i
STRUKTUR BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR STUDI KASUS PADA TIGA USAHA DI KAB. BOGOR
PRASETYO ATMA HADI
PROGRAM AGRIBISNIS ALIH JENIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus di Tiga Pembudidaya Kab. Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Prasetyo Atma Hadi NIM H34114045
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
i
ABSTRAK PRASETYO ATMA HADI. Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI. Usaha Budidaya ikan hias air tawar di Kab. Bogor bervariasi, baik dalam ukuran usaha maupun jenis ikan yang dibudidayakan. Ukuran usaha dapat dilihat dari jumlah kepemilikan akuarium, karena mampu mencerminkan alokasi biaya dan produktifitas. Penelitian ini bertujuan mencari ukuran usaha yang paling efisien dengan cara membandingkan struktur biaya pada tiga usaha budidaya ikan hias air tawar. Pada hasil penelitian menunjukan, Semakin besar ukuran usaha maka akan menghasilkan struktur biaya yang lebih efisien. Berdasarkan analisis R/C, usaha yang paling efisien adalah usaha budidaya ikan hias air tawar yang ukuran usahanya terbesar. Kata kunci: budidaya ikan hias air tawar, efisiensi, analisis struktur biaya
ABSTRACT PRASETYO ATMA HADI. Cost Structure of Freshwater Ornamental Fish Culture Case Study On Three Business in Kab. Bogor. Guided by NUNUNG KUSNADI The freshwater ornamental fish culture in Kab. Bogor are widely vary, either in the size of business in the term of fish species. The size of business can be seen from the number of aquarium ownership, since it reflects the allocation of costs and productivity. This study aims to find the most efficient business size by comparing the cost structure of the three freshwater ornamental fish culture cases. The results showed, bigger size of business will generate a more efficient cost structure. Based on R/C ratio, the most efficient business size is the Biggest freshwater ornamental fish culture size among the three. Keywords: freshwater ornamental fish culture, efficiency, cost structure analysis
ii
iii
STRUKTUR BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR STUDI KASUS PADA TIGA USAHA DI KAB. BOGOR
PRASETYO ATMA HADI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
PROGRAM AGRIBISNIS ALIH JENIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iv
v
Judul Skripsi : Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor Nama : Prasetyo Atma Hadi NIM : H34114045
Disetujui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, Ms Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
vii
PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai dengan Mei 2014 ini adalah struktur biaya, dengan judul Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis sebagai bentuk penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberi bimbingan dan arahannya kepada penulis, Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan banyak saran, Ibu Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen komdik sidang dan Ibu Netti Tinaprilla selaku dosen penguji utama sidang yang telah memberi banyak panduan untuk hasil akhir skripsi yang baik. Kedua orang tua Penulis, serta sahabat yang telah memberikan motivasi doa dan materi. Disamping itu, penghargaan Penulis sampaikan untuk Para pemilik usaha ikan hias air tawar, yaitu Bapak Hermanu, Bapak Asep, dan Bapak Budi yang telah membantu selama pengumpulan data, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Prasetyo Atma Hadi
viii
ix
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
8
TINJAUAN PUSTAKA
8
Persentasi biaya tetap dan variabel pada beberapa penelitian
8
Penentuan Skala Usaha pada Beberapa Penelitian
9
Analisis Efisiensi dan Titik Impas pada Beberapa Penelitian
10
Struktur Biaya Tanaman Pangan, Produktifitas, dan Profitabilitas
12
Skala Usaha Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dan Struktur Biaya
14
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
15 15
Usahatani
15
Struktur Biaya dan Skala Usaha
17
Analisis Efisiensi
21
Analisis Titik Impas (Break Even Poin)
22
Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN
22 24
Lokasi dan Waktu Penelitian
25
Metode Penelitian
25
Metode Pengumpulan Data
25
Metode Pengolahan dan Analisis Data
26
Komponen Biaya dalam Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar Analisis Penerimaan
26 27
Analisis Efisiensi
27
Analisis Titik Impas (Break Even Poin)
28
Keadaan Wilayah, Topografi, dan Demografi Lokasi Penelitian
29
x
Keadaan Wilayah dan Topografi Kabupaten Bogor
29
Demografi
31
Keadaan Demografi Penduduk
31
Komposisi Penduduk Berdasarkan Persentasi Lapangan Usaha
32
Potensi Unggulan Daerah
32
Deskripsi Umum Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian 33 Lokasi Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar
34
Sejarah Dan Latar Belakang Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian 35 Penyediaan Sarana Produksi
37
Teknik Pendederan Ikan Hias Air Tawar
38
Persiapan Wadah
38
Penebaran Benih
38
Pemberian Pakan
38
Pengelolaan Air
39
Panen, Sortasi dan Grading
39
Pengemasan
40
Pengangkutan
40
Kapasitas Produksi dan Penjualan Produk Pada Tiap Usaha Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian
40 41
Biaya Tetap dan Biaya Variabel
42
Analisis Penerimaan
51
Analisis efisiensi
54
Analisis Titik Impas (Break Even Poin) Pada Tiap Usaha di Lokasi Penelitian
55
SIMPULAN DAN SARAN
56
Simpulan
56
Saran
57
DAFTAR PUSTAKA
58
LAMPIRAN
60
RIWAYAT HIDUP
65
xi
DAFTAR TABEL Tabel 1 PDB lapangan usaha (atas dasar harga berlaku) tahun 2008-2012 Tabel 2 Pasar ekspor terbesar ikan hias Indonesia 2010-2012 Tabel 3 Pencapaian produksi ikan hias di Kabupaten Bogor tahun 2009-2010 Tabel 4 Hasil perhitungan struktur biaya usaha ikan hias air tawar Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 6 Alamat usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha Tabel 7 Komponen biaya tetap usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga skala Tabel 8 Komponen biaya variabel usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga Tabel 9 Struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha Tabel 10 Penerimaan budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha Tabel 11 Persentasi penggunaan akuarium dan penerimaan per komoditi pada tiga Tabel 12 Hasil perhitungan R/C ratio pada tiga usaha Tabel 13 Perhitungan nilai titik impas pada tiga usaha
1 2 4 29 31 34 43 46 50 52 53 55 56
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Komposisi negara asal impor ikan hias Singapura 2012 ................................... 3 Gambar 2 Hubungan antara kurva AC, AVC, dan MC .................................................... 17 Gambar 3 Beberapa kemungkinan kapasitas produksi usaha (business size) ................... 19 Gambar 4 Hubungan kurva AC dan LRAC ...................................................................... 20 Gambar 5 Kurva break even poin ..................................................................................... 22 Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional .................................................................... 24 Gambar 7 Peta wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat .................................................... 30 Gambar 8 Diagram penyebaran penduduk berdasarkan persentasi lapangan ................... 32 Gambar 9 Bentuk kurva biaya rata-rata pada masing- masing skala usaha ...................... 51
DAFTAR LAMPIRAN 1 Komponen biaya penyusutan usaha (Hatchery 1) pada pembudidaya TYA FF 2 Komponen biaya penyusutan usaha (Hatchery 2) pada pembudidaya TYA FF 3 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 1) pada pembudidaya AT FF 4 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 2) pada pembudidaya AT FF 5 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 1) pada pembudidaya Tirac FF
60 61 62 63 64
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya perikanan adalah sebuah kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan yang dikelola dengan orientasi bisnis maupun upaya melestarikan kelangsungan hidup makhluk yang terkandung didalamnya. Sektor perikanan memiliki peranan yang cukup nyata dalam pembangunan ekonomi nasional Indonesia, dengan adanya berbagai usaha pada sektor tersebut turut menumbuhkan peluang kerja baru bagi masyarakat sekitar tempat usaha tersebut berada. Kegiatan usaha ikan tersebut bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki, kegiatan itu diharapkan mampu memberikan peningkatan pendapatan para pembudidaya ikan yang akhirnya akan berimplikasi pada tingkat pendapatan daerah pembudidaya ikan tersebut berada. Perikanan dan kelautan Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi dan termasuk prospek bisnis yang cukup besar, baik pada pasar lokal maupun pasar luar negeri sehingga dapat dijadikan prioritas untuk mengatasi krisis ekonomi karena melalui penjualan produk perikanan secara ekspor mampu memberikan keuntungan ekonomi yang lebih besar dan akan meningkatkan devisa Negara. Berdasarkan Potensi sumber daya yang dimiliki, sektor perikanan merupakan salah satu sektor penggerak roda perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB), dalam periode 2008-2012 pertumbuhan PDB sub sektor perikanan mencapai 5,7 persen per tahun dan merupakan rata-rata tertinggi dalam sektor Pertanian secara umum. Selengkapnya perkembangan PDB sektor perikanan sebagaimana disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 PDB lapangan usaha (atas dasar harga berlaku) tahun 2008-2012 Lapangan usaha Pertanian, peternakan, Kehutanan dan Perikanan Tanaman bahan makanan Tanaman perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Produk Domestik Bruto PDB Tanpa Migas Persentasi PDB Perikanan terhadap : PDB Pertanian PDB PDB Tanpa Migas Sumber : BPS, 2012
2008 716 656
2009 857 196
2010 985 448
2011 1 093 446
2012 1 190 412
349 795
419 194
482 377
530 603
574 330
105 960
111 378
136 026
153 884
159 753
83 276
104 883
119 371
129 578
146 089
40 375 137 249 4 948 688 4 427 633
45 119 176 620 5 606 203 5 141 414
48 289 199 383 6 436 270 5 936 237
51 638 227 761 7 427 086 6 794 474
54 906 255 332 8 241 864 7 604 759
19.15 2.77 3.10
20.60 3.15 3.44
20.23 3.10 3.36
20.83 3.07 3.35
21.45 3.10 3.36
2
Besaran PDB subsektor perikanan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp255.33 triliun atau naik sebesar 6.48 persen dibanding tahun 2011. Kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB nasional menyumbang sebesar 3.10 persen atau kontribusi terhadap PDB tanpa migas mencapai 3.36 persen. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan memegang peranan strategis dalam mendorong pertumbuhan pada PDB kelompok pertanian secara umum maupun pada PDB nasional. Dengan demikian, sektor perikanan merupakan sektor yang sangat berpotensi dan dirasa penting untuk dikembangkan karena mampu menggerakkan roda perekonomian nasional. Seiring dengan peningkatan nilai PDB perikanan dari tahun 2008 sampai tahun 2012, hal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan nilai ekspor pada komoditi perikanan. Berdasarkan data dari UN Comtrade, nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2012 sebesar US$ 21.02 juta , atau naik 5.63 persen dibandingkan ekspor pada tahun 2011. Hal tersebut tidak terlepas dari keberadaan lima negara pengimpor ikan hias dari Indonesia yaitu Hong Kong, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan Malaysia yang mampu menyumbang devisa dari ikan hias dalam lima tahun terakhir. Ekspor ikan hias Indonesia ke beberapa Negara di tingkat internasional ditunjukkan dalam Tabel 2. Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan ekspor ikan hias Indonesia terbesar adalah Hong Kong dengan Share 17.73 persen, Amerika Serikat dengan Share 12.77 persen, Jepang dengan Share 12.53 persen, Singapura dengan Share 11.40 persen dan Malaysia dengan Share 3.76 persen.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel 2 Pasar ekspor terbesar ikan hias Indonesia 2010-2012 Negara Nilai Ekspor US$ (Juta) Share Perubahan 2010 2011 2012 2012 (%) 11-12 (%) Hong Kong SAR 2.62 2.96 3.73 17.73 25.88 USA 2.21 2.00 2.68 12.77 34.05 Japan 2.34 2.30 2.63 12.53 14.64 Singapore 2.77 2.31 2.40 11.40 3.68 Malaysia 1.85 1.52 0.79 3.76 -48.08 UK 0.60 0.87 0.79 3.76 -9.09 China 0.27 1.02 0.71 3.37 -30.36 Other Asia 0.68 0.66 0.71 3.37 7.22 Germany 0.50 0.54 0.64 3.04 17.97 Australia 0.50 0.37 0.62 2.97 68.77 Others 5.42 5.35 5.32 25.31 -0.54 Total 19.77 19.90 21.02 100.00 5.63
Sumber : UN Comtrade
3
Brasil Others 9% 2% Japan 2%
Hong Kong 3% Australia 5% USA 6% China 6%
Thailand 7% Other Asia 8%
Indonesia 31%
Malaysia 21%
Sumber : UN Comtrade
Gambar 1 Komposisi negara asal impor ikan hias Singapura 2012 Untuk saat ini, pemasaran ikan hias Indonesia belum maksimal menembus pasar ekspor. Berdasarkan Gambar 1, Indonesia menguasai 31 persen pangsa impor ikan hias di Singapura, naik 6.5 persen pada 2012 dibandingkan tahun sebelumnya. Di lain sisi, Singapura memiliki pangsa pasar pemasaran ikan hias paling besar di dunia, Berdasarkan data badan perdagangan dunia (United Nation Commodity Trade Statistics Database), Singapura berada pada posisi teratas eksportir ikan hias dunia. Akan tetapi sebagian besar dari ikan hias Singapura berasal dari Indonesia, karena 70 persen keanekaragaman ikan hias dunia dapat ditemukan melimpah di Indonesia. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dengan keragaman spesies ikan hias, dan untuk saat ini telah menjadi isu strategis yang potensial untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri. Banyak para pembudidaya ikan tertarik untuk melakukan budidaya ikan hias, alasan utama bagi mereka adalah budidaya ikan hias mampu dilakukan pada lahan yang minim dan juga dapat dilakukan meskipun dengan permodalan terbatas. Usaha ini memiliki tingkat perputaran uang atau modal cenderung cukup cepat, dikarenakan siklus produksi yang dilakukan cenderung singkat. Pasar yang dituju pun masih terbuka lebar, dengan sumberdaya yang melimpah di Indonesia disertai dengan teknik budidaya ikan sesuai standar mutu tentu akan mampu meningkatkan jumlah produksi ikan hias. Skala usaha relatif berbeda pada tiap individu atau kelompok yang menjalankan usaha tersebut, seringkali dilihat dari besarnya modal yang ditanamkan, komoditi yang diusahakan, karakteristik jenis ikan, kelengkapan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, serta jumlah produksi. Ikan hias ada beberapa jenis dan secara garis besar dibagi menjadi empat, yaitu pertama ikan hias yang berasal dari air tawar, dikenal dengan istilah perdagangan freshwater ornamental fish; kedua Ikan hias yang berasal dari air laut, dikenal dengan isilah perdagangan marine ornamental fish; ketiga tanaman hias air tawar, dikenal dengan freshwater ornamental plant atau aquatic plant; dan yang keempat kerang-kerangan atau biota laut dikenal sebagai invertebrate. Ikan hias air laut sekitar 650 spesies, sudah teridentifikasi 480 spesies dan
4
diperdagangkan sekitar 200 spesies, sedangkan jumlah spesies ikan hias air tawar Indonesia diperkirakan sekitar 400 spesies dari 1 100 spesies ikan hias yang ada di seluruh dunia. Ikan hias air tawar yang dibudidayakan di Indonesia tidak hanya komoditi ikan hias lokal saja, ikan hias air tawar asal impor seperti Koi (Cyrpinus carpio), Maskoki (Carrasius auratus), Black Ghost (Apteronotus albifrons), Discus (Symphysodon discus), Guppy (Poecilia reticulata), Neon Tetra, dan Cardinal Tetra (Paracheirodon axelrodi) juga telah dibudidayakan. Jumlah ikan hias yang diperdagangkan Indonesia mencapai 1 600 jenis, dimana 750 jenis diantaranya adalah ikan hias air tawar1. Keanekaragaman dari berbagai jenis ikan hias tersebut yang menjadi daya tarik kuat, memiliki corak warna yang atraktif, cerah dan indah dengan berbagai karakteristik berbeda dari tiap jenis ikan hias. Kabupaten Bogor merupakan salah satu salah satu sentra penghasil ikan hias air tawar di provinsi jawa barat, Perkembangan produksi ikan hias terus mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 dengan ratarata peningkatan per tahun sebesar 7.96 persen (Data Dinas Perikanan dan Peternakan), hal tersebut menunjukkan bahwa prospek budidaya ikan hias di Kabupaten Bogor cukup baik. Besarnya produksi ikan hias yang dihasilkan oleh usaha pembesaran dipengaruhi oleh jumlah produksi benih yang mampu dihasilkan oleh pembudidaya pembenihan, semakin banyak benih ikan yang mampu disuplai kepada pembudidaya pendederan dan pembesaran maka akan semakin banyak pula output ikan hias yang bisa dijual. Perkembangan produksi ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah pembudidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor. Pembudidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor tersebar di beberapa wilayah seperti Ciampea, Ciseeng, Cibinong, dan Parung. Perkembangan produksi yang terus meningkat, menunjukan bahwa komoditi ikan hias air tawar prospektif untuk dikembangkan dan harus mendapat perhatian dari semua pihak yang terkait untuk keberhasilan usaha ikan hias tersebut. Data pencapaian produksi ikan tahun 2009-2010 di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Pencapaian produksi ikan hias di Kabupaten Bogor tahun 2009-2010 Target Realisasi Pencapaian Tahun (Ribu ekor) (Ribu ekor) (persen) 2009 87 052 104 603 120.16 2010 110 879 112 085 101.09 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor
Pada tahun 2009 pencapaian target produksi ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor mencapai 120.16 persen, dari jumlah produksi yang ditargetkan sebesar 87 051 ribu ekor ternyata realisasinya dapat melebihi target yang diharapkan yaitu sebesar 104 603 ribu ekor. Pencapaian tersebut terus meningkat hingga pada tahun 2010, jumlah produksi ikan hias kembali mampu melampaui target dengan persentasi pencapaian produksi sebesar 101.09 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa Kabupaten Bogor memiliki potensi yang sangat baik dalam budidaya ikan hias air tawar. Tren permintaan akan ikan hias air tawar asal 1
http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/492/DKP-DAN-LIPI-KEMBANGKAN-IKANHIAS/?category_id=34
5
Indonesia terus meningkat tiap tahunnya, Dinas Pertanian Kota Bogor mencatat permintaan ikan hias air tawar jenis tetra memiliki permintaan rata-rata mencapai 750 000 ekor setiap bulannya dan baru bisa dipenuhi sebanyak 250 000 ekor. Hal tersebut menandakan masih terdapat ceruk pasar untuk dipenuhi oleh para pembudidaya ikan hias air tawar. Budidaya ikan hias air tawar di kabupaten Bogor memiliki variasi yang cukup tinggi, hal tersebut didasari oleh perbedaan modal yang dimiliki oleh para pembudidaya. Keterbatasan modal usaha akan mempengaruhi kegiatan produksi, kemampuan pembudidaya untuk memiliki lahan usaha, sarana dan prasarana perikanan budidaya, minat untuk membudidayakan suatu jenis ikan hias air tawar tertentu, aplikasi teknologi yang dipakai tentu akan menimbulkan perbedaan skala usaha yang signifikan. Dari besaran jumlah input dan output usaha akan membedakan usaha-usaha tersebut kedalam kategori skala usaha kecil, menengah maupun besar, salah satu tolak ukur untuk dapat menentukan skala usaha pada pembudidaya ikan hias air tawar dapat dilihat dari jumlah kepemilikan akuarium, karena dari faktor produksi tersebut mampu mencerminkan alokasi biaya-biaya yang dibutuhkan untuk operasional serta produktivitas dari usaha tersebut. Komponen yang termasuk dalam struktur biaya usaha terbagi kedalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel, pada tiap skala akan memiliki struktur biaya yang berbeda, kombinasi komponen tersebut akan sangat berpengaruh pada profit usaha budidaya ikan hias air tawar yang dijalankan. Ketika pembudidaya mampu merencanakan usaha dengan alokasi biaya yang minimum, maka akan semakin efisien usaha tersebut untuk meraih profit. Perumusan Masalah Budidaya ikan hias air tawar merupakan usaha yang dapat dilakukan pada lahan yang minim, selain itu memiliki waktu pemeliharaan ikan yang relatif singkat. Budidaya tersebut dapat dilakukan dengan sarana dan prasarana yang beragam tergantung dari besarnya keluaran produk ikan hias yang diharapkan. Untuk mendapatkan hasil budidaya ikan hias air tawar yang baik dapat dilakukan dengan selalu menjaga kualitas teknis pengelolaanya, dimulai dari pengetahuan tentang cara budidaya, pemilihan induk yang berkualitas, menjaga kualitas air, mengetahui jenis pakan yang sesuai pada tiap fase pertumbuhan dan teratur dalam pemberiannya, serta menanggulangi hama dan penyakit. Budidaya ikan hias air tawar memiliki beberapa segmen usaha berdasarkan sistem budidayanya yaitu segmen budidaya pembenihan, segmen budidaya pendederan dan segmen budidaya pembesaran. Tiap segmen budidaya tersebut memiliki perbedaan pada input dan output yang dihasilkan dari kegiatan produksinya. Pada proses pelaksanaannya, budidaya ikan hias air tawar memiliki beberapa pola yang dilakukan oleh para pembudidaya yaitu; Pola budidaya secara ekstensif yang ditandai dengan penggunaan modal yang relatif kecil, kepemilikan akuarium yang sedikit, cara budidaya serta metode pemberian dan perhitungan pakan yang cenderung didapat dari hasil pembicaraan sesama pembudidaya tradisional atau kebiasaan, aplikasi teknologi yang sederhana namun cenderung tidak ada, memiliki padat penebaran ikan yang cenderung sedikit. Sedangkan sistem budidaya secara intensif dapat dilihat dari penggunaan modal yang besar, kepemilikan akuarium yang banyak, mengetahui ilmu perikanan budidaya dengan
6
baik, memiliki padat penebaran budidaya ikan hias yang tinggi, mampu menjaga dan mengolah kualitas air sedemikian rupa serta pengaplikasian teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas pada usaha tersebut. Kabupaten Bogor merupakan pengekspor ikan hias air tawar terbesar di wilayah Jawa Barat, bahkan di Indonesia. Sepanjang 3 tahun, nilai ekspor ikan hias mencapai Rp58 241 726 300. Menurut Kepala Bidang (Kabid) Bina Usaha pada Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakan) Kabupaten Bogor, Wawan Haryono, data ekspor yang terlaporkan ke pihaknya pada tahun 2010 sebanyak 15 887 box ikan hias diekspor dengan nilai Rp13 341 452 784, tahun 2011 tercatat 1 986 241 ekor ikan dengan nilai Rp16 343 696 616. Sementara tahun 2012 lalu tercatat 2 506 989 ekor ikan hias yang diekspor dengan nilai Rp28 556 576 900. Beberapa daerah di Kabupaten Bogor dan sekitarnya yang menjadi sentra budidaya ikan hias adalah; Ciampea, Ciseeng, Cibinong, dan Parung. Hingga saat ini, lokasi pemasaran ikan hias air tawar dilakukan di Depo Ikan Hias Cibinong, Pasar Benih Ciseeng, Holding Ground Ciawi, Terminal Agribisnis Rancamaya serta Raiser. Selain itu, di Kabupaten Bogor memiliki 6 eksportir ikan hias air tawar yang aktif hingga kini di Kabupaten Bogor. Diantaranya, CV. Maju Aquarium, PT Sunny Indopramita, PT. Qianhu Joe Aquatic. CV. Gunung Mas, Maram Aquatic, serta Harlequin Aquatic. Beberapa komoditi ikan hias yang menjadi andalan para eksportir adalah Ikan Arwana, Koi, Koki, Botia, Cat fish, Corydoras sp, Plecostomus sucker, Tetra, Ciclids, Synodontys sp, Guppies, Platies, Pimelodus sp, Rainbow, dan Red cristal shrimp. Negara yang menjadi tujuan ekspor adalah berbagai negara Eropa, Timur Tengah, Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Malaysia dan China2. Tiap usaha ikan hias air tawar memiliki komoditi ikan hias air tawar yang dipelihara, hatchery, kepemilikan akuarium dan tenaga kerja yang berbeda, sehingga akan menghasilkan output produksi yang juga berbeda. Kepemilikan akuarium dan komoditi yang dibudidayakan merupakan salah satu faktor-faktor produksi dalam usaha tersebut, dengan demikian dapat menjadi indikasi bahwa usaha budidaya ikan hias air tawar memiliki variasi yang sangat luas. Beragamnya faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu usaha akan menentukan skala usaha yang dijalankan, ukuran usaha terebut dapat dikelompokkan menjadi skala kecil, menengah, dan besar berdasarkan faktor-faktor produksinya. Pada tiap skala usaha tentu memiliki alokasi biaya yang juga berbeda, struktur biaya tersebut akan menentukan apakah usaha telah berjalan dengan efisien. Penelitian ini dilaksanakan pada tiga pembudidaya ikan hias air tawar, Lokasi usaha tersebut tersebar ke dalam tiga daerah berbeda yaitu, Ciherang kidul, Cibinong, dan Pondok petir. Usaha tersebut sama-sama bergerak pada segmen budidaya pendederan ikan hias air tawar, yang membedakan dari masing-masing usaha adalah komoditas ikan hias air tawar yang dibudidayakan dan juga kepemilikan akuarium serta hatchery. Dikarenakan hal tersebut dirasa penting untuk dapat menentukan skala usaha manakah yang paling menguntungkan dan efisien dengan membandingkan struktur biaya pada masing-masing usahanya. Faktor penting dalam menganalisis struktur biaya dapat dilihat dari penggunaan
2
http://bogorkita.com/pemerintahan/kabupaten-bogor/3971-kabupaten-bogorpengekspor-ikan-hias-terbesar-di-indonesia.html
7
biaya variabel dan biaya tetap. Berdasarkan hal tersebut, perlu diketahui informasi mengenai alokasi biaya-biaya yang digunakan pada kegiatan produksi. Alokasi penggunaan sumberdaya dan biaya akan menjadi hal yang penting untuk mencapai produktivitas usaha yang optimal, semakin efektif penggunaan tersebut akan semakin efisien menunjang keberhasilan usaha yang dijalankan, dalam kata lain akan memberikan keuntungan yang lebih besar untuk para pembudidaya ikan hias air tawar. Salah satu cara mengukur efisiensi usaha adalah dengan melakukan analisis penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Informasi mengenai jumlah penerimaan usaha minimal yang harus diperoleh penting untuk dipelajari agar mampu mengetahui pada penerimaan berapakah usaha tersebut telah menghasilkan suatu nilai yang tidak lagi mendapatkan keuntungan (impas), Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan analisis titik impas (break even point). Berdasarkan informasi tersebut maka didapat rumusan masalah yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Bagaimana struktur biaya pembudidaya usaha ikan hias pada tiap skala? 2. Bagaimana penerimaan usaha pembudidaya ikan hias di lokasi penelitian? 3. Skala usaha ikan hias manakah yang paling efisien berdasarkan hasil analisis R/C Ratio? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji struktur biaya usaha ikan hias air tawar pada tiap skala usaha. 2. Menganalisis penerimaan usaha ikan hias air tawar di lokasi penelitian. 3. Mengetahui struktur biaya pada skala usaha manakah yang paling efisien. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pembudidaya ikan hias air tawar Dapat memberi informasi apakah usaha ini mampu memberikan income besar dan mensejahterakan rumahtangga petani ikan hias terkait skala usaha yang dijalankan, serta dapat menjadi rujukan untuk dilakukannya pengembangan usaha ikan hias. 2. Pembaca Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai struktur biaya dan skala usaha ikan hias paling efisien, bagi individu maupun kelompok yang berniat menjadi pelaku usaha maupun investor untuk menanamkan modal pada usaha di sub-sektor perikanan hias air tawar. Selain itu, Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai skala usaha ikan hias kepada peneliti lain, sebagai referensi dan studi perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 3. Pemerintah
8
Menjadi bahan pertimbangan untuk menetapkan sebuah kebijakan baru yang mendukung usaha budidaya secara intensif pada komoditi ikan hias asal Indonesia untuk tujuan pasar dalam negeri maupun mancanegara.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dilakukan untuk mengetahui skala usaha yang paling efisien berdasarkan analisis struktur biaya pada tiga pembudidaya ikan hias air tawar. Skala usaha dibagi berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap pembudidaya, dalam usaha budidaya ikan hias air tawar besaran skala suatu usaha dapat dinilai dari jumlah kepemilikan akuarium karena mampu mencerminkan produktivitas, penerimaan, serta biaya-biaya yang harus dikeluarkan pada usaha tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA Persentasi biaya tetap dan variabel pada beberapa penelitian Dalam melakukan produksi suatu usaha terdapat dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun hasil produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh output produk yang dihasilkan, dengan kata lain semakin banyak output yang dihasilkan maka semakin besar pula biaya variabel yang akan dikeluarkan. Pada analisis usaha budidaya ikan hias air tawar yang telah dilakukan oleh Stani (2009), Persentasi biaya tetap dan biaya variabel usaha adalah, biaya variabel untuk usaha I sebesar 91.65 persen, usaha II sebesar 87.58 persen dan usaha III sebesar 80.69 persen, sedangkan untuk biaya tetap usaha I sebesar 8.35 persen, usaha II sebesar 12.40 persen dan usaha III sebesar 19.31 persen. Komponen biaya tetap yang memiliki nilai paling besar adalah penyusutan ternak pada masing-masing skala usaha yaitu sebesar 5.05 persen pada skala I, 3.68 persen pada skala II, dan 5.36 persen pada skala III. Pada komponen biaya variabel yang memiliki nilai paling besar dalam skala I adalah tenaga kerja sebesar 40,09 persen, pada skala II biaya pakan memiliki nilai paling besar yaitu 36.67 persen, dan pada skala III tenaga kerja memiliki nilai yang paling besar yaitu 26.82 persen. Pada penelitian Bantani (2004) mengenai analisis struktur biaya dan pendapatan usaha pemotongan ayam tradisional di Kelurahan Kebon Pedes, Bogor, Jawa Barat memiliki persentasi biaya biaya variabel dan biaya tetap masing-masing sebesar; pada kriteria pemotong satu, skala usaha kecil sebesar 95.28 persen, skala menengah sebesar 96.52 persen, dan skala besar sebesar 97.46 persen. Sedangkan untuk biaya tetap, skala usaha kecil memiliki nilai persentasi sebesar 4.72 persen, skala menengah sebesar 3.48 persen, dan skala besar sebesar 2.54 persen. Untuk kriteria pemotong dua memiliki nilai persentasi untuk biaya
9
variabel skala kecil sebesar 90.66 persen, skala menengah sebesar 92.23 persen, dan skala besar sebesar 94.37 persen. Sedangkan untuk biaya tetap memiliki nilai persentasi skala kecil sebear 9.34 persen, skala menengah 7.77 persen, dan skala besar sebesar 5.63 persen. Dari analisis tersebut memiliki kesimpulan bahwa semakin besar usaha pemotongan ayam pada pemotong I dan pemotong II maka persentasi biaya variabel semakin meningkat sedangkan persentasi biaya tetapnya semakin menurun, secara umum komponen biaya terbesar yang dikeluarkan pada biaya variabel adalah biaya pembelian ayam hidup. Pada penelitian Damayanti (2011) mengenai analisis struktur biaya usaha budidaya anggrek di taman anggrek ragunan memiliki nilai persentasi biaya variabel dan biaya tetap masing-masing sebesar; biaya variabel pada usaha I sebesar 76.94 persen, pada usaha II sebesar 78.82 persen, dan pada usaha III sebesar 84.14 persen. Sedangkan untuk persentasi biaya tetap pada usaha I sebesar 23.06 persen, usaha II sebesar 21.17 persen, dan usaha III sebesar 15.86 persen. Pada komponen biaya variabel tertinggi pada usaha I, II dan III terdapat pada bibit seedling dengan masing-masing persentasi sebesar 53.43 persen, 58.00 persen, dan 52.63 persen dan komponen biaya tetap tertinggi pada masing-masing usaha terdapat pada komponen biaya tenaga kerja sebesar 14.09 persen, 8.44 persen, dan 7.08 persen. Penentuan Skala Usaha pada Beberapa Penelitian Penentuan skala usaha (SK) bertujuan agar pengusaha mampu mengetahui sejauh mana dia harus berproduksi sesuai keadaan skala usaha yang dimilikinya. Produksi dilakukan dengan kepemilikan sejumlah sumberdaya yang diolah sedemikian rupa agar mampu menciptakan keuntungan dalam sebuah usaha. Dalam penelitian Stani (2009) mengenai struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar skala usaha ditentukan berdasarkan jumlah pemilikan kambing perah yang dinyatakan dalam satuan ST (Satuan Ternak), yang dibagi dalam tiga strata yaitu skala usaha I (skala kecil) berjumlah 5 ekor kambing atau 0.53 ST, skala usaha II (skala menengah) berjumlah 61 ekor kambing atau 5.95 ST, dan skala usaha III (skala besar) berjumlah 161 ekor kambing atau 17.36 ST. Berdasarkan Penelitian mengenai struktur biaya yang telah dilakukan oleh Bantani (2004), Struktur biaya dan pendapatan usaha dianalisis menurut skala usaha dan kriteria pemotongan ayam tradisional di tempat penelitian. Skala usaha ditentukan berdasarkan volume pemotongan ayam per hari yang dinyatakan dalam ekor. Kriteria pemotong ayam tradisional terdiri dari kriteria pemotong I dan kriteria pemotong II. Skala usaha ditentukan berdasarkan rata-rata pemotongan ayam per hari (ekor) dan nilai simpangan baku dari data yang ada. Simpangan baku yang digunakan adalah setengah dari nilai simpangan baku data yang diamati. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sebaran frekuensi responden yang berimbang pada tiap skala usaha. Selanjutnya ditentukan skala usaha kecil yang diperoleh berdasarkan hasil pengurangan antara rataan dari total pemotongan ayam di tempat penelitian dengan simpangan baku dari data yang ada. Skala usaha besar diperoleh berdasarkan hasil penjumlahan antara rataan dari total pemotongan ayam di tempat penelitian dengan simpangan baku dari data yang ada. Skala usaha menengah diperoleh dari nilai antara skala usaha kecil dengan skala usaha besar.
10
Menurut Damayanti (2011), keragaan usaha anggrek di TAR dapat dikelompokan menjadi empat segmen yaitu usaha pembibitan, budidaya dari seedling, budidaya dari remaja dan pemasaran. Nunky Orchis (usaha I) dan Syams Orchid (usaha III) melakukan budidaya semua jenis anggrek dalam satu tempat yang sama sedangkan I-yon Orchid (usaha II) melakukan sistem pemeliharaan anggrek yang terpisah antara anggrek Phalaenopsis dengan anggrek yang lainnya. Pada penelitian ini skala usaha dibagi berdasarkan luas lahan yang dipakai, dibagi kedalam 3 kelompok yaitu usaha I (kecil, < 0.5 Ha.), usaha II (menengah, 0.5 Ha2 Ha) dan usaha III (besar, > 2 Ha). Analisis Efisiensi dan Titik Impas pada Beberapa Penelitian Efisiensi ekonomi usaha ternak kambing perah pada penelitian Stani (2009) didekati dengan kriteria biaya minimum karena didasari bahwa adanya keterbatasan modal yang dimiliki oleh peternak, sehingga tujuan memaksimumkan keuntungan dicapai dengan menekan biaya produksi sekecilkecilnya. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis R/C Ratio, Keragaman skala usaha tersebut masing-masing menunjukkan nilai efisiensi yang berbeda. Untuk mengetahui nilai efisiensi tiap skala usaha tersebut dilihat nilai struktur biayanya. Skala usaha efisien dapat diamati dengan cara membandingkan nilai efisiensi dari masing-masing skala yang kemudian dapat ditarik kesimpulan skala mana yang lebih efisien. Skala usaha yang paling efisien diperlihatkan oleh indikator biaya per unit yang paling rendah. Berdasarkan kurva LAC, dalam penelitian ini terbukti bahwa semakin besar skala usaha, maka biaya yang dikeluarkan semakin kecil dan berimplikasi pada penerimaan yang lebih tinggi. Skala III merupakan skala usaha yang mempunyai nilai biaya rata-rata yang rendah dan penerimaan yang tinggi, maka bisa dikatakan skala III adalah skala usaha yang efisien. Hasil analisis BEP (produksi) pada usaha ternak kambing perah memiliki nilai pada skala I sebesar -5.35, diperoleh nilai BEP minus yang disebabkan oleh tingginya biaya variabel per liter susu, sedangkan harga jual sangat rendah karena kualitas susu yang rendah. Tingginya biaya variabel karena termasuk biaya yang diperhitungkan (biaya non tunai) seperti rumput dan tenaga kerja dimana kedua komponen biaya tersebut mempunyai persentasi yang sangat tinggi pada biaya variabel. Artinya dalam skala bisnis, skala I merupakan skala yang tidak menguntungkan (unprofitable) karena jumlah ternak yang sedikit dan teknologi yang sederhana menyebabkan biaya produksi menjadi besar. Tetapi jika tidak dihitung biaya non tunainya, maka akan diperolah nilai BEP yang positif bahkan volume produksi aktualnya telah melebihi BEP produksi yaitu sebesar 21.6 liter/bulan. Volume produksi susu kambing aktual skala II di atas BEP volume produksi. Nilai yang harus dicapai agar impas adalah saat produksi sebesar 38.7 liter/bulan, pada hasil penelitian didapat data volume produksi pada skala II adalah 211 liter/bulan. Hal serupa juga terjadi pada skala III, dimana produksi aktual sebesar 747 liter/bulan, jauh dari nilai impas produksi yakni 29.3 liter/bulan. Hal ini berarti kedua peternakan tersebut sudah untung karena produksi susu kambing sudah di atas nilai titik impas, sehingga dapat terhindar dari kerugian. Berdasarkan analisis titik impas, dapat disimpulkan bahwa semakin
11
besar skala usaha, maka peternak semakin bisa menutupi biaya totalnya sehingga terhindar dari kerugian. Hal tersebut terlihat dari volume produksi aktual yang semakin jauh dari nilai BEP produksi. Pada penelitian Bantani (2004), kriteria pemotong I memiliki nilai R/C pada skala usaha ≤ 573 dengan nilai 1.22, pada skala usaha 574-1.113 dengan nilai 1.23, pada skala usaha ≥ 1.114 dengan nilai 1.24. Dari analisis tersebut dapat dinyatakan skala usaha ≥ 1.114 yang paling efisien, karena memiliki nilai paling besar yaitu 1.24, dapat diartikan setiap Rp. 1 yang dikeluarkan usaha tersebut mampu memberikan return sebesar Rp0.24. Pada kriteria pemotong II memiliki nilai R/C pada skala usaha ≤ 99 dengan nilai 1.13, pada skala usaha 100-205 dengan nilai 1.09, pada skala usaha ≥ 206 dengan nilai 1.15. Dari analisis tersebut dapat dinyatakan skala usaha ≥ 206 yang paling efisien, karena memiliki nilai paling besar yaitu 1.15, dapat diartikan setiap Rp. 1 yang dikeluarkan usaha tersebut mampu memberikan return sebesar Rp0.15. Analisis BEP pada skala usaha pemotong I dan pemotong II berdasarkan analisis regresi sederhana menunjukan kecenderungan yang semakin menurun, artinya semakin besar jumlah ayam yang dipotong maka persentasi nilai titik impas semakin kecil. Pada kriteria usaha pemotong I memiliki nilai BEP (Rp) pada skala usaha ≤ 573 dengan nilai 18.88 persen, pada skala usaha 574-1.113 dengan nilai 13.79 persen, pada skala usaha ≥ 1.114 dengan nilai 10.00 persen. Dari hasil analisis tersebut dapat dinyatakan nilai BEP yang paling efisien pada skala usaha ≥ 1.114 karena memiliki nilai persentasi terkecil diantara nilai BEP pada kriteria usaha pemotong I yaitu 10.00 persen. Pada kriteria usaha pemotong II memiliki nilai BEP (Rp) pada skala usaha ≤ 99 dengan nilai 42.86 persen, pada skala usaha 100 - 205 dengan nilai 48.05 persen, pada skala usaha ≥ 206 dengan nilai 29.94 persen. Dari hasil analisis tersebut dapat dinyatakan nilai BEP yang paling efisien pada skala usaha ≥ 206 karena memiliki nilai persentasi terkecil diantara nilai BEP pada kriteria usaha pemotong II yaitu 29.94 persen. Berdasarkan analisis R/C Ratio atas biaya tunai memiliki nilai 0.77 pada skala usaha kecil, memiliki nilai 2.14 pada skala usaha menengah, memiliki nilai 0.09 pada skala usaha besar. Berdasarkan analisis R/C Ratio atas biaya total memiliki nilai 0.96 pada skala usaha kecil, memiliki nilai 1.86 pada skala usaha menengah, memiliki nilai 0.63 pada skala usaha besar. Berdasarkan analisis BEP yang dihasilkan, nilai BEP (pot) usaha I untuk anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Catleya yaitu 3 421 pot, 1 197 pot, 1 142 pot dan 1 073 pot. Jumlah penjualan pot usaha I untuk anggrek Cattleya telah melebihi dari nilai BEP tetapi usaha tersebut masih menderita kerugian. Nilai BEP usaha II untuk anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Catleya yaitu 3 499 pot, 5 345 pot, 1 761 pot dan 1 099 pot. Jumlah penjualan pot usaha II selama tahun 2010 untuk anggrek Dendrobium dan Phalaenopsis telah melebihi dari nilai BEP dan keuntungannya mampu menutupi biaya produksi anggrek lainnya. Nilai BEP usaha III untuk anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Catleya yaitu 17 492 pot, 21 531 pot, 11 545 pot dan 10 249 pot. Jumlah penjualan pot usaha III untuk ke empat jenis anggrek masih kurang dari nilai BEP sehingga usaha menderita kerugian. Berdasarkan analisis titik impas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala usaha, maka target penjualan semakin besar karena nilai BEP yang dihasilkan semakin besar agar petani bisa menutupi biaya totalnya sehingga terhindar dari kerugian.
12
Struktur Biaya Tanaman Pangan, Produktifitas, dan Profitabilitas Berdasarkan penelitian yang ditulis oleh supadi pada tahun 2005 mengenai struktur biaya dan profitabilitas usahatani tanaman pangan (kasus desa-desa patanas) analisis keuntungan didasarkan atas biaya tunai yaitu nilai total penerimaan dikurangi total biaya tunai yang dikeluarkan. Kompensasi (biaya yang harus ditanggung) untuk sewa lahan, manajemen dan curahan tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan, dan untuk analisis tingkat efisiensi dan profitablitas usahatani suatu komoditi dapat diketahui dari parameter produktivitas harga jual produk, penerimaan, total biaya, profitabilitas, imbangan penerimaan dan total biaya (R/C) dan biaya pokok produksi untuk setiap kg produk yang dihasilkan. Parameter sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi adalah R/C dan biaya pokok produksi. Kedua parameter ini menunjukkan nilai yang berlawanan arah, jika nilai R/C tinggi maka biaya produksi pokok akan rendah (murah) dan sebaliknya Struktur biaya dan profitabilitas usahatani tanaman padi berdasarkan musim tanam, pada MH pangsa biaya saprodi untuk tanaman padi secara umum lebih besar dibandingkan MK 2004, sedangkan untuk upah tenaga kerja relatif sama. Untuk MH petani mengalokasikan biaya untuk pupuk lebih besar dibandingkan pestisida. Berdasarkan strata luas, terdapat kecenderungan bahwa pangsa biaya saprodi semakin mengecil dengan semakin luasnya garapan usahatani. Hal ini berarti petani sempit lebih intensif dalam penggunaan sarana produksi dibandingkan petani luas. Biaya untuk upah tenaga kerja pada seluruh strata luas menempati pangsa terbesar berkisar 60.3 persen – 63.8 persen. Sebagian besar biaya ini dikeluarkan untuk membayar upah panen. Di desa-desa penelitian, petani menggunakan sistem bawon untuk upah panen, dibayar dalam bentuk natura dengan kisaran antar desa sepersepuluh sampai seperenam bagian dari hasil panen. Terdapat kecenderungan petani luas mengeluarkan biaya lain-lain (pengairan, pajak, zakat dan lain-lain) lebih besar dibandingkan yang lainnya. Secara agregat untuk kedua musim tanam tanpa membedakan strata luas garapan pangsa pengeluaran untuk sarana produksi adalah 28.5 persen, upah tenaga kerja 61.6 persen dan biaya lain-lain 9.9 persen. Produktivitas usahatani padi sawah pada MH 2004/2005 lebih tinggi dibandingkan dengan MK yaitu 5.65 ton/ha berbanding 4.64 ton/ha. Ini berarti tingkat produktivitas pada MH 21.8 persen lebih besar daripada MK. Sebaliknya harga jual yang diterima petani pada MH 9.1 persen lebih rendah. Dengan peningkatan produktivitas yang masih lebih baik ini maka besar R/C maupun biaya pokok produksi pada MH lebih baik dibandingkan MK, sehingga tingkat efisiensi dan profitabilitas usahatani padi MH lebih tinggi dibandingkan MK.Berdasarkan strata luas terdapat kecenderungan semakin luas lahan garapan, usahatani maka produktivitas semakin rendah. Pada MK 2004 menunjukkan semakin besar luas garapan lahan usahatani maka usahatani semakin efisien. Namun pada MH 2004/2005 terjadi sebaliknya, semakin sempit luas garapan usahatani maka usahatani semakin efisien, hal ini diduga karena petani sempit dapat menekan pengeluaran biaya total yang pada MK sebesar Rp2 491 ribu menjadi Rp2 373 ribu pada MH, sedangkan untuk kedua strata luas lainnya biaya total untuk MH lebih tinggi dibandingkan MK.Secara agregat tanpa membedakan strata luas garapan usahatani dikatakan bahwa produktivitas padi
13
sawah adalah 5 144 kg/ha. Harga gabah yang diterima petani Rp1 140/kg. Penerimaan dan profitabilitas usahatani rata-rata per musim masing-masing sebesar Rp5 86 juta dan Rp3 57 juta (60.9 persen dari penerimaan usahatani). Efisiensi cukup tinggi dengan R/C 2.56 dan hanya memerlukan biaya sebesar Rp446 untuk memproduksi satu kilogram GKP. Sedangkan untuk struktur biaya dan profitabilitas usahatani tanaman jagung, pangsa biaya sarana produksi usahatani jagung pada MK 2004 sebesar 74.5 persen sedangkan MH 65persen dan secara agregat 68.9 persen. Dua jenis sarana produksi yang membutuhkan biaya yang besar adalah pupuk anorganik dan benih. Pupuk yang banyak digunakan adalah Urea dan ZA dan harga benih jagung (hibrida) berkisar Rp20 – 30 ribu per kg. Pangsa biaya untuk upah tenaga kerja MH lebih tinggi dibandingkan MK. Rata-rata pangsa upah tenaga kerja sebesar 24,2persen terutama untuk tanam dan panen. Sedangkan untuk pengolahan tanah sangat kecil karena umumnya tanpa olah tanah (zerro tillage) dan penggunaan herbisida. Pada MH pangsa biaya sarana produksi relatif lebih rendah dibandingkan dengan MK. Sebaliknya pangsa pengeluaran untuk upah tenaga kerja dan biaya lain-lain lebih besar. Berdasarkan strata luas, terlihat bahwa semakin besar luas garapan usahatani maka pangsa biaya untuk upah semakin besar. Hal ini dapat diduga karena penggunaan tenaga kerja keluarga pada petani sempit lebih intensif. Sedangkan petani luas lebih mengandalkan tenaga kerja upahan. Terdapat kecenderungan semakin sempit luas garapan usahatani maka pangsa biaya sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) semakin besar dibandingkan petani lainnya. Secara agregat struktur biaya usahatani jagung terbesar diperuntukkan biaya saprodi sebesar 68.9 persen sedangkan untuk upah tenaga kerja dan biaya lain-lain masing-masing 24.2 persen dan 6.9 persen. Secara rata-rata produktivitas pada MH lebih tinggi dibandingkan MK yaitu 5 357 kg/ha dan 3 044 kg/ha, sedangkan harga jual relatif sama. Dibandingkan dengan MK, usahatani jagung pada MH lebih efisien dan lebih menguntungkan, hal ini ditunjukkan dari nilai R/C 2.84 dibandingkan 2.30 dan biaya pokok produksi Rp348/kg berbanding Rp427/kg. Berdasarkan strata luas usahatani menunjukkan bahwa semakin luas garapan usahatani maka semakin tinggi produktivitasnya. Produktivitas petani sempit pada MK 2004 hanya 2 779 kg/ha, sedangkan sedangkan petani luas 3 311 kg/ha. Sedangkan pada MH 2004/2005 petani sempit 4 296 kg/ha dan petani luas 6.243 kg/ha, ini berarti semakin luas tanah garapan maka tingkat produktivitas semakin besar/meningkat.Penerimaan usahatani konsisten dengan tingkat produktivitas, yaitu penerimaan semakin besar sejalan dengan semakin luasnya lahan garapan usahatani. Secara agregat tanpa membedakan musim dan luasan, profitabilitas jagung adalah Rp2.56 juta/ha/tanam (61.8persen) dan biaya pokok per unit Rp377/kg. Struktur biaya dan profitabilitas tanaman ubikayu pola penanaman ubikayu tidak mengenal musim tanaman. Bila dibandingkan dengan usahatani padi sawah dan jagung, pangsa biaya selama produksi pada usatani ubikayu jauh lebih rendah. Dari dua jenis upah tenaga kerja yang dibayar, biaya panen dan angkut merupakan dua bagian terbesar yang dibayar petani, sedangkan biaya pengolahan lahan, tanam dan penyiangan relatif sangat kecil. Pangsa biaya sarana produksi antar strata luas relatif sama yaitu sekitar 22.1 persen yang berasal dari pupuk 20persen, benih 1.5 persen dari pestisida kurang dari 1persen. Secara keseluruhan pangsa
14
biaya sarana produksi ubikayu adalah 21.6 persen jauh lebih rendah dibandingkan dengan komoditi padi sawah dan jagung. Sebaliknya pangsa upah tenaga kerja jauh lebih tinggi yaitu 73.5 persen. Dengan kata lain usahatani ubikayu lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja dibandingkan sarana produksi. Produktivitas ubikayu lebih tinggi pada petani luas, rata-rata produktivitas mencapai 20 422 kg/ha. Harga penjualan ubikayu petani sekitar Rp320/kg. Penerimaan petani berkisar Rp6.0 – 7.0 juta/ha atau rata-rata Rp6.5 juta/ha. Setelah dikurangi biaya usahatani sekitar Rp2.06 – 2.33 juta/ha, profitabilitas petani sempit Rp3.94 juta/ha dan petani luas Rp4.68 juta/ha (66 persen dari penerimaan usahatani). Dari segi efisiensi antar strata luas usahatani relatif sama dengan R/C 2.96 dan biaya per unit Rp108/kg. Dibandingkan dengan usahatani pada sawah dan jagung, nilai R/C usahatani ubikayu lebih besar. Skala Usaha Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dan Struktur Biaya Pada komoditi ikan hias, Soni Gumilar (2007) telah melakukan penelitian yang membahas tentang Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Selain membahas tentang strategi pengembangan agribisnis ikan hias air tawar, penelitian ini juga membahas tentang keunggulan ikan hias sebagai daya saing industri perikanan, dan juga analisis manfaat dan biaya budidaya ikan hias. Untuk tinjauan ini akan dikhususkan membahas mengenai analisis manfaat dan biaya ikan hias. Pada penelitian ini skala usaha dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan jumlah akuarium yang dimiliki. Pada skala usaha kecil memiliki 1-30 unit akuarium, pada skala usaha menengah memiliki 31-50 unit akuarium dan skala usaha besar memiliki akuarium lebih dari 50 unit. Perhitungan biaya yang digunakan meliputi biaya investasi, biaya penyusutan dan biaya modal kerja. Pada komponen biaya modal kerja, tenaga kerja memiliki persentasi terbesar pada usaha ikan hias skala kecil yaitu sebesar 63.45 persen. Jumlah ikan yang diproduksi pada skala ini adalah 9 600 ekor/tahun dengan jenis komoditi ikan hias Black Ghost. Memiliki nilai B/C Ratio sebesar 1.06, artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 1.06 kali lipat. Pada skala usaha menengah, komponen biaya modal kerja yang memiliki persentasi terbesar juga pada tenaga kerja yaitu sebesar 43.36persen. Jumlah ikan yang diproduksi pada skala ini adalah 22 400 ekor/tahun dengan jenis komoditi ikan hias Ctenopoma dan diskus. Memiliki nilai B/C Ratio sebesar 2.79, artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 2.79 kali lipat. Sedangkan pada skala usaha besar, komponen biaya modal kerja kembali menunjukkan nilai tenaga kerja adalah komponen yang terbesar yaitu 35.27 persen. Jumlah ikan yang diproduksi pada skala ini adalah 61 600 ekor/tahun dengan jenis komoditi ikan hias Ctenopoma dan Black Ghost. Memiliki nilai B/C Ratio sebesar 0.27, artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 0.27 kali lipat. Disimpulkan bahwa usaha ikan hias di Kota Bogor yang terbagi menjadi 3 (tiga) skala usaha (menurut penelitian) yaitu skala kecil, skala menengah dan skala besar, dari ketiga skala usaha tersebut ternyata usaha yang merupakan tingkat aman adalah skala usaha menengah sedangkan skala usaha kecil dan besar
15
sangat sensitif artinya jika terjadi situasi yang sesuai pada skenario diatas maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada skala usaha kecil yaitu rendahnya volume produksi yang mereka hasilkan dan terbatasnya sarana dan prasarana produksi terutama akuarium maupun sarana penunjang pokok lainnya, padahal komponen investasi yang dibutuhkan hampir sama dengan skala usaha menengah. Sedangkan penyebab dari skala usaha besar adalah tingginya biaya investasi serta biaya operasional yang harus dikeluarkan ditambah dengan kurang maksimalnya produksi yang dihasilkan padahal dengan jumlah sarana akuarium yang ada masih dapat dilakukan penebaran yang maksimal. Penelitian terdahulu yang terkait dengan struktur biaya telah banyak dilakukan, namun belum ada yang membahas mengenai struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor. Penelitian-penelitian tersebut dapat menjadi referensi dalam penelitian ini. Persamaan penelitian terdahulu sebagai literature review bertujuan untuk mencari skala usaha yang paling efisien berdasarkan analisis struktur biaya. Dalam menganalisis struktur biaya perlu diketahui terlebih dahulu komponen biaya yang dikeluarkan, meliputi biaya tetap dan biaya variabel kemudian dilakukan analisis pendapatan usaha. Pengelompokkan skala usaha memiliki metode yang berbeda-beda, metode yang dipakai antara lain pengelompokan skala usaha berdasarkan luas lahan, rata-rata pemotongan ayam perhari dan nilai simpangan baku dari data yang ada, serta jumlah ternak yang dimiliki. Pengelompokkan skala usaha pada penelitian struktur biaya budidaya ikan hias air tawar studi kasus pada tiga usaha di Kab. Bogor berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap usaha. Jumlah akuarium dipandang dapat mencerminkan alokasi biaya-biaya serta produktivitas pada tiap usaha. Setelah itu dilakukan analisis efisiensi untuk mencari skala usaha yang paling efisien, ada beberapa analisis yang digunakan untuk mencari efisiensi diantaranya analisis efisiensi melalui pendekatan kriteria biaya minimum dengan mengamati indikator biaya per unit terendahdan juga analisis R/C ratio. Analisis BEP terbagi dua yaitu BEP (unit) dan BEP (Rp), analisis tersebut dilakukan guna mengetahui jumlah yang harus diproduksi atau dicapai agar usaha tersebut berada di titik impas. Daftar penelitian terdahulu secara lengkap akan disajikan pada Tabel 4.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non-pangan serta digunakan untuk memelihara ternak dan ikan. Menurut Suratiyah (2006), Pertanian dapat mengandung dua arti yaitu (1) dalam arti sempit atau sehari-hari diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam dan (2) dalam arti luas diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan
16
kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis. Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Berikut ini adalah beberapa definisi ilmu usahatani menurut beberapa pakar (dalam Suratiyah, 2006), yaitu: a) Menurut Daniel (2002), Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil optimal dan kontinyu. b) Menurut Efferson Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari caracara mengorganisasikan unit usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinyu. c) Menurut Vink (1984) Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. d) Menurut Prawirokusumo (1990) Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani atau peternak tersebut. Menurut Soekartawi (1986), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Tujuan usahatani adalah memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah: 1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, serta 4) tingkat pendapatan petani yang rendah (Soekartawi et al. 1986).
17
Struktur Biaya dan Skala Usaha Menurut Sukirno (1994), biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan membeli bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Dalam melakukan produksi suatu usaha terdapat dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Beberapa contoh yang termasuk kedalam komponen biaya tetap adalah gaji tenaga kerja, sewa lahan, listrik, telepon dan penyusutan peralatan. Beberapa contoh yang termasuk kedalam komponen biaya variabel adalah pupuk, benih, pakan, obatobatan. Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) merupakan penjumlahan dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan ; TC = Total Cost TFC = Total Fixed Cost TVC = Total Variable cost Dalam ilmu ekonomi yang membahas biaya produksi, dapat dipelajari terdapat hubungan antara kurva Average Cost (AC), Average Variable Cost (AVC), dan Marginal Cost (MC). Ketika menggambarkan kurva-kurva biaya ratarata perlulah disadari dan diingat bahwa kurva AVC dan AC dipotong oleh kurva MC pada titik terendah dari masing-masing kurva tersebut. Hal itu harus dibuat agar tidak menyalahi hukum matematik. Untuk penjelasan mengenai hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2 Hubungan antara kurva AC, AVC, dan MC
18
Keterangan: Apabila MC < AVC, maka nilai AVC menurun (berarti kalau kurva MC di bawah kurva AVC maka kurva AVC sedang menurun). Apabila MC > AVC, maka nilai AVC akan semakin besar (berarti kalau kurva MC di atas AVC maka kurva AVC sedang menaik). Sebagai akibat keadaan yang dinyatakan dalam (1) dan (2) maka kurva AVC dipotong oleh kurva MC di titik terendah dari kurva AVC. Dengan cara yang sama dapat dibuktikan bahwa kurva AC dipotong oleh kurva MC pada titik terendah kurva AC. Sedangkan, untuk menghitung total biaya rata-rata (Average Total Cost) adalah penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dengan biaya variabel rata-rata (AFC). Rumus yang digunakan yaitu : AC = AFC + AVC. Penentuan skala usaha yang paling efisien dapat diketahui dengan melihat total biaya ratarata produksi paling rendah. Biaya penyusutan sarana dan prasarana berupa alatalat dalam suatu usaha dihitung dengan harapan ketika kebutuhan tersebut tidak mampu berfungsi optimal dalam melaksanakan tugasnya, maka usaha tersebut telah memiliki dana cadangan jika hendak dilakukan reinvestasi pada usahanya. Hubungan antara biaya dan penerimaan usahatani ada beberapa kemungkinan, yaitu sebagai berikut: Biaya (cost) lebih besar daripada penerimaan (revenue) maka usaha disebut rugi. Biaya (cost) sama dengan penerimaan (revenue) maka usaha disebut tidak untung dan tidak rugi atau keadaan titik impas (Break Even Point). Biaya (cost) lebih kecil daripada penerimaan (revenue) maka usaha disebut untung. Dalam jangka panjang perusahaan dapat menambah semua faktor produksi atau input yang akan digunakan. Oleh karena itu, biaya produksi tidak perlu lagi dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Di dalam jangka panjang tidak ada biaya tetap, semua jenis biaya yang dikeluarkan merupakan biaya variabel. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan bukan saja dapat menambah tenaga kerja tetapi juga dapat menambah jumlah mesin dan peralatan produksi lainnya, luas tanah yang digunakan (terutama dalam kegiatan pertanian) dan luasnya bangunan/pabrik yang digunakan. Sebagai akibatnya, dalam jangka panjang terdapat banyak kurva jangka pendek yang dapat dilukiskan. Karena dalam jangka panjang perusahaan dapat memperluas kapasitas produksinya, ia harus menentukan besarnya kapasitas usaha (business size) atau skala usaha yang akan meminimumkan biaya produksinya. Dalam analisis ekonomi kapasitas usaha digambarkan oleh kurva biaya total rata-rata (AC). Dengan demikian analisis mengenai bagaimana pengusaha mampu menghitung kegiatan produksi dalam usahanya meminimumkan biaya dapat dilakukan dengan memperhatikan kurva AC untuk kapasitas produksi yang berbeda-beda. Untuk menentukan skala usaha yang paling efisien, harus dicari nilai biaya rata-rata jangka pendek (SRAC) operasi paling minimum dari tiap skala usaha. Beberapa kemungkinan kapasitas produksi usaha dapat dilihat pada Gambar 3.
19
Gambar 3 Beberapa kemungkinan kapasitas produksi usaha (business size) Pada gambar 3 menjelaskan sebuah ilustrasi usaha yang mempunyai tiga pilihan dalam menggunakan alat-alat produksi yaitu: Kapasitas 1, Kapasitas 2 dan Kapasitas 3, dimana kapasitas produksi tersebut didapat dari penggunaan biaya produksi rata-rata yang akan dikeluarkan oleh usaha tersebut untuk kegiatan produksi, besaran biaya produksi rata-rata ditunjukan oleh AC1, AC2, AC3. Faktor yang akan menentukan kapasitas produksi yang digunakan adalah tingkat produksi yang ingin dicapai. Apabila perusahaan tersebut ingin mencapai produksi sebanyak 100 unit, adalah lebih baik untuk menggunakan Kapasitas 1 (lihat titik A). Kalau yang digunakan adalah Kapasitas 2, seperti dapat dilihat dalam Gambar 3, biaya prduksi adalah lebih tinggi (lihat titik B). Kapasitas 1 adalah kapasitas yang paling efisien dan akan meminimumkan biaya produksi, untuk produksi di bawah 130 unit. Untuk produksi di antara 130 dan 240 unit, Kapasitas 2 adalah yang paling efisien, karena biaya produksi adalah paling minimum dengan menggunakan kapasitas tersebut. Ini dapat dilihat misalnya untuk produksi sebanyak 160 unit. Seperti dapat dilihat dalam Gambar 1.02, AC1 berada di atas AC2, yang berarti dengan menggunakan Kapasitas 1 biaya akan lebih tinggi daripada menggunakan Kapasitas 2. Untuk produksi melebihi 240 unit, misalnya 275 unit, Kapasitas 3 adalah yang harus digunakan pengusaha. Penggunaan ini akan meminimumkan biaya. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa peminimuman biaya jangka panjang tergantung kepada dua faktor yaitu: Tingkat produksi yang ingin dicapai, dan Sifat dari pilihan kapasitas pabrik yang tersedia. Uraian yang baru saja dilakukan mengenai caranya seorang pengusaha menentukan kapasitas produksi yang akan digunakan dapat memberikan petunjuk tentang bentuk kurva biaya total rata-rata jangka panjang atau kurva Long Run Average Cost (LRAC). Kurva LRAC dapat didefiniskan sebagai kurva yang menunjukan biaya rata-rata yang paling minimum untuk berbagai tingkat produksi apabila perusahaan dapat mengubah kapasitas produksinya. Dalam Gambar 3 kurva LRAC meliputi kurva AC1 sampai di titik a, kurva AC2 dari titik a ke titik
20
b, dan bagian dari AC3 dimulai dari titik b. Penjelasan mengenai kurva LRAC dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4 Hubungan kurva AC dan LRAC Kurva LRAC bukanlah dibentuk berdasarkan kepada 3 kurva AC saja seperti yang ditunjukan oleh Gambar 3, tetapi berdasarkan kepada kurva AC yang tidak terhingga banyaknya. Kurva LRAC dapat dilihat pada gambar 4 merupakan garis lengkung yang berbentuk huruf U, dimana lengkungan besarnya mengamplopi sekian banyak kemungkinan kurva AC. Kurva LRAC tersebut merupakan kurva yang menyinggung beberapa kurva AC jangka pendek. Titiktitik persinggungan tersebut merupakan biaya produksi yang paling optimum/minimum untuk berbagai tingkat produksi yang akan dicapai pengusaha di dalam jangka panjang. Kurva LRAC tidak menyinggung kurva-kurva AC pada bagian (di titik) yang terendah dari kurva AC. Dalam Gambar 4 hanya kurva ACx yang disinggung oleh kurva LRAC pada bagian kurva ACx yang paling rendah, yaitu titik B. Kurva AC yang terketak di sebelah kiri dari ACx disinggung oleh kurva LRAC di bagian yang lebih tinggi dan di sebelah kiri dari titik terendah. Dapat diperhatikan misalnya kurva AC2, jelas terlihat bahwa titik A bukanlah titik terendah pada kurva AC2. Titik tersebut terletak di sebelah kiri dari titik terendah AC2. Kurva AC yang terletak di sebelah kanan dari kurva ACx disinggung oleh kurva LRAC juga di bagian yang terletak lebih tinggi dari minimum pada AC yang bersangkutan, dan titik singgung tersebut terletak di sebelah kanan dari titik yang terendah. Titik C pada kurva AC3 jelas menggambarkan keadaan tersebut. Di dalam jangka panjang titik terendah dari suatu AC tidak menggambarkan biaya yang paling minimum untuk memproduksi suatu tingkat produksi. Terdapat kapasitas produksi lain (AC lain) yang dapat meminimumkan biaya. Sebagai buktinya dapat dilihat AC1 dan AC2, titik A1 adalah titik terendah pada AC1. Dengan demikian dalam jangka pendek, produksi sebesar QA dapat diproduksikan dengan biaya yan lebih rendah dari titik mana pun pada AC1. Tetapi dalam jangka panjang biaya itu belum merupakan biaya yang paling minimum, karena apabila kapasitas produksi yang berikut digunakan (AC2),
21
produksi sebesar QA akan mengeluarkan biaya sebanyak seperti ditunjukan oleh titik A pada AC2. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa kurva LRAC, walaupun tidak menghubungkan setiap titik terendah dari AC, menggambarkan biaya minimum perusahaan dalam jangka panjang. Analisis biaya jangka panjang sangat penting untuk mengetahui apakah suatu usaha berada pada skala usaha yang ekonomis (economies of scale) atau tidak ekonomis (diseconomis of scale). Suatu usaha dikatakan mencapai skala ekonomis apabila penambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih rendah. Sedangkan usaha mencapai skala tidak ekonomis apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi semakin tinggi.
Analisis Efisiensi Efisiensi merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam suatu usaha. Menurut Murbyanto (1989), efisiensi dalam produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Dengan kata lain efisiensi produksi merupakan perbandingan output dan input, yaitu berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input tertentu atau tercapainya output tertentu dengan input yang minimum. Pencapaian efisiensi dapat diukur dengan kriteria biaya yang minimum (cost minimization) dan kriteria penerimaan maksimum (output maksimization). Suatu usahatani dikatakan memperoleh keuntungan yang tinggi apabila petani tersebut mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien. Efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya dengan sebaik mungkin dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1986). Dengan keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani, tujuan keuntungan maksimum dalam usahatani agar efisien dapat didekati dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya. Efisiensi suatu usaha sangat tergantung dari penggunaan input yang optimal dan memilih skala usaha yang optimal. Semakin besar suatu skala usaha maka semakin besar pula jumlah penggunaan inputnya, tersebut mengakibatkan biaya total yang dikeluarkan semakin besar. Untuk mengukur tingkat efisiensi biaya dapat dilihat berdasarkan struktur biaya dari masing-masing skala usaha. Dengan menghitung sruktur biaya dari setiap skala, maka kita dapat membandingkan nilai efisiensi dari masing-masing skala. Tingkat efisiensi biaya diperlihatkan oleh indikator semakin rendahnya biaya per unit. Salah satu cara mengukur efisiensi usahatani adalah dengan membandingkan penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Analisis R/C ratio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif suatu cabang usaha dengan cabang usaha lainnya berdasarkan keuntungan finansial. Dalam analisis R/C rasio dapat diketahui seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya dan nilai R/C rasio ini tidak memiliki satuan (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis efisiensi digunakan untuk mengetahui berapa besar penerimaan yang dicapai dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan.
22
Analisis Titik Impas (Break Even Poin) Pada jangka pendek, hubungan struktur biaya dengan skala usaha dapat dianalisis mengunakan analisis titik impas (Break Even Poin). Skala usaha yang berbeda akan menyebabkan titik BEP yang berbeda, karena struktur biaya yang dihasilkan juga berbeda-beda. Menurut Nurmalina et al (2009), titik impas (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) = total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan berada pada titik impas. Impas adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian, Kurva untuk break even poin dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5 Kurva break even poin
Berdasarkan Gambar 3, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai BEP dari suatu usaha adala penghasilan penjualan, total biaya produksi. Suatu usaha akan mengalami kondisi impas pada saat garis jumlah penghasilan dari penjualan produk bersinggungan dengan garis total biaya. Pada kondisi tersebut dapat dikatakan suatu usaha Impas apabila jumlah penghasilan sama dengan total biaya, jika kondisi penghasilan usaha tidak mampu menutupi total biaya maka usaha tersebut berada pada kondisi rugi.
Kerangka Pemikiran Operasional Usaha ikan hias air tawar di Kab. Bogor memiliki keragaman yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa perbedaan yang mendasari usaha pada tiap pembudidaya. Perbedaan yang dimaksud adalah : Perbedaan modal usaha, Perbedaan jumlah akuarium, Perbedaan jumlah produksi, Perbedaan jumlah tenaga kerja, dan Perbedaan teknologi serta alat perikanan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut turut menentukan skala usaha yang dijalankan oleh para pembudidaya ikan hias air tawar, usaha tersebut tentu memiliki tujuan untuk mencari keuntungan yang optimal sesuai dengan skala usaha yang dijalankan. Ukuran keuntungan dapat dilihat dari pendapatan usaha budidaya ikan hias air tawar, Pendapatan tersebut dapat diukur berdasarkan pendapatan atas biaya.
23
Pendapatan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan hias air tawar akan sangat dipengaruhi oleh harga jual produk hasil usaha tersebut. Harga jual selain ditentukan oleh perhitungan biaya-biaya yang dikeluarkan, harga produk itu sendiri, juga ditentukan oleh mekanisme pasar. Untuk mendapatkan hasil perhitungan penerimaan petani diperoleh dari hasil perkalian antara harga dengan jumlah total produksi. Harga input yang digunakan dalam usaha budidaya ikan hias air tawar akan mempengaruhi struktur biaya usaha tersebut. Pendapatan atas biaya tunai usaha ikan hias merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. Penerimaan tunai usaha ikan hias adalah nilai uang yang diterima dari hasil penjualan produk hasil usaha ikan hias. Sedangkan pengeluaran tunai usaha ikan hias adalah semua nilai dari komponen input yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam proses budidaya. Pendapatan atas biaya total usaha budidaya ikan hias air tawar merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Pengeluaran total usaha ikan hias meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran diperhitungkan. Pengeluaran diperhitungkan adalah pengeluaran yang tidak benar-benar dikeluarkan tetapi tetap diperhitungkan, seperti penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga. Struktur biaya dan pendapatan di analisis menurut skala usaha yang dilakukan di tempat penelitian. Skala usaha ditentukan berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap usaha ikan hias air tawar yang dihitung dalam satuan unit. Pada tiap usaha tentu akan memiliki alokasi biaya yang berbeda, alokasi biaya yang dimaksud adalah biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Efisiensi dari suatu usaha dapat dihitung dengan melakukan perbandingan antara biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan dengan penerimaan usaha, semakin kecil biaya produksi rata-rata maka dapat dikatakan usaha tersebut akan semakin efisien. Selain dilihat dari nilai biaya produski rata-rata, tolak ukur efisiensi suatu usaha juga dapat dilihat dari hasil analisis R/C rasio. Usaha budidaya ikan hias air tawar pada skala usaha mana yang paling efisien itu penting untuk diketahui, karena semakin baik pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh pembudidaya dalam proses produksi tentu akan berdampak pada struktur biaya yang makin baik pula, sehingga mampu menekan biaya-biaya produksi dan sehingga mampu mengasilkan penerimaan yang lebih besar. Selain menganalisis struktur biaya dan pendapatan usaha ikan hias air tawar pada masing-masing skala usaha, dianalisis pula titik impas (Break Even Point) secara nilai rupiahnya, titik impas pada suatu usaha penting untuk diketahui guna memberikan informasi kepada pengusaha terkait target produksi baik dalam nilai unit maupun Rupiah minimal yang harus diperoleh agar usaha tidak mengalami kerugian. Kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
24
Variasi tinggi usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor
Perbedaan modal usaha Perbedaan jumlah akuarium Perbedaan jumlah produksi Perbedaan jumlah tenaga kerja Perbedaan alat perikanan
Pengelompokan pembudidaya berdasarkan skala usaha
Usaha kecil (Jumlah akuarium)
Usaha menengah (Jumlah akuarium)
Usaha besar (Jumlah akuarium)
Struktur biaya R/C Ratio Analisis titik impas (BEP)
Hasil perbandingan efisiensi berdasarkan nilai R/C usaha ikan hias air tawar pada masing-masing skala usaha
Kesimpulan Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional
25
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian merupakan daerah yang cukup banyak terdapat usaha budidaya ikan hias air tawar dan merupakan sentra produksi ikan hias air tawar untuk Provinsi Jawa Barat. Selain itu, daerah ini mudah daikses oleh peneliti sehingga mempermudah penelitian. Kegiatan pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan pada bulan Januari – April 2014. Penelitian dilakukan secara berulang-ulang dengan mendatangi lokasi penelitian untuk melihat aktivitas usaha yang dilakukan sekaligus melakukan wawancara dengan pengelola maupun tenaga kerja. Hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh lebih lengkap dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Metode Penelitian Objek penelitian ini adalah tiga usaha budidaya ikan hias air tawar yang dibagi berdasarkan skala usaha. Pembudidaya ikan hias air tawar skala usaha kecil, menengah, dan besar. Hal ini dilakukan dalam rangka mengalisis usaha manakah yang paling efisien dilihat dari struktur biaya dan variabel kunci pada teknis produksi yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dengan metode multiple case study. Menurut Yin (2003) case study atau studi kasus merupakan penelitian pada objek tertentu dalam konteks kehidupan nyata (real life), bersifat temporer dan spesifik. Penelitian melibatkan kontak langsung dengan objek penelitian, bersifat detail dan menyeluruh (holistic). Metode ini dapat dipilih jika tujuan penelitian adalah untuk membandingkan satu obyek dengan obyek lain (cross-site comparison) sesuai fenomena yang diteliti. Berdasarkan pengertian tersebut maka dengan menggunakan metode multiple case study, diharapkan peneliti bisa menggambarkan secara rinci terkait objek penelitian dan membandingkan antar kasus yang diteliti. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah meliputi data primer dan sekunder. a. Data primer dapat dikumpulkan dengan menggunakan triangulasi (triangulation), yaitu diperoleh dari wawancara langsung secara mendalam (deep interview) dengan pengusaha usaha budidaya ikan hias air tawar, pengamatan langsung (obsevation) di lapangan yang bertujuan untuk melihat aktivitas dan keragaan usaha budidaya ikan hias air tawar. Selain itu, pengumpulan informasi juga dibantu dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya (Kuisioner). Data primer pada penelitian mencakup keragaan usaha ikan hias air tawar seperti teknis
26
budidaya, kapasitas produksi, arus kas penerimaan dan pengeluaran serta informasi lainnya yang berguna untuk menunjang keberhasilan penelitian. b. Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder diperoleh dari catatan dan dokumentasi pihak atau instansi terkait, seperti Departemen Pertanian, Badan Pusat Stastistik, Dinas Pertanian dan peternakan Kabupaten Bogor. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui internet, buku-buku yang menujang teori, jurnal ilmiah serta penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan yang berhubungan dengan penelitian ini. Metode Pengolahan dan Analisis Data Informasi dan data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis terhadap biayabiaya yang dikeluarkan, penerimaan yang diperoleh, Efisiensi usaha dengan menggunakan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio). Selain itu akan dilakukan perhitungan titik impas (break even point) guna mengetahui nilai dimana usaha tersebut tidak mengalami untung dan juga rugi. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Exel, hasil dari pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang mudah dibaca. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat keragaan usaha ikan hias air tawar dan beberapa hal terkait yang akan diuraikan secara deskriptif, dan bila diperlukan akan menggunakan bantuan gambar atau grafik agar dapat memperjelas uraian. Komponen Biaya dalam Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar Peneltian ini menganalisis struktur biaya dari usaha ikan hias. Analisis struktur biaya usaha diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel, Biaya tersebut diidentifikasi berdasarkan hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan. Biaya tetap pada usaha budidaya ikan hias air tawar terdiri atas biaya penyusutan barang-barang investasi, biaya tenaga kerja, biaya maintanance, biaya bunga pinjaman jika ada, biaya pajak bumi bangunan, pajak kendaraan biaya listrik dan air, dan sebagainya. Biaya variabel terdiri atas biaya pembelian benih ikan hias air tawar, biaya pakan ikan, biaya BBM, biaya obat ikan, dan biaya pembelian alat kemas. Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) yang merupakan jumlah dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) dapat dirumuskan seperti di bawah ini : TC = TFC + TVC Keterangan ; TC = Total Cost TFC = Total Fixed Cost TVC = Total Variable cost
27
Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus atau straight line method, perhitungan tersebut dilakukan dengan cara membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai, beban penyusutan aktiva tetap pertahunnya akan sama sampai akhir umur ekonomis aktiva tetap tersebut.
Perhitungan biaya penyusutan dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : Nb = Nilai pembelian, dalam Rp Ns = Tafsiran nilai sisa, dalam Rp N = Jangka usia ekonomi, dalam tahun Analisis Penerimaan Penerimaan total adalah nilai produk total dalam jangka waktu tertentu. Komponen penerimaan masing-masing usaha budidaya ikan hias air tawar, berbeda-beda tergantung aktivitas usaha yang dilakukan. Pendapatan usaha adalah selisih antara penerimaan usaha dengan biaya usaha per siklus atau per tahun. Secara metematis ditulis sebagai berikut:
Keterangan : TR = Penerimaan total (Total Revenue), dalam Rp P = Harga jual produk, dalam Rp Q = Jumlah output produksi B = Biaya produksi, dalam Rp Analisis Efisiensi Efisiensi suatu usaha sangat tergantung dari penggunaan input yang optimal dan memilih skala usaha yang optimal. Semakin besar suatu skala usaha maka semakin besar pula jumlah penggunaan inputnya, tersebut mengakibatkan biaya total yang dikeluarkan semakin besar. Untuk mengukur tingkat efisiensi biaya dapat dilihat berdasarkan struktur biaya dari masing-masing skala usaha. Dengan menghitung sruktur biaya dari setiap skala, maka kita dapat membandingkan nilai efisiensi dari masing-masing skala. Salah satu cara mengukur efisiensi usaha adalah dengan membandingkan penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Analisis R/C ratio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif suatu cabang usaha dengan cabang usaha lainnya berdasarkan keuntungan finansial. Dalam analisis R/C rasio dapat diketahui seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya dan nilai R/C rasio ini tidak memiliki satuan (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis efisiensi digunakan untuk mengetahui berapa besar penerimaan
28
yang dicapai dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan, Untuk menganalisis R/C Ratio digunakan rumus sebagai berikut : ⁄ Keterangan : R = Total penerimaan usaha C = Total biaya usaha Hasil dari perhitungan R/C Ratio dapat diinterpretasikan sebagai berikut : 1. R/C rasio > 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu. Dengan kata lain usaha tersebut lebih efisien. 2. R/C rasio < 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu. Dengan kata lain usaha tersebut tidak efisien. R/C rasio = 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Dengan kata lain penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis Titik Impas (Break Even Poin) Pada jangka pendek, hubungan struktur biaya dengan skala usaha dapat dianalisis mengunakan analisis titik impas (Break Even Poin). Skala usaha yang berbeda akan menyebabkan titik BEP yang berbeda, karena struktur biaya yang dihasilkan juga berbeda-beda. Menurut Nurmalina et al (2009), titik impas (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) = total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan tidak mengalami untung atau rugi. Jika kondisi suatu perusahaan berada di bawah break even poin, maka perusahaan tersebut masih mengalami kerugian tetapi perusahaan tersebut masih mampu menutupi biaya operasional perusahaan. Tujuan menganalisis BEP adalah : 1. 2.
Untuk mengetahui berapa jumlah minimal yang harus diproduksi agar bisnis tidak rugi. Untuk mengetahui berapa harga terendah yang harus ditetapkan agar bisnis tidak rugi.
(
Keterangan : TFC = Total Fixed Cost P = Price/unit TVC = Total Variabel Cost TR = Total Revenue
)
29
Rencana hasil perhitungan struktur biaya usaha ikan hias dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini : Tabel 4 Hasil perhitungan struktur biaya usaha ikan hias air tawar Uraian
Skala usaha 1 (n=1) Pembudidaya 1 Nilai Nilai Nilai (Rp/T) (Rp/A) (%)
Skala usaha 2 (n=1) Pembudidaya 2 Nilai Nilai Nilai (Rp) (Rp/A) (%)
Skala usaha 3 (n=1) Pembudidaya 3 Nilai Nilai Nilai (Rp/T) (Rp/A) (%)
Biaya Tetap Penyusutan Pajak Listrik Gaji Karyawan Dll Biaya Variabel Benih Pakan Obat Ikan Pengemasan Dll Biaya tetap rata-rata Biaya variabel rata-rata
Keterangan : Skala usaha 1 = Skala usaha kecil (Jumlah akuarium) Skala usaha 2 = Skala usaha menengah (Jumlah akuarium) Skala usaha 3 = Skala usaha besar (Jumlah akuarium) Nilai Rp/T = Penerimaan per tahun pada tiap pembudidaya Nilai Rp/A = Biaya rata-rata yang dikeluarkan per akuarium Nilai % = Persentasi biaya masing-masing terhadap nilai total
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN USAHA BUDIDAYA IKAN HIAS TAWAR Keadaan Wilayah, Topografi, dan Demografi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor. Pada sub bab ini akan dibahas terkait dengan kondisi wilayah, topografi, dan demografi Kabupaten Bogor. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi alam maupun kondisi sosial ekonomi di Kabupaten Bogor. Keadaan Wilayah dan Topografi Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor terletak diantara 6º18′ - 6º47’10 Lintang Selatan dan 106º23’45 - 107º 13’30 Bujur Timur dengan luas wilayah sekitar 298.838.304 Ha. Secara administratif wilayah Kabupaten Bogor berbatasan dengan kabupaten lain, seperti disebelah Utara berbatasan dengan Kab. Tangerang Kab / Kota Bekasi, Kota Depok, disebelah Timur berbatasan dengan Kab. Cianjur dan Kab. Karawang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kab. Sukabumi dan Cianjur dan
30
sebelah Barat berbatasan dengan Kab. Lebak ( Prov. Banten), dan pada sebelah tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Daerah perbatasan Kab. Bogor dapat dilihat pada gambar 7.
Sumber: Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kab. Bogor, 2011
Gambar 7 Peta wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat Secara regional, wilayah Kabupaten Bogor bagian Utara merupakan bagian dari sub-cekungan sedimentasi yang disebut sebagai sub-cekungan Ciputat. Topografi wilayah ini bergelombang rendah, dengan ketinggian 60 – 100 m dpl. Material pembentuk utama terdiri dari endapan batuan rombakan vulkanik, terdiri dari fragmen-fragmen batuan litik, kerikil, pasir dan material halus lainnya dari rombakan lahar tua endapan gunung api. Dataran tinggi menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor di bagian Tengah dari daerah ini dengan ketinggian topografi mulai dari 300 – 1 000 m dpl, dibentuk oleh produk batuan tua dari batuan sedimen yang berumur Tersier. Di bagian selatan wilayah Kabupaten Bogor ini ditutupi oleh batuan gunungapi muda yang berumur Kuarter yang secara fisiografi berada pada daerah perbatasan antara Zona Bogor dan Zona Bandung. Pola Aliran Sungai pada umumnya dikontrol oleh struktur-struktur geologi yang berarah Utara-Selatan dan sebagian membentuk tinggian dan depresi. Dengan demikian, pola aliran sungainya memperlihatkan pola “sun dendritik” sampai pola “dendritik”. Wilayah Kabupaten Bogor teraliri 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang secara keseluruhan berada dalam satuan Wilayah sungai (SWS) Ciliwung Cisadane, sungai-sungai utama DAS tersebut keseluruhan mengalir 30ea rah utara dan bermuara di Laut Jawa. Iklim di Kabupaten Bogor menurut Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe A (sangat basah) di bagian Selatan dan tipe B (basah) di bagian Utara. Curah hujan rata-rata 3 841 mm/th, dengan curah hujan minimum 2 325 mm/thn dan maksimum 5 279 mm/thn . Bulan-bulan basah terjadi pada bulan Oktober sampai Mei. Jumlah hari hujan rata-rata tahunan 245 hari. Suhu udara maksimum
31
31.24°C dan minimum 22.7°C, suhu udara rata-rata tahunan 25.7°C. Kelembaban nisbi rata-rata tahunan sebesar 84.1 persen, persentasi penyinaran matahari ratarata tahunan 60.11 persen, kecepatan angin sepanjang tahun rata-rata 2.1 km/jam, dan penguapan rata-rata tahunan sebesar 3.7 mm. Demografi Kabupaten Bogor terdiri dari 413 desa dan 17 kelurahan (430 desa/kelurahan), 3 768 RW dan 14 951 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan. Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 berdasarkan estimasi data Badan Pusat Statistik (BPS) berjumlah 5 077 210 jiwa (angka sementara) yang terdiri dari penduduk laki-laki 2 604 873 jiwa dan penduduk perempuan 2 472 337 jiwa. Jumlah penduduk tersebut telah mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 yang berjumlah 4 992 205 jiwa. Kondisi ini menyebabkan tingginya rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 sebesar 3.15persen. Jika diperbandingkan antar wilayah kecamatan yang tercakup dalam wilayah Kabupaten Bogor, hasil proyeksi penduduk tahun 2011 laju pertumbuhan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Gunung Putri sebesar 6.27 persen, Kecamatan Bojonggede sebesar 5.86 persen, Kecamatan Cileungsi sebesar 5.72 persen, Kecamatan Cibinong sebesar 4.62 persen, Kecamatan Parung sebesar 4.22 persen, Kecamatan Gunung Sindur sebesar 4.31 persen, Kecamatan Klapanunggal 4.26 persen dan Kecamatan Tajurhalang sebesar 4.16 persen. Pertambahan penduduk di delapan kecamatan tersebut dapat dikatakan pesat karena merupakan pusat pengembangan usaha industri dan permukiman yang cukup berkembang, dimana beragam jenis usaha industri besar maupun sedang, yang menyebabkan tingginya migrasi masuk penduduk dari luar kecamatan sebagai tenaga kerja untuk bermukim di kecamatan setempat. Keadaan Demografi Penduduk Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah
Jumlah penduduk (jiwa) 2,604,873 2,472,337 5,077,210
Persentasi (persen) 51.31 48.69 100
Sumber: BPS Kab. Bogor 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui sebaran jenis kelamin yang terdapat di wilayah Kabupaten Bogor, Jumlah Penduduk berdasarkan hasil angka sementara Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2012 sejumlah 5 077 210. Komposisi penduduk Kabupaten Bogor menurut jenis kelamin pada tahun 2012 adalah 51.31 persen laki-laki dan 48.69 persen perempuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penduduk Kabupaten Bogor menyebar seimbang antara jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan dengan rasio 51.31 : 48.69.
32
Komposisi Penduduk Berdasarkan Persentasi Lapangan Usaha Proporsi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha merupakan salah satu indikator untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja, dan sebagai salah satu ukuran untuk menunjukkan struktur perekonomian suatu wilayah. Pada tahun 2011, jumlah penduduk bekerja (15 tahun ke atas) di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 1 722 345 orang menjadi 1 852 165 orang (meningkat 7.54 persen), Tabel 19. menggambarkan terjadi penurunan prosentase penyerapan tenaga kerja dari tahun 2010 ke 2011 yang cukup signifikan pada sektor pertanian sebesar 2.54 poin, sektor transportasi dan komunikasi (3.75 poin) dan sektor jasa sosial kemasyarakatan (3.19 poin). Sementara itu, sektor industri pengolahan mengalami kenaikan yang paling besar (4.20 poin), sekaligus menjadi sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bogor pada tahun 2011, yakni sebesar 28.42persen. Komposisi di atas menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran struktur perekonomian di Kabupaten Bogor, dengan semakin menurunnya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, dan meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri, perdagangan dan jasa sosial kemasyarakatan. Komposisi penduduk berdasarkan lapangan usaha dapat dilihat pada gambar 8. 30 Pertanian
25 20
Pertambangan & penggalian
15
Industri Pengolahan
10
Listrik, Gas, & Air Minum
5 Konstruksi 0 Tahun 2010
Tahun 2011
Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional 2010 dan 2011
Gambar 8 Diagram penyebaran penduduk berdasarkan persentasi lapangan usaha di Kabupaten Bogor tahun 2010 - 2011 Potensi Unggulan Daerah Produk Unggulan Daerah (PUD) merupakan suatu barang atau jasa yang dimiliki dan dikuasai oleh suatu daerah, yang mempunyai nilai ekonomis dan daya saing tinggi serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, yang diproduksi berdasarkan pertimbangan kelayakan teknis (bahan baku dan pasar), talenta masyarakat dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, dukungan infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) yang berkembang di lokasi tertentu. Kabupaten Bogor memiliki banyak sekali sumber daya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk unggulan
33
daerah. Untuk itu potensi potensi sumber daya alam tersebut harus selalu dikembangkan agar menjadi komoditi unggulan yang memiliki daya saing yang kuat, baik di tingkat kabupaten, regional maupun tingkat nasional bahkan internasional. Kabupaten Bogor memiliki beberapa potensi unggulan dalam bidang Pertanian, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, Industri Menengah Besar & Industri Kecil Menengah, Penggalian & Pertambangan, dan juga Pariwisata. Dalam bidang perikanan, yaitu budidaya perikanan air tawar baik untuk produksi ikan konsumsi, pembibitan maupun ikan hias mampu menjadi tumpuan pemenuhan kebutuhan akan ikan konsumsi, bibit ikan dan ikan hias di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2012 produksi ikan konsumsi sebesar 74 962.33 ton atau meningkat 32.50 persen dari tahun sebelumnya, dengan komoditi unggulan ikan lele dan ikan gurame. Produksi benih ikan lele 1 755 828.30 RE atau meningkat 22.1 persen, sedangkan produksi benih gurame 27 833.97 RE atau meningkat. Peningkatan produksi ikan lele baik benih maupun ikan konsumsi tidak terlepas dari ditetapkannya kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor yang meliputi empat kecamatan yaitu Kecamatan Ciseeng, Kemang, Parung dan Gunung Sindur dengan komoditi unggulannya ikan lele. Sedangkan pengembangan ikan gurame berada di Kecamatan Dramaga. Komoditi unggulan lainnya adalah ikan hias air tawar, lokasi sentra pengembangan ikan hias air tawar adalah kecamatan Cibinong dengan produksi tahun 2012 sebesar 187 552.04 RE atau naik sebesar 19.75 persen.
Deskripsi Umum Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian Usaha budidaya ikan hias air tawar yang menjadi studi kasus pada penelitian ini adalah usaha yang berada di Bogor, cibinong dan sawangan. Ada tiga usaha yang telah diamati, yaitu tiga buah usaha budidaya ikan hias air tawar yang bergerak pada segmen pendederan. Masing-masing usaha tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Untuk mengetahui hal tersebut maka pada bagian ini akan dijelaskan perbedaan dari ketiga Usaha berdasarkan gambaran umum usaha budidaya ikan hias air tawar. Para pelaku usaha budidaya ikan hias air tawar Neon tetra adalah Bapak Hermanu selaku pemilik dari Tirta Yuhana Afif Fish farm, Bapak Asep selaku pemilik dari AT Fish farm, dan Bapak Budi selaku pemilik dari Tirac Fish farm. Ketiga usaha ini bergerak dalam bidang usaha yang sama yaitu budidaya ikan hias air tawar, disamping itu mereka juga bergerak pada segmen usaha yang sama yaitu pendederan. Pada tiap usaha membudidayakan jenis komoditi yang berbeda, sehingga akan memiliki komponen input dan output yang berbeda pula. Pada TYA fish farm membudidayakan 3 jenis komoditi ikan hias air tawar yaitu Neon tetra, Red nose, dan Platydoras. Pada AT fish farm membudidayakan 2 jenis komoditi ikan hias air tawar yaitu Neon tetra dan Cynodonthis. Pada Tirac fish farm membudidayakan 1 jenis komoditi ikan hias air tawar yaitu Neon tetra. Pada penelitian ini semua budidaya ikan hias air tawar disetarakan ke dalam Biaya ratarata yang dikeluarkan per akuarium (Rp/A), dimana biaya usaha keseluruhan dapat dilihat dan dibandingkan berdasarkan biaya rata-rata yang dikeluarkan pada tiap akuarium. Gambaran umum ketiga usaha ini dapat diketahui melalui alamat
34
usaha, sejarah usaha, tipe usaha, kapasitas produksi, dan kepemilikan aset usaha. Berikut akan dijelaskan secara khusus gambaran umum masing-masing usaha pada penelitian ini.
Lokasi Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar Usaha budidaya ikan hias air tawar yang menjadi objek penelitian ini adalah usaha yang berada di tiga tempat berbeda yaitu Ciherang Kidul, Cibinong dan Pondok petir. Pemilihan tempat atau usaha ini dilakukan dengan sengaja berdasarkan beberapa pertimbangan seperti kesesuaian usaha yang dituju dengan tujuan penelitian dan kemudahan dalam mengakses usaha. Alamat usaha budidaya ikan hias air tawar dilokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 6 Alamat usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha No. 1. 2. 3.
Nama Usaha TYA Fish farm AT Fish farm Tirac Fish farm
Alamat Kampung Ciherang Kidul, Jl. Sawah Baru, Laladon, Bogor Kampung Pabuaran Rt 04 Rw 04, Kelurahan padurenan, Cibinong Kelurahan Pondok Petir, Kecamatan Bojongsari, Jalan Kesadaran 1, Sawangan.
TYA Fish farm terletak di Kampung Ciherang Kidul, Jl. Sawah Baru, Laladon, Bogor. Lokasi usaha ini melewati komplek perumahan Laladon indah, berjarak sekitar satu kilometer dari pinggir jalan raya ciomas-laladon. Untuk mencapai lokasi usaha ini dari pinggir jalan raya diperlukan kendaraan pribadi roda dua ataupun roda empat, akan tetapi setelah mencapai perbatasan komplek dengan kampung Ciherang Kidul sudah tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Perjalanan dapat dilanjutkan dengan berjalan kaki. Angkutan umum yang tersedia hanya mampu mengantarkan sampai kedepan komplek laladon indah, sehingga untuk mencapai lokasi perlu untuk mencari jasa ojek yang berada di sekitar daerah tersebut. Di sekeliling tempat usaha ini terdapat hamparan sawah milik warga Kampung Ciherang Kidul, selain itu juga terdapat beberapa kolam terpal yang digunakan untuk budidaya ikan lele. AT Fish farm beralamat di Kampung Pabuaran Rt 04 Rw 04, Kelurahan padurenan, Cibinong. Usaha ini berada tidak jauh dari Pegadaian yang terletak di pinggir jalan raya Bogor-Cimanggis setelah Carefour. Untuk mencapai lokasi usaha ini dari pinggir jalan raya diperlukan kendaraan pribadi roda dua atau berjalan kaki, karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan untuk dilewati kendaraan roda empat. Angkutan umum yang tersedia hanya mampu mengantarkan sampai pinggir jalan masuk kearah Kampung Pabuaran. Di sekitar lokasi usaha ini merupakan daerah hunian yang padat penduduk. Tirac Fish farm berada di Kelurahan Pondok Petir, Kecamatan Bojongsari, Jalan Kesadaran 1, Sawangan. Jarak dari pinggir jalan raya Pondok Petir menuju lokasi usaha adalah sekitar satu kilometer. Jarak tersebut dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda 2 maupun roda 4, akan tetapi jalan tersebut cukup
35
sempit karena hanya mampu untuk dilewati oleh satu kendaraan roda empat. Di sekitar lokasi ini banyak terdapat pembudidaya ikan hias air tawar dari berbagai jenis.
Sejarah Dan Latar Belakang Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian a)
TYA Fish farm Usaha budidaya ikan hias air tawar ini dirintis oleh Bapak Hermanu sejak tahun 2010. Usaha yang dijalankan ini bersifat komersil, memiliki tujuan berupa pemanfaatan peluang usaha yang ada untuk mencari keuntungan. Pemilik usaha tertarik untuk menekuni usaha budidaya ikan hias air tawar berawal dari kecintaannya terhadap komoditi perikanan yang didapat ketika melaksanakan studi kuliah D3 di jurusan teknologi produksi dan manajemen perikanan budidaya Institut Pertanian Bogor. Pada saat masih berstatus mahasiswa beliau mendapat uang warisan sebesar Rp. 30.000.000, yang kemudian menjadi modal awal digunakan untuk membeli lahan seluas 500 m2 di daerah laladon dan pada lahan tersebut dibangun rumah tinggal sekaligus tempat untuk menyimpan alat-alat perikanan beserta pakan, sumur, beberapa kolam ikan, kolam tandon air, satu unit hatchery semi permanen seluas 40 m2, satu unit hatchery permanen seluas 16.5 m2. Ketika memiliki fasilitas itu beliau telah aktif dalam kegiatan usaha budidaya dan jual beli ikan konsumsi pada beberapa komoditi seperti ikan lele, nila, dan gurami. Seiring dengan berjalannya waktu semakin luas jaringan pertemanan dalam dunia perikanan budidaya, hingga akhirnya beliau bertemu dengan kawankawan yang berasal dari kelompok budidaya ikan hias di daerah Sawangan. Dari situlah mulai tertarik untuk mencoba budidaya ikan hias air tawar jenis Manvis dan melakukan kegiatan pendederan Cardinal tetra. Setelah melalui proses produksi dan berhasil menjual ikan-ikannya ternyata beliau merasa budidaya ikan hias air tawar akan lebih menjanjikan dibanding ikan konsumsi, hal tersebut dikarenakan usaha itu mampu memberikan keuntungan yang besar. Hingga akhirnya seiring dengan semakin banyaknya arus informasi yang didapat mengenai peluang usaha budidaya ikan hias air tawar, mengawali langkah beliau ketika telah lulus dari masa perkuliahannya untuk lebih fokus pada usaha tersebut. Kini usaha budidaya ikan hias air tawar yang dijalani oleh beliau adalah kegiatan pendederan ikan hias air tawar jenis Neon tetra, Red Nose dan Platydoras. Budidaya ikan hias air tawar jenis Neon tetra dilakukan pada hatchery satu dengan kepemilikan akuarium sebanyak 51 unit, sedangkan komoditi lain dilakukan pada hatchery 2 dengan kepemilikan akuarium sebanyak 15 unit untuk komoditi Red Nose dan 15 unit untuk komoditi Platydoras, akan tetapi usaha yang dijalankan beliau lebih fokus kepada pendederan ikan hias air tawar jenis Neon tetra, dengan alasan karena pasokan benih komoditi tersebut selalu tersedia. b)
AT Fish farm Usaha budidaya ikan hias air tawar ini dirintis oleh Bapak Asep sejak tahun 2010, akan tetapi sebelum memiliki usaha sendiri beliau telah lama bekerja pada beberapa supplier ikan hias air tawar. Pada tahun 2001-2004 beliau bekerja pada Bapak Uung supplier ikan hias air tawar di daerah Depok, setelah itu pada tahun
36
2005-2010 bekerja pada Bapak Alvian supplier ikan hias air tawar di daerah Cibinong. Beliau memiliki latar belakang pendidikan sampai tamat SD, karena keterbatasan biaya yang kemudian membuat beliau harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selama bekerja pada beberapa orang supplier ikan hias tersebut digunakan untuk belajar dan menggali ilmu serta informasi sebanyak mungkin tentang dunia perikanan khususnya komoditi ikan hias air tawar. Semasa kerja pada orang lain beliau memiliki gaji yang cenderung kecil, tekanan besar pada proses kerja tetap dimanfaatkan untuk terus belajar. Pada pertengahan tahun 2010 beliau menikah, memiliki tanggung jawab yang semakin besar ditambah merasa lelah setelah Sembilan tahun bekerja pada orang lain itu mendorong beliau untuk memulai usaha sendiri. Beliau memiliki keinginan besar untuk mandiri dan sukses, ketika merasa cukup mampu untuk menjalankan usaha sendiri beliau memutuskan untuk berhenti kerja, pada saat berhenti kerja mendapatkan uang gaji dan pesangon sebesar Rp2 050 000. Semasa kerja beliau jadi memiliki jaringan usaha ke beberapa supplier ikan hias air tawar lain dan juga para pembudidaya ikan hias dari daerah Sawangan. Ketika awal usaha beliau menjadi pedagang perantara antara pembudidaya ikan hias air tawar dengan para supplier, pada saat beliau mendapat informasi tentang adanya permintaan ikan hias air tawar jenis neon tetra, beliau menggunakan sejumlah uang tersebut untuk membelinya dan kemudian langsung dijual kembali setelah mengambil sejumlah marjin keuntungan. Hal tersebut dikarenakan beliau tidak memiliki hatchery ataupun akuarium, sehingga beliau berjualan ketika ada permintaan saja. Kegiatan tersebut berjalan selama tiga bulan, dari keuntungan yang didapat tersebut terkumpul sejumlah uang yang dapat beliau gunakan untuk membeli 20 akuarium beserta rak besi dan juga alat perikanan, sedangkan untuk blower beliau mendapatkan pinjaman dari kawan yang juga memiliki usaha serupa. Disamping itu dilihat dari kerja keras usahanya, beliau dipercaya untuk mengelola tanah keluarga seluas 95 m2 yang kemudian digunakan menjadi lokasi Hatchery semi permanen. Hingga saat ini beliau memiliki 2 hatchery yang berbeda, yaitu 1 unit hatchery semi permanen dengan luas 65m2 dengan kepemilikan akuarium 96 unit, dan 1 unit hatchery permanen dengan luas 24m2 dengan kepemilikan akuarium 62 unit. Komoditi ikan hias air tawar yang dibudidayakan adalah jenis Neon tetra pada hatchery 1 dan 50 unit akuarium pada hatchery 2, sedangkan Cynodonthis pada hatchery 2 dengan penggunaan akuarium 12 unit. Pada usaha budidaya yang dijalankan oleh AT fish farm juga memilih untuk lebih banyak membudidayakan ikan hias air tawar jenis Neon tetra, dengan alasan untuk Neon tetra tidak termasuk komoditi yang musiman sehingga permintaannya selalu ada dan tinggi tiap tahunnya. c)
Tirac Fish farm Usaha budidaya ikan hias air tawar ini dirintis oleh Bapak Budi sejak tahun 2009. Sebelum melaksanakan usaha tersebut beliau pernah mencoba usaha lain, yaitu berjualan tanaman hias jenis Aglonema pada tahun 2005. Pada usaha tersebut sempat berjalan baik, Beliau mengusahakan tanaman hias tersebut selama dua tahun, akan tetapi kemudian berujung pada kegagalan. Pada tahun 2007 beliau pernah mencoba untuk bekerja disebuah percetakan buku, selama proses kerja tersebut beliau menemui beberapa kejanggalan pada produk yang dijual oleh percetakan tersebut. Ternyata percetakan tersebut menjual buku hasil
37
pembajakan dari versi aslinya yang kemudian dijual kembali dengan harga yang jauh lebih murah, beliau merasa bertentangan dengan prinsip usaha tersebut sehingga memutuskan untuk keluar. Ditengah kebingungannya yang sedang tidak memiliki pekerjaan kebetulan beliau bertemu dengan kawannya yang ternyata dia adalah pembudidaya ikan hias air tawar, dari pertemuan tersebut terjadi perbincangan mengenai informasi dan peluang yang terdapat dalam usaha tersebut. Sehingga akhirnya beliau tertarik untuk mencoba ikut membudidayakan ikan hias air tawar, pada awalnya banyak bertanya dan ikut membantu dalam usaha yang dijalankan oleh kawannya tersebut. Beliau mengamati tiap prosesnya dari mulai aspek teknis produksi hingga pada sisi manajemennya. Ketika beliau merasa telah cukup bekal timbul keinginan untuk memiliki usaha sendiri, disamping itu beliau juga memiliki keinginan untuk mengaplikasikan ilmu manajemen yang pernah dia dapat selama kuliah di Fakultas ekonomi, program studi S1 manajemen, Universitas Pamulang. Beliau melihat beberapa kelemahan dari sisi manajemen pada usaha kawannya, sehingga kemudian beliau merasa akan lebih baik jika usaha budidaya ikan hias air tawar dikelola dengan manajemen yang rapi dan terstruktur. Pada awal usahanya beliau melakukan pinjaman modal sebesar Rp7 500 000, sejumlah uang tersebut beliau gunakan untuk membeli 10 unit akuarium beserta rak kayu, blower 1 unit, dan membeli ikan hias air tawar jenis Neon tetra sebanyak 5.000 ekor. Seiring dengan berjalannya waktu usaha tersebut mengalami kemajuan, hingga saat ini memiliki usaha pada segmen pendederan ikan hias air tawar jenis Neon tetra dengan kepemilikan akuarium sebanyak 306 unit. Pada Tirac fish farm hanya membudidayakan 1 jenis komoditi ikan hias air tawar, dengan alasan komoditi tersebut memiliki permintaan yang tinggi tiap bulannya, sehingga berapapun stok yang dimiliki oleh beliau akan mampu terjual sepenuhya, selain itu harga yang ditawarkan untuk komoditi tersebut cenderung stabil dan menguntungkan. Penyediaan Sarana Produksi Pada tiap usaha budidaya ikan hias air tawar membutuhkan beberapa komponen input yang perlu dibeli agar kegiatan produksi tersebut dapat berjalan, komponen yang dimaksud adalah ; benih ikan hias air tawar, pakan, alat-alat untuk packing, bbm, dan obat ikan. Benih ikan hias air tawar yang dibutuhkan adalah benih ikan hias air tawar jenis Neon tetra, Red Nose, Platydoras, dan Cynodonthis. Pakan yang dibutuhkan selama kegiatan produksi adalah Cacing sutera, Daphnia, dan pellet pf 800. Alat-alat yang termasuk kedalam kebutuhan untuk packing adalah plastik PE ukuran 60x40cm, karet gelang, oksigen dan saringan nasi yang digunakan ketika dilakukannya proses penghitungan benih ikan yang dipersiapkan untuk dikirim. Obat ikan yang digunakan oleh pembudidaya ikan hias air tawar adalah Methylene blue dan garam ikan.
38
Teknik Pendederan Ikan Hias Air Tawar Persiapan Wadah Akuarium yang digunakan berukuran 100x50x35 cm, persiapan wadah dimulai dengan mencuci akuarium sampai bersih lalu dikeringkan dengan melap seluruh dinding dan dasar bagian dalam akuarium dengan busa kering atau kain. Selanjutnya akuarium diisi dengan air. Air yang dapat digunakan untuk pemeliharaan ikan hias Neon Terta adalah air sumur, air mata air, atau air kolam yang disaring dengan saringan kain halus. Sebaiknya sebelum digunakan air diendapkan terlebih dahulu selama 3-5 hari. Pengendapan air dapat dilakukan di dalam tandon air. Akuarium diisi air sampai mencapai ketinggian 30 cm atau volume dalam akuarium mencapai 150 liter. Apabila menggunakan air yang telah diendapkan, biasanya ditambahkan larutan MB sebanyak 3.75 ml dan garam ikan sebanyak 98.5 gram. Apabila menggunakan air yang tidak diendapkan terlebih dahulu, biasanya ditambahkan 7.5 ml larutan MB dan 98.5 gram ikan. Untuk penggunaan garam ikan agar lebih mudah larut dalam air dicairkan terlebih dahulu menggunakan bantuan air panas. Setelah proses tersebut selesai kemudia dipasang 1 titik aerasi pada tiap akuarium. Penebaran Benih Penebaran benih dapat dilakukan setelah wadah pemeliharaan ikan selesai dipersiapkan. Penebaran benih ikan hias air tawar adalah 500–600 ekor per akuarium, untuk waktu penebaran benih ikan dapat dilakukan setiap saat. Cara penebaran benih adalah sebagai berikut, pertama; terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi agar suhu air dalam kantong menyesuaikan dengan suhu air pada wadah pemeliharaan. Aklimatisasi dilakukan agar benih ikan tidak stress setelah lama dalam kantong saat pengiriman, lama waktu aklimatisasi sekitar 5–10 menit. Benih ikan yang masih di dalam kantong plastik diapungkan dipermukaan air dengan keadaan terbuka, hal tersebut bertujuan agar uap panas dalam kantong yang menguap tidak terhambat. Kedua; dengan perlahan wadah benih dimiringkan agar terjadi pencampuran air dan kemudian ikan dengan sendirinya pindah ke air dalam wadah pemeliharaan. Pemberian Pakan Selama pemeliharaan, benih ikan hias air tawar harus diberi pakan, pakan yang diberikan memiliki dua pilihan yaitu pakan buatan dan atau pakan alami, pakan buatan berupa pelet apung kering, pakan alami berupa Cacing sutera dan Daphnia. Pakan dapat diperoleh dengan cara membeli di pemasok maupun toko yang khusus menjual pakan ikan, untuk pakan alami berupa Daphnia dapat juga diperoleh dengan cara kultur sendiri. Frekuensi pemberian pakan adalah dua kali sehari, yaitu pagi pukul 08.00, dan sore hari pukul 16.00. Kutu air diberikan pada pagi dan sore hari, masing-masing pemberian sebanyak 170 ml dengan kepadatan 220 ekor kutu air per ml atau setara dengan ± 38.000 ekor kutu air untuk 500 ekor ikan hias dalam akuarium pemeliharaan. Setelah melewati 7 hari pemberian pakan diganti menggunakan cacing sutera dengan frekuensi dan waktu pemberian yang sama. Untuk beberapa komoditi ikan hias air tawar lain dapat menggunakan pakan buatan berupa pelet apung sebagai pengganti Cacing sutera.
39
Pakan alami diberikan dengan cara menebarkan pakan secara merata ke seluruh akuarium pemeliharaan ikan. Pakan alami yang diberikan adalah pakan yang telah dicuci terlebih dahulu dengan air, agar bersih dari kotoran maupun lumpur. Kutu air dan cacing sutera dibersihkan dengan cara menempatkan masing-masing pakan tersebut pada wadah terpisah yang berisi air bersih, kemudian disaring dan dibilas dengan air bersih. Kutu air yang telah dibersihkan langsung diberikan pada pagi hari, sedangkan sisanya sebagian disimpan untuk pemberian pakan pada sore hari. Cacing sutera yang telah dibersihkan dapat digunakan untuk tiga hari kemudian, selama itu cacing sutera ditempatkan pada baskom yang berisi air dan diberikan 1 titik aerasi. Pengelolaan Air Selama pemeliharaan ikan hias air tawar di dalam akuarium, air media pemeliharaan harus dikelola agar kualitasnya tetap baik untuk kehidupan ikan. Media pemeliharaan akan kotor dengan adanya aktivitas ikan dan pemberian pakan. Hal ini dapat dilihat dengan semakin keruhnya air dan terdapat kotoran yang mengendap didasar akuarium. Air yang kotor dapat menimbulkan masalah seperti peningkatan kandungan racun yang berbahaya bagi ikan. Kotoran berupa feses ikan dan sisa pakan yang mati akan mengurai dalam air dan mengahasilkan racun. Kotoran dalam air media pemeliharaan dapat dikurangi jumlahnya dengan cara penyiponan dan pergantian sebagian air. Penyiponan feses dan sisa pakan dapat dilakukan dengan menggunakan selang sipon. Ujung selang yang satu di tempatkan dalam akuarium dan yang satunya lagi ditaruh di lantai. Dengan bantuan gaya tarik bumi, air akan tersedot kebawah. Ujung selang dalam akuarium dapat diarahkan ke kotoran yang akan di buang, atau bisa juga dipermudah dengan cara disedot terlebih dahulu dengan mulut. Kegiatan penyiponan dapat mengurangi jumlah air dalam akuarium, sehingga perlu ditambahkan air baru dari tandon sejumlah air yang berkurang. Biasanya pergantian air dilakukan sebanyak 30 persen-50 persen dari volume air dalam akuarium dan dilakukan secara bergantian setiap hari. Penambahan air baru ini akan mengencerkan konsentrasi kotoran yang tidak terbuang saat penyiponan, sehingga kualitas air layak untuk kehidupan ikan. Panen, Sortasi dan Grading Setelah benih ikan hias air tawar mencapai ukuran siap jual, dilakukan pemanenan untuk dikirim kepada konsumen atau supplier ikan hias air tawar. Panen dilakukan dengan cara mengurangi volume air dalam akuarium pemeliharaan sebanyak 50 persen pengurangan air ini dilakukan dengan cara penyiponan. Kemudian ikan diambil dengan serok dan ditampung dalam baskom yang berisi air tandon. Benih ikan seringkali ukurannya tidak seragam, untuk mendapatkan ukuran ikan yang seragam dilakukan seleksi ukuran atau sortasi dan grading. Ikan yang akan diseleksi ditampung pada baskom yang dilapisi kain saring halus, lalu ikan dipilih berdasarkan ukuran dengan centong nasi. Ikan dipisahkan berdasarkan ukuran dan ditampung pada baskom yang berbeda. Setelah selesai proses sortasi dan grading ikan dapat dihitung jumlahnya. Biasanya kegiatan panen dilakukan bersamaan dengan kegiatan sortasi dan grading.
40
Pengemasan Untuk memudahkan pengangkutan ikan hias air tawar dilakukan pengemasan dengan menggunakan kantong plastik PE (Polyethylene) berwarna bening. Kantong plastik yang digunakan berukuran 40x60 cm, pada saat pengepakan plastik yang digunakan dilapis sebanyak dua lembar untuk meningkatkan ketahanan plastik untuk mencegah kebocoran. Pada kedua ujung kantong plastik diikat dengan karet, dengan tujuan agar tidak terdapat sudut lancip pada ujung plastik, karena jika terdapat sudut lancip pada ujung plastik dapat menyebabkan ikan mati terjepit diujung plastik. Kantong plastik tersebut diisi dengan air tandon sebanyak 3 liter, kemudian dimasukan 500 ekor ikan hias air tawar pada tiap kantongnya. Setelah berisi air dan ikan, kantong plastik tadi diberi oksigen dari tabung oksigen, rasio air dan oksigen yang digunakan adalah 1 : 2. Setelah diisi oksigen, kantong plastik diikat dengan karet sebanyak dua buah. Pengangkutan Pengangkutan perlu dilakukan apabila ikan akan yang telah dipanen akan dijual kepada konsumen, kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan jarak dekat dapat dilakukan dengan motor, sedangkan untuk jarak yang jauh dan memakan waktu lama akan lebih baik pengangkutan menggunakan mobil. Ikan hias air tawar yang telah dikemas dalam kantong plastik siap diangkut sampai tujuan tertentu. Untuk pengangkutan menggunakan motor, biasanya diperlukan ransel yang berfungsi sebagai wadah pengangkutan. Biasanya dalam 1 buah ransel mampu mengangkut sampai 20 kantong berisi air dan ikan. Selama proses pengangkutan dapat terjadi goncangan yang dapat mengakibatkan kantung ikan bergerak-gerak sehingga menyebabkan kondisi ikan menjadi lemah bahkan mati. Untuk mengurangi goncangan, kantung ikan harus diikat rapat satu sama lain serta diberi ganjalan lunak dikantung yang paling ujung. Pengangkutan pada waktu siang hari dapat meningkatkan suhu air dalam kantong, untuk mengurangi peningkatan suhu tersebut digunakan es batu yang dimasukan kedalam kantong plastik dan ditempatkan menempel di bagian luar kantong ikan. Selain itu bisa juga dengan mencari alternatif waktu pengiriman dimana suhu belum panas, contohnya pengiriman yang dilakukan pada pagi atau malam hari. Pengangkutan untuk jarak dibawah enam jam, air dalam kantong ikan tidak perlu diganti, tetapi diatas waktu itu perlu dilakukan transit untuk mengganti kantong ikan dan menambah oksigen. Kapasitas Produksi dan Penjualan Produk Pada Tiap Usaha Kapasitas produksi merupakan salah satu karakteristik yang membedakan antara satu usaha budidaya ikan hias air tawar dengan usaha serupa lainnya. Kapasitas produksi mengacu pada kemampuan suatu usaha dalam memproduksi ikan hias air tawar selama satu siklus. Kapasitas produksi erat kaitannya dengan sumberdaya yang dimiliki, komponen yang termasuk didalamnya yaitu jumlah hatchery beserta akuarium, blower, pakan, serta benih ikan hias air tawar yang dibudidayakan dan juga beberapa faktor terkait lainnya. a) Rata-rata kapasitas produksi TYA Fish farm adalah sekitar 42 000 ekor benih ikan hias air tawar jenis Neon tetra per siklus dengan lama waktu pemeliharaan 6 minggu. Jumlah tersebut dapat diperoleh dengan
41
b)
c)
pemanfaatan 81 unit akuarium, dengan padat tebar 700 ekor per akuarium. Sedangkan untuk ikan hias air tawar jenis Red Nose memiliki kapasitas produksi sebanyak 7 500 ekor dengan lama waktu pemeliharaan 3 minggu. Jumlah tersebut dapat diperoleh dengan dengan pemanfaatan 15 unit akuarium dengan padat tebar benih 500 ekor per akuarium, dan untuk ikan hias air tawar jenis Platydoras memiliki kapasitas produksi sebanyak 9.000 ekor dengan lama waktu pemeliharaan 3 minggu. Jumlah tersebut dapat diperoleh dengan dengan pemanfaatan 15 unit akuarium dengan padat tebar benih 600 ekor per akuarium. Kapasitas produksi AT Fish farm untuk adalah sebesar 76 600 ekor benih ikan hias air tawar jenis Neon tetra per siklus dengan lama waktu pemeliharaan 6 minggu. Jumlah tersebut dapat diperoleh dengan pemanfaatan 158 unit akuarium, dengan Padat tebar benih Neon tetra sebanyak 500 ekor per akuarium. Sedangkan untuk ikan hias air tawar jenis Cynodonthis memiliki kapasitas produksi sebanyak 3 600 ekor dengan lama waktu pemeliharaan 6 minggu. Jumlah tersebut dapat diperoleh dengan dengan pemanfaatan 12 unit akuarium dengan padat tebar benih 300 ekor per akuarium Tirac Fish farm memiliki kapasitas produksi sekitar 153 000 ekor benih ikan hias air tawar jenis Neon tetra per siklus dengan lama waktu pemeliharaan 6 minggu. Hasil tersebut dapat diperoleh dengan pemanfaatan 306 unit akuarium dengan padat tebar benih 500 ekor per akuarium.
Setiap produk ikan hias air tawar pada tiga pembudidaya memiliki jalur penjualan produk yang masing-masing berbeda. TYA FF memiliki jalur penjualan produk lebih banyak ke luar kota, diantaranya adalah ; Fahmi dan Afwan supplier ikan hias air tawar di daerah Semarang, Dipo Adi supplier ikan hias air tawar di daerah Yogyakarta, Pak Itang pembudidaya dan supplier ikan hias air tawar di daerah Cinangka, dan Pak Endi pembudidaya dan supplier ikan hias air tawar di daerah Pasar Selasa. AT FF memiliki jalur penjualan produk yang banyak di sekitar lokasi usaha, sebagian besar konsumennya adalah supplier ikan hias air tawar. Para konsumen AT FF diantaranya adalah ; Bang Mul Supplier ikan hias air tawar di daerah Pabuaran, Mas Bakir supplier ikan hias air tawar di daerah Setu, Catur supplier ikan hias air tawar di daerah Depok, dan Viktor supplier ikan hias air tawar di daerah Citeureup. Sedangkan Tirac FF memiliki jalur penjualan produk yang sedikit berbeda dari kedua pembudidaya lainnya, Tirac FF memiliki kerjasama hanya kepada satu orang supplier ikan hias air tawar. Supplier tersebut memiliki akses penjualan produk kepada eksportir ikan hias air tawar di daerah Bekasi.
Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian Analisis terhadap usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor, dilakukan untuk mengetahui skala usaha yang efisien berdasarkan struktur biaya pada ketiga skala usaha yang berbeda. Berdasarkan struktur biaya, informasi skala
42
usaha yang paling efisien dapat dilihat dari biaya per unit yang paling rendah. Sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya, skala usaha yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium. Berdasarkan analisis struktur biaya pada usaha budidaya ikan hias air tawar tersebut, dapat diketahui struktur dan besaran biaya produksi, serta nilai titik impas. Nilai besaran biaya dan nilai titik impas dapat menjadi acuan mengenai tingkat skala usaha budidaya ikan hias air tawar yang paling efisien berdasarkan tingkat biaya dan harga yang berlaku. Biaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keuntungan dari suatu usaha. Analisis struktur biaya dalam penelitian ini dilihat berdasarkan perilaku biaya tetap dan variabel yang terdapat pada masing-masing usaha. Komponen-komponen biaya tersebut selanjutnya diuraikan secara terpisah, kemudian dilihat menurut biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing komoditi ikan hias air tawar yang dikeluarkan per siklus produksi. Struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar dilihat menurut biaya yang dikeluarkan per akuarium (Rp/A) per bulan dan biaya per ekor per bulan. Perhitungan biaya dalam penelitian ini adalah biaya rata-rata per bulan selama penelitian.
Biaya Tetap dan Biaya Variabel Biaya tetap dan biaya variabel tetap perlu diketahui karena dapat memberikan gambaran terhadap alokasi biaya dan dapat membantu kontrol biaya yang akan dikeluarkan. Apabila diketahui terjadi pemborosan pada penggunaan salah satu atau beberapa komponen biaya variabel, maka perlu dilakukan pengurangan penggunaan komponen tersebut atau bahkan komponen tersebut tidak dipergunakan lagi. Begitu juga halnya pada biaya tetap, apabila komponen tersebut bisa dihilangkan atau dikurangi. Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari Tenaga Kerja, Listrik, Biaya Perawatan mesin (Oli motor & genset), Pajak Kendaraan, PBB, pulsa, dan biaya penyusutan untuk hatchery peralatan budidaya ikan hias air tawar. Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan tidak tergantung pada besar kecilnya volume produksi ikan hias air tawar yang diperoleh. Pembudidaya harus tetap membayarnya berapa pun jumlah produksi ikan hias air tawar yang dihasilkan usahanya. Hatchery merupakan sebuah ruangan yang digunakan sebagai media untuk menaruh akuarium dan segala sarana penunjang kegiatan produksi budidaya ikan hias air tawar, sedangkan peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu dalam usaha budidaya ikan hias air tawar. Penyusutan hatchery dan peralatan diperoleh dari pengurangan harga pembelian awal dengan nilai sisa, kemudian dibagi dengan umur ekonomis pada tiap komponen. Perhitungan biaya ini dilakukan atas pertimbangan bahwa produktivitas dari penggunaan hatchery dan peralatan yang cenderung menurun setelah melewati umur ekonomisnya seiring dengan berjalannya waktu pada usaha tersebut. TYA FF memiliki nilai penyusutan per tahun sebesar Rp2 730 486, sedangkan untuk hatchery dua memiliki nilai penyusutan per tahun sebesar Rp869 561. AT FF memiliki nilai penyusutan per tahun sebesar Rp3 762 410, sedangkan untuk hatchery dua memiliki nilai penyusutan per tahun sebesar Rp2 026 563. Tirac FF memiliki nilai penyusutan per tahun sebesar Rp8 847 314. Penjelasan lebih lanjut tentang jenis
43
dan biaya penyusutan peralatan pada usaha budidaya ikan hias air tawar dapat dilihat pada Lampiran, sedangkan hasil perhitungan biaya tetap usaha budidaya ikan hias air tawar di tiga skala pengusahaan tertera pada Tabel 8, nominal Rp/tahun pada tiap usaha dinyatakan dalam satuan ribu (-000). Tabel 7 Komponen biaya tetap usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga skala Usaha Per tahun No 1 2
Uraian
Tenaga kerja Listrik Perawatan 3 mesin Pajak 4 kendaraan 5 PBB 6 Pulsa 7 Penyusutan Hatchery dan peralatan Total biaya tetap Biaya tetap / ekor
TYA FF (81 Akuarium) Rp / Rp / % Tahun Akuarium 9 000 111 111 52.33 2 400 29 630 13.95
AT FF (158 Akuarium) Rp / % Rp/Tahun Akuarium 12 000 75 949 49.85 4 200 26 582 17.45
Tirac FF (306 Akuarium) Rp / Rp / % Tahun Akuarium 27 000 88 235 61.98 5 400 17 647 12.40
1 200
14 815
6.98
600
3 797
2.49
1 200
3 922
2.75
256
3 160
1.49
147
930
0.69
180
588
0.41
300 600
1 777 7 407
0.84 3.49
360 1 200
759 7 595
0.50 4.98
384 840
314 2 745
0.22 1.93
3 072
44 445
20.93
5 788
36 639
24.05
8 847
28 913
20.31
16 553
212 345 436
100
23 132
152 252 391
100
41 151
142 364 335
100
Keterangan : Tirta Yuhana Afif Fish Farm (TYA FF) Asep Tetra fish farm (AT FF) Tukang Ikan Racing Fish Farm (Tirac FF)
: Skala usaha kecil (81 Akuarium) : Skala usaha menengah (158 Akuarium) : Skala usaha besar (306 Akuarium)
Berdasarkan Tabel 8, biaya tenaga kerja per akuarium ikan hias air tawar (Rp/A) per tahun untuk masing-masing pembudidaya adalah: TYA FF Rp111 111, AT FF Rp75 949 dan Tirac FF Rp88 235, biaya tenaga kerja per akuarium yang efisien dapat dilihat dari biaya yang paling rendah dari tiap pembudidaya. Pembudidaya AT FF memiliki satu orang tenaga kerja memiliki nilai yang paling rendah diantara para pembudidaya lain, hal ini dikarenakan dalam usaha budidayanya mampu mengoptimalkan penggunaan satu orang tenaga kerja untuk mengelola akuarium budidaya sebanyak 158 unit dengan kapasitas produksi 76 600 ekor benih ikan hias air tawar. Jika dilihat dari persentasi biaya penggunaan untuk tenaga kerja terhadap total biaya tetap memiliki nilai yang sangat besar, pada masing-masing pembudidaya memiliki nilai sebesar 52.33 persen, 49.85 persen, dan 61.98 persen. Hal tersebut menunjukkan tenaga kerja adalah komponen yang sangat penting keberadaannya pada sebuah usaha budidaya ikan hias air tawar. Biaya listrik per akuarium (Rp/A) per tahun untuk masing-masing pembudidaya: TYA FF adalah Rp29 630, AT FF Rp26 582, dan Tirac FF Rp17 647. Selain itu dapat juga dilihat persentasi biaya listrik terhadap total biaya tetap pada masing-masing pembudidaya adalah sebsesar 13.95 persen, 17.45 persen, dan 12.40 persen. Dari data tersebut memperlihatkan bahwa biaya listrik yang efisien dapat dilihat dari biaya listrik per akuarium paling rendah dan juga nilai persentasi terhadap total biaya tetap yang terjadi pada pembudidaya Tirac FF. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan produksinya pembudidaya tersebut hanya menggunakan tiga lampu neon sebagai penerangan yang diletakkan di rangka atap. Selain itu, faktor yang menyebabkan Tirac FF lebih sedikit mengeluarkan biaya untuk listrik adalah penggunaan listrik hanya untuk keperluan hatchery
44
untuk menunjang penggunaan 2 unit blower, dan penggunaan 1 unit pompa air untuk memenuhi kebutuhan air pada kegiatan budidaya ikan hias air tawar yang diperoleh dari sumur. Hal serupa juga dilakukan oleh pembudidaya TYA FF, lampu penerangan hanya di letakkan satu unit pada tiap hatchery dan pengambilan air sumur untuk kegiatan budidaya ikan hias air tawar menggunakan satu unit pompa air. Berbeda halnya dengan pembudidaya AT FF, pemborosan biaya listrik disebabkan karena penggunaan lampu yang lebih banyak. Pada hatchery satu terdapat dua unit lampu neon yang di letakkan pada dua sudut ruangan, selain itu pada hatchery dua terdapat empat unit lampu neon, dua unit diletakkan pada rangka atap dan satu unit terdapat pada satu sisi ruangan gudang dan sumur serta satu unit terdapat pada ruangan teras. Penggunaan air yang berasal dari sumur juga menggunakan tenaga listrik yang dibantu dengan alat pompa air, selain itu penggunaan listrik untuk keperluan hatchery dua menyatu dengan keperluan rumah tangga. Biaya perawatan mesin per akuarium (Rp/A) per tahun pada masing-masing pembudidaya adalah TYA FF Rp14 815, AT FF Rp3 797. Tirac FF Rp3 922. Selain itu dapat juga dilihat nilai persentasi biaya perawatan mesin terhadap total biaya tetap pada masing-masing pembudidaya adalah sebesar 6.98 persen, 2.49 persen, dan 2.71 persen. Komponen yang termasuk kedalam biaya perawatan mesin adalah biaya untuk servis dan ganti oli rutin untuk kendaraan operasional berupa sepeda motor, dan juga biaya perawatan untuk genset bagi pembudidaya yang memilikinya. Untuk biaya perawatan mesin, pembudidaya AT FF memiliki nilai yang paling efisien diantara kedua pembudidaya lainnya, sedangkan untuk nilai biaya perawatan mesin yang paling besar terdapat pada pembudidaya TYA FF. Hal tersebut dikarenakan hanya pembudidaya TYA FF yang memiliki genset dalam usaha nya, oleh karena itu biaya perawatan mesin per akuariumnya memiliki nilai yang paling besar dibanding kedua pembudidaya lainnya. Biaya pajak kendaraan per akuarium (Rp/A) per tahun pada masing-masing pembudidaya adalah TYA FF Rp3 160, AT FF Rp930. Tirac FF Rp588, sedangkan nilai persentasi biaya pajak kendaraan terhadap total biaya tetap pada masing-masing pembudidaya adalah sebesar 1.49 persen, 0.69 persen, dan 0.41 persen. Besarnya biaya pajak kendaraan operasional untuk sepeda motor tergantung dari merk, jenis, tahun, dan kapasitas mesin. Tiap pembudidaya menggunakan motor jenis bebek, dengan tahun dan kapasitas mesin masingmasing tahun 2006 dan 100cc, tahun 2004 dan 110cc, serta tahun 2009 dan 110cc. Jika dilihat dari nilai-nilai tersebut, pembudidaya Tirac FF merupakan pembudidaya yang memiliki biaya pajak kendaraan paling efisien. Biaya PBB per akuarium (Rp/A) per tahun pada masing-masing pembudidaya adalah TYA FF Rp1 777, AT FF Rp759. Tirac FF Rp314, sedangkan nilai persentasi biaya PBB terhadap total biaya tetap pada masingmasing pembudidaya adalah sebesar 0.84 persen, 0.50 persen, dan 0.41 persen. Komponen biaya PBB dipengaruhi oleh harga yang berlaku pada daerah masingmasing terkait pajak untuk tanah dan pajak untuk bangunan. Pada Tirac FF memiliki nilai paling rendah, hal tersebut dikarenakan nilai pajak untuk tanah dan bangunan di lokasi budidaya masih tergolong lebih murah dibandingkan dengan kedua pembudidaya lainnya. Biaya pulsa per akuarium (Rp/A) per tahun pada masing-masing pembudidaya adalah TYA FF Rp7 407, AT FF Rp7 595. Tirac FF Rp2 745,
45
sedangkan nilai persentasi biaya pulsa terhadap total biaya tetap pada masingmasing pembudidaya adalah sebesar 3.49 persen, 4.98 persen, dan 1.93 persen. Biaya pulsa tergantung dari penggunaan suatu provider dan intensitas komunikasi yang dilakukan melalui telepon genggam pada masing-masing pembudidaya, komunikasi yang dilakukan oleh para pembudidaya adalah saling kirim pesan singkat dan melakukan atau menerima panggilan. Jika dilihat dari nilai biaya pulsa per akuarium (Rp/A) dan nilai persentasi biaya pulsa terhadap total biaya tetap pembudidaya Tirac FF memiliki nilai yang paling efisien, hal tersebut dikarenakan pembudidaya tersebut lebih sering berkomunikasi dengan cara saling kirim pesan singkat, selain itu pembudidaya Tirac FF juga hanya memiliki satu saluran pemasaran untuk tiap produk yang akan dijual. Sedangkan untuk pembudidaya TYA FF memiliki nilai biaya pulsa terbesar kedua diantara pembudidaya lainnya dikarenakan, selain sering berkirim pesan singkat, pembudidaya tersebut juga sering melakukan panggilan untuk melakukan kegiatan pemasaran produknya. Sebagian besar konsumen pembudidaya yang berada diluar kota mengakibatkan pembudidaya tersebut mengeluarkan lebih banyak biaya untuk menjaga komunikasi pada jaringan usahanya. AT FF memiliki nilai biaya pulsa yang paling besar diantara kedua pembudidaya lainnya, hal tersebut dikarenakan pembudidaya AT FF lebih sering melakukan panggilan kepada para konsumennya, dengan alasan merasa lebih nyaman jika berkomunikasi lewat panggilan telepon dan bisa lebih banyak memberi atau menerima informasi jika dibandingkan dengan melakukan pengiriman pesan singkat. Biaya penyusutan hatchery dan peralatan per akuarium (Rp/A) per tahun pada masing-masing pembudidaya adalah TYA FF Rp44 445, AT FF Rp36 639 dan Tirac FF Rp28 913, sedangkan untuk nilai perssentase biaya penyusutan hatchery dan peralatan terhadap total biaya tetap pada masing-masing pembudidaya adalah sebesar 20.93 persen, 24.05 persen, dan 20.31 persen. Sarana yang digunakan didalam hatchery juga ikut berpengaruh terhadap alokasi biaya penyusutan pada tiap pembudidaya, sarana yang dimaksud adalah blower, rak beserta akuarium, dan juga desain serta konstruksi bangunan itu sendiri. Dari data tersebut memperlihatkan bahwa biaya penyusutan hatchery terendah yakni pada pembudidaya Tirac FF. Rendahnya biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh pembudidaya tersebut disebabkan biaya pembuatan hatchery yang lebih rendah. Hatchery dibangun dengan desain dan konstruksi cukup sederhana (semi permanen) dengan menggunakan bahan yang tidak terlalu mahal yakni atap terbuat dari asbes dan kerangka dari kayu, selain itu rak akuarium yang digunakan pun menggunakan bahan dasar kayu. Pembudidaya AT FF memiliki nilai biaya penyusutan hatchery dan peralatan yang paling besar diantara kedua pembudidaya lainnya, hal tersebut dikarenakan kepemilikan dua unit hatchery. Desain dan konstruksi pada hatchery pertama berupa bangunan semi permanen dengan penggunaan bahan bangunan berupa batu bata, bambu, terpal dan asbes, sedangkan untuk hatchery kedua berupa bangunan permanen dengan penggunaan bahan bangunan berupa batu bata, rangka atap kayu besar, dan juga genteng. Selain itu pada tiap hatchery pembudidaya AT FF memiliki rak akuarium menggunakan bahan dasar besi. Komponen biaya tetap kedua tertinggi secara berurutan seragam pada tiap pembudidaya yaitu komponen tenaga kerja serta penyusutan hatchery dan
46
peralatan. Pada tiap pembudidaya melakukan sistem pembayaran tenaga kerja rutin pada tiap bulan, hal tersebut yang menjadikan komponen biaya tenaga kerja menjadi yang paling penting pada komponen biaya tetap pada tiap pembudidaya. Alokasi biaya untuk penyusutan menjadi kedua yang paling penting pada komponen biaya tetap pada tiap pembudidaya, hal tersebut dikarenakan keberadaan alokasi biaya tersebut akan sangat dibutuhkan ketika para pembudidaya membutuhkan biaya untuk melakukan investasi kembali jika sarana dan prasarana sebelumnya dirasa sudah tidak menunjang lagi untuk kegiatan usaha budidaya ikan hias air tawar. Untuk mengetahui efisiensi dari biaya tetap dapat dilihat dari total biaya tetap rata-rata per ekor yang dikeluarkan, Berdasarkan sifat biaya yang tetap dibayarkan setiap bulannya maka semakin meningkatnya jumlah akuarium yang diiringi dengan meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara maka nilai total biaya tetap rata-rata per ekor akan semakin menurun. Total biaya tetap per ekor yang dikeluarkan oleh masing-masing pembudidaya adalah TYA FF sebesar Rp496, AT FF sebesar Rp391, dan Tirac FF sebesar Rp356, dilihat dari nilai tersebut total biaya tetap per ekor yang paling efisien adalah pada pembudidaya Tirac FF. Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya Benih ikan, pakan, pupuk kandang, kebutuhan untuk pengemasan, bbm, dan obat ikan. Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan sangat tergantung besar kecilnya jumlah ikan hias air tawar yang diproduksi. Komponen biaya varibel pada masing-masing skala tidak jauh berbeda, yang membedakan hanyalah jumlah yang digunakan pada tiap pembudidaya. Semakin banyak ikan hias air tawar yang diproduksi maka persentsase biaya variabel terhadap biaya total semakin meningkat. Perhitungan biaya variabel terdiri dari biaya variabel tunai, komponen biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 9, nominal Rp/tahun pada tiap usaha dinyatakan dalam satuan ribu (-000). Tabel 8 Komponen biaya variabel usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga skala usaha per tahun No
Uraian
1 2
Benih Pakan
3
Pengemasan 4 Bbm 5 Obat ikan Total biaya var Biaya var / ekor
TYA FF (81 Akuarium) Rp / Rp / % Tahun Akuarium 56 016 2 256 000 74.31 16 040 662 745 21.28
AT FF (158 Akuarium) Rp / Rp / % Tahun Akuarium 74 320 1 280 000 77.17 18 960 240 000 19.69
2 560
124 925
3.40
1 968
70 078
1.28
1 848
6 039
1.25
1 092 143 75 851
31 812 5 256 3 080 738 1 911
0.83 0.18 100
1 144 13 192 811
27 009 628 1 617 714 1 562
1.08 0.01 100
2 184 1 365 148 097
7 137 4 461 483 978 1 139
1.47 0.92 100
Keterangan : Tirta Yuhana Afif Fish Farm (TYA FF) Asep Tetra fish farm (AT FF) Tukang Ikan Racing Fish Farm (Tirac FF)
Tirac FF (306 Akuarium) Rp / Rp / % Tahun Akuarium 134 640 440 000 90.91 8 060 26 340 5.44
: Skala usaha kecil (81 Akuarium) : Skala usaha menengah (158 Akuarium) : Skala usaha besar (306 Akuarium)
Biaya pembelian benih ikan hias air tawar pada pembudidaya TYA FF terdiri dari biaya pembelian benih ikan hias air tawar jenis Neon tetra, Red nose, dan Platydoras. Jumlah benih yang dibeli berbeda pada tiap jenis komoditi, untuk Neon tetra membutuhkan benih ukuran S sebanyak 35 700 ekor, dibeli dengan harga Rp110 per ekor, untuk Red nose membutuhkan benih ukluran S sebanyak 7
47
500 ekor, dibeli dengan harga Rp110 per ekor, untuk Platydoras membutuhkan benih ukuran ½ inch sebanyak 9 000 ekor, dibeli dengan harga Rp250 per ekor. Biaya pembelian benih ikan hias air tawar pada pembudidaya AT FF terdiri dari biaya pembelian benih ikan hias air tawar jenis Neon tetra, dan Cynodonthis. Jumlah benih yang dibeli berbeda tiap komoditi, untuk Neon tetra membutuhkan benih ukuran S sebanyak 73 000 ekor, dibeli dengan harga Rp110 per ekor, untuk Cynodonthis membutuhkan benih ukuran ¾ inch sebanyak 3 600 ekor, dibeli dengan harga Rp350 per ekor. Sedangkan untuk pembudidaya Tirac FF, biaya pembelian benih ikan hias air tawar hanya untuk jenis Neon tetra saja. Jumlah benih ukuran S yang dibeli untuk Neon tetra sebanyak 153 000 ekor, dibeli dengan harga Rp110 per ekor. Berdasarkan tabel 11, dapat dilihat biaya benih per akuarium pada tiap pembudidaya masing-masing sebesar Rp2 256 000, Rp1 280 000, dan Rp440 000, sedangkan nilai persentasi biaya pembelian benih terhadap total biaya variabel pada masing-masing pembudidaya adalah sebesar 74.31 persen, 77.17 persen, dan 90.91 persen. Hal tersebut menandakan komponen biaya pembelian benih merupakan yang paling besar bagiannya dan sangat penting dalam biaya variabel, karena benih merupakan komponen utama yang harus tersedia untuk keberlangsungan usaha budidaya ikan hias air tawar. Pada pembudidaya TYA FF memiliki nilai persentasi yang paling rendah pada biaya pembelian benih jika dibandingkan dengan kedua pembudidaya lainnya, hal tersebut menandakan semakin banyak komoditi ikan hias yang dibudidayakan akan menjadi semakin efisien alokasi biaya untuk pembelian benih ikan hias air tawar. Biaya pakan pembudidaya TYA FF terdiri dari biaya pembelian cacing sutera, dan Daphnia. Jumlah pemberian pakan pada tiap komoditi berbeda jumlahnya, untuk komoditi ikan hias air tawar jenis Neon tetra membutuhkan pakan cacing sutera sebanyak 72 takar per siklus produksi, untuk satu takar mengandung 750 ml berat bersih cacing sutera, selain itu membutuhkan pakan daphnia sebanyak 72 takar per siklus produksi, untuk satu takar mengandung 250 ml berat bersih daphnia. Komoditi ikan hias air tawar jenis Red nose membutuhkan pakan cacing sutera sebanyak 15 takar per siklus, dan pakan daphnia sebanyak 15 takar per siklus. Sedangkan untuk komoditi Platydoras hanya membutuhkan pakan cacing sutera sebanyak 70 takar per siklus. Pada pembudidaya TYA FF pemenuhan kebutuhan pakan untuk kegiatan budidaya ikan hias air tawar didapat dengan cara membeli kepada pemasok cacing sutera dan toko ikan hias yang juga menjual Daphnia, untuk harga beli pakan cacing sutera seharga Rp10 000 per takar, dan Daphnia Rp5 000 per takar. Biaya pakan pembudidaya AT FF terdiri dari biaya pembelian cacing sutera, Daphnia dan Pelet PF 800. Jumlah pemberian pakan pada tiap komoditi berbeda jumlahnya, untuk komoditi ikan hias air tawar jenis Neon tetra membutuhkan pakan cacing sutera sebanyak 146 takar per siklus produksi, untuk satu takar mengandung 750 ml berat bersih cacing sutera, selain itu membutuhkan pakan daphnia sebanyak 146 takar per siklus produksi. Sedangkan untuk komoditi Cynodonthis hanya membutuhkan pakan Pelet PF 800 sebanyak 15 Kg per siklus. Pada pembudidaya AT FF pemenuhan kebutuhan pakan untuk kegiatan budidaya ikan hias air tawar didapat dengan cara membeli kepada pemasok cacing sutera dan toko ikan hias yang juga menjual Daphnia, serta membeli pelet PF 800 di
48
toko yang menjual pakan ikan jenis Pelet, untuk harga beli pakan Pelet PF 800 seharga Rp12 000 per Kg. Biaya pakan pembudidaya Tirac FF terdiri dari biaya pembelian cacing sutera, dan pembelian pupuk kandang yang digunakan untuk kultur Daphnia. Jumlah pemberian pakan untuk komoditi ikan hias air tawar jenis Neon tetra membutuhkan pakan cacing sutera sebanyak 100 takar per siklus produksi. Untuk kegiatan kultur Daphnia dilakukan dengan cara penyiapan kolam tanah seluas 6m x 8m x 1m, tinggi air yang digunakan hanya 80 cm dr dasar perairan. Jenis pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk burung puyuh, pupuk tersebut didapat dengan cara membeli kepada peternak burung puyuh yang berada didekat lokasi budidaya dengan harga Rp5 000 per karung. Dosis pemberian pupuk kandang yang digunakan adalah 1.5 Kg per m3 volume air yang berada di wadah kultur. Daphnia akan tumbuh selang waktu satu minggu kemudian, dapat dipanen menggunakan seser halus khusus untuk menyaring daphnia, kegiatan panen daphnia dilakukan pada pagi hari sekitar jam 6-9 saat populasi sedang banyak dipermukaan air. Setiap tiga hari berikutnya dilakukan pemupukan kembali dengan penggunaan dosis pupuk setengah dari pemberian awal, hal tersebut dilakukan guna mempertahankan populasi Daphnia yang selalu tersedia. Berdasarkan Tabel 11, biaya pakan per akuarium (Rp/A) per tahun untuk masing-masing pembudidaya adalah Rp662 745, Rp240 000 dan Rp26 340, sedangkan Nilai persentasi terhadap total biaya pada tiap pembudidaya masingmasing adalah 21.28 persen, 19.69 persen, dan 5.44 persen. Dilihat dari persentasi nilai biaya pakan ikan hias air tawar pada tiap pembudidaya menunjukkan semakin besar skala usaha maka persentsase biaya pembelian pakan terhadap total biaya variabel semakin menurun. Dari uraian tersebut memperlihatkan bahwa biaya pakan yang paling efisien terjadi pada pembudidaya Tirac FF, hal ini dikarenakan dalam usaha budidayanya menggunakan pakan cacing sutera dan daphnia, pakan cacing sutera diperoleh dengan cara membeli kepada pemasok cacing, sedangkan untuk daphnia pembudidaya tersebut melakukan kultur dengan pemanfaatan kolam tanah yang diberi pupuk kandang, sehingga alokasi biaya untuk pakan pada Tirac FF dapat ditekan. Biaya kebutuhan untuk pengemasan tiap pembudidaya terdiri dari biaya pembelian plastik PE ukuran 60cm x 40cm, karet gelang, saringan, dan oksigen. Nilai biaya alat kemas per akuarium pada tiap pembudidaya masing-masing adalah sebesar; Rp124 925, Rp70 078, dan Rp6 039, dari data tersebut memperlihatkan bahwa biaya alat kemas per ekor paling rendah terjadi pada pembudidaya Tirac FF. Persentasi biaya alat kemas untuk masing-masing pembudidaya adalah ; TYA FF sebesar 2.75 persen, AT FF sebesar 1.63 persen, dan Tirac FF sebesar 0.96 persen. Dilihat dari persentasi biaya alat kemas terhadap biaya total menunjukan kecendrungan dengan meningkatnya jumlah akuarium maka proporsi persentasi biaya alat kemas semakin menurun. Biaya BBM pada tiap pembudidaya terdiri dari biaya pembelian bensin untuk bahan bakar kendaraan operasional dan juga genset. Besarnya alokasi penggunaan BBM sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan jarak yang ditempuh oleh kebutuhan operasional tersebut, sehingga jumlahnya akan berbeda pada tiap pembudidaya. Kendaraan operasional digunakan untuk kegiatan pengiriman dan membeli pakan serta kebutuhan untuk produksi lainnya. Berdasarkan Tabel 11, nilai biaya BBM per akuarium (Rp/A) pada tiap pembudidaya masing-masing
49
sebesar Rp31 812, Rp27 009, dan Rp7 137, sedangkan nilai persentasi biaya BBM per akuarium terhadap biaya total untuk masing-masing pembudidaya adalah: TYA FF 0.83 persen, AT FF 1.08 persen dan Tirac FF 1.47 persen. Dilihat dari persentasi biaya BBM terhadap biaya total menunjukan pembudidaya Tirac FF memiliki nilai yang paling besar, jumlah BBM yang digunakan lebih besar daripada pembudidaya lain dikarenakan kebutuhan untuk kegiatan pembelian pakan dan kebutuhan budidaya lain yang menuntut penggunaan BBM lebih banyak karena jarak yang ditempuh untuk mendapatkan kebutuhan tersebut lebih jauh daripada kedua pembudidaya yang lain. Biaya kebutuhan obat ikan pada tiap pembudidaya terdiri dari biaya pembelian garam ikan, dan Methylene blue. Garam ikan digunakan saat persiapan akuarium sebelum proses budidaya dilakukan, memiliki tujuan untuk mensterilisasi wadah agar terhindar dari kemungkinan adanya penyakit, sedangkan Methylene blue digunakan pada saat wadah telah diisi air dilakukan dengan tujuan mencegah timbulnya jamur yang dapat menginfeksi tubuh ikan. Berdasarkan Tabel, biaya obat ikan per akuarium (Rp/A) per tahun untuk masingmasing pembudidaya adalah: TYA FF Rp5 256, AT FF Rp628 dan Tirac FF Rp4 461. Nilai persentasi terhadap total biaya pada tiap pembudidaya masing-masing adalah; 0.15 persen, 0.01 persen, dan 0,71 persen. Dilihat dari persentasi nilai biaya pembelian obat ikan pada pembudidaya AT FF memiliki nilai yang paling rendah, hal tersebut dikarenakan pada kegiatan budidaya hanya menggunakan garam ikan sebagai bentuk treatment untuk sterilisasi wadah dan pencegahan penyakit. Akan tetapi tindakan tersebut bisa berdampak kurang baik pada proses budidaya ikan hias air tawar, karena serangan penyakit pada ikan akan mempengaruhi tingkat persentasi kehidupan ikan (SR) hingga saat panen. Untuk mengetahui efisiensi dari biaya variabel dapat dilihat dari total biaya variabel rata-rata per ekor yang dikeluarkan. Total biaya variabel per ekor yang dikeluarkan oleh masing-masing pembudidaya adalah TYA FF sebesar 1 923, AT FF sebesar Rp1 564, dan Tirac FF sebesar Rp1 210, dilihat dari nilai tersebut total biaya variabel per ekor yang paling efisien adalah pada pembudidaya Tirac FF. Berdasarkan sifat biaya yang variabel yang berubah mengikuti jumlah produksi yang dihasilkan, maka semakin meningkatnya skala usaha maka biaya variabel yang dihasilkan semakin besar. Namun, semakin meningkatnya skala usaha biaya variabel per akuarium yang dihasilkan semakin menurun. Hal tersebut disebabkan karena terdapat penggunaan biaya variabel yang bersifat tetap akuariumnya yaitu biaya benih, sehingga semakin kecil biaya benih yang dikeluarkan maka akan semakin kecil biaya variabel per akuarium pada tiap pembudidaya ikan hias air tawar. Berdasarkan hasil analisis biaya variabel, diketahui bahwa skala usaha yang paling efisien adalah pembudidaya Tirac FF karena mempunyai biaya variabel per ekor paling rendah. Sementara itu skala usaha yang tidak efisien adalah pembudidaya TYA FF. Dalam skala bisnis, tingginya biaya variabel per ekor pada suatu usaha merupakan nilai biaya-biaya yang secara riil tidak diperhitungkan, sehingga nampak biayanya tinggi. Namun bagi pembudidaya Tirac FF, usaha yang dijalankan merupakan yang paling efisien karena mampu menekan penggunaan biaya pakan dengan cara kultur pakan Daphnia sendiri. Akibat dari kultur Daphnia ternyata juga mampu menekan penggunaan pakan cacing agar lebih sedikit, karena pakan Daphnia yang selalu tersedia dan dapat diberikan
50
sepuasnya kepada ikan. Kombinasi penyediaan pakan dengan cara membeli pakan cacing sutera dan kultur pakan Daphnia ternyata mampu mengoptimalkan alokasi biaya variabel pembudidaya Tirac FF untuk pemenuhan kebutuhan pakan. Biaya kedua terbesar pada komponen biaya variabel pada tiap pembudidaya adalah biaya benih ikan hias air tawar dan biaya pakan. Dari uraian tersebut memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan dengan meningkatnya skala usaha akan menurunkan biaya variabel per akuarium per tahun dan biaya variabel per ekor. Biaya produksi usaha budidaya ikan hias air tawar merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya biaya produksi per akuarium per tahun untuk pembudidaya TYA FF sebesar Rp. 95 583 086, pembudidaya AT FF sebesar Rp120 375 893, dan Pembudidaya Tirac FF sebesar Rp191 660 434 seperti terlihat pada Tabel. Berdasarkan biaya produksi tersebut, maka dapat ditentukan biaya produksi per akuarium pada masing-masing usaha. Pada pembudidaya TYA FF sebesar Rp3 293 083 per akuarium, pada AT FF sebesar Rp1 769 669 per akuarium dan pada Tirac FF sebesar Rp626 342 per akuarium. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa struktur biaya produksi terendah adalah pembudidaya Tirac FF. Rendahnya biaya produksi dikarenakan pembudidaya Tirac FF hanya memiliki satu komoditi ikan hias air tawar yang dibudidayakan (spesialisasi produk). Komponen biaya usaha budidaya ikan hias air tawar dapat dilihat pada Tabel 10, nominal Rp/tahun pada tiap usaha dinyatakan dalam satuan ribu (-000). Tabel 9 Struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha No 1 2
Uraian Biaya tetap Biaya variabel Total biaya
TYA FF (81 Akuarium) Rp / Rp / % Tahun Akuarium 17 200 212 345 18.61
AT FF (158 Akuarium) Rp / Rp / % Tahun Akuarium 24 073 152 252 20.13
Tirac FF (306 Akuarium) Rp / Rp / % Tahun Akuarium 43 563 142 364 22.85
75 383
3 080 738
82.09
96 301
1 617 714
87.88
148 097
483 978
78.25
92 583
3 293 083
100
120 375
1 769 966
100
191 660
626 342
100
Berdasarkan uraian tersebut, meningkatnya skala usaha (jumlah akuarium) akan mengakibatkan biaya rata-rata per akuarium yang dikeluarkan semakin menurun. Jika mengacu pada kurva LAC, dapat dilihat bentuk kurva yang semakin menurun seiring dengan semakin besarnya skala usaha, hal tersebut dapat diinterpretasikan ketika skala usaha budidaya ikan hias air tawar tersebut semakin besar maka akan semakin efisien. Bentuk kurva skala usaha studi kasus di tempat penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.
51
Biaya (Rp / ekor)
5000
2359
4000
1955
3000 2000
1923
1564
1566
Biaya produksi rata-rata
1210
Biaya variabel rata-rata
356
Biaya tetap ratarata
1000 0
436 TYA FF
391 AT FF
Tirac FF Jumlah output
Gambar 9 Bentuk kurva biaya rata-rata pada masing- masing skala usaha Keterangan : Tirta Yuhana Afif Fish Farm (TYA FF) Asep Tetra fish farm (AT FF) Tukang Ikan Racing Fish Farm (Tirac FF)
: Skala usaha kecil (81 Akuarium) : Skala usaha menengah (158 Akuarium) : Skala usaha besar (306 Akuarium)
Berdasarkan Gambar diatas, terlihat bahwa biaya tetap per akuarium yang dihasilkan untuk pembudidaya AT FF dan pembudidaya Tirac FF hampir sama sedangkan TYA FF menghasilkan biaya per akuarium yang paling tinggi. Ketidakefisienan yang terjadi dalam penggunaan input tetap pada pembudidaya TYA FF terdapat di komponen input tenaga kerja. Jika dibandingkan antara TYA FF dan AT FF, mereka sama-sama memiliki satu orang tenaga kerja, dalam skala usaha dan jumlah akuarium produksi yang lebih besar, tenaga kerja pada pembudidaya AT FF masih dapat melakukan usaha dengan produktifitas yang baik. Biaya variabel per akuarium yang dihasilkan menunjukan kecenderungan yang menurun seiring dengan meningkatnya skala usaha. Ketiga skala usaha tersebut menunjukan tanggungan pada biaya tetap yang tidak jauh berbeda, sedangkan untuk biaya variabel tentu akan sangat tergantung dari tiap komoditi ikan hias air tawar yang dibudidayakan. Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan usaha budidaya ikan hias air tawar akan semakin efisien jika dilaksanakan dalam skala usaha yang besar.
Analisis Penerimaan Analisis penerimaan dilakukan untuk mengetahui gambaran finansial usaha budidaya ikan hias air tawar, penerimaan para pembudidaya sangat ditentukan oleh harga dan jumlah produk yang dihasilkan. Penerimaan pada usaha di tempat penelitian diperoleh pembudidaya dari penjualan ikan hias air tawar, dengan perhitungan jumlah ikan hias air tawar yang dijual oleh pembudidaya ke supplier atau dijual langsung ke konsumen akhir. Harga jual produk adalah harga yang berlaku (ditetapkan) pada saat penelitian, untuk harga komoditi ikan hias air tawar jenis Neon tetra adalah sebesar Rp350/ekor, Red nose sebesar Rp350/ekor, Platydoras sebesar Rp550/ekor, dan Cynodonthis sebesar Rp750/ekor. Komponen penerimaan usaha budidaya ikan hias air tawar dapat dilihat pada Tabel 11.
52
Tabel 10 Penerimaan budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha
Usaha
Jumlah akuarium (Unit)
Produksi / siklus (Ekor)
TYA FF AT FF Tirac FF
81 158 306
42 000 76 600 153 000
Jumlah panen (Ekor) 31 950 68 220 122 400
Penerimaan / tahun (Rp) 141 960 000 199 080 000 342 720 000
Keterangan : Penerimaan / tahun : Hasil jumlah panen dikalikan dengan siklus produksi dalam satu tahun
Berdasarkan data diatas dapat dilihat produktivitas dari tiap pembudidaya ikan hias air tawar yang berada di lokasi penelitian, tiap pembudidaya memiliki hasil jumlah output yang berbeda pada masing-masing usahanya. Hasil tersebut didapat setelah jumlah benih ikan hias air tawar awal yang ditebar dikurangi dengan persentasi Survival Rate (SR) selama masa budidaya, persentasi SR adalah jumlah ikan yang tetap hidup saat mencapai proses panen. Total penerimaan pertahun diperoleh dari perhitungan jumlah siklus produksi dalam satu tahun dikali dengan jumlah output untuk tiap komoditi yang didapat selama proses produksi, dan kemudian dikali dengan harga jual pada tiap komoditinya. Siklus produksi / tahun pada pengusaha ikan hias air tawar berbeda, hal tersebut tergantung dari komoditi ikan hias air tawar yang dibudidayakan. Pada usaha TYA FF memiliki 8 siklus produksi dalam satu tahun untuk komoditi Neon tetra, 16 siklus produksi dalam satu tahun untuk komoditi Red nose dan Platydoras. Pada usaha AT FF memiliki 8 siklus produksi dalam satu tahun untuk komoditi Neon tetra, 8 siklus produksi dalam satu tahun untuk komoditi Cynodonthis. Pada usaha Tirac FF memiliki 8 siklus produksi dalam satu tahun untuk komoditi Neon tetra. Pada tiap pembudidaya memiliki komoditi yang berbeda, untuk pembudidaya yang memiliki komoditi lebih dari satu jenis tentu akan memiliki persentasi penerimaan dari total biaya produksi yang berbeda pula. TYA FF memiliki tiga komoditi ikan hias air tawar yang dibudidayakan yaitu Neon tetra, Red nose, dan Platydoras, AT FF memiliki dua komoditi ikan hias air tawar yang dibudidayakan yaitu Neon tetra dan Cynodonthis, Sedangkan untuk Tirac FF yang hanya memiliki satu komoditi ikan hias air tawar yang dibudidayakan tentu persentasi dari total penerimaan akan menjadi 100 persen berasal dari komoditi tersebut. Penjelasan besaran persentasi dari tiap komoditi yang dibudidayakan dapat dilihat pada tabel 12.
53
Tabel 11 Persentasi penggunaan akuarium dan penerimaan per komoditi pada tiga usaha Usaha
Jumlah akuarium (Unit)
TYA FF
81
AT FF
158
Tirac FF
306
Komoditi Neon tetra Red nose Platydoras Neon tetra Cynodonthis Neon tetra
Persentasi penggunaan Akuarium 63 19 19 92 8 100
Penerimaan per tahun (Rp) 57 120 000 29 400 000 55 440 000 183 960 000 15 120 000 342 720 000
Persentasi Penerimaan per komoditi 40 21 39 92 8 100
Keterangan : Persentasi penerimaan : Didapat dari jumlah penerimaan per tahun tiap komoditi (100%)
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat persentasi penggunaan akuarium terbesar pada tiap usaha yaitu komoditi Neon tetra, pada usaha TYA FF sebesar 63 persen, pada usaha AT FF sebesar 92 persen, dan pada usaha Tirac FF sebesar 100 persen. Dari jumlah persentasi penggunaan akuarium ikan hias air tawar tersebut dapat disimpulkan bahwa permintaan tertinggi pada usaha budidaya ikan hias air tawar di lokasi penelitian adalah jenis Neon tetra. Berdasarkan hasil wawancara, para pemilik usaha menyatakan komoditi ikan hias air tawar jenis Neon tetra merupakan unggulan, terdapat permintaan yang tinggi dengan harga yang cenderung stabil pada tiap tahun. Target pasar yang dituju pun cukup luas, diantaranya komoditi tersebut dipasok ke beberapa daerah lokal terutama pasar ikan hias maupun toko ikan hias, selain itu juga komoditi tersebut dipasok ke luar negeri dengan tahap jalur pemasaran melalui supplier dan eksportir ikan hias air tawar. Selain itu, dapat dilihat pada pembudidaya TYA FF memiliki persentasi penerimaan terbesar dari penjualan komoditi ikan hias hias air tawar jenis Platydoras dengan nilai persentasi sebesar 40 persen, sedangkan pada AT FF memiliki persentasi penerimaan terbesar dari penjualan komoditi ikan hias air tawar jenis Neon tetra dengan nilai persentasi sebesar 89 persen. Hal ini terlihat bahwa setiap lebih besar tingkat skala usahanya, maka penerimaan pada usaha budidaya ikan hias air tawar tersebut semakin besar. Data tersebut, juga memperlihatkan bahwa besaran penerimaan yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi ikan hias air tawar Survial Rate, dan harga jual. Berdasarkan kurva LAC, dalam penelitian ini terbukti bahwa semakin besar skala usaha, maka biaya yang dikeluarkan semakin kecil dan berimplikasi pada penerimaan yang lebih tinggi. Usaha Tirac FF pada skala III merupakan skala usaha yang mempunyai nilai biaya rata-rata yang paling rendah dan penerimaan yang paling tinggi, maka bisa dikatakan skala III adalah skala usaha yang paling efisien. Pada usaha TYA FF memiliki tiga jenis ikan hias air tawar yang dibudidayakan, berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik usaha, komoditi tersebut merupakan yang paling dicari di daerah Semarang dan Yogyakarta. Penerimaan usaha pada TYA FF memang paling besar berasal dari kedua daerah di pulau Jawa tersebut, disamping permintaan yang tinggi, kadangkala harga jual komoditi tersebut disana lebih mahal dibanding dengan harga jual di Kab. Bogor.
54
Oleh karena itu pemilik usaha TYA FF memilih tiga komoditi ikan hias air tawar tersebut sebagai komoditi yang dibudidayakan dalam usahanya. Pada AT FF memiliki dua jenis ikan hias air tawar yang dibudidayakan, berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik usaha, pada awal mula usaha telah terbiasa dengan kegiatan teknis produksi untuk budidaya komoditi tersebut yang dilakukan selama bekerja di orang lain. Sehingga ketika memiliki usaha sendiri, diputuskan kembali menekuni komoditi tersebut untuk diusahakan. Selain itu, dikarenakan telah lama bekerja di orang lain memberikan pemilik ciri khas sebagai pedagang yang menjual spesifik komoditi tersebut, sehingga pemilik usaha tidak lagi mengalami kesulitan dalam pemasaran produknya. Pada Tirac FF spesialisasi hanya memiliki satu komoditi ikan hias air tawar yang dibudidayakan, berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik usaha, hal tersebut dikarenakan telah memiliki kontrak usaha dengan pihak supplier ikan hias yang memiliki jalur pemasaran kepada eksportir ikan hias di daerah Bekasi. Usaha Tirac FF dipandang mampu memenuhi syarat yang diajukan oleh pihak supplier tersebut mengenai kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas produk, dilihat dari skala usaha besar yang dijalankan mampu memberikan kepastian pasokan ikan hias air tawar jenis Neon tetra untuk tujuan pemenuhan kebutuhan eksportir. Jika dilihat dari berbagai alasan yang dikemukakan oleh pemilik usaha, dapat disimpulkan bahwa didalam pemilihan komoditi yang dibudidayakan juga turut mempertimbangkan strategi bisnis terkait kelancaran penjualan produk itu sendiri. Disamping itu tingkat profit yang mampu dicapai dari tiap komoditi akan menjadi pertimbangan utama bagi pemilik usaha, kombinasi komoditi yang dibudidayakan akan menjadi berbeda tergantung dari latar belakang usaha tersebut. Untuk usaha budidaya ikan hias air tawar skala kecil dilokasi penelitian dirasa lebih menguntungkan jika memiliki komoditi lebih dari dua jenis, dengan pertimbangan ketika salah satu dari komoditi tersebut mengalami kerugian masih dapat tertutupi oleh profit dari beberapa komoditi lainnya. Sedangkan untuk usaha skala besar dilokasi penelitian memiliki kepastian pasar berupa kontrak usaha dengan supplier ikan hias air tawar yang memiliki akses kepada eksportir di Bekasi. Hal tersebut tentu akan menjadi keunggulan tersendiri yang dapat dicapai karena skala usaha yang besar, dengan skala usaha tersebut mampu memiliki output produksi yang besar, dari output produksi yang besar tersebut mampu memenuhi syarat kuantitas dan kontinyuitas yang diajukan oleh supplier pada kontrak usaha.
Analisis efisiensi Analisis R/C ratio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif suatu cabang usaha dengan cabang usaha lainnya berdasarkan keuntungan finansial. Dalam analisis R/C rasio dapat diketahui seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Pada tabel 13 dibawah ini merupakan nilai Total Revenue, Total variable Cost, Total Cost, dan hasil perhitungan R/C ratio pada tiap pembudidaya di lokasi penelitian.
55
Tabel 12 Hasil perhitungan R/C ratio pada tiga usaha Usaha TYA FF AT FF Tirac FF
Keterangan : TR TVC TC R/C (TVC) R/C (TC)
TR/Tahun (Rp) 141 960 000 199 080 000 342 720 000
TVC/Tahun (Rp) 75 383 040 96 301 920 148 097 120
TC/Tahun (Rp) 92 583 086 120 375 893 191 660 434
R/C (TVC) 1.9 2.1 2.3
R/C (TC) 1.5 1.7 2.0
: Total revenue : Total Variable Cost : Total Cost : Rasio perbandingan atas penerimaan total dengan biaya variabel total : Rasio perbandingan atas penerimaan total dengan biaya total
Analisis R/C ratio penerimaan total atas biaya variabel total dilakukan untuk mengetahui efisiensi usaha berdasarkan uang tunai yang diperoleh dan dikeluarkan untuk biaya variabel produksi (R/C (TVC)). Berdasarkan hasil analisis R/C ratio penerimaan total terhadap biaya variabel total di masing-masing usaha diperoleh sebesar 1.9 untuk usaha TYA FF, 2.1 untuk usaha AT FF dan 2.3 untuk usaha Tirac FF. Nilai tersebut berarti setiap tambahan Rp 100 biaya yang dikeluarkan untuk usaha TYA FF memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 190, usaha AT FF memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 210 dan usaha Tirac FF memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 230. Berdasarkan uraian tersebut kondisi usaha pada tiap pembudidaya berada pada keadaan perusahaan yang mengalami untung, karena penerimaan total yang diperoleh lebih besar dari biaya variabel total yang dikeluarkan. Usaha Tirac FF memiliki nilai R/C lebih besar diantara usaha lain, maka dapat disimpulkan pembudidaya tersebut memiliki usaha yang paling efisien. Analisis R/C ratio penerimaan total atas biaya total dilakukan untuk mengetahui efisiensi usaha secara keseluruhan dengan mempertimbangkan komponen penerimaan dan biaya tetap total. Berdasarkan hasil analisis R/C ratio penerimaan total terhadap biaya total di masing-masing skala diperoleh sebesar 1.5 untuk usaha TYA FF, 1.7 untuk usaha AT FF dan 2.0 untuk usaha Tirac FF. Nilai tersebut berarti setiap tambahan Rp 100 biaya yang dikeluarkan untuk usaha TYA FF memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 150, usaha AT FF memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 170 dan usaha Tirac FF memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 200. Berdasarkan uraian tersebut kondisi tiap usaha telah berada pada keadaan perusahaan yang memperoleh laba, karena penerimaan yang diperoleh lebih besar dari biaya produksi yang dikeluarkan.
Analisis Titik Impas (Break Even Poin) Pada Tiap Usaha di Lokasi Penelitian Impas atau break even merupakan keadaan suatu usaha dimana jumlah penerimaan sama dengan biaya (laba sama dengan nol). Perhitungan titik impas
56
digunakan untuk mengetahui pada volume produksi berapa usaha ikan hias air tawar tidak memperoleh untung ataupun tidak mengalami kerugian. Untuk mengetahui nilai impas diperoleh dari hasil perhitungan dengan mencari BEP Rupiah. Hasil perhitungan nilai titik impas dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 13 Perhitungan nilai titik impas pada tiga usaha Uraian BEP (Rp) TFC (Rp) AVC (Rp/Ekor) Keterangan : BEP (Rp) TFC AVC
TYA FF 26 190 000 17 200 000 1 911
Usaha AT FF 48 896 000 24 073 000 1 562
Tirac FF 72 465 000 43 563 000 1 139
: Nilai BEP dalam satuan Rupiah : Total Fixed Cost : Average Variable Cost
Menurut tabel 14, diperoleh nilai BEP Rupiah yang positif pada tiap pembudidaya, bahkan volume produksi aktualnya telah melebihi BEP Rupiah. Nilai pendapatan per tahun yang harus dicapai oleh masing-masing pembudidaya agar berada pada posisi impas yaitu TYA FF sebesar Rp26 190 767, AT FF sebesar Rp48 896 982, dan Tirac FF sebesar Rp72 465 602. Berdasarkan uraian tersebut, ketiga pembudidaya tersebut telah untung dalam menjalankan usaha budidaya ikan hias air tawar. Dapat dilihat antar skala usaha memiliki total biaya tetap yang semakin besar seiring dengan semakin besarnya skala usaha, hal tersebut dikarenakan sarana dan prasarana produksi budidaya perikanan termasuk dalam komponen yang dihitung dalam biaya penyusutan, akan tetapi pada tiap usaha terlihat semakin besar skala usaha akan semakin mampu untuk menutupi total biaya dalam usahanya, hal tersebut tercermin dari total penerimaan per tahun yang mampu dicapai oleh tiap usaha, dapat terlihat dari jumlah penerimaan aktual yang semakin jauh dari nilai BEP Rupiah, sehingga tiap pembudidaya mampu terhindar dari kerugian dalam menjalankan usahanya,.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar studi kasus pada tiga pembudidaya di kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: 1. Keberagaman sumberdaya pada usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor sangat tinggi, pada tiap usaha memiliki perbedaan pada jenis ikan yang dibudidayakan, kombinasi pakan yang digunakan, dan juga kepemilikan modal usaha untuk membeli akuarium, lahan, dan hatchery serta alat-alat perikanan budidaya. Pembagian skala usaha dapat dilihat
57
dari jumlah kepemilikan akuarium, karena dapat memberikan proyeksi biaya-biaya yang dikeluarkan dan juga mampu memberikan informasi mengenai kemampuan pembudidaya untuk melakukan usaha tersebut dengan sejumlah besaran output yang dapat dihasilkan untuk mencari keuntungan. Di lokasi penelitian usaha TYA FF merupakan skala kecil dengan kepemilikan 81 unit akuarium, usaha AT FF merupakan skala menengah dengan kepemilikan 158 unit akuarium, dan usaha Tirac FF merupakan skala besar dengan kepemilikan 306 akuarium. 2. Berdasarkan analisis struktur biaya rata-rata usaha ikan hias air tawar, dapat disimpulkan, terdapat konsistensi bahwa semakin besar skala usaha maka akan menghasilkan struktur biaya yang lebih efisien. Hal tersebut terjadi pada skala usaha besar (Tirac FF), dikarenakan dari penambahan input produksi akan mengakibatkan biaya produksi rata-rata per akuarium menjadi lebih rendah (economies of scale). Hasil dilapangan menunjukkan skala usaha besar lebih efisien, dikarenakan usaha tersebut memiliki kepastian pasar berupa kerja sama dengan supplier yang menjual produknya langsung ke eksportir, atas dasar kontrak kerja tentang kuantitas dan kualitas ikan hias air tawar yang dijual membuat skala usaha besar menjadi lebih unggul dibandingkan kedua usaha lainnya. 3. Berdasarkan analisis efisiensi menggunakan R/C ratio penerimaan total atas biaya total, masing-masing usaha memiliki konsistensi nilai R/C yang meningkat. Rasio antara penerimaan rata-rata pertahun dan total biaya rata-rata pertahun pada tiap usaha memiliki konsistensi yang cenderung meningkat, sehingga menghasilkan Nilai R/C pada usaha TYA FF, 1.7 untuk usaha AT FF dan 2.0 untuk usaha Tirac FF. Kondisi tiap usaha telah berada pada keadaan perusahaan yang memperoleh laba, karena penerimaan yang diperoleh lebih besar dari biaya produksi yang dikeluarkan, selain itu dapat disimpulkan semakin besar skala usaha akan menjadi lebih efisien, hal tersebut ditandai dengan nilai R/C yang semakin besar pada peningkatan skala usaha. 4. Berdasarkan analisis BEP Rupiah, antar skala usaha memiliki total biaya tetap yang semakin besar seiring dengan semakin besarnya skala usaha. Hal tersebut dikarenakan sarana dan prasarana produksi budidaya perikanan termasuk dalam komponen yang dihitung dalam biaya penyusutan. Pada tiap usaha terlihat semakin besar skala usaha akan semakin memiliki kemampuan untuk menutupi total biaya dalam usahanya, hal tersebut tercermin dari total penerimaan pertahun aktual yang semakin menjauhi nilai BEP (Rupiah).
Saran Dari kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini maka disarankan: 1. Komponen pakan sangat berpengaruh pada biaya variabel, jika mampu menekan penggunaan pakan menjadi efisien maka akan mampu mengoptimalkan biaya operasional, salah satu metode untuk efisiensi pakan adalah dengan memiliki kultur pakan alami berupa Daphnia. Selain itu, tingkat keberlangsungan hidup ikan juga sangat penting untuk
58
diperhatikan, karena semakin baik metode budidaya dan penentuan padat tebar ikan hias air tawar yang ideal maka akan berdampak pada semakin banyak ikan yang dapat dijual dan akan meningkatkan potensi keuntungan yang didapat. 2. Perbedaan skala usaha budidaya ikan hias air tawar memiliki implikasi dengan kemampuan usaha tersebut untuk menjual produknya, untuk skala usaha kecil dan menengah perlu memiliki kepastian pasar untuk keberlangsungan usahanya. Hal tersebut bisa dicapai dengan kerjasama kepada supplier, memiliki kelompok pembudidaya ikan hias, atau koperasi. Karena dapat dilihat kecenderungan skala usaha besar merupakan usaha yang paling efisien, hal tersebut disebabkan oleh kapasitas produksi yang besar sehingga memiliki keunggulan output yang dijual memiliki kuantitas dan kualitas yang lebih baik. 3. Penelitian ini menggunakan metode kasus sehingga kesimpulan yang dihasilkan tidak mampu mewakili usaha ikan hias air tawar secara keseluruhan di daerah Kabupaten Bogor, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan struktur biaya dengan jumlah dan jenis ikan hias air tawar yang dipelihara, efisiensi biaya dan penerimaan usaha dengan cakupan yang lebih luas dan mendalam disertai hasil yang telah diuji secara statistik,
DAFTAR PUSTAKA Bantani AT. 2004. Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Tradisional di Kelurahan Kebon Pedes Bogor Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Copes, P. 1992. Lecture Notes on Fisheries Management. Departement of Economics. Simon Fraser University, British Columbia, Canada. Darti, S.L, Iwan D. 2006. Sukses Budidaya Ikan Hias. Jakarta: Penebar Swadaya. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2011. Potensi Perikanan di Kabupaten Bogor. Bogor. Damayanti, D. 2011. Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Anggrek di Taman Anggrek Ragunan [Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Effendi I, Oktariza W. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta : Penebar Swadaya Gumilar, S. 2007. Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Hempel, G., and D. Pauly. 2002. Fisheries and Fisheries Science in Their Search for Sustainability. In: J.G. Field., G. Hempel., and C.P. Summerhayes (eds). Oceans 2020. Science, Trends, and the Challenge os Sustainability. Island Press. Washington, D.C. Jurnal Struktur Biaya dan Profitabilitas Usahatani Tanaman Pangan (Kasus Desa Patanas). 2005
59
Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol 2, No.1/Feb. 2000, 1-9 Lackey, T. 2005. Fisheries: history, science, and management. Pp. 121129. In: Water Encylopedia: Surface and Agricultural Water, Jay H. Lehr and Jack Keely, editors, John Wiley and Sons, Inc., Publishers, New York. 781 pp. Murbyanto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian Edisi ke III. Jakarta : LP3ES Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rindayati W. 1995. Skala Usaha dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Malang [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Soeharjo, Dillon, dan Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani. UI Press Soeharjo dan Patong. 1973. Ilmu Usahatani. Penebar swadaya. Jakarta Stani D. 2009. Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya ikan hias air tawar (Kasus: Tiga Skala Pengusahaan di Kabupaten Bogor). [Skripsi]. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sukirno S. 1994. Mikro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Supadi. 2005. Struktur Biaya dan Profitabilitas Usahatani Tanaman Pangan (Kasus Desa-Desa Patanas). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor Suratiyah. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Undang-Undang No 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Peikanan. Wedemeyer, G.A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman & Hall, International Thompson Publishing. New York. 232 p. Yin R K. 2003. Case Study Research: Design and Methods. 3ed Thousand Oaks, CA: Sage Publication.
60
LAMPIRAN Lampiran.1 Komponen biaya penyusutan usaha (Hatchery 1) pada pembudidaya TYA FF No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Total
Alat Investasi akuarium benih rak kayu 1 rak kayu 2 blower pipa pvc wavin pipa penyambung L pipa T penutup pipa Bangunan Tanah selang aerasi selang pengisisan air baskom centong nasi seser kecil baskom seser besar tabung oksigen hand counter termometer kolam tandon pompa air pembuatan sumur motor genset rumah + lampu neon
Satuan Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) Umur Ekonomis unit 51 120,000 6,120,000 10 lubang 42 85,000 3,570,000 7 lubang 9 85,000 765,000 7 unit 1 950,000 950,000 8 unit 6 30,000 180,000 10 unit 3 2,500 7,500 10 unit 1 3,000 3,000 10 unit 2 2,500 5,000 10 unit 1 24,000,000 24,000,000 m2 500 500,000 250,000,000 m 50 120,000 120,000 4 m 15 8,000 120,000 4 unit 3 30,000 90,000 5 unit 3 4,000 12,000 5 unit 1 8,000 8,000 2 unit 4 15,000 60,000 5 unit 1 15,000 15,000 2 unit 1 1,200,000 1,200,000 10 unit 1 100,000 100,000 10 unit 1 15,000 15,000 5 m 1 15,000,000 15,000,000 unit 1 900,000 900,000 8 m 10 200,000 2,000,000 unit 1 6,500,000 6,500,000 10 unit 1 3,500,000 3,500,000 8 unit 1 71,000 71,000 4 315,311,500
Nilai Sisa Penyusutan Keterangan 612,000 1x0.5x0.35 m 510,000 7.5 m 109,286 3.5 m 15,000 116,875 120 GF resun, 120 watt 18,000 1 inci, 1 batang = 4m 750 pvc 300 pvc 500 pvc permanen borongan luas 4x10m sesuai harga berlaku 2014 30,000 1 gulung 30,000 1 inci tidak berserat 18,000 diameter 0.5 m 2,400 bahan plastik 4,000 bahan kawat dan jaring 12,000 diameter 0.3 m 7,500 bahan kawat dan jaring 150,000 105,000 6m3 10,000 bahan besi 3,000 tempel sederhana 3 x 2 x 1.5 m 15,000 110,625 shimizu PS-103 BIT sumur bor 500,000 600,000 Jupiter Z tahun 2006 200,000 412,500 GENSET LONCIN LC3000A, power 3,8 Kw 17,750 philips TL-T5-TCH086 21 watt, 90 cm 2,730,486
61
Lampiran 2 Komponen biaya penyusutan usaha (Hatchery 2) pada pembudidaya TYA FF No Alat Investasi 1 akuarium benih 2 rak kayu 1 3 rak kayu 2 4 blower 5 pipa pvc wavin 6 pipa penyambung L 7 pipa T 8 penutup pipa 9 Bangunan 10 rumah + lampu neon Total
Satuan Jumlah Harga Satuan (Rp) unit 30 120,000 lubang 12 85,000 lubang 18 85,000 unit 1 950,000 unit 3 30,000 unit 1 2,500 unit 3 3,000 unit 2 2,500 unit 1 19,000,000 unit 1 71,000
Total (Rp) Umur Ekonomis 3,600,000 10 1,020,000 7 1,530,000 7 950,000 8 90,000 10 2,500 10 9,000 10 5,000 10 19,000,000 71,000 4 26,277,500
Nilai Sisa 15,000 -
Penyusutan 360,000 145,714 218,571 116,875 9,000 250 900 500 17,750 869,561
Keterangan 1x0.5x0.35 m 2 m (2 unit) 3 m (2 unit) 120 GF resun, 120 watt 1 inci, 1 batang = 4m pvc pvc pvc permanen borongan luas 3x5.5m philips TL-T5-TCH086 21 watt, 90 cm
62
Lampiran 3 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 1) pada pembudidaya AT FF No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Total
Alat Investasi akuarium benih rak besi 1 rak besi 2 blower pipa pvc wavin pipa penyambung L pipa T penutup pipa Bangunan Tanah selang aerasi selang pengisisan air baskom centong nasi seser sedang pompa air pembuatan sumur motor rumah + lampu neon
Satuan Jumlah Harga Satuan (Rp) unit 96 120,000 lubang 78 100,000 lubang 18 100,000 unit 1 900,000 unit 8 30,000 unit 3 2,500 unit 4 3,000 unit 6 2,000 unit 1 3,382,000 m2 350 300,000 m 50 120,000 m 15 8,000 unit 5 30,000 unit 4 4,000 unit 2 20,000 unit 1 900,000 m 10 200,000 unit 1 5,000,000 unit 2 71,000
Total (Rp) Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan Keterangan 11,520,000 10 1,152,000 1x0.5x0.35 m 7,800,000 7 50,000 1,107,143 Rak 1 = 2.1x0.5x1.5 m (13 rak) 1,800,000 7 50,000 250,000 Rak 2 = 6.5x0.5x1.5 m (1 rak) 900,000 8 15,000 110,625 120 GF resun, 120 watt 240,000 10 24,000 1 inci 7,500 10 750 pvc 12,000 10 1,200 pvc 12,000 10 1,200 pvc 3,382,000 12 281,833 semi permanen (1 m bata, 2 m bambu, terpal, asbes) luas 6.5x10m 105,000,000 10x0.5 m 120,000 4 30,000 1 gulung 120,000 4 30,000 1 inci tidak berserat 150,000 5 30,000 dimeter 0,5 m 16,000 5 3,200 bahan plastik 40,000 2 20,000 bahan kayu, kawat dan jaring 900,000 8 15,000 110,625 shimizu PS-103 BIT 2,000,000 sumur bor 5,000,000 8 500,000 562,500 supra fit bekas, tahun 2004 142,000 3 47,333 philips TL-T5-TCH086 21 watt, 90 cm 139,161,500 3,762,410
63
Lampiran 4 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 2) pada pembudidaya AT FF No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Total
Alat Investasi akuarium benih rak besi pipa pvc pipa penyambung L pipa T penutup pipa Bangunan selang pengisisan air seser sedang Instalasi listrik tabung oksigen rumah + lampu neon blower
Satuan Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan Keterangan unit 62 120,000 7,440,000 10 744,000 1x0.5x0.35 m lubang 62 100,000 6,200,000 7 50,000 878,571 3.5x0.5x1.5 (2 rak) ; 4.5x0.5x1.5 (3 rak) ; 2.5x0.5x1.5 (2 rak) unit 6 30,000 180,000 10 18,000 1 inci (1 batang 4m) unit 4 2,500 10,000 10 1,000 pvc unit 3 3,000 9,000 10 900 pvc unit 4 2,000 8,000 10 800 pvc unit 1 27,000,000 27,000,000 0 permanen borongan luas 6x4m m 10 8,000 80,000 4 20,000 1 inch tidak berserat unit 2 20,000 40,000 4 10,000 bahan kayu, kawat, jaring unit 1 1,000,000 1,000,000 15 66,667 900w unit 1 1,200,000 1,200,000 10 150,000 105,000 6m3 unit 4 71,000 284,000 4 71,000 philips TL-T5-TCH086 21 watt, 90 cm unit 1 900,000 900,000 8 15,000 110,625 120 GF resun, 120 watt 44,351,000 2,026,563
64
Lampiran 5 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 1) pada pembudidaya Tirac FF No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Total
Alat Investasi akuarium benih rak kayu blower pipa pvc wavin pipa T penutup pipa Bangunan Tanah selang aerasi selang pengisisan air baskom centong nasi seser cari kutu seser ayak kutu seser cuci kutu seser serok ikan baskom tabung oksigen pompa air pembuatan sumur motor rumah + lampu neon
Satuan Jumlah Harga Satuan (Rp) unit 306 120,000 lubang 306 85,000 unit 2 900,000 unit 21 30,000 unit 7 3,000 unit 9 2,000 unit 3 45,075,000 m2 250 300,000 m 50 120,000 m 25 8,000 unit 4 30,000 unit 4 4,000 unit 2 80,000 unit 1 25,000 unit 1 10,000 unit 2 10,000 unit 2 15,000 unit 1 1,200,000 unit 1 900,000 m 10 200,000 unit 1 7,500,000 unit 3 71,000
Total (Rp) Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan (Rp) 36,720,000 10 3,672,000 26,010,000 7 3,715,714 1,800,000 8 15,000 223,125 630,000 10 63,000 21,000 10 2,100 18,000 10 1,800 45,075,000 75,000,000 120,000 4 30,000 200,000 4 50,000 120,000 5 24,000 16,000 5 3,200 160,000 2 80,000 25,000 2 12,500 10,000 2 5,000 20,000 2 10,000 30,000 5 6,000 1,200,000 10 150,000 105,000 900,000 8 15,000 110,625 2,000,000 7,500,000 10 700,000 680,000 213,000 4 53,250 197,788,000 8,847,314
Keterangan Ukuran (100x50x35 m) ketebalan kaca 5mm 3.5x1x1.5 m 120 GF resun, 120 watt 1 inch pvc pvc 1 permanen, 2 semi permanen borongan luas 151m2 sesuai harga berlaku 2014 1 gulung 1 inch tidak berserat diameter 0.5 m bahan plastik bahan kayu, kawat, dan jaring bahan kayu, kawat, dan jaring bahan kayu, kawat, dan jaring bahan kayu, kawat, dan jaring diameter 0.3 m 6m3 shimizu PS-103 BIT sumur bor Jupiter Z bekas, tahun 2009 philips TL-T5-TCH086 21 watt, 90 cm
65
RIWAYAT HIDUP Prasetyo Atma Hadi dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Februari 1990, sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Cipto Hadi Waluyo dan Ibu Diana Amelia. Penulis melaksanakan pendidikan sekolah dasar di SDN Bangka I Bogor pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 18 Bogor pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2005. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA PGRI 1 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya Program Diploma, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan studi ke jenjang strata satu dan diterima sebagai mahasiswa angkatan II Alih Jenis Agribisnis IPB.