Studi Empiris terhadap Kapabilitas Strategik Perusahaan Manufaktur di Indonesia
NOFIE IMAN Sistem Informasi FE-UGM
ABSTRACT
In operations management, strategic capabilities directly influence a company’s success factors in competition. The purpose of this paper is to examine the relationship between strategic manufacturing capabilities in Indonesian manufacturing industry. The survey was conducted through internet-based questionnaire and statistical analysis, particularly structural equation modelling (SEM), was used to apprehend this concept. Analysis of the data reveals that quality is a basis for delivery, which is basis for flexibility and cost. Whether flexibility and cost are pursued exclusively or simultaneously, it seems to be connected with the implementation of certain improvement programs. This common pattern of capability accumulation can be used to estimate potential behavior or as a way to perform in an innovative manner.
Keywords: manufacturing capabilities, strategic manufacturing, resource-based view
AKPM-15
1
Latar Belakang Strategi korporat dapat diartikan sebagai alat organisasi untuk menggapai dan mempertahankan kesuksesan. Diambil dari bahasa Yunani strategia, yaitu kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk memenangkan konflik militer, strategi korporat sering ditafsirkan oleh pelaku bisnis sebagai fokus yang sungguhsungguh dalam kompetisi (Mitreanu, 2006). Mengingat kompetisi mengambil tempat secara eksklusif di setiap level, (hampir) seluruh organisasi kemudian berkonsentrasi penuh pada upaya-upaya strategik secara kontinu guna meningkatkan produk dan jasa yang mereka tawarkan kepada pelanggan. Penekanan pada kompetisi mendorong organisasi untuk melahirkan gagasan dan tindakan yang memicu lahirnya kesuksesan berkelanjutan. Dalam kacamata manajemen operasi, strategi korporat didukung dan dibentuk oleh kapabilitas strategik. Wheelwright (1984) berpendapat bahwa kapabilitas strategik pada perusahaan manufaktur adalah kemampuan untuk memproduksi: (1) dengan kos rendah, (2) dengan kualitas tinggi, (3) reliabel dan cepat dalam pengantaran, serta (4) fleksibel dalam pilihan kombinasi dan volume produk. Adalah pekerjaan utama perusahaan manufaktur untuk mengembangkan, memupuk, dan memandirikan kapabilitas strategik tersebut. Diharapkan korelasi positif akan muncul pada pengambilan keputusan dan kinerja strategik yang lebih baik (Roth dan Miller, 1990; Swamidass dan Newell, 1987). Penelitian ini mencoba memberikan pembuktian empiris terhadap hubungan kumulatif di antara elemen kapabilitas strategik kos, kualitas, pengantaran, dan fleksibilitas. Model dibangun berdasar landasan teori yang dibangun oleh Ferdows dan De Meyer (1990) serta telah diuji secara empiris oleh Größler dan Grübner (2006).
Rerangka Teori Telah diketahui bersama bahwa kapabilitas strategik dalam perusahan manufaktur didasarkan pada dimensi kos (cost), kualitas (quality), dan pengantaran (delivery)— yang kemudian menjadi basis konsep dan landasan empiris dalam manajemen operasi (Ward et al., 1996, 1998; Swink dan Way, 1995). Meski demikian, pengembangan penelitian dalam bidang ini terus dilakakukan. Thun et al. (2000) mengartikan dimensi pengantaran (delivery) secara lebih luas sebagai
AKPM-15
2
kecepatan pengantaran (delivery speed) dan pengurangan waktu produksi (reduction of production lead times). Seiring berkembangnya teknologi pemanufakturan, dimensi keempat berupa fleksibilitas (flexibility) atau kegesitan (agility) juga ditambahkan (Größler dan Grübner, 2006). Saat sekarang, kemampuan adaptasi perusahaan terhadap dinamika perubahan pasar dan beragamnya kebutuhan pelanggan mutlak diperlukan (Collins dan Schmenner, 1993; De Meyer et al., 1989). Kemampuan ini juga membantu perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui penciptaan aktivitas yang bernilai tambah (Gerwin, 1993). Hayes dan koleganya (Hayes dan Pisano, 1996; Hayes dan Wheelwright, 1984) secara konsiten menekankan bahwa kapabilitas strategik memegang peranan penting bagi perusahaan untuk bertahan dalam persaingan; sehingga harus dikembangkan secara kontinu. Sementara Ferdows dan De Meyer (1990) berfokus pada pemberdayaan proses pemanufakturan melalui seperangkat kapabilitas yang diperoleh melalui serangkaian inisiatif program peningkatan. Terkait dengan tren strategik pemanfaatan sumberdaya dan tersedianya kapabilitas, terdapat dua pendekatan yang berbeda: pandangan berbasis sumberdaya (resource-based view/RBV) dan pendekatan kapabilitas dinamik (dynamic capabilities approach) (Davis, 2004). Keduanya memiliki nilai dan kompetensi dasar sebagai sumber untuk mencapai keunggulan kompetitif. Menurut pandangan berbasis sumberdaya, perusahaan dilihat sebagai sebuah unit tunggal, yang terdiri dari sekelompok aset heterogen yang terorganisasi yang dibuat, dikelola, diperbarui, dikembangkan, dan ditingkatkan seiring berjalannya waktu (López, 2005) 1 . Sementara menurut pendekatan kapabilitas dinamik, perusahaan dipandang sebagai entitas yang dinamis, yang mampu melakukan integrasi dan membangun serta mengkonfigurasi ulang sumberdaya dan kompetensi guna menghadapi perubahan lingkungan yang turbulen (Teece et al., 1997) 2 . Penelitian ini menganut pandangan berbasis sumberdaya yang mengasumsikan bahwa determinan utama kesuksesan perusahaan adalah seperangkat sumberdaya dan 1 2
Lihat juga Barney (1991) dan Schumpeter dan Opie (1962). Lihat juga Zollo dan Winter (2002) serta Lawson dan Samson (2001).
AKPM-15
3
kapabilitas yang membentuk karakter perusahaan (Barney, 1991; Rumelt, 1984; Wernerfelt, 1984). Sumberdaya, sebagaimana didefinisikan oleh Größler dan Grübner (2006):
Resources, as distinct from capabilities, are something a firm possesses or has access to, not what a firm is able to do. Based on such resources, capabilities are developed. For instance, flexible production systems in combination with highly skilled workers (i.e. resources) facilitate production in a flexible way (i.e. capability).
Sedangkan kapabilitas memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan dan mengeksploitasi sumberdaya untuk menghasilkan keuntungan melalui produk dan jasa (Amit dan Schoemaker, 1993). Kendati sulit untuk menemukan definisi yang tepat untuk kapabilitas 3 , Nanda (1996) menjabarkan kapabilitas sebagai:
A capability arises from the possession of a resource (an asset) and it is the "potential input from the resource stock to the production function."
Dengan memanfaatkan kapabilitas organisasi, sumberdaya ditransformasikan ke dalam produk dan jasa (Warren, 2002). Tentunya keseimbangan antara sumberdaya tersedia dengan kapabilitas tergunakan harus terpenuhi untuk mencapai kinerja organisasi pada level yang lebih tinggi (Carmelli dan Tishler, 2004). Dengan demikian, kapabilitas pada akhirnya akan memberikan keuntungan strategik karena sulit untuk diimitasi oleh pesaing (Dutta et al., 2005). Selain sumberdaya dan kapabilitas, prioritas juga menyumbang kesuksesan strategik perusahaan manufaktur. Prioritas dapat diartikan sebagai kapabilitas yang diharapkan oleh manajemen agar dimiliki atau terjadi di masa depan (Größler dan Grübner, 2006) 4 . Hayes dan Wheelwright (1984) serta Mintzberg dan Waters (1985) mendefinisikan prioritas sekaligus membedakannya dengan kapabilitas sebagai:
3
Beberapa penulis menggunakan istilah kompetensi (competence) untuk menggantikan istilah kapabilitas (capabilities). Lihat Cleveland et al. (1989) dan Vickery et al. (1993). 4 Hubungan antara harapan (intended) dan realisasi (realized) strategi pemanufakturan dan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi dapat dilihat pada Devaraj et al. (2004).
AKPM-15
4
Priorities are the result of an explicit strategy process in manufacturing; capabilities are not only the result of deliberate planning, but also of emergent decisions and policies in the field of manufacturing strategy.
Meskipun kapabilitas strategik memungkinkan perusahaan untuk unggul dalam persaingan, hal itu tidaklah cukup (Corbett dan Van Wassenhove, 1993). Perusahaan harus mampu menjaga hubungan antara kapabilitas strategik pemanufakturan yang berfokus internal dengan strategi pemasaran perusahaan yang menggunakan persepektif eksternal (Größler dan Grübner, 2006). Menurut pendapat klasik Hayes dan Schmenner (1978), strategi pemanufakturan berperan sebagai variabel dependen dan menjadi fungsi pendukung bagi aktivitas pemasaran. Namun Wheelwright dan Bowen (1996) menambahkan bahwa strategi pemanufakturan selayaknya menjadi pendukung bagi tujuan-tujuan pemasaran perusahaan dan bahkan menawarkan kemungkinan dan peluang strategik baru. Hal ini melahirkan adanya tuntutan terhadap proses transformasi dan rekonsiliasi antara strategi pemanufakturan dengan strategi pemasaran perusahaan (Kotler dan Armstrong, 2001; Slack dan Lewis, 2002). Gambar 1. Konsep Kapabilitas Strategik other success factors
organizational performance
manufacturing performance
priorities
capabilities knowledge resources structure
infrastructure
Sumber: Diadaptasi dari Größler dan Grübner (2006)
AKPM-15
5
Größler dan Grübner (2006) mengajukan konsep strategi pemanufakturan dan peranan penting di dalamnya (lihat Gambar 1). Dengan menyandarkan pada proses kombinasi sumberdaya strategik struktur dan infrastruktur (Hayes dan Wheelwright, 1984), kapabilitas mempengaruhi kinerja pemanufakturan. Kombinasi tersebut didukung oleh seperangkat pengetahuan (knowledge) tentang pemanfaatan sumberdaya secara efektif dan efisien (Jacobides dan Winter, 2005). Sebagai sebuah prioritas strategik, kapabilitas mempengaruhi pemanfaatan, pengembangan, dan pemandirian sumberdaya dalam perusahaan. Meski demikian, kinerja organisasi tak hanya dipengaruhi oleh kinerja pemanufakturan tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti fungsi organisasi terkait, perilaku kompetitor, permintaan pelanggan, dan sebagainya (Größler dan Grübner, 2006). Kinerja organisasi tersebut, pada akhirnya, memberikan umpan balik (feedback) kepada komposisi sumberdaya yang dimiliki atau dikuasai oleh perusahaan (Phillips et al., 1983). Menjadi suatu keharusan bagi perusahaan untuk memaksimumkan kapabilitas strategiknya. Namun, keterbatasan sumberdaya seringkali membuat manajemen kesulitan dalam mengambil keputusan (St John dan Young, 1992), sehingga tidak seluruh kapabilitas bisa dimaksimumkan. Manajemen harus berfokus pada aspek keuangan dan aspek lain yang melekat pada kapabilitas tersebut. Fokus yang tepat bisa memberikan efek kumulatif bagi peningkatan kinerja pemanufakturan. Namun, terkadang peningkatan pada satu kapabilitas tidak selalu berpengaruh positif terhadap kapabilitas lain sehingga menimbulkan hubungan trade-off di antara kapabilitas tersebut (Größler dan Grübner, 2006). Terdapat polarisasi pandangan mengenai hubungan kumulatif dan hubungan trade-off di antara kapabilitas strategik perusahaan. Secara ekstrim, pandangan Tradeoff School menganggap peningkatan pada satu kapabilitas dibebankan pada kapabilitas yang lain (Skinner 1969; 1974). Sementara pandangan World Class Manufacturing (WCM) melihat bahwa peningkatan pada lebih dari satu kapabilitas dapat dilakukan secara simultan (Boyer dan Lewis, 2002). Penelitian ini mengambil jalan tengah sesuai hukum kapabilitas kumulatif (law of cumulative capabilities) milik Schmenner dan Swink (1998). Secara umum, peningkatan dalam kapabilitas strategik tertentu dapat memperkuat kapabilitas lain.
AKPM-15
6
Hubungan trade-off memang terjadi, namun hanya pada arah tertentu bergantung pada fokus dan penekanan manajemen. Rangkaian hubungan kumulatif dan trade-off yang memberi pengaruh terbaik bagi kinerja pemanufakturan disebut sebagai performance improvement paths (Clark, 1996; Hayes dan Pisano, 1996).
Model Hipotesis Pemodelan hipotesis dibagi dalam tiga bagian. Pertama, terkait pada kapabilitas untuk memproduksi dengan kualitas tinggi. Kapabilitas kualitas terkait erat dengan karakteristik produk dan proses, serta kesesuaian dalam proses pemanufakturan dan kesesuaian kinerja produk. Dus, kualitas dipengaruhi secara signifikan oleh desain dan produksi suatu produk dalam memenuhi ekspektasi pelanggan (Hall et al., 1991). Peningkatan dalam kapabilitas kualitas menjadi basis dari kapabilitas strategik lainnya (Noble, 1995; Ferdows dan De Meyer, 1990). Ketika perusahaan mampu melakukan
peningkatan
dimensi
kualitas, kapabilitas
strategik
lainnya
akan
“diuntungkan.” Pemrosesan produk menjadi lebih stabil dan reliabel, waktu dan kos yang diperlukan untuk mereka ulang jauh berkurang. Peningkatan dalam dimensi kualitas juga mendorong kapabilitas lain, terutama kapabilitas kos, secara signifikan (Skinner, 1986; Philips et al., 1983).
H1.
Peningkatan dalam kapabilitas kualitas (quality) memiliki pengaruh positif langsung terhadap kapabilitas pengantaran (delivery).
H2a.
Peningkatan dalam kapabilitas kualitas (quality) memiliki pengaruh positif tidak langsung terhadap kapabilitas fleksibilitas (flexibility).
H2b.
Peningkatan dalam kapabilitas kualitas (quality) memiliki pengaruh positif tidak langsung terhadap kapabilitas kos (cost).
Selanjutnya, kapabilitas pengantaran atau kapabilitas waktu yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi tugasnya secara tangkas tanpa mengorbankan kualitas (Blackburn, 1990; Stalk dan Hout, 1990). Faktor penting dalam kapabilitas ini
AKPM-15
7
adalah
kecepatan
pengantaran
(delivery
speed)
dan
waktu
pemanufakturan
(manufacturing lead-time). Kemampuan untuk menjalankan proses manufaktur dalam kecepatan tinggi meningkatkan fleksibilitas operasi karena berkurangnya waktu yang diperlukan untuk merespon pengaruh eksternal dan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan yang berbeda (Milling et al., 2000). Selain itu, pengurangan waktu selama proses produksi membantu mengurangi kos melalui peningkatan produktivitas dan penurunan tingkat sediaan (Harbour, 1996; Carter et al., 1995)
H3.
Peningkatan dalam kapabilitas pengantaran (delivery) memiliki pengaruh positif langsung terhadap kapabilitas fleksibilitas (flexibility).
H4.
Peningkatan dalam kapabilitas pengantaran (delivery) memiliki pengaruh positif langsung terhadap kapabilitas kos (cost).
Bagian terakhir adalah kapabilitas strategik kos dan fleksibilitas. Kapabilitas kos memiliki pengaruh langsung dalam kebijakan harga (pricing) yang dibangun atas komponen-komponen seperti biaya overhead pabrik dan produktivitas karyawan (Miller et al., 1992). Pergantian sediaan (inventory turnover) dan utilisasi kapasitas (capacity utilization) juga dimasukkan dalam kapabilitas kos (Größler dan Grübner, 2006). Sementara kapabilitas fleksibilitas terdiri dari kemampuan perusahaan dalam menawarkan fleksibilitas tinggi terkait dengan kemungkinan kombinasi dan volume pesanan pelanggan. Hubungan antara kapabilitas kos dan fleksibilitas agak berbeda daripada kapabilitas strategik lainnya. Secara bersamaan, perusahaan dipandang hanya mampu melakukan efisiensi kos atau fleksibel dalam operasionalnya (Hill dan PortioliStraudacher, 2003). Fleksibilitas perusahaan harus dibatasi secukupnya karena terkait trade-off dengan kos yang muncul untuk menghasilkan fleksibilitas tersebut (Anand dan Ward, 2004), sehingga memunculkan hubungan trade-off antara efisiensi dan kekosongan sumberdaya (resource slack) (Mishina et al., 2004).
AKPM-15
8
H5.
Peningkatan dalam kapabilitas fleksibilitas (flexibility) memiliki pengaruh negatif langsung terhadap kapabilitas kos (cost).
Secara keseluruhan, model hipotesis konsisten dengan meta-analysis yang dilakukan oleh White (1996). Kapabilitas kualitas memberikan pengaruh kumulatif terhadap kapabilitas pengantaran yang memberi basis bagi kapabilitas lain, yakni kapabilitas fleksibilitas dan kapabilitas kos. Meski demikian, Größler dan Grübner (2006) menyarankan untuk melihat hubungan antara kapabilitas fleksibilitas dan kapabilitas kos bukan sebagai hubungan kumulatif, melainkan hubungan trade-off. Rerangka konseptual dan model hipotesis yang diajukan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Model Hipotesis yang Diajukan
H2a +
flexibility H3 + H1 +
quality
H5 -
delivery
H2b +
H4 +
cost
Metodologi Penelitian Data empiris diperoleh melalui kuesioner yang dikirimkan kepada perusahaan manufaktur di Indonesia. Sejumlah 186 invitasi email dikirimkan dan berhasil menjaring 67 responden. Responden yang berasal dari perusahaan dengan jumlah karyawan kurang dari 50 orang dikeluarkan dari sampel. Sampel yang dapat digunakan dan diolah lebih lanjut sejumlah 61 (lihat Tabel 1).
AKPM-15
9
Sejumlah pertanyaan tentang dimensi kinerja selama tiga tahun terakhir diajukan kepada responden menggunakan lima skala Likert. Sejumlah 14 pertanyaan deskriptif terkait dengan inisiatif program yang dijalankan juga diajukan untuk melihat inisiatif program yang menjadi praktik terbaik (best practice) dalam industri manufaktur. Daftar pertanyaan yang diajukan dapat dilihat pada Lampiran. Hubungan antara kapabilitas strategik kualitas, pengantaran, fleksibilitas, dan kos, diuji menggunakan pemodelan persamaan struktural (structural equation modelling/SEM), yang terdiri dari komponen model pengukuran (measurement model) dan model struktural (structural model). Program aplikasi AMOS 6.0 dan SPSS 13 digunakan sebagai alat bantu untuk mengkalkulasi model tersebut.
Tabel 1. Statistik Responden jumlah karyawan
n
%
sub-industri
n
%
50 - 99
5
8.20
Automotive & Parts
6
9.84
100 - 499
5
8.20
Ceramics & Porcelain
3
4.92
500 - 999
16
26.23
Chemicals
4
6.56
1000 lebih
35
57.38
Computers & Electronics
5
8.20
Total
61
100
Consumer Durables
4
6.56
Electrical Equipment
2
3.28
Fast Moving Consumer Goods
2
3.28
Food & Beverages
6
9.84
Housewares
2
3.28
Industrial Equipment
3
4.92
Machinery
2
3.28
Medical Devicess
2
3.28
Pharmaceutical & Biotech
5
8.20
Plastics & Packaging
1
1.64
Process Industries
4
6.56
Pulp & Paper
1
1.64
Textile & Garment
4
6.56
Woodworking
2
3.28
AKPM-15
10
Other
3
4.92
Total
61
100
Analisis dan Pembahasan Dalam pengujian, seluruh factor loading signifikan secara statistik dengan kemungkinan kesalahan (error probability) kurang dari 1 persen. Seluruh faktor dalam pemodelan menunjukkan hubungan yang kuat dengan atribut yang melekat di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut dianggap cukup mewakili kapabilitas strategik dalam pengujian (lihat Tabel 2). Cronbach’s alpha digunakan untuk mengukur reliabilitas model pengukuran. Tidak ada ambang batas yang mutlak harus dipenuhi, namun disarankan nilainya di atas 0,6 (Sakakibara et al., 1997) atau 0,7 (Nunnally, 1978). Sementara validitas model pengukuran dilihat melalui validitas konvergen dan diskriminan. Seluruh faktor signifikan secara statistik dengan p < 0,01 menunjukkan bahwa validitas konvergen terpenuhi. Validitas diskriminan mensyaratkan korelasi tinggi di antara faktor-faktor yang diuji (Bagozzi et al., 1991), yang juga dipenuhi oleh model ini.
Tabel 2. Hasil Uji Statistik Factor
Cronbach’s
loading
alpha
Kesesuaian pemanufakturan
.643
.6902
Kualitas produk dan reliabilitas
.699
Kecepatan pengantaran
.703
Reliabilitas pengantaran
.703
Waktu pemanufakturan
.738
Fleksibilitas volume
.703
Fleksibilitas kombinasi
.800
Produktivitas karyawan
.637
Pergantian sediaan
.704
Utilisasi kapasitas
.740
Kapabilitas manufaktur
Parameter
Kualitas (quality)
Pengantaran (delivery)
Fleksibilitas (flexibility)
Kos (cost)
AKPM-15
.6444
.6579
.6822
11
Biaya overhead pabrik
.710
Parameter tersebut di atas signifikan secara statistik dengan p < 0,01
Untuk menguji kesesuaian model (model fit) dapat dilihat pada nilai chi-square—yang dalam hal ini gagal untuk memenuhi batas minimum yang disarankan. Penggunaan indikator ini kurang sesuai karena chi-square menguji kesesuaian antara data empiris dan data model kendati model teoretis hanya digunakan sebagai perkiraan atas keadaan yang sebenarnya (Cudeck dan Browne, 1983). Chi-square juga sensitif terhadap besaran sampel yang rentan penolakan terhadap model yang diajukan (Jöreskog dan Sörbom, 1982; Bearden et al., 1982)
Tabel 3. Hasil Uji Statistik Faktor korelasi Kualitas (quality)
Pengantaran
Fleksibilitas
(delivery)
(flexibility)
.668
.057
.514
.283
.031
Pengantaran (delivery) Fleksibilitas (flexibility)
Kos (cost)
.049
Seluruh korelasi signifikan secara statistik dengan p < 0,01 Indikator model fit
Chi-square = 46,9 (df = 38); chi-square/df = 1,234; RMSEA = 0,062; RMR = 0,055; GFI = 0,874; AGFI = 0,781; CFI = 0,678
Jöreskog dan Sörbom (1982) menyarankan penggunaan nilai chi-square yang dibagi dengan derajat kebebasan (degree of freedom/df) yang sebaiknya bernilai 3,0 atau kurang (Homburg dan Giering, 1996). Kriteria ini dipenuhi oleh model yang memiliki nilai chi-square/df sebesar 1,234 (lihat Tabel 3). Kriteria lain adalah GFI yang digunakan untuk mengukur besaran varians empiris yang ditangkap oleh model. Dalam hal ini GFI dan AGFI berada sedikit di bawah ambang batas minimum yang disarankan (0,90). Dengan demikian dapat diasumsikan model kurang mampu menangkap besaran varians yang muncul dalam sampel.
AKPM-15
12
Kriteria lain untuk mengukur kualitas model secara keseluruhan adalah root mean square error of approximation (RMSEA) yang telah dipenuhi oleh model (0,062 < 0,08). Indikasi lain adalah root mean residual (RMR) dan comparative fit index (CFI) yang berada di bawah batas yang disarankan. Masing-masing sebesar 0,055 (seharusnya kurang dari 0,05) dan 0,678 (seharusnya di atas 0,9).
Gambar 3. Hasil Uji Hipotesis .057
flexibility .283 .668
quality
-.006
delivery
.031
.514
cost
Temuan dalam penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan (lihat Gambar 3). Kapabilitas kualitas berpengaruh secara langsung terhadap pengantaran (0,688) dan secara tidak langsung mempengaruhi kapabilitas fleksibilitas (0,057) dan kos (0,514). Kapabilitas
pengantaran
juga
mendukung
secara
langsung
kapabilitas
fleksibilitas (0,283) dan kapabilitas kos (0,031). Walaupun relatif kecil (0,006), hubungan antara kapabilitas kos dan kapabilitas fleksibilitas menunjukkan adanya trade-off di antara keduanya. Melalui uji t (p < 0,05) dari sejumlah inisiatif program pemanufakturan yang dijalankan, terlihat bahwa merekonstruksi strategi pasokan dan manajemen portofolio pasokan mendorong kapabilitas strategik (0,454). Implementasi sistem telematika dan enterprise resource planning (ERP) dan menjalankan program pemberdayaan peralatan seperti total productive maintenance program adalah faktor lain yang juga dominan (masing-masing 0,338 dan 0,331). Restrukturisasi layout untuk tetap fokus dan mempersingkat proses pemanufakturan merupakan faktor berikut yang dominan (0,299).
AKPM-15
13
Diskusi dan Simpulan Penelitian ini menemukan bahwa kapabilitas kualitas menjadi basis yang mendukung kapabilitas strategik lain, yaitu kapabilitas pengantaran. Kapabilitas pengantaran juga mendorong peningkatan pada kapabilitas yang lebih tinggi, yaitu kapabilitas fleksibilitas dan kapabilitas kos. Hipotesis yang diajukan telah dikonfirmasi melalui pengujian statistik. Walau tak sempurna, model terbukti cukup valid dan reliabel. Temuan dalam penelitian ini serupa dengan Koufteros et al. (2002) yang menemukan hubungan rerangka kapabilitas inovasi produk fleksibel, kualitas, ketergantungan pengantaran, harga kompetitif, serta harga premium. Temuan dalam penelitian ini juga mendukung penelitian Größler dan Grübner (2006) yang melakukan pengujian serupa pada perusahaan manufaktur di Eropa. Größler dan Grübner (2006) menemukan bahwa inisiatif program yang dominan adalah: (1) ekspansi kapasitas pemanufakturan, (2) implementasi sistem telematika, (3) akselerasi pengembangan produk baru, dan (4) peningkatan keserasian dengan lingkungan melalui penciptaan lingkungan kerja yang lebih baik. Dari beberapa program tersebut di atas, hanya implementasi sistem telematika yang sejalan dengan temuan dalam penelitian ini. Kontrasnya perbedaan tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu rumus yang pasti untuk menjawab keseluruhan fenomena (one size fits all). Dengan demikian diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mempertajam pemisahan konsep dan mengklarifikasi hubungan antar kapabilitas strategik dari sudut pandang yang berbeda. Penelitian selanjutnya diharapkan memasukkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi struktur dan kinerja pemanufakturan yang terukur (misal ROI atau EVA) ataupun memasukkan faktor-faktor kontinjensi sebagaimana disarankan Swink dan Way (1995). Akhir kata, adalah tugas manajemen untuk menata ulang fokus kapabilitas strategik yang ingin dicapai. Temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi basis asumsi dalam menilai perilaku kompetitor terkait kapabilitas strategik pemanufakturan. Seperti disarankan Gratton dan Ghoshal (2005), potensi keuntungan terbesar yang dapat diperoleh perusahaan bukan dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh kebanyakan kompetitor—melainkan perhatian secara penuh pada seperangkat struktur kapabilitas strategik yang unik dan spesifik.
AKPM-15
14
Referensi Amit, R. dan Schoemaker, P. J. H. 1993. Strategic Assets and Organizational Rent. Strategic Management Journal, 14 (1), pp. 33-46. Anand, G. dan Ward, P. T. 2004. Fit, Flexibility and Performance in Manufacturing: Coping with Dynamic Environments. Production and Operations Management, 13 (4), pp. 369-385. Barney, J. B. 1991. Firm Resources and Sustained Competitive Advantage. Journal of Management, 17 (1), pp. 99-120. Bagozzi, R. P., Yi, Y., dan Phillips, L. W. 1991. Assessing Construct Validity in Organizational Research. Administrative Science Quarterly, 36 (3), pp. 421-458. Blackburn, J. D. 1990. The Time Factor. National Productivity Review, 9 (4), pp. 395408. Boyer, K. K. dan Lewis, M. W. 2002. Competitive Priorities: Investigating the Need for Trade-offs in Operations Strategy. Journal of Operations Management, 11 (1), pp. 9-20. Carmelli, A. dan Tishler, A. 2004. The Relationship Between Intangible Organizational Elements and Organizational Performance. Strategic Management Journal, 25 (13), pp. 1257-1278. Carter, P. L., Melnyk, S. A., dan Handfield, R. B. 1995. Identifying the Basic Process Strategies for Time-based Competition. Production and Inventory Management Journal, 36 (1), pp. 65-70. Clark, K. B. 1996. Competing Through Manufacturing and the New Manufacturing Paradigm: Is Manufacturing Strategy Passé? Production and Operations Management, 5 (1), pp. 42-58. Cleveland, G., Schroeder, R. G., dan Anderson, J. C. 1989. A Theory of Production Competence, Decision Sciences, 20 (4), pp. 655-668. Collins, R. S. dan Schmenner, R. 1993. Achieving Rigid Flexibility: Factory Focus for the 1990s. European Management Journal, 11 (4), pp. 443-447.
AKPM-15
15
Corbett, C. dan Van Wassenhove, L. 1993. Trade-offs: What Trade-Offs: Competence and Competitiveness in Manufacturing Strategy. California Management Review, 35 (4), pp. 107-122. Cudeck, R. dan Browne, M. W. 1983. Cross-validation of Covariance Structures. Multivariate Behavioral Research, 18 (2), pp. 147-167. Davis, J. G. 2004. Capabilities: A Different Perspective. Australian Journal of Management, 29 (1), pp. 39-43. De Meyer, A., Nakane, J., Miller, J. G., dan Ferdows, K. 1989. Flexibility: The Next Competitive Battle – The Manufacturing Futures Survey. Strategic Management Journal, 10 (2), pp. 135-144. Devaraj, S., Hollingworth, D. G., dan Schroeder, R. G. 2004. Generic Manufacturing Strategies and Plant Performance. Journal of Operations Management, 22 (3), pp. 313-333. Dutta, S., Narasimhan, O., dan Rajiv, S. 2005. Conceptualizing and Measuring Capabilities: Methodology and Empirical Application. Strategic Management Journal, 26 (3), pp. 277-285. Ferdows, K. dan De Meyer, A. 1990. Lasting Improvements in Manufacturing Performance: In Search of a New Theory. Journal of Operations Management, 9 (2), pp. 168-184. Gerwin, D. 1993. Manufacturing Flexibility: A Strategic Perspective. Management Science, 39 (4), pp. 395-410. Gratton, L. dan Ghoshal, S. 2005. Beyond Best Practice. MIT Sloan Management Review, 46 (3), pp. 49-57. Größler A. dan Grübner A. 2006. An Empirical Model of the Relationships Between Manufacturing Capabilities. International Journal of Operations and Production Management, 26 (5), pp. 458-485. Hall, R. 1991. The Contribution of Intangible Resources to Business Success. Journal of General Management, 16 (4), pp. 41-52. Harbour, J. L. 1996. Cycle Time Reduction: Designing and Streamlining Work for High Performance, Quality Resources, New York, NY.
AKPM-15
16
Hayes, R. H. dan Pisano, G. P. 1996. Manufacturing Strategy: At the Intersection of Two Paradigm Shifts. Production and Operations Management, 5 (1), pp. 2541. Hayes, R. H. dan Schmenner, R. W. 1978. How Should You Organize Manufacturing? Harvard Business Review, 56 (1), pp. 105-119. Hayes, R. H. dan Wheelwright, S. C. 1984. Restoring Our Competitive Edge: Competing Through Manufacturing, Wiley, New York, NY. Hill, T. dan Portioli-Staudacher, A. 2003. Trade-off Scenarios within the Context of a Manufacturing Strategy, dalam Spina, G. et al. (eds) One World? One View of POM? The Challenges of Integrating Research and Practice, SG Editoriali, Cernobbio, pp. 129-138. Homburg, C. dan Giering, A. 1996. Konzeptualisierung und Operationalisierung Komplexer Konstrukte [Conceptualizing and Operationalizing Complex Construction], Marketing – Zeitschrift für Forschung und Praxis, 1, pp. 5-24. Jacobides, M. G. dan Winter, S. G. 2005. The Co-evolution of Capabilities and Transaction Costs: Explaining the Institutional Structure of Production. Strategic Management Journal, 26 (5), pp. 395-413. Jöreskog, K. G. dan Sörbom, D. 1982. Recent Developments in Structural Equation Modelling. Journal of Marketing Research, 19 (4), pp. 404-416. Kotler, P. dan Armstrong, G. 1996. Principles of Marketing, 7th ed., Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ. Koufteros, X. A., Vonderembse, M. A., dan Doll, W. J. 2002. Examining the Competitive Capabilities of Manufacturing Firms. Structural Equation Modeling, 19 (2), pp. 256-282. López, S. V. 2005. Competitive Advantage and Strategy Formulation: The Key Role of Dynamic Capabilities. Management Decision, 43 (5), pp. 661-669. Miller, J. G., Ferdows, L., Nakane, J. dan De Meyer, A. 1992. Benchmarking Global Manufacturing, Irwin, Homewood, IL. Milling, P. M., Schwellbach, U., dan Thun, J-H. 2000. Time as a Success Factor for Operations Management – An Empirical Analysis Based on the “World Class Manufacturing” Project, dalam Van Dierdonck, R. dan Vereecke, A. (eds)
AKPM-15
17
Operations Management: Crossing Borders and Boundaries, Ghent, pp. 431438. Mintzberg, H. dan Water, J. A. 1985. Of Strategies, Deliberate and Emergent. Strategic Management Journal, 6 (3), pp. 257-272. Mishina, Y., Pollock, T. G., dan Porac, J. F. 2004. Are More Resources Always Better for Growth? Resource Stickiness in Market and Product Expansion. Strategic Management Journal, 25 (2), pp. 1179-1197. Mitreanu, C. 2006. Is Strategy a Bad Word? MIT Sloan Management Review, 47 (2), pp. 96. Nanda, A. 1996, Resources, Capabilities and Competencies dalam Moingeon B. dan Edmondson E. (eds), Organizational Learning and Competitive Advantage, Thousand Oaks: Sage, pp. 93-120. Noble, M. A. 1995. Manufacturing Strategy: Testing the Cumulative Model in a Multiple Country Context. Decision Science, 26 (5), pp. 693-721. Nunnally, J. C. 1978. Psychometric Theory, 2nd ed., McGraw-Hill, New York, NY. Phillips, L. W., Chang, D. R., dan Buzzell, R. D. 1983. Product Quality, Cost Position, and Business Performance: A Test of Some Key Hypotheses. Journal of Marketing, 47 (2), pp. 26-43. Rumelt, R. P. 1984. Towards a Strategic Theory of the Firm, dalam Lamb, R. B. (eds) Competitive Strategic Management, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ, pp. 556-570. Roth, A. V. Dan Miller, J. G. 1990. Manufacturing Strategy, Manufacturing Strength, Managerial Success and Economic Outcomes, dalam Ettlie, J. G., Burstein, M. C., dan Feigenbaum, A. (eds) Manufacturing Strategy: The Research Agenda for the Next Decade, Kluwer, Boston, MA, pp. 97-109. Sakakibara, S., Flynn, B. B., Schroeder, R. G., dan Morris, W. T. 1997. The Impact of Just-in-time
Manufacturing
and
Its
Infrastructure
on
Manufacturing
Performance. Management Science, 43 (9), pp. 1246-1257. Lawson, B. dan Samson, D. 2001. Developing Innovation Capability in Organisations: A Dynamic Capabilites Approach. International Journal of Innovation Management, 5 (3), pp. 377-400.
AKPM-15
18
Schmenner, R. W. dan Swink, M. L. 1998. On Theory in Operations Management. Journal of Operations Management, 17 (1), pp. 97-113. Schumpeter, J. A. dan Opie, R. 1962. The Theory of Economic Development: An Inquiry into Profits, Capital, Credit, Interest, and the Business Cycle, Harvard University Press, Cambridge, MA. Skinner, W. 1969. Manufacturing – Missing Link in Corporate Strategy. Harvard Business Review, 47 (3), pp. 136-145. Skinner, W. 1974. The Focused Factory. Harvard Business Review, 52 (3), pp. 113-121. Skinner, W. 1986. The Productivity Paradox. Management Review, 79 (9), pp. 41-45. Slack, N. dan Lewis, M. 2002. Operations Strategy, Prentice-Hall (Financial Times), NY. Stalk, G. dan Hout, T. M. 1990. Competing Against Time: How Time-based Competition is Reshaping Global Markets, Free Press, New York, NY. St John, C. H. dan Young, S. T. 1992. An Exploratory Study of Patterns of Priorities and Trade-offs among Opeartions Managers. Production & Operations Management, 1 (2), pp. 133-150. Swamidass, P. M. dan Newell, W. T. 1987. Manufacturing Strategy, Environmental Uncertainty and Performance: A Path-analytic Model. Management Science, 33 (4), pp. 509-524. Swink, M. dan Way, M. H. 1995. Manufacturing Strategy: Propositions, Current Research, Renewed Directions. International Journal of Operations and Production Management, 15 (7), pp. 4-26. Teece, D. J., Pisano, G. dan Shuen, A. 1997. Dynamic Capabilities and Strategic Management. Strategic Management Journal, 18 (7), pp. 509-533. Thun, J-H., Milling, P. M., Schwellbach, U., Morita, M., dan Sakakibara, S. 2000. Production Cycle Time as a Source of Unique Strategic Competitiveness, dalam Machuca, J. A. D. dan Mandakovic, T. (eds), POM Facing the New Millenium, Seville, pp. 1-10. Vickery, S. K., Dröge, C. dan Markland, R. E. 1993. Production Competence and Business Strategy: Do They Affect Business Performance? Decision Sciences, 24 (2), pp. 435-455.
AKPM-15
19
Ward, P. T., Bickford, D. J., dan Leong, G. K. 1996. Configurations of Manufacturing Strategy,
Business
Strategy,
Environment
and
Structure.
Journal
of
Management, 22 (4), pp. 597-626. Ward, P. T., McCreery, J. K., Ritzman, L. P., dan Sharma, D. 1998. Competitive Priorities in Operations Management. Decision Sciences, 29 (4), pp. 1035-1046. Warren, K. 2002. Competitive Strategy Dynamics, John Wiley & Sons, Chichester. Wernerfelt, B. 1984. A Resource-based View of the Firm. Strategic Management Journal, 5 (2), pp. 171-180. Wheelwright, S. C. 1984. Manufacturing Strategy: Defining the Missing Link. Strategic Management Journal, 5 (1), pp. 77-91. Wheelwright, S. C. dan Bowen, H. K. 1996. The Challenge of Manufacturing Advantage. Production and Operations Management, 5 (1), pp. 59-77. White, G. P. 1996. A Meta-analysis Model of Manufacturing Capabilities. Journal of Operations Management, 14 (4), pp. 315-331. Zollo, M. dan Winter, S. G. 2002. Deliberate Learning and the Evolution of Dynamic Capabilities. Organization Science, 13 (3), pp. 339-351.
AKPM-15
20
Lampiran Please indicate the amount of change of the following performance dimensions over the last three years.*
Manufacturing conformance
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
5 Product quality and reliability 5 Volume flexibility 5 Mix flexibility 5 Delivery speed 5 Delivery reliability 5 Manufacturing lead time 5 Labor productivity 5 Inventory turnover 5 Capacity utilization 5 Overhead costs 5
*) 1= Strongly deteriorated, 5 = Strongly improved
AKPM-15
21
Please indicate whether there are plans and budgeted activities to undertake the program below.
Degree of use
Relative payoff**
last 3 years** Updating your process equipment to industry
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Engaging in process automation programs
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Implementing information and
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
standard or better Expanding manufacturing capacity (e.g. buying new machines, hiring new people, building facilities, etc.)
communication technologies and/or enterprise resource planning software Reorganizing your company towards ecommerce and/or e-business configurations Rethinking and restructuring your supply strategy and the organization and management of your suppliers portfolio Concentrating on your core activities and outsourcing support processes and activities (e.g. IS management, maintenance, material handling, etc.) Restructuring your manufacturing processes and layout to obtain process focus and streamlining (e.g. reorganize plant-withina-plant, cellular layout, etc.) Undertaking actions to implement pull production batches, set-up time, using kanban systems, etc.)
AKPM-15
22
Undertaking programs for quality
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
improvement and control (e.g. TQM programs, six sigma projects, quality circles, etc.) Undertaking programs for the improvement of your equipment productivity (e.g. total productive maintenance programs) Implementing actions to increase the level of delegation and knowledge of your workforce (e.g. empowerment, training improvement or autonomous teams, etc.) Implementing actions to improve or sped-up your process of new product development through e.g. platform design, products modularization, components standardization, concurrent engineering, quality function deployment, etc. Putting efforts and commitment on the improvement of our company's environmental compatibility and workplace safety or healthy
**) 1= None, 5 = High
s
AKPM-15
23