STRATEGI PENYALURAN DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT ANGKASA PURA II PADA UKM KOTA TANGERANG
RUDI LAKSONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Strategi Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Angkasa Pura II pada UKM Kota Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 201 Rudi Laksono NRP. P054134095
RINGKASAN RUDI LAKSONO. Strategi Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Angkasa Pura II Pada UKM Kota Tangerang. Dibimbing oleh MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan SAPTA RAHARJA sebagai Anggota Tujuan Kajian ini secara umum mengkaji strategi penyaluran dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Angkasa Pura (AP) II pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Tangerang yang merupakan pelaksanaan dari program CSR. Secara khusus, kajian ini bertujuan;(1) Mengidentifikasi peran pelaku terhadap pembangunan dalam penyaluran dana Corporate social responsibility (CSR) PT AP II menurut ketentuan perundangundangan dan peraturan berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal, (2) Mengukur dampak penyaluran dana PKBL PT AP II sebagai bentuk CSR terhadap UKM kota Tangerang, (3) Menganalisis dan mengevaluasi strategi penyaluran dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT AP II sebagai bentuk CSR pada UKM Kota Tangerang. Kajian menggunakan metode survei dan pengamatan langsung di lapangan dengan metode deskriptif dan analitik yang didukung oleh analisis strengths, weaknesses, opportunities, and threats (SWOT) terbobot. Berdasarkan hasil yang dikaji diperoleh: (a) Hasil penilaian pihak manajemen perusahaan terhadap faktor kunci eksternal perusahaan, atas lima faktor yang merupakan peluang bagi perusahaan (Dukungan pemerintah terhadap UMKM, Potensi Fund Rising, Pelibatan masyarakat, Jaringan Kemitraan dan UMKM relatif besar). Faktorfaktor yang merupakan ancaman bagi perusahaan adalah kebijakan pemerintah tentang CSR, persepsi masyarakat dan adanya pendatang baru, Tingkat persaingan dan Indikator Proper. Melalui penilaian pihak manajemen perusahaan terhadap faktor kunci internal perusahaan, diidentifikasi kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan; Sumberdaya manusia (SDM) cukup kuantitas, Fasilitasi dan sarana, Program Unggulan, Pengelola Keuangan Akurat dan Program Pendampingan. Kelemahan yang dimiliki perusahaan meliputi Informasi, dokumentasi dan komunikasi masih lemah, Kelembagaan dan program belum optimal, Rendahnya inovasi dan kreativitas, Produk IKM yang mudah ditiru dan masih ada kepentingan-kepentingan perusahaan; (b) Hasil analisis strategi penyaluran dana program kemitraan yang telah dilakukan dengan matriks Internal-Eksternal (IE), posisi pengembangan penyaluran dana program kemitraan berada pada kotak kuadran II yang digambarkan sebagai daerah grow and build, yaitu memiliki kekuatan dan peluang yang lebih besar dibandingkan dengan kelemahan dan ancamannya, serta strategi penyaluran dana program kemitraan perusahaan masih relevan dengan perubahan lingkungan saat ini. Strategi yang diterapkan di masa mendatang adalah strategi intensif atau pertumbuhan agresif (Growth Oriented Strategy) dengan kekuatan untuk memanfaatkan peluangnya, melalui pengembangan skala usaha, peningkatan fasilitasi bagi pelaku usaha mitra binaan; (c) Strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan berdasarkan analisis SWOT berbobot adalah (1) Mempertahankan program pendampingan secara intensif, (2) Membangun agen of change bagi pelaku usaha, (3) Melakukan promosi efektif dan efisien, ( Meningkatkan kinerja pemasaran dalam penyaluran, ( Meningkatkan dan mempertahankan fasilitasi bagi pelaku IKM, (6) Memperluas
dan mempertahankan kemandirian IKM, ( Mempertahankan program-program PKBL dan (8) Memperbaiki saluran kemitraan. Berdasarkan hasil analisis QSPM, maka prioritas strategi terbaik yang harus dilakukan saat ini adalah: (1) Mempertahankan program-program PKBL (nilai TAS 7,39); (2) Membangun agen of change bagi pelaku usaha (nilai TAS 7,28) dan (3) Meningkatkan dan mempertahankan fasilitasi bagi pelaku IKM (nilai TAS 7,10). Kata Kunci: Strategi, Penyaluran Dana, Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
SUMMARY RUDI LAKSONO. Disbursement Strategy Partnership Program and Community Development PT Angkasa Pura II on SMEs in Tangerang Supervised by MUSA HUBEIS and SAPTA RAHARJA. The purpose of this study examines the general fund distribution strategy Partnership Program and Community Development (CSR) PT. Angkasa Pura (AP) II on Small and Medium Enterprises (SMEs) in the city of Tangerang in the implementation of CSR. In particular, this study aims to: (1) Identify the roles of perpetrator and development in the disbursement of funds Corporate social responsibility (CSR) PT AP II according to the provisions of the legislation and regulations based on internal factors and external factors, (2) assess the impact of the distribution of funds PKBL PT AP II as a form of CSR to SMEs Tangerang city, (3) to analyze and evaluate strategies disbursement Partnership Program and Community Development (CSR) PT AP II as a form of CSR in SMEs in Tangerang. Studies using survey methods and direct observation in the field with descriptive and analytic methods that are supported by the analysis of strengths, weaknesses, opportunities, and threats (SWOT) weighted. Based on the results obtained were examined: (a) Results of the assessment, the management company of the key factors of external companies, the top five factors that represent an opportunity for the company (Government support for SMEs, Potential Fund Rising, community involvement, Partnership Network and relatively large SMEs). Factors that are a threat to the company is the government policy on CSR, public perception and the newcomers, level of competition and Proper Indicators. Through the assessment, the management company to the company's internal key factors, identified the strength of the company; Human resources (HR) sufficient quantity, Facilitation and means, Competitive Program, Accurate Financial Management and Assistance Program. The weakness of the company includes Information, documentation and communication is still weak, Institutional and programs has not been optimal, low level of innovation and creativity, HPI products are easily imitated and still no corporate interests; (B) The results of analysis of the strategies of fund distribution partnership program that has been carried out with matrices Internal-External (IE), the position of the development of fund distribution partnership programs that are in the box quadrant II is described as an area grow and build, that has the power and opportunity greater than with weaknesses and threats, as well as the partnership program fund distribution strategy the company is still relevant to the current environmental changes. The strategy adopted in the future is an intensive or aggressive growth strategy (Growth Oriented Strategy) with the power to take advantage of the opportunity, through the development of business scale, increased facilitation for businesses established partners; (C) strategies that can be undertaken by the company based on SWOT analysis weighing is (1) Maintaining the program intensive assistance, (2) Build an agent of change for businesses, (3) Promoting effective and efficient, (4) Improve marketing performance in distribution, (5) Improve and maintain facilitation for perpetrators of SMEs, (6) Expanding and maintaining the independence of SMEs, (7) maintain programs PKBL and (8)
Improving channel partnerships. Based on the analysis QSPM, then the best strategy priority that must be done at this time are: (1) Maintaining the program Partnership (TAS 7.39); (2) Build an agent of change for businesses (TAS 7.28) and (3) Promote and maintain facilitation for perpetrator for IKM ( TAS 7. Key words: Strategy, Disbursement, the Partnership Program and Community Development
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENYALURAN DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT ANGKASA PURA II PADA UKM KOTA TANGERANG
RUDI LAKSONO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Penguji Luar Komisi pada ujian Tesis : Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga Tesis yang berjudul Strategi Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Angkasa Pura II pada UKM Kota Tangerang berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Terapan pada Program Studi Industri kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing. DEA, selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan Tesis. 2. Dr Ir Sapta Raharja, DEA, selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan Tesis. 3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerjasama dan informasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kajian ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi perusahaan yang melaksanakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Saran dan kritik atas kajian ini diharapkan, agar kajian ini menjadi lebih sempurna serta memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2016
Rudi Laksono
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1. Latar Belakang ............................................................................. 2. Perumusan Masalah ..................................................................... 3. Tujuan .......................................................................................... 4. Manfaat ........................................................................................ 5. Ruang Lingkup ............................................................................. II.
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 1. Perkembangan Konsep CSR ....................................................... 2. Teori yang Memengaruhi CSR .................................................... 3. Kemitraan ..................................................................................... 4. Analisis Strategi Operasional ....................................................... 5. Penelitian Terdahulu ……………………………………………
III.
METODE PENELITIAN ................................................................... 1. Kerangka Berpikir ....................................................................... 2. Lokasi dan Waktu ....................................................................... 3. Metode Kerja................................................................................. a. Pengumpulan data ................................................................... b. Pengolahan dan Analisis Data ................................................
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 1. Gambaran Umum .......................................................................... a. Kebijakan PKBL .................................................................... b. Struktur Organisasi ................................................................. c. Jenis Program .......................................................................... 2. Karakteristik Responden ............................................................... 3. Dampak Penyaluran Dana PKBL.................................................. 4. Perkembangan Usaha .................................................................... 5. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ..................................... 6. Analisis Faktor Internal dan Eksternal .......................................... 7. Analisis Strategi Penyaluran Dana Program Kemitraan .............. 8. Analisis Matriks SWOT ................................................................ 9. Analisis QSPM ............................................................................. 10. Implikasi manajemen ..................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... A. Kesimpulan ............................................................................................ B. Saran ....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN ................................................................................................ RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Interest Stakeholder terhadap Perusahaan ....................................... 2. Indikator Ekonomi ........................................................................... 3. Penilaian bobot faktor strategi eksternal .......................................... 4. Penilaian bobot faktor strategi internal ............................................ 5. Matriks IFE ...................................................................................... 6. Matriks EFE ..................................................................................... 7. Matriks SWOT ................................................................................. 8. QSPM ............................................................................................... 9. Faktor strategik internal PT AP II Tahun 2016 ............................... 10. Faktor strategik eksternal PT AP II Tahun ............................ 11. Matriks SWOT penyaluran pembiayaan dan pengembangan IKM di Kota Tangerang . ..........................................................................
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Three Bottom Line ............................................................................ 2. Matriks Internal Eksternal ............................................................... 3. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 4. Struktur organisasi .......................................................................... 5. Penyebaran responden berdasarkan kelompok umur ....................... 6. Penyebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan .................. 7. Penyebaran responden berdasarkan lama usaha ............................. 8. Penyebaran responden berdasarkan alasan usaha ........................... 9. Penyebaran responden berdasarkan faktor pendorong .................... 10. Penyebaran responden berdasarkan besaran pinjaman ................... 11. Penyebaran responden berdasarkan penggunaan dana .................... 12. Matriks IE PT Angkasa Pura II (Persero) ........................................
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Halaman Kuesioner penelitian......................................................................... Pembobotan terhadap Kekuatan dan Kelemahan ............................. Pembobotan terhadap Peluang dan Ancaman .................................. Penentuan Bobot Faktor Eksternal dan Internal............................... Penentuan Rating Faktor Eksternal dan Internal .............................. Matriks EFE dan IFE ....................................................................... Nilai Attractiveness Score ..............................................................
I. PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Di negara-negara maju maupun di negara-negara yang sedang berkembang, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Di negara-negara maju dan negaranegara industri baru (New Industrial Countries atau NICs), UKM memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor dan sebagai subkontraktor yang menyediakan berbagai input bagi usaha yang berskala besar sekaligus sumber inovasi (Urata, 2000). Agak berbeda dengan di negara-negara maju, pentingnya UKM di negara-negara sedang berkembang seringkali lebih dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi maupun sosial, yaitu mengurangi pengangguran, pengentasan kemiskinan, dan pemerataan pendapatan. Di samping itu, keberadaan UKM di negara berkembang seperti di Indonesia adalah mengeliminasi ketimpangan yang diakibatkan oleh proses pembangunan yang tidak merata, terutama karena terjadinya bias pembangunan perkotaan yang menyebabkan daerah pedesaan menjadi jauh tertinggal dibanding dengan daerah perkotaan. Meskipun peran UKM di negara-negara maju berbeda dengan di negara-negara yang sedang berkembang, akan tetapi berbagai studi empiris yang telah dilakukan, baik di negara maju maupun berkembang, memberikan pengakuan akan pentingnya keberadaan sekaligus perkembangan UKM (Sulistyastuti, Berbagai akar permasalahan yang dihadapi UKM adalah keterbatasan permodalan, keterbatasan kemampuan mengakses informasi pasar, keterbatasan jangkauan pasar, keterbatasan jejaring kerja, keterbatasan mendapatkan tempat usaha yang strategis dalam upaya untuk mengoptimalkan produktivitas dan peningkatan daya saing. Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka UKM mengalami kesulitan bila tidak memperoleh bantuan dan fasilitasi dari berbagai pihak terutama pemerintah dan pihak swasta melalui unit usaha yang dimiliki seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan besar (Purwanto, Tulus (2002) menjelaskan bahwa modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Neti (2009) menyebutkan bahwa dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha, maka setiap orang yang akan melakukan kegiatan usaha langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya (Afifah, Sebagai ilustrasi, karakteristik dan perilaku UKM yang berpengaruh terhadap pola pembiayaan didapatkan bahwa pembiayaan kepada UKM, dengan sistem Murabahah. Karakteristik dan perilaku UKM yang setuju terdapat kendala bagi perbankan syariah dalam menerapkan pola bagi hasil adalah sangat nyata (Susilo et al, .
Istilah tanggungjawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) mulai berkembang pada era 1970-an. Pada era tersebut dicetuskan agar pemerintah melakukan intervensi yang bertujuan memperluas ruang lingkup CSR. Diberlakukannya CSR adalah dalam rangka memperkuat perusahaan itu sendiri di sebuah kawasan dengan jalan membangun kerjasama antara stakeholders yang difasilitasi oleh perusahaan bersangkutan dengan jalan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya atau dalam pengertian, kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholders yang terkait dengan perusahaan, baik lokal, nasional maupun global, karena pengembangan CSR ke depan mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (BPPSU, Sebagai salah satu bentuk tanggungjawab perusahaan terhadap masyarakat dan para stakeholders lainnya, perusahaan seringkali terlibat dalam kegiatan-kegiatan CSR. Para stakeholders dapat memberikan apresiasi yang lebih bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kegiatan CSR. Hal ini sejalan dengan signaling theory, dimana perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pelaporannya dengan mengirimkan signal melalui laporan tahunannya. Pengungkapan aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan CSR merupakan salah satu cara untuk mengirimkan signal positif kepada stakeholders dan pasar mengenai prospek perusahaan di masa mendatang bahwa perusahaan memberikan guarantee atas keberlangsungan hidup perusahaan di masa mendatang. Pengungkapan CSR dapat mengirimkan signal promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain karena peduli dengan dampak ekonomi, lingkungan dan sosial dari aktivitas perusahaan (Cheng, Penggunaan dana CSR pun harus jelas pertanggungjawabannya baik yang memberi ataupun yang menerimanya. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta hati-hati dalam mengelola dana CSR miliknya karena selain peruntukan dana CSR harus jelas, yakni sesuai persentase dimana BUMN itu berada. Sejumlah kalangan menilai penyaluran CSR selama ini masih belum optimal, dimana penyaluran CSR selama ini belum secara otomatis meningkatkan daya beli masyarakat. Dana CSR yang tersalur cukup besar, hanya saja belum terlalu optimal dalam penyalurannya. Ada beberapa cara agar penyaluran CSR lebih optimal, antara lain bersinergi dengan pemerintah setempat dan mengintegrasikan dengan bisnis yang dijalankan perusahaan, dimana pemerintah perlu disinergikan, terutama dalam memetakan potensi dan mengurai hambatan yang ada. Pola sinergi akan membuat penyaluran CSR lebih tepat sasaran. Selain itu, lebih baik menyalurkan CSR ke lingkungan sekitar perusahaan terlebih dulu. Permasalahan ini juga terjadi di Sumatera Utara yang banyak memiliki perusahaan BUMN yang berlokasi di daerah ini. Perkembangan penyaluran CSR yang dilakukan selama ini masih belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan yang berada di sekitar BUMN tersebut. Di pihak lain, dalam pelaksanaan penyaluran ini dana CSR masih belum dilakukan secara transparan dan
masih adanya ketertutupan pihak BUMN dalam penyalurannya di lapangan (BPPSU, . PT AP II sebagai salah satu operator kegiatan kebandarudaraan mempunyai komitmen dalam melaksanakan program CSR yang merupakan langkah strategi dalam menjaga pertumbuhan dan keberlangsungan bisnis perusahaan (sustainable business) dan juga menyakini bahwa pendekatan yang seimbang antara kinerja ekonomi (economic indicator), kinerja lingkungan (environmental indicators) dan kinerja social (social indicators) akan mendukung peran peusahaan dalam pembangunan berkelanjutan. Kepedulian ini semakin diperkuat dengan terbitnya UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan konsep CSR. PT AP II telah menjalankan kegiatan CSR sebagai timbal balik manfaat dari proses bisnis yang berjalan. Secara keseluruhan, kegiatan tanggungjawab sosial dan lingkungan dilaksanakan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN maupun peraturan perundangan yang terkait baik dari sumber pendanaan maupun penyaluran dana atau program kerja. Landasan hukum pelaksanaan PKBL antara lain: Surat Keputusan Menteri Negara BUMN nomor: PER- 05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, Surat Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: KEP.100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara, Standar Operasional Prosedur (SOP) PKBL PT. Angkasa Pura II (Persero) Nomor: KEP.01.02.08/12/2008 tanggal 22 Desember 2008, Surat Kementerian BUMN Nomor: 519/D5.MBU/2012 tanggal 3 Februari 2012 tentang Format Laporan Tahunan, Surat Edaran Menteri Negara BUMN Nomor: SE-02/MBU/Wk/2012 tanggal 23 Februari 2012 Tentang Penetapan Pedoman Akuntansi PKBL. Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: PER-20/MBU/2012 Tanggal 27 Desember 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05/MBU/2007 tanggal 27 april 2007 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: PER-08/MBU/2013 Tanggal 10 September 2013 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05/MBU/ 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Program kemitraan telah memberikan bantuan permodalan kepada para pengusaha kecil sehingga mereka memiliki kemampuan menjalankan usahanya dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Selama ini program PKBL yang sudah dilakukan oleh berbagai BUMN menunjukkan hasil positif. Sebagai ilustrasi, jika diakumulasi sampai dengan tahun 2010, Kementerian BUMN mencatat dana PKBL yang disediakan seluruh BUMN mencapai Rp14,67 triliun. Jika diperinci lebih lanjut, dana Program Kemitraan mencapai Rp12 triliun dan alokasi Program Bina Lingkungan senilai Rp2,17 triliun dengan jangkauan 690.417 mitra binaan. Kemudian, tahun 2011, dana PKBL bertambah Rp4,29 triliun sehingga diperkirakan sampai dengan akhir tahun ini jumlah dana PKBL mencapai Rp19,59 triliun. Berdasarkan data semester 1 tahun 2011 yang dihimpun dari 50 BUMN. Kementerian BUMN mencatat realisasi
penyaluran dana PKBL mencapai Rp680 miliar, dengan perincian Rp470 miliar untuk program kemitraan dan Rp210 miliar untuk Program Bina Lingkungan (Marcello Program kemitraan yang dijalankan oleh perusahaan sejak tahun 1991 memiliki sasaran para UKM dan sektor kegiatan usaha yang mendapatkan bantuan dari program kemitraan, yaitu industri, jasa, perdagangan, peternakan, perikanan, pertanian, perkebunan dan lainnya. Secara umum program kemitraan mencakup pemberian pinjaman, pelatihan mitra binaan dan promosi hasil usaha mitra binaan melalui keikutsertaan dalam pameran baik berskala nasional maupun internasional yang bertujuan menghasilkan mitra binaan unggul dan sukses, sehingga mampu memberikan hasil maksimal dan membuat masyarakat menjadi lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhannya serta dapat menghasilkan produk dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Mengingat bahwa perusahaan yang telah melaporkan kegiatan CSR memungkinkan memperoleh banyak manfaat (Apituley, UKM Kota Tangerang adalah salah satu yang mendapatkan penyaluran pinjaman dana PKBL PT AP II yang mempunyai peran dalam kesuksesan dan keberhasilan para pengusaha kecil dan menengah dilingkungan tempat perusahaan beroperasi. Faktor pendukung efektivitas dari Program Kemitraan yaitu: (a) kemudahan untuk mengakses program ini, (b) tidak ada batasan atau kisaran pinjaman modal tetapi tetap, peminjam modal dituntut untuk berpikir rasional dalam melakukan pengajuan besarnya modal usaha, (c) toleransi waktu yang diberikan dalam hal pembayaran angsuran modal usaha, (d) rendahnya bunga pinjaman modal usaha yang ditetapkan, (e) UMKM Mitra Binaan mendapatkan pembinaan berupa pelatihan pengembangan usaha yang ditekuninya dan (f) Adanya promosi pada UMKM Mitra Binaan melalui pameran dan bazar (Pratama B.
PERUMUSAN MASALAH Dari pembahasan latar belakang yang dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian adalah : 1. Bagaimana peran pelaku terhadap pembangunan dalam penyaluran dana CSR PT AP II menurut ketentuan perundang-undangan dan peraturan berdasarkan faktor internal dan eksternal? 2. Bagaimana mengukur dampak penyaluran dana PKBL PT AP II sebagai bentuk CSR terhadap UKM Kota Tangerang? 3. Bagaimana cara menganalisis dan mengevaluasi strategi penyaluran dana PKBL PT AP II sebagai bentuk CSR pada UKM Kota Tangerang?
C.
TUJUAN Tujuan penelitian adalah : 1. Mengidentifikasi peran pelaku terhadap pembangunan dalam penyaluran dana CSR PT AP II menurut ketentuan perundangundangan dan peraturan berdasarkan faktor internal dan eksternal. 2. Mengukur dampak penyaluran dana PKBL PT AP II sebagai bentuk CSR terhadap UKM kota Tangerang.
3.
D.
Menganalisis dan mengevaluasi strategi penyaluran dana PKBL PT AP II sebagai bentuk CSR pada UKM Kota Tangerang.
MANFAAT 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada PT AP II sebagai pelaksana PKBL dalam menjalankan program CSR. 2. Memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pelaku IKM yang akan menjadi mitra binaan PT AP II. 3. Memberikan pola alternatif penyaluran dana PKBL PT AP II sebagai bentuk CSR.
E. RUANG LINGKUP Kajian ini dibatasi pada Program Kemitraan untuk peningkatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) produk industri kreatif di wilayah Kota Tangerang mitra binaan PT AP II (Persero).
II. TINJAUAN PUSTAKA 1.
Perkembangan Konsep CSR Peran Pemerintah khususnya BUMN dan perbankan sangat dibutuhkan, terutama peranannya dalam penyaluran kredit, dalam hal ini penyaluran kredit melalui program CSR. Konsep tanggungjawab sosial perusahaan, atau CSR, muncul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam sekitar. Perusahaan seharusnya juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan sekitar, sebab jika terjadi dampak negatif dari beroperasinya perusahaan tersebut dapat menimbulkan resistensi masyarakat, atau gejolak masyarakat. Adanya keselarasan antara keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan pemberian kontribusi secara langsung kepada masyarakat dan lingkungannya merupakan mekanisme check & balances antara pihak perusahaan dengan pihak masyarakat. Dengan kata lain, CSR juga dipandang sebagai tolok ukur untuk reputasi suatu perusahaan. Seberapa jauh suatu CSR perusahaan akan berpengaruh pada reputasi perusahaan itu. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) menegaskan bahwa tanggungjawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperanserta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan mutu kehidupan dan lingkungan bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Kepmen. BUMN Nomor : Kep/MBU/2003 terdapat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sebagai perwujudan CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta. PKBL merupakan praktek CSR yang dilakukan oleh BUMN dengan cakupan yang lebih luas dibanding dengan CSR yang diharapkan memiliki tiga pilar, yaitu (1) Pembangunan untuk mengurangi jumlah pengangguran, (2) Pengurangan jumlah penduduk miskin dan (3) Peningkatan pertumbuhan ekonomi. Melalui PKBL diharapkan BUMN dapat memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan pembangunan. Jumlah penyisihan laba untuk PKBL pada BUMN maksimal 2% dari laba bersih dan program kemitraan, serta program bina lingkungan. Dalam hal ini, implementasi CSR di perusahaan, di antaranya PKBL dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu komitmen pimpinan perusahaan, ukuran dan kematangan perusahaan, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Didalam prakteknya, penerapan CSR disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan CSR sangat beragam, karena tergantung pada proses interaksi sosial, bersifat sukarela yang didasarkan pada dorongan moral dan etika, serta biasanya melebihi dari hanya sekedar kewajiban memenuhi peraturan perundang-undangan (Asy’ari, 9 Selain Pemerintah melalui BUMN pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Ketika sektor perbankan terpuruk, maka perekonomian
nasional juga ikut terpuruk. Demikian pula sebaliknya, ketika perekonomian mengalami stagnasi, maka sektor perbankan juga terkena imbasnya, dimana fungsi intermediasi tidak berjalan normal (Kiryanto, 2007). Hal ini dikarenakan aktivitas bank yang terbanyak akan berkaitan erat secara langsung, ataupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan. Salah satu alasan terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran kredit adalah sifat usaha bank sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dengan unit defisit dan sumber utama dana bank berasal dari masyarakat, sehingga secara moral harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Sebagaimana umumnya negara berkembang, sumber pembiayaan dunia usaha di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemberian kredit merupakan aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan, tetapi risiko yang terbesar dalam bank bersumber dari pemberian kredit. Oleh karena itu, pemberian kredit harus dikawal dengan manajemen risiko yang ketat. Penyaluran kredit memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. Melalui fungsi ini, bank berperan sebagai Agent of Development (Susilo, Triandaru dan Santoso, Konsep mengenai CSR menjadi bagian yang sangat penting pada masa kini. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan yang menerapkan program ini dalam kegiatannya. Beberapa konsep, definisi serta perkembangan mengenai CSR sangat di perhatikan oleh perusahaan yang diwajibkan menjalankan program tersebut. a. CG Jatuhnya beberapa perusahaan publik seperti Worldcom dan Enron yang dikarenakan tata kelola yang buruk disaat krisis yang melanda Asia telah mendorong beberapa institusi mendefinisikan konsep mengenai CG, karena belum adanya konsep universal yang diterima oleh semua pihak mengenai pengertiannya. Berikut beberapa pengertian CG (www.appliedcorporate-governance.com, 9); yaitu : 1. Cadbury Report (1992) “Corporate Governanceis the system by which companies are directed and controlled” 2. International Finance Corporation (IFC) “The relationships among the management, Board of Directors, Controlling, shareholders, minority shareholders and other stakeholders” 3. Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) “Corporate governance involves a set of relationship beetwen company’s management, its board, its shareholder, and other stakeholders. Corporate Governance also provides the structure trough wich the objectives of the company are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance are determined. Good Corporate Governance should provides proper
incentives for the board and the management to pursue objectives that are interest of the company and shareholder and should facilitate effective monitoring, thereby encouraging firms to use resources nore effectively” Berdasarkan undang-undang (UU) pelaksanaan GCG Indonesia diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 yang disahkan untuk menggantikan UU Perseroan Terbatas No. 1 Tahun 1995. Dalam UU baru ini konsep pengelolaan perseroan diperbaharui dan disempurnakan. Pelaksanaan GCG di lingkungan BUMN diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN. Dalam Peraturan Menteri tersebut disebutkan bahwa pengertian GCG adalah: “GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundangundangan dan etika berusaha ” Prinsip dan tujuan GCG berdasarkan peraturan tersebut adalah : (a) Transparansi, (b) Akuntabilitas, (c) Pertanggungjawaban, (d) Kemandirian dan (e) Kewajaran b. Konsep Triple Bottom Line Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh Elkington pada tahun 99 , yang pada dasarnya memandang perlunya perusahaan untuk memperhatikan seluruh stakeholder selain tetap harus menjaga keberlangsungan hidup perusahaan (Sayekti, 2011). Dalam perkembangannya, CSR menjadi bentuk tanggungjawab perusahaan kepada para stakeholder. Untuk itu, perusahaan berusaha memenuhi tuntutan masyarakat dan lingkungan mengingat adanya kekuatan atau ketergantungan antara ketiga pihak tersebut. Triple Bottom Line tersebut meliputi : 1. Profit (keuntungan) 2. People (Masyarakat) 3. Planet (Lingkungan) Lingkungan menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaan, karena adanya keterkaitan antara keduanya. Perusahaan yang merawat lingkungannya akan mendapat manfaat dari hubungan tersebut. Three bottom line tersebut dimuat pada Gambar 1. Sosial (people)
Lingkungan (Planet)
Ekonomi (Profit) Sumber: Wibisono, 2007 Gambar 1. Three Bottom Line
9
2. Teori yang memengaruhi CSR Tanggungjawab sosial perusahaan yang dikenal dengan CSR banyak dipengaruhi oleh teori-teori mengenai kepedulian dan tanggungjawab sosial dari perusahaan, namun dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori stakeholder dan model Hendeberg’s CSR Pyramid yang dianggap berkaitan dengan topik penelitian ini. a. Teori Stakeholder (Stakeholder Theory) Salah satu hal penting dalam CSR adalah stakeholder. Konsep CSR bukan hanya melibatkan kepentingan perusahaan, namum juga pihak eksternal yang memiliki kepentingan di luar perusahaan (stakeholder) mendapatkan porsi penting, Sebelumnya, perusahaan hanya melakukan aktivitas atau tindakan, karena motivasi ekonominya mencari keuntungan dan akhirnya bertujuan untuk kemakmuran pemegang saham. Dengan mencuatnya isu CSR, Freeman pada tahun 1984 melihat bahwa stakeholder menjadi pihak berkepentingan yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi dengan adanya pencapaian tujuan perusahaan (Sayekti, 2011). Kasali (2005) membedakan stakeholder menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Stakeholder internal dan eksternal Stakeholder internal adalah stakeholder yang berada dalam lingkungan organisasi, misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (stakeholder). Stakeholder eksternal dalah stakeholder yang berada diluar lingkungan organisasi, seperti konsumen atau pelanggan, penyalur atau pemasok, masyarakat, pemerintah dan lainnya. 2. Stakholder primer, sekunder dan marjinal Stakeholder primer merupakan stakeholders yang harus diperhatikan oleh perusahaan dan stakeholders sekunder merupakan stakeholder yang kurang diperhatikan oleh perusahaan. Stakeholders marjinal adalah stakeholders yang sering diabaikan oleh perusahaan. 3. Stakeholder tradisional dan masa depan Stakeholder tradisional dalah karyawan dan konsumen, karena saat ini sedang berinteraksi dengan organisasi. Stakeholder masa depan adalah stakeholder yang diperkirakan akan memberikan pengaruh pada organisasi di masa depan, seperti peneliti, calon pelanggan, calon investor dan lainnya. 4. Proponents, opponents dan uncommitted Stakeholder proponent merupakan stakeholder yang berpihak kepada perusahaan. Stakeholder opponents merupakan stakeholder yang tidak memihak perusahaan dan stakeholders uncommitted adalah stakeholder yang tidak peduli lagi terhadap perusahaan. 5. Silent majority dan vocal minority Aktivitas stakeholder dalam melakukan complain atau dukungannya secara vocal (aktif), namun ada pula yang menyatakan secara silent (pasif). Menjadi penting bagi perusahaan untuk mengetahui kepentingan dari para stakeholder yang
dimilikinya dan hal ini menjadi penting, mengingat keterkaitannya dengan kelangsungan hidup perusahaan. Kasali ( ) mengklasifikasikan kriteria kepentingan, keputusan dan kepuasan stakeholder terhadap perusahaan (Tabel 1). Inti dari teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan harus dapat memberikan nilai dan manfaat bagi para pemangku kepentingan. Hal ini berarti perusahaan tidak hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, yaitu mencapai laba semaksimal mungkin, namun juga harus memperhatikan kepentingan lainnya akibat adanya dukungan dari stakeholder akan sangat memengaruhi keberadaan perusahaan. Ketimpangan atau permasalahan sosial yang terjadi disekitar perusahaan akan menempatkan perusahaan dalam posisi yang tidak menguntungkan, karena adanya tuntunan dari masyarakat terhadap perusahaan. Oleh karena itu, perlu bagi perusahaan untuk mempertimbangkan faktor-faktor sosial terhadap keberadaan stakeholder, baik internal maupun eksternal. Tabel. 1 Interest Stakeholder terhadap Perusahaan No. Stakeholders Stakeholders Employee Salaries Consumer Quality Creditors Community Supplier Government Sumber : Kasali (2005)
`
Kriteria Kepentingan dan Keputusan Financial performance Supervision & Worforce Satisfaction Service, Location & Price Creditworthiness Community contribution Equal Transaction Legal Compliance
b. Pengungkapan Aktivitas CSR Dalam Laporan Tahunan Laporan CSR yang tertuang didalam Annual Report yang sudah teraudit terkadang memiliki format berbeda antar berbagai perusahaan. Hal ini disesuaikan dengan maksud dan alasan yang mendasari pembuatan laporan itu sendiri. Namun pada umumnya, laporan CSR perusahaan memuat informasi mengenai Chief Executive Officer (CEO) statement, profil perusahaan, ruang lingkup, dampak, tata kelola, kebijakan, sistem manajemen dan prosedur, hubungan dengan stakeholder, kinerja dan pemenuhan terhadap standar, target dan pencapaian dan penghargaan. Belakangan ini banyak institusi yang mencoba menciptakan sistem pelaporan atau guidelines yang dapat berlaku umum bagi perusahaan (Setyaningrum, 2009). Salah satunya yang banyak digunakan adalah Global Report Initiatives (GRI). Sustainability Reporting Guidelines mempunyai kerangka berikut : 1. Form the framework for the report (transparency, inclusiveness and auditability). 2. Inform decision about what to report (Completeness, Relevance and Sustainability context).
3. Relate to ensuring quality and reliability (Accuracy, Neutral and Comparability). 4. Inform decisions about acces to the report (clarity and timeliness). Komponen yang terdapat dalam isi laporan (sustainability Report) menurut Global Reporting Initiative (GRI) adalah :( Strategy and Analysis Organizational Profile Report Parameters Governance, Commitments and Engagement Management Approach and Performace Indicators Dalam GRI (Anggraini, 2006), performance indicator (indikator kinerja) terdiri dari indikator ekonomi (Tabel 2), sosial dan lingkungan. Indikator ekonomi meliputi aspek-aspek : 1. Aspek kinerja ekonomi 2. Aspek keberadaan pasar 3. Aspek dampak ekonomi tidak langsung Tabel 2. Indikator Ekonomi No. a
b c d
a b c
Aspek Indikator Ekonomi Aspek Kinerja Ekonomi Hasil Nilai Ekonomi yang terdiri dari : - Pendapatan - Biaya operasi - Gaji dan tunjangan Manfaat - Pembayaran kepada penyandang dana - Pembayaran kepada pemerintah - Investasi untuk komunitas Implikasi keuangan dan risiko keuangan yang diakibatkan oleh perubahan Iklim Cakupan rencana pensiunan dan perusahaan Bantuan keuangan yang nyata dari pemerintah Aspek Keberadaan Pasar Rentang rasio standar upah Kebijakan yang digunakan untuk pemakaian produk dari pemasok lokal Prosedur penarikan tenaga kerja dan proporsi senior manajemen lokal atau wilayah kerja perusahaan
a b
Aspek Dampak Ekonomi secara tidak langsung Investasi perusahaan untuk publik Penjelasan nyata dampak ekonomi dan dampak tersebut memengaruhi masyarakat Sumber : GRI Sustainability Reporting Guidelines (2006) Di Indonesia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi (Hubeis, 9
1. Badan Pusat Statistik (BPS): UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5-19 orang. 2. Bank Indonesia (BI): UKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa : (a) modalnya kurang dari Rp 20 juta; (b) untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5 juta; (c) memiliki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan; dan (d) omzet tahunan < Rp 1 miliar. 3. Departemen (sekarang Kantor Menteri Negara) Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UU No. 9 Tahun 1995): UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan < Rp 1 miliar; dalam UU UMKM/2008 dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp 500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar. 4. Keppres No. 16/1994: UKM adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp 400 juta. 5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan a) perusahaan memiliki aset maksimum Rp 600 juta diluar tanah dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung), b) perusahaan memiliki modal kerja di bawah Rp 25 juta (Departemen Perdagangan sebelum digabung). 6. Departemen Keuangan: UKM adalah perusahaan yang memiliki omzet maksimum Rp 600 juta per tahun dan atau aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan. 7. Departemen Kesehatan: perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merek Dalam Negeri (MD), dan Merek Luar Negeri (ML). Menurut Hubeis (2006), UKM mempunyai kelebihan dan kekurangan berikut : 1. Kelebihan : a. Organisasi internal sederhana. b. Mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan/padat berorientasi ekspor dan substitusi impor. c. Aman bagi perbankan dalam memberi kredit. d. Bergerak di bidang usaha yang cepat menghasilkan. e. Mampu memperpendek rantai distribusi. f. Fleksibilitas dalam pengembangan usaha. 2. Kekurangan : a. Lemah dalam kewirausahaan dan manajerial. b. Keterbatasan keuangan. c. Ketidakmampuan aspek pasar. d. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi. e. Ketidakmampuan informasi. f. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai. g. Tidak terorganisir dalam jaringan dan kerjasama. h. Sering tidak memenuhi standar.
karya,
Lembaga pembiayaan memberikan prioritas pelayanan kemudahan memperoleh pendanaan bagi Usaha Kecil (UK), yang bermitra dengan Usaha Besar (UB) atau Usaha Menengah (UM) melalui : 1. Penyediaan pendanaan kemitraan. 2. Penyederhanaan tatacara dalam memperoleh pendanaan dengan memberikan kemudahan dalam pengajuan permohonan dan kecepatan memperoleh keputusan, serta pemberian keringanan persyaratan jaminan tambahan. 3. Penyebarluasan informasi mengenai kemudahan unutk pendanaan kemitraan melalui penyuluhan langsung dan media massa yang ada. 4. Penyelenggaraan pelatihan membuat rencana usaha dana manajemen keuangan 5. Pemberian keringanan tingkat bunga kredit kemitraan. Lembaga pendukung lain berperan mempersiapkan dan menjembatani UK yang akan bermitra dengan UM atau UB (Blessing, 2007) melalui : 1. Penyediaan informasi, bantuan manajemen dan teknologi kepada UK 2. Persiapan UK yang potensial untuk bermitra, pemberian bimbingan dan konsultasi kepada UK 3. Pelaksanaan advokasi kepada berbagai pihak untuk kepentingan UK 4. Pelatihan dan praktek kerja bagi UK yang bermitra Kemitraan Kemitraan adalah kerjasama usaha antara UK dengan UM atau UB disertai pembinaan dan pengembangan dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan saling menguntungkan (Blessing 2007). Kemitraan berlangsung antara sesama pelaku dalam perekonomian, baik dalam arti asal usul atau kepemilikanya, meliputi BUMN, badan usaha swasta dan koperasi, maupun dalam arti ukuran usaha yang meliputi UK, UM atau UB. Kewajiban UKM dalam kemitraan: 1. Meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja usaha secara berkelanjutan, sehingga lebih mampu melaksanakan kemitraan dengan usaha besar atau usha menengah. 2. Memanfaatkan dengan sebaik-baiknya berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha besar atau usaha menengah. Menurut Sylviani (2000), kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan saling menguntungkan. Dalam kerjasama tersebut tersirat adanya satu pembinaan dan pengembangan, hal ini dapat terlihat karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Pengertian kemitraan menurut undang-undang nomor 9 tahun 1995 pada bab I dikatakan sebagai kerjasama UK dengan UM atau UB disertai pembinaan
dan pengembangan oleh UM atau UB dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan juga merupakan suatu landasan pengembangan usaha. Kerjasama ini tidaklah terujud dengan sendirinya saja, akan tetapi harus dibangun dengan sadar dan terencana, baik ditingkat nasional, maupun ditingkat lokal yang lebih rendah. Gerakan Kemitraan Usaha Nasional adalah wahana utama untuk meningkatkan kemampuan wirausaha nasional, karena ujung tombak dalam menghadapi era ekonomi terbuka dan perdagangan bebas adalah wirausaha nasional (Marbun, 99 Linton (1995) mengatakan bahwa kemitraan adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama (Linton, 1995). Selama ini istilah kemitraan ini telah dikenal dengan sejumlah nama, diantaranya strategi kerjasama dengan pelanggan (strategic customer alliance), strategi kerjasama dengan pemasok (strategic supplier alliance) dan pemanfaatan sumber daya kemitraan (partnership sourcing). Banyak program pemerintah yang dibuat demi majunya koperasi dan usaha kecil. Hal ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan (Supriyadi 1997): Koperasi mandiri dan pengusaha kecil tangguh dan modern, Koperasi dan pengusaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada masyarakat. Koperasi dan pengusaha kecil yang mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional yang lebih efisien. Kemitraan pada dasarnya menggabungkan aktivitas beberapa badan usaha bisnis, maka sangat dibutuhkan suatu organisasi yang memadai. Dengan pendekatan konsep sistem, diketahui bahwa organisasi pada dasarnya terdiri dari sejumlah unit atau sub unit yang saling berinteraksi dan interdepedensi. Performansi dan satu unit dapat menyebabkan kerugian pada unit-unit lainnya. Misalnya peningkatan penjualan tanpa diimbangi kapasitas produksi yang lebih memadai, justru akan memperburuk efisiensi (Mulyono, 1996). Untuk penilaian kinerja pola kemitraan terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan yaitu efektivitas, profesionalitas, pola pembinaan, pola pengawasan, modal yang disalurkan, potensi pengembangan, dan prosedur birokrasi yang ada (Nurmianto, 2004). Analisis Strategi Operasional Menurut Glueck dan Jauch (1999) strategi merupakan rencana yang disatukan menyeluruh dan terpadu yang mengkaitkan keunggulan suatu perusahaan dengan tantangan dan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Dalam kajian strategi pengembangan industri kecil dibahas kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman industri. Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan strategi, tahap implementasi dan selanjutnya tahap evaluasi strategi (David, 1997). Tahap perumusan strategi meliputi pengembangan pernyataan misi, penetapan tujuan, identifikasi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan. Analisis internal meliputi pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi dan operasi, permodalan dan keuangan, serta pengembangan SDM. Analisis eksternal meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro.
a.
Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Eksternal (EFE) Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE). Sedangkan untuk mengarahkan perumusan strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks External Factor Evaluation (EFE). Matriks IFE dan EFE diolah dengan beberapa langkah berikut : 1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu dengan mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi. Didaftarkan kekuatan terlebih dahulu, baru kemudian kelemahan organisasi. Daftar dibuat spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan. Kemudian dilakukan identifikasi faktor eksternal perusahaan dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman organisasi. Data eksternal perusahaan diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktorfaktor diatas tersebut menjadi faktor penentu internal dan eksternal yang selanjutnya akan diberikan bobot dan rating. 2. Penentuan Bobot Setiap Peubah Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor-faktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar dengan menggunakan metode Paired Comparison (Kinnear and Taylor, 1991). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Untuk menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2, dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal 3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai rataan ( pakar) dari setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :
ai
xi
n
Xi
i 1
Dimana : a i xi i n
= Bobot peubah ke-i = Nilai peubah ke-i = , , ,… ,n = Jumlah peubah
3.
b.
Penentuan Peringkat (Rating) Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen atau pakar dari industri kecil yang dianggap sebagai decision maker dilakukan terhadap peubah-peubah dari hasil analisis situasi perusahaan. Untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi perusahaan digunakan nilai peringkat dengan skala 1, 2, 3, dan 4 terhadap masing-masing faktor strategi yang menandakan seberapa efektif strategi industri kecil saat ini. Menurut David (2001), skala peringkat yang digunakan untuk analisis faktor internal: 1 (kelemahan mayor), 2 (kelemahan minor), 3 (kekuatan minor), 4 (kekuatan mayor). Untuk analisis faktor eksternal (peluang dan ancaman) : 1 (kurang), 2 (sedang), 3 (baik) dan 4 (sangat baik). Untuk faktor peluang, peringkat yang diberikan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam merespon peluang yang ada. Untuk faktor ancaman, peringkat yang diberikan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghindari ancaman yang dihadapi. Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rataan peringkat pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan analisa situasi perusahaan. Nilai IFE dikelompokkan dalam tinggi (3,0 – , ), sedang (2,0 – 2,99) dan rendah (1,0 – ,99 Sedangkan nilai-nilai EFE dikelompokkan dalam kuat (3,0 – 4,0), rata-rata (2,0 – 2,99), dan lemah (1,0 – ,99) (David, 1998). Matriks Internal – Eksternal (IE Matriks) Gabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks Internal - Eksternal (IE) yang berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE (Gambar ). Tujuan penggunaan matriks untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan sembilan sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu : a. Strategi pertumbuhan (growth strategy) merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 4) b. Stability Strategy, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan (sel 3, 5 dan 7). c. Retrechment Strategy adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 6, 8 dan 9)
Total Skor Evaluasi Faktor Internal Kuat
Total Skor Evaluasi Faktor Eksternal
Sedang
Lemah
Tinggi
I Pertumbuhan
II Pertumbuhan
III Stabilitas
Menengah
IV Pertumbuhan
V Stabilitas
VI Penciutan
VII Stabilitas
VIII Penciutan
IX Likuidasi
Rendah
Sumber : David (1997) Gambar 2. Matriks IE Langkah selanjutnya melakukan analisis strategi. David ( 99 , menjelaskan bahwa analisis SWOT merupakan analisis kekuatan-kelemahan dan peluang–ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan acaman lingkungan luar, serta strategi yang menyajikan kombinasi terbaik di antara keempatnya. Masing-masing strategi dijabarkan sebagai berikut : 1. Strategi S-O Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2. Strategi S-T Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman 3. Strategi W-O Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada 4. Strategi W-T Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada, serta menghindari ancaman. 5. Penelitian Terdahulu Kirana, dkk (2015) meneliti tentang analisis sistem dan prosedur pemberian kredit usaha mikro dan kecil (umk) untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah pada Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) yang diselenggarakan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero), Tbk Kandatel
Malang. Tujuan penelitian ini untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah pada kredit Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Analisis data yang dilakukan adalah dengan menganalisis sistem dan prosedur pemeberian kredit yang digunakan, formulir dan dokumen yang mendukung, pengawasan kredit, serta tingkat kredit bermasalah pada periode Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sistem dan prosedur telah dilaksanakan dengan baik, namun dalam pelaksanaan survey sebaiknya seluruh calon mitra binaan baik yang sudah maupun yang belum pernah mengajukan pinjaman tetap disurvey oleh officer. Upaya preventif untuk pengawasan kredit yang belum ada, sebaiknya dilakukan dengan kunjungan minimal 3 bulan sekali setelah pencairan pinjaman. Upaya pencegahan untuk mencegah kredit bermasalah, diantaranya: outbond call, pemberian surat peringatan, pemeriksaan langsung, rescheduling, reconditioning, dan pengajuan eviden piutang bermasalah. Nurbaety dkk (2015) mengkaji Implementasi Corperate Social Responsibility (CSR) PT Bio Farma melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Program ini bekerja sama dengan berbagai pihak dan masyarakat melalui empat pilar, yaitu Sehat Bersama BF, Cerdas Bersama BF, Mandiri bersama BF, dan Hijau Bersama BF. Penelitian ini bertujuan menganalisis program CSR PT Bio Farma berdasarkan observasi di lapangan dan merekomendasikan strategi yang tepat sasaran dan tujuan dalam mengimplementasikan CSR di Desa Sukamulya, Kabupaten Sukabumi. Metode kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap evaluasi menggunakan kerangka konseptual dengan analisis deskriptif serta rekomendasi teknis dan tahap penyusunan rekomendasi strategi menggunakan analisis SWOT. Berdasarkan sintesis kerangka konseptual, 12 dari 17 kriteria telah dipenuhi dengan hasil yang memuaskan. Analisis SWOT menunjukkan posisi strategis CSR PT Bio Farma di Desa Sukamulya adalah agressive (poin 3,25; 2,20). Berdasarkan hasil tersebut, usulan strategi pengembangan yang dapat diterapkan, yaitu mengembangkan pertanian terpadu yang terintegerasi dengan budidaya ikan koi, meningkatkan produktivitas budidaya ikan koi agar dapat dipasarkan lebih luas di dalam dan luar negeri, serta membuka lapangan kerja baru berdasarkan potensi desa di bidang pertanian dan perikanan. Sharif, dkk. (2015) mengkaji tentang tingkat dan profil risiko yang dihadapi oleh BJB Syariah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis tingkat risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah dan (2) Menganalisis, mengkaji pengelolaan dan pengendalian berupa program mitigasi risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah. Untuk menganalisis tingkat risiko kredit atau pembiayan yang dihadapi oleh BJB Syariah digunakan metode CreditRisk+, sementara itu untuk mengkaji pengelolaan dan pengendalian risiko pembiayaan digunakan analisis internal dan eksternal, analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil yang didapatkan adalah profil dan tingkat risiko pembiayaan BJB Syariah masih tergolong aman. Hal ini terlihat dari expected loss periode 20122014 masih tertutupi oleh Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) yang
9
telah dilakukan oleh BJB Syariah. Strategi yang paling optimum adalah peningkatan peran Direktur dalam membuat kebijakan strategik pembiayan seperti penyebaran portofolio pembiayaan pada sektor-sektor industri yang memiliki prospek usaha cukup sehat, menciptakan penilaian kelayakan calon debitur yang lebih hati-hati dan tepat sasaran serta memperkuat penilaian karakter calon debitur melalui penggunaan biro kredit hingga metode scorecard. Suryana, dkk (2015) mengkaji tentang Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan di PKBL PT Sucofindo, Jakarta. Saat ini kinerja program kemitraan PKBL diukur berdasarkan indikator efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman. Indikator tersebut dirasa belum dapat menggambarkan kinerja program secara keseluruhan, yang dapat menyebabkan disfungsi organisasi. Pengembangan dimulai dengan mengidentifikasi harapan pemangku kepentingan, kemudian menganalisa metode peringkat, klasifikasi, Logical Analysis Framework (LFA), analisis kesesuaian, Analytical Hierarchy Process (AHP), Focus Group Discussion (FGD), dan Objective Matrix (OMAX). Analisis menghasilkan delapan indikator baru, yaitu dilakukan survey bagi masyarakat pemangku kepentingan dan usaha kecil dengan sampel 30 responden untuk setiap kelompok pemangku kepentingan, sementara bagi karyawan stakeholder, manajemen, dan kementerian negara dilakukan sensus. Responden dipilih secara purposive. Hasil survey menunjukkan bahwa nilai kinerja PKBL PT Sucofindo Jakarta adalah 639,9, termasuk status kinerja baik.
III. METODE PENELITIAN 2. Kerangka Berpikir Program Kemitraan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil mitra binaan agar menjadi tangguh dan mandiri sekaligus memberikan multiplier effect bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah operasi PT AP II. Sasaran dari pelaksanaan program ini adalah para pelaku UKM. Sektor kegiatan yang telah diusahakan meliputi industri, perdagangan, pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, jasa dan sektor lainnya. Dalam pelaksanaan program PKBL PT AP II melaksanakan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi program, baik faktor internal dan faktor eksternal. Dari hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan, selanjutnya dilakukan analisis IE yang menghasilkan matriks IE sehingga dapat diketahui posisi perusahaan dalam pemilihan alternatif strategi. Pemetaan posisi perusahaan sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi dalam melakukan PKBL. Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari faktorfaktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan acaman lingkungan luar, serta strategi yang menyajikan kombinasi terbaik di antara keempatnya. Dari hasil strategi diperoleh implikasi manajemen. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. 3. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di PT Angkasa Pura II yang berlokasi di Bandara Soekarno-Hatta building 600, Jakarta 19120 Indonesia. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, yaitu pada bulan November 2015 sampai Maret 4. Metode Kerja Kajian ini menggunakan metode deskriptif dan analitik (Sugiyono, ). Untuk mengindentifikasi makna dan implikasi dari masalah yang ingin dipecahkan, yaitu fenomena antara jasa pelayanan terhadap kepuasan pelanggan dan mengevaluasi lingkungan perusahaan (internal dan eksternal) dilakukan wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner. Hasil identifikasi dianalisis untuk mengetahui posisi perusahaan saat ini, selanjutnya dilakukan penyusunan strategi pemasaran yang dapat diimplementasikan, serta prospek perkembangan usaha ke depan.
a.
Pengumpulan Data
Jenis pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi atas hal, berikut: 1) Data primer
Data primer diperoleh dari hasil wawancara atau komunikasi, dan observasi. Wawancara atau komunikasi adalah suatu metode pengumpulan data yang melibatkan pengajuan pertanyaan kepada para responden untuk mendapatkan informasi yang diinginkan atau diharapkan, dengan menggunakan instrumen pengumpulan data yang disebut kuesioner. Observasi adalah suatu metode pengumpulan data dimana situasi yang menjadi perhatian diamati dan fakta-fakta, tindakan-tindakan, atau perilaku-perilaku yang relevan dicatat.
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT AP II
Faktor-faktor Eksternal
Faktor-faktor Internal
Identifikasi Pelaksanaan PKBL Analisis Matriks IE
Analisis SWOT
Analisis QSPM
Implikasi Manajemen Gambar 3. Kerangka Pemikiran 2) Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur dan dokumendokumen yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu, kegiatan perusahaan dan pemasarannya, seperti teknis produksi yang meliputi gambaran produk, persyaratan teknis, peralatan proses produksi dan mutu produk. Responden ditentukan berdasarkan tingkat pengetahuan dan pengalaman yaitu yang dianggap mengetahui informasi tentang perusahaan dan permasalahan yang ditanyakan. Dalam hal ini responden yang mengetahui kondisi perusahaan (self assesment), salah satunya Deputi Direktur PKBL. Kuesioner bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi faktor kunci internal dan eksternal, serta bobot dan peringkat (ordinal).
b. Pengolahan dan Analisis Data 1) Matriks IFE dan EFE Matriks IFE dan EFE bertujuan untuk menganalisis faktor lingkungan, baik internal maupun eksternal perusahaan. Dalam menganalisis faktor-faktor internal, mengklarifikasikannya menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan digunakan matriks IFE. Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal, diklasifikasikan atas peluang dan ancaman bagi perusahaan dalam bentuk matriks EFE. Tahapan dalam pembuatan matriks IFE dan EFE adalah: a) Menentukan dalam kolom 1, faktor strategi eksternal yang menjadi peluang dan ancaman, serta faktor strategi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan. b) Memberikan bobot untuk masing-masing faktor dalam kolom 2. Dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan semua faktor harus sama dengan 1,0 seperti dijelasakan pada Tabel 3. c) Memberikan peringkat 1-4 untuk masing-masing faktor kunci dalam kolom 3 tentang seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespons faktor tersebut. Dengan member skala mulai dari 1 (dibawah rataan) hingga 4 (diatas rataan). Pemberian nilai rating untuk faktor kekuatan dan peluang bersifat positif (kekuatan atau peluang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika kekuatan atau peluang kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating kelemahan dan ancaman adalah negatif. (jika kelemahan atau ancaman sangat besar ratingnya adalah 1. Sebaliknya jika nilai kelemahan atau ancaman di bawah rataan atau kecil nilainya adalah 4). d) Mengalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang. e) Jumlahkan nilai tertimbang dari masing-masing peubah untuk menentukan total dari nilai tertimbang bagi perusahaan. Tabel . Penilaian bobot faktor strategik eksternal Faktor Strategik Eksternal
A
B
C
D
…
Total
A B C D …… Total Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot berkisar , - 4,0 dengan nilai rataan 2,5. Nilai di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah dan nilai diatas 2,5 menujukkan posisi internal perusahaan kuat. Total nilai 4,0
menunjukkan perusahaan mampu menggunakan kekuatan yang ada untuk mengantisipasi kelemahan dan total nilai 1,0 berarti perusahaan tidak dapat mengantisipasi kelemahan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki. Tabel . Penilaian bobot faktor strategik internal Faktor Strategik Internal
A
B
C
D
…
Total
A B C D …… Total Dalam matriks EFE, total keseluruhan nilai yang dibobot tertinggi adalah 4,0 yang mengindikasikan bahwa perusahaan mampu merespon peluang yang ada dan menghindari ancaman di pasar industri. Nilai terendah adalah 1,0 yang menunjukkan strategi yang dilakukan perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang atau tidak dapat menghindari ancaman yang ada. Setelah tersusun matriks IFE dan EFE maka dilakukan kombinasi alternatif strategi dengan menggunakan matriks IE (Tabel 5) dan SWOT pada Tabel 6 (Rangkuti 2008). Tabel
Matriks IFE
Faktor Strategik Internal A. Kekuatan :
. Dst Jumlah (A) B. Kelemahan :
. Dst Jumlah (B) Total (A+B)
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
Tabel . Matriks EFE Faktor Strategik Eksternal
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
A. Peluang :
. Dst Jumlah (A) B. Ancaman :
. Dst Jumlah (B) Total (A+B)
2) Matriks Internal External (IE) Matriks IE digunakan untuk melakukan pemetaan terhadap skor total matriks IFE dan EFE yang dihasilkan dari audit eksternal dan internal perusahaan. Matriks IE terdiri atas dua dimensi, yaitu total skor dari matriks IFE dan total skor dari matriks EFE. Total skor matriks IFE dipetakan pada sumbu X dengan skor 1,0-1,99 yang menyatakan posisi internal adalah lemah, skor 2,0-2,99 posisinya rataan, serta skor 3,0-4,0 adalah posisi kuat. Total skor dari matriks EFE pada sumbu Y dengan skor 1,0-1,99 adalah posisi rendah, skor 2,0-2,99 adalah posisi rataan dan skor 3,04,0 adalah posisi tinggi. Matriks ini bermanfaat menentukan posisi perusahaan yang terdiri atas sembilan sel. Namun secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu : a) Strategi tumbuh dan kembang yang meliputi sel I, II, atau IV dan strategi yang cocok untuk diterapkan, yaitu strategi intensif atau strategi integratif. b) Strategi jaga dan pertahankan yang meliputi sel III, V, atau VII dapat dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. c) Strategi tuai dan divestasi yang meliputi sel VI, VIII, atau IX. 3)
Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategik selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategik (strategic planner) harus
menganalisis faktor-faktor strategik perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti 2000). Tabel . Matriks SWOT Faktor Internal Faktor eksternal
Kekuatan (Strengths) Strategi S-O: Menggunakan kekuatan internal perusahaan Peluang untuk meraih (Opportunities) keuntungan dari peluang eksternal Strategi S-T : Menggunakan kekuatan internal perusahaan Ancaman untuk menghindari/ (Threats) mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal Sumber : Pearce and Robinson, 1997
Kelemahan (Weaknesses) Strategi W-O : Mengembangkan kelemahan internal perusahaan dengan meraih keuntungan dari peluang eksternal Strategi W-T : Mengarahkan taktik bertahan untuk mengurangi kelemahan internal perusahaan dan menghindari ancaman lingkungan
Kinerja perusahaan, dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT ini membandingkan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dengan faktor internal (kekuatan dan kelemahan). 4)
Quantitative, Strategic, Planning Matrix
Matriks perencanaan strategik kuantitatif atau QSPM adalah alat yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara obyektif, memuat faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi dan membutuhkan penilaian intuitif yang baik. Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal, yaitu dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal. Kelebihan dari QSPM adalah seperangkat strategi yang dapat dievaluasi secara bertahap atau bersama-sama. Selain itu, QSPM membutuhkan penyusunan strategi untuk mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan ke dalam proses keputusan. Kelebihan lain dari QSPM adalah alat ini mengharuskan perencana strategi memadukan faktor-faktor internal dan eksternal yang terkait ke dalam proses keputusan. QSPM yang dapat meningkatkan mutu pilihan strategi dalam perusahaan multinasional, karena banyak faktor kunci dan strategi dapat dipertimbangkan sekaligus.
Keterbatasan QSPM adalah proses ini selalu memerlukan penilaian intuitif dan asumsi yang diperhitungkan. Memberi peringkat dan nilai daya tarik mengharuskan keputusan subyektif. Namun prosesnya harus menggunakan informasi obyektif. Bentuk QSPM secara lengkap dapat dilihat pada Tabel . Tabel 8. QSPM
Faktor kunci
Bobot (a)
Alternatif strategi Strategi 1 Strategi AS TAS AS TAS (b) (axb) (c) (axc)
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Jumlah Total nilai daya tarik Ket. : AS (Attractiveness Score) = nilai daya tarik; TAS (Total AS) = total nilai daya tarik Nilai daya tarik : 1 = tidak menarik; 2 = agak menarik; 3 = cukup menarik; 4 = amat menarik
QSPM terdiri atas empat komponen, yaitu (1) bobot, yang diberikan sama dengan yang ada pada matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE), (2) nilai daya tarik, (3) total nilai daya tarik dan (4) jumlah total nilai daya tarik. Ada enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan matriks ini (David, 200 ), yaitu : Langkah 1 : Mendaftarkan faktor kunci dari kekuatan atau kelemahan internal dan peluang atau ancaman eksternal perusahaan dalam kolom kiri matriks. Langkah 2 : Memberikan bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal. Bobot sama dengan yang dipakai dalam matriks IFE dan EFE. Langkah 3 : Memeriksa tahap kedua (pemaduan) dan mengidentifikasi strategi alternatif yang dapat dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan. Langkah 4 : Menetapkan nilai daya tarik (AS) yang menunjukkan daya tarik relatif setiap strategi dalam alternatif sel tertentu. Nilai daya tarik tersebut adalah : 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik dan 4 = amat menarik. Langkah 5 : Menghitung total nilai daya tarik dengan mengalikan antara bobot dengan nilai daya tarik. Langkah 6 : Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Jumlah ini mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi nilainya, menunjukkan strategi tersebut semakin menarik dan sebaliknya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Gambaran Umum a. Kebijakan PKBL Program Kemitraan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil mitra binaan agar menjadi tangguh dan mandiri sekaligus memberikan multiplier effect bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah operasi PT AP II. Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di sekitar wilayah operasi PT AP II melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Perusahaan dan bersifat hibah. Program ini ditujukan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat di sekitar wilayah operasi PT AP II. Tujuan pelaksanaan program adalah membangun hubungan harmonis dengan masyarakat, sekaligus memberi kontribusi nyata untuk lingkungan masyarakat yang sejahtera. Pelaksanaan program mengacu pada Surat Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor : PER09/MBU/07/2015 tentang PKBL. b. Struktur Organisasi PT AP II memiliki unit khusus yang menangani pengelolaan dana Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dalam rangka pelaksanaan CSR. Unit PKBL dipimpin oleh Deputi Direktur PKBL yang berada di bawah Direksi Keuangan. Deputi Direktur PKBL membawahi dua orang Asisten Deputi, yaitu deputi Perencanaan dan Penyaluran PKBL, Asisten Deputi Pengawasan dan Pelaporan PKBL, serta masing-masing asisten deputi tersebut membawahi dua orang supervisor. Berdasarkan hal tersebut, diagram struktur organisasi dapat dimuat pada Gambar 4. Direktur Keuangan
Deputi Direktur PKBL
Asisten Deputi Perencanaan dan Penyaluran PKBL
Supervisor
Supervisor
Asisten Deputi Pengawasan dan Pelaporan PKBL
Supervisor
Gambar 4. Struktur Organisasi PKBL
Supervisor
c. Jenis Program 1) Program Kemitraan Sasaran dari pelaksanaan program ini adalah para pelaku UKM. Sektor kegiatan usaha meliputi industri, perdagangan, pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, jasa dan sektor lainnya. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2012, PT AP II telah menyelenggarakan pelatihan yang berlangsung di seluruh Indonesia yang diikuti calon mitra binaan maupun mitra binaan dan telah menyelenggarakan promosi/pameran dalam bentuk mengikutsertakan dalam acara-acara pameran yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri. Selain itu, telah disalurkan pinjaman bergulir untuk para pelaku UKM yang menjadi mitra binaan Rp 67.742.500.000,00 dengan jumlah mitra binaan 6.468 unit usaha. Menindaklanjuti penyaluran pinjaman bergulir dengan melakukan pemantauan (monitoring) atas penggunaan, pengelolaan maupun tingkat pengembaliannya, agar seluruh mitra binaan agar berusaha dengan sungguh-sungguh dan mengembalikan dana pinjaman tepat waktu. Beberapa contoh kegiatan pelatihan yang pernah diselenggarakan adalah: a) Pelatihan Mitra Binaan dengan tema “Meningkatkan Kinerja Mitra Binaan Angkasa Pura II” b) Pelatihan Mitra Binaan dengan tema “Bagaimana Menjadi Pengusaha Yang Sukses Dunia Akhirat “ c) Pelatihan Mitra Binaan dengan tema “Menjadi Pengusaha Sukses Dunia dan Akhirat” d) Pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Basic Training BUMN di Jakarta International EXPO Kemayoran e) Pelatihan Mitra Binaan dengan tema “Melalui Nilai-nilai Pribadi Luhur Agar Sukses Dunia Akhirat” f) Pelatihan Mitra Binaan dengan tema “Pelatihan Kewirausahaan Bagi Pengusaha Kecil Sukses Mitra Binaan Angkasa Pura II” g) Pelatihan Mitra Binaan dengan tema “Diklat Manajemen Usaha Mitra Binaan Angkasa Pura II” h) Pelatihan Mitra Binaan dengan tema “Pelatihan Manajemen Usaha Kecil”. i) Pelatihan Mitra Binaan dengan tema “Pengembangan Spirit Wirausaha” j) Pelatihan Mitra Binaan dengan tema “ Pelatihan Administrasi Dasar dan Motivasi Mitra Binaan” Beberapa contoh kegiatan promosi/pameran yang diselenggarakan adalah: a) Pameran INACRAFT b) Pameran Indonesia Fashion dan Craft c) Pameran Index Dubai d) Pameran Banten Expo e) Pameran Gebyar Potensi Unggulan dan Wisata Banten
9
f) Pameran Expo Pangan Kuliner Nusantara g) Pameran Intrade Malaysia 2) Program Bina Lingkungan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di sekitar wilayah operasi Angkasa Pura II melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Perusahaan dan bersifat hibah. Cakupan kegiatan Program Bina Lingkungan meliputi pemberian bantuan untuk Bencana Alam, Pendidikan dan/atau Pelatihan, Peningkatan Kesehatan, Sarana dan Prasarana Umum, sarana ibadah, pelestarian alam, bantuan sosial kemasyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan dan bantuan pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi dan bentuk lain yang terkait dengan upaya peningkatan kapasitas mitra binaan program kemitraan. Disamping program-program tersebut, terdapat program bantuan yang pelaksanaannya didasarkan pada instruksi Kementrian BUMN yang dinamakan BUMN Peduli. Bantuan Bina Lingkungan telah memberikan kontibusi besar bagi peningkatan kehidupan masyarakat dan kemajuan dalam bidang pendidikan, bidang kesehatan, keagamaan, prasarana umum, pelestarian alam dan bantuan bencana alam. Berdasarkan Surat Menteri Negara BUMN Nomor: S790/MBU/2009 Tanggal 19 Oktober 2009, Angkasa Pura II ditugaskan melaksanakan Program BUMN Peduli Beasiswa Pendidikan. Dana Program BUMN Peduli Beasiswa Pendidikan disalurkan kepada 27 Perguruan Tinggi Negeri secara bertahap. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2012 Dana Program Bina Lingkungan yang telah disalurkan Rp8.027.778.989,- untuk BUMN Peduli telah disalurkan Rp23.829.431.066,00 dan untuk BUMN Peduli Beasiswa telah Rp54.252.812.440,00 2.
Karakteristik responden a. Umur Responden Keadaan umum responden berdasarkan umur digolongkan atas kelompok umur 20-30 tahun, kelompok umur 31-40 tahun dan kelompok umur 41-50 tahun. Berdasarkan hasil survei lapangan diperoleh kelompok umur 31-40 tahun memiliki penyebaran tertinggi (54 persen), kelompok umur 41-50 tahun (38 persen) dan kelompok umur paling kecil yaitu kelompok umur 20-30 tahun (8 persen). Berdasarkan penyebaran umur responden tergolong pada umur produktif. Data penyebaran umur responden dapat dilihat pada Gambar . b. Jenis Kelamin Berdasarkan data survei responden, diperoleh data bahwa secara keseluruhan para pelaku usaha adalah dari kalangan perempuan (100%). Kaum perempuan memiliki kemampuan dalam mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus dalam satu waktu (multitasking). Kebiasaan sebagai ibu rumah tangga yang mampu menangani semua
urusan keluarganya dalam waktu yang hampir bersamaan, ternyata memudahkan pengusaha perempuan untuk menjalankan fungsi bisnisnya dengan optimal. Mulai dari menangani masalah produksi, pemasaran, sampai manajemen SDM termasuk membesarkan peluang bisnisnya.
Gambar 5. Penyebaran responden berdasarkan kelompok umur
c. Status Perkawinan Data status perkawinan dari responden adalah 90 persen telah menikah dan 10 persen belum menikah. Responden melakukan kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor yang dominan dalam berwirausaha adalah tuntutan bagi pemenuhan kebutuhan sehingga perkawinan menjadi faktor penting dalam membangun kewirausahaan (Krasniqi, 2009). Selain itu, faktor perkawinan juga berpengaruh terhadap keyakinan pelaku usaha dalam pengambilan keputusan dan juga penentuan risiko usaha yang dibangun (Maire, et.al., 2004).
d. Pendidikan Tingkat pendidikan responden berdasarkan hasil survei menunjukkan 73 persen berpendidikan perguruan tinggi dan 27 persen berpendidikan Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA). Hal ini dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan pelaku usaha yang berada di wilayah Kota Tangerang mempunyai tingkat pendidikan cukup tinggi. Data tingkat pendidikan dimuat pada Gambar 6.
e. Jenis Usaha Pengelompokan usaha yang dilakukan oleh responden didasarkan usaha jenis yang diusahakannya. Dalam penelitian ini diperoleh dua jenis usaha, yaitu jenis usaha makanan dan fashion. Data lapangan dominan usaha yang dilakukan responden adalah pada bidang usaha makanan (69 persen) dan usaha fashion (31 persen). Oleh karena itu,
penyaluran dana PKBL diprioritaskan untuk usaha maknan dan usaha industri kreatif.
Gambar 6. Penyebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan
f. Lama Usaha yang telah dijalankan Berdasarkan lama usaha yang telah dijalankan, data dikelompokkan atas : < 1 tahun, 1-3 tahun, 4-6 tahun dan > 7 tahun usaha. Pengelompokkan lama usaha ini dilakukan berdasarkan data sebaran responden. Berdasarkan data dilapangan diperoleh data 39 persen telah menjalankan usaha 1-3 tahun, lama usaha 4-6 tahun sebanyak 31 persen dan < 1 tahun sebanyak 15 persen serta, > 7 tahun sebanyak 15 persen. Data dapat dilihat pada Gambar .
Gambar 7. Penyebaran responden berdasarkan lama usaha
g. Usaha yang dijalankan Kategori usaha dijalankan sebagai pekerjaan pokok atau sebagai pekerjaan sampingan. Hasil survei menunjukkan usaha yang dilakukan oleh responden sebagian besar dilakukan sebagai usaha sampingan (54 persen) dan sisanya (46 persen) dilakukan sebagai pekerjaan pokok.
h. Alasan menjalankan usaha Dalam menjalankan usahanya responden dikelompokkan dalam beberapa alasan, yaitu meneruskan usaha orang tua dan inisiatif sendiri, karena tidak ada pekerjaan lain, serta sebagai tambahan penghasilan. Berdasarkan hasil survei di lapangan diperoleh tiga alasan dalam menjalankan usaha, yaitu meneruskan Inisiatif sendiri, sebagai tambahan penghasilan, meneruskan usaha orang tua sekaligus tambahan penghasilan dan inisiatif sendiri sekaligus sebagai tambahan penghasilan. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar (61 persen) responden melakukan usaha berdasarkan inisiatif sendiri, dan 31 persen dilakukan dalam rangka sebagai tambahan penghasilan. Sedangkan data kombinasi masing-masing berjumlah 8 persen adalah meneruskan usaha orang tua sekaligus sebagai tambahan penghasilan dan inisiatif sendiri sekaligus sebagai tambahan penghasilan. Data dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar . Penyebaran responden berdasarkan alasan 3.
Dampak Penyaluran Dana PKBL PT AP II memiliki unit khusus yang menangani pengelolaan dana PKBL dalam rangka pelaksanaan CSR. Dampak penyaluran dana PKBL dapat didekati dengan beberapa faktor, yaitu (a) faktor pendorong dalam melakukan pinjaman, (b) Besarnya pinjaman, (c) Penggunaan dana pinjaman dan (d) angsuran pinjaman dan permasalahannya. a. Faktor pendorong dalam melakukan pinjaman Dalam melakukan pinjaman responden mempunyai empat faktor pendorong, yaitu kekurangan modal, tingkat bagi hasil lebih menguntungkan, kemudahan dalam memperoleh pembiayaan dan ingin mengembangkan usaha. Dalam pilihan tersebut responden diperbolehkan memilih lebih dari satu pilihan, dan berdasarkan hasil survei lapangan diperoleh tiga, yaitu kekurangan modal, ingin mengembangkan usaha, serta kombinasi kekurangan modal dan ingin mengembangkan usaha.
Data faktor pendorong dalam melakukan pinjaman terlihat (69 persen), yaitu responden melakukan pinjaman dengan alasan karena ingin mengembangkan usaha. Dengan demikian dapat disimpulkan pelaku usaha diberikan pinjaman, yaitu pelaku usaha yang usahanya telah berjalan, bukan pelaku usaha yang baru mulai usaha. Untuk alasan lain dari responden dalam melakukan pinjaman (16 persen) karena alasan kekurangan modal, serta 15 persen dikarenakan kekurangan modal dan ingin mengembangkan usaha. Data dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Penyebaran responden berdasarkan faktor pendorong
b. Besar pinjaman Besarnya pinjaman yang diberikan oleh pihak CSR dikategorikan Rp10-20 juta, pinjaman Rp30-50 juta dan pinjaman Rp60-100 juta. Berdasarkan data survei diperoleh data bahwa jumlah peminjam dengan jumlah terbanyak adalah pinjaman Rp10-20 juta (46 persen), pinjaman 60-100 juta (31 persen) dan pinjaman 30-50 juta (23 persen). Data dapat dilihat pada Gambar .
Gambar
. Penyebaran responden berdasarkan besaran pinjaman
c. Penggunaan dana pinjaman Penggunaan dana pinjaman meliputi penggunaan 100 persen, penggunaan 76-99 persen, penggunaan 50-75 persen dan penggunaan kurang dari 50 persen. Penggunaan yang dimaksud adalah nilai penggunaan pinjaman untuk usaha sesuai pengajuan.
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat sebagian besar dana yang dipinjam digunakan sepenuhnya untuk usaha sesuai dengan pengajuannya. Responden yang menggunakan dana secara penuh untuk usaha sesuai nilai pinjaman 38 persen dan yang menggunakan dana pinjaman untuk usahanya hanya 76-99 persen dari nilai pinjaman (39 persen), sisanya berada pada kondisi penggunaan dana pinjaman untuk usaha 50-75 persen pinjaman dan penggunaan kurang dari 50 persen pinjaman masing-masing 15 persen dan 8 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sasaran peminjaman dana sebagian besar telah sesuai dengan penggunaanya, yaitu untuk usaha. Data penggunaan dana pinjaman dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Penyebaran responden berdasarkan penggunaan dana
d. Angsuran pinjaman dan permasalahannya Peminjaman dana usaha yang dilakukan CSR berjalan dengan sifat angsuran secara bulanan. Berdasarkan hasil survei dilapangan diperoleh data bahwa kisaran pengembalian bulanan yang dibayarkan oleh mitra usaha sebagai peminjam dana bervariasi dari besarnya dana yang dipinjam. Jika peminjam ada permasalahan dalam pengembalian maka ada beberapa jenis perilaku responden yang dilakukan untuk mengatasinya diantaranya dengan membayar sekaligus dua kali cicilan pada saat bulan berikutnya, menggunakan gaji suami untuk membayar, negosiasi dengan pihak pemberi pinjaman agar diberikan kelonggaran, bahkan ada juga yang melakukan gadai untuk menutupi cicilan pinjamanya. 4.
Perkembangan usaha dan pendapatan Hasil penelitian menunjukkan adanya bantuan modal usaha memberikan peningkatan usaha yang dirasakan oleh responden. Data menunjukkan keseluruhan (100%) responden menyatakan adanya peningkatan usaha yang dijalankan dengan adanya fasilitasi pinjaman dana. Berdasarkan wawancara mendalam dengan responden membandingkan sebelum dan sesudah adanya fasilitasi pinjaman dari PKBL AP II diperoleh bahwa omset pelaku usaha mengalami kenaikan rataan 51,98%. Omzet ialah sejumlah uang hasil penjualan barang dagangan tertentu selama
suatu masa jual. Omset merupakan pemasukan kotor hasil dari penjulan sebelum dikurangi biaya-biaya lainnya dalam periode tertentu. Responden setelah memperoleh pembiayaan dari AP II memperoleh pendampingan dalam meningkatkan mutu produk. Fokus pada kualitas produk diarahkan pada semurah apapun produk yang ditawarkan jika mutunya mengecewakan maka pelanggan akan pergi, begitu juga sebaliknya semakin bermutu produk yang ditawarkan, walaupun harga cukup tinggi, pelanggan akan tetap membeli. Jadi, jika ingin omset semakin besar, fokuskan responden pada mutu produk yang ditawarkan. Semakin bermutu produk yang ditawarkan dan memberikan manfaat yang lebih, maka pelanggan dengan mudah mengeluarkan uang untuk membeli produk yang dijual walau harga yang ditawarkan lebih tinggi dari kompetitor. Jika dilihat dari pelanggan, responden mengalami kenaikan sesudah mendapatkan pinjaman 38,33% (nilai rataan). Selain itu, responden melakukan promosi atau layanan khusus untuk memperoleh kenaikan omset. Tingkat persaingan bisnis yang semakin ketat, penting dilakukan promosi atau layanan khusus dari produk bisnis yang ditawarkan. Penawaran-penawaran khusus atau dicount great sale dan lain sebagainya dari waktu ke waktu dengan semenarik mungkin, jika dilakukan ini secara rutin pelanggan akan terus menunggu penawaran-penawaran yang akan dilakukan. Berdasarkan wawancara mendalam diperoleh bahwa promosi memerlukan tenaga khusus yang direkrut, jumlah rataan karyawan mengalami kenaikan sesudah mendapatkan pinjaman 44,17% dengan kenaikan rataan satuan produk sesudah mendapatkan pinjaman 54,71%. Meningkatkan omset penjualan yang tak kalah pentingnya adalah melayani pelanggan sebaik-baiknya seakan-akan melayani seorang raja, karena memang pelanggan adalah Raja. Pelayanan yang sabar, ramah, cepat dan selalu berusaha memberikan yang terbaik sangat disukai oleh pelanggan. Jika ada pertanyaan atau keluhan, segeralah selesaikan dengan sebaik-baiknya. Karena semakin pelanggan puas akan pelayanan, maka dipastikan akan kembali membeli dan menjadi duta untuk mempromosikan usaha responden kepada orang-orang terdekat mereka. Semakin banyak produk usaha yang ditawarkan, kemungkinan penjualan semakin meningkat dan omset semakin besar. Responden memperoleh kenaikan rataan jenis produk yang dihasilkan sesudah mendapatkan pinjaman 36,11%. 5.
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal a. Faktor Eksternal Berdasarkan penilaian pihak manajemen perusahaan terhadap faktor kunci eksternal perusahaan, diketahui lima faktor yang merupakan peluang bagi perusahaan, yaitu : 1) Dukungan pemerintah terhadap UMKM Dukungan pemerintah setempat terhadap UMKM. Cukup besar, diantaranya pemberian izin mendirikan usaha yang tidak terlalu rumit, serta pelaksanaan pembinaan dan pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian Kota Tangerang dengan melibatkan berbagai pihak, seperti: perguruan tinggi, balai penelitian dan pengembangan (litbang), lembaga keuangan,
2)
3)
4)
5)
konsultan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan badan usaha lainnya. Potensi Fund Rising Dana untuk program kemitraan bersumber dari saldo awal, alokasi bagian laba perusahaan, pengembangan pokok pinjaman, kelebihan angsuran, pembayaran piutang bermasalah, jasa dan administrasi pinjaman dan pendapatan jasa giro. Sebagai ilustasi, realisasi pelaksanaan program kemitraan PT AP II pada tahun 2014 sebesar Rp40. 059.507. 695,64 atau 22,65%. Pelibatan masyarakat Program Kemitraan yang dilakukan PT AP IIdengan penyaluran pembiayaan dimaksudkan untuk membantu pelaku usaha memperoleh kemudahan dalam meningkatkan volume usaha. Pelibatan masyarakat bertujuan menjalin hubungan yang serasi dan harmonis dengan masyarakat sekitar wilayah operasi. Jaringan Kemitraan PT AP II memiliki kemitraan yang sangat luas, sehingga dalam membantu IKM dalam pemasaran dan promosi melalui kegiatan bazar, pameran dan pendidikan pelatihan (diklat). UMKM relatif besar Sebagai ilustrasi, pada tahun 2014 PT AP II memiliki 1.902 mitra binaan kantor cabang Soekarno Hatta, yang berusaha di delapan sektor. Sektor usaha industri, usaha perdagangan, usaha pertanian, usaha peternakan, perkebunan, perikanan, usaha jasa dan usaha lainnya.
Menurut penilaian dari pihak perusahaan faktor-faktor yang merupakan ancaman bagi perusahaan adalah : 1) Kebijakan Pemerintah tentang CSR Program CSR terhadap pengembangan sosial kemasyarakatan melalui PKBL ditujukan meningkatkan kemampuan UK mitra binaan agar menjadi tangguh dan mandiri sekaligus memberikan multiplier effect bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan peraturan menteri BUMN bahwa tanggungjawab sosial dan lingkungan menjadi kewajiban bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan SDA berdasarkan UU. 2) Persepsi Masyarakat Secara umum program kemitraan mencakup pemberian pinjaman, pelatihan mitra binaan dan promosi hasil usaha mitra binaan melalui keikutsertaan dalam pameran. Namun demikian, pelaku usaha masih menganggap program kemitraan merupakan program bantuan sosial. Hal ini menjadi faktor banyak kemacetan dalam pembiayaan. 3) Adanya pendatang baru Rendahnya hambatan masuk ke dalam industri ini mengakibatkan banyaknya perusahaan baru yang masuk ke dalam industri ini, diantaranya peraturan mengenai program PKBL di
semua persero, modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar, kelompok sasaran mudah dan dapat dilakukan dalam pembiayaan industri skala kecil (home industry). 4) Tingkat persaingan Pengembangan IKM di Kota Tangerang yang tinggi menyebabkan persaingan pembinaan IKM makin kuat. Pelaku pembina IKM cukup banyak mulai dari koperasi simpan pinjam, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Perbankan, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMN dan Perusahaan yang bergerak dalam pembiayaan. 5) Indikator Proper Proper mendorong perusahaan berkontribusi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah produksi atau tempat lain yang sudah ditetapkan. Nilai yang menjadi prinsip penyusunan kebijakan CSR dalam Proper adalah ”pemberdayaan” Oleh sebab itu, substansi dalam kebijakan CSR tidak hanya menyangkut tentang ”harmonisasi” antara perusahaan dan masyarakat, melainkan upaya terstruktur mendorong kemandirian masyarakat. b.
Faktor Internal Melalui penilaian pihak manajemen perusahaan terhadap faktor kunci internal perusahaan, dapat diidentifikasi kekuatan yang dimilikinya, yaitu : 1) SDM cukup kuantitas Penggunaan tenaga setempat memberikan keuntungan bagi PT AP II dan masyarakat sekitarnya karena dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dapat membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dan dapat menekan biaya tenaga kerja. 2) Fasilitasi dan sarana PT AP II telah melaksanakan program kemitraan sejak tahun 1991, dengan jumlah penyaluran dana meningkat setiap tahunnya. Pelaksanaan program ini dalam bentuk pemberian pinjaman dana usaha terhadap masyarakat yang menjadi mitra binaan. Disamping hal tersebut, perusahaan juga memberikan pelatihan usaha terhadap mitra binaan, fasilitasi pemasaran dan mengikutsertakan pameran. 3) Program Unggulan Semangat program kemitraan PT AP II dimulai sejak 1991 yang dahulu unit yang melaksanakan Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) dan sejak 2007 sesuai dengan peraturan Menteri BUMN berubah menjadi PKBL. Perusahaan memilih program unggulan PKBL dengan melakukan pembinaan bagi pelaku usaha IKM pada delapan sektor termasuk industri kreatif. 4) Pengelola Keuangan Akurat Menurut Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER05/MBU/2007 (pasal 30) disebutkan bahwa kinerja program kemitraan merupakan salah satu indikator penilaian tingkat
5)
1)
2)
3)
4)
5)
6.
kesehatan BUMN Pembina. Indikator yang digunakan untuk menilai kinerja program kemitraan sesuai Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-100/MBU/2002 adalah efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman. Formulasi yang digunakan dalam menilai efektifitas penyaluran dengan membandingkan antara jumlah dana yang disalurkan dengan jumlah dana tersedia. Program Pendampingan Program Kemitraan PT AP II dalam pelaksanaan penyaluran dana sejak tahun 2009 bekerjasama dengan perusahaan modal ventura daerah (PMVD), yaitu PT. Sarana Jabar Ventura. PMVD ini melakukan program pendampingan, pelatihan, promosi dan penguatan kapasitas pelaku usaha. Kelemahan yang dimiliki perusahaan adalah: Informasi, dokumentasi dan komunikasi masih lemah Program Kemitraan dalam pelaksanaan masih terbatas pada IKM tertentu, sehingga masyarakat terbatas pada akses informasi dalam peminjaman dana usaha. Informasi, dokumentasi dan komunikasi perusahaan masih terbatas. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperkuat jaringan pelaku usaha. Kelembagaan dan program belum optimal Mitra binaan masih melakukan usaha sendiri-sendiri walaupun dalam penerimaan dana pinjaman berkelompok. Sistem tanggung renteng yang dilakukan dalam penyaluran dana usaha. Dengan demikian, program kelembagaan dalam pelaksanaan program belum memenuhi kelompok sasaran yang diinginkan. Rendahnya inovasi dan kreatifitas Perusahaan dalam melakukan pendampingan, pelatihan maupun magang terbatas pada keinginan perusahaan, sehingga pelaku usaha kurang memiliki daya inovasi dan kreatifitas terhadap produk yang dihasilkan. Inovasi merupakan nilai jual dari semua produk yang dihasilkan para pelaku IKM mitra binaan PT AP II. Produk IKM yang mudah ditiru Produk-produk IKM mitra binaan PT AP II merupakan produk-produk yang mudah ditiru, misalnya batik, topi, produk makanan siap saji, dan produk-produk lainnya. Masih ada kepentingan-kepentingan perusahaan PT AP II dalam melaksanakan program kemitraan bertujuan menghasilkan mitra binaan unggul dan sukses, sehingga mampu memberikan hasil maksimal dan membuat masyarakat menjadi lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, perusahaan dalam pembinaan masih memiliki kepentingankepentingan untuk keberlangsungan mitra binaan dan kepentingan perusahaan.
Analisis Faktor Internal dan Eksternal Berdasarkan identifikasi terhadap faktor internal dan eksternal perusahaan yang berpengaruh terhadap pengembangan UMKM di Kota
9
Tangerang, melalui kuesioner yang telah diisi dan wawancara yang dilakukan dengan Deputi Direktur PKBL, Asisten Deputi Perencanaan dan Penyaluran PKBL, Asisten Deputi Pengawasan dan Pelaporan PKBL dan Supervisor yang dianggap pakar, serta memiliki kapasitas sebagai pengambil keputusan dalam PT AP II, kemudian dilakukan pembobotan menggunakan metode paried comparison (perbandingan berpasangan), sehingga diperoleh bobot dari masing-masing variabel internal perusahaan. Demikian pula dengan pemberian peringkat (rating), penentuan peringkat dilakukan oleh empat pakar yang sama dan data yang diambil adalah data rataan dari ketiga pakar tersebut, sehingga didapatkan nilai terbobot dari faktor-faktor tersebut. a. Analisis faktor penentu internal Dengan memasukkan hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor strategik internal, selanjutnya diberikan bobot dan peringkat (rating) untuk setiap faktor, maka dapat diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 9. Hasil evaluasi matriks ini selanjutnya digabungkan dengan hasil evaluasi matrik eksternal dan dengan menggunakan Matriks IE, kemudian matriks tersebut dipetakan posisi perusahaan dalam suatu diagram untuk mempermudah merumuskan formulasi alternatif strategi bisnisnya. Tabel 9. Faktor Strategik Internal PT AP II Tahun 2016 Faktor Strategik Internal Kekuatan Memiliki SDM cukup secara kuantitatif Memiliki fasilitasi dan sarana memadai Memiliki program unggulan Pengelolaan keuangan akuntabel Adanya pendampingan dan pembinaan Kelemahan Infodokom masih lemah Kelembagaan dan program belum optimal Inovasi dan kreatifitas masih rendah Produk IKM yang mudah ditiru Masih ada kepentingankepentingan tertentu Jumlah
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c=axb)
9 9 9 9
9 9
9
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, total nilai di 2,635 mengindikasikan bahwa perusahaan merespon sangat baik terhadap kekuatan dan kelemahan yang ada dalam industrinya. Dalam kata lain,
strategi perusahaan secara efektif mengambil keuntungan dari kekuatan yang ada saat ini dan meminimalkan efek yang mungkin muncul dari kelemahan internal. Pengelolaan keuangan akuntabel diakui sebagai faktor paling penting dalam kegiatan penyaluran dan pembinaan dengan nilai skor 0,383 dan merupakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk memberikan yang terbaik bagi mitra perusahaan. Hal ini terkait dengan adanya SDM cukup secara kuantitatif (skor 0,366). Perusahaan juga memiliki kelemahan pada produk IKM yang mudah ditiru dengan nilai tertinggi (skor 0,214) dan inovasi dan kreatifitas masih rendah (skor , b. Analisis faktor penentu eksternal Berdasarkan identifikasi terhadap faktor eksternal perusahaan berupa peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang berpengaruh terhadap pengembangan IKM (Lampiran 4). Dengan memasukkan hasil identifikasi peluang dan ancaman sebagai faktor strategik, kemudian memberikan bobot dan peringkat (rating), maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 10. Tabel 10. Faktor Strategik Eksternal PT AP II Tahun 2016 Faktor Strategik Eksternal Peluang Memiliki potensi fund rising Memiliki UMKM relatif besar Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program Adanya dukungan pemda Membangun jaringan kemitraan Ancaman Kebijakan pemerintah ttg CSR Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR Tingkat persaingan Ancaman pendatang baru Indikator perolehan proper Jumlah
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c=axb)
9 99 9
9 9
9
9
9
9
Berdasarkan hasil perhitungan di atas terlihat bahwa total nilai di 3,011 mengindikasikan bahwa perusahaan merespon sangat baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya. Dalam kata lain, strategi perusahaan secara efektif mengambil keuntungan dari peluang yang ada saat ini dan meminimalkan efek yang mungkin muncul dari ancaman eksternal. Perusahaan memiliki potensi fund rising (skor 0,483) merupakan kesempatan atau peluang yang diperoleh PT AP II dalam pengembangan IKM di Kota Tangerang. Selain itu, perusahaan
menggunakan peluang adanya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program (skor 0,400). Adanya ancaman pendatang baru dalam penyaluran dana menjadi ancaman yang besar terhadap perusahaan dengan skor 0,222. Hal ini berkaitan erat dengan pelibatan IKM dalam keberlangsungan usaha dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, tingkat persaingan (skor 0,211) dalam penyaluran pembiayaan dan pengembangan IKM di Kota Tangerang. 7.
Analisis Strategi Penyaluran Dana Program Kemitraan Dari hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan, selanjutnya dilakukan analisis IE yang menghasilkan matriks IE sehingga dapat diketahui posisi perusahaan dalam pemilihan alternatif strategi. Pemetaan posisi perusahaan sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi dalam melakukan PKBL. Secara lengkap matriks dan posisi PT AP II relatif terhadap perusahaan dapat dilihat dalam Gambar . Total Skor Evaluasi Faktor Internal ,
Kuat
Tinggi Total Skor , Evaluasi Faktor Menengah Eksternal , Rendah
,
Rata-rata ,
,
Lemah
I Pertumbuhan
II Pertumbuhan
III Penciutan
IV Stabilitas
V Pertumbuhan/ Stabilitas
VI Penciutan
VII Pertumbuhan
VIII Pertumbuhan
IX Likuidasi
,
, Gambar
. Matriks IE PT. Angkasa Pura II (Persero)
Pada Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa total nilai pada matriks internal (2,635) maka PT AP II memiliki faktor internal yang tergolong sedang atau rataan dalam melakukan penyaluran pembiayaan dan pengembangan IKM di Kota Tangerang. Total nilai matriks eksternal 3,011 memperlihatkan respon yang diberikan oleh PT AP II kepada lingkungan eksternal tergolong tinggi. Apabila masing-masing total skor dari faktor internal maupun eksternal dipetakan dalam matriks, maka posisi perusahaan saat ini adalah pada kotak di kuadran kedua, yang berarti inti strategi yang diterapkan perusahaan adalah strategi pertumbuhan. Dengan posisi tersebut, maka strategi tingkat perusahaan yang dapat dikembangkan adalah Intensive Strategy (market penetration, market development dan product
development). Dengan melihat kondisi perusahaan saat ini, intensive strategi yang paling tepat dilakukan adalah market penetration dan market development, mengingat masalah utama yang dihadapi perusahaan adalah masalah penyaluran pembiayaan dan pengembangan IKM di Kota Tangerang. Strategi intensif dimaksudkan sebagai strategi memerlukan usahausaha intensif, jika posisi persaingan dengan produk pembiayaan yang ada hendak ditingkatkan. Oleh karena itu, strategi-strategi implementasi dapat dirumuskan dari hasil analisis SWOT. 8.
Analisis Matriks SWOT Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang diperoleh melalui audit eksternal dan internal, maka dapat diformulasikan alternatif strategi yang dapat diambil. Formulasi strategi ini dilakukan dengan menggunakan alat analisis SWOT (Tabel 11). Alternatif strategi yang dihasilkan adalah : a. Strategi S – O Kolom strategi S-O adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada. Beberapa strategi yang dapat digunakan berkenaan dengan strategi ini adalah : 1) Mempertahankan Program pendampingan secara intensif Program kemitraan memiliki kelompok sasaran adalah para pelaku IKM. Sektor kegiatan usaha yang mendapatkan bantuan dari program ini adalah industri, jasa, perdagangan, peternakan, perikanan, pertanian, perkebunan dan lainnya. Keberhasilan program kemitraan ditentukan oleh indikator efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitias pengembalian pinjaman. Oleh karena itu, pola-pola pendampingan secara intensif bagi pelaku IKM sangatlah diperlukan sebagai konsultan usaha IKM dan keberlangsungan usaha. 2) Membangun agen of change bagi pelaku usaha Pembentukan cluster mitra binaan sudah dilakukan sejak 2013, hal ini menjadi penting untuk mempermudah dalam peningkatan usaha dan keberlangsungan usaha. Dalam cluster diperlukan ada tokoh yang mau dan mampu menjadi perekat dalam sharing knowledge maupun sharing informasi yang berkaitan dengan pasar, inovasi produk dan pengembangan promosi lainnya. Perusahaan harus mampu memfasilitasi pemasaran dengan mengikutsertakan mitra binaan dalam pameran tingkat nasional maupun internasional. b. Strategi W - O Kolom strategi W-O adalah strategi yang dipakai oleh perusahaan untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki perusahaan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah : 1) Melakukan promosi efektif dan efisien Langkah awal yang perlu dilakukan berkaitan dengan promosi adalah membuat produk yang dihasilkan oleh mitra binaan PT AP II mudah dikenali. Hal tersebut salah satunya dapat dilakukan pada semua segmen pasar dengan mengenalkan identitas produk yang
membedakan dengan produk yang sama dari perusahaan kompetitor, misalnya dengan membuat kemasan yang menarik dengan identitas perusahaan yang jelas. Pengembangan toko on line bagi mitra binaan. Tabel 11. Matriks SWOT penyaluran pembiayaan dan pengembangan IKM di Kota Tangerang Faktor internal
Faktor Eksternal
KEKUATAN (S) S1. Memiliki SDM cukup secara kuantitatif S2. Memiliki fasilitasi dan sarana memadai S3. Memiliki program unggulan S4. Pengelolaan keuangan akuntabel S5. Adanya pendampingan dan pembinaan
KELEMAHAN (W) W1. Infodokom masih lemah W2. Kelembagaan dan program belum optimal W3. Inovasi dan kreatifitas masih rendah W4. Jejaring kemitraan masih lemah W5. Masih ada kepentingan-kepentingan tertentu
PELUANG (O)
Strategi SO
Strategi WO
O1. Memiliki potensi fund rising O2. Memiliki UMKM relatif besar O3. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program O4. Adanya dukungan pemda O5. Membangun jaringan kemitraan ANCAMAN (T)
1. Mempertahankan Program pendampingan secara intensif (O3,O5;S3,S4) 2. Membangun agen of change bagi pelaku usaha (O1,O2,O3,O5 ; S1,S2,S3,S4,S5)
1. Melakukan promosi efektif dan efisien (O3,O4;W1,W3,W5) 2. Meningkatkan kinerja perusahaan dalam penyaluran (O1,O2,O5; W2,W3,W4)
Strategi ST
Strategi WT
T1. Kebijakan pemerintah tentang CSR T2. Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR T3. Tingkat persaingan T4. Adanya ancaman pendatang baru T5. Indikator perolehan proper
1. Meningkatkan dan mempertahankan fasilitasi bagi pelaku IKM (T2,T3,T4 ; S1, S2, S3, S4, S5) 2. Memperluas dan mempertahankan kemandirian IKM (T1,T2,T4 ; S3,S4)
1.
Mempertahankan program-program PKBL (T1,T2,T4,T5;W4,W
2.
Memperbaiki saluran kemitraan (T2,T3,T4 ; W1,W2,W3)
2) Meningkatkan kinerja perusahaan dalam penyaluran Jika dilihat dari pangsa pasar yang dilayani oleh perusahaan maka potential market yang belum dapat diraih masih sangat besar. Pangsa pasar di luar Kota Tangerang masih sangat potensial untuk dikembangkan. Jika dianggap perlu, perusahaan dapat melakukan perubahan strategi penyaluran yang lebih relevan dengan kondisi yang ada untuk dapat mencapai pangsa pasar potensial. Penyaluran produk barang dan jasa yang dimiliki oleh mitra binaan untuk memperkuat dan menjamin keberlangsungan usaha.
c. Strategi S – T Kolom strategi S-T adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk menghindari ancaman-ancaman yang ada. Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah : 1) Meningkatkan dan mempertahankan fasilitasi bagi pelaku IKM Fasilitasi perusahaan dalam hal ini adalah pemberian pinjaman dana, pemberian pelatihan, fasilitasi pemasaran dengan mempromosikan serta mengikutsertakan pameran nasional dan internasional. Dalam menghadapi persaingan baik pesaing lama maupun dari pendatang baru, mitra binaan PT AP II menerapkan strategi ini dengan memberikan fasilitasi yang lebih luas. 2) Memperluas dan mempertahankan kemandirian IKM Kondisi saat ini dengan era MEA, mitra binaan PT AP II tidak hanya mengandalkan fasilitasi yang telah diberikan oleh perusahaan. Dengan wilayah pemasaran yang telah dikuasai saat ini, bukan berarti posisi pelaku usaha mitra binaan di wilayah tersebut juga telah aman. Pelaku usaha mitra binaan menyadari bahwa saat ini banyak berdiri perusahaan atau industri sehingga persaingan tidak terelakan. Hal ini juga yang menyebabkan pangsa pasar perusahaan menurun. Dalam menghadapi kondisi ini, pelaku usaha mitra binaan harus mampu mempertahankan posisi pasar yang sudah lama, yaitu mempertahankan pangsa pasar yang sudah diraih, sehingga posisi pasar perusahaan akan semakin kuat dengan melakukan kegiatan pemasaran secara rutin dan berkala. Pelaku usaha mitra binaan harus mengoptimalkan kegiatan pemasaran untuk mempertahankan dan memperluas jaringan pemasaran dalam upaya memperluas dan mempertahankan pangsa pasar yang sudah diraih, karena para pesaing akan dengan segala sumber daya dan strategi yang dimilikinya pasti akan selalu berusaha merebut pasar yang telah dikuasai perusahaan. d. Strategi W – T Kolom strategi W-T adalah strategi perusahaan untuk berusaha meminimalkan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan untuk berusaha menghindar dari ancaman yang ada. Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah : 1) Mempertahankan program-program PKBL Selain program kemitraan, program bina lingkungan yang dilakukan oleh PT AP II. Program bina lingkungan adalah program pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan dana dari bagian laba perusahaan dan bersifat hibah. Hal tersebut mengingat kondisi masyarakat pada saat ini masih dalam keadaan kurang baik sehingga daya beli masyarakat masih lemah. Strategi mempertahankan program-program PKBL agar harga jual dari produk mitra binaan dapat dilakukan dengan cara melakukan produksi dengan efisien sehingga biaya produksi persatuan produk menjadi lebih rendah. Pada saat ini walaupun permintaan usaha kreatif cenderung meningkat dari tahun sebelumnya tetapi bukan saat yang tepat untuk menaikkan harga jual produk.
2) Memperbaiki saluran kemitraan Kelemahan utama pada pelaku usaha mitra binaan selain ketersediaan biaya produksi tinggi, juga jaringan distribusi yang masih bersifat lokal. Oleh karena itu, strategi yang dapat dilakukan adalah melakukan promosi melalui website, iklan di berbagai media massa dan elektronik. Selain itu, melakukan kerjasama dengan perbankan sebagai upaya untuk mempermudah transaksi pembelian bagi konsumen diluar Kota Tangerang. Berdasarkan hasil analisis strategi penyaluran dan pengembangan IKM di Kota Tangerang yang telah dilakukan dengan analisis SWOT, posisi PT AP II berada pada kotak kuadran II yang digambarkan sebagai daerah grow and build, yaitu memiliki kekuatan dan peluang yang lebih besar dibandingkan dengan kelemahan dan ancamannya, serta strategi penyaluran dan pengembangan IKM di Kota Tangerang. PT AP II masih relevan dengan perubahan lingkungan saat ini. Strategi yang diterapkan di masa mendatang adalah strategi intensif atau pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy) dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluangnya, melalui penyaluran dan pengembangan IKM di Kota Tangerang. 9.
Analisis QSPM Tahap terakhir dari analisis formulasi strategi adalah pemilihan strategi terbaik dengan menggunakan alat analisis QSPM. Penggunaan QSPM didasarkan pada tujuan untuk memperoleh prioritas strategi yang dapat diimplementasikan serta sesuai dengan arah kebijakan dan kondisi riil PT AP II. Kelebihan dari QSPM adalah bahwa kumpulan strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan, tidak ada batas untuk jumlah strategi yang dapat dievaluasi atau jumlah set strategi yang dapat diperiksa sekaligus menggunakan QSPM. Kelebihan lain dari QSPM adalah alat ini mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait ke dalam proses keputusan. Selain memiliki kelebihan, QSPM memiliki keterbatasan, yaitu proses ini selalu memerlukan penilaian intuitif dan asumsi yang diperhitungkan. Memberikan peringkat dan nilai daya tarik mengharuskan keputusan subyektif, walaupun demikian prosesnya menggunakan informasi obyektif. Nilai AS menunjukan daya tarik masing-masing strategi terhadap faktor-faktor kunci yang dimiliki, nilai AS diperoleh melalui kuesioner yang ditunjukkan kepada responden yaitu Deputi Direktur PKBL yang paling mengetahui dengan baik kondisi perusahaan. Responden memberikan nilai daya tarik terhadap setiap strategi. Nilai TAS diperoleh dari hasil perkalian antara bobot dan AS dari setiap faktor kunci strategik. Berdasarkan hasil analisis QSPM pada Lampiran 5, maka prioritas strategi terbaik yang harus dilakukan saat ini adalah: a. Strategi Penetrasi Pasar 1) Membangun agen of change bagi pelaku usaha dengan nilai Sum of the Total Attractiveness Score (STAS) 7,28. 2) Melakukan promosi dengan efektif dan efisien dengan nilai STAS ,
3) Memperbaiki saluran kemitraan dengan nilai STAS 6,89. b. Strategi Pengembangan Pasar 1) Mempertahankan program-program PKBL dengan nilai STAS , 2) Meningkatkan dan mempertahankan fasilitasi bagi pelaku IKM dengan nilai STAS 7,10. 3) Meningkatkan kinerja perusahaan dalam penyaluran dengan nilai STAS 6,86. c. Strategi Pengembangan Produk/Jasa 1) Mempertahankan Program pendampingan secara intensif dengan nilai STAS 7,07. 2) Memperluas dan mempertahankan kemandirian IKM dengan nilai STAS 6,57. Dari prioritas hasil strategi terbaik untuk PT AP II saat ini, tiga strategi yang akan dirinci secara lebih jelas, yaitu (1) Mempertahankan program-program PKBL, (2) Membangun agen of change bagi pelaku usaha, (3) Meningkatkan dan mempertahankan fasilitasi bagi pelaku IKM 10.
Implikasi Manajemen Berdasarkan strategi intensif atau pertumbuhan agresif, maka implikasi manajemen yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah : 1. Market Penetration Strategy. Strategi ini berusaha meningkatkan market share produk jasa penyaluran dana untuk pelaku IKM. Untuk meningkatkan pangsa pasar PT AP II tetap membina hubungan baik dengan pelaku usaha mitra binaan dan masyarakat di kota Tangerang. Strategi ini dapat diimplementasikan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama strategi lain untuk dapat menambah jumlah pemanfaat dana program kemitraan dan memperkecil NPL. Tujuannya meningkatkan pangsa pasar dengan usaha kemudahan pembayaran pinjaman dan pola tanggung renteng. 2. Market Development Strategy. Jika dilihat dari pangsa pasar yang dilayani oleh perusahaan, maka potential market yang belum dapat diraih masih sangat besar. Pangsa pasar di luar dan di dalam Kota Tangerang masih sangat potensial untuk dikembangkan. Jika dianggap perlu, perusahaan dapat melakukan perubahan strategi pemasaran yang lebih relevan dengan kondisi yang ada untuk dapat mencapai pangsa pasar potensial melalui pendekatan pola penyaluran, pembagian imbal jasa dan fasilitasi lain. 3. Product Development Strategy Ada dua pendekatan dalam strategi produk. Pertama, strategi produk jasa penyaluran dana program kemitraan dan kedua, strategi produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha mitra binaan. Strategi pertama adalah melakukan pola peminjaman dengan jaminan tanggung renteng dan scale up usaha mitra binaan dengan produk yang disalurkan menggunakan pagu kredit lebih besar. Strategi kedua adalah mengembangkan produk dengan mutu dan harga kompetitif, diatas produk-produk yang dijual dengan pola dan desain unik dan kompetitif.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penilaian pihak manajemen perusahaan terhadap faktor kunci eksternal perusahaan, diketahui lima faktor yang merupakan peluang bagi perusahaan (Dukungan pemerintah terhadap UMKM, Potensi Fund Rising, Pelibatan masyarakat, Jaringan Kemitraan dan UMKM relatif besar). Faktor kunci internal perusahaan terdiri dari kekuatan seperti SDM cukup kuantitas, Fasilitasi dan sarana, Program Unggulan, Pengelola Keuangan Akurat dan Program Pendampingan. Kelemahan yang dimiliki meliputi Informasi, dokumentasi dan komunikasi masih lemah, Kelembagaan dan program belum optimal, Rendahnya inovasi dan kreatifitas, Produk IKM yang mudah ditiru dan masih ada kepentingan-kepentingan perusahaan. PT AP II memiliki unit khusus yang menangani pelaksanaan CSR. Dampak penyaluran dana PKBL dapat didekati dengan beberapa faktor, yaitu (a) faktor pendorong dalam melakukan pinjaman, (b) Besarnya pinjaman, (c) Penggunaan dana pinjaman dan (d) angsuran pinjaman dan permasalahannya. Hasil penelitian menunjukkan adanya bantuan modal usaha memberikan peningkatan usaha yang dirasakan oleh responden. Data menunjukkan keseluruhan (100%) responden menyatakan adanya peningkatan usaha yang dijalankan dengan adanya bantuan peminjaman dana dari PT AP II. Strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan berdasarkan analisis SWOT berbobot adalah ( Mempertahankan program pendampingan secara intensif, (2) Membangun agen of change bagi pelaku usaha, (3) Melakukan promosi efektif dan efisien, ( Meningkatkan kinerja pemasaran dalam penyaluran, ( Meningkatkan dan mempertahankan fasilitasi bagi pelaku IKM, (6) Memperluas dan mempertahankan kemandirian IKM, ( Mempertahankan program-program PKBL dan (8) Memperbaiki saluran kemitraan. Berdasarkan hasil analisis QSPM, maka prioritas strategi terbaik yang harus dilakukan saat ini adalah: (1) Mempertahankan program-program PKBL (nilai TA 7,39); (2) Membangun agen of change bagi pelaku usaha (nilai TAS 7,28) dan (3) Meningkatkan dan mempertahankan fasilitasi bagi pelaku IKM (nilai TAS 7,10).
2.
SARAN Menjaga hubungan baik dengan pelaku usaha mitra binaan dan masyarakat kelompok sasaran melalui kunjungan rutin dan kegiatan bersama mitra binaan dan masyarakat kelompok sasaran. Perusahaan melakukan riset lanjutan untuk formulasi pola penyaluran dan pengembalian dana program kemitraan agar lebih efisien dan menguntungkan melalui pelibatan pakar akademik maupun professional secara periodik maupun berkesinambungan. Melakukan pengem-bangan pasar di luar wilayah Kota Tangerang, dengan tujuan meningkatkan kelompok sasaran dan pengembangan program PKBL melalui cabang-cabang PT AP II dan Pemda setempat.
DAFTAR PUSTAKA Afifah, R.Z dan A.H. Setiawan. 2012. Analisis Bantuan Modal dan Kredit Bagi Kelompok Pelaku Usaha Mikro Oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang. Diponegoro Journal of Economics. 1 (1) : 1Apituley, E.G. 2012. Pelaksanaan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT Telkom dengan Menggunakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Berpola Klaster. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Asy’ari, H 9 Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Modal Sosial Pada PT. Newmont. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang. Karya Ilmiah Tidak Dipublikasi. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/17529/1 /HASAN_ASY%E2%80%99ARI.pdf. [BPPSU] Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara. 2011. Studi Tentang Corporate Social Responsibility (CSR) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang Ada di Sumatera Utara. Executive Summary. Medan. Blessing “Himpunan Undang-Undang dan Peraturan tentang Waralaba Direct Selling UKM ”Blessing Jakarta Davenport, K. 2000. Corporate Citizenship, A Stakeholder Approach for Defining Corporate Social Performance and Identifying measures for Assessing it. Business and Society, 39 (2) : 210- 9 David, F.R. 1997. Strategic Management. 6th Prentice Hall International Inc. New Jersey. David, F.R. 2006. Manajemen Strategi Konsep (Terjemahan) Prehalindo, Jakarta. Engel, J.F., Blackwell, R.D. and Miniard, P.W. 1994. Perilaku Konsumen. (Terjemahan) Binarupa Aksara, Jakarta. Glueck, W.F dan L.R. Jauch. 999 Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan (terjemahan). Erlangga, Jakarta. Hadinoto, S. 2007. Micro Credit Challengge. Elex Media Komputindo, Jakarta Hubeis, M 9 ”Pengantar Industri Kecil Menengah ” Modul Kuliah, Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. a “Pengantar Industri Kecil Menengah ” Modul kuliah, Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kasali, R. 2005. Manajemen Public Relations. Jakarta. Ghalia Indonesia. Kinnaer, T.C., and J.R. Taylor. 1991, Riset Pemasaran, Dialihbahasakan oleh Yohanes Lamarto, Erlangga, Jakarta. Kirana, HST, Dwiatmanto, Achmad Husaini. 2015. Analisis Sistem dan Prosedur Pemberian Kredit Usaha Mikro dan Kecil (UMK) untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah (studi pada community development center (cdc) pt. telekomunikasi indonesia (persero), tbk kandatel malang periode Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 25 No. 2 Agustus. Kiryanto, Ryan. 2007. Langkah Terobosan Mendorong Ekspansi Kredit. Economic Review No. 208. Kotler, P. 99 . Manajemen pemasaran : Analisis, perencanaan, implementasi dan pengendalian. (edisi ke delapan). Salemba Empat, Jakarta.
9
Linton, L. 1995. Parthnership, Modal Ventura, Penerbit PT. IBEC, Jakarta Lubis, E ”Regulasi Industri Kecil Menengah ” Modul Kuliah, Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marcello. 2011. PKBL BUMN untuk Kesejahteraan Rakyat, 2 Oktober 2011.http://bataviase.co.id/node/773444 Marbun, B.N. 1996. Manajemen Perusahaan Kecil, Penerbit PT. Pustaka Binaman Presindo, Jakarta. Mulyono, M. 1996. Penerapan Produktivitas Dalam Organisasi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Naraduhita, D.C dan T. Sawarjuwono. 2012. Corporate Social Responsibility: Upaya Memahami Alasan Dibalik Pengungkapan Csr Bidang Pendidikan. Jurnal Akuntansi dan Auditing, 8 (2) 9 - 9 Neti, B. 2009. Manajemen Keuangan dan Permodalan Koperasi. http://www.netibudiwati.blogspot.com/2009/04/manajemen-keuangandanpermodalan.html. Diakses tanggal 7 Mei 2012. Nurbaety,A., Rina R, Hikmat R. Analisis Implementasi Corporate Social Responsibility PT Bio Farma Di Desa Sukamulya Kabupaten Sukabumi. Jurnal Sosioteknologi Volume 14, Nomor 2, Agustus 2015 Nurmianto, E dan A.H. Nasution. Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode AHP dan SWOT (Studi Kasus pada Kemitraan PT. INKA dengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun). Jurnal Teknik Industri. 6 (1) : 47Pearce, J.A. dan R.B. Robinson. 1997. Manajemen Strategik : Formulasi, Implementasi dan Pengendalian (Terjemahan, Jilid I). Bina Rupa Aksara, Jakarta. Pratama, MA. 2013. Analisis Efektivitas Corporate Social Responsibility dalam Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus pada Perkembangan UMKM Mitra Binaan PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari). Jurnal Natapraja Vol. I No.1, Mei 2013. Purwanto. 2008. Peran BUMN dalam Pembinaan dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Jurnal Penelitian Humaniora, 13 (2) : 19Rangkuti, F. 2008. Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. . 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi, Konsep, dan Strategi untuk Menghadapi Abad 21. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sayekti, Y.2011. Startegic Corporate Social Responsibility (CSR); Slack Resources, Kinerja Keuangan dan Earning Response Coefficient, Disertasi, Jakarta. Universitas Indonesia. Setyaningrum, G. 2010. Analisis Pelaporan dan Pelaksanaan Corporate Social responsibility berdasarkan Global Reporting Initiative Sustainability Reporting. Sharif, A., Abdul Kohar Irwanto, Tubagus Nur Ahmad Maulana. 2015. Strategi Optimasi Sistem Manajemen Risiko Pembiayaan pada Bank Jabar Banten Syariah. Jurnal Manajemen IKM, (143-150) Vol. 10 No. 2 Sugiyono, 2004. Statistik Nonparametrik untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.
Sulistyastuti, D.R. 2004. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia 1999-2001. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 9 (2) : 143Supriyadi, A 99 “Pola Kemitraan Usaha Kecil, Menengah dan Besar Dimasa yang Akan Datang”, Makalah dalam Temu Nasional Modal Ventura : Jakarta. Susilo, Y.S, S. Triandaru, dan A.T.B. Santoso. 2006. Bank & Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat. Susilo, S., Musa Hubeis dan Budi Purwanto. Pengaruh Karakteristik dan Perilaku UKM, serta Sistem Pembiayaan Terhadap Penyaluran Pembiayaan BNI Syariah Jurnal Manajemen IKM, Februari 2012 (1-9) Vol. 7 No. 1 Suryana, A.D, Sapta Raharja, Amiruddin Saleh . 2015. Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan di PKBL PT Sucofindo, Jakarta. Jurnal Manajemen IKM 10(1) 84-9 Sylviani. 2000. Kajian Pola Kemitraan Antar BUMN dengan Koperasi Dan Industri Kecil Kehutanan. Jurnal Sosial Ekonomi. 1 (1) :16Tambunan, T. 1997. Peranan Industri Kecil dalam Meningkatkan Nilai Tambah Ekonomi di Pedesaan. Simposium Industri Kecil. Universitas Kristen Indonesia. Jakarta. Tulus, T.H Tambunan. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Urata, Shujiro, “Policy Recommendation for SME Promotion in The Republic Indonesia” Japan International Agency, Jakarta. Dissertation.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
STRATEGI DAN KELAYAKAN PENYALURAN DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT ANGKASA PURA II PADA UKM KOTA TANGERANG Assalamu’alaikum Wr Wb Penelitian ini dilakukan sebagai syarat untuk memperoleh Magister Terapan Pada Program Studi Industri Kecil Menengah Institut Pertanian Bogor. Demi tercapainya tujuan penelitian ini, peneliti berharap Bapak/Ibu mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jujur, identitas dan jawaban Bapak/Ibu dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan penelitian ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebanyakbanyaknya atas kesediaan Bapak/Ibu yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner ini dan tidak lupa peneliti mohon maaf apabila terdapat pertanyaan yang kurang berkenan. Wassalamu’alaikum Wr Wb A. Keadaan Umum Responden 1. Nama 2. Alamat
: :
3. 4. 5. 6. 7.
Umur : Jenis Kelamin :( Status Perkawinan :( Jumlah Tanggungan Keluarga: Pendidikan Terakhir :( ( ( ( 8. Jenis Usaha :
9. Tahun Berdiri Usaha 10. Tempat Usaha 11. Kegiatan usaha sebagai
) Laki-laki ( ) Perempuan ) Menikah ( ) Belum ( ) Janda/Duda ) SD ) SLTP ) SLTA ) Perguruan Tinggi
: :
: ( ) Pekerjaan Pokok ( ) Pekerjaan Sampingan 12. Mengapa memilih wirausaha? ( ) Meneruskan usaha orang tua ( ) Inisiatif sendiri ( ) Karena tidak ada pekerjaan lain ( ) Sebagai tambahan penghasilan
Lanjutan Lampiran 1. B. Tentang Pembiayaan 13. Apa yang mendorong Bapak/Ibu melakukan pinjaman pembiayaan? ( ) Kekurangan modal ( ) Tingkat bagi hasil lebih menguntungkan ( ) Kemudahan dalam memperoleh pembiayaan ( ) Ingin mengembangkan usaha ( ) Lainnya, sebutkan 14. Berapa jumlah pembiayaan yang Bapak/Ibu pinjam? ................................
Rp
15. Dari pembiayaan yang bapak/Ibu pinjam, berapakah yang digunakan untuk mengembangkan usaha? Rp ................................. 16. Berapa angsuran yang Bapak/Ibu bayarkan? Rp ...............................
17. Pembiayaan diangsur secara: ( ) Harian ( ) Mingguan ( ) Bulanan 18. Apabila pernah mengalami kesulitan dalam mengangsur pembiayaan, bagaimana cara mengatasinya?
19. Apakah dikenakan denda?
C. Perkembangan Usaha dan Pendapatan 20. Berapa omset penjualan Bapak/Ibu ? a. Sebelum mendapatkan pembiayaan: Per hari Rp ............................. Per bulan Rp ............................. b. Setelah mendapatkan pembiayaan: Per hari Rp ............................. Per bulan Rp ............................. 21. Jumlah tenaga kerja a. Sebelum mendapatkan pembiayaan b. Setelah mendapatkan pembiayaan 22. Jumlah pelanggan a. Sebelum mendapatkan pembiayaan: Per hari............................. Per bulan.............................
: :
Lanjutan Lampiran 1. b. Setelah mendapatkan pembiayaan: Per hari............................. Per bulan............................. 23. Jumlah produk/barang/jasa yang terjual/produksi a. sebelum mendapatkan pembiayaan : Per hari ........................ Per bulan ........................ b. setelah mendapatkan pembiayaan Per hari ........................
:
Per bulan ........................ 24. Jumlah macam produk/barang/jasa a. sebelum mendapatkan pembiayaan
b. setelah mendapatkan pembiayaan
:
:
25. Sesudah mendapatkan pembiayaan, adakah perluasan tempat usaha?
Lanjutan Lampiran 1. BOBOT FAKTOR STRATEGIK INTERNAL FAKTOR INTERNAL
A. B. C. D. E. F. G. H. I. J.
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Total
Bobot
Memiliki SDM cukup secara kuantitatif Memiliki fasilitasi dan sarana memadai Memiliki program unggulan Pengelolaan keuangan akuntabel Adanya pendampingan dan pembinaan Infodokom masih lemah Kelembagaan dan program belum optimal Inovasi dan kreatifitas masih rendah Jejaring kemitraan masih lemah Masih ada kepentingan-kepentingan tertentu TOTAL
CONTOH PENGISIAN : ”Memiliki SDM cukup secara kuantitatif”(A pada baris/horizontal kurang penting dari ” Memiliki fasilitasi dan sarana memadai” (B pada kolom/vertikal. Maka nilainya = 1 ”Memiliki SDM cukup secara kuantitatif”(A pada baris/horizontal sama penting dengan ” Memiliki fasilitasi dan sarana memadai” (B pada kolom/vertikal. Maka nilainya = 2 ”Memiliki SDM cukup secara kuantitatif”(A pada baris/horizontal lebih penting dari ” Memiliki fasilitasi dan sarana memadai” (B pada kolom/vertikal. Maka nilainya = 3
BOBOT FAKTOR STRATEGIK EKSTERNAL FAKTOR EKSTERNAL
A. B. C. D. E. F. G. H. I. J.
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Total
Bobot
Memiliki potensi fund rising Memiliki UMKM relatif besar Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program Adanya dukungan pemda Membangun jaringan kemitraan Kebijakan pemerintah ttg CSR Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR Tingkat persaingan Ancaman pendatang baru Indikator perolehan proper TOTAL
CONTOH PENGISIAN : ” Memiliki potensi fund rising”(A pada baris/horizontal kurang penting dari ” Memiliki UMKM relatif besar” (B pada kolom/vertikal. Maka nilainya = 1 ” Memiliki potensi fund rising”(A) pada baris/horizontal sama penting dengan ” Memiliki UMKM relatif besar” (B pada kolom/vertikal. Maka nilainya = 2 ” Memiliki potensi fund rising”(A pada baris/horizontal lebih penting dari ” Memiliki UMKM relatif besar” (B pada kolom/vertikal. Maka nilainya =
Lanjutan Lampiran 1. A. PEMBERIAN
NILAI
PERINGKAT
TERHADAP
FAKTOR
STRATEGIK INTERNAL Pemberian nilai peringkat terhadap faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan Petunjuk Pengisian : 1. Pemberian nilai peringkat menunjukkan tingkat faktor strategik sebagai kekuatan atau kelemahan perusahaan, dengan didasarkan pada keterangan berikut : Nilai , jika faktor strategik tersebut dinilai menjadi kekuatan utama. Nilai , jJika faktor strategik tersebut dinilai menjadi kekuatan kecil. Nilai , jika faktor strategik tersebut dinilai menjadi kelemahan kecil. Nilai , jika faktor strategik tersebut dinilai menjadi kelemahan utama. 2. Pengisian kolom penilaian peringkat menggunakan tanda check list (√
KEKUATAN/KELEMAHAN KEKUATAN A. Memiliki SDM cukup secara kuantitatif B. Memiliki fasilitasi dan sarana memadai C. Memiliki program unggulan D. Pengelolaan keuangan akuntabel E. Adanya pendampingan dan pembinaan KELEMAHAN A. Infodokom masih lemah B. Kelembagaan dan program belum optimal C. Inovasi dan kreatifitas masih rendah D. Jejaring kemitraan masih lemah E. Masih ada kepentingan-kepentingan tertentu
Lanjutan Lampiran 1. B. PEMBERIAN NILAI PERINGKAT TERHADAP FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK EKSTERNAL Pemberian nilai peringkat terhadap faktor peluang perusahaan Petunjuk Pengisian : 1. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam meraih peluang yang ada, dengan didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang Sangat baik dalam meraih peluang. Nilai 3, jika perusahaan mempunyai kemampuan baik dalam meraih peluang. Nilai 2, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang sedang dalam meraih peluang. Nilai 1, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang kurang dalam meraih peluang. 2. Pengisian kolom penilaian peringkat menggunakan tanda check list (√
PELUANG A. Memiliki potensi fund rising B. Memiliki UMKM relatif besar C. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program D. Adanya dukungan Pemda E. Membangun jaringan kemitraan
9
Lanjutan Lampiran 1. 2. Pemberian nilai peringkat terhadap ancaman perusahaan Petunjuk Pengisian : 1. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada besarnya ancaman yang dapat mempengaruhi keberadaan perusahaan, dengan didasarkan pada keterangan berikut: Nilai
, jika faktor ancaman memberikan pengaruh yang sangat baik
terhadap perusahaan. Nilai
, jika faktor ancaman memberikan pengaruh baik terhadap
perusahaan. Nilai
, jika faktor ancaman memberikan pengaruh sedang terhadap
perusahaan. Nilai
, jika faktor ancaman tidak memberikan pengaruh terhadap
perusahaan. 2. Pengisian kolom penilaian peringkat menggunakan tanda check list (√
ANCAMAN A. Kebijakan pemerintah tentang CSR B. Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR C. Tingkat persaingan D. Ancaman pendatang baru E. Indikator perolehan proper
Lampiran 2. Pembobotan terhadap Kekuatan dan Kelemahan Tabel Bobot Faktor Strategik Internal Pakar 1 A
FAKTOR PENENTU Memiliki SDM cukup secara kuantitatif
(A)
Memiliki fasilitasi dan sarana memadai
(B)
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Total
Skor , ,
Memiliki program unggulan
(c)
Pengelolaan keuangan akuntabel
(D)
, 9
adanyapendampingan dan pembinaan
(E)
Infodokom masih lemah
(F)
,
9
,
9
9 ,
Kelembagaan dan program belum optimal
(G)
Inovasi dan kreatifitas masih rendah
(H)
jejaring kemitraan masih lemah
(J)
masih ada kepentingan-kepentingan tertentu Total
(K)
, , , , 9 ,
9
Pakar 2 FAKTOR PENENTU Memiliki SDM cukup secara kuantitatif
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Total
Skor
(A) ,
Memiliki fasilitasi dan sarana memadai
(B)
Memiliki program unggulan
(C)
9 , ,
Pengelolaan keuangan akuntabel
(D)
adanyapendampingan dan pembinaan
(E)
9 , ,
Infodokom masih lemah
(F)
Kelembagaan dan program belum optimal
(G)
Inovasi dan kreatifitas masih rendah
(H)
Jejaring kemitraan masih lemah
(J)
Masih ada kepentingan-kepentingan tertentu Total
(K)
, ,
9
,
9
, , ,
Lanjutan Lampiran 2. Pakar 3. A
FAKTOR PENENTU Memiliki SDM cukup secara kuantitatif
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Total
Skor
(A) ,
Memiliki fasilitasi dan sarana memadai
(B)
Memiliki program unggulan
(c)
, , Pengelolaan keuangan akuntabel
(D)
Adanya pendampingan dan pembinaan
(E)
, 9 , Infodokom masih lemah
(F)
Kelembagaan dan program belum optimal Inovasi dan kreatifitas masih rendah
(G)
Jejaring kemitraan masih lemah
(J)
Masih ada kepentingan-kepentingan tertentu Total
(K)
, , (H) , , , 9 ,
Pakar 4. A
FAKTOR PENENTU Memiliki SDM cukup secara kuantitatif
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Total
Skor
(A) ,
Memiliki fasilitasi dan sarana memadai
(B)
Memiliki program unggulan
(c)
, , 9 Pengelolaan keuangan akuntabel
(D)
Adanya pendampingan dan pembinaan
(E)
Infodokom masih lemah
(F)
Kelembagaan dan program belum optimal Inovasi dan kreatifitas masih rendah
(G)
Jejaring kemitraan masih lemah
(J)
Masih ada kepentingan-kepentingan tertentu Total
(K)
, 9 , , , (H) , 9 , , 9
9
9 ,
Lampiran 3. Pembobotan terhadap Peluang dan Ancaman Tabel Bobot Faktor Strategik Eksternal Pakar 1. (A) (B) (C)
Skor , , 9 ,
Adanya dukungan Pemda Membangun jaringan kemitraan Kebijakan pemerintah ttg CSR Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR
(D) (E) (F) (G)
, 9 , 9 , ,
Tingkat persaingan Ancaman pendatang baru Indikator perolehan proper Total
(H) (I) (K)
, , , ,
FAKTOR PENENTU Memiliki potensi fund rising Memiliki UMKM relatif besar Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program
A
B
C
D
E
F
G
H
I
K
Total
9 9 9
9
Pakar 2. FAKTOR PENENTU Memiliki potensi fund rising Memiliki UMKM relatif besar Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program
A
B
C
D
E
G
H
I
K
Total
(A) (B) (C)
Skor , , 9 , 9
Adanya dukungan Pemda Membangun jaringan kemitraan Kebijakan pemerintah ttg CSR Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR
(D) (E) (F) (G)
, , , ,
Tingkat persaingan Ancaman pendatang baru Indikator perolehan proper Total
(H) (I) (K)
, , , 9 ,
9
9
9
Lanjutan Lampiran 3. Pakar3. FAKTOR PENENTU Memiliki potensi fund rising Memiliki UMKM relatif besar Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program
A
B
C
D
E
G
H
I
K
Total
(A) (B) (C)
Adanya dukungan Pemda Membangun jaringan kemitraan Kebijakan pemerintah ttg CSR Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR
(D) (E) (F) (G)
Tingkat persaingan Ancaman pendatang baru Indikator perolehan proper Total
(H) (I) (K)
9
9 9
9
9
Skor , , 9 , , , 9 , 9 , , , , ,
9
Pakar 4. FAKTOR PENENTU Memiliki potensi fund rising Memiliki UMKM relatif besar Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program
A
B
C
D
E
G
H
(A) (B) (C)
I
K
Total
9
Skor , , 9 ,
Adanya dukungan Pemda Membangun jaringan kemitraan Kebijakan pemerintah ttg CSR Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR
(D) (E) (F) (G)
, 9 , 9 , , 9
Tingkat persaingan Ancaman pendatang baru Indikator perolehan proper Total
(H) (I) (K)
, , , ,
9
9
9
Lampiran 4. Penentuan Bobot Faktor Eksternal dan Internal Penilaian Bobot Faktor Strategik Eksternal (Berdasarkan bobot rataan dari pakar 1, 2, 3 dan 4) FAKTOR PENENTU
Bobot Pakar 2 Pakar 3
Pakar 1 Peluang Memiliki potensi fund rising Memiliki UMKM relatif besar Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program Adanya dukungan Pemda
(A) (B)
9
9
Rataan Pakar 4
9
9
9
(C) (D)
9
Membangun jaringan kemitraan Ancaman Kebijakan pemerintah tentang CSR Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR Tingkat persaingan
(E)
9
Ancaman pendatang baru
(J)
Indikator perolehan proper
(K)
9 9
9
9
(F) 9
(G)
9
(H) 9
9
Penilaian Bobot Faktor Strategik Internal (Berdasarkan bobot rataan dari pakar 1, 2, 3 dan 4) Bobot FAKTOR PENENTU Kekuatan Memiliki SDM cukup secara kuantitatif Memiliki fasilitasi dan sarana memadai Memiliki program unggulan Pengelolaankeuangan akuntabel Adanya pendampingan dan pembinaan
Pakar 1 A) B) C) D) E)
Pakar 2
Pakar 3
Pakar 4
9
9 9
Rataan
9 9 9 9
9 9
Kelemahan Infodokom masih lemah Kelembagaan dan program belum optimal Inovasi dan kreatifitas masih rendah Jejaring kemitraan masih lemah Masih ada kepentingan-kepentingan tertentu
9
F) 9
G) H) (J) (K)
9
9
9
9
9
Lampiran 5. Penentuan Rating Faktor Eksternal dan Internal Penentuan Rating Faktor Strategik Eksternal (Berdasarkan rataan dari rating pakar 1, 2 dan 3) Rating FAKTOR PENENTU Peluang Memiliki potensi fund rising Memiliki UMKM relatif besar Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program Adanya dukungan pemda
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
Pakar
Rataan
(A) (B)
, ,
, ,
, ,
, ,
, ,
(C)
,
,
,
,
,
(D)
,
,
,
,
,
Membangun jaringan kemitraan Ancaman Kebijakan pemerintah ttg CSR Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR Tingkat persaingan
(E)
,
,
,
,
,
(F)
,
,
,
,
,
(G)
,
,
,
,
,
(H)
,
,
,
,
,
Ancaman pendatang baru
(J)
,
,
,
,
,
Indikator perolehan proper
(K)
,
,
,
,
,
Penentuan Rating Faktor Strategik Internal (Berdasarkan rataan dari rating pakar 1, 2 dan 3) Rating FAKTOR PENENTU Kekuatan Memiliki SDM cukup secara kuantitatif Memiliki fasilitasi dan sarana memadai Memiliki program unggulan Pengelolaan keuangan akuntabel Adanya pendampingan dan pembinaan Kelemahan Infodokom masih lemah Kelembagaan dan program belum optimal Inovasi dan kreatifitas masih rendah Jejaring kemitraan masih lemah Masih ada kepentingankepentingan tertentu
Pakar
Pakar 2
Pakar 3
Pakar 4
Rataan
(A)
,
,
,
,
,
(B)
,
,
,
,
,
(C) (D)
, ,
, ,
, ,
, ,
, ,
(E)
,
,
,
,
,
(F)
,
,
,
,
,
(G)
,
,
,
,
,
(H)
,
,
,
,
,
(J)
,
,
,
,
,
(K)
,
,
,
,
,
Lampiran 6. Matriks EFE dan IFE
a. MATRIKS EFE Faktor Strategis Eksternal
Bobot
Rating
Skor
(a)
(b)
(a x b)
Peluang Memiliki potensi fund rising Memiliki UMKM relatif besar Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan program Adanya dukungan pemda Membangun jaringan kemitraan Ancaman Kebijakan pemerintah ttg CSR Persepsi pelaku usaha terhadap program CSR Tingkat persaingan Ancaman pendatang baru Indikator perolehan proper Jumlah
b. MATRIKS IFE Faktor Strategis Internal
Kekuatan Memiliki SDM cukup secara kuantitatif Memiliki fasilitasi dan sarana memadai Memiliki program unggulan Pengelolaan keuangan akuntabel Adanyapendampingan dan pembinaan Kelemahan Infodokom masih lemah Kelembagaan dan program belum optimal Inovasi dan kreatifitas masih rendah Jejaring kemitraan masih lemah Masih ada kepentingan-kepentingan tertentu Jumlah
Bobot
Rating
Skor
(a)
(b)
(a x b)
, , 9 , , 9 , 9
, , , , ,
, , , , , 9
, 9 , , 9 ,
, , , ,
, 9 , , ,
,
,
, ,
Lampiran 7. Nilai Attractiveness Score dari keempat pakar Faktor Kunci Peluang A Peluang B Peluang C Peluang D Peluang E Ancaman F Ancaman G Ancaman H Ancaman I Kekuatan A Kekuatan B Kekuatan C Kekuatan D Kekuatan E Kelemahan F Kelemahan G Kelemahan H Kelemahan I Kelemahan J Kelemahan K Ket : P1 : Pakar 1 P2 : Pakar 2 P3 : Pakar 3 P4 : Pakar 4
P1
P2
Strategi 1 P3 P4
rataan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,
P1
P2
Strategi 2 P3 P4
rataan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,
P1
P2
Strategi 3 P3 P4
rataan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,
P1
P2
Strategi 4 P3 P
rataan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,
Lanjutan Lampiran 7 Faktor Kunci Peluang A Peluang B Peluang C Peluang D Peluang E Ancaman F Ancaman G Ancaman H Ancaman I Kekuatan A Kekuatan B Kekuatan C Kekuatan D Kekuatan E Kelemahan F Kelemahan G Kelemahan H Kelemahan I Kelemahan J Kelemahan K Ket : P1 : Pakar 1 P2 : Pakar 2 P3 : Pakar 3 P4 : Pakar 4
P1
P2
Strategi 5 P3 P
rataan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,
P1
P2
Strategi 6 P3
rataan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,
P1
P2
Strategi 7 P3
rataan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,
P1
P2
Strategi 8 P3
rataan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 6 juni 1971 di Jakarta sebagai anak ke tiga dari Bapak Djoko Sampoerno dan Ibu Asmaraningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bhakti Pembangunan Jurusan Manajemen Keuangan Perbankan pada tahun 2000. Penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2014. Penulis berprofesi sebagai wiraswastawan sejak tahun
sampai
sekarang di bidang bisnis support airport. Penulis menikah dengan Hamidah pada tahun 2005 dan dikaruniai dua orang anak, anak pertama bernama Kevin Laksono (10 tahun) dan anak kedua bernama Parsya Laksono (6 tahun).