STUDI HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU MENGKONSUMSI PRODUK MINYAK SAWIT DI DESA SINARSARI, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
Oleh: VENDRYANA AYU LARASATI F24070103
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
STUDY OF THE CONSUMPTION OF RED PALM OIL PRODUCTS IN RELATION TO THE ATTITUDE AND BEHAVIOUR IN SINARSARI VILLAGE, DRAMAGA DISTRICT, BOGOR Vendryana Ayu Larasati, Feri Kusnandar, and Waysima Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: +62896 300 600 29, E-mail:
[email protected] ABSTRACT Deficiency of vitamin A and xerophtalmia is one of the main nutritional problem in Indonesia. Indonesian commodity which contain highest vitamin A is red palm oil. To be made as transparentcolor cooking oil, the crude palm oil shall through a bleaching process, of which that process will destruct the carotenoids contained in the crude palm oil. Therefore, the government have issued a regulation which stipulates that the producers of cooking oil must add vitamin A as fortificant. The objectives of this study were to determine and analyze respondents’ attitude and behaviour of SawitA products consumption in Sinarsari Village. This study was conducted in 3 steps, i.e (1) socialization of the products (2) distribution of products (3) monitoring of respondents. The results showed that the socialization of palm oil, its products and benefits increased the knowledge of respondents. There is a significant and strong relationship between knowledge about health and respondents’ attitude. There is also a significant relationship between the tendency of consumers to consume palm oil products with frequency of palm oil products usage. The respondents in Sinarsari Village preferred red palm oil without fractination products to CPO products. Keywords : vitamin A, red palm oil, Sinarsari Village, CPO, red palm oil without fractination
Vendryana Ayu Larasati. F24070103. Studi Hubungan Sikap Dan Perilaku Mengkonsumsi Produk Minyak Sawit Di Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Feri Kusnandar dan Waysima. 2012
RINGKASAN Kekurangan Vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia yang dapat menyebabkan masalah penglihatan hingga kebutaan, terutama bagi anak-anak dan balita. Sekitar 10% kasus orang buta di negara berkembang termasuk Indonesia disebabkan oleh KVA (Khomsan 2004). Prinsip dasar untuk menanggulangi masalah kekurangan vitamin A di Indonesia adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami, misalnya mengkonsumsi sayursayuran, minyak nabati, seperti minyak sawit asli. Minyak Sawit Asli (MSA) merupakan minyak yang dihasilkan dari daging buah kelapa sawit. MSA mengandung karotenoid sehingga berwarna jingga-kemerahan. Selain mengandung vitamin A, MSA juga mengandung vitamin E. Pemanfaatan minyak sawit yang berasal dari kelapa sawit di Indonesia masih terbatas dalam bentuk minyak goreng. Minyak sawit asli yang digunakan pada industri minyak goreng selama ini telah mengalami proses pemucatan sehingga merusak pigmen karotenoid, dimana terjadi penghancuran karotenoid secara besar-besaran untuk membuat warna minyak goreng menjadi jernih. Proses ini juga mempengaruhi kandungan vitamin E, dimana jumlahnya sangat berkurang setelah proses pemucatan (Zakaria et al. 2011). Pemanfaatan minyak sawit dalam bentuk minyak makan yang masih mengandung vitamin A dan E dilakukan dengan menciptakan produk yang bernama SawitA. Produk ini diciptakan sebagai bentuk solusi dari permasalahan KVA di Indonesia. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis sikap dan perilaku mengkonsumsi produk SawitA pada keluarga di Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, sosialisasi, pembagian produk dan monitoring. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu, mengetahui pandangan responden terhadap manfaat minyak sawit dan produknya, mengidentifikasi sikap dan perilaku mengkonsumsi produk SawitA, mengidentifikasi produk SawitA yang lebih diterima di keluarga responden dan menganalisis hubungan sikap dan perilaku responden mengkonsumsi produk SawitA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi yang berkali-kali tentang kelapa sawit, produk dan manfaatnya ke responden dapat meningkatkan pengetahuan responden. Penerimaan responden untuk mengkonsumsi produk minyak sawit tinggi. Kecenderungan responden untuk mengkonsumsi produk minyak sawit di kemudian hari menunjukkan hasil yang cukup baik. Sebagian besar responden mengkonsumsi produk minyak sawit setiap hari. Tidak ada hubungan yang signifikan antara aspek sosiodemografi dengan pola asuh keluarga, pengetahuan tentang kesehatan dan pola makan sehat serta dengan sikap dan perilaku responden mengkonsumsi produk minyak sawit, kecuali ada sedikit hubungan positif responden berjenis kelamin laki-laki dengan kecenderungan perilaku mengkonsumsi produk minyak sawit. Hubungan yang signifikan dan kuat terjadi antara pengetahuan tentang kesehatan dengan sikap kognitif responden dan sikap responden terhadap mengkonsumsi produk minyak sawit. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap mengkonsumsi produk minyak sawit dengan kecenderungan perilaku untuk mengkonsumsi produk minyak sawit di masa depan (cukup kuat), sikap afektif (kuat) dan sikap kognitif (kuat). Hubungan yang signifikan terjadi antara frekuensi penggunaan produk minyak sawit dengan kecenderungan mengkonsumsi produk minyak sawit walaupun hubungannya sangat lemah. Tingkat penerimaan responden memiliki peran pada perilaku mengkonsumsi produk minyak sawit walaupun secara tidak langsung karena berhubungan dengan kecenderungan mengkonsumsi produk minyak sawit.
STUDI HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU MENGKONSUMSI PRODUK MINYAK SAWIT DI DESA SINARSARI, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh VENDRYANA AYU LARASATI F24070103
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
Nama NIM
: Studi Hubungan Sikap Dan Perilaku Mengkonsumsi Produk Minyak Sawit Di Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor : Vendryana Ayu Larasati : F24070103
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP 19680526 199303 1 004
(Dr. Dra. Waysima, M.Sc.) NIP 19530820 198303 2 003
Mengetahui, Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP 19680526 199303 1 004
Tanggal ujian akhir sarjana: 27 Maret 2012
BIODATA PENULIS
Vendryana Ayu Larasati lahir di Jakarta, 29 September 1989 dari pasangan Wiwi Widodo (Alm.) dan Ibu Srie Rahayu sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SDN Bendungan Hilir 05 Pagi Jakarta (2001), jenjang SMP di SMP Negri 19 Jakarta (2004), jenjang SMA di SMA Labschool Kebayoran Jakarta (2007), dan jenjang S1 di Institut Pertanian Bogor (2012) dengan Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan. Penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain sebagai ketua asrama putri RUSUNAWA IPB (2007-2008), presidium paduan suara mahasiswa IPB Agria Swara (2009), sekretaris Divisi Peduli Pangan Indonesia (DPPI) Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (2009-2010). Penulis mendapatkan beasiswa Supersemar (2009) dan Charoen Phokphand (2010). Penulis tidak jarang berkontribusi dalam kepanitiaan di beberapa kegiatan, seperti koordinator divisi acara Malam Keramat 2010, konseptor IFOODEX 2009, MC (Master of Ceremony) pada BAUR 2008, MC pada PLASMA 2009, dan beberapa kali mengisi acara sebagai vokalis band akustik di berbagai kegiatan. Penulis tergabung dalam Klub Tari Fateta sebagai seksi Humas dan pelatih tari saman. Pada tahun 2010, penulis dan tim tari Fateta meraih juara 3 untuk lomba tari kontemporer dalam acara IPB Art Contest. Selain itu, penulis juga aktif sebagai penyuluh keamanan pangan untuk siswa sekolah dasar, warga desa dan pedagang kaki lima di beberapa kota, seperti Bogor, Jakarta, Tegal dan Semarang. Penulis mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan jiwa bisnis dalam kegiatan PMW 2010 dalam bimbingan CDA dengan jabatan sebagai manajer marketing produk manisan rosella. Penulis mendapatkan dana dari DIKTI pada tahun 2010 untuk menjalankan PKMM mengenai pembuatan media penyuluhan keamanan pangan berupa panggung boneka yang bernama “Si Pang Pang” dengan tanggung jawab sebagai ketua pelaksana. Pada tahun 2011 penulis terpilih sebagai satu-satunya wakil dari Indonesia untuk International Culinary Project yang diselenggarakan oleh Dekeyser and Friends Foundation, di Hamburg, Jerman. Selama di Jerman, penulis aktif sebagai penulis, video maker, dan video editor situs pangan bernama www.goodfoodgood.com yang ditujukan kepada anak muda di seluruh dunia. Pada tahun 2012, penulis menjadi salah satu finalis dalam Couples Cooking Competition yang diadakan di Epicentrum Walk, Kuningan, Jakarta. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Studi Hubungan Sikap Dan Perilaku Mengkonsumsi Produk Minyak Sawit Di Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.”
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Hubungan Sikap Dan Perilaku Mengkonsumsi Produk Minyak Sawit Di Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 27 Maret 2012 Yang membuat pernyataan,
Vendryana Ayu Larasati F24070103
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala anugerah, kekuatan dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya yang setia mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. 2. 3.
4.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
11. 12. 13.
Papa Wiwi Widodo (Alm.), skripsi ini ananda persembahkan untuk Papa disana. Semangat Papa telah mengajarkan kepadaananda untuk tidak pernah menyerah mencapai tujuan hidup. Keluarga tercinta, keluarga besar Dipo dan Soemitro, Mama, Mba Riri, dan Izzan yang selalu memberi semangat dan cinta kasihnya untuk penulis terus berusaha. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi. Terima kasih atas perhatian, bimbingan dan semangat yang telah diberikan. Sungguh uluran tangan bapak menjadi semangat bagi penulis untuk tetap optimis menjalani sebagian proses pembelajaran ini. Dr. Waysima, M.Sc selaku pembimbing skripsi, yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis, bukan hanya kritikan dan saran dalam penelitian dan penulisan, namun pelajaran yang sangat berharga untuk menjadi pribadi yang lebih baik, disiplin, teliti, ikhlas dan sabar dalam memaknai hidup. Dr. Sukarno, M.Sc, terima kasih atas kediaan Bapak untuk menguji, memberi kritik dan saran kepada penulis. Benazio Rizki Putra dan keluarga (Tante May, Kak Bintang, Kak Bayu, Kak Chacha, Inara) terima kasih atas kesabarannya, senyuman, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan. Dr. Fahim M Taqi, STP, DEA dan Dian Herawati, STP, M.Si, terima kasih karena tidak pernah lelah mendengarkan keluh-kesah penulis dan terus menjadi sumber inspirasi bagi penulis. Sahabat-sahabat terbaik: Wima, Arum, Paramita, Marseliza, Adyatmika, Adi Indra, Iyam dan Didit. Terima kasih atas keceriaan, kesabaran, perhatian, dan kasih sayang yang telah diberikan. Teman-teman satu bimbingan: Daty, Cintya, Dinda, Aini, Anisa. Terima kasih telah mau bekerja sama sehingga penelitian dan penulisan tugas akhir ini menjadi menyenangkan Teman-teman yang selalu mengisi hari-hari dengan tawa canda : Kak Dede, Andri, Dimas, Septi, Marisa, Leo, Vita, Punjung,Iman, Marvin, Amel, Trancy, Beti, Tiara, Bertha, Mega, Putra A, Fadly, Ibu Novi, Mba Ani dan seluruh teman-teman di IPB khususnya ITP yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Keluarga DPPI: Cherish, Maqfuri, Yufi, Putra, Harum, Dini, Mila, Hayu, Ayas, Seno, Rizki, Boti, Gita, Ayas 47. Terima kasih atas semangat, keceriaan dan dukungan yang telah diberikan. Rekan-rekan selama di Jerman: Dekeyser and Friends Foundation, Bullerei Restaurant, Gutskueche Restaurant, James, Sohini, Florence, Kristina, Andrew. Thanks for all the love and supports. Program SawitA : PT. SMART Tbk, rekan-rekan fasilitator yaitu Kenny, Efrat, Mizu, dan warga Desa Sinarsari yaitu Ibu Cacam, Midah, Neneng, seluruh kader. Terima kasih atas kerjasamanya selama ini sehingga kegiatan berjalan dengan baik. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih. Bogor, 27 Maret 2012 Vendryana Ayu Larasati
i
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... ii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................................... vi I. PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 1 A.
LATAR BELAKANG ............................................................................................................. 1
B.
TUJUAN PENELITIAN .......................................................................................................... 2
C.
MANFAAT PENELITIAN ...................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................... 3 A.
KELAPA SAWIT .................................................................................................................... 3
B.
MINYAK SAWIT ASLI (MSA) .............................................................................................. 4
C.
MINYAK SAWIT MERAH .................................................................................................... 6
D.
MINYAK SAWIT MERAH TANPA FRAKSINASI (MSMTF) ............................................ 7
F.
TOKOFEROL ........................................................................................................................ 10
G.
KEKURANGAN VITAMIN A DI INDONESIA .................................................................. 11
H.
SIKAP KONSUMEN............................................................................................................. 12
I.
PERILAKU KONSUMEN .................................................................................................... 13
J.
UJI SENSORI DI RUMAH (HOME USE TEST) .................................................................. 15
III. METODE PENELITIAN ............................................................................................................... 17 A.
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN .............................................................................. 17
B.
ALAT DAN BAHAN ............................................................................................................ 17
C.
PENGAMBILAN DATA....................................................................................................... 17 1. Pembuatan Kuesioner ....................................................................................................... 17 2. Pengujian Kuesioner ......................................................................................................... 18 3. Pengujian Reliabilitas dan Validitas Kuesioner................................................................ 18
D.
PEMILIHAN RESPONDEN ................................................................................................. 19
E.
TAHAPAN PENELITIAN .................................................................................................... 19 1) Tahap Sosialisasi .............................................................................................................. 19 2) Tahap Pemberian Produk ................................................................................................. 20 3) Tahap Monitoring ............................................................................................................. 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................................... 23 A.
HASIL UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS ................................................................. 23
B.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................................................... 23 1. Kabupaten Bogor .............................................................................................................. 23 2. Kecamatan Dramaga ........................................................................................................ 25 3. Desa Sinarsari ................................................................................................................... 26
C.
KARAKTERISTIK RESPONDEN ....................................................................................... 28 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Aspek Sosiodemografi ........................................ 28
ii
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengenalan dan Pengetahuan Tentang Minyak Sawit dan Produknya........................................................................................... 31 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pola Asuh Makan Keluarga, Pengetahuan Tentang Vitamin A dan Pola Makan Sehat ...................................................................... 32 D.
SIKAP RESPONDEN TERHADAP MENGKONSUMSI PRODUK SAWITA .................. 36 1. Sikap Kognitif Terhadap Mengkonsumsi Produk Sawit .................................................. 36 2. Sikap Afektif Responden Terhadap Mengkonsumsi Produk SawitA ............................... 37 3. Kecenderungan Perilaku Responden Terhadap Mengkonsumsi Produk SawitA ............. 38 4. Sikap Responden Terhadap Mengkonsumsi Produk SawitA ........................................... 39
E.
PERBANDINGAN CPO DAN MSMTF ............................................................................... 39
F.
HUBUNGAN ANTARA VARIABEL .................................................................................. 42 a. Hubungan antara variabel sosiodemografi dengan variabel pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, dan pengetahuan tentang pola makan sehat .................. 43 b. Hubungan antara variabel sosiodemografi dengan variabel sikap dan perilaku konsumen ......................................................................................................................... 43 c. Hubungan antara variabel pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, dan pengetahuan tentang pola makan sehat dengan variabel sikap dan perilaku konsumen ... 44 d. Hubungan antara sikap dan perilaku konsumen ............................................................... 44
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................................ 46 A.
SIMPULAN ........................................................................................................................... 46
B.
SARAN .................................................................................................................................. 47
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Taksonomi tanaman kelapa sawit........................................................................................... 3 Tabel 2. Komponen minor MSA .......................................................................................................... 4 Tabel 3. Perbandingan komposisi minyak sawit asli dengan minyak nabati lain ................................. 5 Tabel 4. Standar kualitas CPO ............................................................................................................. 5 Tabel 5. Kandungan karotenoid pada fraksi beragam minyak sawit .................................................... 6 Tabel 6. Kandungan karotenoid beberapa pangan nabati ..................................................................... 8 Tabel 7. Recommended Dietary Allowance (RDA) vitamin A........................................................... 10 Tabel 8. Karakteristik CPO dan MSMTF........................................................................................... 21 Tabel 9. Hasil analisis logam berat Produk SawitA ........................................................................... 21 Tabel 10. Hasil uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner ................................................................... 23 Tabel 11. Penduduk 7-24 tahun yang masih sekolah menurut jenis kelamin ....................................... 25 Tabel 12. Jumlah Penduduk Kecamatan Dramaga berdasarkan tingkat kesejahteraannya .................. 25 Tabel 13. Mata pencaharian penduduk Desa Sinarsari......................................................................... 26 Tabel 14. Tingkat kesejahteraan kelompok keluarga Desa Sinarsari berdasarkan pendapatan ............ 27 Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan pekerjaan ........................................................................... 30 Tabel 16. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan tentang kelapa sawit sebelum dan setelah sosialisasi................................................................................................................. 31 Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan pola asuh makan keluarga ................................................. 32 Tabel 18. Kategori skor responden tentang pola asuh makan keluarga................................................ 33 Tabel 19. Prosentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai kesehatan ..................... 34 Tabel 20. Kategori skor responden berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai kesehatan ................ 34 Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan tentang pola makan sehat ............................. 35 Tabel 22. Kategori skor responden berdasarkan pola makan sehat ...................................................... 35 Tabel 23. Prosentase responden berdasarkan sikap kognitif terhadap mengkonsumsi produk SawitA ................................................................................................................................. 36 Tabel 24. Kategori skor responden berdasarkan sikap kognitif terhadap mengkonsumsi produk SawitA ............................. 36 Tabel 25. Sebaran responden berdasarkan sikap afektif terhadap mengkonsumsi produk SawitA ...... 37 Tabel 26. Kategori skor responden berdasarkan sikap afektif terhadap mengkonsumsi produk SawitA ................................................................................................................................. 38 Tabel 27. Prosentase responden berdasarkan kecenderungan perilaku terhadap mengkonsumsi produk SawitA .................................................................................................................... 38 Tabel 28. Kategori skor responden berdasarkan kecenderungan perilaku ........................................... 39 Tabel 29. Kategori skor sikap responden secara keseluruhan terhadap mengkonsumi produk SawitA ................................................................................................................................. 39 Tabel 30. Cara konsumsi CPO dan MSMTF........................................................................................ 40 Tabel 31. Frekuensi penggunaan produk SawitA ................................................................................. 40 Tabel 32. Jenis masakan yang diaplikasikan ........................................................................................ 40 Tabel 33. Kesan konsumen terhadap atribut rasa, aroma, warna sensori produk SawitA ................... 41 Tabel 34. Hubungan antara faktor sosiodemografi dengan pola asuh makan, pengetahuan kesehatan, dan pengetahuan pola makan sehat .................................................................... 43 Tabel 35. Hubungan antara faktor sosiodemografi dengan sikap dan perilaku konsumen................... 43 Tabel 36. Hubungan antara pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, dan pengetahuan tentang pola makan sehat dengan sikap dan perilaku konsumen ................... 44 Tabel 37. Hubungan antara sikap dan perilaku konsumen mengkonsumsi produk SawitA ................ 44
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Anatomi kelapa sawit ........................................................................................................... 4 Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan MSMTF ............................................................................. 8 Gambar 3. Theory of Planned Behavior ............................................................................................... 14 Gambar 4. Peta Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ........................................... 26 Gambar 5. Sebaran responden berdasarkan umur dan jenis kelamin ................................................... 28 Gambar 6. Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan .............................................................. 29 Gambar 7. Sebaran responden berdasarkan pendapatan per kapita per bulan ...................................... 30
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuisioner 1..................................................................................................................... 52 Lampiran 2. Kuisioner 2..................................................................................................................... 57 Lampiran 3. Data skor pengetahuan responden, pola makan sehat & pola asuh makan keluarga...... 61 Lampiran 4. Data skor komponen sikap responden ........................................................................... 64 Lampiran 5. Sebaran responden berdasarkan alasan menggunakan produk SawitA .......................... 67 Lampiran 6. Sebaran responden berdasarkan penggunaan produk SawitA untuk konsumsi ............. 67 Lampiran 7. Sebaran responden berdasarkan jenis masakan yang diaplikasikan ............................... 68 Lampiran 8. Sebaran responden berdasarkan alasan kesukaan terhadap produk SawitA .................. 68 Lampiran 9. Sebaran responden berdasarkan jenis makanan yang menggunakan produk SawitA .... 69 Lampiran 10. Analisis korelasi antara karakteristik sosiodemografi dengan pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, pengetahuan tentang pola makan sehat ...................... 69 Lampiran 11. Analisis korelasi antara karakteristik sosiodemografi dengan sikap dan perilaku konsumen ....................................................................................................................... 69 Lampiran 12.Analisis korelasi antara pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, pengetahuan tentang pola makan sehat dengan sikap dan perilaku konsumen ................................... 70 Lampiran 13. Sebaran responden berdasarkan pola asuh keluarga ...................................................... 70
vi
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia adalah kekurangan vitamin A (KVA) yang banyak diderita anak-anak. Pada tahun 1995 terdapat kurang lebih 250 juta anak balita di seluruh dunia yang menderita KVA, tiga juta diantaranya menunjukkan gejala kerusakan mata seperti kebutaan. Sekitar 10% kasus orang buta di negara berkembang, termasuk Indonesia disebabkan oleh KVA (Khomsan 2004). Prinsip dasar untuk menanggulangi masalah kekurangan vitamin A di Indonesia adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami, misalnya konsumsi sayur-sayuran yang mengandung vitamin A dan sumber minyak nabati yang kaya akan vitamin A seperti minyak kelapa sawit. Minyak sawit asli (CPO) adalah produk dari kelapa sawit yang telah melewati beberapa proses seperti perebusan, ekstraksi dan klarifikasi. CPO disebut juga minyak sawit asli karena pada produk tersebut masih mengandung komponen-komponen alami yang ada pada kelapa sawit seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol dan rendah kolesterol (Winarno 1999). Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar di dunia. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini mencapai sekitar 5,5 juta Ha dan lahannya tersebar di 16 propinsi dan 52 kabupaten. Berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak sawit asli Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan produksi CPO mencapai 7% per tahun (Kurniawan 2011). Salah satu faktor yang mendorong peningkatan volume produksi tersebut adalah bertambahnya luas areal perkebunan kelapa sawit. Tahun 2006, Indonesia memproduksi CPO sebesar 15,67 ton.Dari hasil tersebut 11,90 juta ton diekspor, dan hanya 3,77 ton yang digunakan untuk konsumsi lokal. Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan konsumsi minyak kelapa sawit terendah di antara negara-negara yang sedang berkembang. Pada tahun 2011, jumlah produksi minyak kelapa sawit Indonesia adalah sebanyak 25,2 juta ton, sedangkan Malaysia hanya sebanyak 18,8 juta ton. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2012 (Nasrun 2011). Pemanfaatan CPO di Indonesia masih terbatas untuk produk berupa minyak goreng, margarin, dan minyak salad. CPO yang digunakan pada industri minyak goreng selama ini telah mengalami proses pemucatan (bleaching). Pada proses bleaching, terjadi penghancuran karotenoid secara besar-besaran untuk membuat warna minyak goreng menjadi jernih. Proses ini juga mempengaruhi kandungan vitamin E, dimana jumlahnya berkurang sangat banyak setelah proses pemucatan (Zakaria et al. 2011). Langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengantisipasi jumlah vitamin A pada minyak goreng adalah dengan mewajibkan fortifikasi vitamin A (Suryaningsih 2011). Akibat yang akan timbul adalah masyarakat harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli minyak goreng padahal tidak semua masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang sama. Permasalahan kekurangan vitamin A khususnya di Indonesia dapat diatasi dengan penggunaan produk berbasis CPO sebagai solusi dalam bentuk makanan, suplemen, bumbu masak, dan minyak tumis yang murah dan praktis untuk diterapkan. Salah satu upaya pemanfaatan produk CPO di Indonesia, diciptakan produk SawitA yang dikemas sedemikian rupa untuk dapat digunakan langsung oleh masyarakat. Sebagai produk yang belum diluncurkan di masyarakat, perlu dilihat apakah masyarakat menerima dengan baik produk tersebut. Upaya yang dapat dilakukan dengan mempelajari hubungan sikap dan perilaku
1
konsumen mengkonsumsi produk SawitA. Hal ini disebabkan karena di dalam keadaan yang sesuai, sikap dapat meramalkan perilaku konsumen (Setiadi 2003). Penelitian ini menitikberatkan pada hubungan antara sikap dan perilaku mengkonsumsi produk SawitA. Dari hasil yang diperoleh, diharapkan dapat dilakukan pengembangan selanjutnya terhadap produk SawitA. Dengan pengembangan produk yang lebih baik, masyarakat Indonesia terutama yang memiliki kekurangan dalam mengakses sumber vitamin A dapat mengkonsumsi produk SawitA sehingga dapat membantu mengurangi masalah KVA di Indonesia. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis sikap dan perilaku mengkonsumsi produk SawitA pada keluarga di Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui pandangan responden terhadap manfaat minyak sawit dan produknya, mengidentifikasi sikap dan perilaku mengkonsumsi produk SawitA, mengidentifikasi produk SawitA yang lebih diterima di keluarga responden dan menganalisis hubungan sikap dan perilaku responden mengkonsumsi produk SawitA. C. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai produk-produk minyak sawit, manfaat dari produk-produk tersebut, dan memberikan alternatif sumber vitamin A bagi masyarakat. Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan penulis dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan kepada masyarakat luas terutama di tingkat keluarga. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan juga informasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang memiliki penelitian mengenai minyak sawit.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KELAPA SAWIT Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan jenis lainnya dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil kelapa sawit pertama di dunia. Taksonomi dari tanaman kelapa sawit dapat dilihat padaTabel 1 berikut ini. Tabel 1. Taksonomi tanamankelapa sawit Kerajaan Divisi Subdivisi Kelas Subkelas Ordo Famili Subfamili Genus Spesies
Plantae Tracheophyta Pteropsida Angiospermae Monocotyledoneae Cocoideae Palmae Cocoideae Elaeis Elaeis guineensisJacq.
Sumber: Lubis 2008
Tanaman kelapa sawit (Elais guinensis Jacq.) merupakan tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dengan kisaran suhu 22-32 °C. Masa berbuah tanaman ini setelah berumur 2,5 tahun dan pemanenan didasarkan pada saat kadar minyak mesokarp mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum, yaitu pada saat buah mencapai tingkat kematangan dengan ciri-ciri buah yang lepas atau jatuh sekurangkurangnya 5-10 buah per tandan (Hartley 1977). Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang. Sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh di daerah tropis (15° LU-15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna pada ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Tanaman sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan sekitar 2000 mm per tahun (Ketaren 1986). Secara anatomi bagian buah kelapa sawit terdiri atas perikarp dan biji. Pada Gambar 1 dapat dilihat anatomi kelapa sawit. Perikarp tersusun atas epikarp dan mesokarp. Epikarp merupakan kulit buah yang licin dan keras, sedangkan mesokarp adalah daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen tinggi, menghasilkan minyak sawit mentah (CPO). Biji tersusun oleh endokarp, endosperm, dan lembaga embrio. Endokarp adalah tempurung kulit biji yang berwarna hitam dan keras, sedangkan endosperm adalah daging biji yang berwarna putih dan dari bagian ini dihasilkan minyak inti sawit (Anonim 2009).
3
Gambar 1. Anatomi kelapa sawit (Anonim 2009) Bagian yang paling sering digunakan untuk diolah lebih lanjut adalah buah kelapa sawit. Buah sawit umumnya berukuran 2-5 cm dan beratnya 3-30 g, berwarna ungu hitam pada saat muda, kemudian menjadi berwarna kuning merah pada saat tua dan matang (Muchtadi 1992). B. MINYAK SAWIT ASLI (MSA) Minyak sawit asli (MSA) merupakan minyak yang dihasilkan dari mesokarp atau daging buah kelapa sawit, sedangkan minyak yang dihasilkan dari inti kelapa sawit disebut minyak inti sawit (MIS). Perbedaan kedua jenis minyak ini terutama terletak pada kandungan karotenoid, dimana MSA mengandung pigmen karotenoid sehingga berwarna jingga-kemerahan, sedangkan MIS tidak mengandung karotenoid (Muchtadi 1992). Choo et al. (1989) menjelaskan bahwa komponen utama dari MSA adalah trigliserida (94%), sedangkan sisanya berupa asam lemak bebas (3-5%) dan komponen minor (1%) yang terdiri atas karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid, glikolipid, squalen, gugus hidroksi alifatik, dan elemen sisa lainnya seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komponen minor MSA Komponen Minor Karotenoid Tokoferol dan tokotrienol Sterol Fosfolipid Squalen Alkohol alifatik
Konsentrasi (ppm) 500-700 600-1000 326-527 5-130 200-500 100-200
Sumber: Choo et al. 1989
Dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak kedelai, minyak sawit asli mengandung karotenoid yang besar begitu pula kandungan vitamin E yang berupa tokoferol dan tokotrienol. Hal ini menunjukkan bahwa minyak sawit asli merupakan sumber vitamin A dan sumber vitamin E yang baik bagi tubuh dan tersedia secara melimpah di alam Indonesia. Perbandingan komposisi minyak sawit asli dengan minyak nabati lain dapat dlihat padaTabel 3.
4
Tabel 3. Perbandingan komposisi minyak sawit asli dengan minyak nabati lain Komponen Minyak Minyak Minyak dalam sawit asli Kelapa Jagung minyak Karotenoid (ppm) 800 Vitamin E (ppm) - Tokoferol 642 11 782 - Tokotrienol 530 25 Asam Lemak (%) - Jenuh 0 94 16 - Tidak Jenuh 49 5.9 83 Fitosterol (ppm) 18 14 50
Minyak Kedelai 958 14 85 28
Sumber: De Witt & Chong 1998
Kandungan komponen pada minyak kelapa sawit tersebut mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan. Komponen trigliserida sering disebut neutral oil. Dalam CPO, trigliserida campuran merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang (Devine & Williams 1961). Standar kualitas CPO menurut Standar Nasional Indonesia (1998) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Standar kualitas CPO No. Karakteristik 1 Asam lemak bebas (sebagai palmitat) (b/b) 2 Kadar air (b/b) 3 Kadar kotoran (b/b) Bilangan Iod 4
SNI 01-0016-1998 (%) Maks 5,0 Maks 2,0 Maks 0,02 Min 56
Sumber: BSN 1998
Menurut Purwanto (1997), proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO terdiri atas tahap berikut: 1) Proses penerimaan buah Pada proses ini dilakukan penimbangan dan penampungan sementara TBS (tandan buah segar). 2) Proses perebusan Perebusan dilakukan untuk menonaktifkan enzim-enzim lipase yang menyebabkan kerusakan buah melalui reaksi enzimatik. 3) Proses penebahan Proses ini bertujuan memisahkan buah dari tandannya sehingga memudahkan proses pelumatan dan ekstraksi minyak dari buah. 4) Proses pelumatan dan ekstraksi minyak Pada proses ini dilakukan pengambilan minyak dari berondolan kelapa sawit dengan cara melumat buah (digesting) untuk melepaskan sel minyak dan mengempa (pressing) untuk memisahkan minyak kasar dari ampas. 5) Proses pemurnian/klarifikasi minyak Pada proses ini dilakukan pemisahan antara minyak kasar, air, dan sludge (kotoran) sehingga diperoleh minyak yang bebas dari kotoran, memiliki kadar air yang sesuai (0,1%). Kadar air merupakan salah satu parameter mutu minyak sawit yang mempengaruhi keasaman. Apabila konsentrasi air semakin tinggi, maka akan berpengaruh pada proses hidrolisis yang dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas.
5
C. MINYAK SAWIT MERAH Minyak sawit merah merupakan minyak sawit asli kaya karotenoid yang diproses secara minimal sehingga secara alami mengandung tokoferol, tokotrienol dan karotenoid yang memberikan warna merah pada minyak. Minyak sawit merah juga merupakan sumber dari beberapa antioksidan termasuk vitamin E dan provitamin A karotenoid yang berperan dalam mencegah penyakit kanker dan penyakit kronis lainnya (Zeba et al. 2006). Minyak sawit merah tidak hanya merupakan sumber vitamin A, tetapi juga mengandung lemak dalam jumlah terbatas yang mempengaruhi efektivitas asupan karotenoid. Secara umum, proses produksi minyak sawit merah prinsipnya sama dengan proses produksi minyak sawit asli komersial (minyak goreng). Satu hal yang membedakan adalah pada proses produksi minyak sawit merah tidak ada tahapan bleaching (pemucatan) sehingga minyak masih tetap berwarna merah. Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, minyak sawit merah memiliki aktivitas provitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini membuat minyak sawit merah sangat baik dipandang dari segi nutrisi (Jatmika & Guritno 1997). Kandungan karotenoid pada masing-masing fraksi dari beragam jenis minyak sawit juga berbeda-beda seperti dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Kandungan karotenoid pada fraksi beragam minyak sawit Fraksi minyak sawit Turunan karotenoid (ppm) Crude palm oil Crude palm olein Crude palm stearin Residual oil from fibre Second pressed oil Red palm oil
630-700 680-760 380-540 4000-6000 1800-2400 500-700
Sumber: Zeb & Mehmood 2004
Minyak sawit merah mengandung 15-300 kali retinol ekuivalen lebih besar dibandingkan dengan wortel, sayuran daun, dan tomat (Canfield et al. 2001). Di alam telah diisolasi 600 jenis karotenoid (Ong & Tee 1992). Karotenoid yang terkandung di dalam minyak sawit merah sebesar 91,18%, di antaranya merupakan β-karoten dan α-karoten yang mempunyai aktivitas provitamin A yang tinggi (Naibaho 1990). Kadar karoten minyak sawit merah 60 kali lebih besar dibandingkan dengan minyak goreng (Jatmika & Guritno 1997). Menurut Naibaho (1990), MSM mengandung karotenoid total 600-1000 ppm dengan presentase α-karoten 36,2%, β-karoten 54,4%, γ-karoten 3,3%, likopen 3,8%, dan xantofil 2,2%. Kandungan karotenoid yang tinggi menyebabkan MSM berwarna kemerahan. Menurut Olson (1991), pemberian 7 ml MSM dianjurkan untuk nutrisi anak-anak pra sekolah. Sebanyak kurang lebih 800 ppm tokoferol terdapat dalam minyak sawit. Kelompok senyawa tokoferol ini tidak hanya penting karena peranannya sebagai antioksidan alami, tetapi secara fisiologis juga aktif sebagai vitamin, yaitu vitamin E. MSM mulai dikembangkan seiring dengan semakin disadarinya peranan penting karotenoid bagi kesehatan manusia. Di Malaysia, MSM telah dikembangkan menjadi produk baru, tetapi sampai saat ini belum ada MSM yang dijual secara komersil. Pada umumnya, pemanfaatan minyak sawit masih didominasi untuk produk pangan. Menurut Muchtadi (1992), sekitar 90% minyak sawit digunakan untuk produk-produk pangan seperti minyak goreng, minyak salad, margarin, shortening, vanaspati, dan sebagainya, sedangkan 10% sisanya digunakan untuk produk-produk non pangan. Menurut Meridian (2000), proses pengolahan minyak sawit merah adalah sebagai berikut:
6
1)
Degumming CPO ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam reaktor, larutan asam oksalat ditambahkan sebanyak 7%, setelah itu ditambahkan 5-10% CPO. Lalu CPO dipanaskan pada suhu 60 °C kondisi vakum selama 20 menit sambil terus diaduk. 2) Netralisasir Minyak dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian suhu proses diatur sehingga mencapai 3040 °C. Selanjutnya, larutan NaOH ditambahkan dalam jumlah tertentu, kemudian diaduk dengan kecepatan 65-75 rpm tekanan <1 atm selama 30 menit. Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan pencucian. 3) Deodorized Minyak dimasukkan kedalam deodorizer, kemudian dipanaskan sampai mencapai suhu 180 °C selama 30 menit dengan tekanan 5 torr. Setelah itu, injeksikan uap sebanyak 4% dari berat minyak setelah mencapai waktu deodorisasi. Selanjutnya, minyak didinginkan sampai suhu 120 °C dan dilakukan filtrasi dengan menggunakan kertas Whatman no 42. 4) Fraksinasi Proses fraksinasi dilakukan berdasarkan prinsip pendinginan dibawah kontrol tanpa penambahan bahan kimia, kemudian diikuti dengan proses filtrasi. Gliserida jenuh dari minyak dipisahkan dengan suhu rendah, pemisahan dilakukan dengan filtrasi.Dari proses ini dihasilkan minyak dengan asam lemak bebas 0,23% dan karotenoid sebesar 256,55 ppm dengan karotenoid awal 850 ppm. D.
MINYAK SAWIT MERAH TANPA FRAKSINASI (MSMTF) Proses pembuatan minyak sawit merah tanpa fraksinasi dilakukan hampir sama dengan proses pembuatan MSM pada umumnya. Hal yang membedakan dalam proses pembuatan MSMTF ini adalah pada pembuatan MSMTF tidak dilakukan proses degumming (pemisahan gum) dan fraksinasi antara fraksi padat dan cair. Hal ini dikarenakan pada proses degumming digunakan air panas dan asam mineral pekat yang dapat menurunkan kandungan beta karoten. Adanya gum pada produk tidak akan menimbulkan bahaya karena gum merupakan serat yang dapat larut sehingga dapat dikonsumsi dengan baik. Selain itu, stearin atau fraksi padat dapat memberikan rasa gurih pada produk minyak ini. Pada pembuatan MSMTF di program SawitA, MSMTF berasal dari MSA yang dinetralisasi untuk memisahkan asam lemak bebas dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lain yang membentuk sabun. Pada proses ini, digunakan soda kaustik (NaOH) 16 °Be ke dalam MSA selama 26 menit sambil diaduk. Sabun tersebut membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan membentuk emulsi. Penambahan air panas bertujuan melarutkan sabun yang terbentuk. Proses ini dilakukan tiga kali hingga sabun terbuang semuanya. Penghilangan bau dilakukan dengan proses yang dinamakan deodorisasi dalam keadaan vakum pada suhu 140-150 °C selama satu jam. Deodorisasi dilakukan dengan proses penyulingan minyak menggunakan uap panas pada tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Menurut Zakaria et al. (2011), nilai intensitas odor minyak sawit merah sebesar 3,3 merupakan kategori netral untuk produk minyak sawit merah yang masih memiliki aroma sawit. Hasil tersebut dapat diperoleh apabila suhu yang digunakan pada proses deodorisasi sebesar 140 °C selama satu jam. Kondisi tersebut mampu mempertahankan total karotenoid hampir 70% dan menghasilkan aroma khas sawit yang netral, yaitu sebesar 3,3. Proses pembuatan MSMTF dalam bentuk bagan dapat dilihat pada Gambar 2.
7
Netralisasi 50 kg CPO
NaOH teknis 16°Be, 26 menit
Pencucian
Menghilangkan sabun yang terbentuk
Deodorisasi 140°C 60 menit
Diamkan hingga dingin
36.7 kg MSMTF
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan MSMTF (Zakaria et al. 2011)
E. KAROTENOID DAN VITAMIN A Karotenoid adalah suatu pigmen alami berupa zat warna kuning sampai merah yang mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang disusun oleh 8 unit isopren, 4 gugus metil dan selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi di antaragugus metil tersebut. Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten, yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati seperti pada sayuran hijau, buah-buahan berwarna kuning dan merah serta minyak sawit. Tubuh mempunyai kemampuan mengubah sejumlah karoten menjadi vitamin A (retinol), sehingga karoten ini disebut provitamin A (Winarno 1991). Karotenoid umum yang dikenal sebagai sumber vitamin A adalah beta karoten (100%), alfa karoten (53%) dan gamma karoten. Beta karoten sebagai salah satu zat gizi mikro di dalam minyak sawit mempunyai beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh menurut Tan (1987) dan Muhilal (1991). Manfaat beta karoten antara lain untuk menanggulangi kebutaan karena xeroftalmia, mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker, proses penuaan yang terlalu dini, meningkatkan sistem imun tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Tabel 6 memperlihatkan kandungan karotenoid pada beberapa pangan nabati. Tabel 6. Kandungan karotenoid beberapa pangan nabati Jenis tanaman Kandungan karotenoid RE/100gr Minyak sawit merah 30.000 Wortel 2.000 Daun sayur-sayuran 685 Aprikot 250 Tomat 100 Pisang 20 Air Jeruk 8 Sumber: Choo et al.1989
8
Bentuk β-karoten mempunyai aktivitas 100% vitamin A, α-karoten memiliki aktivitas 5054% vitamin A, dan γ-karoten memiliki 40-50% vitamin A. Sifat fisika dan kimia karotenoid adalah larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzen, karbondisulfida, dan proteleum eter, tidak larut dalam metanol dan etanol dingin, tahan terhadap panas apabila dalam keadaan vakum, peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya, juga mempunyai ciri khas absorpsi cahaya. Beta karoten mempunyai tugas sebagai provitamin A karena adanya cincin beta ionon yang tidak terhidrolisis (Olson 1991). Beta karoten murni lebih cepat rusak oleh cahaya dengan adanya iodin atau asam. Faktor utama yang mempengaruhi karotenoid selama pengolahan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen maupun perubahan struktur oleh panas. Panas akan mendekomposisi karotenoid danmengubah stereoisomer. Dalam tubuh, vitamin A berperan dalam penglihatan, permukaan epitel, serta membantu proses pertumbuhan. Peran retinol untuk penglihatan normal sangat penting karena daya penglihatan mata sangat tergantung oleh adanya rodopsin, suatu pigmen yang mengandung retinol. Di Indonesia, anak penderita xeroftalmia kornea aktif diperkirakan lebih dari 60.000 setiap tahunnya. Sebanyak 20.000-30.000 penderita itu akan mengalami kebutaan selama hidupnya (Winarno 1991). Beta karoten mempunyai efek positif dalam mereduksi plak dalam pembuluh nadi sehingga beta karoten bersifat anti arterosklerosis (Gazianoet al. 1990). Kemampuan ini menyebabkan beta karoten dapat digunakan untuk mencegah penyakit kardiovaskuler. Karotenoid tersebar luas di alam, pada umumnya memberikan warna kuning, merah, atau jingga. Karotenoid disintesis oleh bakteri, jamur, dan tanaman tingkat tinggi. Karotenoid merupakan prekursor vitamin A yang membantu metabolisme dan pertumbuhan. Produk nabati yang mengandung karotenoid antara lain wortel, tomat, dan jeruk. Sementara itu, pada produk hewani sumber beta karoten antara lain dari kuning telur, hati, lemak, lobster, salmon, dan lemak susu (Zeb & Mehmood 2004). Dalam tubuh, beta karoten yang berasal dari makanan akan mengalami absorpsi dalam pencernaan. Sekitar 23% dari beta karoten yang diabsorpsi oleh mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedangkan 7% sisanya diubah menjadi retinol (vitamin A) dengan bantuan enzim karotenoid dioksigenase (Fennema 1996). Pigmen karotenoid yang sebagian besar terdiri atas α, β,γ karoten dan likopen diperlukan oleh tubuh sebagai prekursor vitamin A (Winarno 1991). Tanaman sawit merupakan penghasil karotenoid tertinggi di dunia. Minyak sawit yang diperoleh berwarna merah pekat dan mengandung beta karoten provitamin A sebanyak 600-1000 mg per kg atau ppm. Jika kebutuhan manusia dewasa per hari akan vitamin A sebanyak 900 µgram, dengan mengambil nilai vitamin A sebesar 600 mg per kg, maka hanya diperlukan 1.5 ml atau setengah sendok teh minyak sawit untuk memenuhi kebutuhan vitamin A setiap orang dewasa per hari. Karotenoid yang terdapat pada minyak sawit menyebabkan provitamin A sangat mudah diserap. Pada sel mukosa saluran pencernaan, karotenoid diubah menjadi retinol atau vitamin A, dimana satu unit beta karoten diubah menjadi dua unit retinol (Zakaria et al. 2011). Vitamin A merupakan vitamin yang esensial untuk pertumbuhan, bahkan vitamin A disebut pula sebagai vitamin penunjang pertumbuhan (Sherman & Smith 1922). Beta karoten memiliki beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain menanggulangi kebutaan karena xeropthalmia, mencegah proses penuaan dini, dan meningkatkan imunitas tubuh, serta antioksidan yang dapat memusnahkan radikal bebas yang dapat mencegah timbulnya kanker.Vitamin A dalam hati disimpan dalam bentuk retinol, sedangkan dalam darah retinol terikat dalam protein spesifik disebut retinol binding protein yang akan diangkut ke jaringan
9
seperti mata, usus, dan kelenjar ludah (Winarno 1991). Recommended Dietary Allowance (RDA) vitamin A dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Recommended Dietary Allowance (RDA) vitamin A Umur dan jenis kelamin 0-1 tahun 1-6 tahun 6-10 tahun 10-12 tahun 12-15 tahun Laki-laki, 15-18 tahun ke atas Perempuan, 15-18 tahun ke atas Hamil Menyusui
FAO/WHO (IU) 350 400 400 500 600 600 500 600 850
Sumber: Bloomhoff 1994
Menurut Winarno (1991) konsumsi vitaminA yang dianjurkan untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah 350 retinol ekivalen (RE) perhari, sedangkan untuk anak dan orang dewasa sebesar 10 µg retinol/kg berat badan per hari. Sementara itu untuk ibu hamil dan menyusui perlu ditambah masing-masing sebanyak 200 RE dan 400 RE per hari. Defisiensi vitamin A dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tubuh dan karena tubuh tidak sanggup mensintesis rhodopsin tanpa retinol, kemampuan melihat dalam sinar yang kurang akan terganggu dan akhirnya menyebabkan buta senja (night blindness). Kekurangan vitamin A juga dapat mempengaruhi kesehatan kulit dan menurunkan daya tahan terhadap infeksi sehubungan dengan kondisi yang jelek dari selaput lendir saluran pernafasan. Defisiensi yang lama dapat mengakibatkan terjadinya pemborokan pada kornea mata yang menyebabkan kebutaan. Defisiensi vitamin A merupakan penyebab umum kebutaan di negara-negara berkembang yang makanan sehari-harinya adalah serealia dan tidak tersedia sayuran dan buah-buahan yang mengandung karotenoid. F. TOKOFEROL Komponen minor minyak nabati yang mempunyai aktivitas vitamin E adalah tokoferol. Tokoferol dibagi menjadi dua tipe yaitu tokoferol dan tokotrienol. Struktur kimia keduanya merupakan turunan homolog dari 6-hidroksi kroman. Kelompok tokoferol mempunyai rantai samping isopren jenuh yang dibedakan menjadi alfa, beta, gamma, dan sigma tokoferol. Sedangkan kelompok tokotrienol mempunyai rantai samping isopren tidak jenuh. Tokoferol tersusun atas cincin aromatik tersubstitusi oleh metal dan rantai panjang isoprenoid sebagai rantai samping. Aktivitas keempat jenis tokoferol ini berdasarkan urutannya dari aktivitas terbesar adalah alfa, beta, dan terendah adalah gama-tokoferol (Lehninger 1982). Fungsi utama tokoferol adalah sebagai zat antioksidan yang sangat penting bagi tubuh karena adanya ikatan jenuh pada tokoferol yang menyebabkan senyawa ini mudah teroksidasi. Dahulu vitamin E hanya dikenal dalam kaitannya dengan fertilitas,tetapi belakangan ini diketahui berfungsi pula sebagai antioksidan. Asam lemak tidak jenuh mengandung tokoferol paling tinggi. Tokoferol dipercaya dalam pencegahan penyakit jantung dan kanker. Pemberian alfa tokoferol pada anak-anak yang menderita defisiensi vitamin A ternyata dapat menaikkan konsentrasi retinol dalam plasmanya. Hal ini berhubungan dengan kerja vitamin E yang mencegah oksidasi vitamin A. Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga berperan dalam sintesis asam nukleat, pembentukan sel darah merah dan sintesis koenzim A yang penting dalam proses pernafasan (Winarno 1991).
10
Dalam jaringan, tokoferol juga mencegah terjadinya oksidasi asam lemak tidak jenuh dan membantu mempertahankan fungsi membran sel. Tokoferol dapat mencegah proses oksidasi dengan memberikan elektron sehingga melindungi asam lemak tidak jenuh dalam membran sel dari kerusakan karena oksidasi. Oleh sebab itu, istilah antioksidan digunakan untuk menunjukkan peran vitamin E dalam melindungi sel dan membran sel dari kerusakan tersebut (Williams 1973). Kekurangan tokoferol dapat menyebabkan kerusakan hati dan perubahan fungsi membran (Lehninger 1982). Menurut Winarno (1991), kekurangan vitamin ini pada manusia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan hemolisis butir darah merah. Dampak kekurangan vitamin E pada manusia dapat menyebabkan jangka hidup butir darah merah menjadi lebih pendek, yaitu hanya 110 hari dibandingkan dengan 123 hari pada kondisi normal. Menurut Recommended Dietary Allowances (RDA), kebutuhan tubuh akan vitamin E bagi orang dewasa berkisar antara 2,6-15,4 mg per hari dengan rata-rata 7,4 mg per hari. Tokoferol ditemukan pada minyak sayuran, terutama kecambah (Lehninger 1982). Sumber vitamin E lainnya adalah minyak tumbuh-tumbuhan, susu, telur, daging, ikan, padi-padian, dan sayuran hijau. Kandungan vitamin E tinggi ditemukan dalam jaringan hijau yang gelap, masa pertengahan tumbuhan, daun-daun hijau, dan buah-buahan berwarna. Produk hewani seperti daging, ikan, unggas, dan produk-produk hewani turunan seperti susu, telur memiliki kandungan tokoferol yang lebih rendah dibandingkan dengankan produk serealia dan sayuran. Tokoferol adalah senyawa minor yang terdapat pada CPO. Menurut Wong et al. (1988), crude palm oil mengandung tokoferol sebesar 794 ppm, refined, bleached, and deodorized (RBD) sebesar 563 ppm, RBD palm oil sebesar 643 ppm, dan RBD palm stearin sebesar 261 ppm. G. KEKURANGAN VITAMIN A DI INDONESIA Telah diperkirakan lebih dari 254 juta anak-anak usia pra sekolah mengalami risiko KVA dan 50% dari anak-anak tersebut berasal dari Asia Tenggara. Adanya kasus KVA di seluruh dunia menyebabkan kematian pada anak-anak setiap tahunnya dan menyebabkan kebutaan pada lebih dari setengah juta anak-anak di seluruh dunia. Pada tahun 1970, sebanyak 2-7% penduduk Indonesia menderita xeropthalmia. Program penanggulangan KVA di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an, namun sampai saat ini masalah KVA masih menjadi salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Pada tahun 1988, WHO menyebutkan bahwa terdapat 23 negara di seluruh dunia yang memiliki risiko kekurangan vitamin A yang tinggi. Empat di antaranya yaitu India, Indonesia, Bangladesh, dan Filipina memiliki masalah yang serius dalam permasalahan KVA ini (Gillespie& Mason 1994). KVA tingkat berat (xeroftalmia) yang dapat menyebabkan kebutaan sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat sub-klinis, yaitu KVA yang belum menampakkan gejala nyata masih diderita oleh sekitar 50% anak-anak usia pra sekolah di Indonesia. Sampai saat ini strategi penanggulangan KVA masih bertumpu ada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul vitamin A biru (100.000 IU) diberikan kepada bayi (6-11 bulan) satu kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari atau Agustus, sedangkan kapsul A merah (200.000 IU) diberikan kepada anak balita (1-5 tahun) setiap bulan Februari dan Agustus, serta kepada ibu nifas paling lambat 30 hari setelah melahirkan (Depkes 2009). Hingga saat ini, isu gizi yang marak timbul adalah masalah kekurangan gizi mikro menyangkut defisiensi zat besi, yodium, asam folat, vitamin A dan beberapa jenis vitamin B. Rendahnya asupan zat gizi mikro tersebut menyebabkan tingginya kasus penyakit kurang zat gizi mikro (KGM). Dampaknya dapat dilihat jelas dengan meningkatnya angka kematian ibu dan anak serta penyakit infeksi, menurunnya kecerdasan anak serta produktivitas kerja. Prevalensi
11
kurang zat gizi mikro di Indonesia sebesar 50-60%, dengan 9% angka kematian anak dan 13% kematian ibu disebabkan oleh kekurangan vitamin A. Pada tahun 2004, 10 juta anak balita di Indonesia mengalami KVA. Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan mengalami KVA dengan risiko yang sangat mengkhawatirkan (Siswanto 2007). Apabila dibandingkan dengan angka kebutaan di negara-negara regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia (1,5%) merupakan yang tertinggi, kemudian diikuti oleh Bangladesh (1%), India (0,7%) dan Thailand (0,3%). Sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengalami kebutaan berasal dari keluarga status ekonomi kurang mampu dan belum memiliki akses langsung dengan pihak pelayanan kesehatan (Astuti 2008). Apabila seorang anak mengalami kekurangan vitamin A, anak yang bersangkutan akan menderita penyakit rabun ayam dan yang lebih parah lagi dapat menimbulkan kebutaan. Berdasarkan hasil survey indera penglihatan dan pendengaran tahun 2007 yang dilakukan di delapan propinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%. Sebesar 0,78% disebabkan oleh katarak, glaukoma 0,20% dan kelainan refraksio sebesar 0,14% (Siswanto 2007). H. SIKAP KONSUMEN Sikap disebut sebagai konsep yang paling khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologi sosial kontemporer. Sikap juga merupakan salah satu konsep yang paling penting yang digunakan pemasar untuk memahami konsumen (Engel et al. 1994). Menurut Gordon Allport dalam Setiadi (2003), sikap adalah suatu mental dan syarat sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Sumarwan (2004), yaitu sikap adalah ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Hasil belajar, pengalaman, kehidupan dalam kelompok mempengaruhi pembentukan sikap seseorang dan dalam periode waktu yang cukup lama akan dapat menjadi sifat kepribadian seseorang. Definisi lainnya mengenai sikap adalah sebagai evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu obyek atau gagasan. Sikap menempatkan seseorang kedalam suatu pikiran menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak mendekati atau menjauhi sesuatu tersebut (Kottler & Armstrong 1995). Penataan skala sikap (attitude scaling) merupakan istilah yang biasa dipakai untuk mengacu kepada proses pengukuran sikap. Penataan skala sikap cenderung berfokus pada pengukuran keyakinan responden tentang atributatribut produk (komponen kognitif) dan perasaan respon tentang daya tarik atribut-atribut ini (komponen afektif). Berapa kombinasi keyakinan dan perasaan biasanya diasumsikan untuk menentukan niat membeli (komponen perilaku) (Kinnear & Taylor 1991). Daniel Kazt dalam Setiadi (2003) mengklasifikasikan empat fungsi sikap, yaitu: 1) Fungsi utilitarian Fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Disini konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah suatu produk memberikan kepuasan atau kekecewaan. 2) Fungsi ekspresi nilai Konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu merek produk bukan didasarkan atas manfaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya. 3) Fungsi mempertahankan ego
12
Sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempetahankan ego. 4) Fungsi pengetahuan Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Fungsi pengetahuan dapat membantu konsumen mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-milih informasi yang relevan dan tidak relevan dengan kebutuhannya. Selain itu, perlu diketahui mengenai tiga komponen sikap, yaitu komponen kognitif (kepercayaan terhadap produk), komponen afektif (evaluasi produk) dan komponen konatif (maksud untuk mengkonsumsi atau membeli). Hubungan antara ketiga komponen tersebut menunjukkan keterlibatan tinggi (high involvement) yaitu kepercayaan produk mempengaruhi evaluasi produk, dan evaluasi produk mempengaruhi maksud untuk membeli atau mengkonsumsi (Setiadi 2003). Sumarwan (2004) menjelaskan ketiga komponen sikap sebagai berikut. Pertama, yaitu komponen afektif. Komponen ini menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu produk atau merek. Perasaan dan emosi tersebut merupakan evaluasi menyeluruh terhadap objek sikap (produk atau merek). Komponen afektif mengungkapkan penilaian konsumen kepada suatu produk apakah baik atau buruk,”disukai” atau “tidak disukai”. Perasaan dan emosi seseorang tersebut terutama ditujukan kepada produk secara keseluruhan, bukan perasaan dan emosi kepada atribut-atribut yang dimiliki produk. Perasan dan emosi digambarkan dengan ungkapan dua kata sifat yang berbeda untuk mengevaluasi suatu produk. Kedua, yaitu komponen kognitif. Komponen ini menggambarkan pengetahuan dan persepsi terhadap suatu objek sikap. Pengetahuan dan persepsi tersebut diperoleh melalui pengalaman langsung ke objek sikap tersebut dan informasi dari berbagai sumber lainnya. Pengetahuan dan persepsi tersebut biasanya berbentuk kepercayan (belief), artinya konsumen mempercayai bahwa suatu objeksikap memiliki berbagai atribut dan perilaku yang spesifik akan mengarahkan kepada hasil yang spesifik. Ketiga, yaitu komponen konatif. Komponen ini menggambarkan kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap (produk atau merek). Komponen konatif juga bisa meliputi perilaku yang sesungguhnya terjadi. Komponen konatif dalam riset konsumen biasanya mengungkapkan keinginan membeli dari seorang konsumen (intention to buy). I.
PERILAKU KONSUMEN Perilaku adalah suatu kegiatan organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yaitu rangsangan yang merupakan faktor dari luar diri seseorang (faktor eksternal) seperti lingkungan baik fisik maupun non fisik, serta respon yang merupakan faktor dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal yang paling besar peranannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor non fisik yang berupa sosial budaya dimana seseorang tersebut berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi dan motivasi (Engel et al. 1994). Menurut Loudon dan Bitta (1998), perilaku konsumen lebih ditekankan sebagai suatu proses pengambilan keputusan. Mereka mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau barang dan jasa. Pendapat lain menurut Engel et al. (1994) mengenai perilaku konsumen adalah segala kegiatan yang secara langsung ditujukan untuk mendapatkan,
13
mengkonsumsi, dan menyimpan atau membuang produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mengawali dan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian menurut Setiadi (2003) antara lain faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari konsumen. Faktor kebudayaan merupakan faktor penentu paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Faktor kebudayaan terdiri dari faktor sub-budaya (kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, dan area geografis) dan faktor kelas sosial yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat sehingga masyarakat memiliki nilai, minat, dan perilaku yang sama. Faktor-faktor sosial terdiri dari kelompok referensi, keluarga, peran dan status. Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Misalnya keluarga, teman, tetangga, teman sejawat (kelompok primer) dan kelompok sekunder, yaitu kelompok yang cenderung lebih resmi dan interaksinya kurang berkesinambungan. Keluarga sebagai faktor sosial terdiri dari keluarga orientasi dan keluarga prokreasi. Faktor pribadi terdiri dari umur, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian. Pada umur, orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya. Pekerjaan dikelompokkan berdasarkan minat di atas rata-rata terhadap produk tertentu. Keadaan ekonomi terdiri dari kemampuan untuk meminjam, sikap terhadap lawan menabung dan pendapatan yang akan dibelanjakan, mulai dari tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya. Sementara itu faktor psikologi berupa motivasi dan persepsi. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup yang diekspresikan oleh kegiatan, minat, dan pendapat seseorang. Sedangkan yang dimaksud dengan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Hubungan antara sikap dan perilaku menunjukkan sejauh mana sikap konsumen mampu dijadikan dasar untuk memprediksi perilakunya (Setiadi 2003). Menurut Theory Planned Behavior (TPB), perilaku dapat disengaja dan direncanakan. TPB dapat membantu memahami bagaimana perilaku seseorang dapat diubah dan diprediksi. Perilaku manusia dipengaruhi oleh tiga pertimbangan, antara lain: 1) Behavior beliefs, mengenai kemungkinan konsekuensi dari perilaku tersebut. 2) Normative beliefs, mengenai keyakinan tentang harapan normatif orang lain. 3) Control beliefs, mengenai keyakinan tentang keberadaan faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku seseorang. Pada Gambar 3, dapat dilihat bagaimana perilaku seseorang menurut Theory Planned Behavior. Sikap terhadap perilaku Pengetahuan
Norma subjektif
Keinginan untuk berperilaku
Perilaku
Kontrol adanya perilaku
Gambar 3. Theory of Planned Behavior (Ajzen 1991) 14
Dalam agregat masing-masing, behavior beliefs menghasilkan sikap yang baik ataupun tidak baik terhadap perilaku. Normative beliefs menghasilkan norma subjektif atau tekanan sosial dan control beliefs menimbulkan kontrol perilaku yang dirasakan seseorang. Dalam kombinasi ketiganya, sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan persepsi dari kontrol perilaku berperan dalam pembentukan keinginan untuk berperilaku. Semakin baik sikap dan norma subjektif serta semakin baik kontrol, semakin kuat keinginan seseorang untuk menghasilkan perilaku yang baik (Ajzen 1991). J.
UJI SENSORI DI RUMAH (HOME USE TEST) Evaluasi sensori merupakan evaluasi berdasarkan indera manusia terhadap produk pangan. Evaluasi sensori digunakan untuk mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu produk berdasarkan yang ditangkap oleh indera manusia seperti penglihatan, penciuman, perasa, peraba dan pendengaran (Stone & Sidel 2004). Ada tiga jenis metode dalam evaluasi sensori,yaitu uji deskriptif, uji pembeda, dan uji afektif. Uji deskriptif merupakan uji yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur sifatsifat sensori. Uji pembeda adalah uji yang dilakukan untuk menguji ada tidaknya perbedaan dari produk-produk yang diuji dan mengukur kemampuan panelis untuk mendeteksi suatu sifat sensori (Lawless & Heymann 1998). Sedangkan uji afektif merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui produk yang disukai atau produk yang lebih disukai dari yang lain oleh panelis. Uji afektif meliputi uji kesukaan dan uji mutu hedonik (Resurreccion 1998). Berdasarkan lokasi pengujian, uji afektif dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pengujian di laboratorium (sensory laboratory test), pengujian di pusat konsumen (central location test), dan pengujian di rumah (Home Use Test = HUT). Pengujian di laboratorium merupakan pengujian yang keadaannya dapat dikontrol oleh peneliti karena berlokasi di laboratorium. Pengujian di pusat konsumen dilakukan di tempat-tempat umum seperti sekolah, pusat perbelanjaan, swalayan, dan rumah sakit. Sedangkan pengujian di rumah melibatkan kondisi natural dari konsumen dan produknya karena mengikuti keadaan penggunaan aktual oleh konsumen itu sendiri. Pada HUT, pengujian dilakukan di rumah responden dimana kondisi dari pengujian tidak dikontrol oleh peneliti. Hasil pengujian dapat berupa data yang memiliki hasil yang sangat beragam. HUT digunakan untuk menentukan atribut produk, penerimaan, dan penyajian pada kondisi seaktual mungkin. Sampel produk diujikan pada kondisi normal, selain itu dapat menghasilkan data tambahan ataupun informasi yang berharga yang tidak dapat diperoleh dari uji lainnya. Produk-produk yang diuji dengan metode HUT adalah produk-produk yang sulit diuji pada laboratorium atau central location test (Moskowitz et al. 2006). Resurreccion (1998) menyatakan bahwa biasanya jumlah panelis yang dibutuhkan antara 50 hingga 100 panelis per produk. Prosedur HUT secara umum adalah dua produk dibandingkan, tetapi kedua produk tersebut tidak disediakan secara bersamaan karena dapat tercipta kemungkinan penggunaan produk yang salah atau terjadi kesalahan penggunaan dalam evaluasi produk. Pada penelitian ini, produk didistribusikan secara bertahap dan dalam jangka waktu tertentu. Pemberian produk pertama dilakukan pada bulan pertama setelah dilakukan sosialisasi mengenai manfaat dan pengetahuan produk. Selanjutnya produk kedua diberikan pada bulan berikutnya setelah dilakukan sosialisasi tahap berikutnya.Produk diuji pada keadaan seaktual mungkin sesuai dengan cara responden menggunakan produk tersebut di rumah mereka masingmasing. Tujuan menggunakan HUT untuk mendapatkan data atribut produk, penerimaan dan kesukaan konsumen. Sampel produk diuji pada kondisi aktual, maka informasi yang diperoleh
15
pun bersifat unik dan tidak dapat diperoleh dari uji lainnya. Tingkat kepercayaan terhadap daya terima produk yang dihasilkan HUT lebih tinggi daripada daya terima yang dihasilkan oleh uji lainnya. HUT juga baik untuk pengembangan produk baru, dimana uji ini menghasilkan informasi mengenai karakteristik sensori sebuah produk pada tahap persiapan, penyajian, dan evaluasi dalam keadaan yang tidak terkontrol (Resurreccion 1998). Secara lebih rinci, keuntungan menggunakan metode HUT menurut Resurreccion (1998) antara lain: 1) Produk yang diuji di bawah lingkungan seaktual mungkin atau dalam keadaan penggunaan normal. 2) Informasi yang didapatkan dari metode ini lebih banyak, karena diperoleh tanggapan dari seluruh anggota keluarga. 3) Metode pengujian ini dapat digunakan di tahap awal fase formulasi suatu produk, dimana tidak hanya diuji mengenai penerimaan dan preferensi responsen, tetapi juga mengenai performa dari produk tersebut. 4) Informasi mengenai produk kompetitor lainnya dapat diperoleh, karena dapat dilihat jenis produk tersebut di rumah responden selama tes, pola penggunaannya dan informasi lain yang berguna dalam memasarkan suatu produk. 5) Responden dapat memberi informasi mengenai perilaku pembelian berulang suatu produk yang terjadi pada keluarga mereka. Kekurangan menggunakan metode HUT antara lain: 1) Metode HUT membutuhkan waktu yang cukup lama dalam implementasi, dalam pendistribusian produk ke responden, dan untuk mengumpulkan respon dari responden. 2) Kurangnya kontrol dari peneliti dapat menyebabkan respon yang bervariasi dari responden. 3) Desain pengujian harus mudah dan hanya menggunakan produk sebanyak satu atau dua. Jika tidak, akan timbul kesulitan untuk responden memberikan tanggapan terhadap produk tersebut. 4) Metode HUT tidak cocok apabila ingin menguji banyak sampel. 5) Metode HUT ini sangat mahal, terutama apabila jumlah produk yang diberikan lebih banyak daripada yang disediakan pada uji di laboratorium. 6) Apabila jumlah responden yang digunakan lebih sedikit dari central location test atau tes di laboratorium, maka informasi yang diperoleh dari uji ini menjadi terbatas.
16
III. METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini merupakan bagian dari Program SawitA yaitu suatu program kerjasama antara PT. SMART TBK dan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Program ini merupakan suatu program yang dibuat untuk mengatasi KVA di Indonesia dengan menggunakan produk minyak sawit sebagai sumber vitamin A. Keseluruhan penelitian dilakukan pada bulan April hingga Desember 2011, di Desa Sinarsari dan kampus IPB Dramaga, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan daerah berdasarkan pemilihan yang disarankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, sebagai kecamatan yang memiliki banyak penduduk dari keluarga pra sejahtera. B. ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini digunakan alat-alat yang menunjang sosialisasi dari produk SawitA. Alat-alat bantu tersebut berupa brosur yang berisi tata cara penggunaan produk SawitA. Selain itu dilampirkan pula manfaat yang akan diperoleh bagi konsumen setelah mengkonsumsi SawitA. Kuesioner juga dibutuhkan untuk melakukan wawancara terhadap responden sebagai bentuk pendekatan kepada target responden yang dituju. Kuesioner yang digunakan merupakan adaptasi dari penelitian Waysima (2011) mengenai “Peran Ibu pada Perilaku Makan Ikan Laut Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Jepara dan Kabupten Grobogan, Jawa Tengah” serta kuesioner dari Program SawitA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua produk yang berbasis minyak sawit dengan nama SawitA. Produk SawitA diproduksi oleh tim produksi Program SawitA, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Jenis produk yang digunakan adalah dua produk SawitA tumis, yaitu minyak sawit asli (CPO) dan minyak sawit merah tanpa fraksinasi (MSMTF). Sesuai namanya, yaitu SawitA tumis, penggunaan produk ini disarankan untuk masakan yang ditumis. Metode yang digunakan yaitu Home Use Test. C. PENGAMBILAN DATA Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden yang dipandu dengan kuesioner. Pengambilan data primer dilakukan dengan tahapan tertentu. Sementara itu, data sekunder berupa data kependudukan wilayah Bogor yang diperoleh dari Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga dan pemerintah Kabupaten Bogor. Pengambilan data primer dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Pembuatan Kuesioner Kuesioner merupakan serangkaian pertanyaan dan pernyataan penjabaran dari tujuan penelitian yang diajukan kepada responden. Kuesioner digunakan sebagai panduan dalam melakukan wawancara, pengambilan data atau sebagai alat pengumpulan data. Wawancara dilakukan dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti sehingga mempermudah responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Identitas responden didapat dari kuesioner yang berasal dari Program SawitA. Kuesioner pertama dilakukan sebelum kegiatan sosialisasi Program SawitA dilakukan. Kuesioner setelah sosialisasi diberikan setelah dua bulan pemberian produk. Kuesioner mengenai sikap dan perilaku dibuat oleh peneliti dan berisi item-item penting mengenai penerimaan produk, preferensi
17
produk, dan pemakaian produk secara aktual. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner ada yang bersifat tertutup dan ada yang bersifat terbuka yang tidak terstruktur. 2. Pengujian Kuesioner Pengujian kuesioner dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan kuesioner yang akan digunakan. Dalam banyak situasi, dikehendaki data atau fakta yang diperoleh dari sebuah penelitian memiliki tingkat kesahihan yang baik. Oleh karena itu, pengujian kuesioner dilakukan pada sampel di luar responden penelitian. Sampel yang digunakan pada pengujian kuesioner ini harus memiliki karakteristik yang serupa dengan responden penelitian. Responden yang digunakan dalam uji kuesioner ini sebanyak delapan orang yang mewakili anggota keluarga yaitu ibu, anak, dan bapak. Keluarga tersebut juga berasal dari RW 02 Desa Sinarsari dan mereka termasuk dalam daftar penerima dan pengguna produk SawitA tetapi tidak termasuk dalam responden penelitian. 3. Pengujian Reliabilitas dan Validitas Kuesioner Validitas menurut Azwar (1997) didefinisikan sebagai seberapa cermat suatu alat tes melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen dinyatakan valid (sah) apabila instrumen tersebut betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur (Idrus 2002). Uji validasi dilakukan dengan mengkorelasikan skor masing-masing pertanyaan dengan skor total suatu variabel. Korelasi antara pertanyaan dapat diukur dengan menggunakan salah satu teknik korelasi product moment, yaitu:
R= Keterangan: X = Skor pada soal yang ingin diukur Y = Skor total dari masing-masing soal N = Jumlah pengamatan R = Indeks validitas Uji validasi menggunakan analisis korelasi dengan software SPSS versi 17.0 dengan korelasi Rank Spearman. Kriteria kekuatan hubungan antara dua variabel antara lain apabila nilai r=0 maka tidak ada korelasi antara dua variabel, apabila R>0-0,25 maka korelasinya sangat lemah, apabila R>0,25-0,5 maka korelasinya cukup, apabila R>0,5-0,75 maka korelasinya kuat, apabila R>0,75-0,99 maka korelasinya sangat kuat dan apabila R=1 maka korelasinya sempurna (Sarwono 2006). Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Azwar 1997). Setiap alat pengukur seharusnya memberikan hasil pengukuran relatif konsisten dari waktu ke waktu. Realibilitas kuesioner diuji dengan test-retest. Uji meminta responden untuk mengisi kuesioner, dan dalam selang waktu 10 hari kemudian responden diminta untuk mengisi kembali kuesioner yang sama. Selanjutnya jawaban para responden dibandingkan dan dianalisis sehingga diketahui bagian-bagian yang harus diperbaiki. Nilai reliabilitas diukur dari koefisien korelasi atau nilai r antara total skor pengujian pertama dengan total skor pada pengujian berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen tersebut dinyatakan reliabel.
18
D. PEMILIHAN RESPONDEN Metode yang digunakan dalam pemilihan responden adalah metode Non Probability Sampling (NPS), yaitu seleksi unsur populasi berdasarkan pertimbangan peneliti sehingga tidak setiap orang mempunyai kesempatan untuk dipilih dalam suatu populasi. Pemilihan responden dimulai dari penunjukkan Kecamatan Dramaga oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, sebagai salah satu kecamatan yang memiliki banyak penduduk dari keluarga pra sejahtera dan banyak yang mengalami KVA. Selain itu, pemilihan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan peneliti yaitu dengan menyesuaikan responden yang akan digunakan dengan tujuan penelitian. Responden diminta untuk menyatakan ketersediaannya mengikuti program SawitA selama dua bulan dan bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Pada Kecamatan Dramaga terdapat lebih dari 2.500 keluarga pra sejahtera. Salah satu desa yang berada pada Kecamatan Dramaga adalah Desa Sinarsari. Berdasarkan data yang ada, jumlah penduduk pra sejahtera cukup mendominasi di Desa Sinarsari, yaitu sebanyak 545 kepala keluarga. Penduduk pra sejahtera tersebut kurang memiliki akses dalam memperoleh informasi mengenai kesehatan dan kesulitan dalam memperoleh fasilitas-fasilitas kesehatan yang dapat menunjang perbaikan hidup mereka. Hal ini membuat pemilihan responden pada Desa Sinarsari RT 02 dan RT 03, RW 02 merupakan langkah yang tepat untuk membantu masyarakat memperoleh kesehatan yang lebih baik. Responden yang terpilih hanya berasal dari satu RW karena dinilai karakteristik penduduk antar RW memiliki karakteristik yang serupa, sehingga cukup mengambil satu RW saja. Responden yang dipilih berasal dari keluarga yang terdiri atas bapak, ibu, dan apabila memiliki anak minimal berusia sekolah dasar (minimal 9 tahun) sebanyak 101 orang. Berdasarkan American Standard Testing Material (Resurreccion 1998) diperlukan minimal 50 responden untuk setiap produk. Penelitian ini menggunakan dua produk, maka dari itu jumlah responden yang digunakan sebanyak 100 orang. Pada penelitian ini total responden yang digunakan sebanyak 101 orang. Anak-anak yang menjadi responden berusia sekolah dasar, mulai dari umur 9 tahun, yang dinilai sudah dapat mengerti pola komunikasi lisan. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan panduan kuesioner sehingga dapat dipastikan responden mengerti maksud dari pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud. Proporsi ibu, ayah, dan anak tidak seimbang tetapi memenuhi standar yang diharuskan yaitu sebanyak 100 responden. Para responden tersebut adalah mereka yang mau mengikuti program ini dari awal hingga akhir, tanpa paksaan, dan telah menandatangi Letter of Concern yang diajukan. E. TAHAPAN PENELITIAN 1) Tahap Sosialisasi Produk SawitA merupakan produk baruyang belum dikenal masyarakat. Perlunya sosialisasi mengenai manfaat dan cara penggunaan produk agar masyarakat dapat memahami dengan benar mengenai produk ini. Sosialisasi produk SawitA dilakukan di tempat yang strategis, seperti di posyandu atau balai desa. Sosialisasi dilakukan sebanyak tiga kali selama dua bulan, yaitu pada awal, tengah, dan akhir kegiatan Program SawitA. Kegiatan sosialisasi pertama dilakukan sebelum pemberian produk SawitA ke responden berupa wawancara dengan kuesioner tentang kelapa sawit, produk dan manfaatnya. Selanjutnya sosialisasi pengetahuan umum mengenai vitamin A dan KVA, pengenalan produk, manfaat dan cara pemakaian produk, kemudian disusul dengan pemberian produk SawitA ke responden. Sosialisasi kedua dilaksanakan pada akhir bulan pertama, dimana responden telah menggunakan produk SawitA selama satu bulan. Pada sosialisasi kedua, responden diingatkan kembali mengenai materi pada sosialisasi pertama,
19
lalu tinjauan ulang mengenai penggunaan produk SawitA selama satu bulan ke belakang. Selain itu, dilakukan kegiatan tukar pendapat dan tukar pengalaman tentang penggunaan produk SawitA. Setelah kegiatan sosialisasi kedua, dilakukan pergantian pemberian produk dari produk CPO menjadi produk MSMTF. Sosialisasi ketiga, dilakukan pada akhir bulan kedua. Pada tahap tersebut dilakukan sosialisasi mengenai tinjauan ulang produk kedua, yaitu produk SawitA MSMTF. Selain itu, dilakukan demo memasak dengan menggunakan produk SawitA, seperti memasak sop ceker ayam yang diberi produk SawitA. Permainan-permainan interaktif juga dilakukan agar pengetahuan mengenai produk dan manfaat produk tetap diingat para responden. Pada sosialisasi ketiga, terdapat lomba memasak dengan menggunakan produk SawitA bagi seluruh responden yang dibagi menjadi beberapa kelompok. Pada tahap ini, responden menciptakan beragam resep kreatif dengan menggunakan produk SawitA yang dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Pemenang pada lomba ini mendapatkan hadiah menarik sehingga menimbulkan semangat dan meningkatkan antusiasme responden untuk berkontribusi dalam kegiatan ini. 2) Tahap Pemberian Produk Setelah kegiatan sosialisasi awal, produk SawitA mulai dibagikan dan dikonsumsi responden. Penggunaan produk SawitA dilakukan di rumah mereka sendiri tanpa ada kontrol langsung dari peneliti, oleh karena itu produk SawitA disajikan dalam kondisi aktual. Uji ini dinamakan Home Use Test, dimana pengujian dilakukan di rumah responden. Ada dua sampel produk SawitA yang digunakan yaitu produk SawitA tumis MSA dan produk SawitA tumis MSMTF. Pengujian menggunakan dua sampel sesuai saran Resurreccion (1998), karena jika semakin banyak sampel yang diuji akan semakin rumit bagi responden dan membutuhkan waktu pengujian yang lebih lama. Sampel pertama, produk MSA didistribusikan ke masing-masing rumah responden. Cara penggunaan produk SawitA yang disarankan dengan menambahkan pada makanan matang atau menggunakannya sebagai pengganti minyak dalam tumisan. Responden boleh menggunakan dengan cara yang berbeda, tidak harus sesuai dengan yang disarankan. Hal ini untuk melihat variasi cara penggunaan dan cara yang paling sering digunakan responden. Satu bulan berikutnya didistribusikan sampel kedua yaitu produk MSMTF. Produk dikemas dalam botol 140 ml, dimana satu keluarga mendapatkan satu botol per minggu. Disarankan agar responden mendapatkan produk sebanyak 2ml/orang/hari sehingga dalam satu minggu masing-masing responden akan mendapatkan 14 ml/minggu. Deskripsi Produk Seperti yang tercantum pada Laporan Akhir Program SawitA (Zakaria et al. 2011), sebagian CPO yang diperoleh dari PT. SMART Tbk Jakarta dikemas dalam botol sebagai minyak tumis dan sebagian lainnya diproses sebagai MSMTF. Produksi produk SawitA dilaksanakan di Techno Park IPB dengan nomor pendaftaran P-IRT No 207320101871. Pada Tabel 8 dapat dilihat karakteristik CPO berdasarkan analisis kimia.
20
Tabel 8. Karakteristik CPO dan MSMTF Jenis Rata-rata bilangan asam (g NaOH/g minyak) Minyak
Rata-rata asam lemak bebas (%)
Rata-rata bilangan iod
Bilangan peroksida (meq peroksida/kg)
CPO I
0,014
9,66
-
0
CPO II
0,019
12,90
-
0
CPO III
0,008
5,425
49,79
0
CPO hanya dinetralisasi
0,007
4,42
50,86
0
MSMTF
0,006
4,055
48,62
0
Sumber: Zakaria et al. 2011
Kadar asam lemak bebas sangat bervariasi tetapi pada semua batch tidak mengandung peroksida. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan dan distribusi CPO tidak terjadi oksidasi lemak. Sesuai dengan hasil penelitian Puspitasari 2008, keberadaan karotenoid yang tinggi bersifat sebagai antioksidan. Analisis logam berat dilakukan di laboratorium analisis Departemen Teknologi Pertanian (TIN). Hasil analisis menunjukkan kadar logam berat yang terdapat pada CPO, CPO hanya netralisasi dan MSMTF tidak berbeda dan secara keseluruhan berada jauh di bawah standar logam berat SNI 19-7030-2004 untuk minyak makan. Pada Tabel 9 dapat dilihat hasil analisis logam berat pada CPO dan MSMTF pada produk SawitA. Tabel 9. Hasil analisis logam berat Produk SawitA Parameter (mg/kg) CPO
Hasil Pemeriksaan Netralisasi
MSMTF
Timbal (Pb)
<0,030
<0,030
<0,030
Air raksa (Hg)
<0,001
<0,001
<0,001
Cadmium (Cd)
<0,005
<0,005
<0,005
Crom Heksavalent (Cr6+)
<0,011
<0,011
<0,011
Crom total
<0,011
<0,011
<0,011
Arsen (As)
<0,002
<0,002
<0,002
Tembaga (Cu)
<0,015
<0,015
<0,015
Kadar air (% b/b)
1,85
0,96
1,03
Sumber: Zakaria et al. 2011
Keamanan produk SawitA ditunjang oleh kadar bilangan peroksida yang dianalisis tidak terdeteksi. Asam lemak bebas juga tidak berbahaya bagi konsumen karena pada dasarnya, semua lemak yang dikonsumsi manusia akan tercerna dan diserap dalam bentuk asam lemak bebas.
21
3) Tahap Monitoring Satu minggu sekali dilakukan monitoring mengenai pemakaian produk SawitA pada responden, pemberian produk SawitA dan juga penguatan informasi mengenai produk SawitA kepada responden. Hal ini mengingat pengujian dilakukan di rumah responden tanpa adanya kontrol dari peneliti secara langsung saat pemakaian produk. Selain frekuensi penggunaan, juga dilihat cara penggunaan produk. Pada bulan kedua, monitoring mengenai produk SawitA dan penguatan informasi produk dilakukan dua minggu sekali. Pada saat melakukan wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berupa intensitas penggunaan produk, cara mengkonsumsi produk dan penerimaan para responden dari atribut-atribut yang ditanyakan. Pertanyaan dibuat dengan bahasa sehari-hari sehingga mudah dimengerti oleh responden. F. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Perhatian utama dari metode HUT adalah mengukur penerimaan produk secara keseluruhan (Stone & Sidel 1994). Oleh karena itu digunakan analisis univariat dimana analisis dilakukan per variabel. Variabel-variabel yang digunakan seperti karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin, status dalam keluarga, lama pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pola asuh makan keluarga, pengetahuan responden mengenai vitamin A dan pola makan sehat, sikap terhadap mengkonsumsi produk SawitA. Selain itu, dilihat pula pengetahuan responden sebelum dan setelah diberikan penyuluhan mengenai minyak sawit dan manfaatnya serta cara penggunaan dan konsumsi produk SawitA. Konsumsi produk SawitA dilihat berdasarkan frekuensi penggunaan, jenis makanan, jenis masakan berdasarkan pengolahan dan kesan mengkonsumsi produk SawitA. Pada analisis atribut dari produk SawitA, responden mengidentifikasikan atribut-atribut pada produk yang mengganggu responden pada saat mengkonsumsi produk. Data-data yang didapatkan dari metode ini sebagian besar merupakan hasil wawancara dari para responden. Wawancara dilakukan karena responden perlu bimbingan dalam pengisian kuesioner. Untuk melihat perbedaan atau hubungan antara dua variabel digunakan analisis bivariat atau analisis korelasi. Pada kuesioner yang digunakan, masing-masing variabel dihubungkan dengan sikap terhadap konsumsi produk SawitA dan perilaku responden mengkonsumsi produk SawitA. Adanya korelasi antara variabel tersebut dilihat dari nilai koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi merupakan pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefisien korelasi antara +1 sampai dengan -1. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Kriteria kekuatan hubungan antara dua variabel antara lain apabila nilai r=0 maka tidak ada korelasi antara dua variabel, apabila r>0-0,25 maka korelasinya sangat lemah, apabila r>0,25-0,5 maka korelasinya cukup, apabila r>0,5-0,75 maka korelasinya kuat, apabila r>0,75-0,99 maka korelasinya sangat kuat dan apabila r=1 maka korelasinya sempurna (Sarwono 2006).
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS Pengujian kuesioner diawali dengan pengujian draft kuesioner kepada 8 orang warga Desa Sinarsari, yaitu 3 orang ibu, 3 orang bapak dan 2 orang anak. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah kalimat yang disusun dalam kuesioner dapat dipahami dengan benar oleh responden. Berdasarkan uji yang dilakukan, diperlukan perbaikan pada poin-poin kuesioner ini. Pada beberapa poin seperti pengetahuan tentang pola makan sehat dan sikap kognitif diperlukan perbaikan baik dari segi tata bahasa atau pemilihan kata yang tepat, dan juga penyampaian pertanyaan yang tepat agar maksud dari pertanyaan tersebut dapat dimengerti oleh responden. Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat negatif seperti “Bapak memperbolehkan anak jajan apabila anak tidak menyukai makanan yang dihidangkan di rumah” pada komponen sikap kognitif perlu lebih ditekankan pada responden sehingga tidak keliru mengartikan pertanyaan yang diajukan. Pada bagian dari pengetahuan responden tentang pola makan sehat, pernyataan “Sayuran mentah selalu lebih baik daripada sayuran olahan.” dihilangkan karena menimbulkan kebingungan pada responden. Setelah perbaikan kalimat-kalimat dalam kuesioner, kemudian dilakukan pengujian reliabilitas dan validitas kuesioner. Dari hasil pengujian reliabilitas kuesioner, diperoleh koefisien korelasi dari masing-masing variabel sebagaimana tercantum pada Tabel 10. Demikian juga hasil pengujian validitas dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner Item Nilai r (Sperman)
Nilai Validasi (Spearman)
Pola asuh keluarga
0.725*
-0,470 – 0,886**
Pengetahuan tentang kesehatan
0.711*
0,455 – 0,779*
Pengetahuan tentang pola makan sehat
0,439
0,130 – 0,813*
Sikap kognitif
0,073
0 – 0,655
Sikap afektif
-0,028
0,257 – 0,339
Kecenderungan perilaku
-0,266
0,540- 0,756*
B. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor terletak di Propinsi Jawa Barat. Kota ini terletak 54 km sebelah selatan Jakarta dengan luas 298.838.304 Ha. Batas strategis dari Kabupaten Bogor ini antara lain, sebelah utara berbatasan dengan kota Depok, sebelah Barat dengan Kabupaten Lebak, sebelah barat daya berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang, sebelah timur daya berbatasan dengan Kabupaten Bekasi, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, dan sebelah tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, dimana jumlah tersebut adalah hasil pemekaran 5 kecamatan di tahun 2005. Kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Leuwisadeng
23
(pemekaran Kecamatan Leuliwiang), Kecamatan Tanjungsari (pemekaran Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran Kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran kecamatan Bojong Gede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran Kecamatan Ciampea). Kabupaten Bogor terletak pada ketinggian 190 m sampai 330 m dari permukaan laut. Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu rata-rata terendah di Kabupaten Bogor adalah 21,8 °C, paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin muson barat. Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, iklim di Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis tipe A (sangat basah) di bagian selatan dan tipe B (basah) di bagian utara (Irianto & Surmaini 2000). Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menyatakan bahwa Kabupaten Bogor merupakan kabupaten terbesar di Propinsi Jawa Barat dan banyak penduduknya yang termasuk keluarga pra sejahtera. Dalam bidang perekonomian, laju perekonomian Kabupaten Bogor sebesar 4,05% pada tahun 2009 yang merupakan penurunan di tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,58 % pada tahun 2008 (BPS Kabupaten Bogor 2009). Sektor lapangan usaha dikelompokkan ke dalam kategori sektor primer (pertanian, pertambangan, dan penggalian), sektor sekunder seperti industri pengolahan, listrik, gas, air minum serta bangunan, dan sektor tersier seperti perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan, komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa. Dimana sektor sekunder mengungguli sektor lainnya dalam tahun 2007-2009 (BKKBN 2009). Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2010 sebanyak 5.058.538 jiwa yang terdiri atas 2.446.251 jiwa laki-laki dan 2.316.958 jiwa perempuan. Setiap tahun rata-rata penduduk Kabupaten Bogor bertambah 3,16% atau meningkat hingga 140 ribu jiwa. Dari segi struktur penduduk, Kabupaten Bogor mempunyai struktur penduduk umur muda, hal ini akan membawa akibat semakin besarnya jumlah angkatan kerja. Perbandingan antara Jumlah Angkatan Kerja (JAK) dengan penduduk berumur 15 tahun lebih disebut dengan Partisipasi Angkatan Kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bogor untuk laki-laki 70,35%, perempuan 38,86% dan secara total 55,24% (BPS Kabupaten Bogor 2010). Pada tahun 2009, jumlah SD/MI Negri ada sebanyak 1.550 dengan jumlah guru 8.899 orang. SD/MI swasta berjumlah 688. Adapun SLTP/MTS Negri berjumlah 146 dengan jumlah guru 2.782 orang, SLTP/MTS Swasta ada 601 dengan jumlah guru 8.259 orang. Sedangkan untuk jenjang SLTA/MA/SMK ada sebanyak 44 SLTA Negri dengan jumlah guru 469 orang dan SLTA/MA/SMK Swasta berjumlah 360 orang dengan jumlah guru 4.897 orang. Pada Tabel 11 dapat dilihat jumlah penduduk yang masih bersekolah.
24
Tabel 11. Penduduk 7-24 tahun yang masih sekolah menurut jenis kelamin di Kabupaten Bogor tahun 2009 Kelompok umur (tahun) Laki-laki Perempuan 7-12 274.859 269.665 13-15 112.143 93.519 15-18 66.378 53.563 19-24 11.129 11.194 25+ 1.639 1.023 Kabupaten Bogor 464.509 428.964
Jumlah 544.524 205.662 119.941 22.323 2.662 895.112
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2010
2. Kecamatan Dramaga Kecamatan Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh kecamatan yang ada di Kabupaten Bogordengan luas wilayah sebesar 2.437.636 Ha. Kecamatan Dramaga merupakan pemekaran dari Kecamatan Ciomas. Batas wilayah Kecamatan Dramaga adalah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciomas, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciampea, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bogor Barat. Kecamatan Dramaga termasuk dalam dataran bergelombang dengan ketinggian 500 m dpl. Dari segi administratif, Kecamatan Dramaga terdiri atas 10 desa, 24 dusun, 72 RW, 309 RT dan 20.371 KK. Desadesa yang terdapat di Kecamatan Dramaga antara lain Desa babakan, Ciherang, Cikarawang, Neglasari, Petir, Purwasari, Sinarsari, Sukadamai, dan Sukawening Jumlah penduduk Kecamatan Dramaga pada tahun 2009 untuk laki-laki adalah sebanyak 47.434 jiwa dan perempuan sebanyak 44.968 jiwa dengan total sebanyak 92.402 jiwa. Mata pencaharian penduduk berada di beragam sektor, yaitu sektor pertanian, perdagangan, buruh, ABRI/TNI, dan PNS. Sebanyak 47,01% penduduk memiliki pekerjaan sebagai buruh tani. Tingkat pendidikan di Kecamatan Dramaga masih termasuk rendah, dimana sebanyak 41,97% penduduk tidak tamat SD, 31,88% penduduk tamat SD, 12,87% penduduk tamat SMP, 10,39% tamat SMA, diploma hanya sebanyak 1,13% dan sarjana hanya sebesar 1,75% (Anonim 2011a). Pada Tabel 12 dapat dilihat jumlah penduduk Kecamatan Dramaga berdasarkan tingkat kesejahteraannya. Tabel 12. Jumlah Penduduk Kecamatan Dramaga berdasarkan tingkat kesejahteraannya Kelompok penduduk Jumlah (jiwa) Keluarga pra sejahtera 7.220 Keluarga sejahtera I 2.986 Keluarga sejahtera II 3.786 Keluarga sejahtera III 493 Keluarga sejahtera III plus 136 Total 14.621 Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2010
Kurangnya lapangan pekerjaan membuat mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga memenuhi kebutuhan tambahan untuk menunjang kesehatan mereka.Pembangunan infrastruktur dan juga pengembangan sumber daya manusia kerap dilakukan di Kecamatan Dramaga untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik.
25
3. Desa Sinarsari Desa Sinarsari merupakan pemekaran dari Desa Neglasari pada tahun 1985 yang memiliki luas wilayah sebesar 172,24 Ha. Jumlah penduduk Desa Sinarsari sebanyak 8.446 jiwa yang terdiri atas 4.318 jiwa laki-laki dan 4.128 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 2.018 KK. Sementara itu, jumlah keluarga miskin (Gakin) sebanyak 586 KK dengan (29%). Batas administratif Desa Sinarsari yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Dramaga, sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciherang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukawening, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Neglasari dan Kecamatan Ciampea. Pada Gambar 4 dapat dilihat peta Desa Sinarsari.
Gambar 4. Peta Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Sinarsari secara umum berupa daratan dan lembah/rawa yang berada pada ketinggian antara 196 m sampai dengan 200 m dpl dengan suhu rata-rata berkisar antara 22-28˚C. Desa Sinarsari terdiri atas dua dusun, empat RW, dan 22 RT. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota kecamatan adalah 2 km2 dengan waktu tempuh 12 menit dan waktu tempuh dari ibukota kabupaten adalah 35 km2 dengan waktu tempuh 60 menit (Anonim 2011b). Mata pencaharian penduduk di Desa Sinarsari juga beragam. Pada Tabel 13, dapat dilihat jenis pekerjaan penduduk di Desa Sinarsari dan jumlahnya. Tabel 13. Mata pencaharian penduduk Desa Sinarsari Mata Pencaharian Karyawan swasta Buruh Pedagang Petani Wirausaha TNI/Polri
Jumlah (jiwa) 1600 800 250 300 250 10
Sumber : Anonim 2011b
Pada Desa Sinarsari, mata pencaharian terbesar adalah sebagai karyawan swasta yaitu sebanyak 1.600 orang. Jumlah terbanyak kedua yaitu buruh. Pekerjaan buruh dapat berupa buruh tani atau buruh lepas, seperti sebagai kuli bangunan, perbaikan alat-alat rumah
26
tangga dan sebagainya. Desa Sinarsari tidak memiliki balai pengobatan klinik dan dokter umum. Masyarakat melakukan pelayanan kesehatan di posyandu (8 buah), bidan (3 orang), dan dukun bayi terlatih (4 orang). Masalah pendidikan di Desa Sinarsari menyerupai dengan data pendidikan yang terdapat pada Kecamatan Dramaga pada Tabel 11 sebelumnya, jumlah penduduk yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi semakin lama semakin berkurang jumlahnya. Di Desa Sinarsari, sebagian besar penduduk tidak lulus SD, bahkan hingga ke generasi penerusnya. Penduduk Desa Sinarsari lebih mementingkan mencari uang, dibandingkan dengankan mengejar pendidikan. Tidak ada komoditas khusus yang dihasilkan oleh penduduk Desa Sinarsari. Penduduk kebanyakan menanam palawija, sayursayuran, buah-buahan, tetapi tidak menanam padi. Hal ini terjadi karena sistem bercocok tanam di Desa Sinarsari secara individual, dimana lahan pertanian bebas ditanamkan suatu komoditi tanpa aturan yang mengikat. Untuk sarana dan prasarana ekonomi, di Desa Sinarsari hanya terdapat 5 buah industri rumah tangga dan 2 buah perusahaan kecil. Pembagian kelas penduduk di Desa Sinarsari dibagi menjadi lima kelompok keluarga, antara lain Pra-KS yaitu keluarga yang hidup di bawah kesejahteraan dimana penghasilan keluarga mereka tidak mencapai UMR kota Bogor, dan juga dilihat dari kondisi tempat tinggalnya. Sebanyak 545 KK atau sebanyak 27% penduduk Desa Sinarsari termasuk dalam kelompok Pra-KS. Pada Tabel 14 dapat dilihat tingkat kesejahteraan penduduk di Desa Sinarsari berdasarkan pendapatan mereka. Tabel 14. Tingkat kesejahteraan kelompok keluarga Desa Sinarsari berdasarkan pendapatan Kelompok Pendapatan Pra keluarga sejahtera
< Rp 800.000,00
Keluarga sejahtera I
Rp 800.000,00 - Rp 1.000.000,00
Keluarga sejahtera II
Rp 1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00
Keluarga sejahtera III (memiliki kendaraan)
Rp 2.000.000,00 – Rp 5.000.000,00
Keluarga sejahtera III Plus (memiliki kendaraan dan usaha sendiri)
>Rp 5.000.000,00
Sumber : Anonim 2011b
Banyaknya penduduk yang termasuk dalam keluarga pra-KS menunjukkan bahwa rendahnya penghasilan penduduk membuat penduduk kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, termasuk memperoleh asupan vitamin A. Tidak heran apabila diantara penduduk Desa Sinarsari, masih banyak yang mengalami gizi buruk, atau kekurangan zat gizi baik makro maupun mikro. Hal ini menjadi perhatian, karena gizi yang baik terutama untuk anak, akan baik untuk perkembangan anak ke depannya dalam menjalani kehidupan dan demi terciptanya generasi penerus yang berkualitas.
27
C. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Aspek Sosiodemografi
Umur& Jenis Kelamin Responden dalam penelitian ini terdiri atas anak-anak, remaja, dewasa dan manula. Umur anak dalam penelitian ini dimulai dari 9 tahun sampai 12 tahun sesuai dengan target peneliti untuk meneliti anak mulai dari usia sekolah dan usia pada saat berkembangnya sisi psikomotorik anak tersebut. Sementara responden remaja berumur 13 sampai 17 tahun. Responden dengan umur 18 sampai 55 tahun dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Sedangkan pada kelompok manula, berumur 55 tahun ke atas. Perbandingan umur responden pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Sebaran responden berdasarkan umur dan jenis kelamin Responden pada penelitian ini berjumlah 101 orang, dengan prosentase anak-anak sebesar 10,9%, remaja sebanyak 11,9%, dewasa 68,3%, dan manula sebanyak 9%. Dilihat dari prosentase yang didapat, sebanyak 68,3% responden terdiri atas responden dewasa, dimana mereka berada dalam fase produktif dan dapat menerima pengetahuan mengenai kesehatan dan mengembangkannya untuk keluarga mereka masing-masing. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang digunakan pada penelitian ini diharapkan menghasilkan jumlah yang berimbang dengan tujuan agar dapat dilihat respon yang berimbang antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat perbandingan jumlah responden laki-laki dan perempuan pada penelitian ini. Jumlah pria sebanyak 42 orang dan perempuan sebanyak 59 orang. Jumlah tersebut termasuk orang tua, serta anak-anak yang menjadi target dari penelitian ini. Kebanyakan pria terutama kepala rumah tangga dan anak laki-laki yang sudah dewasa bekerja sehingga tidak berkenan menjadi responden dalam penelitian ini. Pada fase umur dewasa, jumlah responden sebanyak 68,3% dari total responden terdiri dari 22,8% responden laki-laki dan 45,5% responden perempuan. Umur berpengaruh terhadap kecepatan seseorang untuk menerima dan merespon informasi yang diterima. Pada penelitian Rita (2002), umur merupakan salah satu faktor yang berhubungan signifikan dengan preferensi konsumsi
28
pangan.Umur dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap suatu barang atau jasa (Kotler& Armstrong 1995). Lama Pendidikan Karakteristik penduduk Desa Sinarsari yang terlibat dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.
Gambar 6. Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan Tingkat pendidikan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam pengalokasian pendapatan untuk kebutuhan pangan. Sebanyak 75% dari responden penelitian ini, memiliki lama pendidikan antara 1 sampai 6 tahun, atau sekolah dasar. Kebanyakan penduduk Desa Sinarsari dan juga desa-desa lainnya di Kecamatan Dramaga tidak menyelesaikan pendidikan dasarnya karena terlibat masalah ekonomi. Mereka lebih mementingkan untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya, termasuk anak-anak, dibandingkan dengan melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi (Anonim 2011b). Tingkat pendidikan seseorang akan menentukan kemampuan seseorang untuk menangkap suatu informasi, pola pikir, dan tingkat pengetahuannya. Tingkat pendidikan orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan pangan keluarga. Tingginya tingkat pendidikan orang tua memberi peluang lebih besar memperoleh pengetahuan tentang gizi dan tentang makanan sehat bagi keluarga, dimana atribut gizi suatu produk pangan menjadi penting bagi mereka (Madaniyah 2003). Pekerjaan Penduduk Desa Sinarsari memiliki beragam mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Di Desa Sinarsari tersebut, tidak ada komoditi khusus yang menjadi mata pencaharian utama dari penduduknya. Lahan pertanian dimiliki oleh individu dan mereka bebas menanam apa saja tanpa ada keharusan dari pihak desa. Pada Tabel 15 dapat dilihat sebaran penduduk Desa Sinarsari berdasarkan pekerjaan mereka.
29
Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan pekerjaan Jumlah Jenis pekerjaan IRT Buruh Pelajar Karyawan Tidak bekerja Pedagang Total
n 41 25 20 7 7 1 101
% 40,59 24,75 19,80 6,93 6,93 0,99 100
Berdasarkan data yang telah diperoleh, prosentase paling besar terdapat pada pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu 40,59%. Selanjutnya adalah pekerjaan sebagai buruh, sebesar 24,75%. kebanyakan dari kepala keluarga responden berprofesi sebagai buruh lepas, dimana setiap hari pekerjaan mereka tidak menentu, dari mulai buruh bangunan, buruh properti, hingga pemulung sampah. Pendapatan per Kapita per Bulan Berdasarkan jenis pekerjaan yang ada pada Tabel 14, didapat pula pendapatan per kapita per bulan dari masing-masing kepala keluarga. Dari 40 keluarga, dapat dilihat pendapatan per kapita per bulan para responden yang terbanyak berada pada jumlah Rp 100.000,00 – Rp 250.000,00 per bulan. Sementara itu pendapatan rata-rata perkapita per bulan sebesar Rp 217.502,71. Tingkat pendapatan akan menentukan jenis pangan yang akan dibeli (Berg 1986). Sanjur (1982) menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang tinggi akan memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih pangan yang lebih baik. Pendapatan per kapita dapat dilihat pada Gambar 7 sebagai berikut.
Gambar 7. Sebaran responden berdasarkan pendapatan per kapita per bulan Pendapatan per kapita berhubungan erat dengan besar keluarga. Pendapatan per kapita berkurang dengan penambahan jumlah anggota keluarga. Semakin besar ukuran keluarga, maka pendapatan per kapita yang diterima semakin kecil. Keluarga yang berpenghasilan cukup atau lebih tinggi akan lebih mudah dalam menentukan pilihan bahan pangan yang
30
baik (Nasoetion & Riyadi 1995). Kesulitan dalam memperoleh bahan makanan pokok maupun bahan makanan tambahan penunjang kesehatan, menimbulkan kemungkinan bagi responden untuk menderita penyakit-penyakit, termasuk KVA. 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengenalan dan Pengetahuan Tentang Minyak Sawit dan Produknya Pada program SawitA, dilakukan kegiatan sosialisasi pada awal, tengah, dan akhir kegiatan penelitian. Kuesioner pengetahuan responden mengenai kelapa sawit dan produknya dilakukan pada saat tepat sebelum kegiatan sosialisasi pertama dilakukan, yaitu pada awal bulan pertama. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner tersebut kemudian ditanyakan kembali ke responden setelah kegiatan sosialisasi akhir berlangsung, yaitu akhir bulan kedua. Pada Tabel 16 dapat dilihat hasil kuesioner mengenai pengetahuan responden tentang kelapa sawit sebelum diberikan sosialisai dan setelah diberikan sosialisasi. Tabel 16.
No.
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan tentang kelapa sawit sebelum dan setelah sosialisasi Penjawab Benar (%) Sebelum Setelah Item sosialisasi sosialisasi
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Melihat dan mengetahui pohon sawit Mengenal CPO Mengenal produk minyak sawit Mengetahui minyak sawit merah Mengetahui manfaat minyak sawit merah Pernah mencoba minyak sawit merah
44,6 4 15,8 3 3 2
78 22 52,5 65,3 64,4 79,2
Hasil dari penyajian kuesioner sebelum dan sesudah kegiatan menunjukkan peningkatan yang signifikan pada setiap poin pertanyaan. Peningkatan pengetahuan responden tentang kelapa sawit disebabkan karena adanya tiga kali sosialisasi, juga setiap minggu peneliti datang memberi produk SawitA sekaligus melakukan monitoring penggunaan produk. Pada saat monitoring, seringkali terjadi tanya jawab antara peneliti dan responden berkaitan dengan produk SawitA. Diskusi tersebut mengenai penguatan tentang produk, cara memakai, dan manfaat yang akan diperoleh responden. Walaupun terjadi peningkatan yang signifikan pada pernyataan telah mencoba minyak sawit merah, namun hasil sesudah sosialisasi akhir menunjukkan 79,2% bukan 100%. Padahal seluruh responden mendapatkan akses untuk mencoba minyak sawit merah. Kemungkinan hal ini terjadi karena responden tidak menyadari bahwa nama produk yang dikonsumsinya adalah minyak sawit merah. Adanya peningkatan pada pengetahuan responden sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Madanijah (2003), bahwa dengan adanya pendidikan gizi, dalam hal ini sosialisasi, berdampak positif pada pengetahuan seseorang. Pentingnya penyuluhan kepada responden memberikan dampak positif terhadap pengetahuan masing-masing individu.
31
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pola Asuh Makan Keluarga, Pengetahuan Tentang Vitamin A dan Pola Makan Sehat Pola Asuh Makan Keluarga Pola asuh makan keluarga dapat dilihat dari seberapa sering kebersamaan pada saat makan yang berpengaruh terhadap hubungan orang tua dan anak. Selain itu, perhatian orang tua terhadap apa yang anak makan dan peraturan makan juga termasuk dalam pola asuh makan keluarga. Peraturan makan dalam keluarga diterapkan agar anak tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau dikonsumsi. Perilaku orang tua akan dilihat dan ditiru oleh anak-anaknya. Bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak mereka, apakah orang tua menegur apabila makanan anak tidak habis, apakah orang tua mengizinkan anak untuk jajan apabila ia tidak menyukai makanan yang disajikan ibunya, dan apakah ibu menyediakan makanan yang disukai oleh keluarga atau tidak. Ke-12 pertanyaan dalam kuesioner dikelompokkan menjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan makan bersama, perhatian orang tua dan kegiatan peraturan makan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 17. Rincian data masing-masing pertanyaan dapat dilihat pada Lampiran 13. Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan pola asuh makan keluarga Frekuensi kejadian (%) No. Item Sering KadangJarang Tidak pernah kadang 1. 2. 3.
Makan bersama Perhatian orang tua Peraturan makan
30,37 68,98 56,27
24,09 17,49 18,11
21,78 5,94 14,52
24,09 7,59 10,40
Pada kegiatan makan bersama, responden paling sering melakukan kegiatan makan malam bersama, yaitu sebanyak 38,61%. Sementara itu, untuk kegiatan makan siang paling jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan pada siang hari, orang tua terutama bapak sedang bekerja di luar rumah dan mereka jarang mendapatkan kesempatan untuk makan bersama keluarga pada siang hari. Pada malam hari, orang tua sudah pulang kerja dan anak berada di rumah, sehingga frekuensi makan malam bersama lebih besar. Pada poin perhatian orang tua, baik ibu maupun bapak telah memberikan perhatian yang baik kepada keluarganya, yaitu sebesar 68,98%, tetapi perhatian yang jauh lebih besar diberikan ibu kepada keluarganya. Hal ini terjadi karena sebagian besar ibu pada keluarga responden berprofesi sebagai ibu rumah tangga, mereka memiliki intensitas waktu yang lebih banyak dengan anggota keluarga lainnya dibandingkan dengan bapak yang harus bekerja di luar rumah. Peraturan makan di dalam keluarga juga sudah diterapkan dengan baik, yaitu sebanyak 56,27% sering menerapkannya. Dalam hal ini, frekuensi ibu dalam menegur dan melarang anaknya untuk jajan sembarangan tetap lebih besar, karena ibu yang berada di dalam rumah, mereka lebih mengetahui apa saja yang dikonsumsi anaknya, bagaimana pola makan anaknya, dan interaksi langsung lainnya. Skor responden mengenai pola asuh makan dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini.
32
Tabel 18. Kategori skor responden tentang pola asuh makan keluarga Kategori n Baik (≥ 80) 23 Cukup baik (60-79,9) 51 Kurang baik (< 60) 27 Total 101 Rataan ± SD 66,91±0,706 Nilai minimal-maksimal 11-94
Prosentase (%) 22,8 50,5 26,7 100,0
Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai rataan yang diperoleh yaitu 66,91 dapat dikatakan sebagian besar responden penelitian telah memiliki pola asuh makan keluarga yang cukup baik. Sebanyak 50,5% responden, telah memiliki pola asuh makan keluarga yang cukup baik. Sedangkan sebanyak 26,7% responden memiliki pola asuh makan yang kurang baik, dan sebanyak 22,8% responden memiliki pola asuh makan keluarga yang baik. Nilai yang dihasilkan oleh responden mulai dari yang paling rendah yaitu 11 hingga yang paling tinggi 94. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh makan tiap responden pada penelitian ini beragam. Semakin baik intensitas keluarga untuk berkumpul bersama melakukan kegiatan makan bersama, maka akan semakin timbul rasa nyaman dari tiap anggota keluarga dan akan meningkatkan kualitas pola asuh keluarga (Pramuditya 2010). Pengetahuan Responden Tentang Kesehatan Pengetahuan tentang kesehatan meliputi pengetahuan responden mengenai vitamin A dan vitamin E. Hal ini meliputi tingkat pengetahuan terhadap kandungan vitamin A dan vitamin E pada produk SawitA dan pengetahuan tentang vitamin alami dan sintetik. Pada kuesioner uji di Lampiran 1, terdapat poin mengenai kesehatan responden. Di dalamnya terdapat 20 pertanyaan yang diajukan kepada responden. Pengambilan data kuesioner ini dilakukan pada saat seluruh kegiatan sosialisasi berakhir.Tingkat pengetahuan responden dapat dilihat pada Tabel 19.
33
Tabel 19. Prosentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai kesehatan Item Pengetahuan Vitamin A untuk penglihatan Vitamin A menggantikan sel-sel mati Vitamin A untuk pertumbuhan anak Vitamin A untuk penyakit jantung Vitamin A untukpenyakit kanker Ibu hamil banyak membutuhkan vitamin A Ibu menyusui banyak membutuhkan vitamin A Buah-buahan dan sayuran berwarna merah mengandung vitamin A Produk sawitA mengandung vitamin A Vitamin A terdapat pada wortel Tomat mengandung vitamin A Pepayamengandung vitamin A Vitamin E pada minyak sawit merah Vitamin E untuk kesehatan kulit Vitamin E untuk kesehatan Antioksidan pada vitamin E Vitamin E untuk penyakit degeneratif Vitamin E untuk kekebalan tubuh Vitamin E sintetik dalam jumlah banyak menimbulkan racun Vitamin A alami jumlah banyak menghasilkan racun
Jawaban Benar (%) 91,09 62,38 67,33 54,46 54,46 84,16 62,38 82,18 94,06 89,11 79,21 74,26 76,24 76,24 69,31 72,28 50,50 68,32 56,44 63,37
Pada poin pengetahuan dasar mengenai vitamin A, banyak responden yang menjawab dengan benar dengan nilai responden lebih besar dari 80%. Hal ini terjadi karena pengetahuan dasar mengenai vitamin A merupakan pengetahuan umum yang mudah didapatkan informasinya, terutama pada saat duduk di bangku sekolah dasar, seperti wortel mengandung vitamin A, vitamin A baik untuk penglihatan dan sebagainya. Nilai yang kurang baik yaitu di bawah 60% ada pada poin mengenai kegunaan vitamin A untuk penyakit seperti kanker dan jantung, juga kegunaan vitamin E untuk penyakit degeneratif dan mengenai vitamin E sintetik. Hal ini terjadi karena informasi tersebut merupakan informasi khusus yang tidak mudah bagi para responden untuk mengakses informasi tersebut. Pengetahuan responden mengenai istilah degeneratif dan sintetik mungkin kurang baik sehingga mereka tidak mengerti dan menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang salah. Kategori skor responden berdasarkan tingkat pengetahuan responden mengenai kesehatan dapat dilihat pada Tabel 20 berikut ini Tabel 20. Kategori skor responden berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai kesehatan Kategori n Prosentase (%) Baik (≥ 80) 46 45,5 Cukup baik (60-79,9) 32 31,7 Kurang baik (< 60) 23 22,8 Total 101 100,0 Rataan ± SD 71,39±0,795 Nilai minimal-maksimal 10-100 Dari hasil yang diperoleh, nilai rata-rata responden sebesar 71,39, jumlah tersebut termasuk dalam kategori cukup baik secara keseluruhan responden. Nilai minimal yang dihasilnya sebesar 10 dan nilai maksimalnya sebesar 100. Hasil yang bervariasi tesebut menunjukkan pengetahuan tiap responden mengenai kesehatan sangat beragam.
34
Pengetahuan Responden Tentang Pola Makan Sehat Pada bagian pengetahuan responden tentang pola makan sehat, hal yang ditanyakan lebih condong kepada pola pikir responden, seperti rasa makanan yang bergizi, mutu pangan dengan harga murah, dan dampak makan makanan yang bervariasi. Hasil kuesioner uji pada Lampiran 1 dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan tentang pola makan sehat No Item Jawaban benar (%) 1 Makanan bergizi tinggi, enak rasanya 28,71 2 Makanan murah, bergizi rendah 39,60 3 Makanan tampilannya menarik, bergizi tinggi 56,44 4 Semua makanan bergizi tinggi disukai orang 30,69 5 Konsumsi sumber karbohidrat secara bervariasi 73,27 6 Konsumsi sumber protein secara bervariasi 74,26 7 Konsumsi sumber sayuransecara bervariasi 89,11 Pengetahuan responden mengenai pola makan sehat dapat dilihat dari data yang dihasilkan melalui kuesioner yang digunakan. Pada poin nomor 1 hingga 4, pernyataan yang diajukan mengenai persepsi reponden mengenai makanan bergizi. Hasil yang diperoleh, persepsi makanan yang bergizi dari para responden belum menunjukkan hasil yang baik. Mereka berpikir bahwa makanan yang enak pasti bergizi tinggi, makanan yang murah pasti bergizi rendah dan makanan yang tampilannya menarik pasti bergizi tinggi. Apabila diilustrasikan, tidak semua orang menyukai rasa dari sayur, tetapi sayur-sayuran merupakan makanan yang bergizi. Jika dilihat dari keadaan lingkungan sekitar, tidak sulit mendapatkan makanan bergizi. Makanan bergizi tersebut tidak harus mahal, dapat berupa sayur-sayuran, hasil sawah dan perkebunan penduduk yang dapat mereka peroleh dengan mudah. Pada poin 5 hingga 7, pernyataan mengenai keharusan makan makanan yang mengandung karbohidrat, protein dan sayuran secara bervariasi, pengetahuan responden termasuk baik. Mereka mengetahui bahwa sumber karbohidrat, protein dan sayuran ada berbagai macam, sehingga dapat dikonsumsi secara bervariasi. Kategori skor responden berdasarkan pola makan sehat dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini. Tabel 22. Kategori skor responden berdasarkan pola makan sehat Kategori Baik (≥ 80) Cukup baik (60-79,9) Kurang baik (< 60) Total Rataan ± SD Nilai minimal-maksimal
n 20 16 65 101 56,01±0,794 0-100
Prosentase (%) 19,8 15,8 64,4 100,0
Berdasarkan data yang diperoleh dan dapat dilihat di Lampiran 3, nilai rata-rata responden sebesar 56,01 menunjukkan bahwa pola makan sehat responden tergolong kurang baik. Sebanyak 64,4% responden memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang pola makan sehat, hal ini karena perbedaan pola pikir responden mengenai harga, tampilan dari suatu produk makanan, yang menurut mereka apabila makanan murah pasti tidak sehat, makanan bergizi pasti kemasannya bagus dan sebagainya. Nilai minimal yang diperoleh
35
secara keseluruhan sebesar 0, dan nilai maksimal sebesar 100. Variasi nilai tersebut menunjukkan responden yang digunakan sangat beragam dari sisi pola makannya. D. SIKAP RESPONDEN TERHADAP MENGKONSUMSI PRODUK SAWITA 1.
Sikap Kognitif Terhadap Mengkonsumsi Produk Sawit Pada sikap kognitif dari responden penelitian ini, responden menyatakan kepercayaannya atas dasar pengetahuan yang mereka miliki. Seperti misalnya, apabila dengan mengkonsumsi SawitA, kebutuhan vitamin A dan E mereka akan terpenuhi, dan mereka yakin dengan pengetahuannya bahwa SawitA baik untuk kesehatan, dapat mencegah kanker, dan baik untuk ibu hamil dan menyusui. Hasil kuesioner uji pada Lampiran 1 yang diperoleh mengenai sikap kognitif dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Prosentase responden berdasarkan sikap kognitif terhadap mengkonsumsi produk SawitA Keyakinan mengkonsumsi produk SawitA Jawaban benar (%) Memenuhi kebutuhan vitamin A 96,04 Memenuhi kebutuhan vitamin E 81,19 Membuat kulit lebih halus 75,25 Membuat penglihatan lebih jelas 97,03 Tidak berisiko terkena penyakit kanker 75,25 Tidakberisiko terkena penyakit jantung 72,28 Menggantikan sel-sel mati 77,23 Memenuhi kebutuhan vitamin A terutama pada ibu 84,16 hamil Memenuhi kebutuhan vitamin A terutama pada ibu 78,22 menyusui
Kognisi (kepercayaan) merupakan komponen sikap yang lebih mudah diubah daripada komponen sikap lainnya. Berdasarkan hierarki pengaruh keterlibatan menyatakan bahwa perubahan dalam kepercayaan mendahului perubahan sikap (Setiadi 2003). Dengan adanya kepercayaan responden terhadap produk yang mereka gunakan, akan memudahkan responden untuk memiliki sikap yang positif sehingga dapat mempengaruhi perilaku responden tersebut. Responden percaya bahwa pengetahuannya mengenai produk SawitA itu adalah benar. Seperti contohnya pada kuesioner, responden percaya bahwa produk SawitA dapat memenuhi kebutuhan vitamin A dan vitamin E mereka. Hal tersebut akan terus berada pada ingatan responden sehingga responden akan terus mengonsumsi produk SawitA. Kategori skor sikap kognitif responden dapat dilihat di Tabel 24. Tabel 24. Kategori skor responden berdasarkan sikap kognitif terhadap mengkonsumsi produk SawitA Kategori n Prosentase (%) Baik (≥ 80) 61 60,4 Cukup baik (60-79,9) 23 22,8 Kurang baik (< 60) 17 16,8 Total 101 100,0 Rataan ± SD 81,85±0,766 Nilai minimal-maksimal 0-100
36
Berdasarkan data yang diperoleh dan skor yang dapat dilihat di Lampiran 4, sikap kognitif dari responden dapat dikatakan baik, dilihat dari skor rata-rata responden sebesar 81,85, hal ini berarti mereka percaya akan pengetahuannya mengenai produk SawitA bahwa produk tersebut akan memberikan manfaat bagi dirinya. Hanya 16,8% responden yang memiliki sikap kognitif yang kurang baik terhadap mengkonsumsi produk SawitA. 2. Sikap Afektif Responden Terhadap Mengkonsumsi Produk SawitA Pada sifat afektif konsumen, dilihat tingkat kesukaan dari responden terhadap mengkonsumsi produk SawitA. Seperti apakah mereka suka menambahkan SawitA pada masakan mereka, apakah mereka suka atribut-atribut sensori yang terdapat pada produk SawitA seperti rasa, aroma, warna, dan apakah dengan menggunakan produk SawitA, mereka dapat merasakan tingkat kelahapan saat makan yang meningkat. Sikap afektif responden terhadap mengkonsumsi produk SawitA dapat dilihat di Tabel 25 sebagai berikut. Tabel 25. Sebaran responden berdasarkan sikap afektif terhadap mengkonsumsi produk SawitA Prosentase (%) Pernyataan Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Suka rasanya Tidak suka baunya Tidak suka warnanya Mudah digunakan Senang menggunakan Banyak fungsinya Rasanya enak Baunya mengganggu Warnanya mengganggu Makan lebih lahap
0,99 45,54 73,27 0,99 0,00 0,00 0,00 75,25 81,19 0,99
0,99 11,88 9,90 0,99 0,00 1,98 0,99 12,87 11,88 3,96
8,91 12,87 2,97 0,00 9,90 2,97 13,86 4,95 1,98 14,85
89,11 29,70 13,86 98,02 90,10 95,05 85,15 6,93 4,95 80,20
Komponen afektif merupakan komponen yang digunakan untuk mengevaluasi suatu merek. Dimana komponen ini merupakan pusat dari telaah sikap karena evaluasi merek merupakan ringkasan dari kecenderungan konsumen untuk menyenangi atau tidak menyenangi produk tertentu (Setiadi 2003). Hasil data menunjukkan bahwa sikap afektif responden dapat dibilang baik. Secara lebih rinci pada poin-poin dalam kuesioner dapat dilihat, responden menyatakan suka dengan atribut-atribut yang ada pada produk SawitA seperti rasa, bau, warna, kemudahan dalam penggunaan, fungsional, dan timbul rasa senang saat menggunakannya. Pada pernyataan 2 dan 8 terlihat responden tidak setuju dengan pernyataan bau produk mengganggu. Sama halnya seperti pada pernyataan 3 dan 9, menurut para responden warna merah dari produk SawitA tidak mengganggu. Kategori skor sikap afektif responden dapat dilihat pada Tabel 26 berikut ini.
37
Tabel 26.
Kategori skor responden berdasarkan sikap afektif terhadap mengkonsumsi produk SawitA Kategori n Prosentase (%) Baik (≥ 80) 85 84,2 Cukup baik (60-79,9) 14 13,9 Kurang baik (< 60) 2 2,0 Total 101 100,0 Rataan ± SD 88,81±0,433 Nilai minimal-maksimal 50-100
Berdasarkan data yang diperoleh secara keseluruhan pada Lampiran 4, nilai rata-rata yang diperoleh tergolong baik yaitu sebesar 88,81. Sebanyak 84,2% responden memiliki sikap afektif yang baik terhadap konsumsi produk SawitA. Nilai minimal yang diperoleh 50 dan nilai maksimal 100, nilai tersebut dapat dikatakan cukup seragam. Dapat diartikan sikap afektif responden cukup seragam terhadap mengkonsumsi produk SawitA. 3. Kecenderungan Perilaku Responden Terhadap Mengkonsumsi Produk SawitA Komponen kecenderungan perilaku dilihat apakah responden berkeinginan untuk menggunakan produk SawitA di rentang waktu yang akan datang. Dalam hal ini, responden memiliki keinginan untuk melanjutkan mengkonsumsi produk SawitA atau tidak dan juga kecenderungan perilaku responden untuk tetap mengkonsumsi produk SawitA atau tidak. Kecenderungan perilaku responden terhadap produk SawitA dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27.
Prosentase responden berdasarkan mengkonsumsi produk SawitA Pernyataan
Berkesempatan makan masakan produk SawitA Berusaha senang makan masakan produk SawitA Lebih sering makan masakan produk SawitA Keinginan kuat makan masakan produk SawitA Memilih lauk yang dimasak dengan SawitA terlebih dahulu
kecenderungan
perilaku
terhadap
Sangat Ingin 6,93
Prosentase (%) Ingin Sekalikali ingin 83,17 8,91
14,85
73,27
9,90
1,98
8,91
79,21
10,89
0,99
8,91
78,22
8,91
2,97
24,75
62,38
9,90
2,97
Tidak Ingin 0,99
Komponen kecenderungan perilaku atau disebut juga komponen konatif merupakan komponen yang berarti maksud dari seseorang untuk membeli (Setiadi 2003). Berdasarkan kuesioner yang telah diberikan, pernyataan-pernyataan mengenai keinginan responden untuk terus mengkonsumsi SawitA dibagi menjadi 5 pernyataan. Dimana setiap responden diberikan pernyataan yang meyakinkan dan menguatkan keinginan responden mengkonsumsi produk SawitA. Dilihat dari hasil yang diperoleh, kecenderungan perilaku responden terhadap konsumsi produk SawitA sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari setiap pernyataan menghasilkan nilai yang cukup besar untuk pernyataan “sangat ingin” dan “ingin”. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki kecenderungan perilaku untuk mengkonsumsi produk SawitA. Kategori skor responden berdasarkan kecenderungan perilaku dapat dilihat pada Tabel 28.
38
Tabel 28.
Kategori skor responden berdasarkan kecenderungan perilaku terhadap mengkonsumsi produk SawitA Kategori n Prosentase (%) Baik (≥ 80) 12 11,9 Cukup baik (60-79,9) 73 72,3 Kurang baik (< 60) 16 15,8 Total 101 100,0 Rataan ± SD 66,27±0,536 Nilai minimal-maksimal 27-100
Berdasarkan hasil yang diperoleh secara keseluruhan pada Lampiran 4, rata-rata skor responden cukup baik yaitu sebsar 66,27. Sebanyak 72,3% responden memiliki kecenderungan perilaku yang cukup baik terhadap konsumsi produk SawitA. Lalu sebanyak 15,8% responden memiliki kecenderungan perilaku yang kurang baik terhadap konsumsi produk Sawit. Nilai yang diperoleh minimal 27 dan nilai maksimal 100. Nilai yang dihasilkan cukup beragam, dapat diartikan kecenderungan perilaku responden juga beragam. 4. Sikap Responden Terhadap Mengkonsumsi Produk SawitA Komponen sikap kognitif, afektif, dan kecenderungan perilaku merupakan tiga komponen sikap. Hasil kategori skor sikap responden secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Kategori skor sikap responden secara keseluruhan terhadap mengkonsumi produk SawitA Rata-rata total skor Nilai min-maks Rataan ± SD Sikap kognitif 0-100 81,85±0,766 Sikap afektif 50-100 88,81±0,433 Kecenderungan perilaku 27-100 66,27±0,536 Sikap responden 33-100 78,98 ± 0,641 Setelah diperoleh seluruh skor untuk masing-masing komponen sikap, maka dapat diperoleh skor sikap responden secara keseluruhan. Rata-rata skor sikap responden secara keseluruhan sebesar 78,98 dimana nilai tersebut termasuk cukup baik. Hal ini berarti responden memiliki sikap yang positif dan cukup baik terhadap konsumsi produk SawitA. Hubungan antara tiga komponen sikap tersebut (kognitif, afektif, dan kecenderungan perilaku) memiliki pengaruh keterlibatan tinggi dalam pembentukan sikap seseorang (Setiadi 2003). E. PERBANDINGAN CPO DAN MSMTF Pada bulan pertama, responden diberikan produk SawitA CPO. Selama satu bulan tersebut, responden menilai atribut yang ada pada produk SawitA CPO berupa rasa, warna, aroma, dan diidentifikasikan cara konsumsi produk tersebut. Terdapat beragam respon dan pernyataan dari responden mengenai produk SawitA CPO. Hasil wawancara dengan kuesioner pada Lampiran 2 ditampilkan pada Tabel 30 dibawah ini.
39
Tabel 30. Cara konsumsi CPO dan MSMTF Cara mengkonsumsi produk SawitA (%) Jenis Makanan Pokok Lauk pauk Minuman Camilan CPO 35 59 2 4 MSMTF 44 49 1 5
Lain-lain 0 1
Pada bulan kedua, responden diberikan produk yang berbeda dari bulan sebelumnya, yaitu produk SawitA MSMTF. Wawancara kembali dilakukan dengan pertanyaan yang sama seperti bulan sebelumnya. Pada masing-masing keluarga, pengunaan produk minyak sawit merah digunakan untuk beragam produk makanan ataupun minuman. Berdasarkan data yang diperoleh pada Lampiran 6, penggunaan produk sawit merah CPO paling banyak pada lauk-pauk seperti tempe goreng, tahu goreng, telur, ikan, ayam, ataupun tumis sayuran sebanyak 67% dan menurun menjadi 59% pada produk SawitA MSMTF. Penggunaan minyak sawit merah pada makanan pokok, seperti pada nasi goreng sebanyak 52,48% lalu meningkat menjadi 79,21% pada penggunaan SawitA MSMTF. Alasan responden menggunakan produk SawitA pada jenis makanan tertentu karena menurut pendapat 41,58% untuk produk SawitA CPO dan 59,41% untuk produk SawitA MSMTF, produk tersebut membuat makanan menjadi lebih enak. Maka dari itu, responden kerap menggunakannya di waktu-waktu berikutnya. Frekuensi penggunaan produk SawitA dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Frekuensi penggunaan produk SawitA Frekuensi Penggunaan (%) Jenis Setiap hari 5-6x/minggu 3-4x/minggu 1-2x/minggu CPO 84 2 7 4 MSMTF 86 6 4 4
Lain-lain 3 0
Pada bulan pertama, responden menerima produk minyak sawit merah berupa CPO. Frekuensi penggunaan produk dibagi menjadi lima kelompok yaitu 1-2x/minggu, 34x/minggu, 5-6x/minggu, setiap hari, atau keterangan lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 84% responden menggunakan produk CPO setiap hari. Frekuensi penggunaan produk SawitA MSMTF menunjukkan peningkatan yang berbeda dari produk sebelumnya. Responden yang menggunakan produk SawitA MSMTF selama setiap hari sebanyak 86%. Hal ini menunjukkan bahwa responden menyukai menggunakan produk SawitA setiap harinya. Peningkatan jumlah frekuensi dari 84% menjadi 86% dikarenakan responden lebih banyak yang menyukai produk MSMTF dibandingkan dengan produk CPO. Pada Lampiran 5 terdapat alasan responden menggunakan produk SawitA dalamfrekuensi waktu tertentu. Sebanyak 51,49% menyatakan suka untuk produk SawitA CPO dan juga produk SawitA MSMTF. Pada Tabel 32 dapat dilihat jenis masakan yang diaplikasikan dengan produk CPO dan MSMTF. Tabel 32. Jenis masakan yang diaplikasikan Jenis Masakan (%) Jenis Rebus Tumis Goreng CPO 9,9 85,15 37 MSMTF 8,9 91,09 31
Lain-lain 1 0
40
Pada tahap sosialisasi, telah diberitahukan pada responden bahwa dianjurkan penggunaan produk minyak sawit pada masakan yang ditumis. Data yang diperoleh pada Lampiran 7, sebanyak 85,15% responden menggunakan produk Sawit A CPO dan sebanyak 91,09% responden menambahkan produk SawitA MSMTF untuk menumis, seperti menumis kangkung, sawi, tauge, dan beragam sayuran lainnya. Sebanyak 1% responden menambahkan produk minyak sawit merah CPO dan MSMTF dengan instruksi yang tidak biasa yaitu pada produk makanan lainnya, seperti menambahkan pada sereal, mengoleskan pada roti, dan menambahkan pada sambal. Produk SawitA CPO lebih banyak digunakan pada jenis masakan goreng dibandingkan produk SawitA MSMTF. Sementara itu, pada produk SawitA MSMTF lebih banyak digunakan pada jenis masakan tumisan dibandingkan produk SawitA CPO. Pada Tabel 33, dapat dilihat pendapat konsumen mengenai atribut rasa, aroma, dan warna dari produk SawitA. Tabel 33. Kesan konsumen terhadap atribut rasa, aroma, warna sensori produk SawitA Karakteristik CPO MSMTF Rasa (%) Pahit 1,98 0 Biasa 72,28 58,42 Gurih 12,87 41,58 Lainnya 12,87 0 Aroma (%) Minyak 45,54 41,58 Tengik 17,82 1,98 Wangi 13,86 27,72 Lainnya 22,78 28,72 Warna (%) Warna (%) Mengganggu 1,98 0 Tidak mengganggu 98,02 100 Pada Tabel 32, di antara beragam jenis masakan yang menggunakan produk SawitA, sebanyak 72,28% responden menyatakan rasa masakannya dengan penambahan produk SawitA biasa saja, tidak ada yang aneh ataupun terasa berbeda. Pada produk di bulan kedua, yaitu produk SawitA MSMTF, sebanyak 58,42% menyatakan bahwa rasa masakannya juga biasa saja, tidak ada perbedaan yang berarti jika dibandingkan dengan penggunaan minyak komersil. Sebanyak 1,98% responden menyatakan bahwa rasa masakan dengan produk SawitA CPO terasa pahit dan pada produk SawitA MSMTF tidak ada lagi yang menyatakan bahwa rasanya pahit. Data menunjukkan bahwa pada produk SawitA MSMTF rasa yang dihasilkan lebih gurih dibandingkan dengan produk SawitA CPO. Rasa gurih tersebut berasal dari fraksi stearin dari minyak kelapa sawit tersebut. Sedangkan rasa yang kurang enak yang berasal dari produk SawitA CPO kemungkinan berasal dari komponen minor dari CPO itu sendiri seperti asam lemak bebas yang telah teroksidasi (Ketaren 1986), dimana jumlah asam lemak bebas pada produk SawitA CPO lebih banyak daripada jumlah asam lemak pada produk SawitA MSMTF (Winarno 1999). Pada atribut aroma, setelah menggunakan produk SawitA CPO, sebanyak 45,54% responden menyatakan bahwa aroma masakannya beraroma minyak seperti masakan pada biasanya dan 41,58% pada produk SawitA MSMTF. Sebanyak 22,78% responden
41
menyatakan aroma masakannya dengan keterangan lain-lain, yaitu biasa saja, tidak bau, tidak suka, dan “enek”. Responden yang menyatakan bahwa aroma masakannya setelah menggunakan produk SawitA CPO beraroma tengik sebesar 17,82%, tetapi pada produk SawitA MSMTF jumlah tersebut berkurang menjadi 1,98%. Pada CPO tidak dilakukan proses deodorisasi atau penghilangan bau, maka dari itu bau asli dari minyak tersebut masih tercium. Pada proses pembuatan produk SawitA MSMTF dilakukan proses deodorisasi sehingga bau tidak enak dari minyak kelapa sawit tersebut hilang. Aroma yang kurang sedap, seperti bau khas dari minyak sawit pada produk SawitA CPO ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone (Ketaren 1986). Produk SawitA CPO berbasis minyak sawit merah memiliki warna merah berbeda dari produk minyak goreng pada umumnya. Pada saat digunakan pada masakan, warna masakan yang timbul sedikit lebih merah kekuningan dibandingkan dengankan dengan masakan yang menggunakan minyak goreng komersil. Berdasarkan hasil masakan tersebut, sebanyak 98,02% responden tidak merasa terganggu dengan warna masakannya dan sebanyak 1,98% responden menyatakan terganggu dengan warna masakan yang dihasilkan produk SawitA CPO. Sementara itu, setelah menggunakan produk SawitA MSMTF, seluruh responden tidak merasa terganggu dengan warna yang dihasilkan oleh produk ini. Hal ini terjadi dikarenakan warna produk SawitA MSMTF lebih jernih dibandingkan dengan dengan produk SawitA CPO. Sehingga responden tidak merasa keberatan saat menggunakan produk SawitA MSMTF. Warna merah pada hasil masakan yang menggunakan kedua produk SawitA berasal dari tingginya kandungan karotenoid dari minyak sawit merah tersebut sehingga terbentuk warna merah alami yang sebenarnya merupakan salah satu pigmen alami yang bermanfaat bagi kesehatan, yaitu pigmen karoten (Ketaren 1986). Produk SawitA MSMTF memiliki warna yang lebih jernih karena telah dilakukan proses netralisasi menggunakan penambahan soda kaustik untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada minyak. Responden telah mengkonsumsi kedua produk SawitA yaitu CPO dan MSMTF, dan telah mengetahui atribut dari setiap produk, perbedaan dari tiap produk, sehingga responden secara keseluruhan dapat memilih produk mana yang lebih mereka sukai. Hasil yang diperoleh, sebanyak 83% responden lebih memilih produk SawitA MSMTF dibandingkan dengankan dengan SawitA CPO. Sementara itu, sebanyak 17% responden memilih produk SawitA CPO. Perbedaan yang cukup besar ini disebabkan oleh pada produk SawitA MSMTF bau asal dari minyak kelapa sawit sudah dihilangkan dengan proses deodorisasi, sementara pada SawitA CPO menggunakan minyak sawit asli. Berdasarkan data pada Lampiran 8, komponen yang mereka tidak sukai dari produk SawitA CPO adalah, teksturnya yang seperti berlemak dan bergajih, kental, tidak enak, getir dan aromanya yang kurang enak, seperti obat. Hal yang mereka sukai dari produk SawitA MSMTF adalah warnanya yg jernih, rasanya yang tidak jauh berbeda dari minyak goreng komersial, dan aromanya yang tidak mengganggu. Hanya sebagian kecil responden di antara 17% responden yang memilih produk SawitA CPO menyatakan bahwa mereka lebih memilih produk SawitA CPO karena sudah terbiasa dengan rasanya dan teksturnya yang lebih padat jadi tidak cepat habis digunakan. F. HUBUNGAN ANTARA VARIABEL Untuk melihat apakah ada suatu hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya digunakan analisis korelasi. Analisis korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan
42
hubungan antara dua variabel atau lebih dari dua variabel dengan skala-skala tertentu (Sarwono 2006). a. Hubungan antara variabel sosiodemografi dengan variabel pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, dan pengetahuan tentang pola makan sehat Berdasarkan data yang diperoleh dan dapat dilihat pada Lampiran 10, nilai r yang terbesar terdapat pada hubungan antara variabel pendapatan dan pengetahuan pola makan sehat yaitu sebesar 0,185* dan hubungan antara lama pendidikan dan pola asuh yaitu sebesar 0,182*. Dengan nilai tersebut maka termasuk ke dalam kisaran 0 < x ≤ 0,25 (Sarwono 2006) yang berarti hubungan antar variabel sangat lemah tetapi signifikan pada taraf 0,05.Pada Tabel 34, dapat dilihat hubungan faktor sosiodemografi dengan pola asuh makan, pengetahuan kesehatan dan pengetahuan pola makan sehat responden. Tabel 34.
Hubungan antara faktor sosiodemografi dengan pola asuh makan, pengetahuan kesehatan, dan pengetahuan pola makan sehat Nilai r Variabel Pola Asuh Pengetahuan Pengetahuan pola makan kesehatan sehat Umur -0,004 0,049 0,016 Lama 0,182* 0,003 -0,019 pendidikan Pendapatan -0,026 0,057 0,185* Jenis kelamin 0,095 -0,098 -0,026
b. Hubungan antara variabel sosiodemografi dengan variabel sikap dan perilaku konsumen Pada hasil analisis antara sosiodemografi responden dengan sikap dan perilaku responden, dapat dilihat nilai koefisien korelasi yang diperoleh. Pada Tabel 35 dapat dilihat hubungan antara faktor sosiodemografi dengan sikap dan perilaku konsumen. Tabel 35.
Hubungan antara faktor sosiodemografi dengan sikap dan perilaku konsumen Nilai r Variabel Sikap Sikap Kecenderungan Sikap Frekuensi kognitif afektif perilaku responden penggunaan Umur 0,169* -0,060 -0,156 0,068 -0,044 Lama pendidikan -0,117 -0,160 -0,022 -0,063 -0,125 Pendapatan -0,054 0,012 0,005 -0,085 0,055 Jenis kelamin -0,038 -0,088 -0,257** -0,103 -0,139
Pada variabel jenis kelamin dengan kecenderungan perilaku, nilai koefisien korelasinya sebesar -0,257** hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki hubungan yang cukup kuat antara satu sama lain dan dapat dimaknai kebenarannya. Tanda negatif (-) yang ditunjukkan disebabkan karena pada pengolahan data jenis kelamin laki-laki disimbolkan dengan angka “0” maka responden laki-laki lebih memiliki kecenderungan perilaku yang positif terhadap produk SawitA. Hal ini terjadi, karena sebagian besar responden laki-laki dalam hal ini anak dan bapak, cenderung mengikuti apa saja yang ibu atau istri mereka masak dan tidak banyak mengeluh terhadap makanan yang disediakan.
43
c. Hubungan antara variabel pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, dan pengetahuan tentang pola makan sehat dengan variabel sikap dan perilaku konsumen Data yang diperoleh dari pengolahan data pada Lampiran 12 untuk variabel antara pola asuh makan pengetahuan tentang kesehatan, dan pengetahuan tentang pola makan sehat terhadap sikap dan perilaku konsumen menunjukkan bahwa variabel pengetahuan kesehatan dengan sikap kognitif memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,566 ** yang berarti antara variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan dan kuat. Pada Tabel 36 menunjukkan hubungan antara pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan dan pengetahuan tentang pola makan sehat dengan sikap dan perilaku konsumen. Tabel 36.
Hubungan antara pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, dan pengetahuan tentang pola makan sehat dengan sikap dan perilaku konsumen Nilai r Variabel Sikap Sikap Kecenderungan Sikap Frekuensi kognitif afektif perilaku responden penggunaan Pola asuh 0,127 -0,063 0,051 0,153 -0,057 ** * ** Pengetahuan 0,566 0,224 0,073 0,493 -0,046 kesehatan Pengetahuan 0,104 -0,054 -0,021 0,113 -0,001 pola makan
Pada variabel pengetahuan kesehatan dengan sikap responden secara keseluruhan memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,493** yang berarti kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan dan cukup kuat. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Madanijah (2003), yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang mengenai gizi atau kesehatan akan mempengaruhi sikap seseorang. Sikap kognitif yang positif muncul karena adanya sosialisasi dan penguatan mengenai produk berkali-kali yang diberikan kepada responden. d. Hubungan antara sikap dan perilaku konsumen Hubungan antara sikap dan perilaku konsumen dapat dilihat dari hasil yang didapat. Pada komponen sikap, baik sikap kognitif, sikap afektif, dan kecenderungan perilaku memiliki korelasi yang positif terhadap sikap responden secara keseluruhan. Hubungan antara sikap dan perilaku konsumen dapat dilihat pada Tabel 37 berikut ini. Tabel 37. Hubungan antara sikap dan perilaku konsumen mengkonsumsi produk SawitA Nilai r Variabel Sikap Sikap Kecenderungan Sikap Frekuensi kognitif afektif perilaku responden penggunaan ** * Sikap kognitif 1,000 0,416 0,190 0,723** 0,139 Sikap afektif
0,416** *
Kecenderungan perilaku
0,190
Sikap responden
0,723**
Frekuensi penggunaan
0,139
0,391**
1,000 0,391
**
0,597** 0,102
1,000
0,597** 0,434
**
0,162 0,223*
0,434**
1,000
0,071
**
0,071
1,000
0,223
44
Dapat dilihat lebih rinci, pada variabel sikap kognitif dan sikap responden memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,723** yang berarti antara kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan dan kuat. Lalu, pada variabel sikap afektif dengan sikap responden menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,597**antara kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang juga signifikan dan kuat. Sedangkan pada variabel kecenderungan perilaku dengan sikap responden memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,434** yang berarti kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan dan cukup kuat. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden terbentuk dari tiga komponen sikap yaitu, sikap kognitif, sikap afektif, dan kecenderungan perilaku (Setiadi 2003). Pada variabel sikap afektif dan sikap kognitif, nilai r yang diperoleh sebesar 0,416 **dan nilai r yang diperoleh dari hubungan antar variabel kecenderungan perilaku dengan variabel sikap afektif sebesar 0,391**. Nilai r tersebut berarti hubungan tiap variabel signifikan dan cukup kuat.Pada komponen sikap dan perilaku, hasil menunjukkan bahwa variabel kecenderungan perilaku memiliki hubungan dengan frekuensi penggunaan yang signifikan tetapi sangat lemah dengan nilai r sebesar 0.223*. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa sikap kognitif dan sikap afektif merupakan bagian dari komponen sikap responden, begitu pula dengan kecenderungan perilaku. Untuk mendapatkan kecenderungan perilaku yang positif diperlukan sikap kognitif yang juga positif yang dapat diperoleh dari adanya sosialisasi pengetahuan mengenai produk SawitA. Adanya peran sikap afektif atau tingkat penerimaan responden terhadap mengkonsumsi produk minyak pada frekuensi mengkonsumsi produk minyak sawit walaupun secara tidak langsung karena berhubungan dengan kecenderungan mengkonsumsi produk minyak sawit. Kecenderungan perilaku yang positif akan berhubungan dengan perilaku responden yang juga positif. Hal ini dinyatakan pula oleh Rakhmawati (2010) mengenai adanya perubahan pengetahuan akan mendorong perubahan sikap, dan perubahan sikap akan mendorong perubahan perilaku. Sehingga, komponen antara sikap dan perilaku saling berkaitan.
45
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Hasil dari sosialisasi tentang kelapa sawit, produk dan manfaatnya yang dilakukan dalam 3x pertemuan dengan seluruh responden dan seminggu sekali pada waktu monitoring ke masingmasing responden meningkatkan pengetahuan responden mengenai kelapa sawit, produk dan manfaatnya serta pengetahuan kesehatan dari sisi vitamin yang terkandung pada minyak sawit. Sikap kognitif responden yang menunjukkan keyakinan responden terhadap mengkonsumsi produk minyak sawit menunjukkan hasil yang baik atau positif. Demikian pula sikap afektif responden terhadap mengkonsumsi produk minyak sawit yang juga positif. Hal ini berarti penerimaan responden terhadap mengkonsumsi produk minyak sawit yang dinilai dari atributatribut rasa, aroma, warna produk minyak sawit tinggi. Kecenderungan responden untuk mengkonsumsi produk minyak sawit di kemudian hari menunjukkan hasil yang cukup baik. Perilaku responden mengkonsumsi produk minyak sawit yang dilihat dari frekuensi penggunaan selama ini baik mengkonsumsi produk CPO maupun mengkonsumsi produk MSMTF tinggi. Sebagian besar responden mengkonsumsi produk setiap hari. Secara deskriptif, tingkat penerimaan responden terhadap produk MSMTF lebih tinggi dibandingkan tingkat penerimaan terhadap produk CPO. Perbedaan ini dimungkinkan karena responden merasakan adanya rasa pahit, aroma yang tidak enak dan warna merah yang kurang jernih pada CPO. Dalam penggunaan untuk jenis masakan, produk MSMTF lebih banyak digunakan untuk menumis dibandingkan dengan produk CPO dan produk MSMTF lebih sedikit digunakan untuk menggoreng dibandingkan dengan produk CPO. Tidak ada hubungan yang signifikan antara aspek sosiodemografi dengan pola asuh keluarga, pengetahuan tentang kesehatan dan pola makan sehat serta dengan sikap dan perilaku responden mengkonsumsi produk minyak sawit, kecuali ada sedikit hubungan positif antara jenis kelamin laki-laki dengan kecenderungan perilaku mengkonsumsi produk minyak sawit. Ada hubungan yang signifikan dan kuat antara pengetahuan tentang kesehatan dengan sikap kognitif responden dan sikap responden terhadap mengkonsumi produk minyak sawit. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi mengenai minyak sawit, produk dan manfaatnya yang dilakukan secara berkali-kali dapat meyakinkan responden tentang manfaat mengkonsumsi produk minyak sawit. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap mengkonsumsi produk minyak sawit dengan sikap afektif (kuat), dengan sikap kognitif (kuat) dan dengan kecenderungan (cukup kuat) mengkonsumsi produk minyak sawit di masa depan. Hubungan yang signifikan terjadi antara frekuensi penggunaan produk minyak sawit dengan kecenderungan mengkonsumsi produk minyak sawit walaupun hubungannya sangat lemah. Terdapat hubungan yang signifikan dan cukup kuat antara sikap afektif dengan sikap kognitif dan dengan kecenderungan perilaku mengkonsumsi produk minyak sawit. Hal ini menunjukkan adanya peran sikap afektif atau tingkat penerimaan responden terhadap mengkonsumsi produk minyak pada frekuensi mengkonsumsi produk minyak sawit walaupun secara tidak langsung karena berhubungan dengan kecenderungan mengkonsumsi produk minyak sawit.
46
B. SARAN Tingkat pengetahuan di setiap anggota keluarga ditingkatkan demi mencapai sikap dan perilaku yang positif terhadap pola konsumsi makanan sehat. Selain itu, perlunya dipertahankan pendidikan anak hingga jenjang yang lebih tinggi, karena tingkat pendidikan mempengaruhi hasil sikap dan perilaku yang dimiliki suatu individu. Perlu disosialisasikan lebih gencar mengenai keberadaan produk SawitA di wilayah lainnya, mengingat manfaat yang dapat diperoleh dan harganya yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Diperlukan kerja sama lebih lanjut terhadap pihak pemerintah pusat mengenai produk-produk turunan minyak kelapa sawit terutama minyak sawit merah agar memberikan dukungan terhadap produksi produk SawitA dengan tujuan distribusi yang lebih luas lagi ke seluruh pelosok Indonesia. Adanya keterbatasan dalam penelitian ini, seperti hasil penelitian ini yang tidak dapat diaplikasikan untuk semua kalangan masyarakat, karena ditujukan utama untuk masyarakat yang berekonomi rendah. Apabila ada penelitian serupa, sebaiknya responden bertempat tinggal tidak hanya di desa, melainkan juga bertempat tinggal di kota dengan tingkat ekonomi yang lebih merata agar tidak terjadi bias dalam pengambilan keputusan konsumen. Konsumen dengan tingkat ekonomi rendah dikhawatirkan menggunakan produk karena mereka tidak ada pilihan lain selain produk tersebut.
47
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. The Cambridge World of History Food – Palm Oil. http://www.cambridge.org [15 Juli 2011] _______. 2011a. Data Kecamatan Dramaga. Bogor: Kecamatan Dramaga. _______. 2011b. Laporan Pengembangan Desa Sinarsari. Bogor: Desa Sinarsari. Ajzen I. 1991. The Theory of Planned Behavior.Organizational Bheavior and Human Decision Processes. Amherts: University of Massachusetts. Page 179-211. Astuti. 2008. Mataku Sehat, Tubuhku Kuat. http://www.depkes.go.id [20 Desember 2011] Azwar S. 1997. Reliabilitas dan Validitas (Edisi Ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana. 2009. Petunjuk Teknis Pencatatan dan Pelaporan Pendataan Keluarga. Bogor. Propinsi Jawa Barat. [BPS] Badan Pusat Statistik Bogor. 2009. Perekonomian Kabupaten Bogor. http://www.bogorkab.bps.go.id [25 Desember 2011] [BPS] Badan Pusat Statistik Bogor. 2010. Kabupaten Bogor dalam Angka. Bogor: Badan Pusat Statistik Bogor. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia 345 Crude Palm Oil . 1998. Bogor: Perpustakaan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Rajawali. Blomhoff R. 1994. Vitamin A in Health and Disease. New York: Marcel Dekker, Inc. Canfield ML, Kaminsky GR, Taren LD. 2001. Red Palm Oil in Maternal Diet Increase Provitamin A Carotenoid in Breastmilk and Serum in The Mother-Infant Dyad. Journal of Nutrition 40:30-38. Choo YM, Yap SC,Ong ASH, Ooi CK, Gog SH. 1989. Palm Oil Carotenoid: Chemistry and Technology. Kuala Lumpur: Proc. Of Int. Palm Oil Conf. PORIM. De Witt GF, Chong YH 1998. The Nutritional Value of Palm Oil Minor Component. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia. Devine J, Williams P. 1961. The Chemistry and Technology of Edible Oil and Fat. London: Pergamon Press. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2009. Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A. http://www.gizi.depkes.go.id [20 Desember 2011] Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1994. Consumen Behaviour Seven Edition. Orlando: The Druden Press, Hancourt Brace College Publisher. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc. Gaziano JM, RF Goubran, IH Kayali. 1990. Emulsion Stability. Di dalam : Food Emulsions. K. Larson, F.E. Friberg (ed.) hal 41. New York: Marcel Dekker, Inc. Gillespie S, Mason J. 1994. Controlling Vitamin A Deficiency. Canada: Nutrition Policy Discussion Paper No.14. ACC/SCN Consultative Group.
48
Hartley CWS. 1977. Palm Oil Selection and Breeding. Di dalam Rhid D. The Palm Oil. London: Longmans. Idrus M. 2002. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Edisi Kedua. Yogyakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Irianto L, Surmaini. 2000. Pengantar Agroklimat dan Beberapa Pendekatannya. Jakarta: Balitbang Pertanian. Jatmika A, Guritno P. 1997. Sifat Fisikokimiawi Minyak Goreng Sawit Merah dan Minyak Goreng Sawit Biasa. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 5(1) : 127-138. Ketaren S. 1986. Teknologi Minyak dan Pangan. Jakara: Universitas Indonesia. Kinnear TC, Taylor JR. 1991. Marketing Research And Applied Approach, Fourth Edition. New York: Mc Graw-Hill Inc. Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Kottler P, Armstrong G. 1995. Dasar-dasar Pemasaran. Terjemahan Jilid I. Jakarta : Intermedia. Kurniawan IE. 2011. Bisnis Minyak Goreng Merajai Global. InfoSawit, No. 6, Vol.V, hal: 18-22. Lawless HT,Heymann H. 1998. Sensory Evaluation of Food: Principles and Practices. New York: Chapman and Hall. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya (ed). Jakarta: Erlangga. Loudon D, Della Bitta AJ. 1998. Consumer Behavior, Edisi 3. New York: Mc Graw-Hill Book Company. Lubis AU. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia Edisi 2. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi Ibu serta Dampaknya Terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Meilgaard MC, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques Fourth Edition. New York: CRC Press. Meridian YA. 2000. Kajian Ketersediaan hayati Beta Karoten Minuman Emulsi Karoten Minyak Sawit dalam Hati dan Plasma Tikus [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Moskowitz HR, Jacqueline HB, AVA Resurreccion. 2006. Sensory and Consumer Research in Food Product Design and Development. USA: Blackwell Publishing and Institute of Food Technologists. Muchtadi TR. 1992. Karakteristik Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak dan Pemanfaatan Provitamin A [Disertasi]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, IPB. Muhilal. 1991. Minyak Sawit Suatu Produk Nabati Untuk Penanggulangan Achelosclerosis dan Penundaan Proses Penuaan. Jakarta: Prosiding Seminar Niai Tambah Minyak kelapa Sawit untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan.
49
Naibaho. 1990. Pemisahan Karotenoid (Provitamin A) dari minyak Sawit dengan Metode Adsorpsi [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB Nasrun M. 2011. Produksi CPO 2012 Diperkirakan Naik 1,4 Juta Ton. http://www.antaranews.com [20 Januari 2012] Nasoetion A, Riyadi H. 1995. Gizi terapan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Olson JA. 1991. Vitamin A. Di dalam: Machlin LJ, editor. Handbook of Vitamins. New York: Marcel Decker Inc. Ong ASH, Tee ES. 1992. Natural Sources of Carotenoids from Plants and Oil. Pakistan Journal of Nutrition 3(3):199-204. Pramuditya SW. 2010. Kaitan Antara Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu serta Pola Asuh dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dan Status Gizi Anak. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Purwanto B. 1997. Proses Pengolahan Kelapa Sawit. Mak. In House Training Bidang Pengolahan Kelapa Sawit. Lampung: Bagian Teknik Teknologi PT. Perkebunan Nusantara VII. Puspitasari DA. 2008. Optimasi Proses Produksi dan Karakterisasi Produk serta Pendugaan Umur Simpan Olein Minyak Sawit Merah. [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rakhmawati SU. 2010. Analisis Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat tentang Kegiatan Pengambilan Rumput Pakan Sapi di Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Pasca Kampanye Bangga Konservasi [Tesis]. Sekolah Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor. Resurreccion AVA. 1998. Consumer Sensory Testing for Product Development. Maryland: Aspen Publishers, Inc. Rita E. 2002. Preferensi Konsumsi terhadap Pangan Sumber Karbohidtar Non Beras. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sanjur D. 1982. Gizi dan Makanan bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta: Sinar Harapan. Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiadi NJ. 2003. Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media. Sherman HC, Smith SL. 1922. The Vitamins. New York: The Chemical Catalog Company. Siswanto. 2007. Setiap Menit Satu Orang Indonesia Mengalami Kebutaan. http://www.republika.co.id [20 Desember 2011] Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen. Bogor: Ghalia Bogor. Stone H, Sidel JL. 2004. Sensory Evaluation Practices Third Edition. Redwood City, California, USA: Elsevier Academic Press. Suryaningsih RB. 2011. Mewajibkan Fortifikasi http://www.republika.co.id [2 Maret 2012]
Vitamin
A
pada
Minyak
Goreng.
Tan BK. 1987. Novel Aspects of Palm Oil Carotenoid Analitycal Biochemistry. Kuala Lumpur: Proc. Of International Palm Oil Conf, PORIM.
50
Umar H. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Waysima. 2011. Peran Ibu pada Perilaku Makan Ikan Laut Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Williams SR 1973. Nutrition and Diet Therapy. Saint Lois: The C.V. Mosby Company. Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia __________. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Bogor: Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Winkel WS. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Wong ML, Timms RE, Goh EM. 1988. Colorimetric Determination of Total Tocopherols in Palm Oil, Olein and Stearin. Journal of The American Oil Chemists’ Society Vol. 65 (2) : 258-261. Zakaria FR, Waysima, Soekarto ST, Aryudhani N, Kusrina R. 2011. Pemanfaatan Provitamin A Minyak Sawit Merah Untuk Mengatasi Kekurangan Vitamin A di Indonesia. Bogor: Laporan Akhir Program SawitA Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Zeb A, Mehmood S. 2004. Carotenoids Contents from Various Sources and Their Potential Helath Applications. Pakistan Journal of Nutrition 3(3): 199-204 Zeba AN, Prével YM, Somé IT, Delisle HF. 2006. The Positive Impact of Red Palm Oil in School Meals on Vitamin A status: Study in Burkina Faso. Nutrition Journal 5: 17
51
LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner 1
KUESIONER I PANDUAN WAWANCARA PADA PENELITIAN STUDI MENGENAI SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI PRODUK-PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) PADA KELUARGADI DESA SINARSARI, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
Nama Responden
: ……………………………
Alamat Rumah
: …………………………… RT/RW : ………………
TTL
: …………………………… (umur : ………… tahun)
Tgl Wawancara
: ……………………………
Oleh :
Vendryana Ayu L – F24070103
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
52
Lampiran 1. Lanjutan 1.
POLA ASUH MAKAN KELUARGA RESPONDEN Lampiran 1. Lanjutan Di setiap kejadian, ada tiga pilihan jawaban. Pilihlah salah satu jawaban (a, b dan c) yang paling L menggambarkan keluarga anda dengan memberi tanda √ di bawah kolom pilih. Lampiran 1. Lanjutan No Kejadian Pilih 1 Sarapan pagi bersama seluruh keluarga di rumah per minggu: a. 5-7x/minggu b. 2-4x/minggu c. 1x/minggu d. Tidak Pernah 2 Makan siang bersama seluruh keluarga di rumah : a. 5-7x/minggu b. 2-4x/minggu c. 1x/minggu d. Tidak Pernah 3 Makan malam bersama seluruh keluarga di rumah : a. 5-7x/minggu b. 2-4x/minggu c. 1x/minggu d. Tidak Pernah 4 Bapak memperhatikan apa yang dimakan oleh anak : a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah 5 Ibu memperhatikan apa yang dimakan oleh anak : a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah 6 Ibu menyediakan masakan yang disukai keluarga : a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah 7 Ibu menyuruh anak menghabiskan makanan yang telah diambilnya a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah 8 Bapak menyuruh anak menghabiskan makanan yang telah diambilnya a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah 9 Ibu akan menegur jika anak tidak menghabiskan makanan yang diambilnya a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah 10 Bapak akan menegur jika anak tidak menghabiskan makanan yang diambilnya a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang
Skor
53
Lampiran 1. Lanjutan
d. 11 a. b. c. d. 12 a. b. c. d.
Kejadian Pilih Skor Tidak pernah Ibu memperbolehkan anak jajan apabila anak tidak menyukai makanan yang dihidangkan di rumah Sering Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Bapak memperbolehkan anak jajan apabila anak tidak menyukai makanan yang dihidangkan di rumah Sering Kadang-kadang Jarang Tidak pernah
2. PENGETAHUAN RESPONDEN TENTANG KESEHATAN Di setiap kejadian, ada tiga pilihan jawaban. Pilihlah salah satu jawaban B = Benar, S = Salah dan TT = Tidak Tahu yang paling mengambarkan denga memberi tanda di bawah kolom jawaban. No
Pernyataan B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jawaban S TT
Skor
Vitamin A diperlukan untuk penglihatan Vitamin A diperlukan untuk menggantikan sel-sel mati Vitamin A tidak diperlukan untuk membantu pertumbuhan anakanak Vitamin A diperlukan untuk menurunkan resiko penyakit jantung Vitamin A tidak diperlukan untuk menurunkan resiko penyakit kanker Ibu hamil lebih banyak membutuhkan vitamin A daripada ibu biasa Ibu biasa lebih banyak membutuhkan vitamin A daripada ibu menyusui Buah-buahan dan sayuran yang berwarna merah tidak mengandung vitamin A Produk sawitA banyak mengandung vitamin A Vitamin A terdapat pada wortel Tomat tidak mengandung vitamin A Pepaya tidak mengandung vitamin A Vitamin E terdapat pada minyak sawit merah Vitamin E baik untuk menjaga kesehatan kulit Vitamin E tidak dapat meningkatkan kesehatan Pada vitamin E mengandung antioksidan yang baik bagi tubuh Penyakit-penyakit seperti diabetes, kanker, dan jantung tidak dapat dikurangi risikonya dengan konsumsi vitamin E Sistem kekebalan tubuh dapat meningkat dengan konsumsi vitamin E Konsumsi vitamin E buatan (sintetik) dalam jumlah banyak tidak akan menimbulkan racun bagi tubuh Konsumsi vitamin A alami dalam jumlah banyak akan menghasilkan racun bagi tubuh
54
Lampiran 1. Lanjutan 3. PENGETAHUAN Lampiran 1. Lanjutan RESPONDEN TENTANG POLA MAKAN SEHAT Di setiap kejadian, ada tiga pilihan jawaban. Pilihlah salah satu jawaban S = Setuju, TS = Tidak L Setuju dan TT = Tidak Tahu yang paling menggambarkan dengan memberi tanda √ di bawah kolomnya. Lampiran 1. Lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7
Kejadian Makanan yang bergizi tinggi biasanya enak rasanya Makanan yang murah biasanya bergizi rendah Makanan yang tampilannya menarik biasanya bergizi tinggi Semua makanan bergizi tinggi disukai orang Makan makanan yang mengandung karbohidrat lebih baik dikonsumsi secara bervariasi Makan makanan yang mengandung protein lebih baik dikonsumsi secara tidak bervariasi Makan sayuran lebih baik dikonsumsi secara bervariasi
S
TS
TT
Skor
4. SIKAP TERHADAP MENGONSUMSI PRODUK SAWITA Komponen Kognitif (Pengetahuan) Pilihlah 1 jawaban dari pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda √ di bawah kolom jawaban. S = Setuju, TS = Tidak Setuju dan TT = Tidak Tahu. No 1 2 3 4 5 6 7 8
9
Kejadian Saya percaya bahwa dengan mengonsumsi produk sawitA akan memenuhi kebutuhan vitamin A saya Saya percaya bahwa dengan mengonsumsi produk sawitA akan memenuhi kebutuhan vitamin E saya Saya percaya bahwa dengan mengonsumsi produk sawitA tidak membuat kulit saya lebih halus Saya percaya bahwa dengan mengonsumsi produk sawitA akan membuat penglihatan saya menjadi lebih jelas Saya percaya bahwa dengan mengonsumsi produk sawitA tidak mempengaruhi resiko terkena penyakit kanker Saya percaya bahwa dengan mengonsumsi produk sawitA tidak mempengaruhi resiko terkena penyakit jantung Saya percaya bahwa dengan mengonsumsi produk sawitA akan menggantikan sel-sel saya yang telah mati Saya percaya bahwa dengan mengonsumsi produk sawitA akan memenuhi kebutuhan vitamin A lebih banyak pada ibu hamil Saya percaya bahwa dengan mengonsumsi produk sawitA akan memenuhi kebutuhan vitamin A lebih banyak pada ibu menyusui
S
TS
TT
Skor
Komponen Afektif (Derajat Kesukaan) Pilihlah 1 jawaban dari pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda √ di bawah kolom jawaban dan alasan jawaban. TS = Tidak Setuju, KS = Kurang Setuju, AS = Agak Setuju, S = Setuju
55
Lampiran 1. Lanjutan Lampiran No 1. Lanjutan Pernyataan 1 Saya suka rasa masakan yang menggunakan produk sawitA L Pernyataan 2 Saya tidaksuka bau masakan yang menggunakan produk Lampiran 1.sawitA Lanjutan 3 Saya tidaksuka warna masakan yang menggunakan produk sawitA 4 Menggunakan produk sawitA pada makanan itu mudah 5 Saya senang bila masak menggunakan produk sawitA 6 Produk sawitA bisa dimasak untuk berbagai olahan 7 Rasa masakan yang menggunakan produk sawitA enak 8 Bau produk sawitA mengganggu selera makan saya 9 Warna produk sawitA mengganggu selera makan saya 10 Makan masakan yang dimasak dengan produk sawitA membuat saya makan dengan lahap
TS
KS
AS
S
Skor
TS
KS
AS
S
Skor
Komponen Kecenderungan Perilaku Di setiap kejadian, ada tiga pilihan jawaban. Pilihlah satu jawaban (a,b, atau c) yang paling menggambarkan Anda dengan memberikan tanda di bawah kolom Pilih. No.
Pernyataaan
Pilih
Skor
1.
Saya ingin mendapat kesempatan makan masakan dengan menggunakan produk SawitA 10 hari mendatang a. Sangat ingin b. Ingin c. Sekali-sekali ingin d. Tidak ingin
2.
Saya akan berusaha untuk senang makan masakan yang dimasak dengan produk SawitA 10 hari mendatang a. Sangat ingin b. Ingin c. Sekali-sekali ingin d. Tidak ingin
3.
Saya berencana untuk lebih sering makan masakan yang dimasak dengan produk SawitA di 10 hari mendatang a. Sangat ingin b. Ingin c. Sekali-sekali ingin d. Tidak ingin
4.
Saya punya keinginan yang kuat untuk makan masakan yang dimasak dengan produk SawitA di 10 hari mendatang a. Sangat ingin b. Ingin c. Sekali-sekali ingin d. Tidak ingin
5.
Walaupun ada lauk lain yang tidak dimasak dengan produk SawitA, saya tetap ingin mengambil lauk yang dimasak menggunakan produk SawitA terlebih dahulu di 10 hari mendatang a. Sangat ingin b. Ingin c. Sekali-sekali ingin d. Tidak ingin
56
Lampiran 2. Kuisioner 2 KUESIONER II PANDUAN WAWANCARA PADA PENELITIAN STUDI MENGENAI SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI PRODUK-PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) PADA KELUARGADI DESA SINARSARI, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
Nama Responden
: ……………………………
Alamat Rumah
: …………………………… RT/RW : ………………
TTL
: …………………………… (umur : ………… tahun)
Tgl Wawancara
: ……………………………
Oleh :
Vendryana Ayu L – F24070103 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
57
Lampiran 2. Lanjutan 1. MENGONSUMSI Lampiran 1. Lanjutan PRODUK SAWITA 1.1. CARA MENGONSUMSI PRODUK SAWITA PADA BULAN PERTAMA L 1 Frekuensi menggunakan produk ( ) Setiap hari ( ) 5-6x/minggu ( ) 3-4x/minggu ( ) 1-2x/minggu ( ) Lain-lain, sebutkan…. LampiransawitA 1. Lanjutan Mengapa frekuensinya begitu?
( ) Makanan Pokok, sebutkan…. ( ) Minuman, sebutkan…. Makanan yang sering Anda ( ) Lauk Pauk, sebutkan…. konsumsi dengan penambahan ( ) Camilan, sebutkan…. produk SawitA ( ) Lain-lain, sebutkan…. Mengapa menambahkan produk sawitA di opsi tersebut? Mengapa tidak di opsi lain? 2
3
Jenis masakan yang sering Anda ( ) Rebusan ( ) Tumisan ( ) Gorengan tambahkan produk sawitA ( ) Lain-lain, sebutkan… Mengapa menambahkan produk sawitA di opsi tersebut? Mengapa tidak di opsi lain?
1.2.
CARA MENGONSUMSI PRODUK SAWITA PADA BULAN KEDUA 1
Frekuensi menggunakan produk sawitA Mengapa frekuensinya begitu?
( ) Setiap hari ( ) 5-6x/minggu ( ) 3-4x/minggu ( ) 1-2x/minggu ( ) Lain-lain, sebutkan….
2
( ) Makanan Pokok, sebutkan…. ( ) Minuman, sebutkan…. Makanan yang sering Anda ( ) Lauk Pauk, sebutkan…. konsumsi dengan penambahan ( ) Camilan, sebutkan…. produk SawitA ( ) Lain-lain, sebutkan…. Mengapa menambahkan produk sawitA di opsi tersebut? Mengapa tidak di opsi lain?
3
Jenis masakan yang sering Anda ( ) Rebusan ( ) Tumisan ( ) Gorengan tambahkan produk sawitA ( ) Lain-lain, sebutkan… Mengapa menambahkan produk sawitA di opsi tersebut? Mengapa tidak di opsi lain?
58
Lampiran 2. Lanjutan 2. KESAN MENGONSUMSI PRODUK SAWITA Lampiran 1. SAAT Lanjutan 2.1. KESAN SAAT MENGONSUMSI PRODUK SAWITA PADA BULAN PERTAMA L 1 Rasa masakan ( ) Pahit ( ) Gurih ( ) Biasa saja ( ) Lain-lain, sebutkan… Lampiran 1. Lanjutan 2
Aroma masakan
( ) Bau Minyak ( ) Tengik ( ) Wangi ( ) Lain-lain, sebutkan…
3
Warna
( ) Mengganggu ( ) Tidak Mengganggu
2.2. KESAN SAAT MENGONSUMSI PRODUK SAWITA PADA BULAN KEDUA
3.
1
Rasa masakan
( ) Pahit ( ) Gurih ( ) Biasa saja ( ) Lain-lain, sebutkan…
2
Aroma masakan
( ) Bau Minyak ( ) Tengik ( ) Wangi ( ) Lain-lain, sebutkan…
3
Warna
( ) Mengganggu ( ) Tidak Mengganggu
PERBANDINGAN PRODUK BULAN PERTAMA (SAWITA TUMIS: CPO) & BULAN KEDUA (SAWITA TUMIS: MSMTF) 1 Produk mana yang lebih anda sukai : Alasan lebih menyukai produk tersebut :
Alasan kurang menyukai produk lainnya :
59
Lampiran 2. Lanjutan 4. PERILAKU KONSUMSI PRODUK SAWITA MSMTF Lampiran 1. Lanjutan L
Jenis Masakan Hari Ini (Responden Ibu)
Lampiran 1. Lanjutan Makanan Pokok
Lauk Pauk
Sayur
Camilan
Penggunaan SawitA
Konsumsi
1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5)
60
Lampiran 3. Data skor pengetahuan responden, pola makan sehat & pola asuh makan keluarga
No. Responden 1.
Skor pengetahuan tentang kesehatan
Skor pengetahuan responden tentang pola makan sehat
Skor pola asuh makan keluarga
75
77,777778
58,33333
2.
75
100
58,33333
3.
80
100
44,44444
4.
65
77,777778
47,22222
5.
30
44,444444
75
6.
70
100
83,33333
7.
25
55,555556
75
8.
95
88,888889
77,77778
9.
60
77,777778
72,22222
10.
65
100
77,77778
11.
100
100
66,66667
12.
90
100
77,77778
13.
95
100
80,55556
14.
45
33,333333
52,77778
15.
65
100
75
16.
85
100
75
17.
45
33,333333
55,55556
18.
80
100
75
19.
55
22,222222
63,88889
20.
25
77,777778
61,11111
21.
95
77,777778
66,66667
22.
10
33,333333
63,88889
23.
60
0
72,22222
24.
100
100
86,11111
25.
90
100
83,33333
26.
50
66,666667
50
27.
60
77,777778
47,22222
28.
95
88,888889
66,66667
29.
90
100
86,11111
30.
75
77,777778
61,11111
31.
70
66,666667
83,33333
32.
95
100
72,22222
33.
90
100
77,77778
34.
55
88,888889
52,77778
35.
45
88,888889
58,33333
36.
60
88,888889
63,88889
37.
100
100
66,66667
38.
70
88,888889
94,44444 61
Lampiran 3. Lanjutan
No. Responden 39.
Skor pengetahuan tentang kesehatan
Skor pengetahuan responden tentang pola makan sehat
Skor pola asuh makan keluarga
80
100
77,77778
40.
70
77,777778
80,55556
41.
60
55,555556
77,77778
42.
70
88,888889
77,77778
43.
60
100
80,55556
44.
90
100
58,33333
45.
30
33,333333
66,66667
46.
80
100
94,44444
47.
85
100
83,33333
48.
65
77,777778
44,44444
49.
85
100
38,88889
50.
65
33,333333
80,55556
51.
95
77,777778
69,44444
52.
100
100
11,11111
53.
95
77,777778
38,88889
54.
80
88,888889
86,11111
55.
80
88,888889
80,55556
56.
65
77,777778
80,55556
57.
35
66,666667
63,88889
58.
85
100
88,88889
59.
70
100
69,44444
60.
80
55,555556
77,77778
61.
80
100
69,44444
62.
75
77,777778
61,11111
63.
60
77,777778
77,77778
64.
100
100
52,77778
65.
100
100
52,77778
66.
85
88,888889
86,11111
67.
85
88,888889
50
68.
55
88,888889
36,11111
69.
50
88,888889
61,11111
70.
55
77,777778
61,11111
71.
85
100
75
72.
90
100
69,44444
73.
65
55,555556
72,22222
74.
60
88,888889
66,66667
75.
75
77,777778
80,55556
76.
95
100
80,55556
62
Lampiran 3. Lanjutan
No. Responden 77.
Skor pengetahuan tentang kesehatan
Skor pengetahuan responden tentang pola makan sehat
Skor pola asuh makan keluarga
65
44,444444
55,55556
78.
30
66,666667
72,22222
79.
100
100
66,66667
80.
45
44,444444
25
81.
60
77,777778
22,22222
82.
90
100
83,33333
83.
80
88,888889
52,77778
84.
55
11,111111
66,66667
85.
85
77,777778
52,77778
86.
70
100
66,66667
87.
55
88,888889
61,11111
88.
90
100
63,88889
89.
60
100
55,55556
90.
55
88,888889
69,44444
91.
70
100
50
92.
100
100
69,44444
93.
35
66,666667
63,88889
94.
100
100
69,44444
95.
100
100
63,88889
96.
55
55,555556
80,55556
97.
65
44,444444
52,77778
98.
30
66,666667
72,22222
99.
70
100
69,44444
100.
85
100
83,33333
101.
85
100
83,33333
63
Lampiran 4. Data skor komponen sikap responden
1.
Skor komponen sikap kognitif 77,77778
Skor komponen sikap afektif 100
Skor komponen sikap kecenderungan perilaku 33,33333
2.
100
100
46,66667
3.
100
100
66,66667
4.
77,77778
100
66,66667
5.
44,44444
73,33333
66,66667
6.
100
100
66,66667
7.
55,55556
73,33333
66,66667
8.
88,88889
100
80
9.
77,77778
100
66,66667
10.
100
93,33333
86,66667
11.
100
100
60
12.
100
100
73,33333
13.
100
100
66,66667
14.
33,33333
93,33333
80
15.
100
100
73,33333
16.
100
100
66,66667
17.
33,33333
93,33333
80
18.
100
93,33333
66,66667
19.
22,22222
80
33,33333
20.
77,77778
73,33333
73,33333
21.
77,77778
73,33333
66,66667
22.
33,33333
83,33333
66,66667
23.
0
66,66667
33,33333
24.
100
100
100
25.
100
100
86,66667
26.
66,66667
90
73,33333
27.
77,77778
90
73,33333
28.
88,88889
100
66,66667
29.
100
100
66,66667
30.
77,77778
90
93,33333
31.
66,66667
76,66667
46,66667
32.
100
93,33333
66,66667
33.
100
100
66,66667
34.
88,88889
70
60
35.
88,88889
100
46,66667
36.
88,88889
100
66,66667
37.
100
90
73,33333
38.
88,88889
93,33333
66,66667
No.
64
Lampiran 4. Lanjutan
39.
Skor komponen sikap kognitif 100
Skor komponen sikap afektif 100
Skor komponen sikap kecenderungan perilaku 93,33333
40.
77,77778
100
66,66667
41.
55,55556
96,66667
73,33333
42.
88,88889
86,66667
26,66667
43.
100
83,33333
66,66667
No.
44.
100
90
66,66667
45.
33,33333
66,66667
60
46.
100
100
66,66667
47.
100
93,33333
66,66667
48.
77,77778
100
66,66667
49.
100
90
40
50.
33,33333
76,66667
40
51.
77,77778
73,33333
40
52.
100
86,66667
66,66667
53.
77,77778
86,66667
66,66667
54.
88,88889
96,66667
66,66667
55.
88,88889
93,33333
66,66667
56.
77,77778
70
60
57.
66,66667
90
73,33333
58.
100
100
80
59.
100
93,33333
66,66667
60.
55,55556
76,66667
46,66667
61.
100
90
66,66667
62.
77,77778
100
66,66667
63.
77,77778
80
66,66667
64.
100
90
73,33333
65.
100
90
73,33333
66.
88,88889
93,33333
60
67.
88,88889
100
73,33333
68.
88,88889
100
86,66667
69.
88,88889
100
53,33333
70.
77,77778
93,33333
73,33333
71.
100
86,66667
66,66667
72.
100
100
66,66667
73.
55,55556
93,33333
80
74.
88,88889
80
66,66667
75.
77,77778
80
66,66667
76.
100
80
66,66667
65
Lampiran 4. Lanjutan
77.
Skor komponen sikap kognitif 44,44444
Skor komponen sikap afektif 93,33333
78.
66,66667
90
73,33333
79.
100
90
73,33333
80.
44,44444
86,66667
66,66667
81.
77,77778
100
66,66667
82.
100
83,33333
66,66667
83.
88,88889
73,33333
53,33333
84.
11,11111
86,66667
53,33333
85.
77,77778
90
53,33333
86.
100
80
66,66667
87.
88,88889
93,33333
73,33333
88.
100
86,66667
73,33333
89.
100
90
73,33333
90.
88,88889
60
66,66667
91.
100
93,33333
100
92.
100
80
73,33333
93.
66,66667
90
73,33333
94.
100
80
73,33333
95.
100
80
73,33333
96.
55,55556
50
33,33333
97.
44,44444
56,66667
53,33333
98.
66,66667
90
73,33333
99.
100
90
73,33333
100.
100
80
66,66667
101.
100
80
66,66667
No.
Skor komponen sikap kecenderungan perilaku 60
66
Lampiran 5. Sebaran responden berdasarkan alasan menggunakan produk SawitA Item
1. 2. 3. 4. 5.
Alasan menggunakan SawitA Sehat Suka Kurang suka Tidak suka Tidak tahu Total
CPO n
%
27 52 12 4 6 101
16,83 51,49 11,88 3,96 2,97 100
n 30 52 15 4 0 101
MSMTF % 29,7 51,49 14,85 3,96 0 100
Lampiran 6. Sebaran responden berdasarkan penggunaan produk SawitA untuk konsumsi Item
CPO n
1. 2. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 1.
1. 2. 3. 4. 5.
Makanan pokok Nasi Mie Lauk pauk Tumis sayur Tempe Tahu Telur Ayam, ikan Bakwan Kue Camilan Roti Gorengan Minuman Sereal/susu Total Alasan digunakan pada masakan tertentu: Enak Sudah disediakan Mengikuti instruksi Bervitamin Mudah Total
%
n
MSMTF %
53 26
52,48 25,74
80 22
79,21 21,78
67 29 9 35 22 10 0
66,34 28,71 8,91 34,65 21,78 9,90 0
59 31 15 37 23 6 1
58,42 30,69 14,85 36,63 22,77 5,94 0,99
2 2
1,98 1,98
2 5
1,98 4,95
3 258
2,97 255,45
2 283
1,98 280,2
42 15 16 17 11 101
41,58 14,85 15,84 16,83 10,89 100
60 9 20 11 2 101
59,41 8,91 19,81 10,89 1,98 100
67
Lampiran 7. Sebaran responden berdasarkan jenis masakan yang diaplikasikan Jenis Masakan
CPO 10 86 37 1 134
% 9,90 85,15 36,63 0,99 132,67
MSMTF % 9 8,91 92 91,09 31 30,69 0 0 132 130,69
67 9 8 17 101
66,34 8,91 7,92 16,83 100
75 10 13 16 101
n
1. 2. 3. 4.
Rebusan Tumisan Gorengan Lainnya Total Alasan memilih cara tersebut Enak Mudah Sudah disediakan Mengikuti instruksi Total
n
74,26 9,90 12,87 15,84 100
Lampiran 8. Sebaran responden berdasarkan alasan kesukaan terhadap produk SawitA Item
n
%
CPO 1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5.
Alasan lebih suka: Gurih Lebih kental Lebih kuning Baunya khas Terasa seperti gajih Total Alasan tidak suka: Kental Bau Getir Tidak enak Bergajih Total
1 5 5 1 1 13
0,99 4,95 4,95 0,99 0,99 12,87
19 29 8 10 7 73
18,81 28,71 6,93 9,9 6,93 72,28
21 28 29 78
20,79 27,72 28,71 77,28
5 1 2 2 10
4,95 0,99 1,98 1,98 9,9
MSMTF 1. 2. 3.
1. 2. 3. 4.
Alasan lebih suka: Bau tidak menyengat Lebih encer Lebih enak Total Alasan tidak suka: Lebih encer Bau minyak Tidak suka Warna kurang kuning Total
68
Lampiran 9. Sebaran responden berdasarkan jenis makanan yang menggunakan produk SawitA Item Makanan pokok: 1. Nasi 2. Mie 3. Kentang Total Lauk pauk: 1. Telur 2. Ikan 3. Ayam 4. Tempe 5. Tahu 6. Bakwan Total Sayur 1. Sayur sop 2. Capcay 3. Sayur kentang 4. Sayur jamur 5. Sayur lodeh 6. Sayur bayam 7. Sayur asam 8. Kangkung 9. Tumis tauge 10. Sayuran 11. Pecel Total
n
%
20 20 2 42
19,80 19,80 1,98 41,58
16 24 10 32 14 2 98
15,84 23,76 9,9 31,68 13,86 1,98 97,03
11 3 9 6 3 6 2 10 3 3 2 58
10,89 2,97 8,91 5,94 2,97 5,94 1,98 9,9 2,97 2,97 1,98 57,43
Lampiran 10.Analisis korelasi antara karakteristik sosiodemografi dengan pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, pengetahuan tentang pola makan sehat
Variabel
Pola asuh
Umur Jenis Kelamin Lama Pendidikan Pendapatan
-0.004 -0.026 0.182* 0.095
n = 101 Pengetahuan kesehatan 0.049 -0.098 0.003 0.057
Pengetahuan Pola Makan 0.016 -0.026 -0.019 0.185*
Lampiran 11. Analisis korelasi antara karakteristik sosiodemografi dengan sikap dan perilaku konsumen
Variabel
Sikap kognitif
n = 101 Sikap afektif
Umur Jenis kelamin Lama pendidikan Pendapatan
0.169* -0.038 -0.117 -0.054
-0.060 -0.088 -0.160 0.012
Kecenderungan perilaku -0.156 -0.257** -0.022 0.005
Sikap responden 0.068 -0.103 -0.063 -0.085
Frekuensi -0.044 -0.139 -0.125 0.055
69
Lampiran 12.Analisis korelasi antara pola asuh makan, pengetahuan tentang kesehatan, pengetahuan tentang pola makan sehat dengan sikap dan perilaku konsumen n = 101 Pengetahuan kesehatan
Variabel
Pola asuh
Sikap kognitif Sikap afektif Kecenderungan perilaku Sikap responden Frekuensi
0.127 -0.063 0.051
0.566** 0.224* 0.073
Pengetahuan pola makan 0.104 -0.054 -0.021
0.153 -0.057
0.493** -0.046
0.113 -0.001
Lampiran 13. Sebaran responden berdasarkan pola asuh keluarga No.
Item
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Sarapan bersama Makan siang bersama Makan malam bersama Bapak memperhatikan makanan anak Ibu memperhatikan makanan anak Ibu menyediakan masakan yang disukai Ibu menyuruh menghabiskan makanan Bapak menyuruh menghabiskan makanan Ibu menegur anak Bapak menegur anak Ibu memperbolehkan anak jajan Bapak memperbolehkan anak jajan
Sering (%) 32,67 19,82 38,61 53,47 86,14 67,33 87,13 57,43 68,32 44,55 17,82 15,84
Kadangkadang (%) 27,72 21,78 22,77 19,81 7,92 24,75 5,94 20,79 19,80 22,78 19,80 22,78
Jarang (%) 20,79 25,74 18,82 10,89 2,97 3,96 2,97 12,87 6,93 21,78 19,80 23,76
Tidak Pernah (%) 18,82 33,66 19,80 15,84 2,97 3,96 3,96 8,91 4,95 10,89 42,57 37,62
70