i
KAJIAN KELESTARIAN PRODUKSI HASIL HUTAN KAYU JATI ( Tectona grandis L. f) KPH JATIROGO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
DESI ANGGRAINI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ii
RINGKASAN DESI ANGGRAINI (E14102010). Kajian Kelestarian Produksi Hasil Hutan Kayu Jati (Tectona grandis L. f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibawah bimbingan AHMAD HADJIB Pengelolaan hutan dengan tujuan untuk menghasilkan kayu secara lestari atau biasa disebut prinsip kelestarian hasil merupakan syarat terbentuknya hutan normal. Hutan normal adalah tegakan hutan yang mempunyai sebaran kelas umur normal, riap normal, dan volume normal. Ketiga komponen tersebut merupakan syarat terbentuknya hutan normal. Jika syarat-syarat hutan normal tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi overcutting atau undercutting. Saat ini pengelolaan hutan jati di Pulau Jawa tidak sesuai dengan konsep hutan normal yang ideal dimana struktur hutannya (kelas umur) tidak ideal dikhawatirkan akan mempengaruhi kesinambungan produksi dimasa depan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk grafik kelas umur tegakan yang berbentuk huruf J terbalik, yang berarti bahwa semakin tua tegakan, luas kelas umur cenderung berkurang. Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji kelestarian produksi hasil hutan kayu jati (Tectona grandis L. f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada sebelum penjarahan dan setelah terjadi penjarahan. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi stuktur kelas hutan produktif dua jangka ke depan dan menilai tingkat kelestarian hutan (kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian hasil) dua jangka ke depan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data hasil risalah jangka 1979-1988, jangka 1988-1997, jangka 1998-2007 dan data hasil risalah sela (risalah kilat) 2003-2007. Untuk dapat memprediksi struktur kelas hutan produktif dan produksi kayu jati jangka ke depan serta menilai tingkat kelestarian hutannya diperlukan model proyeksi. Model proyeksi yang digunakan dalam pengujian ini memiliki tiga faktor koreksi yaitu : faktor koreksi tingkat kelestarian (FK.1), faktor koreksi penambahan tanaman kelas umur I (FK.2) dan faktor koreksi penambahan miskin riap (FK.3). Perhitungan besarnya variabel FK1, FK2, FK3 menggunakan data hasil risalah hutan selama tiga jangka (1979-1988, 1988-1997, 1998-2007) dan data hasil risalah sela jangka 2003-2007. Asumsi yang digunakan untuk memprediksi struktur tegakan hutan dan tebangan A.2 dua jangka ke depan yaitu : (1) rata-rata bonita, (2) rata-rata Kepadatan Bidang Dasar (KBD), (3) asumsi JPP, (4) aturan selama periode proyeksi mengikuti aturan yang berlaku saat ini seperti pada seperti pada sistem perencanaan Perhutani, maka perhitungan etat dan rencana tebangan diulang/direvisi setiap 10 tahun. Etat massa/etat volume dihitung berdasarkan potensi pada Umur Tebang Rata-rata (UTR) untuk semua kelas umur dibagi dengan daur, dengan asumsi tingkat kelestarian semua kelas umur sama yaitu 100 % dan struktur hutan adalah hutan normal, yaitu masingmasing KU memiliki luasan yang relatif sama. Sedangkan rencana tebangan A.2 disusun berdasarkan potensi riil tebangan dalam jangka yang bersangkutan. (5) tidak ada perubahan kebijakan yang berpengaruh signifikan terhadap etat tebangan misalnya perubahan daur. Walaupun pada kenyataannya perubahan (pengurangan) daur yang mengakibatkan peningkatan etat tebangan hanya akan berpengaruh terhadap luas tebangan apabila potensi riil tebangan pada suatu
iii
jangka melebihi etat tebangan sebelum perubahan. Sedangkan apabila potensi nyata tebangan suatu jangka jauh di bawah etat tebangan maka perubahan daur atau penambahan etat tidak akan mempengaruhi luas tebangan. (6) Umur Tebang Minimum (UTM). Untuk melihat apakah kelestarian hutan dapat diwujudkan di KPH Jatirogo selama dua jangka ke depan, maka dilakukan pendekatan dengan menggunakan dua indikator yaitu kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian hasil (sustained yield). Dalam hal ini kelestarian hutan dapat diwujudkan apabila kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian hasil terwujud. Kelestarian sumberdaya hutan hutan terwujud apabila ada indikasi bahwa potensi hutan tidak mengalami penurunan di masa yang akan datang dan keamanan hutan cukup terjaga, sedangkan kelestarian hasil terwujud apabila ada indikasi bahwa tebangan dapat direalisasikan secara kontinyu di masa yang akan datang. Luas hutan produktif meningkat dari setiap jangkanya, dari jangka 20042013 sampai jangka 2014-2023 terjadi peningkatan luas hutan produktif sebesar 117 Ha, dari jangka 2014-2023 sampai jangka 2024-2033 terjadi peningkatan luas hutan produktif sebesar 296 Ha. Dan sebaliknya terjadi penurunan Tanah Kosong (TK)/Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang (TJBK) dari setiap jangka, jangka 20142023 terjadi penurunan luas Tanah Kosong (TK)/Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang (TJBK)sebesar 117 Ha dari jangka sebelumnya yaitu jangka 2004-2013, jangka 2024-2033 terjadi penurunan luas Tanah Kosong (TK)/Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang (TJBK) sebesar 296 Ha dari jangka sebelumnya yaitu jangka 2014-2023. Jumlah etat luas maupun etat volume relatif stabil, pada kisaran 134,45 Ha-144,08 Ha untuk etat luas dan 13.427 m3-114.541 m3 untuk etat massa/volume. Peningkatan etat luas dari setiap jangka, ini menunjukan jatah tebangan dua jangka ke depan lebih banyak dari jangka sekarang. Rencana tebangan A.2 yang dibuat berdasarkan potensi riil pada masing-masing jangka terlihat berfluktuasi dari jangka ke jangka. Luas tebangan per tahun terjadi penurunan pada jangka 2014-2023 bila dibandingkan dengan jangka 2004-2013 yaitu sebesar 65,95 Ha/tahun dan meningkat kembali pada jangka 2024-2033, begitu juga volume tebangannya yang menurun pada jangka 2014-2023 dan meningkat kembali pada jangka 2023-2033. Terjadinya peningkatan luas tebangan dan volume tebangan pada jangka 2023-2033 disebabkan adanya penebangan pada JPP, yang dilakukan pada umur 21 tahun. Dengan tingkat kelestarian (FK.1), penambahan KU I (FK.2) dan penambahan miskin riap (FK.3) pada masa sebelum dan saat penjarahan maka kelestarian sumber daya hutan dapat diwujudkan. Hal ini diindikasikan oleh potensi sumber daya hutan yang tidak mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Berdasarkan prediksi kondisi rata-rata dari tiga jangka sebelumnya maka selama dua jangka ke depan (2014-2033) kelestarian hasil hutan (sustained yield) dapat dicapai.
iv
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul ”Kajian Kelestarian Produksi Hasil Hutan kayu Jati (Tectona grandis L. f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” ini dengan baik. Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis sedikit banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayah (Thamrin Chaniago), Ibu (Elidawati) dan Adik-adikku (Yulia Fitri dan Nurmala Sari) yang telah menjadi semangat penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Tante Tin, Tante Epi, Pak Etek Rul, Uni Nini, aa Mul yang telah membantu penulis dalam hal keuangan. 3. Ir. Ahmad Hadjib, MS, atas kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penyelesaian skripsi. 4. Staf Pegawai KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 5. Prof. Dr. Ir. Iding M. Padlinurjaji dan Ir. Siswoyo, M.Si. selaku dosen penguji yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji saya 6. Keluarga besarku di Cilacap, di Yogyakarta, di Jakarta dan di Payakumbuh 7. Teman satu bimbingan (Ivon Melisa, Sutjie Dwi Utami) dan sahabatsahabatku (Ari, Cempaka, Ida, Vivi, Radna, Wawid) yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil. 8. Anak-anak puri naon (Dodi, Getri, Ucup, Agung, Edwin), anak-anak kosan Nadiya (Ni epil, Mila, Inne, Dini, Linda, Sri) yang telah membantu saya keluar dari keterpurukan, Memoy Munajah THH’39 atas semangatnya selama ini, Kang Adjat atas nasehatnya selama ini, semoga persahabatan dan persaudaraan kita dapat tetap kokoh hingga akhir nanti. 9. Seseorang yang telah banyak membantu dan menjaga saya selama satu tahun ini Hari Nugraha (Pacul) KSH 39
v
10. Teman-teman MNH’39, THH’39, KSH’39, BDH’39 serta pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian yang sebaikbaiknya. Semoga skripsi ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, September 2006
Desi Anggraini
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Dumai pada tanggal 23 Desember 1983 dari ayah Thamrin Chaniago dan ibu Elidawati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negri 1 Suliki Kabupaten 50 Kota dan pada tahun yang sama, lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Profesi Forest Management Study Club (FMSC), Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan KSBMR Fakultas Kehutanan IPB. Penulis juga pernah melaksanakan praktek pengenalan hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gunung Slamet serta praktek umum pengelolaan hutan bersama mahasiswa Universitas Gajah Mada di Getas (KPH Ngawi) tahun 2005. Selanjutnya penulis mengikuti Pratek Kerja Lapang (PKL) di PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan selama dua bulan. Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana kehutanan, penulis membuat skripsi yang berjudul “Kajian Kelestarian Produksi Hutan Kayu Jati (Tectona grandis L. f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ” di bawah bimbingan Ir. Ahmad Hadjib, MS.
7
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ...................................................................................................... i RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii DAFTAR ISI ................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... 1 Maksud Penelitian ................................................................................ 3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) ........................... 4 Etat ....................................................................................................... 5 Konsep Hutan Normal ......................................................................... 6 Pembagian Kelas Hutan ....................................................................... 8 Pengaturan Hasil Hutan ....................................................................... 9 Bentuk Tebangan ................................................................................. 10 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 13 Alat dan Bahan ..................................................................................... 13 Pengumpulan Data ............................................................................... 13 Analisis Data ........................................................................................ 13 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak KPH Jatirogo ............................................................................. 17 Bagian Hutan di KPH Jatirogo ............................................................. 17 Keadaan Lapangan KPH Jatirogo ........................................................ 17 Sosial Ekonomi Masyarakat Desa di Sekitar KPH Jatirogo ................ 19 Pembagian Wilayah Kerja ................................................................... 20 Gangguan Keamanan Hutan ................................................................ 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Hutan ....................................................................................... 25 Faktor Koreksi dan Asumsi .................................................................. 30 Prediksi Struktur Kelas Hutan dan Tebangan A.2 ............................... 39 Trend Kelas Hutan produktif ............................................................... 50 Trend Etat Tebangan ............................................................................ 51 Trend Produksi Tebangan A.2 ............................................................. 52 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................... 53 Saran ..................................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 54
8
DAFTAR TABEL No
Halaman Teks
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Gangguan Keamanan Hutan ............................................................. 21 Pendapatan KPH Jatirogo Dalam Tujuh Tahun ................................ 24 Luas Hutan Produktif Pada Empat Jangka ........................................ 25 Potensi Tebangan A.2 KPH Jatirogo ................................................ 28 Perubahan Kelas Umur Pada Tiga Jangka ........................................ 31 Persen Perubahan Per Kelas Umur dengan Mempertimbangkan Hasil Risalah Kilat ............................................................................ 32 Perhitungan FK.1 .............................................................................. 33 Koreksi Struktur Kelas Umur Jangka Lalu dengan Angka Kerusakan Masing-masing Kelas Umur ........................................... 34 Penambahan Miskin Riap ................................................................. 35 Rata-rata Bonita ................................................................................ 36 Rata-rata KBD ................................................................................... 37 Struktur Kelas Hutan Produktif......................................................... 39 Kelas-kelas Hutan Awal Jangka 2004-2013 ..................................... 40 Perhitungan Estimasi Luas Tanaman Awal Jangka 2014-2023 ........ 41 Perhitungan Estimasi Luas Miskin Riap Awal Jangka 2014-2023 ... 42 Estimasi Susunan Kelas Hutan Awal Jangka 2014-2023 ................. 43 Perhitungan Etat dan Massa kayu Awal Jangka 2014-2023 ............. 43 Estimasi Tebangan A.2 Awal Jangka 2014-2023 ............................. 44 Perhitungan Estimasi Luas Tanaman Awal Jangka 2024-2033 ........ 45 Perhitungan Estimasi Luas Miskin Riap Awal Jangka 2024-2033 ... 46 Estimasi Susunan Kelas Hutan Awal Jangka 2024-2033 ................. 47 Perhitungan Etat dan Massa kayu Awal Jangka 2024-2033 ............. 47 Estimasi Tebangan A.2 Awal Jangka 2024-2033 ............................. 48 Proyeksi Struktur Kelas Hutan Produktif Dua Jangka Ke Depan ....................................................................... 49
9
10
DAFTAR GAMBAR No
Halaman Teks
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Grafik Volume Tegakan Persediaan Normal (Normal Growing Stock)................................................................... 7 Hubungan Luas dengan Kelas Umur Pada Konsep Hutan Normal .. 14 Alur Pikir Analisis ............................................................................ 16 Besarnya Kerugian Akibat Gangguan Keamanan Hutan .................. 22 Grafik Perbandingan Kelas Hutan Produktif Empat Jangka ............. 26 Grafik Perbandingan Luas Hutan Produktif Empat Jangka .............. 27 Grafik Perbandingan Etat Luas dan Etat Volume Empat Jangka ..... 27 Grafik Rencana dan Realisasi Tebangan A.2 KPH Jatirogo ....... .......29 Grafik Perbandingan Tingkat Koreksi .............................................. 34 Proyeksi Hutan Produktif Non JPP Selama Dua Jangka Ke Depan ....................................................................... 50 Proyeksi Hutan Produktif JPP Selama Dua Jangka Ke Depan .............................................................................. 50 Etat Tebangan Dua Jangka Ke Depan............................................... 51 Rencana Tebang Non JPP dan JPP ................................................... 52
11
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang dalam penggunaannya dapat dipulihkan kembali (renewable). Pemanfaatan dan pengelolaan hutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan aspek kelestariannya. Kelestarian sumberdaya hutan yang dimaksud adalah penyediaan hasil hutan yang teratur dan kontinyu yang dapat dimanfaatkan sesuai kapasitas atau kemampuan maksimum sumberdaya hutan tersebut. Pada sumberdaya alam yang dapat dipulihkan terutama hutan, di dalam pendayagunaannya memerlukan pengelolaan yang tepat, yang sejauh mungkin mencegah atau mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat menjamin kelestarian sumberdaya hutan untuk kepentingan generasi yang akan datang. Salah satu hutan yang telah dikelola dan diusahakan secara lestari oleh Perum Perhutani adalah jati (Tectona grandis L. f) di Pulau Jawa. Sampai saat ini produk hutan jati berupa kayu jati masih banyak diminati oleh konsumen karena sifat-sifatnya yang baik seperti keawetan dan keindahannya. Kayu jati merupakan kayu yang sangat disukai untuk bahan bangunan, alat rumah tangga dan keperluan lainnya. Nilai kayu jati yang tinggi tersebut diperoleh melalui daur yang panjang. Daur yang digunakan Perum Perhutani berkisar antara 40-90 tahun. Dalam waktu yang panjang tersebut berbagai tantangan dan gangguan yang dihadapi Perum Perhutani seperti tingkat pencurian kayu yang tinggi, terjadinya kebakaran dan pembakaran hutan berulang-ulang, bibrikan, penggembalaan, penyerobotan lahan, serangan hama dan penyakit serta gangguan lainnya, dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan kesehatan jati. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang berazaskan kelestarian perlu dilakukan upaya penanganan yang serius dan terencana yang mencerminkan adanya usaha untuk mempertahankan sumberdaya hutan secara gigih. Pengelolaan hutan dengan tujuan untuk menghasilkan kayu secara lestari atau biasa disebut prinsip kelestarian hasil merupakan syarat terbentuknya hutan normal. Hutan normal adalah tegakan hutan yang mempunyai sebaran kelas umur normal, riap normal, dan volume normal. Ketiga komponen tersebut merupakan syarat terbentuknya hutan normal. Jika syarat-syarat hutan normal tersebut tidak
12
terpenuhi maka akan terjadi overcutting atau undercutting. Saat ini pengelolaan hutan jati di Pulau Jawa tidak sesuai dengan konsep hutan normal yang ideal dimana struktur hutannya (kelas umur) tidak ideal dikhawatirkan akan mempengaruhi kesinambungan produksi dimasa depan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk grafik kelas umur tegakan yang berbentuk huruf J terbalik, yang berarti bahwa semakin tua tegakan, luas kelas umur cenderung berkurang. Sehingga kemantapan potensi hutan yang mampu berproduksi dan berfungsi secara maksimal sesuai dengan kemampuan ekologisnya, serta kemantapan sistem pengusahaan hutan yang mampu menghasilkan barang dan jasa bagi kemanfaatan umum dan perusahaan atau negara secara berimbang kurang terjamin. Pengelolaan hutan yang diinginkan saat ini yaitu mendapatkan susunan kelas umur yang masing-masing luas kelas umurnya proporsional dan berurutan sehingga produk tahunannya kurang lebih sama (susunan kelas umur yang normal). Tegakannya tertata penuh dan erat kaitannya dengan pengelolaan hutan yang lestari (sustained yield forest management). Untuk itu perlu adanya pengaturan hasil hutan yang mencakup tiga kegiatan, yaitu perhitungan etat, pemisahan hasil tebangan akhir dan penjarangan, dan penyusunan rencana tebangan. Metode pengaturan hasil yang digunakan untuk mengelola hutan jati di Pulau Jawa sekarang ini adalah metode umur tebang rata-rata. Sebagaimna tercantum dalam SK Dirjen Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974. Penaksiran potensi produksi dilakukan pada umur tebang rata-rata bukan pada akhir daur. Umur tebang rata-rata sama dengan umur rata-rata kelas perusahaan ditambah dengan setengah daur. Cara perhitungan ini didasarkan pada anggapan bahwa rata-rata dari kelas hutan yang ada akan mencapai umur tebang setelah jangka waktu setengah daur. Perhitungan etat dilakukan pada Tebangan A.2 (kelas-kelas hutan produktif). Pada saat pengelolaan hutan jati di bawah kendali pemerintahan Hindia Belanda kondisi hutan relatif normal, kelas-kelas hutan umur tua masih mendominasi. Sesuai dengan Instruksi Pengaturan Hasil Hutan tahun 1938, penaksiran volume untuk menghitung etat dilakukan pada akhir daur. Akan tetapi setelah masa penjajahan Jepang dan era kemerdekaan, potensi hutan tanaman di Pulau jawa merosot, kelas-kelas hutan umur muda semakin mendominasi
13
sehingga kurang memungkinkan untuk dilakukan tebangan pada akhir daur. Menyikapi kondisi penurunan potensi hutan tersebut, lahirlah konsep perhitungan etat dengan pendekatan umur tebang rata-rata (UTR) sebagaiman tercantum dalam SK Dirjen Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jatirogo merupakan salah satu unit usaha pada Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, dengan daya dukung potensi sumberdaya hutan, kinerja pengusahaan, dinamika lingkungan dan faktor-faktor lainnya diharapkan dapat menjadi suatu unit bisnis strategis yang mampu mempertahankan keberlangsungan produksi dan pengusahaanya dengan tetap memprioritaskan kelestarian hutannya.
Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah melakukan kajian kelestarian potensi dan produksi hasil hutan kayu jati untuk dua jangka waktu ke depan dalam rangka mengetahui prospek pengelolaan hutan di KPH Jatirogo.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi stuktur kelas hutan produktif dua jangka ke depan dan menilai tingkat kelestarian hutan (kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian hasil) dua jangka ke depan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai produksi kayu untuk mewujudkan konsep kelestarian di KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
14
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2006 di KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain : alat tulis, kalkulator, microsof office, dan microsof excel, sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data hasil risalah jangka 1979-1988, jangka 19881997, jangka 1998-2007 dan data hasil risalah sela (risalah kilat) 2003-2007.
Pengumpulan Data Penelitian ini memanfaatkan data yang telah ada di perusahaan (data sekunder), sehingga kemantapan hasil penelitian ini sangat tergantung dari keakuratan data perusahaan yang dianalisis. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data hasil risalah jangka 1979-1988, jangka 1988-1997, jangka 1998-2007 dan data hasil risalah sela (risalah kilat) 2003-2007.
Analisis Data Pengelolan hutan yang masih dianut sampai saat ini untuk hutan tanaman adalah untuk mendapatkan susunan kelas umur yang masing-masing luasnya sama sehingga hasil tahunannya kurang lebih sama. Selain itu terpeliharanya kelanjutan fungsi ekologis dari ekosistem dan fungsi sosial ekonomi dan budaya masyarakat khususnya masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Di dalam pengelolaan hutan tanaman agar pengelolan itu efisien dan terencana dengan baik maka harus ada keadaan hutan yang ideal untuk dijadikan standar. Keadaan hutan yang normal ini sering disebut keadan hutan yang ideal. Hutan noramal adalah tegakan hutan yang mempunyai sebaran kelas umur normal, riap normal, dan volume normal. Ketiga komponen merupakan syarat utama terbentuknya hutan normal.
15
Luas
KU Gambar 2. Hubungan Luas dengan Kelas Umur Pada Konsep Hutan Normal Gambar 2. di atas menunjukan konsep hutan normal di mana masingmasing kelas umur memiliki luasan yang sama dan berurutan sehingga hasil setiap tahunnya sama. Kenyataan saat ini konsep hutan normal sulit dicapai karena ada berbagai tantangan dan rintangan dalam pengelolaannya. Pengaturan hasil yang dipergunakan oleh Perum Perhutani adalah Metode Umur Tebang rata-rata (UTR) sesuai dengan SK Dirjen Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974. Umur tebang ratarata besarnya sama dengan umur rata-rata kelas perusahaan ditambah dengan setengah daur.
UTR = umur rata-rata kelas perusahaan + ½ daur Etat didefinisikan sebagai suatu angka yang mengambarkan besarnya tebangan yang boleh dilakukan selama jangka waktu tertentu. Besarnya etat tersebut harus dihitung sedemikian rupa sehingga asas kelestarian perusahaan dapat terwujud. Dalam pengusahaan hutan dikenal dua macam etat, yaitu etat luas dan etat volume. Etat luas adalah angka yang menggambarkan luas hutan yang boleh ditebang selama jangka waktu tertentu (kontrol luas tanaman tiap tahunnya) sehingga kelestarian dapat terwujud. Sedangkan etat volume adalah angka yang menggambarkan besarnya volume kayu yang boleh diambil dari hutan selama jangka waktu tertentu (kontrol kelestarian hasil) sehingga asas kelestarian tidak terganggu. Etat Luas =
L D
Etat Volume =
V1 + V 2 D
16
Dimana : L
= luas areal produktif
D
= daur
V1
= volume kayu tegakan kelas umur pada UTR
V2
= volume kayu hutan miskin riap
Untuk dapat memprediksi struktur kelas hutan produktif dan produksi kayu jati jangka ke depan serta menilai tingkat kelestarian hutannya diperlukan model proyeksi. Model proyeksi yang digunakan dalam pengujian ini memiliki tiga komponen atau variabel (Faktor Koreksi) yaitu : faktor koreksi tingkat kelestarian (FK.1), faktor koreksi penambahan tanaman kelas umur I (FK.2) dan faktor koreksi penambahan miskin riap (FK.3). Perhitungan besarnya variabel FK1, FK2, FK3 menggunakan data hasil risalah hutan selama tiga jangka (19791988, 1988-1997, 1998-2007) dan data hasil risalah sela jangka 2003-2007. Asumsi yang digunakan untuk memprediksi struktur tegakan hutan dan tebangan A.2 dua jangka ke depan yaitu rata-rata bonita, rata-rata Kepadatan Bidang Dasar (KBD), asumsi JPP, aturan selama periode proyeksi mengikuti aturan yang berlaku saat ini, tidak ada perubahan kebijakan yang berpengaruh signifikan terhadap etat tebangan, umur tebang minimum. Dari faktor-faktor koreksi dan asumsi-asumsi tersebut dapat diprediksi kelas-kelas hutan produktif untuk jangka ke depan. Untuk melihat apakah kelestarian hutan dapat diwujudkan di KPH Jatirogo selama dua jangka ke depan, maka dilakukan pendekatan dengan menggunakan dua indikator yaitu kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian hasil (sustained yield). Dalam hal ini kelestarian hutan dapat diwujudkan apabila kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian hasil terwujud. Kelestarian sumberdaya hutan hutan terwujud apabila ada indikasi bahwa potensi hutan tidak mengalami penurunan di masa yang akan datang dan keamanan hutan cukup terjaga, sedangkan kelestarian hasil terwujud apabila ada indikasi bahwa tebangan dapat direalisasikan secara kontinyu di masa yang akan datang.
17
Alur Pikir Struktur Kelas Hutan Produktif Jangka Lalu
Realisasi Kegiatan Pengelolaan (Tebangan/Tanaman)
Massa Kayu+Etat Jangka Lalu
Faktor Koreksi & asumsi : - Kerusakan hutan - Penambahan MR - Penambahan KU I - Rata-rata Bonita & KBD - Kebijakan JPP - Trend Produksi
Prediksi Struktur Kelas Hutan Produktif Dua Jangka Kedepan
Prediksi Produksi Tebang A2 Dua Jangka kedepan
Kesimpulan Analisis Lestari
Gambar 3. Alur Pikir Analisis
18
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak KPH Jatirogo
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jatirogo dengan luas wilayah : 18.763,7 Ha, secara administratif ketata prajaan sebagian besar berada di Daerah Kabupaten Tuban dan sebagian kecil berada di Kabupaten Bojonegoro, dengan batas hutan sebagai berikut : Bagian Utara
: Laut Jawa
Bagian Timur
: KPH Parengan, KPH Tuban
Bagian Selatan
: KPH Parengan
Bagian Barat
: KPH Kebonharjo, KPH Cepu
Letak geografis kawasan hutan KPH Jatirogo berada pada 109o43’28” s/d 110o24’35” BT, 6o51’22” s/d 7o7’17” LS. Adapun kantor KPH Jatirogo berkedudukan di Jatirogo
Bagian Hutan di KPH Jatirogo
Bagian Hutan adalah suatu areal hutan yang ditetapkan sebagai kesatuan produksi dan kesatuan eksploitasi. Dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan kayu setiap tahun secara terus menerus dalam jumlah yang memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik dan sesuai dengan azas kelestarian hutan. KPH Jatirogo wilayah hutannya seluas 18.763,7 Ha, terbagi dalam tiga Bagian Hutan yaitu : Bagian Hutan Bangilan dengan luas 5.826,7 Ha, Bagian Hutan Ngijo dengan luas 6.539,3 Ha, Bagian Hutan Bancar dengan luas 6.397,7 Ha.
Keadaan Lapangan KPH Jatirogo
Topografi lapangan wilayah hutan KPH Jatirogo secara umum adalah datar sampai miring terutama bagi daerah sebelah timur laut dengan kemiringan berkisar antara 0-8 %. Tanah-tanah di wilayah KPH Jatirogo secara umum baik untuk kelas perusahaan jati, dan dengan kemiringan tersebut cocok dengan sistem tebang habis. Bagian Hutan Bancar dan Ngijo disamping lapangannya berombak juga terdapat daerah yang miring dan sebagian bergelombang. Daerah tersebut
19
berbukit-bukit
dan
keadaan
tanahnya
berbatu,
mengakibatkan
tegakan
pertumbuhannya kurang begitu baik, demikian pula untuk bagian hutan Bangilan keadaannya tidak jauh berbeda. Menurut pembagian wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai), kawasan hutan KPH Jatirogo termasuk ke dalam DAS Solo. Sungai yang termasuk besar di KPH Jatirogo adalah Kali Kening, yang merupakan cabang dari Bengawan Solo melintasi Bagian Hutan Bangilan sampai pada pertemuan Kali Solo di Bojonegoro. Berdasarkan penelitian tanah yang dilakukan di KPH Jatirogo, macam tanah di KPH Jatirogo adalah Grumusol, Mediteran dan Litosol. Wilayah hutan KPH Jatirogo terletak pada daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan sehingga dari data stasiun hujan tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Type iklim (Schmidt dan Ferguson) kawasan hutan KPH Jatirogo berdasarkan buku RPKH Jangka Perusahaan tahun 1998-2007 adalah termasuk pada type iklim D. Jatirogo yang beriklim D sangat tepat ditetapkan sebagai Kelas Perusahaan Jati. Infrastruktur yang tersedia di KPH Jatirogo untuk menjalankan kegiatan pengelolaan hutan adalah sebagai berikut ; 1. Jalan Lori Jalan-jalan lori berpangkalan di TPK Bancar dan TPK Wotsogoso serta TPN Sokogancar.
Namun
jalan
lori
tersebut
tidak
dapat
bertahan
terus
penggunaannya disebabkan lokasi tebangan semakin jauh, sedangkan untuk tetap memperpanjang jalan lori terbentur kepada keadaan lapangan yang bergelombang sehingga biaya investasinya sangat tinggi. Dengan demikin jalan lori tidak ada penambahan. Untuk saat ini jalan-jalan lori yang ada sudah tidak berfungsi lagi sebagai prasarana angkutan, bahkan ada kecenderungan jalan lori ini diubah menjadi jalan mobil. 2. Jalan Mobil Seluruh jalan mobil yang ada di KPH Jatirogo secara umum merupakan jalan propinsi dan daerah. Jalan mobil tesebut adalah jalan yang pernah digunakan oleh Jawatan Kehutanan dan pada waktu itu hanya dilalui atau dilewati
20
kendaraan ringan seperti cikar, gerobak dll, sehingga kualitas jalan kurang sempurna. Karena saat ini kemajuan teknologi serta alat komunikasi begitu pesat maka penggunaan jalan mobil saat ini juga meningkat. Panjang jalan mobil yang ada pada kawasan hutan ini adalah 1.649,11 Hm, yang terdiri dari jalan yang sudah diperkeras 1.291,54 Hm dan jalan yang belum diperkeras 357,57 Hm. 3. Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Guna mempermudah pemasaran produk hasil hutan berupa kayu, KPH Jatirogo memiliki beberapa TPK yaitu TPK Wotsogo dengan luas 7,7680 Ha, TPK Bancar dengan luas 32,318 Ha, TPK Sokongancar dengan luas 13,3978 Ha.
Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Di Sekitar KPH Jatirogo Pembangunan Desa Hutan
Keadaan tingkat sosial ekonomi penduduk masyarakat desa, khususnya masyarakat desa yang berada di sekitar hutan erat hubungannya dengan tingkat dan bentuk interaksi (baik positif maupun negatif) masyarakat terhadap alam lingkungannya termasuk hutan itu sendiri. Gambaran
pengembangan
atau
peningkatatn
kehidupan
ekonomi
masyarakat pedesaaan tercermin dari program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 1994. Kependudukan
Jumlah penduduk dalam kecamatan yang masuk wilayah kerja KPH Jatirogo adalah 326.041 orang, terdiri dari 159.583 orang laki-laki dan 166.508 orang perempuan. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja guna pekerjaan di hutan seperti tebangan, tanaman dan lain-lain cukup tersedia, namun pada daerahdaerah tertentu mulai dirasakan adanya kendala dalam mencari tenaga kerja, khususnya pesanggem. Hal ini disebabkan lapangan pekerjaan bidang tanaman kehutanan kurang diminati oleh masyarakat, lebih-lebih angkatan muda disamping adanya lapangan pekerjaan di sektor lain.
21
Mata Pencaharian
Pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani, di samping ada yang sebagai buruh, pegawai/ABRI, pedagang, industri/ kerajinan dll. Pembagian Wilayah Kerja
KPH Jatirogo dalam melaksanakan kegiatan pengelolaannya terbagi ke dalam beberapa wilayah kerja BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) dan RPH (Resort Pemangkuan Hutan). 1. BKPH Bangilan a. RPH Kebonduren
b. RPH Karanggeneng
c. RPH Kejuron
d. RPH Nglateng
2. BKPH Bate a. RPH Kaligede
b. RPH Sukomedalem
c. RPH Guwaran
d. RPH Bate
3. BKPH Sekaran a. RPH Bangsri
b. RPH Sadang
c. RPH Demit
d. RPH Ngijo
4. BKPH Bahoro a. RPH Banjarwaru
b. RPH Tuwiwiyan
c. RPH Tawun
d. RPH Bakalan
5. BKPH Bancar a. RPH Sukoharjo
b. RPH Jatisari
c. RPH Siding
d. RPH Sekaran
6. BKPH Ngulahan a. RPH Dikir
c. RPH Gandu
b. RPH Ngelo
Gangguan Keamanan Hutan
Pengamanan hutan diartikan sebagai usaha untuk melindungi hutan dari segala
bentuk
kekuatan
yang
merusak/menganggu
keamanan
kerusakan/gangguan hutan tersebut umumnya disebabkan oleh : 1. Pencurian dan perencekan kayu jati
hutan,
22
2. Kebakaran hutan 3. Penggembalaan 4. Bibrikan 5. Sengketa tanah Urutan kerawanan hutan dari penyebab kerusakan pada suatu daerah berbeda-beda dan tergantung pada kondisi setempat. Perbandingan gangguan keamanan hutan dalam enam tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Gangguan Keamanan Hutan No 1 1
2
3
4
5
6
Uraian 2 Pencurian pohon a. Jumlah (pohon) b. Kerugian (x Rp. 1000) Bibrikan a. Luas (ha) b. Kerugian (X Rp.1000) Perusakan Hutan a. Luas (ha) b. Jumlah pohon (batang) c. Kerugian (x Rp. 1000) Penggembalaaan a. Luas (ha) b. Kerugian (X Rp.1000) Kebakaran a. Luas (ha) b. Jumlah pohon (batang) c. Kerugian (x Rp. 1000) Bencana alam a. Luas (ha) b. Jumlah pohon (batang) c. Kerugian (x Rp. 1000) Jumlah Kerugian(x Rp.1000)
Realisasi (Tahun) 2002 2003 5 6
2000 3
2001 4
2004 7
2005 8
2006* 9
6.326 2.178.041
28.052 15.181.534
10.102 3.322.147
4.122 661.880
3.747 606.990
4.322 851.170
1.259 170.535
15 6.080
40 16.120
0 100
5 2.000
0 0
0 0
0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 123 341
0 28 73
22 2.532
88 11.157
9 1.260
0 0
73 11.763
19 2.393
9 1.650
92 0 19.548
55 0 10.175
138 0 51.543
200 0 34.640
185 0 28.600
106 0 19.996
0 0 0
0 28 28
0 26 0
0 26 0
0 38 0
0 1 968
0 132 75
10 324 0
2.206.229
15.218.986
3.375.050
698.520
648.321
873.975
172.258
Sumber : Data Laporan Gangguan Keamanan Hutan Tahun 2000-2006 KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Catatan * : Rincian Gangguan Keamanan Hutan Tahun 2006 Bulan Januari-Mei Pada tahun 2000-2002 terjadi penjarahan secara besar-besaran di Perum Perhutani yang dilakukan oleh masyarakat khususnya di KPH Jatirogo yang merupakan penghasil jati yang diandalkan pada Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ini. Dari Tabel 1. di atas KPH Jatirogo mengalami kerugian yang terbesar pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 15.218.986.000, kerugian terbesar dari pencurian kayu yaitu sebesar Rp 15.181.534.000 atau sebesar 99,75% dari total
23
kerugian pada tahun 2001. Pada tahun 2000 KPH Jatirogo juga mengalami kerugian yang besar yaitu sebesar Rp 2.026.229.000, begitu juga pada tahun 2002 yaitu sebesar Rp 3.375.050.000. Besarnya kerugian akibat gangguan keamanan hutan dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Biaya (x Rp 1000)
Grafik Kerugian Gangguan Keamanan 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0
Biaya
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 4. Besarnya Kerugian Akibat Gangguan Keamanan Hutan Tindakan yang akan datang yang dilakukan KPH Jatirogo dalam menghadapi gangguan keamanan yaitu : 1. Pencurian dan Perencekan a. Aktif dan tertib dalam pembuatan huruf A (reporting dan recording) b. Melaksanakan patroli terus menerus selama 24 jam, diperlukan tenaga polter enam (6) orang per RPH, untuk RPH yang sangat rawan, dimungkinkan ditambah sesuai kebutuhan c. Pembangunan Masyarakat Desa Sekitar Hutan (PMDH) perlu ditingkatkan d. Penyuluhan secara shock terapi dengan cara : mengadakan patroli gabungan (show of force) bersama instansi terkait dan melaksanakan penggeledahan secara terpadu dengan instansi terkait pada desa-desa yang penduduknya patut diduga sering mencuri kayu e. Koordinasi dengan instansi terkait perlu ditingkatkan f. Terhadap alur yang tidak digunakan lalu lintas umum maupun angkutan hasil hutan, agar dibuatkan palang pintu dan terkunci. Hal ini dimaksudkan agar tidak digunakan untuk lalu lintas pencurian kayu g. Perlu disediakan dana yang memadai dalam menunjang kegiatan pengamanan
24
h. Ditingkatkannya pengamanan hutan dengan sistem Patroli Tunggal Mandiri (PTM), serta melengkapi sarana dan prasarananya sebagaimana yang tertuang pada SK Direksi Perum Perhutani No. 1563/KPTS/Dir/1996 Tanggal 17 Oktober 1996. 2. Penggembalaan a. Lapangan penggembalaaan hanya dijinkan pada kelas hutan tua (KU IV keatas) b. Pembelian pupuk kandang dari masyarakat sekitar hutan guna merangsang masyarakat ternaknya untuk dikandangi c. Penanaman Hijauan Makanan Ternak (HMT) di lahan hutan dan diusahakan untuk dikembangkan ke tanah-tanah milik masyarakat d. Dibuat model ”Kandang Bersama” sebagai percontohan dengan harapan dapat ditiru oleh masyarakat e. Koordinasi dengan instansi terkait f. Memperketat penjagaan pada jalur-jalur jalan ternak g. Diaktifkan tindakan represif dan preventif terhadap penggembalaan dan disertai membuat laporan huruf A secara tertib. 3. Kebakaran a. Perlu dibuat pos-pos pengamanan kebakaran hutan pada tempat-tempat yang strategis b. Mengadakan koordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat (key person) guna menciptakan otomatisasi pemadaman kebakaran hutan secara dini
oleh
masyarakat c. Mengadakan penyuluhan untuk meningkatkan peran serta masyarakat d. Perlu kelengkapan sarana dan prasarana serta alat komunikasi yang memadai e. Rekuisi tenaga Satgas Damkar yang memadai. 4. Bibrikan a. Yang sudah terjadi segera ditutup dan direboisasi b. Pada daerah rawan bibrikan agar lebih sering diadakan pengawasan c. Pada daerah rawan bibrikan dapat ditanami dengan jenis tanaman bambu yang rapat.
25
5. Sengketa Tanah a. Terhadap tanah-tanah yang disengketakan segera diupayakan penyelesaian bila perlu melalui jalur hukum b. Diadakan inventarisasi terhadap tanah-tanah hutan yang dipinjam pakaikan kepada pihak ke dua dan perijinan yang dikeluarkan untuk keperluan lain diluar kehutanan (eksplorasi minyak, galian batu, dll) agar dikemudian hari tidak menimbulkan masalah. Pendapatan KPH Jatirogo melebihi dari biaya kerugian yang dialami oleh KPH Jatirogo sehingga KPH Jatirogo tidak mengalami defisit dalam hal keuangan. Tabel di bawah ini menunjukan pendapatan yang diterima KPH Jatirogo dalam tujuh tahun terakhir. Tabel 2. Pendapatan KPH Jatirogo dalam tujuh tahun No
Uraian
Satuan
1
2
3
1
2 3 4
5 6 7
Pendapatan -Dalam Negeri -Luar Negeri Jumlah Harga Pokok Penjualan Laba Kotor Biaya Usaha -Biaya Adm & Umum -Biaya Pemasaran Jumlah Biaya Usaha Laba Usaha Pendapatan Di Luar Usaha Pokok Laba Sebelum Pajak
2000
2001
2002
4
5
6
Tahun 2003
2004
2005
2006
7
8
9
10
Juta Rp. Juta Rp. Juta Rp. Juta Rp. Juta Rp.
31.261 0 31.261 16.141 15.120
18.523 0 18.523 7.917 10.606
29.085 0 29.085 14.576 14.509
24.589 0 24.589 13.257 11.332
19.988 0 19.988 10.960 9.028
28.588 0 28.588 8.448 20.140
6.423 0 6.423 3.974 2.449
Juta Rp. Juta Rp. Juta Rp. Juta Rp.
5.206 601 5.807 9.313
4.159 413 4.572 6.034
6.768 746 7.514 6.995
6.129 477 6.606 4.726
5.957 280 6.237 2.791
5.595 348 5.943 14.197
2.137 0 2.137 312
Juta Rp. Juta Rp.
159 9.472
154 6.188
145 7.140
155 4.881
211 3.002
281 14.478
24 336
Sumber : Data Laporan Pendapatan Tahun 2000-2006 KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Catatan : Rincian Pendapatan Tahun 2006 Bulan Januari-Mei
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Hutan Ikhtisar Kelas Hutan Produktif
Untuk memperoleh gambaran tentang perbandingan potensi kelas hutan produktif KPH Jatirogo dilakukan penelaahan pada empat jangka yang diambil dari Buku RPKH (Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan). Buku RPKH diperbaharui , setiap jangka 10 tahun tapi pada akhir jangka 1979-1988 yaitu pada tahun 1988 dilakukan penyusunan kembali RPKH karena adanya penyusutan luas hutan produktif nyata sehingga dilakukan kembali risalah pada awal jangka 1988 dengan tujuan untuk memperoleh data potensi yang lebih akurat. Begitu juga halnya pada awal jangka 2003 dilakukan kembali risalah hutan karena pada tahun 2000-2002 terjadi penjarahan hutan secara besar-besaran yang menyebabkan terjadinya penurunan luas hutan produktif secara dratis, risalah tersebut dinamakan dengan risalah sela (risalah kilat) hutan. Perbandingan potensi kelas hutan produktif pada empat jangka, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Luas hutan produktif pada empat jangka Kelas-kelas Hutan KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MR MT Jumlah
1979 - 1988 Luas (Ha) 3.531,6 1.713,1 1.702,5 1.339,2 1.414,4 712,0 845,4 966,2 850,6 85,0 2.839,9 0,0 15.999,9
Jangka Perusahaan 1988 - 1997 1998 - 2007 Luas (Ha) Luas (Ha) 3.698,2 3.736,8 3.114,7 2.106,6 1.407,7 1.753,7 1.395,4 821,7 862,7 562,2 880,3 413,4 531,2 605,3 443,0 286,4 439,7 87,8 516,9 116,8 1.303,2 1.496,3 0,0 47,1 14.593,0 12.034,1
2003 - 2007 Luas (Ha) 5.830,0 2.244,4 1.038,0 341,0 200,6 115,2 133,9 254,6 54,1 0,0 543,9 0,0 10.755,7
Sumber : RPKH 1979-1988, RPKH 1988-1997, RPKH 1998-2007, dan RPKH Sela 2003-2007 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa luas hutan produktif dari jangka ke jangka cenderung menurun, yang berarti terjadi penurunan potensi hutan. Penurunan potensi hutan ini terjadi selama jangka 1998-2007. Luas hutan produktif pada awal jangka 1998-2007 dibandingkan dengan awal jangka 1988-
27
1997 turun sebesar 17,54 % dan bila dibandingkan dengan awal jangka 1979-1988 luas hutan produktif selama dua jangka telah mengalami penurunan sebesar 24,78%. Namun pada awal jangka 2003-2007 terjadi penurunan luas hutan produktif secara dratis dari awal jangka 1979-1988 yaitu sebesar 32,78%. Penurunan luas hutan produktif tersebut terjadi diduga karena adanya kerusakan hutan atau gangguan keamanan hutan terutama pencurian kayu secara besarbesaran yang terjadi pada awal tahun 2000-2002 yang menyebabkan kerugian besar pada Perum Perhutani khususnya KPH Jatirogo. Ini dapat dilihat dengan terjadinya peningkatan kelas umur muda dan terjadinya penurunan kelas umur tua pada setiap jangka, pada jangka 1979-1988 KU I sebesar 3.531,6, jangka 19881997 KU I sebesar 3.698,2, jangka 1998-2007 KU I sebesar 3.736,8 dan jangka 2003-2007 sebesar 5.830,0. Pada tabel di atas terlihat kelas hutan masak tebang hanya ditemui pada jangka 1998-2007 sedangkan pada jangka 1979-1988, jangka 1988-1997 dan jangka 2003-2007 tidak ditemui kelas hutan masak tebang. Penurunan kelas hutan produktif pada empat jangka dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Luas Kelas Hutan Produktif Pada Empat Jangka KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MR MT
7.000,0 6.000,0
Luas (Ha)
5.000,0 4.000,0 3.000,0 2.000,0 1.000,0 0,0 1979 - 1988
1988 - 1997
1998 - 2007
2003 - 2007
Jangka
Gambar 5. Grafik Perbandingan Kelas Hutan Produktif Empat Jangka
28
Gambar berikut menunjukan luas hutan produktif setiap jangka dari jangka 19791988, jangka 1988-1997, jangka 1998-2007 dan jangka 2003-2007. Grafik Perbandingan Luas Hutan Produktif Setiap Jangka
Luas (Ha)
18.000 16.000
15.999,9 14.593,0
14.000 12.000
12.034,1 10.755,7
10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 1979 - 1988
1988 - 1997
Luas total hutan produktif
1998 - 2007
2003 - 2007
Jangka
Gambar 6. Grafik Perbandingan Luas Hutan Produktif Empat Jangka Etat
Etat adalah batasan luas dan volume tebangan per tahun yang diperkenankan, dihitung berdasarkan pengujian sesuai ketentuan SK Dirjen Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974. Untuk gambaran perbandingan etat KPH Jatirogo dari jangka ke jangka dapat dilihat pada grafik berikut : Perbandingan Etat Luas dengan Etat Volume Setiap Jangka KPH Jatirogo 250 200,0 200
168,4 150,1
134,5
150 100 50
22,714
21,862
16,527
11,06
1979 - 1988
1988 - 1997
1998 - 2007
2003 - 2007
0
Jangka
Etat Luas (Ha/tahun) Etat Volume (m3/tahun) x 1000
Gambar 7. Grafik Perbandingan Etat Luas dan Etat Volume Empat Jangka
29
Grafik di atas menunjukan terjadinya penurunan etat dari jangka ke jangka baik etat luas maupun etat volume. Penurunan dratis terjadi pada jangka 20032007 dengan etat luas sebesar 134,7 Ha/Thn dan etat volume sebesar 11.060 m3/Thn bila dibandingkan dengan jangka 1979-1988 yaitu etat luas sebesar 200,0 Ha/Thn dan etat volume sebesar 22.714 m3/Thn. Ini juga menunjukan adanya penurunan potensi yang disebabkan adanya gangguan keamanan hutan terutama pencurian kayu yang saat ini masih menjadi kendala bagi Perum Perhutani di Pulau Jawa. Pencurian kayu disebabkan nilai kayu jati yang sangat tinggi dan sangat diminati oleh masyarakat pada umumnya.
Potensi Tebangan A.2
Tebangan A.2 adalah tebang habis biasa pada hutan produktif yang dilaksanakan pada jangka berjalan. Penebangan di KPH Jatirogo dilakukan pada bulan Maret – Desember. Potensi tebangan A.2 KPH Jatirogo dalam beberapa tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4. Potensi tebangan A.2 KPH Jatirogo No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Rencana (RPKH) (M3) 15.768 18.526 20.531 20.379 20.603 20.658 20.541 20.562 20.713 19.977 26.314 21.301 11.024 11.472 8.000 6.282 4.357 3.869 6.366
Realisasi Lapangan (M3) 18.526 17.727 21.673 16.970 13.267 16.877 19.160 21.540 20.447 20.563 19.733 18.159 10.021 8.682 5.301 5.537 4.829 4.790 1.106
Sumber : RPKH 1979-1988, RPKH 1988-1997, RPKH 1998-2007, dan RPKH Sela 2003-2007 Catatan : Realisasi Tebangan Tahun 2006 Bulan Januari-Mei
30
Dari tabel di atas dapat dilihat potensi tebangan A.2 baik rencana dan realisasi penebangannya. Penebangan di lapangan (realisasi) dilakukan sesuai dengan rencana yang ditetapkan tetapi pada tabel di atas dapat dilihat adanya penebangan di lapangan (realisasi) melebihi dari rencana yang ditetapkan yaitu pada tahun 1988, 1990, 1995, 1997, 2004, 2005. Tapi ada juga realisasi penebangan kurang dari yang direncanakan yaitu pada tahun 1989, 1991, 1992, 1993, 1994, 1996, 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2006. Penebangan bisa melebihi atau kurang dari yang direncanakan antara lain disebabkan pengukuran (risalah) yang dilakukan sebelum penebangan kurang teliti atau kemungkinan adanya perubahan yang tidak diduga atau adanya gangguan keamanan hutan (pencurian kayu) sehingga jatah penebangan menjadi berkurang. Pada tahun 2000 penebangan yang dilakukan harus sesuai dengan RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan) dan adanya Jatah Produksi Tebang (JPT), JPT tidak boleh melebihi dari RKAP. Perbandingan antara realisasi penebangan dengan rencana penebangan tiap tahunnya di KPH Jatirogo dapat dilihat pada grafik di bawah ini : Grafik Rencana Dan Realisasi Tebangan A2 per tahun KPH Jatirogo 30000 y = -913,87x + 24783
Volume (m3)
25000 20000 15000 10000 y = -972,43x + 23667 5000
RPKH Realisasi Lapangan Linear (Realisasi Lapangan) Linear (RPKH)
20 06
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
19 88
0
Tahun
Gambar 8. Grafik Rencana dan Realisasi Tebangan A.2 KPH Jatirogo s
31
Faktor Koreksi dan Asumsi
Dalam melakukan prediksi struktur kelas hutan dan produksi tebangan A.2 Jati untuk satu jangka ke depan, diperlukan beberapa faktor koreksi (komponen model proyeksi) maupun angka asumsi.
Faktor Koreksi
Dalam uji kelestarian ini, proses prediksi struktur kelas hutan dan tebangan A.2 menggunakan tiga macam faktor koreksi (komponen model proyeksi) yaitu : 1. Faktor koreksi tingkat kelestarian kelas hutan (FK.1) 2. Faktor koreksi penambahan tanaman kelas umur I (FK.2) 3. Faktor koreksi penambahan miskin riap (FK.3)
1. Faktor Koreksi Tingkat Kelestarian Kelas Hutan (FK.1)
Faktor Koreksi tingkat kelestarian kelas hutan (FK.1) adalah angka koreksi kelas hutan produktif untuk jangka yang akan datang yang diakibatkan oleh pencurian/penjarahan, kegagalan tanaman, dll untuk digunakan sebagai angka koreksi dalam memprediksi struktur kelas hutan pada jangka berikutnya. Angka ini berfungsi untuk mengoreksi persediaan luas kelas hutan produktif pada jangka berikutnya dengan cara mengalikan FK.1 dengan luas per KU pada bagan tebang jangka ke dua. Sehingga diperoleh komposisi kelas hutan jangka berikutnya yang telah memperhitungkan angka kelestarian per KU (setelah dikurangi angka kerusakan per KU). Metode penetapan FK.1 menggunakan tahapan perhitungan sebagai berikut : a. Perhitungan persen perubahan per KU Melakukan perhitungan persen perubahan per KU yang merupakan ratarata tiga jangka dengan menggunakan data pada interval waktu yang konstan (interval 10 tahunan) yaitu data awal jangka 1979-1988, 1988-1997, 1998-2007 dengan rincian pada tabel di bawah ini.
32
Tabel 5. Perubahan Kelas Umur pada Tiga Jangka Kelas Jangka 1979-1988 (Ha) A 2
Hutan
1
KU I KU II KU II KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MR MT
Luas (Ha) Jangka 1988-1997 (Ha) B 3
3531,6 1713,1 1702,5 1399,2 1414,1 712,0 845,4 966,2 850,6 85,0 2839,9
3698,2 3114,7 1407,7 1395,4 862,7 880,3 531,2 443,0
Luas Perubahan (Ha) Jangka 1998-2007 (Ha) C 4 3736,8 2106,6 1753,7 821,7 562,2 413,4 605,3 286,4 87,8
439,7 516,9
116,8
1303,2
1496,3 47,1
% Perubahan
A-B
B-C
A-B
B-C
5
6
7
8
11,8 17,8 18,0 38,3 37,7 25,4 47,6
43,0 43,7 41,6 59,7 52,1 31,2 46,1 80,2
416,9 305,4 307,1 536,5 533,8 180,8 402,4
1591,6 1361,0 586,0 833,2 449,3 275,0 244,8 355,2
526,5 333,7 85,0 1536,7 0,0
322,9 516,9 0,0 -193,1 -47,1
% Perubahan A-B =
LuasPerubahanA − B × 100% LuasJangkaA
% Perubahan B-C =
LuasPerubahanB − C × 100% LuasJangkaB
54,5 39,2
73,4
54,1
-14,8
Luas Perubahan A-B = Luas Jangka A – Luas Jangka B Luas Perubahan B-C = Luas Jangka B –Luas Jangka C
b. Penetapan persen perubahan per KU dengan memperhitungkan hasil risalah kilat Untuk melakukan pendekatan angka koreksi yang mendekati nyata yaitu dengan mengakomodir tingkat kerusakan pada masa penjarahan, maka hasil perhitungan (a) dirata-ratakan dengan tingkat kerusakan hasil kegiatan risalah kilat tahun 2003 sebesar 45,83 % (tingkat kelestarian : 1 – 45,83 % = 54,2 %), dengan rincian sebagai berikut :
33
Tabel 6. Persen Perubahan per KU dengan Memperhitungkan Hasil Risalah Kilat Jangka Lalu 1998-2007 Kelas Luas Hutan (Ha) 1 2 KU I 3736,8 KU II 2106,6 KU II 1753,7 KU IV 821,7 KU V 562,2 KU VI 413,4 KU VII 605,3 KU VIII 286,4 KU IX 87,8 KU X 116,8 MR 1496,3 MT 47,1 Jumlah 12034,1
TL = 1 − K
Jangka Sekarang 2003-2007 Kelas Luas Hutan (Ha) 3 4 I 5830,0 II 2244,4 II 1038,0 IV 341,0 V 200,6 VI 115,2 VII 133,9 VIII 254,6 IX 54,1 X MR 543,9 MT 10755,7
K=
Perbedaan Luas Luas (Ha) 5 -2093,2 -137,8 715,7 480,7 361,6 298,2 471,4 31,8 33,7
a−b+c × 100% a
952,4 47,1
% 6 -56,0 -6,5 40,8 58,5 64,3 72,1 77,9 11,1 38,4
Kegiatan Pengelolaan Jangka Lalu 7 4288,3
63,7 100,0
b = B – bo – b’ – b”
Dimana : TL
= Tingkat kelestarian (%)
K
= Angka kerusakan (%)
a
= Jumlah luas hutan produktif pada awal jangka
b o
b
= Jumlah luas produktif potensi tekini = Tambahan hutan produktif akibat perubahan kelas perusahaan
b’
= Luas tanaman dalam jangka lalu atau periode tertentu pada jangka berjalan
c
= Tanaman rutin jangka lalu
b”
= Luas Tebangan A dalam jangka lalu atau periode tertentu pada jangka berjalan
B
= Jumlah luas Hutan produktif hasil risalah baru
b = 10755,7 – (4288,3 – 828,9) = 10755,7 – 3459,4 = 7296,3 Ha K=
12034,1 − (10755,7 − 3459,4) + 777,2 × 100% = 45,83% 12034,1
Tingkat Kelestarian = 1- 45,83 % = 54,2 % Keterangan : Tanaman rutin 1999-2003 = 777,2 Ha
44,0 65,7 672,1 47,1 5117,2
34
Nilai tingkat kerusakan tersebut diperhitungkan secara merata pada semua KU, dikarenakan jatuhnya waktu risalah kilat tidak pada interval 10 tahun dari penataan sebelumnya. Untuk memperoleh pendekatan yang lebih nyata maka dalam menghitung FK.1 masing-masing dikalikan nilai bobot sesuai waktu masing-masing jangka. Rincian perhitungan dapat dilihat pada tebel berikut : Tabel 7. Perhitungan FK.1 Perubahan Kelas Umur 1 I - II II - III III - IV IV - V V - VI VI - VII VII - VIII VIII - IX
% Perubahan A-B 2 11,8 17,8 18,0 38,3 37,7 25,4 47,6 54,5
B-C 3 43,0 43,7 41,6 59,7 52,1 31,2 46,1 80,2
%
FK.a
FK.b
Kerusakan 4 27,6 35,9 33,5 48,4 41,5 27,8 47,2 64,6
5 72,4 64,1 66,5 51,6 58,5 72,2 52,8 35,4
(Riskil) 6 54,2 54,2 54,2 54,2 54,2 54,2 54,2 54,2
(klm 5 x 10)
7 724,0 641,0 665,0 516,0 585,0 722,0 528,0 354,0
(klm 6x6)
Jumlah
8 325,2 325,2 325,2 325,2 325,2 325,2 325,2 325,2
9 1049,2 966,2 990,2 841,2 910,2 1047,2 853,2 679,2
FK.1 (%) (Kolom 9/16) 10 65,6 60,4 61,9 52,6 56,9 65,5 53,3 42,5
Penjelasan FK.b = Tingkat Kelestarian (TL) 2. Faktor Koreksi Penambahan Tanaman Jati Kelas Umur I (FK.2)
FK.2 adalah angka prediksi penambahan KU I untuk jangka yang akan datang dengan mempertimbangkan kerusakan hutan (pencurian, kegagalan tanaman, dll), luas kelas hutan tidak produktif dan kemampuan perusahaan dalam pembuatan tanaman. FK.2 merupakan persentase perbandingan antara nilai ratarata realisasi tanaman pada suatu jangka terhadap rata-rata luas kerusakan pada jangka sebelumnya ditambah dengan luas tebangan rutin pada jangka berjalan dan luas tanah tidak produktif (TK dan TJBK) di awal jangka. Perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Penerapan FK.2 dalam memprediksi penambahan tanaman KU I, dengan tahapan sebagai berikut : a. Mengoreksi struktur KU jangka lalu dengan angka kerusakan masing-masing KU (1-FK.1) b. Menjumlahkan seluruh KU yang telah terkoreksi seperti pada langkah di atas (a) ditambah dengan bekas tebangan A2, setelah dikurangi perubahan KU IVVI yang menjadi MR dan ditambah lagi dengan luas TK dan TJBK di awal jangka
35
Tabel 8. Koreksi Struktur KU Jangka Lalu Dengan Angka Kerusakan Masingmasing KU Jangka (Thn)
1 19791988 19881997 19982003
Luas TK Awal Jangka
Luas TJBK Dlm Jangka
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
Luas Tan Dlm Jangka Berjalan (Ha)
2
3
4
5
6
7
Kerusakan Dlm Jangka
Luas Teb A Dlm Jangka
Luas KU I Jangka Berikut (Ha)
(klm7/klm6)
(Thn)
8
9
10
% per Jangka
Rentang
Perhitungan Rata-rata
Jangka
Tertimbang (Klm 6x9)
(Klm 8x10) 11
375.1
4636
3149.7
2652.7
10813.5
3698.2
34.20
10
108135.0
3,698,200.0
2244.2
1996
6643.6
1753.3
12637.1
3736.8
29.57
10
126371.0
3,736,800.0
2029.3
1766.8
5686.2
1213.9
10696.2
5830.0
54.51
6
34146.8
13265.0
Jumlah
64177.2
3,498,000.0
298683.2
10,933,000.0
c. Hasil penjumlahan di atas dikalikan dengan (FK.2 = 36,60 %), maka hasilnya ditetapkan sebagai penambahan tanaman jati untuk awal jangka Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada grafik perbandingan tingkat kerusakan sebagai dasar perhitungan FK.1 di bawah ini. Grafik Perbandingan Faktor Koreksi 80,0
70,0
70,0
60,0
60,0
50,0
50,0
40,0
40,0 30,0
30,0
20,0
20,0
10,0
10,0 0,0
0,0
I - II
II - III
III - IV
IV - V
V - VI
VI - VII
VII VIII
Fk.a
72,4
64,1
66,5
51,6
58,5
72,2
52,8
35,4
FK.b
54,2
54,2
54,2
54,2
54,2
54,2
54,2
54,2
FK.1
65,6
60,4
61,9
52,6
56,9
65,5
53,3
42,5
Kelas Umur
Gambar 9. Grafik Perbandingan Tingkat Koreksi
VIII - IX
FK.2 (11:10) 12
36.60
36
3. Faktor Koreksi Penambahan Miskin Riap (FK.3)
FK.3 adalah angka prediksi luas miskin riap (MR) untuk jangka yang akan datang dengan memperhitungkan perbandingan luas MR pada jangka lalu. Pada umumnya timbulnya MR disebabkan oleh kerawanan hutan. Penetapan FK.3 menggunakan perhitungan seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 9. Penambahan Miskin Riap (FK.3) Kelas Umur 1 IV V VI Jumlah Mr %
1979-1988 2 1339,2 1414,4 712,0 3465,6
Jangka 1988-1997 1998-2007 3 4 1395,4 821,7 862,7 562,2 880,3 413,4 3138,4 1797,3 1303,2 1496,3 41,5 83,3
2003-2007 5
543,9 30,3
% MR Jangka 1988-1997 =
1303,2 × 100% = 37.60% 3465,6
% MR Jangka 1998-2007 =
1496,3 × 100% = 47.68% 3138,4
% MR Jangka 2003-2007 =
543,9 × 100% = 30.26% 1797,3
FK.3 =
Jumlah FK.3 (%) 6 3556,3 2839,3 2005,7 8401,3 3343,4 39,8
3343,4 × 100% = 39,8% 8401,3
Penerapan FK.3 dalam memprediksi penambahan Miskin Riap (MR), dengan tahapan sebagai berikut : 1. Menjumlahkan KU IV - VI pada awal jangka lalu. Dengan asumsi bahwa KU efektif yang dapat menjadi MR adalah KU IV – VI 2. Hasil penjumlahan di atas dikalikan dengan FK.3 dan hasil tersebut diasumsikan sebagai luas MR yang akan didapat pada jangka berikutnya.
Asumsi-Asumsi
Dalam proses prediksi, asumsi-asumsi berikut ini digunakan, yaitu : 1. Rata-rata Bonita 2. Rata-rata KBD 3. Asumsi JPP
37
4. Aturan selama periode proyeksi mengikuti aturan yang berlaku saat ini 5. Tidak ada perubahan kebijakan yang berpengaruh signifikan terhadap etat tebangan 6. Umur Tebang Minimum (UTM)
1. Rata-Rata Bonita Rata-rata bonita digunakan untuk melakukan perhitungan luas dan massa kayu dalam perhitungan etat pada beberapa jangka ke depan. Perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 10. Rata-rata Bonita Kelas Hutan
KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MR MT
Jangka 19791988 Luas (Ha) Bonita 3531,6 3,0 1713,1 2,9 1702,5 2,9 1399,2 3,2 1414,1 3,4 712,0 3,4 845,4 3,2 966,2 3,3 850,6 3,0 85,0 3,0 2839,9
Jangka 19881997 Luas (Ha) Bonita 3698,2 3,2 3114,7 3,5 1407,7 3,2 1395,4 3,7 862,7 3,7 880,3 3,9 531,2 3,9 443,0 3,7 439,7 2,3 516,9 2,5 1303,2
Jangka 19982007 Luas (Ha) Bonita 3736,8 3,2 2106,6 3,0 1753,7 3,4 821,7 3,4 562,2 3,5 413,4 3,7 605,3 3,7 286,4 3,9 87,8 3,7 116,8 2,2 1496,3 3,7 47,1 3,5
Jumlah Luas (Ha) 10966,6 6934,4 4863,9 3616,3 2839,0 2005,7 1981,9 1695,6 1378,1 718,7 5639,4 47,1
Ratarata
Bonita
Bonita 3,1 3,1 3,2 3,4 3,5 3,7 3,6 3,6 3,0 2,6 3,7 3,5
Ditetapkan 3,0 3,0 3,0 3,5 3,5 4,0 3,5 3,5 3,0 2,5 4,0 3,5
2. Rata-rata KBD Rata-rata KBD digunakan untuk melakukan perhitungan luas dan massa kayu dalam perhitungan etat pada beberapa jangka ke depan. Perhitungan dalam penetapan rata-rata KBD dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
38
Tabel 11. Rata-rata KBD Kelas Hutan
KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MR MT
Jangka 19791988 Luas (Ha) KBD 3531,6 0,72 1713,1 0,76 1702,5 0,79 1399,2 0,71 1414,1 0,67 712,0 0,72 845,4 0,70 966,2 0,47 850,6 0,66 85,0 0,84 2839,9
Jangka 19881997 Luas (Ha) KBD 3698,2 0,79 3114,7 0,96 1407,7 0,87 1395,4 0,92 862,7 0,72 880,3 0,75 531,2 0,67 443,0 0,71 439,7 0,49 516,9 0,47 1303,2
Jangka 19982007 Luas (Ha) KBD 3736,8 0,87 2106,6 0,89 1753,7 0,74 821,7 0,76 562,2 0,77 413,4 0,69 605,3 0,73 286,4 0,73 87,8 0,63 116,8 0,47 1496,3 0,47 47,1 0,70
Jumlah Luas (Ha) 10966,6 6934,4 4863,9 3616,3 2839,0 2005,7 1981,9 1695,6 1378,1 718,7 5639,4 47,1
Ratarata KBD 0,79 0,87 0,80 0,80 0,72 0,72 0,70 0,64 0,59 0,59 0,47 0,70
3. Asumsi Produksi JPP Dalam memprediksi tebangan A.2 pada beberapa jangka ke depan, potensi tebangan yang berasal dari tanaman JPP akan diperhitungkan berdasarkan : a. Buku Rancang Bangun Tanaman JPP Rancang Bangun Tanaman JPP KPH Jatirogo yang telah disusun, memproyeksikan tanaman selama 20 tahun, yang sebelumnya telah di awali penanaman pada tahun 2002. Luas tebangan rata-rata 250 Ha/Thn. b. Daur dan Estimasi Produksi JPP Berdasarkan hasil penelitian pada Pusbang SDH Perum Perhutani Cepu, daur JPP secara ekonomis dapat ditebang pada umur tegakan 20 tahun dengan estimasi produksi 200 m3/Ha.
4. Aturan Selama Periode Proyeksi Mengikuti Aturan yang Berlaku Saat Ini Seperti pada sistem perencanaan Perhutani, maka perhitungan etat dan rencana tebangan diulang/direvisi setiap 10 tahun. Etat massa/etat volume dihitung berdasarkan potensi pada Umur Tebang Rata-rata (UTR) untuk semua kelas umur dibagi dengan daur, dengan asumsi tingkat kelestarian semua kelas umur sama yaitu 100 % dan struktur hutan adalah hutan normal, yaitu masingmasing KU memiliki luasan yang relatif sama. Sedangkan rencana tebangan A.2 disusun berdasarkan potensi riil tebangan dalam jangka yang bersangkutan.
39
Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa etat tebangan tidak akan pernah dicapai selama kedua asumsi di atas tidak terpenuhi.
5. Tidak Ada Perubahan Kebijakan yang Berpengaruh Terhadap Etat Tebangan Selama periode proyeksi diasumsikan tidak ada perubahan kebijakan yang berpengaruh terhadap etat tebangan, misalnya perubahan daur. Walaupun pada kenyataannya perubahan (pengurangan) daur yang mengakibatkan peningkatan etat tebangan hanya akan berpengaruh terhadap luas tebangan apabila potensi riil tebangan pada suatu jangka melebihi etat tebangan sebelum perubahan. Sedangkan apabila potensi nyata tebangan suatu jangka jauh di bawah etat tebangan maka perubahan daur atau penambahan etat tidak akan mempengaruhi luas tebangan.
6. Umur Tebang Minimum (UTM) Selama periode proyeksi diasumsikan bahwa UTM adalah 71 tahun sehingga KU VII ke atas pada awal jangka yang dapat dimasukan sebagai areal tebangan pada jangka yang bersangkutan. Kecuali dilakukan untuk jangka 20042013, tebangan dilakukan juga pada sebagian KU VI. Hal ini dikarenakan terdapat kebijakan dari Perhutani Pusat yang telah memasukan KU VI dalam rencana tebangan pada jangka 2003-2012 sehingga prediksi selanjutnya lebih realistis maka untuk jangka 2003-2012 digunakan rencana tebangan berdasarkan kebijakan tersebut.
40
Prediksi Struktur Kelas Hutan dan Tebangan A.2
Dalam melakukan prediksi struktur kelas hutan dan tebangan A.2 untuk tiga jangka ke depan, menggunakan awalan (starting point) suplemen RPKH hasil risalah kilat tahun 2003 (Jangka 2004-2013), dengan kata lain prediksi untuk selanjutnya merupakan kelipatan interval 10 tahun dari tahun 2004.
a. Awal Jangka 2004
1. Struktur kelas hutan produktif Pada tabel di bawah ini dijelaskan struktur kelas hutan produktif berdasarkan suplemen RPKH hasil risalah kilat (2004-2013), serta perhitungan massa kayunya. 2. Etat tebangan dan rencana tebangan A.2 Tabel 12. Struktur Kelas Hutan Produktif Kelas Hutan 1 MT MR KU XII KU XI KU X KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah
Luas (Ha) Non JPP 2
JPP 3
Rata-Rata Jumlah 4
Bonita 5
KBD 6
543,9
543,9
3,5
0,70
54,1 254,6 133,9 115,2 200,6 341,0 1038,0 2244,4 5174,9 10100,6
54,1 254,6 133,9 115,2 200,6 341,0 1038,0 2244,4 5830,0 10755,7
4 3,5 4 4 3,5 3 3 3 3
0,66 0,70 0,71 0,77 0,71 0,80 0,80 0,87 0,76
655,1 655,1
Umur Ratarata 7
84 80 76 73 68 65 64 65 73
Vol/Ha
Vol
8
Total (m3) 9 66
35897,4
128 139 136 143 115 135 113 133 97
6924,8 35389,4 18210,4 16473,6 23069 46035 117294 298505,2 565510 1163308,8
Sumber : RPKH Sela 2003-2007 Berdasarkan perhitungan di atas dapat ditetapkan etat tebangan yaitu : Etat Luas
= 134,45 Ha/Thn
Etat Volume
= 11.541,36 m3/Thn
Luas tebangan A/Thn
= 98,65 Ha
Volume Tebangan A/Thn
= 9.642 m3
41
3. Komposisi kelas hutan untuk lapangan yang baik untuk tebang habis adalah sebagai berikut : Tabel 13. Kelas-Kelas Hutan Awal Jangka 2004-2013 Kelas Hutan 1
Awal Jangka Luas
Non JPP
JPP
(Ha)
(Ha)
(Ha)
2
3
4
MT MR
543,9
543,9
KU IX
54,1
54,1
KU VIII
254,6
254,6
KU VII
133,9
133,9
KU VI
115,2
115,2
KU V
200,6
200,6
KU IV
341,0
341,0
KU III
1038,0
1038,0
KU II
2244,4
2244,4
KU I
5830,0
5174,9
655,1
Jumlah
10755,7
10100,6
655,1
TK/TJBK
6413,5
Lainnya
1594,5
Jumlah
8008,0
Total
18763,7
42
b. Prediksi Jangka 2014-2023
1. Perhitungan estimasi luas tanaman jati awal jangka 2014-2023 Perhitungan estimasi luas tanaman jati pada awal jangka 2014-2023 adalah sebagai berikut : Tabel 14. Perhitungan Estimasi Luas Tanaman Awal Jangka 2014-2023
Kelas
Luas Awal
Tebangan A
Hutan
Jangka Lalu
Jangka Lalu
(Ha) 2
(Ha) 3
1 MT MR KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah 1 TK/TJBK Lainnya Jumlah 2 Jumlah 1+2 Non JPP JPP Tak Produktif Awal Jangka
543.9 54.1 254.6 133.9 115.2 200.6 341.0 1038.0 2244.4 5830.0 10755.7 6413.5 1594.5 8008.0 18763.7
Sisa Kelas Hutan
Produktif Jangka Lalu (Ha) 4
Akr
AKR-FK.3
(100FK.1)
(AKR- 39,8)
(Ha) 5
(Ha) 6
Tanaman Pemb
Tanaman Awal Jangka Sblm FK.2 (Pemb +Rutin) (Ha) 8
Tanaman Awal
4.3 9.6 31.4 396.5 888.8 2011.4 3342.0 6413.5
543.9 54.1 254.6 133.9 4.3 9.6 31.4 396.5 888.8 2011.4 4328.5 6413.5
6413.5
6413.5
199.1 19.8 93.2 49.0 1.6 3.5 11.5 145.1 325.3 736.2 1584.2 2347.3 0.0 2347.3
9755.5
10742.0 7586.9 3155.1
3931.6 2776.8 1154.8
Awal Jangka Sebelum FK.2 (Ha) 7
543.9 54.1 254.6 133.9
986.5
115.2 200.6 341.0 1038.0 2244.4 5830.0 9769.2
34.5 43.1 47.4 38.1 39.6 34.4
5.3 3.3 7.6
Jangka FK.2 0.3660 (Ha) 9
6810.4
43
2. Perhitungan estimasi luas Miskin Riap awal jangka 2014-2023 Estimasi luas Miskin Riap (MR) awal jangka 2014-2023 dihitung berdasarkan
luas
KU
IV-VI
pada
awal
jangka
sebelumnya
dengan
memperhitungkan angka empiris perubahan KU menjadi MR pada beberapa jangka yang lalu (FK.3), dengan asumsi bahwa pada KU IV-VI merupakan KU yang potensial berubah menjadi Kelas Hutan Miskin Riap. Tabel 15. Perhitungan Estimasi Luas Miskin riap Awal Jangka 2014-2023 Awal Jangka Kelas Luas Hutan (Ha) 1 MR KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah
(Ha) 2 543,9 54,1 254,6 133,9 115,2 200,6 341,0 1038,0 2244,4 5830,0 10755,7
Tebangan A selama Jangka Lalu (Ha) 3 543,9 54,1 254,6 133,9
986,5
Kelas Hutan Produktif diluar rencana
FK.3 39,8 %
Prediksi MR Awal Jangka
Tebangan A (Ha) 4
(Ha) 5
(Ha) 6
115,2 200,6 341,0 1038,0 2244,4 5830,0 9769,2
39,8 39,8 39,8
45,8 79,8 135,7
261,3
3. Estimasi susunan kelas hutan awal jangka 2014-2023 Estimasi susunan kelas hutan jangka 2014-2023 diperoleh berdasarkan susunan awal jangka sebelumnya dengan memperhitungkan pengaturan hasil pada bagan tebang (PDE.9), yang selanjutnya ditambahkan dengan luas estimasi tanaman jati (point.1) dan luas estimasi MR (point. 2). Perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
44
Tabel 16. Estimasi Susunan Kelas Hutan Awal Jangka 2014-2023
Kelas
Tebangan A Jangka Lalu
Awal Jangka
Hutan
Luas
1 MR KU XI KU XI KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah TK/TJBK Lainnya Jumlah Total
Non JPP
JPP
(Ha) 2 543,9
(Ha) 3 543,9
(Ha) 4
54,1 254,6 133,9 115,2 200,6 341,0 1038,0 2244,4 5830,0 10755,7 6413,5 1594,5 8008,0 18763,7
54,1 254,6 133,9 115,2 200,6 341,0 1038,0 2244,4 5174,9 10100,6
(Ha) 3 543,9
Sisa Kelas Hutan
AKI
Produktif Jangka Lalu (Ha) 4
(FK.1)
115,2 200,6 341,0 1038,0 2244,4 5830,0 9769,2
65,5 56,9 52,6 61,9 60,4 65,6
54,1 254,6 133,9
655,1 655,1
986,5
Awal Jangka Non Luas JPP JPP
(Ha) 2 251,6
(Ha) 3 251,6
75,3 114,1 179,0 641,5 1355,6 3818,7 4436,9 10872,7 6296,5 1594,5 7891,0 18763,7
75,3 114,1 179,0 641,5 1355,6 3389,6 2956,0 8962,7
4. Perhitungn etat dan massa kayu awal jangka 2014-2023 Tabel 17. Perhitungan Etat dan Massa Kayu Awal Jangka 2014-2023 Kelas Hutan 1 MR KU XI KU X KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah KU Total
Luas (Ha) Non JPP 2 251,6
JPP 3
Rata-Rata
Umur
Vol/Ha
8
Jumlah 4 251,6
Bonita 5 4,0
KBD 6 0,47
Tengah 7
4,0 4,0 3,5 3,0 3,0 3,0 3,0
0,70 0,78 0,71 0,69 0,67 0,71 0,76
27,5 31,5
5,49 5,96
75,3 114,1 179,0 641,5 1355,6 3389,6 2956,0
429,1 1480,9
75,3 114,1 179,0 641,5 1355,6 3818,7 4436,9
8962,7 9214,3
1910,0 1910,0
10872,7 11124,3
Vol
81
Total 9 20.380
65 55 45 35 25 15 5
130 144 111 90 88 96 100
9.789 16.430 19.869 57.735 119.293 366.595 443.690
245,0 245,0
840 921
1.053.781 1.074.161
(Ha) 4
429,1 1480,9 1910,0
45
Umur Rata-rata Tanaman
= 19
Tahun
UTR
= 83
Tahun
Etat Luas
= 139,05
Ha/Thn
Etat Volume
= 13.427,01
m3 /Thn
5. Estimasi Tebangan A.2 Awal Jangka 2014-2023 Dengan memperhatikan Umur Tebang Minimum (UTM) 71 tahun untuk tebangan A.2 maka dapat diketahui rencana tebangan A.2 untuk jangka 20142023 adalah sebagai berikut : Tabel 18. Estimasi Tebangan A.2 Awal Jangka 2014-2023 Kelas Hutan 1 MR KU XI KU X KU IX KU VIII KU VII Total Teb A.2 Teb A.2/Thn
Non JPP 2 251,6
75,3 326,9 32,7
Luas (Ha) JPP 3
Vol/Ha Jumlah 4 251,6
75,3 326,9 32,7
5 81
130
Vol Total 6 20.380
9.789 30169 3017
46
c. Prediksi Jangka 2024-2033
1. Perhitungan estimasi luas tanaman jati awal jangka 2024-2033 Perhitungan estimasi luas tanaman jati pada awal jangka 2024-2033 adalah sebagai berikut : Tabel 19. Perhitungan Estimasi Luas Tanaman Awal Jangka 2024-2033
Kelas
Luas Awal
Hutan
Jangka Lalu
Tebangan A Jangka Lalu
(Ha) 2
(Ha) 3
1 MT MR KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah 1 TK/TJBK Lainnya Jumlah 2 Jumlah 1+2 Non JPP JPP Tak Produktif Awal Jangka
251.6
251.6
75.3 114.1 179.0 641.5 1355.6 3818.7 4436.9 10872.7 6296.5 1594.5 7891.0
75.3
Sisa Kelas Hutan Produktif Jangka Lalu (Ha) 4
326.9
114.1 179.0 641.5 1355.6 3818.7 4436.9 10545.8
Akr (100FK.1)
AKRFK.3 (AKR39,8)
(Ha) 5
(Ha) 6
34.5 43.1 47.4 38.1 39.6 34.4
Tanaman Pemb Awal Jangka sebelum FK.2 (Ha) 7
-5.3 3.3 7.6
18763.7
Tanaman Awal Jangka Sblm FK.2
Tanaman Awal Jangka FK.2
(Pemb+Rutin) (Ha) 8
0.3660 (Ha) 9
251.6
92.1
-4.2 8.6 59.0 517.8 1512.2 1530.7 3624.1 6296.5
75.3 -4.2 8.6 59.0 517.8 1512.2 1530.7 3951.0 6296.5
6296.5
6296.5
27.6 -1.5 3.1 21.6 189.5 553.5 560.2 1446.1 2304.5 0.0 2304.5
9920.6
10247.5 5837.5 4410.0
3750.6 2136.5 1614.1 4221.0
2. Perhitungan estimasi luas Miskin Riap awal jangka 2024-2033 Estimasi luas Miskin Riap (MR) awal jangka 2024-2033 dihitung berdasarkan
luas
KU
IV-VI
pada
awal
jangka
sebelumnya
dengan
memperhitungkan angka empiris perubahan KU menjadi MR pada beberapa jangka yang lalu (FK.3), dengan asumsi bahwa pada KU IV-VI merupakan KU yang potensial berubah menjadi Kelas Hutan Miskin Riap.
47
Tabel 20. Perhitungan Estimasi Luas Miskin riap Awal Jangka 2024-2033 Awal Jangka Kelas Luas
(Ha) 1 MR KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah
(Ha) 2 251.6
Tebangan A selama Jangka Lalu (Ha) 3 251.6
75.3 114.1 179.0 641.5 1355.6 3818.7 4436.9 10872.7
Kelas Hutan Produktif diluar rencana
FK.3 39.8
Prediksi MR Awal Jangka
Tebangan A (Ha) 4
(Ha) 5
(Ha) 6
75.3
326.9
114.1 179.0 641.5 1355.6 3818.7 4436.9 10545.8
39.8 39.8 39.8
45.4 71.2 255.3
372.0
3. Estimasi susunan kelas hutan awal jangka 2024-2033 Estimasi susunan kelas hutan jangka 2024-2033 diperoleh berdasarkan susunan awal jangka sebelumnya dengan memperhitungkan pengaturan hasil pada bagan tebang (PDE.9), yang selanjutnya ditambahkan dengan luas estimasi tanaman jati (point.1) dan luas estimasi MR (point. 2). Perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
48
Tabel 21. Estimasi Susunan Kelas Hutan Awal Jangka 2024-2033 Kelas Hutan
1 MR KU XI KU XI KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah TK/TJBK Lainnya Jumlah Total
Awal Jangka Non Luas JPP JPP (Ha) 2 251.6
(Ha) 3 251.6
75.3 114.1 179.0 641.5 1355.6 3818.7 4436.9 10872.7 6296.5 1594.5 7891.0 18763.7
75.3 114.1 179.0 641.5 1355.6 3389.6 2956.0 8962.7
Tebangan A Jangka Lalu
(Ha) 4
Sisa Kelas Hutan
AKI
Produktif Jangka Lalu (Ha) 4
(Ha) 3 251.6
(FK.1)
75.3
429.1 1480.9 1910.0
114.1 179.0 641.5 1355.6 3818.7 4436.9 10545.8
326.9
Awal Jangka
65.5 56.9 52.6 61.9 60.4 65.6
Luas
Non JPP
JPP
(Ha) 2 358.0
(Ha) 3 358.0
(Ha) 4
74.6 101.9 336.8 837.8 2306.5 2906.1 4247.0 11168.7 6000.5 1594.5 7595.0 18763.7
74.6 101.9 336.8 837.8 2047.3 1936.1 2805.6 8498.1
259.2 970.0 1441.4 2670.6
4. Perhitungn etat dan massa kayu awal jangka 2024-2033 Tabel 22. Perhitungan Etat dan Massa Kayu Awal Jangka 2024-2033 Kelas Hutan 1 MR KU XI KU X KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah KU Total
Luas (Ha) Non JPP 2 358.0
JPP 3
Rata-Rata Jumlah 4 358.0
74.6 101.9 336.8 837.8 2047.3 1936.1 2805.6
259.2 970.0 1441.4
74.6 101.9 336.8 837.8 2306.5 2906.1 4247.0
8498.1 8856.1
2670.6 2670.6
11168.7 11526.7
Umur
Vol/Ha
Tengah 7
8
4.0
KBD 6 0.44
4.0 4.0 3.5 3.0 3.0 3.0 3.0
0.70 0.78 0.71 0.69 0.67 0.71 0.76
27.5 31.5
5.46 5.9
Bonita 5
Vol
83
Total 9 29,714
65 55 45 35 25 15 5
133 148 135 108 88 93 100
9,922 15,081 45,468 90,482 202,972 270,267 424,700
245.0 245.0
888 971.0
1,088,607 1118321
49
Umur Rata-rata Tanaman
= 19
Tahun
Etat Luas
= 144,08
Ha/Thn
Etat Volume
= 13.979,01
m3 /Thn
5. Estimasi Tebangan A.2 Awal Jangka 2024-2033 Dengan memperhatikan Umur Tebang Minimum (UTM) 71 tahun untuk tebangan A.2, serta asumsi tanaman JPP pada umur 21 tahun ke atas sudah dapat ditebang (KU III Up) dengan produktivitas 200 m3/Ha, maka dapat diketahui rencana tebangan A.2 untuk jangka 2024-2033 adalah sebagai berikut : Tabel 23. Estimasi Tebangan A.2 Awal Jangka 2024-2033 Kelas Hutan 1 MR KU XI KU X KU IX KU VIII KU VII KU III (JPP) Total Teb A.2 Teb A.2/Thn
Non JPP 2 358.0
Luas (Ha) JPP 3
74.6 432.6 43.3
259.2 259.2 25.9
Vol/Ha Jumlah 4 251.6
75.3 259.2 586.1 58.6
5 83
133 200
Vol Total 6 20,883
10,015 51,840 82738 8274
50
Tabel 24. Proyeksi Struktur Kelas Hutan Produktif Dua Jangka Ke Depan Kelas Hutan JPP KU III JPP KU II JPP KU I JPP Kelas Hutan Non JPP MR KU XI KU X KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah Produktif TK/TJBK Lain-lainnya Total
2004-2013
Tahun 2014-2023
655.1
429.1 1480.9
2024-2033 259.2 970.0 1441.4
543.9
251.6
358.0
54.1 254.6 133.9 115.2 200.6 341.0 1038.0 2244.4 5174.9 10755.7 6413.5 1594.5 18763.7
75.3 114.1 179.0 641.5 1355.6 3389.6 2956.0 10872.7 6296.5 1594.5 18763.7
74.6 101.9 336.8 837.8 2047.3 1936.1 2805.6 11168.7 6000.5 1594.5 18763.7
Dari tabel di atas dapat dilihat luas hutan produktif meningkat dari setiap jangkanya, dari jangka 2004-2013 sampai jangka 2014-2023 terjadi peningkatatn luas hutan produktif sebesar 117 Ha, dari jangka 2014-2023 sampai jangka 20242033 terjadi peningkatan luas hutan produktif sebesar 296 Ha. Dan sebaliknya terjadi penurunan TK/TJBK dari setiap jangka, jangka 2014-2023 terjadi penurunan luas TK/TJBK sebesar 117 Ha dari jangka sebelumnya yaitu jangka 2004-2013, jangka 2024-2033 terjadi penurunan luas TK/TJBK sebesar 296 Ha dari jangka sebelumnya yaitu jangka 2014-2023. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan jumlah luas hutan produktif sebanding dengan penurunan jumlah luas TK/TJBK.
51
Trend Kelas Hutan Produktif
Dengan
memperhitungkan
asumsi-asumsi tingkat
kelestarian
atau
kerusakan hutan, penambahan tanaman baru (KU I) dan penambahan miskin riap (MR), maka dapat diprediksikan trend luas kelas hutan produktif untuk dua jangka ke depan sebagai berikut : Proyeksi Kelas Hutan Produktif Non JPP Selama Dua Jangka MR
6000.0
KU IX
Luas (Ha)
5000.0
KU VIII
4000.0
KU VII
3000.0
KU VI
2000.0
KU V
1000.0
KU IV
0.0 2004-2013
2014-2023
2024-2033
KU III KU II
Jangka
KU I
Gambar 10. Proyeksi Hutan Produktif Non JPP Selama Dua Jangka Ke Depan
Luas (Ha)
Proyeksi Kelas Hutan Produktif (JPP) Selama Dua Jangka 1480.9
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
1441.4 970.0
KU III JPP KU II JPP
655.1
KU I JPP
429.1 259.2
2004-2013
2014-2023
2024-2033
Jangka
Gambar 11. Proyeksi Hutan Produktif JPP Selama Dua Jangka Ke Depan Pada gambar di atas menunjukan susunan kelas hutannya mengalami kenaikan yang ditunjukan terjadinya penurunan luas KU muda yaitu kelas KU I pada Non JPP, begitu juga halnya pada JPP terjadinya pengurangan luas KU I dan penambahan KU III JPP. Ini menunjukan tersedianya susunan kelas hutan untuk dua jangka ke depan.
52
Trend Etat Tebangan
Atas dasar hasil prediksi kelas hutan yang telah memperhitungkan faktorfaktor, selanjutnya dilakukan perhitungan etat sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974. Trend etat tebangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Etat Tebangan A.2 200 100 0
2004-2013
2014-2023
2024-2033
Etat Luas (Ha/tahun)
134.45
139.05
144.08
Etat Volume (m3/tahun) x 1000
14.541
13.427
13.979
Jangka Etat Luas (Ha/tahun)
Etat Volume (m3/tahun) x 1000
Gambar 12. Etat Tebangan Dua Jangka Ke Depan Dari gambar di atas terlihat bahwa jumlah etat luas maupun etat volume relatif stabil, pada kisaran 134,45 Ha-144,08 Ha untuk etat luas dan 13.427 m3114.541 m3 untuk etat massa/volume. Dari gambar di atas juga dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan etat luas dan etat volume dari setiap jangka, ini menunjukan jatah tebangan dua jangka ke depan lebih banyak dari jangka sekarang.
53
Trend Produksi Tebangan A.2
Dengan perhitungan UTM 71 tahun dan etat yang telah ditetapkan, maka rata-rata tebangan A.2 per tahun pada dua jangka ke depan adalah sebagai berikut. Rencana Tebang Non JPP dan JPP 200 100 0
2004-2013
2014-2023
2024-2033
Luas Tebangan/Tahun
98.65
32.7
58.6
Rencana Tebang Massa x 100 m3
96.42
30.17
82.74
Jangka Luas Tebangan/Tahun
Rencana Tebang Massa x 100 m3
Gambar 13. Rencana Tebang Non JPP dan JPP Berbeda dengan etat tebang, rencana tebangan A.2 yang dibuat berdasarkan potensi riil pada masing-masing jangka terlihat berfluktuasi dari jangka ke jangka. Luas tebangan per tahun terjadi penurunan pada jangka 20142023 bila dibandingkan dengan jangka 2004-2013 yaitu sebesar 65,95 Ha/Thn dan meningkat kembali pada jangka 2024-2033, begitu juga volume tebangannya yang menurun pada jangka 2014-2023 dan meningkat kembali pada jangka 2023-2033. Terjadinya peningkatan luas tebangan dan volume tebangan pada jangka 20232033 disebabkan adanya penebangan pada JPP yang dilakukan pada umur 21 tahun.
54
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dengan tingkat kelestarian (FK.1), penambahan KU I (FK.2) dan penambahan miskin riap (FK.3) pada masa sebelum dan saat penjarahan maka kelestarian sumber daya hutan dapat diwujudkan. Hal ini diindikasikan oleh potensi sumber daya hutan yang tidak mengalami penurunan dari waktu ke waktu. 2. Berdasarkan prediksi kondisi dari tiga jangka sebelumnya maka selama dua jangka ke depan (2014-2033) kelestarian hasil hutan (sustained yield) dapat dicapai
Saran
1. Faktor kerawanan hutan merupakan suatu persoalan yang sulit dikendalikan dalam pengelolaan hutan, dikarenakan banyak aspek yang berpengaruh di luar jangkauan Perum Perhutani. Sekalipun demikian tetap masih perlu diupayakan, karena tingkat kelestarian (FK.1) pada setiap KU relatif rendah (dibawah 80%). 2. Penanaman jati, khususnya JPP perlu mendapatkan perhatian ekstra, dikarenakan prospek tebangan ke depan sangat ditentukan oleh keberhasilan JPP
55
DAFTAR PUSTAKA Davis, K. P.1954. Forest Management : Regulation and Valuation. Mc Graw-Hill Book Company, New York. Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta Direktorat Jenderal Kehutanan. 1974. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 143 Kpts/ DJ/ 1974 tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan Khusus Kelas Perusahaan Tebang Habis jati. Jakarta Fakultas Kehutanan UGM. 2005. Petunjuk Praktek Pengelolaan Hutan Lestari.Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta Martawijaya, A. , I. Kartasujana, K. Kadir dan S. A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor Meyer. H, A. B. Rechnagel, D. D. Stevenson and R. A. Bartoo. 1961. Forest Management. The Ronald Press, Co. New York Osmaston, F. C.1968. The Management of forest. George Allen and Unwim LTD.London PERSAKI. 1985. Suatu Tinjauan Tentang Daur Jati di Jawa. Proceedings Seminar Daur Jati tanggal 5 Januari 1985. Persaki Cabang Jawa Tengah PERUM PERHUTANI. 1979. RPKH Kelas Perusahaan Jati Dari Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Buku B-1 Jangka 1 Januari 1979 s/d Desember 1988 . KPH Jatirogo PERUM PERHUTANI. 1988. RPKH Kelas Perusahaan Jati Dari Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Buku B-1 Jangka 1 Januari 1988 s/d Desember 1997. KPH Jatirogo PERUM PERHUTANI. 1998. RPKH Kelas Perusahaan Jati Dari Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Buku B-1 Jangka 1 Januari 1998 s/d Desember 2007 . KPH Jatirogo PERUM PERHUTANI. 2003. RPKH Kelas Perusahaan Jati Dari Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Risalah Kilat. KPH Jatirogo Soerjono, R. 1985. Pengaturan Hasil Pada Hutan Jati. Perum Perhutani. Jakarta Sumarna, Y. 2002. Budi Daya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta