Udiarto, B.K. dan W. Setiawati: Suseptibilitas dan Kuantifikasi Resistensi 4 Strain Plutella ... J. Hort. 17(3):277-284, 2007
Suseptibilitas dan Kuantifikasi Resistensi 4 Strain Plutella xylostella L. terhadap beberapa Insektisida Udiarto, B.K. dan W. Setiawati
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung 49301 Naskah diterima tanggal 12 September 2006 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 4 Desember 2006 ABSTRAK. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium/Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran sejak bulan Desember 2005 sampai Maret 2006. Tujuan penelitian adalah mengetahui tingkat suseptibilitas dan resistensi hama P. xylostella strain Lembang, Pangalengan, Garut, dan Buleleng terhadap formulasi spinosad, fipronil, abamektin, deltametrin, profenofos, dan Bacillus thuringiensis pada tanaman kubis. Metode yang digunakan adalah IRAC no. 7 dengan cara pencelupan. Larva P. xylostella yang digunakan adalah instrar 2-3. Analisis data dilakukan menggunakan analisis probit. Hasil penelitian menunjukkan semua insektisida yang diuji memiliki efektivitas yang berbeda pada keempat strain P. xylostella yaitu, Lembang, Garut, Pangalengan, dan Buleleng. Insektisida spinosad mempunyai nilai LC50 terendah sedangkan insektisida profenofos dan deltametrin memiliki nilai LC50 yang paling tinggi. Plutella xylostella strain Pangalengan telah resisten terhadap insektisida fipronil, abamektin, dan B. thuringiensis. Plutella xylostella strain Garut telah resisten terhadap insektisida abamektin, dan P. xylostella strain Lembang, Pangalengan, dan Buleleng telah resisten terhadap insektisida fipronil. Untuk mengatasi masalah hama P. xylostella dan memperoleh strategi pengelolaan yang tepat serta untuk mencegah, menghambat, dan mengatasi masalah resistensi hama terhadap insektisida perlu dilakukan monitoring suseptibilitas secara rutin. Katakunci: Plutella xylostella; Resistensi; spinosad; fipronil; abamektin; deltametrin; profenofos; Bacillus thuringiensis; suseptibilitas; monitoring. ABSTRACT. Udiarto, B.K. and W. Setiawati. 2007. Susceptibility and Quantification of Resistancy in 4 Strains of Plutella xylostella L. to Insecticide. The susceptibility to spinosad, fipronil, abamectin, deltamethrin, profenofos, and Bacillus thuringiensis was assessed in the Laboratory/Screenhouse of Indonesian Vegetable Research Institute against field strains of diamondback moth, Plutella xylostella (L.) from Lembang, Pangalengan, Garut, and Buleleng cabbage growing areas from December 2005 to March 2006. The objectives of this study were to evaluate the susceptibility and resistancy of several field populations of P. xylostella to spinosad, fipronil, abamectin, deltamethrin, profenofos, and Bacillus thuringiensis. The test method employed was the IRAC No. 7 of leaf dip method with second-third instar larvae. The data was analyzed using probit analyzing program. Results indicated that there were differences in DBM susceptibility depending upon their origin. Field populations of P. xylostella from Lembang, Garut, Pangalengan, and Buleleng were still susceptible to spinosad. Field populations of P. xylostella from Lembang, Garut, Pangalengan, and Buleleng were least susceptible to profenofos and deltamethrin insecticides. Field population of P. xylostella from Pangalengan had already developed resistance to fipronil, abamectin, and B. thuringiensis. Field population of P. xylostella from Garut had already developed resistance to abamectin, and field population of P. xylostella from Lembang, Pangalengan, and Buleleng had already developed resistance to fipronil. The hypothesis that this population was resistant to various insecticide, because the collection were taken from the region of very intensive insecticide use and severe insect resistance problems. Therefore, routine monitoring of P. xylostella for baseline and changing levels of susceptibility to spinosad, fipronil, abamectin, deltamethrin, profenofos, and B. thuringiensis, and the implementation of insecticide resistance management strategy are urgently needed. Keywords: Plutella xylostella; Resistancy; Spinosad; Fipronil; Abamectin; Deltamethrin; Profenofos; Bacillus thuringiensis; Susceptibility; Monitoring.
Sejak tahun 1916 telah diketahui bahwa ulat daun kubis Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) merupakan hama utama pada tanaman kubis dataran tinggi di Pulau Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, dan banyak daerah lainnya di Indonesia (Vos 1953). Pada umumnya, populasi P. xylostella meningkat apabila populasi musuh alaminya (Diadegma semiclausum Hellen) rendah karena tertekan oleh insektisida yang tidak selektif. Berbagai cara pengendalian digunakan
untuk menekan populasi P. xylostella, akan tetapi sampai saat ini pengendalian yang umum dilakukan oleh petani kubis masih bertumpu pada penggunaan insektisida. Sampai dengan tahun 2004, tercatat sebanyak 112 jenis insektisida yang terdaftar dan dianjurkan untuk mengendalikan P. xylostella (Anonymous 2004). Penggunaan insektisida berbahan aktif sama yang dilakukan secara terus menerus dikhawatirkan dapat menimbulkan berbagai 277
J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007 masalah yang serius. Hal ini dikarenakan P. xylostella mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi resisten terhadap insektisida yang digunakan petani secara terus menerus. Kasus resistensi biasanya terjadi 2-3 tahun setelah insektisida dipasarkan dan digunakan oleh petani. Masalah resistensi suatu hama terhadap insektisida tertentu dapat terjadi apabila petani suatu daerah secara terus menerus menggunakan bahan aktif insektisida yang sama, akibatnya dosis dan frekuensi penggunaan semakin meningkat. Gejala resistensi P. xylostella terhadap insektisida tersebut sudah terjadi terhadap 46 formulasi insektisida dari golongan organofosfat, karbamat, piretroid, dan organoklorin (Sun 1992). Larva P. xylostella yang resisten terhadap bahan aktif insektisida deltametrin, tubuhnya berukuran lebih kecil dan mempunyai berat yang lebih ringan dibandingkan dengan larva rentan. Imago menghasilkan jumlah telur yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang masih rentan (Listyaningrum et al. 2003). Shelton et al. (1993) melaporkan bahwa pada 41 populasi terbukti P. xylostella telah resisten terhadap insektisida bahan aktif metomil, permetrin, dan metamidofos. Penggunaan insektisida deltametrin secara intensif menyebabkan terjadi resistensi P. xylostella terhadap insektisida tersebut (Goudgnon et al. 2000). Plutella xylostella diketahui telah resisten terhadap insektisida B. thuringiensis di Filipina (Kirsch dan Schmutterer 1988), Hawaii (Tabashnik et al. 1990), Amerika Utara (Shelton et al. 1991), Malaysia (Syed 1992), Jepang (Adachi dan Kiyoto 1992), Indonesia (Setiawati 1996), dan Amerika Tengah (Perez dan Shelton 1997). Untuk menghindari terjadinya resistensi hama terhadap insektisida, salah satunya adalah dengan melakukan monitoring suseptibilitas LC50 secara rutin. Tujuan penelitian dapat digunakan mengetahui tingkat suseptibilitas dan resistensi hama P. xylostella strain Lembang, Pangalengan, Garut, dan Buleleng terhadap formulasi spinosad, fipronil, abamektin, deltametrin, profenofos, dan B. thuringiensis pada tanaman kubis. Hasil penelitian berguna untuk menyusun data dasar dan strategi pengelolaan resistensi insektisida (insecticide resistance management) 278
untuk mengatasi masalah hama P. xylostella serta memperoleh strategi pengelolaan yang tepat serta untuk mencegah, menghambat, dan mengatasi masalah resistensi hama terhadap insektisida. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Hama, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang (1.250 m dpl) sejak bulan Desember 2005 sampai Maret 2006, pada temperatur antara 18- 270C dan kelembaban udara antara 61-90%. Plutella xylostella yang digunakan dalam percobaan ini adalah larva instar 2-3 hasil perbanyakan skala laboratorium dari serangga yang berasal dari Lembang, Pangalengan, Garut (Jawa Barat), dan Buleleng (Bali). Insektisida yang diuji adalah insektisida yang banyak digunakan oleh petani di lokasi pengambilan seperti Tracer* 120 SC (spinosad), Regent 50 SC (fipronil), Agrimec 18 EC (abamektin), Decis 2.5 EC (deltametrin), Curacron 500 EC (profenofos), dan Xentari WDG (B. thuringiensis subspesies aizawai). Pengujian dilakukan menggunakan metode pencelupan menurut IRAC No. 7 (Anonymous 1990). Langkah kerja pengujian adalah sebagai berikut. 1. Semua insektisida yang diuji dilarutkan dalam akuades ditambah dengan perekat perata Agristik (konsentrasi 0,5 ml/l). Konsentrasi formulasi insektisida yang digunakan dari masing-masing insektisida yang diuji adalah konsentrasi hasil uji pendahuluan. Konsentrasi yang digunakan untuk insektisida spinosad dan abamektin (4.000 ppm, 2.000 ppm, 1.000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, dan kontrol), konsentrasi untuk insektisida fipronil, deltamertrin, profenofos, dan B. thuringiensis (10.000 ppm, 5.000 ppm, 2500 ppm, 1.250 ppm, 625 ppm, dan kontrol). 2. Potongan daun kubis (5x5 cm) dicelupkan ke dalam larutan insektisida (butir 1) selama kirakira 10 detik, kemudian dibiarkan kering udara. 3. Pada tiap potongan daun kubis yang telah ditempatkan dalam cawan petri, diletakkan 10 ekor larva P. xylostella instar 2-3, potongan
Udiarto, B.K. dan W. Setiawati: Suseptibilitas dan Kuantifikasi Resistensi 4 Strain Plutella ... daun kubis diberi alas kertas saring yang lembut dan setelah perlakuan, cawan petri ditutup kembali. Tiap perlakuan diulang 4 kali (40 larva P. xylostella/perlakuan) 4. Jumlah larva P. xylostella yang mati dihitung pada 72 jam setelah perlakuan. Untuk mengetahui nilai LC50 dari beberapa insektisida yang diuji terhadap larva P. xylostella, data mortalitas larva, dan hubungannya dengan konsentrasi formulasi insektisida yang diuji dianalisis dengan analisis probit menurut Finney (1971 dalam Busvine 1971). Data mortalitas larva P. xylostella dikoreksi menggunakan rumus Abbott (dalam Busvine 1971): Pt =
Po - Pc x 100% 100 – Pc
Di mana : Pt = persentase banyaknya serangga yang mati setelah dikoreksi Po = persentase banyaknya serangga yang mati karena perlakuan insektisida Pc = persentase banyaknya serangga yang mati pada kontrol (mortalitas alami). Data mortalitas larva P. xylostella setelah dikoreksi dengan rumus Abbott (dalam Busvine 1971) digunakan untuk analisis probit guna menetapkan nilai LC50 tiap jenis insektisida yang diuji. Interpretasi data tingkat resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang diuji diperoleh dengan membandingkan nilai LC50 insektisida yang diuji dengan nilai LC50 terhadap strain larva P. xylostella yang masih rentan. Karena tidak ada data dasar LC50 insektisida terhadap strain larva P. xylostella rentan, maka nilai LC50 terendah dari insektisida yang diuji dianggap sebagai pembanding rentan. Apabila LC50 bernilai > 4 kali pembanding, maka dinyatakan bahwa serangga yang diuji telah resisten terhadap insektisida tersebut (Witeringham 1969 dalam Soejitno et al. 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan LC50 beberapa insektisida terhadap P. xylostella strain Lembang, Garut, Pangalengan, dan Buleleng disajikan pada Tabel
1-4. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa P. xylostella untuk masing-masing strain yang diuji memiliki suseptibilitas yang berbeda. Nilai LC 50 insektisida spinosad masingmasing sebesar 37,896, 24,590, 73,903, dan 48,116 ppm untuk strain Pangalengan, Lembang, Garut, dan Buleleng. Hal ini menunjukkan, bahwa P. xylostella masih rentan terhadap insektisida spinosad. Efektivitas tertinggi terdapat pada P. xylostella strain Lembang dan terendah terdapat pada P. xylostella strain Pangalengan. Nilai LC 50 insektisida fipronil masingmasing sebesar 237,924, 449,377, 73,903, dan 30,780 ppm untuk strain Pangalengan, Lembang, Garut, dan Buleleng. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa P. xylostella strain Buleleng masih rentan terhadap insektisida fipronil. Nilai LC50 insektisida abamektin masing-masing sebesar 99,580, 85,734, 334,434, dan 5,684 ppm untuk strain Pangalengan, Lembang, Garut, dan Buleleng. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa P. xylostella strain Buleleng masih rentan terhadap insektisida abamektin. Nilai LC50 insektisida deltametrin masingmasing sebesar 1.813,620, 6.435,406, 2.815,957, dan 3.083,999 ppm untuk strain Pangalengan, Lembang, Garut, dan Buleleng. Nilai LC50 insektisida profenofos masing- masing sebesar 2.985,006, 10.440,661, 7.165,124, dan 3.233,416 ppm untuk strain Pangalengan, Lembang, Garut, dan Buleleng. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa nilai LC 50 P. xylostella dari keempat strain yang diuji mempunyai nilai LC50 yang paling tinggi adalah insektisida deltametrin dan profenofos. Nilai LC 50 insektisida B. thuringiensis masing-masing 6.672,429, 652,092, 855,988, dan 851,488 ppm untuk strain Pangalengan, Lembang, Garut, dan Buleleng. Dari data tersebut dapat dilihat terjadi penurunan nilai LC50 untuk insektisida B. thuringiensis. Nilai kemiringan garis regresi probit (slope) insektisida yang diuji terhadap imago P. xylostella dapat dilihat pada Tabel 1-4. Nilai kemiringan garis regresi tersebut memberikan arti bahwa dengan peningkatan konsentrasi sebesar per satuan unit insektisida akan menyebabkan kematian larva P. xylostella dari yang tertinggi, yaitu B. thuringiensis sampai yang terendah adalah abamektin. 279
J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007 Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa P. xylostella strain Buleleng relatif lebih rentan dibandingkan dengan P. xylostella strain Pangalengan, Lembang, maupun Garut. Nilai LC 50 insektisida deltametrin dan profenofos lebih tinggi dibandingkan dengan insektisida lainnya pada berbagai strain P. xylostella yang diuji. Efektivitas insektisida yang diuji dipengaruhi oleh strain P. xylostella yang digunakan. Insektisida spinosad, fipronil, dan abamektin mempunyai efektivitas yang relatif sama dibandingkan dengan insektisida
B. thuringiensis, deltametrin, dan profenofos. Efektivitas insektisida deltametrin dan profenofos tampaknya mulai menurun di daerah Lembang, Garut, Pangalengan, dan Buleleng. Bettini et al. (1970) menyatakan bahwa resistensi serangga terhadap hama dikenal dengan 2 istilah, yaitu resistensi fisiologi dan resistensi perilaku. Resistensi fisiologi adalah resistensi serangga terhadap insektisida karena adanya kontak fisik yang terjadi berulangulang antara serangga dan insektisida. Adapun resistensi perilaku adalah resistensi serangga
Tabel 1. Toksisitas beberapa insektisida terhadap hama P. xylostella L. strain Lembang pada 72 jam setelah perlakuan (Toxicity of various insecticides to P. xylostella Lembang strain at 72 hours after treatment), Lembang 2005/2006 Insektisida (Insecticides) Spinosad Fipronil Abamektin Deltametrin Profenofos B. thuringiensis
LC50 (ppm) 24,590 449,377 85,734 6.435,406 10.440,661 652,092
Kemiringan (Slope) (b) 0,807 ± 0,301 1,966 ± 0,403 0,745 ± 0,243 1,930 ± 0,293 1,633 ± 0,300 2,354 ± 0,412
Fiducial limit (ppm) 1,887 270,850 12,526 2.922,471 6.542,387 471,765
– 320,480 – 745,575 – 586,821 – 14.171,037 – 16.661,717 – 901,348
Tabel 2. Toksisitas beberapa insektisida terhadap hama P. xylostella L. strain Garut pada 72 jam setelah perlakuan (Toxicity of various insecticides to P. xylostella Garut strain at 72 hours after treatment), Lembang 2005/2006 Insektisida (Insecticides) Spinosad Fipronil Abamektin Deltametrin Profenofos B. thuringiensis
LC50 (ppm) 73,903 30,780 334,434 2.815,957 7.165,124 855,988
Kemiringan (Slope) (b) 1,263 ± 0,347 0,896 ± 0,395 0,901 ± 0,226 2,872 ± 0,329 1,956 ± 0,305 3,231 ± 0,506
Fiducial limit (ppm) 21,933 0,953 170,679 2.361,621 3.814,825 700,463
– 249,016 – 994,328 – 655,303 – 3.357,701 – 13.457,761 – 1.046,044
Tabel 3. Toksisitas beberapa insektisida terhadap hama P. xylostella L. strain Pangalengan pada 72 jam setelah perlakuan (Toxicity of various insecticides to P. xylostella Pangalengan strain at 72 hours after treatment), Lembang 2005/2006 Insektisida (Insecticides) Spinosad Fipronil Abamektin Deltametrin Profenofos B. thuringiensis
280
LC50 (ppm) 37,896 237,924 99,580 1.813,620 2.985,006 6.672,429
Kemiringan (Slope) (b) 1,509 ± 0,625 1,710 ± 0,465 1,904 ± 0,541 1,284 ± 0,230 1,242 ± 0,227 1,445 ± 0,253
Fiducial limit (ppm) 4,812 93,140 40,641 618,432 1.518,293 3.003,036
– 298,475 – 607,770 – 243,992 – 5.318,640 – 5.868,605 – 14.825,435
Udiarto, B.K. dan W. Setiawati: Suseptibilitas dan Kuantifikasi Resistensi 4 Strain Plutella ... Tabel 4. Toksisitas beberapa insektisida terhadap hama P. xylostella L. strain Buleleng pada 72 jam setelah perlakuan (Toxicity of various insecticides to P. xylostella Buleleng strain at 72 hours after treatment), Lembang 2005/2006 Insektisida (Insecticides) Spinosad Fipronil Abamektin Deltametrin Profenofos B. thuringiensis
Kemiringan (Slope) (b) 1,320 ± 0,432 1,384 ± 0,315 0,747 ± 0,378 1,402 ± 0,233 2,571 ± 0,306 2,518 ± 0,387
LC50 (ppm) 48,116 331,704 5,684 3.083,999 3.233,416 851,488
Lembang
Fiducial limit (ppm) 9,533 150,795 0,046 2.264,570 2.671,618 661,866
– 242,862 – 729,652 – 701,529 – 4.199,937 – 3.913,351 – 1.095,435
Buleleng
Gambar 1. Perbandingan toksisitas beberapa insektisida yang diuji terhadap P. xylostella strain Pangalengan, Lembang, Garut, dan Buleleng (Toxicity of various insecticides to different P. xylostella strains), Lembang 2005/2006 terhadap insektisida yang disebabkan oleh faktor perilaku atau adanya perilaku seranggga yang menyebabkan terjadinya penurunan kemungkinan kontak fisik langsung antara serangga dengan insektisida. Winteringham (1969 dalam Soejitno et al. 1993) menyatakan bahwa populasi serangga dianggap resisten apabila tingkat resistensinya lebih dari 4 kali dibandingkan dengan populasi yang masih rentan. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang diuji. Tingkat resistensi sangat dipengaruhi oleh strain asal dan keintensifan penggunaan insektisida oleh petani. Resistensi P. xylostella terhadap spinosad Plutella xylostella strain Pangalengan, Lembang, Garut, dan Buleleng belum menunjukkan gejala resistensi terhadap insektisida spinosad. Nisbah resistensi hanya berkisar antara 1,00-3,01
kali. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Arora yaitu bahwa P. xylostella tidak menunjukkan gejala resistensi terhadap spinosad setelah dilakukan uji toksisitas dari generasi pertama sampai dengan generasi ketujuh. Resistensi P. xylostella terhadap fipronil Hasil perhitungan nisbah resistensi P. xylostella terhadap insektisida fipronil disajikan pada Tabel 5. Bila dibandingkan dengan strain Garut, P. xylostella strain Lembang, Pangalengan, dan Buleleng telah resisten terhadap insektisida fipronil dengan nisbah resistensi masing-masing sebesar 14,60, 7,73, dan 10,78 kali. Resistensi P. xylostella terhadap abamektin Hasil pemantauan yang dilakukan di lokasi pengambilan serangga, menunjukkan bahwa petani kubis telah menggunakan abamektin secara intensif. Tekanan seleksi yang tinggi mengakibatkan P. xylostella strain Lembang, 281
J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007 Garut, dan Pangalengan berkembang menjadi resisten terhadap abamektin dengan nisbah resistensi berturut-turut sebesar 15,08, 58,84, dan 17,52 kali. Resistensi P. xylostella terhadap deltametrin Insektisida deltrametrin (Decis 2.5 EC) sudah digunakan oleh petani kubis sejak tahun 1970 secara intensif. Kasus resistensi P. xylostella terhadap insektisida deltametrin telah banyak dilaporkan. Di India, Saxena et al. (1989) dan Chawla dan Joia (1991) melaporkan bahwa P. xylostella telah resisten terhadap deltametrin dengan nisbah resistensi sebesar 115 kali, Sastrosiswojo et al. (1989) melaporkan bahwa P. xylostella telah resisten terhadap deltametrin dengan nisbah resistensi 267 kali, Moekasan et al. (2004) melaporkan, bahwa pada tahun 2001, P. xylostella strain Lembang telah resisten
terhadap deltametrin dengan nisbah resistensi sebesar 16,9 kali. Di Jawa Tengah, pada tahun 2003 P. xylostella telah diketahui resisten terhadap deltametrin dengan nisbah resistensi 51 kali (Listyaningrum et al. 2003). Pada penelitian ini, P. xylostella dari beberapa strain yang diuji tidak menunjukkan gejala resistensi terhadap deltametrin. Namun demikian, bila dibandingkan dengan nilai LC50 insektisida lainnya, nilai LC50 insektisida deltametrin masih relatif tinggi. Resistensi P. xylostella terhadap profenofos Dari Tabel 5 dapat dilihat, bahwa semua populasi lapangan P. xylostella yang berasal dari Lembang, Garut, Pangalengan, dan Buleleng belum menunjukkan gejala resisten terhadap insektisida Profenofos, meskipun nilai LC50 nya relatif tinggi dibandingkan dengan insektisida lainnya. Nilai LC50 semua strain yang diuji berkisar an-
Tabel 5. Toksisitas dan nisbah resistensi beberapa jenis insektisida terhadap larva P. xylostella pada 72 jam setelah perlakuan (Toxicity and resistance ratio of various insecticides to different P. xylostella strains at 72 hours after treatment) Lembang, 2005/2006 Insektisida (Insecticides) Spinosad (Tracer* 120 SC)
Fipronil (Regent 50 EC)
Abamektin (Agrimec 18 EC)
Deltametrin (Decis 2.5 EC)
Profenofos (Curacron 500 EC)
B. thuringiensis var. Aziawa (Xentari WDG)
Strain P. xylostella
LC50 (ppm)
NR (RR)*
Lembang, Jawa Barat Garut, Jawa Barat Pangalengan, Jawa Barat Buleleng, Bali Lembang, Jawa Barat Garut, Jawa Barat Pangalengan, Jawa Barat Buleleng, Bali Lembang, Jawa Barat Garut, Jawa Barat Pangalengan, Jawa Barat Buleleng, Bali Lembang, Jawa Barat Garut, Jawa Barat Pangalengan, Jawa Barat Buleleng, Bali
24,590 73,903 37,896 48,116 449,377 30,780 237,924 331,704 85,734 334,434 99,580 5,684 6.435,406 2.815,957 1.813,620 3.083,999
1,00 3,01 1,54 1,96 14,60 1,00 7,73 10.78 15,08 58,84 17,52 1,00 3,54 1,55 1,00 1,70
Lembang, Jawa Barat Garut, Jawa Barat Pangalengan, Jawa Barat Buleleng, Bali Lembang, Jawa Barat Garut, Jawa Barat Pangalengan, Jawa Barat Buleleng, Bali
10.440,661 7.165,124 2.985,006 3.233,416 652,092 855,988 6.672,429 851,488
3,50 2,40 1,00 1,08 1,00 1,31 10,23 1,31
* NR (RR) = Nisbah resistensi (Resistance ratio), yaitu nilai LC50 strain P. xylostella yang diduga resisten dibagi nilai LC50 strain yang rentan (Resistance ratio, namely LC50 of resistant strain devided by LC50 value of susceptible strain (the lowest LC50 value))
282
Udiarto, B.K. dan W. Setiawati: Suseptibilitas dan Kuantifikasi Resistensi 4 Strain Plutella ... tara 2.985,006 sampai 10.440,661 ppm. Terjadi penurunan nisbah resistensi bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Uhan dan Sulastrini (1993) dan Moekasan et al. (2004).
telah banyak dibuktikan sebagai cara yang paling tepat untuk menunda atau menghindari evolusi strain-strain yang resisten.
Hal ini kemungkinan disebabkan penggunaan insektisida profenofos sudah sangat tinggi di daerah Lembang, Garut, Pangalengan, dan Buleleng, sehingga semua strain yang diuji sudah tidak ada lagi yang masih rentan. Hasil pemantauan pada tahun 2001 menunjukkan, bahwa P. xylostella strain Lembang sudah sangat resisten terhadap profenofos.
KESIMPULAN
Resistensi P. xylostella terhadap B. thuringiensis Pada tahun 1996, Setiawati (1996) melaporkan bahwa P. xylostella strain Lembang dan Pangalengan telah berkembang menjadi resisten terhadap beberapa formulasi B. thuringiensis Berl. Subsp/var. kurstaki (dipel WP, thuricide HP, bactospeine WP, dan delfin WDG) dan B. thuringiensis subsp/var. aizawai (turex WP dan florbac FC), selanjutnya Moekasan et al. (2004) melaporkan P. xylostella strain Lembang, Pangalengan, dan Berastagi telah berkembang resisten terhadap B. thuringiensis subsp/var. kurstaki strain HD-7. Suharto et al. (2003) menyatakan bahwa insektisida B. thuringiensis var. aizawai telah resisten dengan nisbah resistensi sebesar 9,11 kali. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa status P. xylostella strain Pangalengan belum berubah, yaitu masih tetap resisten terhadap insektisida B. thuringiensis. Untuk mengatasi masalah resistensi hama terhadap insektisida, ada beberapa strategi pengelolaan resistensi insektisida yang dapat dianjurkan (Sun et al. 1986), yaitu (1) rotasi penggunaan insektisida, (2) menghandari penanaman kubis secara terus menerus, (3) penggunaan insektisida berdasarkan ambang pengendalian, (4) penggunaan insektisida dengan dosis yang tepat, (5) jangan mencampur insektisida, (6) penggunaan sinergist seperti PB (piperonyl butoxide), TPP (triphenyl phosphate), TBPT (S,S,S-tributyl phosphorotrithionate), dan TDP (tridiphane), dan (7) konservasi genotip hama yang rentan. Satu hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah pengurangan tekanan seleksi insektisida
1. Semua insektisida yang diuji memiliki efektivitas yang berbeda pada keempat strain P. xylostella yaitu, Lembang, Garut, Pangalengan, dan Buleleng. 2. Insektisida spinosad merupakan insektisida yang mempunyai nilai LC50 terendah dibandingkan dengan insektisida lainnya yang diuji. 3. Insektisida profenofos dan deltametrin memiliki nilai LC50 yang paling tinggi dibandingkan dengan insektisida lainnya pada keempat strain P. xylostella yang diuji. 4. Plutella xylostella strain Pangalengan resisten terhadap insektisida fipronil, abamektin, dan B. thuringiensis. 5. Plutella xylostella strain Garut telah resisten terhadap insektisida abamektin. 6. Plutella xylostella strain Lembang dan Buleleng telah resisten terhadap insektisida fipronil. PUSTAKA 1. Adachi, T., and F. Kiyoto. 1992. Changes in Insecticide Susceptibility of the Diamondback Moth in Hyogo, Japan. Japan Agric. Res. Q. 26:144-151. 2. Anonymous. 1990. Proposed Insecticide/Acaricide Susceptibility Test. International Resistance Action Committee Method No. 7. Bull. Eur. Plant Protect. Org. 20: 399-400. 3. __________. 2004. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Koperasi Ditjen BSP. 490 hlm. 4. Bettini, S., J.R. Busvine, M. Fukaya, F.J. Oppennoorth, H.T. Reynold, B.M. Smallman, and D.F. Waterhouse. 1970. Pest Resistance to Pesticides in Agriculture. FAO of United Nations Rome. 5. Busvine,J.A.R.1971. Critical Techniques for Testing Insecticides. Commonwealth Agricultural Bureaux London. p. 268-278. 6. Chawla, R.P and B.S. Joia. 1991. Toxicity of Some Synthetic Pyrethroids Against Plutella xylostella L. and Development of Insecticide Resistance in the Pest. Indian J. Entomol. 18:134-138.
283
J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007 7. Goudgnon, E.A., A.A. Kirk, B. Schiffers and D. Bordat. 2000. Comparative Effects of Deltamethrin and Neem Kernel to Plutella xylostella and Cotesia plutellae Population in Cotonou Periurban Area (Benin). J. Appli. Entomol. 124:141-144.
17. Soejitno, J., L.M. Samudra dan D. Kilin. 1993. Kajian Resistensi Penggerek Padi Putih (Scirpophaga innotata) terhadap Insektisida Karbofuran di Jalur Pantura. Prosiding Seminar Komisi Penelitian dan Pengembangan PHT-BAPPENAS. Hlm. 323 – 331.
8. Kirsch, K., and J. Schmutterer. 1988. Low Efficacy of Bacillus thuringiensis (Ber.) Formulation in Controlling the diamondback Moth, Plutella xylostella (L.), in the Philippines. J. Appl. Entomol. 105:249-255.
18. Sparks, T.C., G.D. Crouse and G. Durst. 2001. Natural Product as Insecticides: the Biology, Biochemistry and Quantitative Structure – Activity Relationships of Spinosyns and Spinosoids. Pest Management Sc. 57:896905.
9. Listyaningrum, W., Y. Andi Trisyono dan A. Purwanto. 2003. Resistensi Plutella xylostella terhadap deltamethrin. Makalah disampaikan pada Kongres Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Simposium Entomology VI. Cipayung, 5-7 Maret 2003. 10. Moekasan, T.K., S. Sastrosiswojo, T. Rukmana, H. Santoso, I.S. Purnamasari dan A. Kurnia. 2004. Status Resistensi Lima Strain Plutella xylostella L. terhadap Formulasi Fipronil, deltametrin, Profenofos, Abamektin dan Bacillus thuringiensis. J. Hort. 14(2):84-90. 11. Perez, C.J., and A.M. Shelton. 1997. Resistance of Plutella xylostella (Lepidoptera : Plutellidae) to Bacillus thuringiensis Berliner in Central America. J. Econ. 90: 87-93. 12. Sastrosiswojo, S. T. Koestoni dan A. Sukwilda. 1989. Status Resistensi Plutella xylostella L. Strain Lembang terhadap Beberapa Jenis Insektisida Golongan Organofosfat, Piretroid Sintetik dan Benzoil Urea. Bull. Penel Hort. 18(1):85-93. 13. Saxena, J.D., S. Rai, K.M. Srivastava and S.R. Sinha. 1989. Resistance in the Field Population of the Diamondback Moth to Some Commonly Used Synthetic Pyrethroids. Indian J. Entomol. 51:65-268. 14. Setiawati, W. 1996. Status resistensi Plutella xylostella L. Strain Lembang, Pangalengan dan Garut terhadap Insektisida Bacillus thuringiensis. J. Hort. 6(4):387-391. 15. Shelton, A.M., J.A. Wyman, N.L. Cushing, K. Apfelbeck, T.J. Dennehy, S.E.R. Mahr and S.D. Eigenbrode. 1991. Insecticide Resistance of Diamondback Moth (Lepidoptera:Plutellidae) in North America. J. Econ. Entomol. 86(1):11-19. 16. ___________, J.L. Robertson,J.D. Tang, C. Perez, S.D. Eigenbrode, H.K. Preisler, W.T. Wilsey, and R.J. Cooley. 1993. Resistance of Diamondback Moth (Lepidoptera Plutellidae) to Bacillus thuringiensis Subspecies in the Field. J. Econ. Entomol. 86:697-705.
284
19. Suharto, D. Sulistyanto, E. Suprihaningtyas. 2003. Resistensi Plutella xylostella dari Jawa Timur terhadap Insektisida Bacillus thuringiensis. Makalah disampaikan pada Kongres Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Simposium Entomology VI. Cipayung, 5-7 Maret 2003. 20. Sun,C.N., Wu,T.K., Chen, J.S. and W.T. Lee. 1986. Insecticide Resistance in Diamondback Moth pp.359-371. In Talekar, N.S., and T.D. Griggs (ed.) Diamondback Moth Management: Proc. 1st Inter. Workshop. Asian Vegetable Research and Development Center, Shanhua, Taiwan, 21. _______. 1992. Insecticide Resistance in Diamondback Moth . pp. 419 – 426. In : Talekar, N.S. (ed.) Diamondback Moth and other Crucifer Pests. Proceeding of the Second International Workshop. AVRDC, Tainan, Taiwan, 10-14 Dec. 1990. AVRDC, Shanhua, Taiwan. 22. Syed, A.R. 1992. Insecticide Resistance in Diamondback Moth in Malaysia. pp. 437-442. In : Talekar, N.S. (Ed.) Diamondback Moth and other Crucifer Pests. Proceeding of the Second International Workshop. AVRDC, Tainan, Taiwan, 10-14 Dec. 1990. AVRDC, Shanhua, Taiwan. 23. Tabashnik, B.E., N.L. Cushing, N. Finson, and M.W. Johnsosn. 1990. Field Development of Resistence to Bacillus thuringiensis in Diamondback Moth (Lepidoptera: Plutellidae). J. Econ. Entomol. 83:1671-1676. 24. Uhan, T.S. dan I. Sulastrini. 1993. Sinergisme Insektisida Klorpirifos dan Beberapa Jenis Insektisida Serta PB terhadap Larva Plutella xylostella L. Bull. Penel. Hort. 26(1):133-137. 25. Vos, H.C.A.A. 1953. Introduction in Indonesia of Angitia cerophaga Grav, a Parasite of Plutella maculipenis Curt. Pemberitaan Balai Besar Penyelidikan Pertanian Bogor. No. 134 : 32 hlm.