STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN LINDUNG SUNGAI LESAN, KALIMANTAN TIMUR
RAHMAT ABDIANSYAH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN RAHMAT ABDIANSYAH. E34061615. Keanekaragaman Jenis Amfibi di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan AGUS PRIYONO KARTONO. Penelitian mengenai keanekaragaman jenis amfibi dilakukan pada tanggal 31 Juli-19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai Lesan Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Pengambilan data dilakukan pada tiga plot pengamatan yaitu Anak Sungai Lejak, Sungai Lejak dan Sungai Lesan. Metode yang digunakan adalah Visual Encounter Survey (VES) pada habitat terestrial dan akuatik. Data yang diambil meliputi jenis amfibi, jumlah individu tiap jenis, ukuran snout-vent length yaitu panjang tubuh dari moncong hingga kloaka, jenis kelamin, waktu saat ditemukan, perilaku dan posisi satwa di lingkungan habitatnya. Berdasarkan pengamatan dijumpai 31 jenis amfibi dari 5 famili yaitu Bufonidae (5 jenis), Megophryidae (4 jenis), Microhylidae (3 jenis), Ranidae (11 jenis), dan Rhacophoridae (8 jenis). Dari total 217 individu yang ditemukan yang terdiri dari 31 jenis, famili Ranidae memiliki jumlah individu terbanyak (75,11%) dan jumlah individu yang paling sedikit ditemukan famili Microhylidae (1,38%). Indeks keanekaragaman jenis (H’) pada habitat akuatik (1.77) lebih tinggi dibandingkan dengan H’ terestrial (1,29). Hal ini dikarenakan jumlah jenis maupun individu yang ditemukan di habitat akuatik relatif lebih tinggi dari pada habitat terestrial. Nilai kemerataan jenis (E) pada habitat akuatik (0,86) lebih tinggi dibandingkan dengan (E) terestrial (0,69). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan lindung Sungai Lesan masih menunjang keberagaman amfibi terutama plot pengamatan sungai Lejak yang memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Oleh karena itu kawasan lindung Sungai Lesan harus mendapat perhatian pengelola kawasan sehingga perlindungan kawasan sangat penting karena kawasan lindung Sungai Lesan memiliki jumlah jenis dan tingkat keanekaragaman yang cukup tinggi. Kata kunci: Keanekaragaman hayati; Amfibi; Kalimantan Timur
SUMMARY RAHMAT ABDIANSYAH. E34061615. Amphibians Diversity in Lesan River Protected Area, East Kalimantan. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI and AGUS PRIYONO KARTONO. Research on amphibian species diversity was conducted from July-August 2010 on Forest Protected Area of Lesan River, Berau regency, East Borneo. Data was collected at three observation plots which are: Lejak watercourse, Lejak River and Lesan River. The method used is Visual Encounter Survey (Ves). The data captured include the type, number of individuals of each species amphibi, the size of the snout-vent length of body length from snout to the cloaca, gender, current time whenspecies was found, the behavior and position of animals in their habitat environment. Based on the observations, found 31 species of amphibians from five families of Bufonidae (5 types), Megophryidae (4 species), Microhylidae (3 types), Ranidae (11 species), and Rhacophoridae (8 types). Of the total 217 individuals were found to consist of 31 species, family Ranidae has the greatest number of all individual which were found (75.11%) and the number of individuals who at least found is the family Microhylidae (1.38%). Shannon diversity index (H ') in aquatic habitats (1.77) higher compared with H’ terrestrial (1.29). This is because the number of species and individuals found in aquatic habitats is relatively higher than in terrestrial habitats. Evenness (E) in aquatic habitats (0.86) higher compared with E terrestrial (0.69). The results suggest that protected areas Lesan River still support the diversity amphibians, especially plot observations Lejak river that has a fairly high diversity. Therefore, protected areas should receive attention Lesan River area managers so that protection is very important because the area of protected areas Lesan River has a number of types and levels of diversity is quite high. Key words: Biodiversity; Amphibians; East Borneo
STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN LINDUNG SUNGAI LESAN, KALIMANTAN TIMUR
RAHMAT ABDIANSYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
skripsi
berjudul
“Studi
Keanekaragaman Jenis Amfibi di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pemimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
Rahmat Abdiansyah NRP E34061615
Judul Penelitian : Keanekaragaman Jenis Amfibi di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur Nama
: Rahmat Abdiansyah
NRP
: E34061615
Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua,
Anggota,
Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si. NIP. 19651114 199002 2 001
Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. NIP. 19660221 199103 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir Sambas Basuni, M.S. NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Rahmat Abdiansyah dilahirkan di Kisaran, Sumatera Utara pada tanggal 10 Juli 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rusdi dan Ibu Abidah. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1992 di TK Bustanul Athfall Labuhan Batu dan lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan Sekolah Dasar di SDN 112280 Aek Kanopan dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2000 penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Aek Kanopan dan lulus pada tahun 2003, setelah itu melanjutkan ke SMAN 1 Aek Kanopan pada taun 2003 dan lulus pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI dan pada tahun 2007 diterima pada program mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota dan pengurus Biro Sosial Lingkungan serta Kelompok Pemerhati Herpetofauna pada organisasi HIMAKOVA periode 2007-2009, dan pernah menjadi ketua Biro Sosial Lingkungan pada periode 2008-2009. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain: Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Simpang Jawa Barat (2008) dan Cagar Alam Rawa Danau Jawa Barat (2009), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (2008), Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap dan Baturraden (2008), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2009), serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Merbabu (2010). Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjan Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi berjudul ”Keanekaragaman Amfibi di Kawasan Lindung Sungai Lesan Kabupaten Berau Kalimantan Timur” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. I.r. Agus Priyono Kartono, M.Si.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil `aalamiin. Puji dan syukur dipanjatkan ke-Hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Salawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si. dan Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan semangat, nasehat dan bimbingannya. 2. Orang tuaku tercinta yaitu Bapak Rusdi Nasution dan Ibu Abidah Sitorus serta adikku Muhammad Rizki Nauli dan Abangku Hatta Agus Kurniawan S.Pi yang memberikan doa, dorongan serta semangat selama kegiatan penelitian ini. 3. Ir. Iwan Hilwan, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Silvikultur serta Ir. Edhi Sandra, M.Si sebagai ketua siding. Terimakasih atas arahan dan masukan untuk penulis. 4. Pihak TNC (The Nature Conservancy) atas kesediaannya memberikan segala fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Kawasan Lindung Sungai Lesan. 5. Bu Rondang yang telah bersedia menemani penelitian ini serta segala bantuan dan motivasinya selama proses penulisan. 6. Mas Nardi, Mas Pur, Mas Jas, Mas Sudi dan seluruh pegawai TNC Berau yang telah menemani dan mendampingi penulis selama di lapang serta membantu segala proses yang dibutuhkan selama penelitian. 7. Saudara dan sahabat perjuangan penelitian Arief Tajalli atas bantuan dan kebersamaan di lapangan untuk melewati hari-hari penuh pelajaran yang berharga. 8. Noor Aeni dan Reni Lestari yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi sampai seminar dan Ujian akhir.
9. Keluarga Besar KSHE 43 Cendrawasih tanpa terkecuali, atas segala kebersamaan, kekompakkan, kekeluargaan, persaudaraan serta semua hal yang telah dilakukan bersama hingga menjadi pengalaman dan pembelajaran hidup yang sangat berarti bagi penulis. 10. Keluarga besar HIMAKOVA, Khususnya periode kepengurusan tahun 20072009 atas segala kebersamaan, kekompakkan, serta pengalaman yang telah dilalui. 11. Saudara dan sahabat seperjuangan di KSHE (Bang Bery, Agung, Didit, Fajar, Domi, Stefhen, Haray, Catur radit, TooCooL, Akmal, Afroh, Iman, Dinen dan Bucok) atas kebersamaan melewati hari-hari penuh pengalaman dan kenangan. 12. Arniana Anwar atas dorongan semangat, motivasi dan bantuan yang diberikan kepada penulis. 13. Tim Dota Tangkaran (Ary Chim, Septian, Irham, Adam, Adis, Faith, Yasa, Mundi, Ashary, Mamat, Daud, dll) atas kebersamaannya dalam permainan Dota. 14. Keluarga Besar DKSHE atas bantuannya yang sudah membantu penulis selama menuntut ilmu di IPB. 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini apapun bentuknya.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penyusun panjatkan ke-Hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Salawat dan salam penyusun panjatkan kepada suri tauladan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penelitian ini berjudul “Studi Keanekaragaman Jenis Amfibi di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si. dan Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. Kawasan lindung Sungai Lesan merupakan wilayah bekas HPH. Pengelolaan kawasan ini dilakukan oleh The Nature Coservancy (TNC) dan bekerja sama dengan masyarakat lokal. Sebagai suatu kawasan lindung, Sungai Lesan membutuhkan data dan informasi tentang keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya agar pengelolaannya lebih optimal. Oleh karena itu penulis mencoba melakukan penelitian tentang keanekaragaman amfibi di berbagai habitat pada Kawasan Lindung Sungai Lesan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala bentuk kritik dan masukan yang bertujuan untuk memperbaiki skripsi ini sangat diharapkan penulis. Akhir kata penulis hanya dapat berharap semoga karya yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, 29 September 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
i iii iv v
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... 1.1. Latar Belakang......................................................................... 1.2. Tujuan ...................................................................................... 1.3. Manfaat ....................................................................................
1 1 2 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1. Taksonomi ............................................................................... 2.2. Ekologi .................................................................................... 2.3. Habitat ..................................................................................... 2.4. Penyebaran dan Keanekaragaman Amfibi di Kalimantan .............................................................................. 2.5. Konservasi Katak di Kalimantan ............................................. 2.6. Status Amfibi di Dunia ............................................................
3 3 4 5
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 3.1. Lokasi dan Waktu .................................................................... 3.2. Alat dan Bahan ........................................................................ 3.3. Pengumpulan Data................................................................... 3.3.1. Jenis data yang dikumpulkan ........................................ 3.3.2. Teknik pengumpulan data ............................................. 3.4. Analisis Data ............................................................................
9 9 9 10 10 11 13
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN .............................. 4.1. Letak Kawasan Lindung Sungai Lesan ................................... 4.2. Kondisi Iklim ........................................................................... 4.3. Kondisi Hidrologi .................................................................... 4.4. Topografi ................................................................................. 4.5. Kondisi Penutupan Lahan........................................................ 4.6. Tingkat Bahaya Erosi .............................................................. 4.7. Keanekaragaman Flora dan Fauna .......................................... 4.8. Sosial Budaya .......................................................................... 4.9. Kondisi setiap Plot Pengamatan yang diteliti .......................... 4.9.1. Anak Sungai Lejak ........................................................ 4.9.2. Sungai Lejak .................................................................. 4.9.3. Sungai Lesan .................................................................
15 15 15 16 16 16 17 17 18 19 19 20 22
BAB V
24 24 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 5.1. Hasil Penelitian ........................................................................ 5.1.1. Keanekaragaman jenis Anura ........................................ (i)
6 7 8
5.1.2. Sebaran Ekologis ........................................................... 5.1.3. Kisaran ukuran tubuh .................................................... 5.1.4. Aktifitas saat dijumpai ................................................... 5.2. Pembahasan .............................................................................
28 29 29 30
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 6.1. Kesimpulan .............................................................................. 6.1. Saran ........................................................................................
44 44 44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
45
LAMPIRAN ...................................................................................................
49
(ii)
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Alat dan bahan yang digunakan...............................................................
10
2.
Daftar jenis amfibi yang ditemukan di lokasi penelitian .........................
26
3.
Kisaran posisi beberapa jenis Anura saat ditemukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan ............................................................................
28
Kisaran ukuran tubuh (SVL) beberapa jenis Anura di Kawasan Lindung Sungai Lesan Kalimantan Timur ..............................................
29
Perbandingan jumlah Anura (terestrial dan akuatik) yang ditemukan di Pulau Kalimantan .............................................................
31
Perbandingan jumlah Anura (akuatik) yang ditemukan dari hasil beberapa penelitian di Borneo ................................................................
32
Pembagian anura yang ditemukan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan Inger & Stuebing (1997) ....................................................
37
4. 5. 6. 7.
(iii)
DAFTAR GAMBAR Halaman
No. 1.
Peta kawasan hutan lindung sungai Lesan ..............................................
9
2.
Ukuran SVL (Snout Vent Length) pada katak (garis hitam a – b) ...........
10
3.
Jalur terestrial anak Sungai Lejak dan kubangan dalam jalur ................
19
4.
Jalur akuatik anak Sungai Lejak ..............................................................
20
5.
Jalur terestrial Sungai Lejak ....................................................................
21
6.
Jalur akuatik Sungai Lejak ......................................................................
21
7.
Jalur terrestrial pertama Sungai Lesan (kubangan) .................................
22
8.
Jalur terestrial kedua Sungai Lesan .........................................................
23
9.
Jalur akuatik Sungai Lesan ......................................................................
23
10. Grafik penambahan jenis .........................................................................
26
11. Nilai indeks keanekaragaman jenis .........................................................
27
12. Nilai indeks kemerataan jenis ..................................................................
27
(iv)
DAFTAR LAMPIRAN No. 1. 2. 3.
Halaman Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan............................................................................................
50
Data iklim (suhu air, suhu udara, kelembaban, dan cuaca) di lokasi penelitian .......................................................................................
77
Data nilai keanekaragaman jenis (H’ dan E) ...........................................
78
(v)
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Amfibi merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang menghuni
habitat perairan, daratan hingga arboreal. Menurut Kusrini (2009) amfibi merupakan salah satu biota yang kurang mendapat perhatian dalam penelitian di Indonesia meskipun keberadaannya memiliki peranan penting sebagai bagian dari rantai makanan dan juga memiliki berbagi kegunaan bagi manusia. Amfibi merupakan indikator yang baik untuk menilai kondisi hutan karena amfibi sangat sensitif terhadap ekologi dan perubahan iklim (Iskandar 2001). Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar kedua di Indonesia setelah Irian Jaya dan sebagai pulau dengan beragam ekosistem dari pantai sampai pegunungan, belum banyak dilakukan penelitian mengenai amfibi sehingga informasi mengenai amfibi di pulau Kalimantan masih terbatas, baik komposisi jenis maupun penyebarannya, kecuali di Sabah dan Sarawak yang telah diteliti dan disurvei secara intensif oleh para ahli sejak dahulu (Zainuddin et al. 2002), antara lain di Nanga Terkalit Sarawak (Voris & Inger 1996) dan di bagian Sabah dan Sarawak (Inger & Stuebing 1991). Catatan mengenai keanekaragaman amfibi antara lain bisa ditemukan dari hasil survei yang tidak dipublikasikan dalam jurnal seperti penelitian di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (HIMAKOVA 2008), Hutan Lindung Beratus (Mistar 2008), Taman Nasional Gunung Palung (Mediyansyah 2008), Taman Nasional Betung Kerihun (Iskandar et al. 1998) dan HPH PT Intracawood Manufacturing Kalimantan Timur (Utama 2003). Di pulau Kalimantan kini tercatat sebanyak 141 jenis katak yang termasuk kedalam enam famili, 88 jenis diantaranya (62,41%) merupakan jenis endemik (Inger dan Voris 2001). Keanekaragaman jenis merupakan salah satu variabel yang berguna bagi tujuan manajemen dalam konservasi. Perubahan dalam kekayaan jenis dapat digunakan sebagai dasar dalam memprediksi dan mengevaluasi respon komunitas tersebut terhadap kegiatan manajemen (Nichols et al. 1998). Menurut SK Dirjen Pelestarian Hutan dan Perlindungan Alam (PHPA) No. 129 Tahun 1996, kawasan hutan lindung merupakan salah satu bagian dari kawasan konservasi yang
2 berfungsi sebagai pengawet keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya agar tidak punah. Kawasan Lindung Sungai Lesan merupakan kawasan yang memiliki luas kawasan 11.342,61 ha yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Tingkat keanekaragaman mamalia dan burung sudah diketahui di kawasan ini, tetapi keberadaan amfibi di kawasan ini belum diketahui tingkat keanekaragaman jenisnya dikarenakan di kawasan ini belum pernah dilakukan penelitian amfibi. Penelitian tentang keanekaragaman amfibi di kawasan lindung Sungai Lesan perlu dilakukan agar dapat mengetahui tingkat keanekaragaman yang dapat digunakan sebagai data informasi bagi pengelola Kawasan Lindung Sungai Lesan. 1.2
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Menentukan tingkat keanekaragaman jenis amfibi di Kawasan Lindung Sungai Lesan.
2.
Membandingkan komposisi jenis di setiap plot pengamatan di Kawasan Lindung Sungai Lesan.
1.3
Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian keanekaragaman amfibi adalah
untuk melengkapi data dan informasi jenis amfibi di kawasan lindung Sungai Lesan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi badan pengelola untuk dapat mengelola kawasan lindung khususnya pengelolaan satwa liar.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Taksonomi Katak dengan warna kulitnya, cara hidup, hingga bentuknya yang
beranekaragam menjadi daya tarik tersendiri. Hampir semua orang mengenal katak atau kodok, terutama karena ekologinya yang khas yaitu mengalami metamorfosis. Akan tetapi, tidak banyak orang yang mengetahui bahwa katak (anura) bukan satu-satunya amfibi. Selain katak (anura) masih ada bangsa Caudata atau salamander yang tidak dijumpai di Indonesia dan bangsa Gymnophiona atau sesilia yang berbentuk menyerupai cacing (Kusrini 2009). Amfibi merupakan vertebrata pertama yang beralih dari darat ke air. Diketahui bahwa jenis amfibi pertama yang beralih dari darat ke air adalah Ichthyostega dan Acanthostega (Cogger & Zweifel 2003). Amfibi menghuni habitat yang sangat bervariasi, dari tergenang di bawah permukaan air sampai yang hidup di puncak pohon yang tinggi (Iskandar 1998). Menurut Cogger (1999) amfibi terbagi menjadi tiga bangsa atau kelompok besar yaitu salamander (Caudata), sesilia (Gymnophiona), dan katak (Anura). Bangsa Caudata atau salamander merupakan satu-satunya bangsa yang tidak terdapat di hampir seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Daerah terdekat yang dihuni salamander adalah Vietnam Utara dan Thailand Utara. Ordo Gymnophiona atau yang lebih dikenal dengan sebutan sesilia merupakan satwa yang dianggap langka dan sulit diketahui keberadaannya di alam. Jumlah jenis dari ordo ini adalah sebanyak 170 jenis dari seluruh jenis amfibi. Ichthyophiidae merupakan salah satu famili yang terdapat di Asia Tenggara. Tidak semua ordo dalam kelas amfibi terdapat di Indonesia (Iskandar 1998). Caudata merupakan satu-satunya ordo dari Amfibi yang tidak terdapat di Indonesia. Ordo Anura terdiri dari katak dan kodok. Menurut laporan IUCN (2008) saat ini terdapat lebih dari 6.260 jenis Anura di dunia dan di Indonesia memiliki sekitar 363 jenis. Di Indonesia terdapat sepuluh famili dari Ordo Anura yang ada di dunia. Famili-famili tersebut adalah Bombinatoridae (Discoglossidae), Megophryidae (Pelobatidae), Bufonidae, Lymnodynastidae, Myobatrachidae, Microhylidae, Pelodryadidae, Ranidae, Rhacophoridae dan Pipidae (Iskandar 1998).
4
2.2
Ekologi Amfibi hidup selalu berasosiasi dengan air karena air dapat menjaga
perubahan temperatur pada tubuhnya sehingga amfibi selalu berada dekat dengan air (Iskandar 1998). Menurut Hofrichter (2000) jumlah air dalam tubuh kira – kira 70 – 80% dari berat tubuh amfibi. Ada beberapa jenis amfibi yang tinggal tidak dekat dengan air, sehingga mereka menggunakan berbagai strategi untuk mempertahankan air di dalam tubuhnya. Amfibi bernafas dengan meggunakan paru-paru, sedangkan pada berudu (amfibi muda) umumnya bernafas dengan menggunakan insang. Pada saat metamorfosis, terjadi perubahan morfologis dimana berudu yang berbentuk ikan dan bernapas dengan meggunakan insang berubah menjadi vertebrata bertungkai dan bernafas dengan paru-paru. Menurut Mistar (2003) air merupakan keharusan dalam fase berudu dan fase berudu merupakan bagian dari proses evolusi pada amfibi yang paling komplek, dan apabila gagal dalam fase ini maka selamanya tidak akan pernah menjadi katak atau kodok. Pada umumnya amfibi tinggal di daerah berhutan yang lembab dan beberapa spesies seluruh hidupnya tidak bisa lepas dari air (Iskandar 1998). Sekitar 70 sampai 80% dari berat tubuhya adalah air (Kminiak 2000). Amfibi membutuhkan kelembaban yang cukup untuk melindungi diri dari kekeringan pada kulitnya (Iskandar 1998). Hal ini karena kulit pada amfibi digunakan untuk pernapasan selain paru-paru (Lametschwandtner & Tiedemann 2000). Amfibi merupakan spesies yang menghabiskan siklus hidupnya dalam habitat riparian dan memanfaatkan sungai untuk berkembangbiak dan perkembangan larva (Inger & Vorris 1993). Amfibi merupakan satwa poikilotherm atau ektotermik yang berarti amfibi tidak dapat menggunakan proses metabolisme di dalam tubuhnya untuk dijadikan sebagai sumber panas, tetapi amfibi memperoleh sumber panas dari lingkungan untuk mendapatkan energi. Oleh karena itu amfibi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap kondisi lingkungan (Mistar 2003). Untuk mempertahakan diri dari pemangsa dan penyakit, amfibi mempunyai berbagai bentuk mekanisme pertahanan diri. Menurut Iskandar (1998) cara amfibi untuk mempertahankan diri dari bahaya antara lain:
5
1.
Mengandalkan kaki belakang untuk melompat dan menghindar
2.
Berkamuflase dengan lingkungan untuk menghindari predator
3.
Mengeluarkan racun dari kulitnya. Amfibi tidak memiliki alat fisik untuk mempertahankan diri. Sebagian besar
anura melompat untuk melarikan diri dari predator. Jenis-jenis yang memiliki kaki yang relatif pendek memiliki strategi dengan cara menyamarkan
warnanya
menyerupai lingkungannya untuk bersembunyi dari predator. Beberapa jenis anura memiliki kelenjar racun pada kulitnya, seperti pada famili Bufonidae (Iskandar 1998). 2.3
Habitat Berdasarkan habitatnya, katak hidup pada daerah pemukiman manusia,
pepohonan, habitat yang terganggu, daerah sepanjang aliran sungai atau air yang mengalir, hutan primer dan sekunder (Iskandar 1998). Menurut Mistar (2003) habitat utama amfibi adalah hutan primer, hutan rawa, sungai besar, sungai sedang, anak sungai, serta kolam dan danau. Amfibi mempunyai habitat yang sangat bervariasi, dari genangan di bawah permukaan air sampai yang hidup di puncak pohon yang tinggi. Kebanyakan jenis hidup di kawasan berhutan dan ada juga hidup di sekitar sungai dan tidak pernah meninggalkan sungai. Tidak ada jenis katak yang tahan terhadap air asin atau air payau, kecuali pada dua jenis katak, salah satunya adalah Fejervarya cancrivora atau katak sawah, jenis katak yang sangat dekat hubungannnya dengan kegiatan manusia (Iskandar 1998). Mistar (2003) mengelompokkan amfibi menjadi empat menurut tipe habitat dan kebiasaan hidupnya, yaitu: 1.
Terestrial-hidup di atas permukaan tanah, diantaranya Megophrys nasuta, M. montana, M. aceras, Bufo quadriporcatus, B. parvus, Pedostibes hosii, Kalophrynus pleurostigma, K. punctatus, Rhacophorus sp, Philautus.
2.
Arboreal-kelompok yang hidup di atas pohon yang diwakili oleh famili: Rhacophoridae, dua spesies family Microhylidae dan satu spesies katak puru pohon Pedostibes hosii.
6
3.
Akuatik-kelompok amfibi yang sepanjang hidupnya selalu terdapat di sekitar sungai atau air diantaranya Bufo asper, B. juxtasper, Occidozyga sumatrana, Rana kampeni, R. sigana; Limnonectes spp.
4.
Fossorial-kelompok yang hidup di dalam lubang-lubang tanah yamg diwakili oleh family Microhylidae.
2.4
Penyebaran dan Keanekaragaman Amfibi di Kalimantan Amfibi dapat hidup di berbagai tipe habitat mulai dari hutan pantai, hutan
dataran rendah hingga hutan pegunungan yang esktrim, kecuali daerah kutub dan gurun (Mistar 2003). Ordo Gymnophiona terdapat di wilayah tropis dan subtropis (Nussbaum 1998). Di Indonesia Ordo Gymnophiona dapat ditemukan di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Ordo Caudata tidak ditemukan di Indonesia, tetapi daerah terdekat yang dapat ditemukan ordo ini adalah Vietnam Utara dan Thailand Utara (Iskandar 1998). Borneo adalah nama Kalimantan secara keseluruhan yang merupakan pelabuhan keanekaragaman hayati endemik termasuk didalamnya amfibi dan reptil. Menurut Mistar (2008) terdapat 100 jenis amfibi endemik yang terdapat di Kalimantan.
Salah
satu
jenis
endemik
Kalimantan
yaitu
Borbourula
kalimantanensis yang merupakan katak yang tidak mempunyai paru-paru (Bickford et al. 2008). Ordo anura terdapat diseluruh Indonesia dari Sumatera sampai Papua (Iskandar 1998). Amfibi yang ditemukan di Kalimantan terdiri atas Ichtyophidae, Bufonidae, Megophryidae, Microhylidae, Ranidae, Rhacophoridae. Menurut Inger & Voris (2001) tingkat kesamaan jenis katak di Jawa dengan Kalimantan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kesamaan jenis katak di Jawa dengan Sumatera. Katak yang terdapat di Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan dan Jawa berasal dari wilayah gugusan Sunda Besar. Di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya ditemukan 29 jenis yang termasuk dalam enam famili, yakni: Ichtyophidae, Bufonidae, Megophryidae, Microhylidae, Ranidae, dan Rhacophoridae (HIMAKOVA 2008). Mediyansyah (2008) menemukan 25 jenis amfibi di Gunung Palung Kabupaten Ketapang, sedangkan Mediyansyah dan Rachman (2010) menemukan 30 jenis amfibi dari 6
7
famili di Gunung Palung Kabupaten Ketapang. Mistar (2008) menemukan 37 jenis amfibi dari 6 famili di hutan lindung Beratus dan 20 jenis amfibi yang ditemukan di areal kerja PT. Sari Bumi Kusuma (Mistar 2008). Di areal HPH PT Intracawood Manufacturing ditemukan 27 jenis amfibi dari 5 famili (Utama 2003) dan Iskandar et al. (1998) menemukan 55 jenis amfibi (termasuk satu jenis yang tidak umum, Ichthyopis sp) yang termasuk kedalam 6 famili di Taman Nasional Betung Kerihun. 2.5
Konservasi Katak di Kalimantan Pulau Kalimantan merupakan pulau yang sangat besar, kira-kira 1200 km
dari Utara ke Selatan dan dari Timur ke Barat dengan variasi topografi yang besar dan elevasi maksimum 4100 m (Inger 2003), belum banyak dilakukan penelitian mengenai amfibi, padahal banyak jenis baru yang mungkin ditemukan. Konsumsi katak oleh manusia dalam beberapa kasus jarang menimbulkan masalah jika dibandingkan dengan perubahan habitat. Salah satu jenis asli penghuni hutan yang mungkin dapat terpengaruh oleh perubahan yaitu Limnonectes leporinus karena jenis ini lambat perkembangbiakannya (Inger & Stuebing 1997). Menurut Veith et al. (2004) keanekaragaman amfibi yang tinggi di Kalimantan dijelaskan oleh beberapa faktor: (i) Borneo terletak di khatulistiwa yang memiliki daerah tropis yang lembab. (ii) Borneo berulang kali terhubung dan terputus dari daratan dan pulau-pulau lainnya. (iii) Tingkat endemik yang tinggi (misal, 25% ular, 45% kadal, dan 65% katak). Kesamaan jenis antara amfibi melayu dan amfibi sumatera jauh lebih besar daripada amfibi Borneo (Inger & Vorris 2001). Ancaman utama keanekaragaman hayati saat ini adalah hilangnya habitat, fragmentasi habitat dan penangkapan atau perburuan terhadap keanekaragaman yang tidak sesuai dengan tingkat pengembaliannya (Primack et al. 1998). Dengan semakin meningkatnya kerusakan habitat amfibi dan perburuan amfibi untuk dibudidayakan dan di konsumsi manusia, dikhawatirkan jumlah spesies amfibi akan semakin menurun serta proses kepunahan akan berjalan cepat.
8
2.6
Status Amfibi di Dunia Tahun 2008 IUCN melaporkan hasil analisis 650 pakar amfibi dari 60
negara terhadap status amfibi. Data dari hasil studi itu menjadi dasar untuk konservasi amfibi global dan digunakan untuk merancang menyelamatkan amfibi dari penurunan populasi. Hasil penelitian tersebut antara lain menyatakan: 1. Hampir sepertiga (32%) spesies amfibi di dunia terancam punah, 43% tidak terancam, dan 25% memiliki data yang cukup untuk menentukan status ancamannya. 2. Sebanyak 159 spesies amfibi mungkin sudah punah, setidaknya 38 spesies yang diketahui punah, salah satunya punah di alam, sedangkan 120 spesies lainnya belum ditemukan dalam beberapa tahun terakhir dan kemungkinan punah. 3. Setidaknya 42% dari semua spesies mengalami penurunan populasi dan kurang dari satu persen spesies menunjukkan peningkatan populasi. 4. Jumlah spesies terancam terbesar terjadi di negara Amerika Latin seperti Kolombia (214), Meksiko (211), dan Ekuador (171). Namun, tingkat ancaman tertinggi berada di Kribia dimana lebih dari 80% spesies amfibi terancam punah. Jumlah jenis amfibi yang diketahui di dunia mengalami perubahan seiring dengan makin banyaknya penelitian. Laporan IUCN tahun 2008 menyatakan pada tahun 2004 terdapat 5.743 spesies amfibi di dunia dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 5.918 serta tahun 2008 sampai sekarang terdapat 6.260 spesies amfibi. Tidak semua spesies tambahan merupakan spesies baru, tetapi beberapa spesies merupakan subspesies yang dijadikan spesies.
9
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan
data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur (Gambar 1).
Gambar 1. Peta Kawasan lindung Sungai Lesan. 3.2
Alat dan Bahan Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah keanekaragaman amfibi di
kawasan lidung Sungai Lesan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
10
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian No. Alat A. Pembuatan transek pengamatan 1. Meteran (50m) 2. Kompas 3. Alat GPS 4. Tali rafia 5. Peta B. Pengumpulan spesimen 1. Headlamp dan baterai 2. Kantong spesimen 3. Spidol permanen 4. Jam tangan/stop watch 5. Alat tulis 6. Buku panduan identifikasi jenis amfibi 7. Kaliper 8. Timbangan/neraca pegas (5, 10, 100, 250 gr) 9. Tabung sampel 10. Kapas 11. Alat suntik 12. Kertas label dan benang 13. Kaca pembesar C. Pengukuran faktor lingkungan 1. Termometer 2. Higrometer 3. pH meter D. Alat Dokumentasi 1. Kamera, film dan baterai
Penggunaan Pengukuran panjang transek Pengukuran arah transek Pembuatan transek dan titik lokasi Penandaan transek pengamatan Penentuan lokasi pembuatan transek Alat penerang survey malam Tempat pengumpulan spesimen sementara Penulisan label Pengukur waktu Pencatatan data lapangan identifikasi jenis amfibi Pengukuran panjang tubuh amfibi (SVL) Pengukuran berat tubuh amfibi Tempat penyimpanan spesimen Pembuatan spesimen Pengawetan spesimen Label spesimen Pengamatan ciri amfibi Pengukuran suhu udara dan air Pengukuran kelembaban udara Pengukuran kemasaman air Pengambilan foto
Bahan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% yang digunakan untuk pengawetan spesimen. 3.3
Pengumpualan Data
3.3.1
Jenis data yang dikumpulkan Adapun jenis-jenis data yang dikumpulkan yaitu :
1. Data satwa amfibi, meliputi : jenis, jumlah individu tiap jenis, ukuran snout-vent length yaitu panjang tubuh dari moncong hingga kloaka tiap jenis, waktu saat ditemukan, perilaku dan posisi satwa di lingkungan habitatnya.
Gambar 2 Ukuran SVL (Snout Vent Length) pada katak (garis hitam : a - b).
11
2. Data habitat berdasarkan checklist Heyer et al. (1994), meliputi: tanggal dan waktu pengambilan data, nama lokasi, substrat/lingkungan tempat ditemukan, tipe vegetasi dan ketinggian, posisi horisontal terhadap badan air, posisi vertikal terhadap permukaan air, suhu udara, suhu air, kelembaban udara dan pH air. 3. Data sekunder yang diperlukan adalah informasi tentang amfibi yang pernah ditemukan dan studi literatur tentang amfibi pada habitatnya. Selain itu, curah hujan dan iklim dari stasiun klimatologi setempat juga diperlukan untuk menunjang data habitat. 3.3.2 Teknik pengumpulan data Metode yang digunakan dalam pengambilan data keanekaragaman amfibi yaitu Survei Penjumpaan Visual (Visual Encounter Survey) (Heyer et al. 1994) dan time search selama 2 jam. Teknik pelaksanaan metode di lapangan yaitu : 1) Orientasi lapangan dan penjelajahan sebagai langkah awal. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan karakteristik habitat di setiap lokasi penelitian sehingga mempermudah penentuan lokasi. 2) Penetapan lokasi survei. Setiap plot pengamatan dibuat dua jalur yaitu akuatik dan terestrial kemudian dilakukan dua kali ulangan untuk setiap jalurnya. Jalur pengamatan (akuatik & terestrial) dibuat lurus sepanjang ±400 meter, dan menandai jalur untuk setiap 10 m. Sedangkan lebar jalur dibuat sejauh 5 m pada kanan dan kiri jalur, hal ini dilakukan untuk mempermudah pencarian. Untuk metode time search dilakukan pencarian selama 2 jam tidak tergantung pada panjang dan lebar jalur. 3) Penangkapan dan pengumpulan sampel dilakukan dengan mendatangi jalur pengamatan pada malam hari selama dua kali ulangan untuk setiap jalur. Pengamatan malam hari dilakukan pada pukul 19.00-22.00. Pencarian amfibi dilakukan dengan bantuan senter. Pengamatan dimulai saat di titik nol pada jalur dan difokuskan pada tempat-tempat yang diperkirakan menjadi sarang atau tempat persembunyian amfibi, seperti ranting pohon, di bawah kayu lapuk, diantara akar-akar pohon, di celah – celah batu, di lubang bawah tanah, di bawah tumpukan serasah, atau di tepi sungai. Setiap individu amfibi yang terlihat akan ditangkap lalu
12
dimasukan ke dalam kantong plastik untuk kemudian dicatat waktu ditemukan, aktivitas/perilaku, posisi horizontal dan vertikal, tipe subtrat, dan informasi lain (Heyer et al. 1994). 4) Pengawetan spesimen amfibi yang belum teridentifikasi. Jenis-jenis yang sudah diketahui namanya dilepas kembali ke habitat semula. Sementara untuk jenis-jenis yang belum teridentifikasi dibuat spesimen. Amfibi yang diawetkan hanya diambil maksimal dua individu untuk setiap jenis. Sementara
untuk jenis yang umum dan sudah teridentifikasi hanya
diambil gambarnya secara menyeluruh. Tata cara preservasi yaitu : - Terlebih dahulu identifikasi terhadap ciri umum dan ambil gambar pada saat spesimen masih hidup. Lalu menyiapkan alat dan bahan preservasi. - Sebelum dimatikan, spesimen dibuat pingsan dengan cara memasukan ke dalam air yang sudah dicampur dengan MS222. Setelah itu, amfibi dimatikan dengan cara menyuntik amfibi dengan alkohol 70% dibagian bawah tengkorak. - Setelah mati, spesimen disuntik dengan alkohol 70% ke dalam bagian tubuh seperti perut, femur, tibia, tarsus dan bisep. - Sebelum spesimen kaku, mulut spesimen dimasukan kapas untuk memudahkan identifikasi dan diberi kertas label yang berisi keterangan spesimen tesebut. - Untuk sementara spesimen tersebut dimasukkan ke dalam kotak yang telah beralaskan kapas yang sudah dibasahi alkohol 70%. Bentuk spesimen diatur supaya mudah untuk keperluan identifikasi. - Spesimen kemudian dipindahkan ke dalam botol yang berisi alkohol 70% sampai terendam. 5). Setelah spesimen dipreservasi kemudian akan diidentifikasi. Identifikasi jenis amfibi dengan menggunakan buku
panduan identifikasi amfibi
“Frogs of Borneo” (Inger & Stuebing, 1997) dan buku panduan lapangan amfibi & reptil di areal Mawas Provinsi Kalimantan Tengah (Mistar 2008) dengan penamaan spesies mengikuti Iskandar dan Colijn (2000). Jenis anura yang ditemukan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok anura seperti: anura terestrial, akuatik dan arboreal. Pengelompokan jenis
13
anura ini berdasarkan hasil temuan di lapangan serta studi literatur yang menggunakan literatur Inger & Stuebing (1997). Adapun data habitat yang diambil berupa data suhu dan kelembaban hanya diambil di satu titik lokasi karena posisi lokasi yang dekat sehingga diasumsikan bahwa mempunyai nilai suhu dan kelembaban yang sama, hal ini dinyatakan oleh Handoko (1995) bahwa suhu di permukaan bumi akan berubah dan makin rendah dengan bertambahnya lintang. Suhu, kelembaban serta cuaca diambil setiap kali kegiatan pengamatan dilakukan. Komponen habitat yang diamati meliputi kondisi cuaca, suhu udara, kelembaban udara, suhu air, pH air, rata-rata lebar badan air, rata-rata kedalaman badan air, substrat dasar perairan, jenis dan komposisi vegetasi 3.4. Analisis Data 1. Keanekaragaman jenis amfibi Untuk mengetahui keanekaragaman jenis digunakan Indeks Shannon-Wiener (Brower & Zar 1997). Nilai ini kemudian akan digunakan untuk membandingkan kenekaragaman amfibi berdasarkan habitatnya.
H'
N ln N ni
ni
Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Weiner ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah individu seluruh jenis 2. Kemerataan jenis amfibi Kemerataan jenis (Evenness) dihitung untuk mengetahui derajat kemerataan jenis pada lokasi penelitian (Bower & Zar 1977). E
H' lnS
Keterangan: E = Indeks kemerataan jenis H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S = Jumlah jenis yang ditemukan
14 3. Frekuensi jenis Frekuensi jenis dan frekuensi relatif dapat dihitung untuk mengetahui jenis yang paling sering ditemukan di lokasi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Frekuensi Jenis
Jumlah plot ditemukan jenis Jumlah total plot pengamatan
15
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Letak Kawasan Lindung Sungai Lesan Kawasan lindung Sungai Lesan terletak di Kecamatan Kelai Kabupaten
Berau Kalimantan Timur dalam koordinat antara 01032’20,26”-01040’29,67” Lintang Utara dan antara 117003’58,19”-117011’13,47” Bujur Timur, dengan luasan 12.192 ha, kawasan tersebut terbagi dalam wilayah administrasi empat kampung yaitu Lesan Dayak, Muara Lesan, Sidobangen, dan Merapun. Kawasan Lindung Sungai Lesan sebelah Utara berbatasan dengan Sidobangen, sebelah Timur dengan Lesan Dayak dan Muara Lesan; sebelah Selatan berbatasan dengan kampung Merapun dan sebelah Barat berbatasan dengan HPH PT. Mardhika Insan Mulia dan PT. Karya Lestari (PEMDA Berau 2005). Menurut surat rekomendasi Gubernur Kalimantan Timur No. 521/9038/EK tanggal 10 November 2005 tentang perubahan kawasan yang ditujukan kepada menteri Kehutanan, luasan kawasan yang direkomendasikan mencapai 11.342,61 ha dari luasan 12.192 ha yang diusulkan oleh bupati Berau. Berkurangnya luasan kawasan tersebut disebabkan adanya kajian ulang Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur yang menemukan bahwa sebagian wilayah Kawasan Lesan yang semula diusulkan merupakan wilayah IUPHHKT PT. Belantara Pusaka. 4.2
Kondisi Iklim Stasiun iklim terdekat yang ada diwilayah ini terletak di desa Merasa dan
stasiun iklim camp 37 PT. Inhutani I Labanan (berjarak sekitar 30 km dari kawasan lindung Sungai Lesan), serta stasiun iklim Kalimarau (berjarak kurang lebih 130 km dari kawasan lindung Sungai Lesan). Rata-rata curah hujan tahunan selama 30 tahun pencatatan (1971-2000) mencapai 2.012 mm dengan distribusi yang relatif merata sepanjang tahun yaitu tidak mempunyai bulan kering (curah hujan bulanan <100 mm). Bulan basah (curah hujan bulanan >200 mm) terjadi pada bulan November, Desamber, Januari, dan Maret sedangkan sisanya merupakan bulan lembab (curah hujan antara 100-200 mm per bulan). Curah hujan terendah biasanya terjadi pada bulan Juli sampai September. Rata-rata
16
jumlah hari hujan pertahun mencapai 161 hari atau rata-rata tiap bulan terjadi 13 hari hujan. Jumlah hari hujan dibawah rata-rata biasanya terjadi pada bulan Mei sampai September (PEMDA Berau 2005). 4.3
Kondisi Hidrologi Kawasan lindung Sungai Lesan diapit oleh dua sungai yaitu sungai Kelai di
bagian Utara dan Sungai Lesan di bagian Timur. Sungai Kelai merupakan salah satu dari dua sungai utama di Kabupaten Berau, dengan lebar kurang lebih 120 m dan debit air yang stabil sepanjang tahun. Sungai Lesan dengan lebar 30 m adalah salah satu sungai yang memberi kontribusi kepada sungai Kelai atau DAS Sungai Lesan merupakan sub DAS Kelai (bagian Utara). Dalam kawasan juga terdapat beberapa sub DAS yang lain yaitu sub DAS Sungai Lesan dan sub DAS sungai Leja’ (PEMDA Berau 2005). 4.4
Topografi Dari hasil identifikasi melalui sistem informasi data Demographic Elevation
Model (DEM), data-data kontur, data-data RepPProt dan yang lainnya serta pengecekan lapangan, diperoleh informasi tentang kelas lereng dan keadaan topografi kawasan Lesan. Data dari RePPProt tahun 1987 menunjukkan bahwa 10.664 ha atau sekitar 87% areal pada kawasan ini memiliki kelas kemiringan lereng (slope) lebih dari 40%. Kemiringan lahan sangat ekstrim di kawasan Lesan ini menjadi indikator tingkat bahaya erosi sangat berat dan sudah seharusnya dijadikan hutan lindung (PEMDA Berau 2005). 4.5
Kondisi Penutupan Lahan Berdasarkan hasil penafsiran citra landsat dan hasil cek lapangan tim survei
Berau Forest Management Project (BFMP) tahun 1999-2000 diketahui kondisi hutan kawasan ini masih sangat baik (85% hutan bekas tebangan sehat). Kondisi hutan semakin baik karena selama 2000-2007 tidak ada aktifitas yang cukup berat di kawasan ini selain pengambilan hasil hutan non kayu atau non timber forest product (NTFP) dan perburuan terbatas oleh masyarakat sekitar. Kawasan hutan lindung Sungai Lesan terdiri dari hutan bekas tebangan yang masih sehat, hutan
17
bekas tebangan sangat terganggu, hutan tanaman industri dengan komoditi tanaman karet, alang-alang dan belukar (PEMDA Berau 2005). 4.6
Tingkat Bahaya Erosi Dari survei tingkat bahaya erosi diketahui kawasan lindung Sungai Lesan
mempunyai tingkat bahaya erosi ringan sampai berat. Mengacu pada kriteria bahaya erosi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh RLKT Departemen Kehutanan 1994, kawasan lindung Sungai Lesan termasuk dalam tingkat bahaya erosi sedang sampai tinggi. Dengan tingginya nilai erosi di dalam kawasan sangat berat cocok dengan kriteria kelas bahaya erosi untuk hutan lindung dan penyangga yaitu kelas IV-V atau nilai erosi antara 60-180 ton/ha/thn dan diatas 180 ton/ha/thn (PEMDA Berau 2005). 4.7
Keanekaragaman Flora dan Fauna Hutan Sungai Lesan sebagian besar merupakan hutan sekunder. Tercatat ada
45 jenis pohon pakan primata dan sarang Orangutan (Nardiyono 2007). Adapun jenis-jenis pohon yang ditemukan pada kawasan ini adalah jenis pohon jambujambu, kayu kacang, resak, kayu arang, kecundai, majau, meranti merah, ulin, kapur, keranji, medang, kenari, rengas, meranti pandan, pasang, meranti kuning, empilung, mata kucing, mersawa, bengkal, nyatoh, meranti putih, semangkok, terap, sengkuang, penjalin, dan marsolo dan berbagai jeis pohon buah-buahan. Sebagian dari jenis kayu yang ditemui sangat cocok bagi sarang dan pakan Orangutan. Keanekaragaman satwa yang ada di kawasan Sungai Lesan sangat tinggi. Menurut Nardiyono (2007) beberapa jenis satwa yang berhasil diobservasi, tercatat ada 52 jenis mamalia (18 jenis kelelawar), 118 jenis burung, 12 amfibi dan lima jenis reptil. Dari data survei yang dilakukan The Nature Conservancy (TNC) beberapa jenis amfibi yang ditemukan seperti Pedostibes hosii, Ansonia sp, Limnonectes leporinus, Polypedates otilophus dan Limnonectes kuhlii, sedangkan tujuh jenis lainnya belum teridentifikasi yang terdiri dari famili Bufonidae, Megophryidae, Ranidae dan Rhacophoridae.
18
4.8
Sosial Budaya Kampung Lesan Dayak dan transmigrasi Sidobangen merupakan kampung
terdekat dari kawasan lindung Sungai Lesan. Penduduk kampung di Sungai Lesan terdiri dari masyarakat asli Dayak Lebo (kampung Merapun), Dayak Gaai (Kampung Lesan Dayak), suku Berau/Benuag (Kampung Muara Lesan), dan kampung transmigrasi Sidobangen yang memiliki penduduk dari 14 suku bangsa di Indonesia. Mayoritas penduduk kampung Merapun dan Lesan Dayak beragama Kristen, sedangkan muara Lesan dan Sidobangen beragam Islam (Bina Swadaya 2006). Mata pencaharian mayarakat secara umum adalah berladang dan berkebun. Hasil dari perladangan lebih banyak digunakan utuk kebutuhan sendiri (subsistem). Uang tunai diperoleh dengan memungut dari alam. Kampung merekapun memilki kekayaan berupa gua-gua karst (limestone) yang dihuni oleh burung Wallet (Colocallia sp.). Kampung Lesan Dayak mendapatkan uang tunai selain dari perkebunan (palawija) juga dari menjual hasil buruan. Kampung Sidobangen memiliki pertanian dan perkebunan yang relatif lebih maju, mendapatkan uang tunai dari bertani dan hasil kebun kakao dan karet. Kampung Muara Lesan juga mengandalkan hasil berkebun, gaji pegawai dan karyawan perusahaan serta hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Masyarakat kampung yang berada di sekitar kawasan pada umumnya berburu untuk mendapatkan sumber protein hewani, dan memetik buah di hutan setiap musim buah. Masyarakat memanfaatkan Kawasan Lesan untuk mendapatkan berbagai keperluan seperti madu, gaharu, rotan, damar, klepiai (sejenis damar), daun pinus (palem), dan berburu. Kekayaan alam masih menjadi sumber utama kehidupan masyarakat di Sungai Lesan, menurunnya fungsi sumberdaya alam utamanya hutan dan sungai akan berakibat hilangnya sumber penghidupan (Bina Swadaya 2006).
masyarakat
19
4.9
Kondisi Setiap Plot Pengamatan yang Diteliti Plot pengamatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari tiga plot yaitu
anak Sungai Lejak, Sungai Lejak dan Sungai Lesan. Setiap lokasi dibagi menjadi dua jalur pengamatan yaitu akuatik dan terestrial. 4.9.1
Anak sungai Lejak Plot pengamatan pertama yaitu anak Sungai Lejak. Jalur terestrial pada plot
ini merupakan bekas jalur pengamatan orangutan yang sudah lama dibuat dan memiliki karakteristik berupa hutan yang memiliki tutupan kanopi yang rapat, sedikit alang dan semak dengan ketebalan serasah mencapai 10 cm dan didominasi tumbuhan ulin (Eusideroxylon zwageri). Pada jalur ini dijumpai kubangan yang memotong dua aliran air berupa sungai yang kecil yang berlumpur, tipe jalur berbukit dan sedikit dijumpai tumbuhan besar yang tumbang dan lapuk yang merupakan mikrohabitat bagi satwa tertentu.
Gambar 3 Jalur terestrial Anak sungai Lejak dan kubangan dalam jalur Jalur akuatik pada plot ini berupa sungai kecil beraliran tenang, dangkal dan jernih dengan dasar sungai berupa bebatuan kecil, namun pada bagian sungai yang lebih dalam, dasar sungai berisikan serasah, pasir dan bebatuan yang lebih besar dan kedalaman akan bertambah setiap habis hujan serta disekitar sungai banyak terdapat serasah. Tingkat kedalaman semakin tinggi pada setiap tikungan. Suhu air pada saat pengamatan yaitu 25° C dengan kelembapan 87,5 % dan pH 7. Lebar rata-rata sungai 3 m dengan kedalaman hanya 20 cm pada saat cerah. Plot ini memiliki karakteristik berupa sungai yang mengalir sepanjang tahun yang
20
disekitar sungai banyak didominasi oleh tumbuhan bintangur (Calophyllum inophyllum) dengan tinggi rata-rata 1 m.
Gambar 4 Jalur akuatik Anak sungai Lejak 4.9.2
Sungai Lejak Plot pengamatan kedua yaitu Sungai Lejak. Pada plot ini Jalur akuatiknya
merupakan sungai yang alirannya berasal dari lokasi pertama dengan karakteristik yang berbeda. Lokasi ini memiliki aliran air yang lebih tenang dan badan sungai yang lebih lebar dibandingkan plot pertama. Jalur terestrial pada plot ini merupakan jalur yang baru dibuat berbeda dengan jalur terestrial pada plot pertama. Di luar jalur ini terdapat sungai berarus tenang dengan air berwarna gelap bercampur dengan lumpur. Jalur ini berupa berupa hutan dengan tutupan kanopi rapat yang didominasi tumbuhan tingkat semai dan pancang dari jenis meranti (Shorea sp.). Terdapat dua aliran sungai yang masih mengalir dan satu bekas aliran air, serta kontur jalur yang berbukit dan bersemak cukup rapat. Ketebalan serasah mencapai 10 cm dan banyak ditemukan pohon tumbang. Banyak dijumpai pohon dengan banir besar yang dijadikan tempat berlindung.
21
Gambar 5 Jalur terestrial Sungai Lejak Jalur akuatik pada plot ini merupakan induk dari jalur akuatik plot pertama. Jalur ini merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun yang disekitar sungai didominasi oleh tumbuhan jambu-jambuan dengan tinggi rata-rata 1 m, namun banyak juga dijumpai pandan-pandanan dibagian tepi sungai. Rata-rata lebar sungai pada plot ini sebesar 10 m. Sungai ini memiliki tiga cabang sungai kecil di sepanjang jalur. Arus sungai pada plot ini sangat tenang tetapi ada juga yang berarus deras. Sungai ini berwarna keruh dan banyak ditemukan pohon tumbang disekitar pinggir sungai. Substrat dasar sungai didominasi oleh pasir dan serasah namun pada beberapa titik didominasi oleh bebatuan besar. Suhu air pada saat pengamatan yaitu 24° C dengan kelembapan 80 % dan pH 8.
Gambar 6 Jalur akuatik sungai Lejak
22
4.9.3
Sungai Lesan Plot pengamatan ketiga yaitu Sungai Lesan. Sungai Lesan merupakan satu-
satunya sungai yang dilewati untuk menuju ke kawasan lindung Sungai Lesan. Jalur akuatik yang digunakan adalah anak sungai yang mengalir langsung ke Sungai Lesan. Jalur terestrial pertama pada plot ini merupakan jalur yang dilalui untuk menuju plot pertama dan plot kedua. Jalur ini berupa hutan yang memiliki tutupan kanopi cukup rapat dengan kontur jalur yang berbukit dan ditemukan satu kubangan yang sudah kering serta melewati satu aliran sungai kecil. Tegakan dominan berupa tumbuhan tingkat pancang dan rapat dengan ketebalan serasah lebih dari 10 cm.
Gambar 7 Jalur terestrial pertama sungai Lesan dan kubangan dipinggir jalur Jalur terestrial kedua pada plot ini merupakan jalur utama masuk lokasi Lesan, plot ini merupakan jalur yang paling berbeda dari plot lainnya karena jalur pengamatannya sudah dibangun jalan yang permanen dan di sepanjang jalur terdapat bangunan rumah sehingga kondisi habitatnya sudah tidak alami lagi. Plot ini diambil sebagai pembanding tingkat keanekaragaman terhadap plot lainnya. plot ini merupakan hutan dengan tutupan kanopi yang rapat namun dengan vegetasi dominan tingkat pohon.
23
Gambar 8 Jalur terestrial kedua sungai Lesan Jalur akuatik pada plot ini merupakan sungai kecil yang mengalir sepanjang tahun yang disekitar sungai didominasi oleh tumbuhan jambu-jambuan dan rotan (Daemonorops sp.). Sungai berarus tenang dan banyak dijumpai genangan namun terdapat arus yang cukup deras pada beberapa titik. Aliran sungai ini langsung mengalir ke Sungai Lesan dimana sungai ini merupakan sungai terbesar di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Dasar sungai ini berpasir dan berserasah dengan tutupan kanopi yang cukup rapat dan semak yang lebat sehingga hanya terdapat sedikit celah matahari masuk, yang mengakibatkan plot ini lebih lembab dibanding lokasi lainnya.
Gambar 9 Jalur akuatik sungai Lesan
24
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 5.1.1
Hasil Penelitian Keanekaragaman jenis Anura Jumlah jenis amfibi yang berhasil ditemukan pada seluruh lokasi penelitian
di kawasan lindung Sungai Lesan yaitu 31 jenis dari lima famili dimana 22 jenis dijumpai dalam plot pengamatan dan sembilan jenis di luar plot pengamatan. Jumlah jenis dari masing-masing famili antara lain famili Bufonidae (5 jenis), famili Megophryidae (4 jenis), famili Microhylidae (3 jenis), famili Ranidae (11 jenis), dan famili Rhacophoridae (8 jenis). Ordo Gymnophiona tidak ditemukan selama pengamatan. Sebanyak 12 (38%) jenis katak yang ditemukan merupakan katak endemik Borneo. Secara umum, total jenis yang ditemukan pada pengamatan akuatik (22 jenis) lebih tinggi dibandingkan pada pengamatan terestrial (16 jenis). Status katak yang ditemukan di lokasi penelitian menurut IUCN terbagi 2 status yaitu Near Threatened (NT) dan Least Concern (LC). Kecuali untuk jenis Bufo asper, Rana nicobariensis, dan Staurois natator semua jenis lainnya diambil untuk spesimen awetan yang disimpan di Laboratorium Satwaliar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Keterangan diatas dapat tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Daftar jenis amfibi yang ditemukan di lokasi penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis Ansonia leptopus* Ansonia longidigita* Bufo asper Leptophryne borbonica* Pedostibes hosii Leptobrachella mjobergi* Leptobrachium abbotti Leptobrachium hendricksoni* Leptolalax gracilis Chaperina fusca Kalophrynus pleurostigma Microhyla borneenis
Jumlah Individu 1 1 5 1
%
Terestrial
0.46 0.46 2.30 0.46
√
7 1
3.22 0.46
√ √
√
LC LC
5
2.30
√
√
LC
1
0.46
√
2 1 1
0.92 0.46 0.46
√ √ √
1
0.46
√
√
Akuatik
Endemik
√ √ √
√
Status NT NT LC LC
LC
√ √
NT LC LC LC
25
Tabel 2 (Lanjutan) No 13
Jenis
Jumlah Individu 45
%
Limnonectes 20.73 ibanorum 14 Limnonectes kuhli 7 3.22 15 Limnonectes 1 0.46 leporinus* 16 Limnonectes 1 0.46 malesianus 17 Limnonectes 39 17.97 paramacrodon 18 Meristogenys 2 0.92 phaeomerus* 19 Meristogenys 1 0.46 whiteheadi* 20 Rana chalconota 40 18.43 21 Rana nicobariensis* 1 0.46 22 Rana picturata 25 11.52 23 Staurois natator 1 0.46 24 Nyctixalus pictus 1 0.46 25 Polypedates colletti 9 4.14 26 Polypedates macrotis 1 0.46 27 Rhacophorus 8 3.68 appendiculatus 28 Rhacophorus 2 0.92 cyianopunctatus 29 Rhacophorus gauni 1 0.46 30 Rhacophorus 1 0.46 harrissoni 31 Rhacophorus pardalis 4 1.84 Total Jenis 217 100 Keterangan: * = Di luar plot pengamatan NT = Near Threatened LC = Least Concern
Terestrial
Akuatik
Endemik
Status
√
√
√
NT
√
√ √
√
NT NT
√
√
√
NT
√
NT
√
√
NT
√
√
NT
√ √ √ √
√
√ √ √ √ √ √ √ √ 16
√ 22
LC LC LC LC NT LC LC LC LC
√ √
NT NT LC
12
Dari total 217 individu yang ditemukan yang terdiri dari 31 jenis, famili Ranidae memiliki jumlah individu terbanyak (75,11%), selanjutnya famili Rhacophoridae (12,44%), famili Bufonidae (6,91%), famili Megophryidae (4,14%), dan famili Microhylidae (1,38%), sedangkan spesies yang memiliki jumlah individu yang terbanyak adalah Limnonectes ibanorum (20,73%), Rana chalconota (18,43%) dan Limnonectes paramacrodon (17,97%), sedangkan 17 jenis memiliki jumlah individu yang sedikit hanya satu individu saja. Kurva penambahan jenis yang ditemukan dalam 20 hari pengamatan menunjukkan bahwa penambahan jenis amfibi pada pengamatan terestrial belum ada penambahan jenis sampai hari ke 5. Penambahan jenis mulai terjadi pada pengamatan ke 6 dimana terdapat penambahan 3 jenis. Pada hari ke 18
26
penambahan jenis sudah tidak lagi ditemukan pada pengamatan terestrial. Penambahan jenis pada pengamatan akuatik sudah terjadi pada hari pertama pengamatan dimana terdapat 4 jenis. Pada hari ke 12 penambahan jenis sudah tidak lagi ditemukan pada pengamatan akuatik. Melihat grafik gabungan antara penambahan jenis pada akuatik dan terestrial dari 20 hari pengamatan terdapat kemungkinan adanya penambahan jenis, hal ini ditunjukkan dari kurva yang terus meningkat hingga hari ke-18.
Gambar 10 Grafik perbandingan jumlah jenis dan individu tiap famili. Keanekaragaman jenis dapat diketahui dengan menggunakan berbagai parameter diantaranya dengan menghitung nilai indeks keanekaragaman. Indeks yang dihitung meliputi indeks keanekaragaman jenis (H’) dan indeks kemerataan jenis (E). Perhitungan hanya dilakukan terhadap jenis yang ditemukan di dalam jalur lokasi penelitian sedangkan perbandingan tingkat keanekaragaman yang digunakan berdasarkan tipe habitat yaitu akuatik dan terestrial. Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi untuk habitat akuatik terdapat pada plot pengamatan Sungai Lejak dengan nilai 2,00 sedangkan untuk habitat terestrial terdapat pada plot pengamatan Sungai Lesan dengan nilai 1,87. Plot pengamatan anak Sungai Lejak memiliki nilai keanekaragaman (H’) terendah pada habitat akuatik maupun terestrial dengan nilai 1,53 dan 0,75 (gambar 11). Nilai keanekaragaman (H’) gabungan antara habitat akuatik dan terestrial menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman pada habitat akuatik (1,77) lebih tinggi dari pada habitat terestrial (1,29). Plot pengamatan Sungai Lejak memiliki
27
nilai kemerataan (E) tertinggi pada habitat akuatik dengan nilai 0,87 sedangkan nilai kemerataan (E) tertinggi pada habitat terestrial terdapat pada plot pengamatan Sungai Lesan dengan nilai 0,90. Nilai kemerataan (E) terendah pada habitat akuatik terdapat pada plot pengamatan Sungai Lesan dengan nilai 0,84 sedangkan untuk habitat terestrial terdapat pada plot pengamatan anak Sungai Lejak dengan nilai 0,54. Gambar 12 menunjukkan bahwa habitat akuatik memiliki nilai kemerataan lebih tinnggi dibandingkan habitat terestrial, nilai tersebut diperoleh bila ketiga lokasi dipisah.
Gambar 11 Nilai indeks keanekaragaman jenis
Gambar 12 Nilai indeks kemerataan jenis
28
5.1.2
Sebaran ekologis Sebaran ekologis merupakan sebaran posisi katak pada habitatnya. Sebaran
ini dibagi menjadi sebaran horisontal dan vertikal. Sebaran horisontal merupakan sebaran posisi anura terhadap badan air sedangkan vertikal merupakan sebaran posisi katak terhadap permukaan tanah. Kisaran posisi beberapa jenis anura disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Kisaran posisi beberapa jenis anura saat ditemukan di kawasan lindung Sungai Lesan Jenis Bufo asper Pedostibes hosii
Posisi Horisontal Ditengah aliran hingga ditepi sungai hingga 3 m dari tepian air Ditengah aliran hingga ditepi sungai hingga 8 m dari tepian air
Leptobrachium abbotti
Ditepi sungai hingga 2 m dari tepian air
Leptolalax gracilis
Diserasah pada meter ke 40 dan ditepi sungai. Terdapat pada meter ke 406 pengamatan terestrial Terdapat pada meter ke 60 pengamatan terestrial Terdapat pada meter ke 200 pengamatan terestrial Ditengah aliran hingga ditepi sungai hingga 2 m dari tepian air
Chaperina fusca Kalophrynus pleurostigma Microhyla borneensis Limnonectes ibanorum
Limnonectes kuhli Limnonectes malaisianus Limnonectes paramacrodon Rana chalconota Rana picturata Staurois natator Nyctixalus pictus
Terdapat pada meter ke 230 pengamatan, terestrial hingga ditepian sungai Ditepian sungai hingga 0.5 m dari tepian air Ditengah aliran hingga ditepi sungai hingga 2 m dari tepian air Ditepian sungai hingga 0.5 m dari tepian air Ditepian sungai hingga 0.5 m dari tepian air Di tengah aliran air
Rhacophorus cyianopunctatus
Terdapat pada meter ke 406 pengamatan terestrial Terdapat pada meter ke 40 pengamatan terestrial di sekitar kubangan Terdapat pada meter ke 75 pengamatan terestrial Terdapat pada meter ke 40 pengamatan terestrial di sekitar kubangan Ditepian sungai hingga 1 m dari tepian air
Rhacophorus gauni
Ditepian sungai hingga 3 m dari tepian air
Rhacophorus harrissoni
Terdapat pada meter ke 100 pengamatan terestrial Ditepian sungai hingga 3 m dari tepian air
Polypedates colletti Polypedates macrotis Rhacophorus appendiculatus
Rhacophorus pardalis
Posisi Vertikal Diatas Batu dan kerikil Diatas batu dengan ketinggian hingga 1 m dari permukaan air Diserasah pinggir sungai hingga diatas batu Diatas serasah dan diatas batu Diatas pohon tumbang dengan ketinggian 50 cm Diatas serasah Diatas serasah Diserasah pada pengamatan terestrial hingga diatas batu ditengah sungai Dikubangan dan diatas batu pinggiran sungai Diatas batu tepian sungai hingga ketinggian 3 m Diatas batu hingga ketinggian 1m Diatas pohon pinggiran sungai hingga ketinggian 2 m Diatas pohon pinggiran sungai hingga ketinggian 2 m Diatas batu dengan ketinggian 2 m dari permukaan air Diatas pohon tumbang dengan ketinggian 50 cm Diatas pohon hingga ketinggian 3 m Diatas pohon dengan ketinggian 1 m Diatas pohon hingga ketinggian 3 m Diatas pohon dengan ketinggian hingga 2 m Diatas pohon dengan ketinggian hingga 2 m Dikubangan dan diatas pohon dengan ketinggian 2 m Diatas pohon
29
5.1.3
Kisaran ukuran tubuh Kisaran ukuran tubuh dinyatakan dalam panjang dari ujung moncong hingga
kloaka (Snout-Vent Length). Dari kisaran tubuh ini dapat menggambarkan perbandingan antara individu dewasa dan individu anak. Adapun kisaran ukuran tubuh (SVL) beberapa jenis anura disajikan pada Tabel 4. Jenis yang tercantum dalam tabel ditemukan dengan jumlah individu ≥ 2. Tabel 4 Kisaran ukuran tubuh (SVL) beberapa jenis anura di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis Bufo asper Leptobrachium abbotti Leptolalax gracilis Limnonectes ibanorum Limnonectes kuhli Limnonectes paramacrodon Pedostibes hosii Polypedates colletti Rana chalconota Rana picturata Rhacophorus appendiculatus Rhacophorus cyianopunctatus Rhacophorus pardalis
n 5 3 2 3 7 24 7 4 37 10 3 2 4
Min. 3.75 4.85 2.94 3.73 2.46 4.13 5.40 4.12 3.12 2.87 3.15 2.99 4.51
SVL Max. 5.87 6.43 3.90 5.90 4.10 8.85 6.65 4.97 4.53 3.50 3.64 3.12 5.84
Rata2 4.44 5.47 3.42 4.48 3.13 5.17 6.00 4.66 3.75 3.16 3.45 3.06 5.48
Dari hasil pengukuran terhadap semua individu yang tertangkap dilapangan, kisaran terbesar adalah jenis Limnonectes paramacrodon dengan ukuran minimum 4,13 cm dan ukuran maksimum 8,85 cm, dengan jumlah individu tertangkap sebanyak 39 individu. Sedangkan kisaran terkecil adalah jenis Rhacophorus cyianopunctatus dengan ukuran minimum 2,99 cm dan ukuran maksimum 3,12 cm, dengan jumlah individu tertangkap sebanyak dua individu. 5.1.4
Aktifitas saat dijumpai Aktivitas diam merupakan aktivitas yang paling banyak dijumpai pada
amfibi yang ditemukan. Pada saat ditangkap sebagian besar amfibi dalam keadaan diam diatas batu, daun, dan serasah. Aktivitas loncat juga ditemukan pada amfibi hal ini dibuktikan bahwa ada sebagian jenis amfibi yang ditemukan meloncat pada saat hendak ditangkap. Pada lokasi pengamatan juga ditemukan jenis amfibi yang sedang bertelur yaitu jenis Leptophryne borbonica yang pada saat pengamatan sedang bertelur.
30
Untuk jenis-jenis yang ditemukan di habitat sungai yaitu Ansonia longidigita, Ansonia leptopus, Bufo asper, Limnonectes ibanorum dan Pedostibes hosii, umumnya ditemukan dalam keadaan diam menandakan jenis ini kurang sensitif terhadap gerakan. Beberapa jenis yang ditemukan lebih sering loncat dari pada diam yaitu Limnonectes kuhlii, Rana chalconota dan Rana picturata, menandakan jenis ini termasuk jenis yang sensitif terhadap gerakan bahkan sering sekali tidak tertangkap dan atau lepas kembali. Beberapa jenis yang jika terganggu lebih memilih loncat kedalam air yaitu jenis Bufo asper, Limnonectes kuhlii, Limnonectes ibanorum dan Rana picturata, beberapa jenis yang jika terganggu lebih memilih loncat dari batu ke batu atau substrat
keras
(kayu)
yaitu
Limnonectes
paramacrodon,
Meristogenys
phaeomerus dan Staurois natator yang jika terganggu akan meloncat dari batu ke batu, serta beberapa jenis yang jika terganggu memilih loncat ke ranting-ranting tumbuhan yaitu Rana picturata, Polypedates macrotis dan Rhacophorus pardalis. 5.2
Pembahasan Jumlah jenis amfibi yang ditemukan pada semua plot pengamatan di lokasi
penelitian di kawasan lindung Sungai Lesan lebih tinggi bila dibandingkan dengan Mediyansyah (2008) yang menemukan 25 jenis Anura di Gunung Palung Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat ataupun Utama (2003) yang menemukan 27 jenis Anura di PT. Intracawood Manufacturing Kalimantan Timur dan Himakova (2008) yang menemukan 29 jenis amfibi di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Barat. Kawasan Lindung Sungai Lesan sebelumnya tercatat terdapat 12 jenis amfibi dari 4 Famili yang ditemukan pada survei keanekaragaman hayati yang dilakukan TNC tetapi hanya 5 jenis saja yang berhasil diidentifikasi. Dibandingkan dengan hasil penelitian di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), total jenis hasil penelitian ini relatif lebih rendah dan komposisi jenis yang berbeda. Komposisi spesies amfibi dapat berubah sangat cepat dalam kaitannya dengan kondisi ekologi (Iskandar 2001). Sebagian besar jenis yang ditemukan pada penelitian ini terdapat di TNBK tetapi ada lima jenis yang tidak ditemukan di TNBK seperti: Ansonia longidigita, Staurois natator, Kalophrynus pleurostigma, Polypedates colletti dan Rhacophorus gauni. Hal ini
31
dikarenakan perbedaan dalam usaha pencarian dan metode yang digunakan. Hasil penelitian di Taman Nasional Betung Kerihun menggunakan modifikasi dari metode Heyer et al. (1994) dengan melakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan petak (30 m x lebar sungai) sehingga memungkinkan untuk mendapatkan jenis amfibi yang tinggi. Menurut Iskandar, et al (1998) di TNBK telah tercatat 55 jenis amfibi yang termasuk ke dalam enam famili (termasuk Ichtyophis sp.) yang sangat jarang ditemukan. Perbandingan jumlah jenis anura dapat disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Perbandingan jumlah jenis anura (Terestrial dan Akuatik) yang ditemukan di Pulau Borneo No
Lokasi
1
Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat PT. Cipta Usaha Sejati dan PT. Jalin Vaneo
2
3
4
5
6
Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Kalimantan Barat Areal HPH PT Intracawood Manufacturing (S. Pensiangan, S. Akad, S. Mangkuasar), Kalimantan Timur Kawasan hutan lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur
Waktu penelitian Tidak Tercantum
∑ Sp./ ∑ Fam 55 sp 6 fam
Iskandar, et al. (1998)
Akuatik: Transek 200 m Terestrial: Transek 800 m Transek 1-2 km 6 lokasi
JanuariFebruari 2008 April-Juni 2010
25 sp 5 fam
Mediyansyah (2008)
30 sp 5 fam
Time search 2 jam 4 lokasi
Agustus 2008
29 sp 6 fam
Mediyansyah & Rachmansyah (2010) HIMAKOVA (2008)
Transek (3 lokasi), 500 m, selama 3-4 jam
Juni-Juli 2002
27 sp 5 Fam
Utama (2003)
Transek (3 lokasi) 400 m, selama 2-3 jam
JuliAgustus 2010
31 sp 5 Fam
Hasil Penelitian
Metode/panjang transek -
Sumber
Dibandingkan dengan hasil penelitian di seluruh pulau Kalimantan termasuk bagian Sarawak dan Sabah, Malaysia (Tabel 6), total jenis yang ditemukan pada transek sungai (akuatik) relatif sama. Namun dibandingkan dengan hasil peneltian di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), total jenis hasil penelitian ini relatif lebih rendah dan komposisi jenis yang berbeda.
32
Tabel 6 Perbandingan jumlah jenis anura (Terestrial dan Akuatik) yang ditemukan di Pulau Kalimantan No
Lokasi
1
Nanga Terkait (Ensurai, Sekentut, Serbong) Danum Valley (Pallum Tambun, W68S), Sabah, Malaysia Bario, Kelabit Highlands, Sarawak Crocker Range National Park (Park Headquarters, Keningau, Mahua Waterfalls) Sabah Areal HPH PT Intracawood Manufacturing (S. Pensiangan, S. Akad, S. Mangkuasar), Kalimantan Timur Kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur
2
3 4
5
6
Metode/Panjang transek Transek (3 lokasi) 250-600 m
Waktu penelitian Tahun 1962, 1970 & 1984
∑ Sp./ ∑ Fam 15 sp 4 fam
Voris dan Inger (1996)
Transek (2 lokasi) 250-600 m
Tahun 1986, 1989 & 1990
15 sp 4 fam
Voris dan Inger (1996)
Penyisiran, selama 2 jam Taransek (3 lokasi), 600 m, selama 2-3 jam
Tidak tercantum
18 sp 5 fam 18 sp 5 fam
Zainuddin (1999) Zainuddin, et al.(2002)
Transek (3 lokasi), 500 m, selama 3-4 jam
Juni-Juli 2002
20 sp 4 fam
Utama (2003)
Transek (3 lokasi) 400 m, selama 2-3 jam
Juli-Agustus 2010
22 sp 5 fam
Hasil penelitian
Tidak tercantum
Sumber
Perbedaan ini antara lain disebabkan perbedaan usaha dalam pencariaan dan cakupan wilayah penelitian yang memiliki perbedaan ketinggian serta perbedaan kondisi habitat. Perbedaan variasi jenis anura di setiap lokasi berbeda karena adanya perbedaan topografi atau vegetasi, curah hujan ataupun karakteristik fisik sungai (Inger & Vorris 1993). Bila dilihat dari topografi, Kawasan Lindung Sungai Lesan masuk dalam kategori dataran rendah (<500 mdpl) dengan fluktuasi suhu udara antara siang dan malam hari yang tidak jauh berbeda. Kawasan lindung Sungai Lesan memiliki ketinggian 200 sampai 350 mdpl berbeda dengan lokasi penelitian Mediyansyah (2008) yang terletak pada ketinggian 100 sampai 200 mdpl dan lokasi penelitian Utama (2003) yang terletak pada ketinggian 200 sampai 250 mdpl. Karakteristik fisik suhu udara, suhu air dan kelembapan di lokasi penelitian menunjukkan nilai yang sesuai bagi kehidupan amfibi secara umum. Suhu udara yang diperoleh di lokasi peneltian berkisar 220C sampai 250C. Mediyansyah(2008) mendapatkan suhu udara di Gunung Palung Kalimantan Barat 250C sampai 270C. Sementara dari hasil penelitian Utama (2008) yang dilakukan di PT. Intracawood
33
Manufacturing Kalimantan Timur mendapatkan suhu udara 240C sampai 270C. Menurut Goin & Goin (1971) katak memiliki toleransi suhu antara 3 sampai 410C, sehingga kisaran suhu udara yang diperoleh di lokasi penelitian dapat mendukung kehidupan amfibi. Menurut Wong (2003) dalam Meijard et al. (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi katak adalah pH air sungai, suhu dan kelembaban serta struktur hutan. Selain itu, ketersediaan sumber makanan berkorelasi positif dengan kekayaan spesies katak. Amfibi selalu berasosiasi dengan air (Iskandar 1998). Amfibi memerlukan air untuk bertelur dan berkembang. Susanto (1999) mengatakan bahwa telur pada katak biasanya akan menetas pada air yang suhunya 240 sampai 270C. Berdasarkan kisaran suhu air yang diperoleh di lokasi penelitian yaitu berkisar 230 sampai 250C. Lokasi penelitian ini dapat mendukung perkembangbiakan amfibi. Hal ini terbukti bahwa adanya jenis Leptophryne borbonica dan Nyctixalus pictus yang sedang bertelur di plot pengamatan Sungai Lesan. Kelembaban yang diperoleh di lokasi penelitian berkisar 73% sampai 91%. Sementara Mediyansyah (2008) memperoleh kisaran kelembaban antara 86% sampai 89% dan Utama (2008) memperoleh kisaran kelembaban antara 72% sampai 89%. Kelembaban di hutan relatif tinggi, hal ini disebabkan oleh adanya penutupan tajuk pohon yang menghalangi sinar matahari dan angin (Inger 1966). Kebanyakan jenis amfibi hidup di kawasan berhutan, karena membutuhkan kelembaban yang cukup untuk melindungi tubuh dari kekeringan (Iskandar 1998). Selain kelembaban amfibi juga memerlukan derajat keasaman atau pH yang cukup. Perubahan komposisi gizi, tingkat pH dan suhu dapat menyebabkan kematian pada larva anura (Meijard et al. 2005). Menurut Meijard et al. (2005) efek sedimentasi dapat merugikan reproduksi katak dan mencegah kelangsungan hidup berudu. Menurut Payne (1986) menyatakan bahwa kisaran pH air yang berada di tropis adalah antara 4,3 sampai 7,5. Derajat keasaman atau pH yang didapatkan di habitat akuatik pada lokasi penelitian berkisar antara 5 sampai 8. Kawasan Lindung Sungai Lesan memiliki sungai yang lebar dan tutupan kanopi yang lebih terbuka sehingga lebih banyak cahaya matahari yang masuk, intensitas cahaya matahari yang masuk dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban habitat
34
serta keberadaan amfibi. Pada ketiga plot pengamatan banyak terdapat pohon yang tumbang dan lapuk sehingga memungkinkan menjadi mikrohabitat bagi jenis tertentu. Bisa dikatakan bahwa tidak ada perbedaan ketinggian, suhu dan kelembaban antara lokasi penelitian ini dengan lokasi lain yang telah disajikan sebelumnya, sehingga hal ini tidak menjadi faktor yang mempengaruhi perolehan jenis. Akan tetapi adanya faktor lain seperti keanekaragaman habitat, mikrohabitat dan struktur vegetasi yang diduga mempengaruhi komposisi jenis yang ditemukan di setiap lokasi. Kawasan Lindung Sungai Lesan memiliki komposisi mikrohabitat yang cukup beragam seperti serasah, semak, pohon tumbang dan bebatuan namun cenderung memiliki struktur vegetasi yang seragam dengan tegakan yang tidak terlalu rapat. Habitat akuatik plot pengamatan Sungai Lejak memiliki jenis yang paling banyak ditemukan karena habitat ini masih alami karena terletak pada lokasi yang sulit untuk dijangkau. Sepuluh jenis yang ditemukan pada habitat akuatik Sungai Lejak,
yaitu
Rhacophorus
pardalis,
Rhacophorus
gauni,
Rhacophorus
cyianopunctatus, Bufo asper, Pedostibes hosii, Rana picturata, Rana chalconota, Limnonectes paramacrodon, Limnonectes kuhli dan Limnonectes malesianus. Jenis yang paling sedikit ditemukan di lokasi penelitian seperti Ansonia leptopus, Ansonia
longidigita,
Leptophryne
borbonica,
Leptobrachella
mjobergi,
Leptobrachium hendricksoni, Chaperina fusca, Kalophrynus pleurostigma, Microhyla borneensis, Limnonectes leporinus, Meristogenis whiteheadi, Staurois natator, Nyctixalus pictus, Rhacophorus gauni dan Rhacophorus harrisoni adalah jenis-jenis yang memiliki sebaran yang sempit dan hanya ditemukan di satu tipe habitat saja. Jenis-jenis tersebut lebih membutuhkan habitat yang relatif tidak terganggu, vegetasi yang lebih bervariasi dan lebih suka hidup di sungai yang jernih dan mengalir. Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi untuk habitat akuatik terdapat pada plot pengamatan Sungai Lejak dengan nilai 2,00 sedangkan untuk habitat terestrial terdapat pada plot pengamatan Sungai Lesan dengan nilai 1,87. Plot pengamatan anak Sungai Lejak memiliki nilai keanekaragaman (H’) terendah pada habitat akuatik maupun terestrial dengan nilai 1,53 dan 0,75. Nilai
35
keanekaragaman di habitat akuatik pada plot pengamatan Sungai Lejak dan nilai keanekaragaman habitat terestrial pada plot pengamatan Sungai Lesan tergolong sedang. Nilai keanekaragaman (H’) pada habitat akuatik dan terestrial pada plot pengamatan anak Sungai Lejak tergolong rendah sampai sedang karena menurut Margalef
(1972)
dalam
Magurran
(1988)
menyatakan
bahwa
tingkat
keanekaragaman jenis yang tinggi ditunjukkan dengan nilai Indeks Shannonwiener lebih dari 3,5; digolongkan sedang dengan nilai indeks 1,5-3,5 dan tergolong rendah dengan nilai indeks kurang dari 1,5. Nilai keanekaragaman habitat terestrial pada plot pengamatan anak Sungai Lejak tergolong rendah, hal ini dikarenakan tegakan yang lebih seragam dan tidak terlalu rapat serta hanya sedikit ditemukan habitat berupa lokasi yang berair seperti genangan atau aliran sungai, selain itu mikrohabitat seperti pohon tumbang dan semak yang tersedia relatif lebih sedikit dibandingkan kedua lokasi lainnya. Pada lokasi penelitian nilai keanekaragaman (H’) berkisar antara 0,75 sampai 2,00. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan Mediyansyah (2008) yang memperoleh nilai keanekaragaman 0,77 sampai 2,45 dan Utama (2003) yang memperoleh nilai keanekaragaman 1,04 sampai 2,56. Berdasarkan habitat, nilai H’ habitat sungai (1,77) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai H’ habitat darat (1,29). Hal ini dikarenakan jumlah jenis maupun individu yang ditemukan di habitat sungai relatif lebih tinggi dari pada habitat darat. Menurut Inger (1980) amfibi lebih cenderung berkonsentrasi di daerah tepi sungai pada malam hari. Selain itu, metode penelitian yang hanya mensurvei satu habitat saja yaitu aliran sungai, relatif mendapatkan jumlah jenis yang sedikit karena jenis-jenis yang hidup jauh dari sungai dan menempati sebagian besar lantai hutan maupun lubang-lubang pohon tidak ditemukan (Zainuddin, et al. 2002). Plot pengamatan Sungai Lejak memiliki nilai kemerataan (E) tertinggi pada habitat akuatik dengan nilai 0,87 sedangkan nilai kemerataan (E) tertinggi pada habitat terestrial terdapat pada plot pengamatan Sungai Lesan dengan nilai 0,90. Nilai kemerataan (E) terendah pada habitat akuatik terdapat pada plot pengamatan Sungai Lesan dengan nilai 0,84 sedangkan untuk habitat terestrial terdapat pada plot pengamatan anak Sungai Lejak dengan nilai 0,54. Nilai E dikatakan semakin merata jika mendekati 1 dan dikatakan tidak merata jika mendekati 0. Habitat
36
akuatik pada plot pengamatan Sungai Lejak dan habitat terestrial pada plot pengamatan Sungai Lesan memiliki kemerataan yang tinggi karena memiliki jumlah individu perjenis yang relatif sama, sedangkan pada habitat terestrial plot pengamatan anak Sungai Lejak memiliki jumlah individu yang dominan. Berdasarkan habitat, nilai E dimana habitat sungai (0,85) lebih tinggi dibandingkan darat (0,69). Hal ini dikarenakan jumlah individu yang ditemukan pada habitat sungai relatif merata untuk setiap jenis dibandingkan dengan habitat darat yang pada beberapa jenis jumlah individu sangat melimpah seperti jenis Polypedates colletti dan Rhacophorus appendiculatus namun jenis lainnya ditemukan hanya satu individu saja seperti Kalophrynus pleurostigma, Microhyla borneensis, Chaperina fusca dan Nyctixalus pictus. Survei-survei amfibi di Pulau Kalimantan belum menyeluruh kecuali bagian Sabah dan Sarawak yang sudah banyak dilakukan survei amfibi sehingga informasi beberapa jenis amfibi masih belum mencakup seluruh Kalimantan. Jenis-jenis Bufo asper, Kalophrynus pleurostigma, Limnonectes kuhlii, Rana chalconota, Rana nicobariensis dan Polypedates macrotis merupakan jenis-jenis yang memiliki penyebaran luas dan dijumpai di pulau Kalimantan bahkan juga di pulau-pulau lain (IUCN 2011). Anura yang ditemukan dapat dikelompokkan berdasarkan sebaran ekologis dan ukuran tubuh sesuai dengan literatur Inger & Stuebing (1997) yang mengelompokkan anura menjadi; (i) katak pohon (tree frog), yaitu jenis-jenis katak yang hidupnya di bagian kanopi dan sub-kanopi, jarang berada di permukaan tanah, (ii) Katak terestrial, yaitu jenis-jenis yang hidup dibawah tumpukan kayu yang lapuk dan serasah untuk menghindari suhu yang tinggi. Kelompok terakhir yaitu (iii) Katak akuatik, yaitu jenis-jenis katak yang hidup didalam atau dekat dengan badan air sehingga memungkinkan jenis-jenis tersebut untuk bertahan. Dari Tabel 7 pengelompokan anura dibagi kedalam tiga kelompok besar yaitu katak terestrial, katak arboreal dan katak akuatik.
37
Tabel 7 Pembagian anura yang ditemukan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan Inger dan Stuebing (1997) Katak Terestrial
Katak Arboreal
Katak Akuatik
Chaperina fusca Leptolalax gracilis Kalophrynus pleurostigma Microhyla borneensis
Polypedates macrotis Polypedates colletti Rhacophorus pardalis Rhacophorus appendiculatus
Staurois natator Limnonectes malesianus Limnonectes leporinus Rana picturata
Ansonia longidigita
Rhacophorus harrisoni
Limnonectes kuhlii
Ansonia leptopus
Rhacophorus cyianopunctatus
Leptobrachella mjobergi
Rhacophorus gauni Nyctixalus pictus
Leptobrachium hendricksoni Bufo asper
Rana chalconota
Leptobrachium abbotti
Pedostibes hosii
Leptophryne borbonica Meristogenys whiteheadi Meristogenys phaeomerus Rana nicobariensis Limnonectes ibanorum Limnonectes paramacrodon
Ciri lain yang dapat digunakan untuk mengelompokkan jenis-jenis anura yaitu selaput pada jari kakinya yang penuh dan tidak penuh (Inger 1966). Umumya jenis-jenis yang bersifat akuatik dicirikan dengan selaput jari kaki yang penuh seperti: Rana chalconota, Rana picturata, Limnonectes ibanorum, Limnonectes kuhlii, Limnonectes leporinus, Staurois natator dan Pedostibes hosii. Sedangkan jenis-jenis yang bersifat darat dicirikan dengan selaput jari kaki yang tidak penuh seperti: Chaperina fusca, Kalophrynus pleurostigma,dan Microhyla borneensis. Sebaran ekologis jenis Anura yang ditemukan saat pengamatan bervariasi dan penyebarannya menunjukkan kesukaan pada kondisi habitat. Pada habitat sungai misalnya Rana chalconota yang ditemukan ditepian sungai yang tertutup semak atau tumbuhan bawah, Rana picturata yang lebih sering ditemukan diatas pohon pinggiran sungai, Rhacophorus pardalis yang ditemukan di atas pohon dengan ketinggian 2 meter di pinggiran sungai serta Rhacophorus appendiculatus yang hanya ditemukan di atas pohon di sebuah kubangan. Jenis-jenis yang lebih sering ditemukan di habitat akuatik seperti Bufo asper, Pedostibes hosii, Leptobrachium abbotti, Limnonectes ibanorum dan Limnonectes paramacrodon. Hasil tersebut didukung oleh Steventon et al. (1996) yang menyatakan bahwa
38
fungsi tepian sungai yang utuh merupakan tempat yang disukai katak untuk berlindung. Berbeda dengan habitat akuatik, habitat terestrial memiliki komposisi jenis yang lebih sedikit namun ada beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah banyak dan mengelompok seperti Polypedates colletti dan Rhacophorus appendiculatus yang hanya ditemukan di sebuah kubangan kering di plot pengamatan Sungai Lesan dan Rana chalconota yang ditemukan mengelompok pada habitat terestrial di plot pengamatanSungai Lejak. Jenis-jenis yang umum ditemukan di habitat sungai seperti jenis Limnonectes ibanorum, Rana chalconota dan Limnonectes paramacrodon (Iskandar, et al 1998) ditemukan dengan kelimpahan yang tinggi berturut-turut 45 (20,73%), 40 (18,43%) dan 39 (17,97%). Tingginya jumlah individu ketiga jenis ini pada habitat sungai diduga karena perkembangbiakan yang tinggi hampir sepanjang tahun (Inger & Bacon 1968). Sedangkan jenis-jenis umum di sungai menurut Inger (1966) yaitu Rana picturata, Pedostibes hosii, Limnonectes kuhlii dan Bufo asper ditemukan dalam kelimpahan yang sedang, berturut-turut yaitu 25 (11,52%), 7 (3,22%), 7 (3,22%) dan 5 (2,30%). Staurois natator yang merupakan jenis katak yang habitatnya terbatas hanya di sungai jernih, berbatu dan jarang ditemukan (Inger & Stuebing 1997) hanya ditemukan satu individu saja (0,46%). Sedangkan jenis katak arboreal yang paling banyak ditemukan adalah jenis Rhacophorus appendiculatus dan polypedates colletti yaitu 8 (3,68%) dan 9 (4,14%). Rhacophorus pardalis dan Rhacophorus cyanopunctatus ditemukan sebanyak 4 (1,84%) dan 2 (0,92%). Sedangkan Nyctixalus pictus, Polypedates macrotis, Rhacophorus gauni dan Rhacophorus harrisonii hanya ditemukan satu individu saja (0,46%). Ansonia leptopus ditemukan di plot pengamatan anak Sungai Lejak di kubangan pada saat pengamatan terestrial dengan metode time search. Sedangkan Ansonia longidigita di temukan pada plot pengamatan Sungai Lejak dengan metode time search. Kedua jenis ini berbeda dengan jenis baru dari genus Ansonia yang ditemukan di Sabah, Utara Borneo yang tidak memiliki tympanum (Inger, et al 2001). Bufo asper ditemukan di plot pengamatan Sungai Lejak dan Sungai Lesan. Jenis ini di temukan pada saat pengamatan terestrial tepatnya di temukan di kubangan dan pengamatan akuatik yang di temukan di sekitar sisi sungai.
39
Menurut Inger (2003) Bufo asper diketahui di jumpai dari Kalimantan, Sumatera dan bagian Asia Tenggara setidaknya sampai ke Thailand. Hal ini menunjukan bahwa Bufo asper lebih bersifat akuatik daripada terestrial. Leptophryne borbonica di temukan di kayu roboh di sisi Sungai Lesan . Jenis ini di temukan pada siang hari saat keberangkatan menuju lokasi. Jenis ini dapat ditemukan dalam jumlah yang banyak di air yang jernih (Iskandar 1998). Pedostibes hosii hanya ditemukan pada saat pengamtan akuatik saja dan di temukan pada plot pengamatan Sungai Lejak dan Sungai Lesan. Microhyla borneensis dan Kalophrynus pleurostigma merupakan jenis terestrial jika dilihat dari selaputnya (Das dan Haas 2003). Pernyataan tersebut dibuktikan pada hasil penelitian di Kawasan Lindung Sungai Lesan yang hanya menemukan kedua jenis tersebut pada habitat terestrial tanpa ditemukan pada habitat akuatik, jenis ini biasanya dijumpai pada lantai hutan yang berupa serasah dan kayu lapuk. Katak ini ditemukan pada plot pengamatan Sungai Lejak pada saat pengamatan terestrial. Chaperina fusca di temukan di plot pengamatan anak Sungai Lejak pada siang hari pada saat pembuatan jalur. Kedua jenis ini tinggal di lantai hutan dan bertelur di genangan air di dalam hutan (Inger & Stuebing 1997). Leptolalax gracilis ditemukan pada pengamatan terestrial di serasah hutan dan akuatik di plot pengamatan anak Sungai Lejak dan Sungai Lesan. Jenis ini berbeda dengan Leptolalax dringi yang memiliki kaki lebih lebar dan perut yang berbeda dari L. gracilis (Inger et al. 1995). Leptobrachella mjobergi dan Leptobrachium hendricksoni ditemukan di plot pengamatan anak Sungai Lejak pada saat pengamtan akuatik. Kedua jenis ini di temukan pada serasah hutan di pinggir sungai. Leptobrachium abbotti ditemukan pada plot pengamatan anak Sungai Lejak dan Sungai Lesan dan hanya ditemukan pada saat pengamatan akuatik saja. Jenis ini ditemukan di serasah hutan di pinggir sungai. Rana chalconota merupakan jenis yang ditemukan pada plot pengamatan Sungai Lejak dan Sungai Lesan pada saat pengamatan akuatik dan terestrial. Pada saat pengamatan terestrial jenis ini banyak di temukan di kubangan diatas daun dan pada pengamatan akuatik jenis ini ditemukan diatas daun di pinggir sungai. Rana picturata ditemukan pada plot pengamatan anak Sungai Lejak dan Sungai Lejak dan hanya di temukan pada saat pengamatan akuatik saja. Jenis ini biasa
40
bertengger di ranting-ranting sisi sungai ± 20 sampai 50 cm dari permukaan air. Limnonectes kuhlii sering ditemukan di atas permukaan tanah di sisi sungai. Jenis ini ditemukan diketiga plot pengamatan pada saat pengamatan akuatik dan terestrial. Jenis ini memiliki selaput yang penuh yang menandakan jenis tersebut lebih menyukai habitat akuatik. Rana nicobariensis biasa berasosiasi dengan Rana chalconota di habitat akuatik danau (Iskandar 1998). Jenis ini ditemukan pada plot pengamatan Sungai Lejak pada pengamatan akuatik. Limnonectes malesianus saat berukuran kecil lebih sering di temukan di serasah hutan. Namun, setelah dewasa katak ini selalu di temukan di perairan seperti diam di atas kayu atau tanah. Jenis ini ditemukan pada plot pengamatan Sungai Lejak pada pengamatan akuatik. Limnonectes Paramacrodon ditemukan pada saat pengamatan akuatik dan terestrial di ketiga plot pengamatan. Kebanyakan jenis ini ditemukan dengan ukuran tubuh yang besar. Limnonectes leporinus ditemukan di plot pengamatan Sungai Lejak pada pengamatan akuatik. Jenis ini hanya ditemukan satu individu saja dan hanya dikenal di Kalimantan saja (Inger 2003). Limnonectes ibanorum di temukan di ketiga plot pengamatan pada pengamatan terestrial dan akuatik. Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dengan total individu yang ditemukan sebanyak 45 individu dan merupakan katak endemik kalimantan (Inger 2003). Meristogenys whiteheadi dan Meristogenys phaeomerus ditemukan pada plot pengamatan anak Sungai Lejak pada pengamatan akuatik. Kedua jenis ini hanya ditemukan satu individu saja. Staurois natator di temukan hanya di plot pengamatan Sungai Lejak pada pengamatan akuatik saja. Jenis ini ditemukan di sungai yang berarus deras dan jernih. Polypedates colletti dan Rhacophorus appendiculatus ditemukan hanya di plot pengamatan Sungai Lesan pada pengamatan terestrial saja. Kedua jenis ini ditemukan pada saat bersamaan dengan jumlah yang banyak. Kedua jenis ini ditemukan di sebuah kubangan yang sudah kering dan cukup luas serta banyak pohon-pohon yang tumbang. Kedua jenis ini ditemukan sedang bertengger diatas pohon yang ketinggiannya dapat mencapai dua meter. Nyctixalus pictus ditemukan pada saat pembuatan jalur pengamatan terestrial pada plot pengamatan anak Sungai Lejak. Jenis ini hanya ditemukan satu individu saja. Polypedates macrotis ditemukan pada pengamatan terestrial di plot pengamatan anak Sungai
41
Lejak. Jenis ini hanya ditemukan satu individu saja. Family Rhacophoridae diketahui terdapat lebih dari 60 spesies yang setidaknya 41 jenis hanya terdapat di Asia Tenggara saja (Das dan Haas 2005) dan dilokasi penelitian hanya ditemukan lima jenis saja. Rhacophorus cyianopunctatus di temukan pada plot pengamatan Sungai Lejak dan Sungai Lesan pada pengamatan akuatik saja. Jenis ini ditemukan di atas pohon di pinggir sungai. Rhacophorus gauni ditemukan pada plot pengamatan Sungai Lejak pada pengamtan akuatik. Jenis ini ditemukan di atas pohon di pinggir sungai dengan satu individu saja. Rhacophorus harrisoni ditemukan pada plot pengamatan Sungai Lesan pada pengamatan terestrial. Jenis ini hanya ditemukan satu individu saja. Rhacophorus pardalis hanya ditemukan di plot pengamatan Sungai Lejak saja pada pengamatan terestrial dan akuatik. Jenis ini ditemukan di atas pohon di pinggir sungai dan diatas daun di sekitar kubangan. Sebagian besar jenis amfibi dari famili Megophryidae dan Microhlyidae ditemukan hanya satu individu dalam pengamatan karena jenis ini cenderung bersembunyi dan melakukan penyamaran (Iskandar 1998). Kalophrynus pleurostigma dan Microhyla borneensis ditemukan di serasah hutan. Kedua jenis ini tinggal di lantai hutan dan bertelur di genangan air di dalam hutan (Inger & Stuebing 1997). Bufo asper ditemukan di sisi sungai. Jenis ini memiliki selaput renang yang penuh (Iskandar 1998). Hal ini menunjukan bahwa Bufo asper lebih bersifat akuatik daripada terestrial. Leptophryne borbonica di temukan di pinggir sungai yang jernih dalam keadaan bertelur. Jenis ini dapat ditemukan dalam jumlah banyak di air yang jernih (Iskandar 1998). Family Ranidae umumnya ditemukan di aliran karena sebagian besar spesies merupakan spesies riparian (Zainudin, et al. 2002). Rana chalconota merupakan jenis yang ditemukan di kubangan dalam jumlah yang banyak. Jenis ini memiliki selaput kaki yang penuh, ini menandakan jenis ini lebih menyukai habitat akuatik. Jenis ini dapat tinggal di habitat yang terdapat air, bahkan dari dataran rendah sampai ketinggian lebih dari 1200 mdpl (Iskandar 1998). Rana picturata ditemukan disekitar sungai plot pengamatan anak Sungai Lejak dan Sungai Lejak yang memiliki arus yang rendah sampai sedang dan jernih hal ini dikarenakan jenis ini dapat ditemukan di sepanjang sungai yang berarus sedang di hutan primer dan hutan sekunder (Mistar 2003).
42
Limnonectes malesianus ditemukan di plot pengamatan sungai Lesan dengan ukuran tubuh yang besar. Menurut Inger & Stuebing (1997) pada saat berukuran kecil jenis ini lebih sering di temukan di serasah hutan. Namun, setelah dewasa katak ini selalu di temukan di perairan seperti diam di atas kayu atau tanah. Jenis Rhacophorus appendiculatus dan Polypedates colletti hanya ditemukan di plot pengamatan Sungai Lesan di batang pohon dengan ketinggian 1-2 meter di sebuah kubangan yang kering dengan jumlah yang banyak dan berkelompok. Menurut mistar 2008 jenis ini jarang ditemukan berkelompok, tetapi pada plot pengamatan Sungai Lesan jenis ini ditemukan berkelompok. Kedua jenis ini tidak ditemukan pada plot pengamatan lainnya. Sebaran ekologis merupakan sebaran posisi katak dalam habitatnya. Heyer, et al. (1994) membagi sebaran ini menjadi sebaran horisontal dan vertikal. Sebaran horisontal menggambarkan posisi anura terhadap badan air, sedangkan sebaran vertikal menggambarkan posisi anura terhadap permukaan tanah atau substrat lainnya. Kisaran posisi anura pada penelitian ini dapat tersaji dalam Tabel 3. Dari kisaran posisi anura dapat terlihat jenis-jenis yang terestrial, akuatik maupun arboreal dengan melihat posisi anura pada saat ditemukan. Seperti jenis Rhacophorus pardalis yang ditemukan diatas pohon dengan ketinggian hingga 3 m, hal ini menandakan jenis ini merupakan anura arboreal. Menurut Heyer, et al. (1994) aktivitas katak yang dijumpai pada saat survei adalah diam, bersuara dan loncat akibat adanya peneliti. Sebagian besar amfibi yang ditemukan dalam perilaku diam. Hal ini berhubungan dengan cara amfibi mencari makan karena sebagian besar amfibi mencari makan dengan menggunakan strategi diam dan menunggu (Duellman & Carpenter 1998). Seperti jenis Pedostibes hosii yang diam dan menunggu mangsanya untuk dimakan. Aktivitas
bersuara
umumnya
selalu
dihubungkan
dengan
proses
perkembangbiakan pada katak (Goin, et al. 1978). Pada penelitian ini ditemukan jenis anura yang sedang amplexus dan bertelur seperti jenis Nyctixalus pictus yang pada saat ditemukan sedan amplexus dan jenis Leptophryne borbonica yang pada saat ditemukan sedang bertelur. Sedangkan anura yang bersifat sensitif terhadap gerakan umumnya beberapa kali ditemukan akan menghindar dengan cara melompat ke air atau sekelilingnya (Fitri 2002). Seperti jenis yang jika terganggu
43
lebih memilih loncat kedalam air yaitu jenis Bufo asper, Limnonectes kuhlii, Limnonectes ibanorum dan Rana picturata, beberapa jenis yang jika terganggu lebih memilih loncat dari batu ke batu atau substrat keras (kayu) yaitu Limnonectes paramacrodon, Meristogenys phaeomerus dan Staurois natator yang jika terganggu akan meloncat dari batu ke batu, serta beberapa jenis yang jika terganggu dua kali ditemukan memilih loncat ke ranting-ranting tumbuhan yaitu Rana picturata, Polypedates macrotis dan Rhacophorus pardalis.
44
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Jumlah jenis yang ditemukan yaitu 31 jenis yang terdiri dari 217 individu
dimana 12 (38%) jenis katak yang ditemukan merupakan katak endemik Borneo. Jumlah jenis yang ditemukan pada plot pengamatan Sungai Lejak dan Sungai Lesan memiliki jumlah jenis yang sama yaitu 13 jenis, sedangkan jumlah jenis pada plot pengamatan anak Sungai Lejak sebanyak 9 jenis. Keanekaragaman jenis amfibi di kawasan lindung Sungai Lesan memiliki nilai keanekaragaman berkisar antara 0,75 sampai 2,00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan lindung Sungai Lesan masih menunjang keberagaman amfibi terutama plot pengamatan Sungai Lejak yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Oleh karena itu plot pengamatan Sungai Lejak harus mendapat perhatian pengelola kawasan dalam mengelola kawasan lindung Sungai Lesan. 6.2 Saran Perlindungan kawasan sangat penting untuk mendapat perhatian pengelola Kawasan lindung Sungai Lesan karena Kawasan Lindung Sungai Lesan memiliki jumlah jenis dan tingkat keanekaragaman amfibi yang cukup tinggi serta memiliki microhabitat yang cukup beragam.
45
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. AmphibiaWeb. 2008. Worldwide Amphibian Declines: How big is the problem, what are the causes and what can be done? http:// amphibiaweb.org/declines /declines.html [15 Mei 2010]. Berry PY. 1975. The Amphibian Fauna of Peninsular Malaysia. Kuala Lumpur: Tropical Pr. Bina Swadaya. 2006. Laporan Studi Kelayakan Pengembangan Ekowisata di Habitat Orangutan dalam Kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan. Jakarta: Bina Swadaya. Brower JE & Zar JH. 1997. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Iowa: Brown. Cogger HG. 1999. The Little Guide Reptiles & Amphibians. San Francisco. USA: Fog City Press. Cogger HG & Zweifel R. 2003. Encyclopedia of Reptiles & amphibians: A comprehensive illustrated guide by international experts (third edition). San Francisco. USA: Fog City Press. Das I & Haas A. 2003. A New Species of Kalophrynus (anura: Microhylidae) from the highlands of north-central borneo. The Raffles Bulletin of Zoology 51(1): 109-113. Das I & Haas A. 2005. A New Species of Rhacophorus (anura: Rhacophoridae) from Gunung Gading, Sarawak. The Raffles Bulletin of Zoology 53(2): 257263. Fitri A. 2002. Keanekaragaman Jenis Amfibi (Ordo Anura) di Kebun Raya Bogor. [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Goin CJ & Goin OB. 1971. Introduction to Herpetology. Second Edition. San Francisco: Freeman. Handoko. 1995. Klimatologi Dasar : Lan dasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Jakarta: Pustaka Jaya. Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayek LC, Foster MS. 1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for Amphibians. Washington: Smithsonian Institution Pr.
46
Hofrichter R. 2000. The Encyclopedia of Amphibians. Augsburg: Weltbuild. Inger RF & Voris HK. 1993. A Comparison of Amphibian Communities through Time and from place to place in Bornean Forests. Journal of Tropical ecology 9: 409-433. Inger RF, Stuebing RB & Lian TF. 1995. New Species and New Record of Anurans of Borneo. Raffles Bulletin of Zoology 43(1): 115-131. Inger RF, Lian TF & Yambun P. 2001. A New Species of Toad of the Genus Ansonia (anura: Bufonidae) from Borneo. The Raffles Bulletin of Zoology 49(1): 35-37. Inger RF & Voris HK. 2001. The Biogeographical Relations of The Frogs and Snakes of Sundaland. Journal of Biogeography 28: 863-891. Inger RF. 2003. Sampling Biodiversity in Bornean Frogs. The Natural History Journal of Chulalongkorn University 3(1): 9-15. Inger RF. 2005. The Systematics and Zoogeography of the Amphibia of Borneo. Chicago: Field Museum of Natural History. Inger RF & Stuebing RB. 1997. A Field Guide to the Frogs of Borneo. Sabah: Natural History. Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali–Seri Panduan Lapangan. Bogor: Puslitbang LIPI. Iskandar DT, Setyanto DY & Liswanto D. 1998. Keanekaragaman Herpetofauna di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2004. Iskandar DT (Eds). 2001. The Amphibians and Reptiles of Malinau Region, Bulungan Research Forest, East Kalimantan: Annotated checklist with notes on ecological preferences of the species and local utilization. CIFOR. Bogor, Indonesia. 35 pp. [IUCN] International Union for Conservation of Nature and Nature Resources. 2011. Initiatif Amphibian Geographic. From http://www.iucnredlist.org/initiatives/amphibians/analysis/geographicpatterns. Kminiak M. 2000. Amphibian Habitats. In: R Hofrichter 2000. The Encyclopedia of Amphibians. Augsburg: Weltbild Verlag GmbH. Kusrini MD. 2009. Pedoman Penelitian dan Survey Amfibi di Alam. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
47
Lametschwandtner A & Tiedemann F. 2000. Biology and Physiology. In: R Hofrichter 2000. The Encyclopedia of Amphibians. Augsburg: Weltbild Verlag GmbH. Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton University Press. Mediyansyah. 2008. Keanekaragaman Jenis Amfibi (Ordo Anura) di Stasiun Riset Cabang Panti Taman Nasional Gunung Palung Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. [skripsi]. Pontianak: Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Mediyansyah & Rachmansyah A. 2010. Laporan Survei Herpetofauna di PT. Cipta Usaha Sejati (CUS) & PT. Jalin Vaneo (JV). Kalimantan. Meijaard E, Sheil D, Nasi R, Augeri D, Rosenbaum B, Iskandar D, Setyawati T, Lammertink M, Rachmatika I, Wong A, Soehartono T, Stanley S and O’Brien T. 2005. Life after logging: Reconciling wildlife conservation and production forestry in indonesian borneo. CIFOR and UNESCO. Bogor345. pp. Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Bogor: The Gibbon Foundation & PILI-NGO Movement. Mistar. 2008. Panduan Lapangan Amfibi & Reptil di Areal Mawas Provinsi Kalimantan Tengah. Bornean Orangutan Survival Foundation. Nardiyono. 2007. Laporan Hasil Survei Sarang Orangutan di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kecamatan Kelay. Tanjung Redeb: The Nature Conservancy. Nichols JD, Boulinier TJE, Hines KH, Pollock, Sauer JR. 1998. Estimating Rates of Local Species Eextinction, Colonization and Turnover in Animal Communities. Ecological Application 8 (4): 1213-1225. Nussbaum RA. 1998. Caecilians. In: HG Cogger and RG Zweifel 1998. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. Second Edition. San Fransisco: Fog City Pr. Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia: Saunders. Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. [PEMDA Berau] Pemerintah Daerah Kabupaten Berau. 2005. Usulan Pengelolaan Kawasan Konservasi Habitat Orangutan di Hutan Lindung Sungai Lesan. Tanjung Redeb: Pemerintah Kabupaten Berau.
48
Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sholihat N. 2007. Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga. [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Stebbins RC & Cohen NW. 1997. A Natural History of Amphibians. New Jersey: Princeton Univ. Pr. Utama H. 2003. Studi Keanekaragaman Amfibi (Ordo Anura) di Areal PT. Intracawood Manufacturing, Kalimantan Timur. [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Veith M, Wulffraat S, Kosuch J, Hallmann G, Henkel H-W, Sound P, Samsu, Rudhimanto L and Iskandar D. 2004. Amphibians of the Kayan Mentarang National Park (East Kalimantan, Indonesia): Estimating Overall and Local Species Richness. Tropical Zoology 17: 1-13. Voris HK & Inger RF. 1996. Frog Abudance along Streams In Bornean Forests. Conservation Biology Vol. IX (3) : 679-683. Zainddin R. 1999. A Brief Note on Frogs of Bario, Kelabit Highlands, Sarawak. AASEAN Review of Biodiversity and Environmental Conservation (ARBEC). Zainudin R, Wasly L & Ali H. 2002. An Account of Anuran at Crocker Range National Park, Sabah. ASEAN Review of Biodiversity and Environmental Conservation (ARBEC) July-September: 8.
Lampiran
50
Lampiran 1. Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan
FAMILY : BUFONIDAE Bufo asper Kodok berukuran 70-120 mm dengan kulit yang sangat kasar dan berbintil-bintil, kelenjar parotoid berbentuk lonjong, jari kaki berselaput renang sampai ke ujung. Memiliki warna kehitam-hitaman, coklat tua dan terdapat titik hitam. Biasanya terdapat di tepi sungai dan terkadang di dalam air. Jenis ini di temukan di dua plot pengamatan yaitu Sungai Lejak dan Sungai Lesan dan di temukan di terestrial dan akuatik dengan jumlah 2 individu. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Bufonidae
Genus
: Bufo
Spesies
: Bufo asper
Ansonia leptopus Kodok berukuran 30-65 mm, jari-jari seluruhnya berujung bulat, jari kaki belakang berselaput hingga tigaperempat bagian. Jantan mempunyai satu baris duri kecil dibagian dagu berwarna oranye atau coklat, bagian sisi biasanya dengan warna lebih gelap. Hidup di hutan primer sampai hutan sekunder pada ketinggian dibawah 600 mdpl. Saat musim berbiak sangat mudah dijumpai di sungai-sungai
51
kecil, dan sangat umum dijumpai pada malam hari. jenis ini di temukan di plot pengamatan Anak Sungai Lejak dimana metode pengamatan yang digunakan adalah metode time search Terestrial. Jenis ini di temukan di dekat kubangan dan hanya satu individu saja yang ditemukan. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Bufonidae
Genus
: Ansonia
Spesies
: Ansonia leptopus
Leptophryne borbonica Kodok dengan ukuran 20-40 mm, merupakan kodok kecil dan kelenjar parotoid yang kurang jelas serta terdapat tanda berbentuk jam pasir di bagian belakang dengan warna coklat keabuan, ventrum leher dan kaki berwarna kecoklatan. Terdapat pada air yang jernih dan berarus lambat. Mempunyai tekstur kulit berkeriput tanpa kelenjar parotoid yang jelas. Jenis ini ditemukan di pinggiran Sungai Lesan pada saat baru sampai di Hutan Lindung Sungai Lesan dimana dalam kondisi bertelur serta ditemukan dalam jumlah yang sedikit hanya satu individu saja. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
52
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Bufonidae
Genus
: Leptophryne
Spesies
: Leptophryne borbonica
Ansonia longidigita Katak dengan ukuran jantan: 35-50 mm dan betina: 45-70 mm, memiliki kaki belakang yang panjang. Jari kaki belakang memiliki selaput setengah bagian. Jenis ini memiliki beberapa kutil pada permukaan atas tubuh terutama di bahu yang ditutup dengan duri kecil. Tubuh bagian belakang memiliki lintang berwarna gelap dan bagian perut berwarna krem. Katak ini dapat dijumpai pada hutan primer dan sekunder tua serta pada ketinggian 150-2200 mdpl. Umumnya dijumpai pada sungai-sungai yang berbatu. Jenis ini di temukan di satu plot pengamatan saja yitu di plot pengamatan Sungai Lejak dan hanya satu inividu saja. Ditemukan pada saat pengamatan terrestrial dan berada diluar jalur. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Bufonidae
Genus
: Ansonia
Spesies
: Ansonia longidigita
53
Pedostibes hosii Kodok dengan ukuran 53-105 mm dan dikenal dengan nama lain dari kodok puru pohon. Kaki belakang berselaput penuh, bagian ujung jari sedikit melebar. Bagian belakang mata terdapat lipatan kulit yang keras dan bersambungan dengan kelenjar parotoid kecil berbentuk bulat. Suaranya sangat umum terdengar dari pinggiran sungai. Jenis ini ditemukan 2 individu didua plot pengamatan yaitu Sungai Lejak dan Sungai Lesan dan pada saat di temukan jenis ini sedang bergantung di atas pohon dipinggiran sungai dan diatas batu. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Bufonidae
Genus
: Pedostibes
Spesies
: Pedostibes hosii
54
FAMILY : MEGOPHRYIDAE Leptobrachium abbotti Katak yang memiliki kepala yang luas dengan mata menonjol dan memiliki kaki yang pendek dan ramping. Memiliki kulit yang halus. Pada bagian kepala dan punggung berwarna coklat sampai hitam dengan pola gelap biasanya terlihat samar hanya pada bagian atas kepala. Bagian perut ditandai dengan bintik-bintik hitam dan putih tebal. Beberapa jenis katak ini dari Sarawak mungkin memiliki perut ditandai putih atau abu-abu. Ukuran jantan berkisar 43-75 mm dan betina 60-95 mm. Katak dewasa dan remaja hidup dalam daun mati dan serasah di lantai hutan primer dan sekunder tua di bawah ketinggian 1000 mdpl. Katak ini ditemukan di dua plot pengamatan yaitu di Anak Sungai Lejak dan Sungai Lesan pada pengamatan akuatik dengan metode VES dan metode time search. Ditemukan di serasah di sekitar sungai. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Megophryidae
Genus
: leptobrachium
Spesies
: Leptobrachium abbotti
55
Leptobrachella mjobergi Katak yang berukuran kecil dimana jantan berukuran 17-20 mm dan betina berukuran 18-21 mm. memiliki tubuh yang kurang ramping pada bagian kaki. Kulit halus pada bagian belakang dan memiliki warna coklat atau hitam dengan beberapa bintik hitam di bagian belakang dan tidak ada goresan hitam di gendang telinga.
bagian
dada
penuh
bintik
yang
berwarna
coklat.
jenis ini hidup di hutan dataran rendah pada ketinggian 150-500 mdpl dan umumnya dijumpai di sekitar sungai kecil yang berbatu. Katak ini ditemukan hanya pada plot pengamatan Anak Sungai Lejak tepatnya di jalur transek Orang utan pada pengamatan akuatik dengan metode time search dan hanya ditemukan satu indivu saja. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Megophryidae
Genus
: Leptobrachella
Spesies
: Leptobrachella mjobergi
Photo by: KPH HIMAKOVA
Leptobrachium hendricksoni Katak dengan ukuran panjang pada jantan 45-50 mm dan betina 63 mm memiliki kepala yang lebar dan mata yang besar serta kaki yang pendek. Jenis ini lebih kecoklatan dan tidak memiliki pola perut yang mencolok gelap. Pada bagian
56
bawah berwarna putih atau Cream dan banyak titik-titik hitam kecil. sejauh spesies ini hanya ditemukan di hutan rawa. Berudu hidup di sungai yang tenang dan mengalir lambat. Katak ini ditemukan hanya di plot pengamatan Anak Sungai Lejak tepatnya di jalur transek Orangutan pada pengamatan akuatik dengan metode time search. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Megophryidae
Genus
: leptobrachium
Spesies
: Leptobrachium hendricksoni
Leptolalax gracilis Katak serasah yang aktif pada malam hari, terdapat di lantai hutan dan terkadang ditemukan di cabang tumbuhan tingkat herba. Katak ini berukuran antara 29-48 mm, kaki yang panjang dan jari belakang hanya bersalaput pada bagian dasar saja. Dijumpai di hutan primer dan sekunder pada daerah yang berbukit. Katak ini ditemukan di dua plot pengamatan yaitu di Anak Sungai Lejak dan Sungai Lesan pada saat pengamatan terestrial dan akuatik.
57
Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Megophryidae
Genus
: Leptolalax
Spesies
: Leptolalax gracilis
Photo by: KPH HIMAKOVA
FAMILY : MICROHYLIDAE Kalophrynus pleurostigma Katak berukuran sedang sampai 60 mm dengan kepala sempit dan memiliki moncong runcing dan tertutup seluruhnya oleh bintil-bintil kecil runcing. Satu garis tipis dari ujung moncong sampai ke tepi mulut lipatan paha dengan bulatan hitam dikelilingi oleh garis tipis. Mempunyai tekstur kulit yang kasar terutama pada jantan yang biasanya tertutup oleh bintil-bintil kecil. Kulitnya mempunyai kelenjar yang mengeluarkan cairan sangat pekat. Warna tubuh coklat kemerahan sampai mendekati hitam, satu garis tipis dari moncong sampai ke selangkangan, bercak hitam di depan kaki belakang. Jantan biasanya mempunyai kulit berduri. Hampir selalu di jumpai diantara serasah di dalam hutan-hutan. Katak ini ditemukan hanya di plot pengamatan Sungai Lejak pada saat pengamatan
58
terestrial pada meter ke 60 diatas serasah dan hanya ditemukan hanya satu individu saja. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Microhylidae
Genus
: Kalophrynus
Spesies
: Kalophrynus pleurostigma
Chaperina fusca Katak dengan ukuran tubuh yang sangat kecil dengan ujung jari yang sedikit melebar. Mempunyai tulang yang fleksibel kecil di bagian siku dan tumit. Bagian belakang pada tubuh berwarna hitam kehijauan dan bagian bawah tubuh dan kaki memiliki jaringan hitam berbintik kuning cerah dan jaringan ini menular ke jari manusia cukup mudah. Ukuran tubuh pada jantan 18-21 mm dan pada betina 2024 mm. Spesies ini hidup di hutan primer dan sekunder dan bahkan hidup di perkebunan. Umumnya dijumpai pada lantai hutan tetapi terkadang di tumbuhan yang rendah. Katak ini hanya ditemukan di plot pengamatan Anak Sungai Lejak dan ditemukan pada saat pembuatan jalur di meter ke 406. Katak ini hanya ditemukan satu individu saja.
59
Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Microhylidae
Genus
: Chaperina
Spesies
: Chaperina fusca
Microhyla borneensis Katak yang berukuran kecil dengan kaki belakang yang panjang dan gendang telinga yang tidak terlihat. Memiliki jari yang jelas dan ujung jari sedikit melebar. Pada tubuh bagian belakang berwarna abu-abu sampai coklat dengan tanda yang berwarna coklat tua atau ungu di tengah-tengah punggung. Pada bagian dada dan perut memiliki bintik-bintik coklat dan putih. Ukuran tubuh pada jantan 17-18 mm dan pada betina 19-23 mm. Spesies ini hidup di hutan primer dan hutan dataran rendah dan umumnya dijumpai di lantai hutan dan pada saaat berkembangbiak di temukan di dalam kubangan. Katak ini hanya ditemukan pada plot Sungai Lejak pada pengamatan terestrial ulangan pada meter ke 200 dan hanya ditemukan satu individu saja. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
60
Ordo
: Anura
Famili
: Microhylidae
Genus
: Microhyla
Spesies
: Microhyla borneensis
FAMILY : RANIDAE Limnonectes kuhli Katak berukuran 44-67 mm dengan kepala lebar, cincin telinga tidak jelas, jari seluruhnya berselaput renang sampai ke ujung jari dan memiliki kaki yang sangat pendek dan berotot. Tekstur tubuhnya berbintil kecil dan bulat seperti bintang yang tersebar di seluruh permukaan tubuh, lipatan supratimpanik sangat jelas. Sering di jumpai pada sungai yang beraliran sedikit tenang dan biasanya diam di pinggiran perairan dangkal. Jenis ini ditemukan dalam jumlah yang lumayan banyak dan terdapat diketiga plot pengamatan dengan jumlah satu individu di Anaka Sungai Lejak, dua individu di Sungai Lejak dan satu individu di Sungai Lesan. Jenis ini ditemukan pada saat pengamatan terrestrial dan akuatik. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
Genus
: Limnonectes
Spesies
: Limnonectes kuhlii
61
Limnonectes malesianus Katak berukuran 70-150 mm dan memiliki kaki yang besar dimana kaki belakang berselaput renang sampai jari ketiga dan keempat. Memiliki tekstur kulit yang halus berwarna kemerahan dan terdapat garis coklat gelap yang menutupi separuh dari timpanum. Memiliki habitat beragam dari hutan rawa dan hutan dataran rendah. Jenis ini hanya di temukan di plot pengamatan Sungai Lesan saja dan pada saat pengamtan akuatik. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
Genus
: Limnonectes
Spesies
: Limnonectes malesianus
62
Limnonectes paramacrodon Katak berukuran mencapai 66 mm dengan tekstur tubuh bagian atas berbintil kasar, lipatan supratimpanik kasar, dan bagian bawah tubuh halus. Jari kaki belakang jelas dan ujung jari sedikit melebar serta jari kaki belakang berselaput penuh kecuali jari keempat. Memiliki warna coklat gelap bagian atas dengan terdapat garis antar mata berwarna kekuningan dan garis vertebral sisi kepala berwarna terang. Dijumpai pada hutan rawa sampai pegunungan dataran rendah. Jenis ini ditemukan di ketiga plot pengamatan yaitu Anak Sungai Lejak, Sungai Lejak dan Sungai Lesan dengan jumlah individu yang melimpah pada pengamatan terestrial dan akuatik. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
Genus
: Limnonectes
Spesies
: Limnonectes paramacrodon
Limnonectes ibanorum Katak berukuran 80-101 mm dengan jari kaki depan tanpa selaput dan jari kaki belakang berselaput hingga ruas terakhir. Tubuh bagian belakang mempunyai lipatan kulit yang tersusun paralel. Berwarna coklat dan dijumpai pada sungai-
63
sungai yang jernih dan berbatu. Jenis ini ditemukan di ketiga plot pengamatan dengan jumlah individu yang melimpah dan merupakan jenis yang paling banyak ditemukan jumlah individunya. Jumlah individu yang paling banyak ditemukan di plot pengamtan Anak Sungai Lejak. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
Genus
: Limnonectes
Spesies
: Limnonectes ibanorum
Meristogenys whiteheadi Katak berukuran 50-91 mm dengan tubuh yang ramping dan memiliki kaki belakang yang sangat panjang dan berselaput penuh, memiliki timpanum tidak begitu dalam dan memiliki warna coklat gelap bagian atas biasanya terdapat garis hitam dari depan mata sampai hidung. Menempati habitat hutan primer dan sekunder dan dijumpai pada sungai-sungai perbukitan. Jenis ini ditemukan di Anak Sungai Lejak tepatnya di jalur transek Orangutan dimana ditemukan pada saat pengamatan dengan menggunakan metode time search. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
64
Genus
: Meristogenys
Spesies
: Meristogenys whiteheadi
Rana chalconota Katak berukuran 33-60 mm dengan kepala meruncing dan memiliki kaki yang panjang dan ramping. Kaki berselaput sepenuhnya sampai ke ujung jari. ujung jari-jari kaki dan tangan melebar dan jelas. Tekstur kulit relatif tertutup seluruhnya oleh bintil-bintil yang sangat halus yang menyerupai kertas pasir. Jenis ini terkadang mengunjungi habitat manusia dimana terdapat air seperti kolam ikan. Sering juga tinggal di atas tumbuhan yang tumbuh di sekitar atau di dalam air, seperti lotus dan enceng gondok. Jenis ini ditemukan di dua plot pengamatan yaitu di Sungai Lejak dan Sungai Lesan dan tidak dijumpai di Anak Sungai Lejak. Katak ini ditemukan dalam jumlah banyak di dekat kubangan pada saat pengamatan terestrial tetapi juga ditemukan pada pengamatan akuatik. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
Genus
: Ranaa garis
Spesies
: Rana chalconata
65
Rana nicobariensis Katak berukuran kecil dan perawakan ramping. Memiliki kaki yang panjang dan ramping serta jari kaki setengahnya berselaput. Ukuran tubuhnya sekitar 35-50 mm. Tekstur kulit berbintil tetapi halus dan lipatan dorsalateral yang halus. Biasanya terdapat di perbatasan hutan daerah yang terganggu dimana terdapat air yang mengalir lambat atau tergenang. Katak ini ditemukan hanya di plot pengamatan Sungai Lejak pada saat pengamatan akuatik dengan metode time search dan hanya ditemukan satu individu saja.
Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
Genus
: Ranaa
Spesies
: Rana nicobariensis
66
Meristogenys phaeomerus Katak dengan ukuran jantan: 50-64 mm dan betina: 75-91 mm. Semua jari-jari kaki belakang berselaput sepenuhnya. Tubuh bagian belakang dan atas kepala berwarna coklat dan biasanya ada garis gelap di sisi kepala dari mata sampai ke hidung dan bagian dada dan perut putih dan terdapat bintik-bintik. Katak jenis ini hidup di hutan primer dan sekunder tua yang ketinggiannya di bawah 750 mdpl. Katak dewasa hanya ditemukan di tepi sungai dimana mereka bertengger di batu yang besar dan tumbuh-tumbuhan yang rendah. Jenis ini ditemukan sama dengan ditemukannya katak jenis Meristogenys whiteheadi yaitu di Anak Sungai Lejak tepatnya di jalur transek Orangutan dan hanya ditemukan satu individu saja. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
Genus
: Meristogenys
Spesies
: Meristogenys phaeomerus
Rana picturata Katak berukuran 33-68 mm dengan kepala berbentuk segitiga dan jari kaki belakang berselaput lebih dari separuh bagian. Memiliki warna coklat tua hingga hitam dengan noktah-noktah berwarna kuning pada bagian punggung, sisi tubuh dan kaki. Selalu dijumpai di tepian sungai-sungai berukuran kecil dan sedang, pada tumbuhan herba atau akar dan terkadang dijumpai agak jauh dari sungai.
67
Katak ini ditemukan di Anak Sungai Lejak dan Sungai Lejak dan tidak ditemukan di plot pengamatan Sungai Lesan. Jenis ini dijumpai pada saat pengamatan akuatik dengan jumlah banyak dan tidak dijumpai pada saat pengamatan terestrial. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
Genus
: Rana
Spesies
: Rana picturata
Staurois natator Katak berukuran 29-55 mm dengan kepala meruncing dan tubuh yang ramping serta jari kaki belakang berselaput penuh hingga ujung jari. memiliki warna tubuh bagian atas berwarna hijau keunguan dengan noktah-noktah hitam besar, tubuh bagian bawah berwarna hijau kekuningan. Hidup di hutan primer sampai sekunder dan dijumpai disepanjang sungai beraliran deras, jernih dan berbatu serta di jumpai dalam jumlah yang banyak. Katak ini hanya ditemukan di plot pengamatan Sungai Lejak dan hanya satu individu saja. Ditemukan pada saat pengamatan akuatik di atas batu pada sungai yang mengalir deras. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
H A
68
Famili
: Ranidae
Genus
: Staurois
Spesies
: Staurois natator
Photo by: KPH HIMAKOVA
Limnonectes leporinus Katak berukuran 90-125 mm dengan warna tubuh coklat kemerahan hingga coklat. Memiliki kepala yang nampak runcing dan jari kaki belakang berselaput penuh. Umumnya di jumpai pada sungai-sungai besar maupun kecil yang berpasir atau berkerikil. Jenis ini ditemukan pada saat orientasi lapang di lokasi kedua yaitu di Sungai Lejak dengan metode Time Search akuatik dan hanya ditemukan hanya satu individu saja. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Ranidae
Genus
: Limnonectes
Spesies
: Limnonectes leporinus
69
FAMILY : RHACOPHORIDAE Nyctixalus pictus Katak pohon yang berukuran 30-34 mm dengan mulut yang relatif panjang serta ujung jari yang melebar membentuk bantalan yang berukuran lebih kecil dari diameter timpanum. Memiliki jari belakang yang berselaput hingga separuh bagian. Tekstur kulit di permukaan kepala, punggung, dan kaki kasar dengan bintil-bintil seperti duri. Tubuh berwarna coklat kemerahan dengan bintik-bintik berwarna putih. Hidup dalam hutan primer, sekunder dataran rendah, sampai pegunungan dataran rendah sampai ketinggian 1650 mdpl. Sering di jumpai di semak-semak atau pohon kecil 1-3 m dari atas tanah. Jenis ini di temukan hanya di plot pengamatan Anak Sungai Lejak pada siang hari pada saat pembuatan jalur untuk pengamatan terestrial dengan aktifitas sedang breeding. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Rhacophoridae
Genus
: Nyctixalus
Spesies
: Nyctixalus pictus
70
Polypedates colletti Katak pohon yang berukuran 44-77 mm dengan kepala segitiga dan moncong runcing. Warna pola seperti jam pasir berwarna coklat tua biasanya terdapat di bagian atas punggung, namun kadang-kadang terdapat pola lain. Hidup di dalam hutan primer, sekunder dataran rendah dan rawa gambut. Jenis ini hanya ditemukan di plot pengamatan Sungai Lesan pada saat pengamatan terestrial. Jenis ini sedikit unik karena ditemukan hanya pada satu tempat saja yaitu pada meter ke 40 pada pengamatan terestrial di sebuah lapangan terbuka dimana terdapat beberapa kubangan yang hampir kering dan banyak pohon yang tumbang. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Rhacophoridae
Genus
: Polypedates
Spesies
: Polypedates colletti
Rhacophorus pardalis Katak pohon yang berukuran 39-71 mm dan memiliki moncong yang bulat. Jari kaki belakang dan tiga jari terluar kaki depan berselaput penuh, bagian lengan terdapat kulit yang bulat. Memiliki warna tubuh coklat kemerahan sampai berwarna gelap dengan bagian pinggir tubuh berbintik-bintik hitam dan terkadang terdapat bintik kuning pada bagian atas tunit dan punggung. Warna perut pada umumnya krem dengan jala berwarna merah. Hidup di dalam hutan primer
71
maupun sekunder dataran rendah. Sering dijumpai di pinggiran sungai-sungai yang mengalir lambat sampai agak deras, lebih umum pada kolam-kolam kecil bekas kubangan. Jenis ini ditemukan hanya di plot pengamatan Sungai Lejak pada pengamatan akuatik dan terestrial. Ditemukan hanya dua individu dari pengamatan akuatik dan terestrial. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Rhacophoridae
Genus
: Rhacophorus
Spesies
: Rhacophorus pardalis
Polypedates macrotis Katak pohon dengan ukuran 45-85 mm yang memiliki kepala segitiga dan mata yang relatih besar. Tubuh berwarna coklat kayu pada bagian punggung dan coklat pada bagian kepala, mempunyai garis coklat tua mulai dari belakang mata menutupi timpanum, dan terkadang mempunyai sepasang garis hitam pada bagian punggung. Hidup di dalam hutan primer maupun hutan sekunder. Biasanya dijumpai pada habitat kolam-kolam kecil, di hutan sekunder pada vegetasi bawah dan berasosiasi dengan Rhacophorus pardalis dan Polypedates otilophus. Jenis ini hanya ditemukan di plot pengamatan Anak Sungai Lejak pada saat pengamatan terestrial dan hanya ditemukan satu individu saja. Ditemukan pada meter ke 75 diatas pohon dengan tinggi 1 meter.
72
Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Rhacophoridae
Genus
: Polypedates
Spesies
: Polypedates macrotis
Photo by: KPH HIMAKOVA
Rhacophorus gauni Katak pohon berukuran kecil dan mempunyai tubuh yang ramping dengan moncong yang sangat pendek dan menonjol serta mata yang melotot. Ukuran tubuh pada jantan: 26-30 mm dan betina: 35-38 mm. Semua jari berselaput kecuali jari yang keempat. Memiliki tekstur kulit yang halus dan berwarna coklat terang dengan beberapa bintik hitam serta waarna kuning keemasan pada pangkal paha. Jenis ini hidup di hutan primer dan biasanya dijumpai pada pohon-pohon di sekitar sungai dan sungai yang berbatu. Jenis ini hanya ditemukan di Sungai Lejak pada saat pengamatan akuatik dan hanya ditemukan hanya satu individu saja. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Rhacophoridae
73
Genus Spesies
: Rhacophorus : Rhacophorus gauni
Rhacophorus appendiculatus Katak pohon kecil ini memiliki kepala segitiga dan hampir berbentuk kerucut pada jantan dan pada betina memiliki kepala yang lebih kerucut sehinnga memiliki penapilan yang aneh. Jari ketiga sampai keempat berselaput dengan ujung jari berbentuk bulat. Mempunyai tekstur kulit pada bagian atas ditutupi benjolan kecil yang tidak teratur. Tepi luar lengan bawah dan kaki memiliki pinggiran bergelombang. Sekitar setengah bahian tubuh memiliki semburat merah muda di bagian depan paha. Ukuran jantan: 30-37 mm dan betina: 42-50 mm. Spesies ini hidup di hutan primer atau sekunder tua dengan ketinggian yang rendah serta di daerah gambut. Jantan sering bertengger pada ranting dan daun pada pohon yang ketinggiannya satu sampai tiga meter dari atas tanah. Jenis ini hanya ditemukan di plot pengamatan Sungai Lesan pada saat pengamatan terestrial. Jenis ini sedikit unik karena ditemukan bersamaan dengan katak jeni Polipedates colletti dan hanya pada satu tempat saja yaitu pada meter ke 40 pada pengamatan terestrial di sebuah lapangan terbuka dimana terdapat beberapa kubangan yang hampir kering dan banyak pohon yang tumbang. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
74
Famili
: Rhacophoridae
Genus
: Rhacophorus
Spesies
: Rhacophorus appendiculatus
Rhacophorus cyianopunctatus Katak pohon berukuran kecil dengan mata kecil dan terdapat bercak putih pada bagian bawah mata. Jari berselaput setengah sampai sepertiga bagian. Memiliki tekstur kulit yang halus pada bagian atas dan kasar berkerikil pada bagian bawah. Mepunyai warna coklat pada bagian kepala dan warna yang lebih gelap pada bagian mata dan memiliki sisi hitam dengan nomor titik terang biru muda dan biasanya bagian atas jari kaki bagian dalam memiliki pola yang sama. Ukuran jantan: 28-35 mm dan betina: 34-43 mm. spesies ini ditemukan hanya di hutan primer pada ketinggian rendah. Jenis ini ditemukan di plot pengamatan Sunagi Lejak dan Sungai Lesan pada saat pengamatan akuatik. Ditemukan hanya satu individu tiap plot pengamatan dan dijumpai diatas pohon yang tingginya satu meter. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Rhacophoridae
Genus
: Rhacophorus
Spesies
: Rhacophorus cyanopunctatus
75
Rhacophorus harrisoni Katak berukuran kecil dengan kepala lebar dan moncong yang pendek. Jari-jari kaki berselaput kecuali jari keempat. Memiliki Kulit yang halus di bagian kepala dan belakang serta memiliki butiran di dada dan perut. Memiliki warna yang pucat abu-abu-hijau dan berpasir coklat. Sisi tubuh dan permukaan bagian dalam kaki biasanya kuning dengan beberapa bintik-bintik hitam. Ukuran jantan: 31-33 mm dan betina: 45-51 mm. Tubuh berbentuk oval dan agak pipih di atas. Bibir sekitar mulut yang lebar dan membentuk struktur seperti cangkir. Katak ini hidup di hutan primer dan umumnya dijumpai di sekitar sungai yang berbatu. Katak ini hanya ditemukan di plot pengamatan Sungai Lesan dan hanya satu individu saja. Dijumpai pada sat pengamatan terestrial dan berada diatas pohon yang tingginya dua meter. Taksonomi: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Amphibia
Ordo
: Anura
Famili
: Rhacophoridae
Genus
: Rhacophorus
Spesies
: Rhacophorus harrisoni
76
77
Lampiran 2. Data Iklim (Suhu Air, Suhu Udara, Kelembaban, dan Cuaca) di Lokasi Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hari Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis
Tanggal 7/31/2010 8/1/2010 8/2/2010 8/3/2010 8/4/2010 8/5/2010 8/6/2010 8/7/2010 8/8/2010 8/9/2010 8/10/2010 8/11/2010 8/12/2010 8/13/2010 8/14/2010 8/15/2010 8/16/2010 8/17/2010 8/18/2010 8/19/2010 pH rata"
Tipe Terestrial Akuatik Terestrial Terestrial Akuatik Terestrial Akuatik Terestrial Akuatik Terestrial Akuatik Akuatik Terestrial Akuatik Akuatik Terestrial Terestrial Akuatik Terestrial Camp
Dry (%)
pH Air
Cuaca
7 7 7 7 7 7 8 8 6 6 5 -
Cerah Hujan Cerah Hujan Cerah Cerah Cerah Hujan Cerah Hujan Mendung Cerah Cerah Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Cerah
7
Suhu Maksimum Suhu Minimum
Wet (%)
Awal
Akhir
Mean
25 25 27 25 27 28 27 26 27 26.5 26.5 27 27 26.5 26 25 25 25 25.5 25.5
23 24.5 24 23 24.5 25 25 25 25.5 25 25.5 25 26.5 25.5 25 24 24.5 24 24 24.5
24 24.75 25.5 24 25.75 26.5 26 25.5 26.25 25.75 26 26 26.75 26 25.5 24.5 24.75 24.5 24.75 25 28 23
Kelembaban (%)
Awal
Akhir
Mean
25 24 25 25 25 25 25 23 25 23 24 25 26 24 24 23 23 23 24 24
24.5 23 23.5 24.5 23.5 22 24.5 22.5 23.5 22.5 23.5 23 24.5 23.5 23 22.5 22 22.5 22.5 23
24.75 23.5 24.25 24.75 24.25 23.5 24.75 22.75 24.25 22.75 23.75 24 25.25 23.75 23.5 22.75 22.5 22.75 23.25 23.5 26 22
Awal 92 92 84 92 84 77 84 76 84 70 76 84 92 77 84 84 84 84 92 84
Akhir 91 91 91 91 92 76 92 84 84 76 84 84 84 84 84 83 83 83 83 83
Lokasi
Suhu rata-rata
Anak Sungai Lejak
25.08
Sungai Lejak
25.90
Sungai Lesan
25.30
Mean 91.5 91.5 87.5 91.5 88 76.5 88 80 84 73 80 84 88 80.5 84 83.5 83.5 83.5 87.5 83.5 92 70
78
Lampiran 3. Data nilai keanekaragaman Jenis (H’ dan E) No
Famili
Jenis
H' terestrial Anak Sungai Lejak
Sungai Lejak
H' Akuatik Sungai Lesan
Anak Sungai Lejak
1
Rhacophorus pardalis
2
Rhacophorus gauni
0.14
3
Rhacophorus cyianopunctatus
0.14
4
0.119
Sungai Lejak 0.271
Rhacophorus appendiculatus
0.334
5
Rhacophorus harrisoni
0.099
6
Nyctixalus pictus
7
Polypedates colletti
8
Polypedates macrotis
9
Leptobrachella njobergi
10
Rachophoridae
Megophryidae
0.346 0.188
Leptobrachium abbotti
0.249
Leptobrachium hendricksoni
12
Leptolalax gracilis
0.099
13
Bufo asper
0.207
14
Ansonia leptopus Bufonidae
Leptopryne borbonica
17
Pedostibes hosii
19
Chaperina fusca Microhylidae
20 21
Ranidae
0.101
0.125 0.217
Ansonia longidigita
16 18
0.101
0.188
11
15
Sungai Lesan
0.14 0.188
Kalophrynus pleurostigma
0.119
Microhyla borneensis
0.119
Meristogenys whiteheadi
0.302
79
Lanjutan lampiran 3. No
Famili
Jenis
22
Meristogenys phaeomerus
23
Rana picturata
24
Rana calconota
25
Rana nicobariensis
26
Limnonectes ibanorum
27
H' terestrial Anak Sungai Lejak
Sungai Lejak
H' Akuatik Sungai Lesan
Anak Sungai Lejak
Sungai Lejak
0.367
0.14
0.319
0.274
0.346
0.274
0.317
Limnonectes paramacrodon
0.119
0.244
0.353
0.309
0.337
28
Limnonectes kuhli
0.119
0.125
0.14
0.247
29
Limnonectes malaisianus
30
Limnonectes leproinus
31
Staurois natator
0.188
0.364
Sungai Lesan
0.363 0.21
0.101 0.14
Jumlah Individu (N)
0.752
1.26
1.877
1.536
2.001
1.762
Jumlah Jenis (S)
4
7
8
6
10
8
Evenness (E)
0.542453335
0.647511911
0.902646197
0.857257922
0.869023258
0.847342887
DMg
1.136
1.8
1.953
1.534
2.911
1.968