STUDI INFESTASI DAN RESISTENSI KUTU BUSUK, Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) TERHADAP TIGA GOLONGAN INSEKTISIDA DI BOGOR
ELFIRA SEPTIANE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Infestasi dan Resistensi Kutu Busuk, Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) Terhadap Tiga Golongan Insektisida di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2015
Elfira Septiane B252124021
RINGKASAN ELFIRA SEPTIANE. Studi Infestasi dan Resistensi Kutu Busuk, Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) Terhadap Tiga Golongan Insektisida di Bogor. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan UPIK KESUMAWATI HADI. Kutu busuk, Cimex sp. merupakan ektoparasit pengisap darah manusia dan hewan dari ordo Hemiptera dan famili Cimicidae, yang penyebarannya di negara subtropis dan tropis. Kasus infestasi kutu busuk pada tahun 1970-an dianggap telah menghilang, akan tetapi sejak tahun 2000-an kasus infestasi kutu busuk kembali dilaporkan dari seluruh dunia. Studi mengenai infestasi kutu busuk ini dilakukan di wilayah kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga dan sekitarnya dari Oktober 2014 - Februari 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebaran dan derajat infestasi kutu busuk, mengetahui aspek biologi kutu busuk, menentukan resistensi kutu busuk terhadap berbagai golongan insektisida serta menganalisis pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat terhadap infestasi kutu busuk. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi terbaru khususnya tentang studi infestasi kutu busuk di wilayah Bogor. Survei dan koleksi kutu busuk dilakukan pada dua tipe kawasan hunian yaitu perumahan dan tempat tinggal sementara. Tipe perumahan dibagi menjadi dua yaitu perumahan kompleks dan padat penduduk, sedangkan tipe tempat tinggal sementara dibagi menjadi empat yaitu asrama, pondok pesantren, indekos dan wisma penginapan. Selanjutnya, pengukuran resistensi kutu busuk dilakukan dengan menggunakan tiga golongan insektisida yaitu organofosfat (malation 5%), piretroid (deltametrin 0.05%) dan karbamat (propoksur 0.1%). Selain itu, untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat terhadap infestasi kutu busuk dilakukan dengan mewawancarai responden menggunakan kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 244 kamar yang diperiksa dari seluruh kawasan hunian, 64 kamar positif terinfestasi oleh satu jenis kutu busuk yakni Cimex hemipterus. Infestasi kutu busuk tertinggi ditemukan di asrama mahasiswa sebesar 25.41%, sedangkan tipe hunian lain terinfestasi rendah (0.41%) dan bahkan tidak ditemukan infestasi kutu busuk. Mortalitas kutu busuk terhadap malation menunjukkan angka tertinggi (87.50%) dan LT50 terpendek (0.14 hari). Selanjutnya, pada deltametrin mortalitas sebesar 21.43% dengan LT50 9.12 hari, sedangkan pada propoksur memperlihatkan angka mortalitas terendah (10%) dan LT50 terpanjang (12.88 hari). Hal ini menunjukkan bahwa populasi kutu busuk di asrama mahasiswa di wilayah kampus IPB Dramaga telah resisten terhadap tiga golongan insektisida, terutama propoksur. Hasil wawancara mengenai persentase pengetahuan, sikap dan praktik (PSP) masyarakat menunjukkan bahwa infestasi kutu busuk masih dikenali oleh banyak kalangan baik dari mahasiswa (81.20%), ibu rumah tangga (6.41%), pelajar (5.13%), dan masyarakat secara umum (2.42%). Masyarakat Bogor memiliki sikap dan praktik yang baik dalam mengendalikan infestasi kutu busuk di lingkungan tempat mereka tinggal. Kata kunci: Cimex hemipterus, infestasi, kutu busuk, resistensi insektisida
SUMMARY ELFIRA SEPTIANE. Study of Infestation and Resistance of Bedbugs, Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) to the Three Group of Insecticides in Bogor Supervised by SUSI SOVIANA and UPIK KESUMAWATI HADI. Bedbug, Cimex sp. is a blood sucking ectoparasite of human and animal from order Hemiptera and Family Cimicidae, which spread in subtropical and tropical countries. Case of bedbugs infestation in the 1970s was considered disappeared, but since 2000s, re-emergence of bedbugs infestation were reported from all over the world. The study of bedbugs infestation was carried in Bogor Agricultural University Dramaga Campus area and surrounding from October 2014 to February 2015. The study was aimed to determine bedbugs distribution and the degree of infestations, the biological aspect of bedbugs and their resistance to insecticides, and to analyze knowledge, attitudes, practices of the people against the bedbugs infestation. This study was expected to provide data and information about bedbugs infestation in Bogor. The bedbugs survey and collection were conducted in two types of residential areas i.e housing and temporary shelter. Housing divided into two types i.e complexes residential and densely populated, whereas temporary shelter were divided into four types i.e dormitories, boarding school, boarding house and guest house. Moreover, resistance of bedbugs were conducted to three groups of insecticides including organophosphate (malathion 5%), pyrethroid (deltamethrin 0.05%), and carbamate (propoxur 0.1%). In addition, to determine the knowledge, attitudes and practices of the public against bedbugs infestation were conducted by interviewing respondents using questionnaires. The result showed that 64 rooms of the 244 rooms observed in all types of residential were infested by bedbugs. The only bedbug species found was Cimex hemipterus. The highest infestation was found in student dormitory (25.41%), while low (0.41%) and even no bedbug infestation found at other type residential. The mortality of bedbugs observed against malathion were the highest (87.50%) and the shortest LT50 (0.14 days). Furthermore, the mortality to deltamethrin at was 21.43% with LT50 9.12 days, whereas in propoxur showed the lowest mortality (10%) and the longest LT50 (12.88 days). It showed that the population of bedbugs in student dormitories in the Dramaga campus area were resistant to three types of insecticides, especially to propoxur. The result of interview on the percentage of the community knowledge, attitudes and practices (KAP) community showed that the bedbug infestation were already known by all residents from under graduate (81.20%), housewives (6.41%), school children (5.13%), and other communities (2.42%). The community in Bogor had a good attitudes and practices to bedbug infestation control in their neighborhood.
Key words: bedbugs, Cimex hemipterus, infestation, insecticides resistance
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI INFESTASI DAN RESISTENSI KUTU BUSUK, Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) TERHADAP TIGA GOLONGAN INSEKTISIDA DI BOGOR
ELFIRA SEPTIANE
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Drh Elok Budi Retnani, MS
Judul Tesis
: Studi Infestasi dan Resistensi Kutu Busuk, Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) Terhadap Tiga Golongan Insektisida di Bogor
Nama NIM
: Elfira Septiane : B252124021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Drh Susi Soviana, MSi Ketua
Prof Dr Drh Upik Kesumawati Hadi, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Drh Upik Kesumawati Hadi, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 31 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini ialah Studi Infestasi dan Resistensi Kutu Busuk, Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) Terhadap Tiga Golongan Insektisida di Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr drh Susi Soviana, MSi dan Ibu Prof Dr Drh Upik Kesumawati Hadi MS selaku komisi pembimbing. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Drh Singgih Harsojo Sigit, MSc, Bapak Dr Drh FX. Koesharto, MSc, Ibu Dr drh Dwi Jayanti Gunandini, Bapak Dr Drh Ahmad Arif Amin, MSc yang selama ini telah memberikan ilmunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para staf di Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) Ibu Juju, Bapak Supriyono, Bapak Heri, Bapak Taufik, Bapak Nanang, Bapak Guspriyadi, Ibu Een. Tim penelitian Cimex : Enny, Dea dan Pipit, serta teman-teman mahasiswa PEK dan pihak-pihak yang telah banyak membantu selama penelitian. Semoga bantuan, dukungan, dorongan dan perhatian dari semua pihak yang telah diberikan dengan tulus kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Kepada Ayahanda Mohamad Nursamsi dan Ibunda Susanti Rahayu terima kasih untuk kasih sayang dan pengorbanannya yang tulus dalam mendidik dan memberi tauladan untuk menjadi seseorang yang bertanggung jawab dalam segala hal. Kakak tersayang Indra Prakarsa, adik tercinta Aditya Mukti Setyaji, dan teman seperjuangan selama menempuh perkuliahan pascasarjana Nur Qamariah, terima kasih atas doa dan kasih sayang serta dorongan semangatnya. Penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga diharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun di masa mendatang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu Parasitologi dan Entomologi Kesehatan.
Bogor, November 2015 Elfira Septiane
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1
2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Terkini Kasus Infestasi Kutu Busuk di Seluruh Dunia Morfologi dan Biologi Kutu Busuk Pengendalian Kutu Busuk Resistensi Kutu Busuk Terhadap Insektisida
2 2 3 4 5
3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Koleksi Kutu Busuk Pemeliharaan Kutu Busuk Preservasi dan Identifikasi Pengukuran Resistensi Kutu Busuk Terhadap Insektisida Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Praktik Masyarakat Analisis Data
6 6 6 7 7 7 8 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran dan Derajat Infestasi Kutu Busuk Jenis dan Morfologi Kutu Busuk C. hemipterus Siklus Hidup C. hemipterus di Laboratorium Resistensi Kutu Busuk C. hemipterus Terhadap Insektisida Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Praktik (PSP) Masyarakat Karakteristik Umum Responden Pengetahuan Responden Terkait Infestasi Kutu Busuk Sikap Responden Terkait Infestasi Kutu Busuk Praktik Responden Terkait Infestai Kutu Busuk Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pihak Pengelola Wisma Penginapan Terkait Infestasi Kutu Busuk
9 9 11 12 14 16 16 17 17 19
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
20 20 21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
37
20
DAFTAR TABEL 1 Sebaran dan derajat infestasi kutu busuk di berbagai kawasan 2 Rata-rata waktu tahapan perkembangan C. hemipterus di laboratorium (suhu 26˚C ± 3˚C dan kelembaban 60 ± 30%) 3 Mortalitas,status resistensi, nilai LT5,0 dan LT90 C. hemipterus terhadap tiga golongan insektisida 4 Karakteristik umum responden 5 Persentase tingkat pengetahuan responden terkait infestasi kutu busuk 6 Persentase tingkat sikap responden terhadap pernyataan terkait infestasi kutu busuk 7 Persentase jawaban responden terkait sikap terhadap infestasi kutu busuk 8 Persentase tingkat praktik responden terkait infestasi kutu busuk 9 Persentase jawaban responden terkait praktik terhadap infestasi kutu busuk
11 13 15 16 17 18 18 19 19
DAFTAR GAMBAR 1 Bagian tubuh C. hemipterus 4 2 Peta sebaran infestasi kutu busuk di kampus IPB Dramaga 10 3 Peta sebaran infestasi kutu busuk di daerah sekitar kampus IPB Dramaga 10 12 4 Ciri khas morfologi C. hemipterus 5 Tahapan perkembangan C. hemipterus 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kertas berinsektisida (impregnated paper) 2 WHO bed bugs test kit 3 Kandang pemeliharaan C. hemipterus 4 Alat pengujian kerentanan kutu busuk terhadap insektisida 5 Inspeksi kutu busuk di kompleks perumahan 6 Inspeksi kutu busuk di padat penduduk 7 Inspeksi kutu busuk di asrama 8 Inspeksi kutu busuk di indekos 9 Kuisioner kutu busuk di asrama dan perumahan 10 Kuisioner kutu busuk di wisma penginapan 11 Formulir inspeksi infestasi kutu busuk
25 25 26 26 27 27 28 29 30 33 36
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kutu busuk termasuk ektoparasit dari ordo Hemiptera. Kutu busuk dikenal sebagai kepinding, tinggi (bahasa Jawa) atau tumbila (bahasa Sunda). Ordo Hemiptera memiliki dua famili penting yang berperan dalam kesehatan manusia yaitu Cimicidae dan Reduviidae. Famili Cimicidae diwakili oleh genus Cimex. Jenis yang terutama menyerang manusia adalah Cimex lectularius yang penyebarannya di negara subtropis, sedangkan Cimex hemipterus di negara tropis (Usinger 1966). Kemunculan kembali (re-emergence) infestasi kutu busuk telah mendapat perhatian dari seluruh dunia, terutama di kalangan professional pengendalian hama (Potter 2005). Kejadian re-emerging infestasi kutu busuk dilaporkan terjadi di Amerika Serikat (Krueger 2000), Brazil (Criado et al. 2011), Eropa (Fuentes et al. 2010), Toronto (Myles et al. 2003), Italia (Maseti dan Bruschi 2007, Giorda et al. 2013), Australia (Doggett et al. 2004), Korea Selatan (Lee et al. 2008), Israel (Mumcuoglu 2008), China (Wang dan Wen 2011) dan Nigeria (Emmanuel et al. 2014). Di Asia Tenggara permasalahan infestasi kutu busuk terjadi di Malaysia dan Singapura (How dan Lee 2010), serta Thailand (Suwannayod et al. 2010). Kasus infestasi kutu busuk di Indonesia sampai akhir tahun 1970-an banyak ditemukan di rumah, gedung pertunjukan dan hotel. Satu di antara kejadian infestasi kutu busuk di Indonesia pernah terjadi pada tahun 2008 di Bali, dua hotel di Denpasar diketahui terinfestasi kutu busuk yang kemungkinan terbawa bersama barang bawaan wisatawan asing yang menginap di hotel tersebut (Anonim 2008). Terjadinya peningkatan infestasi kutu busuk tersebut tidak diketahui, namun beberapa faktor seperti meningkatnya perjalanan domestik maupun internasional, pengurangan penggunaan insektisida residual di dalam ruangan dan resistensi serangga berkontribusi terhadap kemunculan infestasi kutu busuk (Potter 2005). Infestasi kutu busuk dapat menimbulkan dampak negatif di bidang kesehatan dan ekonomi. Gigitan kutu busuk dapat menyebabkan rasa gatal dan benjolan kemerahan. Darah manusia yang diisap oleh kutu busuk ini diperlukan untuk keberlangsungan hidupnya mulai dari menetas dari telur, menjadi nimfa, berganti kulit (moulting) hingga menjadi dewasa. Gangguan kutu busuk terutama akibat gigitannya untuk memperoleh darah, gigitan kutu busuk menimbulkan reaksi gatal yang diikuti peradangan lokal, sehingga biasanya akan digaruk berulang-ulang dan berakibat timbulnya infeksi sekunder (Tawatsin et al. 2011). Selain menimbulkan rasa gatal dan kemerahan, kutu busuk juga dapat mengakibatkan anemia pada anak-anak jika kutu busuk dalam jumlah yang besar menggigit setiap malam. Kerugian akibat infestasi kutu busuk pada sektor pariwisata pernah dilaporkan menurut Pinto et al. (2007), sektor pariwisata di Australia mengalami kerugian sebesar AUS$ 100 juta atau sekitar 703 miliar rupiah per tahun. Menurut para pengelola hotel di Australia terjadi peningkatan infestasi kutu busuk sebesar 20%. Infestasi kutu busuk tersebut mengakibatkan beberapa hotel dituntut oleh para tamu hotel yang merasa tidak nyaman, sehingga banyak hotel yang mengalami kerugian. (Doggett et al. 2004).
2 Kasus kemunculan kembali infestasi kutu busuk kemungkinan masih terjadi di wilayah permukiman di Indonesia, namun belum banyak diteliti dan dilaporkan secara ilmiah. Wilayah kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga berpotensi terinfestasi kutu busuk karena merupakan wilayah yang banyak dihuni ratusan bahkan ribuan mahasiswa yang datang dan pergi dari berbagai daerah setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebaran dan derajat infestasi kutu busuk di wilayah kampus IPB Dramaga dan sekitarnya, mengetahui aspek biologi kutu busuk, menentukan resistensinya terhadap insektisida serta menganalisis pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat terhadap infestasi kutu busuk. Penelitian ini diharapkan memberikan data dan informasi terbaru khususnya tentang infestasi kutu busuk di kota Bogor. 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Terkini Kasus Infestasi Kutu Busuk di Seluruh Dunia Peningkatan kasus infestasi kutu busuk di Amerika Serikat terjadi pada akhir tahun 1990-an, kutu busuk ditemukan di perumahan, apartemen, kamar hotel, rumah sakit dan asrama. Penyebab kemunculan kembali kutu busuk tidak dapat diketahui secara pasti. Menurut jasa pengendali hama Terminix (2011) hampir seluruh kota besar di Amerika Serikat pada tahun 2011 telah dinyatakan terinfestasi kutu busuk di antaranya New York, Cincinnati, Detroit, Chicago dan Philadelphia. Jenis yang sering ditemukan adalah C. lectularius. Peningkatan infestasi kutu busuk juga dilaporkan terjadi di San Fransisco pada kurun waktu 2004 – 2006 (May 2007). Infestasi kutu busuk juga terjadi di seluruh wilayah di California (CISR 2011). Masalah infestasi kutu busuk di Toronto mengalami peningkatan sejak 2001 yang dilaporkan oleh perusahaan jasa pengendali hama pada beberapa tempat penginapan dan penampungan tuna wisma (Myles et al. 2003). Sejak tahun 2005 sampai 2007 dilaporkan tiga kasus infestasi kutu busuk C. lectularius di Valensia, Spanyol yang berasal dari wilayah permukiman komunal (asrama, hotel dan wisma) di London, Swedia dan Spanyol (Fuentes et al. 2010). Kasus infestasi kutu busuk C. lectularius terjadi di Italia Utara pada tahun 2008, 13 kasus terjadi di wilayah Liguria dan empat kasus di wilayah Piedmont. Sebagian besar kasus infestasi kutu busuk ditemukan di kamar tidur, satu kasus ditemukan di sofa, dan dua kasus kutu busuk bersumber dari beberapa furnitur kamar yang dibeli dari pusat barang antik (Giorda et al. 2013). Kasus infestasi kutu busuk terjadi juga di Israel. Hal ini dilaporkan oleh seorang pria yang kembali ke apartemennya di Tel Aviv mengeluhkan adanya bekas gigitan C. lectularius di bagian tangan, kaki, dan leher setelah melakukan perjalanan ke Amerika Selatan (Argentina, Brazil dan Peru) dan Amerika Serikat (Los Angeles dan New York) (Mumcuoglu 2008). Wilayah Benua Afrika tidak luput dari infestasi kutu busuk. Kasus infestasi kutu busuk C. hemipterus dan C. lectularius ditemukan di tenda-tenda pengungsi perang saudara dengan kondisi kebersihan yang minim di Free Town, Sierra Leone. Total 98% dari 30 tenda yang tersedia telah terinfestasi kutu busuk dengan berbagai stadium (Gbakima et al. 2002). Selain itu, survei yang dilakukan di Nigeria menyatakan bahwa 600 rumah dan sembilan tempat penginapan telah
3 terinfestasi kutu busuk di daerah Gboko, Benue State Nigeria. Kutu busuk ditemukan paling banyak di tempat tidur, kasur dan berbagai furnitur yang terbuat dari kayu ataupun bambu (Emmanuel et al. 2014). Kutu busuk merupakan serangga hama yang ditemukan di China pada tahun 1980-an, bahkan tahun 1979 infestasi pertama kali dilaporkan di kota Shanghai. Dua jenis kutu busuk C. lectularius dan C. hemipterus sering ditemukan di China. Kasus infestasi kutu busuk pada kurun waktu 1999-2006 banyak terjadi di asrama pekerja, mahasiswa, militer, hotel dan penjara, sedangkan pada tahun 2008 dan 2009 infestasi kutu busuk ditemukan pada alat transportasi yaitu kereta api. Wilayah Shenzhen termasuk daerah yang paling tinggi terinfestasi kutu busuk, karena daerah ini banyak didatangi buruh pabrik dari berbagai daerah di wilayah China (Wang dan Wen 2011). Re-emerging infestasi kutu busuk terjadi di Seoul, Korea Selatan. Pada tahun 2007, seorang wanita melaporkan dan membawa serangga yang ia ditemukan di ruang tamunya ke rumah sakit di Seoul. Serangga ini diketahui merupakan nimfa kutu busuk C. lectularius. Berdasarkan pernyataan dari wanita tersebut diketahui bahwa dirinya sudah tinggal di apartemennya selama sembilan bulan setelah pindah dari New Jersey, Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan kutu busuk tersebut terbawa dari luar, karena sejak dua dekade tidak ada laporan mengenai infestasi kutu busuk di Seoul (Lee et al. 2008). Permasalahan infestasi kutu busuk terjadi di wilayah Asia Tenggara, pada tahun 2005-2008 telah dilakukan survei kutu busuk di Malaysia dan Singapura. Hasil survei melaporkan bahwa ditemukannya jenis kutu busuk C. hemipterus pada 40 hotel dan 14 perumahan (How dan Lee 2009). Di Thailand kasus infestasi kutu busuk ditemukan di hotel, asrama dan tempat penginapan di daerah Chon Buri dan Chiang Mai (Suwannayod et al. 2010). Morfologi dan Biologi Kutu Busuk Kutu busuk memiliki bentuk kepala pendek, lebar dan bagian ujung meruncing, serta mata majemuk yang menonjol. Antena terdiri atas empat segmen, segmen pertama lebih pendek dari segmen lain, segmen ketiga dan keempat lebih ramping dan transparan dibanding dua segmen lainnya. Keempat segmen antena ditutupi rambut-rambut halus. Bagian mulut terletak di bagian sisi ventral kepala digunakan untuk menusuk dan mengisap. Bentuknya seperti paruh dan terdiri atas dua pasang stilet, yaitu mandibula stilet yang digunakan untuk merobek kulit inang dan maksila stilet kemudian masuk menembus luka bekas tusukan untuk mengisap darah. Bagian toraks terdiri atas tiga segmen protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Sayap mengalami rudimenter (Khan dan Rahman 2012). Kutu busuk memiliki bentuk tubuh oval dan pipih dorsoventral. Kutu busuk dewasa berukuran 6-7 mm, berwarna kuning pucat atau coklat. Namun setelah kenyang darah warna tubuh kutu busuk akan berubah menjadi coklat kemerahan. Bentuk kutu busuk dewasa jantan dapat dibedakan dari betina yaitu ujung abdomen yang lebih runcing dibanding betina dan memiliki bagian aedeagus yang melengkung (Harlan 2008).
4
Gambar 1 Bagian tubuh C. hemipterus (Khan dan Rahman 2012) Kutu busuk biasanya ditemukan dalam jumlah besar dan hidup berkelompok. Kutu busuk hidup di tempat-tempat yang memungkinkan mudah memperoleh inang misalnya lingkungan dalam rumah sebagai tempat tinggal manusia. Kutu busuk menyukai tempat-tempat yang gelap dan tersembunyi, misalnya di dalam celah atau retakan dinding, furnitur (kursi, ranjang tempat tidur), di belakang kertas dinding, kasur, panel kayu atau di bawah karpet. Kutu busuk aktif pada malam hari (nocturnal), namun saat lapar di siang hari kutu busuk juga bisa muncul dan mendekati inangnya (Usinger 1966). Kutu busuk memiliki tiga tahapan dalam siklus hidupnya yaitu telur, lima instar nimfa dan dewasa. Setelah mengisap darah biasanya kutu busuk akan bersembunyi di celah-celah kursi, kasur atau dinding selama beberapa hari, kemudian bertelur. Seekor betina dewasa mampu memproduksi satu sampai lima butir telur setiap hari dan kurang lebih menghasilkan 150-200 butir telur selama hidupnya. Telur berwarna putih krem akan menetas menjadi nimfa dalam waktu enam sampai sepuluh hari pada suhu 23-25˚C (WHO 1982). Nimfa pertama akan berganti kulit menjadi nimfa kedua, tiga dan demikian seterusnya sampai nimfa instar terakhir. Setiap nimfa biasanya akan kenyang darah terlebih dahulu sebelum melakukan pergantian kulit. Instar nimfa pertama sampai instar keempat membutuhkan waktu selama tiga sampai empat hari setiap pergantian instar, sedangkan nimfa instar kelima butuh waktu empat sampai lima hari untuk menjadi dewasa (How dan Lee 2010). Laju perkembangan dari tahapan siklus dan lama hidup (longevity) kutu busuk sangat bergantung kepada suhu dan ketersediaan makanan. Pada suhu kamar 18-20˚C kutu busuk dapat hidup sekitar sembilan bulan sampai dengan 1.5 tahun dan dapat bertahan hidup tanpa makan selama empat sampai lima bulan. Kutu busuk sangat rentan terhadap kelembaban yang tinggi dan suhu di atas 44-45˚C. Oleh karena itu, banyak orang memberantas kutu busuk ini dengan menyiram air panas atau dengan menggunakan uap panas (WHO 1982). Pengendalian Kutu Busuk Pengendalian kutu busuk pada umumnya dilakukan secara fisik atau mekanik. Perpindahan kutu busuk dari satu tempat ke tempat lainnya, baik pada stadium pra dewasa atau dewasa yang dapat terjadi melalui pakaian, koper dan tempat tidur. Perpindahan ini mudah terjadi tanpa diketahui sehingga infestasi kutu busuk menjadi masalah yang meluas. Pengendalian fisik yang dapat
5 dilakukan dengan menghilangkan tempat persembunyian kutu busuk seperti mengeringkan atau menjemur dan membersihkan kasur, bantal, guling atau sofa yang terinfestasi kutu busuk (Pinto et al. 2007). Pengendalian kimiawi adalah dengan penggunaan insektisida. Insektisida adalah senyawa kimia yang digunakan pada pengendalian serangga hama. Insektisida kimia terdiri dari empat golongan yaitu organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid sintetik. Penggunaan insektisida piretroid semakin meningkat setelah insektisida golongan organofosfat dan organoklorin resisten dalam beberapa tahun terakhir (WHO 2006). Organosfosfat dan karbamat adalah racun sinaptik. Sinaps adalah suatu persimpangan antara dua saraf atau suatu titik penghubung saraf. Secara spesifik organofosfat dan karbamat terikat pada suatu enzim pada sinaps yang dikenal dengan asetilkholinesterase. Enzim ini dibentuk untuk menghambat suatu impuls saraf setelah melewati sinaps. Organofosfat dan karbamat terikat pada enzim ini dan menghambatnya untuk tidak bekerja. Sehingga sinaps yang keracunan tidak mampu menghentikan impuls saraf yang berakibat terjadi rangsangan saraf. Pada akhirnya serangga yang keracunan berakibat sama yaitu tremor dan gerakan inkoordinasi (Wirawan 2006). Malation merupakan insektisida dari golongan organofosfat sintetis yang berasal dari asam folat yang bekerja melalui kontak kulit serangga, oral dan inhalasi. Insektisida ini berspektrum luas yang sering digunakan pada pengendalian hama dan serangga di luar ruangan (WHO 2013). Propoksur merupakan insektisida non-sistemik golongan dari karbamat dengan racun kontak dan perut. Merupakan senyawa yang relatif tidak stabil di lingkungan dan akan tahan beberapa minggu bahkan bulan, digunakan pada pengendalian hama rumah tangga. Insektisida ini menyebabkan knockdown lebih cepat dan memiliki aktivitas residu yang lama (WHO 2005). Piretroid adalah racun axonik, yaitu beracun terhadap serabut saraf (akson). Mereka terikat pada suatu protein dalam saraf yang dikenal sebagai voltagegated sodium channel. Piretroid terikat pada gerbang Na+ dan mencegah penutupan secara normal yang menghasilkan rangsangan saraf berkelanjutan. Hal ini mengakibatkan tremor dan gerakan inkoordinasi pada serangga yang keracunan (Wirawan 2006). Deltametrin merupakan insektisida dari golongan piretroid sintetis yang digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama. Kerentanan serangga terhadap deltametrin bergantung kepada berbagai faktor dan bervariasi sesuai dengan kondisi lingkungan. Formulasi deltametrin dapat berupa bubuk, aerosol maupun bentuk granul (OEHHA 2013). Namun pada saat ini cara yang dianggap paling efektif dalam pengendalian kutu busuk adalah dengan fumigasi menggunakan sulfur fumigan, karena gas fumigan ini dapat mengendalikan kutu busuk yang bersembunyi di dalam celah-celah yang sulit dijangkau (Potter 2008). Resistensi Kutu Busuk Terhadap Insektisida Resistensi adalah kemampuan yang diwarisi oleh strain beberapa organisme untuk bertahan hidup dari dosis racun yang akan membunuh sebagian besar individu dalam populasi normal dari spesies yang sama. Secara evolusi, serangga mampu bertahan dari efek insektisida kimia sintetik atau racun alami demi kelangsungan hidupnya (WHO 1976).
6 Insektisida telah menjadi sarana utama untuk mengendalikan infestasi kutu busuk. Pada tahun 1800-an dan awal 1900-an penyemprotan insektisida terhadap kutu busuk terutama menggunakan arsenik, merkuri dan pyrethrum. Namun dua jenis insektisida pertama sangat beracun bagi manusia, sehingga tidak boleh dipergunakan untuk jangka panjang. Penyemprotan insektisida ini efektif terhadap infestasi tahap awal dikarenakan kontak langsung dari larutan insektisida dengan kutu busuk itu diperlukan untuk menimbulkan kematian. Kurangnya efek residual dari penyemprotan insektisida terhadap infestasi kutu busuk berat menyebabkan diperlukannya penyemprotan insektisida berulang untuk menghilangkan kutu busuk dewasa atau nimfa yang terlewati dalam penyemprotan sebelumnya (Potter 2008). Penemuan dan penggunaan luas dari dicloro diphenyl trichloroethane (DDT) di tahun 1940 mengubah sejarah dalam pengendalian kutu busuk. Efek residu DDT membuat jenis insektisida ini merupakan metode yang lebih efektif terhadap kutu busuk, karena dengan penyemprotan tunggal DDT umumnya cukup untuk menghilangkan infestasi dan mencegah re-infestasi selama berbulan-bulan. Namun beberapa studi melaporkan telah terjadi resistensi pada populasi kutu busuk terhadap penggunaan DDT selama periode Perang Dunia II sehingga memunculkan kembali (re-emerging) kasus infestasi kutu busuk di berbagai negara saat ini (Potter 2008). Kasus infestasi kutu busuk meningkat di seluruh dunia pada tingkat yang mengkhawatirkan dan telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Evolusi resistensi insektisida bisa menjadi faktor utama dalam menjelaskan kemunculan kembali kasus infestasi kutu busuk. Resistensi tinggi C. lectularius terhadap jenis insektisida piretroid yaitu deltametrin dan λ-cyhalotrin telah dilaporkan terjadi di Amerika Serikat. Hasil pengujian terhadap Deltametrin (0.6%) menunjukkan bahwa 14 dari 16 populasi kutu busuk yang dikumpulkan dari Kentucky, Ohio, Michigan, New York, Massachusetts, Virginia, Florida dan California dinyatakan telah resisten (Romero et al. 2007), sedangkan menurut Boase et al. (2006) kutu busuk telah mengalami resistensi terhadap sipermetrin di United Kingdom.
3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada wilayah hunian masyarakat yang dibagi menjadi dua tipe kawasan yaitu perumahan dan tempat tinggal sementara di wilayah kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga Bogor dan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan sejak Oktober 2014 - Februari 2015. Koleksi Kutu Busuk Perumahan Tipe perumahan dibagi menjadi dua yaitu padat penduduk dan kompleks. Perumahan padat penduduk adalah perumahan padat tidak teratur. Lokasi pengambilan dilakukan di Desa Babakan dan Cibanteng. Kompleks adalah kumpulan rumah-rumah yang berjajar secara teratur. Lokasi pengambilan
7 dilakukan di perumahan wilayah kampus IPB Dramaga. Koleksi kutu busuk diambil secara acak masing-masing tipe perumahan sebanyak 20 rumah. Tempat Tinggal Sementara (TTS) Tempat tinggal sementara dibagi menjadi empat yaitu asrama, pondok pesantren, indekos dan wisma penginapan. Koleksi dilakukan di enam asrama mahasiswa, satu pondok pesantren, dua tempat indekos dan dua wisma penginapan yang terdekat dengan wilayah kampus IPB Dramaga. Pengambilan sampel masing-masing 30% dari kamar yang ada. Pemeliharaan Kutu Busuk Kutu busuk diperoleh dari hasil koleksi lapang di lokasi penelitian, kemudian dipelihara di Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan (rearing) dilakukan menurut Tawatsin et al. (2011) dengan beberapa modifikasi. Tujuan pemeliharaan ini adalah untuk mengetahui morfologi dan siklus hidup kutu busuk serta untuk mendapatkan koloni kutu busuk untuk pengukuran status kerentanan. Suhu dan kelembaban relatif di laboratorium 26-29˚C dan 60-80%. Kutu busuk dipelihara dalam wadah plastik berukuran 15x100 mm. Bagian atas ditutupi dengan kain saring agar oksigen tetap bisa masuk ke dalam wadah plastik. Kertas karton berukuran 4x8 cm sebanyak 10 buah dilipat kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik sebagai tempat bersembunyi kutu busuk. Kutu busuk diberi pakan darah mencit (Mus musculus) selama dua hari sekali. Mencit dimasukkan ke kandang jepit kemudian ditaruh ke dalam wadah dan dibiarkan kontak dengan kutu busuk selama 15 menit. Preservasi dan Identifikasi Beberapa kutu busuk dewasa yang diperoleh dari hasil pemeliharaan, dimatikan dengan kloroform kemudian dimasukkan ke dalam KOH 10% selama dua atau tiga hari. Setelah itu dilakukan preservasi, yang diawali dengan proses pencucian dengan air tiga sampai empat kali pembilasan. Selanjutnya, proses dehidratasi dengan alkohol bertingkat mulai 70, 80 dan 95% tiap fase berlangsung selama 10 menit. Setelah itu dilakukan proses penjernihan dengan cara merendam kutu busuk ke dalam minyak cengkeh selama 15-30 menit dan dicuci dengan xylol. Selanjutnya kutu busuk diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi balsam kanada serta ditutup dengan kaca penutup (Hadi dan Soviana 2010). Preparat kutu busuk dewasa tersebut diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo dan kunci identifikasi Pratt dan Stojanovich (1967). Pengukuran Resistensi Terhadap Insektisida Insektisida Pengujian menggunakan tiga macam kertas berinsektisida (impregnated paper) dari tiga golongan yaitu malation 5% (organofosfat), propoksur 0.1% (karbamat) dan deltametrin 0.05% (piretroid) (WHO 1981).
8 Uji Kerentanan Kutu Busuk Sebelum pengujian kutu busuk dewasa yang akan diuji kerentanannya diberi pakan darah mencit selama lima hari berturut-turut sebelum dilakukan pengujian. Untuk menghindari kematian akibat kelaparan. Pengujian kerentanan dilakukan menurut World Health Organization (WHO 1981) menggunakan impregnated paper berukuran 3x5 cm ke dalam tabung gelas berukuran 17x1.6 cm. Sebagai kontrol negatif, kutu busuk dimasukkan ke dalam tabung gelas lain yang dilapisi kertas yang tidak berinsektisida. Setiap tabung diisi 10 kutu busuk dewasa baik jantan dan betina. Tabung gelas diletakkan tegak pada rak penyangga berukuran 15x10x9 cm yang ditempatkan ke dalam suatu wadah plastik berukuran 20x20x15 cm yang dilapisi kain lembab untuk menjaga kelembaban. Pada tabung berinsektisida pengamatan mortalitas kutu busuk untuk golongan karbamat dilakukan setelah pemaparan selama 24 jam (Karunaratne et al. 2007), sedangkan untuk golongan organofosfat dan piretroid selama 16 jam (WHO 1981 dan Karunaratne et al. 2007). Kutu busuk yang telah berkontak dengan insektisida dipindahkan ke dalam tabung gelas bersih yang sudah diisi kertas putih tanpa insektisida. Kemudian setelah 24 jam jumlah kutu busuk yang mati dihitung dan dicatat. Pengujian ini diulang sebanyak lima kali. Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Praktik Masyarakat Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kajian lapang lintas seksional (cross sectional study) dan wawancara terhadap responden yang tinggal di tempat hunian dengan menggunakan kuisioner tertutup (closed quisioner) untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat. Hasil dari pengukuran ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase. Satu tempat hunian diwakili oleh satu orang responden. Analisis Data Pengukuran Sebaran dan Derajat Infestasi Kutu Busuk Sebaran infestasi dinyatakan dalam persentase, sedangkan penentuan derajat infestasi kutu busuk diukur berdasarkan Hadi dan Rusli (2006) yakni kategori aman (-) untuk yang tidak ada kutu busuk, kategori rendah (jika ditemukan 1-5 kutu busuk nimfa maupun dewasa, dengan atau tanpa telur), kategori sedang (jika ditemukan 6-10 kutu busuk nimfa maupun dewasa, dengan atau tanpa telur), kategori tinggi (jika ditemukan lebih dari 10 kutu busuk nimfa maupun dewasa, dengan atau tanpa telur). Apabila hanya ditemukan infestasi telur kutu busuk saja, maka dikategorikan sebagai infestasi tinggi. Resistensi Kutu Busuk Terhadap Insektisida Resistensi kutu busuk terhadap malation, propoksur, dan deltametrin diukur dengan perhitungan analisis regresi probit yang dinyatakan dalam LT50 dan LT90 (Lethal Time). Mortalitas dihitung dengan menjumlahkan kutu busuk yang mati dibagi dengan total kutu busuk yang diuji dari lima ulangan. Jika mortalitas pada kelompok kontrol di atas 20% maka pengujian harus diulang. Jika kematian antara 5-20% maka mortalitas dikoreksi dengan rumus Abbot (Abbot 1925).
9 Abbot =
% mortalitas - % mortalitas kontrol X 100% 100 - % mortalitas kontrol
Hasil uji kerentanan ditentukan berdasarkan persentase mortalitas kutu busuk. Apabila mortalitas antara 98-100% maka dinyatakan rentan, jika dibawah 98% dinyatakan resisten (WHO 2013). Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Praktik Masyarakat Perhitungan persentase pengetahuan responden terhadap kutu busuk :
Perhitungan persentase sikap dan praktik terhadap kutu busuk diperoleh berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden. Terdapat empat penilaian untuk masing-masing jawaban sebagai berikut : jawaban (a) baik sekali, (b) baik, (c) cukup dan (d) kurang.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran dan Derajat Infestasi Kutu Busuk Kawasan yang terinfestasi kutu busuk di dalam wilayah kampus IPB Dramaga lebih banyak ditemukan pada kawasan komunal yaitu asrama mahasiswa, khususnya pada asrama putra seperti yang disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan informasi dari mahasiswa penghuni asrama, kutu busuk sudah ada di beberapa kamar sejak para mahasiswa masuk ke dalam asrama tersebut. Hal ini disebabkan kasur kapuk dan tempat tidur yang digunakan oleh mahasiswa sudah terinfestasi kutu busuk sebelumnya. Infestasi kutu busuk di suatu tempat dapat dilihat secara visual dengan adanya stadium nimfa, dewasa, telur maupun bercakbercak kehitaman di permukaan kain pelapis kasur ataupun di dinding kayu tempat tidur. Infestasi kutu busuk ini sangat menganggu mahasiswa penghuni asrama, bahkan banyak orang tua mahasiswa mengeluhkan masalah kutu busuk ini terhadap pihak pengelola asrama. Pengendalian secara fisik dan kimiawi pun sudah pernah dilakukan oleh pengelola asrama untuk mengatasi masalah kutu busuk ini. Infestasi kutu busuk dapat dikatakan seratus persen ditemukan di kasur. Menurut pihak pengelola Asrama IPB bentuk pengendalian sudah dilakukan pada pertengahan tahun 2014 yaitu dengan melakukan pengantian seluruh kasur kapuk, bantal dan guling baik yang terinfestasi maupun yang tidak terinfestasi pada seluruh kamar asrama. Namun pengantian kasur kapuk ini juga belum bisa sepenuhnya menghilangkan infestasi kutu busuk di asrama, akan tetapi dapat mengurangi jumlah kamar yang terinfestasi. Infestasi kutu busuk maupun bercak-bercak kehitaman sebagai tanda keberadaan kutu busuk tidak ditemukan pada kasur, kursi dan alat rumah tangga di kawasan hunian kompleks perumahan. Berdasarkan hasil wawancara, penghuni rumah menjelaskan bahwa keberadaan kutu busuk sekarang ini sudah tidak seperti tahun 1970-an yang mudah sekali ditemukan di rumah-rumah pada saat itu.
10 S
Pa S
Pi
Pa W W Pi
Keterangan :
= Tidak ada kutu busuk = Ada kutu busuk Pa = Asrama putra S = Kompleks perumahan Pi = Asrama putri W = Wisma penginapan
Gambar 2 Peta sebaran infestasi kutu busuk di Kampus IPB Dramaga Infestasi kutu busuk juga tidak ditemukan di wisma penginapan. Ketidakberadaan infestasi kutu busuk di kedua hunian ini bukan berarti bahwa kawasan hunian ini aman.Namun hal ini juga perlu diwaspadai, mengingat bahwa beberapa rumah di kompleks perumahan dosen dijadikan tempat indekos, seperti juga wisma yang berisi tamu yang berganti-ganti sehingga berisiko terinfestasi kutu busuk, karena tidak menutup kemungkinan jika para penghuni rumah dan pengelola wisma tidak waspada terhadap barang-barang yang dapat menjadi sumber kutu busuk, bisa saja nanti lingkungan sekitar rumah atau wisma tersebut terinfestasi. Pp R
U
K R
Keterangan :
= Tidak ada kutu busuk = Ada kutu busuk R = Padat penduduk K = Indekos Pp = Pondok Pesantren
Gambar 3 Peta sebaran infestasi kutu busuk di daerah sekitar kampus IPB Dramaga
11 Tabel 1 Sebaran dan derajat infestasi kutu busuk di berbagai tipe kawasan
Perumahan
TTS*
Total
Derajat Infestasi
Σ Lokasi diperiksa
Σ Kamar diperiksa
Σ Kamar (+)
RataRata (%)
Rendah (1-5) ekor
Sedang (6-10) ekor
Tinggi (>10) ekor
1.Kompleks
20
20
0
0
0
0
0
2.Padat penduduk
20
20
1
0.41
0
0
1
1.Asrama 2.Indekos 3.Ponpes** 4.Wisma
6 2 1 2
175
62
25.41
26
28
5 12 12
1 0 0
0.41 0 0
0 0 0
8 0 0 0
51
244
64
26.23
Kawasan
Rata-Rata (%) Keterangan : * TTS (Tempat Tinggal Sementara), **Ponpes (Pondok Pesantren)
1 0 0
26
8
30
10.65
3.28
12.30
Pengamatan infestasi kutu busuk yang dilakukan di wilayah sekitar kampus IPB Dramaga meliputi perumahan padat penduduk, indekos dan pondok pesantren seperti yang disajikan pada Gambar 3. Infestasi kutu busuk di indekos putra ditemukan di tumpukan kasur busa (spring bed) yang sudah lama tidak terpakai, sedangkan pada kawasan perumahan padat penduduk kutu busuk ditemukan pada bantal yang ada di dalam kamar. Tidak ditemukan infestasi kutu busuk pada kawasan pondok pesantren. Jumlah total kamar yang telah diperiksa dari semua tipe kawasan hunian berjumlah 244 kamar, sedangkan jumlah kamar yang positif terinfestasi kutu busuk berjumlah 64 kamar terdiri atas 62 kamar di asrama mahasiswa, satu kamar di indekos dan satu kamar di perumahan padat penduduk. Rata-rata kamar terinfestasi kutu busuk sebesar 26.23%. Jenis kutu busuk yang ditemukan hanya satu spesies yaitu Cimex hemipterus. Sebaran infestasi kutu busuk tertinggi ditemukan pada asrama mahasiswa sebesar 25.41%, selanjutnya indekos dan perumahan padat penduduk sebesar 0.41%. Nilai rata-rata derajat infestasi infestasi kutu busuk di asrama cukup bervariasi yaitu 26 kamar terinfestasi rendah (10.65%), delapan kamar terinfestasi sedang (3.28%), sedangkan kategori infestasi kutu busuk tertinggi terjadi pada 28 kamar di asrama, satu perumahan padat penduduk dan satu indekos (12.30%) (Tabel 1). Jenis dan Morfologi Kutu Busuk C. hemipterus Total keseluruhan kutu busuk yang diperoleh dari inspeksi yang telah dilakukan di asrama, indekos dan perumahan padat penduduk sebanyak 906 terdiri atas 549 kutu busuk dewasa, 232 nimfa dan 100 telur. Selanjutnya spesies kutu busuk yang diperoleh telah diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi menurut Pratt dan Stojanovich (1967) yaitu Cimex hemipterus. C. hemipterus adalah jenis spesies kutu busuk yang ada di wilayah tropis terutama di Indonesia, ciri khas dalam mengidentifikasi jenis kutu busuk ini adalah dengan melihat bagian pronotum, rambut-rambut halus di sekitar pronotum (fringe hairs), proboscis dan bagian antena. Panjang proboscis C.hemipterus hanya sampai bagian tengah koksa pertama, tidak mencapai koksa kedua. Segmen antena keempat lebih pendek
12
Gambar 4 Ciri khas morfologi C. hemipterus : (A) Jantan dewasa dorsal (B) Jantan dewasa ventral (C) Bagian kepala ventral (a) Proboscis (b) Antena (D) Bagian toraks dorsal (c) Fringe hairs (d) Pronotum daripada segmen antena ketiga. Rambut halus di bagian pronotum lebih pendek dibandingkan dengan lebar mata. Bagian pronotum C. hemipterus agak sedikit melengkung seperti disajikan pada Gambar 4, namun tidak cengkung ke dalam dibandingkan dengan C. lectularius. Ciri khas dari bagian pronotum inilah yang membedakan antara C. hemipterus dengan C. lectularius (Pratt dan Stojanovich 1967). Pronotum C. lectularius lebih lebar dibanding dengan C. hemipterus. Lebar dan panjang pronotum rata-rata C. hemipterus adalah 0.57 mm dan 1.10 mm, sedangkan C. lectularius 0.66 mm dan 1.22 mm (Suwannayod et al. 2010). Siklus Hidup C. hemipterus di Laboratorium Siklus hidup C. hemipterus merupakan metamorfosis tidak sempurna (telur-lima instar nimfa-dewasa). Hasil pengamatan dari laboratorium pada kondisi suhu 26–29˚C disertai kelembaban relatif 60-90% diketahui rata-rata waktu inkubasi telur adalah 5.67±1.16 hari. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan sejak nimfa instar satu sampai dengan instar lima adalah 49.67±16.64 hari. Siklus hidup keseluruhan dari telur sampai dewasa rata-rata membutuhkan waktu 55.33±19.09 hari (Tabel 2). Menurut Khan dan Rahman (2012) dibutuhkan waktu rata-rata selama 59.00±5.57 hari bagi C. hemipterus
13
Gambar 5 Tahapan Perkembangan C. hemipterus : (A) Telur (B) Nimfa pertama (C) Nimfa kedua (D) Nimfa ketiga (E) Nimfa keempat (F) Nimfa kelima menyelesaikan satu siklus hidupnya, sedangkan menurut Suwannayod et al. (2010) siklus hidup kutu busuk membutuhkan waktu rata-rata selama 39.9±7 hari. Kutu busuk dewasa betina meletakkan telur pada kertas karton hitam yang ada pada wadah pemeliharaan. Telur berwarna putih, berbentuk silidris, ukuran ±1.00 mm. Telur memiliki dua ujung, bagian ujung berbentuk oval. Telur memiliki penutup (operkulum) pada bagian ujung yang lain. Telur akan berubah warna kekuningan sebelum menetas. Di laboratorium telur menetas menjadi nimfa instar satu setelah 5-7 hari. Bentuk tubuh nimfa dan kutu busuk dewasa sama, yang membedakan adalah panjang dan warna tubuh setiap tahapan perkembangannya (Gambar 5). Nimfa instar pertama berwarna kuning pucat sebelum mengisap darah. Namun setelah mengisap darah nimfa akan berubah menjadi kemerahan menyerupai kapsul berwarna merah dan berukuran ±1.00–1.50 mm. Rata-rata waktu nimfa instar pertama akan menetas menjadi instar kedua selama 7.33±1.15 hari. Nimfa instar kedua berwarna kuning sebelum mengisap darah dan kemudian berubah kemerahan setelah mengisap darah serta berukuran ±2.00 mm. Waktu yang diperlukan bagi nimfa instar kedua menjadi instar ketiga rata-rata selama Tabel 2 Rata-rata waktu tahapan perkembangan Cimex hemipterus pada kondisi laboratorium (suhu 26˚C ± 3˚C dan kelembaban 60 ± 30%)
No
Periode Inkubasi Telur (hari)
Tahapan Nimfa (hari)
Ke-1
Total Tahapan Nimfa (hari)
Siklus Hidup dari telur s/d dewasa (hari)
Ke-2
Ke-3
Ke-4
Ke-5
6
14
13
8
10
52
59
8
19
16
9
10
62
67
5
8
8
5
8
6
35
40
5.67±1.15
7.33±1.15
13.67±3.46
11.33±7.02
8.33±3.21
8.67±4.16
49.67±16.64
55.33±19.09
1
7
2
5
3 Mean
14 13.67±3.46 hari. Nimfa instar ketiga bewarna lebih gelap yaitu kuning kecoklatan dibandingkan instar kedua dan berukuran ±2.50 mm. Rata-rata periode menetas nimfa instar ketiga menjadi instar keempat adalah 11.33±7.02 hari. Nimfa instar keempat berwarna coklat sebelum mengisap darah dan setelah mengisap darah akan berubah menjadi merah serta berukuran ±3.00 mm. Menurut Khan dan Rahman (2012) pada tahap nimfa instar keempat bagian mesotoraks dan metatoraks semakin terlihat jelas. Nimfa instar keempat membutuhkan rata-rata 8.33±3.21 hari untuk menetas menjadi instar kelima. Nimfa instar kelima berwarna coklat gelap sebelum mengisap darah dan akan berubah menjadi merah kecoklatan setelah mengisap darah, berukuran ±4.00 mm. Instar kelima adalah tahapan terakhir perkembangan nimfa, selanjutnya tahap nimfa ini akan menetas menjadi kutu busuk dewasa. Waktu yang diperlukan dari instar kelima menjadi dewasa rata-rata selama 8.67 ± 4.16 hari. Kelangsungan hidup tertinggi C. hemipterus pada kondisi optimum suhu 20-25˚C dan kelembaban 50-100% (How dan Lee 2010). Sedangkan menurut Omori (1941) kelembaban yang tinggi dapat menurunkan tingkat kelangsungan hidup C. hemipterus dewasa. Namun menurut Benoit et al. (2009) kutu busuk dapat beradaptasi dengan baik pada kelembaban 50-75%. Data cuaca di wilayah Dramaga pada November 2014 - Februari 2015 suhu dan kelembaban rata-rata adalah 25.93˚C dan 83.67%, sedangkan rata-rata suhu dan kelembaban di laboratorium 27˚C dan 79%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi suhu dan kelembaban di wilayah Dramaga mendukung kutu busuk untuk berkembang dan beradaptasi dengan baik sehingga masih ditemukannya infestasi kutu busuk (BMKG 2014-2015). Resistensi Kutu Busuk C. hemipterus Terhadap Insektisida Hasil uji kerentanan kutu busuk C. hemipterus terhadap tiga golongan insektisida disajikan pada Tabel 3. Rata-rata persentase mortalitas kutu busuk C. hemipterus setelah 24 jam masa kontak dengan tiga golongan insektisida menunjukkan hasil rendah yaitu kurang dari 98%. Mortalitas kutu busuk terhadap malation menunjukkan angka tertinggi (87.50%). Selanjutnya pada deltametrin mortalitas sebesar 21.43%, sedangkan pada propoksur memperlihatkan angka mortalitas terendah (10%). Hal ini menunjukkan bahwa populasi kutu busuk di asrama mahasiswa di wilayah kampus IPB Dramaga telah mengalami resisten terhadap tiga golongan insektisida tersebut. Nilai LT50 dan LT90 tertinggi yaitu terhadap propoksur sebesar 12.88 dan 21.78 hari dan terendah terhadap malation sebesar 0.14 dan 3.76 hari (Tabel 3). Sedangkan Tawatsin et al. (2011) melaporkan bahwa LT50 kutu busuk C. hemipterus di Chonburi dan Phuket terhadap propoksur 11 dan 12.8 hari, LT50 di Chonburi dan Bangkok terhadap deltametrin 10.7 dan 18 hari dan LT50 di Phuket dan Bangkok terhadap malation 4.8 dan 11.7 hari. Nilai LT50 terhadap malation dan deltametrin dari populasi kutu busuk asrama di wilayah kampus IPB Dramaga masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai LT50 koloni kutu busuk dari beberapa daerah di Thailand, namun terhadap propoksur cenderung nilai LT50 sama yakni berkisar 12 hari. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa pengendalian kutu busuk baik di Indonesia dan Thailand lebih sering menggunakan insektisida jenis propoksur, dibandingkan terhadap deltametrin ataupun malation.
15 Tabel 3 Mortalitas, status resistensi, nilai LT50, dan LT90 kutu busuk C. hemipterus terhadap tiga golongan insektisida Mortalitas (%)
Status Resistensi
LT50 (hari)
Malation 5%
87.50
resisten
0.14 (0.05 – 0.25)
Deltametrin 0.05%
21.43
resisten
9.14 (7.66 - 11.22)
18.42 (15.30 – 24.12)
Propoksur 0.1%
10.00
resisten
12.88 (11.55 – 14.45)
21.78 (19.39 – 25.43)
Insektisida
LT90 (hari) 3.76 (3.02 – 9.00)
Infestasi kutu busuk di Indonesia pada kurun waktu 1970-2000 dapat dikendalikan secara penuh karena penggunaan insektisida berbasis organoklorin seperti dicloro diphenyl trichloroethane (DDT). Namun sejak terjadinya kasus resistensi populasi berbagai jenis serangga termasuk kutu busuk terhadap DDT maka penggunaan jenis insektisida ini pun diberhentikan. Organofosfat dan karbamat sejak tahun 1970-an merupakan golongan insektisida yang banyak dipasarkan untuk pengendalian serangga termasuk dalam program pengendalian serangga hama rumah tangga (Ahmad 2014). Resistensi populasi kutu busuk yang terjadi di asrama mahasiswa ini kemungkinan berkaitan erat dengan penggunaan insektisida khususnya jenis propoksur dan deltametrin yang umum dipakai sehari-hari oleh mahasiswa di asrama untuk mengendalikan serangga hama terutama nyamuk, lalat, semut dan lipas (kecoa). Kasus resistensi kutu busuk di negara-negara berkembang banyak dilaporkan antara lain di Thailand pada tahun 1970, C. hemipterus resisten terhadap insektisida DDT (WHO 1976). Di Tanzania C. hemipterus telah resisten terhadap permetrin dan α-sipermetrin (Myamba et al. 2002). Di wilayah Kandy, Sri lanka C. hemipterus telah resisten terhadap malation 5%, sedangkan di wilayah Nuwara Eliya, Sri lanka populasi kutu busuk resisten terhadap propoksur 0.8% (Karunaratne et al. 2007). Kutu busuk C. lectularius di Thailand juga diketahui telah resisten terhadap bifentrin dan α-sipermetrin (Suwannayod et al. 2010), sedangkan di Denmark C. lectularius resisten terhadap permetrin dan deltametrin (Kilpinen et al. 2008). Banyaknya kasus resistensi populasi kutu busuk di Thailand dan bahkan di seluruh dunia, maka diperlukan jenis insektisida baru untuk menggantikan insektisida golongan organofosfat (diazinon dan malation), karbamat (fenobucarb dan propoksur) dan piretroid (bifentrin, sipermetrin, deltametrin, esfenvalerate dan etofenprox) yang sudah tidak efektif lagi terhadap kutu busuk. Beberapa jenis insektisida baru yang dilaporkan masih efektif dalam mengendalikan kutu busuk seperti imidacloprid (neonicotinoid group), chlorfenaphyr (pyrrole group) dan fipronil (phenylpyrazole group). Berdasarkan hasil uji efikasi dan toksisitas, jenis insektisida imidacloprid yang paling direkomendasikan untuk pengendalian kutu busuk saat ini, karena bahan aktif ini dinilai efektif bisa mengendalikan kutu busuk yang telah resisten terhadap beberapa jenis insektisida (Tawatsin et al. 2011).
16 Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Praktik (PSP) Masyarakat Karakteristik Umum Responden Karakteristik responden dibagi berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan pekerjaan (Tabel 4). Responden yang diwawancarai berjumlah 232 responden yang terdiri atas mahasiswa, pelajar dan masyarakat, serta dua responden merupakan pihak pengelola wisma penginapan. Total responden adalah 234 responden. Jumlah responden terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah 146 responden (62.40%), sedangkan jumlah responden perempuan 88 responden (37.60%). Karakteristik berdasarkan usia yaitu usia <20 tahun sebanyak 189 responden (80.77%), 21-49 tahun sebanyak 23 responden (9.83%), 50-70 tahun sebanyak 17 responden (7.26%) dan ≥71 tahun sebanyak 5 responden (2.14%). Jumlah responden terbanyak pada usia <20 tahun, hal ini disebabkan karena responden terbanyak adalah kalangan mahasiswa yang tinggal di asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB Dramaga, rata-rata usia mahasiswa tersebut berkisar 18-19 tahun. Jumlah responden terbanyak berdasarkan pendidikan terakhir adalah Sekolah Menengah Akhir (SMA) sebanyak 209 responden (89.32%), perguruan tinggi sebanyak 14 responden (5.98%), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 9 responden (3.85%) dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 2 responden (0.85%), sedangkan jumlah responden terbanyak berdasarkan jenis pekerjaan adalah mahasiswa sebanyak 190 responden (81.20%), ibu rumah tangga sebanyak 15 responden (6.41%), pelajar sebanyak 12 responden (5.13%), pensiunan dosen dan swasta/wiraswasta sebanyak 6 responden (2.56%), serta pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 5 responden (2.14%). Tabel 4 Karakteristik umum responden Karakteristik Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan < 20 thn 21 – 49 thn Usia 50 – 70 thn ≥ 71 thn SD SMP Pendidikan terakhir SMA Perguruan Tinggi Pegawai Negeri Sipil Pensiunan Dosen Ibu Rumah Tangga Jenis pekerjaan Swasta/Wiraswasta Mahasiswa Pelajar
Jumlah 146 88 189 23 17 5 2 9 209 14 5 6 15 6 190 12
% 62.40 37.60 80.77 9.83 7.26 2.14 0.85 3.85 89.32 5.98 2.14 2.56 6.41 2.56 81.20 5.13
17 Berdasarkan keseluruhan karakteristik umum responden dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak dalam penelitian ini adalah mahasiswa, baik yang tinggal di dalam asrama mahasiswa maupun yang di sekitar wilayah kampus IPB Dramaga. Pengetahuan Responden Terkait Infestasi Kutu Busuk Pengetahuan merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang terhadap suatu objek tertentu. Oleh karena itu, keberadaan kutu busuk dapat lebih mudah diketahui jika masyarakat mengetahui tentang kutu busuk, baik secara fisik morfologi dan kebiasaan hidup kutu busuk, serta pengalaman melihat atau menemukan kutu busuk. Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase sebanyak 78.44% responden mengetahui tentang kutu busuk, 63.80% responden pernah melihat kutu busuk, 46.55% responden pernah merasakan gigitan kutu busuk, 45.26% responden tidak dapat membedakan antara gigitan kutu busuk dengan serangga lain dan 95.30% responden menganggap masalah kutu busuk perlu diatasi. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kutu busuk masih diketahui oleh banyak kalangan dimulai dari mahasiswa, pelajar dan masyarakat. Tabel 5 Persentase tingkat pengetahuan responden terkait infestasi kutu busuk
No 1 2
3
4
5
Pernyataan terkait pengetahuan tentang infestasi KB* Responden pernah mengetahui tentang KB Responden pernah menemukan KB di tempat tinggal Responden pernah merasakan gigitan/gangguan KB Responden bisa membedakan gigitan KB dengan serangga lainnya Responden merasa masalah KB perlu segera diatasi
Jawaban
Responden (%)
Ya Tidak Ya
182 (78.44%) 50 (21.55%) 148 (63.80%)
Tidak
84 (36.20%)
Ya
108 (46.55%)
Tidak
124 (53.44%)
Ya
105 (45.26%)
Tidak
127 (54.74%)
Ya
221 (95.30%)
Tidak
11 (4.70%)
Total (n) 232 232
232
232
232
Keterangan : *KB : kutu busuk
Sikap Responden Terkait Infestasi Kutu Busuk Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan ‘predisposisi’ tindakan atau praktik (Notoatmodjo 2007).
18 Tabel 6 Persentase tingkat sikap responden terhadap pernyataan terkait infestasi kutu busuk Sikap
Responden (%)
Baik Sekali Baik Cukup Kurang
52.41 37.33 8.71 1.55
Hasil analisis deskriptif pada Tabel 6 menunjukkan persentase sikap responden terhadap pernyataan sikap terkait infestasi kutu busuk berada pada tingkat baik sekali dengan rata-rata persentase 52.41%. Hal ini terlihat dari jawaban responden atas pernyataan yang terdapat di dalam kuisioner seperti yang tertera pada Tabel 7. Secara umum hal pertama yang akan dilakukan oleh responden jika menemukan kutu busuk adalah dengan mematikan kutu busuk (54.31%). Sebanyak 71.55% responden akan mengobati bekas luka dari gigitan kutu busuk dan masalah infestasi kutu busuk dianggap oleh responden merupakan masalah kesehatan yang serius (52.57%). Oleh karena itu penyuluhan mengenai infestasi kutu busuk diperlukan oleh masyarakat luas, agar masyarakat luas dapat lebih mengetahui cara pencegahan dan pengendalian terhadap infestasi kutu busuk. Tabel 7 Persentase jawaban responden terkait sikap terhadap infestasi kutu busuk Pernyataan Apa yang dilakukan ketika ada infestasi KB*
Apa perlu pengendalian dengan insektisida
Apa yang dilakukan ketika digigit KB*
Apa diperlukan penyuluhan tentang KB*
Apa keberadaan KB* merupakan masalah
Keterangan : *KB : kutu busuk
Jawaban Mematikan kutu busuk Menjemur kasur secara rutin Pengendalian kimiawi Membiarkan saja Perlu sekali Perlu Tidak perlu Tidak perlu sama sekali Mengobati bekas gigitan Pergi ke dokter Mengaruk Membiarkan saja Perlu sekali Perlu Tidak perlu Tidak perlu sama sekali Masalah serius Cukup menganggu Biasa saja Bukan masalah
Responden n 126 41 55 10 77 133 20 2 166 45 18 3 117 107 6 2 122 107 2 1
% 54.31 17.67 23.71 4.31 33.19 57.33 8.62 0.86 71.55 19.40 7.76 1.29 50.43 46.12 2.59 0.86 52.57 46.12 0.86 0.45
19 Praktik Responden Terkait Infestasi Kutu Busuk Praktik atau tindakan seseorang merupakan perwujudan suatu sikap, yang telah mendapat fasilitas atau dukungan. Praktik seseorang yang didasari oleh penglihatan, kesadaran dan sikap positif maka praktik tersebut akan bersifat langgeng (Notoatmodjo 2007). Praktik responden berada pada tingkat yang baik karena didasari oleh kesadaran akan pentingnya kebersihan. Hasil analisis deskriptif pada Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata persentase 46.29% responden berpraktik baik terhadap pencegahan dan pengendalian terhadap infestasi kutu busuk. Sebanyak 71.98% responden akan mematikan kutu busuk baik secara manual atau menggunakan insektisida jika Tabel 8 Persentase praktik responden terhadap pernyataan terkait infestasi kutu busuk Praktik
Responden (%)
Baik Sekali Baik Cukup Kurang
31.47 46.29 10.86 11.38
Tabel 9 Persentase jawaban responden terkait praktik terhadap infestasi kutu busuk Pernyataan Apa yang dilakukan untuk mengatasi infestasi tinggi KB* Berapa kali menjemur kasur
Apa perlu menjemur kasur
Berapa kali mengganti seprai, sarung bantal dan guling Apa yang dilakukan menemukan KB*
Keterangan : *KB : kutu busuk
Jawaban Mengganti kasur Pengendalian kimiawi Memberikan penyuluhan Membiarkan saja Setiap hari 1x seminggu >2x sebulan Tidak pernah Perlu sekali Perlu Tidak perlu Tidak perlu sama sekali 1x seminggu 2 minggu sekali 1x sebulan Tidak pernah Mematikan kutu busuk Mengganti seprai Membuang kasur Tidak melakukan apa-apa
Responden n 106 94 29 3 5 50 69 108 66 155 9 2 21 192 14 5 167 46 5 14
% 45.69 40.52 12.50 1.29 2.16 21.55 29.74 46.55 28.45 66.81 3.88 0.86 9.05 82.76 6.03 2.16 71.98 19.83 2.16 6.03
20 menemukan kutu busuk dan 45.69% responden akan mengganti kasur jika menemukan infestasi kutu busuk yang tinggi. Sebanyak 66.81% responden menganggap praktik menjemur kasur diperlukan untuk mencegah infestasi kutu busuk, namun terdapat 46.55% responden tidak pernah menjemur kasur secara rutin (Tabel 9).Kemungkinan bagi responden menjemur kasur merupakan hal yang cukup sulit dilakukan. Hal ini terjadi dikarenakan ukuran kasur yang cukup besar dan berat serta ketiadaan tempat untuk menjemur kasur. Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pihak Pengelola Wisma Penginapan Terkait Infestasi Kutu Busuk Wisma sebagai sarana penginapan sangat diharapkan bebas hama baik serangga atau hama lainnya (zero pest) di dalam kamar. Hal ini dapat menurunkan segi ekonomi dan citra dari sebuah tempat penginapan. Oleh karena itu untuk selalu menjaga kenyamanan tamu selama menginap setiap kamar, pihak pengelola wisma perlu sangat memperhatikan kebersihan di setiap kamar untuk menghindari infestasi dari jenis serangga yang menganggu terutama kutu busuk. Jika diperlukan bekerja sama dengan jasa pengendali hama (pest control) untuk mencegah terjadinya infestasi kutu busuk. Hasil pengukuran pengetahuan, sikap dan praktik kepada dua pihak pengelola wisma penginapan di wilayah Kampus IPB Dramaga menunjukkan bahwa kedua pihak pengelola wisma penginapan mengetahui tentang kutu busuk, satu di antara wisma pernah terinfestasi kutu busuk sekitar satu tahun yang lalu. Pihak wisma sepakat bahwa kutu busuk ada di dalam wisma tersebut karena faktor bawaan dari tamu yang menginap. Pihak pengelola wisma bersikap dan berpraktik baik terkait infestasi kutu busuk, yakni saat ditemukan kutu busuk, pihak wisma langsung membersihkan sumber kutu busuk.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebaran infestasi kutu busuk tertinggi ditemukan pada asrama mahasiswa sebesar 25.41%, selanjutnya indekos dan rumah padat penduduk sebesar 0.41%. Nilai rata-rata derajat infestasi infestasi kutu busuk di asrama cukup bervariasi yaitu 26 kamar terinfestasi rendah (10.65%), delapan kamar terinfestasi sedang (3.28%), sedangkan kategori infestasi kutu busuk tertinggi terjadi pada 28 kamar di asrama, satu rumah padat penduduk dan satu indekos (12.30%). Hasil pengamatan dari laboratorium pada kondisi suhu 26–29˚C disertai kelembaban relatif 60-90% diketahui rata-rata total hari yang dibutuhkan pada tahapan nimfa instar satu sampai dengan instar lima adalah 49.67±16.64 hari. Siklus hidup kutu busuk secara keseluruhan dari telur sampai dewasa rata-rata membutuhkan waktu 55.33±19.09 hari. Hasil uji kerentanan kutu busuk terhadap insektisida menunjukkan bahwa kutu busuk yang ada di wilayah Kampus IPB Dramaga telah resisten terhadap ketiga jenis insektisida, terutama propoksur.
21 Hasil wawancara mengenai persentase pengetahuan, sikap dan praktik (PSP) masyarakat menunjukkan bahwa keberadaan kutu busuk masih dikenali baik dari mahasiswa, pelajar maupun ibu rumah tangga. Masyarakat memiliki sikap dan praktik yang baik dalam mengendalikan infestasi kutu busuk di lingkungan tempat mereka tinggal.
Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sebaran infestasi kutu busuk secara luas khususnya di kawasan yang bersifat komunal di daerah lain. Selain itu perlu mencari alternatif penggunaan jenis insektisida lain untuk mengendalikan infestasi kutu busuk.
DAFTAR PUSTAKA
Abbot WS. 1925. A method of computing the effectiveness of an insecticide. J Econ Entomol 18:265-267. Ahmad I. 2014. Fakta tentang kutu busuk (bedbugs) Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) dan cara pengendaliannya. Institut Teknologi Bandung (ID): Bandung. Anonim. 2008. Pariwisata Bali perlu waspada disinyalir dua hotel besar dimasuki kutu busuk. Bali Post. Kolom Ekonomi 129:61 (16-029). [BMKG]. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor. Data Iklim Bulanan (November 2014 – Februari 2015). Benoit JB Lopez-Martinez G, Teets NM, Phillips SA, Denlinger DL. 2009. Responses of the bed bug Cimex lectularius to temperature extremes and dehydration: levels of tolerance, rapid cold hardening and expression of heat shock proteins. Med Vet Entomol 23:418-425. Boase CJ. 2006. Insecticide susceptibility status of UK bed bugs (Cimex lectularius) interim results. Pest Ventures Seminar 11-12 April, Kegworth, Nottingham. [CISR]. Center of Invasive Spesies Research. 2011. Bed bugs, Cimex lectularius, Cimex hemipterus, and Leptocimex boueti (Heteroptera: Cimicidae). University of California, Riverside. Criado PR, Junior WB, Criado RFJ, Silva RV, Vasconcellos C. 2011. Bedbugs (Cimicidae infestation): the worldwide renaissance of an old partner of human kind. Braz J Infect Dis 15(1):74-80. Doggett SL, Geary MJ, Russell RC. 2004. The resurgence of bed bugs in Australia with notes on their ecology and control. Environ Health 4(2):30-38. Emmanuel OI, Cyprian A, Agbo OE. 2014. A survey of bedbug (Cimex lectularius) infestation in some home and hostel in Gboko Benue State Nigeria. Psyche Vol 2014.doi:10.1155/2014/762704. Fuentes MV, Elipe SS, Duran SS, Puchades MTG. 2010. Bedbug infestations acquired whilst travelling in the European Union. Rev Ibero-Latinoam Parasitol 69(2):204-209.
22 Gbakima AA, Terry BC, Kanja F, Kortequee S, Dukuley I, Sahr F. 2002. High prevalence of bedbugs Cimex hemipterus and Cimex lectularius in camps for internally displaced persons in Freetown, Sierra Leone: a pilot humanitarian investigation. West Afr J Med 21(4):268-271. Giorda F, Guardone L, Mancini M, Accorsi A, Macchioni F, Mignone W. 2013. Cases of bed bug (Cimex lectularius) infestations in Northwest Italy. Vet Italiana 49(4):335-340.doi :10.12834/Vetlt.1306.03. Hadi UK, Rusli VT. 2006. Infestasi caplak anjing Riphicephalus sanguineus (Parasitiformes: Ixodidae) di daerah kota Bogor. J Med Vet Indonesia 10(2): 55-60. Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit Pengenalan, Identifikasi dan Pengendalian. Institut Pertanian Bogor (ID) : IPB Pr. Harlan HJ, Faulde MK, Baumann GJ. 2008. Bedbugs. Di dalam : Xavier Bonnefoy, Helge Kampen dan Kevin Swwney editor. Public Health Significance of Urban Pest. Denmark DK-2100 Copenhagen: World Health Organization Regional Office for Europe. p 132. How YF, Lee CY. 2010. Fecundity, nymphal development and longevity of field collected tropical bedbugs Cimex hemipterus. Med Vet Entomol 24:108116.doi:10.1111/j.1365. 2010.00852.x. How YF, Lee CY. 2010. Effects of temperature and humidity on the survival and water loss of Cimex hemipterus (Hemiptera:Cimicidae). J Med Entomol 47(6):987-995.doi:10.1603/ME10018. Karunaratne SHPP, Damayanthi BT, Fareena MHJ, Imbuldeniya V, Hemingway J. 2006. Insecticide resistance in the tropical bedbug Cimex hemipterus. Pestic Biochem Physiol 88:102-107.doi:10.1016/j.pestbp.2006.09.006. Khan HR, Rahman MDM. 2012. Morphology and biology of the bedbug Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) in the laboratory. Dhaka Univ J Biol Sci. 21(2):125-130. Kilpinen O, Jensen KV, Kristensen M. 2008. Bed bug problems in Denmark with a European perspective. p 395-399. Proceedings 6th International Conference on Urban Pest 13-16 July Budapest. Hungary: OOK-Press. Krueger L. 2000. Don’t get bitten by the resurgence of bed bugs. Pest Control 68:58-64. Lee IY, Ree H, An SJ, Linton JA, Yong TS. 2008. Reemergence of the bedbug Cimex lectularius in Seoul Korea. Kor J Parasitol 46(4):269271.doi:10.3347/kjp.2008.46.4.269. Maseti M, Bruschi F. 2007. Bed bug infestations recorded in Central Italy. Parasitol Int 56:81-83. May M. 2007. Bedbugs bounce back in all 50 states. San Fransisco Chronicle A1A8. Mumcuoglu KY. 2008. A case of imported bedbug (Cimex lectularius) infestation in Israel. IMAJ 10:388-389. Myamba J, Maxwell CA, Asidi A, Curtis CF. 2002. Pyrethroid resistance in tropical bed bugs Cimex hemipterus associated with use of treated bednets. Med Vet Entomol 16:448-451. Myles T, Brown B, Bedard B, Bhooi R, Bruyere K, Chua AL, Macsai M, Menezes R, Salwan A, Takahashi M. 2003. Bed bugs in Toronto. Centre for Urban and Community Studies. Res Bull 19: 1-4. ISSN 0-7727-1429-0. Notoatmodjo S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
23 [OEHHA]. The Office of Enviromental Health Hazard Assesment’s Reproductive Cancer Hazard Assesment Section. 2013. Evidence on the Developmental and Reproductive Toxicity of Deltamethrin. p 9. Omori N. 1941. Comparative studies on the ecology and physiology of common and tropical bed bugs, with special reference to the reactions to temperature and moisture. J Med Assoc Taiwan 60:555-729. Pinto LJ, Cooper R, Kraft SK. 2007. Bed Bug Handbook : The complete guide to bed bugs and their control. Mechanicsville Maryland (MD) : Pinto and Associates Inc. Pratt HD, Stojanovich CJ. 1967. Bugs: pictorial key to some species that may bite man. In Pictorial Keys to Arthropods, Reptiles, Birds and Mammals of Public Health Significance. US Department of Health Education And Welfare Atlanta GA. p 94. Potter MF. 2005. A bed bug state of mind: emerging issues in bed bug management. Pest Control Technol 33:82-97. Potter MF. 2008. The history of bed bug management. Bed bug supplement : Lessons from the past. Pest Control Technol 36:12. Romero A, Potter MF, Potter DA, Haynes KF. 2007. Insecticide resistance in the bed bug: A factor in the pest’s sudden resurgence?. J Med Entomol 44(2):175178. Suwannayod S, Chanbang Y, Buranapanichpan. 2010. The life cycle and effectiveness of insecticides against the bed bugs of Thailand. Southeast Asian J Trop Med Public Health 41(3):548-554. Tawatsin A, Thavara U, Chompoosri J, Phusup Y, Jonjang N, Khumsawads C, Bhakdeenuan P, Sawanpanyalert P, Asavadachanukorn P, Mullas MIRS, Siriyasatien P, Debboun M. 2011. Insecticide resistance in bedbugs in Thailand and laboratory evaluation of insecticides for the control of Cimex hemipterus and Cimex lectularius (Hemiptera:Cimicidae). J Med Entomol 48(5):1023-1030.doi:10.1603/MEI1003. Terminix. 2011. How New York become Americas most bedbug infested city: problem has played hotels, subways, retail and even NYPD police cars. Usinger RL. 1966. Monograph of Cimicidae (Hemiptera-Heteroptera). Thomas Say Foundation Volume VII. Entomological Society of America. College Park Maryland. USA. Wang C, Wen X. 2011. Bed bug infestations and control practices in China: implications for fighting the global bed bug resurgence. J Insect 2:839.doi:10.3390/ insects2020083. ISSN 2075-4450. Wirawan IA. 2006. Insektisida Permukiman. Di dalam : Singgih Harsoyo Sigit dan Upik Kesumawati Hadi editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. hlm 319. [WHO]. World Health Organization. 1976. Report WHO Expert Committee on resistance of vectors and reservoirs of disease to pesticides . Wld Hlth Org techn Rep Ser 585. [WHO]. World Health Organization. 1982. Bed bugs. (unpublished document WHO/VBC/82.857). p 1-9.
24 [WHO]. World Health Organization. 1981. Instructions for determining the susceptibility or resistance of adult bed bugs to insecticides. (WHO/VBC/81.809). [WHO]. World Health Organization. 2005. Propoxur 2-isoprpoxyphenyl methylcarbamate. WHO Specification and Evaluations For Public Health Pesticides. Geneva (CH): WHO press. [WHO]. World Health Organization. 2006. Pesticides and their application. For the control of vector and pests of public health importance. WHO Pesticides Evaluation Scheme (WHOPES). Geneva (CH): WHO press. P 9-36. [WHO]. World Health Organization. 2013. Malathion S-1,2-bis (ethoxycarbonyl) ethyl O,O-dimethyl phosphorodithioate. WHO Specifications and Evaluation for Public Health Pesticides. Geneva (CH): WHO press. P 6-11. [WHO]. World Health Organization. 2013. Test Prosedures for Insecticide Resistance Monitoring in Malaria Vector Mosquitoes. Geneva (CH): WHO Press.
25
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kertas berinsektisida (impregnated paper)
A
B
C
Keterangan : (A) Malation 5% (B) Deltametrin 0.05% (C) Propoksur 0.1%. Lampiran 2 WHO bed bugs test kit
D Keterangan : (D) Alat-alat pengujian kerentanan kutu busuk.
26 Lampiran 3 Kandang pemeliharaan C. hemipterus
A
Keterangan : (A) Wadah plastik sebagai tempat pemeliharaan kutu busuk.
Lampiran 4 Alat pengujian kerentanan kutu busuk terhadap insektisida
B Keterangan : (B) Tabung gelas berisi kutu busuk yang akan diuji diletakkan tegak pada rak penyangga.
27 Lampiran 5 Inspeksi kutu busuk di Kompleks Perumahan
A
B
Keterangan : (A) & (B) Pemeriksaan kutu busuk di tempat tidur dan kasur.
Lampiran 6 Inspeksi kutu busuk di Padat Penduduk
C
D
E
F
Keterangan : (A) Pemeriksaan kutu busuk di kasur, (B) Tumpukan bantal yang terinfestasi kutu busuk, (C) Bekas noda kehitaman ditemukan pada bantal, (D) Kutu busuk yang ditemukan dimasukkan ke dalam botol plastik.
28 Lampiran 7 Inspeksi kutu busuk di Asrama
A
B
C
D
E
F
G
H
29 Keterangan : (A) Kondisi kamar di asrama, (B), (C) Pemeriksaan kutu busuk di asrama, (D) Kutu busuk ditemukan di tempat tidur, (E) Kutu busuk ditemukan di kasur, (F) Kutu busuk ditemukan pada alas tidur, (G) Pemeriksaan kutu busuk pada bantal, (H) Telur yang sudah menetas ditemukan menempel di tempat tidur.
Lampiran 8 Inspeksi kutu busuk di Indekos
A
B
Keterangan : (A) Kasur dan bantal tidak terpakai ditemukan di Indekos, (B) Kutu busuk ditemukan di celah/lipatan kasur.
30 Lampiran 9 Kuisioner kutu busuk di asrama dan perumahan
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BAGIAN PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN JL. AGATIS KAMPUS IPB DARMAGA, TELP/FAKS.(0251) 8421784 BOGOR 16680 E-mail ;
[email protected]
]
KUISIONER INSPEKSI KUTU BUSUK DI ASRAMA DAN RUMAH TAHUN 2015
Hari/Tanggal/Jam Nama Responden Jenis kelamin Usia Pendidikan terakhir Pekerjaan Alamat Asal Alamat sekarang No telepon
:................................../....................................../..................... :............................................................................................... :P/L : .............................................................................................. : .............................................................................................. : .............................................................................................. : .............................................................................................. : .............................................................................................. :...............................................................................................
Pengetahuan No Pertanyaan 1 2
3
Apakah anda mengetahui tentang kutu busuk ? Apakah pernah ditemukan kutu busuk di tempat tinggal anda ? Jika jawaban YA : Di mana pernah menemukan kutu busuk Apakah anda pernah merasakan gigitan/gangguan kutu busuk ? Jika jawaban YA : Di bagian mana yang pernah digigit kutu busuk ?
Sejak kapan anda merasakan adanya gangguan kutu busuk?
4
Dapatkan anda membedakan
Jawaban a
Ya
b
Tidak
a
Ya
b
Tidak
a b c d a
Tempat Tidur Kursi/meja belajar Rak buku Lemari pakaian Ya b
Tidak
a b c d e a b c d a
Lengan Punggung Paha Kaki Lainnya, sebutkan ........ < 1 bulan Tiga bulan >3 bulan Lainnya, sebutkan ......... Ya b Tidak
31 gigitan akibat kutu busuk atau dari gigitan serangga lainnya (misalnya semut, nyamuk, dll) Jika jawaban YA : Efek apa yang ditimbulkan dari gigitan kutu busuk 5
Menurut anda perlukah masalah kutu busuk ini segera diatasi?
Sikap No 1
a b c d a
Rasa gatal Kemerahan Anemia Lainnya, sebutkan ......... Ya b Tidak
a b
Mematikan kutu busuk Jemur kasur secara rutin/ganti kasur yang terinfestasi Pengendalian secara kimiawi (insektisida) Membiarkan saja Perlu sekali Perlu Tidak perlu Tidak perlu sama sekali Mengobati bekas gigitan (lotion, minyak) Pergi ke dokter karena anda alergi kutu busuk Mengaruk sampai lecet (luka sekunder) Membiarkan karena nanti bekasnya hilang sendiri Perlu sekali Perlu Tidak perlu Tidak perlu sekali Masalah serius Cukup menganggu Biasa saja Bukan masalah
Pertanyaan
Apa yang dilakukan ketika mengetahui ada infestasi kutu busuk di tempat tidur ?
2
Apa perlu pengendalian dengan insektisida
3
Apa yang dilakukan ketika mengetahui ada gigitan kutu busuk?
Jawaban
c d a b c d a b c d
4
Menurut anda apa perlu dilakukan penyuluhan tentang kutu busuk?
5
Menurut anda apakah keberadaan kutu busuk ini merupakan masalah?
Praktik No Pertanyaan 1
2
3
Menurut anda apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi infestasi kutu busuk? Berapa kali menjemur kasur selama tinggal ?
Apa perlu menjemur kasur/kursi
a b c d a b c d
Jawaban a b c d a b c d a b
Mengganti kasur yang terinfestasi Pengendalian secara kimiawi (insektisida) Memberikan penyuluhan kepada mahasiswa Membiarkan saja Setiap hari 1x seminggu >2x sebulan Tidak pernah Perlu sekali Perlu
32
4
5
c d Berapa kali mengganti seprai a kasur, sarung bantal dan guling b c d Apa yang dilakukan ketika a anda menemukan kutu busuk b c d
Tidak perlu Tidak perlu sama sekali 1x seminggu 2 minggu sekali 1x sebulan Tidak pernah mengganti Langsung membersihkan/mematikan sumber kutu busuk dan menyemprot dengan insektisida Mengganti seprai dan sarung bantal/guling Membuang kasur yang terinfestasi Tidak melakukan apa-apa
CATATAN:Surveyor mengajukan pertanyaan kepada Responden dengan ketentuan sbb: 1. Memberi tanda silang (X) pada jawaban yang paling tepat/mendekati jawaban responden 2. Secara langsung per orangan responden, sehingga jawaban yang diberikan bukan jawaban kelompok responden. 3. Pilihan jawaban tidak dibacakan kepada responden, biarkan responden memberikan jawaban sendiri.
33 Lampiran 10 Kuisioner inspeksi kutu busuk di wisma penginapan
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BAGIAN PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN JL. AGATIS KAMPUS IPB DARMAGA, TELP/FAKS.(0251) 8421784 BOGOR 16680 E-mail ;
[email protected]
KUISIONER INSPEKSI KUTU BUSUK DI WISMA PENGINAPAN TAHUN 2015
]
Hari/Tanggal/Jam Nama Responden Jenis kelamin Usia Pendidikan terakhir Jabatan No telepon
:................................../....................................../..................... :............................................................................................... :P/L : .............................................................................................. : .............................................................................................. : .............................................................................................. :...............................................................................................
Pengetahuan No Pertanyaan 1 2
Apakah anda mengetahui tentang kutu busuk ? Apakah wisma pernah mengalami infestasi kutu busuk ? Jika jawaban YA : Di bagian mana pernah ditemukan kutu busuk ?
Kapan terakhir kali wisma terinfestasi kutu busuk ?
3
4
Apakah anda berpikir kutu busuk terbawa oleh tamu yang datang ke wisma ? Jika jawaban YA : Jenis tamu yang lebih sering datang menginap ? Apakah pernah tamu mengeluh akan keberadaan kutu busuk ?
Jawaban a
Ya
b
Tidak
a
Ya
b
Tidak
a b c d e a b c d e a
Tempat Tidur Kursi/meja Rak buku Lemari pakaian Lainnya, sebutkan ........ < 1 bulan > 6 bulan 1 tahun > 1 tahun Lainnya, sebutkan ...... Ya b Tidak
a b c d a b
Pribadi (per-orangan) Rombongan (instansi/kelompok) Keluarga Lainnya, sebutkan ...... Ya Tidak
34 5
Apakah tamu pernah ada yang digigit kutu busuk ?
Sikap No
Apa yang dilakukan ketika mengetahui ada infestasi kutu busuk di wisma ?
2
Apa perlu pengendalian dengan insektisida di kamar wisma yang terinfestasi kutu busuk ? Apa yang dilakukan ketika mengetahui ada keluhan dari tamu jika mereka menemukan kutu busuk di kamar wisma? Menurut anda apa perlu dilakukan penyuluhan tentang kutu busuk terhadap para pekerja housekeeping di wisma ? Menurut anda apakah keberadaan kutu busuk di wisma penginapan merupakan masalah?
4
5
Praktik No Pertanyaan 1
Ya
Pertanyaan
1
3
a
Menurut anda apa yang sebaiknya dilakukan pihak wisma untuk mengatasi infestasi kutu busuk ?
2
Berapa kali pihak wisma menjemur kasur ?
3
Apa perlu menjemur /vacuum kasur/kursi yang ada di wisma ?
4
Apakah wisma perlu bekerjasama dengan pihak pest control ?
b
Tidak
Jawaban a b c d a b c d a b c d a b c d
Jemur kasur secara reguler Ganti kasur yang terinfestasi Pengendalian secara kimiawi (insektisida) Membiarkan saja Perlu sekali Perlu Tidak perlu Tidak perlu sama sekali Langsung mengecek kasur/tempat tidur Mencari tahu sumber lain kutu busuk Biasa saja Bukan masalah Perlu sekali Perlu Tidak perlu Tidak perlu sekali
a b c d
Masalah serius Cukup menganggu Biasa saja Bukan masalah
Jawaban a b c d a b c d a b c d a b c d
Mengganti kasur yang terinfestasi Pengendalian secara kimiawi (insektisida) Memberikan penyuluhan kepada manajemen Membiarkan saja Setiap hari 1x seminggu 2x sebulan Tidak pernah Perlu sekali Perlu Tidak perlu Tidak perlu sama sekali Perlu sekali Perlu Tidak perlu Tidak perlu sama sekali
35 5
Apa yang dilakukan ketika anda menemukan kutu busuk di wisma ?
a b c d
Langsung membersihkan sumber kutu busuk dan menyemprot dengan insektisida Mengganti seprai dan sarung bantal/guling Membuang kasur yang terinfestasi Tidak melakukan apa-apa
CATATAN:Surveyor mengajukan pertanyaan kepada Responden dengan ketentuan sbb: 1. Memberi tanda silang (X) pada jawaban yang paling tepat/mendekati jawaban responden 4. Secara langsung per orangan responden, sehingga jawaban yang diberikan bukan jawaban kelompok responden. 5. Pilihan jawaban tidak dibacakan kepada responden, biarkan responden memberikan jawaban sendiri.
36 Lampiran 11 Formulir inspeksi infestasi kutu busuk
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BAGIAN PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN JL. AGATIS KAMPUS IPB DARMAGA, TELP/FAKS.(0251) 8421784 BOGOR 16680 E-mail ;
[email protected]
]
FORMULIR INSPEKSI INFESTASI KUTU BUSUK
I. PELAKSANA 1
Hari/Tanggal/Jam
2
Nama Inspektor
3
Lokasi Inspeksi
II. DAFTAR PEMERIKSAAN No
Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tempat tidur 1 Tempat tidur 2 Tempat tidur 3 Tempat tidur 4 Meja belajar Meja rias Kursi belajar Kursi rias Lemari pakaian Rak buku Celah/retakan dinding Karpet/Tikar Tumpukan buku di…….. Tumpukan barang di…… Lain-lain …
12 13 14 15
0
Jumlah Kutu Busuk 1-5 5-10 >10
Catatan : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
Telur
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 04 September 1986, anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Mohamad Nursamsi dan Ibu Susanti Rahayu. Riwayat pendidikan dari SMA Negeri 1 Tangerang lulus tahun 2004. Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman lulus tahun 2009. Pada tahun 2009 sampai 2013 penulis bekerja di perusahaan garment sebagai staf marketing. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mayor Parasitologi dan Entomologi Kesehatan.