EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
INDAH KUSUMAWANTI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh : INDAH KUSUMAWANTI E14051364
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
INDAH KUSUMAWANTI. E14051364. Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Dibimbing oleh AHMAD HADJIB Salah satu perusahaan pengelola hutan di Jawa adalah Perum Perhutani. Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan perencanaan, pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. Sebagai BUMN, Perum Perhutani mengusahakan pelayanan bagi pemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Terdapat beberapa hambatan dan gangguan dalam pengelolaan hutan jati di Perum Perhutani antara lain : pencurian kayu, kebakaran hutan, penggembalaan ternak, penyerobotan lahan dan gangguan hama dan penyakit. Hambatan tersebut akan mempengaruhi fungsi dan potensi tegakan hutan jati yang akan menyebabkan terjadinya perubahan pada tegakan hutan jati tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di KPH Cepu pada bulan Juni-Juli 2009. Data yang digunakan berupa hasil risalah hutan yang dimuat dalam buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) tiga periode terakhir (1983-1992, 1993-2002, 2003-2012), data audit 2005-2008 dan data keamanan pada beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan komposisi tegakan jati di KPH Cepu Perum Perhutani unit I Jawa Tengah dan mengetahui faktor penyebab terjadinya perubahan kelas hutan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pihak perencana dan pengelola hutan mengenai manajemen pengaturan hasil yang dapat diterapkan pada kelas perusahaan Jati di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Berdasarkan hasil identifikasi perubahan kelas hutan, kelas hutan produktif mengalami penurunan luasan di setiap jangka perusahaan. Penurunan terbesar terjadi pada jangka 2003-2012, hal ini disebabkan karena terjadinya gangguan hutan yaitu pencurian kayu, kebakaran hutan, bencana alam, penggembalaan dan bibrikan. Komposisi tegakan jati kelas umur muda (KU I-III) pada jangka tersebut sangat mendominasi yaitu mencapai 62,67% sedangkan komposisi tegakan KU tua dan masak tebang kurang dari 30% serta faktor kerusakan yang terjadi pada jangka ini sebesar 2,052% per tahun Melihat penyebaran komposisi tegakan jati tersebut pihak KPH Cepu perlu memberikan perhatian yang lebih terhadap keadaan tegakan jati baik kelas umur muda, tua dan masak tebang karena dikhawatirkan pada masa mendatang potensi kelas umur tua dan masak tebang akan habis. Kata kunci : Perum Perhutani, Kelas Umur, Hutan Jati
SUMMARY
INDAH KUSUMAWANTI. E14051364. Evaluation of Changes in the Productive Stand Class of Teak (Tectona grandis L.f) Forest in KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Central Java. Undersupervised AHMAD HADJIB One of the forest management company in Java is Perum Perhutani. Perum Perhutani is State Enterprises (SE) in Indonesia which the duty and authority to conduct forest planning, management, exploitation and protection in their activity area. As a SE, Perum Perhutani seeks services for general use and also generate profit based on the principles of corporate management. There are some barriers and threats in the management of teak forest in Perum Perhutani include: illegal logging, forest fires, livestock grazing, land annexation and pests and diseases. These barriers will affect the function and potential of teak forest stands that will cause changes in the teak forest stands. This research was conducted on June-July 2009 in KPH Cepu. Data used is form of forest treatises which published in the book of Sustainable Forest Management Plan (RPKH) in last three periods (1983-1992, 1993-2002, 20032012), audit data (2005-2008) and data security in recent years. This study aims to know changes of pattern in the composition of stands of teak in KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Central Java and to know the factors which cause the changes in the forest class. Results of this study hoped can be used as input and consideration in the decision making for forest planners and managers of the management of outcome settings which can be applied to enterprise-class of teak in KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Central Java. Based on the result of the identification of forest class changes, productive class of forest declined in every period of the company expansion. The largest decrease occurred in the period of 2003-2012, it was caused by forest threats those are illegal logging, forest fires, natural disasters, pastoral and land occupation. The composition of stands of teak in young age classes (KU I-III) in the period was dominating which reached 62,67%, while the composition of stands of old age and mature cut classes was less than 30% and the damage factors which appeared in this term was 2,052% per year. Based on the spread composition of the teak stands, KPH Cepu needs to give more attention to the condition of stands in young age, old age and mature cut classes because it’s worried the mature cut classes will disappear in the future. Keywords : Perum Perhutani, Age Class, Teak Forest
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2009
Indah Kusumawanti NRP E14051364
Judul Penelitian
: Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Nama
: Indah Kususmawanti
NIM
: E14051364
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Ahmad Hadjib, MS NIP. 195001231974121001
Mengetahui Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 196304011994031001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan anugerahNya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) di KPH Cepu Perum Perhutani I Jawa Tengah” ini sebagai tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Terwujudnya tulisan ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat yang melimpah. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan laporan ilmiah ini dan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan laporan ilmiah di kemudian hari. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Sutrisno dan Iyus Susilowati. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung, Jakarta Timur dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai panitia Forester Cup tahun 2007, panitia Temu Manajer (TM) Jurusan Manajemen Hutan tahun 2008. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) tahun 2007 di Linggarjati dan Indramayu, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) tahun 2008 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan Praktek Kerja Lapang (PKL) tahun 2009 di IUPHHK-HA PT Intracawood Manufacturing Kabupaten Bulungan dan Malinau Provinsi Kalimantan Timur. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dibimbing oleh Ir. Ahmad Hadjib, MS.
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Sutrisno dan Iyus Susilawati, serta adikku Nurul Fadilah, yang telah memberikan doa, harapan, motivasi dan dukungan yang besar. 2. Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 3. Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS. PhD selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, Ir. Lin Nuriah Ginoga, MSi selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MSi selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur. 4. Pihak Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu (Bapak Ir. Imam Fuji Raharjo,MP selaku Adm KPH Cepu, Bapak Dewanto. S.Hut selaku W.K Adm Cepu Selatan, Bapak Suparno S.Hut selaku W.K Adm Cepu Utara, Pak Kastur, Pak Salam, Pak Muryono, Pak Tri, Pak Yono, Mas Azis, Mba Andina, Mba Suryati, Pak Prabowo, Pak Agus, Mba Ani Kusuma, Pak Ria) dan Pihak Seksi Perencanaan Hutan (SPH) IV Rembang atas bantuan, semangat dan doa selama penelitian hingga skripsi ini selesai. 5. Teman-teman di Pondok Putri YN 49 (Titin, Wenny, Rohani, Dessy, Santa, Posma, Viva, Desra, Ka Ita dan teman-teman angkatan 45 yang tidak dapat disebutkan satu persatu) yang telah banyak memberikan semangat dan bantuannya. 6. Sahabat-sahabatku (Mara, Eta, Mita, Ika, Rifnanda dan Fani) dan teman-teman seperjuangan MNH 42 (Anne, Cia, Nilam, Mega, Anita, Apri, Afwan, Maryani, Medi, Ragil dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu).
7. Teman-teman DHH 42, SVK 42 dan KSHE 42 yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR........................................................................................ i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................
1
1.2 Tujuan ..............................................................................................
2
1.3 Manfaat ............................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis)..............................
3
2.1.1 Penyebaran dan Pertumbuhan..................................................
3
2.1.2 Sifat Fisik dan Kegunaan ........................................................
5
2.1.3 Pengelolaan Tegakan Jati.........................................................
6
2.1.4 Daur Jati ..................................................................................
6
2.2 Sejarah Perhutani .............................................................................
7
2.3 Pembagian Kelas Hutan ...................................................................
9
2.4 Pengaturan Hasil .............................................................................. 14 2.5 Konsep Hutan Normal ..................................................................... 16 2.6 Gangguan Hutan .............................................................................. 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 18 3.2 Bahan dan Alat Penelitian................................................................. 18 3.3 Pengumpulan Data ........................................................................... 18 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis ..................................................... 19 3.4.1 Identifikasi Perubahan Kelas Hutan dan Tegakan .................. 19 3.4.2 Identifikasi Gangguan Hutan .................................................. 20 3.4.3 Identifikasi Perubahan Komposisi Tegakan Jati ..................... 20 3.4.4 Identifikasi Perubahan Kerapatan Bidang Dasar Rata-rata .... 22
iii
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ................................................................................. 23 4.2 Kondisi Fisik .................................................................................... 24 4.2.1 Tanah ...................................................................................... 24 4.2.2 Hidrologi ................................................................................. 25 4.2.3 Iklim ....................................................................................... 25 4.2.4 Topografi ................................................................................ 25 4.3 Kondisi Biotik .................................................................................. 26 4.3.1 Flora ........................................................................................ 26 4.3.2 Fauna ....................................................................................... 27 4.4 Kondisi Sosial dan Ekonomi ............................................................ 27 4.4.1 Kependudukan ........................................................................ 27 4.4.2 Mata Pencaharian .................................................................... 29 4.5 Organisasi dan Sumberdaya Manusia .............................................. 29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Perubahan Kelas Hutan dan Tegakan ........................... 31 5.2 Identifikasi Gangguan hutan ............................................................ 36 5.3 Identifikasi Perubahan Kelas Hutan Produktif ................................ 38 5.4 Pengaruh Perubahan KBD rata-rata Terhadap KU .......................... 51 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 53 6.2 saran ................................................................................................. 54 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55 LAMPIRAN ..................................................................................................... 58
iv
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Pembagian wilayah kerja berdasarkan daerah Hukum Pemerintahan KPH Cepu............................................................................................................
23
2. Jenis-jenis tanah di wilayah KPH Cepu....................................................... 24 3.
Situasi lapangan kawasan hutan KPH Cepu ............................................... 26
4. Data kependudukan sekitar wilayah kerja KPH Cepu................................. 28 5. Data penyebaran kelompok umur penduduk sekitar wilayah kerja KPH Cepu............................................................................................................ 6.
28
Luasan kelas hutan KPH Cepu…………………………………. ............... 32
7. Persentase perubahan kelas umur KPH Cepu pada 3 jangka terakhir ........ 34 8. Rekapitulasi hutan produktif KPH Cepu .................................................... 35 9. Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 3 jangka terakhir pada BH Blungun, Cabak, Kedewan dan Kedinding................................................................................................ 39 10. Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 3 jangka terakhir pada BH Ledok, Nanas, Payaman dan KPH Cepu...................................................................................................... 40 11. Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 30 tahun pada BH Blungun, Cabak, Kedewan dan Kedinding................................................................................................ 42 12. Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 30 tahun pada BH Ledok, Nanas, Payaman dan KPH Cepu............................................................................................................... 44 13. Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya setiap 10 tahun pada BH Blungun, Cabak, Kedewan dan Kedinding................................................................................................ 46 14. Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya setiap 10 tahun pada BH Ledok, Nanas, Payaman .dan KPH Cepu............................................................................................................... 48 15. Faktor kerusakan hutan per tahun ............................................................... 50
v
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Struktur organisasi Perum Perhutani KPH Cepu ......................................... 30 2. Perbandingan luas hutan prodiktif setiap jangka ........................................... 32 3. Perubahan kelas hutan untuk produksi kayu jati KPH Cepu ……………... 33 4. Perubahan kelas hutan produktif jati per BH ................................................. 38 5. Pengaruh perubahan KBD rata-rata terhadap kelas umur pada setiap bagian hutan ............................................................................................................... 51
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Perkembangan kelas hutan produktif KPH Cepu ..... ................................... 59 2. Perkembangan kelas hutan produktif BH Blungun ..... ............................... 61 3. Perkembangan kelas hutan produktif BH Cabak ........................................ 63 4. Perkembangan kelas hutan produktif BH Kedewan ..... .............................. 65 5. Perkembangan kelas hutan produktif BH Kedinding ..... ............................ 67 6. Perkembangan kelas hutan produktif BH Ledok ........................................ 69 7. Perkembangan kelas hutan produktif BH Nanas ..... ................................... 71 8. Perkembangan kelas hutan produktif BH Payaman ..... .............................. 73 9. Rekapitulasi hutan produktif per Bagian Hutan (BH) ..... .......................... 75 10. Laju perubahan areal produktif setiap KU ..................................................... 76 11. Gangguan hutan .......................................................................................... 78 12. Pengaruh perubahan KBD rata-rata terhadap kelas umur............................ 79 13. Daftar Singkatan ......................................................................................... 81
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam yang sangat besar manfaatnya bagi kesejahteraan manusia adalah hutan. Hutan juga merupakan modal dasar dalam pembangunan nasional yang harus dijaga kelestariannya agar dapat diperoleh manfaat baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Oleh sebab itu, sumberdaya hutan ini perlu dikelola dengan baik dan tepat agar manfaat dan hasilnya dapat diperoleh secara maksimal dan lestari. Pengelolaan hutan yang lestari adalah pengurusan dan penggunaan lahan hutan dan hutan pada tingkatan rata-rata yang memungkinkan tetap terpeliharanya keanekaragaman hayati, produktifitas, kapasitas regenerasi, vitabilitas dan kemampuannya untuk memenuhi fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial pada tingkat lokal, nasional, dan global serta tidak menyebabkan kerusakan kepada ekosistem lainnya pada saat ini maupun pada masa yang akan datang (Helms 1998). Salah satu perusahaan pengelola hutan di Jawa adalah Perum Perhutani. Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia yang memiliki
tugas
dan
wewenang
untuk
menyelenggarakan
perencanaan,
pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. Sebagai BUMN, Perum Perhutani mengusahakan pelayanan bagi pemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu jenis pohon yang dikelola oleh Perum Perhutani. Saat ini Perum Perhutani memberlakukan daur jati antara 40 tahun sampai 90 tahun dengan kriteria tertentu. Jati sangat diminati oleh masyarakat karena memiliki kekuatan dan keawetan yang tinggi bila dibandingkan dengan jenis yang lain. Selain itu, jati juga mempunyai bentuk yang indah dan mempunyai nilai kayu yang tinggi. Terdapat beberapa hambatan dan gangguan dalam pengelolaan hutan jati di Perum Perhutani antara lain pencurian kayu, kebakaran hutan, penggembalaan
2
ternak,
penyerobotan lahan serta gangguan hama dan penyakit. Hambatan
tersebut akan mempengaruhi fungsi dan potensi tegakan hutan jati yang akan menyebabkan terjadinya perubahan pada tegakan hutan jati tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui perubahan komposisi tegakan jati di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. 2. Mengetahui faktor penyebab terjadinya perubahan kelas hutan.
1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pihak perencana dan pengelola hutan mengenai manajemen pengaturan hasil yang dapat diterapkan pada kelas perusahaan Jati di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis) 2.1.1 Penyebaran dan Pertumbuhan Jati (Tectona grandis) termasuk dalam famili verbenaceae dan merupakan pohon tropik yang menggugurkan daun pada musim kemarau. Di Indonesia di kenal dengan nama jati, jatos, deleg, dedekan, jate, kulidawa dan kiati. Sedangkan di negara lain jati terkenal dengan nama giati (Venezuela), teak (USA, Jerman), kyun (Myanmar), sagwan (India), maisak (Thailand), teck (Perancis) dan teca (Brasil) (Martawijaya et al.1981). Klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : 1. Divisi
: Spermatophyta
2. Kelas
: Angiospermae
3. Subkelas
: Dicotyledoneae
4. Ordo
: Verbenales
5. Famili
: Verbenaceae
6. Genus
: Tectona
7. Species
: Tectona grandis Linn.f
Penyebaran jati di Indonesia terdapat di daerah Jawa, Muna, Maluku (Wetar) dan Nusa Tenggara, sedangkan di luar Indonesia di India, Thailand dan Vietnam. Pohon jati merupakan pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 1820 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam dan jati pring (bambu) nampak seolah berbukubuku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang (Martawijaya et al.1981). Pohon jati (Tectona grandis) dapat tumbuh besar selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus,
4
dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih dari 80 tahun. Daun jati umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm, sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm, berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya. Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting, jauh di puncak tajuk pohon. Tajuk mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm dan berumah satu. Buah berbentuk bulat agak gepeng berukuran 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil. Menurut Mahfudz et al.(2004), berdasarkan sifat-sifat kayu dan bentuk pohonnya jati dapat dibedakan menjadi: a) Jati Lengo/ jati malam, memiliki kayu yang keras dan berat. Jika diraba seperti mengandung minyak dan terasa halus. Warnanya lebih tua atau gelap dan banyak berbecak atau bergaris, terutama saat masih segar. Jenis yang sangat baik dan disukai untuk furniture. b) Jati Sungu Hitam, memiliki kayu padat dan berat. c) Jati Werut, kayunya keras dan seratnya berombak. d) Jati Doreng, kayunya terlihat bagus dengan warna loreng-loreng hitam menyala. Kayu jati ini sangat keras, diminati untuk membuat mebel. e) Jati Kembang. f) Jati Kapur, kayu berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kayunya kurang kuat dan kurang awet.
5
Menurut batangnya, jati dapat dibedakan menjadi: a) Jati Ri (Knobel) bagian batang berbintik-bintik (bisul) seperti duri. b) Jati Pring, batang bergelang-gelang seperti buku bambu. c) Jati Gembol, adanya kantong besar yang mungkin disebabkan oleh penyakit. d) Jati Kijong, terdapat bisul-bisul kecil yang mengelupas dan meninggalkan bekas lubang seperti kerang. Berdasarkan penampakan bentuk batangnya, jati dapat dibedakan menjadi: a) Jati dengan tipe Belimbing b) Jati dengan tipe Knobel c) Jati dengan tipe Boleng d) Jati dengan tipe Mulus
2.1.2 Sifat Fisik dan Kegunaan Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap. Kayu teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Kayu gubal, di bagian luar, berwarna putih dan kelabu kekuningan. Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel dan anak tangga yang berkelas. Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga dan kapal perang. Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis, apalagi bila dipakai di bawah naungan atap. Dalam industri kayu sekarang, jati
6
diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis mahal, serta dijadikan keping-keping parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga diekspor ke mancanegara dalam bentuk furniture luar-rumah. Ranting-ranting jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap. Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar.
2.1.3 Pengelolaan Tegakan Jati Pengelolaan hutan termasuk hutan tanaman jati dan hutan tanaman jenis lainnya di seluruh Pulau Jawa (kecuali wilayah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta serta
cagar
alam,
taman
nasional,
suaka
margasatwa),
dipercayakan
pengelolaannya oleh pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Perhutani berdasarkan PP No. 36 Tahun 1986. Saat ini Perhutani sebagai pengelola hutan jati memberlakukan daur jati antara 40 sampai 90 tahun. Sedangkan implementasinya dilaksanakan oleh Biro Perencanaan dalam menyusun Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang menggunakan daur tidak sama untuk beberapa wilayah, yaitu unit I Jawa Tengah 60 sampai 80 tahun, unit II Jawa Timur antara 50 sampai 90 tahun, dan unit III Jawa Barat menggunakan daur 40 Tahun. Prosedur penentuan daur secara resmi belum pernah ditetapkan. Hal ini mungkin disebabkan karena apa yang telah dilaksanakan selama ini sudah dianggap baik berlaku secara rutin dalam pengelolaan hutan (Perum Perhutani 1991).
2.1.4 Daur Jati Daur (production period) adalah interval waktu dari mulai penanaman hingga tegakan dianggap masak tebang dan mendapat giliran untuk ditebang habis dalam suatu kelas perusahaan (Osmaston 1968). Menurut Soerjono (1985), daur jati yang berlaku berdasarkan teknik silvikultur dan tujuan pengusahaan gaya lama, dimana hasil kayu yang diharapkan untuk pendapatan pemerintah, sedangkan fungsi lain hanya sebagai pelengkap. Dalam penentuan daur jati di samping cara perhitungan (rumus dan variabel)
7
diperlukan pula kesepakatan untuk memperhitungkan semua manfaat yang dihasilkan oleh hutan jati, baik manfaat langsung terukur dan tak terukur maupun manfaat yang tidak langsung. Daur di Perum Perhutani, yaitu 40 sampai 90 tahun.
2.2 Sejarah Perhutani Saat ini pengelolaan hutan jati di Pulau Jawa sepenuhnya dipegang oleh Perhutani. Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang pengusahaan hutan dan kehutanan. Dalam buku Sejarah Kehutanan Indonesia II-III periode 1945-1983 dijelaskan bahwa pembentukan Perhutani diawali dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 17-30 tahun 1961. Dengan PP tersebut, Jawatan Kehutanan berubah statusnya menjadi Perusahaan Negara yang bersifat komersial agar kehutanan menghasilkan keuntungan dan memasok pendapatan bagi kas negara (Aprilia 2006). Pengusahaan hutan yang dilakukan Perhutani antara lain meliputi tugastugas: a) Penanaman, pemeliharaan dan peremajaan tanaman hutan. b) Perlindungan serta pengamanan hutan dan hasil hutan. c) Pemungutan dan pengelolaan hasil hutan. d) Pemasaran hasil hutan. Pada tahun 1972 dibentuk Perum Perhutani yang berkedudukan di Jakarta dengan unit kawasan Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur. Pembentukan Perum Perhutani ini didasarkan pada PP No. 15 Tahun 1972. Dengan dikeluarkannya PP tersebut, Perum Perhutani merupakan satu kesatuan produksi yang bertujuan melakukan usaha-usaha produktif di bidang kehutanan, sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan nasional. Tujuan Perum Perhutani secara garis besar dibagi dua yaitu pelayanan kepada masyarakat di bidang kehutanan dan sebagai badan hukum yang bergerak di bidang pengusahaan hutan dan kehutanan. Kemudian berdasarkan PP No.2 Tahun 1978, wilayah kerja Perum Perhutani diperluas dengan bekas wilayah kerja Dinas Kehutanan Jawa Barat. Dengan demikian Perum Perhutani memiliki tiga unit yaitu Unit I Jawa Tengah, Unit II Jawa Timur dan Unit III Jawa Barat.
8
Dengan terbentuknya Departemen Kehutanan pada tanggal 16 Maret 1983, Perum Perhutani menjadi salah satu BUMN yang berada di bawah naungan Departemen Kehutanan. Pada tahun 2001 Perum Perhutani mengalami revisi bentuk menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Kemudian, sesuai PP No.30 Tahun 2003 Perhutani kembali menjadi Perusahaan Umum. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah RI yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap II, kebijaksanaan kegiatan Perum Perhutani difokuskan pada peningkatan produksi kehutanan yang disesuaikan dengan kepentingan pembangunan industri di dalam negeri, perluasan kesempatan tenaga kerja, peningkatan dan pemerataan pendapatan, kepentingan penjagaan kelestarian sumber kekayaan alam serta pengelolaannya. Perkembangan zaman dan perubahan lingkungan membuat Perhutani melakukan pembenahan kinerjanya dalam pengelolaan hutan di Jawa. Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan, Perhutani saat ini berlandaskan pada visi pengelolaan sumberdaya hutan sebagai ekosistem di Pulau Jawa secara adil, efisien dan profesional guna menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat. Misi yang diupayakan adalah: 1. Melestarikan dan meningkatkan sumberdaya hutan dan mutu lingkungan hidup. 2. Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan berupa barang dan jasa guna memupuk keuntungan perusahaan dan memenuhi hajat hidup orang banyak. 3. Mengelola sumberdaya hutan sebagai ekosistem secara partisipatif, sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat optimal bagi perusahaan dan masyarakat. 4. Memberdayakan sumberdaya manusia melalui lembaga perekonomian masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian, dapat memenuhi maksud dan tujuan pendirian perusahaan.
9
2.3 Pembagian Kelas Hutan Menurut
surat
keputusan
Direktur
Jenderal
Kehutanan
No.
143/KPTS/DJ/1/1974 tentang peraturan inventarisasi hutan jati dan peraturan penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH), pengaturan kelestarian hutan memerlukan pemisahan hutan ke dalam kelas hutan berdasarkan tujuan pengusahaanya, yaitu: A. Bukan Untuk Produksi Kelas hutan ini adalah kawasan hutan yang karena berbagai sebab tidak dapat disediakan untuk penghasilan kayu dan/atau hasil hutan lainnya. Lapangan-lapangan tersebut dibagi menjadi empat golongan, yaitu: 1. Tak Baik untuk Produksi (TBP) Ke dalam golongan ini termasuk lapangan-lapangan yang tidak baik untuk penghasilan karena keadaan alamnya, seperti sungai, tebat, rawa, sumber lumpur, bukit-batu dan sebagainya. 2. Lapangan dengan Tujuan Istimewa (LDTI) Ke dalam golongan ini termasuk alur, jalan rel dan jalan mobil, pekarangan-pekarangan,
tempat
penimbunan
kayu,
lapangan
penggembalaan ternak tetap, kuburan, tempat pengambilan batu, dan sebagainya. 3. Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata (SA/HW) Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata ditunjuk dengan surat Keputusan Pemerintah. 4. Hutan Lindung (HL) Hutan Lindung ditunjuk dengan surat Keputusan Pemerintah. B. Untuk Produksi Kawasan hutan ini merupakan lapangan-lapangan untuk menghasilkan kayu dan/ atau hasil hutan lainnya, dalam hal ini yang terpenting adalah penghasilan kayu jati. Di samping itu, dihasilkan jenis-jenis kayu lainnya atau hasil hutan lainnya, baik terus menerus maupun untuk sementara waktu sebagai tanaman giliran, terutama untu lapangan yang tidak dapat ditumbuhi jati. Kelas hutan ini terdiri atas lapangan-lapangan:
10
1. Untuk produksi kayu jati Produksi kayu jati dilakukan dalam suatu perusahaan yang teratur. Dari berbagai bentuk perusahaan yang terpenting adalah perusahaan tebang habis (diikuti dengan permudaan buatan). Bentuk perusahaan lainnya pada waktu ini boleh dikatakan tidak baik untuk produksi jati. Kelas hutan ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1.1 Baik untuk perusahaan tebang habis Tidak semua lapangan yang dianggap baik untuk perusahaan tebang habis jati itu ditumbuhi dengan hutan jati yang ada hasilnya berupa kayu jati. Kelas hutan ini dibagi dua kelompok yaitu: 1.1.1 Produktif Kawasan yang ditumbuhi dengan hutan jati produktif dibagi lagi ke dalam kelas-kelas hutan yang didasarkan atas umur (kelas umur) dan keadaan hutannya. a. Kelas umur I s/d XII (KU I s/d XII) Semua hutan tanaman jati yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu dipisah-pisahkan ke dalam 12 kelas umur. Masing-masing meliputi 10 tahun, sehingga hutan-hutan yang pada permulaan jangka perusahaan berumur 1 sampai 10 tahun dimasukkan ke dalam kelas umur I, hutan-hutan yang berumur 11-20 tahun tergolong ke dalam kelas umur II dan seterusnya. Kerapatan Bidang Dasar pada kelas umur minimal 0,6. b. Masak Tebang (MT) Tegakan-tegakan yang berumur 120 tahun atau lebih dengan kondisi baik, termasuk ke dalam masak tebang. Jika batang dan tajuk pohon-pohon banyak cacat dimasukkan ke dalam anak kelas hutan Miskin Riap. c. Miskin Riap (MR) Semua hutan jati yang berdasarkan keadaannya tidak memuaskan yaitu tidak ada harapan mempunyai riap yang cukup, dimasukkan ke dalam kelas hutan miskin riap. Hutan-hutan semacam ini perlu
11
secepat mungkin ditebang habis dan diganti dengan tanaman jati yang baru. 1.1.2 Tidak Produktif Kelas hutan ini meliputi semua lapangan-lapangan dalam kelas perusahaan tebang habis tetapi tidak ditumbuhi dengan hutan jati yang produktif. Kelas hutan ini dibagi menjadi empat kelas hutan, yaitu: a. Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau (LTHJL) Dalam perusahaan tebang habis, seringkali lapangan bekas tebangan baru ditanami pada tahun berikutnya. Jika dalam tahun tersebut terakhir itu menjadi tahun pertama, maka lapangan tersebut dimasukkan ke dalam kelas hutan ”Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau”. b. Tanah Kosong (TK) Kelas hutan ini meliputi lapangan yang gundul atau yang hampir gundul (padang rumput, hutan belukar, dan sebagainya) yang dapat dianggap akan memberi permudaan hutan yang berhasil baik di kemudian hari setelah ditanami dengan jati. Di dalam kelas hutan ini dimasukkan juga lapangan-lapangan tidak produktif yang sudah diadakan pungutan hasilnya, akan tetapi belum ditanami. c. Hutan kayu lain Kelas hutan ini meliputi semua lapangan-lapangan yang ditumbuhi kayu lain, yang dapat diganti dengan tanaman jati. Kelas hutan ini dibagi menjadi dua anak kelas hutan, yaitu: c.1 Tanaman Kayu Lain (TKL) Anak kelas hutan ini meliputi tanaman kayu lain yang dibuat pada tempat-tempat dimana jati tidak dapat tumbuh dan yang tidak akan dipertahankan.
12
c.2 Hutan Alam Kayu Lain (HAKL) Termasuk dalam kelas hutan ini ialah lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan kayu lain secara alami dan dianggap baik untuk dirombak menjadi tanaman jati. d. Hutan jati bertumbuh kurang Kelas hutan ini meliputi semua lapangan-lapangan yang bertumbuhan jati yang dipandang dari sudut perusahaan harus dihitung sebagai kurang atau tidak menghasilkan. Kelas hutan ini dibagi menjadi dua anak kelas hutan yaitu: d.1 Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang (TJBK) Anak kelas hutan ini meliputi tanaman jati yang sebagian besar gagal dan pertumbuhannya buruk. d.2 Hutan Alam Jati Bertumbuhan Kurang (HAJBK) Anak kelas hutan ini meliputi hutan alam jati yang sebagian besar rusak, tetapi masih dapat diubah menjadi tanaman jati yang menguntungkan dan mempunyai volume 6-25 m³/ha. Jika volumenya lebih tinggi, maka hutan ini dimasukkan kelas hutan miskin riap. 1.2 Tak Baik untuk Perusahaan Tebang Habis (TBPTH) Anak kelas hutan ini terdiri dari hutan-hutan alam jati yang berada pada: a.
Lapangan-lapangan yang bonitanya sedemikian rupa, sehingga berhasilnya tanaman kontrak pada lapangan itu sesudah ditebang habis diragukan.
b.
Lapangan-lapangan yang jika dibuka menimbulkan bahan tanah gugur, tanah longsor, atau dapat menimbulkan aliran yang terlalu deras.
c.
Lapangan-lapangan yang curam.
2.
Bukan untuk Produksi Kayu Jati Lahan-lahan ini ditujukan untuk menghasilkan jenis kayu lain atau hasil hutan lain.
2.1 Tak baik untuk jati 2.1.1 Tanah Kosong Tak Baik untuk Jati (TK TBJ) Termasuk kelas hutan ini ialah lapangan-lapangan yang gundul, yang tanahnya berbeda dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga
13
orang harus menganggap bahwa sesuatu tanaman jati pada lapangan-lapangan itu tidak menguntungkan. Juga termasuk dalam kelas hutan ini lapangan-lapangan yang becek, yang tidak dapat dikeringkan sehingga tanah itu menjadi baik untuk tanaman jati. 2.1.2 Hutan Kayu Lain Tak Baik untuk Jati (HKL TBJ) Kelas hutan ini meliputi lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan kayu lain akan tetapi yang tidak termasuk ke dalam golongan hutan lindung dan yang tidak baik untuk diubah menjadi tanaman jati. Kelas hutan ini dibagi lagi atas dua anak kelas hutan, yaitu: a. Tanaman Kayu Lain Tak Baik untuk Jati (TKL TBJ) Kelas hutan ini meliputi tanaman-tanaman jenis kayu atau tumbuhan lainnya yang tidak menghasilkan (gagal atau kurang memuaskan). Karena tanah-tanah itu tidak baik diubah menjadi tanaman jati, maka tanah itu masuk perhatian untuk ditanami lagi dengan jenis kayu lain yang bukan jenis yang ditanami semula. b. Hutan Alam Kayu Lain Tak Baik untuk Jati (HAKL TBJ) Kelas hutan ini meliputi lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan kayu lain yang diadakan oleh alam sendiri yang dianggap tidak akan berhasil menjadi baik jika diubah menjadi tanaman jati. 2.1.3 Hutan Jati Merana (HJM) Kelas hutan ini meliputi semua hutan jati yang seluruhnya atau sebagian besar mati, akan mati atau sudah mati. Kelas hutan ini dibagi atas dua anak kelas hutan, yaitu: a. Tanaman Jati Merana (TJM) Keadaaan anak kelas hutan ini termasuk tanaman-tanaman jati yang gagal, yang hampir mati dan/ atau yang sudah mati, yang tidak karena penanaman yang kurang baik, pemeliharaan atau perlindungan yang kurang cukup.
14
b. Hutan Alam Jati Merana (HAJM) Anak kelas hutan ini meliputi hutan alam jati yang disebabkan oleh tempat tumbuh (tanah). 2.2 Tanaman Jenis Kayu Lain (TJKL) Kelas hutan ini meliputi semua tanaman jenis kayu selainnya yang dapat dianggap produktif, ditanam dengan maksud pada waktunya diambil hasilnya, baik berupa kayu maupun hasil hutan lainnya. 2.3 Hutan Lindung Terbatas (HLT)
Pemisahan anak petak dilakukan jika dalam sesuatu petak terdapat berbagai kelas hutan (kelas umur), ataupun dalam satu kelas hutan terdapat perbedaan yang besar dalam bonita atau kepadatan bidang dasar, maka petak itu dibagi atas anak petak sepanjang pembagian tersebut diperlukan. Batas anak petak dibuat sesederhana mungkin, mengikuti bentuk lapangan dan sejauh mungkin mempergunakan batas alam. Kerapatan bidang dasar (KBD) adalah perbandingan antara bidang dasar hasil sampling dengan bidang dasar yang terdapat dalam tabel tegakan.
2.4 Pengaturan Hasil Menurut Simon (1994), dalam pelaksanaan pengaturan hasil hutan memerlukan tiga tahap kegiatan, yaitu : 1. Perhitungan etat, yaitu jumlah hasil yang dapat diperoleh setiap tahun atau selama jangka waktu tertentu. Bila hasil tersebut dinyatakan dalam luas dinamakan etat luas, dan bila dinyatakan dalam m3 dinamakan etat volume. 2. Pemisahan jumlah hasil tersebut ke dalam hasil penjarangan dan hasil tebangan akhir. 3. Penyusunan rencana tebangan, baik tebangan penjarangan maupun tebangan akhir, berikut keterangan tentang keadaan tegakan serta tata waktunya.
15
Menurut Osmaston (1968), ada beberapa alasan penebangan dan pengaturan hasil dalam hubungannya dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu. Alasan tersebut adalah : 1. Penyediaan bagi konsumen, penebangan harus dilaksanakan agar tersedia jenis, ukuran, mutu dan jumlah kayu sesuai dengan permintaan pasar. 2. Pemeliharaan
tegakan
persediaan
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan produksi di dalam bentuk serta kualitas yang baik secepat mungkin. 3. Penyesuaian jumlah dan bentuk tegakan persediaan agar lebih sesuai dengan tujuan pengelolaan. 4. Penebangan perlindungan, terutama dipergunakan dalam sistem silvikultur untuk melindungi tegakan dari angin, kebakaran hutan dan sebagainya. Metode pengaturan hasil menurut Davis dan Johnson (1954), Meyer et al. (1961), dan Osmaston (1968) dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Metode berdasarkan luas a. Pengendalian berdasarkan prinsip silvikultur b. Pengendalian dengan daur dan sebaran kelas umur c. Pengendalian berdasarkan kelas pengembangan dan pembinaan 2. Metode berdasarkan volume dan riap a. Metode Austrian b. Metode Hudeshagen c. Metode Von Mantel d. Metode Gerhardt e. Metode Chapman 3. Metode berdasarkan luas dan volume yaitu metode Burn Menurut Suhendang (1996), pengaturan hasil secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Pengaturan hasil hutan seumur a. Berdasarkan Luas b. Berdasarkan Volume c. Berdasarkan Luas dan Volume 2. Pengaturan hasil hutan tidak seumur yaitu berdasarkan jumlah pohon.
16
2.5 Konsep Hutan Normal Menurut Meyer et al. (1961), tegakan hutan normal adalah tegakan hutan yang mempunyai sebaran kelas umur normal, riap normal dan volume normal. Sedangkan menurut Osmaston (1986), hutan normal adalah hutan yang secara praktis dapat mempertahankan derajat kesempurnaan yang dapat dicapai dalam semua bidang untuk memenuhi keputusan dari tujuan manajemen. Osmaston (1986) menyatakan bahwa faktor-faktor dasar dari kenormalan suatu hutan mempunyai persyaratan : 1. Struktur dan komposisi hutan sesuai dengan lingkungannya atau faktor tempat tumbuh. 2. Tegakan terdiri dari kelas umur dan ukuran yang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal baik tangible maupun intangible. 3. Organisasi yang memadai dan sesuai dengan tujuan manajemen. 4. Pembagian hutan ke dalam unit kerja dan administratif sebaik mungkin.
2.6 Gangguan Hutan Gangguan hutan merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kerusakan hutan dari waktu ke waktu yang juga mempengaruhi besar kecilnya degradasi hutan yang ada. Gangguan hutan berasal dari campur tangan manusia yang salah dalam mengelola hutan sehingga akan mempengaruhi peningkatan kerusakan yang ada dalam mengelola hutan sehingga akan mempengaruhi peningkatan kerusakan yang ada pada kawasan hutan (Hanggumantoro 2007). Di dalam pengelolaan hutan jati di Pulau Jawa, penyebab kerusakan potensial dapat bersumber dari dua aspek yakni yang berhubungan dengan karakteristik ekosistem dan yang berhubungan dengan masyarakat sekitar hutan. Hutan jati mempunyai ciri ekosistem yang khas diantaranya adalah ditata menurut kelas umur, ditanam sejenis dan berdaur panjang. Sebagai hutan musim, jati menggugurkan daun pada musim kemarau. Hutan tanaman jati dengan ciri ekosistem seperti itu mempunyai peluang lebih besar terhadap perkembangan kerusakan oleh hama dan penyakit serta kebakaran. Beberapa interaksi yang
17
potensial menimbulkan dampak kerusakan adalah yang berhubungan dengan perkembangan ternak rakyat, kebutuhan lahan garapan dan tuntutan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas (Anonim 2007). Menurut Silpriana (2006), faktor-faktor yang mempengauhi tingkat kelestarian hutan dapat berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari kesuburan lahan, umur maupun tingkat persaingan memperoleh cahaya dimana kegiatan pemeliharaan tegakan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut. Sedangkan faktor eksternal seperti pencurian, pembibrikan, penggembalaan, kebakaran, bencana alam merupakan faktor yang berperan besar dalam penurunan kualitas dan kuantitas pohon.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2009 dan bertempat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder, yang bersumber dari buku RPKH dan buku Register Risalah Hutan. Adapun peralatan yang digunakan untuk menunjang penelitian ini antara lain : kalkulator dan seperangkat alat komputer.
3.3 Pengumpulan Data Data utama yang diperlukan mencakup : 1. Hasil risalah hutan yang dimuat dalam buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) tiga periode terakhir (1983-1992, 1993-2002, 2003-2012). 2. Hasil risalah sela dan risalah kilat 3. Data perubahan kelas hutan (1983-2008). 4. Peta kawasan hutan skala 1 : 10.000 (memperlihatkan petak dan anak petak). 5. Data keamanan pada beberapa tahun terakhir. Selain data utama diperlukan data penunjang, mencakup data keadaan umum fisik dan sosial wilayah KPH Cepu. Data tersebut di atas dikumpulkan dari Kantor KPH Cepu.
19
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.4.1 Identifikasi Perubahan Kelas Hutan dan Tegakan Identifikasi perubahan kelas hutan dan tegakan dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi akibat adanya pengelolaan hutan dan tegakan (penebangan A2, penanaman) dan perubahan yang terjadi akibat gangguan hutan. Perubahan dianalisis untuk setiap bagian hutan (BH) yang ada di KPH Cepu. Identifikasi perubahan hutan dan tegakan dilakukan dengan melihat : 1. Perubahan pada setiap kelompok kelas umur tegakan. Dari daftar kelas hutan, disusun tabel hasil identifikasi perubahan hutan dan tegakan. Dari tabel identifikasi ini dapat dilihat perubahan komposisi tegakan masing-masing petak dan anak petak pada setiap jangka perusahaan. a. Kondisi tegakan dianggap mengalami gangguan hutan apabila terjadi perubahan kelas hutan produktif menjadi tidak produktif dan penurunan luasan kelas umur pada setiap jangka perusahaan. b. Kondisi tegakan dianggap tidak mengalami gangguan hutan apabila suatu tegakan mengalami pertumbuhan secara normal. Untuk mengetahui besar persentase luasan setiap kelas hutan pada setiap jangka perusahaan, dapat dilihat dengan rumus :
Keterangan : Hij ∑ Hj
= Luas kelas hutan i pada jangka perusahaan ke-j (ha) = Total luas kawasan hutan pada jangka perusahaan ke-j (ha)
Hasil tabel identifikasi di atas diolah kembali untuk mengetahui besarnya komposisi tegakan jati di setiap kategori kelas hutan produktif yaitu : a. Kelas umur muda (KU I-III) b. Kelas umur tua (KU IV-VI) c. Kelas umur masak tebang (KU VII ke atas) 2. Laju perubahan areal produktif dapat dihitung dengan rumus :
20
Keterangan : L0
= Luas areal produktif pada awal jangka tegakan (ha)
L1
= Luas areal produktif pada akhir jangka tegakan (ha)
3.4.2 Identifikasi Gangguan Hutan Kegiatan ini bertujuan untuk melihat gangguan hutan yang terjadi pada setiap jangka perusahaan. Data yang diperlukan adalah data gangguan hutan yang terjadi di KPH Cepu pada setiap jangka perusahaan kemudian gangguan terbesar yang terjadi pada setiap jangka tersebut merupakan gangguan hutan yang sangat mempengaruhi dalam perubahan luasan kelas hutan.
3.4.3 Identifikasi Perubahan Komposisi Tegakan Jati Kegiatan identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui pola perubahan komposisi tegakan jati setiap kelas umur produktif di masing-masing bagian hutan (BH) selama 3 jangka perusahaan. Tiga tipe identifikasi yang dilakukan adalah : 1. Identifikasi perubahan komposisi tegakan jati dalam 3 jangka terakhir. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar persentase kemampuan suatu kelas umur tegakan untuk tumbuh dengan baik selama 3 jangka perusahaan terakhir, tanpa memperhatikan keadaan di setiap petaknya. Dimana untuk mengolah data tersebut dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : KUii
= Luas tegakan kelas umur ke-i pada jangka ke-i (ha)
KUjj
= Luas tegakan kelas umur ke-j pada jangka ke-j (ha)
2. Identifikasi perubahan komposisi tegakan jati selama 30 tahun. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat kemampuan suatu kelompok umur tegakan yang dapat tumbuh dengan baik dalam jangka waktu yang berlainan. Kegiatan ini dilakukan dengan memperhatikan perubahan luasan di setiap petak dan anak petaknya. Adapun beberapa jangka waktu yang diidentifikasi adalah 10
21
tahun, 20 tahun, dan 30 tahun, dimana kondisi awalnya sama yaitu jangka 19831992.
3. Identifikasi perubahan komposisi tegakan jati setiap jangka perusahaan 10 tahun. Kegiatan ini dilakukan dengan melihat perubahan luas suatu kelas umur tegakan setiap periode 10 tahun, dengan memperhatikan perubahan di setiap petak dan anak petaknya. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui pola perubahan suatu kelas umur tegakan setiap 10 tahun dengan kondisi awal tegakan yang berlainan selama 3 jangka perusahaan, yaitu pada tahun risalah 1983-1992, 1993-2002, dan 2003-2012. Adapun rumus yang digunakan dalam kegiatan identifikasi ini sama dengan identifikasi perubahan komposisi tegakan jati selama 30 tahun, yaitu sebagai berikut :
Keterangan : KUi
= Luas tegakan kelas umur ke-i di jangka perusahaan awal (ha)
KUj
= Luas tegakan kelas umur ke-j di jangka perusahaan berikutnya (ha)
Seluruh kegiatan identifikasi perubahan komposisi tegakan jati yang dilakukan baik itu yang selama 30 tahun ataupun yang per periode 10 tahun pada prinsipnya sama, perbedaannya hanya pada penggunaan kondisi awal tegakan dan jangka waktunya.
4. Perhitungan faktor kerusakan hutan Salah satu bentuk analisa perbandingan susunan kelas hutan produktif pada beberapa jangka adalah pendekatan perhitungan faktor kerusakan hutan (K).
22
K diartikan sebagai rata-rata geometrik persentase berkurangnya luas hutan masing-masing kelas umur karena gangguan keamanan. Untuk mendapatkan angka K tersebut, dapat dihitung dengan rumus (Suriaty 2008) :
Keterangan : K = Faktor kerusakan hutan Pi = Persentase penurunan luas pada kelas umur ke-i N = Jumlah kelas umur yang dilibatkan dalam perhitungan
3.4.4 Identifikasi Perubahan Kerapatan Bidang Dasar Rata-rata Kegiatan ini dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan KBD terhadap kelas umur tegakan selama 30 tahun. Untuk mengetahui pengaruh perubahan KBD rata-rata terhadap kelas umur tegakan jati dibutuhkan data KBD setiap petak yang diperoleh dari tabel hasil identifikasi, kemudian dilakukan pengelompokan setiap kelas umur, sehingga diperoleh hasil KBD rata-rata untuk masing-masing kelas umur selama 30 tahun.
23
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah kerja KPH Cepu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor: 73/UM/152 tanggal 16 Juli 1952 yang merupakan pengganti dari ketetapan yang dimuat dalam surat keputusan “Wd. Direktur Van Landbow Nij Verhied en Hondel” tanggal 31 Desember 1928 nomor: 13250/DEP (By Bland no 11845, tentang pembagian daerah hutan untuk Jawa dan Madura) adalah seperti yang tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Pembagian wilayah kerja berdasarkan daerah Hukum Pemerintahan KPH Cepu Propinsi Jawa Tengah
Kabupaten Blora
Bagian Hutan
Luas (ha)
Cabak
4.506,8
Nanas
4.979,7
Ledok
4.435,3
Kedinding
5.007,2
Blungun
4.792,9
Payaman
3.376,3
Jumlah
27.098,2
Jawa Timur
Bojonegoro
Kedewan
Jumlah Seluruhnya
5.949,1 33.047,3
Sumber : Buku RPKH KPH Cepu jangka 2003-2012
Berdasarkan letak geografisnya kawasan hutan KPH Cepu terletak antara:
Bujur Timur
: 111º 16” - 111º 338”
Lintang Selatan
: 06º 528” - 07º 248”
Batas-batas wilayah KPH Cepu adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: KPH Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
b. Sebelah Timur
: KPH Parengan, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
c. Sebelah Selatan
: Bengawan Solo
24
d. Sebelah Barat
: KPH Randublatung, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Tanah Berdasarkan peta tanah tinjau yang disusun menurut pemetaan tanah oleh T.W.G. Dames (peta tanah tinjau tahun 1955) serta Supraptohardjo, Gatot Pangudiyanto, Suhadi, Subagyo, Murdani, Sukirno, Ismangun dan Sumari (1957) dapat disimpulkan bahwa di KPH Cepu terdapat empat macam tanah yaitu: Latosol, Grumosol, Mediteran dan Aluvial. Sebagian besar kawasan hutan di KPH Cepu terdiri dari Grumosol kelabu tua (35,37) dan Asosiasi Grumusol coklat kekelabuan dan Grumosol kelabu Kekuningan (40). Tabel 2 Jenis-jenis Tanah di wilayah kerja KPH Cepu No
Bagian Hutan
Keterangan
1
Cabak
Bagian utara BPKH Wonogadung: Grumosol kelabu tua (37); bagian selatan BKPH Cabak : Asosiasi Grumosol cokelat kekelabuan dan Grumosol kelabu kekuningan (40)
2
Nanas
Bagian utara BKPH Nanas: Grumosol kelabu tua (37); bagian selatan BKPH Nglebur; Asosiasi Grumosol cokelat kekelabuan dan Grumosol kelabu kekuningan (40)
3
Ledok
Bagian utara; Grumosol kelabu tua (37), bagian selatan; BKPH Ledok; Asosiasi Grumosol cokelat kekelabuan dan Grumosol kelabu kekuningan (40)
4
Kedinding
Bagian timur BKPH Kendilan; Grumosol kelabu tua (35); sebelah barat BKPH Pucung; Grumosol kelabu tua (35,37)
5
Blungun
Bagian timur BKPH Pasar Sore: Grumosol kelabu tua (37), Asosiasi Grumosol cokelat kekelabuan dan Grumosol kelabu kekuningan (40); sebelah barat BKPH Blungun: Grumosol kelabu tua (37), Asosiasi Grumosol cokelat kekelabuan dan Grumosol kelabu kekuningan (40)
25
No
Bagian Hutan
Keterangan
6
Payaman
Bagian utara BKPH Ngolobo: Grumosol kelabu tua (37), bagian selatan BKPH Ngolobo: Asosiasi Grumosol cokelat kekelabuan dan Grumosol kelabu kekuningan (40)
7
Kedewan
Bagian utara BKPH Kedewan: Asosiasi Grumosol cokelat kekelabuan dan Grumosol kelabu kekuningan (40); Bagian selatan BKPH Sekaran: Grumosol kelabu tua (37)
Sumber : Buku RPKH KPH Cepu jangka 2003-2012
4.2.2 Hidrologi Berdasarkan “Catchment Area” kawasan hutan KPH Cepu bagian barat termasuk dalam Daerah Aliran Sungai Lusi yang mengalir dari Timur ke Barat menembus di tengah-tengah wilayah daerah hukum Kabupaten Blora. Sedangkan, kawasan hutan KPH Cepu bagian Timur merupakan penyangga Daerah Aliran Sungai Solo yang membujur dari arah Selatan ke Utara dan seterusnya ke Timur. Posisi kawasan hutan KPH Cepu terhadap Kali Solo terletak sebelah
Barat
Bengawan Solo.
4.2.3 Iklim Wilayah hutan KPH Cepu dan sekitarnya beriklim tropis, yang ditandai oleh terdapatnya musim hujan dan musim kemarau yang bergantian sepanjang tahun. Wilayah hutan KPH Cepu terletak pada ketinggian 30 – 250 mdpl,. Berdasarkan perbandingan bulan basah dan bulan kering (Schmidt dan Ferguson) wilayah hutan KPH Cepu termasuk ke dalam tipe iklim C dan D. Lingkungan dengan type iklim ini sangat cocok untuk ditanami tegakan jenis jati. Temperatur rata-rata di wilayah hutan KPH Cepu 26ºC dan curah hujan rata-rata 1.636 mm/tahun.
4.2.4 Topografi Kawasan hutan KPH Cepu sebagian besar berkonfigurasi datar sampai bergelombang dan sebagian kecil berbukit dan disela-selanya terdapat mata air yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penduduk sekitar.
26
Tabel 3 Situasi lapangan kawasan hutan KPH Cepu No
Bagian Hutan
Konfigurasi Lapangan
1
Payaman
Miring, berombak atau bergelombang dan sedikit berbukit
2
Cabak
Lereng, Pasu, berombak atau bergelombang
3
Nanas
Lereng atau miring, berbukit sangat berombak atau bergelombang
4
Kedewan
5
Ledok
6
Kedinding
7
Blungun
Miring, landai, bergelombang
datar,
sangat
berombak
atau
Pasu, lereng, miring, berombak atau bergelombang sedikit curam pada tepi-tepi sungai
Punggung, miring, bergelombang
landai
sangat
berombak
atau
Datar, sangat berbukit, berombak atau bergelombang
Sumber : Buku RPKH KPH Cepu jangka 2003-2012
4.3 Kondisi Biotik Kawasan hutan KPH Cepu berada pada formasi kawasan pegunungan Kendeng Utara dengan konfigurasi lapangan tersebar dari dataran landai hingga bergelombang, sehingga ekosistem hutan yang dimungkinkan adalah hutan musim. 4.3.1 Flora Vegetasi utama yang ada dalam wilayah KPH Cepu adalah jenis jati (Tectona grandis) dan jenis lain yang diusahakan yaitu Mahoni (Sweitenia macrophylla). Sedangkan untuk pengkayaan jenis yaitu Johar (Casia seamea), Sonokeling (Dalbergia latifolia), Kesambi (Schleichera oleosa), Acacia mangium, Secang (Caesalpinia bonducella), Lamtaro (Leucaena leucocephala), Duwet (Syzygium cumini), Flamboyan (Delonix regia), dan Mindi (Melia azedarach). Vegetasi hutan jenis pohon yang menyebar di wilayah KPH Cepu berdasarkan hasil inventarisasi vegetasi pada tahun 2006 tercatat kurang lebih ada 38 jenis pohon, sedangkan vegetasi tumbuhan bawah hutan yang tercatat kurang lebih 184 jenis.
27
4.3.2 Fauna Inventarisasi satwa dengan menggunakan metode transek jalur di seluruh kawasan hutan telah mengidentifikasi jenis satwa liar yang ditemukan di kawasan KPH Cepu yaitu berjumlah 156 jenis yang terdiri dari 88 jenis burung, 30 jenis mamalia dan 38 jenis herpeto fauna. Dari jenis tersebut yang terancam punah berdasarkan IUCN (Red Data Book) dan CITES Appendix I adalah macan tutul (Panthera pardus) dan Burung Celepuk Jawa (Otus angelinae) sedangkan Appendix II adalah Jegidik, Jelarang Bilalang, Kalong Besar, Monyet Ekor Panjang, Trenggiling, Tupai Tanah, Biawak, Sanca Batik dan jenis burung seperti Burung Alap-alap, Bebet, Elang Ular Bido, Celepuk Kalung, Elang Putih, Gelatik Jawa, Merak Hijau, Panca Warna dan Serak Jawa.
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah kerja KPH Cepu baik yang masuk daerah Kabupaten Blora maupun Kabupaten Bojonegoro secara umum masih bersifat marginal, dinamikanya relatif lamban dan masih sulit menerima hal-hal yang baru. Ketergantungan terhadap alam dan lingkungannya masih tinggi, demikian juga interaksi masyarakat dengan kawasan hutan masih tinggi.
4.4.1 Kependudukan Berdasarkan data yang diambil dari Buku Blora dalam angka dan Bojonegoro dalam angka, keadaan kependudukan penjelasannya sebagai berikut :
28
1. Jumlah penduduk Tabel 4 Data kependudukan sekitar wilayah kerja KPH Cepu Kabupaten
No
Kecamatan
Luas (km2)
Jumlah Desa
Jumlah Penduduk Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
jumlah
Kepadatan
KK
(jiwa/km²)
1 Blora a Jepon
107,72
25
28.576
29.160
57.736
14.615
536
b Jiken
168,17
11
18.572
18.305
36.877
10.942
219
c Kedung Tuban
106,86
17
26.575
27.279
53.854
14.198
504
d Sambong
88,75
10
13.076
13.383
26.459
7.002
298
e Cepu
49,15
11
520,65
74
36.416 123.215
37.749 125.876
74.160 249.086
17.411 64.168
1.509 478
Jumlah 1 2 Bojonegoro a Malo
51,91
10
12.821
13.238
26.059
5.212
502
b Kedewan
68,3
20
14.851
15.148
29.999
6.812
439
c Kasiman
57,23
5
Jumlah 2
177,44
35
5.852 33.524
6.021 34.407
11.873 67.931
2.525 14.549
208 383
Jumlah 1 + 2
698,09
109
156.739
160.283
317.017
78.717
454
Sumber : Buku RPKH KPH Cepu jangka 2003-2012
2. Jumlah kelompok umur Tabel 5 Data penyebaran kelompok umur penduduk sekitar wilayah kerja KPH Cepu N o. 1 1 .1 1 .2 1 .3 1 .4 1 .5
2 2 .1 2 .2 2 .3
K ab up aten K ecam atan B lo ra Jep o n Jiken K ed ung T ub an S am b o ng C ep u Jum lah 1
Jum lah P end ud uk M enurut U m ur 1 -4 tahun 1 5 -5 0 tahun 5 1 tahun up
Jum lah P end ud uk
1 4 .9 0 6 8 .3 7 7 1 3 .6 9 4 8 .6 7 4 2 4 .3 1 2 6 9 .9 6 3
3 4 .9 4 6 2 5 .0 2 7 3 3 .7 3 4 1 3 .2 4 6 3 7 .1 2 6 1 4 4 .0 7 9
7 .8 8 4 3 .4 7 3 6 .4 2 6 4 .5 3 9 1 2 .7 2 2 3 5 .0 4 4
5 7 .7 3 6 3 6 .8 7 7 5 3 .8 5 4 2 6 .4 5 9 7 4 .1 6 0 2 4 9 .0 8 6
B o jo nego ro M alo K ed ew an K asim an Jum lah 2
7 .6 7 8 1 1 .8 3 3 3 .1 7 5 2 2 .6 8 6
1 3 .0 0 6 1 3 .8 3 3 6 .9 6 1 3 3 .8 0 0
5 .3 7 5 4 .3 3 3 1 .7 3 7 1 1 .4 4 5
2 6 .0 5 9 2 9 .9 9 9 1 1 .8 7 3 6 7 .9 3 1
Jum lah 1 + 2
9 2 .6 4 9
1 7 7 .8 7 9
4 6 .4 8 9
3 1 7 .0 1 7
K eterangan
Sumber : Buku RPKH KPH Cepu jangka 2003-2012
Dari daftar tersebut terlihat bahwa angkatan kerja (kelompok umur 15 – 50 tahun) cukup tinggi, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia sangat terbatas. Keadaan ini merupakan salah satu ancaman terhadap keamanan hutan. Salah satu terapi yang baik adalah pengelolaan hutan dengan kemitraan dan bagi hasil yang disebut “Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHMB)”
29
4.4.2 Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk dalam wilayah KPH Cepu sebagian besar adalah petani, hal ini ditunjang oleh keadaan lahan pertanian yang subur dan kegiatan pertanian lainnya di perkebunan-perkebunan sekitarnya.
4.5 Organisasi dan Sumber Daya Manusia Karyawan Perum Perhutani KPH Cepu yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan
pengelolaan
hutan
yang
meliputi
bagian
manajemen
(pimpinan), perencanaan, administratif (umum), keuangan, teknis dan lain-lain, berjumlah 838 orang dengan tingkat pendidikan antara lain: pendidikan tinggi 58 orang, pendidikan menengah 635 orang dan pendidikan rendah 145 orang. KPH Cepu dipimpin oleh seorang Administratur, dengan dibantu oleh 2 orang Wakil Administratur, 2 orang Kepala Seksi. Masing-masing Kepala Seksi membawahi bagian-bagian yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi dan Kepala Urusan. Pada bagian pelaksanaan di lapangan, Perum Perhutani KPH Cepu dibagi menjadi 12 BKPH yang dipimpin oleh seorang Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH/Asper). Satuan terkecil unit kerja KPH adalah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yang dipimpin oleh seorang Kepala Resort Pemangkuan Hutan (KRPH). Terdapat 22 orang sederajat Asper dan 59 orang sederajat KRPH, sedangkan mandor atau staf berjumlah 752 orang.
30
Administratur/KKPH
Wakil Adm. Cepu Utara
Asper/KBKPH
KRPH
Wakil Adm. Cepu Selatan
Kepala Seksi Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Kepala Seksi Keuangan & Umum
Asper/KBKPH
KSS Keuangan
KRPH
Kaur Perencanaan & Agraria
Kaur Produksi & Tanaman
Gambar 1 Struktur organisasi Perum Perhutani KPH Cepu.
KSS Umum
KSS Personalia
Kaur Data & Pelaporan
KSS Sapra & Optimalisasi Asset
KSS PHBM & Binling
Asper Penguji
Penguji TK II
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Perubahan Kelas Hutan dan Tegakan KPH Cepu terdiri dari tujuh Bagian Hutan (BH), yaitu Blungun, Cabak, Kedewan, Kedinding, Ledok, Nanas, dan Payaman. Pada bagian-bagian hutan tersebut mengalami perubahan kondisi kelas hutan pada setiap jangka perusahaan yang disebabkan oleh berbagai hal. Jangka perusahaan yang digunakan dalam identifikasi perubahan kelas hutan di KPH Cepu yaitu 1983-1992, 1993-2002 dan 2003-2012. Seperti terlihat pada Lampiran 1, kondisi setiap kelas hutan di KPH Cepu mengalami perubahan di setiap jangka perusahaan. Luas kawasan produktif untuk jati pada jangka 1983-1992 sampai jangka 1993-2002 mengalami penurunan sebesar 4.055,93 ha. Hal ini terutama disebabkan bertambahnya luasan tanah kosong (TK) dari 641,60 ha menjadi 1.782,90 ha dan kelas hutan TJBK dari 3.861,30 ha menjadi 4.750,50 ha. Penurunan luas kawasan produktif juga terjadi pada jangka 1993-2002 sampai jangka 2003-2012 sebesar 4.420,85 ha, hal ini disebabkan bertambahnya luasan tanah kosong (TK) dari 1.782,90 ha menjadi 6.182,90 ha. Akan tetapi hasil audit tahun 2008 luas kawasan produktif mengalami peningkatan kembali sebesar 3.193 ha sehingga jumlah hutan produktif menjadi 21.880,74 ha. Selain itu, luasan hutan produktif tersebut juga mengalami perubahan fungsi hutan yaitu sebagai hutan monumen seluas 82,6 ha, kebun benih (APB) seluas 193,1 ha, kebun benih klonal (CSO) seluas 498 ha dan sebagai lokasi sumur minyak dan bangunan lainnya pada kelas hutan produktif seluas 27,9 ha.
32
Tabel 6 Luasan kelas hutan di KPH Cepu Kelas Hutan
1983-1992 (ha)
Jangka perusahaan 1993-2002 2003-2012 (ha) (ha)
A. Untuk Produksi I. Baik untuk Produksi Kayu Jati 1.1 Baik untuk Perusahaan Tebang Habis 1.1.1 Produktif 1.1.2 Tidak produktif 1.2 TBPTH II. Bukan untuk Produksi Kayu Jati B. Bukan untuk produksi Total
27.164,38
23.108,45
18.687,60
4.941,70
7.270,20
10.043,10
0
0
1.077,90
274,6
1.979,70
1.930,10
201,5
202,35
735
32.582,18
32.560,70
32.473,70
Perbandingan luas hutan produktif setiap jangka dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2 Perbandingan luas hutan produktif setiap jangka.
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa luasan hutan produktif pada setiap jangka mengalami penurunan. Penurunan luasan tersebut disebabkan karena meningkatnya luasan hutan yang tidak produktif dan terjadinya gangguan hutan yaitu pencurian kayu, kebakaran hutan, bencana alam, penggembalaan dan
33
bibrikan. Berikut adalah gambar perubahan komposisi setiap kelas umur menuju kelas umur berikutnya.
Gambar 3 Perubahan kelas hutan untuk produksi kayu jati KPH Cepu.
Perubahan luasan tegakan yang terjadi di KPH Cepu untuk setiap kelas umur selalu mengalami penurunan pada saat menjadi kelas umur berikutnya pada setiap jangka. Misalnya, pada KU I jangka 1983-1992 luasnya 4.174,20 ha mengalami penurunan pada luasan pada saat berubah menjadi KU II pada jangka 1993-2002 menjadi 3.325,60 ha dengan angka kerusakan mencapai 20,33 %. Kemudian pada jangka 2003-2012 berubah menjadi KU III seluas 1.610,60 ha dengan angka kerusakan sebesar 51,57% . Angka kerusakan antara kelas umur jangka awal dengan kelas umur berikutnya dapat dilihat pada Tabel 7. Pada grafik di atas, luasan KU I pada hasil audit 2008 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu mencapai 11.855,65 ha. Luasan ini jauh berbeda bila dibandingkan dengan luasan tiga jangka perusahaan yang digunakan, hal ini menunjukkan luas areal penanaman di jangka sebelumnya dengan kondisi saat ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi, karena sudah tidak memungkinkan lagi luasan tersebut dipanen di umur masak tebang. Oleh karena itu, dilakukan peningkatan penanaman khususnya rehabilitasi terhadap tanah kosong secara intensif.
34
Tabel 7 Persentase perubahan kelas umur KPH Cepu pada 3 jangka terakhir Tingkat Kerusakan (%)
Jangka Perusahaan Kelas Hutan
1983-1992 1993-2002 (ha) (ha) 1
2
3
2003-2012 (ha) 4
Audit 2008 (ha) 5
(2-3)
(3-4)
(4-5)
6
7
8
Ratarata (%)
Produktif KU I
4174,20
3617,10
7490,20
11855,65
20,33
27,83
62,24
36.80
KU II
4733,80
3325,60
2610,60
2828,50
35,58
51,57
39,01
42,05
KU III
5611,08
3049,50
1610,60
1592,20
22,86
55,90
19,76
32,84
KU IV
2336,20
4328,25
1344,90
1292,30
15,49
59,70
25,09
33,43
KU V
2245,30
1974,30
1744,30
1007,50
19,52
60,81
9,55
29,96
KU VI
2205
1807,10
773,70
1577,70
20,28
47,62
36,49
34,79
KU VII
1897
1757,90
946,60
491,39
8,71
50,07
37,46
32,08
1647,70
1731,70
877,80
592
87,61
88,31
79,55
85,16
327,20
204,20
202,40
179,50
KU VIII KU IX KU X
274
6,30
Luasan KU II pada jangka 1983-1992 sebesar 4.733,80 ha mengalami penurunan pada saat berubah menjadi KU III pada jangka 1993-2002 menjadi 3.049,50 ha dengan angka kerusakan sebesar 35,58%, kemudian berubah menjadi KU IV dengan luas menurun menjadi 1.344,90 ha dengan angka kerusakan sebesar 55,90%. Besarnya tingkat kerusakan pada kelas umur masak tebang tidak dapat disamakan dengan kelas umur muda ataupun kelas umur tua. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas penebangan KU tersebut sehingga luasan semakin berkurang, bukan disebabkan oleh gangguan hutan lainnya. Pada jangka 20032012 dapat dilihat pada Tabel 7, bahwa tingkat kerusakan hampir pada semua kelas umur pada jangka tersebut mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu di atas 50% pada setiap kelas umur. Tingkat kerusakan terbesar terjadi pada KU V yaitu sebesar 60,81% dengan penurunan luasan hingga 1.200,60 ha. Hal ini disebabkan oleh dinamika sosial yang terjadi pada tahun 1998-2001 yang memunculkan era reformasi dan berdampak pada terjadinya pencurian kayu secara besar-besaran (penjarahan kayu) di wilayah Perum Perhutani KPH Cepu. Penjarahan kayu pada tahun 1998-2001 tersebut menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap pengurangan luas kelas hutan produktif di wilayah KPH
35
Cepu. Perubahan terbesar terjadi pada KU VIII sebesar 85,16%, tetapi disebabkan karena terjadinya kegiatan penebangan pada kelas umur tersebut. Komposisi tegakan hutan produktif dapat dibagi dalam tiga kelas umur, yaitu KU muda (KU I-III), KU tua (KU IV-VI) dan KU masak tebang (KU VII ke atas). Untuk mengetahui besarnya total luas hutan produktif dan penyebaran komposisi tegakan jati dalam setiap kisaran kelas umur dan pada setiap jangka perusahaan, diperlukan data hasil rekapitulasi hutan produktif yang disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rekapitulasi hutan produktif KPH Cepu 1983-1992 (ha)
KU
%
1993-2002 (ha)
%
2003-2012 (ha)
%
KU I-III KU IVVI KU VII UP
14.519,08
53,45
9.992,20
43,24
11.711,40
62,67
6.786,50
24,98
8.109,65
35,09
3.862,90
20,67
5.858,80
21,57
5.006,60
21,67
3.113,30
16,66
Total
27.164,38
100,00
23.108,45
100,00
18.687,60
100,00
Dari Tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa tegakan jati kelas umur muda (di bawah umur 30 tahun) memiliki luas yang dominan dibanding kelas umur di atas 30 tahun. Terutama pada jangka 2003-2012 sangat terlihat jelas tegakan jati muda (KU I-III) sangat mendominasi mencapai 62,67% sedangkan komposisi tegakan KU tua dan masak tebang masing-masing kurang dari 30%. Melihat penyebaran komposisi tegakan jati tersebut pihak KPH Cepu perlu memberikan perhatian yang lebih terhadap keadaan tegakan jati baik kelas umur muda, tua dan masak tebang karena jika tidak diperhatikan maka dikhawatirkan pada masa mendatang potensi kelas umur tua dan masak tebang akan habis. Jika dilihat pada setiap bagian hutan (berdasarkan lampiran 9), Bagian Hutan Kedewan memiliki komposisi kelas umur muda yang paling besar dibandingkan dengan bagian hutan lainnya yaitu di atas 60% pada jangka 19831992 dan 1993-2002 tetapi pada jangka 2003-2012 kelas umur muda yang paling besar terdapat pada Bagian Hutan Kedinding yaitu sebesar 97,12%. Sedangkan untuk kelas umur tua dan masak tebang pada Bagian Hutan Kedewan dibawah 8% sedangkan pada Bagian Hutan Kedinding untuk kelas umur tua sebesar 2,88% dan tidak ada kelas umur masak tebang.
36
Perubahan komposisi yang terjadi pada setiap jangka menggambarkan bahwa KPH Cepu khususnya pada setiap bagian hutannya selalu mengalami gangguan atau kerusakan hutan. Hal ini juga dapat dilihat berdasarkan laju perubahan areal produktif setiap KU pada setiap bagian hutan yang menggambarkan laju pengurangan luas areal produktif setiap tahunnya dari kelas umur awal menuju kelas umur berikutnya. Berdasarkan lampiran 10 dapat dilihat bahwa laju perubahan areal produktif tertinggi KPH Cepu setiap tahunnya terjadi pada saat KU I yang berubah menjadi KU II sebesar 551,62 ha pada jangka 2003-2012. Jika dilihat setiap bagian hutan maka Bagian Hutan Kedinding memiliki laju perubahan areal produktif tertinggi dibandingkan dengan bagian hutan lainnya yaitu sebesar 153,38 ha pada saat KU I berubah menjadi KU II. Sedangkan laju perubahan areal produktif yang terkecil terjadi pada Bagian Hutan Blungun. Sehingga dapat dikatakan potensi tegakan jati di KPH Cepu masih dapat dipertahankan.
5.2 Identifikasi Gangguan Hutan Gangguan hutan merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kerusakan hutan dari waktu ke waktu yang juga mempengaruhi besar kecilnya degradasi hutan yang ada. Gangguan hutan berasal dari campur tangan manusia yang salah dalam mengelola hutan sehingga akan mempengaruhi peningkatan kerusakan yang ada pada kawasan hutan (Hanggumantoro 2007). Menurut Silpriana (2006), faktor-faktor yang mempengauhi tingkat kelestarian hutan dapat berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari kesuburan lahan, umur maupun tingkat persaingan memperoleh cahaya dimana kegiatan pemeliharaan tegakan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut. Sedangkan faktor eksternal seperti pencurian, pembibrikan, penggembalaan, kebakaran, bencana alam merupakan faktor yang berperan besar dalam penurunan kualitas dan kuantitas pohon. Perubahan luas kawasan hutan KPH Cepu dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas seperti pencurian kayu, kebakaran hutan, bencana alam, penggembalaan,
37
dan bibrikan. Selain oleh faktor tersebut perubahan luasan kawasan hutan di KPH Cepu juga dapat disebabkan oleh kegagalan tanaman. Jenis dan besarnya gangguan hutan yang terjadi di KPH Cepu selama 3 jangka terakhir dapat dilihat pada lampiran 11. Pencurian kayu terbesar terjadi pada periode tahun 1998-2001 dengan jumlah tunggak berkisar antara 64.846 – 536.255 pohon dengan jumlah kerugian berkisar antara Rp 1.555.019.000,00 – Rp 32.442.404.000,00. Hal ini disebabkan karena pada periode tahun 1998-2001 terjadi dinamika sosial yang memunculkan era reformasi sehingga menimbulkan dampak terjadinya pencurian kayu secara besar-besaran (penjarahan kayu) di wilayah KPH Cepu. Sedangkan pencurian terkecil terjadi pada tahun 2008 dengan jumlah tunggak sebanyak 805 pohon dengan kerugian sebesar Rp 216.736.000,00. Besarnya kerugian dihitung berdasarkan panjang dan diameter kayu yang hilang atau dicuri bukan berdasarkan banyaknya tunggak yang hilang. Jumlah tunggak yang sedikit dapat memiliki kerugian yang besar jika tunggak tersebut memiliki diameter dan panjang yang besar begitupun sebaliknya jumlah tunggak yang banyak dapat memiliki kerugian yang sedikit karena memilki diameter dan panjang yang kecil sehingga menghasilkan volume yang kecil pula. Hilangnya pohon-pohon tersebut tentu saja mempengaruhi volume tebangan yang telah direncanakan dan menambah areal kosong. Pencurian kayu ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya hutan, sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah dan kepadatan masyarakat yang semakin tinggi dengan lapangan pekerjaan yang sempit. Pihak KPH Cepu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya hutan untuk mengurangi pencurian kayu tersebut. Selain itu, KPH cepu juga melakukan patroli yang dilakukan setiap hari oleh polisi hutan yang terdapat pada masing-masing RPH. Selain pencurian kayu, kebakaran hutan juga berpengaruh pada potensi tegakan jati seperti yang terjadi pada tiga jangka terakhir. Akibat kebakaran hutan terbesar terjadi pada tahun 1991 dengan luas 1.205,18 ha dengan kerugian sebesar Rp 10.797.300.000,00, sedangkan akibat kebakaran terkecil terjadi pada tahun 1986 dengan luas 35,75 ha dengan kerugian sebesar Rp 183.000,00. Kerugian kebakaran hutan dilihat dari banyaknya pohon yang terbakar pada kebakaran hutan tersebut. Besarnya kerusakan yang terjadi tentu saja menyebabkan
38
perubahan kelas hutan dari kelas hutan hutan produktif menjadi tidak produktif (TK dan TJBK). Gangguan hutan juga dapat disebabkan oleh bencana alam seperti banjir, gempa bumi dan lain-lain. Bencana alam yang terjadi pada tahun 1992 di KPH Cepu menyebakan kerugian yang paling besar yaitu sebesar Rp 531.250.000,00 dengan luas 487 ha. Selain itu juga disebabkan karena penggembalaan dan bibrikan. Bibrikan merupakan penyerobotan lahan oleh masyarakat sekitar. Penggembalaan dan bibrikan ini tidak terjadi di setiap tahun tetapi hanya di tahuntahun tertentu. Penggembalaan terbesar terjadi pada tahun 1992 dengan luas 3 ha dengan kerugian sebesar Rp 22.500.000,00 dan bibrikan terbesar terjadi pada tahun 1986 dengan luas 1,5 ha dengan kerugian sebesar Rp 2.700.000,00. Selain itu, kegagalan tanaman juga menyebakan terjadinya perubahan kelas hutan. Kegagalan tanaman ini disebabkan oleh kurangnya kesuburan tanah pada lahan tersebut dan kurangnya pemeliharaan yang dilakukan oleh pihak KPH Cepu.
5.3 Identifikasi Perubahan Kelas Hutan produktif Berdasarkan data perubahan kelas hutan diketahui perubahan kelas hutan produksi jati per bagian hutan, dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 4 Perubahan kelas hutan produktif jati per BH.
39
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada setiap bagian hutan terjadi perubahan luas di setiap jangka perusahaan. Perubahan luasan tersebut dapat diidentifikasi dengan melihat tingkat perubahan komposisi tegakan jati pada setiap kelas umur produktif masing-masing bagian hutan selama 3 jangka perusahaan, yaitu 1. Identifikasi perubahan komposisi tegakan jati dalam 3 jangka perusahaan terakhir. Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar persentase kemampuan suatu kelas umur tegakan untuk tumbuh dengan baik selama 3 jangka perusahaan terakhir, tanpa memperhatikan keadaan di setiap petaknya. Tabel 9
Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 3 jangka terakhir pada BH Blungun, Cabak, Kedewan dan Kedinding
BH Blungun
Cabak
Kedewan
Kedinding
KU I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII VIII-IX I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII VIII-IX I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII VIII-IX I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII
(1983-1992) s/d (1993-2002) (%) 87,76 87,88 95,59 85,78 93,42 91,07 115,30 27,12 82,15 87,74 93,20 91,87 76,50 87,62 91,82 67,8 24,5 36,9 54,2 74,9 78,4 62,9 6,1 70,09 63,91 66,93 89,64 52,79 83,72 101,04
(1993-2002) s/d (2003-2012) (%) 72,29 52,67 47,23 47,65 34,43 21,02 51,41 11,50 93,96 60,47 57,66 57,83 28,28 71,17 53,02 15,38 49,54 47,22 40,29 15,11 41,12 47,87 0,00 16,09 25,00 0,00 2,68 6,47 8,08 0,00 0,00
40
Berdasarkan Tabel 9 dapat terlihat pada jangka awal (1983-1992) Bagian Hutan Blungun memiliki persentase luasan tegakan jati yang mencapai kelas umur berikutnya yang cukup tinggi yaitu di atas 80 % dengan persentase tertinggi pada KU III-IV sebesar 95,59%. Tetapi pada jangka berikutnya persentase luasan ini mengalami penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada kelas umur tua dan masak tebang disebabkan adanya penebangan akhir (tebang habis). Pada Bagian Hutan Cabak proses pencapaian tegakan KU I-II semakin baik. Hal ini terlihat dari persentase tegakan pada jangka 1983-1992 sampai 1993-2002 sebesar 82,15% meningkat pada jangka 1993-2002 sampai 2003-2012 sebesar 93,96%. Akan tetapi pada kelas umur berikutnya mengalami penurunan pada jangka berikutnya. Bagian Hutan Kedinding memiliki persentase pencapaian tegakan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan bagian hutan yang lainnya. Hal ini menunjukkan keadaan tegakan di Bagian Hutan Kedinding tidak terlalu baik dibanding dengan bagian hutan lainnya.
Tabel 10 Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 3 jangka terakhir pada BH Ledok, Nanas, Payaman dan KPH Cepu
BH
KU
Ledok
I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII VIII-IX I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII VIII-IX
Nanas
(1983-1992) s/d (1993-2002) (%) 62,06 60,86 79,46 82,22 81,83 76,25 102,88 9,49 98,8 103,3 80,4 98,9 80,7 60,6 74,9 18,3
(1993-2002) s/d (2003-2012) (%) 90,90 50,15 63,15 55,07 64,95 74,72 75,08 92,98 78,26 56,38 49,85 67,65 73,30 82,19 24,66
41
Lanjutan Tabel 10 Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 3 jangka terakhir pada BH Ledok, Nanas, Payaman dan KPH Cepu BH
KU
(1983-1992) s/d (1993-2002) (%)
Payaman
I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII VIII-IX
94,58 59,19 92,20 77,15 10,02 81,70 80,12 80,45 69,62 77,81 82,83 80,31 79,90 89,86 20,20
KPH Cepu
(1993-2002) s/d (2003-2012) (%) 80,30 13,09 29,71 20,34 20,82 59,85 33,88 72,14 43,12 42,44 36,04 37,90 49,71 42,23 19,97
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa pada jangka awal (19831992) Bagian Hutan Nanas memiliki persentase luasan tegakan jati yang mencapai kelas umur berikutnya cukup tinggi yaitu di atas 50% dengan persentase tertinggi sebesar 98,8% pada KU I-II. Tetapi pada jangka berikutnya persentase luasan mengalami penurunan. Pada jangka 1983-1992 dan 1993-2003 dilakukan risalah sela yang dilakukan 5 tahun sekali, hal ini bertujuan untuk melihat perubahan kelas hutan yang terjadi pada setiap bagian hutan. Sedangkan mulai jangka 2003-2012 risalah sela tersebut tidak dilakukan lagi yang kemudian diganti oleh kegiatan audit yang dilakukan setiap tahun oleh pihak KPH untuk melihat perubahan kelas hutan tersebut. Pada Bagian Hutan Ledok proses pencapaian tegakan KU I-II semakin baik. Hal ini terlihat dari persentase tegakan pada jangka 1983-1992 sampai 1993-2002 sebesar 62,06% meningkat pada jangka 1993-2002 sampai 2003-2012 sebesar 90,90%. Akan tetapi, pada kelas umur berikutnya mengalami penurunan pada jangka berikutnya. Sedangkan, pada Bagian Hutan Payaman persentase luasan tegakan jati pada awal jangka cukup tinggi tetapi pada jangka berikutnya pada setiap kelas umur mengalami penurunan luas yang cukup
42
drastis. Secara keseluruhan KPH Cepu memiliki persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 3 jangka yang cukup baik pada jangka 1983-1992 menuju 1993-2002 yaitu di atas 50 %. Pada jangka 19831992 menuju 1993-2002 persentase pencapaian terbesar terjadi pada kelas umur VII-VIII sebesar 89,86% sedangkan pada jangka beriktnya mengalami penurunan pada setiap kelas umur.
2. Identifikasi perubahan komposisi tegakan jati selama 30 tahun Kegiatan ini bertujuan untuk melihat kemampuan suatu kelompok umur tegakan yang dapat tumbuh dengan baik dalam jangka waktu yang berlainan. Kegiatan ini dilakukan dengan memperhatikan perubahan luasan di setiap petak dan anak petaknya. Adapun beberapa jangka waktu yang diidentifikasi adalah 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun yang kondisi awalnya sama yaitu jangka 19831992, kemudian dibandingkan dengan jangka 1993-2002 dan 2003-2012. Sehingga dapat diketahui seberapa besar persentase kemampuan suatu tegakan kelas umur yang mencapai kelas umur berikutnya dengan jangka waktu yang berbeda-beda.Persentase pencapaian tegakan hutan produktif disajikan pada Tabel 11 dan 12. Tabel 11 Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 30 tahun pada BH Blungun, Cabak, Kedewan dan Kedinding BH
KU
Blungun
I II III IV V VI VII VIII IX I II III IV V VI VII VIII IX
Cabak
(1983-1992) s/d (1993-2002) (%) 82,81 87,66 92,08 84,24 93,42 85,83 91,98 27,12 0,00 79,62 87,16 91,02 87,78 77,92 86,63 91,77 0,00 0,00
(1983-1992) s/d (2003-2012) (%) 37,65 41,50 39,40 25,31 24,92 37,09 13,26 0,00 0,00 47,29 48,74 53,62 23,58 51,79 37,20 14,12 0,00 0,00
43
Lanjutan Tabel 11 Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 30 tahun pada BH Blungun, Cabak, Kedewan dan Kedinding
BH
KU
Kedewan
I II III IV V VI VII VIII IX I II III IV V VI VII VIII IX
Kedinding
(1983-1992) s/d (1993-2002) (%) 64,62 24,94 33,39 55,96 61,75 80,98 79,78 2,03 0,00 36,96 55,35 64,45 79,55 52,79 83,72 99,54 0,00 0,00
(1983-1992) s/d (2003-2012) (%) 25,76 3,99 5,35 23,17 2,76 23,68 12,84 0,00 0,00 0,00 0,76 3,79 2,51 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Dari Tabel 11 dapat terlihat dalam kurun 10 tahun luasan tegakan jati dapat tumbuh dengan baik di setiap KU dengan persentase yang tinggi yaitu di atas 50%. Pertumbuhan tegakan jati yang paling baik terdapat pada Bagian Hutan Blungun, dimana persentase tertinggi terdapat pada KU V yaitu sebesar 93,42% dan persentase terkecil pada KU VIII sebesar 27,12% . Kemudian dalam jangka 30 tahun persentase luas tegakan jati yang mencapai kelas umur berikutnya mengalami penurunan pada setiap KU. Persentase tertinggi pada KU II sebesar 41,50% dan persentase paling rendah yaitu pada KU VIII yaitu 0%. Bagian Hutan Kedinding memiliki pertumbuhan yang kurang baik bila dibandingkan dengan bagian hutan lainnya. Dimana persentase tertinggi pada kurun waktu 10 tahun terdapat pada KU VII sebesar 99,54% dan persentase terkecil terdapat pada KU I sebesar 36,96% . Akan tetapi, pada kurun waktu 30 tahun Bagian Hutan Kedinding mengalami penurunan persentase yang sangat signifikan pada setiap kelas umur. Pada setiap kelas umur, terlihat bahwa sebagian besar kelas umur muda tetap memiliki komposisi tegakan walaupun semakin lama semakin menurun
44
luasnya. Hal ini berbeda dengan kondisi KU tua dan masak tebang, yang semakin menurun bahkan hilang. Tabel 12 Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 30 tahun pada BH Ledok, Nanas, Payaman dan KPH Cepu
BH
KU
Ledok
I II III IV V VI VII VIII IX I II III IV V VI VII VIII IX I II III IV V VI VII VIII IX I II III IV V VI VII VIII
Nanas
Payaman
KPH Cepu
(1983-1992) s/d (1993-2002) (%) 57,12 57,08 73,45 82,22 81,83 74,41 93,98 9,50 0,00 89,76 98,88 83,14 89,90 69,12 57,56 73,74 12,08 0,00 71,71 55,80 85,88 64,61 96,42 81,70 69,38 0,00 0,00 68,94 66,70 74,77 77,75 76,18 78,69 85,74 7,25
(1983-1992) s/d (2003-2012) (%) 31,13 33,95 39,92 46,26 60,64 51,27 0,00 0,00 0,00 65,56 52,02 37,33 63,50 52,00 44,08 12,71 0,00 0,00 7,90 10,41 15,22 16,06 52,33 22,08 0,00 0,00 0,00 30,76 27,34 27,80 28,63 34,92 30,77 7,56 0,00
Sedangkan pada Tabel 12 dapat terlihat dalam kurun 10 tahun luasan tegakan jati dapat tumbuh dengan baik di setiap KU dengan persentase yang tinggi yaitu di atas 50%. Pertumbuhan tegakan jati yang paling baik terdapat pada
45
Bagian Hutan Nanas, dimana persentase tertinggi terdapat pada KU II yaitu sebesar 98,88% dan persentase terkecil pada KU VIII sebesar 12,08% . Kemudian dalam jangka 30 tahun persentase luas tegakan jati yang mencapai kelas umur berikutnya mengalami penurunan pada setiap KU. Persentase tertinggi pada KU I sebesar 65,56% dan persentase paling rendah yaitu pada KU VIII yaitu 0%. Pada Bagian Hutan Payaman persentase dalam kurun waktu 10 tahun memiliki persentase yang cukup baik tetapi pada jangka berikutnya mengalami penurunan yang cukup signifikan pada setiap kelas umurnya. Secara keseluruhan KPH Cepu memiliki persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya selama 30 tahun yang cukup baik pada jangka 1983-1992 menuju 1993-2002 yaitu di atas 50 %. Pada jangka 1983-1992 menuju 1993-2002 persentase pencapaian terbesar terjadi pada kelas umur VII sebesar 85,74% sedangkan pada jangka beriktnya mengalami penurunan pada setiap kelas umur Pada setiap kelas umur, terlihat bahwa sebagian besar kelas umur muda tetap memiliki komposisi tegakan walaupun semakin lama semakin menurun luasnya. Hal ini berbeda dengan kondisi KU tua dan masak tebang, yang semakin menurun bahkan hilang.
3. Identifikasi perubahan komposisi tegakan setiap jangka perusahaan (10 tahun). Kegiatan ini dilakukan dengan melihat perubahan luas suatu kelas umur tegakan setiap periode 10 tahun, dengan memperhatikan perubahan di setiap petak dan anak petaknya. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui pola perubahan suatu kelas umur tegakan setiap 10 tahun dengan kondisi awal tegakan yang berlainan. Perbandingan dilakukan pada jangka 1983-1992 hingga 1993-2002 (jangka 1) dan 1993-2002 hingga 2003-2012 (jangka 2). Persentase perubahan komposisi tegakan setiap jangka (10 tahun) dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14.
46
Tabel 13 Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya setiap 10 tahun pada BH Blungun, Cabak, Kedewan dan Kedinding BH
KU
(1983-1992) s/d (1993-2002) (%)
Blungun
I-II
82,81
64,16
Cabak
Kedewan
Kedinding
(1993-2002) s/d (2003-2012) (%)
II-III
87,66
39,35
III-IV
92,08
47,23
IV-V
84,24
46,59
V-VI
93,42
34,43
VI-VII
85,83
15,61
VII-VIII
91,98
44,80
VIII-IX
27,12
11,50
IX-X
0,00
0,00
I-II
79,62
75,45
II-III
87,16
57,92
III-IV
91,02
55,81
IV-V
87,78
58,15
V-VI
77,92
30,58
VI-VII
86,63
53,28
VII-VIII
91,77
39,77
VIII-IX
0,00
15,62
IX-X
0,00
0,00
I-II
64,62
19,16
II-III
24,94
39,75
III-IV
33,39
29,23
IV-V
55,96
15,11
V-VI
61,75
41,12
VI-VII
80,98
0,00
VII-VIII
79,78
29,20
VIII-IX
2,03
16,09
IX-X
0,00
0,00
I-II
36,96
25,00
II-III
55,35
0,00
III-IV
64,45
2,68
IV-V
79,55
5,66
V-VI
52,79
4,75
VI-VII
83,72
0,00
VII-VIII
99,54
0,00
VIII-IX
0,00
0,00
IX-X
0,00
0,00
47
Persentase luas tegakan secara keseluruhan mengalami penurunan pada setiap kelas umur. Bagian Hutan Blungun dan Cabak memiliki persentase pencapaian luas tegakan yang cukup tinggi yaitu di atas 70% pada jangka ke-1. Akan tetapi pada jangka ke-2 persentase pencapaian luas tegakan pada kedua bagian hutan tersebut mengalami penurunan baik pada KU muda, tua dan masak tebang. Pada Bagian Hutan Blungun persentase pencapaian tertinggi pada jangka ke-1 pada KU V-VI sebesar 93,42% dan persentase pencapaian terendah pada KU VIII-IX sebesar 27,12%. Sedangkan pada Bagian Hutan Cabak persentase pencapaian tertinggi pada KU VII-VIII sebesar 91,77% dan persentase pencapaian terendah pada KU V-VI sebesar 77,92%. Kedua bagian hutan tersebut masih dapat mempertahankan tegakan jati baik pada kelas umur muda, tua maupun masak tebang, hal ini dapat dilihat dari persentase pencapaian luas tegakan jati yang terdapat pada Tabel 13. Keadaan yang berbeda pada Bagian Hutan Kedewan dan Kedinding. Pada kedua bagian hutan ini pada jangka ke-1 memiliki persentase pencapaian yang baik tetapi pada jangka ke-2 persentase pencapaian mengalami penurunan bahkan ada tegakan yang hilang pada kelas umur tua dan masak tebang. Persentase pencapaian tertinggi pada Bagian Hutan Kedewan terdapat pada KU VI-VII sebesar 80,98% dan terendah pada KU VIII-IX sebesar 2,03%. Akan tetapi, pada jangka ke-2 pada KU VI-VII tidak ada tegakan atau hilang. Sedangkan pada Bagian Hutan Kedinding persentase pencapaian tertinggi pada KU VII-VIII sebesar 99,54% dan terendah pada KU I-II sebesar 36,96%. Akan tetapi, pada jangka ke-2 KU II-III, KU VI-VII dan KU VII-VIII tidak terdapat lagi tegakan jati. Di kedua bagian hutan tersebut kelas umur muda masih dapat dipertahankan sedangkan pada kelas umur tua dan masak tebang tidak dapat dipertahankan karena tidak ada tegakan jati yang terdapat pada kelas umur tersebut. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya penebangan dan pencurian kayu.
48
Tabel 14 Persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya setiap 10 tahun pada BH Ledok, Nanas dan Payaman BH Ledok
Nanas
Payaman
KPH Cepu
KU
(1983-1992) s/d (1993-2002) (%)
(1993-2002) s/d (2003-2012) (%)
I-II
57,12
88,84
II-III
57,08
50,15
III-IV
73,45
54,55
IV-V
82,22
49,19
V-VI
81,83
61,43
VI-VII
74,41
69,17
VII-VIII
93,98
55,85
VIII-IX
9,50
0,00
IX-X
0,00
0,00
I-II
89,76
87,34
II-III
98,88
75,91
III-IV
83,14
55,91
IV-V
89,90
47,00
V-VI
69,12
65,31
VI-VII
57,56
63,45
VII-VIII
73,74
75,93
VIII-IX
12,08
18,41
IX-X
0,00
0,00
I-II
71,71
55,47
II-III
55,80
8,45
III-IV
85,88
17,46
IV-V
64,61
19,56
V-VI
96,42
20,82
VI-VII
81,70
56,73
VII-VIII
69,38
33,88
VIII-IX
0,00
0,00
IX-X
0,00
0,00
I-II
59,71
59,34
II-III
63,13
38,79
III-IV
70,00
37,55
IV-V
69,76
34,47
V-VI
67,36
36,92
VI-VII
67,12
36,89
VII-VIII
74,34
39,92
VIII-IX
6,96
8,80
IX-X
0,00
0,00
Pada ketiga bagian hutan di atas yaitu Ledok, Nanas dan Payaman memiliki kondisi tegakan yang masih dapat dipertahankan. Hal ini terlihat dari
49
persentase pencapaian luasan tegakan di atas 50% pada jangka ke-1 walaupun di jangka ke-2 mengalami penurunan pada setiap kelas umurnya tetapi masih ada tegakan pada masing-masing kelas umur tersebut. Akan tetapi, jika pengelolaan hutan tidak diperhatikan secara baik maka dikhawatirkan KPH Cepu tidak memiliki potensi tegakan pada jangka berikutnya. Persentase pencapaian luasan tertinggi pada Bagian Hutan Ledok pada jangka ke-1 pada KU VII-VIII sebesar 93,98% dan terendah pada KU VIII-IX sebesar 9,5%. Akan tetapi, pada jangka ke-2 mengalami penurunan di setiap kelas umur, kecuali pada KU I-II mengalami peningkatan pada jangka ke-2. Peningkatan persentase tersebut menggambarkan bertahannya ketersedian komposisi tegakan pada jangka ke-2 yaitu sejak jangka 1993-2002 menuju jangka 2003-2012. Pada Bagian Hutan Nanas persentase pencapaian luas tegakan pada jangka ke-1 cukup baik tetapi pada jangka ke-2 mengalami penurunan pada beberapa kelas umur. Persentase tertinggi pada jangka ke-1 terdapat pada KU II-III sebesar 98,88% dan terendah pada KU VIII-IX sebesar 12,08%. Akan tetapi, pada kelas umur masak tebang (KU VII UP) mengalami peningkatan pada jangka ke-2. Hal ini disebabkan karena tegakan tersebut memiliki kemampuan bertahan yang cukup tinggi terhadap ketersediaan komposisinya. Bagian Hutan Payaman mengalami penurunan yang sangat tinggi terjadi pada jangka 1993-2002 menuju 2003-2012 dimana perubahannya terjadi sekitar 50-80%. Penurunan yang paling tinggi terdapat pada KU II-III pada jangka ke-1 sebesar 55,80% berubah menjadi 8,45%. Hal ini mungkin disebabkan karena terjadinya gangguan hutan terutama pencurian kayu. Secara keseluruhan KPH Cepu memiliki persentase pencapaian tegakan hutan produktif menuju kelas umur berikutnya setiap 10 tahun yang cukup baik pada jangka 1983-1992 menuju 19932002 yaitu di atas 50 %. Pada jangka 1983-1992 menuju 1993-2002 persentase pencapaian terbesar terjadi pada kelas umur VII-VIII sebesar 74,34% sedangkan pada jangka beriktnya mengalami penurunan pada setiap kelas umur. Secara umum perkembangan kelas umur selama 3 jangka terakhir dan perbandingan setiap jangka baik tanpa melihat petak dan anak petak ataupun dengan memperhatikan kondisi petak dan anak petak, cukup memberikan gambaran bahwa terjadi penurunan kondisi tegakan pada setiap kelas umur di
50
setiap bagian hutan. Faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan tersebut yaitu kegagalan tanaman pada kelas umur muda tetapi selain itu gangguan hutan juga mempengaruhi terjadinya perubahan kondisi tegakan terutama masalah pencurian kayu. Oleh karena itu pihak KPH harus lebih memperhatikan keadaan tersebut sebelum potensi tegakan tersebut habis, dengan cara memperbaiki sistem penanaman dan meningkatkan pemeliharaan serta menanggulangi dengan baik masalah gangguan hutan terutama masalah pencurian kayu, kebakaran hutan dan penggembalaan. Pada Tabel 15 dapat dilihat faktor kerusakan hutan per tahun yang terjadi pada setiap jangka perusahaan. Faktor tersebut diperoleh dari hasil identifikasi perubahan kelas hutan produktif yang memperhatikan perubahan luasan pada setiap kelas umur di setiap jangka perusahaan. Berdasarkan tabel di bawah dapat diketahui bahwa faktor kerusakan rata-rata terbesar terjadi pada jangka 2003-2012 sampai hasil audit 2008 yaitu sebesar 2,052% per tahun. Sedangkan jika dilihat dari setiap Bagian Hutan, Bagian Hutan Kedinding memiliki faktor kerusakan rata-rata yang paling tinggi dibandingkan dengan bagian hutan lainnya yaitu sebesar 2,159% per tahun. Hal ini terlihat dari komposisi tegakan pada bagian hutan tersebut tidak terlalu baik terutama pada kelas umur masak tebang tidak terdapat tegakan yang bertahan pada jangka berikutnya. Tabel 15 Faktor kerusakan hutan per tahun Bagian Hutan
Jangka Blungun
Cabak
Kedewan
Kedinding
Ledok
Nanas
Payaman
Ratarata
I-II
1,817
1,926
1,894
1,930
1,914
1,873
1,894
1,893
II-III
2,021
2,089
2,051
2,089
1,960
1,932
2,197
2,048
III-IV
1,825
1,970
2,182
2,458
1,996
1,942
1,987
2,052
Ratarata 1,887 1,995 2,042 2,159 1,957 1,916 2,026 Keterangan : I = jangka perusahaan 1983-1992, II = jangka perusahaan 1993-2002, III = jangka perusahaan 2003-2012 dan IV = hasil audit 2008
1,997
51
5.4 Pengaruh Perubahan KBD Terhadap Kelas Umur Kerapatan bidang dasar (KBD) adalah perbandingan antara bidang dasar hasil sampling dengan bidang dasar yang terdapat dalam tabel tegakan (Perhutani 1980). Untuk melihat besar atau kecilnya potensial tegakan jati di KPH Cepu, maka diperlukan data kerapatan bidang dasar (KBD) setiap petak dan anak petak. KBD tersebut dapat memperlihatkan pengaruh perubahan KBD tersebut terhadap kelas umur maupun bonita. Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 143 tahun 1974, tanaman jati yang berumur di bawah 40 tahun dengan kepadatan bidang dasar 0,05 – 0,3 termasuk dalam kelas hutan TJBK dan tanaman jati yang berumur di atas 40 tahun dengan KBD 0,3 – 0,5 termasuk ke dalam kelas hutan MR. Tanaman jati yang memiliki KBD lebih dari atau sama dengan 0,6 maka termasuk kelas umur (KU).
Gambar 5 Pengaruh perubahan KBD rata-rata terhadap kelas umur pada setiap bagian hutan.
Gambar 5 menunjukkan besarnya pengaruh perubahan KBD rata-rata terhadap kelas umur pada setiap bagian hutan. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa KU I memiliki KBD rata-rata terkecil bila dibandingkan dengan KU yang lainnya yaitu berkisar 0,33 – 0,52. Hal ini disebabkan karena ada beberapa pohon yang berada dalam suatu petak tidak memiliki KBD karena merupakan tanaman
52
jati yang baru ditanam sehingga KBD yang dimilki masih sangat kecil terutama pada jangka 2003-2012. Sedangkan untuk KU yang lainnya memilki KBD ratarata berkisar 0,70 – 1,13. KBD rata-rata tertinggi terdapat pada KU II yaitu berkisar 0,90 – 1,13. Idealnya bila kelas umur suatu tegakan semakin tua, maka perubahan KBD rata-rata yang terjadi akan semakin tinggi pada setiap jangka perusahaan. Akan tetapi, yang terjadi pada KPH Cepu adalah kelas umur muda seperti KU II dan KU III memiliki KBD rata-rata yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelas umur tua atau masak tebang. Jika dilihat pada lampiran 12, keadaan KBD rata-rata yang dimiliki dari jangka awal hingga akhir menunjukkan angka yang fluktuatif. Hal ini disebabkan oeh adanya gangguan hutan yang terjadi pada tahun 1998-2001. Gangguan hutan ini menyebabkan dilakukan penanaman yang cukup luas pada tanah kosong akibat penjarahan pada tahun tersebut, sehingga pada jangka 2003-2012 pada KU I memiliki KBD yang sangat kecil. KBD rata-rata yang paling baik terdapat pada bagian hutan Blungun.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Dari penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil identifikasi perubahan kelas hutan produktif dan identifikasi perubahan hutan dan tegakan selama 3 jangka, kelas hutan produktif mengalami penurunan di setiap jangka. Penurunan terbesar terjadi pada jangka 1993-2002 menuju 2003-2012 seluas 4.420,85 ha. Penurunan ini diikuti dengan meningkatnya kelas hutan tidak produktif pada jangka tersebut seluas 2.772,90 ha atau sebesar 30,93%. Luasan hutan produktif tersebut juga mengalami perubahan fungsi hutan yaitu sebagai hutan monumen seluas 82,6 ha, kebun benih (APB) seluas 193,1 ha, kebun benih klonal (CSO), Clonel bank seluas 498 ha dan sebagai lokasi sumur minyak dan bangunan lainnya pada kelas hutan produktif seluas 27,9 ha. 2. Dari keseluruhan perubahan yang terjadi selama 3 jangka, kondisi tegakan hutan produktif mengalami gangguan dari tahun ke tahun. Faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut adalah kegagalan tanaman khususnya pada kelas umur muda. Selain itu, gangguan hutan juga menjadi salah satu faktor terjadinya perubahan tersebut seperti pencurian kayu, kebakaran hutan, bencana alam, penggembalaan dan bibrikan. Pencurian kayu terbesar terjadi pada periode 1998-2001 dengan jumlah tunggak berkisar antara 64.846 – 536.255 pohon. Sedangkan bahaya kebakaran hutan terbesar terjadi pada tahun 1991 dengan luas 1.205,18 ha. Kemudian bencana alam terbesar terjadi pada tahun 1992 dengan luas 487 ha. Penggembalaan terbesar terjadi pada tahun 1992 seluas 3 ha dan bibrikan terbesar terjadi pada tahun 1986 seluas 1,5 ha sehingga akibat dari gangguan hutan tersebut banyak terdapat tanah kosong (TK) dan Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang (TJBK).
54
3. KPH Cepu masih memiliki potensi tegakan jati yang baik, kecuali di Bagian Hutan Kedinding dengan banyaknya tegakan yang hilang pada KU tua dan masak tebang.
6.2 Saran 1. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah daerah, pihak KPH dan masyarakat dalam menjaga keamanan hutan. 2. Perlu dilakukan analisis kegiatan produksi dan analisis finansialnya agar dapat mengetahui pengaruh perubahan kelas hutan produktif jati yang terjadi terhadap kegiatan produksinya.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2007. Petunjuk Praktek Pengelolaan Hutan Lestari. Bogor : Kerja sama antara Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Aprilia Y. 2006. Evaluasi Pengelolaan Hutan Jati di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Davis LS and Johnson KN.1954. Forest Management Third Edition. New York : Mc Graw Hill Book Co. Departemen Kehutanan. 1986a. Sejarah Kehutanan Indonesia I Periode Pra Sejarah- Tahun 1942. Jakarta. Direktorat Jenderal Kehutanan. 1974. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 143/Kpts/Dj/1974, tanggal 10 Oktober 1974 tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan. Jakarta : Departemen Pertanian. Hanggumantoro A. 2007. Studi laju Degradasi Hutan Jati (Tectona grandis) KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Helms JA. (Editor). 1998. The Dictionary of Forestry. The Society of American Foresters and CABI Publishing, Bethesda, Wallingford. Mahfudz, Fauzi AN, Yuliah, Herawan T, Prastyona dan Supriyanto H. 2004. Sekilas Tentang Jati (Tectona grandis). Yogyakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K dan Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan, Forest Product Research Institute. Bogor : Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Meyer HA, Rechnagel AB, Stevenson DD and Bartoo RA. 1961. Forest Management. Second Edition. New York : The Ronald Press Company. Osmaston FC. 1968. The Management of Forest. London : George Allen and Unwin, Ltd. Perum Perhutani. 1991. Pemantapan Kelas Perusahaan Jati Perum Perhutani. Jakarta : Direksi Perum Perhutani Divisi Perencanaan dan Pengembangan. Perum Perhutani. 1992. Pedoman Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan. Jakarta.
56
.1992. Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 378/Kpts/Dir/1992 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan. Jakarta : Perum Perhutani. Perum Perhutani KPH Cepu. 2005. Laporan Hasil Audit KPH Cepu. Cepu : Perum Perhutani. .2006. Laporan Hasil Audit KPH Cepu. Cepu : Perum Perhutani. . 2007. Laporan Hasil Audit KPH Cepu. Cepu : Perum Perhutani. . 2008. Laporan Hasil Audit KPH Cepu. Cepu : Perum Perhutani. Primadanti A. 2008. Public Summary KPH Cepu Tahun 2008. Cepu : Perum Perhutani Unit I KPH Cepu. Rokhmawati WA. 1997. Studi Ratio Kelestarian Kelas Perusahaan Jati (Tectona grandis L. f) di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Seksi Perencanaan Hutan IV Rembang. 2002. Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan Kelas Perusahaan Jati KPH Cepu. Rembang : Seksi Perencanaan Hutan IV Rembang. Seksi Pengelolaan SDH KPH Cepu. 2006. Kajian Kelestarian KPH Cepu Tahun 2006. Cepu : Seksi Pengelolaan SDH Perum Perhutani KPH Cepu. Silpriana. 2006. Studi Ratio Kelestarian Hutan Tanaman Akasia (Acacia mangium willd) Pada Areal Kerja PT Musi Hutan Persada. Wilayah II Bekanat [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Simon H. 1994. Pengaturan Hasil Hutan. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Yayasan Pembinaan Fakultas Kehutanan UGM. Soerjono. 1985. Pengaturan Hasil pada Hutan Jati. Jakarta : Perum Perhutani. Suhendang E. 1996. Konsep Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, Bahan Bacaan Mata Ajaran Pengelolaan Hutan Lanjutan. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Suriaty A. 2008. Studi Laju Degradasi Hutan Jati (Tectona grandis) KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
57
Syawaluddin P. 2007. Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati (Tectona grandis L.f.) (kasus di Kesatuan Pemangkuan Hutan Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Widjaja T. 2007. Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Potensi Sumberdaya Hutan. Salatiga : Biro Perencanaan Sumberdaya Hutan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perkembangan kelas hutan produktif KPH Cepu Jangka Perusahaan
No I
II
Kelas Hutan Produktif KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MT MR HAJMR Jlh Produktif Tidak produktif LTJL TK TKL HAKL TJBK HAJBK Jlh tidak Produktif
1983-1992
1993-2002
2003-2012
Audit 2005
Audit 2006
Audit 2007
Audit 2008
ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
4174.20 4733.80 5611.08 2336.20 2245.30 2205.00 1897.00 1647.70 327.20 274.00
12.81 14.53 17.22 7.17 6.89 6.77 5.82 5.06 1.00 0.84
3617.10 3325.60 3049.50 4328.25 1974.30 1807.10 1757.90 1731.70 204.20
11.11 10.21 9.37 13.29 6.06 5.55 5.40 5.32 0.63
7490.20 2610.60 1610.60 1344.90 1744.30 773.70 946.60 877.80 202.40
23.07 8.04 4.96 4.14 5.37 2.38 2.91 2.70 0.62
11843.50 1966.40 1720.40 1196.10 1472.20 1079.10 654.00 992.70 129.20
36.46 6.05 5.30 3.68 4.53 3.32 2.01 3.06 0.40
93.70 1219.10
0.29 3.74
44.20 1042.30
0.14 3.21
53.80 742.70
0.17 2.29
10493.30 2427.60 1791.00 1236.90 1346.50 1371.50 550.90 898.40 203.20 3.80 42.90 509.50
32.30 7.47 5.51 3.81 4.14 4.22 1.70 2.77 0.63 0.01 0.13 1.57
12597.10 2836.10 1711.60 1462.90 1166.80 1513.50 577.40 692.10 230.20 6.70 42.90 562.40
38.77 8.73 5.27 4.50 3.59 4.66 1.78 2.13 0.71 0.02 0.13 1.73
11855.65 2828.50 1592.20 1292.30 1007.50 1577.70 491.39 592.00 179.50 6.30 40.60 417.10
36.49 8.71 4.90 3.98 3.10 4.86 1.51 1.82 0.55 0.02 0.12 1.28
23108.45
70.97
18687.60
57.55
21850.10
67.26
20875.50
64.25
23399.70
72.02
21880.74
67.34
1.58 10.12 2.01 0.43 7.71
3030.60 1223.30
9.33 3.76
225.50 312.90 1219.80
0.69 0.96 3.75
207.00 162.90 1003.80
0.64 0.50 3.09
3874.20
11.92
3895.80
11.99
3376.20
10.39
21.85
8128.10
25.02
5654.00
17.40
4749.90
14.62
1651.90 61.00 27164.38
5.07 0.19 83.37
325.80 641.60 107.40 3.60 3861.30 2.00
1.00 1.97 0.33 0.01 11.85 0.01
288.00 1782.90 448.80
0.88 5.48 1.38
82.90 6182.90 470.40
0.26 19.04 1.45
4750.50
14.59
3306.90
10.18
513.00 3288.30 653.40 139.40 2502.90
4941.70
15.17
7270.20
22.33
10043.10
30.93
7097.00
59
Sambungan Lampiran 1 Perkembangan kelas hutan produktif KPH Cepu No
Kelas Hutan
III
TBPTH Jlh prod jati Bukan produksi jati TKTBJ TKLTBJ HAKLTBJ TJM HAJM TJKL HLT Jlh bkn prod jati Jlh produksi Bukan untuk produksi TBP LDTI SA/HW HL Alur Jlh bukan untuk produksi JUMLAH TOTAL
IV
V
1983-1992 ha %
1993-2002 ha %
0.00
0.00
0.00
0.00
2003-2012 ha % 1077.9 3.319301 1077.90 3.32
24.20 24.20 2.80 6.50
0.07 0.07 0.01 0.02
169.90
0.52
197.40
0.61
20.90
0.06
216.90
0.67
274.60 32380.68
0.84 99.38
1736.40 73.40 1979.70 32358.35
5.33 0.23 6.08 99.38
1072.40 639.40 1930.10 31738.70
3.30 1.97 5.94 97.74
105.90
0.33
202.35
0.62
705.00 30.00
2.17 0.09
95.60
0.29
201.50 32582.18
0.62 100.00
202.35 32560.70
0.62 100.00
735.00 32473.70
2.26 100.00
Jangka Perusahaan Audit 2005 Audit 2006 ha % ha % 1040.2 3.202182 1109.5 3.41475 1040.20 3.20 1109.50 3.41
Audit 2007 ha % 993.6 3.05804 993.60 3.06
190.30 2.70
0.59 0.01
107.90 16.70
0.33 0.05
117.20 16.70
0.36 0.05
27.00 27.30
0.08 0.08
742.70 703.30 1639.00 31626.30
2.29 2.17 5.05 97.36
713.90 617.50 1456.00 31569.10
2.20 1.90 4.48 97.16
657.40 732.10 1523.40 31570.70
2.02 2.25 4.69 97.17
782.30 912.70 1749.30 31533.04
2.41 2.81 5.38 97.05
14.50 843.30
0.04 2.60
8.90 883.40 30.00
0.03 2.72 0.09
8.90 881.80 30.00
0.03 2.71 0.09
11.90 918.46 28.00
0.04 2.83 0.09
857.80 32484.10
2.64 100.00
922.30 32491.40
2.84 100.00
920.70 32491.40
2.83 100.00
958.36 32491.40
2.95 100.00
Audit 2008 ha % 3153.1 9.704414 3153.10 9.70
60
Lampiran 2 Perkembangan kelas hutan produktif BH Blungun No I
II
Kelas Hutan Produktif KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MT MR HAJMR Jlh Produktif Tidak produktif
1983-1992 ha % 780.3 582.6 739.8 373.5 440.9 616.2 338.6 282.8 33 75.5
16.22 12.11 15.38 7.77 9.17 12.81 7.04 5.88 0.69 1.57
294.8 26.4 4584.4
6.13 0.55 95.32
113.1
TK TKL HAKL TJBK HAJBK Jlh tidak Produktif
LTJL
1993-2002 ha %
2003-2012 ha %
BH Blungun Audit 2005 ha %
Audit 2006 ha %
Audit 2007 ha %
Audit 2008 ha %
634.8 684.8 512 707.2 320.4 411.9 561.2 390.4 76.7
13.51 14.58 10.90 15.06 6.82 8.77 11.95 8.31 1.63
567.5 458.9 360.7 241.8 337 110.3 86.6 288.5 44.9
12.06 9.75 7.66 5.14 7.16 2.34 1.84 6.13 0.95
1194.4 289.8 462.1 257.5 320.7 110.3 86.6 271.6 30.0
25.42 6.17 9.83 5.48 6.82 2.35 1.84 5.78 0.64
1103.5 298.1 416.3 281.6 341.2 144.2 74.5 203.3 84.7
23.45 6.33 8.85 5.98 7.25 3.06 1.58 4.32 1.80
1546.8 276.1 369.0 322.6 251.2 231.1 102.4 167.2 81.4
32.86 5.87 7.84 6.85 5.34 4.91 2.18 3.55 1.73
1499.1 230.4 375.2 287.8 271.4 233.9 98.8 156.1 64.3
31.85 4.90 7.97 6.11 5.77 4.97 2.10 3.32 1.37
82.6 27.8
1.76 0.59
30.1 216.9
0.64 4.61
30.1 171.8
0.64 3.66
30.1 149.2
0.64 3.17
30.1 138.9
0.64 2.95
27.8 99.4
0.59 2.11
4409.8
93.88
2743.2
58.28
3224.9
68.62
3126.7
66.43
3516.8
74.72
3344.2
71.05
2.35
12.3
0.26
32.9
0.70
345.8
7.36
40.7
0.86
41.3
0.88
8.9
0.19
19.9
0.42
759.2
16.13
173.1
3.68
394.6
8.38
20.2
0.43
5.0
0.11
3.5
0.07
20.6
0.44
21.1
0.45
3.20
158.5
3.37
142.4
3.03
1.79
122.5
2.61
790.2
16.79
5.15 0.14 8.39
150.7
86
242.0 6.4 394.1
734.7
15.61
683.4
14.52
624.9
13.28
211.5
4.40
175.3
3.73
1603.4
34.07
1161.4
24.71
1280
27.20
902.8
19.18
813.6
17.29
61
Sambungan Lampiran 2 Perkembangan kelas hutan produktif BH Blungun BH Blungun No
Kelas Hutan
1983-1992 ha
III
%
1993-2002 ha
%
TBPTH Jlh prod jati
IV
0
0.00
0
0.00
2003-2012
Audit 2005
Audit 2006
Audit 2007
Audit 2008
ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
154.5
3.28
148.5
3.16
132.4
2.81
111.7
2.37
305.5
154.5
3.28
148.5
3.16
132.4
2.81
111.7
2.37
305.5
6.49
9.9
0.21
24.7
0.53
6.0
0.13
6.0
0.13
2.6
0.06
130.2
2.77
69.5
1.48
72.6
1.54
59.7
1.27
72.4
1.54
23.5
0.50
29.5
0.63
45.6
0.97
66.3
1.41
126.5
2.69
6.49
Bukan produksi jati TKTBJ TKLTBJ HAKLTBJ TJM HAJM TJKL
5.3
0.11
69.6
1.48
HLT Jlh bkn prod jati Jlh produksi V
5.3
0.11
69.6
1.48
163.6
3.48
123.7
2.63
124.2
2.64
132.0
2.80
201.5
4.28
4801.2
99.83
4654.7
99.09
4664.7
99.11
4658.5
99.13
4663.3
99.08
4663.3
99.08
4664.80
99.11
8.1
0.17
42.6
0.91
41.9
0.89
40.9
0.87
43.3
0.92
43.3
0.92
41.8
0.89
8.1
0.17
42.6
0.91
41.9
0.89
40.9
0.87
43.3
0.92
43.3
0.92
41.8
0.89
4809.3
100.00
4697.3
100.00
4706.6
100.00
4699.4
100.00
4706.6
100.00
4706.6
100.00
4706.6
100.00
Bukan untuk produksi TBP LDTI SA/HW HL Alur Jlh bukan untuk produksi JUMLAH TOTAL
62
Lampiran 3 Perkembangan kelas hutan produktif BH Cabak No I
II
Kelas Hutan Produktif KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MT MR HAJMR Jlh Produktif Tidak produktif LTJL TK TKL HAKL TJBK HAJBK Jlh tidak Produktif
1983-1992 ha % 633.1 594 820 413.4 399.5 341.8 497.7 297.3
14.30 13.42 18.52 9.34 9.02 7.72 11.24 6.71
ha
1993-2002 %
2003-2012 ha %
BH Cabak Audit 2005 ha %
Audit 2006 ha %
354.5 520.1 521.2 764.2 379.8 305.6 299.5 457
8.01 11.75 11.77 17.26 8.58 6.90 6.77 10.32
792.7 333.1 314.5 300.5 441.9 107.4 217.5 158.8 70.3
17.90 7.52 7.10 6.79 9.98 2.43 4.91 3.59 1.59
1091.1 303.3 250.8 303.5 409.5 175.1 149.9 218 37.7
24.64 6.85 5.66 6.85 9.25 3.95 3.39 4.92 0.85
1159.8 310.9 247.2 307.1 403.3 174.1 148.8 199.6 56.1
26.19 7.02 5.58 6.94 9.11 3.93 3.36 4.51 1.27
0.7 181.2
0.02 4.09
12.8 227
0.29 5.13
12.8 177.9
0.29 4.02
12.8 120.1
3783.8
85.48
2976.5
67.22
3129.6
70.68
Audit 2007 ha %
Audit 2008 ha %
0.29 2.71
1476.2 350.3 192.9 362.5 339.4 223.4 178.8 159.1 87.3 2.9 12.8 83.4
33.34 7.91 4.36 8.19 7.67 5.05 4.04 3.59 1.97 0.07 0.29 1.88
1409.5 358.2 157.1 288 218 313.6 167.7 118 55.6 2.9 12.8 66.9
31.83 8.09 3.55 6.50 4.92 7.08 3.79 2.67 1.26 0.07 0.29 1.51
3139.8
70.91
3469
78.35
3168.3
71.56
110 34.6 4141.4
2.48 0.78 93.54
55.5 21.8 27.4 3.1 136.5
1.25 0.49 0.62 0.07 3.08
41.8 162.1 23.6
0.94 3.66 0.53
421 3.6
9.51 0.08
3 473.7 2.1
0.07 10.70 0.05
379.5 107.5
8.57 2.43
43.9 21 113.9
0.99 0.47 2.57
40.1 3.5 108.9
0.91 0.08 2.46
280.8
6.34
457.1
10.32
351.6
7.94
348.6
7.87
342
7.72
309.8
7.00
244.3
5.52
508.3
11.48
881.7
19.91
830.4
18.75
835.6
18.87
520.8
11.76
462.3
10.44
63
Sambungan Lampiran 3 Perkembangan kelas hutan produktif BH Cabak BH Cabak No
III
Kelas Hutan
1993-2002
ha
ha
%
2003-2012
%
ha
TBPTH Jlh prod jati
IV
1983-1992
0
0
0
0
56.90
1.29
%
Audit 2005
Audit 2006
Audit 2007
Audit 2008
ha
ha
ha
%
ha
%
%
%
177.30
4.00
167.10
3.77
248.20
5.61
210.60
4.76
553.40
12.50
177.30
4.00
167.10
3.77
248.20
5.61
210.60
4.76
553.40
12.50
3.00
0.07
3.00
0.07
Bukan produksi jati TKTBJ TKLTBJ HAKLTBJ TJM
19.00
0.43
131.40
2.97
45.40
1.03
27.00
0.61
15.50
0.35
20.90
0.47
190.20
4.30
230.60
5.21
119.50
2.70
157.10
3.55
172.60
3.90
HAJM TJKL
18.20
0.41
55.00
1.24
HLT Jlh bkn prod jati Jlh produksi V
18.20
0.41
111.90
2.53
340.60
7.69
276.00
6.23
149.50
3.38
175.60
3.97
193.50
4.37
4403.90
99.47
4404.00
99.49
4376.10
98.83
4403.10
99.44
4373.10
98.77
4376.00
98.83
4377.50
98.87
5.80
0.13
18.80
0.42
24.60
0.56
21.70
0.49
22.20
0.50
30.00
0.68
30.00
0.68
28.00
0.63
Bukan untuk produksi TBP LDTI
23.60
0.53
22.70
0.51
SA/HW
21.60
0.49
30.00
0.68
HL Alur Jlh bukan untuk produksi JUMLAH TOTAL
23.60
0.53
22.70
0.51
51.60
1.17
24.60
0.56
54.60
1.23
51.70
1.17
50.20
1.13
4427.50
100.00
4426.70
100.00
4427.70
100.00
4427.70
100.00
4427.70
100.00
4427.70
100.00
4427.70
100.00
64
Lampiran 4 Perkembangan kelas hutan produktif BH Kedewan No I
II
Kelas Hutan Produktif KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MT MR HAJMR Jlh Produktif Tidak produktif LTJL TK TKL HAKL TJBK HAJBK Jlh tidak Produktif
1983-1992 ha %
1993-2002 ha %
2003-2012 ha %
900 1043.7 942.4 243.2 184.9 156.4 216.3 59.1 72.2 198.5
15.47 17.94 16.20 4.18 3.18 2.69 3.72 1.02 1.24 3.41
661.9 609.9 255.9 347.5 131.8 138.5 122.6 136.1 3.6
11.28 10.40 4.36 5.92 2.25 2.36 2.09 2.32 0.06
1711.6 327.9 288 103.1 52.5 54.2 66.3
29.30 5.61 4.93 1.76 0.90 0.93 1.13
21.9
380.4
6.54
124.4
2.12
4397.1
75.59
2532.2
70.6 255.5 53.7 0.5 939.1
1.21 4.39 0.92 0.01 16.14
1319.4
22.68
BH Kedewan Audit 2005 Audit 2006 ha % ha %
0.37
2529.3 227.4 349.2 87.1 32.7 66.4 6.2 30.5 14.8
43.16 3.88 5.96 1.49 0.56 1.13 0.11 0.52 0.25
1952.6 219.4 390.5 86 26.1 62.9 6.2 30.5 14.8
47.6
0.81
19.9
0.34
43.16
2673.1
45.75
3363.5
57.39
1904.2 431.9 324.2 139 24.2 53.1
32.49 7.37 5.53 2.37 0.41 0.91
13
0.22
46.9 47.59
39 735.5 261.2
0.66 12.54 4.45
8.9 1068.1 178.6
0.15 18.28 3.06
1541.9
26.28
693.7
11.87
7.4 475.1 124.9 27.4 537.3
0.13 8.11 2.13 0.47 9.17
365.5 250.4
6.24 4.27
1091.9
18.63 0.00 29.14
2577.6
43.94
1949.3
33.36
1172.1
20.00
1707.8
2789
33.32 3.74 6.66 1.47 0.45 1.07 0.11 0.52 0.25
Audit 2007 ha %
Audit 2008 ha % 1913.1 449.2 323.8 121.3 28.4 47.9
32.65 7.67 5.53 2.07 0.48 0.82
0.80
46.1
0.79
2936.5
50.11
2929.8
49.99
19.9 210.2 238
0.34 3.59 4.06
22.9 4 240.6
0.39 0.07 4.11
1130.9
19.30
974.3
16.63
1599
27.29
1241.8
21.19
65
Sambungan Lampiran 4 Perkembangan kelas hutan produktif BH Kedewan BH Kedewan No III
Kelas Hutan
1993-2002
2003-2012
Audit 2005
Audit 2006
Audit 2007
Audit 2008
ha
ha
ha
ha
ha
%
ha
%
%
TBPTH Jlh prod jati
IV
1983-1992 ha 0
0
0
0
%
%
%
%
184.50
3.16
185.20
3.16
228.10
3.89
220.40
3.76
523.60
8.93
184.50
3.16
185.20
3.16
228.10
3.89
220.40
3.76
523.60
8.93
2.50
0.04
6.80
0.12
Bukan produksi jati TKTBJ TKLTBJ HAKLTBJ
2.80
0.05
79.30
1.36
TJM HAJM TJKL HLT Jlh bkn prod jati Jlh produksi V
737.30
12.57
393.60
6.74
364.20
6.21
356.60
6.09
320.40
5.47
335.70
5.73
2.00
0.03
159.70
2.73
159.30
2.72
125.60
2.14
132.00
2.25
138.10
2.36
82.10
1.41
739.30
12.60
553.30
9.47
523.50
8.93
484.70
8.27
452.40
7.72
480.60
8.20
5798.60
99.68
5849.10
99.70
5360.20
91.74
5244.30
89.49
5209.60
88.90
5208.30
88.87
5175.80
88.32
8.90
0.15
8.90
0.15
8.90
0.15
Bukan untuk produksi TBP LDTI
8.50
0.15
17.50
0.30
482.40
8.26
616.00
10.51
641.80
10.95
643.10
10.97
675.60
11.53
HL
10.10
0.17
Alur Jlh bukan untuk produksi
18.60
0.32
17.50
0.30
482.40
8.26
616.00
10.51
650.70
11.10
652.00
11.13
684.50
11.68
5817.20
100.00
5866.60
100.00
5842.60
100.00
5860.30
100.00
5860.30
100.00
5860.30
100.00
5860.30
100.00
SA/HW
JUMLAH TOTAL
66
Lampiran 5 Perkembangan kelas hutan produktif BH Kedinding BH Kedinding No
I
II
Kelas Hutan
Produktif KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MT MR HAJMR Jlh Produktif Tidak produktif LTJL TK TKL HAKL TJBK HAJBK Jlh tidak Produktif
1983-1992
1993-2002
ha
%
ha
%
ha
11.03 13.07 11.02 4.60 5.26 3.19 3.46 0.71 0.02
424.8 387.3 418.3 369.4 206.7 139 133.7 175.2
8.49 7.74 8.36 7.38 4.13 2.78 2.67 3.50
1640 106.2
33.23 2.15
2775.5 106.2
56.24 2.15
11.2 23.9 16.7
0.23 0.48 0.34
14.2 20.9 16.7
0.20 3.05
552.6 654.5 551.9 230.6 263.3 159.7 173.4 35.4 1.1
2003-2012 %
Audit 2005 ha
%
Audit 2006 ha
Audit 2007 %
ha
%
Audit 2008 ha
%
49.04 4.35 0.30 0.10 0.61 0.34
3160.8 279.8 14.7 5 30.1 16.7
64.05 5.67 0.30 0.10 0.61 0.34
3111 258.3 43.1
63.04 5.23 0.87
0.29 0.42 0.34
2420 214.8 14.7 5 30.1 16.7
33.5 13.1
0.68 0.27
357.7
7.14
9.9 152.6
2980.18
59.49
2416.9
48.28
1798
36.43
2933.5
59.44
2701.3
54.74
3507.1
71.06
3459
70.09
14.4 219 19.6
0.29 4.37 0.39
48.8 511.5 1
0.97 10.22 0.02
2217.6 47.9
44.93 0.97
1173 10.2
23.77 0.21
904.4 351.8
18.33 7.13
43.3 349.8
0.88 7.09
108.1 269.5
2.19 5.46
1724.2
34.42
1381.4
27.59
536.5
10.87
535.1
10.84
711.7
14.42
754.5
15.29
709.6
14.38
1977.2
39.47
1942.7
38.81
2802
56.78
1718.3
34.82
1967.9
39.87
1147.6
23.25
1087.2
22.03
67
Sambungan Lampiran 5 Perkembangan kelas hutan produktif BH Kedinding BH Kedinding No
III IV
V
Kelas Hutan
1983-1992
1993-2002
2003-2012
Audit 2005
ha
ha
ha
%
ha
%
57.90
1.17
53.70
1.09
%
%
TBPTH Jlh prod jati Bukan produksi jati TKTBJ TKLTBJ HAKLTBJ TJM HAJM TJKL HLT Jlh bkn prod jati Jlh produksi Bukan untuk produksi TBP LDTI SA/HW HL Alur Jlh bukan untuk produksi JUMLAH TOTAL
Audit 2006 ha
Audit 2007
Audit 2008
%
ha
%
ha
%
22.10
0.45
13.40
0.27
118.90
2.41
0
0
0
0
57.90
1.17
53.70
1.09
22.10
0.45
13.40
0.27
118.90
2.41
9.70
0.19
10.60
0.21
84.80
1.72
73.50 2.70
1.49 0.05
65.80
1.33
77.60
1.57
17.60 10.60
0.36 0.21
28.70
0.57
598.10
11.95
38.40 4995.78
0.77 99.73
608.70 4968.30
12.16 99.25
95.90 56.10 236.80 4894.70
1.94 1.14 4.80 99.18
52.60 54.90 183.70 4889.20
1.07 1.11 3.72 99.07
45.70 91.90 203.40 4894.70
0.93 1.86 4.12 99.18
48.40 100.60 226.60 4894.70
0.98 2.04 4.59 99.18
76.90 121.10 226.20 4891.30
1.56 2.45 4.58 99.11
13.50
0.27
37.70
0.75
40.50
0.82
5.40 40.50
0.11 0.82
40.50
0.82
40.50
0.82
3.00 40.90
0.06 0.83
13.50 5009.28
0.27 100.00
37.70 5006.00
0.75 100.00
40.50 4935.20
0.82 100.00
45.90 4935.10
0.93 100.00
40.50 4935.20
0.82 100.00
40.50 4935.20
0.82 100.00
43.90 4935.20
0.89 100.00
68
Lampiran 6 Perkembangan kelas hutan produktif BH Ledok BH Ledok No I
II
Kelas Hutan Produktif KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MT MR HAJMR Jlh Produktif Tidak produktif LTJL TK TKL HAKL TJBK HAJBK Jlh tidak Produktif
1983-1992
1993-2002 ha
2003-2012
%
ha
%
Audit 2005
Audit 2006
Audit 2007
Audit 2008
ha
ha
ha
ha
ha
%
%
%
%
%
430.2 717.1 780.2 255.4 350.5 200 236.5 393 36.7
9.93 16.55 18.01 5.90 8.09 4.62 5.46 9.07 0.85
603.6 267 436.4 619.95 210 286.8 152.5 243.3 37.3
13.88 6.14 10.04 14.26 4.83 6.60 3.51 5.60 0.86
942.7 548.7 133.9 275.6 341.4 136.4 214.3 114.5
21.66 12.61 3.08 6.33 7.84 3.13 4.92 2.63
1380.2 327.5 228.9 136.4 271.1 261.5 158.7 142.7
31.71 7.52 5.26 3.13 6.23 6.01 3.65 3.28
1099.9 599.6 154.4 167.9 252.3 344.7 116.3 151.4
25.27 13.78 3.55 3.86 5.80 7.92 2.67 3.48
1362 597.6 215.4 208.2 232.3 400.7 94 111.1 15.8
31.29 13.73 4.95 4.78 5.34 9.21 2.16 2.55 0.36
1362.35 566.4 159.9 177.5 229.2 422.9 81.49 97.7 15.8
31.30 13.01 3.67 4.08 5.27 9.72 1.87 2.24 0.36
328.4
7.58
182.8
4.20
197.9
4.55
144.1
3.31
75.7
1.74
48.4
1.11
30.1
0.69
3728
86.05
3039.65
69.91
2905.4
66.76
3051.1
70.10
2962.2
68.06
3285.5
75.49
3143.34
72.22
22.2 74.1 1.5
0.51 1.71 0.03
92.4 163.6 10.1
2.13 3.76 0.23
23.7 468.7 129.4
0.54 10.77 2.97
349.4 208.3
8.03 4.79
0.85 0.33 4.79
33.1 26 158.4
0.76 0.60 3.64
9.22
752.8
17.31
345
7.93
1.06 10.17 1.00 2.01 6.66
37.1 14.4 208.3
399.6
46.3 442.7 43.5 87.4 289.7
481.4
11.06
458.4
10.53
432.4
9.93
497.4
11.48
1018.9
23.43
966.8
22.21
909.6
20.90
1039.1
23.87
718.2
16.50
649.9
14.93
69
Sambungan Lampiran 6 Perkembangan kelas hutan produktif BH Ledok No
Kelas Hutan
III
TBPTH Jlh prod jati Bukan produksi jati TKTBJ TKLTBJ HAKLTBJ TJM HAJM TJKL HLT Jlh bkn prod jati Jlh produksi Bukan untuk produksi TBP LDTI SA/HW HL Alur Jlh bukan untuk produksi JUMLAH TOTAL
IV
V
1983-1992 ha %
1993-2002 ha %
2003-2012 ha %
0
0
0
0
136.30 136.30
14.50
0.33
102.40
2.36
101.60
6.50
0.15
44.10
1.02
65.10 4290.50
BH Ledok Audit 2005 ha %
Audit 2006 ha %
Audit 2007 ha %
Audit 2008 ha %
3.13 3.13
123.60 123.60
2.84 2.84
150.80 150.80
3.46 3.46
131.10 131.10
3.01 3.01
297.20 297.20
6.83 6.83
2.33
91.00
2.09
29.50 16.70
0.68 0.38
29.50 16.70
0.68 0.38
16.70
0.38
1.90
0.04
1.50 99.04
140.40 19.00 261.80 4320.35
3.23 0.44 6.02 99.37
109.10 75.10 287.70 4296.20
2.51 1.73 6.61 98.71
27.80 86.40 205.20 4289.50
0.64 1.99 4.71 98.56
27.80 60.60 134.60 4286.70
0.64 1.39 3.09 98.49
25.40 80.30 151.90 4286.70
0.58 1.85 3.49 98.49
51.40 127.80 195.90 4286.34
1.18 2.94 4.50 98.48
12.80
0.30
27.45
0.63
56.10
1.29
3.30 59.50
0.08 1.37
65.60
1.51
65.60
1.51
65.96
1.52
28.90
0.67
41.70 4332.20
0.96 100.00
27.45 4347.80
0.63 100.00
56.10 4352.30
1.29 100.00
62.80 4352.30
100.00
65.60 4352.30
1.51 100.00
65.60 4352.30
1.51 100.00
65.96 4352.30
1.52 100.00
70
Lampiran 7 Perkembangan kelas hutan produktif BH Nanas BH Nanas No I
Kelas Hutan
1983-1992
1993-2002
ha
%
ha
%
KU I
623.6
12.82
654.3
KU II
521.5
10.72
KU III
1004.6
KU IV
426.6
KU V
437.5
KU VI
514.5
KU VII
353.5
KU VIII KU IX
2003-2012
Audit 2005
Audit 2006
Audit 2007
Audit 2008
ha
ha
ha
%
ha
%
ha
%
%
%
13.37
954.8
19.53
1544.1
31.59
1347.9
27.57
1513.5
30.96
1119.9
22.91
615.9
12.59
608.4
12.45
554.1
11.34
568.9
11.64
596.5
12.20
629.5
12.88
20.65
538.5
11.00
482
9.86
411.8
8.42
542.6
11.10
482.2
9.86
423.4
8.66
8.77
808
16.51
303.6
6.21
312.6
6.39
322.3
6.59
370.2
7.57
349.3
7.15
8.99
422
8.62
402.8
8.24
316.9
6.48
244.6
5.00
275.6
5.64
218.1
4.46
10.58
353.2
7.22
285.5
5.84
372.1
7.61
524.8
10.74
502.3
10.28
476.7
9.75
7.27
311.6
6.37
258.9
5.30
175.8
3.60
137.2
2.81
120.4
2.46
55.5
1.14
474.5
9.76
264.8
5.41
256.1
5.24
272
5.56
248.4
5.08
206.8
4.23
188.5
3.86
181.7
3.74
86.6
1.77
65.3
1.34
46.7
0.96
47.6
0.97
29.3
0.60
27.4
0.56
3.8
0.08
3.8
0.08
3.4
0.07
1.3
0.03
10.9
0.22
Produktif
KU X MT MR
85.9
1.77
389.9
7.97
183
3.74
92.1
1.88
48.4
0.99
117.3
2.40
101.7
2.08
4623.9
95.06
4444.8
90.83
3801.7
77.77
4109.1
84.06
4036.5
82.58
4217.9
86.29
3593.4
73.51
LTJL
50
1.03
31.2
0.64
12.2
0.25
17
0.35
57
1.17
45.6
0.93
TK
2.9
0.06
130.4
2.66
403.1
8.25
153.3
3.14
231.6
4.74
TKL
1.7
0.03
10.4
0.21
2.3
0.05
38.5
0.79
36.4
0.74
36.4
0.74
29.2
0.60
3.2
0.07
HAJMR II
Jlh Produktif Tidak produktif
HAKL TJBK HAJBK Jlh tidak Produktif
81.3
1.67
2
0.04
137.9
2.84
141.8
2.90
240.3
4.92
148.4
3.04
165
3.38
157.7
3.23
89.6
1.83
313.8
6.41
657.9
13.46
360.4
7.37
433
8.86
251.1
5.14
164.4
3.36
71
Sambungan Lampiran 7 Perkembangan kelas hutan produktif BH Nanas BH Nanas No
Kelas Hutan
1983-1992 ha
III IV
V
TBPTH Jlh prod jati Bukan produksi jati TKTBJ TKLTBJ HAKLTBJ TJM HAJM TJKL HLT Jlh bkn prod jati Jlh produksi Bukan untuk produksi TBP LDTI SA/HW HL Alur Jlh bukan untuk produksi JUMLAH TOTAL
1993-2002
%
ha
0
0
20.30
0.42
10.80
0.22
31.10 4792.90
0.64 98.54
14.60
0.30
56.60
1.16
71.20 4864.10
1.46 100.00
2003-2012
%
Audit 2005
Audit 2006
Audit 2007
Audit 2008
ha
ha
ha
%
ha
ha
% 5.66 5.66
275.50 275.50
5.64 5.64
275.50 275.50
5.64 5.64
265.10 265.10
5.42 5.42
955.40 955.40
19.55 19.55
0.96 1.71 2.68 99.56
37.20 84.70 121.90 4866.90
0.76 1.73 2.49 99.56
37.20 84.70 121.90 4866.90
0.76 1.73 2.49 99.56
37.70 95.10 132.80 4866.90
0.77 1.95 2.72 99.56
37.20 112.60 149.80 4863.00
0.76 2.30 3.06 99.48
21.30
0.44
21.30
0.44
25.20
0.52
21.30 4888.20
0.44 100.00
21.30 4888.20
0.44 100.00
25.20 4888.20
0.52 100.00
0
0
276.50 276.50
65.10 52.40 117.50 4876.10
1.33 1.07 2.40 99.64
47.10 83.70 130.80 4866.90
%
17.70
0.36
21.30
0.44
21.30
0.00 0.44
17.70 4893.80
0.36 100.00
21.30 4888.20
0.44 100.00
21.30 4888.20
0.44 100.00
%
%
72
Lampiran 8 Perkembangan kelas hutan produktif BH Payaman BH Payaman No I
Kelas Hutan
1983-1992
1993-2002
2003-2012
Audit 2005
ha
%
ha
%
ha
%
KU I
254.4
7.66
283.2
8.52
880.9
26.52
1328.9
40.01
1409.6
42.44
1633.6
49.19
1440.7
43.38
KU II
620.4
18.67
240.6
7.24
227.4
6.85
158.1
4.76
215.9
6.50
303.9
9.15
336.5
10.13
KU III
772.2
23.24
367.2
11.05
31.5
0.95
17.6
0.53
25.3
0.76
113.2
3.41
109.7
3.30
KU IV
393.5
11.84
712
21.43
109.1
3.29
84.8
2.55
67
2.02
55.4
1.67
68.4
2.06
KU V
168.7
5.08
303.6
9.14
4.36
100.4
3.02
48.9
1.47
14
0.42
8.9
0.27
KU VI
216.4
6.51
172.1
5.18
144.8 63.20
1.90
77
2.32
104.1
3.13
86.2
2.60
69.6
2.10
81
2.44
176.8
5.32
103
3.10
76.8
2.31
67.9
2.04
81.8
2.46
87.9
2.65
105.6
3.18
64.9
1.95
59.9
1.80
57.9
1.74
65.2
1.96
34.9
1.05
31.7
0.95
2.5
0.08
16.4
0.49
16.4
0.49
ha
%
Audit 2006 ha
%
Audit 2007 ha
%
Audit 2008 ha
%
Produktif
KU VII KU VIII KU IX KU X MT MR
0.5
0.02
94.7
2.85
160.4
4.83
169.9
5.12
136.9
4.12
116.1
3.50
127.5
3.84
72.9
2.20
2709.4
81.54
2481.3
74.68
1789.7
53.89
2038.4
61.38
2120
63.83
2466.9
74.28
2242.7
67.53
22.5
0.68
5.2
0.16
93.5
2.82
26.9
0.81
24
0.72
59.4
1.79
59.9
1.80
845.2
25.45
397.4
11.97
405.6
12.21
3.8
0.11
16.3
0.49
121.9
3.67
87.5
2.63
192.2
5.79
118.2
3.56
114.9
3.46
54.8
1.65
15
0.45
HAJMR II
Jlh Produktif Tidak produktif LTJL TK TKL HAKL TJBK
494.6
14.89
529.3
15.93
244.1
7.35
246.7
7.43
340.9
10.26
368.9
11.11
235.6
7.09
554
16.67
733.6
22.08
1182
35.59
944.8
28.45
864.7
26.04
514.5
15.49
330.7
9.96
HAJBK Jlh tidak Produktif
73
Sambungan Lampiran 8 Perkembangan kelas hutan produktif BH Payaman BH Payaman No III
V
Kelas Hutan TBPTH Jlh prod jati Bukan produksi jati TKTBJ TKLTBJ HAKLTBJ TJM HAJM TJKL HLT Jlh bkn prod jati Jlh produksi Bukan untuk produksi TBP LDTI SA/HW HL Alur Jlh bukan untuk produksi JUMLAH TOTAL
1983-1992
1993-2002
2003-2012
ha
ha
ha
%
ha
90.90 90.90
2.74 2.74
86.60 86.60
2.61 2.61
52.40 52.40
1.58 1.58
41.30 41.30
1.24 1.24
1.10
0.03
1.10
0.03
1.10
0.03
1.10
0.03
4.97 1.54 6.54 98.76
146.00 57.90 205.00 3274.80
4.40 1.74 6.17 98.61
147.00 89.60 237.70 3274.80
4.43 2.70 7.16 98.61
150.30 100.70 252.10 3274.80
% 0
0
% 0
0
Audit 2005 %
Audit 2006 ha
%
Audit 2007 ha
%
Audit 2008 ha
%
399.10 399.10
12.02 12.02
4.53 3.03 7.59 98.61
187.80 114.00 301.80 3274.30
5.65 3.43 9.09 98.59
3.90
0.12
30.50
0.92
70.90
2.13
34.40 3297.80
1.04 99.25
70.90 3285.80
2.13 98.90
165.10 51.10 217.30 3279.90
24.80
0.75
36.70
1.10
41.20
1.24
46.30
1.39
46.30
1.39
46.30
1.39
46.80
1.41
24.80 3322.60
0.75 100.00
36.70 3322.50
1.10 100.00
41.20 3321.10
1.24 100.00
46.30 3321.10
1.39 100.00
46.30 3321.10
1.39 100.00
46.30 3321.10
1.39 100.00
46.80 3321.10
1.41 100.00
74
75
Lampiran 9 Rekapitulasi hutan produktif per Bagian Hutan (BH) BH Blungun
Cabak
Kedewan
Kedinding
Ledok
Nanas
Payaman
KPH
KU KU I-III KU IVVI KU VII UP Total KU I-III KU IVVI KU VII UP Total KU I-III KU IVVI KU VII UP Total KU I-III KU IVVI KU VII UP Total KU I-III KU IVVI KU VII UP Total KU I-III KU IVVI KU VII UP Total KU I-III KU IVVI KU VII UP Total KU I-III KU IVVI KU VII UP Total
19831992 (ha) 2102.7
45.87
19932002 (ha) 1831.6
41.53
20032012 (ha) 1387.1
1430.6
31.21
1439.5
32.64
689.1
25.12
1051.1 4584.4 2047.1
22.93 100.00 49.43
1138.7 4409.8 1395.8
25.82 100.00 36.89
667 2743.2 1440.3
24.31 100.00 48.39
1154.7
27.88
1449.6
38.31
849.8
28.55
939.6 4141.4 2886.1
22.69 100.00 65.64
938.4 3783.80 1527.7
24.80 100.00 60.33
686.4 2976.50 2327.5
23.06 100.00 87.07
584.5
13.29
617.8
24.40
209.8
7.85
926.5 4397.1 1758.98
21.07 100.00 59.02
386.7 2532.2 1230.4
15.27 100.00 50.91
135.8 2673.1 1746.2
5.08 100.00 97.12
653.6
21.93
715.1
29.59
51.8
2.88
567.6 2980.18 1927.5
19.05 100.00 51.70
471.4 2416.9 1307
19.50 100.00 43.00
0 1798 1625.3
0.00 100.00 55.94
805.9
21.62
1116.75
36.74
753.4
25.93
994.6 3728 2149.7
26.68 100.00 46.49
615.9 3039.65 1808.7
20.26 100 40.69
526.7 2905.4 2045.2
18.13 100 53.80
1378.6
29.81
1583.2
35.62
991.9
26.09
1095.6 4623.9 1647
23.69 100.00 60.79
1052.9 4444.8 891
23.69 100.00 35.91
764.6 3801.7 1139.8
20.11 100.00 63.69
778.6
28.74
1187.7
47.87
317.1
17.72
283.8 2709.4 14519.08
10.47 100.00 53.44897
402.6 2481.3 9992.2
16.23 100.00 43.24046
332.8 1789.7 11711.4
18.60 100.00 62.66936
6786.5
24.98308
8109.65
35.09387
3862.9
20.67093
5858.8 27164.38
21.56795 100.00
5006.6 23108.45
21.66567 100.00
3113.3 18687.6
16.65971 100.00
%
%
% 50.57
76
Lampiran 10 Laju perubahan areal produktif setiap KU BH
KU
Blungun
I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VIIVIII VIIIIX IX-X I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VIIVIII VIIIIX IX-X I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VIIVIII VIIIIX IX-X I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VIIVIII VIIIIX IX-X
Cabak
Kedewan
Kedinding
Laju Perubahan Areal Produktif per Tahun (ha/thn) 1983-1992 1993-2002 2003-2012 9.55 17.59 27.77 7.06 32.41 (0.32) 3.26 27.02 10.32 5.31 37.02 (7.89) 2.9 21.01 22.67 5.5 32.53 2.37 (5.18)
27.27
(18.50)
20.61
34.55
25.85
3.3 11.3 7.28 5.58 3.36 9.39 4.23
7.67 2.14 20.56 22.07 32.23 27.24 8.81
4.49 48.18 8.59 0.74 (10.28) 26.78 (4.14)
4.07
14.07
1.79
29.73
38.67
10.27
29.01 78.78 59.49 11.14 4.64 3.38
33.4 32.19 15.28 29.5 7.76 7.22
7.03 148.42 (2.13) 20.09 7.04 (1.39) 4.8
8.02
12.26
3.58
5.55
11.42
(1.48)
7.22 16.53 23.62 18.248 2.39 12.43 2.6
0.36 31.86 38.73 40.71 34.55 19 13.9
2.19 153.38 10.62 (1.42) (0.97) 0.72 1.67
(0.18)
13.37
3.54
17.52
0.11
77
Sambungan Lampiran 10 Laju perubahan areal produktif setiap KU BH Ledok
KU
Laju Perubahan Areal Produktif per Tahun (ha/thn) 1983-1992 1993-2002 2003-2012 16.32 5.49 61.52 28.07 13.31 31.98 16.025 16.08 (0.25) 4.54 27.855 0.45 6.37 7.36 7.99 4.75 7.25 (2.23)
I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII(0.68) VIII 35.57 VIII-IX 3.67 IX-X 0.77 Nanas I-II (1.70) II-III 19.66 III-IV 0.46 IV-V 8.43 V-VI 20.29 VI-VII VII8.87 VIII 38.79 VIII-IX 18.17 IX-X 1.38 Payaman I-II 25.32 II-III 6.02 III-IV 8.99 IV-V (0.34) V-VI 3.96 VI-VII VII1.61 VIII 10.56 VIII-IX 0.25 IX-X 84.86 KPH I-II 168.43 II-III 128.283 III-IV 36.19 IV-V 43.82 V-VI 44.71 VI-VII VII16.53 VIII 144.35 VIII-IX 32.72 IX-X Keterangan : () = penambahan luasan
3.8
7.16
24.33 3.73 4.59 13.39 23.49 40.52 13.65 9.43
11.45 40.07 19.66 16.94 (1.33) 3.07 10.97
5.55
(1.31)
19.95 8.66 5.58 20.91 25.81 56.72 24.04 6.91
20.94 6.53 72.28 20.98 (5.33) 0.87 6.78 (1.36)
11.69
4.51
6.49
5.99
100.65 171.5 170.46 258.395 120.06 86.05
551.62 89.38 41.09 (12.11) 66.62 12.08
88.01
(2.77)
152.93 20.42
73.02 20.24
78
Lampiran 11 Gangguan hutan Pencurian Pohon
Kebakaran Hutan
Nilai Tahun
Jumlah (Phn)
Rp X 1000
Bencana Alam
Nilai Luas (ha)
Rp X 1000
PENGGEMBALAAN
Nilai Jumlah Phn
BIBRIKAN
Nilai Luas (ha)
Rp X 1000
Nilai Luas (ha)
Rp X 1000
Rp X 1000
1983
2756
29272
1034.9
7826
121
210300
1984
1611
17574
264.5
1438
326
351850
1985
2160
20815
211.45
1333
1735
2635
0.25
4
1986
5162
49863
35.75
183
12553
5488
1
34
1.5
2700
1987
6915
65704
1125.58
8115
248
434
2.5
19
0.84
1300
1988
6481
89679
610.58
4551
196
343
1989
6024
136522960
169.75
1182
367
595
1990
7951
114102
663.64
4611
395
571
19.65
229
11288
188,345
1205.18
10,797,300
233
329250
1992
8,757
152,098
341.37
3339362
487
531250
3
22500
1993
11,066
227,326
996.8
12261
109
147
1994
11,846
197,598
428.2
4976
4047
4901
1995
6,425
129,889
689.76
5789
6907
6143
1996
6,975
149,271
402
2917
109
144
1997
6,171
100,221
1,158.5
9,732
91
205
1,555,019
346
2,942
33
55
10,959,997
1,055
9,499
1
2
32,442,404
276
42,866
1
2,146
27,777,117
400
72,957
21
1,575
2,416,310
867
163,483
173
81,323
629,611
785
140,676
92
77,702
803,922
516
105,890
125
77,702
1,127,552
114.1
29,177
461
279,973
431,461
527.7
111,869
165
156,324
334,932
432,25
86,209
103
28,845
216,736
959.4
240,629
106
27,120
216749778
15184.18
15207773
29205
2177023
26.4
22786
2.34
4000
1991
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 jumlah
90,245 536,255 80,386 64,846 9,111 2,576 2,604 3,262 1,312 1,165 805 894155
79
Lampiran 12 Pengaruh perubahan KBD rata-rata terhadap kelas umur BH
KU
1983-1992
1993-2002
2003-2012
Rata-rata
Blungun
KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X
0.80 1.22 1.12 1.03 0.97 0.91 0.94 0.94 1.05 0.72 0.60 1.11 1.07 0.98 0.91 0.79 0.80 0.82
0.60 1.09 0.97 1.04 1.01 0.96 0.87 0.92 1.08
0.16 1.05 0.82 0.83 0.77 0.80 0.83 0.83 0.75
0.27 1.00 0.93 0.92 0.76 0.79 0.81 0.85
0.11 0.89 0.81 0.92 0.84 0.76 0.77 0.81 0.99
0.52 1.12 0.97 0.96 0.92 0.89 0.88 0.90 0.96 0.72 0.33 1.00 0.94 0.94 0.84 0.78 0.79 0.83 0.99
0.61 0.95 0.91 0.99 0.90 0.85 0.89 0.73 0.79 0.80 0.61 1.00 0.93 0.93 0.71 0.81 0.87 0.70 0.80
0.39 0.82 0.92 0.83 0.76 0.73 0.85 0.83 1.13
0.04 0.92 0.82 0.97 1.02 0.92 0.82 0.80 0.99 0.73 0.10 0.76
Cabak
Kedewan
Kedinding
0.30 0.87 0.85 0.90 0.90 0.81 0.82 0.81
1.14 0.92 1.03
0.35 0.90 0.88 0.93 0.89 0.83 0.85 0.78 0.97 0.77 0.34 0.88 0.89 0.99 0.84 0.88 0.84 0.76 0.80
80
Sambungan Lampiran 12 Pengaruh perubahan KBD rata-rata terhadap kelas umur BH
KU
1983-1992
1993-2002
2003-2012
Rata-rata
Ledok
KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X
0.42 1.02 0.96 0.99 0.96 0.80 0.95 0.90 0.81
0.07 0.78 0.92 0.96 0.89 1.01 0.83 0.90 0.85
0.27 1.08 1.07 0.94 0.79 0.92 0.94 0.93
0.25 0.96 0.98 0.96 0.88 0.91 0.91 0.91 0.83
0.76 1.32 1.06 0.93 0.82 0.76 0.84 0.85 0.86
0.19 0.93 0.88 0.85 0.96 0.77 0.78 0.81 1.19
0.13 1.15 1.03 0.94 0.87 0.83 0.87 0.80 0.78
0.36 1.13 0.99 0.91 0.88 0.79 0.83 0.82 0.95
0.73 0.92 0.83 0.82 0.86 0.80 0.89 0.94 0.70
0.41 1.10 0.90 0.85 0.77 0.80 0.76 0.91
0.09 1.05 0.90 0.75 0.74 0.66 0.74 0.70
0.41 1.02 0.88 0.81 0.79 0.76 0.79 0.85 0.70
Nanas
Payaman
81
DAFTAR SINGKATAN 1. APB
: Areal Produksi Benih
2. BH
: Bagian Hutan
3. BUMN
: Badan Usaha Milik Negara
4. CSO
: Clonal Seed Orchad (Kebun Benih Klonal)
5. HAJBK
: Hutan Alam Jati Bertumbuhan Kurang
6. HAJM
: Hutan Alam Jati Merana
7. HAKL
: Hutan Alam Kayu Lain
8. HAKL TBJ
: Hutan Alam Kayu Lain Tak Baik untuk Jati
9. HJM
: Hutan Jati Merana
10. HKL TBJ
: Hutan Kayu Lain Tak Baik untuk Jati
11. HL
: Hutan Lindung
12. HLT
: Hutan Lindung Terbatas
13. HW
: Hutan Wisata
14. KBD
: Kerapatan Bidang Dasar
15. KPH
: Kesatuan Pemangkuan Hutan
16. KU
: Kelas Umur
17. LDTI
: Lapangan dengan Tujuan Istimewa
18. LTHJL
: Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau
19. MR
: Miskin Riap
20. MT
: Masak Tebang
21. RPH
: Resort Pemangkuan Hutan
22. RPKH
: Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan
23. SA
: Suaka Alam
24. TBP
: Tak Baik untuk Produksi
25. TBPTH
: Tak Baik untuk Perusahaan Tebang Habis
26. TJBK
: Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang
27. TJKL
: Tanaman Jenis Kayu Lain
28. TJM
: Tanaman Jati Merana
29. TK
: Tanah Kosong
30. TKL
: Tanaman Kayu Lain
82
31. TK TBJ
: Tanah Kosong Tak Baik untuk Jati
32. TKL TBJ
: Tanaman Kayu Lain Tak Baik untuk Jati