STUDI ANALISIS TENTANG NILAI- NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI YUSUF SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Program Sarjana Strata 1 (S.1) Bidang Pendidikan Islam
Oleh: AMALIA KHASANAH NIM: 131310000250
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA 2015
DEKLARASI
Bismillahirrahmanirrahim. Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran- pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Jepara, 07 September 2015 Deklarator
Amalia Khasanah NIM: 131310000250
iv
NOTA PEMBIMBING
Lamp :
Jepara,
Hal
Kepada :
: Naskah Skripsi a.n. Sdri :
Yth. Bapak Dekan Fakultas
AMALIA KHASANAH
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan “UNISNU” Jepara.
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah saya mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan Naskah Skripsi Saudari : Nama
: AMALIA KHASANAH
NIM
: 131310000250
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : STUDI ANALISIS TENTANG NILAI- NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI YUSUF Dengan ini saya mohon agar skripsi saudari tersebut dapat dimunaqasahkan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing
Dr. Sa’dullah Assaidi, M.Ag. ii
MOTTO
“NILAI MANUSIA TERLETAK PADA APA YANG DICIPTAKANNYA, BUKAN PADA JUMLAH MILIK YANG DIKUMPULKANNYA”. “KEMAJUAN BUKANLAH KARENA MEMPERBAIKI APA YANG TELAH KAU LAKUKAN, TAPI MENCAPAI APA YANG BELUM KAU LAKUKAN”. “AKAL DAN BELAJAR ITU SEPERTI RAGA DAN JIWA. TANPA RAGA, JIWA HANYALAH UDARA. TANPA JIWA, RAGA ADALAH KERANGKA TANPA MAKNA”. ( KAHLIL GIBRAN ).
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada : 1. Ayah (Kumaidi) dan ibu (Rukatun) yang telah mendidik, membesarkanku dan mendoakanku serta mencurahkan kasih sayangnya. 2. Suamiku tercinta (Eko Wanto) dan anakku tersayang (Muhammad Adipati Marcello) yang selalu memberikan semangat. 3. Kakakku (Ahmad Muallif, S.Ds.,) yang selalu memberikan motivasi. 4. Sahabat- sahabatku senasib seperjuangan A.1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 5. Almamaterku UNISNU Jepara.
vi
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, dzat yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayahnya. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang diharapkan syafaatnya di hari akhir. Alhamdulillah penulis mengucapkan rasa syukur kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah melimpahkan taufiq, hidayah serta inayah-Nya, Sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Analisis Tentang Nilai- Nilai Pendidikan dalam Kisah Nabi Yusuf”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. Muhtarom HM., selaku rektor UNISNU Jepara. 2. Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara. 3. Dr. Sa’dullah Assaidi, MA., selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Semua dosen UNISNU Jepara yang telah berjasa membantu penulis dalam mencari dan mendalami ilmu pengetahuan selama studi. 5. Segenap civitas akademika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yang turut memberikan sumbangsih dalam kelancaran penyusunan skripsi. 6. Suamiku Eko Wanto dan anakku Muhammad Adipati Marcello yang selalu memberikan semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
vii
7. Ayahanda Kumaidi dan Ibunda Rukatun yang selalu mengasuh dan membimbing penulis dengan penuh kasih sayang. 8. Sahabat- sahabat karib penulis, yang selalu menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan kelurga besar mahasiswa senasib seperjuangan Fakultas Tarbiyah A.1 angkatan 2011 yang telah membantu penulis. 9. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga amal baik mereka diterima oleh Allah SWT dengan balasan pahala yang berlipat ganda. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan sebaik- baiknya, akan tetapi penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesempurnaannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikannya. Akhirnya, hanya kepada Allah tempat kembali segala sesuatu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin ya robbal ‘alamin…… Jepara, 07 September 2015 Penulis
Amalia Khasanah NIM: 131310000250
viii
ABSTRAK AMALIA KHASANAH. (NIM:131310000250). “STUDI ANALISIS TENTANG NILAI- NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI YUSUF”. Pendidikan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam dan mencapai suatu akhlak yang sempurna merupakan tujuan yang sebenarnya dari pendidikan Islam Nilai- nilai akhlak mulia hendaknya ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama. Salah satu metode pendidikan akhlak yang dapat diberikan kepada anak adalah melalui kisah nabi. Kisah mempunyai fungsi edukatif yang baik, konstan, dan cenderung mendalam sampai kapanpun. Pendidikan melalui kisah juga dapat mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan selalu memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah- kisah tersebut. Salah satu kisah Qur’ani dan Nabawi yang didalamnya terdapat pesan- pesan pendidikan akhlak adalah kisah Nabi Yusuf. Nabi yang hidupnya penuh cobaan dan penderitaan, sehingga kisah perjalanan hidupnya diabadikan didalam al- Qur’an dengan nama Surat Yusuf. Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui nilai- nilai pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf, 2) untuk mengetahui penerapan nilai- nilai akhlak dalam kisah Nabi Yusuf pada pendidikan Islam. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Sumber data penelitian ini adalah Tafsir Al- Lubab karya M. Quraish Shihab. Metode pengumpulan data menggunakan adalah metode dokumenter. Metode analisis data yang digunakan adalah content analysis (analisis isi). Analisis nilai- nilai pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf adalah: 1) Akhlak kepada Allah SWT adalah sabar, beriman kepada Allah, memelihara kesucian diri, bersyukur, tawakal. Akhlak kepada sesama manusia adalah akhlak terhadap kedua orang tua, akhlak terhadap saudara, akhlak terhadap majikan, memelihara amanah. Akhlak kepada alam semesta adalah sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam. 2) Penerapan nilai pendidikan akhlak pada pendidikan Islam yaitu menurut Mursidin karena Akhlak atau sistem perilaku dapat diwujudkan melalui sekurang-kurangnya dua pendekatan sebagai berikut: a) Rangsangan, yaitu perilaku manusia yang terwujud karena adanya dorongan dari suatu keadaan. Keadaan dimaksud, terwujud karena adanya latihan, tanya jawab, mencontoh, dan sebagainya. b) Kognitif, yaitu penyampaian informasi yang didasari oleh dalil-dalil alQur’an dan hadits, teori dan konsep. Hal dimaksud dapat diwujudkan melalui dakwah, ceramah, diskusi, drama dan sebagainya. Maka, dalam pendidikan Islam untuk memberikan pendidikan akhlak tidak cukup dengan kata-kata, tetapi memperhatikan aspek perbuatan. Untuk mengaplikasikan hal tersebut maka pendidik harus menggunakan suatu metode yang dapat ditempuh dalam penyampaian bahan pendidikan akhlak. Metode pendidikan Islam merupakan jalan atau cara untuk meyampaikan materi pendidikan ix
Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim. Salah satu bentuk metode pendidikan Islam dalam menerapkan pendidikan akhlak adalah metode keteladanan, metode kisah atau cerita yang bisa berupa kisah Nabawi atau Qur’ani. Selain itu nilai-nilai pendidikan Akhlak diterapkan dalam pendidikan Islam pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, yakni membentuk manusia paripurna (seutuhnya) lahir dan batin, serta berakhlakul karimah. Dari hasil penelitian ini, maka peneliti menyimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kisah nabi yusuf terhadap pendidikan Islam antara analisis penulis dengan teori yang digunakan adalah relevan. Nilai- nilai pendidikan akhlak tersebut adalah sabar, beriman kepada Allah, memelihara kesucian diri, bersyukur, tawakal, akhlak terhadap kedua orang tua, akhlak terhadap saudara, akhlak terhadap majikan, memelihara amanah, sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam, menjalin relasi yang baik pada sesama makhluk Allah SWT. Beberapa nilai tersebut relevan dengan pendidikan Islam antara lain beriman kepada Allah SWT, bersyukur, tawakal, memelihara amanah, akhlak terhadap orang tua, dan lain- lain.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ..............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iii
HALAMAN DEKLARASI .............................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .....................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................
vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ...............................................................
vii
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................
ix
HALAMAN DAFTAR ISI .............................................................................
xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Penegasan Istilah ...........................................................................
5
C. Rumusan Masalah .........................................................................
7
D. Tujuan Penelitian ..........................................................................
7
E. Manfaat Penelitian ........................................................................
8
F. Kajian Pustaka ...............................................................................
9
G. Metodologi Penelitian ...................................................................
12
H. Sistematika Penulisan Skripsi .......................................................
16
BAB II : LANDASAN TEORI A. Nilai ...............................................................................................
18
1. Pengertian Nilai .......................................................................
18
2. Macam- macam Nilai ..............................................................
19
xi
B. Pendidikan Akhlak ........................................................................
21
1. Pengertian Pendidikan Akhlak ................................................
21
2. Macam- macam Akhlak ..........................................................
25
3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Akhlak ...........................
36
BAB III : DESKRIPSI KISAH NABI YUSUF DALAM AL- QUR’AN .. A. Pengertian Al- Qur’an ...................................................................
42
B. Kandungan Al- Qur’an ..................................................................
44
C. Kisah Nabi Yusuf dalam Al- Qur’an ............................................
47
BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi Yusuf ........................................................................................................
69
B. Analisis Penerapan Nilai Pendidikan Akhlak pada pendidikan Islam...............................................................................................
80
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................
87
B. Saran- saran ...................................................................................
88
C. Kata Penutup .................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP PENULIS LAMPIRAN- LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Akhlak adalah sifat yang melekat pada diri seseorang dan menjadi identitasnya. Selain itu pula akhlak dapat diartikan sebagai sifat yang telah dibiasakan dan mudah dilaksanakan, dapat dilihat indikatornya, dan dapat dirasakan manfaatnya. Akhlak terkait dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu perbuatan dan menyatakan baik dan buruk. Akhlak sangat erat hubungannya
dengan
pendidikan,
yang
pada
intinya
upaya
menginternalisasikan nilai- nilai, ajaran, pengalaman, sikap dan sistem kehidupan secara holistik, sehingga menjadi sifat, karakter dan kepribadian. Dengan diterapkannya akhlak tersebut, maka akan tercipta kehidupan yang tertib, teratur, aman, damai, dan harmonis, sehingga setiap orang akan merasakan kenyamanan yang menyebabkan ia dapat mengaktualisasikan segenap potensi dirinya, yakni cipta (pikiran), rasa (jiwa), dan karsa (pancaindra).1 Selanjutnya pendidikan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam dan mencapai suatu akhlak yang sempurna merupakan tujuan yang sebenarnya dari pendidikan Islam.2 Nilai- nilai akhlak mulia hendaknya
1
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 208. 2 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2007), hlm. 49.
1
ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama dan diawali dalam lingkungan keluarga melalui pembudayaan dan pembiasaan dan kebiasaan itu kemudian
dikembangkan
dan
diaplikasikan
dalam
pergaulan
hidup
kemasyarakatan.3 Salah satu metode pendidikan akhlak yang dapat diberikan kepada anak adalah melalui kisah nabi. Kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain dari bahasa. Hal ini disebabkan kisah Qur’ani dan Nabawi memiliki beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai efek edukatif yang sempurna, rapi, dan jauh jangkauannya seiring dengan perjalanan zaman.4 Dan dari segi psikologis, metode kisah mengandung makna reinforcement (penguatan) kepada seseorang untuk bertahan uji dalam berjuang melawan keburukan.5 Selain itu juga kisah (cerita) adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur. Dengan kisah manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka, belajar untuk menghargai kehidupan sendiri setelah membandingkan dengan apa yang telah mereka baca tentang kehidupan manusia di masa lalu.6
3
Said Agil Husin Al- Munawar, Aktualisasi Nilai- nilai Qur’ani dalam Sistem pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2003), hlm 27. 4 Bukhari Umar,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 190. 5 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), hlm. 156. 6 E. Mulyasa, Menajdi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 57.
2
Pendidikan melalui kisah juga dapat membawa serta menggiring anak kepada kehangatan perasaan, kehidupan serta kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan selalu memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah- kisah tersebut.7 Kisah memang sangat menarik untuk dikaji, karena didalam kisah terdapat kebaikan dan kedalaman topik yang mampu menyentuh sanubari bahkan mengambil hati para pendengar/ pembacanya dari orang dewasa, remaja bahkan anak- anak. Didalam al- Qur’an banyak kisah- kisah yang didalamnya mengandung pelajaran atau pengetahuan dan cocok diaplikasikan kepada anak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat yusuf ayat 68:
Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. Metode kisah juga digunakan Rasulullah saw sebagai alat (media dan sarana) pendidikan untuk membantu menjelaskan suatu pemikiran dan mengungkapkan suatu masalah.8
7
Abdurrahman an- Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2004), hlm. 239. 8 M. Alawi al- Maliki, Prinsip- prinsip Pendidikan Rasulullah saw, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 94.
3
Salah satu kisah Qur’ani dan Nabawi yang didalamnya terdapat pesanpesan pendidikan akhlak adalah kisah Nabi Yusuf. Nabi yang hidupnya penuh cobaan dan penderitaan, sehingga kisah perjalanan hidupnya diabadikan didalam al- Qur’an dengan nama Surat Yusuf. Sebagian ulama memahami bahwa kisah dalam surat Yusuf sebagai ahsan al- qishash (sebaik- baik kisah), karena kandungannya yang demikian kaya dengan pelajaran, tuntunan, dan hikmah. Kaya juga dengan gambaran yang sungguh hidup dalam melukiskan gejolak hati pemuda, rayuan wanita, kesabaran, kepedihan, dan kasih sayang ayah. Bahkan mengundang imajinasi, disamping memberi aneka informasi tersurat dan tersirat tentang sejarah masa silam 9 juga sebagai teladan sekaligus cermin di dalam menghadapi perjuangan hidup. Pada kisah Nabi Yusuf banyak sekali pelajaran (ibrah) yang dapat dipetik, terutama tentang keluhuran akhlak dan budi pekerti beliau. Dari kisah tersebut, seseorang dapat bercermin dan memiliki akhlak seperti Nabi Yusuf, yaitu tentang sosok pribadi yang kuat meskipun dikucilkan, dibuang oleh saudara- saudaranya namun tidak pernah membalas kepada siapapun yang pernah menyakitinya, kuat menghadapi fitnah cinta,10 dan beliau memiliki keseimbangan antara ketampanan lahir dan ketampanan batin,11 Selain itu dapat bercermin dari kesabaran Nabi Ya’kub yang harus terpisah dengan anaknya yang paling dicintai, Yusuf dan kemudian dengan Benyamin, yaitu anak yang paling bungsu. 9
Quraish Shihab, Al- Lubab makna, tujuan, dan pelajaran dari Surah- surah al- Qur’an, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 4. 10 Bukhari Umar, Op.Cit, hlm. 35. 11 Said Agil Husin Al- Munawar, Op.Cit, hlm. 31.
4
Selain itu, juga dapat dilihat bagaimana Nabi Yusuf dibuang ke sumur oleh saudara- saudaranya, diperjualbelikan sebagai budak oleh kafilah dagang dari madyan menuju mesir yang mengambilnya dari dalam sumur, dan Nabi Yusuf mendapat ujian kesenangan yaitu digoda oleh istri Gubernur al- Aziz, yaitu zulaikha tak lain adalah ibu angkatnya, dimasukkan kedalam penjara selama beberapa tahun tanpa suatu kesalahan yang pernah dilakukannya. Selain dari apa yang disebutkan diatas masih banyak lagi nilai- nilai pendidikan akhlak yang dapat dipetik dari kisah Nabi Yusuf. Oleh karena itu kisah Nabi Yusuf merupakan teladan sekaligus cermin bagi orang islam, khususnya generasi muda muslim. B. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman tentang penafsiran judul diatas, maka peneliti perlu memperjelas istilah yang terkandung dalam judul diatas sebagai berikut: 1.
Studi Analisis Studi berarti kajian, telaah, penelitian atau penyelidikan ilmiah.12 Sedangkan analisis dalam kamus bahasa Indonesia berarti penyelidikan terhadap suatu peristiwa, karangan, perbuatan, dan sebagainya dengan tujuan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.13 Jadi studi analisis adalah kajian ilmiah terhadap suatu objek atau karya seseorang yang bertujuan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya yang kemudian disampaikan secara apa adanya dengan kata- kata yang jelas dan rinci. 12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm 860. 13 Ibid, hlm. 32.
5
2.
Nilai Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia.14
3.
Pendidikan Akhlak Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat dan berakhlak (berkarakter) mulia (UU No. 20 tahun 2003).15 Sedangkan akhlak adalah sifat dan keadaan yang tertanam dengan kokoh dalam jiwa yang kemudian memancar dalam ucapan, perbuatan penghayatan dan pengalaman yang dilakukan dengan mudah dan sudah menginternalisasi dan menyatu dalam diri manusia dan selanjutnya membentuk karakter atau kepribadian yang membedakan seseorang denga orang lainnya.16
4.
Kisah Nabi Yusuf kisah berasal dari kata qashash jamak dari qishah yang artinya kisah, cerita, berita atau keadaan.17 Nabi Yusuf adalah putra Nabi Ya’qub, bin Ishaq, bin Ibrahim as. Ibunya adalah Rahil, salah seorang dari tiga istri Nabi Ya’qub. Beliau
14
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai Perkembangan Moral Keagamaan Mahasiswa PTAIN, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 18. 15 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 4. 16 Abuddin Nata, Op.Cit, hlm. 215. 17 Ahmad Syadali, Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 27.
6
orang pilihan yang mendapat wahyu dari Allah SWT untuk dirinya sendiri, tidak wajib menyebarkan karena nabi tidak mempunyai umat.18 Jadi kisah Nabi Yusuf adalah kisah atau cerita tentang perjalanan hidup Nabi Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim. C. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka penulis merumuskannya menjadi beberapa pokok permasalahan, yaitu: 1. Apa saja nilai- nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kisah Nabi Yusuf ? 2. Bagaimana penerapan nilai- nilai pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf pada pendidikan Islam ? D. Tujuan penelitian Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yabg ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui nilai- nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kisah Nabi Yusuf. 2. Untuk mengetahui penerapan nilai- nilai pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf pada pendidikan Islam. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis
18
M. Quraish Shihab,Op.Cit, hlm. 3.
7
a. Dapat mengetahui nilai- nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kisah Nabi Yusuf. b. Dapat mengetahui penerapan nilai- nilai pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf pada pendidikan Islam. 2. Secara praktis a. Bagi penulis merupakan wahana untuk menambah wawasan keilmuan dan khazanah intelektual pemikiran pendidikan Islam serta menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat dari perkuliahan, khususnya nilai- nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kisah Nabi Yusuf dan penerapannya dalam pendidikan Islam. b. Bagi orang tua sebagai bahan acuan untuk pendidikan akhlak anak yang terkandung dalam kisah Nabi Yusuf. c. Bagi masyarakat untuk memberikan informasi tentang nilai- nilai pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf. d. Bagi UNISNU Jepara khususnya mahasiswa fakultas Tarbiyah untuk menambah khazanah kepustakaan guna pengembangan karya- karya ilmiah lebih lanjut.
F. Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan sebuah uraian atau deskripsi tentang literatur yang relevan dengan bidang atau topik tertentu. Atau disebut juga kajian
8
literatur atau literature review. Kajian pustaka ini menjelaskan bahasan atau bahan- bahan yang terkait dengan suatu topik atau temuan dalam penelitian19. Adapun teori- teori atau kajian yang berhubungan dengan judul adalah sebagai berikut: 1. Menurut Edi Purwanto, UNISNU 2014, dengan judul skripsi: “Studi Analisis Tentang Pendidikan Akhlak Pada Kisah Nabi Yusuf”. Dalam skripsi tersebut membahas tentang pendidikan akhlak yang terdapat dalam kisah Nabi Yusuf. Akhlak merupakan pondasi (dasar) utama dalam pembentukan pribadi manusia seutuhnya (insan kamil). Sedangkan pendidikan akhlak adalah suatu proses atau usaha secara sadar seseorang untuk mengembangkan potensi anak didik dalam keimanan maupun batin seseorang yang akan diwujudkan dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga mempunyai dasar dan tujuan yang hendak dicapai dalam lembaga sekolah, keluarga maupun masyarakat. Adapun nilai- nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kisah Nabi Yusuf adalah: 1. Keadilan dalam pendidikan 2. Menjaga kehormatan diri 3. Pendidikan melalui dakwah 4. Mempunyai jiwa besar 5. Mendidik dengan metode hukuman 6. Memaafkan dalam upaya mendidik 19
Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm 84.
9
2. Dalam buku yang berjudul “Ajaran- ajaran Akhlak Imam Ghazali” karya Hussein Bahreisj, menjelaskan bahwa pengertian akhlak seperti yang diucapkan oleh Nabi: “Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak (budipekerti)”. (Hadits). Akhlak dalam hal ini berarti kelakuankelakuan yang juga berarti ilmu kesopanan, ilmu kesusilaan, etika, budipekerti atau moral. Dalam Islam akhlak itu bentuknya ditujukan kepada Allah, kepada manusia dan makhluk- makhluk yang lain. Adapun pembagian akhlak menurut Ghazali dibagi menjadi dua, yaitu baik dan buruk. Perbuatan baik merupakan akhlak yang wajib kita kerjakan, sedangkan perbuatan buruk adalah yang wajib kita tinggalkan. Ghazali berpendapat bahwa kecondongan seseorang pada hikmat (pengetahuan), cinta kepada Allah berkeinginan untuk mengenal Allah dan beribadat kepadaNya seperti kecondongan seseorang terhadap makanan dan minuman yang merupakan perintah Tuhan. Pandangan Ghazali itu menunjukkan bahwa kecondongan pada kebaikan adalah fitrah (naluri) manusia, artinya merupakan kebiasaan yang tetap baginya. 3. Menurut Durrotun Nafiatun, UNISNU 2013, dengan judul skripsi “Pembentukan Akhlak dan Aktualisasinya dalam Al- Qur’an Surat AlFurqon Ayat 63 – 74 (Tafsir Al- Misbah). Dalam skripsi tersebut membahas tentang nilai pendidikan yang diterapkan dalam kehidupan antaranya adalah pendidikan akhlak yang didalamnya seseorang, diterangkan tentang sopan santun yang dilakukan oleh seorang muslim. Juga terdapat unsur- unsur pendidikan akhlak, yaitu: berlaku tawadhu’
10
berkata (hilm), tahajud, khauf, hemat (tidak kikir/ berlebihan), tidak menduakan Allah, tidak berzina dan membunuh, taubat, menjauhkan diri dari saksi palsu, senang dengan ayat- ayat Allah, berdo’a. Semua itu akhlak yaitu: nilai- nilai Qur’ani, yaitu : moralitas, ukhuwah, penghambaan dan persamaan (keseimbangan). Sedangkan aktualisasi pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian muslim adalah pembentukan akhlak yang mulia pada diri seorang muslim, dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari- hari. Aktualisasi nilai- nilai pendidikan akhlak menurut surat Al- Furqon ayat 63 sampai 74 dalam pembentukan kepribadian muslim adalah membentuk pribadi muslim yang cinta damai menumbuhkan taat (takwa) kepada Allah SWT dan membentuk pribadi muslim yang berakhlak mulia. Dari dua skripsi dan satu buku diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah budi pekerti, etika, moral. Pendidikan akhlak sangat penting karena membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia, takwa kepada Allah. Dan penerapan pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian muslim adalah pembentukan akhlak yang mulia pada diri seorang muslim, dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari- hari. Salah satu kisah untuk pendidikan akhlak anak yaitu melalui kisah Nabi Yusuf. Dari
kisah Nabi Yusuf dapat diambil
keluhuran akhlak dan budi pekerti beliau. G. Metodologi Penelitian
11
(ibrah) yaitu tentang
Metode berasal dari dari kata method yang berarti cara. Metode berarti suatu cara kerja yang sistematik.20 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini merupakan library research (penelitian pustaka), yaitu suatu usaha untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan serta
menganalisis
suatu
permasalahan
melalui
sumber-
sumber
kepustakaan, penulis menggunakan study kepustakaan atau library research ini dimaksudkan untuk memperoleh dan menelaah teori- teori yang berhubungan dengan topik dan sekaligus dijadikan sebagai landasan teori.21 2. Sumber data Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian pustaka), maka data yang diperoleh dari bahan- bahan pustaka adalah berupa sumber data primer dan sumber data sekunder, yaitu sebagai berikut: a. Sumber data primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data langsung pada subjek informasi yang dicari.22 Dalam penelitian ini data primernya adalah: Al- Lubab makna, tujuan, dan pelajaran dari Surah- surah al-
20
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 1. 21 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Andi Offset, 1997), hlm. 82. 22 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2010), hlm. 91.
12
Qur’an karya M. Quraish Shihab, Tafsir Qur’an Karim karya Prof. Dr. H. Mahmud Yunus. b. Sumber data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tetapi langsung dari subjek penelitiannya, tetapi dapat mendukung atau berkaitan dengan tema yang diangkat.23 Dalam penelitian ini data sekundernya adalah antara lain:
Menjadi Guru Professional:
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan karya Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Prinsip- prinsip Pendidikan Rasulullah karya Prof. DR. M. Alawi Al- Maliki, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat karya Abdurrahman An- Nahlawi, Ilmu Pendidikan Islam karya Prof. H.M. Arifin, M.Eed., Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter karya Suyadi, M.Pd.I., Aktualisasi Nilai- nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam karya Prof. Dr. H. Said Agil Husin AlMunawar, M.A., Ilmu Pendidikan Islam karya Drs. Bukhari Umar, M.Ag., Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Filsafat Pendidikan Islam karya Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Mutiara Hikmah Kisah 25 Rasul karya Dhurorudin Mashad, Indahnya al- Qur’an berkisah karya Sayyid Quthb, Evaluasi Pendidikan Nilai: Perkembangan Moral Keagamaan Mahasiswa PTAIN karya Drs. Mawardi Lubis, M.Pd., Pendidikan Karakter konsep dan Implementasi karya Heri Gunawan,
23
Ibid, hlm. 91.
13
Studi Akhlak dalam Perspektif Al- Qur’an karya M. Yatimin Abdullah., akhlak Tasawuf karya Rosihon Anwar. 3. Teknik pengumpulan data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan, dalam hal ini akan selalu ada hubungan antara teknik pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Pengumpulan data tak lain adalah suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian.24 Adapun cara pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis teknik dokumenter. Teknik dokumenter merupakan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip- arsip, dalil atau hukum- hukum dan lain- lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.25 Yakni penulis mengumpulkan buku- buku yang ada hubungannya dengan pembahasan penulisan skripsi. Penulisan kepustakaan dengan menganalisa terhadapnya dan sumber lain yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pembahasan 4. Teknik analisis data Dalam penulisan data dalam rangka mencari jawaban- jawaban permasalahan yang telah diteliti dan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode yaitu: a. Content analysis
181.
24
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm.
25
Ibid, hlm. 181.
14
Yaitu data- data yang penulis kumpulkan adalah data- data yang bersifat deskriptif tekstual, maka dalam mengolah data penulis menggunakan analisis menurut isinya, yang dinamakan analisis isi.26 Adapun tahapannya adalah sebagai berikut: 1) Metode analisis konsep Metode
ini
bertujuan
memahami
dan
meningkatkan
serangkaian konsep/ struktur konseptual berkaitan penafsiran pengalaman, pernyataan tujuan, pembuatan kerangka masalah dan pelaksanaan penyelidikan.27 2) Metode reflektif analisis Pembahasan
dengan
mengadakan
analisa
perbandingan
beberapa pendapat, kemudian diambil satu kesimpulan atau pengertian. Metode ini mencari faktor- faktor tertentu yang ada hubungannya dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan dibandingkan antara satu faktor dengan faktor lain.28 b. Metode induktif Analisa data berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori. Dengan kata lain induktif berarti proses mengorganisasikan fakta- fakta atau hasil- hasil pengamatan yang terpisah- pisah menjadi suatu generalisasi .29 c. Metode deduktif 26 27
261.
28 29
Sumardi Surya Brata, Metode Penelitian, (Jakarta: Rajawali Perss, 1988), hlm. 94. Ibnu Hajar, Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. Ibid, hlm. 266. Saifuddin Azwar, Op.Cit, hlm 40.
15
Metode analisa data berangkat dari kebenaran umum mengenai suatu data dan menggeneralisasikan kebenaran tersebut pada data tertentu yang berciri sama dengan data yang bersangkutan. Dengan kata lain deduktif berarti menyimpulkan hubungan yang tadinya tidak tamapk, berdasarkan generalisasi yang sudah ada.30 H. Sistematika Penulisan Skripsi Di dalam penulisan skripsi ini penulis membagi kedalam tiga bagian. Adapun bagian- bagian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagian Muka Pada bagian ini akan dimuat beberapa halaman, diantaranya adalah Halaman Judul, Halaman Nota Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Deklarasi, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Halaman Kata Pengantar, Halaman Abstrak, Halaman Daftar Isi. 2. Bagian Isi Pada bagian ini memuat lima bab, yaitu: BAB l
: PENDAHULUAN Dalam bab ini terdiri dari atas enam sub bab, yaitu : Latar Belakang Masalah, Penegasan Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi.
BAB II
30
: LANDASAN TEORI
Ibid, hlm 40.
16
Pada bagian pertama berisi tentang nilai- nilai yang isinya meliputi : Pengertian Nilai, Macam- macam Nilai. Pada bagian kedua berisi tentang pendidikan akhlak yang isinya meliputi : Pengertian Pendidikan Akhlak, Macam- macam Akhlak, Faktor yang Mempengaruhi Akhlak. BAB III
: DESKRIPSI KISAH NABI YUSUF DALAM AL- QUR’AN Bab ini berisi tentang pengertian Al- Qur’an, kandungan AlQur’an, kisah nabi Yusuf dalam Al- Qur’an.
BAB IV
: ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada bagian pertama tentang analisis nilai pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf. Pada bagian kedua tentang analisis penerapan nilai- nilai pendidikan akhlak pada pendidikan Islam.
BAB V
: PENUTUP Bab ini yang berisi tentang kesimpulan, saran- saran, kata penutup.
3. Bagian Akhir Pada bagian ini memuat halaman daftar pustaka, lampiran-lampiran dan riwayat hidup penulis. Demikian gambaran tentang perencanaan penelitian yang akan peneliti laksanakan. Semoga Allah senantiasa mencurahkan bimbingan dan hidayahnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Amin
17
BAB II LANDASAN TEORI
A. NILAI 1. Pengertian Nilai Nilai berasal dari bahasa Inggris value atau valere (bahasa Latin) yang berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi objek kepentingan.1 Menurut steeman (dalam Darmaputra, 1999)- sebagaimana dikutip oleh Sjarkawi- nilai adalah yang memberi makna pada hidup, yang memberi pada hidup ini titik- tolak, isi, dan tujuan. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut tindakan. Nilai seseorng diukur melalui tindakan. Oleh karena itu, akhlak menyangkut nilai.2 Definisi nilai sering dirumuskan dalam konsep yang berbeda- beda, seperti dinyatakan Kupperman, 1983- sebagaimana dikutip oleh Rohmat Mulyana- Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara- cara tindakan alternatif.
1
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran moral Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas membangun Jati Diri, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 29. 2 Ibid, hlm. 29.
18
Definisi ini memiliki tekanan utama pada norma sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku manusia.3 Sedangkan menurut Kluckhohn (Brameld, 1957)- sebagaimana dikutip oleh Rohmat Mulyana- Ia mendefinisikan nilai sebagai konsepsi (tersirat atau tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri- ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan. Pandangan Kluckhohn itu mencakup pengertian bahwa sesuatu dipandang memiliki nilai apabila dipersepsi sebagai sesuatu yang diinginkan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan.4 2. Macam- macam Nilai Menurut Noeng Muhadjir (1993)-sebagaimana dikutip oleh Rohmat Mulyana- nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yang menyebabkan terdapat bermacam- macam nilai, antara lain: a. Dilihat dari kemampuan jiwa manusia, nilai dapat dibedakan menjadi dua kelompok: 1) Nilai yang statis, seperti kognisi (pemikiran), emosi, konasi (usaha kemauan), dan psikomotor. 2) Nilai/ kemampuan yang dinamik, seperti motif, berafilisasi (kerja sama), motif berkuasa, dan motif berprestasi.
3
9.
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.
4
Ibid, hlm. 10-11.
19
b. Berdasarkan pendekatan budaya manusia, nilai hidup dapat dibagi kedalam tujuh kategori, yaitu: nilai ilmu pengetahuan, nilai ekonomi, nilai keindahan, nilai politik, nilai keagamaan, nilai kekeluargaan, nilai kejasmanian. c. Nilai bila dilihat dari sumbernya terdapat dua jenis, yaitu: 1) Nilai Ilahiyah, adalah nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah). 2) Nilai insaniyah, adalah nilai ynag diciptakan oleh manusia atas dasar kriteria yang diciptakan oleh manusia pula. d. Dilihat dari segi ruang lingkup dan keberlakuannya, nilai dapat dibagi menjadi nilai- nilai universal dan nilai- nilai lokal. Tidak semua nilainilai agama itu universal, demikian pula ada nilai- nilai insaniyah yang bersifat universal. Dari segi keberlakuan masanya, nilai dapat dibagi menjadi: (a) nilai- nilai abadi, (b) nilai pasang surut, (c) nilai temporal (sementara). e. Ditinjau dari segi hakikatnya, nilai dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1) Nilai hakiki (root values). Nilai- nilai yang hakiki itu bersifat universal dan abadi. 2) Nilai instrumental. Nilai instrumental dapat bersifat lokal, pasang surut dan temporal.5
5
Mawardi Lubis, Opcit, hlm. 18-19.
20
B. PENDIDIKAN AKHLAK 1. Pengertian Pendidikan Akhlak Pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik mendapatkan awalan “me” sehingga menjadi “mendidik”, berarti memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991:232). Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia-sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah- adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan.6 Dalam Bahasa Inggris, pendidikan adalah education. Kata education berasal dari kata educate yang berarti memberi peningkatan, dan mengembangkan. Pendidikan (education) dalam pengertian yang sempit berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan (McLoad, 1989). Sedangkan pendidikan dalam arti luas dapat diartikan sebuah proses dengan metode- metode tertentu sehingga individu memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.7 Dalam Islam, pendidikan dapat diartikan sebagai Tarbiyah. Kata Tarbiyah sendiri adalah derivasi dari kata rabba dan kata tarbiyah adalah
10.
6
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.
7
Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 4.
21
kata bendanya. Kata yang tersusun dari huruf ra’ dan ba’ menunjukkan tiga hal, yaitu: 1. Membenahi dan merawat sesuatu 2. Menetapi sesuatu dan menempatinya 3. Menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut Ibnu Faris-sebagaimana dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud-pendidikan (Tarbiyah) adalah perbaikan, perawatan, dan pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsurunsur pendidikan didalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuannya. 8 Sedangkan kata akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlak. Menurut bahasa, akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi- segi persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti “kejadian”, serta erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan makhluq yang berarti “yang diciptakan”.9 Ibn Al- Jauzi menjelaskan-sebagaimana dikutip oleh W.J.S. Poerwadarminta-bahwa al- khuluq adalah etika yang dipilih seseorang. Dimanakan khuluq karena etika bagaikan khalqah (karakter) pada dirinya. Dengan demikian, khuluq adalah etika yang menjadi pilihan dan diusahakan seseorang. Adapun etika sudah menjadi pilihan dan diusahakan seseorang. Adapun etika sudah menjadi tabiat bawaannya 8 9
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 23. Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 11.
22
dinamakan al-khayam.10Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat.11 Adapun pengertian akhlak menurut Ulama akhlak, antara lain sebagai berikut: 1) Menurut Imam Al- Ghazali (1055 – 1111 M) dalam Ihya Ulumuddin-sebagaimana dikutip oleh Rosihon Anwar-akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang mendorong
perbuatan-
perbuatan
yang
spontan
tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran.12Dan menurut Imam AlGhazali-sebagaimana dikutip oleh Hussein Bahreisj-akhlak itu dapat diibaratkan sebagai gerak jiwa seseorang serta gambaran hatinya.13 2) Menurut Syekh Makarim Asy- Syirazi-sebagaimana dikutip oleh Rosihon Anwar-akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini manusia.14 3) Menurut Al- Faidh Al- Kasyani-sebagaimana dikutip oleh Rosihon Anwar-akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan-
perbuatan
dengan
mudah
tanpa
didahului
perenungan dan pemikiran. 10
Ibid, hlm. 11 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2011),hlm.18. 12 Rosihon Anwar, Opcit., hlm. 13. 13 Hussein Bahreisj, Ajaran- ajaran AkhlakImam Ghazali, (Surabaya: Al- Ikhlas, 1981), hlm. 40. 14 Rosihon Anwar, Opcit, hlm. 14. 11
23
Semua pengertian diatas memberi gambaran bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat- buat atau spontan atau tanpa ada dorongan dari luar.15 Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk memberikan bimbingan, baik jasmani maupun rohani melalui penanaman nilai- nilai Islam, latihan moral, fisik serta menghasilkan perubahan kearah positif yang nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari dengan kebiasaan bertingkah laku, berpikir, dan berbudi pekerti yang luhur menuju terbentuknya manusia yang berakhlak mulia, manusia paripurna (al- insan al- kamil) dan dapat menghasilkan perbuatan tanpa harus direnungkan dan disengaja atau tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran dalam rangka mewujudkan nilai- nilai dan tujuan pendidikan Islam. Adapun tujuan pendidikan Islam adalah: 1) Terbentuknya insan kamil (manusia paripurna) yang mempunyai wajah- wajah qur’ani, seperti wajah kekeluargaan dan persaudaraan yang menumbuhkan sikap egalitarianisme, wajah yang penuh kemuliaan sebagai hamba makhluk yang berakal dan dimuliakan, wajah kasih sayang menumbuhkan karakter dan aksi solidaritas dan sinergi, dan lain- lain.
15
Rosihon Anwar, Ibid., hlm. 15.
24
2) Terciptanya insan kaffah, yang menurut Thalhah Hasan memiliki tiga dimensi kehidupan, yaitu dimensi religius, budaya, dan ilmiah. 3) Penyadaran fungsi manusia sebagai hamba, khalifah Allah, serta sebagai pewaris nabi dan memberikan bekal yang memadai dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut.16 Sedangkan menurut Omar al- Toumy al- Syaibany- sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin- menggariskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai- nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak al- karimah (al- Syaibany, 1979). Tujuan ini sama dan sebangun dengan tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan, yaitu membimbing manusia agar berakhlak mulia. Kemudian akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya.17 2. Macam- Macam akhlak Pada hakikatnya, akhlak merupakan suatu kondisi atau sifat yang telah meresap kedalam jiwa dan menjadi kepribadian seseorang. Kemudian timbul berbagai macam kegiatan secara spontan dan mudah tanpa dibuat- buat, tanpa memerlukan pemikiran serta pertimbangan. Jika sifat yang tertanam itu darinya muncul perbuatan- perbuatan terpuji menurut rasio dan syariat, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik (akhlak al- mahmudah). Sedangkan jika terlahir perbuatan- perbautan 16
Abdul Mujib, et.al, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 86. Jalaluddin, Teologi Pendidikan Edisi Revisi Cetakan 3, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 92. 17
25
buruk maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak tidak baik (akhlak almadzmumah).18 Dari uraian diatas, secara garis besar akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Akhlak yang terpuji (al- Akhlak al- Karimah/ al- Mahmudah), Akhlak yang terpuji (al- Akhlak al- Karimah/ al- Mahmudah), yaitu tingkah laku yang terpuji yang senantiasa dalam kontrol Ilahiyah yang dapat membawa nilai- nilai positif dan merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Akhlakul karimah dilahirkan berdasarkan sifat- sifat yang terpuji. Adapun bentuk- bentuk akhlak yang terpuji adalah bersifat sabar, bersifat benar (istiqamah), memelihara amanah, bersifat adil, bersifat kasih sayang, bersifat hemat, bersifat berani, bersifat kuat (Al- Quwwah), bersifat malu (Al- Haya’), memelihara kesucian diri (Al- Ifafah), menepati janji, dan lain- lain.19 Hamzah Ya’qub mengatakan akhlak yang baik ialah mata rantai iman. Sementara itu Al- Ghazali menerangkan ada empat pokok keutamaan akhlak yang baik, yaitu: 1) Mencari hikmah. Ia memandang bentuk hikmah yang harus dimiliki seseorang, yaitu jika berusaha untuk mencapai kebenaran dan ingin terlepas dari semua kesalahan dari semua hal.
18
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 7. 19 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al- Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 40.
26
2) Bersikap berani. Berani berati sikap yang dapat mengendalikan kekuatan amarahnya dengan akal untuk maju. 3) Bersuci diri. Suci berarti mencapai fitrah, yaitu sifat yang dapat mengendalikan syahwatnya dengan akal dan agama. 4) Berlaku adil, yaitu tindakan keputusan yang dilakukan dengan cara tidak berat sebelah atau merugikan satu pihak tetapi saling menguntungkan.20 b. Akhlak yang tercela (al- Akhlak al- Madzmumah), Akhlak yang tercela (al- Akhlak al- Madzmumah), yaitu perangai atau tingkah laku pada tutur kata yang tercermin pada diri manusia, cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Dengan kata lain, akhlaqul madzmumah merupakan tingkah laku kejahatan, kriminal, peramapasan hak. Sifat ini telah ada sejak lahir baik wanita maupun pria yang tertanam dalam jiwa setiap manusia.21 Sifat- sifat buruk dalam kehidupan manusia tergambar dari perkataan dan perbuatannya. Adapun bentuk- bentuk sifat buruk adalah sifat dengki, sifat iri hati, sifat sombong (angkuh), sifat riya, dan lainlain.22 Sementara itu, ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak dalam ajaran Islam mencakup berbagai aspek,
20
Ibid, hlm. 41. Ibid, hlm. 56. 22 Ibid, hlm. 68. 21
27
dimulai akhlak terhadap Allah. Akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama manusia, hingga akhlak terhadap lingkungan.23 a. Akhlak terhadap Allah Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbautan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Abuddin Nata menyebutkan sekurang- kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu: 1) Karena Allah yang telah menciptakan manusia 2) Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indra berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna. 3) Allah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan sebagai kelangsungan hidup manusia. 4) Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan untuk mengusai daratan dan lautan.24 Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah dan kegiatan menanamkan nilai- nilai akhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan membentuk pendidikan keagamaan, diantaranya adalah:
23
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 152. 24 Ibid, hlm. 153.
28
1) Beribadah kepada Allah SWT. Hubungan manusia dengan Allah diwujudkan dalam bentuk ritualitas peribadatan seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Beribadah kepada Allah harus dilakukan dengan niat semata- mata karena Allah SWT, tidak menduakan-Nya baik dalam hati, melalui perkataan, dan perbuatan. 2) Mencintai Allah SWT diatas segalanya. Mencintai Allah melebihi cintanya kepada apa dan siapa pun dengan jalan melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua larangan-Nya, mengharapkan ridha-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, menerima dengan ikhlas semua qadha dan qadarnya setelah berikhtiar, meminta pertolongan, memohon ampunan, bertawakal, berserah diri hanya kepada-Nya merupakan salah satu bentuk dari mencintai Allah.25 3) Berdzikir kepada Allah SWT, yaitu Mengingat Allah dalam berbagai situasi merupakan salah satu wujud akhlak manusia kepada Allah, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati.26 4) Berdoa kepada Allah SWT, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Doa merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan doa dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia, oleh karena itu, berusaha dan doa merupakan
25
Rois Mahfud, Al- Islam Pendidikan Agama Islam, (Malang: Erlangga, 2011), hlm. 99. Aminuddin, Dkk, Pendidikan agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 153. 26
29
dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktivitas hidup setiap muslim. 5) Tawakal kepada Allah SWT, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan. 6) Tawadhu’ kepada Allah SWT, yaitu rendah hati dihadapan Allah, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.27 b. Akhlak terhadap diri sendiri Setiap muslim mesti menata langkah dan perilakunya, inilah yang dimaksud dengan berakhlak kepada diri sendiri. Kebanyakan dari kita menganggap bahwa berakhlak hanya ditujukan kepada orang lain, padahal berakhlak kepada diri sendiri juga tidak kalah pentingnya. Islam melarang seseorang bersikap zalim kepada diri sendiri. Zalim terhadap diri sendiri berarti menganiaya atau merusak dirinya sendiri.28 Pembahasan diatas mengurai tentang
akhlak seorang muslim
kepada dirinya sendiri, baik dari sisi ruhani maupun jasmani. Dengan berakhlak baik kepada keduanya, berarti seseorang telah berlaku adil kepada dirinya sendiri, sebaliknya, memperlakukan keduanya dengan buruk, berarti ia telah berbuat zalim kepada dirinya sendiri.29 27
Ibid, hlm. 154. M. Alaika Salamulloh, Akhlak Hubungan Horizontal, (Yogyakarta:PT Pustaka Insan Madani, 2008), hlm. 261. 29 Ibid, hlm. 262. 28
30
1) Sisi Ruhani Orang muslim meyakini bahwa sesuatu yang dapat membersihkan jiwanya adalah iman dan amal saleh, sedangkan yang dapat mengotori dan merusaknya adalah kemaksiatan dan kekafiran. Karena itulah orang muslim dianjurkan untuk terus menerus menjaga dan membersihkan dirinya, menghiasinya dengan akhlak yang baik, dan menyapunya dari segala kotoran dan dosa. Abu Bakr Jabir al- Jazairi dalam karya monumentalnya, Minhajul Muslim, mwemberikan panduan mengenai akhlak kepada diri sendiri, diantaranya: Pertama, tobat. Maksud tobat disini adalah melepaskan diri dari segala dosa dan maksiat, menyesali dosa- dosa yang telah diperbuat, bertekad untuk tidak mengulangi lagi di sisa- sisa umurnya. Dengan demikian tobat adalah syarat utama bagi seseorang yang ingin menata dan membenahi diri. Di dalam Islam istilah taubat nasuha, yaitu tobat yang sejati. Dikatakan sejati karena dengan tobat tersebut seorang muslim benar- benar telah meninggalkan perbuatan maksiat dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Ada juga tobat yang ghairu nasuha, yaitu seseorang bertobat atas maksiat yang diperbuatnya, akan tetapi di kemudian hari ia kembali melakukannya.30
30
Ibid, hlm. 264.
31
Kedua, muraqabah. Makna muraqabah adalah seorang muslim senantiasa merasa dirinya selalu diawasi oleh Allah. Kesadarannya selalu mengingatkan dirinya bahwa pengawasan Allah senantiasa memantau setiap jengkal kehidupannya.31 Ketiga, muhasabah (evaluasi diri). Setelah melakukan aktivitas (beramal), sepatutnya seorang muslim menyediakan waktu untuk bertafakur. Ia perlu mengadakan muhasabah (evaluasi) terhadap dirinya atas amal yang telah diperbuat. Jika seorang muslim merasa dirinya kurang sempurna dalma mengerjakan ibadah wajib, maka segeralah ia mencela diri dan memaksanya untuk lebih giat melaksanakan ibadah wajib tersebut. Jika seorang muslim merasa dirinya lemah dalam mengerjakan ibadah sunnah, maka segeralah ia mengganti kekurangannya dan memaksa dirinya untuk lebih rajin menunaikan ibadah sunnah tersebut. Jika ia merasa rugi karena telah mengerjakan dosa, maka segeralah beristighfar, bertobat, dan mengerjakan
amal
saleh
untuk
memperbaiki
kesalahan-
kesalahannya. Inilah yang dimaksud dengan muhasabah terhadap diri sendiri.32 Keempat, mujahadat (berjuang melawan hawa nafsu) 31 32
Ibid, hlm. 266. Ibid, hlm. 268.
32
Setiap muslim menyadari bahwa musuh paling besar adalah hawa nafsu yang bersemayam dalam dirinya. Ia memaklumi sepenuhnya bahwa watak hawa nafsu selalu condong kepada keburukan dan alargi terhadap kebaikan. Hawa nafsulah yang senantiasa menggiringnya menuju kemaksiatan dan dosa. Jika seorang muslim menginsafinya, segeralah ia menggugah diri untuk berjuang melawan hawa nafsu yang ada dalam dirinya. 2) Sisi Jasmani Islam mengajarkan kita untuk selalu menjaga kesehatan. Sebab kesehatan adalah karunia dari Allah. Dengan menjaga karunia tersebut, bearti kita telah bersyukur kepada-Nya. Melalui kesehatan jasmani, kesehatan ruhani dapat terwujud. Orang bijak berkata, “Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula”. Dengan menajga kesehatan ragawi, berarti kita telah berakhlak mulia kepada diri sendiri.33 c. Akhlak terhadap Sesama Manusia Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, manusia perlu berinteraksi dengan sesamanya dengan akhlak yang baik. Nilai- nilai akhlak terhadap sesama manusia (nilai- nilai kemanusiaan) diantaranya adalah: 1) Silaturrahmi, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, tetangga, dan seterusnya.
33
Ibid, hlm. 270-271.
33
2) Persaudaraan (ukhuwah), yaitu semangat persaudaraan, lebih- lebih antara sesama kaum beriaman (biasa disebut ukhuwah Islamiyah). Intinya adalah agar manusia tidak mudah merendahkan golongan lain. 3) Persamaan (al- musawah), yaitu pandangan bahwa semua manusia sama harkat dan martabatnya, tanpa memandang jenis kelamin, ras ataupun suku bangsa. 4) Adil, yaitu wawasan yang seimbang dalam memandang, menilai tau menyikapi sesuatu atau seseorang. 5) Baik sangka, yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia. 6) Rendah hati (Tawadhu’), yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah. 7) Tepat janji 8) Dapat dipercaya (al- amanah) 9) Lapang dada, yaitu sikap sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan orang lain.34 d. Akhlak terhadap Orang tua Akhlak kepada kedua orang tua yaitu berbuat baik kepada keduanya (birr al-walidain) dengan ucapan dan perbuatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan mencintai mereka melebihi cintanya kepada
34
Muhammad Alim, Opcit, hlm. 157.
34
kerabat lainnya. Meyayangi mereka dengan kasih sayang yang tulus. Berbicara secara ramah, dengan kata-kata yang lemah lembut.35 Berbuat baik kepada kedua orang tua tidak hanya ketika mereka hidup, tetapi terus berlangsung walaupun mereka telah meninggal dunia dengan cara mendoakan dan meminta ampunan untuk mereka, menepati janji mereka yang belum terpenuhi, meneruskan silaturrahmi dengan sahabat-sahabat sewaktu mereka hidup.36 e. Akhlak terhadap Lingkungan Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu yang disekitar, baik binatang, tumbuh- tumbuhan, maupun bendabenda tak bernyawa. Islam sebagai agama universal mengajarkan tata cara peribadatan dan interaksi tidak hanya dengan Allah SWT dan sesama manusia tetapi juga dengan lingkungan alam sekitarnya. Hubungan segitiga ini sejalan dengan misi Islam yang dikenal sebagai agama rahmatan lil’alamin.37 Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al- Qur’an terhadap lingkungan
bersumber
dari
fungsi
manusia
sebagai
khalifah.
Kekhalifahan menuntut adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan agar setiap mahkluk mencapai tujuan penciptanya.38 35
Rois Mahfud, Opcit., hlm. 100. Aminuddin, dkk, Opcit., hlm. 154 37 Opcit., hlm. 101. 38 Muhammad Alim, Opcit., hlm. 158.
36
35
Muhammad (2007)- sebagaimana dikutip oleh- Rois Mahfudz menegaskan secara eksplisit bahwa akhlak manusia terhadap alam diwujudkan dalam bentuk tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan dengan tujuan yang hanya untuk ambisi dan hasrat ekonomi. Allah SWT secara tegas memperingatkan kepada manusia supaya tidak berbuat kerusakan di muka bumi, karena esensinya bahwa berbuat kerusakan pada diri sendiri dan masyarakat luas. Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diperkenankan untuk menikmati apa yang ada di bumi, tetapi tidak untuk mengeksploitasi secara berlebihan melebihi kebutuhan hidup. Secara sederhana dapat dimaknai bahwa sesungguhnya manusia tidak memiliki hak untuk mengeksploitasi alam secara berlebihan melebihi dari kebutuhan dasar. Hal ini disebabkan karena alam dan makhluk apapun yang ada didalamnya juga merupakan umat (hambahambanya).39 3. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi akhlak manusia. Akan tetapi para ahli menggolongkannya kedalam dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. a. Faktor Intern (faktor dari dalam) Terdapat banyak hal yang mempengaruhi faktor internal ini, diantaranya adalah:
39
Rois Mahfud, Opcit, hlm. 102.
36
1) Insting atau Naluri Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berpikir lebih dahulu ke arah tujuan itu dan tidak didahului latihan perbuatan itu (Ahmad Amin, 1995:7). Setiap perbuatan manusia lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri (insting). Naluri merupakan tabiat yang dibawa sejak lahir yang merupakan suatu pembawaan yang asli. Pengaruh naluri pada diri seseorang sangat tergantung pada penyalurannya. Naluri dapat menjerumuskan manusia kepada kehinaan, tetapi dapat juga mengangkat kepada derajat yang tinggi (mulia), jika naluri disalurkan kepada hal yang baik dengan tuntunan kebenaran.40 2) Adat atau Kebiasaan (Habit) Salah satu faktor penting dalam tingkah laku manusia adalah kebiasaan, karena sikap dan perilaku yang menjadi akhlak sangat erat sekali dengan kebiasaan. Yang dimaksud dengan kebiasaan adalah perbuatan yang selalu di ulang- ulang sehingga mudah untuk dikerjakan. Faktor kebiasaan ini memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk dan membina akhlak. Sehubungan kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang- ulang sehingga mudah dikerjakan maka
40
Heri Gunawan, Opcit, hlm. 20.
37
hendaknya manusia memaksakan diri untuk mengulang- ulang perbuatan
yang
baik
sehingga
menjadi
kebiasaan
dan
terbentuklah akhlak yang baik padanya. 3) Kehendak atau kemauan (Iradah) Kemauan adalah kemauan untuk melangsungkan segala ide dan segala yang dimaksud, walau disertai dengan berbagai rintangan dan kesukaran- kesukaran, namun sekali- kali tidak mau tunduk kepada rintangan- rintangan tersebut. Kemauan merupakan
penggerak
mendorong
manusia
dan
merupakan
kekuatan
ynag
dengan
sungguh-
sungguh
untuk
berperilaku (berakhlak).41 4) Suara Batin atau Suara Hati Didalam diri manudsia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu- waktu memberikan peringatan (isyarat) jika tingkah laku manusia berada diambang bahaya dan keburukan, kekuatan tersebut adalah suara batin atau suara hati (dlamir). Suara batin berfungsi memperingatkan bahayanya perbuatan buruk dan berusaha untuk mencegahnya, disamping dorongan untuk melakukan perbuatan baik. Suara hati dapat terus didik dan dituntun akan menaiki jenjang kekuatan rohani. 5) Keturunan
41
Heri Gunawan, Opcit, hlm. 20.
38
Keturunan
merupakan
suatu
faktor
yang
dapat
mempengaruhi perbuatan manusia. Dalam kehidupan kita dapat melihat anak- anak yang berprilaku menyerupai orang tuanya bahkan nenek moyangnya, sekalipun sudah jauh. Sifat yang diturunkan itu pada garis besarnya ada dua macam, yaitu: a) Sifat Jasmaniyah, yakni kekuatan dan kelemahan otot- otot dan urat sarap orang tua yang dapat diwariskan kepada anaknya. b) Sifat Ruhaniyah, yakni lemah dan kuatnya suatu naluri dapat diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi perilaku anak cucunya.42 b. Faktor Ekstern (faktor dari luar) Selain faktor intern (yang bersifat dari dalam), yang dapat mempengaruhi akhlak manusia juga terdapat faktor ekstern (yang bersifat dari luar) diantaranya adalah: a. Pendidikan Ahmad Tafsir-sebagaimana dikutip oleh Herry Gunawanmenyatakan bahwa pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya. Pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan akhlak seseorang sehingga baik dan buruknya tergantung pada pendidikan. Pendidikan ikut mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya
42
, Heri Gunawan, Opcit, hlm. 21.
39
sesuai dengan pendidikan yang telah diterima oleh seseorang baik pendidikan formal, informal maupun non- formal. Betapa pentingnya faktor pendidikan itu, karena naluri yang terdapat pada seseorang dapat dibangun dengan baik dan terarah. Oleh karena itu, pendidikan agama perlu dimanifestasikan melalui berbagai media baik pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lingkungan keluarga, dan pendidikan nonformal yang ada di masyarakat.43 b. Lingkungan Lingkungan adalah suatu yang melingkungi suatu tubuh yang hidup, seperti tumbuh- tumbuhan, keadaan tanah, udara, dan pergaulan manusia hidup selalu berhubungan denagn manusia lainnya atau juga dengan alam sekitar. Itulah sebabnya manusia harus bergaul dan dalam pergaulan itu saling mempenagruhi pikiran, sifat dan tingkah laku.
Adapun lingkungan dibagi
kedalam dua bagian, yaitu: 1) Lingkungan yang bersifat kebendaan Alam yang melingkungi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku manusia. Lingkungan alam ini dapat mematahkan atau mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa seseorang. 2) Lingkungan pergaulan yang bersifat kerohanian
43
Heri Gunawan,Opcit, hlm. 21.
40
Seseorang yang hidup lingkungan yang baik secara langsung atau tidak langsung dapat membentuk kepribadiannya menjadi baik, begitu pula sebaliknya seseorang yang hidup dalam lingkungan kurang mendukung.44
44
Heri Gunawan ,Opcit, hlm. 22.
41
42
42
BAB III DESKRIPSI KISAH NABI YUSUF DALAM AL QUR’AN
A. Pengertian Al-Qur’an Sebagaimana diketahui, sumber ajaran Islam yang pertama adalah alQur’an. Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tidak sekaligus tetapi cara berangsur-angsur dimulai di Mekkah dan disudahi di Madinah. Secara etimologi, al-Qur’an artinya bacaan. Kata dasarnya qara-a, yang artinya membaca. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, akan tetapi isinya harus diamalkan. Al-Qur’an dalam arti membaca sejalan dengan firman Allah dalam AlQur’an surah Al-Qiyamah: 16-18
(١٦ -١٨ : )اﻟﻘﻴﺎﻣﻪ
Artinya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. (QS. Al-Qiyamah: 1618) 1
1
Muhammad Alim, Opcit., hlm. 171
42
43
Al-Qur’an menurut arti istilah (terminology) juga mempunyai beberapa definisi. Diantara definisi Al-Qur’an menurut istilah adalah sebagai berikut: 1. Al-Qur’an adalah firman Allah yang merupakan mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir dengan perantaraan Malaikat Jibril yang tertulis di dalam mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir yang diperintahkan membacanya, yang dimulai dengan surat Al Fatihah dan ditutup dengan surat Annas. 2 2. Al-Qur’an adalah lafal berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, yang diperintahkan membacanya, yang menantang setiap orang (untuk menyusun walaupun) dengan (membuat) surat yang terpendek dari pada surat-surat yang ada didalamnya. 3. Abdul Wahhab Khallaf-sebagaimana dikutip oleh Muhammad Alimmendefinisikan Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, melalui malaikat Jibril dengan menggunakan lafal bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar Al-Qur’an menjadi hujjah (dalil) bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana untuk melakukan
pendekatan
diri
membacanya.3
2 3
Aminuddin, dkk, Opcit., hlm. 46 Muhammad Alim, Opcit., hlm. 172
dan
ibadah
kepada
Allah
dengan
44
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa apa yang disebut Al-Qur’an itu mempunyai kriteria-kriteria antara lain sebagai berikut: 1. Al-Qur’an adalah firman Allah SWT. 2. Al-Qur’an yang merupakan firman Allah SWT itu berbahasa Arab. 3. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. 4. Al-Qur’an sampai kepada kita dengan jalan mutawatir. 5. Al-Qur’an adalah mu’jizat, yaitu mu’jizat Nabi Muhammad SAW yang bersifat memberikan tantangan kepada siapapun yang tidak percaya terhadap kebenaran Al-Qur’an. 6. Al-Qur’an ditulis di dalam mushaf, bahwa al-Qur’an ini ditulis sejak masa turun (Nabi Muhammad SAW). Karena selalu ditulis inilah al-Qur’an juga disebut “Alkitab”. 7. Al-Qur’an diperintahkan untuk dibaca (selain dipelajari dan diamalkan) karena membaca al-Qur’an merupakan ibadah. 8. Al-Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah dan diakhiri dengan surat Annas.4
B. Kandungan Al-Qur’an Kitab suci al-Qur’an tidak pernah membisu untuk menjawab setiap permasalahan hidup manusia. Namun pertimbangan dan petunjuk al-Qur’an
4
Opcit., hlm. 46-47
45
baru bisa ditangkap jika manusia secara bijak dan cermat dapat mengenal sifat-sifat yang dikandungnya, dengan menggunakan metode yang tepat. Isi kitab suci al-Qur’an mengandung berbagai persoalan mengenai kehidupan sekarang (duniawi) dan kehidupan yang akan datang (ukhrawi), peristiwa-peristiwa masa lampau dan masa datang, masalah-masalah yang konkrit dan abstrak, dan masalah-masalah yang belum terpecahkan oleh kemajuan dan kecerdasan otak manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.5 Isi kandungan al-Qur’an dikutip dari Muhammad Alim, pada garis besarnya mengandung pokok-pokok ajaran sebagai berikut: 1. Prinsip-prinsip akidah (keimanan), yaitu doktrin kepercayaan untuk meluruskan dan menyempurnakan keyakinan dan kepercayaan, seperti keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qadha dan qadar. 2. Prinsip-prinsip syari’ah, yakni hukum-hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau alam sekitarnya. 3. Janji dan ancaman, seperti janji kepada orang-orang yang berbuat baik, dan ancaman kepada orang-orang yang berbuat jahat atau dosa. 4. Ilmu pengetahuan, yakni informasi-informasi tentang manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, langit, bumi, matahari, bulan, bintang dan lain sebagainya.
5
Ibid., hlm. 179
46
5. Sejarah atau kisah-kisah masa lalu, seperti kisah para nabi dan rasul, kisah orang-orang dan umat terdahulu, baik mengenai sebab-sebab kemajuan dan kemundurannya, kebangkitan dan kejatuhannya untuk dijadikan cerminan dan pelajaran dalam kehidupan manusia selanjutnya.6 Menurut Rois Mahfudz dalam bukunya yang berjudul Al Islam Pendidikan Agama Islam al-Qur’an secara garis besar memuat beberapa hal pokok atau hal utama besrta pengertian dari tiap-tiap kandungan yang inti sarinya ialah sebagai berikut: 1. Akidah. Akidah adalah ilmu yang mengajarkan tentang kepercayaan atau keyakinan kepada Keesaan Allah SWT. Al-Qur’an mengajarkan akidah tauhid yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT sebagai AlKhaliq. 2. Ibadah. Dari segi bahasa ibadah berarti taat, tunduk, ikut, atau patuh. Ibadah dalam pengertian umum yaitu segala bentuk perbuatan manusia selama ia tidak melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Bentuk ibadah dalam ajaran agama Islam adalah seperti yang tercantum dalam lima butir rukun Islam. 3. Akhlak. Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji (akhlak karimah) maupun yang tercela (akhlak mazmumah). Allah mengutus Nabi SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlak.
6
Ibid., hlm. 179-180
47
4. Hukum. Segala yang ada di dalam al-Qur’an adalah perintah kepada orang yang beriman untuk mrngadili dan memberikan penjatuhan hukuman pada sesama manusia yang terbukti bersalah. 5. Peringatan. Peringatan (Tadzkir) adalah berita yang membuat manusia dan sadar akan kabar gembira berupa bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dengan balasan kenikmatan surga dan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka. 6. Kisah. Kisah ialah riwayat atau cerita mengenai orang-orang yang terdahulu, baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT, maupun yang mengalami kebinasaan akibat ingkar terhadap Allah SWT. 7. Dorongan untuk berpikir. Dalam al-Qur’an banyak yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran manusia untuk mendapatkan manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta serta mendorong umat untuk menggali berbagai disiplin ilmu serta teknologi.7
C. Kisah Nabi Yusuf dalam Al-Qur’an Surah Yusuf yang ayatnya terdiri dari dari 111 ayat, adalah surah yang kedua belas dalam perurutan mushaf, sesudah surah Hud dan sebelum surah al-Hijr. Surah Yusuf adalah satu-satunya nama yang dikenal sejak masa Nabi Muhammad SAW. Penamaan ini sejalan juga dengan kandungannya yang
7
Rois Mahfud, Opcit., hlm. 101-102
48
menguraikan kisah Nabi Yusuf as. Berbeda dengan banyak Nabi yang lain, kisah beliau hanya disebut dalam surah ini. Yusuf adalah putra Ya’qub Ibn Ishaq Ibn Ibrahim as. Ibunya adalah Rahil, salah sedorang dari tiga istri Nabi Ya’qub as. Ibunya meninggal ketika adiknya, Benyamin, dilahirkan sehingga ayahnya mencurahkan kasih sayang yang besar kepada keduanya melebihi kasih sayang pada kakak-kakaknya.8 Yusuf adalah seorang hamba yang saleh yang al-Qur’an tidak mengada-adakan tentang kepribadiannya dengan sekali pandang. Dia menghadapi fitnah dengan segala kemanusiaannya, yang dibesarkan dari dalam rumah tangga kenabian, pendidikan dan keagamaan. Kemanusiaannya dengan pertumbuhan, pendidikan, dan keagamaannya terlukis dengan segala sisinya dalam peristiwa-peristiwa yang dialaminya.9 1. Mimpi Seorang Anak Suatu
hari
Yusuf,
yang
masih
bocah
belia,
menghadap
ayahandanya, lantas bercerita,
(٤ : )ﻳﻮﺳﻒ
Artinya: Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS. Yusuf: 4)
Ayahnya tahu bahwa ini adalah mimpi ilham, bukan sebagai perintah tidur yang ditimbulkan oleh lintasan pikiran. Dan Yusuf bakal 8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 3 9 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an dibawah naungan al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 308
49
menjadi orang yang sangat penting dan mempunyai kekuasaan. Ia akan menguasai keluarganya sampai bapak ibunya sendiri dan saudarasaudaranya.10 Mimpi itu jika diketahui oleh saudara-saudaranya pasti akan lebih menyuburkan kecemburuan mereka. Karena itu sang ayah memintanya agar merahasiakan mimpinya. Ta’wil mimpi Yusuf bahwa ia melihat sebelas bintang, matahari dan bulan sujud kepadanya. Puluhan tahun kedepan akan tunduk kepadanya 11 orang saudaranya, ibu dan bapaknya yang datang bersamasama ke Mesir pada saat dia memegang tampuk kekuasaan.11 2. Yusuf Disingkirkan Saudara-saudaranya
١٠ : )ﻳﻮﺳﻒ (٩ –
Artinya: Bunuhlah Yusuf atau buanglah Dia kesuatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik. Seorang diantara mereka berkata: "Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah Dia ke dasar sumur supaya Dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu hendak berbuat." (QS. Yusuf: 9-10) Setelah kesepakatan itulah mereka mendiskusikan apa yang harus mereka lakukan. Rupanya mereka sepakat bahwa cinta ayah yang sangat 10
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1993), hlm.224-225 11 Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 17
50
besar hanya tertuju kepada Yusuf, kepada Benyamin pun tidak sebesar cintanya kepada Yusuf.12 Suatu hari setan berbisik-bisik pada telinga hati kesepuluh saudara tiri, sehingga berencana membuat maker alias rekayasa keji. Mereka berharap dengan disingkirkannya Yusuf, kasih sayang ayahnya akan terlimpah kepada diri mereka. Semula rekayasa yang direncanakan adalah pembunuhan, namun akhirnya diubah menjadi pembuangan, agar mereka tak terkena dosa berat akibat pembunuhan. Setelah sepakat bulat, mereka menemui ayahnya yang sedang istirahat di beranda, “Wahai bapak, kami ingin mengajak Yusuf bersenagn-senang, bermain bersama kami dalam padang gembalaan.” Sang
ayah
tak
mengijinkan,
dan
saudara-saudara
Yusuf
mengajukan bujukan dengan menampilkan wajah kemunafikan, “Wahai bapak, apakah engkau tak mempercayai kami? Ketahuilah bapak, kami sangat menyayanginya, dan mengharapkan Yusuf dapat piknik bersama, bersenag-senang dengan kami di ladang gembala. Sungguh kami pasti akan menjaga dia sebaik-baiknya.”13 Mereka telah sepakat untuk memasukkan Yusuf ke dasar sumur, sehingga dia lenyap dari pandangan mereka. Pada saat dalam kesempitan dan kesulitan yang dihadapi dengan penuh ketakutan dan kematian sudah dekat kepadanya, tidak ada orang yang menyelamatkan dan menolongnya,
12 13
101
M. Quraish Shihab, Opcit., hlm. 25 Dhurorudin Mashad, Mutiara Hikmah Kisah 25 Rasul, (Jakarta:Erlangga, 2002), hlm.
51
sedang dia seorang diri yang masih kecil, sementara saudara-saudaranya berjumlah sepuluh orang yang kuat-kuat.14 Tipu daya yang diandalkan oleh saudara-saudara Yusuf untuk menghadapi ayahnya setelah mereka melemparkan Yusuf ke dasar sumur. Mereka pulang malam sambil menangis, menampakkan kesedihannya atas Yusuf, dan mengemukakan alasan atas apa yang terjadi menurut versi mereka. Mereka berkata, “Wahai Ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami,” yaitu baju-baju dan barang-brang kami, “lalu dia diterkam serigala”. Dan inilah yang dikhawatirkan dan ditakuti Ya’qub. Mereka datang dengan membawa gamisnya dengan darah palsu, yakni diada-adakan. Mereka menangkap anak kambing kemudian menyembelihnya. Mereka melumuri baju Yusuf dengan darah kambing guna memberi kesan bahwa inilah baju yang dikenakan Yusuf pada saat diterkam serigala. Namun mereka lupa untuk mengoyakkan baju itu sehingga kemulusan baju tidak mendukung kebohongannya kepada Ya’qub. Oleh karena itu, Ya’qub berkata, “Sebenarnya kamu sendirilah yang memandang baik perbuatan itu. Maka kesabaran yang baik. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan berupa kebohongan dan kemustahilan.15 3. Yusuf Dijual Kepada Orang Mesir
14 15
Sayyid Quthb, Opcit., hlm. 332 Muhammad Nasib Ar Rifa’I, Opcit., hlm.842
52
Setelah beberapa hari Yusuf di dalam sumur, akhirnya datanglah kelompok orang-orang musafir yang cukup banyak anggotanya dan telah panjang perjalanan mereka. Mereka berhenti dan beristirahat dan mengambil bekal utamanya air , lalu mereka menugaskan salah satu dari rombongan mereka seorang pengambil air menuju sumur. Setibanya di mulut sumur, dia menurunkan timbanya untuk memenuhinya dengan air. Dan, alangkah kagetnya dia. Seorang anak yang sangat tampan dan dengan wajah tak berdosa bergantung ditali timbanya. Dengan penuh suka cita mereka menemukan anak yang dapat dijual atau diperbudak. Mereka bersama-sama sepakat
menyembunyikannya dengan jalan menjadikan
anak temuan itu sebagai barang dagangan.16 Kafilah dagang itu menjual Yusuf di Mesir dengan harga yang sedikit, kurang dari harga umum, hanya beberapa dirham bisa dihitung. Uang itu tak bisa ditimbang, karena tidak ditimbang kecuali yang telah sampai 40 dirham atau lebih.17 Allah menyiapkan untuk Yusuf seorang pembeli dari Mesir yang akan memperhatikan, memuliakan dan memesankannya kepada istrinya. Orang itu melihat tanda-tanda baik dan kemaslahatan pada diri Yusuf. Dia berkata kepada istrinya, “Berikanlah kepadanya tempat yang baik. Mudahmudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut sebagai anak.” Orang
16 17
M. Quraish Shihab, Opcit., hlm.39-40 Ahmad Mustafa Al Maraghi, Opcit., hlm. 244
53
yang membelinya adalah seorang wazir yang mengurusi perbendaharaan Negara Mesir. Al Aziz memiliki firasat baik pada Yusuf.18 4. Rayuan Istri Orang Tahun demi tahun Yusuf kian beranjak remaja dan makin tampan rupawan parasnya. Istri Al Aziz yaitu Zulaikha, telah diberi pesan oleh suaminya untuk memuliakan Yusuf. Kemudian dia merayu supaya takluk kepada dirinya. Yakni si istri berupaya untuk menguasai diri Yusuf dan menyerahkan dirinya kepada Yusuf. Hal itu karena si istri sangat mencintai Yusuf dengan hebat karena ketampanan, kebaikan, dan kepandaiannya. Hal itu mendorongnya untuk berdandan buat Yusuf. Dia mengunci pintu-pintu dan menyerahkan diri kepada Yusuf. Lalu berkata, “Kemarilah!” Yusuf menolaknya sekuat tenaga dan berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya suamimu adalah tuanku yang telah memperlakukan aku dengan baik dan memberikanku tempat tinggal. Maka aku tidak akan membalasnya dengan berbuat fahiyah kepada istrinya.19 Sungguh Yusuf tidak menduga situasi akan menjadi demikian, Yusuf menyebutkan tiga hal setelah tiga hal pula dilakukan oleh wanita itu: merayu, menutup rapat pintu-pintu, dan mengajak berbuat. Dijawabnya dengan memohon perlindungan Allah, mengingat anugerah Allah SWT, antara lain melalui jasa-jasa suami wanita itu serta
18 19
Muhammad Nasib Ar Rifa’I, Opcit., hlm.844 Ibid., hlm. 855
54
menggarisbawahi bahwa ajakan itu adalah kezaliman, sedang orang-orang yang zalim tidak akan beruntung.20 Yusuf dan wanita itu ketika keduanya berlomba menuju pintu. Yusuf berlari dan wanita itu mengejarnya supaya kembali ke dalam rumah. Wanita itu berhasil menyusulnya dan memegang gamisnya dari belakang sehingga sobek dengan besar dan nista. Tatkala si wanita tetap mengejar Yusuf , maka keduanya mendapati suaminya di depan pintu. Pada saat itulah si wanita mengubah sikapnya dengan menipu dan membuat muslihat di depan suaminya sambil mengarahkan tuduhan buruk kepada Yusuf, dia berkata, “Tidaklah pembalasan bagi orang yang bermaksud buruk, yakni cabul terhadap istrimu kecuali dipenjara dan azab yang pedih!”, dipukul dengan keras sekali.21 Yusuf berkata, wanita itulah yang meminta aku. Tetapi aku menolak dan lari, seperti yang tuan ketahui. 22 Namun demikian tandatanda tetap menunjukkan atas kebenaran Yusuf karena hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa Yusuf, statusnya sebagai budak dari wanita itu. 2. Mereka melihat bahwa Yusuf berlari cepat untuk keluar, padahal orang yang meminta kepada seorang wanita takkan keluar dengan cara berlari. 3. Bahwa mereka melihat perhiasan kelihatan pada wajah wanita itu. Padahal perhiasan itu, bekasnya pun tidak ada pada wajah wanita itu. 20
M. Quraish Shihab, Opcit., hlm. 52-53 Muhammad Nasib Ar Rifa’I, Opcit., hlm. 848 22 Ahmad Musthafa Al Maraghi, Opcit., hlm. 265 21
55
4. Berdasarkan akhlak Yusuf selama itu, mereka tidak pernah memperkuat sesuatu yang memperkuat kebenaran tuduhan seperti itu.23 Seorang anak paman wanita itu memberi keputusan berdasarkan hal-hal tersebut. Dia adalah orang yang berakal dan cerdas dengan katanya. Sesungguhnya kami mendengar ribut-ribut dan kegaduhan, dan kami pun melihat baju yang terkoyak itu. Hanya kami tidak tahu siapakah diantara kalian berdua yang berada di depan. Oleh karena itu, kalau baju koyak dari depan maka wanita itulah yang benar dalam tuduhannya, bahwa laki-laki itu hendak memperkosanya, karena itu bisa diterima akal. Apabila wanita itu membujuk dia, lalu dia menolak dan lari menghindar, kemudian dikejar oleh wanita itu dan ditariknyasupaya mau kembali, sehingga bajunya itu terkoyak dari belakang maka wanita itulah yang dusta dalam pengakuannya. Bahwa laki-laki itulah yang menyerang hendak memukulnya, sedang laki-laki itulah yang tergolong orang-orang yang benar dalam kata-katanya, bahwa dia lari menghindar dari wanita itu.24 Maka nyatalah duduk persoalannya, sesuai dengan kesaksian yang bertitik tolak dari logika peristiwaa itu, bahwa wanita itulah yang menggoda Yusuf dan dialah yang mengatur tuduhan itu. 5. Gunjingan Kaum Wanita terhadap Istri Al Aziz 23 24
Ibid., hlm. 266 Ibid., hlm. 266-267
56
Istana mempunyai dinding dan di dalam istana itu terdapat pelayanpelayan dan kerabat raja. Dan apa yang terjadi di dalam istana tidak mungkin dapat ditutup-tutupi, lebih-lebih dikalangan kaum bangsawan, yang para istri mereka tidak mempunyai pekerjaan selain membicarakan apa yang terjadi di sekeliling mereka. Maka jadilah peristiwa itu sebagai buah bibir di dalam pertemuan-pertemuan, pada saat berdagang dan saling berkunjung.25
(٣٠ : )ﻳﻮﺳﻒ
Artinya: dan wanita-wanita di kota berkata: "Isteri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya Kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata."(QS. Yusuf: 30) Zulaikha menjadi bahan gunjingan dan cemoohan. Menanggapi situasi ini Zulaikha mereka sakit hati, ingin memberi pelajaran kepada mereka yang suka usil pada pada urusan pribadi. Kembali Zulaikha membuat rekayasa. Dia mengundang para istri bangsawan untuk menghadiri jamuan. Kepada mereka disuguhkan makanan, daging, dan buah-buahan lengkap dengan pisau tajam untuk mengupas atau memotongnya,. Ketika para wanita, istri bangsawan seluruh kota, asyik mengupas buah di tangannya, “Keluarlah kamu. Tampakkan wajahmu kepada para tamuku.”
25
Sayyid Quthb, Opcit,. hlm. 342
57
Kala itulah para wanita melongo, terkagum, terkesima, terpesona pada kerupawanan Yusuf yang melebihi ketampanan semua orang, siapa saja. Mereka berkata penuh ketakjuban, “Maha Mulia Allah. Ini bukanlah manusia biasa, melainkan seorang malaikat mulia. Betapa ketampanan dan
kesempurnaan
memenuhi
badan
dan
romannya.”
Ditengah
kebengongan bak tersihir oleh ketampanan, tangan para wanita tergores pisau-pisau tajam di tangan tanpa dirasakan. Melihat adegan ini Zulaikha menebar senyum kemenangan, tepuk tangan, berhasil melakukan pembalasan dengan sangat telak dan memalukan. Zulaikha langkas menukas tangkas, “Itulah dia orang yang kamu cela karena aku terpikat kepadanyta. Dulu memang dia menolakku, namun lain kali aku akan tetap menggoda atau kalau tetap tak mau dia akan kuusahakan dipenjara agar ia menjadi terhina.” Mendengar semboyan dan sumpah dari istri majikan, Yusuf mengadu kepada Tuhan, “Duhai Tuhanku, hindarkan aku dari rekayasa dan maker hamba-Mu. Cegahlah aku dari godaan kecantikan, sehingga aku dapat tercegah menjadi golongan orang bodoh yang mudah dikelabuhinya.” Allah mengabulkan doa Yusuf, sehingga dia kuat iman tetap tak terperangkap pada dosa, meski ia akhirnya dimasukkan dalam penjara
dengan
tuduhan diputar balikkan
majikannya.26 6. Orang yang Benar Dipenjara
26
Dhurorudin Mashad, Opcit., hlm. 104-106
fakta menggoda
istri
58
Benar-benar mereka memasukkan Yusuf ke dalam penjara. Dan bersama dengan Yusuf, masuk pula dua orang pemuda, yang keduanya adalah pelayan raja Mesir, seorang di antaranya juru masak roti, sedang yang satu juru minumnya. Mereka berdua dipenjarakan karena suatu pengkhianatan kepada mereka yang akan menghabisi riwayat raja.27 Suatu hari, mereka bermimpi dan berkata salah satu dari keduanya kepada Yusuf “aku bermimpi bahwa aku memeras anggur sehingga menjadi khamr, yakni minuman keras.” Dan temannya yang satu berkata sambil
mengukuhkan
ucapannya,
khawatir
diduga
ikut-ikutan,
“Sesungguhnya akupun bermimpi bahwa aku membawa roti, dan roti itu kulihat berada di atas kepalaku, lalu sebagiannya dimakan burung.” Beritahulah kami tentang takwilnya, sesungguhnya kami memandangmu termasuk al-muhsin, yakni orang mantap dalam kebaikannya, senang membantu, menasehati, membimbing, dan dengan demikian kami menduga engkau pun pandai menakwilkan mimpi.28 Kemudian Yusuf memberitahukan takbir mimpinya, kepada penyaji minuman, “Kamu akan tinggal dipenjara selama tiga hari, kemudian bebas dan bekerja seperti semula.” Sedangkan kepada pembuat roti, Yusuf berkata bahwa dia akan disalib lalu kepalanya akan dipatuki burung. Tatkala Yusuf melihat tanda-tanda pada diri kedua pemuda itu mau menerima kebaikan dan memperhatikan serta menginsafnya, maka Yusuf 27 28
Ahmad Mustafa Al Maraghi, Opcit., hlm. 285 M. Quraish Shihab, Opcit., hlm. 86
59
mulai mengencangkan penyampaian seruan kepada ketauhidan dan keimanan terhadap Allah yang Maha Perkasa melalui pentakbiran mimpi keduanya, karena dalam penyampaiannya itu mengandung kepentingan yang besar.29 7. Mimpi Raja dan Kebebasan Yusuf Raja telah bermimpi yang tidak bisa ditakwil oleh para juru ramal, orang pandai atau para pembesar Negara waktu itu, mimpinya yaitu
(٤٣ : )ﻳﻮﺳﻒ
Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemukgemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orangorang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi." (QS. Yusuf: 43)30 Ketidakmampuan para pemuka kerajaan itu merupakan kesempatan bagi orang yang keluar dari penjara untuk memberitahukan kepada raja, bahwa dalam penjara ada seorang yang salih, berilmu, gemar melakukan ketaatan lagi pandai mentakwilkan mimpi. Katanya: jika tuan mengizinkan padaku, maka aku akan pergi padanya, lalu datang lagi kepada tuan membawa jawabannya.31
29
Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Opcit., hlm. 854-856 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Opcit., hlm. 302 31 Ibid., hlm. 304 30
60
Setelah menyimak cermat cerita, Yusuf segera mentakwilkan sekaligus memberi alternatif cara pemecahannya, “Mesir akan dilanda masa subur selama tujuh tahun. Pada masa subur itu gunakanlah untuk bercocok tanam secara giat, yang hasilnya perlu dihemat agar dapat disimpan, dengan membiarkan tetap dbulir alias tangkainya. Sebab, setelah itu akan datang kemarau panjang, sehingga simpanan dan stok makan sebelumnya dapat dimanfaatkan di masa paceklik kekeringan.”32 Raja tatkala para utusan kembali menghadapnya membawa takbir mimpi yang mengesankan dan meyakinkannya. Maka tahulah raja akan keunggulan Yusuf, kebaikan pandangannya, dan kebaikan perilakunya terhadap orang yang ada di negerinya. Maka, Raja berkata: “Bawalah dia kepadaku. Setelah utusan meyampaikan pesan raja Yusuf menolak keluar dari penjara sebelum raja dan rakyatnya mengetahui dengan jelas kebebasan dirinya serta kesucian perilakunya dari tuduhan yang ditujukan oleh Zulaikha dan bahwa keberadaannya di penjara itu merupakan kezaliman dan permusuhan.33 Akhirnya, perkara di buka kembali. Wanita-wanita bangsawan dikumpulkan untuk memberi kesaksian. Zulaikha juga dihadapkan. Melalui peradilan semua wanita saksi mengaku bahwa Yusuf tidak bersalah. Dan Zulaikha sendiri terang-terangan mengatakan, “Akulah yang menggodanya.” Lantas kenapa Yusuf dipenjarakan? Zulaikha memberi alasan: “Memberi pelajaran kepada Yusuf dan ia tak mau berlarut-larut 32 33
Dhurorudin Mashad, Opcit., hlm. 108 Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Opcit., hlm. 861
61
mengkhianati suami. Tak ada cara lain yang mungkin kecuali memasukkan Yusuf dalam bui.”34 8. Yusuf Menjadi Pejabat Pemerintah Setelah terbukti secara gamblang bagi Raja kebenaran Yusuf dan kezaliman yang menimpanya dan terpaksa mendekam dipenjara sekian tahun lamanya dan diketahuinya pula betapa baik dan luhur sikap dan kelakuannya di dalam penjara, ditambah lagi dengan kepuasan Raja mendengar penjelasan Yusuf tentang makna mimpinya, dan kini tanpa ragu Raja bertitah kepada petugas yang dia tunjuk, “Bawalah dia kepadaku agar aku memilihnya untukku saja sebagai orang dekat kepadaku dan untuk kujadikan penasihat dan pembantuku dalam memutar roda pemerintahan.” Petugas pun segera menemui Yusuf dan mengundangnya segera ke istana. Setelah bercakap-cakap dengan Yusuf, Raja sangat kagum mendengar uraian Yusuf serta kedalaman pengetahuannya, sebagaimana dia terpesona pula melihat kejernihan air muka dan penampilannya.
Dia bertitah kepada Yusuf bahwa, “Sesungguhnya
engkau hari ini dan saat ini disisi kami adalah seseorang yang berkedudukan tinggi lagi terpercaya untuk mengelola semua yang berkaitan dengan urusan Negara.” Dia menyambut tawaran Raja demi menyukseskan tugasnya menyebarluaskan ajaran agama dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh masyarakat dan menjawab: “ Jadikanlah aku bendaharawan Negara di wilayah kekuasaan baginda,” yakni di Mesir,
34
Opcit., hlm. 108-109
62
“Sesungguhnya aku adalah orang yang amat pemelihara yang sangat pandai menjaga amanah lagi amat berpengetahuan menyangkut tugas yang aku sebutkan itu. Sebagaimana yang tersirat dalam surah Yusuf : 54-55, yakni:
(٥٤ -٥٥ : )ﻳﻮﺳﻒ
Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakapcakap dengan Dia, Dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan Tinggi lagi dipercayai pada sisi kami". Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (QS. Yusuf: 54-55)35 9. Pertemuan dengan Keluarga Waktu berjalan lama, kini mimpi Raja terbukti dalam kenyataan. Masa paceklik melanda daerah mesir dan sekitarnya. Ya’qub as. beserta anak-anaknyayang tinggal tidak jauh dari Mesir, yakni di Palestina, mengalami juga masa sulit. Mereka mendengar bahwa di Mesir pemerintahnya membagikan pangan untuk orang-orang butuh atau menjualnya dengan harga yang sangat murah. Karena itu Ya’qub memerintahkan semua ankanya menuju ke Mesir kecuali Benyamin, karena khawatir jangan sampai nasib yang menimpa Yusuf menimpanya
35
M. Quraish Shihab, Opcit., hlm. 127
63
pula. 36 Dan datanglah saudara-saudara Yusuf ke Mesir lalu mereka masuk ke tempat Yusuf yang ketika itu mengawasi langsung pembagian makanan. Ketika mereka masuk, Yusuf langsung mengenal mereka, tetapi mereka benar-benar asing terhadap Yusuf. Yusuf mulai berbicara kepada mereka, “Apa yang membawamu datang ke negeriku?” mereka menjawab, “Untuk memperoleh persediaan makanan.” “Dari mana asal kalian?”, Mereka menjawab, “Kami dari negeri Kan’an. Ayah kami bernama Ya’qub. Dia seorang Nabi.” Yusuf menyelidik, “Apakah bapakmu memiliki anak-anak selain kamu?” mereka menjawab, “Kami dua belas orang bersaudara. Adik kami yang satu meninggal di tegalan. Dia merupakan anak kesayangan ayah. Saudara kandungnya masih ada, namun dipingit ayahku guna dijadikan penghibur bagi kakaknyanya yang tiada.” Maka Yusuf menyuruh para pegawainya untuk menempatkan mereka dan menghormatinya. Yusuf berkata, “Bawalah kepadaku saudaramu yang sebapak denganmu.” Bawalah dia agar aku mengetahui kebenaran ceritamu itu. Jika kamu tidak membawanya kepadaku maka kamu tidak akan mendapat takaran lagi dariku dan kamu jangan mendekatiku. Mereka berkata, “Kami akan membujuk ayahnya guna membawanya, dan sesungguhnya kami benar-benar akan melaksanakannya. 37 Tampaknya ketika masuk kepada Ayah mereka dan sebelum membuka barang bawaan mereka, mereka tergesa-gesa menginformasikan 36 37
Ibid., hlm. 137 Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Opcit., hlm. 866
64
kepada ayah mereka bahwa keputusan penolakan bantuan makanan atas mereka telah ditetapkan, kecuali bila mereka mau datang kepada penguasa Mesir bersama adik tiri yang terkecil yang ikut beserta dengan mereka. Maka, mereka pun memohon kepada ayah mereka agar mengutus mereka bersama adik tiri terkecil mereka, sehingga dapat menambah kantongkantong perbekalan dengannya, dan mereka berjanji akan menjaganya. Akhirnya dengan terpaksa Ya’qub pun mengizinkan anaknya untuk dibawa, namun dengan satu syarat, “Ya’qub berkata, “Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang tegus atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh.” (QS. Yusuf: 63)38 Sampailah saudara-saudara Yusuf bersama Benyamin. Maka, Yusuf a.s. melimpahkan mereka dengan penghormatan, kelembutan, hubungan persaudaraan, dan kebaikan yang membuat mereka memperoleh puncak penghormatan. Yusuf memisahkan Benyamin dari saudarasaudaranya dan memperkenalkan kepada saudaranya itu bahwa dia adalah saudaranya. Yusuf menyuruh Benyamin agar merahasiakan itu kepada mereka. Tatkala Yusuf memperispkan segala sesuatu bagi saudarasaudaranya itu, dia menyuruh salah seorang bujangnya memasukkan alat takar ke karung Benyamin dan hal itu tidak boleh diketahui oleh seorang pun diantara mereka.
38
Sayyid Quthb, Opcit., hlm. 378
65
Kemudian
salah
seorang
bujang
menyeru,
“Hai
Kafilah,
sesungguhnya kamu adalah pencuri. Mereka berkata, “Apa yang hilang darimu?” para penyeru berkata, “Kami kehilangan piala raja.” Yakni, sha’ yang biasa digunakan untuk menakar.” Barangsiapa yang dapat mengembalikannya, maka dia akan memperoleh bahan pangan sebeban unta. Saudara-saudara Yusuf menyatakan berlepas diri kepada Aziz setelah mereka melihat takaran itu dikeluarkan dari karung bawaan Benyamin. Setelah jelas maka Benyamin diamankan di dekat Yusuf sesuai dengan ketetapan pengakuan mereka. Kemudian mereka mulai memelas dan meminta belas kasihan kepada Yusuf. “Mereka berkata, “Wahai Aziz, sesungguhnya dia mempunyai ayah yang sudah lanjut usia.” Oleh karena itu, ambillah salah seorang dari kami sebagai penggantinya. Setelah
saudara-saudara
Yusuf
berputus
asa
untuk
dapat
meyakinkan Yusuf agar memulangkan Benyamin karena perjanjian yang telah mereka putuskan kepada ayahnya bahwa Benyamin akan dibawanya kembali. Kemudian Yusuf menyuruh mereka agar memberitahukan kejadian yang sebenarnya kepada ayah mereka.39 Nabi Ya’qub as. tidak dapat percaya dengan apa yang diucapkan anak-anaknya. Dia berkata: “Ya'qub berkata: "Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya
39
Opcit., hlm. 871-875
66
kepadaku; Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana". Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena Kesedihan dan Dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).” (QS. Yusuf: 83-84) Nabi Ya’qub memerintahkan kepada anak-anaknya dengan berkata: “Hai anakanaku, pergilah, maka caritahulah dengan bersungguh-sungguh dan dengan seluruh indra kamu berita tentang Yusuf dan saudaranya Benyamin, siapa tahu kamu bertemu dengan beritanya atau keduanya dan jangan berputus asa dari rahmat, kemudahan, dan pertolongan Allah
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Analisis Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi Yusuf Akhlak merupakan refleksi dari tindakan nyata atau pelaksanaan akidah dan syariat. Akhlak merupakan seperangkat nilai keagamaan yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan keharusan, siap pakai, dan bersumber dari wahyu Ilahi.1 Akhlak dalam Islam mempunyai ruang lingkup, yaitu akhlak manusia terhadap Allah SWT, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak manusia terhadap alam semesta.2 Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf as adalah sebagai berikut: 1. Akhlak kepada Allah SWT a. Sabar Sabar merupakan suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dari kepahitan hidup. Kesabaran merupakan tingkah laku positif yang ditonjolkan oleh seseorang atau individu dan merupakan pilar kebahagiaan bagi seseorang yang akan memberikan ketenangan dan ketentraman di dalam jiwa manusia. Sikap sabar dalam diri Nabi Ya’qub as. dan Nabi Yusuf as. dalam menghadapi setiap cobaan dan permasalahan yang dialami, 1 2
Rois Mahfud, Opcit., hlm. 96-97 Ibid., hlm. 99
69
dapat dilihat dari setiap cobaan yang dimulai ketika Nabi Ya’qub dipisahkan dengan Nabi Yusuf oleh saudara-saudaranya yang dibuang ke dalam sumur, setelah ada orang Mesir menemukannya Nabi Yusuf dijual sebagai budak dengan harga murah kepada Al Aziz (menteri) Mesir dan istrinya bernama Zulaikha, dan ketika beranjak remaja Nabi Yusuf dibujuk oleh Zulaikha untuk meladeninya, yang akhirnya sebab fitnah dari Zulaikha dan para wanita disekeliling istana, Yusuf dipenjarakan, sampai akhirnya Nabi Yusuf diangkat oleh Raja menjadi pejabat Negara dan bertemu kembali dengan keluarganya pada musim kemarau panjang. Semua cobaan dan permasalahan yang dihadapi diterima oleh Nabi Yusuf dengan sabar, terbukti ketika ia direkayasa dimasukkan dalam penjara dengan tuduhan diputar balikkan fakta menggoda istri majikannya, ia berdoa kepada Allah agar kuat iman dan terhindar dari godaan kecantikan dan kezaliman. Hal ini dapat kita lihat ketika Nabi Yusuf mengadu kepada Allah SWT dalam surah Yusuf: 33-34.
-٣٤ : )ﻳﻮﺳﻒ
(٣٣
Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk
70
(memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. Yusuf: 33-34) b. Beriman kepada Allah Iman dipahami sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan yang di dasari niat yang tulus dan ikhlas dan selalu mengikuti petunjuk Allah SWT serta sunnah Nabi Muhammad SAW.3 Nabi Yusuf as. adalah hamba Allah yang beriman. Menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya. Keyakinan dalam hatinya bahwa Allah SWT akan selalu bersamanya dan memberikan perlindungan-Nya. Keimanan Nabi Yusuf as. sangat kuat, terbukti dengan adanya kejadian bahwa ia digoda, dan diajak untuk melakukan kezaliman oleh Zulaikha (istri Al Aziz). Nabi Yusuf dengan sekuat tenaga menolak dan berlari untuk menghindari ajakan Zulaikha. Inilah tanda keimanan Nabi Yusuf as. kepada Allah SWT,
(٢٣ : )ﻳﻮﺳﻒ
Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku 3
Ibid., hlm. 12
71
dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (QS. Yusuf: 23) c. Memelihara Kesucian Diri Memelihara kesucian diri termasuk dalam rangkaian fadhilah akhlakul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada setiap waktu. Dengan penjagaan diri secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status khairunnas. Hal ini dilakukan mulai dari memelihara hati untuk tidak berbuat rencana dan angan-angan buruk.4 Nabi Yusuf as. selalu menjaga kesucian dirinya, terbukti pada saat ia digoda dan diajak Zulaikha untuk melakukan perbuatan setan, ia menolak hal itu. Tanda Nabi Yusuf as. selalu memelihara kesucian diri, QS. Yusuf: 53
(٥٣ : )ﻳﻮﺳﻒ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf: 53) d. Bersyukur Bersyukur merupakan ungkapan rasa syukur manusia kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diperoleh dari-Nya. Ungkapan rasa 4
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007) hlm. 46
72
syukur dimaksud dapat melalui perkataan dan perbuatan. Rasa syukur dipanjatkan oleh Nabi Yusuf as. dengan cara berdoa, ketika beliau telah bertemu dengan orang tuanya dan dapat berkumpul kembali dengan saudara-saudaranya. Doa tersebut dituangkan oleh al-Qur’an dalam surah Yusuf: 101
(١٠١ : )ﻳﻮﺳﻒ
Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (QS. Yusuf: 101) e. Tawakkal Tawakal ialah menyerahkan, menyandarkan diri kepada Allah SWT setelah melakukan usaha atau ikhtiar dan mengharapkan pertolongan-Nya. Tawakal bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha, tetapi menyerahkan diri pada Allah itu pertanda taat kepadaNya setelah berusaha.5 Nabi Yusuf selalu berusaha agar dapat mencegah dan terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan pada putra-putranya. Nabi Ya’qub selalu berserah diri kepada Allah SWT. Hal ini dapat dilihat dari pesan Nabi Ya’qub kepada putra-putranya saat pergi ke Mesir. 5
Ibid., hlm. 53
73
(٩٧ : )ﻳﻮﺳﻒ
Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersamasama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri". (QS. Yusuf: 97) 2. Akhlak kepada Sesama Manusia Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, manusia perlu berinteraksi dengan sesamanya dengan akhlak yang baik. Diantara akhlak terhadap sesama manusia antara lain: a. Akhlak terhadap Kedua Orang tua Akhlak kepada kedua orang tua yaitu berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain: menyayangi dan mencintai mereka sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha. Akhlak kepada orang tua yang ditunjukkan oleh Nabi Yusuf as. yaitu ketika Nabi Yusuf bertemu dengan orang tuanya, kemudian di
74
naikkan kedua orang tuanya di atas tahta sebagai rasa hormat beliau kepada keduanya. Ayat yang memperlihatkan tentang kisah ini yaitu
)ﻳﻮﺳﻒ
(١٠٠ :
Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku Inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. dan Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaKu, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Yusuf: 100) Ayat diatas menceritakan bahwa Yusuf memerintahkan saudarasaudaranya untuk membawa ayah dan ibunya ke Mesir untuk tinggal bersama. Ketika Ya’qub beserta saudara-saudaranya tiba di Mesir, Yusuf, raja, gubernur, dan para pemuka masyarakat pergi untuk menyambut mereka, dan menempatkan ditempat terbaik. Yakni ayah dan ibunya dinaikkan kedudukan keduanya diatas singgasana bersama Yusuf, dan mereka merebahkan sambil bersujud kepadanya.yakni kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang berjumlah sebelas orang bersujud kepada Yusuf.
75
b. Akhlak terhadap Saudara Akhlak terhadap saudara dapat dilakukan dengan saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, mencintai dan membenci karena Allah SWT. Rasa cinta dan kasih sayang tulus yang ditunjukkan Nabi Yusuf as. kepada saudara-saudaranya dapat dilihat dari perlakuan Nabi Yusuf kepada saudara-saudaranya ketika bertemu di Mesir pada saat musim paceklik dan Nabi Yusuf menjabat sebagai Al Aziz (menteri), saudara-saudaranya datang untuk mendapatkan bahan pangan. Setelah mengetahui bahwa mereka adalah saudara kandungnya, yang dulu telah membuangnya ke sumur dan akhirnya dijual sebagai budak. Nabi Yusuf memperlakukan mereka dengan baik, bahkan mereka mendapat tempat yang terbaik. Hal itu dapat dibuktikan dari perkataannya:
(٩٢ : )ﻳﻮﺳﻒ
Dia (Yusuf) berkata: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, Mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara Para Penyayang". (QS. Yusuf: 92) Jika dilihat dari perlakuan saudara-saudaranya kepada Nabi Yusuf as., disaat ia menjabat sebagai Al Aziz di Mesir, ia dapat melakukan sesuatu untuk membalas mereka. Tetapi dalam diri Nabi Yusuf tidak menaruh sedikitpun rasa dendam kepada mereka.
76
(٥٩ : )ﻳﻮﺳﻒ
Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya, ia berkata: "Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu (Bunyamin), tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan dan aku adalah Sebaik-baik Penerima tamu? (QS. Yusuf: 59) c. Akhlak Terhadap Majikan Nabi Yusuf as. dijual sebagai budak dan Allah mengirimkan pembeli yang baik dan memberikan tempat yang baik pula untuk dirinya yaitu seorang Al Aziz Mesir dan istrinya. Akhlak yang ditunjukkan Nabi Yusuf as. sebagai rasa terima kasih kepada tuannya. Rasa itu dapat dibuktikan ketika Nabi Yusuf as. diajak oleh istri tuannya untuk selingkuh, ia menolak. Karena Nabi Yusuf as. merasa tidak sepantasnya membalas budi baik kepada tuannya yang telah merawat dan berbuat baik padanya dengan memenuhi ajakan istri tuannya. Dengan tindakan Yusuf yang menolak ajakan Zulaikha, bukan berarti ia berkhianat kepada tuannya, dan cenderung memiliki akhlak
madzmumah.
Tindakan
Zulaikha
sesungguhnya
yang
mencerminkan pengkhianatan kepada suaminya, karena dia tergoda dengan ketampanan, dan kebaikan Nabi Yusuf as. hal ini ditunjukkan dalam QS. Yusuf: 52
(٥٢ : )ﻳﻮﺳﻒ 77
Yusuf berkata: "Yang demikian itu agar Dia (Al Aziz) mengetahui bahwa Sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orangorang yang berkhianat. (QS. Yusuf: 52) d. Memelihara Amanah Amanah menurut bahasa adalah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaan atau kejujuran. Kebalikannya ialah khianat. Khianat adalah salah satu gejala munafik. Betapa pentingnya sifat dan sikap amanah
ini
dipertahankan
sebagai
akhlakul
karimah
dalam
masyarakat, jika sifat dan sikap itu hilang dari tatanan sosial umat Islam, maka kehancuranlah yang bakal terjadi bagi umat itu.6 Sifat amanah yang ditunjukkan Nabi Yusuf adalah ketika diangkat sebagai pejabat pemerintahan oleh Raja, beliau lebih memilih menjadi bendaharawan Negara di Mesir untuk mengelola hasil pertanian para masyarakat disana. Karena Nabi Yusuf adalah termasuk orang yang amat amanah dan berpengetahuan. Dalam Surah Yusuf: 54-55
(٥٤ -٥٥ : )ﻳﻮﺳﻒ
Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan Dia, Dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan Tinggi lagi dipercayai pada sisi kami". 6
M. Yatimin Abdullah, Opcit., hlm. 43
78
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (QS. Yusuf: 54-55) 3. Akhlak terhadap Alam Semesta Islam sebagai agama universal mengajarkan tata cara peribadatan dan interaksi tidak hanya dengan Allah SWT dan sesama manusia tetapi juga dengan lingkungan alam sekitarnya. Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam hanya dapat diwujudkan jika manusia secara sadar mengetahui, memahami, dan melaksanakan misinya sebagai khalifah-Nya yang bertugas untuk memakmurkan bumi dan segala isinya, menjalin relasi yang baik dengan sesama manusia dan dengan-Nya.7 Nabi Yusuf as. ketika diberikan kedudukan oleh Raja, ia lebih memilih menjadi bendaharawan Negara. Beliau memerintahkan kepada masyarakat agar menanam gandum secara terus menerus, karena tujuh tahun Mesir dilanda kesuburan. Hasil dari panen gandum supaya disimpan dan dipergunakan dengan hemat, untuk persediaan pada musim kemarau panjang. Perintah Nabi Yusuf as. tersebut dapat diambil pelajaran untuk selalu memelihara apa yang Allah berikan kepada manusia melalui alam semesta ini agar selalu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tidak berlebihan melebihi kebutuhan dasar. Dan suatu kemuliaan apabila manusia menjaga kelestarian alam untuk kepentingan makhluk lain. Hal ini dijelaskan dalam QS. Yusuf: 47-49
7
Rois Mahfud, Opcit., hlm. 101
79
(٤٧- ٤٩ : )ﻳﻮﺳﻒ
Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang Amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur." (QS. Yusuf: 47-49) B. Analisis Penerapan Nilai Pendidikan Akhlak pada Pendidikan Islam Pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang menekankan pada kehalusan dan ketulusan berbudi pekerti yang baik, bermoral insan, dan berperilaku santun dalam segala tindakan pergaulan hidup.8 Akhlak atau sistem perilaku dapat diwujudkan melalui sekurangkurangnya dua pendekatan sebagai berikut: 1. Rangsangan, yaitu perilaku manusia yang terwujud karena adanya dorongan dari suatu keadaan. Keadaan dimaksud, terwujud karena adanya latihan, tanya jawab, mencontoh, dan sebagainya. 2. Kognitif, yaitu penyampaian informasi yang didasari oleh dalil-dalil alQur’an dan hadits, teori dan konsep. Hal dimaksud dapat diwujudkan melalui dakwah, ceramah, diskusi, drama dan sebagainya.9
8
Mursidin, Moral Sumber Pendidikan, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 30
80
Dalam pendidikan Islam untuk memberikan pendidikan akhlak tidak cukup dengan kata-kata, tetapi memperhatikan aspek perbuatan. Untuk mengaplikasikan hal tersebut maka pendidik harus menggunakan suatu metode yang dapat ditempuh dalam penyampaian bahan pendidikan akhlak. Metode pendidikan Islam merupakan jalan atau cara untuk meyampaikan materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim. Salah satu bentuk metode pendidikan Islam dalam menerapkan pendidikan akhlak adalah metode keteladanan, metode kisah atau cerita yang bisa berupa kisah Nabawi atau Qur’ani. Menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagaimana dikutip oleh H. TB. Aat Syafaat, dkk dalam bukunya yang berjudul Peranan Pendidikan Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency) menjelaskan bahwa keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak didalam moral, spiritual, dan sosial. Hal ini karena pendidikan adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya. Allah menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah mengandung nilai paedagogis bagi manusia (para pengikutnya). Seperti ayat yang menyatakan:
9
Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 30
81
(٢١ : )اﻷﺣﺰاب
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21) Ayat diatas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW dalam membina akhlak para pengikutnya yaitu dengan memberikan contoh teladan beliau secara langsung.10 Dalam proses pembelajaran pemberian contoh teladan dipandang sebagai metode yang sangat efektif. Seperti pandangan Pupuh Fathurrohman & M. Sobry Sutikno dalam bukunya yang berjudul Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami menjelaskan bahwa dengan adanya teladan yang baik itu, maka akan menumbuhkan hasrat bagi orang lain untuk meniru dan mengikutinya, karena memang pada dasarnya dengan adanya contoh ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang baik dalam hal apapun, maka hal itu merupakan suatu amaliyah yang paling penting dan paling berkesan, baik bagi pendidikan anak, maupun dalam kehidupan dan pergaulan manusia sehari-hari.11 Selain menggunakan metode keteladanan, pendidikan akhlak dapat juga diaplikasikan dengan metode kisah atau cerita, melalui kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi. Dalam pendidikan Islam, pada dasarnya, kisah-kisah Al-Qur’an dan Nabawi membiasakan dampak psikologis dan edukatif yang 10
Aat Syafaat, Peranan Pendidikan Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency), (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 40-41 11 Pupuh Fathurrohman & M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hlm. 63
82
baik, konstan, dan cenderung mendalam sampai kapan pun. Pendidikan melalui kisah-kisah tersebut dapat menggiring anak didik pada kehangatan perasaan, kehidupan, dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan, dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut.12 Mempelajari sejarah masa lampau dengan mengambil ibrahnya yakni dapat berupa nilai moral, akhlak, sosial,dan rohani bagi peserta didik, melalui kisah yang bersifat kebaikan maupun kisah buruk. Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan Islam memandang bahwa teknik bercerita (Al-Qishash) sangat efektif terutama untuk materi sejarah (tarikh), sirah, dan kultur Islam, dan terlebih lagi sasarannya untuk peserta didik yang masih dalam perkembangan fantasi. Dengan mendengarkan suatu kisah, kepekaan jiwa dan perasaan peserta didik dapat tergugah, meniru figur yang baik yang berguna bagi perkembangan hidupnya, dan membenci terhadap tokoh antagonis atau zalim. Jadi dengan memberikan stimulasi kepada peserta didik dengan cerita itu, secara otomatis mendorong peserta didik untuk berbuat kebajikan dan dapat membentuk akhlak mulia, serta dapat membina rohani.13 Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam menjelaskan kisah Qurani dan Nabawi sebagai metode pendidikan yang penting, alasannya antara lain sebagai berikut: 12 13
Abdurrahman An Nahlawi, Opcit. hlm. 239 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Opcit., hlm. 193
83
1. Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. 2. Kisah Qurani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Sehingga pendengar atau pembaca dapat ikut menghayati atau merasakan kisah itu. 3. Kisah Qurani mendidik perasaan keimanan. Penulis dapat simpulkan bahwa pendidikan akhlak melalui metode kisah dapat ditempuh dengan memberikan cerita atau kisah yang mengandung pendidikan akhlak kepada anak didik, sehingga mereka dapat mengambil ibrah dari kisah-kisah tersebut untuk dijadikan pembelajaran dalam berakhlak pada kehidupan sehari-hari, baik akhlak kepada Allah SWT, akhlak terhadap sesama manusia, maupun akhlak terhadap alam semesta. Seperti Kisah Nabi Yusuf as. yang didalamnya terdapat pokok-pokok isi ajaran agama, yakni: keimanan, hukum-hukum, dan nilai pendidikan akhlak. Semua itu dapat diterapkan dalam diri dengan melihat perlakuan saudara-saudara Nabi Yusuf as. kepadanya sampai akhirnya beliau tidak menaruh sedikitpun rasa dendam kepada mereka. Dari peristiwa-peristiwa itu kita dapat membedakan dan menerapkan dalam diri kita tentang akhlak mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlak madzmumah (akhlak tercela). Islam memberikan perhatian yang mendalam terhadap pembinaan akhlak, baik kepada peserta didik khusunya maupun kepada manusia pada umumnya. Pembinaan akhlak dalam Islam terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Menurut H. Abuddin Nata dalam bukunya yang berjudul Akhlak 84
Tasawuf dan Karakter Mulia, ada beberapa metode dalam pembinaan akhlak, diantaranya adalah pertama, hasil analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun Islam bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak. Pembinaan akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak. Kedua, pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Berkenaan dengan ini Imam AlGhazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui
pembiasaan.
Ketiga,
pembinaan akhlak melalui keteladanan. Keempat, pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebagai yang banyak kekurangannya daripada kelebihannya. Kelima, memerhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.14 Tujuan dari mempelajari akhlak adalah mendorong kita menjadi orang-orang yang mengimplementasikan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Berkenaan dengan manfaat mempelajari ilmu akhlak, Ahmad Alim-sebagaimana dikutip oleh Rosihon Anwar-mengatakan “tujuan mempelajari akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat
14
H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 137-142
85
menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian lainnya sebagai yang buruk.”15 Nilai-nilai pendidikan Akhlak diterapkan dalam pendidikan Islam pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, yakni membentuk manusia paripurna (seutuhnya) lahir dan batin, serta berakhlakul karimah. Seperti pandangan Dr. Mohammad ‘Athiyah sebagaimana dikutip oleh H. Muzayyin Arifin dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam menjelaskan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak al karimah yang merupakan fadhilah dalam jiwa anak didik, sehingga anak akan terbiasa dalam berperilaku dan berpikirnya secara rohaniah dan insaniah berpegang pada moralitas tinggi, tanpa memperhitungkan keuntungan-keuntungan material. Seperti misi Rasulullah SAW yaitu menyempurnakan akhlak yang mulia.
(ْﻼ ِق )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري َ ْﺖ ﻷُِﲤَﱢ َﻢ َﻣﻜَﺎ ِرَم ْاﻷَﺧ ُ إِﳕﱠَﺎ ﺑُﻌِﺜ “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”16 Oleh karena itu, pendidikan akhlak tidak hanya untuk membekali diri agar selalu berperilaku positif dan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam berdasarkan al-Qur;an dan Hadits, tetapi juga untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yakni membentuk insan kamil dengan pola takwa pada pribadi seorang anak didik. 15 16
123-124
Rosihon Anwar, Opcit., hlm. 28 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), hlm.
86
87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan teori dan hasil analisis yang telah peneliti lakukan dan telah diuraikan pada bab- bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai- nilai pendidikan akhlak dalam kisah nabi Yusuf as adalah akhlak terhadap Allah SWT, akhlak terhadap sesama manusia, akhlak manusia terhadap alam semesta. Akhlak kepada Allah SWT diantaranya adalah sabar, beriman kepada Allah, memelihara kesucian diri, bersyukur, tawakal. Akhlak kepada sesama manusia diantaranya adalah akhlak terhadap kedua orang tua, akhlak terhadap saudara, akhlak terhadap majikan, memelihara amanah. Akhlak kepada alam semesta diantaranya adalah sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam, menjalin relasi yang baik pada sesama makhluk Allah SWT. 2. Penerapan nilai pendidikan akhlak pada pendidikan Islam yaitu menurut Mursidin karena Akhlak atau sistem perilaku dapat diwujudkan melalui sekurang-kurangnya dua pendekatan sebagai berikut: a. Rangsangan, yaitu perilaku manusia yang terwujud karena adanya dorongan dari suatu keadaan. Keadaan dimaksud, terwujud karena adanya latihan, tanya jawab, mencontoh, dan sebagainya. 87
b. Kognitif, yaitu penyampaian informasi yang didasari oleh dalil-dalil al-Qur’an dan hadits, teori dan konsep. Hal dimaksud dapat diwujudkan
melalui
dakwah,
ceramah,
diskusi,
drama
dan
sebagainya. Maka, dalam pendidikan Islam untuk memberikan pendidikan
akhlak
tidak
cukup
dengan
kata-kata,
tetapi
memperhatikan aspek perbuatan. Untuk mengaplikasikan hal tersebut maka pendidik harus menggunakan suatu metode yang dapat ditempuh dalam penyampaian bahan pendidikan akhlak. Metode pendidikan Islam merupakan jalan atau cara untuk meyampaikan materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim. Salah satu bentuk metode pendidikan Islam dalam menerapkan pendidikan akhlak adalah metode keteladanan, metode kisah atau cerita yang bisa berupa kisah Nabawi atau Qur’ani. Selain itu nilai-nilai pendidikan Akhlak diterapkan dalam pendidikan Islam pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, yakni membentuk manusia paripurna (seutuhnya) lahir dan batin, serta berakhlakul karimah. c. Saran- saran Sebagai langkah akhir dari penelitian skripsi ini, penulis akan menyampaikan saran- saran sebagai berikut: 1. Bagi orang tua dapat sebagai bahan acuan untuk mendidik akhlak anak karena nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kisah Nabi Yusuf mempunyai fungsi edukatif.
88
2. Bagi guru atau pendidik dapat sebagai bahan belajar mengajar. Karena Salah satu metode pendidikan akhlak yang dapat diberikan kepada anak adalah melalui kisah nabi. Kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain dari bahasa. Pendidikan melalui kisah juga dapat mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan selalu memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah- kisah tersebut. 3. Bagi anak didik maupun bagi yang membaca, sebaiknya mengambil ibrah (pelajaran- pelajaran) dari Kisah Nabi Yusuf. d. Kata Penutup Syukur alhamdulillah, segala puji bagi Allah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak sekali kekurangannya meskipun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Dan dengan hati yang terbuka kepada semua pihak penulis senantiasa berharap kritik dan saran yang dapat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
89
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah. Agil Husin Al- Munawar, Said. 2003. Aktualisasi Nilai- Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press. Al- Maraghi, Ahmad Musthafa. 1993. Tafsir Al Maraghi. Semarang: Toha Putra. Alawi Al- Maliki, M. 2002. Prinsip- Prinsip Pendidikan Rasulullah saw. Jakarta: Gema Insani Press. Ali, Zainuddin. 2007. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Alim, Muhammad. 2011. Pendidikan Agama Islam Upaya Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Aminudddin, dkk. 2005. Pendidikan agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Bogor: Ghalia Indonesia. An- Nahlawi, Abdurrahman. 2004. Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat. Depok: Gema Insani. Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia. Ar- Rifa’I, Muhammad Nasib. 1999. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibn Katsir. Jakarta: Gema Insani Press. Arifin, M. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. Arifin. Muzayyin. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahreisj, Hussein. 1981. Ajaran- ajaran akhlak Imam Ghazali. Surabaya: AlIkhlas. Daradjat, Zakiah. 2008. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, M. Sobry. 2011. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: PT Refika Aditama.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Hadi, Sutrisno. 1997. Metodologi Research I. Yogyakarta: Andi Offset. Hajar, Ibnu. 1997. Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan Edisi Revisi cetakan 3. Jakarta: PT. Raja GRafindo Persada. Mahfud, Rois. 2011. Al- Islam Pendidikan Agama Islam. Malang: Erlangga. Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani. Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Mashad, Dhurorudin. 2002. Mutiara Hikmah Kisah 25 Rasul. Jakarta: Erlangga. Mawardi Lubis. 2009.
Evaluasi Pendidikan Nilai Perkembangan Moral
Keagamaan Mahasiswa PTAIN. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mujib, Abdul, at.al. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Mulyana, Rohmat. 2011. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Mulyasa, E. 2013. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan. Bogor: Ghalia Indonesia. Nata, Abuddin. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. _____________. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. ______________. 2013. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali.
Poerwadarminta, W.J.S. 2011. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Quthb, Sayyid. 2003. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an dibawah naungan al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press. Salamulloh, M. Alaika. 2008. Akhlak Hubungan Horeizontal. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani. Setyosari, Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana. Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an. Jakarta: Lentera Hati. ________________. 2012. Al- Lubab makna, tujuan, dan pelajaran dari Surahsurah al- Qur’an. Tangerang: Lentera Hati.
Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Surya Brata, Sumardi. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali Perss. Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Syadali, Ahmad. Rofi’i, Ahmad. 1997. Ulumul Quran II. Bandung: CV. Pustaka Setia. Syafaat, Aat. 2008. Peranan Pendidikan Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Rajawali Pers. Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Umar, Bukhari. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Amalia Khasanah
Nim
: 131310000250
Tempat,Tanggal Lahir
: Jepara, 10 Juni 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Ds. Sekuro RT 016 RW 004 Mlonggo Jepara
Pendidikan
: 1. RA. Miftahul Ulum Sekuro Lulus Tahun 1998 2. MI Miftahul Ulum Sekuro Lulus Tahun 2004 3. MTS Matholi’ul Huda Bugel Lulus Tahun 2007 4. MA Hasyim Asy’ari Bangsri Lulus Tahun 2010
Jepara, 07 September 2015 Penulis
Amalia Khasanah