Sofia Latifah dan Evi Kurniawaty |Stres dengan Acne Vulgaris
Stres dengan Akne Vulgaris Sofia Latifah1, Evi Kurniawaty2 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Biologi Molekuler, Fakultas Kedokteran, Universtas Lampung 1
Abstrak Jerawat atau akne vulgaris sampai saat ini selalu menjadi hal yang selalu mendapat perhatian baik dari kalangan remaja atau dewasa muda. Akne vulgaris adalah suatu kelainan dari unit folikel sebasea yang sering dijumpai, terutama terjadi pada masa remaja. Akne diderita oleh 95-100% remaja laki-laki dan 83-85% remaja perempuan. Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang multifaktoral, beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain adalah faktor stres. kondisi peradangan umum dari kulit yang mempengaruhi lebih dari 80% dari remaja dan 25% dari orang dewasa. Sepertiga dari orang dewasa yang memiliki jerawat mengakui merasa malu atau sadar diri karena keberisihan yang kurang. Meskipun prevalensi dan penelitian yang cukup, masih banyak mitos seputar penyebab jerawat. Secara khusus, stres sering disebut sebagai peran dalam timbulnya jerawat. Sering dijumpai bahwa jerawat dapat menjadi sumber stres yang signifikan dan kecemasan, pada bukti ilmiah laporan anekdotal bahwa stres itu sendiri dapat memperburuk jerawat. Kata kunci: akne vulgaris, stres
Stress in Acne Vulgaris Abstract Acne or acne vulgaris up until now has always been get interest in either among adolescence and young adults. Acne vulgaris is an encountered disorder of sebaceous follicle units, especially occurs in adolescence. Acne affects 95-100% of male adolescent and 83-85% of female adolescent. Acne vulgaris is a multifactorial skin disease, which one of the factors is stress factor. A common inflammatory skin disease that affects more than 80% of adolescence and 25% of adults. One third of adults who have acne disease acknowledge feeling embarrassed or self-conscious due to less sanitation. Although the prevalences and studies are sufficient enough, there are still many myths about the ethiological of acne remains unclear. In particular, stress role is often referred in occurence of acne. It is well known that acne can be a significant source of stress and anxiety, on anecdotal scientific evidence reports states that stress itself can worsen acne. Keywords: acne vulgaris, Stress Korespondensi: Sofia Latifah,
[email protected]
alamatJl.
Sisingamangaraja
Pendahuluan Salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau Acne vulgaris.1 Akne vulgaris adalah suatu kelainan dari folikel sebasea khusus yang berkaitan dengan folikel rambut dan kelenjar sebasea yang tersering dijumpai pada wajah, dada, dan punggung.2 Meskipun akne vulgaris tidak menimbulkan fatalitas, tetapi akne dapat cukup merisaukan karena berhubungan dengan menurunnya kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan pada wajah penderit.3 Di Amerika, akne vulgaris adalah penyakit kulit umum dan ditandai oleh peradangan, baik terbuka maupun tertutup yaitu peradangan komedo, papula, pustula, dan nodul. Ini terjadi sekitar 60 hingga 70 persen selama hidup mereka. Dua puluh persen akan memiliki jerawat yang parah,
Gedong
Aer
No.2,
HP
0721241975,
email
yang dapat berakibat pada fisik dan mental dan menimbulkan jaringan parut permanen.4 Di Indonesia, akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum terjadi sekitar 85 hingga 100 persen selama hidup seseorang. Akne vulgaris sering dijumpai pada wanita yang berusia 14 hingga 17 tahun dan pada pria berusia 16 hingga 19 tahun .1 Pertumbuhan akne vulgaris disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, faktor stres, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia yang lain.2 Gangguan ini dianggap hal yang biasa semata-mata dihubungkan dengan pubertas namun bukti ilmiah telah menggambarkan bahwa efek dari kondisi ini jauh lebih dari apa yang dilihat di luar kulit saja.1 Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |129
Sofia Latifah dan Evi Kurniawaty |Stres dengan Acne Vulgaris
Akne vulgaris berhubungan dengan kondisi kesehatan jiwa dan psikologis remaja contohnya stres psikologis. Stress psikologis merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya akne vulgaris atau bahkan memperberat kondisi akne yang telah ada.3 Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan emosional, dan psikologis, dimana keadaan tersebut dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang individu maupun komplikasi psikososial yang rentan terhadap timbulnya stres.3 Secara fisiologis kondisi stres akan mengakibatkan teraktivasinya HPA (Hipotalamus Pituitary Axis). Hal tersebut tentunya dapat meningkatan konsentrasi ACTH (adrenocorticotropic hormone) dan glukokortikoid yang berkepanjangan. Peningkatan ACTH akan memicu peningkatan hormon androgen yang berperan dalam merangsang peningkatan produksi sebum dan merangsang keratinosit. Peningkatan sebum dan hiperkeratinosit akan mengakibatkan timbulnya akne vulgaris.6 Kondisi stres juga menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi meradang yang baru.4 Maka dalam kondisi stres peluang untuk mendapatkan akne vulgaris lebih cenderung meningkat. Isi Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran klinis yang khas.6 Akne merupakan reaksi peradangan dalam folikel sebasea yang pada umumnya dan biasanya disertai dengan pembentukan papula, pustula, dan abses terutama di daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea.7 Daerah-daerah predileksinya terdapat di muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung.2 Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang.15 Stres menyatakan dirinya dalam bentuk penolakan, ketegangan, atau frustrasi, mengacaukan keseimbangan fisiologis dan psikologis dan membuat kita sangat tidak seimbang. Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |130
suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.15 Pada penelitian Suryadi RM (2008), hampir setiap orang pernah mengalami akne vulgaris dan biasanya dimulai ketika pubertas, dari survey di kawasan Asia Tenggara terdapat 40-80% kasus akne vulgaris sedangkan menurut catatan studi dermatologi kosmetika Indonesia menunjukan yaitu 60% penderita akne vulgaris pada tahun 2006, 80% terjadi pada tahun 2007 dan 90% pada tahun 2009. Prevelansi tertinggi yaitu pada umur 1417tahun, dimana pada wanita berkisar 83-85% dan pada pria yaitu pada umur 16-19 tahun berkisar 95-100%. Pada umumnya banyak remaja yang bermasalah dengan akne vulgaris yang menimbulkan siksaan.21 Faktor risiko dan penyebab akne sangat banyak, antara lain 4,8,9 : a. Sebum Merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Produksi sebum dipengaruhi oleh diet atau makanan tinggi lemak, karbohidrat, yodium, alkohol dan makanan pedas. Pemakaian kosmetik seperti krim muka, pelembab, sunscreen, minyak rambut juga berperan dalam meningkatkan produksi sebum.8 b. Genetik Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar glandula sebasea. Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.9 c. Usia Umumnya insiden terjadi pada sekitar umur 14 – 17 tahun pada wanita, 16 – 19 tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi berat pada penderita.9 d. Kebersihan wajah Meningkatkan perilaku kebersihan diri dapat mengurangi kejadian akne vulgaris pada remaja. e. Psikis Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Stresakan mengakibatkan teraktivasinya HPA (Hipotalamus Pituitari Axis). Stresor fisiologis seperti rasa lapar, haus, aktivitas fisik ataupun trauma bersifat umum, mengancam
Sofia Latifah dan Evi Kurniawaty |Stres dengan Acne Vulgaris
homeostasis dan respon fisiologis yang akan terjadi (termasuk aktivasi HPA) merupakan suatu tindakan untuk mempertahankan atau mengembalikan homeostasis. Stresor psikologis tidak secara langsung mengacaukan homeostasis, ataupun individunya dan respon stres yang terjadi dapat dipelajari.4Stresor psikologis menghasilkan perasaan emosional seperti gelisah, takut, marah, frustasi, depresi, dan sebagainya, dimana timbulnya dan besarnya perasaan tersebut bergantung pada penilaian seseorang terhadap suatu keadaan.4 Kondisi stres tersebut selain dapat memicu timbulnya akne vulgaris juga dapat memperberat kondisi akne vulgaris yang sudah ada. Definisi lain yang sering dipakai mengenai stres ialah suatu keadaan dimana terdapat peningkatan konsentrasi ACTH dan glukokortikoid yang berkepanjangan. Peningkatan ACTH akan memicu peningkatan hormon androgen yang berperan dalam merangsang peningkatan produksi sebum dan merangsang keratinosit. Peningkatan sebum dan hiperkeratinosit akan mengakibatkan timbulnya akne vulgaris.
Gambar 1. Pengaruh stres terhadap terjadinya akne vulgaris.4 Penelitian sebelumnya telah meneliti efek dari stres pada kulit, terutama fungsi sawar kulit, sekresi sitokin dan aktivitas sel T jerawat - produksisebum - dengan stres dan eksaserbasi jerawat.Dan penelitian tersebut menunjukkan korelasi positif yang signifikan secara statistik antara peningkatan stres dan peningkatan keparahan jerawat papulopustulosa.24 Penelitian terbaru oleh Zouboulis dkkmenunjukkan bahwa neuropeptida corticotrophin-releasing hormone memiliki peran penting pada respon kulit terhadap stres dan mempengaruhi kelenjar sebasea untuk mensintesis lipid sebasea.21 Peran
neuropeptida juga telah disarankan oleh deteksi zat P-immunoreactive pada serabut saraf di dekat kelenjar sebasea. Dengan demikian, stres dapat mempengaruhi produksi mediator inflamasi dan lipid tertentu yang terlibat dalam peradangan oleh kelenjar sebasea daripada kuantitas sebum.23 Peningkatan stres tidak berkorelasi dengan peningkatan kuantitas sebum tetapi menunjukkan korelasi positif dengan tingkat keparahan jerawat. Ada kemungkinan bahwa mediator lain yang terkait dengan stres psikologis memainkan peran penting dalam patogenesis jerawat. Hal ini penting untuk menguji hubungan antara stres, jerawat dan mediator inflamasi, seperti neuropeptida dan lipid tertentu yang terlibat dalam peradangan jerawat.22 Dari hasil penelitian pada siswa siswi SMAN 7 Surakarta dengan adanya stres sebagian besar diikuti oleh timbulnya akne vulgaris. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Yosipovitch et al pada siswa siswi SMA di Singapura disebutkan bahwa stres dapat menimbulkan eksaserbasi akne vulgaris dan juga peningkatan asam lemak bebas dalam wajah.25 Pada penelitian yang dilakukan oleh Nitya pada mahasiswa kedokteran di Sumatera Utara disebutkan bahwa terdapat hubungan stres dengan angka kejadian akne vulgaris.26 Peningkatan stres dapat berpengaruh tidak langsung terhadap peningkatan sekresi kelenjar sebasea melalui peningkatan hormon androgen,di ketahui bahwa peningkatan stres akan merangsang hipotalamus melalui Aksis Limbic-Hypothalamo-Pituitary-Adrenal (LHPA) yang menyebabkan peningkatan hormon androgen. Androgen yang terpenting dalam peningkatan aktifitas kelenjar sebasea dan keratinosit untuk menghasilkan sebum adalah testosteron yang akan dirubah menjadi bentuk aktif yaitu 5α-Dihidrotestosterone (DHT) oleh enzim type I-5α reductase. 27 Hubungan antara peningkatan sebum dengan kejadian timbulnya akne vulgaris memang masih dalam perdebatan.Akan tetapi diketahui bahwa sebum dan asam lemak bebas adalah komponen utama yang sering menimbulkan gangguan di wajah. Peningkatan pelepasan sebum dan asam lemak bebas dapat meningkatkan resiko reaksi inflamasi.27 Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |131
Sofia Latifah dan Evi Kurniawaty |Stres dengan Acne Vulgaris
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). Kedua usaha tersebut harus dilakukan bersamaan mengingat bahwa kelainan ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor, baik faktor internal dari dalam tubuh sendiri (ras, familial, hormonal), maupun faktor eksternal (makanan, musim, stres) yang kadang-kadang tidak dapat dihindari oleh penderita .12 Coping stress adalah usaha-usaha dari aspek pikiran dan sikap untuk menguasai, mengurangi, atau menetralkan stres, diantaranya dengan cara kukuh dengan iman dalam agama, rumah tangga yang diliputi kasih sayang, pekerjaan yang membuat rasa berharga, teman-teman yang bisa mengangkat pemikiran dan memberi inspirasi, dan kehidupan yang mempunyai tujuan, yang bisa menangkal stres.,1415,26 Selain itu, sikap mental yang positif dengan bersikap terbuka dan positif pada semua kejadian yang berlaku di sekitar kita.Pola hidup yang sehat dengan menjaga kesehatan, makan dengan baik, tidur cukup dan latihan olah raga secara teratur.Teknik relaksasi seperti napas dalam, meditasi atau pijatan mungkin bisa membantu 15 menghilangkan stres. Ringkasan Antara psikis dan kondisi kulit, saling mempengaruhi. Kondisi psikis dapat mempengaruhi kulit, sebaliknya keadaan gangguan kulit dapat juga berpengaruh terhadap psikis.15 Prinsip-prinsip dasar interaksi pikiran dengan tubuh perlu diketahui, karena ada hubungan langsung antara susunan saraf pusat dengan sistem imun. Inervasi bagian-bagian yang disyarafi serabut-serabut simpatis nor adrenergik dari organ limfoid primer dan sekunder, neuropeptide dan reseptor neurotransmiter pada sel-sel imun juga produksi sitokin yang diaktivasi sel-sel imun dapat mempengaruhi fungsi otak.12,14,15 Secara fisiologis kondisi stres akan mengakibatkan teraktivasinya HPA axis. Hal tersebut tentunya dapat meningkatan konsentrasi ACTH dan glukokortikoid yang berkepanjangan. Peningkatan ACTH akan memicu peningkatan hormon androgen yang berperan dalam merangsang peningkatan Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |132
produksi sebum dan merangsang keratinosit. Peningkatan sebum dan hiperkeratinosit akan mengakibatkan timbulnya akne vulgaris.11,21 Stres juga menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi meradang yang baru..Maka dalam kondisi stres peluang untuk mendapatkan akne vulgaris lebih cenderung meningkat.13,22,23 Tetapi pada beberapa penelitian terdapat perbeaan dalam mencari korelasi antara stres psikis dengan terjadi nya penyakit akne vulgaris, seperti penelitian yangmencari Hubungan antara peningkatan sebum dengan kejadian timbulnya akne vulgaris tersebut masih dalam perdebatan karena dari hasil penelitian tersebut stres hanya bisa memperburuk atau memperparah dari kondisi jerawat. Akan tetapi diketahui bahwa sebum dan asam lemak bebas adalah komponen utama yang sering menimbulkan gangguan di wajah. Peningkatan pelepasan sebum dan asam lemak bebas dapat meningkatkan resiko reaksi inflamasi. Lain hal nya dengan penelitian pada siswa SMAN 7 Surakarta Dari hasil penelitian tersebut stres sebagian besar diikuti oleh timbulnya akne vulgaris. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Yosipovitch et al pada siswa siswi SMA di Singapura disebutkan bahwa stres dapat menimbulkan eksaserbasi akne vulgaris dan juga peningkatan asam lemak bebas dalam wajah. Simpulan Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hubungan stres dengan timbulnya akne vulgaris belum dapat dipastikan. Daftar Pustaka 1. Adhi, D., Hamzah, M., Aisyah, S. Akne vulgaris. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 2. Al-Hoqail, I.A.. Knowledge, beliefs and perception of youth toward acne vulgaris. Saudi Med Journal. 2003. 3. American Family Physician, 2004. Acne. USA: American Family Physician; 2004 [disitasi tanggal 20 Agustus 2015]. Tersedia
Sofia Latifah dan Evi Kurniawaty |Stres dengan Acne Vulgaris
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. 12.
13.
14.
15.
dari:http://www.aafp.org/afp/20040501/ 2135ph.html Rahmawati, Dewi. Hubungan Perawatan Kulit Wajah Dengan Timbulnya Acne Vulgaris [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2012. Arikunto, S. Analisis Data Penelitian Deskriptif. Dalam: Arikunto, S., editor. Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta;2007. hlm. 262-296. Brown, G.R. and Burns, T. Akne, erupsi, akneiformis, dan rosasea. Dalam: Graham, B. Brown and Burns, editor. Lecture Notes : Dermatology . Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga; 2005. hlm. 55-65. Cordain, L., Hurtado, M., Eaton, S.B. Acne Vulgaris: A disease of Western Civilization [internet]. US: Colorado State University; 2002 [disitasi tanggal 20 Agustus 2015]. Tersedia dari: http://www.thepaleodiet.com/artisles/Ac ne%20vulgaris.pdf Efendi, Z. Peranan Kulit dalam Mengatasi Terjadinya Akne Vulgaris [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2003. Finaly, A.Y. Clinical Efficacy of Adapalene.Journal of Dermatological Treatment. University ofWales:College of Medicine, Cardiff. 2004; 9-12 Gunawan ,B . Stres dan sistem imuntubuh: suatu pendekatan psikoneuroimunologi .Cermin DuniaKedokteran. 2007; 154:13-6. Harahap, M .Ilmu Penyakit Kulit. Edisi ke5. Jakarta: Penerbit EGC; 2008. Harper, J.C. Acne Vulgaris [internet]. UK: Department of Dermatology, University ofAlabama at Birmingham; 2008 [diakses tanggal 23 Agustus 2015]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/ 1069804-overview Murti, Bhisma.Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Edisi ke-2. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University Press; 2003. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam; 2005. Yuindartanto, A. Acne Vulgaris [internet]. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. [diakses tanggal 25 Agustus 2015]. Tersedia dari:
16.
17.
18.
19. 20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
http://yumizone.wordpress.com/2009/0 1/01/acne/ Suyono, B. Stress sebagai Salah satu Sebab Gangguan Menstruasi. Seminar Kelainan menstruasi. Bag/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi. 2002. Thiboutot, D.M. The role of follicular hyperkeratinization in acne.Journal of Dermatological Treatment. 2000; 11(2): 5-8. Zouboulis ChC, Bohm M. Neuroendocrine regulation of sebocytes-a pathogenetic link between stress and acne. Blackwell Munksgaard. 2004: 13 (Suppl. 4): 31-5. Harahap, M.Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates; 2000. Lehmann, H., Andrews, J., Holloway, V. & Goodman, S. Acne therapy: a methodologic review. JAm Acad Dermatol.2002; 47: 231-40. Zouboulis CC, Bohm M. Neuroendocrine regulation of sebocytes – a pathogenetic link between stress and acne. Exp Dermatol. 2004; 13: 31–5. Toyoda M, Nakamura M, Makino T, Kagoura M, Morohashi M. Sebaceous glands in acne patients express high levels of neutral endopeptidase. Exp Dermatol. 2002; 11: 241–7. Toyoda M, Morohashi M. New aspects in acne inflammation. Dermatology. 2003; 206: 17–23. Rademaker M, Garioch JJ, Simpson NB. Acne in schoolchildren: no longer a concern for dermatologists. BMJ. 1989; 298(6682): 1217–9. Yosipovitch, G. Tang, M., Dawn A.G., Chen, M., Goh, C.L., Huak, Y., Seng, L.F. Study of Psychological Stress, Sebum Production and Acne Vulgaris in Adolescents. Acta Derm Venereol. 2007; 87(2):135-9. Nitya, P. Perbedaan Stres dan Kebersihan pada Kejadian Akne Vulgaris i Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010. Hodgson TK, Braunstein GD. Physiological Effects of Androgen in Women. Dalam: Ricardo Azziz, John E. Nestler MD, Didier Dewailly MD, editor. Androgen Excess
Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |133
Sofia Latifah dan Evi Kurniawaty |Stres dengan Acne Vulgaris
Disorders in Women. New Jersey :
Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |134
Human Press; 2006. hlm. 49-62