuk masuk kembali ke siklus sel dari fase istirahat. Selain itu akt-dependent nuclear dapat dipicu oleh fosforilasi treonin 187. Namun sementara mekanisme ini hanya menjelaskan regulasi p27 pada tumor tertentu (Koff, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
E. Kerangka Teori
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
p27 ↓↓
F. Kerangka Konseptual Endometrioma
Keterangan : Adanya Loss of Heterozygosity (LOH) pada lengan kromosom, mengakibatkan hilangnya beberapa tumor supresor gen yang berada pada lokus tersebut ikut hilang. Diantaranya tumor supresor gen potensial, PTEN dan p53, perannya menurun dalam siklus sel. Sehingga fungsi PTEN menghambat protein Akt juga menurun. Hambatan protein Akt pada karsinoma ovarii lebih rendah dibandingkan endometrioma, maka Akt dapat memfosforilasi p27 yang menyebabkan p27 terdegradasi atau keluar dari inti. Menyebabkan p27 pada inti sel karsinoma ovarii lebih rendah dari pada endometrioma. Sedangkan inaktivasi p53 berakibat aktivasi oncogen yang mengirimkan tranduksi sinyal melalui PI3K yang berperan dalam peningkatan akt. G. Hipotesis Terdapat perbedaan ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii, dimana ekspresi p27 pada karsinoma ovarii lebih rendah dari pada endometrioma.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini berupa penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional untuk membedakan ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii. 2. Rancangan Penelitian Populasi di RS Dr Muwardi Klinik Indriya Ratna dan RS Brayat Minulya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Convenient Sampel
Diagnosis Histopatologi
Endometrioma dan Karsinoma Ovarii tipe 1 Pengecatan Immunohistokimia
Ekspresi p27 Karsinoma Ovarii tipe 1
Ekspresi p27 Endometrioma
Uji Beda Ekspresi p27
B. Tempat dan Waktu Penelitian 41
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan September 2010. Sampling dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr.Moewardi Surakarta, Klinik Indriya Ratna dan Rumah Sakit Brayat Minulya pada bulan Januari hingga Agustus 2009. C. Subyek Penelitian 1.
Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan mengunakan rumus analitik numerik tidak
berpasangan, sebagai berikut (Sopiyudin, 2009) :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
2
N1 = N2 = 2 (Zα + Zβ) SD
x1-x2
Keterangan :
N1 = Zα Zβ S X1-X2
N2 = Besar sampel yang diinginkan = Tingkat kepercayaan 95% (1,64) = Power 95% (1,64) = Standar deviasi (0,16) = 0,2
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan besar sampel minimal 14 sampel endometrioma dan 14 sampel karsinoma ovarii tipe satu. Pada penelitian ini akan digunakan 16 sampel endometrioma dan 16 sampel karsinoma ovarii tipe satu untuk memenuhi n minimal 30.
2. Teknik Sampling Pengambilan sampel menggunakan teknik non random dengan convenient sampling. 3. Populasi Penelitian Preparat endometrioma dan karsinoma ovarii tipe satu yang diambil dari penderita yang dilakukan laparotomi dan laparoskopi di RS Dr Moewardi, Klinik Indriya Ratna dan Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta. a. Kriteria Inklusi Preparat
endometrioma
dan
karsinoma
ovarii
serosum
deferensiasi baik dan musinosum berdiferensiasi baik yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
diambil di bagian kebidanan dan kandungan rumah sakit dr. Moewardi, klinik Indriya Ratna dan rumah sakit Brayat Minulya Surakarta mulai tanggal 1 Januari – 31 Agustus 2009. b. Kriteria Eksklusi Preparat rusak. D. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Status penyakit dengan variasi endometrioma dan karsinoma ovarii tipe satu. 2. Variabel terikat Ekspresi protein p27.
E. Definisi Operasional 1. Ekspresi protein p27 diukur dengan menghitung
jumlah sel yang
menunjukkan warna coklat keemasan pada inti sel pada endometrioma dan karsinoma ovarii yang telah dilakukan pengecatan imunohistokimia menggunakan monoklonal antibodi p27 dilihat menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali pada sembilan lapang pandang per slide. 2. Endometrioma adalah diagnosis histopatologi terhadap sediaan blok parafin jaringan ovarium berupa gambaran dinding kista yang terdiri atas jaringan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
granulasi (fibrosis) yang kaya makrofag berisi pigmen coklat (hemosiderin) yang pembacaannya dilakukan oleh dokter spesialis patologi anatomi. 3. Karsinoma ovarii tipe satu adalah diagnosis histopatologi terhadap sediaan blok parafin jaringan ovarium yang menunjukkan karsinoma ovarii serosum berdiferensiasi baik (low grade) dan karsinoma ovarii musinosum berdiferensiasi baik yang pembacaannya dilakukan oleh dokter spesialis patologi anatomi. F. Cara Kerja Meliputi pengambilan sampel dengan instrumen dan pewarnaan dengan immunohistokimia dan pembacaannya menggunakan mikroskop dengan pembesaran 400x.
1. Instrumentasi Laparoskopi adalah suatu tindakan operatif yang bersifat minimally invasive yang merupakan alat baku emas untuk menegakkan diagnosis endometrioma. Laparotomi adalah tindakan invasif untuk menegakkan diagnosis dan terapi karsinoma ovarii. 2. Teknik Pengambilan Jaringan a. Laparoskopi Teknik
pengambilan
jaringan
dengan
menggunakan
alat
laparaskopi pada penderita dengan diagnosis endometrioma. Dilakukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
pemeriksaan dengan menggunakan laparoskopi merk GIMMI. Trokar dimasukkan dengan diameter ukuran 10 mm pada dinding abdomen depan penderita dalam posisis litotomi, 2 jari di bawah umbilikus. Dilakukan insuflasi abdomen, kemudian alat laparaskospi dimasukkan untuk melihat keadaan kavum abdomen. Manipulator dimasukkan dengan membuat lubang menggunakan trokar pada 3 jari medial spina iskiadika anterior superior. Kistektomi dilakukan dengan menggunakan laparoskop dan manipulator. b. Laparotomi Tindakan
dalam
menegakkan
diagnosis
dan
terapi
pada
endometrioma dan karsinoma ovarii. Dilakukan insisi pada linea mediana, 2 jari di atas simpisis pubis kearah kranial 10 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai menembus rongga abdomen, dialnjutakn identifikasi endometrioma dan karsinoma ovarii. Terapi dapat berupa kistektomi pada kasus dengan endometrioma dan surgical staging pada karsinoma ovarii.
G. Pembacaan Penilaian tingkat ekspresi p27 dilakukan dengan menentukan persentase sel positif (+) dalam setiap lapang pandang dan terbagi sebanyak 9 lapang pandang untuk setiap sampel. H. Analisis Data Bila sebaran data yang diperoleh normal dianalisis dengan uji t (t-Test) tidak berpasangan. I. Jadwal Penelitian 2009
commit to user
2010
April 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Persiapan 1. Pengkajian Pustaka
x
2. Penyusunan Proposal
x
3. Persetujuan Proposal
x
Pelaksanaan 1. Pengambilan Sampel
x
2. Pengolahan Data
x
Laporan 1. Penyusunan Laporan
x
2. Seminar
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Distribusi Sampel, Sebaran dan Rerata Ekspresi p27 Tabel 4.1. Distribusi Sampel Penelitian Sampel
Jumlah
Jenis
Endometrioma
16
-
Karsinoma Ovarii tipe 1
16
11 serosum diferensiasi baik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
5 mucinosum diferensiasi baik
Hasil penelitian terhadap 16 sampel endometrioma dan 16 sampel karsinoma ovarii tipe satu yang terdiri dari 11 sampel karsinoma serosum berdeferensiasi baik dan 5 sampel karsinoma mucinosum berdiferensiasi baik dengan pengecatan imunohistokimia monoklonal antibodi p27 menghasilkan warna kuning keemasan hingga coklat tua yang dihitung sebagai nilai positif terekspresinya protein p27 pada kedua kelompok yang diamati dengan menggunakan mikroskop OLYMPUS seri BX-41 yang dilengkapi dengan kamera digital DP-70. Pengamatan dilakukan sebanyak 9 lapangan pandang kecil. Nilai prosentase yang ditampilkan adalah jumlah nilai prosentase ekspresi p27 per lapang pandang besar tersebut. Ekspresinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2. Rerata prosentase nilai ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 Variabel
Rerata
Endometrioma
1,99
Karsinoma Ovarii
1,37
Grafik 4.1. Grafik Rerata Prosentase Nilai Ekspresi p27 pada Endometrioma dan Karsinoma Ovarii
%
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Berdasarkan hasil penilaian ekspresi p27 (tabel 5.2 dan grafik 5.1) pada endometrioma nilai tertinggi 4,8 dan nilai terendah 0 dengan nilai rerata 1,99 (SD 1,29). Pada karsinoma ovarii didapatkan nilai tertinggi 8,3 dan nilai terendah 0 dengan nilai rerata 1,37 (SD 2,03). Sebaran data pada endometrioma 1,65 (0 – 4,8) dan 1,05 (0 – 8,3) pada karsinoma ovarii. Dapat disimpulkan nilai rerata ekspresi p27 pada karsinoma ovarii lebih rendah dari pada endometrioma. Seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.3. Sebaran data ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 Variabel
Median
SD
Minimum Maksimum
Endometrioma
1,65
1,29
0
4,8
Karsinoma Ovarii
1,05
2,03
0
8,3
2. Hasil Uji Normalitas Hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk Test untuk ekspresi p27 endometrioma
menunjukkan
distribusi
normal
dan
karsinoma
ovarii
menunjukkan distribusi tidak normal sehingga menggunakan analisis statistik dengan uji non parametrik tidak berpasangan, Mann-Whitney test (Sopiyudin, 2009). 3. Hasil Analisis Uji Perbedaan Uji perbedaan menggunakan uji Mann-Whitney memiliki karakteristik yang dianggap memenuhi syarat bila data berdistribusi tidak normal. Uji ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
dapat dipakai untuk memperoleh perbedaan nilai ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii. Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka Significancy 0,063. Karena p>0,05, dapat disimpulkan bahwa “tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi p27 kelompok endometrioma dan karsinoma ovarii.”
Gambar 4.1. Ekspresi p27 positif (panah hitam) dengan pewarnaan Imunohistokimia pada endometrioma (pembesaran 400 kali)
Gambar 4.2. Ekspresi p27 positif (panah hitam) dengan pewarnaan Imunohistokimia pada karsinoma ovarii (pembesaran 400 kali)
B. Pembahasan Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional untuk menganalisis perbedaan ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii. Sampel penelitian ini adalah penderita
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1, dalam hal ini pemilihan karsinoma ovarii jenis serosum berdiferensiasi baik dan karsinoma ovarii jenis mucinosum
berdiferensiasi
baik
sebagai
sampel
penelitian
ini
mempertimbangkan sediaan yang ditemukan pada subyek penelitian sebagian besar dengan hasil pembacaan patologi anatomi jenis ini. Karsinoma ovarii serosum berdiferensiasi baik dan karsinoma ovarii mucinosum berdiferensiasi baik berdasarkan pada etiopatogenesis yang sama digolongkan pada tipe 1 bersama dengan karsinoma ovarii jenis endometrioid dan clear cell dimana dalam kepustakaan disebutkan dua jenis karsinoma ovarii ini yang sering dihubungkan dengan kejadian transformasi dari endometrioma. Masing-masing kelompok sebanyak 16 kasus. Tehnik sampling dilakukan secara non random dengan convenient sampling. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk mengingat jumlah sampel sedikit (n < 50) diperoleh data penelitian terdistribusi tidak normal sehingga pengelolaan data menggunakan uji non parametrik, Mann-Whitney (Sopiyudin, 2001). Didokumentasikan dari penelitian Sampson pada tahun 1925 pertama kali melaporkan bahwa endometrioma dapat berubah menjadi ganas. Kriteria menurut Sampson menyatakan bahwa endometrioma dan karsinoma ovarii dapat terjadi bersamaan dalam satu ovarium. Berdasarkan data epidemiologi, perubahan endometrioma menjadi karsinoma ovarii banyak terjadi pada jenis endometrioid dan clear cell. Hal ini juga didukung pada penelitian Heaps (1990), De la Cuesta et al (1996), Vercellini et al (1993) serta Moll et al (1990). Berbeda dengan penelitian Pecorelli et al mengenai jenis karsinoma
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
ovarii transformasi dari endometrioma
yang disampaikan pada Annual
Meeting FIGO tahun 1998, didapatkan 55% jenis serosa, 13% musinosum sedang endometrioid dan clear cell hanya 14% dan 6%. Hal ini yang juga mendasari dari pemilihan sampel pada penelitian ini. Sekitar 60% dari Endometriosis Associated Ovarian Carcinoma (EAOC) dimana terjadi karsinoma ovarii yang bersebelahan dengan endometriosis (double primer) atau keganasan ovarium timbul langsung dari endometrioma. Sisanya sebanyak 40% terjadi bersamaan dengan endometriosis extra-ovarian (Erzen dan Kovavic, 1998). Penelitian oleh Fukunaga menyatakan insiden endometrioma dengan karsinoma ovarii sekitar 8-30%. Sedangkan Seidman dan Nishida menyatakan risiko transformasi ke arah keganasan dari endometrioma sekitar 0,7-1,6% dalam waktu 8 tahun. Varma et al (2004) menyatakan bukti histopatologi dan epidemologi menunjukkan hubungan yang kuat antara endometrioma dan karsinoma ovarium dalam dua hipotesis, yaitu : 1. Implan endometriosis secara langsung dapat mengalami transformasi ganas, mungkin melalui fase transisi endometriosis atipikal 2. Endometrioma dan karsinoma ovarii, keduanya mempunyai faktor mekanisme umum (kerentanan genetik (genetic susceptibility), imunitas atau disregulasi angiogenik, paparan toksin lingkungan) dengan perbedaan yang jelas di jalur molekuler hilir Menurut Hanahan and Weinberg (2000) dalam teorinya The Hallmarks of Cancer terdapat persamaan molekuler antara endometrioma dan karsinoma
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
ovarii, mendefinisikan dalam 7 fitur kritis dari fenotip kanker. Berupa self sufficient growth signal, insensitivity to anti proliferative signals, resistance to apoptosis, limitless replicative potential, sustained angiogenesis, tissue invasion and metastasis dan genomic instability. Dimana multistep progression ini sebagian besar dipengaruhi oleh adanya LOH, aktivitas oncogen dan inaktivitas tumor suppressor gen. Sedang p27 sendiri sebagai tumor suppressor gen terkait pada fitur insentivity to anti proliverative signals dan genomic instability. Proses transformasi sel normal menjadi sel karsinoma adalah akibat perubahan yang terjadi pada salah satu atau tiga gen pengatur yaitu protoonkogen growth factor, tumor supressor gen dan apoptosis (Robin dan Kumar, 2007). Pembelahan sel bergantung pada aktivasi siklin, yang mengikat cyclindependen kinase (CDK) untuk menginduksi perkembangan siklus sel menuju fase S dan kemudian memulai mitosis. Karena aktivitas CDK tidak terkendali sering menjadi penyebab kanker manusia, fungsi mereka diatur secara ketat oleh inhibitor CDK seperti p21 dan p27 Cip/protein Kip yang berperan sebagai tumor supressor gen. Pada tingkat selular, perbedaan terjadi pada ekspresi p27 yang aktif dan tidak aktif lesi endometriosis (Matsuzaki et al, 2001). Pada penelitian lainnya terjadi peningkatan ekspresi p27 pada endometrioma dibandingkan dengan karsinoma ovarii (Fauvet et al, 2003). Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata prosentase ekspresi p27 sebesar 1,99 (SD 1,29) dan pada karsinoma ovarii 1,37 (SD 2,03) dengan sebaran data pada endometrioma
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
1,65 (0 – 4,8) dan 1,05 (0 – 8,3) pada karsinoma ovarii. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ekspresi p27 pada karsinoma ovarii lebih rendah dari pada endometrioma. Setelah dilakukan uji beda pada 2 kelompok tersebut dengan uji Mann-Whitney didapatkan p = 0,063 dimana p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan antara nilai ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii. Ekspresi p27 yang rendah menyebabkan tidak adanya hambatan langsung pada aktivitas enzimatik kompleks cyclin-CDK sehingga terjadi keadaan hiperfosforilasi pRb yang menyebabkan tidak adanya hambatan ekspresi gen yang dikendalikan oleh E2F. Hal ini yang menyebabkan proliferasi sel berlangsung terus menerus tanpa kendali (Patah et al, 2004). LOH umumnya menunjukkan wilayah inaktivasi tumor supressor gen, dan telah diidentifikasi pada endometriosis berasal dari sel galur di 5q, 6q 9p, 10q, 11q, semua
22q,
p16
(INK4),
apolipoprotein.
galaktosa-1-fosfat
Kasus
karsinoma
transferase,
ovarii
p53
bersamaan
dan
dengan
endometriosis atau keganasan timbul dari endometrioma menunjukkan perubahan genetik LOH secara umum pada endometrioma maupun karsinoma ovarii, menunjukkan kemungkinan tranformasi endometrioma menjadi karsinoma ovarii (Jiang et al 1996). Penelitian Prowse et al (2006) menggunakan 82 penanda mikrosatelit mencakup genom untuk menguji LOH pada karsinoma ovarii dan endometriosis. 63 LOH terdeteksi dalam sampel karsinoma,
22
diantaranya
terdeteksi
dalam
sampel
endometrioma.
Menariknya, tidak ada penanda menunjukkan LOH dalam endometrioma yang tidak terdeteksi di karsinoma ovarii. p27 sendiri terletak di lengan kromosom
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
12p13 dan merupakan famili CDK inhibitor dimana banyak pada banyak penelitian tidak terdeteksi oleh mikrosatelit, sehingga perannya tidak secara langsung pada LOH (Kanamouri et al, 2001). Terjadinya LOH (Loss of Heterozygosity) lengan
pada endometrioma dan inaktivasi dari PTEN
merupakan awal proses degenerasi keganasan pada endometrioma (Andrijono, 2009). PTEN yang merupakan tumor supresor gen yang terletak di 10q23, mengkode aktivitas fosfatase dual dan telah terlibat dalam regulasi siklus sel mempunyai sifat adhesi sel termasuk migrasi. PTEN merupakan tumor suppressor gene yang berperan sebagai fosfatase untuk phosphatidylinositol-3 ,4,5-trisphosphate (PIP3). Peran PTEN sebagai kontrol negatif pada siklus sel di transisi G1/S mengatur tingkat p27, inhibitor CDK. Baru-baru ini, teridentifikasi suatu ligase E3 ubiquitin, kompleks SCFSKP2, yang menjadi perantara p27 ubiquitin-dependen proteolitik. Bahwa PTEN dan jalur PI 3kinase mengatur stabilitas protein p27. Rendahnya ekspresi PTEN pada stem cell embrio tikus (ES) menyebabkan penurunan tingkat p27 seiring dengan peningkatan SKP2, sebuah komponen kunci dari kompleks SCFSKP2. Sebaliknya, ekspresi PTEN mengarah ke p27 akumulasi, yang disertai dengan pengurangan SKP2 sehingga menurunkan aktivitas kinase dari cyclin E/CDK 2 yang menginduki cell arest. Protein kompleks atau SKP2 rekombinan SCFSKP2 dapat memperbaiki cacat di p27 ubiquitination dengan inhibitor PI3-kinase . SKP2 berfungsi sebagai komponen penting dalam jalur /
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
PTEN PI 3-kinase untuk pengaturan p27 dan proliferasi sel (Mamillapalli et al, 2001). Hilangnya fungsi PTEN mengarah peningkatan aktivitas Akt hingga kelangsungan hidup sel. Cyclin dependent kinase inhibitor, p27KIP1, yang merupakan target Akt, telah diusulkan sebagai mediator hilir dimana apabila PTEN negatif tetap dapat mengatur progresi siklus sel. Sehingga dapat disimpulkan terjadinya LOH pada lengan 10q23 menyebabkan penurunan fungsi PTEN yang berakibat terdegradasinya p27 yang akhirnya menyebabkan tidak terkontrolnya proliferasi sel (Sato et al, 2000). Pada kanker manusia, aktivasi konstitutif dari phosphoinositol 3 kinase (PI3K) dan efektor yang PKB / Akt timbul melalui aktivasi reseptor tirosin kinase onkogenik, aktivasi Ras, kehilangan mutasi dari PTEN, atau melalui mengaktifkan mutasi efektor PI3K, protein kinase B (PKB ) / Akt (selanjutnya disebut Akt) itu sendiri. Akt dapat meningkatkan cyclin tingkat D1 dan downregulate p27 dengan meningkatkan p27 proteolitik atau menekan ekspresi p27 melalui fosforilasi Akt dari faktor transkripsi forkhead. Namun, di sebagian besar kanker, penurunan p27 bukan hasil dari silencing transkripsi. Di sini kita menunjukkan bahwa Akt menyebabkan resistensi untuk menangkap G1 cytokine-mediated. p27 fosforilasi oleh Akt merusak impor nuklirnya dan mengarah ke sitoplasma p27 akumulasi. Pada kanker manusia, mislocalization sitoplasmik dari p27 dikaitkan dengan aktivasi Akt, kehilangan hasil diferensiasi dan keadaan pasien yang buruk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Sedangkan PI3K sinyal dapat menghambat transkripsi p27 atau mempercepat degradasi di tipe sel yang berbeda, Akt dapat mengikat p27 dan fosforilasi T157. Yang menyebabkan p27 terdegradsi keluar dari inti sel (Liang et al, 2002)
PTEN EGF
PIP2
PIP3
PI3K
Menghambat apoptosis
P p27
AKT
sitoplasma
P P27
Cylin E‐CDK2
PROLIFERASI >>
inti
Gambar 4.1 Peran jalur PI3K pada proliferasi sel Keterangan : Peran tumor supressor gen PTEN pada jalur PI3K menghambat reaksi fosfatase yang berhilir pada akt yang berfungsi proliferasi dan menghambat apoptosis. Fungsi proliferasinya memfosforilasi dari p27 sehingga terdegradasi ke sitoplasma sehingga tidak ada yang menghambat reaksi enzimatis Cylin E-CDK2 di inti sel yang berakibatnya hilangnya hambatan transkripsi dan terjadilah proliferasi berlebihan. Pada penelitian ini didapatkan rerata ekspresi p27 pada endometrioma lebih tinggi dari pada ekspresi p27 pada karsinoma ovarii tipe 1. Kurose (2001) menyatakan penurunan ekspresi dari PTEN di lengan kromosom 10q23 berhubungan dengan peningkatan fosforilasi akt namun berhubungan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
penurunan dari ekspresi p27 pada inti sel. Penurunan ekspresi PTEN akan mengaktivasi sinyal pertumbuhan yang dimediasi oleh akt melalui PIP3, dan menyebabkan translokasi serta ekspresi p27 abnormal di dalam sitoplasma. Adanya hal tersebut akan menurunkan fungsinya sebagai suatu tumor supressor protein yang berperan dalam cell cycle arrest dan induksi repair DNA. Semakin banyaknya protein p27 dalam inti yang terdegradasi atau keluar ke sitoplasma, regulasi cyclin E-CDK 2 yang terjadi tanpa hambatan p27 di inti sel menyebabkan pRb dalam keadaan hiperfosforilasi, dalam keadaan normal pRb dalam kondisi hipofosforilasi. Hal ini menyebabkan tidak adanya hambatan fungsi biologis faktor transkripsi E2F, kondisi ini berakibat sel berproliferasi tanpa kendali dan mengalami akumulasi kerusakan DNA, serta meningkatkan resistensi terhadap apoptosis. Kondisi ini menunjukkan endometrioma dimungkinkan dapat berlanjut menjadi karsinoma ovarii tipe 1.
BAB V PENUTUP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ekspresi p27 pada karsinoma ovarii lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi p27 pada endometrioma walaupun tidak didapatkan perbedaan secara bermakna yang menunjukkan adanya kesamaan aspek molekuler yang dimiliki oleh endomerioma dan karsinoma ovarii tipe 1. Aspek molekuler yang dimiliki oleh p27 berperan dalam cell cycle arest. Pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1, rendahnya ekspresi p27 mengindikasikan rendahnya frekuensi terjadinya cell cycle arest yang menyebabkan proliferasi sel tidak terkontrol lebih
progresif
dari
pada
endometrioma.
Kondisi
ini
menunjukkan
endometrioma masih dimungkinkan menjadi karsinoma ovarii tipe 1.
B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada endometrioma dan karsinoma ovarii untuk mempelajari hubungan endometrioma dan karsinoma ovarii berkaitan dengan ekspresi p27 dengan desain penelitian eksperimental untuk menentukan cut off point ekspresi p27 pada endometrioma yang bertansformasi menjadi karsinoma ovarii.
59
commit to user