STRUKTUR KECEPATAN GELOMBANG P REGIONAL SATU DIMENSI WILAYAH PERAIRAN BANDA VELOCITY MODEL OF REGIONAL P WAVE ONE DIMENSIONS OF OCEAN AREA OF BANDA 1
Dimas Salomo J. Sianipar, 2Wiko Setyonegoro, 3Thomas Hardy 1,3 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG Email:
[email protected]
Abstrak Salah satu parameter penting dalam keakuratan lokasi hiposenter gempabumi yaitu tersedianya model kecepatan gelombang seismik dalam skala lokal atau regional dengan tingkat presisi yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat model kecepatan gelombang P lokal wilayah Sumatera bagian utara dan relokasi hiposenter gempabumi. Penelitian ini menggunakan metode solusi masalah model kopel hypocenter-velocity dari Kissling (1995). Data gempa dan waktu tiba gelombang P diunduh dari buletin yang sudah dianalisis ulang (reviewed bulletin) oleh International Seismological Centre (ISC). Data yang digunakan yaitu kejadian gempa di wilayah Perairan Banda pada batasan koordinat 4 LS sampai dengan 10 LS, 128 BT sampai dengan 132 BT, dengan rentang magnitudo yaitu 4.7 mB - 5.3 mB. Data yang digunakan sebanyak 115 kejadian gempa dengan rentang waktu dari 2010 – 2013. Data waktu tiba gelombang P yang dipilih yaitu catatan dari stasiun-stasiun lokal dengan jarak kurang dari 10 derajat. Sebanyak tujuh belas (17) iterasi dilakukan dalam proses relokasi dengan prinsip Joint Hypocenter Determination (JHD) dan penentuan model kecepatan. Penelitian ini berhasil menentukan model kecepatan lokal gelombang P dan relokasi hiposenter gempabumi di wilayah Sumatera bagian utara. Pada iterasi ke-12 solusi mulai konvergen dan pada iterasi akhir memperoleh nilai RMS (root mean square) residual sebesar 0.646223. Kata kunci: gelombang P, model kecepatan
Abstract One important parameter in the accuracy of earthquake hypocenter location is the availability of seismic wave velocity model in a local or regional scale with high precision. The purpose of this research is to create a model of the P wave velocity local region and the northern part of Sumatra earthquake hypocenter relocation there. This study uses a model problem solution hypocentervelocity coupling of Kissling (1995). Data earthquake and the arrival time of the P wave downloaded from the bulletin that has been re-analyzed (bulletin-reviewed) by the International Seismological Centre (ISC). The data used are seismic events in the region of Banda at the boundary waters area coordinates 40 S - 100 S 1280 E - 1320 E, with a magnitude range is 4.7 Mb 5.3 Mb. The data used as much as 115 earthquakes with a span from 2010 - 2013. The P wave arrival time data that is chosen is the record of the local stations with a distance of less than 10 degrees. A total of 17 iterations performed in the process of relocating to the principles of the Joint Hypocenter Determination (JHD) and the determination of the velocity model. This study was able to determine the local velocity model of the P wave and earthquake hypocenter relocation in the region of northern Sumatra. In the 12th iteration of the solution began to converge and the final iteration to obtain the value of RMSE (root mean square error) residual by 0.646223. Keywords: P waves, velocity model
1. PENDAHULUAN Wilayah Perairan Banda merupakan wilayah yang rawan terhadap gempa tektonik. Sumber gempa tektonik berasal dari aktivitas subduksi antara Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia. Salah satu parameter penting dalam keakuratan lokasi hiposenter gempabumi yaitu tersedianya model kecepatan gelombang seismik dalam skala lokal atau regional dengan tingkat presisi yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat model kecepatan gelombang P regional wilayah Perairan Banda dan relokasi hiposenter gempabumi di wilayah tersebut. Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi, ini dikarenakan tatanan tektonik Indonesia yang terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng IndoAustralia dan Lempeng Pasifik yang bergerak secara konvergen, karena aktivitas seismik yang cukup tinggi sehingga menimbulkan kekhawatiran penduduk Indonesia akan bencana alam yang akan terjadi di Indonesia, salah satunya kemungkinan tsunami akibat gempabumi yang akan terjadi di Indonesia cukup besar terlebih jika gempabumi memiliki episenter di laut dengan jenis gempabumi dangkal yang dikemukakan oleh Natawidjaja (2012). Indonesia bagian timur merupakan daerah yang paling kompleks
dalam hal tatanan tektoniknya, ini dikarenakan pada daerah timur Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik atau yang dikenal sebagai triple junction sehingga meningkatkan resiko terjadinya tsunami yang diakibatkan oleh gempabumi ini dibuktikan dengan banyaknya data sejarah tsunami yang terjadi di Indonesia timur (Patty, et al., 2013) tentang karakteristik gempa pembangkit tsunami di Indonesia menunjukkan bahwa 67% tsunami di Indonesia terjadi di Indonesi bagian timur (Ibrahim et al., 2005). Maluku merupakan salah satu daerah di timur Indonesia yang memiliki potensi tsunami yang cukup tinggi, ini dibuktikan dengan lebih dari 25 kejadian tsunami yang terekam di daerah Maluku dari tahun 1629 – 2006 (Wallansha R., Setyonegoro W, 2015). (gambar 1). Salah satu parameter penting dalam keakuratan lokasi hiposenter gempabumi yaitu tersedianya model kecepatan gelombang seismik dalam skala lokal atau regional dengan tingkat presisi yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat model kecepatan gelombang P lokal wilayah Sumatera bagian utara dan relokasi hiposenter gempabumi. Penelitian ini menggunakan metode solusi masalah model kopel hypocenter-velocity dari Kissling (1995).
Gambar 1. Distribusi episenter gempabumi dan tsunami di Maluku tahun 1674 -2006 (Sumber : Data BMKG dengan plot GMT).
2. METODOLOGI Data gempa dan waktu tiba gelombang P diunduh dari buletin yang sudah dianalisis ulang (reviewed bulletin) oleh International Seismological Centre (ISC). Data yang digunakan yaitu kejadian gempa di wilayah Perairan Banda pada batasan koordinat 4 LS sampai dengan 10 LS, 128 BT sampai dengan
132 BT, dengan rentang magnitudo yaitu 4.7 Mb - 5.3 Mb. Data yang digunakan sebanyak 115 kejadian gempa dengan rentang waktu dari 2010 – 2013. Data waktu tiba gelombang P yang dipilih yaitu catatan dari stasiunstasiun lokal dengan jarak kurang dari 10 derajat (gambar 2).
Gambar 2. Gempa-gempa yang diseleksi untuk perhitungan model kecepatan lokal gelombang P.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode inversi. Proses inversi adalah proses pengolahan data yang melibatkan teknik penyelesain matematika dan statistik untuk mendapatkan parameter fisis batuan dari data observasi. Salah satu metode solusi inversi adalah model coupled hypocenter velocity (gambar 3).
Untuk mendapatkan solusi model coupled hypocenter velocity, digunakan program velest 3.3 yang diperkenalkan oleh Kissling dkk. (1995). Prinsip metode ini adalah melakukan inversi secara simultan terhadap model kecepatan dan hiposenter yang dibatasi pada fase pertama waktu tiba gelombang P (P-wave first arriving phases).
Ada empat file input yang diperlukan untuk melakukan pengolahan data dengan menggunakan velest 3.3, yaitu data gempabumi, inisial model kecepatan gelombang P 1-D, dan kontrol parameter. Dalam pengamatan waktu tiba gelombang dinyatakan dalam suatu formula , dengan koordinat stasiun, parameter hiposenter termasuk origin time, dan model struktur kecepatan. Fungsi
adalah fungsi non-linear dari parameter dan yang tidak diketahui sebelumnya. Untuk menentukan waktu tiba teoritis terhadap setiap pasangan stasiun, diterapkan teori penjalaran gelombang dengan inisial model struktur kecepatan. Hubungan linear antara waktu residual dengan parameter dan m yang tidak diketahui, dinyatakan sebagai berikut.
……………………… (1) model kecepatan, kesalahan pada koordinat hiposenter serta kesalahan pada pendekatan linier yang digunakan. Hasilnya adalah nilai yang baru akan dibandingkan misfit-nya dengan sebelumnya untuk satu iterasi. Dalam setiap iterasinya tercantum nilai RMS antara dan . Gambar 2 menunjukkan diagram alur proses pengolahan data dengan menggunakan velest 3.3.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses inversi secara simultan untuk menentukan model kecepatan gelombang P 1D dan relokasi hiposenter ini dilakukan hingga iterasi ke-17, tetapi pada iterasi ke-12 nilai RMS nya sudah konvergen (Gambar 4). 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718
Gambar 3. Diagram alur proses penentuan model kecepatan gelombang P baru dari Kissling (1995). Formula di atas merupakan persamaan model coupled hypocenter velocity, dengan merupakan jumlah parameter model kecepatan dan merupakan kesalahan (error) dari waktu penjalaran, kesalahan penggunaan
Gambar 4. Grafik nilai RMS residual pada setiap iterasi. RMS terlihat sudah konvergen pada iterasi ke-12. Dalam melakukan inversi, jarak episenter maksimum dalam penggunaan fase seismik yaitu 1112 km. Artinya, data observasi pada stasiun dengan jarak yang lebih besar dari ini diabaikan. Fase gelombang seismik yang digunakan hanya fase P.
Ada sebanyak 21 stasiun seismik yang mencatat fase gelombang, yaitu : AAI (54), BATI (10), BNDI (95), FAKI (92), FITZ (1), KDU (4), KMPI (28), KRAI (7), LBMI (4), LUWI (1), MMRI (2), MSAI (79), MTN (23), NLAI (59), RKPI (2), SANI (20), SIJI (24), SOEI (35), SWI (19), TNTI (3), dan SAUI (99). Total bacaan fase gelombang P yaitu sebanyak 661, dimana sebanyak 539 fase gelomabang merupakan gelombang langsung dan 122 gelombang lainnya merupakan gelombang yang direfraksikan (Tabel 1).
Stasiun referensi yang digunakan yaitu Stasiun
SAUI (Saumlaki, Moluccas,Indonesia koordinat 7.9826 LS, 131.2998 BT). Stasiun referensi ini dipilih karena memenuhi kriteria sebagai stasiun seismik dengan kualitas yang tinggi, dekat dengan pusat dari geometri jaringan stasiun, dan waktu perekaman gempa yang panjang, serta mencatat sedikitnya 50 persen dari bacaan fase yang ada. Dengan mengetahui struktur kecepatan dekat permukaan di sekitar bawah stasiun referensi, interpretasi keterlambatan (waktu delay) dapat diketahui secara kualitatif.
Tabel 1. Waktu delay (koreksi stasiun) yang didapatkan Stasiun phase no bs avres avwres std wsum delay AAI P 54 0.0244 0.0244 0.5707 54 -0.7666 BATI P 10 0.1659 0.1659 0.6794 10 -0.9329 BNDI P 95 0.0149 0.0149 0.7712 95 -0.7873 FAKI P 92 0.0661 0.0661 0.6570 92 -2.8893 KDU P 4 0.0229 0.0229 0.2508 4 -3.7600 KMPI P 28 0.0556 0.0556 0.6509 28 -1.4673 KRAI P 7 0.0232 0.0232 0.7585 7 -0.4691 LBMI P 4 0.0179 0.0179 0.3650 4 -0.5330 MMRI P 2 0.0091 0.0091 2.2118 2 1.9122 MSAI P 79 0.0279 0.0279 0.7306 79 -0.7294 MTN P 23 0.0971 0.0971 0.9194 23 -3.2157 NLAI P 59 0.0505 0.0505 0.6546 59 0.1028 RKPI P 2 0.0139 0.0139 0.1753 2 -1.0042 SANI P 20 0.0227 0.0227 0.7658 20 -0.5716 SIJI P 24 0.0421 0.0421 0.4020 24 -2.8250 SOEI P 35 0.1029 0.1029 0.6190 35 -1.6116 SWI P 19 0.0464 0.0464 0.4940 19 -2.8696 TNTI P 3 0.2905 0.2905 2.0020 3 -6.0409 SAUI P 99 0.0070 0.0070 0.3614 99 0.0000 Waktu delay stasiun bernilai negatif menunjukkan bahwa waktu tempuh gelombang P lebih cepat untuk sampai pada stasiun pencatat dikarenakan struktur tanah di bawah stasiun seismik tersebut tersusun atas bebatuan padat (hardrock). Sedangkan waktu delay stasiun bernilai positif mengindikasikan bahwa struktur batuan stasiun seismik tersebut tersusun atas batuan sedimen yang
menyebabkan gelombang P merambat lebih lambat untuk sampai pada stasiun pencatat (Madlazim, dkk, 2010). Dengan menggunakan model kecepatan seismik global IASP91 sebagai inisial model kecepatan, didapatkan model kecepatan baru gelombang P 1D hasil inversi untuk wilayah perairan Banda (gambar 5).
50
0 0
2
4
6
8
10
-50
-100 Initial Velocity New Velocity -150
-200
-250
-300
Gambar 5. Grafik model kecepatan inisial dan model kecepatan baru gelombang P 1D di wilayah penelitian (gambar 5). Model kecepatan baru hasil inversi dengan menggunakan model coupled hypocenter velocity ini memiliki nilai yang berbeda dengan inisial model kecepatan yang digunakan. Pada kedalaman kurang dari 35 km, model kecepatan hasil inversi sedikit lebih cepat dibandingkan dengan model
kecepatan inisial. Sedangkan pada rentang kedalaman 35 km - 140 km, model kecepatan hasil inversi lebih lambat daripada model kecepatan inisial. Kemudian pada kedalaman 140 km – 271 km, model kecepatan hasil inversi hampir sama besarnya dengan model kecepatan inisial (gambar 5 dan tabel 2).
Tabel 2. Model kecepatan hasil inversi pada setiap lapisan No Lapisan Kedalaman Kecepatan Gel. P 1 -3.00... 0.00 km 4.74 km/s 2 0.00... 2.00 km 5.94 km/s 3 2.00... 4.00 km 5.94 km/s 4 4.00... 7.00 km 6.01 km/s 5 7.00... 10.00 km 6 km/s 6 10.00... 15.00 km 5.9 km/s 7 15.00... 20.00 km 5.69 km/s 8 20.00... 25.00 km 6.34 km/s
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
25.00... 35.00 35.00... 40.00 40.00... 50.00 50.00... 60.00 60.00... 71.00 71.00... 81.00 81.00...100.00 100.00...120.00 120.00...140.00 140.00...171.00 171.00...210.00 210.00...271.00 271.00...
km km km km km km km km km km km km km
Perbedaan antara model kecepatan inisial dengan model kecepatan hasil inversi menunjukkan bahwa setiap wilayah memi liki model kecepatan gelombang P 1D yang berbeda sesuai dengan kondisi geologi bawah permukaan. Model kecepatan hasil inversi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semakin kedalam maka semakin besar pula kecepatan gelombang P. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kedalam lapisan penyusun bumi semakin rapat. Selain menghasilkan model kecepatan baru, coupled hypocenter velocity juga digunakan untuk merelokasi hiposenter. Berikut adalah distribusi episenter gempa sebelum dan sesudah direlokasi. Dalam penelitian ini, root mean square (RMS) residual sebelum dilakukan proses perhitungan yaitu 2.044126. Setelah dilakukan proses perhitungan dengan menggunakan program velest3.3 sampai dengan iterasi ke-17 diperoleh nilai RMS residual menjadi 0.646223. GAP rata-rata yang didapatkan dari seluruh proses perhitungan yaitu sebesar 161. Nilai ini dianggap baik karena masih dibawah 180. Namun ada beberapa event yang memiliki nilai GAP lebih dari 180 yang karenakan sebaran geometri stasiun seismik penerima sehingga nilai GAP yang terdeteksi cukup besar.
6.75 7.3 6.63 7.61 7.87 8.07 7.9 8.09 7.74 8.53 8.74 9.14 8.86
km/s km/s km/s km/s km/s km/s km/s km/s km/s km/s km/s km/s km/s
4. KESIMPULAN Dengan menggunakan metode inversi model coupled hypocenter velocity dan software velest 3.3 diperoleh model kecepatan baru gelombang P 1D untuk wilayah perairan banda, waktu delay (koreksi) stasiun, dan relokasi hiposenter. Pada kedalaman kurang dari 35 km diperoleh kecepatan gelombang P hasil inversi lebih cepat daripada model kecepatan inisial. Ini menunjukkan bahwa setiap wilayah memiliki model kecepatan gelombang yang berbeda sesuai dengan kondisi geologi bawah permukaan. Hasil relokasi hiposenter telah diperoleh dengan RMS residual 0.646223 detik dan nilai GAP rata-rata 161. Sebagian besar hiposenter gempa berada di laut sebagai akibat dari aktivitas subduksi. Waktu delay pada masingmasing stasiun ada yang bernilai negatif dan ada yang positif. Waktu delay yang bernilai negatif menunjukkan waktu tempuh gelombang lebih cepat sampai pada stasiun pencatat. Sebaliknya, waktu delay positif menunjukkan waktu tempuh gelombang lebih lambat sampai pada stasiun pencatat.
DAFTAR PUSTAKA Wallansha R., Setyonegoro W. (2015). "Skenario Tsunami Menggunakan Data Parameter Gempabumi Berdasarkan Kondisi Batimetri (Studi Kasus : Gempabumi Maluku 28 Januari 2004)". Jurnal Segara Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Vol.11 No.2, Hal : 159-168. Desember 2015.
Patty,
R.Rahman. (2013).“Isu Tsunami Beredar, Warga Ambon Tak Tidur”. Kompas. regional.kompas.com Kissling, E. 1995, Program Velest User’s Guide – Short Introduction, Institute of Geophysics, ETH Zuerich. Garini, A. Sherly, dkk. 2014, Studi Kegempaan Di Wilayah Sumatera Bagian Utara Berdasarkan Reloksi Hiposenter Menggunakan Metode Inversi.
Nina, Iswati, dk. 2012, Estimasi Model Kecepatan Lokal Gelombang Seismik 1D Dan Relokasi Hiposenter Di Daerah Sumatera Barat Menggunakan HypoGA Dan Velest 3.3. Jurnal, Rachman, Deni Tri dan Nugraha, Andri Dian. 2012, Penentuan Model 1-D Kecepatan Gelombang P Dan Relokasi Hiposenter Secara Simultan Untuk Data Gempabumi Yang Berasosiasi Dengan Sesar Sumatera Di Wilayah Aceh Dan Sekitarnya, JTM, Vol. XIX No.1/2012.