STUDI KASUS PERILAKU HIPERAKTIF DAN FAKTOR PENYEBABNYA PADA SISWA KELAS III SD NEGERI MRANGGEN 05 KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Oleh : ENY KUSUMAWATI NIM: X 3105004
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 1
STUDI KASUS PERILAKU HIPERAKTIF DAN FAKTOR PENYEBABNYA PADA SISWA KELAS III SD NEGERI MRANGGEN 05 KECAMATANPOLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh : ENY KUSUMAWATI NIM: X 3105004
SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 2
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. SUTARNO M. Pd
Dra. CHADIDJAH H.A M. Pd
NIP: 194802071975011001
NIP: 1953020919801002
3
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
: Selasa
Tanggal
: 19 Januari 2010
Tim Penguji Skripsi: Nama Terang
Ketua
: Drs. R. Indianto, M. Pd
Sekretaris
: Dra. Chasiyah, M. Pd
Anggota I
: Dr. Sutarno, M. Pd
Anggota II
: Dra. Chadidjah H.A, M. Pd
Tanda Tangan
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP. 196007271987021001 4
ABSTRAK
Eny Kusumawati. STUDI KASUS PERILAKU HIPERAKTIF DAN FAKTOR PENYEBABNYA PADA TIGA SISWA KELAS III SD NEGERI MRANGGEN 05 KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Januari 2010. Tujuan penelitian ini untuk: 1) Mendeskripsikan karakteristik perilaku hiperaktif, 2) Menjelaskan faktor penyebab perilaku hiperaktif pada siswa yang berperilaku hiperaktif kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Subyek penelitian terdiri tiga siswa kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2009/2010 yang menunjukkan perilaku hiperaktif. Teknik pegumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dokumentasi serta kunjungan rumah. Wawancara digunakan untuk mengungkap data tentang perilaku hiperaktif dan penyebab perilaku hiperaktif. Teknik observasi untuk mengungkap data tentang perilaku hiperaktif yang dilakukan subyek penelitian baik pada saat di dalam kelas maupun pada saat jam istirahat, sedangkan dokumentasi untuk mengetahui identitas siswa serta kunjungan rumah untuk mendapatkan data perilaku hiperaktif subyek pada saat di rumah Kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan terhadap ketiga subyek penelitian adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik perilaku hiperaktif adalah sebagai berikut: (a) Sering mondar-mandir pada waktu kegiatan belajar-mengajar atau pada waktu disuruh mengerjakan tugas oleh guru, (b) Melakukan gerakan fisik seperti tangan selalu memukul-mukul meja sehingga menimbulkan suara gaduh, (c) Memain-mainkan pensil atau benda yang ada di depannya sehingga timbul suara berisik pada waktu kegiatan belajar-mengajar, (d) Berlarian saat di dalam kelas, (e) Keluar masuk kelas dengan berbagai alasan, (f) Mengoyanggoyangkan kaki pada saat mengerjakan tugas dan pada saat pelajaran berlangsung. 2. Faktor penyebab perilaku hiperaktif ada dua faktor human dan non human. Faktor human di antaranya orang tua yang terlalu otoriter, tuntutan dan disiplin yang terlalu kaku, kurangnya pengawasan orang tua, pemanjaan, orientasi kesenangan. Faktor non human di antaranya proses ibu yang melahirkan dengan menggunakan alat atau secara normal, faktor genetik, dan aspek lingkungan. 3. Altenatif layanan bimbingan yang dapat diberikan untuk mengatasi perilaku hiperaktif adalah: memberikan penguatan setiap tingkah laku baik yang dilakukan anak hiperaktif, mengajar disiplin pada anak hiperaktif agar ia dapat mengatur dirinya dan mengontrol dirinya dengan baik, modifikasi tingkah laku, memberikan kesempatan pada anak hiperaktif untuk menjalin komunikasi, menciptakan lingkungan yang kondusif dengan mengurangi tekanan pada anak seperti tidak melebelkan anak sebagai anak yang nakal. 5
MOTTO
“ Anak – anak belajar dari kehidupannya. Jika anak dibesarkan dengan celaan ia belajar memaki. Jika dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika ia dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik – baiknya perlakuan, ia belajar keadilan. Jika dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dan kehidupan “ ( Terjemahan Dorothy Law Nolt)
6
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan Kepada: Dengan segenap hormat dan baktiku Untuk bunda dan ayah Yang selalu ku harapkan doa dan ridhonya Dengan penuh bangga Untuk sahabatku dan almamater Dengan bahagia Skripsi ini didesikasikan Untuk para pemerhati pendidikan
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah mengajarkan ilmu kepada segenap manusia dengan segala kelembutan-NYA. Segala puji bagi-NYA yang telah menurunkan ujian-ujian sebagai tarbiyah untuk memahami kesabaran dan nikmat perjuangan. Berkat pertolongan-NYA jualah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak hingga akhirnya penulis mampu menyelesaikan tugas skripsi ini, tentunya setelah melewati berbagai macam fase pembelajaran yang semua itu tidak lepas dari dukungan dan bimbingan, baik dari langsung maupun tidak langsung, doa serta bantuan dari orang-orang yang penuh cinta dan perhatian di sekitar penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayattullah M. Pd Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Drs. Rusdiana Indianto M. Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan penulis untuk menyusun skripsi. 3. Ibu Dra Chasiyah selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memnbantu dalam kelancaran studi penulis. 4. Bapak Dr. Sutarno M. Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi masukan atau ide-ide terhadap penulisan skripsi ini. 8
5. Ibu Dra Chadidjah H.A M. Pd selaku pembimbing pembimbing II yang tetap dengan sabar membimbing hingga penulisan skripsi ini selesai. 6. Bapak dan ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan berbagi ilmu dan pengetahuan yang begitu berharga kepada penulis selama perkuliahan. 7. Kepala sekolah dan bapak ibu guru SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten sukoharjo yang telah memberikan kesempatan penulis dapat mengadakan penelitian di SD tersebut. 8. Sahabat-sahabat terbaik Bimbingan dan Konseling angkatan 2005 dan Almarhumah Nalavi Oktavia yang selama ini telah menyertai penulis menuju proses pendewasaan, untuk semangat, dorongan, motivasi, cinta serta temanteman BK angkatan 2008 terima kasih untuk persaudaraan, dan kebersamaan selama ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah dengan ikhlas membantu dan memberikan semangat sampai terselesaikannya skripsi ini. Jazakumullah khairan katsira Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini bukanlah maha karya yang sempurna. Banyak kekurangan di dalamnya merupakan suatu keniscayaan. Akan tetapi, semoga kehadirannya dapat memberikan manfaat bagi mereka yang suka mencari pelajaran dan kebaikan dari hal-hal kecil.
Surakarta,
Januari 2010 Penulis 9
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................ i HALAMAN PENGAJUAN...................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv HALAMAN ABSTRAK .......................................................................... v HALAMAN MOTTO............................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii KATA PENGANTAR .............................................................................. viii DAFTAR ISI............................................................................................. x DAFTAR TABEL..................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xiv BAB I
PENDAHULUAN.................................................................. 1 10
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian............................................................................ 4 D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 5 BAB II
LANDASAN TEORI ............................................................. 6
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 6 1.Tinjauan Hiperaktif.................................................................... 6 a. Pengertian Hiperaktif ............................................................. 6 b. Jenis-jenis Hiperaktif ............................................................. 7 c. Ciri-ciri Hiperaktif ................................................................. 9 d. Masalah yang Dihadapi Anak Hiperaktif .............................. 10 e. Dampak Hiperaktif................................................................. 13 2. Faktor-faktor Penyebab Hiperaktif ........................................... 15 3. Alternatif Bimbingan untuk Anak Hiperaktif ........................... 19 a. Pengertian Bimbingan............................................................ 19 b. Fungsi Bimbingan.................................................................. 20 c. Alternatif Bimbingan untuk Anak Hiperaktif ........................ 22 B. Kerangka Pemikiran....................................................................... 28 BAB III METODE PENELITIAN...................................................... 31 A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 31 B. Bentuk dan Jenis Penelitian........................................................... 31 1. Bentuk Penelitian ...................................................................... 31 2 Jenis Penelitian........................................................................... 32 a. ...................................................................................... Pengertia n Studi Kasus ....................................................................... 32 b....................................................................................... Tujuan Studi Kasus .......................................................................... 32 11
c. ...................................................................................... Langkahlangkah Studi Kasus............................................................. 33 C. Sumber Data................................................................................... 35 1. Sumber Data Primer ................................................................... 35 2. Sumber Data Sekunder............................................................... 36 D. Teknik Pengumpulan Data............................................................. 36 1. Teknik Observasi........................................................................ 37 2. Teknik Wawancara..................................................................... 38 3. Teknik Dokumentasi .................................................................. 40 4. Kunjungan Rumah...................................................................... 40 E. Validitas Data ................................................................................. 41 F. Analisis Data................................................................................... 41 G. Prosedur Penelitian ....................................................................... 43 BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................... 45 A. Sajian Data Penelitian .................................................................... 45 B. Temuan Hasil Penelitian ................................................................ 56 C. Temuan Studi Yang Dihubungkan Dengan Kajian Teori .............. 85 BAB V PENUTUP................................................................................ 88 A. Kesimpulan ................................................................................... 88 B. Implikasi ....................................................................................... 89 C. Saran ............................................................................................. 91 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 93 LAMPIRAN............................................................................................. 95
12
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Kisi-kisi observasi perilaku hiperaktif..............................................95 Tabel 2 Pedoman observasi perilaku hiperaktif.............................................101 Tabel 3 Kisi-kisi wawancara perilaku hiperaktif ...........................................105 Tabel 4 Pedoman wawancara perilaku hiperaktif..........................................110
13
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Kisi-kisi observasi perilaku hiperaktif .......................................95 Lampiran 2 Pedoman observasi perilaku hiperaktif ......................................101 Lampiran 3 Kisi-kisi wawancara perilaku hiperaktif.....................................105 Lampiran 4 Pedoman wawancara perilaku hiperaktif ...................................110 Lampiran 5 Hasil observasi subyek I.............................................................115 Lampiran 6 Hasil observasi subyek II ...........................................................133 Lampiran 7 Hasil observasi subyek III ..........................................................154 Lampiran 8 Hasil wawancara dengan guru kelas ..........................................178 Lampiran 9 Hasil wawancara dengan guru bahasa inggris............................182 Lampiran 10 Hasil wawancara dengan teman subyek...................................187 Lampiran 11 Hasil wawancara dengan orang tua subyek I ...........................191 Lampiran 12 Hasil wawancara dengan orang tua subyek II ..........................196 Lampiran 13 Hasil wawancara dengan orang tua subyek III.........................200 Lampiran 14 Hasil wawancara dengan subyek I ...........................................204 14
Lampiran 15 Hasil wawancara dengan subyek II ..........................................208 Lampiran 16 Hasil wawancara dengan subyek III.........................................211
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Bagan kerangka berpikir ...............................................................30
15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Perilaku hiperaktif merupakan perilaku menyimpang yang dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Zaviera (2008: 11) meyatakan bahwa “Anak hiperaktif adalah anak-anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperkinetik”. Selaras dengan pendapat tersebut anak yang mengalami perilaku hiperaktif ditandai dengan kurang perhatian, mudah teralih perhatian, emosi yang meledak-ledak serta aktifitas yang berlebihan (Prasetyono, 2008: 99). Perilaku hiperaktif dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor tersebut berasal dari diri sendiri maupun berasal dari luar. Faktor yang berasal dari diri sendiri siswa disebut dengan faktor intrinsik, sedangkan faktor yang berasal dari luar siswa disebut dengan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik tersebut di antaranya kesehatan yang terganggu, keadaan fisik yang lemah seperti mengalami gangguan asma, elergi, dan infeksi tenggorokan. Lebih lanjut faktor ekstrinsik yang menjadi penyebab perilaku hiperaktif siswa di antranya adalah dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekolah dan faktor lingkungan keluarga. Faktor lingkungan sekolah seperti kurangnya sarana dan prasarana sekolah, lingkungan yang tidak mendukung siswa untuk belajar, hubungan dengan teman sebaya dan lingkungan pergaulan yang kurang sehat. Faktor dari lingkungan keluarga di antaranya disebabkan oleh orang tua yang memanjakan, disiplin yang terlalu kaku dari orang tua, orientasi kesenangan, orang tua yang terlalu otoriter, tuntutan orang tua yang terlalu kaku, kurangnya pengawasan orang tua, serta kurangnya komunikasi antar keluarga karena orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan. Berbagai faktor yang menyebabkan perilaku hiperaktif di atas, memerlukan perhatian dari pendidik, baik di rumah maupun di sekolah. Di rumah 16
orang tua yang dianggap sebagai pendidik yang utama dan bertanggung jawab atas anaknya diposisikan pada suatu kondisi yang sulit, karena tidak jarang mereka tidak mengetahui dan mengerti apa yang harus mereka lakukan, sedangkan di sekolah guru sebagai pendidik kedua dimungkinkan kurang dapat memahami dan mengerti perilaku yang dialami siswanya. Dengan demikian perilaku hiperaktif yang dialami oleh siswa tidak mendapat penanganan secara tepat. Sebagai contoh, guru yang bersikap acuh tak acuh dan mengabaikan perilaku hiperaktif anak serta memandang bahwa anak hiperaktif adalah anak yang nakal. Sikap orang tua dan guru yang demikian akan memberikan dampak yang kurang baik bagi siswa yang berperilau hieparaktif pada perkembangan selanjutnya. Dengan demikian antara orang tua dan guru diperlukan usaha kerja sama untuk menghadapi anak yang berperilaku hiperaktif agar permasalahan yang dihadapi anak hiperaktif tidak semakin komplek. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa perilaku hiperaktif yang tidak mendapat perhatian dan penanganan secara tepat akan membawa dampak bagi anak terhadap perkembangan selanjutnya. Sebagai contohnya, siswa yang mengalami perilaku hiperaktif sejak kecil akan berkelanjutan pada masa perkembangan masa remajanya, misalnya anak dimungkinkan tidak mandiri, tidak percaya diri, tidak memiliki konsep diri yang jelas serta memiliki perilaku anti sosial. (http//:www.google.co.id, 9 Mei 2009) Tidak menutup kemungkinan bahwa setiap sekolah, terdapat anak-anak yang mengalami perilaku menyimpang, seperti perilaku hiperakrif. Salah satunya di sekolah dasar. Hasil pengamatan penulis di sekolah dasar bahwa perilaku hiperaktif terjadi di lingkungan sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Perilaku
hiperaktif
itu
ditandai
dengan
ketidakmampuan
siswa
dalam
berkonsentrasi dalam waktu yang lama, mondar-mandir di dalam kelas, banyak melakukan gerakan tangan dan kaki yang berlebihan, dan keluar masuk kelas dengan berbagai alasan. Anak-anak yang mengalami perilaku hiperaktif akan mengalami permasalahan baik fisik maupun psikologis. Permasalahan fisik tersbut di antaranya tidak dapat duduk tenang, berlari-larian pada situasi yang 17
tidak tepat, dan berbicara tanpa henti. Lebih lanjut permasalahan psikologis yang dialami oleh anak hiperaktif di antaranya adalah merasa gelisah jika mendapat giliran maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas, tingkat intelegensi yang kurang, mudah marah, tidak adanya keseimbangan dalam aktifitas hidup karena impulsive serta terdapat kemungkinan untuk dijauhi oleh teman-temannya. Hasil pengamatan penulis bahwa di SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Kelas III terdapat siswa yang mengalami perilaku hiperaktif. Perilaku hiperaktif itu muncul baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Hal tersebut memberikan dampak negatif baik bagi siswa sendiri maupun bagi teman sebayanya. Dengan demikian hal tersebut perlu mendapat perhatian dan penanganan khusus. Seburuk apapun tingkat penyimpangan perilaku hiperaktif yang dilakukan siswa, diharapkan masih memiliki potensi yang baik untuk belajar. Potensi tersebut diharapkan dapat dikembangkan agar siswa mendapatkan penilaian yang positif dari orang-orang di sekitarnya.berbagai penanganan untuk mengendalikan perilaku hiperaktif dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Menurut Kauffman (dalam Sunarto, 1995: 89) teknik untuk mengendalikan perilaku hiperaktif, yaitu dengan diet, lingkungan yang berstruktur, dan biofeedback. Lebih lanjut menurut Ibrahim (1995: 227) “Penanggulangan untuk anak hiperaktif dapat dilakukan dengan intervensi biofisik dan intervensi behavioral”. Intervensi biofisik di antaranya dengan memakai obat dan melakukan diet. Intervensi behavioral di antaranya dapat dilakukan dengan membuat daftar tingkah laku baik, member imbalan, membuat perjanjian tertulis, memberi hukuman dan teguran serta latihan belajar mandiri. Terkait dengan berbagai penanganan di atas, usaha untuk mengatasi perilaku hiperaktif perlu diadakan penelaahan secara mendetail. Dengan demikian perlu dilakukan peneliian yang berusaha memahami secara mendetail tentang suatu gejala, sebab dan akibat yang ditimbulkan oleh suatu kasus yang disebut dengan studi kasus. Yin (1997: 3) penelitian kasus atau penelitian lapangan 18
merupakan strategi yang lebih cocok untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berkenaan dengan how (bagaimana) dan why (mengapa) dengan penelitian yang berfenomena komtemporer (masa kini). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneli tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Studi Kasus Perilaku Hiperaktif dan Faktor-faktor Penyebab Pada 3 Siswa Kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2009/2010”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik perilaku hiperaktif siswa kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2009/2010? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadi perilaku hiperaktif siswa kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 200/2010?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan: 1. Karakteristik perilaku hiperaktif siswa kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun pelajaran 2009/2010. 2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku hiperaktif siswa kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2009/2010. 19
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang perilaku hiperaktif ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keahlian bimbingan yang berkaitan dengan upaya untuk mengantisipasi anak hiperaktif. 2. Manfaat praktis a. Memberikan wawasan bagi guru untuk dapat mengetahui perilaku hiperaktif siswa serta memberikan penanganan. b. Menjadi rambu-rambu khususnya bagi guru pembimbing dalam mengenali karakteristik perilaku hiperaktif dan mencari faktor-faktor penyebabnya. c. Sebagai bahan acuan penelitian yang sama bagi peneliti berikutnya. d. Memberikan masukan kepada kepala sekolah tentang perilaku hiperaktif yang dihadapi siswanya yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses kegiatan belajar-mengajar sehingga sekolah dapat mencarikan solusi yang terbaik dalam pemecahan masalah tersebut.
20
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Hiperaktif
a.
Pengertian Hiperaktif
Pada dasarnya setiap manusia memiliki dorongan hidup untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal tersebut dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan penghargaan atas dirinya. Namun, mengingat bahwa setiap manusia atau individu memiliki sifat khas yang diperoleh dari lingkungan keluarga maka dalam wujud pergaulan menunjukkan sifat dan perilaku yang berbeda-beda. Salah satunya adalah istilah ADHD (Marlina, 2007: 1). ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorders) dapat diterjemahkan dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas. Istilah ADHD dapat disebut juga dengan istilah hiperaktif. ADHD atau hiperaktif merupakan perilaku yang berkembang dan timbul pada anak-anak. Perilaku yang dimaksud berupa kekurangmampuan dalam hal menaruh perhatian dan pengontrolan diri. Keadaan yang demikian akan menjadi masalah bagi anak-anak yang berperilaku demikian. Masalah yang akan dialami oleh anak penderita ADHD di antaranya adalah masalah dalam pemusatan perhatian dan bermasalah dengan waktu sehingga akan menimbulkan kesukaran dalam kelas. Menurut Zaviera (2008: 1) “Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas yang akan membawa dampak untuk timbulnya masalah fisik, psikis dan masalah sosial”. Sedangkan Baihaqi & Sugiarmin (2006: 2) menjelaskan bahwa anak hiperaktif adalah “Kondisi anak-anak yang memperlihatkan ciri atau gejala kurang konsentrasi, 21
banyak gerak, emosi yang meledak-ledak, mudah putus asa dan kecil hati yang akan mengakibatkan anak tidak memiliki teman ”. Lebih lanjut Prasetyono (2008: 99) mengatakan: ”ADHD merupakan perilaku menyimpang yang menunjukkan tanda-tanda kurang perhatian, aktifitas yang berlebihan mudah teralih perhatian, emosi yang meledak-ledak, mudah putus asa, dan kecil hati yang disebabkan oleh berbagai faktor”. Berdasarkan pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa hiperaktif adalah karakteristik atau pola tingkah laku pada seseorang anak yang menunjukkan sikap atau tingkah laku yang menunjukkan keadaan aktifitas fisik seperti gerakan yang berlebihan seolah digerakkan oleh mesin, tidak dapat duduk tenang, keadaan psikologis seperti emosi yang meledak-ledak, mudah putus asa dan kecil hati serta hubungan sosial seperti tidak memiliki teman, berkelahi atau berantem dengan teman, ingin menjadi pemimpin di antara teman-temannya yang disebabkan oleh berbagai faktor.
b.
Jenis-jenis Hiperaktif
ADHD atau hiperaktif merupakan perilaku yang berkembang dan hal tersebut banyak terjadi pada anak-anak. Perilaku yang dimaksud berupa kekurangmampuan dalam hal menaruh perhatian dan pengontrolan diri. Perilaku hiperaktif atau ADHD yang dialami oleh anak, dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis. Julia Maria van Tiel (2006: 236—238) menyatakan “ADHD dibedakan dalam jenis attention disorder, planning disorder, motoric hyperactivity, serta ADHD yang disertai gangguan lain”. Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut: Attention disorder adalah jenis hiperaktif yang ditandai dengan adanya gangguan pada peningkatan terhadap kepekaan terhadap berbagai faktor yang 22
dapat menarik perhatian, misalnya anak mudah teralih perhatiannya jika mendengar suara di luar dan tidak dapat memperhatikan hal yang seharusnya diperhatikannya. Planning disorder adalah bentuk perilaku yang ditandai dengan gejala impulsivitas seperti bertindak tanpa berpikir dahulu, sulit menjalani satu aktivitas, tidak sabar dalam menunggu giliran. Motoric hyperactivity adalah bentuk perilaku yang ditandai dengan tidak pernah tenang, misalnya banyak gerakan yang dilakukan anak seperti dikendalikan oleh mesin, tidak dapat duduk tenang. ADHD yang disertai gangguan lain yaitu bentuk perilaku yang disertai dengan berbagai gangguan seperti gangguan kognitif, gangguan tidur (sleep disorder)
yang
akan
mengakibatkan
anak
mengalami
kesulitan
dalam
memperhatikan sesuatu dengan detail serta anak mengalami masalah dalam tidurnya seperti banyak gerakan ketika dia tidur. Ahli lain Marlina (2007: 12) menyatakan “Hiperaktif dibedakan menjadi empat jenis yaitu berdasarkan gejala perilaku, berdasarkan jenis kelainan perilaku, berdasarkan penyebab, serta berdasarkan berat ringannya penyimpangan perilaku”. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hiperaktif dapat dibedakan dalam tiga jenis atau katagori yaitu jenis hiperaktif yang ditandai dengan kurangnya daya perhatian (inattentive), jenis hiperaktifitas dan impulsive, serta jenis hiperaktif kombinasi. Hiperaktif dengan kecenderungan kurangnya perhatian ini ditandai dengan ciri seperti sembarangan dalam melakukan aktifitas, kesulitan dalam melakukan konsentrasi, minimnya ketrampilan organisasional, menghindari tugastugas yang membutuhkan upaya, kesulitan bertahan dalam satu aktifitas, sering tidak mendengarkan instruksi atau lawan bicara, serta sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk tugas, sedangkan hiperaktif dengan jenis hiperaktifitas dan 23
impulsive adalah jenis hiperaktif yang ditandai dengan adanya tindakan yang dilakukan oleh seseorang anak tanpa berpikir resiko yang akan dihadapi maupun pendapat orang lain mengenai tingkah laku dan tindakan yang dilakukannya. Lebih lanjut adalah hiperaktif dengan jenis kombinasi. Hiperaktif dengan jenis kombinasi ini adalah jenis hiperaktif gabungan yang ditandai dengan ciri hiperaktif kurangnya perhatian dan hiperaktifitas yang disertai impulsive.
c.
Ciri-ciri Hiperaktif
Pada umumnya setiap anak memiliki dorongan untuk bertingkah laku. Namun dalam tingkah laku mereka terdapat anak-anak yang memiliki tingkah laku yang sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku, akan tetapi terkadang kita jumpai terdapat anak-anak yang bertingkah laku meyimpang seperti halnya anak hiperaktif. Hiperaktif ditandai dengan berbagai ciri yang merupakan akibat dari hiperaktifitasnya. Zaviera (2008: 27) “Ciri-ciri yang diperlihatkan oleh anak hiperaktif meliputi: sulit untuk konsentrasi gerakan kacau, cepat lupa, mudah bingung, kesulitan dalam mencurahkan perhatian tehadap tugas-tugas atau kegiatan bermain, tidak sabar menunggu giliran, senang membantah”. Ada tiga ciri yang menandai hiperaktif pada anak, yaitu sebagai berikut: 1) sangat mudah terganggu oleh rangsangan dari luar, 2) menampakkan aktivitas fisik yang terus menerus, 3) tidak mampu atau tidak dapat berpikir seperti anak normal lainnya sehingga aktivitasnya bervariasi, 4) gemetar pada saat menjwab pertanyaan guru, 5) ketakutan jika menjawab pertanyaan guru. (Farnham & Diggory dalam Marlina, 2007: 7) Prasetyono (2008: 107) mengatakan, “Ciri-ciri hiperaktif yang dialami oleh anak ditandai dengan: 1) tidak fokus yang artinya anak hiperaktif tidak dapat berkonsentrasi pada waktu yang lama, 2) sikap menentang, yaitu anak hiperaktif cenderung untuk memiliki sikap menentang dan tidak mau dinasehati sehingga aktifitasnya bervariasi dan tidak kenal lelah, 3) memiliki perilaku yang distruktif dan merusak, 4) tidak sabar 24
dan usil ketika bermain dengan temannya, 5) intelektualitas rendah yang disebabkan oleh perhatian yang mudah teralih”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas terkait dengan jenis-jenis hiperaktif dapat disimpulkan bahwa hiperaktif dapat ditandai dengan ciri-ciri yaitu hiperaktif dengan jenis tingkat kurangnya daya perhatian (inattentive) di antaranya 1) Gagal dalam memperhatikan hal-hal detail, 2) Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian, 3) Tidak mendengarkan jika diajak bicara, 4) Tidak mengikuti instruksi dengan baik dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah atau di rumah, 5) Mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan, 6) Mudah tergangggu oleh rangsangan dari luar, 7) Mudah lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari. Hiperaktif dengan jenis hiperaktifitas dan impulsive ditandai dengan ciri-ciri 1) Menunjukkan tingkah laku gelisah seperti sering menggerakkan tangan dan kaki, ketakutan jika disuruh menjawab pertanyaan guru, 2) sering meninggalkan tempat duduk, 3) Banyak melakukan gerakan pada waktu yang tidak tepat, sedangkan jenis hiperaktif kombinasi ditandai dengan ciri-ciri 1) Bertindak tanpa berpikir, 2) Mudah berganti-ganti aktivitas, 3) Membutuhkan perhatian lebih, 4) Tidak dapat menunggu giliran.
d.
Masalah yang Dihadapi Anak Hiperaktif Masalah yang dihadapi oleh anak yang hiperaktif menjadi beban bagi siswa itu
sendiri maupun orang lain. Izzaty (2005: 138) menyatakan bahwa “Permasalahan yang dimungkinkan dialami oleh anak yang hiperaktif adalah problem bicara dan problem kesehatan”. Lebih lanjut dapat diuraikan sebagai berikut: Problem bicara yang dihadapi siswa hiperaktif biasanya adalah seringnya ia bericara, namun sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan perhatian membuat siswa sulit melakukan komunikasi yang timbale balik. Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan dirinya sendiri dan kurang mampu merespon lawan bicara secara tepat. 25
Problem kesehatan secara umum dialami anak hiperaktif adalah memiliki tingkat kesehatan fisik yang tidak sebaik anak lainnya. Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang anak lainnya. Banyak anak hiperaktif yang mangalami sulit tidur dan sering terbangun di malam hari. Selain itu tingginya tingkat aktivitas fisik membuat anak yang mengalami perilaku hiperaktif juga beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh, terkilir, dan sebagainya.
Selain masalah yang telah terurai tersebut di atas masih ada lagi permasalahan yang mungkin muncul pada siswa hiperaktif, antara lain: (1) Masalah intelek (2) Masalah biologis, (3) Masalah emosi, (4) Masalah moral ”.(Rief, 1994: 6). Masalah intelek di antaranya adalah sulit dalam menyelesaikan tugas sekolah dan tugas di rumah, sering tidak dapat berkonsentrasi, mudah lupa, dan daya pikir penangkapannya lemah sehingga sulit untuk menghadapi pelajaran seperti matematika. Masalah biologis yang mungkin muncul sering melakukan gerakan tanpa henti dan tidak dapat beristirahat, sensitif terhadap bahan kimia, obat, dan debu, sedangkan masalah emosi di antaranya adalah anak hiperaktif bersifat egois, kurang sabar, sangat emosional, suka merusak, tidak takut bahaya, dan sembrono. Lebih lanjut masalah moral yang mungkin muncul adalah anak hiperaktif cenderung tidak memiliki kepekaan dalam hati nurani, sering tidak mengembalikan barang yang ia pinjam, dan mencela pembicaraan orang lain Lebih lanjut Baihaqi & Sugiarmin (2006: 62) menyatakan “Permasalah yang dialami oleh anak hiperaktif dapat terjadi di rumah dan disekolah”. Lebih lanjut dapat di uraikan sebagai berikut: Problem di rumah yang dialami siswa yang berperilaku hiperaktif biasanya ia lebih mudah cemas dan kecil hati.. Hal ini berkaitan dengan rendahnya toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami kekecewaan, ia akan mudah emosional. Selain itu siswa yang berperilaku hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatan tersebut akan membuat siswa hiperaktif menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak 26
hiperaktif tersebut akan dipandang sebagai anak yang nakal dan tidak jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun dari teman-temannya. Seringnya orang tua dibuat jengkel tidak jarang membuat orang tua sering memperlakukan anak kurang hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh pengawasan, banyak mengkritik bahkan tidak jarang memberi hukuman. Hal tersebut akan membuat anak beraksi untuk menolak dan berontak. Baik anak maupun orang tua yang demikian akan membuat situasi rumah menjadi kurang nyaman, akibatnya anak menjadi lebih mudah frustasi. Kegagalan bersosialisasi di mana-mana akan menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu dan ditolak. Problem di sekolah. Hal ini ditunjukkan dengan ciri yang dialami oleh anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik, konsentrasi yang mudah terganggu, rentang perhatian yang pendek membuat siswa ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-tugas sekolah serta kecenderungan berbicara pada situasi yang tidak tepat sehingga akan mengganggu siswa tersebut dan teman yang diajak berbicara. Hal demikian membuat guru akan menyangka bahwa siswa tersebut tidak memperhatikan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masalah yang dialami oleh anak hiperaktif ada dua yaitu masalah biofisiologis dan masalah psikis. Masalah fisik di antaranya anak hiperaktif memiliki masalah dengan bicaranya, masalah biologis dan memiliki tingkat kesehatan yang rendah tidak seperti anak pada umumnya. Sedangkan masalah psikis yang dialami oleh anak hiperaktif di antaranya adalah masalah intelek yang di antaranya adalah sulit dalam menyelesaikan tugas sekolah dan tugas di rumah, sering tidak dapat berkonsentrasi, mudah lupa, dan daya pikir penangkapannya lemah sehingga sulit untuk menghadapi pelajaran seperti matematika. Lebih lanjut masalah emosi di antaranya adalah anak hiperaktif bersifat egois, kurang sabar, sangat emosional, suka merusak, tidak takut bahaya, dan sembrono dan masalah moral yang mungkin muncul adalah anak hiperaktif cenderung tidak memiliki kepekaan dalam hati nurani, sering tidak mengembalikan barang yang ia pinjam, dan mencela pembicaraan orang lain
27
e.
Dampak Hiperaktif
Di dalam proses belajar-mengajar, sering kali terdapat hambatan baik dari guru maupun dari siswa itu sendiri. Hambatan yang berasal dari siswa di antaranya siswa yang berperilaku kurang baik pada saat proses belajar-mengajar. Perilaku siswa tersebut di antaranya adalah berlari-lari atau mondar-mandir pada saat guru menyampaikan materi pelajaran, siswa tidak dapat duduk dengan tenang, siswa berbicara pada saat yang tidak tepat di dalam kelas, keadaan siswa yang mudah marah dan berperilaku destruktif yang dapat merusak barang milik temannya dan lain sebagainya. Perilaku yang demikian merupakan hiperaktif. Hiperaktif pada anak dapat meresahkan banyak orang termasuk guru dan orang tua. Hal ini dapat dipahami karena perilaku ini memiliki berbagai macam dampak yang merugikan. Dampak yang dapat ditimbulkan dari perilaku hiperaktif dapat berdampak bagi diri siswa itu sendiri maupun bagi lingkungan. Jika perilaku hiperaktif ini tidak segera ditangani dan mendapat perhatian dari orang tua dan guru, maka akan berpeluang besar dalam memberikan dampak baik dampak terhadap diri siswa maupun dampak terhadap lingkungan. Di lingkungan sekolah, anak hiperaktif cenderung ditakuti dan dijauhi teman-temannya sehingga anak terisolir dari lingkungannya. Selain itu akan berpeluang besar terhadap siswa itu sendiri yaitu menjadi perilaku yang menetap Apabila hiperaktif yang dibiarkan begitu saja, akan memberikan dampak pada perkembangan selanjutnya pada saatnya remaja nanti akan menjadi juvenile deliquence yaitu perilaku khas kenakalan remaja. Selain itu perilaku hiperaktif juga akan memberi dampak pada perkembangan anak yang mengalami perilaku hiperaktif tersebut, seperti kurangnya perhatian terhadap pelajaran, anak sering gagal dalam tugas yang diberikan. Di dalam kelas anak hiperaktif juga akan mengganggu proses belajar-mengajar yang disebabkan perilaku anak hiperaktif yang sering berteriak, berjalan atau berlari. Pengaruhnya terhadap anak lain adalah merasa terganggu bahkan menjadi pemicu anak yang lain menjadi berperilaku hiperaktif. (Izzaty, 2005: 138 ). 28
Menurut Heri Widodo (dalam Anantasari, 2006: 96) menyatakan ”Dampak negatif dari perilaku hiperaktif yang dialami oleh anak adalah ketergantungan pada perilaku, menjadi perilaku fondasi, menjadi model yang buruk”. Ketergantungan pada perilaku yaitu ketika banyak hal yang diperoleh lewat perilaku hiperaktif seperti penghargaan dan kesenangan seorang anak cenderung melestarikan perilaku ini dalam hidupnya. Menjadi perilaku fondasi yang dimaksud adalah kecenderungan banyak melakukan perilaku hiperaktif pada masa kanak-kanak sebenarnya dapat menjadi fondasi bagi dilakukannya berbagai perilaku hiperakitf di masa dewasa. Menjadi model yang buruk yaitu dilakukannya perilaku hiperaktif oleh seorang anak ternyata memiliki dampak sosial, seperti yang paling jelas adalah ketika perilaku menjadi model perilaku ideal yang kemudian ditiru oleh anak-anak yang lain. Hiperaktif yang demikian dapat mengganggu proses kegiatan belajarmengajar, oleh sebab itu guru kelas selain berfungsi sebagai peyampai materi pelajaran juga berfungsi sebagai pembimbing. Kegiatan bimbingan dimaksudkan untuk membantu anak dalam mengatasi kesulitan pribadi atau sosial yang dapat menghambat perkembangan dirinya khususnya dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar. Berdasarkan uraian di atas dapat perilaku hiperaktif dapat memberikan dampak di antaranya berkurangnya perhatian terhadap pelajaran di kelas, anak juga akan sering mengalami kegagalan dalam melaksanakan tugas yang diberikan padanya karena perilakunya yang tidak dapat diam dan duduk tenang seperti siswa lainnya sehingga akan berpengaruh pada prestasi yang siswa dapatkan tidak optimal, selain itu anak hiperaktif juga cenderung ditakuti dan dijauhi oleh temantemannya sehingga anak cenderung akan terisolir karena perilakunya yang tidak wajar seperti suka berkelahi dengan temannya, mudah emosi dan yang tidak sabaran dalam menunggu giliran. Selain hal tersebut dampak bagi diri sendiri anak yang berperilaku hiperaktif adalah dengan perilaku hiperaktifnya akan memberikan dampak perilaku hiperaktifnya akan menjadi perilaku yang menetap serta akan dicap oleh oang lain dan guru yang menganggap anak hiperaktif adalah 29
anak yang nakal karena tidak memperhatikan dan tidak dapat berkonsentarsi pada saat pelajaran serta perilakunya yang suka bertengkar atau berselisih dengan teman-temannya. Lebih lanjut dilakukannya perilaku hiperaktif juga memiliki dampak seperti anak yang berperilaku normal akan cendrung merasa terganggu dengan perilku hiperaktif tersebut karena perilaku anak hiperaktif yang mengganggu proses belajar-mengajar seperti perilaku yang sering berteriak atau berlari-lari serta
tidak dapat diam pada saat pelajaran berlangsung. Selain hal tersebut
dilakukannya perilaku hiperaktif ternyata memiliki dampak pada lingkungan sosial seperti menjadi model yang buruk yang kemudian akan ditiru oleh anakanak lainnya. 2.
Faktor-faktor Penyebab Hiperaktif
Perilaku hiperaktif dapat mengganggu pada proses kegiatan belajarmengajar. Oleh karena itu pendidik diharapkan dapat memberikan perhatian dan penanganan pada peserta didik. Perilaku hiperaktif dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor human dan faktor non human. Faktor human adalah faktor penyebab hiperaktif yang berasal dari manusia, sedangkan faktor non human adalah faktor penyebab hiperaktif yang berasal dari lingkungan. Untuk dapat mencapai hal tersebut, pendidik perlu mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab perilaku hiperaktif tersebut. Ada beberapa faktor penyebab hiperaktif pada anak seperti “Faktor genetik atau keturunan, faktor ibu pada saat hamil, faktor melahirkan”. (Izzaty, 2005: 135—136). Ahli lain yang mengatakan faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak adalah sebagai berikut: “Faktor psikologis, faktor pemanjaan, faktor kurang disiplin dan pengawasan, faktor orientasi kesenangan,” (Musbikin, 2008: 190). Lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
30
Faktor psikologis yang dimaksud di sini adalah dipengaruhi karena anak kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya karena terlalu sibuk, sehingga perilaku hiperaktif tampil dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan, terutama orang tua. Faktor pemanjaan juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu berlebihan. Anak yang yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya. Ia akan memperdaya orang tuanya untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Cara seperti itulah yang akan membuat anak untuk berbuat sekehendak hatinya. Anak yang dimanja biasanya pengarahan yang diberikan kepadanya berkurang dan kalau di sekolah ia akan memilih berjalan-jalan dan berdiri sesukanya dari pada mendengarkan pelajaran yang diberikan oleh guru. Faktor kurangnya disiplin dan pengawasan yang dimaksud di sini adalah anak yang kurang disiplin dan pengawasan ini akan membuat perilakunya cenderung sesuka hati dan kurang dapat dibatasi. Apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua. Jika anak dibiarkan begitu saja tanpa adanya perhatian untuk berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak hiperaktif tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat lain, baik itu di sekolah dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya. Faktor orientasi kesenangan maksudnya di sini adalah anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan pada umumnya akan memiliki ciri-ciri hiperktif secara sosio-psikologis. Hal tersebut harus dididik berbeda dari pada anak normal sebayanya, agar anak hiperaktif tersebut mau mendengarkan dan menyesuaikan diri. Anak yang memiliki orientasi kesenangan ingin memuaskan kebutuhan atau keinginannya sendiri. Ia lebih memperhatikan kesenangan yang berasal dari perilakunya dari pada memperhatikan hukumannya. Misalnya anak itu mungkin tahu bahwa ia melanggar tata tertib yang berlaku dan ia akan menerima hukuman, namun jika itu menyenangkannya, ia akan melakukannya juga walaupun ia mencemaskan hukumannya nanti. Ia akan 31
melakukan apa yang menjadi kesenangannya dan tidak peduli dengan aturan yang sudah ditentukan oleh orang lain. Senada dengan hal di atas, Sunardi (1995: 87—88) menjelaskan faktor yang menyebabkan hiperaktif adalah “Faktor biologis dan faktor psikologis”. Faktor biologis adalah salah satu faktor penyebab perilaku hiperaktif. Faktor biologis tersebut di antaranya adalah faktor keturunan dan aspek lingkungan. Faktor keturunan atau yang disebut dengan faktor genetik diasumsikan bahwa anak hiperaktif adalah anak yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat perilaku hiperaktif. Aspek lingkungan juga diduga berkaitan dengan faktor genetik yang dapat menyebabkan hiperaktifitas, di antaranya serbuk timah yang secara tidak sadar terhirup atau termakan oleh manusia melalui pelapukan beberapa perabotan yang terdapat di sekitar kita seperti alat-alat masak. Aspek lingkungan lainnya seperti gangguan penerangan ruangan yang disertai dengan bau-bauan yang merangsang. Selain itu aspek lingkungan lain yang dapat meyebabkan timbulnya perilaku hiperaktif adalah pengaruh polusi udara, suhu udara, kebisingan serta keadaan kemiskinan. Faktor psikologis dapat diuraian bahwa hampir semua aliran psikologis membicarakan hal ini. Teori psikoanalisa berasumsi bahwa hiperaktif disebabkan oleh kurangnya stimulasi, sehingga perilaku hiperaktif merupakan usaha anak untuk mengoptimalkan stimulasi syaraf mereka. Teori belajar sosial (sosial learning theory) mempunyai asumsi bahwa perilaku hiperaktif diperoleh dan dipelajari anak dengan observasi, meniru perilaku sejenis pada orang tua, saudara sekandung atau teman sebaya dan lingkungan sekitar. Asumsi ini diperkuat dengan adanya penelitian bahwa perilaku menyimpang dapat dimanipulasi dengan intervensi atau penanganan sosial, seperti pembiasaan, penggunaan hadiah dan hukuman yang intinya merupakan pengendalian perilaku hiperaktif. 32
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, faktor penyebab perilaku hiperaktif dapat disebabkan oleh faktor pemanjaan, orientasi kesenangan, kurangnya disiplin dan pengawasan dari orang tua, tuntutan orang tua yang terlalu tinggi serta kondisi ibu pada saat hamil pada saat melahirkan, serta faktor genetik atau keturunan. Pemanjaan yang dimaksudkan adalah anak yang yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya. Anak yang dimanja biasanya pengarahan yang diberikan kepadanya berkurang dan kalau di sekolah ia akan memilih berjalan-jalan dan berdiri sesukanya dari pada mendengarkan pelajaran yang diberikan oleh guru. Orientasi kesenangan yaitu Anak yang memiliki orientasi kesenangan ingin memuaskan kebutuhan atau keinginannya sendiri. Ia lebih memperhatikan kesenangan yang berasal dari perilakunya dari pada memperhatikan hukumannya. Kurangnya disiplin dan pengawasan dari orang tua maksudnya adalah anak yang kurang disiplin dan pengawasan ini akan membuat perilakunya cenderung sesuka hati dan kurang dapat dibatasi. Apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua serta faktor human yang lainnya adalah tuntutan orang tua yang terlau tinggi terhadap anak yaitu orang tua yang terlalu tinggi dan kaku dalam menerapkan tuntutan pada anak juga akan mengakibatkan perilaku hiperaktif, karena anak merasa tidak dapat mengekspresikan dirinya sehingga anak melakukan perilaku hiperaktif sebagai upaya pengespresian diri ditempat lain seperti di sekolah. Kondisi ibu pada saat hamil yang dimaksudkan adalah ibu ketika masa hamil sering mengkonsumsi alkohol atau makanan yang tidak baik untuk janin akan memberikan dampak pada anak yang dilahirkan akan berpeluang menjadi anak hiperaktif. Pada saat melahirkan pun juga akan berpengaruh untuk anak yang menjdi anak yang hiperaktif, misalnya persalinan dalam waktu yang cukup lama serta 33
menggunakan alat bantu persalinan besar resiko untuk mengakibatkan anak menjadi anak hiperaktif. Faktor genetik atau keturunan yaitu diasumsikan bahwa anak hiperaktif adalah anak yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat perilaku hiperaktif juga. 3. Alternatif Bimbingan Untuk Anak Hiperaktif
a. Pengertian Bimbingan
Prayitno dan Amti (1994: 100) menjelaskan bahwa “Bimbingan adalah pemberian bantuan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa individu agar dapat mengembankan kemampuan dirinya sesuai dengan kekuatannya berdasarkan norma-norma yang berlaku”. Menurut Natawidjaja (dalam Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2005: 6) bimbingan adalah “Suatu proses pemberian bantuan secara berkesinambungan agar dapat memahami diri, mengarahkan diri dan bertindak sesuai dengan tuntutan lingkungan”. Lebih lanjut Sukardi (1995: 2) menjelaskan bahwa pengertian bimbingan adalah “Proses pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar menjadi pribadi yang mandiri”. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa individu, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana prasarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. 34
b.
Fungsi Bimbingan
Berdasarkan pengertian bimbingan di atas maka terdapat fungsi bimbingan Fungsi bimbingan terdiri dari sebagai berikut: (1) Fungsi preventif (pencegahan) yaitu layanan bimbingan yang berfungsi sebagai pencegahan, artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah dalam hal ini agar siswa terhindar
dari
berbagai
masalah
yang dapat
menghambat
perkembangannya, (2) Fungsi penyaluran yaitu fungsi bimbingan yang bertujuan agar siswa yang dibimbing dapat berkembang secara optimal, (3) Fungsi penyesuaian yaitu fungsi bimbingan yang bertujuan agar siswa yang dibimbing dapat berkembang secara optimal, (4) Fungsi perbaikan, walaupun fungsi pencegahan, penyaluran dan penyesuaian telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih mengalami masalah-masalah tertentu. Di sinilah fungsi perbaikan berperan. Bantuan bimbingan yang berusaha membantu siswa dalam memecahkan masalah, (5) Fungsi pengembangan adalah layanan bimbingan yang diberikan dengan tujuan membantu siswa dalam mengembangkan keseluruhan pribadinya secara terarah dan mantap, dengan demikian siswa dapat mencapai perkembangan kepribadian secara optimal. (Kartadinata, 2002: 6) Menurut ahli lain fungsi bimbingan terdiri dari:” Fungsi pemahaman, fungsi
pencegahan,
fungsi
pengentasan,
fungsi
pemeliharan
dan
pengembangan”.(Prayitno dan Amti, 1994: 197). Lebih lanjut Departemen Pendidikan Nasional (2007: 200) menjelaskan fungsi bimbingan dibagi menjadi sepuluh, yaitu: (1) Fungsi pemahaman, (2) Fungsi fasilitasi, (3) Fungsi Penyesuaian, (4) Fungsi penyaluran, (5) Fungsi adaptasi, (6) Fungsi pencegahan, (7) Fungsi perbaikan, (8) Fungsi penyembuhan, (9) Fungsi pemeliharaan, (10) Fungsi pengembangan. Untuk lebih jelasnya akan diuraiankan sebagai berikut: Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu konseli agar memiliki pemahaman atas dirinya dan lingkungannya. Berdasarkan pemahaman 35
ini konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya secara dinamisdan konstruktif. Fungsi fasilitasi, yaitu memberi kemudahan pada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek konseli. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan yang bertujuan untuk membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif. Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan yang membantu konseli untuk memilih jurusan, program studi, ekstrakulikuler, karir serta jabatan. Dalam melaksanakan fungsi ini konselor harus menjalin kerja sama dengan pendidik lain. Fungsi adaptasi, yaitu fungsi yang membantu para pelaksana pendidikan untuk meyesuaikan program pendidikan terhadap latarbelakang pendidikan, minat, kemampuan dan kebutuhan konseli. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Fungsi perbaikan, yaitu fungi bimbingan yang bertujuan untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dan berpikir, berperasaan, dan bertindak. Fungi penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungi ini berkaitan dengan upaya pemberian bantuan terhadap konseli yang telah mengalami masalah, baik pribadi, sosial, belajar dan karir. Fungsi pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan yang bertujuan untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.
36
Fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat lebih proaktif dari fungsi-fungsi bimbingan yang lain. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi bimbingan terdiri dari fungsi pendidikan, fungsi pengentasan, dan fungsi pengembangan. Lebih lanjut dapat diuraikan sebagai berikut: Fungsi pendidikan adalah fungsi bimbingan yang bertujuan membantu para pelaksana pendidikan untuk menghasilkan program pendidikan yang selaras, serasi dan dinamis bagi peserta didik serta fungsi bimbingan yang bertujuan untuk mendidik peserta didik agar dapat mengembangkan pribadinya secara terarah dan dinamis. Fungsi pengetasan adalah fungsi bimbingan yang bertujuan untuk membantu peserta didik dalam mengetaskan masalah yang dihadapi sehingga akan mampu mengeambil keputusan yang seseuai dengan potensi dirinya. Sedangkan fungsi pengembangan yang dimaksud adalah fungsi bimbingan yang akan menghasilkan terpeliharanya berbagai potensi dan kondisi positif siswa dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
c. Alternatif Bimbingan Terhadap Anak Hiperaktif
Bimbingan merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Pengertian dari bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa individu, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana prasarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Pemberian bimbingan terkait dengan perilaku hiperaktif memiliki tujuan yaitu dengan upaya bimbingan diharapkan dapat mengurangi perilaku hiperaktif yang dilakukan siswa agar dapat bertingkah laku
normal seperti siswa pada umumnya dan siswa hiperaktif juga 37
berkesempatan mendapatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuannya. Selain hal tersebut tujuan pemberian bimbingan yang diberikan pada siswa hiperaktif adalah lebih dapat memahami karakteristik dari perilaku hiperaktif serta faktor-faktor yang menjadi penyebab dari perilaku hiperaktif agar dapat memberikan upaya bimbingan yang lebih tepat. Hiperaktif merupakan perilaku yang berkembang dan timbul pada anakanak. Perilaku hiperaktif tersebut seperti kekurangmampuan dalam hal menaruh perhatian dan pengontrolan diri. Keadaan yang demikian akan menjadi masalah bagi anak-anak yang berperilaku demikian. Hal tersebut tentunya tidak dapat dibiarkan begitu saja, maka dibutuhkan suatu bimbingan yang bertujuan untuk membantu siswa yang mengalami perilaku hiperaktif agar mampu mengadakan pengotrolan terhadap diri. Ada beberapa intervensi yang dapat dillakukan terhadap perilaku hiperaktif pada anak yaitu sebagai berikut: “Medikasi, diet, lingkungan yang berstruktur, modifikasi tingkah laku, biofeedback”(Kauffman dalam Sunardi, 1995: 89). Medikasi merupakan salah satu intervensi bagi anak hiperaktif. Pada teknik ini biasanya yang dipakai adalah obat-obatan perangsang syaraf, seperti methylphenidate atau dextraphetamine. Beberapa anak merasa bahwa obat lebih besar pengaruhnya dari pada upaya mengendalikan diri sendiri. Peran guru BK adalah menyarankan kepada orang tua untuk melakukan pengobatan secara medis terhadap anaknya yaitu dengan menggunakan obat-obatan stimulan seperti methylphenidate atau dextraphetamine. Obat-obatan tersebut diperacaya dapat menstabilkan kerja otak pada anak hiperaktif sehingga anak dapat lebih tenang dan dapat memfokuskan perhatiannya. Diet yang dianjurkan bagi anak hiperaktif dengan tujuan untuk mengurangi berbagai macam makanan pantangan terhadap anak hiperaktif misalnya zat pewarna atau penyedap dalam makanan. Hal ini disebabkan adanya kepercayaan bahwa zat pewarna dan penyedap dalam makanan mengandung 38
salisilat yang akan mempengaruhi mekanisme fisiologis meskipun dalam jumlah sedikit. Peran guru BK dalam hal ini adalah melakukan kerja sama dan menyarankan pada orang tua untuk memantau makanan yang dikonsumsi anak khususnya untuk mengurangi dan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat pewarrna atau menyedap makanan agar perilaku anak lebih dapat dikendalikan. Lingkungan yang berstruktur yang dimaksud adalah teknik yang menekankan pada pengaturan lingkungan belajar anak sehingga tidak menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif. Beberapa pengaturan yang dilakukan misalnya dengan mengurangi obyek atau benda di kelas yang dapat mengganggu perhatian anak. Peran guru BK adalah bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya dengan pihak sekolah dalam memberikan berbagai alternative pada pihak sekolah dalam upaya menata ruang kelas, pencahayaan dan penggunaan cat pada tembok untuk tidak terlalu terang serta gambar-gambar pada ruang kelas yang dimungkinkan dapat menimbulkan perilaku hiperaktif siswa. Selain itu guru BK bekerjasama dengan personil sekolah lainnya seperti dengan guru kelas dan wali kelas untuk tidak memberikan cap atau lebel pada siswa hiperaktif sebagai siswa yang nakal, karena perilaku hiperaktif tersebut bukan merupakan kesalahan anak. Modifikasi tingkah laku berarti menciptakan mekanisme yang memberi konsekuensi yang menyenangkan atas munculnya perilaku yang diinginkan dan tidak memberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atas munculnya setiap perilaku yang tidak diinginkan. Menghilangkan tingkah laku yang tidak dikehendaki adalah dengan jalan mencari faktor pemicu dari perilaku yang tidak dikendaki tersebut. Contohnya jika anak tidak dapat duduk tenang dan bertingkah laku yang tidak wajar, maka mencari alasan dari tingkah laku yang anak lakukan tersebut. Sedangkan mengembangkan tingkah laku yang dikehendaki yaitu dengan cara terus mengembangkan dan meningkatkan tingkah laku yang yang baik agar menjadi lebih baik. Untuk melakukannya dapat dilakukan dengan cara pemberian reinforcement (penguatan), sedangkan modifikasi tingkah laku adalah 39
salah satu intervensi yang dapat diterapkan pada anak hiperaktif dengan pemberian kondisi yang menyenangkan untuk dapat mencapai tingkah laku yang diinginkan Biofeedback yang dimaksud adalah teknik yang dilakukan dengan cara pengendalian perilaku atau dengan proses biologis internal yaitu dengan memberikan informasi kepada siswa yang mengalami perilaku hiperaktif mengenai kondisi perilakunya. Guru BK dalam hal berperan untuk memberikan informasi kepada anak hiperaktif terkait perilakunya yang dianggap menyimpang oleh orang laian dan dapat memberikan dampak baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Dalam upaya penyampaiannya guru BK menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa hiperktif tersebut. Sumber lain menjelaskan intervensi terhadap perilaku hiperaktif pada anak dapat dilakukan dengan cara: “ Mengajarkan disiplin pada anak hiperaktif agar ia dapat mengatur dirinya dan mengontrol dirinya dengan baik (assertif) seperti mengajarkan anak mengenai ketrampilan sosial, menjalin komunikasi yang baik dengan anak, dan pemberian tugas yang dapat menjamin keberhasilan anak. Lebih lanjut jangan menghukum anak karena perilaku hiperaktif bukanlah kesalahan anak, hindarkan label pada anak hiperaktif bahwa ia anak nakal, berikan penguatan terhadap setiap tingkah laku baik yang dilakukan anak yang hiperaktif, menggunakan program kegiatan belajar dengan role playing dan sosiodrama”(Intisari, 2001: 63). Lebih lanjut Izzaty (2005: 140) menjelaskan “Intervensi untuk perilaku hiperaktif pada anak dapat dilakukan dengan memberi tugas yang yang menjamin keberhasilan anak, menciptakan lingkungan yang kondusif serta pada pelaksanaan proses belajar, guru hendaknya menggunakan teknik penguatan”. Untuk lebih jelasnya dapat dilakukan sebagai berikut: Memberikan tugas yang menjamin keberhailan anak adalah anak yang hiperaktif salah satu cirinya adalah dengan sulit untuk memusatkan perhatian pada suatu tugas yang diberikan padanya. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena anak selalu dikritik dan selalu mendapatkan penekanan yang terus menerus terhadap kesalahan-kesalahan yang anak lakukan, sehingga anak akan mudah putus asa serta mudah menyerah. Hal tersebut juga akan mengakibatkan anak 40
mudah untuk berganti kegiatan sehingga seolah-olah anak tidak dapat memusatkan perhatian pada satu aktifitas. Oleh karena itu orang tua dan guru hendaknya memilihkan tugas atau kegiatan yang dapat diyakini akan berhasil dikerjakan oleh anak dan tidak lupa untuk memujinya ketika anak selesai mengerjakannya. Menciptakan lingkungan yang kondusif dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk pengendalian perilaku hiperaktif. Dalam upaya menciptakan lingkungan yang kondusif diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak yang berkenaan dengan anak selain orang tua, juga guru dan pihak sekolah lainnya. Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang kondusif dengan mengurangi tekanan pada anak seperti tidak melebelkan anak sebagai anak yang nakal karena perilaku hiperaktif yang dilakukan bukan merupakan kesalahan anak. Diharapkan dengan upaya tersebut perilaku hiperaktif pada anak dapat dikurangi. Teknik penguatan sebaiknya dalam proses belajar-mengajar tidak dilupakan oleh para guru, terlebih digunakan pada siswa hiperaktif. Tujuan dari teknik penguatan yang diberikan pada siswa hiperaktif agar tingkah laku baik yang dilakukan oleh siswa hiperaktif dapat dilakukan berulang-ulang sehingga tingkah laku hiperaktif yang semula dilakukannya dapat diminimalisir. Berdasarkan uraian beberapa pendapat terdapat beberapa intervensi yang dapat dilakukan terhadap anak hiperaktif yaitu dengan cara medis, penanganan behavioral serta assertif. Penanganan medis dapat dilakukan dengan memakai obat atau medikasi serta melakukan diet, sedangkan penanganan behavioral dapat dilakukan dengan cara penggunaan teknik reinforcement untuk meningkatkan tingkah laku yang dikehendaki dan mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki serta dengan teknik asertif seperti mengajarkan disiplin pada anak hiperaktif agar ia dapat mengatur dirinya dengan baik, mengajarkan anak mengenai ketrampilan sosial. Lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: Penanganan dengan medis dapat dilakukan dengan cara pemberian obatobatan serta melakukan diet. Pemberian obat-obatan dimaksudkan sebagai upaya 41
perangsang syaraf, seperti pemberian methylphenidate atau dextraphetamine. Beberapa anak merasa bahwa obat lebih besar pengaruhnya untuk mengurangi perilaku hiperaktif. Selain itu melakuan diet adalah juga merupakan penanganan terhadap anak hiperatif secara medis. Diet yang dilakukan adalah anak yang mengalami perilaku hiperaktif disarankan untuk tidak mengkonsumsi beberapa jenis makanan yang dapat merangsang perilaku hiperaktif seperti makanan yang banyak mengandung zat pewarna dan penyedap yang diduga dapat menyebabkan perilaku hiperaktif itu muncul. Penanganan secara behavioral dapat dilakukan dengan mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki dan meningkatkan tingkah laku yang dikehendaki dengan reinforcement. Sebagai contohnya, siswa hiperaktif diberi kesempatan untuk duduk tenang dan memperhatikan pelajaran di dalam kelas jika hal tersebut dapat dilakukan paling tidak selama lima menit atau pada batas waktu yang ditentukan maka reinforcement yang diberikan pada siswa hiperaktif dapat berupa acungan jempol atau pemberian pujian dan hadiah. Penanganan
dengan
asertif
yaitu
mengajarkan
disiplin
dan
mengembangkan kontrol diri terhadap anak hiperaktif dengan cara memberikan kesempatan pada anak hiperaktif untuk terbuka atau menjalin komunikasi dengan anak hiperaktif, pemberian tugas yang dapat menjamin keberhasilan anak serta mengajarkan ketrampilan sosial pada anak. Untuk lebih jelasnya dapat di uraikan sebagi berikut: Berbicara secara pribadi kepada anak hiperaktif dengan penuh sikap kasih sayang dan pengertian akan memberikan kesempatan pada anak dalam mengekspresikan keinginan dan kekuatan dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan memberikan alternatif pada anak tentang kegiatan yang dapat dilakukannya sehingga dapat menguragi emosi anak yang dapat menimbulkan hiperaktifitas. Selain itu pemberian tugas yang dapat menjamin keberhasilan anak juga dapat dijadikan upaya untuk mengontrol dan meminialisir tingkat hiperaktifitas 42
anak. Dalam upaya pemberian tugas pun orang tua atau guru hendaknya tidak menekankan pada kesalahan-kesalahan yang dilakukan anak, karena anak hiperaktif yang mendapat tekanan terhadap kesalahan-kesalahannya akan cenderung lebih mudah bosan dan berpindah kegiatan sehingga tugas yang diberikan padanya tidak terselesaikan. Lebih lanjut upaya assertif yang dapat dilakukan adalah mengajarkan ketrampilan sosial pada anak hiperaktif. Anak hiperaktif perlu diajarkan ketrampilan sosial dalam hubungannya dengan orang lain bertujuan agar anak hiperaktif mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya yang pada akhirnya anak hiperaktif dapat diterima dilingkungan sosialnya.
B. Kerangka Berpikir
Kegiatan belajar-mengajar di kelas melibatkan aktivitas guru dan siswa. Proses pembelajaran akan berlangsung normal apabila berbagai unsur atau komponen dalam sistem pembelajaran berfungsi sebagaimana mestinya. Guru sekolah dasar sebagai guru kelas memiliki peran dan tugas mengelola kegiatan belajae-mengajar. Sebagai pengelola guru dituntut memiliki kemampuan yang tidak hanya sebagai penyaji materi pembelajaran, tetapi juga diharapkan guru kelas mampu menjadi guru pembimbing bagi siswa khususnya siswa yang bermasalah seperti siswa yang mengalami perilaku hiperaktif. Salah satu unsur atau komponen dalam sistem pembelajaran adalah siswa, terdapat siswa yang berperilaku normal dan siswa yang berperilaku hiperaktif. Bagi siswa yang berperilaku hiperaktif memiliki keterbatasan dalam menerima materi pelajaran yang diberikan guru kelas. Selain itu siswa yang berperilaku juga mengalami masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku yang mereka alami, sebagai contohnya siswa yang hiperaktif kurang dapat melakukan konsentrasi pada hal-hal yang disampaikan oleh guru, banyak melakukan gerakan yang tidak 43
tepat pada waktunya serta siswa tersebut kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga kurang mendapat penerimaan dari lingkungannya, oleh karena itu perlakuan yang diberikan kepada siswa yang berperilaku hiperaktif tidak boleh sama dengan siswa yang berperilaku normal. Akan tetapi dalam memberikan penanganan pada siswa hiperaktif juga harus memperhatikan faktorfaktor yang menyebabkan perilaku hiperaktif tersebut, karena setiap siswa yang berperilaku hiperaktif dimungkinkan oleh faktor penyebab yang berbeda-beda. Faktor-faktor penyebab perilaku hiperaktif tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor human dan faktor non human. Faktor human di antaranya adalah pemanjaan, orientasi kesenangan, kurangnya disiplin dan pengawasan dari orang tua serta tuntutan orang tua yang terlalu tinggi, sedangkan faktor non human sebagai penyebab perilaku hiperaktif di antaranya adalah kondisi ibu pada saat hamil dan melahirkan, faktor genetik atau keturunan serta zat penambah pada makanan. Seburuk apapun penyimpangan yang dilakukan oleh anak yang berperilaku hiperaktif diharapkan masih dapat melakukan kegiatan belajar dengan baik, sehingga siswa hiperaktif juga berkesempatan mendapatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuannya. Sejalan dengan hal tersebut, anak hiperaktif memerlukan bantuan atau alternatif bimbingan untuk menanggulangi perilaku hiperaktif tersebut. Alternatif bimbingan yang diberikan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penanganan medis, penanganan behavioral serta penanganan aseritf. Penanganan medis dapat dilakukan dengan memakai obat atau medikasi dan melakukan diet, sedangkan penanganan behavioral dapat dilakukan dengan cara mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki dan meningkatkan tingkah laku yang dikehendaki dengan melakukan reinforcement, serta penanganan dengan asertif yaitu
mengajarkan disiplin dan mengembangkan
kontrol diri terhadap anak hiperaktif dengan cara memberikan kesempatan pada anak hiperaktif untuk terbuka atau menjalin komunikasi dengan anak hiperaktif, pemberian tugas yang dapat menjamin keberhasilan anak serta mengajarkan ketrampilan sosial pada anak. 44
Dari uraian di atas apabila digambarkan dalam kerangka pemikiran mengenai perilaku hiperaktif tersebut adalah sebagai berikut: Siswa berperilaku normal
Perilaku siswa di sekolah Siswa berperilaku hiperaktif
Alternatif bimbingan yang diberikan
Faktorfaktor penyebab hiperaktif
Bagan I: Kerangka Pemikiran Hiperaktif
45
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Sesuai dengan judul penelitian yaitu studi kasus terhadap perilaku hiperaktif di pada siswa kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Jumlah siswa di Kelas III. Alasan dipilihnya sebagai tempat penelitian: (a) Diketemukannya siswa yang berperilaku hiperaktif di Kelas III SD N Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo, (b) Peneliti ingin mengetahui gambaran anak yang berperilaku hiperaktif di Kelas III SD N Negeri Mranggen 05 Kecemetan Polokarto Kabupaten Sukoharjo, (c) Belum banyaknya penelitian tentang perilaku hiperaktif. Waktu penelitian diadakan pada Semester I Tahun pelajaran 2009/2010 diawal sejak pengajuan judul, penyelesaian ijin penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penulisan laporan hasil penelitian.
B. Bentuk dan Jenis Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang akan diperoleh dan dikumpulkan berupa data langsung tercatat dari kegiatan dilapangan maka bentuk pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sutopo (1993: 24) menegaskan metode deskriptif kualitatif mampu mengungkap berbagai informasi kualitatif dengan deskriptif yang penuh 46
nuansa. Dengan demikian hasilnya akan lebih bermakna dari pada sekedar pertanyaan maupun frekuensi dalam bentuk angket semata. 2. Jenis Penelitian
a) Pengertian Studi Kasus
Jenis penelitian ini adalah studi kasus tentang perilaku anak hiperaktif siswa kelas III di SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. yang termasuk pendekatan kualitatif. Moleong (2004: 2) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Lebih lanjut Sutopo (2003: 24) menegaskan metode diskriptif kualitatif mampu mengungkap berbagai informasi kualitatif dengan diskripitf yang penuh nuansa, dengan demikian hasilnya akan lebih bermakna dari pada sekedar pertanyaan. Menurut Yin (1997: 3) penelitian kasus atau penelitian lapangan merupakan jenis penelitian yang lebih cocok untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berkenaan dengan how (bagaimana) dan why (mengapa) dengan penelitian yang berfenomena komtemporer (masa kini). Sedangkan Surakhmad (1993: 143) mengatakan, “Studi kasus adalah unit kajian yang mendalam”.
Lebih lanjut Walgito (1983: 38) menyatakan studi kasus
merupakan suatu integrasi dari data yang diperoleh dengan metode-metode studi kasus yang akan mendapatkan tinjauan mendalam. Berdasarkan rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa studi kasus adalah jenis penelitian untuk mempelajari atau mengkaji suatu kejadian dengan menggunakan berbagai pendekatan dan data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek individu secara lengkap untuk mendapatkan tinjauan terhadap kasus secara mendalam. 47
b) Tujuan Studi Kasus
Selaras dengan pengertian studi kasus di atas, tujuan dari studi kasus adalah untuk: (a) Memahami pengertian karakteristik topik penelitian, (b) Memahami permasalahan yang terkandung di dalam suatu kasus, (c) Memiliki wawasan tentang akibat yang akan timbul apabila kasus tidak ditangani, (d) Memiliki wawasan tentang upaya pemahaman seluk-beluk dan sumber permasalahan, (e) Penanganan kasus pada umumnya, (f) Memiliki sikap tentang berat ringannya suatu kasus (Moleong, 1988: 110). Lebih lanjut Yin (1997: 3) menyatakan bahwa penelitian kasus merupakan “Penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan metode kerja yang paling efisien. Hal tersebut berarti peneliti mengadakan telaah secara mendalam tentang suatu kasus, kesimpulan hanya berlaku atau terbatas pada kasus tertentu saja”. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian studi kasus bertujuan untuk dapat memahami dan mendeskripsikan suatu karakteristik objek
penelitian
secara
mendalam
dengan
menggunakan
dan
menegembangkan metode-metode studi kasus.
c) Langkah-langkah Studi Kasus Studi kasus adalah jenis penelitian untuk mempelajari atau mengkaji suatu kejadian dengan menggunakan berbagai pendekatan dan data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek individu secara lengkap untuk mendapatkan tinjauan terhadap kasus secara mendalam. Menurut Nazir (1998: 68) langkah-langkah dalam studi kasus adalah:
48
(1) Merumuskan tujuan penelitian. (2) Menentukan unit-unit studi, sifat mana yang akan diteliti, dan hubungan apa yang akan dikaji serta proses apa yang akan menuntun penelitian. (3) Menentukan rancangan serta pendekatan dalam memilih unit-unit dan teknik pengumpulan data mana yang akan digunakan serta sumber data apa yang tersedia. (4) Mengumpulkan data. (5) Mengorganisasikan informasi serta data yang terkumpul dan analisa data untuk membuat interprestasi serta generalisasi. (6) Menyusun laporan dengan memberikan kesimpulan serta implikasi dari hasil penelitian.
Lebih lanjut menurut Suryabrata (1981: 24) langkah-langkah dalam studi kasus adalah: (1) Merumuskan tujuan yang akan dicapai. Apakah yang akan dijadikan unit studi dan sifat-sifat, saling berhubungan proses mana yang akan menuntun penelitian. (2) Merancang cara pendekatan. Bagaimana unit itu akan dipilih, sumber data mana yang tersedia, serta metode pengumpulan data mana yang akan digunakan. (3) Pengumpulan data. (4) Mengorganisasikan data dan informasi yang diperoleh itu menjadi rekontruksi unit studi yang koheren dan terpadu secara baik. (5) Meyususn laporan serta mendeskripsikan makna hasil tersebut.
Dari kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah dalam studi kasus adalah: (1) Persiapan, dalam langkah persiapan ini ditentukan tujuan dari penelitian kasus serta subyek yang benar-benar memiliki masalah. Dalam hal ini tujuan yang ditetapkan oleh peneliti dan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk mendeskripsikan karakteristik hiperaktif dan faktor-faktor 49
penyebab hiperaktif pada siswa Kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. (2) Penentuan unit kasus, rancangan serta pendekatan dalam penelitian. Dalam langkah ini aspek yang menjadi kasus ditentukan, teknik yang digunakan serta sumber data yang tersedia. Maksudnya adalah aspek pada penelitian ini adalah karakteristik hiperaktif dan faktor-faktor penyebab hiperaktif pada siswa Kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. (3) Pengumpulan data, data yang dikumpulkan dengan berbagai metode pengumpulan data yang dapat mengungkap seluruh aspek kehidupan individu, artinya dalam penelitian ini metode pengumpulan data dengan menggunakan tiga teknik penelitian yaitu observasi, wawancara, serta dokumentasi dengan menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. (4) Pengolahan data dan pengumpulan data, data yang telah terkumpul diolah sehingga dapat diketahui hubungan antara data satu dengan data yang lainnya. Dengan mengolah data dan informasi yang telah terkumpul dapat bermanfaat untuk menarik sebuah kesimpulan. Selaras dengan uraikan di atas, strategi penelitian ini adalah studi kasus yaitu penulis menggambarkan subyek penelitian di dalam keseluruhan tingkah laku hiperaktif tersebut dan faktor-faktor penyebab perilaku hiperaktif baik di dalam maupun di luar kelas.
C. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, sehingga data yang dikumpulkan berbentuk kualitatif yang memberikan gambaran 50
tentang perilaku hiperaktif dan faktor-faktor penyebabnya. Sumber data tersebut diperoleh dua hal yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh dari proses wawancara secara langsung dengan responden maupun dari wawancara dengan beberapa orang di luar responden sebagai pelengkap melalui informan kunci (Marzuki, 2002 : 55). Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah siswa yang berperilaku hiperaktif. Menurut Marzuki (2002: 57) sumber data primer memiliki manfaat antara lain: a. Data primer langsung bersangkutan dengan keperluan penelitian atau dikumpulkan untuk mencapai tujuan penelitian. b. Tidak ada resiko kadaluwarsa ( out of date ) karena baru dikumpulkan setelah proyek penelitian dirumuskan. c. Semua pekerjaan pengumpulan data statistik dipegang sendiri oleh peneliti. Peneliti akan menelaahnya dengan cara yang dikehendaki. d. Penelitian mengetahui kualitas dari metode-metode yang dipakainya, karena ialah yang mengaturnya sejak permulaan.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah orang yang dekat dengan subyek, seperti wali kelas, teman dekat, orang tua subjek. Selain itu berupa dokumen-dokumen atau berkas-berkas yang tersimpan di kantor SD Negeri Mranggen 05 yang mendukung penelitian. Dokumen ini dapat berupa daftar identitas siswa. Hal ini berguna untuk mengetahui identitas siswa yang berperilaku hiperaktif. 51
Sumber data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan keterangan
serta identitas siswa Kelas III
untuk
mendapatkan nama siswa Kelas III yang mengalami perilaku hiperaktif.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu langkah dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Ketiga teknik tersebut digunakan dengan tujuan untuk mengungkap karakteristik hiperaktif yang di antaranya adalah jenis kurangnya daya perhatian (inattentive) di antaranya (a) Gagal dalam memperhatikan hal-hal detail, (b) Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian, (c) Tidak mendengarkan jika diajak bicara, (d) Tidak mengikuti instruksi dengan baik dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah atau di rumah, (e) Mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan, (f) Mudah tergangggu oleh rangsangan dari luar, (g) Mudah lupa dalm menyelesaikan kegiatan sehari-hari. Hiperaktif dengan jenis hiperaktifitas dan impulsive di antaranya (a) Menunjukkan tingkah laku gelisah seperti sering menggerakkan tangan dan kaki, (b) Sering meninggalkan tempat duduk, (c) Banyak melakukan gerakan pada waktu yang tidak tepat. Sedangkan jenis hiperaktif kombinasi di antaranya adalah (a) Bertindak tanpa berpikir, (b) Mudah berganti-ganti aktivitas, (c) Membutuhkan perhatian lebih, (d) Tidak dapat menunggu giliran. 1. Teknik Observasi Metode observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap subyek yang diteliti untuk mendapatkan suatu kebenaran dan keadaan perilaku obyek secara detail sesuai keadaan yang sebenarnya. Arikunto (1993: 234) mengatakan metode observasi adalah “Metode ilmiah yang biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan yang secara sistematis terhadap 52
fenomena-fenomena yang terjadi”. Dari uarian tersebut dapat diketahui bahwa observasi adalah suatu pengamatan atau penyelidikan yang dilaksanakan secara sistematis dengan cara mencatat terhadap kejadian atau peristiwa yang diamati. Guba dan Licoln (dalam Moleong, 2004: 174) mengemukakan terdapat beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif memanfaatkan observasi, yaitu: a. Teknik observasi dapat dilakukan secara langsung dan merupakan alat pengumpul data yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. b. Teknik observasi memungkinkan peneliti untuk mencatat keadaan yang sebenarnya. c. Observasi merupakan alat pengumpul data yang dapat digunakan untuk menjawab keraguan peneliti atas data yang diperolehnya apabila terdapat data yang keliru. d. Observasi dapat memahami situasi yang rumit dan komplek. e. Observasi dapat menjadi alat pengumpul data yang sangat bermanfaat untuk meneliti kasus-kasus yang rumit dibanding teknik komunikasi lainnya. Penelitian ini observasi digunakan oleh peneliti untuk: (1) Aktifitas siswa di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, (2) Hubungan sosial siswa yang menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif, (3) Hubungan siswa dengan guru dan orang tua yang dapat menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif. Metode observasi, peneliti dapat mengamati secara langsung situasi atau keadaan dan kejadian yang ada hubungannya dengan fokus penelitian. Teknik observasi ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik hiperaktif yang di antaranya menyangkut ciri-ciri yang dimiliki dari ketiga jenis hiperaktif. Prosedur yang digunakan peneliti dalan teknik observasi adalah (1) Membuat kisi-kisi dan pedoman observasi yang akan menjadi sasaran obyek 53
penelitian yaitu mengenai hiperaktif siswa yang dijadikan subyek penelitian, (2) Menetapkan subyek penelitian yang sesuai dengan karakteristik hiperaktif, (3) Mengadakan observasi terhadap subyek penelitian yang dilakukan pada saat kegiatan belajar-mengajar dan pada saat istirahat. Data yang diperoleh dari hasil observasi diharapkan berupa data yang faktual, sehingga hal ini selain dapat digunakan sebagai data pendukung terhadap fokus penelitian juga dapat digunakan untuk memeriksa keabsahan data yang telah diperoleh sebelumnya melalui metode pengumpulan data yang lain. 2. Teknik Wawancara Selain teknik observasi dalam penelitian ini juga menggunakan teknik interview atau wawancara. Metode interview adalah metode pengumpulan data yang dilaksanakan dengan jalan melakukan tanya jawab langsung dengan subyek penelitian. Arikunto (1993: 145) mengatakan “Metode wawancara juga sering disebut interview yaitu sebuah dialog yang dilakukan pewawancara (interviewer)
untuk
memperoleh
informasi
dari
yang
diwawancara
(Interviewee)”. Lebih lanjut Nasution (2003: 113) mengatakan: "Interview adalah merupakan metode yang bersifat langsung dan merupakan suatu bentuk komunikasi verbal, semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi." Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa wawancara adalah percakapan atau tanya jawab yang dilakukan secara sistematis tentang keadaan atau peristiwa yang diamati. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara berstruktur. Wawancara berstruktur adalah semua pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya dengan cermat dan biasanya secara tertulis. Pewawancara dapat menggunakan daftar pertanyaan sewaktu melakukan 54
wawancara. Tujuan diadakan wawancara yaitu untuk mengetahui (a) Mengungkap karakteritik siswa hiperaktif baik di kelas maupun di luar kelas dan faktor-faktor penyebabnya, (b) Karakteristik tingkah laku siswa dan halhal lain yang berkenaan dengan diri siswa di lingkungan keluarga dengan mengadakan wawancara dengan orang tua. Langkah-langkah yang digunakan peneliti dalam teknik wawancara adalah (a) Membuat kisi-kisi dan pedoman wawancara terkait dengan karakteritik hiperaktif dan faktor-faktor yang mempengaruhi hiperaktif, (b) Mengadakan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan subyek penelitian di antaranya adalah guru atau wali kelas III, dan teman siswa. Penelitian ini, teknik wawancara digunakan untuk membuktikan hasil atau memberi keyakinan dari hasil observasi. Teknik wawancara ini digunakan untuk mengtahui faktor-faktor yang menjadi peneyebab hiperaktif serta membuktikan hasil observasi menyangkut ciri-ciri karakteristik hiperaktif yang di antaranya menyangkut yang dimiliki dari ketiga jenis hiperaktif. 3. Teknik Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata document (Bahasa Inggris) yang artinya dokumen sedang “Dokumen yang berasal dari kata documentun (Bahasa Latin) berarti tertulis atau tercetak”. Khozin Afandi (1993: 1557) mengemukakan, “ Dokumen pribadi adalah sesuatu yang mendeskripsikan seseorang dari laporan (tulisan) orang itu sendiri mengenai keseluruhan atau sebagian kehidupannya”. Ahli lain Arikunto (1993: 147) menjelaskan bahwa dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya segala sesuatu yang tertulis. Berdasarkan pengertian tersebut dokumentasi adalah membuat catatan atau membuat keterangan-keterangan tertulis ataupun tercetak yang dijadikan dokumen. Pengumpulan data dengan mempergunakan metode dokumentasi berarti suatu cara mengumpulkan data dengan mengambil data dari sumbersumber dokumen. Bahan yang dianggap atau dapat dijadikan sebagai dokumen, 55
misalnya buku-buku dan catatan lainnya. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan berupa raport dan buku pribadi. Raport dan buku pribadi ini digunakan pada awal penelitian untuk mengetahui identitas siswa yang bermasalah dengan perilaku hiperaktif.
4. Kunjungan Rumah/ Home Visit Home visit merupakan kunjungan guru ke rumah siswa dengan tujuan untuk mengenal dan memahami lingkungan murid dalam keluarga dan keterangan lain yang berkaitan dengan siswa. Tujuan home visit adalah untuk mengenal dan memahami lingkungan siswa dalam keluarga dan keterangan-keterangan lain tentang siswa yang berkaiatan dengan perilaku hiperaktif siswa. Alasan digunakannya home visit untuk mendapatkan data tentang karakteristik perilaku hiperaktif subyek penelitian pada saat di rumah dan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Pelaksanaan home visit perlu direncanakan dengan baik agar data yang diperoleh sesuai dengan yang dibutuhkan. Tahap pelaksanaan home visit adalah (a) Permohonan izin kepada guru kelas, (b) Menyiapkan pedoman wawancara, (c) Melaksanakan wawancara dengan orang tua subyek, (d) Mencatat hasil wawancara, (e) Menganalisis hasil wawancara.
E. Validitas Data
Di dalam penelitian diperlukan adanya keabsahan data, maksudnya adalah semua data yang dikumpulkan hendaknya mencerminkan apa yang sebenarnya diukur atau di teliti.
56
Menurut Sutopo (2002: 78) dalam penelitian deskriptif kualitatif untuk menguji kesahihan data digunakan triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi peneliti, dan tringaulasi teori. Untuk
memperoleh
data
yang
akurat
dalam
penelitian
ini
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber yaitu dengan cara menggali data dari sumber yang berbeda, sedangkan triangulasi metode adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik yang berbeda. F. Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses mengatur urutan data dan mengorganisasikannya dengan menafsirkan yaitu member arti signifikan terhadap data yang telah didapat, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan antara uraian tersebut. Pekerjaan analisis pada dasarnya adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan mengkatagorikan data yang diperoleh. Setelah itu ditarik kesimpulan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Jika hasil analisis data sudah dapat menjawab penyataan dalam penelitian berarti tujuan penelitian sudah dapat tercapai. Analisis data kualitatif menurut Patton dalam Moleong (2004: 248) merupakan “Proses mengatur data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, katagori, dan satuan uraian dasar”. Sedang menurut Sugiyono (2002: 110), analisis data adalah “Proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan” Berdasarkan rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis data kualitatif adalah suatu kegiatan dalam penelitian yang dimaksudkan untuk mengorganisasikan data yang diperoleh dalam penelitian agar lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Menurut Sutopo (2003: 18) “Dalam proses analisa ada tiga komponen yang harus disadari oleh peneliti. Tiga komponen tersebut adalah (1) Reduksi data, (2) Penyajian data, (3) Penarikan kesimpulan atau verifikasi”. Selaras 57
dengan Rohidi (1992: 16—21) menyatakan: “Analisis data kualitatif terdiri dari 3 alur kegiatan: (1) Reduksi (2) Penyajian data (3) Menarik kesimpulan dan verifikasi”. Lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Reduksi data yaitu suatu bentuk analisis yang menajamkan, dirangkai, dan dipilih sesuai dengan fokus penelitian kemudian disusun secara sistematis yang pada akhirnya dapat memberi gambaran yang jelas tentang hasil observasi dan wawancara sehingga dapat di tarik kesimpulan finalnya.
2.
Penyajian data yaitu pembatasan sebagai suatu kesimpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya suatu penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3.
Menarik kesimpulan dan verifikasi. Di dalam menarik kesimpulan juga harus diverifikasi makna-makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya agar dapat diperoleh yang valid.
G. Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian ini seluruhnya direncanakan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Mengurus perijinan penelitian. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan surat ijin penelitian yang akan digunakan di tempat penelitian. b. Menentukan lokasi penelitian. Hal ini bertujuan untuk menentukan tempat penelitian serta subyek yang benar-benar berperilaku hiperaktif yang terdapat di tempat penelitian tersebut. 58
c. Meninjau lokasi penelitian secara sepintas mempelajari keadaannya. Hal ini bertujuan agar peneliti mampu mengenal dan menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang terdapat pada tempat penelitian. d. Menyusun instrument penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data (daftar pertanyaan dan petunjuk observasi) dan juga penyusunan jadwal kegiatan secara rinci. e. Konsultasi dengan kepala sekolah. Hal ini dilakukan untuk meminta ijin kepada kepala sekolah untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut. f. Konsultasi dengan guru kelas. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai perilaku hiperaktif selama mengikuti kegiatan di pada saat kegiatan belajar-mengajar serta aktifitas sisw pada saat istirahat.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Observasi dan wawancara terhadap siswa yang berperilaku hiperaktif. Observasi dan wawancara bertujuan untuk mengungkap karakteristik perilaku hiperaktif dan faktor-faktor peneyebabnya baik di lingkungan sekolah ( pada saat KBM ataupun pada saat istirahat) b. Wawancara terhadap guru kelas Wawancara dilakukan pada guru kelas dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh data mengenai karakteristik hiperaktif pada saat di lingkungan sekolah dan faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya perilaku hiperaktif. c. Wawancara terhadap teman siswa Wawancara terhadap teman khususnya teman akrab siswa bertujuan untuk mengetahui karakteristik hiperaktif siswa tersebut. d. Wawancara dengan orang tua siswa Wawancara terhadap orang tua siswa bertujuan untuk mendapatkan deskripsi tentang karakteristik perilaku hiperaktif anaknya serta faktorfaktor yang menyebabkan perilaku hiperaktif tersebut apabila anak sedang berada dirumah. 59
3. Tahap Pelaporan Hasil
Tahap pelaporan hasil penelitian ini adalah pelaporan hasil penelitian. Pada tahap
ini
setelah
penulis
merangkum,
mencatat,
menganalisis
dan
mendeskripsikan semua hasil penelitian yang berupa data kualitatif kemudian disusun secara sistematis sebagai bahan pelaporan hasil penelitian.
60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sajian Data Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. SD Negeri
Mranggen 05
merupakan sekolah yang terletak di tengah-tengah perkampungan penduduk. Adapun letak yang lebih jelas SD Negeri Mranggen 05 adalah sebagai berikut: a) Sebelah utara berbatasan dengan perkampungan penduduk,
b) Sebelah
selatan berbatasan dengan perkampungan penduduk, c) Sebelah barat berbatasan dengan SMP N 1 Polokarto, dan d) Sebelah timur juga berbatasan dengan perkampungan penduduk. SD Negeri Mranggen 05 memiliki 9 ruang yang terdiri dari 6 ruang kelas, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru serta ruang 1 ruang perpustakaan dan UKS. Fasilitas di SD Negeri Mranggen 05 cukup memadai, yaitu tersedianya perpustakaan, UKS, tempat ibadah, kantin yang bersih dan kamar mandi, lapangan olah raga serta tempat parkir. SD Negeri Mranggen 05 Kabupaten Sukoharjo yang menghadap ke Utara dan di depan terdapat jalan menuju ke perkampungan penduduk. Sehingga untuk menjaga keamanan anak saat berolah raga di halaman dan juga saat istirahat maka pagar depan SD ini telah terbuat dari tembok yang tingginya kurang lebih 2,5 meter, dan pintu masuk telah terbuat dari pintu tralis besi yang memiliki ketinggian 2,5 meter. Selain itu untuk menjaga keamanan yang ada dilingkungan SD Negeri Mranggen 05 Kabupaten Sukoharjo selalu terkunci pada saat kegiatan belajar mengajar. 61
Halaman sekolah sebagian besar telah di cor dengan semen yang difungsikan sebagai lapangan olah raga serta kegiatan upacara bendera setiap hari senin atau hari-hari yang telah diwajibkan untuk upacara. Kegiatan ekstra kulikuler juga dilaksanakan pada halaman tersebut. Untuk kebersihan, di sekolah tersebut dijadwalkan setiap hari dua kali penjaga kebersihan sekolah melakukan kegiatan kebersihan yakni sebelum masuk sekolah dan saat jam istirahat kedua dan dibantu oleh siswa di masing-masing kelas. Selain itu kondisi anak-anak di SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo mengetahui arti pentingnya kebersihan bagi kesehatan sehingga mereka selalu membuang sampah pada tempatnya. Untuk mengingatkan pentingnya kebersihan maka di tempat-tempat yang strategi di SD ini dipasang poster tentang pentingnya kebersihan. Pencahayaan setiap ruang cukup baik, sehingga suasana terasa nyaman untuk terlaksananya proses belajar baik. Tenaga pengajar atau guru di SD Negeri Mranggen 05 berjumlah 11 orang yaitu 6 guru kelas, 1 kepala sekolah, 1 guru agama, 1 guru bahasa inggris, 1 guru komputer dan 1 penjaga sekolah. Jumlah siswa yang terdapat di SD Negeri Mranggen 05 berjumlah 111 yang berjumlah 52 siswa putra dan 59 siswa putri. Sebanyak 105 siswa memeluk agama islam dan 6 siswa lainnya beragama non islam.
2. Deskripsi Permasalahan Penelitian
Penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai perilaku hiperaktif. Melalui penelitian ini, diharapkan penulis dapat mengetahui secara mendalam yang kemudian dapat mendeskripsikan mengenai perilaku hiperaktif siswa serta faktor-faktor yang menjadi penyebab perilaku hiperaktif dan pada akhirnya diharapkan pada penelitian ini, penulis dapat memberikan alternatif bimbingan untuk dapat mengenai perilaku hiperaktif siswa.
62
Berdasarkan hasil pengamatan dari beberapa siswa yang ada di lingkungan sekolah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perilaku siswa, yaitu siswa yang mengalami perilaku hiperaktif. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti tentang perilaku siswa yaitu siswa yang mengalami perilaku hiperaktif tersebut di awal penelitian, dapat dideskripsikan perilaku hiperaktif tersebut sebagai berikut: a.
Tangan selalu memukul-mukul meja sehingga menimbulkan suara gaduh.
b.
Memain-mainkan pensil atau benda yang ada di depannya sehingga timbul suara berisik pada waktu kegiatan belajar-mengajar.
c.
Menggoyang-goyangkan kaki pada saat mengerjakan tugas.
d.
Berlarian saat di dalam kelas.
e.
Mondar-mandir pada waktu pelajaran berlangsung.
f.
Keluar masuk kelas dengan berbagai alasan.
g.
Tidak dapat memfokuskan perhatian dalam jangka waktu yang lama.
h.
Mudah teralih perhatian.
i.
Mudah mengalami kejenuhan atau kebosanan dalam satu kegiatan.
3. Deskripsi Subyek Penelitian
a. Subyek I
Data pribadi subyek I sebagai berikut:
Nama
: Angga Dani Ananda
Tempat Tanggal Lahir
: Sukoharjo, 14 Februari 2001 63
Agama
: Islam
Kebangsaan
: Indonesia
Kelas
: III
Jumlah saudara
:3
Alamat
: Pundung Sari
Bahasa sehari-hari
: Jawa
Nama ayah
: Surono
Pekerjaan
: Polisi
Agama
: Islam
Nama ibu
: Sumarni
Pekerjaan
: PNS
Agama
: Islam
Penyakit yang pernah atau
: Radang tenggorokan
sedang diderita
1) Fisik Subyek
Berdasarkan dokumentasi, subyek I merupakan siswa yang memiliki berat badan 25 kilogram dengan tinggi 143cm. Subyek memiliki kesehatan yang baik dan tidak memiliki cacat tubuh serta tidak menderita suatu penyakit yang membahayakan, akan tetapi subyek hingga kini sering mengalami sakit radang tenggorokan. 64
Gambaran fisik subyek yang lainnya adalah, subyek sering mengalami sakit di pergelangan tangan atau kaki. Hal tersebut subyek alami karena perilaku hiperaktif subyek seperti sering naik turun tangga di dalam rumah, sering naik pohon yang ada di lingkungan rumah serta gerakan tangan dan kaki subyek yang seolah-olah seperti gerak reflek, sehingga subyek sering mengalami cidera atau sakit fisik karena perilakunya tersebut.
2) Aktifitas Subyek
Aktifitas subyek baik di rumah dan di sekolah tidak jauh berbeda. Aktifitas yang dilakukan subyek menunjukkan perilaku hiperakti, baik di rumah maupun di sekolah. Perilaku hiperaktif yang dilakukan subyek ketika berada di rumah di antaranya menggerak-gerakan tangan dan kaki secara berlebihan seperti memukul-mukul benda yang ada di dekatnya, jika bermain tidak dapat bertahan lama dengan satu permainan, tidak dapat membereskan alat bermainnya setelah selesai bermaian selain itu perilaku subyek juga destruktif seperti mudah merusak mainannya. Selain hal tersebut jika di ajak bicara dengan orang tua atau pembantunya, subyek tidak dapat memperhatikan. Hal tersebut juga subyek alami ketika berada di sekolah. Aktifitas yang dilakukan subyek di sekolah menunjukkan bahwa subyek mengalami perilaku hiperaktif. perilaku hiperaktif pada saat di sekolah di antaranya sering menunjukkan sikap cuek dan tidak memperhatikan ketika diajak berbicara dengan orang lain dan cenderung semaunya sendiri, tidak dapat duduk tenang seperti banyak menggeliat di kursi pada waktu pelajaran, meninggalkan tempat duduk dan mondar-mandir dari bangku satu ke bangku teman satunya
65
Hubungan subyek dengan teman, baik di rumah dan di sekolah juga tidak jauh berbeda. Dalam bergaul dengan lingkungan sekitar subyek selalu ingin menjadi pemimpin dalam permainan, ingin menang sendiri dan tidak mau kalah dengan teman-temannya yang lain.
3) Aktifitas Orang Tua
Kedua orang tua subyek merupakan orang tua yang jarang berada di rumah. Ayah subyek bekerja sebagai polisi yang tidak tentu jadwal pekerjaannya, sedangkan ibu subyek bekerja sebagai PNS. Kedua orang tua subyek merupakan orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya. Berangkat bekerja pagi dan pulang sore hari atau bahkan malam hari. Kedua kakak subyek juga tidak tinggal bersama dengan orang tua, karena bekerja dan kuliah di luar kota. Kondisi yang demikian membuat subyek jarang berkumpul dengan kedua orang tuanya serta membuat subyek hanya ditemani dengan pembantu di rumah. Hubungan subyek dengan pembantu lebih dekat disbanding dengan orang tuanya, karena segala sesuatu yang dibutuhkan subyek dibantu oleh pembantu, dari hal yang dibutuhkan subyek sebelum berangkat sekolah hingga subyek pulang sekolah, seperti peralatan sekolah hingga baju yang digunakan subyek sepulang sekolah. Kedua orang tua subyek merupakan orang tua yang memberikan kasih sayang berlebihan, hal ini dapat terlihat dari sikap dan cara pendidikan orang tua yang diterapkan pada subyek serta segala sesuatu yang diinginkan subyek selalu dituruti oleh kedua orang tua(K. W. OT. S1). Selain hal tersebut kedua orang tua subyek juga menerapkan disiplin yang ketat pada subyek seperti sepulang sekolah harus segera pulang, subyek harus dapat menjadi yang pertama di kelas, belajar harus tepat 66
waktu dan tidak diperbolehkan main di luar rumah tanpa ditemani oleh pembantunya. Hal tersebut dilakukan orang tua subyek dengan alasan bahwa
subyek
merupakan
anak
laki-laki
dalam
keluarga
dan
menginginkan subyek kelak dapat menjadi pemimpin yang lebih dibanding orang tua. Selain hal tersebut, orang tua subyek terdapat kekhawatiran jika subyek salah bergaul dengan lingkungan sekitar, sehingga mereka memperlakukan subyek dengan demikian.(K.W.OT.SI)
b. Subyek II
Data pribadi subyek I sebagai berikut:
Nama
: Adam Saputro
Tempat Tanggal Lahir
: Sukoharjo, 09 Juni 2000
Agama
: Islam
Kebangsaan
: Indonesia
Kelas
: III
Jumlah saudara
:2
Alamat
: Godegan
Bahasa sehari-hari
: Jawa
Nama ayah
: Agus Widodo
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam 67
Nama ibu
: Sumami
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
Penyakit yang pernah atau
: Step
sedang diderita
1) Fisik Subyek
Berdasarkan hasil dokumentasi, subyek II merupakan siswa yang memiliki berat badan 28 dengan tinggi 135 cm. Kondisi fisik subyek II tidak mengalami cacat tubuh. Gambaran keadaan fisik subyek yang lain adalah subyek II juga sama dengan subyek I yaitu sering mengalami sakit karena terjatuh atau di akibatkan perilaku hiperaktif subyek seperti banyak melakukan gerakan di antaranya sering berlarian baik di dalam ataupun di luar rumah dan melakukan tindakan-tindakan berbahaya seperti naik pohon yang tinggi. Sejarah kesehatan yang pernah subyek II alami adalah sejak kecil kira-kira subyek berumur 2 tahun sering mengalami step hingga subyek naik ke kelas dua dan hingga saat ini hal tersebut sudah tidak subyek alami(KW.OT.S II).
2) Aktifitas Subyek
Aktifitas subyek II sama halnya dengan subyek I. Aktifitas subyek II ketika di rumah juga menunjukkan perilaku hiperaktif. Perilaku 68
hiperaktif yang subyek lakukan dirumah antara lain menggerakkan tangan dan kaki ketika berada di rumah seperti memukul-mukul benda yang ada di dekatnya dan mengoyang-goyangkan kaki ketika dalam keadaan duduk, selain hal tersebut perilaku hiperaktif subyek yang lain adalah subyek II merupakan anak yang tidak dapat duduk dengan tenang. Adaada saja perilaku yang dilakukan ketika duduk, seperti sering menggeliat pada waktu makan serta tidak dapat diam. Lebih lanjut hubungan subyek dengan tetangga dan teman-teman di sekitar rumah mendapat cap bahwa subyek adalah anak yang nakal dengan perilaku hiperaktif yang dilakukan oleh subyek (K.W.T.SII). Perilaku subyek ketika bermain dengan teman-teman di sekitar rumah sering destruktif, tidak mau kalah, suka merebut mainan teman, dan selalu ingin menjadi pemimpin dalam permainan. Selain hal tersebut, subyek juga
sering
berkelahi
dan
bertengkar
dengan
temannya
jika
permintaannya tidak dituruti atau tidak sesuai dengan keinginan subyek. Subyek jugamemiliki kondisi psikologis yang mudah marah jika keinginannya tidak segera dituruti. Hal tersbut subyek lakukan baik dirumah maupun di sekolah.(K.W.OT.SII)
3) Aktifitas Orang Tua
Kedua orang tua subyek bekerja sebagai wiraswasta dengan membuka warung di salah satu pasar dekat rumah subyek. Mereka berangat pagi dan pulang pada sore hari menjelang waktu magrib. Keseharian subyek jika ditinggal orang tuanya, subyek berada dirumah dengan saudara dan neneknya. Hal tersebut membuat subyek jika pulang sekolah jarang bertemu dengan kedua orang tuanya. Terkadang subyek sepulang sekolah juga menyusul orang tua di pasar dan bermain di pasar 69
hingga sore hari. di rumah nenek subyek juga kurang memperhatikan aktifitas subyek. Kondisi demikian yang akhirnya membuat subyek dapat berperilaku sekehendak dirinya karena tidak ada yang mengontrol perilaku subyek, apalagi saudara subyek juga mengalami perilaku hiperaktif yang sama dengan subyek.
c. Subyek III
Data pribadi subyek I sebagai berikut: Nama
: Muhammad David
Tempat Tanggal Lahir
: Sukoharjo, 22 November 2001
Agama
: Islam
Kebangsaan
: Indonesia
Kelas
: III
Jumlah saudara
:2
Alamat
: Kedung Rejo
Bahasa sehari-hari
: Jawa
Nama ayah
: Suroto
Pekerjaan
: Buruh
Agama
: Islam
Nama ibu
: Asih 70
Pekerjaan
: Penjahit
Agama
: Islam
Penyakit yang pernah atau
: Radang tenggorokan dan Asma
sedang diderita
1) Fisik Subyek
Subyek III bernama Muhammad David. Subyek adalah anak pertama dari dua bersaudara. Secara fisik subyek memiliki tinggi badan 130 cm dengan berat badan 27 kilogram. Subyek tidak mengalami mengalami cacat fisik. Sejarah kesehatan subyek tidak mengalami suatu penyakit yang membahayakan, hanya radang tenggorokan dan subyek menderita mengalami sakit asma. Gangguan fisik lain yang sering subyek alami sama halnya kedua subyek lainnya yaitu sering mengalami gangguan kesehatan fisik seperti kaki atau tangan yang terkilir akibat perilaku hiperaktif yang subyek alami seperti banyak melakukan gerakan tangan dan kaki di antaranya sering memukul-mukul meja atau benda yang ada di sekitarnya. Selain itu subyek juga senang bersepeda baik di dalam dan di luar rumah dengan menunjukkan perilaku hiperaktifnya seperti banyak bergerak ketika bersepeda dan tidak berpikir jika subyek akan terjatuh atau mengalami luka dengan perilakunya tersebut.
2) Aktifitas Subyek 71
Aktifitas subyek ketika berada dirumah dan di sekolah juga menunjukkan perilaku hiperaktif. Perilaku hiperaktif yang sering subyek lakukan ketika berada di rumah di antaranya adalah sering melakukan gerakan tangan dan kaki di antaranya sering memukul-mukul meja, sering menggerakkan tangan dan kaki dalam keadaan di ajak berbicara orang lain. Selain hal tersebut perilaku hiperaktif yang subyek alami adalah tidak dapat duduk tenang dalam kondisi yang tidak tepat seperti pada waktu makan.(K.W.OT.SIII) Selain aktifitas subyek ketika berada di rumah di atas, hubungan subyek dengan teman-teman ketika berada di rumah dan di sekolah mendapatkan perlakuan dan cap bahwa subyek adalah anak yang nakal, sehingga subyek dijauhi dan dikucilkan oleh teman-temannya. Hal tersebut disebabkan perilaku subyek yang seenaknya ketika bermain dengan teman, seperti suka merebut permainan teman, suka bertengkar dan berkelahi dengan teman, mudah mengalami kejenuhan dalam bermain
serta
keadaan
psikologis
subyek
yang
mudah
marah
(K.W.T.SIII)
3) Aktifitas Orang Tua
Kedua orang tua subyek bekerja sebagai buruh. Ayah subyek bekerja sebagai tukang batu dan ibu bekerja sebagai penjahit konveksi. Ayah dan ibu subyek berangkat sekitar pukul 07.30 dan pulang sekita pukul 17.00WIB. Subyek merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Hubungan dalam keluarga subyek III ini juga seperti masyarakat 72
pedesaan lainnya, seperti orang tua yang sibuk dengan bekerja tanpa memperhatikan kegiatan yang dilakukan subyek ketika dirumah dan di sekolah, walaupun sekedar menanyakan kegiatan di sekolah atau yang menjadi PRnya. Orang tua yang merupakan pendidik pertama dan utama dalam sebuah keluarga kurang dalam memberikan perhatian dan pengawasan terhadap anak pada saat dirumah, misalnya menanyakan kegiatan subyek ketika di sekolah, menanyakan problem yang dihadapi subyek, serta bagaimana ketika subyek bermain dengan teman-temannya. Orang tua subyek membiarkan subyek berperilaku seenaknya seperti perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek. Kedua orang tua subyek juga lebih mengutamakan untuk bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga subyek sehari-hari. Hal tersebut membuat subyek merasa tidak memiliki waktu yang cukup dengan kedua orang tuanya untuk mendapatkan kasih sayang. Kedua orang tua subyek merupakan orang tua yang lebih menghabiskan waktunya untuk bekerja, sehingga subyek dan saudaranya kurang mendapat perhatian dari kedua orang tua. Hal demikian yang mengakibatkan
subyek
berperilaku
semaunya sendiri
dan
tidak
mendapatkan pengontrolan, akan tetapi kedua orang tua subyek jika mendapati subyek berperilaku hiperaktif mereka langsung memberikan hukuman bagi subyek, baik hukuman fisik seperti memukul subyek atau memberikan hukuman verbal seperti memarahi subyek dengan kata-kata kasar. Hal tersebut sering dilakukan oleh ayah subyek apabila subyek berperilaku hiepraktif pada saat di rumah seperti berlarian di dalam rumah, tidak fokus dan seolah tidak mendengarkan perintah orang tua subyek.
B. Temuan Hasil Penelitian
73
1. Perilaku Hiperaktif a. Subyek I
1) Hasil Observasi Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan baik pada saat di dalam kelas maupun pada saat istirahat, perilaku hiperaktif yang dilakukan subyek I adalah banyak melakukan gerakan tangan dan kaki di antaranya adalah memukul-mukul meja dengan tangannya, melakukan gerakan kaki pada saat pelajaran berlagsung sehingga menimbulkan suara gaduh. Selain melakukan gerakan tangan dan kaki subyek I juga melakukan perilaku hiperaktif yaitu tidak dapat duduk tenang di antaranya adalah sering mengeliat ketika pelajaran berlangsung, mondar-mandir ketika guru menjelaskan materi pelajaran, keluar masuk kelas dengan alasan meraut pensil. Selain perilaku hiperaktif tersebut, subyek I juga mengalami perilaku hiperaktif yang lainnya seperti sering kehilangan benda-benda permainannya serta peralatan sekolah karena subyek merupak anak yang ceroboh dan tidak telaten dalam menyimpan alat-alat yang dimilikinya, sering menunjukkan sikap cuek dan tidak memperhatikan ketika diajak berbicara dengan orang lain dan perilaku yang semaunya sendiri, tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas dan lebih memilih menyontek, bernyanyi-nyanyi kecil pada waktu guru menjelaskan materi sehingga menimbulkan suara berisik di dalam kelas. Hubungan subyek I dengan teman-teman subyek di sekolah juga menunjukkan perilaku hiperaktif. Hal tersebut di antaranya adalah (a) Cepat mengalami kejenuhan atau bosan dengan kegiatan bermain yang dilakukannya serta waktu yang dilakukan dalam permainan singkat, sering berkelahi dengan teman, terutama dengan Adam dan David, ingin menjadi 74
pemimpin disetiap permainan serta dijauhi dan dimusuhi oleh temantemannya.
2) Hasil Wawancara
Penulis melakukan wawancara terhadap siswa berperilaku hiperaktif (subyek I), teman siswa, guru kelas, guru bahasa inggris dan orang tua. Kegiatan wawancara dilakukan pada saat di sekolah dan di rumah subyek. Hasil kegiatan wawancara yang dilakukan penulis, dapat dideskripsikan sebagai berikut: Hasil yang diperoleh dari kegiatan wawancara terhadap guru kelas, guru bahasa inggris dan teman subyek,
menyatakan bahwa subyek I
merupakan salah satu siswa hiperaktif dan dianggap oleh guru serta temantemannya sebagai anak yang nakal. Perilaku yang dilakukan subyek ketika berada di dalam kelas selalu menimbulkan suara gaduh seperti (a) Gerakan tangan dan kaki, (b) Suara nyanyian lirih yang di lakukan subyek, (c) Subyek yang suka mengajak berbicara dengan temannya sehingga membuat siswa lainnya merasa terganggu pada saat kegiatan belajar-mengajar, (d) Tidak dapat memfokuskan perhatiaannya pada materi yang disampaikan oleh gur dalam waktu yang lama serta mudah teralih perhatian . Menurut guru bahasa inggris subyek merupakan siswa yang memiliki tingkat fokus terhadap pelajaran dengan kapasitas dan daya ingat yang rendah. Dalam mengingat lambang dan kosakata pelajaran bahasa inggris subyek I mengalami masalah dengan hal tersebut. Bagi teman siswa, subyek I sering berperilaku hiperaktif saat di dalam ataupun di luar kelas. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilakunya yang (a) Sering mondar-mandir di dalam kelas, (b) Suka berjalan-jalan di 75
dalam kelas ketika guru menyampaikan materi, (c) Sering tidak memperhatikan penjelasan guru dan asyik bermain sendiri, sehingga mengakibat subyek I pada waktu pelajaran ulangan sering menyontek dan dengan memaksa. Hal tersebut juga merupakan memicu kemarahan temantemannya, sehingga subyek memilki hubungan sosial yang tidak baik dengan teman-temannya dan dijauhi oleh teman-temannya. Selain hal tersebut kecendrungan untuk melanggar tata tertib sekolah sering sekali subyek lakukan baik pada saat kegiatan belajarmengajar maupun pada waktu istirahat. Hal tersebut ditandai dengan perilaku subyek yang suka keluar masuk kelas tanpa ijin dari guru, masuk kelas setelah istirahat tidak tepat waktu. Selain itu berdasar hasil wawancara dengan guru kelas, subyek juga berperilaku hiperaktif pada saat istirahat dengan berlarian di lapangan sekolah seolah-olah jika waktu istirahat adalah waktunya untuk bebas bagi subyek (K.W.G.SI) Selain hal tersebut hasil wawancara yang diperoleh penulis dengan orang tua subyek I, subyek merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga. Kedua kakak subyek tidak tinggal bersama mereka. Semua keinginan yang subyek mau pasti akan dituruti oleh kedua orang tua, baik hal-hal yang berkaitan dengan sekolah maupun dalam hal bermain dengan teman-temannya. Selain keinginan yang dituruti oleh kedua orang tua subyek I, subyek juga diterapkan disiplin yang sangat ketat dari kedua orang tuanya, khususnya ayah subyek I yang bekerja sebagai polisi sehingga di dalam rumah subyek menunjukkan perilaku sebagai anak yang takut terhadap orang tuanya. Disiplin tersebut seperti setiap kegiatan yang dilakukan oleh subyek I harus dilakukan dengan tepat waktu dan terjadwalkan yang telah dibuat ayah subyek. Perilaku hiperaktif yang subyek I lakukan ketika berada di rumah di antaranya (a) Sering melakukan tindakan-tindakan ceroboh seperti naik turun tangga di dalam rumah dan walaupun sering terjatuh subyek merasa 76
tidak jera, (b) Sering tidak mendengarkan dan terlihat cuak ketika diajak berbicara oleh orang tuanya, (c) Ceroboh dalam menyimpan peralatan bermain dan sekolahnya, (d) Sering melakukan gerakan tangan dan kaki ketika berada di rumah sehingga sering memicu kemarahan orang tua, (e) Tidak sabaran jika harus mengggu keinginannya untk segera dipenuhi, (f) Tidak bisa memfokuskan perhatiannya pada satu hal kegitan yang dilakukannya.
3) Kesimpulan Hasil Obsevasi dan Hasil Wawancara Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek I adalah sebagai berikut: (a) Aktifitas fisik yang dilakukan subyek I dengan perilaku hiperaktif yang dialaminya adalah melakukan gerakan tangan dan kaki di antaranya adalah tangan selalu memukul-mukul meja sehingga menimbulkan suara gaduh serta menggoyang-goyangkan kaki pada saat mengerjakan tugas. Tidak dapat duduk dengan tenang, yang ditandai dengan menggeliat di kursi ketika guru meyampaikan materi, mondar-mandir dan suka berpindah tempat dari tempat duduknya ketempat duduk temannya. (b) Keadaan psikologis subyek I merupakan siswa yang tergolong mudah marah serta mudah terpancing emosinya jika mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai keinginannya. Hal tersebut ditandai dengan nada bicara yang tinggi dan terkesan keras. (c) Hubungan dengan lingkungan sekitar baik dengan teman dan guru, subyek I cenderung memiliki sedikit teman dan dijauhi serta dimusuhi oleh teman-temannya karena subyek sering bertengkar dan berkelahi dengan teman-temannya. Hubungan gurupun, subyek I dicap sebagai anak yang nakal karena suka berkelahi dengan teman dan pada waktu 77
kegiatan belajar-mengajar sering tidak fokus dan tidak memperhatikan penjelasan guru, sehingga guru menganggap bahwa subyek I merupakan anak yang nakal dan suka membuat gaduh pada waktu kegiatan belajarmengajar. (d) Selain hal tersebut di atas, perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek I yang
lainnya
adalah
sering
mengadu
kehilangan
benda-benda
permainannya serta peralatan sekolah karena subyek cenderung ceroboh dalam mengerjakan sesuatu, tidak telaten dalam menyimpan alat-alat yang
dimilikinya,
sering
menunjukkan
sikap
cuek
dan
tidak
memperhatikan ketika diajak berbicara dengan orang lain dan cenderung semaunya sendiri, tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas dan cenderung lebih memilih menyontek, cepat mengalami kejenuhan atau bosan dengan kegiatan bermain yang dilakukannya serta waktu yang dilakukan dalam permainan cenderung singkat.
b. Subyek II
1) Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan baik pada saat di dalam kelas maupun pada saat istirahat, perilaku hiperaktif yang dilakukan subyek II adalah banyak melakukan gerakan tangan dan kaki seperti (a) Memukul-mukul meja atau memukul-mukul laci meja sambil menyanyikan lagu sehingga membuat suasana kelas menjadi gaduh, (b) Memainkan pensil atau peralatan sekolah pada saat guru menjelaskan materi, (c) Memainkan kaki dengan memutar-mutarkan kaki pada saat diharapkan siswa untuk tenang. Selain perilaku hiperaktif tersebut subyek II juga 78
merupakan siswa yang tidak dapat duduk dengan tenang. Perilakunya seperti banyak (a) Melakukan gerakan pada waktu duduk, (b) Sering berpindah tempat dari bangkunya kebangku temannya yang lain, (c) Sering keluar masuk kelas dengan alasan ke kamar mandi atau pergi kekantin sekolah, (d) Mondar-mandir atau berlarian di dalam kelas pada saat disuruh mengerjakan tugas dan pada waktu guru menjelaskan materi. Hasil observasi yang di peroleh penulis terhadapb perilaku hiperaktif lainnya yang dialami subyek II adalah
(a) Sering tidak
memperhatikan penjelasan guru ketika menyampaikan materi, (b) Memotong pembicaraan ibu atau bapak guru, (c) Tidak sabar dalam menunggu giliran untuk masuk kelas atau pada saat di absen guru, (d) Pandangan yang selalu tertuju kearah luar kelas, misalnya melihat kelas lain yang sedang berolah raga, (e) Ekspresi wajah yang sering ketakutan saat mendapat giliran untuk maju kedepan kelas atau menjawab pertanyaan guru yang ditandai dengan raur wajah yang memerah dan menghela nafas jika subyek berhasil terlewati untuk mengerjakan tugas di depan kelas. Hasil dari observasi yang penulis peroleh dari perilaku hiperaktif yang subyek II lakukan terkait dengan hubungan sosial dengan teman dan guru pada saat istirahat dan di sekolah, yaitu subyek II merupakan salah satu siswa yang mudah marah dan tidak dapat mengkontrol emosinya. Keadaan psikologis yang mudah marah sering di alami oleh subyek. Hal tersebut membuat subyek dimusuhi oleh teman-temannya. Selain itu subyek juga sering bertengkar dan berkelahi dengan temannya, terkadang hanya karena permintaan atau dalam bermain subyek kalah dari temantemannya dan tidak memimpin dalam suatu permainan serta perilaku uasil yang dibuat subyek sendiri terhadap temannya.
2) Hasil Wawancara 79
Penulis melakukan wawancara terhadap siswa berperilaku hiperaktif (subyek II), teman siswa, guru kelas, guru bahasa inggris dan orang tua. Kegiatan wawancara dilakukan pada saat di sekolah dan di rumah subyek. Hasil dari kegiatan wawancara dapat penulis deskripsikan sebagai berikut: Hasil yang diperoleh dari kegiatan wawancara terhadap teman dan guru kelas serta guru bahasa inggris menyatakan bahwa subyek II merupakan salah satu siswa hiperaktif. Berbeda dengan subyek I, subyek II Merupakan siswa hiperaktif yang sudah terlihat sejak kelas I. Perilaku hiperaktif yang dilakukan oleh subyek II memberikan dampak terhadap subyek II yaitu pada tahun pelajaran 2008/2009 subyek II harus tinggal di kelas. Selain itu perilaku hiperaktif yang dilakukan oleh subyek II membuat subyek II tidak memiliki rasa takut baik terhadap guru maupun kepala sekolah. Perilaku hiperaktif yang dilakukan subyek II menurut guru kelas dan guru bahasa inggris bahwa subyek II sering melakukan (a) Gerakan tangan dan kaki secara berlebihan, (b) Perilaku yang suka memukul-mukul meja sambil menyanyikan lagu sering sekali subyek lakukan pada saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung, (c) Sering meninggalkan tempat duduk, (d) Mondar-mandir di dalam kelas dengan tujuan yan tidak jelas, misalnya hanya sekedar menjahili temannya atau sekedar bertukar tempat duduk dengan subyek I atau dengan subyek III. Guru kelas dan guru mata pelajaran lainnya seperti guru bahasa inggris dan guru agama, sudah sering memberikan teguran dan peringatan terhadap subyek II atas perilakunya tersebut, akan tetapi subyek II tidak pernah mendengarkan dan kalaupun dapat sedikit tenang di dalam kelas hanya dalam waktu yang relatif singkat. Hasil wawancara dengan teman siswa, subyek II merupakan anak yang nakal (K. W.T.SII). Perilaku yang tidak mau diam dan membuat gaduh di dalam kelas. Selain itu sikap yang ditunjukkan subyek II ketika bermain dengan teman-temannya di antaranya (a) Ingin menjadi seorang 80
pemimpin, (b) Selalu menyuruh-nyuruh, (c) Berperilaku semaunya memberikan. Hal tersebut memberikan dampak bagi hubungan sosial yang tidak baik antara subyek II dengan teman-temannya seperti subyek dianggap sebagai anak yang nakal dan dijauhi oleh teman-temannya serta sikap teman yang tidak mau bermain dengan subyek. Selain itu subyek II merupakan siswa yang mudah sekali terpancing emosinya membuat subyek II ditakuti oleh teman-temannya, karena subyek II sering mengajak bertengkar, membuat menangis teman yang lain serta sering berkelahi dengan teman membuat subyek II ditakuti oleh teman-temannya baik teman yang sekelas maupun adik kelas. Hasil wawancara dengan orang tua subyek II merupakan anak yang berasal dari keluarga pas-pasan, sehingga untuk dapat memenuhi keinginan subyek terkadang subyek diharuskan menunggu hingga orang tua subyek mampu menurutinya. Tidak jarang hal tersebut dapat memancing emosi subyek ketika berada di rumah. Perilaku hiperaktif yang dilakukan subyek II ketika di rumah dan di sekolah tidak jauh berbeda. Di rumah perilaku hiperaktif yang dilakukan subyek di antaranya adalah sering memainkan benda apa saja yang subyek lihat dirumah dengan membuat bunyi-bunyian dengan gerakan tangan dan kakinya. Selain itu perhatian yang tidak dapat berlangusng lama juga ditunjukkan subyek ketika berada di rumah, misalnya ketika di ajak berbicara dengan orang tua atau keluarga di rumah subyek terlihat tidak memperhatikan dan berperilaku semaunya sendiri. Selain perilaku hiperaktif yang di tunjukkan subyek II, saudara subyek II juga mengalami perilaku hiperaktif yang sama dengan subyek II. Lebih lanjut hasil kegiatan wawancara dengan orang tua subyek II, pada waktu proses hamil dan melahirkan subyek II mengalami kendala sehingga harus di bantu dengan alat bantu persalinan, agar subyek dapat di selamatkan. Sejarah kesehatan subyek II pun mengalami permasalahan. Sejak kecil kirakira berumur 2 tahun subyek sering mengalami step hingga subyek beranjak kelas II. Berdasarkan pengalaman tersebut, orang tua subyek 81
cenderung membiarkan perilaku apa saja yang dilakukan oleh subyek II sehingga subyek cenderung berperilaku semaunya sendiri. Selain itu orang tua subyek juga sibuk dengan pekerjaannya sehingga subyek II kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya. Hasil lain dari kegiatan wawancara yang diperoleh peneliti dengan orang tua subyek II bahwa subyek sering mengalami sakit fisik yang di antranya sering mengalami kaki terkilir atau tangan yang keleseleo. Berdasarkan keterangan orang tua subyek II, hal tersebut di sebabkan karena perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek II sehingga sering mengalami jatuh dan terkilir atau keseleo karena suka naik turun kursi di dalam rumah, melakukan kegiatan ceroboh seperti memanjat pohon yang berada di halaman rumah.
3) Kesimpulan Hasil Obsevasi dan Hasil Wawancara Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa perilaku hiperaktif yang subyek II alami adalah sebagai berikut: (a) Aktifitas fisik dari perilaku hiperaktif yang subyek II lakukan, seperti banyak melakukan gerakan tangan dan kaki di antaranya adalah (1) Memukul-mukul meja atau benda yang ada di sekitarnya, (2) Memukul-mukul laci meja sambil menyanyikan lagu sehingga membuat suasana kelas menjadi gaduh, (3) Memainkan pensil atau peralatan sekolah pada saat guru menjelaskan materi, (4) Memainkan kaki dengan memutar-mutarkan kaki pada saat diharapkan siswa untuk tenang. Selain itu aktifitas fisik lain yang dilakukan subyek II terkait dengan perilaku hiperaktifnya subyek tidak dapat duduk dengan tenang di antaranya (1) Sering berpindah tempat dari bangkunya kebangku temannya yang lain, (2) Sering keluar masuk kelas dengan alasan ke kamar mandi atau pergi kekantin sekolah, (3) Mondar-mandir serta (4) 82
Berlarian di dalam kelas pada saat disuruh mengerjakan tugas dan pada waktu guru menjelaskan materi. (b) Keadaan psikologis subyek II juga tidak jauh berbeda dengan subyek I. subyek II juga memiliki emosi yang mudah marah dengan emosi yang mudah terpancing emosinya apabila tidak segera mendapatkan hal yang diinginkannya atau hal yang tidak sesuai dengan harapan subyek. (c) Hubungan sosial subyek dengan teman atau dengan guru yang tidak baik. Hal ini ditandai dengan teman yang menjauhi dan memusuhi subyek, karena subyek sering mengancam atau mengajak bertengkar dan berkelahi dengan teman dalam kegiatan bermain atau tidak mendapat contekan dari temannya. Selain itu dalam kegiatan bermain subyek juga tidak mau kalah dan selalu ingin menjadi pemimpin dalam permainan dan ingin menjadi pemenang. Hubungan dengan gurupun, subyek II dicap sebagai siswa yang nakal dan siswa yang suka membuat gaduh di dalam kelas karena perilaku hiperaktifnya. (d) Perilaku hiperaktif lain yang dialami oleh subyek II di antaranya adalah (1) Memotong pembicaraan ibu atau bapak guru, (2) Tidak sabar dalam menunggu giliran masuk kelas atau pada saat di absen guru, (3) Pandangan yang selalu tertuju kearah luar kelas, misalnya melihat kelas lain yang sedang berolah raga, (4) Perilaku yang suka melanggar tata tertib seperti masuk kelas sehabis olah raga atau setelah istirahat tidak tepat pada waktunya, sering melepas sepatu di dalam kelas, berpakaian seragam yang terlihat tidak rapi dan kotor.
c. Subyek III
1) Hasil Observasi 83
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan baik pada saat di dalam kelas maupun pada saat istirahat. Hasil observasi yang dilakukan penulis dapat dideskripsikan sebagai berikut: Subyek III juga mengalami perilaku hiperaktif seperti sering melakukan gerakan tangan dan kaki di antaranya (a) Memukul-mukul meja sambil bernyanyi, (b) Mengerakkan kaki dengan sepatunya sehingga menimbulkan suara dan membuat kelas menjadi gaduh. Selain hal tersebut subyek III juga tidak dapat duduk tenang atau diam seperti (a) Banyak melakukan gerakan di tempat duduknya seperti menggeliat di kursi pada waktu guru menyampaikan materi, (b) Mondar-mandir dan berkeliaran di depan kelas sehingga mengganggu proses kegiatan belajar-mengajar. Perilaku hiperaktif lain yang ditunjukkan subyek III ketika berada di dalam kelas di antaranya adalah (a) Ekspresi wajah yang ketakutan ketika harus mengerjakan tugas di depan kelas karena pada saat guru menyampaikan materi pandangan subyek III tertuju kearah lain dan keluar kelas sehingga tidak memperhatikan penjelasan guru, (b) Sering tidak dapat menjawab pertanyaan guru karena tidak memperhatikan guru pada saat meyampaikan materi dan asyik dengan kegiatannya sendiri, (c) Tidak mengerjakan tugas dan PR yang diberikan guru dengan berbagai alasan padahal subyek tidak paham dengan tugas dan PR yang diberikan kepadanya, (d) Tidak dapat melaksanakan instruksi guru dengan baik pada waktu baris-berbaris atau hal-hal yang disuruh guru, (e) Mengerjakan tugas dengan tergesagesa dan tidak teliti, (f) Tidak dapat fokus ketika diajak berbicara dengan guru atau temannya, (g) Perhatiannya yang mudah teralih dengan hal-hal yang ada di sekitarnya.
84
Lebih lanjut, dalam hubungan sosial subyek dengan teman dan guru di sekolah, subyek dicap sebagai anak yang nakal dan suka bertengkar dan berkelahi dengan teman-temannya. Selain hal tersebut, subyek juga suka usil dan menjahili teman-temannya sehingga membuat subyek tidak disukai oleh teman-temannya.
2) Hasil Wawancara
Penulis melakukan wawancara terhadap siswa berperilaku hiperaktif (subyek III), teman siswa, guru kelas, guru bahasa Inggris dan orang tua. Kegiatan wawancara dilakukan pada saat di sekolah dan di
rumah
subyek.
Hasil
kegiatan
wawancara
tersebut
dapat
dideskripsikan sebagai berikut: Hasil yang diperoleh dari kegiatan wawancara terhadap teman dan guru kelas serta guru bahasa inggris menyatakan bahwa subyek III merupakan salah satu siswa hiperaktif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas dan guru bahasa inggris, subyek III merupakan siswa yang berperilaku hiperaktif yang tidak jauh berbeda dengan subyek I dan subyek II, namun subyek III masih memiliki rasa takut terhadap guru apabila ditegur, walaupun hanya beberapa saat dan berlangsung singkat. (K.W.G.SIII) Berdasarkan keterangan guru kelas dan guru bahasa inggris subyek III merupakan siswa hiperaktif yang tidak dapat memfokuskan perhatiannya pada saat kegiatan belejar-mengajar. Perilaku hiperaktif yang sering dilakukan subyek III ketika di dalam kelas adalah mengajak berbicara dengan teman di belakangnya atau sekedar berpindah tempat
85
duduk ke bangku temannya yang lain dan dilakukan dengan intensitas yang tinggi. Hasil wawancara dengan teman subyek III mengenai perilaku hiperaktif subyek III, bahwa subyek III tergolong siswa yang berperilaku hiperaktif dan dicap sebagai anak nakal oleh temantemannya dan guru. Perilaku hiperaktif subyek III tidak hanya berlangsung hanya pada saat di dalam kelas, melainkan di luar kelas pada saat istirahat. Perilaku hiperaktif yang ditunjukkan subyek III menurut guru dan teman-teman subyek, bahwa subyek hanya ingin mencari dan mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitarnnya. Hasil dari kegiatan wawancara yang diperoleh peneliti dengan orang tua subyek III, perilaku hiperaktif subyek III juga dialami pada saat di rumah, seperti (a) Membunyi-bunyikan segala sesuatu yang dengan tangan dan kakinya, (b) Berlarian di dalam rumah, (c) Tidak dapat menyelesaikan tugas dengan tuntas seperti instruksi kedua orang tua. Berdasarkan keterangan orang tua subyek III, sejak kecil subyek sudah terlihat perilaku hiperaktifnya, berbeda dengan anak-anak seusianya. Ketika subyek berumur kira-kira dua tahun subyek perilaku hiperaktif subyek sudah terlihat. Pada proses kehamilan dan pada saat melahirkan subyek, tidak mengalami kendala dan hambatan. Orang tua subyek III mengakui bahwa anaknya kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya, dikarenakan orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya. Kesibukan dan kurangnya perhatian yang diberikan orang tua terhadap subyek III mengakibatkan subyek III berperilaku semaunya sendiri. Apalagi subyek dibiarkan oleh kedua orang tuanya dalam bermain dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar serta dalam berperilaku. Lingkungan sekitar subyek pun juga diakui oleh orang tua subyek untuk mendukung perilaku hiperaktif subyek III. 86
3) Kesimpulan Hasil Obsevasi dan Hasil Wawancara Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan terhadap subyek III dapat disimpulkan bahwa perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek III adalah sebagai berikut: (a) Aktifitas fisik seperti melakukan gerakan tangan dan kaki berlebihan yang di antaranya adalah (1) Tangan dan kaki yang selalu bergerak-gerak sehingga menimbulkan suara gaduh, (2) Mengerakkan kaki dengan sepatunya sehingga menimbulkan suara dan membuat kelas menjadi gaduh. Selain hal tersebut subyek juga mengalami perilaku hiperaktif sulit untuk melakukan duduk dengan tenang di antaranya (1) Menggeliat di kursi pada waktu guru menyampaikan materi, (2) Mondar-mandir dan berkeliaran di depan kelas sehingga mengganggu proses kegiatan belajarmengajar. (b) Keadaan psikologis subyek III yaitu mudah marah, mudah terpancing emosinya, suka bertengkar dan berkelahi dengan teman, menjahili serta usil dengan teman. (c) Hubungan sosial subyek III dengan teman dan guru di sekolah tidak baik. Hal ini ditandai dengan sikap dan perilaku teman-teman yang menjauhi subyek dan memusuhinya karena subyek dianggap sebagai siswa yang suka membuat gaduh di dalam kelas, siswa yang nakal karena sering berkelahi dengan temannya serta siswa yang usil dan jahil. Begitu pula hubungan subyek dengan guru yang dicap sebagai
anak nakal. Perilakunya
yang tidak
memperhatikan penjelasaan guru, tidak fokus terhadap materi pelajaran serta berbicara sendiri atau sibuk dengan kegiatannya sendiri serta suka membuat gaduh pada saat pelajaran membuat 87
subyek di cap sebagai anak yang tidak memperhatikan pada saat guru menjelaskan materi di depan kelas. (d) Perilaku hiperaktif yang lain yang dialami oleh subyek III di antaranya adalah (1) Ekspresi wajah yang ketakutan ketika harus mengerjakan tugas di depan kelas karena pada saat guru menyampaikan materi pandangan subyek III tertuju ke arah lain dan keluar kelas sehingga tidak memperhatikan penjelasan guru, (2) Sering tidak dapat menjawab pertanyaan guru karena tidak memperhatikan guru pada saat meyampaikan materi, (3) Tidak mengerjakan tugas dan PR yang diberikan guru dengan berbagai alasan padahal subyek tidak paham dengan tugas dan PR yang diberikan kepadanya, (4) Tidak dapat melaksanakan instruksi guru dengan baik pada waktu baris-berbaris atau hal-hal yang disuruh guru, (5) Mengerjakan tugas dengan tergesa-gesa dan cederung ceroboh dan tidak dapat fokus ketika diajak berbicara dengan guru atau temannya, (6) Perhatian subyek yang mudah teralih dengan hal-hal yang ada di sekitarnya.
88
2. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Hiperaktif
a. Subyek I
1) Faktor Human atau Manusia
a) Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan baik pada saat subyek berada di dalam kelas dan pada saat istirahat perilaku hiperaktif yang subyek alami merupakan hasil dari keinginan subyek dalam mencari perhatian terhadap teman-teman dan gurunya. Perilaku yang suka mondar-mandir dan menyanyikan lagu sambil memukul-mukul meja merupakan bentuk keinginan subyek agar lingkungan sekitar memperhatikan perilakunya tersebut. Penulis juga melakukan observasi ketika berada di rumah pada saat melakukan wawancara dengan orang tua subyek. Pada saat observasi, subyek mengalami perilaku hiperaktif dengan mondarmandir dan memotong pembicaraan orang tua dengan penulis ketika melakukan wawancara dengan menannyakan sesuatu yang bertujuan untuk mencari perhatian. Selain hal di atas, hasil observasi yang penulis peroleh adalah subyek cenderung dimanjakan oleh kedua orang tua dan pembantu dirumah. Hal ini ditandai pada saat penulis melakukan wawancara, 89
subyek meminta sesuatu dengan segera dan orang tua subyek juga langsung mengiyakan. Selain itu segala keperluan yang diinginkan subyek juga tersedia dan di turuti oleh pembantunya.
b) Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang penulis peroleh dengan guru, orang tua dan teman subyek I dapat dideskripsikan sebagai berikut: Penulis melakukan wawancara dengan guru kelas dan guru bahasa inggris tentang perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek I adalah perilaku yang merupakan akibat dari kurangnya kasih sayang dari orang tua serta sikap dan perlakuan yang diberikan orang tua pada subyek I. (K.W.G.SI) Menurut guru kelas dan guru bahasa inggris, subyek I merupakan siswa hiperaktif, hal tersebut disebabkan subyek lebih banyak menghabiskan waktu dengan pembantunya. Dari hal tersebut menurut guru kelas dan guru bahasa inggris ketika berada di sekolah subyek I berperilaku hiperaktif untuk mandapatkan perhatian dari teman-teman dan bapak ibu guru di sekolah. Lebih lanjut, hasil wawancara yang diperoleh penulis dengan orang tua subyek I, menyatakan bahwa perilaku hiperaktif subyek tersebut memang dibenarkan oleh orang tua subyek I. orang tua subyek I juga mengakui bahwa subyek memang lebih banyak 90
menghabiskan waktu bersama dengan pembantu. Selain hal tersebut orang tua subyek juga menceritakan bahwa perlakuan orang tua yang diberikan kepada subyek berlebihan. Hal ini ditandai dengan segala sesuatu yang diinginkan subyek selalu dipenuhi dan tidak diajarkan untuk sabar dalam meminta segala sesuatu pada orang tua subyek. (K. W.OT.SI) Gambaran lain dari hasil wawancara yang penulis dapatkan bahwa ayah subyek memang menanamkan disiplin dan peraturan yang mengharuskan subyek untuk dapat melaksanakannya. Apalagi subyek I adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga tersbut. Kedua orang tua terutama ayah subyek meginginkan subyek harus menjadi anak yang sukses kelak nanti. Hal-hal kegiatan yang dilakukan oleh subyek dikontrol tiap hari, namun yang melakukan pengontrolan tersbut bukan ayah subyek sendiri melainkan dengan bantuan pembantunya, yang disebabkan orang tua subyek sibuk dengan pekerjaannya.
c) Kesimpulan Hasil Observasi dan Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, maka faktor human yang merupakan penyebab perilaku hiperaktif pada subyek I adalah: (1)
Faktor pemanjaan Orang tua subyek I menerapkan perlakuan dan sikap yang memanjakan subyek I. Hal tersebut disebabkan subyek I merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga mereka.
(2)
Faktor orientasi dan kesenangan 91
Selain pemanjaan yang diberikan orang tua terhadap subyek I, orang tua subyek juga menanamkan perlakuan yang selalu menuruti hal apa saja yang diinginkan subyek. Segala bentuk permintaan yang diinginkan subyek selalu didapatkan subyek dengan mudah. (3)
Pola pendidikan orang tua yang keras Pemanjaan dan orientasi kesenangan diterapkan pada subyek I, selain hal terbut orang tua subyek khususnya ayah subyek selalu menerapkan disiplin yang terlalu ketat pada subyek I. hal tersebut dilakukan orangtua subyek karena menginginkan kelak subyek menjadi anak yang dapat di andalkan dan karena subyek adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga mereka.
2) Faktor Non Human atau Lingkungan
a) Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang penulis peroleh terkait dengan faktor non human yang menjadi penyebab perilaku hiperaktif siswa adalah lingkungan fisik yang mendukung munculnya perilaku hiperaktif, dapat dideskripsikan sebagai berikut: Suasana keluarga subyek I kurang adanya curahan kasih sayang dari kedua orang tua subyek. Orang tua yang dari pagi hingga sore dan terkadang jadwal pekerjaan orang tua yang tidak tentu membuat subyek merasa kurang mendapatkan waktu untuk bersama dengan kedua orang tuanya. Hanya ditemani seorang pembantu dari
92
subyek pulang sekolah hingga tidur di malam hari, sedagaan dua saudara subyek juga tidak tinggal bersama dengan kedua orang tua. Berdasarkan hasil observasi terkait dengan perabot rumah tangga di rumah subyek memiliki warna-warna yang terlalu mencolok, seperti kamar subyek dengan cat tembok berwarna kuning, ruang tamu yang berwarna merah jambu. Selain hal tersebut menurut hasil observasi yang telah dilakukan penulis subyek merupakan anak yang memiliki kelengkapan bermain secara lengkap dibanding dengan anak-anak seumurannya, dari alat bermain robotrobotan hingga PS 3 dimiliki subyek I. Hal tersebut dapat dimunginkan karena subyek I merupakan anak yang dipandang dari segi ekonomi serba kecukupan.
b) Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang penulis peroleh terkait dengan lingkungan fisik yang mendukung untuk perilaku hiperaktif yang dialami subyek I, dapat dideskripsikan sebagai berikut: Menurut hasil wawancara dengan orang tua subyek I, perilaku hiperaktif yang subyek tunjukkan memang sudah terlihat dari kecil saat mengandung. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya gerakan yang subyek lakukan ketika masih berada di dalam perut ibu, hingga saat mengandung subyek I, ibu subyek merasa sering mengalami
kehabisan
oksigen,
dengan
kata
lain
sewaktu
mengandung subyek memang sudah ada gerakan-gerakan yang berlebihan sehingga mengakibatkan ibu subyek tidak kuat untuk menahan gerakan tersebut. Akan tetapi pada saat melahirkan pun air ketuban ibu terlanjur pecah dan terminum oleh subyek walaupun 93
subyek pada waktu itu dapat diselamatkan dengan dilahirkan memakai alat bantu. Gambaran hasil wawancara yang penulis peroleh lainnya dalah orang tua subyek memang mengakui segala yang diingikan subyek dituruti dari alat-aat bermain hingga peralatan sekolah, sehingga dari hal tersebut subyek I
memiliki alat bermain dari
mainan robot-robotan dari kayu hingga PS 3 serta peralatan sekolah yang lengkap untuk sekolah lebih dibandingteman-temannya yang lain. Dari gambaran tersebut orang tua subyek juga membenarkan bahwa subyek juga termasuk anak yang ceroboh dan tidak telaten dalam menyimpan dalam menyimpan barang-barang yang subyek miliki.
c) Kesimpulan Hasil Observasi dan Hasil Wawancara Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, faktor non human/faktor lingkungan sebagai faktor penyebab perilaku hiperaktif subyek I adalah: (1) Suasana keluarga, yaitu dalam keluarga subyek I antara orang tua dan anak kurang adanya komunikasi serta curahan kasih sayang. Segala kebutuhan dan keperluan subyek selalu dituruti oleh kedua orang tua tanpa menanyakan untuk apa hal yang diinginkan subyek tersebut. Hubungan antara subyek dengan orang tua serta saudara subyek pun juga tidak ada keakraban satu dengan
yang
lainnya
dan
subyek
lebih
dekat
dengan
pembantunya. (2) Kelengkapan alat bermain, yaitu alat bermain yang dimiliki subyek seperti permainan dari kertas, dari kayu, robot-robotan hingga PS 3. Kelengkapan alat bermain tersebut serta sikap dan 94
perlakuan orang tua yang berorientasi pada kesenangan membuat subyek berperilaku hiperaktif seperti tidak telaten dalam menyimpan alat-alat maianannya, ceroboh dalam menggunakan alat bermainnya dan cenderung destruktif terhadap mainan dan barang-barang yang dimiliki subyek. (3) Proses ibu hamil dan melahirkan, yaitu pada hamil dan melahirkan subyek I, sedikit mengaalami hambatan. Hambatan tersebut sejak dalam kandungan subyek sudah memperlihatkan gerakan janin yang aktif sehingga membuat ibu subyek sering keluar masuk rumah sakit karenan kehabisan oksigen. Pada saat melahirkan subyek, air ketuban ibu subyek sudah pecah serta air ketuban tersebut terminum oleh subyek. Disamping itu berat badan subyek pada waktu itu sekitar 3,9 kilogram sehingga proses kelahiran subyek harus dibantu dengan alat.
b. Subyek II
1) Faktor Human atau Manusia
a) Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan baik pada saat subyek berada di dalam kelas dan pada saat istirahat perilaku hiperaktif yang subyek lakukan memang merupakan perilaku hiperaktif yang sudah dialami subyek dari kecil. Hal ini terlihat dari catatan guru sejak kelas satu bahwa subyek merupakan siswa yang 95
tidak dapat duduk tenang dan siswa yang di cap sebagai siswa pembuat gaduh di kelas pada saat pelajaran berlangsung (K.O.SI) Gambaran hasil observasi yang penulis lakukan ketika berada di dalam kelas dan pada saat istirahat terkadang perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek II adalah bentuk periaku yang kurang mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Hal ini ditunjukkan dari perilaku subyek yang suka menyanyi lirih ketika pelajaran berlangsung agar mendapatkan pujian dari temantemannya atau dari guru yang sedang menyampaikan materi, selain itu perilaku hiperaktif yang dilakukan subyek akan merasa senang jika ditiru oelh teman-temannya baik pada saat pelajaran berlangsung atau pada saat istirahat. Gambaran perilaku hiperaktif yang diperoleh peneliti ketika mengadakan wawancara di rumah subyek, perilaku hiperaktif memang subyek alami juga ketika berada di rumah. Hal ini juga diketahui oleh kedua orang tua subyek, akan tetapi orang tua subyek membiarkan perilaku hiperaktif tersebut, tanpa memberikan teguran atau nasihat. Selain itu menurut hasil observasi penulis, subyek II merupakan anak yang kurang dalam mendapatkan pengawasan orang tua ketika di rumah. Kecenderungan untuk berperilaku hiperaktif yang semaunya sendiri bebas subyek lakukan. Keadaan orang tua yang sibuk bekerja di pasar dari adzan subuh hingga menjelang
magrib
membuat
subyek
kurang
mendapatkan
pengawasan dari orang tua ketika subyek berada di rumah.
b) Hasil Wawancara
96
Hasil wawancara yang penulis lakukan dengan orang tua subyek dapat dideskripsikan sebagai berikut: Subyek merupakan anak hiperaktif yang sudah terlihat sejak kecil, bahkan saudara subyek pun juga berperilaku hiperaktif sama dengan subyek II. Menurut hasil hasil wawancara dengan orang tua subyek sewaktu hamil, orang tua subyek tidak memberikan perlakuan secara khusus layaknya orang yang sedang hamil, yang dilakukan adalah layaknya orang desa seperti makan dan minum yang menjadi pantangan ketika hamil dan yang terpenting pada saat hamil dan melahirkan nantinya berjalan normal dan sehat. Berdasarkan keterangan orang tua subyek, perilaku hiperaktif yang dilakukan anaknya diakui oleh kedua orang tua subyek, hal ini dianggap orang tua sebagai hal yang wajar dan tidak perlu mendapatkan perhatiaan yang khusus, karena selain saudara kandung subyek, saudara dari pihak keluarga ayah subyek juga mengalami perilaku hiperaktif yang sama dengan subyek. Kurangnya pengawasan dan perhatian yang diberikan orang tua terhadap subyek pun juga dibenarkan oleh orang tua subyek. Hal ini dengan alasan bahwa kedua orang subyek bekerja sebagai wiraswasta yang membuka warung di pasar dekat rumah mereka. Mereka bekerja dari adzan subuh hingga menjelang magrib. Hal tersebut dilakukan dengan alasan mencukupi kebutuhan keluarga. Dengan alasan tersebut orang tua subyek mengakui untuk memberikan pengawasan terhadap subyek memang tidak dapat optimal.
c) Kesimpulan Hasil Observasi dan Hasil Wawancara
97
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan terkait faktor human sebagai faktor penyebab perilaku hiperaktif pada subyek II adalah sebagai berikut: (1) Kurangnya pengawasan dari orang tua, yaitu perilaku hiperaktif subyek II merupakan akibat dari kurangnya pengawasan yang diberikan orang tua subyek. Kedua orang tua subyek yang sibuk dengan pekerjaannya dipasar dan di rumah subyek juga kurang mendapatkan pengontrolan dari neneknya. (2) Faktor genetik, yaitu terdapat kemungkinan bahwa perilaku hiperaktif subyek II merupakan perilaku hiperaktif yang berasal dari faktor keturunan atau genetik. Hal ini ditandai dengan adanya saudara sekandung subyek yang juga berperilaku hiperaktif sama halnya dengan subyek. Selain hal tersebut berdasarkan keterangan orang tua bahwa saudara dari pihak ayah subyek juga menglami perilaku hiperaktif.
2) Faktor Non Human atau Faktor Manusia
a) Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi terkait dengan lingkungan fisik yang dapat menjadi penyebab perilaku hiperaktif subyek II dapat dideskripsikan sebagai berikut: Keadaan lingkungan fisik yang terdapat pada subyek II adalah suasana keluarga yang memberikan kenyamanan bagi subyek. Hal tersebut ditandai dengan orang tua yang sibuk dan 98
waktu yang dihabiskan untuk bekerja dipasar membuat subyek dan saudara merasa kurang dalam mendapatkan kebersamaan dan perhatian dari orang tua. Selain itu orang tua yang membiarkan subyek dalam berperilaku hiperaktif juga tidak mendapatkan perhatian dari kedua orang tua. Pada kegiatan sekolah, kedua orang tua subyek jarang menanyakan hal-hal yang dilakukan subyek ketika di sekolah serta tugas yang menjadi PR subyek. Kelengkapan bermain subyek II dibanding subyek I memang jauh berbeda. Jika subyek I memiliki peralatan bermain yang lengkap, berbeda halnya dengan subyek II, hal ini ditandai dengan alat bermain yang dimiliki subyek lebih banyak terbuat dari kayu dan potongan kertas atau batang pisang. Lebih lanjut, keadaan lingkungan fisik subyek II juga berbeda dengan subyek I. Perbedaan itu terlihat dari bangunan dan cat rumah subyek II yang terlihat masih apa adanya dengan bangunan layaknya rumah di pedesaan.
b) Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil observasi terkait dengan lingkungan fisik yang dapat menjadi penyebab perilaku hiperaktif subyek II dapat dideskripsikan sebagai berikut: Orang tua subyek II menyatakan bahwa mereka kurang dapat memperhatikan setiap kegiatan dan perilaku subyek ketika berada di rumah. Biasanya subyek di titipkan pada nenek atau tetangga dekat subyek.
99
Orang tua subyek juga membenarkan jika anak mereka mengalami perilaku hiperaktif. Hal tersebut ditandai jika subyek berada di rumah (1) Sering melakukan gerakan tangan dan kaki, (2) Sering terlihat tidak memperhatikan jika diajak berbicara dengan orang lain, (3) Mudah mengalami kebosanan atau kejenuhan dalam suatu kegiatan bermain. Hal tersebut diperoleh orang tua subyek dari laporan para tetangga dan ketika kedua orang tua sedang ada di rumah. Berdasarkan keterangan orang tua subyek II, kehidupan mereka pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dirasa mereka kurang, apalagi kalau harus mencukupi kebutuhan subyek terkait peralatan bermain atau kebutuhan subyek lainnya selain keperluan untuk sekolah. Suasana keluarga mereka antara orang tua dan anak tidak ada kedekatan. Hal ini ditandai jika sudah pulang bekerja dan kecapekan orang tua subyek membiarkan subyek belajar atau tidak. Lebih lanjut, apabila subyek melakukan kesalahan atau berperilaku hiperaktif ketika berada di rumah, subyek mendapat hukuman dari ayahnya seperti di jewer, dipukul dan dimarahi dengan kata-kata kasar (K.W.OT.SII) Gambaran lainnya yang menunjukkan faktor non human sebagai akibat dari perilaku hiperaktif subyek II adalah berdasarkan keterangan orang tua subyek II, sejarah mengandung dan melahirkan subyek II kendala sehingga harus di bantu dengan alat bantu, agar subyek dapat di selamatkan. Begitu pula saat proses kelahiran saudara subyek yang juga mengalami perilaku hiperaktif.
c) Kesimpulan Hasil Observasi dan Hasil Wawancara 100
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas, dapat penulis simpulkan bahwa faktor yang menjadi penyebab perilaku hiperaktif subyek II adalah: (1) Suasana keluarga yang kurang memberikan rasa nyaman bagi subyek dan cenderung memberikan hukuman bagi subyek jika berperilaku hiperaktif. (2) Kemiskinan, sehingga kebutuhan seperti alat bermain subyek yang juga cenderung kurang.
c. Subyek III
1) Faktor Human atau Manusia
a) Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan baik pada saat subyek berada di dalam kelas dan pada saat istirahat perilaku hiperaktif dapat dideskripsikan sebagai berikut: Perilaku hiperaktif subyek III adalah akibat dari kurangnya pengawasan dari orang tua. Orang tua subyek III juga sama halnya 101
dengan orang tua subyek I dan II. Mereka memiliki pekerjaan yang cukup menyita waktu dari pagi hingga sore hari. Ibu subyek bekerja sebagai penjahit konveksi di sebuah pabrik di desa sebelah tempat tinggal subyek, sedangkan ayah subyek bekerja sebagai buruh yaitu sebagai tukang batu. Keseharian subyek tinggal bersama adik. Gambaran dari sikap dan perlakuan yang diberikan orang tua terhadap subyek berlebihan dalam memberikan pengawasan, perhatian dan penerapan disiplin yang harus dilakukan subyek dengan baik. Sikap orang tua membiarkan subyek dalam bergaul dengan lingkungan sekitar, dalam berperilakupun subyek kurang mendapatkan pengontrolan dari kedua orang tuanya. Bagi orang tua subyek III, subyek sehat adalah hal yang diharapkan orang tua subyek. Jadi untuk menanyakan aktifitas serta kegiatan dan hal-hal yang berkaitan dengan subyek jarang orang tua lakukan terhadap subyek.
b) Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang penulis lakukan dengan orang tua subyek dapat dideskripsikan sebagai berikut: Orang tua subyek III mengakui bahwa subyek merupakan anak yang memiliki perilaku hiperaktif. Perilaku yang tidak dapat duduk tenang, banyak melakukan aktifitas fisik yang terkadang tanpa didasari oleh tujuan dari subyek, mengakibatkan kedua orang tua subyek jengkel jika melihat subyek berperilaku hiperaktif. (K.W.OT.SIII)
102
Orang tua subyek juga menyadari bahwa sebagai orang tua, kurang dalam memberikan perhatian dan membiarkan perilaku subyek yang demikian dan memberikan hukuman terhadap subyek jika subyek berperilaku demikian. Jika subyek berperilaku hiperaktif dan akhirnya memancing emosi orang tua tidak segansegan memberikan hukuman pada subyek berupa hukuman yang bersifat fisik seperti menjewer dan memukul subyek. Gambaran lain terkait dengan faktor human yang lainnya adalah keadaan sewaktu mengandung subyek tidak ada masalah dan hambatan dalam proses kehamilannya. Dari faktor keluarga pun juga tidak ada yang berperilaku hiperaktif seperti subyek. Terkadang subyek berperilaku hiperaktif merupakan pencotohan dari perilaku hiperaktif yang dialami oleh lingkungan sekitar. Pergaulan yang tidak mendapat pengawasan dari orang tua, diyakini orang tua subyek sebagai pengaruh yang buruk bagi subyek III, sehingga subyek berperilaku demikian.(K.W.OT.SIII)
c) Kesimpulan Hasil Observasi dan Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang penulis peroleh, dapat disimpulkan bahwa faktor human/faktor manusia yang menjadi penyebab perilaku hiperaktif pada subyek III adalah kurangnya pengawasan dan kasih sayang dari orang tuayaitu orang tua yang sibuk dengan pekerjaan dan tidak ada waktu untuk subyek, merupakan faktor penyebab perilaku hiperaktif subyek. Hal tersbut timbul karena subyek kurang mendapatkan pengontrolan dan membuat subyek berperilaku semaunya sendiri seperti perilaku hiperaktif. 103
2) Faktor Non Human atau Lingkungan
a) Hasil Observasi
Hasil observasi yang penulis dapat dideskripsikan sebagai berikut: Suasana dalam keluarga subyek kurang adanya komunikasi antara orang tua dengan subyek. Hal ini ditandai bahwa orang tua subyek cenderung mengahabiskan waktu untuk bekerja sebagai usaha mencukupi kebutuhan keluarga. Sehingga untuk upaya pemenuhan kebutuhan subyek cenderung tidak terpenuhi seperti halnya mainan yang dimiliki subyek cenderung mainan yang seadanya saja. Selain itu perabot dan cat tembok juga biasa saja layaknya rumah dipedesaan.
b) Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang penulis lakukan dengan guru kelas dan guru bahasa inggris serta orang tua subyek dapat dideskripsikan sebagai berikut: Berdasarkan wawancara dengan guru kelas dan guru bahasa inggris faktor penyebab perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek III merupakan damapak dari suasana keluarga yang mengakibatkan subyek tidak mendapatkan suasana yang nyaman di 104
dalam keluarganya. Orang tua yang sibuk bekerja dan kurang memperhatikan subyek merupakan salah satu penyebab subyek III mengalami perilaku hiperaktif. Selain hal tersebut hasil wawancara dengan guru kelas dan guru bahasa inggris subyek mengalami perilaku hiperaktif merupakan pencontohan dari perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek II dan lingkungan temapat tinggal subyek yang mendukung munculnya perilaku hiperaktif. Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua, sejarah waktu mengandung dan melahirkan subyek tidak ada hambatan dan kendala.
Perilaku
hiperaktif
subyek
merupakan
kurangnya
pengawasaan dan perhatian dari orang tua. Faktor ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat orang tua subyek kurang dapat memenuhi kebutuhan subyek.
c) Kesimpulan Hasil Observasi dan Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, perilaku hiperaktif yang dialami oleh subyek III dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: (1) Kurangnya pengawasan, yaitu orang tua yang cenderung sibuk dengan pekerjaan dan tidak ada waktu untuk subyek, dimungkinan sebagai faktor penyebab perilaku hiperaktif subyek. Hal tersbut timbul karena subyek kurang mendapatkan pengontrolan dan membuat subyek berperilaku semaunya sendiri seperti perilaku hiperaktif. (2) Suasana keluarga, yaitu suasana dalam keluraga subyek yang tidak adanya pengontrolan serta pengawasan dari orang tua 105
membuat subyek merasa tidak mendapatkan perhatian. Akan tetapi jika subyek berperilaku hiperaktif pada saat orang tua berada di rumah subyek cenderung mendapatkan hukuman dari kedua orang tuanya. (3) Penokohan, yaitu dimungkinkan perilaku hiperaktif subyek disebabkan karena lingkungan sekitar subyek yang mendukung untuk subyek berperilaku hiperaktif. pergaulan subyek III dengan subyek I dan II dapat menjadi pemicu munculnya perilaku hiperaktif yang subyek III alami. Subyek III beranggapan bahwa perilaku hiperaktinya adalah perilaku yang wajar dan dengan perilakunya tersebut subyek mengharapkan orang di sekitarnya akan memberikan perhatian padanya. (4) Kemiskinan, yaitu segi ekonomi yang cenderung pas-pasan dapat mengakibatkan perilaku hiperaktif. hal ini ditandai dengan kurangnya pemenuhan kebutuhan yang diperlukan subyek membuat kondisi psikologis subyek yang mudah marah dan pada akhirnya subyek mengekspresikan dirinya dengan perilaku hiperaktif.
C. Temuan Studi Yang Dihubungkan Dengan Kajian Teori Hasil dari pengumpulan data tentang perilaku hiperaktif terhadap tiga subyek penelitian di SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo melalui kegiatan observasi, wawancara dan dokumentasi maka dapat di simpulkan bahwa karakteristik perilaku hiperaktif adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik perilaku hiperaktif, di antaranya adalah sebagai berikut: a. Aktifitas fisik anak hiperaktif di antaranya
106
1) Melakukan gerakan tangan dan kaki seperti tangan selalu memukulmukul meja sehingga menimbulkan suara gaduh, menggoyanggoyangkan kaki pada saat mengerjakan tugas. 2) Tidak dapat duduk tenang di antaranya menggeliat di kursi pada waktu guru menyampaikan materi, mondar-mandir dan berkeliaran di depan kelas sehingga mengganggu proses kegiatan belajar-mengajar, keluar masuk kelas dengan berbagai alasan. 3) Selain perilaku di atas perilaku hiperaktif juga ditandai dengan adanya perilaku destruktif yang dialami anak hiperaktif serta timbul perilaku lain untuk melanggar tata tertib sekolah seperti masuk kelas tidak tepat waktu dan berperilaku semaunya ketika pelajaran berlangsung. b. Keadaan psikologis yang dialami anak hiperaktif yaitu anak hiperaktif memiliki emosi yang mudah marah, mudah tersinggung dan kecil hati jika mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaannya. c. Hubungan sosial yang dialami anak yang berperilaku hiperaktif adalah memiliki hubungan sosial yang kurang baik. Hal tersebut ditandai bahwa anak hiperaktif memilki masalah dengan teman-temannya seperti dimusuhi dan dijauhi oleh teman-temannya dengan alasan bahwa anak hiperaktif adalah anak yang suka membuat gaduh. Selain itu anak hiperakitf juga memiliki sedikit teman serta sering mendapatkan gertakan atau cemoohan dari teman-temannya sebagai akibat dari
perilaku hiperaktif yang
dialaminya. Lebih lanjut anak hiperaktif juga dicap lingkungan sekitar sebagai anak yang nakal karena perilakunya yang mengganggu orang lain. Selain hubungan sosial dengan lingkungan sekitar, anak hiperaktif juga mengalami masalah dengan orang tuanya. Hal ini ditandai dengan sikap dan perlakuan orang tua dalam menghadapi anak hiperaktif cenderung menggunakan hukuman dan teguran yang tidak bersifat mendidik, seperti menghadapi anak hiperaktif dengan memukul dan menjewer. 107
2. Faktor-faktor penyebab perilaku hiperaktif ada dua yaitu: a) Faktor human/faktor manusia (1) Sikap orang tua Sikap orang tua yang terlalu otoriter, tuntutan orang tua yang terlalu kaku, kurangnya pengawasan orang tua serta disiplin yang terlalu kaku (2) Perlakuan orang tua Perlakuan orang tua yang terlalu memanjakan dan berorientasi terhadap kesenangan juga dapat memicu anak untuk berperilaku hiperaktif. hal demikian akan mengakibatkan anak untuk berperilaku semaunya sendiri terhadap keinginan yang anak kehendaki (3) Faktor genetik. Perilaku hieparaktif juga disebabkan karena keturunan. Hal tersebut dianggap bahwa jika dalam satu keluarga memiliki kecenderungn
untuk
berperilaku
hiperaktif,
tidak
menutup
kemungkinan akan menurun pada saudara dalam satu keluarga tersbut untuk berperilaku hiperaktif. b) Faktor non human/lingkungan (1) Suasana keluarga yaitu suasana keluarga yang tidak dapat memberikan rasa nyaman bagi anak untuk tinggal ditengah-tengah keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat memicu perilaku hiperaktif anak. (2) Kemiskinan, anak-anak hiperakti adalah anak-anak yang mengalami perilaku tidak wajar seperti anak seumurannya. Berdasarkan hasil penelitian anak hiperaktif berasal dari keadaan ekonomi yang miskin atau tidak mampu, yang kedua orang tua mereka hidup secara pas-pasan sehingga untuk memnuhi kebutuhan seperti alat permainan anak hiperaktif tidak dapat dipenuhi. Hal tersebut merupakan salah satu 108
pemicu anak hiperaktif untuk melampiaskan keinginannya dengan berperilaku hieparakitf.
109
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku hiperaktif pada siswa kelas III SD Negeri Mranggen 05 diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Perilaku hiperaktif di kelas yang sering dilakukan tiga siswa kelas III SD Negeri Mranggen 05 adalah: (a) Sering mondar-mandir pada waktu kegiatan belajar-mengajar atau pada waktu disuruh mengerjakan tugas oleh guru, (b) Melakukan gerakan fisik seperti tangan selalu memukul-mukul meja sehingga menimbulkan suara gaduh, (c) Memain-mainkan pensil atau benda yang ada di depannya sehingga timbul suara berisik pada waktu kegiatan belajar-mengajar, (d) Berlarian saat di dalam kelas, keluar masuk kelas dengan berbagai alasan, (e) Tidak dapat memfokuskan perhatian dalam jangka waktu yang lama, (f) Mudah mengalami kejenuhan atau kebosanan dalam satu kegiatan, (g) Sering keluar masuk kelas dengan berbagai alasan, (h) Menggoyang-goyangkan kaki pada saat mengerjakan tugas dan pada saat jam pelajarn berlangsung.
2.
Faktor yang menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif pada subyek penelitian terdiri dari dua faktor yaitu: a. Faktor human atau faktor manusia meliputi sikap dan perlakuan orang tua, yang meliputi orang tua yang terlalu otoriter, tuntutan orang tua yang terlalu kaku, kurangnya pengawasan orang tua, disiplin yang terlalu kaku dari orang tua, orang tua yang memanjakan, orientasi kesenangan. b. Faktor non human atau faktor lingkungan di antaranya adalah proses ibu yang melahirkan dengan menggunakan alat atau secara normal, faktor genetik, dan aspek lingkungan 110
3.
Alternatif bimbingan yang perlu diberikan pada siswa yang berperilaku hiperaktif adalah sebagai berikut: a. Memberikan penguatan setiap tingkah laku baik yang dilakukan anak hiperaktif. Sekecil apapun tingkah laku atau perbuatan baik yang dilakukan anak hiperaktif di usahakan untuk selalu memberikan penguatan. Hal ini bertujuan agar anak hiperaktif mengulang dan dapat membiasakan perilaku baik tersebut sehingga perilaku hiperaktifnya dapat dikendalikan. b. Adanya kerja sama antara guru, orang tua, dan pihak-pihak lain perlu dilakukan secara baik dalam upaya mengatasi perilaku hiperaktif siswa sehingga masalah dan hambatan yang dihadapi siswa hiperaktif. c. Mengajar disiplin pada anak hiperaktif agar ia dapat mengatur dirinya dan mengontrol dirinya dengan baik. d. Modifikasi tingkah laku e. Memberikan kesempatan pada anak hiperaktif untuk menjalin komunikasi f. Menciptakan lingkungan yang kondusif dengan mengurangi tekanan pada anak seperti tidak melebelkan anak sebagai anak yang nakal. g. Menggunakan teknik modeling, perilaku hiperaktif yang dialami anak juga merupakan akibat dari meniru contoh yang diberikan oleh teman sekelas atau orang dewasa. Dengan asumsi ini, diharapkan dengan teknik modeling dapat dipakai untuk menguragi perilaku hiperaktif.
B.
Implikasi 111
Bertitik tolak dari hasil penelitian di atas, maka implikasi hasil penelitian ini secara umum adalah sebagai berikut:
Implikasi Bagi Orang Tua Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak. Pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anak sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Orang tua harus mampu menanamkan nilai-nilai positif pada anak, yaitu dengan memberi contoh yang baik dalam sikap dan perilaku, karena orang tua menjadi model bagi anak. Selain itu, orang tua haruslah waspada terhadap lingkungan sosial anak. Sebagai upaya untuk mengantisipasi agar anak tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat.
Implikasi Bagi Sekolah Sekolah
sebagai
lembaga
pendidikan,
selain
bertujuan
untuk
mencerdaskan peserta didiknya melalui penyampaian materi pada saat kegiatan belajar-mengajar juga diharapkan mampu mendidik para peserta didiknya agar memiliki kepribadian yang baik. Ada banyak faktor yang dapat menghambat dalam pencapaian tujuan tersebut, salah satunya adalah munculnya perilaku hiperaktif. Untuk itu, sekolah melalui guru harus mampu mengantisipasi dan meminimalisir munculnya perilaku hiperaktif pada peserta didik, yaitu dengan usaha-usaha sebagai berikut: penyediaan situasi yang kondusif bagi para peserta didik, mengemas kegiatan belajar-mengajar yang menyenangkan bagi para peserta didik, menyediakan fasilitas sesuai dengan kebutuhan peserta didik, menjalin kerja sama secara terus-menerus antara guru dengan orang tua serta jika diperlukan pihak-pihak lain yang dapat membantu dalam mengatasi munculnya perilaku hiperaktif yang dialami oleh peserta didik.
Implikasi Bagi Peneliti 112
Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan ilmu dan pengalaman kepada peneliti sebagai calon guru pembimbing. Di lapangan tidak hanya ditemukan problem yang berupa perilaku hiperaktif saja, namun akan banyak ditemukan problem lainnya. Melalui penelitian ini, secara umum peneliti diharapkan memiliki wawasan tentang problem-problem pendidikan dan secara khusus memiliki wawasan tentang perilaku hiperaktif.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku hiperaktif terhadap siswa kelas III SD Negeri Mranggen 05 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo, ada beberapa saran yang perlu disampaikan melalui hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Kepala Sekolah
a. Kepala sekolah perlu mengintensifkan keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah dan peran guru kelas, terutama dalam mengatasi perilaku hiperaktif yang akan membuat gaduh di kelas. b. Menciptakan lingkungan sekolah yang positif, misalnya dengan mengemas kegiatan belajar mengajar dengan modifikasi tingkah laku. c. Sekolah sebaiknya juga perlu mengetahui hal-hal yang menjadi hambatan yang dialami peserta didik seperti masalah perilaku hiperaktif, sehingga dapat mengatur penataan ruang yang merupakan salah satu penyebab perilaku hioperaktif. 2. Guru Kelas
113
a. Sebaiknya setiap guru mata pelajaran di kelas III, meyampaikan laporan tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan belajarmengajar di kelas tersebut, terutama terhadap perilaku siswa selama pelaksanaan proses belajar-mengajar. b. Sebagai seorang guru, hendaknya mengetahui dan memahami karakteristik masing-masing siswanya sebagai upaya mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh siswa. c. Guru perlu memberikan perhatian dan selalu memantau terhadap perilaku siswa di kelas, sehingga apabila terdapat perubahan perilaku yang dialami siswa dapat segera teratasi. d. Di samping pemberian perhatian secara klasikal diharapkan setiap guru kelas memberikan perhatian secara individual, agar permasalahan yang dihadapi oleh siswa dapat segera teratasi. e. Bagi pihak sekolah terutama guru, dalam proses kegiatan belajar-mengajar di usahakan menggunakan program kegiatan belajar dengan modifikasi tingkah laku, role playing dan sosiodrama. Hal ini bertujuan untuk melatih ketrampilan sosial siswa hiperaktif.
3. Orang Tua
a.
Orang tua diharapkan dapat menyempatkan diri untuk mengamati dan memperhatikan serta selalu tanggap pada setiap perubahan yang ada pada perilaku subyek, khususnya yang berkaitan dengan perilaku hiperaktifnya.
b.
Untuk kelancaran dan pencapaian tujuan pembelajaran pada diri subyek perlu adanya perhatian dan motivasi secara terus-menerus orang tua.
114
c.
Orang tua perlu menciptakan iklim yang hangat dan penuh kasih sayang di dalam kehidupan keluarga.
d.
Orang tua sebagai pendidik, hendaknya memberikan penguatan terhadap setiap tingkah laku baik yang dilakukan anak hiperaktif. Hal ini bertujuan agar anak hiperaktif mengulang dan dapat membiasakan perilaku baik tersebut sehingga perilaku hiperaktifnya dapat dikendalikan.
e.
Kerja sama antara guru, orang tua, dan pihak-pihak lain perlu dilakukan secara berkesinambungan dalam upaya untuk memantau perkembangan siswa terkait perilaku siswa baik pada saat berada di rumah ataupun di sekolah.
115
DAFTAR PUSTAKA
Anantasari.
2006. Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta:
Kanisius Alex Sobur. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: CV. Pustaka Setia Baihaqi & Sugiarmin. 2006. Memahami dan Menyikapi Anak ADHD. Bandung: Refika Aditama Departemen Pendidikan Nasional. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. 2007. Jakarta: Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan Nasional Dewa Ketut Sukardi. 1995. Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Eric Taylor. 1992. Anak Hiperaktif. Jakarta: PT Gramedia Ferdinand Zaviera. 2008. Anak Hiperaktif. Yogyakarta: Perpustakaan Nasional HB Sutopo. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta. UNS Press. Imam Muskibin. 2008. Mengatasi Anak Bermasalah. Yogyakarta. Mitra Pustaka Khozin Afandi. 1993. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional Majalah Intisari. 2001. Tips untuk Orangtua Penanggulangan Anak Hiperaktif. Jakarta: PT. Intisari Mediatama Marlina. 2007. Asesmen dan Strategi Intervensi Anak ADHD. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktoral Ketenagaan. Jakarta Marzuki. 2002. Metodologi Rizet. Yogyakarta: BPFE-UII 116
Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. (Terjemahan Tjetjep Rohandi Rohidi). Jakarta: UI-Press Moh Nazir. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Moleong, L. J. 2004. Metodologi Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Prasetyono. 2008. Serba Serbi Anak Autis dan Gangguan Psikologis Lainnya. Yogyakarta: Diva Press Prayitno dan Erman Amti. 1994. Pelayanan dan Bimbingan Di Sekolah Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia Rita Eka Izzati. 2005. Mengenal Permasalahan Anak Usia TK. Jakarta: Dit. PPTK & KPT Robert K. Yin. 1997. Studi Kasus (Desain dan Metode). (Terjemahan M. Dzauzi Mudzakir). Jakarta: Radar Jaya Offset Sandra F. Rief. 1994. How To Reach and Teach ADD/ADHD Children. New York: The Center For Applied Research In Education Sunardi. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Laras I. Jakarta: Dit. PPTK & KPI
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta Suharsimi Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta Sumadi Suryabrata. 2004. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syamsu Yusuf L N dan Ahmad Juntika Nurihsan. 2005.Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosda Karya Tiel Julia Van. 2006. Anakku Terlambat Bicara. Jakarta: Prenada Media Group
Winarno Surakhmad. 1993. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito
117