STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PERLUASAN AREAL PERTANAMAN JAGUNG DI KALIMANTAN TIMUR Mastur Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek Sidomulyo, Ungaran, Semarang 50501 Telp./Fax (024)6924966, email
[email protected] ABSTRAK Masalah yang dihadapi dalam peningkatan produksi jagung di Kaltim antara lain : 1) penerapan teknologi terbatas, 2) pertanian rakyat berskala kecil, 3) upah tenaga kerja mahal, 4) aksesibilitas untuk sarana dan pemasaran terbatas, dan 5) program pengembangan jagung belum mengakomodasi keadaan biofisik dan sosio-eko-kultur. Makalah ini membahas situasi dan strategi peningkatan produktivitas dan areal jagung di Kaltim berdasar pengamatan lapangan, sumber data informasi sekunder, serta beberapa pengalaman BPTP Kaltim. Areal tanam jagung di Kaltim sangat fluktuatif dan hanya berkisar 5.000 ha, dengan laju produktivitas cenderung menurun. Intensifikasi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas jagung saat ini. Ekstensifikasi jagung dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan alang-alang atau lahan tidur lain pada kawasan budidaya tanaman semusim lahan kering. Mekanisasi perlu diarahkan pada lahan intensifikasi dan ekstensifikasi agar efisiensi penggunaan tenaga kerja yang langka dan mahal dapat ditekan, dan peningkatan hasil tanaman. Penerapan PTT akan meningkatkan produktivitas, dan memerlukan dukungan sarana produksi, sekolah lapang, dan pendampingan. Peningkatan areal tanam dilakukan melalui peningkatan IP, penanaman sistem tumpangsari pada lahan perkebunan dan hutan tanaman industri masih muda, optimasi lahan, dan pembukaan lahan baru. Kata Kunci: Jagung, produktivitas, mekanisasi
PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) memiliki potensi sumberdaya lahan yang luas, namun belum dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung swasembada pangan, khususnya jagung. Komoditas jagung sangat penting sebagai pendukung agribisnis peternakan dan makanan (Badan Litbang Pertanian 2005) maupun makanan pokok beberapa masyarakat seperti di pegunungan Kedu, Madura, dan Nusatenggara. Sumberdaya lahan Kaltim baru dimanfaatkan untuk pertambangan dan kehutanan, sedangkan untuk pertanian masih terbatas. Hal itu tercermin dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim yang masih didominasi oleh sektor pertambangan dan energi serta olahannya yang pada tahun 2007 mencapai 76,4%, sedangkan kontribusi sektor pertanian baru mencapai 9,6% (Bappeda Kaltim 2009). Karena itu,
31
Seminar Nasional Serealia 2011
peningkatan produksi pertanian termasuk jagung melalui upaya peningkatan produktivitas maupun areal tanam sangat penting dalam mendukung swasembada jagung sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan pokok, industri pakan unggas, industri makanan, maupun produk tepung, minyak, dan bahan lainnya. Masalah yang terkait dengan peningkatan luas areal jagung di Kaltim antara lain: 1) program cetak lahan untuk usahatani jagung terbatas, 2) skala budidaya masih kecil (small holder), 3) investasi untuk estate jagung belum dikembangkan, 4) mekanisasi masih belum diterapkan, serta 5) kebijakan dan program pengembangan jagung belum optimal. Rendahnya produktivitas jagung terutama disebabkan oleh teknologi budidaya terbatas yang disebabkan oleh: 1) penggunaan benih berlabel varietas unggul terbatas, 2) pemupukan dan ameliorasi belum sesuai
rekomendasi, 3) serangan organisme penggangu tumbuhan (OPT) dan kekeringan sering terjadi, serta 4) pengolahan tanah, penanaman, dan panen belum diterapkan dengan baik. Makalah ini membahas situsi dan strategi peningkatan produktivitas dan areal jagung di Kaltim berdasar pengamatan lapangan, data dan informasi sekunder, serta beberapa pengalaman BPTP Kaltim. Gagasan yang disampaikan dalam makalah ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam pengkajian dan pengembangan jagung di Kaltim maupun wilayah lain yang serupa. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS DAN AREAL TANAM Meskipun propinsi Kaltim memiliki luas mencapai 20 juta hektar atau satu setengah kali pulau Jawa, namun areal tanaman pangan khususnya jagung masih kurang dari 10.000 ha. Hal ini terutama disebabkan oleh: 1) jumlah penduduk sangat jarang (sekitar tiga juta jiwa) dan tidak merata, sekitar separuhnya bermukim di empat kota yaitu Samarinda, Balikpapan, Bontang, dan Tarakan, 2) pengelolaan jagung hingga saat ini masih merupakan sistem pertanian rakyat (bukan estate), 3) masih adanya kendala pemasaran, serta 4) masih terbatasnya dukungan program, sarana, dan prasarana serta aksesibilitas. Luas areal pengembangan jagung di Kaltim pada kurun waktu 2002-2008
berkisar antara 5000 hingga 6000 hektar (ha). Luas pengembangan jagung cenderung berfluktuasi fluktuatif dan bahkan menurun. Produktivitas terendah terjadi pada tahun 2002 (1,9 ton/ha) dan tertinggi pada tahun 2008 (2,4 ton/ha), jauh lebih rendah dibanding rata-rata nasional. Produktivitas jagung pada kurun waktu 2002-2004 meningkat cepat, sesudahnya relatif naik (Tabel 1). Luas areal jagung terendah (4.7 ha) terjadi pada tahun 2005 dan tertinggi (6.4 ha) tahun 2002, sedangkan produksi pada tahun 2003 hanya 10.997 ton (terendah) dan 14.410 ton pada tahun 2006. Areal pengembangan jagung yang memiliki produktivitas tertinggi terdapat di Kabupaten Paser dan Kutai Kartanegara (Kukar) dengan luas masing-masing 3,5 ha dan 3,1 ha (BPS Kaltim 2008). Daerah pengembangan jagung tersebut, memiliki aksesibilitas cenderung lebih baik dibanding beberapa kabupaten lain. Produksi jagung tertinggi diperoleh dari PPU dan Kukar, disusul oleh Bulungan, Nunukan, Paser, dan Kutim. Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) memiliki areal terluas disusul oleh Bulungan, Kukar, Nunukan, dan Kutim. Apabila dibandingkan luas pengembangan jagung dengan luas daerah tersebut, terlihat masih timpang. Areal pengembangan jagung yang berada di sekitar empat kota besar, banyak ditujukan untuk sayuran yang dipanen muda.
Tabel 1. Perkembangan Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Jagung di Kaltim Tahun 2002-2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Luas Panen (ha) 6.4 5.3 5.5 4.7 6.1 4.9 5.4
Produksi (ton) 12.2 11.0 12.4 11.2 14.4 11.6 12.8
Produktivitas (kg/ha) 1912 2071 2300 2368 2381 2362 2381
(sumber : diolah dari BPS Kaltim 2007 dan 2009)
32
Mastur : Strategi Peningkatan Produktivitas dan Perluasan Areal Pertanaman Jagung di Kalimantan Timur
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI DAN NILAI TAMBAH JAGUNG Jagung merupakan komoditas pangan yang meskipun bukan merupakan bahan pangan pokok namun memiliki diversifikasi produk yang luas. Itu berarti pengembangan jagung selain memberi peluang penguatan ketahanan pangan, juga diharapkan mampu menjadi penghela agribisnis dan agroindustri berbasis jagung. Intensifikasi. Intensifikasi terutama ditujukan pada areal yang sesuai secara biofisik dan telah mengembangkan jagung. Intensifikasi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas melalui penerapan teknologi budidaya seperti pengolahan tanah, cara penanaman, pemupukan, pengolahan tanah, pengendalian OPT, pengairan, serta panen danpasca panen yang tepat (Musa et al. 2007; Nel et al. 1996.). Berdasar pengalaman, penerapan teknologi budidaya saja belum cukup. Karena itu, saat ini digunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang diterapkan secara spesifik lokasi dan bersifat integratif, interaktif, dinamis, dan partisipatif. SL-PTT merupakan metode diseminasi agar PTT dapat diterapkan petani. Ekstensifikasi. Masalah produksi pangan nasional terutama adalah luas lahan baku yang masih kurang dibanding dengan target produksi untuk swasembada. Areal tanam jagung Kaltim saat ini masih sedikit dibanding dengan potensi lahan tersedia. Ekstensifikasi terutama ditujukan pada lahan-lahan di luar kawasan lindung, kawasan hutan, dan hutan primer. Berbeda dengan di Jawa yang pemilikan lahannya rata-rata kurang dari setengah hektar, ketersediaan dan pemilikan lahan di Kaltim masih sangat luas, menjadikan daerah ini potensial untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai penghasil jagung, terutama melalui ekstensifikasi dan mekanisasi. Mekanisasi. Modernisasi pertanian tidak hanya penting untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi
33
Seminar Nasional Serealia 2011
usahatani, namun juga penting untuk menarik generasi muda masuk dalam dunia pertanian (Mastur 2010). Mekanisasi pra dan pascapanen mutlak harus dilakukan di Kaltim mengingat nisbah lahan terhadap tenaga kerja yang tinggi. Selain itu, upah tenaga kerja yang tinggi juga menguntungkan bila menerapkan mekanisasi karena mampu menekan biaya usahatani. Pengalaman pembinaan Prima Tani di Kutim, dengan pemilikan lahan petani sekitar lima hektar, dan dua hektar ditanami jagung yang dikelola secara mekanisasi, pendapatan petani per musim dapat mencapai Rp. 10.000.000/KK. Konservasi dan rehabilitasi. Konservasi tanah mutlak dilakukan, baik pada lahan datar maupun lahan berlereng. Lahan datar dan berlereng memerlukan konservasi kesuburan tanah, khususnya pemeliharaan bahan organik tanah yang cukup agar produktivitas tinggi. Pada lahan miring, konservasi secara mekanik atau vegetatif perlu dilakukan seperti pembuatan gulud, teras gulud, teras kredit, teras bangku atau pertanaman lorong diperlukan sesuai karakteristik lahan. Rehabilitasi lahan kritis baik berupa padang alang-alang maupun bekas tambang perlu dilakukan, terutama menggunakan metode vegetatif. Integrasi. Integrasi jagung dengan ternak sangat menguntungkan. Pada keadaan ini, penanaman jagung varietas stay green, sifat-sifat spesifik lain yang dikehendaki, dan produktivitas tinggi juga penting untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia. Sisasisa tanaman jagung dapat dibuat pakan seperti hay atau silase atau jenis lain. Bariroh dan Mastur (2006) menghitung potensi limbah jagung saat itu mampu mencukupi kebutuhan 4.000 ekor sapi di Kaltim. Dari ternak dapat diperoleh pupuk kandang, atau dimanfaatkan untuk biogas. Apabila luas areal jagung di suatu wilayah mencapai 1000 ha, maka akan diperoleh sekitar 10.000 ton limbah jagung. Bila yang dapat dimanfaatkan 75%, maka akan tersedia 7.500 ton limbah jagung. Limbah jagung mengandung protein kasar (5,6-9,7%),
lemak kasar (1,6-2,2%), serat kasar (23,3-26,3%), bahan kering (21,776,6%). Pemanfaatan limbah jagung perlu dimasyarakatkan dan dimasukkan ke dalam program pemerintah pusat atau daerah. Selain jagung, untuk pengembangan ternak sapi sebagai sumber protein utama dapat ditanam gamal atau legum lain. Diversifikasi. Diversifikasi terutama dimaksudkan untuk memberi dukungan pada penurunan konsumsi beras 1,5% per tahun. Beberapa daerah seperti dataran tinggi Kedu, Madura, dan Nusatenggara masih menjadikan jagung sebagai makanan pokok. Penurunan konsumsi beras secara tidak langsung dapat terjadi melalui peningkatan konsumsi makanan berbsis jagung. Industrialisasi. Jagung memiliki keunggulan dalam hal diversifikasi produk yang jauh lebih banyak dibanding tanaman padi dan beberapa tanaman pangan lain. Industrialisasi dapat dikembangkan di suatu kawasan berbasis jagung. Biji jagung dapat dimanfaatkan langsung atau diolah menjadi pakan, makanan, minuman, dan minyak goreng. Industri pakan yang berkembang akan mendorong industri unggas serta olahannya. Negara tetangga terdekat Kaltim bagian utara adalah Malaysia (timur), Brunai, dan Filipina merupakan dua negara pertama yang disebutkan memiliki pendapatan per kapita tinggi, mengimpor pangan padi, jagung, dan daging sapi (Bello 2004). Konsumsi daging ayam kedua negara tersebut banyak dipenuhi dari industri domestik, namun bahan baku pakan hampir seluruhnya diimpor. Pengembangan jagung di Kaltim secara luas, produktif, dan efisien dapat mendorong industri pakan yang efisien, serta industri unggas yang berdaya saing. Sebagai negara dengan penduduk relatif sedikit (jarang) mereka menerapkan kebijakan longgar untuk impor. Karena itu, penetrasi ekspor ke negara tetangga dapat dimulai dari jagung, pakan, daging dan telur unggas, kemudian olahan produk unggas yang berdaya saing makin tinggi.
34
Berdasar hal tersebut di atas, maka peningkatan produktivitas dan produksi jagung sangat penting dalam mendukung ketahanan pangan, peningkatan pendapatan dan devisa. Destiana (2010) menyebutkan bukti ketahanan peternakan unggas dari dampak krisis global dua tahun lalu. Perunggasan yang kuat terbukti mampu menyumbang PDB dan tenaga kerja yang besar. Dengan tercapainya ekspor, maka perunggasan juga mampu mendukung perolehan devisa. Karena itu pengembangan SLPTT jagung dan komoditas lain untuk peningkatan produktivitas sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan pangan dan industri, baik langsung dari produk utama maupun produk samping dan limbahnya (DBNR 2010). STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS Produktivitas jagung di Kaltim masih sangat rendah, terutama disebabkan oleh penerapan paket teknologi spesifik lokasi belum banyak dilakukan. Penggunaan benih berlabel sebagian besar belum dilakukan, dan sebagian kecil telah menggunakan benih unggul hibrida komersial. Perbenihan jagung sulit karena lokasi pengembangan jagung terpencar, sempit dan aksesibilitas sulit sehingga distribusi benih berlabel sulit, mahal, perlu waktu lama sampai lokasi tujuan. Penggunaan varietas komposit sebenarnya lebih cocok, karena petani atau penangkar lokal dapat memproduksi dengan mudah di sekitar lokasi pertanaman. Jagung komposit varietas Sukmaraga, sebagai contoh, nampaknya sesuai untuk kondisi Kaltim yang didominasi tanah masam. Demikian halnya varietas Lamuru, diperkirakan sesuai untuk kondisi lahan kering dengan curah hujan eratik. Varietas stay green sangat cocok diintegrasikan dengan ternak. Penerapan pendekatan PTT perlu dilakukan dengan pendampingan penyuluh melalui metode sekolah lapang (SL). Karena itu, transfer pengetahuan
Mastur : Strategi Peningkatan Produktivitas dan Perluasan Areal Pertanaman Jagung di Kalimantan Timur
dari pengkaji BPTP ke penyuluh melalui berbagai pelatihan dan media informasi sangat penting. Selanjutnya, peran penyuluh yang memiliki kompetensi cukup dalam penerapan SL-PTT jagung sangat menentukan keberhasilan adopsi PTT oleh petani. Sebagai sebuah pendekatan peningkatan produktivitas, PTT penting agar komponen teknologi yang diterapkan betul-betul sesuai dengan kondisi biofisik dan sosio-ekokultur masyarakat. Aspek biofisik yang menentukan adalah karakter yang menjadi penciri Kaltim, yaitu tanah masam, miskin hara, tadah hujan, lahan dengan topografi berlereng. Menurut Hidayat dan Mulyani (2005), lahan elevasi rendah di Kaltim banyak didominasi topografi datarberombak (6,029 juta ha), berbukit (3,970 juta ha), dan sekitar 15, 68 juta hektar (75%) merupakan lahan masam. Karena itu, perbaikan kemasaman tanah dengan bahan organik dan kapur, pemupukan spesifik lokasi dengan dukungan peralatan BWD, PUTK, atau rekomendasi pengkaji atau penyuluh perlu mendapat perhatian. Mengingat sulitnya sumber pengairan pada sebagian lahan tadah hujan, maka upaya konservasi air melalui mulsa, pengendalian pengolahan tanah, dan pembuatan embung sangat diperlukan. Aspek sosio-eko-kultur penting yang perlu mendapat perhatian adalah areal tanam per kapita cukup luas, kelangkaan tenaga kerja, upah tenaga kerja mahal, sarana dan prasarana mahal, terbatas, dan sulit, pemasaran sulit karena permintaan kecil (penduduk jarang). Karena itu, pengelolaan jagung relatif sulit sehingga teknologi yang diintroduksikan perlu memperhitungkan hal tersebut. Intensifikasi budidaya dan pascapanen disarankan dilakukan dengan dukungan mekanisasi. Kegiatan SL-PTT jagung di lokasi Primatani Desa Bual-bual, Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2006-2010 relatif berhasil. Tiap KK dapat mengelola lahan usahatani jagung rata-rata 2 ha dengan produktivitas 5 t/ha.
35
Seminar Nasional Serealia 2011
STRATEGI PERLUASAN AREAL Pencapaian swasembada jagung berkelanjutan memerlukan dukungan peningkatan produktivitas dan areal tanam. Peningkatan areal tanam jagung dapat dilakukan dengan 1) peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah maupun lahan kering, 2) perluasan pertanaman jagung secara tumpang sari pada kawasan perkebunan, kehutanan, maupun lahan lain, 3) pembukaan lahan baru, serta 4) optimasi pemanfaatan lahan bera dan lahan alangalang. Peningkatan IP pada lahan pertanian di Kaltim masih dapat dilakukan mengingat IP umumnya masih rendah (mendekati satu). Untuk dapat melaksanakan cara ini, diperlukan kajian tentang IP lahan pertanian saat ini, didukung dengan analisis data hujan dan tanah. Pada lahan sawah, penanaman jagung dapat dilakukan setelah pertanaman padi dan kondisi sesudahnya dengan ketersediaan air terbatas. Penanaman jagung juga dapat dilakukan pada areal perkebunan atau kehutanan pada awal siklus atau umur muda diantara tegakan pohon. Dengan cara demikian, petani sudah mendapat penghasilan ketika tanaman pokok belum menghasilkan. Potensi sumberdaya lahan Kaltim untuk ekstensifikasi jagung masih luas. Menurut Mastur et al. (2006b), untuk perluasan areal jagung di Kaltim dapat memanfaatkan kawasan budidaya tanaman pangan lahan kering seluas 1,024 juta ha, dan lahan sawah yang ada pada kawasan budidaya tanaman pangan semusim lahan basah seluas 622,5 ha. Potensi lahan kering tersebut dapat dikembangkan dengan didahului survei kesesuaian lahan untuk mengetahui areal definitif. Karakteristik hujan perlu dianalisis untuk membuat kalender tanam jagung. Secara umum curah hujan di banyak tempat relatif merata. Badan Litbang Pertanian (2005) menyebutkan luas areal sesuai untuk jagung di Kaltim 9.110.136 ha. Pembukaan areal baru perlu didukung dengan perbaikan lahan
karena kesuburan tanah dengan tingkat kemasaman tinggi dan ketersediaan hara rendah. Tanah di Kaltim di bawah vegetasi hutan memiliki kandungan bahan organik tinggi, namun setelah dibuka cepat menurun. Karena itu tanah di Kaltim memiliki kemampuan menjerap air dan hara yang rendah. Kapasitas infiltrasi tanah rendah juga sehingga banyak curah hujan yang menjadi limpasan. Kemarau dalam beberapa hari segera membuat tanah kering. Berdasar survei kesesuaian lahan dapat ditentukan areal intensifikasi, areal diversifikasi, dan ekstensifikasi. Daerah intensifikasi merupakan daerah yang saat ini dikembangkan untuk jagung, dan berdasar hasil survei sesuai untuk jagung. Daerah diversifikasi merupakan daerah yang sesuai untuk jagung namun sekarang belum dikembangkan untuk jagung. Daerah ekstensifikasi merupakan pemanfaatan padang alangalang, semak belukar, atau lahan tidur. Kabupaten Kutai Barat (Kubar) dan Kutai Timur (Kutim) memiliki lahan kering potensial lebih luas dibanding lainnya, disusul Kabupaten Paser, gabungan Kukar dan Samarinda, Paser, dan Berau. Namun apabila ditambahkan lahan basah, Kubar dan Kukar memiliki areal terluas. Meskipun areal cukup luas, kesuburan tanah umumnya rendah (Djaenuddin et al. 2002; Mastur et al. 2006b). Tanah di Kaltim banyak terbentuk dari batuan Aluvial dan sedimen miskin. Pada daerah barat ke barat laut, yang merupakan jantung Kalimantan, dijumpai batuan plutonik. Areal tersebut masih bersifat umum sehingga diperlukan pemetaan kesesuaian lahan secara spesifik. Berdasar pengalaman, areal sesuai biasanya juga sesuai untuk berbagai tanaman, karena adanya keserupaan kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan.
36
KESIMPULAN 1.
Masalah peningkatan luas areal pertanaman jagung di Kaltim antara lain: 1) program cetak lahan terbatas, 2) skala budidaya kecil, 3) investasi estate belum berkembang, 4) mekanisasi belum diterapkan, serta 5) kebijakan dan program belum optimal.
2.
Rendahnya produktivitas jagung terutama disebabkan oleh: 1) benih berlabel terbatas, 2) pemupukan dan ameliorasi belum sesuai rekomendasi, 3) serangan organisme penggangu tumbuhan (OPT) serta 4) pengolahan tanah, penanaman, dan panen belum diterapkan dengan baik.
3.
Lahan sesuai untuk tanaman jagung di Kaltim mencapai 564.783 ha. Kemasaman dan kesuburan tanah yang rendah perlu diatasi dengan penggunaan varietas unggul adaptif, serta paket teknologi ameliorasi dan pemupukan.
4.
Strategi pengembangan agribisnis jagung adalah: 1) intensifikasi jagung pada areal tanam saat ini, 2) estensifikasi areal ke lahan baru atau terlantar, 3) mekanisasi pra dan pascapanen, 4) konservasi dan rehabilitasi untuk menjaga kelestarian sumberdaya, 5) integrasi pertanaman jagung dengan ternak, serta 6) industrialisasi berbasis jagung.
5.
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan terutama dengan penerapan pendekatan PTT secara luas dan intens dengan penyediaan sarana dan pelaksanaan sekolah lapang.
6.
Peningkatan areal tanam dapat dilakukan melaui peningkatan IP, tumpangsari jagung pada areal perkebunan atau hutan yang masih muda, pembukaan lahan baru, dan optimasi lahan bera, alang-alang, dan lain-lain.
Mastur : Strategi Peningkatan Produktivitas dan Perluasan Areal Pertanaman Jagung di Kalimantan Timur
DAFTAR PUSTAKA Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kalimantan Timur (Bappeda Kaltim). 2009. Strategi dan arah kebijakan pembangunan pertanian dalam arti luas menuju Kaltim Bangkit 2013. Bappeda Kaltim 10(7):3338.
Badan
Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur (BPS Kaltim). 2007. Kalimantan Timur dalam Angka. Samarinda.
Badan
Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur (BPS Kaltim). 2008. Kalimantan Timur dalam Angka. Samarinda.
Badan
Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur (BPS Kaltim). 2009. Kalimantan Timur dalam Angka. Samarinda.
Departemen Pertanian. 2008. SekolahLapang-Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Jagung. Heriansyah, N.R. Bariroh, D. Daniel, D. Nastiti, S.P. Rahayu, F.R. Abadi. 2008. Prima Tani Mendukung Agropolitan Sangsaka di Kutim. Laporan Akhir. BPTP Kaltim, Samarinda. Hidayat, A. Dan A. Mulyani.2005. Lahan kering untuk pertanian. Hal 7-38. Dalam Teknologi Pengelolaan
37
Seminar Nasional Serealia 2011
Lahan Kering, A. Adimihardja dan Mappaona. Puslitbangtanak, Bogor. Mastur.
2010. Upaya percepatan pembangunan pertanian Kalimantan Timur. dalam Membangun Kaltim untuk Semua. BMPD Kaltim. hal 52-69.
Mastur, D. Nastiti, M. Hidayanto, N.R. Bariroh, I. Sulistyono, Heriansyah, A.H. Widodo, dan S.P. Rahayu. 2006a. Laporan Kegiatan Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian Kalimantan Timur: Perspektif Pengembangan Komoditas Pertanian Unggulan di Kawasan Perbatasan. BPTP Kaltim, Samarinda. Mastur, Heriansyah, dan A.H. Widodo. 2006b. Laporan Kegiatan: Peta Arahan Tata ruang Pertanian Propinsi Kalimantan Timur. BPTP Kaltim, Samarinda. Musa, Y., Nasaruddin, dan M.A. Kuruseng. 2007. Evaluasi produktivitas melalui pengelolaan populasi tanaman, pengolahan tanah, dan dosis pemupukan. J. Agrisistem 3(1):21-33. Nel, P.C., R.O. Barnard, R.E. Steynberg, J.B. de Beer, and H.T. Groeneveld. 1996. Trens inmaize grain yields in a long-term fertilizar. Field Crops Research 47:53-64.