STUDI PEMANFAATAN CITRA IKONOS DALAM PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN JATIROGO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
FITRIANY MADYA ASTUTY
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
STUDI PEMANFAATAN CITRA IKONOS DALAM PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN JATIROGO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh: FITRIANY MADYA ASTUTY E14104002
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
3
FITRIANY MADYA ASTUTY. E14104002. Studi Pemanfaatan Citra IKONOS dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS dan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. RINGKASAN Pengaturan hasil hutan menjadi satu kegiatan penting yang harus diutamakan dalam pengelolaan hutan untuk dapat menjamin kelestarian hasil. Selama penyusunan pengaturan hasil hutan, menjadi satu keharusan untuk mendapatkan besarnya standing stock yang realistis (up-todate) dari kawasan hutan yang dikelola. Saat ini kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani mengalami gangguan hutan, penebangan liar, kebakaran hutan, alih guna kawasan hutan, dan lain sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan total standing stock menurun secara signifikan. Dalam kondisi ini jika besarnya jatah tebangan tidak dikoreksi, maka dapat menyebabkan penebangan yang berlebihan. Saat ini teknologi penginderaan jauh dapat menjadi salah satu alternatif cara untuk mendapatkan informasi yang akurat dan lengkap dalam waktu yang cepat. Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk menyediakan informasi standing stock yang dapat dipercaya. IKONOS adalah salah satu satelit sumber daya alam dengan resolusi spasial tinggi, dimana IKONOS cocok untuk aplikasi yang meminta tingkat detail dan akurasi yang tinggi. Dalam pemanfaatan teknologi penginderaan jauh ini, koreksi dari data yang berasal dari inventarisasi terestris dapat digunakan untuk menduga besarnya standing stock dengan lebih baik. Pada akhirnya, hal ini dapat digunakan untuk memperbaiki pengaturan hasil hutan di Perhutani. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan citra satelit IKONOS dalam menentukan besarnya jatah tebangan baik volume tebangan maupun luas tebangan berdasarkan informasi yang berasal dari citra IKONOS. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah citra IKONOS perekaman tahun 2006, data peta digital, hasil inventarisasi tegakan, dan data Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH). Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2008, di Bagian Hutan Bancar Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Alat yang digunakan adalah komputer yang dilengkapi software Erdas Imagine 9.1, Arc View 3.2, dan Stella Research 8. Model pengaturan hasil hutan yang disusun pada penelitian ini terdiri atas tiga buah sub model yaitu sub model dinamika luas tegakan, sub model dinamika jumlah pohon dalam tegakan, dan sub model pengaturan hasil. Dari hasil penelitian didapatkan besarnya etat volume tahun 2006 sebesar 4448 m3 dan etat luas 49,18 ha. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari citra IKONOS, besarnya etat volume adalah 4390,28 m3, sedangkan besarnya etat luas adalah 43,06 ha. Berdasarkan. Etat luas yang diperoleh berdasarkan informasi IKONOS yaitu 6,12 hektar lebih kecil dari etat luas yang diperoleh dengan metode statis atau sebesar 57,72 m3 . Kata kunci : penginderaan jauh, citra IKONOS, pengaturan hasil hutan, standing stock, Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan.
4
FITRIANY MADYA ASTUTY. E14104002. Study on the use of IKONOS Image for Regulating Forest Yield in Jatirogo Forest District Administration, Perum Perhutani Unit II East Java. Under supervision of Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS and Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. SUMMARY Forest yield regulation had been a main activity that should be performed prior to forest management for preserving sustained yield. During establishment of yield regulation, there is a need to get a realistic (up-to-date) standing stock from the forest area being managed. Now, the forest area managed by Perum Perhutani are suffering from forest encroachment, illegal cutting, forest fire, forest conversion, etc. These may cause that the total standing stock decrease significantly. In this condition, if the allowable cut does not be corrected, then it could be overcutting. Nowadays, remote sensing technology can be one alternatif way to get accurate and complete information quickly. It can be used to provide a reliable standing stock information. IKONOS is one of natural resources satellite with high spatial resolution which is suitable for detailed and accurate application. Using this remote sensing technology, a correction of data derived from terrestrial inventory can be made providing better standing stock estimation. Finally, it can be used to revise forest yield regulation in Perhutani. The objectives of this study are to use IKONOS image for determining sum both the volume and acreages of allowable cut based on IKONOS image information. To support the study, the data used include IKONOS image that acquared in 2006, thematic digital data, forest inventaritation report, and data of Sustainable Forest Regulation Plan. The study was performed during Juny 2008 in Bancar Forest Division, Jatirogo Forest District Administration Perum Perhutani Unit II East Java. The hardware is personal computer and softwares are Erdas Imagine 9.1, Arc View 3.2, and Stella Research 8. Forest yield regulation model performed in this study consisted of three sub-models i.e (1) dynamic of standing extensive sub-model, (2) number of tree dynamic sub-model and (3) yield regulation sub-model. The study shows that allowable cut in 2006 are 4448 cubic and 49,18 hectare. Based on the information derived from IKONOS, the allowable cut for volume is 4390,28 cubic while the allowable for acreages is 43,06 hectare. The IKONOS based acreages are 6,12 hectare lesser than those obtained from static regulation, or approximately 57,72 cubic. Keywords : remote sensing, IKONOS image, forest yield regulation, standing stock, Sustainable Forest Regulation Plan.
5
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Studi Pemanfaatan Citra IKONOS dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” adalah benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009 Penulis
Fitriany Madya Astuty NRP E 14104002
6
Judul
:
Studi Pemanfaatan
Citra
Penyusunan Model
Pengaturan
IKONOS dalam Hasil
Hutan
di Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Nama Mahasiswa
:
Fitriany Madya Astuty
NRP
:
E 14104002
Departemen
:
Manajemen Hutan
Fakultas
:
Kehutanan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr
NIP 131 578 798
NIP 131 578 785
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP 131 578 788
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 04 Oktober 1987. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, putri dari pasangan Ayahanda M. Daaming Ali (Alm) dan Ibunda tercinta Siti Farikha. Pendidikan formal penulis dimulai dari tingkat sekolah dasar dari tahun 1992-1998 di Sekolah Dasar Negeri Kalilangkap, dilanjutkan
I
pada Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama di SLTP Negeri I Bumiayu hingga tahun 2001. Penulis menempuh pendidikan tingkat Sekolah Menengah Umum dari tahun 2001 hingga 2004 di SMU Negeri I Bumiayu. Pada tahun 2004, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis memilih minat studi di Laboratorium Biometrika Hutan Bagian Perencanaan Hutan . Semasa mengikuti perkuliahan Penulis mengikuti beberapa organisasi di antaranya sebagai anggota Human Resources Departement International Forestry Student Assosiation (HRD IFSA LC IPB), anggota Kemahasiswaan dan Kesejahteraan Sosial Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan, anggota Dewan Keputrian DKM Ibadurrahman, serta Anggota Bimbingan Remaja dan Anak-Anak Institut Pertanian Bogor (BIRENA IPB). Kegiatan praktek yang pernah dilaksanakan oleh Penulis adalah Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, serta Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang di KPH Ciamis Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan , Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Studi Pemanfaatan Citra IKONOS dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS dan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.
i
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di bidang Manajemen Hutan dengan judul ” Studi Pemanfaatan Citra IKONOS dalam Penyusunan Model Pengaturan
Hasil
Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1.
Orang tua, adik-adikku, beserta keluarga besar yang senantiasa memberikan doa, semangat, dan pengorbanan yang tak ternilai untuk Penulis.
2.
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS dan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan positif kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini.
3.
Ir. Dones Rinaldi M. ScF dan Ibu Arinana S. Hut, M. Si selaku penguji yang telah memberikan masukan kepada Penulis.
4.
Ir. Lukman Hakim selaku Administratur KPH Jatirogo dan seluruh staf KPH Jatirogo yang telah membantu pelaksanaan penelitian Penulis.
5.
Teman-teman di Fakultas Kehutanan, terutama teman-teman Manajemen Hutan Angkatan 41 yang telah memberikan motivasi dan indahnya persahabatan kepada Penulis selama Penulis mengenyam bangku kuliah. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2009
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................ i DAFTAR ISI.............................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR................................................................................ iv DAFTAR TABEL ..................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vi I. PENDAHULUAN................................................................................ 1 A. Latar Belakang.............................................................................. 1 B. Tujuan ............................................................................................ 4 C. Manfaat .......................................................................................... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5 A. Pengaturan Hasil Hutan ............................................................... 5 B. Model dan Simulasi ...................................................................... 5 C. Penginderaan Jauh ........................................................................ 6 D. Citra IKONOS .............................................................................. 8 III. METODE PENELITIAN ................................................................ 10 A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 10 B. Data ............................................................................................. 10 C. Perangkat Keras (Hardware) dan Perangkat Lunak (Software) . 10 D. Prosedur Penelitian ..................................................................... 10 D.1. Pengolahan Data Citra……………………………………10 D.2. Penyusunan Model Perhitungan Etat.................................22 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................... 27 A. Letak Geografi dan Luas ............................................................. 27 B. Tanah dan Geologi ...................................................................... 27 C. Iklim ............................................................................................ 27 D. Pembagian Wilayah Kerja........................................................... 28 E. Penggunaan Lahan di Sekitar / Bersebelahan dengan Hutan ...... 28 F. Mata Pencaharian Masyarakat ..................................................... 29
iii
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 30 A. Spesifikasi Model........................................................................ 36 B. Evaluasi Model............................................................................ 36 C. Aplikasi Model Perhitungan Etat ................................................ 37 VI. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 39 A. Kesimpulan ................................................................................. 39 B. Saran ............................................................................................ 39 VII. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 40 LAMPIRAN............................................................................................. 42
iv
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1.
Hubungan Antar Sub Model ................................................................. 4
2.
Satelit IKONOS .................................................................................... 8
3.
Sebaran Ground Control Point (GCP) pada Citra IKONOS .............. 11
4.
Citra IKONOS Bagian Hutan Bancar ................................................ 12
5.
Peta Tutupan Lahan Bagian Hutan Bancar ........................................ 14
6.
Lingkaran untuk penaksiran persentase penutupan tajuk................... 19
7.
Sub Model Dinamika Luas Tegakan.................................................. 23
8.
Sub Model Dinamika Jumlah Pohon Tegakan................................... 24
9.
Sub Model Pengaturan Hasil Hutan................................................... 25
10.
Diagram Alir Pengolahan Citra.......................................................... 26
11.
Diagram Alir Penyusunan Model Perhitungan Etat........................... 26
12.
Tutupan Hutan Bancar Hasil Digitasi Citra ....................................... 32
13.
Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C1D1 ......................................... 32
14.
Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C2D1 ......................................... 33
15.
Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C3D1 ......................................... 33
16.
Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C4D1 .......................................... 34
17.
Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C2D2 .......................................... 34
18.
Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C3D2 .......................................... 35
19.
Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C4D2 .......................................... 35
v
DAFTAR TABEL No 1.
Halaman Model Penduga Volume Tegakan Hutan Jati menggunakan Peubah Potret Udara.............................................................................. 7
2.
Spesifikasi Satelit IKONOS.................................................................. 9
3.
Definisi Tutupan Lahan Bagian Hutan Bancar ................................... 13
4.
Luas Penutupan Lahan Bagian Hutan Bancar Hasil Digitasi Citra ... 14
5.
Tampilan Tutupan Lahan Citra IKONOS Bancar.............................. 15
6.
Contoh Kelas Kerapatan Tajuk pada Citra IKONOS ........................ 20
7.
Analisis Ragam untuk Regresi Sederhana .......................................... 21
8.
Pembagian Wilayah Kerja KPH Jatirogo............................................ 28
9.
Penggunaan lahan masyarakat di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo ............................................................................. 28
10.
Mata pencaharian masyarakat di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo ...................................................................................... 29
11.
Nilai Korelasi Antar Peubah ............................................................... 30
12.
Persamaan Regresi Tiap Kelas Umur ................................................. 31
13.
Hasil Evaluasi Model .......................................................................... 36
14.
Aplikasi Model Perhitungan Etat ........................................................ 37
vi
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1.
Hasil Pemilihan Ground Control Point (GCP) Pada Koreksi Geometrik ..................................................................... 43
2.
Data Penyusun Persamaan Penduga Potensi....................................... 44
3.
Analisis Ragam dari Peubah Diameter Tajuk di Citra ........................ 47
4.
Penyusunan Model Persamaan Penduga Potensi ................................ 48
5.
Hasil Pengujian Persamaan Penduga Potensi ..................................... 49
6.
Hasil Pendugaan Potensi melalui Citra ............................................... 50
7.
Equation dalam penyusunan model pengaturan hasil hutan (STATIS) ............................................................................................ 51
8.
Equation dalam penyusunan model pengaturan hasil hutan (CITRA) .............................................................................................. 54
1
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Perhutani sebagai pihak pengelola hutan negara di Pulau Jawa melakukan
perhitungan pengaturan hasil untuk mendapatkan hasil tebangan kayu yang lestari setiap tahun. Besarnya jatah tebangan atau sering disebut dengan etat, baik menurut volume tebangan maupun luas tebangan, ditetapkan pada awal penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang berlaku untuk waktu 10 tahun bagi tanaman yang memiliki daur panjang dan 5 tahun untuk tanaman jangka pendek dan menengah. Hutan yang dikelola memiliki faktor pengganggu baik yang berasal dari alam (bencana alam) maupun oleh manusia (pencurian, pembakaran), yang dapat menyebabkan kondisi hutan menjauhi normal. Menurut Hanggumantoro (2007), berbagai gangguan atas keamanan hutan jati dapat disebabkan oleh manusia dan alam yang akan menurunkan kualitas kayu jati dan mempengaruhi produktivitas dari suatu tegakan jati. Hal ini dibuktikan dengan luas hutan produktif KPH Jatirogo dari tahun ke tahun yang cenderung menurun (Perum Perhutani 2008). Penurunan luas hutan produktif KPH Jatirogo pada jangka 1988-1997, jangka 1998-2007, dan jangka 2008-2017 berturut-turut adalah sebesar 8,79% (1406,9 ha), 17,54% (2558,9 ha), dan 6,68% (804,4 ha) dibandingkan dengan luas produktif pada jangka sebelumnya. Penurunan potensi tegakan hutan terjadi sebagai akibat adanya gangguan hutan berupa pencurian kayu, penggembalaan ternak, kebakaran hutan, bencana alam, dan kegagalan tanaman. Proporsi pertumbuhan tegakan yang tidak normal karena berbagai gangguan dan perubahan yang sangat cepat pada standing stock menyebabkan metode pengaturan hasil dengan volume tetap dalam satu jangka (metode statis), seperti yang selama ini dilakukan Perhutani menjadi kurang layak diterapkan. Metode pengaturan hasil dalam satu jangka tanpa pertimbangan inventarisasi sela dapat menyebabkan eksploitasi hutan secara berlebihan melampaui kemampuan pertumbuhan hutan (Humaedy 2005).
2
Selama ini penentuan besarnya etat menggunakan data yang diperoleh tidak setiap tahun karena kendala luasan dan biaya yang besar serta waktu yang lama. Hal ini menghasilkan perhitungan etat yang statis dan tidak sesuai dengan kondisi persediaan tegakan aktual. Saat ini, teknologi penginderaan jauh sudah berkembang pesat. Citra satelit dapat menghasilkan informasi mengenai perubahan lahan dari waktu ke waktu secara lengkap, cepat, akurat, dan biaya yang relatif murah (Jaya 2006), sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas interpretasi tegakan (standing stock) aktual. Humaedy (2005) telah melakukan penelitian tentang pemanfaatan citra Landsat ETM+ dalam penyusunan model pengaturan hasil hutan di HPHTI PT Musi Hutan Persada Provinsi Sumatera Selatan. Besarnya etat volume dan etat luas pada tahun 2003 yang diperoleh dari pemanfaatan citra satelit Landsat TM di HPHTI PT Musi Hutan Persada sebesar 1.961.639,22 m3/th dan 7.391,24 ha/th, sedangkan etat statis yang digunakan oleh perusahaan pada tahun 2003 adalah 2.548.839,89 m3/th dan 9.211,71 ha/th. Etat yang dihasilkan dari informasi citra Landsat lebih kecil dari yang digunakan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan dengan memanfaatkan citra dapat diperoleh potensi tegakan sesuai kenyataan di lapangan, dimana terjadi perubahan / gangguan yang menyebabkan menurunnya potensi tegakan. Salah satu jenis citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi adalah citra IKONOS yaitu 4 meter multispektral (XS) dan 1 meter pankromatik (PAN), sehingga citra IKONOS cocok untuk aplikasi yang meminta tingkat detail dan akurasi yang tinggi. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh tersebut dapat digunakan untuk mengoreksi inventarisasi secara terestris guna meningkatkan kualitas perhitungan standing stock yang akhirnya dapat digunakan sebagai perbaikan atas pengaturan hasil yang dilakukan oleh Perhutani. Saat ini KPH Jatirogo telah memiliki citra resolusi tinggi yaitu citra IKONOS, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengkaji etat yang digunakan pada tahun 2006 sesuai tahun perekaman citra. Untuk itu diperlukan penelitian guna mengkaji penggunaan etat yang telah ditetapkan oleh KPH Jatirogo sehingga dihasilkan etat yang lebih dinamis dan menjamin kelestarian hutan jati KPH Jatirogo.
3
Berkaitan dengan perubahan pada standing stock dalam jangka waktu yang cepat akibat berbagai gangguan, maka citra IKONOS digunakan untuk mendapatkan informasi perubahan tutupan lahan dan untuk menaksir potensi standing stock tahun 2006 sesuai waktu perekaman citra. Dari hasil digitasi citra IKONOS perekaman tahun 2006, maka akan diperoleh luasan tegakan jati pada berbagai kelas umur. Data luasan tersebut digunakan untuk menyusun model perhitungan etat guna mengetahui berapa besar jatah tebangan yang seharusnya diambil pada tahun 2006 sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Pentingnya penelitian ini adalah untuk menentukan besarnya jatah tebangan dengan menggunakan informasi citra satelit dan membandingkan dengan metode pengaturan hasil yang dilakukan secara konvensional / statis. Pengaturan hasil tersebut disesuaikan dengan kondisi potensi hutan tanaman jati di Bagian Hutan Bancar wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo yang berubah setiap tahunnya baik dalam hal luasan maupun jumlah pohon dalam tegakannya. Informasi tentang perubahan luas tegakan dapat diperoleh secara lengkap, cepat, dan akurat dengan menggunakan data citra satelit, terutama citra IKONOS yang memiliki resolusi spasial yang tinggi. Masalah yang dikaji dalam tulisan ini dibatasi pada hal-hal yang terkait dengan pengaturan hasil hutan tanaman jati di Bagian Hutan Bancar wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penentuan besarnya etat sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan tegakan. Dinamika dalam pertumbuhan tegakan dapat dilihat dari dinamika luas tegakan dan dinamika jumlah pohon tegakan . Pada pengusahaan tanaman yang sudah intensif, data dan informasi kedua komponen tersebut dapat diketahui, sehingga dinamika yang terjadi dalam tegakan hutan dapat disederhanakan ke dalam model. Model yang disusun dititikberatkan pada variabel-variabel yang berkenaan langsung dalam penentuan besarnya etat, yaitu persediaan tegakan (standing stock) yang dilihat dari kondisi luas penutupan hutan dan volume aktual hutan tanaman yang didekati dengan jumlah pohon dalam tegakan. Konseptualisasi model dilakukan dengan membuat diagram yang menggambarkan hubungan antara variabel yang terkait dalam pengaturan hasil hutan. Model terdiri dari tiga
4
sub model yaitu sub model dinamika luas tegakan, sub model dinamika jumlah pohon tegakan, dan sub model pengaturan hasil (Gambar 1) Pengaturan Hasil
Dinamika Jumlah Pohon Tegakan
Dinamika Luas
Gambar 1 Hubungan Antar Sub Model Sub model dinamika luas tegakan,
sub model dinamika jumlah pohon
tegakan, dan sub model pengaturan hasil disusun untuk menggambarkan dinamika yang terjadi dalam tegakan akibat pertumbuhan dan perkembangan hutan karena adanya pengelolaan hutan. Data yang digunakan untuk menyusun model menggunakan data perusahaan, sehingga diperoleh etat statis pada tahun 2006 seperti yang digunakan oleh perusahaan. Hasil perhitungan tersebut dibandingkan dengan hasil perhitungan etat dengan memasukkan informasi yang berasal dari citra IKONOS tahun 2006, sehingga didapatkan perhitungan etat sesuai kondisi standing stock di lapangan.
B.
Tujuan Tujuan penelitian adalah untuk menentukan besarnya jatah tebangan (etat)
secara dinamis menggunakan pendekatan teknologi citra satelit resolusi tinggi, IKONOS.
C.
Manfaat
1.
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak Perhutani untuk melakukan pengaturan hasil hutan dengan memanfaatkan teknologi citra satelit resolusi tinggi.
2.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti dan praktisi kehutanan (KPH Jatirogo) dalam rangka pemanfaatan teknologi penginderaan jauh.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Pengaturan Hasil Hutan Pengaturan hasil hutan adalah penentuan kayu dan produksi lainnya dalam
preskripsi rencana pengelolaan, termasuk di mana, kapan, dan bagaimana hasil seharusnya diekstraksi (FAO 1998). Untuk mencapai kelestarian, sistem pengaturan hasil hutan harus menetapkan intensitas pemanenan, interval waktu pemanenan, dan besarnya pemanenan (Seydack 1995). Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 143/Kpts/Dj/I/1974, pengaturan hasil hutan yang diterapkan oleh Perhutani didasarkan atas metode kombinasi luas area dan massa kayu. Humaedy (2005) melakukan penelitian pengaturan hasil hutan di HPHTI PT Musi Hutan Persada dengan memanfaatkan citra satelit Landsat TM. Dari citra diperoleh informasi luas area dan digunakan untuk menghitung potensi tegakan. Etat yang diperoleh sesuai dengan kondisi aktual lapangan yang terekam pada citra dan besarnya lebih kecil dari etat yang ditetapkan perusahaan.
B.
Model dan Simulasi Model menurut Grant et all (1997) adalah sebuah abstraksi dari kenyataan.
Model sering dipakai sebagai wahana untuk belajar memahami struktur dan perilaku dari sumberdaya alam. Triono (2002) melakukan penelitian penyusunan model simulasi pengaturan hasil kelas perusahaan Pinus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode pengaturan hasil secara dinamis lebih baik dalam hal besarnya etat massa, dibanding metode statis. Munandar (2005), melakukan penelitian penyusunan model pengaturan hasil kelas perusahaan jati yang mempertimbangkan aspek gangguan berupa pencurian di KPH Cepu. Hasil penelitian menunjukkan metode Burn (statis) dalam pengaturan hasil hutan di KPH Cepu memiliki prospek kelestarian yang rendah karena tidak mampu merespon penurunan potensi akibat pencurian pohon.
6
Penggunaan etat volume dinamis lebih disukai karena mampu merespon penurunan potensi tegakan akibat pencurian kayu. Irhamna (2006) menyebutkan bahwa tingkat konsumsi kayu mempengaruhi produksi kayu (etat volume) di KPH Cepu, Blora, dan Randublatung. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan hasil hutan harus memperhatikan aspek-aspek yang dapat menyebabkan perubahan pada tegakan.
C.
Penginderaan Jauh Sarana penginderaan jauh digunakan dalam bidang kehutanan karena
memiliki kelebihan, di antaranya adalah: 1.
Mampu memberikan data yang unik yang tidak dapat diberikan oleh sarana lain.
2.
Mempermudah pekerjaan lapangan.
3.
Mampu memberikan data yang lengkap dalam waktu relatif singkat dan biaya yang relatif murah. Secara garis besar, peranan penginderaan jauh di bidang kehutanan antara
lain adalah sebagai berikut: 1.
Dapat digunakan untuk kegiatan pemetaan hutan, baik untuk membuat peta dasar maupun peta tematik.
2.
Dapat digunakan untuk kegiatan inventarisasi hutan, baik teknik pengambilan contoh bertingkat (multi-stage sampling) maupun teknik pengambilan contoh berganda (double sampling).
3.
Dapat digunakan dalam kegiatan manajemen hutan, seperti penataan hutan dan pembukaan wilayah hutan untuk menentukan bagian-bagian hutan brdasrkan kondisi topografi wilayah. Untuk kegiatan monitoring skala regional dan global, data satelit adalah sarana yang sangat potensial misalnya untuk monitoring reforestasi, monitoring deforestasi, monitoring kebakaran hutan dan laju perladangan berpindah.
7
Tabel 1 menunjukkan beberapa penelitian pendugaan potensi dengan menggunakan sarana penginderaan jauh. Tabel 1 Model Penduga Volume Tegakan Hutan Jati Menggunakan Potret Udara No
Lokasi
Persamaan regresi dan koefisien determinasi
1.
Cikampek, Purwakarta (Suar 1993)
V=-10,2+0.169N+8,2D (R2 =53,8%)
2.
Jawa Timur [Madiun, Nganjuk, dan Jombang; Hardjoprajitno, dkk (1996a), dan Hardjoprajitno, dkk(1996)]
Bonita ≤ 3 Ln V=-1,65+0.798 Ln C+ 1,58 Ln D (R2 =74,5%) Bonita ≥4 Ln V=-0,713+1,206 Ln C+ 0,219 Ln D(R2 =64,9%)
3.
KPH Jombang (Effendi 1998) Sumber : (Jaya 2006)
V=0,0013182 C0,989 D2,5 (R2 =85,9%)
Santoso (2008) melakukan penelitian pendugaan potensi tegakan di hutan lahan kering di Kabupaten Bengkulu Utara dan Bengkulu Selatan menggunakan citra SPOT 5 Supermode dan Quickbird. Dugaan rata-rata potensi tegakan yang diperoleh dengan teknik double sampling adalah sebesar 221,27 m3/ha, dengan kesalahan penarikan contoh sebesar 9,78%. Anwar (2008) melakukan penelitian mengenai pendugaan potensi tegakan hutan lahan kering dengan meggunakan citra resolusi tinggi di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Volume tegakan yang diperoleh dari citra tidak berbeda nyata dengan volume lapangan dengan efisiensi relatif sebesar 234,79%. Humaedy (2005) mendapatkan besarnya etat volume dan etat luas pada tahun 2003 yang diperoleh dari pemanfaatan citra satelit Landsat TM di HPHTI PT Musi Hutan Persada sebesar 1.961.639,22 m3/th dan 7.391,24 ha/th, lebih kecil dibanding etat statis yang digunakan oleh perusahaan yaitu 2.548.839,89 m3/th dan 9.211,71 ha/th. Perbedaan yang cukup besar dalam penentuan jatah tebangan terjadi karena dengan pemanfaatan informasi citra Landsat dapat diketahui kondisi aktual tegakan di lapangan, sehingga overcutting dapat dihindari dan kelestarian tegakan dapat terjaga.
8
D.
Citra IKONOS IKONOS adalah citra satelit resolusi tinggi yang diluncurkan tanggal 24
September 1999. Satelit ini merupakan satelit sipil pertama yang menggunakan sensor dengan resolusi spasial tinggi, yaitu 4 meter multispektral (XS) dan 1 meter pankromatik (PAN). Pada Gambar 2 disajikan gambar satelit IKONOS.
Gambar 2 Satelit IKONOS (Space-imaging 2000) Citra IKONOS cocok untuk aplikasi yang meminta tingkat detail dan akurasi yang tinggi seperti monitoring pertanian, pengelolaan dan perencanaan pemukiman. Kamera satelit dapat membedakan obyek-obyek pada permukaan bumi hingga ukuran 1 mx 1 m, tetapi tidak dapat melihat individu manusia. Satelit IKONOS
dilengkapi
dengan
Star
trackers
dan
Onboard
GPS,
yang
memungkinkan untuk mendapatkan citra dengan akurasi posisi yang sangat tinggi (Zaitunah 2005). Citra IKONOS memiliki kelebihan di antaranya adalah dapat mengukur peubah-peubah pohon seperti kerapatan tajuk (Visible Crown Closure) dan diameter tajuk (Visible Crown Diameter) yang dapat digunakan untuk menyusun tabel volume pohon (tree areal volume table). Berdasarkan penelitian Saputri (2005) di Kabupaten Bogor, kelebihan citra IKONOS pankromatik adalah jangkauannya yang luas dalam mendeteksi vegetasi, sedangkan kekurangannya adalah adanya obyek-obyek yang buram, seperti semak belukar dengan padang rumput karena ketidakjelasan bayangan vegetasi dimana rona dan bentuknya kadang kelihatan hampir sama, sehingga susah untuk membedakan obyek yang satu dengan yang lain. Citra IKONOS telah digunakan untuk pembuatan peta tematik dari suatu wilayah dengan sangat detail. Salah satu unsur yang digambarkan dalam peta tematik tersebut adalah unsur tumbuhan seperti sawah, kebun / perkebunan, hutan, semak belukar, ladang, tanah kosong, dan lahan reklamasi. Pada Tabel 2 disajikan spesifikasi satelit IKONOS.
9
Tabel 2 Spesifikasi Satelit IKONOS Deskripsi Waktu Peluncuran
Informasi 24 September 1999 (11:21:08 am PDT)
Lokasi Peluncuran Resolusi
Vandenberg Air Force Base, California Pankromatik (PAN) : 1 meter Multispektral (XS) : 4 meter
Respon Spektral Citra
Pankromatik : 0,45-0,90 mikron Multispektral : Band 1 : Biru 0,45-0,52 mikron Band 2 : Hijau 0,52-0,60 mikron Band 3 : Merah 0,63-0,69 mikron Band 4 : Inframerah dekat 0,76-0,90 mikron
Lebar Swath dan Ukuran Scene
Lebar Swath : 13 km pada nadir Area of Interest : Citra tunggal 13 km x13 km
Ketinggian (Altitude)
432 mil / 681 km
Inklinasi (Inclination)
98,1º
Kecepatan
4 mil per detik (7 kilometer per detik)
Descending Nodal Crossing Time
10:30 am
Revisit Frequency
2,9 hari pada resolusi 1 meter. 1,5 hari pada resolusi 1,5 meter. Nilai tersebut untuk target pada lintang 40º. Waktu revisit lebih sering untuk lintang yang lebih tinggi dan jarak untuk lintang dekat katulistiwa.
Waktu dan Tipe Orbit Sumber : (Pike and Brown 1999)
98 menit, sun-synchronous
Dari data citra IKONOS dapat dibuat peta dengan skala maksimal 1:5000 yang dapat memberikan informasi spasial yang rinci seperti jenis penggunaan data faktual dan jenis bangunan berdasar penggunaannya. Data satelit IKONOS juga sudah dimanfaatkan untuk pemetaan batas areal dan penggunaan lahan untuk lokasi kilang minyak di Pare-pare. Hal tersebut didasari karena data IKONOS dengan resolusi spasial 1 m x 1 m dapat dianggap memiliki ketelitian faktual mendekati 100% (mampu menampilkan jenis-jenis obyek yang terdapat di dalamnya secara jelas sesuai kondisi sebenarnya), serta memiliki kesalahan perhitungan luas area yang relatif kecil karena kemampuan spasialnya yang tinggi (Lapan 2006).
10
BAB III METODE PENELITIAN A.
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 bertempat di Bagian Hutan
Bancar Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo di bawah pengelolaan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
B.
Data Data yang digunakan selama penelitian meliputi:
1.
Citra IKONOS Bagian Hutan Bancar perekaman tanggal 9 Oktober 2006.
2.
Peta Kelas Hutan wilayah Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo.
3.
Hasil inventarisasi tegakan tahun 2007.
4.
Data Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) jangka 1979-1988, jangka 1988-1998, jangka 1998-2007, dan jangka 2008-2017.
C.
Perangkat Keras (Hardware) dan Perangkat Lunak (Software) Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer
dengan perangkat lunak meliputi: 1.
Arc View 3.2 dan ERDAS Imagine 9.1 untuk pengolahan dan analisis data citra dan data spasial geografis,
2.
Stella Research 8 dan Microsoft Excel untuk pembuatan model perhitungan etat hasil hutan.
D.
Prosedur Penelitian
1.
Pengolahan Data Citra
1.1
Koreksi Geometrik Koreksi geometrik dilakukan untuk memudahkan fusi citra dengan sumber
data lain agar tidak mengalami distorsi ukuran luas, dan memungkinkan dilakukan perbandingan piksel demi piksel (Jaya 2007). Koreksi geometrik dapat dilakukan dengan rektifikasi citra ke citra (image to image rectification) maupun dari peta ke
11
citra (map to image rectification). Koreksi dilakukan dengan membuat titik kontrol lapangan (Ground Control Point / GCP) yang merata di seluruh areal citra. Titik GCP yang dipilih umumnya berupa obyek yang relatif tidak berubah dalam kurun waktu lama (misal persimpangan jalan). Ukuran dalam menilai poses koreksi adalah nilai Root Mean Square Errors (RMSE), yang mencerminkan keakuratan persamaan transformasi. RMSE dianjurkan tidak melebihi 0,5 piksel dan dinyatakan dalam rumus berikut: RMSE =
( p'− p )2 + (l '−l )2
dimana : p’ = koordinat estimasi kolom l’ = koordinat estimasi baris
p = koordinat asli kolom l = koordinat asli baris
Ground Control Point (GCP) yang dipilih pada citra IKONOS KPH Jatirogo tahun 2006 sebanyak 27 buah dan tersebar secara merata pada citra (Gambar 3). Nilai RMSE hasil pemilihan titik kontrol citra IKONOS tahun 2006 berada di bawah anjuran yang ditentukan (< 0,5 piksel) yaitu sebesar 0,0003. Rincian nilai RMSE disajikan pada Lampiran 1. Citra IKONOS KPH Jatirogo Kombinasi Band Red-Green-Blue Perekaman 09 Oktober 2006
Gambar 3 Sebaran Ground Control Point (GCP) pada citra IKONOS
12
2.1
Penyekatan Citra (Cropping) Penyekatan citra (Cropping) dilakukan untuk mengurangi dimensi data yang
digunakan untuk memfokuskan pada areal penelitian sehingga pemrosesan citra dapat berlangsung lebih cepat. Penyekatan citra dilakukan dengan menggunakan peta batas hutan Bagian Hutan Bancar. Hasil cropping Bagian Hutan Bancar disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Citra IKONOS Bagian Hutan Bancar 3.1
Deskripsi Penutupan lahan Deskripsi penutupan lahan diperoleh dari data hasil pengecekan lapangan
(groundcheck) dan bantuan peta kelas hutan yang digunakan sebagai kelas dalam klasifikasi citra. Luas tiap penutupan lahan dihitung dengan melakukan proses on sreen digitizing pada citra. Dari hasil digitasi terhadap citra IKONOS wilayah Bagian Hutan Bancar, dapat dibedakan menjadi beberapa obyek seperti tanaman jati Kelas Umur Muda (KU I- KU II), Kelas Umur Sedang (KU III- KU IV), Kelas Umur Tua (KU V-up), Tanah Kosong, Tanaman Jati Bertumbuhkan Kurang (TJBK), Enclave, Tanaman Jenis Kayu Lain (TJKL), dan Areal Tak Produktif untuk jati. Pada Tabel 3 disajikan definisi masing-masing tutupan lahan di Bagian Hutan Bancar.
13
Tabel 3 Definisi Tutupan Lahan Bagian Hutan Bancar No. Tutupan lahan Definisi 1. Kelas Umur (KU) Hutan tanaman jati produktif dengan kerapatan bidang dasar (KBD) minimal 0,6 dimana masing-masing kelas umur meliputi 10 tahun. 2.
Miskin Riap (MR)
Hutan jati yang berdasarkan keadaannya tidak memuaskan yaitu tidak ada harapan memiliki riap yang cukup (KBD 0,3-0,5).
3.
Tanah Kosong (TK)
Lapangan yang gundul dan dianggap akan memberi permudaan yang berhasil baik setelah ditanami jati juga termasuk lahan produktif yang belum ditanami dan tanah kosong yang terjadi karena kegagalan tanaman.
4.
Tanaman (TKL)
5.
Tanaman Jati bertumbuhkan (TJBK)
6.
Hutan Lindung (HL)
Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah yang ditunjuk dengan surat keputusan pemerintah.
7.
Lapangan dengan Tujuan Istimewa (Ldti)
Lapangan yang telah diberi tujuan istimewa sehingga tidak disediakan untuk menghasilkan kayu secara teratur (waduk, rawa, mata air, kuburan, dll).
8.
Enclave
Lapangan yang digunakan bukan untuk produksi jati (pertanian, pemukiman) di kawasan hutan jati.
Kayu
Lain Tanaman kayu lain yang dibuat pada tempattempat dimana jati dapat tumbuh. Tanaman jati yang sebagian besar rusak Kurang (volume 6-25 m3/ha) dengan kerapatan bidang dasar 0,05-0,3.
Sumber: (Perum Perhutani 1974) Proses on screen digitizing dilakukan berdasarkan penampakan obyek pada citra serta dengan menggunakan bantuan data rujukan yaitu peta kelas hutan wilayah Bagian Hutan Bancar dan data hasil inventarisasi tegakan. Dari hasil
14
digitasi diperoleh Kelas Umur I memiliki pesentase luas tertinggi yaitu seluas 1.908,29 ha (29,69 %) (Tabel 4). Pada Gambar 5 disajikan peta tutupan lahan Bagian Hutan Bancar hasil proses digitasi dan pada Tabel 5 disajikan tampilan tutupan lahan di citra IKONOS serta di lapangan. Tabel 4 Luas Penutupan Lahan Bagian Hutan Bancar Hasil Digitasi Citra Penutupan Lahan KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII Miskin riap Tanah Kosong Tanaman Kayu Lain (TKL) Tanaman Jati Bertumbuhkan Kurang (TJBK) Hutan Lindung Lahan dengan Tujuan Istimewa (Ldti) Areal tak Produktif lainnya Enclave Jumlah
Luas (Ha) 1.908,29 620,06 360,49 237,48 11,31 111,97 54,79 140,54 149,21 546,35 119,63 1.538,41 13,58 215,25 208,86 190,31 6.426,53
Persentase (%) 29,69 9,65 5,61 3,70 0,18 1,74 0,85 2,19 2,32 8,50 1,86 23,94 0,21 3,35 3,25 2,96 100,00
Gambar 5 Peta Tutupan Lahan Bagian Hutan Bancar
15
Tabel 5 Tampilan Tutupan Lahan Citra IKONOS Bancar No .
Penutupan Lahan
1.
KU I
2.
KU II
3.
KU III
4.
KU IV
Tampilan Citra IKONOS
Tampilan di Lapangan
16
No .
Penutupan Lahan
5.
KU V
6.
KU VI
7.
KU VII
8.
KU VIII
Tampilan Citra IKONOS
Tampilan di Lapangan
17
No .
Penutupan Lahan
9.
MR (Miskin Riap)
10.
TK (Tanah Kosong)
11.
TKL (Tanaman Kayu Lain)
12.
TJBK (Tanaman Jati Bertumbuhkan Kurang)
Tampilan Citra IKONOS
Tampilan di Lapangan
18
No .
Penutupan Lahan
13.
HL (Hutan Lindung)
14.
Ldti (Lahan dengan Tujuan Istimewa)
15.
Enclave
Tampilan Citra IKONOS
Tampilan di Lapangan
19
4.1
Perhitungan potensi tegakan
1)
Pengambilan contoh Pengambilan contoh yang dilakukan di citra (n) untuk pendugaan potensi
tegakan sebanyak 93 plot. Contoh diambil berdasarkan keterwakilan kelas umur dan bonita (kesesuaian tempat tumbuh). Dimensi tegakan yang diukur pada citra adalah diameter rata-rata tajuk dan kerapatan tajuk dengan plot contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 ha. 2)
Pengukuran kerapatan tajuk dan diameter tajuk Pembagian kelas potensi pada citra didasarkan pada kerapatan tajuk (crown
density) dan diameter rata-rata tajuk (crown diameter). Klasifikasi kelas C dan D untuk plot contoh di Bagian Hutan Bancar disajikan pada Lampiran 2. Metode pengukuran kerapatan tajuk dengan menggunakan lingkaran berjari-jari 17,85 m (Gambar 6) yang telah dibagi menjadi 16 bagian yang sama besar, selanjutnya ditaksir persentase penutupan tajuknya dengan rumus C= n/16 x 100% dimana n adalah jumlah bagian pada lingkaran yang tertutup tajuk. Pada Tabel 6 disajikan contoh kelas kerapatan tajuk pada citra. Untuk pengukuran diameter, diambil minimal 3 pohon contoh untuk rata-rata pengukuran diameter. Penentuan klasifikasi kelas kerapatan tajuk (C) menurut Jaya (2006) yaitu: a.
C1 untuk kerapatan tajuk 10-30 %
b.
C2 untuk kerapatan tajuk 31-50 %
c.
C3 untuk kerapatan tajuk 51-70 %
d.
C4 untuk kerapatan tajuk 71-100 %
Gambar 6 Lingkaran untuk penaksiran persentase penutupan tajuk
20
Tabel 6 Contoh Kelas Kerapatan Tajuk pada Citra IKONOS No
1.
2.
Kelas C
Tampilan citra IKONOS
C1 (25%)
C2 (37,5%)
No
3.
4.
Tampilan citra
Kelas C
IKONOS
C3 (62,5%)
C4 (87,5%)
Klasifikasi untuk diameter rata-rata tajuk (D) meliputi: a.
D1 untuk diameter rata-rata tajuk < 10 m
b.
D2 untuk diameter rata-rata tajuk 10-20 m
c.
D3 untuk diameter rata-rata tajuk >20 m
3)
Penyusunan persamaan regresi Penyusunan persamaan regresi dan pemilihan parameter tegakan di citra
yang akan digunakan sebagai peubah bebas dibuat sesederhana mungkin namun memiliki ketelitian yang cukup tinggi. Pada penelitian ini, persamaan penduga potensi yang akan dikembangkan antara lain: a.
Persamaan linier
: V= a + b.C;
V= a + b.D 2
b.
Persamaan polynomial
: V= a + b1.C + b2.C ;V= a + b1.D + b2. D2
c.
Persamaan eksponensial
: V= a eb.D ;
V= a eb.C
dimana: V= volume; C= kerapatan tajuk; D= diameter tajuk
21
4)
Pemilihan persamaan terbaik Untuk mendapatkan persamaan yang akan digunakan, maka terdapat
beberapa pertimbangan antara lain: a.
Pengujian hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan terhadap model guna mengetahui keberartian
hubungan peubah pada citra (x) dengan volume di lapangan (y). Analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisis ragam. Tabel 7 Analisis Ragam untuk Regresi Sederhana Sumber keragaman Regresi
db (derajat bebas) p-1
JK (Jumlah Kuadrat) JKR=b.JHKxy
KT (Kuadrat Tengah) KTR=JKR/dbr KTS=JKS/dbs
Sisa
n-p
JKS=JKT-JKR
Total
n-1
JKT=JKy
Keterangan : p
KTR/KTS
= banyaknya parameter
n
= banyaknya plot contoh
b
= JHKxy / JKx
JKy
⎛ n ⎞ = ∑ yi − ⎜ ∑ yi ⎟ / n i =1 ⎝ i =1 ⎠
JKx
=
⎛ n ⎞ 2 x − ⎜ ∑ xi ⎟ / n ∑ i i =1 ⎝ i =1 ⎠
=
⎛ n ⎞⎛ n ⎞ xi y i − ⎜ ∑ xi ⎟⎜ ∑ y i ⎟ / n ∑ i =1 ⎝ i =1 ⎠⎝ i =1 ⎠
JHKxy
F hit
n
2
2
n
2
n
Hipotesis yang diuji adalah:
Dengan wilayah kritik:
H0: βi = 0; i =1,2,3,...,p
Fhit ≤ Ftabel : terima H0
H1: sekurang-kurangnya ada satu βi ≠ 0 Fhit > Ftabel : tolak H0 b.
Koefisien determinasi dan koefisien determinasi terkoreksi yang tinggi. Koefisien determinasi adalah ukuran dari besarnya keragaman peubah tidak
bebas yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya koefisien determinasi untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan yang dinyatakan dengan rumus:
22
R − sq =
JKR x100% JKT
dimana:
R-sq
= koefisien determinasi
JKR
= jumlah kuadrat regresi
JKT
= jumlah kuadrat total
Koefisien determinasi terkoreksi adalah koefisien determinasi yang telah dikoreksi dengan derajat bebas (db) dari JKS dan JKT-nya dengan menggunakan rumus: R − sq (adj ) =
JKS /(n − p) x100% JKT /(n − 1)
dimana;
R-sq(adj) = koefisien determinasi terkoreksi
c.
JKS
= jumlah kuadrat sisa
JKT
= jumlah kuadrat total
n
= jumlah contoh
p
= jumlah parameter
Persamaan harus sederhana dan mudah digunakan, dimana memuat sedikit
peubah bebas, mudah dalam mengukur peubah bebas, dan potensi kesalahan rendah.
2.
Penyusunan Model Perhitungan Etat
Penyusunan model perhitungan etat dilakukan dengan menggunakan software Stella Research 8, dengan tahapan: 1.2 Formulasi Model Konseptual Model konseptual menggambarkan hubungan antar komponen yang terdapat dalam model atau sistem. Penyusunan model pengaturan hasil hutan terdiri atas tiga sub model yaitu sub model dinamika luas tegakan, sub model dinamika jumlah pohon dalam tegakan, dan sub model pengaturan hasil hutan. 1) Sub Model Dinamika Luas Tegakan Sub model ini menggambarkan dinamika luas tegakan yang senantiasa berubah menurut waktu dengan adanya perubahan luas dari setiap kelas umur yang ada sebagai akibat dari kegiatan pengusahaan hutan. Model terdiri atas delapan buah state variable yang masing-masing merupakan luas setiap tanaman
23
pada kelas umur I sampai kelas umur VIII ke atas ( Luas I sampai Luas VIII up). Setiap tahun terjadi perubahan luas yang berasal dari penambahan luas tanaman baru (penanaman). Besarnya penanaman ditentukan oleh etat luas dan sisa luas produktif yang belum ditanami (luas produksi). Luas tegakan juga mengalami perubahan karena bertambahnya kelas umur tanaman (pindah I sampai pindah VIII up). Besarnya luas tanaman yang berpindah dinyatakan sebagai proporsi luas tanaman yang tidak mengalami gangguan akibat kematian atau perubahan penutupan lahan (proporsi pindah I sampai proporsi pindah VII up). Luasan tanaman yang mengalami kematian atau perubahan penutupan lahan dinyatakan dengan pengurangan luas I sampai pengurangan luas VIII up. Sub model dinamika luas tegakan disajikan pada Gambar 7. SUB MODEL DINAMIKA LUAS TEGAKAN
etat luas
LUAS I
penanaman
pengurangan luas I
LUAS III
LUAS II
pindah II
prop pindah IV
prop pindah III
prop pindah II
pindah III
pengurangan luas II
LUAS IV
pindah IV
pengurangan luas III
prop pindah VI
prop pindah V
pengurangan luas IV
pindah VI
pengurangan luas V
prop pindah VIII up
LUAS VII
LUAS VI
LUAS V
pindah V
prop pindah VII
pindah VII
pengurangan luas VI
LUAS VIII up
pindah VIII up
pengurangan luas VII pengurangan luas VIII up
luas produksi
Luas tebang V
Luas tebang VI
Luas tebang VII
Luas tebang VIII up
Gambar 7 Sub Model Dinamika Luas Tegakan 2) Sub Model Dinamika Jumlah Pohon Tegakan Sub model ini menggambarkan jumlah pohon pada setiap kelas umur tanaman (pohon I sampai pohon VIII up). Perubahan dalam jumlah pohon berasal dari sejumlah pohon yang masuk ke masing-masing state jumlah pohon pada setiap kelas umur tanaman (jumlah pohon tanam sampai upgrowth VII), yang berasal baik dari penanaman dan pertambahan umur tegakan. Selain itu juga terdapat sejumlah pohon yang keluar ( Out I sampai Out VIII up), karena adanya penebangan, kematian alami, penjarangan, maupun akibat gangguan dari pencurian. Sub model dinamika jumlah pohon tegakan disajikan pada Gambar 8.
24
SUB MODEL DINAMIKA JUMLAH POHON TEGAKAN
prop masuk II
Pohon per Ha penanaman POHON I
jml phn tanam
prop masuk IV
prop masuk III
POHON II
Upgrowth I
Out I penanaman
POHON III
Upgrowth II
Out II
POHON IV
Upgrowth III
Out III
prop masuk VI
prop masuk V
POHON V
Upgrowth IV
Out IV
prop masuk VII
POHON VII
POHON VI
Upgrowth V
Out V
Upgrowth VI
POHON VIII up
Upgrowth VII
Out VII
Out VI
Tebang pohon V
prop masuk VIII up
Tebang pohon VI
Out VIII
Tebang pohon VII
Tebang Pohon VIII up
Gambar 8 Sub Model Dinamika Jumlah Pohon Tegakan 3)
Sub Model Pengaturan Hasil Hutan Hal penting dalam model ini adalah pengaturan hasil, yaitu penentuan etat
tebangan berupa etat volume dan etat luas yang dapat dilaksanakan di Bagian Hutan Bancar berdasarkan potensi tegakan yang dimiliki. Penentuan etat volume didasarkan pada volume tegakan persediaan yang dihitung dari jumlah pohon pada masing-masing kelas umur yang dikalikan dengan volume per pohon pada masing-masing kelas umur tersebut. Etat luas diperoleh dari penjumlahan luas setiap kelas umur dibagi dengan daurnya. Sub model
ini dibuat untuk
menggambarkan pengaturan hasil dengan daur 80 tahun yang saat ini digunakan di KPH Jatirogo khususnya di Bagian Hutan Bancar. Data aktual yang dibutuhkan adalah data total luas dan total volume dari tegakan jati yang dimiliki perusahaan yang kemudian dibandingkan dengan input berupa data hasil interpretasi citra IKONOS. Sub model disajikan pada Gambar 9. 2.2 Spesifikasi Model Kuantitatif Hubungan antar komponen dalam model disusun dengan menggunakan persamaan matematik. Persamaan disusun berdasarkan data dan informasi mengenai potensi dan pertumbuhan tegakan. 3.2 Evaluasi Model Evaluasi dilakukan dengan membandingkan prediksi model dengan data dari dunia nyata. Kaidah statistik yang dapat digunakan untuk mengevaluasi model adalah Uji Khi Kuadrat (x2). Model dianggap dapat menjelaskan kondisi dunia nyata, jika keragaman pada hasil simulasi model tidak berbeda nyata dengan
25
keragaman dari sistem nyata. Persamaan Uji Khi Kuadrat (x2) yang digunakan yaitu:
X hitung = ∑ 2
(Y
− Ymod el )
2
nyata
Ynyata
dimana:Ymodel = data hasil simulasi model Ynyata
= data
dari sistem nyata
Dengan hipotesis uji:
Dengan wilayah kritik:
H0 : Ymodel = Ynyata
2 X hitung
< X2tabel
terima H0
H1 : Ymodel ≠ Ynyata
2 X hitung
> X2tabel
tolak H0
4.2 Penggunaan Model Tahapan ini dilakukan dengan menjalankan atau mengeksekusi model yang telah disusun untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ingin diselesaikan (problem solving) serta analisis dan interpretasi dari hasil simulasi.
SUB MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN
Total luas KU
POHON II
POHON III V per pohon II
V per pohon III
V per pohon I etat luas
V per pohon IV
Daur POHON I
Etat Volume
Volume II
Volume I
Volume III
POHON IV Volume IV
Total Volume Standing Stock
V per pohon V Volume VI
Volume V
V per pohon VIII up Volume VII
Volume VIII
POHON V LUAS II
Volume tebang
POHON VI
POHON VII V per pohon VII
V per pohon VI
LUAS IV
LUAS I
LUAS VIII up
POHON VIII up
LUAS III
Pohon per Ha V Sisa Vol tebang VIII
Total luas KU LUAS V
LUAS V Pohon per Ha VI
Pohon per Ha VII
Volume VIII LUAS VII
LUAS VI
Tebang Pohon VIII up
Sisa Vol tebang VII
LUAS VI Volume VII Volume VI
V per pohon V
Tebang pohon V
Tebang pohon VII
Tebang pohon VI Sisa Vol Tebang VI
Pohon per Ha VIII
V per pohon VI
V per pohon VII V per pohon VIII up
Gambar 9 Sub Model Pengaturan Hasil Hutan
LUAS VII
LUAS VIII up
26
Mulai
Citra area
Peta kelas umur
Koreksi geometrik
Penyekatan Citra (Cropping)
Klasifikasi dan digitasi citra
Citra terklasifikasi
Penyusunan model penduga potensi tegakan
ditolak Perhitungan potensi dari citra
diterima Selesai
Gambar 10 Diagram Alir Pengolahan Citra
Mulai Citra Terklasifikasi
Data potensi tegakan
Formulasi model
Spesifikasi Model ditolak Evaluasi Model
Model
Model Perhitungan Etat
Selesai
Gambar 11 Diagram Alir Penyusunan Model Perhitungan Etat
diterima
27
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.
Letak Geografis dan Luas Secara geografis atau berdasarkan garis lintang, wilayah KPH Jatirogo
terletak pada 4o50’-5o10’ BT dan 6o30’-7o10’ LS.
Kantor KPH Jatirogo
berkedudukan di Jatirogo. KPH Jatirogo dengan luas 18.763,7 Ha terdiri dari : Hutan untuk produksi kayu jati
sebesar 10.755,7 Ha,
Hutan bukan untuk
produksi sebesar 7.867,9 Ha, dan Hutan Lindung sebesar 140,1 Ha. Berdasarkan administrasi pemerintah termasuk dalam wilayah Kabupaten Tuban seluas 17.190,7 Ha (92%) dan Kabupaten Bojonegoro seluas 1.573,0 Ha (8%) tersebar dalam 9 (sembilan) wilayah kecamatan yaitu : Kenduruan, Bangilan, Senori, Singgahan, Kerek, Tambakboyo, Jatirogo, Bancar, dan Kedewan serta dikelilingi 40 desa hutan. Batas-batas KPH Jatirogo sebagai berikut : Bagian Utara
: Laut Jawa
Bagian Timur
: KPH Parengan, Tuban
Bagian Selatan : KPH Parengan Bagian Barat
B.
: KPH Kebonharjo, KPH Cepu
Tanah dan Geologi Topografi lapangan wilayah hutan KPH Jatirogo secara umum adalah datar
sampai miring, terutama bagi daerah sebelah timur laut dengan kemiringan berkisar antara 0-8% (datar), dengan kemiringan tersebut cocok dengan sistem tebang habis. Tanah-tanah di wilayah KPH Jatirogo secara umum baik untuk kelas perusahaan jati.
C.
Iklim Wilayah hutan KPH Jatirogo terletak pada daerah dengan musim hujan dan
musim kemarau yang jelas. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, tipe iklim KPH jatirogo termasuk iklim D (data curah hujan 19871996). Hal ini disebabkan oleh curah hujan sebesar 964 mm/tahun dengan jumlah
28
hari hujan sebanyak 73 hari. Oleh karena itu, KPH Jatirogo sangat tepat untuk ditetapkan sebagai kelas perusahaan jati. D.
Pembagian Wilayah Kerja KPH Jatirogo dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan, terbagi ke
dalam enam wilayah kerja BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) dan 23 RPH (Resort Pemangkuan Hutan). Pembagian wilayah kerja KPH Jatirogo disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Pembagian Wilayah Kerja KPH Jatirogo No
BKPH
RPH
1.
Bangilan
-Kebonduren
-Kejuron
-Karanggeneng
-Nglateng
2.
Bate
-Kaligede
-Guwaran
-Sukomedalem
-Bate
3.
Bahoro
-Banjarwaru
-Tawun
-Tuwiwiyan
-Bakalan
4.
Sekaran
-Bangsri
-Demit
-Sadang
-Ngijo
5.
Bancar
-Sukoharjo
-Siding
-Jatisari
-Sekaran
6.
Ngulahan
-Dikir
-Gandu
-Ngelo
Sumber : (Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan 2007) E.
Penggunaan Lahan di Sekitar / Bersebelahan dengan Hutan Tata Guna lahan tiap kecamatan di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo
meliputi sawah, tegalan, pekarangan, perkebunan, dan lain-lain (Tabel 9). Di samping itu, di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo juga terdapat laut dan hutan yang dikelola oleh KPH Parengan, Tuban, Kebonharjo, dan Cepu. Tabel 9 Penggunaan Lahan di Sekitar Hutan KPH Jatirogo Jenis penggunaan lahan (ha) No. Kecamatan sawah tegal pekarangan perkebunan lain-lain jumlah 1 Senori 2.677 808 630 - 4.115 2 Bangilan 2.616 1.153 662 5 - 4.436 3 Singahan 3.142 828 722 24 349 5.065 4 Kenduruan 1.532 2.435 461 51 4.470 5 Tambakboyo 1.556 3.212 380 - 4.479 6 Jatirogo 2.615 3.707 865 95 - 5.148 7 Bancar 3.603 5.425 812 - 7.282 8 Kerek 1.989 7.531 1.094 248 12.476 Jumlah 19.730 25.099 5.626 129 648 51.232 Sumber: (Kantor Statistik Kabupaten Tuban 2007)
29
Pada tahun 2000-2002 telah terjadi penjarahan besar-besaran di Perum Perhutani yang dilakukan oleh masyarakat terutama pada KPH Jatirogo yang notabene merupakan penghasil suplai jati yang diandalkan oleh Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
F.
Mata Pencaharian Masyarakat Pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani/buruh tani
(66.442 orang); sedangkan terendah adalah bekerja di bidang industri (4.889 orang). Mata pencaharian masyarakat di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Mata pencaharian masyarakat di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo No 1 2 3 4 5 6 7 8
Mata pencaharian (orang) Petani Pedagang Industri Buruh Pegawai Senori 10.846 569 80 509 694 Bangilan 13.759 2.891 75 380 2.771 Singahan 6.158 661 741 5.819 854 Kenduruan 7.625 95 13 124 226 Tambakboyo 2.163 908 25 80 Jatirogo 8.089 2.402 1.979 1.408 3.625 Bancar 12.940 753 1.001 228 546 Kerek 4.862 69 78 43 Jumlah 66.442 8.348 4.889 8.571 8.839 Sumber: (Kantor Statistik Kabupaten Tuban 2007) Kecamatan
Lain-lain 79 215 1.887 7 1.723 18.721 2.805 3 23.440
Jumlah 12.777 20.091 16.120 8.090 4.899 37.224 18.273 5.055 122.529
30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengukuran peubah kerapatan tajuk dan diameter rata-rata tajuk di lapangan dan di citra, maka diperoleh nilai korelasi antar peubah. Korelasi antar peubah bebas C (kerapatan tajuk) dan D (diameter rata-rata tajuk) yang diamati di lapangan dan pada citra IKONOS disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai Korelasi Antar Peubah Peubah
D-citra
C-citra
D-lap
D-citra 1 C-citra 0,4710 1 D-lap 0,9973 0,3658 1 C-lap 0,4854 0,9966 0,3821 V-lap 0,9176 0,4321 0,8675 Keterangan: nilai korelasi dihitung dengan nilai r
C-lap
V-lap
1 0,3713
1
Berdasarkan nilai korelasi di atas, dapat dilihat bahwa diameter tajuk di lapangan memiliki nilai korelasi yang tinggi dengan volume lapangan (0,8675). Antara diameter tajuk di citra dengan diameter tajuk di lapangan juga memiliki korelasi yang tinggi, sehingga peubah diameter tajuk di citra dapat digunakan sebagai peubah bebas dalam menduga potensi tegakan. Peubah diameter tajuk lebih berkorelasi dengan volume karena dalam hal ini volume dihitung per kelas umur dan kesesuaian tempat tumbuh (bonita) tanaman jati, dimana semakin tua kelas umurnya dan tempat tumbuh semakin subur, maka pohon akan semakin besar dan diameter tajuk akan semakin lebar akibat kegiatan pemeliharaan tegakan. Berbeda halnya dengan kerapatan tajuk pada tiap kelas umur yang dapat berubah karena adanya kegiatan pemeliharaan seperti penjarangan pada tegakan. Persamaan regresi kemudian disusun dengan menggunakan peubah diameter tajuk pada citra. Data yang digunakan untuk penyusunan persamaan regresi disajikan pada Lampiran 2. Volume per hektar yang diperoleh dari citra untuk tiap kelas umur (Tabel 12), digunakan untuk penghitungan etat dimana akan diperoleh jumlah tebangan yang seharusnya diambil pada tahun 2006. Persamaan
regresi
yang digunakan untuk menduga potensi / volume tiap kelas umur pada wilayah Bagian Hutan Bancar disajikan pada Tabel 12.
31
Tabel 12 Persamaan Regresi Tiap Kelas Umur KU
Persamaan Regresi
I II III IV V VI VII VIII MR
V = -0.6077 D2 + 3.9931 D - 4.0384 V = -0.7926 D2 + 6.9254 D - 11.619 V = -0.4296 D2 + 5.0458 D - 5.4095 V = 0.8726 D2 - 6.0939 D + 18.334 V = 0.2171 D2 - 2.5236 D + 16.765 V = -0.4617 D2 + 11.605 D - 60.329 V = 0.1135 D2 - 1.5451 D + 17.635 V = -0.1108 D2 + 3.7446 D - 7.8119 V = 0.3571 D2 - 3.3294 D + 15.486
R-sq
R-sq adj
0,8421 0,6905 0,6196 0,8277 0,9871 0,7079 0,9063 0,8965 0,7231
0,8079 0,5603 0,5789 0,7069 0,8738 0,6398 0,8875 0,8650 0,6062
Volume citra (m3/ha) 13,36 30,86 75,75 90,31 102,14 109,02 158,29 189,22 94,07
Berdasarkan hasil digitasi citra IKONOS, luas keseluruhan tutupan lahan lebih kecil dibandingkan data perusahaan, dimana terdapat perbedaan luas tutupan lahan tiap kelas umur dengan luas dari data peta kelas hutan KPH Jatirogo. Pada masing-masing kelas umur, terdapat luasan hasil digitasi yang lebih besar dan ada pula yang lebih kecil dibanding data peta kelas hutan yang dimiliki perusahaan. Proses digitasi untuk luas areal berhutan dapat dilakukan sehingga luasan yang diperoleh sesuai dengan luasan area yang terekam pada citra, namun hal ini sangat tergantung pada ketelitian interpreter melakukan digitasi. Pada Gambar 12 disajikan peta tutupan hutan Bancar hasil digitasi. Berdasarkan hasil penafsiran kelas potensi penutupan tajuk (C) dan kelas diameter rata-rata tajuk (D) pada citra IKONOS, maka dapat disusun salah satu bentuk analisis data yang berbentuk visual. Penyajian data potensi secara klasifikasi demikian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa potensi yang diperoleh merupakan pengetahuan awal yang digunakan untuk penyusunan kebijakan bersifat garis besar atau umum. Hasil interpretasi citra IKONOS untuk masing- masing kelas C (kerapatan tajuk) dan D (diameter rata-rata tajuk) pada Bagian Hutan Bancar disajikan pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 19.
32
Gambar 12 Tutupan Hutan Bancar Hasil Digitasi Citra
Gambar 13 Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C1D1
33
Gambar 14 Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C2D1
Gambar 15 Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C3D1
34
Gambar 16 Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C4D1
Gambar 17 Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C2D2
35
Gambar 18 Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C3D2
Gambar 19 Hasil Interpretasi Kelas Klasifikasi C4D2
36
A.
Spesifikasi Model Spesifikasi model dilakukan dengan membuat persamaan (equation)
matematika, sehingga model yang disusun dapat disimulasikan dengan program komputer (Stella Research 8). Equation yang disusun dalam model menggunakan data dari KPH Jatirogo dan informasi luas serta potensi tegakan dari citra IKONOS serta menggunakan asumsi-asumsi yang membatasi lingkup penelitian. Satuan waktu (Basic Time Unit) yang digunakan dalam penyusunan model adalah tahun, karena model ditujukan guna menentukan besarnya jatah tebangan yang diambil per tahun. Rincian equation yang digunakan disajikan pada Lampiran 7.
B.
Evaluasi Model Evaluasi model dilakukan dengan membandingkan data luas pada masing-
masing Kelas Umur jati hasil prediksi model dengan data aktual. Pengujian dilakukan dengan uji Khi-kuadrat (X2), karena data yang digunakan bersifat time series sehingga dapat dibandingkan besar keragamannya. Hasil evaluasi model disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil Evaluasi Model Kelas Umur Luas aktual Luas model I II III IV V VI VII VIII Jumlah Nilai X2 hitung Nilai X2 tabel
2.056,4 658,2 344,1 152,1 11,1 105,9 54,8 151 3.533,6 8,800 14,067
1.908,29 620,06 360,49 237,48 11,31 111,97 54,79 140,54 3.444,93
Volume aktual
Volume model
248.824,4 71.743,8 33.033,6 16.426,8 1.243,2 16.308,6 9.370,8 25.821 422.772,2
154.000 112.542,79 27.224,49 21.239,08 1.158,29 12.169,96 8.697,03 14.191,1 351.222,74
Nilai X² tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan derajat bebas (v) = 7. Wilayah kritik = X² hitung < 14,067
Terima H0.
Berdasarkan hasil evaluasi model, kriteria yang terpenuhi adalah “Terima H0”, artinya hasil prediksi simulasi model tidak berbeda nyata dengan data sistem nyata, sehingga model dapat diterima dan digunakan.
37
C.
Aplikasi Model Perhitungan Etat Model yang telah disusun digunakan untuk membuat simulasi kegiatan
pengaturan hasil hutan di Bagian Hutan Bancar
KPH Jatirogo. Simulasi
dilakukan untuk mengetahui besarnya etat yang dapat diambil pada tahun 2006. Hasil perhitungan etat yang diperoleh dengan metode pengaturan hasil secara statis dibandingkan dengan metode pengaturan hasil yang memanfaatkan informasi citra satelit IKONOS. Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Aplikasi Model Perhitungan Etat Variabel Metode statis Etat Luas (Ha) 49,18 3 Etat Volume (m ) 4.448
Pemanfaatan citra 43,06 4.390,28
Dari hasil penggunaan model terlihat perbedaan antara metode statis dan metode dinamis untuk besarnya etat yang diambil pada tahun 2006 di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo. Perbedaan antara metode statis dengan pemanfaatan citra sebesar 6,12 hektar untuk etat luasnya, sedangkan perbedaan volumenya sebesar 57,72 m3. Selisih tersebut terjadi karena dengan metode statis, perhitungan tidak mengikutsertakan perubahan pada tegakan yang terjadi di tahun 2006. Pada pemanfaatan informasi dari citra IKONOS 2006, dapat dihitung luas areal berhutan pada setiap kelas umur dengan melakukan proses on screen digitizing sehingga dapat diketahui berapa perubahan luas yang terjadi pada tegakan. Dari hasil perhitungan luas diperoleh luas produktif yang lebih kecil dari luas yang digunakan oleh perusahaan, sehingga potensi tegakan yang dihasilkan dari informasi citra juga lebih kecil. Penurunan potensi ini disebabkan oleh gangguan terhadap keamanan hutan, dimana dalam perhitungan secara statis faktor gangguan tersebut tidak dimasukkan. Metode statis yang digunakan dalam pengaturan hasil hutan memiliki kelemahan mengenai perubahan kondisi tegakan yang terjadi secara cepat di lapangan. Sedangkan dengan menggunakan metode pengaturan hasil yang memanfaatkan teknologi citra satelit, maka akan didapatkan perhitungan etat yang sesuai kondisi aktual di lapangan. Keunggulan lain menggunakan data citra IKONOS adalah dapat digunakan untuk menduga potensi tegakan secara cepat dan akurat karena kemampuan spasialnya yang tinggi sehingga dapat
38
dimanfaatkan untuk aplikasi yang meminta tingkat detail yang tinggi. Jangkauan citra IKONOS juga luas dalam mendeteksi obyek, sehingga dapat membedakan banyak kelas tutupan lahan di areal penelitian. Sedangkan kelemahan penggunaaan citra IKONOS dalam kegiatan pengaturan hasil adalah dalam membedakan kelas umur tanaman yang hanya berdasarkan interpretasi secara visual, sehingga pengolahan citra dalam hal ini sangat tergantung pada kemampuan interpreter dalam kegiatan interpretasi citra. Secara umum, kegiatan pengolahan citra harus dibekali dengan pengetahuan mengenai penginderaan jauh dan analisis citra digital agar pengolahan dapat dilakukan secara benar. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan untuk melakukan pengelolaan hutan dengan memperhatikan adanya perubahan pada kondisi tegakan dengan memanfaatkan teknologi citra satelit resolusi tinggi, termasuk juga dalam penentuan etat tebangan dalam pengaturan hasil hutan untuk menjaga kelestarian hutan.
39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
1.
Besarnya etat yang dihasilkan dari perhitungan statis seperti yang selama ini dilakukan oleh Perhutani berbeda dengan hasil perhitungan dengan menggunakan data citra IKONOS. Perhitungan etat statis untuk jangka 10 tahun dari tahun 1998-2007 menghasilkan etat volume pada tahun 2006 sebesar 4.448 m3 per tahun dan etat luas 49,18 ha per tahun. Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari citra IKONOS tahun 2006, besarnya etat yang harus diambil pada tahun 2006 adalah sebesar 4.390,28 m3 dengan luas 43,06 ha.
2.
Perbedaan yang terjadi antara hasil perhitungan etat secara statis dengan perhitungan yang memanfaatkan citra satelit terjadi karena dengan perhitungan etat secara statis tidak memperhitungkan perubahan yang terjadi dalam tegakan. Berbeda halnya dengan pemanfaatan teknologi citra satelit, dimana kondisi aktual yang terjadi di lapangan dapat diketahui secara cepat dan teliti, sehingga besarnya etat sesuai dengan kondisi tegakan di lapangan. Perbedaan antara metode statis dengan pemanfaatan citra sebesar 6,12 hektar untuk etat luasnya, sedangkan perbedaan volumenya sebesar 57,72 m3.
3.
Informasi luas kelas hutan dan potensi yang diperoleh dari citra IKONOS tahun 2006 Bagian Hutan Bancar dapat digunakan dalam menyusun model pengaturan hasil hutan yang sesuai dengan kondisi aktual tegakan.
B.
Saran
1.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pengelolaan hutan dengan memperhatikan adanya perubahan dalam tegakan hutan, termasuk dalam penentuan jatah tebangan terutama di Perhutani sebagai salah satu pihak pengelola hutan jati di Jawa.
2.
Mulai digunakannya teknologi citra satelit resolusi tinggi dalam kegiatan pengelolaan hutan terutama pengaturan hasil di Perhutani.
40
BAB VII DAFTAR PUSTAKA Anwar, M. S. 2008. Pendugaan Potensi Tegakan Hutan Lahan Kering dengan Teknik Double Sampling Menggunakan Citra Resolusi Tinggi Di Kabupaten Pasaman Sumatera Barat. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Departemen Kehutanan. 2007. Laporan III Pengolahan Citra Resolusi (2,5 m dan/atau 5m dan/atau 10m) dalam Rangka Penafsiran Sumber Daya hutan (Pulau Sulawesi). Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Badan Planologi Kehutanan. FAO. 1998. Guidelines for Management of Tropical Forest, 1. The Production of Wood. Grant, W. E, E. K. Pedersen, and S. L. Marin. 1997. Ecology and Natural Resource Management: System Analysis and Simulation. John Willey and Sons, Inc. New York. Hanggumantoro, A. 2007. Studi Laju Degradasi Hutan Jati (Tectona grandis) KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Humaedy, D. 2005. Pemanfaatan Citra Landsat ETM+ dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan: Studi Kasus di HPHTI PT Musi Hutan Persada Provinsi Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Irhamna. 2006. Model Simulasi Pengaturan Hasil Dinamik (Kasus di KPH Blora, Cepu, Randublatung Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Jaya, I N. S. 2006. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Penginderaan Jarak Jauh. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jaya, I N. S. 2007. Analisis Citra Digital. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kuncahyo, B. 2006. Model Simulasi Pengaturan Hasil Lestari yang Berbasis Kebutuhan Masyarakat Desa Hutan. Disertasi Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Lapan. 2006. Berita Inderaja Vol. V No. 10 Pemanfaatan Citra Satelit untuk Penataan Ruang Kawasan.
41
Lillesand, T. M. and R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Munandar, F. 2005. Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan dengan menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Perum Perhutani. 1974. Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta. Perum Perhutani. 2008. Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan Kelas Perusahaan Jati Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo. Pike, J. and T. Brown. 1999. http://www. fas. Org/irp/Space-imaging. [2 September 2008] Santoso, H. 2008. Model Penduga Potensi Tegakan Hutan Lahan Kering Menggunakan Citra Spot 5 Supermode dan Quickbird. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Saputri, R. A. 2005. Identifikasi Vegetasi menggunakan Citra IKONOS Pankromatik: Studi Kasus di Kecamatan Cibinong, Sukaraja, Babakan Madang, dan Bojong Gede, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Seydack, A. H. W. 1995. An Unconventional Approach to Timber Yield Regulation for Multiaged, Multispecies Forest, Fundamental Consideration. Forest Ecology and Management Journal.77,139-153. Space-imaging. 2000. Top 10 Images Released From Commercial Eye-In-TheSky. http://www. fas. Org/irp/Space-imaging. [ 10 November 2008] Triono, J. 2002. Model Simulasi Pengaturan Hasil Kelas Perusahaan Pinus Studi Kasus di KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Zaitunah, A. 2005. Klasifikasi Citra. Laporan Praktikum Teknik Analisis Citra Digital untuk Kehutanan. Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
.
LAMPIRAN
33
Lampiran 1 Hasil Pemilihan Ground Control Point (GCP) Pada Koreksi Geometrik
43
34
Lampiran 2 Data Penyusun Persamaan Penduga Potensi Kelas Umur
AnakPetak
Tahun Tanam
Bonita
MR
33b
1962
3
20e
1964
3.5
14b
1937
4
34c
1952
4.5
34e
1931
3.5
14e
1932
4
12e
1929
4.5
13k
1941
3
34f
1944
3.5
KU VIII
KU VII
Petak Ukur 26 1 21 22 21 20 19 6 7 39 40 22 24 27 22 23 24 21 20 19 15 17 15 18 20 23 28
C citra 37.5 43.75 43.75 31.25 18.75 37.5 37.5 37.5 31.25 37.5 50 81.25 25 43.75 37.5 37.5 37.5 43.75 43.75 37.5 50 37.5 43.75 50 31.25 75 37.5
Peubah di Citra D citra Kelas CD 5.73 C2D1 6.33 C2D1 5.52 C2D1 5.27 C2D1 4.84 C1D1 4.65 C2D1 4.25 C2D1 9.32 C2D1 8.47 C2D1 6.45 C2D1 7.34 C2D1 8.09 C4D1 8.81 C1D1 7.84 C2D1 10.49 C2D2 11.46 C2D2 11.19 C2D2 10.7 C2D2 11.32 C2D2 11.21 C2D2 13.37 C2D2 13.78 C2D2 13.01 C2D2 14.01 C2D2 13.19 C2D2 13.01 C4D2 11.55 C2D2
Peubah di Lapangan C lap D lap Kelas CD 35 5 C2D1 40 5.5 C2D1 40 4.8 C2D1 30 4.5 C2D1 15 4.2 C1D1 35 4.25 C2D1 35 3.8 C2D1 35 8.5 C2D1 30 8.2 C1D1 35 5.65 C2D1 45 6.85 C2D1 75 8 C4D1 20 8.5 C1D1 40 7.5 C2D1 35 9.5 C2D1 35 11 C2D2 35 10.8 C2D2 40 9.8 C2D1 40 10.95 C2D2 35 10.75 C2D2 45 12.5 C2D2 35 13.25 C2D2 40 12.9 C2D2 45 13.75 C2D2 30 12.6 C2D2 70 12.95 C4D2 35 11.2 C2D2
V 11.25 6.70 7.44 5.17 7.84 8.28 8.30 14.71 13.75 8.53 11.53 16.74 16.95 13.25 19.12 19.98 19.95 18.72 21.03 20.95 22.51 17.30 16.48 19.21 16.69 16.36 15.88
44
35
Kelas Umur
KU VI
KU V
KU IV
KU III
AnakPetak
Tahun Tanam
Bonita
12a
1943
4.5
33h
1952
3.5
30d
1950
4
17a
1953
4.5
33c
1967
3
11f
1963
3.5
39a
1976
3
40f
1977
4
24b
1982
3
Petak Ukur 6 5 2 1 27 28 29 30 31 32 8 9 10 11 8 9 19 20 1 2 3 4 25 26 27 28 4 9
C citra 31.25 43.75 50 43.75 50 56.25 43.75 37.5 37.5 43.75 43.75 43.75 68.75 50 50 50 56.25 56.25 56.25 62.5 56.25 56.25 31.25 62.5 50 50 62.5 56.25
Peubah di Citra D citra Kelas CD 10.21 10.65 10.84 11.37 10.88 10.68 10.03 10.83 11.06 10.59 11.88 10.37 10.27 10.56 7.36 6.1 8.93 7.3 3.89 3.42 4.96 4.88 4.58 4.82 5.345 4.765 3.85 3.24
C2D2 C2D2 C2D2 C2D2 C2D2 C3D2 C2D2 C2D2 C2D2 C2D2 C2D2 C2D2 C3D2 C2D2 C2D1 C2D1 C3D1 C3D1 C3D1 C3D1 C3D1 C3D1 C2D1 C3D1 C2D1 C2D1 C3D1 C3D1
Peubah di Lapangan C lap D lap Kelas CD 30 40 45 40 45 55 40 35 35 40 40 40 65 45 45 45 55 55 55 60 55 55 30 60 45 45 60 55
10 10.26 10.55 11.25 10.65 10.4 9.8 10.55 10.95 10.3 11.8 10.15 10.2 10.45 6.8 5.95 8.58 7.05 3.5 3.3 4.5 4.5 4.1 4.65 5.5 4.75 3.65 3.15
C1D2 C2D2 C2D2 C2D2 C2D2 C3D2 C2D1 C2D2 C2D2 C2D2 C2D2 C2D2 C3D2 C2D2 C2D1 C2D1 C3D1 C3D1 C3D1 C3D1 C3D1 C3D1 C1D1 C3D1 C2D1 C2D1 C3D1 C3D1
V 13.56 13.67 14.26 14.88 10.53 10.74 9.62 10.78 12.70 10.97 12.27 10.40 10.34 10.68 10.08 9.45 11.54 9.78 4.84 4.22 5.69 5.32 5.10 4.90 6.24 4.97 4.32 3.92
45
36
Kelas Umur
KU II
AnakPetak
Tahun Tanam
Bonita
11g
1985
3.5
41h
1977
3.5
27a
1987
2
26c
1989
2.5
10i
1990
3
17i
1991
3.5
41g
1990
4
Petak Ukur 14 25 26 27 28 21 1 22 23 18 6 3 5 4 8 18 23 19 20 13 14 31 32 33 34 49 27
C citra 56.25 75 75 68.75 93.75 68.75 31.25 37.5 50 75 87.5 81.25 87.5 81.25 75 75 75 68.75 62.5 43.75 81.25 62.5 56.25 56.25 68.75 62.5 81.25
Peubah di Citra D citra Kelas CD 4.04 C3D1 3.92 C4D1 3.85 C4D1 3.41 C3D1 3.72 C4D1 4.47 C3D1 4.38 C2D1 4.25 C2D1 3.39 C2D1 3.74 C3D1 3.22 C4D1 3.24 C4D1 3.46 C4D1 3.47 C4D1 3.18 C4D1 3.45 C4D1 3.35 C4D1 3.7 C3D1 4.54 C3D1 3.87 C2D1 4.11 C4D1 4.69 C3D1 4.46 C3D1 4.62 C3D1 4.73 C3D1 4.39 C3D1 3.15 C4D1
C lap 55 72 72 65 90 65 30 35 45 75 85 80 85 80 75 72 70 65 60 40 80 60 55 55 65 60 80
Peubah di Lapangan D lap Kelas CD 3.9 C3D1 3.8 C4D1 3.8 C4D1 3.5 C3D1 3.68 C4D1 4.45 C3D1 4.25 C1D1 4.1 C2D1 3.2 C2D1 3.65 C4D1 3.1 C4D1 3.45 C4D1 3.45 C4D1 3.45 C4D1 3.1 C4D1 3.3 C4D1 3.2 C3D1 3.55 C3D1 4.5 C3D1 3.79 C2D1 4.1 C4D1 4.5 C3D1 4.35 C3D1 4.65 C3D1 4.7 C3D1 4.25 C3D1 3.05 C4D1
V 4.54 4.39 4.17 3.96 4.27 4.90 5.07 4.38 3.26 4.87 1.28 1.40 1.50 1.55 1.45 1.44 1.26 1.83 2.00 1.91 2.04 2.06 1.95 1.86 1.99 1.84 1.65
46
37
Kelas Umur
AnakPetak
KU I
Keterangan :
C D V
Tahun Tanam
Bonita
6h
2000
2.5
6g
1999
3
Petak Ukur C citra 68.75 81.25 87.5 37.5 31.25 25 43.75 31.25 25 50
28 24 25 24 25 26 27 28 29 30
Peubah di Citra D citra Kelas CD 4.29 C3D1 4.13 C4D1 3.66 C4D1 1.86 C2D1 1.94 C3D1 1.76 C4D1 2.1 C4D1 2.16 C4D1 1.67 C4D1 1.8 C4D1
C lap 65 80 85 35 30 20 40 30 25 50
Peubah di Lapangan D lap Kelas CD 4.2 C3D1 4.15 C4D1 3.65 C4D1 1 C2D1 1.2 C1D1 1.1 C1D1 1.875 C2D1 1.75 C1D1 1.2 C1D1 1.56 C2D1
V 2.05 2.02 2.21 1.29 1.42 1.11 1.67 1.75 0.94 1.15
= persen penutupan tajuk = diameter tajuk = volume
Lampiran 3 Analisis Ragam dari Peubah Diameter Tajuk di Citra
Regresi Sisa Total
db
JK
KT
Fhit
Ftabel
2 90 92
2990.16 524.21 3514.37
1495.08 5.82
256.68**
4.08(á = 0.05) 7.31(á = 0.01)
Keterangan= Fhit > Ftabel : tolak H0, maka pada tingkat kepercayaan 1 %, diameter tajuk di citra berpengaruh nyata terhadap volume.
47
48
Lampiran 4 Penyusunan Model Persamaan Penduga Potensi 2
y = 0.3571x - 3.3294x + 15.486 2 R = 0.7231
2
R = 0.6456
Vo lu me
20.00
Volume
10.00
Poly. (Volume)
0.00 0.00
15.00
Linear (Volume)
5.00
Volume
10.00
Poly. (Volume)
5.00
Linear (Volume)
0.00 0.00
10.00
5.00
KU V
MR y = 1.461x + 3.6551 R2 = 0.88
y = -0.1108x 2 + 3.7446x 7.8119 R2 = 0.8965
Volume
15.00 10.00
Poly. (Volume)
15.00
Linear (Volume)
10.00
Volume Poly. (Volume)
5.00
Linear (Volume)
0.00 0.00
15.00
2.00 4.00 D citra
Volume
Volume Poly. (Volume) Linear (Volume) 10.00
y = 1.7238x + 0.9556 R2 = 0.614 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
15.00
0.00
D citra
y = -0.4617x2 + 11.605x 60.329 R2 = 0.7079 Volume
10.00
Poly. (Volume)
5.00 0.00 9.00
Linear (Volume) 10.00 11.00 D citra
KU VI
12.00
Poly. (Volume) Linear (Volume) 6.00
KU III y = 0.7005x + 0.3645 R2 = 0.5834
Volume
V olum e
15.00
Volume
2.00 4.00 D citra
KU VII y = 1.4801x - 4.9582 R2 = 0.6798
y = -0.4296x2 + 5.0458x - 5.4095 R2 = 0.6196
V o lu m e
y = 0.1135x 2 - 1.5451x + 17.635 R2 = 0.9063
y = 1.2087x + 1.1295 R2 = 0.9
5.00
6.00
KU IV
KU VIII
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0.00
y = 0.8726x 2 - 6.0939x + 18.334 R2 = 0.8277
y = 1.4693x + 2.2982 R2 = 0.7488
Volum e
Vo lum e
25.00 20.00
5.00 10.00 D citra
10.00
D citra
D citra
5.00 0.00 0.00
y = 0.2171x 2 - 2.5236x + 16.765 R2 = 0.9871
y = 0.7582x + 4.5831 R2 = 0.9159
Volum e
y = 1.4971x + 0.1296
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.00
y = -0.7926x 2 + 6.9254x - 11.619 R2 = 0.6905
Volume Poly. (Volume) Linear (Volume) 2.00
4.00 D citra
KU II
6.00
49
y = 1.6525x - 1.802 R2 = 0.8399
y = -0.6077x2 + 3.9931x - 4.0384
2
R2 = 0.8421
Volume
V o lu m e
1.5
Poly. (Volume)
1
Linear (Volume)
0.5 0 0.00
1.00 D citra 2.00
3.00
KU I Lampiran 5 Hasil Pengujian Persamaan Penduga Potensi Kelas Umur I II III IV V VI VII VIII MR Keterangan:
R² F hitung 0.8421 26.24** 0.6905 25.21** 0.6196 17.50** 0.8277 17.89** 0.9871 21.77* 0.7079 16.99** 0.9063 72.03** 0.8965 58.66** 0.7231 16.39** * : nyata ** : sangat nyata
Standar Error 0.14 0.34 0.54 0.57 0.33 0.55 0.59 0.98 1.88
50
Lampiran 6 Hasil Pendugaan Potensi melalui Citra No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
D citra 5.73 6.33 5.52 5.27 4.84 4.65 4.25 9.32 8.47 6.45 7.34 8.09 8.81 7.84 10.49 11.46 11.19 10.70 11.32 11.21 13.37 13.78 13.01 14.01 13.19 13.01 11.55 10.21 10.65 10.84 11.37
V lap 11.25 6.70 7.44 5.17 7.84 8.28 8.30 14.71 13.75 8.53 11.53 16.74 16.95 13.25 19.12 19.98 19.95 18.72 21.03 20.95 22.51 17.30 16.48 19.21 16.69 16.36 15.88 13.56 13.67 14.26 14.88
V citra 8.13 8.72 7.99 7.86 7.74 7.73 7.79 15.47 12.91 8.87 10.29 15.23 16.58 14.74 19.28 20.55 20.22 19.57 20.38 20.24 22.45 17.90 16.74 18.27 17.00 16.74 14.93 13.69 14.05 14.22 14.74
No 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
D citra 10.88 10.68 10.03 10.83 11.06 10.59 11.88 10.37 10.27 10.56 7.36 6.10 8.93 7.30 3.89 3.42 4.96 4.88 4.58 4.82 5.35 4.77 3.85 3.24 3.66 4.04 3.92 3.85 3.41 3.72 4.47
V lap 10.53 10.74 9.62 10.78 12.70 10.97 12.27 10.40 10.34 10.68 10.08 9.45 11.54 9.78 8.47 7.38 9.97 9.32 8.93 8.58 10.91 8.69 7.55 6.85 7.41 7.95 7.68 7.30 6.93 7.47 8.57
V citra 11.28 10.95 9.62 11.20 11.55 10.79 12.38 10.37 10.16 10.73 9.95 9.45 11.54 9.91 7.83 7.70 9.58 9.38 8.73 9.23 10.69 9.11 7.65 6.43 7.30 7.96 7.77 7.65 6.80 7.42 8.56
No 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
D citra 4.38 4.25 3.39 3.74 3.22 3.24 3.46 3.47 3.18 3.45 3.35 3.70 4.54 3.87 4.11 4.69 4.46 4.62 4.73 4.39 3.15 4.29 4.13 3.66 1.86 1.94 1.76 2.10 2.16 1.67 1.80
V lap 8.87 7.66 5.71 8.52 2.23 2.46 2.63 2.70 2.53 2.52 2.20 3.20 3.49 3.34 3.57 3.60 3.42 3.26 3.47 3.22 2.89 3.58 3.54 3.86 1.23 1.31 1.36 1.76 1.72 0.83 1.15
V citra 8.45 8.28 6.76 7.45 2.47 2.49 2.85 2.87 2.39 2.84 2.69 3.15 3.49 3.31 3.46 3.43 3.50 3.46 3.41 3.51 2.33 3.50 3.46 3.11 1.29 1.42 1.11 1.67 1.75 0.94 1.18
51
Lampiran 7 Equation dalam penyusunan model pengaturan hasil hutan (STATIS) SUB MODEL DINAMIKA JUMLAH POHON TEGAKAN POHON_I(t) = POHON_I(t - dt) + (jml_phn_tanam - Upgrowth_I - Out_I) * dt INIT POHON_I = 1100000
INFLOWS: Upgrowth_IV = POHON_IV*prop_masuk_V OUTFLOWS: Upgrowth_V = POHON_V*prop_masuk_VI Out_V = (POHON_V-Upgrowth_V)+Tebang__pohon_V POHON_VI(t) = POHON_VI(t - dt) + (Upgrowth_V - Upgrowth_VI - Out_VI) * dt INIT POHON_VI = 20057
INFLOWS: jml_phn_tanam = penanaman*Pohon_per_Ha__penanaman OUTFLOWS: Upgrowth_I = POHON_I*prop_masuk_II Out_I = POHON_I-Upgrowth_I POHON_II(t) = POHON_II(t - dt) + (Upgrowth_I - Upgrowth_II - Out_II) * dt INIT POHON_II = 558943
INFLOWS: Upgrowth_V = POHON_V*prop_masuk_VI OUTFLOWS: Upgrowth_VI = POHON_VI*prop_masuk_VII Out_VI = (POHON_VI-Upgrowth_VI)+Tebang__pohon_VI POHON_VII(t) = POHON_VII(t - dt) + (Upgrowth_VI - Upgrowth_VII - Out_VII) * dt INIT POHON_VII = 25236
INFLOWS: Upgrowth_I = POHON_I*prop_masuk_II OUTFLOWS: Upgrowth_II = POHON_II*prop_masuk_III Out_II = POHON_II-Upgrowth_II POHON_III(t) = POHON_III(t - dt) + (Upgrowth_II - Upgrowth_III - Out_III) * dt INIT POHON_III = 269476
INFLOWS: Upgrowth_VI = POHON_VI*prop_masuk_VII OUTFLOWS: Upgrowth_VII = POHON_VII*prop_masuk_VIII_up Out_VII = (POHON_VII-Upgrowth_VII)+Tebang_pohon_VII POHON_VIII_up(t) = POHON_VIII_up(t - dt) + (Upgrowth_VII - Out_VIII) * dt INIT POHON_VIII_up = 40833
INFLOWS: Upgrowth_II = POHON_II*prop_masuk_III OUTFLOWS: Upgrowth_III = POHON_III*prop_masuk_IV Out_III = POHON_III-Upgrowth_III POHON_IV(t) = POHON_IV(t - dt) + (Upgrowth_III - Out_IV - Upgrowth_IV) * dt INIT POHON_IV = 72911
INFLOWS: Upgrowth_VII = POHON_VII*prop_masuk_VIII_up OUTFLOWS: Out_VIII = POHON_VIII_up-Tebang_Pohon_VIII_up Pohon_per_Ha__penanaman = 1100 prop_masuk_II = 0.57 prop_masuk_III = 0.563 prop_masuk_IV = 0.584 prop_masuk_V = 0.403 prop_masuk_VI = 0.479 prop_masuk_VII = 0.688 prop_masuk_VIII_up = 0.529
INFLOWS: Upgrowth_III = POHON_III*prop_masuk_IV OUTFLOWS: Out_IV = POHON_IV-Upgrowth_IV Upgrowth_IV = POHON_IV*prop_masuk_V POHON_V(t) = POHON_V(t - dt) + (Upgrowth_IV - Upgrowth_V - Out_V) * dt INIT POHON_V = 54383
SUB MODEL DINAMIKA LUAS TEGAKAN LUAS_I(t) = LUAS_I(t - dt) + (penanaman - pindah_II - pengurangan_luas_I) * dt INIT LUAS_I = 1403.9
51
52
INFLOWS: pindah_II = LUAS_I*prop_pindah_II OUTFLOWS: pindah_III = LUAS_II*prop_pindah_III pengurangan_luas_II = LUAS_II-pindah_III LUAS_III(t) = LUAS_III(t - dt) + (pindah_III - pindah_IV - pengurangan_luas_III) * dt INIT LUAS_III = 606.6 INFLOWS: pindah_III = LUAS_II*prop_pindah_III OUTFLOWS: pindah_IV = LUAS_III*prop_pindah_IV pengurangan_luas_III = LUAS_III-pindah_IV LUAS_IV(t) = LUAS_IV(t - dt) + (pindah_IV - pengurangan_luas_IV - pindah_V) * dt INIT LUAS_IV = 342.4 INFLOWS: pindah_IV = LUAS_III*prop_pindah_IV OUTFLOWS: pengurangan_luas_IV = LUAS_IV-pindah_V pindah_V = LUAS_IV*prop_pindah_V LUAS_V(t) = LUAS_V(t - dt) + (pindah_V - pindah_VI - pengurangan_luas_V) * dt INIT LUAS_V = 313.3 INFLOWS: pindah_V = LUAS_IV*prop_pindah_V OUTFLOWS: pindah_VI = LUAS_V*prop_pindah_VI pengurangan_luas_V = (LUAS_V-pindah_VI)+Luas_tebang_V
51
INFLOWS: penanaman = etat_luas+luas_produksi OUTFLOWS: pindah_II = LUAS_I*prop_pindah_II pengurangan_luas_I = LUAS_I-pindah_II LUAS_II(t) = LUAS_II(t - dt) + (pindah_II - pindah_III - pengurangan_luas_II) * dt INIT LUAS_II = 646.7
LUAS_VI(t) = LUAS_VI(t - dt) + (pindah_VI - pindah_VII pengurangan_luas_VI) * dt INIT LUAS_VI = 158.7 INFLOWS: pindah_VI = LUAS_V*prop_pindah_VI OUTFLOWS: pindah_VII = LUAS_VI*prop_pindah_VII pengurangan_luas_VI = (LUAS_VI-pindah_VII)+Luas_tebang_VI LUAS_VII(t) = LUAS_VII(t - dt) + (pindah_VII - pindah_VIII_up pengurangan_luas_VII) * dt INIT LUAS_VII = 281.4 INFLOWS: pindah_VII = LUAS_VI*prop_pindah_VII OUTFLOWS: pindah_VIII_up = LUAS_VII*prop_pindah_VIII_up pengurangan_luas_VII = (LUAS_VII-pindah_VIII_up)+Luas_tebang_VII LUAS_VIII_up(t) = LUAS_VIII_up(t - dt) + (pindah_VIII_up pengurangan_luas_VIII_up) * dt INIT LUAS_VIII_up = 461.7 INFLOWS: pindah_VIII_up = LUAS_VII*prop_pindah_VIII_up OUTFLOWS: pengurangan_luas_VIII_up = LUAS_VIII_up-Luas_tebang_VIII_up luas_produksi = 681 prop_pindah_II = 0.57 prop_pindah_III = 0.822 prop_pindah_IV = 0.584 prop_pindah_V = 0.644 prop_pindah_VI = 0.479 prop_pindah_VII = 0.688 prop_pindah_VIII_up = 0.8 SUB MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN Daur = 80 etat_luas = Total_luas_KU/Daur Etat__Volume = (Total_Volume__Standing_Stock/Daur) Luas_tebang_V = IF (Pohon_per_Ha_V> 0) THEN (Tebang__pohon_V/Pohon_per_Ha_V) ELSE 0
52
53
V_per_pohon_I = 0.14 V_per_pohon_II = 0.21 V_per_pohon_III = 0.25 V_per_pohon_IV = 0.40 V_per_pohon_V = 0.58 V_per_pohon_VI = 0.81 V_per_pohon_VII = 1.04 V_per_pohon_VIII_up = 1.54
Not in a sector
53
Luas_tebang_VI = IF (Pohon_per_Ha_VI > 0) THEN (Tebang__pohon_VI/Pohon_per_Ha_VI) ELSE 0 Luas_tebang_VII = IF (Pohon__per_Ha_VII > 0) THEN (Tebang_pohon_VII/Pohon__per_Ha_VII) ELSE 0 Luas_tebang_VIII_up = IF (Pohon_per_Ha_VIII > 0) THEN (Tebang_Pohon_VIII_up/Pohon_per_Ha_VIII) ELSE 0 Pohon_per_Ha_V = IF (LUAS_V AND POHON_V > 0 ) THEN (POHON_V/LUAS_V) ELSE 0 Pohon_per_Ha_VI = IF (LUAS_VI AND POHON_VI > 0 ) THEN (POHON_VI/LUAS_VI) ELSE 0 Pohon_per_Ha_VIII = IF (LUAS_VIII_up AND POHON_VIII_up > 0 ) THEN ( POHON_VIII_up/LUAS_VIII_up) ELSE 0 Pohon__per_Ha_VII = IF ( LUAS_VII AND POHON_VII > 0) THEN (POHON_VII/LUAS_VII) ELSE 0 Sisa_Vol_Tebang_VI = Sisa_Vol_tebang_VII-Volume_VI Sisa_Vol_tebang_VII = Sisa_Vol_tebang_VIII-Volume_VII Sisa_Vol_tebang_VIII = Volume_tebang-Volume_VIII Tebang_pohon_VII = IF (Sisa_Vol_tebang_VIII > 0) THEN (Sisa_Vol_tebang_VIII/V_per_pohon_VII) ELSE 0 Tebang_Pohon_VIII_up = (Volume_tebang/V_per_pohon_VIII_up) Tebang__pohon_V = if(Sisa_Vol_Tebang_VI>0)THEN(Sisa_Vol_Tebang_VI/V_per_pohon_V)ELSE 0 Tebang__pohon_VI = IF (Sisa_Vol_tebang_VII > 0) THEN (Sisa_Vol_tebang_VII/V_per_pohon_VI) ELSE 0 Total_luas_KU = LUAS_I+LUAS_II+LUAS_IV+LUAS_III+LUAS_V+LUAS_VI+LUAS_VII+LUAS_ VIII_up Total_luas_tebangan = Luas_tebang_VI+Luas_tebang_VII+Luas_tebang_VIII_up+Luas_tebang_V Total_Volume__Standing_Stock = Volume_I+Volume_II+Volume_III+Volume_IV+Volume_V+Volume_VI+Volume _VII+Volume_VIII Volume_I = POHON_I*V_per_pohon_I Volume_II = POHON_II*V_per_pohon_II Volume_III = POHON_III*V_per_pohon_III Volume_IV = POHON_IV*V_per_pohon_IV Volume_tebang = Etat__Volume Volume_V = POHON_V*V_per_pohon_V Volume_VI = POHON_VI*V_per_pohon_VI Volume_VII = POHON_VII*V_per_pohon_VII Volume_VIII = POHON_VIII_up*V_per_pohon_VIII_up
54
Lampiran 8 Equation dalam penyusunan model pengaturan hasil hutan (CITRA) SUB MODEL DINAMIKA JUMLAH POHON TEGAKAN POHON_I(t) = POHON_I(t - dt) + (masuk_I - masuk_II - Keluar_I) * dt INIT POHON_I = 1100000 INFLOWS: masuk_I = penanaman*Pohon_per_Ha__penanaman OUTFLOWS: masuk_II = POHON_I*prop_masuk_II Keluar_I = POHON_I-masuk_II POHON_II(t) = POHON_II(t - dt) + (masuk_II - masuk_III - keluar_II) * dt INIT POHON_II = 558943/646.7*720.61 INFLOWS: masuk_II = POHON_I*prop_masuk_II OUTFLOWS: masuk_III = POHON_II*prop_masuk_III keluar_II = POHON_II-masuk_III POHON_III(t) = POHON_III(t - dt) + (masuk_III - masuk_IV - keluar_III) * dt INIT POHON_III = 269476/606.6*344.86 INFLOWS: masuk_III = POHON_II*prop_masuk_III OUTFLOWS: masuk_IV = POHON_III*prop_masuk_IV keluar_III = POHON_III-masuk_IV POHON_IV(t) = POHON_IV(t - dt) + (masuk_IV - keluar_IV - masuk_V) * dt INIT POHON_IV = 72911/342.4*79.88 INFLOWS: masuk_IV = POHON_III*prop_masuk_IV OUTFLOWS: keluar_IV = POHON_IV-masuk_V masuk_V = POHON_IV*prop_masuk_V POHON_V(t) = POHON_V(t - dt) + (masuk_V - masuk_VI - keluar_V) * dt INIT POHON_V = 54383/313.3*11.11
INFLOWS: masuk_VI = POHON_V*prop_masuk_VI OUTFLOWS: masuk_VII = POHON_VI*prop_masuk_VII keluar_VI = (POHON_VI-masuk_VII)+Tebang__pohon_VI_2 POHON_VII(t) = POHON_VII(t - dt) + (masuk_VII - masuk_VIII_up - keluar_VII) * dt INIT POHON_VII = 25236/281.4*46.77 INFLOWS: masuk_VII = POHON_VI*prop_masuk_VII OUTFLOWS: masuk_VIII_up = POHON_VII*prop_masuk_VIII_up keluar_VII = (POHON_VII-masuk_VIII_up)+Tebang_pohon_VII_2 POHON_VIII_up(t) = POHON_VIII_up(t - dt) + (masuk_VIII_up - keluar_VIII) * dt INIT POHON_VIII_up = 9216 INFLOWS: masuk_VIII_up = POHON_VII*prop_masuk_VIII_up OUTFLOWS: keluar_VIII = POHON_VIII_up-Tebang_Pohon_VIII_up_2 Pohon_per_Ha__penanaman = 1100 prop_masuk_II = 0.57 prop_masuk_III = 0.563 prop_masuk_IV = 0.584 prop_masuk_V = 0.403 prop_masuk_VI = 0.479 prop_masuk_VII = 0.688 prop_masuk_VIII_up = 0.529 SUB MODEL DINAMIKA LUAS TEGAKAN LUAS_I(t) = LUAS_I(t - dt) + (penanaman - pindah_II - pengurangan_luas_I) * dt INIT LUAS_I = 1908.29
54
INFLOWS: masuk_V = POHON_IV*prop_masuk_V
OUTFLOWS: masuk_VI = POHON_V*prop_masuk_VI keluar_V = (POHON_V-masuk_VI)+Tebang__pohon_V_2 POHON_VI(t) = POHON_VI(t - dt) + (masuk_VI - masuk_VII - keluar_VI) * dt INIT POHON_VI = 20057/158.7*118.85
55
INFLOWS: penanaman = etat_luas_2+luas_produksi OUTFLOWS: pindah_II = LUAS_I*prop_pindah_II pengurangan_luas_I = LUAS_I-pindah_II LUAS_II(t) = LUAS_II(t - dt) + (pindah_II - pindah_III - pengurangan_luas_II) * dt INIT LUAS_II = 620.06 INFLOWS: pindah_II = LUAS_I*prop_pindah_II OUTFLOWS: pindah_III = LUAS_II*prop_pindah_III pengurangan_luas_II = LUAS_II-pindah_III LUAS_III(t) = LUAS_III(t - dt) + (pindah_III - pindah_IV - pengurangan_luas_III) * dt INIT LUAS_III = 360.49 INFLOWS: pindah_III = LUAS_II*prop_pindah_III OUTFLOWS: pindah_IV = LUAS_III*prop_pindah_IV pengurangan_luas_III = LUAS_III-pindah_IV LUAS_IV(t) = LUAS_IV(t - dt) + (pindah_IV - pengurangan_luas_IV - pindah_V) * dt INIT LUAS_IV =237.48 INFLOWS: pindah_IV = LUAS_III*prop_pindah_IV OUTFLOWS: pengurangan_luas_IV = LUAS_IV-pindah_V pindah_V = LUAS_IV*prop_pindah_V LUAS_V(t) = LUAS_V(t - dt) + (pindah_V - pindah_VI - pengurangan_luas_V) * dt INIT LUAS_V = 11.1 INFLOWS: pindah_V = LUAS_IV*prop_pindah_V OUTFLOWS: pindah_VI = LUAS_V*prop_pindah_VI pengurangan_luas_V = (LUAS_V-pindah_VI)+Luas_tebang_V_2
LUAS_VI(t) = LUAS_VI(t pengurangan_luas_VI) * dt INIT LUAS_VI = 105.9
-
dt)
+
(pindah_VI
-
pindah_VII
INFLOWS: pindah_VI = LUAS_V*prop_pindah_VI OUTFLOWS: pindah_VII = LUAS_VI*prop_pindah_VII pengurangan_luas_VI = (LUAS_VI-pindah_VII)+Luas_tebang_VI_2 LUAS_VII(t) = LUAS_VII(t - dt) + (pindah_VII - pindah_VIII_up pengurangan_luas_VII) * dt INIT LUAS_VII = 54.8 INFLOWS: pindah_VII = LUAS_VI*prop_pindah_VII OUTFLOWS: pindah_VIII_up = LUAS_VII*prop_pindah_VIII_up pengurangan_luas_VII = (LUAS_VII-pindah_VIII_up)+Luas_tebang_VII_2 LUAS_VIII_up(t) = LUAS_VIII_up(t dt) + (pindah_VIII_up pengurangan_luas_VIII_up) * dt INIT LUAS_VIII_up = 151
-
-
-
INFLOWS: pindah_VIII_up = LUAS_VII*prop_pindah_VIII_up OUTFLOWS: pengurangan_luas_VIII_up = LUAS_VIII_up-Luas_tebang_VIII_up_2 luas_produksi = 681 prop_pindah_II = 0.57 prop_pindah_III = 0.822 prop_pindah_IV = 0.584 prop_pindah_V = 0.644 prop_pindah_VI = 0.479 prop_pindah_VII = 0.688 prop_pindah_VIII_up = 0.8 SUB MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN Daur = 80 etat_luas_2 = Total_luas_KU/Daur Etat__Volume = (Total_Volume__Standing_Stock/Daur) Luas_tebang_VIII_up_2 = IF (Pohon_per_Ha_VIII (Tebang_Pohon_VIII_up_2/Pohon_per_Ha_VIII) ELSE 0
>
0)
THEN
55
56
Volume_VIII = POHON_VIII_up*V_per_pohon_VIII_up V_per_pohon_I = 0.14 V_per_pohon_II = 0.21 V_per_pohon_III = 0.25 V_per_pohon_IV = 0.40 V_per_pohon_V = 0.58 V_per_pohon_VI = 0.81 V_per_pohon_VII = 1.04 V_per_pohon_VIII_up = 1.54 Not in a sector
56
Luas_tebang_VII_2 = IF (Pohon__per_Ha_VII > 0) THEN (Tebang_pohon_VII_2/Pohon__per_Ha_VII) ELSE 0 Luas_tebang_VI_2 = IF (Pohon_per_Ha_VI > 0) THEN (Tebang__pohon_VI_2/Pohon_per_Ha_VI) ELSE 0 Luas_tebang_V_2 = IF (Pohon_per_Ha_V> 0) THEN (Tebang__pohon_V_2/Pohon_per_Ha_V) ELSE 0 Pohon_per_Ha_V = IF (LUAS_V AND POHON_V > 0 ) THEN (POHON_V/LUAS_V) ELSE 0 Pohon_per_Ha_VI = IF (LUAS_VI AND POHON_VI > 0 ) THEN (POHON_VI/LUAS_VI) ELSE 0 Pohon_per_Ha_VIII = IF (LUAS_VIII_up AND POHON_VIII_up > 0 ) THEN ( POHON_VIII_up/LUAS_VIII_up) ELSE 0 Pohon__per_Ha_VII = IF ( LUAS_VII AND POHON_VII > 0) THEN (POHON_VII/LUAS_VII) ELSE 0 Sisa_Vol_Tebang_VI = Sisa_Vol_tebang_VII-Volume_VI Sisa_Vol_tebang_VII = Sisa_Vol_tebang_VIII-Volume_VII Sisa_Vol_tebang_VIII = Volume_tebang-Volume_VIII Tebang_Pohon_VIII_up_2 = (Volume_tebang/V_per_pohon_VIII_up) Tebang_pohon_VII_2 = IF (Sisa_Vol_tebang_VIII > 0) THEN (Sisa_Vol_tebang_VIII/V_per_pohon_VII) ELSE 0 Tebang__pohon_VI_2 = IF (Sisa_Vol_tebang_VII > 0) THEN (Sisa_Vol_tebang_VII/V_per_pohon_VI) ELSE 0 Tebang__pohon_V_2 = if(Sisa_Vol_Tebang_VI>0)THEN(Sisa_Vol_Tebang_VI/V_per_pohon_V)ELSE 0 Total_luas_KU = LUAS_I+LUAS_II+LUAS_IV+LUAS_III+LUAS_V+LUAS_VI+LUAS_VII+LUAS_ VIII_up Total_luas_tebangan = Luas_tebang_VI_2+Luas_tebang_VII_2+Luas_tebang_VIII_up_2+Luas_tebang _V_2 Total_Volume__Standing_Stock = Volume_I+Volume_II+Volume_III+Volume_IV+Volume_V+Volume_VI+Volume _VII+Volume_VIII Volume_I = POHON_I*V_per_pohon_I Volume_II = POHON_II*V_per_pohon_II Volume_III = POHON_III*V_per_pohon_III Volume_IV = POHON_IV*V_per_pohon_IV Volume_tebang = Etat__Volume Volume_V = POHON_V*V_per_pohon_V Volume_VI = POHON_VI*V_per_pohon_VI Volume_VII = POHON_VII*V_per_pohon_VII