KEEFEKTIFAN TIGA JENIS INSEKTISIDA NABATI TERHADAP KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus DAN KEAMANANNYA TERHADAP KUMBANG PREDATOR Curinus coeruleus
AHMAD SIFA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK AHMAD SIFA, Keefektifan Tiga Jenis Insektisida Nabati terhadap Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus dan Keamanannya terhadap Kumbang Predator Curinus coeruleus. Dibimbing oleh AUNU RAUF dan DJOKO PRIJONO. Paracoccus marginatus merupakan hama penting yang relatif baru di Indonesia dengan daya merusak yang tinggi. Di tempat asalnya, populasi hama P. marginatus dapat ditekan dengan baik oleh berbagai jenis musuh alaminya. Di Indonesia, saat ini musuh alami yang ada belum dapat menekan peningkatan populasi hama P. marginatus hingga tingkat yang tidak merugikan. Oleh karena itu penggunaan insektisida nabati dari bahan tumbuhan seperti Tephrosia vogelii (kacang babi, Leguminosae), Cinnamomum multiforum (Lauraceae), dan Annona squamosa (srikaya, Annonaceae) yang telah diketahui memiliki aktivitas insektisida terhadap hama lain dapat menjadi alternatif untuk menekan populasi P. marginatus. Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan ekstrak daun T. vogelii, ekstrak biji A. squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiforum, serta campuran ketiga bahan nabati tersebut terhadap hama P. marginatus dan keamanannya terhadap larva kumbang predator C. coeruleus. Tiga jenis insektisida nabati diuji pada dua taraf konsentrasi, yaitu 0.5% dan 1% (w/v) untuk ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa, serta 1% dan 2% (w/v) untuk minyak atsiri daun C. multiforum. Komposisi dua macam campuran masing-masing ekstrak T. vogelii 0.25% + ekstrak A. squamosa 0.25% + minyak atsiri C. multiforum 0.5% (Campuran 1) dan campuran 2 mengandung komponen yang sama yang konsentrasinya masing-masing dua kali dari campuran 1. Setiap bahan insektisida nabati dicampur dengan pelarut metanol, Solvesso R-100, dan pengemulsi Tween-80 (9:1:5) kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume tertentu sesuai konsentrasi yang diuji, dengan insektisida berbahan aktif imidakloprid 0.1% sebagai pembanding. Pengujian keefektifan insektisida nabati tersebut dilakukan terhadap P. marginatus dengan metode semprot daun, semprot serangga, dan semprot serangga pada daun, serta pengujian keamanannya terhadap larva predator C. coeruleus. Ekstrak daun T. vogelii, ekstrak biji A. squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiflorum serta campuran ketiga bahan nabati tersebut cukup potensial digunakan untuk mengendalikan hama kutu putih pepaya P. marginatus. Perlakuan insektisida nabati uji dengan metode penyemprotan serangga pada daun lebih efektif dibandingkan dengan metode semprot daun atau semprot serangga saja. Ketiga jenis insektisida nabati uji aman terhadap larva predator C. coeruleus. Sementara itu, insektisida pembanding imidakloprid selain efektif terhadap kutu P. marginatus juga beracun terhadap larva predator C. coeruleus sehingga harus digunakan dengan sangat hati-hati, bila diperlukan.
KEEFEKTIFAN TIGA JENIS INSEKTISIDA NABATI TERHADAP KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus DAN KEAMANANNYA TERHADAP KUMBANG PREDATOR Curinus coeruleus
AHMAD SIFA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Keefektifan Tiga Jenis Insektisida Nabati terhadap Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus dan Keamanannya terhadap Kumbang Predator Curinus coeruleus
Nama Mahasiswa
: Ahmad Sifa
NRP
: A34060983
Menyetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc NIP 19500622 197703 1 001
Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. NIP 19590827 198303 1 005
Mengetahui Ketua Departemen
Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 30 April 1988, sebagai anak ke-empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Abdul Mughi Muin dan Ibu Masruroh. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Krangkeng, Indramayu. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan dan organisasi di IPB, antara lain sebagai anggota dan pengurus Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Indramayu (IKADA) tahun 2006-2009, anggota dan pengurus LDK DKM Al-Hurriyyah tahun 2006-2008, Dewan Perwakilan Mahasiswa Faperta (DPM-A) sebagai staf Pengembangan Minat dan Bakat (PSDM) periode 2007-2008. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian bidang Vertebrata Hama dengan judul Pengujian Efektivitas Daun Gamal dan Umbi Gadung sebagai Rodentisida Botanis sebagai Alternatif Pengendalian Tikus Sawah tahun 2008.
PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Keefektifan Tiga Jenis Insektisida Nabati terhadap Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus dan Keamanannya terhadap Kumbang Predator Curinus coeruleus”. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB dari Agustus 2010 sampai Mei 2011. Penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian yang berjudul “Pengembangan Formulasi Insektisida Nabati Berbasis Ekstrak Tanaman Tephrosia vogelii untuk Mengendalikan Hama Kubis Crocidolomia pavonana dan Hama Kutu Paracoccus marginatus“ (Ketua Peneliti: Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.), dengan dana dari Program Insentif Riset Terapan, Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc dan Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing dan telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian, dan pemecahan dalam setiap permasalahan, serta ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ir. Titiek Siti Yuliani, S.U., selaku dosen penguji tamu. 3. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik. 4. Kedua orang tua (Abdul Mughni Muin dan Masruroh) dan semua keluarga yang telah memberikan doa, motivasi, kasih sayang, dan kesabaran. 5. Sahabat saya, Feby Ferdiansyah, Satrio Harjono, dan Fitria Asri yang telah menemani dan senantiasa memberikan motivasi. 6. Rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga yang telah membantu dan memecahkan permasalahan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi. 7. Pihak University Farm rumah kaca Cikabayan, Kampus IPB Dramaga, Bogor. 8. Pihak kebun organik Bina Sarana Bakti, Cisarua, Bogor. 9. Sahabat-sahabat saya di Departemen Proteksi Tanaman IPB Angkatan 43, juga 41, 42, 44, 45, dan 46. 10. Sahabat-sahabat saya di Wisma London Balebak atas pengertian, motivasi, dan toleransinya kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2011 Ahmad Sifa
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
viii
PENDAHULUAN .................................................................................... Latar Belakang ................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................. Manfaat Penelitian ...........................................................................
1 1 3 4
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... Paracoccus marginatus .................................................................... Persebaran ................................................................................. Tanaman Inang dan Gejala Kerusakan ...................................... Biologi ........................................................................................ Pengendalian ............................................................................. Curinus coeruleus ............................................................................ Persebaran ................................................................................. Biologi ....................................................................................... Tephrosia vogelii .............................................................................. Deskripsi Tanaman .................................................................... Sifat Insektisida ......................................................................... Annona squamosa ............................................................................ Deskripsi Tanaman .................................................................... Sifat Insektisida ......................................................................... Cinnamomum multiforum ................................................................. Deskripsi Tanaman .................................................................... Sifat Insektisida .........................................................................
5 5 5 5 6 8 8 8 9 10 10 11 11 11 12 12 12 13
BAHAN DAN METODE ......................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... Perbanyakan Tanaman Pepaya ......................................................... Perbanyakan Kutu Putih Pepaya P. marginatus .............................. Perbanyakan Kumbang Predator C. coeruleus ................................. Bahan Insektisida Nabati Uji ............................................................. Pengujian Keefektifan Insektisida Nabati terhadap Nimfa P. marginatus ....................................................................................... Metode Semprot Daun ............................................................... Metode Semprot Serangga ......................................................... Metode Semprot Serangga pada Daun ...................................... Pengujian Keamanan Insektisida Nabati terhadap Larva C. coeruleus ..........................................................................................
14 14 14 14 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
18
Keefektifan Insektisida Nabati Uji terhadap Nimfa P. marginatus .. Metode Semprot Daun ............................................................... Metode Semprot Serangga .........................................................
18 18 20
15 15 16 16 17
vii Halaman Metode Semprot Serangga pada Daun ...................................... Keamanan Insektisida Nabati Uji terhadap Larva C. coeruleus ......
22 22
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
25
DAFTAR TABEL Halaman 1 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan insektisida nabati uji dengan metode semprot daun .............................
19
2 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan insektisida nabati uji dengan metode semprot serangga ......................
21
3 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan T. vogelii dengan metode semprot serangga pada daun ...........................
22
4 Mortalitas kumbang predator C. coeruleus akibat perlakuan insektisida nabati uji dengan metode semprot serangga ......................
23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae), merupakan hama penting yang relatif baru di Indonesia dengan daya merusak yang tinggi. Hama tersebut diketahui pertama kali pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor pada Mei 2008 dan pada Juli 2008 dilaporkan telah banyak merusak pertanaman pepaya milik petani di Bogor (Muniappan et al. 2008).
Di Indonesia, pada tahun 2009 P. marginatus
dilaporkan menyerang lebih dari 21 spesies tanaman dari famili Apocynaceae, Araceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae (Sartiami et al. 2009). Sesuai dengan tipe alat mulutnya, P. marginatus menusukkan stilet ke dalam jaringan epidermis tanaman (buah, daun, dan batang) dan mengisap cairan bagian tanaman tersebut. Hama tersebut juga memasukkan racun ketika mengisap cairan bagian tanaman yang dapat mengakibatkan daun kerdil atau keriting dan daun atau buah rontok.
Embun madu yang dihasilkan oleh P. marginatus
menimbulkan embun jelaga yang dapat menghambat proses fotosintesis. Serangan P. marginatus yang berat dapat mengakibatkan buah pepaya tidak layak dimakan bahkan menyebabkan kematian tanaman (Walker et al. 2003; Heu et al. 2007). Di Hawaii, musuh alami yang menyerang P. marginatus antara lain predator Cryptolaemus montrouzieri Mulsant, Curinus coeruleus Mulsant, Hyperaspis silvestrii Weise, Symnobius bilucernarius (Mulsant), dan Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae), serta Chrysopa sp. (Neuroptera: Chrysopidae); parasitoid Acerophagous papayae Noyes & Schauff, Anagyrus loecki Noyes & Menezes, dan Pseudleptomastix mexicana Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae); serta cendawan Neozygytes fumosa (Meyerdirk et al. 2004; Heu et al. 2007). Sartiami et al. (2009) melaporkan bahwa predator lokal yang memangsa P. marginatus ialah C. montrouzieri, Scymnus sp., dan larva Syrphidae (Diptera). Kumbang C. coeruleus yang umum dikenal sebagai predator kutu loncat lamtoro,
2 Heteropsylla cubana (Homoptera: Psyllidae) (Wagiman et al. 1989), juga ditemukan menyerang hama P. marginatus pada tanaman pepaya di Bogor (Pramayudi 2010).
Baru-baru ini, parasitoid A. papayae Noyes & Schauff
(Hymenoptera: Encyrtidae) ditemukan memarasit kutu P. marginatus yang dikumpulkan dari lapangan di sekitar Kecamatan Darmaga, Bogor (Sutardi 2011). Di Indonesia, perkembangan populasi musuh alami lokal belum dapat mengimbangi perkembangan populasi hama P. marginatus, terutama pada musim kemarau sehingga dapat terjadi serangan yang berat. Pada keadaan serangan hama P. marginatus yang berat, tindakan pengendalian yang dapat dilakukan ialah pengendalian secara mekanis dengan tangan atau alat bantu mekanis, menyemprotkan air dengan tekanan tinggi pada koloni kutu putih, dan penyemprotan dengan air sabun yang diikuti dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif imidakloprid (golongan neonikotinoid) (Sartiami et al. 2009). Ketika musuh alami dan cara-cara nonkimia lain tidak dapat menekan peningkatan populasi hama P. marginatus hingga tingkat yang tidak merugikan, insektisida yang efektif terhadap hama sasaran dan aman terhadap musuh alami dapat digunakan sebagai alternatif terakhir. Salah satu kelompok insektisida yang memenuhi persyaratan tersebut dan layak diuji ialah insektisida nabati. Tiga jenis tumbuhan yang telah diketahui bersifat insektisida terhadap hama lain ialah Tephrosia vogelii (kacang babi, Leguminosae), Cinnamomum multiforum (Lauraceae), dan Annona squamosa (srikaya, Annonaceae) (Prijono et al. 1997; Abizar & Prijono 2010; Febrianni 2011; Hertika 2011). Sediaan insektisida dari daun T. vogelii efektif terhadap berbagai jenis hama Lepidoptera dan hama kumbang gudang (Grainge & Ahmed 1988; Prakash & Rao 1997). Ekstrak daun T. vogelii bersifat sebagai racun perut yang kuat dengan efek kontak yang lebih terbatas (Wulan 2008). Sartiami et al. (2009) melaporkan bahwa penyemprotan dengan air sabun yang diikuti penyemprotan ekstrak daun T. vogelii dapat menekan populasi P. marginatus sebesar 35%.
Senyawa aktif
insektisida yang terkandung dalam daun T. vogelii termasuk dalam golongan rotenoid seperti rotenon, tefrosin, dan deguelin (Delfel et al. 1970; Lambert et al. 1993).
Rotenon bekerja dengan menghambat proses respirasi sel di dalam
mitokondria (Hollingworth 2001).
3 Biji A. squamosa telah lama diketahui bersifat insektisida dan aktif terhadap berbagai jenis serangga pemakan daun dan pengisap cairan tanaman (Grainge & Ahmed 1988; Prakash & Rao 1997). Prijono et al. (1997) melaporkan bahwa ekstrak biji srikaya memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) dan lebih aktif daripada ekstrak akar tuba, Derris elliptica.
Biji srikaya mengandung senyawa aktif
insektisida dari golongan asetogenin, terutama skuamosin dan asimisin (Ohsawa et al. 1994; Zafra-Polo et al. 1996). Senyawa aktif tersebut memiliki cara kerja yang sama dengan rotenon (Zafra-Polo et al. 1996). Penelitian tentang aktivitas insektisida C. multiforum masih sangat terbatas. Minyak atsiri daun C. multiflorum dilaporkan bersifat insektisida dengan kerja yang cukup cepat terhadap larva C. pavonana (Hertika 2011) dan Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) (Febrianni 2011) tetapi aktivitasnya terhadap hama lain belum pernah diteliti. Minyak atsiri daun C. multiflorum mengandung metileugenol (area puncak GC 49,4%) sebagai komponen utama (Hertika 2011). Insektisida nabati dapat digunakan secara tunggal dan dalam bentuk campuran.
Penggunaan insektisida nabati dalam bentuk campuran dapat
menghemat bahan baku bila campuran bersifat
sinergis
selain
dapat
memanfaatkan keanekaragaman sumber daya nabati lokal secara optimum. Penggunaan ekstrak daun T. vogelii, ekstrak biji A. squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiflorum serta campuran ketiga bahan nabati tersebut diharapkan dapat menekan populasi hama P. marginatus sementara di pihak lain dapat melestarikan musuh alami hama tersebut, termasuk kumbang predator C. coeruleus.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan ekstrak daun T. vogelii, ekstrak biji A. squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiforum, serta campuran ketiga bahan nabati tersebut terhadap hama P. marginatus dan keamanannya terhadap larva kumbang predator C. coeruleus. digunakan sebagai pembanding.
Insektisida imidakloprid
4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan insektisida nabati yang efektif terhadap hama P. marginatus dan aman terhadap kumbang predator C. coeruleus.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Paracoccus marginatus Persebaran Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama yang berasal dari Amerika Tengah. Di tempat asalnya, serangga tersebut tidak berstatus sebagai hama yang serius karena adanya musuh alami endemik yang kompleks. Spesimen hama tersebut pertama kali dikoleksi di Meksiko pada tahun 1955, kemudian pada tahun 1992 spesimen hama tersebut telah ditemukan dari wilayah neotropik di Belize, Kosta Rika, Guatemala, dan Meksiko (Williams & Granara de Willink 1992). Pada tahun 1994, hama tersebut dilaporkan telah menyerang berbagai jenis tanaman di 14 negara di Kepulauan Karibia. Selanjutnya hama tersebut telah ditemukan di Bradenton, Florida pada tahun 1998 pada tanaman Hibiscus. Pada Januari 2002, hama tersebut telah dapat dikoleksi dari 18 spesies tanaman berbeda dari 30 daerah di Florida. Hama tersebut ditemukan telah berkembang di wilayah Pasifik di Guam dan Republik Palau pada tahun 2002. Pada tahun 2003, hama tersebut ditemukan telah menyebar di Kepulauan Hawaii (Walker et al. 2003; Tanwar et al. 2010). Hama kutu putih pepaya telah menyebar di Asia Selatan dan Tenggara antara tahun 2007 dan 2009. Pada tahun 2007, hama tersebut telah ditemukan di India, menjadi hama penting dan telah menyebar di berbagai daerah di negara tersebut (Tanwar et al. 2010). Di Indonesia, hama tersebut dilaporkan pertama kali ditemukan pada Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor (Muniappan et al. 2008).
Pada tahun 2009, hama tersebut dilaporkan telah
menyerang 21 spesies tanaman dari beberapa famili di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta (Sartiami et al. 2009).
Tanaman Inang dan Gejala Kerusakan Di Guam dan Republik Palau, P. marginatus menjadi gangguan utama pada tanaman buah tropik khususnya pepaya (Miller et al. 1999). Menurut Miller & Miller (2002) dan Walker et al. (2003), P. marginatus menyerang lebih dari 25
6 genus tanaman, di antaranya tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti pepaya, alpukat, jarak, jeruk, kamboja, terung, Hibiscus sp., dan ekor kucing. Di Indonesia, pada tahun 2009 P. marginatus dilaporkan menyerang 21 spesies tanaman dari beberapa famili seperti Apocynaceae, Araceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae (Sartiami et al. 2009). Di India, Tanwar et al. (2010) melaporkan bahwa P. marginatus ditemukan menyerang dan menyebabkan kerusakan pada beberapa tanaman seperti pepaya, kembang sepatu, jarak, ubi kayu, tomat, terung, kapas, murbei, jambu biji, pohon jati, dan beberapa jenis gulma. Kutu putih pepaya P. marginatus sangat aktif pada kondisi kering dan cuaca panas. P. marginatus mengisap cairan bagian tanaman dengan menusukkan stilet ke dalam jaringan epidermis tanaman (buah, daun, dan batang). Hama tersebut juga memasukkan zat beracun ketika mengisap cairan bagian tanaman sehingga dapat mengakibatkan klorosis, pucuk daun kerdil, daun keriting, dan daun/buah rontok. Embun madu yang dihasilkan oleh P. marginatus memicu tumbuhnya embun jelaga yang dapat menghambat proses fotosintesis.
Infestasi berat P.
marginatus mengakibatkan buah tidak layak dimakan bahkan dapat menyebabkan tanaman mati (Miller et al. 1999; Walker et al. 2003; Heu et al. 2007; Muniappan et al. 2008).
Biologi P. marginatus mengalami metamorfosis bertahap (paurometabola), yaitu melalui fase telur, nimfa, lalu imago. Telur P. marginatus berwarna kuning kehijauan, berada di dalam kantung telur (ovisac), dan keseluruhan telur ditutupi oleh lapisan lilin berwarna putih (Miller et al. 1999). Kantung telur berkembang di bawah tubuh imago betina dan panjangnya terus berkembang (biasanya dalam waktu 2 minggu) hingga mencapai 3-4 kali panjang tubuhnya dan akan menetas dalam waktu sekitar 10 hari (Walker et al. 2003). Setelah telur menetas, instar pertama (crawler) yang merupakan fase paling aktif bergerak langsung aktif mencari makan.
Pada fase ini, jenis kelamin P. marginatus belum dapat
dibedakan dan berukuran sangat kecil yaitu panjang sekitar 0.4 mm dan lebar
7 sekitar 0.2 mm. Setelah sekitar 4 hari, crawler berganti kulit dan disebut nimfa instar II. Pada fase ini, jenis kelamin P. marginatus sudah dapat dibedakan. Nimfa instar II betina berwarna kuning dengan panjang tubuh sekitar 0.7 mm dan lebar sekitar 0.4 mm, sedangkan yang jantan biasanya berwarna merah muda dengan panjang sekitar 0.6 mm dan lebar sekitar 0.3 mm. Lama stadium rata-rata nimfa betina instar II betina dan jantan masing-masing 3.74 dan 4.12 hari. Pada fase nimfa instar III, ukuran tubuh betina lebih besar dibandingkan dengan jantan, tubuh nimfa betina masih berwarna kuning. Fase ini merupakan stadium nimfa paling akhir sebelum menjadi imago dengan lama stadium rata-rata 4 hari. Sementara itu, fase nimfa instar III pada individu jantan merupakan fase prapupa dan setelah 2.25 hari berkembang menjadi instar IV atau disebut dengan pupa. Lama stadium pupa adalah 4.86 hari (Friamsa 2009). Imago betina berwarna kuning dengan lapisan lilin berwarna putih pada permukaan tubuhnya dan berukuran panjang kira-kira 2.2 mm dan lebar 1.4 mm. Di sekitar tepi tubuh imago betina bagian posterior terdapat sejumlah filamen pendek berlilin dengan panjang kurang dari ¼ kali panjang tubuhnya, tidak memiliki sayap dan bergerak dengan cara merayap atau terbawa oleh tiupan angin. Imago betina meletakkan telur sebanyak 100 sampai 600 butir telur (Miller & Miller 2002).
Imago betina memikat imago jantan dengan feromon seks.
Karakter penting yang membedakan imago betina P. marginatus dari spesies Paracoccus lainnya adalah terdapatnya saluran oral-rim pada bagian dorsal yang hanya ada pada pinggiran tubuh dan tidak adanya pori-pori pada tibia belakang (Walker et al. 2003). Sementara itu, imago jantan memiliki sayap dan dapat terbang untuk perpindahannya. Imago jantan berwarna merah muda, khususnya pada saat masa prapupa dan pupa. Ukuran tubuh imago jantan lebih kecil dan lebih ramping daripada imago betina, yaitu panjang kira-kira 1.0 mm, bentuk tubuh oval memanjang dengan bagian terlebar pada bagian toraks 0.3 mm. Imago jantan memiliki antena dengan 10 ruas, aedeagus terlihat jelas, sejumlah pori lateral, toraks dan kepala mengeras, dan sayap berkembang dengan baik. Karakter yang membedakan imago jantan dengan spesies Paracoccus lainnya adalah adanya seta yang basar dan kuat pada antena sedangkan pada tungkai tidak
8 terdapat seta besar (Miller & Miller 2002). Pada kondisi rumah kaca, reproduksi P. marginatus berlangsung sepanjang tahun (Walker et al. 2003).
Pengendalian Di Hawaii, terdapat musuh alami endemik yang kompleks, seperti predator Cryptolaemus montrouzieri Mulsant, Curinus coeruleus Mulsant, Hyperaspis silvestrii Weise, Symnobius bilucernarius (Mulsant), dan Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae), serta Chrysopa sp. (Neuroptera: Chrysopidae); parasitoid Acerophagous papayae Noyes & Schauff, Anagyrus loecki Noyes & Menezes, dan Pseudleptomastix mexicana Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae); serta cendawan Neozygytes fumosa sehingga P. marginatus tidak berstatus sebagai hama yang serius (Meyerdirk et al. 2004; Heu et al. 2007). Di Amerika Serikat, belum ada insektisida kimia spesifik untuk mengendalikan P. marginatus namun beberapa insektisida yang dapat menjadi alternatif adalah insektisida berbahan aktif asefat, karbaril, klorpirifos, diazinon, dimetoat, malation, dan minyak mineral putih. Dosis aplikasi insektisida kimia tersebut sama seperti dosis aplikasi untuk jenis kutu putih lainnya. Akan tetapi untuk mengoptimumkan potensi dan melestarikan alam, pada tahun 1999 Departemen Pertanian Amerika Serikat mengimplementasikan pengendalian secara biologi dengan menggunakan empat spesies parasitoid dari famili Encyrtidae, yaitu A. loecky, A. californicus Compere, A. papayae, dan Pseudaphycus sp. Spesimen parasitoid tersebut kemudian diintroduksi ke Puerto Rico untuk dikembangbiakan dan diteliti di Puerto Rico dan Republik Dominika, kemudian parasitod tersebut diintroduksikan ke Florida pada Oktober 2000.
Pada tahun 2002, parasitoid
tersebut diintroduksi ke Guam dan dapat menekan populasi P. marginatus hingga 99% serta dapat beradaptasi dengan baik (Meyerdirk et al. 2004).
Curinus coeruleus Persebaran Kumbang predator Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) merupakan salah satu musuh alami yang berasal dari Kolombia dan Trinidad. Pada tahun 1922, serangga ini didatangkan dari Meksiko ke Hawaii untuk
9 mengendalikan hama kutu putih pada kelapa, Nipaecoccus nipae (Oka et al. 1987).
Menurut Nakahara et al. (1987), ternyata serangga ini juga dapat
berasosiasi dan dapat menurunkan populasi hama kutu loncat Heteropsylla cubana di Hawaii. Pada tahun 1986, serangga ini diintroduksikan ke Spanyol, Indonesia, Filipina, dan Thailand untuk mengendalikan hama kutu loncat H. cubana (MacDicken 1990). Kumbang predator tersebut pertama kali diintroduksi dari Hawaii ke Indonesia pada Agustus 1986 untuk mengendalikan H. cubana. Pada November 1986 predator tesebut disebarkan ke 50 tempat di Indonesia dan pada tahun 1987 dapat menetap baik (Oka 1990).
Biologi C. coeruleus mengalami metamofosis sempurna (holometabola), yaitu melalui fase telur, larva, pupa, dan imago. Telur C. coeruleus berbentuk lonjong berwarna putih kusam (krem) terang, semakin lama semakin gelap. Lama stadium telur C. coeruleus berlangsung selama 7 hari. Fase larva melewati empat instar, yaitu instar I sampai IV yang dapat dibedakan berdasarkan ukuran tubuhnya. Lama stadium rata-rata instar I sampai IV berturut-turut 3.11, 2.89, 3.11, dan 6.41 hari, dengan lama perkembangan larva rata-rata 15.53 hari.
Fase pupa C.
coeruleus dibagi menjadi dua tahap, yaitu prapupa yang berlangsung selama 2.18 hari dan tahap pupa yang berlangsung selama 6.70 hari. Tahap prapupa adalah tahap saat larva dalam kondisi telah diam, menempelkan bagian ujung abdomennya dan melengkungkan badannya, sehingga berbentuk agak membulat, sedangkan tahap pupa adalah tahap saat prapupa akan membuka bagian punggungnya. Tahap pupa berakhir bila kulit pupa terbuka dan keluar serangga dewasa dengan elitra berwarna putih dan dalam waktu 2-3 jam warna elitra tersebut menjadi biru pekat mengkilat (Mahrub & Hartanti 1987; Oka et al. 1987; Rauf et al. 1990). Imago C. coeruleus berbentuk oval dengan bagian dorsal (elitra) cembung dan bagian ventral datar. Elitra imago C. coeruleus yang baru keluar dari pupa berwarna biru pekat mengkilat dan lama kelamaan semakin buram. Perbedaan jenis kelamin imago kumbang predator ini dapat dibedakan melalui bentuk mulutnya.
Dalam posisi telentang, bentuk mulut imago betina terlihat lebih
10 menonjol dan berwarna gelap kehitaman sedangkan bentuk mulut imago jantan hampir rata mengikuti garis tepi elitra pada tubuhnya dan berwarna lebih terang (Sudarmadji 1987). Rata-rata lama hidup imago betina 73.75 hari sedangkan imago jantan 71.25 hari.
Imago betina mengalami masa praoviposisi yang
berlangsung selama rata-rata 14.75 hari dan pascaoviposisi (masa tidak bertelur) yang berlangsung selama rata-rata 11.00 hari.
Jumlah telur rata-rata yang
diletakkan per betina per hari adalah 13.68 butir. Selama hidupnya rata-rata per betina meletakkan 454 butir telur (Mahrub & Hartanti 1987; Oka et al. 1987; Rauf et al. 1990). C. coeruleus memiliki kemampuan memangsa cukup tinggi. Serangga ini dapat dimanfaatkan sebagai musuh alami berbagai jenis hama, di antaranya Nipaecoccus nipae, Paracoccus marginatus, Heteropsylla cubana, Diaphorina citri (Hodek & Honěk 2009). Bahkan berdasarkan penelitian oleh Yang (2006), C. coeruleus dapat memangsa telur dan jentik nyamuk Aedes albopictus dengan baik.
Tephrosia vogelii Deskripsi Tanaman Tephrosia vogelii J.D. Hooker (kacang babi, Leguminosae) merupakan tanaman endemik Afrika Barat, yang kemudian dapat ditemukan di India, Asia, dan daerah tropik lainnya, termasuk di Indonesia (Gaskin et al. 1972; Heyne 1987).
Tumbuhan tersebut berbentuk perdu atau pohon kecil, tumbuh tegak
dengan tinggi 3-5 m, dan bercabang banyak. Tumbuhan yang berumur kurang dari 1 tahun tersebut dapat tumbuh pada ketinggian 300-1200 m dpl (Heyne 1987). T. vogelii berakar tunggang dan ada yang memiliki bunga berwarna putih dan ada yang ungu (Gaskin et al. 1972; Kardinan 2002). T. vogelii memiliki biji kecil, keras, berwarna hitam, dan terbungkus polong dengan rambut lembut kecokelatan seperti rambut babi. T. vogelii termasuk tanaman menyerbuk sendiri dan dapat diperbanyak dengan penanaman biji (Gaskin et al. 1972).
11 Sifat Insektisida T. vogelii dapat digunakan sebagai insektisida, moluskida, rodentisida, dan racun ikan (Morallo-Rejesus 1986; Minja et al. 2002).
T. vogelii memiliki
aktivitas insektisida terhadap berbagai jenis hama Lepidoptera dan hama kumbang gudang (Grainge & Ahmed 1988; Prakash & Rao 1997). Koona & Dorn (2005) melaporkan bahwa ekstrak daun T. vogelii dapat menyebabkan kematian dan bersifat sebagai penghambat peneluran terhadap kumbang Acanthoscelides obtectus Say, Callosobruchus maculatus (F.), dan C. chinensis (L.) (Coleoptera: Bruchidae). Baru-baru ini, ekstrak daun T. vogelii juga telah diteliti dan memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) (Wulan 2008; Panggraito 2011) dan larva Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) (Febrianni 2011).
Abizar dan
Prijono (2010), melaporkan bahwa ekstrak daun dan biji T. vogelii berpotensi sebagai insektisida nabati; ekstrak daun T. vogelii berbunga ungu lebih aktif terhadap C. pavonana dibandingkan dengan ekstrak daun T. vogelii berbunga putih maupun ekstrak biji T. vogelii berbunga ungu dan putih. Sartiami et al. (2009) melaporkan bahwa perlakuan air sabun yang diikuti ekstrak T. vogelii mampu menekan populasi P. marginatus sebesar 35%. Ekstrak daun T. vogelii bersifat sebagai racun perut yang kuat dengan efek kontak yang lebih terbatas (Wulan 2008).
Senyawa aktif insektisida yang
terkandung dalam T. vogelii adalah golongan rotenoid, seperti rotenon, tefrosin, dan deguelin (Delfel et al. 1970; Lambert et al. 1993).
Rotenon memiliki
aktivitas insektisida yang kuat terhadap berbagai jenis serangga, yaitu sebagai racun perut dan racun kontak (Prakash & Rao 1997; Djojosumarto 2008). Rotenon bekerja dengan menghambat proses respirasi sel di dalam mitokondria (Hollingworth 2001).
Annona squamosa Deskripsi Tanaman Annona squamosa (L.) (srikaya, Annonaceae) merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 2-3 m dan dapat tumbuh pada ketinggian 1-800 m dpl (Heyne 1987). Srikaya ditanam terutama untuk diambil
12 buahnya yang dapat langsung dikonsumsi. A. squamosa memiliki daun tunggal, kaku, bertangkai, bunga tunggal, buah majemuk, dan biji berwarna hitam mengkilat (Kardinan 2002). Buah majemuk berbentuk bulat dengan ukuran jari tengah 5-10 cm, kulit luar berlilin. Buah masak memiliki kulit luar berwarna hijau kebiru-biruan, biji dari buah masak berwarna hitam mengkilat dan daging buah berwarna putih (van Steenis et al. 1975). Pembiakan A. squamosa secara generatif dilakukan dengan penanaman biji.
Sifat Insektisida Sediaan biji A. squamosa memiliki aktivitas insektisida terhadap berbagai jenis serangga pemakan daun dan pengisap cairan tanaman (Grainge & Ahmed 1988; Prakash & Rao 1997). Prijono et al. (1997) melaporkan bahwa ekstrak biji srikaya memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dan lebih aktif daripada ekstrak akar tuba, Derris elliptica. Berdasarkan penelitian Rejeki (1996), ekstrak biji A. squamosa memiliki aktivitas insektisida terhadap kumbang kacang, Callosobruchus maculatus (F.) (Colleoptera: Bruchidae). Pada penelitian lain, Rahmawati (2011) melaporkan bahwa ekstrak biji A. squmosa aktif
terhadap
hama
gudang
Sitophilus
zeamais
Motsch.
(Coleoptera:
Curculionidae) dengan LC50 2.8% dan Tribolium castaneum Herbst. (Coleoptera: Tenebrionidae) dengan LC50 1.84%. Biji A. squamosa mengandung senyawa asetogenin, terutama skuamosin dan asimisin yang bersifat sebagai racun perut dan racun kontak yang kuat terhadap beberapa jenis serangga (Ohsawa et al. 1994; Zafra-Polo et al. 1996). Senyawa tersebut merupakan racun respirasi sel yang dapat menghambat transfer elektron pada proses respirasi sel sehingga serangga kekurangan energi dan akhirnya mengakibatkan kematian serangga (Zafra-Polo et al. 1996).
Cinnamomum multiforum Deskripsi Tanaman Cinnamomum multiforum Wight. (Lauraceae) merupakan pohon dengan tinggi 10-15 m. Beberapa spesies Cinnamomum lain merupakan tumbuhan yang berasal dari India, Sri Langka, Bangladesh, dan Nepal, sedangkan C. multiforum
13 merupakan spesies yang dapat ditemukan di Asia Selatan dan Tenggara. Di Indonesia, tumbuhan dari genus ini biasa disebut dengan kayu manis. Pembiakan secara generatif dapat dilakukan dengan penanaman biji yang diperoleh dari pohon induk yang memiliki umur minimal 10 tahun dan telah masak sempurna (Towaha & Indriati 2008).
Sifat Insektisida Minyak atsiri daun C. multiforum telah dilaporkan memiliki aktivitas insektisida terhadap larva C. pavonana (Hertika 2011) dan Plutella xylostella (Febrianni 2011) dengan efek kerja yang cepat. Selain itu, spesies lain seperti C. camphora memiliki aktivitas insektisida terhadap beberapa hama gudang seperti Sitophilus oryzae dan Bruchus rugimanus (Liu et al. 2005). Kandungan benzil benzoat dan benzilsalisilat pada minyak atsiri daun Cinnamomum spp. dari Malaysia diketahui memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva dan imago nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Jantan et al. 2005). Thantsin et al. (2008) melaporkan bahwa ekstrak eter kulit batang C. multiflorum mengandung senyawa sinamaldehida 29.6%, eugenol 2.95%, dan asam palmitat 4.18%, sedangkan menurut penelitian Hertika (2011) minyak atsiri daun C. multiflorum mengandung metileugenol (area puncak GC 49,4%) sebagai komponen utama.
14
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB dari Agustus 2010 sampai Mei 2011.
Perbanyakan Tanaman Pepaya Tanaman pepaya untuk percobaan ditanam dari bibit pepaya jenis California berumur 2 minggu yang diperoleh dari tempat pembibitan pepaya di desa Mekarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Bibit pepaya ditanam dalam pot plastik kapasitas 2,5 liter. Media tanam yang digunakan ialah tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Tanaman pepaya dipupuk dengan NPK ± 1 g per pot dan dipupuk NPK lagi setiap 3 minggu.
Perbanyakan Kutu Putih Pepaya P. marginatus Kutu putih pepaya P. marginatus diperbanyak dalam kurungan mika-kasa berbingkai kayu berukuran 1 m x 0,5 m x 1 m. Tanaman pepaya berumur 2 bulan dimasukkan ke dalam kurungan tersebut kemudian diinfestasi dengan imago P. marginatus. Serangga tersebut dibiarkan berkembang biak sampai jumlahnya mencukupi untuk pengujian.
Perbanyakan Kumbang Predator C. coeruleus Kumbang predator C. coeruleus dikumpulkan dari tanaman lamtoro di kebun organik Bina Sarana Bakti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Sebanyak 40 ekor imago kumbang predator C. coeruleus dengan nisbah kelamin jantan:betina 1:3 (Siswanto & Soehardjan 1987) dimasukkan ke dalam kurungan plastik-kasa berbentuk tabung dengan diameter 20 cm dan tinggi 15 cm yang bagian bawahnya dialasi tisu. Imago C. coeruleus diberi pakan pupa muda lebah madu (Matsuka & Niijima 1985).
Kertas karton hitam yang dilipat-lipat
diletakkan di dalam kurungan tersebut sebagai tempat peletakan telur. Kertas tisu,
15 pakan, dan kertas karton hitam tempat peletakkan telur diganti setiap hari. Telurtelur dipisahkan dan dipindahkan ke dalam kurungan plastik yang berbeda.
Bahan Insektisida Nabati Uji Insektisida nabati uji yang digunakan adalah ekstrak aseton daun T. vogelii, ekstrak heksana biji A. squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiforum yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Formulasi insektisida pembanding Confidor 5 WP (bahan aktif imidakloprid 5%) dibeli dari toko pertanian Sarana Tani di Bogor.
Pengujian Keefektifan Insektisida Nabati terhadap Nimfa P. marginatus Pengujian keefektifan ekstrak daun T. vogelii, ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiforum, dan campuran ketiga bahan nabati tersebut terhadap nimfa P. marginatus dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu metode semprot daun, semprot serangga, dan semprot serangga pada daun.
Metode Semprot Daun Tiga jenis insektisida nabati diuji pada dua taraf konsentrasi, yaitu 0.5% dan 1% (w/v) untuk ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa, serta 1% dan 2% (w/v) untuk minyak atsiri daun C. multiforum. Komposisi dua macam campuran masing-masing ekstrak T. vogelii 0.25% + ekstrak A. squamosa 0.25% + minyak atsiri C. multiforum 0.5% (Campuran 1) dan ekstrak T. vogelii 0.5% + ekstrak A. squamosa 0.5% + minyak atsiri C. multiforum 1% (campuran 2). Setiap bahan insektisida nabati dicampur dengan pelarut metanol, Solvesso R100, dan pengemulsi Tween-80 (9:1:5) kemudian diencerkan dengen akuades sampai volume tertentu sesuai konsentrasi yang diuji. Konsentrasi akhir metanol, Solvesso R-100, dan Tween-80 dalam suspensi uji berturut-turut 0.72%, 0.08%, dan 0.4%. Suspensi kontrol berupa campuran pelarut dan pengemulsi tersebut di atas yang diencerkan dengan akuades.
Formulasi insektisida pembanding
Confidor 5 WP diencerkan dengan akuades pada konsentrasi 0.1% (w/v). Sediaan
16 insektisida nabati dan insektisida pembanding dimasukkan ke dalam botol semprot volume 50 ml yang berbeda. Satu daun pada tanaman pepaya disemprot pada permukaan atas dan bawah sebanyak 20 kali semprot (volume ± 4.4 ml) dengan sediaan bahan insektisida nabati uji atau insektisida pembanding imidakloprid menggunakan botol semprot kemudian dibiarkan kering. Setelah daun kering, pada setiap daun diinfestasikan 15 ekor nimfa instar III betina P. marginatus. Daun percobaan dikurung dengan tabung mika (p = 35 cm, d = 16 cm) yang kedua ujungnya ditutup kain kasa. Jumlah kutu yang mati dicatat pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan (JSP). Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 10 perlakuan dan 5 ulangan. Data kematian serangga uji pada setiap waktu pengamatan diolah dengan sidik ragam menggunakan program komputer Statistical Analysis System (SAS) ver. 9.1. Pembandingan nilai tengah antarperlakuan dilakukan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Metode Semprot Serangga Penyiapan sediaan insektisida nabati uji dan insektisida pembanding sama seperti pada metode semprot daun.
Nimfa instar III betina P. marginatus
sebanyak 15 ekor ditempatkan pada bagian dasar cawan petri berdiameter 9 cm kemudian disemprot dengan sediaan insektisida nabati uji atau insektisida pembanding imidakloprid dengan volume semprot 5 ml/perlakuan menggunakan menara semprot (spray tower) Potter. Kutu yang telah disemprot diinfestasikan pada satu daun pepaya kemudian dikurung dengan tabung mika-kasa seperti di atas. Jumlah kutu yang mati dihitung pada 24, 48, dan 72 JSP. Rancangan percobaan dan analisis data sama seperti pada percobaan sebelumnya.
Metode Semprot Serangga pada Daun Pada pengujian ini digunakan ekstrak daun T. vogelii 0.5% dan 1%. Penyiapan sediaan ekstrak tersebut sama seperti pada pengujian sebelumnya. Nimfa instar III betina P. marginatus sebanyak 15 ekor diletakkan pada permukaan atas daun pepaya kemudian disemprot dengan sediaan ekstrak T. vogelii sebanyak 10 kali semprot (volume ± 2.2 ml) menggunakan botol semprot.
17 Daun pepaya perlakuan dikurung dengan tabung mika-kasa seperti di atas. Jumlah kutu yang mati dihitung pada 24, 48, dan 72 JSP. Rancangan percobaan dan analisis data sama seperti pada percobaan sebelumnya tetapi pada pengujian ini hanya terdapat tiga perlakuan, yaitu ekstrak T. vogelii 0.5% dan 1% serta kontrol.
Pengujian Keamanan Insektisida Nabati terhadap Larva C. coeruleus Macam perlakuan serta penyiapan sediaan insektisida nabati uji dan insektisida pembanding sama seperti pada pengujian terhadap nimfa P. marginatus. Larva instar III C. coeruleus sebanyak 10 ekor ditempatkan pada bagian dasar cawan petri berdiameter 9 cm kemudian disemprot dengan sediaan bahan insektisida nabati uji atau insektisida pembanding imidakloprid dengan volume semprot 5 ml/perlakuan menggunakan menara semprot Potter. Larva C. coeruleus yang telah disemprot dipindahkan ke cawan petri yang dialasi tisu dan diberi pakan pupa muda lebah madu. Jumlah serangga yang mati dihitung pada 24, 48, dan 72 JSP. Rancangan percobaan dan analisis data sama seperti pada percobaan sebelumnya.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keefektifan Insektisida Nabati Uji terhadap Nimfa P. marginatus Metode Semprot Daun Perlakuan dengan tiga jenis insektisida nabati uji dan campurannya, masingmasing pada dua taraf konsentrasi, mengakibatkan mortalitas nimfa instar III betina P. marginatus yang beragam. Mortalitas nimfa P. marginatus pada semua perlakuan insektisida nabati pada 24 jam setelah perlakuan (JSP) tidak melebihi 25% dan mortalitas serangga uji pada perlakuan insektisida pembanding imidakloprid juga masih rendah, yaitu hanya 33.3%, sedangkan pada kontrol tidak ada kematian serangga uji (Tabel 1). Insektisida nabati pada konsentrasi yang lebih tinggi mengakibatkan mortalitas serangga uji lebih tinggi. Mortalitas serangga uji pada perlakuan dengan ekstrak biji A. squamosa 1% dan minyak atsiri daun C. multiforum 2% tidak berbeda nyata dengan perlakuan formulasi imidakloprid 0.1% pada 24 JSP. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak biji A. squamosa dan minyak atsiri daun C. multiforum memiliki efek kontak awal yang cukup cepat. Ekstrak biji A. squamosa mengandung senyawa aktif golongan asetogenin, terutama skuamosin dan asimisin, yang bersifat sebagai racun perut dan racun kontak yang kuat terhadap beberapa jenis serangga (Ohsawa et al. 1994). Minyak atsiri daun C. multiforum mengandung metileugenol sebagai komponen utama dan memiliki aktivitas insektisida yang kuat dengan efek kerja yang cepat terhadap ulat krop kubis C. pavonana (Hertika 2011). Sementara itu, imidakloprid merupakan insektisida kimia sintetik golongan neonikotinoid yang selain bersifat sistemik juga memiliki efek kontak yang baik dengan cara kerja sebagai racun saraf (Cox 2001; Brown et al. 2006). Imidakloprid efektif terhadap berbagai jenis serangga menusuk-mengisap dan beberapa jenis serangga pemakan daun (NPIC 2010). Pada semua perlakuan insektisida nabati, mortalitas serangga uji meningkat cukup besar pada 48 dan 72 JSP. Kontak antara serangga uji dengan lapisan residu insektisida pada permukaan daun secara terus-menerus mengakibatkan akumulasi senyawa aktif yang terserap ke dalam tubuh melalui kemoreseptor pada tarsus. Perlakuan dengan imidakloprid 0.1% yang memiliki efek kontak yang
19 kuat meningkatkan mortalitas serangga uji dengan tajam pada 48 JSP dan mortalitas serangga uji mencapai 100% pada 72 JSP (Tabel 1). Seperti pada pengamatan 24 JSP, perlakuan dengan ketiga jenis insektisida nabati dan campurannya pada konsentrasi yang lebih tinggi mengakibatkan mortalitas serangga uji yang lebih tinggi pada 48 dan 72 JSP, sementara pada kontrol tidak ada kematian serangga uji. Mortalitas serangga uji pada perlakuan imidakloprid 0.1% lebih tinggi daripada semua perlakuan lain, baik pada 48 JSP maupun 72 JSP. Mortalitas serangga uji akibat perlakuan insektisda nabati pada konsentrasi yang lebih tinggi berkisar antara 52% dan 65% pada 48 JSP yang tidak berbeda nyata di antara perlakuan tersebut. Pada 72 JSP, mortalitas serangga uji pada perlakuan ekstrak daun T. vogelii 1% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan insektisida nabati lainnya tetapi tidak berbeda nyata dengan mortalitas pada perlakuan minyak atsiri daun C. multiforum 2% dan campuran 2 (Tabel 1). Daun T. vogelii mengandung senyawa rotenoid yang bersifat insektisida, terutama rotenon, tefrosin, dan deguelin (Delfel et al. 1970; Lambert et al. 1993). Rotenon memiliki aktivitas insektisida yang
Tabel 1 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan insektisida nabati uji dengan metode semprot daun Perlakuan T. vogelii 0.5% T. vogelii 1% A. squamosa 0.5% A. squamosa 1% C. multiforum 1% C. multiforum 2% Campuran 1 b Campuran 2 b Imidakloprid 0.1% Kontrol a
b
Rata-rata mortalitas (%) pada n JSP a 24 48 72 10.7 bc 16.0 bc 12.0 bc 22.7 ab 6.7 c 22.7 ab 6.7 c 16.0 bc 33.3 a 0d
40.0 cd 52.0 bc 25.3 e 58.7 b 22.7 e 65.3 b 29.3 de 54.7 b 93.3 a 0f
56.0 d 84.0 b 32.0 e 73.3 c 33.3 e 81.3 bc 62.7 d 76.0 bc 100 a 0f
JSP: jam setelah perlakuan. Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Campuran 1: ekstrak T. vogelii 0.25% + A. squamosa 0.25% + C. multiforum 0.5%. Campuran 2: ekstrak T. vogelii 0.5% + A. squamosa 0.5% + C. multiforum 1%.
20 kuat terhadap berbagai jenis serangga, yaitu sebagai racun perut dan racun kontak (Prakash & Rao 1997; Djojosumarto 2008).
Rotenon bekerja sebagai racun
respirasi sel di dalam mitokondria yang mengakibatkan serangga kekurangan energi, kematian sel dan jaringan, dan akhirnya mengakibatkan kematian serangga (Hollingworth 2001). Pada 24 dan 48 JSP mortalitas serangga uji pada perlakuan campuran 2 lebih rendah daripada mortalitas akibat perlakuan ekstrak biji A. squamosa 1% dan minyak atsiri daun C. multiforum 2% serta tidak berbeda nyata dengan mortalitas pada perlakuan ekstrak daun T. vogelii 1%, sementara pada 72 JSP mortalitas pada perlakuan campuran 2 lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak daun T. vogelii 1% dan minyak atsiri daun C. multiforum 2% serta tidak berbeda nyata dengan mortalitas pada perlakuan ekstrak biji A. squamosa 1%. Baik pada konsentrasi rendah maupun yang lebih tinggi, konsentrasi komponen dalam campuran hanya setengah konsentasi komponen masing-masing pada pengujian ekstrak tunggal (Tabel 1).
Untuk meningkatkan keefektifan campuran,
konsentrasi komponen campuran dapat ditingkatkan hingga menyamai konsentrasi komponen masing-masing pada pengujian secara terpisah. Metode Semprot Serangga Mortalitas nimfa instar III betina P. marginatus akibat perlakuan dengan tiga jenis insektisida nabati dan campurannya, baik pada konsentrasi tinggi maupun yang lebih rendah, meningkat selama periode pengamatan (24 sampai 72 JSP). Mortalitas P. marginatus akibat perlakuan dengan imidakloprid meningkat dari 87% pada 24 JSP sampai 100% pada 72 JSP sementara pada kontrol tidak ada serangga uji yang mati (Tabel 2). Pada setiap waktu pengamatan, mortalitas P. marginatus akibat perlakuan dengan imidakloprid nyata lebih tinggi daripada mortalitas serangga uji pada semua perlakuan insektisida nabati baik tunggal maupun campuran. Hal tersebut menunjukkan bahwa imidakloprid memiliki efek kontak langsung yang jauh lebih kuat daripada ketiga jenis insektisida nabati uji. Mortalias P. marginatus akibat perlakuan dengan insektisida nabati uji pada konsentrasi yang lebih tinggi berkisar dari 12% sampai 20.2% pada 24 JSP, 26.7%-33.3% pada 48 JSP, dan 37.3%-48% 72 JSP dengan mortalitas tertinggi
21 Tabel 2 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan insektisida nabati uji dengan metode semprot serangga Perlakuan T. vogelii 0.5% T. vogelii 1% A. squamosa 0.5% A. squamosa 1% C. multiforum 1% C. multiforum 2% Campuran 1 b Campuran 2 b Imidakloprid 0.1% Kontrol a
b
Rata-rata mortalitas (%) pada n JSP a 24 48 72 6.7 de 20.2 b 9.3 bcde 16.0 b 5.3 e 13.3 bc 6.7 cde 12.0 bcd 86.7 a 0f
14.7 c 33.3 b 17.3 c 28.0 b 14.7 c 26.7 b 16.0 c 26.7 b 98.7 a 0d
25.3 c 48.0 b 24.0 c 41.3 b 21.3 c 38.7 b 20.0 c 37.3 b 100 a 0d
JSP: jam setelah perlakuan. Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Campuran 1: ekstrak T. vogelii 0.25% + A. squamosa 0.25% + C. multiforum 0.5%. Campuran 2: ekstrak T. vogelii 0.5% + A. squamosa 0.5% + C. multiforum 1%.
terdapat pada perlakuan dengan ekstrak T. vogelii tetapi di antara perlakuan insektisida nabati tidak terdapat perbedaan mortalitas yang nyata.
Pada
konsentrasi yang lebih rendah juga tidak terdapat perbedaan mortalitas yang nyata di antara perlakuan insektisida nabati pada ketiga waktu pengamatan (Tabel 2). Pada pengujian ini penyemprotan insektisida nabati pada serangga uji hanya dilakukan satu kali tetapi mortalitas serangga uji masih meningkat pada 48 dan 72 JSP. Hal ini menunjukkan bahwa penetrasi senyawa aktif ketiga jenis insektisida nabati uji melalui kutikula nimfa P. marginatus berlangsung lambat. Imidakloprid sangat efektif terhadap P. marginatus baik dengan metode semprot daun (Tabel 1) maupun dengan metode semprot serangga (Tabel 2), yang menunjukkan bahwa insektisida tersebut memiliki efek kontak yang kuat terhadap P. marginatus. Sementara itu, mortalitas P. marginatus akibat perlakuan dengan insektisida nabati uji pada metode semprot serangga jauh lebih rendah daripada mortalitas pada metode semprot daun, yang menunjukkan bahwa insektisida nabati uji memiliki efek kontak langsung yang relatif terbatas. Mortalitas P. marginatus akibat perlakuan campuran insektisida nabati pada konsentrasi yang lebih tinggi secara umum lebih rendah daripada mortalitas serangga uji pada perlakuan masing-masing ekstrak secara terpisah meskipun secara statistika tidak
22 berbeda nyata.
Seperti pada pengujian dengan metode semprot daun, untuk
meningkatkan keefektifan campuran secara kontak langsung, konsentrasi komponen campuran dapat ditingkatkan hingga menyamai konsentrasi komponen masing-masing pada pengujian secara terpisah. Metode Semprot Serangga pada Daun Mortalitas nimfa instar III P. marginatus pada metode semprot serangga pada daun (Tabel 3) lebih tinggi daripada mortalitas pada metode semprot daun (Tabel 1) dan metode semprot serangga (Tabel 2). Hal ini karena senyawa aktif T. vogelii terserap ke dalam tubuh kutu P. marginatus melalui dua cara, yaitu melalui bagian tarsus tungkai kutu yang kontak dengan lapisan residu pada permukaan daun dan melalui kutikula tubuh akibat terkena semprotan langsung. Pada 24 JSP, mortalitas P. marginatus akibat perlakuan dengan ekstrak T. vogelii 0.5% dan 1% masing-masing sudah melebihi 65% kemudian meningkat menjadi 73% dan 88% pada 48 JSP serta 84% dan 96% pada 72 JSP (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak T. vogelii cukup potensial untuk digunakan dalam pengendalian hama kutu P. marginatus dengan cara penyemprotan hama tersebut pada tanaman pepaya. Tabel 3 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan ekstrak T. vogelii dengan metode semprot kutu pada daun Konsentrasi (%, w/v) 0.5 1 Kontrol a
Rata-rata mortalitas (%) pada n JSP a 24 48 72 65.3 b 78.7 a 0c
73.3 b 88.0 a 0c
84.0 b 96.0 a 0c
JSP: Jam setelah perlakuan. Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Keamanan Insektisida Nabati Uji terhadap Larva C. coeruleus Perlakuan dengan ekstrak T. vogelii 1%, A. squamosa 1%, minyak atsiri C. multiflorum 2% dan campuran 2 menyebabkan mortalitas larva instar III C. coeruleus berturut-turut 6%, 2%, 12%, dan 4%. Mortalitas larva C. coeruleus tidak meningkat lagi pada 48 dan 72 JSP (Tabel 4). Pada konsentrasi yang lebih
23 Tabel 4 Mortalitas kumbang predator C. coeruleus akibat perlakuan insektisida nabati uji dengan metode semprot serangga Rata-rata mortalitas (%) pada n JSP a 24 48 72
Perlakuan T. vogelii 0.5% T. vogelii 1% A. squamosa 0.5% A. squamosa 1% C. multiforum 1% C. multiforum 2% Campuran 1 b Campuran 2 b Imidakloprid 0.1% Kontrol a
b
2c 6 bc 0c 2c 6 bc 12 b 0c 4 bc 92 a 0c
2c 6 bc 0c 2c 6 bc 12 b 0c 4 bc 100 a 0c
2c 6 bc 0c 2c 6 bc 12 b 0c 4 bc 100 a 0c
JSP: jam setelah perlakuan. Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Campuran 1: ekstrak T. vogelii 0.25% + A. squamosa 0.25% + C. multiforum 0.5%. Campuran 2: ekstrak T. vogelii 0.5% + A. squamosa 0.5% + C. multiforum 1%.
rendah, mortalitas serangga uji juga lebih rendah, sementara serangga uji pada kontrol tidak ada yang mati.
Perlakuan dengan formulasi imidakloprid 1%
mengakibatkan mortalitas larva C. coeruleus yang tinggi, yaitu meningkat dari 92% pada 24 JSP menjadi 100% pada 48 JSP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan ekstrak daun T. vogelii, ekstrak biji A. squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiflorum serta campuran ketiga bahan nabati tersebut mengakibatkan mortalitas yang lebih tinggi pada nimfa P. marginatus dibandingkan dengan pada larva predator C. coeruleus. Penyemprotan ekstrak T. vogelii terhadap kutu P. marginatus yang terdapat pada tanaman lebih efektif daripada penyemprotan bahan uji pada daun atau pada serangga saja. Keefektifan ekstrak A. squamosa dan minyak atsiri C. multiflorum diharapkan juga akan meningkat seperti ekstrak T. vogelii bila penyemprotan juga dilakukan terhadap kutu P. marginatus yang sudah terdapat pada bagian tanaman. Sementara itu, imidakloprid selain efektif terhadap hama P. marginatus juga beracun terhadap predator C. coeruleus sehingga penggunaannya harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
24
KESIMPULAN DAN SARAN Ekstrak daun T. vogelii dan biji A. squamosa masing-masing pada konsentrasi 1% cukup potensial digunakan untuk mengendalikan hama kutu putih pepaya P. marginatus. Perlakuan ekstrak T. vogelii dengan metode penyemprotan serangga pada daun lebih efektif dibandingkan dengan metode semprot daun atau semprot serangga saja. Minyak atsiri daun C. multiforum memerlukan konsentrasi dua kali lipat untuk menghasilkan keefektifan yang sama dengan ekstrak T. vogelii dan A. squamosa.
Perlakuan dengan campuran T. vogelii 0.5%, A.
squamosa 0.5%, dan C. multiforum 1% mengakibatkan mortalitas P. marginatus yang lebih rendah daripada penjumlahan mortalitas akibat perlakuan dengan ketiga bahan nabati tersebut secara terpisah.
Namun demikian, ketiga jenis
insektisida nabati uji aman terhadap larva predator C. coeruleus. Sementara itu, insektisida pembanding imidakloprid walaupun efektif terhadap kutu P. marginatus juga beracun terhadap larva predator C. coeruleus sehingga harus digunakan dengan sangat hati-hati, bila diperlukan. Bahan tumbuhan yang diteliti dapat diuji terhadap fase perkembangan lain dari kutu P. marginatus, termasuk fase imago. Pengujian terhadap predator jenis lain dan parasitoid hama P. marginatus juga perlu dilakukan agar didapatkan insektisida nabati yang aman dan ramah lingkungan. Pengujian lapangan perlu dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan insektisida nabati uji terhadap hama P. marginatus dan keamanannya terhadap musuh alami hama tersebut.
25
DAFTAR PUSTAKA Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji Tephrosia vogelii J.D. Hooker (Leguminosae) dan ekstrak buah Piper cubeba L. (Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae). Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 10:1‒12. Brown LA, Ihara M, Buckingham SD, Matsuda K, Sattelle DB. 2006. Neonicotinoid insecticides display partial and superagonist actions on native insect nicotinic acetylcholine receptors. Journal of Neurochemistry 99:608‒615. Cox C. 2001. Imidacloprid. Journal of Pesticide Reform 21:15‒21. Delfel NE, Tallent WH, Carlson DG, Wolf IA. 1970. Distribution of rotenone and deguelin in Tephrosia vogelii and separation of rotenoid-rich fractions. Journal Agriculture and Food Chemistry 18:385‒390. Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia. Febrianni A. 2011. Aktivitas insektisida ekstrak biji Annona squamosa, minyak atsiri daun Cinnamomum multiforum, dan ekstrak daun Tephrosia vogelii serta campuran ketiganya terhadap larva Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Friamsa N. 2009. Biologi dan statistik demografi kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink pada tanaman pepaya (Carica papaya L.) [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gaskin MH, White GA, Martin FW. 1972. Tephrosia vogelii: a source of rotenoids for insecticidal and piscicidal use. United States: Dept. of Agriculture. http://gears.tucson.ars.ag.gov/book/chap9/tephrosia.html. [16 Jan 2011]. Grainge M, Ahmed S. 1988. Handbook of Plants with Pest Control Properties. New York: J Wiley. Hertika C. 2011. Aktivitas insektisida minyak atsiri daun Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap ulat kubis Crocidolomia pavonana dan pengaruh fitotiksisitas pada bibit brokoli [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Heu RA, Fukada MT, Conant P. 2007. Papaya mealybug Paracoccus marginatus Willian and Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Honolulu: State of Hawaii Departement of Agriculture. http://hawaii.gov/hdoa/pi/ppc/ npa-1/npa04-03-PMB.pdf. [16 Jan 2011]. Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia, Jilid ke-2. Badan Litbang Kehutanan Jakarta, penerjemah. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Terjemahan dari: De Nuttige Planten van Indonesie.
26 Hodek I, Honěk A. 2009. Scale insects, mealybug, whiteflies and psyllids (Hemiptera, Sternorrhyncha) as prey of ladybird. Biological Control 51:232‒243. Holligworth RM. 2001. Inhibitors and uncouplers of mitochondrial oxidative phosphorylation. Di dalam: Krieger R, Doull J, Ecobichon D, Gammon D, Hodgson et al., editor. Handbook of Pesticide Toxicology. Vol 2. San Diego: Academic Press. hlm 1169‒1227. Jantan I, Yalvema MF, Ahmad NW, Jamal JA. 2005. Insecticidal activities of leaf oils of eight Cinnamomum spesies against Aedes aegepty and Aedes albopictus. Journal of Pharmaceutical Biology 43:526‒532. Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya. Koona P, Dorn S. 2005. Extract from Tephrosia vogelii for the protection of stored legume seeds against damage by three bruchid species. Annals of Applied Biology 147:43‒48. Lambert N, Trouslot MF, Campa CN, Chrestin H. 1993. Production of rotenoids by heterotrophic and photomixotrophic cell cultures of Tephrosia vogelii. Phytochemistry 34:1515‒1520. Lee EJ, Kim JR, Choi DR, Ahn YR. 2008. Toxicity of cassia and cinnamon oil compounds and cinnamaldehyde-related compound to Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae). Journal of Economic Entomology 101:1960‒1966. Liu CH, Mishra AK, Tan RX, Tang C, Yang H, Shen Yf. 2005. Repellent and insecticidal activities of essential oil from Artemesia princieps and Cinnamomum camphora and their effect on seed germination of wheat and broad bean. Bioresource Technology 97:1969‒1973. MacDicken KG. 1990. Cooperative strategies for Leucaena psyllid research. Di dalam: Napompeth B, MacDicken KG. editor. Leucaena Psyllid: Problems and Management. Proceedings of an International Workshop; Bogor, 16‒21 Jan 1989. Arlington (VA): Winrock International. hlm 189‒191. Mahrub E, Hartanti I. 1987. Perkembangan Curinus coeruleus Mulsant. (Coleoptera: Coccinellidae) di lapangan. Kongres Entomologi III; Jakarta, 30 Sep ‒ 2 Okt 1987. 10 hlm. Matsuka M dan Niijima K. 1985. Harmonia axiridis. Di dalam: Singh P, Moore RF, editor. Handbook of Insect Rearing. Vol.1. Elsevier: Amsterdam. hlm 265‒268. Meyerdirk DE, Muniappan R, Warkentin R, Bamba J, Reddy GVP. 2004. Biological control of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) in Guam. Plant Protection Quarterly 19:110‒114. Miller DR, Miller GL. 2002. Redescription of Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Coccoidea: Pseudococcidae), including
27 descriptions of the immature stages and adult male. Proceedings of the Entomological Society of Washington 104:1‒23. Miller DR, Williams DJ, Hamon AB. 1999. Notes on a new mealybug (Hemiptera: Coccoidea: Pseudococcidae) pest in Florida and the Caribbean: the papaya mealybug, Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink. Insecta Mundial 13:3‒4. Minja EM, Silim SN, Karuru OM. 2002. Efficacy of Tephrosia vogelii Crude Leaf extact on insects feeding on pigeopea in Kenya. Internaational Chickpea Pigeonpea Newsletter 8:30‒32. Morallo-Rejesus B. 1986. Botanical insecticides against the diamondback moth. Di dalam: Griggs TD, Talekar N, editor. Diamondback Moth Management. Proceedings of the First International Workshop; Tainan (Taiwan), 11‒15 March, 1985. Shanhua (TW):.AVRDC. hlm 241‒256. Muniappan R, Shepard BM, Waston GW, Carner GR, Sartiami D, Rauf A, Hamming MD. 2008. First report of the papaya melybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae), in Indonesia and India. Journal of Agricultural and Urban Entomology 25:37‒40. Nakahara LM, Nagramine W, Matayoshi S, Kamashiro S. 1987. Biological control program on the Leucaena psyllid, Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera: Psyllidae) in Hawaii. Leucaena Research Report Special Issue 7:39‒44. [NPIC] National Pesticide Information Center. 2010. Imidacloprid: technical fact sheet. http://npic.orst.edu/factsheets/imidacloprid.pdf. [26 Jun 2011]. Ohsawa K, Kato S, Manuwoto S. 1994. Bio-active substances from tropical plants. Di dalam: Sanches FF, Ohsawa K, editor. Natural Bio-active Substances in Tropical Plants. Tokyo: Tokyo University of Agriculture. hlm 65‒72. Oka IN. 1990. Progress and future activities of the Leucaena psyllid research program in Indonesia. Di dalam: Napompeth B, MacDicken KG. editor. Leucaena Psyllid: Problems and Management. Proceedings of an International Workshop; Bogor, 16‒21 Jan 1989. Arlington (VA): Winrock International. hlm 25‒27. Oka IN, Bahagiawati AH, Kamandalu AANB, Suatika IB. 1987. Biologi Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) predator kutu loncat Heteropsylla spp. (Homoptera: Psyllidae). Kongres Entomologi III; Jakarta, 30 Sep ‒ 2 Okt 1987. 6 hlm. Panggraito A. 2011. Perbandingan kandungan senyawa rotenoid dan aktivitas senyawa insektisida ekstrak Tephrosia vogelii terhadap hama kubis Crocidolomia pavonana [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton: Lewis Publishers.
28 Pramayudi N. 2010. Neraca hayati dan pemangsaan Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) pada kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Prijono D, Gani MS, Syahputra E. 1997. Insecticidal activity of annonaceous seed extracts against Cricidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 9:1‒6. Rahmawati MI. 2011. Pemanfaatan dua ekstrak tumbuhan sebadai agens pengendalia hama gudang Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae) dan Tribolium castanaenum Herbst. (Coleoptera: Tenebrionidae) [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rauf A, Rasyid S, Nurmansyah A. 1990. Laboratory life table of Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae), an introduced predator for controlling Heteropsylla cubana Ceawford (Homoptera: Psyllidae). Di dalam: Napompeth B, MacDicken KG. editor. Leucaena Psyllid: Problems and Management. Proceedings of an International Workshop; Bogor, 16‒21 Jan 1989. Arlington (VA): Winrock International. hlm 119‒121. Ravindran PN, Babu NK, Shylaja M. 2004. Cinnamon and Cassia. New York: CRC Press. Rejeki YS. 1996. Aktivitas sinergistik ekstrak biji srikaya (Annona squqmosa L.) dan minyak wijen (Sesamum indicum L.) terhadap Callosobruchus maculatus (F.) (Colleoptera: Bruchidae) [skripsi]. Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sartiami D, Dadang, Anwar R, Harahap IS. 2009. Persebaran hama baru Paracoccus marginatus di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman; Bogor, 5‒6 Agustus 2009. Bogor: Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu IPB. hlm 453‒462. Siswanto, Soehardjan M. 1987. Pengaruh nisbah kelamin terhadap produksi telur Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae). Kongres Entomologi III; Jakarta, 30 Sep – 2 Okt 1987. 6 hlm. Sudarmadji D. 1987. Metode sederhana pembiakan masal predator kutu loncat, Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae). Kongres Entomologi III; Jakarta, 30 Sep ‒ 2 Okt 1987. 7 hlm. Sutardi S. 2011. Ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tanwar RK, Jeyakumar P, Vennila S. 2010. Papaya mealybug and its management strategies. New Delhi: National Centre for integrated pest
29 management. http://www.icar.org.in/files/Papaya%20MealybugNCIPM.pdf. [26 Jan 2011]. Towaha J, Indriarti G. 2008. Multifungsi tanaman kayu manis (Cinnamomum). Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 14:14‒16. van Steenis, Den Hoed CGGJD, Bloembergen S, Eyma PJ. 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. Wagiman FX, Mangoendihardjo S, Mangoendihardjo, Mahrub E. 1990. Performance of Curinus coeruleus Mulsant as a predator against Leucaena psyllid. Di dalam: Napompeth B, MacDicken KG. editor. Leucaena psyllid: Problems and Management. Proceedings of an International Workshop; Bogor, 16‒21 Jan 1989. Arlington (VA): Winrock International. hlm 163‒165. Walker A, Hoy M, Meyerdirk D. 2003. Papaya mealybug, Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Insecta: Hemiptera: Pseudococcidae). Gainesville: Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/IN/IN57900.pdf. [16 Jan 2011]. Williams DJ, Granara de Willink MC. 1992. Mealybug of Central and South America. Wallingford: CAB International. Wulan RDR. 2008. Aktivitas insektisida ekstrak daun Tephrosia vogelli Hook. f. (Leguminosae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yang P. 2006. Laboratory study of predation by Curinus coeruleus (Coleoptera: Coccinellidae) on eggs of Aedes albopictus (Diptera: Culicidae). Proceedings of the Hawaiian Entomological Society 38:127‒129. Zafra-Polo MC, Gonzales MC, Estornell E, Sahpaz S, Cortez D. 1996. Acetogenins from Annonaceae, inhibitors of mitochondrial complex I. Phytochemistry 42:253‒271.