ISSN 2337-6686 ISSN-L 2338-3321
STRATEGI UPAYA PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN AGROWISATA BERBASIS MASYARAKAT KAMPUNG DOMBA TERPADU JUHUT, PROVINSI BANTEN Yustisia Kristiana dan Stephanie Theodora M. Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan, Universitas Pelita Harapan e-mail:
[email protected] Abstrak: Agrowisata adalah salah satu alternatif potensial untuk dikembangkan di desa. Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam ekowisata karena agrowisata adalah bentuk kegiatan perjalanan wisata yang tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) potensi yang dimiliki dan upaya pengembangan agrowisata di Kampung Domba Terpadu, Juhut serta (2) mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam pengembangan agrowisata di Kampung Domba Terpadu, Juhut. Metode yang digunakan bersifat deskriptif, ekksploratif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara serta pengumpulan data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Kampung Domba Terpadu, memiliki potensi untuk menjadi salah satu kawasan agrowisata dan upaya yang dilakukan untuk mendukung potensi antara lain dengan (a) melakukan pendekatan advocary dalam mengembangkan kesepakatan dengan pihak luar, (b) melakukan kesepakatan tentang pembagian penerimaan antara biro perjalanan dengan pihak pengelola agrowisata dan (c) mengembangkan prasarana seperti jalan, tempat berteduh, lokasi untuk menikmati pemandangan alam, toilet, dan peta/sketsa kawasan wisata dan (2) terdapat kendala berdasarkan aspek konsep atau pola pikir, aspek sosial dan aspek artefak atau kebendaan dalam mengembangkan Kampung Domba Terpadu, Juhut. Kata kunci: agrowisata, model pengembangan agrowisata, agrowisata berbasis masyarakat Abstract: Agrotourism is one ofthe potential alternatives to be developed in the village. Agrotourism can be classified into ecotourism
activities as ecotourism is a form oftravel that does not damage or contaminate nature with the purpose to admire and enjoy the beauty of nature, animals or wild plants in their natural environment as well as educational facilities. The purpose of this study (1) to identify the potential and development efforts in the Kampung Domba Terpadu, Juhut and (2) identify the obstacles encountered in the development of agrotourism in Kampung Domba Terpadu, Juhut. The method used in this research is descriptive and data collection methods are observation and interviews and secondary data collection. The results ofthis study are (1) Kampung Domba Terpadu, Juhut has the potential to become one of the agrotourism area and the efforts made to potential support include (a) approach advocary in developing agreements with outside parties, (b) an agreement on the division of revenue between the travel agency with the manager agrotourism and (c) develop infrastructure such as roads, shelter, location to enjoy the natural scenery, toilets, and map / sketch tourist area, and (2) there are constraints based on the aspect ofa concept or paradigm, social aspect and aspect ofartifacts or material in the development ofagrotourism in Kampung Domba Terpadu, Juhut. Keywords: agrotourism, agrotourism development model, community-based agrotourism
PENDAHULUAN
Latar belakang penelitian ini adalah adanya bentuk pariwisata berkelanjutan yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan ekowisata. Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Ekonomi yang dikembangkan dalam ekowisata adalah yang dikembangkan oleh dan untuk masyarakat, demi meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Di waktu yang akan datang, kecenderungan wisatawan global lebih banyak akan berkunjung ke desa-desa terpencil untuk melihat sesuatu yang belum pernah dilihat di negaranya sendiri. Salah satu alternatif potensial untuk dikembangkan di desa adalah agrowisata. Jurnal Ilmiah Widya
Agrowisata ini tidak lain adalah suatu jenis pariwisata yang khusus menjadikan hasil pertanian, peternakan, atau perkebunan sebagai daya tarik bagi wisatawan. Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (ecotourism), karena agrowisata adalah bentuk kegiatan perjalanan wisata yang tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Bahasan tentang sektor pertanian dalam konteks pengembangan agrowisata dapat dipandang sebagai bagian dari budaya masyarakat. Provinsi Banten sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang mampu menarik wisatawan untuk datang. Provinsi Banten senantiasa mengembangkan kawasan wisata 1 Volume 3 Nomor 3 Januari - Juli 2016
Yustisia Kristiana dan Stephanie Theodora M., 1-12
yang berpegang pada prinsip pariwisata berkelanjutan. Salah satu kawasan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah daerah adalah Kampung Domba Terpadu (KDT). Kampung Domba Terpadu (KDT) berada di Cinyurup, Kelurahan Juhut Kecamatan Karang Tanjung Pandeglang Banten. Kawasan Kampung Domba Terpadu (KDT) yang berdiri pada tahun 2004 dan ditetapkan menjadi kawasan Kampung Domba Terpadu (KDT) yang berintegrarsi dengan tanaman sayur, tanaman pangan dan talas beneng. Pada tahun 2008 telah dibentuk kelompok Sadar Wisata sebagai bentuk apresiasi pemuda di kampung tersebut untuk terus mengembangkan bukan saja sebagai kampung penghasil ternak domba, penghasil aneka sayuran tetapi juga untuk terus mengenalkan daerah ini sebagai daerah wisata budaya. Di kampung ini juga terdapat peninggalan kerajaan Sunda yaitu Batu Bedil, Sumur Tujuh, Pahoman dan banyak peninggalan budaya lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi (1) potensi yang dimiliki dan upaya pengembangan agrowisata di Kampung Domba Terpadu, Juhut serta mengidentifikasi (2) kendala yang dihadapi dalam pengembangan agrowisata di Kampung Domba Terpadu, Juhut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dan metode pengmupulan data, dilakukan melalui observasi dan wawancara serta pengumpulan data sekunder.
PEMBAHASAN
Agrowisata Wolfe dan Bullen (2009:17) dalam Budiasa (2011:76) mendefinisikan agrowisata sebagai sebuah aktivitas, usaha atau bisnis yang mengkombinasikan elemen dan ciri-ciri utama pertanian dan pariwisata dan menyediakan sebuah pengalaman kepada pengunjung yang mendorong aktivitas ekonomi dan berdampak pada usaha tani dan pendapatan masyarakat. Sznajder, Pzezborska dan Scrimgeour (2009:51) menambahkan bahwa terdapat dua konsep agrowisata yaitu agrowisata tradisional dan agrowisata modern. Agrowisata tradisional hanya menawarkan paket liburan dengan tinggal sementara kepada wisatawan untuk menikmati sumber daya alami usaha tani dan petani hanya mendapatkan sejumlah kecil tambahan pendapatan. Selanjutnya, dalam agrowisata modern, petani lebih berinisiatif melakukan investasi untuk dapat menawarkan lebih Jurnal Ilmiah Widya
Strategi Upaya Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Agrowisata Berbasis Masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut, Provinsi Banten
banyak produk agroturistik dengan harapan dapat memberikan sumbangan nyata terhadap pendapatan usaha taninya. Basis Pengembangan Agrowisata Agrowisata juga merupakan sebuah bisnis pariwisata, tetapi berbeda dengan bisnis pariwisata lainnya karena basis pengembangannya pada pertanian dan gaya hidup perdesaan. Agrowisata sangat khusus dalam hal: (1) agrowisata menyediakan tempat perjalanan dan wisata yang bebas dari polusi dan kebisingan serta yang berlatarbelakang perdesaan, (2) biaya makanan, akomodasi, rekreasi, dan perjalanan dalam agrowisata lebih rendah (minimal), (3) agrowisata meminimalkan kecurigaan masyarakat perkotaan akan sumber bahan makanan dan bahan baku agroindustri seperti tanaman dan hewan/ternak, (4) lingkungan keluarga adalah salah satu ciri penting dalam agrowisata, (5) wisatawan tidak hanya dapat menyaksikan tetapi dapat berpartisipasi dalam aktivitas pertanian dan berpengalaman berusaha tani, dan (6) agrowisata dapat menciptakan kesadaran akan kehidupan perdesaan dan pengetahuan tentang pertanian, serta kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Budiasa (2011:4) mengemukakan dua model pengembangan agrowisata, yaitu agrowisata berbasis modal (capital-based agritourism) dan agrowisata berbasis masyarakat (community-based agritourism). Pengembangan agrowisata berbasis modal lebih menekankan pada kemampuan modal investor yang dapat melihat peluang keuntungan dari aktivitas agrowisata tersebut, dengan harapan bahwa keuntungan maksimal dari usaha agrowisata tersebut dapat dinikmati oleh investor. Selanjutnya, dalam pengembangan agrowisata berbasis masyarakat, anggota masyarakat mengorganisasi diri dan mengoperasikan bisnis agrowisata tersebut berdasarkan aturan-aturan serta pembagian tugas dan kewenangan yang telah disepakati bersama. Pariwisata Berkelanjutan Cronin (1990:15) dalam Sharpley (2000:17), menkonsepkan pembangunan pariwisata berkelanjutan sebagai pembanguan yang terfokus pada dua hal, (1) keberlanjutan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi di satu sisi dan (2) mempertimbangkan pariwisata sebagai elemen kebijakan pembangunan berkelanjutan yang lebih luas. Stabler dan Goodall (1996:180) dalam Sharpley (2000:15), menyatakan pembangunan pariwisata berkelanjutan harus konsisten atau sejalan dengan 2 Volume 3 Nomor 3 Januari - Juli 2016
Yustisia Kristiana dan Stephanie Theodora M., 1-12
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Lane (1994:108) dalam Sharpley (2000:4) menyatakan bahwa pariwisata berkelanjutan adalah hubungan triangulasi yang seimbang antara daerah tujuan wisata (host areas) dengan habitat dan manusianya, pembuatan paket liburan (wisata), dan industri pariwisata, dimana tidak ada satupun stakeholder dapat merusak keseimbangan. Atraksi Wisata Kampung Domba Terpadu Atraksi wisata yang dimiliki oleh Kampung Domba Terpadu Juhut ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian, sebagai berikut: 1. Atraksi Wisata Alam a. Gunung Karang; Kampung Domba Terpadu Juhut terletak di lereng Gunung Karang sehingga membuat kampung ini memiliki suasana yang sejuk. Wisatawan yang datang berkunjung ke Kampung Domba Terpadu Juhut dapat menikmati keindahan alam dari Gunung Karang tersebut. Wisatawan yang berkunjung ke Gunung Karang biasanya juga melakukan ziarah ke makam keluarga Sultan Hasanudin. di puncak Gunung Karang tersebut terdapat sumur keramat yang disebut Sumur Tujuh yang dulunya menjadi tempat persinggahan salah satu Wali Songo. b. Agrowisata; Sesuai dengan namanya, Kampung Domba Terpadu Juhut ini merupakan peternakan domba. Di Kampung Domba Terpadu Juhut ini terdapat kurang lebih 200 ekor domba yang dikembangkan, diantaranya domba Etawa, Barbados, domba Garut, domba Sumatra, dan domba lokal. Tidak hanya peternakan domba saja yang ada di Kampung Domba Terpadu Juhut ini, melainkan juga tempat pengembangan sayuran organik seperti calsin, wortel, tomat; tanaman perkebunan, seperti jagung, kacang tanah, buncis, ubi jalar, ubi kayu dan juga buah-buahan, seperti stroberi yang bisa dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Kampung Domba Juhut. 2. Atraksi Wisata Budaya a. Rampak Bedug; Kata "rampak" mengandung arti "serempak" juga banyak. Jadi "rampak bedug" adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa banyak bedug dan ditabuh secara serempak sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar. Rampak bedug dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni bedug atau ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka "Rampak Bedug" hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya. Rampak bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci 3 Jurnal Ilmiah Widya
Strategi Upaya Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Agrowisata Berbasis Masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut, Provinsi Banten
Ramadhan, persis seperti seni ngabedug. Walau para pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan pencipta seni memandang seni rampak bedug sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai. Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki, tetapi terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain sebagai berikut: (1) Pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang, (2) Pemain perempuan sebagai penabuh bedug, (3) Baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari. Waditra (alat musik) rampak bedug terdiri dari: (1) Bedug besar, berfungsi sebagai bass, (2) Ting tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama lagu bernuansa spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain), (3) Anting caram dan anting karam terbuat dari pohon jambe dan dililiti kulit kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari. b. Debus; Seni pertunjukkan ini merupakan kesenian yang sangat populer di Provinsi Banten, karena hampir ada dan tumbuh berkembang dengan baik di tiap pelosok daerah di Banten, termasuk Pandeglang. Sehingga debus dapat dikatakan sebagai seni pertunjukkan khas Banten. Permainan debus merupakan seni pencak silat yang berhubungan dengan ilmu kekebalan sebagai refleksi sikap masyarakat Banten untuk mempertahankan diri. Kesenian tradisional yang dikombinasi dengan seni tari, seni suara dan seni kebatinan ini bernuansa magis. Debus adalah seni pertunjukan yang memperlihatkan permainan kekebalan tubuh terhadap pukulan, tusukan, dan tebasan benda tajam. Dalam permainannya, debus banyak menampilkan atraksi kekebalan tubuh sesuai dengan keinginan pemainnya. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa sekitar abad ke-17 (1651-1652), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah. Pada perkembangan selanjutnya, debus menjadi salah satu bagian dari ragam seni budaya masyarakat Banten. c. Padingdang Pandeglang; merupakan salah satu kesenian hasil dari kolaborasi rampak bedug Pandeglang dengan kendang pencak, tarian Saman, teriakan Beluk, lagu-lagu, tarian pencak silat, angklung dodod dan jenis seni tradisi lainnya. Padingdang Pandeglang ditata sesuai kebutuhan paket pertunjukan modern yang terdapat pola tabuhan perkusi melalui waditra bedug, kendang, dan terbang yang terbalut rapih aransemen musik dan melodi vokal Saman, Beluk dan Sholawatan terbang tandak serta lengkingan terompet pencak. Volume 3 Nomor 3 Januari - Juli 2016
Yustisia Kristiana dan Stephanie Theodora M., 1-12
d. Makanan khas 1) Emping Melinjo; Emping adalah sejenis makanan ringan yang terbuat dengan cara menghancurkan bahan baku (biasanya terbuat dari biji melinjo) hingga halus kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. 2) Otak-otak; Teksturnya yang lembut karena terbuat dari ikan tenggiri yang diaduk merata dengan tepung tapioka (aci), santan, bawang putih, merica, gula pasir dan garam, serta aroma yang timbul dari daun pisang (sebagai pembungkusnya) yang terbakar di atas arang. 3) Angeun lada; atau sayur lada merupakan masakan berupa sayur yang dicampur dengan daging kerbau atau sapi dan menggunakan daun khas bernama daun walang yang wanginya sangat menyengat seperti binatang walang sangit. 4) Kue jojorong; biasanya disebut sebagai putri malu oleh masyarakat karena bentuknya yang putih halus dan tidak terlihat isi kue tersebut bila dilihat nampak luarnya saja. 5) Kue pasung; terbuat dari tepung beras, hanya saja ada adonan kue ini terdiri dari dua adonan, campuran tepung beras dan gula aren/merah, kemudian adonan tepung sagu dan santan untuk membuatnya jadi kenyal. Keunikan dari kue ini memang bentuknya yang menyerupai corong. 6) Balok menes; Kue balok adalah khas makanan dari Menes, sebuah kecamatan di Kabupaten Pandeglang, Banten. Kue balok adalah sejenis makanan yang terbuat dari singkong, berbentuk segi empat layaknya kotak, dan berwarna putih. Keunikan dari makanan ini adalah penambahan dua bumbu yaitu bawang goreng yang dicampur sejenis minyak, diolesi tepat di atas potongan balok ini, dan ditambah serundeng di atasnya. 7) Apem putih; Makanan khas Pandeglang yang berbahan baku beras dan tape ini mudah ditemui saat bulan Ramadhan. Warnanya putih bersih berbentuk kotak bertekstur kenyal. Rasa asam pada kuliner tradisional ini tidak lagi terasa saat dibumbui dengan kinca (gula merah cair) atau sirup aneka rasa. Fasilitas Letak Kampung Domba Terpadu Juhut yang cukup jauh dari pusat kota tidak membuat kampung ini memiliki fasilitas yang buruk. Wisatawan yang mulai berdatangan ke tempat ini membuat pemerintah daerah setempat mengembangkan sarana dan prasarana dari Kampung Domba Terpadu Juhut ini. Kampung Domba Terpadu Juhut memiliki tempat penginapan yang cukup nyaman untuk wisatawan berkunjung ke daerah ini. Rumah masyarakat juga telah dipersiapkan untuk menjadi homestay bagi wisatawan yang berkunjung. Kampung Domba 4 Jurnal Ilmiah Widya
Strategi Upaya Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Agrowisata Berbasis Masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut, Provinsi Banten
Terpadu Juhut juga memiliki area parkir yang memungkinkan wisatawan untuk memarkirkan kendaraan, hanya saja area parkir ini belum memadai untuk kendaraan jenis bis. Sehingga untuk bis harus memarkirkan kendaraannya dengan jarak yang cukup jauh. Toilet umum belum tersedia, yang tersedia adalah toilet yang berada di area tempat penginapan. Di Kampung Domba Terpadu Juhut belum terdapat rumah makan, bila wisatawan hendak membeli makanan jarak terdekat rumah makan adalah sekitar 1 km. Di daerah ini pun sudah terdapat jaringan internet dan sinyal yang cukup baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan sosial dari wisatawan yang datang. Akses Akses untuk menuju Kampung Domba Terpadu Juhut ini cukup mudah, dengan letak kampung ini yang berjarak kira-kira 3 km dari jalanan utama Serang-Pandeglang, ke arah kaki Gunung Karang, membuat wisatawan tidak terlalu sulit untuk berkunjung ke Kampung Domba Terpadu Juhut. Wisatawan yang ingin datang ke Kampung Domba Terpadu Juhut ini dapat menggunakan motor, mobil, bahkan bis dengan kapasitas 20-30 orang. Wisatawan juga dapat berkunjung ke kota Pandeglang dahulu sebelum menuju ke Kampung Domba Terpadu Juhut ini. Hasil dan Pembahasan Setelah melakukan wawancara dan observasi, hasil pengumpulan data dari berbagai elemen penelitian seperti terlihat pada tabel 1 berikut: No Temuan Elemen Penelitian Aspek konsep/pola pikir v 1 Kesadaran dari masyarakat setempat tentang potensi yang dimiliki dalam rangka pengembangan agrowisata. v 2 Kehendak dari masyarakat setempat bahwa potensi itu harus dikembangkan. 3 Kesepakatan dari masyarakat setempat untuk menerima uluran tangan dari pihak luar (lembaga independen) dalam rangka pengembangan potensi. v 4 Inisiatif dari pihak luar(lembaga independen) untuk mendorong masyarakat setempat untuk mengembangkan potensinya, dalam rangka konsep keberlanjutan. 5 Kesepakatan dengan masyarakat di sekitarnya yang terkait/tersentuh dalam pengembangan potensi tersebut, untuk mengembangkan potensi agrowisata,khususnya yang berkait dengan hak dan kewajibannya masing-masing. 6 Kesepakatan antara masyarakat setempat dengan pihak komponen kepariwisataan (biro perjalanan) bahwa potensi agrowisata memang relevan untuk dikembangkan. 7 Kesepakatan dengan pemerintah setempat untuk membantu pengembangan potensi agrowisata.
Volume 3 Nomor 3 Januari - Juli 2016
Yustisia Kristiana dan Stephanie Theodora M., 1-12
Strategi Upaya Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Agrowisata Berbasis Masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut, Provinsi Banten
Juhut memiliki kesadaran dan kehendak tentang potensi yang dimiliki oleh kampung tersebut. Hal ini sesuai dengan Budiasa (2011:5) tentang bagaimana masyarakat mengorganisasi diri dan mengoperasikan bisnis agrowisata tersebut berdasarkan aturan-aturan serta pembagian tugas dan kewenangan yang telah disepakati bersama. Secara tradisional, kawasan Kampung Domba Terpadu Juhut memang sudah menarik bagi masyarakat setempat dan kalangan wisatawan nusantara sehingga memunculkan inisiatif dari pihak luar (lembaga independen) yang sebelumnya sudah pernah mengunjungi kampung tersebut untuk mendorong masyarakat setempat mengembangkan potensinya dengan konsep pariwisata berkelanjutan. Potensi wisata yang ada di Kampung Domba Terpadu Juhut ini dapat dipakai untuk mendukung kegiatan ekonomi, seperti menciptakan lapangan kerja baru dan memperoleh pendapatan yang dibutuhkan untuk pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendekatan advocary menurut Spillane (1994:20). Namun hal tersebut masih belum dapat diwujudkan oleh Kampung Domba Terpadu Juhut karena masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut masih belum banyak melakukan kesepakatan dengan pihak luar (lembaga independen), seperti masyarakat sekitar kampung tersebut, biro perjalanan, pemerintah daerah, dan stakeholder lainnya. Bila hal ini dapat dilakukan maka dapat meningkatkan jumlah kunjungan dan mengembangkan potensi wisata yang ada di Kampung Domba Terpadu Juhut. 2. Aspek sosial Sesuai dengan basis pengembangan agrowisata berbasis masyarakat yang dikemukakan oleh Budiasa (2011:4), sumber daya, terutama lahan yang dimiliki secara individual dapat diserahkan pengelolaannya kepada kelompok atau pihak manajemen yang ditentukan dengan imbalan keuntungan yang proporsional. Pendapatan dari aktivitas agrowisata, seperti yang bersumber dari penjualan atraksi, homestay, dan penyediaan makanan dapat diakumulasi dan didistribusikan secara proporsional sebagai tambahan pendapatan usaha secara individual. Dalam hal ini, masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut sepakat untuk memberikan yang dimiliki untuk penataan kawasan Berdasarkan Tabel 1 di atas, analisis per aspek lahan agrowisata dengan pembagian pendapatan yang pada elemen penelitian sebagai berikut: proporsional yang diterima dari kalangan internal 1.Aspek konsep/pola pikir Dalam usaha pengembangan agrowisata berbasis kawasan agrowisata tersebut maupun kawasan di masyarakat, masyarakat Kampung Domba Terpadu sekitarnya yang terkait. Selain itu, masyarakat 5 Volume 3 Nomor 3 Januari - Juli 2016 Jurnal Ilmiah Widya Temuan No Elemen Penelitian 8 Kesepakatan dengan semua stakeholder tentang visi dari pengembangan agrowisata. 9 Secara tradisional, kawasan itu memang sudah v menarik bagi masyarakat setempat, dan kalangan wisatawan nusantara. Aspek sosial 1 Kesepakatan dari masyarakat untuk memberikan v pengorbanan terhadap lahan yang dimiliki dalam rangka penataan kawasan agrowisata. 2 Kesepakatan tentang proporsi pembagian v pendapatan yang diterima dari kegiatan agrowisata. Baik pembagian pendapatan di kalangan internal kawasan, maupun dengan kawasan di sekitarnya yang terkait. 3 Kesepakatan tentang siapa pengelola kegiatan v agrowisata,dan bagaimana strukturnya. 4 Kesepakatan tentang pembagian penerimaan antara pihak biro perjalanan dengan pihak pengelola agrowisata. 5 Kesepakatan bahwa masyarakat tidak menggantungkan hidupnya hanya dari kedatangan para wisatawan. Untuk itu masyarakat harus berusaha meningkatkan nilai tambah komoditas yang dihasilkan di kawasan. 6 Kesepakatan dari masyarakat setempat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam proses peningkatan nilai tambah komoditas yang dihasilkan, dan dalam pengelolaan agrowisata. 7 Mempersiapkan berbagai paket kegiatan di kawasan agrowisata, dan menyepakati biaya yang harus dibayar oleh wisatawan. 8 Mempersiapkan aturan tertulis tentang yang boleh dan tidak boleh dilakukan/dibangun di kawasan agrowisata. 9 Mempersiapkan masyarakat setempat untuk mampu menjadi pemandu wisata di kawasan agrowisata. 10 Melakukan penyuluhan yang dilaksanakan oleh pemda setempat agar masyarakat dapat melayani wisatawan dengan sikap yang sopan. 11 Melakukan studi banding ke kawasan lain yang kegiatan agrowisatanya sudah berjalan. Aspek artefak/kebendaan. 1 Memperbaiki prasarana (jalan, tempat berteduh bagi wisatawan, lokasi bagi wisatawan untuk menikmati pemandangan alam, toilet, dan lainlain). 2 Menyiapkan lokasi kawasan parkir. 3 Mempersiapkan peta/sketsa untuk setiap paket v perjalanan wisata di kawasan. 4 Mempersiapkan rumah-rumah penduduk sebagai tempat penginapan bagi wisatawan yang ingin bermalam. 5 Mempersiapkan masyarakat setempat untuk v mampu membuat oleh-oleh khas kawasan. 6 Mempersiapkan lokasi untuk menjual oleh-oleh v bagi wisatawan. Sumber: Hasil pengumpulan data (2015)
Yustisia Kristiana dan Stephanie Theodora M., 1-12
Kampung Domba Terpadu Juhut juga sudah sepakat mengenai struktur pengelola dari daerah agrowisata tersebut. Kendala yang dihadapi pada unsur sosial ini adalah dengan belum adanya kesepakatan tentang pembagian penerimaan antara pihak biro perjalanan dengan pihak pengelola agrowisata sehingga menyebabkan pendapatan yang diterima belum optimal. Belum adanya kesepakatan dari masyarakat setempat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam proses peningkatan nilai tambah komoditas yang dihasilkan, dan dalam pengelolaan agowisata menyebabkan pengembangan pariwisata di kawasan ini tergolong lambat. Pengembangan yang dilakukan di Kampung Juhut ini harusnya untuk memajukan dan memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang telah ada (Lanya, 1995:18). Pengembangan juga bertujuan untuk mengembangkan produk dan layanan yang berkualitas sehingga dapat bertahan dan menjadi berkelanjutan (Suwantoro, 2003:9). Masyarakat belum sepenuhnya melakukan pengembangan terhadap Kampung Domba Terpadu Juhut ini. Hal tersebut dapat dilihat dari belum adanya paket wisata di kawasan agrowisata tersebut, aturan tertulis tentang perijinan pembangunan di kawasan tersebut, pemandu wisata, penyuluhan yang dilakukan oleh pemda setempat, dan studi banding ke kawasan lain untuk memunculkan potensi agrowisata baru di kampung tersebut. 3. Aspek Artefak/Kebendaan Menurut Sznajder, Pzezborska, dan Scrimgeour (2009:12), terdapat dua konsep agrowisata yaitu agrowisata tradisional dan agrowisata modern. Agrowisata tradisional hanya menawarkan paket liburan dengan tinggal sementara kepada wisatawan untuk menikmati sumber daya alami usaha tani. Sedangkan, dalam agrowisata modern, petani lebih berinisiatif melakukan investasi untuk dapat menawarkan lebih banyak produk agroturistik dengan harapan dapat memberikan sumbangan nyata terhadap pendapatan usaha taninya. Masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut menggunakan kedua konsep tersebut dalam usaha pengembangan agrowisata berbasis masyarakat, dimana dapat dilihat bahwa di kawasan Kampung Domba Terpadu Juhut sudah memiliki lahan parkir untuk kendaraan wisatawan yang datang berkunjung serta masyarakat setempat mempersiapkan rumah-rumah penduduk sebagai tempat penginapan bagi wisatawan yang 6 Jurnal Ilmiah Widya
Strategi Upaya Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Agrowisata Berbasis Masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut, Provinsi Banten
ingin bermalam walaupun jumlah penginapannya dan kualitas layanannya masih sangat minim. Selain itu, masyarakat setempat juga mempersiapkan tempat yang menjual oleh-oleh khas dari Kampung Domba Terpadu Juhut sebagai bentuk investasi dari produk agroturistik kampung tersebut. Kampung Domba Terpadu Juhut memang memiliki penginapan dan lahan parkir, akan tetapi, masih ada beberapa prasarana di Kampung Domba Terpadu Juhut ini yang harus ditambahkan atau diperbaiki untuk meningkatkan kenyamanan wisatawan, seperti jalan, tempat berteduh, lokasi untuk menikmati pemandangan alam, toilet, dan peta/sketsa kawasan wisata. Prasarana tersebut dapat dibuat dan dikembangkan sesuai dengan tradisi dari masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut sesuai dengan pendekatan adaptancy dan developmental dari Spillane (1994:36). Model pengembangan agrowisata berbasis masyarakat seperti terlihat pada Gambar 1:
Gambar 1. Model Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat Pengembangan dari penelitian di Kampung Domba Terpadu Juhut dapat mengikuti model pengembangan pada Gambar 1, yaitu: 1. Perencanaan kawasan: (a) Fasilitas pendukung yang dibangun tidak merusak atau didirikan pada ekosistem yang sangat unik dan rentan, (b) Rancangan fasilitas umum sedapat mungkin sesuai tradisi lokal, dan masyarakat lokal terlibat dalam proses perencanaan dan pembangunan, (c) Ada sistem pengolahan sampah di sekitar fasilitas umum, (d) Kegiatan sehari-hari seperti menanam dapat dimasukkan ke dalam atraksi lokal untuk memperkenalkan wisatawan pada cara hidup masyarakat dan mengajak wisatawan tersebut menghargai pengetahuan dan kearifan lokal. 2. Pemberdayaan institusi masyarakat lokal dan kemitraan: (a) Adanya pembagian adil dalam Volume 3 Nomor 3 Januari - Juli 2016
Yustisia Kristiana dan Stephanie Theodora M., 1-12
pendapatan dari layanan yang diberikan, (b) Organisasi masyarakat membuat panduan untuk wisatawan. Selama wisatawan berada di wilayah masyarakat, wisatawan mengacu pada etika yang tertulis di dalam panduan tersebut, (c) Melindungi pengetahuan serta hak atas karya intelektual masyarakat lokal, termasuk foto, kesenian, budaya, pengetahuan tradisional, musik, dan lain-lain. 3. Keberlanjutan agrowisata dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan: (a) Prinsip daya dukung lingkungan diperhatikan dimana tingkat kunjungan dan kegiatan wisatawan dikelola sesuai dengan batasbatas yang dapat diterima baik dari segi alam maupun sosial budaya, (b) Menggunakan teknologi ramah lingkungan (listrik tenaga surya, mikrohidro, biogas, dan lain-lain), (c) Ketersediaan homestay yang memiliki standar kelayakan. 4. Prinsip Edukasi: (a) Kegiatan agrowisata mendorong masyarakat mendukung dan mengembangkan upaya konservasi, (b) Edukasi tentang budaya setempat dan konservasi untuk para wisatawan menjadi bagian dari paket ekowisata.
PENUTUP
Kesimpulan 1. Kampung Domba Terpadu Juhut telah dikembangkan sebagai kawasan agrowisata tetapi jumlah kunjungan wisatawan masih tergolong kecil. Masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut pada dasarnya telah menyadari potensi yang dimiliki untuk menjadi salah satu kawasan agrowisata. Namun masih banyak kesepakatan dan persiapan yang belum dimiliki dan dilakukan oleh masyarakat setempat. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan (a) melakukan pendekatan advocary dalam mengembangkan kesepakatan dengan pihak luar, (b) melakukan kesepakatan tentang pembagian penerimaan antara biro perjalanan dengan pihak pengelola agrowisata dan (c) mengembangkan prasarana seperti jalan, tempat berteduh, lokasi untuk menikmati pemandangan alam, toilet, dan peta/sketsa kawasan wisata. 2. Dalam pengembangan agrowisata Kampung Domba Terpadu, Juhut memiliki kendala antara lain (a) berdasarkan aspek konsep atau pola pikir belum adanya kesepakatan yang terjadi antara masyarakat setempat dengan masyarakat sekitar kampung, pihak biro perjalanan wisata, pihak pemerintah dan pihak stakeholder dalam pengembangan agrowisata Kampung Domba Terpadu Juhut; (b) berdasarkan aspek sosial belum adanya kesepakatan proporsi pembagian pendapatan dengan biro perjalanan wisata, kesepakatan dari masyarakat setempat untuk peningkatan keterampilan dalam meningkatkan nilai komoditas, paket wisata, aturan tertulis tentang 7 Jurnal Ilmiah Widya
Strategi Upaya Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Agrowisata Berbasis Masyarakat Kampung Domba Terpadu Juhut, Provinsi Banten
perijinan pembangunan di kawasan tersebut, pemandu wisata lokal, penyuluhan yang dilakukan oleh pemda setempat, dan studi banding ke kawasan lain untuk memunculkan potensi agrowisata baru di kampung tersebut; dan (c) berdasarkan aspek artefak atau kebendaan belum tersedia prasarana yang baik bagi wisatawan dan peta mengenai kawasan Kampung Domba Terpadu Juhut. Saran-Saran Penelitian ini masih memiliki keterbatasan, saran mengenai penelitian selanjutnya adalah dengan melakukan di lokus penelitian yang berbeda sehingga model pengembangan agrowisata berbasis masyarakat dapat terus disempurnakan dan dapat diterapkan secara lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Budiasa, I. W. Konsep dan Potensi Pengembangan Agrowisata di Bali. Universitas Dwijendra, Denpasar. 2011. Cronin, L. A Strategy for Tourism and Sustainable Developments. World Leisure and Recreation, 32 (3), 12-18, 1990. Lane, B. Sustainable Rural Tourism Strategies: A Tool for Development and Conservation. In Rural Tourism and Sustainable Rural Development, B. Bramwell and B.
Lane, eds. Channel View, Clevedon, 1994. Lanya. Buku Pedoman Kerja Pariwisata (BPKM) Mata Kuliah Dasar - Dasar Pengembangan Wilayah . Fakultas Pertanian Unud, Denpasar. 1995. Sharpley, Richard. Tourism and Sustainable Development: Exploring the Theoretical Divide. Journal of Sustainable Tourism, VIII (1), 2000. Stabler, M. dan Goodall, B. Environmental Auditing in Planning for Sustainable Island Tourism . In L. Briguglio et al. (eds) Sustainable Tourism in Islands and Small States: Issues and Policies. Pinter, London, 1996. Suwantoro, G. Dasar-Dasar Pariwisata. Penerbit Andi, Yogyakarta. 2003. Spillane, J.J. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan . Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 1994. Sznajder, M., Pzezborska, L. dan Scrimgeour, F. Agritourism . AMA DataSet Ltd, UK. 2009. Wolfe, K. dan Bullen, G. Agritourism, Your Way: A How-To Guide for Successful Agritourism Enterprises, http://content.ces.ncsu.edu/agritourism-your-way, 2009.
Volume 3 Nomor 3 Januari - Juli 2016