STRATEGI SANITASI KOTA BANJARMASIN
Volume – 1 KERANGKA KERJA
Status 21 Februari 2008
Kelompok Kerja Sanitasi Kota Banjarmasin 2008
PENGANTAR Strategi Sanitasi Kota (SSK) merupakan suatu instrumen untuk meningkatkan perencanaan dan implementasi kegiatan-kegiatan sanitasi dalam upaya untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan sanitasi kota. Dalam konteks yang luas, SSK merupakan langkah penting untuk menyumbang pencapaian target-target Millennium Development Goals (MDGs) nasional, khususnya Target 10.
Target 10: Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015 (Bappenas, 2004). Indikator: Proporsi penduduk dengan akses terhadap sumber air minum yang terlindungi dan berkelanjutan Proporsi penduduk dengan SSK terdiri dari sepuluh jilid/volume terpisah, yang masing-masing membahas aspek spesifik terkait akses terhadap fasilitas dengan sanitasi kota sanitasi yang layak Volume 1
Dokumen ini menetapkan kerangka kerja strategis secara utuh/keseluruhan untuk sanitasi, dan termasuk sasaran-sasaran, visi dan juga strategi – menetapkan prosedur perencanaan, prinsip-prinsip partisipasi masyarakat, keikut sertaan sektor swasta dan LSM, kebijakan pendanaan dan rencana pembangunan sektor umum sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses perencanaan kota.
Volume 2,3, 4
Volume-volume ini memuat strategi-strategi rinci untuk limbah cair dan sampah serta drainase lingkungan. Volume ini juga menyajikan prioritas, solusi-solusi teknis yang layak, target-target tingkat pelayanan dan cakupannya, peran dan tanggung jawab untuk peningkatan pelayanan, dan daftar proyek/kegiatan rinci (project digest). Aspek penting dari strategi-strategi ini adalah masuknya kebutuhan-kebutuhan tingkat bawah dan prioritas kedalam masing-masing strategi sub-sektor. Dengan menggunakan pengaturan prioritas secara menyeluruh dihasilkan suatu Rencana Tindak Sanitasi (Volume 9) yang akan diintegrasikan ke dalam Rencana Kerja (Renja) tahunan SKPD.
Volume 5
Volume 5 dari SSK ini menyajikan strategi-strategi umum untuk pemasaran sanitasi, kesadaran, promosi higinitas dan partisipasi masyarakat. Strategi-strategi memasukkan suatu penilaian isu-isu utama dan peluang-peluang, juga sasaran dan target untuk peningkatan komunikasi, peningkatan kepedulian/kesadaran, partisipasi masyarakat dan pengarusutamaan jender dalam perencanaan dan pengelolaan sanitasi.
Volume 6
Untuk mencapai perencanaan sanitasi yang terintegrasi berkelanjutan memerlukan pengembangan kapasitas yang memadai dan penguatan institusional – suatu rencana tindak yang ditargetkan untuk menuju ke tujuan ini dimasukkan dalam SSK Volume 6.
1
Volume 7
Meskipun pemerintah adalah pemeran kunci dalam sektor sanitasi, sektor swasta dan lembaga non-pemerintah juga merupakan aktor penting potensial dalam situasi pasar sanitasi yang berkelanjutan dan mapan, khususnya dalam keadaan sumberdaya pemerintah yang terbatas. SSK Volume 7 membahas peran kedua sektor/aktor penting ini, dan menyiapkan rencana tindak untuk memanfaatkan peluang-peluang untuk keikutsertaan mereka dalam pelayanan jasa sanitasi.
Volume 8
Dalam volume ini disajikan strategi pendanaan dan rencana tindak untuk pembiayaan investasi dan ‘recurrent cost’. Rencana tindak pendanaan bertujuan untuk meningkatkan kinerja sektor finansial sekaligus meningkatkan pembiayaan untuk sektor sanitasi.
Volume 9
Volume ini memuat strategi rencana tindak sektor sanitasi yang akan dicantumkan dalam rencana kerja tahunan (Renja) dari masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Volume 10
Volume ini menyajikan strategi keseluruhan pemantauan/monitoring dan evaluasi (M&E) untuk sektor sanitasi kota.
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan.
Sanitasi yang tidak memadai atau kurang baik di Kota Banjarmasin berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan dan lingkungan hidup, seperti tingginya tingkat kematian bayi di daerah permukiman miskin di Kota Banjarmasin. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah terutama untuk mencapai target
Millennium Development Goals (MDGs) Tahun 2015. Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki sistem jaringan air limbah (sewerage) terendah di Asia; kurang dari 10 kota di Indonesia yang memiliki sistem jaringan air limbah dengan tingkat pelayanan hanya sekitar 1,3% dari keseluruhan jumlah populasi. Kondisi tersebut mendorong Pemerintah Kota Banjarmasin untuk ikut serta dalam program
Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP), yaitu suatu program yang diprakarsai oleh pemerintah pusat untuk meningkatkan pembangunan sanitasi di Indonesia yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, terpadu, terintegrasi, dan berkelanjutan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemerintah Kota Banjarmasin dalam rangka melaksanakan program tersebut telah membentuk Kelompok Kerja Sanitasi ISSDP dengan Surat Keputusan Walikota Banjarmasin Nomor: 050/210/1/2005 tanggal 6 Desember 2005. SK ini dalam perjalanannya mengalami beberapa perubahan sesuai dengan perkembangan mutasi pegawai. SK tentang Tim Teknis yang telah dikeluarkan Kepala Bapeko melalui surat keputusan Kepala Bappeko No. 25A/2007 tanggal 1 Oktober 2007 tentang penunjukan Tim Teknis Kelompok Kerja Sanitasi Kota Banjarmasin, yang menyebutkan tugasnya antara lain adalah menyusun Buku Putih sanitasi, membuat Strategi Sanitasi Kota (SSK), membuat rencana aksi sanitasi, informasi mengenai kegiatan-kegiatan sanitasi (project digest), penetapan prioritas dan zonasi (priority setting and
sanitation zoning), dan tugas-tugas lain dalam rangka peningkatan sanitasi kota Banjarmasin. Buku Putih Sanitasi kota Banjarmasin tahun 2007, buku laporan studi environmental health risk assesment (EHRA), dan hasil penetapan prioritas dan zonasi sanitasi yang berisi hasil pengkajian dan pemetaan sanitasi telah selesai disusun oleh Kelompok Kerja Sanitasi. Dokumen-dokumen tersebut, disamping sumber-sumber lain yang telah ada sebelumnya, seperti rencana strategi pembangunan kota, rencana strategi SKPD, hasil musyawarah pembangunan kota (musrenbangkot), merupakan sumber informasi yang diperlukan untuk penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK). Saat ini sedang disiapkan SK Walikota Banjarmasin untuk pembentukan POKJA Sanitasi kota Banjarmasin TA-2008. Strategi Sanitasi Kota (SSK) merupakan dokumen perencanaan yang dijadikan sebagai pedoman semua pihak dalam membangun dan mengelola sanitasi secara komprehensif, berkelanjutan dan
3
partisipatif untuk memperbaiki perencanaan dan pembangunan sanitasi dalam rangka mencapai targettarget pencapaian layanan sektor sanitasi kota. Untuk itu, dipandang perlu menyusun Strategi Sanitasi Kota (SSK) Banjarmasin yangbterbagi dalam tiga ekrangka waktu yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dalam konteks yang lebih luas, SSK adalah sebuah langkah penting menuju pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) di tahun 2015. Volume 1 SSK mencakup penyusunan kerangka kerja strategi yang menyeluruh untuk sektor sanitasi, termasuk tujuan, visi dan misi serta garis besar strategi yaitu penyusunan prosedur perencanaan, mengembangkan partisipasi masyarakat dan keterlibatan pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat, kebijakan pendanaan dan rencana pembangunan sektor sanitasi sebagai bagian dari proses perencanaan kota.
1.2.
Maksud dan Tujuan Strategi sanitasi kota (SSK) adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan
strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kota yang dimaksudkan untuk memberikan arah yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi Kota Banjarmasin dengan tujuan agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan. Guna menghasilkan SSK sebagaimana tersebut di atas, maka diperlukan suatu kerangka kerja yang
menjadi dasar dan acuan bagi penyusunan strategi sanitasi kota dengan tujuan agar strategi
sanitasi tersebut memiliki dasar hukum yang jelas dan dapat diimplementasikan. Kerangka Kerja SSK Banjarmasin merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Strategi Sanitasi Kota Banjarmasin. Kerangka kerja sanitasi ini merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh POKJA Sanitasi. Tujuan dari penyusunan dokumen kerangka kerja SSK ini adalah: a. Tujuan Umum Kerangka kerja ini disusun untuk rencana pembangunan sanitasi jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun, atau bisa disesuaikan dengan berakhirnya masa jabatan pimpinan daerah selanjutnya) dan jangka pendek (1 – 2 tahun) di sektor sanitasi. b. Tujuan Khusus 1) Kerangka kerja SSK ini dapat memberikan gambaran tentang kebijakan pembangunan Sanitasi Kota Banjarmasin selama periode tersebut di atas (1 - 2 tahun, 5 tahun dan 10 atau 20 tahun). 2) Dipergunakan sebagai dasar penyusunan strategi dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan program jangka menengah dan tahunan sektor sanitasi.
4
3) Dipergunakan sebagai dasar dan pedoman bagi semua pemangku kepentingan (instansi, masyarakat dan pihak swasta) yang akan melibatkan diri untuk mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi Kota Banjarmasin.
1.3.
Landasan Hukum 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 6. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Standar Pelayanan Minimum1. 7. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 10 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Banjarmasin 2006 - 2010. 8. SE Mendagri Nomor 050/2020/SJ tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah. 9. Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
1.4.
Hubungan Strategi Sanitasi Kota dengan Dokumen Perencanaan Lainnya
a. Hubungan Strategi Sanitasi Kota dengan RPJMD RPJMD sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Banjarmasin dipergunakan sebagai sumber dasar bagi SSK untuk perencanaan jangka pendek tahun 2008 s/d 2010. Hal ini disesuaikan dengan jangka waktu jabatan Walikota Banjarmasin yang akan berakhir pada tahun 2010. Tetapi program jangka menengah SSK sendiri disepakati akan mencakup sampai dengan tahun 2012. Oleh karena itu, SSK ini merupakan penjabaran operasional dari RPJMD khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sanitasi yang bersifat lintas sektor, komprehensif, berkelanjutan dan partisipatif sesuai dengan konsep dasar pemikiran RPJMD. b. Hubungan SSK dengan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Renstra SKPD sebagai penjabaran dari RPJMD juga dipergunakan sebagai bahan penyusunan SSK khususnya tahun rencana dari 2008 s/d 2010. Mengingat bahwa Renstra SKPD hanya mengatur 1
Sampai saat ini (Maret 2008) SPM Sanitasi yang mengacu pada PP No. 65 Tahun 2005 belum ditetapkan oleh departemen teknis terkait. Sebagai pedoman dapat digunakan Kepmen Kimpraswil 534/KPTS/M/2001 tentang Target Pembangunan dan Pengembangan Air Limbah Domestik, Persampahan dan Drainase.
5
tentang rencana sektor sanitasi secara parsial dan sektoral, maka dalam SSK dilakukan sinergitas rencana sektor sanitasi dalam sebuah kondisi sanitasi kota yang saling berkait, simultan dan berkesinambungan. Karena Renstra SKPD dipergunakan sebagai dasar dari penyusunan SSK ini maka implementasi pembangunan sanitasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan SKPD yang terkait dengan sanitasi. c.
Hubungan SSK dengan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) SSK diharapkan dapat menjadi bahan dasar bagi RKPD dalam penyusunan rencana
pembangunan tahunan daerah khususnya dalam bidang sanitasi. Dengan demikian dapat diharapkan adanya kebijakan penetapan pagu anggaran untuk sanitasi setiap tahun anggaran, setidaknya untuk tahun 2008 sampai dengan 2010.
1.5.
Sistematika Dokumen Dokumen ini terdiri dari lima bagian. Bagian pertama adalah pendahuluan, sedangkan bagian
kedua menyajikan pengelolaan sanitasi Kota Banjarmasin saat ini termasuk termasuk karakteristik umum sanitasi dari Kota Banjarmasin seperti jumlah populasi dan kepadatan penduduk, wilayah, data pemerintahan, penyediaan sarana dan prasana sanitasi saat ini dan potensi kebutuhan, yang dapat digunakan sebagai konteks untuk pembahasan lebih lanjut. Bagian ketiga memaparkan issue dan masalah, tantangan serta potensi dalam mengelola sanitasi, yang mendasari perlunya penyusunan SSK. Bagian keempat menguraikan kerangka kerja strategi sanitasi kota (SSK) Banjarmasin, termasuk visi, misi, sasaran, tujuan, prinsip-prinsip penyusunan strategi sanitasi kota Banjarmasin dan kebijakan umum yang merupakan konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan program pembangunan sanitasi.
Bagian ini
memaparkan tiga kebijakan utama yang mendasari rencana pengelolaan seluruh sub-sektor sanitasi (subsektor limbah cair, sub-sektor persampahan dan sub-sektor drainase lingkungan) di Kota Banjarmasin. Khususnya untuk kota Banjarmasin, pembahasan sub-sektor drainase lingkungan sukar dipisahkan dengan sistem drainase makro keseluruhan. Selain itu, bagian ini juga memaparkan secara umum peran dan tanggung jawab lembaga yang menangani sanitasi, pendanaan dan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan sanitasi. Bagian kelima adalah penutup.
1.6.
Buku Ini Strategi Sanitasi kota yang terdiri dari 10 (sepuluh) volume merupakan hasil kerja POKJA Sanitasi
kota Banjarmasin. Data yang terkumpul, survey yang dilakukan dan penetapan area prioritas keseluruhannya merupakan hasil kerja POKJA Sanitasi tersebut, setelah melalui proses konsultasi dengan masyarakat.
6
Sebagaimana juga halnya dengan Buku Putih, penyusunan Strategi Sanitasi Kota merupakan sebuah proses yang tidak berhenti begitu produk ini dihasilkan. Dimulai dengan data yang tersedia saat ini kemudian disusun target yang ingin dicapai dalam beberapa tahun mendatang, yang dibagi atas program jangka panjang (long term program), program jangka menengah (mid-term program) dan program jangka pendek (immediate program). Rencana Tindak disusun khusus untuk “immediate program” (kegiatan 2 – 3 tahun pertama). Rencana Tindak untuk tahun-tahun selanjutnya, demikian juga dengan revisi Strategi Sanitasi Kota, perlu disusun kembali sejalan dengan bertambahnya informasi yang tersedia serta pengalaman pelaksanaan program sebelumnya. Penyusunan Rencana Strategis adalah budaya membuat perencanaan berdasarkan informasi yang tersedia. Strategis Sanitasi Kota (SSK) ini dimulai dengan apa yang diketahui dan sejalan dengan waktu berusaha untuk memperluas dasar pemahaman untuk terus menyempurnakan rencana strategis tersebut. Di dalamnya diformulasikan opsi-opsi tindakan yang akan menggerakan perubahan. Kalau dikaitkan dengan pekerjaan fisik, di awalnya porsi pekerjaan fisik tersebut mungkin kecil, didasarkan pada informasi yang tersedia, tetapi sudah berada pada jalur yang tepat menuju perubahan yang diinginkan. Pekerjaan difokuskan pada dengan area dengan resiko tinggi dan selanjutnya bergerak menuju area lainnya sehingga akhirnya kondisi sanitasi seluruh kota dapat diperbaiki. Dengan demikian biaya yang diperlukan relatif tidak besar agar dapat ditanggung oleh pemerintah kota Banjarmasin sendiri. Rencana berkesinambungan ongoing
process)
Strategis yang
merupakan
dinamis
berdasarkan
proses
(gradual
dynamic
pengalaman
yang
diperoleh. Dengan demikian Rencana Strategis ini berbeda dengan Master Plan yang memberikan usulan pemecahan sekaligus, dan jarak waktu dari tersedianya Master Plan sampai implementasinya umumnya lama sebab dibutuhkan banyak waktu untuk penyiapan dana yang besar tersebut.
7
Oleh
karenanya
buku
ini
akan
diperbaharui secara berkala untuk membuat formulasi tindakan yang menggerakan kondisi,
perubahan
pemahaman
sesuai dan
pengalaman yang diperoleh saat itu demi pencapaian target yang disepakati.
BAB II PENGELOLAAN SEKTOR SANITASI KOTA BANJARMASIN 2.1.
Gambaran Umum Kota Banjarmasin Kota Banjarmasin merupakan ibukota propinsi Kalimantan Selatan dan satu-satunya kota di
propinsi ini yang memiliki akses pelabuhan laut dan bandar udara. Sektor industri dan perdagangan merupakan penopang utama roda perekonomian kota Banjarmasin. Secara umum sebagian besar industri yang ada merupakan industri kecil, sedangkan industri besar di kota ini jumlahnya hanya sedikit 2. Dengan adanya kegiatan perkebunan kelapa sawit, pertambangan batu bara dan kegiatan lainnya di propinsi Kalimantan Selatan, posisi kota Banjarmasin menjadi strategis sebagai penyedia jasa bagi kegiatan-kegiatan tersebut. Perkembangan kota Banjarmasin oleh karenanya sangat dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi daerah sekitarnya. Kota Banjarmasin dikenal sebagai “kota seribu sungai” disebabkan banyaknya sungai/anak sungai di kota ini. Sungai yang paling besar adalah S. Barito, dilanjutkan dengan S. Martapura yang merupakan anak S. Barito. S. Martapura melintas kabupaten lain selain kota Banjarmasin. Beberapa anak S. Martapura diantaranya S. Kelayan, S. Pekapuran, S. Antasan Pengambangan, S. Veteran, S. Guring, S. Pelambuan dan lainnya yang kesemuanya berada di dalam batas administrasi kota Banjarmasin. Beberapa pihak menyatakan perlunya untuk menetapkan kota Banjarmasin sebagai “Kota Sungai” walaupun rumusan mengenai hal tersebut belum dapat dibuat secara utuh. Sekiranya rumusan “Kota Sungai” sudah dapat disepakati oleh para pemangku kepentingan di kota Banjarmasin, maka visi tersebut akan dapat dijabarkan ke dalam berbagai program yang terkait dengan aspek peraturan, kelembagaan, teknis, keuangan dan lainnya. Walaupun ide untuk menetapkan kota Banjarmasin sebagai “Kota Sungai” masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut, tetapi berdasarkan tinjauan kondisi saat ini dipandang dari berbagai aspek kiranya sudah dapat dikembangkan gambaran ke depan penanganan sanitasi di kota Banjarmasin sebagaimana dituliskan di halaman berikut.
2.1.1 Administrasi Secara administratif Kota Banjarmasin terbagi menjadi 5 wilayah kecamatan yaitu Banjarmasin Utara (15,2 km2 dengan 27.252 RT), Banjarmasin Tengah (11,7 km2 dengan 25.537 RT), Banjarmasin Barat (13,4 km2 dengan 36.863 RT), Banjarmasin Timur (11,5 km2 dengan 29.443 RT) & Banjarmasin Selatan (20,2 km2 dengan 35.443 RT). Keseluruhannya terdapat 50 kelurahan. Dengan luas lahan sebesar 7.200 ha, maka peruntukkan lahannya secara umum diperlihatkan dalamn Gambar-1. 2
Banjarmasin Directory 2006 – halaman 87
8
Gambar 1. Luasan Peruntukan Lahan
PENGGUNAAN LAHAN 5,000 3,971
Luas (ha)
4,000 3,000
industri 2,114
perusahaan/perkantoran
2,000 1,000
pertanian
perdagangan/jasa 283
340
492
perumahan
0 1 Jenis Peruntukan Lahan
2.1.2 Letak Geografis dan Topografis Secara astronomis Kota Banjarmasin terletak diantara 114o 31’ 40” - 114o 39’ 55” Bujur Timur dan antara 3o 16’ 46” - 3o 22’ 54” Lintang Selatan. Secara geografis Banjarmasin dibelah oleh Sungai Barito & Sungai Martapura serta banyak sungai-sungai menengah – kecil sehingga Kota Banjarmasin memiliki topografi yang relatif datar, dengan ketingian rata-rata -0,16 m di bawah permukaan laut. Peta topografi yang digunakan masih berasal dari peta rupa bumi Bakosurtanal. Pemerintah kota Banjarmasin akan membuat pemetaan seluruh kota Banjarmasin dalam TA-2008. Suhu udara antara 25o – 38o C dengan kelembaban udara 71 %. Batas-batas wilayah Kota Banjarmasin adalah: -
Sebelah utara
: Kabupaten Barito Kuala
-
Sebelah timur
: Kabupaten Banjar
-
Sebelah selatan
: Kabupaten Banjar
-
Sebelah barat
: Kabupaten Barito Kuala
Gambar-2 memperlihatkan peta kota Banjarmasin dengan batas kecamatan.
9
Gambar 2. Peta Kota Banjarmasin
Jumlah dan Distribusi Kepadatan Penduduk Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2006), jumlah penduduk kota Banjarmasin pada tahun 2006 seluruhnya 602.725 jiwa; yang terdiri atas 300.582 jiwa laki-laki, 302.143 jiwa perempuan, laju pertumbuhan 2,08 % pertahun dan rata-rata kepadatan 8,37 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Banjarmasin Barat yaitu 10,70 jiwa per km2. Gambar-3 menunjukan distribusi kepadatan penduduk di kota Banjarmasin. Pembagian Kelompok Umur Berdasar kelompok usia maka pembagian kelompok adalah: umur 0 – 5 tahun= 9 %, umur 6 – 15= 19 %, umur 16 – 65= 68 % dan umur di atas 65 tahun= 4 %.
10
Gambar 3. Distribusi Kepadatan Penduduk di Kota Banjarmasin
< 25 0% Population de ns ity 25 to 75 (pe rs ons pe r he c tare ) 75 to 125
8%
27%
26%
125 to 175
39%
> 175 0%
10%
20%
30%
40%
Pe rc e ntag e of pe rs ons living in diffe re nt population de ns ity
Keluarga Miskin dan Rumah Tidak Layak Huni Keluarga miskin di Kota Banjarmasin berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan Sosbud Tahun 2007 mencapai 39.252 keluarga miskin. Data Sosbud kota Banjarmasin 2006 menyebutkan dari jumlah tersebut sebesar 6.612 keluarga (17 %) bertempat tinggal pada rumah yang tidak layak huni, lingkungan yang kumuh dan sanitasi lingkungan yang buruk (lihat Gambar-4). Gambar 4. Jumlah KK Miskin & Rumah Tidak Layak Huni
Jumlah KK
KK Miskin & Rumah Tidak Layak Huni 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0
39,252
keluarga miskin tinggal pada rumah tidak layak huni 6,612
1
Khususnya bagi yang mempunyai rumah tak layak huni, Pemerintah Kota Banjarmasin telah menyiapkan anggaran pemberian bantuan kepada 1000 KK pada tahun 2007 untuk rehabilitasi rumah
11
dan perbaikan kesehatan lingkungan sebesar Rp. 2.000.000 per KK. Selain itu UN-HABITAT memberikan pinjaman modal secara tanggung renteng untuk pendampingan dan pemberdayaan keluarga miskin. Proyeksi Penduduk Proyeksi penduduk kota Banjarmasin diperhitungkan berdasarkan data tahun 2006 dan persentase kenaikan jumlah penduduk. Hasilnya adalah sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel-1 di bawah ini. Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penduduk 2006
2008
2010
2012
603.000
664.000
732.000
806.000
Keterangan: angka dibulatkan ke atas
2.1.4 Iklim Suhu udara rata-rata di Kota Banjarmasin berkisar antara 25 0C sampai dengan 38 0C, sedangkan kelembaban udara berkisar antara 71 % - 87 %. Hari hujan terbanyak jatuh pada bulan Pebruari dengan 23 hari hujan. Curah hujan terbanyak sebesar 484 mm jatuh pada bulan Januari. Sementara itu rata-rata curah hujan saat hari hujan terbesar juga jatuh pada bulan Januari sebesar 25,47 mm per hari hujan.
2.1.5 Geologi dan Hidrologi Kondisi geologi Banjarmasin sebagian besar terdiri dari endapan aluvium berupa tanah lempung hitam abu-abu lunak dengan selang seling tipis pasir. Endapan aluvium muda banyak menutupi sebagian daerah rawa. Sedangkan aluvium yang lebih tua menutupi daerah yang lebih tinggi. Disisi lain juga terdapat endapan diluvium, berupa pasir lempungan sampai lempung pasiran, pasir, kerikil kuarsa dan kerikil limonit, warna lempung antara coklat kekuningan sampai merah, sebagian akibat pelapukan biji besi.
2.1.6 Rencana Pelayanan & Pengembangan Kota Sistem pelayanan disusun berdasarkan kemudahan penduduk Kota Banjarmasin dalam mengakses fasilitas umum, sosial, dan perdagangan, serta mempertimbangkan batas administratif kecamatan, pola pemanfaatan ruang, dan struktur jaringan jalan. Berdasarkan pertimbangan faktorfaktor di atas, Kota Banjarmasin dibagi menjadi 5 Bagian Wilayah Kota (BWK) dan 2 Kawasan Khusus, yaitu BWK Utara, BWK Selatan, BWK Timur, BWK Barat, dan BWK Tengah. Sedangkan 2 kawasan khususnya tersebut adalah Kawasan Resistensi Air/Resapan Air.
12
1. BWK I (Commercial Business District dan Pemerintahan). Pemanfaatan ruang yang dominan adalah jasa dan perdagangan, perkantoran, dan Mesjid Raya. Pusat BWK ini adalah Kawasan Pusat Kota, sekaligus juga sebagai pusat pelayanan Kota Banjarmasin. 2. BWK II (Pelabuhan). Pemanfaatan ruang yang dominan adalah pelabuhan, permukiman, pergudangan (stockpile), perdagangan, dan industri menengah dan kecil. Pusat BWK ini adalah aktivitas jasa dan perdagangan di koridor Jalan Sutoyo S. 3. BWK III (Perkantoran dan Perdagangan). Pemanfaatan ruang yang dominan adalah permukiman, jasa dan perdagangan, pendidikan tinggi, dan perkantoran. Pusat BWK ini dalam jangka pendek adalah aktivitas perekonomian di koridor jalan Hasan Basri, yaitu perkantoran dan perdagangan. 4. BWK IV (Komersial A. Yani). Pemanfaatan ruang yang dominan adalah permukiman, jasa dan perdagangan, dan industri menengah dan kecil. Dengan pusat BWK ini adalah aktivitas jasa, perdagangan dan perkantoran di koridor Jalan A. Yani. 5. BWK V (Pergudangan Lingkar Selatan). Pemanfaatan ruang yang dominan adalah permukiman, jasa, pergudangan dan perdagangan, industri menengah dan kecil. Kegiatan di BWK ini adalah aktivitas jasa dan perdagangan di koridor Jalan Lingkar Selatan. 6. BWK VI (Khusus – Kawasan Resistensi/Resapan Air dan Kawasan Permukiman Baru), terdiri dari dua wilayah: a. Daerah Mantuil Daerah ini difungsikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang juga berfungsi sebagai daerah resistensi/resapan air. b. Daerah Banua Anyar Daerah ini difungsikan sebagai kawasan permukiman dengan tingkat kepadatan rendah hingga sedang (KDB 45 % – 60 %) dan berfungsi sebagai daerah resistensi/resapan air. 1. Ketinggian bangunan dibatasi maksimum 2 (dua) lantai dengan sistem konstruksi bangunan diharuskan menggunakan sistem panggung. 2. Sistem drainase pada site bangunan diharuskan menggunakan “kolong bangunan” sebagai tempat pembuangan air hujan. Kolong bangunan di bawah panggung tidak boleh diurug. 3. Sistem drainase lingkungan yang digunakan adalah sistem kanal/anjir/sungai. 4. Di sepanjang tepi jalan pada kawasan ini difungsikan sebagai jalur hijau, dengan dilengkapi sistem drainase yang sesuai untuk daerah rawa. Sistem drainase ini
13
berfungsi untuk menghubungkan kolong-kolong bangunan agar kolong bangunan tidak menjadi tempat penampungan air yang mati. 5. Kawasan permukiman baru harus dilengkapi dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dialokasikan seluas minimal 5 % dari luas seluruh kawasan permukiman, dimana RTH tersebut dapat digunakan sebagai penyeimbang lingkungan antara kawasan terbangun dan tidak terbangun. Selain itu juga berfungsi sebagai sarana olah raga, rekreasi, tempat bermain dan mitigasi jika terjadi gempa dan kebakaran. Gambar-5 menunjukan peta pembagian BWK tersebut. Gambar 5. Peta BWK kota Banjarmasin
2.2.
Penyediaan Layanan Sanitasi Kota Banjarmasin Bagian ini menyajikan informasi tentang pengelola yang menyediakan layanan fasilitas sanitasi
dan kondisi penyediaan layanan sanitasi secara umum di Kota Banjarmasin yang meliputi (1) pelayanan sarana publik yang dilakukan oleh pemerintah; (2) penyediaan sarana sanitasi secara swadaya baik yang dikelola masyarakat maupun rumah tangga; dan (3) penyediaan sarana sanitasi alternatif yang dilakukan oleh pengusaha kecil dan LSM yang menyediakan sarana sanitasi on-site.
14
Sumber informasi yang digunakan adalah Buku Putih Sanitasi Kota Banjarmasin, Studi EHRA, Analisa Nasional Penyediaan Fasilitas Sanitasi & Permintaan Kesanggupan 6 Kota di Indonesia, BPS dan narasumber lainnya. Sebagaimana layaknya di tingkat kota/kabupaten, propinsi maupun nasional, pelayanan fasilitas sektor sanitasi di Kota Banjarmasin tidak ditangani oleh suatu lembaga secara ekslusif tetapi sebagai subsektor oleh beberapa SKPD sesuai dengan bidang tugas masing-masing, termasuk juga oleh masyarakat dan pihak swasta. Kebijakan Pendanaan Sumber pendanaan sanitasi saat ini berasal dari APBD kota. Bantuan dana diperoleh dari pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat, terutama untuk pembangunan IPAL. Keterlibatan masyarakat dalam hal pendanaan terlihat dalam pembangunan sistem komunal SANIMAS. Untuk sambungan rumah ke sistem sewerage sampai saat ini masyarakat masih bisa menyambungnya secara cuma-cuma dengan tujuan meningkatkan kebutuhan/keinginan masyarakat untuk penyambungan. Keterlibatan swasta relatf masih rendah walaupun potensinya cukup besar. Isu pelibatan pihak swasta akan menjadi perhatian dalam tahap awal implementasi SSK, dalam tataran promosi ataupun fisik, untuk mempercepat peningkatan cakupan pelayanan sanitasi di kota Banjarmasin. Sub-sektor Limbah Cair Fokus kebijakan dan strategi yang disajikan dalam dokumen ini mencakup limbah cair rumah tangga (domestic wastewater) dan limbah cair industri rumah tangga. Pelayanan publik dalam pengelolaan sanitasi sub-sektor limbah cair domestik meliputi pengelolaan sistem terpusat (off-site) dan
on-site berupa instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) di Basirih dan pengurasan lumpur tinja yang dilakukan oleh PD PAL Banjarmasin, serta sistem komunal (model Sanimas). Air limbah industri kecil dan industri rumah tangga belum ditangani secara khusus, tetapi berdasarkan berbagai pertimbangan (aturan, kebiasaan, kemampuan industri rumah tangga, dan lainnya), nampaknya pengolahan limbah industri rumah tangga tidak bisa dipisahkan dari pengolahan limbah domestik. Pada saat ini di kota Banjarmasin terdapat 3 (tiga) unit sistem terpusat yaitu: a) jaringan Lambung Mangkurat; b) jaringan Pekapuran Raya, keduanya dengan kapasitas pengolahan terpasang masing-masing sebesar 500 m3/hari, serta c) jaringan HKSN (Hasan Basri) dengan kapasitas 100 m 3/hari. Sistem ini baru mampu menangani 0,97 % dari seluruh air limbah yang dihasilkan kota Banjarmasin. Sistem komunal dibangun oleh Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah kota Banjarmasin (Kimprasko) dan pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat. Pada TA-2006 terdapat 4 kelurahan yang mendapat bantuan program SANIMAS dan melayani seluruhnya + 600 KK. Untuk TA-2007 dibangun 3 lokasi SANIMAS.
15
Sistem on-site dikembangkan oleh masyarakat atau pengembang perumahan. Berdasarkan studi EHRA diperkirakan 60 % penduduk menggunakan cubluk atau tangki septik untuk pengelolaan tinja, sisanya tanpa diolah. Sedangkan air cucian (mandi, cuci) saat ini 99 % belum dikelola, ada yang dibuang ke sungai, dan yang lainnya dibuang sembarang. Sub-sektor Persampahan Perkiraan sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Banjarmasin pada tahun 2006 diperkirakan mencapai 1.658 m3/hari, berdasarkan jumlah penduduk 603.000 jiwa dan asumsi timbulan sampah sebesar 2,75 liter/orang/hari. Kota Banjarmasin merupakan pintu masuk ke propinsi Kalimantan Selatan dan tempat transaksi bisnis. Di propinsi Kalimantan Selatan terdapat berbagai kegiatan bisnis seperti perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara. Karena sampah tidak hanya dihasilkan oleh penduduk setempat saja tetapi juga oleh pendatang, maka perkiraan timbulan sampah kota sebesar 2,75 l/orang/hari dianggap memadai. Volume sampah yang terangkut diperkirakan sebanyak 50 % atau sekitar 830 m3/hari yang berasal dari wilayah perkotaan. Sebanyak 40 % sampah tersebut oleh masyarakat dijadikan urugan halaman, dibakar, serta banyak yang dibuang ke sungai. Diperkirakan sebanyak maksimum 10 % sampah tersebut dimanfaatkan. Pola penanganan sampah di kota Banjarmasin serupa dengan kota-kota lain di Indonesia dimana pengumpulan dilakukan oleh masyarakat dan pengangkutan dari TPS ke TPA dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pengelolaan Sampah (DKPS). Pengelolaan sampah saat ini (dari TPS ke TPA) sepenuhnya menjadi tanggung jawab DKPS. Sub-sektor Drainase Fungsi utama saluran drainase di kota Banjarmasin adalah sebagai pematus air hujan dan air permukaan lainnya agar tidak terjadi banjir atau genangan, dan sebagai penggelontor saluran air limbah kota. Selain sebagai pematus air hujan dan air permukaan, saluran drainase di dalam kota juga berfungsi sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan industri, baik padat maupun cair. 1. Kota Banjarmasin terletak di daerah rendah dan sebagian besar terdiri dari rawa dengan ketinggian sekitar – 0,16 m di bawah permukaan air laut. Kondisi seperti ini menyebabkan drainase kota Banjarmasin sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga pada saat pasang fungsinya berubah menjadi kebalikan saluran drainase, yaitu mempercepat terjadinya genangan atau banjir pada suatu daerah. Pengaruh ini akan semakin terasa apabila terjadi pasang disertai hujan, sehingga akumulasi debit air yang seharusnya dialirkan keluar terkumpul di daerah tersebut. 2. Berdasarkan karakteristik, ukuran dan fungsi sungai di Kota Banjarmasin dapat diklasifikasi sungai-sungai tersebut berdasarkan lebar sungai yaitu : Sungai besar
- lebar sungai > 500 m
16
Sungai sedang
- lebar sungai 25 – 500 m
Sungai kecil
- lebar sungai 2 - 25 m
3. Ditinjau dari fungsinya, sungai-sungai di kota Banjarmasin pada umumnya mempunyai multi fungsi, yaitu berfungsi sebagai drainase, lalulintas air/sungai, MCK (Mandi Cuci Kakus) dan sarana rekreasi. 4. Pada beberapa ruas, anak sungai sudah banyak yang berubah fungsi diakibatkan oleh perkembangan perumahan atau bangunan. Dan beberapa anak sungai juga tidak berfungsi akibat endapan lumpur, sampah dan gulma yang menutup sungai sehingga aliran kurang lancar dan mengakibatkan beberapa daerah tergenang air. Pengelolaan sarana sub-sektor drainase menjadi tanggung jawab Sub-Dinas Drainase pada Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah kota Banjarmasin (Kimprasko).
17
BAB III ISU, MASALAH, TANTANGAN SERTA POTENSI
3.1
Isu dan Masalah Dalam Pengelolaan Sanitasi Saat Ini Tanggung jawab penanganan sanitasi, TUPOKSI dan pengelolaan aset
Masih kurangnya pemahaman bahwa sektor sanitasi sebenarnya memerlukan keterlibatan berbagai pihak di lingkungan pemerintahan maupun di luar lingkungan pemerintahan kota Banjarmasin, tidak terbatas hanya pada Dinas Kimprasko, PD PAL, Dinas LH, Dinas Kebersihan dan Pengelolaan Sampah, serta Dinas Kesehatan. Penanganan sanitasi terkait juga dengan penataan ruang dan perijinan bangunan sehingga membutuhkan dukungan dari Dinas Tata Kota.
Sanitasi menjadi tanggung jawab berbagai institusi pemerintahan dan non-pemerintahan di dalam lingkup kota. Tugas, tanggung jawab serta kewenangan masing-masing pemangku kepentingan di kota belum terdefinisikan dengan jelas, termasuk koordinasi formal diantara mereka.
Adanya Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dari masing-masing institusi untuk penanganan sanitasi yang belum jelas dan/atau memberikan tafsiran yang beragam
sehingga
menimbulkan kekosongan atau tumpang tindih. Ditemukan bahwa landasan hukumnya (PERDA) sudah tersedia tetapi petunjuk pelaksanaan yang mengatur kegiatan operasionalnya belum tersedia.
Tanggung jawab penanganan sanitasi, sebagai bagian dari pelayanan publik, perlu dipahami bahwa pada akhirnya terletak pada Pemerintah Kota Banjarmasin, walaupun ditangani oleh berbagai pihak termasuk masyarakat.
Pemisahan peran operator dan regulator belum terdefinisikan dengan tegas.
Khususnya pembangunan infrastruktur sanitasi berbasis masyarakat, belum ditetapkan secara jelas kepemilikan aset dari infrastruktur yang dibangun.
TPS belum ditetapkan secara tegas siapa yang bertanggung jawab dalam pembangunannya serta siapa bertanggung jawab untuk mengelolanya.
Perkembangan kota relatif cepat terutama disebabkan banyaknya kegiatan ekonomi yang tumbuh di daerah-daerah sekitarnya (misalnya pertambangan batu-bara dan perkebunan kelapa
sawit).
Keadaan
ini
menyebabkan
banyaknya
pendatang
dan
mempunyai
kecenderungan untuk tumbuhnya permukiman-permukiman baru, terutama permukiman pendatang ataupun permukiman kumuh.
18
Teknis dan pendanaan
Kondisi kota Banjarmasin yang didominasi oleh rawa-rawa, dilalui oleh beberapa sungai dan mempunyai elevasi rata-rata – 0,16 m di bawah permukaan laut menyebabkan sistem setempat (on-site system) sukar dikembangkan di kota Banjaramasin. Sistem komunal untuk pelayanan air limbah di kota Banjarmasin merupakan sistem yang akan mendominasi di kota Banjarmasin untuk penanganan air limbahnya.
Informasi dasar berupa peta topografi belum tersedia untuk seluruh kota Banjarmasin.
Visi pengembangan drainase kota Banjarmasin (dan terkait dengan ide “kota sungai”) masih lemah serta memerlukan pendalaman dan kesepakatan diantara semua pemangku kepentingan.
Pembangunan sistem komunal membutuhkan dukungan dana besar dari pihak di luar Pemkot Banjarmasin, diantaranya dari pemerintah Propinsi, Pusat maupun swasta.
Didasarkan aturan yang ada, Dinas Kebersihan dan Pengelolaan Sampah (DKPS) bertanggung jawab untuk pengangkutan sampah dari TPS di seluruh bagian kota untuk dibawa ke TPA, termasuk dari area kota yang belum berkembang. Keadaan ini menjadi salah satu penyebab biaya pengangkutan sampah menjadi tinggi.
Pemasukan dari retribusi sampah masih jauh dari harapan karena cara penarikan retribusi sampah yang kurang efektif.
Adanya bangunan yang tumbuh di tepi sungai pada anak-anak sungai menyebabkan peningkatan kebutuhan pengerukan sungai secara berkala demi menjaga kelancaran aliran air. Kegiatan ini memerlukan biaya besar dan harus dilakukan secara berkala.
Fokus pendanaan masih dititikberatkan pada biaya investasi. Kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan termasuk kebutuhan re-investasi masih terabaikan.
Budaya dan aturan
Budaya “hidup di atas air” masih melekat diantara masyarakat Banjarmasin. Dengan adanya pertambahan penduduk dan peningkatan kepadatan penduduk serta air yang tidak mengalir lancar di bawah rumahnya menimbulkan resiko terhadap kesehatan masyarakat menjadi meningkat.
Kebiasaan masyarakat untuk memanfaatkan sungai menjadi tempat mandi dan membuang tinja akan meningkatkan resiko terhadap kesehatan sejalan dengan peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk.
Aturan yang melarang mendirikan bangunan di atas bantaran atau di tepi sungai, kalaupun ada, belum dapat dijalankan secara efektif sebab masih ditemukan kendala operasional ataupun sinkronisasi pelaksanaan peraturan dengan instansi lain dalam kota Banjarmasin.
19
3.2
Tantangan Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengembangan program sanitasi di Kota Banjarmasin
meliputi:
Peningkatan cakupan pelayanan sarana air limbah menjadi setengah jumlah penduduk di tahun 2015 untuk mencapai total pelayanan air limbah secara nasional yang selaras dengan sasaran MDGs memerlukan dukungan investasi prasarana dan sarana sebagaimana pula dukungan peraturan perundang-undangan serta peningkatan kapasitas SDM.
Perlunya kesepakatan visi pengembangan drainase yang dikorelasikan dengan rencana pengembangan kota Banjarmasin.
Kesuksesan pelaksanaan program dan pencapaian target-target 3 sub-sektor sanitasi membutuhkan pembentukan lembaga koordinasi untuk memperbaiki dan memperkuat koordinasi antar instansi pemerintah dan antara pemerintah kota dengan masyarakat serta pihak swasta.
Peningkatan kesadaran terhadap masalah sanitasi dan perubahan perilaku rumah tangga untuk mengurangi resiko kesehatan lingkungan.
Pelibatan masyarakat dan sektor swasta di sektor sanitasi untuk menyeimbangkan pembagian peran, hak dan kewajiban serta tanggung jawab selaku pelaku pembangunan.
Dibutuhkan dukungan politis dari pihak eksekutif, legislatif serta masyarakat demi terlaksananya program pengembangan sanitasi secara konsisten di kota Banjarmasin
3.3
Potensi Beberapa potensi dapat ditemukan di kota Banjarmasin dan bermanfaat untuk dikembangkan
lebih lanjut guna mendukung program pengembangan sanitasi kota Banjarmasin, diantaranya:
Adanya mimpi untuk menjadikan sungai-sungai di kota Banjarmasin menjadi bersih dan layak dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata.
Terbentuknya PD PAL yang telah disepakati akan bertanggung jawab untuk semua fasilitas penanganan air limbah yang dibangun oleh pemerintah Kota, ataupun yang asetnya diserahkan ke pemerintah Kota, baik yang bersifat “on-site system” maupun “off-site system”.
Kota
Banjarmasin
memiliki
jumlah
armada
pemadam
kebakaran
yang
terbanyak
dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Hal itu terjadi karena banyaknya kelompok masyarakat (setingkat RW atau kelurahan) yang menyediakan sendiri armada pemadam kebakaran. Solidaritas dan kepedulian masyarakat dinilai cukup tinggi dan dengan intervensi yang tepat, nampaknya masyarakat mudah digerakan untuk mengatasi masalah sanitasi di lingkungannya sendiri.
20
Peran dari pemuka agama pada masyarakat masih cukup tinggi. Oleh karenanya pemuka agama perlu dilibatkan secara aktif untuk ikut menggerakan perbaikan masalah sanitasi di kota Banjarmasin.
Adanya usaha daur ulang sampah di beberapa tempat di kota Banjarmasin, diantaranya yang dilakukan oleh bpk. H. Gusti Bahrain dan bpk. Kaharjo.
Kota Banjarmasin merupakan pintu Kalimantan
Adanya mimpi menjadikan sungai
Selatan. Di propinsi ini terdapat
bersih dan dapat dimanfaatkan
banyak
untuk pariwisata.
masuk
ke
propinsi
kegiatan
perkebunan
kelapa
pertambangan Banjarmasin tempat
bisnis
seperti
sawit
batubara. berfungsi
transaksi
dan
Air limbah seluruh kota dikelola
Kota
oleh satu institusi yaitu PD PAL.
sebagai
Keterlibatan masyarakat dalam
atau
sektor lain cukup tinggi sehingga
bisnis
penyedia jasa dan oleh karenanya
bisa
memiliki
sanitasi.
melibatkan
potensi
besar
untuk
pihak
swasta
dalam
Peran
digerakkan pemuka
untuk
sektor
agama
dapat
membantu
penanganan sanitasi di kota ini.
kesadaran
peningkatan masyarakat
akan
sanitasi dan higiene. Potensi pihak swasta yang besar belum
dimanfaatkan
pengembangan sanitasi.
21
untuk
BAB IV KEBIJAKAN UMUM SANITASI KOTA BANJARMASIN
4.1.
Visi dan Misi Sanitasi Konsep awal penyusunan kerangka kerja Strategi Sanitasi Kota (SSK) dicantumkan dalam Visi
dan Misi Sanitasi Kota Banjarmasin sebagaimana tertulis di bawah ini. Visi “Terselenggaranya sanitasi kota yang berkualitas dan berkesinambungan menuju kota Banjarmasin BUNGAS 2015 dengan melibatkan peran serta masyarakat” Visi di atas merupakan suatu keadaan yang ingin dicapai di tahun 2015 secara mandiri melalui kegiatan– kegiatan yang dilakukan secara sinergis antar pemangku kepentingan yang terkait secara langsung atau tidak langsung dalam pengelolaan sanitasi kota. Visi ini selanjutnya dirumuskan dalam beberapa misi sebagai terjemahan lebih lanjut arti visi yang telah ditetapkan; untuk dapat mengidentifikasi arah kerangka kerja SSK.
Misi Untuk dapat mewujudkan visi pengelolaan sektor sanitasi maka dirumuskan beberapa misi yaitu sebagai berikut: 1. Meningkatkan aparat & masyarakat yang memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. 2. Meningkatkan aparat & masyarakat yang memiliki wawasan dan kemampuan yang tinggi dikaitkan dengan pembangunan lingkungan yang bersih, sehat, tertata & indah. 3. Meningkatkan aparat & masyarakat yang lebih produktif memanfaatkan potensi alam / lingkungan yang ada. 4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sanitasi yang dapat menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. 5. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). 6. Menggalang dan meningkatkan dukungan dari berbagai pihak baik swasta maupun pemerintah di berbagai tingkatan dalam percepatan PHBS. 7. Pemenuhan terhadap akses masyarakat pada sarana sanitasi yang seluas-luasnya.
22
4.2.
Sasaran dan Tujuan Sasaran umum dari kerangka kerja SSK ini mengacu pada sasaran terukur yang tertuang dalam
RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Nasional 2004 – 2009, RPJM Kota Banjarmasin 2005 – 2010, dan sasaran dalam pencapaian MDGs 2015. Sasaran yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 – 2009 adalah:
meningkatkan pembangunan, penyediaan dan pemeliharaan sarana dan layanan air bersih dan sanitasi lingkungan;
mendukung keberlanjutan dan penggunaan secara efektif dari sarana dan layanan air bersih dan sanitasi lingkungan.
Sasaran yang tercantum dalam Rencana Strategis Departemen Pekerjaan Umum 2005 – 2009 adalah:
Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pengelolaan
sanitasi,
serta
pengembangan drainase dan sistem pengelolaan persampahan, serta meningkatnya kualitas lingkungan permukiman kawasan kumuh dan nelayan. Sasaran yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Banjarmasin 2005 – 2010 adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya-upaya pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup, yang meliputi pembangunan sarana transportasi darat, infrastruktur energi dan ketenagalistrikan, fasilitas drainase dan sanitasi, fasilitas pendidikan dan pelayanan umum. Disamping sasaran tersebut, sasaran kerangka kerja SSK juga mengakomodir sasaran Millenium Development Goals Tahun 2015 untuk menyediakan akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar untuk separuh proporsi penduduk yang belum memiliki akses. Dengan memperhatikan berbagai sasaran yang telah disebutkan sebelumnya dan dengan memperhatikan berbagai kendala, tantangan dan peluang yang ada, maka ditetapkan beberapa tujuan yang hendak dicapai pada tahun 2008-2010 yang meliputi: a.
Peningkatan kesadaran pemerintah daerah dan masyarakat mengenai sanitasi dasar dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan menuju kualitas hidup masyarakat yang lebih baik.
b.
Pemasaran sanitasi untuk pihka swasta dan pengembangan model pelibatan pihak swasta ataupun kerjasama antara pemerintah kota dengan pihak swasta dalam bidang sanitasi.
c.
Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana sanitasi mulai dari lingkup rumah tangga sampai dengan tingkat kota baik secara swadaya masyarakat maupun oleh pemerintah kota dan swasta yang sesuai standar pelayanan minimum dan aturan yang disepakati.
23
d.
Peningkatan kesadaran dan kepedulian dunia usaha terhadap sanitasi dasar masyarakat melalui advokasi, stimulasi dan donasi.
4.3.
Prinsip-prinsip (Penyusunan) SSK Perencanaan sektor sanitasi di kota Banjarmasin didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: a.
Akses terhadap perbaikan layanan prasarana dan sarana sanitasi untuk semua lapisan masyarakat (poor inclusive) dan berkelanjutan, yang akan memberikan perbaikan sanitasi masyarakat dan perubahan perilaku higienitas;
b.
Penyiapan referensi dan penyebarluasan pilihan teknologi sederhana, tepat guna dan terjangkau oleh masyarakat setempat, mudah dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat (untuk beberapa area tertentu);
c.
Pemberian insentif untuk mendukung ’tindakan bersama’ atau keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sanitasi;
d.
Pelibatan masyarakat dan swasta serta pengarusutamaan jender sebagai mitra pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan serta monitoring dan evaluasi) sanitasi.
e.
Empat kegiatan utama:
Mengembangkan & mensinergikan daerah-daerah percontohan/binaan yang ada/yang akan ada;
f.
Penguatan sistem skala kota (induk & penghubung);
Program penanganan segera daerah-daerah paling kumuh;
Program darurat/daerah rawan bencana.
Strategi secara umum mencakup:
Aspek Data & Informasi Dasar (Data Base) – GIS;
Aspek Kelembagaan - tenaga / tim khusus & kantor sekretariat
Aspek Teknis - terpadu, sinergi, seimbang, efektif, tepat guna;
Aspek Pemberdayaan - pembentukan keluarga sehat sejahtera, program yang terencana, holistik & berkesinambungan;
Aspek Pemasaran Sanitasi dan Promosi Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS) unsur agama sebagai dasar, peran Dinkes & SKPD lainnya harus lebih disinergikan sehingga program harus lebih, terencana, holistik & berkesinambungan;
Aspek Penataan Ruang - sosialisasi RUTR yang lebih luas;
Aspek Keuangan - mobilisasi, pengaturan & transparansi;
Aspek Koordinasi - pemanfaatan pelbagai forum & media;
Skala Prioritas - lokasi & sektor harus jelas;
24
Pentahapan - sesuai kemampuan dana & SDM.
Teknologi Informasi (IT) - alat bantu yang harus dimanfaatkan secara maksimal
Pelatihan - terencana & konsep “learning by doing”;
Inovasi – untuk adanya peningkatan kualitas & biaya yang lebih ekonomis di lokasi – lokasi pilot (permukiman, pasar, pemukiman di tepi sungai).
4.4.
Kebijakan Umum Sanitasi Kota Banjarmasin Kebijakan umum SSK dirumuskan sebagai berikut:
4.4.1 Menciptakan iklim yang kondusif bagi pengelolaan sanitasi yang berkelanjutan Pola pikir dan pelaksanaan kelembagaan yang mengelola sanitasi perlu diubah. Pengertian dan komitmen lembaga-lembaga yang terkait sangatlah penting. Komitmen yang rendah dari institusi-institusi yang terkait cenderung menghalangi
perubahan perilaku di tingkat masyarakat. Berbekal kondisi ini,
maka upaya-upaya yang perlu dilakukan:
Advokasi dengan Pemerintah Kota, dan para pengambil keputusan terhadap prinsip-prinsip penyusunan strategi sanitasi.
Peningkatan kapasitas/kemampuan Pemerintah Kota dalam mengimplementasikan prinsipprinsip penyusunan kerangka kerja SSK ke dalam alokasi pendanaan, peraturan, mekanisme monitoring dan evaluasi dan kerja sama dengan LSM, pihak swasta dan organisasi masyarakat.
4.4.2 Meningkatkan kebutuhan (demand) layanan prasarana dan sarana sanitasi yang efektif Untuk merangsang kebutuhan akan pelayanan prasarana dan sarana sanitasi yang berkualitas baik, perlu dipahami status (sosial dan ekonomi), nilai (lingkungan dan sosial) dan bentuk insentif yang dapat membuat orang memberi respon.
SSK yang mempunyai fokus pada solusi teknis harus
mempertimbangkan masalah status, nilai, dan insentif agar solusi yang ditawarkan dapat digunakan secara efektif. Selain peningkatan kualitas sarana sanitasi juga diperlukan perubahan perilaku masyarakat yang meningkatkan resiko kesehatan. Upaya-upaya yang perlu dilakukan adalah:
Pemasaran sanitasi melalui peningkatan kesadaran dan perubahan sikap masyarakat, wakil rakyat dan swasta terhadap masalah sanitasi. Untuk menjadikan sanitasi sebagai kebutuhan pokok masyarakat, diperlukan kampanye perilaku hidup bersih dan sehat secara terus menerus dan berkesinambungan. Informasi yang mudah diakses, mudah dimengerti dan dirancang dengan baik serta kampanye peningkatan kesadaran pada isu yang spesifik seperti penanganan kotoran anak, cucian tangan pakai sabun (CTPS), kebersihan toilet dan
25
pengolahan limbah dalam rumah tangga akan dimasukkan dalam strategi sanitasi kota. Memperbaiki teknologi sebagai solusi teknis tak akan berarti bila perilaku yang tak layak tidak berubah.
Peningkatan partisipasi masyarakat (LSM, organisasi berbasis masyarakat) dan pihak swasta dan pengarusutamaan jender dalam perencanaan dan pembangunan sanitasi. Kesetaraan berkaitan erat dengan kondisi bahwa prasarana dan sarana sanitasi yang dibangun dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat tanpa membedakan tingkat sosial, jenis kelamin, suku, agama dan ras.
4.4.3 Meningkatkan kemampuan penyediaan (supply) layanan untuk mencapai kebutuhan masyarakat terhadap sanitasi Ketersediaan sarana publik yang rendah karena keterbatasan kapasitas lembaga-lembaga yang terkait menawarkan beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pihak swasta, LSM, dan masyarakat itu sendiri. Masyarakat segala lapisan harus dapat memilih teknologi-teknologi tepat guna dan murah untuk meningkatkan derajat kesehatan. Upaya-upaya yang akan dilakukan adalah:
Penyediaan dan penyebarluasan pilihan-pilihan teknologi, material dan pendanaan yang lebih beragam untuk sektor sanitasi. Keterlibatan sektor swasta dalam melaksanakan program SANIMAS dapat menciptakan peluang untuk perluasan penyediaan layanan sarana sanitasi. Ada beberapa inisiatif yang menarik dari masyarakat, meskipun skalanya kecil, namun menjanjikan, dan secara khusus aktivitas ini berpeluang mendatangkan penghasilan. Sebagai contoh, upaya-upaya pelaksanaan pengurangan, penggunaan kembali dan daur ulang sampah (3-R). Pengalaman telah menunjukkan bahwa pelayanan pemerintah yang bersubsidi berpotensi negatif dam memberikan pelayanan yang berkualitas dan ini memberikan peluang yang baik bagi sektor swasta untuk berperan meingkatkan efisiensi layanan.
Penyusunan rencana tindak untuk masyarakat miskin. Masyarakat berpenghasilan rendah (miskin) sangat rentan terhadap berbagai penyakit dan kematian yang berkaitan sanitasi buruk akibat sulitnya akses terhadap sarana sanitasi yang layak. Dengan melihat keterbatasan yang dimiliki, masyarakat miskin perlu diperhatikan dan dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. Untuk dapat memobilisasi daya tersembunyi (hidden potential) perlu diidentifikasikan secara tepat potensi itu, mencakup besaran dan lokasi termasuk didalamnya adalah penentuan pilihan sarana, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan, sehingga tingkat dan jenis pelayanan yang disediakan dapat disesuaikan oleh masyarakat tersebut.
26
Penyusunan Standard Pelayanan Minimum (SPM). Sesuai PP No. 65 Tahun 2005, SPM didefinisikan sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimum. Pelayanan dasar yang dimaksud meliputi jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan pemerintah. Kualitas pelayanan sanitasi, terutama sub-sektor limbah cair, adalah hal yang problematik, dan sangat bermanfaat bila dapat dilakukan kontrol kualitas pelayanan. Membentuk sistem pengawasan yang mengukur kualitas layanan yang sesuai standard pelayanan minimum akan menjadi bagian dari strategi sanitasi kota.
4.4.4 Prioritas Penanganan Ketersediaan dana APBD menjadi salah satu kendala untuk pengembangan sanitasi di kota Banjarmasin, walaupun untuk itu usaha perbaikan kondisi sanitasi harus dapat dilakukan segera tanpa menunggu tersedianya dana dari pemerintah Pusat, Propinsi ataupun swasta. Kebijakan untuk menghadapi kendala tersebut adalah dengan menentukan area prioritas (berdasarkan resiko tertinggi) dan pilihan teknologi atau jenis pelayanan (berdasarkan area yang ditetapkan sebagai “urban area” dan peri urban area”). Penanganan prioritas diarahkan pada area yang memiliki resiko tinggi akibat kondisi sanitasi yang buruk (lihat Gambar-6). Klasifikasi “urban area” dengan “peri urban area” menentukan pilihan teknologi ataupun jenis pelayanan yang diberikan. Sebagai contoh sesuai
aturan
bertanggung
yang
jawab
ada
saat
terhadap
ini,
DKPS
pengangkutan
sampah dari seluruh area kota Banjarmasin.
Area
prioritas
“urban”
dan
memberikan “menghasilkan
dan
klasifikasi
“peri
kesempatan lebih
urban” untuk dengan
sumber daya yang ada saat ini”.
Dengan adanya klasifikasi “urban area” dan “peri urban area”, dengan armada angkutan yang tersedia saat ini maka pengangkutan sampah dapat difokuskan pada area yang termasuk klasifikasi “urban area” sedangkan area yang termasuk klasifikasi “peri urban area” dapat dikembangkan usaha pembuatan kompos dari sampah. Klasifikasi area diperlihatkan dalam Gambar-7.
27
Gambar 6. Peta Area Prioritas BANJARMASIN TENGAH 1.01 Antasan Besar 1.02 Gadang 1.03 Melayu 1.04 Kelayan Luar 1.05 Kertak Baru Ilir 1.06 Kertak Baru Ulu 1.07 Mawar 1.08 Pasar Lama 1.09 Pekapuran Laut 1.10 Seberang Mesjid 1.11 Sungai Baru 1.12 Teluk Dalam
PRIORITAS LOKASI PENANGANAN (AGREED SCORE) 2.02
2.03
2.01 2.05
BANJARMASIN UTARA 2.01 Alalak Selatan 2.02 Alalak Tengah 2.03 Alalak Utara 2.04 Antasan Kecil Timur 2.05 Kuin Utara 2.06 Pangeran 2.07 Sungai Jingah 2.08 Sungai Miai 2.09 Surgi Mufti
2.07
2.08 2.06
5.04
3.01
2.04
5.05 5.03
2.09
1.08 5.02 1.10 1.01
BANJARMASIN TIMUR 3.01 Banua Anyar 3.02 Karang Mekar 3.03 Kebun Bunga 3.04 Kuripan 3.05 Pekapuran Raya 3.06 Pemurus Luar 3.07 Pengambangan 3.08 Sungai Bilu 3.09 Sungai Lulut
3.08
1.03
1.02
1.12
5.06
3.07 1.06
1.11
OT H ELA RUM
1.07 1.05
5.07 5.08
1.09 4.01 1.04
3.03
3.04
3.02
4.08 3.05
4.02
4.04
3.09
5.09 5.01 4.07
4.09
4.10
4.05
4.06
3.06
4.03
4.11
BANJARMASIN SELATAN 4.01 Kelayan Barat 4.02 Kelayan Dalam 4.03 Kelayan Selatan 4.04 Kelayan Tengah 4.05 Kelayan Timur 4.06 Mantuil 4.07 Murung Raya 4.08 Pekauman 4.09 Pemurus Baru 4.10 Pemurus Dalam 4.11 Tanjung Pagar BANJARMASIN BARAT 5.01 Basirih 5.02 Belitung Selatan 5.03 Belitung Utara 5.04 Kuin Cerucuk 5.05 Kuin Selatan 5.06 Pelambuan 5.07 Telaga Biru 5.08 Telawang 5.09 Teluk Tiram
Gambar 7. Klasifikasi “Urban” dan “Peri Urban”
FINAL KELURAHAN CLASSIFICATION 2.02
2.03
2.01 2.05
BANJARMASIN UTARA 2.01 Alalak Selatan 2.02 Alalak Tengah 2.03 Alalak Utara 2.04 Antasan Kecil Timur 2.05 Kuin Utara 2.06 Pangeran 2.07 Sungai Jingah 2.08 Sungai Miai 2.09 Surgi Mufti
2.07
2.08 2.06
5.04
3.01
2.04
5.05 5.03
2.09
1.08 5.02 1.10 1.01
BANJARMASIN TIMUR 3.01 Banua Anyar 3.02 Karang Mekar 3.03 Kebun Bunga 3.04 Kuripan 3.05 Pekapuran Raya 3.06 Pemurus Luar 3.07 Pengambangan 3.08 Sungai Bilu 3.09 Sungai Lulut
3.08
1.03
1.02
1.12
5.06
3.07 1.06
1.11
OT H ELA RUM
1.07 1.05
5.07 5.08
1.09 4.01 1.04
3.03
3.04
3.02
4.08 4.04
3.05
4.02
3.09
5.09 5.01 4.07
4.09
3.06
4.10
4.05
4.06 4.03
4.11
BANJARMASIN TENGAH 1.01 Antasan Besar 1.02 Gadang 1.03 Melayu 1.04 Kelayan Luar 1.05 Kertak Baru Ilir 1.06 Kertak Baru Ulu 1.07 Mawar 1.08 Pasar Lama 1.09 Pekapuran Laut 1.10 Seberang Mesjid 1.11 Sungai Baru 1.12 Teluk Dalam
BANJARMASIN SELATAN 4.01 Kelayan Barat 4.02 Kelayan Dalam 4.03 Kelayan Selatan 4.04 Kelayan Tengah 4.05 Kelayan Timur 4.06 Mantuil 4.07 Murung Raya 4.08 Pekauman 4.09 Pemurus Baru 4.10 Pemurus Dalam 4.11 Tanjung Pagar BANJARMASIN BARAT 5.01 Basirih 5.02 Belitung Selatan 5.03 Belitung Utara 5.04 Kuin Cerucuk 5.05 Kuin Selatan 5.06 Pelambuan 5.07 Telaga Biru 5.08 Telawang 5.09 Teluk Tiram
28
4.4.5 Pendekatan “Sistem Kluster “ untuk Air Limbah Pelayanan dengan “off-site system” seperti yang dikembangkan di kota Banjarmasin harus lebih besar daripada penanganan dengan “on-site system” didasarkan kondisi daerahnya yang didominasi oleh rawa sehingga sukar untuk menggunakan tangki septik. Tetapi “off-site system” tersebut dibangun
secara
perpipaan
tidak
“kluster”, bisa
dalam
terkoneksi
arti untuk
juga perlu Banyaknya sungai yang membelah
jaringan
kondisi
seluruh
datar
yang
air
apabila
perpipaan akan dibuat terkoneksi di seluruh
limbah harus didasarkan kluster.
kota
Banjarmasin,
Tiap kluster memiliki sistemnya
jembatan
kota
Banjarmasin
kota. Hal ini disebabkan banyaknya sungai
topografi
membelah
menyebabkan
kota
Banjarmasin
maka
diperlukan
sehingga banyak
yang
dan relatif
penanganan
pipa yang relatif mahal. Selain itu kondisi topografi yangtermasuk datar akan membutuhkan banyak pompa air sendiri IPAL. kotor karena pengaliran air tidak bisa mengandalkan gravitasi. Berdasarkan kondisi tersebut sistem akan dibangun berdasarkan kluster-kluster dengan pengolahan tersendiri di setiap kluster.
4.4.6 Pelibatan Swasta Dalam Persampahan Persampahan merupakan sub-sektor yang sudah banyak menarik perhatian sektor swasta. Saat ini keterlibatan swasta dalam sub-sektor persampahan baru terbatasa dalam usaha daur ulang, tetapi banyak kegiatan lain yang dapat melibatkan sektor swasta berdasarkan prinsip saling menguntungkan. Usaha
Dibutuhkan pengembangan model kerjasama yang inovatif dengan swasta
dalam
sub-sektor
persampahan
ini memerlukan kemauan untuk mendekati dan membuka diskusi dengan pihak swasta, menyusun formulasi kerjasama antara pemerintah kota dan swasta, serta model kerjasama yang inovatif di luar pemahaman yang ada saat ini.
4.5.
Pemasaran Sanitasi dan Partisipasi Masyarakat serta Peran Serta Swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat Untuk mencapai sasaran, tujuan dan target-target pembangunan kota yang berkelanjutan,
khususnya pembangunan sanitasi diperlukan adanya keseimbangan pembagian peran, hak dan kewajiban, tanggung jawab antara para pelaku pembangunan, yaitu pemerintah, masyarakat dan sektor swasta. Partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan menjadi prasyarat untuk pengembangan peningkatan pelayanan jasa sanitasi.
Walaupun pemerintah memegang peranan kunci dalam
29
memberikan pelayanan sarana dan prasarana sanitasi kepada publik, peranan masyarakat dan sektor swasta tidak pula kalah pentingnya.
Melibatkan masyarakat haruslah memperhatikan kebutuhannya,
mengikutkan mereka dalam menentukan priortias dan pilihan-pilihan teknologi yang ada sesuai dengan kemampuannya, budaya dan kebiasan-kebiasaan mereka termasuk aspek jender bagaimana mereka memberikan peranan kepada para perempuan dan laki-laki dalam sanitasi. Untuk dapat melibatkan masyarakat sedemikian rupa diperlukan adanya strategi–strategi yang memadai
yang memasukkan suatu penilaian isu-isu utama dan peluang-peluang, juga sasaran dan
target untuk peningkatan komunikasi, peningkatan kepedulian/kesadaran, partisipasi masyarakat dan pengarusutamaan jender dalam perencanaan dan pengelolaan sanitasi. Strategi ini dibahas lebih rinci dalam dokumen SSK Volume 5. Dalam keadaan sumberdaya pemerintah yang terbatas, maka pendaya gunaan sektor swasta dan lembaga non-pemerintah yang merupakan aktor penting potensial dalam situasi pasar sanitasi yang berkelanjutan. Penyiapan strategi untuk bagaimana melibatkan sektor swasta dan lembaga non-pemerintah; dan penyiapan rencana tindak untuk memanfaatkan peluang-peluang keikutsertaan mereka dalam pelayanan jasa sanitasi dibahas pada dokumen SSK Volume 7.
4.6.
Penguatan Kelembagaan dan Pengembangan Kapasitas Pemerintah Kota Banjarmasin menyadari bahwa untuk kesuksesan pelaksanaan program dan
pencapaian target-target sektor sanitasi diperlukan adanya suatu lembaga koordinasi yang mantap. Hal ini mengingat bahwa ada 8 (delapan) SKPD di Kota Banjarmasin yang menangani sektor sanitasi, sehingga memerlukan koordinasi didalam menjalankan masing-masing program SKPD untuk dapat mencapai sasaran pembangunan kota yang berkelanjutan dan membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat kota. Lembaga atau wadah koordinasi di Kota Banjarmasin saat ini adalah Pokja Sanitasi Kota yang prinsipnya memiliki peran strategis untuk mendorong pengarusutamaan pembangunan sanitasi di tingkat kota. Dalam posisinya yang strategis sebagai wadah koordinasi, kehadiran Pokja diharapkan akan dapat memperbaiki dan memperkuat koordinasi antar instansi Pemerintah di Kota Banjarmasin, juga antara Pemerintah Kota dengan masyarakat sebagai upaya awal yang nyata untuk menjamin peningkatan pembangunan dan pengelolaan sanitasi di Kota Banjarmasin. Pada saat ini Pokja Sanitasi Kota belum memiliki ketrampilan dan kapasitas untuk melaksanakan beberapa peran dan tanggung jawab baru sebagai implikasi dari strategi-strategi yang dirumuskan baik
30
untuk masing-masing sub-sektor teknis sanitasi maupun strategi pendukungnya, sebagaimana didokumentasikan dalam SSK Volume 2 - 10. Untuk dapat memenuhi harapan agar Pokja Sanitasi Kota dapat mendorong pencapaian cita-cita pembangunan sanitasi di Kota Banjarmasin, maka dibutuhkan upaya penguatan kelembagaan dan pengembangan kapasitas Pokja yang bersifat komprehensif, yang diarahkan pada tingkat sistem, tingkat organisasi dan individu anggota Pokja.
Penguatan kelembagaan pokja yang diarahkan pada tingkat
sistem dibutuhkan dalam rangka menciptakan suatu kondisi lingkungan eksternal Pokja yang bersifat kondusif (enabling environment) agar organisasi Pokja dapat berfungsi secara efektif. Hal ini meliputi kerangka kerja dan kebijakan yang mendukung atau menghambat pencapaian kebijakan tertentu terkait dengan sanitasi, peran institusi, dan sistem pendanaan.
Sedangkan penguatan di tingkat organisasi
Pokja bertujuan untuk memantapkan Pokja agar dapat menjalankan tugas yang diemban sebagai wadah koordinasi yang akan mengawal pembangunan sanitasi di tingkat kota.
Upaya-upaya di tingkat
organisasi ini meliputi struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, keanggotaan, proses pembuatan keputusan, prosedur dan mekanisme kerja, manajemen, instrumen, hubungan dan jaringan kerja antar organisasi. Adapun penguatan kelembagaan pokja yang dilakukan pada tingkat individu anggota Pokja berkaitan dengan ketrampilan individu dan kualifikasi, pengetahuan, sikap, etika kerja dan motivasi anggota di organisasi. Strategi-strategi untuk penguatan kelembagaan dan pengembangan kapasitas Kelompok Kerja Sanitasi Kota Banjarmasin dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga koordinasi dan fasilitasi sanitasi guna mengarusutamakan sanitasi dalam pembangunan kota, yang pada gilirannya akan mencapai seluruh target sektor sanitasi Kota Banjarmasin didokumentasikan pada SSK Volume 6.
4.7.
Pendanaan Sektor Sanitasi Salah satu pertimbangan penting dalam merealisasikan perencanaan pembangunan dan
pengembangan sanitasi perkotaan adalah ketersediaan sumber pendanaan yang dapat digunakan. Dalam hal ini sumber utama pendanaan untuk pembangunan dan pengembangan sanitasi Kota Banjarmasin tahun 2008 – 2010 adalah APBD Kota Banjarmasin sendiri. Permasalahan yang muncul kemudian adalah APBD Kota Banjarmasin diperkirakan tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan target pembangunan dan pengembangan sanitasi mengingat banyaknya sektor pembangunan kota selain sanitasi yang harus dibiayai. Oleh karena itu pemanfaatan sumber pendanaan lainnya perlu diusahakan agar target pembangunan dan pengembangan sanitasi dapat tercapai. Dalam hal ini sumber pendanaan selain APBD Kota Banjarmasin yang dapat digunakan adalah APBD Provinsi Jawa Tengah, APBN, pinjaman dan hibah, maupun partisipasi sektor swasta.
31
Untuk pemanfaatan APBD Kota Banjarmasin sendiri, diperlukan pendekatan-pendekatan khusus mengingat sanitasi belum menjadi prioritas pembangunan kota. Selain itu pendekatan-pendekatan yang spesifik juga harus dilakukan untuk masing-masing sumber pendanaan agar sumber-sumber pendanaan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal. Secara detail, pembahasan mengenai alternatif pendanaan dalam pembangunan dan pengembangan sanitasi Kota Banjarmasin akan disajikan dalam Volume 8.
4.8.
Monitoring dan Evaluasi Sektor Sanitasi Pelaksanaan strategi monitoring dan evaluasi diperlukan untuk mengukur dan memperbaharui
kondisi dasar sanitasi, dan memantau dampak, hasil dan keluaran dari kegiatan sektor sanitasi kota untuk memastikan bahwa tujuan dan sasaran sanitasi, rencana pengembangan dan target sanitasi kota serta kepatuhan pada standar pelayanan minimum yang ada sudah dilaksanakan dengan efektif. Strategi monitoring dan evaluasi meliputi tiga kategori monitoring yang masing-masing kategori memiliki peranan yang sama pentingnya. Kategori pertama adalah monitoring proses untuk evaluasi prosedur perencanaan SSK, dan proses perubahan kelembagaan. Kategori kedua adalah monitoring pelaksanaan SSK dan proyek (monitoring hasil dan keluaran), yang memonitor pelaksanaan rencana tindak SSK jangka menengah untuk memastikan bahwa tujuan dan sasaran yang ditetapkan sudah tercapai. Kategori ketiga adalah monitoring manfaat sanitasi secara umum, yang memberikan informasi umum mengenai status sektor dan memungkinkan pembaharuan informasi dasar yang ada. Strategi M&E ini menggunakan beberapa prinsip dasar yaitu strategi ini harus sederhana, efisien dan terfokus. Instrumen dan mekanisme yang digunakan harus berdasarkan sistem yang telah ada untuk mempermudah akses informasi dan memperkecil biaya. Selain itu instrument dan mekanisme dibuat sesederhana mungkin agar lebih mudah bagi otoritas yang bertanggung-jawab untuk mengumpulkan informasi yang handal mengenai kebutuhan akan peningkatan kapasitas yang ekstensif. Dengan memakai sistem yang ada dan menghindari kerumitan, maka potensi keberlanjutan strategi M&E akan meningkat.
32
BAB V PENUTUP Kerangka kerja Strategi Sanitasi Kota merupakan arahan dasar penyusunan strategi sub-sektor dan masih harus dijabarkan ke dalam rencana tindak secara lebih operasional oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sanitasi Kota Banjarmasin, agar visi yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Penjabaran secara teknis melalui kegiatan penyiapan perangkat peraturan, perencanaan, penyusunan program, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengelolaan pembangunan sanitasi dilakukan secara menyeluruh oleh masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak swasta. Selanjutnya perlu ada kesepakatan rencana tindak oleh pemerintah kota dalam melaksanakan Strategi Sanitasi Kota, serta mekanisme koordinasinya. Pola peran serta masyarakat dan pihak swasta perlu dijabarkan sesuai kondisi dan kebutuhan kota.
33