STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS AIR TAWAR DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR
SONI GUMILAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ABSTRAK SONI GUMILAR. Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan HEDI MUHAMMAD IDRIS. Ikan hias air tawar mempunyai peranan dalam aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam perkembangannya dapat dijadikan sebagai media pertumbuhan ekonomi sehingga sangat perlu untuk dieksplorasi potensinya. Penelitian ini menganalisis tentang keunggulan daya saing ikan hias di wilayah Kota Bogor memakai metode Porter (Porter’s Diamond Theory). Analisis manfaat dan biaya dari usaha ikan hias yang dilakukan pembudidaya ikan hias di Kota Bogor, menggunakan Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate of Return (IRR). Analisa terhadap persepsi stakeholders dalam pengembangan agribisnis ikan hias metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor lemah, ini disebabkan sarana dan prasarana seperti pakan masih didatangkan dari luar Kota Bogor selain kurangnya sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi ikan hias. Tingkat kelayakan usaha dari skala usaha kecil, menengah dan besar layak dikembangkan namun hasil uji analisis sensitivitas usaha kecil beresiko tinggi. Berdasarkan persepsi stakeholders pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor pemasaran menjadi prioritas terpenting dengan jalur pasar internasional. Strategi yang dirumuskan adalah : 1) Menumbuh kembangkan jaringan pasar; 2) Optimalisasi sumberdaya pendukung ikan hias; 3) Peningkatan Skala Usaha Kecil Menjadi Skala Usaha Menengah; 4) Optimalisasi produksi; 5) Meningkatkan pasar; 6) Menentukan kebijakan yang kondusif terhadap usaha ikan hias; 7) Peningkatan Sumberdaya manusia pembudidaya ikan hias; dan 8) Memperkuat modal usaha Kata kunci : Ikan Hias, Pemasaran, Strategi, Persepsi Stakeholder.
ABSTRAK
SONI GUMILAR. Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan HEDI MUHAMMAD IDRIS. Ikan hias air tawar mempunyai peranan dalam aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan daya saing ikan hias air tawar di wilayah Kota Bogor dengan menggunakan Porter’s Diamond Theory. Metode analisis yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio, Internal Rate of Return (IRR) dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Ditemukan bahwa secara ekonomi ikan hias air tawar layak diusahakan, namun analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha kecil berisiko tinggi untuk dikembangkan. Menurut persepsi stakeholders prioritas utama pengembangan ikan hias air tawar adalah pengembangan pemasaran, terutama pasar internasional. Oleh karena itu langkah strategis pengembangannya adalah : menumbuhkembangkan jaringan pasar, optimalisasi sumberdaya pendukung, peningkatan skala usaha, optimalisasi produksi, memperluas pasar, membuat kebijakan yang kondusif, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memperkuat modal usaha. Kata kunci : ikan hias, pemasaran, strategi, persepsi stakeholder.
ABSTARCT The business of ornamental fish play a role in the aspect of community economy empowerment, and they can become media economy development, therefore it is necessary to explore their potencies. This research analizes the stakeholder perception of ornamental fish business in economy development by using Analytical Hierarchy Process (AHP) method, the competitiveness of ornamental fish business of Bogor mucipality by using Porter’s Diamond Theory method, and the level of benefit and cost of ornamental fish agriculture in Bogor by using Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate of Return (IRR). The result of the research show the most important factors of the development of ornamental fish business in Bogor municipality is the marketing , mean while the businessman of ornamental fish have a most role among other stakeholders, and the bigges opportunity for the marketing is international marketing. The strategy that should taken is developing network of agribusiness information. That condition of fishery and human resources support the development of enviromental fish business, as well as the banking that provides financial capital, the government and the availabilities of science and technology Bogor municipality has also a strategic geography position. Thes business enviromental fish that are developing in Bogor municipality very in many scales, and they have a big potencies to develop more and to enhance the economy of community. Key words : Fish ornamental, Marketing, Strategy, Stakeholders perception
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS AIR TAWAR DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR
SONI GUMILAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya.
Judul
:
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS AIR TAWAR DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR
Nama Mahasiswa
:
Soni Gumilar
Nomor Pokok
:
A.155030241
Program Studi
:
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua
Dr. Ir. Hedi Muhammad Idris, M.Sc Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Dekan Pascasarjana
Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D
Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 28 Juli 2007
Tanggal Lulus :
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya yang menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS AIR TAWAR DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR
adalah benar merupakan hasil kerja saya dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,
Agustus 2007
SONI GUMILAR A.155030241
Dosen Penguji Ujian Tesis : Ir. Sahat MH Simanjuntak, M.Sc
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkah dan karunia-Nyalah sehingga Tesis yang berjudul “Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor” ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan Tesis ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Hedi Muhammad Idris, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan yang berarti bagi penyelesaian Tesis ini. Terima kasih disampaikan kepada Bapak Walikota dan Ibu Kepala Dinas Agribisnis Kota Bogor yang telah memberikan kesempatan penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana di IPB Bogor dalam rangka peningkatan kapasitas diri. Terima kasih juga Penulis sampaikan rekan-rekan PWD, rekan sejawat khususnya Seni Susanto atas dukungan dan bantuannya. Kupersembahkan khusus kepada istri dan anak-anakku tercinta Nela Aldriani, Hazarani Sari dan Rafi
Al-Ghani
Gumilar
juga
atas
dorongan
moril,
kanggo
Mamah,
Ema Panggugah, dan Keluarga Besar yang telah memberikan dorong doa. Semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, terutama kepada Pemerintah Daerah sebagai masukan dalam pengambilan keputusan.
Bogor, Agustus 2007
Soni Gumilar
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Mei 1967 dari ayah bernama H. Ganda Sasmita (alm) dan Ibu bernama Hj. Siti Yayah Rukoyah. Penulis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Gang Aut Bogor pada tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama Negeri I pada tahun 1983 dan Sekolah Pertanian Pembangunan Sekolah Peternakan Menengah Atas Negeri Bogor diselesaikan pada tahun 1986. Selanjutnya meneruskan di Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang dan Lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2003 penulis di terima di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan IPB. Pada tahun 1991-1993, penulis bekerja di PT. Hybrida Niaga Putra yang bergerak di bidang perunggasan komersil. tahun 1993-1996 bekerja di PT. Agriphar Graha Farma yang bergerak di bidang obat hewan disamping itu secara sambilan juga sebagai peternak ayam broiler. Pada tahun 1996-1997 penulis diangkat sebagai PNS di Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur di Surabaya. 1997-2000 bertugas di Dinas Peternakan Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur. Selanjutnya pada tahun 2000-2001 bekerja di Dinas Peternakan Kota Bogor dan 2001-2004 bekerja di Dinas
Pertanian Kota Bogor, dan pada tahun 2004-
sekarang bekerja di Dinas Agribisnis Kota Bogor. sejak tahun 2001 penulis dipercaya untuk membidangi perikanan dan pada tahun bersamaan sampat saat ini penulis juga melakukan kegiatan agribisnis yaitu sebagai pembudidaya ikan hias.
RIWAYAT HIDUP
Pemakalah dilahirkan di Majalaya. Pada tahun 1991-1993, Pemakalah bekerja di PT. Hybrida Niaga Putra yang bergerak di bidang perunggasan komersil. tahun 1993-1996 bekerja di PT. Agriphar Graha Farma yang bergerak di bidang obat hewan disamping itu secara sambilan juga sebagai peternak ayam broiler. Pada tahun 1996-1997 Pemakalah diangkat sebagai PNS di Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur
di Surabaya. 1997-2000 bertugas di Dinas
Peternakan Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur. Selanjutnya pada tahun 2000-2001 bekerja di Dinas Peternakan Kota Bogor dan 2001-2004 bekerja di Dinas
Pertanian Kota Bogor, pada tahun 2004-sekarang bekerja di Dinas
Agribisnis Kota Bogor. sejak tahun 2001 Pemakalah dipercaya untuk membidangi perikanan dan pada tahun bersamaan sampat saat ini Pemakalah juga melakukan kegiatan agribisnis yaitu sebagai pembudidaya. Pada tahun 2003 Pemakalah di terima di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor.
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. DAFTAR GAMBAR............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... I. PENDAHULUAN ........................................................................................ Latar Belakang .............................................................................................. Perumusan Masalah ...................................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................................... Kegunaan penelitian ......................................................................................
iii iv vi 1 1 3 6 6
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 7 Pembangunan Berkelanjutan ........................................................................ 7 Dimensi Pembangunan Berkelanjutan .......................................................... 8 Pembangunan Kota Berkelanjutan ................................................................ 9 Strategi .......................................................................................................... 11 Teori Daya Saing ........................................................................................... 13 Teori Berlian Porter (Diamond’s Porter Theory) ............................................ 15 Kondisi Faktor Sumberdaya .......................................................................... 16 Kondisi Permintaan ....................................................................................... 18 Industri Pendukung dan Industri Terkait ........................................................ 19 Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan ............................................. 19 Agribisnis Perkotaan ...................................................................................... 20 2.71 Peranan Agribisnis dalam Pembangunan .................................... 22 2.72 Pembangunan Indonesia sebagai Strategi Pembangunan .......... 24 Kebijakan Pemerintah Daerah ...................................................................... 29 Pendapatan dan Sektor-sektor Ekonomi ...................................................... 36 2.10 Agribisnis Perikanan ........................................................................... 37 2.11 Ikan Hias ............................................................................................. 40 2.12 Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................ 48
III.
METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 50 Kerangka Penelitian ........................................................................... 50 Lokasi Pengumpul Data ..................................................................... 54 Metode Penarikan Sampel ................................................................ 54 Data Primer ................................................................................................... 54 Data Skunder................................................................................................. 56 Motede Analisa .............................................................................................. 56 Analisis Deskriptif .......................................................................................... 56 Analytical Hierarchy Process (AHP) .............................................................. 57 Penghitungan Niilai Manfaat dan Biaya......................................................... 66
IV.
KEUNGGULAN IKAN HIAS SEBAGAI DAYA SAING INDUSTRI PERIKANAN .............................................................................................. 70 Kondisi Faktor Sumberdaya .......................................................................... 70 Sumberdaya Ikan Hias Air Tawar .................................................................. 70 Sumberdaya Manusia .................................................................................... 73 Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ............................................ 74 Sumberdaya Modal ....................................................................................... 76 Sumberdaya Infrastruktur .............................................................................. 77
ii
Kondisi Permintaan ....................................................................................... 77 Industri Pendukung ........................................................................................ 81 Industri Terkait ............................................................................................... 81 Industri Pendukung ........................................................................................ 82 4.4 Peran Pemerintah Kota Bogor ............................................................. 83 4.5 Peran Kesempatan .............................................................................. 83 4.6 Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan ................................... 84 4.6.1 Persaingan Domestik..................................................................... 84 4.6.2 Struktur dan Strategi Industri Ikan Hias ......................................... 84 4.7 Strategi Peningkatan Daya Saing ....................................................... 86 4.7.1 Menumbuh Kembangkan Jaringan Pasar ..................................... 86 4.7.2 Pengoptimalan Sumberdaya Pendukung Ikan Hias ...................... 87 V.
ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS ..................... 88 Analisa Manfaat dan Biaya Ikan Hias ........................................................... 88 Analisa Usaha Ikan Hias Skala Kecil ............................................................. 89 Analisa Usaha Ikan Hias Skala Menengah ................................................... 91 Analisa Usaha Ikan Hias Skala Besar ........................................................... 95 Strategi Pengembangan Dalam Meningkatkan Usaha .................................. 98 Peningkatan Skala Usaha ............................................................................. 99 Pengoptimalan Produksi ................................................................................ 100
VI.
PERSEPSI STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN IKAN HIAS DI KOTA BOGOR ................................................................... 101 .................................................................................................................... Ikan Hias Kota Bogor ................................................................................. 101 .................................................................................................................... Fakt or-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias .............................................................................................. 102 .................................................................................................................... Stak eholders yang Berperan .................................................................... 106 .................................................................................................................... Strat egi Terhadap Persepsi Stakeholders ................................................. 116 6.4.1 Meningkatkan Pasar ...................................................................... 116 6.4.2 Menentukan Kebijakan Terhadap Usaha Ikan Hias ...................... 116 6.4.3 Peningkatan SDM .......................................................................... 117 6.4.4 Memperkuat modal usaha ............................................................. 117
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 118 7.1. Kesimpulan ....................................................................................... 118 7.1.1. Keunggulan Daya Saing Ikan Hias .............................................. 118 7.1.2. Analisa Manfaat Dan Biaya Budidaya Ikan Hias ......................... 119 7.1.3. Persepsi Stakeholders ................................................................. 119 7.2. Saran ................................................................................................ 120
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Matriks Perbandingan/Komparasi Berpasangan ......................................... 61
2.
Matriks Perbandingan Berpasangan ........................................................... 62
3.
Jumlah RTP Ikan Hias di Kota Bogor .......................................................... 70
4.
Jumlah Produksi Ikan Hias Kota Bogor Tahun 2006 ................................... 72
5.
Lembaga Pengembangan Ikan Hias ........................................................... 75
6.
Jumlah Permintaaan Ikan Hias di Kota Bogor ............................................. 78
7.
Volume dan Nilai Ekspor Ikan Hias Tahun 2005 ......................................... 78
8.
Potensi Pasar Internasional Ikan Hias........................................................ 80
9.
Pasar Epektif Ikan Hias ............................................................................... 80
10. Eksportir Ikan Hias di Wilayah Bogor .......................................................... 82 11. Analisis Kelayakan Usaha Skala Kecil ........................................................ 89 12. Analisis Kelayakan Usaha Skala Menengah ............................................... 92 13. Analisis Kelayakan Usaha Skala Besar....................................................... 96 14. Jumlah RTP Pembudidaya Ikan Hias Kota Bogor ....................................... 101 15. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias di Kota Bogor................................................................................................ 102 16. Tingkat Pengaruh Pasar Ikan Hias ............................................................... 103 17. Pengaruh Kriteria SDM dalam Pengembangan Ikan Hias .......................... 104 18. Modal Usaha Pengembangan Ikan Hias ..................................................... 105 19. Aspek Penting dari Faktor Kebijakan Pemerintah ....................................... 105 20. Stakeholder yang Berperan dalam Faktor Pemasaran ............................... 106 21. Stakeholder yang Berperan dalam Faktor Modal Usaha.............................. 107 22. Stakeholder yang Berperan dalam Pengembangan SDM............................ 108 23. Stakeholder yang Berperan dalam Kebijakan Pemerintah ........................... 109 24. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Kelompok Pembudidaya ............ 110 25. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Pelaku Usaha ............................. 111 26. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Dinas Agribisnis ......................... 111 27. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Dinas Perindagkop ..................... 112
iv
28. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat BAPEDA..................................... 113 29. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Perguruan Tinggi........................ 113 30. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Lembaga Penelitian ................... 114
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Konsep Pembangunan yang Berkelanjutan ..........................................
8
2
Manfaat Strategi .....................................................................................
13
3
Kawasan Agropolitan ..............................................................................
21
4
Otonomi Daerah dalam Wadah NKRI (Indonesia-Incorporated) di Era Global
27
5
Alur Pikir Penelitian................................................................................
53
6
“The National Diamond System .............................................................
56
7
Skema Hirarki : Strategi Pengembangan Ikan Hias...............................
58
8
Grafik Perkembangan Pembudidaya......................................................
71
9
Bagan Alur Usaha Ikan Hias...................................................................
85
10
Hasil Analisis Strategi Pengembangan Ikan Hias...................................
115
v
DAFTAR LAMPIRAN
Teks
Halaman
1. Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Kecil ........................ 123 2. Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Menengah ................ 126 3. Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Besar ....................... 130 4. Hasil Analisa Persepsi Stakeholders ............................................................. 134
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan ekonomi menurut Arsyad (1999) dalam Rustiadi et al
(2003) dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kemampuan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana terdapat saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisa dengan seksama sehingga diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya. Pembangunan dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah dan perundang-undangan, otonomi daerah merupakan alasan mendasar sebagai kunci pokok konsep pengembangan dalam meningkatkan perekonomian rakyat ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut selama ini telah berkembang di Indonesia dalam bentuk pembangunan pertanian. Perubahan tata ekonomi dunia yang mengarah pada perdagangan bebas menuntut perubahan strategi kebijakan pembangunan impor
menjadi
strategi
yang
berorientasi
ekonomi dari strategi substitusi ekspor.
Kunci
keberhasilan
perdagangan internasional dalam era ini adalah merubah keunggulan komparatif di sektor agribisnis menjadi keunggulan kompetitif (Azis, 1993 dalam Fatchiya, 2002). Pembangunan pertanian dewasa ini diarahkan pada pembangunan sistem agribisnis, dimana seluruh sub sistem agribisnis dikembangkan secara simultan dan harmonis dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia. Sektor pertanian, khususnya sub sektor perikanan sebagai bagian integral dari perekonomian Indonesia, harus mempersiapkan diri dan mengantisipasi kondisi liberalisasi perdagangan bebas. Salah satu komoditas perikanan yang memiliki potensi sebagai produk unggulan ekspor adalah ikan hias. Perdagangan ikan hias memang bermuara pada pemberdayaan masyarakat karena belum diminati oleh pemodal besar. Hal ini disebabkan nilai potensi perdagangannya kecil. Meskipun perdagangan
2
ikan hias kecil namun justru usaha ini dapat digunakan sebagai pemberdayaan masyarakat lewat industri kecil atau industri rumah tangga yang bermuara pada ekspor. Peredaran ikan hias dunia di tingkat grosir diperkirakan mencapai nilai lebih USD 1 miliar, sedangkan di tingkat eceran mencapai lebih dari USD 6 miliar,
yaitu dari sekitar 1,5 miliar ekor ikan yang diperdagangkan.
Apabila
perdagangan aksesori pemeliharaan ikan hias air tawar harus ikut dihitung maka nilai uang yang berputar diperkirakan mencapai USD 14 miliar. Tentu ini angka tidak kecil, apabila Indonesia dapat ikut andil 1% saja dari perdagangan ikan hias dan aksesorinya maka kita akan bermain pada angka USD 140 juta. Jumlah ikan hias yang diperdagangkan mencapai 1.600 jenis dan 750 diantaranya berasal dari air tawar (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003). Jumlah ini diperkirakan terus bertambah dengan semakin majunya teknik pembenihan, transportasi, dan pemeliharaan ikan hias.
Hal ini juga terlihat
permintaan akan ikan hias air tawar di Kota Bogor dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2004 Kota Bogor telah mengekspor ikan hias air tawar sebanyak 6.800.000 ekor dan tahun 2006 sebanyak 9.043.842 ekor dengan negara tujuan Timur Tengah, Chili, UAE, Srilangka, Singapura, Malaysia, Sudan, Muritius, Kuwait, Saudi Arab, Jepang, India, Yordan, Tasmania, Bangladesh, Korea, Afganistan, Libya, Philipina, Oman, Kenya, Yaman dan Zimbabwe. Selama dua tahun terakhir perkembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor terus meningkat. Selain faktor–faktor yang telah disebutkan di atas data pendukung lainnya bahwa Kota Bogor mempunyai keunggulan-keunggulan komparatif dalam rangka pengembangan agribisnis perkotaan, diantaranya posisi Kota Bogor yang strategis. Selain posisinya yang dekat dengan Ibukota Jakarta, juga berada pada jalur wisata utama Jawa Barat. Selain itu juga berada/berdekatan dengan kawasan andalan Bodebek, kawasan andalan Bopunjur serta kawasan andalan Sukabumi dan sekitarnya. Dengan posisi yang dekat dengan Jakarta, maka Kota Bogor berfungsi pula sebagai daerah penyangga dalam berbagai aspek, baik aspek ketersediaan pangan, aspek permukiman dan lain-lain. Selain itu berbagai Badan/Lembaga Penelitian Pertanian, pakar-pakar perikanan berada di Kota ini sehingga akan
3
mempermudah dalam hal aksesibilitas informasi pertanian terkini (Pemerintah Kota Bogor, 2001) Berdasarkan arah kebijakan pembangunan, pertanian di Kota Bogor diarahkan pada pengembangan pertanian yang terintegrasi dengan menetapkan komoditas unggulan yang didasarkan budaya masyarakat.
kepada potensi, agroklimat dan sosial
Dari hasil pertimbangan
tersebut telah ditetapkan
komoditas unggulan sebagai berikut: 1)
Kecamatan Bogor Barat untuk komoditas talas beserta olahannya, tanaman hias dan itik.
2)
Kecamatan Bogor Utara untuk komoditas ikan hias, domba/kambing dan agroornamental (daun potong).
3)
Kecamatan Bogor Timur untuk komoditas palawija dan hortikultura buahbuahan (pepaya).
4)
Kecamatan Bogor Selatan untuk komoditas hortikultura buah-buahan (durian Rancamaya) dan sayuran.
5)
Kecamatan Tanah Sareal untuk tanaman berkhasiat obat, hortikultura buah-buahan (jambu) dan sapi perah. Berdasarkan hasil pengkajian, komoditi ikan hias merupakan salah satu
komoditi unggulan di Kota Bogor yang saat ini mendapatkan prioritas untuk dikembangkan melalui program pengembangan agribisnis perkotaan.
1.2.
Perumusan Masalah Saat ini salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah
Kota Bogor dalam menggerakkan perekonomian masyarakatnya adalah mengembangkan agribisnis perkotaan. Dipilihnya kebijakan pengembangan agribisnis perkotaan di Kota Bogor karena masalah kepemilikan lahan yang sempit, mobilitas penduduk kota yang sangat tinggi, disamping posisi Kota Bogor yang sangat strategis bila ditinjau dari sudut pasar. Tujuannya adalah meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor perikanan berbasis agribisnis, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya ketahanan pangan dan berkembangnya usaha agribisnis. Kebijakan yang ditempuh adalah memantapkan ketahanan pangan serta mengembangkan
agribisnis
yang
berdaya
saing,
berkerakyatan
dan
4
berkelanjutan.
Dengan memperhatikan hal tersebut, program prioritas yang
dilaksanakan adalah Penanggulangan Kemiskinan. (Pemerintah Kota Bogor, 2004). Berbeda dengan kawasan/wilayah non perkotaan, pertanian di wilayah perkotaan seperti halnya di Kota Bogor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1).
Rata-rata pemilikan lahan yang relatif sangat sempit, seiring dengan derasnya alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian.
2).
Aktivitas petani (pelaku agribisnis) yang sangat tinggi disertai dengan keterdedahan informasi (information exposure) dari luar, sangat tinggi.
3).
Menghendaki pengelolaan sumber daya alam dan faktor produksi secara efisien.
4).
Berorientasi pasar (kualitas, kuantitas, kontinyuitas) harus prima sesuai permintaan pasar.
5).
Menghendaki pengelolaan yang ramah lingkungan. Dengan memperhatikan ke lima ciri pertanian di wilayah perkotaan
tersebut, maka pembangunan pertanian di Kota Bogor dilaksanakan melalui “Pengembangan Agribisnis Perkotaan”. Arah kebijaksanaannya adalah menuju agribisnis perkotaan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan lokal spesifik. Pembangunan sektor perikanan merupakan pembangunan seluruh aspek yang mencakup pembangunan sumberdaya manusia yang bergerak disektor perikanan.
Pembangunan untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam
tersebut harus lebih mengedepankan pengembangan dan pengelolaan pada keseimbangan aspek ekologi dan ekonomi secara berkelanjutan. Alder et al 2001 dalam Mudzakir (2003) mengatakan bahwa menurunnya sumber daya perikanan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekologi tetapi juga oleh faktor sosial, ekonomi dan teknologi akibat rezim pengelolaan sumberdaya perikanan yang diterapkan. Agar pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dilakukan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, maka perlu dilakukan
upaya
pemanfaatannya.
pengelolaan
yang
dapat
menyeimbangkan
tingkat
Upaya pengelolaan tersebut akan berjalan dengan baik
apabila didukung dengan informasi kondisi perikanan secara lengkap dan akurat. Ada empat dimensi utama dalam penilaian kondisi perikanan yang perlu dipertimbangkan sebelum sampai kepada suatu keputusan strategi pengelolaan diterapkan, yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial dan teknologi.
5
Sektor
perikanan
kontribusinya, Peningkatan
dalam
perekonomian
Kota
Bogor
masih
kecil
akan tetapi dari tahun ketahun mengalami peningkatan. peran
pengembangan
tersebut
sektor
dilandasi
perikanan
oleh
sangat
suatu
potensial
pandangan untuk
bahwa
dikembangkan
meskipun terjadi mutasi lahan sehingga menjadi industri ataupun jasa. Belum optimalnya pemanfaatan ikan namun kenyataan yang sebenarnya ikan hias mampu memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat dan secara tidak langsung dapat mengangkat dan mengurangi angka kemiskinan yang pada akhirnya menjadi masyarakat yang mandiri dan sejahtera.
Kurangnya motor
penggerak di bidang perikanan menjadikan sektor perikanan tidak dapat bersaing dengan sektor lainnya. Namun walaupun demikian kontribusi yang diberikan oleh sektor pertanian dalam Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) sebanding dengan sektor lainnya yaitu rata-rata sebesar 10 % per tahun. Struktur
perekonomian
sektor
perikanan
belum
mampu
untuk
mengangkat hajat hidup sebagian besar pembudidaya apalagi perekonomian secara keseluruhan. Sektor perikanan dalam perkonomian Kota Bogor selain menciptakan lapangan pekerjaan juga memiliki kontribusi dalam peningkatan PDRB, hal ini tidak lepas dari dukungan sumberdaya alam yang ada. Potensi perikanan yang ada di Kota Bogor menjadi catatan sendiri dalam upaya untuk meningkatkan peran yang lebih besar terhadap perekonomian Kota Bogor. Berdasarkan
perumusan
masalah,
sektor
perikanan
diharapkan
mempunyai peranan yang cukup pada perekonomian Kota Bogor dan bagaimana dampak pengembangannya terhadap perubahan struktur ekonomi. Peran yang diharapkan akan memberikan kontribusi pada perekonomian Kota Bogor antara lain pertama, melalui peningkatan pendapatan masyarakat pembudidaya. Kedua, peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor perikanan yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pengangguran dan ketiga, mampu sebagai penggerak bagi sektor lain. Kontribusi tersebut merupakan implikasi dari besarnya potensi perikanan yang dimiliki oleh Kota Bogor dan diharapkan potensi itu akan berdampak pada peran sektor perikanan dalam struktur perekonomian. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka permasalahan yang ingin dibahas adalah sebagai berikut : 1)
Bagaimana keunggulan daya saing ikan hias air tawar sebagai industri perikanan.
6
2)
Bagaimana analisis manfaat dan biaya dari budidaya ikan hias air tawar di Kota Bogor.
3)
Bagaimana persepsi stakeholders dalam pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor.
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah : 1)
Menganalisis keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor sebagai industri perikanan.
2)
Menganalisis manfaat dan biaya dari budidaya ikan hias air tawar di Kota Bogor.
3)
Menganalisis persepsi stakeholders dalam mengembangkan ikan hias air tawar di Kota Bogor.
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian tentang peranan komoditi ikan hias air tawar di sektor
perikanan dalam Pengembangan Agribisnis Perkotaan di Kota Bogor ini diharapkan berguna bagi semua pihak terkait yaitu : 1)
Memberikan
informasi
tambahan
dalam
penentuan
kebijakan
pembangunan sub sektor perikanan bagi instansi terkait baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi Jawa Barat maupun Pemerintah Kota Bogor, 2)
Memberikan
informasi
pendahuluan
kepada
pihak-pihak
merencanakan program yang berkaitan dengan bidang perikanan.
yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Berkelanjutan Wolrd Comission on Environment and Development (1987) menyatakan bahwa Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai Pembangunan atau perkembangan membahayakan kebutuhannya.
yang
memenuhi
kemampuan
kebutuhan
generasi
masa
mendatang
sekarang untuk
tanpa
memenuhi
Tantangan pembangunan berkelanjutan adalah menemukan
cara untuk meningkatkan kesejahteraan sambil menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga sumber daya alam terbarukan dapat dilindungi dan penggunaan sumber alam yang dapat habis (tidak terbarukan) pada tingkat dimana kebutuhan generasi mendatang tetap akan terpenuhi. Pembangunan berkelanjutan ini difokuskan pada dua kelompok, yaitu kemiskinan pada masa sekarang dan generasi masa depan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan mengurangi kemiskinan Tiga hal yang paling mendasar dalam pembangunan berkelanjutan adalah : 1. Bernilai
ekonomis
(economically
viable)
meliputi
:
pertumbuhan,
keseimbangan dan efisiensi; 2. Bersahabat dengan lingkungan (environmentally sound) meliputi : ekosistem, keragaman hayati, Uni Eropa global, dan kapasitas tampung. 3. Berwatak sosial (socialy just) meliputi : partisipasi, mobilitas sosial, identitas budaya dan perkembangan kelembagaan. Definisi lain menyebutkan bahwa pembangunan daerah merupakan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Salah satu ciri penting pembangunan daerah adalah upaya mencapai pembangunan
berimbang
(balanced
development).
Pembangunan
yang
berimbang adalah terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah/daerah yang jelas-jelas beragam sehingga memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat di seluruh wilayah.
8
Isu
pembangunan
wilayah/daerah
menurut
Murty
(2000)
tidak
mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah (equally development), tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi wilayah/daerah yang seragam, bentuk-bentuk keseragaman pola struktur ekonomi daerah atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (self sufficiency) setiap wilayah/daerah. Terjadinya perubahan baik secara incremental maupun paradigma menurut Anwar (2003) adalah mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency) dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan ekonomi. Skala prioritas pembangunan yang cenderung mengejar sasaran-sasaran makro pada akhirnya menimbulkan berbagai ketidak seimbangan pembangunan berupa menajamnya disparitas spasial, kesenjangan desa-kota, kesenjangan struktural, dan sebagainya. Pendekatan makro juga cenderung mengabaikan plurality akibatnya keragaman sumberdaya alam maupun keragaman sosial budaya. 2.2
Dimensi Pembangunan yang Berkelanjutan Serageldin and Steer (1994) menjelaskan bahwa konsep pembangunan
yang berkelanjutan mengintegrasikan tiga aspek kehidupan (ekonomi, sosial dan lingkungan) dalam suatu hubungan yang sinergis. Ketiga aspek kehidupan dan tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut dapat digambarkan sebagai “a triangular framework” dengan tujuan masing-masing aspek yang berbeda, seperti terlihat pada gambar dibawah ini : Ekonomi Tujuan: pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi
Sosial Tujuan: pemerataan, pemberdayaan masyarakat, keterpaduan sosial, partisipasi masyarakat efisiensi
Ekologi Tujuan: integritas ekosistem keanekaragaman hayati, daya dukung lingkungan
Gambar 1 : Konsep pembangunan yang berkelanjutan (Serageldin and Steer, 1994)
9
2.3. Pembangunan Kota Berkelanjutan Untuk memahami konsep pembangunan kota berkelanjutan (sustainable city), tidak dapat dilakukan tanpa pembahasan yang kritis dan holistik tentang lingkungan kota itu sendiri. Memahami lingkungan kota secara holistik berarti melihat lingkungan kota sebagai satu kesatuan integral, dinamik dan kompleks antara lingkungan fisik-alamiah dengan manusia dan sistem sosialnya. Dengan kata lain, pemahaman ini mengandung konsekuensi bahwa kita harus memahami lingkungan secara holistik, tidak terbatas pada aspek fisik-alamiah semata, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, serta politik masyarakat dalam suatu sistem waktu dan tempat yang khusus (Roseland 1997). Kebijakan pembangunan suatu kota tidak dapat dipisahkan dari keterpaduan antara perencanaan lingkungan, angkutan, dan penggunaan lahan. Terutama pada kota-kota yang pertumbuhannya sangat cepat dan padat serta sering dijumpai permasalahan mendesak dari penggunaan lahan, transportasi, dan
lingkungan.
Perbaikan
pengelolaan
kota
dalam
suatu
wilayah
memprioritaskan yang teratas adalah kekuatan kapasitas untuk perencanaan implementasi
kebijakan
melalui
koordinasi
terbaik
yang
terkait
dengan
pemerintahan. Untuk mencapai tujuan pembangunan kota yang berkelanjutan, di negara maju perhatian banyak diberikan pada konservasi dan pemeliharaan baik lingkungan alamiah maupun buatan yang ada.
Terdapat tiga hal yang
merupakan prinsip perancangan kota yang berkelanjutan, yaitu: pertama, pemakaian kembali bangunan, jalan, infrastruktur yang sudah ada, serta komponen dan material bangunan yang telah didaur ulang. Kedua, konservasi sumberdaya alam, flora, fauna, dan tata ruang. Material bangunan harus didapatkan dari sumber-sumber yang berkelanjutan. Ketiga, pola dan konstruksi bangunan harus memakai energi seminimal mungkin. Menurut Redelift (1987) secara umum ada lima syarat khusus yang harus dipenuhi agar tercapai pembangunan kota yang berkelanjutan, yaitu: 1). Pemerataan dalam distribusi keuntungan pertumbuhan ekonomi; 2). Akses terhadap kebutuhan dasar manusia; 3). Keadilan sosial dan hak-hak kemanusiaan; 4). Kepedulian dan integritas lingkungan; dan 5). Kepedulian terhadap adanya perubahan sepanjang waktu.
10
Mitlin dan Satterwhite
dalam Sustainable Seattle (1998) berpendapat
bahwa untuk mencapai pembangunan kota yang berkelanjutan dipersyaratkan aksi pencegahan penurunan aset-aset lingkungan sehingga sumberdaya untuk kegiatan manusia dapat terus berlanjut. Aksi pencegahan tersebut meliputi: 1). Meminimalkan pemakaian atau limbah sumberdaya-sumberdaya yang tidak dapat didaur ulang; 2). Pemakaian berkelanjutan dari sumberdaya-sumberdaya yang dapat didaur ulang, seperti air, tanaman pertanian, dan produk-produk biomas; dan 3). Meyakinkan bahwa limbah dapat diabsorbsi secara lokal dan global, seperti oleh sungai, laut, dan atmosfer. Haryadi dan Setiawan (2002) mengemukakan berbagai jenis indikator keberlanjutan pembangunan suatu kota yang dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok indikator ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
Pengelompokan tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap keberlanjutan kesejahteraan masyarakat kota. Indikator-indikator dari masing-masing kelompok tersebut adalah sebagai berikut : 1) Indikator-indikator ekonomi Indikator ekonomi ditujukan untuk mengukur tingkat kegiatan ekonomi atau produktivitas kota yang bersangkutan. Indikator ini meliputi antara lain jenis pekerjaan penduduk kota (termasuk yang mendukung kebutuhan dasar), tingkat pendapatan, cara mereka membelanjakannya (distribusi pendapatan). Distribusi pendapatan tersebut dapat berupa pengeluaran untuk kesehatan, pengeluaran untuk perumahan, pengeluaran untuk energi, dan investasi masyarakat. Di samping itu, kemudahan memperoleh rumah, jumlah anak miskin dan pengangguran, keanekaragaman industri dan tenaga kerja, kewirausahaan, dan inovasi teknologi dapat mengindikasikan keberlanjutan kesejahteraan masyarakat kota. 2) Indikator-indikator sosial-budaya Indikator ini dirumuskan untuk mengukur aspek-aspek sosial-budaya dari suatu kota meliputi aspek-aspek demografi dasar (misalnya jumlah penduduk, mata pencaharian, struktur umur dan lain-lain) serta aspek-aspek kesejahteraan dan keadilan sosial. Termasuk dalam kelompok ini antara lain: tingkat kriminalitas, konflik sosial, tingkat partisipasi masyarakat, ketimpangan sosial, tingkat demokratisasi dalam pengelolaan kota, keadilan
11
dalam hukum, kemampuan membaca dan menulis pada orang dewasa, keikutsertaan pemilih, kesehatan fisik dan mental individu, jumlah lembaga swadaya masyarakat, dan bayi yang lahir dengan berat badan rendah. 3) Indikator-indikator lingkungan Indikator lingkungan ini
menggambarkan lingkungan yang sehat.
Indikator-indokator aspek lingkungan dapat berupa indikator fisik seperti kualitas air, udara, tingkat pemanasan global, kebisingan, kerusakan tanah (erosi), kondisi permukaan tanah dan drainase, fasilitas kendaraan bukan bermotor (pedestrian, jalan untuk sepeda). Indikator flora dan fauna juga dapat mengindikasikan kesehatan kota seperti keragaman hayati dan ruang terbuka hijau.
2.4 Strategi Strategi diartikan sebagai petunjuk umum dimana suatu organisasi merencanakan untuk mencapai tujuannya. Menurut Keneth R. Andrews; strategi adalah suatu proses evaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada dalam perusahaan yang dilakukan oleh eksekutif puncak serta melihat kesempatan dan ancaman pada saat ini dan memutuskan strategi pemasaran produk yang cocok dengan kesempatan yang ada pada lingkungannya1.Definisi strategi yang lebih komprehensif dinyatakan oleh Hax dan Majluf (1984) yang memperhatikan dimensi-dimensi kritis yang mempunyai kontribusi terhadap strategi itu sendiri, yaitu : a.
Strategi adalah suatu pola pengambilan keputusan yang koheren dan kooperatif dan integratif;
b.
Strategi adalah suatu penetapan tujuan jangka panjang organisasi, program, dan penetapan prioritas alokasi sumber daya;
c.
Strategi sebagai suatu pendefinisian domain persaingan perusahaan;
d.
Strategi sebagai suatu tanggapan atas peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal untuk mencapai keunggulan bersaing;
e.
Strategi sebagai suatu jalur untuk melakukan pembagian tugas manajerial pada tingkat koorporat, tingkat bisnis dan tingkat fungsional;
1
Kenneth R, Andrew. Strategi Perusahaan. www.jbptgunadarma-gdi.com. Diakses 15 April 2007
12
f.
Strategi sebagai suatu pendefisinian kontribusi ekonomi dan zona ekonomi di perusahaan. Sudut pandang tersebut menjadikan strategi sebagai suatu kerangka
kerja mendasar dimana suatu organisasi dapat menegakkan kelangsungannya dan pada saat yang bersamaan strategi dapat menpercepat adaptasi perusahaan terhadap perubahan lingkungan. Strategi mempunyai tujuan untuk mencapai keunggulan kompetitif pada tiap-tiap unit perusahaan. Menurut David, Fred R (2002), strategi dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai dengan tingkatan dalam struktur organisasi yaitu : a.
Strategi Perusahaan (Corporate Strategi) yang terdiri dari beberapa unit bisnis.
Strategi
ini
menggambarkan
arah
menyeluruh
bagi
suatu
perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai bidang usaha untuk mencapai keseimbangan produk atau jasa yang dihasilkan. Strategi ini biasanya dibuat sebagai arahan dasar berbagai strategi pada unit usaha dan fungsional; b.
Strategi bisnis (Bussiness Strategy) yang terdiri dari satu bisnis unit. Strategi ini menekankan pada usaha peningkatan daya saing perusahaan dalam satu industri atau segmen pasar;
c.
Strategi fungsional (Fungsional Strategy) yang terdiri dari unit-unit pendukung. Strategi ini berfungsi untuk menciptakan kerangka kerja untuk menejemen fungsional seperti produksi, pemasaran, keuangan dan sumber daya.
Pada bagian lain Porter (1995) menyatakan strategi adalah alat yang paling penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan di masa depan (Hamel dan Prahalad, 1995 dalam Rangkuti, 2002). Strategi adalah pernyataan sederhana mengenai hasil akhir atau tujuan dan wadah untuk memperoleh hasil akhir. Strategi terdiri dari tujuan-tujuan, program-program strategi untuk mencapai tujuan dan alokasi sumberdaya untuk mengimplementasikan program-program tersebut (Chandler, 1962 dalam Shristava, 1994). Melalui strategi, perusahaan
13
memadukan organisasi dengan lingkungan. Manfaat strategi dapat dilihat dalam gambar 2. Kejelasan Tujuan dan Arah
Uraian Indentitas dan Gambar
Menetapkan Persaingan Manfaat Strategi
Antisipasi Peluang dan Ancaman
Standarisasi Pertunjukan
Pemahaman Bisnis
Gambar 2. Manfaat Strategi (Pearce dan Robinson, 1997)
Tiga bahan pokok sangat penting bagi keberhasilan suatu strategi : pertama strategi harus konsisten dengan kondisi lingkungan persaingan. Tegasnya, strategi harus memanfaatkan peluang yang ada atau yang diperkirakan akan ada dan meminimalkan dampak dari ancaman-ancaman besar. Kedua, strategi harus realistik dalam hal kemampuan intern perusahaan. Dengan kata lain, pemanfaatan peluang pasar haruslah berdasarkan pada kekuatan intern perusahaan.
Akhirnya strategi harus dilaksanakan secara
cermat (Pearce dan Robinson, 1997).
2.5.
Teori Daya Saing Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan
suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi sehingga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya. Dengan kata lain daya saing komoditas tercermin dari harga jual yang bersaing dan mutu baik.
14
Asumsi perekonomian yang tidak mengalami hambatan atau distorsi sama sekali sulit ditemukan pada dunia nyata, khususnya di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu keunggulan komparatif tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur keuntungan suatu aktivitas ekonomi dari sudut pandang badan atau orang-orang yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek. Konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan secara finansial adalah keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter pada tahun 1980 bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Porter menyatakan bahwa keunggulan perdagangan antar negara dengan negara lain didalam perdagangan internasional secara spesifik untuk produk-produk tertentu sebenarnya tidak ada. Fakta yang ada adalah persaingan untuk kelompok-kelompok kecil industri yang ada dalam suatu negara. Oleh karena itu keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dalam suatu sub sektor tertentu di suatu negara dengan meningkatkan produktivitas penggunaan sumberdaya-sumberdaya yang ada. (Warr, 1994 dalam Suryana, 1995). Keunggulan kompetitif diciptakan dan dipertahankan melalui proses yang sangat terlokalisir. Perbedaan dalam hal nilai-nilai, kebudayaan, struktur perekonomian, lembaga dan sejarah nasional semuanya memberikan kontribusi terhadap keunggulan kompetitif (Porter, 1990). Salah satu faktor penentu daya saing diukur dari kemampuan berinovasi baik secara regional maupun global. Inovasi adalah kata yang telah dikenal secara luas di pasar yang kompetitif (Schroeder, 1990), inovasi merupakan hal yang penting dalam ‘destroying’ hubungan dalam pasar melalui penghancuran kekuatan monopoli di pasar dan memungkinkan kekuatan baru muncul atau yang lebih dikenal ‘ creative destruction’ (Schumpeter, 1934). Inovasi yang terjadi secara bersamaan dan komunal akan membentuk interaksi lingkungan baru (Sange & Carstedt, 2001), namun juga bisa terjadi sebaliknya, dimana tekanan lingkungan (persaingan misalnya) akan memberikan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan inovasi. Secara nasional Kota Bogor dapat bersaing namun secara internasional Indonesia tertinggal bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, dan Malaysia.
15
Asian Development Bank (1993) dalam Suryana (1995) menyatakan bahwa dibawah asumsi adanya sistem pemasaran dan intervensi pemerintah, maka suatu negara akan dapat bersaing di pasar internasional jika negara tersebut
mempunyai
keunggulan
kompetitif
dalam
menghasilkan
suatu
komoditas. Dengan demikian, keunggulan kompetitif mulai digunakan sebagai alat ukur kelayakan suatu aktivitas berdasarkan keuntungan privat (privat profitability) yang dihitung atas harga pasar dan nilai uang resmi yang berlaku.
2.6.
Teori Berlian Porter (Diamond’s Porter Theory) Keunggulan bersaing suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat
sumberdaya relatif yang dimilikinya. Apabila para pesaing bertempat di negaranegara lain maka posisi sumber daya yang satu terhadap yang lain beragam, sesuai dengan kondisi pasokan sumber daya yang berbeda pada masing-masing lokasi. Penelitian
Porter
tentang
keunggulan
bersaing
negara
mencakup
tersedianya peranan sumber daya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih diciptakan melalui investasi oleh orang-orang dan perusahaan-perusahaan. Atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor sumberdaya (resources faktor conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait (related and suporting industries), serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan (firms strategy, structure, and rivalry). Ke empat atribut tersebut di dukung oleh peranan kesempatan (chance) dan peranan pemerintah (goverment) dalam meningkatkan keunggulan daya saing industri nasional, dan secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal dengan “the national diamond” .
16
2.6.1
Kondisi Faktor Sumberdaya Strategy daya saing menurut Porter (1990) dalam rumusannya “the
national diamond system” bahwa kondisi sumberdaya dalam sebuah wilayah menjadi faktor penentu kebijakan pengembangan get the way khususnya ikan hias.
perikanan
Indonesia adalah negara yang sangat kaya sumberdaya
alam. Masalahnya adalah bagaimana mengelola, memanfaatkan secara optimal dan sekaligus memperluas “resource base” dari sumberdaya alam dimaksud, sebagaimana diisyaratkan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Secara hakiki, upaya pembangunan yang sedang ditempuh pada saat ini dapat dilakukan dengan mendayagunakan berbagai sumberdaya potensial yang tersedia di setiap wilayah maupun yang dapat diusahakan dari luar wilayah yang bersangkutan. Diantara sumberdaya potensial tersebut, ada yang berupa sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources) serta sumberdaya buatan (man-made resources). Potensi sumberdaya alam yang cukup besar dan beragam dari tanah air Indonesia tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, perlu disadari bahwa pengelolaan sumberdaya potensial (“potential endowment resources”) semacam itu mempunyai sifat khas, yaitu keterkaitan (interdependency) yang kompleks dan rumit, yang pada gilirannya berpengaruh kepada kelestarian (sustainability) sumberdaya tersebut. Dengan demikian semakin jelas terlihat, bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya pembangunan selalu terkait pada persoalan-persoalan spesifik dari sumberdaya. Selain sifat langka dan uniknya, pertimbangan perlu diberikan kepada adanya masalah eksternalitas, tidak
terbelahkan atau indivisibility,
public goods, property right, serta kelangkaan spasial yang merupakan sumber dari monopoli alami atau natural monopoly. Kesemua gambaran tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa potensi sumberdaya pertanian, khususnya perikanan memberikan kesempatan yang sangat luas untuk mengembangkan prinsip-prinsip keunggulan kompetitif tanpa meninggalkan dua prinsip penting yaitu (a) wawasan agroekosistem dan (b) wawasan lokalita/wilayah/regional. Kedua wawasan tersebut pada dasarnya memberikan arah agar kegiatan agribisnis selalu memperhatikan kondisi dan potensi sumberdaya alam dan lingkungannya (Parwinia, 2001).
17
Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu : a. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia yang mempengaruhi daya saing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan menejerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral). b. Sumberdaya Fisik/Alam Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi daya saing industri nasional mencakup biaya, aksebilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya perikanan serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain. c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya
IPTEK
mencakup
ketersediaan
pengetahuan
pasar,
pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya. d. Sumberdaya Modal Sumberdaya modal yang mempengaruhi daya saing nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksebilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter dan fiskal, serta peraturan moneter. e. Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi daya saing nasional terdiri dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan, termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos
18
dan giro, pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lainlain. 2.6.2
Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan saran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam
negeri
memberikan
tantangan
bagi
setiap
perusahaan
untuk
meningkatkan daya saingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi daya saing industri nasional yaitu : a. Komposisi Permintaan Domestik Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi daya saing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi : 1) Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing industri nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh daya saing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas di banding dengan struktur segmen yang sempit. 2) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produksi yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan. 3) Antisipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dakam negeri merupakan pembelajaran untuk memperoleh keunggulan daya saing global. b. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal.
19
c. Internasionalisasi Permintaan Domestik Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong daya saing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya daya saing produk negeri yang dikunjungi tersebut. 2.6.3
Industri Pendukung dan Industri Terkait Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki daya
saing global juga akan mempengaruhi daya saing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama sehingga industri tersebut juga akan memiliki daya saing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global. 2.6.4
Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor
pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetensi untuk terus melakukan dan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain meningkatkan daya saingnya. Perusahaanperusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah. Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan daya saing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi - inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Di lain pihak, struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan
20
persaingan, baik domestik maupun internasional. Di samping itu, juga berpengaruh pada strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan daya saing global industri yang bersangkutan. 2.7
Agribisnis Perkotaan Agribisnis perkotaan pada dasarnya tidak berbeda dengan konsep
agribisnis pada umumnya, namun karakteristik agribisnis perkotaan itu sendiri dipengaruhi oleh karakteristik dari wilayah perkotaan. Agribisnis perkotaan adalah pengembangan usaha agribisnis sebagai suatu kesatuan system yang terpadu di wilayah kota (Krisnamurthi dan Tanjung, 2002 dalam Yuledyane, 2003). Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan dan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan social dan kegiatan ekonomi. Daerah perkotaan adalah daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan daerah disekelilingnya. Kota muncul karena masyarakat menemukan akan sangat menguntungkan bila bermacam kegiatan dapat dilaksanakan dalam suatu tempat yang terkonsentrasi. Kepadatan penduduk serta terkonsentrasinya suatu kegiatan membentuk karakterisktik dasar dari suatu daerah perkotaan yaitu kepadatan penduduk yang tinggi, tingginya rasio antara input dan lahan, dan tingginya nilai lahan (Sinclair, 1967 dalam Rustiadi et al, 2003) sehingga komoditi yang diproduksi dalam pertanian perkotaan adalah sudah seharusnya komoditi yang bernilai ekonomi tinggi serta berorientasi pasar (kuantitas, kontinuitas dan mutu produk harus prima, sesuai dengan permintaan pasar) Kegiatan agribisnis di perkotaan arahnya lebih cenderung kepada sub system off farm
karena kota berfungsi sebagai service centre bagi daerah
sekitarnya. Melalui pendekatan agropolitan, kota difungsikan sebagai pusat kawasan agropolitan dimana produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu sebelum dijual (diekspor) ke pasar yang lebih luas sehingga nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan.
21
Departemen Pertanian (2002) menyatakan bahwa kawasan agropolitan tidak
ditentukan
oleh
batasan
administrasi
pemerintah
(desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota) tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu penetapan kawasan agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agribisnis yang ada disetiap daerah. Abstraksi kawasan agropolitan tersebut tergambar dibawah ini.
Permodalan/Teknologi / Sarana Pertanian
Sarana Pertanian Pengolahan, Jasa Penunjang
Pemasaran Hasil Pertanian
Kaji Teknologi Agribisnis
Lembaga Permodalan Agribisnis
Balai Penyuluhan Pembangunan (Agribisnis) Pasar Hasil Pertanian
Gambar 3. Kawasan Agropolitan (Departemen Pertanian, 2002) Keterangan : Prasarana jalan
Agropolitan
Lahan Pertanian (desa hinterland atau desa-desa sekitarnya) yang memasok produk segar dan produk olahan
Batas wilayah
Pemukiman Irigasi
22
2.7.1 Peranan Agribisnis Dalam Pembangunan Peran agribisnis dalam pembangunan daerah menurut Riyadi dan Dedi (2003) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu peran dan manfaat di dalam suatu daerah (intra-region) dan peran dan manfaatnya terhadap beberapa perekonomian
wilayah
(inter-region).
Secara
intra
agribisnis
berbasis
sumberdaya yang dimiliki oleh daerah termasuk sumberdaya manusianya (landless), agribisnis mencakup upaya diversifikasi usaha dan peningkatan nilai tambah bagi petani dan penduduk perdesaan, mengurangi tekanan terhadap lahan, karena merupakan perluasan dari usaha pertanian primer (on-farm), sehingga tekanan terhadap kelestarian alam dan lingkungan dapat dijaga. Sebagaimana diketahui, 66% penduduk Indonesia hidup di perdesaan (1994) dan 63,1%nya hidup dari pertanian (direct agriculture/farm), dan sisanya 36,9% hidup dari kegiatan non-farm (IFAD, 2002). Hal ini berarti bahwa menjadikan pembangunan perdesaan melalui pengembangan agribisnis sebagai basis pembangunan ekonomi di daerah akan dapat memanfaatkan sumberdaya yang relatif banyak (abundant) di perdesaan, termasuk sumberdaya tenaga kerja, sehingga akan memberikan manfaat kepada 63,1% penduduk Indonesia. Selanjutnya, perluasan dari usaha pertanian primer ke ke non-farm dengan adanya pengembangan agribisnis akan memperluas cakupan pembangunan ke sepertiga penduduk perdesaan lainnya; mengingat berdasarkan data tersebut di atas, 36,9% penduduk yang hidup dari non farm mempunyai usaha di bidang manufaktur (23,8%), perdagangan (31,7%) dan jasa (24,2%) serta transportasi (8,2%). Sebagai perbandingan, hasil penelitian IFAD menyatakan bahwa perluasan kegiatan non-farm telah berhasil meningkatkan kemiskinan di perdesaan di China. Ini berarti kegiatan yang mengalihkan dari keterkaitan langsung dengan tanah, yaitu kegiatan off-farm yang merupakan sub-sistem hilir dari sistem agribisnis perlu dikembangkan terutama untuk memberikan alternatif kegiatan usaha penduduk perdesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka. Sebagaimana data yang ada (IFAD, 2002) pada tahun 1990, 83,4% penduduk miskin Indonesia hidup di daerah perdesaan, dan hanya 16,6% hidup di perkotaan. Secara inter pembangunan agribisnis memberikan manfaat lebih luas terhadap pembangunan wilayah dan pembangunan nasional, antara lain:
23
1) mengurangi dan mencegah urbanisasi; 2) mewujudkan sistem perekonomian daerah dalam kerangka NKRI; dan 3) memperkuat basis perekonomian dalam rangka globalisasi. Peningkatan kegiatan ekonomi di perdesaan akan dapat menarik (kembali) sebagian masyarakat perdesaan yang telah bermigrasi ke kota, terutama yang pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan di perkotaan. Dengan demikian, pembangunan satu daerah akan dapat menekan angka urbanisasi secara nasional. Pembangunan perdesaan di suatu daerah juga akan meningkatkan PDRB dan pendapatan per kapita masyarakat di suatu daerah. Peningkatan pendapatan akan mendorong dan menciptakan pertumbuhan usaha lainnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang semakin meningkat dan beragam. Selain dampak langsung pada diversifikasi kegiatan ekonomi di suatu wilayah, akan menciptakan pula permintaan ke daerah lainnya, sehingga ada multiplier effect untuk pembangunan daerah di sekitarnya. Dampak terhadap peningkatan kegiatan usaha di daerah sekitarnya akan dapat menciptakan sistem perekonomian antar daerah dalam wadah wilayah kesatuan negara Republik Indonesia. Pengalaman di masa lalu, pemusatan pembangunan telah menciptakan beberapa titik pertumbuhan yang dikontrol dari Jakarta. Dengan penciptaan jaringan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah, akan dapat menciptakan
pusat-pusat
pertumbuhan
yang
lebih
banyak
di
daerah,
sebagaimana yang telah lama dicita-citakan, yang masing-masing mempunyai tingkat otonomi namun tetap saling terkait dan mempunyai hubungan saling ketergantungan yang saling menguntungkan (mutual interdependency). Dengan adanya otonomi daerah maka kesempatan untuk mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah akan tercapai, dan tercapai dengan upaya daerah secara otonomi dan bukan berdasarkan disain dari pemerintah pusat. Dengan demikian, partisipasi daerah dalam pembangunan pusat pertumbuhan dan
sustainability
dari
tumbuhnya
pusat-pusat
pertumbuhan
ini
akan
meningkatkan perdesaan yang pada akhirnya akan mempunyai dampak multiplier pada pertumbuhan daerah lebih lanjut. Pertumbuhan sistem perekonomian yang terdiri dari simpul-simpul pertumbuhan di setiap wilayah akan memperkuat pula sistem perekonomian Indonesia dalam rangka menghadapi persaingan dengan adanya perekonomian
24
yang semakin mendunia (globalisasi). Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan tersebut, maka masing-masing pusat pertumbuhan akan dapat secara otonom meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi persaingan global. Melalui pusat-pusat pertumbuhan ini pula upaya pemerintah untuk memfasilitasi peningkatan daya saing dan melakukan langkah-langkah keberpihakan akan dapat dilakukan dengan peran aktif daerah.
2.7.2
Pembangunan Indonesia Sebagai Strategi Pembangunan Daerah Berbasis Agribisnis di Era Global Sebagai konsekuensi dari otonomi daerah dan globalisasi maka
pembangunan agribisnis perlu mengalami re-orientasi, yaitu dari government driven ke society driven, dan dari centrally designed ke locally designed. Selama ini kebijakan (intervensi) pemerintah dalam pembangunan pertanian lebih bersifat langsung atau dapat disebut sebagai government driven. Intervensi pemerintah pada masa lalu lebih banyak dilakukan melalui berbagai program pengembangan komoditas yang diiringi dengan (kebijakan) penyediaan kredit program, bimbingan dan penyuluhan yang bersifat "mengharuskan" penanaman komoditas tertentu,
subsidi
input
(pasar
tertutup)
untuk
mempermudah
petani
mengintroduksi penanaman dan produksi komoditas yang dijadikan program pemerintah.
Dirasakan
bahwa
program-program
tersebut
telah
dapat
meningkatkan produksi domestik dan mengembangkan kawasan/sentra produksi komoditas. Namun demikian, pada era pasar terbuka seperti saat ini dimana peran pemerintah sudah terbatas pada faktor-faktor yang tidak dapat dilakukan pasar atau sering disebut market failure dan pada hal-hal yang bersifat intervensi publik, maka petani harus mampu menghadapi dinamika pasar. Dengan pengalaman selama 30 tahun dalam program yang bersifat government driven, petani kemudian berada pada masa transisi untuk dapat menyesuaikan dengan mekanisme pasar. Infrastruktur pendukung petani juga perlu disiapkan untuk dapat membantu petani menghadapi keadaan yang sudah, sedang dan terus akan berubah. Proses penyesuaian ini tidak dapat berjalan secara cepat/instant, namun baik dari sisi pemerintah maupun petani perlu ada penyiapan dan penyesuaian dengan mendasarkan pada mekanisme pasar. Dengan demikian, fungsi pemerintah adalah mempersiapkan petani untuk dapat menjadi aktor aktif dalam berusaha di
bidang pertanian, mampu
menghadapi pasar dan
25
mengidentifikasi fasilitasi yang diperlukan dari pemerintah untuk mampu menghadapi pasar (society driven). Selanjutnya, pada masa lalu, konsep-konsep pembangunan pertanian banyak disusun di pusat dengan peran daerah sebagai lokasi dan pelaku konsep. Maka pada era otonomi daerah ini masyarakat di daerah dengan bimbingan pemerintah daerah bersama-sama menyusun konsep pembangunan sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat serta potensi dan kondisi daerah. Sebagai daerah otonom, masyarakat dengan bimbingan Pemda dapat menggunakan sumberdaya yang ada di daerah dan sumberdaya yang berasal dari pemerintah pusat dapat menyusun konsep pembangunan daerahnya masing-masing. Dengan konsep ini, maka pembangunan daerah berbasis agribisnis
dapat
spesialisasinya. ditingkatkan
mengoptimalkan Dengan
untuk
pemanfaatan
spesialisasi,
memperoleh
maka manfaat
sumberdaya
efisiensi
lokal
sumberdaya
sebesar-besarnya
dan dapat
dengan
memanfaatkan pula cakupan (pasar) daerah lainnya. Demikian pula daerah lain, dibangun dengan konsep sesuai dengan potensi sumberdaya lokal dan spesialisasi yang ada, dengan memperhatikan potensi pasar daerah di sekitarnya. Dengan demikian, pembangunan di setiap daerah akan spesifik dan memiliki keterkaitan dan saling-ketergantungan yang menguntungkan dengan daerah sekitarnya. Dengan pola semacam ini maka tercipta saling ketergantungan antar daerah dalam suatu wilayah dan antar wilayah dalam negara kesatuan Republik Indonesia (inter-region economic system/network). Prinsip pembangunan agribisnis yang diterapkan di daerahnya tetap berlandaskan pada kemampuan dan aktivitas masyarakat yang difasilitasi oleh fungsi-fungsi pemerintah serta mekanisme pasar. Dengan demikian, dinamika usaha dapat berjalan dengan baik dan keterhubungan dengan pasar dunia secara langsung (ekspor) dan tidak langsung melalui komoditas impor yang masuk dapat dilakukan dengan baik. Dengan keterhubungan ini maka sistem agribisnis di setiap daerah dapat meningkatkan daya saing usaha agribisnisnya sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat dan wilayah masing-masing. Peran pemerintah pusat kemudian adalah menyediakan fasilitasi yang bersifat nasional, dalam hal ini adalah hubungan antar negara (langsung) dan hubungan antara pasar lokal dengan pasar internasional/global {tidak langsung,
melalui
internasional.
mediasi
pasar
atau
lembaga
(kerangka
perjanjian)
26
Dalam kaitan dengan globalisasi fungsi pemerintah pusat (nasional) bersama-sama dengan pemerintah daerah adalah menjamin bahwa inter-region economic system ini berjalan efisien sehingga daya saing seluruh sistem akan tinggi. Hal nyata yang perlu dilakukan adalah menghilangkan hambatanhambatan hubungan ekonomi antar daerah sehingga arus output dari usaha agribisnis dari satu daerah ke daerah lain akan efisien sehingga sampai di tingkat konsumen dapat bersaing dengan barang dan jasa dari komoditas impor. Hambatan-hambatan ini dapat dalam bentuk nilai uang, yaitu retribusi dan pajak perdagangan komoditas dan hasil usaha agribisnis maupun hambatan dalam bentuk peraturan dan standar kualitas lokal yang dapat menghambat arus dan daya saing barang sampai ke konsumen. Upaya pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah menjamin terciptanya iklim usaha yang meniadakan hambatan dan perbedaan peraturan antar daerah yang seringkali secara relatif lebih mengikat dan lebih rinci daripada peraturan yang ada di pasar internasional atau yang diterapkan pada komoditas impor yang masuk ke pasar lokal. Efisiensi dan inter-region economic system sebagaimana digambarkan di atas kemudian dapat membentuk sistem yang disebut Indonesia Incorporated. Dengan demikian, konsep tersebut di atas dilakukan dengan prinsip Pembangunan Daerah berbasis Agribisnis sebagai bagian dari NKRI – Indonesian Incorporated (Gambar 4). Istilah Indonesia Incorporated ini memang tidak baru, namun dalam konteks pembangunan daerah berbasis agribisnis terutama dalam kerangka otonomi daerah dan globalisasi, konsep menjadi lebih penting untuk dipikirkan kembali dan diterapkan karena dengan adanya otonomi daerah telah terjadi beberapa paradoks. Paradoks yang pertama adalah di satu pihak kita harus goglobal/international, namun dalam otonomi daerah telah terjadi go-local, daerah dan bukan domestik/nasional, yang didukung dengan berdirinya tembok penghambat arus dan mobilitas sumberdaya. Yang terjadi kemudian adalah timbulnya paradoks yang kedua, pada saat perkembangan era yang menuntut adanya daya saing global dan keterhubungan pasar, otonomi daerah cenderung menghidupkan segmentasi pasar. Selanjutnya, paradoks yang ketiga adalah dengan bahwa sesuai dengan efisiensi, spesialisasi dapat meningkatkan efisiensi dan optimalisasi output, namun dengan otonomi
27
Gambar
4.
Otonomi daerah dalam wadah NKRI Incorporated) di Era Global (IFAD, 2002)
(Indonesia-
daerah, yang terjadi saat ini adalah setiap daerah ingin mengembangkan ragam usaha
secara
lengkap
di
wilayahnya
masing-masing,
dengan
alasan
memanfaatkan sumberdaya secara optimal untuk kepentingan daerahnya. Spesialisasi sesuai potensi sumberdaya fisik dan non-fisik seringkali dilupakan atau tertutupi oleh kepentingan lain yang seringkali bersifat jangka pendek. Fanatisme dan pandangan sempit semacam ini perlu dihilangkan dan dihindari untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lokal dan nasional secara optimal. Dalam Gambar 4, hal ini dilambangkan pada garis putus-putus yang menggambarkan batasan daerah dan wilayah yang harus lebih tipis dari batasan nasional/negara dengan pasar global dan negara lain.
28
Pembangunan daerah berbasis agribisnis harus dapat membentuk hubungan antar daerah (inter-region economic system) dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia (Indonesia Incorporated) sebagai satu kesatuan wilayah ekonomi regional, sebagaimana states di Amerika Serikat dan negara di dalam wadah Uni Eropa. Dalam kaitan dengan globalisasi disadari bahwa tidak semua usaha agribisnis dapat diberlakukan berlandaskan pada mekanisme pasar murni. Pada saat ini sektor pertanian menghadapi persaingan dari pasar dunia yang dipengaruhi oleh kebijakan pertanian di negara-negara pengekspor komoditas pertanian. Dengan adanya pengaruh kebijakan dalam negeri negara lain yang mempengaruhi perilaku mereka di pasar dunia ini telah menjadikan pasar dunia tidak lagi dalam kondisi "persaingan sempurna". Negara besar dari skala usaha agribisnisnya dan dari skala kekuatan politiknya yang dimotori oleh perusahaan multinasional, kemudian dapat menjadi monopoli dalam kekuatan ekonomi politik (political economy). Dalam teori ekonomi memang dapat dipisahkan antara kekuatan ekonomi yang dapat dilakukan melalui mekanisme pasar murni, dan kekuatan politik yang dilakukan melalui mekanisme diplomatik. Namun demikian, dalam hubungan antar negara, kedua hal ini sangat erat kaitannya, karena setiap negara mempertahankan national incorporated-nya masing-masing. Implikasi bagi pembangunan daerah di Indonesia adalah pembangunan daerah harus menghindarkan diri dari langkah-langkah yang lebih mementingkan local/region corporation yang kemudian mengalahkan Indonesia Incorporated yang dimaksud di atas. Penurunan hambatan antar daerah, keselarasan sistem di setiap daerah dan penumbuhan saling ketergantungan yang menguntungkan kedua pihak sangat diperlukan. Dengan terwujudnya kesatuan sistem dalam Indonesia Incorporated ini kemudian negara yang diwakili oleh pemerintah pusat dapat
melakukan
diplomasi
ekonomi
untuk
memperjuangkan
konsep
pembangunan pertanian dan pemanfaatan sumberdaya alam pada umumnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Langkah konkrit dari fasilitasi pemerintah pusat untuk memperjuangkan inter-region economic system berbasis agribisnis dalam wadah NKRI (Indonesia Incorporated) ini dalam forum internasional sangat diperlukan. Langkah ke dalam yang juga perlu dilakukan dalam konteks global adalah penegasan adanya bidang agribisnis yang dapat dan tidak dapat dilepaskan pada mekanisme pasar,
29
termasuk kebijakan yang dapat mengurangi dampak yang merugikan bagi kesejahteraan masyarakat, dan penyiapan serta penerapan (enforcement) infrastruktur (software/regulasi) ekonomi yang dapat menjamin mekanisme pasar berjalan dengan fair.
2.8 Kebijakan Pemerintah Daerah Yopie (2004) menyatakan bahwa upaya terencana untuk merealisasikan pencapaian Visi dan melaksanakan Misi Kota Bogor, strateginya adalah “Prakarsa Bogor”. Prakarsa Bogor meliputi lima prioritas pembenahan yakni: (1). Pembenahan aspek fisik dan lingkungan, (2) Aspek sumber daya manusia, (3) Aspek agama dan sosial budaya, (4) Aspek ekonomi ; dan (5) Aspek politik. Pembenahan aspek ekonomi yang diupayakan pada pembangunan ekonomi yang bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat. Keberhasilan aspek ekonomi antara lain diukur dari terwujudnya Kota Bogor menjadi bursa perdagangan komoditi-komoditi penting di tingkat regional, nasional maupun Internasional. Komoditi penting tersebut merupakan hasil produksi masyarakat Kota Bogor. Sedangkan bursa yang terbentuk dapat berupa pasar tradisional, modern, maupun pasar maya di internet. Untuk mencapai tujuan di upayakan melalui strategi sebagai berikut : 1).
Pemberian insentif yang memadai bagi investor yang membuka sentrasentra ekonomi baru di pelosok kota, antara lain dalam bentuk-bentuk penyediaan fasilitas penunjang, dan pemberian keringanan pajak-pajak daerah,
2).
Menjadikan Kota Bogor sebagai Big Station yang menjadi tempat transit semua arus barang dan jasa di bidang pertanian, peternakan, industri kecil, makanan-makanan khas, dan hasil kesenian antara lain dengan membuat pasar induk, komplek pergudangan, dan pusat-pusat pameran untuk memaksimalkan kapasitas perdagangan pada tingkat regional dan nasional. Penyediaan pasar induk harus di dukung oleh mekanisme pengaturan penggunaan sebagai pasar massif yang hidup 24 jam dengan pembagian siang hari pasar eceran dan malam hari pasar grosir atau kulakan,
30
3).
Menjadikan pasar tradisional sebagai basis pemasaran produk dari daerah Bogor sendiri sekaligus sebagai pasar induk bagi pembeli dari luar dengan skala pembelian volume kulakan, untuk di jual kembali di pasar Jakarta.
4).
Peningkatan produk andalan di bidang agroindustri dari segi kuantitas maupun kualitas seperti kacang Bogor, nenas Bogor, asinan Bogor, talas Bogor dan sayur mayur agar bisa mensuplay pasar yang lebih besar, sehingga
menjadi
ujung
tombak
dan
sekaligus
lokomotif
menggelindingkan roda perekonomian Kota Bogor menjadi lebih pesat, 5).
Penataan sentra-sentra produksi produk unggulan dan khas Bogor secara terencana sesuai dengan mekanisme dan alur produksi termasuk kemungkinan menyediakan sentra produksi di lingkungan pemukiman baru,
6).
Penyediaan lokasi pedagang kaki lima di lingkungan perumahan dan prasarana umum lainnya seperti pasar, terminal, kampus, stasiun, komplek perkantoran, pusat pembelanjaan, sekolah dan rumah sakit,
7).
Membangun data base ( pusat data ) dan jaringan informasi potensi ekonomi daerah untuk di hubungkan dengan pasar regional, nasional dan Internasional sebagai pintu gerbang perdagangan global,
8).
Memanfaatkan hasil penelitian lembaga-lembaga ilmiah yang ada di kota Bogor untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi serta terbukanya alternatif-alternatif garapan produksi baru sebagai bagian dari inovasi yang bernilai tambah bagi konsumen dan produsen,
9).
Mempelopori sistem standarisasi ISO 9002 (sertifikat kualitas sistim manajemen) untuk Pemerintah Kota Bogor agar legitimated sebagai Kota Internasional dengan manajemen pelayanan yang memenuhi standar Internasional,
10).
Pemangkasan atau deregulasi prosedur perizinan dalam birokrasi pemerintah kota Bogor yang di pandang sebagai salah satu mata rantai penyebab ekonomi biaya tinggi,
11).
Menggalang
kehadiran
investor
swasta
dalam
proyek dan mendinamisasi kehidupan ekonomi di daerah,
pembiayaan
31
12).
Meningkatkan fungsi dan peran koperasi antara lain melalui peningkatan kemampuan para pengelola koperasi, meningkatkan kerjasama koperasi dengan BUMN/BUMD dan pihak swasta serta pemberian bantuan modal usaha koperasi,
13).
Mengembangkan pengusaha kecil antara lain melalui pembinaan dan pelatihan dalam rangka penguasaan teknologi, pemberian kredit dan meningkatkan kemitraan yang saling menguntungkan antara swasta dan pengusaha kecil.
14).
Mengoptimalkan peran BUMD dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Keempat belas strategi tersebut di atas, telah meliputi / mencakup
program-program di sektor industri, sektor pertanian, perdagangan, koperasi dan UKM, serta subsektor lainnya. Kebijakan pembangunan pertanian tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 17 tahun 2004 tentang rencana strategis Kota Bogor Tahun 2005 – 2009 merupakan rencana lima tahunan yang menggambarkan Visi, Misi, Tujuan,
Sasaran,
Kebijakan
dan
Program
Daerah.
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan Visi dan Misi
Untuk
mewujudkan
dituangkan dalam
Keputusan Walikota Bogor Nomor : 050.45 - 233 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Bogor tahun 2005. Visi Kota Bogor adalah Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah. Implementasi visi tersebut
dijabarkan
dalam beberapa misi, diantaranya adalah mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada. Tujuannya adalah meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor pertanian berbasis agribisnis, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya ketahanan pangan dan berkembangnya usaha agribisnis. Kebijakan yang ditempuh adalah memantapkan ketahanan pangan serta mengembangkan berkelanjutan.
agribisnis
yang
berdaya
saing,
berkerakyatan
dan
Dengan memperhatikan hal tersebut, program prioritas yang
dilaksanakan adalah Penanggulangan Kemiskinan. (Pemerintah Kota Bogor, 2004)
32
Berbeda dengan kawasan/wilayah non perkotaan, pertanian di wilayah perkotaan seperti halnya di Kota Bogor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1).
Rata-rata pemilikan lahan yang relatif sangat sempit, seiring dengan derasnya alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian.
2).
Petani (pelaku agribisnis) sangat mobile disertai dengan keterdedahan informasi (information exposure) dari luar sangat tinggi.
3).
Menghendaki pengelolaan sumber daya alam dan faktor produksi secara efisien.
4).
Berorientasi pasar (kualitas, kuantitas, kontinyuitas) harus prima sesuai permintaan pasar.
5).
Menghendaki pengelolaan yang ramah lingkungan. Dengan memperhatikan ke lima ciri pertanian di wilayah perkotaan
tersebut, maka pembangunan pertanian di Kota Bogor dilaksanakan melalui “Pengembangan Agribisnis Perkotaan”. Arah kebijaksanaannya adalah menuju agribisnis perkotaan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan lokal spesifik. Agribisnis perkotaan yang berdaya saing dicirikan oleh :1) Tingkat efisiensi tinggi. 2) Mutu produk prima,sesuai permintaan pasar. 3) Harga wajar. 4) Biaya produksi wajar. 5) Mampu menerobos pasar. 6) Mampu meningkatkan pangsa pasar. 7) Mampu meningkatkan pelayanan secara memadai. Paradigma orientasi pasar adalah ”Produce what you can market“ bukan “market what you can produce” kondisi awal adalah efisiensi rendah, ekonomi biaya tinggi, mutu produk beragam dan kesulitan bersaing di pasar global. Agribisnis perkotaan yang berkerakyatan dicirikan oleh berkembangnya usaha produktif yang melibatkan masyarakat secara luas, baik dalam peluang berusaha,
kesempatan
kerja
maupun
dalam
menikmati
nilai
tambah
(pendapatan). Hal ini tidak berarti harus hanya memperhatikan usaha kecil dan menengah saja, tapi juga usaha skala besar dalam konsep kerjasama (kerjasama yang win-win) dengan usaha kecil dan menengah dan mempunyai dampak
multiplier
yang
besar.
Dalam
mewujudkan
agribisnis
yang
berkerakyatan, peningkatan kemampuan sumber daya menusia dan organisasi ekonomi, seperti usaha rumah tangga, koperasi, usaha kecil/menengah beserta
33
jaringan usahanya (net work business) harus menjadi perhatian utama untuk dipromosikan. Kondisi awal yang dijumpai : pasar UKM dan koperasi masih kecil, pasar lebih dikuasai oleh usaha skala besar, serta keterampilan/kewirausahaan UKM dan koperasi rendah. Agribisnis perkotaan yang berkelanjutan, diartikan sebagai kemampuan untuk meningkatkan kapasitas agribisnis yang semakin besar dari waktu ke waktu, yang semakin mensejahterakan masyarakat baik secara ekonomis, sosial dan lingkungan hidup.
Karena dalam sistem dan usaha agribisnis, terdapat
keterkaitan yang sangat kuat antara kepentingan para pelakunya antara lain konsumen, maka distribusi insentif ekonomi (margin) dan manfaat diantara pelaku agribisnis merupakan faktor yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan usaha agribisnis ini. Pengembangan kelembagaan dari organisasi dalam bidang ekonomi hendaknya dibangun dengan mengindahkan organisasi dan kelembagaan lokal yang telah ada menuju ke arah kelembagaan yang modern secara selektif dan bertahap. Pada akhirnya diharapkan dapat terbangun suatu sistem yang berakar kokoh dalam budaya bangsa (nasional maupun lokal) namun akomodatif terhadap perkembangan zaman, perkembangan teknologi dalam sistem dan usaha agribisnis dari hulu sampai hilir diarahkan kepada teknologi yang ramah lingkungan. Kondisi awal : aspek lingkungan belum mendapat perhatian yang cukup, keberlanjutan usaha belum mapan. Agribisnis perkotaan yang lokal spesifik diartikan, bahwa kegiatan pengembangan agribisnis perkotaan tersebut ditentukan oleh masyarakat pelaku sesuai dengan kondisi wilayahnya atau atas dasar keunggulan komperatif dan aspirasi masyarakat setempat. Oleh karena itu sistem pelayanan pemerintah, sistem penunjang dan pemberdayaan masyarakat akan bersifat lokal, beragam dan harus dilakukan oleh daerah setempat. Dengan demikian pembangunan sistem agribisnis akan bersifat lokal spesifik. Secara alamiah pembangunan sistem agribisnis perkotaan ini pada hakikatnya merupakan pembangunan daerah. Hal ini sesuai dengan esensi otonomi daerah, yakni melakukan desentralisasi dan pemerataan pembangunan yang berkeadilan. Pembangunan daerah telah diterapkan sejak lama, namun masih tetap menjadi topik penting yang terus diulas, karena makna dari pembangunan
34
daerah pada masa lalu dan saat ini sangat berbeda. Dengan adanya UU No. 32 tahun 2004, maka pemerintah daerah mempunyai otonomi untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan kondisi lokalnya. Dengan otonomi pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengelola rumah tangganya sendiri. Penyerahan ini dimaksudkan untuk menciptakan pengelolaan pembangunan daerah yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi sumber daya wilayah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat, seyogyanya kebijakan
akan
mempengaruhi
perekonomian
dalam
sebuah
wilayah,
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga Independen “independent institutional” SMERU pada tahun 2001 dalam kajiannya tentang otonomi daerah dan iklim usaha, bahwa untuk menilai pengaruh kebijakan terhadap ekonomi akan terlihat pada nilai Produk Domestik Regional Bruto. Kebijakan pembangunan Kota Bogor tersusun dalam program Prakarsa Bogor yang melakukan pembenahan lima aspek dalam memperbaiki struktur ekonomi, aspek tersebut adalah 1) aspek fisik dan lingkungan; 2) aspek sumber daya manusia; 3) agama dan sosial budaya; 4) ekonomi; dan 5) politik. Searah dengan visi misi bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor
pertanian
termasuk
sub
sektor
perikanan
berbasis
agribisnis.
Karakterisitik masyarakat Kota Bogor yang mempunyai mobilitas tinggi, lahan yang sempit, informasi teknologi yang mudah diakses menuntut kualitas dan kuantitas produk perikanan tinggi, pembangunan Kota Bogor yang konseptual adalah agribisnis perkotaan yang dapat memacu sektor pertanian secara umum. Data statistik Produk Domestik Bruto tahun 2005 bidang pertanian secara umum baru mampu memberikan konstribusi 0,36 % sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah perdagangan , hotel dan restoran sebesar 30,03 %.
Ini berarti sinkronisasi sebuah kebijakan dengan program
perlu ditindaklanjuti secara cermat.
Kondisi Kota Bogor yang strategis dekat
dengan Ibu Kota Negara menjadi pusat perdagangan barang dan jasa setelah Kota Jakarta hal inilah yang menyebabkan sektor tersier meningkat, padahal sektor primer merupakan sektor vital. Kebijakan Pemerintah merupakan faktor pendukung yang penting karena merupakan based strategy untuk pengembangan perikanan ke depan. Strategistrategi yang ditetapkan bersifat bottom up artinya keikutsertaan masyarakat dalam menyusun sebuah strategi lebih dilibatkan dan menjadikan masyarakat
35
sebagai pusat. Kebijakan dimasa lalu seringkali mendiskrimatifkan masyarakat sebagai objek akibatnya pelaksanaan strategi yang tetapkan oleh pemerintah tidak memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. Otonomi
Daerah
(OTDA)
memberikan
perkembangan pembangunan di Kota Bogor.
pandangan
baru
bagi
Konsep agribisnis perkotaan
dilakukan sejak tahun 1999 yang melibatkan berbagai tingkatan stakeholder dibidang pertanian diantaranya dibidang perikanan sehingga menjadikan Kota Bogor sebagai sentra ikan hias yang direalisasikan dengan pembangunan Terminal Agribisnis yang terletak di Rancamaya.
Keseimbangan kebijakan
pemerintah tidak bertolak belakang dengan kapasitas pendukung seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar baik regional maupun internasional. Berdasarkan Perda No 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Tahun 1999-2009) Fungsi Kota Bogor adalah :1) Sebagai Kota Perdagangan; 2) Sebagai Kota Industri; 3) Sebagai Kota Permukiman; 4) Wisata Ilmiah; dan 5) Kota Pendidikan. Salah satu kebijakan pemerintah Kota Bogor terkait pengembangan agribisnis pertanian termasuk sub-sektor perikanan termaktub dalam misi “mengembangkan perekonomian nasyarakat dengan titik berat pada jasa yang mengoptimalkan
pemanfaatan
sumberdaya
yang
ada”,
bertujuan
1) Mengembangkan industri rumah tangga, kecil, dan menengah yang tangguh dan mandiri; 2) Meningkatkan perdagangan dan distribusi barang/jasa; 3) Meningkatkan peran
koperasi
dan UKM; 4) Meningkatkan peran ekonomi masyarakat miskin;
5) Meningkatkan penanaman modal; 6) Meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor pertanian berbasis agribisnis; dan 7) Mengembangkan pariwisata daerah.
Dengan kebijakan 1) Meningkatkan dukungan bagi penguatan
usaha industri rumah tangga kecil dan menengah; 2) Mengembangkan jaringan yang menjamin
lancarnya distribusi barang dan jasa serta meningkatkan usaha ekspor
daerah; 3) Meningkatkan usaha ekspor daerah; 4) Meningkatkan pertumbuhan koperasi dan UKM; 5) Memberdayakan kemampuan usaha masyarakat miskin; 6) Menciptakan iklim
investasi
yang
kondusif;
7)
Memantapkan
ketahanan
pangan
serta
mengembangkan agrobisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan; dan 8) Mengembangkan pariwisata yang berbasis potensi daerah. Strategi ini berfokus pada penanggulangan kemiskinan dengan program dasarnya adalah sebagai berikut : 1) Pengembangan Industri Rumah Tangga,
36
Kecil, dan Menengah; 2) Pengembangan Perdagangan dan Sistem Distribusi; 3) Pengembangan Ekspor; 4) Pengembangan Koperasi dan UKM; 5) Penataan Pedagang Kaki Lima; 6) Pengembangan Penanaman Modal; 7) Peningkatan Ketahanan Pangan; 8) Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis; dan 9) Pengembangan Pariwisata Daerah Menjadikan Kota Bogor sebagai “Agribisnis Perkotaan” adalah komitmen pemerintah Kota dalam mengangkat perekonomian di bidang pertanian secara umum.
Agribisnis mempunyai peran dalam pembangunan daerah yang
dikelompokan menjadi dua yaitu, peran dan manfaat di dalam suatu daerah (intra-region), dan peran dan manfaatnya terhadap beberapa perekonomian wilayah (inter-region). Konsep pembangunan agribisnis pada hakikatnya adalah pemusatan dari kegiatan pertanian baik dari sub sistem hulu sampai dengan sub sistem hilir yang memberikan dampak terhadap perubahan perekonomian. Kebijakan pemerintah sangat berpangaruh dalam menentukan strategi pembangunan, bila kebijakan tidak sesuai dengan permasalahan riil dan informasi pendataan yang tidak akurat maka strategi pembangunan tidak tercapai bahkan menambah problema baru sehingga pembangunan menjadi terhambat. Ketimpangan kebijakan pada dasarnya berawal dari penentuan sebuah masalah berkelanjutan tidak tercapai dengan baik. Kebijakan yang diambil dalam pengembangan strategi pembangunan Kota Bogor dengan memantapkan ketahanan pangan serta mengembangkan agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan.
2.9 Pendapatan dan Sektor-sektor Perekonomian Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu Negara atau daerah pada dasarnya adalah meningkatnya kemampuan untuk mempertinggi tingkat pendapatan masyarakat. Oleh karena itu pembangunan ekonomi dipandang sebagai suatu proses yang menyebabkan meningkatnya pendapatan masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Pendapatan ataupun pertumbuhan ekonomi suatu Negara atau daerah dapat diukur dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) maupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan kata lain PDRB menggambarkan keadaan ekonomi nasional atau daerah baik pada tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan perkapita maupun struktur ekonominya (Mattola, 1985 dalam Mulyani, 1997)
37
PDRB berperan dalam membuat perencanaan dan kebijaksanaan pembangunan ekonomi suatu daerah. Selain itu, PDRB juga dapat menentukan arah pembangunan serta mengevaluasi hasil pembangunan. PDRB ini merupakan hasil penjumlahan seluruh nilai bruto dari seluruh unit kegiatan ekonomi yang dihasilkan dalam batas-batas suatu wilayah pada periode tertentu yang biasanya selama periode satu tahun (Suryadi, 1997). PDRB dapat dijadikan indikator untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral agar dapat dimonitor sektor-sektor apa saja yang menyebabkan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut, sehingga ada prioritas pada sektor itu. PDRB dibagi menjadi dua yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. Untuk kepentingan analisa dalam pengukuran perubahan tingkat kemakmuran secara riil digunakan perhitungan atas dasar harga konstan. Sedangkan untuk melihat pengaruh yang terjadi bila masih termasuk inflasi dan menggunakan tingkat harga nominal, maka PDRB atas dasar harga berlaku yang digunakan. 2.10 Agribisnis Perikanan Berkaitan
dengan
pengembangan
agribisnis
perikanan,
menurut
Monintja, 1999 dalam Fatchiya, (2002), agribisnis perikanan perlu dikembangkan dengan empat alasan, yaitu : 1)
Perikanan sebagai satu sumber pertumbuhan bagi ekonomi Indonesia,
2)
Sebagai usaha reorientasi kebijaksanaan pembangunan sub sektor perikanan dengan memberi peranan lebih besar kepada sektor swasta,
3)
Sebagai pelaksanaan diversifikasi secara horizontal dan vertikal,
4)
Perubahan orientasi bisnis berdasarkan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif Diuraikan lebih lanjut bahwa, pengembangan agribisnis perikanan
memerlukan beberapa kondisi yang kondusif yaitu : 1) eksistensi semua komponen
(subsistem)
agribisnis
di
lokasi/wilayah
pengembangan,
2) keserasian/keterkaitan yang tinggi antar sub system, 3) kejelasan tanggung jawab, resiko, insentif pada setiap simpul ikatan, 4) kehadiran wirausaha dan 5) jalinan kemitraan.
38
Rahardi, et al (2000) menjelaskan bahwa dalam bisnis perikanan, manajemen diperlukan agar bisnis dapat berjalan lancar dan mendapat hasil seperti yang diharapkan. Manajemen yang berbeda dibutuhkan untuk kegiatan yang berbeda di bidang perikanan ini. Selanjutnya dinyatakan bahwa terdapat tiga aspek utama yang penting untuk diketahui dalam manajemen bisnis perikanan, yaitu sebagai berikut : 1)
Aspek Produksi Manajemen produksi mencakup perencanaan produksi dan pengendalian proses produksi. Didalamnya terdapat pula pengambilan keputusan dalam bidang persiapan dan proses produksi untuk jangka pendek, menengah atau panjang. Dengan demikian diharapkan petani ikan dapat berproduksi secara lebih efisien.
2)
Aspek Pemasaran Menejemen pemasaran mencakup kegiatan untuk mendistribusi-kan hasil produksi ke tangan konsumen. Kegiatan tersebut seperti menentukan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pemasaran, melihat ada tidaknya persaingan dan menentukan strategi pemasaran yang harus dijalankan.
3)
Aspek Keuangan Menejemen keuangan meliputi kegiatan mengelola keuangan dalam suatu
usaha.
Didalamnya
termasuk
cara
mendapatkan
dan
mengalokasikan dana untuk suatu usaha. Pengembangan agribisnis ikan hias memiliki prospek yang cerah. Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang potensial untuk dijadikan sumber penghasil devisa negara. Ekspor ikan hias pada tahun 2002 baru mencapai USD 15 juta. Angka ini meningkat 1% bila dibandingkan tahun 2001, tetapi masih jauh dari potensi ekspor ikan hias Indonesia yang diperkirakan mencapai USD 45-60 juta. Sampai saat ini, Indonesia hanya menguasai sekitar 6% pangsa pasar ikan hias dunia, jauh lebih kecil dari singapura yang mencapai 38,5%. Padahal sebagian besar kebutuhan ikan hias Singapura di pasok dari Indonesia. (Sumpeno , 2003). Hal tersebut karena didukung oleh potensi antara lain :
39
1) Sumber daya alam (Biota ikan, kualitas air, iklim, lingkungan); banyak jenis komoditas ikan hias yang sudah cukup mudah dikembangbiakan di Bogor. 2) Sumber daya manusia (keterampilan dan budaya); pembudidaya ikan hias Bogor minimal sudah banyak yang menguasai teknologi produksinya, serta tidak sedikit pula yang telah memahami tata niaga ikan hias. 3) Akses Pasar ; Kota Bogor disamping daerah tujuan wisata yang cukup menarik, juga memiliki kemudahan terhadap simpul-simpul jasa distribusi seperti jasa transportasi, jasa informasi. 4) Sarana dan prasarana, Kota Bogor memiliki lembaga-lembaga dan industriindustri penunjang yang dapat mendukung kegiatan budidaya ikan hias seperti lembaga pendidikan, Perguruan Tinggi, Industri pakan ikan, peralatan perikanan, obat-obatan, dan sebagainya. Ikan hias adalah usaha perikanan yang mampu memberikan kontribusi besar bagi setiap pelaku usaha dibidangnya. Sedikit lahan yang dibutuhkan tapi manfaat yang dihasilkan besar. Ikan hias di Indonesia bukan hanya sebagai hobiis tetapi sebuah usaha besar (Big bussines) karena hobiis ikan hias terbanyak ada di manca negara, peluang ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha ikan hias. Selain keunggulan aneka hayati, Indonesia juga merupakan negara yang mempunyai musim teratur yaitu musim panas dan musim hujan, bila dibandingkan negara-negara asia maupun eropa mengalami beberapa musim salah satunya musim panas sehingga produksi ikan hias terganggu. Prospek ikan hias dipengaruhi juga oleh modal sosial (social capital), Pearce dan Barbier (2000) menyatakan bahwa social capital berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi karena ada faktor-faktor berikut : 1) arus informasi akan lebih cepat bergerak antar gen ekonomi jika Prospektif ikan hias adalah pola kelanjutan dalam pembangunan ekonomi
social capital cukup baik;
2) kepercayaan (trust) yang menjadikan komponen utama social capital akan mengurangi biaya pencarian informasi sehingga mengurangi biaya transaksi; 3) social capital
yang baik akan mengurangi kontrol pemerintah sehingga
pertukaran ekonomi lebih efisien. Output social capital terciptanya pembangunan berkelanjutan adalah mengandung pengertian yaitu, dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa akan datang, interaksi antara sistem
40
ekonomi dan sistem sumberdaya alam dan lingkungan.
Beberapa pakar
mengatakan keberlanjutan secara statik dan dinamik yang artinya keberlanjutan statik diartikan sebagai pemanfaatan sumberdaya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara kelanjutan dinamik, mengandung pengertian adalah; dimensi waktu Dengan demikian, selain dari peluang pasar prospek ikan hias akan lebih baik lagi jika didukung dengan social capital yang baik pula.
Komponen-
komponen sosial yang dapat ditingkatkan oleh pemerintah beserta toko-toko pengembangan lainnya adalah dengan meningkatkan sumberdaya manusia sesuai dengan standar internasional. Sebagai contoh negara yang mempunyai social capital baik adalah Singapura, Malaysia, dan negara-negara Asia Eropa lainnya.
Pada prinsipnya setiap produksi yang dihasilkan selalu berorientasi
pada permintaan pasar (demand) keberlanjutan dari sebuah usaha tergantung dari peluang pasar yang diciptakan semakin tinggi peluang tersebut maka produksi akan semakin banyak begitu juga sebaliknya semakin sedikit peluang permintaan maka produksi akan semakin sedikit pula. Over capacity tidak akan terjadi terhadap ikan hias air tawar hal ini dapat dilihat dari hasil produksi per tahun Indonesia sebesar 830.576 kg atau senilai USD 7.484.913, angka ini bila dibandingkan dengan pasar prospektif sebesar 4.454.343 kg atau senilai USD 4.454.343. Berarti hasil produksi Indonesia baru tercukupi 5%, negara-negara kategori pasar produktif adalah Cina, Korea Selatan, Malaysia, Filiphina, Hongkong, Taiwan, Singapura, Thailand, Vietnam, India, Arab Saudi, Srilanka, Kanada dan Australia.
2.11 Ikan Hias Sebuah catatan dari “ The 9th International Aquarium Fish dan Accessories exhibition and Conference-Aquarama” 26-29 Mei 2005 di Singapura Nilai perdagangan ikan sebagai ikan hias hanya sekitar 0,4% (20 juta USD), sementara ikan sebagai makanan dan komoditas perdagangan masing-masing sebesar 90,2% (48.000 juta USD) dan 9,4% (5.000 juta USD). Berdasarkan data FAO (2004), produksi serta perdagangan ikan hias dan tanaman hias hasil budidaya air tawar masih memiliki kontribusi yang besar terhadap industri ikan hias dunia. Nilai industri ikan hias dunia diestimasi bervariasi antara 1-5 milyar USD. Sementara itu nilai ekspor ikan hias dan tanaman hias dunia tahun 2003
41
sekitar 200 juta USD atau mengalami peningkatan 7-8% per tahun sejak tahun 1990-an. Penyuplai ikan hias dunia masih didominasi oleh Asia dengan kontribusi 65%, sedangkan selebihnya disuplai oleh Eropa dengan kontribusi 19%; dan Oceania, Afrika dan Amerika utara dengan kontribusi sebesar 16%. Dari konteks secara global, perdagangan ikan hias dunia menunjukan tanda-tanda stagnasi dan kejenuhan akibat menurunnya impor dunia walaupun ekspor dunia mengalami peningkatan. Perkembangan pasar tujuan saat ini menunjukkan bahwa AS masih menjadi pasar utama. Pada tahun 2003, AS mengimpor ikan hias dengan nilai 41 juta USD berasal dari 60 negara eksportir yang didominasi oleh Thailand (18,2%) dan Singapura (18,2%), serta Indonesia (12,2%). Pada tahun 2004, Singapura dengan pangsa pasar 19,4% telah mengungguli Thailand (19,1%), sementara Indonesia mengalami penurunan menjadi 12,1%. Sementara itu perkembangan negara penyuplai, di Asia, ekspor ikan hias Srilanka menunjukkan peningkatan dibandingkan 10 tahun sebelumnya. Negara ini mengekspor ke 55 negara yang mencakup Uni Eropa, AS dan beberapa negara Asia. Pada tahun 2004, nilai ekspor Srilanka mencapai 750.000 USD. Komoditas ikan hias utama antara lain guppy (kontribusi 60%), swordtails, angels, platies, tetras, berbs, dan indigeneus spesies lainnya.
Dipasar Uni
Eropa, Rep. Czech menjadi trader ikan hias terbesar dengan rata - rata persentase ekspor dan impor per tahun masing-masing sebesar10,3% dan 65%. Ikan hias impor yang berasal dari Singapura (28,9%), Slovakia (22,5%), Vietnam (10,5%), Thailand (8,7%) dan Indonesia (7,9%). Pasar tujuan utama ekspor ikan hias Rep. Czech adalah negara Uni Eropa, antara lain : Jerman, Perancis, Italia, Austria, United Kingdom dan negara Eropa lainnya. Dari isu perdagangan ikan hias dikaitkan dengan konservasi, Marine Aquarium Council (MAC), sebuah lembaga non-profit internasional yang bergerak di bidang konservasi telah mengembangkan sertifikasi ikan hias. Sertifikasi utamanya ditujukan untuk ikan hias dan karang dari laut dan telah dikembangkan sejak November 2001 di beberapa negara seperti Philipina dan Fiji. Sertifikat diberikan kepada kolektor, eksportir, importir/wholesaler, retalier hingga kepada konsumen. Walaupun masih bersifat voluntary, sistem sertifikasi ini nampaknya akan berkembang menjadi elemen pendukung traceability pada perdagangan ikan hias, tanaman dan karang.
42
Terkait dengan regulasi ekspor, impor dan karantina, Uni Eropa sedang menyusun regulasi mengenai aquatic animals termasuk ikan hias.
Regulasi
ditujukan untuk untuk memfasilitasi keamanan perdagangan yang difokuskan pada pencegahan masuknya hama dan penyakit; dan pengawasan terhadap importir/eksportir aquatic animals ke Uni Eropa. Materi utama yang akan diatur dalam regulasi tersebut antara lain : Authorisation of Farms (including importers), Disease Prevention Meassures, Risk-based animal surveillance, Conditions for Placing on the market, Requirements for laboratories and diagnostic services, Notification obligations, Minimum measures for control and eradication, dan conditions for import and transit. Selain itu di Uni Eropa terdapat kecenderungan penolakan terhadap jenis-jenis ikan mutasi gen atau ikan dengan sentuhan biota tertentu seperti, pewarnaan melalui injeksi dengan alasan animal welfare. Melihat trend perdagangan dari sisi pasar tujuan, maka ke depan perdagangan ikan hias masih menghadapi tantangan antara lain : 1. Peningkatan biaya sebagai implikasi dari regulasi impor yang dikeluarkan oleh negara importir.
Biaya tersebut baik yang ditanggung oleh eskportir
seperti : packaging, certification dan sebagainya maupun biaya yang ditanggung oleh importir seperti handling cost, veterinary cost, agents charge, local transport dan import tariff; 2. Ikan hias sebagai komoditas "costumer base" berimplikasi pada pola perdagangannya dipengaruhi oleh selera konsumen. Hasil survey terakhir di pasar utama (Amerika Serikat dan Uni Eropa-15) menunjukkan bahwa konsumen ikan hias mayoritas di kalangan remaja usia 11-15 tahun. Berdasarkan hasil ini menunjukkan bahwa kreatifitas dan inovasi diperlukan untuk menarik mayoritas konsumen baik yang terkait dengan pengembangan teknologi akuarium dan perlengkapannya maupun pengembangan spesies ikan jenis baru; 3. Seasonality of market di Uni Eropa (Jerman dan Perancis) selama setahun menunjukkan pola yang fluktuatif dengan pola penurunan yang terjadi pada bulan April s.d. September, sementara di pasar Amerika Serikat dan Canada polanya
cenderung
stabil.
Informasi
ini
menunjukkan
bahwa
pola
perdagangan ikan hias di pasar tujuan memiliki karakter yang berbeda-beda.
43
Menurut Badan Pengembangan Ekspor Nasional (1994), ikan hias adalah ikan yang mempunyai bentuk, warna dan karakter khas sehingga mampu menciptakan suasana aquarium yang mendukung tata ruang serta mampu memberikan suasana tentram.
Gerakan ikan umumnya lembut khas dengan
perpaduan tanaman dan pendukung lainnya akan selalu menarik minat konsumen, khususnya yang memiliki pendapatan relatif tinggi. Di negara maju popularitas ikan meningkat disebabkan pengaruh sosial budaya masyarakat yang semakin individualistis sebagai salah satu jalan keluar mengatasi kendala kehidupan di kota besar. Di dunia perdagangan, ikan hias Indonesia dikenal sebagai tropical fish. Ikan hias dikenal bermacam-macam jenis. Secara garis besar dibagi empat, yaitu : 1. Ikan hias yang berasal dari air tawar dengan istilah perdagangan freshwater ornamental fish. 2. Ikan hias yang berasal dari laut dikenal sebagai marine ornamental fish. 3. Tanaman hias air tawar dikenal sebagai freshwater ornamental plant atau aquatic plant. 4. Kerang-kerang atau biota laut dikenal sebagai invertebrata. Di Indonesia, memelihara ikan di aquarium memang masih menjadi hobby masyarakat di kota-kota besar. Hobby ini memang masih dirasa mahal bagi sebagian orang dan belum banyak yang menyadari manfaat memelihara ikan di aquarium. Dalam meraih devisa yang lebih besar di sektor non migas, Indonesia mempunyai potensi dan peluang di sektor perikanan. Salah satu jenis usaha perikanan yang paling menonjol adalah usaha ikan hias. Terdapat 1.600 spesies ikan hias dunia
dan sekitar 750 spesies diantaranya berasal dari air tawar.
(Putro, 2003). Pengaruh globalisasi dengan sangat cepat menyusup pada struktur dan strategi badan-badan usaha multinasional.
Persaingan antar industri telah
berubah dengan munculnya kerjasama antara badan-badan usaha yang selama ini saling bersaing, untuk mencapai tingkat keuntungan ekonomi yang tinggi. Dampak daripadanya seringkali sulit untuk diantisipasi karena pengaruhnya dapat saja melanggar kaidah-kaidah ekonomi yang fundamental. Gambaran
44
tersebut sesungguhnya menunjukkan betapa teori keunggulan komparatif tidak lagi sesuai dengan perkembangan ekonomi dunia dewasa ini. Jelas bahwa cepatnya fenomena globalisasi ekonomi tersebut membawa dampak yang sulit, baik untuk negara-negara industri maupun negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Keadaan di atas seringkali lebih dipersulit
dengan semakin tampaknya sifat proteksionistis negara-negara maju dalam perdagangan,
persaingan
tidak
sehat
antara
sesama
badan
usaha
multinasional dalam upaya melestarikan kegiatan ekonominya dan lain sebagainya.
Di pihak lain, seringkali tuntutan keseimbangan neraca
perdagangan antar negara mengakibatkan bentuk perdagangan menjadi semakin tidak dilandasi oleh prinsip-prinsip keunggulan komparatifnya, karena hubungan bilateral menjadi prinsip utama dibandingkan prinsip persaingan. Dengan demikian menjadi semakin penting bagi kita untuk menanamkan wawasan “competitiveness” sebagai landasan pembangunan perikanan. Perkembangan dunia perikanan yang terjadi belakangan ini mengarah kepada era globalisasi dan perdagangan bebas. perubahan
yang
cepat
dan
memberikan
Hal ini menyebabkan
pengaruh
yang
luas
dalam
perekonomian nasional maupun internasional yang berdampak pada pada semakin ketatnya persaingan. Agar suatu sektor ekonomi dapat bertahan dan berkembang dalam situasi persaingan saat ini, maka perlu memiliki daya saing yang tinggi. Daya saing dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan suatu dearah dalam meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja secara terus menerus dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Daryanto (2007), menyatakan bahwa salah satu strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster. Di beberapa negara, industri yang berbasis klaster
telah
terbukti
mampu
menunjukan
kemampuannya
secara
berkesinambungan dalam menembus pasar. Strategi klaster menawarkan upaya pembangunan ekonomi yang lebih efektif dan komprehensif suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana dalam suatu kawasan tersedia sub sistem-sub sistem dalam agribisnis perikanan dari subsistem hulu hingga hilir serta jasa penunjang.
Dengan adanya pemusatan aktivitas tersebut dapat
mengurangi biaya-biaya terutama biaya transaksi dan transportasi antar sub
45
sistem yang terfokus pada komoditas perikanan tersebut. Efisiensi dan efektifitas yang diciptakan, dengan sendirinya akan mampu meningkatkan daya saing produk perikanan baik pada skala domestik maupun internasional. Pendekatan klaster dalam pengembangan sumber daya perikanan dapat diartikan sebagai suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan perikanan disuatu lokasi tertentu.
Upaya ini dilakukan guna meningkatkan
efisiensi dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hulu sampai hilir dalam produksi.
Beberapa faktor kunci yang harus diperhatikan dalam
kluster perikanan antara lain pertama, tercipta kemitraan dan jaringan (networking) yang baik. Tercipta kemitraan dan jaringan yang ditandai adanya kerjasama antara perusahaan merupakan hal yang sangat penting karena tidak hanya untuk memperoleh sumberdaya, namun juga dalam hal fleksibilitas, dan proses pembelajaran bersama antara perusahaan. Kedua, adanya inovasi, riset dan pengembangan. Inovasi secara umum berkenaan dengan pengembangan produk atau proses, sedangkan riset dana pengembangan ilmu pengetahuan. Ketiga,
tersedianya
sumberdaya
manusia
(tenaga
kerja)
yang
handal.
Produktivitas SDM merupakan salah satu indikator keberhasilan dari sebuah klaster. Menurut Daryanto (2007), dikatakan bahwa agar terciptanya kluster tersebut ada tiga kunci utama yaitu : pertama, terciptanya stabilitas ekonomi makro
yang
mantap,
iklim
investasi
yang
kondusif,
dan
terjaminnya
penyelenggaraan hukum yang efisien dan dapat dipercaya; kedua, peningkatan kompetensi sumberdaya manusia dari masing-masing pelaku klaster hendaknya dilakukan dengan cara pengembangan keterampilan dan kecakapan baik melalui pelatihan maupun kegiatan produktif lainnya; dan ketiga, mengembangkan lembaga pendukung terutama kelembagaan pembiayaan, penelitian, penyuluhan dan pendidikan. Tiga hal pokok yang akan dilakukan tentang arah pembangunan ekonomi ke depan, yaitu: a.
membangun perekonomian yang berkeunggulan kompetitif (competitive advantage) berdasarkan keunggulan komparatif (comparative advantage),
b.
menggambarkan sistem ekonomi kerakyatan yang mekanisme pasar yang berkeadilan,
bertumpu pada
46
c.
mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah.
Dalam konteks pola pembangunan tersebut terdapat tiga fase yang dilalui dalam mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, yaitu: a.
fase pembangunan yang digerakkan oleh kelimpahan sumber daya alam (resource driven), Fase ini adalah identik dengan pembangunan berbasis sumber daya
kelautan
dan
perikanan
yang
bercirikan
peningkatan
produksi
melalui
intensifikasi, sub sistem hulu-hilir belum berkembang dan produk akhir didominasi produk primer atau produk yang bersifat natural resources based and unskill labour intensive. Karenanya pembangunan pada fase ini merupakan perekonomian yang berbasis pada sumber daya kelautan dan perikanan. b.
fase pembangunan yang digerakkan oleh investasi ( investment driven) Pembangunan sistem usaha kelautan dan perikanan adalah digerakkan
oleh investasi yang berimbang dari hulu sampai hilir dan sub sistem penunjangnya. Produk akhir fase ini bersifat olahan atau bersifat capital and skill labour
intensive.
Dan
perekonomian
pada
fase
kedua
ini
merupakan
perekonomian berbasis industri. c.
fase ketiga adalah pembangunan yang digerakkan oleh inovasi
(inovation
driven) Sistem usaha kelautan dan perikanan yang digerakkan oleh innovation driven, dicirikan oleh menonjolnya kegiatan riset dan pengembangan. Pada sub sistem hilir digerakkan oleh inovasi-inovasi dalam teknologi proses, teknologi produk, teknologi kemasan. Produk akhir dari sistem usaha kelautan dan perikanan akan didominasi oleh produk-produk yang bersifat technology intensive
and
knowledge
based.
Perekonomian
pada
fase
merupakan
perekonomian berbasis teknologi. Keberlanjutan dari sistem usaha kelautan dan perikanan merupakan upaya untuk senantiasa mengimplementasikan dimensi keberlanjutan, antara lain memelihara kelestarian sistem penunjang kehidupan, mengakomodasikan aspek keadilan dan pemerataan, pemberdayaan kelembagaan (empowering), dan mengakomodasikan prinsip efisiensi dan keadilan alokasi sumber daya alam pada seluruh fase pembangunan. Dengan demikian arah jangka panjang dari pembangunan
kelautan
dan
perikanan
adalah
diarahkan
untuk
47
mentransformasikan
dari
fase
pertama
ke
fase
ketiga
dengan
tetap
mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan melibatkan masyarakat, sehingga memiliki daya saing tinggi pada pasar global. Strategi kluster dalam meningkatkan industri perikanan yang berdaya saing merupakan top strategy. Sistem kluster yang mampu menyerap konsumen 80% karena sebagian besar kebutuhan konsumen terpenuhi. Kluster diterapkan atas dasar perilaku konsumen yang cenderung serba praktis dan berkualitas, background based ikan hias di Kota Bogor memiliki potensi alam yang sangat mendukung seperti ketersediaan air bersih, sarana dan prasarana yang memadai Kota Bogor termasuk produsen sarana dan prasarana perikanan.
Hal inilah
membuat kegiatan ikan hias berjalan serta cost yang di keluarkan (input) sedikit sehingga produksi dapat dioptimalkan. Dari tiga faktor diatas, keunggulan ikan hias di Kota Bogor termasuk dalam fase (inovation driven) artinya, kegiatan dimotori oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun kalangan intelek yang telah memberikan dampak positif terhadap perkembangan ekonomi. Faktor pendukung berkembang ikan hias di Kota Bogor karena terletak pada posisi yang strategi secara garis kontur Kota Bogor berbatasan dengan ibukota negara yaitu Jakarta. Tingkat mobilitas penduduknya tinggi selain itu, Kota Bogor merupakan daerah hinterland bagi Jakarta, informasi yang mudah diakses memudahkan dalam pemasaran ikan hias. Pangsa pasar ikan hias tidak hanya nasional tetapi internasional (ekspor), keberadaan eksportir ikan hias cenderung mempengaruhi tingkat permintaan, bila dibandingkan dengan daerah lain Kota Bogor cukup dikenal oleh kalangan eksportir akan hasil ikan hias, perusahaan-perusahaan swasta yang berfungsi sebagai broker sekaligus pelaku eksportir merupakan sistem penunjang dari usaha ikan hias.
Ikan hias bila dibandingkan dengan ikan konsumsi jelas
berbeda tingkat kebutuhannya, ikan hias hanya digunakan sebagai bentuk keindahan bagi kalangan hobiis-hobiis di luar negeri sehingga tidak heran kebanyakan hasil ikan hias Indonesia termasuk suplier di Kota Bogor di pasarkan di luar negeri (ekspor). Peningkatan daya saing ikan tidak hanya dari sisi teknologi tetapi juga dari sisi harga yang perlu dikembangkan. Tantangan ikan hias yang dihadapi oleh kalangan eksportir seperti negara-negara Asia seperti Cina, Singapura. Negara
48
ini mampu menjual dengan kualitas baik dan harga yang jauh lebih rendah bila dibandingkan Indonesia. Hal ini terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; biaya produksi yang tinggi, biaya transportasi yang begitu tinggi, dan birokrasi tata cara pengiriman barang butuh waktu lama long time yang berdampak pada transaksi antara eksportir dengan importir.
2.12 Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya tentang Strategi Pengembangan Agribisnis Dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor (Nurliani H, 2005) merumuskan beberapa tujuan penelitian diantaranya adalah mengkaji peranan sektor pertanian dan sub sektornya terhadap perkeonomian Kota Bogor. Metode penelitian yang dipakai analisis Location Quontien (LQ) yaitu suatu teknik untuk mengukur konsentrasi suatu
kegiatan
ekonomi
atau
sektor
disuatu
daerah,
dengan
cara
membandingkan suatu kegiatan ekonomi atau sektor disuatu daerah, dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah dengan peranan dari kegiatan ekonomi/sektor yang sama pada tingkat regional atau nasional. Analisis ini digunakan juga untuk mengklasifikasikan sektor x ke dalam kegiatan basis atau non basis di suatu wilayah i. Hasil yang diperoleh nilai LQ sektor pertanian meliputi sub sektor tanaman bahan makanan,sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan. Dari hasil perhitungan LQ berdasarkan indikator pendapatan atas dasar harga konstan selama lima tahun mulai dari tahun 1999 sampai dengan 2003 menunjukan sektor pertanian bukan sektor basis.
Namun demikian dua sub
sektornya yaitu sub sektor perikanan dan sub sektor peternakan merupakan sub sektor basis. Hal ini menunjukan bahwa peranan sub sektor perikanan dalam memenuhi permintaan akan produknya di dalam dan di luar wilayah cukup besar. Penelitian sebelumnya adalah keefektifan jaringan komunikasi agribisnis petani ikan hias (Indraningsih K Suci,2002)
bertujuan untuk menjelaskan
keadaan sebenarnya bagaimana keragaan jaringan komunikasi agribisnis; keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias; hubungan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dengan tingkat penguasaan teknologi dan bisnis.
Analisis yang digunakan dalam mencari hasil melakukan secara
kuantitatif dan kualitatif.
Hipotesis di uji dengan statistik non-parametrik
49
menggunakan uji Tau-b Kendall.
Hasil yang disimpulkan adalah jaringan
komunikasi horizontal pada jaringan komunikasi agribisnis ikan hias lebih dominan
dibandingkan
dengan
jaringan
komunikasi
vertikal,
Jaringan
komunikasi agribisnis ikan hias tidak efektif, hanya efektif pada aspek perolehan informasi bisnis, tingkat keberanian beresiko yang merupakan faktor karakteristik petani berhubungan positif nyata dengan keefektifan jaringan komunikasi, yaitu semakin tinggi keberanian beresiko, semakin efektif jaringan komunikasi, tenaga kerja dan pemilikikan saprokan yang merupakan faktor karakteristik usaha petani berhubungan positif dengan tingkat kefektifan jaringan komunikasi yang semakin tinggi tenaga kerja dan pemilikan saprokan semakin efektif jaringan komunikasi. Tingkat keefektifan jaringan komunikasi berhubungan positif nyata dengan tingkat pengetahuan, yaitu semakin efektif jaringan komunikasi, semakin tinggi tingkat pengetahuan. Fatchiya A (2002) melakukan penelitian tentang Kemandirian Petani dalam Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar.
Penelitian mengkaji
tentang keragaan pengelolaan usaha agribisnis ikan hias yang dilakukan oleh pembudidaya; tingkat kemandirian petani ikan hias dalam mengelolah usaha agribisnis ikan hias air tawar; membandingkan karakteristik petani ikan hias dengan
faktor
luar
serta
tingkat
kemandirian;
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kemandirian petani ikan dalam usaha agribisnis ikan hias. Pengkajian yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa : pengelolaan usaha ikan hias air tawar yang dilakukan oleh pembudidaya di sentar-sentra produksi ikan hias umumnya masih bersifat tradisional dan belum dilakukan secara cepat; pengelolaan modal atau keuangan maupun pemasaran yang dilakukan oleh pembudidaya ikan hias umumnya juga masih belum dilakukan secara baik, tidak ada perencanaan alokasi penggunaan dana dan lain sebagainya; terdapat perbedaan antara faktor internal pembudidaya baik dari pendidikan umur, dan skala usaha; faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian dalam pengembangan agribisnis ikan hias dalam aspek modal adalah umur, pendidikan, keterdedahan media massa dan interaksi sumber informasi di wilayah Bogor.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Kerangka Penelitian Pembangunan nasional dimasa lalu lebih didasarkan kepada tujuan
pencapaian pertumbuhan ekonomi dan efisiensi penggunaan sumber daya dengan
mengabaikan
pemerataan
manfaat
pembangunan
tersebut.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan efisiensi kapital menjadi hal yang fundamental untuk mencapai kesejahteraan. Kebijakan yang lebih menekankan kepada
pertumbuhan
ekonomi
terutama
didasarkan
kepada
“The
First
Fundamental Theorm of Welfare Economics”. Yaitu bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah, bertumbuhnya perekonomian harus mengorbankan pemerataan. Untuk mencapai tujuan tersebut kebijakan yang ditempuh juga menjadi timpang, artinya perhatian pemerintah hanya tertuju kepada sektor atau daerah yang memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi dan efisiensi. Sektor terserbut adalah sektor industri yang memiliki rent yang tinggi dan yang diperkirakan akan memberikan sumbangan besar bagi perekonomian. Sektor perikanan yang merupakan sektor yang penting bagi masyarakat, namun karena rent yang dimilikinya kecil dan kontribusinya terhadap pendapatan adalah rendah menjadi sektor yang kurang diperhatikan. Selain itu ketimpangan yang terjadi bukan hanya berupa ketimpangan sektoral namun juga ketimpangan spasial antara desa dan kota, dimana desa adalah lokasi dari sektor tradisional tersebut. Hal ini akan berakibat pada ketimpangan individu atau kelompok masyarakat antara desa dan kota. Paradigma pembangunan yang baru tidak hanya mengedepankan efek efisiensi kapital dan pertumbuhan ekonomi adalah paradigma pembangunan yang mengacu kepada teori ekonomi yang disebut sebagai “The Second Theorem of Welfare Economics”. Dalam paradigma baru pembangunan ini implikasi yang penting memberikan justifikasi tentang pentingnya pemerataan dalam ekonomi yang akan menyumbang kepada pertumbuhan. Paradigma pembangunan tersebut diarahkan kepada tercapainya pemerataan (equity) yang akan mendorong kepada pertumbuhan ekonomi (efficiency) dan keberlanjutan (sustainability).
Secara spesial paradigma pembangunan tersebut diartikan
sebagai mencari keseimbangan merata secara regional (regional balance) dengan memanfaatkan potensi dan jenis keunggulan yang terdapat pada
51
masing-masing wilayah dan menghapuskan terjadinya urban based. (Anwar, 2003) Spesialisasi
sektoral
dalam
pengembangan
suatu
wilayah
dapat
dipahami, karena setiap wilayah mempunyai karakteristik dan potensi yang berbeda. Kota Bogor diperkirakan mempunyai “comparative advantage” dalam pengembangan sektor perikanan. Pengembangan sektor tersebut tentunya tidak lepas dari pengembangan perekonomian Kota Bogor secara keseluruhan, khususnya dalam peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. (Razali, 1996). Pembangunan merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mengelola sumberdaya yang ada dan dimiliki oleh suatu daerah. Pengembangan salah satu dalam sektor pembangunan dilakukan berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya yang ada, sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi perekonomian daerah. Hal ini tercermin dari hasil-hasil pembangunan yang berupa peningkatan pendapatan dan tingkat kesejahteraan penduduknya. Oleh karena itu pemberian prioritas pada sektor-sektor yang memberikan kontribusi besar bagi pembangunan wilayah perlu dilakukan. Peranan sektor perikanan tidak hanya dapat meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tetapi lebih penting lagi adalah menyediakan dan meningkatkan mutu makanan rakyat, meningkatkan lapangan kerja dan taraf hidup masyarakat pembudidaya. Peranan sektor perikanan dalam menyerap tenaga kerja perlu ditingkatkan. Kajian ini didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan. Pada giliran dalam penanganannya, bila dikaitkan dengan peningkatan tenaga kerja di sektor perikanan. Berdasarkan
perumusan
masalah,
sektor
perikanan
diharapkan
mempunyai peranan yang cukup pada perekonomian Kota Bogor dan bagaimana dampak pengembangannya terhadap perubahan struktur ekonomi. Peran yang diharapkan akan memberikan kontribusi pada perekonomian Kota Bogor antara lain pertama, melalui peningkatan pendapatan masyarakat pembudidaya. Kedua, peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor perikanan yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pengangguran dan ketiga, mampu sebagai penggerak bagi sektor lain. Kontribusi tersebut merupakan implikasi dari besarnya potensi perikanan yang dimiliki oleh Kota Bogor dan diharapkan
52
potensi itu akan berdampak pada peran sektor perikanan dalam struktur perekonomian. Analisis daya saing komoditi perikanan dapat didekati dari sisi penawaran dan sisi permintaan. Untuk membandingkan daya saing suatu komoditi antar wilayah, faktor kesesuaian lahan juga menentukan tingkat daya saing suatu komiditi
dari suatu wilayah. Selanjutnya permintaan dan penawaran maupun
harga dipengaruhi oleh faktor luar seperti kebijakan pemerintah.
53
Kontribusi pada perekonomian : Peningkatan pendapatan Penyerapan tenaga kerja Menggerakkan sektor lain Sebagai devisa
Potensi Perikanan di Kota Bogor
Faktor makro : - Renstra Kota Bogor - Kebijakan Makro ekonomi - Program Prioritas
Peran pada perekonomian Kota Bogor
Faktor Mikro : - Penyerapan T.Kerja - Pendidikan - Pengalaman - Teknologi - Sarana & Prasarana
Evaluasi Partisipasi Masyarakat
Pengembangan Usaha Pemerintah
1. Menelaah persepsi stakeholders dalam pengembangan Agribisnis ikan hias, 2. Menganalisa keunggulan daya saing ikan hias di Industri Nasional.
Kelayakan Usaha (Mengkaji nilai manfaat dan biaya)
Analisis AHP dan Analisis Porter’s Diamond Theory
Analisis NPV, IRR, Net B/C Ratio
Analisis Kebijakan
Kebijakan Pembangunan Sektor Perikanan
Gambar 5
: Alur Pikir Penelitian
54
3.2.
Lokasi pengumpulan data Lokasi penelitian dipilih di sentra-sentra budidaya ikan hias di Kota Bogor.
Waktu penelitian dilakukan selama tiga bulan dimulai Bulan Oktober – Desember 2006. 3.3.
Metode penarikan sample
3.3.1. Data primer Data primer dikumpulkan melalui observasi dan wawancara langsung dengan pelaku dan mereka yang terkait dengan kegiatan perikanan di lokasi penelitian, Pemilihan sample untuk wawancara umum dilakukan secara pemilihan secara sengaja (purposive sampling). Pengisian kuesioner dilakukan dengan metode pemilihan contoh secara sengaja (purposive). Informan (key person) yang diminta adalah yang dianggap memiliki pengetahuan, kemampuan dan pengalaman berkaitan dengan tema penelitian.
Data menggunakan
kuisioner sebagai dasar dalam menganalisis persepsi stakeholder dan menganalisis biaya manfaat dari usaha ikan hias, adapun responden yang diambil dalam pengambilan data mengenai persepsi adalah sebagai berikut : a. Kelompok Pembudidaya Kelompok pembudidaya ikan hias yang berlokasi di Kelurahan Ciluar, usaha yang dimilikinya cukup besar serta mampu mengatur bagaimana produksi secara kontinyu dan berkualitas. Farm yang dimilikinya seringkali dijadikan sebagai tempat magang dan penelitian ikan hias oleh sejumlah kalangan mahasiswa baik dari Bogor Itu sendiri maupun dari luar Bogor seperti mahasiswa UNPAD, UGM dan lain sebagainya, teknologi yang digunakan banyak diakui oleh para pembudidaya lain.
selain itu juga kelompok
pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 19 orang pembudidaya ikan hias air tawar. b. Pelaku Usaha Perusahaan Taupan Fish Farm, perusahaan ini bergerak sebagai supplier ikan hias air tawar dengan pemasaran untuk memenuhi kebutuhan pasar regional dan memenuhi kebutuhan para eksportir yang akan disalurkan ke pasar internasional. selain itu data didapatkan dari Koperasi Perikanan Kota Bogor (KPKB) sebagai wadah organisasi para pelaku pembudidaya yang ada di Kota Bogor. KPKB ini melakukan aktifitas di Terminal Agribisnis Ikan Hias
55
yang berlokasi di Kelurahan Rancamaya Peran Terminal Agribisnis adalah Sentra ikan bagi masyarakat luar.
Akses yang dilakukan oleh Koperasi
dalam mengakses pasar cukup baik. c. Dinas Agribisnis adalah Kepala Dinas Agribisnis Kota Bogor yang berperan dalam mengatur kebijakan pengembangan perikanan di Kota Bogor. Kapasitasnya sebagai Kepala Dinas sangat mengetahui persis bagaimana dinamika perikanan d. Dinas Perindagkop adalah Kepala Bidang Perdagangan pada Dinas Peridustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor juga mengetahui bagaimana potensi dan prospek usaha perikanan. Sesuai dengan kapasitasnya beliau banyak memberikan pelatihan dan pemagangan para stakeholder ikan hias. e. Bapeda adalah banyak berperan dalam merancang dan memberikan pendapat pada pimpinan untuk menetapkan kebijakan pengembangan pertanian khususnya perikanan. f.
Perguruan Tinggi adalah Institut Pertanian Bogor yang mewakili lembaga pendidikan yang ada di Kota Bogor. Disamping sebagai pengajar, beliau juga sebagai praktisi ikan hias dan sering diminta sebagai pembicara pada acara-acara yang diselenggarakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.
g. Lembaga Penelitian Balai Riset Ikan Hias di Depok yang berperan dalam peningkatan kualitas produksi sebagai perekayasa teknologi khusus ikan hias. Dimintanya sebagai responden ini karena beliau juga sebagai pembudidaya ikan hias yang sudah sangat berpengalaman. Sedangkan responden untuk menganalisa biaya manfaat mempunyai kriteria sebagai berikut : 13 orang pelaku usaha skala kecil dengan kriteria akuarium yang dimilki 1 – 30 akuarium, 8 orang skala usaha menengah memiliki 31 - 50 akuarium dan 11 orang skala besar adalah lebih dari 50 akuarium yang dapat mewakili semua pembudidaya yang ada di Kota Bogor.
Sampel
responden diambil secara acak serta berdasarkan domisili atau wilayah yang menjadi sentra usaha ikan hias
56
3.3.2. Data sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelusuran berbagai pustaka yang ada diberbagai instansi pemerintah, seperti Bapeda, Dinas Perindagkop, Dinas Agribisnis, Sekretariat Daerah.
3.4.
Metode analisa
3.4.1. Analisis Deskriptif Analisis ini dilakukan untuk mendiskripsikan bagaimana keadaan perekonomian di Kota Bogor dan potensi yang dimiliki berdasarkan data pendukung yang diperoleh dari instansi terkait. Selain itu juga mendeskripsikan bagaimana daya saing komoditas ikan hias di Kota Bogor. Model yang dipergunakan untuk menganalisis daya saing adalah menggunakan Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan : 1. Persaingan Domestik 2. Struktur dan Strategi Perusahaan
Peranan Pemerintah
Kondisi Faktor Sumber Daya : 1. 2. 3. 4. 5.
Sumberdaya Sumberdaya Sumberdaya Sumberdaya Sumberdaya
Kondisi Permintaan Domestik :
1. Komposisi Permintaan Domestik 2. Besar dan Pola Pertumbuhan Permintaan Domestik 3. Internasionalisasi Permintaan Domestik
Pertanian Manusia Iptek Modal Infrastruktur
Industri Pendukung dan Terkait : 1. Industri Pemasok 2. Industri Terkait
Peranan Kesempatan
Gambar 6 : Sistem Berlian Nasional (Porter, 1990)
57
3.4.2. Analytical Hierarchy Process (AHP) Proses Hirarki Analisis (PHA) atau Analytic Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pitsburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. PHA pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai alternatif. PHA juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik (Saaty 1994). Metode Analytical Hierarchy Process digunakan untuk menganalisa peran yang paling penting dalam pengembangan ikan hias, peran tersebut adalah sumberdaya manusia, modal usaha, pemasaran dan kebijakan pemerintah. Langkah-langkah bagaimana yang terpenting yang harus ditempuh dalam mencapai
faktor
tersebut.
Stakeholder
yang
berhubungan
dengan
pengembangan ikan hias ikut terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karenanya berdasarkan pilihan responden stakeholder mana yang berperan
penting
dalam
pengembangan
tersebut,
dari
permasalahan-
permasalahan yang ada ditentukan langkah-langkah strategi untuk mencapai tujuan, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7. Analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran interaksi atau keterkaitan dengan faktor-faktor penentu, pelaku, tujuan yang akan dicapai, serta strategi yang akan diterapkan. Dari berbagai alternatif strategi tersebut diharapkan akan diperoleh suatu hasil analisis yang mampu memberikan gambaran strategi pengembangan agribisnis dalam pembangunan daerah Kota Bogor. PHA merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Penyelesaian persoalan dengan PHA ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain: 1) Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan.
Pendidikan SD. Manusia
Pengemb. Sentra Agribisnis 58 Membangun Kemitraaan
Keterampilan
Kelompok Pembudidaya
Pelatihan
Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jar. Agribisnis Optimalisasi Pemanfaatan SDI Pengemb. Sentra Agribisnis
Perbankan
Membangun Kemitraaan Pelaku Usaha
Pegadaian
Optimalisasi Pemanfaatan SDI
Bank Perkreditan Rakyat
Pengemb. Sentra Agribisnis Membangun Kemitraaan Dinas Agribisnis
Koperasi Kemitraan
Lokal Pemasaran
Regional Internasional
Sarana dan Prasarana
Optimalisasi Pemanfaatan SDI Pengemb. Sentra Agribisnis Membangun Kemitraaan Dinas Perindagkop
Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jar. Agribisnis Optimalisasi Pemanfaatan SDI Pengemb. Sentra Agribisnis Membangun Kemitraaan
BAPEDA
Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jar. Agribisnis Optimalisasi Pemanfaatan SDI
Pembinaan Aturan Pemerintah Daerah
Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jar. Agribisnis
Pelatihan Kebijakan Pemerintah
Menumbuhkan Jar. Agribisnis
Lembaga Keuangan Mikro
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS
Modal Usaha
Pembinaan Terpadu
Pengemb. Sentra Agribisnis Membangun Kemitraaan Perguruan Tinggi
Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jar. Agribisnis Optimalisasi Pemanfaatan SDI Pengemb. Sentra Agribisnis Membangun Kemitraaan
Lembaga Penelitian
Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jar. Agribisnis Optimalisasi Pemanfaatan SDI
Gambar 7 : Skema Hierarki Strategi Pengembangan Ikan Hias
59
2) Pertimbangan Komparatif, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari PHA, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. 3). Sintesis Prioritas, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap matriks pairwise comparison “vektor eigen” (ciri) - nya untuk mendapatkan prioritas lokal. Matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal. 4) Konsistensi Logis, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1) obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya; dan 2) tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Revisi pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (> 0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Kegiatan analisis menggunakan alat bantu paket program Expert Choice. Analisis AHP dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk mendapatkan tingkat kepentingan suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan berpasangan ini dilakukan untuk setiap tingkat ; tingkat 1 (goal); tingkat 2 (aktor); tingkat 3 (faktor); tingkat 4 (dampak); tingkat 5 (skenario). Menurut Saaty (1994) tahapan analisis data sebagai berikut : 1) Mendifinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Menurut Tomboelu (2000) pendekatan PHA dalam rangka manfaat biaya, untuk menyusun analisis yang mengaplikasikan kedua metode pendekatan ini, perlu diketahui terlebih dulu faktor-faktor yang mempengaruhi manfaat dan kerugian dalam pengembangan perikanan.
60
2) Membuat struktur hierarki Struktur hirarki diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat (benefit) dan biaya (cost) dalam pengembangan perikanan. 3) Membuat matriks perbandingan berpasangan Matriks perbandingan berpasangan ini menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya. Perbandingan didasarkan kepada “Judgment” (pendapat) dari para pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya.
Membuat matriks perbandingan
berpasangan, untuk menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya. Penentuan tingkat kepentingan pada setiap hierarki (pendapat) dilakukan dengan teknik
komparasi berpasangan. Teknik komparasi
berpasangan yang dipakai dalam PHA adalah “judgement” dari nara sumber yang memahami permasalahan (dipilih sebagai responden) dengan cara melakukan wawancara langsung dan menilai tingkat kepentingan satu elemen dan dibandingkan dengan elemen lainnya. Penilaian
dilakukan
dengan
pembobotan
untuk
masing-masing
komponen dengan komparasi berpasangan yang dimulai dari tingkat yang paling tinggi sampai dengan terendah.
Nilai skala komparasi digunakan
untuk mengkuantitatifkan data yang bersifat kualitatif. Skala banding secara berpasangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
61
Tabel 1. Matriks Perbandingan/komparasi Berpasangan (Saaty, 1994) Tingkat Definisi Penjelasan Kepentingan Dua elemen mempunyai Kedua elemen sama 1 pengaruh yang sama besar pentingnya terhadap tujuannya Pengalaman dan penilaian Elemen yang satu sedikit sedikit mendukung satu 3 lebih penting daripada elemen dibanding elemen elemen lainnya yang lainnya Pengalaman dan penilaian Elemen yang satu lebih sangat kuat mendukung 5 penting daripada elemen satu elemen dibanding lainnya elemen yang lainnya 7
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya
Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek
9
Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
4) Melakukan perbandingan berpasangan Jika vektor pembobotan elemen-elemen kegiatan A1,A2,A3 dinyatakan sebagai vektor W, dengan W=(W1, W2, W3), maka nilai intensitas kepentingan elemen kegiatan A1 dibandingkan dengan A2 dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen kegiatan A1 terhadap A2, yaitu W1/W2 sama dengan a12, maka matriks perbandingan sebagaimana yang tertuang dalam Tabel 2 (Saaty, 1994).
62
Tabel 2 Matriks Perbandingan Berpasangan A1
A2
A3
An
A1
W1/W1
W1/W2
W1/W3
.....
W1/Wn
A2
W2/W1
W2/W2
W2/W3
.....
W2/Wn
A3
W3/W1
W3/W2
W3/W3
.....
W3/Wn
...
...
...
...
.....
...
An
Wn/W1
Wn/W2
Wn/W3
.....
Wn/Wn
Nilai Wi/Wj, dengan i,j = 1,2,3,....... n didapat dari partisipasi yaitu para pengambil
keputusan
yang berkompeten
dalam
permasalahan yang
dianalisis. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W (W1, W2, W3, ..., Wn) maka diperoleh hubungan : AW = nW ................................................................... (1) Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut : (A – nI)W = 0 ............................................................ (2) dimana :
I = matriks identitas
5) Matriks Pendapat Individu, Menghitung Akar Ciri, Vektor Ciri dan Menguji Konsistensi 5.1) Matriks Pendapat Individu Formula matrik pendapat individu adalah sebagai berikut :
A=(aij)=
C1
C2
An
C1
1
A12
.....
A1n
C2
1/a12
1
.....
A2n
...
...
...
.....
...
CN
1/a1n
1/a2n
.....
1
Dalam hal ini C1, C2, ...., Cn adalah set elemen pada satu tingkat keputusan dalam hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan C1 terhadap Cj.
63
5.2) Menghitung Akar Ciri, untuk mendapatkan akar ciri : (A – nI) = 0 dijelaskan dengan menggunakan matriks A : ⎡1 ⎢a ⎢ 21 ⎢⎣ a31
a12 1 a32
a13 ⎤ ⎡1 0 0 ⎤ ⎥ a23 ⎥ − n ⎢⎢0 1 0⎥⎥ = 0 ⎢⎣0 0 1⎥⎦ 1 ⎥⎦
⎡ 1 a12 a13 ⎤ ⎡ n 0 0 ⎤ ⎢a ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ 21 1 a 23 ⎥ − ⎢ 0 n 0 ⎥ = 0 .................. (3) ⎢⎣ a 31 a 32 1 ⎥⎦ ⎢⎣ 0 0 n ⎥⎦ Hasil perhitungan akan didapatkan akar ciri n1, n2, n3.
5.3) Menghitung vektor ciri Nilai vektor ciri merupakan bobot setiap elemen untuk mensistesis “judgment” dalam penentuan prioritas Vektor ciri (w) maka akar ciri (n) maka rumusnya : (A – n1)w = 0; dengan menggunakan normalisasi w1 +w2 + w 3 = 1, maka didapatkan n maksimum = 2, maka perkaliannya sebagai berikut : A – nI w = 0
⎡1 ⎢a ⎢ 21 ⎢⎣a31
a12 1 a32
a13 ⎤ ⎡1 0 0⎤ ⎡ w1 ⎤ a23 ⎥⎥ − 2 ⎢⎢0 1 0⎥⎥ ⎢⎢ w2 ⎥⎥ = 0 1 ⎥⎦ ⎢⎣0 0 1⎥⎦ ⎢⎣ w3 ⎥⎦
maka diperoleh :
⎡1 − 2 ⎢ a ⎢ 21 ⎢⎣ a 31
a12 1− 2 a 32
a13 ⎤ ⎡ w1 ⎤ 0 a 23 ⎥⎥ ⎢⎢ w 2 ⎥⎥ = 0 ....................... (4) 1 − 2 ⎥⎦ ⎢⎣ w3 ⎥⎦ 0
Pada akhir perhitungan diperoleh vektor ciri w1, w2, w3. vektor ciri dapat memberikan pilihan skenario yang paling optimal. 5.4) Perhitungan konsistensi Perhitungan CI (Consistency Index) yang menyatakan penyimpangan konsistensi dan consistency ratio (CR) untuk menentukan apakah konsisten/tidak
suatu
penilaian
atau
pembobotan
perbandingan
64
berpasangan. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi sebagai berikut :
CI =
λ max π n −1
dimana : λ max π N
= akar ciri maksimum = ukuran matriks
CI merupakan matriks acak dengan skala penilaian 1 – 9 dan kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Consistency Ratio (CR).
CI RI
CR =
..................................................... (5)
untuk mengetahui konsistensi secara menyeluruh dari berbagai pertimbangan dapat diukur dari nilai Consistency Ratio (CR). Nilai CR adalah perbandingan antara CI dengan RI, dimana nilai-nilai RI telah ditentukan. 6) Matriks Pendapat Gabungan Matriks gabungan merupakan matriks baru yang elemen-elemennya (g ij) berasal dari rata-rata geometrik elemen matrik pendapat individu yang nilai Consistency Ratio (CR) memenuhi syarat, dengan formula sebagai berikut :
g ij = m πaij (k ) k =1
dimana :
gij
= rata-rata geometrik
m
= jumlah responden
aij
= matrik individu
6.1) Pengolahan Horizontal Pengolahan horizontal dapat dilakukan dengan empat tahap, yaitu : a. perkalian baris (z) dengan menggunakan rumus
zi = VE = m πaij (k ) j =1
65
b. perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen, dengan rumus : n
n
eVPi =
πaij j =1
n
∑ = πaij n
n
i =1
j =1
dimana eVPi adalah elemen vektor prioritas ke – i c. perhitungan nilai Eigen max, dengan rumus :
VA = aij xVP VB =
dengan
VA VP
VA = (Vai )
dengan
VB = (Vbi )
d. perhitungan nilai konsistensi (CI), dengan rumus :
CI =
λ max π n −1
nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk mengetahui kekonsistenan jawaban dari responden yang akan berpengaruh terhadap keabsahan hasil. 6.2) Pengolahan Vertikal : Pengolahan vertikal dipergunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama. Jika CVij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke i pada tingkat ke j terhadap sasaran utama maka : s
CVij = ∑ CH ij (t , i − 1)xVWt (i − 1) t =1
untuk :
i
= 1,2,3, ......., p
j
= 1,2,3, ......., r
t
= 1,2,3, ......., s
66
keterangan : CHij(t,i-1)
=
nilai prioritas pengaruh elemen ke j pada tingkat ke i terhadap elemen ke t pada tingkat diatasnya (i – 1), yang diperoleh dari pengolahan horizontal.
VWt (i – 1)
= nilai prioritas pengaruh elemen ke t pada tingkat ke (i – 1) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil pengolahan vertikal.
p
= jumlah tingkat hierarki keputusan
r
= jumlah elemen yang ada pada tingkat ke i
s
= jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (i – 1)
6.3) Revisi Pendapat Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai konsistensi ratio (CR) pendapat cukup tinggi (lebih dari 0,1), dengan mencari deviasi RMS (Rood Mean Square) dari baris (aij) dan perbandingan nilai bobot baris terhadap bobot kolom (wi/wj) dan merevisi pendapat pada baris yang mempunyai nilai terbesar yaitu :
λ max = ∑ (aij − wi / w j ) n
j =1
beberapa ahli berpendapat jumlah revisi terlalu besar sebaiknya dihilangkan responden tersebut. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. 3.4.3. Penghitungan Nilai Manfaat dan Biaya. Analisis biaya manfaat dipilih dengan mempertimbangkan bahwa saat ini hampir semua komponen produksi dinilai dari segi biaya dan manfaatnya. Dari berbagai informasi dan data selanjutnya akan dihitung besarnya nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost (B/C ratio), Internal Rate of Return (IRR) dan Sensivitas. Bagaimana perbedaan biaya pada tiap level usaha yaitu usaha kecil, menengah dan skala usaha besar. Rata-rata umur usaha yang optimal adalah 5 (lima) tahun, alasan ini didasarkan pada usia ekonomis peralatan yang optimal adalah lima tahun.
Serta akan diketahui bagaimana tingkat sensitivitas atau
67
faktor mana yang memberikan keuntungan tentunya yang mempunyai peluang besar dengan pengeluaran kecil sehingga akan memberikan pandangan dalam menentukan skala usaha serta yang akan dijalankan. 3.4.2.1) Net Present Value (NPV) kriteria NPV ini digunakan untuk menilai manfaat investasi yang merupakan jumlah nilai manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Rumus persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : n
NPV = ∑ t =0
Bt − Ct (1 + i ) t
Keterangan : Bt = Manfaat setiap usaha pada tahun t Ct = Biaya setiap pola investasi usaha pada tahun t termasuk pengeluaran (investasi, biaya rutin pemeliharaan dan lain-lain) n = dalam jangka waktu 5 tahun i = Discount rate t = Periode pada tahun tertentu Bila NPV > 0 berarti investasi dinyatakan menguntungkan dan merupakan proyek tersebut layak, sedangkan apabila NPV < 0 maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan ini NPV = 0, maka investasi pada proyek tersebut hanya mengembalikan manfaat yang posisi sama dengan tingkat Social opportunity cost capital. 3.4.2.3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Kriteria ini merupakan perbandingan dimana sebagai pembilang terdiri atas nilai total dari manfaat bersih yang bersifat positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif atau pada keadaan biaya kotor lebih besar dari manfaat kotor. Jika Net B/C ≥ 1 maka proyek dikatakan layak diterima, sedangkan Net B/C < 1 maka proyek dikatakan tidak layak diterima. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
68
n
Net B/C =
Bt − Ct
∑ (1 + i)
untuk − − − − − Bt − Ct > 0 Ct − Bt untuk − − − − − Bt − Ct < 0 ∑ (1 + i) t t =1
t
dimana : Bt
= Benefit kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t
Ct
= Biaya kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t
t
= Umur ekonomis dari usaha 5 tahun
r
= Tingkat suku bunga bank
dengan kriteria : Net B/C > 1 berarti usaha tersebut akan memperoleh keuntungan dapat dilaksanakan Net B/C < 1 berarti lebih baik tidak diushakan dengan mencari alternatif usaha lain yang lebih menguntungkan 3.4.2.2) Internal Rate of Return (IRR) IRR istilah ini merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV bernilai sama dengan nol, jadi dalam keadaan batas untung rugi.
Oleh karena itu juga dianggap sebagai tingkat
keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek.
Asal setiap
manfaat yang diwujudkan scara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya, dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Dengan demikian IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :
IRR = r1 + (
NPV1 )(r2 − r1 ) NPV1 − NPV2
dimana : r1
= Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV Positif
r2
= Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = NPV pada tingkat suku bunga r1 NPV2 = NPV pada tingkat suku bunga r2
69
Dengan Kriteria usaha : IRR > i berarti kegiatan usaha pengembangan ikan hias dapat dilanjutkan IRR < i berarti kegiatan usaha pengembangan ikan hias lebih baik dihentikan Dengan kriteria dan tolok ukur diatas, maka kegiatan usaha ikan hias dapat dikatakan layak untuk diusahakan apabila NPV > 0, IRR > i dan Net B/C Ratio > 1. Diharapkan dari proses ini didapatkan gambaran layak atau tidaknya usaha ikan hias sehingga menjadi gambaran bagi pelaku ekonomi, dalam hal ini pembudidaya dan pelaku bisnis terhadap biaya dan manfaat dalam jangka waktu 5 tahun. 3.4.2.4) Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji perubahan unsur biaya manfaat. Perubahan pada manfaat meliputi perubahan harga hasil produksi usaha ikan hias yang dipengaruhi oleh permintaan pasar. Sedangkan perubahan biaya akibat adanya kenaikan harga beberapa sarana produksi seperti harga benih, pakan dan
obat-obatan.
Kenaikan
harga
saprokan
dipengaruhi
oleh
ketersediaan saprokan pada tingkat distributor dan pengecer, disamping terjadinya perubahan harga di tingkat produsen. Selain itu juga manfaat biaya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan akan berbeda usaha yang melakukan breeding ditambah dengan pembesaran dengan membeli benih dari luar dengan usaha yang dilakukan hanya mengandalkan breeding semata. Dengan adanya perubahan tersebut maka diasumsikan lima kemungkinan kondisi yang dapat mempengaruhi perkembangan usaha ikan hias. Skenario yang dibuat adalah : 1) Terjadi penurunan produksi sebesar 10%; 2) Harga produksi turun sebesar 15%; 3) Produksi turun 10% dan harga turun 15 %; 4) Ketika biaya produksi naik 20 %; dan 5) Jika biaya produksi naik 20% dan Produksi Turun 10%.
IV.
KEUNGGULAN IKAN HIAS AIR TAWAR SEBAGAI DAYA SAING INDUSTRI PERIKANAN
Kondisi Faktor Sumberdaya Sumberdaya Ikan Hias Air Tawar Jenis ikan hias yang ada di Kota Bogor tidak lebih dari 100 jenis ikan yaitu antara lain Barbir, black ghost, black molly, Corydoras, cupang, diskus, guppy, koi, kongo tetra, frontosa, manvis, maskoki dan lain-lain. Jumlah pembudidaya ikan hias di Kota Bogor adalah berjumlah 200 Rumah Tangga Pembudidaya (RTP) dengan jumlah akuarium 7.692 buah yang tersebar diseluruh kecamatan yang ada di Kota Bogor, selanjutnya disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Jumlah RTP Ikan Hias Air Tawar di Kota Bogor, Tahun 2006 No
Kecamatan
Rumah Tangga Pembudidaya
Aquarium
1
Bogor Barat
13
78
2
Bogor Timur
19
375
3
Bogor Utara
27
1.907
4
Bogor Tengah
22
420
5
Bogor Selatan
46
2.622
6
Tanah Sareal
73
2.290
Jumlah
200
7.692
Sumber : Dinas Agribisnis (2006)
Usaha ikan hias air tawar di Kota Bogor berkembang dengan pesat, hal ini dilihat dari jumlah pembudidaya dari tahun ke tahun terus meningkat. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2004 berjumlah 98 RTP tahun 2005 berjumlah 126 RTP dan tahun 2006 berjumlah 200 RTP, selanjutnya perkembangan pembudidaya dapat dilihat pada Gambar 8. berikut.
71
225 200 175 150 125 100 75 50 25 0 2004
2005
2006
Gambar 8. Grafik Perkembangan Pembudidaya Ikan Hias Air Tawar di Kota Bogor, 2004 - 2006 Jenis ikan yang dibudidayakan sebagian dari pembenihan sendiri (breeding) membeli dari sesama pembudidaya yang ada di Kota Bogor. Selain itu benih maupun induk ikan hias juga didapat dari agen-agen ikan hias lainnya (suplier kecil maupun besar). Suplier ikan hias di Kota Bogor adalah Taufan Fish Farm, Colisaquaria atau dikenal dengan Koperasi Perikanan Kota Bogor (KPKB). Pakan yang digunakan adalah pakan alami, sumber pakan seperti cacing di beli pada kios-kios perikanan sedangkan pakan seperti kutu air dan jentik nyamuk didapat dengan cara mencari sendiri di selokan-selokan atau area perumahan yang umumnya banyak terdapat jentik nyamuk serta kutu air.
Jenis ikan yang
diproduksi umumnya adalah ikan-ikan yang sering diminati pasar, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.
72
Tabel 4. Jumlah Produksi Ikan Hias Air Tawar di Kota Bogor Tahun 2006 No
Jenis Ikan
Jumlah (ekor) (3) 5.354 343.895 900.150 475.435 4.831 2.068 235.600 873.400 4.340 6.500 15.057 82.190 757.545 220 129.710 717.100 2.925 2.565 25.000 621.050 7.505 8.005 2.000 45.000 455 5.760 4.245 2.755 450 3.505 815 8.210 7.720 9.500 2.200 750 32.543 5.650 1.550 81.150 4.500 4.221 14.250 2.000 37.500 6.500 5.500 11.000 2.750 5.522.924
(1) (2) 1 Arwana 2 Catfish 3 Koki 4 Black Ghost 5 Discus 6 Louhan 7 Barbir 8 Platy Coral 9 Baby Lobster 10 Koi 11 Oscar 12 Silver Dolar 13 Guffy 14 Blaus 15 Manvis 16 Corydoras 17 Leopard Catfish 18 Red Barbin 19 Patin Albino 20 Black Phantom 21 Red Belt 22 Bosmani 23 Lalia 24 Balashark 25 Aligator 26 Niasa 27 Lemon 28 Lias Bensis 57 Distichodus A 58 Red Fin shark 59 Botia 60 Emperor 61 Zebra 62 Flying Fox 63 Polyodan S 64 Gebal Afrika 65 Cupang 66 Palmas albino 67 Redteilcatfish 68 Red Nouse 69 Ctenopoma 70 Duboisi 71 Rainbow 72 Yulidopromis 73 Red Pantom 74 Palmas 75 Pulher 76 Agazizi 77 Headstander Jumlah Jumlah Total Sumber : Dinas Agribisnis (2006)
No
Jenis Ikan
Jumlah (ekor)
(4) (5) (6) 29 Irian terina 10.000 30 Crisbensis 2.000 31 Paradis 11.500 32 Serpe 22.000 33 Moly 214.500 34 Malabar 24.500 35 Sumatra 102.750 36 Rainbow B 100.340 37 Buenos aires 9.210 38 Gabus 220 39 Firanha 110 40 Neon Tetra 857.550 41 Nemo Badut 260 42 Doktor 490 43 Kepe Merah 875 44 Srigunting 1.100 45 Simson 320.250 46 White Coral 120.350 47 Black Coral 12.500 48 Bl Carry 124.000 49 Nila Putih 24.510 50 Balon Molly 9.250 51 Fall Merry 125.000 52 Servey Slayer 211.100 53 Blida Bangkok 100 54 Synodontis e 41.680 55 Suberti 2.805 56 Pink tailed c 500 78 Golden F 650 79 Black Tetra 175.205 80 Green Tiger 125.400 81 Tiger barb 9.700 82 Rossy barb 118.700 83 Giant danio 5.620 84 Checkered 1.050 85 Cherry barb 1.000 86 Red simson S 115.700 87 Blue Platy 114.850 88 Marble Molly 150.100 89 Sulpur Molly 2.300 90 Assorted Guffy 7.505 91 Gold volivera 660 92 Platy Millenium 1.027 93 Blue Gourami 989 94 Honey Gourami 805 95 Snackeskin G 507 96 Blak catfish 87.500 97 Blue eye 244.000 98 Akara 8.200 Jumlah 3.520.918 9.043.842
73
Hal ini mengindikasikan bahwa pangsa pasar ikan hias air tawar di dunia masih tinggi sehingga peluang pasar bagi Indonesia masih tersedia. Keunggulan sumberdaya alam yang mendukung dunia ikan hias di Kota Bogor khususnya dan Indonesia umumnya yaitu adanya sumber air yang bersih, musim di Indonesia hanya dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau sedangkan melihat negara-negara lain seperti Cina Jepang mempunyai empat musim pada saat musim dingin tidak dapat melakukan produksi.
Kelemahan terbatasnya
sumberdaya pakan alami seperti cacing sulit didapatkan sehingga biaya produksi menjadi lebih tinggi berdampak pada daya jual tinggi pula. Pada sisi lain, tantangan besar yang dialami banyak pengusaha ikan hias di Jabar, dikabarkan akibat masih minimnya keragaman ikan hias yang ada di Indonesia. Ini membuat produk ikan hias Indonesia, termasuk Jabar, kurang mampu bersaing dari segi keragaman di pasar internasional. Lembaga terkait pemerintah tampaknya belum mampu atau mungkin belum ada kemauan melakukan rekayasa genetika memunculkan berbagai jenis ikan hias air tawar baru.
Selama enam tahun terakhir diketahui pemerintah baru memunculkan
2-3 persen jenis baru1. Berdasarkan pernyataan yang dikutip dari harian Pikiran Rakyat bahwa khususnya wilayah Jawa Barat masih kekurangan genetik ikan hias air tawar sehingga persaingan menjadi lambat, padahal keanekaragaman hayati ikan hias endemik yang ada masih cukup banyak dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Bila pemerintah mampu memunculkan lebih dari 10 persen genetik baru pertahunnya baik yang berasal dari rekayasa manusia maupun yang ada secara alami maka produk ikan hias akan lebih mampu bersaing di dunia internasional. Sumberdaya Manusia Kemampuan sumberdaya manusia merupakan faktor penentu dalam peningkatan dinamika pembangunan suatu negara.
Sumberdaya tersebut
merupakan
yang
faktor
penggerak
sumberdaya
lainnya
bersifat
statis.
Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi.2
1 2
www.pikiran-rakyat.com. Mandeg”Raiser” Ikan Hias. Diakses 11 April 2007. Damanhuri D.2006. SDM Indonesia Dalam Persaingan Global. http://www.duniaesai.com. Diakses 07 April 2007
74
Salah satu tuntutan di era globalisasi adalah daya saing ekonomi baik melalui sektor perindustrian maupun sektor pertanian khususnya sektor perikanan. Daya saing akan terwujud bila di dukung oleh sumberdaya manusia yang handal. Selain itu juga bekal dalam menghadapi persaingan dan tantangan secara universal, sumberdaya manusia yang berkualitas akan mempunyai daya saing yang handal sehingga produk ikan hias dapat diserap oleh pasar secara maksimal baik nasional maupun internasional. Sumberdaya manusia yang bergerak disektor ikan hias khususnya pembudidaya cukup beragam mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.
Bahkan tidak sedikit para pembudidaya ini memperoleh
pengetahuan tentang pengembangan budidaya ikan hias melalui pelatihan dan permagangan
baik
yang
diselenggarakan oleh Dinas Agribisnis,
Dinas
Perindagkop, maupun Dinas Perikananan Propinsi melalui UPTD-UPTDnya. Sedangkan sumberdaya aparatur pemerintah maupun pendamping cukup banyak berasal dari sarjana perikanan baik dari Institut Pertanian Bogor maupun Sekolah Tinggi Perikanan Cikaret Departemen Kelautan dan Perikanan. Persaingan secara global akan diaktualisasikan pada tahun 2015 melalui gerakan AFTA atau ASEAN Free Trade Area. Persaingan tidak hanya terjadi dalam hal produksi tetapi mencakup seluruh potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang dimiliki.
Oleh karenanya peningkatan kualitas
sumberdaya manusia dan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan sangat dibutuhkan dalam meningkatkan daya saing ikan hias di Kota Bogor. Salah satu negara yang mengunakan konsep diatas adalah Singapura, Singapura terkenal dengan ikan hias pada hal dilihat dari wilayah Singapura hanya sebuah negara kecil tapi dalam kontek ini yang memegang peran terbesar dalam pembangunan adalah sumberdaya manusia.
Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ilmu dan teknologi merupakan perangkat instrumental hasil karya manusia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi karyanya, termasuk karya dalam menumbuhkembangkan agribisnis di pedesaan.
Peningkatan
produktivitas dan efisiensi setiap simpul dalam rangkaian sistem agribisnis akan menghasilkan perbaikan dalam perolehan nilai tambah secara proporsional bagi setiap pelaku di dalam rangkaian sistem tersebut. Sebagai hasil karya manusia, ilmu dan teknologi merupakan sumberdaya dinamik yang universal dan
75
mempunyai mobilitas tinggi. Pengembangan, penyebaran, penerapan dan alih teknologi tentunya perlu diberi isi kearifan pertimbangan agar bersifat selektif dan tepat guna serta sesuai dengan nilai budaya bangsa.
Penerapan iptek
tersebut seyogyanya dilakukan sesuai keragaman dan karakteristik wilayah baik dari segi lahan, agroklimat maupun sosial ekonomi, sosial budaya serta tingkat kemampuan masyarakat.
IPTEK juga berarti kemampuan rekayasa dan
rancang bangun sebagai hasil daya cipta dan daya kreatif manusia. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi didukung dengan adanya peran lembaga pendidikan, pelatihan maupun penelitian.
Pendidikan mencetak
sumberdaya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing secara global, pelatihan merupakan unsur pelengkap untuk meningkatkan skil masyarakat yang mudah diaplikasikan sehingga memberikan perubahan yang lebih baik, dan penelitian menyebarkan inovasi-inovasi baru sebagai wadah pemecahan masalah
yang
diterjemahkan
secara
sistematis
yang
dapat
dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi masyarakat. Tabel 5. Menyajikan lembaga pendukung dalam pengembangan ikan hias air tawar.
Tabel 5. Lembaga Pengembangan Ikan Hias Air Tawar di Kota Bogor No Lembaga Keterangan 1
Sekolah Tinggi Perikanan
Penyuluhan Perikanan
2
Balai Riset Perikanan Air Tawar
UPT Pusat
3
Perpustakaan Daerah
Referensi informasi
Sumber : Data Primer 2007
Lembaga pendidikan yang berperan dalam pengembangan teknologi ikan hias (perikanan) maupun peningkatan sumberdaya manusia baik menyangkut perbaikan SDM aparatur maupun pelaku usaha dan pembudidaya ikan hias di Kota Bogor adalah Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jurusan Penyuluhan Perikanan dan Balai Riset Perikanan Air Tawar (BRPAT), namun lembaga-lembaga tersebut adalah milik pemerintah pusat dibawah naungan Departemen Kelautan dan Perikanan sedangkan sebagai sumber informasi maupun penggalian teknologi yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bogor adalah perpustakaan daerah namun belum dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya oleh masyarakat khususnya pembudidaya ikan hias.
76
Selain IPTEK dalam bentuk kelembagaan, internet merupakan sumber IPTEK yang terbarukan dan tercanggih saat ini karena dapat diakses setiap saat. Warung internet atau lebih dikenal dengan ‘”warnet” banyak terdapat di Kota Bogor.
Namun khusus bagi para pembudidaya warnet belum banyak
dimanfaatkan bahkan dikalangan sebagian pembudidaya warnet belum begitu dikenal. Lembaga-lembaga IPTEK belum dimanfaatkan secara optimal. Peran BRPAT adalah lembaga penelitian yang mengembangkan hasil penelitian keseluruh Indonesia bukan hanya Kota Bogor saja sedangkan dan lembaga pendidikan yaitu Sekolah Tinggi Perikanan Jurusan Penyuluhan Perikanan yang ada di Cikaret adalah Sekolah kedinasan yang dikhususkan untuk para utusan daerah dalam menempuh pendidikan reguler.
Oleh karenanya harus ada
kerjasama aktif antara Pemerintah Kota Bogor dengan lembaga-lembaga tersebut.
Selain itu perpustakaan daerah yang merupakan wadah ilmu
pengetahuan perlu diaktifkan sebagai sumber ilmu perikanan dan bermanfaat bagi masyarakat umum dan para pembudidaya pada khususnya.
Sumberdaya Modal Modal adalah kunci yang memegang peranan penting dalam berdaya saing.
Modal adalah kekuatan sebuah usaha dalam menjalankan fungsinya.
Semua komponen usaha ikan hias baik dari industri hulu sampai dengan industri hilir menggunakan modal yang relatif sedang. Permodalan bagi pelaku ikan hias terutama bagi kalangan menengah kebawah tetaplah menjadi sebuah alasan riil, namun sedikitnya kendala ini dapat diminimalisirkan dengan adanya skim dengan pinjaman bunga jauh lebih kecil yaitu sebesar 4-6% per tahun bila dibandingkan dengan bank yang mencapai 16% per tahun. Namun kemudahan tersebut tidaklah dapat diakses oleh semua lapisan pelaku ikan hias karena peminjaman skim tersalurkan apabila syarat-syarat yang ditentukan dapat terpenuhi.
Padahal Kota Bogor mempunyai beberapa lembaga keuangan
(perbankan) yaitu Bank BRI, BNI, Mandiri, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (Bank Jabar),serta lembaga keuangan mikro lainnya. Saat ini Pemerintah Kota Bogor dalam rangka mengeksploitasi dan mengeksplorasi potensi ikan hias telah meluncurkan program Dana Penguatan Modal (DPM) dari Pemerintah pusat melalui Departemen Kelautan dan
77
Perikanan yang mekanismenya melalui perbankan. Selain itu pemerintah telah menyediakan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) untuk melakukan pendampingan usaha. Dari hasil wawancara dan observasi dilapangan jumlah pembudidaya yang melakukan akses pada lembaga perbankan sebanyak 15 % atau berjumlah 30 orang dari jumlah pembudidaya ikan hias air tawar 200 RTP.
Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur adalah faktor pendukung dalam meningkatkan daya saing ikan hias.
Infarstruktur yang dimiliki Kota Bogor adalah jaringan
telekomunikasi dan jaringan listrik yang baik, akses jalur transportasi berada di tengah-tengah kawasan yaitu Kawasan Bopunjur, Bodetabek, serta berdekatan dengan ibukota Jakarta. Selain itu Kota Bogor memiliki infrastruktur pasar ikan hias yaitu Terminal Agribisnis yang terletak di Rancamaya dan depo pemasaran ikan hias namun depo baru dalam tahap pembangunan. Tersedianya infrastruktur secara baik maka secara tidak langsung dapat mendorong perkembangan usaha ikan hias di Kota Bogor secara kondusif serta dapat meminimalisirkan semua biaya operasional sehingga dapat menghasilkan output yang baik dari usaha ikan hias air tawar.
Selain infrastruktur juga
diperlukan manajemen dalam pemasaran dan pengelolaan agar tercipta kesinambungan.
Kondisi Permintaan Bagi dunia perikanan, dampak globalisasi ekonomi akan segera terlihat pada sektor-sektor produksi dari berbagai komoditas perikanan. Jika ingin terus meningkatkan kemampuan bersaing komoditas perikanan kita di pasar Internasional, maka mau tidak mau kita harus menangkap setiap gejala ataupun pergerakan yang terjadi pada pasar internasional tersebut.
Jelas bahwa
kecenderungan peningkatan produksi komoditas primer di satu pihak, yang disertai lambannya pertumbuhan permintaan, telah menimbulkan kelebihan penawaran yang pada gilirannya akan semakin menajamkan persaingan antar sesama negara produsen.
Sementara itu negara-negara konsumen menjadi
semakin sadar akan kepentingannya dalam menghadapi negara produsen, sehingga sistem produksi perikanan harus senantiasa dikelola dengan berorientasi pada permintaan pasar.
78
Berdasarkan Tabel 6. menggambarkan kondisi permintaan para suplier untuk kebutuhan pasar lokal, regional maupun ekspor.
Kondisi permintaan
untuk suplier lokal biasanya dipenuhi dari para pembudidaya yang ada di Kota Bogor. Tabel 6. Jumlah Permintaan Ikan Hias Air Tawar dari Kota Bogor, Tahun 2006 No Pemasok Jumlah / perbulan (ekor) 1
Taufan Fish Farm
100.000
2
Qolisaquaria (KPKB)
30.000
3
Pemasok lainnya
170.000
Jumlah
300.000
Sumber : Data Primer 2007
Beberapa negara pengimpor terbesar di dunia merupakan peluang bagi Indonesia umumnya dan Kota Bogor khususnya karena keanekaragaman ikan hias di Indonesia lebih banyak bila dibandingkan negara lain. negara-negara pengimpor tersebut adalah
negara-negara industri seperti Amerika, Jepang
dan negara-negara Eropa Barat.
Berdasarkan data statistik Departemen
Kelautan dan Perikanan volume ekspor ikan hias dapat disajikan pada tabel berikut. Tabel 7. Volume dan Nilai Ekspor Ikan Hias Nasional, Tahun 2005. No.
Bulan
Ikan Hias Air Tawar Volume (Kg)
Nilai (USD)
1
Januari
78.456
881.229
2
Pebruari
74.611
473.209
3
Maret
82.128
528.377
4
April
73.820
877.663
5
Mei
66.644
530.679
6
Juni
61.999
597.438
7
Juli
63.014
770.600
8
Agustus
64.362
556.194
9
September
45.403
274.298
10
Oktober
84.131
661.513
11
November
72.485
524.829
12
Desember Jumlah
63.523 830.576
808.884 7.484.913
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005
79
Volume ekspor ikan hias air tawar Indonesia mencapai 830.576 kg dengan nilai USD 7.484.913. Secara nasional permintaan ikan hias masih terbuka. a. Pasar Amerika Serikat Sebagai pasar terbesar ikan hias, Amerika Serikat mengimpor hampir 25% dari total impor dunia senilai hampir USD 62 juta. Gaya hidup yang begitu modern dan serba cepat, penduduk AS membutuhkan sarana rekreasi dalam rumah yang murah, dan ikan hias menjadi salah satu pilihan utama. Apabila diperkirakan sekitar 10% saja dari setiap rumah tangga di AS memelihara ikan hias di akuarium atau 10 juta rumah tangga maka pasar di AS sangat terbuka lebar bagi bagi negara eksportir termasuk Indonesia. Bahkan diperkirakan saat ini, sekitar 40% dari pemelihara ikan hias di AS mempunyai lebih dari satu akuarium.
Komoditas impor ke AS umumnya adalah ikan hias air tawar,
utamanya guppy dan neon tetra.
Keduanya mempunyai pangsa pasar 40%,
spesies lainnya mencakup molly, swordtail, diskus, angelfish, dan african cichlids. b. Pasar Jepang Jepang saat ini menduduki peringkat kedua sebagai negara pengimpor ikan hias. Dengan dilarangnya hewan peliharaan, seperti anjing dan kucing, digedung-gedung apartemen maka ikan hjias menjadi pilihan utama sebagai sarana rekreasi dalam rumah.
Saat ini diperkirakan terdapat USD 1,2 juta
akuakulturis di Jepang dan peluang untuk meningkat jumlahnya terbuka lebar. Jenis ikan hias yang populer di Jepang adalah guppy (28% pangsa pasar), tetra (neon, red nose, cardinal, dan black), dan tiger barb. c. Pasar Eropa Barat Negara-negara Eropa Barat mengimpor hampir 40% dari produksi ikan hias dunia. Ikan hias air tawar merupakan jenis yang paling dominan diimpor, yaitu 90% ikan air tawar dan sisanya meliputi ikan hias laut. Spesies ikan yang populer antara lain tetra (neon, cardinal), guppy, platy, dan anggelfish. Selain itu negara yang menjadi pasar potensial ikan hias adalah Chili, Banglades, Yordania, Uni Emirat Arab, Rusia, Mesir serta beberapa negara lainnya tersaji dalam Tabel 8. berikut.
80
Tabel 8. Potensi Pasar Internasional Ikan Hias, Tahun 2005 Ikan Hias Air Tawar No. Bulan Volume (Kg) 1 Yordania 780 2
Uni Emirat Arab
4
Nilai (USD) 4.952
314
3.909
Rusia
5.437
51.490
5
Mesir
26
858
6
Afrika Selatan Jumlah
295 6.852
2.201 63.410
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005
Dan pasar yang ekspor produktif adala negara Malaysia, Singapura, Uni Eropa, Jepang, Amerika, Cina, dan negara-negara lainnya disajikan dalam tabel berikut. Tabel 9. Pasar Internasional (Efektif) Ikan Hias, Tahun 2005. No.
Benua
1
Uni Eropa
2
Ikan Hias Air Tawar Volume (Kg)
Nilai (USD)
145.802
873.698
Jepang
84.877
1.048.637
3
Amerika
221.113
1.060.021
4
Cina
2.925
35.621
5
Korea Selatan
11.881
65.612
6
Malaysia
70.234
490.795
7
Filipina
1.480
8.338
8
Hongkong
80.279
572.047
9
Taiwan
29.287
699.164
10
Thailand
1.027
73.415
11
Vietnam
70
300
12
Arab Saudi
2.045
26.651
13
Kanada
1.774
11.354
14
Australia
60.277
471.297
15
Singapura
108.882
1.999.749
Jumlah
821.953
7.436.699
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005
81
Berdasarkan data yang ada produksi ikan hias pada tahun 2004 berjumlah 6.800.000 ekor dengan nilai
USD 421,052.66 dan di tahun 2006
meningkat menjadi 9.043.842 ekor. Peningkatan produksi tersebut dipengaruhi oleh faktor sumberdaya alam serta permintaan akan ikan hias. Negara-negara tujuan ekspor ikan hias dari Indonesia adalah Timur Tengah, Chili, Uni Eropa, Srilangka, Singapura, Malaysia, Sudan, Muritius, Kuwait, Saudi Arab, Jepang, India, Yordan, Tasmania, Bangladesh, Korea, Afganistan, Libya, Philipina, Oman, Kenya, Yaman dan Zimbabwe.
Secara presentatif ikan hias lebih
banyak di pasarkan di luar negeri hal ini disebabkan tinggi permintaan pasar dunia terhadap ikan hias, sedangkan permintaan dalam negeri sedikit. Namun demikian banyak hasil produksi ikan hias Kota Bogor di pasarkan dibeberapa wilayah di Indonesia seperti : Pulau Sumatera, Kalimantan, Surabaya, Bali, serta Kota Jakarta. Kondisi permintaan lokal di Kota Bogor terhadap ikan hias masih memberikan peluang, hal ini suplier sebagian besar memenuhi permintaan para eksportir sedangkan data permintaan eksportir berdasarkan data pasar produktif 821.953 kg atau senilai USD 7.436.699. Sehingga dilihat dari sisi permintaan, usaha ikan masih memberikan prospek yang baik.
Industri Pendukung Industri Terkait Usaha ikan hias tergantung dari berbagai sub sistem agribisnis, karena merupakan sarana penunjang dalam kegiatan usaha. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi usaha ikan hias.
dan pasar merupakan sebuah jaminan berkembangnya Jasa pemasaran sangat menentukan, karena pemasaran
output dari usaha yang menghasilkan nilai ekonomi yang dapat diukur tingkat manfaatnya bagi pelaku usaha.
Industri jasa pemasaran yang juga lembaga
perantara pemasaran, baik pedagang besar, distributor, eksportir, maupun grosir dan pedagang eceran seyogyanya diperkuat untuk mendukung pengembangan dan mempercepat pertumbuhan industri. Jalur pemasaran ikan hias terbagi dua yaitu : lokal dan luar negeri (ekspor).
Pasar lokal adanya kios-kios kecil
diberbagai jalan utama di Kota Bogor serta ada lembaga pemerintah yang menjembatani pasar yaitu Terminal Agribisnis selain itu juga Terminal Agribisnis ikan hias sebagai penyuplai ikan hias ke luar negeri.
82
Peran eksportir dalam pemasaran sangat diperlukan karena keberhasilan pasar ikan hias adalah banyaknya permintaan dari luar negeri (internasional) sebagai fasilitator maupun suplier bagi konsumen internasional. Eksportir ikan hias yang ada di Bogor terdapat empat perusahaan eksportir, lihat Tabel 10. Tabel 10. Eksportir Ikan Hias di Wilayah Bogor No
Nama Eksportir
Alamat
1
Agung Mitra Aquatica
Jl. Mayor Oking Cibinong Bogor
2
Aquatic Indonesia
Jl. Cidangiang No.4 Bogor 16144
3
PT. Dua Ikan Selaras
Jl. Cinangka Raya Sawangan Parung Bogor
4
CV. Maju Aquarium
Jl. Kiangsana No.39 Perum Taman Rezeki Cibinong Bogor 16918
Sumber : DKP 2003
Salah satu faktor penyebab kurang berkembangnya ikan hias di Kota Bogor adalah sedikitnya jumlah ekportir sehingga pasar sulit untuk diakses oleh sebagian pembudidaya selain itu juga mobilitas produksi ikan hias menjadi rendah.
Semakin
banyak
para
eksportir
maupun
investor
semakin
mempermudah dalam pemasaran ikan hias sehingga produk ikan hias akan banyak terserap oleh konsumen sehingga perlu adanya upaya penumbuhan para eksportir maupun investor baru untuk mengembangkan usaha di Kota Bogor. 4.3.2 Industri Pendukung Usaha ikan hias adalah usaha yang menimbulkan peluang usaha baru bagi lingkungannya (multiplier efect). Secara otomatis akan menimbulkan pula terhadap perkembangan industri pendukung. Sebagai industri pendukung ikan hias diantaranya adalah industri pakan, industri asesories, serta industri sarana dan prasarana. Sumber pakan diperoleh dari luar Kota Bogor seperti halnya bloodwom didatangkan dari Bandung sedangkan cacing sutra didatangkan dari Jakarta dan Sukabumi. Pakan yang berasal dari Kota Bogor yaitu kutu air dan jentik nyamuk, jenis pakan ini mudah didapatkan atau banyak ditemukan pada lingkungan sekitar. Untuk jenis pakan bloodwom dan cacing hanya didapatkan pada supliersuplier dan pedagang-pedagang kecil (retail), namun terkadang jumlah pakan
83
yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan sehingga sering terjadi kekurangan pakan. Selain itu akibat pakan yang didatangkan dari luar Kota Bogor harga pakan ikan hias air tawar menjadi tinggi.
Padahal pakan sangat penting untuk
pertumbuhan ikan dan akan menentukan kualitas produksi. Akibat tidak adanya industri pakan, sering terjadi keterlambatan persediaan. Oleh karena itu di Kota Bogor perlu adanya industri pakan yaitu cacing beku dan cacing sutra maupun pakan buatan (fellet) sehingga
keterbatasan produk dan harga dapat
diminimalisirkan secara efisien. Ikan hias air terkenal dengan asesorisnya, untuk memperoleh asesoris cukup mudah karena telah banyak berkembang pedagang-pedagang asesoris (retail) baik skala kecil maupun skala besar. Banyaknya industri besi maupun kaca semakin mudah untuk membuat rak serta akuarium.
4.4 Peran Pemerintah Kota Bogor Peran Pemerintah Kota Bogor tertuang dalam kebijakan pemerintah dan dijabarkan dalam Visi Dinas Agribisnis yaitu Dinas Agribisnis Kota Bogor sebagai penggerak sekaligus pendorong usaha pertanian mandiri dalam rangka pengentasan kemiskinan.
Peran pemerintah melalui Dinas Agribisnis adalah
meningkatkan sumberdaya perikanan secara optimal, berwawasan serta berkelanjutan; sebagai fasilitator dalam mengembangkan pasar produk-produk perikanan; memotivator para pembudidaya sebagai pelaku usaha agar mampu meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas perikanan yang berdaya saing; dan mengembangkan kemitraan sejajar dan kewirausahaan pembudidaya dan petani. Selain hal diatas pemerintah sebagai fasilitator dalam mengembangkan modal usaha bagi para pembudidaya ikan hias seperti Dana Penguatan Modal (DPM) juga dana yang didapat dari BUMN dan BUMD Kota Bogor.
Serta
membangun kerjasama dengan lembaga perbankan yang ada di Kota Bogor yang dikenal dengan “Peduli Jawa Barat” oleh Bank Jawa Barat, “Gerakan Masyarakat Mandiri” oleh Bank Rakyat Indonesia.
84
4.5 Peran Kesempatan Indonesia mempunyai keanekaragaman ikan hias yang tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara pengekspor lainnya seperti Singapura dan malaysia. Pesaing ikan hias Indonesia adalah negara-negara Asia seperti Cina dengan kualitas bagus harga yang relatif bersaing sehingga pasar Indonesia menurun. Namun Cina sebagai negara pengekspor mempunyai empat musim salah satunya musim dingin terjadi pada bulan Mei - Juni, akibatnya produksi terhambat. Hal ini tidak hanya dialami oleh Cina saja tapi negara tujuan ekspor seperti Jepang dan Amerika mengalami hal serupa. Bila dilihat dari sudut pandang semacam ini berarti peluang pasar Indonesia untuk mengekspor ikan hias lebih besar.
4.6 Persaingan, Struktur Industri dan Strategi Perusahaan Porter (1995) mengatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat persaingan dalam industri tergantung dari jumlah pesaing, pertumbuhan industri, komponen biaya tetap, tingkat deferensiasi, keragaman pesaing, besarnya taruhan strategi serta hambatan pengunduran diri yang tinggi. Persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendukung peningkatan daya saing antar unit-unit perusahaan yang terdapat dalam industri tersebut. Industri ikan hias dipengaruhi oleh modal dimana industri kecil modal yang digunakan kecil dan sebaliknya industri besar modal yang digunakan besar. 4.6.1
Persaingan Domestik Daerah penghasil ikan hias air tawar sebagai pesaing adalah Sumatera
Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Papua. Kota Bogor memiliki beberapa keunggulan kompetitif (Competitive advantage) yang mampu mengembangkan ikan hias sebagai peningkatan ekonomi bagi masyarakat Kota Bogor. Jumlah produksi ikan hias di Kota Bogor 9.043.842 ekor per tahun, Kota Bogor penyuplai ikan hias dunia dan regional bersama-sama dengan daerah lain yang ada di Jawa Barat.
Berdasarkan teori daya saing
sebuah negara atau wilayah yang mampu berdaya saing ditunjukkan dengan kualitas produksi serta kontinyuitas sebuah produk. Faktor – faktor pendukung daya saing ikan hias di Kota Bogor hanya mengandalkan sumberdaya alam serta
85
infrastruktur. Sedangkan aplikasi daya saing secara global dari berbagai komponen belum dilaksanakan. 4.6.2
Struktur dan Strategi Industri Ikan Hias Air Tawar Ikan hias air tawar yang ada di Kota Bogor terbentuk melalui kelompok-
kelompok usaha kecil menengah dan besar. Jumlah pelaku usaha ikan hias terbanyak adalah skala menengah sedangkan skala besar hanya sedikit. Jaringan pemasaran dari beberapa pelaku usaha mampu mengakses pasar. Produksi ikan sesuai dengan pangsa pasar atau permintaan baik dalam maupun luar negeri. Sebagai komoditas andalan Kota Bogor adalah Neon tetra, panda, black ghost, black molly dan banyak ikan jenis lainnya. Pembudidaya
dikelompokan
dalam
tiga
kelompok
yaitu
pertama
pembudidaya sebagai pembenih (breeder) yaitu usaha yang dilakukan hanya pembenihan.
Kedua pembudidaya pembesaran yaitu, usaha yang dilakukan
berupa pembesaran dan benih diperoleh dari breeder (pembudidaya pembenih). Ketiga pembudidaya pembenih sekaligus pembesaran yaitu, usaha yang dilakukan merupakan gabungan dari dua kelompok usaha pembenihan dan pembesaran. Hasil produksi dijual ke suplier yang ada di Kota Bogor baik berupa benih maupun ukuran ikan hias air tawar dewasa. Melalui suplier ikan – ikan tersebut didistribusikan ke konsumen baik lokal, regional maupun internasional (eksportir). Selanjutnya struktur usaha ikan hias dapat dilihat pada Gambar 9.
P E M B U D I D A Y A
PEMBENIH PEMBENIH & PEMBESARAN
EKSPORTIR
PEMASOK
PEMBESARAN
Gambar 9. Bagan Alur Usaha Ikan Hias
LOKAL
REGIONAL
86
4.7 Strategi Peningkatan Daya Saing Pengaruh daripada daya saing adalah tingkat biaya operasional atau biaya produksi yang dikeluarkan serta sarana infrastruktur atau sarana penunjang lainnya dibidang perikanan. Semakin sedikit biaya yang dikeluarkan yang disertai dengan sedikitnya sarana dan prasarana dalam
mendukung
kegiatan usaha maka daya saing akan semakin baik dalam arti, produksi yang dihasilkan akan mempunyai nilai ekonomis tinggi. Hasil analisis menyimpulkan bahwa daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor masih tergolong lemah, lemahnya itu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1) sarana pendukung dalam kegiatan budidaya ikan hias seperti industri pakan, dan industri lainnya; 2) kurangnya para eksportir dan suplier lokal di Kota Bogor walaupun
secara nasional peluang pasar dunia masih tinggi;
3) sumberdaya IPTEK yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Oleh karenanya perlu dilakukan strategi yang baik agar daya saing ikan hias di Kota Bogor tinggi.
Strategi tersebut adalah : 1) Menumbuh kembangkan jaringan
pasar ikan hias; 2) Optimalisasi sumberdaya pendukung ikan hias. 4.7.1
Menumbuhkembangkan Jaringan Pasar Meskipun peluang pasar internasional masih terbuka namun secara lokal
(khusus wilayah Kota Bogor) para pembudidaya masih mengalami kesulitan dalam mencari informasi pasar, bahkan tidak jarang terjadi kelimpahan produksi sejenis akibatnya harga menjadi turun.
Langkah-langkah yang dapat
menumbuhkan jaringan pasar adalah sebagai berikut : 1. Melakukan kerjasama antara pemerintah daerah dengan suplier dan eksportir yang ada di Kota Bogor 2. Mengadakan diseminasi sebagai wahana publikasi ikan hias air tawar Kota Bogor 3. Membentuk organisasi ikan hias air tawar Kota Bogor yang diprakarsai oleh Pemerintah Kota Bogor dan melibatkan para stakeholders baik pembudidaya maupun pelaku usaha (eksportir) 4. Menarik para investor, pelaku usaha mupun eksportir untuk melakukan usahanya di Kota Bogor.
87
Optimalisasi Sumberdaya Pendukung Ikan Hias Air Tawar Berdasarkan analisa, daya dukung pengembangan ikan hias air tawar masih sedikit disamping peranannya peranannya dalam menunjang kegiatan pengembangan ikan hias. Untuk mendukung pengembangan ikan hias di Kota Bogor maka perlu dilakukan : 1. Memanfaatkan fungsi perpustakaan daerah selain sebagai informasi umum juga wadah informasi khusus bagi pembudidaya ikan hias air tawar 2. Membangun sentra sarana perikanan seperti, pakan, asesories perikanan, maupun sarana pendukung lainnya seperti industri kaca dan besi untuk pembuatan akuarium 3. Bekerjasama dengan lembaga pendidikan dan penelitian dalam hal pengembangan SDM bagi pembudidaya ikan hias air tawar 4. Menjalin kerjasama dengan sistem kemitraan antara pelaku usaha dengan perbankan dalam mendukung sumberdaya modal
V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR
Analisa Biaya Manfaat Ikan Hias Air Tawar Layak tidaknya usaha dapat diukur melalui beberapa parameter pengukuran seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit B/C Ratio, ketika parameter tersebut berfungsi sebagai pedoman dalam mengembangkan usaha secara berkelanjutan, selain itu juga sebagai langkah awal dalam pengambilan keputusan dalam menjalankan usaha ikan hias. Dalam sebuah buku dikatakan bahwa biaya manfaat berfungsi sebagai alat ukur untuk menenentukan berapa banyak modal yang akan diinvestasikan dan bagaimana suatu usaha itu dapat dijalankan.
Produk yang dihasilkan dari
sebuah farm atau usaha ikan hias tidak hanya satu jenis tetapi beragam sesuai dengan jenis yang diusahakan. Profil usaha ikan hias tergambar pada lampiran. Analisa usaha Ikan hias dalam satu periode yang berlangsung selama satu sampai dengan dua bulan. Jenis ikan hias yang dibudidayakan kebanyakan adalah Ctenopoma, Diskus, Neon, Black ghost karena ikan-ikan tersebut mudah dipasarkan. Beberapa faktor yang menentukan keberhasilan usaha yaitu tersedianya sarana dan prasarana produksi yang memadai akan memberikan hasil yang optimal bila dibandingkan dengan usaha yang hanya memanfaatkan sebagian karena akan memberikan pengaruh pada biaya investasi, dalam melakukan analisa usaha telah dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu, skala usaha kecil dengan kategori kepemilkan akuarium 1-30 buah; skala usaha menengah dengan kategori kepemilikan akuarium 31-50; dan skala besar dengan kategori memiliki akuarium lebih dari 50 buah. Tingkat suku bunga pada lembaga perbankan berbeda-beda mulai dari suku bunga 10 % sampai dengan 16 %, dan yang digunakan dalam kepentingan penelitian ini adalah suku bunga 10 % alasan ini juga diperkuat dengan adanya dana skim pemerintah yang disalurkan kepada masyarakat dengan suku bunga 4 % sampai dengan 6 %.
89
5.2 Analisa Usaha ikan Hias Air Tawar Skala kecil Analisa kelayakan usaha merupakan suatu hal yang harus dilakukan sebelum pengembangan usaha dijalankan, baik oleh swasta, pemerintah atau perorangan. Analisa usaha yang dilakukan tidak terbatas pada suatu bidang tertentu saja, tetapi hampir seluruh bentuk pengembangan usaha.
Analisis
kelayakan yang dilakukan adalah Net Present Value (NPV), Manfaat investasi Benfit Ratio (B/C Ratio) dan Interest Rate of Return (IRR) dalam jangka waktu 5 tahun dengan tingkat suku bunga (discount factor) 10% yang merupakan tingkat suku bunga deposito rata-rata tahun 2006 pada saat penelitian dilakukan. Kondisi usaha ikan hias yang ada di Kota Bogor menggambarkan layak untuk
dikembangkan,
dilakukan
analisis
penelitian
bahwa
investasi
Rp. 13.930.500,- selama 5 tahun memberikan nilai uang sebesar Rp. 838.026,biaya manfaat yang diperoleh adalah 1,06 artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 1,06 kali lipat. Nilai Internal Rate of Return dilakukan dengan menggunkan metode trial and erorr didapatkan bahwa pada tingkat discount factor 13% NPV yang diperoleh negatif yaitu – Rp. 227.718,- (Lampiran 1). Hal ini menunjukan bahwa keuntungan atas investasi bersih selama 5 tahun memberikan nilai bersih sebesar 20,22% atau pada tingkat discount factor 20,22% maka semua keuntungan apabila ditanamkan kembali akan mengalami titik impas dan akan mendapat kembali semua modal investasi dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11. Analisis Kelayakan Usaha Skala Kecil No
Kriteria
Analisis Finansial
1
NVP
Rp. 838.026,-
2
Net B/C
1,06
3
IRR (%)
20,22
Selain itu dalam penelitian ini diuji tingkat kelayakan dan resistan usaha dengan menggunakan metode uji sensitivitas.
Uji sensitivitas ini didasarkan
pada kondisi yang sering terjadi dilapangan khususnya di Kota Bogor. Skenario dilakukan dengan beberapa kriteria adalah sebagai berikut : a. Saat produksi turun 10% Pada kondisi awal jumlah produksi dari ikan hias sebanyak 1.200 ekor dengan harga jual Rp. 1.250,- per ekor namun terjadi penurunan produksi
90
sebesar 10% sehingga jumlah ikan 1.080 ekor sehingga jumlah penerimaan yang diperoleh Rp. 10.800.000,-. Net Present Value (NPV) dengan discount factor 10% sebesar – Rp. 3.710.917 sedangkan IRR -5,10% dan Net B/C 0,73. Penurunan produksi dapat terjadi dikarenakan adanya kematian akibat cara penanganan berbeda maupun kondisi lingkungan yang mengakibatkan produksi menurun. Jika kondisi ini terjadi maka usaha ini tidak layak untuk dikembangkan karena nilai yang diberikan atas usaha bernilai negatif atau tidak mendapatkan manfaat dari usaha tersebut. b. Saat harga produksi turun 15 % Dikondisikan harga ikan menurun dari Rp. 1.250,- per ekor menjadi Rp.1.063,- per ekor. Fluktuasi harga dapat terjadi kapan saja dan biasanya terjadi penurunan harga pada saat jumlah produksi ikan melimpah sedangkan volume permintaan tetap sehingga produk bersaing. Kondisi ini mempengaruhi pendapatan yang rendah yaitu Rp. 10.200.000,-. Selama 5 tahun nilai keuntungan bersih atau NPV yang diperoleh – Rp. 5.985.390,- sedangkan nlai yang didapatkan atas keuntungan bersih atau IRR -20,10% dan Net B/C ratio adalah 0,75. Saat harga produksi turun maka usaha tidak layak untuk dikembangkan karena nilai NPV yang didapat kurang dari 1 dan IRR kurang dari 1. c. Saat produksi turun 10% dan harga produksi turun 15% Kondisi ini menjelaskan bahwa pada saat yang sama terjadi penurunan produksi dan harga jual turun yaitu jumlah produksi hanya 1.080 ekor dengan harga Rp. 1.063,- per ekor sehingga jumlah pendapatan Rp. 9.180.000,- dengan biaya
operasional
Rp.
8.104.100,-
ditambah
dengan
biaya
investasi
Rp. 13.930.500,-. NPV yang dihasilkan adalah – Rp. 9.851.992,- IRR -39,23% dan Net B/C ratio 0,39. Kondisi seperti ini terjadi bila terjadinya blooming produksi sehingga harga menjadi tidak stabil bahkan lebih cendrung turun drastis ditambah dengan kondisi lingkungan atau cara pemeliharaan tidak dilakukan secara optimal sehingga ikan banyak mengalami kematian, bila ini terjadi usaha maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan. d. Saat biaya produksi naik 20% Adanya perubahan ekonomi sehingga mengakibatkan harga sarana dan prasarana menjadi naik sehingga menambah beban biaya dari produksi yang
91
dilakukan. Biaya produksi Rp. 9.724.920,- dengan pendapatan Rp. 12.000.000,-. Net Present Value –Rp. 5.306.156,- selama 5 tahun. Net B/C ratio atau manfaat yang diperoleh adalah 0,62 dengan IRR sebesar -15,58% menunjukan bahwa tingkat keuntungan atas investasi bersih yang ditanam adalah sebesar - 15,58%. Dengan kata lain usaha ini tidak memberikan keuntungan dan keuntungan yang diinvestasikan kembali tidak memberikan hasil. e. Saat biaya produksi naik 20% dan produksi turun 10% Terjadinya kenaikan biaya operasional yaitu Rp. 9.724.920,- dan pendapatan Rp. 10.800.000,- secara keseluruhan masih memperoleh profit yaitu Rp. 1.075.080,- selama 1 tahun. Namun dilihat dari jangka usia investasi selama 5 tahun dengan discount factor 10% NPV sebesar – Rp. 9.855.100,- dan Internal Rate of Return (IRR) didapat pada trial error 13% adalah -90,53 %. Kondisi ini sudah jelas tidak layak untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil uji sensitivitas terlihat skala usaha kecil dalam setiap skenario memberikan nilai negatif artinya usaha ini sangat sensitif terhadap semua kondisi sehingga menjadi skala usaha yang sangat kritis. Alasannya lima skenario tersebut dapat saja terjadi sewaktu-waktu yang akan mengakibatkan usaha tersebut menjadi tidak layak kembang. Ini disebabkan bahwa usaha kecil hanya mempunyai volume produksi sedikit dan akuarium yang dimiliki maupun prasarana lain terbatas. Uji sensitivitas skala kecil dapat dilihat pada Lampiran 3.
5.3 Analisa Usaha Ikan Hias Air Tawar Skala Menengah Analisa usaha skala menengah menunjukan investasi yang ditanamkan adalah
Rp.
33.842.500
selama
5
tahun
dengan
biaya
operasional
Rp. 14.463.200,-, biaya ini dipergunakan untuk pembelian pakan, pembayaran rekening listrik, telepon tenaga kerja serta biaya penunjang lainnya atau saprokan (Lampiran 2).
Sedangkan biaya tetap terdiri atas bunga bank dan
penyusutan. Hasil produksi dari skala usaha menengah pada saat penelitian dilakukan adalah sebanyak 2.800 ekor ikan hias dengan jenis ctenopoma sebanyak 2.700 ekor dan diskus 100 ekor, masa pemeliharaan rata-rata 1,5 bulan sehingga dalam 1 tahun menghasilkan 8 kali produksi.
Rata penjualan ikan tersebut
selama 5 tahun masing-masing ctepoma Rp. 1.600 ekor dan diskus Rp. 6.000,-
92
dengan pendapatan yang diperoleh selama 5 tahun Rp. 39.360.000,- dan Net profit sebesar Rp. 24.896.800,-. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap prospek pengembangan usaha ikan hias dalam waktu 5 tahun dengan tingkat suku bunga 10% yang merupakan tingkat suku bunga rata-rata yang berlaku pada tahun 2006.
Diperoleh nilai
NPVnya Rp. 60.535.960,- yang berarti selama 5 tahun usaha ikan hias akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp. 60.535.960,-
yang dihitung
berdasarkan nilai sekarang , selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis Kelayakan Usaha Skala Menengah NO
Kriteria
Analisis Finansial
1
NVP
Rp. 60.535.960,-
2
Net B/C
2,79
3
IRR (%)
69,24
Selanjutnya perhitungan Net B/C ratio pada tingkat suku bunga 10 % diperoleh 2,79, artinya investasi pada usaha ini memberikan manfaat bersih 2,79 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Sedangkan IRR sebesar 69,24 % ini didapatkan dengan menggunakan trial and error yang didapatkan antara nilai NPV positi dan NPV negatif. Artinya tingkat keuntungan atas investasi bersih yang ditanam adalah sebesar 69,24 %, jika seluruh keuntungan ditanamkan kembali pada tahun berikutnya atau dengan kata lain pada tingkat nilai IRR 69,24 % usaha ikan hias skala menengah akan mengalami titik impas dan akan mendapatkan kembali semua modal investasi dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Usaha yang memiliki kapasitas minimal maksimal 50 akuarium dilakukan dengan menggunakan ukuran ruangan minimal 6 m x 5 m sudah mempunyai ruangan khusus walaupun masih sedikit tergabung dangan tempat tinggal. Berbeda dengan skala kecil tempat usaha budidaya merupakan bagian dari tempat tinggal sehingga modal investasi sangat kecil.
Para pembudidaya
memiliki induk ikan hias dan mengembangkan sendiri tanpa harus membeli benih dari tempat lain.
Hasil analisis diatas menyimpulkan bahwa usaha ikan hias
skala menengah layak untuk dikembangkan. Namun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usaha secara ekonomi dapat terjadi sewaktu-waktu. karenanya dilakukan uji sensitivitas dengan cara sebagai berikut :
Oleh
93
a. Saat produksi turun 10% Pada kondisi normal usaha menengah menghasilkan produksi sebanyak 2.520 ekor dengan kondisi demikian yaitu terjadi penurunan produksi 10% dari masing-masing jenis maka jumlah produksi menjadi 2.800 ekor berarti pendapatan yang diperoleh berkurang menjadi Rp. 35.424.000,-. Secara analisis jangka pendek dalam per tahunnya dimana biaya operasional terjadi kenaikan harga yaitu Rp. 14.463.200,- kondisi seperti ini masih memberikan keuntungan Rp. 24.896.800,-. Setelah dilakukan analisis jangka panjang dengan discoun factor
10% suku bunga ini berlaku sekarang didapatkan nilai NPV sebesar
Rp. 45.615.423,- IRR yang diperoleh adalah 55,54% artinya keuntungan bersih atas investasi yang ditanam adalah 55,54 persen dan Net B/C ratio adalah 2,35 artinya manfaat yang diperoleh dalam waktu 5 tahun adalah 2,35 kali lipat. Walaupun terjadi penurunan produksi yang diakibatkan adanya mortalitas sebesar 10% serta akibat lainnya, usaha tersebut tetap layak untuk dikembangkan karena nilai investasi yang ditanam selama 5 tahun dapat memberikan keuntungan dan manfaat bersih. b. Saat harga produksi turun 15 % Harga ikan hias dari masing-masing jenis adalah Rp. 1.600,- per ekor untuk ikan jenis ctenopoma dan Rp. 6.000,- per ekor jenis diskus terjadi penurunan harga 15% maka harga Ctenopoma Rp. 1.360,- per ekor dan Diskus Rp. 5.100,- per ekor dengan jumlah masing-masing jenis 2.700 ekor dan 100 ekor artinya pendapatan yang dihasilkan Rp. 33.456.000,- cost yang dikeluarkan sama dengan kondisi normal, memberikan nilai benefit atau profit Rp. 18.992.800,Hasil analisis kelayakan dalam waktu 5 tahun diperoleh nilai NPV dengan discount factor 10% adalah Rp. 38.155.154,- sedangkan Internal Rate of Return (IRR) adalah 48,64 persen, lalu parameter berikutnya adalah Net B/C ratio 2,13 atau manfaat yang diperoleh dalam waktu tersebut sebesar 2,13 kali lipat. Dilihat dari kriteria walaupun kondisi harga dalam keadaan turun namun bagi kalangan pembudidaya yang tergolong dalam skala ini masih layak untuk mengembangkan usahanya, justru menjadi peluang kesempatan untuk meningkatkan daya saing dengan pembudidaya lain baik dari dalam maupun luar Kota Bogor.
94
c. Saat produksi turun 10% dan harga produksi turun 15% Kondisi demikian digambarkan ketika produksi turun 10% yaitu berjumlah 2.800 ekor dengan masing-masing jenis Ctenopoma 2.430 ekor dan Diskus 90 ekor dan kondisi harga turun 15% yaitu masing-masing Rp. 1.360,- dan Rp. 5.100,- maka pendapatannya Rp. 3.011.400,- sedangkan biaya operasional atau biaya tetap sebesar Rp. 14.463.200,- maka profitnya yang diperoleh berkurang yaitu -Rp. 11.451.800,- secara jangka pendek usaha ini mengalami kerugian total akibat harga turun dan produksi turun. Jika dilakukan analisa jangka panjang selama 5 tahun dengan discount factor 10 persen maka NPVnya –Rp. 77.253.831,- dan IRR – 58,23 persen manfaat yang diperoh (Net B/C) -1,28. Berarti jika terjadi kondisi demikian usaha tersebut tidak dapat berkembang atau tidak layak untuk dijalankan. d. Saat biaya produksi naik 20% Akibat
pergolakan
ekonomi
pengaruh
lain
yang
mungkin
dapat
ditimbulkan adalah meningkatanya biaya produksi atau operasional sebesar 20 % dari harga normal yaitu Rp. 14.463.200,- menjadi Rp. 17.353.840,- dalam waktu 1 tahun dengan pendapatan normal yaitu Rp. 39.360.000,- maka didapat profit senilai Rp. 22.006.160,-.
Nilai keuntungan yang akan didapat selama
5 tahun (NPV) adalah Rp. 49.578.160,- IRRnya 58,79 persen serta manfaat yang diperoleh adalah 2,46 kali. Ternyata saat terjadi kenaikan biaya produksi usaha tersebut dapat terus berkembang dan layak untuk dilakukan. e. Saat biaya produksi naik 20% dan produksi turun 10% Pada
saat
harga
naik
20%
artinya
cost
meningkat
menjadi
Rp. 17.353.840,- dan produksi turun 10% yang mempengaruhi tingkat pendapatan menjadi Rp. 35.424.000,-. NPV yang diperoleh Rp. 34.657.623,artinya keuntungan yang didapat dalam waktu 5 tahun sebesar Rp. 34.657.623,Net B/C ratio 2,02 artinya manfaat atas investasi 2,02 kali lipat serta IRR 45,51 persen.
Dengan demikian usaha yang dilakukan dengan kondisi seperti ini
masih layak untuk dikembangkan karena masih memberikan manfaat atas investasi yang ditanamkan. Berdasarkan hasil uji sensitivitas, kondisi usaha yang tidak layak dikembangkan hanya terjadi jika produksi turun 10% dan harga produksi turun 15%.
Sedangkan dikondisi lain usaha skala menengah sangat layak untuk
dikembangkan, yaitu bila terjadi penurunan produksi dan atau harga produksi
95
turun, terjadi kenaikan biaya produksi dan atau produksi turun. selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
5.4 Analisa Usaha Ikan Hias Air Tawar Skala Besar Usaha ikan hias skala besar umumnya telah banyak berkembang di Kota Bogor.
Prinsipnya cara pemeliharaan maupun perlakuan sama dengan dua
skala sebelumnya namun secara ekonomis dapat dirinci sebagai berikut. Investasi awal yang dibutuhkan dalam skala usaha ini adalah Rp. 64.276.000,dengan kepemilikan akuarium 95 buah selain itu digunakan untuk pembelian tabung oksigen, pembuatan gedung atau tempat usaha, pembelian induk, dan lain
sebagainya.
Sedangkan
biaya
operasional
yang
dibutuhkan
Rp. 44.357.200,- yang terdiri atas biaya pakan, tenaga kerja, telepon, packing, penyusutan serta baiya lainnya, dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil produksi total dari usaha ini adalah 7.700 ekor ikan hias yang terdiri dari masing-masing jenis ikan Ctenopoma 5.000 ekor black ghost 2.700 ekor dengan 8 kali produksi dalam 1 tahun atau total pendapatan dalam satu tahun adalah
Rp.
48.960.000,-
jika
dibandingkan
dengan
biaya
operasional
Rp. 44.357.200,- maka Net profit yang diperoleh adalah Rp. 4.602.800,- atau dalam 1 tahun. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap prospek pengembangan usaha dalam jangka waktu 5 tahun dengan discount factor 10% , maka diperoleh NPV sebesar -Rp. 46.827.766,- artinya selama 5 tahun usaha ikan hias skala besar tidak memberikan keuntungan sama sekali. Selanjutnya perhitungan Net B/C ratio pada discount factor 10% diperoleh 0,27 atau nilai manfaat bersih 0,27 kali lipat.
sedangkan nilai IRR sebesar
-154 %, tingkat keuntungan bersih yang ditanam adalah 35,53 %, jika seluruh keuntungan yang diperoleh ditanam kembali pada tahun berikutnya, atau dengan kata lain pada tingkat nilai IRR sebesar -154 % usaha ini akan mengalami suatu titik impas dan akan mendapatkan kembali modal investasi dan biaya-biaya yang dikeluarkan.
Berdasarkan semua kriteria tersebut menunjukan bahwa secara
finansial usaha investasi ikan hias skala besar tidak layak untuk dikembangkan, selanjutnya hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
96
Tabel 13. Analisis Kelayakan Usaha Skala Besar NO
Kriteria
Analisis Finansial
1
NVP
-Rp. 46.827.766,-
2
Net B/C
0,27
3
IRR (%)
-154
Alasannya adalah usaha skala besar memerlukan modal yang besar hendaknya harus diimbangi dengan jumlah produksi yang besar pula. Sedangkan yang terjadi pada saat dilakukan observasi lapangan bahwa produksi yang dihasilkan tidak maksimal dilihat dari ketersediaan sarana yaitu akuarium masih memungkinkan untuk dilakukan penambahan populasi ikan.
Hal ini
dikarenakan terbatasnya kemampuan (tenaga kerja) dalam pemeliharaan ikan hias air tawar, dan terbatasnya pengetahuan pembudidaya mengenai ikan hias air tawar. Selanjutnya dilakukan uji sensitivitas seperti yang telah dilakukan pada skala usaha lainnya, tujuannya untuk mengetahui tingkat kekuatan yang dimiliki oleh skala usaha tersebut dan dapat dilakukan tindak lanjut penanganan yang lebih intensif. a. Saat produksi turun 10% Terjadi penurunan produksi dari jumlah normal yaitu 10%, jumlah produksi yang dihasilkan pada kondisi normal 7.700 ekor dari masing-masing jenis yaitu Ctenopoma dan black ghost, jumlah Ctepoma menjadi 4.500 ekor dan black ghost 2.430 ekor sehingga jumlah penerimaan menjadi Rp. 44.064.000,cost
yang
dikeluarkan
adalah
Rp.
44.357.200,-
profit
yang
diperoleh
-Rp. 293.200,-. Keuntungan yang diperoleh bersih selama 5 tahun atau NPV pada discount factor 10% adalah –Rp. 65.387.458,- IRR sebesar -2.255% dan manfaat yang diperoleh atau net B/C ratio sebesar 0,02. Berdasarkan hasil diatas, bila terjadi penurunan produksi 10% maka akan mengalami kerugian, hal ini disebabkan karena investasi dan biaya-biaya yang dikeluarkan sangat besar apalagi investasi yang ditanamkan lebih dari Rp. 50.000.000,- volume produksi menjadi faktor penentu jika produksi turun maka usaha tidak dapat dikembangkan secara otomatis mengalami kerugian . b. Saat harga produksi turun 15 % Kondisi berikutnya harga turun 15% masing-masing ctenopoma Rp. 900,per ekor menjadi Rp. 765,- per ekor dan black ghost Rp. 600,- per ekor menjadi
97
Rp.
510,-
per
ekor.
Sehingga
penerimaan
yang
diperoleh
adalah
Rp. 41.616.000,- NPV pada discount factor 10% adalah –Rp. 74.667.304,- net B/C ratio 0,16.
Secara financial usaha ini tidak layak untuk dikembangkan
karena tidak memberikan manfaat dari usaha yang dilakukan. Kondisi ini bagi skala usaha besar sangat rentan. c. Saat produksi turun 10% dan harga produksi turun 15% Kondisi ini digambarkan ketika produksi turun 10% yaitu berjumlah 6.930 ekor dengan masing-masing jenis Ctenopoma dan black ghost menjadi Ctepoma 4.500 ekor dan black ghost 2.430 ekor dan kondisi harga turun 15% yaitu masing-masing Rp. 1.360,- dan Rp. 5.100,- maka pendapatannya Rp. 37.454.400,- sedangkan biaya operasional atau biaya tetap sebesar Rp. 44.357.200,- maka profitnya yang diperoleh berkurang yaitu -Rp. 6.902.800,secara jangka pendek usaha ini mengalami kerugian total akibat harga turun dan produksi turun. Jika dilakukan analisa jangka panjang selama 5 tahun dengan discount factor 10 persen maka NPVnya –Rp. 90.443.042,- dan IRR – 1.182 persen manfaat yang diperoh (Net B/C) 0,41. Berarti jika terjadi kondisi demikian usaha tersebut tidak dapat berkembang atau tidak layak untuk dijalankan. d. Saat biaya produksi naik 20% Kondisi ini adanya kenaikan harga saprokan bahkan biaya operasional lainnya menjadi 20% yaitu Rp. 53.228.640,- namun penerimaan yang diperoleh Rp. 48.960.000,- usaha ini memperoleh keuntungan sebesar -Rp. 4.268.640,-. NPV yang diperoleh -Rp. 80.457.504,- artinya keuntungan bersih yang diperoleh selama 5 tahun adalah -Rp. 80.457.504,- Internal rate of return atau IRR -752 persen.
Net B/C rationya 0,29 artinya manfaat yang diperoleh dari usaha
tersebut adalah 1,19 kali lipat.
Dari hasil analisis pada kondisi terjadi kenaikan
biaya produksi usaha ini tidak layak untuk dikembangkan karena NPV yang diperoleh negatif atau kurang dari 1 dan IRR kurang dari 0. e. Saat biaya produksi naik 20% dan produksi turun 10% Pada
saat
harga
naik
20%
artinya
cost
meningkat
menjadi
Rp. 53.228.640,- dan produksi turun 10 % yang mempengaruhi tingkat pendapatan menjadi Rp. 41.616.000,- maka profit –Rp. 11.612.640,- sedangkan NPV sebesar -Rp. 108.297.042,- artinya keuntungan yang didapat dalam waktu 5 tahun sebesar -Rp. 108.297.042,- Net B/C ratio 0,68 artinya manfaat atas
98
investasi 0,68 kali lipat serta IRR -1.970 persen. Dengan demikian usaha yang dilakukan dengan kondisi seperti ini sudah tidak layak untuk dikembangkan. 5.5 Strategi Pengembangan Dalam Meningkatkan Usaha Ikan Hias Berdasarkan
hasil
analisis
kelayakan
sebagaimana
telah
diuraikan
sebelumnya, dapat diketahui bahwa usaha ikan hias baik skala kecil, menengah dan besar layak untuk dikembangkan. Layaknya usaha tersebut dikarenakan manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Usaha ikan hias yang telah dilakukan oleh pembudidaya Kota Bogor telah banyak membantu peningkatan ekonomi pembudidaya sehingga lebih mandiri. Namun dari uji sensitivitas yang telah dilakukan terhadap semua jenis skala usaha, ada sebuah hambatan yang sangat terlihat jelas perbedaannya yaitu : pada
skala
usaha
kecil
rentan
terhadap
perubahan-perubahan
yang
mempengaruhi produksi maupun segala sesuatunya yang berkaitan dengan usaha pengembangan ikan hias. Pada skala usaha kecil, jika terjadi penurunan produksi sebanyak 10 persen artinya jumlah ikan yang dihasilkan terjadi penurunan dari jumlah populasi awal sebanyak 10 % maka keuntungan bersih yang diperoleh selama 5 tahun menghasilkan nila negatif dengan demikian usaha tersebut tidak llayak untuk dikembangkan. Skala usaha yang sama tetapi mengalami penurunan harga jual sebanyak 15 % dari harga standar maka usaha tersebut tidak menghasilkan keuntungan dengan kata lain jika terjadi penurunan harga jual sebanyak 15% maka usaha kecil tidak layak untuk dikembangkan. Jika pada saat usaha terjadi penurunan harga jual 15 % dan penurunan produksi 10 % maka lebih tidak layak lagi untuk dikembangkan. Ketika terjadi kenaikan biaya operasional dan terjadi kenaikan biaya produksi dan produksi turun 10% maka usaha NPV yang dihasilkan selama 5 tahun adalah negatif.
Dengan kata lain usaha ini tidak layak untuk
dikembangkan. Pada skala usaha menengah hampir semua kondisi menghasilkan nilai NVP positif keculai pada saat terjadi penurunan harga jual 15 % yang dikuti penurunan hasil produksi sebanyak 10% dari populasi normal atau awal maka NPV yang dihasilkan negatif atau pada kondisi tersebut usaha ini tidak layak dikembangkan sedangkan pada kondisi lain usaha skala menengah layak untuk dikembangkan. Bila dibandingkan dengan skala kecil maka lebih menguntungkan dan aman berinvestasi pada skala usaha menengah.
99
Skala usaha besar adalah skala usaha yang beresiko tinggi untuk dikembangkan (sensitif) karena dari hasil uji sensitivitas yang dilakukan dengan lima skenario ternyata hasil yang didapat bernilai negatif artinya usaha tersebut tetap tidak layak untuk dikembangkan. Salah satu cara yang harus dilakukan adalah memaksimalkan produksi ikan agar semua biaya yang dikeluarkan dapat diimbangi dari hasil produksi. Disimpulkan bahwa usaha ikan hias di Kota yang terbagi menjadi 3 (tiga) skala usaha (menurut penelitian) yaitu skala kecil, skala menengah dan skala besar, dari ketiga skala usaha tersebut ternyata usaha yang merupakan tingkat aman adalah skala usaha menengah sedangkan skala usaha kecil dan besar sangat sensitif artinya jika terjadi situasi yang sesuai pada skenario diatas maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada skala usaha kecil yaitu rendahnya volume produksi yang mereka hasilkan dan terbatasnya sarana dan prasarana produksi terutama akuarium maupun sarana penunjang pokok lainnya, padahal komponen investasi yang dibutuhkan hampir sama dengan skala usaha menengah. Sedangkan penyebab dari skala usaha besar adalah tingginya biaya investasi serta biaya operasional yang harus dikeluarkan ditambah dengan kurang maksimalnya produksi yang dihasilkan padahal dengan jumlah sarana akuarium yang ada masih dapat dilakukan penebaran yang maksimal sehingga bila terjadi situasi yang digambarkan dalam uji sensitivitas maka hasil yang didapatkan tidak menguntungkan atau mengalami kerugian. Oleh karena itu strategi yang perlu dikembangkan oleh pemerintah Kota Bogor dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama pembudidaya ikan hias adalah sebagai berikut : 1) Bagi skala kecil perlu dilakukan peningkatan ke skala usaha menengah; dan 2) Bagi skala besar perlunya optimalisasi produksi. 5.5.1
Peningkatan Skala Usaha Kecil Menjadi Skala Usaha Menengah Skala usaha kecil adalah usaha yang banyak terdapat di Kota Bogor ini
harus menjadi perhatian bersama terutama Pemerintah Kota Bogor, jika mampu mengangkat perekonomian pembudidaya skala kecil maka secara universal ekonomi rakyat dapat teratasi dan dapat berkembang. Sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan skala usaha kecil menjadi skala usaha menengah dengan cara : 1). Memberikan permodalan yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh
100
pembudidaya. Modal digunakan untuk melengkapi akuarium, penambahan induk ikan, pakan serta pembelian rak dan lain-lain. Modal yang diberikan minimal Rp. 5.000.000,- per RTP, sumber modal dapat dilakukan dengan cara kerjasama Pemerintah Kota Bogor dengan lembaga perbankan yang ada di Kota Bogor 2) Monitoring, ini dibutuhkan untuk mendorong kinerja usaha sekaligus mengarahkan tentang penggunaan modal secara tepat sehingga tidak terjadi penyimpangan dari pelaku usaha.
Pelaksanaan monitoring dilakukan secara
optimal dan kontinyu sehingga usaha tersebut berkembang dengan baik. 5.5.2
Optimalisasi Produksi Berdasarkan hasil analisis pada skala usaha besar faktor yang
mempengaruhi
layak
tidaknya
usaha
tersebut
untuk
dijalankan
artinya
bagaimana keuntungan besih didapatkan dari usaha tersebut adalah produksi. Ini terbukti ketika produksi turun 10 % usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan, hal ini berbeda dengan skala usaha menengah bahwa pada saat produksi turun 10% usaha tersebut masih layak untuk dikembangkan. Perbedaan ini sangat jelas bila dilihat dari investasi skala besar jauh lebih besar dari skala usaha menengah, hal ini dikarenakan skala besar sudah harus menggunakan sarana dan prasarana secara lengkap serta butuh operasional yang tepat sehingga dapat menekan biaya yang tinggi. Oleh karena itu strategi yang dilakukan agar terjadi keseimbangan dalam usaha tersebut dengan melakukan penambahan volume produksi melalui : 1). Penambahan induk ikan hias dan penambahan akuarium; dan 2) Pembinaan dan pendampingan teknologi agar produksi mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik.
VI.
PERSEPSI STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN IKAN HIAS AIR TAWAR DI KOTA BOGOR
6.1 Ikan Hias Air Tawar Kota Bogor Pengembangan usaha ikan hias air tawar merupakan usaha yang memiliki multiplier effect, baik terhadap pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja, selain itu pengembangan usaha ikan hias dapat menciptakan usaha-usaha baru seperti pada industri kaca sebagai produsen akuarium, industri besi-baja sebagai produsen rak akuarium. Secara geografis dan topografi letak wilayah Kota Bogor termasuk sebagai wilayah hinterland DKI Jakarta, sehingga kehidupan masyarakatnya cenderung beraktivitas dan menekuni dibidang perdagangan baik skala kecil, menengah hingga besar. Dalam kondisi tersebut, keberadaan Ikan hias dikalangan masyarakat belum dipandang sebagai usaha yang memiliki prospek ekonomi melainkan hanya sebagai hobiis. Fenomena tersebut ditunjukkan dengan posisi produksi ikan hias pada tahun 2006 yaitu 9.043.842 ekor jumlah RTP sebanyak 200 RTP. Secara lengkap tersaji dalam Tabel 14. Tabel 14. Persebaran RTP Pembudidaya Ikan Hias Air Tawar di Kota Bogor No 1 2 3 4 5 6
Kecamatan RTP Bogor Barat 13 Bogor Timur 19 Bogor Utara 27 Bogor Tengah 22 Bogor Selatan 46 Tanah Sareal 73 Jumlah 200 Sumber : Dinas Agribisnis 2006.
Aquarium 78 375 1.907 420 2.622 2.290 7.692
Bak 2.015 20 1.782 52 525 4.404 8.798
Produksi (Ekor) 729.516 966.686 2.345.072 1.028.880 1.621.948 2.351.740 9.043.842
Dari Tabel 14. diatas terlihat bahwa posisi ikan hias bagi masyarakat Kota Bogor cenderung belum familiar hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya jumlah pelaku
usaha
dalam
pengembangan
ikan
hias.
Dilihat
dari
potensi
pengembangan ikan hias di Kota Bogor sangat potensial dan memiliki peluang yang baik untuk mendorong peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini karena dalam pengembangannya masyarakat tidak perlu membutuhkan lahan yang luas, sedangkan nilai ekonomi dari hasil budidayanya sangat bernilai tinggi. Dengan demikian, maka untuk kondisi Kota Bogor, pengembangan agribisnis tersebut memiliki peluang bisnis.
102
Selain itu keberadaan ikan hias di Kota Bogor juga di dukung dengan tersedianya Terminal Agribisnis Ikan Hias yang berfungsi menampung dan menyalurkan hasil produksi ikan hias, yang telah berdiri sejak tahun 2003 berlokasi di Kelurahan Rancamaya Kecamatan Bogor Selatan, Terminal Agribisnis Ikan Hias merupakan sentra ikan hias Kota Bogor. Terminal agribisnis dikelola oleh Koperasi Perikanan Kota Bogor (KPKB) yang beranggotakan pelaku usaha ikan hias. Sedangkan pangsa pasar ikan hias secara global masih terbuka, beberapa negara pengimpor ikan hias yaitu: Singapura, Hongkong, Cina, United Kingdom, Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara-negara lainnya. Namun kenyataannnya keberadaan Terminal Agribisnis Ikan hias belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga belum mampu berkontribusi banyak terhadap peningkatan kesejahteraan penduduk Kota Bogor. Oleh karena itu dalam mewujudkan Kota Bogor sebagai Kota Agropolitan yang berbawasan bisnis, hingga dewasa ini belum optimal, sehingga kedepan perlu upaya pengembangan dari segala sektor dan termasuk dari sektor ikan hias.
6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan agribisnis ikan hias air tawar di Kota Bogor Dalam
menentukan
faktor-faktor
penting
yang
mempengaruhi
pengembangan ikan hias di Kota Bogor, telah dilakukan pengumpulan pendapat para stakeholders, dan selanjutnya di analisis dengan metode Analitical Hierarchy Proces (AHP). Hasil kajian menunjukkan bahwa pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor, di pengaruhi oleh beberapa faktor penting yaitu: pemasaran dengan nilai bobot 0,418, diikuti faktor modal usaha 0,114 , sumberdaya manusia dengan bobot 0,236 dan faktor kebijakan pemerintah dengan bobot 0,231 seperti ditunjukkan Tabel 15. Tabel 15.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar di Kota Bogor.
No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Pemasaran
0,418
1
2
Modal Usaha
0,114
4
3
Sumberdaya Manusia
0,236
2
4
Kebijakan Pemerintah
0,231
3
Sumber : Olahan Tahun 2007.
103
Tingginya bobot pemasaran sebagaimana dijelaskan pada Tabel 15 diatas menunjukkan bahwa untuk mendorong pengembangan ikan hias di Kota Bogor, perlu memperhatikan faktor pemasaran, sebagai faktor utama. Artinya jika pasar ikan hias dikembangkan dengan baik maka mobilitas usaha ikan hias dapat berjalan dengan baik. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa selama ini hambatan utama dalam pengembangan ikan hias di Kota Bogor yaitu dari aspek pemasaran hasil. Selanjutnya dari faktor pemasaran terlihat bahwa, pemasaran ikan hias yang paling dominan menentukan yaitu pemasaran di level internasional. Faktor tersebut ditunjukkan Tabel 16. Tabel 16. Tingkat Pengaruh Pasar Ikan Hias Air Tawar No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Lokal
0,160
2
2
Regional
0,149
3
0,691
1
3 Internasional Sumber : Olahan Tahun 2007.
Dari Tabel 16. diatas tingkat pengaruh pasar lokal 0,160, pasar regional 0,149 dan pasar internasional 0,691. Menunjukan bahwa pemasaran ikan hias dominan di tentukan pasar internasional (ekspor), dominannya faktor pasar internasional dalam menentukan pengembangan ikan hias air tawar maka dalam mendorong pengembangan pemasaran ikan hias,
selain perlu meningkatkan
hubungan dagang secara internasional, juga yang perlu diperhatikan bagi pembudidaya adalah meningkatkan daya saing dan kualitas, sehingga ikan hias Kota Bogor mampu bersaing di pasar internasional. Faktor kedua, yang mempengaruhi pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor yaitu faktor sumberdaya manusia. Pentingnya faktor sumberdaya manusia karena dalam pengembangan ikan hias faktor penting yang sangat diperlukan yaitu keterampilan pembudidaya, aspek yang memberikan pengaruh terhadap
peningkatan
sumberdaya
manusia
adalah
pendidikan
0,192,
keterampilan 0,634 dan pelatihan 0,174, hasil analisis seperti ditunjukkan pada Tabel 17.
104
Tabel 17.
Pengaruh Kriteria Sumberdaya Manusia dalam Pengembangan Ikan Hias Air Tawar di Kota Bogor.
No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Pendidikan
0,192
2
2
Keterampilan
0,634
1
3
Pelatihan
0,174
3
Sumber : Olahan Tahun 2007.
Dari hasil analisis menunjukan bahwa aspek terpenting yang harus dilakukan dalam meningkatkan sumberdaya manusia pembudidaya ikan hias adalah menumbuh kembangkan keterampilan dan dapat diterapkan. Pentingnya keterampilan (skil), perlu didekati dengan kegiatan pelatihan dan pendidikan sehingga pembudidaya dapat mengusai teknis pembudidayaan yang baik. Pelatihan yang seringkali diadakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta hanya sedikit yang dapat dimanfaatkan, karena pelatihan cenderung bersifat teoritik dan waktu pelatihan sangat singkat sehingga tingkat pencapaian sasaran belum optimal. Dengan demikian, terlihat bahwa kurangnya usaha dibidang ikan hias di Kota Bogor merupakan akibat dari terbatasnya keterampilan para pelaku usaha maupun kelompok pembudidaya dalam memahami budidaya ikan hias. Faktor ketiga yang mempengaruhi pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor adalah faktor modal usaha. Artinya dalam pengembangan ikan hias air tawar diperlukan permodalan, hal ini karena permodalan merupakan urat nadi dari aktivitas bisnis, sehingga untuk mendorong pengembangan agribisnis ikan hias air tawar ke depan, maka faktor modal menjadi faktor penting yang harus diperhatikan. Dari aspek modal usaha terlihat bahwa, lembaga-lembaga permodalan sangat beragam baik skala mikro maupun makro, namun fungsi dan peran lembaga permodalan sebagai support medium dalam pengembangan usaha demi terciptanya tatanan ekonomi yang baik dan berkelanjutan berbedabeda, dengan kata lain, setiap lembaga permodalan mempunyai kapabilitas yang berbeda sehingga cenderung berpengaruh pada fungsi dan layanannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbankan merupakan lembaga yang paling penting perannya sebagai penyedia modal usaha dalam pengembangan ikan hias di Kota Bogor, dari hasil analisis perbankan mempunyai bobot 0,330, pegadaian bobot 0,059, lembaga keuangan mikro bobot 0,172, bank perkreditan
105
rakyat bobot 0,080, Koperasi bobot 0,168 dan Kemitraan 0,191 seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18. Modal Usaha Pengembangan Ikan Hias Air Tawar di Kota Bogor No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Perbankan
0,330
1
2
Pegadaian
0,059
6
3
Lembaga Keuangan Mikro
0,172
3
4
Bank Perkreditan Rakyat
0,080
5
5
Koperasi
0,168
4
0,191
2
6 Kemitraan Sumber : Data Olahan Tahun 2007
Dari hasil Tabel 18. menunjukkan bahwa perbankan harus berperan lebih utama dalam penyediaan modal usaha jika pengembangan usaha ingin didorong. Hal ini dikarenakan perbankan adalah power capital yang mampu memback-up cash flow (arus kas) perekonomian dalam keadaan apapun. Selain itu perbankan tetap mampu bertahan dan dinilai layanan permodalan akan tetap aman bagi masyarakat. Namun selama ini dalam pengembangan ikan hias, permodalan usaha justru bukan dari sektor perbankan, hal ini karena masyarakat merasa memiliki kesulitan untuk mengakses permodalan dari perbankan. Dengan demikian maka kedepan dalam mendorong pengembangan usaha agribisnis, kemudahan akses terhadap perbankan perlu diperhatikan sebagai upaya dalam meningkatkan modal usaha. Faktor keempat yang mempengaruhi pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor adalah faktor kebijakan pemerintah.
Kebijakan pemerintah
meliputi sarana dan prasarana mempunyai bobot 0,316, keterampilan 0,152, pembinaan bobot 0,329 dan aturan pemerintah daerah bobot 0,203, seperti terlihat pada Tabel 19. Tabel 19. Aspek Penting dari Faktor Kebijakan Pemerintah No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Sarana dan Prasarana
0,316
2
2
Keterampilan
0,152
4
3
Pembinaan
0,329
1
0,203
3
4 Aturan Pemerintah Daerah Sumber : Data Olahan Tahun 2007
106
Dominannya
aspek
pembinaan,
menunjukkan
bahwa
dalam
pengembangan ikan hias di Kota Bogor, pada umumnya masih dalam bentuk tradisional, sehingga dapat berperan sebagai pendorong ekonomi masyarakat dan wilayah, aspek pembinaan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Karena selama ini aspek pembinaan tersebut terlihat belum optimal, dan tidak berkesinambungan.
Selanjutnya dari hasil analisis AHP,
diperoleh bahwa dalam pengembangan ikan hias, faktor 1) Pemasaran, 2) Modal Usaha, 3) Sumberdaya Manusia, dan 4) Kebijakan Pemerintah, merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Dalam memperhatikan faktor tersebut hendaknya perlu dilakukan secara simultan, karena faktor-faktor utama tersebut memiliki satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
6.3 Stakeholders yang berperan dalam pengembangan agribisnis ikan hias Dari hasil analisis ditunjukan hasil yang diperoleh adalah Kelompok Pembudidaya dengan bobot 0,165, pelaku usaha dengan nilai bobot 0,370, Dinas Agribisnis dengan bobot 0,162, Dinas Perindagkop dengan bobot 0,158, Bapeda dengan bobot 0,060, Perguruan Tinggi dengan bobot 0,041, dan Lembaga Penelitian dengan bobot 0,043. Dengan demikian stakeholders yang berperan dalam memperhatikan faktor pemasaran, yaitu pelaku usaha seperti dijelaskan pada Tabel 20 Tabel 20. Stakeholder yang Berperan Penting dalam Faktor Pemasaran No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Kelompok Pembudidaya
0,165
2
2
Pelaku Usaha
0,370
1
3
Dinas Agribisnis
0,162
3
4
Dinas Perindagkop
0,158
4
5
Bapeda
0,060
5
6
Perguruan Tinggi
0,041
7
0,043
6
7 Lembaga Penelitian Sumber : Data Olahan Tahun 2007 Dominannya
peran
pelaku
usaha
dalam
memperhatikan
faktor
pemasaran ikan hias, menunjukkan bahwa kedepan dalam mendorong pengembangan pemasaran baik lokal, regional maupun di pasar internasional, maka para pelaku di harapkan peran aktifnya, sehingga peluang pasar yang terbuka dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pemasaran ikan hias Kota
107
Bogor. Sedangkan Dinas Agribisnis dalam posisi ini diharapkan dapat menjadi mediasi dan pembina guna kelancaran terhadap akses-akses yang diperlukan pelaku usaha dalam mengembangkan pemasaran hasil usahanya.
Asosiasi
pengusaha ikan hias dapat dijadikan sebagai fasilitator pemasaran ikan hias terutama pasar internasional, diharapkan juga para pelaku usaha dapat mengayomi para pembudidaya ikan hias secara berkesinambungan agar informasi tentang pasar mudah diakses. Selanjutnya stakeholders yang memiliki peran penting dalam mendorong pengembangan modal usaha adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 21. sebagai berikut: Tabel 21. Stakeholder yang Berperan Penting dalam Faktor Modal Usaha No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Kelompok Pembudidaya
0,212
2
2
Pelaku Usaha
0,161
4
3
Dinas Agribisnis
0,247
1
4
Dinas Perindagkop
0,195
3
5
Bapeda
0,090
5
6
Perguruan Tinggi
0,046
7
0,051
6
7 Lembaga Penelitian Sumber : Olahan Tahun 2007.
Dari Tabel 21. diatas menunjukkan stakeholders Kelompok Pembudidaya bobot 0,212, Pelaku Usaha mempunyai bobot 0,161, Dinas Agribisnis mempunyai bobot 0,247, Dinas Perindagkop 0,195, Bapeda 0,090, Perguruan Tinggi 0,046 dan Lembaga Penelitian 0,051.
Artinya dalam mendorong
pengembangan modal usaha ikan hias di Kota Bogor, peran Dinas Agribisnis merupakan stkeholders yang paling penting baik dalam hal mengakses permodalan maupun pembinaan dalam pemupukan modal usaha agar dapat berkembang. Pentingnya peran Dinas Agribisnis dalam mendorong pengembangan modal usaha kegiatan agribisnis ikan hias, menunjukkan bahwa perlunya perhatian
dinas
tersebut
sebagai
mediasi
guna
mempermudah
akses
permodalan kepada pihak penyedia modal seperti perbankan dan sebagainya. Sedangkan selama ini akses terhadap modal usaha pembudidaya ikan hias belum
di
perhatikan
secara
optimal
oleh
Dinas
Agribisnis,
pengembangan ikan hias dari aspek permodalan kurang berkembang.
sehingga
108
Dinas Agribisnis mempunyai peran untuk meningkatkan kegiatan masyarakat melalui program-program perikanan. Selain itu, dinas yang mengetahui secara detail permasalahan dalam usaha ikan hias. Fasilitas modal yang diberikan oleh dinas banyak berupa sarana dan prasarana produksi sedangkan dalam bentuk tunai adalah berupa pinjaman modal melalui dana penguatan modal (DPM) yang diperoleh melalui Departemen Kelautan dan Perikanan. Pengembangan sumber daya manusia merupakan faktor kedua setelah pemasaran, pengembangan sumberdaya manusia terkait dengan bagaimana mempergunakan teknologi serta pengendalian dalam usaha pengembangan ikan hias khususnya bagi para kelompok pembudidaya. Pengembangan SDM dilakukan tidak hanya melalui pelatihan tetapi lebih mengutamakan keterampilan. Dari hasil analisis terlihat bahwa stakeholder yang berperan penting dalam mendorong pengembangan faktor sumberdaya manusia seperti ditunjukkan pada Tabel 22. Tabel 22. Stakeholder yang Berperan Penting dalam Pengembangan SDM No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Kelompok Pembudidaya
0,123
4
2
Pelaku Usaha
0,092
6
3
Dinas Agribisnis
0,181
2
4
Dinas Perindagkop
0,109
5
5
Bapeda
0,075
7
6
Perguruan Tinggi
0,263
1
0,156
3
7 Lembaga Penelitian Sumber : Data Olahan Tahun 2007
Dari Tabel 22 diatas Kelompok pembudidaya 0,123 aspek pelaku usaha 0,092, Dinas Agribisnis 0,181, Dinas Perindagkop 0,109 Bapeda dengan nilai bobot 0,075 selanjutnya Perguruan Tinggi dengan nilai bobot 0,263, dan lembaga penelitian 0,156. Dengan demikian stakeholders yang berperan penting dalam mendorong peningkatan sumberdaya manusia seperti keterampilan dalam pembudidayaan ikan hias adalah Perguruan Tinggi. Artinya Perguruan Tinggi merupakan mediator untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan terkait itu juga kerjasama perguruan tinggi dalam bidang teknis dapat dilakukan ke lembaga penelitian serta mensinkronisasikan dengan program dan
109
kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Agribisnis. Selanjutnya dari hasil analisis aspek kebijakan, maka terlihat dari tujuh stakeholders yang dipilih seperti Kelompok Pembudidaya, Pelaku Usaha, Dinas Agribisnis, Dinas Perindagkop, Bapeda, Perguruan Tinggi, dan Penelitian,
Lembaga
ternyata Dinas Agribisnis merupakan stakehoder yang berperan
penting dalam aspek kebijakan tentang pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor, hal ini dibuktikan dengan nilai bobot tertinggi seperti dijelaskan pada Tabel 23. Tabel 23. Stakeholder yang Berperan Penting dalam Kebijakan Pemerintah No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Kelompok Pembudidaya
0,087
5
2
Pelaku Usaha
0,113
4
3
Dinas Agribisnis
0,286
1
4
Dinas Perindagkop
0,183
3
5
Bapeda
0,196
2
6
Perguruan Tinggi
0,074
6
0,061
7
7 Lembaga Penelitian Sumber : Data Olahan Tahun 2007
Dari Tabel 23 terlihat Kelompok Pembudidaya mempunyai bobot 0,087, Pelaku Usaha mempunyai bobot 0,113, Dinas Agribisnis mempunyai bobot 0,286 Dinas Perindagkop mempunyai bobot 0,183, Bapeda 0,196, Perguruan Tinggi mempunyai bobot 0,074 dan Lembaga Penelitian mempunyai bobot 0,061. Dominannya peran Dinas Agribisnis karena dinas tersebut merupakan dinas teknis terkait dengan pengembangan agribisnis sehingga lebih berperan dalam memberikan masukan pada pengambil kebijakan di daerah, hal ini sesuai dengan
Rencana Srategis (Renstra) Dinas Agribisnis 2005-2009 yang lebih
fokus pada aspek pengembangan agribisnis di Kota Bogor. Selanjutnya
untuk
menentukan
strategi
alternatif
dari
kelompok
pembudidaya yang perlu di kembangkan sebagai wujud dalam pengembangan ikan hias di Kota Bogor yang meliputi: 1) Pengembangan sentra agribisnis; 2) Membangun kemitraan; 3) Pembinaan terpadu; 4) Menumbuhkan Jaringan Informasi Agribisnis; dan 5) Optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Ikan. Dari hasil analisis maka terlihat bahwa membangun kemitraan merupakan strategi
110
alternatif yang paling penting dalam mendorong pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor, seperti dijelas Tabel 24. Tabel 24. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Kelompok Pembudidaya No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Pengembangan Sentra Agribisnis
0,092
4
2
Membangun Kemitraan
0,371
1
3
Pembinaan Terpadu
0,195
3
4
Menumbuhkan Jar. Informasi Agribisinis
0,259
2
5
Optimalisasi Pemanfaatan SDI
0,083
5
Sumber : Data olahan 2007 Dari Tabel 24. Strategi pengembangan sentra agribisnis 0,092, membangun kemitraan mempunyai bobot 0,371, pembinaan terpadu mempunyai bobot 0,195, menumbuhkan jaringan informasi agribisnis bobot 0,259 dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan memperoleh bobot 0,083. Artinya bagi pembudidaya bahwa membangun kemitraan merupakan pilihan alternatif atau strategi pertama yang perlu diambil dalam pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor. Pentingnya
membangun
kemitraan
dikarenakan,
dengan
adanya
kemitraan maka akan terjalin hubungan bisnis serta semakin cepat pertumbuhan dalam pengembangan ikan hias di Kota Bogor, kemitraan ini dapat berupa kerjasama antar sesama pembudidaya dalam Kota Bogar atau antar daerah dan antar pengusaha besar, dan menengah. Kemudian dari sisi pelaku usaha strategi yang lebih tepat dalam pengembangan
agribisnis
ikan
hias
di
Kota
Bogor
adalah
pertama
menumbuhkan jaringan Informasi Agribisnis, disusul strategi lainnya. Strategi pengembangan sentra agribisnis memperoleh bobot 0,145, membangun kemitraan memperoleh bobot 0,268, pembinaan terpadu memperoleh bobot 0,148, menumbuhkan jaringan informasi agribisnis memperoleh bobot 0,295 dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan 0,144 seperti dijelaskan pada Tabel 25.
111
Tabel 25. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Pelaku Usaha No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Pengembangan Sentra Agribisnis
0,145
4
2
Membangun Kemitraan
0,268
2
3
Pembinaan Terpadu
0,148
3
4
Menumbuhkan Jar. Informasi Agribisinis
0,295
1
5
Optimalisasi Pemanfaatan SDI
0,144
5
Sumber : Data olahan 2007 Dipilihnya strategi menumbuhkan jaringan informasi agribisnis sebagai alternatif pertama, menunjukkan bahwa bagi pelaku usaha strategi jaringan merupakan hal terpenting karena informasi merupakan suatu instrumen penting dalam bisnis.
Dengan demikian maka ke depan menumbuhkan jaringan
informasi agribisnis merupakan pilihan penting yang perlu diperhatikan dalam mendorong pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor. Selanjutnya dari hasil analisis pilihan Dinas Agribisnis melihat bahwa strategi menumbuhkan jaringan informasi agribisnis merupakan strategi alternatif yang penting pertama dalam pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor. Untuk melihat pilihan alternatif di jelaskan pada Tabel 26. Tabel 26. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Dinas Agribisnis No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Pengembangan Sentra Agribisnis
0,189
3
2
Membangun Kemitraan
0,179
4
3
Pembinaan Terpadu
0,173
5
4
Menumbuhkan Jar. Informasi Agribisinis
0,261
1
5
Optimalisasi Pemanfaatan SDI
0,199
2
Sumber : Data olahan 2007 Dari Tabel 26. di atas ditunjukan bahwa strategi alternatif pertama yang harus dikembang dalam mendorong pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor kedepan yaitu pertama menumbuhkan jaringan informasi agribisinis dengan nilai bobot 0,261, kedua strategi optimalisasi pemanfaatan SDI, dengan nilai bobot 0,199, ketiga pengembangan sentra agribisnis dengan nilai bobot 0,189, keempat membangun kemitraan, dengan nilai bobot 0,179, dan terakhir strategi pembinaan terpadu, dengan nilai bobot 0,173.
112
Kemudian dari hasil analisis alternatif strategi yang dipilih oleh Dinas Perindagkop menunjukkan bahwa strategi membangun kemitraan merupakan stragi
yang
paling
penting
untuk
dikembangkan
dalam
mendorong
pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor. Untuk jelasnya alternatif tersebut seeprti digambarkan pada Tabel 27. Tabel 27. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Pengembangan Sentra Agribisnis
0,213
3
2
Membangun Kemitraan
0,299
1
3
Pembinaan Terpadu
0,111
5
4
Menumbuhkan Jar. Informasi Agribisinis
0,257
2
5
Optimalisasi Pemanfaatan SDI
0,120
4
Sumber : Data olahan 2007 Hasil analisis menunjukan strategi pengembangan sentra agribisnis memperoleh bobot 0,213, membangun kemitraan memperoleh bobot 0,299, pembinaan terpadu memperoleh bobot 0,111, menumbuhkan jaringan informasi agribisnis memperoleh bobot 0,257 dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan memperoleh bobot 0,120. Hal ini mengartikan bahwa strategi alternatif pertama yang dipilih dinas perindagkop dalam mendorong pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor adalah strategi membangun kemitraan. Pendapat ini didasarkan bahwa modal merupakan motor dalam usaha sehingga diharpakan dengan adanya kemitraan permodalan dapat mudah diakses . Selanjutnya untuk mengetahui pilihan alternatif dari Bapeda tentang strategi alternatif dalam pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor hasil yang diperoleh adalah strategi pengembangan sentra agribisnis memperoleh bobot 0,282, membangun kemitraan memperoleh bobot 0,250, pembinaan terpadu memperoleh bobot 0,194, menumbuhkan jaringan informasi agribisnis memperoleh bobot 0,167 dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan memperoleh bobot 0,106, pilihan tersebut seperti di jelaskan pada Tabel 28.
113
Tabel 28. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Bapeda No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Pengembangan Sentra Agribisnis
0,282
1
2
Membangun Kemitraan
0,250
2
3
Pembinaan Terpadu
0,194
3
4
Menumbuhkan Jar. Informasi Agribisinis
0,167
4
5
Optimalisasi Pemanfaatan SDI
0,106
5
Sumber : Data olahan 2007 Berdasarkan tabel di atas strategi alternatif yang dipilih oleh Bapeda adalah pengembangan sentra agribisnis dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Dominannya pengembangan sentra agribisnis menjadi perhatian penting pemerintah dalam mengembangkan ikan hias di Kota Bogor terkait dengan pasar sebagai tindak lanjut usaha ikan hias. Selanjutnya untuk mengetahui pilihan alternatif dari Perguruan Tinggi tentang strategi alternatif dalam pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor, pilihan tersebut seperti di jelaskan pada Tabel 29. Tabel 29. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Perguruan Tinggi No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Pengembangan Sentra Agribisnis
0,075
5
2
Membangun Kemitraan
0,257
2
3
Pembinaan Terpadu
0,325
1
4
Menumbuhkan Jar. Informasi Agribisinis
0,205
3
5
Optimalisasi Pemanfaatan SDI
0,138
4
Sumber : Data olahan 2007 Dari Tabel 29 diatas menunjukkan bahwa Pengembangan sentra agribisnis memperoleh bobot 0,075, membangun kemitraan memperoleh bobot 0,257, pembinaan terpadu memperoleh bobot 0,325, menumbuhkan jaringan informasi agribisnis memperoleh bobot 0,205 dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan memperoleh bobot 0,138. Kesimpulan dari hasil analisis adalah memilih strategi alternatif pembinaan terpadu. Ini mengandung artinya bahwa lembaga perguruan tinggi lebih berperan dalam membina dari sisi
114
peningkatan mutu sumberdaya manusianya termasuk dari sikap dan perilaku pembudidaya ikan hias. Sedangkan dilihat persepsi dari lembaga penelitian, menunjukkan bahwa untuk mengembangkan abribisnis ikan hias di Kota Bogor alternatif strategi yang yaitu seperti dijelaskan pada Tabel 30. Tabel 30. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Lembaga Penelitian No
Aspek
Bobot
Prioritas
1
Pengembangan Sentra Agribisnis
0,168
3
2
Membangun Kemitraan
0,130
5
3
Pembinaan Terpadu
0,304
1
4
Menumbuhkan Jar. Informasi Agribisinis
0,251
2
5
Optimalisasi Pemanfaatan SDI
0,148
4
Sumber : Data olahan 2007 Dari Tabel 30. diatas menunjukkan bahwa strategi alternatif pertama yang dipilih menurut persepsi lembaga penelitian dalam mendorong pengembangan agribisnis ikan hias di Kota Bogor yaitu pertama pengembangan sentra agribisnis, dengan bobot nilai 0,168, kedua membangun kemitraan, dengan bobot 0,130, ketiga pembinaan terpadu dengan nilai bobot 0,304, keempat menumbuhkan jaringan informasi agribisinis, dengan bobot 0,251, dan kelima optimalisasi pemanfaatan SDI, dengan bobot 0,148. Dari hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan AHP, dan setelah
dilakukan
wawancara
terhadap
responden
yang
teridentifikasi,
disimpulkan bahwa strategi yang yang harus ditempuh dalam mendorong agribisnis ikan hias di Kota Bogor adalah menumbuhkan jaringan informasi agribisnis, sebagai strategi pertama. agribisinis ikan hias
Selain itu, upaya dalam mengembangkan
harus memperhatikan pasar dimana pasar ikan hias
ditingkat internasional mempunyai mobilitas yang tinggi dan peluang masih terbuka.
Pengemb. Sentra Agribisnis (0,092) Kelompok Pembudidaya
Membangun Kemitraaan (0,371) 115 Pembinaan Terpadu (0,195) Menumbuhkan Jar. Agribisnis (0,259)
Pendidikan (0,192) SD. Manusia (0,236)
Optimalisasi Pemanfaatan SDI (0,083)
Keterampilan (0,634)
Pengemb. Sentra Agribisnis (0,145) Membangun Kemitraaan (0,268) Pelaku Usaha
Pelatihan (0,174)
Pembinaan Terpadu (0,148) Menumbuhkan Jar. Agribisnis (0,295) Optimalisasi Pemanfaatan SDI (0,144)
Perbankan (0,330)
Pengemb. Sentra Agribisnis (0,189)
Modal Usaha (0,114)
Lembaga Keuangan Mikro (0,172) Bank Perkreditan Rakyat (0,080) Koperasi (0,168) Kemitraan (0,191)
Lokal (0,160) Pemasaran (0,418)
Regional (0,149)
Membangun Kemitraaan (0,179) PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS
Pegadaian (0,059) Dinas Agribisnis
Pembinaan Terpadu (0,173) Menumbuhkan Jar. Agribisnis (0,261) Optimalisasi Pemanfaatan SDI (0,199) Pengemb. Sentra Agribisnis (0,213) Membangun Kemitraaan (0,299)
Dinas Perindagkop
Pembinaan Terpadu (0,111) Menumbuhkan Jar. Agribisnis( 0,257) Optimalisasi Pemanfaatan SDI (0,120) Pengemb. Sentra Agribisnis (0,282) Membangun Kemitraaan (0,250)
BAPEDA
Internasional (0,691)
Pembinaan Terpadu (0,194) Menumbuhkan Jar. Agribisnis (0,167) Optimalisasi Pemanfaatan SDI (0,106) Pengemb. Sentra Agribisnis (0,075)
Sarana dan Prasarana (0,316) Kebijakan Pemerintah (0,231)
Membangun Kemitraaan (0,257) Perguruan Tinggi
Pembinaan Terpadu (0,325) Menumbuhkan Jar. Agribisnis (0,205)
Pelatihan (0,157)
Optimalisasi Pemanfaatan SDI (0,092) Pembinaan (0,329) Aturan Pemerintah Daerah (0,203)
Pengemb. Sentra Agribisnis (0,168) Membangun Kemitraaan (0,130) Lembaga Penelitian
Pembinaan Terpadu (0,304) Menumbuhkan Jar. Agribisnis (0,251) Optimalisasi Pemanfaatan SDI (0,148)
Gambar 9. Hasil Analisis Hierarki Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias
116
6.4 Strategi Terhadap Persepsi Srakeholder Ikan Hias Terkait hal diatas maka strategi pengembangan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor adalah menumbuhkan jaringan informasi agribisnis, hal ini berdasarkan hasil persepsi para stakeholder bahwa pasar adalah kunci utama dalam pengembangan ikan hias bila dilihat kembali pasar yang utama adalah pasar internasional selain itu juga stakeholders yang berperan dalam pasar adalah pelaku usaha (pengumpul, suplier, dan eksportir). Output yang akan dilakukan adalah terciptanya jaringan infomrasi agribisnis ikan hias di Kota Bogor, oleh karenanya langkah-langkah yang harus diambil pemerintah Kota Bogor agar tercapainya tujuan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Mengakses pasar;
2)
Menentukan
Kebijakan
yang
berkenaan
dengan
ikan
hias;
3) Peningkatan Sumber Daya Manusia; dan 4) Memperkuat modal usaha. 6.4.1
Meningkatkan Pasar Dikatetahui pasar merupakan faktor penentu dalam mengembangkan
ikan hias di Kota Bogor, permintaan yang sangat tinggi namun khususnya di Kota Bogor akses secara terbuka lebar dan bersaing sulit untuk dilakukan bahkan terkesan pasar ikan hias tidak ada.
Maka sebagai tindaklanjut hal itu,
Pemerintah Kota Bogor harus melakukan langkah-langkah strategis dan bekerjasama dengan para pelaku usaha agar informasi pasar dapat diakses oleh pembuididaya serta pelaku usaha. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Membangun portal (Trading house) khusus ikan hias 2. Program Promosi 3. Temu usaha atau bisnis antar pengusaha dan pembudidaya serta stakeholder lainnya 6.4.2
Menentukan Kebijakan Kondusif Terhadap Usaha ikan hias Berdasarkan hasil AHP kebijakan pemerintah merupakan faktor ketiga
dalam menentukan pengembangan ikan hias di Kota Bogor. Kebijakan menurut persepsi dari stakeholder ang lebih penting adalah kebijakan tentang sarana dan prasarana, oleh karenanya pemerintah sudah harus memfokuskan dalam bidang sarana dan prasarana.
Hal yang harus dirumuskan terkait dengan kebijakan
adalah : 1. Penekanan harga terhadap sarana dan prasarana budidaya agar biaya operasional rendah
117
2. Mendukung dan merumuskan sistem pemasaran ikan hias lokal, regional maupun internasional 3. Dalam menentukan kebijakan pemerintah berperan sebagai fasilitator sekaligus agen masyarakat yang benar-benar memahami kondisi para pembudidaya dan masyarakat. 6.4.3
Peningkatan Sumber Daya Manusia Pembudidaya ikan hias air tawar Sumberdaya manusia merupakan motor bagi perkembangan usaha ikan
hias,
peningkatan SDM tidak hanya dilakukan dengan pelatihan maupun
pendidikan karena hasil yang diberikan tidak maksimal. Berdasarkan persepsi dari para stakeholder bahwa yang paling menentukan dalam peningkatan sumberdaya manusia adalah melalui sebuah kegiatan keterampilan, karena keterampilan merupakan ilmu terapan yang berdasarkan kondisi lapangan. Hal demikian tentunya sudah selayaknya diketahui oleh lembagalembaga pendidikan dimana fungsi dan tugas mereka tidak hanya terfokus pada pendidikan dan pelatihan semata tapi sudah selayaknya lembaga pendidikan menyelenggarakan program atau kegiatan keterampilan bagi pembudidaya maupun masyarakat umum.
Maka pemerintah bersama lembaga pendidikan
sudah harus merumuskan program-program keterampilan dibidang perikanan khususnya ikan hias. 6.4.4
Memperkuat Modal Usaha Dari jumlah populasi pembudidaya ikan hias di Kota Bogor, adalah
kelompok usaha skala kecil yang mengalami banyak keterbatasan terutama dalam hal permodalan, maka modal penting sebagai penunjang tindaklanjut dan kelangsungan dalam usaha ikan hias.
Hal yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana modal yang dibutuhkan oleh seluruh pembudidaya dapat terserap dengan baik dan merata. Melalui Dinas Agribisnis sebagai pelaksana program bidang perikanan Langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor adalah : 1. Menyediakan Finance Consultan atau konsultan usaha sekaligus keuangan yang mampu sebagai fasilitator maupun pendamping untuk menghantarkan para pembudidaya pada lembaga keuangan. 2. Merumuskan program khusus dalam bidang permodalan bersama-sama dengan lembaga perbankan.
118
4.4 Analisa SWOT Menurut Rangkuti F (2000), konsep strategi adalah merupakan alat mencapai tujuan.
Dalam perkembangannya konsep strategi terus mengalami
perkembangan. Chandler (1962) Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumberdaya Learned, Christensen, Andrews, dan Guth (1965) Strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing.
Dengan
demikian salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak ada. Harmel dan Prahalad (1995) Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan dimasa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi” bukan dimulai dari “apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Dikatakan Chandler (1962), bahwa konsep strategi itu ada beberapa bagian yaitu : a. Distinctive Competence atau lebih diartikan dengan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. b. Competitive
Advantage
adalah
kegiatan
spesifik
yang
dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Analisa SWOT diambil berdasarkan hasil jawaban responden terhadap pengembangan usaha ikan hias di Kota Bogor, bertujuan untuk menentukan dalam mengatasi permasalahan yang ada dengan mengambil alternatif yang menguntungkan sehingga lebih efisien dalam pencapaian tujuan. Analisa SWOT pengembangan ikan hias dapat dilihat pada tabel berikut.
119
Tabel 19. Analisa SWOT Ikan Hias di Kota Bogor IFAS
Kekuatan (Strenght) 1. Sumberdaya alam 2. Sumberdaya manusia 3. Sarana dan prasarana yang mudah dijangkau 4. Tenaga Kerja tersedia 5. Teknologi mudah diakses dan diterapkan
Kelemahan (Weaknes) 1. Serangan Penyakit 2. Modal Usaha 3. Pembinaan kurang 4. Manajemen budidaya yang belum baik 5. Jaringan IPTEK pasar kurang tersedia
EFAS Peluang (Opportunity) Strategi S - O 1. Pangsa pasar besar 1. Mengakses jaringan 2. Lembaga Pendukung pasar secara efisien 3. Kebijakan Pemerintah 2. Membangun kerjasama 4. Letak wilayah yang dengan lembagastrategis lembaga pendukung 5. Transportasi dan jalur 3. Menyediakan sarana yang mudah diakses produksi yang berkualitas 4. Peningkatan produksi sesuai dengan pasar 5. Membangun sistem pembinaan secara berkelanjutan Ancaman (Threat) 1. Adanya pesaing dari negara lain 2. Persaingan dari bidang industri lain di Kota Bogor 3. Terjadi alih profesi pembudidaya ke kegiatan lain 4. Harga pakan tinggi 5. Paradigma masyarakat
Strategi S - T 1. Peningkatan kualitas produksi 2. Pengoptimalan sumberdaya usaha ikan hias melalui pemanfaatan SDM 3. Sosialisasi dan pembinaan usaha terhadap masyarakat 4. Penggunaan pakan jentik nyamuk dan kutu air serta pakan alami lainnya yang mudah tersedia 5. Melakukan usaha ikan hias sesuai dengan kemampuan
1
2
3
4 5
Strategi W – O Pengendalian hama penyakit ikan sesuai dengan SNI Kerjasama lembaga pendukung dengan pihak lain Pendampingan dan pembinaan secara kontinyu Perbaikan manajemen usaha ikan hias Membangun jarinfo secara efektif
Strategi W - T 1. Melakukan budidaya dengan menggunakan ikan yang resisten 2. Mengupayakan pasar dengan harga yang efisien 3. Pembinaan dan pendampingan dari pihak terkait secara maksimal 4. Kerjasama dengan pihak produsen pakan 5. Melakukan usaha secara berkelompok
120
Tabel 20. Strategi IFAS dan EFAS Faktor Strategi Internal A. Kekuatan (Strenght) 1. Sumberdaya alam 2. Sumberdaya manusia 3. Sarana dan prasarana yang mudah dijangkau 4. Tenaga Kerja tersedia 5. Teknologi mudah diakses dan diterapkan Jumlah B. Kelemahan (Weakness) 1. Serangan Penyakit 2. Modal Usaha 3. Pembinaan kurang 4. Manajemen budidaya yang belum baik 5. Informasi Pasar yang belum jelas Jumlah Total Faktor Strategi Eksternal
3 4 5 Jumlah Total
Rating
BxR
0,10 0,10 0,10
3 4 2
0,30 0,40 0,20
0,10 0,10
2 2
0,20 0,20
0,50 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,50 1,00 Bobot
1 Pangsa pasar besar 2 Lembaga Pendukung 3 Kebijakan Pemerintah 4 Letak wilayah yang strategis 5 Transportasi dan jalur yang mudah diakses Jumlah 1 2
Bobot
Adanya pesaing dari negara lain Persaingan dari bidang industri lain di Kota Bogor Terjadi alih profesi pembudidaya ke kegiatan lain Harga pakan tinggi Paradigma masyarakat
1,30 2 3 2 2 1
0,20 0,30 0,20 0,20 0,10
Rating
1,00 2,30 BxR
0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,50
4 3 3 2 2
0,40 0,30 0,30 0,20 0,20 1,40
0,10 0,10
1 2
0,10 0,20
0,10
2
0,20
0,10 0,10 0,50 1,00
1 2
0,10 0,20 0,80 2,20
Skor : Strategi S – O : 1,30 + 1,40 = 2,70
Strategi W – O : 1,00 + 1,40 = 2,40
Strategi S – T : 1,30 + 0,80 = 2,10
Strategi W – T : 1,00 + 0,80 = 1,80
Pada Tabel 20. menggambarkan kondisi ikan hias di Kota Bogor, dalam faktor kekuatan merupakan modal awal dalam mengembangkan usaha ikan hias dimana kekuatan yang mempunyai peran terpenting dan menjadi kekuatan adalah tersedianya sumberdaya manusia dan tingkat kepentingan kedua adalah sumberdaya alam, sedangkan menjadi prioritas ke tiga adalah sarana dan
121
prasarana, teknologi serta tenaga kerja. Di sisi kelemahan yang menjadi motor dalam usaha ikan hias adalah informasi pasar yang tidak jelas walaupun secara statistik bahwa peluang pasar masih terbuka namun umumnya pembudidaya belum mampu mengakses pasar, kendala lainnya yang menjadi kelemahan adalah serangan hama penyakit, manajemen budidaya yang belum baik serta kurangnya pembinaan oleh pemerintah terhadap pembudidaya ikan hias. Pada Tabel 20 terlihat faktor eksternal yang dapat memberikan peluang maupun ancaman tergambar sebagai berikut : dalam pengembangan ikan hias di Kota Bogor peluang yang memberikan kemajuan terhadap ikan hias pangsa pasar terutama pasar internasional.
Indonesia menjadi salah satu negara
produsen ikan hias yang dapat menyuplai ikan hias ke negara-negara Eropa dan Asia sendiri selain pasar, lembaga pendukung di Kota Bogor seperti dinas-dinas pemerintah
lembaga
pendidikan
maupun
penelitian
dibidang
perikanan
merupakan sarana yang dapat membina dan meningkatkan sumberdaya manusia secara berkualitas sehingga teknologi mudah diserap oleh kalangan pembudidaya. Peluang yang ketiga adalah letak wilayah Kota Bogor strategis dan jalur transportasi lancar mudah dijangkau dari berbagai arah sehingga secara otomatis akan mempelancar proses on farm termasuk pemasaran. Namun menjadi kendala dan ancaman terbesar adalah terjadinya alih profesi pembudidaya dan paradigma masyarakat serta persaingan dari industri lain yang lebih menguntungkan dengan resiko kecil mempengaruhi mentalitas usaha sehingga tidak berani untuk berinvestasi di usaha ikan hias selain itu daya saing ikan hias adalah negara lain seperti negara Cina, Jepang, Singapura dan negara-negara lainnya, mereka mampu memproduksi ikan dengan biaya relatif lebih rendah serta kualitas yang baik sehingga ikan hias dalam negeri salah satunya ikan hias yang berasal dari Kota Bogor ditambah dengan tingginya harga pakan akan mengalami penekanan harga sehingga usaha ikan hias tidak kondusif. Dalam
mengembangkan
agribisnis
ikan
hias
perlu
air
tawar
memperhatikan pasar yang dipengaruhi oleh pasar internasional. Hal ini tidak dapat dihindari persaingan produksi ikan hias antar negara lain dapat terjadi. Oleh karenanya perlu dilakukan sistem yang dapat menjamin bersaingnya produksi ikan hias dengan negara lain baik kualitas maupun kuantitas. Merumuskan strategi dengan mengutamakan kekuatan dan memanfaatkan
122
peluang agar tujuan dapat tercapai, berdasarkan hasil SWOT maka strategi yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengakses jaringan pasar secara efisien 2. Membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga pendukung 3. Menyediakan sarana produksi yang berkualitas 4. Peningkatan produksi sesuai dengan pasar 5. Membangun sistem pembinaan secara berkelanjutan
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 7.1.1 Keunggulan Daya Saing Ikan Hias Air Tawar Kondisi daya saing di Kota Bogor adalah keanekaragaman ikan hias cukup beragam tidak kurang dari 100 jenis ikan hias yang telah dibudidayakan oleh pembudidaya. Sumberdaya manusia yang bergerak disektor ikan hias khususnya pembudidaya cukup beragam mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.
Bahkan tidak sedikit para pembudidaya ini memperoleh pengetahuan
tentang pengembangan budidaya ikan hias melalui pelatihan dan permagangan baik yang diselenggarakan oleh Dinas Agribisnis, Dinas Perindagkop, maupun Dinas Perikanan Propinsi melalui UPTD-UPTDnya.
Sedangkan sumberdaya aparatur
pemerintah maupun pendamping cukup banyak berasal dari sarjana perikanan baik dari Institut Pertanian Bogor maupun Sekolah Tinggi Perikanan Cikaret Departemen Kelautan dan Perikanan. Lembaga keuangan yang tersebar di Kota Bogor mempermudah dalam permodalan, Kondisi infrastruktur baik sementara permintaan secara global pasar internasional masih berpeluang besar namun dirasakan oleh pembudidaya ikan hias pemasaran masih sulit untuk diakses ini dikarenakan suplier atau eksportir yang ada di Kota Bogor masih sedikit sehingga permintaan dari Kota Bogor masih sedikit. Sumber pakan diperoleh dari luar Kota Bogor seperti halnya
bloodworm
didatangkan dari Bandung sedangkan cacing sutra didatangkan dari Jakarta dan Sukabumi. Pakan yang berasal dari Kota Bogor yaitu kutu air dan jentik nyamuk, jenis pakan ini mudah didapatkan atau banyak ditemukan pada lingkungan sekitar. Untuk jenis pakan bloodworm dan cacing hanya didapatkan pada suplier-suplier dan pedagang-pedagang kecil (retail), namun terkadang jumlah pakan yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan sehingga sering terjadi kekurangan pakan. Keberadaan lembaga IPTEK belum dimanfaatkan oleh para pembudidaya ikan hias maupun masyarakat pada umumnya.
Strategi yang digunakan agar daya saing ikan hias di
Kota Bogor menjadi lebih kuat adalah sebagai berikut : 1) Menumbuh kembangkan jaringan pasar; dan 2) Optimalisasi sumberdaya pendukung ikan hias.
119
7.1.2
Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Usaha ikan hias dikelompokan dalam tiga kelompok yaitu, kelompok usaha
skala kecil memiliki akuarium 1 sampai dengan 30 buah, kelompok skala usaha menengah memiliki akuarium 31 sampai dengan 50 buah dan kelompok usaha skala besar lebih dari 51 akuarium.
Berdasarkan analisa yang dilakukan pada saat
penelitian skala usaha kecil NVP yang diperoleh Rp. 838.026,17,- skala usaha menengah memperoleh nilai NPV sebesar Rp. 60.535.960,04
dan skala usaha
besar memperoleh NPV sebesar -Rp. 46.827.766,66. Maka skala usaha besar tidak layak dikembangkan sehingga perlu dilakukan upaya atau strategi.
Strateginya
adalah : 1). Peningkatan Skala Usaha Kecil Menjadi Skala Usaha Menengah; dan 2) Optimalisasi produksi 7.1.3
Persepsi Stakeholders Dalam Pengembangan Ikan Hias Air Tawar Untuk mengembangkan agribisnis ikan hias Air Tawar di Kota Bogor, perlu
memperhatikan faktor pemasaran, sebagai faktor utama sedangkan stakeholders yang berperan adalah pelaku usaha.
Artinya jika pemasaran ikan hias dapat
dikembangkan lebih baik. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa selama ini hambatan utama dalam pengembangan ikan hias di Kota Bogor yaitu pemasaran. Selanjutnya dari faktor pemasaran terlihat bahwa, pemasaran ikan hias yang paling dominan menentukan yaitu pemasaran di level internasional.
Sehingga dalam
mendorong peningkatan pangsa pasar ikan hias startegi alternatif pengembangan yang menurut pendapat responden adalah menumbuhkan jaringan informasi agribisnis. Sumberdaya manusia dikembangkan melalui keterampilan selain itu stakeholders yang mempunyai peran dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah
perguruan
tinggi.
Modal
adalah
faktor
ketiga
terpenting
dalam
pengembangan ikan hias dan perbankan adalah lembaga permodalan yang berperan dalam pengembangan usaha ikan hias. Faktor keempat adalah kebijakan pemerintah yang harus mengutamakan pembinaan. Strategi yang dikembangkan adalah : 1) Menguatkan pasar; 2) Menentukan kebijakan kondusif terhadap usaha ikan hias; 3) Peningkatan Sumberdaya manusia pembudidaya ikan hias; 4) Memperkuat modal usaha
120
7.2 Saran Meningkatkan ekonomi masyarakat (pro growth), mengentaskan kemiskinan (pro poor) dan menciptakan lapangan kerja (pro job) dapat dilakukan melalui pengembangan usaha ikan hias. Namun permasalahan dan tantangan selalu akan terjadi bagi pembudidaya ikan hias. Sehingga perlu dilakukan tindaklanjut oleh Pemerintah Kota Bogor secara bertahap dan sesuai dengan prioritas, maka prioritas tersebut ditingkatkan sebagai berikut : 1. Strategi Menguatkan pasar, menentukan kebijakan kondusif terhadap usaha ikan hias, peningkatan sumberdaya manusia dan memperkuat modal usaha. 2. Menumbuh kembangkan pasar, dan Optimalisasi sumberdaya pendukung ikan hias air tawar; dan 3. Peningkatan skala usaha kecil menjadi skala usaha menengah, dan optimalisasi produksi. Hasil penelitian dari lembaga penelitian yang tidak dapat diadopsi oleh pembudidaya secara langsung perlu dijembatani oleh Pemerintah Daerah agar dapat diserap dalam rangka mendukung peningkatan produksi ikan hias air tawar.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2004. Kota Bogor Dalam Angka. Anonymous. 2005. Trend Pasar Ikan Hias Dunia. The 9th International Aquarium Fish and Accessories exhibition and Conference – AQUARAMA. 26-29 Mei di Singapura. www.dkp.go.id. Anwar. 2003. Ekonomi Sumber Daya Alam. Bahan Kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam. Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Tidak dipublikasikan. Bratakusumah DS dan Riyadi. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah. Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. David, Fred R. 2002. Manajemen Strategi Konsep. Edisi Ke-tujuh. (Terjemahan P. Sulistio). Salemba Empat. Jakarta. Daryanto A. 2007. Dari Kluster Menuju Peningkatan Daya Saing Perikanan. dalam Majalah Craby dan Starky. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003. Direktori Ikan Hias. Diretorat Jendral Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran. Departemen Pertanian., 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Djakapermana R D. 2003. Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta. Fatchiya, A. 2002. Kemandirian Petani Ikan dalam Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Halim A. 2003. Analisis Investasi.Salemba Empat. Jakarta. Hax,A.C and N.S. Majluf. 1984. Strategic Management An Integratif Perspective, Englewood Chiffs, N.J. Prentice Hall. International, INC. IFAD.
2002. disampaikan dalam event Strategi Pembangunan Daerah Berbasiskan Agribisnis di Era Global. MMA IPB. http://72.14.235.104. di akses 15 April 2007.
Kenneth R dan Andrew. Strategi Perusahaan, www.jbptgunadarma-gdi.com. diakses 15 April 2007. Keown J, JD Martin, JW Petty dan JR Scott. 2002. Manajemen Keuangan. Prinsip-prinsip dan Aplikasi. PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. Mudzakir, Abdul Kohar, 2003. Dampak Pengembangan Sektor Perikanan terhadap Perekonomian Jawa Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mulyani, H.T. 1997. Peranan Sub Sektor Perikanan dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
122
Murty, S. 2000. Regional Disparities: Need and Measures for Balanced Development (pp. 3 16). Paper in Regional Planning and Sustainable Development. Kanishka Publishers, Distributors. New Delhi. Nurliani H, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor [Tesis]. Bogor. Magister Manajemen IPB. Parwinia.2001. Evaluasi Kebijakan Perikanan mengenai ”Pengembangan Agribisnis Terpadu”. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Pearce D dan Robinson. 1997. Manajemen Strategik (Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian). Jilid satu. Penerjemah; Haryandini, editor Sarwiji B. Bina Aksara. Jakarta. Terjemahan dari : Pearson Eduction –Prentice Hall. Pearce D.,dan E.B. Barbier.2000. Blueprint for Sustainable Economy. Earthscan Publication. London, UK. Pemerintah Kota Bogor, 1999. Prakarsa Kota Bogor. Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor, 2000. Rencana Tata Ruang Wilayah 1999 – 2009. Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor, 2001. Membangun Kota Bogor Beriman melalui Pengembangan Agribisnis Perkotaan. Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor, 2004. Produk Domestik Regional Bruto Tahun 1999 – 2003. Kerjasama dengan Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor, 2004. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Bogor tahun 2005. Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor, 2004. Rencana Strategis (Renstra) Kota Bogor Tahun 2005 – 2009. Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor, 2006. Kota Bogor dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Kota Bogor. Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York. Press. Priyono, Agus. 2004. Simposium Pengembangan Perikanan Mendukung Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan.
Free
Budidaya
Rahardi, F., R.Kristiawati, dan Nazaruddin. 2000. Agribisnis Perikanan. Jakarta. Penebar Swadaya. Razali, 2003. Dampak Ekonomi Sektor Perikanan terhadap Pengembangan Wilayah Kotamadya Sabang Provinsi Daerah Istimewa Aceh [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Redelift, M. 1987. Sustainable Development Concept An Economic Analysis. www-wds.wordbank.org. diakses 15 April 2007. Riyadi M dan Dedi M. 2003. Strategi Pembangunan Daerah Berbasiskan Agribisnis di Era Globalisasi.http:\\
[email protected]. Roseland, M. 1997, Mensions of the Eco-city, Cities, Vol.14. No.4.pp. 197-202, 1997. Rustiadi E, Sunsun S dan Dyah R. 2003. Perencanaan Pengembangan Wilayah, Konsep Dasar dan Teori. Bogor. IPB. Fakultas Pertanian.
123
Saaty, T.L. 1994. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (Terjemahan Setiono L). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Senge, P & G. Carstedt. 2001. Innovating Our Way to The Next Industrial Revolution. Sloan Management Review. (42).2. p.24-38. Serageldin, I and A. Steer. 1994. Making Development Sustainable From Concepts to Action. Washington DC. The World Bank. Shrivastava. 1994. Strategic Management (Concept and Practices). SouthWestern Publishing, Co. Cincinnati. Ohio. Smeru. 2001. Otonomi Daerah dan Iklim Usaha. Jakarta. Soekartawi, 1990. Teori Ekonomi Produksi. Jakarta. Rajawali Press. Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. World Commision on Enviroment and Development 1987. Pembangunan Berkelanjutan. http://www.damandiri.or.id. Diakses 15 April 2007. Yopie, Y. 2004. Makalah Pengembangan Perikanan Budidaya dalam Kebijakan Pemerintah Kota Bogor. Simposium Pengembangan Perikanan Budidaya Mendukung Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan. Bogor. Yuledyane, Asri. 2003. Strategi Pengembangan Agribisnis Perkotaan di Kota Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
123
Lampiran 1. Analisa Manfaat Dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Kecil 1. Kondisi Lapangan Uraian Investasi
Tahun 0 13.930.500
Cost Pendapatan Net Profit DF (10%) NVP(10%) DF (13%) NPV (13%) IRR (%) BC Ratio
(13.930.500,00) 1,00 (13.930.500,00) 838.026,17 1,00 (13.930.500,00) (227.718,73) 20,22 1,06
1
2
3
4
5
8.104.100,00 12.000.000,00
8.104.100,00 12.000.000,00
8.104.100,00 12.000.000,00
8.104.100,00 12.000.000,00
8.104.100,00 12.000.000,00
3.895.900,00 0,91 3.541.727,27
3.895.900,00 0,83 3.219.752,07
3.895.900,00 0,75 2.927.047,33
3.895.900,00 0,68 2.660.952,12
3.895.900,00 0,62 2.419.047,38
0,88 3.447.699,12
0,78 3.051.061,16
0,69 2.700.054,13
0,61 2.389.428,43
0,54 2.114.538,43
2. Uji Sensitivitas
a. Produksi Turun 10 % Uraian Investasi
Tahun 0 13.930.500
Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (13%) NPV (13%)
IRR (%) BC Ratio
(13.930.500, 00) 1,00 (13.930.500, 00) (3.710.917,9 5) 1,00 (13.930.500, 00) (4.448.396,2 4) (5,10) 0,73
1
2
3
4
5
8.104.100,0 0 10.800.000, 00
8.104.100,0 0 10.800.000, 00
8.104.100,0 0 10.800.000, 00
8.104.100,0 0 10.800.000, 00
8.104.100,0 0 10.800.000, 00
2.695.900,0 0 0,91 2.450.818,1 8
2.695.900,0 0 0,83 2.228.016,5 3
2.695.900,0 0 0,75 2.025.469,5 7
2.695.900,0 0 0,68 1.841.335,9 7
2.695.900,0 0 0,62 1.673.941,7 9
0,88 2.385.752,2 1
0,78 2.111.285,1 4
0,69 1.868.393,9 3
0,61 1.653.445,9 6
0,54 1.463.226,5 1
b. Harga Produksi Turun 15 % Uraian Investasi
Tahun 0 13.930.500
Cost Pendapatan Net Profit DF (10%) NVP(10%) DF (11%) NPV (11%)
(13.930.500,00) 1,00 (13.930.500,00) (5.985.390,01) 1,00 (13.930.500,00)
1
2
3
4
5
8.104.100,00 10.200.000,00
8.104.100,00 10.200.000,00
8.104.100,00 10.200.000,00
8.104.100,00 10.200.000,00
8.104.100,00 10.200.000,00
2.095.900,00 0,91 1.905.363,64
2.095.900,00 0,83 1.732.148,76
2.095.900,00 0,75 1.574.680,69
2.095.900,00 0,68 1.431.527,90
2.095.900,00 0,62 1.301.389,00
0,90 1.888.198,20
0,81 1.701.079,46
0,73 1.532.504,02
0,66 1.380.634,25
0,59 1.243.814,64
124 IRR (%) BC Ratio
(6.184.269,44) (20,10) 0,75
c. Produksi Turun 10 % dan Harga Turun 15 % Uraian Investasi
Tahun 0 13.930.500
Cost Pendapata n
Net Profit DF (10%) NVP(10%) DF (12%) NPV (12%)
IRR (%) BC Ratio
(13.930.500,0 0) 1,00 (13.930.500,0 0) (9.851.992,51) 1,00 (13.930.500,0 0) (10.052.121,2 8) (39,23) 0,39
1
2
3
4
5
8.104.100,0 0 9.180.000,0 0
8.104.100,0 0 9.180.000,0 0
8.104.100,0 0 9.180.000,0 0
8.104.100,0 0 9.180.000,0 0
8.104.100,0 0 9.180.000,0 0
1.075.900,0 0 0,91
1.075.900,0 0 0,83
1.075.900,0 0 0,75
1.075.900,0 0 0,68
1.075.900,0 0 0,62
978.090,91
889.173,55
808.339,59
734.854,18
668.049,25
0,89
0,80
0,71
0,64
0,57
960.625,00
857.700,89
765.804,37
683.753,90
610.494,55
d. Biaya produksi naik 20 % Uraian Investasi
Tahun 0 13.930.500
Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (13%) NPV (13%)
IRR (%) BC Ratio
(13.930.500, 00) 1,00 (13.930.500, 00) (5.306.156,8 4) 1,00 (13.930.500, 00) (5.928.517,5 0) (15,58) 0,62
1
2
3
4
5
9.724.920,0 0 12.000.000, 00
9.724.920,0 0 12.000.000, 00
9.724.920,0 0 12.000.000, 00
9.724.920,0 0 12.000.000, 00
9.724.920,0 0 12.000.000, 00
2.275.080,0 0 0,91 2.068.254,5 5
2.275.080,0 0 0,83 1.880.231,4 0
2.275.080,0 0 0,75 1.709.301,2 8
2.275.080,0 0 0,68 1.553.910,2 5
2.275.080,0 0 0,62 1.412.645,6 8
0,88 2.013.345,1 3
0,78 1.781.721,3 6
0,69 1.576.744,5 6
0,61 1.395.349,1 7
0,54 1.234.822,2 8
e. Biaya produksi naik 20 % dan Produksi turun 10 % Uraian Investasi Cost Pendapat an
Tahun 0 13.930.500
1
2
3
4
5
9.724.920,0 0 10.800.000, 00
9.724.920,0 0 10.800.000, 00
9.724.920,0 0 10.800.000, 00
9.724.920,0 0 10.800.000, 00
9.724.920,0 0 10.800.000, 00
125 (13.930.500, 00) 1,00 (13.930.500, 00) (9.855.100,9 6) 1,00 (13.930.500, 00) (10.149.195, 02) (90,53) 0,29
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (13%) NPV (13%)
IRR (%) BC Ratio
1.075.080,0 0 0,91
1.075.080,0 0 0,83
1.075.080,0 0 0,75
1.075.080,0 0 0,68
1.075.080,0 0 0,62
977.345,45
888.495,87
807.723,52
734.294,11
667.540,10
0,88
0,78
0,69
0,61
0,54
951.398,23
841.945,34
745.084,37
659.366,70
583.510,35
I. Biaya Investasi No
Jenis
Jml ( unit )
Harga / unit
Total
1
Bangunan (gedung)
1
Rp
5.000.000
Rp
2
Aquarium
24
Rp
125.000
Rp
5.000.000 3.000.000
3
Rak besi
4
Rp
360.000
Rp
1.440.000
4
Pompa Air
1
Rp
1.000.000
Rp
1.000.000
8
Selang aerasi (rol)
2
Rp
50.000
Rp
100.000
9
Instalasi Aerasi
2
Rp
100.000
Rp
200.000
10
Tabung O2
1
Rp
750.000
Rp
750.000
11
Serokan
6
Rp
10.000
Rp
60.000
12
Baskom
4
Rp
15.000
Rp
60.000
13
Centong plastik
3
Rp
3.500
Rp
10.500
14
Kain sortir
1
Rp
10.000
Rp
10.000
15
Selang pengisian air / meter
20
Rp
2.500
Rp
50.000
16
Power Head
2
Rp
425.000
Rp
850.000
18
Bak penampungan air
2
Rp
450.000
Rp
900.000
19
Induk 20
Rp
25.000
Rp
500.000
~ Black ghost Total modal investasi
Rp 13.930.500
II. Biaya Penyusutan NO
URAIAN
NB (Rp)
NS (RP)
JUE
Sub Total
Volume
Total
1
Bangunan
5.000.000
2.000.000
5
600.000
1
600.000
2
Akuarium
125.000
70.000
5
11.000
24
264.000
3
Rakbesi
360.000
150.000
5
42.000
4
168.000
4
Pompa air
1.000.000
400.000
5
120.000
1
120.000
5
Kulkas
2.000.000
1.000.000
5
200.000
1
200.000
6
Pwr head
425.000
150.000
5
55.000
2
110.000
7
Selang aerasi
50.000
10.000
5
8.000
2
16.000
8
Tabung O2
750.000
400.000
5
70.000
1
70.000
9
Baskom
15.000
-
5
3.000
4
12.000
10
Serokan
10.000
-
5
2.000
6
12.000
11
Centong plastik
3.500
-
5
700
3
2.100
12
Kain sortir
10.000
-
5
2.000
1
2.000
13
Selang pengisian air
2.500
-
5
500
20
10.000
450.000
150.000
5
60.000
2
120.000
25.000
1.500
5
4.700
20
94.000
14
Bak
15
Black ghost Jumlah
1.800.100
126 III. Modal Kerja No
Jenis
Jml
Harga / unit
Total
1
Packing / kg
4
Rp
10.000
Rp
2
Listrik / bln
1
Rp
50.000
Rp
50.000
3
Tenaga kerja / orang / bln
1
Rp
500.000
Rp
500.000
4
Telpon / bln
1
Rp
50.000
Rp
50.000
5
Pakan # cacing sutra
8
Rp
6.000
Rp
48.000
Biaya lain-lain
1
Rp
100.000
Rp
100.000
Rp
788.000
Rp
6.304.000
6
Total modal kerja dalam 1 Tahun
8
40.000
IV. Penerimaan No 1
Jenis Ikan
Jml ( ekor )
Black Ghost
Harga / unit
1.200
Total Penerimaan dalam 1 Tahun
Rp
Total
1.250
8
Rp
1.500.000
Rp 12.000.000
Lampiran 2. Analisa Manfaat Dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Menengah 1. Kondisi Lapangan Uraian Investasi
Tahun 0 33.842.500
Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (70%) NPV (70%) IRR (%) BC Ratio
(33.842.500, 00) 1,00 (33.842.500, 00) 60.535.960,0 4 1,00 (33.842.500, 00) (780.603,37) 69,24 (2,79)
1
2
3
4
5
14.463.200, 00 39.360.000, 00
14.463.200, 00 39.360.000, 00
14.463.200, 00 39.360.000, 00
14.463.200, 00 39.360.000, 00
14.463.200, 00 39.360.000, 00
24.896.800, 00 0,91 22.633.454, 55
24.896.800, 00 0,83 20.575.867, 77
24.896.800, 00 0,75 18.705.334, 34
24.896.800, 00 0,68 17.004.849, 40
24.896.800, 00 0,62 15.458.954, 00
0,59 14.645.176, 47
0,35 8.614.809,6 9
0,20 5.067.535,1 1
0,12 2.980.903,0 1
0,07 1.753.472,3 6
1
2
3
4
5
14.463.200, 00 35.424.000, 00
14.463.200, 00 35.424.000, 00
14.463.200, 00 35.424.000, 00
14.463.200, 00 35.424.000, 00
14.463.200, 00 35.424.000, 00
20.960.800, 00 0,91 19.055.272, 73
20.960.800, 00 0,83 17.322.975, 21
20.960.800, 00 0,75 15.748.159, 28
20.960.800, 00 0,68 14.316.508, 44
20.960.800, 00 0,62 13.015.007, 67
0,64
0,41
0,26
0,17
0,11
2. Uji Sensitivitas
a. Produksi Turun 10 % Uraian Investasi
Tahun 0 33.842.500
Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (56%)
(33.842.500, 00) 1,00 (33.842.500, 00) 45.615.423,3 2 1,00
127 NPV (56%) IRR (%) BC Ratio
(33.842.500, 00) (463.822,68) 55,54 2,35
13.436.410, 26
8.613.083,5 0
5.521.207,3 7
3.539.235,4 9
2.268.740,7 0
b. Harga Produksi Turun 15 % Uraian Investasi
Tahun 0 33.842.500
Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (49%) NPV (49%) IRR (%) BC Ratio
(33.842.500, 00) 1,00 (33.842.500, 00) 38.155.154,9 5 1,00 (33.842.500, 00) (359.588,72) 48,64 2,13
1
2
3
4
5
14.463.200, 00 33.456.000, 00
14.463.200, 00 33.456.000, 00
14.463.200, 00 33.456.000, 00
14.463.200, 00 33.456.000, 00
14.463.200, 00 33.456.000, 00
18.992.800, 00 0,91 17.266.181, 82
18.992.800, 00 0,83 15.696.528, 93
18.992.800, 00 0,75 14.269.571, 75
18.992.800, 00 0,68 12.972.337, 96
18.992.800, 00 0,62 11.793.034, 50
0,67 12.746.845, 64
0,45 8.554.929,9 6
0,30 5.741.563,7 3
0,20 3.853.398,4 8
0,14 2.586.173,4 7
c. Produksi Turun 10 % dan Harga Turun 15 % Uraian Investasi
Tahun 0 33.842.500
4
5
14.463.200,00
14.463.200,00
3.011.400,00
3.011.400,00
3.011.400,00
(33.842.500,00) (11.451.800,00) (11.451.800,00) 11.451.800,00) 1,00 0,91 0,83 0,75 (33.842.500,00) (10.410.727,27) (9.464.297,52) (8.603.906,84) (77.253.831,93) 1,00 0,92 0,84 0,77 (33.842.500,00) (10.506.238,53) (9.638.750,95) (8.842.890,78) (78.386.008,34) (58,23) (1,28)
(11.451.800) 0,68 (7.821.733,49)
(11.451.800) 0,62 (7.110.666,81)
0,71 (8.112.743,83)
0,65 (7.442.884,25)
Cost Pendapata n Net Profit DF (10%) NVP(10%) DF (9%) NPV (9%) IRR (%) BC Ratio
1
2
14.463.200,00
3
14.463.200,00 14.463.200,00
3.011.400,00
3.011.400,00
d. Biaya produksi naik 20 % Uraian Investasi
Tahun 0 33.842.500
Cost Pendapat an Net Profit
(33.842.500,
1
2
3
4
5
17.353.840, 00 39.360.000, 00
17.353.840, 00 39.360.000, 00
17.353.840, 00 39.360.000, 00
17.353.840, 00 39.360.000, 00
17.353.840, 00 39.360.000, 00
22.006.160,
22.006.160,
22.006.160,
22.006.160,
22.006.160,
128 DF (10%) NVP(10% )
DF (59%) NPV (59%) IRR (%) BC Ratio
00)
00
00
00
00
00
1,00 (33.842.500, 00) 49.578.160,1 7 1,00 (33.842.500, 00) (214.266,57) 58,79 2,46
0,91 20.005.600, 00
0,83 18.186.909, 09
0,75 16.533.553, 72
0,68 15.030.503, 38
0,62 13.664.093, 98
0,63 13.840.352, 20
0,40 8.704.624,0 3
0,25 5.474.606,3 1
0,16 3.443.148,6 2
0,10 2.165.502,2 8
e. Biaya produksi naik 20 % dan Produksi turun 10 % Tahun
Uraian
0 33.842.500
Investasi Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (46%) NPV (46%) IRR (%) BC Ratio
(33.842.500, 00) 1,00 (33.842.500, 00) 34.657.623,4 5 1,00 (33.842.500, 00) (481.154,65) 45,51 2,02
1
2
3
4
5
17.353.840, 00 35.424.000, 00
17.353.840, 00 35.424.000, 00
17.353.840, 00 35.424.000, 00
17.353.840, 00 35.424.000, 00
17.353.840, 00 35.424.000, 00
18.070.160, 00 0,91 16.427.418, 18
18.070.160, 00 0,83 14.934.016, 53
18.070.160, 00 0,75 13.576.378, 66
18.070.160, 00 0,68 12.342.162, 42
18.070.160, 00 0,62 11.220.147, 66
0,68 12.376.821, 92
0,47 8.477.275,2 9
0,32 5.806.352,9 4
0,22 3.976.954,0 7
0,15 2.723.941,1 4
I. Biaya Investasi No
Jenis
Jml ( unit )
Harga / unit
Total
1
Bangunan (gedung)
1
Rp
10.000.000
Rp
10.000.000
2
Aquarium
50
Rp
125.000
Rp
6.250.000
3
Rak besi
8
Rp
360.000
Rp
2.880.000
4
Pompa Air
1
Rp
1.500.000
Rp
1.500.000
5
Freezer/ kulkas
1
Rp
2.000.000
Rp
2.000.000
6
Blower
2
Rp
750.000
Rp
1.500.000
8
Selang aerasi (rol)
1
Rp
40.000
Rp
40.000
9
Instalasi Aerasi
3
Rp
100.000
Rp
300.000
10
Tabung O2
1
Rp
750.000
Rp
750.000
11
Serokan
3
Rp
5.000
Rp
15.000
12
Baskom
3
Rp
10.000
Rp
30.000
13
Centong plastik
1
Rp
5.000
Rp
5.000
14
Kain sortir
1
Rp
10.000
Rp
10.000
15
Selang pengisian air / meter
25
Rp
2.500
Rp
62.500
19
Bak penampungan air
4
Rp
125.000
Rp
500.000
~ Ctenopoma
40
Rp
50.000
Rp
2.000.000
~ Diskus / pasang
15
Rp
400.000
Rp
6.000.000
20
Induk
Total modal investasi
Rp 33.842.500
129 II. Biaya Penyusutan NO
NB (Rp)
NS (Rp)
1
Bangunan
URAIAN
10.000.000
6.000.000
JUE 5
Sub Total 800.000
Volume 3
Total 2.400.000
2
Akuarium
125.000
70.000
5
11.000
50
550.000
3
Rakbesi
360.000
150.000
5
42.000
8
336.000
4
Pompa air
1.000.000
400.000
5
120.000
1
120.000
5
Kulkas
2.000.000
1.000.000
5
200.000
1
200.000
6
Blower
750.000
300.000
5
90.000
1
90.000
7
Selang aerasi
50.000
10.000
5
8.000
1
8.000
8
Tabung O2
750.000
400.000
5
70.000
1
70.000
9
Baskom
15.000
-
5
3.000
3
9.000
10
Serokan
10.000
-
5
2.000
3
6.000
11
Centong plastik
3.500
-
5
700
1
700
12
Kain sortir
10.000
-
5
2.000
1
2.000
13
Selang pengisian air
2.500
-
5
500
25
12.500
14
Bak
125.000
-
5
25.000
4
100.000
15
Diskus
400.000
75.000
5
65.000
15
975.000
50.000
5.000
5
9.000
40
360.000
Ctenopoma Jumlah
5.239.200
III. Modal Kerja No
Jenis
Jml
Harga / unit
Total
1
Packing / kg
2
Rp
4.000
Rp
8.000
2
Listrik / bln
1
Rp
150.000
Rp
150.000
4
Tenaga kerja / orang / bln
1
Rp
500.000
Rp
500.000
3
Telpon / bln
1
Rp
100.000
Rp
100.000
4
Pakan
5
# cacing sutra
20
Rp
6.000
Rp
120.000
6
Obat ikan
1
Rp
75.000
Rp
75.000
7
Transportasi
2
Rp
50.000
Rp
100.000
8
Biaya lain-lain
1
Rp
100.000
Rp
100.000
Rp
1.153.000
Total modal kerja dalam 1 Tahun
8
Rp
9.224.000
IV. Penerimaan No
Jenis Ikan
1
Ctenopoma
2
Diskus Total Penerimaan dalam 1 Tahun
Produksi
Harga / unit
Total
2.700
Rp
1.600
Rp
100
Rp
6.000
Rp
600.000
Rp
4.920.000
8
4.320.000
Rp 39.360.000
130
Lampiran 3. Analisa Manfaat Dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Besar 1. Kondisi Sekarang Uraian Investasi
Tahun 0 64.276.000
Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (36%) NPV (36%)
(64.276.000, 00) 1,00 (64.276.000, 00) (46.827.766, 66) 1,00 (64.276.000, 00) (54.238.497, 17)
1
2
3
4
5
44.357.200, 00 48.960.000, 00
44.357.200, 00 48.960.000, 00
44.357.200, 00 48.960.000, 00
44.357.200, 00 48.960.000, 00
44.357.200, 00 48.960.000, 00
4.602.800,0 0 0,91 4.184.363,6 4
4.602.800,0 0 0,83 3.803.966,9 4
4.602.800,0 0 0,75 3.458.151,7 7
4.602.800,0 0 0,68 3.143.774,3 3
4.602.800,0 0 0,62 2.857.976,6 7
0,74 3.384.411,7 6
0,54 2.488.538,0 6
0,40 1.829.807,4 0
0,29 1.345.446,6 2
0,21 989.298,98
131 IRR (%) BC Ratio
(154,29) 0,27
2. Uji Sensitivitas a. Produksi Turun 10 % Uraian Investasi
Tahun 0 64.276.000
Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (9 %) NPV (9 %)
IRR (%) BC Ratio
(64.276.000, 00) 1,00 (64.276.000, 00) (65.387.458, 68) 1,00 (64.276.000, 00) (65.416.445, 75) (2.255,75) 0,02
1
2
3
4
5
44.357.200, 00 44.064.000, 00
44.357.200, 00 44.064.000, 00
44.357.200, 00 44.064.000, 00
44.357.200, 00 44.064.000, 00
44.357.200, 00 44.064.000, 00
(293.200,00 ) 0,91 (266.545,45 )
(293.200,00 ) 0,83 (242.314,05 )
(293.200,00 ) 0,75 (220.285,50 )
(293.200,00 ) 0,68 (200.259,55 )
(293.200,00 ) 0,62 (182.054,13 )
0,92 (268.990,83 )
0,84 (246.780,57 )
0,77 (226.404,20 )
0,71 (207.710,27 )
0,65 (190.559,88 )
b. Harga Produksi Turun 15 % Uraian Investasi
Tahun 0 64.276.000
Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (9 %) NPV (9 %)
IRR (%) BC Ratio
(64.276.000, 00) 1,00 (64.276.000, 00) (74.667.304, 69) 1,00 (64.276.000, 00) (74.938.312, 04) (2.469,66) (0,16)
1
2
3
4
5
44.357.200, 00 41.616.000, 00
44.357.200, 00 41.616.000, 00
44.357.200, 00 41.616.000, 00
44.357.200, 00 41.616.000, 00
44.357.200, 00 41.616.000, 00
(2.741.200, 00) 0,91 (2.492.000, 00)
(2.741.200, 00) 0,83 (2.265.454, 55)
(2.741.200, 00) 0,75 (2.059.504, 13)
(2.741.200, 00) 0,68 (1.872.276, 48)
(2.741.200, 00) 0,62 (1.702.069, 53)
0,92 (2.514.862, 39)
0,84 (2.307.213, 20)
0,77 (2.116.709, 36)
0,71 (1.941.935, 19)
0,65 (1.781.591, 92)
c. Produksi Turun 10 % dan Harga Turun 15 % Uraian Investasi Cost Pendapat
Tahun 0 64.276.000
1
2
3
4
5
44.357.200, 00 37.454.400,
44.357.200, 00 37.454.400,
44.357.200, 00 37.454.400,
44.357.200, 00 37.454.400,
44.357.200, 00 37.454.400,
132 an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (9 %) NPV (9 %)
IRR (%) BC Ratio
(64.276.000, 00) 1,00 (64.276.000, 00) (90.443.042, 91) 1,00 (64.276.000, 00) (91.125.484, 74) (1.182,76) (0,41)
00
00
00
00
00
(6.902.800, 00) 0,91 (6.275.272, 73)
(6.902.800, 00) 0,83 (5.704.793, 39)
(6.902.800, 00) 0,75 (5.186.175, 81)
(6.902.800, 00) 0,68 (4.714.705, 28)
(6.902.800, 00) 0,62 (4.286.095, 71)
0,92 (6.332.844, 04)
0,84 (5.809.948, 66)
0,77 (5.330.228, 13)
0,71 (4.890.117, 55)
0,65 (4.486.346, 37)
d. Biaya produksi naik 20 % Uraian Investasi
Tahun 0 64.276.000
Cost Pendapat an
Net Profit DF (10%) NVP(10% )
DF (9%) NPV (9%) IRR (%) BC Ratio
(64.276.000, 00) 1,00 (64.276.000, 00) (80.457.504, 04) 1,00 (64.276.000, 00) (80.879.521) (752,60) (0,25)
1
2
3
4
5
53.228.640, 00 48.960.000, 00
53.228.640, 00 48.960.000, 00
53.228.640, 00 48.960.000, 00
53.228.640, 00 48.960.000, 00
53.228.640, 00 48.960.000, 00
(4.268.640, 00) 0,91 (3.880.581, 82)
(4.268.640, 00) 0,83 (3.527.801, 65)
(4.268.640, 00) 0,75 (3.207.092, 41)
(4.268.640, 00) 0,68 (2.915.538, 56)
(4.268.640, 00) 0,62 (2.650.489, 60)
0,92 (3.916.183, 49)
0,84 (3.592.828, 89)
0,77 (3.296.173, 29)
0,71 (3.024.012, 19)
0,65 (2.774.323, 11)
e. Biaya produksi naik 20 % dan Produksi turun 10 % Uraian Investasi Cost Pendapatan
Net Profit DF (10%) NVP(10%) DF (9 %) NPV (9 %) IRR (%) BC Ratio
Tahun 0 64.276.000
1
2
3
4
5
53.228.640,00 41.616.000,00
53.228.640,00 41.616.000,00
53.228.640,00 41.616.000,00
53.228.640,00 41.616.000,00
53.228.640,00 41.616.000,00
(64.276.000,00) (11.612.640,00) 1,00 0,91 (64.276.000,00) (10.556.945,45) (108.297.042,07) 1,00 0,92 (64.276.000,00) (10.653.798,17) (109.445.119,85) (1.970,91) (0,68)
(11.612.64,) 0,83 (9.597.223,14)
(11.612.640) 0,75 (8.724.748,31)
(11.612.640) 0,68 (7.931.589,37)
(11.612.640) 0,62 (7.210.535,79)
0,84 (9.774.126,76)
0,77 (8.967.088,77)
0,71 (8.226.686,94)
0,65 (7.547.419,21)
133
I. Biaya Investasi No
Jenis
Jml ( unit )
Harga / unit Rp
Total
1
Bangunan (gedung)
1
30.000.000
Rp
2
Aquarium
95
Rp
30.000.000
125.000
Rp
11.875.000
3
Rak besi
16
Rp
4
Pompa Air
1
Rp
360.000
Rp
5.760.000
1.000.000
Rp
5
Freezer/ kulkas
1
Rp
2.000.000
1.000.000
Rp
2.000.000
6
Bak penetasan Artemia
1
Rp
100.000
Rp
100.000
7
Blower
1
Rp
700.000
Rp
700.000
8
Selang aerasi (rol)
2
Rp
50.000
Rp
100.000
9
Instalasi Aerasi
1
Rp
300.000
Rp
300.000
10
Tabung O2
1
Rp
700.000
Rp
700.000
11
Serokan
3
Rp
5.000
Rp
15.000
12
Baskom
3
Rp
10.000
Rp
30.000
13
Centong plastik
6
Rp
1.000
Rp
6.000
14
Kain sortir
1
Rp
10.000
Rp
10.000
15
Selang pengisian air / meter
40
Rp
2.500
Rp
100.000
16
Bangku Plastik
2
Rp
20.000
Rp
40.000
17
Jojodok Plastik
2
Rp
20.000
Rp
18
Bak penampungan air
1
19
Rp
40.000
1.500.000
Rp
1.500.000 3.000.000
Induk ~ Black ghost
120
Rp
25.000
Rp
~ Ctenopoma
140
Rp
50.000
Rp
7.000.000
Rp
64.276.000
Total modal investasi
II. Biaya Penyusutan NO
URAIAN
NB (Rp)
NS (Rp)
JUE
Sub Total
Volume
Total
1
Bangunan
30.000.000
20.000.000
5
2.000.000
1
2.000.000
2
Akuarium
125.000
70.000
5
11.000
95
1.045.000
3
Rakbesi
360.000
150.000
5
42.000
16
672.000
4
Pompa air
1.000.000
400.000
5
120.000
1
120.000
5
Kulkas
2.000.000
1.000.000
5
200.000
1
200.000
6
Blower
750.000
300.000
5
90.000
1
90.000
7
Selang aerasi
50.000
10.000
5
8.000
2
16.000
750.000
400.000
5
70.000
1
70.000
10.000
-
5
2.000
3
6.000
3.500
-
5
700
6
4.200
8
Tabung O2
9
Serokan
10
Centong plastik
11
Kain sortir
12
Selang pengisian air
10.000
-
5
2.000
1
2.000
2.500
-
5
500
40
20.000
13
Bangku Plastik
20.000
-
5
4.000
2
8.000
14
Jojodok Plastik
20.000
-
5
4.000
2
8.000
13
Bak semen
1.500.000
600.000
5
180.000
1
180.000
14
Black ghost
25.000
1.500
5
4.700
120
564.000
Ctenopoma
50.000
10.000
5
8.000
140
1.120.000
Jumlah
6.125.200
134
III. Modal Kerja No
Jenis
Jml
Harga / unit
Total
1
Packing / kg
4
Rp
25.000
Rp
2
Listrik / bln
1
Rp
400.000
Rp
3
Tenaga kerja / orang / bln
1
4
Telpon / bln
1
Rp
200.000
Rp
200.000
5
Pakan # cacing sutra
30
Rp
6.000
Rp
180.000
# Blood Worm
15
Rp
15.000
Rp
180.000
# Artemia
1
Rp
300.000
Rp
225.000
Rp
300.000
Rp
1.000.000
# Pellet
Rp
100.000 400.000 1.000.000
6
Obat ikan
1
Rp
50.000
Rp
50.000
7
Transportasi
1
Rp
200.000
Rp
200.000
Rp Total modal kerja dalam 1 Tahun
8
2.835.000 5.670.000
IV. Penerimaan No
Jenis Ikan
Jml ( ekor )
Harga / unit
Total
1
Ctenopoma
5.000
900
Rp
4.500.000
2
Black Ghost
2.700
600
Rp
1.620.000
Total Penerimaan dalam 1 Tahun
8
Rp
6.120.000
Rp
48.960.000
134
Lampiran 4. Hasil Analisa Persepsi Stakeholders
a. Faktor terpenting pengembangan ikan hias air tawar Pemasaran Modal Usaha SDM Kebijakan Pemerintah Inconsistency = 0,04 with 0 missing judgments.
,487 ,183 ,213 ,116
b. Komponen pemasaran Lokal Regional Internasional Inconsistency = 0,01 with 0 missing judgments.
,160 ,149 ,691
c. Komponen Lembaga Permodalan Perbankan Pegadaian Lembaga Keu.Mikro BPR Koperasi Kemitraan Inconsistency = 0,05 with 0 missing judgments.
,330 ,059 ,172 ,080 ,168 ,191
d. Komponen Sumberdaya Manusia
Pendidikan Keterampilan Pelatihan Inconsistency = 0,01 with 0 missing judgments.
,192 ,634 ,174
135
e. Komponen Kebijakan Sarana dan Prasarana Pelatihan K Pembinaan Aturan Pemda Inconsistency = 0,02 with 0 missing judgments.
,338 ,205 ,288 ,169
f. Stakeholders yang berperan dalam pemasaran Kelompok Pembudidaya Pelaku Usaha Dinas Agribisnis Dinas Perindagkop Bapeda Perguruan Tinggi Lembaga Penelitian Inconsistency = 0,04 with 0 missing judgments.
,165 ,370 ,162 ,158 ,060 ,041 ,043
g. Stakeholders yang berperan Permodalan Kelompok Pembudidaya Pelaku Usaha Dinas Agribisnis Dinas Perindagkop Bapeda Perguruan Tinggi Lembaga Penelitian Inconsistency = 0,06 with 0 missing judgments.
,212 ,161 ,247 ,195 ,090 ,046 ,051
h. Stakeholders yang berperan Pengembangan SDM Kelompok Pembudidaya Pelaku Usaha Dinas Agribisnis Dinas Perindagkop Bapeda Perguruan Tinggi Lembaga Penelitian Inconsistency = 0,05 with 0 missing judgments.
,124 ,093 ,182 ,110 ,075 ,243 ,174
i. Stakeholders yang berperan dalam kebijakan Pemerintah Kelompok Pembudidaya Pelaku Usaha Dinas Agribisnis Dinas Perindagkop Bapeda Perguruan Tinggi Lembaga Penelitian Inconsistency = 0,04 with 0 missing judgments.
,087 ,113 ,286 ,183 ,196 ,074 ,061
136
j. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut pembudidaya Pengembangan Sentra Agribisnis Membangun Kemitraan Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jaringan Informasi Optimalisasi Pemanfaatan SD Pe Inconsistency = 0,04 with 0 missing judgments.
,092 ,371 ,195 ,259 ,083
k. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut pelaku usaha Pengembangan Sentra Agribisnis Membangun Kemitraan Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jaringan Informasi Optimalisasi Pemanfaatan SD Pe Inconsistency = 0,08 with 0 missing judgments.
,145 ,268 ,148 ,295 ,144
l. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut Dinas Agribisnis Pengembangan Sentra Agribisnis Membangun Kemitraan Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jaringan Informasi Optimalisasi Pemanfaatan SD Pe Inconsistency = 0,05 with 0 missing judgments.
,191 ,146 ,191 ,289 ,182
m. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut Dinas Perindagkop Pengembangan Sentra Agribisnis Membangun Kemitraan Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jaringan Informasi Optimalisasi Pemanfaatan SD Pe Inconsistency = 0,06 with 0 missing judgments.
,213 ,299 ,111 ,257 ,120
n. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut Bapeda Pengembangan Sentra Agribisnis Membangun Kemitraan Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jaringan Informasi Optimalisasi Pemanfaatan SD Pe Inconsistency = 0,04 with 0 missing judgments.
,282 ,250 ,194 ,167 ,106
137
o. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut Perguruan Tinggi Pengembangan Sentra Agribisnis Membangun Kemitraan Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jaringan Informasi Optimalisasi Pemanfaatan SD Pe Inconsistency = 0,06 with 0 missing judgments.
,075 ,257 ,325 ,205 ,138
p. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut Lembaga Penelitian Pengembangan Sentra Agribisnis Membangun Kemitraan Pembinaan Terpadu Menumbuhkan Jaringan Informasi Optimalisasi Pemanfaatan SD Pe Inconsistency = 0,04 with 0 missing judgments.
,168 ,130 ,304 ,251 ,148