Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(3): 235-242
Studi kepadatan dan distribusi Keong Bakau (Telescopium telescopium) di perairan mangrove Kecamatan Kaledupa Kabupaten Wakatobi [The density and distribution of Horn Snail (Telescopium telescopium) in mangroves waters of Kaledupa District Wakatobi Regency]
Sadam Husein1, Bahtiar2, dan Dedy Oetama3 1
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Jl. HAE Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax: (0401) 3193782 2 Surel:
[email protected] 3 Surel:
[email protected] Diterima: 3 Agustus 2017; Disetujui: 31 Agustus 2017
Abstrak Organisme T. telescopium atau burungo merupakan hewan dari famili Potamididae yang hidup di air payau pada substrat dasar berlumpur dan dipengaruhi oleh pasang surut dan merupakan salah satu kunci dalam rantai makanan di ekosistem perairan adalah organisme T. telescopium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan dan distribusi keong bakau (Telescopium telescopium) pada perairan mangrove Kecamatan Kaledupa Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan FebruariβMaret 2017 di Ekosistem mangrove Kecamatan Kaledupa Kabupaten Wakatobi. Metode yang digunakan adalah line transek dan belt transek. Kepadatan keong bakau di Perairan Kaledupa pada bulan Februari dan Maret pada tiga lokasi penelitian yaitu Desa Lefuto, Desa Ambeua Raya, dan Desa Balasuna Selatan relatif sama, dengan nilai masing-masing 2.10 ind/m2, 2.14 ind/m2, dan 2.24. ind/m2. Hasil nilai indeks distribusi menunjukkan bahwa pola distribusi keong bakau pada Desa Lefuto adalah seragam, sedangkan pada Desa Ambeua Raya dan Desa Balasuna Selatan adalah mengelompok dengan nilai masing-masing 0.9960, 1.0002, dan 1.0101. Kata kunci: Kepadatan, Distribusi, Telescopium telescopium, Kaledupa
Abstract The aim at this study was to determine the density and distribution of mangrove snails (Telescopium telescopium) in mangrove water Kaledupa District Wakatobi regency. This study was conducted from February to March 2017 in mangrove ecosystem, Kaledupa district, Wakatobi regency. The results showed that the mangrove snails found at three research sites namely Lefuto, Ambeua Raya and South Balasuna villages had relatively the same densities. The distribution index showed that the distribution pattern of the mangrove snails at Lafuto village was uniform, where as the distribution pattern of the snails at Ambeua and South Balasuna villages was clustered. This study provides basic information about relevant stake holders in relation to the resources management for future sustainability. Keywords: density, distribution of mangrove snail, Telescopium telescopium, Kaledupa
Pendahuluan Kepulauan Wakatobi terletak di pertemuan Laut
Banda
dan
Laut
Flores.
Hutan mangrove merupakan ekosistem
Wakatobi
utama pendukung kehidupan penting di wilayah
merupakan kependekan dari nama empat pulau
pesisir. Ekosistem mangrove memiliki peran yang
besar yang ada di kawasan tersebut, yaitu Pulau
sangat penting dalam siklus ekologi yaitu sebagai
Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan
penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung
Pulau Binongko (TNW, 2005). Pulau Kaledupa
garis pantai, tempat mencari makan (feeding
adalah fokus utama dari penelitian ini. Kaledupa
ground), tempat asuhan atau pembesaran (nursery
merupakan salah satu pulau di Kabupaten
ground), tempat pemijahan (spwaning ground),
Wakatobi yang kaya akan potensi sumber daya
berbagai macam organisme perairan. Fungsi
alam. Salah satu potensi yang ada di Kaledupa
hutan mangrove secara ekonomi yaitu penghasil
yaitu tumbuhan mangrove.
keperluan rumah tangga, penghasil keperluan
Studi kepadatan dan distribusi Keong Bakau
industri, dan penghasil bibit (Suhardjono dan
Pengamatan sedimen dilakukan di laboratorium
Abdulhadi, 1999).
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Organisme T. telescopium atau burungo
Halu Oleo Kendari.
merupakan hewan dari famili Potamididae yang
Pengumpulan
data
dilakukan
dengan
hidup di air payau pada substrat dasar berlumpur
menghitung jumlah, jenis dan mengukur diameter
dan dipengaruhi oleh pasang surut (Radjasa et al.,
batang
2011). Pada saat air surut organisme ini akan
Pengukuran untuk vegetasi tingkat pohon (10x10
mencari
cara
m2), pengukuran untuk vegetasi tingkat anakan
membenamkan cangkangnya ke dalam substrat
(pancang) (5x5 m2) dan untuk vegetasi tingkat
atau bersembunyi di bawah perakaran mangrove
semai (1x1 m2).
tempat
berlindung
dengan
(Kartawinata et al., 1979). Tingkah laku seperti
pada
masing-masing
Pengambilan sampel
petak
contoh.
menggunakan 3
itu merupakan suatu adaptasi terhadap perubahan
transek pada setiap stasiun. Transek tersebut
lingkungan yang disebabkan oleh pasang surut
dibentangkan tegak lurus garis pantai dengan
pada hutan mangrove (Rangan, 1996).
panjang 100 m. Jarak antara transek adalah 20 m.
Perairan
Kaledupa
saat
telah
Luas transek kuadrat tersebut adalah (10x10) m.
mengalami tekanan ekologi, secara alamia yaitu
Pengumpulan sampel dalam transek kuadrat
sedimentasi.
dan
dilakukan secara manual.
penebangan
pohon
masyarakat
kaledupa
aktivitas
ini
manusia
mangrove.
yaitu
Sebagian hutan
pengamatan sebanyak Β± 200 gram. Substrat
mangrove sebagai lahan pemukiman, bahan kayu
dimasukkan dalam kantong plastik berlabel dan
bakar, tempat berlabuh kapal, jalur kapal nelayan,
selanjutnya dibawa ke laboratorium Fakultas
tempat
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu
mencari
memanfaatkan
Substrat yang diambil pada setiap stasiun
cacing
laut
dan
tempat
pemasangan bubu nelayan.
Oleo untuk dianalisis.
Kondisi kawasan serta belum adanya
Kerapatan mangrove dianalisis dengan
penelitian tentang gastropoda khususnya T.
menggunakan rumus yang dikemukakan oleh
telescopium di perairan tersebut, menjadi latar
Bengen (1999) : Di =
belakang sehingga perlu dilakukannya penelitian ini.
Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui kepadatan dan distribusi keong bakau T. telescopium yang berada pada perairan mangrove
Kecamatan
Kaledupa
Kabupaten
Wakatobi Sulawesi Tenggara.
ni A
Keterangan : Di = kerapatan jenis (ind/m2), ni = jumlah total tegakan dari jenis i (ind), A =luas total petak contoh (m2). Kepadatan dianalisis dengan persamaan Odum (1993) sebagai berikut: π D= π
Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Keterangan: D = kepadatan keong bakau (ind/m2),
FebruariβMaret 2016 di Kecamatan Kaledupa
a = jumlah total individu keong bakau dalam
Kabupaten
transek kuadrat, b
Tenggara.
Wakatobi
Provinsi
Sulawesi
Pengambilan sampel dilakukan di
= luas area pengambilan
sampel (m2)
Desa Lefuto (stasiun I), Desa Ambeua Raya
Pola penyebaran T. telescopium di analisis
(stasiun II), Desa Balasuna Selatan (stasiun III).
dengan menggunakan Indeks Morisita (Ludwid & Reynold, 1989) yaitu :
236
Husein dkk.,
βπ 2 β π π(π β 1)
Id = π
kepadatan T. telescopium yang tidak berbeda nyata pada ketiga desa ini, disebabkan karena
Keterangan: Id = indeks distribusi, N = jumlah
karakteristik habitat di Perairan Kaledupa relatif
total individu dalam total n transek, n = jumlah
sama, karena memiliki substrat yang berlumpur.
transek
Hal ini didukung dengan pernyataan Radjasa et
X = jumlah individu dalam transek, dengan
al., (2011), mengatakan bahwa T. telescopium
kriteria yaitu :
merupakan famili dari Potamididae yang hidup di
Id β€ 1, pola penyebaran bersifat seragam
daerah
Id = 1, pola penyebaran bersifat acak
berlumpur.
Id β₯ 1, pola penyebaran bersifat mengelompok
menunjukan bahwa perairan tersebut adalah
Analisis petunjuk
fraksi
dan
sedimen
penamaan
intertidal
yang
Kepadatan
memiliki yang
substrat
relatif
sama
mengikuti
homogen, karena faktor lingkungan seperti suhu,
sedimen
salinitas, pH air, pH tanah, masih tergolong stabil.
jenis
berdasarkan aturan segitiga Miller dan untuk mengetahui kandungan bahan organik total maka
1000000
πβπ π
π₯ 10
Keterangan : BO = bahan organik a
= berat cawan dan sampel sedimen sesudah pembakaran 550
d
= berat cawan dan berat sampel sedimen sebelum pembakaran 550 atau sesudah
600000 400000 200000 0
Stasiun I Satsiun II
pengeringan 105. c
800000
pohon anakan semai pohon anakan semai pohon anakan semai
BO =
DI kerapatan (ind./ha)
dilakukan perhitungan dengan rumus :
= berat sampel (sebelum pembakaran dalam
Stasiun III
Ceriop decandra Soneratia alba Rhizophora apiculata
furnes )
Hasil dan Pembahasan Komposisi
jenis
mangrove
Gambar 1. Kerapatan mangrove (pohon, anakan, dan semai) pada lokasi penelitian.
yang
ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari 5 jenis (1) Avicenia marina yang ditemukan pada stasiun I, II, dan III ;
(2) Ceriop decandra ditemukan
Pada bulan Februari, Perairan Kaledupa memiliki rata-rata suhu yang berkisar 30.3β31.2
pada stasiun III ; (3) Rhizophora apiculata
o
ditemukan pada stasiun I ; (4) Rhizophora
berkisar 30.3β31.3
mucronata ditemukan pada stasiun I dan III ;
diperoleh masih dapat dikatakan kisaran normal
sedangkan jenis (5) Soneratia alba hanya
untuk kehidupan gastropoda karena secara umum
ditemukan pada stasiun II. Kerapatan mangrove
untuk gastropoda bahwa kisaran suhu yang ideal
pada setiap stasiun (Gambar 1).
untuk pertumbuhan dan reproduksi gastropoda
Hasil analisis menunjukan bahwa tingkat
C, dan pada bulan Maret memiliki rata-rata suhu o
C. Kisaran suhu yang
pada umumnya adalah 25β32 oC (Odum 1993).
kepadatan T. telescopium di bulan Februari di
Pada bulan Februari, Perairan Kaledupa
Perairan Kaledupa tidak berbeda nyata. Tingkat
memiliki rata-rata salinitas berkisar 31β32 β°, dan
237
Studi kepadatan dan distribusi Keong Bakau
pada bulan Maret memiliki rata-rata salinitas
antara 6β8,5 untuk kelangsungan hidup dan
berkisar 32β33 β° . Kisaran salinitas yang
reproduksi.
diperoleh masih dapat dikatakan kisaran normal
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan
untuk kehidupan gastropoda karena secara umum
bahwa lingkungan perairan Kaledupa masih
untuk gastropoda bahwa kisaran salinitas yang
dikatakan layak untuk keberlangsungan hidup
ideal
reproduksi
organisme khususnya T. telescopium. Menurut
28β34 β°
Kurniawan
untuk
pertumbuhan
dan
gastropoda pada umumnya adalah (Odum 1993).
(2007),
banyak
atau
tidaknya
gastropoda di lokasi penelitian, dimungkinkan
Pada bulan Februari, Perairan Kaledupa
berhubungan dengan kondisi substrat atau tempat
memiliki rata-rata pH air berkisar 7, dan pada
hidup dari masingβmasing spesies. Keberadaan
bulan Maret memiliki rata-rata pH air berkisar
faktor makanan seperti detritus dan lingkungan
7.2β7.3. Kisaran untuk kehidupan gastropoda
juga sangat mendukung untuk kehidupan jenis-
hasil yang diperoleh dari pengukuran pH air
jenis gastropoda yang ditemukan.
masih
dikatakan
layak
untuk
kehidupan
Kepadatan T. telescopium antara stasiun
gastropoda di ekosistem mangrove. Odum (1993),
bervariasi. Distribusi T. telescopium pada bulan
menyatakan gastropoda membutuhkan pH air
Februari di stasiun I menunjukkan pola distribusi
antara 6,5β8,5 untuk kelangsungan hidup dan
seragam,
reproduksi.
mengelompok, dan pada stasiun III pola distribusi
Pada bulan Februari, Perairan Kaledupa
di
stasiun
II
distribusi
mengelompok. Demikian pula
secara
distribusi bulan
memiliki rata-rata pH tanah berkisar 6.3β6.4.
Maret di stasiun I menunjukkan pola distribusi
sedangkan pada bulan Maret memiliki rata-rata
seragam, sedangkan pada stasiun II terdapat
pH tanah berkisar 6.2β6.3. Kisaran pH tanah
distribusi secara mengelompok, dan pada stasiun
untuk gastropoda masih dikatakan layak karena
III mempunyai pola distribusi mengelompok
menurut Odum (1993), menyatakan bahwa
(Tabel 3).
gastropoda umumnya membutuhkan pH tanah
Tabel 1. Rata-rata hasil pengukuran parameter kualitas perairan setiap stasiun Februari No
Maret
Parameter I
II
III
1
o
Suhu ( C)
30.3
30.8
31.2
2
Salinitas (β°)
31
32
3
pH air
7
4
pH tanah
6.4
Stasiun I
II
III
30.3
30.5
31.3
32
32
32
33
7
7
7.3
7.2
7.2
6.3
6.3
6.2
6.3
6.3
Tabel 2. Hasil analisis tekstur dan kandungan bahan organik di setiap stasiun Tekstur Stasiun
238
BO % Debu %
Liat %
Pasir %
Kriteria
I
87.72
10.44
1.82
debu
1.94
II
49.61
10.85
39.52
lempung
3.05
III
66.05
10.59
23.35
lempung berdebu
3.24
Husein dkk.,
Tabel 3. Kepadatan dan Distribusi keong bakau T. telescopium setiap stasiun selama penelitian di perairan hutan mangrove Kecamatan Kaledupa. Kepadatan (ind/m2) F M
Distribusi Stasiun
F Id 0.9960 1.0002 1.0101
I II III
M P
Id 0.9949 1.0002 1.0062
seragam mengelompok mengelompok
P seragam mengelompok mengelompok
2.10 2.14 2.24
1.89 1.94 1.98
Keterangan: Id = indeks distribusi; P = pola penyebaran; F = Februari; M = Maret
Jenis mangrove yang paling dominan pada
dengan jenis Rhizophora mucronata yaitu lumpur
stasiun I yaitu Avicenia marina dengan kerapatan
lunak. Menurut Hogarth (1999), lumpur adalah
yaitu 177.500 ind/ha. Hal ini disebabkan pada
unsur yang sangat penting dalam ekosistem
lingkungan
tersebut
mangrove. Sedangkan mangrove yang memiliki
didominasi oleh substrat berlumpur padat dan dekat
kerapatan jenis terendah yaitu dengan mangrove
dengan batas pasang tertinggi. Bengen (2001)
jenis Avicenia marina yang terdapat pada stasiun II
menyatakan bahwa Avicennia marina tumbuh pada
dengan kerapatan jenis 7.200 ind/ha. Hal ini
substrat berpasir atau berlumpur tipis, salinitas relatif
disebabkan pada daerah pengamatan tersebut jenis
tinggi dengan kisaran yang sempit.
mangrove tersebut tumbuh di areal dengan salinitas
tempat
hidup
mangrove
Pada stasiun II, jenis mangrove yang dominan yaitu Soneratia
alba dengan
rendah dan tanah yang kering. Menurut Halidah
nilai
(2013), bahwa Avicenia marina dapat tumbuh pada
kerapatan 315.800 ind/ha. Hal ini disebabkan pada
substrat yang berpasir kasar, halus maupun lumpur
daerah pengamatan tersebut jenis mangrove tersebut
yang dalam.
tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering,
Perbedaan nilai kerapatan mangrove antara
serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Hal
stasiun I dan III, disebabkan karena lingkungan
tersebut sesuai dengan pernyataan Arief (2003),
tempat mangrove jenis Rhizophora mucronata
yang menyatakan bahwa mangrove Soneratia alba
tumbuh pada stasiun III sangat sesuai dan sebanding
menyukai salinitas rendah dan tanah yang kering.
dengan kemampuan mangrove untuk hidup. Hal ini
Pada stasiun III didominasi oleh Rhizophora
sesuai dengan pernyataan (Dahuri et al., 1996),
mucronata dengan nilai kerapatan 507.900 ind/ha.
bahwa tempat tumbuh yang ideal bagi mangrove
Hal ini disebabkan pada daerah pengamatan tersebut
adalah di sekitar pantai yang lebar muara sungainya,
jenis mangrove tersebut tumbuh pada substrat
delta, dan tempat yang arus sungainya banyak
berlumpur lunak. Jenis ini toleran terhadap daerah
mengandung lumpur pasir. Pada daerah tersebut
terlindung maupun yang mendapat sinar matahari
didominasi oleh mangrove karena daerah tersebut
langsung. Dahuri et al., (1996), menyatakan bahwa
belum
mangrove
menyukai
pemukiman, serta saat ini masuk pulau Kaledupa
Substrat lumpur, pasir dan kadang-kadang tanah
masuk dalam kawasan Taman Nasional Wakatobi
gambut hitam.
dan dilindungi oleh pemerintah (TNW, 2015).
Rhizophora
mucronata
tersentuh
pembangunan,
tambak,
Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi
Selain itu pasokan air tawar, dan salinitas air
untuk keseluruhan jenis mangrove terdapat pada
tanah adalah faktor yang paling berpengaruh
stasiun III yaitu jenis Rhizophora mucronata dengan
terhadap pertumbuhan mangrove di wilayah ini.
kerapatan 507.900 ind/ha. Hal ini disebabkan pada
Letaknya yang berada dekat dengan laut (air asin)
stasiun ini memiliki substrat yang sangat sesuai
juga turut mempengaruhi pertumbuhannya. Dengan 239
Studi kepadatan dan distribusi Keong Bakau
adanya pengaruh dari air laut, maka bila mangrove
bahwa hasil analisis pola distribusi keong T.
tidak mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan
telescopium
yang
kemampuan
mangrove adalah merata dengan nilai Id berkisar
tumbuhnya akan sedikit terhambat (Supriharyono,
antara 0,88β0,98. Hal ini diperkirakan karena
2007).
konsentrasi pasang surut yang di dapat pada tiap
ada
dapat
mengakibatkan
Pola penyebaran T. telescopium seragam
disetiap
stasiun
pada
ekosistem
stasiun sama (Maulana, 2004).
pada stasiun I, disebabkan oleh bermacam faktor.
Hal ini berbeda dengan pernyataan Houbrick
Faktor-faktor penyebab yaitu rendahnya bahan
(1991), yang menyatakan bahwa individu keong
organik yang terkandung dalam substrat yang
bakau sering berkelompok. Pola sebaran pada
menyebabkan
antara
tingkat jenis maupun marga moluska di hutan bakau
organisme dalam perebutan makanan. Kandungan
tidak punya pola tetap. Pola persebaran akan
bahan organik yang terdapat pada stasiun I yaitu
bertambah dengan adanya kebiasaan migrasi dalam
sebesar 1,94 % dengan kriteria substrat debu.
pola hidup (Budiman, 1991). Efriyeldi (1997),
terjadinya
persaingan
Bahan organik merupakan sumber bahan
menyatakan bahwa pola penyebaranya organisme
makanan bagi organisme yang hidup di dalam
yang seragam disebabkan oleh kondisi lingkungan
sedimen termasuk T. telescopium. Jumlah dan laju
di suatu areal hampir sama dan diduga karena
penambahan
adanya kompetisi antar individu yang sangat hebat
bahan
organik
dalam
sedimen
mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi
dalam pembagian ruang makanan.
dan sebaran organisme dasar bentik (Sitorus, dkk
Pada Desa Ambeua Raya dan Desa Balasuna
1979). Besarnya peranan substrat berhubungan erat
Selatan pola distribusi T. telescopium adalah
dengan ketersediaan bahan organik di dalam
mengelompok. Distribusi secara mengelompok
sedimen dan kandungan oksigen. Bengen (2001),
disebabkan nilai distribusi pada Desa Ambeua Raya
menyatakan bahwa jenis substrat yang banyak
pada bulan Februari dan bulan Maret sama, yaitu
mengandung pasir akan sedikit jumlah organisme
berkisar 1,0002. Desa Balasuna Selatan mempunyai
dan nutrien yang terdapat didalamnya, karena
nilai distribusi berkisar 1,0101 pada bulan Februari
umumnya keberadaan partikel sedimen yang kecil
dan pada bulan Maret berkisar 1,0062.
akan menghanyutkan nutrien. Sebaliknya pada
Pola distribusi dikatakan mengelompok
substrat yang halus biasanya nutrien yang tersedia
karena hasil perhitungan indeks morisita nilai indeks
dalam jumlah yang cukup besar.
distribusinya
Faktor
lain
yang
mempengaruhi
pola
adalah
mengelompok
β₯
disebabkan
1.
Pola
oleh
penyebaran
beberapa
hal
distribusi T. telescopium seragam diduga karena
diantaranya seperti kondisi lingkungan, kebiasaan
ketersediaan
dan
makan dan cara bereproduksi (Budiman, 1991).
sedimen serta intensitas cahaya matahari sesuai
Selain itu faktor fisika kimia, jenis substrat, dan jenis
dengan
yang
mangrove yang merata menjadi faktor yang sangat
menyatakan bahwa kualitas perairan merupakan
jelas dan nampak mempengaruhi organisme yang
salah satu faktor penting dalam mengatur proses
pola
kehidupan dan juga pola penyebaran organisme.
Berdasarkan penelitian pada ekosistem mangrove
makanan,
pernyataan
kualitas
Nybakken
perairan
(1992),
distribusi
mengelompok
(Suin,
1997)
Pada penelitian distribusi T. telescopiun di
muara Sungai Dumai pada bulan Desember
kawasan pesisir Desa Darul Aman Kecamatan
Sihombing dkk, (2013) bahwa indeks sebaran
Rupat Kabupaten Bengkalis (Andita dkk., 2014)
Morisita (IsM) adalah mengelompok dengan nilai >
240
Husein dkk.,
1, Dengan nilai id sebesar 1,0728β1,1922. Hal ini
Darul Aman Kecamatan Rupat Kabupaten
diperkirakan akibat dari pengaruh banyaknya
Bengkalis, Riau
makanan yang terkandung dalam substrat yang mengandung lumpur yang terbawa arus dari Sungai Dumai bagi pertumbuhan keong T. telescopium. Pola sebaran mengelompok akan memudahkan
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta. Bengen, D. G. 2001. Sinopsis: Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. PKSPLIPB,Bogor.
individu untuk berhubungan satu sama lainnya
Budiman, A. 1991. Some Aspects on the Ecology of
untuk berbagai kebutuhan seperti bereproduksi dan
Mangrove Whelk Telescopium telescopium
mencari makanan (Budiman, 1991).
(Line
1758),
(Moluska,
Gastropoda:
Potamididae). Treubia 29(4) :237 -245 Dahuri, R.,J. Rais., S. P. Ginting dan M. J. Sitepu.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka disimpulkan sebagai berikut: 1.
Efriyeldi.
1997.
Struktur
Komunitas
tiga desa lokasi penelitian perairan Kaledupa
Makrozoobentos dan Keterkaitannya dengan
pada bulan Februari dan bulan Maret adalah
Karakteristik Sedimen di Perairan Muara
Pola distribusi T. telescopium yang ditemukan di perairan Kaledupa ada 2 pola distribusi, yaitu
distribusi
secara
seragam
Sungai Banten Tengah. Bengkalis Efriyeldi dan Zulkifli, 2014. Kelimpahan dan
Ambeua Raya, dan Desa Balasuna Selatan.
dan
mengelompok. Desa Lefuto memiliki pola
Nisbah Kelamin Siput Bakau Telescopium telescopium di Ekosistem Mangrove Desa Arul Aman Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Halidah dan H. Kama. 2013. Penyebaran Alami
penyebaran bersifat seragam, sedangkan di
Avicennia
Desa Ambeua Raya, dan Desa Balasuna
Sonneratia Alba Smith pada Substrat Pasir di
Selatan
memiliki
distribusi
bersifat
marina
adalah masih baik padat. jenis mangrove itu adalah (1) Avicenia marina yang ditemukan
dan
Desa Tiwoho, Sulawesi Utara. Indonesian
Hogarth, P.J. 1999. The Biology of Mangroves. Oxford University Press. Houbrick, R. S., 1991. Anatomy and Systematic
pada stasiun I, II, dan III ; (2) Ceriop decandra
Placement
ditemukan pada stasiun III ; Rhizophora
(Prosobranchia:
ditemukan
Rhizophora
Vierh
Bogor.
Kerapatan mangrove di tiga lokasi penelitian
apiculata
(Forsk)
Rehabilitation Forest Journal, 1 (1) 51-58.
mengelompok. 3.
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Kepadatan T. telescopium yang ditemukan di
tidak berbeda nyata antara Desa Lefuto, Desa
2.
1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah
pada
mucronata
stasiun
ditemukan
I
;
pada
of
Faunus
Montfort,
Melanopsidae).Malacological
1810
Review,
24(1&2):35β54. Huda, N. 2008. Strategi Kebijakan Pengelolaan
stasiun I dan III ; sedangkan jenis Soneratia
Mangrove Berkelanjutan di Wilayah Pesisir
alba ditemukan pada hanya pada stasiun II.
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi. [Tesis]. Program Pascasarjana Universitas
Daftar Pustaka
Diponegoro Semarang. Jawa Tengah. 2014.
Kartawinata, K., S. Adisoemarto, S. Soemodihardjo
Kelimpahan dan Distribusi Keong Bakau
dan I.G.M. Tantra. 1979. Status Pengetahuan
Telescopium telescopium di Kawasan Pesisir
Hutan
Andita,
H.,
Efriyeldi,
Aras
Mulyadi.
Bakau
di
Indonesia.
Seminar
Ekosistem Huta Mangrove, Jakarta: 21 -39. 241
Studi kepadatan dan distribusi Keong Bakau
Kurniawan. 2007. Fungsi dan Peranan Gastropoda
dan Karang Agung Sumatera Selatan.
di Ekosistem Mangrove. Fakultas Pasca
Proceending:
Sarjana Universitas Indonesia.
Pengembangan Daerah Pasang Surut di
Ludwig, J.A., Reynolds, J.F., 1989. In: Statistical Ecology: I. Primer on
Indonesia.
Methods and
Direktorat
III
Jenderal
Institut Pertanian Bogor. Suhardjono,
&
R.
1999. Hutan
Mangrove
Pesisir Batu Ampar Kalimantan Barat.
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
[Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan
Suin, N.M. 1997.Ekologi Hewan Tanah.Bumi
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nybakken,
J.W.
1992.
Biologi
Laut
Suatu
Gastropoda Pada Zona Hutan Mangrove Kulu,
Kabepaten
Minahasa,
Sulawesi Utara. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Radjasa, O.K., Y. M. Vaske., G. Navarro., H. C. Vervoort., K. Tenney., R. G. Linington., and P. Crew. (2011), Bioorg. Med. Chem. Vol. 19. pp 6658-6674. RPJM Desa Lefuto, 2015. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Lefuto. Kaledupa. RPJM Desa Ambeua Raya, 2015. Rencana Pembangunan
Jangka
Menengah
Desa
Ambeua Raya. Kaledupa. RPJM Desa Balasuna Selatan, 2015. Rencana Pembangunan
Jangka
2007.
Konservasi
Ekosistem
Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Taman
Nasional
Wakatobi
II,
2015.
Hasil
Monitoring Mangrove di perairan Kaledupa.
Rangan, JK. 1996. Struktur dan Tipologi Komunitas Perairan
Derawan,
Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan
Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta. Universitas Press. Yogyakarta.
Kepulauan
Aksara ITB. Bandung. Supriharyono.
Odum, E.P. 1993. Dasar Ekologi. Gadjah Mada
di
Abdulhadi.
Pada Ekosistem Mangrove di Kawasan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Menengah
Desa
Balasuna Selatan. Kaledupa. Sara, La. 1995. Hubungan Distribusi Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla Spp) dengan Kualitas Habitat di Perairan Segara Anakan, Cilacap. MS. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 Hal.. Sihombing, B., Nasution Syafruddin, Efriyeldi. 2013. Distribusi Kelimpahan Gastropoda (Telescopium Telescopium) di Ekosistem Mangrove Muara Sungai Dumai. Sumatera Sitorus, S. R. P. dan Djokosudardjo. 1979. Susunan Kation pada Kompleks Jerapan Tanah di Daerah Pasang Surut di Indonesia Studi Kasus di Daerah Lagan Pantai Timur Jambi 242
Bogor:
Nasional
Pengairan Departemen Pekerjaan Umum,
Computing. Wiley-Interscience, New York. Maulana, R. 2004. Struktur Komunitas Gastropoda
Simposium
Taman Nasional Wakatobi, 2005. Informasi Taman Nasional Wakatobi. Wangi-wangi