Jurnal Mina Laut Indonesia
Vol. 02 No. 06 Jun 2013
(109– 119)
ISSN : 2303-3959
Struktur Komunitas dan Distribusi Fitoplankton di Rawa Aopa Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan Community Structure and Distribution of Phytoplankton in Rawa Aopa, District of Angata, South Konawe, Southeast Sulawesi Province Samsidar*), Ma’ruf Kasim**), dan Salwiyah***) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo Kampus Hijau Bumi Tridharma Kendari 93232 e-mail: *
[email protected], **ma’
[email protected], ***
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Struktur Komunitas dan Distribusi Fitoplankton di Rawa Aopa Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, serta mengetahui aspek fisika kimia perairan yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton di perairan tersebut. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Februari-Maret 2012 di perairan Rawa Aopa Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dengan 3 titik pengambilan sampel. Parameter kualitas air yang diamati meliputi parameter fisika yaitu suhu (27-29oC), kecepatan arus (0.02-0.09 m/detik), kecerahan (90-1.1 m), parameter kimia yaitu pH (6), oksigen terlarut (DO) (5.1-6,5 mg-1), nitrat (0.0122-0,0247 mg-1), fosfat (0.0220-0,0603 mg1). Hasil identifikasi fitoplankton yang diperoleh selama penelitian ditemukan 21 spesies fitoplankton yang terdiri dari lima kelas yaitu kelas Bacillariophyceae 11 jenis, Chlorophyceae terdiri dari tujuh jenis, kelas Chyanophyceae terdiri dari tiga jenis Kelimpahan fitoplankton yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 16.847-20.959 ind/l. Indeks keanekaragaman fitoplankton selama penelitian berkisar antara 1.128-1.276, indeks keseragaman berkisar antara 0.804-0.880, dominansi berkisar antara 0.157-0.182 dan indeks distribusi berkisar antara 0.005-0.013. Kata Kunci, Struktur komunitas, distribusi, fitoplankton, Rawa Aopa
Abstract The study aimed to determine the community structure and distribution of phytoplankton in Rawa Aopa, South Konawe, Southeast Sulawesi Province, and to observe the physical and chemical parameters that affected the phytoplankton distribution there. The study was conducted from February-March 2012 with 3 stations. Water quality parameters observed included physical parameters, i.e. temperature (27-29oC), current velocity (0.020.09 m /sec), brightness (90-1.1 m), and chemical parameters i.e. pH (6), dissolved oxygen (DO) (5.1-6.5 mg-1), nitrate (0.0122-0.0247 mg-1), and phosphate (0.0220-0.0603 mg-1). Species composition of phytoplankton during the study was dominated by Bacillariophyceae. The compositiors of Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Chyanophyceae were 11, 7 and 3 classes respectively. Phytoplankton abundance obtained ranged from 16.84720.959 ind/L. Phytoplankton diversity index ranged from 1,128-1,276, uniformity index ranged from 0.8040.880, ranging from 0.157-0.182 and the dominance of distribution ranged from 0.005-0.013. Keyword : Community structure, distribution, phytoplankton, Rawa Aopa
Pendahuluan Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya perairan yang sangat besar baik perairan laut maupun perairan tawar. Salah satu kawasan yang memiliki potensi umum adalah Rawa Aopa. Rawa Aopa merupakan ekosistem yang ada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, yang memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung kehidupan masyarakat dan pemerintah daerah. Sampai saat ini, kegiatan pemanfaatan potensi tersebut Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
masih terus dilakukan bahkan menjadi kegiatan ekonomi utama bagi masyarakat (Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe, 2008). Rawa Aopa merupakan perwakilan ekosistem hutan bakau, hutan pantai, savana, dan hutan rawa air di Sulawesi. Kawasan ini memiliki nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) yang khas dan dapat dimanfaatkanuntuk tujuan penelitian, pendidikan, pariwisata dan budaya. (Nadia, 2008). Rawa Aopa adalah suatu ekosistem perairan tergenang yang dihubungkan oleh dua 109
sungai besar, yaitu sungai Lapoa dan Sungai Konaweha. Rawa Aopa merupakan satuan ekosistem yang memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung kehidupan masyarakat pemerintah daerah. Sampai saat ini, kegiatan pemanfaatan tersebut masih terus dilakukan bahkan menjadi kegiatan ekonomi utama bagi masyarakat. Kegiatan tersebut akan berdampak terhadap ekosistem Rawa Aopa terutama fitoplankton sebagai produsen utama pada rantai makanan di perairan. Hal ini dapat mempengaruhi komunitas dan distribusi fitoplankton sebagai hal penting untuk dikaji. Oleh karena itu keberadaan fitoplankton dalam suatu perairan perlu mendapat perhatian dan kajian yang lebih mendalam. Fitoplankton juga memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perairan,fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam jaring makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran kesuburan suatu perairan (Handayani, 2008). Selain itu fitoplankton merupakan salah satu komponen penting dalam suatu ekosistem karena memiliki kemampuan untuk menyerap langsung energi matahari melalui proses fotosintesis guna membentuk bahan organik dari bahan-bahan anorganik yang lazim dikenal sebagai produktivitas primer (Widyorini, 2009). Fitoplankton selain berfungsi dalam keseimbangan ekosistem perairan budidaya, juga berfungsi sebagai pakan alami di dalam usaha budidaya (Marsambuana, 2008). Fitoplankton juga merupakan produsen atau sumber daya pakan bagi ikan (Sudjadi, 2005). Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi fotosintesis dimana air dan karbondioksida dengan adanya sinar surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat. Fitoplankton memberi kontribusi yang besar terhadap produktifitas primer di lautan (Kingsford, 2000). Banyak proses biotik dan abiotik yang mempengaruhi variabilitas keanekaragaman fitoplankton di perairan. Intensitas dan frekuensi proses-proses ini dapat menyebabkandinamika tidak merata (non-equilibrium) dan meningkatkan keanekaragaman jenis (Chalar, 2009). Banyak aktivitas masyarakat yang dilakukan di sepanjang perairan Rawa Aopa, kegiatan tersebut di antaranya yaitu tingginya intensitas kegiatan perambahan hutan dan Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
pembukaan lahan perkebunan masyarakat pada daerah Rawa Aopa. Kondisi tersebut diduga dapat mempengaruhi keberadaan fitoplankton yang hidup di perairan Rawa Aopa. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai Struktur Komunitas dan Distribusi Fitoplankton pada Perairan Rawa Aopa. Pengamatan diarahkan pada kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi dan distribusi fitoplankton untuk melihat struktur komunitas dan penyebarannya, sedangkan pengukuran kualitas air untuk melihat kondisi lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan distribusi fitoplankton di Rawa Aopa Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2012 yang bertempat di perairan Rawa Aopa Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini Termometer, Sechi disk, Botol aqua dan Stop watch, pH Indikator, DO meter, Spektrofotometer, Plankton net no 25, Mikroskop, Lugol, Larutan H2SO4, dan Larutan MnSO4. Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan pada masing-masing stasiun selama 30 hari dengan interval waktu 10 hari. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.00-12.00 Wita. Cara pengambilan sampel fitoplankton dilakukan dengan menyaring air sebanyak 50 liter dengan menggunakan jenis plankton net no. 25. Setelah sampel air diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan dengan menggunakan larutan Lugol sebanyak 3-4 tetes untuk masing-masing sampel.
Pengukuran parameter fisika kimia air dilakukan dengan mengambil sampel air pada masing-masing stasiun. Parameter fisika diukur langsung di lapangan yang meliputi suhu, kecerahan, dan kecepatan arus. Parameter kimia yang diukur di lapangan meliputi pH, sedangkan beberapa parameter kimia lainnya seperti nitrat, fosfat, dan DO dianalisis di laboratorium. 110
Keterangan : Sungai Utama Rawa Aopa Daratan Stasiun Penelitian
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
111
1. Stasiun I terletak di Pulau Harapan tepatnya diarah timur laut dimana pada daerah ini terdapat banyak tumbuhan air (titik koordinatnya 122o 05’ 31,9” BT dan 04o 06’ 32,3” LS). 2. Stasiun II terletak di Kelurahan Teteasa bagian tengah dimana pada daerah ini dijadikan sebagai tempat penangkapan ikan (titik koordinatnya 121o 08’ 21’’ BT dan 04o 06’ 31,3” LS). 3. Stasiun III terletak di sekitas area pertemuan Perairan Sungai Konaweha dan Rawa Aopa (titik koordinatnya 122o 08’ 41,1” BT dan 04o 01’ 38,7” LS). Pengamatan dan identifikasi fitoplankton dilakukan di Laboratorium Jurusan Perikanan dan diidentifikasi dengan berpedoman pada Sachlan (1982), Yamaji (1976), dan Newell and Newell (1977). Kelimpahan fitoplankton dapat dihitung dengan menggunakan metode lapang pandang (APHA, 2005) sebagai berikut : 𝐾=
Dimana : N = Kelimpahan fitoplankton (ind.I-1); Oi = Luas gelas penutup (mm2); Op = Luas satu lapang pandang (mm2); Vo = Volume satu tetes air sampel (ml); Vr = Volume air yang tersaring dalam bucket (ml); Vs = Volume air yang tersaring oleh plankton net (l); N = Jumlah fitoplankton yang dilihat dalam lapang pandang; P = Jumlah lapang pandang. Komposisi fitoplankton pada masingmasing stasiun dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1996) sebagai berikut : 𝑛𝑖 𝑥 100% 𝑁
dimana : Pi = Presentase fitoplankton kelas ke-I; ni = Jumlah jenis fitoplankton kelas ke-I; N = Kelimpahan total Untuk menentukan indeks keanekaragaman digunakan indeks Shannon Winner (Odum, 1996) dengan rumus : 𝐻 ′ = − ∑Pi𝐿𝑛Pi dimana : H’ = Indeks keanekaragaman Wiener;
= ni/N (proporsi jenis fitoplankton ke-i); = Jumlah individu fitoplankton ke-I; = Jumlah total individu fitoplankton
Nilai indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan atas tiga (3) kategori yaitu sebagai berikut : H’< 1 = Keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis fitoplankton rendah, kestabilan komunitas fitoplankton rendah 1 < H’ < 3 = Keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis fitoplankton sedang, kestabilan komunitas fitoplankton sedang H’ > 3 = Keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis fitoplankton tinggi, kestabilan komunitas fitoplankton tinggi. Untuk meningkatkan kesamaan spesies digunakan indeks keseragaman (Odum, 1996), dengan rumus sebagai berikut
𝑂𝑖 𝑉𝑟 𝐼 𝑛 𝑥 𝑥 𝑥 𝑂𝑝 𝑉𝑜 𝑉𝑠 𝑝
𝑃𝑖 =
Pi ni N
Shannon-
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
𝐸=
𝐻′ 𝐻 ′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
dimana : E = Indeks Keseragaman jenis; H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener; H’maks = Nilai keanekaragaman maksimum = Ln S; S = Jumlah spesies. Dengan kriteria sebagai berikut : 0<E≤0,5 = Komunitas tertekan; 0,5,<E≤0,75 = Komunitas labil; 0,75<E≤1 = Komunitas stabil. Dominansi spesies dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Odum, 1996) : D = ∑( 𝑃𝑖)2 dimana : D = Indeks dominansi fitoplankton, Pi = (ni/N), ni = Jumlah individu fitoplankton jenis kei, N = Jumlah total individu fitoplankton Dengan kriteria sebagai berikut : 0 < C ≤ 0,5 = Komunitas kecil 0,5 < C ≤ 0,75 = Komunitas sedang 0,75 < C ≤ 1 = Komunitas tinggi 112
Jika diperoleh nilai D mendekati 0 (<0,5) berarti tidak terdapat jenis yang mendominasi perairan dan apabila diperoleh nilai D mendekati 1 (>0,5) berarti ada jenis fitoplankton yang mendominasi perairan tersebut. Tipe distribusi identik dengan pola penyebaran. Oleh karena itu, untuk mengetahui pola penyebaran fitoplankton dianalisis dengan menggunakan indeks morisita (Michael, 1997) dengan rumus sebagai berikut: 𝐼𝑑 =
Ha atau 17,48% dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara. Rawa Aopa terbentang luas pada 3 (tiga) Kabupaten, yaitu Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kabupaten Kolaka. Distribusi Rawa Aopa sangat luas dan merupakan daerah umum yang dapat diakses masyarakat. Rawa Aopa memiliki banyak keunikan dan kekhasan, sehingga menyimpan banyak potensi yang dapat dimanfaatkan untuk keberlanjutan hidup masyarakat dan menopang keberlanjutan pembangunan pada sektor perikanan darat. Adapun batasan-batasan Rawa Aopa adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tirawuta Kabupaten Kolaka, Kecamatan Lambuya Kabupaten Konawe. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lambuya Kabupaten Konawe, Kecamatan Puriala Kabupaten Konawe, Kecamatan Angata, Kecamatan Benua, Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tinanggean (Kabupaten Konawe Selatan), Kecamatan Rarowatu (Kabupaten Bombana), Selat Tiworo. - Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Lambandia, Kecamatan Tanggetada, Kecamatan Ladongi (Kabupaten Kolaka), Kecamatan Rarowatu (Kabupaten Bombana) (BPS. Kabupaten Konawe Selatann, 2009).
𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 2 − ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 𝑁 𝑁−1
dimana : Id = Indeks Morisita; Xi = Jumlah individu jenis ke-i pada tiap stasiun; I = 1,2,3,…,n, n = Jumlah total stasiun; N = Jumlah total individu. Dengan kriteria: Id = 1 Pola Penyebaran acak Id < 1,0 Pola penyebaran seragam Id>1,0 Pola penyebaran mengelompok Hasil 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rawa Aopa secara geografis terletak pada posisi 121o44’-122o44’ BT dan 4o22’4o39’ LS dengan luas kawasan 105.195 Ha. Bentang alam Rawa Aopa berupa dataran sampai berbukit, sedangkan Kabupaten Konawe secara geografis terletak di bagian selatan Khatulistiwa, melintang dari Utara ke Selatan antara 02o45’ dan 04o15’ Lintang Selatan, membujur dari Barat ke Timur antara 121o15’ dan 123o30’ Bujur Timur. Luas wilayah daratan Kabupaten Konawe, 666,652
2. Komposisi Jenis Fitoplankton Persentase komposisi jenis fitoplankton berdasarkan kelas yang ditemukan pada masing-masing stasiun selama periode penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi jenis (%) fitoplankton berdasarkan kelas yang ditemukan pada masing-masing stasiun selama periode penelitian. Stasiun No
Kelas
1 2 3
Bacillariophyceae Chlorophyceae Chyanophyceae Jumlah N = Jumlah Jenis Fitoplankton
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
I
II
III
N
%
N
%
N
%
6 3 2 11
55 27 18 100
6 1 1 8
75 12.5 12.5 100
6 4 3 13
46 31 23 100
113
3. Kelimpahan Fitoplankton Berdasarkan hasil analisis fitoplankton pada perairan Rawa Aopa menunjukan kelimpahan pada stasiun 1,2 dan 3 tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 16847-20959 ind/l.
Pada stasiun I kelimpahan fitoplankton berkisar 17278 ind/l, stasiun II berkisar 20959 ind/l, dan stasiun III berkisar 16847 ind/l. Dari data tersebut kelimpahan tertinggi ditemukan pada stasiun II dan terendah pada stasiun III.
Kelimpahan Fitoplankton (ind/l)
25000 20000 15000 10000 5000 0 I
II
III
Stasiun Penelitian
Gambar 1. Kelimpahan fitoplankton pada stasiun penelitian di perairan Rawa Aopa dan pertemuan Sungai Konaweha dan Rawa Aopa 4. Indeks Distribusi
Distribusi Fitoplankton
Berdasarkan hasil analisis distribusi fitoplankton di perairan Rawa Aopa ditemukan nilai indeks distribusi pada setiap stasiun yaitu
stasiun I indeks distribusinta yaitu 0,013, stasiun II indeks distribusinya yaitu 0,005, dan pada stasiun III indeks distribusinya yaitu 0,012.
0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0 I
II
III
Stasiun Penelitian
Gambar 2.
Distribusi fitoplankton pada stasiun penelitian di perairan Rawa Sungai Konaweha dan Rawa Aopa
Pembahasan 1. Komposisi Jenis Fitoplankton Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa secara keseluruhan pada semua stasiun komposisi jenis fitoplankton berdasarkan kelas yang ditemukan berasal dari kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Chyanophyceae. Komposisi jenis fitoplankton pada setiap stasiun pengamatan didominasi oleh kelas Bacillariophyceae yang berkisar 4660%, hal ini disebabkan karena kelas Bacillariophyceae umumnya mendominasi fitoplankton yang terdapat pada perairan tawar Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Aopa dan pertemuan
dan didukung oleh keadaan unsur hara dalam hal ini nitrat dan fosfat. Secara keseluruhan konsentrasi nitrat pada semua stasiun yaitu 0,0544 mg/l dan konsentrasi fosfat pada setiap stasiun yaitu 0,1296 mg/l. Barus (2002), menyatakan bahwa kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan tawar umumnya terdiri dari kelas diatome dan ganggang hijau. Disamping itu juga didukung oleh sifat dari kelas Bacillariophyceae yang mempunyai kemampuan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan berkembang biak dengan cepat.
114
2. Struktur Komunitas Fitoplankton
b. Indeks Keanekaraganan Fitoplankton
a. Kelipahan Fitoplankton
Indeks keanekaragaman fitoplankton yang terdapat di perairan Rawa Aopa berkisar antara 1,128-1,276. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis fitoplankron dalam kategori sedang. Nilai keanekaragaman 1
Kelimpahan fitoplankton yang berbeda-beda pada setiap stasiun diduga karena beberapa faktor lingkungan antara lain kecerahan, arus, dan unsur hara pada setiap stasiun dalam hal ini kandungan nitrat dan fosfat yang ada pada perairan. Berdasarkan Gambar 1, pada stasiun I kelimpahan fitoplankton berkisar 17278 ind/l, stasiun II berkisar 20959 ind/l, dan stasiun III berkisar 16847 ind/l. Dari data tersebut kelimpahan tertinggi ditemukan pada stasiun II dan terendah pada stasiun III. Berdasarkan hasil penelitian, kelimpahan tertinggi ditemukan pada stasiun II yaitu 20959 ind/l. Tingginya kelimpahan yang diperoleh pada stasiun 2 diduga disebabkan oleh kandungan unsur hara dalam hal ini nitrat dan fosfat dan parameter lainnya cukup tinggi dan cocok untuk kehidupan fitoplankton dibandingkan dengan stasiun yang lain, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan sel fitoplankton yang lebih baik. Pada stasiun II, kandungan konsentrasi nitrat berkisar 0,0227 mg/l dan konsentrasi fosfat berkisar 0,0455 mg/l, kadar ini lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lain sehingga memungkinkan fitoplankton berkembang dengan pesat. Nitrat dan fosfat merupakan salah satu unsur penting dalam pertumbuhan dan metabolisme tubuh fitoplankton. Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara terpenting untuk pertumbuhan fitoplankton. Menurut Yazwar (2008), kadar nitrat dan fosfat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton masing – masing adalah sebagai berikut : 3,9 mg/l – 15,5 mg/l dan 0,27 mg/l – 5,51 mg/l. Nitrat dan fosfat merupakan faktor pembatas dibawah 0,144 mg/l dan 0,02 mg/l. Demikian pula, pada stasiun ini intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan cukup untuk aktivitas fotosintesis sehingga pertumbuhan fitoplankton lebih pesat dibandingkan dengan stasiun yang lain. Ketersediaan unsur hara dan cahaya yang cukup dapat digunakan oleh fitoplankton untuk perkembangannya. Sedangkan kelimpahan terendah diperoleh pada stasiun III hal ini disebabkan oleh parameter fisika, kimia perairan yang kurang layak untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
c. Indeks Keseragaman Fitoplankton Indeks keseragaman pada masingmasing stasiun yang didapatkan selama periode penelitian ini berlangsung berkisar antara 0,804-0,880. Kisaran nilai indeks ini tergolong besar, semakin besar nilai indeks keseragaman suatu organisme perairan (mendekati 1), maka kelimpahan masingmasing jenis relatif merata antar stasiun. Hal ini terikat pula dengan pemanfaatan unsur hara antar stasiun dan pengamatan relatif sama. Berdasarkan kriteria lingkungan kondisi komunitas fitoplankton yang ada di perairan ini berada dalam kondisi labil hingga stabil, namun lebih cenderung pada kondisi labil. Hal ini dapat dilihat dari berubah-ubahnya jenis fitoplankton yang ditemukan selama penelitian berlangsung. d. Indeks Dominansi Indeks dominansi selama penelitian berkisar 0.157-0.182. Nilai indeks dominansi yang diperoleh menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian tidak terdapat jenis fitoplankton yang dominan. Walaupun ada jenis tertentu yang selalu muncul pada setiap pengamatan namun kelimpahannya tidak menujukkan adanya dominansi. Menurut Odum (1996), jika nilai indeks dominansi semakin mendekati nilai 1 maka menandakan bahwa ada spesies tertentu yang mendominasi pada struktur komunitas fitoplankton di daerah tersebut.
115
3. Indeks Distribusi
b. pH
Distribusi fitoplankton dalam kaitannya dengan faktor-faktor lingkungan seperti arah angin upwelling dan ältere (saravanane et al, 2000; Madhupratap et al, 2001). Berdasarkan hasil analisis distribusi fitoplankton di perairan Rawa Aopa (Gambar 4) ditemukan nilai indeks distribusi pada setiap stasiun yaitu < 1 dimana pada stasiun I indeks distribusinta yaitu 0,013, stasiun II indeks distribusinya yaitu 0,005, dan pada stasiun III indeks distribusinya yaitu 0,012 hal ini menunjukkan pola penyebaran fitoplankton pada ke 3 stasiun tersebut adalah secara seragam. Pola penyebaran secara seragam menunjukkan bahwa fitoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun yang diamati masih dapat beradaptasi terhadap perubahan kualitas yang terjadi. Perbedaan ukuran skala antara fitoplankton dikarenakan adanya pigmen (Bricauds et al, 1995; Stuart et al, 1998; Teubner et al, 2001; 2003). Spesies fitoplankton yang berukuran kecil berbeda dengan sel fitoplankton yang berukuran besar, dalam isi voume per sel di dalam proses fotosintesis. Menurut Yacobi (2003), bahwa kedua aspek berfungsi sebagai estimator kasar musiman dan vertical dalam komunitas fitoplankton.
Secara umum pH perairan Rawa Aopa yaitu 6. Nilai pH di perairan Rawa Aopa mendeskripsikan bahwa kisaran nilai pH tersebut tergolong asam. Hal ini dikarenakan daerah Rawa Aopa merupakan tempat penimbunan bahan organik dari hasil dekomposisi bakteri pengurai, selain itu perairan rawa tidak mengalami pergantian air yang menyebabkan dasar perairannya menjadi pusat penimbunan hasil penguraian bakteri. Nilai keseluruhan pH pada semua stasiun menunjukkan kisaran 6 menujukkan bahwa kondisi perairan masih mendukung kehidupan fitoplankton. pH yang cukup bagi pertumbuhan fitoplankton dalam suatu perairan adalah 6-9. Namun jika pH berada pada kisaran 6-6,5 maka akan mengakibatkan keanekaragaman plankton menurun (Effendi, 2003).
4. Parameter Fisika Kimia a. Suhu Hasil pengukuran suhu selama penelitian, tidak memperlihatkan adanya perbedaan suhu yang besar pada masingmasing stasiun. Secara umum kondisi suhu perairan di Rawa Aopa yaitu 27-29oC. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003), bahwa kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-30 oC. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan suhu tertinggi berada pada stasiun II dan suhu terendah berada pada stasiun I. tingginya suhu pada stasiun II disebabkan karena pada saat dilakukan pengukuran pada pukul 10.00-12.00 WITA dimana intensitas cahaya matahari yang masuk sangat tinggi. Rendahnya suhu pada stasiun III berkisar 27oC disebabkan karena intensitas cahaya matahari yang masuk tidak terlalu tinggi dan seringnya terjadi hujan.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
c. Kecepatan Arus Hasil selama penelitian ditemukan kecepatan arus pada pada stasiun I berkisar 0,04 m/detik, stasiun II berkisar 0,03 m/detik dan stasiun III berkisar 0,07 m/detik. Tingginya kecepatan arus pada stasiun III disebabkan karena pada stasiun tersebut masih dipengaruhi oleh arus sungai Konaweha. Kecepatan arus pada stasiun II (0,03-0,05 m/detik) lebih tinggi dari pada stasiun I di mana pada stasiun I kecepatannya berkisar 0,02-0,03 dikarenakan pada stasiun I terdapat banyak tumbuhan air sehingga kecepatan arusnya lambat. d. Kecerahan Hasil pengukuran terhadap tingkat kecerahan di perairan Rawa Aopa tidak begitu jauh berbeda antar stasiun penelitian. Kecerahan tertinggi yaitu 1,1 m dan kecerahan terendah yaitu 90 cm. Pada stasiun I kecerahan 1 m, stasiun II 1,1 m dan pada stasiun III 90 cm. Kecerahan tertinggi berada pada stasiun II (Rawa aopa) hal tersebut dikarenakan pada perairan Rawa bahan organiknya terlarut di dasar perairan karena tidak adanya pergantian massa air sehingga kecerahannya lebih tinggi. Sedangkan kecerahan terendah berada pada stasiun III. Kecerahan perairan cenderung menurun disebabkan karena intensitas curah hujan semakin meningkat sehingga menyebabkan perairan kekeruhannya semakin tinggi. Selain itu, pada perairan sungai padatan bahan-bahan
116
organiknya tersuspensi sehingga tingkat kecerahannya cenderung lebih rendah. e. Oksigen Terlarut (DO) Hasil pengukuran selama penelitian oksigen terlarut (DO) terendah berada pada stasiun I yaitu 5,4 mg/l dan II yaitu 5,3 mg/l, hal tersebut dikarenakan kecepatan arus perairan yang berkurang karena perairan rawa kecepatan arusnya relatif tenang sehingga tidak mengalami pergantian air, disamping itu juga terdapat banyak tumbuhan air sehingga banyak mendapat masukan bahan organik yang akhirnya didekomposisikan oleh bakteri yang membutuhkan banyak oksigen sedangkan oksigen terlarut (DO) tertinggi berada pada stasiun III yaitu 6,1 mg/l hal tersebut dikarenakan walaupun perairan tersebut masih sangat dipengaruhi oleh perairan rawa namun dengan adanya pertemuan dari perairan Sungai Konaweha sehingga perairan tersebut tidak relatif tenang lagi dan telah terjadi sirkulasi atau pergantian air, oleh karena itu perairan tersebut bergolak dan oksigen terlarutnya tidak begitu rendah. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). f. Nitrat Hasil pengukuran konsentrasi nitrat pada lokasi penelitian berada pada kisaran 0,018-0,0227 mg/l. Pada stasiun I konsentrasi nitrat yaitu 0,018 mg/l, stasiun II konsentrasi nitrat yaitu 0,0227 mg/l dan pada stasiun III konsentrasi nitrat yaitu 0,0137 mg/l. Dari hasil pengukuran tersebut dapat dilihat kandungan terendah berada pada stasiun I dan yang tertinggi terdapat pada stasiun III. Berdasarkan kriteria kesuburan perairan menurut Wetzel, (2001) bahwa untuk pertumbuhannya fitoplankton membutuhkan unsur nitrogen dan fosfat. Hal ini didukung oleh penyataan Yazwar (2008), kadar nitrat dan fosfat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton masing – masing adalah sebagai berikut : 3,9 mg/l – 15,5 mg/l dan 0,27 mg/l – 5,51 mg/l. Nitrat dan fosfat merupakan faktor pembatas dibawah 0,144 mg/l dan 0,02 mg/l.
diperoleh 0,0455 mg/l, dan satsiun 3 diperoleh 0,0398 mg/l. Kadar fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,09-1,80 mgl dan dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan bila 0,002 mg/l. Fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan fosfat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung kepada kandungan zat hara di perairan tersebut antara lain zat hara fosfat. Simpulan Komposisi fitoplankton yang ditemukan sebanyak 3 kelas yaitu kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Chyanophyceae. Kelimpahan fitoplankton di perairan Rawa Aopa selama periode penelitian berkisar 16847-20959 ind/l. Indeks keanekaragaman (H’) fitoplankton (1,2131,561) termasuk dalam kategori komunitas rendah hingga sedang, keseragaman (E) (0,772-0,970) termasuk dalam kategori komunitas labil hingga stabil dan dominansi (D) (0,157-0,182) yang menandakan bahwa tidak ada jenis fitoplankton tertentu yang mendominasi. Distribusi fitoplankton di perairan Rawa Aopa selama penelitian yairu stasiun 1 nilai indeks distribusi yaitu 0,013, stasiun 2 nilai indeks distribusi yaitu 0,005, dan stasiun 3 nilai indeks distribusi yaitu 0,012 artinya pola penyebaran yang terjadi pada ketiga stasiun ini yaitu pola penyebaran secara merata (uniform). Kualitas air di perairan Rawa Aopa berada pada kisaran yang masih layak bagi kehidupan fitoplankton. Persantunan Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. La Ode Muhammad Aslan, M.Sc dan kepada kepala Laboratorium Fakultas perikanan dan Ilmu kelautan Ruslaeni, S.Pi, M.Si atas bantuannya dalam menganalisis hasil penelitian.
g. Fosfat Hasil pengukuran fosfat pada saat penelitian tidak memilki perbedaan yang jauh hanya berkisar antara 0,0398-0,0455 mg/l. Pada stasiun 1 diperoleh 0,0443 mg/l, stasiun 2 Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
117
Daftar Pustaka American Public Health Association. 2005. Standard Methods for the Eexamination of Water and Wastewater, 21th edition. Washington: APHA, AWWA (American Waters Works Association) and WPCF. 3-42 Hal. Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe. 2008. Kabupaten Konawe dalam Angka. Unaaha. 87 Hal. Barus, T.A.2001. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Fakultas MIPA USU. Medan. 130 Hal. Bricaud, A., Babin, M., Morel, A., Claustre, H. 1995. Variability in the ChlorophyllSpecific and Parameterisation. J Geophys Res 100:13321-13332. Chalar, G. 2009. The use of Phytoplankton Patterns of Diversity for Algal Bloom Management. Limnologica, 39: 200208. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius Yogyakarta. 145 Hal. Handayani, S. 2008. Hubungan Kuantiatif antara Fitoplankton dengan Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng Cilegon – Banten. Ilmu dan Budaya 8:13 Kingsford, M.J. 2000. Planktonic Processes. In: A.J. Underwood dan M.G. Chapman (Eds.). Coastal Marine Ecology of Temperate Australia. University of New South Wales Press Ltd, Sydney: 28-41. Madhupratap, M. 2003. Arabian Sea Oceanography and Fisheries of the West Coast of India. Curr Sci 81(4):35-361. Marsambuana, P.A. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Jurnal Biodiversitas 9(3): 22 – 217 Michael, P. 1997. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 616 h. Nadia, R. 2008. Studi Kualitas Air pada Beberapa Kawasan Perairan Umum
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Rawa Aopa. Unhalu. Kendari. 88 Hal Newell, G.E., dan Newell, R.C. 1977. Marine Plankton A Practical Guide. Hutchinson & Co Publisher. London. 244 p. Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Diponegoro. Semarang. 141 Hal Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Slah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana.30: 21-26. Santoso, S. B. 2006. Struktur Komunitas Fitoplankton dan Hubungannya dengan Beberapa Parameter Lingkungan di Peraiaran Jakarta Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jurnal Oseanologi dan Limnologi Indonesia. 40 : 65 – 78 Saravanane, S., Nandakumar, K., Durairaj, G. 2000. Plankton as Indicators of Coastal Water Bodies During Southwest to north-east Monsoon Transition at Kalapakkam. Curr Sci 78(2):173-176. Sudjadi, 2005. Pengaturan Cahaya Lampu sebagai Fotosintesis Phytoplankton Buatan dengan Mengunakan Mikrokontroler At89s52. Jurusan Teknik Elektro, F.T., Universitas Diponegoro, Jurnal Transmisi, 9: 11 – 14. Stuart, V., Sathyendranath, S., Plat, T., Maass, H., Irwin, BD. 1998. Pigments and Species Composition of Natural Phytoplankton Population: Effect on the Absorption Spectra. Plankton Res 20:187-217. Teubner, K., Tolotti, M., Greisberger, S., Morscheid, H., Dokulil, MT., Morscheid, H. 2003. Steady State Phytoplankton in a deep pre-alpine lake: Species and Pigments of Epillimnetic versus Metalimnetic Assemblages. Hydrobiologia 502:4964. Weitzel, R.G dan G.E. Likens. 2001. Limnology. Lake and river ecosystem. 3rd Edition. Academic Press. London. 373 p Widyorini, N. 2009. Pola Struktur Komunitas Fitoplankton Berdasarkan Kandungan Pigmennya Di Pantai Jepara. 118
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang. Jurnal Saintek Perikanan 4(2): 69 – 75. Yacobi, YZ. 2003. Seasonal Variation in Pigmentation of the Dinoflagellate Peridinium gatunense (Dinophyceae) in Lake Kinneret, Israel. Freshwater Biol 48:1850-1858.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Yamaji, I. 1976. Illustration of Marine Plankton of Japan. Hoikusa Publishing Co. Ltd. Japan. 357 p. Yazwar, 2008. Keanekaragaman dan Keterkaitannya dengan Kualitas Air di Parapat Danau Toba. Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatra Utara, Medan. 203 Hal.
119