STUDI PENGARUH INTERVENSI TEMPE UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN DIARE PADA ANAK BALITA
ANTON VIVALDY
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT ANTON VIVALDY. Study the Effect of Tempe Intervention in the Treatment of Diarrhea among Children Under Five Years. Supervised by M. RIZAL M. DAMANIK and MIRA DEWI. Diarrhea is a major health problem in many developing countries resulting in the deaths of about 3 million people every year. Tempe is one of diet that could be use in treatment of diarrhea. The objective of this study was to investigate the effect of tempe intervention in the treatment of diarrhea in children under five years of age. The design of this study was experimental study. The number of study participant was 30 children with diarrhea symptoms. Study participants were divided into three treatments group: a) 25 gram, receiving tempe 25 gram for two days; b) 50 gram, receiving tempe 50 gram for two days; c) control, receiving no tempe during five days study period. During the study period, defecation and food habit of the study participants were observed. The result of the study showed that there was no correlation between characteristic of family, eating habit, sanitation and higiene with diarrhea symptoms (P>0,05). However, there was correlation between nutritional status of children with diarrhea symptoms (P<0,05). The duncan test results showed that the average frequency of defecation during five days of study period in children who consumed 50 grams tempe significantly lower (α = 0.05) than the control group. This implies that consumption of tempe have positive effect on the treatment of diarrhea. Keywords: effect, tempe, diarrhea, children
RINGKASAN ANTON VIVALDY. Studi Pengaruh Intervensi Tempe untuk Mempercepat Penyembuhan Diare pada Anak Balita. Dibimbing oleh M. Rizal M. Damanik dan Mira Dewi Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Pengobatan diare yang paling tepat pada anak balita adalah dengan menggantikan cairan yang hilang dan tidak menghentikan pemberian ASI maupun makanan lainnya. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan cepat diserap zat-zat gizinya. Salah satu makanan yang telah diketahui mudah dicerna walaupun oleh orang yang menderita penyakit pada saluran pencernaannya adalah tempe. Dengan berbagai keunggulannya, tempe dapat digunakan sebagai alternatif dalam manajemen penanganan penyakit diare secara tiba-tiba pada anak balita. Sehingga perlu dilakukan uji klinis dari tempe yang berpengaruh terhadap kesembuhan diare pada anak balita. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh intervensi tempe untuk mempercepat penyembuhan diare pada anak balita. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Menjelaskan karekteristik anak dan keluarga anak, 2) Menjelaskan status gizi dan konsumsi anak, 3) Menjelaskan kebiasaan makan anak, 4) Menjelaskan sanitasi lingkungan anak, 5) Menjelaskan perilaku higiene anak, 6) Analisis hubungan karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, sanitasi, higiene dan pengaruhnya terhadap diare anak, 7) Analisis pengaruh intervensi tempe terhadap diare anak. Jenis penelitian yang dilakukan adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial design karena adanya intervensi yang diberikan. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai dari bulan Mei 2010 – Juli 2010 di Puskesmas Kampung Manggis, Kecamatan Dramaga dan di Puskesmas Ciampea, Kecamatan Ciampea yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor. Pengambilan anak secara purposive dibagi ke dalam tiga kelompok masing-masing 10 orang. Kelompok kontrol tanpa intervensi tempe, sedangkan dua kelompok lainnya mendapat perlakuan tempe 25 gram/hari dan 50 gram/hari, sehingga anak yang digunakan yaitu sebesar 30 orang. Orang tua anak diberikan tempe mentah (25 gram atau 50 gram) dan diminta memberikan tempe tersebut kepada anak dengan diare selama dua hari. Selain itu, orang tua anak diminta mengisi kuisioner perkembangan penyakit dan konsumsi anak selama 5 hari pengamatan. Analisis data berdasarkan analisis normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Variabel yang terdistribusi normal (Umur ibu, status gizi, konsumsi energi dan protein, kebiasaan makan, sanitasi, dan higiene) menggunakan uji beda ANOVA. Sedangkan variabel yang tidak terdistribusi normal (besar keluarga, pendapatan dan lama diare) menggunakan uji beda Mann-Whitney. Analisis data yang dilakukan untuk menghubungkan antara variabel karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, sanitasi lingkungan, higiene anak dengan frekuensi BAB menggunakan korelasi Rank Spearman. Analisis pengaruh pemberian tempe terhadap diare menggunakan uji duncan yang merupakan hasil lanjut dari uji ANOVA. Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) sebagian besar (80%) termasuk dalam katagori status gizi normal.
Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) sebagian besar anak berstatus gizi baik sebesar 70%. Status gizi anak berdasarkan indeks tinggi badan menurut umut (TB/U) sebagian besar anak memiliki status gizi normal sebesar 53%. Konsumsi energi anak tergolong cukup (30%) sedangkan konsumsi protein anak tergolong baik sebanyak 73% dari tingkat kecukupan. Berdasarkan uji beda ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata z-skor status gizi menurut indeks BB/TB tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram, dan tempe 50 gram (P>0,05). Sedangkan berdasarkan uji beda ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi dan protein anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram, dan tempe 50 gram (P>0,05). Pada penelitian ini sebesar 83% kebiasaan makan anak dalam katagori cukup baik. Sanitasi lingkungan keluarga anak secara umum dalam katagori cukup baik (90%). Sedangkan higiene anak secara umum termasuk dalam katagori cukup baik (100%). Hasil uji beda ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata pada kebiasaan makan, sanitasi lingkungan dan higiene antara ketiga kelompok perlakuan (P>0,05). Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa besar keluarga, pendapatan, dan umur ibu tidak berpengaruh terhadap frekuensi BAB anak (P>0,05). Status gizi menurut pengukuran antropometri (BB/TB) berhubungan dengan frekuensi BAB anak (P<0,05), sedangkan status gizi menurut konsumsi energi dan protein tidak berhubungan dengan frekuensi BAB pada diare anak balita (P>0,05). Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makan, sanitasi lingkungan, dan perilaku higiene dengan frekuensi BAB anak (P>0,05). Hal ini dapat disebabkan karena kebiasaan makan, sanitasi lingkungan, dan perilaku higiene sebagian besar dalam katagori cukup baik. Hasil uji korelasi Rank Spearman memaparkan bahwa ada hubungan negatif antara kebiasaan konsumsi sayuran dengan frekuensi BAB anak (Rs=0,407,P=0,026). Semakin baik kebiasaan konsumsi sayuran, semakin rendah frekuensi BAB anak. Hasil uji korelasi Rank Spearman memaparkan bahwa ada hubungan antara jarak sumber air dengan pembuangan limbah/selokan terhadap lama diare anak (P<0,05). Dalam hal ini semakin dekat jarak sumber air dengan pembungan limbah/selokan akan memudahkan kontaminasi sumber air sehingga penyakit diare akan lebih lama terjadi. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram lebih rendah secara nyata (α = 0,05) daripada frekuensi BAB anak pada perlakuan kontrol. Namun rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram tidak berbeda nyata dengan rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram (P=0,383). Demikian pula rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram tidak berbeda nyata dengan rata-rata frekuensi BAB pada anak yang diperlakukan sebagai kontrol (P=0,195). Ratarata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram sebanyak 8,80 kali. Rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram sebanyak 10,40 kali. Sedangkan rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang diperlakukan sebagai kontrol sebanyak 12,80 kali. Pemberian dosis tempe 50 gram per hari lebih banyak menurunkan frekuensi BAB anak daripada dosis 25 gram. Hal ini menunjukkan bahwa tempe berpengaruh positif terhadap penyembuhan diare.
STUDI PENGARUH INTERVENSI TEMPE UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN DIARE PADA ANAK BALITA
ANTON VIVALDY
Skripsi: Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ii Judul Skripsi : Nama NIM
: :
Studi Pengaruh Intervensi untuk Mempercepat Penyembuhan Diare pada Anak Balita Anton Vivaldy I14060670
Disetujui: Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
drh.M.Rizal M. Damanik, MRepSc,PhD NIP. 19640731 199003 1 001
dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si NIP. 19761116 200501 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
iii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Pengaruh Intervensi Tempe untuk Mempercepat Kesembuhan Diare Anak Balita”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD dan dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, saran, arahan, dan dukungan kepada penulis 2. Ir. Eddy S. Mudjadjanto sebagai dosen pembimbing akademik selama penulis menjalankan aktivitas perkuliahan di kampus yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis 3. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar MSc sebagai dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah mengevaluasi hasil penelitian penulis dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini 4. Keluarga saya yang telah memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang tidak terkira kepada penulis 5. dr. Yoseph, dr. Budi dan dr. Anna Mei sebagai dokter puskesmas yang telah membantu dalam mencari responden untuk penelitian ini 6. Mr. Leonard Joannes Bijnens sebagai orang tua asuh yang telah memberikan beasiswa, dukungan dan semangat selama kuliah sehingga skripsi ini selesai 7. Nur Faizah, Sri Nur Amalia, Novita Sari, Daniel Furqon dan Wulandari yang telah membantu selama proses penelitian penulis 8. Teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 43 yang telah memberikan keceriaan, pengalaman dan persahabatan yang tak terlupakan 9. Seluruh pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu Dan akhirnya semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, Mei 2011
Anton Vivaldy
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dengan nama lengkap Anton Vivaldy dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak ke-2 dari empat bersaudara dari pasangan Suaib Senen dan Delwati. Penulis mengawali pendidikan di TK AlIslam di Depok tahun 1994. Sekolah dasar tamatan SDN 007 Tj. Pinang, Kepulauan Riau tahun 2000, sekolah menengah pertama tamatan SLTP Negeri 3 Depok tahun 2003, sekolah menengah atas tamatan SMA Negeri 2 Depok jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI. Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama, tahun 2007 penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalankan program studi penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan Himpunan Profesi, tahun 2008 penulis aktif sebagai anggota organoleptik di Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) dan tahun 2009 penulis aktif sebagai ketua divisi kewirausahaan di HIMAGIZI. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan kampus seperti Program Kreativitas Mahasiswa dengan tema PKM Kewirausahaan dan PKM Pengabdian Masyarakat (2007- 2009) dan Program Pelatihan Kewirausahaan Mahasiswa IPB (2008). Penulis mengikuti Program Intership Dietetik di RS. Marzoeki Mahdi Bogor (2010) dan menjadi asisten praktikum Analisis Zat Gizi Makro (2010). Selama melaksanakan studi di Institut
Pertanian
Bogor,
penulis
memperoleh
beasiswa
dari
Direktorat
Pendidikan Tinggi program PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) tahun 2006, Yayasan Supersemar (2007), dan Yayasan Karya Salemba Empat (2008 – 2009).
v
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4 Karakteristik Keluarga ........................................................................... 4 Tempe ................................................................................................... 5 Diare...................................................................................................... 9 Status Gizi Balita ................................................................................... 11 Kebiasaan Makan ................................................................................. 13 Higiene dan Sanitasi ............................................................................. 14 KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................... 16 METODOLOGI ............................................................................................... 17 Desain, Waktu dan Tempat................................................................... 17 Jumlah dan Cara Pemilihan Anak ......................................................... 17 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...................................................... 19 Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 19 Definisi Operasional .............................................................................. 21 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 23 Keadaan Umum Lokasi ......................................................................... 23 Karakteristik Keluarga ........................................................................... 24 Karakteristik Anak ................................................................................. 28 Status Gizi Anak.................................................................................... 30 Kebiasaan Makan ................................................................................. 36 Sanitasi Lingkungan .............................................................................. 38 Higiene Anak ......................................................................................... 40 Penyakit Diare Anak.............................................................................. 42 Analisis Hubungan Karakteristik Keluarga, Status Gizi, Kebiasaan Ma kan, Sanitasi Lingkungan, dan Higiene dengan Penyakit Diare Anak .. 43 Analisis Pengaruh Intervensi Tempe dengan Penyakit Diare Anak ...... 48
vi KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55 LAMPIRAN ..................................................................................................... 59
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering....... 6
2.
Komposisi dan nilai gizi kedelai dan tempe (per 100 gram) ...................... 7
3.
Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks antropometri ............................ 13
4.
Penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, BB/TB standar ba ku antropometri WHO-NCHS .................................................................... 13
5.
Variabel dan cara pengumpulan data penelitian ....................................... 19
6.
Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS ....................................... 20
7.
Sebaran besar keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan ............. 25
8.
Sebaran pendapatan keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan ... 26
9.
Sebaran umur ibu anak berdasarkan kelompok perlakuan ....................... 28
10. Sebaran umur anak berdasarkan kelompok perlakuan ............................. 29 11. Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok perlakuan ................ 30 12. Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok umur ........................ 30 13. Sebaran status gizi anak (BB/TB) berdasarkan kelompok perlakuan ....... 31 14. Sebaran status gizi anak (BB/U) berdasarkan kelompok perlakuan ......... 32 15. Sebaran status gizi anak (TB/U) berdasarkan kelompok perlakuan ......... 32 16. Sebaran konsumsi energi berdasarkan kelompok perlakuan.................... 35 17. Sebaran konsumsi protein berdasarkan kelompok perlakuan................... 36 18. Sebaran kebiasaan makan berdasarkan kelompok perlakuan.................. 37 19. Sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan .......................................... 37 20. Sebaran sanitasi lingkungan berdasarkan kelompok perlakuan ............... 39 21. Sebaran anak berdasarkan sanitasi lingkungan........................................ 39 22. Sebaran higiene berdasarkan kelompok perlakuan .................................. 41 23. Sebaran anak berdasarkan higiene........................................................... 41 24. Hasil uji Duncan......................................................................................... 49
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Sebaran anak berdasarkan besar keluarga ............................................ 24
2.
Sebaran anak berdasarkan pendapatan ................................................. 26
3.
Sebaran anak berdasarkan umur ibu ...................................................... 27
4.
Sebaran anak berdasarkan kelompok umur............................................ 29
5.
Sebaran konsumsi energi anak berdasarkan kelompok umur ................ 34
6.
Sebaran konsumsi protein anak berdasarkan kelompok umur ............... 35
7.
Perbandingan rata-rata lama diare dan frekuensi BAB ........................... 42
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Kuisioner penelitian ................................................................................. 60
2.
Sebaran anak berdasarkan variabel penelitian ....................................... 67
3.
Hasil uji Kolmogorov-Smirnov Z .............................................................. 68
4.
Hasil uji One-Way ANOVA ...................................................................... 68
5.
Hasil uji Mann-Whitney ............................................................................ 69
6.
Hasil uji deskriptif variabel ....................................................................... 69
7.
Hasil uji Duncan....................................................................................... 70
8.
Hasil uji korelasi rank spearman antar variabel ....................................... 71
9.
Hasil uji korelasi rank spearman pada kebiasaan makan ....................... 72
10. Hasil uji korelasi rank spearman pada higiene ........................................ 73 11. Hasil uji korelasi rank spearman pada sanitasi lingkungan ..................... 74
PENDAHULUAN Latar Belakang Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suharyono 1986). Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa disertai lendir dan darah (Zein et al 2004). Sebagian besar diare terjadi karena infeksi virus, bakteri, dan parasit. Kejadian diare dipengaruhi beberapa faktor misalnya faktor gizi, makanan, kebiasaan atau perilaku, lingkungan dan sebagainya. Diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu singkat. Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella sp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (Zein et al 2004). Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2 kali per tahun. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat (Anonim 2009). Menurut Riskesdas (2007), penyebab kematian anak balita terbesar di Indonesia adalah diare dengan proporsi 25,2%. Pengobatan diare yang paling tepat pada anak balita adalah dengan menggantikan cairan yang hilang dan tidak menghentikan pemberian ASI maupun makanan lainnya. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan cepat diserap zat-zat gizinya. Salah satu makanan yang telah diketahui mudah dicerna
walaupun
oleh
orang
yang
menderita
penyakit
pada
saluran
pencernaannya adalah tempe (Astawan 2009). Tempe merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk atas jasa kapang jenis Rhizopus sp melalui proses fermentasi. Banyak perubahan yang
2 terjadi selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia maupun mikrobiologi, yang semuanya berdampak sangat menguntungkan terhadap gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp mampu mengubah kedelai menjadi tempe yang berasa lebih enak, lebih bergizi dan berfungsi sebagai makanan kesehatan. Tempe memiliki kandungan protein yang tinggi dan memberikan 8 asam amino esensial. Tempe juga sebagai sumber vitamin B12 dan rendah lemak jenuh serta kolesterol. Tempe mudah dicerna dan diserap serta memilik zat anti-bakteri sehingga mampu menyembuhkan diare terutama pada anak balita (Sudigbia 2001). Bahan
makanan
campuran
yang
menggunakan
tempe
sebagai
komponennya terbukti bermanfaat bagi penanggulangan diare kronis pada hewan dan diare kronis yang disertai gizi kurang pada anak. Menurut Mahmud (1987) anak balita penderita diare kronik yang disertai KKP, setelah mendapat makanan bayi formula tempe, tidak menjadi lebih parah bahkan diare berhenti lebih cepat. Pada penelitian lain oleh Sibarini (1991) memaparkan bahwa mengkonsumsi
tempe
dapat
mencegah
diare
dengan
meningkatkan
bioavaibilitas Fe dan Zn serta meningkatkan berat badan pada kelinci. Sedangkan menurut Sudigbia (1985) tempe berpotensi besar untuk digunakan sebagai salah satu bahan makanan dalam manajemen diit anak penderita diare kronis. Dengan berbagai keunggulannya, tempe dapat digunakan sebagai alternatif dalam manajemen penanganan penyakit diare yang terjadi secara tibatiba pada anak balita. Sehingga perlu dilakukan uji klinis dari tempe yang berpengaruh terhadap kesembuhan diare pada anak balita. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh intervensi tempe untuk mempercepat penyembuhan diare pada anak balita. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Menjelaskan karekteristik balita dan keluarga balita
2.
Menjelaskan status gizi dan konsumsi balita
3.
Menjelaskan kebiasaan makan balita
4.
Menjelaskan sanitasi lingkungan balita
3 5.
Menjelaskan perilaku higiene balita
6.
Analisis hubungan karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, sanitasi, higiene dan pengaruhnya terhadap diare balita
7.
Analisis pengaruh intervensi tempe terhadap diare balita Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengurangi morbiditas dan
mortalitas pada anak yang menderita diare. Selain itu juga meningkatkan nilai tempe sebagai bahan pangan yang memiliki khasiat kesehatan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Besar keluarga Besar keluarga akan mempengaruhi status kesehatan seseorang atau keluarga. Besar keluarga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi zat gizi anggota keluarga dan mempengaruhi luas per penghuni di dalam suatu bangunan rumah yang berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan kesehatan ibu. Jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan perhatian ibu terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1994). Menurut Suhardjo (1989), hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Terutama pada keluarga yang sangat miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Jumlah anak yang lebih sedikit dalam suatu keluarga akan mengurangi resiko ibu-ibu terhadap terjadinya gizi kurang. Pendapatan keluarga Pendapatan merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini menyangkut daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makan (Rokhana 2005). Menurut Suhardjo 1989, faktor penghasilan merupakan faktor kedua yang juga dominan dalam menentukan gaya hidup keluarga maupun masyarakat suatu wilayah. Dalam rangka penganekaragaman pola konsumsi pangan ialah bahwa daya beli harus sanggup membeli bahan makanan yang mencukupi, baik kuantitas maupun kualitasnya, terutama bila konsumsi dengan pangan itu banyak tergantung pada apa yang dibelinya. Keluarga dan masyarakat yang penghasilannya rendah mempergunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan bahan makanan, dan semakin tinggi penghasilan itu, semakin menurun bagian penghasilan yang dipakai untuk membeli makanan. Penghasilan keluarga terendah yang dibawah tingkat tidak mungkin membeli jumlah makanan dan bahan makanan yang cukup untuk kesehatan seluruh keluarga disebut garis kemiskinan.
Dengan meningkatnya pendapatan perorangan terjadilah perubahan-
perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan.
5 Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makanan ialah pangan yang dimakan lebih mahal (Suhardjo 1989). Umur ibu Umur orang tua terutama ibu yang relatif masih muda cenderung memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam mengasuh anak. Umumnya mereka mengasuh anak berdasarkan pengalaman orang tuanya dahulu. Ibu yang masih berusia muda cenderung untuk mendahulukan kepentingannya sendiri, sehingga waktu pengasuhan menjadi sangat singkat dan tidak menyenangkan. Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima
dengan
senang
hati
tugasnya
sebagai
ibu,
sehingga
akan
mempengaruhi pula terhadap kuantitas dan kualitas pengasuhan anak (Hurlock 1998). Tempe Tempe merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk atas jasa kapang jenis Rhizopus sp melalui proses fermentasi. Banyak perubahan yang terjadi selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia maupun mikrobiologi, yang semuanya berdampak sangat menguntungkan terhadap sumbangan gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp mampu mengubah kedelai menjadi tempe yang berasa lebih enak, lebih bergizi dan berfungsi sebagai makanan sehat (Astawan 2009). Terdapat beberapa jenis tempe di Indonesia, antara lain: tempe gembus (dibuat dari ampas tahu), tempe lamtoro (dari biji lamtoro), tempe benguk (dari biji koro benguk), tempe koro (dari biji koro), tempe bongkrek (dari ampas kelapa), tempe gude (dari kacang gude), tempe bungkil (dari ampas pembuatan minyak kapang) dan tempe kedelai (dibuat dari biji kedelai). Dari berbagai jenis tempe tersebut, yang paling banyak dikonsumsi dan digemari masyarakat adalah tempe kedelai (Astawan 2009). Proses pembuatan tempe umumnya masih dilakukan secara tradisional dalam skala industri kecil. Secara garis besar, tahap-tahapan penting dalam pembuatan tempe adalah: pembersihan biji kedelai, perebusan/pengukusan dan fermentasi. Proses fermentasi adalah tahap terpenting pada pembuatan tempe, dimana pada tahap ini dilakukan pemeraman kedelai selama beberapa hari (umumnya 36 – 48 jam) menggunakan laru (kapang tempe). Selama proses fermentasi tempe terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak, sehingga asam lemak tidak jenuh majemuk (Polyunsaturated
6 fatty acids=PUFA) meningkat jumlahnya. Asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikkan terjadi pada asam lemak oleat dan linolenat (Astawan 2009). Dibandingkan kedelai, kadar protein, lemak dan karbohidrat tempe tidak banyak berubah. Akan tetapi, karena adanya enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Dua kelompok vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu vitamin larut air (vitamin B kompleks) dan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkadung dalam tempe antara lain; vitamin B1 (thiamin), vitamin B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin) dan vitamin B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat meningkat 2 kali lipat (Astawan 2009). Tabel 1 di bawah ini menunjukkan komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering. Tabel 1 Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering Zat Gizi Kedelai 6,1 Abu (g) 46,2 Protein (g) 19,1 Lemak (g) 28,2 Karbohidrat (g) 3,7 Serat (g) 254 Kalsium (mg) 781 Fosfor (mg) 11 Besi (mg) 0,48 Vitamin B1 (mg) 0,15 Riboflavin (mg) 0,67 Niasin (mg) 430 Asam pantotenat (mkg) 180 Piridoksin (mkg) 0,2 Vitamin B12 (mkg) 35 Biotin (mkg) 17,7 Asam amino esensial (g) Sumber: Hermana et al (1996) diacu dalam Astawan (2009)
Tempe 3,6 46,5 19,7 30,2 7,2 347 724 9 0,28 0,65 2,52 520 100 3,9 53 18,9
Dibandingkan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan
7 terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein serta skor proteinnya. Tabel 2 Komposisi dan nilai gizi kedelai dan tempe (per 100 gram) Faktor Mutu Gizi Kedelai rebus 14 Padatan terlarut (%) 6,5 Nitrogen terlarut (%) 0,5 Asam amino bebas (%) 0,5 Asam lemak bebas (%) 75 Nilai cerna (%) 1,6 Nilai efisiensi protein 75 Skor kimia Sumber: Hermana et al (1996) diacu dalam Astawan (2009)
Tempe 34 39 7,3-12 21 83 2,1 78
Selain zat-zat di atas, kedelai dan tempe sebagai hasil olahannya juga mengandung senyawa aktif dari golongan isoflavon. Isoflavon utama yang ditemukan di dalam kedelai dan produk fermentasinya diantaranya daidzein (7,4’dihidroksi isoflavon), genistein (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) dan faktor II (5,7,4’trihidroksi isoflavon) (Brata-Arbai 2001). Selama proses fermentasi terjadi sintesa antioksidan di tempe yang diketahui sebagai faktor II (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) (Brata-Arbai 2001). Selama fermentasi
juga
terjadi
peningkatan
kandungan
mineral
tempe,
seperti
meningkatnya kandungan kalsium dan zink. Selain mengandung mineral, tempe sebagai bahan makanan yang dapat menurunkan kolesterol juga mengandung alpha dan gamma tocopherol (vitamin E) sebagai antioksidan yang menjaga sel dari kerusakan akibat proses oksidasi. Antioksidan dapat didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, mencegah dan memperlambat proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi oleh radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar & Rossell 1990). Antioksidan yang telah berhasil diisolasi dari kedelai dan olahannya salah satunya adalah isoflavon dari senyawa flavonoid. Isoflavon
lain dari kedelai
adalah trihidroksi isoflavon yang hanya terdapat pada produk kedelai terfermentasi (Pratt 1992). Selain isoflavon, kedelai dan produk olahannya merupakan sumber berbagai macam senyawa antioksidan yang termasuk kedalam golongan dari turunan asam sianat, fosfolipida, tokoferol, asam amino dan peptida (Shahidi & Naczk 1995). Isoflavon adalah senyawa bioaktif, banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada kedelai sampai 3099 mikrogram/g
8 (Klump et al 2001). Isoflavon yang berasal dari tempe diketahui bersifat hipolipidemik, antidiare dan anti infeksi terhadap E.Coli (Karyadi 2000). Aktivitas antibakterial untuk pertama kali dikemukakan oleh Wang et al (1969) diacu dalam Karyadi (1985). Beberapa jenis bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus cremoris, Bacillus subtilis, Clostridium perfringens, dan Clostridium sporogenes terhambat pertumbuhannya. Mahmud et al (1982) diacu dalam Karyadi (1985) mengamati aktivitas antibakterial dalam beberapa jenis tempe. Dalam tempe yang dibuat dengan biakan murni Rhizopus oligosporus terdapat aktivitas antibakterial yang menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Salmonella typhii dan Shigella flexneri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar reffinosa dan stakiosa, yaitu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (Astawan 2009). Manfaat tempe terhadap daya tahan tubuh, pertama kali dinyatakan oleh Van Veen (1950), berdasarkan hasil pengamatannya terhadap tahanan perang perang dunia II di Pulau Jawa. Mereka yang setiap hari makan tempe, ternyata tidak terkena disentri ketika wabah disentri berkecamuk. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemakan tempe mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menolak infeksi amuba dibandingkan mereka yang bukan pemakan tempe. Selama fermentasi, kapang tempe juga mampu memproduksi senyawa antibiotika yang bermanfaat untuk menghambat atau memperkecil kejadian infeksi. Kasus diare di Indonesia merupakan penyebab utama kematian bayi (1 – 11 bulan), yaitu mencapai 36,9%, yang kemudian diikuti oleh kematian akibat radang pada saluran pernapasan sebesar 28,8%. Penyebab terjadinya diare adalah air yang tercemar dan melalui makanan yang diolah tidak higienis. Bakteri penyebab diare adalah Eschericia coli, Vibrio cholerae, Shigella sp, dan Entamoeba histolyca. Pengobatan diare yang paling tepat adalah dengan mengganti cairan yang hilang dan tidak menghentikan pemberian ASI maupun makanan lainnya. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan cepat diserap zat-zat gizinya.
9 Salah satu makanan yang telah diketahui mudah dicerna walaupun oleh orang yang menderita penyakit saluran pencernaannya adalah tempe. Kemampuan tempe dalam menyembuhkan diare disebabkan oleh dua hal, yaitu akibat zat anti diare dan akibat sifat protein tempe yang mudah tercerna dan diserap, walupun oleh usus yang terluka (Astawan 2009). Diare Menurut Latifah et al (2002), diare adalah suatu kondisi buang air besar dengan konsistensi yang lembek sampai encer, bahkan dapat berupa air saja, yang tejadi lebih sering dari biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari. Penyebab diare diantaranya yaitu virus, bakteri, parasit (jamur, cacing, protozoa), keracunan makanan atau minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia, alergi terhadap susu, kurang gizi dan daya tahan tubuh rendah (Saroso 2007). Diare ada dua jenis yaitu diare akut dan diare kronis. Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu yang disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya. Sedangkan diare akut adalah diare yang timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari. Diare akut lebih sering terjadi pada anak bayi dan anak kecil daripada anak yang lebih besar (Suharyono 1986). Menurut Suharyono (1986) penyebab prevalensi yang tinggi dari penyakit diare di negara yang sedang berkembang yaitu kombinasi dari sumber air yang tercemar dan defisiensi zat gizi yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. Kuman yang paling sering menjadi penyebab diare akut pada anak yaitu rotavirus (30,4 – 36,6%), E.Coli (20 – 30%), salmonella (5 – 18%), Vibro cholera (5%), dan Shigella (2 – 5%). Kuman-kuman tersebut ditularkan secara faecal – oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut yaitu: 1. Diare sekresi (Secretory diarrhea) yang disebabkan oleh: -
Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen
-
Hiperperistaltik usus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, makanan yang terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan syaraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
10 -
Defisiensi imun terutama Sig A (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan terjadinya pelipatgandaan bakteri atau flora usus dan jamur terutama Candida.
2. Diare osmotic (Osmotic diarrhea) yang disebabkan oleh: -
Malabsorpsi makanan
-
Kekurangan kalori protein dan mineral
-
BBLR dan bayi baru lahir
Bahaya utama diare adalah kematian yang disebabkan karena tubuh banyak kehilangan air dan garam yang terlarut yang disebut dengan dehidrasi. Kematian lebih mudah terjadi pada anak yang mengalami gizi buruk, karena gizi yang buruk menyebabkan penderita tidak merasa lapar dan orang tuanya tidak segera memberikan makanan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang (Harianto 2004 diacu dalam Ulfah 2008). Kematian diare akibat dehidrasi (kehilangan banyak cairan tubuh) dapat dicegah dengan Oral Rehydration Therapy (ORT). ORT dapat dilakukan dengan memberikan cairan (air) melalui mulut selama anak mengalami diare (Santrock 2002). Pada dasarnya diare terjadi bila terdapat gangguan transpor terhadap air dan elektrolit pada saluran cerna. Meknisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan: 1. Osmolaritas intraluminar yang meninggi, disebut diare osmotik. 2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik. 3. Absorbsi elektrolit berkurang. 4. Motilitas usus yang meninggi/hiper-peristalsis, atau waktu transit yang pendek. 5. Sekresi eksudat disebut diare eksudatif. Gejala klinik diare pada umumnya dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase diare, dan fase penyembuhan. Fase prodromal yang dapat juga disebut sebagai sindrom pradiare dengan gejala perut terasa penuh, mual bisa sampai muntah, keringat dingin, dan pusing. Fase diare dengan gejala dehidrasi, asidosis, syok, mules, dapat sampai kejang, dengan atau tanpa panas dan pusing. Fase penyembuhan ditandai dengan gejala diare makin jarang, mules berkurang dan penderita rasa lemas dan lesu (Daldiyono 1990). Menurut Daldiyono (1990), sebagian besar diare di Indonesia disebabkan oleh bakteri dan parasit. Etiologi diare akut oleh bakteri dan parasit sebagai berikut:
11 •
Bakteri penyebab diare akut: Shigella dysentriae, Shigella Flexneri, Salmonella typhi dan Salmonella para typhi A, B, C.
•
Vibro cholera, Vibro eltor, Vibro parahemolitikus, Escherechia coli, Campilobacter dan Yersinia intestinal.
•
Keracunan makanan: Staphylococcus dan Clostridium perfringens.
•
Diare akut oleh parasit: Entamuba histolytica, Giardia lamblia, dan Trichomonas intestinalis/hominis. Menurut Sudigbia (2001), konsep dasar untuk manajemen diare adalah
rehidrasi awal, yang harus dimulai saat dirumah dan dilanjutkan dengan perbaikan gizi. Oral-rehidrasi dilakukan berdasarkan keadaan berikut: 1. Mengganti cairan yang hilang 2. Fakta bahwa mukosa intestin masih mampu menyerap air dan elektrolit 3. Afinitas antara ion natrium dan glukosa dapat membantu penyerapan elektrolit. Pada oral rehidrasi, larutan yang dibutuhkan mengandung natrium klorida, kalium klorida, natrium bikarbonat, dan glukosa dengan total konsentrasi natrium 90 – 110 meq/l dalam 4% larutan glukosa. Awal pemberian makan dengan makanan yang ditambahkan zat gizi seperti asam amino esensial untuk fortifikasi formula rehidrasi secara oral menjadi lebih baik, dan ini bisa disebut larutan ‘super oralit’. Asam amino glisin dan lisin telah ditambahkan dalam membuat larutan ‘super oralit’ secara fortifikasi, tetapi pada level komunitas tertentu tidak mungkin ditambahkan asam amino murni karena biaya yang sangat mahal. Sebagai alternatif, tempe dengan asam amino esensial diberikan sebagai subtitusi yang baik (Sudigbia 2001). Status Gizi Balita Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana anak memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu, anak balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar proses pertumbuhan tidak terhambat, karena balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Santoso & Lies 2004). Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumberdaya manusia dan kualitas hidup. Riyadi (2001) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion) dan penggunaan (utilization) zat gizi. Pada dasarnya, status gizi merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi dan dimonitori dari pertumbuhan fisik anak.
12 Santoso dan Lies (2004) mengungkapkan bahwa keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Anak-anak yang mengalami kurang gizi akan menderita diare selama 3 hari, batuk selama 4 hari dan demam selama 3 hari setiap bulan, sehingga dalam sebulan anak akan sakit selama 10 hari. Kurang gizi pada anak balita berhubungan dengan peningkatan 10 – 45 % kejadian diare dan 30 – 35 % persen lamanya diare (McGuire & Austin 1987, diacu dalam Ariefiani 2009). Komponen penilaian status gizi meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri, serta data psikososial. Pengukuran antropometri erat kaitannya dengan status gizi seseorang, terutama pada masa pertumbuhan (Briawan & Herawati 2005). Indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi, antara lain berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh (tulang, otot dan lemak) dan merupakan indikator yang sangat labil. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau berkurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur (Supariasa et al 2002). Indeks BB/U menggambarkan status gizi masa kini. Indeks ini dapat digunakan untuk mendeteksi underweight dan overweight. Indeks TB/U menggambarkan
status
gizi
masa
lalu.
Defisit
TB/U
menunjukkan
ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara komulatif dalam jangka panjang (Riyadi 2001). Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini biasanya digunakan bila umur sulit diperoleh (Supariasa et al 2002). Status gizi berdasarkan indeks antropometri dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
13 Tabel 3 Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks antropometri Status gizi Gizi baik Gizi sedang Gizi kurang Gizi buruk
BB/U > 80% 71 % - 80 % 61 % - 70 % < 60 %
Indeks TB/U > 90% 81 % - 90 % 71 % - 80 % < 70 %
BB/TB > 90% 81 % - 90 % 71 % - 80 % < 70%
Sumber: Supariasa et al 2002 Penilaian status gizi balita berdasarkan standard baku WHO-NCHS dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U,TB/U, BB/TB standar baku antropometeri WHO-NCHS Indeks yang dipakai BB/U
TB/U
BB/TB
Batas Pengelompokan < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD
Sebutan Status Gizi Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk
Sumber : Depkes RI 2008. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilainilai “affective” yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) di mana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan (belief) terhadap makanan, hanya saja wilayah kejiwaannya adalah nilai-nilai “cognitive” yang berkaitan dengan kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik. Dan pemilihan adalah proses “psychomotor” untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok. Dan mutu serta jumlah bagian tiap anggota hampir selalu didasarkan pada status hubungan antar anggota, bukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan gizi (Khumaidi 1989).
14 Koentjaraningrat (1984) diacu dalam Khumaidi (1989) mengembangkan model untuk mempelajari faktor-faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi kebiasaan makan dan pola konsumsi makanan keluarga. Kebiasaan makan individu, keluarga dan mesyarakat dipengaruhi oleh: 1. Faktor budaya, termasuk faktor ini adalah: cara-cara seseorang berfikir/berpengetahuan,
berperasaan
dan
berpandangan
tentang
makanan. Apa yang ada dalam fikiran, perasaan dan pandangan itu kemudian dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Jika mekanisme ini terjadi berulang-ulang maka tindakan (perilaku konsumsi) itu menjadi kebiasaan makan yang dapat di ukur dengan ‘pola konsumsi’ yang dapat diamati dan diukur. 2. Faktor lingkungan sosial, segi kependudukan dengan susunan, strata dan sifat-sifatnya. 3. Faktor lingkungan ekonomi, daya beli, ketersediaan uang kontan dan sebagainya. 4. Lingkungan ekologi, kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi, sistem usaha tani, sistem pasar, dsb. 5. Faktor ketersediaan bahan makanan, dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang bersifat hasil karya manusia (man-made) seperti sistem pertanian, sarana dan prasarana kehidupan, perundang-undangan dan pelayanan pemerintah. 6. Faktor perkembangan teknologi. Higiene dan Sanitasi Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) kesehatan masyarakat dibagi menjadi dua yaitu kesehatan kuratif (penyembuhan penyakit) dan preventif (pencegahan penyakit). Usaha higiene sanitasi adalah usaha preventif (mencegah supaya tidak sakit). Usaha kesehatan preventif dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1.
Usaha pengebalan atau imunisasi, diberikan saat balita (BCG, MMR, hepatitis dan folio) untuk mencegah datangnya penyakit.
2.
Usaha kesehatan perorangan (personal Hygiene) yaitu mandi minimal 2 kali sehari, menyikat gigi, pakaian bersih, olahraga dan lain-lain.
15 3.
Usaha kesehatan lingkungan hidup (lingkungan tempat tinggal atau lingkungan kerja). Cara menjaga lingkungan hidup yang sehat yaitu dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, menjaga saluran air agar tidak mampet,
menjaga
kerja
bakti
dengan
masyarakat
setempat
untuk
membersihkan lingkungan. Higiene dan sanitasi lingkungan merupakan pengawasan lingkungan fisik, biologi, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan lingkungan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang 1985). Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi (Soekirman 2000). Menurut Yulianti (2002), praktek-praktek personal higiene dapat dilakukan dengan cara: •
Pencucian tangan Tangan merupakan bagian tubuh yang paling utama bersinggungan dengan makanan, untuk itu kebersihannya perlu dijaga. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan.
•
Perilaku Pada umumnya para food handler tahu prinsip higiene dan sanitasi, tetapi dalam mempraktekannya mereka merasa kurang nyaman karena tidak terbiasa. Beberapa kebiasaan yang harus dilakukan pada saat mengolah makanan antara lain: penggunaan sarung tangan plastik, penggunaan pakaian kerja dan tidak menggunakan perhiasan
•
Kebersihan diri Mandi, menggosok gigi, menjaga kebersihan rambut merupakan cara membersihkan diri dari kotoran yang menempel di badan sehingga mencegah kontaminasi pada makanan
•
Kesehatan Food handler makanan harus sehat dan tidak membawa bibit penyakit. Penyakit tersebut dapat dipindahkan kepada orang lain melalui makanan yang diolah atau disajikan oleh orang yang menderitanya.
16
KERANGKA PEMIKIRAN Perilaku hidup bersih seperti kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar juga ikut mempengaruhi penularan atau penyebaran penyakit diare (Suririnah 2007). Selain itu, menurut Dinkes (2003) penyakit diare juga dapat ditularkan melalui beberapa cara diantaranya pemakaian botol susu yang tidak bersih, menggunakan sumber air yang tercemar, buang air besar bukan pada tempatnya dan pencemaran makanan oleh serangga (kecoa, lalat) atau oleh tangan yang kotor. Menurut Saroso (2007) penyebab diare diantaranya yaitu virus, bakteri, parasit (jamur, cacing, protozoa), keracunan makanan atau minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia, alergi terhadap susu, kurang gizi dan daya tahan tubuh rendah. Menurut Suharyono (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare seperti; faktor gizi, faktor makanan yang terkontaminasi pada masa sapih, faktor sosial-ekonomi dan faktor lingkungan. Kesembuhan penyakit diare pada anak dapat dilakukan dengan pengobatan (rehidrasi dan antibiotik) dan penatalaksanaan diet yang baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat kesembuhan diare adalah dengan pemberian tempe. Virus,bakteri, parasit Faktor sosial-ekonomi
Sanitasi Lingkungan
Higiene Diare Pada Anak
Kebiasaan makan
Pengobatan
Status Gizi Daya tahan tubuh
Intervensi Tempe
Variabel tidak diteliti
Hubungan yang tidak dianalisis
Variabel yang diteliti
Hubungan yang dianalisis
17
METODOLOGI Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial design karena adanya intervensi yang diberikan. Disain penelitian tersebut digunakan untuk melihat pengaruh pemberian tempe terhadap gejala klinis diare pada anak balita. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai dari bulan Mei 2010 – Juli 2010 di Puskesmas Kampung Manggis, Kecamatan Dramaga dan di Puskesmas Ciampea, Kecamatan Ciampea yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor. Jumlah dan Cara Pemilihan Anak Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian utama oleh Dewi et al (2010) yang berjudul “Intervensi Bubuk Susu Tempe untuk Mempercepat Penyembuhan Penderita Diare”. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 2 – 5 tahun yang menderita penyakit diare. Sedangkan anak penelitian adalah anak usia 2 – 5 tahun yang datang ke Puskesmas Kampung Manggis dan Puskesmas Ciampea yang ditentukan dalam kurun waktu penelitian dan dipilih dengan kriteria inklusi: 1) laki-laki atau perempuan usia 2 – 5 tahun; 2) didiagnosa menderita diare oleh dokter yang memeriksa; 3) orang tua anak bersedia ikut penelitian dan menandatangani informed consent. Adapun kriteria eksklusinya adalah 1) balita menderita penyakit berat dan dalam kondisi dehidrasi berat menurut pemeriksaan dokter; 2) orang tua tidak bersedia mengikuti penelitian; 3) pengisian kuisioner yang tidak lengkap. Orang tua dan anak yang berkunjung ke Puskesmas Kampung Manggis dan Puskesmas Ciampea yang masuk kriteria inklusi diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian dan dijelaskan. Setelah mendapat penjelasan tentang penelitian dan orang tua anak
menandatangani informed
consent, maka anak diikutsertakan sebagai unit percobaan penelitian. Penentuan jumlah anak minimal dilakukan dengan menggunakan minimum sample size for estimating difference mean between groups (Lameshow et al. 1997). Dengan rumus sebagai berikut: n = 2 (σ2) (Zα + Zβ) δ2
18 Keterangan: α
= salah jenis pertama
β
= salah jenis kedua
Zα
= nilai peubah acak normal baku sehingga P(Z> Zα) = α
Zβ
= nilai peubah acak normal baku sehingga P(Z> Zβ) = β
σ2
= ragam dari frekuensi BAB
Jika menggunakan α = 0,05, power test = 1 – β = 0,8, diasumsikan σ = 1,75 dan δ = 3, maka diperoleh nilai n = 10 artinya jumlah anak minimal untuk setiap perlakuan adalah sebanyak 10 orang. Dalam penelitian ini dilakukan tiga pelakuan yaitu perlakuan intervensi tempe (25 gram), intervensi tempe (50 gram) dan kontrol, sehingga anak yang digunakan yaitu sebesar 30 orang. Pada penelitian ini anak balita diberikan intervensi berupa tempe mentah oleh peneliti dan diolah sesuai keadaan selera anak. Tempe yang diberikan sebanyak 25 gram/potong dan 50 gram/potong setiap kelompok. Penentuan dosis ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sudigbia (2001), bahwa formula makanan yang menggunakan tempe kedelai sebanyak 40-50 gram, lebih efektif mempercepat penyembuhan diare. Sementara itu, pada penelitian utama yang ditetapkan bubuk tempe maksimum digunakan 25 gram dan setengah dari dosis maksimum. Sehingga dosis yang ditentukan adalah 25 gram tempe dan 50 gram tempe. Pengambilan anak secara purposive dibagi ke dalam tiga perlakuan masing-masing 10 orang. Perlakuan kontrol tanpa intervensi tempe, sedangkan dua perlakuan lainnya mendapatkan tempe 25 gram/hari dan 50 gram/hari yang diberikan selama 2 hari, sehingga jumlah tempe yang diberikan menjadi 50 gram dan 100 gram kepada masing-masing kelompok perlakuan. Ketiga kelompok perlakuan tersebut mendapatkan pengobatan rawat jalan standar untuk diare. Orang tua anak diberikan tempe mentah (25 gram atau 50 gram) yang diperoleh dari Agromart, Kelurahan Dramaga, Kabupaten Bogor dan diminta memberikan tempe tersebut kepada anak dengan diare selama dua hari yang diolah sesuai selera anak. Hari pertama tempe diberikan di puskesmas dan hari kedua tempe diberikan di rumah pasien. Selain itu, pada hari pertama orang tua anak diberikan dan diminta mengisi kuisioner perkembangan penyakit dan food record yang harus diisi setiap hari selama 5 hari pengamatan sampai gejala klinis berkurang atau sembuh. Pemberian tempe dan pengisian kuisioner diawasi
19 selama 2 kali, pada hari ke-2 pemberian tempe dan hari ke-6 setelah 5 hari pengamatan. Pada hari ke-6 dilakukan wawancara dengan orang tua pasien. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis-jenis data yang pada penelitian ini diantaranya data karakteristik anak dan keluarga, status gizi, pola konsumsi, kebiasaan makanan, sanitasi lingkungan, higiene anak. Cara pengumpulan data dilihat pada tabel 5. Tabel 5 Variabel dan cara pengumpulan data penelitian No 1 2 3
Data Karakteristik anak (umur dan jenis kelamin) dan keluarga anak (besar keluarga, pendapatan, umur ibu) Status Gizi (BB/TB, BB/U, TB/U)
4
Konsumsi pangan anak (Energi dan protein) Kebiasaan makanan
5
Sanitasi lingkungan
6
Higiene anak
7
Perkembangan diare anak diare dan frekuensi BAB)
(Lama
Cara Pengumpulan Data Wawancara dengan anak atau orang tua anak Pemeriksaan fisik (TB, BB, dan Umur) oleh peneliti Pengisian formulir food record oleh orang tua pasien Wawancara dengan anak atau orang tua anak Wawancara dengan anak atau orang tua anak dan observasi langsung Wawancara dengan sampel atau orang tua sampel Pengisian formulir oleh orang tua pasien
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data primer dilakukan dengan beberapa tahapan meliputi entry data, editing dan coding untuk mengecek konsistensi informasi. Data yang telah diverifikasi diolah menggunakan software Microsoft Excell dan dianalisis dengan menggunakan software SPSS v.16.0 for Windows. Besar kelurga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5 – 7 orang) dan keluarga besar (≥ 8 orang) (Hurlock 1998). Pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita keluarga dikategorikan menjadi dua yaitu keluarga miskin dan tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat tahun 2009 yaitu Rp 191.985,00 (BPS 2009). Umur Ibu dikelompokkan menjadi remaja (<20 tahun), dewasa awal (20 – 40 tahun), dewasa tengah (41 – 65 tahun) dan dewasa akhir (≥ 65 tahun) (Papalia & Old 1986). Umur anak yang berpartisipasi dalam penelitian ini berumur 2 – 5 tahun. Umur anak dikelompokkan menjadi 2 – 3 tahun dan 4 – 5 tahun berdasarkan
20 kelompok umur dalam penggolongan umur pada angka kecukupan gizi yaitu 1 – 3 tahun dan 4 – 6 tahun. Status gizi anak. Status gizi anak dinilai berdasarkan indeks berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB), tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan berat badan terhadap umur (BB/U) dengan menggunakan software antropometri 2005. Status gizi anak berdasarkan indeks BB/TB, TB/U dan BB/U dikategorikan menjadi empat menurut standar baku Depkes RI 2008, yaitu: Tabel 6 Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS Indeks yang dipakai BB/U
TB/U
BB/TB
Batas Pengelompokan < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD
Sebutan Status Gizi Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk
Sumber : Depkes RI 2008 Konsumsi energi dan protein dibandingkan dengan angka kecukupan rata-rata yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan tahun 2004 untuk orang indonesia. Angka kecukupan energi dan protein anak umur 1 – 3 tahun yaitu 1000 Kal dan 25 gram, sedangkan angka kecukupan energi dan protein anak umur 4 – 6 tahun yaitu 1550 Kal dan 39 gram. Menurut Gibson (1993) konsumsi energi digolongkan kedalam empat katagori, yaitu; lebih (≥ 100% kecukupan), baik (85% - 100% kecukupan), cukup (70% - 84,9% kecukupan) dan kurang (<70% kecukupan). Sedangkan tingkat konsumsi protein digolongkan menjadi dua katagori, yaitu; baik (≥ 75% kecukupan) dan kurang (<75% kecukupan). Kebiasaan makan. Data kebiasaan makan diukur berdasarkan skor jawaban, kemudian diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu; baik (> 80%), cukup (60% - 80%) dan kurang (<60%) berdasarkan total skor maksimum dari 9 pertanyaan. Sanitasi lingkungan. Data sanitasi lingkungan diukur berdasarkan skor jawaban, kemudian diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu; baik (> 80%),
21 cukup (60% - 80%) dan kurang (<60%) berdasarkan total skor maksimum dari 18 pertanyaan. Higiene. Data higiene diukur berdasarkan skor jawaban, kemudian diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu; baik (> 80%), cukup (60% - 80%) dan kurang (<60%) berdasarkan total skor maksimum dari 5 pertanyaan. Penentuan
analisis
data
berdasarkan
analisis
normalitas
data
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Variabel yang terdistribusi normal (Umur ibu, status gizi, konsumsi energi dan protein, kebiasaan makan, sanitasi, dan higiene) menggunakan uji beda One-Way ANOVA. Sedangkan variabel yang tidak terdistribusi normal (besar keluarga, pendapatan dan lama diare) menggunakan uji beda Mann-Whitney. Analisis data yang dilakukan untuk menghubungkan antara variabel karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, sanitasi lingkungan, higiene anak dengan frekuensi BAB menggunakan korelasi Rank Spearman. Analisis pengaruh pemberian tempe terhadap diare menggunakan uji duncan yang merupakan hasil lanjut dari uji ANOVA. Definisi Operasional Tempe adalah pangan olahan kedelai yang difermentasi Anak adalah anak usia 2–5 tahun yang memenuhi kriteria inklusi yang berpartisipasi dalam penelitian Besar keluarga adalah banyaknya orang yang hidup dalam satu bangunan rumah
dan
makan
pendapatan
yang
sama.
Besar
keluarga
diklasifikasikan menjadi tiga kategori: yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang) Pendapatan keluarga adalah jumlah penerimaan perkapita perbulan yang diperoleh ayah, ibu, atau anggota keluarga lain yang dinilai dalam bentuk uang (rupiah) setiap satu bulan Diare adalah kondisi buang air besar dengan konsistensi yang lembek sampai encer, bahkan dapat berupa air saja, yang terjadi lebih sering dari biasanya Penyakit diare anak adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi yang lebih lembek atau cair Lama diare adalah periode diare anak sebelum melakukan pemeriksaan ke puskesmas Frekuensi BAB anak adalah rata-rata intensitas buang air besar anak selama lima hari pengamatan
22 Status gizi anak adalah tingkat kesehatan balita yang diukur dengan menggunakan BB/TB, BB/U, dan TB/U Tingkat konsumsi energi dan protein adalah perbandingan antara konsumsi energi dan protein rata-rata selama 5 hari dengan kecukupan yang dianjurkan dan dinyatakan dalam bentuk persentase Kebiasaan
makan
anak
adalah
tingkah laku
anak
dalam
memenuhi
kebutuhannya akan makan yang melalui sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan Sanitasi lingkungan adalah pengamatan tentang kondisi yang berkenaan dengan sumber air minum, tempat buang air besar, sampah rumah tangga dan jarak sumber air dengan tempat pembuangan limbah Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada kesehatan
perorangan
meliputi
kebiasaan
mencuci
tangan,
membersihkan diri (mandi, sikat gigi, potong kuku) dan kebersihan pakaian.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kecamatan Dramaga merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 2.437.636 ha. Sebagian besar tanah yaitu 972 ha digunakan untuk sawah, 1.145 ha untuk lahan kering (pemukiman, pekarangan, kebun), 49,79 ha lahan basah (rawa, danau, tambak, situ), 20,30 ha lapangan olahraga dan pemakaman umum. Kecamatan Dramaga mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan dengan Kecamatan Tamansari/Ciomas, sebelah barat dengan Kecamatan Ciampea dan sebelah timur dengan Kecamatan Bogor Barat. Curah hujan di Kecamatan Dramaga 1000 – 1500 mm/tahun, dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut. Jarak Kecamatan Dramaga dari ibukota Kabupaten Bogor adalah 12 km, dari ibukota Propinsi Jawa Barat adalah 180 km. Jumlah penduduk sebanyak 100.652 jiwa dengan jumlah laki-laki sebesar 50.995 jiwa dan perempuan 49.657 jiwa (BPS 2010). Kecamatan Dramaga memiliki 10 desa yaitu Babakan, Ciherang, Cikarawang, Dramaga, Neglasari, Petir, Purwasari, Sinar Sari, Suka Damai dan Sukawening dengan jumlah keluarga sebesar 22.143 KK atau 310 Rukun Tetangga. Berdasarkan karakteristik wilayah desa, desa dibagi menjadi kota dan desa. Kecamatan Dramaga memiliki perbandingan desa dan kota yang sama yaitu 5 desa termasuk kota dan 5 desa yang termasuk desa. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kampung Manggis yang terletak di desa Dramaga. Kecamatan Ciampea merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan ini memiliki luas wilayah seluas 53,6 kilometer persegi. Kecamatan Ciampea terbagi menjadi 13 desa seperti: Bojong Jengkol, Bojong Rangkas, Benteng, Ciampea Udik, Ciampea, Cibadak, Cibanteng, Cibuntu, Cicadas, Cihideung Ilir, Cihideung Udik, Cinangka dan Tegal Waru. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ranca Bungur dan Kemang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Cibungbulang dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Dramaga. Kecamatan Ciampea terletak sekitar 300 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan kontur tanah berupa dataran dan perbukitan, perbukitan di kecamatan Ciampea sekitar 55% dari keseluruhan luas wilayah. Dengan suhu udara sekitar 20 – 30 derajat celsius dan curah hujan mencapai 22 hari per
24 tahun. Jumlah penduduk total berdasarkan Laporan Kependudukan Kecamatan Ciampea tahun 2010 adalah 146.608 jiwa dengan laki-laki sebanyak 75.527 jiwa dan perempuan 71.081 jiwa (BPS 2010). Kecamatan Ciampea memiliki sarana dan prasarana kesehatan sebanyak 145 sarana dan prasarana meliputi puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, apotek dan toko obat serta balai pengobatan. Selain itu kecamatan Ciampea memiliki tenaga pelayanan kesehatan sebanyak 54 orang yang terdiri dari dokter umum, bidan desa, bidan praktek dan dukun bayi. Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang) (Hurlock 1998). Sebanyak 63% anak termasuk dalam kelompok keluarga kecil (≤4 orang). Sedangkan hanya 3% anak termasuk dalam keluarga besar (≥8 orang). Jumlah anggota keluarga secara langsung dan tidak langsung sangat mempengaruhi status gizi balita. Karena jumlah keluarga ini akan mempengaruhi seberapa banyak pembagian bahan makanan dalam satu keluarga apalagi bagi keluarga dengan pendapatan orang tua yang rendah. Gambar 1 di bawah ini menggambarkan sebaran anak berdasarkan besar keluarga.
Gambar 1 Sebaran anak berdasarkan besar keluarga
25 Sebesar 70% anak pada kelompok tempe (25 gram) termasuk keluarga kecil (≤4 orang). Sedangkan 10% anak pada kelompok tempe (25 gram) termasuk keluarga besar (≥8 orang). Pada kelompok tempe (50 gram) dan kelompok kontrol, sebanyak 60% termasuk keluarga kecil dan sisanya termasuk keluarga sedang (40%). Tabel 7 di bawah ini menggambarkan sebaran keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan. Tabe 7 Sebaran besar keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan Tempe (25 gram)
Besar Keluarga Keluarga kecil Keluarga sedang Keluarga besar Total
Tempe (50 gram)
Kontrol
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
7 2 1 10
70 20 10 100
6 4 0 10
60 40 0 100
6 4 0 10
60 40 0 100
19 10 1 30
63 33 3 100
Besarnya keluarga dapat mempengaruhi kepatuhan orang tua anak dalam berpartisipasi pada penelitian ini. Anak yang termasuk keluarga kecil (≤4 orang) memungkinkan orang tua dapat melaksanakan kegiatan yang disarankan peneliti untuk memperhatikan makanan dan perkembangan penyakit diare pada anak. Selain itu menurut Sukarni (1994) menyatakan bahwa besar keluarga akan mempengaruhi status kesehatan seseorang atau keluarga. Besar keluarga akan berpengaruh
terhadap
pola
konsumsi
zat
gizi
anggota
keluarga
dan
mempengaruhi luas per penghuni didalam suatu bangunan rumah yang berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan kesehatan ibu. Jumlah anggota keluarga yang banyak, menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan perhatian ibu terhadap dirinya sendiri. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa rata-rata besar keluarga antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini bisa terjadi karena sebaran besar keluarga antar kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan. Pendapatan per kapita keluarga Pendapatan per kapita perbulan keluarga digunakan sebagai pendekatan terhadap pengeluaran per kapita keluarga anak. Digunakan garis kemiskinan Propinsi Jawa Barat tahun 2009 sebagai acuan yaitu sebesar Rp 191.985,00 perkapita per bulan. Dalam penelitian ini sebanyak 50% keluarga anak memiliki
26 pendapatan per kapita diatas garis kemiskinan dengan pendapatan per kapita terendah keluarga anak sebesar Rp 100.000,00 dan pendapatan per kapita tertinggi keluarga anak sebesar Rp 1.000.000,00. Sedangkan rata-rata pendapatan per kapita keluarga anak sebesar Rp 294.000,00 dengan standar deviasi sebesar Rp 212.779,89. Gambar 2 di bawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan pendapatan per kapita keluarga.
Gambar 2 Sebaran anak berdasarkan pendapatan Berdasarkan kelompok perlakuan, sebanyak 50% keluarga anak pada kelompok perlakuan tempe 25 gram, tempe 50 gram dan kontrol yang memiliki pendapatan perkapita dalam katagori miskin maupun tidak miskin. Tabel 8 di bawah menggambarkan sebaran pendapatan keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan. Tabel 8 Sebaran pendapatan keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan Pendapatan Miskin Tidak miskin Total
Tempe (25 gram) n % 5 50 5 50 10 100
Tempe (50 gram) n % 5 50 5 50 10 100
Kontrol n % 5 50 5 50 10 100
Total n 15 15 30
% 50 50 100
Sebanyak 50% jumlah pendapatan keluarga di atas garis kemiskinan sehingga keluarga anak yang berpartisipasi pada penelitian ini dalam kondisi tidak miskin. Menurut Rokhana (2005) memaparkan bahwa pendapatan
27 merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini menyangkut daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makan. Sedangkan menurut Suhardjo (1989) menyebutkan bahwa keluarga dan masyarakat yang penghasilannya rendah, mempergunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan bahan makanan, dan semakin tinggi penghasilan itu, semakin menurun bagian penghasilan yang dipakai untuk membeli makanan. Dengan meningkatnya pendapatan perorangan, terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa besar pendapatan keluarga anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini dapat terjadi karena sebaran pendapatan keluarga anak tidak berbeda signifikan antara kelompok perlakuan. Umur Ibu Pengelompokan umur ibu berdasarkan pada pengkategorian menurut Papalia & Old (1986). Umur ibu dikategorikan menjadi kategori umur remaja (<20 tahun), dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun) dan dewasa akhir (≥65 tahun). Pada penelitian ini diketahui bahwa umur ibu minimum yaitu 20 tahun dan umur ibu maksimum yaitu 44 tahun. Sedangkan rata-rata umur ibu yaitu 28,8 tahun dengan standar deviasi 7,15. Berdasarkan umur ibu yang diketahui, umur ibu anak dikatagorikan menjadi 20 - 40 tahun dan 41 - 65 tahun. Sebesar 97% umur ibu anak berkisar 20 - 40 tahun, dengan demikian hampir semua ibu yang berpartisipasi dalam penelitian ini merupakan ibu-ibu yang termasuk dalam katagori dewasa awal. Gambar 3 di bawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan umur ibu.
Gambar 3 Sebaran anak berdasarkan kelompok umur ibu
28 Berdasarkan kelompok perlakuan, umur ibu yang termasuk katagori umur 41-65 tahun hanya terdapat pada kelompok perlakuan tempe 50 gram yaitu sebesar 10% dari jumlah ibu anak pada kelompok perlakuan tempe 50 gram. Tabel 9 di bawah ini menggambarkan sebaran umur ibu anak berdasarkan kelompok perlakuan. Tabel 9 Sebaran umur ibu anak berdasarkan kelompok perlakuan Umur Ibu anak
Tempe (25 gram)
Tempe (50 gram)
Kontrol
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
20-40 tahun 41-65 tahun
10 0
100 0
9 1
90 10
10 0
100 0
29 1
97 3
Total
10
100
10
100
10
100
30
100
Berdasarkan data umur ibu anak termasuk kedalam katagori dewasa awal yang dapat dikatakan telah cukup dan siap dalam mengasuh anak. Menurut Hurlock (1998) ibu yang masih berusia muda cenderung untuk mendahulukan kepentingannya sendiri, sehingga waktu pengasuhan menjadi sangat singkat dan tidak menyenangkan. Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima
dengan
senang
hati
tugasnya
sebagai
ibu,
sehingga
akan
mempengaruhi pula terhadap kuantitas dan kualitas pengasuhan anak. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata umur ibu tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini bisa disebabkan oleh sebaran umur ibu anak pada setiap kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan. Karakteristik Anak Umur Anak Pada penelitian ini umur anak minimum 2 tahun dan maksimum 5 tahun. Rata-rata usia anak sebesar 3,1 tahun dengan standar deviasi sebesar 0,92. Berdasarkan nilai angka kecukupan gizi anak balita 1-6 tahun di golongkan menjadi 1-3 tahun dan 4-6 tahun, maka pada penelitian ini umur anak dikelompokkan menjadi 2-3 tahun dan 4-5 tahun. Sebesar 73% anak memiliki umur 2-3 tahun dan 27% anak memiliki umur 4-5 tahun. Gambar 4 di bawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan kelompok umur.
29
Gambar 4 Sebaran anak berdasarkan kelompok umur Berdasarkan
kelompok
perlakuan,
sebesar
60%
anak
kelompok
perlakuan tempe 25 gram memiliki umur 2 - 3 tahun dan 80% anak kelompok perlakuan tempe 50 gram dan kontrol. Sebesar 40% anak kelompok perlakuan tempe 25 gram memiliki umur 4 – 5 tahun. Sedangkan kelompok perlakuan tempe 50 gram dan kontrol masing-masing sebesar 20% yang memiliki umur 4 – 5 tahun. Sebagian besar anak memiliki umur 2 - 3 tahun sebesar 73% dan sekitar 27% anak memiliki umur 4 – 5 tahun. Tabel 10 di bawah menggambarkan sebaran umur anak berdasarkan kelompok perlakuan. Tabel 10 Sebaran umur anak berdasarkan kelompok perlakuan Umur anak
Tempe (25 gram)
Tempe (50 gram)
Kontrol
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
2-3 tahun 4-5 tahun
6 4
60 40
8 2
80 20
8 2
80 20
22 8
73 27
Total
10
100
10
100
10
100
30
100
Jenis kelamin anak Pada penelitian ini diikuti oleh anak laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing sebesar 50%. Berdasarkan perlakuan anak, kelompok perlakuan tempe 50 gram dan kontrol diikuti oleh 40% anak laki-laki dan 60% anak perempuan, sedangkan kelompok perlakuan tempe 25 gram
30 diikuti 70% anak laki-laki dan 30% anak perempuan. Tabel 11 di bawah ini menggambarkan sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok perlakuan. Tabel 11 Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok perlakuan Jenis kelamin
Tempe (25 gram)
Tempe (50 gram)
Kontrol
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
Laki-laki Peremuan
7 3
70 30
4 6
40 60
4 6
40 60
15 15
50 50
Total
10
100
10
100
10
100
30
100
Berdasarkan kelompok umur, anak laki-laki sebesar 55% berumur 2 - 3 tahun dan 38% berumur 4 - 5 tahun. Sedangkan anak perempuan sebesar 45% berumur 2 - 3 tahun dan 63% berumur 4 - 5 tahun. Anak umur 2 - 3 tahun sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, sedangkan anak umur 4 - 5 tahun berjenis kelamin perempuan. Tabel 12 di bawah ini menggambarkan sebaran jenis kelamin berdasarkan kelompok umur anak. Tabel 12 Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok umur anak Jenis kelamin
2-3 tahun
4-5 tahun
Total
n
%
n
%
n
%
Laki-laki Perempuan
12 10
55 45
3 5
38 63
15 15
50 50
Total
22
100
8
100
30
100
Status Gizi Anak Komponen penilaian status gizi meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri serta data psikososial. Status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion) dan penggunaan (utilization) zat gizi. Pada dasarnya, status gizi merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi dan dimonitori dari pertumbuhan fisik anak (Riyadi 2001). Pada penelitian ini penilaian status gizi menggunakan pemeriksaan antropometri berdasarkan indeks BB/TB, BB/U, dan TB/U dan menilai konsumsi energi dan protein anak. Pemeriksaan antropometri Pada penelitian ini status gizi balita diukur dengan pemeriksaan antropometri menggunakan metode z-skor WHO-NCHS berdasarkan indeks
31 antropometri BB/TB, BB/U dan TB/U. Indikator BB/U menunjukan secara sensitif status gizi saat ini namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, sedangkan Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini biasanya digunakan bila umur sulit diperoleh (Supariasa et al 2002). Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) sebanyak (80%) termasuk dalam katagori status gizi normal. Pada kelompok tempe 25 gram dan kelompok kontrol sekitar 10% memilik status gizi gemuk dan 20% memiliki status gizi kurus. Sedangkan pada kelompok perlakuan tempe 50 gram sebesar 100% dalam katagori normal. Tabel 13 di bawah menggambarkan sebaran status gizi anak (BB/TB) berdasarkan kelompok perlakuan. Tabel 13 Sebaran status gizi anak (BB/TB) berdasarkan kelompok perlakuan Status gizi (BB/TB) Gemuk Kurus Normal Total
Pada
Tempe(25gram) n % 1 10 2 20 7 70 10 100
pengukuran
status
Tempe(50gram) n % 0 0 0 0 10 100 10 100
gizi
Kontrol n % 1 10 2 20 7 70 10 100
berdasarkan
indeks
Total n 2 4 24 30
BB/TB
% 7 13 80 100
diatas
menggunakan metode z-skor memperlihatkan nilai z-skor minimum sebesar 2,28 dan nilai z-skor maksimum sebesar 3,47. Rata-rata nilai z-skor sebesar 0,52 dengan standar deviasi sebesar 1,43. Dari nilai minimum dapat dikatakan bahwa status gizi minimum anak yaitu kurus (nilai z-skor terletak antara -3 SD s/d <-2 SD). Sedangkan nilai maksimum menggambarkan status gizi maksimum anak yaitu gemuk (nilai z-skor >2 SD). Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) sebagian besar anak berstatus gizi baik sebesar 70%. Pada kelompok perlakuan tempe 25 gram memilik status gizi baik dan gizi kurang masing-masing 50%. Sedangkan pada kelompok tempe 50 gram dan kontrol yang memilik status gizi baik masing-masing sebesar 80%. Tabel 14 di bawah menggambarkan sebaran status gizi anak (BB/U) berdasarkan kelompok perlakuan.
32 Tabel 14 Sebaran status gizi anak (BB/U) berdasarkan kelompok perlakuan Status gizi (BB/U) Gizi baik Gizi kurang Total
Pada
Tempe(25gram) n % 5 50 5 50 10 100
pengukuran
Tempe(50gram) n % 8 80 2 20 10 100
status
gizi
Kontrol n % 8 80 2 20 10 100
berdasarkan
indeks
Total n 21 9 30
% 70 30 100
BB/U
diatas
menggunakan metode z-skor memperlihatkan nilai z-skor minimum sebesar 3,09 dan nilai z-skor maksimum sebesar 0,23. Rata-rata nilai z-skor sebesar 1,63 dengan standar deviasi sebesar 0,92. Dari nilai minimum dapat dikatakan bahwa status gizi minimum anak yaitu gizi kurang (nilai z-skor terletak antara -3 SD s/d <-2 SD). Sedangkan nilai maksimum menggambarkan status gizi maksimum anak yaitu gizi baik (nilai z-skor terletak antara -2 SD s/d +2 SD). Tabel 15 di bawah menggambarkan sebaran status gizi anak (TB/U) berdasarkan kelompok perlakuan. Tabel 15 Sebaran status gizi anak (TB/U) berdasarkan kelompok perlakuan Status gizi (TB/U) Normal Pendek Sangat Pendek Total
Tempe(25gram) n % 2 20 3 30 5 50 10 100
Tempe(50gram) n % 8 80 2 20 0 0 10 100
Kontrol n % 6 60 3 30 1 10 10 100
Total n 16 8 6 30
% 53 27 20 100
Status gizi anak berdasarkan indeks tinggi badan menurut umut (TB/U) sebagian besar anak memiliki status gizi normal sebesar 53%. Pada kelompok perlakuan tempe 25 gram ada sebesar 50% berstatus gizi sangat pendek. Pada kelompok perlakuan tempe 50 gram ada sebesar 80% berstatus gizi normal. Sedangkan pada kelompok kontrol ada sebesar 60% berstatus gizi normal. Pada
pengukuran
status
gizi
berdasarkan
indeks
TB/U
diatas
menggunakan metode z-skor memperlihatkan nilai z-skor minimum sebesar 7,36 dan nilai z-skor maksimum sebesar -0,15. Rata-rata nilai z-skor sebesar 2,25 dengan standar deviasi sebesar 1,54. Dari nilai minimum dapat dikatakan bahwa status gizi minimum anak yaitu sangat pendek (nilai z-skor < -3 SD). Sedangkan nilai maksimum menggambarkan status gizi maksimum anak yaitu status gizi normal (nilai z-skor terletak antara -2 SD s/d +2 SD). Status gizi berdasarkan indeks BB/TB menunjukkan bahwa masih ada anak dengan status gizi kurus dan status gizi gemuk masing-masing sebesar
33 13% dan 7%. Ini menunjukan adanya masalah gizi pada anak karena persentasenya melebihi cut of point yang telah ditentukan oleh Kepmenkes No.902/X/VIII/2002 yaitu sebesar 2%. Menurut Harper et al. (1986), status gizi merupakan keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Masalah gizi pada anak bisa disebabkan pola konsumsi anak yang masih kurang dari kecukupan zat gizi sehingga dapat menyebabkan anak berbadan kurus. Sedangkan anak yang berstatus gizi gemuk bisa disebabkan pola konsumsi anak yang lebih dari kecukupan anak. Status gizi berdasarkan indeks TB/U menunjukkan bahwa masih ada anak dengan status gizi pendek dan sangat pendek masing-masing sebesar 27% dan 20%. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan gizi karena persentase status gizi pendek dan sangat pendek melebihi cut of point yang telah ditentukan yaitu tidak lebih besar dari 2,5% berdasarkan Kepmenkes No.902/X/VIII/2002. Hal ini disebabkan oleh ketidakcukupan gizi dalam jangka panjang sehingga menyebabkan pertumbuhan tinggi badan yang tidak optimal sesuai dengan anak seusianya. Menurut Atmojo (1990) bahwa penyakit diare berpengaruh terhadap status gizi, semakin berat tingkat penyakit diare, maka dapat menyebabkan semakin buruknya status gizi anak. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa ratarata z-skor status gizi menurut indeks BB/TB tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Sedangkan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa Rata-rata z-skor status gizi menurut indeks BB/U dan TB/U berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P<0,05). Hal ini bisa disebabkan karena sebaran contoh menurut indeks BB/TB tidak berbeda signifikan, sedangkan sebaran contoh menurut indeks BB/U dan TB/U berbeda signifikan. Konsumsi Energi dan Protein Ada dua faktor penting yang mempengaruhi status gizi, yaitu konsumsi pangan dan penyakit infeksi (Atmojo 1990). Konsumsi pangan pada penelitian ini melihat konsumsi energi dan protein anak. Tingkat konsumsi energi dan protein anak dilihat berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) anak. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah kebutuhan tubuh secara umum untuk rata-rata orang Indonesia. Angka kecukupan gizi bukan merupakan angka yang tepat untuk setiap orang, karena kebutuhan tubuh seseorang juga dipengaruhi jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik dan stres (Sutanto 2010). Gambar 5 di
34 bawah menggambarkan sebaran konsumsi energi anak berdasarkan kelompok umur.
Gambar 5 Sebaran konsumsi energi anak berdasarkan kelompok umur Menurut tabel angka kecukupan gizi (AKG) 2004 untuk orang Indonesia, angka kecukupan energi dan protein anak usia 1 – 3 tahun adalah 1000 Kkal dan 25 gram. Sedangkan angka kecukupan energi dan protein anak usia 4 – 6 tahun adalah 1550 Kkal dan 39 gram. Pada penelitian ini konsumsi energi dan protein dilihat dari kelompok anak berumur 2 - 3 tahun dan 4 – 5 tahun. Berdasarkan golongan konsumsi energi, anak berumur 2 – 3 tahun ada sekitar 41% tergolong status gizi lebih dan sekitar 9% tergolong status gizi kurang. Sedangkan anak berumur 4 – 5 tahun ada sekitar 63% tergolong status gizi kurang. Berdasarkan golongan konsumsi protein, anak berumur 2 – 3 tahun ada sekitar 82% tergolong status gizi baik dan sekitar 18% tergolong status gizi kurang. Sedangkan anak berumur 4 – 5 tahun ada sekitar 50% tergolong status gizi kurang dan gizi baik. Gambar 6 di bawah menggambarkan sebaran konsumsi protein anak berdasarkan kelompok umur.
35
Gambar 6 Sebaran konsumsi protein anak berdasarkan kelompok umur Berdasarkan kelompok perlakuan, konsumsi energi anak yang tergolong kurang terbanyak terdapat pada kelompok perlakuan tempe 50 gram sebesar 30% sedangkan yang tergolong cukup paling banyak pada kelompok kontrol sebesar 40%. Nilai konsumsi energi minimum anak sebesar 519 Kkal dan konsumsi energi maksimum anak sebesar 1602 Kkal. Rata-rata konsumsi energi anak sebesar 1046,27 Kkal dengan standar deviasi 313,43. Secara umum konsumsi energi anak tergolong cukup (30%) dari tingkat kecukupan. Tabel 16 di bawah menggambarkan sebaran konsumsi energi berdasarkan kelompok perlakuan. Tabel 16 Sebaran konsumsi energi berdasarkan kelompok perlakuan Konsumsi Energi Lebih Baik Cukup Kurang Total
Tempe (25 gram) n % 3 30 3 30 2 20 2 20 10 100
Tempe (50 gram) n % 3 30 1 10 3 30 3 30 10 100
n 3 1 4 2 10
Kontrol % 30 10 40 20 100
n 9 5 9 7 30
Total % 30 17 30 23 100
Konsumsi protein anak yang tergolong baik terdapat pada kelompok perlakuan tempe 25 gram dan tempe 50 gram sebesar 80%. Sehingga secara keseluruhan konsumsi protein anak tergolong baik sebanyak 73%. Konsumsi protein anak minimum sebesar 14 gram dan konsumsi protein maksimum sebesar 47 gram. Rata-rata konsumsi protein anak sebesar 28,93 gram dengan
36 standar deviasi sebesar 9,05. Tabel 17 di bawah menggambarkan sebaran konsumsi protein berdasarkan kelompok perlakuan. Tabel 17 Sebaran konsumsi protein berdasarkan kelompok perlakuan Konsumsi protein Baik Cukup Total
Tempe (25 gram) n % 8 80 2 20 10 100
Tempe (50 gram) n % 8 80 2 20 10 100
Kontrol n % 6 60 4 40 10 100
n 22 8 30
Total % 73 27 100
Hasil uji beda ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Sedangkan rata-rata konsumsi protein anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini bisa disebabkan kerena sebaraan anak berdasarkan konsumsi energi dan protein antara masing-masing kelompok tidak berbeda signifikan. Menurut Gordon et al (1986) dalam Suharyono (1986) pada anak dengan malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Dalam golongan PEM lebih sering terdapat gangguan cairan dan elektrolit, mortalitas juga lebih tinggi. Selain itu hipokalemia, hiponatremia dan asidosis juga lebih banyak di jumpai pada golongan PEM. Pada pembenihan tinja anak dengan PEM terdapat lebih banyak bakteri patogen dibandingkan dengan yang bergizi baik (Rajagopal 1979 diacu dalam Suharyono 1986). Sehingga memperbaiki konsumsi makanan secara tidak langsung dapat membantu mencegah terjadinya diare. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok. Dan mutu serta jumlah bagian tiap anggota hampir selalu didasarkan pada status hubungan antar anggota, bukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan gizi (Khumaidi 1989). Pada penelitian ini secara umum kebiasaan makan anak sebesar 60% dalam katagori cukup. Kebiasaan makan dalam katagori cukup terbesar pada kelompok perlakuan tempe 25 gram. Nilai kebiasaan makan anak minimum
37 adalah 40,74% dan kebiasaan makan anak maksimum anak sebesar 88,89%. Rata-rata kebiasaan makan anak sebesar 72,96% dengan standar deviasi sebesar 10,88. Tabel 18 di bawah menggambarkan sebaran katagori kebiasaan makan anak berdasarkan kelompok perlakuan. Tabel 18 Sebaran kebiasaan makan anak berdasarkan kelompok perlakuan Kebiasaan Makan Baik Cukup Kurang Total
Tempe (25 gram) n % 1 10 7 70 2 20 10 100
Tempe (50 gram) n % 3 30 5 50 2 20 10 100
Kontrol n % 3 30 6 60 1 10 10 100
Total n 7 18 5 30
% 23 60 17 100
Berdasarkan uji ANOVA rata-rata kebiasaan makan anak tidak berbeda nyata antara kelompok kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini bisa dikarenakan sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan antara kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan. Sehingga secara umum sebanyak 83% anak memiliki kebiasaan makan dalam katagori cukup baik. Menurut Gordon et al (1986) dalam Suharyono (1986) pada anak dengan malnutrisi dalam hal ini mengalami kekurangan gizi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Sehingga perlu adanya perbaikan terhadap kebiasaan makan anak menjadi lebih baik agar dapat mencegah terjadinya diare. Tabel 19 dibawah
menggambarkan
sebaran
anak
berdasarkan
jawaban
tentang
kebiasaan makan. Tabel 19 Sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan Pertanyaan Kebiasaan Makan 1. a. b. c. 2. a. b. c. 3. a. b. c. 4. a. b. c.
Berapa kali anak makan dalam sehari? 3x sehari 2x sehari 1x sehari Terdiri dari apa sajakah susunan hidangan makanan yang Anak makan setiap harinya: Makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, dan buah-buahan Makanan pokok, lauk-pauk, sayuran/buah-buahan Makanan pokok, lauk-pauk Apakah anak biasa sarapan pagi? Selalu Kadang-kadang Sangat jarang / tidak pernah Apakah anak makan makanan selingan: Selalu Kadang-kadang Sangat jarang / Tidak pernah
n
Frekuensi %
17 11 2
57 36 7
3 16 11
10 53 37
25 4 1
84 13 3
27 3 0
90 10 0
38 Pertanyaan Kebiasaan Makan 5. a. b. c. 6. a. b. c. 7. a. b. c. 8. a. b. c. 9. a. b. c.
Apakah anak biasa mengkonsumsi sayuran? Selalu Kadang-kadang Sangat jarang / Tidak pernah Apakah anak biasa mengkonsumsi buah-buahan? Selalu Kadang-kadang Sangat jarang / Tidak pernah Apakah anak biasa mengkonsumsi susu? Selalu Kadang-kadang Sangat jarang / Tidak pernah Apakah anak biasa mengkonsumsi tempe? Selalu Kadang-kadang Sangat jarang / Tidak pernah Berapa banyak biasanya anak minum air putih setiap harinya? 8 gelas 5 – 7 gelas < 5 gelas
n
Frekuensi %
11 14 5
37 47 17
1 16 13
3 53 43
18 5 7
60 17 23
12 15 3
40 50 10
6 11 13
20 37 43
Sanitasi Lingkungan Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh besar terhadap terjadinya diare. Interaksi antara agent penyakit, tuan rumah (manusia), dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan diare (Suharyono 1986). Pada penelitian ini, sanitasi lingkungan keluarga anak secara umum sebanyak 90% dalam katagori cukup baik. Sanitasi lingkungan dalam katagori cukup terbesar pada kelompok perlakuan tempe 50 gram. Nilai sanitasi lingkungan minimum anak sebesar 55,56% dan sanitasi lingkungan maksimum sebesar 94,44%. Rata-rata sanitasi lingkungan anak sebesar 71,48% dengan standar deviasi 10,18. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata sanitasi lingkungan anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram, dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini bisa disebabkan karena sebaran anak berdasarkan sanitasi lingkungan antara kelompok perlakuan tidak berbeda secara signifikan. Tabel 20 di bawah menggambarkan sebaran sanitasi lingkungan anak berdasarkan kelompok perlakuan.
39 Tabel 20 Sebaran sanitasi lingkungan anak berdasarkan kelompok perlakuan Sanitasi Baik Cukup Kurang Total
Tempe (25 gram) n % 2 20 6 60 2 20 10 100
Tempe (50 gram) n % 2 20 8 80 0 0 10 100
Kontrol n % 2 20 7 70 1 10 10 100
Total n 6 21 3 30
% 20 70 10 100
Menurut Suharyono (1986) menyebutkan bahwa sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh besar terhadap terjadinya diare. Interaksi antara agent penyakit, tuan rumah (manusia) dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan diare. Pada penelitian ini aspek-aspek yang dinilai seperti sumber air, penyimpanan air, penyediaan kamar mandi dan jamban, dan tempat pembuangan limbah. Tabel 21 di bawah ini menggambarkan sebaran anak berdasarkan sanitasi lingkungan. Tabel 21 Sebaran anak berdasarkan sanitasi lingkungan Pertanyaan Sanitasi n 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sumber air minum di rumah Anda? a. Sungai/sumur tanpa tembok b. Ledeng/sumur tembok, mata air terlindungi Apakah air dimasak sebelum diminum? a. Tidak b. Ya Jarak sumur/sumber air dengan pembuangan limbah/selokan? a. < 10 meter b. ≥ 10 meter Jarak sumur/sumber air dengan pembuangan sampah? a. < 10 meter b. ≥ 10 meter Jarak sumur/sumber air dengan pembungan tinja? a. < 10 meter b. ≥ 10 meter Keadaan air minum? a. Keruh b. Jernih Jika keruh apakah dilakukan penjernihan? a. Ya b. Tidak Adakah tempat penyimpanan air sebelum dimasak? a. Ya b. Tidak Apakah tempat penyimpanan air memakai tutup? a. Ya b. Tidak
Frekuensi %
6 24
20 80
4 26
13 87
7 23
23 77
5 25
17 83
10 20
33 67
1 29
3 97
12 18
40 60
27 3
90 10
27 3
90 10
40 Pertanyaan Sanitasi n 10. Apakah dirumah memiliki kamar mandi? a. Ya b. Tidak 11. Apakah dirumah memiliki jamban? a. Ya b. Tidak 12. Apakah jamban dibersihkan setiap habis dipakai? a. Ya b. Tidak 13. Berapa kali kamar mandi dibersihkan dalam seminggu? a. < 2 kali b ≥ 2 kali 14. Bagaimana keadaan jamban? a. Kotor b. Bersih 15. Adakah tempat pembuangan limbah sementara di dalam rumah? a. Tidak b. Ada 16. Apakah tempat tersebut dibersihkan? a. Ya b. Tidak 17. Apakah tempat tersebut memiliki penutup? a. Ya b. Tidak 18. Apakah pembuangan limbah cair dan padat dipisah? a. Ya b. Tidak
Frekuensi %
26 4
87 13
12 18
40 60
22 8
73 27
7 23
23 77
27 3
90 10
8 22
27 73
14 16
47 53
2 28
7 93
19 11
63 37
Higiene Anak Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Menurut Yulianti (2002), praktek-praktek personal higiene dapat dilakukan dengan cara; pencucian tangan, perilaku, dan menjaga kebersihan diri seperti mandi, menggosok gigi, membersihkan rambut, dan memotong kuku. Pada penelitian ini, higiene anak secara umum sebanyak 100% termasuk dalam katagori cukup baik. Higiene anak dalam katagori baik terbesar terdapat pada kelompok perlakuan kontrol (80%). Nilai higiene anak minimum sebesar 60,00% dan higiene anak maksimum sebesar 93,33%. Rata-rata higiene anak sebesar 78,88 dengan standar deviasi 8,22. Tabel 22 di bawah menggambarkan sebaran higiene anak berdasarkan kelompok perlakuan.
41 Tabel 22 Sebaran higiene anak berdasarkan kelompok perlakuan Higiene Baik Cukup Kurang Total
Tempe (50 gram) n % 4 40 6 60 0 0 10 100
Tempe (100 gram) n % 7 70 3 30 0 0 10 100
Kontrol n % 8 80 2 30 0 0 10 100
Total n 19 11 0 30
% 63 37 0 100
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata perilaku higiene anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram, dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini bisa disebabkan karena sebaran anak berdasarkan perilaku higiene anak antara kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan. Praktek-praktek personal higiene dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pencucian tangan, perilaku yang baik, menjaga kebersihan diri, dan menjaga kesehatan (Yulianti 2002). Kebersihan diri seperti mandi, menggosok gigi, menjaga kebersihan rambut dan kuku merupakan cara membersihkan diri dari kotoran yang menempel di badan sehingga mencegah kontaminasi pada makanan. Pada penelitian ini aspek-aspek perilaku higiene anak yang dinilai meliputi kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan mandi, kebiasaan menggosok gigi, kebiasaan memotong kuku dan kebiasaan mencuci pakaian. Tabel 23 di bawah ini menggambarkan sebaran anak berdasarkan perilaku higiene. Tabel 23 Sebaran anak berdasarkan higiene Pertanyaan Higiene 1.
2.
3.
4.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah makan? a. Tidak b. Kadang-kadang c. Ya Kebiasaan mandi dalam sehari? a. 1 kali/hari b. 2 kali/hari c. 3 kali/hari Kebiasaan menggosok gigi dalam sehari? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali Kebiasaan memotong kuku? a. Tidak b. Kadang-kadang c. Ya
n
Frekuensi %
5 7 18
17 23 60
0 27 3
0 90 10
9 20 1
30 67 3
0 2 28
0 7 93
42 Pertanyaan Higiene 5.
Melakukan aktivitas mencuci? a. Sungai b. Kamar mandi umum c. Kamar mandi pribadi
n
Frekuensi %
3 5 22
10 17 73
Penyakit Diare Anak Sesuai dengan definisi Hippocrates, diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek dan cair. Pada penelitian ini penyakit diare anak yang diamati adalah frekuensi diare anak selama lima hari pengamatan. Sehingga dalam analisis hubungan karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, sanitasi dan higiene dengan penyakit diare anak yang melihat rata-rata frekuensi BAB anak selama lima hari. Selama lima hari frekuensi BAB minimum anak sebanyak 4 kali dan frekuensi BAB maksimum sebanyak 21 kali. Rata-rata frekuensi BAB anak selama lima hari sebanyak 10,67 kali dengan standar deviasi 4,237. Lama diare pada penelitian ini adalah episode diare yang dialami anak sebelum mendapat pemeriksaan dokter di puskesmas. Sedangkan frekuensi diare adalah rata-rata intensitas buang air besar anak yang diamati selama lima hari. Dalam penelitian ini penyakit diare anak menggunakan indikator frekuensi BAB anak yang diamati selama lima hari pengamatan. Gambar 7 di bawah ini menggambarkan perbandingan rata-rata lama diare dan frekuensi BAB anak berdasarkan kelompok perlakuan.
Gambar 7 Perbandingan rata-rata lama diare dan frekuensi BAB
43 Berdasarkan lama diare anak sebelum pemeriksaan ke puskesmas memaparkan perbedaan rata-rata lama diare antara kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan kontrol memiliki rata-rata lama diare sebesar 6,60 hari, sehingga 2,70 hari lebih lama dari kelompok perlakuan tempe 25 gram dan 4,80 hari lebih lama dari kelompok perlakuan tempe 50 gram. Hasil uji Mann-Whitney memaparkan bahwa lama diare tidak ada perbedaan nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram. Hal ini bisa disebabkan karena sebaran anak berdasarkan lama diare tidak berbeda signifikan.
Analisis Hubungan Karakteristik Keluarga, Status Gizi, Kebiasaan Makan, Sanitasi, dan Higiene dengan Penyakit Diare Anak Analisis hubungan karakteristik keluarga dengan penyakit diare anak Pada penelitian ini karakteristik keluarga anak yang diamati meliputi besar keluarga, pendapatan keluarga, dan umur ibu. Hubungan besar keluarga dengan frekuensi BAB anak, berdasarkan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,054. Nilai signifikan (0,777) > α sehingga dikatakan tidak berhubungan signifikan. Artinya besar keluarga anak tidak memiliki hubungan nyata dengan frekuensi BAB anak. Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,213 antara pendapatan keluarga dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,258) < α maka dikatakan tidak berhubungan signifikan. Artinya tidak ada hubungan pendapatan keluarga dengan frekuensi BAB anak. Sedangkan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,019 antara umur ibu dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,920) > α maka dikatakan tidak berhubungan signifikan. Artinya tidak ada hubungan umur ibu dengan frekuensi BAB anak. Hasil analisis menunjukkan bahwa besar keluarga, pendapatan keluarga dan umur ibu tidak berhubungan dengan frekuensi BAB. Menurut Suharyono (1986) yang menyatakan bahwa kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga dengan daya beli rendah. Daya beli yang rendah disebabkan karena pendapatan keluarga yang rendah. Karena itu, faktor perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare.
44 Penelitian lain menyebutkan tingkat pendapatan keluarga memiliki hubungan signifikan dengan tingkat resiko pencemaran sumur dangkal, jenis saluran pembuangan limbah rumah tangga pada sumur dangkal. Besarnya peluang potensi kesakitan diare akibat penggunaan sumur dangkal dengan kondisi sanitasi pemukiman yang buruk sebesar 33.875 kali dibandingkan dengan kondisi sanitasi pemukiman yang baik (Temenggung 2004). Artinya pendapatan keluarga memungkinkan masyarakat untuk mengusahakan sanitasi lingkungan yang lebih baik sehingga berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare. Namun pada penelitian ini pendapatan tidak memiliki hubungan dengan diare anak. Hal ini terjadi karena keluarga anak sebagian besar tergolong keluarga tidak miskin (50%). Analisi hubungan status gizi dengan penyakit diare anak Pada penelitian ini pengukuran status gizi berdasarkan pengukuran antropometri dan konsumsi pangan. Pengukuran antropometri berdasarkan indeks BB/TB, BB/U dan TB/U. Sedangkan pengukuran konsumsi pangan berdasarkan konsumsi energi dan protein. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,428 antara status gizi menurut BB/TB dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,018) < α maka dikatakan memiliki hubungan signifikan. Artinya ada hubungan antara status gizi menurut BB/TB dengan frekuensi diare anak. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,238 antara status gizi menurut BB/U dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,206) > α maka dikatakan tidak memiliki hubungan signifikan. Artinya tidak ada hubungan antara status gizi menurut BB/U dengan frekuensi diare anak. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,116 antara status gizi menurut TB/U dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,542) > α maka dikatakan tidak memiliki hubungan signifikan. Artinya tidak ada hubungan antara status gizi menurut BB/TB dengan frekuensi diare anak. Pada penilaian konsumsi pangan, hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,089 antara konsumsi energi dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,640) > α maka dikatakan tidak memiliki hubungan signifikan. Artinya tidak ada hubungan antara konsumsi
45 energi dengan frekuensi diare anak. Selain itu, hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,088 antara konsumsi protein dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,644) > α maka dikatakan tidak memiliki hubungan signifikan. Artinya tidak ada hubungan antara konsumsi protein dengan frekuensi diare anak. Analisis diatas menunjukkan bahwa status gizi menurut pengukuran antropometri (BB/TB) berhubungan dengan frekuensi BAB pada diare anak balita (P<0,05), sedangkan status gizi menurut konsumsi energi dan protein tidak berhubungan dengan frekuensi BAB pada diare anak balita (P>0,05). Pada penelitian ini, adanya hubungan antara status gizi dengan frekuensi BAB pada diare anak balita mendukung pendapat Sudiayanto (1975) diacu dalam Suharyono (1986) yang menyebutkan bahwa semakin buruk gizi seorang anak, ternyata semakin banyak episode diare yang dialami. Dalam penelitian lain menyebutkan bahwa penyakit diare berpengaruh terhadap status gizi, semakin berat tingkat penyakit diare, maka dapat menyebabkan semakin buruknya status gizi anak baduta. Dalam hal ini penyakit diare tidak hanya berpengaruh terhadap status gizi anak baduta, tetapi juga terhadap status gizi anak balita (Atmojo 1990). Menurut Gordon et al (1986) diacu dalam Suharyono (1986) pada anak dengan malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Dalam golongan PEM lebih sering terdapat gangguan cairan dan elektrolit, mortalitas juga lebih tinggi. Selain hipokalemia, hiponatremia, dan asidosis juga lebih banyak dijumpai pada golongan PEM. Sedangkan menurut Rajagopal (1979) diacu dalam Suharyono (1986) memaparkan bahwa pada pembenihan tinja anak dengan PEM terdapat lebih banyak bakteri patogen dibandingkan dengan yang bergizi baik. Menurut Suharyono (1986) memaparkan bahwa penyebab prevalensi yang tinggi dari penyakit diare di negara yang sedang berkembang yaitu defisiensi zat gizi yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. Oleh karena itu, upaya perbaikan status gizi merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya diare. Analisis hubungan kebiasaan makan dengan penyakit diare anak Pada penelitian kebiasaan makan yang dinilai melihat beberapa aspek seperti frekuensi makan sehari, susunan hidangan makanan, kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan jajan, kebiasaan konsumsi sayuran, kebiasaan konsumsi buah, kebiasaan minum susu, kebiasaan makan tempe dan kebiasaan minum air putih.
46 Analisis uji Rank Spearman dilakukan untuk menguji hubungan kebiasaan makan anak dengan frekuensi BAB anak. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,262 antara kebiasaan makan dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,162) > α maka dikatakan tidak memiliki hubungan signifikan. Artinya tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan frekuensi BAB anak. Akan tetapi uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,407 antara kebiasaan konsumsi sayuran dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,026) < α maka dikatakan memiliki hubungan. Artinya ada hubungan negatif antara kebiasaan konsumsi sayuran dengan frekuensi BAB anak. Semakin baik kebiasaan konsumsi sayuran, semakin rendah frekuensi BAB anak. Dalam hal ini kebiasaan konsumsi sayuran dapat mengurangi diare pada anak balita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan konsumsi sayuran yang semakin baik, maka semakin rendah frekuensi BAB anak sehingga mengurangi diare. Hal ini berbeda dengan pemaparan Anderson dan Burke (1975) diacu dalam Suharyono (1986) yang menyebutkan bahwa karbohidrat yang tidak diserap akan mengakibatkan beban osmotik (diare berair), oleh bakteri dalam kolon akan dibentuk gas (abdomen kembung, tinja berbuih, flatus) dan asam-asam organik seperti asam laktat (tinja bersifat asam) dan adanya gula dalam tinja (reduksi positif). Penelitian lain oleh Wapnir et al (1999) dalam Kiers et al (2007) memaparkan bahwa polisakarida sayuran seperti pati dan gum arab dapat meningkatkan penyerapan elektrolit dan cairan dalam usus tikus normal dan diare. Gum arab mampu meningkatkan penyerapan natrium tanpa mengubah penyerapan cairan pada jejenum tikus normal, sehingga penyerapan cairan meningkat pada kasus diare. Sehingga pada saat diare sebaiknya konsumsi sayuran dibatasi. Analisis hubungan sanitasi lingkungan dengan penyakit diare anak Pada penelitian ini sanitasi lingkungan yang dinilai melihat berapa aspek seperti sumber air, penyimpanan air, penyediaan kamar mandi dan jamban, dan tempat pembuangan limbah. Sumber air melihat asal sumber air minum, cara pengolahan air minum, jarak sumber air dengan pembuangan limbah, jarang sumber
air
dengan
pembuangan
sampah,
jarang
sumber
air
dengan
pembuangan tinja. Penyimpanan air melihat keadaan air minum, upaya
47 penjernihan, tempat penyimpanan air sebelum dimasak. Pengadaan kamar mandi melihat adanya fasilitas kamar mandi dan jamban, membersihkan kamar mandi dan jamban dan kondisi jamban di rumah. Tempat pembuangan limbah melihat kebersihan tempat pembuangan limbah. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,093 antara sanitasi lingkungan dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,626) > α maka dikatakan tidak memiliki hubungan. Artinya tidak ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan frekuensi BAB anak. Hal ini bisa disebabkan karena kondisi sanitasi lingkungan keluarga anak hampir seluruhnya dalam kondisi cukup baik (90%). Menurut Suharyono (1986) menyebutkan bahwa sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap terjadinya diare. Penelitian sebelumnya oleh Atmojo (1990), memaparkan bahwa secara umum faktor yang paling dominan terhadap timbulnya diare adalah sanitasi penyediaan air untuk minum dan
masak
terutama
frekuensi
membersihkan
wadah
penampung
dan
penyimpanan air. Pada penelitian ini pada hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,502 antara jarak sumber air dan pembuangan limbah/selokan dengan lama diare anak. Nilai signifikan (0,005) < α maka dikatakan memiliki hubungan. Artinya ada hubungan antara jarak sumber air dengan pembuangan limbah/selokan terhadap lama diare anak. Dalam hal ini semakin dekat jarak sumber air dengan pembuangan limbah/selokan akan memudahkan kontaminasi sumber air sehingga penyakit diare akan lebih lama terjadi. Hal ini mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh Temenggung (2004) yang memaparkan bahwa faktor dominan yang berpotensi menimbulkan kesakitan diare berkaitan penggunaan sumur dangkal, meliputi: kondisi fisik air, jarak sumur dangkal dengan tempat panampungan akhir tinja kurang dari 10 meter, saluran pembuangan air limbah rumah tangga tidak kedap air. Sumur dangkal mudah terkontaminasi dengan saluran pembuangan air limbah rumah tangga yang dekat dan tidak kedap air. Menurut Wase (1989) memaparkan bahwa jarak sumur terhadap sumber pengotoran yang terlalu dekat merupakan faktor lingkungan fisik yang secara terpadu memberikan pengaruh terhadap penularan penyakit diare. Menurut Suharyono (1986) memaparkan bahwa penyebab prevalensi yang tinggi dari
48 penyakit diare di negara yang sedang berkembang yaitu kombinasi dari sumber air yang tercemar. Analisis hubungan higiene dengan penyakit diare anak Higiene perorangan merupakan dasar yang penting dalam menghindari penularan infeksi bakteri penyebab diare. Pada penelitian ini perilaku higiene yang dinilai meliputi kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan mandi, sikat gigi, dan memotong kuku, serta kebiasaan mencuci pakaian. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,332 antara perilaku higiene dengan frekuensi BAB anak. Nilai signifikan (0,073) > α maka dikatakan tidak memiliki hubungan. Artinya tidak ada hubungan antara perilaku higiene dengan frekuensi BAB anak. Hal ini dapat disebabkan karena seluruh anak (100%) memiliki perilaku higiene cukup baik. Menurut penelitian sebelumnya oleh Dewi et al (2010) menunjukkan bahwa kebiasaan mencuci tangan berhubungan dengan lama diare. Semakin baik kebiasaan mencuci tangan, maka semakin pendek lama diare yang dialami anak balita. Dalam hal ini kebiasaan mencuci tangan dapat mencegah terjadinya diare. Menurut Suririnah (2007) perilaku hidup bersih seperti kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar juga ikut mempengaruhi penularan atau penyebaran penyakit diare. Kuman penyakit mudah berpindah melalui tangan masuk ke dalam tubuh manusia sehingga dapat menyebabkan penyakit, salah satunya adalah diare. Diare mudah dicegah antara lain dengan cara mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting; 1) sebelum makan, 2) setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi, 4) setelah menceboki anak, dan 5) sebelum menyiapkan makanan. Analisis Pengaruh Intervensi Tempe dengan Penyakit Diare Anak Pengobatan diare yang paling tepat adalah dengan mengganti cairan yang hilang dan tidak menghentikan pemberian ASI maupun makanan lainnya. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan cepat diserap zat-zat gizinya. Salah satu makanan yang telah diketahui mudah dicerna walaupun oleh anak yang menderita penyakit pada saluran pencernaannya adalah tempe (Astawan 2009). Pada penelitian ini memaparkan pengaruh pemberian tempe terhadap penyakit diare anak. Dalam penelitian ini penyakit diare anak yang diamati pengaruhnya yaitu terhadap frekuensi buang air besar (BAB) anak.
49 Pengaruh intervensi tempe terhadap frekuensi BAB anak diketahui dari perbedaan rata-rata frekuens BAB antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram, dan tempe 50 gram. Kelompok perlakuan kontrol adalah anak yang tidak mendapat intervensi tempe. Sedangkan kelompok perlakuan tempe 25 gram adalah anak yang mendapat intervensi tempe sebanyak 25 gram per hari selama dua hari, dan kelompok perlakuan tempe 50 gram adalah anak yang mendapat intervensi tempe sebanyak 50 gram per hari selama dua hari. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan intervensi tempe tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi BAB anak (P>0,05). Namun hasil uji Duncan menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram lebih rendah secara nyata (α = 0,05) daripada frekuensi BAB anak pada perlakuan kontrol. Namun rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram tidak berbeda nyata dengan rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram (P=0,383).
Demikian
pula
rata-rata
frekuensi
BAB
pada
anak
yang
mengkonsumsi tempe 25 gram tidak berbeda nyata dengan rata-rata frekuensi BAB pada anak yang diperlakukan sebagai kontrol (P=0,195). Tabel 24 di bawah menggambarkan hasil uji Duncan pada pengaruh intervensi tempe terhadap frekuensi BAB anak. Tabel 24 Hasil uji Duncan Kelompok
n
Tempe(50 gram) Tempe(25 gram) Kontrol Sig.
10 10 10
Subset for alpha = 0.05 1 2 8,80 10,40 10,40 12,80 0,383 0,195
Rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram sebanyak 8,80 kali. Rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram sebanyak 10,40 kali. Sedangkan rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang diperlakukan sebagai kontrol sebanyak 12,80 kali. Dengan demikian bahwa dalam dua hari mengkonsumsi tempe 50 gram per hari dapat menurunkan frekuensi BAB secara nyata sebanyak 4 kali lebih cepat dibandingkan mengkonsumsi tempe 25 gram per hari yang dapat menurunkan frekuensi BAB secara nyata sebanyak 2,4 kali.
50 Pemberian dosis tempe 50 gram dapat menurun frekuensi BAB anak lebih banyak daripada pemberian dosis tempe 25 gram. Hal ini menunjukkan bahwa tempe berpengaruh positif terhadap penyembuhan diare dengan dosis 50 gram lebih cepat daripada dosis 25 gram per hari. Sudigbia et al. (1984, 1985, 1986) telah melakukan percobaan dari penggunaan tempe kedelai dan air beras dalam larutan super oralit untuk merehidrasi penderita diare akut dan kolera memberikan hasil yang baik. Dalam percobaan ini, 40-50 g tempe kedelai yang telah direbus dihaluskan atau dari 1720 gram tepung tempe kedelai dicampur dengan air beras, ditambah elektrolit natrium klorida, kalsium klorida serta natrium bikarbonat yang sesuai dengan formula oralit WHO. Penggunaan tempe kedelai dalam larutan super oralit tidak hanya memperbaiki rasa namun juga suplemen zat gizi yang menyediakan protein dan asam amino bebas. Pada penelitian ini menggunakan dosis 50 gram tempe
berdasarkan
penelitian
sebelumnya
yang
terbukti
efektif
dalam
menyembuhkan diare anak (Sudigbia 2001). Hasil penelitian lain membuktikan bahwa makanan formula tempe kedelai dapat digunakan sebagai diet penderita infeksi baik infeksi bakteri maupun cacing. Diet tersebut karena proteinnya mudah dicerna dan diserap sehingga mudah digunakan tubuh untuk memperbaiki fungsi saluran cerna dan meningkatkan berat badan penderita dalam waktu relatif singkat (Syarief et al. 1999). Pada tempe kedelai terdapat suatu senyawa yang sangat aktif untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian Mahmud et al. (1982) diacu dalam Karyadi (1985) mengamati antibakterial yang terdapat pada beberapa jenis tempe kedelai. Pada tempe kedelai yang dibuat dengan biakan murni Rhizopus oligosporus terdapat aktivitas antibakterial yang menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Staphylococcuc aureus, Salmonella typhii dan Shigella flexneri. Salmonella typhii dan Shigella flexneri adalah penyebab diare pada anak. Aktivitas antibakterial pertama kali dikemukakan oleh Wang et al (1969) diacu dalam Mahmud (1987) yang menyatakan bahwa tempe mengandung senyawa antibakteri yang aktif terhadap bakteri gram positif dan mempunyai kemampuan memperbaiki pencernaan. Menurut Karyadi (2000) isoflavon yang berasal dari tempe diketahui bersifat hipolipidemik, antidiare dan anti infeksi terhadap E.Coli. Isoflavon adalah senyawa bioaktif, banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada kedelai sampai 3099 mikrogram/gram (Klump et al 2001)
51 Penelitian lain memaparkan bahwa anak balita penderita diare kronik yang disertai KKP, setelah mendapat makanan bayi formula tempe, tidak menjadi lebih lebih parah, bahkan diare berhenti lebih cepat lebih cepat daripada penderita yang diberi makanan bayi formula pendamping. Keadaan tersebut memberikan petunjuk bahwa makanan bayi formula tempe sesuai untuk anak balita penderita diare kronik disertai KKP. Apabila akibat diare sudah lebih parah dan penderita sudah mengalami penurunan keadaan gizi, maka pengaruh pemberian makanan bayi formula tempe terhadap penghentian diare lebih baik. Periode penghentian diare untuk kelompok makanan bayi formula tempe lebih pendek dibandingkan dengan kelompok makanan bayi formula pendamping (Mahmud
1987).
Sehingga
dapat
dikatakan
tempe
mampu
membantu
mempercepat penyembuhan. Menurut Astawan (2009) menyebutkan bahwa kemampuan tempe dalam menyembuhkan diare, disebabkan oleh dua hal, yaitu akibat zat anti diare dan akibat sifat protein tempe yang mudah tercerna dan diserap, walaupun oleh usus yang terluka.
52
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Anak pada penelitian ini berusia 2 – 5 tahun yang terdiri dari 50% laki-laki dan 50% wanita. Ibu anak secara umum tergolong dewasa awal sebanyak 97%. Sebesar 70% anak pada kelompok tempe 25 gram termasuk keluarga kecil (≤4 orang). Sedangkan 10% anak pada kelompok tempe 25 gram termasuk keluarga besar (≥8 orang). Pada kelompok tempe 50 gram dan kelompok kontrol, sebanyak 60% termasuk keluarga kecil dan sisanya termasuk keluarga sedang (40%). Sebanyak 50% keluarga anak memiliki pendapatan perkapita diatas garis kemiskinan dengan pendapatan perkapita terendah keluarga anak seberar Rp 100.000,00 dan pendapatan perkapita tertinggi keluarga anak sebesar Rp 1.000.000,00. Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) sebagian besar termasuk dalam katagori status gizi normal sebesar 80%. Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) sebagian besar anak berstatus gizi baik sebesar 70%. Status gizi anak berdasarkan indeks tinggi badan menurut umut (TB/U) sebagian besar anak memiliki status gizi normal sebesar 53%. Berdasarkan uji beda ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata z-skor status gizi menurut indeks BB/TB tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Secara umum konsumsi energi anak tergolong cukup (30%) dari tingkat kecukupan. Sedangkan secara keseluruhan konsumsi protein anak tergolong baik sebanyak 73%. Berdasarkan uji beda ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Sedangkan ratarata konsumsi protein anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Pada penelitian ini secara umum kebiasaan makan anak sebesar 83% dalam katagori cukup baik. Berdasarkan uji ANOVA rata-rata kebiasaan makan anak tidak berbeda nyata antara kelompok kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Sanitasi lingkungan keluarga anak secara umum sebanyak 90% dalam katagori cukup baik. Berdasarkan uji ANOVA, menunjukkan bahwa ratarata sanitasi lingkungan anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Higiene anak secara umum sebanyak 100% termasuk dalam katagori cukup baik. Berdasarkan uji
53 ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata perilaku higiene anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Besar keluarga anak tidak memiliki hubungan nyata dengan frekuensi BAB anak (P>0,05). Tidak ada hubungan pendapatan keluarga dengan frekuensi BAB anak (P>0,05). Sedangkan tidak ada hubungan umur ibu dengan frekuensi BAB anak (P>0,05). Status gizi menurut pengukuran antropometri (BB/TB) berhubungan dengan frekuensi BAB pada diare anak balita (P<0,05), sedangkan status gizi menurut konsumsi energi dan protein tidak berhubungan dengan frekuensi BAB pada diare anak balita (P>0,05). Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan, sanitasi lingkungan, dan higiene anak dengan frekuensi BAB anak (P>0,05). Kebiasaan makan yang mempengaruhi diare anak adalah kebiasaan konsumsi sayuran. Sedangkan sanitasi lingkungan yang berpengaruh terhadap lama diare adalah jarak sumber air dengan saluran pembuangan limbah/selokan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram lebih rendah secara nyata (α = 0,05) daripada frekuensi BAB anak pada perlakuan kontrol. Namun rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram tidak berbeda nyata dengan rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram (P=0,383). Demikian pula rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram tidak berbeda nyata dengan rata-rata frekuensi BAB pada anak yang diperlakukan sebagai kontrol (P=0,195). Ratarata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram sebanyak 8,80 kali. Rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram sebanyak 10,40 kali. Sedangkan rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang diperlakukan sebagai kontrol sebanyak 12,80 kali. Hal ini menunjukkan bahwa tempe berpengaruh positif terhadap penyembuhan diare. Saran Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlunya dilakukan tindakan pencegahan penyakit diare dengan meningkatkan kebiasaan makan, sanitasi lingkungan (jarak sumber air dengan pembuangan limbah) dan perilaku higiene diri dengan membiasakan mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting; 1) sebelum makan, 2) setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi, 4) setelah menceboki anak, dan 5) sebelum
54 menyiapkan makanan. Diperlukan adanya promosi kesehatan akan manfaat tempe bagi kesehatan, khususnya dalam menyembuhkan penyakit diare. Kedepannya diharapkan penelitian lebih lanjut mengamati interaksi pengobatan kimia dengan pemberian tempe dalam penyembuhan penyakit diare.
55
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2009. Kasus Diare di Indonesia. www.piogama.ugm.ac.id [1 Mei 2009].
[terhubung
berkala]
Ariefiani R. 2009. Pola Asuh Makan dan Kesehatan pada Rumah Tangga yang Tahan dan Tidak Tahan Pangan Serta Kaitannya Dengan Status Gizi Anak Balita di Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Depok: Penebar Swadaya. Atmojo, SM. 1990. Pengaruh lingkungan biofisik dan sosial ekonomi terhadap diare dan hubungannya dengan status gizi [Tesis]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Bada Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2010.Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010. Bogor: BPS ___________. 2009. Berita Resmi Statistik Jawa Barat. Edisi No. 27/07/32/Th.XI [terhubung berkala]. www.jabar.bps.go.id [10 Juni 2010]. Brata-Arbai AM. 2001. Cholesterol Lowering Effect of Tempe. Di dalam: Agranoff J, editor. The Complete Handbook of Tempe. Jakarta: American Soybean Association. Hlm 51 – 70. Briawan D, Herawati T. 2005. Peran anggota rumah tangga di dalam pengasuhan pertumbuhan dan perkembangan anak balita [Laporan]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Daldiyono. 1990. Diare. Di dalam: Sulaiman et al, editor. Gastroenterologi Hepartolgi. Jakarta: Infomedika. Dewi M, Anwar F, Khomsan A, Sukandar D. 2010 Intervensi Bubuk Susu Tempe untuk Mempercepat Penyembuhan Penderita Diare [Laporan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [Dinkes] Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2003. Diare. [terhubung berkala] www.diare.html [30 Maret 2011] Entjang I. 1985. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit Alumni. Gibson R. 1993. Nutritional Assessment a Laboratory Manual. New York: Univercity of Guelp, Oxport Univercity. Harper LJ. Deaton, Driskel. 1986. Pangan Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Jilid 2. M. Tjandrasa, M. Zajarsih, penerjemah. Jakarta: Erlangga.
56
Karyadi D. 1985. Prospek Pengembangan Tempe dalam Upaya Peningkatan Status Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam: Karyadi D, Hermana, Editor. Simposium Pemanfaatan Tempe dalam Peningkatan Upaya Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hlmn 20 – 31. __________. 2000. Ciri Fungsional dalam Kerangka Nilai Tambah Gizi, Kesehatan, Pencegahan, dan Pengobatan. Makalah pada Seminar Masa Depan Industri Tempe Menghadapi Milenium III, Gedung BPPT, Jakarta, 14 Februari 2000. Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Kiers JK et al. 2007. A High Molecular Weight Soluble Fraction of Tempeh Protects Againt Fluid Losses in E.coli Infected Piglet Slamm Intestine. British Journal of Nutrition 98, hlmn 320-325. Klump SP, Alerd MC, McDonald JL, Ballam JM. 2001. Determination of Isoflavones in Soy Selected Foods Containing Soy by Extraction, Saponification, and Liquid Chromatography: Colaborative Study. J.AOAC int. 84(6): 1865-1883. Kochar SF, Rossell B. 1990. Detection Estimation and Evaluation of Antioxidants in Food System. Di dalam Hudson BJF, editor. Food Antioxidants. London: Elvisier Applied Science. Lameshow S, Hosmer JR, Klar J, dan Lwanga SK. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Latifah et al. 2002. Mengenal berbagai penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan. Bogor: Kerjasama Pusat kurikulum balitbang departemen pendidikan nasional dengan lembaga penelitian Institut Pertanian Bogor. Mahmud, KM. 1987. Penggunaan makanan bayi formula tempe dalam diit bayi dan anak balita sebagai suatu upaya penanggulangan masalah diare [Disertasi]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Papalia DE, Olds SW. 1986. Human Development. USA: Mc Grow Hill, Inc. Pratt DE. 1992. Natural Antioxidation from Plant Material. Di dalam: Huang MT, Ho CT, dan Lee CY, editor. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health II. American Chemical Society. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
57 Rokhana NA. 2005. Hubungan antara pendapatan keluarga dan pola asuh gizi dengan status gizi anak balita di Betokan Demak. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Santoso S, Lies A. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta. Santrock JW. 2002. Life-Span Development, Ed ke 8. New York: McGraw – Hill. Saroso S. 2007. Diare. [terhubung berkala] www.diare.erticles.php.htm. [14 Mei 2010]. Shahidi F, Naczk M. 1995. Food Phenolilcs. Tecnomic Pub. Co. Inc. LancesterBasel. Sibarini S. 1991. Pengaruh Tempe Terhadap Pencegahan Diare pada Kelinci yang Diinokulasi dengan Escherichia Coli [Disertasi]. Jakarta: Universitas Indonesia. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Sudigbia I, Sumantri A. 1985. Upaya Penanggulangan Diare Kronik dengan Mempergunakan Formula Makanan dengan Tempe. Di dalam: Karyadi D, Hermana, Editor. Simposium Pemanfaatan Tempe dalam Peningkatan Upaya Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hlmn 128 – 133. Sudigbia I. 2001. Tempe in The Management of Infant Diarrhea in Indonesia. Di dalam: Agranoff J [editor]. The Complete Handbook of Tempe ed 2. Jakarta: Indonesia Tempe Foundation. Hlm 33 – 40. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan gizi. IPB. Suharyono. 1986. Diare Akut. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sukarni M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius. Supariasa et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Suririnah. 2007. Diare Mendadak dan Penanganannya. [terhubung berkala] www.infoibu.com [12 Mei 2010]. Sutanto, L. 2010. Tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. [terhubung berkala] www.lucianasutanto.com [18 Maret 2010]. Syarief R, Joko H dan Purwiyatno H. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Yeong Boon Yee, A Ali Basry, Alfi Purahita dan Supriyono, editor. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala.
58 Temenggung MA. 2004. Penggunaan Sumur Dangkal sebagai Penyedian Air Bersih dan Hubungannya dengan Kesakitan Diare [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Ulfah IM. 2008. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pengetahuan Gizi dan Pola Asuh Kaitannya dengan Diare Anak Balita di Desa Cikarawang Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wase MA. 1989. Analisis Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Penularan Penyakit Diare di Kotamadya Ujung Pandang [Tesis]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Widyati R, Yuliarsih. 2002. Hygiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Yulianti, LN. 2002. Higiene Food Handler dan Sanitasi Makanan [Makalah]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Zein U, Sagala KH, Ginting J. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Sumatra Utara: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
59
LAMPIRAN
60 Lampiran 1 Kuisioner penelitian
KUESIONER
Studi Pengaruh Intervensi Tempe untuk Mempercepat Penyembuhan Diare pada Anak Balita
Responden
: ............................................................................................
Telepon
: ............................................................................................
Enumenator
: ............................................................................................
Waktu wawancara
: Hari & pukul: ..................................Tanggal: ....../......./......
Kelompok intervensi : (kontrol/tempe/ susu)
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
61
A. Karakteristik Responden 1. Nama Ibu/Pengasuh 2. Alamat 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
No. Telepon Umur Ibu Nama Anak Umur Anak Tanggal Lahir Anak Jenis Kelamin Jumlah Anak Hubungan responden dengan anak 11. Selain ibu, siapa yang paling sering mengasuh anak 12. Pendapatan orang tua (Rp/bulan)
: ......................................................... : ......................................................... ........................................................... ........................................................... : ......................................................... : ......................................................... : ......................................................... : ......................................................... : ......................................................... : ......................................................... : ......................................................... : ......................................................... : ......................................................... : .........................................................
B. Kebiasaan Makan Jawablah pertanyaan berikut berdasarkan kebiasaan makan anak sebelum dan sampai anak terkena penyakit diare 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Berapa kali anak makan dalam sehari? a. 3x sehari b. 2x sehari c. 1x sehari Alasan: ............................................................................................................. Terdiri dari apa sajakah susunan hidangan makanan yang Anak makan setiap harinya: a. Makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, dan buah-buahan b. Makanan pokok, lauk-pauk, sayuran/buah-buahan c. Makanan pokok, lauk-pauk Alasan:.............................................................................................................. Apakah anak biasa sarapan pagi? a. Selalu b. Kadang-kadang c. Sangat jarang / tidak pernah Alasan:.............................................................................................................. Apakah Anak makan makanan selingan diantara waktu makan: a. Selalu b. Kadang-kadang c. Sangat jarang / Tidak pernah Alasan:.............................................................................................................. Apakah Anak biasa mengkonsumsi sayuran? a. Selalu b. Kadang-kadang c. Sangat jarang / Tidak pernah Alasan:.............................................................................................................. Apakah Anak biasa mengkonsumsi buah-buahan?
62
7.
8.
9.
a. Selalu b. Kadang-kadang c. Sangat jarang / Tidak pernah Alasan:.............................................................................................................. Apakah Anak biasa mengkonsumsi susu? a. Selalu b. Kadang-kadang c. Sangat jarang / Tidak pernah Alasan:.............................................................................................................. Apakah Anak biasa mengkonsumsi tempe? a. Selalu b. Kadang-kadang c. Sangat jarang / Tidak pernah Alasan:.............................................................................................................. Berapa banyak biasanya Anak minum air putih setiap harinya? a. 8 gelas b. 5 – 7 gelas c. < 5 gelas Alasan:..............................................................................................................
C. Sanitasi Lingkungan Jawablah pertanyaan berikut berdasarkan keadaan lingkungan tempat Anda tinggal. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sumber air minum di rumah Anda? a. Sungai/sumur tanpa tembok b. Ledeng/sumur tembok, mata air terlindungi Alasan:.............................................................................................................. Apakah air dimasak sebelum diminum? a. Tidak b. Ya Alasan:............................................................................................................. Jarak sumur/sumber air dengan pembuangan limbah/selokan? a. < 10 meter b. ≥ 10 meter Alasan:.............................................................................................................. Jarak sumur/sumber air dengan pembuangan sampah? a. < 10 meter b. ≥ 10 meter Alasan:.............................................................................................................. Jarak sumur/sumber air dengan pembungan tinja? a. < 10 meter b. ≥ 10 meter Alasan:.............................................................................................................. Keadaan air minum? a. Keruh b. Jernih Alasan:.............................................................................................................. Jika keruh apakah dilakukan penjernihan? a. Ya b. Tidak Alasan:.............................................................................................................. Adakah tempat penyimpanan air sebelum dimasak?
63
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
a. Ya b. Tidak Alasan:.............................................................................................................. Apakah tempat penyimpanan air memakai tutup? a. Ya b. Tidak Alasan:.............................................................................................................. Apakah dirumah memiliki kamar mandi? a. Ya b. Tidak Alasan:.............................................................................................................. Berapa kali kamar mandi dibersihkan dalam seminggu? a. < 2 kali b ≥ 2 kali Alasan:.............................................................................................................. Apakah dirumah memiliki jamban? a. Ya b. Tidak Alasan:.............................................................................................................. Bagaimana keadaan jamban? a. Kotor b. Bersih Alasan:.............................................................................................................. Apakah jamban dibersihkan setiap habis dipakai? a. Ya b. Tidak Alasan:.............................................................................................................. Adakah tempat pembuangan limbah sementara di dalam rumah? a. Tidak b. Ada Alasan:.............................................................................................................. Apakah tempat tersebut dibersihkan? a. Ya b. Tidak Alasan:.............................................................................................................. Apakah tempat tersebut memiliki penutup? a. Ya b. Tidak Alasan:.............................................................................................................. Apakah pembuangan limbah cair dan padat dipisah? a. Ya b. Tidak Alasan:.............................................................................................................
D. Higiene Jawablah pertanyaan berikut berdasarkan kebiasaan Ibu/Anak sehari-hari. 1.
2.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah makan? a. Tidak b. Kadang-kadang c. Ya Alasan:.............................................................................................................. Kebiasaan mandi dalam sehari?
64
3.
4.
5.
a. 1 kali/hari b. 2 kali/hari c. 3 kali/hari Alasan:.............................................................................................................. Kebiasaan menggosok gigi dalam sehari? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali Alasan:.............................................................................................................. Kebiasaan memotong kuku? a. Tidak b. Kadang-kadang c. Ya Alasan:.............................................................................................................. Melakukan aktivitas mencuci? a. Sungai b. Kamar mandi umum c. Kamar mandi pribadi Alasan:..............................................................................................................
65
E. Perkembangan Penyakit Diare Hari/Tanggal :_____________________ 1. Frekuensi BAB / hari: ................................................................(kali/hari) 2. Konsistensi a. Cair
b. Lunak
c. Padat
3. Lendir/ darah/ busa dalam feses a. Ada
b. Tidak Ada
4. Ada demam? a. Ada
b. Tidak Ada
5. Gejala lain a. Sakit perut
a. Ada
b. Tidak Ada
b. Muntah
a. Ada
b. Tidak Ada
c. Sakit kepala
a. Ada
b. Tidak Ada
d. Lemas
a. Ada
b. Tidak Ada
e. Rasa haus
a. Ada
b. Tidak Ada
Intervensi: .............................................................................. (berapa kali, jumlah)
66 E. Food Record Tanggal:______________________ Waktu makan Pagi
Selingan pagi
Siang
Selingan sore
Malam
Menu
Bahan Makanan
Jumlah Berat (g) URT
67 Lampiran 2 Sebaran anak berdasarkan variabel penelitian Tebel sebaran anak berdasarkan variabel penelitian Variabel Besar Keluarga Keluarga kecil Keluarga sedang Keluarga besar Pendapatan Keluarga Miskin Tidak Miskin Umur ibu anak 20-40 tahun 41-65 tahun Umur anak 2-3 tahun 4-5 tahun Jenis kelamin anak Laki-laki Peremuan Status gizi (BB/TB) Gemuk Kurus Normal Status gizi (BB/U) Gizi baik Gizi kurang Status gizi (TB/U) Normal Pendek Sangat Pendek Konsumsi energi Lebih Baik Cukup Kurang Konsumsi protein Baik Cukup Sanitasi Baik Cukup Kurang Kebiasaan Makan Baik Cukup Kurang
Tempe (25 gram) n %
Tempe (50 gram) n %
Kontrol n %
n
Total %
7 2 1
70 20 10
6 4 0
60 40 0
6 4 0
60 40 0
19 10 1
63 33 3
5 5
50 50
5 5
50 50
5 5
50 50
15 15
50 50
10 0
100 0
9 1
90 10
10 0
100 0
29 1
97 3
6 4
60 40
8 2
80 20
8 2
80 20
22 8
73 27
7 3
70 30
4 6
40 60
4 6
40 60
15 15
50 50
1 2 7
10 20 70
0 0 10
0 0 100
1 2 7
10 20 70
2 4 24
7 13 80
5 5
50 50
8 2
80 20
8 2
80 20
21 9
70 30
2 3 5
20 30 50
8 2 0
80 20 0
6 3 1
60 30 10
16 8 6
53 27 20
3 3 2 2
30 30 20 20
3 1 3 3
30 10 30 30
3 1 4 2
30 10 40 20
9 5 9 7
30 17 30 23
8 2
80 20
8 2
80 20
6 4
60 40
22 8
73 27
2 6 2
20 60 20
2 8 0
20 80 0
2 7 1
20 70 10
6 21 3
20 70 10
1 7 2
10 70 20
3 5 2
30 50 20
3 6 1
30 60 10
7 18 5
23 60 17
68 Variabel Higiene Baik Cukup Kurang
Tempe (25 gram) n % 4 6 0
40 60 0
Tempe (50 gram) n % 7 3 0
70 30 0
Kontrol n %
n
%
8 2 0
19 11 0
63 37 0
80 30 0
Total
Lampiran 3 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Z
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Variabel Besar keluarga Pendapatan Umur ibu Status gizi BB/TB Status gizi BB/U Status gizi TB/U Konsumsi energi Konsumsi protein Kebiasaan makan Sanitasi Higiene Frekuensi diare Lama diare
Nilai KS 1,441 1,484 1,016 0,908 0,713 0,816 0,899 0,614 0,952 0,995 1,065 0,742 1,861
Sig (2-tailed) 0,031 0,024 0,253* 0,381* 0,690* 0,518* 0,394* 0,845* 0,325* 0,275* 0,206* 0,641* 0,002
*data terdistribusi normal
Lampiran 4 Hasil One-Way ANOVA Nilai sig (2-tailed) antara 3 perlakuan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Variabel UmurIbu ZskorBBTB ZskorBBU ZskorTBU Energi Protein KebMakan Sanitasi Higiene
*signifikan pada α=0,05
F 1,008 0,032 4,016 4,426 0,494 0,977 0,716 0,771 1,519
Sig. 0,378 0,968 0,030* 0,022* 0,615 0,390 0,498 0,472 0,237
69 Lampiran 5 Hasil uji Mann-Whitney Nilai sig (2-tailed) No 1 2 3
Variabel Besar keluarga Pendapatan Lama diare
Kontrol/Tempe 25 gram
Kontrol/Tempe 50 gram
Tempe 25 gr/Tempe 50 gr
0,707 0,677 0,287
0,478 0,850 0,158
0,282 0,940 0,912
*signifikan pada α=0,05
Lampiran 6 Hasil uji deskriptif variabel
Variabel ZskorBBTB ZskorBBU ZskorTBU BesarKeluarga pendapatanKapita UmurIbu UmurAnak Jeniskelamin Energi Protein KebMakan Sanitasi Higiene FBAB LamaDiare
n 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Minimum -2,28 -3,09 -7,36 3 100000 20 2 1 519 14 40,74 55,56 60 4 1
Maximum 3,47 0,23 -0,15 8 1000000 44 5 2 1602 47 88,89 94,44 93,33 21 30
Mean -0,5243 -1,6353 -2,25 4,2 294000 28,8 3,1 1,5 1046,27 28,93 72,963 71,4823 78,8897 10,67 4,1
Std. Deviation 1,43717 0,92211 1,54875 1,448 212772,899 7,155 0,923 0,509 313,43 9,051 10,88121 10,18335 8,22796 4,237 6,244
70 Lampiran 7 Hasil uji Duncan Tabel deskriptif frekuensi BAB n
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
Kontrol
10
12,8
4,962
1,569
9,25
16,35
6
21
Tempe(25 gram)
10
10,4
4,061
1,284
7,5
13,3
5
17
Tempe(50 gram)
10
8,8
2,781
0,879
6,81
10,79
4
14
Total
30
10,67
4,237
0,774
9,08
12,25
4
21
Tabel homogenitas data frekuensi BAB Levene Statistic
df1
df2
Sig.
2,433
2
27
0,107
Tabel ANOVA frekuensi BAB Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
81,067
Mean Square 2
40,533
439,6
27
16,281
520,667
29
Tabel hasil uji Duncan frekuensi BAB Subset for alpha = 0.05 1 2
Kelompok
n
Tempe(50 gram)
10
8,8
Tempe(25 gram)
10
10,4
Kontrol
10
Sig.
10,4 12,8
0,383
0,195
F
Sig.
2,49
0,102
71 Lampiran 8 Hasil uji korelasi Rank Spearman antar variabel Variabel BesarKeluarga
Pendapatan
UmurIbu
UmurAnak
Jeniskelamin
ZskorBBTB
ZskorBBU
ZskorTBU
Energi
Protein
KebMakan
Sanitasi
Higiene
FBAB
LamaDiare
BesarKeluarga
Pendapatan
UmurIbu
UmurAnak
Jeniskelamin
ZskorBBTB
ZskorBBU
ZskorTBU
1,000
-0.525**
0.677**
-0,080
-0,065
-0,049
-0,250
-0,215
P
0,003
0,000
0,675
0,731
0,797
0,182
0,254
Rs
1,000
-0,342
0,079
-0,058
-0,136
-0,024
0,115
Rs
Energi
Protein
KebMakan
Sanitasi
Higiene
FBAB
LamaDiare
0,209
0,150
-0,173
0,268
0,430
0,361
-0,066
0,150
0,054
0,005
0,729
0,429
0,777
0,980
-0,275
-0,130
0,091
0,295
0,318
0,213
-0,075
P
0,064
0,680
0,761
0,472
0,900
0,545
0,141
0,493
0,633
0,114
0,087
0,258
0,695
Rs
1,000
0,042
-0,124
-0,144
-0,233
-0,032
0.432*
0,248
-0,157
0,067
0,171
-0,019
0,004
P
0,827
0,515
0,447
0,215
0,868
0,017
0,187
0,407
0,724
0,367
0,920
0,985
Rs
1,000
0,062
-0,254
-0,054
0,213
-0,101
-0,079
-0,096
-0,007
0,216
-0,110
-0,097
P
0,746
0,176
0,778
0,258
0,595
0,678
0,615
0,970
0,252
0,563
0,612
Rs
1,000
-0,196
0,262
0.597**
-0,142
0,050
-0,004
-0,024
0,072
0,000
0,121
P
0,298
0,161
0,000
0,453
0,792
0,984
0,902
0,707
1,000
0,523
Rs
1,000
0.609**
-0,271
0,067
0,140
-0,188
0,107
0,030
0.428*
0,098
P
0,000
0,147
0,725
0,460
0,321
0,574
0,876
0,018
0,605
Rs
1,000
0.538**
-0,002
0,233
-0,026
0,071
0,218
0,238
-0,046
P
0,002
0,990
0,216
0,890
0,710
0,248
0,206
0,808
Rs
1,000
-0,028
0,121
0,173
0,089
0,225
-0,116
-0,108
P
0,882
0,524
0,362
0,639
0,232
0,542
0,571
Rs
1,000
0.812**
0,058
0,223
-0,022
-0,089
0,266
P
0,000
0,759
0,236
0,908
0,640
0,156
Rs
1,000
0,087
0.405*
0,137
-0,088
0,235
P
0,647
0,027
0,470
0,644
0,211
Rs
1,000
0,157
-0,029
-0,262
-0,114
P
0,407
0,880
0,162
0,549
Rs
1,000
0,144
-0,093
0,119
P
0,448
0,626
0,533
Rs
1,000
0,332
-0,096
P
0,073
0,615
Rs
1,000
0,230
P
0,222
Rs
1,000
P *signifikan pada α=0,05
** signifikan pada α=0,01
72 Lampiran 9 Hasil uji korelasi Rank Spearman pada kebiasaan makan makan1 makan1
makan2
makan3
makan4
makan5
makan6
makan7
makan8
makan9
frekuensiBAB
lamaDiare
makan3
makan4
makan5
makan6
makan7
makan8
makan9
frekuensiBAB
lamaDiare
.425*
0,318
-0,069
0,331
0,207
-0,006
0,169
0,075
0,100
-0,107
P
0,019
0,087
0,717
0,074
0,272
0,974
0,371
0,696
0,599
0,574
Rs
1,000
0,160
0,114
.737**
0,000
0,125
0,347
-0,095
-0,305
-0,071
P
0,398
0,549
0,000
1,000
0,510
0,060
0,616
0,102
0,711
Rs
1,000
0,328
0,359
0,188
0,080
0,173
0,119
-0,151
-0,204
P
0,077
0,051
0,319
0,675
0,362
0,531
0,427
0,280
Rs
1,000
0,091
0,039
0,264
0,262
-0,211
-0,296
0,307
P
0,634
0,837
0,159
0,161
0,262
0,112
0,099
Rs
1,000
0,084
-0,035
0,334
-0,045
-.407*
-0,326
P
0,661
0,854
0,071
0,812
0,026
0,079
Rs
1,000
0,312
0,136
0,153
-0,159
-0,207
P
0,094
0,473
0,421
0,402
0,273
Rs
1,000
-0,055
-0,144
-0,068
0,326
P
0,774
0,447
0,721
0,079
Rs
1,000
-0,164
0,027
-0,024
Rs
1,000
makan2
P
0,387
0,889
0,900
Rs
1,000
-0,031
-0,175
P
0,871
0,355
Rs
1,000
0,230
P
0,222
Rs
1,000
P *signifikan pada α=0,05 ** signifikan pada α=0,01
73 Lampiran 10 Hasil uji korelasi Rank Spearman pada Higiene
Variabel Higiene1 higiene2 higiene3 higiene4 higiene5 frekuensiBAB lamaDiare *signifikan pada α=0,05
Rs P Rs P Rs P Rs P Rs P Rs P Rs P ** signifikan pada α=0,01
Higiene1 1,000
higiene2 0,081 0,672 1,000
higiene3 -0,009 0,961 -0,039 0,838 1,000
higiene4 -0,211 0,262 0,089 0,640 .394* 0,031 1,000
higiene5 0,253 0,178 -0,091 0,632 -0,062 0,746 -0,159 0,400 1,000
frekuensiBAB 0,352 0,056 -0,084 0,660 0,150 0,429 0,023 0,903 0,032 0,867 1,000
lamaDiare 0,181 0,337 -0,222 0,238 -0,029 0,879 0,032 0,865 -0,289 0,121 0,230 0,222 1,000
Lampiran 10 Hasil uji korelasi Rank Spearman pada sanitasi
San1 san2
Rs
San1
san2
san3
san4
san5
san6
san7
san8
san9
san10
san11
san12
san13
san14
san15
san16
san17
san18
frekBAB
lamaDiare
1,000
-0,196
-0,276
0,224
-0,354
-0,093
-0,068
0,167
0,167
-0,294
-0,238
-0,075
-0,079
0,167
0,075
0,033
-0,134
0,208
-0,010
-0,101 0,595
P
0,299
0,140
0,235
0,055
0,626
0,721
0,379
0,379
0,115
0,205
0,692
0,679
0,379
0,692
0,861
0,481
0,271
0,960
Rs
1,000
-0,216
-0,175
-0,277
-0,073
0,080
-.850**
-.850**
0,154
-0,120
0,015
0,015
0,131
0,207
0,026
-0,105
-0,109
0,074
0,053
P
0,251
0,354
0,138
0,702
0,674
0,000
0,000
0,417
0,527
0,938
0,935
0,491
0,272
0,891
0,581
0,568
0,698
0,779
Rs
1,000
0,176
.446*
-0,102
0,032
0,184
0,184
-0,015
0,032
0,154
-0,118
0,184
-0,154
-0,200
-0,147
0,256
0,037
0.502**
P
0,352
0,014
0,590
0,866
0,331
0,331
0,935
0,866
0,415
0,535
0,331
0,415
0,289
0,437
0,172
0,848
0,005
san4
Rs
1,000
0,253
-0,083
.365*
0,149
0,149
-0,351
0,000
-0,135
0,176
-0,149
-0,067
-0,239
0,239
-0,031
-0,057
0,060
P
0,177
0,663
0,047
0,432
0,432
0,057
1,000
0,477
0,352
0,432
0,723
0,203
0,203
0,871
0,765
0,754
san5
Rs
1,000
0,263
0,000
0,236
0,236
0,069
0,144
0,267
-0,223
0,000
-.426*
-0,236
0,094
-0,049
-0,090
0,064
P
0,161
1,000
0,210
0,210
0,716
0,447
0,155
0,236
1,000
0,019
0,209
0,619
0,797
0,635
0,736
Rs
1,000
san3
-0,152
0,062
0,062
0,073
-0,152
0,112
-0,102
0,062
-0,112
-0,174
-0,050
0,141
-0,172
-0,326
P
0,424
0,745
0,745
0,702
0,424
0,556
0,590
0,745
0,556
0,359
0,795
0,456
0,362
0,078
san7
Rs
1,000
-0,181
-0,181
-0,080
-0,111
0,031
0,193
-0,181
-0,185
0,191
0,055
-.367*
0,158
0,041
P
0,337
0,337
0,674
0,559
0,872
0,307
0,337
0,329
0,312
0,775
0,046
0,405
0,829
san8
Rs
1,000
1.000**
-0,131
0,272
-0,201
0,184
-0,111
-0,302
0,089
0,089
0,208
-0,058
-0,081
.
0,491
0,146
0,287
0,331
0,559
0,105
0,640
0,640
0,271
0,761
0,671
1,000
-0,131
0,272
-0,201
0,184
-0,111
-0,302
0,089
0,089
0,208
-0,058
-0,081 0,671
san6
P san9 san10 san11 san12 san13 san14 san15 san16 san17 san18
Rs P
0,491
0,146
0,287
0,331
0,559
0,105
0,640
0,640
0,271
0,761
Rs
1,000
-0,080
.650**
-.479**
0,196
-0,207
-0,223
-0,288
-0,095
-0,097
0,291
P
0,674
0,000
0,007
0,299
0,272
0,237
0,122
0,618
0,611
0,118
Rs
1,000
-0,277
.515**
-.408*
-0,185
0,055
0,055
0,056
0,028
0,029
P
0,138
0,004
0,025
0,329
0,775
0,775
0,767
0,885
0,880
Rs
1,000
-.737**
.553**
-0,318
-0,191
-0,141
-0,146
-0,039
0,087
P
0,000
0,002
0,087
0,311
0,457
0,441
0,836
0,648
Rs
1,000
-.604**
0,024
0,274
0,169
0,256
0,091
-0,076
P
0,000
0,901
0,143
0,373
0,172
0,631
0,688
Rs
1,000
-0,050
-0,134
-0,356
-0,023
-0,174
-0,074
P
0,792
0,481
0,053
0,904
0,358
0,697
Rs
1,000
-.413*
-0,161
-0,010
-0,227
0,110
P
0,023
0,395
0,956
0,227
0,564
Rs
1,000
0,286
0,018
0,333
-0,271
P
0,126
0,923
0,072
0,147
Rs
1,000
-0,074
0,000
-0,348 0,059
P
0,698
1,000
Rs
1,000
-0,233
0,151
0,216
0,426
P