STUDI EXPERIMEN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR TENIS MEJA (Pada Siswa SMP Negeri 10 Kota Gorontalo)
REDY PRASTAWAN JURUSAN PENDIDIKAN KEOLAHRAGAAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2013 ABSTRAK Redy Prastawan Nim 831 409 106. “Studi experimen model pembelajaran kooperatif tipe stad terhadap hasil belajar tenis meja pada SiswaSiswi SmpNegeri 10 Kota Gorontalo”. Skripsi Jurusan Pendidikan Keolahragaan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo 2013. Bimbingan (I) Ahmad lamusu, S.Pd M.Pd dan Bimbingan (II) Zulkifli lamusu, S.Pd M.Pd. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe stad terhadap hasil belajar tenis meja pada siswasiswi kelas VIII SMP Negeri 10 Kota Gorontalo. Jenis penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan one group pre-test and posh-test. Desain jumlah populasi dalam penelitian berjumlah 26 orang dan sampel yang digunakan adalah 26 orang dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, sedangkan sampel yang digunakan dengan teknik pengambilan sampel purposive random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan pre-tes dan posh-test dengan test ratting scale. Kemudian di analisis dengan menggunakan statistik uji t. Berdasarkan hasil perhitungan hasil belajar tenis meja diperoleh t observasi =7. Dari tabel nilai t atau ttabel pada ɑ = 0,05; dk = n-1 (26-1 =25) diperoleh harga ttabel = 2,48. Berdasarkan kriteria pengujian bahwa terima Ho :jikathitung ˃ ttabelpada ɑ = 0.05; n-1, oleh karena itu hipotesis alternatif atau Ha dapat diterima, sehingga dapat dinyatakan terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar siswa- siswi kelas VIII SMP Negeri 10 . PENDAHULUAN LatarBelakang Pendidikan adalah pondasi kemajuan suatu negara dan juga merupakan salah satu faktor pokok penunjang kebutuhan manusia modern saat ini.Saat ini pendidikan telah mengalami perkembangan pesat dan akhir-akhir ini telah menjadi perhatian dunia.Hal ini bisa di lihat dari banyaknya negara-negara yang ada di dunia yang menomorsatukan masalah pendidikan di internal negaranya, dan salah satu cabang dari ilmu pendidikan yang kini mulai mendapat perhatian adalah Pendidikan
Jasmani olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes).Penjasorkes adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak.Penjasorkes pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Penjasorkes memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Terdapat beberapa materi yang termuat dalam kurikulum terkait dengan mata pelajaran Penjasorkes. Salah satu di antaranya yakni permainan bola kecil yang dalam hal ini adalah tenis meja. Tenis meja adalah olahraga yang banyak digemari di kalangan pelajar. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh masuknya cabang ini dalam kurikulum di sekolah tetapi juga karna permainan ini sangat menarik dan dapat dimainkan dalam rumah dengan peralatan yang relatif murah, serta tidak membutuhkan tempat yang luas. Berdasarkan observasi yang di lakukan di lapangan meskipun permainan tenis meja sangat di gemari namun di dalam proses belajar mengajar masih di temukannya ketidak tuntasan berdasarkan indikator capaian yang ada di kurikulum, hal ini terjadi di sebabkan karena banyak faktor sehingga proses belajar mengajar menjadi terganggu dan kurang maksimal capaiaannya. Faktorfaktor yang timbul tersebut bisa di temui melalui faktor eksternal maupun internal. Mengacu terhadap beberapa pandangan tentang belajar, sering kali di kemukakan bahwa masalah-masalah belajar baik itu intern maupun ekstern dapat di kaji dari dimensi guru maupun dimensi siswa. Sedangkan bila dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah belajar. Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan belajar dapat berhubungan dengan karakteristik/ciri siswa, baik berkenan dengan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman. Selama proses belajar, masalah belajar berkaitan dengan sikap terhadap belajar, motivasi, konsentrasi, pengolahan pesan pembelajaran, menyimpan pesan, menggali kembali pesan yang telah tersimpan, untuk hasil belajar. Sesudah belajar, masalah belajar berkaitan dengan penerapan prestasi atau keterampilan yang sudah di peroleh melalui proses belajar sebelumnya. Dari dimensi guru masalah belajar dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi proses belajar. Sebelum proses belajar masalah yang timbul seringkali berkaitan dengan pengorganisasian belajar. Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkenaan dengan bahan belajar, sumber belajar, dan metode belajar. Sesudah kegiatan belajar, masalah yang di hadapi guru kebanyakan berkaitan dengan evaluasi hasil belajar.Terkait banyaknya masalah belajar seperti yang telah di deskripsikan di atas model strategi belajar yang di terapkan oleh guru juga adalah salah satu penyebabnya. Upaya mengantisipasi masalah tersebut, maka harus di carikan solusi model pembelajaran yang relevan untuk pelajaran penjasorkes, khususnya untuk materi tenis meja, sehingganya dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan target capaian adalah meningkatnya hasil belajar siswa terhadap materi yang di ajarkan.Salah satu opsi model pembelajaran yang bisa di
terapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Achievement Division (STAD). Model pembalajaran kooperatif tipe STAD yang di kembangkan oleh Slavin ini, merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktifitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajarn guna mencapai prestasi yang maksimal.Berdasarkan definisi di atas maka penulis berasumsi bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat tepat jika di terapkan pada mata pelajaran penjasorkes dengan hasil yang di harapkan adalah meningkatnya hasil belajar tenis meja peserta didik. Berdasarkan batasan istilah maupun definisi terkait dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD seperti yang telah dikemukakan di atas, maka hendaklah dilakukan suatu penelitian terkait dengan pembuktikan secara langsung di lapangan mengenai kefektifan penerapan model pembelajaran yang dimaksud. Penelitian yang dimaksud, bertujuan untuk melihat apakah model pembelajaran kooperatif tipe STADdapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa khususnya pada cabang olahraga tenis meja di sekolah. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang seperti yang telah di uraikan di atas, maka dapat diidentifikasi berbagai macam permasalahan pada saat proses belajar mengajar yang bisa memberikan dampak pada Hasil belajar tenis meja siswa-siswi kelas VIII SMP NEGERI 10 KOTA GORONTALO menjadi rendah. Salah satu masalah yang di temukan diantaranya adalah Metode yang di gunakan guru penjasorkes di sekolah-sekolah masih menggunakan model pembelajaran klasikal yang berlangsung satu arah, dimana guru sebagai subyek dan peserta didik sebagai obyek pembelajaran tanpa ada timbal balik. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat rumuskan permasalahan dalam penelitian ini yakni apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki pengaruh terhadap hasil belajar tenis meja ? Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui apakah Model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap hasil belajar tenis meja pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 10 Kota Gorontalo. ManfaatPenilitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi dalam bentuk hasanah ilmu pengetahuan yang sudah teruji agar dapat di gunakan insan pendidikan dalam proses belajar mengajar. b. Manfaat Praktis Adapun secara prktis, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat yakni:
1) Sebagai bahan referensi pribadi untuk selanjutnya dapat saya terapkan ketika nantinya menjadi tenaga pengajar. 2) Dengan adanya penelitian di harapkan dapat membuat hasil belajar siswa meningkat dengan di terapkannya metode pembelajaran yang sudah teruji. 3) Diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan oleh guru-guru di sekolah lainnya sebagai salah satu opsi metode dalam mengajar. KAJIAN TEORI KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS Kajian Teoritis Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ialah dengan cara memberikan berbagai macam perbaikan terhadap seluruh komponenkomponen terkait penunjang mutu pendidikan itu sendiri. Berbagai macam komponen penentu mutu pendidikan, di antaranya peran serta guru maupun siswa yang dalam hal ini menjadi objek pembelajaran.Khususnya guru, Ahmadi, dkk (2011: 242) mengemukakan bahwa guru sebagai faktor menentukan mutu pendidikan. Karena guru berhadapan langsung dengan para peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Di samping peran serta guru dianggap penting dalam menunjang mutu pendidikan, juga terdapat salah satu komponen yang turut mempengaruhi mutu pendidikan itu sendiri yakni,metode pembelajaran yang diterapkan oleh para pengajar kepada peserta didik.Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran.Lebih lanjut lagi Uno (2012: 2) perpendapat bahwa model pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan oleh para guru, dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Demikian pula menurut Suryosubroto (2009: 140) bahwa pemberian kecakapan dan pengetahuan kepada murid-murid yang merupakan proses pengajaran (proses belajar mengajar), dilakukan oleh guru di sekolah dengan menggunakan cara-cara atau metode tertentu. Istilah model pembelajaran sering di maknai sama dengan pendekatan pembelajaran (Ngalimun, 2013: 26). Selanjutnya,dijelaskan pula bahwa model pembelajaran adalah sebagai pedoman perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Karena itu, pemilihan model sangat di pengaruhi oleh sifat dari materi yang akan di belajarkan, tujuan (kompetensi yang akan di capai dalam) pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik. Model pembelajaran adalah landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang di rancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas (Mills dalam Suprijono 2013: 45).Menurut Joyce (dalam Trianto, 2011: 5) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran 6 dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat- perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku- buku, film komputer, kurikulum, dan lain- lain. Merujuk pemikiran Joyce (dalam suprijono 2013: 46) fungsi model adalah “each model guides us as we design instruction to help student achieve various objectives”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik
mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Berbagai macam definisi dari model pembelajaran seperti yang dijelaskan para ahli di atas, memberikan suatu pemahaman bahwa model pembelajaran merupak sesuatu yang amat penting dalam proses pembelajaran. Hal ini senada pula dengan pendapat Rahyubi (2012: 251) yang mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalam belajar untuk mencapai tujuan belajar. Demikian pula dengan pendapat Mills (dalam Suprijono 2013: 45) yang mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan bentuk representatif akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Lebih lanjut terkait dengan model pembelajaran, Arends (dalam suprijono 2013: 46) mengemukakan bahwa model pembelajaran hendaknya mengacu pada pendekatan yang akan di gunakan, termasuk di dalamnya tujuan- tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang umumnya digunakan dalam proses pembelajaran. Salah satu di antaranya yakni model Cooperative Learning.Isjoni (2012: 12) mengatakan bahwa cooperative merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.Sedangkan Sunal dan Hans 2000 (dalam isjoni 2012: 12) menambahkan bahwa kooperatif merupakan cara pendekatan yang khusus di rancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.Selanjutnya terkait dengan jumlah siswa yang terdapat dalam masing-masing kelompok, Slavin 1989 (dalam isjoni 2012: 12) mengemukakan bahwa idealnya berjumlah 4-5 orang, dimana struktur kelompok bersifat heterogen. Menurut Lungdren (dalam Isjoni 2012: 13) bahwa unsur-unsur dasar dalam cooperative adalah sebagai berikut: a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka”tenggelam atau berenang bersama” b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang di hadapi. c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok. e. Para siswa di berikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Setiap siswa akan di minta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang di tangani dalam kelompok kooperatif. Dari segi refleksi di proses kegiatan belajar mengajar Model pembelajaran kooperatif itu sendiri lebih kompleks dan luas cakupannya karena dengan model ini siswa lebih aktif, searah dengan pendapat Suprijono (2013: 54) yang mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang lebih luas cakupannya karena meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk kerja yang lebih di pimpin oleh guru atau yang di arahkan oleh guru. Akan tetapi menurut Suprijono (2013: 57) lebih lanjut mengatakan bahwa kelompok bukanlah semata-mata sekumpulan orang kumpulan bisa di sebut kelompok apabila ada interaksi, mempunyai tujuan, berstruktur, groupnes. Lebih lanjut, dalam model pembelajaran Cooperative Learning menurut Isjoni (2012: 51) dibagi lagi ke dalam beberapa model di antaranya yakni tipe Student Team Achivement Division (STAD). Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Hal yang sangat esensial dari strategi pembelajaran yang di terapkan dalam proses belajar mengajar adalah terciptanya suatu kesatuan hubungan dua yang searah. Cara pertama, kegiatan belajar yang merupakan kegiatan primer siswa sebagai subyek dalam proses pembelajaran, karena itu proses pembelajaran harus di susun sedemikian rupa sehingga akan di peroleh dampak pembelajaran secara langsung ke arah perubahan tingkatlaku sebagaimana dalam tujuan pembelajaran. Cara ke dua, kegiatan pembelajaran yang merupakan kegiatan sekunder yang di maksud adalah untuk terjadi kegiatan belajar yang optimal. Salah satu opsi pembelajaran yang bisa di terapkan dalam proses belajar dan pembelajaran dalam pelajaran penjasorkes khususnya mata pelajaran tenis meja adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan STAD. Menurut slavin(2005: 143) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.Selanjutnya Trianto (2011: 52)menambahkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok- kelompok kecil dengan jumlah anggota kelompok 4-5 orang secara heterogen. Berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Ngalimun (2013: 168) yakni merupakan model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen(4-5 orang), diskusikan bahan belajar, lks, modul secara kolaboratif, sajian, dan presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward. Dari segi pelaksanaannyaMenurut Isjoni (2012: 74) pada proses pembelajarannya model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi: a. Tahap Penyajian Materi
Tahap penyajian materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus di capai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan di pelajari b. Tahap Kerja kelompok Tahap kerj kelompok, pada tahap ini setiap siswa di beri lembar tugas sebagai bahan yang akan di pelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua kelompok dapat memahami materi yang di bahas. Selanjutnya Ahmadi (2011: 64) menambahkan bahwa siswa yang di kelompokan secara heterogen siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok. c. Tahap Tes individu Tahap tes individu yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah di capai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yang telah di bahas. d. Tahap perhitungan skor perkembangan individu. Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya di bagi sesuai jumlah anggota kelompok. e. Tahap penghargaan kelompok. Tim akan mendapatkan sertifikat atu bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memainkan banyak peran, baik dalam pelajaran atau dalam bentuk sikap sosial siswa.Dalam mata pelajaran penjasorkes khususnya materi tenis meja. Sebagai contoh, dalam suatu pelajaran tertentu para siswa bekerja sama sebagai kelompok- kelompok yang sedang berupaya mengkaji suatu pokok permasalahan dan kesulitan belajar yang di alami dalam materi tenis meja. Peran lain dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembentukan sikap sosial cukup tinggi hal itu bisa di lihat dari proses mereka bekerja sama di dalam kelompok yang tentunya di dalam kelompok tersebut terjadi interaksi sosial. Lebih lanjut Trianto (2011: 52) menambahkan bahwa seperti halnya dengan model pembelajaran lain model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran di laksanakan persiapan tersebut antara lain: a. Perangkat pembelajaran. Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi rencana pembelajaran (RP), Buku siswa, lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembar jawabannya. b. Membentuk kelompok kooperatif Di dalam menentukan anggota kelompok diusahakan bahwa kemampuan siswa di dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya relatif homogen. c. Menentukan skor awal
Pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah di adakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat di jadikan skor awal. d. Pengaturan tempat duduk Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif juga harus di atur dengan baik, hal ini di lakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif. e. Kerja kelompok Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu di adakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok. Berdasarkan uraian di atas menurut, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang sangat kompleks, sehingganya model pembelajaran ini jika di terapkan pelajaran penjasorkes khusunya materi tenis meja input yang bisa di peroleh adalah meningkatkan hasil belajar siswa. Hakikat Permainan Tenis Meja Permainan tenis meja adalah suatu jenis permainan yang menggunakan meja sebagai tempat untuk memantulkan bola yang dipukul oleh seorang pemain dan bola yang dipukul tersebut harus melewati atas net atau jaring yang dipasangdi tengah-tengah meja. Bola yang dipukul dan melewati net ini harus memantul pada meja pihak lawan, baru bola tersebut dapat dikembalikan.Oleh pihak lawan ke tempat semula dan juga harus melewati atas net. Dengan demikian bola berjalan bolak-balik melewati atas net atau jaring yang dipukul seorang bergantian dan memukulnya harus memantul pada permukaan meja, jadi bola tidak boleh di volley . Di dalam permainan tenis meja tentunya akan di butuhkan alat dan perlengkapan sebagai prasarat utama bisa memainkan permainan ini.Menurut Sutarmin (2007: 5) dalam permainan tenis meja memerlukan alat dan perlengkapan seperti:meja, net (jaring), dan raket (bet). Selanjutnya Sutarmin (2007: 6) menambahkan bahwa di dalam permainan tenis meja juga terdapat perlengkapan-perlengkapan tambahan yaitu:sepatu, karet bet, bola, pakaian, dan asesoris Perlengkapan-perlengkapan di atas merupakan penunjang dalam bermain tenis meja, selain perlengkapan di atas di dalam bermain tenis meja terdapat faktor lain yang dapat menunjang menarik tidaknya permainan yaitu skiil dari pemain itu sendiri. Di dalam skill yang baik tentunya terdapat keterampilan tekhnik dasar yang baik yang di miliki oleh pemain tenis meja.Menurut muhajir (2007: 29) pada pokoknya teknik dasar permainan tenis meja dapat dibagi menjadi empat, yaitu teknik memegang bet (grip), Teknik siap sedia (stance), Teknik gerakan kaki (footwork), dan Tekhnik pukulan (stroke) a. Teknik memegang bet (grip)
Teknik memegang bet merupakan faktor yang sangat penting dalam permainan tenis meja. Kualitas perminan tenis meja di pengaruhi oleh teknik memegang raket atau bet. Sutarmin (2007: 15) menambahkan macam-macam tekhnik memegang bet di bagi atas berikut: 1) Shakehandsgrip Tekhnik memegang bet shakehandgrip seperti melakukan jabat tangan. Tekhnik ini sangat di gemari oleh atlet-atlet tenis meja di negara-negra eropa, karena bersifat multiguna, baik secara forehand maupun backhand. Teknik pegangan Shakehandsgripdalam permainan tenis meja ini, memiliki beberapa kelebihan yakni: a) Dapat memukul bola dengan kuat ke sudut meja. b) Paling baik untuk memukul backhand. c) Dapat memukul bola backhand memutar. d) Sangat cocok untuk bermain jauh dari meja. e) Sangat efektif untuk tipe pemain bertahan. f) Bersifat multi guna. Di samping beberapa kelebihan di atas, pegangan ini pun memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut: a) Sulit untuk memukul bola dengan gerakan pergelangan tangan. b) Sulit untuk memukul bola yang ada di tengah-tengh meja.
Untuk lebih jelasnya terkait masalah pegangan jenis shake hand grip dapat di lihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1 pegangan shake hand grip sisi forehand Muhajir (2007: 29)
Gambar 2.2 pegangan shake hand grip sisi backhand Muhajir (2007: 29) 2) Penholdgrip. Penhold grip atau pegangn tangkai pena hanya dapat di gunakan untuk satu sisi atau permukaan bet saja. Sistem penholdgrip membuat pukulan forehand lebih baik, tetapi membuat gerakan backhand kurang efektif. Tekhnik penholdgrip dalam permainan tenis mejamembuat pemain hanya mampu bertahan dari serangan lawan dengan pukulan forehand Dalam pengaplikasiannya, cara memegang bet model penholdgrip di bagi atas 2 yaitu: a) Tangkai bet di pegang dengan posisi ibu jari dan jari telunjuk bertemu di sisi bet, sedangkan jari-jari yang lain di tekuk di sisi bet sebaliknya (seperti memegang pena). (penhold grip gaya Cina). b) Tangkai bet di pegang dengan ketiga jari di rapatkan dan bet mengarah ke bawah(Penholdgripgaya Korea). Pada saat dalam permainan, pegangan penholdgripmemiliki beberapa kelebihan yaitu: a) Memukul backhand dengan cepat. b) Pada waktu servis mudah menggerakan pergelangan tangan. c) Tidak ada kelemahan jika memainkan bola di tengah meja. d) Sangat cocok untuk memukul forehand. Sama halnya dengan bentuk pegangan yang lain, bentuk pegangan penholdgripjuga memiliki beberapa kekurangan yakni: a) Pukulan bola backhand tersendat dan sangat terbatas. b) Sulit melakukan pukulan backhand bola yang jauh dari meja. c) Tidak efektif untuk bertahan.
Untuk lebih jelasnya terkait model pegangan bet penhold grip dapat di lihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.3 pegangan penhold grip dilihat dari depan Muhajir (2007: 29)
Gambar 2.4 pegangan penhold grip dilihat dari belakang Muhajir (2007: 29)
3)
Seemiliergrip. Seemiliergrip atau di sebut americangrip merupakan versi shakehandgrip. Pada seemiliergrip, hanya satu sisi bet yang di gunakan untuk memukul bola. Adaupun cara memegang bet gaya seemiliergripyakni: a) Tangkai bet di pegang dengan tekhnik shake hand grip. b) Bet bagian atas di putar dari 20 hingga 90 derajat ke arah tubuh. c) Jari telunjuk menempel di sepanjang sisi bet. Adapun kelebihanpegangan seemiliergrip pada saat digunakan dalam permainan, yaitu: a) Mudah melakukan blok. b) Modah menguasai permainan di tengah meja. c) Mudah melakukan perubahan permukaan/sisi bet. d) Pergelangan tangan mudah di gerakan untuk pukulan forehand.
Demikian pula pada pegangan seemiliergrip, juga terdapat kelemahan dalam penggunaannya. Adapun beberapa kelemahannya yakni: a) Kesulitan melakukan pukulan backhand yang jauh dari meja. b) Kesulitan melakukan pukulan sudut. c) Tidak efektif untuk pola bertahan. b. Teknik siap sedia (stance) Stance berarti posisi kaki, betan dan tangan pada saat siap menunggu bola atau pada saat memukul bola. Menurut Simpson (2008: 16) yang di maksud dengan stance adalah sikap sedia pada waktu kita menanti pukulan servis lawan.Ada dua bentuk stance utama yang biasa di gunakan dalam permainan tenis meja, yaitu : 1) Squarestance Squarestance adalah posisi betan menghadap penuh kemeja. Biasanya posisi ini di gunakan untuk siap menerima servis dari lawan atau siap kembali setelah mengembalikan pukulan lawan. Dengan satu langkah ke samping kiri, kanan atau ke depan, kebelakang maupun diagonal, pemain di harapkan dapt mengembalikan bola dengan baik. 2) Sidestance Sidestance berarti posisi betan menyamping, baik ke samping kiri ataupun ke samping kanan.Pada sidestance, jarak antara bahu ke meja atau ke net harus ada yang lebih dekat.Misalnya untuk pukulan forehand bagi pemain tangan kanan, bahu kiri harus lebih dekat ke net, begitu pula kaki kirinya harus lebih dekat ke net. Sebaliknya untuk pukulan stance untuk pukulan backhand bagi pemain tangan kanan, bahu kanan beserta kaki kananya harus lebih dekat ke net. c. Teknik gerakan kaki (footwork) Footwork dalam tenis meja pada garis besarnya di bedakan untuk nomor tunggal dan nomor ganda.Footwork yang di gunakan dalam permainan tunggal sudah otomatis di gunakan dalam permainan ganda.Jika di lihat dari banyaknya langkah foot work, untuk tunggal dapat di bedakan satu langkah, dua langkah, tiga langkah, atau lebih. Arah pergerakannya bisa ke depan, ke belakang, ke samping kiri, samping kanan atau diagonal. Penggunaan gerakan kaki di sesuaikan dengan jarak yang harus di antisipasi antara bola yang datang dengan posisi pemain.Jika jaraknya sangat dekat, mungkin tidak usah melangkahkan kaki atau hanya satu langkah saja.Jika jarak antara bola yang datang dengan posisi pemain agak jauh, dengan du langkah sudah cukup.Akan tetapi, jika jaraknya cukup jauh dari meja, harus di capai dengan tiga langkah atau lebih. d. Tekhnik pukulan (stroke) Terdapat beberapa tekhnik beberapa pukulan dasar dalam permainan tenis meja, antara lain: push, drive, block, chop, service. Keempat tekhnik pukulan tersebut dapat di jelaskan satu persatu sebagai berikut 1) Push Push adalah tekhnik memukul bola dengan gerakan mendorong dan sikap bet terbuka. Push biasanya di gunakan untuk mengembalikan pukulan push dan pukulan chop lawan. Sutarmin (2007: 27) menambahkan cara melakukan pukulan push adalah:
a) Bola yang datang dari arh lawan di dorong dengan bet dengan posisi bet terbuka. b) Tubuh waktu melakukan pukulan push harus dalaam posisi berdiri dengan sempurnah. c) Pukulan push dapat di lakukan secara forehand dan backhand.
2) Drive Drive adalah tekhnik pukulan yang di lakukan dengan gerakn bet dari bawah serong ke atas dan sikap bet tertutup. Drive dapat di gunakan sebagai pukulan serangan atau dapat juga kita kontrol sesuai dengn keinginan. Dalam upaya melakukan pukulan drive ini, Sutarmin (2007:27) menambahkan berbagai macam dalam melakukannya yakni: a) Bola yang datang dari arah lawan di terima dengan gerakan bet di pukulkan pada bola, dengan gerakan dari bawah serong ke atas. Posisi bet dalam keadaan tertutup. b) Pukulan drive dapat di gunakan untuk menyerang lawan dan me ngontrol bola. c) Pukulan drive dapt di lakukan secara forehand dan backhand. 3) Block Block adalah tekhnik memukul bola dengan gerakan menghentikan atau membendung datangnya bola dengan sikap bet tertutup. Block biasanya di gunakan untuk mengembalikan bola drive atau bola dengan putaran atas (topspin). Selanjutnya, sutarmin (2007:29) menambahkan cara-cara dalam melakukan pukulan block yaitu: a) Di awali dengan posisi berdiri pada sikap sempurna. b) Bola yang datang dari arah lawan dapat di block dengan cara bola ditutup dengan bet pada saat memukulnya. c) Di usahakaan bola yang di block, harus kembali ke arah meja lawan. d) Pukulan block dapat di lakukan dengan caraforehandmaupunbackhand. 4) Chop Chop adalah tekhnik memukul bola dengan gerakan seperti menebang pohon dengan kapak atau seperti gerakan membacok. Adapun cara-cara dalam melakukan pukulan chop menurut Sutarmin (2007:28) yaitu: a) Berdiri di depan meja dengan gerakan seperti menebang pohon. b) Tangan yang memegang bet berada di atas bola yang akan di pukul. c) Bet di kenakan bola bagian belakang dan arah pukulan ke bawah. d) Pukulan chop dapat di lakukan secara forehand dan backhand. 5) Servis. Servis adalah tekhnik memukul bola untuk menyajikan bola pertama ke dalam permainan dengan cara memantulkan terlebih dahulu bola tersebut ke meja sendiri, kemudian di pukul, dan bola harus melewati atas net dan akhirnya memantul ke meja lawan. Selanjutnya Simpson (2008:64) menambahkan bahwa servis adalah salah satu tekhnik yang paling penting, dan kita harus menguasai
servis yang baik karena servis adalah kesempatan pertama untuk menguasai permainan dan memegang inisiatif. Adapun peraturan-peraturan mengenai servis adalah sebagai barikut: a) Bola diletakkan diatas telapak tangan b) Jari jari tangan dirapatkan, sedangkan ibu jari terpisah c) Telapak tangan dalam keadaan datar dan diam d) Bat dan tangan yang bebas berada diatas meja dibelakang garis e) Sebelum dipukul, bola dilambungkan setinggi 16 cm atau lebih tinggi f) Pada saat turun bola dipukul g) Pukulan servis bola memantul sekali dikedua sisi meja. (sisi meja sendiri dan sisi meja lawan) Servis terdiri dari beberapa jenis dalam pelaksanaannya. Adapun jenis-jenis servis yang dimaksud yakni: a) Servis forehand top spin Adapun cara pelaksanaan pukulan Servis forehand top spindalam permainan tenis meja yakni sebagai berikut: 1) Berdiri disebelah kanan meja menghadap ke arah sektor kiri. 2) Tangan kanan yang memegang bet berada disamping betan dengan siku tangan ditekuk. 3) Bola dilambungkan, kemudian dipukul dengan bet 4) Bet dipukulkan pada bola bagian belakang 5) Tekanan bet dapat dilakukan dengan cepat atau lambat b) Servis backhand top spin Pelaksanaan servis dengan cara backhandtopspin dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Berdiri di depan tengah meja 2) Bola diletakkan diatas telapak tangan kiri 3) Tangan kanan memegang bet, dengan bet berada di depan tubuh 4) Bola dilambungkan, kemudian bet diserempetkan pada bola bagian belakang ke arah atas 5) Pukul dengan keras agar bola bergerak lebih cepat c) Servisforehandbackspin Dalam permainan, pelaksanaannya Servisforehandbackspin ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Berdiri menghadap meja dengan posisi tubuh serong kanan 2) Tangan kanan memegang bet ke atas 3) Bola diletakkan di atas telapak tangan kiri, kemudian dilambungkan 4) Bola diserempetkan dengan bet ke arah bawah 5) Cepat dan lambannya bola tinggal disesuaikan dengan kekuatan yang dikehendaki pemukul bola d) Servisbackhandbackspin Aplikasi pelaksanaan Servisbackhandbackspindalam permainan, dilakukan dengan cara:
1) Berdiri menghadap meja dengan tangan kanan memegang bet dan bola di letakan di atas telapak tagan kiri. 2) Bola di lambungkan, kemudian di serempet dengan bet bagian bawah pada bagian belakang bola. 3) Bet di gerakan ke depan dan sediki ke arah bawah. 4) Bola di usahakan pendek di atas net. Kerangka Berpikir Kreatifitas guru di dalam merancang metode pembelajaran di sekolah adalah salah satu faktor yang menentukan tercapainya hasil belajar mengajar. Salah satu faktor yang perlu di perhatikan terkait kreatifitas guru adalah kemampuan untuk menyajikan materi pembelajaran khususnya tenis meja dengan baik. Terkit faktor kreatifitas guru termasuk di dalamnya adalah penerapan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Penerapan model pembelajaran tentunya memiliki fungsi yaitu Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Salah satu opsi model pembelajaran yang bisa di gunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen(4-5 orang), diskusikan bahan belajar, lks, modul secara kolaboratif, sajian, dan presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward. Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya, memberikan penjelasan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal khususnya pelajaran tenis meja, adalah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hipotesis Berdasarkan landasan teori, dan kerangka berfikir, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut “jika menerapkan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD maka dapat mempengaruhi hasil belajar tenis meja” METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dimaksud, dilaksanakan di SMP Negeri 10 Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo, dengan frekuensi dalam pemberian treatmentsebanyak 2 kali
pertemuan dalam satu minggu. Frekuensi pemberian treatment ini, didasarkan pada kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan desain satu kelompok dengan tes awal dan tes akhir “the one group pretest-postest design”Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut: T1 X Keterangan: T1 : tes awal/pretest proses belajar mengajar T2 : tes akhir/posttest proses belajar mengajar X : perlakuan/treatment
T2
Variabel Penelitian Dalam penelitian yang di maksud, meliputi dua variabel yakni variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Adapun variabel bebas yang dimaksud yakni model pembelajaran Kooperatif tipe STAD, sedangkan variabel terikat yakni hasil belajar tenis meja. Definisi Operasional Variabel. Prosedur Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang diterapkan sebagai tretment dalam penelitian ini, terdiri dari beberapa langkah yaitu: a. Guru memaparkan materi yang akan di pelajari. b. Pembagian kelompok dan setiap kelompok melakukan kegiatan kelompok. c. Tes individu yang di lakukan dengan pengamatan langsung. d. Pemberian pengahargaan Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini yakni seluruh siswaSMP Negeri 10 Kota Gorontalo kelas VIII1yang berjumlah 26.sampel penelitiannya yakni seluruh siswa kelas VIII1 yang berjumlah 26 orang.. Teknik Pengumpulan Data Upaya dalam pengumpulan data hasil penelitian, dilakukan dengan terlebihdahulu memberikan pengarahan kepada siswa tentang tata cara pengambilan tes.Pengambilan data di lakukan melalui pengamatan langsung dengan menggunakan rubrik penilaian hasil belajar dalam bentuk ratting scale. Menurut sudjana (2011: 77) ratting scale atau skala penilaian di buat untuk mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinum atau suatu kategori yang bermakna nilai. Terkait masalah skala penilaian Sudjana (2011: 79) menambahkan bahwa skala penilaian lebih tepat jika di gunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya hasil belajar pada siswa. Di dalam penyusunan instrumen ratting scale seperti halnya instrumen yang lain, penyusunan skala penilaian hendaknya memperhatikan hal- hal yang
bisa menunjang efektif tidaknya instrumen tersebut. Terkait masalah itu Sudjana (2011: 79) mengatakan bahwa di dalam penyusunan skala penilaian hendaknya memperhatikan hal- hal yang salah satunya adalah menetapkan bentuk rentangan nilai yang di gunakan misalnya nilai angka atau kategori.Untuk pemilihan skala itu sendiri sudjana (2011: 78) mengatakan bahwa pemilihan skala penilaian bisa menggunakan kategori baik skali, baik, sedang, kurang, dan kurang sekali, atau dengan menggunakan skala nilai 5, 4, 3, 2, 1 bergantung pada keinginan penilai. Berdasarkan asumsi di atas maka penilai menetapkan bahwa instrumen yang di gunakan menggunakan skala penilaian 5, 4, 3, 2, 1, dengan 5 untuk kategori baik sekali, 4 untuk baik, 3 untuk sedang, 2 untuk kurang, dan 1 untuk kurang sekali Untuk aspek-aspek yang di nilai adalah servis forehand, servis backhand, pukulan forehand, pukulan backhand. Di dalam pengambilan nilai untuk setiap aspek tentunya harus memperhatikan indikator-indikator penilaian sebagai berikut: Teknis Analisis Data a. Pengujian Nilai Rata-Rata (Mean) Dalam statistika rata-rata merupakan rangkaian data, adalah jumlah seluruh nilai data dibagi dengan seluruh kejadian (cases).Simbol rata-rata untuk sampel adalah (dibaca X garis atau X bar). Perhitungan rata-rata hitung untuk data tunggal, secara matematik rumus yang digunakan sebagai berikut:
= Keterangan: = notasi dari rata-rata ∑ = dibaca sigma yang berarti jumlah x = nilai data. N = jumlah kejadian atau jumlah frekuensi. b. Pengujian Standar Deviasi dan Varians Standar deviasi merupakan satuan ukuran penyebaran frekuensi dari tendensi sentralnya. Setiap frekuensi memiliki defiasi yaitu penyimpangan nilai dari tendensi sentralnya (mean). Standar deviasi sebagai satu satuan ukur yang digunakan untuk mengukur penyebaran deviasi.Standar deviasi untuk sampel biasa diberi simbol s. Varians adalah suatu ukuran penyebaran variabel kontinum dan menunjukkan suatu rata-rata dari kuadrat deviasi nilai meannya.Varians untuk sampel biasa diberi simbol s2.Perhitungan standar deviasi dan varians untuk data tunggal, untuk data yang berbentuk distribusi frekuensi, perhitungan standar deviasi dan varians dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
s2=
Keterangan: s2 = varians X = nilai data N = jumlah frekuensi c. Pengujian Normalitas Data Pengujian normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Melalui pengujian normalitas data dapat ditentukan pula ditentukan statistik uji yang dapat digunakan dalam rangka pengujian hipotesis.Kriteria pengujian menyatakan bahwa jika Lo ≤ Lt, maka Ho diterima.Dengan demikian pengujian normalitas ini dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga pengujian selanjutnya digunakan uji t. Pengujian Homogenitas Data Pengujian homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian berasal dari populasi dengan varians yang homogen.Untuk menguji homogenitas atau kesamaan varians dari populasi yang diambil menjadi sampel penelitian pada latihan digunakaan rumus sebagai berkut:
F= d. Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa studi experiment model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki pengaruh terhadap hasil belajar tenis meja, digunakan teknik statistik uji t dengan kriteria pengujian yakni Jika thitung lebih besar dari ttabel maka data tersebut memiliki pengaruh.. Rumus yang digunakan sebagai berikut:
t= Keterangan: t = hitung Md = Mean dari perbedaan pre-test dengan post-test d = Jumlah kuadrat deviasi = Subjek pada sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang di lapangan tepatnya di SMP Negeri 10 Kota Gorontalo tentang studi experimen model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar tinis meja. Maka dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang telah dilaksanakan di lapangan yang berhubungan dengan studi experimen model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar tenis meja, baik dari rata-rata hasil capaian sebelum dilakukan tindakan maupun capaian rata-rata setelah dilakukan tindakan atau yang dinamakan hasil pre test dan hasil post test. Uji statistik deskriptif yang akan disajikan adalah perhitungan tendensi sentral yaitu perhitungan mean atau menghitung rata-rata dari data pre test dan post test,
varian dan standar deviasi dengan simbol dan S serta perhitungan uji normalitas dan homogenitas data dari variabel terikat Y yang dalam hal ini yakni hasil belajar tenis meja. Dari hasil penelitian di lapangan, maka diperoleh data dimana terjadi peningkatan hasil belajar dalam permainan tenis meja sebelum diberikan tindakan dan setelah diberikan tindakan, yang dalam hal ini penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Adapun rangkuman data hasil penelitian di jelaskan pada tabel berikut. Model latihan Pre-test Post –test Selisih rata-rata Model Skor tertinggi = Skor tertinggi = Selisih rata-rata = pembelajaran 3,33 4,00 89,25 - 63,83 = kooperatif tipe 25.42 STAD Skor terendah = Skor Terendah = 1,67 2,50 Rata-rata = 2,46
Rata – Rata = 3,43
Standar deviasi = Standar deviasi = 0,51 0,39 Varians = 0,26
Varians = 0,15
Gambar 4.1: Rangkuman hasil nilai pre-test dan post-test Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa hasil capaian yang diperoleh oleh siswa setelah di lakukan tindakan berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar tenis meja mengalami peningkatan. Hal itu dapat di lihat dari hasil selisih rata-rata di mana data yang di peroleh sebelum pelaksanaan penerapan model pembelajaran tersebut (pre-test) adalah sebesar 63,83 setelah di lakukan tindakan (post-test) meningkat sebesar 89,25 sehingga peningkatan yang terjadi adalah sebesar 25,42. Untuk lebih jelasnya akan di bahas pada hasil penelitian di bawah ini. Dekskripsi Data hasil penelitian variabel X1 (hasil tes awal hasil belajar tenis meja) Skor data variabel x1 dalam penelitian ini adalah skor data yang di jaring sebelum pelaksanaan adanya tindakan pada siswa yang menjadi sampel terhadap dasil belajar tenis meja pada cabang olahraga bola kecil. Dari data yang di peroleh di lapanganmendeskripsikan bahwa skor tertinggi yang di peroleh siswa adalah sebesar 3,33 sedangkan skor terendah yang di peroleh siswa sebesar 1,67. Setelah di lakukan analisis dengan menggunakan statistik maka di peroleh nilai rata-rata
2,46 dengan nilai varians sebesar 0,26 serta standar deviasi sebesar 0,51. Untuk lebih jelasnya terkait data di atas dapat di lihat pada histogram di bawah ini: 3.5
3.33
3 2.46
2.5 2
1.67
1.5 1 0.51 0.5
0.26
0 1
Keterangan:
2
3
4
5
Gambar 4.2: Histogram data hasil penelitian X1
= Nilai Tertinggi = varian = Nilai Terendah = Standar Deviasi = Nilai Rata-rata Terkait masilah hasil yang di peroleh pada pre-test juga dapat di tentukan hasil belajar siswa dalam bentuk persentase yang di dapat melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Data yang di peroleh di lapangan menunjukan bahwa rata-rata kemampuan siswa pada saat pre-test dengan aspek penilaian servis forehand sebesar 47,95 sedangkan untuk servis backhand sebesar 46,92, dan untuk aspek lain yaitu aspek pukulan forehand yaitu sebesar 50,25 dan untuk pukulan backhand sebesar 53,33 urntuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Histogram di bawah ini: 53.33
54 52
50.25
50 48
47.95 46.92
46 44 42 1
Keterangan:
2
3
4
Gambar 4.3: Histogram data persentasi hasil belajar X1
= Hasil belajar servis forehand = Hasil belajar servis backhand = Hasil belajar pukulan backhand = Hasil belajar pukulan forehand Dekskripsi hasil penelitian variabel X2 (hasil tes akhir hasil belajar tenis meja) Skor data variabel x2 dalam penelitian ini adalah skor data yang di jaring setelah pelaksanaan adanya tindakan pada siswa yang menjadi sampel terhadap dasil belajar tenis meja pada cabang olahraga bola kecil. Dari data yang di peroleh di lapangan mendeskripsikan bahwa skor tertinggi yang di peroleh siswa adalah sebesar 4,00 sedangkan skor terendah yang di peroleh siswa sebesar 2,50. Setelah di lakukan analisis dengan menggunakan statistik maka di peroleh nilai rata-rata 3,43 dengan nilai varians sebesar 0,15 serta standar deviasi sebesar 0,39. 4.50
4.00
4.00 3.43
3.50 3.00
2.50
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50
0.15
0.39
0.00 1
Keterangan:
2
3
4
5
Gambar 4.4: Histogram data hasil penelitian X2
= Nilai Tertinggi = varian = Nilai Terendah = Standar Deviasi = Nilai Rata-rata Terkait masilah hasil yang di peroleh pada posh-test setelah itu juga dapat di tentukan hasil belajar siswa dalam bentuk persentase yang di dapat melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Data yang di peroleh di lapangan menunjukan bahwa rata-rata kemampuan siswa pada saat pre-test dengan aspek penilaian servis forehand sebesar 70,51 sedangkan untuk servis backhand sebesar 69,49, dan untuk aspek lain yaitu aspek pukulan forehand yaitu sebesar 70,51 dan untuk pukulan backhand sebesar 65,13 untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Histogram di bawah ini:
70.51
71 70 69 68 67 66 65 64 63 62
70.51 69.49
65.13
1
2
3
4
Gambar 4.5: Histogram data hasil persentase variabel X2 Keterangan: = Hasil belajar servis forehand = Hasil belajar servis backhand = Hasil belajar pukulan forehand = Hasil belajar pukulan backhand 4.1.1 Dekskripsi perbandingan hasil penelitian antara variabel X1 dan X2 Terkait mengenai deskripsi perbandingan antara variabel X1 dan X2 akan di jelaskan melalui histogram di bawah ini: 80 70.51
70.51
69.49
70
65.13
60 50
47.95
53.33
50.25
46.92
40 30 20 10 0 1
2
3
4
Gambar 4.6: Histogram data perbandingan antara variabel X1 dan X2 Keterangan: = Pre test = Post test 1 = Servis forehand. a. = Servis backhand. b. = pukulan forehand. c. = pukulan backhand.
Dari histogram di atas dapat di lihat bahwa hasil hasil belajar siswa setelah di lakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan. Pengujian Persyaratan Analisis Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar tenis meja pada siswa-siswi SMP Negeri 10 Kota Gorontalo. Pengujian persyaratan analisis yang dilakukan adalah uji normalitas data dan uji homogenitas varians populasi. Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian pre-test memiliki populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Sedangkan pengujian homogenitas data ini dilakukan melihat apakah data populasi penelitian hasil pre-test dan post-test ini homogen. Pengujian Normalitas Data Dari hasil perhitungan tentang normalitas data (lihat lampiran 2 halaman 42), diperoleh nilai selisih yang tertinggi atau Lhitung (Lh) yaitu sebesar 0.0854. Berdasakan tabel nilai kritis Uji Liliefors pada α = 0.05; n = 25, ditemukan Ltabel (Lt) yaitu sebesar 0.173. Jadi, dapat diketahui bahwa nilai Lh lebih kecil daripada Lt (0,0854< 0.173). Selanjutnya, merujuk pada kriteria pengujian yang menyatakan bahwa jika Lh ≤ Lt, maka Ho diterima. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian Homogenitas Data Untuk menguji homogenitas atau kesamaan varians dari populasi yang diambil menjadi sampel penelitian pada latihan digunakaan rumus sebagai berkut: F= Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai Fhitung (Fh) yaitu sebesar 1,73 Sedangkan jika melihat tabel distribusi F atau Ftabel (Ft) pada α = 0.05 diperoleh nilai sebesar 1,96.Dengan demikian, berdasarkan kriteria pengujian yang menyebutkan bahwa jika Fh ≤ Ftmaka Ho diterima, maka dapat disimpulkan pula bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki kesamaan varians atau homogeny (1,73 < 1,96) Pengujian Hipotesis Berdasarkan data hasil penelitian yang memiliki varians populasi yang homogen dan berasal dari data populasi yang berdistribusi normal, maka dalam pengujian hipotesis, digunakan uji t guna untuk melihat pengaruh darai model pembelajaran yang diterapkan terhadap hasil belajar. Berdasarakan hasil perhitungan diperoleh nilaithitung= 7.Sedangkan dari tabel distribusi (ttabel)pada alfa α = 0.05; dk = n-1 (26-1 =25), diperoleh harga ttebel = 2.48. Hasil perhitungan tersebut, pada gilirannya memungkinkan diterimanya Ha yang menyatakan bahwa “terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar tenis meja”. Penerimaan Ha ini, didasarkan pada kriteria pengujian yang menyatakan bahwa tolak Ho yang dalam hal ini berbunyi
“tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar tenis meja” jika thitung> ttabel (7 > 2,48). Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan yang diperoleh terkait dengan pengujian hipotesis dapat dilihat pada kurva di bawah ini: H0 HA
-2,482,48
HA 7
Gambar 4.3: Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis
Pembahasan Proses pembelajaran dengan mengunakan metode kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar tenis meja. Latihan ini diawali dengan pemberian suatu penjelasan tentang model pembelajaran itu sendiri serta penjelasan tentang teknik dasar yang baik pada cabang olahraga tenis meja. Selanjutnya peneliti mempraktikkan teknik dasar itu dengan baik dan benar, setelah itu siswa di berikan tugas gerak untuk melakukan tekhnik dasar yang baik dan benar sebagaimana yang telah dicontohkan melalui kegiatan kelompok. Berdasarkan hasil penelitian pre-test menunjukkan skor tertinggi 3,33 dan skor yang terendah 1,67. Setelah dilakukan analisis diperoleh nilai rata-rata 2,46 dan nilai standar deviasi 0,51 dan nilai varian sebesar 0,26. Sedangkan pada hasil penelitian post-test menunjukkan skor tertinggi 4,00 dan skor terendah 2,75. Setelah dilakukan analisis diperoleh nilai rata-rata 3,43 dan standar deviasi 0,39 dan nilai varian sebesar 0,15. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini memperoleh peningkatan hasil rata-rata dari tes awal sampai tes akhir. Untuk pengujian homogenitas data antara hasil penelitian pre-test dan post-test seluruh variabel memiliki varians populasi yang homogen serta data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.Untuk keperluan pengujian hipotesis dalam penelitian ini, maka dalam pengujian hipotesis digunakan uji analisis data penelitian eksperimen. Untuk menganalisis data eksperimen yang menggunakan pre-test dan post-test one group design. Berdasarakan hasil perhitungan diperoleh thitung= 7 dari tabel nilai t atau ttabel pada alfa α = 0.05; dk = n-1 (26-1 =25) diperoleh harga ttebel = 2.48. Dengan demikian thitung lebih besar dari pada ttebel.Melihat kriteria pengujian yang menyatakan bahwa tolak Ho jika thitung(to) > (tt), maka dengan demikian Hipotesis
alternativ (Ha) dapat diterima atau terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar tenis meja. Dengan demikian bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat di terapkan pada proses belajar mengajar tenis meja karena berdasarkan deskripsi di atas dapat di lihat bahwa dengan menerapkan model pembelajaran tersebut standar kmpetensi dan kompetensi dasar dan juga tujuan pembelajaran dapat tercapai di buktikan dengan uji t statistik di atas. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dengan Memperhatikan hasil analisis data pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penulis yang berbunyi: “Model pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat mempengaruhi hasil belajar tenis meja pada siswa-siswi SMP Negeri 10 kota Gorontalo”, dapat diterima. Dalam hal ini, semakin baik penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang di berikan kepada siswa maka akan memberikan dampak terhadap peningkatan hasil belajar tenis meja. Saran Sehubungan dengan pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: a. Sehubungan rangka membentuk dan meningkatkan prestasi siswa dalam cabang olahraga, diperlukan tanggung jawab dari guru dan pelatih. Selain itu diperlukan motivasi dan pengawasan orang tua terutama terhadap aktivitas anak dalam melakukan latihan diluar jam sekolah. b. Diharapkan pada pihak sekolah agar dapat memberikan motivasi dan penghargaan kepada setiap siswa yang memperoleh prestasi terbaik pada setiap lomba dalam cabang olahraga yang dilaksanakan baik ditingkat sekolah maupun daerah, guna untuk membina dan mengembangkan prestasi siswa dalam cabang olahraga tersebut. c. Kepada pihak Diknas diharapkan dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang dibutuhkan untuk kepentingan pelaksanaan latihan baik di sekolah maupun diluar jam sekolah, dalam hal ini untuk menunjang pengembangan minat dan bakat siswa dalam cabang olahraga. Daftar Pustaka Ahmadi khoiru dkk, 2011, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, Surabaya. Prestasi pustaka Isjoni, 2012, cooperatif lerning, Bandung, Alfabeta. Muhajir, 2007, Pendidikan jasmani Olahraga dan Kesehatan, Bandung, Erlangga. Ngalimun, 2013, Strategi dan Model Pembelajaran, Banjarmasin, Aswaja presindo.
Rahyubi Heri,2012,Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik, Bandung, Nusa media. Simpson peter,2008, Tekhnik Bermain Ping-Pong, Bandung, Pionir jaya. Slavin Robert,2005, Cooperatif Learning,Bandung, Nusa media. Sudjana Nana,2011, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, Remaja Rosdakarya Suprijono Agus, 2013, Cooperative Learning, Surabaya, Pustaka Pelajar. Suryo Subroto, 2009, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta, Rineka cipta Sutarmin, 2007, Terampil Berolahraga Tenis Meja, Surakarta, Era intermedia Trianto,2011, Model- Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Surabaya, Prestasi pustaka. Uno Hamzah,2012, Model Pembelajaran, Jakarta, Bumi aksara. Warsono dkk, 2012, Pembelajaran Aktif, Bandung, Rosdakarya. ----, 2009, Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Universitas Negeri Gorontalo.