STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) Fajar Prasetya Rizkikurniadi, Murdjito Program Studi Transportasi Laut Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 60111
[email protected],
[email protected] Abstrak Dwelling time di Terminal Petikemas Surabaya (TPS) pada tahun 2013 mencapai rata – rata 8,49 hari. Angka tersebut melebihi Negara – Negara ASEAN seperti Singapura 1,5 hari, Malaysia 4 hari dan Thailand 5 hari. Indikator pelabuhan dapat dikatakan baik salah satunya yaitu dwelling time petikemas impor tidak boleh lebih dari 5 hari. Sehingga diperlukan studi pengurangan dwelling time petikemas impor agar Terminal Petikemas Surabaya dapat memenuhi indikator baik pelabuhan. Dwelling time sendiri ditentukan oleh proses barang dan proses dokumen barang tersebut. Dalam melakukan studi pengurangan dwelling time petikemas impor, penyusun menggunakan pendekatan simulasi dengan membuat beberapa skenario. Dalam kondisi eksisting simulasi, didapatkan hasil bahwa dwelling time barang mencatat waktu rata – rata 1,41 hari dan dweliing time dokumen 7,67 hari. Hal itu menunjukkan bahwa yang membuat dwelling time tinggi yaitu pada proses dokumen. Untuk mengatasinya penulis melakukan skenario pada jalur hijau yaitu dengan menambah jumlah prosentase pada jalur MITA Prioritas sebesar 15% agar mengurai kepadatan di jalur hijau. Selanjutnya pada jalur merah penulis membuat skenario penambahan jam kerja petugas bea cukai agar sesuai dengan jam kerja terminal 24 jam/7 hari dan memindahkan proses pemeriksaan fisik atau behandle di area Container Freight Station (CFS). Hasil yang didapatkan setelah melakukan beberapa skenario diatas pada model simulasi yaitu dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya turun menjadi 4,52 hari dan waiting time sebesar 3,62 jam. Kata kunci : dwelling time, petikemas impor, TPS, simulasi dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Singapura yang memiliki dwelling time 1,5 hari, Hong Kong 2 hari, Perancis 3 hari, Los Angeles, Amerika Serikat 4 hari, Australia 3 hari, Port Klang, Malaysia 4 hari, dan Leam Chabang, Thailand 5 hari (Artakusuma, 2012). Semakin lama dwelling time maka baiya logistik dari barang tersebut akan semakin tinggi. Hal ini tentunya sangat merugikan berbagai pihak. Untuk pihak terminal petikemas, semakin lama dwelling time maka akan semakin tinggi yard occupancy ratio, dan itu akan mengakibatkan tidak adanya lahan untuk petikemas bongkaran dari kapal yang akan sandar. Berikut pada Gambar 1.1 menunjukkan jumlah petikemas impor yang ditangani oleh Terminal Petikemas Surabaya. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah petikemas impor yang ditangani semakin banyak. Jumlah petikemas impor yang semakin banyak tidak diimbangi dengan proses pengeluaran barang yang cepat akan menimbulkan penumpukan di lapangan penumpukan sementara.
1. Pendahuluan Letak Indonesia sangat strategis dalam jalur perdagangan dunia, namun pelabuhan pelabuhan di Indonesia khususnya Terminal Petikemas Surabaya saat ini masih kalah bersaing dengan pelabuhan - pelabuhan di kawasan ASEAN seperti pelabuhan Singapura, Port Klang di Malaysia dan Leam Chabang di Thailand. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa parameter. Beberapa parameter diantaranya adalah kedalaman atau draft pelabuhan, jumlah dermaga yang tersedia, jumlah dan kemampuan dari alat-alat bongkar muat, luas lahan penumpukan petikemas, tingkat sumber daya manusia (SDM), dsb. Selain itu salah satu parameter yang dijadikan acuan utama dalam suatu terminal petikemas adalah container dwelling time. Dwelling time adalah lama waktu yang dihitung sejak barang dibongkar dari kapal sampai dengan barang keluar pelabuhan. Dwelling time di Terminal Petikemas Surabaya (TPS) mencapai rata – rata 8,9 hari (Takola, Dini Marlien, 2013). Hal itu lebih lama jika
1
dimana peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras dimana hubungan sebab-akibat sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya (Arifin, 2009). Model didefinisikan sebagai proses penggambaran operasi sistem nyata untuk menjelaskan atau menunjukkan relasi-relasi penting yang terlibat (Arifin, 2009). Agar model yang dibuat sesuai dengan yang diinginkan pemodel, maka model harus memiliki empat karakteristik dasar sebagai berikut : 1. Model harus mempunyai tingkat generalisasi yang tinggi. Semakin tinggi generalisasi suatu model maka semakin baik model tersebut, sebab kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan semakin tinggi. 2. Model harus mempunyai mekanisme yang transparan. Suatu model yang baik adalah model yang mampu menjelaskan kembali mekanisme pemecahan masalah yang dilakukan tanpa ada yang disembunyikan. 3. Model harus mempunyai potensi untuk dikembangkan (pengembangan model). Model yang baik harus membuka kemungkinan peneliti lainnya untuk mengembangkan menjadi model yang kompleks dan berdaya guna untuk menjawab permasalahan sistem nyatanya. 4. Model harus memiliki kepekaan terhadap perubahan asumsi. Model yang baik selalu memberi celah bagi para peneliti lainnya untuk membangkitkan asumsi lainnya. Adapun tujuan pembuatan model adalah dapat merepresentasikan setiap kejadian atau situasi-situasi yang terjadi dalam kenyataannya, dapat menjelaskan perilaku dari objek atau elemen-elemen sistem yang diamati, dapat digunakan untuk membantu atau mempermudah proses pemecahan masalah pengambilan keputusan dan media pembelajaran yang lebih mudah bila dibandingkan harus mempelajari “real system” nya.
Jumlah Petikemas Impor di PT TPS 700,000 600,000
TEUs
500,000
475,989
545,711
583,353
556,829
2012
2013
400,000 300,000 200,000 100,000 0
2010
2011 Tahun
Gambar 1.1 Jumlah Petikemas Impor Tahun 2010 – 2013 Berikut pada Gambar 1.2 menunjukkan dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun dwelling time petikemas impor semakin tinggi. Dwelling Time Petikemas Impor di PT TPS 8.99
10
Hari
8
6.2
8.49
6.76
6 4 2 0
2010
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 1.2 Dwelling Time Petikemas Impor Tahun 2010 – 2013 Oleh karena itu, penulis membuat studi penelitian mengenai pengurangan dwelling time petikemas khusus impor di Terminal Petikemas Surabaya dengan pendekatan simulasi untuk menjawab pertanyaan diatas. 2. Deskripsi Model Penelitian Pada penelitian ini dilakukan simulasi terhadap proses barang dan proses dokumen terkait petikemas impor yang ditangani oleh Terminal Petikemas Surabaya untuk mengurangi dwelling time petikemas impor. Data input yang dimasukkan merupakan data kedatangan kapal, data jumlah petikemas impor, data jumlah petikemas ekspor, data kedatangan dokumen impor, data proses pre clearance, data proses custom clearance, dan data proses post clearance. Simulasi adalah tiruan dari sebuah sistem dengan menggunakan model komputer untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan kinerja sistem. Diartikan pula sebagai suatu aktivitas
3. Model Penelitian Perhitungan dwell time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya dalam penelitian ini sama seperti definisi dari World Bank yaitu sejak petikemas dibongkar sampai keluar dari pintu utama terminal, yaitu pintu Terminal Petikemas Surabaya. Perhitungan ini tidak bisa dibandingkan langsung dengan standar internasional yaitu sejak petikemas dibongkar sampai keluar dari pintu pelabuhan dan memulai perjalanan darat menuju hinterland. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa peti kemas yang dipindahkan keluar (overbrengen) dari lahan Terminal Petikemas Surabaya dan ditumpuk
2
disana menunggu untuk diangkut tidak dimasukkan dalam analisis perhitungan. Secara garis besar proses yang menentukan lamanya dwelling time petikemas impor di pelabuhan adalah bukan dari proses cargo flow, melainkan dari proses document flow. Proses dokumen itu sendiri terdiri dari proses pre-clearance, proses customs clearance, dan proses post-clearance. Kegiatan pre clearance adalah petikemas diletakkan di lapangan penumpukan sementara dan penyiapan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Kegiatan customs clearance adalah pemeriksaan fisik peti kemas (khusus untuk jalur merah), verifikasi dokumen dokumen oleh Bea Cukai, dan pengeluaran Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Kegiatan post clearance adalah petikemas diangkut keluar pelabuhan atau proses delivery petikemas impor dan pembayaran ke operator pelabuhan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dwelling time petikemas impor dapat dihitung sebagai berikut: DT = TP + TCC + TPC DT = Dwelling time petikemas impor TP = Lama waktu pre clearance TCC = Lama waktu customs clearance TPC = Lama waktu post clearance
Hari
Dwelling Time Sesuai Jalur Bea Cukai
8%
Kuning
Merah
4.96
MITA MITA non prioritas prioritas
4.1 Skenario Pertama Kondisi Eksisting Sebelumnya, diketahui dari hasil simulasi kondisi eksiting bahwa proses barang di Terminal Petikemas Surabaya membutuhkan waktu 33.83 jam atau 1.41 hari. Sedangkan dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Impor pada tahun 2013 mencapai 8.49 hari. Hal itu menunjukkan bahwa proses dokumen yang membuat tinggi dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya. Sehingga penulis fokus dengan skenario – skenario untuk mengurangi kepadatan di proses dokumen petikemas impor. Skenario tahun 2011 menghasilkan output model simulasi dengan rata – rata dwelling time 7.56 hari pada Gambar 4.1.
Kuning
11%
Hijau
6.67
4. Hasil dan Diskusi Pengujian model simulasi yang telah dikembangkan dengan skenario – skenario untuk mengurangi dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya. Oleh karena itu, akan dapat dilihat besarnya dwelling time petikemas impor dengan skenario yang berbeda. Skenario pertama yaitu kondisi eksisting di Terminal Petikemas Surabaya. Skenario kedua yaitu penambahan jumlah importir di jalur MITA Prioritas sebesar 15%. Skenario ketiga yaitu penambahan jam kerja bea cukai sesuai dengan jam kerja terminal yaitu 24 jam / 7 hari dan pemindahan area behandle ke area Container Freight Station (CFS) milik PT TPS.
Hijau
51%
6.10
Gambar 3.2 Dwelling Time Sesuai Jalur Bea Cukai
Prosentase Jumlah Petikemas Sesuai Jalur Bea Cukai
10%
11.60 8.52
Jalur Bea Cukai
Berikut adalah Gambar 3.1 menunjukkan jumlah petikemas impor sesuai dengan jalur masuk Bea Cukai pada tahun 2013.
20%
14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
Merah MITA non prioritas MITA prioritas
Gambar 3.1Prosentase Petikemas Impor Sesuai Jalur Bea Cukai Selanjutnya pada Gambar 3.1 menujukkan dwelling time petikemas impor sesuai jalur masuk Bea Cukai pada tahun 2013.
Dwelling Time Tahun 2011
Hari
15.00 10.00
11.96 7.22
8.60
7.22
5.77
7.56
5.00 0.00
Hijau
Kuning
Merah
MITA MITA non Prioritas Prioritas
Rata rata
Jalur Bea Cukai
Gambar 4.1 Output Dwelling Time Tahun 2011
3
Skenario tahun 2012 menghasilkan output model simulasi dengan rata – rata dwelling time 7.69 hari pada Gambar 4.2.
Dwelling Time Skenario Ketiga
Hari
8.00
Dwelling Time Tahun 2012
Hari
10.00
7.33
8.72
7.33
5.86
7.69
5.00 0.00
Hijau
Kuning
Merah
MITA MITA non Prioritas Prioritas
Dwelling Time Tahun 2013 12.26
Hari
15.00 7.42
8.81
7.42
5.83
7.75
5.00 Hijau
Kuning
Merah
MITA MITA non Prioritas Prioritas
Rata rata
Jalur Bea Cukai
Gambar 4.3 Output Skenario Kepadatan 2013 4.2 Skenario Kedua Skenario kedua tahun 2014 menghasilkan output model simulasi dengan rata – rata dwelling time petikemas impor 6.11 hari pada Gambar 4.4.
3.57
4.52
2.00 Hijau
Kuning
Merah
MITA MITA non Prioritas Prioritas
Rata rata
5. Kesimpulan Berikut merupakan kesimpulan yang didapat dari penelitian ini. 1. Faktor – faktor utama yang berpengaruh terhadap dwelling time petikemas impor di pelabuhan yaitu proses pre clearance, custom clearance dan post clearance pada jalur dokumen. 2. Peran faktor – faktor utama tersebut dalam penentuan dwelling time petikemas impor sangat dominan. Pada proses pre – clearance memiliki pengaruh terhadap dwelling time petikemas impor sebesar 52%, proses custom clearance memiliki prosentase 20% dan proses post clearance sebesar 28%. Sedangkan petikemas behandle memiliki prosentase pre – clearance sebesar 40%, untuk proses custom clearance memliki pengaruh terhadap dwelling time petikemas impor sebesar 42% dan proses post clearance sebesar 18%. 3. Pengurangan dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya dapat
Dwelling Time Skenario Kedua
Hari
4.57
Dari skenario – skenario yang telah dimunculkan, output simulasi rata – rata dwelling time petikemas impor menunjukkan bahwa dari kondisi eksisting yaitu 7.67 hari, turun pada skenario kedua sebesar 6.11 hari, dan terkahir pada skenario ketiga turun berada diangka 4.52 hari. Hasil rata – rata dwelling time yang turun tersebut tidak lepas dari peran waiting time tersebut. Dan, skenario – skenario yang diambil dilakukan bertahap yaitu proses pre clearance pada skenario kedua dengan menaikkan prosentase jumlah pengguna Jalur MITA Prioritas sebesar 15% sehingga jumlah pengguna yang padat pada Jalur Hijau diturunkan 15%. Selanjutnya di skenario ketiga ditambah pada jalur merah dengan menambah jam kerja petugas bea cukai sesuai dengan jam kerja terminal 24 jam / 7 hari dan memindah area behandle ke Container Freight Station milik Terminal Petikemas Surabaya di area terminal dan bukan area terbuka. Dalam skenario di setiap jalur Bea Cukai semua proses clearance sudah dimasukkan.
Skenario tahun 2013 menghasilkan output model simulasi dengan rata – rata dwelling time 7.75 hari pada Gambar 4.3.
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
6.80
Gambar 4.5 Output Skenario Ketiga Tahun 2014
Rata rata
Gambar 4.2 Output Dwelling Time Tahun 2012
0.00
5.23
Jalur
Jalur Bea Cukai
10.00
4.56
4.00 0.00
12.31
15.00
6.00
10.90 5.73
Hijau
7.18
Kuning
6.09
Merah
4.79
MITA MITA non Prioritas Prioritas
6.11
Rata rata
Jalur
Gambar 4.4 Output Skenario Kedua Tahun 2014 4.3 Skenario Ketiga Skenario ketiga tahun 2014 menghasilkan output model simulasi dengan rata – rata dwelling time petikemas impor 5.60 hari pada Gambar 4.5.
4
Nicoll, J. (2007). Innovative Approaches to Port Challenges.
dilakukan pada Jalur Hijau dan Jalur Merah. Pada Jalur Hijau, untuk mengurangi kepadatan yang mempunyai nilai 51% dari total petikemas yang ditangani oleh Terminal Petikemas Surabaya yaitu dengan menaikkan jumlah importir di Jalur MITA Prioritas sebesar 15%. Sedangkan pada Jalur Merah, dengan menambah jam kerja petugas pemeriksa fisik bea cukai sesuai dengan jam kerja terminal 24 jam / 7 hari. Selain itu, kegiatan pemeriksaan fisik atau behandle di area terbuka yang membuat kerja petugas bea cukai tidak maksimal dipindah kedalam Container Freight Station (CFS) milik Terminal Petikemas Surabaya. Jika hal tersebut dilakukan, maka dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya pada kondisi eksisting simulasi tahun 2013 sebesar 7.67 hari turun 41,07% menjadi 4.52 hari pada hasil simulasi tahun 2014.
Novianto, A. M. (2010). Analisis Pengukuran Kinerja Terminal Petikemas. Surabaya: ITS. Pegden, R. &. (1990). Software Arena. PT TPS. (2014). Reliable Terminal with Service Excellence. Surabaya: PT Terminal Petikemas Surabaya. Sukrisman, D. (1985). Petikemas. Takola, Dini Marlien. (2013). Analysis of Import Container Dwelling Time In Surabaya Container Terminal (TPS) Port of Tanjung Perak. Surabaya: ITS. Tamin, O. Z. (2003). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Edisi ke 2. Bandung: ITB.
DAFTAR PUSTAKA
Triatmojo, B. (2008). Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
Arifin, M. (2009). Simulasi Sistem Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Artakusuma, A. (2012). Analisis Import Container Dwelling Time di Pelabuhan Petikemas Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok. Bandung: ITB. Aryadi, I. P. (2009). Model Simulasi Operasi Pelabuhan Penyeberangan (Studi Kasus : Pelabuhan Penyeberangan Ketapang Gilimanuk). Surabaya: ITS. Aziz, Z. A. (2013). Penentuan Kapasitas Optimal Jalur Pelayaran Kapal di Sungai Musi Menggunakan Model Simulasi. Surabaya: ITS. Budiyanto, E. &. (2007). Terminal. Daniels. (2013, Januari Jumat). Pengujian Hasil Simualsi. Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Dermawan, R. (2005). Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Strategi. Bandung: Alfabeta. Fourgeaud, P. (2000). The Measuring Port Performance. Hoover, S. V. (1989). Simulation: A ProblemSolving Approach. Kramadibrata, S. (2001). Pelabuhan. Bandung: ITB.
Perencanaan
Law, A. W. (2000). Simulation Modeling and Analysis 3D. McGraw Hill.
5