STUDI IMPLEMENTASI SISTEM KENDALI ON-OFF PADA IN STORE DRYER (ISD) UNTUK KOMODITAS JAGUNG
DENI HENDARTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Implementasi Sistem Kendali On-Off Pada In Store Dryer (ISD) Untuk Komoditas Jagung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008 Deni Hendarto NRP F151060031
ABSTRACT DENI HENDARTO. Study on Implementation of On-Off Control System on In-Store Dryer (ISD) for Corn Drying. Under direction of LEOPOLD OSCAR NELWAN, I DEWA MADE SUBRATA, and RAFFI PARAMAWATI. In Store Drying is a drying method that uses ambient air as the drying medium and usually applied for grain. In Indonesia, although the humidity is relatively high, this drying method can still be applied by using an appropriate control system. In this research, a control system algorithm had been developed based on comparing the potential of ambient air with the air condition inside the ISD. The control system hardware was constructed based on the algorithm and then was tested for two different ambient air conditions. Corn was used as the material being dried. Simulation based on heat and mass balance was also performed in order to obtain the performed of the control system. The control system constructed in this research included a power supply, a control circuit, a parallel port circuit with IC74244, and circuit for sensor SHT75. The control system selected the ambient air used for drying of grain in store dryer. The performance test showed that with the average ambient air temperature of 32,8oC and relative humidity of 51,93%, the system could dry 1201,2 kg of shelled corn from the initial moisture content of 17,61% to 12,37%d.b. within 50 hours while the system could dry 915,0 kg from the initial moisture content of 18,02% to 12,25%d.b. within 40 hours when the average temperature was 31,14oC and relative humidity was 54,16%. The simulation performed showed that by using on-off control system, an amount of 350 kg/m2 shelled corn can be dried from moisture content of 18% to 15%d.b. within 33 hours with energy consumption 175MJ. Without the control system the same amount of the shelled corn the drying time was 68 hours and then the energy consumption was 360MJ. Keyword: Control System, In Store Drying (ISD), Corn, Simulation, SHT75
RINGKASAN DENI HENDARTO. Studi Implementasi Sistem Kendali On-Off Pada In Store Dryer (ISD) untuk Komoditas Jagung. Dibimbing oleh LEOPOLD OSCAR NELWAN, I DEWA MADE SUBRATA, dan RAFFI PARAMAWATI. Sistem pengeringan dalam penyimpanan In Store Dryer (ISD) adalah metode pengeringan dalam penyimpan menggunakan udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan biji-bijian yang akan dikeringkan. Udara lingkungan harus lebih kering daripada udara dalam ISD, sehingga kandungan air dalam biji akan bergerak ke luar. Sebagai negara tropis, kondisi udara lingkungan di Indonesia pada umumnya memiliki RH yang tinggi, akan tetapi pada siang hari suhu rata-rata dapat lebih tinggi dari 30oC dengan kelembaban lebih rendah dari 70%. Udara dengan kondisi demikian cukup potensial untuk digunakan sebagai media pengeringan jagung, mengingat kadar air keseimbangan jagung pada kondisi tersebut dapat mencapai kurang dari 14%. Untuk itu dibutuhkan sistem kendali yang dapat mengendalikan pengaliran udara pada saat yang tepat. Pada penelitian ini, sistem kendali diterapkan dengan cara mengalirkan udara ketika suhu udara lingkungan relatif tinggi dan kelembaban rendah. Diharapkan dengan sistem kendali pada ISD ini, maka konsumsi energi dapat dihemat dan kualitas dapat dipertahankan, sehingga biaya produksi menjadi lebih murah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mencakup rancang bangun sistem kendali on-off berdasarkan algoritma sistem kendali yang membandingkan kondisi udara lingkungan dan di dalam ISD, rancang bangun hardware sistem kendali on-off pada ISD, mengkalibrasi sensor suhu dan kelembaban, validasi metode perhitungan kadar air, serta menguji performansi sistem kendali on-off pada ISD. Untuk keperluan pengembangan sistem dilakukan simulasi ISD dengan dan tanpa kendali yang didasarkan pada keseimbangan termal. Sistem kendali pada ISD yang telah dibuat terdiri atas rangkaian catu daya, rangkaian kendali, rangkaian port paralel dengan IC74244, dan rangkaian untuk sensor SHT75. Berdasarkan hasil kalibrasi sensor suhu dan RH yang digunakan dalam penelitian ini telah bekerja dengan baik dan memberikan keluaran yang linier terhadap perubahan suhu dan RH dengan R2=0,9959 untuk suhu dan R2=0,9974 untuk RH. Sedangkan validasi metode penentuan kadar air memberikan R2 sebesar 0,9892. Dengan suhu lingkungan rata-rata 32,8oC dan RH rata-rata 51,93%, pengeringan pada ISD dengan beban 1201,2kg mampu menurunkan kadar air dari sekitar 17,61% hingga 12,37%b.k. selama pengeringan 50 jam. Sedangkan pengeringan dengan beban 915kg mampu menurunkan kadar air dari sekitar 18,02% menjadi 12,25%b.k. dengan suhu lingkungan rata-rata 31,14oC dan RH lingkungan rata-rata 54,16% selama 40jam. Hasil simulasi pada rata-rata suhu lingkungan 31,62oC dan kelembaban 0,022 kg/kg udara kering menunjukkan bahwa dengan menggunakan sistem kendali on-off pengeringan jagung dari kadar air 18% menjadi 15%b.k. membutuhkan waktu 33 jam dan konsumsi energi sebesar 175MJ, sedangkan tanpa sistem kendali memerlukan waktu 68 jam dan energi yang dibutuhkan sebesar 360MJ. Setelah dilakukan pengeringan selama 50 jam hingga mencapai kadar air 12,37% dan penyimpanan selama 30 hari dalam ISD, diketahui bahwa kontaminasi aflatoksin dalam jagung hasil pengujian kualitas adalah 21,1ppb. Nilai ini masih memenuhi persyaratan mutu SNI yaitu 50ppb. Kata kunci: sistem kendali, in store dryer (ISD), simulasi, SHT75, kualitas jagung
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STUDI IMPLEMENTASI SISTEM KENDALI ON-OFF PADA IN STORE DRYER (ISD) UNTUK KOMODITAS JAGUNG
DENI HENDARTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknik Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
i
Judul Penelitian
:
Nama NRP
: :
Studi Implementasi Sistem Kendali On-Off Pada In Store Dryer (ISD) Untuk Komoditas Jagung Deni Hendarto F151060031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP., M.Si. Ketua
Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr. Anggota
Dr. Ir. Raffi Paramawati, M.Si. Anggota
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal lulus:
Tanggal ujian:
ii
PRAKATA Assalamu’alaikum wr. wb. Alhamdulillahi robbilalamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah sistem kendali (control system) dengan judul “Studi Implementasi Sistem Kendali On-Off Pada In Store Dryer (ISD) untuk Komoditas Jagung”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2007 hingga Mei 2008. Selanjutnya shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabat, para pemimpin yang adil dan pada ummat islam hingga akhir zaman. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Leopold O. Nelwan, S.TP., M.Si. selaku ketua komisi pembimbing serta Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr. dan Dr. Ir. Raffi Paramawati, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Kudang B. Seminar yang telah bersedia sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis ini. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian yang telah memberikan arahan dalam penelitian ini, Pof. Dr. Ir. Prawoto, M.SAe. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor yang telah memberikan izin, rekomendasi dan motivasi. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui BPPS yang telah memberikan beasiswa dalam menempuh pendidikan S2 di IPB, serta Departemen Pertanian melalui program penelitian bidang KKP3T dengan Nomor Kontrak: 1632/LB.620/J.1/5/2007 yang telah membiayai penelitian ini. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada isteriku Efrina Bakhtiar, juga anak-anakku tercinta Defin Akbar Fajari dan Defira Nur Fatimah, ayah dan ibuku yang mulia, serta seluruh kakak dan adikku beserta keluarganya yang telah memberikan segala kasih sayang, dukungan, moral, material, dan doanya. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan penelitian Mas Lilik Tri Mulyantara, Sdri. Tamaria Panggabean, dan Sdr. Diswandi Nurba, serta teman-teman Angkatan Tahun 2006,
iii Mas Susanto, Mas Warji, Sdr. Surya, Sdri. Riswanti, Mas Wahyu dan Mas Farry atas kerja sama, dukungan, dan bantuannya selama studi dan penelitian. Selanjutnya ungkapan terima kasih yang setulus-tulusnya disampaikan kepada Sdr. Renato Saksanni, Sdr. Syahrudin, dan Sdri. N. Nurpatia atas bantuan teknis dan non teknis yang telah diberikan. Demikian juga kepada Bapak Harto, Kang Firman, dan Kang Darma selaku pegawai Laboratorium Energi dan Elektrikfikasi Pertanian yang telah membantu dalam pengambilan data serta rekan-rekan dosen dan karyawan Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor atas dukungan dan bantuannya yang telah diberikan. Akhirnya dengan panjatan doa, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan amal soleh mereka dengan yang lebih baik dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Wassalamu’alaikum wr. wb.
Bogor, Agustus 2008 Deni Hendarto
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1974 dari ayah M. Hartono dan ibu Lilik Suginem. Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jambi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Ibn Khaldun Bogor. Penulis memilih Program Studi Teknik Elektro dan Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik. Kemudian pada tahun 2000 penulis diterima sebagai tenaga pengajar di Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor.
iv
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR........................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ ix BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................................. 3 1.3 Manfaat Penelitian........................................................................................................... 3 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................................... 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 4 2.1 Karakteristik Pengeringan ............................................................................................... 4 2.2 Kadar Air Keseimbangan dan Kualitas. .......................................................................... 5 2.2.1 Kadar air keseimbangan (Me) ................................................................................ 5 2.2.2 Konstanta pengeringan (k) ..................................................................................... 6 2.2.3 Persamaan lapisan tipis........................................................................................... 6 2.3 Pengeringan dan Penyimpanan........................................................................................ 7 2.4 Sistem Pengeringan ......................................................................................................... 8 2.4.1 Pengeringan dengan udara panas............................................................................ 8 2.4.2 Pengeringan dengan udara alami............................................................................ 8 2.5 Sistem Kendali dalam Pengeringan................................................................................. 9 2.6 Penerapan Sistem Kendali Menggunakan Komputer (PC) ........................................... 11 2.6.1 Konfigurasi port paralel........................................................................................ 12 2.6.2 Pengaksesan dan pengalamatan port paralel ........................................................ 13 2.7 Sensor suhu dan kelembaban tipe SHT75 ..................................................................... 14 2.8 Transmisi Data............................................................................................................... 15 2.9 Pascapanen dan Kualitas Jagung Berdasarkan SNI....................................................... 16 BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................................... 18 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 18 3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................................. 18 3.3 Metode Penelitian .......................................................................................................... 18
v 3.4 Sistem Kendali pada ISD Menggunakan Personal Computer (PC) .............................. 19 3.4.1 Skema ISD............................................................................................................ 19 3.4.2 Skema sistem kendali dan pembuatan modul (subprogram) ................................ 19 3.4.4 Perancangan Hardware ........................................................................................ 22 3.4.5 Interfacing komputer ............................................................................................ 23 3.4.6 Kalibrasi output SHT75 dan kadar air.................................................................. 24 3.4.7 Sensor suhu dan kelembaban................................................................................ 25 3.4.8 Validasi metode pendugaan kadar air................................................................... 25 3.5 Pengujian Sistem Kendali.............................................................................................. 26 3.6 Konsumsi Energi Listrik................................................................................................ 27 3.7 Analisis Kualitas Jagung Hasil Pengeringan Berdasarkan SNI..................................... 27 3.8 Pemodelan dan Simulasi................................................................................................ 28 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 31 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD.............................................................................. 31 4.1.1 Bagian-bagian luar perangkat sistem kendali....................................................... 31 4.1.2 Bagian-bagian dalam perangkat sistem kendali ................................................... 32 4.2 Kalibrasi Sensor SHT75 pada Sistem Kendali ISD....................................................... 35 4.3 Uji Kinerja Penerapan Sistem Kendali pada ISD.......................................................... 38 4.3.1 Perubahan suhu dan RH ....................................................................................... 38 4.3.2 Penurunan kadar air .............................................................................................. 41 4.3.3 Konsumsi energi listrik......................................................................................... 44 4.3.4 Simulasi pengeringan ........................................................................................... 45 4.3.5 Pengamatan kualitas sebelum dan setelah pengeringan dalam ISD ..................... 51 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 53 5.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 53 5.2 Saran .............................................................................................................................. 53 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 54 LAMPIRAN ........................................................................................................................ 57
vi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Aliran udara minimum yang direkomendaikan untuk pengeringan jagung pipilan dengan udara tanpa pemanasan (Hall, 1993)........................................................... 10 2. Nama port dan alamat register................................................................................. 14 3. Persyaratan mutu standar jagung sebagai bahan baku pakan berdasarkan SNI 014483-1998................................................................................................................ 17 4. Pin dan nama register pada DB25 yang digunakan untuk sistem kendali............... 24 5. Konsumsi energi spesifik (KES) pada pengujian 1 dan pengujian 2 ...................... 44 6. Hasil perbandingan parameter kualitas jagung saat dimasukkan ke ISD, setelah pengeringan dan penyimpanan 30 hari dalam ISD dan persyaratan SNI jagung pakan........................................................................................................................ 51
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Port parallel (DB25) pada personal computer (PC) tampak depan......................... 12 2. Port-port dalam Port Paralel .................................................................................... 12 3. Susunan pin eksternal soket DB25 female pada port paralel PC ........................... 13 4. Sensor temperature dan kelembaban (SHT75)........................................................ 15 5. Rangkaian Sensor Suhu dan Kelembaban Relatif SHT75....................................... 15 6. Port Paralel (DB25) dan Port Serial (DB9) ............................................................. 16 7. Skema sistem kendali pada ISD .............................................................................. 20 8. Diagram alir pengendalian....................................................................................... 22 9. Skema validasi metode pendugaan kadar air........................................................... 26 10. Elemen tumpukan .................................................................................................... 28 11. Perangkat sistem kendali tampak depan.................................................................. 31 12. Perangkat sistem kendali tampak belakang ............................................................. 32 13. Perangkat sistem kendali tampak atas ..................................................................... 32 14. Perangkat sistem kendali tampak samping.............................................................. 33 15. Sistem catu daya dan relay ...................................................................................... 33 16. Rangkaian sistem proteksi terhadap arus dan tegangan lebih. ................................ 34 17. Panel alat ukur voltmeter dan Amperemeter ........................................................... 34 18. Perangkat sistem kendali menggunakan PC saat dioperasikan ............................... 34 19. Hasil kalibrasi suhu sensor SHT75 dengan termometer standar ............................. 35 20. Nilai hasil kalibrasi RH sensor SHT75 dengan alat pengering ............................... 36 21. Hasil kalibrasi nilai kadar air pendugaan dengan pengukuran (oven)..................... 37 22. Fluktuasi suhu selama pengeringan pada pengujian 1............................................. 38 23. Fluktuasi suhu selama pengeringan pada pengujian 2............................................. 39 24. Fluktuasi RH selama pengeringan pada pengujian 1............................................... 40 25. Fluktuasi RH selama pengeringan pada pengujian 2............................................... 40 26. Nilai KA jagung (lingkungan) dan KA jagung (ISD) pengujian 1.......................... 41 27. Nilai Kadar air lingkungan dan ISD hasil pendugaan pengujian 2 ......................... 42 28. Perbandingan KA hasil pendugaan dan pengukuran pengujian 1 ........................... 43
viii 29. Perbandingan KA hasil pendugaan dan pengukuran pengujian 2 ........................... 43 30. Perbandingan penurunan KA hasil simulasi dengan pengukuran ........................... 46 31. Penurunan kadar air hasil simulasi dengan mengubah laju aliran massa udara ...... 47 32. Penurunan kadar air hasil simulasi dengan mengubah tebal tumpukan .................. 48 33. Data fluktuasi suhu lingkungan dan humidity yang digunakan pada simulasi ........ 49 34. Penurunan kadar air hasil simulasi tanpa sistem kendali ........................................ 50 35. Penurunan kadar air hasil simulasi dengan sistem kendali...................................... 50
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sistem Pengering ERK-Hybrid dan In-Store Dryer Terintegrasi.................................... 58 2. Programme Listing Sistem Kendali Pada ISD ................................................................ 59 3. Skema diagram sistem kendali menggunakan komputer ................................................ 71 4. Rangkaian catu daya, rangkaian relay, dan magnet kontaktor ........................................ 72 5. Tabel nama pin pada konektor port parallel (DB25)....................................................... 73 6. Data hasil penerapan dan pengujian 1 sistem kendali pada ISD ..................................... 74 7. Data hasil penerapan dan pengujian 2 sistem kendali pada ISD ..................................... 75 8. Data Laporan Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Jagung .......................................... 76
x
DAFTAR SIMBOL Cpa
:
panas jenis udara kering (J/kgoK)
Cpg
:
panas jenis bijian (J/kgoK
Cpl
:
panas jenis air pada bijian (J/kgoK)
Cpw
:
panas jenis uap air (J/kgoK)
Ga
:
laju aliran udara (kg/m2s)
H
:
Kelembaban (kg/kg)
hcv
:
coeffisien panas volumetric air (kJ/mnt-m3-K)
I
:
arus (A)
k
:
konstanta pengeringan (dalam mnt-1)
La
:
panas laten penguapan air (kJ/kg)
Lg
:
panas laten penguapan dari bijian (kJ/kg)
M
:
kadar air akhir bijian basis kering (% b.k)
Me
:
kadar air keseimbangan (% b.k)
M0
:
kadar air awal (% b.k)
Mw
:
kadar air bijian basis basah (% b.b)
Patm
:
tekanan atmosfer (kPa)
Ps
:
tekanan jenuh air (kPa)
Pv
:
tekanan uap (kPa)
Pw
:
daya listrik (Watt)
RH
:
kelembaban nisbi (%)
SORH :
keluaran sensor untuk RH (dalam desimal)
SOT
:
keluaran sensor untuk suhu (dalam desimal)
t
:
waktu (detik)
T
:
suhu mutlak (oC)
Ta
:
suhu udara (oC)
V
:
tegangan (V)
ρd
:
massa jenis bijian (kg/m3)
z
:
zinggi/tebal tumpukan (m)
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengeringan merupakan salah satu proses pascapanen yang umum dilakukan pada biji-bijian termasuk jagung yang bertujuan untuk menurunkan kadar air pada tingkat yang aman untuk penyimpanan atau proses lanjutan. Kadar air pada tingkat yang aman diartikan sebagai aman terhadap serangan mikroorganisme maupun aman terhadap terjadinya kerusakkan akibat reaksi kimia. Pada pengeringan artificial kebutuhan energi termal untuk pengeringan sangat tinggi, kira-kira 90%–95% dari total kebutuhan energi (Manalu, 1999; Nelwan, 1997). Untuk mengatasi hal tersebut salah satu usaha penghematan konsumsi energi adalah dengan menggunakan pengering yang memanfaatkan udara lingkungan sebagai media pengeringan. Sistem pengeringan dengan memanfaatkan udara lingkungan ini sering disebut sebagai pengeringan dalam penyimpan atau In-Store Dryer (ISD). Namun sistem pengering seperti ini memiliki resiko tinggi jika diaplikasikan pada biji-bijian dengan kadar air awal tinggi. Oleh karena itu, Nelwan et al (2007) menggabungkan sistem pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid dengan ISD, yaitu dengan melakukan pengeringan dengan udara panas sampai kadar air tertentu kemudian dilanjutkan dengan pengeringan ISD. Skema sistem pengering ERK-hybrid dan ISD terintegrasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada sistem ini, pengeringan dilakukan segera setelah panen atau pada kadar air jagung sekitar 23% hingga mencapai kadar air 16%-20% dengan menggunakan pengering ERK. Setelah mencapai kadar air 16%-20%, jagung dipindahkan ke pengeringan dengan udara alami atau ISD. Pada sistem ISD, pengeringan dilakukan menggunakan udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan biji-bijian yang akan dikeringkan. Udara lingkungan harus lebih kering daripada udara dalam ISD, sehingga kandungan air dalam biji akan bergerak ke luar. Apabila kondisi udara lingkungan sebaliknya, maka kadar air biji justru akan semakin meningkat. Sebagai negara tropis, kondisi udara lingkungan di Indonesia pada umumnya memiliki RH yang tinggi, akan tetapi pada siang hari suhu rata-rata dapat lebih
2
tinggi dari 30oC dengan kelembaban lebih rendah dari 70%. Udara dengan kondisi demikian cukup potensial untuk digunakan sebagai media pengeringan biji-bijian, mengingat kadar air keseimbangan jagung pada kondisi tersebut dapat mencapai kurang dari 14%. Karena kondisinya berfluktuasi, tidak semua udara berpotensi untuk digunakan sebagai media pengeringan. Untuk itu dibutuhkan sistem kendali yang dapat mengendalikan pengaliran udara pada saat yang tepat. Pada penelitian ini, sistem kendali diterapkan dengan cara mengalirkan udara ketika suhu udara lingkungan relatif tinggi dan kelembaban rendah. Pengaliran udara dengan kelembaban tinggi dapat menyebabkan berlangsungnya desorpsi (peningkatan kadar air akibat masuknya kembali molekul-molekul air ke dalam biji). Sistem pengendalian ini juga mempunyai keuntungan lain, yaitu berlangsungnya proses tempering pada saat udara tidak dialirkan. Tempering adalah proses homogenisasi kadar air di dalam biji. Jika perbedaan kadar air bagian tengah dan pinggir biji dapat dipertahankan tetap rendah terutama ketika biji telah berada di bawah kadar air 18%, maka biji akan lebih tahan terhadap kerusakan mekanik pada penanganan selanjutnya. Studi sistem kendali pada pengeringan juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sistem kendali pada pengeringan static deep beds telah dikembangkan oleh Ryniecki et al (2007). Pada penelitian tersebut, kelembaban relatif dan suhu pada outlet udara diukur secara langsung dan terus menerus menggunakan sistem otomatis. Teknik pengeringan dalam penyimpan juga telah dilakukan melalui percobaan pada skala laboratorium untuk pengeringan padi di China, di mana dengan udara lingkungan rata-rata 5oC dan RH 70% dapat mengeringkan padi dari kadar air 18,3% menjadi 13,7% selama 24 jam (Srzednicki et al. 2005). Sistem pengeringan Drying Storage System (DS System) untuk pengeringan padi dengan menggunakan tungku pemanas mencatat diperoleh laju pengeringan 0,8%-1,2% per jam dan laju aliran udara minimum yang sesuai untuk penyimpanan gabah sementara adalah 0,001m3/detik/100kg (Widodo et al. 1994). Menurut Prastowo (1998) pengeringan secara mekanis menggunakan flat bed dryer untuk jagung dapat dilakukan selama tiga hari dari kadar air 27,5% menjadi kadar air kisaran
3
13,9%-14,5%. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa jagung dengan kadar air 12,5%-13% dapat disimpan selama 4 sampai 8 bulan. Untuk keperluan pengembangan sistem, simulasi yang didasarkan pada keseimbangan termal penting dilakukan. Dengan melakukan simulasi, dapat diketahui pengaruh parameter desain dan pengoperasian terhadap penurunan kadar air jagung yang dikeringkan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Merancang bangun, mengkalibrasi, dan menguji performansi sistem kendali pada in store dryer (ISD) 2. Melakukan simulasi untuk kondisi laju aliran massa udara dan kapasitas pengeringan yang berbeda serta simulasi pengeringan tanpa dan dengan sistem kendali 3. Mengetahui kualitas jagung sebelum dan setelah pengeringan pada ISD 1.3 Manfaat Penelitian Sistem kendali pada ISD dapat menjamin proses pengeringan dengan memanfaatkan udara lingkungan akan berjalan secara otomatis. Dengan demikian proses pengeringan akan berjalan efektif dengan penggunaan energi yang efisien (hemat). 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan kajian rancang bangun sistem kendali pada ISD. Pengendalian dilakukan dengan cara mengatur aliran udara dengan cara menghidupkan dan mematikan kipas pada ISD pada waktu yang tepat dan didasarkan pada perhitungan parameter suhu, kelembaban udara, dan kadar air jagung. Berdasarkan perhitungan-perhitungan disusun pemrograman dengan menggunakan bahasa Turbo C++ untuk mendapatkan strategi pengendalian udara yang masuk ke dalam ISD.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Pengeringan Pengeringan lapisan tipis merupakan pengeringan partikel atau biji-bijian secara individu yang seluruh bahan terkena udara pengering. Proses pengeringan lapisan tipis dibagi menjadi dua periode: (1) Periode laju pengeringan tetap dan (2) Periode laju pengeringan menurun (Henderson et al. 1997). Periode laju tetap ditandai oleh kecepatan pengeringan yang tidak tergantung pada bahan. Selama periode ini, permukaan bahan begitu basah sehingga seluruh permukaan ditutupi oleh film air yang kontinyu (Sagara, 1990). Pengurangan kadar air yang signifikan akan terjadi pada laju pengeringan konstan dan pada temperatur yang tetap. Dalam kebanyakan situasi, laju pengeringan konstan akan berhenti pada kadar air kritis (Heldman and Singh,1993). Pengeringan dalam laju pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu pergerakan air di dalam bahan ke permukaan dan pengeluaran air dari permukaan (Henderson et al. 1997). Menurut Sharma et al. (2000), produk pangan nonhigroskopis mungkin hanya memiliki satu periode laju pengeringan menurun, sedangkan produk pangan higroskopis memiliki dua periode laju pengeringan menurun. Periode laju pengeringan menurun pertama terjadi pada kondisi dimana seluruh permukaan film sudah diuapkan semua dan laju pengeringan dikendalikan oleh laju pergerakan uap air melewati padatan. Laju pengeringan menurun merupakan periode yang lama pada operasi pengeringan. Pada laju pengeringan menurun, kebanyakan laju pengeringan dipengaruhi oleh temperatur udara dan ketebalan bahan. Periode laju pengeringan menurun kedua menjelaskan kondisi dimana laju pengeringan sebagian besar dikendalikan oleh pergerakan uap air di dalam padatan dan bebas dari kondisi luar dari padatan. Pergerakan uap air dapat terjadi oleh kombinasi dari faktor–faktor seperti difusi cairan, pergerakan kapiler, dan difusi uap.
5
2.2 Kadar Air Keseimbangan dan Kualitas. 2.2.1 Kadar air keseimbangan (Me) Kadar air suatu padatan basah yang berada dalam keseimbangan dengan udara pada suhu dan kelembaban tertentu disebut sebagai kadar air keseimbangan (Mujumdar and Devahastin, 2000). Menurut Somantri (2003), kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content (EMC) merupakan konsep penting dari teori pengeringan dan pembasahan pada bahan-bahan pangan. Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan sebagai tolok ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau pembusukan bahan pada saat penyimpanan. Menurut Hall (1957), beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kadar air keseimbangan adalah kecepatan udara pengering, suhu udara, kelembaban relatif udara, dan kematangan bahan. Kadar air keseimbangan dibedakan menjadi dua yaitu kadar air keseimbangan dinamis dan kadar keseimbangan statis. Kadar air keseimbangan statis didapat dari sistem dengan bahan dan udara pengering dalam keadaan diam. Sedangkan, kadar air keseimbangan dinamis diperoleh dari sistem dengan bahan dan/atau udara pengering dalam keadaan bergerak. Untuk menentukan nilai kadar air keseimbangan digunakan persamaan EMC Henderson (Thompson 1967) dalam Brooker et al. (1992): 1
ln (1 − PV / PVS ) N Me = ..................................................................................(1) N − K (T + C )100 dimana: = Kadar air keseimbangan (% d.b.) Me PV = Kelembaban (%) PVS T = Temperatur (oC) K = 8,6541x10-5 C = 49,810 N = 1,8634
6
2.2.2 Konstanta pengeringan (k) Henderson dan Pabis (1961) dalam Brooker (1992), menyatakan bahwa nilai k hanya dipengaruhi oleh suhu udara pengering. Penentuan nilai k dilakukan dengan asumsi bahwa perubahan suhu bahan terhadap waktu dan suhu udara pengering adalah eksponensial. Untuk menduga nilai k, model yang digunakan mengikuti persamaan: 5023,0 k = 5,4 x10 −1 exp − .................................................................................(2) θ abs dimana: k = Konstantan pengeringan (s-1)
θ abs
= Suhu absolute (oRk)
2.2.3 Persamaan lapisan tipis Waktu pengeringan pada in store dryer adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar air. Menurut Kachru et al. (1971), Watson dan Bhargava (1974), dan Bala (1983) untuk menentukan waktu pengeringan (t) adalah menggunakan persamaan:
M − Me = e − kt .................................................................................................(3) Mo − Me dimana: M = Kadar air akhir, d.b. (%) Me = Kadar air keseimbangan, d.b. (%) M0 = Kadar air awal, d.b. (%) k = Konstanta t = Waktu (s) Penelitian-penelitian tentang sifat termofisik bagi jagung pipilan telah banyak dilakukan. Salah satu di antaranya adalah Elfian (1985) yang menggunakan persamaan yang digunakan oleh Thahir (1984) yang merupakan persamaan lapisan tipis untuk biji-bijian model lempeng: M − Me = 0,177293 exp(− 36,5655 X ) + 0,81585 exp(− 2,47511X ) ..................(4) M0 − Me
7
dimana: Me M M0
= Kadar air keseimbangan, d.b. (%) = Kadar air akhir, d.b. (%) = Kadar air awal, d.b. (%)
X
= kθ (k adalah konstanta pengeringan)
2.3 Pengeringan dan Penyimpanan Salah satu permasalahan pascapanen adalah susut dan turunnya kualitas hasil panen pada komoditi biji-bijian termasuk jagung, sehingga perlu dilakukan upaya metode pengeringan dan penyimpanan yang baik untuk menjaga dan mempertahankan kualitas jagung. Pengeringan adalah proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri atau memperlambat perkembangannya (Hall, 1980). Penyimpanan hasil pertanian berhubungan dengan waktu penggunaan, baik distribusi maupun konsumsi atau pengolahan lanjutan. Penyimpanan bertujuan agar bahan tidak mengalami kerusakan dan penyusutan kualitas selama masa tunggunya. Pada umumnya penyimpanan biji-bijian dilakukan setelah proses pengeringan hingga kadar air yang sesuai. Salah satu tipe pengering berenergi surya yang telah dikembangkan adalah pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK) (Abdullah 1993). Pengering ini merupakan struktur terintegrasi antara kolektor surya dengan wadah produk yang dikeringkan.
Untuk
menjamin
kontinuitas
operasi,
pengering
ini
juga
membutuhkan energi biomassa, sehingga alat ini disebut sebagai pengering ERKhybrid. Alat pengering ERK-hybrid dan ISD terintegrasi merupakan sistem pengeringan dua tahap yang menggunakan energi terbarukan dengan perubahan laju pengeringan. Laju pengeringan pada tahap pertama dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi tetapi aman, kemudian dilanjutkan dengan perngeringan tahap kedua yaitu pengeringan dengan laju yang rendah. Sistem pengeringan tahap kedua ini pada umumnya dapat disebut sebagai pengering dalam penyimpan (In Store Dryer/ISD). Keunggulan sistem pengering pada ISD yang memanfaatkan udara tanpa pemanasan adalah penggunaan energi dan biaya yang rendah. Metode yang digunakan adalah udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan
8
biji-bijian yang akan dikeringkan. Laju pengeringan yang rendah dengan memperhatikan kualitas produk, sehingga pengering ini juga berfungsi sebagai penyimpan. ISD sebagai sistem pengeringan konveksi, mengandalkan aliran udara yang merupakan kunci utama untuk keberhasilan proses pengeringan, karena udara berfungsi sebagai pembawa panas dan uap air. 2.4 Sistem Pengeringan 2.4.1 Pengeringan dengan udara panas Pengeringan dengan alat pengering surya tipe ERK merupakan pengeringan dengan udara panas. Suhu udara pengering rata-rata berkisar antara 39-50oC untuk berbagai lokasi, dengan waktu pengeringan berkisar antara 4-57 jam bergantung pada jenis produk yang dikeringkan. Pengeringan dengan udara panas disebut juga pengeringan dengan laju yang relatif tinggi, karena dengan suhu yang cukup tinggi dapat mengeringkan produk pertanian dalam waktu yang relatif lebih singkat. Penjemuran jagung dalam bentuk tongkol sesaat setelah panen dengan kadar air awal 36,8% menjadi 15,1% dibutuhkan waktu pengeringan 19 hari (3 jam per hari). Lama waktu pengeringan resiko turunnya kualitas jagung, timbulnya jamur yang mengakibatkan pembusukan. Kondisi seperti ini tidak baik untuk penyimpanan jagung jangka lama (Prastowo 1998). Kadar air yang relatif masih tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat menurunkan kualitas biji, sehingga harus diturunkan pada tingkat kadar air tertentu, dengan cara dilakukan pengeringan pada laju yang relatif lebih rendah yaitu pengeringan dengan udara alami. 2.4.2 Pengeringan dengan udara alami Pengeringan dengan udara alami adalah pengeringan
dengan laju yang
rendah. Dengan memindahkan produk ke pengeringan dengan udara alami atau pengeringan dengan laju yang rendah penghematan energi termal dapat dilakukan. Sistem pengeringan dengan udara alami ini dapat juga disebut sebagai pengeringan dalam penyimpan (ISD). Pada kadar air yang rendah, kira-kira 18% jagung pipilan lebih aman untuk disimpan dalam jangka waktu yang relatif lebih
9
lama pada suhu dan kelembaban yang umum ada di Indonesia. Jika asumsi suhu biji-bijian 27oC umur simpan yang aman dapat lebih dari 20 hari, sedangkan pada kadar air lebih tinggi, misalnya 20% pada suhu yang sama umur aman disimpan menjadi hanya kurang dari 10 hari (Brooker, et al. 1993). Penggunaan udara lingkungan tanpa pemanasan sebagai udara pengering telah diuji di Korea selama empat tahun (Kim et al. 1989). Kondisi udara lingkungan yang digunakan mempunyai suhu udara rata-rata 12,8oC-18,6oC dengan RH rata-rata berkisar antara 63,3%-72,0%. Dengan kondisi tersebut sebanyak 2500-3000kg gabah dapat dikeringkan dari kadar air awal 17,2%-21,9% sampai kadar air akhir 13,2%-14,6%. Di Minessota, Amerika Serikat, yang bersuhu sangat rendah yaitu mencapai lebih rendah dari -3,9oC (Wilcke et al. 1993) melakukan simulasi pengeringan udara tanpa pemanasan untuk pengeringan jagung pipilan menggunakan data cuaca selama 36 tahun. Dalam studi tersebut pengurangan aliran udara secara manual disimulasi untuk pengurangan energi kipas. 2.5 Sistem Kendali dalam Pengeringan Salah satu penelitian pengendalian pengeringan dengan pemanasan dilakukan oleh Olmos et al. (2000) untuk gabah. Pengendalian menggunakan metode PID dan optimasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas hasil pengeringan biji dengan kendala waktu pengeringan. Peubah yang dikendalikan di sini adalah suhu dan kelembaban. Pengendalian suhu dan kelembaban tersebut menunjukkan hasil yang memuaskan untuk optimisasi peningkatan kualitas biji yang dikeringkan. Selain melalui pengaturan pemberian panas pada prinsipnya pengendalian suhu pada pengering dapat melalui pengaturan aliran udara. Saat jumlah udara per satuan waktu dari luar sistem (lingkungan) yang masuk ditingkatkan, suhu dalam sistem pengering akan menurun. Sebaliknya ketika jumlah aliran udara yang masuk dikurangi suhu udara di dalam ruang akan meningkat. Di samping itu, debit udara pada pengeringan tumpukan juga memberikan perbedaan penurunan kadar air.
10
Studi penggunaan kontrol otomatis menggunakan heater memberikan suhu udara yang lebih stabil pada pengering surya (Nelwan et al. 1999). Selain itu, penggunaan kontrol otomatis tersebut telah memberikan penghematan energi yang cukup signifikan. Pada saat kadar air masih lebih tinggi dari kadar air yang setara dengan kondisi udara saat itu, aliran udara ditambahkan/dijalankan, sedangkan ketika lebih rendah aliran udara dikurangi/dihentikan. Namun pengendalian harus diatur sedemikian rupa, sehingga penghematan energi dan keseragaman kadar air tetap terjaga. Pada Tabel 1 memperlihatkan ketergantungan kebutuhan aliran udara terhadap kadar air awal. Jika pengeringan dilakukan menggunakan kipas yang tidak dapat dikendalikan, kerugian energi untuk pengaliran udara akan dialami ketika kadar air jagung pipilan dengan awal 20%b.b. telah menurun menjadi 16%b.b. Dengan adanya pengendalian udara menggunakan kontrol otomatis, hal tersebut dapat diminimalkan. Tabel 1 Aliran udara minimum yang direkomendaikan untuk pengeringan jagung pipilan dengan udara tanpa pemanasan (Hall, 1993) Kadar air awal Laju aliran udara (m3/m3.menit) 25 5.57 20 2.34 18 1.56 16 0,78 Sistem kontrol juga digunakan pada pengeringan biji-bijian untuk meminimalisir biaya konsumsi energi (Ryniecki, 1991). Dalam studi tersebut dilakukan pengeringan pada deep bed menggunakan peralatan heater, fan, dan microprocessor. Menurut Tirawanichakul et al. (2004) melalui simulasi diketahui bahwa pengeringan padi dapat dilakukan pada suhu antara 30oC dan 40oC serta pada kelembaban relatif kurang dari 70% dengan laju aliran udara antara 0,651,5m3/min m3. Pengembangan sistem kontrol pada skala laboratorium untuk pengeringan padi dalam ISD juga telah dilakukan di China (Srzednicki et al. 2005). Pada studi tersebut sistem kontrol yang digunakan meliputi PC, Distributed Data Acquisition and Control System (DA&C), dan algoritma PID. Hasil studi menunjukkan adanya pengaruh laju aliran udara terhadap konsumsi energi.
11
2.6 Penerapan Sistem Kendali Menggunakan Komputer (PC) Port paralel ialah port komunikasi di komputer untuk mentransmisi data. Standar port paralel yang digunakan adalah IEEE 1284 tahun 1994. Standar ini mendefinisikan 5 mode operasi, yaitu: 1. mode kompatibilitas 2. mode nibble 3. mode byte 4. mode EPP (enhanced parallel port) 5. mode ECP (Extended capability port) Tujuan dari standar tersebut ialah untuk mendesain driver dan peralatan yang baru yang kompatibel dengan peralatan lainnya serta Standar Paralel Port (SPP) sebelumnya
pada tahun 1981. Mode kompatibilitas, nibble dan byte
digunakan sebagai standar perangkat keras yang tersedia di port paralel orisinal. Sedangkan EPP dan ECP membutuhkan tambahan perangkat keras dan dapat berjalan dengan kecepatan yang lebih tinggi. Mode kompatibilitas atau centronics hanya dapat mengirimkan data pada arah maju pada kecepatan 50 kB/detik hingga 150 kB/ detik. Untuk menerima data, mode harus diubah menjadi mode nibble atau byte. Mode nibble dapat menerima 4 bit (nibble) pada arah yang mundur, misalnya dari alat ke komputer. Mode byte menggunakan fitur bi-directional parallel untuk menerima 1 byte (8 bit) data pada arah mundur (Budiharto, 2004). Port paralel Extend dan Enhanced menggunakan hardware tambahan untuk membangkitkan dan mengatur handshaking. Untuk mengeluarkan 1 byte ke printer menggunakan mode kompatibilitas. Protokol EPP mempunyai 4 macam siklus transfer data yang berbeda yaitu : 1. Siklus baca data (data read) 2. Siklus baca alamat (address read) 3. Siklus tulis data (data write) 4. Siklus tulis alamat (address write)
12
Siklus data digunakan untuk mentransfer data antara host dan peripheral. Siklus alamat digunakan untuk mengirimkan alamat, saluran (channel) atau informasi perintah dan kontrol. Paralel port adalah port yang paling banyak digunakan dalam antar muka (interfacing) dengan berbagai macam peralatan eksternal. Secara umum port paralel terdiri dari 4 jalur kontrol (PC), 5 jalur status (PS) dan 8 jalur data (DP) seperti ditunjukkan dalam Gambar 1. Konektor DB25 merupakan konektor yang paling banyak dijumpai pada paralel port PC.
Gambar 1 Port parallel (DB25) pada personal computer (PC) tampak depan 2.6.1 Konfigurasi port paralel Paralel port adalah port yang paling banyak digunakan dalam interfacing dengan berbagai macam peralatan eksternal. Port paralel terdiri atas data port, status port, dan control port. Sinyal port paralel dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Port-port dalam Port Paralel Secara umum paralel port terdiri dari 4 jalur kontrol register, 5 jalur status register, dan 8 jalur data register. Hubungan pengkabelan yang umum digunakan
13
yaitu konektor tipe DB25 seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. Konektor DB25 merupakan konektor yang paling banyak dijumpai pada port paralel PC, sedangkan konektor centronic dijumpai pada printer.
Gambar 3 Susunan pin eksternal soket DB25 female pada port paralel PC DB25 adalah konektor yang umum digunakan di komputer sebagai port paralel dan pada umumnya ditemukan di printer. DB25 memiliki 25 pin untuk koneksi ke perangkat keras lainnya. Sesuai IEEE 1284 bahwa standar yang digunakan dengan port paralel adalah tipe A yang merupakan konektor DB25 yang dapat ditemukan di hampir semua komputer. Secara lengkap nama-nama pin pada konektor port parallel (DB25) dapat dilihat pada Lampiran 5. 2.6.2 Pengaksesan dan pengalamatan port paralel Untuk
dapat
menggunakan
port
paralel,
harus
diketahui
alamat
komunikasinya. Base address LPT1 biasanya adalah 888 (378h) dan LPT2 adalah 632 (278h). Alamat tersebut adalah alamat yang umumnya digunakan, tergantung dari jenis komputernya. Tepatnya dapat dilihat pada peta memori tempat menyimpan alamat tersebut, yaitu memori 0000.0408h untuk base address LPT1 dan memori 0000.040Ah untuk base address LPT2. Dengan diketahui alamat dari port paralel, maka dapat ditentukan alamat DP, PC, dan PS. Alamat DP adalah base address dari port paralel tersebut, alamat PS adalah base address +1, dan alamat PC adalah base address +2. Tabel 2 memperlihatkan nama port dan alamat masing-masing port yang umum digunakan (Prasetia dan Widodo, 2004)
14
Port
Tabel 2 Nama port dan alamat register Nama Port Alamat Register LPT1 DP 378h/888 LPT1 PS 379h/889 LPT1 PC 37Ah/890 paralel atau port printer sebenarnya terdiri dari tiga bagian yang
masing-masing diberi nama sesuai dengan tugasnya dalam melaksanakan pencetakan pada printer. Tiga bagian tersebut adalah Port Data (Data Port, DP), Port Kontrol (Printer Control, PC), dan Port Status (Printer Status, PS). DP digunakan untuk mengirim data yang harus dicetak oleh printer, PC digunakan untuk mengirimkan kode-kode kontrol dari komputer ke printer, misalnya kode kontrol untuk menggulung kertas, dan PS digunakan untuk mengirimkan kodekode status printer ke komputer, misalnya untuk menginformasikan bahwa kertas telah habis. Dalam komunikasi data paralel, keseluruhan byte data dikirimkan secara bersamaan, data dikatakan ditangani secara parallel. Perangkat ini sering dipergunakan untuk mentransfer data antara komputer dengan peralatan lainnya, seperti sensor, aktuator, dan peralatan-peralatan lainnya. Namun komunikasi ini terbatas dalam melakukan transfer data antar komputer. Kadang terdapat peralatan yang memiliki dua atau lebih port 8-bit yang bisa diprogram untuk menerima ataupun mengirimkan data. 2.7 Sensor suhu dan kelembaban tipe SHT75 Sensor tipe SHT75 adalah sensor suhu dan kelembaban relatif (RH) dengan output digital. Adapun spesifikasi SHT75 ini adalah sebagai berikut: 1. Output digital dan telah terkalibrasi 2. Antarmuka: 2 wire serial 3. Suplai tegangan: 2,4–5,5 Vdc 4. Sensor kelembaban relatif dengan range: 0–100% RH, resolusi 0,03%RH, akurasi ± 2,0%RH Gambar 4 memperlihatkan bentuk fisik SHT75 yang merupakan sensor suhu dan kelembaban. Sensor SHT75 merupakan sensor digital untuk temperatur
15
sekaligus kelembaban pertama di dunia diproduksi oleh pabrik pembuatnya, Sensirion Corp. SHT75 merupakan sensor temperatur dan kelembaban khusus untuk memperoleh kualitas pengukuran yang baik dengan presisi tinggi.
Gambar 4 Sensor temperature dan kelembaban (SHT75) Sensor SHT75 adalah sensor terdiri atas 4 pin. Pin 1 disebut kaki SCK digunakan untuk serial clock input. Pada pin 1 diberi catu daya 5volt yang dihubung seri dengan resistor 10k. Hal ini sama untuk pin 4 yaitu pin DATA yang merupakan serial data bidirectional. Sedangkan pin 2 dan 3 masing-masing digunakan untuk sumber tegangan dan ground. Secara lengkap rangkaian untuk SHT75 diperlihatkan oleh Gambar 5.
Gambar 5 Rangkaian Sensor Suhu dan Kelembaban Relatif SHT75 2.8 Transmisi Data Dalam perangkat elektronik suatu informasi dapat dipindahkan dari satu perangkat ke perangkat lain. Umumnya komunikasi antar perangkat yang sering digunakan ada dua cara, yaitu paralel dan serial. Pengiriman data secara paralel adalah pengiriman data 1 byte data secara bersamaan melalui 8 jalur yang berbeda. Pada Gambar 6 memperlihatkan jenis port paralel atau yang biasa
16
disebut DB25 yang umumnya terdapat pada PC dan jenis port serial atau DB9 yang selalu ada pada PC ataupun notebook/laptop.
Gambar 6 Port Paralel (DB25) dan Port Serial (DB9) Komunikasi serial ialah pengiriman data secara bit per bit dan hanya melalui satu jalur. Serial memiliki kelebihan dalam jarak jangkau dan murah tetapi waktu transmisi yang lambat. Kelebihan dari komunikasi serial terdapat pada jarak jangkaunya. Karena hanya menggunakan satu jalur komunikasi, komunikasi serial memiliki biaya operasi yang sangat murah dari pada komunikasi data secara paralel. Konsekuensi dari komunikasi serial adalah waktu proses pengiriman datanya menjadi lebih lambat. 2.9 Pascapanen dan Kualitas Jagung Berdasarkan SNI Saat
panen yang dianggap tepat adalah jika jagung dengan tingkat
pemasakan (ripening) sudah mencapai kadar air 30%. Jagung yang dipanen pada kadar air tersebut telah dapat digunakan sebagai bahan pakan atau bahan industri, sedang jagung yang masih mudah dimanfaatkan untuk bahan sayur/dibakar. Jagung panen kadar air 30% telah layak untuk pangan maupun pakan ternak. Kadar air jagung yang siap untuk dipipil berada kisaran 30%–17%. Sedangkan kadar air kisaran 17%–12% dapat dikonsumsi atau disimpan (Suwardi dan Suarni 2001). Menurut Suprapto dan Arsana IGKD (1997) untuk tujuan konsumsi perbaikan penyimpanan jagung di tingkat petani dapat dilakukan dengan
17
menggunakan 1,0%–1,5% rimpang dringo karing (acrous calamus) berbentuk serbuka yang dicampur dengan bijian jagung atau 2,25% berbentuk batangan yang tidak dicampur pada penyimpanan jagung pipilan (kadar air awal 13% b.b., pengemas karung plastik) dengan cara penyimpanan tersebut tingkat kerusakan akibat hama gudang kurang dari 7%. Sedangkan penyimpanan jagung pipil kadar rendah (kurang dari 11%b.b.) dapat digunakan pengemas karung glangsi yang dilengkapi dengan kantong plastik PE (tebal 0,15mm). Cara ini efektif untuk menyimpan jagung selama 6 bulan dengan tingkat kerusakan akibat hama gudang sebesar 4%. Standar mutu yang harus dipenuhi jagung hasil pengeringan sebagai bahan baku pakan diperlukan untuk memberikan jaminan bagi petani penghasil dan jaminan mutu pakan ternak yang menggunakannya. Kandungan zat anti nutrisi/racun sampai dengan batas tertentu dalam jagung, tidak membahayakan bagi ternak yang memakannya, maupun bagi manusia yang mengkonsumsi hasil ternak tersebut. Sebagai acuan utama dalam pengeringan jagung digunakan untuk standar mutu adalah SNI 01-4483-1998. Tabel 3 adalah persyaratan mutu standar jagung sebagai bahan baku pakan yang harus dipenuhi berdasarkan SNI adalah sebagai berikut: Tabel 3 Persyaratan mutu standar jagung sebagai bahan baku pakan berdasarkan SNI 01-4483-1998 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Komposisi Kadar air (maksimum) Kadar protein kasar (minimum) Kadar serat kasar (maksimum) Kadar abu (maksimum) Kadar lemak (minimum) Mikotoksin a. Aflatoksin (maksimum) b. Okratoksin (maksimum) Butir pecah (maksimum) Warna lain (maksimum) Benda asing (maksimum)
Syarat Mutu 14 7.5 3.0 2.0 3.0
Satuan % % % % %
50 5.0 5.0 5.0 2.0
ppb ppb % % %
BAB 3. METODE PENELITIAN Metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan penelitian diuraikan melalui pentahapan sebagai berikut: 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan September 2007 sampai dengan Mei 2008. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian mencakup bangunan ISD dan peralatan untuk aplikasi sistem kendali pada ISD meliputi: Personal Computer, perangkat/unit kendali, 2 (dua) unit sensor SHT75, kipas aksial dengan penggerak motor listrik asinkron satu fase , AVOmeter, Software Visual Basic 6.0, dan Turbo C++. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jagung pipilan dengan kadar air sekitar 18% dan berat 1201,2kg untuk pengujian 1 serta 915kg untuk pengujian 2. 3.3 Metode Penelitian Metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian diuraikan melalui tahapan seperti berikut: 1. Membuat modul (subprogram) sistem kendali, meliputi: penyusunan diagram alir pemrograman dan pembuatan modul. 2. Merancang bangun hardware sistem kendali meliputi: membuat skema sistem kendali dan perangkat/unit kendali pada ISD. 3. Mengkalibrasi dan menguji performansi sistem kendali pada ISD. 4. Pemodelan dan simulasi 5. Menganalisis kualitas jagung sebelum dan setelah pengeringan di ISD
19
3.4 Sistem Kendali pada ISD Menggunakan Personal Computer (PC) 3.4.1 Skema ISD Pada penelitian ini ISD merupakan bangunan silo yang berbentuk silinder dengan kapasitas penyimpanan 7500kg jagung curah, dengan ukuran tinggi 3,5m dan diameter 2,5m. Seluruh dinding terbuat dari plat esser yang dilapisi galvanis dengan ketebalan 0,002m, yang diperkuat oleh rangka yang terbuat dari pipa-pipa besi. Dinding terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar dan dalam. Di antara kedua lapisan dinding tersebut diisi dengan busa glasswool sebagai isolator agar pemanasan oleh radiasi matahari tidak mempengaruhi kondisi dalam bangunan ISD, sehingga dinding dalam kondisi adiabatis. Pada bagian atas bangunan ini terdapat lubang sebagai output udara dan juga untuk lubang loading bahan dengan diameter 0,6m. Bagian dalam ISD dilengkapi 13 batang pipa penyalur udara yang berfungsi untuk meratakan distribusi aliran udara di dalam ISD. Pipa-pipa tersebut terbuat dari plat esser berpori yang digalvanis dengan ketebalan 0,002m. Pipapipa tersebut terdiri atas pipa input dan pipa output. Pipa input berjumlah 9 batang berdiameter 0,15m dan pipa output berjumlah 4 batang berdiameter 0,2m dengan tinggi setiap pipa 2m. Pada ISD terdapat kipas aksial yang digerakkan oleh motor listrik asinkron satu fase, melalui pengukuran menggunakan anemometer diperoleh laju aliran udara sebesar 8,289m/s. Berdasarkan perhitungan didapat besar debit udara adalah 56,06 m3/menit, jika dengan massa jenis udara adalah 1,11 kg/m3, maka laju massa udara yang masuk ke dalam ISD adalah sebesar 12,7 kg/menit m2 (0,211kg/detik m2). 3.4.2 Skema sistem kendali dan pembuatan modul (subprogram) Gambar 7 memperlihatkan skema sistem kendali pada ISD. Pada penelitian ini diimplementasikan sistem kendali on-off pada ISD dengan bahasa program Turbo C++. Sistem kendali on-off merupakan sistem yang sederhana dan dalam merancang bangun tidak membutuhkan biaya yang besar dibandingkan dengan sistem kendali dengan logika fuzzy atau sistem kendali yang lainnya.
20
Pengendalian dengan sistem kendali on-off dilakukan dengan cara menyalakan dan mematikan kipas yang ada pada ISD berdasarkan nilai suhu dan RH lingkungan, nilai suhu dan RH pada ISD yang dibaca oleh 2 (dua) sensor SHT75 yang diletakkan di sekitar ISD dan di atas permukaan jagung. Untuk pembacaan data digunakan port paralel sebagai alat komunikasi antara sensor dan komputer.
In Store Dryer (ISD) SHT75 ISD
SHT75 Lingkungan
Perangkat Kendali
PC Kipas Aksial
Udara alami
Gambar 7 Skema sistem kendali pada ISD Dengan menggunakan persamaan (1), kadar air keseimbangan jagung dapat diduga dari suhu dan RH yang dibaca oleh sensor. Pada penelitian ini, kadar air diasumsikan berada dalam kondisi keseimbangan dengan suhu dan RH sehingga nilainya sama dengan kadar air keseimbangan. Kemudian nilai hasil pendugaan kadar air keseimbangan dibandingkan antara pembacaan sensor yang diletakkan di lingkungan dan sensor yang diletakkan di atas jagung dalam ISD untuk
21
menyalakan dan mematikan kipas. Jika kadar air keseimbangan dalam ISD lebih rendah daripada lingkungan maka kipas mati. Sebaliknya, jika kadar air keseimbangan pada ISD lebih tinggi maka kipas menyala. Selain itu, ketika kadar air dalam ISD telah berada di bawah 13%b.k. kondisi kipas mati. Sistem pengendalian dapat terus bekerja selama dibutuhkan pada proses penyimpanan untuk menjaga supaya kadar air keseimbangan tetap kurang dari 13%b.k. Modul (subprogram) yang digunakan pada sistem kendali pada ISD ini adalah pemrograman dengan bahasa C++ dan modul pada penelitian ini terdiri atas 3 (tiga) subprogram. Pertama adalah subprogram akuisisi data yaitu program yang digunakan untuk penulisan dan pembacaan sensor SHT75, subprogram kedua adalah subprogram untuk menghitung kadar air keseimbangan berdasarkan keluaran hasil pembacaan nilai suhu dan RH, dan subprogram ketiga adalah subprogram untuk pengendalian kipas ISD. Secara umum Subprogram pertama dan kedua disebut bagian akuisisi data sedangkan subprogram ketiga disebut bagian pengendalian. Keluaran dari ketiga subprogram tersebut di atas berupa data hasil pembacaan suhu dan RH lingkungan, suhu dan RH pada ISD, nilai hasil pendugaan kadar air, dan kondisi kipas. Sistem kendali pada ISD ini dilakukan pengujian langsung pada In-Store Dryer (ISD) yang merupakan bagian dari alat pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD) terintegrasi. Pemrograman disusun menggunakan bahasa Turbo C++. Programme listing sistem kendali on-off pada ISD dapat dilihat pada Lampiran 2. Diagram alir pemrograman untuk pengendalian seperti diperlihatkan pada Gambar 8.
22
M ulai
B A G IA N A K U ISISI D A T A
Suhu ling k, R H ling k , Suhu ISD , R H ISD
H itu ng M e
M e lingk <M e ISD ?
T
K ipas O FF
Y
M e ISD <13% ?
T
K ipas ON
Y K ipas OFF
Sistem P engendalian diteruskan?
T
Y
B A G IA N PE N G E N D A L IA N
Selesai
Gambar 8 Diagram alir pengendalian
3.4.4 Perancangan Hardware Sistem kendali yang dipergunakan pada ISD adalah sistem pengendalian dengan menggunakan komputer dapat melalui port paralel atau LPT1 (Budiharto, 2004). Dalam sistem ini yang dikendalikan adalah kipas aksial yang terdapat pada ISD. Skema diagram sistem pengendalian dengan menggunakan PC (komputer) melalui port paralel dapat dilihat pada Lampiran 3.
23
Rangkaian catu daya untuk sistem kendali menggunakan komputer (PC) dapat dilihat pada Lampiran 4a. Rangkaian ini terdiri atas trafo 500mA, dioda tipe IN4002, IC L7812, dan L7805 yang digunakan untuk menghasilkan tegangan searah 12V dan 15V. Sedangkan Lampiran 4b memperlihatkan rangkaian relay yang digunakan untuk menyalakan dan mematikan kipas aksial pada ISD. Rangkaian ini terdiri atas relay 12Vdc dan kontaktor tipe SK10. Rangkaian ini akan bekerja jika diberi tegangan oleh thyristor dan kemudian akan mengaktifkan kontaktor. Melalui kontaktor ini kipas aksial pada ISD akan dioperasikan. Pada sistem pengendalian menggunakan komputer digunakan port parallel sebagai antarmuka dengan sensor SHT75. Selanjutnya agar sensor dan komputer dapat berkomunikasi maka dibutuhkan IC74244 (buffer tiga kondisi). IC ini digunakan untuk mengamankan aliran data dari sensor ke komputer. Secara umum rangkaian antara port paralel dan IC74244 dapat dilihat pada Lampiran 4c. 3.4.5 Interfacing komputer Untuk mengkomunikasikan komputer dengan perangkat elektronik lainnya dibutuhkan penguasaan pemrograman dan pengetahuan tentang piranti elektronik penunjangnya. Pemrograman port (port programming) adalah suatu perintah program yang digunakan untuk membaca suatu register yang ditugaskan secara spesifik untuk membaca piranti elektronik tertentu yang dihubungkan ke personal komputer (PC). Pada penelitian ini port parallel adalah port pada komputer yang digunakan untuk mentransmisikan data. Port ini juga digunakan sebagai interfacing komputer dengan perangkat keras atau perangkat elektronik lainnya (kipas aksial). Pada pengendalian menggunakan PC melalui port paralel (DB25), printer control yang digunakan adalah PC0 (pin 1) dan PC1 (pin 14), sedangkan data port yang digunakan adalah DP0 (pin 2), DP1 (pin 3), dan DP2 (pin 4). Adapun printer status yang digunakan adalah PS4 (pin 13) dan PS5 (pin 12). PS4 dihubungkan dengan pin DP0 yaitu pin 4 (Data) pada sensor SHT75 untuk lingkungan. Sedangkan PS5 dihubungkan dengan DP1 yaitu pin 4 (Data) pada SHT75 untuk
24
ISD. Secara lengkap pin dan nama register pada DB25 yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Pin dan nama register pada DB25 yang digunakan untuk sistem kendali Pin DB25 Nama Register Digunakan untuk Keterangan 1 PC0 Pin 1 (SCK) SHT75 ISD 14 PC1 Pin 1 (SCK) SHT75 Lingkungan 2 DP0 Pin 4 (Data) SHT75 Lingkungan 3 DP1 Pin 4 (Data) SHT75 ISD 4 DP2 Triger/pemicu on-off pada relay 13 PS4 dihubungkan dengan DP0 12 PS5 dihubungkan dengan DP1 24 GND
3.4.6 Kalibrasi output SHT75 dan kadar air Untuk mengkonversi dan kalibrasi nilai output sensor SHT75 ke nilai RH menggunakan persamaan: 2
RH = C1 + C 2 SORH + C 3 SORH .........................................................................(5)
dimana: C1
= -4
C2
= 0,0405
C3
= -2,8 x 10-6
SORH= keluaran sensor untuk RH (dalam desimal) Sedangkan persamaan yang digunakan untuk mengkonversi dan kalibrasi nilai keluaran sensor SHT75 menjadi nilai suhu adalah Suhu = d1 + d 2 SOT ............................................................................................(6)
dimana: d1
= -40oC
d2
= 0,01 oC
SOT
= keluaran sensor untuk suhu (dalam desimal) Selanjutnya untuk menentukan nilai kadar air keseimbangan digunakan
persamaan (1) yaitu persamaan EMC Henderson (Thompson 1967) dalam Brooker et al. (1992).
25
3.4.7 Sensor suhu dan kelembaban Pada penelitian ini digunakan sensor suhu dan kelembaban relatif tipe SHT75 memiliki 4 (empat) pin yang terdiri atas pin 1 untuk serial clock input (SCK), pin 2 dihubung dengan tegangan 5V, pin 3 dihubungkan dengan ground dan pin 4 untuk serial data bidirectional (DATA). Sensor suhu dan RH tipe SHT75 merupakan komponen dengan keluaran digital. SCK pada pin 1 digunakan untuk sinkronisasi pada komunikasi antara komputer dan sensor SHT75. Sedangkan DATA pada pin 4 digunakan untuk mentranfer data masukan dan keluaran dari sensor SHT75. Untuk mendapatkan nilai suhu dan RH, keluaran digital dari sensor dikonversi menjadi nilai desimal yang kemudian dimasukan ke persamaan (5) dan (6) untuk memperoleh nilai suhu dan RH. Pengiriman data nilai suhu dan RH ke komputer dilakukan melalui port paralel yang dilengkapi IC74244 sebagai buffer. 3.4.8 Validasi metode pendugaan kadar air Proses validasi metode pendugaan kadar air dilakukan dengan cara meletakkan sensor SHT75 ke dalam tabung berisi jagung yang dihembus udara lingkungan menggunakan kipas sentrifugal. Gambar 9 memperlihatkan skema validasi metode pendugaan kadar air. Kadar air pendugaan merupakan nilai perhitungan (persamaan 1) dari pembacaan oleh sensor suhu dan RH. Nilai ini merupakan rata-rata dari 15 menit pendugaan. Pada saat ini juga sampel diambil untuk penentuan kadar air dengan menggunakan metode oven. Untuk memperoleh kadar air yang berbeda, biji jagung dikeringkan menggunakan udara panas (suhu udara 50oC) selama 30 menit dan kemudian didinginkan selama 10 menit. Setelah itu, udara lingkungan kembali dihembuskan melalui tumpukan jagung selama 30 menit dan pendugaan kadar air dilakukan menggunakan rata-rata dari 15 menit pengukuran terakhir. Cara ini diulangi sampai pada kadar air 13%b.k. Kemudian kadar air pendugaan dan kadar air hasil pengukuran diplot pada grafik dan ditentukan nilai R2nya.
26
SHT75 Komputer Jagung
Udara lingkungan
Centrifugal fan
Gambar 9 Skema validasi metode pendugaan kadar air 3.5 Pengujian Sistem Kendali Setelah tahap penyusunan program logika pengendalian selesai, maka SHT75 (sensor suhu dan kelembaban), perangkat catu daya, relay, kipas, serta unit komputer diintegrasikan. Pengujian kinerja sistem kendali yang telah terintegrasi dengan pengering ERK-hybrid dan ISD dilakukan dimana parameter-parameter yang terkait dengan kinerja pengendalian dianalisis, yang mencakup: perubahan suhu, RH, kadar air, dan waktu pengeringan. Hubungan-hubungan antara variabelvariabel di atas dianalisis secara grafik. Sedangkan pengujian mutu hasil pengeringan dan penyimpanan dalam ISD meliputi kandungan aflatoksin dalam jagung. Pengujian sistem kendali ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem pengendalian kadar air jagung pada ISD menggunakan komputer melalui port paralel telah bekerja sesuai dengan diagram alir pemrograman seperti pada Gambar 8, yaitu jika nilai pendugaan kadar air keseimbangan telah tercapai yaitu kurang dari 13%b.k. maka kipas pada ISD dalam kondisi off, jika tidak/belum tercapai maka on. Di samping itu, hasil pengujian akan dianalisis dan diamati perubahan suhu, RH, dan kadar air berdasarkan data yang diperoleh selama pengujian. Pada pengujian sistem kendali ini dilakukan 2 (dua) kali, untuk melihat kinerja ISD pada kondisi lingkungan yang berbeda. Pengujian pertama dan kedua dilakukan dengan cara mengoperasikan sistem kendali hingga kadar air jagung
27
dalam ISD mencapai kadar air kurang dari 13%b.k. Pada kedua pengujian ini dilakukan pengambilan dan penyimpanan data yang terdiri atas suhu dan RH lingkungan, suhu dan RH pada ISD, kadar air keseimbangan lingkungan, kadar air keseimbangan pada ISD, dan kondisi pengendalian kipas pada ISD. Sampling data dilakukan tiap jam, namun data yang terekam melalui sistem kendali adalah per menit. 3.6 Konsumsi Energi Listrik Untuk menghitung besarnya konsumsi energi spesifik (KES) pada pengeringan jagung menggunakan ISD, digunakan data daya, tegangan dan arus motor listrik sebagai penggerak kipas. Konsumsi energi spesifik merupakan besarnya energi yang dibutuhkan untuk menguapkan per kilogram air yang diuapkan. Energi yang dibutuhkan pada pengeringan ini adalah energi listrik. Motor listrik yang digunakan untuk menggerakkan kipas adalah motor asinkron satu fase dengan catu tegangan 220V dan hasil pengukuran arus diperoleh nilai rata-rata sebesar 4,5A. Kemudian dilakukan perhitungan besarnya konsumsi energi spesifik pada pengujian 1 dan pengujian 2. 3.7 Analisis Kualitas Jagung Hasil Pengeringan Berdasarkan SNI Jagung bahan baku pakan ternak adalah jagung pipilan hasil tanaman jagung (Zea mays L) berupa biji kering yang telah dilepaskan dan dibersihkan dari tongkolnya. Untuk menganalisis kualitas jagung hasil pengeringan digunakan persyaratan mutu standar jagung bahan baku pakan sesuai SNI 01-4483-1998. Analisi kualitas dilakukan dua kali, yang pertama adalah pada kondisi awal dengan kadar air sekitar 17,61%. Sedangkan analisis kualitas kedua dilakukan setelah dikeringkan dalam ISD hingga mencapai kadar air 12,37%b.k. dan disimpan dalam ISD hingga 30 (tiga puluh) hari. Analisis dilakukan di laboratorium Balitro dan Balitvet Bogor. Untuk analisis kadar abu, serat, lemak, dan protein dilakukan di laboratorium Balitro sedangkan untuk analisis aflatoksin dilakukan di laboratorium Balitvet. Untuk analisis aflatoksin dibutuhkan 4 sampel dengan berat masing-masing 500gram. Sedangkan untuk analisis kadar protein, serat kasar, abu dan lemak dibutuhkan 3 sampel dengan berat masing-masing
28
500gram. Waktu yang dibutuhkan untuk analisis tersebut sekitar seminggu atau 7 (tujuh) hari kerja. Setelah analisis selesai selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kualitas jagung hasil pengeringan dan penyimpanan dalam ISD. Di samping itu kualitas jagung dibandingkan dengan SNI. 3.8 Pemodelan dan Simulasi Penurunan kadar air diduga
berdasarkan model-model yang meliputi
persamaan-persamaan pindah panas dan massa. Metode beda hingga Euler digunakan dalam penyelesaian model-model tersebut (Nelwan, 2007). Gambar 10 memperlihatkan suatu model elemen tumpukan yang dilalui oleh aliran udara Ga dari z menuju z+dz. Pada gambar terdapat empat variabel yang tidak diketahui yaitu kadar air M, kelembaban H, suhu udara Ta, dan suhu biji-bijian Tg (Bala, 1997). z+dz
Grain (Tg,M) dz Grain (Ta, H,Ga)
Gambar 10 Elemen tumpukan Pemodelan yang digunakan untuk simulasi terdiri atas: 1. Persamaan keseimbangan massa
Ga
∂H ∂M = −ρ d .......................................................................................(7) ∂z ∂t
dimana:
Ga
= laju aliran udara (kg/m2s)
H
= kelembaban mutlak (kg/kg)
ρd
= massa jenis bijian (kg/m3)
M
= kadar air bijian (% b.k)
T
= waktu (detik)
29
2. Persamaan energi panas untuk udara Perubahan entalpi dalam udara merupakan selisih perpindahan panas ke bijibijian dengan panas yang dibawa oleh uap air. Persamaan untuk keseimbangan panas adalah sebagai berikut:
∂Ta (− hcv + C pw ρ d (∂M / ∂t ))(Ta − T g ) = ....................................................(8) ∂z G a (C pa + C pw H )
dimana: Cpa
= panas jenis udara kering (J/kgoK)
Cpg
= panas jenis bijian (J/kgoK)
Cpl
= panas jenis air pada bijian (J/kgoK)
Cpw
= panas jenis uap air (J/kgoK)
hcv
= coeffisien panas volumetric air (kJ/mnt-m3-K)
Ta
= suhu udara (oC)
Tg
= suhu bijian (oC)
3. Persamaan laju perpindahan panas biji Perubahan entalpi pada biji merupakan selisih antara pindah panas konveksi ke biji dengan sumber panas untuk menguapkan air ke udara. ∂Tg ∂z
=
hcv (Ta − Tg )
ρ d (C pg + C pl M )
+
ρ d (L g + (C pw − C pl )T g )(∂M / ∂t ) ρ d (C pg + C pl M )
.....................(9)
Keseimbangan uap air di dalam ISD dipengaruhi oleh jumlah uap air yang masuk dari lingkungan, penambahan uap air dari jagung, dan jumlah uap air yang keluar dari ISD ke lingkungan. Simulasi pengeringan ISD dilakukan dengan menggunakan program pengeringan pada ISD dengan aplikasi Visual Basic 6.0 (Nelwan, 2007). Pada simulasi ini dilakukan dengan 2 (dua) skenario, yaitu pertama simulasi diasumsikan dengan besaran laju aliran udara diubah dari sebesar 0,211kg/detik m2 menjadi 0,411 kg/detik m2. Sedangkan pada simulasi kedua diubah tebal tumpukan dari 0,5m menjadi 1m. Pada kedua simulasi juga diasumsikan bahwa suhu lingkungan rata-rata 33oC dan RH lingkungan rata-rata 53%. Tujuan simulasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh laju aliran udara dan tebal tumpukan (beban) terhadap waktu pengeringan. Kemudian akan dianalisis juga
30
hubungan antara waktu pengeringan dengan konsumsi energi. Model matematik yang digunakan untuk menduga perubahan suhu, RH, dan kadar air jagung divalidasi dengan menggunakan data-data hasil pengujian 2. Masukan data untuk validasi model meliputi suhu dan RH. Simulasi juga dilakukan untuk melihat perbedaan kinerja ISD dengan dan tanpa sistem kendali dalam mengeringkan jagung. Parameter yang diperoleh dari simulasi ini adalah perubahan kadar air pada tiga lapisan, waktu pengeringan, dan konsumsi energi.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD
Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini perangkat keras (hardware) yang dibuat meliputi rangkaian catu daya, rangkaian kendali, rangkaian port paralel dengan IC74244 (buffer tiga kondisi), dan rangkaian untuk sensor SHT75. Jalur komunikasi data antara komputer dengan sensor SHT75 digunakan perangkat antar muka (interfacing) port paralel. Secara umum bagianbagian pada perangkat kendali pada ISD yang telah dirancang bangun adalah sebagai berikut: 4.1.1 Bagian-bagian luar perangkat sistem kendali
Bagian depan perangkat sistem kendali seperti tampak pada Gambar 11. Pada bagian depan ini terletak tombol power, beberapa lampu indikator, serta terminal input (sumber tegangan) dan output yang dihubungkan ke blower/kipas ISD.
Gambar 11 Perangkat sistem kendali tampak depan Sedangkan pada bagian belakang dari perangkat sistem kendali ini terdapat kipas untuk sistem pendingin, sekring untuk sistem proteksi, konektor ke sensor SHT75, dan port paralel untuk dihubungkan ke komputer. Gambar 12 memperlihatkan bagian belakang pada perangkat sistem kendali.
32
Gambar 12 Perangkat sistem kendali tampak belakang 4.1.2 Bagian-bagian dalam perangkat sistem kendali
Bagian dalam sistem kendali tampak atas diperlihatkan pada Gambar 13. pada bagian dalam sistem tampak beberapa komponen di antaranya seperti trafo, magnet kontaktor, dan buffer tiga kondisi. Trafo digunakan untuk penurun tegangan dari 220V menjadi 12V dan 5V. Magnet kontaktor digunakan sebagai saklar on/off
untuk mengkondisikan kipas pada ISD. Sedangkan buffer tiga
kondisi untuk mengatur penulisan dan pembacaan data melalui sensor SHT75.
Gambar 13 Perangkat sistem kendali tampak atas Perangkat sistem kendali yang diintegrasikan dengan komputer terdiri atas sistem catu daya dan relay pada bagian bawah, sistem proteksi terhadap arus dan tegangan lebih pada bagian tengah, serta buffer tiga kondisi pada bagian atas. Gambar 14 memperlihatkan bagian dalam sistem kendali tampak samping.
33
Gambar 14 Perangkat sistem kendali tampak samping Perangkat sistem kendali ini terbagi atas 3 (tiga) bagian. Bagian pertama adalah bagian bawah yang terdiri atas rangkaian catu daya dan rangkaian relay. Catu daya yang disediakan berupa sumber tegangan 5volt dan 12volt. Tegangan 5 volt digunakan untuk mencatu tegangan ke sensor SHT75, sedangkan tegangan 12volt digunakan untuk menggerakkan relay. Secara umum sistem catu daya dan sistem relay diperlihatkan oleh Gambar 15.
Gambar 15 Sistem catu daya dan relay Untuk sistem pengamanan perangkat sistem kendali dari kesalahan instalasi, maka perangkat ini dilengkapi dengan sistem proteksi yang terdiri atas proteksi terhadap arus lebih dan tegangan lebih. Proteksi terhadap arus lebih digunakan sekering 0,25mA dan untuk proteksi terhadap tegangan lebih digunakan dioda zener 5 Volt. Dioda ini berfungsi mengamankan sensor SHT75 yang sangat peka terhadap tegangan lebih. Sedangkan sekering digunakan sebagai pengaman secara keseluruhan pada perangkat sistem kendali. Sistem proteksi terhadap arus dan tegangan lebih pada perangkat sistem kendali dapat dilihat pada Gambar 16.
34
Gambar 16 Rangkaian sistem proteksi terhadap arus dan tegangan lebih. Pada pengujian dan penerapan sistem kendali ini, juga dilengkapi dengan panel alat ukur voltmeter dan ampere meter. Panel-panel ukur ini digunakan untuk mengetahui nilai tegangan dan arus selama proses pengendalian berlangsung. Selain itu, dengan panel-panel alat ukur ini digunakan juga untuk memonitor fluktuasi tegangan dan arus. Gambar 17 memperlihatkan panel alat ukur tegangan dan arus listrik.
Gambar 17 Panel alat ukur voltmeter dan Amperemeter Selanjutnya secara umum penerapan sistem pengendalian menggunakan komputer pada saat pengujian alat di lapangan diperlihatkan pada Gambar 18.
Gambar 18 Perangkat sistem kendali menggunakan PC saat dioperasikan
35
Data yang tampil pada monitor dan terekam meliputi data-data waktu pengambilan data, suhu lingkungan, RH lingkungan, suhu pada ISD, RH pada ISD, kadar air keseimbangan lingkungan dan ISD, serta kondisi kipas pada ISD. 4.2 Kalibrasi Sensor SHT75 pada Sistem Kendali ISD
Hasil kalibrasi suhu sensor SHT75 dengan menggunakan termometer standar diperoleh hasil seperti pada Gambar 19. Secara keseluruhan hasil kalibrasi ini baik, karena nilai suhu yang terbaca oleh sensor relatif sama dengan suhu yang terbaca oleh termometer standar. Dari grafik terlihat hubungan antara nilai suhu standar dengan suhu pengukuran sensor SHT75 adalah linier dengan nilai R2=0,9959 untuk lingkungan dan R2=0,9875 untuk ISD. 46,0 y = 0,9718x + 0,9288 R 2 = 0,9959
44,0
Suhu Pengukuran (oC)
42,0
40,0
y = 0,9102x + 2,6994 R2 = 0,9875
38,0
36,0
34,0
32,0
30,0 30
32
34
36
38
40
42
44
46
Suhu Termometer Standar (oC) Suhu SHT75 Lingkungan
Suhu SHT75 ISD
Linear (Suhu SHT75 Lingkungan)
Linear (Suhu SHT75 ISD)
Gambar 19 Hasil kalibrasi suhu sensor SHT75 dengan termometer standar
36
Sedangkan hasil kalibrasi RH sensor SHT75 diperoleh seperti pada Gambar 20. Nilai RH sensor SHT75 dikalibrasi menggunakan alat pengering berakuisisi sebagai acuan. Berdasarkan grafik terlihat hubungan antara nilai RH standar dengan RH pengukuran sensor SHT75 adalah linier dengan nilai R2=0,9974 untuk sensor SHT75 di lingkungan dan R2=0,9901 untuk sensor SHT75 pada ISD. 85 80
y = 0,8464x + 10,524 R2 = 0,9974
75
Pengukuran RH (%)
70 65
y = 0,8737x + 7,5245 R2 = 0,9901
60 55 50 45 40 35 35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
RH Standar (%) RH Lingkungan
RH pada ISD
Linear (RH pada ISD)
Linear (RH Lingkungan)
Gambar 20 Nilai hasil kalibrasi RH sensor SHT75 dengan alat pengering Pembacaan nilai RH antara sensor SHT75 dengan alat pengering terjadi selisih antara 2%–3%, kecuali pada saat pembacaan suhu 50oC dan RH 75%. Selain itu nilai RH yang terekam telah sesuai dengan datasheet SHT75, bahwa sensor tersebut memiliki akurasi sekitar 2%.
37
Selain suhu dan RH, persamaan perhitungan kadar air keseimbangan yaitu persamaan (1) juga dilakukan kalibrasi. Persamaan ini yang digunakan untuk menduga nilai kadar air keseimbangan pada jagung, di mana nilai kadar air jagung diasumsikan sama dengan kadar air keseimbangan. Hasil kalibrasi persamaan perhitungan kadar air keseimbangan seperti terlihat pada Gambar 21. Nilai kadar air hasil pendugaan dikalibrasi dengan nilai kadar air menggunakan metode oven. Nilai kadar air yang diukur dan diduga berada pada selang 13%–23%b.k. Berdasarkan grafik terlihat hubungan antara nilai kadar air pendugaan dan pengukuran adalah linier dengan nilai R2=0,9892. Sedangkan nilai selisih rata-rata antara kadar air perhitungan dan pengukuran adalah 0,17%. 23
22
21
Kadar Air Pendugaan (%b.k.)
20
19
y = 1,1104x - 2,1424 R2 = 0,9892
18
17
16
15
14
13 13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Kadar Air Pengukuran (%) Kadar Air
Linear (Kadar Air)
Gambar 21 Hasil kalibrasi nilai kadar air pendugaan dengan pengukuran (oven)
38
4.3 Uji Kinerja Penerapan Sistem Kendali pada ISD 4.3.1 Perubahan suhu dan RH
Berdasarkan hasil pengujian sistem kendali pada ISD diperoleh fluktuasi suhu lingkungan dan ISD selama pengeringan berlangsung. Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada siang hari nilai kadar air kurang dari 13%b.k diperoleh setelah 50jam pengeringan atau dengan rata-rata operasi 10jam per hari. Nilai suhu lingkungan tertinggi yang dideteksi oleh sensor mencapai 37,54OC, suhu terendah adalah 27,83OC, sedangkan suhu rata-rata lingkungan adalah 32,8OC. Suhu lingkungan cenderung fluktuatif, hal ini disebabkan oleh cuaca yang fluktuasi. Selama pengeringan berlangsung dapat dikatakan secara umum bahwa kondisi cuaca cerah dan kadang berawan. Suhu tertinggi pada ISD terekam adalah 34,46OC, suhu terendah 26,61OC, dan suhu rata-rata ISD 29,62oC. Selisih rata-rata antara suhu lingkungan dengan ISD adalah 3,18OC. Gambar 22 memperlihatkan grafik fluktuasi suhu lingkungan dan suhu pada ISD selama pengeringan pada pengujian 1. 38,00 36,00
Suhu (oC)
34,00 32,00 30,00 28,00 26,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengeringan (Jam) Suhu Lingkungan
Suhu ISD
Gambar 22 Fluktuasi suhu selama pengeringan pada pengujian 1 Pada pengujian 2, nilai suhu lingkungan tertinggi 35,45OC, suhu terendah adalah 24,43OC, sedangkan suhu rata-rata lingkungan adalah 31,14OC. Sedangkan
39
suhu tertinggi pada ISD terekam adalah 32,25OC, suhu terendah 24,02OC, dan suhu rata-rata ISD 27,72oC. Selisih rata-rata antara suhu lingkungan dengan ISD adalah 3,42OC. Gambar 23 memperlihatkan grafik fluktuasi suhu lingkungan dan suhu pada ISD selama pengeringan pada pengujian 2.
35,00
Suhu (oC)
33,00 31,00 29,00 27,00 25,00 23,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam)
Suhu Lingkungan
Suhu ISD
Gambar 23 Fluktuasi suhu selama pengeringan pada pengujian 2 Berdasarkan data yang diperoleh bahwa RH lingkungan tertinggi tercatat 67,75%, terendah 38,26%, dengan rata-rata 51,93%. Sedangkan RH tertinggi pada ISD adalah 75,44%, terendah 53,95% sedangkan RH rata-rata selama proses pengeringan adalah 67,25%. Selisih rata-rata antara RH lingkungan dan RH ISD adalah 15,32%. Perubahan RH lingkungan dan ISD selama pengeringan dapat dilihat pada Gambar 24. Kipas pada ISD akan off jika KALingk
40
78
OFF
73
OFF
OFF
68
RH (%)
63
OFF
58 53 48 43 38 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengeringan (Jam) RH Lingkungan
RH ISD
Gambar 24 Fluktuasi RH selama pengeringan pada pengujian 1 Pada pengujian 2, RH lingkungan tertinggi tercatat 74,91%, terendah 37,98%, dengan rata-rata 54,16%. Sedangkan RH tertinggi pada ISD adalah 77,91%, terendah 53,06% sedangkan RH rata-rata selama proses pengeringan adalah 71,82%. Selisih rata-rata antara RH lingkungan dan RH ISD adalah 17,67%. Perubahan RH lingkungan dan ISD selama pengeringan pengujian 2 dapat dilihat pada Gambar 25 OFF
80,00 75,00
OFF
70,00
RH (%)
65,00 60,00
OFF
55,00 50,00 45,00 40,00 0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu Pengeringan (Jam)
RH Lingkungan
RH ISD
Gambar 25 Fluktuasi RH selama pengeringan pada pengujian 2
40
41
4.3.2 Penurunan kadar air
Kadar air jagung awal pada pengujian 1 adalah 17,61%b.k. dengan beban 1201,2kg. Berdasarkan hasil pengujian sistem kendali pada ISD bahwa pengeringan dengan suhu rata-rata lingkungan 32,8oC dan RH lingkungan ratarata 51,93%, mampu menurunkan kadar air dari sekitar 17,61%b.k. menjadi 12,37%b.k. Perubahan nilai kadar air jagung terhadap waktu pengeringan dan perbandingan perubahan kadar air lingkungan dan kadar air jagung dalam ISD dapat dilihat pada Gambar 26. 18,00 17,00
Kadar Air (%b.k.)
16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 9,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengeringan (Jam) KA Jagung (ISD)
KA Jagung (Lingkungan)
Gambar 26 Nilai KA jagung (lingkungan) dan KA jagung (ISD) pengujian 1 Pada pengujian 2, dengan beban 915kg dan waktu pengeringan berkisar 40jam diketahui bahwa pengeringan dengan suhu rata-rata lingkungan 31,14oC dan RH lingkungan rata-rata 54,16%, mampu menurunkan kadar air dari sekitar 18,02%b.k. menjadi 12,25%b.k. Nilai perubahan kadar air jagung terhadap waktu pengeringan dan perbandingan perubahan kadar air lingkungan dan kadar air jagung dalam ISD dapat dilihat pada Gambar 27.
42
19,00 18,00
Kadar Air (%b.k.)
17,00 16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 9,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam) KA Jagung (Lingkungan)
KA Jagung (ISD)
Gambar 27 Nilai Kadar air lingkungan dan ISD hasil pendugaan pengujian 2 Secara umum, berdasarkan hasil penerapan dan pengujian sistem kendali pada ISD diperoleh bahwa sistem kendali telah berfungsi dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan perangkat sensor yang telah mampu membaca suhu dan RH, dan dapat menduga nilai kadar air jagung menggunakan persamaan (1). Berdasarkan hasil akhir pengukuran kadar air jagung menggunakan metode oven diperoleh nilai kadar air 12,08%b.k. pada pengujian 1 dan 12,20%b.k. pada pengujian 2. Sedangkan nilai kadar air hasil pendugaan 12,37%b.k. pada pengujian 1 dan 12,25%b.k. pada pengujian 2. Selisih rata-rata antara pengukuran dan pendugaan adalah 0,96%. Perbedaan ini terjadi disebabkan nilai kadar air hasil pengukuran merupakan nilai rata-rata, sedangkan nilai pendugaan yang didapat merupakan nilai hasil perhitungan melalui sensor pada sistem kendali. Di samping itu nilai kadar air hasil pendugaan yang diperoleh merupakan nilai kadar air jagung yang berada di lapisan yang paling atas. Gambar 28 memperlihatkan perbandingan nilai kadar air hasil pendugaan dengan nilai kadar air hasil pengukuran menggunakan metode oven pada pengujian 1.
43
18,00
Kadar Air (%b.k.)
17,00 16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengeringan (Jam)
Kadar Air Pengukuran
Kadar Air Pendugaan
Gambar 28 Perbandingan KA hasil pendugaan dan pengukuran pengujian 1 Gambar 29 memperlihatkan perbandingan nilai kadar air hasil pendugaan dengan nilai kadar air hasil pengukuran menggunakan metode oven pada pengujian 2. Penurunan kadar air hasil pendugaan merupakan bukti bahwa sistem kendali yang digunakan dapat bekerja dengan baik. Meskipun penurunannya tidak sama antara nilai pengukuran dan pendugaan. Perbedaan nilai pengukuran dan pendugaan terjadi karena nilai pengukuran merupakan nilai rata-rata, sedangkan nilai pendugaan merupakan nilai kadar air jagung yang berada di lapisan yang atas. Selain itu, hal tersebut juga menunjukkan bahwa sistem kendali pada ISD telah bekerja sesuai dengan diagram alir pemrograman yang telah disusun. 19,00
Kadar Air (%b.k.)
18,00 17,00 16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam)
KA Jagung (Pengukuran)
KA Jagung (Pendugaan)
Gambar 29 Perbandingan KA hasil pendugaan dan pengukuran pengujian 2
44
4.3.3 Konsumsi energi listrik
Besarnya konsumsi energi selama proses pengeringan yang berasal dari energi listrik. Berdasarkan perhitungan diperoleh konsumsi energi spesifik (KES) untuk setiap satu kilogram air yang diuapkan pada pengujian 1 adalah 1,59 MJ/kg dan pengujian 2 sebesar 1,45 MJ/kg. Sehingga konsumsi energi spesifik rata-rata adalah sebesar 1,52 MJ/kg. Nilai ini tidak jauh berbeda pada pengeringan padi dengan kadar air awal sekitar 18% menggunakan ISD yaitu sebesar 2,00 MJ/kg (Tirawanichakul et al. 2004). Pada pengujian 1 kadar air awal adalah 17,61%b.k. dengan suhu lingkungan rata-rata 32,8oC dan RH 53,32% dan pengujian 2 sebesar 18,02%b.k. dengan suhu lingkungan rata-rata 31,22oC dan RH 53,75%. Selama proses pengeringan di dalam ISD kadar air akhir menjadi 12,37%b.k. untuk pengujian 1 dan 12,25%b.k. untuk pengujian 2. Tabel 5 adalah konsumsi energi spesifik (KES) pada pengujian 1 dan pengujian 2. Tabel 5 Konsumsi energi spesifik (KES) pada pengujian 1 dan pengujian 2 RH Suhu Energi KA Waktu Berat Lingkungan Lingkungan Listrik Awal Pengujian jagung kipas ON rata-rata rata-rata (%) (MJ) awal (kg) (Jam) (%) (oC) 32,8 53,32 113,93 17,61 Pengujian 1 1201,2 43 31,2 53,75 90,09 18,20 Pengujian 2 915 34
KA Akhir (%)
Air yang diuapkan (kg)
12,37 12,25
71,83 62,04
Konsumsi Energi Spesifik (MJ/kg) 1,59 1,45
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa ada perbedaan nilai konsumsi energi spesifik antara pengujian 1 dan pengujian 2. Pada pengujian 1 waktu pengeringan membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama yaitu 50jam, sedangkan pada pengujian 2 pengeringan berlangsung selama 40jam. Walaupun suhu udara lingkungan pada pengujian 2 lebih rendah daripada pengujian 1 dan RH lingkungan pada kedua pengujian hampir sama, waktu pengeringan pada pengujian 2 lebih cepat. Hal ini disebabkan oleh jumlah bahan yang digunakan pada pengujian 2 lebih sedikit. Namun demikian, karena kadar air awal yang lebih tinggi pada pengujian 2, konsumsi energi spesifik dari kedua pengujian tidak terlalu berbeda.
45
4.3.4 Simulasi pengeringan Validasi model
Persamaan matematik yang digunakan untuk menduga perubahan suhu, RH, kadar air jagung divalidasi dengan menggunakan data-data hasil pengujian 2. Masukan data untuk validasi meliputi suhu dan RH lingkungan. Pada pengujian 2 jagung pipilan yang dikeringkan adalah 915kg dengan waktu pengeringan 40jam. Simulasi proses pengeringan pada ISD dibuat dengan menggunakan program Visual Basic 6.0. Pada ISD dikondisikan terisi oleh jagung pipilan dengan ketebalan tumpukan 0,5m. Sehingga terdiri atas 50 lapisan tipis dengan ketebalan 1cm per lapisan. Pada simulasi ini, secara umum yang akan diamati adalah perubahan kadar air yang terjadi pada lapisan bawah (layer 1), tengah (layer 25), dan atas (layer 50). Pada simulasi pengeringan ini kadar air awal sekitar 19%b.k. dengan waktu pengeringan selama 40jam. Asumsi yang digunakan dalam simulasi ini adalah: 1) suhu dan RH udara lingkungan menggunakan data pengukuran/pendugaan dengan suhu rata-rata 33oC dan RH rata-rata 53%, 2) laju massa udara yang masuk ISD sebesar 0,211kg/detik m2, 3) kadar air awal 19%b.k., dan 4) waktu pengeringan selama 40jam. Selanjutnya hasil simulasi pada ketiga lapisan tersebut dibandingkan dengan nilai hasil pengujian (pengukuran menggunakan metode oven). Secara umum penurunan kadar air hasil simulasi hampir sama dengan penurunan kadar air melalui pengujian. Pada lapisan bawah memiliki koefisien korelasi R2=0,967, lapisan tengah 0,979, dan lapisan atas 0,9897. Hasil perbandingan antara simulasi dengan pengujian dan perubahan kadar air selama pengeringan di dalam ISD diperlihatkan pada Gambar 30.
46
20,00 19,00
Kadar Air (%b.k.)
18,00 17,00 16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam) Pengujian
Lap. Bawah (Hitung)
Pengujian
Lap. Tengah (Hitung)
Pengujian
Lap. Atas (Hitung)
Gambar 30 Perbandingan penurunan KA hasil simulasi dengan pengukuran Kadar air hasil pengukuran pada lapisan bawah terjadi penurunan kadar air dari 17,70% menjadi 11,20%b.k., pada lapisan tengah dari 18,30% menjadi 11,40%b.k., dan pada lapisan atas terjadi penurunan kadar air dari 19,30% menjadi 11,40%b.k. Dari grafik pada Gambar 30 dapat diketahui bahwa pada lapisan bawah terjadi penurunan kadar air lebih cepat dibandingkan dengan lapisan yang lain, karena pada lapisan ini produk langsung terkena hembusan udara dari lingkungan dengan suhu rata-rata 33oC. Namun pada lapisan tengah dan atas juga terjadi penurunan kadar air yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan lapisan bawah. Hal ini terjadi karena suhu lingkungan telah mengalami penurunan setelah melalui lapisan sebelumnya. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pada permukaan lapisan atas memiliki suhu udara berkisar 27oC. Kadar air akhir pada lapisan bawah, tengah, dan atas hasil simulasi berturut-turut diperoleh 11,37%b.k., 11,06%b.k., dan 11,38%b.k. Berdasarkan simulasi dengan suhu lingkungan rata-rata 33oC, laju massa udara 0,211kg/detik m2, dan lama pengeringan 40jam dapat menurunkan kadar air jagung dari 19% menjadi sekitar 11,27%b.k.
47
Simulasi pengeringan dengan mengubah laju aliran massa udara
Pada simulasi ini, laju aliran massa udara diasumsikan sebesar 0,411kg/detik m2 dengan tebal tumpukan 0,5m, suhu lingkungan rata-rata 33oC, RH 53%, dan kadar air awal 19%. Hasil pengaruh laju aliran massa udara terhadap penurunan kadar air memperlihatkan bahwa penurunan tersebut lebih cepat bila terjadi gerakan udara di sekitar biji jagung. Gambar 31 memperlihatkan penurunan kadar air jagung hasil simulasi dengan mengubah laju aliran massa udara. Berdasarkan simulasi diketahui bahwa untuk mencapai kadar air sekitar kurang dari 13%b.k. lapisan bawah membutuhkan waktu pengeringan sekitar 15jam, lapisan tengah 17,5jam, dan pada lapisan atas memerlukan waktu sekitar 20jam. Sehingga energi yang dibutuhkan pada masing-masing lapisan berturut-turut adalah 39,74MJ, 46,37MJ, dan 52,99MJ. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan meningkatkan laju aliran massa udara pada pengeringan akan mempercepat proses pengeringan dan hasil pengeringan relatif merata di setiap lapisan. Namun hal ini akan berakibat pada meningkatnya energi listrik yang dibutuhkan. 19,5 18,5
Kadar Air (%b.k.)
17,5 16,5 15,5 14,5 13,5 12,5 11,5 10,5 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam) Lapisan Baw ah (1)
Lapisan Tengah (2)
Lapisan Atas (3)
Gambar 31 Penurunan kadar air hasil simulasi dengan mengubah laju aliran massa udara
48
Simulasi pengeringan dengan mengubah tebal tumpukan
Pada simulasi ini, laju aliran massa udara diasumsikan sebesar 0,211kg/detik m2 dengan tebal tumpukan menjadi 1m. Gambar 32 memperlihatkan penurunan kadar air hasil simulasi dengan mengubah tebal tumpukan. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan cukup besar pada penurunan kadar air di setiap lapisan. Di samping itu waktu pengeringan menjadi lebih lama, hal ini terbukti pada durasi waktu pengeringan yang sama tidak terjadi penurunan kadar air yang seragam pada setiap lapisan. Lapisan bawah telah mencapai kadar air 12%b.k. setelah pengeringan sekitar 16jam, namun lapisan atas belum mencapai 13%b.k. meski waktu pengeringan lebih dari 40jam. Berdasarkan hasil simulasi ini dapat diketahui bahwa pada pengeringan akan berlangsung lama dan penurunan kadar air yang tidak seragam pada setiap lapisan. Dengan simulasi ini diketahui nilai kadar air akhir pada lapisan bawah sebesar 12,53%b.k., lapisan tengah 14,63%b.k., dan lapisan atas sekitar 16,66%b.k. Selanjutnya simulasi dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem kendali pada pengeringan ISD guna penghematan energi. 20 19
Kadar Air (%b.k.)
18 17 16 15 14 13 12 11 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam ) Lapsan Baw ah
Lapisan Tengah
Lapisan Atas
Gambar 32 Penurunan kadar air hasil simulasi dengan mengubah tebal tumpukan
49
Simulasi pengeringan tanpa sistem kendali dan dengan sistem kendali
Gambar 33 memperlihatkan fluktuasi suhu lingkungan dan humidity data simulasi pengeringan tanpa dan dengan sistem kendali. Dalam simulasi ini diasumsikan waktu pengeringan adalah 90jam. Pada simulasi ini suhu lingkungan tertinggi mencapai 35,51oC, suhu terendah 29,18oC, dan suhu rata-rata lingkungan adalah 31,62oC. Sedangkan humidity tertinggi pada simulasi ini tercatat 0,025kg/kg, terendah 0,018kg/kg, dan humidity rata-rata 0,022kg/kg. 0,030
36,00
34,00 33,00 0,020 32,00 31,00
Humidity (kg/kg)
Suhu Lingkungan (oC)
35,00
30,00 29,00
0,010 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu Pengeringan (Jam) Suhu Lingkungan
Kelembaban
Gambar 33 Data fluktuasi suhu lingkungan dan humidity yang digunakan pada simulasi Berdasarkan simulasi dengan suhu lingkungan rata-rata 31,62oC dan humidity rata-rata 0,022kg/kg pengeringan tanpa sistem kendali dapat berlangsung selama 68jam dari kadar air awal 18% menjadi 15%b.k. Dengan waktu pengeringan 68jam dibutuhkan energi listrik sebesar 360MJ. Gambar 34 memperlihatkan penurunan kadar air hasil simulasi pengeringan tanpa sistem kendali.
50
18
Kadar Air (%b.k.)
17,5 17 16,5 16 15,5 15 14,5 14 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu Pengeringan (Jam)
Lap. Atas
Lap. Tengah
Lap. Bawah
Gambar 34 Penurunan kadar air hasil simulasi tanpa sistem kendali Sedangkan simulasi dengan sistem kendali menunjukkan bahwa untuk mengeringkan jagung dari kadar air 18% menjadi 15%b.k. hanya diperlukan waktu 33jam (waktu ON) dan energi listrik yang dibutuhkan sebesar 175MJ. Sehingga pengeringan dengan menggunakan sistem kendali dapat menghemat energi listrik sebesar 48,6% dibandingkan pengeringan tanpa sistem kendali. Gambar 35 memperlihatkan penurunan kadar air hasil simulasi pengeringan
Kadar Air (%b.k.)
dengan sistem kendali. 18,00
10
17,50
9 8
17,00
7
16,50
6
16,00
5
15,50
4 3
15,00
2
14,50
1 ON
14,00
0 OFF 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu Pengeringan (Jam) Lap. Bawah
Lap Tengah
Lapisan Atas
Sistem Kontrol
Gambar 35 Penurunan kadar air hasil simulasi dengan sistem kendali
51
4.3.5 Pengamatan kualitas sebelum dan setelah pengeringan dalam ISD
Tabel 6 di bawah ini adalah data perbandingan kualitas jagung awal (saat dipindahkan dari pengering ERK ke ISD) dengan kualitas akhir (setelah pengeringan dalam ISD) dan kualitas menurut SNI. Analisis kualitas dilakukan dua kali, yang pertama adalah pada kondisi awal dengan kadar air sekitar 17,61%b.k. Sedangkan analisis kualitas kedua dilakukan setelah dikeringkan dalam ISD hingga mencapai kadar air 12,37%b.k. dan disimpan dalam ISD hingga 30 (tiga puluh) hari. Nilai hasil pengujian tersebut merupakan nilai ratarata dari 4 sampel yang dilakukan analisis. Tabel 6 Hasil perbandingan parameter kualitas jagung saat dimasukkan ke ISD, setelah pengeringan dan penyimpanan 30 hari dalam ISD dan persyaratan SNI jagung pakan No. 1 2 3 4 5
Jenis Pengujian Kadar protein kasar (minimum) (%) Kadar serat kasar (maksimum) (%) Kadar abu (maksimum) (%) Kadar lemak (minimum) (%) Aflatoksin (maksimum) (ppb)
Persyaratan Mutu SNI 7,5 3 2 3 50
Hasil Uji Lab. Sebelum Setelah 6,62 7,76 2,88 2,56 1,23 1,24 3,24 3,8 21,1 18,48
Berdasarkan Tabel 6, secara umum hasil analisis menunjukkan kualitas jagung awal dan setelah dikeringkan dan disimpan dalam ISD adalah masih memenuhi persyaratan SNI jagung pipilan untuk pakan kecuali kadar protein. Kadar protein kasar mengalami penurunan dari 7,76% menjadi 6,62%. Hal ini mungkin dikarenakan selama penyimpanan terjadi penurunan kandungan Nitrogen pada senyawa
protein dalam jagung. Nitrogen biasanya diperlukan untuk
pertumbuhan mikroorganisme, yang mungkin dalam jumlah sangat kecil terdapat dalam komoditas jagung. Parameter mutu lain, yaitu kadar serat, abu, dan lemak mengalami perubahan nilai setelah pengeringan dan penyimpanan, namun masih dalam batas persyaratan SNI. Kontaminasi maksimum aflatoksin yang dipersyaratkan oleh SNI untuk pakan ternak adalah 50ppb, sedangkan dari hasil pengujian rata-rata kontaminasi aflatoksin B1 ketika masuk ISD sebesar 18,48ppb dan setelah dilakukan
52
pengeringan dan penyimpanan selama 30 (tiga puluh) hari dalam ISD terjadi peningkatan menjadi 21,1ppb. Laporan hasil analisis kualitas jagung dari laboratorium Balitro dan Balitvet Bogor dapat dilihat pada Lampiran 8. Iklim Indonesia dengan suhu dan kelembaban yang relatif tinggi sangat mendukung pembentukan senyawa aflatoksin oleh kapang jenis Aspergillus flavus yang sering mencemari komoditas jagung dan kacang tanah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi terbentuknya aflatoksin adalah pada interval suhu 10oC -40oC dengan RH >80% (Syarief dan Halid, 1994). Menurut Prastowo (1998) aflatoksin hanya ditemukan pada biji jagung di bagian bawah silo baik pada penyimpanan selama empat bulan maupun penyimpanan selama 8 bulan, masing-masing 40,08ppb dan 43,85 ppb jenis untuk aflatoksin B1. Namun jumlah tersebut masih di bawah ambang maksimum yang dipersyaratkan dalam SNI jagung pakan. Sementara itu Badan POM mengatur ambang maksimum aflatoksin B1 pada jagung untuk konsumsi manusia sebesar 20ppb dan total aflatoksin 35ppb (Paramawati 2004). Dengan demikian komoditas jagung ini tidak memenuhi syarat untuk konsumsi manusia. Oleh karena itu disarankan agar ISD lebih sesuai digunakan untuk mengeringkan dan menyimpan komoditas jagung pipilan guna keperluan pakan ternak.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sistem kendali pada ISD yang terdiri atas rangkaian catu daya, rangkaian kendali, rangkaian port paralel dengan IC74244 (buffer tiga kondisi), dan rangkaian untuk sensor SHT75 telah berhasil dibuat. Berdasarkan pengujian sistem kendali dengan suhu lingkungan rata-rata 32,8oC dan RH rata-rata 51,93%, pengeringan pada ISD dengan beban 1201,2kg mampu menurunkan kadar air dari sekitar 17,61%b.k. hingga 12,37%b.k. selama pengeringan 50jam. Sedangkan pengeringan dengan beban 915kg, suhu lingkungan ratarata 31,14oC dan RH lingkungan rata-rata 54,16% mampu menurunkan kadar air dari sekitar 18,02%b.k. menjadi 12,25%b.k. dalam waktu 40jam 2. Hasil simulasi pada rata-rata suhu lingkungan 31,62oC dan kelembaban 0,022 kg/kg udara kering menunjukkan bahwa dengan menggunakan sistem kendali on-off pengeringan jagung dari kadar air 18% menjadi 15%b.k. membutuhkan waktu 33 jam dan konsumsi energi sebesar 175MJ, sedangkan tanpa sistem kendali memerlukan waktu 68 jam dan energi yang dibutuhkan sebesar 360MJ. 3. Setelah dikeringkan selama 50jam hingga kadar air 12,37%b.k. dan disimpan selama 30 hari, melalui analisis laboratorium diketahui bahwa kontaminasi aflatoksin B1 pada jagung hasil adalah sebesar 21,1ppb dan ini masih di bawah ambang yang dipersyaratkan oleh SNI jagung pakan yaitu 50ppb. 5.2 Saran
Untuk ketepatan pendugaan dalam perhitungan kadar air maka diperlukan beberapa unit sensor pada sistem kendali yang diletakkan di dalam ISD.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah K. 1993. Optimization of Solar Drying System. Proc. Of the 5th International Energy Conference. Soul, October 18-22, 1993 Abdullah K. 2007. Energi Terbarukan untuk Mendukung Pembangunan Pertanian dan Perdesaan, IPB Press, Departemen Teknik Pertanian IPB, Bogor [Anonim]. 1998. SNI 01-4483-1998. Standar Mutu Jagung Bahan Baku Pakan. Jakarta: Badan Standar Nasional (BSN). Bala BK. 1997. Drying And Storage of Cereal Grains, Oxford & IBH Publishing Co. PVT. LTD, New Delhi, Calcuta. Brooker D.B., F.W. Bakker-Arkema, and C.W. Hall, 1992. Drying and Storage of Grains and Oilseeds, Van Nostrand Reinhold, New York. Budiharto W. 2004. Interfacing Komputer dan Mikrokontroler, Penerbit PT EexMedia Komputindo, Jakarta. Hall CW. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. Connecticut: The AVI Publishing Company,Inc. Westport. Heldman DR, Sigh RP. 1981. Food Process Engineering, Second Edition, AVI Publ. Co. Inc. Wesport, Connecticut. Henderson SM, Perry RL. 1982. Agricultural Process Engineering. AVI Pub. Co. Inc. Connecticut Henderson SM, Perry RL, Young JH. 1997. Principles of Process Engineering. California : ASAE. Kim KS, M.G. Shin, B.C. Kim, J.H. Thim, H.S. Cheigh, W. Muhlbauer, T.W. Kwon. 1989. An Ambient-air In Storage Paddy Drying System for Korean Farms. Agricultural Mechanization in Asia, Africa and Latin America. Liu Q., Bakker-Arkema F.W. 2001. A model Predictive Controller for Grain Drying. Departement of Agricultural Engineering, Michigan State University, East Lansing, USA. Manalu LP. 1999. Pengering Energi Surya dengan Pengaduk Mekanis untuk Pengeringan Kakao. Tesis Magister. Institut Pertanian Bogor. IPB Mujumdar AS, Devastin S. 2000. Prinsip dasar pengeringan. Penerjemah: Armansyah dkk, editor. Bogor: IPB Press. Terjemahan dari: Mujumdar’s practical guide to industrial drying. Nelwan LO, Kamarudin A, H. Suhardiyanto, M.I. Alhamid. 1997 Performansi Pengeringan Kakao dengan Alat Pengering Tipe Efek Rumah Kaca. Seminar PERTETA di Bandung tanggal 7-8 Juli 1997. Nelwan LO, Kamarudin A., B.I. Setiawan, 1999. Temperature Control for Greenhouse Effect Solar Dryer using Fuzzy Logic. The First AsianAustralian Drying Conference, Bali, October 24-27, 1999. Nelwan LO. 2000. Sebuah Pendekatan Lain pada Teknik Perhitungan Efisiensi Termal pada Pengering Tipe Batch Konvektif. Prosiding Seminar Nasinal Teknik Pertanian. Bogor, 11-12 Juli 2000.
55
Nelwan LO. 2007. Rancang Bangun Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)hybrid dan In Store Dryer Terintegrasi. Laporan Proyek Penelitian KKP3T Departemen Pertanian. Paramawati R. 2004. Aspek Keamanan Pangan Dalam Produksi Jagung dan Produk Olahannya Makalah pada Seminar Sehari Mekanisasi Pertanian, jakarta 20 Desember 2004 Prasetia R, Widodo CE. 2004. Teori dan Praktek Interfacing Port Paralel dan Port Serial Komputer dengan Visual Basic 6.0, Penerbit Andi, Yogyakarta. Prastowo B. 1998. Rekayasa Teknologi Mekanis untuk Budidaya Tanaman Jagung dan Upaya Pascapanennya pada Lahan. Buletin enjiniring Pertanian Vol. 1 No. 2 Juli 1994. ISSN 08577203. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BBPM Pertanian Serpong, Indonesia. Ryniecki A, Nellist ME. 1990. Optimization of Control for Near-Ambient Grain Drying: Part 1, The Optimization Procedure. Institute of Food Technology, University of Agriculture, Wojska Polskiego, Poland. Ryniecki A, Witulska MG, Wawrzyniak J. 2007. Correlation for the Automatic Identification of Drying endpoint in near-Ambient Dryers: Application to Malting Barley. Food Engineering Group, Institute of Food Techmology of Plant Origin, Agriculture University, Wojska Polskiego, Poland. Sagara Y. 1990. Drying of process materials and agricultural products. Bogor : JICA-DGHE/IPB Project/ADAET Sharma SK, Mulvaney SJ, Rizvi SSH. 2000. Food Process Engineering. New York : Jhon Wiley & Sons, Inc Somantri AS. 2003. Persamaan korelasi kadar air keseimbangan untuk lada. Buletin Keteknikan Pertanian. 17:22-28 Srzednicki GS, Hou R, Driscoll RH. 2005. Development Of Control System For In Store Drying Of Paddy In Northeast China. Journal of Food Engineering. The University of South Wales, Sidney NSW 2052, Australia. Suprapto, Arsana IGKD. 1997. Implementasi Pola Kemitraan dan Kajian Sistem Produksi Jagung Bersari Bebas Studi Kasus Bali. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Akselerasi Pengembangan Teknis Hasil Penelitian Jagung Menunjang Intensifikasi Ujung Pandang – Maros 11 – 12 Nopember 1997. Balai Penelitian dan Pengembangan, PPPTP – Balit Tanaman Jagung dan Sereal. Suwardi, Suarni. 2001. Penanganan Pascapanen Jagung Guna Menunjang Agroindustri. Prosiding Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen pertanian. Seminar Nasional Inovasi Alat dan Mesin Pertanian untuk Agribisnis. Jakarta 10-11 Juli 2001. Hal. 181-186. Syarief R., Halid H. 1994. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta Thahir. 1988. Pengaruh Aliran Udara dan Ketebalan Pengeringan Terhadap Mutu Gabah Kering, Buletin Enjiniring Pertanian, Vol VII No.1 dan 2, BBP Alsintan, Badan Litbang Pertanian.
56
Tirawanichakul Y, Somkiat P, Warunee V, Somchart S. 2004. Simulation and Grain Quality For In Store Drying Of Paddy. The Institute of food Research an Product evelopment (IFRP), Kasetsart University, Chatuchak, Thailand. Wilkce W.F., R.V. Morey, D.J. Hansen. 1993. Reducing Energy Use For Ambient Air Corn Drying. Applied Engineering in Agriculture, Widodo T.W., Tokomoto O., Matsumoto 1994. Hasil AnalisisTeknis dan Ekonomis Proses Pengeringan Padi Dengan Menggunakan “DS Drying”, Buletin enjiniring Pertanian Vol. 1 No. 2 Juli 1994. Zarkasyi A, Hermanto R, 2004. Pemanfaatan Mikrokontroler sebagai Pemroses Depan Pengambilan Data pada Sensor Jamak Berbasis Komputer, Universitas Guna Darma, Jakarta.
57
LAMPIRAN
58
1. Sistem Pengering ERK-Hybrid dan In-Store Dryer Terintegrasi
KETERANGAN In-Store Dryer : 1
Saluran inlet
2
Saluran outlet
3
Outlet udara ISD
4
Kipas ISD
5
Katup penutup
6
Lantai pengering berlubang
7
Saluran outlet biji-bijian
8
Pintu kontrol
Pengering ERK-Hybrid :
.
1
Silinder pengering
2
Kipas
3
Penukar panas
4
Kipas ekshaus
5
Motor penggerak silinder
6
Tangki air
7
Hopper bahan bakar
8
Motor dan screw feeder
59
2. Programme Listing Sistem Kendali Pada ISD //Program untuk Sistem Kendali pada ISD Menggunakan SHT75 #include <string.h> #include <math.h> #include <stdio.h> #include <dos.h> #include
#include #include <stdlib.h> //{int j; /*typedef union { unsigned int i; float f; } value; */ //--------------------------------------------------------------------------//Modul-var //--------------------------------------------------------------------------enum {TEMP, HUMI}; #define PC 890 #define PS 889 #define DP 888 unsigned int error_suhu_isd; int desimal_suhu_isd; unsigned int error_RH_isd; int desimal_RH_isd; float RH_isd,suhu_isd; unsigned long int datahigh_isd, datalow_isd, dataall_isd; unsigned long int dataallt, dataallrh; unsigned int datastatusreg_isd, data_checksum_isd; unsigned int error_suhu; int desimal_suhu; unsigned int error_RH; int desimal_RH; float RH,suhu; float tisd1, rhisd1; float kipas[100]; float t,rh,tlingk[100],tisd[100]; int k; float rhisd[100],rhlingk[100],meisd[100],melingk[100],meisdbb[100]; float melingkbb[100]; float ia,ja; unsigned int errorack; unsigned int datastart; unsigned long int datahigh, datalow, dataall; unsigned int check; const patm = 101325; unsigned int datastatusreg, data_checksum; //value humi_val_lingk, temp_val_lingk; #define noACK
0
60
#define ACK
1
//adr #define STATUS_REG_W 0x06 //000 #define STATUS_REG_R 0x07 //000 #define MEASURE_TEMP 0x03 //000 #define MEASURE_HUMI 0x05 //000 #define RESET 0x1e / /000
command 0011 0011 0001 0011 1111
r/w 0 1 1 1 0
void nop(void) {delay(1);} void tunda(int nil) {int jum; for(jum=0;jum
61
else{return 0;} } void DATA_TULIS_isd(int s) {int snol,ssatu; if(s==0){snol=inportb(DP) & 0xE5 | 0x08; // untuk DP1 outportb(DP,snol); } else if(s==1){ssatu=(inportb(DP) & 0xE5) | 0x0A ; outportb(DP,ssatu); } } void sck_isd(int s) {int inol,isatu; if (s==1){isatu = inportb(PC) & 0xFD; outportb(PC,isatu); } else if(s==0){inol = inportb(PC) & 0xFD | 0x02; outportb(PC,inol); } } //--------------------------------------------------------------------------char s_write_byte(unsigned int value) //--------------------------------------------------------------------------// writes a byte on the Sensibus and checks the acknowledge {int i; int error=0; for (i=0x80; i>0; i /= 2) //shift bit for masking { if((i & value) == i) { DATA_TULIS(1);} //masking value with i, write i, write to SENSI-BUS else {DATA_TULIS(0);} sck(1); //clk for SENSI-BUS nop(); //pulswith approx. 5 us sck(0); nop(); } // DATA_TULIS(1); //release DATA-line sck(1); //clk #9 for ack error=DATA_BACA(); //check ack (DATA will be pulled down by sht75) sck(0); DATA_TULIS(1); //release DATA-line return error; // error=1 in case of no acknowledge } //--------------------------------------------------------------------------char s_write_byte_isd(unsigned int value) //--------------------------------------------------------------------------// writes a byte on the Sensibus and checks the acknowledge {int i; int error=0; for (i=0x80; i>0; i /= 2) //shift bit for masking
62
{ if((i & value) == i) { DATA_TULIS_isd(1);} //masking value with i, write i, write to SENSI-BUS else {DATA_TULIS_isd(0);} sck_isd(1); //clk for SENSI-BUS nop(); //pulswith approx. 5 us sck_isd(0); nop(); } // DATA_TULIS_isd(1); //release DATA-line sck_isd(1); //clk #9 for ack error=DATA_BACA_isd(); //check ack (DATA will be pulled down by sht75) sck_isd(0); DATA_TULIS_isd(1); //release DATA-line return error; // error=1 in case of no acknowledge } //--------------------------------------------------------------------------char s_read_byte(unsigned char ack) //--------------------------------------------------------------------------// reads a byte form the sensibus and gives an acknowledge in case of "ack=1" {unsigned int i, val=0; // DATA_TULIS(1); //release DATA-line for (i = 0x80; i>0; i /= 2) //shift bit for masking { sck(1); //clk for SENSI-BUS if(DATA_BACA()==1) val = (val | i); //read bit nop();sck(0);nop(); } DATA_TULIS(!ack); //in case of "ack==1" pull down DATA-line sck(1); //clk #9 for ack nop(); //pulswitch approx. 5 us sck(0); nop(); // DATA_TULIS(1); //release DATA-line return val; } //--------------------------------------------------------------------------char s_read_byte_isd(unsigned char ack) //--------------------------------------------------------------------------// reads a byte form the sensibus and gives an acknowledge in case of "ack=1" {unsigned int i, val=0; // DATA_TULIS(1); //release DATA-line for (i = 0x80; i>0; i /= 2) //shift bit for masking { sck_isd(1); //clk for SENSI-BUS if(DATA_BACA_isd()==1) val = (val | i); //read bit nop();sck_isd(0);nop(); }
63
DATA_TULIS_isd(!ack); //in case of "ack==1" pull down DATA-line sck_isd(1); //clk #9 for ack nop(); //pulswitch approx. 5 us sck_isd(0); nop(); // DATA_TULIS(1); //release DATA-line return val; } //--------------------------------------------------------------------------void s_transstart(void) //--------------------------------------------------------------------------//generates a transmission start // _____ ______ //DATA: |_____| // ___ ___ //SCK: ____| |__| |____ { DATA_TULIS(1); sck(0); nop(); sck(1); nop(); DATA_TULIS(0); nop(); sck(0); nop();nop(); sck(1); nop(); DATA_TULIS(1); nop(); sck(0); nop(); }
//initial state
//--------------------------------------------------------------------------void s_transstart_isd(void) //--------------------------------------------------------------------------//generates a transmission start // _____ ______ //DATA: |_____| // ___ ___ //SCK: ____| |___| |____ { DATA_TULIS_isd(1); sck_isd(0); nop(); sck_isd(1); nop(); DATA_TULIS_isd(0); nop();
//initial state
64
sck_isd(0); nop();nop(); sck_isd(1); nop(); DATA_TULIS_isd(1); nop(); sck_isd(0); nop(); } //--------------------------------------------------------------------------void s_connectionreset(void) //--------------------------------------------------------------------------// communication reset: DATA-line=1 and at least 9 sck cycles followed by transstart // __________________________________________________ _________ // DATA: |________| // ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ // SCK: _| |__| |__| |__| |__| |__| |__| |___| |_____| |____
{ unsigned char i; DATA_TULIS(1); sck(0); for (i=0; i<9; i++) { sck(1); nop(); sck(0); nop(); } s_transstart (); }
//Initial state //9 SCK cycles
//transmission start
//--------------------------------------------------------------------------void s_connectionreset_isd(void) //--------------------------------------------------------------------------// communication reset: DATA-line=1 and at least 9 sck cycles followed by transstart // __________________________________________________ ________ // DATA: |________| // ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ // SCK: __| |__| |__| |__| |__| |__| |__| |__| |_____| |_____ |____
{ unsigned char i; DATA_TULIS_isd(1); sck_isd(0); for (i=0; i<9; i++) { sck_isd(1); nop(); sck_isd(0); nop();
//Initial state //9 SCK cycles
65
} s_transstart_isd(); }
//transmission start
//-------------------------------------------------------------------------char s_softreset(void) //-------------------------------------------------------------------------// resets the sensor by a softreset { unsigned char error=0; s_connectionreset(); //reset communication error += s_write_byte(RESET); //send RESET-command to sensor return error; //error=1 in case of no response form the sensor } //-------------------------------------------------------------------------char s_softreset_isd(void) //-------------------------------------------------------------------------// resets the sensor by a softreset { unsigned char error=0; s_connectionreset_isd(); error += s_write_byte_isd(RESET); return error; }
//reset communication //send RESET-command to sensor //error=1 in case of no response form the sensor
//--------------------------------------------------------------------------char s_read_statusreg() //--------------------------------------------------------------------------//reads the status register with checksum (8-bit) { unsigned char error=0; s_transstart (); //transmission start error = s_write_byte(STATUS_REG_R); //send command to sensor datastatusreg = s_read_byte(ACK); //read status register (8-bit) data_checksum = s_read_byte(noACK); //read checksum (8-bit) return error; //error=1 in case of no response form the sensor } //--------------------------------------------------------------------------char s_read_statusreg_isd() //--------------------------------------------------------------------------//reads the status register with checksum (8-bit) { unsigned char error=0; s_transstart_isd (); //transmission start error = s_write_byte_isd(STATUS_REG_R); //send command to sensor
66
datastatusreg_isd = s_read_byte_isd(ACK); //read status register (8-bit) data_checksum_isd = s_read_byte_isd(noACK); //read checksum (8-bit) return error; //error=1 in case of no response form the sensor } //---------------------------------------------------------------------------char s_measure(unsigned char mode) //---------------------------------------------------------------------------//make a measurement (humidity/temperature) with checksum { unsigned error=0; unsigned int i, selesai; s_connectionreset(); //s_transstart(); //transmission start switch (mode) { //send command to sensor case TEMP : error=s_write_byte (MEASURE_TEMP); break; case HUMI : error=s_write_byte (MEASURE_HUMI); break; default : break; } for(i=0; i<2000; i++){} //for (i=0; i<65535; i++) if (DATA_BACA()==0) break; //wait until sensor has finished the measurement do {selesai = DATA_BACA();} while(selesai != 0x00); // if (DATA_BACA()==1) error+=1; //or timeout (~2 sec.) is reached datahigh = s_read_byte(ACK); //read the first byte (MSB) datalow = s_read_byte(ACK); //read the second byte (LSB) DATA_TULIS(1); data_checksum = s_read_byte(noACK); //read checksum return error; } //---------------------------------------------------------------------------char s_measure_isd(unsigned char mode) //---------------------------------------------------------------------------//make a measurement (humidity/temperature) with checksum { unsigned error=0; unsigned int i, selesai; s_connectionreset_isd(); //s_transstart(); //transmission start switch (mode) { //send command to sensor case TEMP : error=s_write_byte_isd(MEASURE_TEMP); break; case HUMI : error=s_write_byte_isd(MEASURE_HUMI); break; default : break; } for(i=0; i<2000; i++){} //for (i=0; i<65535; i++) if (DATA_BACA()==0) break; //wait until sensor has finished the measurement do {selesai = DATA_BACA_isd();}
67
while(selesai != 0x00); // if (DATA_BACA()==1) error+=1; //or timeout (~2 sec.) is reached datahigh_isd = s_read_byte_isd(ACK); //read the first byte (MSB) datalow_isd = s_read_byte_isd(ACK); //read the second byte (LSB) DATA_TULIS_isd(1); data_checksum_isd = s_read_byte_isd(noACK); //read checksum return error; } void baca_suhu(){ error_suhu = s_measure(TEMP); //membaca data pengukuran dataall = ((datahigh << 8) + datalow) & 0x3FFF; //untuk suhu desimal_suhu=dataall; suhu=0.01*desimal_suhu-40.0; // printf("desimal = %d ; suhu= %.2f \n",desimal,suhu); // printf("nilai data = %x ; error= %x \n",dataall, error); } void baca_RH(){ error_RH = s_measure(HUMI); //membaca data pengukuran dataall = ((datahigh << 8) + datalow) & 0x0FFF; //untuk RH desimal_RH=dataall; RH=0.0405*desimal_RH+-2.8*pow(10,-6)*pow(desimal_RH,2)-4; // printf("nilai data = %x ; error= %x \n", dataall, error); } void baca_suhu_isd(){ error_suhu_isd = s_measure_isd(TEMP); //membaca data pengukuran dataall_isd = ((datahigh_isd << 8) + datalow_isd) & 0x3FFF; //untuk suhu desimal_suhu_isd=dataall_isd; suhu_isd=0.01*desimal_suhu_isd-40.0; // printf("desimal = %d ; suhu= %.2f \n",desimal_isd,suhu_isd); // printf("nilai data = %x ; error= %x \n", dataall_isd, error); } void baca_RH_isd(){ error_RH_isd = s_measure_isd(HUMI); //membaca data pengukuran dataall_isd = ((datahigh_isd << 8) + datalow_isd) & 0x0FFF; //untuk RH desimal_RH_isd=dataall_isd; RH_isd=0.0405*desimal_RH_isd+-2.8*pow(10,-6)*pow(desimal_RH_isd,2)-4; // printf("nilai data = %x ; error= %x \n", dataall, error); } void kipas_aksi(int i){ int knol,ksatu; if(i==0){ knol=inportb(DP)&0xFB;
68
outportb(DP,knol); } else if(i==1){ ksatu=inportb(DP)&0xFB|0x04; outportb(DP,ksatu); } } //--------------------------------------------------------------------------void cetak(){ //--------------------------------------------------------------------------char p_kipas; //printf("%4.3f %4.3f",melingk[k],meisd[k]); if (kipas[k] ==1){printf(" ON\n"); kipas_aksi(1); } else {printf(" OFF\n"); kipas_aksi(0); } } //--------------------------------------------------------------------------float fmeq(float x,float y){ //--------------------------------------------------------------------------double nil,nn,kk,cc,B,P; if (y > 99){ y = 99;} //mencegah RH tidak lebih dari 99 persen nn = 1.8634; kk = 0.000086541; cc = 49.81; B=(log(1 - y / 100) / ( -1 * kk * (x + cc))); P=((1 / nn)); nil=(pow(B,P))/100; //printf(" %4.7f ",nil); return nil; } //--------------------------------------------------------------------------void hitung(){ //--------------------------------------------------------------------------int j=0; //printf ("hitung"); //hitung_sensor1(); //for(int i=0;i<80;i++){ baca_suhu(); baca_RH(); baca_suhu_isd(); baca_RH_isd();
69
k=j; tlingk[j] =suhu; // meletakkan variabel nilai hasil sht75 rhlingk[j] =RH; tisd[j] =suhu_isd; rhisd[j] =RH_isd; meisd[j] =fmeq(tisd[j],rhisd[j]); melingk[j] =fmeq(tlingk[j],rhlingk[j]); meisdbb[j] =meisd[j]/(1+meisd[j]); melingkbb[j]=melingk[j]/(1+melingkbb[j]); kipas[j]=1; if(melingk[j] < meisd[j]){ if(meisd[j]<0.13){kipas[j]=0;} else{kipas[j]=1;} } else {kipas[j]=0;} j+=1; //cetak(); //} }
//------------------------void waktu(){ //-------------------------struct time t; gettime(&t); printf("%2d:%02d:%02d.%02d ",t.ti_hour, t.ti_min, t.ti_sec, t.ti_hund); //fprintf("%2d:%02d:%02d.%02d ",t.ti_hour, t.ti_min, t.ti_sec, t.ti_hund); } /* //------------------------------------void wfloppy (float suhu1,float RH1,float suhu_isd1,float RH_isd1,float melingk1[100],float meisd1[100]) //-------------------------------------{ FILE *fp; if((fp=fopen("D:\\tc\\bin\\coba3.txt","a"))==NULL) {printf("file tidak dapat dibuka"); exit(-1);} else {fprintf(fp,"\n %.2f %.2f %.2f %.2f",suhu1, RH1, suhu_isd1, RH_isd1,melingk1[k],meisd1[k]);} fclose(fp); } */
70
//--------------------------------------------------------------------------void main() //--------------------------------------------------------------------------{ int cob; struct time t1; struct date d; getdate(&d); clrscr(); printf("Waktu; printf("\n");
Tlink;RHlink;Tisd; RHisd;Melink;Meisd; Kipas \n");
FILE *fp; fp=fopen("D:\\tc\\bin\\simpan03.txt","a"); fprintf(fp,"\n \n"); fprintf(fp,"Pengukuran pada tanggal: %d-%d-%d \n",d.da_day,d.da_mon,d.da_year); fprintf(fp,"Waktu; Tlink; RHlink; Tisd; RHisd; Melink; Meisd; Kipas \n"); for(int i=0;i<45;i++){ //for(;;){ gettime(&t1); hitung(); waktu(); fprintf(fp,"%2d:%02d:%02d.%02d ",t1.ti_hour, t1.ti_min, t1.ti_sec, t1.ti_hund); printf("%.2f %.2f %.2f %.2f %4.4f %4.4f",suhu, RH, suhu_isd, RH_isd, melingk[k], meisd[k]); fprintf(fp," %.2f %.2f %.2f %.2f %4.4f %4.4f",suhu, RH, suhu_isd, RH_isd,melingk[k],meisd[k]); //wfloppy(suhu,RH,suhu_isd,RH_isd,melingk[k],meisd[k]); cetak(); if (kipas[k] ==1){fprintf(fp," ON\n");} else {fprintf(fp," OFF\n");} // delay(5000); //dalam milisecond (1/1000 second) } fclose(fp); getch(); }
71
3. Skema diagram sistem kendali menggunakan komputer
Fan Axial
SHT75 Lingkungan
M
Motor AC
Kontaktor
DP3 PS4
DP0 PC0
SHT75 ISD
DP4
Relay
Perangkat Kendali
Buffer IC74244
DP2
Thyristor DP3 PS5 DP1 PC1
DP4
PC
+12V
72
4. Rangkaian catu daya, rangkaian relay, dan magnet kontaktor Trafo
12V
L7812 2200uF 25V
1000uF 25V
IN4002
220V 50Hz
5V
L7805 1000uF 25V
’ 500mA
(a) Dari DP2
220V, 50Hz
12V
Kontaktor
Relay
FIR3D41
Motor AC
Kipas Aksial
M N
(b) S ensor Suhu dan RH di L in g k u n g a n 1234
SHT75
Sensor Suhu dan R H di IS D
1234
SHT75
5V
5V
5V
5V
5V
10K
10K
10K 20 VCC
5V
1 1G
10K
2G 19
18
17
16
15
14
13
12
11
2
3
4
5
6
7
8
9
GND 10
DB25 1 14
PC0 PC1 PS3 PC2 PC3
DP0 K e R e la y p a d a R a n g k a i a n K e n d a li
DP1 DP2 DP3 DP4 DP5 DP6 DP7 PS6 PS7
10K
PS5
10K
PS4
25
13
(c)
5V 5V
73
5. Tabel nama pin pada konektor port parallel (DB25) Pin DB25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 - 25
SPP Signal
nStrobe Data 0 Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Data 6 Data 7 nAck Busy Paper-Out / Paper-End Select nAuto-Linefeed nError / nFault nInitialize nSelect-Printer / nSelect-In Ground
Arah In/out In/Out Out Out Out Out Out Out Out Out In In In In In/Out In In/Out In/Out Gnd
Register
Control Data Data Data Data Data Data Data Data Status Status Status Status Control Status Control Control
Hardware di invert Ya
Ya
Ya
Ya
74
6. Data hasil penerapan dan pengujian 1 sistem kendali pada ISD Jam ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Suhu Lingk Suhu ISD RH Lingk RH ISD Me Lingk Me ISD Kipas (oC) (oC) (%) (%) (%) (%) 32,17 27,57 52,21 75,44 12,09 17,61 ON 39,64 29,53 37,13 76,28 9,00 17,61 ON 40,47 30,00 37,92 77,21 9,08 17,81 ON 34,41 29,75 51,89 77,34 11,86 17,88 ON 34,79 29,74 46,56 77,69 10,89 17,98 ON 34,87 29,95 43,65 76,69 10,38 17,67 ON 37,31 29,7 44,38 77,23 10,35 17,86 ON 31,70 29,54 53,98 74,45 12,46 17,11 ON 27,67 29,22 68,27 75,41 15,80 17,41 ON 27,10 27,56 75,99 74.48 17,82 17,35 OFF 37,31 27,72 44,78 76,07 10,42 17,77 ON 39,66 27,66 35,99 75,14 8,81 17,52 ON 42,88 29,78 36,06 76,39 8,65 17,61 ON 34,67 29,16 52,24 70,05 11,91 16,05 ON 37,01 32,39 47,34 59,95 10,87 13,55 ON 37,26 34,46 44,45 61,10 10,36 13,60 ON 37,54 34,27 46,39 63,05 10,68 14,01 ON 30,10 31,84 63,23 62,75 14,43 14,17 OFF 29,36 31,77 62,87 62,42 14,43 14,11 OFF 27,32 27,04 69,65 77,21 16,16 18,18 ON 30,16 27,73 67,20 77,10 15,29 18,06 ON 29,98 27,49 54,45 77,50 12,69 18,21 ON 31,84 29,17 47,15 75,88 11,20 17,54 ON 30,00 27,46 53,13 75,52 12,44 17,65 ON 29,84 27,09 61,49 76,34 14,10 17,92 ON 30,19 27,13 60,07 76,45 13,77 17,95 ON 31,68 27,29 60,04 76,23 13,63 17,87 ON 29,30 27,51 61,67 76,48 14,19 17,91 ON 26,61 26,99 77,64 77,64 18,36 18,31 OFF 27,83 27,00 67,35 70,19 15,57 16,33 ON 29,59 27,46 61,37 76,72 14,10 17,98 ON 32,18 27,72 54,42 75,19 12,50 17,53 ON 31,78 29,14 52,21 70,81 12,13 16,24 ON 32,44 29,32 53,63 70,16 12,34 16,06 ON 32,93 29,33 47,18 69,33 11,13 15,87 ON 32,12 29,20 46,36 69,56 11,04 15,93 ON 31,97 27,53 52,18 69,90 12,10 16,20 ON 30,00 27,53 52,30 70,16 12,29 16,26 ON 29,99 27,28 54,70 70,59 12,74 16,39 ON 35,16 30,23 47,38 62,03 11,01 14,17 ON 34,81 30,22 44,91 70,10 10,60 15,95 ON 34,38 29,27 45,18 67,55 10,68 15,46 ON 35,38 27,10 38,26 68,67 9,43 15,96 ON 35,01 26,88 44,32 68,64 10,49 15,97 ON 29,73 26,61 60,92 74,64 13,99 17,51 ON 29,46 26,65 62,84 75,55 14,41 17,76 ON 29,32 27,55 67,75 69,76 15,50 16,16 ON 32,09 34,33 46,26 55,36 11,03 12,51 OFF 34,75 32,75 54,32 53,95 12,28 12,37 OFF 34,75 32,75 54,32 53,95 12,28 12,37 OFF
75
7. Data hasil penerapan dan pengujian 2 sistem kendali pada ISD Jam ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Suhu Lingk Suhu ISD RH Lingk RH ISD Me Lingk Me ISD Kipas (oC) (oC) (%) (%) (%) (%) 29,90 27,46 62,84 76,83 14,37 18,02 ON 32,40 27,75 54,70 77,83 12,54 18,27 ON 29,87 27,29 52,37 76,75 12,31 18,01 ON 29,98 26,81 54,95 77,80 12,79 18,38 ON 29,56 27,08 67,20 77,91 15,35 18,38 ON 32,35 27,39 51,73 77,91 11,99 18,34 ON 34,44 27,70 46,62 77,56 10,93 18,20 ON 32,52 27,83 46,46 76,72 11,03 17,94 ON 32,68 27,27 52,81 77,75 12,17 18,31 ON 32,32 26,89 53,19 77,59 12,26 18,31 ON 24,49 24,02 69,53 75,96 16,46 18,21 ON 29,34 24,91 53,06 77,91 12,49 18,66 ON 32,73 26,93 54,26 77,04 12,43 18,14 ON 32,46 27,57 46,07 77,10 10,97 18,08 ON 34,57 27,45 43,85 75,68 10,43 17,70 ON 34,88 27,19 43,92 76,31 10,43 17,90 ON 34,97 27,76 45,24 75,47 10,65 17,60 ON 32,32 26,94 47,34 74,75 11,20 17,50 ON 27,65 27,22 74,72 74,50 17,41 17,40 OFF 24,87 25,13 67,29 77,64 15,90 18,60 ON 29,20 27,27 61,58 74,81 14,20 17,50 ON 29,29 27,32 55,23 69,22 12,90 16,10 ON 32,81 27,23 55,14 67,46 12,60 15,70 ON 32,68 29,33 46,95 67,20 11,10 15,40 ON 34,67 29,34 46,66 67,92 10,90 15,50 ON 35,26 29,34 43,98 68,96 10,40 15,80 ON 34,58 29,51 46,95 68,53 11,00 15,70 ON 29,82 29,94 60,40 67,26 13,90 15,30 ON 27,79 29,16 62,60 68,70 14,50 15,70 ON 27,03 26,64 60,86 67,90 14,20 15,80 ON 27,40 27,83 68,27 67,69 15,80 15,60 OFF 24,43 24,71 67,55 69,93 15,99 16,53 ON 26,74 25,21 60,07 69,3 14,10 16,32 ON 30,26 27,57 60,53 69,19 13,86 16,03 ON 32,15 29,14 52,62 67,52 12,17 15,47 ON 32,94 29,38 45,08 62,12 10,76 14,27 ON 32,90 29,64 47,34 62,78 11,16 14,38 ON 35,45 31,71 44,25 54,61 10,45 12,58 OFF 34,61 32,25 37,98 53,06 9,43 12,25 OFF 34,61 32,25 37,98 53,06 9,43 12,25 OFF
76
8. Data Laporan Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Jagung
77
8. Data Laporan Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Jagung (Lanjutan)
78
8. Data Laporan Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Jagung (Lanjutan)
79
8. Data Laporan Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Jagung (Lanjutan)
80
8. Data Laporan Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Jagung (Lanjutan)
81
8. Data Laporan Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Jagung (Lanjutan)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
: Prof. Dr. Ir. Kudang B. Seminar