“Street is where I lived. I belong in the Underworld”
Street 1
Saga City Beginning of the Story
Senja yang biasa di Saga City, sebuah kota yang kelam dan penuh kejahatan. Hampir setiap hari terjadi perampokan dan pembunuhan bahkan Sarcas, satuan kepolisian di Lyth vi Gillgatross, tak mampu menanganinya. Kaum Saga, kaum yang tinggal di kota ini dianggap sebagai orang-orang buangan yang tidak benar. Sebagian dari mereka adalah para remaja yang bermasalah. Tetapi adapula mereka yang dianggap masih mampu bersaing dengan kaum Dual maupun kaum Celestial. Orang-orang ini tinggal di daerah Downtown, tempat yang ramai dan penuh dengan mall-mall besar. Berbeda dengan Downtown yang ramai, daerah Alley merupakan daerah yang kotor dan menyedihkan. Orang yang tinggal disini biasanya perampok dan geng-geng jalanan yang brutal dan kejam. “Ketua...kenapa kita ke sini? Ketua kan’ tahu Virdia Mall selalu dijaga ketat oleh satuan Sarcas, kenapa masih nekat kesini?” tanya Sphyros bingung. Cowok berambut hitam legam dan berwajah dingin disampingnya hanya tersenyum mendengar pertanyaan polos Sphyros. “Seharusnya kau tahu sendiri, belakangan penghasilan kita berkurang. Aku kesini karena disini banyak kaum Celestial yang pastinya punya banyak Xith” jawabnya licik. Corvus, ketua dari geng paling ditakuti diseluruh Saga City, bersama dengan Sphyros dan
anggota geng yang lain sedang mencoba keberuntungan mereka di Mall kaum Celestial yang sering berkunjung ke Saga City. Biasanya geng “Street Dancer” begitulah orang menyebutnya, mangkal di sekitar perbatasan Alley dan Downtown, tapi kali ini demi sekantung Xith, mereka berkunjung ke daerah rival mereka, kaum Celestial. “Sphyros, kau lihat gadis disana itu? Yang di dekat Nevro X itu?” tanya Corvus sambil menunjuk kearah seorang gadis cantik berambut putih biru seperti es kutub utara. Sphyros berpaling kearah yang ditunjuk oleh kawannya itu dan mendapati seorang kaum Celestial sedang berjalan menuju pintu masuk utama Mall Virdia. “Kenapa ketua, kau jatuh cinta ya?” tanya Sphyros usil. Corvus menggeleng pelan dan perlahan menunjukkan senyum liciknya. “Dia kaum Celestial, aku ingin kau membuatnya memberikan Xith padamu” ujarnya pelan. Sphyros mengangguk mengerti atas perintah ketuanya. Dengan isyarat kecil, segera anggota geng bergerak menuju pos masing-masing, membentuk formasi mengepung. Seperti yang diharapkan sang ketua, gadis Celestial itu masuk ke perangkap. Sphyros bergerak mendekati gadis itu, berusaha membujuk sang gadis. “Hei…sendiri saja? Jalan bareng yuk!!” ajak Sphyros enteng, sok kenal pada gadis Celestial yang elegan itu. Sayang gadis itu bukan jenis gadis yang mudah jatuh pada rayuan pria berandal macam Sphyros. Saking kesalnya melihat reaksi gadis yang hanya melenggang melewati dirinya, Sphyros kemudian mulai memaksa. “Eh..tunggu-tunggu!! Jangan gitu dong,” ucapnya pelan seraya mengeluarkan pisau lipat dan menodongkannya pada si gadis, “Berikan semua Xith yang kau punya padaku sekarang.” Sphyros bodoh!! Memancing amarah kaum Celestial itu cari mati namanya!! batin Corvus yang terus melacak gerakan kawannya itu. Dari kejauhan sepertinya si gadis menolak memberikan karena Sphyros begitu lama berada di hadapan si gadis sambil masih menodongkan pisau lipatnya. Tiba-tiba salah satu pasukan Sarcas yang sedang berpatroli melihat kejadian ini dan segera memanggil pasukannya yang lain. “HEI ITU SPHYROS!!! ANGGOTA STREET DANCER, KEJAR DIA JANGAN SAMPAI LOLOS!!! TEMUKAN ANGGOTA YANG LAIN!!!” perintah ketua Sarcas
itu. Gawat ketahuan nih!! Aku harus pergi sekarang!! batin Sphyros. Segera ia menyusul kawan-kawannya, melarikan diri dari kejaran Sarcas, kembali ke daerah kekuasaan mereka Alley yang gelap dan menyedihkan. Beruntung mereka berhasil lolos dan Sarcas kehilangan jejak. Setelah bebas dari kejaran satuan Sarcas, mereka kembali ke markas mereka di sebuah apartemen tua di ujung Alley. Tapi bagi Sphyros masalah belum selesai sampai disitu. “SPHYROS BODOH!!!” bentak Corvus, “Kau ini kenapa?? Aku hanya menyuruhmu membujuknya bukan membuatnya memanggil satuan Sarcas mengerti??!!” lanjutnya marah. Sphyros hanya tertawa melihat ketuanya begitu emosi karena kejadian singkat tadi. “Kenapa kau tertawa? Tidak ada yang lucu!!!” bentak Corvus lagi. “Hei…gadis itu tidak memanggil satuan Sarcas. Tapi….nih!!” balas Sphyros seraya melemparkan sekantung Xith berlambang simbol keluarga bangsawan Celestial. Corvus terperanjat melihat apa yang dibawa anak buah kepercayaannya itu. Sekantung Xith yang isinya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, 200.000 Xith, cukup untuk membeli beberapa botol Cleptris dan Phros. “Ba..bagaimana bisa kau? Bukannya cewek tadi tidak mau memberikannya padamu?” tanya Corvus seraya mengangkat kantung Xith itu sambil terus memelototi simbol Celestial di kantung itu. “Cewek tadi memberikannya padaku. Dia sempat berbisik agar aku cepat lari sebelum Sarcas datang” jawab Sphyros singkat. Benar-benar tidak dapat dipercaya, 200.000 Xith dalam sehari, biasanya hanya 100 Xith, itu sudah paling banyak dalam sehari. “Baiklah kalau begitu, ayo kita pesta Cleptris dan Phros malam ini!!!” sorak Corvus senang, disambut sorakan riang anggota geng-nya. Tidak hanya geng paling ditakuti tapi geng yang memiliki anggota yang semuanya merupakan pecandu berat, semuanya memiliki masa depan yang gelap dan tidak ada harapan. Akhirnya mereka
menghabiskan malam hari mereka dengan Cleptris dan Phros hingga mereka tertidur nyenyak sampai keesokan harinya.
Pagi menjelang, matahari terbit di Selatan Saga City. Daerah Downtown mulai ramai dipenuhi orang-orang yang kembali bekerja dan beraktifitas seperti hari-hari sebelumnya. Tak ketinggalan Corvus dan Sphyros yang biasa bangun pagi untuk membeli kebutuhan sehari-hari mereka di Downtown. Meskipun hanya di toko-toko kecil saja, asal mereka bisa makan dan minum itu sudah cukup. Tapi tidak untuk kali ini, berkat Xith yang mereka dapat kemarin. “Hei ketua, ayo taruhan, hari ini Clover pasti mencegat kita lagi” ucap Sphyros santai. Corvus menggeleng tidak peduli dengan kalimat konyol Sphyros. “Mana mungkin dia mencegat kita dua hari berturut-turut? Kurang kerjaan apa?” balasnya datar. Di tangannya kantung Xith terus dipandangi, tampak sedang menimbangnimbang apa yang ingin di beli di Café Saffrosh nanti. Sebuah café mewah milik seorang bangsawan kaum Celestial yang hendak ia kunjungi pagi itu. Beberapa meter dari pintu masuk Saffrosh, seorang pemuda berbadan tinggi, berambut biru menyala dengan tas punggung berwarna hijau berlari-lari seraya melambaikan tangan pada mereka. Itulah Clover, pemuda yang imut dan manis, tidak tampak seperti cowok menurut Corvus. “HAI!!!! Sphyros, Corvus, selamat pagi!!” sapanya ramah. “Oh, Clover…,” desah Corvus, “Kenapa kau harus datang sekarang? Aku jadi kalah taruhan” ujarnya pelan seraya melirik sebal kearah Sphyros yang sudah nyengir
senang. Kehilangan jatah Phros menurut Corvus sangat menyebalkan. Semua tahu itu, Corvus adalah seorang pecandu sejati, nyaris setiap hari ia mengkonsumsinya. “Pagi Clover!! Mau ke Saffrosh juga?” tanya Sphyros riang. Clover mengangguk mengiyakan pertanyaan Sphyros, kemudian berjalan berdampingan dengan kedua teman lamanya itu. Ketiganya melangkah bersama memasuki Saffrosh. Sphyros langsung tercengang melihat bagian dalam Café Saffrosh yang ternama itu. Maklum, ia kaum Saga sejati, benar-benar tidak pernah masuk ke tempat seperti itu. Corvus, tidak usah ditanya, ia mantan kaum Celestial, jadi setidaknya ia pernah ke tempat seperti itu sebelumnya. Kalau Clover, ia putra seorang Perwira Sarcas yang bekerja pada keluarga bangsawan Celestial, jadi ia punya kebebasan keluar masuk tempat mewah macam Café Saffrosh itu. “Tolong, Cleptris-nya dua dan Blue Bay satu” pinta Corvus pada seorang bartender yang nampaknya terlalu elegan untuk seorang bartender. Maklum, café mewah seperti itu mana mungkin membiarkan staf-nya berpakaian belel. Si bartender mengangguk kemudian segera beranjak pergi. “Kudengar dari ayah, kemarin kalian merampok lagi ya? Di Mall Virdia lagi, nekat ya?” tanya Clover seraya menyikut lengan Corvus yang duduk di tengah. Sphyros mengangguk mewakili Corvus yang sepertinya enggan menjawab. “Yah…kemarin kami merampok seorang gadis Celestial yang cantik,” ucap Sphyros sambil memperagakan cara si gadis berjalan kemarin. Clover terpingkal melihat tingkah Sphyros yang konyol itu. “Tepatnya dia diberi bukan merampok, lebih konyol lagi bukan. Seperti pengemis saja,” ujar Corvus pada Clover yang makin keras saja tertawanya. Wajah Sphyros berubah merah, tersenyum kecut mendengar ledekan sahabatnya itu. Ia berpaling berusaha tidak mendengar apa yang Corvus dan Clover bicarakan dan saat itulah ia melihat sesuatu yang paling tidak ingin ia lihat untuk kedua kalinya. “Oi…ketua, itu kan’ cewek yang kemarin ya?” tanyanya seraya menepuk bahu Corvus. Serentak kedua sahabat yang tadinya asyik meledek Sphyros habis-habisan
berbalik melihat kearah yang ditunjuk Sphyros. Betapa terkejutnya Clover begitu melihat sosok yang ternyata dikenalnya. “Kalian merampoknya? Chloe Tristan Celestresse?” tanya Clover tak percaya. Kedua perampok disampingnya memasang tampang heran mendengar pertanyaan Clover yang terdengar begitu aneh bagi mereka. “Iya, kau kenal dia?” tanya Sphyros. Clover mengangguk mantap. “Tentu saja! Dia adik dari seorang bangsawan Celestial, majikan ayahku!!” jawab Clover. Dua gelas Cleptris dan segelas Blue Bay datang, pada akhirnya, membuat ketiga sahabat itu terpaksa menghentikan obrolan mereka untuk segera menegak minuman pesanan masing-masing. Clover sempat tersedak beberapa kali karena terlalu terburuburu meminum Blue Bay-nya. “Oya…omong-omong tentang ayahku. Aku ingin mengajak kalian menemuinya” ujar Clover seraya mengelap mulutnya dengan serbet putih bersulam lambang Celestial perak. “Ehm…kenapa? Buat apa?” tanya Sphyros heran. Clover mengedipkan mata tanpa memberi jawaban yang pasti pada kedua sahabat itu. Usai membayar tagihan pesanan mereka yang tadi, segera mereka beranjak menuju pangkalan Sarcas yang berada di ujung Saga City. Karena jaraknya cukup jauh dari Downtown maka Clover mengajak kedua kaum Saga itu menumpang di atas Crifts, sebuah kereta yang melintasi seluruh bagian Saga City, mirip dengan kereta bawah tanah, hanya saja kereta ini melayang di atas relnya dan berada di atas jalan-jalan utama Saga City. Sudah hampir satu jam mereka bertiga berada di dalam kereta tanpa tahu kenapa mereka diajak menuju Sarcas Trescial, pangkalan Sarcas tempat ayah Clover bekerja, sampai akhirnya mereka berhenti di depan sebuah gedung berlapis baja dengan gerbang setinggi seratus kaki. “Sudah sampai!! Ayo ikuti aku!!” ajak Clover seraya berlari melintasi gerbang depan terus menuju gedung utama.
“Ayah!!! Ayah sedang tidak sibuk kan??” Clover menerobos masuk tanpa mengetuk dahulu. Namun tampaknya Perwira Goutres tidak begitu marah melihat tingkah putra tunggalnya itu. “Ah…Clover putraku, hari ini kau kembali lebih awal rupanya. Biasanya kau masih mampir dulu ke Mall Virdia untuk membeli beberapa game kesukaanmu” ucap seorang lelaki paruh baya yang sedang duduk di sofa dibalik meja kayu berlapis perak mewah buatan Celestial City. “Aku kan janji pada ayah akan memperkenalkan kedua teman yang sering kuceritakan itu!!” ucap Clover riang. Sementara Corvus dan Sphyros tampak canggung saat disuruh masuk ke dalam. Perwira Goutres tersenyum melihat dua sosok remaja yang begitu mandiri, meskipun mereka hanya kaum Saga. “Ini Corvus dan ini Sphyros, mereka berasal dari daerah Alley. Tapi ayah tenang saja, ayah dapat mempercayai mereka,” ujar Clover memperkenalkan keduanya dengan semangat. “Ayah percaya padamu Clover. Ehm…kalian berdua apa ingin kujadikan seorang Sarcas tingkat tinggi?” tanya Perwira Goutres sopan. Bukan main senangnya Sphyros dan Corvus mendengar tawaran itu. Mereka mengangguk senang, membuat Perwira Goutres tersenyum ramah bahkan lebih kelihatan ramah dari sebelumnya. “Baiklah kalau begitu, malam ini pergilah ke Café Saffrosh, disana akan diadakan ujian seleksi Sarcas tingkat tinggi” ucapnya lagi. Akhirnya Corvus dan Sphyros menyetujui permintaan Perwira Goutres dan memutuskan untuk mengunjungi Café Saffrosh lagi nanti malam.
Malam harinya, kedua sahabat itu pergi menuju Saffrosh, tanpa ada persiapan apapun untuk menghadapi ujian Sarcas tingkat tinggi yang akan mereka hadapi. Sesampainya di Café Saffrosh, keduanya merasa canggung, karena hampir semua tamu yang berada di sana adalah kaum Celestial, orang-orang yang mengenakan gaun mewah serta perhiasaan mahal. Rasanya tertekan sekali ketika mereka harus berdiri diantara rival mereka. “Ehm…ketua sepertinya tidak ada acara spesial disini. Menurutku Perwira Goutres hanya mengada-ada,” ujar Sphyros. “Tidak, lihat disana! Chloe Tristan Celestresse dan Perseus Tristan Celestresse, bangsawan kaum Celestial yang paling dihormati!” Corvus menunjuk kearah seorang pria berambut perak kusam yang lumayan panjang terikat dengan pita hitam dan seorang gadis cantik disampingnya yang tidak lain adalah Chloe. Awalnya Corvus dan Sphyros tidak mau bergerak se-inci pun dari tempat mereka berdiri, sampai akhirnya kedua bangsawan ternama itu menyadari keberadaan dua kaum Saga yang ‘nyasar’ di antara kaum Celestial. “Permisi, apa kalian ini ingin mengikuti ujian Sarcas tingkat tinggi?” tanya Perseus yang kini hanya beberapa senti dihadapan Sphyros. Sphyros mengangguk grogi, tak bisa berkata apa-apa, entah karena takut dikenali oleh Chloe yang kemarin ia rampok atau memang begitulah rasanya berada di dekat kaum Celestial. Sementara Corvus hanya diam memandang Chloe dari ujung rambut sampai kaki. Menurutnya gadis dihadapannya semakin cantik dengan lili kristal mengikat rambutnya. Tak disangka-sangka si gadis mendadak tersenyum dan berkata kepada kakaknya. “Kakak, aku pernah bertemu mereka. Mereka tak perlu mengikuti ujian, langsung saja terima mereka” ujar si gadis manis. Perseus, sang kakak berpaling memandang adik perempuannya itu, sepertinya setuju dengan permintaan adiknya. “Baiklah kalau itu yang kamu mau, adikku. Kau mau yang mana?” tanyanya lembut. Sesaat Chloe memandang kearah keduanya, lalu memutuskan untuk memilih
Corvus. Rupanya keduanya bisa dengan mudah masuk keanggotaan Sarcas karena bertemu dengan gadis cantik dihadapan mereka yang kemarin mereka rampok. “Bersiaplah, kau akan ikut kami ke Dual City untuk mengikuti pelatihan di asrama Sarcas” ujar Perseus. Hanya dengan satu kalimat singkat kaum Celestial itu, Corvus dan Sphyros seperti baru saja mendapat harapan baru bagi masa depan mereka. Tak tahan lagi mereka bersorak gembira dihadapan kedua kaum Celestial yang kini memandang bingung kearah mereka berdua. “Corvus….!!! Ayo kita taruhan bahwa kita bisa mencapai Celestial City!!” teriak Sphyros lantang. “PASTI!!! Meskipun kita berpisah mulai dari sini, aku yakin kita bisa berusaha….!!! Bersama!!!!” balas Corvus. Hari yang indah bagi kaum Saga itu, mereka berhasil meraih apa yang tidak banyak orang bisa mendapatnya terutama untuk kaum mereka itu. Akhirnya hari itu menjadi hari terakhir kedua sahabat itu di Saga City.
“It’s hard to change one destiny without sacrifice”
Street 2
Dual City Violence of the Dual
Hari esok tiba, kendaraan-kendaraan mewah sudah memenuhi seluruh jalan utama Dual City, membuat Nevro X Chloe, sebuah mobil berbentuk mirip pesawat jet, terjebak dalam kemacetan rutin kota kaum Dual itu. “Corvus, seperti kata kakakku kemarin, kau akan tinggal di sebuah asrama pelatihan Sarcas. Tak apa kan?” tanya Chloe sopan. “Iya, tidak apa kok Veillesse” jawab Corvus sopan. Chloe berpaling memandang Corvus sesaat kemudian berkata, “Jangan panggil aku Veillesse, panggil saja Chloe” ujarnya manis. Kata-kata si gadis membuat jantung Corvus berdegup kencang, perasaannya begitu senang mendengar ucapan semanis itu dari seorang kaum Celestial yang dalam gambarannya adalah seorang yang sombong dan kejam pada kaum Saga. Satu jam kemudian, akhirnya mereka lolos dari kemacetan dan sampai di depan asrama Omega Ophius, sebuah asrama pelatihan bagi Sarcas pemula. “Maaf aku tidak bisa ikut turun, kakak sudah menungguku. Ada tamu penting yang harus kutemui hari ini. Kau bisa sendiri kan? Besok aku akan berkunjung okay?” ucap Chloe seraya melambaikan tangannya, tampak terburu-buru. Tanpa bisa komentar apapun Corvus balas melambaikan tangan kemudian segera masuk ke asrama yang lebih mirip sebuah benteng atau mungkin penjara baginya. “Permisi, aku mencari Heverius, kepala asrama disini, apa aku bisa bertemu dengannya?” ucap Corvus sedikit mengeraskan suaranya. Gedung utama tampak begitu
sepi, entah kemana semua penghuni asrama itu. Samar-samar terdengar suara lantang berteriak-teriak, sepertinya sedang memimpin satu pasukan dalam sebuah latihan. Ternyata benar, satu pasukan Sarcas intermediate sedang berlatih dihalaman utama asrama yang lebarnya kira-kira 5 hektar. “HEI KAU!!!” bentak seseorang tiba-tiba. Corvus terkejut bukan main sampaisampai ia melompat dan menabrak orang yang membentaknya. “Ah…maaf, a..aku sedang mencari…” Belum habis kalimat yang ingin diucapkan orang tersebut memotong dengan kasar. “Heverius, kepala asrama Omega Ophius!! Ada apa kau mencariku?” tanyanya tegas. Tanpa pikir panjang Corvus menjelaskan panjang lebar mengapa ia mencari Heverius.
Setelah
menerangkan
maksud
kedatangannya,
memberitahukan teman sekamar Corvus dan menyuruhnya
akhirnya
Heverius
mencari sendiri dimana
kamarnya itu. Menyebalkan sekali kepala asrama itu!! Seandainya Sphyros disini aku akan mendamprat habis orang itu!! omel Corvus seraya beranjak pergi mencari pria berambut putih usang yang dimaksud Heverius. Katanya, pria itu sedang berlatih di ruang Sarcas pemula. “Ehm…permisi, Heverius bilang kau teman sekamarku. Apa kau bisa menunjukkan padaku dimana kamarmu itu?” pinta Corvus ketika ia berhasil menemukan pria yang dicari-carinya dari tadi. “Eh…wah, anak pemula baru!! Untung saja, akhirnya ada juga yang sepantaran denganku” ucapnya riang. Corvus memandang pria itu heran, merasa cowok berambut aneh itu sok kenal dengannya, tapi setidaknya ada orang yang bisa menjadi teman dikala kesepian. “Tentu, biar kutunjukkan kamarmu!!” Cowok berambut putih usang itu mengomel sepanjang perjalanan menuju kamar asrama yang akan menjadi ‘penjara’ bagi Corvus selama masa pelatihannya di Omega Ophius. Sesampainya di kamar, segera Corvus mengeluarkan seluruh barang yang ia bawa dari tas ranselnya untuk dipindah ke lemari pakaian yang terbuat dari besi, lebih mirip brankas menurut Corvus.
“Siapa namamu bocah pemula? Namaku Renji, salam kenal” ucap Renji seraya menyodorkan tangannya. “Corvus…namaku Corvus Peviths,” jawab Corvus singkat seraya membalas jabatan tangan Renji. Renji tertawa senang, nampak berlebihan untuk sebuah perkenalan sederhana yang sama saja dengan perkenalan lain. Di tambah Renji mulai membicarakan tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh Corvus. “Aku mendaftarkan diri di Divisi Final, kalau kau?” tanyanya. Corvus menggeleng tidak tahu. “Divisi, memangnya ada divisi apa saja?” tanya Corvus, mengharapkan penjelasan yang mudah dimengerti olehnya. “Divisi Under bertugas di Saga City, Divisi Middle bertugas di Dual City, Divisi Upper bertugas di Celestial City, Divisi Court bertugas di kedutaan Celestial, Divisi Dragoon bertugas di mesin penggerak di bawah Celestial City, dan terakhir Divisi Final, guardian khusus untuk keluarga bangsawan Celestial. Aku masuk Divisi Final karena aku ingin dekat dengan Veillesse Chloe,” ucap Renji malu-malu. Corvus yang mendengar penjelasan itu merasa mendapat saingan dalam mendapatkan Chloe yang diam-diam ia senangi. Ia menggeleng tanda belum tahu ke mana ia akan mendaftarkan dirinya. Usai pembicaraan panjang lebar itu kedua Sarcas pemula itu segera menuju tempat latihan. Untungnya saat mereka tiba disana Heverius baru saja tiba. “BAIKLAH, DENGARKAN AKU!!! Hari ini kita mulai latihan bagi para pemula dengan latihan fisik!! PAHAM??!!!” bentak Heverius tegas. Seluruh satuan Sarcas pemula menjawab perintah Heverius dan memulai latihan mereka. Renji dan Corvus berhasil menang dua kali melawan Sarcas intermediate, namun itu tidak cukup. Heverius menerapkan latihan yang benar-benar ketat. Latihan bagi Corvus ditambah dua kali lipat sementara Renji hanya satu kali lipat saja. Corvus yang menyadari perbedaan sikap si kepala asrama pada dirinya dan Renji dan itu membuatnya tertekan. Latihan terus berlanjut sampai dengan tengah malam. Sarcas pemula baru mendapatkan waktu istirahat mereka sekitar pukul 12 malam. Itupun dengan kondisi tubuh yang benar-benar lelah.
“Capek juga ya!! Corvus!! Tapi tak apalah demi Veillesse Chloe,” ujar Renji seraya melemparkan tubuhnya ke ranjang kecil yang empuk. Corvus diam, enggan menjawab. Sungguh menyebalkan melihat perlakuan yang berbeda antara dirinya dan Renji. Apakah karena Renji itu kaum Dual sementara dirinya kaum Saga, kaum yang terbuang itu? Ia sudah tak peduli, kini ia mengeluarkan sebotol Cleptris dan sekotak penuh Phros. Renji terperanjat melihat barang-barang gelap itu berada di tangan Corvus. “Corvus…kau pecandu ya? I…itu kan drugs!!” bisik Renji tegas. “Jangan cerewet Renji!! Lagipula aku sudah terbiasa nge-drugs, Phros itu benarbenar enak,” balas Corvus tak peduli, kemudian menegak Cleptris beserta tiga buah Phros sekaligus. Renji menelan ludah melihat teman sekamar adalah seorang pecandu berat. Bisa gawat ini!! Aku harus menyembunyikan barang-barang itu setelah ia tertidur ucap Renji dalam hati. Baru beberapa teguk saja Corvus sudah mabuk, ditambah tubuhnya yang lelah membuatnya langsung jatuh tertidur di atas ranjangnya. Saat itulah Renji segera menyembunyikan barang-barang kota kelam itu.
Rasanya baru beberapa menit saja Corvus menikmati tidur nyenyaknya, tapi tibatiba ia sudah merasa terusik dengan suara Renji yang terus berusaha membangunkannya. Dengan terpaksa Corvus membuka matanya yang bersinar merah begitu dibuka di tengah kegelapan. “Ehm…jam berapa ini Renji? Aku baru saja tidur,” ujar Corvus malas, berusaha mendorong tubuhnya ke posisi duduk. “Maaf…ini perintah dari kepala asrama. Sebelum menyambut Veillesse Chloe kita harus berlari mengelilingi lapangan sebanyak empat putaran,” bisik Renji. Mendengar nama Chloe disebut Corvus segera beranjak berdiri.
“Aku lupa!!! Kemarin dia janji akan berkunjung!!” ucapnya. Cepat-cepat kedua Sarcas pemula itu berbenah diri kemudian segera berlari menuju halaman depan untuk melakukan sprint sebanyak empat putaran. Renji dan yang lain tampak bersemangat, apalagi alasan mereka bangun sepagi ini jika tidak demi melihat secara langsung Chloe, tetapi Corvus tampak tidak begitu baik. Kemarin ia terlalu banyak minum Cleptris dan Phros, hal ini berakibat pada tubuhnya. Biasanya ia bisa berlari bahkan lebih jauh dari ini, lebih cepat dari ini. Tapi hari itu, tubuhnya menolak untuk bergerak, napasnya tersengal-sengal, memaksakan oksigen untuk masuk ke paru-parunya tetapi tidak bisa. “Corvus!!! Kau tidak apa-apa kan?” tanya Renji yang masih terus memimpin di barisan paling depan. Jauh di belakang Corvus melambaikan tangan, pertanda ia tak apa. Renji balas menunjukkan jari jempolnya memberi Corvus sedikit semangat untuk tetap berlari. Dua putaran, empat putaran dan akhirnya selesai juga. Ada sedikit waktu untuk bernapas sebelum mereka harus berdiri berjajar di depan pintu masuk untuk menyambut Chloe. “Corvus kau kelihatan pucat, kau yakin nggak apa?” tanya Renji meyakinkan. Corvus mengangguk pelan, napasnya masih terus tersengal. Tak berapa lama sebuah Nevro X berhenti di depan gerbang asrama yang terbuka lebar. Dari dalamnya, turunlah Chloe Tristan Celestresse, putri bangsawan Celestial. Berjalan anggun melewati deretan Sarcas kaum Dual dan Sarcas kaum Saga. Para Sarcas segera cari tampang dihadapan sang putri, namun sepertinya Chloe tak mempedulikan deretan kaum Dual itu, ia lebih teliti mencari di deretan kaum Saga, mencari sosok Corvus. Sayang matanya tak sejeli kucing, ia melewati Corvus begitu saja. Chloe, aku disini, berbaliklah, kumohon rintih Corvus dalam hati. Tubuhnya bagai dihantam terus menerus, reaksi kimia Phros menjalar diseluruh tubuhnya. Bukannya berbalik tapi Chloe berjalan semakin kedepan menjauh dari Corvus. Sudah…aku sudah tidak kuat tepat setelah ia berkata dalam hati, ia memuntahkan larutan Cleptris yang telah tercampur dengan Phros ke tanah. Suara batuk yang tersendat-sendat mengundang Chloe, Renji, Sarcas dan Heverius memandang ke arahnya.
“KAUM SAGA, APA YANG KAU LAKUKAN!!!” bentak Heverius seraya berjalan menghampiri Corvus yang masih memegangi perut dan mulutnya. “Wah…wah, ternyata ada seorang pecandu berat diantara kita hmm..” ujar Heverius seraya menarik rambut Corvus dan menyeretnya keluar dari deretan. Chloe dan Renji sama-sama terperanjat melihat perlakuan Heverius yang kelewat batas. “Lepas…sakit….” erang Corvus pelan. Ia sudah tak sanggup lagi menyelamatkan diri. Heverius tertawa, menganggap perkataan Corvus hanya sebuah lelucon belaka, kemudian melemparkannya ketengah-tengah Sarcas intermediate kaum Dual yang mulai berang. Kaum Dual membenci kaum Saga, terutama seorang pecandu seperti Corvus, tak heran mereka langsung emosi melihat seorang pecandu berada diantara mereka. “Veillesse, bukannya aku lancang menyuruhmu tapi aku mohon kau mau menolongnya,” kata Renji sopan seraya membungkuk sopan dihadapan Chloe. Si gadis mengangguk dan tanpa berpikir bahwa ia adalah seorang putri terhormat ia berlari menghampiri kerumunan Sarcas dan membentak mereka dengan kasar. “KALIAN SEMUA BERHENTI!!! DASAR KAUM RENDAHAN, KUPIKIR KAUM SAGA ADALAH KAUM TERENDAH, TERNYATA BUKAN!!!! Sarcas muda, masuklah ke mobilku bersama Corvus kita pergi dari sini!!” Renji mengangguk mengiyakan permintaan si gadis Celestial itu. Segera ia membopong Corvus yang masih terus memuntahkan cairan putih dari mulutnya menuju Nevro X Chloe, disusul si gadis yang masih bersungut-sungut marah. Segera setelah ia masuk kedalam mobil, ia memerintahkan anak buahnya untuk segera membawanya kembali ke Previstannya di Celestial City.
“I am son of the Dark. Victim of the world above”
Street 3
Celestial City The Gentle Touch
Sampailah Chloe, Renji dan Corvus yang sekarat di depan sebuah gedung megah yang separuhnya dibangun dari kaca bening yang indah, menampilkan secara natural alam sekitar Celestial City. Cepat-cepat Chloe turun dari kendaraannya dan memanggil salah satu bawahannya. “Lexa!!! Lexa, cepat kemari!!” panggilnya. Dari arah pintu utama gedung, keluarlah seorang gadis sepantaran dengan Chloe. Tampak takut dan buru-buru menghampiri Chloe. “Tolong, bawa mereka berdua ke kamar tamu. Lalu…kakak dimana?” tanya Chloe sambil sesekali menoleh kearah Renji dan Corvus yang tidak tahu apa-apa. “Ia berada di ruangannya, Veillesse” jawab sang gadis. Setelah mendengar jawaban singkat Lexa, Chloe berlari kencang sambil menjinjing gaun birunya yang sangat panjang sehingga tampak seperti sayap saat ia berlari. Ruangan Perseus berada di puncak gedung, menghadap kearah kaki langit Lyth vi Gillgatross yang selalu diliputi Seireniety Aerious, jadi Chloe terpaksa mencapainya dengan Freli elevator, elevator yang bisa mencapai puncak gedung dalam waktu beberapa menit saja.
“Kakak..! Kakak…!!” panggil Chloe seraya mendobrak pintu ruangan kakaknya. Tak peduli siapa yang ada didalam atau sedang apa kakaknya didalam, ia tetap menerobos masuk. Di dalam, Perseus ternyata sedang membahas proyek baru yang akan dibangun di Saga City dan Dual City bersama dengan seorang pria berambut coklat dan bermata coklat madu, Catrolux Peviths. Remaja yang sedikit lebih tua dari Corvus, orang yang ditunangkan dengan Chloe sejak setahun yang lalu. “Adikku…ada apa? Kenapa kau begitu khawatir?” tanya Perseus seraya berdiri menghampiri adiknya. Sementar Catrolux tetap duduk dengan tenang di kursinya menatap tajam kearah Chloe. “Kakak…Sarcas ku disakiti oleh Heverius saat di asrama, aku tidak terima itu!!” ucap Chloe berang, menjelaskan apa saja yang terjadi tadi di Omega Ophius. Perseus berusaha menenangkan adiknya yang kacau itu dan mengajaknya duduk disamping Catrolux. “Tenanglah adikku, lagipula belum tentu dia pantas menjadi Sarcas mu kan? Dia belum lolos pelatihan Sarcas” ujar Perseus sambil menuangkan Rhym di cangkir kristal dan memberikannya pada sang adik. Chloe menerimanya dan segera menegaknya habis, ia sudah bisa menyeimbangkan kembali amarah dirinya. “Veillesse-ku, kenapa kau begitu peduli pada kaum Saga muda itu? Kudengar dari kakakmu, dia tidak begitu spesial” tanya Catrolux. Chloe berpaling dan menunjukkan tatapan tajam kepada Catrolux. Reflek si pemuda segera menutup mulut, enggan membuat masalah dengan calon istrinya itu. Tanpa banyak bicara Chloe meninggalkan ruangan kakaknya, tapi sebelum ia keluar ia sempat berpesan pada kakaknya untuk membunuh Heverius dan seperti biasa Perseus menuruti permintaan adiknya itu. Puas melihat jawaban kakaknya, Chloe buru-buru berlari menuju kamar tamu, dimana Corvus dan Renji berada. Masih dengan gaun biru panjang yang membuatnya susah berlari, ia terus menyusuri koridor-koridor rumah yang begitu megah berlapis karpet merah bersulam emas.
“Permisi…” ucap Chloe pelan seraya membuka pintu. Di dalam Renji duduk diam, menatap putus asa kearah Corvus yang masih terus terbatuk-batuk. “Veillesse…maksudku, Chloe, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk menghentikan cairan itu” ujar Renji. Chloe mendekat perlahan ke ranjang empuk yang tertutup kain beludru ungu. Tatapannya tampak begitu tenang, seperti tak terjadi apa-apa, atau mungkin seperti tidak peduli. Setidaknya itulah yang Renji lihat. Tapi ternyata Chloe justru bersikap jauh di luar dugaan. Dengan lembut si gadis membelai wajah Corvus seraya menenangkannya perlahan. “Maaf, apa aku bisa minta tolong panggilkan Lexa?” pintanya sopan. Renji yang masih tertegun melihat sikap kaum Celestial satu ini pada kaum Saga, kawannya yang sedang sekarat, segera beranjak dari tempatnya duduk mencari-cari gadis yang dimaksud sang Veillesse. “Tenanglah Sarcas muda…kau tidak akan apa-apa. Kau aman bersamaku” ucap Chloe lembut. Dengan sabar si gadis terus berjaga di samping sang Saga muda, sampai Renji datang bersama Lexa. “Ada apa Veillesse? Apa kau butuh bantuan?” tanya Lexa seraya membungkuk. Chloe mengangguk pelan menjawab pertanyaan Lexa. “Aku minta tolong, obati dia. Dia seorang pecandu berat, jadi mungkin kau membutuhkan Platiliq lebih banyak untuk menetralkan Phros-nya” ujar Chloe. Lexa mengangguk kemudian melangkah menghampiri sebuah lemari yang tampak mewah tapi sederhana, membukanya dan mengambil sebuah kotak berwarna putih bening. Kembali ke samping ranjang Corvus dan segera memulai pengobatannya. “Renji…kau lebih baik tunggu disini bersamanya ya. Aku….masih ada yang harus kulakukan” Setelah berkata demikian Chloe melangkah keluar dari kamar dengan anggunnya. Renji hanya bisa mendesah pelan, kecewa karena ternyata sang Veillesse sangat memperhatikan Corvus.
Sementara itu di ruangan pribadi Perseus, urusan masih belum selesai dengan Catrolux. Pria yang menyebalkan menurut Perseus, tapi karena ini tuntutan seorang Mafia dengan setengah hati ia meladeni Catrolux. Pembicaraan bisnis yang awalnya begitu menyenangkan mendadak berubah jadi masalah setelah Catrolux tahu Chloe membawa seorang kaum Saga ke dalam rumah mewah bangsawan Celestial. “Perseus, jujur saja aku tidak suka melihat Chloe, calon istriku membawa pria lain ke dalam rumah, meskipun ini rumahnya sendiri” tegas Catrolux. Perseus mendesah pelan kemudian berusaha menjawab seadanya. “Tidak apa menurutku. Lagipula, ia sudah setuju akan menikahimu nanti. Aku tahu awalnya dia sangat tidak menginginkan perjodohan ini. Tapi dia juga sadar ini demi bisnis besar dua kaum bangsawan Celestial, jadi akhirnya dia menerima lamaranmu, Catrolux” jawabnya. Catrolux mengangguk mengerti meskipun tampaknya enggan membenarkan pernyataan logis Perseus. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan Chloe muncul di ambang pintu, ekspresinya kembali seperti biasa, datar dan dingin, layaknya seorang putri raja sejati. “Ah…Chloe, untung kau datang kemari. Aku ingin kau membawaku pada kaum Saga muda itu. Aku ingin mengenalnya” ujar Catrolux. “Kurasa itu tidak perlu Catrolux, aku tahu kau ini kaum Celestial sejati yang membenci kaum Saga, jadi sebaiknya tidak usah,” jawab Chloe. Akibat jawaban kasarnya itu, Chloe mendapat gertakan dari kakaknya yang tidak suka Chloe memperlakukan mitra kerjanya seperti itu, apa lagi Catrolux itu calon suami Chloe sendiri. Akhirnya dengan terpaksa Chloe membawa Catrolux dan kakaknya pergi menemui Corvus dan Renji yang sekarang sedang beristirahat di kamar tamu di lantai dua. Chloe merasa Catrolux terlalu over protective pada dirinya, membuat dirinya tidak bebas seperti sebelum ia dijodohkan. “Mereka ada didalam, kemungkinan sedang tidur, jadi kumohon jangan berisik,” ujar Chloe singkat seraya membuka pintu kamar secara perlahan. Dugaan Chloe bisa dibilang benar, Corvus sudah tenang tertidur di bawah selimut beludru tebal, sementara Renji masih terjaga di sebuah sofa merah.
“Ehm…ah…Veillesse, Vethross!!” Renji yang menyadari keberadaan tiga orang kaum Celestial itu segera beranjak dari sofa dan membungkuk sopan kearah mereka bertiga. Chloe dan Perseus tersenyum ramah melihat perilaku Renji yang begitu kelabakan ketika mendapat kunjungan tiba-tiba itu. Di sisi lain, Catrolux tidak begitu ingin memberikan senyumannya, pada seorang kaum Dual sekalipun. “Jadi ini Sarcas yang kau maksud, Chloe?” tanya Catrolux seraya merangkul pundak Chloe. Perlahan Chloe menurunkan tangan Catrolux dari bahunya, merasa tidak nyaman dipeluk oleh pria yang tidak ia sukai. “Bukan dia, dia Renji, teman dari Sarcas ku. Sarcas ku sedang istirahat di sana” jawab Chloe seraya menunjuk kearah ranjang tempat Corvus tertidur. Catrolux memandang kearah ranjang yang ditunjuk si gadis dan perlahan menghampirinya. Betapa terkejutnya Catrolux ketika tahu orang yang tergolek lemah di ranjang itu adalah Corvus, adik kandungnya yang sengaja dibuangnya dulu saat perusahaan Mafia ayahnya bangkrut. “Chloe, Perseus, ini adikku. Corvus, adikku!! Bagaimana bisa dia ada disini?” tanya Catrolux masih dengan wajahnya yang tampak sangat syok. Chloe, Perseus serta Renji yang mendengarnya tidak kalah kaget, tak disangka ternyata Corvus yang seorang perampok jalanan adalah mantan kaum Celestial bangsawan yang paling dihormati nomor dua setelah keluarga Celestial Chloe dan Perseus. “Di…dia adikmu? Catrolux…benarkah itu?” tanya Perseus kembali ke topik permasalahan. Catrolux mengangguk mantap, kemudian sekali lagi menatap wajah adiknya yang masih tertidur nyenyak di ranjang. “Perseus…Chloe, ijinkan aku membawanya pulang, biar dia tinggal bersamaku, aku akan memasukkannya ke Svertsksiq agar dia bisa mempelajari pekerjaan Mafia” ujar Catrolux mantap. Awalnya Chloe menolak permintaan Catrolux, namun setelah diyakinkan mereka akan sering bertemu di Svertsksiq nanti, akhirnya Chloe mengijinkan Catrolux kembali ke Previstannya membawa Corvus. Sementara Renji, ia akan terus berada di Previstan Chloe sebagai seorang kepala Sarcas Divisi Final keluarga itu.
Suasana yang terlalu tenang menurut Corvus yang sekarang entah berada di mana, matanya masih terpejam, tetapi ia bisa merasakan situasi di sekitarnya. Rasanya sulit sekali baginya untuk membuka mata, bahkan untuk bergerak saja ia sampai mengeluarkan begitu banyak keringat. Untung saja, hal itu tidak berlangsung lama, beberapa menit kemudian Corvus berhasil membuka mata dan melihat keadaan di sekelilingnya, tampak asing di matanya, tapi entahlah, ia merasa pernah melihat tempat seperti itu sebelumnya. Sebuah kamar yang dihiasi wallpaper bergambar bintang-bintang dan planet. Khh dimana ini? Kepalaku…kenapa sakit sekali? tanyanya pada dirinya sendiri. Perlahan
Corvus
mendorong
tubuhnya,
memposisikan
diri
duduk.
Matanya
memperhatikan setiap sudut ruangan yang redup dengan hanya satu lampu saja yang menyala di sana. “Sudah bangun rupanya?” Tiba-tiba pintu menjeblak terbuka dan di baliknya, seseorang berdiri. “Kau siapa?” Corvus yang terkejut segera memposisikan diri waspada. Ia menjauh dari tempatnya tadi berbaring berusaha menyembunyikan dirinya di dalam gelap. Ia tidak tahu siapa yang sekarang berbicara dengannya. Tapi jika dilihat cara berpakaiannya, ia seorang Celestial, itulah yang Corvus seratus persen yakin. “Tenanglah adikku, kenapa bersikap begitu terhadap kakak kandungmu ini?” tanya orang itu lagi. Pertanyaan orang itu kali ini benar-benar membuat Corvus sadar dengan siapa ia bicara sekarang. “Catrolux Peviths…Bagaimana kau bisa disini?” tanya Corvus, heran bagaimana bisa kakak kandungnya menjadi salah satu mafia terkenal di Celestial City sementara dirinya menjadi kriminal dan pecandu berat di Saga City. Catrolux tersenyum.
“Aku sudah berusaha semampuku untuk mempertahankan Treisdarst kita, juga mencarimu. Tapi usahaku kau balas dengan pertanyaan dingin yang singkat itu. Mungkin kau sudah terlalu lama berada di Saga City,” balas Catrolux. Dengan gagah Catrolux melangkah menghampiri Corvus yang terpaku diam di tempat, tak bisa berbuat apa-apa, seingatnya, kakaknya yang satu ini sangat membenci dirinya dan berusaha menyingkirkannya. Tapi kenapa sekarang malah mencari-cari dirinya. “Sudah tak usah kau pikirkan kata-kataku tadi. Sekarang aku ingin memberitahumu sesuatu. Kau akan bersekolah di Svertsksiq bersama dengan Chloe dan Clover, aku ingin kau tahu banyak mengenai Mafia dan apa pekerjaan mereka” ujar Catrolux seraya berlalu pergi. Apa…Svertsksiq, sekolah berasrama itu? Bukan…itu bukan sekolah, itu penjara bagiku!! Ingin rasanya menolak permintaan kakaknya itu, tapi apa daya, ia sudah kehabisan kata-kata untuk menentang kehendak kakaknya. Untunguntungan, ia akan berada disana bersama Chloe dan Clover, bagaimana kalau tidak? Hariharinya pasti kacau.
“It is my fate to except this burden, as I except an misery from my own brother”
Street 4
Svertsksiq Upper and Under
Hari baru telah tiba, inilah hari pertama Corvus masuk ke Svertsksiq. Sebuah sekolah ternama yang mewah dan penuh dengan siswa Celestial. Sekolah yang mengajari siswa-siswinya tentang dunia Mafia, tempat mereka berkuasa, tempat kaum Celestial berhak atas segalanya. Corvus paling membenci kaum Celestial, tapi kenapa sekarang dia menjadi seorang Celestial? Benar-benar memalukan. “Pagi…” sapa Corvus malas ketika ia masuk ke sebuah ruangan yang cukup megah untuk ukuran sebuah kelas yang ia ketahui memang kelasnya. Tetapi ternyata ruangan itu kosong, tak ada seorang pun di dalamnya. Corvus jadi heran, padahal ia datang terlambat, ia sengaja mampir ke toko kecil yang menjual berbagai minuman keras dan membeli Cleptris kalengan untuk bekal makan siang nanti. “Lho…aku ini datang kepagian atau kesiangan sih sebenarnya? Perasaan kelas yang lain sudah pada mulai pelajaran, tapi kelas ini…?” tanyanya pada dirinya sendiri, mengutarakan kekesalan dengan mengeluarkan suara sekeras-kerasnya di lorong yang sepi itu. “Kau tidak datang terlalu pagi atau terlalu siang, kelas ini kelas khusus untuk anggota keluarga Mafia Celestial tertinggi pertama dan kedua” ujar seseorang di belakangnya menanggapi omelan pendek Corvus. Terkejut, Corvus pun berbalik tubuh secara reflek dan dihadapannya seorang gadis yang tidak asing lagi berdiri anggun.
Mengenakan blus biru dengan rok hitam dan tas besar bermotif teracota dengan paduan warna gothic yang kental. Chloe, ternyata si gadis baru saja datang. “Waah!!! Pa…pagi, Veillesse ma…maksudku Chloe” ucap Corvus terburu-buru, ia tidak menyangka Chloe juga akan datang sesiang itu. Hal yang membuatnya lebih terkejut lagi, Chloe datang ditemani Clover. “Pagi…!!! Hai Corvus, hari pertama di Svertsksiq nih!! Sudah siap?” tanya Clover. Corvus tersenyum balas menyapa Clover yang langsung merangkulnya. “Clover…bisa kau jelaskan kenapa hanya kita bertiga yang ada di kelas ini?” tanya Corvus bingung. Clover tertawa mendengar pertanyaan konyol temannya itu, seharusnya sebelum dia masuk Svertsksiq dia sudah tahu kenapa dia ada di kelas khusus ini. “Kau ini bagaimana sih? Kau termasuk dalam jajaran Mafia Celestial Court, petinggi-petinggi Mafia di Celestial City, jadi sudah pasti kamu masuk sini, enak kan? Jam masuk pun terserah kita he…he…he!!” jelas Clover singkat. Corvus manggutmanggut mendengar penjelasan sahabatnya yang satu itu. Memang ia tidak tahu banyak tentang Svertsksiq atau Mafia, tapi ia harus berusaha agar bisa meneruskan Treisdart milik mendiang ayahnya. Setelah obrolan singkat yang tidak begitu dimengerti oleh Corvus, pelajaran pun dimulai. Seperti dugaannya selama satu jam itu pelajaran begitu membosankan, ia bahkan tak mengerti satupun materi yang dijelaskan Vela, guru yang mengajar mereka hari itu. Satu jam berlalu begitu lama bagi Corvus, bel jam istirahat setidaknya bisa membuatnya bernapas lega. “Chloe, Clover, kalian mengerti materi yang tadi?” tanya Corvus seraya membuka Cleptris kalengan miliknya. Chloe yang sejak tadi terlihat tenang tiba-tiba menyambar Cleptris Corvus kemudian membuangnya ke tong sampah di dekatnya. “Hei…!!! Apa-apaan kau ini??!!” bentak Corvus kasar. Clover menenangkan Corvus seraya menahan tangan Corvus yang sudah hendak memukul gadis tak berekspresi dihadapannya.
“Kau tidak akan mengerti satu materi pun jika kau tidak berhenti meminum rongsokan itu” jawab Chloe datar. Corvus dan Clover sampai terkejut mendengar Chloe berucap begitu tajamnya, meskipun tidak memakai kata-kata yang kasar tapi di kalangan Celestial itu sudah termasuk sesuatu yang kasar. Chloe berlalu pergi dengan beberapa buku tebal dipelukannya, tanpa ada kejelasan dari jawaban yang sebenarnya tidak diminta oleh Corvus. Jam istirahat usai ditandai dengan dua kali dentang bel kaca raksasa di puncak gedung Svertsksiq. Dengan terpaksa Corvus duduk di bangkunya selama satu jam, mendengarkan ocehan Vela yang membosankan dan membuatnya mengantuk. Namun ia berhasil melewati pelajaran membosankan itu tanpa harus menerima hukuman karena tertidur di kelas. “Ah…lega rasanya berhasil melewati hari pertama di Svertsksiq yang membosankan ini!!” ujar Corvus seraya menarik lengan Clover dan melingkarkan tangannya ke leher Clover. “Senang sih boleh, Corvus. Tapi jangan peluk aku terlalu erat, sakit tahu!!” balas Clover sambil berusaha melepaskan pelukan Corvus yang begitu erat. Sementara di samping kedua sahabat yang heboh sendiri itu, Chloe, gadis yang tidak punya emosi berjalan pelan seraya memperhatikan kedua teman sekelasnya. “Oya, kau ada rencana nggak hari ini?” tanya Corvus pada Clover tiba-tiba. Clover menggeleng. “Memangnya ada apa?” tanya Clover. Corvus tersenyum jahil, sepertinya ia merencanakan sesuatu yang diluar dugaan. Ia berencana mencari kerja sampingan, agar dia tetap bisa mendapatkan Xith. Yang lebih mengejutkan lagi, Corvus ingin mencari kerja di sebuah bar yang terkenal dipenuhi dengan preman jalanan di daerah Saga City. “Yosh…kalau begitu ayo!! Chloe, kau tidak usah ikut ya, nanti Perseus mencarimu, lagipula aku mau ke Saga City, oke?” ujar Corvus seraya menepuk-menepuk kepala Chloe yang masih saja tidak memasang ekspresi apapun, kemudian berlalu pergi. Tak disangka Chloe tidak mau mendengarkan saran kedua sahabatnya itu, ia malah mengikuti mereka berdua.
“Chloe, kau lebih baik pulang sekarang ya” ujar Clover seraya menghalanghalangi Chloe. Si gadis mulai menampakkan ekspresi marah yang di luar dugaan begitu menusuk, padahal raut wajahnya tidak banyak berubah, hanya saja sedikit lebih…menyeramkan, begitulah sekiranya. “Kemana pun dia pergi, aku ikut” ujar Chloe seraya menunjuk kearah Corvus. “Hei…memangnya kau ini siapaku? Pacar saja bukan!!” ucap Corvus tidak terima dengan ucapan Chloe yang sepertinya terlalu membelenggu dirinya. Seharusnya gadis itu tahu bahwa dirinya mantan perampok, seorang pecandu, dan satu hal yang penting, dia orang yang bebas, tidak terikat oleh apapun. Itu sebelum ia dipaksa bersekolah di Svertsksiq, demi menyelamatkan Treisdart-nya. “Kalau begitu, mulai sekarang aku pacarmu, aku masih ingat dengan janjimu dulu. Ketika kau meninggalkan Celestial City karena tim basketmu kalah di babak pertama. Kau bilang akan menjadikanku milikmu,” balas Chloe singkat. Corvus terkejut bukan main, karena rupanya, Chloe memang gadis yang waktu itu ia temui ketika ia bertanding basket. Karena kalimat Chloe yang barusan itulah, akhirnya ia tidak punya pilihan lain sekalin membawa gadis itu bersamanya.
Ketiga sahabat itu berjalan berdampingan di sepanjang trotoar menuju terminal Crifts. Karena Chloe tidak pernah bawa kendaraan sendiri jadi mereka bertiga terpaksa merogoh dompet mereka untuk membayar tiket Crifts yang cukup mahal. Lagipula kalau tidak menumpang Crifts mereka tidak akan bisa sampai di Saga City dalam waktu sehari, bisa-bisa mereka sampai seminggu kemudian. Sepanjang perjalanan Corvus mengobrol seru dengan Clover tentang lagu-lagu hip-hop baru, sementara Chloe, seperti biasa hanya duduk diam di samping kedua temannya sambil mendengarkan lagu dari HP-nya.
“Sudah sampai nih, Chloe ayo!” ajak Clover ramah. Chloe mengangguk menuruti ajakan Clover itu. Mereka turun di terminal sepuluh Crifts, Saga City. Terminal sepuluh terletak di daerah Alley, teritori bekas kekuasaan Corvus dan geng-nya. Corvus menyarankan agar mereka berjalan secepatnya menuju Downtown, karena ia tahu tempat itu berbahaya, terutama bagi Chloe yang tidak tahu apa-apa tentang daerah Alley. “Chloe, kau dekat-dekat denganku ya. Aku tidak mau kau terlibat bahaya apapun, apalagi sampai Perseus marah besar” ujar Corvus. Sesaat terlihat wajah Chloe bersemu merah, meskipun tetap non-ekspresi, Chloe sedikit menyunggingkan senyum malumalunya yang sempat tertangkap oleh mata Clover. Sampailah mereka di sebuah gedung yang lumayan besar dan lebar, namun berantakan dan penuh sesak dengan kaum Saga, perampok kelas kakap dan beberapa geng ternama Saga City. Ketiga sahabat itu masuk kedalam dengan mudah karena ada Corvus yang memang sudah lama kenal dengan orang-orang langganan bar itu. Tanpa banyak buang waktu Corvus mengutarakan maksud kedatangannya kesana pada pemilik bar. “Sebenarnya…aku ingin kerja sampingan disini, boleh kan Feltris?” tanyanya pada seorang pemuda keren berambut acak-acakan. “Corvus!! Tanpa izinku pun kau boleh bekerja disini, lagipula kau sahabat adikku kan?” ucap Feltris. Corvus mengangguk seraya tersenyum senang, lantaran permintaannya dikabulkan oleh Feltris, kakak laki-laki Sphyros. “Chloe, Clover, aku mau kerja dulu. Mungkin sampai larut malam, jadi kalau kalian mau pulang duluan boleh kok!” ucap Corvus seraya mempersiapkan kaset hip-hop yang nantinya akan digunakannya untuk Street Dance di bar itu. “Aku nggak mau pulang sampai kamu selesai kerjanya!” ucap Chloe datar tapi tegas. Clover hanya bisa tersenyum kecil melihat Corvus yang sudah tidak sanggup lagi memberitahu gadis muda ini bahwa pekerjaannya itu lama dan bisa-bisa membuat Perseus khawatir.
“Well…karena Chloe nggak mau pulang duluan, aku aja yang pulang duluan, aku masih harus mampir ke Mall Virdia, aku mau beli beberapa kaset game yang baru” ucap Clover sambil berlalu pergi. Sekarang tinggal Chloe yang duduk di sebuah sofa ringset dibalik panggung bar. Si gadis manis terus memperhatikan Corvus yang sibuk menghibur pelanggan bar dengan Street Dance-nya yang terkenal paling up to date di kalangan Saga. Tak seperti yang dibayangkan, duduk disana memperhatikan orang-orang bersorak ke arah Corvus yang makin menggila dengan tariannya sangatlah membosankan. Akhirnya tanpa sepengetahuan Corvus, Chloe beranjak pergi ke sebuah lapangan yang dikiranya kosong di lahan belakang bar itu. Apa yang ditemukannya? Geng Street Racer terkenal yang sudah menguasai teritori itu sejak lama. “OI…GADIS CANTIK DISANA, APA YANG KAU LAKUKAN?” tanya seorang pemuda yang mengenakan kaos tanpa lengan di samping sebuah Chevro Z mewah berhias layout tribal yang tegas. Sadar ia berada di lingkungan yang selama ini dipelajarinya selama di Svertsksiq, ia segera menjelaskan maksud kedatangannya kesana, meskipun kedatangan itu tidak disengaja. “Aku ingin menantang bos kalian dalam pertandingan balap mobil jalanan” jawabnya enteng. Seketika itu juga beberapa pemuda bertampang berandal serta seseorang berpakaian strip merah biru putih dengan capuchon dengan motif salib dan sebuah headset menempel di telinganya. “Aku bos disini, apa mau….” Kata-kata pemuda berpakaian strip itu terhenti ketika ia melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang, begitu juga Chloe yang sekarang sudah bertatap muka langsung dengan mantan Saga, sahabat Corvus itu, Sphyros. “Veillesse…kau menantangku balap mobil? Apa kau serius?” tanya Sphyros tidak percaya. Chloe mengangguk dengan tatapan mata yang tajam dan serius. “Jika aku menang kau harus menyerahkan kedudukanmu sebagai bos disini untukku, jika aku kalah, kau boleh melakukan apa saja padaku” ujar Chloe. Mendengar persyaratan yang dinyatakan Chloe tadi, Sphyros ragu-ragu menerima tantangan Chloe,
apalagi teman-teman segeng-nya ingin melakukan “itu” pada Chloe, mereka sudah bersorak heboh menyemangati Sphyros. “Ba…baiklah Veillesse, jika itu yang kau mau” Tantangan terjawab, kini keduanya sudah berada di dalam kendaraan masing-masing. Chloe dengan Chevro X-nya sementara Sphyros dengan kendaraan andalannya, Chevro Z. “3…2…1!!! GOOO!!!!!!” Perlombaan dimulai, awalnya Sphyros memimpin, namun semakin lama, Chloe menyusul ketat dan akhirnya mengalahkan Sphyros. Hebatnya, Chloe tidak menyetir secara serampangan, melainkan dengan lembut dan rapi, jalurnya tertata, seperti sudah direncanakan sebelumnya. Anak buah Sphyros hanya bisa memandang bingung, kaget dan perasaan aneh lainnya bercampur menjadi satu. Mereka kagum dengan cara gadis kaum Celestial itu menjalankan kendaraan dengan kecepatan tinggi, setenang itu. “Veillesse…kau hebat sekali. Aku mengaku kalah, aku serahkan kedudukanku sebagai bos padamu” ucap Sphyros seraya membungkuk sopan. Chloe hanya memandang dengan pandangan dingin dan datar kemudian berbalik dan berkata. “Kau tak perlu berlaku sopan dihadapanku, biasa saja” ujar Chloe datar. Tampak serius dengan kata-katanya yang barusan. “Ehm…Chloe, kamu kesini sama siapa?” tanya Sphyros seraya menggandeng tangan Chloe menjauh dari arena balapan. Chloe yang memang dari sananya datar dan tak memiliki emosi awam tak merasa risih digandeng oleh sahabat Corvus itu, meskipun ia tahu Corvus tidak akan senang melihat Sphyros melakukan itu. “Sama Corvus” jawabnya singkat “Wah…!! Corvus?! Ajak aku menemui dia, sudah lama aku tak bertemu dengannya!” ujar Sphyros yang langsung merasa bersemangat mendengar nama sahabat karibnya itu disebut. Chloe mengangguk kemudian mengajak Sphyros kembali ke bar dekat arena balap itu, tempat dimana Corvus bekerja.
“Lho, kenapa kau membawaku ke bar ini? Bar ini kan milik kakakku?” tanya Sphyros bingung. Chloe memandang berkeliling seperti tidak peduli terhadap ucapan Sphyros. Sesaat kemudian ia menunjuk kearah sebuah sofa dimana Feltris dan Corvus sedang menikmati sebotol Cleptris dan seperti biasa Corvus meminta Phros sebagai upah pertamanya. “Oi, Corvus, kakak!!” sapa Sphyros yang langsung berlari menghampiri keduanya dengan wajah berseri-seri. “Sphyros, sudah kembali ya? Kukira kau masih sibuk mengurus geng mobilmu” ujar Feltris seraya menegak habis segelas Cleptris yang baru saja ia tuangkan. “Sphyros, lama tak jumpa! Kau tahu, sekarang aku bekerja disini” ujar Corvus singkat. “Benarkah? Wah, asyik dong tempat kita menjalankan rutinitas sehari-hari dekat, kita bisa terus bertemu!!” balas Sphyros senang. Kedua sahabat itu sepertinya begitu senang, saling bertemu setelah melewati berbagai hal sulit saat menghadapi masa-masa pelatihan Sarcas. Chloe, si gadis yang tenang, memilih tetap berdiri dihadapan mereka, tidak mau ikut campur, karena ia tahu dia tidak bakal nyambung dengan pembicaraan tiga orang dihadapannya. “Oya, Feltris, aku ingin kau membayar upah pertamaku dengan Phros, bisa kan?” tanya Corvus yang disambut riang dengan jawaban setuju Sphyros. “Oh…tentu saja, selagi stok ku sedang banyak, baru dikirim kemarin” jawab Feltris seraya berdiri hendak mengambil pesanan Corvus. Tapi sebelum Feltris berlari, Chloe menarik tangannya dan dengan datar berkata. “Jangan berikan benda itu pada Corvus” ujarnya. Feltris dan Sphyros terkejut mendengar perkataan Chloe yang cukup singkat dan menusuk, sementara Corvus menghela napas, terlalu terbiasa dengan Chloe yang berkali-kali menghalanginya mengkonsumsi benda-benda seperti itu.
“Chloe, yang kerja kan aku! Kenapa harus kau yang menentukan upahnya?” tanya Corvus. Chloe diam tak bisa menjawab atau lebih tepatnya tidak mau mendengar maupun menjawab pertanyaan Corvus. Tapi akhirnya Corvus mau membatalkan upah Phrosnya dan menggantinya dengan sejumlah Xith yang cukup lumayan. Setelah cukup lama berdebat tentang upah, akhirnya Corvus memutuskan untuk pulang, ia khawatir Perseus akan mencari-cari Chloe dan menyalahkan dirinya karena itu. “Kami pulang dulu ya!” Corvus berpamitan dengan Feltris dan Sphyros diikuti Chloe yang tampak mulai mengantuk, apalagi gadis itu tak pernah keluar malam sebelumnya. Di luar bar, di daerah Downtown, ternyata tidak sejelek yang dibayangkan Chloe. Gadis yang terbiasa menikmati keindahan kota besar Celestial City merasa Saga City memiliki pemandangan malam yang indah di daerah pusat kotanya. Ketika Corvus dan Chloe melewati sebuah toko alat-alat teknologi tinggi yang terkenal disana, Chloe berhenti dan memperhatikan sebuah I-pod lucu berwarna putih berbentuk tengkorak kucing. “Ehm~Chloe, kau ini sedang melihat apa sih?” tanya Corvus seraya mendekati Chloe yang sekarang terpaku diam melihat kearah I-pod imut yang ada dihadapannya. Corvus menyadari bahwa gadis itu menginginkan I-pod itu, tapi kenapa tidak masuk dan membelinya saja. “Kamu mau ya?” tanya Corvus. Chloe mengangguk, masih tetap memandang kotak musik modern itu, “ Lalu kenapa tidak kau beli saja?” tanya Corvus. Dengan tenang Chloe mengeluarkan dompetnya dan menunjukkan isinya pada Corvus. Kosong, sepertinya hari itu Chloe tidak membawa uang. “Ah…ya sudahlah, lebih baik kita kembali lagi kesini, tapi jangan lupa minta uang sama kakakmu itu, ya” ujar Corvus seraya merangkulkan tangannya di pundak Chloe. Hanya dengan sentuhan sederhana itu, gelagat Chloe berubah. Yang semula berwajah datar kecewa, menjadi bersemu merah namun tetap tenang. Corvus menyadari perubahan itu dan segera melepaskan pelukannya. “Ma…maaf, bukan maksudku untuk memelukmu tiba-tiba” ujar Corvus gugup.
“Ehm…nggak apa” jawab Chloe singkat. Keduanya segera melanjutkan perjalanan mereka kembali ke Celestial City, kembali ke rumah mereka sebelum kakak mereka menurunkan pasukan Sarcas untuk mencari mereka.
“When I touch her, I found the heaven inside her cold eyes”
Street 5
The Two Path The Ring and “His” decision
Perjalanan melelahkan di hari kemarin membuat Chloe terlena, masih menikmati alam mimpinya diatas kasur empuk ditemani kucing hitamnya yang ikut meringkuk di dalam selimut bersamanya. Matahari sudah mulai nampak di kaki langit Lyth vi Gillgatross, tapi itu tidak membuat Chloe terusik dari tidurnya, sampai sang kakak, Perseus, turun tangan membangunkan adiknya yang mendadak jadi pemalas. “Chloe adikku….bangun, apa hari ini kau tidak mau ke Svertsksiq? Aku tahu kau capek, tapi jangan jadi pemalas seperti ini donk” ujar Perseus seraya mengangkat Frost, kucing betina Chloe dari samping majikannya. Si kucing hitam mengeong manis dipelukan Perseus, membangunkan perlahan Chloe dari tidur nyenyaknya. “Ehm…hmm…maaf kak, aku terlalu capek. Aku tahu, tidak seharusnya aku pergi sampai selarut itu kemarin” ujar Chloe seraya mengusap wajahnya yang kusut. Perseus tersenyum melihat tingkah adiknya yang sepertinya menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga stamina tubuhnya. “Sekarang pergilah mandi setelah itu sarapan pagi, kakak tunggu di bawah ya” Perseus meninggalkan Chloe yang masih menguap lebar sambil perlahan meregangkan tubuhnya bersama kucing hitamnya yang kini memanjakan dirinya di sebuah keranjang beludru putih. Celah-celah jendela yang tertutup tirai beludru ungu mengijinkan sinar matahari masuk dan membelai lantai kamar Chloe yang tertutup marmer, membuatnya
tidak seberapa dingin untuk ditapaki. Maklum kamar Chloe menggunakan pendingin ruangan yang dapat membuat lantai marmer sedingin lapisan es di kutub Selatan. Perlahan Chloe turun dari ranjangnya, berjalan menuju kamar mandinya yang di desain begitu sederhana. Seluruh temboknya ditutupi tembok putih bersih, beberapa kaca transparan yang menghadap ke laut seperti membuat panggung sendiri saat Chloe membiarkan dirinya tenggelam di bak mandinya yang terbuat dari lapisan kristal tebal dan berlian bawah laut. Hanya orang-orang Celestial yang bisa menikmati surga kecil ini di kamar mereka sendiri dan Chloe sudah cukup berterima kasih atas itu. Usai membersihkan diri dengan air mutiara, Chloe berjalan keluar hendak membebat dirinya dengan sepasang seragam Svertsksiq berwarna biru dan hitam serta menambahkan sedikit aksesori di rambutnya. “Frost, ayo aku sudah selesai, kita sarapan yuk, kakak sudah menunggu” ucap Chloe dengan senyuman manis di wajahnya. Sungguh mengherankan bagi Frost melihat majikannya tersenyum seperti itu. Frost bisa merasakan perasaan yang sedang dirasakan Chloe, sering kali Chloe bersikap datar dan dingin, membuat Frost hanya diam mendengkur di pangkuannya. Tapi kali ini entah kenapa, Frost lebih bersemangat, ia mengeong-ngeong sambil mengibaskan ekornya yang langsing dan panjang. Mungkin karena hati Chloe sedang senang pula, rasanya hari itu akan menjadi hari yang baik bagi Chloe atau bagi Frost. “Kakak, sudah menunggu lama ya?” tanya Chloe seraya menarik kursi mewah dihadapannya kemudian duduk disertai Frost yang langsung melompat ke pangkuannya. Perseus menggeleng kemudian menegak pelan secangkir Vre hangat. “Tidak kok. Kau ini kenapa sebenarnya? Hari ini sepertinya lebih bersemangat, wajahmu lebih cerah dari sebelumnya, meskipun tetap non-ekspresi begitu. Tapi matamu mengatakannya, kau sedang senang ya?” tanya Perseus. Chloe tersenyum sebentar kemudian menyeruput Vre-nya lalu memberikan separuh bagiannya pada Frost. Sarapan pagi itu rasanya menjadi spesial dan lebih kekeluargaan atas hadirnya Chloe yang biasanya tidak mau sarapan bersama dan Perseus yang disibukkan dengan pekerjaannya sebagai Mafia.
“Kak, hari ini pulang sekolah aku akan pergi bersama Corvus ke Saga City, boleh ya?” tanya Chloe manis seraya menancapkan garpunya pada sebuah Haarvell dengan saus maple diatasnya. Perseus mengangguk kemudian menanyakan kenapa Chloe pergi ke Saga City lagi hari itu. “Corvus bekerja di sebuah bar di Downtown Saga City kak” jawab Chloe, sedikit ragu untuk menjelaskan pekerjaan Corvus yang sebenarnya kurang cocok untuk kaum Celestial. Perseus membalas perkataan itu dengan ucapan “Oh” yang panjang tanda ia mengerti. “Oya Chloe, omong-omong, ini untukmu. Hari ini kamu ulang tahun kan? Selamat ya, sekarang kau sudah berumur 16 tahun” ujar Perseus seraya menyodorkan bungkusan kecil berhiaskan bunga lili kristal putih. Mata Chloe berbinar melihat bungkusan dari kakaknya itu, ia sendiri nyaris lupa dengan hari spesialnya, tapi ternyata di tengah kesibukkannya, Perseus masih ingat akan ulang tahun Chloe. Ketika Chloe membuka pita perak yang mengikat bungkus itu, matanya berbinar senang melihat sebuah kalung indah dengan sebuah lonceng tergantung di tengahnya. “Kakak, terima kasih, ini indah sekali! Kalung lonceng, kakak menganggapku seperti Frost ini ya?” tanya Chloe dengan senyuman di wajahnya, memang hanya dihadapan Perseus saja Chloe bisa tersenyum selepas itu meskipun tidak sampai tertawa. “Chloe, kau akan selalu menjadi kucing hitam kecil kakak” jawab Perseus. Chloe beranjak dari tempatnya duduk, masih diikuti Frost, berjalan menghampiri Perseus kemudian mengecup lembut pipi kakaknya itu. “Aku berangkat dulu ya kak!!” Chloe berlari menuju pintu depan, menghampiri Nevro X miliknya yang sudah terparkir menunggu dirinya. Hari itu ia menyetir sendiri kendaraannya, karena ia sudah janji pada Corvus akan mengantarkannya ke bar di Saga City sepulang sekolah nanti.
~†~
Sementara itu di Svertsksiq, Corvus dan Clover yang sudah datang lebih awal asyik mengobrol tentang Chloe yang mereka anggap menarik. Bukan hanya karena cantik, tapi juga karena sifatnya yang pendiam, tenang dan non-ekspresi. Dari pembicaraan itu pun Clover memberitahu Corvus bahwa hari itu merupakan hari ulang tahun Chloe. “HAH!!! YANG BENAR KAU CLOVER!!” teriak Corvus saking terkejutnya. Clover mengangguk-angguk seraya menenangkan Corvus yang sudah kalang kabut duluan. “Ya beneran lah!! Aku ini sahabat dekatnya, kan aneh kalo aku nggak tahu!!” jawab Clover enteng. Corvus sudah mulai bingung, ia membongkar isi tasnya, tampak sedang mencari sesuatu. “Kau ini sedang mencari apa?” tanya Clover heran. Corvus masih terus merogohrogoh tasnya dan akhirnya menemukan apa yang dicarinya sejak tadi. “Xith!! Aku ada berapa ya?” tanyanya pada dirinya sendiri. Clover jadi bingung dengan gelagat Corvus yang super aneh itu. Cowok berandal dihadapannya itu kini sedang sibuk menghitung Xith miliknya sepertinya sedang merencanakan akan membelikan Chloe hadiah ulang tahun. “Clover!! Xith-ku kurang, lebih baik hari ini aku ijin, aku akan kerja sekarang dan meminta upah tambahan hari ini, pulang sekolah nanti kau dan Chloe akan kujemput, oke?” Segera Corvus beranjak pergi meninggalkan kelas, meninggalkan Clover yang melongo bingung melihat sikap Corvus yang sebingung itu. Tepat setelah cowok berambut hitam itu pergi, Chloe si gadis non-ekspresi datang.
“Lho…Corvus mana?” tanya Chloe datar. Clover yang sebenarnya tahu tujuan Corvus tidak hadir disana sekarang bersama mereka terpaksa berbohong. “Hari ini dia ijin, tapi tadi dia bilang akan menjemput kita sepulang sekolah nanti” jawab Clover dengan senyuman innocent-nya. Nampak jelas terlihat raut Chloe yang kecewa meskipun tertutup dengan wajah non-ekspresinya, tapi matanya jelas-jelas memperlihatkan isi hatinya sekarang. Akhirnya kedua sahabat baik itu menjalani sekolah seperti biasa, tanpa kehadiran Corvus. Tapi mereka berdua kelihatan lebih enjoy karena suasana hati Chloe memang sedang senang hari itu. Clover juga sepertinya merasakan perubahan sikap Chloe hari itu, ia lebih ceria meskipun tidak nampak dari luar, tapi cara berbicaranya lebih asyik dan santai. Tapi hal itu tidak terlihat ketika Catrolux menampakkan diri di jam istirahat. “Chloe, Clover, selamat siang” sapanya ramah. Clover balas menyapa, tapi Chloe, bahkan menatap Catrolux saja dia malas. “Chloe, aku kesini hanya ingin memberikan ini padamu” ucap Catrolux seraya menyodorkan sebuah kotak kaca kecil kepada Chloe. Si gadis menerimanya dengan sopan meskipun sedikit terlihat keterpaksaan dari tindakannya. Perlahan dibukanya kotak itu dan di dalamnya, sebuah cincin berhiaskan lili kristal putih, bunga kesukaan Chloe, berkelip bagaikan bintang di langit gelap. Chloe bahkan Clover terkejut melihat pemberian Catrolux, semua orang kaum Celestial tahu, cincin hanya diberikan pada gadis yang akan dinikahi oleh seorang pria, jika mereka hanya sebatas pacaran atau teman, mereka tidak boleh memberikan cincin sebagai hadiah ulang tahun. “Catrolux, ini cincin apa?” tanya Chloe gugup. Ia sebenarnya tahu maksud Catrolux memberikan cincin itu, tapi kenapa harus sekarang, apakah Catrolux tidak tahu kalau dirinya belum siap sepenuhnya untuk dinikahi? “Cincin pertunangan Chloe. Sini biar kupakaikan.” Catrolux kemudian menarik lembut tangan Chloe dan memasangkan cincin berhiaskan bunga lili kristal putih itu di jari manis Chloe. Awalnya Chloe enggan membiarkan Catrolux memasangkan cincin itu di jarinya, tapi karena ia sudah berjanji pada kakaknya dan ini semua juga demi Treisdart
milik kakaknya, warisan dari mendiang ayahnya, ia akhirnya mau mengenakan cincin pemberian Catrolux itu. Setelah memasangkan cincin itu di jari Chloe, Catrolux beranjak pergi kembali ke Treisdartnya untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai Mafia disana. Sementara Chloe dan Clover melanjutkan pelajaran mereka dengan Vela sampai bel berbunyi menandakan waktunya pulang. Sesuai dengan janjinya tadi pagi, Corvus menjemput keduanya sepulang sekolah, tepat waktu. Ia sudah berdiri di dekat Nevro X milik Chloe. Melihat sosok yang dicaricarinya sejak tadi pagi, Chloe langsung berlari menghampiri dan tanpa diduga menampar wajah Corvus. Clover tertawa melihat wajah terkejut Corvus setelah ditampar Chloe yang tidak merasa bersalah sama sekali. “Chloe…kenapa kau menamparku? Aku salah apa sih?” tanya Corvus bingung. Clover semakin ngakak tertawa, bahkan sampai memegangi perutnya dan menangis. “Ha…ha…ha…ha,
Corvus…Corvus!!
Kau
ini
bagaimana
sih?
Chloe
menamparmu bukan karena marah tapi….” Tiba-tiba Chloe menutup mulut Clover dengan kedua tangannya, melarang cowok itu untuk berbicara lebih jauh lagi. “Ehm~tidak ada apa-apa, tak usah kau pikirkan perkataanya tadi. Dia ngelantur,” ujar Chloe tenang. Corvus masih memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan maut dari gadis tak beremosi, sementara Clover berusaha menahan tawa melihat wajah Corvus yang bingung. Bukan menampar karena marah, lalu apa? batin Corvus. Tak lama setelah itu, mereka sudah berada di jalan penghubung dari Celestial City dengan Saga City, mereka memilih tidak melewati Dual City karena itu akan membuat perjalanan mereka lebih lama lagi. Sepanjang perjalanan Clover menerangkan materi yang ditinggal Corvus tadi. Corvus sendiri terpaksa mendengarkan karena ternyata besok, dirinya akan menghadapi tes sendirian, jadi dia akan datang lebih pagi besok. “Sudahlah Clover, kita lanjutkan nanti ya, sudah sampai nih” ujar Corvus. Clover mengangguk kemudian tanpa pikir panjang turun dari mobil dan kaget bukan main melihat mereka tidak sedang berada di Bar tempat Corvus bekerja, tapi di Saffrosh, café ternama milik kaum Celestial.
“Corvus kenapa kesini? Bukankah kau harus bekerja?” tanya Chloe bingung. Corvus menggeleng, senyuman lembut jelas terlihat di wajahnya. Clover sadar akan maksud Corvus membawa mereka kesini, untuk merayakan hari ulang tahun Chloe yang ke 16. “Kamu hari ini ulang tahun kan? Jadi aku sengaja nggak kerja hari ini. Aku sudah bilang ke Feltris, aku juga sudah memesan tempat untuk kita berempat” ujar Corvus santai. Clover mengangkat tangannya dengan empat jari terangkat, wajahnya penuh tanya, kenapa empat, bukannya mereka hanya bertiga? “Yo…ketua aku tidak terlambat kan?” sapa seseorang dari arah pintu masuk Saffrosh. Sphyros, ia sudah berdiri di sana, menyambut ketiga temannya dengan penuh semangat. Corvus menggandeng tangan Chloe mengajaknya masuk ke café Saffrosh yang mewah diikuti Clover yang kini memulai pembicaraan dengan Sphyros. Mereka berempat masuk ke sebuah ruangan VIP yang khusus disiapkan oleh café Saffrosh untuk Chloe atas permintaan Corvus. Ruangan yang begitu indah dengan lampu yang redup menciptakan suasana yang begitu romantis. “Baiklah, aku disini hanya untuk memberikan hadiah pada Chloe, setelah itu aku harus segera melanjutkan pekerjaanku, nggak apa kan?” tanya Sphyros pada Chloe. Chloe tersenyum dan mengangguk pertanda ia tidak apa-apa jika Sphyros harus pergi bekerja, apalagi sekarang hidupnya sebagai seorang perampok dan pecandu sudah mulai berubah, jadi kenapa dirinya harus menghalang-halangi Sphyros yang sudah mau berubah. “Oke…ini, maaf jika bungkusnya jelek, aku tidak sebegitu pintar memilih untuk perempuan, jadi aku memilih yang bergambar bunga lili kristal putih. Aku ingat kau mengenakan ikat rambut berbentuk bunga itu, jadi kupikir kau akan suka” ujar Sphyros malu-malu. Chloe menerima bungkusan itu, tampak begitu senang meskipun bungkusannya begitu sederhana. Saat dibuka ternyata didalamnya terdapat sepasang headphone dengan telinga kelinci panjang berwarna hitam dihiasi sepasang anting berwarna emas.
“Sphyros, bagaimana kau tahu aku menyukai benda-benda seperti ini?” tanya Chloe, suaranya terdengar senang, bahagia dan semua perasaan indah terkandung dalam setiap ucapannya. Nadanya berbicara membuat Sphyros semakin merasa malu melihat tingkah gadis itu. “Ehm~aku…tahu karena….yah begitulah, kita kan teman” ujar Sphyros apa adanya. Sebenarnya Sphyros ingin mengatakan sesuatu yang lain, tetapi ini terlalu sulit, ia menyukai Chloe, sejak awal ia merayu gadis itu saat berada di mall Virdia. Tapi ia tahu, Corvus juga menyukai Chloe dan ia ingin menjaga persahabatan dirinya dengan Corvus, Clover maupun Chloe. Jadi dia lebih memilih untuk diam dan tetap menyimpan perasaannya itu untuk dirinya sendiri.Sekarang tinggal menunggu apa yang akan diucapkan Chloe.Tak disangka, ucapan terima kasih yang diberikan Chloe lebih dari ucapan terima kasih biasa. Sebuah kecupan lembut di pipi cukup membuat Sphyros terhibur. “Terima kasih, Sphyros. Kau baik sekali,” ujar Chloe, senyuman manis tersungging di wajahnya. Senyuman yang jarang ditunjukkan kepada orang lain itu kini lebih bebas diperlihatkan kepada orang lain. “Baiklah, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa,” Sphyros berpamitan, setelah itu pergi hendak melanjutkan pekerjaannya. Entah pekerjaan apa yang sebenarnya akan ia lanjutkan, tapi ketiga kawan itu tetap membiarkan Sphyros pergi. Selanjutnya giliran Clover menyerahkan hadiahnya pada Chloe. Tak jauh beda dari Sphyros, hadiah pemberian Clover juga sesuatu yang berhubungan dengan musik. Album terbaru band favorit Chloe, betapa gembiranya Chloe mendapat hadiah itu. Satu lagi kecupan lembut sebagai rasa terima kasih bagi Clover dari Chloe. Setelah menyerahkan hadiahnya pada Chloe, Clover segera berpamitan dan beranjak pergi, karena mendadak ayahnya menelepon menyuruhnya pulang. Sekarang tinggal Corvus dan Chloe berdua saja. Sebuah takdir kah? “Ehm…Chloe, sebenarnya aku tadi pagi ijin tidak masuk, karena ingin memberimu ini, tapi Xith-ku kurang, jadi aku kerja lebih awal agar bisa menerima upah
bonus,” ucap Corvus seraya menyerahkan sebuah I-pod berbentuk tengkorak kucing. Chloe memandangi benda pemberian Corvus itu, merasa pernah melihatnya sebelum itu. “Ah…!!” serunya, “Ini kan yang kemarin aku lihat di etalase toko itu kan? Kau…kau memberiku ini?” tanya Chloe tak percaya, raut wajahnya berubah, meskipun sedikit, membuat wajah Corvus bersemu merah. Tanpa pikir panjang Chloe beranjak dari tempatnya kemudian mengecup lembut bibir Corvus. Sontak, Corvus yang terkejut tibatiba dicium semesra itu mengeluarkan pekikkan kecil. Ia tak menyangka akan dicium oleh gadis yang selama ini ia sukai, di bibir lagi, benar-benar seperti mimpi. “Ehm…Corvus, terima kasih ya” ujar Chloe seraya kembali duduk. Tiba-tiba sesuatu yang mungkin cukup mengherankan bagi Corvus, tertangkap oleh mata. Cincin lili kristal putih yang dikenakan Chloe di jari manis tangan kirinya. “Chloe, cincin itu cantik sekali. Siapa yang memberimu cincin itu?” tanya Corvus. Mendadak Chloe yang tadi begitu senang berubah jadi muram, matanya terlihat sedih dan kacau. Tapi Corvus tidak melihat itu, ia tidak mengerti perasaan Chloe yang sebenarnya. Chloe sendiri ragu untuk menjawab pertanyaan Corvus, ia tahu perasaan Corvus terhadap dirinya, tapi Corvus tidak tahu bahwa dirinya sudah ditunangkan dengan Catrolux, kakak kandung Corvus. “Corvus…aku tidak ingin kau marah, tapi aku harus memberitahumu tentang ini. Cincin ini, pemberian kakakmu, ini cincin pertunangan menurut aturan Celestial City” ujar Chloe, suaranya terdengar sedih dan kecewa, berharap ia tidak pernah ditunangkan dengan kakak Corvus yang sombong dan terlalu meninggikan harga dirinya sebagai seorang Mafia. Corvus terkejut bukan main mendengar ucapan Chloe yang barusan. “Jadi…begitu ya? Sejak kapan?” tanya Corvus berusaha menyembunyikan kekecewaannya. “Sejak…setahun yang lalu,” jawab Chloe singkat. Semakin menyesakkan bagi Corvus yang kini tahu bahwa orang yang selama ini ia sukai telah bersama orang lain.
“Hhm…selamat ya,” ucap Corvus seraya tersenyum lembut, namun bagi Chloe senyuman lembut Corvus seperti sebuah tamparan. Dadanya terasa sesak. Chloe sendiri tahu Corvus menyukai dirinya tapi bukan reaksi seperti ini yang diharapkan olehnya. Daripada reaksi seperti ini ia mungkin lebih memilih Corvus marah saja dihadapannya tak usah menutup-nutupi bahwa sebenarnya ia cemburu. “Sudahlah lebih baik kita pulang saja,” ajak Corvus. Chloe hanya mengangguk membalas, ia sudah tak sanggup lagi melontarkan sepatah katapun hanya karena sebuah cincin. Kedua kaum Celestial itu pun meninggalkan Saga City dengan sejuta perasaan sakit yang berkecamuk di hati masing-masing.
♠♣♥♦
“I will definitely unite the land called Paradise and the land called Home”
Street 6
The Rebellion Declaration of War
Kembali ke rumah dengan perasaan kecewa berat membuat Corvus sekali lagi kembali ke masa kelamnya. Ia ingin cepat-cepat masuk ke kamarnya dan segera mengkonsumsi Cleptris serta Phros yang sampai sekarang masih disimpannya di dalam kotak kecil di brankas pribadi miliknya. Cih…ciuman tadi, bukan ciuman yang kuharapkan darinya!! batin Corvus marah. Ia sadar kini gadis itu sudah jauh dari jangkauannya, memang Chloe ada di sampingnya tapi untuk siapa, bukan untuknya, ini semua untuk Catrolux. Corvus tiba di kamarnya, segera melemparkan tas ransel hitamnya ke atas ranjang dan mengacak-acak isi brankasnya. Hah…akhirnya aku bisa meminum ini lagi…heh…tidak ada yang bisa melarangku! BRAAK!!! PYAAAR!!! “CORVUS PEVITHS!!! APA INI? MASIH MENJADI SEORANG PECANDU, BERANI-BERANINYA KAU??!! APA KAU SADAR, KAU MENJADIKAN DIRIMU AIB KELUARGA?!!!” bentak seseorang tiba-tiba. Siapa lagi jika bukan kakak laki-laki Corvus yang selalu menjadi nomor satu di keluarga Peviths. Ia tampak begitu murka melihat adiknya yang akan menjadi satu-satunya ahli waris yang berhak menjalankan Treisdart milik ayahnya, Carvadle Peviths, sedang mengkonsumsi Cleptris dan Phros. “Apa yang kau lakukan dikamarku, Catrolux??!! Lagipula, ini barang-barangku, buat apa kau melarangku??!!!” Corvus malah semakin menyulut amarah Catrolux.
“Corvus, kau adalah adikku dan kau harus menuruti semua yang kuminta!! Lagipula aku sudah menolongmu, membawamu kembali ke dalam kehidupanmu yang kacau di bawah sana!!! Apa ini caramu berterima kasih padaku??!!!” bentak Catrolux kasar. Nyaris saja ia beradu fisik dengan Corvus, namun ia berusaha menahan diri. “Aku lebih baik berada di Saga City daripada melihatmu bersama Chloe!!! Kau tidak pernah bilang bahwa kau bertunangan dengannya!!! Aku ini adikmu, kenapa kau merahasiakan segala sesuatunya dariku??!!!” Corvus mengatakan itu sungguh-sungguh seraya melemparkan semua barang yang ada di atas ranjangnya, perlakuan yang paling tidak disukai kaum Celestial, ia tahu itu, tapi ia sengaja membuat kemarahan Catrolux memuncak. Ia tahu selama ini Catrolux hanya berpura-pura menolongnya. “Oh jadi itu alasanmu? Ini caramu untuk melarikan diri dari kenyataan?” “AKU TIDAK LARI DARI KENYATAAN!!!” Bersamaan dengan teriakan terakhir Corvus, mendadak rasa nyeri luar biasa menyerang ulu hatinya, membuatnya jatuh meringkuk menahan sakit. Pukulan Catrolux tepat mengenai sasaran dan cukup membuat Corvus diam. “Kau pengkhianat, kau tak menyetujui keputusanku. Baiklah kalau begitu, mudah saja, seperti keinginanmu, kau akan kukembalikan ke tempatmu yang kotor dan menjijikkan itu” Tanpa pikir panjang Catrolux memerintahkan satuan Sarcasnya untuk membuang Corvus kembali ke Saga City malam itu juga. Sial, dia sudah tahu rencanaku! Tapi kurasa belum sepenuhnya batin Catrolux seraya tersenyum licik.
Dini hari di Previstan keluarga Celestresse, sesuatu yang tidak biasa terjadi. Satuan Sarcas berlarian membentuk formasi di bawah perintah Renji dan Sphyros. Perseus dan Chloe juga ada di sana mendampingi satuan Sarcas mereka. “Kakak, ada apa sebenarnya?” tanya Chloe datar seperti biasa. Perseus menggeleng, ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Entahlah, aku juga tidak tahu. Baru kali ini ada keributan seperti ini di pusat kota Celestial,” ujar Perseus. “Vithross, kaum Saga memasuki Pusat Celestial City yang merupakan teritori Treisdart milik Vithross, apa yang harus kami lakukan?” tanya Renji sopan. Sesaat Perseus bingung apa yang harus ia lakukan, tapi Chloe berhasil meyakinkan Perseus untuk mencari tahu apa yang terjadi di Pusat Celestial City. Kedua Mafia Celestresse itu berangkat menuju pusat kota dengan menggunakan Nevro X yang dikawal ratusan unit Sarcas. Jauh di luar dugaan keduanya, pusat kota kini penuh sesak dengan kaum Saga yang berdiri melingkari monumen keluarga Celestresse. “Hei apa-apaan ini?!!” teriak Perseus seraya turun dari mobil diikuti oleh adiknya Chloe dan beberapa orang Sarcas termasuk Sphyros dan Renji. Kaum Saga bersorak senang, seperti sedang menyoraki seseorang yang berada di tengah sana. Tak berapa lama, Catrolux juga menyusul. “Ada apa ini Perseus?” tanyanya heran, melihat sekian banyak kaum Saga berhasil menembus garis batas Dual City dan Celestial City. “Entahlah, aku sendiri masih belum tahu, dari tadi mereka berteriak tentang kebebasan atau apalah itu” ujar Perseus yang masih berusaha fokus mendengarkan teriakan kaum Saga itu. Catrolux mengangkat kepalanya berusaha melihat apa yang ada diujung kerumunan itu. “Chloe…tetap di dekatku atau….?? Chloe…??” Tiba-tiba seluruh kaum Saga berhenti berteriak. Hanya terdengar satu suara samar-samar yang memerintahkan mereka untuk bergeser memberi jalan pada Catrolux dan Perseus. Kedua Mafia tingkat tinggi itu terhentak kaget melihat seluruh kaum Saga kini menatap mereka tajam, tampak jelas kebencian tersirat di mata mereka. Dengan perlahan Catrolux dan Perseus maju bersamaan menuju monumen Tristan raksasa. Sebuah bangunan raksasa berbentuk sayap yang menjulang nyaris mencapai batas dunia yang disebut dengan garis equator. “Siapa orang itu?” bisik Catrolux seraya menunjuk kearah seorang pemuda berpakaian serba hitam dengan seorang gadis yang dicengkeramnya erat.
“Aku tak tahu siapa pemuda itu, tapi yang pasti, gadis itu….Chloe” ujar Perseus dengan nada oktaf yang semakin lama semakin diturunkan. Catrolux terperanjat mendengar nama Chloe disebutkan. Chloe…bagaimana mungkin?? batin Catrolux. Tanpa pikir panjang, ia berlari menghampiri Chloe dan seorang pemuda yang memimpin kaum Saga itu. “Tahan dia!!” perintah pemuda berpakaian hitam itu. Serentak seluruh kaum Saga yang berjaga di depan menarik tangan Catrolux dan menahannya agar ia tak bisa bergerak. “Apa-apaan ini??!!! Kaum Saga rendahan, apa maumu???!!!!” bentak Catrolux yang masih meronta di genggaman kaum Saga. Tawa kejam pemuda berpakaian serba hitam itu terdengar menggelegar sementara di cengkeramannya Chloe mulai menampakkan wajah khawatir terhadap Catrolux. “Dengar aku, pemimpin kaum Celestial yang terhormat!!! Aku, Sacrossanct, ingin menyatakan perang antara kaum Saga dan kaum Celestial!!” Ucapan orang bernama Sacrossanct itu disambut meriah oleh kaum Saga sementara kaum Celestial bergidik mendengar pernyataan berani seorang kaum Saga yang sudah benar-benar kelewat batas itu. Perseus yang kini melihat adiknya berada di genggaman orang Saga pun tak kalah berang. Ia pun akhirnya memutuskan, bersama dengan Catrolux bahwa mereka akan menerima pernyataan perang itu. “Kami menerima pernyataan perangmu, Saga!!” ujar Catrolux lantang. Sacrossanct sekali lagi tertawa, merasa lucu mendengar jawaban tegas Catrolux. “Baiklah kalau begitu, tapi sampai perang ini selesai sepertinya aku harus membawa putri cantik ini bersamaku!! Ha…ha…ha…ha….!!!” “KAKAAAAKKKK!!!!!!!”
Bersamaan
dengan
teriakan
nyaring
Chloe
Sacrossanct menghilang, begitu juga dengan kaum Saga yang lain. Mereka berhasil melarikan diri menggunakan sebuah pesawat perang yang dinamakan Tristan, kembali ke dunia mereka yang berada di bawah, di kegelapan malam.
“Catrolux, apa kau yakin perang adalah ide terbaik?” tanya Perseus masih menengadahkan kepalanya menatap langit berbintang yang kini mulai terang oleh cahaya matahari yang akan terbit. Catrolux mengangguk mantap, menanggapi pertanyaan Perseus. “Jika perang yang dia inginkan, maka kematian yang akan dia temui” ujarnya singkat. Rupanya pernyataan perang menjadi awal hari baru di Celestial City. Kerusakan yang disebabkan oleh kaum Saga dini hari tadi tampak lebih jelas sekarang. Mereka sepertinya serius ingin melakukan penyerangan terhadap kaum Celestial yang mereka anggap kaum penindas. “Perseus, aku ingin kau mempersiapkan unit Salamander terkuat yang kau punya. Aku akan menyiapkan pesawat induk Chemical. Setelah itu kita atur strategi untuk menghadapi Saga” ujar Catrolux. “Tidak bisa, ini hanya antara Saga dan Celestial. Salamander itu milik Dual, ini melanggar deklarasi perang” ujar Perseus. Catrolux tersenyum kemudian berkata. “Maka buatlah Salamander menjadi milik kita” Perseus yang memang polos mengiyakan permintaan Catrolux dan segera mengirim Sarcas-nya ke Dual untuk mempersiapkan unit Salamander. Hari itu menjadi hari paling sibuk bagi Celestial City, jajaran tiga belas Mafia besar disana sudah mulai menyusun strategi untuk menjatuhkan Saga. Dual City pun bersiap mengirimkan Salamander kapanpun dibutuhkan oleh kaum Celestial. Renji dan Sphyros tidak bisa berbuat apa-apa, mereka yang berasal dari dua tempat yang berbeda kini bersatu melawan kaum Saga, mereka bahkan tidak tahu tentang nasib Corvus yang entah berada dimana sekarang. Mereka khawatir karena tadi mereka tidak melihat Corvus bersama Catrolux saat deklarasi perang. Lepas dari deklarasi perang, sekarang putri Mafia satu-satunya juga diculik. Ini mempersulit Perseus dan Catrolux yang hendak menyerang langsung Saga City. Mereka khawatir jika ternyata Chloe ada disana, mereka tak ingin gadis itu ada dalam bahaya karena mereka berdua.
“Catrolux, dimana Corvus? Aku ingin bertemu dengannya, mungkin dia tahu kemana Chloe dibawa” ujar Perseus seraya membuka lembar-lembar dokumen rahasia mengenai Treisdart miliknya dan milik Carvadle Peviths, ayah Catrolux dan Corvus. “Aku baru saja membuangnya kembali ke Saga City. Dia sudah mengkhianati keluarga Peviths dan aku tidak akan membiarkannya menjatuhkan Treisdart ayah sekali lagi” jawab Catrolux seraya beranjak meninggalkan ruang kerja Perseus. Perseus heran mendengar jawaban Catrolux. Terlalu mencolok jadinya jika tepat hari itu Corvus dibuang kembali ke Saga City lalu tiba-tiba Sacrossanct muncul di tengah Celestial City kemudian mendeklarasikan perang. Tidak mungkin ini sesuatu yang hanya sebuah kebetulan saja, ini pasti ada hubungannya dengan menghilangnya Corvus serta Sacrossanct yang tiba-tiba muncul. Aku harus cari tahu lebih jauh lagi batin Perseus. Yah memang itu yang harus ia lakukan. Bagaimanapun caranya ia harus merebut kembali adiknya dari tangan kaum Saga.
‡
“I will rescue and protect you with my life”
Street 7
Sacrossanct the Black Saga True Form and Betrayal
Di Saga City, kaum Saga masih merayakan kemenangan mereka menarik kaum Celestial untuk menjawab permintaan perang mereka. Pesta besar-besaran diadakan di Café Saffrosh, café milik kaum Celestial yang kini jatuh ke tangan kaum Saga. Di ujung ruangan, Sacrossanct duduk sebagai pimpinan pasukan Black Saga masih menutupi wajahnya dengan kerudung hitam, sementara disampingnya Chloe masih ada di pelukannya, tak berani bergerak seinci pun. Wajahnya kali ini benar-benar berubah total. Wajah yang dulu tampak datar dan dingin sekarang diliputi ketakutan dan kecemasan yang luar biasa. “Ehm…kau ini, kenapa gemetar begitu?” tanya Sacrossanct pelan. “Bukan urusanmu…” jawab Chloe gagap. Ia tak berani menatap wajah Sacrossanct meskipun masih tertutup kerudung. Terdengar pelan tapi pasti, suara Sacrossanct mendengus pelan, seperti hendak tertawa namun ditahan. Chloe semakin benci mendengar reaksi orang yang menculiknya itu. Kali ini ia berharap Catrolux datang menolongnya, apa boleh buat, ia dan Corvus sedang “perang dingin” jadi ia tak bisa berharap Corvus datang menolongnya seperti pangeran berkuda. “Chloe…apa kau percaya keajaiban?” tanya Sacrossanct tiba-tiba. Chloe terkejut mendengar Sacrossanct menyebut namanya, terdengar begitu lembut dan familiar di telinganya.
“Ke…keajaiban…apa?” tanya Chloe. Sacrossanct tak menjawab, ia masih menatap Chloe dari balik bayang topengnya. Chloe berusaha mengulang kembali suara yang baru ia dengar, menyebut namanya dengan lembut. Siapa? Siapa dia?? Kenapa ia tahu namaku? batin Chloe. Sejenak Chloe berpikir siapa orang itu, siapa kaum Saga yang paling mengenalnya, yang paling bisa memanggil namanya dengan begitu lembut, “AH…!!!” Mendadak Chloe teringat akan suara lembut yang pernah memanggilnya dengan kata-kata “Veillesse” sebelumnya. “Corvus…kau kah itu?” tanya Chloe seraya perlahan membuka kerudung yang menutupi wajah Sacrossanct. Dugaan Chloe benar, sekarang dihadapannya Sacrossanct telah berubah menjadi Corvus. Pemuda pertama yang mendapat ciuman dari dirinya, orang yang disukainya sejak pertama bertemu. “Corvus…aku mencarimu!!” Chloe memekik pelan kemudian memeluk pemuda dihadapannya. Corvus tersenyum pelan kemudian balas memeluk gadis yang kini menangis bahagia di pelukannya. “Corvus…kenapa kau mendeklarasikan perang? Apa tidak terlalu berbahaya bagimu? Kau tidak tahu bagaimana kuatnya pertahanan Celestial,” tanya Chloe cemas. “Tenanglah Chloe. Aku mendeklarasikan perang untuk merubah cara pandang kaum Celestial terhadap kaum Saga. Aku ingin mereka mengerti, kaum Saga juga punya hati. Dan satu hal lagi…aku ingin membalas semua perbuatan kakak padaku selama ini,” jawab Corvus. Chloe heran mendengar jawaban Corvus yang menyebutkan bahwa ia ingin membalas perbuatan Catrolux, kakaknya, selama ini padanya. Apakah Catrolux melakukan sesuatu yang salah padanya? “Ketua…!!!” Tiba-tiba salah satu kaum Saga yang termasuk dalam jajaran tinggi pasukan Black Saga berlari menghampiri Corvus. Sepertinya ada kabar bagus yang ingin disampaikannya. “Ada apa?” tanya Corvus.
“Ketua, aku baru saja dapat laporan, unit Black Requiem Tristan akan segera tiba besok di landasan tua di distrik Downtown” jawabnya senang. Wajah Corvus tampak begitu berseri mendengar berita menganggumkan itu, sementara Chloe, ia tak mengerti apa itu Black Requiem Tristan. “Corvus…apa itu?” tanya Chloe bingung. “Pasukan perang milik kaum Saga. Di desain khusus untuk menghancurkan pasukan khusus Salamander dan Chemical milik Celestial” ujar Corvus seraya menepuk kepala Chloe yang kini wajahnya kembali seperti semula, datar non-ekspresi. “Tapi Salamander dan Chemical bukan milik Celestial,” ujar Chloe singkat. Corvus tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Chloe yang barusan, membuat wajah si gadis bersemu merah. “Itu dulu…sekarang, mereka sudah memilikinya” ujar Corvus pelan, kemudian ia beranjak meninggalkan Chloe yang masih duduk termenung. Lakukan sesukamu kakak, aku sudah tahu rencanamu batin Corvus licik. Semua berjalan sesuai rencana sejauh ini. Corvus merasa ia lebih tenang sekarang, ia memilih untuk beristirahat di sebuah ruangan kosong di lantai dua Café Saffrosh. Namun, rencananya untuk menikmati Cleptris dan Phros terganggu dengan kedatangan Chloe yang ternyata menguntitnya. “Chloe, ada apa?” tanyanya lembut. Chloe memandang sekeliling kemudian mulai mendekat perlahan. “Kamu tega meninggalkanku di antara orang-orang itu sendirian ya? Kan repot kalau tiba-tiba ada yang mau bertemu,” ujar Chloe seraya menunjuk kearah pintu. Di sana Clover sudah berdiri dengan senyuman manis menghiasi wajahnya. Namun senyuman itu kini lebih terlihat licik dibanding manis. “Ah…Clover, apa kau ada perlu denganku?” tanya Corvus seraya meletakkan tangannya di pundak Chloe yang tenang-tenang saja diperlakukan seperti itu.
“Aku sudah membereskan markas ayahku, bukan, perwira Goutres. Kau sudah bisa menjadikannya markas terbesar Black Saga,” ujar Clover enteng. Chloe semakin bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi disini. “Perwira Goutres, bukankah dia ayahmu?” tanya Chloe. Clover memandang sahabat lamanya itu kemudian menjawab dengan entengnya. “Ia hanya orang tua bodoh yang menjadikan aku anak angkatnya. Dari luar ia tampak polos dan baik, tapi sebenarnya dia sudah cukup menyiksaku” jawab Clover. “Baguslah kalau begitu. Chloe aku ingin kau mempersiapkan pasukan Black Saga untuk keberangkatan kita ke markas besar satuan Sarcas Divisi Under” Chloe mengiyakan permintaan Corvus. Bahkan sekarang Chloe sudah memutuskan untuk bergabung dengan pasukan Black Saga, ia juga menginginkan dunia yang tidak terbagi seperti ini, ia ingin dunia yang damai dimana orang tidak membedakan status mereka. “Baik Corvus, maksudku, Sacrossanct” ujar Chloe lalu beranjak pergi mempersiapkan pasukannya. Kedua kubu sudah mulai bergerak, tak lama lagi perang besar antara kaum Saga dan kaum Celestial akan tiba. Ini hanya sebuah permainan politik biasa dan hukum rimba diterapkan disini. Siapa yang kuat dia yang menang. Hanya tinggal menunggu waktu untuk melihat siapakah yang terkuat dari kedua kubu ini.
Awan mendung menggantung di langit Celestial City. Sebuah pertanda yang semua orang tahu, pertanda kematian. Sebuah simbol yang dipercaya ketiga kaum sebagai pintu menuju kematian telah terbuka. Hanya tinggal menunggu seseorang berjalan memasuki pintu tersebut. Di Previstan keluarga Celestresse, Perseus, Catrolux dan kesebelas jajaran Mafia tinggi sedang berkumpul, memantapkan kembali perundingan mereka yang kemarin.
“Catrolux…apa dengan ini bisa berhasil?” tanya Perseus. “Jika Salamander dan Chemical tidak berhasil menjatuhkan mereka, kita bisa menggunakan ini. Blue Amaranthine, mesin penghancur yang bisa melakukan genosida hanya dengan satu tebasan saja” ujar Catrolux. Anggota Mafia yang lain mengangguk setuju, sementara Perseus masih belum bisa seratus persen setuju. Ia khawatir bahwa Sacrossanct itu Corvus, ia khawatir tentang keadaan Chloe. “Catrolux, bagaimana jika Sacrossanct adalah Corvus? Apa yang akan kau lakukan?” tanya Perseus lagi. Ia ingin tahu jawaban seperti apa yang akan dilontarkan Catrolux. Suasana begitu hening menunggu jawaban dari Catrolux. Setelah sekian menit menunggu Catrolux memberikan jawabannya. “Kupastikan dia mati di tanganku” Jawaban mantap Catrolux mengejutkan Perseus. Kalimat seperti itu, apakah pantas dikatakan seorang kakak terhadap nasib adiknya? Ini tidak mungkin, Catrolux malah berusaha memusnahkan Corvus, mengenyahkannya dari dunia, membuatnya terlupakan. Kini ia sendiri bingung, apakah Chloe mau menerima kenyataan jika Corvus memang Sacrossanct, orang yang memimpin kaum Saga? Chloe, aku tahu kau menyukai Corvus. Ini pertama kalinya kau jatuh cinta, tapi apa kau bisa…? Sementara itu jauh di dalam Markas besar Sarcas Divisi Under, Corvus ditemani Chloe dinobatkan sebagai Raja Black Saga. Kaum Saga kini telah mendapatkan pemimpin dan yang pasti dibawah pimpinan Corvus, mereka akan menjadi sangat kuat. “Corvus…kapan kita akan melakukan penyerangan?” tanya Chloe tak sabar. “Tenanglah ratuku, malam ini kita rebut daerah vital di Dual City, setelah itu, kita bisa melancarkan serangan langsung ke markas Celestial dan mengakhiri perang dengan merebut teritori tertinggi Celestial” jawab Corvus enteng. Chloe merasa tidak enak akan suatu hal, Perseus, kakaknya sekarang menjadi musuhnya. Padahal ia tidak ingin hal seperti ini terjadi. Tapi semuanya sudah terlambat, ia tidak bisa mundur lagi. Satusatunya jalan untuk menghentikan perang ini adalah dengan mengikuti semua perintah Corvus. Sembari menunggu malam tiba, Chloe benar-benar menghabiskan waktunya
berlatih mengendarai Black Requiem Tristan bersama Corvus. Namun ia tidak bisa berkonsentrasi penuh dengan latihannya jika pertanyaannya yang satu ini tidak dijawab oleh Corvus. “Corvus…aku ingin menanyakan sesuatu padamu” ujar Chloe pelan. Corvus berdehem menanggapi permintaan Chloe. Awalnya Chloe terlalu malu untuk menanyakan hal itu, tapi demi perasaannya yang haus akan jawaban ia akhirnya menanyakannya juga. “Bagimu…aku ini apa?” tanyanya malu-malu. Corvus tersentak kaget namun masih berusaha menjaga sikap. Enggan rasanya menjawab pertanyaan Chloe, rasanya pertanyaan itu terlalu terkait dengan perasaannya sekarang. “Bagiku…kau…hanya sebatas sandera yang bisa kumanfaatkan…” jawab Corvus pelan. Mendengar jawaban itu mendadak dada Chloe terasa sesak, rasanya ingin menangis tapi apa boleh buat, selama ini mereka memang hanya teman. Mungkin seorang Saga dan Celestial tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. “Oh…sudahlah. Pertanyaanku konyol ya! Kalau begitu aku akan segera mempersiapkan segala sesuatunya” balas Chloe berusaha terdengar sedatar mungkin seperti dirinya yang biasa. Corvus mengangguk mengiyakan perkataan Chloe. Keduanya meninggalkan tempat latihan sesudahnya, tanpa bertegur sapa atau apapun. Keduanya seperti tidak pernah saling kenal sebelumnya. “Oi…Chloe!!” sapa Clover dari kejauhan. Chloe tidak membalas sapaan Clover, tapi buat Clover itu biasa. Namun semakin dekat jarak mereka, Clover semakin heran kenapa sampai sedekat itu Chloe tidak menyapanya. Ia menyadari, tatapan gadis itu begitu kosong melihat kemana pun sulit ditebak. Sesuai dugaan Clover, Chloe bahkan tidak menggubris sapaannya tadi. “Chloe!! Kau ini kenapa??!!” tanya Clover seraya mencengkeram lengan Chloe. “Clover, aku tahu kamu mau melakukan ini untukku. Bantu aku keluar dari sini!!” ujar Chloe datar. Clover heran mendengar kalimat Chloe yang barusan, ia pikir Chloe
sudah setuju bergabung dengan Black Saga. Parahnya lagi, Clover tidak tahu jika Chloe adalah sandera milik Raja Black Saga, Corvus. Jadi dengan tenangnya Clover mengiyakan permintaan Chloe. Malam itu tepat sebelum penyerangan, Clover berhasil mengeluarkan Chloe dari markas besar Black Saga. Chloe kembali ke Celestial City dengan jalur transportasi Crifts yang dirasa cukup aman. Setibanya di Celestial City, Chloe terpaksa berjalan atau tepatnya berlari menuju Previstannya ia ingin segera bertemu dengan kakaknya dan Catrolux. Aku kecewa dengan jawaban Corvus!! Jawabannya benar-benar merendahkanku!! batin Chloe. Kekecewaan itulah yang akhirnya mendorong dirinya untuk mengkhianati Black Saga serta orang yang paling disukainya. “Kakak!!!” panggil Chloe yang langsung mendobrak masuk ke rumahnya meskipun sudah diperingatkan oleh Renji dan Sphyros. Perseus yang kebetulan sedang berjalan menuju ruang makan benar-benar terkejut mendengar suara adiknya memanggil. “Chloe…??!! Bagaimana kau bisa lolos dari Sacrossanct itu?” tanya Perseus keheranan. Tangannya terbuka lebar hendak menerima Chloe kedalam pelukannya. “Sacrossanct lengah dan aku berhasil melarikan diri darinya serta pasukannya. Ia membentuk pasukan yang dinamakan Black Saga. Malam ini mereka berencana menyerang Celestial!!” Chloe membeberkan semua rencana Corvus pada kakaknya. Perseus mendengus marah mendengar kata-kata adiknya, segera ia memerintahkan satuan pasukan Sarcas, Salamander dan Chemical yang sudah ia persiapkan untuk berjaga di perbatasan Celestial dengan Dual City. Setelah itu bersama-sama Chloe ia menemui Catrolux di ruangannya di lantai dua. “Catrolux!! Malam ini Black Saga menyerang!!” ujar Perseus tegas. Catrolux yang sedang duduk santai di kursi kerjanya terperanjat mendengar teriakan tegas Perseus dan dengan segera beranjak dari kursinya dan berbalik. Betapa terkejutnya ia mendapati Chloe juga ada di sana, disamping Perseus. “Chloe? Ka..kau, kapan dibebaskan?” tanya Catrolux.
“Aku melarikan diri…dari mereka, dari Black Saga,” ucap Chloe dengan nada datar yang mengesankan kejijikannya menyebutkan nama itu. Catrolux tersenyum kemudian berjalan mendekat dan mengecup lembut bibir Chloe. Si gadis terkejut karena tiba-tiba dicium semesra itu oleh Catrolux. Tapi apa boleh buat, sekarang ia telah mengkhianati Corvus dan sekarang saatnya untuk kembali pada Catrolux, ini sudah menjadi keputusannya. Sudah tak bisa lagi ia mundur. “Mereka akan menyerang katamu? Cih…dasar bodoh Sacrossanct itu!! Baiklah kalau begitu. Perseus, sekarang saatnya kita turun ke medan perang,” ujarnya. Kemudian keduanya, Perseus dan Catrolux meninggalkan Chloe dibawah pengawasan Renji dan Sphyros. Mereka tidak ingin Chloe ikut serta dalam perang ini. Sementara itu kembali di markas besar Black Saga, Corvus marah besar mendengar Chloe berhasil keluar dari markasnya tanpa sepengetahuan dirinya. “BODOH KALIAN SEMUA!!! BAGAIMANA BISA DIA LARI??!!” bentaknya kasar. Seluruh anggota Black Saga tunduk, tidak ada yang berani menatap sang pemimpin yang sedang marah besar itu, semuanya, termasuk Clover. Apalagi dia tahu bahwa dirinya yang bersalah membiarkan Chloe pergi dari markas itu dengan informasi lengkap mengenai penyerangan mereka malam itu. “Maaf ketua…tapi kami mengira ia akan terus bersamamu. Kami bahkan tak melihat gadis itu di hall utama” ujar salah satu anggota Black Saga. Corvus mendengus kesal mendengar jawaban tak masuk akal itu. Meskipun begitu ia tetap menjalankan rencananya malam itu. Ia cukup siap menghadapi pertahanan Celestial, lagipula mereka kaum Celestial tidak tahu apa yang ia miliki sekarang. “Siapkan pasukan serta unit Black Requiem Tristan!!! Aku ingin semuanya dalam formasi menyerang!!” perintah Corvus tegas. Jawaban mantap pun terdengar nyaring bergemuruh di seantero markas. Kedua kubu bergerak tapi ini baru permulaan. Sekali melakukan gerakan yang salah maka habis sudah. Perang ini tak seimbang, kaum Celestial yang memiliki segalanya melawan kaum Saga yang mengandalkan kekuatan bukan strategi.
~Ω~
“The War has begun, started to consume life and take them to the eternal darkness”
Street 8
The Greatest War Perseus’s Death
Hujan turun rintik-rintik ketika pasukan Black Saga bergerak ke Utara, menuju perbatasan Celestial City dan Dual City. Corvus atau yang kini dikenal dengan sebutan Sacrossant berada di tengah formasi, tenang di dalam pesawat induk, Frexcivas Trovoss. Dari sana ia dapat mengontrol pergerakan Black Requiem Tristan dan mengatur formasi penyerangan tanpa harus takut terluka. Ia menyerahkan garis depan pada Clover pengontrol Black Requiem paling hebat di dalam Black Saga. Corvus merasa akhirnya waktunya telah tiba untuk mengambil kembali apa yang menjadi haknya, menjadi hak orang-orang Saga. Sementara itu di perbatasan Celestial City dan Dual City, pasuka besar Salamander dan Chemical sudah bersiap menerima serangan mendadak pasukan Black Saga. Perseus berada di garis depan dengan Salamander yang di-remake khusus untuknya, sementara Catrolux mengatur strategi dari dalam pesawat induk Chemical. Persiapan mereka cukup matang, terima kasih atas pemberitahuan Chloe atas rencana penyerangan itu. Hujan semakin deras, perasaan tak menentu, khawatir, cemas dan takut meliputi seluruh pasukan kaum Celestial yang diberi nama The White Dragoon. Sama halnya dengan Black Saga. Perang seperti ini baru terjadi sekali sepanjang sejarah Lyth vi Gillgatross.
“Vithross!! Aku melihat sesuatu di radar utama. Jumlahnya besar dan mereka sedang menuju kesini!!” ujar salah satu anak buah Catrolux yang bertugas mengawasi radar pengintai. Catrolux segera menggerakkan pasukan sayap kanan dan kiri masingmasing ke timur dan ke barat. Sementara Catrolux menarik mundur pasukan tengah untuk menutupi kehadiran Salamander Crescent milik Perseus. Ia berencana menyimpan Perseus untuk saat yang lebih genting. Pasukan Black Saga semakin dekat dan ketika tepat menyentuh garis batas Celestial dan Dual, Catrolux melancarkan sayap serangan dari sayap kanan dan sayap kiri. “Sacrossanct!! Pasukan musuh menyerang dari arah timur dan barat!!” Clover memberikan peringatan utamanya pada Corvus yang segera tanggap dan langsung menggerakkan pasukannya. “Pasukan tengah dan Clover mundur!! Sayap kanan, lakukan gerakan menyilang kearah sayap kiri dan lakukan counterattack terhadap pasukan musuh dari barat!! Sayap kiri, lakukan gerakan menyilang kearah sebaliknya dan serang musuh dari timur!!” perintahnya. Pasukan Black Requiem Tristan sayap kanan dan kiri bergerak dan berhasil melakukan counterattack terhadap kedua penyerang itu. Di awal, pasukan Black Saga berhasil memojokkan The White Dragoon dan sempat membuat Catrolux kewalahan menanganinya. Corvus masih terus menekan The White Dragoon dengan terus melakukan gerakan yang sama dari setiap formasi dan semakin banyak menjatuhkan Salamender, mengurangi jumlah pasukan musuh. “Cih..!! Catrolux biarkan aku maju!!” teriak Perseus melalui communication device dari Salamender miliknya. “Tidak sekarang Perseus!! Aku masih punya beberapa strategi lagi!! Communication control sambungkan aku dengan pesawat induk musuh!!” perintah Catrolux. Segera setelah berhasil menembus kode komunikasi pesawat induk Black Saga, Catrolux langsung tersambung dengan Corvus yang sedang berada di kokpitnya, tentunya dengan penyamarannya sebagai Sacrossanct.
“Sacrossanct, sepertinya kau sudah mempersiapkan pasukanmu dengan baik, meskipun rencanamu itu sudah terbaca dengan baik olehku” ujar Catrolux. “Cih…itu belum seberapa Catrolux, aku masih punya lebih dan aku tak akan segan-segan menunjukkannya padamu jika itu yang kau mau” ujar Sacrossanct enteng. Catrolux tampah begitu geram dengan nada meledek Sacrossanct dan akhirnya memutuskan untuk membuktikan pada Sacrossanct, seberapa hebat sebenarnya pasukan The White Dragoon itu. “Perseus!! Kau boleh maju sekarang!! Hancurkan mereka dengan Salamander-mu itu, buat kaum Celestial bangga akan kekuatan yang kita miliki!!” perintah Catrolux mantap. “Huh…sudah dari tadi aku menunggu saat seperti ini” Perseus melesat ke tengahtengah pasukan Salamander, menampakkan dirinya dihadapan segenap pasukan Black Saga dan mulai menyerang, kini pasukan Black Requiem Tristan milik Black Saga-lah yang tak berkutik. Tapi dengan santainya Corvus berpesan untuk terakhir kalinya kepada Catrolux. “Seperti yang kubilang ini belum semua, sekarang kau akan melihat kekuatanku yang sebenarnya!!” Komunikasi dengan pesawat induk terputus, Catrolux merasa khawatir dengan keadaan Perseus di luar sana. Tapi baginya sejauh ini cukup bagus, setidaknya tak perlu dirinyalah yang harus mati di luar sana nantinya. “Sekarang saatnya…PASUKAN TENGAH BERIKAN SERANGAN KEJUTAN DENGAN
MENGGUNAKAN
BLACK
REQUIEM
TRISTANCHAOS
MILIK
CLOVER!!” Sacrossanct memerintahkan segenap pasukannya yang tersisa untuk menyerang habis-habisan Salamander Crescent milik Perseus. “Yosh…!!! Celestial…here I come!!!!” teriak Clover semangat. Black Requiemnya sekarang melesat cepat dibelakang pasukan Black Requiem yang lain dan berhasil menyerang Salamander Crescent dan merusakkan system terbangnya.
“Pasukan sayap kiri dan kanan tetap pertahankan kekuatan, pasukan tengah tarik mundur!!” perintah Corvus. Catrolux melakukan hal yang sama, ia menarik mundur pasukan tengah yang merupakan pasukan yang tersisa miliknya. Sekarang tinggal Salamander Crescent dan Black Requiem Tristanchaos, berduel sengit diantara kekacauan. Serangan jarak dekat terjadi beberapa kali sampai akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pertarungan tak berujung itu. Keduanya mengambil kudakuda kemudian melesat cepat hendak melancarkan serangan terakhir mereka. PYAAR “Ah…kacanya retak” ujar Chloe yang terkejut melihat tiba-tiba kaca kristal miliknya retak tanpa sebab. Renji dan Sphyros memperhatikan retakan kaca itu dan kemudian saling pandang. “Chloe…jujur saja perasaanku nggak enak. Ini pertanda buruk” ujar Sphyros serius. Renji mengangguk memantapkan penuturan Sphyros. Sesaat Chloe meyakinkan dirinya bahwa kaca itu awalnya tak apa, tapi akhirnya ia berlari keluar dari kamarnya diikuti kedua Sarcas muda menuju halaman depan Previstannya. Ia khawatir sesuatu terjadi di luar sana. “Renji, Sphyros, bawa aku ke perbatasan sekarang!!” Permintaan tegas Chloe kali ini tidak bisa ditolak, apalagi mereka berdua juga sebenarnya penasaran dengan apa yang terjadi di sana. Tanpa pikir panjang mereka segera masuk ke dalam Nevro X kemudian melesat pergi menuju perbatasan atau sekarang sedang menjadi sebuah battlefield. Chloe berubah menjadi Chloe yang was-was dan khawatir. Wajahnya berubah, gadis itu malah sepertinya nampak memiliki dua kepribadian. Ia terlalu khawatir untuk berpikir positif, padahal Renji sudah menyuportnya mati-matian agar ia tetap berusaha berpikir positif. Puing-puing bangunan dan beberapa Salamander serta Black Requiem Tristan menjadi pemandangan pertama yang dilihat Chloe. Pemandangan yang mengerikan, semuanya mati, sedikit terlihat ceceran darah merah di aspal jalan. Chloe menyembunyikan wajahnya di balik kerudung jaket miliknya, berusaha mengalihkan matanya dari lukisan kematian itu. Pasukan besar Black Saga sudah tidak ada, mereka
telah kembali ke markas mereka. Sementara pasukan The White Dragoon sibuk membereskan mayat-mayat serta puing-puing sisa peperangan tadi. “Catrolux!!” panggil Chloe yang tak sengaja melihat pria itu berjalan gontai menuruni tangga pesawat induk Chemical miliknya. “Chloe, kenapa kau kesini? Sudah kubilang jangan kesini!!” bentak Catrolux yang terlihat begitu depresi. Chloe menghampirinya dan bertanya tentang keberadaan kakaknya, Perseus. “Entahlah Chloe” jawab Catrolux singkat. Tiba-tiba salah seorang pengendara Salamander berteriak memanggil Catrolux dan Chloe. Ia meminta kedua orang itu untuk mengikutinya ke tempat dimana tadi terjadi ledakan besar akibat tabrakan dari kedua mesin perang. “Kenapa tempat ini bisa hancur seperti ini?” tanya Chloe heran. “Tadi Salamander Crescent dan Black Requiem Tristanchaos bertabrakan disini. Tapi yang kami temukan hanya puing dari Salamander Crescent” ujar orang tersebut. Catrolux terkejut mendengar itu, karena setelah ledakan ia sudah tidak lagi melihat ke layar strategi jadi dia tak tahu apa yang terjadi. “Tunggu maksudmu, Black Requiem Tristanchaos tadi tidak hancur?” tanyanya meyakinkan kalkulasinya. “Yah…sepertinya Black Requiem itu berhasil menyerang terlebih dahulu sebelum Salamander berhasil menyerang” jawab orang itu lagi. Mendengar jawaban enteng orang tersebut Catrolux segera berlari menuju puing-puing Salamander dan menyingkirkan satu persatu pecahan-pecahan mesin dan kulit luar mesin tersebut. “Catrolux!! Kau ini kenapa sih??!!” tanya Chloe yang sedari tadi bingung melihat sikap Catrolux yang berubah total. “Diamlah sebentar!! Aku berusaha mencari……” Kalimat Catrolux terhenti ketika ia menemukan apa yang dia cari. Chloe semakin bingung dengan jawaban tidak
selesai Catrolux itu dan memutuskan untuk melihat sendiri apa yang Catrolux temukan. Betapa hancur hati Chloe begitu melihat tubuh kakaknya terbujur kaku dibawah tumpukan rongsokan puing-puing Salamander yang hancur. “Catrolux…itu…itu bukan Perseus kan? Dia hanya orang biasa kan?” tanya Chloe seraya menarik-narik pakaian Catrolux. Catrolux menggeleng dan mengatakan sekali lagi dengan jelas bahwa itu memanglah Perseus. “Nggak…nggak mungkin. Kakak nggak boleh mati!! KAKAK BANGUN!! KAKAK
PERNAH
JANJI
TIDAK
AKAN
MENINGGALKANKU,
KAKAK
BOHONG!!!” Tangisan Chloe terdengar menggema diantara gedung-gedung yang hancur, menyesakkan dada siapapun yang mendengarnya. Menurut kaum Celestial kematian seorang Mafia tertinggi merupaka kejadian yang harus disakralkan. Celestial City akan menjadi kota mati selama sehari tak ada yang boleh masuk maupun keluar dari kota. Perang pertama itu pun berakhir tragis dengan kematian Perseus Tristan Celestresse.
“What am I doing? Is it right or wrong?’
Street 9
Blue Amaranthine The Infection
Mendung menggantung di langit Celestial City. Kematian Perseus menjadi perhatian banyak kaum Celestial, mereka menghormati Perseus sebagai Mafia tertinggi di Celestial City. Hari kematian Perseus pun disakralkan sesuai dengan hukum Celestial dan Celestial City pun menjadi kota mati selama sehari penuh. Untuk menghormati Perseus, seluruh kaum Celestial termasuk Sarcas keluarga Celestresse dan Peviths pun menghadiri hari pensakralan itu di kediaman keluarga Celestresse. Sebuah kejadian yang tak didugaduga sebelumnya. Kematian Perseus Tristan Celestresse itu benar-benar membuat Chloe terpukul. Gadis Celestial itu kini membenci kaum Saga, kaum yang telah membunuh kakaknya dan kebencian ini membuatnya benar-benar ingin membunuh Sacrossanct yang tak lain adalah Corvus. Ia sudah tak peduli siapa musuhnya sekarang, yang ia pedulikan hanyalah pembalasan atas kematian kakaknya. Sore harinya di kediaman Peviths, Catrolux dan Chloe menyusun strategi berdua saja di ruangan pribadi Catrolux. Dan karena pembicaraan serius itu, nama Blue Amaranthine pun disebut. “Blue Amaranthine? Kau jangan ngelantur Catrolux, benda seperti itu tidak ada” ujar Chloe seraya memandang jauh kearah kaki langit yang selalu dipenuhi Seireniety Aerious yang indah dan warna-warni.
“Kau bilang tidak ada. Blue Amaranthine itu benar-benar ada dan aku bisa memberikannya padamu untuk membunuh Sacrossanct” ujar Catrolux. Chloe mendengus kesal mendengar penuturan Catrolux yang sulit dipercaya itu. Dirinya sendiri pun tidak tahu banyak tentang Blue Amaranthine, benda apa itu atau bagaimana bentuknya. Yang ia tahu hanya benda itu tidak ada. Perseus pernah bercerita sedikit tentang Blue Amaranthine, katanya itu sebuah senjata yang benar-benar kuat. “Terserah kau saja, Catrolux. Oya, aku ingin mencari udara segar diluar, aku pergi dulu” ujar Chloe seraya melenggang keluar dari ruangan Catrolux. Akhirnya kesempatan bagi dirinya untuk pergi keluar dari penjara mewah itu. Baginya cukup jarang Catrolux memberikan ijin padanya untuk keluar Previstan. Mungkin karena kini ia percaya bahwa dirinya akan memastikan Sacrossanct mati. Chloe berencana mencari informasi lebih lengkap tentang Blue Amaranthine yang disebut-sebut oleh Catrolux dan ia tahu tepat siapa yang bisa membantunya mencari tahu tentang Blue Amaranthine itu. “Haah…Blue Amaranthine? Kau ini sedang sakit ya?” tanya seorang cowok emo yang berambut abu-abu menutupi mata itu. “Enak saja kau bilang seperti itu, Tivria!! Kenapa sih kau tidak percaya, cari saja, aku butuh informasinya!!” balas Chloe seraya menampik tangan Melvian, cowok berkacamata itu, sebelum ia berhasil menyentuh kening Chloe. “Berhenti memanggilku Tivria!! Aku ini saudara sepupumu tahu, buat apa kau memanggilku seperti itu!!” “Sudah cepat cari” Setelah perdebatan kecil itu, Melvian segera surfing internet untuk menemukan informasi tentang Blue Amaranthine yang dimaksud Chloe. Sejam, dua jam, informasi yang dicari tidak juga ketemu. Melvian dan Chloe sudah nyaris putus asa jika saja mata Chloe tidak jeli menemukan sebuah web berjudul The Blue Amaranthine and the Goddesses Curse, “Melvian coba buka itu!!” ujar Chloe seraya mengguncang-guncang tubuh Melvian.
“Iya…iya…iya!! Buka!!” balas Melvian yang masih berusaha menyeimbangkan gerakan mouse-nya yang tidak stabil gara-gara Chloe yang terus mengguncangkan tubuhnya. Keduanya memelototi layar laptop sembari menunggu loading web page. Namun setelah terbuka ternyata itu hanya sebuah forum biasa yang membahas tentang keberadaan Blue Amaranthine dan desas-desus bahwa benda itu merupakan kutukan dewa. “Yah…bukan. Tapi jangan kecewa dulu Chloe!! Kakak sepupumu ini cukup pintar kok dalam hal mencari info” ujar Melvian seraya menepuk pundak Chloe. “Benar nih? Tolong ya, nanti kirimkan melalui e-mail. Aku harus pulang sekarang, Catrolux pasti mencariku” ujar Chloe seraya pergi meninggalkan markas kecil Melvian itu. Cowok berkacamata itu mengangguk menanggapi perkataan Chloe yang sudah keburu pergi. Hari beranjak malam, dan Chloe masih belum mendapat kabar dari Melvian. Ia yakin Melvian berusaha melakukan hacking terhadap data utama Celestial yang disimpan oleh petinggi Celestial dan ia yakin Melvian tak mungkin berhasil menerobos system keamanan data Celestial yang rumit. Tapi tiba-tiba ikon e-mail muncul di layar komputer Chloe. Aah!! Ini pasti dari Melvian. Semoga saja dia berhasil mendapatkan datanya batin Chloe berharap. Segera di kliknya ikon itu kemudian dibacanya dengan seksama setiap kalimat yang tertulis di e-mail tersebut. Blue Amaranthine merupakan senjata pembunuh dewa yang diciptakan manusia untuk memusnahkan dewa. Blue Amaranthine tidak berupa benda namun sebuah ability. Satu orang akan memiliki ability khusus yang sama dengan ability dewa. Kekuatan khusus yang digunakan untuk mengatur kehidupan atau bahkan menghancurkannya. Sebuah penjelasan yang cukup buat Chloe, tapi satu hal yang tak begitu ia mengerti. Kenapa Blue Amaranthine bukan sebuah benda tapi Catrolux memilikinya? “Frost!!” panggil Chloe. Kucing hitam berkalung emas muncul dari balik selimut sutra berwarna ungu dan segera berlari menghampiri Chloe.
“Aku mau bertemu Catrolux, kau tahu dia ada dimana?” tanya Chloe. Kucing itu mengeong dua kali lalu berlari keluar dari kamar Chloe disusul oleh gadis tersebut. Kucing itu terus berlari melewati koridor-koridor berlapis karpet merah yang bersulam emas. Melewati kamar Perseus yang berada di sayap barat, blok tiga belas, lantai tiga belas, terus menembus batas blok tiga belas menuju blok sepuluh, lantai enam. Disanalah tempat Catrolux berada. Cukup mengherankan bagi Chloe karena blok sepuluh di lantai itu hanya kamar-kamar penyimpan yang biasanya tidak pernah dikunjungi siapapun alias Restricted. “Kau yakin dia disini?” tanya Chloe. Frost meringkuk takut di depan pintu masuk sebuah ruangan yang sedikit terbuka. “Yosh…aku akan masuk” ujar Chloe. Frost lebih memilih berlari meninggalkan tuannya daripada ia harus ikut masuk ke dalam sana. Entah kenapa insting kucing kecil itu mengatakan ada sesuatu yang salah di dalam sana, karena sudah sejak sore tadi Catrolux tidak keluar dari sana. “Catrolux…kau di dalam?” tanya Chloe pelan seraya memperhatikan keadaan di dalam. Tak disangka-sangka Chloe menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebuah botol berisi cairan biru yang indah. Merasa tidak ada yang salah dengan botol itu, ia mengambilnya kemudian meneteskan sedikit ke telapak tangannya. “Ehm…CHLOE!!! JANGAN ITU…!!” Mendadak Catrolux muncul dan langsung berteriak, membuat Chloe terperanjat dan melemparkan botol itu ke lantai. Begitu menyentuh lantai cairan biru itu berubah menjadi asap dan mulai menyesakkan Chloe serta Catrolux dan akhirnya membuat mereka tak sadarkan diri.
Hangat, lembut dan empuk, itulah yang terasa di tubuh Chloe saat ia tersadar dari tidurnya yang tak disengaja. Ia berusaha melihat sekelilingnya, berusaha menyadari
keberadaan seseorang disampingnya yang masih tampak buram dimatanya yang belum terbiasa dengan cahaya. “Sudah sadar?” tanya orang tersebut. Chloe menjawab dengan dengusan napas pelan. Perlahan ia mendorong tubuhnya ke posisi duduk, berusaha seimbang dan menyadari siapa orang yang kini sedang berbicara dengannya. Itu…laptop, berarti dia…Melvian batin Chloe seraya mengusap wajahnya yang kusut. “Melvian…aku kenapa?” tanya Chloe. “Entahlah. Dari tadi aku mengecek keadaan tubuhmu dengan scanner-ku, memang tubuhmu tidak apa-apa, tapi ada yang aneh” ujar Melvian masih terus memperhatikan layar laptopnya yang dipenuhi dengan data-data berhubungan dengan game atau data-data pribadi yang menurut Chloe kurang penting. “Apa maksudmu?” tanya Chloe lagi. “Hhm…bagaimana bilangnya ya? Well, sel-selmu berubah. Pergerakan dan pertumbuhannya cepat namun stabil. Menurutku, itu keren,” ujar Melvian seraya mengacungkan jempol dan tersenyum lebar. “Melvian, nggak lucu deh,” ujar Chloe dengan nada datar yang meledek. Mood Melvian langsung turun, jadi tidak ada niat sama sekali untuk memperjelas penjelasannya terhadap Chloe. “Jujur saja. Mungkin kau terinfeksi zat kimia yang sudah dicampur dengan darah milik Catrolux, kemudian Blue Amaranthine-mu aktif,” lanjut Melvian seraya melanjutkan keasyikannya bermain laptop. “Terinfeksi, maksudmu? Kupikir itu hanya kekuatan yang dimiliki beberapa orang saja, begitu yang dikatakan dalam e-mail yang kau kirim padaku,” ujar Chloe. “Justru itu. Kekuatan yang diciptakan manusia, begitu kan? Yah itulah, sebuah kekuatan yang sengaja diciptakan dan diberikan pada manusia agar mereka memiliki kekuatan super begitu. Tapi memang ada beberapa manusia yang memiliki kekuatan itu
secara alami. Namun masih tertidur,” ujar Melvian lagi. Chloe manggut-manggut mendengar penjelasan Melvian yang menurutnya susah dicerna dalam keadaan seperti ini. “Lalu bagaimana dengan Catrolux?” Akhirnya Chloe memutuskan untuk merubah topik pembicaraannya dengan Melvian. Ia lebih memilih bertanya tentang keadaan Catrolux daripada ia harus dipusingkan dengan kalimat Melvian yang terlalu ilmiah menurutnya. “Oh…dia. Dari dulu memang selnya aneh jadi tak heran bagiku. Tapi sel itu sekarang jadi lebih aneh. Warnanya dulu merah memang, tapi sekarang berubah menjadi ungu kehitaman” ujar Melvian. Chloe bernapas lega mendengar Catrolux tidak apa-apa meskipun kata Melvian, perkembangan sel-nya aneh. “Chloe, aku ingin kau waspada jika sesuatu yang aneh muncul di tubuhmu ya. Aku khawatir Blue Amaranthine-mu, maksudku, ability dari Blue Amaranthine-mu aktif, oke?” Melvian memberikan sebuah peringatan bagi Chloe sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan gadis itu di dalam kamarnya sendirian. Jadi begitu…akhirnya waktu pembalasan tiba… batin Chloe, tapi, apakah aku bisa?
“I must not die now. I must finish what I’ve begun”
Street 10
Proof of Power Declaration of Duel
Beralih ke Saga City yang begitu kelam semenjak peperangan beberapa hari lalu. Markas besar Black Saga pun menjadi begitu sepi. Corvus yang merasa bersalah atas kematian Perseus, kakak Chloe, gadis yang begitu disayanginya, kini disakitinya. Ia menjadi uring-uringan dan mudah marah. Hanya ditanyai tentang keadaannya saja ia sudah marah besar. Clover sendiri sampai bingung bagaimana cara menenangkannya. Ia memang sering mengalihkan perhatian Corvus dengan Phros dan Cleptris, meskipun ia tahu kondisi tubuh Corvus bisa turun jika ia terlalu sering memberikan drugs kelas berat itu. “Sudah cukup Corvus?” tanya Clover seraya menambahkan sedikit Cleptris ke dalam cangkir kaca milik Corvus. “Jangan berisik Clover!! Biarkan aku menikmati semua ini…lagipula bukankah kau punya tugas lain yang harus kau kerjakan?” ujar Corvus yang sudah mulai mabuk. Clover menghela napas menghadapi sikap Corvus yang seperti ini. Sudah kenal dengannya semenjak ia masih begitu manis dan imut, semenjak ia begitu senang dengan mainan anak kecil yang selalu dibawanya ke kamar mandi, tapi Clover tak menyangka, sahabat lamanya itu berubah menjadi seperti itu. Ia beranjak meninggalkan Corvus yang sudah setengah tertidur di ranjangnya menghampiri sebuah laptop mini di meja kerja Corvus.
Lebih baik aku mencari tahu tentang gerakan The White Dragoon selanjutnya. Mustahil mengandalkan Corvus yang stress seperti ini untuk menyusun rencana batin Clover yang mulai mengutak-atik internet, melakukan surfing kemana-mana, mencari tahu tentang sebuah benda yang disebut-sebut memiliki kekuatan hebat untuk membunuh dewa, Blue Amaranthine. Tapi ia bernasib sama seperti Chloe dan Melvian yang awalnya juga mencari di web publik. Tak ada satu informasi pun yang menjabarkan secara lengkap tentang Blue Amaranthine. Sampai tiba-tiba, Corvus mulai berlaku aneh. Tubuhnya seperti sengaja melempar-lemparkan dirinya. Napas Corvus sudah mulai tersengal-sengal menandakan dirinya sudah tidak bisa lagi mengontrol gerakan tubuhnya. Clover terpaksa meninggalkan keasyikkannya dengan internet untuk membantu Corvus. “Corvus, kau ini kenapa?!!” tanya Clover seraya berusaha menghentikan gerakan tubuh Corvus yang mulai aneh. Badannya berguncang semakin hebat dan sebuah sinar merah keluar dari mulutnya. Bersamaan dengan hilangnya sinar itu, sebuah tanda salib kecil muncul di bagian dalam bibir Corvus. “A…apa itu?” tanya Clover bingung. “Simbol Amaranthine, Clover” jawab Corvus tiba-tiba. Sudah kembali ke kondisi normal seperti tidak terjadi apa-apa. Clover terperanjat mendapati Corvus sudah sadarkan diri seratus persen. “Simbol Amaranthine? Jadi tadi tubuhmu tak terkontrol seperti itu karena simbol ini muncul, begitu?” tanya Clover heran. “Bukan, itu tadi ability Amaranthine lain menyerangku. Dapat kutebak, itu ability suffer milik Catrolux dan tadi ia menyiksaku,” ujar Corvus. Clover masih tidak percaya dengan ucapan Corvus yang menurutnya ngelantur sekali. Sementara Corvus beranjak menghampiri laptopnya yang masih menyala setelah digunakan Clover. “Ah…maaf tadi aku…” “Tidak apa. Aku hanya ingin menghubungi Melvian, kau ingat dia kan?” tanya Corvus seraya mengetikkan nama Melvian pada alamat video call-nya. Clover
mengangguk meskipun ia tidak begitu ingat dengan cowok yang merupakan sahabat lama mereka berdua sejak lama. “Corvus…?? Sudah lama tidak bertemu, kenapa kau tiba-tiba menghubungiku?” tanya Melvian. “Melvian, apakah Amaranthine ability Catrolux sudah aktif?” tanya Corvus meyakinkan kalkulasinya yang tadi. “Yah, kemarin. Chloe juga terinfeksi, jadi sekarang adik sepupuku Amaranthine ability sudah terbangun, tapi belum aktif” jawab Melvian. Corvus mulai was-was mendengar jawaban Melvian yang ternyata juga melibatkan nama Chloe di dalamnya. Ia berpikir keras, apa langkah yang harus dia ambil selanjutnya. Ia tidak ingin membahayakan pasukannya atau musuhnya sekalipun, setidaknya jangan sampai ada yang mati. “Aku tahu!! Clover, aku ingin kau memimpin pasukan Black Saga ya selama aku tidak ada,” ujar Corvus mantap. Clover kaget mendengar permintaan Corvus itu, tapi ia memilih untuk menuruti apapun yang diminta Corvus. “Apa?! Kau mau menyerahkan dirimu pada The White Dragoon??!!” tanya Melvian heran. “Tidak semudah itu. Sebelum aku menyerahkan diriku, aku ingin menantang Catrolux dalam sebuah duel. Satu lawan satu,” ujar Corvus. Setelah setuju dengan rencana Corvus, Melvian dan Clover mulai mempersiapkan segala sesuatunya, agar rencana Corvus bisa berjalan lancar. Dan sesuai rencananya pula, besok dinihari di perbatasan antara Dual City dan Celestial City, ia akan bertarung dengan Catrolux hanya dengan Amaranthine ability. “Oh…jadi, dia ingin bertarung denganku?” tanya Catrolux pada Melvian yang berusaha menjaga sikap dihadapan cowok gagah dihadapannya. Melvian hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Catrolux. Senyum kecil yang licik terpancar dari wajah Catrolux, merasa tertantang dengan pernyataan duel Corvus terhadap dirinya.
“Ehm…Catrolux, apa kau yakin kau mau melawan Sacrossanct? Aku khawatir…” “Tenanglah, Chloe. Aku pasti bisa mengalahkannya” Catrolux memotong sebelum kalimat Chloe selesai. Saking senangnya, Catrolux menjadi tidak sabar akan segera berhadapan dengan Sacrossanct alias Corvus, adik kandungnya. Segera ia keluar dari ruangannya dan mempersiapkan segalanya untuk dinihari nanti. “Chloe…kau tahu siapa Sacrossanct sebenarnya?” tanya Melvian. “Iya…aku tahu. Orang yang membunuh Perseus….orang yang kubenci. Tapi…aku nggak yakin…aku bisa membunuhnya,” ujar Chloe. Melvian memeluk lembut Chloe yang tampak begitu galau. Melvian sendiri tak yakin, apakah Corvus sanggup melawan Catrolux yang Amaranthine ability-nya sudah aktif terlebih dahulu dan sudah menjadi kuat. Sembari menunggu waktu, Melvian berusaha meyakinkan Corvus untuk mematangkan rencananya. Seperti biasa Corvus menjawab dengan santai bahwa ia tidak akan kalah begitu saja. Sementara Chloe menghabiskan waktunya bersama Frost kucing kesayangannya di taman Previstan miliknya didampingi kedua Sarcas muda, Renji dan Sphyros. “Chloe, aku dengar Sacrossanct menantang Catrolux dalam sebuah duel ya?” tanya Sphyros enteng. Seketika itu juga ekspresi Chloe yang tadinya mulai ceria mendadak kembali menjadi dingin dan datar. Renji menyikut lengan Sphyros mengisyaratkan agar cowok itu tidak menanyakan hal yang aneh-aneh kepada Chloe. “Renji, tak apa. Memang itu benar, jadi mau diapakan lagi” Chloe beranjak dari tempatnya diikuti Frost. Sphyros merasa bersalah karena ia mengambil keceriaan Chloe begitu saja dengan sepuluh kata sederhana yang ditanyakannya kepada gadis itu. Waktu berlalu begitu cepat. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul satu dinihari. Sesuai dengan yang telah dijadwalkan Sacrossanct, Catrolux, Chloe dan Melvian berangkat menuju perbatasan Dual City dan Celestial City. Sesuai perjanjian pula, kehadiran merekat tidak boleh disaksikan kaum Dual dan Sarcas yang mayoritas berasal dari Dual City, jadi baik Sacrossanct maupun Catrolux tidak membawa Sarcas seorangpun. Dan setelah kedua pihak menginjakkan kaki di perbatasan maka duel pun segera dimulai.
“I shall emerge victorious”
Street 11
Amaranthine’s Strength The Strongest and The Weakest
Kedua pihak telah saling berhadapan satu sama lain di perbatasan yang kini akan menjadi medan pertempuran. Dari Black Saga, Corvus ditemani Clover sementara dari The White Dragoon Catrolux ditemani Melvian dan Chloe. “Kalian berdua, aku ingin kalian berada sejauh mungkin dari sini. Setidaknya jangan terlalu dekat dengan arena duel ini” ujar Catrolux seraya menepuk pundak Melvian dan menyuruhnya menjauh bersama Chloe. “Baiklah, Catrolux” jawab Melvian. “Hati-hati, ya” Setelah itu Chloe dan Melvian beranjak pergi. Chloe sempat melirik kearah Sacrossanct yang tampaknya balas menatap dirinya. Duel dimulai, Catrolux dan Sacrossanct masing-masing maju mendekat satu sama lain. “Ternyata kau punya nyali menantangku, Corvus” ujar Catrolux. “Cih…jangan meremehkanku, Catrolux” balas Sacrossanct licik. Perlahan Catrolux berputar mengelilingi Sacrossanct, memperhatikannya mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tapi mendadak Sacrossanct melancarkan ability-nya yang pertama. Pemilik Amaranthine ability jenis penghancur memiliki elemen api dan angin, sementara Amaranthine ability jenis pembunuh memiliki elemen kegelapan dan kutukan.
“Eeits!!” Catrolux berhasil menghindari serangan pertama Sacrossanct, namun ternyata tidak berhenti sampai disitu. Sacrossanct melakukan serangan beruntun dengan memadukan api dan angin. Catrolux sempat kewalahan. Ia tak bisa mencari celah untuk menyerang, sedikit saja dia lengah maka dialah yang akan terkena serangan Sacrossanct. Tak lama kemudian kesempatan yang ditunggu-tunggu Catrolux datang juga. Sacrossanct melakukan kesalahan di awal dan itu berdampak pada energinya sekarang. Ia belum terbiasa dengan kekuatan sebesar itu, tubuhnya mulai tidak seimbang dan matanya pun sudah mulai tidak dapat memusatkan dengan benar. “Sekarang…GILIRANKU!!!” Catrolux melancarkan serangannya yang pertama dan berhasil tepat mengenai dada Sacrossanct. Cowok itu terhempas kearah tembok beton di belakangnya lalu tersungkur lemah di tanah. “Bagaimana rasanya…?? JAWAB AKU!!! BAGAIMANA RASANYA??!!” bentak Catrolux keras. “Khh…hanya segitu…” Ucapan Sacrossanct seperti sengaja memancing amarah Catrolux dan membuatnya semakin geram. Sekali lagi ia melancarkan serangan elemen kutukan. Elemen yang bisa menyakiti tubuh lawan dari dalam dan membuatnya tersiksa. Dihadapannya Sacrossanct menggeliat kesakitan dan itu membuat reaksi tersendiri terhadap Amaranthine milik Chloe. “KYAA…!!!!” Chloe berteriak seraya menutup matanya. “Chloe…!!! Kau kenapa? Kenapa kau menutupi matamu??!!” tanya Melvian. Cowok berkacamata itu berusaha mengkalkulasi apa yang terjadi dengan Chloe. Ia heran mengapa tepat saat Corvus menerima serangan elemen kutukan dari Catrolux, tiba-tiba Chloe berteriak histeris seraya menutupi matanya. Ia khawatir, Amaranthine Chloe dan Corvus yang sekarang sedang berduel dengan Catrolux dalam wujud Sacrossanct, memiliki kaitan tersendiri satu sama lain. Teriakan kesakitan Sacrossanct mulai mereda begitu pula teriakan histeris Chloe. “Melvian…kenapa tadi tiba-tiba aku merasakan tekanan yang begitu kuat dalam diriku? Aku merasa takut, seperti ada di dalam ruangan yang sangat sempit” ujar Chloe.
“Ehm…mungkin….ini, kau merasakan tekanan kekuatan Amaranthine dari Sacrossanct, eh…maksudku, Corvus. Ia merasa disakiti dan Amaranthine-nya bereaksi berusaha menolongnya. Biasanya, Amaranthine yang bereaksi adalah pasangan dari Amaranthine yang memohon pertolongan.” Melvian menjelaskan panjang lebar tentang apa yang baru saja terjadi kepada Chloe. Tanpa pikir panjang gadis itu berlari keluar disusul Melvian menghampiri Catrolux yang kini berdiri tegap disamping Sacrossanct yang tergeletak lemah. “Hei…!!!” panggil Chloe. Catrolux menoleh mendengar suara khawatir Chloe dan mendapatinya sudah melesat cepat kearahnya. “Chloe, tenanglah aku tidak apa” ujar Catrolux. “Ehm…Sacrossanct kalah ya?” tanya Melvian yang napasnya sudah terengahengah akibat berlari sebegitu cepat mengikuti Chloe. Anggukan kepala menjadi jawaban mantap dari Catrolux yang kini tersenyum penuh kemenangan. Sebaliknya, Chloe dan Melvian malah tampak begitu kacau, di satu sisi mereka mengkhawatirkan Corvus tapi di sisi lain, mereka tak mungkin menunjukkan kekhawatiran mereka itu pada Corvus sekarang. Catrolux bisa marah besar karenanya. “Sekarang aku ingin dia dibawa ke Previstanku. Masukkan dia ke Guerelsva di divisi buronan” ujar Catrolux. Melvian mengangguk tak bisa mengganggu gugat keputusan Catrolux. Ia menghubungi satuan Sarcas dari Previstan Catrolux dan meminta mereka segera datang untuk menahan Sacrossanct. “Semuanya sudah berakhir, Corvus” Akhirnya duel itu dimenangkan oleh Catrolux. Singkat tapi benar-benar sesuatu yang bisa membuat Corvus ingat akan kekalahannya selamanya.
Š
Corvus masih dengan jubah hitam Sacrossanct dijebloskan ke dalam Guerelsva divisi buronan. Catrolux tidak peduli dengan keadaan Corvus sekarang, ia ingin menikmati kemenangannya bersama dengan seluruh anggota The White Dragoon, maka dia menggelar pesta besar-besaran di kediaman Peviths. Chloe dan Melvian termasuk salah satu tamu terhormat yang diundangnya. Meskipun kedua orang itu enggan menghadiri pesta tersebut mereka sudah memutuskan untuk tetap hadir. Dengan memanfaatkan keramaian mereka berdua berencana mengunjungi Guerelsva divisi buronan dengan bantuan Sphyros. “Malam, Veillesse. Kau tampak cantik sekali malam ini,” sapa salah seorang tamu undangan. Chloe hanya mengangguk seraya tersenyum meskipun dipaksakan, ia tak berusaha membaur dengan orang-orang disekitarnya meskipun biasanya ia selalu mengobrol panjang lebar, menggosip dan melakukan hal-hal yang biasa dilakukan gadisgadis kaya di Celestial City. Berbeda dengan Melvian yang terus berkutat dengan laptopnya. Ia terus mengawasi pergerakan penjaga di sekitar perimeter Guerelsva, jadi nanti saat akan menyusup akan lebih mudah baginya dan Chloe yang mengenakan pakaian megar. Tepat tengah hari, Melvian menghubungi Chloe melalui communication device yang terpasang di telinga si gadis. “Chloe sudah waktunya menyusup, aku tunggu kau di pintu utama,” ujar Melvian. “Baik, aku segera kesana. Tunggu aku ya!” bisik Chloe yang masih berada di kerumunan gadis-gadis Celestial yang sejak tadi menatap dirinya dengan kagum. Dengan susah payah, Chloe menyusup pergi dari kerumunan itu sambil mengomel. Masalahnya, ia paling benci menjadi bahan pembicaraan, meskipun sebagai bahan pembicaraan yang positif sekalipun. Gaunnya yang terlalu mewah dan megar membuatnya sulit untuk berlari. Ia tak ingin Catrolux tahu ia menghilang dari pesta. “Melvian…!! Sebaiknya kita cepat” ujar Chloe setelah berhasil bertemu dengan Melvian di pintu utama.
“Oke kalau begitu!! Sphyros sudah kusuruh menunggu di gerbang divisi” balas Melvian. Keduanya berlari secepat kilat menuju pintu utama divisi dan menemukan Sphyros sudah dengan santai melambai kearah mereka. “Yo…kalian berdua! Sesuai permintaan kalian, aku memberikan jalan agar kalian bisa menemui Sacrossanct,” ujar Sphyros. Chloe tersenyum kemudian ketiganya segera masuk, menelusuri lorong-lorong sempit berdinding metalik menuju ruang tahanan khusus. “Ini ruangannya?” tanya Chloe. “Iya...ini ruangannya. Kalian berdua masuk saja biar aku yang jaga diluar,” ujar Sphyros. Melvian menggeleng, menolak tawaran Sphyros untuk masuk. “Kalian saja yang masuk, aku akan berjaga. Dengan laptop aku lebih mudah melacak gerakan disekitar sini,” ujar Melvian. Akhirnya setelah diambil keputusan, Chloe dan Sphyros-lah yang masuk ke dalam menemui Sacrossanct. Sphyros begitu berseri-seri ingin mengetahui paras sesungguhnya Sacrossacnt. “Chloe, jujur saja, aku ingin tahu wajah sesungguhnya Sacrossanct, kalau kamu?” tanya Sphyros. “Ehm…kita tidak perlu membicarakannya,” jawab Chloe enggan. Sphyros jadi bingung dengan sikap aneh sahabatnya itu. Sampai mereka memasuki ruangan pun Chloe tidak berkomentar apapun, baru setelah menatap langsung keadaan Sacrossanct. “Sphyros…tolong buka topengnya,” ujar Chloe seraya merogoh tas kecil di tangannya. Sphyros hanya menuruti perkataan Chloe dan langsung membuka topeng Sacrossanct. Betapa terkejutnya Sphyros setelah mengetahui bahwa Sacrossanct adalah Corvus, sahabatnya sendiri. “Co…Corvus? Jadi, kau ini Sacrossanct? Orang yang telah membunuh Perseus?” tanya Sphyros terbata. Corvus menatapnya sesaat kemudian mengangguk pelan. Amarah Sphyros memuncak dan ia mulai berteriak marah.
“KENAPA
KAU
MEMBUNUHNYA??!!!
APA
HANYA
UNTUK
MENYAMAKAN DERAJAT KAUM SAGA DAN CELESTIAL BEGITU??!!!!” bentaknya kasar. “Maaf, Sphyros. Bukan maksudku membunuhnya tapi…” Belum selesai Corvus berbicara, Sphyros sudah keburu menghantam dirinya tepat mengenai ulu hatinya. Chloe memekik kaget melihat Sphyros bertindak sekasar itu dihadapannya. Melvian yang awalnya tidak peduli pun mulai sedikit demi sedikit melirik keadaan di dalam. “Sphyros…jangan, sudah cukup,” ujar Chloe pelan. “Diam!!! Ini urusanku dan Corvus, kau tak usah ikut campur,” Sphyros melarang Chloe mendekat seinci pun pada dirinya maupun Corvus. Tanpa belas kasihan sedikitpun, Sphyros menghantam tubuh Corvus terus menerus sampai cowok bermata merah itu babak belur. “Bagaimana rasanya?!! BAGAIMANA??!! SAKIT KAN??!! KATAKAN CORVUS!!!” Sphyros berseru marah masih sambil terus menghantam tubuh Corvus dengan tinjunya. “Uaargh!!!” Sementara Corvus hanya bisa mengerang kesakitan tanpa bisa melawan dikarenakan kondisinya. Chloe hanya bisa terpaku melihat situasi kacau dihadapannya. Emosi Sphyros yang tidak bisa ditoleransi lagi itu akhirnya membuat Melvian turun tangan. “Sphyros, sudah cukup!! Jangan hanya karena kesalah pahaman kau jadi gila seperti ini!!” bentaknya marah. Chloe sampai terkejut, karena baru kali ini ia melihat Melvian semarah itu kepada orang lain selain Perseus kakaknya. “Aku tahu perasaanmu tentang Perseus, tapi tolong hargai perasaan Chloe!!” ujarnya keras. Teguran keras membuat Sphyros luluh dan akhirnya memutuskan untuk pergi bersama Melvian dan membiarkan Chloe disana sendirian bersama Corvus. “Eh…Corvus!! Kamu nggak apa?” tanya Chloe khawatir. Mulut serta hidung Corvus mengeluarkan darah. Tentu saja, Sphyros benar-benar serius menghajarnya tadi.
Pandangan Corvus kosong seperti orang mati, Chloe membelai wajahnya pelan, menyeka darah yang mengalir dengan lembut dan tersenyum menyuport cowok itu. “Chloe…apa kau tidak membenciku?” tanya Corvus pelan. “Benci…? Aku tahu kau sudah membunuh kakakku, tapi aku tak bisa membencimu. Aku tidak tahu kenapa,” jawab Chloe. Ada perasaan ragu tersirat dari wajah Chloe dan Corvus merasa bersalah telah membuat gadis dihadapannya merasa begitu sedih dan galau. Dengan satu gerakan lembut, Corvus berhasil menyentuh bibir Chloe dan membuat gadis itu mundur beberapa inci dari tempatnya berada. “Maaf…aku hanya tidak bisa melihatmu seperti ini,” ujar Corvus pelan. Meskipun dalam keadaan dirantai dan babak belur, ternyata Corvus masih memperhatikan perasaan orang lain dan itu membuat Chloe merasa begitu tentram dibanding sebelumnya. “Seharusnya…ciuman ini bukan rasa darah, seharusnya manis,” ujar Chloe pelan. Corvus tak menyangka gadis yang ia pikir telah membencinya kini malah membenarkan sikapnya yang lancang. Sedikit lama mereka hanya diam memaku, bahkan bertemu pandang pun tidak mau. Setelah kejadian yang barusan keduanya merasa malu bukan main. Tapi entah apa yang terjadi, tiba-tiba Chloe dengan lembut memeluk Corvus. Cowok bermata merah itu terkejut karena mendadak Chloe memeluknya. Ia berusaha melepaskan diri perlahan karena ia masih terlalu canggung dengan keadaan seperti itu. “Chloe…kenapa?” tanya Corvus pelan. Keterbatasannya bergerak karena dirantai membuatnya tak bisa memeluk gadis itu dengan leluasa. Ia hanya bisa diam, merasakan pelukan lembut Chloe. “Corvus, kenapa kamu jadi seperti ini? Padahal saat kita bertemu kau begitu akrab dengan Sphyros. Ini semua gara-gara aku, ia jadi membencimu,” ujar Chloe. Nada bergetar terdengar jelas dari mulut Chloe. Corvus tahu gadis itu menahan tangis, ia hanya berharap Chloe tidak menangis lagi karena dirinya. Tiba-tiba hal yang tak di duga-duga terjadi.
“Oh…jadi selama ini kau membela dia ya Chloe?” tanya seseorang tiba-tiba. Karena terkejut, Chloe segera berbalik tapi karena terlalu cepat berbalik ia terpeleset dan terjatuh di pangkuan Corvus. “Oouch!! Eh…Ca…Catrolux?” Chloe menjadi gugup tak tahu harus berbuat apa. Keringat dingin mengucur deras, saking ketakutannya. Corvus membungkukkan tubuhnya mendekatkan wajahnya pada Chloe. Sikapnya tampak seperti ingin melindungi Chloe, meskipun sekarang ini keadaannya tidak memungkinkan. “Chloe, sepertinya rencana menyusupmu gagal ya. Aku menemukan mereka berdua di gerbang depan divisi buronan ini,” ujar Catrolux seraya menjentikkan jarinya. Empat orang Sarcas tingkat tinggi muncul dengan Sphyros yang babak belur dan Melvian yang tak sadarkan diri di tangan mereka. “Sphyros!! Melvian!! Catrolux apa yang kau lakukan terhadap mereka??!!” bentak Chloe marah. “Ini hukuman bagi mereka, karena telah membantumu menyusup masuk ke sini. Mereka akan dijebloskan ke penjara divisi umum. Dan kau Chloe, kau akan segera kunikahi besok.” Catrolux menyuruh beberapa Sarcas untuk memasukkan Sphyros dan Melvian ke sel dan beberapa yang lainnya ia suruh menyeret Chloe keluar dari sel tahanan Corvus. “Catrolux…berani-beraninya kau berbuat seperti itu pada Chloe,” bentak Corvus meskipun suaranya tak terdengar lantang. “Oh…kenapa kau harus ikut campur? Kau ingin merasakan…INI!!!” Catrolux melepaskan ability kutukannya terhadap Corvus. Rasa sakit yang teramat sangat menjalar diseluruh tubuh Corvus, tak heran setelah ability-nya ditarik kembali, ia memuntahkan begitu banyak darah segar. “Jangan pernah kau berani menantangku lagi, Corvus” ujar Catrolux.
“It’s time to move on”
Street 12
Black Saga The Black Saga is on the Move
Clover sudah mendapat kabar tentang tertangkapnya Corvus, Melvian dan Sphyros serta terjebaknya Chloe di dalam Previstan-nya. Ia sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Satu unit Black Black Requiem Shadow, pasukan penyusup dari Black Saga, sudah ia persiapkan untuk menolong Chloe, Corvus, Melvian serta Sphyros. Selama keempat orang itu tidak bisa ia hubungi ia berhubungan dengan Renji yang ternyata juga mengetahui pertikaian antara The White Dragoon dan Black Saga yang berkaitan erat dengan Blue Amaranthine. “Renji, kau tahu sekarang Chloe ada dimana?” tanya Clover melalui sebuah communication device. “Dia ada dikamarnya. Nyaris tak pernah keluar dari sana dan aku mulai mengkhawatirkannya. Kapan kau akan menjalankan rencanamu?” tanya Renji. Clover meneguk segelas coffe latte hangat kemudian menjawab pertanyaan Renji dengan enteng. “Nanti malam. Tapi kau harus menyiapkan semuanya agar rencana kita ini berjalan lancar,” ujar Clover. Pembicaraan selesai sampai disitu dan sesuai dengan kesepakatan, Renji mulai menjalankan rencananya. Tepat tengah malam nanti, Black Requiem Tristan akan melakukan serangan mendadak dari arah batas Celestial City langsung menuju Previstan Peviths, tempat dimana Guerelsva terletak. Kemudian separuh dari unit Black Requiem Shadow akan menyusup melalui gerbang belakang
menuju divisi umum untuk melepaskan Melvian dan Sphyros lalu terus bergerak menuju divisi buronan melepaskan Corvus. Separuh dari unit Black Requiem Shadow akan menyusup ke kediaman Celestresse dan menjemput Chloe serta Renji. Dan jika rencana berjalan lancar, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. TOK TOK TOK “Ehm…masuk saja tidak kukunci,” jawab Chloe malas. Gadis cantik itu kini sedang berebah malas di atas ranjangnya ditemani seekor kucing hitam dan I-pod pemberian Corvus. “Maaf menganggu Chloe. Aku ingin memberitahu sesuatu,” ujar Renji. Karena penasaran semangat Chloe jadi muncul. Segera ia mengangkat tubuhnya yang tadi sedang asyik berbaring ke posisi duduk dengan wajah penasaran. “Memberitahu apa? Apa Black Saga sudah bergerak?” tanya Chloe. “Ya, nanti tepat tengah malam, Clover akan menjemput kita dengan menggunakan Black Requiem Shadow, setelah itu kita bersama mereka yang ditahan akan berangkat menuju Saga City dan bersembunyi di markas utama Black Saga,” ujar Renji. Senyuman senang merekah di wajah Chloe membuat wajah Renji merona merah. Baru kali ini ia melihat ekspresi hidup Chloe muncul, setidaknya sekarang ia tahu, gadis itu masih punya emosi. “Kalau begitu, aku akan siap tengah malam nanti,” balas Chloe senang. Ia melepaskan earphone I-pod dari telinganya kemudian memasukkannya ke dalam sebuah ransel kecil berwarna hitam. Renji mengangguk kemudian meninggalkan kamar gadis itu, ia juga akan segera mempersiapkan benda-benda penting miliknya. Hari itu Chloe tampak sibuk menata barang-barangnya. Bahkan ia mempersiapkan perlengkapan Frost karena ia berencana membawa Frost pergi dari Previstan-nya juga. Hari semakin malam, langit berbintang disinari cahaya bulan purnama yang besar di arah barat daya Previstan Celestresse. Sejak siang tadi ia sudah menunggu saat-saat seperti ini, seperti yang Renji tadi bilang, Clover akan datang menjemput mereka berdua.
Sembari menunggu, ia memandangi langit di luar dan seperti ketika masih bersama Perseus ia mengucapkan harapannya pada bintang kemudian berdoa. Tiba-tiba suara “ngiing” halus terdengar dari arah bawah pelataran kamarnya. Sebuah Black Requiem mendengung halus dibawahnya dan dari dalam terlihat Clover dan Renji melambai. Isyarat bagi Chloe untuk segera melompat turun dari tempatnya. Diikuti oleh Frost si kucing hitam, Chloe melompat turun dan berhasil ditangkap sukses oleh Black Requiem yang dikendalikan oleh Clover. “Selamat datang di Black Requiem Shadow milikku, Chloe” ujar Clover. “Terima kasih Clover. Lalu sekarang kita akan kemana?” tanya Chloe. Clover menunjuk sebuah radar di bagian kiri kemudi tepat di sebuah tempat dengan tulisan Mrevist Mhyst. Sebuah lembah kosong di daerah paling gelap Saga City dan biasa disebut dengan ujung dunia. “Mrevist Mhyst? Aku pernah dengar bahwa tempat itu adalah tempat paling berbahaya di kawasan Saga City, lalu kenapa kita mau kesana?” Air muka Chloe berubah menjadi takut dan khawatir. Tapi Renji menenangkannya dan meyakinkan bahwa mereka akan lebih aman jika berada di sana. Setelah sekian kali diyakinkan, akhirnya Chloe mau mengikuti rencana. Unit Black Requiem yang lain juga sudah berhasil menolong Melvian, Sphyros dan Corvus, maka saat itu juga seluruh unit bergabung kembali dan segera bergerak menuju Mrevist Mhyst.
“Ge…gelap,” ujar Chloe dengan nada gemetar. Di hadapannya terhampar luas lembah Mrevist Mhyst yang digosipkan sebagai tempat terkutuk dimana orang-orang Saga diasingkan. Tempat itu begitu gelap diselimuti kabut.Tak ada satupun tanda-tanda kehidupan disana.
“Chloe…tenanglah, aku disini untuk melindungimu, kau tak perlu takut,” ujar Corvus seraya merangkulkan tangannya pada sang gadis. “Corvus, tapi kau sendiri sedang terluka, Sphyros dan yang lain pasti juga sudah merasa lelah, kita istirahat saja dulu,” Chloe melepaskan pelukan Corvus dengan lembut dan berbalik menghadap cowok itu. “Chloe benar. Lagipula kita punya pos disini ya kan?” sambung Melvian yang sudah kembali asyik dengan laptopnya. Malam yang gelap memang terlalu berbahaya untuk melanjutkan perjalanan ke Mrevist Mhyst, jadi Corvus sebagai pimpinan pasukan memutuskan untuk mengambil waktu istirahat sejenak. “Corvus…kau ini…masih nge-drugs ya?” tanya Chloe gugup. “Ehm…sebenarnya sih ya. Buatku nge-drugs itu hal biasa. Bukan begitu Sphyros?” tanya Corvus pada Sphyros yang tengah bersantai di atas sebuah sofa kecil berwarna merah. Cowok berambut spikey berwarna coklat hazel itu mengiyakan ucapan Corvus dan menegak sebotol Cleptris. “Memang iya, Corvus. Tapi kau harus tahu, tubuhmu terlalu lemah menerima zat adiktif Phros dan Cleptris terlalu banyak, jadi jangan overdosis,” ujar Sphyros enteng. Corvus mendengus kesal mendengar kritikan temannya itu. Ditambah suhu udara yang semakin lama semakin panas. Corvus menjadi semakin jengkel saja, Cleptris dan Phros tidak mungkin ia habiskan saat itu juga, meskipun ia sudah habis dua botol dan dua bungkus Phros hari itu. Pos tempat mereka berteduh malam itu memang tidak terlalu lebar. Lebih mirip pondok dibandingkan dengan pos. Tapi tempat itu cukup memiliki persediaan yang banyak untuk semua orang. Cuaca yang semakin dingin dan hari yang sudah semakin larut membuat Chloe tertidur pulas di sofa tempat Sphyros duduk tadi. Di sampingnya Melvian sambil sedikit terkantuk-kantuk, masih menyusun strategi dan informasi dalam laptopnya. Corvus, Sphyros dan Renji berada di luar, mengecek keadaan mesin Black Requiem masingmasing. Biasanya di cuaca dingin begini mereka harus mengosongkan NOS-nya agar tidak membeku saat dalam keadaan mati. Seusai memeriksa, Renji memilih masuk dan
beristirahat di dalam karena ia tidak begitu tahan dengan udara dingin. Sementara Corvus dan Sphyros, menghabiskan malam berdua di luar, ngobrol sana sini tidak jelas. “Kau ini gila ya?” tanya Sphyros tiba-tiba. “Gila…kenapa? Aku tidak melakukan apa-apa yang aneh bukan?” balas Corvus seraya mendekap tubuhnya sendiri agar hangat. “Dari seorang pecandu berat dan seorang perampok ditambah seorang Street Dancer. Sekarang, kau menjadi pimpinan kaum Saga. Tapi yah…kau tidak berubah sedikitpun, seorang pecandu sejati,” ujar Sphyros seraya menepuk pundak Corvus. Mereka berdua tertawa mengenang masa lalu mereka saat mereka masih merampok demi mendapatkan Xith dan demi hidup mereka. Mereka menikmati kebebasan di Saga City, meskipun mereka dianggap kotor dan dibenci, tapi mereka lebih bahagia saat sedang bersama. “Aku ingin…perang ini ditunda sementara, aku ingin kembali ke kota dan menikmati masa-masa seperti dulu,” ujar Sphyros. Corvus tersenyum mendengar pernyataan sahabatnya itu. Memang benar, ia sendiri mulai merasa kangen pada kehidupannya yang dulu. “Dan harapanmu itu terkabul!!” ujar Clover yang tiba-tiba muncul entah darimana. “Clover?! Apa maksudmu?” tanya Corvus dan Sphyros nyaris bersamaan. “Well…The
White
Dragoon
berhenti
bergerak
sementara
dan
mereka
mendeklarasikan perang dingin. Jadi kita tidak perlu menyerang terlalu sering,” ujar Clover santai. Kabar yang menggembirakan bagi kedua kaum Saga itu. Rasanya sudah hampir beberapa bulan mereka tidak menikmati masa-masa mencuri Xith, bekerja sebagai DJ atau Street Dancer, atau bahkan seorang Racer. Dan akhirnya harapan mereka untuk kembali ke masa itu tercapai, dengan di deklarasikannya perang dingin oleh The White Dragoon. Akhirnya Corvus memutuskan untuk kembali ke pusat Saga City dan menjalani
kehidupan seperti biasa lagi. Tapi kali ini tidak hanya dirinya, Sphyros dan Clover. Tapi juga Melvian, Renji dan Chloe sebagai bagian dari tim mereka sekarang.
“I am back to who I was. I am back to my World”
Street 13
Saga City Core of the Amaranthine
Esok harinya, keenam member Black Saga menjalani rutinitas mereka seperti biasa di Saga City. Mereka juga masuk ke sebuah sekolah bernama Dranoid. Corvus masih tetap bekerja di tempat Feltris, Chloe dan Sphyros pun masih sering mengikuti berbagai macam Street Race dan tentu saja memenangkannya, Renji sekarang ikut bekerja bersama Corvus di bar milik Feltris sebagai seorang DJ, dan terakhir Melvian, ia sibuk mendesain sendiri game-nya di kediaman Corvus yang baru saja dihadiahkan Feltris. Kegiatan mereka saat siang berbeda dengan saat malam hari. Corvus dan Sphyros mengajari Chloe dan Renji cara mencuri Xith. Tak disangka keduanya belajar begitu cepat, bahkan penghasilan Xith mereka bertambah dua kali lipat. “Corvus!! Aku baru saja membeli ini!!” ujar Chloe seraya menunjukkan kaset game online pada Corvus yang baru dibelinya dengan Xith yang ia dapat. “Core of the Amaranthine? Game baru ya? Aku nggak pernah lihat yang satu ini” ujar Corvus seraya membalik-balik bungkus kaset tersebut. “Core of the Amaranthine” sebuah kaset game online yang bisa dimainkan di platform apapun. Setidaknya begitulah yang tertulis di cover-nya. “Aku ingin memberikannya pada Melvian untuk dicoba. Dia kan paling mengerti tentang game” ujar Chloe senang. Tak pernah ia seceria itu sebelumnya. Apakah
mungkin karena sekarang ini ia kembali menjalani kehidupan yang biasa dan lazim bagi remaja sepertinya. “Jadi, ayo pulang sekarang!” ujar Chloe seraya menarik lengan Corvus. Corvus menghela napas kesal, karena rencananya jalan berdua saja dengan Chloe gagal lagi garagara sebuah kaset game. Tapi karena Chloe yang meminta, akhirnya ia menurutinya. Mereka berdua kembali ke kediaman Corvus dan pergi menemui Melvian. “Melvian, kami pulang” sapa Chloe seraya memeluk sepupunya itu dari belakang. “Wah…!!! Chloe, Corvus, bukankah kalian seharusnya masih jalan berdua ya?” tanya Melvian bingung. Chloe tersenyum kemudian merogoh tas ranselnya dan mengambil sebuah kantong berisi kaset game yang tadi dibelinya di Virdia Mall. “Nih, aku ingin coba memainkannya, jadi tolong install di laptop-ku ya” ujar Chloe. Kemudian ia menarik dasi Corvus yang sengaja dibuat longgar dan menyeretnya ke ruang makan. Melvian mengedipkan mata, memberitahu Corvus bahwa itu kesempatan besar bagi dirinya. Corvus hanya nyengir, ia terlalu malu untuk menanyakannya sekarang, apalagi, Chloe belum juga melepaskan cincin tunangannya dengan Catrolux. Sementara itu Sphyros, Clover dan Renji sedang menikmati tongkrongan mereka di sekitar Alley. Mereka baru saja berhasil mencuri beberapa kantong Xith dan sekarang mereka sedang menghitung hasilnya. “Lumayan nih! Bisa buat nambah NOS dan beberapa komponen untuk Black Requiem milik kita” ujar Clover yang memang ahlinya dalam merancang dan menyusun ulang mesin. “Tak sia-sia kita hari ini pulang lebih awal dari sekolah,” Sphyros menyeka keringat yang menetes di keningnya akibat baru saja melarikan diri dari Sarcas divisi Under. Tiba-tiba ponsel milik Renji berbunyi dan yang menghubunginya adalah Melvian. “Hei kalian bertiga sekarang dimana?” tanyanya. “Kami…di dekat Virdia Mall, kenapa memangnya?” tanya Renji seraya kembali mengantongi bagian dari Xith yang menjadi miliknya.
“Aku disuruh Chloe meng-install game online terbaru, Core of the Amaranthine, tapi aku kekurangan client-nya, tolong kalian cari seri empatnya ya. Nanti kuganti deh biayanya” pinta Melvian dengan nada memelas. “Tentu saja dengan senang hati akan kami carikan” balas Renji. Obrolan singkat itu membuat Sphyros dan Clover penasaran. Apa saja yang dari tadi dibicarakan Renji dengan seseorang dalam ponsel-nya. “Siapa Renji?” tanya Sphyros. “Melvian. Dia minta tolong dibelikan client-nya Core of the Amaranthine yang seri empat. Soalnya Chloe minta di install di laptopnya, tapi client-nya kurang” jawab Renji enteng. Sphyros hanya bisa mengatakan “oh” singkat karena ia tak begitu mengerti tentang game. Tapi Clover, wajahnya sudah secerah sinar matahari, sepertinya ia tahu tentang game baru itu. Untung saja ada Clover yang seorang pecinta game jadi mereka bisa menemukan game client yang benar. Setelah puas mencuci mata di Virdia Mall usai membeli game client mereka bertiga pulang kembali ke kediaman Corvus. “Kami pulang!” sapa ketiganya bersamaan. Tak disangka, yang menyambut mereka adalah Frost si kucing hitam. Ia mengeong manja dan menggosokkan tubuhnya di kaki Clover. “Hai kucing manis. Bisa tunjukkan dimana Melvian sekarang?” tanya Clover seraya mengelus lembut kucing itu. Tentu saja dengan senang hati Frost menunjukkan keberadaan Melvian. Maklum, Frost memang mudah akrab dengan teman-teman dekat Chloe. Hebatnya lagi, Frost mempunyai insting yang bagus, ia bisa membedakan niat seseorang, apakah itu baik atau buruk. Kucing itu berlari-lari kecil menyusuri ruang tamu yang sempit, menaiki tangga menuju lantai dua dan memasuki sebuah kamar di ujung koridor sebelah kiri. “Yo, Melvian!! Nih game client-nya. Omong-omong, sejak kapan sepupu perempuanmu itu suka game seperti ini?” tanya Clover.
“Entahlah. Mungkin karena cowok di cover depannya mirip dengan Perseus dan Corvus, nih lihat saja sendiri” jawab Melvian, masih fokus memandang layar laptop milik Chloe yang masih menunjukkan jendela installing, please wait. Clover cekikikan sendiri melihat cover game itu. Menurutnya orang yang membuat game itu seperti mengetahui apa yang terjadi sekarang antara Black Saga dan The White Dragoon, juga tentang Amaranthine. Tapi ia sendiri tidak curiga dengan game tersebut. Padahal di saat seperti ini, di saat perang dingin, segala sesuatu patut dicurigai. “Ehm…Chloe dan Corvus mana ya?” tanya Clover seraya meletakkan CD game tersebut di samping laptop. “Entah…cari saja di kamarnya” ujar Melvian enteng. Clover mengangkat bahu kemudian pergi meninggalkan Melvian yang masih sibuk mengotak-atik client game baru yang baru saja dibeli oleh Chloe dan Clover. Sementara itu Renji dan Sphyros sedang menikmati makan siang di ruang makan dan tentunya dengan makanan yang disediakan oleh Feltris. Kakak Sphyros itu memang ahli dalam hal kuliner. Masakannya bahkan mengalahkan koki terbaik Celestial City. Tapi Feltris tidak mau merekomendasikan dirinya di Celestial dengan alasan ia masih harus merubah cara hidupnya yang menyukai Phros, Cleptris atau kehidupan malam di daerah Alley. Clover merasa mencari Chloe dan Corvus nanti saja. Lagipula mereka berdua pasti nanti akan turun untuk makan siang. Siapa sih yang tidak mau menikmat masakan buatan Feltris yang super lezat itu. “Hei guys!! Menu siang ini apa?” tanya Clover seraya menarik sebuah kursi kemudian duduk diatasnya. “Kakak membuat masakan favorit Corvus. Chilli Pasta dan Athena Plate” ujar Sphyros. “Bukannya kau juga suka? Tuh dari tadi ngeliatin Feltris masak” ujar Renji. Wajah Sphyros memerah karena malu. Memang makanan favorit dirinya dan Corvus sama. Dan biasanya ia tidak mau berbagi dengan yang lain. Entah apa sekarang ia mau berbagi dengan yang lainnya. “Clover, mana Chloe dan Corvus?” tanya Feltris.
“Kata Melvian sih mereka di kamar. Mau kupanggilkan?” tanya Clover. Feltris tersenyum kemudian mengangguk. Clover menggeser mundur kursinya dan beranjak ke lantai atas hendak memanggil Chloe dan Corvus. Kamar Chloe menjadi tujuan utama baru setelah itu kamar Corvus. TOK TOK TOK “Permisi, Chloe. Boleh masuk?” tanya Clover. Tak ada yang menyahut dari dalam, sepertinya sedang tidur atau sedang mandi. Karena penasaran, Clover masuk begitu saja, tapi ia tidak menemukan siapapun di dalam kamar itu. Di sana hanya ada Frost yang sedang malas-malasan di atas ranjang Chloe. “Frost? Chloe mana?” tanya Clover. Bicara seperti itu pada Frost layaknya kucing itu tahu maksudnya. Yang pasti kucing itu hanya menguap lebar tidak peduli. Akhirnya Clover terpaksa meninggalkan kucing itu di kamar dan pergi ke kamar Corvus setelahnya. Ia mengetuk beberapa kali, tidak ada jawaban dari dalam. Seperti yang tadi ia lakukan saat mengunjungi kamar Chloe, ia langsung menerobos masuk. “Corvus….kau sedang tidur ya?” bisik Clover seraya menghampiri ranjang yang terlihat menonjol. Sudah pasti itu Corvus yang sedang tidur. Karena sejak awal Clover itu bandel, ia hendak mengusik Corvus dari dekat. Namun setelah ia mendekat, sesuatu membuatnya terpaku kaget. Ia hanya bisa memandang diam melihat Corvus tertidur pulas masih dengan seragam, tapi kancing bajunya sudah terbuka separuh dan disampingnya, Chloe juga tertidur, juga dengan seragam yang kancingnya sudah terbuka separuh. “Eeeee…rasanya lebih baik aku keluar deh. Rasanya aku harus bilang ke yang lain soal ini” bisik Clover pelan. Sangat mengejutkan melihat kedua sahabatnya itu tidur seranjang dalam keadaan seperti itu. Corvus pasti sudah terlalu lama mengikuti pergaulan jalanan yang kurang baik menurutnya. Segera ia meninggalkan kamar tidur Corvus dan kembali ke ruang makan. Ternyata di sana, Melvian sudah bergabung dengan yang lainnya. Di sampingnya, sebuah laptop berwarna hitam dengan layout tribal putih tertutup rapi dalam keadaan mati.
“Lho…Clover? Mana Corvus sama Chloe? Bukannya tadi kamu memanggil mereka berdua ya?” tanya Renji yang masih memandang aneh kearah Sphyros yang sibuk menyeruput Chilli Pasta buatan kakaknya. Melvian pun juga tampak menikmati beef berlapis saus mayones buatan Feltris. Bagaikan berada di istana. Menu seperti itu memang termasuk menu mewah di Saga City yang ekonominya menengah ke bawah. “Mereka masih tidur. Ehm…anu…Feltris, Renji, Sphyros, Melvian, aku ingin memberitahu sesuatu pada kalian” ujar Clover. “Apaan sih Clover? Kok kayaknya penting banget?” tanya Melvian yang masih terus melahap daging beef pedas dihadapannya. Clover memberi isyarat pada semuanya untuk mendekat padanya. Ketika semuanya sudah mendekat, Clover memberitahukan pada mereka semua tentang apa yang tadi ia lihat di kamar Corvus. Seperti dugaannya, reaksi kawan-kawannya juga sama seperti dirinya saat pertama kali melihat hal tersebut. “Aku harus bicara dengan Corvus” ujar Sphyros seraya beranjak dari tempat duduknya. Feltris merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Ia mengenal sifat adiknya yang begitu protektif terhadap Chloe. Sphyros menyukai Chloe, tapi ia tahu diri. Ia tahu Corvus menyukai Chloe, begitu juga Chloe. Gadis itu menyukai Corvus sejak pertama bertemu. Tapi ia tidak suka jika Corvus melakukan sesuatu pada Chloe, apalagi, sahabatnya itu melakukan sesuatu yang biasa ia lakukan dulu saat masih tinggal di jalanan. BRAAK “CORVUS!!!” Sphyros mendobrak pintu kamar Corvus diikuti oleh Clover dan Feltris. Di dalam Corvus dan Chloe sudah bangun. Mereka berdua duduk berjauhan. Tampak jelas di wajah Corvus dan Chloe bahwa mereka benar-benar malu dengan apa yang baru saja terjadi. “Ka…kalian berdua…sudah bangun?” ucap Sphyros pelan.
“Sphyros…tunggu, jangan salah sangka dulu…aku…aku…” Belum selesai Corvus bicara, tiba-tiba Sphyros mengangkat kerah baju Corvus. Chloe yang ada beberapa senti dari Corvus segera bereaksi. “Sphyros…tunggu-tunggu. Dengarkan dulu, sebenarnya kami tidak melakukan apapun!! Tadi kami berdua minum Cleptris, lalu mabuk dan akhirnya tertidur pulas” ucap Chloe sambil terus menahan tangan Sphyros yang sudah mengepalkan tangannya. “Jadi, kalian tidak melakukan apapun kan?” ujar Clover dan Feltris khawatir. “Iya, aku berani sumpah. Kita berdua tidak melakukan apapun!!” ujar Corvus. Akhirnya Sphyros melepaskan genggamannya, emosinya sudah mulai mereda. “Baiklah kalau begitu. Lebih baik kita lanjutkan makan siang kita!!” ajak Sphyros yang mendadak menjadi ceria. Corvus dan Chloe menghela napas lega setelah mendengar keputusan Sphyros. Kembali di ruang makan, Melvian dan Renji yang tadi tidak ikutan ke atas, kini sedang menikmati secangkir teh hangat. “Hai, sudah kembali? Jadi?” tanya Renji dengan posisinya yang begitu royal, sedang mengaduk teh hangat. “Yah…ternyata mereka berdua hanya mabuk” ujar Feltris. Renji menganggukangguk mengerti. Kemudian ia kembali menikmati tehnya. Chloe yang duduk disamping Corvus merubah arah pembicaraan ke game yang ia beli tadi. “Jadi, gimana game-nya, Melvian?” tanya Chloe sedikit tegang. “Bisa nih!! Aku juga install di laptopku, laptop Renji, laptop Clover, laptop Corvus dan laptop Sphyros. Jadi kita bisa main online bareng” ujar Melvian seraya menyerahkan laptop kepada pemiliknya masing-masing. “Oya, setelah aku baca di guide book-nya di internet, ternyata ada controller tiga dimensi yang bisa membuat kita berada di dalam permainan!” ujar Melvian yang tampak excited.
“Beneran nih? Wah asyik dong!! Feltris, kami bisa titip beliin nggak alat itu?” pinta Chloe manis. Tentu saja Feltris mengiyakan permintaan gadis itu. Ia segera beranjak pergi ke pertokoan terkenal di daerah itu untuk membeli alat yang diminta Chloe dengan sepasang roller blade. Tak sampai satu jam Feltris sudah pulang dengan enam alat bernama Cyborg Black Intel dalam sebuah kantong bertuliskan “X Station”. “Nih, yang kamu minta. Harganya ternyata tidak begitu mahal ya” ujar Feltris seraya menyodorkan sebuah kantong plastik bertuliskan “X Station” pada Chloe. “Ini alatnya? Cyborg Black Intel…namanya keren!! Bentuknya juga!!” ujar Sphyros yang duduk disamping Chloe. Karena sudah tidak sabar lagi mencoba, keenam remaja itu segera mengaktifkan game online dan memulai permainan seru mereka.
“What is this place? Is it reality or just a game?”
Street 14
Core of the Amaranthine Game Crisis
Sebuah tempat dengan gedung-gedung tinggi berdiri megah. Lampu-lampu indah menyala menghiasi malam di kota tersebut. Sepertinya itu bukan tempat yang ada di Lyth vi Gillgatross. Jalan-jalan dipenuhi oleh banyak orang berpakaian retro, musik-musik hip hop terdengar disekitarnya. Beberapa orang juga sedang melakukan Street dance di pinggiran jalan. Corvus muncul di game itu di dalam sebuah toko kaset yang penuh sesak oleh orang. “Gawat…aku belum pernah ada di tempat seperti ini. Lalu gimana aku bisa main?” ucap Corvus pada dirinya sendiri. Tiba-tiba sebuah kotak dialog guide muncul di layar. Tertulis disitu bahwa Corvus harus menemukan seorang laki-laki bernama Dave yang bekerja di toko kaset itu dan meminta sebuah black card dan white device padanya, baru ia bisa melanjutkan perjalanan ke luar dari toko kaset itu. Sesuai petunjuk tadi, Corvus mulai berjalan mengitari toko itu mencari seseorang bernama Dave. Karena bingung akhirnya ia terpaksa bertanya pada seorang NPC di sekitar situ. “Maaf, aku mau tanya, orang yang namanya Dave dimana ya?” tanyanya. “Oh, kau mencari Dave? Dia disana” ujar NPC itu. Corvus segera menghampiri seorang cowok yang berada di dekat sebuah rak kaset.
“Permisi, apa benar kau Dave?’ tanya Corvus. Laki-laki itu mengangkat kepalanya kemudian tersenyum dan mengangguk. “Ada perlu apa ya?” tanyanya enteng. Corvus kemudian menjelaskan maksudnya mencari Dave. Meskipun dasarnya ia tidak tahu kenapa ia harus meminta black card dan white device pada Dave. Apa kegunaan alat itu pun, Corvus tidak tahu. “Oh, itu. Sebentar aku ambilkan dulu,” ujar Dave. Sembari menunggu Dave, Corvus melihat-lihat sekeliling dan mendapati sebuah kaset berjudul Blue Amaranthine. Karena penasaran ia mengambil kaset tersebut kemudian membaliknya. Tidak ada judul ataupun tulisan tentang kaset ini. Lalu buat apa dijual? batin Corvus heran. Toko kaset yang aneh, ditambah lagi, kaset berjudul itu hanya ada satu, dan tidak ada satupun orang yang merasa aneh dengan itu. “Oi bocah, nih barang yang kau minta. Rupanya…gamer baru.” Tiba-tiba Dave sudah berada di belakang Corvus, menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam dan sebuah benda mirip dengan Nintendo pada Corvus. “Ini untuk apa ya?” tanya Corvus bingung. Dave tidak menjawab melainkan malah menyuruhnya keluar dari toko kaset itu. Akhirnya Corvus terpaksa keluar dari tempat itu tanpa jawaban yang pasti. Ia memandangi benda-benda pemberian Dave dengan bingung. Apa gunanya benda-benda ini? Aku nggak mungkin bisa menggunakannya jika tidak tahu apa gunanya batin Corvus bingung. Ia melangkah keluar dari toko kaset dan mendapati pemandangan indah kehidupan malam di kota besar tersebut. Corvus hanya bisa memandang sekeliling dengan bingung. Ia tidak akan beranjak dari tempatnya jika saja Sphyros tidak memanggil dirinya. “Oi! Corvus, akhirnya ketemu juga. Dari tadi aku mencarimu, tapi aku malah bertemu seorang cowok eksentrik bernama Averis.Dia memberiku ini,entah buat apa,” ujar Sphyros “Aku juga diberi benda seperti itu oleh cowok yang bekerja di toko kaset ini,” ujar Corvus seraya menunjukkan benda yang di dapatnya. Keduanya saling menatap satu
sama lain. Berpikir keras, apa yang harus mereka lakukan sekarang, sampai Sphyros ingat tentang guide di layar. “Corvus!! Guide di layar, itu bisa memberitahu kita apa yang harus kita lakukan selanjutnya!!” ujar Sphyros senang. Corvus segera mengecek layar laptopnya dan mendapati sebuah kotak dialog guide kembali muncul. Kali ini guide menyuruh mereka untuk menyusuri seluruh jalanan bernama “Shibuya” dan mencari informasi tentang sebuah guild Street Dancer di sana. “Guild? Shibuya? Aku tidak pernah dengar tentang kota ini,” ujar Corvus yang masih menatap kotak dialog. Membaca ulang semua informasi di dalamnya agar ia paham. “Kau ini bagaimana sih? Shibuya, sebuah kota di Jepang yang berada di bumi, jika kau pernah membaca buku tentang “Rahasia Dunia” kau pasti tahu. Kau benar-benar tidak pernah dengar?” tanya Sphyros lagi. Corvus melengos setelah dikritik begitu oleh Sphyros. Ia lebih memilih untuk segera menjalankan misi yang tertulis di guide. Kedua orang itu menyusuri jalanan yang ramai dengan orang-orang berpakaian ngejreng, melewati jalan-jalan yang tampak berkelip diterangi nyala lampu yang menyala terang hampir di setiap sudut gedung maupun jalan di sekitar situ. Tak seberapa jauh mereka berjalan, tiba-tiba Corvus menghentikan langkahnya, membuat Sphyros yang sedang asyik memperhatikan sekelilingnya menabraknya dari belakang. “Corvus!! Kenapa kau berhenti tiba-tiba sih?” tanya Sphyros. “Di lorong itu sepertinya ada sesuatu. Ayo kita coba lihat!!” ujar Corvus seraya berlari menuju lorong yang dimaksudnya. Sphyros hendak menolak tapi karena Corvus sudah lari duluan, akhirnya dia terpaksa mengikuti cowok itu. Sepanjang lorong terdengar suara-suara musik hip hop yang cukup keras. Terkadang hip hop berganti menjadi musik remix. Sphyros dan Corvus terus berlari menyusuri lorong gelap itu mengikuti suara musik yang semakin lama terasa semakin dekat. “Menurutmu, suara musik itu darimana?” tanya Corvus bingung.
“Jika kau tanya padaku, lalu aku tanya siapa?” tanya Sphyros. Pertanyaan Corvus terjawab setelah mereka berdua sampai di ujung lorong tersebut. Seorang gadis berpakaian serba hitam dengan rambut pink kusam sedang bertarung melawan gamer. Gadis itu berhasil mengalahkan gamer tersebut dengan mudah. Saat itu juga, di layar Corvus dan Sphyros, gadis itu berpendar sebentar kemudian keadaan kembali remangremang dan baju gadis itu sudah berubah menjadi pakaian yang biasa digunakannya. “Hebat juga tuh cewek. Beginner atau sudah Intermediate ya?” bisik Sphyros pada Corvus. Bisikan itu ternyata terdengar oleh gadis yang masih sibuk memasangkan sesuatu di ikat pinggangnya. “Sphyros, ini aku, Chloe!! Kita semua masih di level beginner,” ujar gadis itu tiba-tiba. Ternyata gadis yang tadi asyik bertarung adalah Chloe si gadis Celestial. Corvus dan Sphyros manggut-manggut melihat si gadis ternyata mahir bermain game online seperti itu. “Wah…ternyata kau bisa menguasai game seperti ini dengan cepat ya?” ujar Sphyros tak percaya. “Lho, kalian memangnya tidak tanya-tanya ke NPC. Mereka memberi kita cukup informasi, jadi kita nggak bakal kesulitan,” ujar Chloe sambil masih berusaha memasangkan white device-nya di ikat pinggang. “Yah, kami sedikit bingung. Habisnya, guide-nya menyuruh kita mencari Street Dancer guild,” ujar Corvus seraya berjalan menghampiri sebuah kotak kayu yang cukup besar dan duduk diatasnya. Chloe dan Sphyros turut duduk di sampingnya, mengistirahatkan diri sebentar setelah melewati beberapa kesulitan di awal permainan. “Nah, sambil kalian beristirahat, aku akan menjelaskan tentang game ini!! Bagaimana?” ujar Chloe menawarkan bantuannya. “Boleh banget tuh!! Daripada kita bingung lagi,” ujar Sphyros seraya menyikut Corvus yang memang dari tadi sok tahu. Chloe berdehem seperti hendak berpidato,
senyuman cerah muncul di wajahnya, entah apakah karena ini di game atau memang Chloe yang asli juga tersenyum. “Level awal, status kita mencukupi kok untuk beginner. HP kita standar untuk beginner, SP juga, lalu kita sudah bisa menggunakan weapon kelas rendah. Aku memilih menggunakan tipe senapan, dual-gun. Tipe lain adalah pedang dan cakram, kalian pilih saja diantara tiga itu,” ujar Chloe penuh semangat. Corvus mengangkat tangan layaknya seorang siswa sekolah yang ingin bertanya. “Weapon itu beli kan? Lalu bayarnya pake apa?” “Mata uang dalam game ini adalah yen, mata uang Jepang. Di level awal kita memiliki yen sebanyak lima ribu yen. Weapon kelas rendah cukup murah kok. Lalu, fungsi dari black card dan white device. Berfungsi untuk kita berevolusi sementara waktu dan menciptakan ruang khusus untuk bertarung, dalam jangka waktu tertentu. Level awal card dan device kita adalah Black, yang nanti akan berlanjut ke level Red sampai terakhir Final. Form evolusi kita pun akan berbeda-beda setiap peningkatan level. Mengerti sampai disini?” tanya Chloe. Sphyros dan Corvus hanya mengangguk-angguk sambil melongo memperhatikan Chloe yang sudah seperti game master disini. Chloe menjelaskan banyak lebar tentang peningkatan level sampai cara mereka bertarung. Masing-masing karakter memiliki ciri sendiri dalam mengontrol musuhnya. Chloe menggunakan aliran musik hip hop dan tehnik remix. Sementara Corvus dan Sphyros menggunakan aliran yang sama yaitu hip hop dan punk rock, sesuai yang tertulis dalam status bar mereka. Chloe juga menjelaskan maksud daripada guild. “Guild merupakan sebuah tempat perkumpulan sekelompok PC yang memiliki keahlian sama. Aku merekomendasikan diriku dalam guild Racer dan akhirnya aku diterima menjadi guild daimyo. Artinya, aku punya anak buah dalam guild Street Racer,” ujar Chloe senang. “Lalu, jika kita bebas memilih guild mana yang kita inginkan, kenapa guide ini menyuruh kita ke guild Street Dancer?” tanya Sphyros bingung.
“Mudah saja, mungkin ada yang merekomendasikan kalian. Yah, kalian kan cocok jadi Street Dancer, mana ada sih guild daimyo yang tidak mau guild-nya jadi terkenal karena anggotanya keren?” Chloe kemudian melenggang pergi keluar dari lorong sempit itu, kembali menuju pusat jalan Shibuya yang ramai, disusul oleh Sphyros dan Corvus. Mereka bertiga terpaksa berjalan bersama menikmati keramaian kota menuju guild Street Dancer. Sepanjang perjalanan, Chloe terus-terusan nempel pada Corvus, Sphyros sudah tidak begitu terganggu dengan sikap kedua sahabatnya itu. Entah karena ia merasa ini hanya game atau memang Sphyros yang asli juga sudah mulai merasa seperti itu. Mendadak, seluruh lampu pertokoan dan lampu jalan di Shibuya padam dan suasana menjadi begitu gelap. Terdengar suara-suara orang yang memadati jalan itu. Suara mereka terdengar takut dan khawatir. Sphyros dan Corvus tentu saja langsung mengapit Chloe diantara mereka. Berhubung mereka belum punya senjata, jadi mereka tahu mereka tidak akan bisa berevolusi. “Ada apa ini sebenarnya?” tanya Corvus bingung. “Entahlah, Corvus!! Kau kira aku yang membuat game ini? Aku tahu seharusnya aku tidak main game ini,” keluh Sphyros. Ketiganya benar-benar berdempet saking takutnya terpisah satu sama lain. Suasana gelap itu tidak bertahan lama sampai salah satu TV raksasa di gedung terbesar jalanan Shibuya memunculkan gambar peta Lyth vi Gillgatross. Kotak dialog guide tiba-tiba memberi perintah pada Chloe, Sphyros, Corvus dan beberapa PC yang sedang online untuk segera menuju ke sebuah gedung berlambang Celestial. Segera mereka semua berlarian melewati kerumunan orang yang cukup menjadi halangan bagi mereka untuk bergerak cepat. Chloe, Corvus dan Sphyros pun akhirnya terpisah tanpa sengaja di tengah kerumunan itu. Namun mereka tetap berlari menuju gedung yang ditunjuk. Sesampainya di gedung itu, hanya beberapa orang saja yang berhasil masuk ke sana. “Corvus!! Sphyros!!” Chloe memanggil-manggil kedua sahabatnya di tengah kebingungan para PC yang tidak tahu menahu tentang apapun dalam game tersebut. Gadis itu terus mencari dan memanggil, namun sepertinya mustahil mereka mendengar teriakan Chloe di tengah keramaian yang seperti itu. Lampu kembali menyala, kegiatan
malam di Shibuya kembali normal. Chloe tidak berhasil menemukan Sphyros dan Corvus, tapi ia bertemu dengan Clover, Renji dan Melvian. “Melvian!!” “Chloe??!! Kenapa kau sendirian?” tanya Melvian yang kemudian sukses ditabrak oleh Chloe. Gadis itu memeluk Melvian begitu erat, seperti sudah lama tidak bertemu, padahal baru beberapa jam saja dalam game tidak bertemu sudah seperti itu. “Tenanglah Chloe!! Jika kau tidak tenang, kau tidak akan menemukan Cyborg team-mu!” ujar Clover. “Cyborg team? Apa itu?” Chloe mengangkat salah satu alisnya dengan heran. Renji tersenyum kemudian menjelaskan bahwa sekali ia bergabung dengan dua orang lain, orang tersebut akan menjadi satu tim yang dinamakan Cyborg team. Cyborg team ini harus bekerja sama untuk menjalankan misi yang diberikan guide pada mereka. Chloe bisa langsung mengerti maksud Renji dan segera ia meninggalkan ketiga sahabatnya itu untuk mencari Corvus dan Sphyros. “Chloe!!” panggil seseorang tiba-tiba. Chloe memalingkan wajahnya, mencaricari suara yang memanggilnya. Ternyata itu Corvus dan Sphyros, mereka sudah berlari menghampiri Chloe dengan wajah khawatir. “Kau tidak apa-apa kan?” tanya Sphyros seraya menggenggam erat tangan Chloe, sementara Corvus menyusul di belakang Sphyros. “Yah, kalian sudah dengar tentang Cyborg team?” tanya Chloe. Kedua cowok itu mengangguk, sepertinya mereka sudah mendapat informasi tentang sistem tim di game itu. Setelah berhasil bertemu mendadak sebuah suara dari room speaker di ruangan itu mulai berbicara. Seseorang mengumumkan apa yang akan terjadi setelah ini. Orang itu menyuruh seluruh PC yang ada di ruangan tersebut untuk mengikuti perintahnya. Orang tersebut menyuruh mereka semua untuk membuka status bar mereka di device masingmasing. Ia berkata, jika salah satu dari status bar terdapat simbol angka tiga belas, maka
orang itu merupakan yang terpilih untuk menyelesaikan game ini. Dan jika tidak berhasil, semua PC yang memainkan game ini akan terjebak selamanya dalam game. “Corvus, Sphyros, aku takut,” ujar Chloe seraya menggenggam erat device-nya. Tangannya bergetar kuat, tidak bisa tenang sedikitpun. Sampai-sampai Corvus terus menepuk-nepuk bahunya, menyuport gadis itu agar si gadis merasa lebih tenang. Setelah itu, masing-masing PC mulai membuka status bar masing-masing dan ternyata, simbol angka tiga belas muncul pada status bar milik Corvus, Chloe dan Sphyros. “Apa? Maksudnya kita harus bisa menyelesaikan game ini, jika tidak kita akan terjebak dalam game ini selamanya? Ini hanya permainan kan, nggak mungkin ini kenyataan” ujar Chloe ketakutan. “Ini nyata, sesuatu yang salah sedang terjadi,” balas Corvus. Sekali lagi suara dalam room speaker memberi informasi bagi yang telah terpilih bahwa perjanjian dimulai besok. Besok saat mereka yang terpilih log in ke dalam game maka, mereka tidak akan bisa log out sampai game berhasil ditamatkan. Setelah orang tersebut berkata demikian, seluruh PC otomatis logging out. Keenam remaja yang tadi begitu excited saat memulai permainan, mengakhiri permainan mereka hari itu dengan ketegangan luar biasa. “Sepertinya kita mendapat masalah.”
“Let’s finish the game”
Street 15
The Game Begin Plan of the Beginning
Esok harinya, Corvus, Chloe, Renji, Clover, Sphyros, dan Melvian menjalankan harinya seperti biasa. Mereka berangkat ke sekolah dan menjalani hari-hari sekolah mereka di Dranoid seperti biasa. Namun hari ini berbeda. Biasanya sepulang sekolah, mereka akan ngeluyur sendiri-sendiri tidak tahu kemana, tapi kali ini mereka terpaksa harus langsung pulang. Seperti yang kemarin dikatakan seseorang di game, hari itu merupakan hari h mereka harus memainkan game tersebut dan terjebak dalam game selama tiga belas hari sesuai perjanjian. Waktu mereka hanya tiga belas hari untuk menamatkan game itu. Jika tidak maka mereka tidak akan pernah bisa kembali ke dunia nyata. Usai jam sekolah, keenam sahabat ini segera pulang ke rumah mereka tanpa rencana apapun. Mereka tidak dapat bayangan sama sekali apa yang harus mereka lakukan saat mereka sudah log in ke dalam permainan nanti. Feltris sedang pergi bekerja, jadi mereka lebih leluasa di dalam rumah. Sebelum mereka benar-benar mantap akan logging in, Melvian menyarankan untuk menyusun rencana sementara. “Menurutku, lebih baik tiga yang terpilih log in ke dalam game, sementara tiga yang tidak terpilih akan membantu tanpa harus log in ke dalam game” usul Melvian. “Tapi bagaimana caranya?” tanya Sphyros, “Kalian tidak akan bisa berhubungan dengan kami jika tidak log in.” Melvian tersenyum kemudian menunjukkan sesuatu yang
bisa memberi sedikit harapan bagi mereka. Sebuah program bernama Neo Platinum R:3, program yang Melvian dapatkan saat ia sedang asyik membuka internet. “Fungsi program itu apa?” tanya Clover. “Berfungsi untuk ikut mengontrol sebuah game atau melakukan hacking, jadi ketika kalian sudah log in, kita bisa membantu kalian dari luar sini. Resikonya hanya satu, kita yang ada di luar game tidak bisa mematikan laptop kami selama berhari-hari jadi kami tidak akan tidur” ujar Melvian enteng. Renji melotot kaget mendengar ucapan Melvian. Bayangkan saja, selama tiga belas hari mereka tidak bisa tidur. “Kau gila!! Tidak mungkin kita bertiga bisa bertahan selama tiga belas hari tanpa tidur!! Aku nggak sanggup!!” ujar Renji. Ia tampaknya menolak rencana Melvian yang terlalu memaksakan kesanggupan Renji. “Renji, logika sedikit kenapa sih? Kita tidak akan selama tiga hari itu begadang” balas Clover seraya menepuk pundak Renji. “Iya, kita akan bergilir. Kalian bertiga tidak usah khawatir, semuanya tidak akan apa-apa” ujar Melvian. Akhirnya rencana sudah tersusun, tiba waktunya, Corvus, Chloe dan Sphyros untuk log in ke dalam game. Tidak memakan waktu lama bagi mereka untuk masuk ke dalam game. Tak sampai lima menit setelah obrolan mereka, ketiganya sudah kembali ke jalan Shibuya yang ramai dipenuhi orang dan kendaraan yang lalu lalang. “Kau yakin, Melvian bisa menghubungi kita?” tanya Corvus “Entahlah, kita coba saja Cyborg Black Intel kita, mungkin juga berfungsi untuk communication device” balas Sphyros enteng. Ketiganya segera mencoba Cyborg Black Intel mereka. Awalnya suara tidak jelas yang terlalu gemerisik terdengar dalam earphone masing-masing. “Aku tidak yakin ini berhasil” ujar Chloe. Corvus menepuk kepala gadis itu, berusaha menenangkannya agar tidak terlalu khawatir. Chloe yang biasanya tampak datar jadi manja di samping Corvus. Tiba-tiba suara gemerisik semakin lama semakin jelas, suara Melvian terdengar berusaha berkomunikasi dengan ketiga orang itu.
“Mel…Melvian? Kau berhasil!! Hebat!!” sorak Chloe girang. “Yup, Melvian!! Jadi sekarang apa yang harus kalian lakukan?” tanya Melvian. Sphyros segera membuka guide box-nya untuk mencari tahu misi mereka selanjutnya. Butuh waktu sedikit lama bagi Sphyros untuk bisa menangkap maksud misi berikutnya. “Di sini tertulis kami bertiga harus pergi menuju ke mall terbesar di Shibuya, setelah itu kami akan diberik petunjuk di sana” ujar Sphyros seraya menutup guide boxnya. “Baiklah kalau begitu, aku akan membawa kalian ke mall terbesar di Shibuya” Melvian segera melakukan keahliannya, melacak melalui GPS komputernya. Setelah berhasil mendapatkan lokasi yang tepat, Melvian segera mengirimkan gambaran blueprint dari peta GPS komputernya ke map bar Corvus, Chloe dan Sphyros. Dalam blueprint itu lokasi mall terlihat lebih jelas dibanding dalam map yang sesungguhnya. Setelah tahu dimana lokasi mall yang dimaksud, ketiganya segera bergerak menuju mall tersebut. Cukup sulit melewati jalanan di Shibuya, selain terlalu ramai, mereka jadi sulit bergerak cepat karena mereka takut jika tiba-tiba mereka terpisah di tengah kerumunan itu. Mall besar yang dimaksud terletak di pusat jalan Shibuya. Benar-benar megah mall tersebut, bagi Chloe mall itu menyamai kemegahan mall Virdia. Ia begitu terpesona melihat lampu-lampu yang menyala terang di sekitar mall itu. Belum lagi ketika mereka masuk ke dalam mall. Hal yang jauh lebih indah mempesona ketiganya, bahkan Corvus yang biasanya cenderung tidak peduli. “Melvian kita sudah sampai di dalam mall, sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Sphyros. Melvian berkata padanya untuk menunggu sebentar, ia harus meng-hack dahulu perintah-perintah dalam game tersebut. “Oke, aku menemukannya. Misi kalian selanjutnya adalah untuk menemukan sebuah café bernama Starbucks Coffee. Café itu berada di dekat tembok kaca di sebelah utara mall, lantai tiga” ujar Melvian. Setelah memberi keterangan lengkap tentang café
itu, Melvian memberikan blueprint bagian dalam mall tersebut. Tanpa pikir panjang mereka segera beranjak menuju café tersebut. “Starbucks Coffee, itu dia!!” tunjuk Corvus. “Kita harus kesana dan bicara dengan NPC disana, jadi kita bisa mendapat informasi tentang apa yang harus kita lakukan!!” ujar Chloe. Gadis itu berlari lebih dahulu kearah café dan segera bicara pada NPC di sekitar situ. “Chloe tunggu!!” teriak Corvus seraya menyusul Chloe disusul Sphyros dari belakang. “Maaf, aku mau tanya. Guide box mengatakan kita harus kesini, tapi kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan!!” ujar Chloe kebingungan. NPC di dihadapannya tersenyum enteng seperti tidak peduli dengan Chloe yang sedang bingung. “Kalian tiga orang yang terpilih ya? Kalau begitu, ada yang ingin bertemu dengan kalian di ruang VIP” NPC itu kemudian membawa Chloe, Corvus dan Sphyros ke sebuah ruangan yang berada di seberang café. Sepertinya ruangan itu tidak termasuk ruangan dari café. Lebih terlihat seperti ruangan rahasia yang hanya orang-orang khusus saja yang bisa masuk ke sana. “Permisi” ujar Chloe yang masuk paling pertama ke dalam ruangan itu. Di dalam ruangan itu ternyata sudah menunggu seseorang berambut pirang panjang, wajahnya begitu lembut dan ramah. Satu hal yang membuat Chloe tak bisa menahan tangisnya adalah bahwa cowok yang kini duduk di sofa dihadapannya adalah Perseus Tristan Celestresse, kakaknya yang telah mati di peperangan waktu itu. “Ka..kak?” ucap Chloe pelan. Corvus dan Sphyros yang menyusul masuk pun tak kalah terkejut melihat sosok yang sebenarnya sudah tidak ada kini duduk disana tersenyum lembut kearah mereka. “Chloe, jangan terperdaya, ini hanya game nggak mungkin dia masih hidup, dia hanya NPC!!” ujar Sphyros yang mulai tidak bisa mengendalikan amarahnya. Antara kaget dan tidak percaya serta kewajiban dalam menjalankan misi, gadis Celestial itu tidak
tahu harus berkata apa, ia hanya diam memandang cowok dihadapannya itu. Harus ada yang berkata sesuatu, setidaknya bertanya, jadi Corvus pun angkat bicara, meskipun sebenarnya dia enggan bicara dengan cowok yang mirip dengan Perseus itu. Ia enggan mengingat-ingat kesalahannya sewaktu perang, saat ia membunuh Perseus dengan Black Requiem Tristanchaos milik Clover. Meskipun Clover yang mengendalikannya, tapi dialah orang yang memerintahkan Clover untuk menyerang. “Ehm…maaf, siapapun kau, kenapa kau menunggu kedatangan kami? Apa kau seorang NPC?” tanya Corvus bingung. “Aku bukan NPC, Corvus! Aku Perseus Tristan Celestresse, aku adalah PC di guild Street Dancer ini” ujar orang yang ternyata memang Perseus itu. “Kakak?! Benar ini kakak?!” Tanpa pikir panjang Chloe melompat ke pelukan Perseus yang masih duduk di sofa. “Iya, ini aku Chloe. Aku memang masih hidup, tapi aku menyembunyikan diriku di Saga City. Aku dengar tentang peraturan tiga belas hari dalam game ini dan aku ingin membantu kalian” ujar Perseus seraya membelai lembut kepala adik kesayangannya itu. “Vithross, lalu bagaimana kita bisa menamatkan game ini dalam tiga belas hari?” tanya Sphyros. Perseus tersenyum kemudian menunjukkan sebuah monitor raksasa di ruangan itu. Ia menjelaskan bahwa yang membuat game ini adalah Catrolux dan pasukan The White Dragoon. Ia bertujuan menghancurkan Black Saga dari dalam game tersebut. “Tapi, bagaimana bisa ia menghancurkan Black Saga lewat game?” tanya Corvus. “Mudah saja, game ini berhubungan langsung dengan pusat kekuatan Saga City. Jika pemimpin Black Saga terjebak di sini, maka wire connection dari game ini akan berakibat pada Saga City yang akhirnya akan menghancurkannya” jawab Perseus. Emosi Corvus memuncak setelah mengetahui bahwa selama ini penyebab semua masalah adalah kakaknya Catrolux. “Lalu bagaimana caranya kita menghentikan rencana itu?” tanya Chloe yang tangisnya sudah mereda.
“Catrolux ada dalam game ini, aku tadi sempat melihat PC-nya bergerak disekitar prefektur Aichi. Aku mengawasi dari monitor ini. Sepertinya, kalian harus mengalahkan Catrolux. Ia akan menggunakan kekuatan Amaranthine untuk mengaktifkan core-nya, jadi dasarnya ini permainan kejar-kejaran, antara kita melawan Catrolux” ujar Perseus. Setelah mengerti masalah dalam game ini, keempat orang itu segera menyusun rencana untuk pergerakan selanjutnya. Perseus menyarankan agar mereka menggerakkan guild masing-masing untuk merebut wilayah kekuasaan. Karena dengan merebut daerah kekuasaan, mereka juga bisa merebut anggota-anggota di distrik-distrik yang mereka rebut. Semakin banyak anggota yang bergabung dengan mereka, semakin luas jalur komunikasi yang bisa mereka dapatkan. Informasi yang mereka dapat juga akan semakin banyak dan itu akan mempermudah mereka mengalahkan Catrolux. Hari semakin larut dan tak disangka meskipun mereka di dalam game mereka juga merasa lelah. Untung saja Perseus sudah memperkirakan semuanya. Ia sudah menyediakan tempat menginap yang cukup mewah di daerah Shibuya itu. Corvus sekamar dengan Sphyros sementara Chloe sekamar dengan Perseus. Dan selama masa peristirahatan di tempat penginapan itu, Chloe menghabiskan waktunya dengan Perseus. Ia melampiaskan seluruh rasa rindunya setelah sekian lama tak bertemu dengan kakaknya. “Kak, kenapa kakak tidak memberitahu Chloe kalau selama ini kakak hanya bersembunyi?” tanya Chloe yang sekarang sedang bermanja di dalam pelukan kakak lakilakinya. “Hhm…kenapa ya? Aku berusaha menyembunyikan diriku dari Catrolux. Waktu itu, saat perang yang waktu itu, bukan Black Requiem Tristanchaos yang menghancurkan Salamanderku. Waktu itu, Salamanderku mendadak bergerak sesuai kemauannya sendiri, karena khawatir aku segera eject dari kokpit. Tepat saat aku eject Salamander itu meledak” ujar Perseus. Chloe semakin erat memeluk kakaknya dan meskipun ia merasa lelah ia masih punya satu pertanyaan lagi yang mengganjal di hatinya. “Tapi waktu itu, Catrolux menemukan tubuh kakak, bagaimana mungkin kakak masih ada?” tanya gadis itu lembut.
“Chloe, adikku, kau masuk perangkapnya, Amaranthine ability miliknya bisa mengontrol otak seseorang dan menjadikan sesuatu yang buruk menjadi kenyataan bagi orang tersebut” ujar Perseus. Dengan lembut ia membelai Chloe yang mulai terkantukkantuk. Gadis manis kesayangannya itu tertidur lelap dalam pelukannya. Ia tahu meskipun ini hanya dalam game tapi ini bisa mengobati rasa kangennya pada sang adik. Chloe, maaf jika aku menyembunyikan diriku darimu. Tapi aku janji, setelah kita menamatkan game ini, aku akan menemuimu, aku akan melindungimu dari Catrolux batin Perseus. Malam pertama berakhir begitu indah bagi Chloe yang bertemu kembali dengan kakaknya, Perseus. Dan esok mereka akan menjalankan rencana yang telah disusun dengan bantuan Perseus.
“Day two has come. We can’t go back!”
Street 16
The Game Guild versus Guild
“Chloe…sudah waktunya bangun” ujar seseorang dengan lembut. Chloe membuka matanya perlahan. Ia merasa ia terbangun di atas ranjangnya yang empuk dan nyaman, di Previstan Celestresse. Tapi ternyata, ia terbangun di ranjang penginapan dalam game. Sedikit mengecewakan baginya, karena ia belum ada di alam kenyataan. “Ehm…kakak, sudah bangun duluan ya?” tanyanya manja. Perseus mendekat kemudian membelai lembut kepala Chloe. “Iya, bagaimana tidurnya? Nyaman?” tanya Perseus. Chloe mengangguk, wajahnya mulai bersemu merah, senyuman manis nan malu tampak di wajahnya. Keduanya menyempatkan diri untuk menikmati hari pagi di dalam game, memandang jalan Shibuya yang ternyata tetap sibuk di pagi hari. Orang lalu lalang terlihat sepanjang jalan. Beberapa dari mereka ada yang hendak bekerja ada juga yang hendak pergi ke sekolah. Dari beranda kamar, Chloe dan Perseus juga bisa mengobrol dengan Corvus dan Sphyros yang ternyata juga sedang menikmati pemandangan Shibuya di pagi hari. “Pagi Corvus, Sphyros” sapa Perseus ramah. Sphyros langsung balas menyapa Perseus, masih dengan nada yang sopan meskipun ia tahu sekarang mereka sudah menjadi rekan. Sebaliknya, Corvus malah melengos, enggan menatap Perseus, seramah apapun dia. Sepertinya Corvus masih merasa tidak enak dengan kejadian waktu itu, kejadian saat ia membunuh Perseus, meskipun ia tahu sebenarnya ia tidak pernah membunuhnya.
“Corvus, kenapa? Kamu nggak enak badan ya?” tanya Chloe khawatir. “Ah, tidak kok. Ehm…apa kita tidak harus bergerak sekarang?” Corvus balas bertanya. Chloe berpaling memandang kakaknya, tampak mengharapkan jawaban dari Perseus. “Tentu, tujuan utama kita hari ini, guild Racer. Chloe, kau guild daimyo-nya kan?” tanya Perseus. Chloe mengangguk dengan wajah heran, ia tidak tahu bagaimana kakaknya tahu akan hal itu. “Eh!! Tunggu, ada e-mail masuk!” ujar Sphyros cepat. Segera ia membuka inbox e-mail-nya dan menemukan sebuah pesan dari Melvian. “Dari siapa, Sphyros?” tanya Corvus. “Dari Melvian, katanya dia minta maaf karena tiba-tiba program hacker-nya tidak bekerja, jadi sekarang dia tidak bisa membantu kita” jawab Sphyros. “Wah, untung saja ada Perseus, jadi kita bisa melanjutkan permainan tanpa hambatan” balas Chloe seraya menggaet lengan kakaknya. Sempat membuat Corvus cemburu jika Perseus tidak segera bereaksi mengajak mereka semua segera keluar dari penginapan itu menuju guild Racer. Guild ini berada di distrik sembilan daerah Shibuya. Kawasan guild ini sekarang dikuasai oleh guild Racer dan Street Dancer milik Catrolux. Di tengah perjalanan menuju guild Racer, Perseus mendekati Corvus diam-diam tanpa diketahui Chloe dan Sphyros yang sedang asyik ngobrol tentang ini itu sepanjang pertokoan di Shibuya. “Corvus, bisa aku bicara sebentar denganmu?” tanya Perseus. “Ehm…tentu saja, ada apa Perseus?” tanya Corvus. Kemudian laki-laki berambut pirang itu mendekatkan wajahnya pada Corvus, membuat cowok bermata merah itu mendadak berhenti karena terkejut. “A…ada apa?” tanya gugup.
“Corvus, kau tahu bahwa Chloe sudah bertunangan dengan Catrolux kan?” tanya Perseus. “Yah, aku tahu. Dan hal itulah yang membuatku mendeklarasikan perang. Aku tidak suka caranya memperlakukan Chloe, caranya berbohong agar mendapat perhatian dari Chloe” jawab Corvus. “Aku setuju denganmu, Corvus. Aku ingin minta tolong padamu. Aku ingin setelah game ini berhasil kita selesaikan, kau segera meminangnya. Buang cincin pemberian Catrolux sebelum dia berhasil merebut Chloe kembali. Titik kekuatan Amaranthine-mu ada pada Chloe, dan jika kau kehilangan Chloe, maka kau tidak akan pernah bisa menang selamanya” ujar Perseus. Anggukan mantap mengiyakan kalimat Perseus. Dengan persetujuan Perseus, Corvus bisa lebih leluasa berada di dekat Chloe untuk menjaga gadis itu dan menstabilkan Amaranthine-nya. Tak terasa obrolan singkat itu telah membawa mereka pada sebuah gedung mewah dengan simbol tribal yang rumit di temboknya. “Selamat datang!! Ini guild milikku. Yah, meskipun belum bisa menyamai guild milik kakak, tapi anggotanya sudah banyak kok” ujar Chloe seraya mempersilahkan teman-temannya masuk. Ruangan guild itu begitu mewah dan terkesan rapi meskipun untuk sebuah guild pembalap jalanan. Chloe sebagai guild daimyo-nya memang sudah sepantasnya menata ruangan itu sehingga tidak terkesan berantakan tapi tetap tampak kesan liar dan berandalannya. “Keren banget!! Siapa yang menata layout guild-nya?” tanya Sphyros terkagumkagum. “Aku!! Kemarin saat pertama bergabung, aku coba buka layout design untuk ruangannya. Awalnya aku ingin memberi kesan glamour tapi karena ini guild Racer, jadinya aku beri kesan sedikit berandal tapi rapi dan high-tech” ujar Chloe senang. “Ternyata kau berbakat juga jadi kaum Saga” ujar Corvus seraya mencoba duduk di atas sofa empuk berwarna perak.
“Chloe, kau brilian!! Tempat ini bisa jadi markas utama guild milik kita. Hightech dan letaknya strategis karena ada di distrik sembilan. Kau bisa merebut ketiga belas distrik dalam waktu tidak sampai tiga belas hari jika kau menggunakan guild ini sebagai markas” Perseus melihat berkeliling kemudian memeriksa satu-persatu alat-alat di sana termasuk, garasi, bengkel dan tempat khusus menyimpan equipment untuk modifikasi mobil. “Sekarang, kita hanya tinggal mengumpulkan semua crew kemudian memberi tahu mereka tentang rencana kita merebut ke tiga belas distrik itu kan? Jadi bagaimana?” tanya Corvus. “Mudah saja, sekarang kita kumpulkan mereka, kita bagi tugas. Chloe dan Sphyros akan mengurus para pembalap sementara kita akan mengurus para penari, setela itu kita bisa menantang anggota-anggota guild Catrolux,” ujar Perseus. Saran itu disetujui oleh Chloe, Sphyros dan Corvus dan saat itu juga mereka mulai bergerak. Corvus bekerja sama dengan Perseus mengatur tim Street Dancer, sementara Chloe dan Sphyros bekerja sama mengatur tim Racer. Setelah rapat pembagian tugas selesai, Chloe dan Sphyros segera menangani mobil para Racer. “Ehm…Chloe, jujur saja, aku tidak begitu mengerti tentang mesin seperti ini. Nevro X, Nevro Z atau Breck Beat. Mereka terlalu mewah untuk eksis di Saga City, jadi aku belum pernah melihat langsung mobil-mobil ini” ujar Sphyros malu-malu. Di satu sisi dia malu karena tidak tahu soal mesin padahal dia cowok, di sisi lain ia malu karena kalah dengan perempuan, padahal ia juga anggota geng mobil di Saga City. “Nggak apa kok, aku jelaskan ya. Nah, yang ini namanya nitrous, berfungsi untuk memberikan kecepatan lebih pada mobil. Lalu nitrous dipasang berdasarkan tipe mesin mobil, jika tidak bisa merusak keseluruhan mesin itu sendiri. Misalnya tipe ini dengan yang ini. Sampai sini mengerti?” tanya Chloe dengan sebuah nitrous yang siap dipasang dalam mesin mobil Sphyros. Cowok berambut spikey itu mengangguk ragu, tapi ia meyakinkan dirinya bahwa dia pasti bisa mengerti.
“Oke, sekarang untuk mempermudah balapan. Aku modifikasi engine-nya yang utama dan menambahkan mesin khusus balap pada Nevro Z milikmu. Dan tentu saja kau perlu sedikit guide untuk balapan kan? Karena dalam game ini tidak ada guide untuk balapan, aku akan memberikan guide tersendiri. Aku akan memasangkan laptop yang bisa kau kontrol dengan suaramu, jadi kau tidak perlu khawatir kehilangan konsentrasi saat menyetir. Gunakan white device-mu disini untuk mengaktifkan mobil, karena dalam game ini tidak ada kunci,” Chloe menjelaskan panjang lebar hingga tak terasa, semua mobil telah termodifikasi. “Master Chloe, semua mobil sudah siap digunakan. Distrik mana dulu yang ingin kau serang?” tanya salah satu PC yang bergabung dalam guild Racer milik Chloe. “Aku akan menghubungi kakakku dulu ya. Aku ingin memastikan bahwa dia tidak menyerang distrik yang sama,” ujar Chloe seraya mengambil white device-nya.
Connecting with PC code 12569, please wait….
Beberapa saat setelah white device menjalankan loading, Chloe berhasil terhubung dengan Perseus. “Kak, kau menyerang distrik berapa?” tanya Chloe. “Aku mengurutkan penyerangan. Distrik satu akan kuserang pertama” ujar Perseus. Informasi sudah didapat dan akhirnya Chloe menetapkan distrik dua sebagai sasaran pertama mereka hari itu. Satu pasukan Racer dari guild markas konvoi bersama menuju distrik dua, menemui wakil ketua guild yang menguasai daerah sana. Distrik dua merupakan daerah komplek perumahan yang cukup tertata dan jalannya berliku dengan tikungan tajam hampir setiap satu kilometer. Chloe memang tidak tahu tentang itu, tapi ia yakin dirinya bisa “mengalahkan” jalanan sesulit itu.
“Master kita sudah sampai,” ujar salah satu anggota melalui white device miliknya. “Kali ini aku minta salah satu dari kalian untuk turun mengajukan duel. Setelah itu biar aku dan Sphyros yang maju. Dua lawan dua, peraturan bebas,” ucap Chloe. Secara logis, Chloe pasti sudah tahu dengan resiko dari peraturan bebas. Mobil musuh diperbolehkan melakukan apapun untuk memenangkan balapan dan juga boleh melalui jalan pintas. Tapi, Chloe sudah bisa menebak. Jika sebuah geng mobil ditantang duel oleh ketua guild lain secara langsung, apalagi itu perempuan, mereka akan menganggap remeh dan tidak akan menunjukkan seluruh kemampuan mereka. “Apa?! Duel? Menantang kami? Kalian gila ya? Baru kali pertama ada yang mau menantangku duel balapan!!” ujar Meryll, cowok berwajah kalem tapi blak-blakan. “Memangnya kenapa? Ini bukan pertama kalinya kau ditantang kan, Meryll?” ujar Sphyros seraya turun dari Nevro Z-nya. “Wah…wah…wah, Sphyros rupanya? Ternyata tidak hanya di dunia nyata, di game-pun kau menantangku. Jika aku sudah tahu ini kau, tentu sudah kuterima dari tadi tantangannya, toh kau pasti kalah lagi!!” ledek Meryll. Sphyros tetap berusaha mengontrol emosinya yang mulai memuncak. Menurutnya kalah di dunia nyata bukan berarti di dalam game-pun dia akan kalah, karena sekarang Chloe ada bersamanya. “Hei, jangan banyak bicara. Aku sudah terlalu lama menunggu,” ujar Chloe dingin. Meryll terkejut bukan main, melihat Chloe, gadis yang telah mengalahkan gengnya di dunia nyata ternyata juga ada di sana bersama Sphyros. “Chloe, ternyata kau disini juga. Ternyata, tebakan Catrolux tepat ya. Tunangannya juga ada disini. Well, kalau begitu, aku tidak akan terlalu kasar denganmu, Veillesse,” balas Meryll. Segera cowok berambut hazel itu beranjak pergi masuk ke dalam kendaraannya. Sebuah Platinum Gauge. Termasuk mobil mewah, tapi memiliki titik lemah yang hanya bisa ditebak oleh pengendara mobil profesional.
“Chloe…kau yakin bisa mengalahkan mobilnya? Bukan cuma mewah, tapi juga cepat. Meskipun ini di game, aku tidak ingin kalah untuk kedua kalinya.” ujar Sphyros. “Tenang saja, kau tidak perlu khawatir. Karena aku sudah tahu kelemahannya” Pertandingan pun dimulai. Start line berjarak kira-kira seratus kilometer dari Finish line, jika Chloe dan Sphyros cukup cerdik, maka mereka bisa memenangkan pertandingan tanpa harus melalui jalan utama berjarak seratus kilometer itu. Peluit dibunyikan, keempat mobil balap segera melaju kencang melintasi jalur kota yang sepi. Tanpa sepengetahuan tim lawan, Chloe sudah memberikan device khusus yang bisa membuatnya berhubungan dengan Sphyros tanpa mengalami kesulitan. Hampir dua puluh kilometer, Sphyros semakin khawatir karena jarak tim lawan dengan tim-nya begitu jauh. Tapi Chloe, menurut Sphyros, terlalu santai dalam berkendara. Kecepatannya dibawah batas rata-rata sebuah mobil balap, meskipun sudah cukup cepat, tapi ia terlalu halus mengemudikan mobilnya. “Chloe, kita ketinggalan jauh!! Kenapa kau malah mengendarainya sepelan itu?!!” bentak Sphyros marah. “Hentikan mobilnya!!” balas Chloe. “Apa? Kau gila ya??!! Kita bisa kalah!!!” “Percayalah, hentikan mobilmu. Tunggu mereka melewati belokan itu baru kita kembali jalan” ujar Chloe tenang. Meskipun sebal, Sphyros tetap menuruti permintaan Chloe, ia percaya gadis satu ini punya kejutan untuk tim lawan. “Sphyros siapkan nitrous-mu, karena kita akan mencapai finih line duluan” ucap Chloe tiba-tiba. “Bagaimana bisa?!! Kita sudah tertinggal jauh bodoh!!” balas Sphyros emosi. Gadis berambut pendek itu tetap tampak santai seraya menunjuk kearah sebuah gudang tua yang pintunya terbuka lebar. “Ada apa dengan gudang itu?” tanya Sphyros bingung.
“Aku sudah memeriksa ulang peta yang diberikan Melvian kemarin. Jalur seratus kilometer itu bisa kita kurangi menjadi hanya sekitar 35 kilometer menuju finish line. Jadi otomatis kita bisa sampai disana sebelum mereka” Chloe melajukan mobilnya cepat nitrous-nya sudah aktif, menghasilkan semburan api keluar dari knalpot belakang. Tanpa pikir panjang Sphyros segera menyusulnya dengan kekuatan nitrous yangs sama. Kirakira sekitar dua jam berlalu, guild Chloe dan guild lawan sudah menunggu di finish line. Akhirnya, Chloe dan Sphyros tiba di finish line pertama kali. “Lho, bukannya tadi Meryll sudah di depan? Kenapa kalian bisa sampai duluan?” tanya Veryll adik kembar Meryll. “Aku sudah bilang pertandingan bebas dari peraturan, jadi aku menggunakan jalan pintas. Yah, sudah pasti aku bisa sampai disini duluan” ujar Sphyros menyombongkan diri. Veryll merasa sebal dengan perkataan Sphyros dan sempat ingin menghajarnya bersama dengan anggota guild yang lain, sebelum Meryll, kakaknya, tiba di finish line dan menghentikannya. “Veryll, sudah cukup!!” bentak Meryll marah. “Tapi mereka sudah melakukan kecurangan!! Kenapa kakak membiarkan mereka?” “Diamlah, Veryll!! Mereka tidak curang, sesuai yang sudah ditentukan oleh Chloe, tidak ada peraturan dalam pertandingan ini. Dia benar, aku terlalu menganggap remeh dirinya sebaga ketua guild Racer” ujar Meryll seraya tersenyum ramah kearah Chloe. “Jadi? Kau mengaku kalah?” tanya Chloe pada Meryll. Meryll mengangguk. “Sebagai tanda atas kemenanganmu Chloe, teritori ini sekarang menjadi milikmu. Oya, satu lagi, kami akan bergabung dalam guild-mu” ujar Meryll senang. Chloe dan Sphyros saling pandang, puas atas kemenangan mereka hari itu. Bersamaan dengan kemenangan mereka, Perseus dan Corvus pun berhasil merebut teritori guild Street Dancer milik Catrolux.
The Core The Duel between the Peviths Children
Chloe, Corvus, Perseus dan Sphyros berhasil merebut ketiga belas guild milik Catrolux tepat dua hari sebelum hari yang sudah ditentukan. Sekarang tugas mereka adalah, pergi ke sebuah toko game di Shibuya dan menggunakan portal tersembunyi disana untuk mencapai Rottle Forest. Entah tempat macam apa itu Rottle Forest yang pasti mereka berempat sudah tidak sabar lagi untuk segera keluar dari game itu dan kembali menikmati kehidupan mereka di dunia nyata. “Kau yakin ini tempatnya, Perseus” tanya Corvus yang sudah mulai akrab dengan Perseus semenjak perebutan teritori. “Yah…deskripsinya paling cocok dengan toko ini sih” ujar Perseus seraya menunjukkan map bar-nya. Corvus mengangguk-angguk kemudian mulai melangkah masuk ke dalam toko tersebut. “Corvus, aku ikut!!” ujar Chloe seraya melompat mencengkeram lengan Corvus. Cowok itu sempat salah tingkah ketika dipeluk dengan sengaja oleh Chloe. Tapi tidak ada waktu untuk menjelaskan pada Chloe, betapa malunya dia ketika dipeluk oleh si gadis. Jadi, ia pun melangkah masuk dan mulai melihat sekeliling. “Kalau menurutku, tempat ini sudah tidak di huni. Lihat saja, debu sebelas senti” ujar Sphyros seraya meniup pelan debu yang melapisi hampir seluruh sudut ruangan itu.
“Terang saja tidak dihuni, habisnya kalau ada portal aneh disini, siapa yang mau menghuni?” tanya Perseus yang sekarang sedang sibuk membongkari isi sebuah lemari usang di ujung ruangan. Chloe melangkah mendekati kakak laki-lakinya, berusaha mencari tahu apa yang kakaknya cari. Corvus dan Sphyros berpencar ke penjuru ruangan. Sama seperti apa yang dilakukan Perseus, mereka mencari-cari portal yang dimaksud. Setelah beberapa menit, Chloe yang sudah berpencar dengan kakaknya, menemukan sesuatu yang dianggapnya menarik. “Hei…!!! Kalian bertiga sini deh!!” panggilnya manis. Segera ketiga cowok itu menghampiri Chloe yang ada di gudang penyimpanan barang. “Ada apa?” tanya Corvus penasaran. Gadis berambut pink itu menunjuk kearah sebuah pintu kayu berwarna putih dengan handle berwarna emas. Memang sih pintu itu cukup mencolok dibanding dengan pintu lain yang ada di bangunan tua itu. Terlihat terawat dan mewah berbeda dengan pintu lain yang terlihat reot dan jelek. “Sudah tahu apa yang ada di dalam?” tanya Sphyros seraya meraba-raba pintu itu. “Belum, pintu itu terkunci dan aku tidak tahu kuncinya dimana” ujar Chloe. “Oh…mungkin kunci itu. Aku tadi menemukan kunci ini di rak kaset di dekat pintu masuk. Mungkin ini kuncinya” ujar Perseus seraya menyerahkan kunci kecil berwarna perak itu pada Corvus. Segera ia memasukkan kunci itu ke lubang yang ada di pintu tersebut sambil berharap semoga kuncinya benar. KLEK suara kunci terbuka membuat keempatnya bernapas lega. Dengan perlahan mereka maju ke tahap selanjutnya yaitu membuka pintu itu. Kali ini mereka berharap bahaya tidak menanti di balik pintu itu. “Aku sarankan, Perseus yang buka” ujar Sphyros sambil tersenyum merayu. Setuju dengan keputusan itu, Perseus melangkah perlahan menghampiri pintu putih itu dan meraih handle-nya. Chloe, Corvus dan Sphyros dalam posisi waspada di belakang Perseus, bersiaga jika saja ada yang tiba-tiba menyerang.
“Yosh, aku buka…” ujar Perseus menyemangati dirinya sendiri. Pintu dibuka dan…KLAK BRAK “KYAAA!!!!” teriak Chloe seraya menutupkan wajahnya di punggung Corvus dan mencengkeram baju Corvus erat. “WAAA…!!! Tengkorak…!!! Mayat…!!!” Sphyros tak kalah kaget, ia berteriak kaget seraya melompat ke balik tubuh Perseus. Sebaliknya, Corvus dan Perseus malah tenang-tenang, berusaha mengidentifikasi tulang-tulang apa itu. Corvus dan Perseus mendekati benda-benda putih yang berserakan di lantai dan menyentuhnya perlahan. “Corvus…kakak…hati-hati, kita tidak tahu itu berbahaya atau tidak” ujar Chloe yang sekarang sudah bersembunyi di balik tubuh Sphyros yang gemetar ngeri. “Tak apa. Memang sih ini tulang manusia. Mati dibunuh entah oleh siapa” balas Perseus seraya tersenyum santai kearah adiknya. “Menurutku mereka mati tiga belas hari lalu. Berarti…ada orang yang kesini tiga belas hari lalu, mungkin” ujar Corvus. Karena rasa penasaran yang amat sangat dan keinginan untuk segera kembali ke dunia nyata, keempatnya memasuki pintu putih itu dan menghilang di kegelapan. Setelah kira-kira berjalan selama sepuluh menit akhirnya mereka berempat sadar apabila mereka berada di dalam sebuah gua. “Seberapa panjang sih gua ini…aku sudah nggak kuat…” Mendadak Chloe jatuh lemas membuat Corvus, Sphyros dan Perseus terkejut bukan main. “CHLOE!!!” teriak mereka bersamaan, menghasilkan suara gema yang halus. “Aku sudah nggak kuat…gua ini seperti menghisap seluruh tenagaku…” ujar Chloe pelan. Dengan sigap Perseus menggendong adiknya. “Kita tidak bisa berhenti sekarang, aku yakin sebentar lagi kita bisa keluar,” ujarnya. Corvus dan Sphyros mengangguk yakin kemudian dengan perlahan melangkah menelusuri dinding gua yang yang dingin dan licin, mencari jalan ditengah kegelapan. Dengus napas kelelahan Perseus terdengar halus di telinga Chloe. Gadis itu bisa tahu
seberapa lelahnya sang kakak karena menggendong dirinya dalam situasi seperti itu, namun mau bagaimana lagi? Tubuhnya sudah tidak sanggup. “Kak…maaf ya, kakak jadi harus menggendongku,” bisik Chloe di telinga Perseus. “Ehm…tak apa…aku masih kuat kok,” ujar Perseus. Terdengar jelas suara lembut Perseus menyuport Chloe membuat sang gadis merasa lebih tenang. Setelah sejam berlalu akhirnya mereka berhasil keluar dari liku-liku dinding gua dan kembali menghirup udara segar. “Fuah…akhirnya kita keluar juga,” ujar Sphyros seraya menjatuhkan dirinya di rerumputan basah. “Ouch…sepertinya lengan dan kakiku tergores,” ujar Corvus seraya meraba lengannya. Di sampingnya, Perseus menurunkan Chloe lalu segera berebah lemas di tanah. “Kak, nggak apa?” tanya Chloe seraya mengusap wajah kakaknya yang nampak lelah. “Hhh…yah. Syukurlah kita bisa keluar dengan selamat,” ujar Perseus ngosngosan. Beberapa saat mereka berempat memilih tidak peduli dengan keadaan disekitarnya. Keadaan yang begitu tenang dan damai. Angin sepoi-sepoi berhembus disekitar mereka membuat dahan-dahan pohon bergoyang indah. Siang hampir menjelang, seru-seruan aneh mulai terdengar di telinga Chloe yang sudah kembali terjaga dari istirahat sesaatnya. Suara apa itu? Gadis itu beranjak meninggalkan tempat peristirahatannya, meninggalkan ketiga orang yang lain yang masih tertidur pulas di atas rerumputan embun. Sang gadis melenggan melewati pepohonan hijau yang semakin lama semakin berkurang. Semakin jauh ia berjalan mengikuti suara itu, semakin aneh pula tanah yang pijakannya. Tanah yang awalnya lembut dan subur berubah menjadi lantai berbatu yang penuh lumut dan licin. Dari kejauhan mulai tampak sebuah bangunan yang terlihat rapuh dan tua. Sama-sama terbuat dari batu dan sama-sama berlumut.
Tempat apa ya itu? Sekarang apa yang harus kulakukan? Maju atau kembali? Tanya Chloe pada dirinya sendiri. Dirinya ingin terus maju melangkah namun hati kecilnya memberikan peringatan kuat untuk kembali dan memberitahu yang lain. Akhirnya, dengan kecepatan tinggi Chloe berlari menyusuri kembali rutenya tadi dan berhasil bertemu kembali dengan sahabat dan kakaknya yang tampak khawatir setengah mati. “Hei kalian!!” panggil Chloe dari kejauhan. “Chloe!!! Kami mencarimu kemana-mana!! Dari mana saja sih??!!” balas Sphyros seraya berlari menghampiri Chloe diikuti kedua sahabatnya dari belakang. Chloe berhenti berlari kemudian mengatur napasnya yang ngos-ngosan tidak terkontrol. Ia mengangkat salah satu tangannya mengisyaratkan temannya untuk menunggu sebentar. “Begini…hosh…hosh…ada sesuatu yang menarik disana, kupikir kalian perlu melihatnya jadi aku kembali untuk memberitahu” ujar Chloe. “Sesuatu apa?” tanya Corvus. Kesal tidak bisa menembus daya pikir Corvus dengan sekali penjelasan, Chloe menggenggam tangan Corvus kemudian mengajak berlari menuju tempat yang dimaksudnya. Sudah dekat…sudah dekat…batin Chloe. Mendadak Chloe berhenti membuat ketiga cowok dibelakangnya menabrak beruntun. “OUCH…Chloe!! Kenapa tiba-tiba berhenti sih??!!” bentak Sphyros seraya mengusap hidungnya yang memerah karena menabrak punggung Corvus. “Maaf…sekarang lihat ke sana,” Chloe menunjuk kearah sebuah bangunan tua. Bangunan yang sama yang ia lihat tadi. “Eh…itu…apa?” tanya Corvus dengan pandangan tidak yakin kearah Chloe. “Jangan tanya aku. Saat pertama kali melihatnya aku juga bingung, lagipula tadi aku hanya melihatnya dari sini, lalu kembali untuk memberitahu kalian,” ujar Chloe. “Ada baiknya kita periksa, loh!! Mungkin disitulah core yang dimaksud berada” ujar Perseus dengan senyuman entengnya.
“Segampang itukah? Halouw!! Aku tidak ingin mendapat masalah, cukup sudah masalahku aku sudah muak!!” balas Sphyros ketus. Dengan cepat Corvus menyikut dada sahabatnya itu agar dia berhenti mengomel. “Aku setuju dengan Perseus,” ujar Corvus. Chloe ikutan mengangguk membuat Sphyros harus mengalah. Sudah diputuskan, mereka akan masuk ke gedung tua yang dilihat Chloe itu. Segera mereka menyusuri rute lanjutan yang belum dilewati Chloe sebelumnya. Derap langkah mereka menutupi suara-suara kehidupan di hutan itu. Rasa nervous yang teramat sangat menghantui mereka, entah karena tempatnya atau karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. “BERHENTI!!!” teriak Sphyros tiba-tiba. “Aduuh…!! Sphyros!!! Kau ini kenapa sih!!” bentak Perseus seraya mengusap dadanya karena terkejut. “Sadar nggak, perasaan angin yang berhembus jadi bertambah keras?” tanya Sphyros seraya menunjuk kearah dahan-dahan pohon yang bergoyang lebih keras daripada sebelumnya. Semakin jauh mereka melangkah, hembusan angin semakin keras dan dingin membuat bulu kuduk berdiri. “Itu dia!!” ujar Perseus. Pintu masuk bangunan tua itu terbuka lebar, sepertinya ada yang sudah mendahului mereka berempat. Bagi Corvus yang lebih suka bertindak tanpa berpikir, Sphyros yang easy going dan Chloe yang datar dan cuek, bangunan tua itu hanya sebatas bangunan tua biasa yang tidak berarti. Mungkin cukup logis, di dalam game pasti ada background yang tidak penting tetapi hanya dimunculkan sebagai penghias saja. Namun bagi Sphyros, sekarang ini tempat mereka berpijak sudah bukan game lagi, tapi sebuah realita. Nuansa hutan yang terasa kental ketika mereka pertama kali keluar dari gua memang terasa biasa, seperti saat ia memainkan game RPG biasa, tapi kali ini, benar terasa suatu nuansa nyata dari balik pintu itu. “Ayo masuk” ujar Corvus santai seraya melangkah tenang ke arah pintu itu.
“Tunggu!! Apa tidak ada yang merasa aneh? Bangunan tua…biasanya bagian dalamnya pasti terkesan gelap, tapi yang ini…? Terlihat jelas ada cahaya memancar dari dalam sana” ujar Sphyros yang ternyata juga tahu tentang keanehan bangunan itu. “Ternyata kau sadar juga. Bukan hanya ada cahaya, cahaya itu stabil, seperti cahaya lampu. Tidak meredup atau menjadi terang mendadak” balas Perseus. “Jadi, kita harus ngapain sekarang?” tanya Chloe. “Masuk untuk mencari tahu. Corvus benar” ujar Perseus. Masuklah mereka ke dalam bangunan itu dan betapa terkejutnya mereka berempat ketika mendapati sebuah tebing raksasa yang curam. Membentengi sebuah gunung raksasa di tengah-tengahnya. Angin kuat berhembus dari bawah tebing itu, langit biru menggantung tenang diatas mereka, berbeda dengan langit yang berada di luar bangunan. Langit di luar terkesan lebih gelap, seperti akan hujan tapi disini, langit secerah hari pagi menyelimuti seluruh tebing. “Wow…indah sih, tapi normal nggak sih tempat seperti ini?” tanya Sphyros. Chloe menggeleng seraya menatap aneh kearah Sphyros membuat cowok itu jadi merasa aneh pula. Gadis dingin itu melangkah perlahan menuju ujung tebing hendak melongok seberapa tinggi tebing tempat mereka berdiri sekarang. “Sejuta konstelasi perbintangan!! Tebing ini tidak memiliki batas, tidak memiliki ujung!!!” ujar Chloe kagum. “Jika jatuh tamatlah sudah” ujar Perseus. “Kita ini di dalam game kita tidak bisa mati” balas Corvus. “Ini sudah bukan game kita ada di centra core. Pusat kekuatan Lyth vi Gillgatross, pilar keseimbangan yang selama ini mengatur kehidupan di Lyth vi Gillgatross” “Maksudmu, tempat ini dunia nyata? Bagaimana mungkin?” tanya Sphyros heran.
“Centra core, aku ingat. Dulu aku pernah membaca sebuah buku yang bercerita tentang pusat kekuatan Lyth vi Gillgatross. Disebutkan disana bahwa satu-satunya cara untuk masuk ke centra core adalah melalui data dan sekarang game ini membawa kita ke sini” balas Chloe. Aneh memang, game mempunyai koneksi dengan pusat dunia? Itu mustahil. Tapi mereka berempat sudah tidak bisa lagi melarikan diri. Apa yang sudah dimulai harus diselesaikan. Mendadak seruan-seruan aneh kembali terngiang di telinga Chloe. “Terdengar lagi…seruan aneh itu” ujarnya. “Seruan? Apa?” tanya Sphyros. Si gadis tidak menjawab ia memandang berkeliling kemudian memejamkan mata sejenak, berkonsentrasi penuh agar bisa menemukan keberadaan suara tersebut. “Di sana!!” Chloe menunjuk tepat ke tengah-tengah benteng tebing raksasa itu, tepat kearah gunung raksasa berkabut berdiri kokoh. “Apanya?” tanya Corvus mengulangi pertanyaan Sphyros. “Suara itu!! Kalian tidak dengar, suara seruan seseorang!! Seperti sedang…minta tolong” ujar Chloe. Nada suaranya merendah, menyadari maksud seruan itu. Seruan minta tolong. Siapa yang meminta tolong, bukankah tidak ada siapapun di tempat itu selain mereka berempat? Sang terpilih? “Kami tidak mendengar apa-apa, tapi bila memang kau yakin kau mendengar suara itu lebih baik kita cari tahu” ujar Perseus lembut. “Oke aku setuju!! Tapi…caranya kita ke sana bagaimana? Terbang? Hah?” balas Sphyros yang semakin depresi dengan keadaan mereka sekarang. Corvus menepuk pelan bahu kawannya itu kemudian dengan enteng, singkat, padat dan jelas berkata, “Jembatan” dan menunjuk kearah sebuah jembatan kayu berwarna putih yang terlihat kokoh dan sederhana. Sphyros manggut-manggut, kata-katanya barusan ternyata tidak ada gunanya. Mereka sudah mendapatkan jawaban yang mereka cari-cari.
“Kita menyeberang lewat jembatan itu” Jembatan yang panjang itu pun mereka tempuh demi mencapai gunung berkabut itu. Di bawah mereka, lembah yang diam menanti. Jika salah satu dari mereka jatuh, tamat sudah. Perasaan takut mulai menyelimuti ketika mereka semakin mendekati gunung berkabut. Seruan minta tolong semakin terdengar jelas di telinga Chloe dan itu membuat nyalinya semakin ciut. Sampai di kaki gunung, pada akhirnya, setelah berjam-jam mereka menyeberangi jembatan itu. “Setelah menyeberang…apakah kita harus memanjat?” tanya Sphyros. “Bercanda ya? Aku sudah capek…aku tidak mau!!” balas Corvus kesal. “Sepertinya kita tidak perlu memanjat. Gunung itu hanya tipuan saja” ujar Perseus seraya menunjuk kearah kaki gunung di hadapan mereka. Seperti dihembus angin, gunung itu perlahan menghilang, melebur jadi satu dengan angin dan digantikan dengan sebuah dataran berbentuk lingkaran dengan ukiran aneh melingkar di tiap anak tangganya. “Centra core. Ini dia pusat kekuatan Lyth vi Gillgatross” ujar Perseus. Sebuah cakram raksasa melayang di atas permukaan air. Berputar lambat mengitari sebuah bulatan sinar kecil berwarna biru di tengahnya. Terperangah akan keindahannya, Corvus, Chloe, Perseus dan Sphyros terus memandanginya, tidak berkedip bahkan sedetikpun. “Sudah puas menatapnya?” tanya sebuah suara tiba-tiba. Keempatnya berbalik secara bersamaan dan mendapati Catrolux berdiri dengan senyuman liciknya, menatap tajam kearah mereka. “Catrolux!! Kau…pasti kau yang merencanakan semua ini!!!” bentak Perseus marah. Chloe yang berdiri sampingnya sampai terhentak kaget. Ia belum pernah melihat kakak laki-lakinya itu membentak orang dengan kasar. “Perseus, sesuai perkiraanku, kau tidak mungkin mati semudah itu. Sekarang waktunya menyelesaikan masalahku…hanya dengan Corvus” Setelah berucap demikian, sebuah selubung kaca mengelilingi centra core dan mengurung Corvus serta Catrolux di
dalamnya. Sementara Perseus, Chloe dan Sphyros berada di sisi luar selubung itu, terpisah dari Corvus. “CORVUS!! Berhati-hatilah melawannya!! Dia bukan tipe lawan yang mudah!!” teriak Chloe dari luar selubung. Memperingatkan Corvus agar laki-laki itu tidak berbuat macam-macam jika berhadapan dengan kakaknya, Catrolux. Corvus mengangguk mengerti kemudian memposisikan dirinya dalam posisi siap berduel. “Ayo Catrolux…aku sudah siap” ujarnya pelan. “Kalau begitu ayo kita mulai!!!” balas Catrolux marah. Pertarungan antara Peviths bersaudara sekali lagi dimulai. Tapi kali ini, Corvus bisa mengendalikan abilitynya. Tidak seperti saat pertama kali menggunakannya, ia tidak ingin ia mengulang kesalahannya waktu itu. Menggunakan ability secara berlebihan karena dipengaruhi amarah. “Setelah aku berhasil membunuhmu, aku akan mengambil bagian centra Saga dan menguasai seluruh Lyth vi Gillgatross!” teriak Catrolux. Mengumbar seluruh rencananya, yakin bahwa dialah yang akan memenangkan pertarungan ini. Corvus tidak lose control ia tetap memegang kendali pertarungan membuat Catrolux menjadi kewalahan. Catrolux terus melancarkan ability kutukannya, namun Corvus berhasil menghindar dengan lincah dan akhirnya melancarkan satu serangan dan sukses mengenai dada Catrolux. Akibat serangan ability Corvus yang barusan Catrolux terpelanting ke pilar selubung kaca yang berhias tombak-tombak kaca tajam. Tak terelakkan lagi, tubuhnya menancap pada tombak-tombak itu. Darah segar mengalir deras dari sekujur tubuhnya menghasilkan lautan darah di seluruh air centra core. Chloe, Perseus dan Sphyros terperanjat melihat kejadian yang baru saja terjadi. Apakah Catrolux mati? Apa dia sudah kalah? Selubung kaca menghilang, Corvus terduduk lemas di dekat cakram centra core terpaku memandang Catrolux yang kini sekarat dihadapannya. “Corvus!! Oi, kau tak apa?” tanya Sphyros seraya menghampiri Corvus. Sementara Perseus memeriksa keadaan centra core, Chloe menghampiri Catrolux.
“C…Chloe…” panggil Catrolux pelan. “Ehm…a…apa?” tanya Chloe takut. Tubuhnya gemetar tapi itu tidak membuat kakinya berhenti melangkah. Setapak demi setapak, kakinya memijak di atas lumuran darah merah berjalan semakin dekat kearah Catrolux. Tombak-tombak kaca yang rapuh retak dengan sendirinya dan menjatuhkan tubuh Catrolux ke bawah. Sang gadis duduk di sampingnya kemudian meraih tangannya dengan lembut serta memandangnya dengan mata yang berkaca-kaca. “Ma…maafkan aku. A…ku…” Kalimat Catrolux berhenti sampai disitu, “Aku” entah kata apa yang sebenarnya ingin diucapkan olehnya tapi yang pasti, kata maaf tulus yang terlontar dari mulut Catrolux membuat Chloe tak kuasa menahan tangis. “Ssh…Chloe sudahlah ini sudah berlalu. Ini semua terjadi karena dirinya sendiri jangan membebankannya pada dirimu,” ujar Perseus seraya memeluk adiknya yang tangisnya sudah tak bisa dibendung lagi. “Sejahat apapun dia, dia pasti punya sisi baik dalam dirinya….aku belum bisa kehilangan dirinya,” ujar Chloe. Wajahnya tersembunyi dalam pelukan Perseus, menyamarkan rasa sakit dan sedih di dalam hatinya. Sementara itu Corvus beranjak meninggalkan Sphyros yang tadinya berada disampingnya, berjalan menghampiri tubuh kakaknya yang terbujur kaku di pilar penyangga. “Catrolux….ka..kak…aku…tak pernah berharap ini terjadi…” Kematian Catrolux mengakhiri pertarungan keji dalam centra core. Sunggu memilukan melihat seseorang yang disayangi tewas dengan cara seperti itu. Corvus yang dulu membencinya kini malah menyesali kematian kakaknya, menangis pilu ditengah suasana tenang centra core. “Sudahlah Corvus…sekarang tugas kita sudah selesai…kita bisa kembali sekarang,” ujar Chloe pelan seraya merangkulkan tangannya pada cowok itu. “Chloe…saat kembali nanti, kita akan berpisah. Aku akan muncul di tempat aku bersembunyi. Kau, Sphyros dan Corvus akan kembali muncul di tempat kalian masingmasing pula.”
“Berarti…sudah tidak bisa bertemu?” tanya Chloe sedih. “Tidak, aku akan segera mencarimu setelah aku kembali ke Saga City,” ujar Perseus seraya tersenyum lembut menatap adiknya. Akhirnya, keempat orang itu kembali ke Saga City dengan bantuan centra core. Centra core yang terbentuk dari jiwa-jiwa orang yang telah pergi berterima kasih karena telah diselamatkan. Seruan-seruan minta tolong tadi adalah panggilan lembut mereka yang ada di centra core, mereka yang bertugas menjaga keseimbangan Lyth vi Gillgatross dan sebagai wujud terima kasih mereka mengembalikan keempat terpilih ke dunia mereka, dunia yang mereka sebut “Rumah”.
“Does the Battle ended already? It’s way to easy”
Street 18
The New Enemy Meredith Alexia, Catrolux’s Replacement
Sehari telah berlalu semenjak kematian Catrolux di Centra core. Rutinitas di Saga City sudah kembali seperti semula lagi. Corvus, Chloe dan Sphyros sudah kembali dari dunia maya dan kembali ke dalam lingkungan sekolah Dranoid, bergabung kembali dengan Renji, Clover, Melvian dan Feltris. “Fuah…kita jalan-jalan ke Virdia Mall yuk!! Aku bosan kalo di rumah terus” ujar Sphyros seraya menguap lebar. “Tidak mau, aku tidak setuju. Besok kita masih ada tes aku belum belajar!!” balas Clover sebal. “Yah…Clover benar, lagipula kau juga belum belajar kan Sphyros?” tanya Renji yang masih terus menatap buku tebal di tangannya. Sphyros mendengus kesal mendengar keputusan kedua temannya itu. Padahal ia hanya ingin refreshing sebentar agar bisa menangkap pelajaran. “Ah…ya sudah deh!! Aku mampir bentar ke Virdia Mall, kalian pulang aja, aku nggal lama kok” ujar Sphyros seraya berlari pergi meninggalkan kedua temannya yang kini melongo melihat ke arahnya. “Sphyros nekat ya,” ujar Clover enteng seraya melanjutkan langkahnya.
“Sangat,” balas Renji masih fokus ke bukunya. Sphyros berlari menelusuri jalanan Saga City yang ramai menuju Virdia Mall. Pusat perbelanjaan yang selalu ramai pengunjung. Tujuan sebenarnya Sphyros kesini adalah refreshing, itu jika dia tidak sengaja melihat sebuah iklan di TV di etalasae toko. Lho, itu kan Treisdart Corvus? Lalu cowok berambut abu-abu itu siapa? Batin Sphyros dalam hati. Segera ia menerobos kerumunan orang dihadapannya demi mendapatkan sedikit informasi. Meredith Alexa, itulah nama cowok berambut abu-abu yang Sphyros lihat di layar, menurut informasi yang di sampaikan, cowok itu menjadi pengganti Catrolux setelah ia dianggap menghilang empat belas hari yang lalu. Pengganti Catrolux? Seharusnya Corvus sudah bisa mengambil alih Treisdartnya sekarang, aneh sekali…Aku harus memberitahu Corvus batin Sphyros. Tanpa pikir panjang ia berlari kembali ke kediaman Corvus yang terletak beberapa blok dari Mall tersebut. Sementara itu di kediaman Corvus. “Jawabannya simbol kuadrat
di kalikan dengan
lalu kau akan menemukan
jawabannya” ujar Melvian seraya mengetikkan rumusan kimia Bredrix di layar laptopnya. “Lalu hasil jawabannya masih harus kurubah ke satuan Fert, gitu?” tanya Renji. “Kalau begitu, aslinya gampang donk?!” balas Clover seraya meletakkan pensilnya lalu menunjukkan hasil hitungannya pada Melvian. Cowok emo pecinta game itu mengangguk. Clover langsung mengepalkan tangannya dan mengangkatnya tinggitinggi ke udara, merasa puas dengan keberhasilan kecilnya itu. Sementara Renji gelenggeleng melihat kelakuan temannya itu. Saat sedang asyiknya mengerjakan soal yang baru saja diberikan Melvian, mendadak ketiganya dikejutkan oleh Sphyros yang masuk lewat pintu depan tanpa mengetuk terlebih dahulu. Reflek Clover yang terkejut langsung membentak Sphyros dengan kasar. “HEH BUKA PINTU ATAU DOBRAK PINTU SIH??!!” bentaknya keras. “Sori!! Aku harus bicara dengan Perseus sekarang!! Mana dia?” tanya Sphyros. Melvian menunjuk ke atas seraya meneguk segelas susu coklat panas. Setelah
mengetahui keberadaan Perseus, Sphyros segera beranjak cepat ke lantai atas menuju kamar Perseus. “PERSEUS!!!” panggilnya keras. Saat di dalam kamar, lampu kamar mati dan suasananya begitu tenang. Di ranjang tampak Perseus yang mulai menggeliat kesal setelah mendengar teriakan Sphyros. “Sphyros…aku
sedang
istirahat,
kenapa
tiba-tiba
kau
merusak
tidur
nyenyakku??” tanya Perseus seraya mengusap matanya yang sayu karena mengantuk. “Maaf…aku hanya ingin tanya soal Treisdart.” Perseus langsung sadar seratus persen setelah mendengar kata Treisdart disebut. Ia merasa sesuatu yang penting ingin ditanyakan oleh Sphyros atau malah mungkin ia punya informasi. “Aku tadi lihat Treisdart Peviths disorot, ada cowok bernama Meredith Alexia yang sekarang menggantikan posisi Catrolux sebagai pemimpin Treisdart. Bukankah seharusnya Corvus yang berhak menggantikan posisi Catrolux?” tanya Sphyros. Perseus diam sejenak, kemudian ia beranjak dari ranjangnya lalu mengobrak-abrik laci meja kerjanya mencari-cari sesuatu. Dan akhirnya sebuah map berwarna hitam diangkatnya dari dalam laci. “Sphyros, menurut data Treisdart Peviths yang kuterima dari Catrolux dulu, Treisdart itu belum sepenuhnya jatuh ke tangannya. Meredith Alexia adalah orang yang sama yang pernah menjatuhkan Treisdart itu sekaligus orang yang berhasil membunuh orang tua Catrolux dan Corvus,” ujar Perseus. “Maksudmu?” “Ya begitu. Corvus itu dipisahkan dari Catrolux. Ia dibuang ke Saga City karena dianggap sebagai beban, sementara Catrolux di pekerjakan di Treisdart sebagai wakil direktur” ujar Perseus. Sphyros mengangguk-angguk mengerti. Perseus mengingatkan agar Sphyros tidak membicarakan hal itu pada Corvus dahulu karena sekarang bukan waktu yang tepat.
Š
Keesokan harinya rutinitas berjalan seperti biasa sampai waktu pulang sekolah di Dranoid. Clover, Sphyros dan Renji langsung pulang ke rumah seusai jam sekolah, Melvian pergi ke game center untuk mendaftarkan game buatannya dalam perlombaan membuat game, Perseus pergi ke Treisdart Celestresse untuk mempersiapkan proyek baru kerja sama antara Treisdart miliknya serta Treisdart Peviths. Sementara Chloe dan Corvus asyik menikmati weekend di Virdia Mall. Maklum belakangan ini dua orang itu jadi dekat. “Corvus…kamu ini kenapa sih?” tanya Chloe heran. “Ehm…tidak. Aku hanya bingung, kenapa Treisdart Peviths tidak jatuh ke tanganku? Padahal Catrolux sudah tidak ada tapi kenapa Treisdart masih berjalan normal? Di tangan orang lain?!” ujar Corvus bingung. Cowok itu tampak depresi memikirkan banyak perihal tentang Treisdart miliknya. Chloe sendiri sebenarnya juga bingung tentang Treisdart miliknya. Perseus biasanya mengijinkannya membantu mengurusi Treisdart, tapi kali ini ia malah melarang Chloe datang ke Treisdart. “Sudahlah, kita masih sekolah kan? Untung-untungan masih ada yang mau mengurus” ujar Chloe seraya menepuk Corvus dengan wajah datarnya. Corvus mengangguk setuju. Seusai nge-date, Chloe dan Corvus buru-buru pulang ke rumah setelah mendapat kabar bahwa mereka diundang ke Celestial City untuk menghadiri sebuah pesta besar yang diadakan Treisdart Celestresse dan Peviths. Pesta yang katanya akan menjadi pesta termewah sepanjang tahun itu diadakan dalam rangka pembukaan proyek baru kedua perusahaan tersebut. Bukan hanya Chloe dan Corvus tapi juga Feltris, Sphyros, Melvian, Clover dan Renji. Malam harinya Perseus mengirimkan satu limo Nevro untuk menjemput mereka bertujuh. “Wah…ini mobilmu, Chloe?” tanya Sphyros.
“Tidak juga sih. Ini mobil Perseus, aku kurang suka menggunakan limo yang panjang ini” balas Chloe yang masih sibuk memperbaiki letak tas ranselnya. “Keren ya!! Lihat deh, ada minibar-nya lho!! Ada Cleptris, ada Rhym. Lengkap banget!!” ujar Renji seraya melihat satu persatu botol-botol minuman disitu. “Lho, bukannya kamu tidak minum Cleptris ya Chloe?” tanya Corvus. “Perseus yang minum. Jangan kau kira dia bukan pecandu Cleptris lho. Tapi dia jarang sekali meminumnya semenjak Treisdart Celestresse menjadi tanggungannya ketika ia berumur 17 tahun. Itu sekitar tiga tahun yang lalu,” ujar Chloe. Sementara Renji, Sphyros dan Feltris jadi “HeRi” alias “Hepi Sendiri” karena mereka belum pernah menaiki mobil semewah itu sebelumnya, Clover, Melvian, Chloe dan Corvus malah lebih asyik melihat jalan. Memang jalan-jalan protocol di daerah Dual City menuju Celestial City sangatlah indah di malam hari. Lampu-lampu cantik menyala indah diantara kerumunan orang yang sibuk menjalankan rutinitas malam mereka. Membuat mereka yang kaum Saga berdecak kagum. “Eh…itu apa?” tanya Feltris yang baru pertama kali masuk ke Celestial City. “Itu Treisdart Celestresse, gedung pertama” jawab Melvian dengan nada bangga. Maklum, dia masih berhubungan darah dengan keluarga Celestresse yang merupakan bangsawan Mafia tertinggi di Celestial City. “Melvian!! Nggak usah pamer napa sih!!” ujar Chloe seraya menyikut rusuk Melvian. “Aduh!! Iya, iya!! Habisnya Feltris kan tanya jadi kujawab saja” balas Melvian seraya mengusap rusuknya. Setelah melewati gedung Treisdart pertama milik Celestresse, sampailah mereka di gerbang Previstan Celestresse. Kediaman Celestresse yang didominasi warna netral dan lembut tampak begitu mewah ketika dilihat dari dekat. Sphyros dan Renji yang dulunya pernah bekerja sebagai satuan Sarcas di situ menghela napas lega, setelah sekian lama mereka meninggalkan Previstan itu, ternyata tempat itu
masih seperti dulu. Meskipun besar tapi terlihat begitu natural dengan tembok-tembok kaca bening di beberapa bagian tembok depannya. “Ehm…guys, dasarnya kita sudah terlambat nih!! Cepat ganti baju, lalu kumpul lagi disini. Perseus sudah berangkat duluan ke Merediva Carvadle, entar dia nungguin!!” Setelah berkata demikian, gadis itu berlari kencang ke lantai atas, meninggalkan enam orang cowok yang kebingungan harus berganti pakaian dimana. Untung saja Lexa, maid pribadi Chloe tiba-tiba muncul dan memberitahukan kamar gantinya. Sepuluh menit berlalu, Corvus, Clover, Renji, Melvian, Sphyros dan Feltris sudah menunggu Chloe di tempat awal mereka berpisah tadi, tapi gadis itu belum muncul juga. Sphyros yang sudah kalut lantaran membenci pakaian sejenis tuxedo yang dikenakannya terlalu panas mulai mengomel tidak karuan. “Ngapain sih tuh cewek. Pasti lagi dandan, katanya suruh cepat, eh…dianya lama!!” omelnya. “Diamlah Sphy!! Dia itu tamu terhormatnya, masa dia mau berdandan ala kadarnya? Nggak mungkin!!” bentak Feltris. “Maaf!! Aku terlalu lama ya??!! Sori banget, tadi aku kesulitan memasang tali gaunku!!” ujar Chloe seraya berlari kecil menuruni tangga. Gaunnya yang berenda-renda dan mengkilap melambai-lambai menciptakan sosok elegan yang biasanya tidak nampak pada diri gadis itu. “Wow, Chloe!! Cantik juga kau. Tumben mau pakai baju pemberianku??” tanya Clover seraya berjalan memutari gadis muda itu. “Karena satu-satunya baju yang sudah disiapkan oleh Lexa itu ini!! Tapi…baju ini manis juga. Eh!!! Malah ngobrol, ayo berangkat!!” Mereka bertujuh berangkat menuju Merediva Carvadle tepat pukul tujuh malam. Merediva Carvadle adalah sebuah ballroom megah yang dibangun oleh keluarga Peviths saat Merediva Peviths dan Carvadle Peviths menikah. Gedung itu dibangun khusus untuk melaksanakan pernikahan mereka. Corvus merasa orang tuanya terlalu berlebihan dalam menyelenggarakan pesta,
setelah ia tahu dari Chloe tentang sejarah singkat Merediva Carvadle. Ia sadar karena pemborosan orang tuanya, Treisdart jatuh bangkrut dan akhirnya dirinya dibuang ke Saga City. Jalan sejauh sembilan puluh kilometer ditempuh untuk bisa mencapai ballroom megah itu. Rasanya begitu membosankan saat mereka bertujuh harus duduk diam dengan baju yang begitu ribet di dalam mobil. Tapi ternyata usaha mereka bertahan di dalam mobil selama hampir satu jam terbayar ketika mereka tiba di Merediva Carvadle. “Wow…ini Merediva Carvadle? Aku tak menyangka, sebuah gedung resepsi sampai semewah ini” ujar Feltris dan Sphyros nyaris bersamaan. “Guys, kita masuk dulu yuk, baru ngobrol. Nggak enak kita sudah terlambat” ujar Chloe seraya menyibakkan rambut pink pucat miliknya. “Chloe, karena ini pesta besar, rasanya lebih baik kita berbaur, jika tidak Perseus bisa-bisa kalap” ujar Melvian. Chloe mengangguk setuju dengan usul Melvian. Segera ia menyeret Corvus menjauh dari teman-teman yang lain menembus kerumunan para hadirin dan menemukan Perseus di pusat ruangan. Sementara Melvian pergi bersama Clover dan Renji menuju buffet table dan Sphyros serta Feltris pergi ke sebuah meja besar yang sudah ditata rapi untuk makan malam dan duduk disana. “Chloe, kenapa kita harus berpisah dengan yang lain??! Kau tahu kan aku terlalu canggung untuk berada di sebuah pesta!!” bisik Corvus gugup. “Tenanglah, kalau ada Perseus semuanya pasti aman terkendali” balas Chloe enteng. “Hei, kalian berdua!! Dari tadi kucari kemana-mana!!” panggil Perseus tiba-tiba. “Kakak!! Panjang umur deh, baru dibicarain,” ujar Chloe seraya mencium pipi kakaknya. “Malam Perseus,” sapa Corvus singkat. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa saat ada di tengah-tengah pesta seperti itu.
“Corvus, selamat malam. Hei, santai donk!! Ada yang ingin kuperkenalkan, ayo ikut aku,” ujar Perseus. Corvus melirik kearah Chloe, menyorotkan tanda tanya besar melalui matanya. Gadis cantik itu mengangkat bahu tanda bahwa ia sendiri tidak tahu apa-apa. Perseus membawa mereka ke ujung ruangan di dekat buffet table menemui seorang laki-laki ber-tuxedo serba hitam dan mengenakan collar anjing berwarna hitam di lehernya. “Perkenalkan, ini Meredith Alexia, pemimpin Treisdart Peviths yang baru” ujar Perseus. Senyum di wajahnya tampak begitu dipaksakan dan Chloe tahu betul kenapa. Treisdart Peviths seharusnya bukan milik cowok berambut abu-abu itu. Chloe juga tidak begitu suka dengan cara Meredith menatap dirinya. Berbeda dengan Catrolux yang jauh lebih lembut saat menatap dirinya, Meredith menatapnya licik, seperti ada maksud tertentu di balik senyumannya yang enteng itu. “Hai, aku Meredith Alexia, senang berkenalan dengan kalian berdua” ujarnya seraya meraih tangan Chloe dan mengecupnya. Di situlah emosi Corvus mulai bergejolak, antara cemburu dan ingin melindungi Chloe dari cowok mencurigakan itu. “Hhh…aku Chloe Tristan Celestresse, putri bangsawan Celestresse salam kenal” ujar Chloe sambil berusaha menarik tangannya dari genggaman Meredith. “Aku Corvus Peviths, salam kenal” ujar Corvus dingin. Meredith berpaling menatap Corvus. Memandangnya tepat di mata, jelas tersirat kebencian muncul di matanya ketika bertemu pandang dengan Corvus. Corvus sendiri sebenarnya sudah mengenal Meredith. Putra tunggal Alexia yang mengambil alih Treisdartnya ketika Peviths jatuh bangkrut. “Corvus, berbincang-bincanglah sebentar dengan Meredith, aku ada perlu dengan Chloe, ya?” ujar Perseus tiba-tiba. “Oh, tentu saja” balas Corvus. Yang benar saja, ngobrol dengan bocah ini? Cih!! Batin Corvus sebal. Tapi akhirnya Perseus dan Chloe meninggalkannya juga. Betapa sebalnya dia harus berada disana bersama Meredith entah sampai berapa lama.
“Corvus Peviths…darimana saja kau? Baru sampai di pesta jam segini?” tanya Meredith enteng. “Saga City, kau tahu kan seberapa lamanya perjalanan dari sana kesini” ucap Corvus apa adanya. Air muka Meredith berubah, seperti sedang menahan tawa. Corvus menghela napas, mengontrol dengan baik kesabarannya. Sementara itu, Perseus dan Chloe memojok di sudut ruangan, sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya tidak boleh didengar oleh orang lain. “Chloe, aku ingin jujur padamu. Kematian Catrolux dimanfaatkan oleh Meredith untuk membuka portal penghubung ke dunia seberang” ujar Perseus. “Lalu…apa tujuannya?” tanya Chloe bingung. “Core…pusat tenaga dua dunia. Dunia kita dan dunia seberang. Jika dia berhasil mendapatkan kedua core maka dia bisa menguasai kedua dunia” “Kalau begitu mudah saja, kita tinggal menyingkirkannya” ujar Chloe enteng. “Masalahnya yang menjadi kunci pembuka portalnya adalah…Corvus. Meredith punya rencana sendiri untuk menggunakan Corvus agar portalnya bisa terbuka” ujar Perseus. Chloe memekik kaget seraya mengatupkan tangannya di depan mulut dan bersamaan dengan itu, suara teriakan kaget di tengah kerumunan hadirin terdengar. “Eh…ada apa?” tanya Perseus. Salah seorang Sarcas kemudian memberitahu Perseus jika di pusat ruangan ada dua orang sedang bertengkar. Beberapa unit Sarcas sudah diperintahkan untuk menahan salah satu dari mereka. Segera Perseus dan Chloe menerobos kerumunan orang yang menjadikan baku hantam itu sebagai tontonan yang jarang dilihat. Memang di Celestial tidak pernah terjadi kriminalitas. Benar-benar seperti surga, tapi jika sudah ada pendatang, terutama dari Saga City, Celestial City pasti jadi kacau. “Lepaskan!!! Dia pantas menerima itu!!!” Corvus berseru marah. Wajahnya tampak liar, ia terus berusaha melepaskan diri dari kekangan para Sarcas. Sementara
Meredith terduduk di lantai, wajahnya tampak begitu marah sekaligus muak melihat Corvus. “Bawa dia pergi!!! Aku tidak ingin melihatnya lagi!!!!” perintahnya keras. Satuan Sarcas segera melaksanakan perintah Meredith, mereka menyeret Corvus keluar Merediva Carvadle dan melemparkannya. “Sialan…berani benar si Meredith itu” gumam Corvus kesal seraya menyeka darah yang mengalir dari mulutnya. “Corvus!! Kau tidak apa-apa?” tanya Chloe yang tiba-tiba muncul bersama Perseus di depan gerbang Merediva Carvadle. “Chloe…ya aku nggak apa,” ujar Corvus. Tiba-tiba Chloe memeluk Corvus kemudian membentaknya keras. “Kamu ini kenapa sih!!! Jangan melibatkan dirimu sendiri!! Aku nggak suka….” ujar Chloe khawatir. Corvus terhenyak kaget mendengar ucapan Chloe, padahal ia berjanji tidak akan membuat Chloe khawatir tapi sekarang dia malah membuat Chloe menangis. “Sssh…Chloe, maafkan aku…aku tidak bermaksud…” ujar Corvus terbata. Derap langkah kelima orang yang lain terdengar makin keras dan semakin dekat. Melvian si hacker, Clover si gamer, Sphyros serta kakaknya dan juga Renji tiba, khawatir akan keadaan Corvus. “Corvus!! Kau ini buat masalah lagi ya??!!” tukas Sphyros kesal. “Hei sudahlah, sebenarnya ada apa ini?” ujar Melvian menengahi. “Aku sendiri tidak tahu. Tiba-tiba saja, seorang Sarcas memberitahu aku dan kakak kalau ada keributan” jawab Chloe. “Corvus bertengkar dengan Meredith, entah karena apa. Tapi yang pasti Corvus sudah dibuat kesal olehnya,” sambung Perseus. Corvus mendengus kesal seraya
membuang muka setelah mendengar nama Meredith disebut. Corvus beranjak berdiri, berpaling menatap Perseus tajam. “Perseus…aku tahu kau menyembunyikan sesuatu. Kenapa tidak kau beritahu saja aku sekarang? Sekalian supaya kami semua mendengar,” ujar Corvus. Perseus tampak enggan menjawab, namun apa boleh buat, sudah waktunya Corvus tahu. “Sebenarnya…yang diinginkan Meredith adalah…Core yang menjadi pusat dua dunia. Jika dia berhasil mendapatkannya…dunia ini akan ada di bawah kekuasaannya” tukas Perseus ada perubahan dalam nada bicaranya, terdengar begitu dalam dan kuat. “Core dua dunia? Dunia ini hanya punya satu Core. Satunya lagi dimana?” tanya Clover. “Di dunia seberang. Melalui portal…dia bisa mendapatkan kedua Core. Dan yang kutakutkan…adalah….” Chloe berhenti berucap. Air mukanya berubah menjadi murung bercampur takut. Ekspresi yang tidak pernah ditunjukkan oleh gadis datar itu dihadapan orang lain selain Perseus. Tahu bahwa sang adik tidak mungkin sanggup mengatakan yang sebenarnya, Perseus pun angkat bicara. “Satu-satunya kunci yang bisa membuka portal tersebut adalah Corvus. Hanya dengan Amaranthine miliknya, portal bisa terbuka.” “Maksudmu?” tanya Sphyros tegang. “Portal hanya akan terbuka jika Corvus dibunuh,” ujar Melvian enteng. Clover, Renji, Sphyros dan Feltris terhenyak tak percaya mendengar pernyataan Melvian. Sementara Corvus hanya memasang tampang tak peduli, meskipun dalam hatinya perasaan takut dan khawatir menyelimuti. “Begini…aku punya rencana untuk mengawasi sejauh mana pergerakan Meredith sekarang” ujar Perseus. Cowok berambut pirang itu mulai membeberkan rencana yang sudah tersusun dalam otaknya. Rencana sempurna untuk menjatuhkan Meredith.
“If I destined to die, then I shall”
Street 19
The Key to Jingaoschi Corvus’s death
Hari berikutnya, tepat pukul sebelas malam, Perseus beserta Corvus, dan Sphyros menjalankan rencana mereka. Menyusup ke dalam gedung utama Treisdart Peviths hendak memata-matai pergerakan Meredith. Sementara Chloe, Clover, Melvian, Feltris dan Renji berada di markas mengawasi melalui laptop. “Itu Meredith!! Tanpa dipancing sudah muncul sendiri” bisik Perseus. “Sekarang kita tinggal mengikutinya” balas Sphyros. Corvus mengangguk dan mulai bergerak memimpin. Ketiga cowok itu mengikuti Meredith hingga sampai di sebuah ruangan berlapis kaca dengan hanya satu pintu keluar dan satu pintu lagi menuju ke sebuah ruangan. Sesuai dugaan, Meredith memasuki pintu kecil berlapis baja di ujung ruangan. “Bagus, sekarang dia terjebak di dalam sendirian, kita bisa mengintainya lebih dekat lagi,” ujar Corvus. “Benar. Corvus, kau masuk ke dalam…berhati-hatilah. Aku dan Sphyros akan berada diluar, mengawasi” tukas Perseus tegas. Cowok berambut hitam itu mengangguk kemudian mulai bergerak pelan, menyusup masuk ke dalam ruangan Meredith. Sementara Perseus dan Sphyros berjaga di luar. Saat tiba di dalam, Corvus tidak menemukan sosok Meredith, hilang entah kemana. Matanya menyisir seluruh ruangan
mencari sosok cowok berambut abu-abu. Namun tak juga ia temukan sosok yang ia cari. Hingga mendadak sebuah suara yang rendah dan terdengar kelam memanggil namanya. “Corvus Peviths…sesuai dugaanku, kau mengikutiku masuk” ujarnya licik. Corvus berbalik cepat mencari sumber suara yang menyapanya. Dan tampaklah, Meredith dengan senyum liciknya menatap tajam penuh kemenangan. “Kau…??!!! Jadi selama ini kau tahu soal rencana penyusupan ini??!!!” bentak Corvus yang mulai emosi. “Tidak hanya itu…bahkan, aku sudah menyiapkan kejutan untukmu, Corvus” Ratusan tombak besi mencuat keluar dari lantai tempat Corvus berpijak. Suara tawa Meredith menggelegar ke setiap sudut ruangan, memberikan peringatan pada Perseus dan Sphyros untuk segera masuk menolong. Namun sayang, mereka berdua juga masuk ke dalam jebakan Meredith. Satu-satunya pintu dalam ruangan itu mendadak terkunci dan dari arah atas ratusan Sarcas muncul mengepung Perseus dan Sphyros dan semua kejadian itu terekam dalam kamera yang terhubung dengan laptop Melvian. “Oh…tidak…” ujar Feltris. “Tamat sudah…portalnya…sudah terbuka….” sambung Melvian. Chloe tampak begitu shock, di layar laptopnya bercak-bercak darah menutupi seluruh lensa kamera dan merahasiakan apa yang terjadi di ruangan Meredith. “Chloe…bagaimana Corvus?? Chloe…? Chloe…!!!” Clover mengguncangguncangkan tubuh Chloe, berusaha menyadarkan gadis itu dari lamunannya. “Ini…aku tidak tahu…” balas gadis itu tidak berdaya. “Melvian!! Hubungkan communication device Corvus dengan laptopmu!!” ujar Renji khawatir. Tangan Melvian bergerak cepat menelusuri permukaan keyboard laptopnya, berusaha berkomunikasi dengan Corvus. “Corvus!!! Oi, Corvus!!! Kau dengar aku??!!” seru Melvian. Kembali ke hadapan laptop Chloe, layar kamera sudah bersih dari darah dan jelas terlihat, tubuh Corvus
ditembus ratusan tombak besi, menghasilkan lautan darah merah di seluruh lantai ruangan. “Co…Corvus…nggak…mungkin….” Ujar Chloe yang matanya sudah mulai berkaca-kaca. Dadanya sesak menyaksikan cowok yang ia sayangi sekarat. Terlihat jelas di layar laptopnya, Corvus sempat tersenyum pada dirinya dan berkata. “Chloe…aku
menyayangimu…”
Setelah
itu
ia
menghembuskan
nafas
terakhirnya. Tawa kemenangan Meredith terdengar menggelegar menyertai tangisan Chloe. Dengan kematian Corvus, keberhasilan Meredith tinggal sedikit lagi, portal telah terbuka, dunia baru bernama Jingaoschi telah terbuka. Kini hanya tinggal Chloe, Clover, Melvian, Renji dan Feltris sendiri. Tanpa rencana, tanpa persiapan apapun. Perseus dan Sphyros tertangkap dan sudah menjadi tahanan Meredith. Mereka berlima tidak bisa melakukan apapun lagi.
“I shall granted his wish to bring back the honor of Saga”
The Last Street
Beginning The Story Continued
Hari ini merupakan hari gelap bagi keluarga Celestresse. Sebuah peperangan demi mengambil kembali hak para Saga merenggut begitu banyak nyawa. Seluruh Celestial City diliburkan. Tidak ada yang bekerja maupun bepergian. Salah satu tradisi jika seorang anggota Mafia berpulang. Kejadian yang begitu mengejutkan dan tidak dapat diterima begitu saja. Chloe tidak rela Corvus meninggalkannya secepat itu. Padahal untuk pertama kalinya, gadis itu jatuh cinta dengan seseorang sampai ia sendiri rela memberikan nyawanya. Tapi kini orang itu tidak ada. Datang bagaikan angin semilir yang menyejukkan tapi tiba-tiba hilang seperti debu. Itulah yang digambarkan Chloe. “Chloe, ayolah keluar dari kamar. Kita semua bersedih, tidak hanya kau” bujuk Melvian seraya mengetuk pintu kamar Chloe. Tidak ada yang menyahut dari dalam. Hanya terdengar isak tangis dan sebuah musik bermain lembut namun menyayat hati. “Bagaimana?” tanya Clover sekembalinya Melvian ke ruang makan. Cowok berkacamata itu menggeleng kemudian menjatuhkan dirinya diatas kursi berwarna pastel. “Melvian…aku tahu ini bukan saatnya membahas soal perang…tapi kemarin pasukan Black Requiem kukirim untuk memeriksa gedung Peviths” ujar Renji. Melvian tidak begitu bersemangat mendengarkan Renji tapi ia harus. Jika ini menyangkut peperangan yang belum selesai maka ia harus tahu.
“Kau tahu apa yang mereka temukan?” tanya Renji membuat Clover dan Melvian semakin penasaran. “Apa Renji? Jangan membuat kami penasaran” seru Feltris yang dari tadi diam saja. “Sebuah portal. Apakah itu yang kau maksud dengan gerbang menuju dunia seberang?” tanya Renji. Semuanya langsung memandang Melvian, penuh tanya. Cowok berambut abu-abu itu segera membuka laptopnya kemudian mengetikkan sesuatu. “Ketemu!” Sebuah website terbuka, membahas tentang Blue Amaranthine dan pemiliknya. Dikatakan disana, pemilik Blue Amaranthine merupakan orang yang memiliki hubungan darah dengan orang yang ada di dunia seberang. Meski lahir tanpa tahu satu sama lain, hubungan darah mereka akan saling tarik menarik. Blue Amaranthine dimiliki oleh mereka yang benar-benar berniat baik dan dirasa bertanggung jawab dalam menggunakan kekuatan itu. Lepas dari Blue Amaranthine, ada kekuatan lain yang juga merupakan Amaranthine. Namun tidak sekuat Blue Amaranthine. Amaranthine ini lebih menggunakan kekuatan gelap dibandingkan cahaya. Amaranthine yang hilang dan dibuang. Untuk mendapatkan kekuatan totalnya, Amaranthine ini harus membunuh orang lain ataupun Blue Amaranthine. “A…apa maksudnya?” tanya Clover. Jelas terlihat kekhawatiran yang teramat sangat di wajah Clover. Sebuah penjelasan pendek yang cukup menjelaskan bahwa masalah mereka bukan milik mereka sendiri. Melainkan punya dunia lain juga. Meskipun dunia lain itu belum menyadarinya. “Berarti…Meredith…dia seorang Amaranthine, tapi bukan Blue Amaranthine, begitu?” tanya Renji. Melvian mengangguk kemudian berkata, “lalu hubungan darah para Blue Amaranthine. Bisa jadi salah satu dari kita. Bisa aku, Chloe dan Perseus, Sphyros dan Feltris, Clover atau Renji.” Misteri baru yang harus mereka pecahkan. Tidak begitu tahu apa yang harus dilakukan. Melvian menutup laptopnya kemudian merenung sebentar. Tampak sedang berpikir keras.
“Ada apa, Melvian? Apa kau ada rencana lagi?” tanya Feltris. Melvian menggeleng putus asa. Sepertinya ia sudah kehabisan rencana. Otaknya terkuras habis. Bingung antara harus melakukan sesuatu dengan portal itu atau tidak. “Untuk sementara waktu, jangan beritahu Chloe tentang portal ini. Aku yakin, seseorang dari dunia seberang akan masuk melalui portal itu kemudian menghampiri kita dengan sendirinya” ujar Melvian mantap. Sebuah prediksi yang belum pernah dibuat oleh Melvian. Namun entah kenapa Clover, Renji dan Feltris mempercayainya. Sekarang hanya tinggal menunggu waktu dan mempercayakan semuanya pada takdir. Jika takdir dipihak mereka semua prediksi Melvian benar adanya. Tapi jika tidak takdir akan mengecewakan mereka semua. “Tapi…apa kau bisa menjamin seratus persen bahwa akan ada seseorang yang akan melewati portal itu dengan gampangnya?” tanya Clover. Melvian menunduk kemudian menggelengkan kepalanya. Bahkan otak pun sekarang tidak berguna. Masalah ini sudah diluar batas kemampuan mereka berlima. Sejauh ini yang memiliki Amaranthine hanya Chloe dipihak mereka, sementara Meredith, dirinya memiliki Amaranthine. Meskipun Melvian yakin Amaranthine itu bukan seperti milik Chloe tapi, Meredith juga memiliki Amaranthine Corvus, itu yang ia khawatirkan. “Lalu…apakah kita mau menunggu sampai saat itu tiba?” tanya Renji. “Yeah…aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Untuk sementara, kita memang tidak bisa apa-apa, tapi selama itu aku akan melakukan apa yang aku bisa.” Tiba-tiba suara lembut berucap tegas dari arah belakang mereka. “Kau benar, Melvian. Aku tidak ingin Treisdart Celestresse tidak aktif lagi. Aku ingin memegang kendali sementara Treisdart milik ayah.” Chloe menatap tajam kearah sepupunya. Melvian tersenyum kemudian mengangguk. “Baiklah, aku akan mengaturnya. Mulai besok, kita hanya bisa melakukan rutinitas sehari-hari, dan sembari melakukan hal-hal seperti itu mari kita mencari informasi tentang portal itu.”
“Aku bersumpah akan mengabulkan harapan Corvus untuk menyatukan Saga dan Celestial.”
“There will be tomorrow. This story will always goes on”
To Be Continued…