STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH MELALUI PENDEKATAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
YUNIZAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
71
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
September 2013
YUNIZAR H.252100175
72
RINGKASAN YUNIZAR. Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA dan TRIDOYO KUSUMASTANTO. Kabupaten Kepulauan Anambas berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, memiliki luas wilayah laut sebesar 98,65 persen dari total luas wilayahnya, dengan penduduk sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan, sehingga dianggap tepat menerapkan konsep pembangunan atau pengembangan wilayah melalui sektor kelautan dan perikanan khususnya program minapolitan. Tujuan kajian ini adalah untuk: 1) Mengidentifikasi potensi sumberdaya perikanan di wilayah Anambas; dan 2) Merumuskan strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Deskriptif, Location Quotient (LQ), Analisis internal dan eksternal (IFE-EFE) serta analisis Strenghts Weaknesses Opportunities Threat (SWOT), dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Hasil identifikasi dan analisis faktor-faktor internal bahwa potensi sumberdaya perikanan budidaya sangat memungkinkan untuk dilakukan pengelolaan yang lebih optimal dan dikembangkan untuk meningkatkan produksi dan produktifitas, namun prasarana dan sarana perikanan sangat terbatas, sehingga perlu peningkatan dan pembangunan infrastruktur sektor kelautan dan perikanan. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi PDRB atas harga berlaku (ADHB) baik dengan Migas, bahwa sektor perikanan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap PDRB Anambas, yakni rata-rata sebesar 13,62 persen, dan tanpa Migas rata-rata sebesar 57,68 persen. Sehingga sektor perikanan dapat dikatakan merupakan sektor unggulan yang memiliki potensi untuk dikembangkan karena memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan PDRB Anambas. Hasil perhitungan nilai indeks LQ berdasarkan PDRB harga berlaku (ADHB) dengan Migas periode 2008-2010, bahwa sektor perikanan memiliki nilai indeks LQ rata-rata 3,84 dan tanpa Migas 15,05; sehingga dapat dikatakan bahwa sektor perikanan baik berdasarkan Migas maupun tanpa Migas merupakan sektor basis atau sektor unggulan yang memiliki keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan supaya dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah terutama untuk kesejahteraan masyarakat. Hasil analisis faktor-faktor internal dan eksternal melalui matriks IFE-EFE dan analisis matriks SWOT, dapat dirumuskan 6 (enam) alternatif strategi. Selanjutnya berdasarkan hasil matriks QSPM diperoleh urutan prioritas strategi yakni: 1) Membangun prasarana dan sarana sektor kelautan dan perikanan; 2) Membuat kajian dan perencanaan sektor kelautan dan perikanan; 3) Memprioritaskan program yang mendukung minapolitan; 4) Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan; 5) Menetapkan Anambas sebagai kawasan minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat; dan 6) Membangun jaringan kerja sama dengan berbagai lembaga. Kata kunci : Pengembangan Wilayah, “Minapolitan”, Anambas, LQ, SWOT dan QSPM.
73
SUMMARY YUNIZAR. Regional Development Strategy through “Minapolitan” Approach in the Regency of Anambas Islands. Supervised by MA'MUN SARMA and TRIDOYO KUSUMASTANTO. The Regency of Anambas Islands is characterized mostly by sea area, which covers 98.65 percent of the total region and its population are mostly fishermen. Therefore, it is considered to apply the concept of regional development through a “Minapolitan” program. The objectives of this study are to: 1) identify potential fishery resources and 2) to formulate alternative strategies for the regional development through a minapolitan approach. The methods of analyses used were Descriptive Analysis, Analysis of Location Quotient (LQ), Analysis of External Factors Evaluation (EFE) and Internal Factors Evaluation (IFE), and Strenghts Weaknesses Opportunities Threats Analysis (SWOT), and to determine strategic priorities, it used an Analysis of Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). The analysis showed that there are fishery resources potential for further development but constraint by infrastructure and facilities. Based on the distribution of Gross Regional Domestic Pruduct (GRDP) at current market prices including oil and gas, the study showed that the fishery sector contributed an average of 13.62 percent, whereas without oil and gas it is accounted for an average of 57.68 percent. Thus, the fishery sector can be concluded to be the leading sector having the potential for development because it provides a very large contribution to the growth of the regional economy. Further, more based on the calculation of LQ for GRDP (2008-2010) with oil and gas included, the LQ value of fishery sub-sector was on average 3.84 and without oil and gas the average value was 15.05. Thus, it can be concluded that based on the GRDP with or without oil and gas, the fishery sub-sector is the basic or leading sector with a comparative advantage that can be developed in order to provide a major contribution to the economic growth of the region, especially for the welfare of the communities. The results of internal and external factor analyses based on the IFE-EFE and SWOT matrix result 6 (six) formulated alternatif strategies. Finally, based on the QSPM matrix, a priority was obtained in terms of the order of prioritized strategies that are necessary for the Regency Government of Anambas Islands namely: a) to build the infrastruture for the marine and fishery sector to support the “minapolitan” program, b) to improve planning or studies in developing marine and fishery sector, c) to prioritize programs to support the “minapolitan” program, d) to improve assistantship and capacity building for fishermen, e) to set up Anambas as a minapolitan region through central goverment regulations, and f) to build cooperation network with various parties. Keywords: Regional development, “Minapolitan”, QSPM.
Anambas, LQ, SWOT and
74
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
75
STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH MELALUI PENDEKATAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
YUNIZAR
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
76
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Judul Tugas Akhir Nama NRP
: Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Yunizar H.252100175
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
~-----~~-----------
Dr. Jr. Ma'mun Sanna, MS. M.Ec Ketua
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
----~
Dr. Jr. Ma'mun Sanna, MS. M.Ec
Tanggal Ujian: 20 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
1 G SEP 2013
77
Judul Tugas Akhir Nama NRP
: Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. : Yunizar : H.252100175
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec Ketua
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian: 20 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
78
PRAKATA
Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, ridho dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian dengan judul “Pengembangan wilayah melalui pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas”. Penulisan kajian ini merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan dorongan semangat dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para dosen dan pimpinan beserta pengelola Program Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Juga ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Drs. Tengku Mukhtaruddin Bupati Kepulauan Anambas, 2. Bapak Abdul Haris, SH Wakil Bupati Kepulauan Anambas, 3. Bapak Drs. Raja Tjelak Nur Djalal, M.Si Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas. yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Ayahnda Kailani (almarhum) dan Ibunda tercinta Hj. Masanti, Isteriku Indah Srie Purwatiningsih, SP dan anakku tersayang Ayunda Nurul Arifah serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dorongan, semangat dan perhatian serta doa sampai selesainya pendidikan ini. Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan kajian ini semoga hasilnya bermafaat untuk kita semua, terutama kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas dalam rangka pengembangan program Minapolitan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Amin
Bogor,
September 2013
YUNIZAR
79
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... ... 1 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 5 1.3 Tujuan Kajian .......................................................................................
6
1.4 Manfaat Kajian ....................................................................................
6
1.5 Ruang Lingkup Kajian .........................................................................
7
2. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
8
2.1 Pembangunan dan Pengembangan Wilayah ………............................
8
2.2 Minapolitan ……….............................................................................. 14 2.3 Pembangunan Berkelanjutan .............................................................. 18 2.4 Pembangunan Kepulauan dan Pesisir ................................................
21
2.5 Hasil Studi atau Kajian Terdahulu .....................................................
27
3. METODOLOGI KAJIAN .......................................................................
29
3.1 Kerangka Pemikiran ..........................................................................
29
3.2 Lokasi dan Waktu Kajian .................................................................
30
3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 3.4 Jenis dan Sumber Data ......................................................................
31 31
3.5 Metode Pengumpulan data ................................................................
31
3.6 Metode Pengambilan Contoh………………………………………..
32
3.7 Metode Analisis Data .........................................................................
32
80
3.7.1 Analisis Deskriptif ...................................................................
32
3.7.2 Analisis Location Quotient (LQ) ..............................................
33
3.7.3 Metode Perumusan Alternatif Strategi ....................................
34
4. GAMBARAN UMUM WILAYAH ...........................................................
40
4.1 Sejarah Singkat Kabupaten Kepulauan Anambas .............................
40
4.2 Geografi dan Klimatologi ..................................................................
41
4.3 Pemerintahan dan Kependudukan .....................................................
43
4.4 Potensi Sumberdaya serta Prasarana dan Sarana ................................
46
4.5 Kondisi Perekonomian daerah ............................................................
51
5. ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH MINAPOLITAN .........................................................................................
54
5.1 Analisis Sektor Unggulan....................................................................
54
5.1.1 Analisis Deskriptif ...................................................................... 54 5.1.2 Analisis Location Quotient (LQ) ................................................ 59 5.2 Analisis Faktor Internal dan Eksternal ...............................................
62
5.3 Analisis Matriks SWOT ......................................................................
65
5.4 Hasil Analisis Matriks QSPM .............................................................
68
6. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM ....................................... .
70
6.1 Visi dan Misi Kabupaten Kepulauan Anambas ..................................
70
6.2 Visi dan Misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas ..........................................................................
71
6.3 Rancangan Stategi Pengembangan Wilayah melalui Minapolitan .....
71
7. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
76
7.1 Kesimpulan ........................................................................................ 76 7.2 Saran ................................................................................................... 76
81
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... . 78 DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 81 RIWAYAT HIDUP …...................................................................................... 101
82
DAFTAR TABEL Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2002-2007 ....................................... Persentase Peningkatan Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2002-2007.. Indikator pembangunan wilayah berdasarkan pengelompokannya ........... Distribusi Responden ................................................................................. Matrik Metode Analisis Data ..................................................................... Kerangka Formulasi Strategi ..................................................................... Matrik IFE (Internal Faktor Evaluasi) ....................................................... Matrik EFE (Eksternal Faktor Evaluasi) ................................................... Matriks Internal Eksternal (Matriks IE) .................................................... Matriks SWOT .......................................................................................... Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM) ................................... Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas ..................................................................................
1 2 12 31 32 34 35 36 37 38 39 44
13 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Golongan Umur ............... 45 14 Penduduk Berumur 15 tahun ke atas Menurut Kegiatan Utama .............. 45 15 Mata pencaharian penduduk berdasarkan Kajian Strategis Provinsi Di Anambas ................................................................................................ 46 16 Potensi Lahan Pertanian di Anambas Tahun 2011 ....................................
47
17 Estimasi Potensi Sumberdaya ikan di Laut Anambas Tahun 2011 ...........
48
18 Hasil Produksi Perikanan dan Jumlah Keramba Budidaya Ikan di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2011 ............................................ 49 19 Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2012 ............................................................. 49 20 Jumlah armada serta prasarana dan sarana penunjang kegiatan Perikanan di Anambas Tahun 2011 .......................................................... .. 50 21 Ukuran Pompong (Perahu Motor) yang dimiliki Nelayan Anambas Dan Kebutuhan BBM dan Es Perbulan Tahun 2011 ...............................
51
22 PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Dengan Migas Tahun 2008-2011.................................................. 53 23 PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (ADHK), Tahun 2008-2011 ............................................................... 53
83
24 Perbandingan antara Jumlah Keramba dan Jumlah Pembudidaya Ikan di Anambas Tahun 2012 ................................................................................ 55 25 Distribusi PDRB Anambas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Dengan Migas Tahun 2008-2011 ............................................................................. 57 26 Distribusi PDRB Anambas Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Dengan Migas Tahun 2008-2011 .............................................................................. 58 27 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas ADHK Tahun 2009-2011 ........................................................................................ 59 28 Hasil Perhitungan LQ berdasarkan PDRB ADHB Dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011................................................................... 60 29 Hasil Perhitungan LQ berdasarkan PDRB ADHK Dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011 .................................................................. 61 30 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas ................................................................ 62 31 Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas ............................................................ 63 32 Matriks SWOT Strategi Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas ................................................................................... 67 33 Analisis QSPM Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas ..................................................................................................... 68 34 Rancangan Strategi, Program dan Kegiatan Pengembangan Wilayah Melalui Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas ........................... 73
84
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. 2. 3. 4.
Diagram Alur Kerangka Pemikiran Kajian ................................................ Posisi Wilayah Anambas di Peta Provinsi Kepulauan Riau ...................... Peta Adminstratif Kabupaten Kepulauan Anambas .................................. Matriks Internal – Eksternal ......................................................................
30 41 42 64
85
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Foto Ikan Napoleon dan Keramba Jaring Tancap (KJT) ......................... Peta Wilayah Teluk Siantan Sebagai Wilayah Kajian ............................ Kuesioner Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal dan Eksternal ...... Kuesioner Penentuan Rating Faktor Strategis Internal dan Eksternal ..... Kuesioner Penentuan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi.......... PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2008-2011...............................................
81 82 83 86 88 90
7. PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (ADHK) Tahun 2008-2011 ........................
91
8. Distribusi PDRB Anambas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011..............................................
92
9. Distribusi PDRB Anambas Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK) Dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011.................................
93
10. PDRB Provinsi Kepulauan Riau dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2008-2011.........................................................
94
11. PDRB Provinsi Kepulauan Riau dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK) Tahun 2008-2011 ..............................................
95
12. Perhitungan LQ Berdasarkan PDRB ADHB dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011 ..........................................................................
96
13. Perhitungan LQ Berdasarkan PDRB ADHK dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011 ...............................................................
97
14. Perhitungan Nilai Bobot Faktor Internal dan Eksternal .........................
98
15. Perhitungan Nilai Rating/Peringkat Faktor Internal ................................
99
16. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) dari 6 (enam) Alternatif Strategi melalui Matriks QSPM .............................................
100
86
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan ikan dunia maupun nasional akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk dunia maupun penduduk Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan pangan ikan ini, harus dikelola dengan cara yang tepat, arif dan bijaksana. Pengelolaan sumberdaya perikanan harus benar-benar mendapat perhatian yang serius supaya dalam pengelolaannya untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan meningkatkan produktifitas tidak merusak lingkungan dan sumberdaya ikan, artinya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Wilayah laut Indonesia sangat luas serta memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan sangat besar, ini merupakan wilayah penting yang diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi bangsa, khususnya dari sumberdaya perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Luas lautan Indonesia sebesar 3.544.743,90 km2, terdiri dari luas laut teritorial 284.210,90 km2, luas laut Zone Ekonomi Eksklusif 2.981.211 km2 dan luas laut 12 mil 279.322 km2, serta panjang garis pantai 104.000 km (KKP, 2013). Potensi sumberdaya perikanan tangkap di laut mencapai 6,4 juta ton/tahun, namun baru diproduksi sekitar 4,7 juta ton/tahun dari 5,2 juta ton yang diperbolehkan, sehingga masih tersisa 0,5 juta ton/tahun akan tetapi nelayan masih miskin. Potensi budidaya laut seluas 8,34 juta ha, realisasinya hanya seluas 74.543 ha (KKP, 2011). Menurut data Statistik Kelautan dan Perikanan (KKP, 2013) bahwa total produksi perikanan nasional Tahun 2011 yang berasal dari kegiatan penangkapan dan budidaya mencapai 13,64 juta ton dengan nilai 136,58 trilyun rupiah. Dari total tersebut, produksi perikanan tangkap pada Tahun 2011 menyumbang 41,88 persen atau sejumlah 5,71 juta ton dan budidaya menyumbang 58,12 persen terhadap produksi perikanan nasional atau sejumlah 7,93 juta ton. Secara rinci jumlah produksi perikanan Indonesia selama kurun waktu Tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2007-2011 (ton) Uraian Perikanan Tangkap - Perikanan laut - Perairan umum Perikanan Budidaya Total / Nasional
2007 5.044.737 4.734.280 310.457 3.193.565 8.238.302
2008 5.003.115 4.701.933 301.182 3.855.200 8.858.315
2009 2010 2011 5.107.971 5.384.418 5.714.271 4.812.235 5.039.446 5.345.729 295.736 344.972 368.542 4.708.563 6.277.924 7.928.963 9.816.534 11.662.342 13.643.234
Sumber: Statistik Kelautan dan Perikanan (KKP, 2013). Tabel 1 di atas menggambarkan kenaikan produksi perikanan dari Tahun 2007-2011 sebesar 5,40 juta ton atau 65,61 persen, dan laju pertumbuhan produksi secara nasional selama periode tersebut rata-rata 13,53 persen per tahun. Produksi perikanan budidaya berkembang lebih cepat dibanding perikanan
87
tangkap, dengan kenaikan rata-rata 25,62 persen per tahun, sehingga lebih banyak memberikan kontribusi terhadap produksi perikanan nasional, sedangkan pertumbuhan perikanan tangkap rata-rata 3,20 persen per tahun. Persentase peningkatan produksi perikanan Indonesia selama periode Tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Tebel 2. Persentase Peningkatan Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2007-2011 Uraian 2008 2009 2010 2011 Rata-rata Perikanan Tangkap (0,83) 2,10 5,41 6,13 3,20 Perikanan Budidaya 20,72 22,14 33,33 26,30 25,62 Kenaikan Nasional 7,53 10,82 18,80 16,99 13,53 Sumber : Diolah dari Tabel 1. Berdasarkan data di atas, bahwa wilayah laut dan perairan Indonesia memiliki arti penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, terutama untuk kesejahteraan masyarakat nelayan. Pentingnya potensi kelautan dan perikanan bagi bangsa Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua aspek, yaitu 1) Secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki arti penting karena (a) Indonesia memiliki garis pantai (sekitar 81.000 km) terpanjang kedua di dunia setelah Canada; (b) sekitar 75 persen dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (luas sekitar 5,8 juta km2 termasuk ZEEI); (c) Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 13.487 pulau; dan (d) memiliki keanekaragaman hayati yang besar; dan 2) Secara sosial ekonomi, wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena: (a) sekitar 140 juta (60 persen) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir; (b) sebagian besar kota (provinsi dan kabupaten/kota) terletak di kawasan pesisir; dan (c) kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap PDB nasional sekitar 12,4 persen dan menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja (Bengen, 2004). Kebijakan pembangunan sektor kelautan dan perikanan saat ini, menjanjikan masa kejayaan dengan mengusung visi ”Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Dunia pada Tahun 2015”, dan dengan misinya ”Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan”, untuk pencapaian visi dan misi tersebut, pemerintah mencanangkan kebijakan revolusi biru (the blue revolution policies) dengan program utamanya adalah “minapolitan” dan peningkatan produksi perikanan (KKP, 2011). Program pengembangan kawasan Minapolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis perikanan di kawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Peningkatan produksi perikanan diprioritaskan dari hasil budidaya, baik budidaya air tawar, budidaya air payau dan budidaya laut. Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi kepulauan yang memiliki luas lautan sekitar 95,79 persen dari luas wilayahnya, memiliki potensi kelautan dan perikanan sangat besar sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Namun potensi yang ada masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, seperti potensi perikanan tangkap dan
88
perikanan budidaya, meskipun potensi tersebut berada pada wilayah kabupaten/kota dalam Provinsi Kepri. Perhitungan estimasi potensi sumberdaya ikan di perairan laut Kepri berdasarkan dua pendekatan, yakni pendekatan berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnaskajiskan) dan pendekatan hasil survei kapal riset MV.Seafdec Tahun 2006. Menurut Komnaskajiskan bahwa sumberdaya ikan di laut Cina Selatan pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP 711) diperkirakan memiliki potensi sebesar 1.057.050 ton/tahun dan potensi perikanan tangkap di wilayah laut Kepri diperkirakan sebesar 860.650,11 ton/tahun. Sementara berdasarkan pendekatan hasil survei kapal riset MV.Seafdec Tahun 2006, potensi sumberdaya ikan di perairan laut Kepri diperkirakan sebesar 689.345,17 ton/tahun (DKP Prov.Kepri, 2011). Berdasarkan data potensi tersebut, baru dimanfaatkan oleh masyarakat Kepri berdasarkan hasil produksi perikanan tangkap pada Tahun 2011 sebesar 308.755,32 ton dan hasil perikanan budidaya sebesar 30.532,7 ton. Rumah tangga budidaya perikanan pada Tahun 2010 sebanyak 7.877 rumah tangga dan di Tahun 2011 meningkat menjadi 97.299 rumah tangga. Peningkatan yang besar ini seiring dengan meningkatnya luas usaha budidaya rumput laut dari 1.200 Ha Tahun 2010 menjadi 22.079 Ha Tahun 2011 (Bappeda dan BPS Prov.Kepri, 2012). Kabupaten Kepulauan Anambas berasal dari pemekaran Kabupaten Natuna pada akhir Tahun 2008, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai daerah yang baru dimekarkan, harus segera berbenah dengan melaksanakan pembangunan diberbagai sektor demi mencapai tujuan pemekaran daerah, yaitu untuk meningkatkan pelayanan pemerintahan atau pelayanan publik dan melaksanakan pembangunan serta memacu pertumbuhan ekonomi dan kemajuan daerah, sehingga pada gilirannya dapat mensejahterakan masyarakat. Membangun daerah otonom baru tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi daerah seperti Kabupaten Kepulauan Anambas yang berada di daerah pesisir dan perbatasan dengan luas wilayah 98,65 persen merupakan lautan dan panjang garis pantai sekitar 1.128,57 Km (Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri, 2009). Kondisi geografis daerah perairan Kabupaten Kepulauan Anambas yang jauh di ujung utara Indonesia, maka pembangunan atau pengembangan wilayahnya harus benar-benar memperhatikan potensi keunggulan daerah. Di wilayah laut Anambas memiliki potensi sektor perikanan yang besar, karena berdasarkan karakteristik lautannya luas. Potensi sumberdaya perikanan terdiri dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Peluang budidaya perikanan cukup besar seperti, budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) dan keramba jaring tancap (KJT), budidaya rumput laut, budidaya teripang dan lain lain. Kegiatan budidaya perikanan secara tradisional dan mandiri sebenarnya sudah lebih 25 tahun digeluti oleh masyarakat dan nelayan Anambas, seperti budidaya ikan kerapu macan, kerapu sunu, ikan napoleon, ikan kakap, ikan dingkis, teripang, rumput laut serta ikan karang lainnya (Foto Ikan Napoleon dan Keramba Jaring Tancap (KJT) milik nelayan Anambas dapat dilihat pada Lampiran 1).
89
Menurut data kajian Komnaskajiskan, bahwa potensi Sumberdaya Ikan (SDI) di wilayah perairan laut Kepulauan Anambas diperkirakan sebesar 88.792,20 ton/tahun, sementara berdasarkan pendekatan hasil survei kapal riset MV.Seafdec Tahun 2006 diperkirakan potensinya sebesar 70.923,37 ton/tahun. Kemudian dari potensi tersebut, menurut Komnaskajiskan bahwa produksi per tahun baru mencapai 7.686 ton atau baru dimanfaatkan 8,66 persen dan berdasarkan data Seafdec pemanfaatnya baru 10,84 persen (DKP Prov.Kepri, 2011). Potensi perikanan di Anambas, seperti kelompok ikan pelagis kecil (ikan parang-parang, ikan teri, ikan selar, ikan kembung), kelompok ikan pelagis besar (ikan tongkol, ikan tenggiri, ikan Tuna, ikan manyuk), kelompok ikan demersal (ikan kakap, ikan pari, dll), kelompok ikan karang (ikan ekor kuning, ikan pisangpisang, ikan baronang, ikan kerapu, ikan napoleon) dan lain-lain seperti cumicumi, lobster, udang dan ikan hias. Disamping itu juga memiliki potensi sumberdaya hayati maupun non hayati yang besar. Potensi hayati (renewable resourses) antara lain, berupa ikan dan biota lainnya, ekosistem pesisir dan pulaupulau kecil (terumbu karang, mangrove, padang lamun dan lain-lain). Sementara itu terdapat juga sumberdaya non hayati yang tidak dapat pulihkan antara lain: minyak bumi, gas alam, pasir laut dan bahan tambang serta mineral lainnya. Melimpahnya sumberdaya perikanan dan dengan karakteristik wilayah laut yang luas, wajar banyak penduduknya berprofesi sebagai nelayan, namun belum begitu memberikan dampak positif buat masyarakat. Artinya masih terdapat kesenjangan dalam pembangunan dan perekonomian masyarakat, ini disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya pengelolaan sumberdaya belum optimal, sehingga masih terlihat banyak tingkat kemiskinan masyarakat pedesaan. Memperhatikan kondisi ini, maka pemerintah dan seluruh stakeholders, harus mempertimbangkan pembangunan sektor perikanan sebagai salah satu prioritas pembangunan, serta sektor-sektor jasa-jasa lingkungan lainnya, seperti wisata bahari, pelabuhan perikanan dan lainnya untuk lebih meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun pengelolaan sumberdayanya harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan perekonomian bangsa dan negara, terutama kesejahteraan masyarakat setempat yang berorientasi pada pengembangan usaha agribisnis secara umum. Berbagai konsep pembangunan telah diterapkan oleh pemerintah, salah satunya melalui konsep pengembangan kawasan (wilayah). Konsep pengembangan kawasan sekarang menjadi trend, sebagaimana yang telah diterapkan oleh berbagai daerah, seperti Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), kawasan “Free Trade Zone” (FTZ) dan banyak lagi konsep pengembangan kawasan yang dikelola secara terpadu dan terintegrasi. Minapolitan juga merupakan suatu konsep pembangunan untuk mendorong percepatan pengembangan kawasan (wilayah) dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga sudah selayaknya konsep minapolitan ini dapat dikembangkan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Minapolitan berasal dari kata “mina” artinya ikan atau perikanan dan “politan” artinya kota, sehingga minapolitan dapat diartikan kota perikanan. Kemudian menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2011) dalam Pedoman Umum Minapolitan mengartikan Minapolitan adalah “konsep pembangunan ekonomi kelautan dan
90
perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan”. Provinsi Kepulauan Riau telah menetapkan Anambas sebagai kawasan Strategis, yang melakukan pengembangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, dan pariwisata bahari. Budidaya perikanan menjadi ujung tombak kegiatan karena sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang bersifat pulih, sehingga ketersediaan potensi perikanan selalu ada. Kegiatan budidaya perikanan yang akan dilaksanakan oleh Provinsi Kepri di wilayah Anambas adalah (Bappeda Anambas, 2011): a. Budidaya perikanan keramba tancap berada di Kecamatan Siantan Tengah (Desa Air Sena, Desa Air Asuk, Dusun Liuk dan Dusun Lidi), Kecamatan Siantan Selatan (Desa Air Bini), Kecamatan Siantan Timur (Desa Nyamuk dan Desa Batu Belah), Kecamatan Palmatak (Desa Tebang Ladan, Desa Candi dan Desa Piabung); b. Budidaya rumput laut berada di Kecamatan Siantan Tengah (Desa Air Sena dan Desa Air Asuk), Kecamatan Siantan Timur (Desa Batu Belah dan Desa Nyamuk), Kecamatan Siantan Selatan (Desa Air Bini), Kecamatan Palmatak (Desa Ladan dan Desa Bayat), Kecamatan Jemaja (Letung), serta di Kecamatan Jemaja Timur (Desa Genting Pulur dan Kuala Maras). c. Industri pengolahan hasil perikanan berada di Kecamatan Jemaja (Letung), Kecamatan Palmatak (Desa Bayat), dan Kecamatan Siantan (Desa Antang). Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, diperlukan suatu strategi yang tepat dalam mendukung dan memajukan pembangunan Kabupaten Kepulauan Anambas, yaitu melalui pendekatan pengembangan kawasan (wilayah), dengan kegiatan utama pada sektor perikanan, yang difokuskan pada perikanan budidaya laut. Batasan ini sengaja dilakukan karena konsep pembangunan kawasan sangat luas, mencakup kegiatan hulu dan hilir, saling terintegrasi, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, serta bisa juga mencakup perikanan budidaya laut dan darat serta perikanan tangkap, supaya lebih fokus sehingga perlu diberikan batasan ruang lingkup pembahasan. Diharapkan dengan konsep pembangunan yang teritegrasi dalam suatu kawasan (wilayah) dapat mempercepat terlaksananya pembangunan, dimana akan terdapat suatu kawasan yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran, komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha minabisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, sehingga kajian strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan ”Minapolitan” di Kabupaten Kepulauan Anambas perlu dilaksanakan. 1.2 Perumusan Masalah Program minapolitan juga merupakan salah satu konsep pembangunan wilayah berbasis sumberdaya lokal, dimana memiliki potensi dan konsep yang baik sebagai acuan praktek pembangunan wilayah masa kini dan masa depan. Pemerintah daerah diharapkan membangun daerahnya melalui konsep
91
pembangunan dengan kearifan lokal, seperti pemberdayaan sumberdaya lokal, dengan mengedepankan sumberdaya manusia sebagai faktor kunci. Tenaga kerja lokal juga mempunyai kedudukan utama sebagai penggerak proses pembangunan wilayah melalui partisipasi aktif. Disamping itu pemerintah daerah juga hendaknya memperhatikan sektor atau komoditas unggulan yang dapat memberikan nilai tambah dan dapat mensejahterakan masyarakat. Dari kondisi dan permasalahan yang telah digambarkan sebelumnya, diharapkan menjadi perhatian utama dalam pengembangan wilayah yang berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Dimana dikatakan potensi perikanan yang melimpah belum mampu mensejaherakan masyarakat. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pertanyaan pertama kajian ini adalah “bagaimana potensi sumberdaya perikanan di Kabupaten Kepulauan Anambas? Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya unggulan di daerah harus dioptimalkan dengan memperhatikan keberlanjutan sumberdayanya. Pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan dengan tidak memperhatikan asas keberlanjutan, akan menimbulkan kerugian dimasa yang akan datang. Sehingga perlu suatu konsep dan kajian yang matang, salah satunya untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan melalui konsep kawasan minapolitan. Namun permasalahan dalam pembangunan melalui konsep minapolitan ini, bagi pemerintah dan masyarakat di daerah belum selalu siap dengan infrastruktur utama dan pendukungnya. Infrastruktur atau sumberdaya yang diperlukan misalnya, jalan dan transportasi, kelembagaan dan sumberdaya manusia, pelabuhan perikanan, jaringan dan pemasaran, ketersediaan BBM, armada kapal nelayan, modal dan sebagainya yang mendukung pembangunan kawasan dengan konsep minapolitan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka yang perlu dikaji adalah “bagaimana strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas”?
1.3 Tujuan Kajian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dilakukannya kajian ini adalah : 1. Mengidentifikasi potensi sumberdaya perikanan untuk mendukung program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. 2. Merumuskan strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. 1.4 Ruang Lingkup Kajian Konsep pembangunan kawasan seperti minapolitan sangat luas cakupannya, sehingga program minapolitan yang dibahas dalam kajian ini adalah program minapolitan budidaya perikanan laut, walaupun perikanan tangkap juga memiliki potensi yang sangat besar. Minapolitan budidaya perikanan laut di Anambas diharapkan dapat dikembangkan dan ditingkatkan lebih optimal, mengingat kegiatan budidaya iakan sangat banyak dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di pesisir pantai.
92
Pembatasan ruang lingkup kajian agar lebih fokus dan spesifik, disamping itu karena berdasarkan data dan fakta secara nasional, pertumbuhan perikanan budidaya lebih cepat dibandingkan dengan perikanan tangkap. Kondisi prasarana dan sarana tangkap yang dimiliki oleh nelayan di Anambas masih sangat terbatas dengan menggunakan alat tangkap tradisional, seperti pancing ulur, pancing tonda dan rawai. Nalayan Anambas belum menggunakan teknologi tangkap yang lebih maju, seperti jaring. Sebagian besar nelayan menggunakan armada kapal yang kecil berkisar 1 - 3 GT, tidak ada yang memiliki armada kapal motor yang berkapasitas 30 GT. Armada kapal yang kecil, membuat hasil tangkap juga kecil, hanya dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal yang hasilnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
1.5 Manfaat Kajian Diharapkan dengan kajian ini dapat memberikan manfaat : 1. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah daerah untuk menyusun perencanaan pembangunan wilayah, khususnya pembangunan perdesaan melalui pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. 2. Memberikan kontribusi hasil pemikiran secara ilmiah bagi pemerintah daerah dan masyarakat, pengusaha/investor yang akan menginvestasikan modalnya dalam pengelolaan sektor perikanan di Kabupaten Kepulauan Anambas.
93
2. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian atau kajian tentang pembangunan daerah atau pengembangan wilayah merupakan suatu hal yang menarik bagi negara yang sedang berkembang, apalagi bagi daerah yang baru dimekarkan dan sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala bidang. Pembangunan atau pengembangan wilayah ini harus sesuai dengan harapan kita, yaitu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang akan menguntungkan dan mensejahterakan masyarakat. 2.1 Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Konsep pembangunan secara menyeluruh mengalami pergeseran paradigma dalam kontek teori maupun empiris. Pembangunan bukan lagi sekedar berbicara bagaimana meningkatkan kapasitas produksi, menyediakan infrastruktur, mewujudkan kecukupan pangan dan meningkatkan pendapatan. Konsep pembangunan diterjemahkan lebih luas dan bahkan memasuki wilayahwilayah yang selama ini terabaikan dalam arah kebijakan pembangunan, yakni bersentuhan dengan masalah nilai, norma dan kualitas hidup, pengembangan kearifan lokal (lokal wisdom) serta modal sosial (sosial capital). Sehingga lahirlah terminologi baru dalam pembangunan, seperti pembangunan berkelanjutan (sustainable development), pembangunan adalah pembebasan (development as freedom), pemberdayaan (empowerment) serta pembangunan ekonomi berbasis kekuatan lokal (local economic development) dan sebagainya (Kusumastanto, 2003). Menurut Rustiadi, dkk (2011), secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik”. Dengan perkataan lain proses pembangunan merupakan proses memanusiakan manusia, sedangkan pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas”. Sebagian pakar ekonomi pembangunan berpendapat, bahwa hakekat pembangunan secara sederhana adalah terjadinya pertumbuhan ekonomi. Pembangunan dapat diartikan juga sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara/wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, yaitu sebagai proses perubahan yang disusun secara sengaja dan terencana. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Menurut Arsyad (1999) proses pembangunan dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu: 1. Menetapkan tujuan; 2. Mengukur ketersediaan sumber daya yang langka;
94
3. Memilih berbagai cara untuk mencapai tujuan; 4. Memilih berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan. Sejalan dengan berkembangnya dinamika masyarakat, maka konsep pembangunan menurut Rustiadi dkk (2011) telah mengalami pergeseran paradigma dan perubahan-perubahan mendasar. Berbagai perubahan akibat adanya distorsi berupa kesalahan dalam menerapkan model-model pembangunan yang ada selama ini. Pergeseran paradigma dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pilihan yang tidak saling menegang (trade off) keharusan untuk mencapai tujuan pembangunan secara berimbang. 2. Kecendrungan melihat pencapaian tujuan pembangunan yang diukur secara makro menjadi pendekatan regional dan lokal. 3. Pergeseran asumsi tentang peranan pemerintah yang dominan manjadi pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian). Terjadinya pergeseran paradigma ini, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi secara nasional maupun daerah juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) secara nasional atau pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara regional/daerah atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya, namun lebih jauh lagi kearah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling terdapat keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama. Pembangunan manusia apalagi pembangunan fisik infrasrtuktur, semua memerlukan suatu wilayah pembangunan. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, “wilayah” adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Menurut Rustiadi dkk (2011), ada enam jenis konsep wilayah, yaitu: 1. Konsep wilayah klasik, yang mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik dimana komponen-komponen dari wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional; 2. Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan yang tidak dominan bisa bersifat heterogen. Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi sumberdaya alam dan permasalahan spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada an pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan masing-masing wilayah; 3. Wilayah nodal, menekankan perbedaan dua komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. Konsep wilayah nodal diumpamakan sebagai suatu sel
95
hidup yang mempunyai inti dan plasma. Inti adalah pusat-pusat pelayanan/ pemukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang (hinterland); 4. Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran bahwa komponen-komponen disuatu wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan tidak terpisahkan; 5. Wilayah perencanaan, adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah, baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah, sehingga perlu perencanaan secara integral; 6. Wilayah administratif-politis, yaitu berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu. Perkembangan suatu wilayah secara alami ditentukan oleh karakter dari sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah relatif akan lebih maju dibandingkan dengan wilayah yang miskin sumberdaya, khususnya pada awal perkembangannya. Wilayah pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: 1) pertumbuhan, 2) penguatan, 3) keberimbangan, 4) kemandirian, dan 5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. Strategi pengembangan suatu wilayah ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Oleh karena itu sebelum melakukan perumusan kebijakan pengembangan suatu wilayah perlu diketahui terlebih dahulu tipe atau jenis wilayahnya. Menurut Tukiyat (2002) secera umum terdapat lima tipe wilayah suatu negara, yaitu: 1. Wilayah yang telah maju. 2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi. 3. Wilayah sedang, yang dicirikan dengan adanya pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik. 4. Wilayah yang kurang berkembang, yang dicirikan dengan adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan perkembangan wilayah lain. 5. Wilayah yang tidak berkembang. Setelah tipe atau jenis wilayah diketahui, maka dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dalam rangka pengembangan wilayah. Salah satu aspek dalam pengembangan wilayah yang perlu diperhatikan adalah kegiatan perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2012) perencanaan wilayah adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya Tarigan (2012) mengatakan bahwa perencanaan wilayah di Indonesia setidaknya memerlukan unsur-unsur yang urutan atau rangkah-langkahnya sebagai berikut:
96
1. Gambaran kondisi saat ini dan identifikasi persoalan baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Untuk dapat menggambarkan kondisi saat ini dan permasalahan yang dihadapi, mungkin diperlukan kegiatan pengumpulan data terlebih dahulu, baik data sekunder maupun data primer. 2. Tetapkan visi, misi, dan tujuan umum. Visi, misi, dan tujuan umum haruslah merupakan kesepakatan bersama sejak awal. 3. Identifikasi pembatas dan kendala yang sudah ada saat ini maupun yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. 4. Proyeksikan berbagai variabel yang terkait, baik yang bersifat controllable (dapat dikendalikan) maupun non-controllable (diluar jangkauan pengendalian pihak perencana). 5. Tetapkan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu, yaitu berupa tujuan yang dapat diukur. 6. Mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif untuk mencapai sasaran tersebut. Dalam mencari alternatif perlu diperhatikan keterbatasan dana dan faktor produksi yang tersedia. 7. Memilih alternatif yang terbaik, termasuk menentukan berbagai kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan. 8. Menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan. 9. Menyusun kebijakan dan strategi agar kegiatan pada setiap lokasi berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu konsep pengembangan wilayah yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, konsep pengembangan wilayah harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menggali potensi produk unggulan daerah (Tukiyat, 2002). Perbedaan perkembangan suatu wilayah akan membentuk suatu struktur wilayah yang berhirarki, dimana wilayah yang telah maju cenderung akan cepat berkembang menjadi pusat aktifitas baik perekonomian maupun pemerintahan. Wilayah yang sumberdaya alamnya kurang mendukung akan relatif kurang berkembang dan cenderung menjadi wilayah hinterland. Menurut Adisasmita (2006), bahwa Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial baik di darat maupun di laut. Khususnya sumberdaya perikanan dan kelautan yang sangat kaya, sehingga cocok diterapkan konsep pembangunan ekonomi kepulauan atau pembangunan ekonomi archipelago (“The Archipelogic Economic Development Concept”). Dan pada Tahun 1991 ide ini pernah dilontarkanya dalam seminar regulasi dosen-dosen Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, supaya diajarkan mata kuliah baru, yaitu “Ekonomi Kenusantaraan (Archipelogic Economics)”. Pembangunan ekonomi archipelago dimaksudkan sebagai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya ekonomi lainya pada ruang wilayah daratan dan perairan (laut) dalam kawasan kepulauan secara efektif dan produktif melalui berbagai kegiatan pembangunan untuk kebutuhan penduduk dan bertujuan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Menurut Rustiadi dkk (2011), terdapat beberapa indikator pembangunan wilayah yang dikelompokkan berdasarkan: 1) tujuan pembangunan; 2) kapasitas sumberdaya pembangunan; dan 3) proses pembangunan. Secara lebih rinci
97
indikator-indikator pembangunan wilayah berdasarkan basis atau pendekatan pengelompokannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Indikator Pembangunan Wilayah Berdasarkan Pengelompokannya. Basis/Pendekatan
Kelompok
Indikator-Indikator Operasional
A. Tujuan Pembangunan
a. Pendapatan Wilayah (1) PDRB (2) PDRB per Kapita (3) Pertumbuhan Ekonomi b. Kelayakan Finansial/Ekonomi (4) NPV (5) BC Ratio 1.Produktivitas, (6) IRR Efisiensi dan (7) BEP Pertumbuhan c. Spesialisasi, Keunggulan Komparatif/ (Growth) Kompetitif (8) Location Quotient (LQ) (9) Shift and Share Analysis (SSA) d. Produksi-produksi utama (tingkat produksi, produktivitas, dll) (10) Migas, Produktivitas Padi/Beras, Karet dan Kelapa Sawit a. Distribusi Pendapatan (1) Gini Ratio (2) Struktural (Vertikal) b. Ketenagakerjaan/Pengangguran (1) Pengangguran Terbuka (2) Pengangguran Terselubung (3) Setengah Pengangguran c. Kemiskinan 2.Pemerataan, (1) Good-service Ratio Keberimbangan, (2) % Konsumsi Makanan dan Keadilan (3) Garis Kemiskinan (Pendapatan (Equity) Setara Beras, dll) d. Regional Balance (1) Spatial Balance (Primary Index, Entropy, Index Williamson) (2) Sentral Balance (3) Capital Balance (4) Sector Balance a. Dimensi Lingkungan 3. Keberlanjutan, b. Dimensi Ekonomi (Sustainability) c. Dimensi Sosial
98
Basis/Pendekatan
Kelompok
1. Sumberdaya Manusia
B. Sumberdaya
2. Sumberdaya Alam 3. Sumberdaya Buatan/Sarana dan Prasarana 4. Sumberdaya Sosial (Social Capital)
C. Proses Pembangunan
1. Input 2. Proses/ Implementasi 3. Output 4. Outcome 5. Benefit 6. Impact
Indikator-Indikator Operasional a. b. c. d. e. f. a. b. c. a. b.
Pengetahuan Keterampilan Kompetensi Etos Kerja/Produktivitas Kesehatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tekanan (Degradasi) Dampak Degradasi Skalogram Fasilitas Pelayanan Aksesibilitas Terhadap Fasilitas
a. Regulasi/aturan-aturan Adat/Budaya (Norm) b. Organisasi Sosial (Network) c. Rasa Percana (Trust) a. Input Dasar (SDA, SDM Infrastruktur, SDS) b. Input Antara, Transparansi, Efisiensi Manajemen, Tingkat Partisipasi Masyarakat/Stakeholder c. Total Volume Produksi
Sumber : Rustiadi, dkk (2011).
Menurut Kusumastanto (2003), kebijakan kelautan (ocean policy) dalam pengembangan wilayah sangat berkaitan dengan pembangunan ekonomi lokal (local economic development) berdasarkan sumberdaya lokal atau menurut istilah Dawam Rahardjo sebagai “pembangunan ekonomi setempat”. Menurut Satish Kumar dalam Kusumastanto (2003) dalam tulisannya “Gandhi’s Swadeshi The Economic of Performance” menekankan bahwa arah dan tujuan pengembangan ekonomi lokal diharapkan akan mampu menciptakan peningkatan semangat masyarakat (community relationship) dan kesejahteraan masyarakat (well being). Gagasan Kumar ini merupakan hasil rekonstruksi prinsip dasar filosofis Swadhesi dari Mahatma Gandhi, yakni dapat memenuhi kebutuhan sendiri, atau dalam bahasa Bung Karno “berdiri di atas kaki sendiri”. Pada intinya, semua pemikiran tersebut memiliki substansi bahwa dalam pengembangan ekonomi wilayah, baik yang berbasis sumberdaya kelautan maupun non kelautan, sebaiknya lebih didasarkan pada kekuatan lokal (wilayah), yang pada gilirannya membentuk semacam “jaringan kekuatan ekonomi” yang bersifat global dengan jangkauan yang lebih luas. Lebih lanjut Kusumastanto (2003) mengatakan bahwa, “Gagasan pengembangan ekonomi wilayah kelautan (perikanan) dengan basis kekuatan ekonomi lokal tidak akan berjalan secara efaktif dan efisien tanpa didukung
99
kebijakan kelautan (perikanan) nasional yang melibatkan semua institusi negara dan non negara, di pusat maupun di daerah yang dirumuskan dalam visi ekonomi kelautan (ocean economics). Tugas pemerintah adalah merumuskan visi ekonomi kelautan (perikanan) dan konteks pembangunan wilayah, berikut implementasinya, sehingga melahirkan sebuah guide line nasional yang dapat diimplementasikan secara konkret”. Dari beberapa konsep dan pemikiran inilah, sehingga sekarang oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan muncul kebijakan sektor kelautan (perikanan) yang dikenal dengan istilah revolusi biru (blue revolution), dimana lebih mengarahkan pembangunan dari darat ke laut, dengan salah satu program unggulannya “minapolitan”. Semakin berkembangnya situasi pembangunan nasional, sehingga program nasional minapolitan lebih dikembangkan lagi dengan kebijakan “industrialisasi perikanan”, namun dalam kajian ini tidak membahas masalah kebijakan dan program industrialisasi perikanan.
2.2 Minapolitan Menurut Dahuri (2010), arah pembangunan sudah saatnya dilakukan perubahan atau reorientasi paradigma, dari pembangunan berbasis daratan menjadi pembangunan berbasis kelautan dan kepulauan, kita berdayakan sumberdaya kelautan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) secara terpadu dan ramah lingkungan. Selanjutnya Dahuri (2011a) mengatakan ada tujuh sektor kelautan yang potensial untuk memulihkan ekonomi bangsa yang perlu penanganan serius, yaitu: 1) perikanan dan bioteknologi kelautan; 2) wisata bahari; 3) pertambangan dan energi; 4) industri maritim; 5) transportasi laut; 6) bangunan laut; dan 7) jasa kelautan. Sutisna (2011), mengatakan bahwa minapolitan tidak dimulai dari nol, melainkan dari kondisi yang secara natural sudah ada, tapi belum teratur dan belum lengkap, sehingga pemerintah tinggal mengatur dan melengkapinya. Lebih lanjut Sutisna mengatakan ada beberapa persyaratan menjadi minapolitan, diantaranya komitmen daerah, komoditas unggulan, memenuhi syarat untuk mengembangkannya, sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) dan RTRW, kelayakan lingkungan, ada unit produksi, pengolahan dan pemasaran. Menurut Kusumastanto (2007) bahwa pembangunan ekonomi daerah berbasis kepulauan merupakan salah satu potensi masa depan Indonesia. Oleh sebab itu diperlukan perencanaan yang matang dalam upaya mensejahterakan masyarakat dan melestarikan sumberdaya alam di wilayah pulau-pulau kecil. Pembangunan berkelanjutan harus menjadi dasar bagi pengembangan ekonomi daerah berbasis kepulauan. Secara terminologi, minapolitan terdiri dari kata mina yang berarti perikanan dan politan yang berarti kota. Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsipprinsip, terintegrasi, efisiensi, berkualitas, dan percepatan. Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran, komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya (KKP, 2011).
100
Menurut KKP (2010b) program pengembangan kawasan minapolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis perikanan di kawasan minabisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha minabisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Minapolitan merupakan upaya percepatan pengembangan pembangunan kelautan dan perikanan di sentra-sentra produksi perikanan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam rangka mendukung visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menurut KKP (2011) bahwa pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan konsep minapolitan memiliki azas, tujuan dan sasaran. Adapun azasnya adalah sebagai berikut : 1. Demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat; 2. Keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil melalui dan pemberdayaan rakyat kecil; 3. Penguatan ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat bangsa dan negara kuat. Adapun tujuannya adalah untuk : 1. Meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas produk kelautan dan perikanan; 2. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan yang adil dan merata; 3. Mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah. Adapun sasaran dari pengembangan minapolitan adalah: 1. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala mikro dan kecil. 2. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi. 3. Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional. Tujuan dan sasaran tersebut ditempuh dengan langkah-langkah strategis adalah: 1. Kampanye nasional dilakukan melalui media massa, komunikasi antar lembaga dan pameran. 2. Menggerakkan produksi, pengolahan dan/atau pemasaran di sentra produksi unggulan pro usaha kecil dibidang perikanan tangkap, budidaya serta pengolahan dan pemasaran. 3. Mengintegrasikan sentra produksi, pengolahan dan/atau pemasaran menjadi kawasan ekonomi unggulan daerah yaitu menjadi kawasan minapolitan. 4. Pendampingan usaha dan bantuan teknis di sentra produksi, pengolahan dan/atau pemasaran unggulan berupa penyuluhan, pelatihan dan bantuan teknis. 5. Pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah. Menurut KKP (2010b) bahwa pendekatan yang harus dilakukan dalam pengembangan minapolitan antara lain : 1. Ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah Mendorong penerapan manajemen hamparan untuk mencapai skala ekonomi, mencegah penyebaran penyakit, meningkatkan efisiensi dalam menggunakan sumberdaya sekaligus mengintegrasikan pemenuhan kebutuhan sarana
101
produksi, proses produksi, pengolahan dan pemasaran hasil dan pengelolaan lingkungan dalam kesisteman yang mapan. 2. Kawasan ekonomi unggulan Memacu pengembangan komoditas yang memilki kriteria (a) bernilai ekonomis tinggi; (b) teknologi tersedia, (c) permintaan pasar besar dan (d) dapat dikembangkan secara masal. 3. Sentra produksi Minapolitan berada dalam kawasan pemasok hasil perikanan (sentra produksi perikanan) yang dapat memberikan konstribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat. Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu terjamin. 4. Unit usaha. Seluruh unit usaha dilakukan dengan menggunakan prinsip bisnis secara profesional dan berkembang dalam satu kemitraan usaha yang saling memperkuat dan menghidupi. 5. Penyuluhan. Penguatan kelembagaan dan pengembangan jumlah penyuluh merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan pengembangan minapolitan. Penyuluh akan berperan sebagai fasilisator dan pendamping penerapan teknologi penangkapan dan budidaya ikan serta pengolahan hasil perikanan. 6. Lintas sektor Minapolitan dikembangan dengan dukungan dan kerjasama berbagai instansi terkait untuk mendukung kepastian usaha antara lain terkait dengan sarana dan prasarana pemasaran produk perikanan, tata ruang wilayah, penyediaan air bersih, listrik, akses dan BBM. Produk hukum yang memanyungi program minapolitan atau pengembangan sektor perikanan, ini menunjukan keseriusan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat, khususnya kesejahteraan para nelayan. Namun masih sangat disayangkan nelayan masih hidup miskin meskipun potensi kelautan dan perikanan Indonesia sangat besar. Beberapa produk hukum tentang program pengembangan Minapolitan yang telah diterbitkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti (KKP, 2011) : 1. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: Per.06/Men/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelutan dan Perikanan Tahun 2010-2014. 2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor: Per.12/Men/2010 tanggal 14 Mei 2010 tentang Minapolitan. 3. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: Kep.32/Men/2010 tanggal 14 Mei 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Bahwa berdasarkan keputusan tersebut telah ditetapkan 197 kabupaten/kota di 33 propinsi sebagai daerah atau kawasan minapolitan. Dari jumlah itu, 83 lokasi berbasis perikanan tangkap dan 114 lokasi berbasis perikanan budidaya (KKP, 2010b). Namun dalam keputusan menteri tersebut Anambas belum terbasuk sebagai kawasaan minapolitan, di wilayah provinsi Kepri yang sudah termasuk sebagai kawasan minapolitan adalah Kabupaten Bintan, Batam dan Tanjung Balai Karimun. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas telah menetapkan empat (4) kecamatan sebagai Kawasan Minapolitan melalui SK Bupati Kepulauan Anambas No. 108a tanggal 22 Agustus 2011, yaitu: Kecamatan
102
Siantan, Siantan Timur, Siantan Tengah dan Kecamatan Palmatak, dan telah diusulkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk penetapan Anambas sebagai Kawasan Minapolitan, namun hingga kajian ini selesai belum ditetapkan. 4. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor: Kep.18/Men/2011 tanggal 5 April 2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan. Pembangunan wilayah melalui sektor kelautan dan perikanan melalui kebijakan revolusi biru adalah perubahan mendasar cara berfikir dari daratan ke maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan untuk peningkatan produksi kelautan dan perikanan melalui program nasional minapolitan yang intensif, efisien, dan terintegrasi guna peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata, dan pantas (KKP, 2010b). Selanjutnya KKP (2011) mengatakan bahwa suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan minapolitan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Kesesuaian dengan Renstra, RTRW dan/atau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta RPJMD. 2. Memiliki komoditas unggulan bidang kelautan dan perikanan dengan nilai ekonomi yang tinggi. 3. Letak geografi kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan. 4. Terdapat unit produksi, pengolahan dan/atau pemasaran dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi disuatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan dan/atau pemasaran yang saling terkait. 5. Tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, permodalan, prasarana dan sarana produksi, pengolahan dan/atau pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha serta fasilitas penyuluhan dan pelatihan. 6. Kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, potensi dampak negatif dan potensi terjadinya kerusakan di lokasi dimasa depan. 7. Komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan minapolitan. 8. Keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggungjawab dibidang kelautan dan perikanan. 9. Ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah membuktikan komitmen dan keseriusannya dalam mengembangkan dan meningkatkan pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia, karena telah dituangkan dalam dokumen perencanaan lima tahun, yakni Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kelautan dan Perikanan periode 2010-2014, yang merupakan penjabaran visi dan misi KKP. Fokus dari Renstra ini adalah peningkatan produksi perikanan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, dengan lokus pada pengembangan perikanan budidaya, perikanan tangkap serta pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Visi yang telah ditetapkan adalah “Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015”, untuk mewujudkan visi tersebut, maka disusun misinya yaitu “Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan” (KKP, 2010a).
103
Menurut Rencana Strategi (Renstra) KKP tersebut, tujuan pembangunan kelautan dan perikanan Tahun 2010-2014 adalah (KKP, 2010a): 1. Memperkuat kelembagaan dan sumber daya manusia secara terintegrasi. 2. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. 3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan. 4. Memperluas akses pasar domestik dan internasional. Selanjutnya sasaran strategisnya adalah: 1. Memperkuat kelembagaan dan sumberdaya manusia secara terintegrasi: a. Peraturan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan sesuai kebutuhan nasional dan tantangan global serta diimplementasikan secara sinergis lintas sektor, pusat dan daerah. b. Seluruh perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan terintegrasi, akuntabel dan tepat waktu berdasarkan data yang terkini dan akurat. c. Sumberdaya manusia kelautan dan perikanan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan. 2. Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan: a. Sumberdaya kelautan dan perikanan dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. b. Konservasi kawasan dan jenis biota perairan yang dilindungi dikelola secara berkelanjutan. c. Pulau–pulau kecil dikembangkan menjadi pulau bernilai ekonomi tinggi. d. Indonesia bebas Illegal, Unreported & Unregulated (IUU) Fishing serta kegiatan yang merusak sumberdaya kelautan dan perikanan. 3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan: a. Seluruh kawasan potensi perikanan menjadi kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable. b. Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu terjamin. c. Prasarana dan sarana kelautan dan perikanan mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi. 4. Memperluas akses pasar domestik dan internasional: a. Seluruh desa memiliki pasar yang mampu memfasilitasi penjualan hasil perikanan. b. Indonesia menjadi market leader dunia dan tujuan utama investasi di bidang kelautan dan perikanan.
2.3 Pembangunan Berkelanjutan Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) diperkenalkan dalam World Conservation Strategic (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada Tahun 1980. Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep
104
pertumbuhan ekonomi itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya alam bersifat terbatas. Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai paradigma pembangunan yang diarahkan untuk tidak saja memenuhi kebutuhan generasi saat ini melainkan juga generasi masa mendatang. Menurut Munasinghe (1993) menawarkan konsep pembangunan yang seimbang antara tiga dimensi berkelanjutan yakni ekologi/ lingkungan, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu tujuan pembangunan perikanan yang berkelanjutan memerlukan analisis multikriteria. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak dapat diukur hanya dengan satu dimensi, diperlukan interaksi analisis tiga dimensi berkelanjutan, yakni masalah lingkungan, ekonomi dan sosial didalam proses pengambilan keputusan pembangunan. Salah satu aspek lingkungan yang saat ini banyak mendapat perhatian berbagai pihak adalah upaya mewujudkan perencanaan penggunaan lahan secara optimal yang dapat mendorong pencapaian tujuan pembangunan perdesaan secara berkelanjutan. Seperti telah dijelaskan di atas, dalam pembangunan berkelanjutan salah satu fokus utamanya adalah perhatian terhadap lingkungan, begitu pula dalam implementasi pembangunan berkelanjutan yang sangat sinergi dengan pengelolaan lingkungan. Adapun pengelolaan lingkungan ini didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (UU Nomor 23 Tahun 1997). Definisi pengelolaan lingkungan hidup ini cakupannya luas, karena meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan sekaligus juga mencegah berbagai hal yang mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan, khususnya melalui proses penataan lingkungan. Hal ini sesuai juga dengan pernyataan dalam Undang-undang No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antar pemerintah dan pemerintah daerah antara ekosistem darat dan laut serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya kegiatan pertanian dalam arti luas, di dalamnya mencakup kegiatan perikanan dan kegiatan lain seperti peternakan, kehewanan, perkebunan dan kehutanan. Kegiatan ini sudah dilakukan di berbagai lokasi, bahkan tidak jarang kegiatan-kegiatan pertanian tersebut dilakukan secara terpadu. Dalam rangka mencapai kegiatan pertanian yang dapat berjalan secara kontinyu dan menguntungkan masyarakat, kita mengenal istilah pertanian berkelanjutan. Mengingat perikanan merupakan salah satu kegiatan dari pertanian secara umum, maka seperti halnya pada pertanian berkelanjutan, pada dunia perikananpun kita mengenal istilah perikanan berkelanjutan. Pada dasarnya perikanan berkelanjutan merupakan kegiatan perikanan yang melibatkan pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia bersamaan dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan mengkonservasi sumberdaya alam. Seperti halnya dengan istilah minapolitan yang merupakan pengembangan dari agropolitan, maka istilah perikanan berkelanjutan ini juga berasal dari pengembangan pertanian berkelanjutan. Sejalan dengan definisi tersebut, maka secara lebih luas pembangunan perikanan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai upaya pengelolaan dan konservasi
105
sumberdaya perikanan (lahan, air dan sumberdaya genetik) melalui orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan sedemikian rupa sehingga menjamin tercapainya kebutuhan yang diperlukan secara berkesinambungan baik dari waktu ke waktu maupun dari generasi ke generasi. Menurut Pranadji (2004) kebijakan pembangunan pertanian termasuk di dalamnya perikanan, dinilai tepat jika mampu memposisikan pertanian dan perikanan sebagai penggerak utama (kemajuan) ekonomi perdesaan yang berdaya saing tinggi, berkeadilan dan berkelanjutan. Mengingat di beberapa lokasi cukup banyak pembangunan wilayah perdesaan dengan komoditi perikanan dan perikanan merupakan sumber protein yang murah, maka pembangunan perikanan di perdesaan perlu dikembangkan. Pembangunan perikanan berkelanjutan merupakan suatu usaha dalam pemenuhan kebutuhan akan hasil-hasil perikanan secara bijak untuk generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Berpegang pada program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan; maka basis pembangunan saat ini adalah pembangunan perdesaan. Oleh karena itu, pembangunan perdesaan pada daerah-daerah sentra produksi perlu lebih dimantapkan agar tumbuh dan berkembang sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru yang lebih kuat, mengingat fungsi daerah perdesaan sangat penting, terutama dalam hal: 1. Penyedia bahan pangan untuk penduduk (termasuk penduduk di perkotaan); 2. Menyerap tenaga kerja untuk pembangunan; 3. Penyedia bahan baku untuk industri; 4. Penghasil komoditi untuk ekspor. Sangat disayangkan pembangunan perdesaan hingga saat ini masih dirasakan adanya ketimpangan pembangunan, terutama jika dibandingkan dengan pembangunan yang terjadi di perkotaan. Bahkan perbedaan pembangunan antara perdesaan dan perkotaan tersebut terasa cukup mencolok. Kondisi ini secara empiris terlihat dari interaksi antara keduanya yang memperlihatkan hubungan yang saling memperlemah. Kondisi ini terjadi karena berkembangnya kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek penetesan ke bawah (trickle down effect). Dalam kondisi seperti tersebut di atas, tidak akan terjadi pertukaran sumberdaya yang saling menguntungkan sesuai dengan harapan berbagai pihak dalam rangka mewujudkan keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang. Oleh karena itu maka terjadi pengurasan sumberdaya dari wilayah perdesaan (backwash effect). Adanya ketidak berimbangan hubungan antar wilayah perdesaan dan perkotaan ini pada akhirnya mengakibatkan terjadinya berbagai permasalahan di kedua belah pihak. Padahal seharusnya antara wilayah perdesaan dan perkotaan terjadi interaksi secara mutualisma. Dalam hal ini yang seharusnya terjadi adalah adanya barter produk antara keduanya, misalnya hasil industri dan jasa di perkotaan dijual ke perdesaan dan hasil-hasil pertanian dan pengolahan sumberdaya alam di perdesaan dijual ke kota. Mengingat adanya ketimpangan tersebut, kiranya wilayah perdesaan harus selalu diupayakan agar dapat melakukan pembangunan secara mandiri. Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan adalah dengan pengolahan potensi wilayah perdesaan itu sendiri, dimana ketergantungan dengan perekonomian kota dapat diminimalkan. Untuk itu maka pendekatan agropolitan merupakan upaya
106
pemecahan masalah dalam aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan. Namun khusus untuk wilayah perdesaan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan perikanannya, maka pendekatan yang dilakukan adalah agropolitas berbasis komoditi ikan yang dikenal dengan sebutan minapolitan. Minapolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan yang mempunyai potensi perikanan. Hal ini disebabkan pada umumnya sektor perikanan dan pengelolaan sumberdaya alam merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan terutama di daerah yang mempunyai potensi perikanan yang cukup tinggi seperti halnya dengan Kabupaten Kepulauan Anambas. Pada pendekatan agropolitan menggambarkan bahwa pengembangan atau pembangunan perdesaan (rural development) secara beriringan dapat dilakukan dengan pembangunan wilayah perkotaan (urban development) pada tingkat lokal (Friedman dan Douglas, 1976). Kondisi yang sama juga terjadi pada pendekatan minapolitan, dalam hal ini minapolitan merupakan pembangunan perdesaan menjadi perkotaan pada tingkat lokal. Pembangunan kawasan perdesaan merupakan hal yang sangat mutlak dibutuhkan, mengingat sumberdaya alam di kawasan perdesaan sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai alat pendorong pembangunan. Oleh karenanya, maka pengembangan seperti halnya pada kawasan minapolitan akan menjadi sangat penting dalam konteks pengembangan wilayah, mengingat: 1. Kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan keunikan lokal; 2. Pengembangan kawasan minapolitan dapat meningkatkan pemerataan, mengingat sektor yang dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat; 3. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya. Menurut Dahuri (2011b), seiring dengan perubahan lingkungan strategis suatu daerah (kabupaten/kota atau provinsi) agar maju dan sejahtera harus mampu merancang dan mengelola pembangunan daerahnya, sehingga daerah tersebut memiliki daya saing yang tinggi, menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dan mensejahterakan seluruh rakyat secara adil dan berkelanjutan. Lebih lanjut Rustiadi, dkk (2011) mengatakan bahwa daerah harus memiliki strategi pengembangan wilayah baru yang mencakup dua sisi, yakni : 1. Strategi demand side Strategi “demand side” adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan lokal. Tujuan pengembangan wilayah secara umum adalah untuk meningkatkan taraf hidup penduduk. Contoh program transmigrasi. 2. Strategi supply side Strategi supply-side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini adalah untuk meningkatkan pasokan dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya alam lokal. Contoh program penambangan dan HPH.
107
2.4 Pembangunan Kepulauan dan Pesisir Menurut Kusumastanto (2003), bahwa perspektif ekonomi regional, wilayah pesisir dan laut memiliki pilar-pilar penting untuk menjadi kekuatan dalam pembangunan wilayah yang berbasiskan kekuatan ekonomi lokal. Kekuatan-kekuatan tersebut adalah : 1) natural resources advantages dan inperfect factor mobility. Artinya di wilayah pesisir terdapat konsentrasi keunggulan wilayah yang tidak dimiliki oleh wilayah lain, seperti sumberdaya alam, kultur dan adanya keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya; 2) economic of concentration atau imperfect diversibility. Artinya secara spasial kegiatan usaha berdasarkan skala ekonomi, umumnya terjadi pengelompokan industri sejenis (cluster of industry), jika tidak masuk skala ekonomi, kegiatan ini akan keluar cluster yang ada; dan 3) mobilitas adalah pengorbanan. Artinya setiap pergerakan barang dan jasa memerlukan biaya transpotasi dan komunikasi. Sehingga kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan laut diarahkan pada upaya untuk meminimalkan jarak dan memaksimumkan akses. Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan bagian dari sumberdaya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memiliki keragaman potensi sumberdaya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa, oleh karena itu perlu dikelola secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum nasional. Yang dimaksud dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 mendefinisikan “wilayah pesisir” adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2, beserta kesatuan ekosistemnya. Sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati, sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan. Sumberdaya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain sedangkan sumberdaya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut, serta sumberdaya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa “perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna”. Dan dikatakan bahwa “kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan
108
berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. Selanjutnya “ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai”. Asas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah: berasaskan keberlanjutan; konsistensi; keterpaduan; kepastian hukum; kemitraan; pemerataan; peran serta masyarakat; keterbukaan; desentralisasi; akuntabilitas; dan berasaskan keadilan. Adapun tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil adalah: a) melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; b) menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil; c) memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan d) meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: a. antara pemerintah dan pemerintah daerah; b. antar pemerintah daerah; c. antar sektor; d. antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat; e. antara ekosistem darat dan ekosistem laut; dan f. antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen (UU Nomor: 27 Tahun, 2007). Menurut Kusumastanto (2003) bahwa usaha perikanan sangat bergantung pada musim, harga dan pasar, maka sebagian besar karakter masyarakat pesisir (khususnya nelayan dan petani) tergantung pada faktor-faktor berikut : 1. Kondisi ekosistem dan lingkungan yang rentan pada kerusakan, khususnya pencemaran atau degradasi kualitas lingkungan. 2. Ketergantungan pada musim 3. Tergantung pada pasar. Lebih lanjut Kusumastanto (2003), mengatakan bahwa agar sektor kelautan menjadi sektor unggulan dalam perekonomian nasional, diperlukan kebijakan yang bersifat terintegrasi antar instansi pemerintah dan sektor pembangunan. Untuk mengarah pada keadaan semacam ini perlu sebuah kebijakan pembangunan kelautan (ocean development policy) sebagai bagian dari kebijakan kelautan (ocean policy). Selanjutnya perumusan kebijakan kelautan melingkupi 3 (tiga) tingkatan: 1) tingkatan politis (kebijakan); 2) tingkatan organisasi/implementasi (institusi, aturan main); dan 3) tingkatan implementasi (evaluasi, umpan balik). Elfindri dkk (2009), mengatakan bahwa manajemen pembangunan kepulauan sangat urgen bagi negara Indonesia, mengingat sekitar 17.000 pulau besar dan kecil terhampar dari Sabang sampai Merauke. Kawasan kepulauan memiliki ciri yang unik dengan keadaan geografis yang menarik. Dengan diketahui luas wilayah dan persoalan utama, maka akan lebih mudah ditentukan
109
strategi, langkah-langkah operasional untuk mengatahsi persoalan tadi. Pembangunan pesisir dan pulau-pulau mestinya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Disarankan menggunakan model pembangunan sebagai berikut : a. Model pemenuhan kebutuhan pokok (Human Basic Need Aproach); b. Model pembangunan orientasi pertumbuhan (Growth theory) Menurut Apridar dkk (2011), terdapat beberapa strategi pembangunan ekonomi kelautan, perikanan dan pesisir di Indonesia, yaitu: 1. Pendekatan negara kesejahteraan dalam pembangunan ekonomi wilayah kelautan; Mengubah paradigma pembangunan kelautan, yakni mengubah “mindset” pola pikir memandang kelautan dari kacamata kelautan itu sendiri, bukan kacamata daratan. Pola pikir ini tidak memindahkan cara pandang penyelesaian masalah di daratan dipindahkan ke laut dan pulau kecil. Komponen membangun pulaupulau kecil (termasuk wilayah perbatasan) perlu mempertimbangkan beberapa hal: a) kesejahteraan (prosperity) dan keamanan (security) yang membutuhkan kerjasama antar sektor, antar institusi negara dan antar negara; b) sosial budaya dengan cara memberdayakan masyarakat pulau kecil berbasis potensi sumberdaya alam dan kearifan lokal sebagai modal pembangunan; c) kerjasama dan hubungan antar daerah dengan meningkatkan kontribusi pemanfaatan Alur Laut Indonesia (ALKI) dan mengoptimalkan pelayaran rakyat; d) aspek teknologi; e) nilai eksotisme, adanya gaya hidup masyarakat yang menyenangi nilai-nilai eksotisme, yaitu kondisi alam yang natural; f) nilai sejarah, nilai sejarah memberikan makna tersendiri bagi masyarakat lokal maupun wisatawan asing; dan g) status genelogis, misalnya warga yang sudah memiliki peradaban yang sama secara turun-temurun, sehingga ada keterkaitan geneologis. 2. Kebijakan penanganan illegal fishing; Pengawasan laut tidak bisa diserahkan begitu saja kepada TNI-AL, karena menurut Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009, mengamanatkan pengawasan laut kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 3. Kebijakan kelautan dan perikanan berbasis ekonomi kerakyatan; Bila bangsa ini mau berkembang pesat dan menguasai perdagangan internasional, kekuatan ekonomi maritim harus jadi pilar utama. 4. Kebijakan adaptasi akibat perubahan iklim berbasis kearifan dan pengetahuan lokal; Mengantisipasi dampak perubahan iklim global, membutuhkan rekonstruksi kebijakan perikanan secara nasional. 5. Kebijakan perlindungan keanekaragaman kelautan dan perikanan; Pertemuan Conference of Parties (COP) 10 di Nagoya, Jepang menghasilkan bentuk perdagangan keanekaragaman hayati, polanya persis seperti perdagangan carbon dalam ala Reducing Emission from Deforestation and Land Degradation (REDD), yang juga nantinya masuk mekanisme pasar. Negara maju akan menguasai keanekaragaman hayati, spesies dan ekosistem negara berkembang karena telah membeli sahamnya di pasar bursa. Inilah bentuk penjajahan baru berkedok perubahan iklim. Bagi Indonesia apakah mekanisme ini mensejahterakan rakyat atau justru sebaliknya?
110
6. Reformasi kebijakan pengelolaan wilayah pesisir. Hingga kini potret pesisir Indonesia semakin buram, ada fakta empiris mengungkapkan kerusakan semakin menjadi, seperti: abrasi dan sedimentasi; reklamasi pantai; eksploitasi mangrove, terumbu karang dan padang lamun; penambangan pasir; instrusi air laut makin jauh masuk ke daratan; dan pencemaran dari tumpahan minyak, bahan beracun dan sampah. Sehingga perlu kebijakan seperti : a. Pemerintah bermitra dengan organisasi masyarakat; b. Memberikan insentif bagi masyarakat yang sukses merehabilitasi lingkungan pesisirnya; c. Pemerintah menerapkan pajak progresif lingkungan pada orang/badan yang usahanya berpotensi memusnahkan ekosistem pesisir. Menurut Elfindri dkk (2009), melihat perspektif pembangunan masyarakat kepulauan dan peisisir, bahwa pembangunan manusianya lebih dahulu diprioritaskan, kemudian secara bersama dilanjutkan pembangunan kekuatan masing-masing kekhasan kepulauan. Lebih lanjut Elfindri dkk (2009) merumuskan beberapa garis besar (blue print) masa depan pembangunan kepulauan sesuai dengan urgensi dan persoalannya sebagai berikut: a. Pembangunan kepulauan dan pesisir berkarakter dan kekhasanya; Semua daerah kepulauan dan pesisir memiliki ciri-ciri khehasan yang berbeda dengan daerah lainnya, diharapkan pemerintah melakukan inventarisir tentang eksisensi daerah kepulauan dan pesisir, seperti flora dan fauna, kekayaan alam dan budayanya, perlu menyusun peta pembangunan kawasan kepulauan dan pesisir sehingga diharapkan akan jadi pusat pertumbuhan baru. b. Pembangunan Pendidikan Kepulauan dan Pesisir; Fokus mutu pendidikan untuk daerah kepulauan diarahkan pada penguatan penguasaan bidang sains, geografi, agama dan industri humaniora kreatif, mengingat dan sumberdaya lokal tersedia. c. Akses pelayanan kesehatan; Arah kebijakan adalah mengatasi penyebab angka kematian bayi diberbagai kawasan kepulauan dan pesisir. Sehingga strategi yang dilakukan untuk memperbaiki derajat kesehatan masyarakat adalah: a) menjamin pelayanan kesehatan masyarakat (PUSKESMAS); b) meningkatkan pelayanan prepentif dan kuratif; c) Peningkatan pelayanan kesehatan Rumah Sakit; d) Peningkatan kesadaran rumah tangga; e) peningkatan fasilitas kesehatan dan penunjang; dan f) penyediaan dan peningkatan kapasitas tenaga medis. d. Penanggulangan Kemiskinan; Arah kebijakan penanggulangan kemiskinan kepulauan dan pesisir adalah: a) perluasan lapangan kerja; b) pemberdayaan keluarga miskin; dan d) perlindungan sosial. e. Kebijakan Kependudukan; Arah kebijakan kependudukan adalah pengendalian besarnya jumlah anak, bersamaan dengan pencapaian keluarga sejahtera. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan memperkenalkan sedini mungkin konsep keluarga sejahtera khususnya pada kelompok pasangan usia subur. f. Ekonomi Kepulauan dan Pesisir; Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam bidang perekonomian daerah kepulauan dan pesisir, yaitu: a) struktur ekonomi masih bertumpu pada
111
sumbangan sektor pertanian, dengan produktifitas yang rendah. Masalahnya karena rendahnya mutu sumberdaya manusia; b) Sumbangan sub sektor perikanan masih terbatas mengingat prasarana dan sarana untuk penangkapan ikan komersial masih terbatas. Masalahnya sistem tangkap hasil perikanan masih tadisional dan sebagian kecil yang menggunakan alat tangkap yang standar; c) Rendahnya investasi mengingat sebagian besar daerah kepulauan jauh dari daerah lainnya. Akar masalahnya adalah masih terbatasnya rancangan ekonomi yang diketahui oleh pihak investor; d) Mutu tenaga kerja masih terbatas dan persoalan utama adalah bagaimana mengatasi pengangguran. Akar masalah adalah terbatasnya investasi dan penguasaan keahlian yang dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi lokal; dan e) Potensi kelautan untuk pariwisata masih belum terkemas sedemikian rupa, sehingga pariwisata bahari belum optimal memberikan nilai tambah pembentukan barang dan jasa. Sehingga perlu dilakukan usaha-usaha pengembangan sektor perikanan dan kelautan, seperti: a) meningkatkan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal dan berkelanjutan; b) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kelembagaan masyarakat sektor perikanan; c) mendorong dan memfasilitasi pengembangan industri perikanan tangkap; d) mewujudkan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang memadai sebagai pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat nelayan; e) meningkatkan pembinaan dan pengawasan mutu serta pemasaran hasil perikanan; f) meningkatkan pemantauan, pengendalian dan pengawasan sumberdaya perikanan dan kelautan; dan g) meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar kabupaten/kota dan dengan provinsi. Perlu dibuat strategi pembangunan perikanan dan kelautan sebagai berikut : a. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan, baik melalui penagkapan maupun budidaya perikanan secara berkelanjutan; b. Meningkatkan keterampilan nelayan, nelayan pengolah dan pedagang ikan serta aparatur pemerintah; c. Meningkatkan rekayasa teknologi perikanan dan kelautan; d. Meningkatkan pengendalian, pengawasan serla promosi hasil perikanan; e. Meningkatkan mutu, usaha pengolahan dan usaha pemasaran; f. Meningkatkan pengadaan, rehabilitasi dan pemeliharaan sarana prasarana perikanan dan kelautan; g. Mengadakan kerjasama dengan lembaga keuangan/perkreditan dalam rangka pengembangan usaha perikanan dan penyerapan tenaga h. Membina dan mengembangkan kelembagaan nelayan i. Menyebarluaskan informasi teknologi perikanan dan kelautan. g. Investasi dan Tenaga Kerja; Terdapat dua faktor strategis masalah kebijakan tenagakerja, yaitu faktor internal persiapan angkatan kerja daerah melalui pengusaan keterampilan dan teknologi serta perlindungan sosial dan faktor eksternal berupa kondisi makro dari perekonomian. h. Pusat pertumbuhan dan keterkaitan dengan pulau-pulau sekelilingnya. Kebijakan dan strategi pembangunan perlu dilakukan perubahan untuk dapat mendorong pertumbuhan sektor industri, hal ini penting artinya bagi kesinambungan usaha demi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi.
112
Dalam pembangunan daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu melakukan manajemen pembangunan daerah dengan fokus pengembangan kawasan. Potensi wilayah diharapkan dapat dioptimalkan sehingga masyarakat menjadi tuan di wilayahnya sendiri dalam satu entitas kawasan pembangunan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip pembangunan efisien, efektif, ekonomis dan berkelanjutan. Tantangan pembangunan yang semakin luas menyebabkan perlunya pembangunan daerah dan semakin pentingnya perencanaan pembangunan agar pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan pendayagunaan sumberdaya yang mereka miliki secara efisien. Dengan demikian, melalui wahana perencanaan pembanguan daerah diharapkan semua elemen masyarakat (stakeholders) dapat membina hubungan kerjasama diantara pemerintah, masyarakat serta pihak swasta untuk dapat maju secara bersama, melaksanakan peran dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya membangun daerah untuk kesejahtaan masyarakat (Sumodiningrat, 2007).
2.5 Hasil Studi atau Kajian Terdahulu Kajian terdahulu yang dilakukan oleh Tar (2010) dalam kajiannya berjudul “Arahan Pengembangan Kawasan Minapolitan Mandeh Kabupaten Pesisir Selatan”, dimana salah satu tujuan kajiannya adalah untuk mengetahui keunggulan komoditas perikanan budidaya kawasan minapolitan. Melalui teknik analisis LQ, Shift Share, Skalogram, AHP dan analisis deskriptif, berkesimpulan bahwa menetapkan tujuh komoditas perikanan budidaya sebagai komoditas unggulan perlu ditinjau kembali, karena dari tujuh komoditas kajian hanya empat komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif. Kemudian untuk prasarana dan sarana yang masih minim dan belum merata, perlu adanya percepatan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan aksesibilitas antar kawasan. Pengembangan infrastruktur ini menurutnya harus dilakukan secara beriring, baik infrastruktur wilayah, infrastruktur sosial kelembagaan maupun infrastruktur pendukung minabisnis, artinya pengembangan tidak bisa dilakukan secara sendirisendiri. Agar terwujudnya pengembangan kawasan minapolitan Mandeh yang terpadu dan berkelanjutan, faktor biofisik wilayah merupakan kriteria prioritas pertama, menyusul faktor ekonomi wilayah, dan faktor kelembagaan wilayah. Pada faktor biofisik wilayah ini, aspek kelestarian lingkungan memberikan kontribusi paling besar. Nofidi (2009), dalam kajiannya tentang pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Palalawan Propinsi Riau, dimana tujuan kajiannya untuk mengkaji permasalahan yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan dan memberikan rancangan program dalam mengambil kebijakan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara optimal. Alat analisis yang digunakan adalah Metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) menggunakan software Prefernce Ratios in Multiattribute Evaluation (PRIME) dan Location Quotient (LQ). Kesimpulannya adalah terdapat tiga sektor yang mempunyai keunggulan komparatif, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan apabila dirinci secara sub sektor, terdapat 13 sub sektor yang mempunyai keunggulan komparatif yang salah satunya yaitu sub sektor perikanan dan kelautan. Analisis Kebijakan yang harus diterapkan di Kabupaten
113
Pelalawan dalam melaksanakan pembangunan dan strategi pengembangan wilayah pesisir, yaitu pengembangan budidaya silvifisheries, pengembangan teknologi penangkapan, pengembangan kegiatan penanganan hasil perikanan, pengembangan tempat pelelangan ikan, peningkatan kelembagaan modal, peningkatan kualitas sumberdaya manusia wilayah pesisir, penguatan kelembagaan masyarakat, serta penguatan prasarana dan sarana. Baskoro (2007), dalam kajiannya tentang pengembangan kawasan melalui agropolitan mengatakan bahwa melalui alat analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografi, analisis skalogram, analisis shift share, analisis LQ dan analisis statistik non parametrik chi-square, menunjukkan hasil bahwa arahan penataan ruang kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi beberapa zona, zona pertama merupakan kawasan pusat pertumbuhan dan pelayanan, sektor pertanian merupakan sektor unggulan ini dilihat dari kontribusi terhadap PDRB. Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah pertama, kajian ini untuk mengidentifikasi potensi sumberdaya perikanan di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas. Kedua, kajian ini akan merumuskan strategi yang perlu dilakukan oleh semua stakeholders dan terutama Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas dalam rangka mengembangkan wilayah melalui pendekatan minapolitan. Kajian ini menggunakan alat analisis faktor internal dan eksternal, analisis Location Quotient (LQ), analisis matriks SWOT dan analisis QSPM yang akan memberikan suatu rancangan strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas, guna meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
114
3. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kabupaten Kepulauan Anambas yang baru terbentuk pada akhir Tahun 2008, memiliki luas wilayah laut sekitar 98,65% dari total luas wilayahnya, dimana sedang melaksanakan dan meningkatkan pembangunan disegala bidang. Konsep pembangunan yang sedang dan banyak dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah konsep pembangunan atau pengembangan wilayah (kawasan) atau sering disebut sistem kluster. Konsep pembangunan ini sedang berusaha dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, yakni melalui sektor kelautan dan perikanan sebagai tulang punggung penggerak utamanya, khususnya melalui program minapolitan. Hal ini tujuannya supaya dapat meningkatkan produksi dan produktifitas sektor perikanan. Kegiatan sektor perikanan di Anambas telah lama dan turun temurun digeluti oleh masyarakat, karena didukung dengan karakter wilayahnya yang sebagian besar adalah lautan, khusus aktifitas budidaya ikan berkembang dan sangat diminati masyarakat lebih kurang telah 30 tahun yang dilakukan oleh nelayan secara mandiri dan tradisional. Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan melalui Keputusan Bupati Anambas Nomor 108a Tahun 2011 tanggal 22 Agustus 2011, namun penetapan kawasan minapolitan sebagaimana daerahdaerah lain ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Pemerintah Anambas sudah mengusulkan kepada KKP minta ditetapkan dan dikukuhkan sebagai kawasan minapolitan, sehingga memiliki payung hukum secara nasional, namun hingga sekarang belum terwujud. Anambas sebagai daerah kepulauan dengan carakteristik wilayah laut yang luas, memiliki potensi sumberdaya perikanan sangat banyak. Menurut data kajian Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnaskajiskan), bahwa potensi perikanan di wilayah Anambas diperkirakan sebesar 88.792,20 ton/tahun dan produksi baru 7.686 ton/tahun, artinya baru 8,66% dimanfaatkan oleh masyarakat, masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan. Memperhatikan kondisi data dan fakta-fakta ini, membuat penulis tertarik untuk melakukan kajian bagaimana prospek, peluang dan potensi pengembangan program minapolitan di Anambas demi meningkatkan pembangunan dan kemajuan Anambas. Karena pengembangan program minapolitan harus benar-benar dilakukan dengan perencanaan dan kajian yang matang. Sehingga program ini benar-benar sukses sebagaimana yang diharapkan. Sebelum dilakukan suatu kajian, sebagai tahap awal perlu dilakukan indetifikasi faktor-faktor internal, yakni kekuatan sumberdaya yang dimiliki dan faktor kelemahan yang mungkin timbul dan identifikasi faktor-faktor eksternal, yaitu faktor peluang dan ancaman yang merupakan unsur lingkungan yang mungkin dapat mengganggu atau menghalangi program minapolitan. Identifikasi data dan fakta ini mencakup berbagai aspek, seperti aspek sumberdaya perikanan dan kebijakan serta aspek perekonomian wilayah. Dengan menggunakan berbagai alat analisis, seperti berdasarkan data statistik perekonomian daerah (PDRB) digunakan analisis deskriptif dan LQ, sehingga dapat diketahui distribusi atau kontribusi masing-masing sektor/sub sektor mana yang merupakan sektor basis atau yang memiliki keunggulan dalam
115
pertumbuhan ekonomi daerah, kemudian dilakukan analisis faktor-faktor internal dan eksternal serta analisis SWOT akan diperoleh alternatif strategi. Selanjutnya dengan analisis QSPM dapat diperoleh strategi yang prioritas dalam pengembangan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Secara ringkas kerangka alur pikir kajian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengembangan wilayah melalui pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas Identifikasi Potensi Wilayah
Aspek Sumberdaya dan Kebijakan - Sumberdaya Perikanan - Infrastrukur
Aspek Ekonomi Wilayah Kondisi PDRB
- Analisis deskriptif - Analisis LQ
Sektor Basis/ Non Basis
- Analisis Internal-Ekternal (IE) - Analisis SWOT
Alternatif Strategi Analisis QSPM
Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Minapolitan Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Kajian.
3.2 Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi kajian bertempat di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau, dengan pertimbangan Anambas merupakan daerah yang baru dimekarkan dengan karakteristik wilayah perairan yang sangat luas yakni 98,65 persen dari luas wilayah merupakan lautan, serta merupakan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan. Adapun lokasi kajian difokuskan pada Dinas Kelautan dan Perikanan dan Bappeda Kabupaten Kepulauan Anambas serta lokasi budidaya ikan di Desa Air Sena Kecamatan Siantan Tengah. Dimana wilayah penelitian atau kajian memiliki potensi sektor perikanan, terutama untuk budidaya ikan sangat besar (Peta Wilayah Kajian di Teluk Siantan dan Sekitarnya dapat dilihat pada Lampiran 2). Waktu kajian dan pengambilan data dilakukan selama tiga bulan, yakni dari bulan April 2012 sampai Juni 2012.
116
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian dalam studi ini adalah metode studi kasus tentang pengembangan sektor kelautan dan perikanan, khususnya konsep pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. 3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yakni hasil wawancara dengan penyebaran kuesioner yang telah disiapkan kepada responden dan data sekunder yakni data statistik perekonomian daerah (PDRB), data tentang potensi sumberdaya perikanan, data produksi perikanan, data prasarana dan sarana sektor perikanan, data tentang jumlah nelayan atau pembudidaya ikan, data tentang program dan anggaran sektor perikanan dan datadata laporan yang berhubungan dengan penelitian atau kajian, termasuk juga studi pustaka seperti hasil penelitian atau kajian terdahulu. Sumber data diperoleh dari beberapa stakeholders, seperti dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, DPRD serta dari masyarakat atau nelayan/pengusaha ikan. Distribusi sumber data atau responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Responden No Responden 1 2 3 4 5 6
DPRD Bappeda Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Perindustrian , Perdagangan dan Koperasi UKM Nelayan / Pengusaha Ikan Jumlah :
Jumlah 1 1 1 1 1 1 6
3.5 Metode Pengumpulan Data Metode atau teknik pengumpulaan data yakni, data sekunder diperoleh dengan mendapatkan langsung pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Bappeda Anambas serta dinas/instansi lain yang berhubungan dengan kajian, sedangkan data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan responden. Kuesioner dan wawancara ini telah disiapkan sebelumnya. (Kuesioner tahap pertama, yakni kuesioner penentuan bobot dan penentuan rating/peringkat masing-masing faktor internal dan eksternal dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4). Pengumpulan data primer dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama penentuan nilai bobot dan peringkat (rating) masing-masing faktor internal dan eksternal. Tahap kedua penentuan prioritas strategi melalui keusioner penilaian atau persepsi responden terhadap kemenarikan relatif (relative attractiveess) atas
117
alternatif strategi yang telah diperoleh dari analisis SWOT. (Kuesioner tahap kedua, yakni kuesioner penentuan Nilai Daya Tarik Alternatif Strategi dapat dilihat pada Lampiran 5). 3.6 Metode Pengambilan Contoh Metode atau teknik pengambilan contoh/sampel ditetapkan secara sengaja (purposive sampling), yakni dipilih dari beberapa stakeholders yang dianggap ahli dan mewakili tujuan kajian, seperti dari unsur pemerintahan daerah sebagai pembuat kebijakan, program dan kegiatan serta dari unsur nelayan/pengusaha ikan sebagai pelaksana dilapangan. 3.7 Metode Analisis Data Kajian ini dimulai dengan melakukan berbagai analisis data, seperti identifikasi potensi sektor kelautan dan perikanan untuk mendukung percepatan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Menurut Syaukat (2011), data sekunder perlu dilakukan analisis untuk menjelaskan dan menyimpulkan data, untuk mengidenfikasi hubungan antar variabel, untuk membandingkan variabel dan meramalkan hasil. Dari data yang telah diperoleh, dianalisis sesuai dengan tujuan kajian, sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan dan tujuan kajian. Agar mengetahui sektor yang banyak memberikan distribusi atau kontribusi terhadap PDRB Anambas, menggunakan analisis deskriptif atas kontribusi masing-masing sektor/sub sektor berdasarkan data statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan untuk melihat sektor basis atau sektor unggulan daerah/wilayah menggunakan analisis Location Quotient (LQ), kemudian untuk menyusun rumusan alternatif strategi menggunakan analisis faktor-faktor internal dan eksternal (IFE-EFE) dan Matriks IE, serta analisis SWOT, dan selanjutnya untuk menentukan prioritas strategi menggunakan analisis QSPM. Lebih jelasnya metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Matrik Metode Analisis Data No 1.
Tujuan Mengidentifikasi potensi sumberdaya perikanan untuk mendukung program minapolitan.
Jenis dan sumber data Data sekunder, yakni data potensi dan produksi hasil perikanan, PDRB serta laporan yang terkait dengan kajian.
Metode analisis data Analisis Deskriptif dan Analisis LQ
Hasil yang diharapkan Peluang dan kemungkinan pengembangan kawasan minapolitan
Sumbernya dari DKP, Bappeda dan BPS serta instansi terkait. 2.
Merumuskan strategi pengembangan wilayah
Data primer.
Analisis Matriks IFE-EFE,
Strategi Pengembangan
118
No
Tujuan melalui pendekatan program minapolitan.
Jenis dan sumber data Sumbernya dari hasil olahan data kuesioner.
Metode analisis data SWOT dan Analisis
Hasil yang diharapkan Kawasan Minapolitan
QSPM.
3.7.1 Analisis Deskriptif Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan kondisi yang terjadi dilapangan dengan memperhatikan, mengidentifikasi dan evaluasi indikator atau prinsipprinsip, pedoman, ketentuan dan syarat-syarat suatu kawasan minapolitan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui beberapa hal dilapangan seperti, kondisi dan informasi sektor kelautan dan perikanan, bagaimana perencanaannya, kebijakan yang telah atau sedang dilaksanakan, gambaran potensi pengembangannya dan produksi hasil perikanan serta peranannya dalam perekonomian wilayah dan juga data-data lain yang mencerminkan keragaan sektor perikanan. Gambaran kondisi aktual ini dianalisis berdasarkan peluang yang ada dan faktor-faktor lain yang mendukung. Adapun peranan sektor dan sub sektor perikanan dalam perekonomian wilayah dianalisis dari data statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kepulauan Anambas. Hasil perhitungan analisis terhadap data PDRB ini menggunakan software Microsoft Office program Excell, sehingga dapat menunjukkan distribusi atau kontribusi masing-masing sektor atau sub sektor perekonomian di Kabupaten Kepulauan Anambas. Sektor dengan kontribusi yang paling besar berarti sektor atau sub sektor yang memiliki peran yang besar dalam pertumbuhan perekonomian wilayah, demikian juga sebaliknya yang memiliki nilai kontribusinya kecil, berarti perannya dalam pertumbuhan perekonomian wilayah rendah. Distribusi atau kontribusi PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas yang dianalisis adalah PDRB dengan Migas dan tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB), sedangkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2000 untuk memperlihatkan laju pertumbuhan perekonomian daerah selama periode Tahun 2008-2011. 3.7.2 Analisis Location Quotient (LQ). Analisis Location Quotient (LQ) merupakan salah satu alat analisis yang digunakan dalam menentukan sektor/sub sektor basis dan non basis. Tidak semua sektor atau sub sektor dalam perekonomian daerah memiliki kemampuan yang sama. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan wilayah biasanya akan memanfaatkan sektor-sektor basis atau sektor unggulan yang dianggap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu indikator yang dapat menggambarkan kondisi sektor/sub sektor basis atau non basis adalah melalui indeks LQ, yaitu suatu indikator sederhana yang dapat menunjukan kekuatan dan besar kecilnya peranan suatu sektor atau sub sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah di atasnya atau wilayah referensi. Menurut Rustiadi dkk (2011) bahwa untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan
119
indikator sektor basis dan non basis dapat digunakan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas. Suatu aktivitas j dikatakan memusat di wilayah i apabila nilai LQ > 1. Untuk menghitung nilai LQ ini menggunakan pendekatan data PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas dan PDRB Provinsi Kepulauan Riau dengan rumus sebagai berikut: Xij / Xi LQij = Xj / X.. Dimana: LQij = Xij = Xi = Xj = X.. = i = j =
indeks pemusatan aktivitas ke-j di wilayah ke-i derajat aktivitas ke-j di wilayah ke-i (Kab. Kepulauan Anambas) total aktivitas di wilayah ke-i (Kab. Kepulauan Anambas) total aktivitas ke-j di semua wilayah (Provinsi Kepri) derajat aktivitas total wilayah (Provinsi Kepri) wilayah yang kajian (Kab. Kepulauan Anambas) aktivias ekonomi (sektor/sub sektor)
Dalam menginterpretasi hasil analisis LQ, terdapat tiga kemungkinan nilai yang dapat ditemukan, yaitu : a. Nilai LQ di sektor i = 1, menggambarkan bahwa laju pertumbuhan sektor i daerah studi i adalah sama dengan laju pertumbuhan di sektor yang sama di dalam perekonomian daerah preferensi p. b. Nilai LQ di sektor i > 1, menggambarkan bahwa laju pertumbuhan sektor i daerah studi i adalah lebih besar dengan laju pertumbuhan di sektor i yang sama di dalam perekonomian daerah preferensi p. Sektor i merupakan sektor unggulan dan menjadi basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut. c. Nilai LQ di sektor i < 1, menggambarkan bahwa laju pertumbuhan sektor i daerah studi i adalah lebih kecil dengan laju pertumbuhan di sektor i yang sama di dalam perekonomian daerah preferensi p. Sektor i bukan merupakan sektor unggulan dan idak tmenjadi basis ekonomi serta tidak prospektif untuk dikembangkan. 3.7.3 Metode Perumusan Alternatif Strategi Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor internal dan eksternal serta analisis matriks SWOT dalam penyusunan alternatif strategi, selanjutnya dengan analisis QSPM ditetapkan strategi prioritas. Setelah dilakukan penetapan prioritas strategi, kemudian disusun rancangan program sesuai dengan visi dan misi daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) serta dipadukan dengan visi dan misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas. Menurut Rangkuti (2009) proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap, yakni tahap pengumpulan data, tahap analisis, dan tahap pengambilan keputusan. Lebih rinci kerangka formulasi strategis menurut Rangkuti (2009) dapat dilihat pada Tabel 6.
120
Tabel 6. Kerangka Formulasi Strategis 1. Tahap Pengumpulan Data Evaluasi Faktor Eksternal, Evaluasi Faktor Internal dan Matrik Profil Kompetitif 2. Tahap Analisis Matrik TOWS (SWOT), Matrik BCG, Matrik Internal – Eksternal (IE), Matrik Space dan Matrik Grand Strategy 3. Tahap Pengambilan Keputusan Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategi Planning Matrix = QSPM) Sebelum melakukan proses identifikasi, terlebih dahulu disepakati basis analisis stakeholders yang berhubungan dengan pihak internal maupun eksternal. Dalam kajian ini, yang dikategorikan sebagai pihak internal adalah stakeholders Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Anambas dan masyarakat nelayan serta wilayah di Anambas, sedangkan pihak eksternal adalah pemerintah pusat, propinsi dan masyarakat atau pengusaha di luar Anambas. Hal ini dilakukan sehingga dapat memudahkan dalam melakukan analisis faktor internal dan eksternal. Lebih jelasnya tahap-tahap perumusan strategi dalam kajian ini diuraikan sebagai berikut: a. Evaluasi Faktor Internal (IFE – Internal Factor Evaluation) Pada tahap pengumpulan data dilakukan evaluasi terhadap faktor-faktor strategis internal atau Internal Factor Evaluation (IFE) digunakan untuk mengetahui persepsi stakeholders terhadap faktor internal wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap berpengaruh terhadap pengembangan program minapolitan. Menurut Rangkuti (2009), terdapat lima langkah yang harus dilakukan untuk melakukan evaluasi faktor internal dengan menggunakan Matrix Internal Factor Evaluation (IFE), yaitu : 1. Setelah dilakukan identifikasi terhadap lingkungan internal, tentukan faktorfaktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan. 2. Berikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting). Bobot yang diberikan pada suatu faktor menunjukan kepentingan relatif dari faktor itu untuk sukses dalam usaha yang ditekuni lembaga. Tanpa mempedulikan apakah faktor kunci adalah kekuatan atau kelemahan internal, faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh terbesar pada prestasi organisasi diberi bobot tertinggi. Jumlah dari semua bobot tidak boleh melebihi 1,00. 3. Hitung rating atau peringkat masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi wilayah atau lembaga untuk menunjukan apakah faktor itu yang berpengaruh. Bila berpengarug sangat kuat diberi nilai 4 dan bila berpengaruh kecil atau sangat lemah diberi nilai 1. 4. Kalikan bobot dengan rating/peringkat untuk memperoleh nilai terbobot. 5. Jumlah seluruh nilai yang terbobot untuk memperoleh total nilai yang terbobot. Lebih jelas Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dapat dilihat pada Tabel 7.
121
Tabel 7. Matrik IFE (Internal Faktor Evaluasi) No Faktor Internal Bobot
Rating
Bobot x Rating
Kekuatan (Strengths): 3–4
1 ................................ 2 ................................ 3 ................................ Kelemahan (Weakneses):
1–2
1 ................................ 2 ................................ 3 ................................ Total
1,00
Sumber : Rangkuti (2009) b. Evaluasi Faktor Eksternal (EFE – Eksternal Factor Evaluation) Pada tahap External Factor Evaluation (EFE) dilakukan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang diluar kendali pemerintah dan masyarakat Anambas. Faktor eksternal berhubungan dengan persoalan ekonomi, sosial budaya, demografi, teknologi, hukum dan faktor lingkungan berupa lingkungan usaha industri, pasar, serta data eksternal relevan lainnya. Faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap minapolitan dan pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas. Hasil analisis eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada serta seberapa baik strategi yang telah dilakukan selama ini. Menurut Rangkuti (2009), terdapat lima langkah yang harus dilakukan untuk mengevaluasi faktor eksternal ini dengan menggunakan Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE), yaitu : 1. Setelah dilakukan identifikasi terhadap lingkungan eksternal, tentukan faktorfaktor yang menjadi peluang dan ancaman. 2. Beri bobot masing-masing faktor, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai 0,0 (tidak penting). Jumlah seluruh bobot yang diberikan tidak boleh melebihi nilai atau skor 1. 3. Hitung atau berikan rating/peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor kunci untuk menunjukkan seberapa besar atau kecil pengaruh peluang dan ancaman, jika ancamannya sangat besar/kuat, ratingnya 1 dan sebaliknya jika ancamannya sedikit atau kecil/lemah ratingnya 4. 4. Kalikan bobot dengan rating/peringkat untuk memperoleh nilai terbobot. Jika hasil yang diperoleh adalah 1 (satu) berarti situasi eksternal sangat tidak baik atau tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada serta tidak mampu mengatasi ancaman yang ada, bila diperoleh nilai 4 (empat) berarti situasi
122
eksternal sangat baik, mampu memanfaatkan peluang yang ada dan mampu mengatasi atau mengurangi ancaman. 5. Jumlahkan nilai yang terbobot untuk mendapatkan total nilai terbobot. Lebih jelas Matriks External Factor Evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Matrik EFE (Eksternal Factor Evaluation) No Faktor Eksternal Bobot Rating
Bobot x Rating
Peluang (Oportunities): 1 ................................ 2 ................................ 3 ................................ Ancaman (Threats): 1 ................................ 2 ................................ 3 ................................ Total
1,00
Sumber : Rangkuti (2009). c. Matrik Internal Eksternal (Matriks IE) Matriks IE merupakan alat analisis yang menggunakan informasi dari matriks IFE dan EFE. Matirks IE didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE yang diberi bobot pada sumbu-x atau faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu-y atau faktor eksternal (peluang dan ancaman). Dari total nilai yang dibobot pada kedua sumbu (x dan y) untuk bagian organisasi. Pada sumbu-x, total nilai IFE yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah; nilai dari 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; dan nilai 3,0 sampai 4,0 kuat. Demikian pula pada sumbu-y, total nilai EFE yang diberi bobot 1,0 sampai 1,99 dianggap rendah; 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; 3,0 sampai 4,0 dianggap tinggi. Matriks IE dapat dibagi dalam tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi berbeda. Pertama, sel I, II atau IV dapat disebut tumbuh dan bina. Kedua, sel III, V, atau VII terbaik, dapat dikelola dengan strategi pertahankan dan pelihara. Ketiga, sel IV, VIII, atau IX adalah panen atau divestasi. Matriks Internal - Eksternal dapat ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9. Matriks Internal Eksternal (Matriks IE)
123
Total Nilai IFE yang diberi Bobot Kuat=3,0-4,0 Sedang=2,0-2,99 Lemah=1,0-1,99
Total Nilai EFE Yang diberi Bobot
Tinggi 3,0-4,0
I
II
III
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Penciutan
Sedang 2,0-2,99
IV
V
VI
Stabilitas
Pertumbuhan
Penciutan
VIII
IX
Pertumbuhan
Likuidasi
Rendah 1,0-1,99
S u VII m b Pertumbuhan er : R a ngkuti, 2009
d. Analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat pada program minapolitan dan pemerintahan Kabupaten Kepulauan Anambas serta menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas empat kuadran. Masing–masing kuadran merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Matrik SWOT yang digunakan dalam kajian ini dapat dilihat pada Tabel 10.
124
Tabel 10 Matriks SWOT. Faktor Internal
Faktor Eksternal Peluang (O) 1. Daftar Peluang 2. 3. Ancaman (T) 1. Daftar Ancaman 2. 3.
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
1. Daftar Kekuatan 2. 3.
2. Daftar Kelemahan 2. 3.
Strategi S-O Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi S-T Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi W-O Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-T Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2009 Menurut Rangkuti (2009) langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut: 1. Daftar peluang eskternal 2. Daftar ancaman ekternal 3. Daftar kekuatan internal 4. Daftar kelemahan internal 5. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya pada kolom Strategi SO. 6. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil pada kolom Strategi WO. 7. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil pada kolom Strategi ST. 8. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil pada kolom Strategi WT. e. Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) Membuat peringkat alternatif strategi, untuk memperoleh daftar strategi prioritas, hanya ada satu teknik analisis dalam literatur yang dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak. Teknik tersebut adalah Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) atau Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif, yang merupakan tahap ke tiga dari kerangka kerja analisis untuk merumuskan alternatif strategi. QSPM menggunakan input analisis dari tahap satu dan hasil mencocokkan dari tahap dua untuk memutuskan secara sasaran diantara strategi alternatif. Artinya, Matriks IFE, Matriks EFE, dan Matriks SWOT yang disusun pada tahap dua, menyediakan informasi yang diperlukan untuk menetapkan QSPM (tahap tiga). QSPM merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi alternatif strategi secara obyektif, berdasarkan pada faktor-faktor kunci internal dan eksternal yang diuraikan sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan strategi yang lainnya, QSPM
125
memerlukan penilaian intuitif yang baik. QSPM merupakan teknik yang dipakai pada tahap pengambilan keputusan. Teknik ini secara jelas menunjukkan alternatif strategi mana yang paling baik untuk dipilih. Langkah-langkah dalam analisis QSPM adalah sebagai berikut: 1. Mendaftarkan faktor eksternal (peluang dan ancaman) serta faktor internal (kekuatan dan kelemahan), ditulis dikiri kolom dari QSPM. Informasi ini harus diambil langsung dari matriks IFE dan EFE. 2. Memberikan bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal. Bobot ini identik seperti yang dipakai dalam matriks IFE - EFE. Bobot ini dituliskan dalam kolom disebelah kanan faktor eksternal dan internal. 3. Memeriksa tahap 2 (pencocokan) matriks dan mengidentifikasi alternatif strategi yang harus dipertimbangkan lembaga untuk diimplementasikan. Catat semua strategi ini dibaris teratas dari QSPM. 4. Menetapkan Nilai Daya Tarik (AS). Tentukan nilai numerik yang menunjukan daya tarik relatif dari setiap alternatif strategi dalam set tertentu. Nilai Daya Tarik (AS) ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor eksternal dan internal satu persatu. Secara spesifik, Nilai Daya Tarik (AS) harus diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif dari suatu strategi atas strategi yang lain, mempertimbangkan faktor-faktor tertentu. Nilai Daya Tarik (AS) tersebut adalah : 1 = Tidak menarik 2 = Kurang Menarik 3 = Menarik 4 = Sangat Menarik 5. Menghitung Total Nilai Daya Tarik (TAS). Total Nilai Daya Tarik (TAS) ini sebagai hasil perkalian antara bobot dengan Nilai Daya Tarik (AS) dalam setiap baris. Total Nilai Daya Tarik (TAS) menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif, hanya mempertimbangkan dampak dari faktor eksternal atau internal di baris tersebut. Semakin tinggi Total Nilai Daya Tarik (TAS), maka semakin menarik alternatif strategi itu. Lebih jelasnya Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM). Alternatif Strategi Faktor Kunci
Bobot
Strategi 1 AS TAS
Strategi 2 AS TAS
INTERNAL: Kekuatan ................. Kelemahan ................. EKSTERNAL: Peluang ................. Ancaman ................. Jumlah Rangking
Sumber: Rangkuti, 2009. AS : (Attractiveness Score = Nilai Daya Tarik). TAS : (Total Attractiveness Score = Total Nilai Daya Tarik.
Strategi ke-n AS TAS
126
4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Sejarah Singkat Kabupaten Kepulauan Anambas Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, gugusan Kepulauan Anambas pernah menjadi pusat kewedanaan yang berpusat di Tarempa. Ketika itu Tarempa adalah pusat pemerintahan di Pulau Tujuh (terdiri tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Siantan, Jemaja, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur). Dari tujuh kecamatan tersebut, yang termasuk wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas sekarang hanya Kecamatan Siantan beribukota Tarempa yang disebut district dan Jemaja wilayahnya disebut onderdistrict dengan ibu kota Letung. Kemudian terjadi perubahan sistem pemerintahan, berdasarkan Surat Keputusan Delegasi RI tanggal 18 Mei 1956, Provinsi Sumatera Tengah menggabungkan diri ke dalam wilayah Republik Indonesia, wilayah Kepulauan Riau diberi status Daerah Otonomi Tingkat II yang dikepalai bupati sebagai kepala daerah yang membawahi 4 (empat) kewedanaan yaitu: 1. Kewedanaan Tanjungpinang, meliputi Bintan Selatan (termasuk Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur). 2. Kewedanaan Karimun, meliputi wilayah Karimun, Kundur dan Moro. 3. Kewedanaan Lingga, meliputi Lingga, Singkep dan Senayang. 4. Kewedanaan Pulau Tujuh, meliputi Siantan, Jemaja, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau tanggal 9 Agustus 1964 Nomor: UP/247/5/1965, terhitung 1 Januari 1966 semua daerah administratif kewedanaan dalam Kabupaten Kepulauan Riau dihapus. Pada era reformasi dengan berlakunya undang-undang otonomi daerah, timbul keinginan daerah untuk memekarkan wilayahnya, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota hingga wilayah provinsi, termasuk wilayah Natuna juga menginginkan pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Riau. Sehingga pada Tahun 1999, terbentuklah Kabupaten Natuna berdasarkan Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam. Kabupaten Natuna terdiri dari 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Jemaja, Siantan, Midai dan Serasan serta satu Kecamatan Pembantu Tebang Ladan. Hingga Tahun 2008 sudah mencapai 19 kecamatan. Pemekaran kecamatan yang bertujuan untuk memperpendek rentang kendali, kemudian muncul keinginan masyarakat untuk menjadikan beberapa kecamatan di wilayah gugusan Kepulauan Anambas sebagai daerah otonom tersendiri. Melalui perjuangan yang cukup panjang baik di pusat maupun di
127
daerah, Kabupaten Kepulauan Anambas akhirnya terbentuk melalui UndangUndang Nomor 33 Tahun 2008 tanggal 24 Juli 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau, terdiri dari 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Siantan, Kecamatan Siantan Timur, Kecamatan Siantan Selatan, Kecamatan Palmatak, Kecamatan Jemaja dan Kecamatan Jemaja Timur. Kemudian bertambah Kecamatan Siantan Tengah, mencakup wilayah Desa Air Asuk, Desa Air Sena dan Desa Teluk Siantan (pemekaran dari Kecamatan Palmatak) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Natuna Nomor 17 Tahun 2008, karena pada waktu proses pemekaran belum diusulkan sebagai wilayah kecamatan. Sejarah pemerintahan Kabupaten Kepulauan Anambas tidak terlepas dari sejarah Kabupaten Kepulauan Riau yang hingga saat ini telah dimekarkan menjadi 7 (tujuh) kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, Kota Tanjungpinang, Kota Batam dan Kabupaten Kepulauan Anambas yang semuanya berada dalam satu Provinsi Kepulauan Riau. Setelah wilayah Kabupaten Kepulauan Riau mengalami pemekaran menjadi sebuah provinsi, maka Kabupaten Kepulauan Riau berubah nama menjadi Kabupaten Bintan dan wilayah provinsi bernama Provinsi Kepulauan Riau yang mekar dari Provinsi Riau sejak tanggal 1 Juli 2004, menjadi provinsi ke 32 di Indonesia, secara umum wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas pada Peta Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Posisi Wilayah Anambas di Peta Provinsi Kepulauan Riau (Sumber : Bappeda Provinsi Kepulauan Riau)
128
4.2 Geografi dan Klimatologi 4.2.1 Keadaan Geografi Secara geografis wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008, terletak antara 2º10’0” - 3º40’0” LU (Lintang Utara) dan 105º15’0” - 106º45’0” BT (Bujur Timur), dengan luas ±46.664,15 km², dari luasan wilayah tersebut terdiri dari wilayah daratan 592,14 km² atau 1,27 persen dan wilayah lautan 46.033,81 km² atau 98,73 persen, dan panjang garis pantai 1.128,57 km (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2010). Sebagai wilayah kepulauan, Anambas memiliki pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di perairan laut Natuna dan laut Cina Selatan, yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga. Batas wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas terdiri dari : 1. Sebelah Utara : Laut Cina Selatan 2. Sebelah Selatan : Kepulauan Tembelan 3. Sebelah Barat : Laut Cina Selatan 4. Sebelah Timur : Laut Natuna Wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan undangundang pembentukan dapat dilihat pada Gambar 3.
129
Gambar 3. Peta Adminstratif Kabupaten Kepulauan Anambas (Sumber: Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008). Berdasarkan hasil verifikasi penamaan pulau yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Departemen Dalam Negeri, Kabupaten Kepulauan Anambas mempunyai 238 buah pulau, termasuk di dalamnya 5 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Pulau-Pulau tersebut satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh perairan. Dari sejumlah pulau yang ada sekitar 26 pulau berpenghuni dan 212 pulau belum berpenghuni, termasuk didalamnya 5 pulau terluar, yaitu Tokong Berlayar, Tokong Nenas, Pulau Mangkai, Pulau Damar dan Tokong Malang Biru. Pulau terbanyak berada di Kecamatan Siantan Timur, Siantan Selatan dan Palmatak (Bappeda Kab.Kep.Anambas, 2010). 4.2.2 Keadaan Klimatologi (Iklim) Kondisi iklim di Kabupaten Kepulauan Anambas sangat dipengaruhi oleh perubahan arah angin, musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Maret hingga Mei, ketika angin bertiup dari arah Utara. Sedangkan musim hujan terjadi pada bulan September hingga Februari, ketika angin bertiup dari arah Timur dan Selatan. Curah hujan rata-rata dalam satu tahun per jam berkisar 14,5 mm/h dengan kelembaban udara sekitar 47,25 persen dan temperatur berkisar 30°C. Berdasarkan arah angin musim, dibagi dalam 4 periode yaitu: 1. Periode Januari – Maret, bertiup angin Utara dan Timur laut, curah hujan sedang dengan temperatur udara sedang. 2. Periode April – Juni, bertiup angin Timur Laut/Tenggara, hujan sedikit dengan temperatur udara agak panas (lebih kurang 32°C). 3. Periode Juli – September, bertiup angin tenggara, hujan turun agak banyak dengan temperatur udara agak panas (lebih kurang 32°C). 4. Periode Oktober – Desember, bertiup angin barat/utara, hujan banyak turun pada bulan September, Oktober dan November, temperatur udara agak dingin (lebih kurang 28.9ºC) dan lembab pada malam hari (Bappeda Kabupaten Kepulauan Anambas, 2011). Keadaan tekanan udara pada Tahun 2011 adalah minimum 1.008,60 mb dan maksimum 1.009,90 mb. Kecepatan angin berkisar antara 4-7 knot selama periode Januari sampai Desember 2011 dan rata-rata 5 knot (Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri, 2012). 4.3 Pemerintahan dan Kependudukan 4.3.1 Pemerintahan Awal terbentuk Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Anambas di Tahun 2008, pemerintahan terdiri 7 kecamatan, 2 kelurahan dan 32 kemudian sejalan dengan perkembangan pembangunan, beberapa desa dimekarkan lagi hingga akhir Tahun 2011 desa bertambah 20 menjadi 52
akhir desa, telah desa,
130
sehingga saat ini pemerintah terdiri 7 kecamatan, 2 kelurahan, 52 desa, 178 RW dan 440 RT (Bappeda Anambas dan BPS Kepri, 2012). Lebih jelas jumlah kecamatan, desa/kelurahan dan luas masing-masing dapat dilihat pada Tabel 12. Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Anambas sangat memerlukan pegawai negeri sipil (PNS) untuk mengelola dan mewujudkan tata pemerintah yang kredibel mengembangkan wilayah yang terdiri dari banyak pulau ini. Pada Tahun 2011 jumlah PNS dilingkungan Kabupaten Kepulauan Anambas termasuk guru tercatat sebanyak 1.710 orang, terdiri dari 950 orang laki-laki dan 760 orang perempuan. Bila dilihat dari jenjang pendidikan, keadaan PNS Anambas yang berpendidikan S2 sebanyak 35 orang, S1=690 orang, Diploma IV=10 orang, Diploma III=322 orang, Diploma II=217 orang, Diploma I=12 orang, SMA=372 orang, SMP=28 orang dan berpendidikan SD=24 orang (Bappeda Anambas dan BPS Prov. Kepri, 2012). DPRD Kabupaten Kepulauan Anambas saat ini merupakan hasil dari Pemilu Tahun 2009 terdiri dari 14 Partai Politik. Hasil perolehan suara pada Pemilu tersebut, telah terpilih 20 orang anggota DPRD, terdiri dari 19 laki-laki dan 1 orang perempuan yang berasal dari 13 parpol, kecuali Partai Patriot yang tidak memiliki wakilnya menjadi anggota DPRD. Keanggotaan DPRD berdasarkan Parpol terdiri dari, PBB 3 orang, PAN 2 orang, Partai Demokrat 2 orang, PDI Perjuangan 2 orang, PPP 2 orang, PBR 2 orang, PKNU, Partai Golkar, PKP, PPIB, Partai Hanura, PKPB dan PDK masing-masing 1 orang. Dalam melaksanakan tugasnya, mereka tergabung dalam 3 Fraksi, yaitu Fraksi PBB Plus terdiri dari 7 orang, Fraksi Bersatu Memperjuangkan Amanat Rakyat (BMAR) terdiri 7 orang dan Fraksi Demokrat terdiri 6 orang (Bappeda Anambas dan BPS Provinsi Kepri, 2012). Tabel 12. Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas. Jumlah Desa/ Luas Wilayah No. Kecamatan Ibukota Kecamatan Kelurahan (Km2) 1. Siantan 7 45,39 Tarempa 2. Siantan Selatan 7 115,48 Air Bini 3. Siantan Tengah 6 22,14 Air Asuk 4. Siantan Timur 4 8.892 Nyamuk 5. Palmatak 15 129,94 Tebang Ladan 6. Jemaja 9 78,26 Letung 4 154,24 Ulu Maras 7. Jemaja Timur Total 54 634,37 Sumber : Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri, 2012 4.3.2 Kependudukan Penduduk merupakan sumberdaya yang potensial dalam proses pembangunan, hal ini dapat terjadi apabila jumlah penduduk yang besar dapat diberdayakan sebagai tenaga kerja yang produktif, sehingga berfungsi sebagai pengelola sumberdaya alam yang ada. Namun sebaliknya, bila jumlah penduduk
131
yang besar juga dapat menimbulkan dampak sosial dalam proses pembangunan, seperti pengangguran, kemiskinan, kejahatan dan sebagainya. Berdasarkan data statistik Tahun 2011, penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas berjumlah 45.003 jiwa, terdiri dari laki-laki 23.452 jiwa (52,11 persen) dan perempuan 21.551 jiwa (47,89 persen). Dilihat dari gambaran usia, penduduk terbanyak berada pada kelompok umur 5-9 tahun, yaitu 10,35 persen selanjutnya kelompok umur 25-29 tahun sebesar 10,15 persen. Hal ini menandakan bahwa potensi sumberdaya manusia di Anambas cukup besar mengingat kelompok umur yang termasuk kedalam kelompok umur usia produktif sangat besar. Lebih rinci jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan golongan umur dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Golongan Umur (Hasil Registrasi pada Dinas Kependudukan dan Capil). No Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah (Jiwa) 1 0–4 2.112 2.035 4.147 2 5–9 2.362 2.296 4.658 3 10 – 14 2.151 2.086 4.237 4 15 – 19 2.023 1.848 3.871 5 20 – 24 2.127 1.999 4.126 6 25 – 29 2.429 2.141 4.570 7 30 – 34 2.289 2.035 4.324 8 35 – 39 1.969 1.678 3.647 9 40 – 44 1.567 1.316 2.883 10 45 – 49 1.254 1.138 2.392 11 50 – 54 1.092 930 2.022 12 55 – 59 784 685 1.469 13 60 – 64 482 478 960 14 65 – 69 336 399 735 15 70 – 74 255 238 493 16 75 > 220 249 469 Jumlah 23.452 21.551 45.003 Sumber : Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri, 2012
Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama pada Tahun 2011, yaitu yang bekerja dalam bidang jasa kemasyarakatan sejumlah 31,72 persen, yang bekerja dalam bidang pertanian dan perikanan sejumlah 23,70 persen. Secara rinci jumlah penduduk yang bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dapat dilihat pada Tabel 14.
132
Tabel 14. Persentase Penduduk Berumur 15 tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama. LakiPerempuan Jumlah Lapangan Pekerjaan Laki (%) (%) (%) 1.Pertanian dan Perikanan 21,06 2,64 23,70 2.Industri, Pertambangaan & Penggalian 13,21 1,09 14,30 3. Perdagangan 5,37 10,73 16,10 4.Angkutan dan Komunikasi 2,93 2,93 5.Jasa Kemasyarakatan 14,57 17,15 31,72 6.Lainnya 10,48 0,78 11,26 Jumlah 2011 67,61 32,39 100 Jumlah 2010 79,04 20,96 100 Sumber : Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri, 2012 Kajian Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Kepulauan Riau di Kabupaten Kepulauan Anambas yang dilakukan oleh Bappeda Provinsi Kepulauan Riau, mengatakan bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat Anambas adalah dalam bidang perikanan, pertaninan dan kehutanan, yakni 72 persen kemudian diikuti oleh bidang perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi sebesar 14 persen, bidang kemasyarakatan, sosial dan perorangan hanya 5 persen, kemudian yang terkecil mata pencaharian bidang lembaga keuangan, real estate dan persewaan serta konstruksi dan industri masing-masing 2 persen. Secara rinci mata pencaharian penduduk Anambas berdasarkan Kajian Kawasan Strategis Provinsi Kepri dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Mata Pencaharian Penduduk berdasarkan Kajian Kawasan Strategis Provinsi Kepri di Anambas. No. Mata Pencaharian Persen (%) 1 2 3 4 5 6 7
Perikanan, pertanian dan kehutanan Perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi Kemasyarakatan, sosial dan perorangan Transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi Lembaga keuangan, real estate dan persewaan Konstruksi Industri Jumlah Sumber : Bappeda Prov.Kepri, 2011
72 14 5 3 2 2 2 100
4.4 Potensi Sumberdaya serta Prasarana dan Sarana 4.4.1 Potensi Pertanian Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki sumberdaya lahan yang cukup potensi untuk dikembangkan usaha bidang tanaman pangan dan hortikultura, mengingat agroklimatnya sangat mendukung antara lain curah hujan berkisar antara 2.398,4 mm/Tahun, suhu udara antara 23°c – 33,7°c, kelembaban antara 66
133
sampai 99 persen, tingkat keasaman tanah (Ph tanah) 4 – 6 dengan kecepatan angin antara 2- 5 knot selatan dan 3 – 10 knot utara dengan jenis tanah Podsolid Merah Kuning (PMK), latosol, organosol, dan gley humus. Beberapa daerah yang dikatagorikan memiliki lahan yang subur untuk pengembangan tanaman pangan dan hortikultura terdapat di Kecamatan Jemaja, Jemaja Timur, Palmatak, Siantan dan Siantan Tengah. Potensi lahan sektor tanaman pangan dan hortikultura di Anambas secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16.
4.4.2 Potensi Kehutanan Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki luas wilayah administrasi 5.901.400 Ha yang terdiri dari 5.837.012,75 Ha (98,65 persen dari luas administrasi) adalah lautan, 64.387,25 (1,09 persen dari luas administrasi ) adalah daratan dan 5.949,54 Ha (0,10 persen dari luas admnistrasi atau 9,24 persen dari luas daratan) adalah kawasan hutan. Dari luas 5.949,54 Ha kawasan hutan tersebut, berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sesuai dengan surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 173 / Kpts - II / 1986 di tetapkan sebagai Hutan Produksi Terbatas (HPT) yaitu, 2.495,78 Ha berada di pulau Jemaja dan 3.453,76 Ha di pulau Siantan (Bappeda Anambas, 2010. Profil Anambas Tahun 2009). Tabel 16. Potensi lahan Pertanian di Anambas Tahun 2011 Potensi Potensi Lahan (Ha) Kecamatan Lahan Usaha Tanaman Pangan BuahSayuran (Ha) buahan Padi Palawija 1.Siantan 1.145 50 720 225 150 2.Siantan Timur 305 120 125 60 3.Siantan Tengah 115 75 30 10 4.Siantan Selatan 540 300 150 90 5.Palmatak 435 150 175 70 40 6.Jemaja 1.504 764 450 130 160 7.Jamaja Timur 3.141 1.781 1.050 70 240 Jumlah 7.185 2.745 2.890 800 750 Sumber : Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri, 2012
4.4.3 Potensi Sumberdaya Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang besar antara lain : 1. Sumberdaya hayati (renewable resources), meliputi berbagai hasil perikanan laut, ekosistem mangrove, terumbu karang dan rumput laut (berpotensi untuk dilakukan pengembangan) serta beragam jenis biota laut lainnya; 2. Sumberdaya non hayati (unrenewable resources), antara lain minyak bumi, gas alam, pasir laut, dan bahan tambang mineral;
134
3. Jasa-jasa lingkungan (environmental services) seperti media transportasi dan komunikasi, serta energi laut. Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnaskajiskan) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.45/MEN/2011, telah melakukan kajian tentang potensi sumberdaya ikan di perairan Indonesia. Berdasarkan kajian Komnaskajiskan pada Tahun 2011, Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 Laut Cina Selatan diperkirakan memiliki potensi perikanan tangkap sebesar 1.057.050 ton/tahun, di wilayah perairan Anambas diperkirakan sebesar 88.792,20 ton/tahun, baru diproduksi oleh masyarakat sejumlah 7.689 ton/tahun atau baru 8,66 persen, masih terdapat sisa potensi yang belum dimanfaatkan sejumlah 81.103 ton/tahun atau 91,34 persen. Artinya masih sangat banyak potensi yang belum dikelola secara optimal. Apabila dikelola lebih profesional dan optimal akan bisa mendatangkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan Anambas (DKP Prov.Kepri, 2011). Lebih rinci potensi sumberdaya ikan di wilayah laut Anambas berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Estimasi potensi sumberdaya ikan di laut Anambas pada Tahun 2011. Potensi SDI Estimasi Estimasi Laut Cina potensi Jenis Sumberdaya potensi Produksi Selatan Perairan Ikan (SDI) Perairan Kepri (ton/tahun) Di WPP 711 Anambas (ton/tahun) (ton/tahun) (ton/tahun) Ikan Pelagis Besar 66.080 53.802,34 5.550,72 2.505 Ikan Pelagis Kecil 621.500 506.025,30 52.206,00 2.434 272.594,16 750 Ikan Demersal 334.800 28.123,20 Ikan Karang 21.570 17.562,29 1.1811,88 1.415 Lainnya (cumi10.666,02 585 cumi, udang, dan lobster) 13.100 1.100,40 Total 1.057.050 860.650,11 88.792,20 7.686 Sumber : DKP Prov.Kepri, 2011
Jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan adalah ikan Tongkol, Tenggiri, Kerisi, Selar, Kerapu, Manyu, Teri, Bilis, Pari, Kure, Belanak, Gembung, Gurita, dan Sotong. Kegiatan pembesaran (budidaya) ikan pada umumnya didominasi di Kecamatan Siantan, Siantan Tengah, Siantan Timur dan Kecamatan Palmatak. Jenis ikan yang paling diminati untuk dibudidaya adalah Kerapu Macan, Kerapu Sunu dan Ikan Ketepas atau ikan Napoleon (Bappeda Prov.Kepri, 2011). Wilayah Kecamatan Siantan, Siantan Tengah, Siantan Timur dan Kecamatan Palmatak telah ditetapkan sebagai Kawasan Minapolitan berdasarkan Keputusan Bupati Kepulauan Anambas Nomor 108a Tahun 2011, maksud Pemerintah Anambas menetapkan Kawasan Minapolitan tersebut adalah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan desa-
135
desa pesisir (Hinterland) dan wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi, yang meliputi pusat pelayanan sektor perikanan dan pembangunan sektor lain secara luas seperti usaha perikanan, (on farm dan off fram), industry kecil, pariwisata, jasa pelayanan dan lain-lain. Data statistik Anambas Dalam Angka Tahun 2011, menunjukkan produksi perikanan budidaya dan tangkap wilayah Anambas pada Tahun 2011 sebesar 3.231 ton dengan nilai 20.667,90 juta rupiah. Bila dibandingkan dengan total produksi Tahun 2010 hanya sebesar 1.163 ton, terjadi kenaikan produksi sebesar 2.068 ton (64,01 persen) dan nilai produksi juga mengalami kenaikan 8.597,63 juta rupiah (41,60 persen) dari 12.070,27 juta rupiah. Kecamatan yang terbesar penghasilnya adalah Kecamatan Palmatak, yakni sebesar 882 ton sedangkan yang paling sedikit produksi perikanan budidaya dan tangkap adalah Jemaja Timur sebesar 229 ton. Kegiatan pembudidaya ikan di Anambas terdapat 3.620 unit keramba, baik jaring apung maupun jaring tancap. Keramba terbanyak dimiliki oleh pembididaya ikan Kecamatan Siantan Tengah, yakni 1.998 unit dan paling sedikit di Kecamatan Siantan 107 unit, luas lahan masing-masing keramba rata-rata 4x4 M², sehingga total luas lahan budidaya (keramba) 57.920 M². Lebih rinci hasil produksi perikanan tangkap dan budidaya serta Jumlah Keramba usaha budidaya perikanan di Anambas dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Produksi Perikanan dan Jumlah Keramba Budidaya Ikan di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2011. Jumlah Nilai Produksi Jumlah No Kecamatan Produksi Ikan Ikan Keramba (Ton) (Juta Rupiah) (Unit) 1 Jemaja 445,76 1.322,44 163 2 Jemaja Timur 229,00 84,22 191 3 Palmatak 882,00 852 4 Siantan 274,46 15605,09 107 5 Siantan Selatan 405,00 129,75 148 6 Siantan Tengah 637,06 3.526,40 1.998 7 Siantan Timur 358,00 161 Jumlah 2011 3.231,28 20.667,90 3.620 Jumlah 2010 1.163,06 12.070,27 Sumber : Bappeda Anambas dan BPS.Prov.Kepri, 2012 (diolah dari beberapa tabel)
4.4.4 Prasarana dan Sarana Perikanan Masyarakat Anambas yang berprofesi sebagai nelayan tangkap lebih banyak dibandingkan dengan nelayan budidaya (pembudidaya ikan), yakni nelayan tangkap berjumlah 1.910 orang dan pembudidaya ikan 464 orang, namun terdapat nelayan yang merangkap sebagai nelayan tangkap juga sebagai pembudidaya ikan sebanyak 1.252 orang, sehingga semuanya berjumlah 3.626 orang nelayan pada Tahun 2012. Disamping itu terdapat juga kelompok usaha bidang perikanan (Rumah Tangga Perikanan), yang bergerak dibidang pengolahan
136
ikan seperti pembuatan berbagai jenis kerupuk dan abon. Lebih rinci jumlah nelayan dan kelompok usaha atau Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Anambas Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2012. Rumah Tangga Perikanan (Unit)
Nelayan (Orang) Kecamatan
1. Jemaja 2. Jemaja Timur 3. Siantan Selatan 4. Siantan 5. Siantan Timur 6. Siantan Tengah 7. Palmatak Jumlah
Tangkap
Budidaya
366 147 327 182 204 182 502 1.910
23 34 47 24 50 57 229 464
TKP & BDP
Jumlah
Tangkap
Budidaya
Jumlah
467 263 452 287 408 638 1.111 3.626
432 229 381 263 372 538 808 3.023
23 34 36 24 18 57 229 421
455 263 417 287 390 595 1.037 3.444
78 82 78 81 154 399 380 1.252
Sumber : DKP Anambas, 2012 (Laporan Data Base Nelayan Anambas) Keterangan: TKP= Tangkap.
BDP=Budidaya
Aktivitas penangkapan ikan di Anambas menggunakan armada dan alat tangkap yang sederhana. Armada penangkapan nelayan (pompong) menggunakan perahu kayu/papan dengan ukuran kecil, baik menggunakan mesin/motor maupun tanpa mesin. Menurut data statistik (Anambas Dalam Angka 2011) bahwa perahu tanpa motor berjumlah 595 buah dan perahu/kapal motor (pompong) berjumlah 2.566 buah sehingga total armada nelayan berjumlah 3.161 buah. Sebagian besar nelayan menggunakan alat tangkap pancing ulur, pancing tonda, rawai, jaring insang, jaring angkat, bubu dan perangkap lainnya. Kegiatan penangkapan ikan digunakan untuk konsumsi dan untuk budidaya. Jumlah armada serta prasarana dan sarana penunjang kegiatan perikanan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Jumlah armada serta prasarana dan sarana penunjang kegiatan perikanan di Anambas Tahun 2011. Perahu Perahu Pelabuhan Pabrik Pangkalan Pasar Kecamatan Es BBM Ikan Tanpa Motor Motor Perikanan 1. Jemaja 149 295 2. Jemaja Timur 110 119 3. Siantan Selatan 77 328 4. Siantan 33 230 2 *) 2 2 1 5. Siantan Timur 78 280 6. Siantan Tengah 90 490 1 7. Palmatak 58 824 Jumlah 595 2.566 1 2 3 1 Sumber : Bappeda Anambas dan BPS.Prov.Kepri, 2012 (Anambas Dalam Angka
2011 dan Pengamatan Langsung di Lapangan). Keterangan : *) 1 unit di Desa Antang dan 1 unit di Desa Tarempa Barat.
137
Kegiatan penangkapan ikan juga harus ditunjang oleh prasarana dan sarana lainnya, seperti pelabuhan perikanan maupun pelabuhan umum, pasar, tempat atau pangkalan pengisian BBM, pabrik es atau cold storage. Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan, bahwa fasilitas infrastruktur sebagai prasarana dan sarana penunjang kegiatan perikanan di Anambas banyak yang belum tersedia. Misalnya pelabuhan perikanan se Anambas, di Kecamatan Siantan, hanya ada satu unit di Desa Antang (Pelabuhan Perikanan Pantai =PPP) dan satu unit Pelabuhan/Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Desa Tarempa Barat, Pabrik Es di Antang dan Tarempa masing-masing satu unit, namun untuk membuat es skala kecil banyak diusahakan oleh masyarakat di rumah (home industri) dengan menggunakan cold storage, pangkalan pengisian minyak (APMS) hanya ada tiga tempat di Desa Air Sena Kecamatan Siantan Tengah serta di Desa Antang dan Desa Tarempa Barat Kecamatan Siantan masing-masing satu unit, sedangkan pasar ikan hanya ada di Tarempa dan Letung. Kondisi ketersediaan prasarana dan sarana penunjang kegiatan perikanan di Anambas dapat dilihat pada Tabel 21. Nelayan di Kabupaten Kepulauan Anambas masih menggunakan teknologi penangkapan ikan secara tradisional dan sederhana, yakni menggunakan pancing ulur, pancing tonda dan rawai serta alat tangkap tradisional lainnya seperti bubu dan kelong, namun yang paling dominan adalah pancing ulur. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas (2012), jumlah armada kapal perahu motor yang ada sebanyak 2.566 unit. Dari jumlah tersebut, didominasi oleh pompng yang kecil dengan bobot 1 GT sejumlah 2.276 unit, dan yang memiliki pompong agak besar dengan ukuran lebih besar dari 5 GT hanya 4 unit, yakni di Kecamatan Jemaja 2 unit, Jemaja Timur 1 unit dan Kecamatan Siantan Timur 1 unit. Kebutuhan Bahan Bakar (BBM) solar per bulan 153.056 ton dan kebutuhan es untuk nelayan tangkap 82.965 ton per bulan. Lebih rinci gambaran ukuran pompong atau kapal motor yang dimiliki nelayan Anambas dengan ukurannya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Ukuran Pompong (Perahu Motor) yang dimiliki Nelayan Anambas dan Kebutuhan BBM dan Es Per Bulan Pada Tahun 2012. Kecamatan 1. Jemaja 2. Jemaja Timur 3. Siantan Selatan 4. Siantan 5. Siantan Timur 6. Siantan Tengah 7. Palmatak Jumlah
Ukuran Perahu Motor (Pompong) Nelayan 0-1 2 3 4 >5 Jumlah GT GT GT GT GT (Unit) 223 62 6 2 2 295 103 11 4 1 119 310 18 328 144 78 8 230 273 6 1 280 486 4 490 737 82 5 824 2.276 261 23 2 4 2.566
Kebutuhan BBM (Ton) 16.557 6.765 19.650 11.355 14.735 29.040 54.954 153.056
Sumber : DKP Anambas, 2012 (Laporan Data Base Nelayan Anambas).
Kebutuhan Es (Ton) 14.602 3.927 10,030 4.653 5.930 14.808 29.015 82.965
138
4.5 Kondisi Perekonomian Daerah Struktur perekonomian Kabupaten Kepulauan Anambas bertumpu pada peran sektor kelautan dan perikanan serta wisata bahari, dikarenakan : 1. Sektor kelautan memiliki potensi yang besar, terutama didalamnya terdapat cadangan minyak dan gas bumi yang masih berpeluang untuk dieksploitasi dan ditingkatkan produksinya. Hal ini akan memberikan sumbangan yang besar terhadap pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. 2. Sektor pertanian atau sub sektor perikanan memiliki potensi yang cukup besar, terutama untuk pengembangan perikanan tangkap dan budidaya perikanan, karena luas laut yang dimiliki sebesar 46.033,81 km² (98,65 persen) dan garis pantai sepanjang 1.128,57 km, hal ini akan memberikan peranan yang sangat penting terhadap perekonomian rakyat. Disamping itu keunggulan sektor ini akan dapat pulih kembali (renewable resource). 3. Sektor wisata bahari didukung oleh 238 pulau yang berada di 7 (tujuh) kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas, memiliki objek wisata panorama yang indah, seperti pantai, pegunungan, air terjun dan terumbu karang, hal ini akan memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian masyarakat dengan adanya kunjungan wisata baik lokal maupun manca negara. Perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah memerlukan bermacam-macam data statistik sebagai bahan analisis untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunan agar tujuan dan sasaran dapat tercapai dengan tepat. Pembangunan ekonomi masa lalu perlu dilihat dan dievaluasi masa sekarang dan akan datang. Salah satu data statistik yang diperlukan untuk kegiatan perencanaan dan evaluasi ekonomi makro adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Beberapa manfaat data PDRB adalah untuk mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur pada suatu periode di suatu daerah tertentu. Laju pertumbuhan ekonomi dapat diketahui jika data PDRB dikaji dari sudut perbandingan besaran (nilai) atas dasar harga yang konstan, sedangkan struktur ekonomi dapat dilihat dari besarnya sumbangan atau distibusi masing-masing sektor ekonomi terhadap total PDRB (Bappeda Kepri dan BPS Prov.Kepri, 2011). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang merupakan hasil penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh unit-unit kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun. Kabupaten Kepulauan Anambas membutuhkan usaha yang sangat giat dan sungguh-sungguh dalam meningkatkan kinerja pembangunan ekonominya. Statistik Pendapatan Regional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat digunakan untuk mengetahui beberapa indikator ekonomi secara makro suatu wilayah seperti: a. Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. b. Tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita. c. Mengetahui perubahan/pergeseran struktur ekonomi daerah.
139
d. Tingkat inflasi dan deflasi. e. Potensi suatu wilayah. Potensi wilayah ini baik secara sektoral dalam suatu wilayah kabupaten, maupun secara keseluruhan suatu wilayah provinsi. Sehingga data pendapatan regional (PDRB) sangat diperlukan untuk perencanaan dan pengambilan keputusan, baik rencana pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang (Bappeda Prov.Kepri dan BPS Prov.Kepri, 2011). Gambaran struktur perekonomian Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK) baik dengan Migas maupun tanpa Migas. PDRB ADHB dengan Migas Tahun 2008 sejumlah 2,448.561,37 juta rupiah dan terus meningkat hingga sampai Tahun 2011 menjadi 2.773.710 juta rupiah atau meningkat sebesar Rp.325.155,06 juta rupiah (11,72 persen), sedangkan PDRB ADHK dengan Migas Tahun 2008 sejumlah 919.383,75 juta rupiah dan terus meningkat sampai Tahun 2011 menjadi 984.590,39 juta rupiah atau meningkat sebesar Rp.65.206,64 juta rupiah (7,09 persen). Lebih jelasnya gambaran singkat struktur perekonomian Anambas berdasarkan PDRB dengan Migas ADHB dan ADHK masing-masing sektor selama periode Tahun 2008 hingga 2011 dapat dilihat pada Tabel 22 dan Tabel 23, namun secara lebih rinci sampai sub sektor dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Tabel 22. PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dengan Migas Tahun 2008-2011 (Juta Rupiah). No. 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha / Sektor Pertanian - Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB DENGAN MIGAS PDRB TANPA MIGAS
2008 358.044,85 330.125,73
2009 370.524,88 342.084,00
2010 * 405.776,25 375.035,80
2011 ** 444.683,22 -
1.895.365,51 7.230,29 385,83 17.023,01
1.934.752,27 8.078,57 404,94 21.082,12
2.046.467,48 8.665,73 435,93 23.981,26
2.056.663,57 9.325,30 458,32 27.227,34
100.142,29
122.608,42
135.673,08
146.411,21
23.738,76
27.757,40
30.158,77
32.584,42
15.528,77 31.102,06 2.448.561,37
16.235,48 33.030,74 2.534.474,82
17.258,45 36.245,01 2.704.661,96
17.869,62 38.487,00 2.773.710,00
555.232,41
601.997,01
660.798,85
719.885,82
Sumber: Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri (Kepulauan Anambas Dalam Angka). Keterangan: * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
140
Tabel 23. PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (ADHK) dengan Migas Tahun 2008-2011 (Juta Rupiah). No. Lapangan Usaha / Sektor 1 Pertanian
2008
2009
2010 *
2011 **
158.593,61
167.239,06
179.533,65
193.094,85
- Perikanan Pertambangan dan Penggalian
146.747,58 683.798,13
155.141,55 688.242,04
166.590,10 691.552,03
694.740,06
5.112,82
5.350,56
5.664,14
6.010,97
2 3 Industri Pengolahan 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5 Bangunan
172,45
178,39
185,41
192,99
6.183,45
7.607,31
8.409,20
9.307,93
37.590,35
41.582,07
44.691,46
48.160,27
9.484,66
10.454,03
11.107,35
11.842,22
Perdagangan, Hotel dan
6 Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan,Persewaan & JasaPerusahaan
8 9 Jasa-Jasa
6.060,06
6.426,94
6.567,49
6.730,71
12.388,22
13.052,70
13.749,69
14.510,39
PDRB DENGAN MIGAS
919.383,75
940.133,10
961.460,42
984.590,39
PDRB TANPA MIGAS
236.515,20
252.914,38
271.021,00
291.064,46
Sumber: Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri (Kepulauan Anambas Dalam Angka). Keterangan: * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
141
5. ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH MINAPOLITAN 5.1 Analisis Sektor Unggulan 5.1.1 Analisis Deskriptif Kabupaten Kepulauan Anambas dimekarkan dari Kabupaten Natuna pada akhir Tahun 2008, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau, dengan luas 46.664 km², yang terdiri dari wilayah daratan 592,14 km² (1,27 persen) dan wilayah lautan 46.033 km² (98,73 persen), panjang garis pantai 1.128,57 km, mempunyai 238 buah pulau termasuk 5 pulau terluar (Bappeda Kab.Kep.Anambas, 2010). Memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan sangat banyak, khusus potensi sumberdaya perikanan tangkap di laut Anambas diperkirakan sebesar 88.792 ton/tahun. Berdasarkan kondisi dan potensi sumberdaya perikanan, bahwa potensi sangat besar dan menjanjikan peluang pengelolaan dan peningkatan yang lebih optimal, mengingat potensi perikanan tangkap baru dimanfaatkan oleh masyarakat sebesar 7.686 ton/tahun atau baru 8,66 persen, sehingga masih terdapat 91,34 persen potensi yang belum dikelola secara optimal. Ini merupakan peluang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang sangat besar, tentunya harus mengutamakan prinsif-prinsif pengelolaan efektif, efisien dan berkelanjutan demi menjamin ketersediaan sumberdaya ikan dan pemanfaatan masa yang akan datang. Meskipun potensi perikanan tangkap sangat besar, namun secara nasional laju pertumbuhan perikanan budidaya lebih cepat, yakni mengalami kenaikan rata-rata 25,62 persen per tahun selama periode 2007-2011, begitu juga perkembangan perikanan budidaya di Anambas sangat cepat dan sangat diminati oleh masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di pesisir pantai. Kegiatan budidaya ikan sudah dilakukan oleh masyarakat Anambas sekitar 25-30 tahun lalu, yang hasilnya dijual ke pasar internasional seperti Singapore dan Hongkong. Perkembangan perikanan tangkap di Anambas masih lambat, karena dari dulu hingga sekarang masih menggunakan alat tangkap tradisional dan sederhana, seperti pancing ulur, pancing tunda dan pancing rawai. Kapal tangkap nelayan yang kecil, paling banyak yang digunakan nelayan dengan ukuran 1-2 GT. Belum ada yang menggunakan teknologi tangkap yang modern seperti jaring dan teknologi lainnya, tidak ada nelayan memiliki armada tangkap (kapal motor) berkapasitas di atas 10 GT. Memperhatikan hal-hal tersebut, pembahasan kajian ini lebih difokuskan pada perikanan budidaya laut, namun dimikian perikanan tangkap juga memerlukan perhatian yang serius oleh pemerintah dan semua stakeholders di Anambas. Kegitan budidaya ikan dilakukan dengan cara mandiri dan tradisional, belum ada sentuhan atau fasilitasi oleh pemerintah secara lebih serius, misalnya pengembangan kawasan perikanan budidaya yang terkonsentratsi dalam suatu kawasan, dengan pemanfaatan sumberdaya potensi perikanan yang saling terintegrasi sebagaimana konsep pembangunan kawasan melalui program Minapolitan. Kalaupun ada masih sebatas kajian, monitoring, kunjungan dan
142
perencanaan serta sedikit pembinaan keterampilan terhadap nelayan tangkap dan budidaya, seperti pelatihan pengelolaan budidaya ikan, pengelolaan hasil tangkap, bantuan sarana atau alat kelengkapan nelayan tangkap seperti kotak/box penyimpan es, kompas, GPS dan fishfonder. Kondisi infrastruktur (prasarana) dan sarana bidang perikanan di wilayah Anambas masih sangat kurang, sementara potensinya sangat besar. Jumlah nelayan tangkap, pembudidaya ikan serta jumlah kelompok usaha bidang perikanan atau Rumah Tangga Perikanan (RTP) berjumlah 3.626 orang. Prasarana dan sarana perikanan hanya didukung oleh 2 (dua) pelabuhan perikanan, 2 (dua) buah pabrik es, 3 (tiga) buah pangkalan BBM serta 1 (satu) buah pasar ikan, hal ini tentu belum mencukupi dan perlu didukung dengan infrastruktur (prasarana) dan sarana yang lebih memungkinkan untuk pengembangan dan pengelolaan sumberdaya perikanan, khususnya untuk mendukung program minapolitan, sehingga benar-benar dapat memberikan keuntungan dan kesejahteraan masyarakat, terutama nelayan di wilayah Anambas. Secara rinci kondisi prasarana dan sarana perikanan di Anambas pada Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 20 dan Tabel 21. Masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas telah berusaha melakukan kegiatan budidaya ikan selama lebih kurang 30 tahun dengan membuat dan mengelola Keramba Jaring Tancap (KJT) dan Keramba Jaring Apung (KJA) secara mandiri, sampai Tahun 2012 terdapat 3.620 unit keramba dengan rata-rata luas masing-masing keramba sekitar 4x4 M², sehingga luas keseluruhan keramba yang dimiliki masyarakat/nelayan mencapai 57.920 M² atau 5,79 ha. Tabel 24. Perbandingan Antara Jumlah Keramba dan Jumlah Pembudidaya Ikan di Anambas pada Tahun 2012. Kecamatan 1. Jemaja 2. Jemaja Timur 3. Siantan Selatan 4. Siantan 5. Siantan Timur 6. Siantan Tengah 7. Palmatak Jumlah
Jumlah Nelayan (Orang) BDP BDP+TKP 23 467 34 263 47 452 24 287 50 408 57 638 229 1.111 464 3.626
Jumlah Keramba (Unit) 163 191 148 107 161 1.998 852 3.620
(%) 4,50 5,27 4,08 2,95 4,44 55,10 23,50 100
Perbandingan Pembudidaya Ikan (%) 708,70 561,76 314,89 445,83 322,00 3.505,26 372,05 780,17
Sumber : Diolah dari Tabel 18 dan Tabel 19. Keterangan : BDP : Budidaya (pembudidaya ikan) TKP : Tangkap Tabel 24 tersebut menggambarkan kondisi dan perbandingan antara jumlah keramba yang dimiliki oleh masyarakat Anambas dengan jumlah nelayan budidaya (pembudidaya ikan) dan nelayan keseluruhan. Jumlah keramba terbanyak di Kecamatan Siantan Tengah, yakni 1.998 unit (55,10 persen), atau 3.505 persen bila dibandingkan dengan jumlah pembudidaya ikan yang berjumlah 57 orang, artinya pembudidaya ikan per orang memiliki keramba rata-rata 35 unit dan yang paling kecil perbandingannya di Kecamatan Siantan Selatan yakni 314 persen, artinya pembudidaya ikan yang berjumlah 47 orang memiliki keramba per
143
orang rata-rata 3 unit. Secara total perbandingan jumlah keramba dengan jumlah pembudidaya 780,17 persen artinya pembudidaya ikan di Anambas yang berjumlah 464 orang memiliki keramba per orang rata-rata 7,8 unit. Berdasarkan analisis data dan fakta serta kondisi pengamatan langsung di lapangan melalui wawancara dengan beberapa stakeholders, baik pejabat pemerintah maupun nelayan atau masyarakat yang beraktifitas dibidang perikanan, sangat mengharapkan adanya campur tangan dan fasilitasi pemerintah dan dunia swasta (investor) untuk lebih mengembangkan dan meningkatkan kegiatan bidang perikanan di Anambas, terutama budidaya ikan yang lebih maju dan terkonsentrasi pada suatu kawasan potensial, yakni kawasan “Minapolitan” yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Bupati Kepulauan Anambas Nomor 108a Tahun 2011 yang berlokasi di Wilayah Kecamatan Siantan, Siantan Timur, Siantan Tengah dan Kecamatan Palmatak. Artinya pembangunan dan pengembangan wilayah dengan konsep minapolitan lebih tepat dikembangkan dan menjadi prioritas pembangunan di Anambas. Konsep minapolitan ini tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan juga minapolitan tangkap, sehingga saling mendukung dan terpadu (terintegrasi) antara minapolitan tangkap dan budidaya, pada gilirannya akan mensejahterakan masyarakat Anambas secara khususnya dan Indonesia umumnya. a. Kontribusi Perekonomian Sektor Perikanan Perhitungan analisis perekonomian daerah atas data PDRB diperlihatkan dari kontribusi/distribusi masing-masing sektor atau sub sektor. Sektor atau sub sektor dengan kontribusi yang paling besar berarti merupakan sektor/sub sektor yang memiliki peran yang besar dalam pertumbuhan perekonomian daerah, demikian juga sebaliknya yang memiliki nilai kontribusi kecil (rendah), berarti perannya dalam pertumbuhan perekonomian daerah juga rendah. Struktur perekonomian daerah Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dilihat dari data statistik PDRB atas harga berlaku (ADHB) dan harga konstan Tahun 2000 (ADHK), baik dengan Migas maupun tanpa Migas. Distribusi/kontribusi PDRB menggambarkan kemajuan atau pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Dengan melihat distribusinya dapat diketahui sektor/sub sektor mana yang menjadi sektor unggulan sebagai penggerak roda perekonomian daerah dan sektor mana yang memerlukan optimalisasi lebih lanjut. Jumlah PDRB Anambas atas harga berlaku (ADHB) dengan Migas Tahun 2008 sebesar 2,45 trilyun rupiah dan terus meningkat hingga sampai Tahun 2011 menjadi 2,77 trilyun rupiah, meningkat sebesar 0,33 trilyun rupiah atau sebesar 13,28 persen (dapat dilihat pada Lampiran 6), dan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) dengan Migas Tahun 2008 sebesar 0,92 trilyun rupiah dan terus meningkat hingga Tahun 2011 menjadi 0,98 trilyun rupiah atau meningkat sebesar 7,09 persen (dapat dilihat pada Lampiran 7). Berdasarkan hasil perhitungan distribusi PDRB atas harga berlaku (ADHB) baik dengan Migas maupun tenpa Migas dari Tahun 2008- 2011, bahwa sub sektor perikanan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Anambas, yakni distribusi atau kontribusi dengan Migas Tahun 2008 sebesar 13,48 persen terus mengalami peningkatan hingga Tahun 2010 mencapai 13,87 persen atau rata-rata selama
144
Tahun 2008-2010 sebesar 13,62 persen, kemudian kontribusi tanpa Migas Tahun 2008 memberikan kontribusi sebesar 59,46 persen hingga Tahun 2010 sebesar 56,75 persen atau rata-rata selama Tahun 2008-2010 sebesar 57,68 persen (Tahun 2011 belum ada data sub sektor perikanan). Secara singkat distribusi/kontribusi PDRB Anambas ADHB dengan Migas digambarkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor paling dominan, yakni memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah selama empat tahun (2008-2011) yakni rata-rata sebesar 75,89 persen. Kemudian diikuti oleh sektor pertanian menduduki peringkat kedua, yaitu ratarata 15,07 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki peringkat ketiga dengan rata-rata sebesar 4,81 persen, sedangkan sektor-sektor lainnya memberikan kontribusi yang kecil, yaitu paling rendah kontribusinya adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan rata-rata kontribusi hanya 0,02 persen. Dapat disimpulkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian dan sub sektor perikanan, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor unggulan yang dapat dijadikan sebagai penggerak roda perekonomian Anambas. Lebih rinci distribusi/kontribusi PDRB Anambas masing-masing sektor hingga seluruh sub sektor baik atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan (ADHK) dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Tetapi secara lebih ringkas distribusi/kontribusi PDRB Anambas ADHB dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Distribusi PDRB Anambas ADHB Dengan Migas Tahun 2008-2011 No.
2008
2009
2010
2011
Jasa-jasa
14,62 13,48 77,41 0,30 0,02 0,70 4,09 0,97 0,63 1,27
14,62 13,50 76,34 0,32 0,02 0,83 4,84 1,10 0,64 1,30
15,00 13,87 75,66 0,32 0,02 0,89 5,02 1,12 0,64 1,34
16,03 74,15 0,34 0,02 0,98 5,28 1,17 0,64 1,39
Ratarata 15,07 13,62 75,89 0,32 0,02 0,85 4,81 1,09 0,64 1,33
Sub Sektor Perikanan Tanpa Migas
59,46
56,82
56,75
-
57,68
Lapangan Usaha / Sektor
1 Pertanian 2 3 4 5 6 7 8 9
- Perikanan Dengan Migas Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Sumber : Diolah dari Tabel 22.
Perhitungan kontribusi/distribusi PDRB per sektor atas dasar harga konstan Tahun 2000 (ADHK) dengan Migas selama periode 2008-2011, sektor pertambangan dan penggalian mendominasi pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas dengan kontribusi/distribusi pada Tahun 2008 sebesar 74,38 persen terus mengalami penurunan hingga Tahun 2011 menjadi 70,56 persen atau rata-rata selama periode tersebut sebesar 72,52 persen, selanjutnya diikuti oleh sektor pertanian dengan kontribusi terbesar kedua, yakni Tahun 2008 dengan kontribusi 17,25 persen terus mengalami peningkatan hingga Tahun 2011
145
menjadi 19,61 persen atau rata-rata kontribusi selama periode tersebut sebesar 18,33 persen, sedangkan sub sektor perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar, yakni pada Tahun 2008 sebesar 15,96 terus mengalami peningkatan hingga Tahun 2010 menjadi 17,33 persen atau rata-rata selama periode 2008-2010 sebesar 16,60 persen, sedangkan sub sektor perikanan tanpa Migas memberikan kontribusi sebesar 62,05 persen pada Tahun 2008 hingga Tahun 2010 sebesar 61,47 persen atau rata-rata selama periode Tahun 2008-2010 sebesar 61,62 persen. Kontribusi sektor terbesar berikutnya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 4,09 persen pada Tahun 2008 terus mengalami peningkatan hingga Tahun 2011 menjadi 4,89 persen atau rata-rata selama periode tersebut sebesar 4,51 persen, sementara sektor listrik, gas dan air bersih memberikan kontribusi paling kecil yakni 0,02 persen dari Tahun 2008 hingga Tahun 2011. Lebih rinci distribusi/kontribusi PDRB Anambas atas dasar harga konstan dengan Migas dari Tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Distribusi PDRB Anambas ADHK Dengan Migas Tahun 2008-2011 No.
2008
2009
2010
2011
Jasa-jasa
17,25 15,96 74,38 0,56 0,02 0,67 4,09 1,03 0,66 1,35
17,79 16,50 73,21 0,57 0,02 0,81 4,42 1,11 0,68 1,39
18,67 17,33 71,93 0,59 0,02 0,87 4,65 1,16 0,68 1,43
19,61 70,56 0,61 0,02 0,95 4,89 1,20 0,68 1,47
Ratarata 18,33 16,60 72,52 0,58 0,02 0,83 4,51 1,13 0,68 1,41
Sub Sektor Perikanan Tanpa Migas
62,05
61,34
61,47
-
61,62
Lapangan Usaha / Sektor
1 Pertanian - Perikanan
2 3 4 5 6 7 8 9
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Sumber : Diolah dari Tabel 23.
b. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Kepulauan Anambas dari tahun ke tahun berfluktuasi, ini dapat dilihat masing-masing sektor secara persentase naik turun. Pertumbuhan PDRB Anambas atas dasar harga konstan periode 2009-2011 dengan Migas sebesar 7,09 persen dan tanpa Migas sebesar 23,06 persen. Sektor yang paling tinggi pertumbuhannya adalah sektor bangunan, yakni pada Tahun 2009 sebesar 23,03 persen terus mengalami penurunan hingga Tahun 2011 menjadi 10,69 persen atau rata-rata pertumbuhannya selama periode 2009-2011 sebesar 14,75 persen, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan rata-rata selama periode 2009-2011 sebesar 8,62 persen, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan rata-rata paling kecil selama periode 2009-2011 yakni 0,53 persen. Lebih rinci laju pertumbuhan PDRB Anambas ADHK dengan Migas selama periode 2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 27.
146
Tabel 27. Laju Pertumbuhan PDRB Anambas atas dasar harga konstan (ADHK) dengan Migas Tahun 2009-2011 (persen). No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha / Sektor
2009
Pertanian 5,45 Pertambangan dan Penggalian 0,65 Industri Pengolahan 4,65 Listrik, Gas dan Air Bersih 3,44 Bangunan 23,03 Perdagangan, Hotel dan Restoran 10,62 Pengangkutan dan Komunikasi 10,22 Keuangan, Persewaan & Jasa Prsahan 6,05 Jasa-Jasa 5,36 Pertumbuhan PDRB Dengan Migas 2008-2011 Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas 2008-2011
2010 7,35 0,48 5,86 3,94 10,54 7,48 6,25 2,19 5,34
2011 7,55 0,46 6,12 4,09 10,69 7,76 6,62 2,49 5,53 7,09 23,06
Ratarata 6,79 0,53 5,54 3,82 14,75 8,62 7,70 3,58 5,41
Sumber : Diolah dari Tabel 23.
c. PDRB Per kapita PDRB per kapita merupakan salah satu indikator yang menunjukkan taraf perekonomian dimasyarakat. Namun hal tersebut belum sepenuhnya menunjukkan taraf hidup masyarakat dengan berbagai alasan antara lain: a. Acuan PDRB hanya dari aspek ekonomi, sedangkan kesejahteraan juga mencakup aspek non ekonomi. b. Distribusi pendapatan belum tentu merata walau PDRB tinggi. Berdasarkan data statistik Anambas Dalam Angka 2011, PDRB per kapita Kabupaten Kepulauan Anambas menurut harga berlaku (ADHB) adalah sebesar 18.309.319 rupiah, sedangkan menurut harga konstan 2000 (ADHK) adalah sebesar 7.402.728 rupiah. Kemudian selanjutnya pendapatan regional per kapita menurut harga berlaku (ADHB) adalah 15.188.985 rupiah, sedangkan menurut harga konstan 2000 (ADHK) adalah sebesar 6.141.131 rupiah (Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri, 2012). 5.1.2 Analisis Location Quotient (LQ) Dalam perencanaan pembangunan ekonomi lokal dengan memfokuskan pada salah satu komoditas atau salah satu sektor penggerak roda perekonomian masyarakat, perlu adanya kajian tentang keunggulan komparatif dari sektor atau sub sektor perekonomian di wilayah itu, dibandingkan dengan wilayah lain baik pada level yang sama maupun level di atasnya sebagai wilayah referensi. Untuk mengetahui keunggulan komparatif salah satu sektor perekonomian wilayah atau untuk menentukan sektor basis dan non basis dalam kajian ini menggunakan Analisis LQ, karena tidak semua sektor dalam pertumbuhan perekonomian memberikan kontribusi yang sama. Analisis ini menggunakan data PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas dan PDRB Provinsi Kepulauan Riau periode Tahun 2008-2011 (PDRB Provinsi Kepulauan Riau dengan Migas baik berdasarkan harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan (ADHK) dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11). Melalui analisis keunggulan komparatif, suatu komoditas atau sektor dikatakan layak untuk dikembangkan
147
karena memiliki nilai LQ lebih dari 1 (satu) yang dikategorikan sebagai sektor basis. Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pembangunan daerah. Hasil analisis LQ terhadap kondisi perekonomian yang berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dapat digunakan sebagai salah satu langkah strategis dalam penyusunan program peningkatan ekonomi masyarakat dan perekonomian daerah. Sektor pertanian secara umum di Kabupaten Kepulauan Anambas akan memiliki keunggulan komparatif jika nilai LQ nya menunjukan angka lebih dari 1 (satu) dibandingkan dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Hasil perhitungan analisis LQ terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dengan Migas Tahun 2008-2011, bahwa sub sektor perikanan Tahun 2008 memiliki nilai LQ sebesar 3,81 dan Tahun 2010 sebesar 4,00 atau LQ ratarata per tahun (selama 2008-2010) sebesar 3,84. Nilai LQ sektor pertanian cenderung meningkat dari Tahun 2008 dengan nilai 2,99 terus meningkat sampai Tahun 2011 sebesar 3,47 atau LQ rata-rata 3,13 serta sektor pertambangan dan penggalian memiliki nilai LQ paling tinggi, yakni Tahun 2008 dengan nilai 8,33 terus meningkat hingga Tahun 2011 dengan nilai LQ 9,71 atau LQ rata-rata 8,97. Namun demikian sub sektor perikanan berdasarkan PDRB tanpa Migas memiliki nilai LQ rata-rata 15,05. Artinya sektor pertanian dengan sub sektor perikanan serta sektor pertambangan dan penggalian memiliki nilai LQ melebihi satu, sedangkan semua sektor lainnya dari Tahun 2008 sampai Tahun 2011 memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu (< 1) atau bukan sektor basis. Dengan demikian maka pengembangan sub sektor perikanan membutuhkan perhatian dan upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah daerah dan semua stakeholders karena merupakan sektor unggulan yang secara langsung bersentuhan dengan perekonomian masyarakat yang akan menjadi penyumbang pertumbuhan perekonomian daerah di Anambas. Secara singkat hasil perhitungan LQ berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), baik dengan Migas maupun tanpa Migas dapat dilihat pada Tabel 28, dan secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 12. Tabel 28. Hasil Perhitungan LQ Anambas berdasarkan PDRB ADHB Dengan Migas dan Tanpa Migas dari Tahun 2008-2011. LQ Dengan Migas Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 1.Pertanian 2,9866 2,9259 3,1286 3,4648 3,1265 - Perikanan 3,81 3,72 4,00 3,84 2.Pertambangan dan Penggalian 8,3301 8,7070 9,1270 9,7139 8,9695 3.Industri Pengolahan 0,0065 0,0069 0,0069 0,0070 0,0068 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 0,0284 0,0289 0,0286 0,0278 0,0284 5.Bangunan 0,1093 0,1171 0,1204 0,1260 0,1182 0,2429 6.Perdagangan Hotel dan Restoran 0,1987 0,2475 0,2533 0,2721 7.Pengangkutan dan komunikasi 0,2111 0,2351 0,2462 0,2617 0,2385 8.Keu, Persewaan & Jasa Prsahaan 0,1147 0,1186 0,1229 0,1292 0,1213 9.Jasa-jasa 0,4622 0,4700 0,4962 0,5155 0,4860 Perikanan Tanpa Migas 15,44 14,49 15,21 15,05 Sumber: Diolah dari Lampiran 6 dan Lampiran 10.
148
Perhitungan LQ berdasarkan PDRB ADHK dengan Migas maupun tanpa Migas pada Tabel 29, dapat digambarkan bahwa sektor pertanian dan sub sektor perikanan serta sektor pertambangan dan penggalian, merupakan sektor/sub sektor unggulan yang memiliki nilai LQ dari Tahun 2008-2011 melebihi nilai 1 (>1). Nilai LQ sektor pertanian Tahun 2008 adalah 3,75 sampai Tahun 2011 dengan nilai 4,59 atau rata-rata sebesar 4,14 dan sub sektor perikanan pada Tahun 2008 memiliki nilai LQ sebesar 4,76 Tahun 2009 nilai LQ 5,07 dan Tahun 2010 nilai LQ 5,49 atau rata-rata sebesar 5,11 selama periode 2008-2010. Sektor pertambangan dan penggalian menduduki peringkat pertama dengan nilai LQ paling tinggi yakni rata-rata 13,82 selanjutnya diikuti oleh sektor pertanian dengan nilai LQ rata-rata 4,14. Nilai indeks LQ sektor/sub sektor lainnya justru bukan sektor unggulan, karena memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu (<1). Secara singkat nilai LQ Anambas dengan Migas dan tanpa Migas dapat dilihat pada Tabel 29, namun lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 13. Tabel 28 dan Tabel 29 merupakan hasil perhitungan LQ berdasarkan PDRB ADHB dan ADHK dengan Migas dan tanpa Migas. Sektor yang paling dominan dapat dikatakan sektor basis adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor pertanian termasuk sub sektor perikanan yang semuanya memiliki nilai LQ lebih besar dari 1 (>1), untuk itu dapat dikatakan bahwa sektor pertambangan dan penggalian serta sektor pertanian serta sub sektor perikanan merupakan sektor basis, artinya sektor yang dapat dijadikan sektor unggulan bagi Kabupaten Kepulauan Anambas, sedangkan tujuh sektor lainnya memiliki nilai dibawah satu atau belum menjadi sektor basis untuk pertumbuhan perekonomian Anambas, namun demikian juga harus mendapat perhatian serius supaya sektorsektor tersebut dapat meningkat dan memberikan nilai tambah dan kontribusi terhadap pembangunan dan perekonomian Anambas. Tabel 29. Hasil Perhitungan LQ berdasarkan PDRB ADHK Dengan Migas dan tanpa Migas dari Tahun 2008-2011. LQ Dengan MIGAS Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 1. Pertanian 3,75 3,95 4,26 4,59 4,14 - Perikanan 4,76 5,07 5,49 5,11 2. Pertambangan dan Penggalian 13,35 13,46 14,02 14,44 13,82 3. Industri Pengolahan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,04 0,04 0,04 0,03 0,04 5. Bangunan 0,16 0,18 0,19 0,20 0,18 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,18 0,20 0,20 0,21 0,20 7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,24 0,25 0,26 0,26 0,25 8. Keu, Persewaan & Jasa Perusahaan 0,14 0,14 0,15 0,15 0,14 9. Jasa-jasa 0,61 0,60 0,63 0,64 0,62 Perikanan Tanpa Migas 17,64 18,01 18,67 18,10 Sumber: Diolah dari Lampiran 7 dan Lampiran 11.
149
5.2 Analisis Faktor Internal dan Eksternal 5.2.1 Analisis Faktor Internal Analisis lingkungan internal dilaksanakan guna mengamati berbagai faktor internal yang berpengaruh pada pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Faktor-faktor internal ini merupakan kondisi atau keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi pengembangan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Faktor-faktor ini merupakan kekuatan yang bisa dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang terjadi selama ini. Faktor-faktor internal ini merupakan identifikasi terhadap faktor-faktor yang dianggap secara dominan mempengaruhi keberhasilan dan prestasi pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Identifikasi faktor-faktor internal tersebut diklasifikasikan sebagai kekuatan dan kelemahan. Faktor-faktor lingkungan internal kekuatan dan kelemahan dianalisis dengan menggunakan matrik IFE (Internal Factor Evaluation), sehingga diperoleh bobot, peringkat (rating) dan nilai terbobot (Perhitungan nilai bobot dan nilai rating/peringkat masing-masing faktor internal dan eksternal dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15). Bobot yang diperoleh dalam matrik IFE kemudian dipergunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan faktor strategis tersebut yang menunjang keberhasilan dalam pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Total nilai terbobot yang diperoleh dari matriks IFE kemudian menjadi dasar untuk mengetahui respon dari pihak yang menjadi responden yang merupakan stakeholders (pihak pemerintah daerah dan pengusaha/nelayan) dalam memanfaatkan kekuatan dan mengatasi kelemahan yang ada. Tabel 30. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. No
Faktor Strategis
Bobot Rating
Bobot x Rating
Kekuatan: 1 2 3 4
Adanya lahan untuk Program Minapolitan Adanya perencanaan dalam RPJMD Adanya potensi sumberdaya perikanan Adanya minat masyarakat untuk budidaya ikan
0,138 0,138 0,145 0,138
4 4 4 4
0,507 0,507 0,530 0,507
5
Tersedianya bibit ikan untuk budidaya
0,151 0,711
3
0,503 2,556
Belum memadai infrastruktur sektor perikanan Belum tersedianya RTRW Belum adanya regulasi Minapolitan di Anambas Anggaran yang tersedia belum memadai Kurangnya pengetahuan dan keterampilan nelayan
0,044 0,057 0,069
1 2 1
0,051 0,094 0,092
0,057 0,063
1 2
0,066 0,126
Jumlah TOTAL
0,289 1,00
Jumlah Kelemahan: 6 7 8 9 10
0,430 2,985
150
Hasil perhitungan dan analisis matriks IFE (Internal Factor Evaluation) untuk elemen kekuatan dan kelemahan diperoleh dari indeks akumulatif skor kekuatan sebesar 2,556, sedangkan nilai akhir bobot skor elemen kelemahan sebesar 0,430. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh responden sudah memberikan pandangan dan respon yang cukup tinggi pada faktor kekuatan dan faktor kelemahan. Total nilai bobot skor (skor terbobot) faktor internal sebesar 2,985 nilai ini melebihi lebih besar dari 2,5 (Rangkuti, 2009). Hasil analisis matriks IFE dalam pengembangan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas disajikan pada Table 30. 5.2.2 Analisis Faktor Eksternal Analisis lingkungan eksternal dilakukan dengan mengevaluasi beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Dalam pendekatan ini dipertimbangkan aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Faktor-faktor lingkungan eksternal ini diklasifikasikan menjadi peluang dan ancaman sebagaimana Tabel 31. Tabel 31 Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Bobot x No Faktor Strategis Bobot Rating Rating Peluang: 1 Tersedianya pasar atau pembeli hasil perikanan 0,136 4 0,499 2 Adanya dukungan dana dari pemerintah pusat 0,118 3 0,375 3 Harga jual hasil perikanan yang 0,124 3 0,414 menguntungkan 4 Tersedianya peraturan atau pedoman oleh 0,112 3 0,337 pemerintah pusat 5 Banyak/beragamnya jenis ikan yang dihasilkan 0,107 3 0,302 Jumlah: Ancaman: 6 Ramainya pencurian ikan (illegal fishing) 7 Cuaca yang kurang mendukung 8 Adanya kuota atau batasan penjualan jenis ikan tertentu 9 Terbatasnya pakan untuk budidaya ikan 10 Terbatasnya akses permodalan ke lembaga perbankan. Jumlah: TOTAL Catatan :
0,598
1,927
0,083 0,071 0,071
2 2 2
0,193 0,142 0,142
0,095 0,083
3 3
0,252 0,207
0,402 1,00
0,937 2,864
Perhitungan Nilai Bobot dan Nilai Rating faktor-faktor Internal dan Eksternal dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15.
151
Faktor-faktor lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang dihadapi dalam pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Faktor-faktor tersebut dievaluasi dengan menggunakan matrik EFE (Eksternal Factor Evaluation), diperoleh bobot peringkat dan nilai terbobot. Hasil dari penghitungan bobot dalam matrik EFE dipergunakan untuk mengetahui kepentingan faktor penentu yang menunjang keberhasilan dalam pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Nilai total terbobot yang diperoleh dari matrik EFE menjadi tolak ukur untuk mengetahui respon dari pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan minapolitan. Hasil evaluasi faktor eksternal di Kabupaten Kepulauan Anambas disajikan pada Tabel 31. Hasil perhitungan dan evaluasi faktor-faktor eksternal dengan mempergunakan matriks EFE, diperoleh total skor terbobot 2,864. Hal ini menunjukkan bahwa responden (pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat menerapkan/menjalankan strategi dengan memanfaatkan peluang dan mengantisipasi ancaman yang ada. Bila berpedoman kepada (Rangkuti, 2009), maka nilai terbobot diatas 2,5 menunjukkan bahwa pihak-pihak (responden) tersebut dapat menjalankan strategi secara efektif dengan memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. 5.2.3 Matrik Internal Eksternal (Matriks IE) Analisis matrik IE digunakan untuk mencari strategi umum (Grand strategi) atau strategi apa yang sebaiknya digunakan. Penentuan strategi ini diperoleh dari hasil perhitungan matriks IFE dan EFE, dimana total nilai matriks IFE sejumlah 2,985 ini menunjukkan besarnya pengaruh internal bagi usaha pengembangan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas, sedangkan hasil perhitungan matriks EFE dengan total nilai sebesar 2,864 ini juga menunjukkan besarnya pengaruh ekternal. Artinya faktor internal lebih besar pengaruhnya dibandingkan faktor eksternal dalam Pengembangan Wilayah melalui pendekatan program Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Dari pengabungan dua matrik IFE dan EFE diperoleh matriks IE (internaleksternal) sebagaimana Gambar 4. MATRIK INTERNAL – EKSTERNAL (IE) 4.0 Tinggi 3.0 Total Skor Evaluasi Faktor Eksternal
Sedang 2.0
Rendah 1.0
Total Skor Evaluasi Faktor Internal Kuat 3.0 Rata-rata 2.0 Lemah 1.0 I II III Pertumbuhan
Pertumbuhan
Penciutan
IV
V
VI
Pertumbuhan
Penciutan
(2,864 ; 2,985) VIII Pertumbuhan
IX Likuidasi
Stabilitas
VII Pertumbuhan
Gambar 4. Matrik Internal - Eksternal (IE)
152
Hasil matriks IE menggambarkan bahwa pengembangan wilayah melalui pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas berada pada kuadran atau sel V, berarti program ini berada pada posisi pertumbuhan, yakni dapat tumbuh melalui integrasi horizontal maupun vertikal, baik secara internal dengan menggunakan sumberdaya sendiri atau secara eksternal dengan menggunakan sumberdaya dari luar. Berdasarkan hasil identifikasi, perhitungan dan analisis terhadap faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman melalui analisis matriks IFE dan EFE, maka dapat disusun atau dibuat analisis dengan menggunakan metode SWOT sehingga menghasilkan alternatif strategi. 5.3 Analisis Matriks SWOT Alternatif strategi dalam pengembangan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dirumuskan dengan pendekatan analisis SWOT. Analisis matrik SWOT merupakan langkah selanjutnya setelah dilakukan analisis IFE dan EFE, yakni dengan mencocokan faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan dengan faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang berpengaruh dalam pengembangan program minapolitan di Anambas. Lebih jelasnya matriks SWOT dalam perumusan strategi pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 32. Berdasarkan analisis matriks SWOT, pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Anambas dapat dirumuskan dalam 6 (enam) alternatif strategi, yakni melalui Strategi S-O Strategi W-O , Strategi S-T dan Strategi W-T sebagai berikut: a. Strategi S-O (Strengths – Opportunities) Alternatif strategi S-O (kuatan dan peluang) ini disebut juga Aggresive Strategies merupakan yang bernuansa pengembangan atau ekspansif. Strategi ini menggunakan kekuatan internal yang terlibat dalam pengembangan minapolitan dan memanfaatkan peluang eksternal. Berdasarkan kekuatan dan peluang yang ada, dapat dirumuskan dua alternatif strategi yang bersifat ekspansif, yakni : 1. Menetapkan Anambas sebagai kawasan Minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat; Konsep pembangunan atau pengembangan wilayah (kawasan) melalui program minapolitan merupakan program pemerintah pusat yang disejalankan dengan program pembangunan di daerah. Penetapan kawasan minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat sangat perlu, sebagaimana daerah kabupaten/kota lainnya di Indonesia, sehingga mendapatkan perhatian dan dukungan pendanaan melalui program dan kegiatan oleh pemerintah pusat. 2. Memprioritaskan program yang mendukung Minapolitan; Program dan kegiatan pembangunan daerah sangat banyak, namun memiliki keterbatasan sumberdaya, baik sumberdaya manusia apalagi sumberdaya pendanaan, sehingga program-program dan kegiatan pembangunan daerah harus lebih diprioritaskan dan lebih fokus pada program dan kegiatan yang menunjang keberhasilan program minapolitan.
153
b. Strategi W-O (Weakness – Opportunities) Strategi W-O (kelemahan dan peluang), disebut juga Turn Arround Strategies merupakan strategi yang berusaha mengatasi atau mengurangi kelemahan yang dimiliki dengan memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan kelemahan dan peluang yang ada, dapat dirumuskan dua strategi yakni : 1. Membangun infrastruktur bidang kelautan dan perikanan; Program minapolitan tidak akan berhasil kalau tidak didukung dengan infrastruktur (prasarana) dan sarana bidang kelutan dan perikanan, khususnya bidang perikanan budidaya laut, sehingga dengan dibangun dan dilengkapinya infrastruktur perikanan budidaya diharapkan dapat mempercepat keberhasilan program minapolitan. Dukungan dana ini dapat dimanfaatkan melalui pemerintah pusat. 2. Membuat kajian dan perencanaan bidang kelautan dan perikanan; Kajian dan perencanaan sangat perlu, mengingat Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan daerah yang baru dimekarkan, sehingga masih sangat terbatas dokumen kajian dan perencanaan pembangunan. Dengan melakukan kajian dan perencanaan pembangunan supaya dalam pelaksanaanya lebih terarah dan memiliki acuan serta tidak menyimpang dari tujuan dan sasaran serta dapat dipertanggungjawabkan. Kajian dan perencanaan ini dapat dipasilitasi oleh pemerintah pusat dan provinsi, sehingga terbatasnya dokumen perencanaan dapat teratasi. c. Strategi S-T (Strengths – Threats) Strategi S-T (kekuatan dan ancaman) disebut juga Divensification Strategies merupakan strategi pengembangan alternatif tindakan yang didasarkan pada upaya pemanfaatan secara optimal atau menggunakan kekuatan untuk menghindari atau mengatasi ancaman yang ada. Alternatif strategi ini dapat dirumuskan yakni “Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan”. Kegiatan pembinaan dan keterampilan nelayan, khususnya kepada pembudidaya ikan sangat penting, mengingat pengetahuan dan keterampilan nelayan dan pembudidaya ikan sangat terbatas, sehingga dengan pembinaan, pelatihan dan keterampilan diharapkan dapat mengatasi kelangkaan pakan dan terbatasnya permodalan. Meningkatnya keahlian diharapkan produksi dan produktifitas hasil perikanan lebih optimal, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan. d. Strategi W-T (Weaksness – Threats) Strategi W-T (kelemahan dan ancaman) atau Defensive Strategies merupakan strategi yang bernuansa bertahan atau menghindari serangan/ancaman dari luar dan sekaligus menutupi atau meminimalkan kelemahan dari internal. Berdasarkan strategi ini dapat dirumuskan satu strategi yakni “Membangun jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga”. Membangun jaringan kerjasama (networking) dengan berbagai lembaga, baik lembaga/instansi pemerintah maupun lembaga non pemerintah seperti perbankan dan swasta (investor) sangat diperlukan supaya dapat meminimalkan terbatasnya infrastruktur bidang perikanan, terutama perikanan budidaya laut.
154
Tabel 32. Matriks SWOT Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Kekuatan (S) Faktor Internal 1 Adanya lahan untuk
Kelemahan (W) 1
Program Minapolitan 2 3 4
Faktor Eksternal
5
Peluang (O) 1 2 3
4
5
1
Harga jual hasil perikanan yang menguntungkan Tersedianya peraturan atau pedoman oleh pemerintah pusat Banyak/beragamnya jenis ikan yang dihasilkan
2
Ancaman (T) 1 2 3
4 5
Ramainya pencurian ikan (illegal fishing) Cuaca yang kurang mendukung Adanya kuota atau batasan penjualan jenis ikan tertentu Terbatasnya pakan untuk budidaya ikan Terbatasnya akses permodalan ke lembaga perbankan.
Adanya perencanaan dalam RPJMD Adanya potensi sumberdaya perikanan
2 3
Belum adanya regulasi Minapolitan di Anambas
Adanya minat masyarakat untuk budidaya ikan Tersedianya bibit ikan untuk budidaya
4
Anggaran yang tersedia belum memadai Kurangnya pengetahuan dan keterampilan nelayan
5
Strategi S-O
Tersedianya pasar atau pembeli hasil perikanan Adanya dukungan dana dari pemerintah pusat
Belum memadai infrastruktur sektor perikanan Belum tersedianya RTRW
(Aggresive Strategies) Menetapkan Anambas Sebagai Kawasan Minapolitan Melalui Regulasi Pemerintah Pusat (S1, S2, S3, O2, O4) Memprioritaskan program yang mendukung Minapolitan (S4, S5, O1, O2, O3, O5)
Strategi W-O (Turn Arround Strategies) 1 Membangunan infrastruktur bidang kelautan dan perikanan (W1, W3, W4, W5, O2, O4). 2 Membuat kajian dan perencanaan bidang kelautan dan perikanan (W2, O2, O4)
Strategi S-T
Strategi W-T
(Divensification Strategies) 1 Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan (S4, S5, T1, T2, T4, T5)
(Defensive Strategies) Membangun jaringan kerja sama dengan berbagai lembaga (W3, W5, T3, T5).
1
Hasil dari matriks SWOT tersebut dapat dirumuskan enam alternatif strategi pengembangan minapolitan di Anambas. Alternatif strategi tersebut dapat disimpulkan atau dirumuskan sebagai berikut: Strategi 1 : Menetapkan Anambas sebagai kawasan Minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat. Strategi 2 : Memprioritaskan program yang mendukung Minapolitan. Strategi 3 : Membangun infrastruktur bidang kelautan dan perikanan.
155
Strategi 4 : Membuat kajian dan perencanaan bidang kelautan dan perikanan. Strategi 5 : Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan. Strategi 6 : Membangun jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga.
5.4 Hasil Analisis Matriks QSPM Analisis QSPM merupakan lanjutan dari analisis SWOT sebagai tahapan pengambilan keputusan untuk perumusan prioritas strategi. Dari rumusan strategi yang diperoleh dari analisis SWOT kemudian dilakukan analisa dengan cara memberikan nilai kemenarikan relatif (Attractive Score = AS) pada masingmasing faktor internal maupun eksternal. Strategi yang mempunyai total nilai kemenarikan relatif (Total Attractive Score = TAS) yang tertinggi merupakan prioritas strategi. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh rekapitulasi perhitungan Nilai Daya Tarik (TAS) dari enam alternatif strategi pengembangan minapolitan hasil analisis QSPM dapat dilihat pada Lampiran 16. Penetapan prioritas strategi pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas dilakukan dengan analisis QSPM. Analisis ini merupakan kelanjutan dari analisis SWOT sebagai tahapan dalam pengambilan keputusan. Alternatif strategi yang diperoleh dari analisis SWOT kemudian dihitung kembali dengan menetapkan nilai kemenarikan relatif (AS). Strategi yang mempunyai nilai total kemenarikan relatif (TAS) tertinggi menjadi prioritas strategi. Hasil analisis QSPM dalam pengembangan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Analisis QSPM Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. No Alternatif Strategi 1 Menetapkan Anambas sebagai kawasan Minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat 2 Memprioritaskan program yang mendukung Minapolitan 3 Membangun infrastruktur bidang kelautan dan perikanan 4 Membuat kajian dan perencanaan bidang kelautan dan perikanan 5 Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan 6 Membangun jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga.
Skor
Peringkat
5,805
V
5,861
III
6,257
I
5,864
II
5,834
IV
5,669
VI
Hasil analisis QSPM dari enam alternatif strategi, bahwa yang menjadi strategi prioritas dalam pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas adalah alternatif strategi yang ke-3, yakni “Membangun infrastruktur bidang kelautan dan perikanan”, dengan nilai TAS tertinggi sebesar 6,257 yang menjadi perhatian utama para responden, kemudian urutan strategi prioritas paling akhir adalah strategi ke-6 yakni “Membangunan kerjasama dengan berbagai
156
lembaga”. Berdasarkan hasil perhitungan QSPM tersebut, kemudian dirangking secara keseluruhan, maka diperoleh urutan strategi prioritas pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai berikut: 1. Membangun infrastruktur bidang kelautan dan perikanan. 2. Membuat kajian dan perencanaan bidang kelautan dan perikanan. 3. Memprioritaskan program yang mendukung minapolitan. 4. Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan. 5. Menetapkan Anambas sebagai kawasan minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat. 6. Membangun jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga.
157
6. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan atau rumusan strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis. Hal ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1) tahap masukan (input stage) dengan melakukan identifikasi dan evaluasi faktor internal dan eksternal melalui analisis matriks IFE dan EFE; 2) tahap penggabungan (matching stage) yakni melalui matriks IE dan matriks SWOT untuk menentukan alternatif strategi; 3) tahap pengambilan keputusan (decision stage) melalui metode analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk menentukan strategi prioritas. Rancangan atau rumusan strategi pengembangan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas juga memperhatikan visi dan misi Kabupaten Kepulauan Anambas periode 2011-2015 yang telah dituangkan dalam RPJMD melalui Peraturan Bupati Kepulauan Anambas Nomor 18 Tahun 2010 serta memperhatikan visi dan misi Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas. 6.1 Visi dan Misi Kabupaten Kepulauan Anambas Visi dan misi pembangunan Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan penjabaran dari visi dan misi kepala daerah selama periode kepemimpinannya, hal ini dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Adapun visi pembangunan Kabupaten Kepulauan Anambas periode 2011-2015 adalah “Terwujudnya masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas yang sejahtera, maju, mandiri, berpayungkan budaya melayu yang dilandasi iman dan taqwa” (Bappeda Anambas, 2011). Makna dari visi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat yang sejahtera, bermakna terwujudnya derajat kehidupan masyarakat Anambas yang sehat, layak dan manusiawi. 2. Masyarakat yang maju bermakna terwujudnya masyarakat Anambas yang berkepribadian, berakhlak mulia dan berkualitas pendidikan yang tinggi. 3. Masyarakat yang mandiri bermakna terwujudnya masyarakat Anambas yang sejajar dan sederajat dengan daerah lain yang telah maju dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri. 4. Berpayungkan budaya melayu yang dilandasi iman dan taqwa mengandung makna bahwa pembangunan tidak hanya memperhatikan pembangunan fisik semata, namun pembangunan masyarakat seutuhnya yang senantiasa selaras dengan kebudayaan daerah dan nilai-nilai keagamaan. Pencapaian visi tersebut perlu dirumuskan dalam beberapa misi. Adapun misi yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 1. Mendorong terciptanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang merata diseluruh wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang akan menumbuhkan kegiatan pembangunan pulau-pulau kecil dan pengelolaan sumber daya alam secara optimal dan terpadu. 2. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas menjadi lebih sehat dan berpendidikan.
158
3. Meningkatkan mutu Sumberdaya Manusia Kabupaten Kepulauan Anambas agar memiliki kemampuan yang diakui, terampil dan berakhlak mulia. 4. Menciptakan aparatur pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Anambas yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal serta mengedepankan partisipasi masyarakat demi terwujudnya pemerintahan yang bersih. 5. Mengembangkan perikehidupan yang agamis dan berbudaya melayu. 6.2
Visi dan Misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas.
Berdasarkan visi dan misi pembangunan Kabupaten Kepulauan Anambas, sehingga untuk percepatan pancapaian visi dan misi tersebut, khususnya pada sektor atau bidang kelautan dan perikanan, maka perlu didukung oleh visi dan misi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Kepulauan Anambas. Visi dan misi dinas harus sejalan dengan visi dan misi kabupaten. Adapun visi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) 2011-2015 adalah “Mewujudkan Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai sentra produksi dan perdagangan kelautan dan perikanan Asia Tenggara”. Visi tersebut dapat dicapai melalui upaya-upaya yang dijabarkan dalam misi-misi dinas, yakni sebagai berikut: 1. Mengembangkan produksi kelutan dan perikanan menjadi andalan daerah yang berkelanjutan. 2. Mengoptimalkan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan 3. Pengelolaan potensi kawasan pesisir, pulau-pulau kecil dan terluar secara terpadu dan berwawasan lingkungan 4. Mengembangkan pusat-pusat industri dan perdagangan sektor kelautan dan perikanan. 5. Mewujudkan kemitraan dalam mendukung optimalisasi wilayah desa, pesisir dan laut. 6.3
Rancangan Strategi Pengembangan Wilayah melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Berdasarkan hasil analisis kajian dan dengan memperhatikan visi dan misi Kabupaten Kepulauan Anambas serta visi dan misi DKP, sehingga dibuat rumusan rancangan strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai berikut: 7. Membangun infrastruktur bidang kelautan dan perikanan. 8. Membuat kajian dan perencanaan bidang kelautan dan perikanan. 9. Memprioritaskan program yang mendukung minapolitan. 10. Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan. 11. Menetapkan Anambas sebagai kawasan minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat. 12. Membangun jaringan kerja sama dengan berbagai lembaga. Strategi, program dan kegiatan yang dirancang menurut kajian ini tidak mungkin dilaksanakan sekaligus, karena keterbatasan waktu dan sumberdaya, seperti sumberdaya manusia sebagai pengelolanya, sumberdaya keuangan,
159
sehingga mesti dirumuskan program dan kegiatan yang paling prioritas dengan jangka waktu yang lebih singkat serta program dan kegiatan yang paling urgen untuk mendukung program minapolitan budidaya perikanan laut yang akan dikerjakan lebih dahulu pada tahun pertama, seperti : 1. Program pembangunan infrastruktur bidang Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Kepulauan Anambas yang diprioritaskan pada tahun pertama adalah kegiatan “Pembangunan Balai Benih Ikan”. 2. Program penyediaan prasarana dan sarana bidang kelautan dan perikanan adalah kegiatan “Bantuan prasarana dan sarana pembudidaya”. 3. Program peningkatan produksi hasil perikanan, yakni: a. Studi Kelayakan sekaligus DED pembangunan balai benih b. Studi Kelayakan sekaligus DED pembangunan pabrik pakan ikan 4. Program pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan “Bimtek tentang penanganan penyakit ikan budidaya”. Program dan kegiatan tersebut di atas diharapkan terlaksana pada tahun pertama, sedangkan yang lainnya dapat dilaksanakan pada tahun ke-2 atau ke-3. Supaya rancangan strategi ini dapat diimplementasikan dilapangan, dibuat suatu rancangan program dan kegiatan yang menunjang percepatan Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Lebih rinci Strategi, Program dan Kegiatan yang dirumuskan dari hasil kajian ini dapat dilihat pada Tabel 34.
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan kajian, yaitu untuk melakukan identifikasi potensi sumberdaya sektor perikanan dan untuk merumuskan alternatif strategi bidang kelautan dan perikanan guna mendukung program minapolitan, sehingga hasil kajian ini dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut: 3. Hasil kajian potensi sumberdaya sub sektor perikanan bahwa: a. Hasil perhitungan terhadap distribusi/kontribusi PDRB berdasarkan harga berlaku (ADHB) dengan Migas periode 2008-2010, bahwa sub sektor perikanan memberikan kontribusi rata-rata sebesar 13,62 persen dan tanpa migas sebesar 57,68 persen, sedangkan kontribusi PDRB atas harga konstan (ADHK) sub sektor perikanan dengan Migas memberikan kontribusi ratarata sebesar 16,60 persen dan tanpa migas sebesar 61,62 persen. Sehingga sub sektor perikanan merupakan sektor unggulan yang dapat dijadikan penggerak roda perekonomian di Kabupaten Kepulauan Anambas. b. Hasil perhitungan analisis LQ, sub sektor perikanan berdasarkan PDRB harga berlaku (ADHB) dengan Migas periode 2008-2011 menunjukkan nilai LQ rata-rata sebesar 3,84 dan tanpa Migas sebesar 15,05. Sedangkan hasil perhitungan berdasarkan PDRB harga konstan (ADHK) dengan Migas ratarata nilai LQ sebesar 5,11 dan tanpa Migas nilai LQ sebesar 18,10; sementara sektor/sub sektor lainnya, kecuali sub sektor Migas memiliki nilai LQ lebih rendah dari 1 (satu), berarti bukan sektor basis. Dapat disimpulkan bahwa sub sektor perikanan, baik berdasarkan PDRB dengan Migas maupun tanpa Migas merupakan sektor basis atau sektor unggulan yang memiliki keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan supaya dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah terutama kepada masyarakat dan nelayan. 2. Rancangan atau rumusan strategi, melalui analisis faktor-faktor internal dan eksternal, analisis SWOT dan QSPM menghasilkan 6 (enam) strategi prioritas dalam pengembangan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas, yaitu: a) Membangun infrastruktur bidang kelautan dan perikanan; b) Membuat kajian dan perencanaan bidang kelautan dan perikanan; c) Memperioritaskan program yang mendukung minapolitan; d) Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan; e) Menetapkan Anambas sebagai kawasan minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat; dan f) Membangun jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga. 7.2 Saran Keberhasilan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas, perlu dukungan, perhatian dan kebijakan dari pemerintah pusat serta pemerintah daerah sebagai salah satu stakeholder kunci suksesnya pembangunan di daerah. Disamping itu juga sangat besar pengaruhnya partisipasi dan kepedulian serta peran aktif masyarakat. Berdasarkan kajian ini agar dapat diimplimentasikan dan dilaksanakan dengan baik, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas perlu melakukan usaha peningkatan produktivitas sektor-sektor perekonomian yang belum begitu berdampak terhadap distribusi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi wilayah Anambas. 2. Rancangan atau rumusan prioritas strategi hasil kajian ini perlu mendapat Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, agar memprogramkan dan membangunan infrastruktur bidang kelautan dan perikanan, khususnya prasarana dan sarana budidaya perikanan sehingga program minapolitan benarbenar sukses dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan kajian, yaitu untuk melakukan identifikasi potensi sumberdaya sektor perikanan dan untuk merumuskan alternatif strategi bidang kelautan dan perikanan guna mendukung program minapolitan, sehingga hasil kajian ini dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut: 4. Hasil kajian potensi sumberdaya sub sektor perikanan bahwa: c. Hasil perhitungan terhadap distribusi/kontribusi PDRB berdasarkan harga berlaku (ADHB) dengan Migas periode 2008-2010, bahwa sub sektor perikanan memberikan kontribusi rata-rata sebesar 13,62 persen dan tanpa migas sebesar 57,68 persen, sedangkan kontribusi PDRB atas harga konstan (ADHK) sub sektor perikanan dengan Migas memberikan kontribusi ratarata sebesar 16,60 persen dan tanpa migas sebesar 61,62 persen. Sehingga sub sektor perikanan merupakan sektor unggulan yang dapat dijadikan penggerak roda perekonomian di Kabupaten Kepulauan Anambas. d. Hasil perhitungan analisis LQ, sub sektor perikanan berdasarkan PDRB harga berlaku (ADHB) dengan Migas periode 2008-2011 menunjukkan nilai LQ rata-rata sebesar 3,84 dan tanpa Migas sebesar 15,05. Sedangkan hasil perhitungan berdasarkan PDRB harga konstan (ADHK) dengan Migas ratarata nilai LQ sebesar 5,11 dan tanpa Migas nilai LQ sebesar 18,10; sementara sektor/sub sektor lainnya, kecuali sub sektor Migas memiliki nilai LQ lebih rendah dari 1 (satu), berarti bukan sektor basis. Dapat disimpulkan bahwa sub sektor perikanan, baik berdasarkan PDRB dengan Migas maupun tanpa Migas merupakan sektor basis atau sektor unggulan yang memiliki keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan supaya dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah terutama kepada masyarakat dan nelayan. 2. Rancangan atau rumusan strategi, melalui analisis faktor-faktor internal dan eksternal, analisis SWOT dan QSPM menghasilkan 6 (enam) strategi prioritas dalam pengembangan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas, yaitu: a) Membangun infrastruktur bidang kelautan dan perikanan; b) Membuat kajian dan perencanaan bidang kelautan dan perikanan; c) Memperioritaskan program yang mendukung minapolitan; d) Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan; e) Menetapkan Anambas sebagai
kawasan minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat; dan f) Membangun jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga. 7.2 Saran Keberhasilan program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas, perlu dukungan, perhatian dan kebijakan dari pemerintah pusat serta pemerintah daerah sebagai salah satu stakeholder kunci suksesnya pembangunan di daerah. Disamping itu juga sangat besar pengaruhnya partisipasi dan kepedulian serta peran aktif masyarakat. Berdasarkan kajian ini agar dapat diimplimentasikan dan dilaksanakan dengan baik, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut: 3. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas perlu melakukan usaha peningkatan produktivitas sektor-sektor perekonomian yang belum begitu berdampak terhadap distribusi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi wilayah Anambas. 4. Rancangan atau rumusan prioritas strategi hasil kajian ini perlu mendapat Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, agar memprogramkan dan membangunan infrastruktur bidang kelautan dan perikanan, khususnya prasarana dan sarana budidaya perikanan sehingga program minapolitan benarbenar sukses dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, R. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan, Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (Tinjauan Kritis). Bogor (ID): P4W Press. Apridar, MK dan Suhana. 2011. Ekonomi Kelautan dan Pesisir, Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Yogyakarta (ID): PT.BPFE. Bappeda Kabupaten Kepulauan Anambas, 2010. Profil Kabupaten Kepulauan Anambas. Tarempa. ---------------, 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2011-2015, Tarempa. Bappeda Kabupaten Kepulauan Anambas dan BPS Prov.Kepri, 2009. Kepulauan Anambas Dalam Angka 2008, Tarempa. ---------------, 2010. Kepulauan Anambas Dalam Angka 2009. Tarempa ---------------, 2011. Kepulauan Anambas Dalam Angka 2010. Tarempa ---------------, 2012. Kepulauan Anambas Dalam Angka 2011. Tarempa Bappeda Provinsi Kepulauan Riau dan BPS Prov.Kepri, 2010. PDRB Provinsi Kepulauan Riau 2005-2009. Tanjungpinang. ---------------, 2011. PDRB Provinsi Kepulauan Riau 2006-2010 dan Estimasi Triwulan II 2011. Tanjungpinang. ---------------, 2012. Kepulauan Riau Dalam Angka 2011. Tanjungpinang. Bappeda Prov.Kep.Riau, 2011, Kajian Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Propinsi Kepulauan Riau di Kab. Kepulauan Anambas. Tanjungpinang. Baskoro, B. 2007. Analisis Pewilayahan, Hirarki, Komoditas Unggulan dan Partisipasi Masyarakat pada Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga). Bogor (ID): Tesis, Sekolah Pascasarjana IPB. Bengen, DG., 2004, Menuju Pembangunan Pesisir dan Lautan Berkelanjutan Berbasis Eko-Sosiosistem. Bogor (ID): P4L-IPB. ISBN 979-98867-0-8. Dahuri, R. 2010. Pembangunan Ekonomi Maritim. Jakarta (ID): Jurnal yang diterbitkan pada kolom Opini Seputar Indonesia tanggal 11 Desember 2010. ---------------, 2011a. Investasi Pulau Kecil Pulihkan Ekonomi Bangsa. Jakarta(ID): Jurnal yang diterbitkan pada kolom Bincang Bisnis Republika tanggal 24 Oktober 2011. ---------------, 2011b. Strategi Pembangunan Untuk Mewujudkan Daerah Yang Berdaya Saing, Maju dan Sejahtera Secara Berkelanjutan. Bogor (ID): Materi Kuliah Umum Pascasarjana MPD IPB. Disampaikan pada tanggal 28 Oktober 2011. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. 2011. Studi Identifikasi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. Tanjungpinang (ID). Elfindri, J. Rumengan, S. Bahrum, T. Dahril, R. Riduan dan Abidin. 2009. Manajemen Pembangunan Kepuluan dan Pesisir. Badoese Media.
Friedmann, J. dan M. Douglass. 1976. Pengembangan Agropolitan Menuju Siasat Baru Perencanaan Regional di Asia. (dalam bahasa Indonesia). Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Harun, UR. 2004. Perencanaan pengembangan kawasan agropolitan dalam sistem perkotaan regional di Indonesia. Workshop Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Wilayah secara berimbang. Bogor. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010a. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : Per.06/MEN/2010 tentang Rencana Stategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014, Jakarta. ---------------, 2010b. Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan, Revolusi Biru dan Minapolitan. Edisi 2, Desember 2010, Jakarta. ---------------, 2011. Pedoman Umum Minapolitan, Jakarta. ---------------, 2013. Statistik Kelautan dan Perikanan 2011, Pusat Data, Statistik dan Informasi KKP, Jakarta. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan dan PT.Galih Karsa Utama, 2012. Laporan Akhir Fasilitasi Penyusunan Rencana Zonasi Rinci Kawasan di Kabupaten Anambas, Jakarta. Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy Dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. ----------, 2007. Pengembangan Ekonomi Daerah Berbasis Kepulauan, Makalah disampaikan dalam Workshop Koordinasi Pengembangan Wilayah Provinsi atau Kabupaten Kepulauan. Tanggal 28 Agustus 2007, di Hotel Jayakarta, Jakarta. Munasinghe, M. 1993. Environmetal Economic and Sustainable Development/ THE WORLD BANK. Washington D.C. 20433. U.S.A. Nofidhi, 2009, Kajian Pengembangan Strategi di Wilayah Pesisir Kabupaten Palalawan Propinsi Riau, Bogor (ID): Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Pemerintah Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta, Sekretariat Negara. ----------, 2007. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta, Sekretariat Negara. ----------, 2007. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta, Sekretariat Negara. ----------, 1997. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau. Jakarta, Sekretariat Negara. Pranadji, T. 2004. Kerangka Kebijakan Sosio-Budaya Menuju Pertanian 2025 ke Arah Pertanian Pedesaan Berdaya Saing Tinggi, Berkeadilan dan Berkelanjutan. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi. 22(1): 1-21, Pusat Sosial Ekonomi Kementerian Pertanian, Bogor (ID): Kementerian Pertanian. Rangkuti, F. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Rustiadi, E, S. Syaifulhakim dan D. R Panuju. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Solohin, A. 2010. Politik Hukum Kelautan dan Perikanan. Isu, Permasalahan dan Telaah Kritis Kebijakan. Bandung (ID): Nuansa Aulia. Sumodiningrat, G. 2007. Pemberdayaan Sosial. Kajian Ringkas tentang Membangun Manusia Indonesia. Jakarta (ID): PT.Kompas Media Nusantara. Sutisna, DH. 2010. Minapolitan dan Pengembangan Daerah Pesisir, makalah disampaikan oleh Dirjen Perikanan Tangkap, pada Seminar Nasional Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap Indonesia (Himpatindo), tanggal 11 Nopember 2010 di Jakarta (ID): Gedung PPI UB.Minapolitan. Suwandi, 2005. Agropolitan Merentas Jalan Meniti Harapan. Jakarta (ID): Duta Karya Swasta. Syaukat, Y. 2011. Metodologi Kajian Pembangunan Daerah. Bogor (ID): Modul Kuliah MPD Sekolah Pascasarjana IPB. Tar, H. 2010. Arahan Pengembangan Kawasan Minapolitan Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Bogor (ID): Tesis, Sekolah Pascasarjana IPB. Tarigan, R. 2012. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Edisi Revisi. Jakarta (ID): PT.Bumi Aksara. Tukiyat. 2002. Pengantar Pengembangan Ekonomi Wilayah. Di dalam Urbanus M.Ambardi dan Socia Priwantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta (ID): Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT.
84
Lampiran 1. Foto Ikan Napoleon dan Keramba Jaring Tancap (KJT)
Foto Ikan Napoleon Yang Dibudidaya Masyarakat
Foto Keramba Jaring Tancap (KJT) Milik Nelayan Kecamatan Siantan Tengah
85
Lampiran 2.
Wilayah Teluk Siantan dan Sekitarnya Sebagai Daerah Kajian di Desa Air Sena Kecamatan Siantan Tengah.
Peta Kawasan Lindung Wilayah Teluk Siantan dan Sekitarnya Sumber : KKP, 2012. (Rencana Zonasi Rinci Kawasan di Kabupaten Anambas)
Peta Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Keramba Jaring Tancap Sekitar Teluk Siantan
Sumber : KKP, 2012. (Rencana Zonasi Rinci Kawasan di Kabupaten Anambas)
83 Lampiran 3. Kuesioner Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal dan Eksternal STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH MELALUI PENDEKATAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PENELITI YUNIZAR H.252100175
PEMBIMBING: Ketua Anggota
: Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec. : Prof Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanso, MS.
Gambaran Ringkas Kuesioner Saya Yunizar (NRP. H.252100175), Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, saat ini sedang dalam tahap pembuatan tugas akhir (tesis), bermaksud mengumpulkan data/informasi yang menjadi bahan penelitian atau kajian saya yang berjudul Strategi Pengembangan Wilayah melalui Pendekatan Minpolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Tujuan kajian ini adalah untuk: 1) mengidentifikasi pontensi sumberdaya perikanan dan; 2) merumuskan alternatif strategi untuk mendukung program pengembangan kawasan minapolitan, menggunakan Analisis Location Quotient (LQ), IFE-EFE dan IE, Strength, Weakness, Opportunity and Threats (SWOT) dan analisis Quantitative Stategic Planning Matrix (QSPM). Saya sangat mengharapkan informasi yang akurat dari Bapak/Ibu demi terwujudnya pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, para pemangku kepentingan (satkeholders), masyarakat dan calon inventor. Informasi yang didapatkan dari penelitian atau kajian ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan analisis penelitian. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. Identitas Responden 1. Nama : 2. Jabatan : 3. Alamat Kantor : 4. Pendidikan : [ [
] SMU/SMK ] Sarjana
[ ] D3/D4 [ ] Pasca Sarjana (S2/S3)
84 Tujuan : Untuk mendapatkan penilaian dari responden mengenai identifikasi faktor-faktor strategis internal dan eksternal, yaitu dengan cara pemberian bobot seberapa besar faktor strategis tersebut dapat mempengaruhi atau menentukan keberhasilan dalam Pengembangan Wilayah melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Petunjuk Umum: 1. Pengisian Kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden pada tabel yang telah disediakan. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan melakukannya secara sekaligus atau tidak menunda untuk menghindari inkonsistensi jawaban. Petunjuk Khusus : Untuk mengisi tabel tersebut, responden memberi tanda √ (cek) pada kolom yang telah disediakan, untuk faktor internal (kelemahan dapat diberi nilai 1 atau 2 dan untuk kekuatan nilai 3 atau 4) sedangkan faktor eksternal (peluang dan ancaman dapat diberi nilai 1 sampai 4), dengan keterangan sebagai berikut : Nilai 1 = jika faktor tersebut tidak penting (kelemahan utama) Nilai 2 = jika faktor tersebut kurang penting (kelemahan kecil) Nilai 3 = jika faktor tersebut penting (kekuatan kecil) Nilai 4 = jika faktor tersebut sangat penting (kekuatan utama) Penentuan Bobot Faktor Setrategis Internal dan Eksternal No
Faktor Strategis
A. Faktor Setrategis Internal Kekuatan: 1 Adanya lahan untuk program Minapolitan 2 Adanya perencanaan dalam RPJMD 3 Adanya potensi sumberdaya perikanan 4 Adanya minat masyarakat untuk budidaya perikanan 5 Tersedianya bibit ikan untuk budidaya. 6
Kelemahan: Belum memadai infrastruktur sektor perikanan
7 Belum tersedianya RTRW 8 Belum adanya regulasi Minapolitan di Anambas 9 Anggaran yang tersedia belum memadai 10 Kurangnya pengetahuan dan keterampilan nelayan.
B. Faktor Strategis Eksternal Peluang: 1 Tersedianya pasar atau pembeli hasil perikanan 2 Adanya dukungan pendanaan oleh pemerintah pusat 3 Harga jual hasil perikanan yang menguntungkan 4 Tersedianya peraturan/pedoman oleh pemerintah pusat 5 Banyak/beragamnya jenis ikan yang dihasilkan.
Ancaman:
1
Bobot 2 3
4
85
No
Faktor Strategis
6 Banyaknya pencurian ikan / illegal fishing 7 Cuaca yang kurang mendukung 8 Adanya kuota atau batasan penjualan jenis ikan 9 Terbatasnya pakan untuk budidaya ikan 10 Terbatasnya akses permodalan ke lembaga perbankan.
1
Bobot 2 3
4
86 Lampiran 4. Kuesioner Penentuan Rating/Peringkat Faktor Strategis Internal dan Eksternal Tujuan : Untuk mendapatkan penilaian dari responden mengenai faktor-faktor strategis internal maupun eksternal, yaitu dengan cara pemberian rating mengenai seberapa besar faktor strategis tersebut dapat mempengaruhi atau menentukan keberhasilan dalam Pengembangan Wilayah melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Petunjuk Umum : 1. Pengisian Kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden pada tabel yang telah disediakan. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan melakukannya secara sekaligus atau tidak menunda untuk menghindari inkonsistensi jawaban. Petunjuk Khusus : Untuk mengisi tabel tersebut, responden memberi tanda √ (cek) pada kolom yang telah disediakan, untuk faktor internal (kelemahan dapat diberi nilai 1 atau 2 dan untuk kekuatan nilai 3 atau 4) sedangkan faktor eksternal (peluang dan ancaman dapat diberi nilai 1 sampai 4), dengan keterangan sebagai berikut : Nilai 1 = jika faktor tersebut tidak penting (kelemahan utama) Nilai 2 = jika faktor tersebut kurang penting (kelemahan kecil) Nilai 3 = jika faktor tersebut penting (kekuatan kecil) Nilai 4 = jika faktor tersebut sangat penting (kekuatan utama) Penentuan Rating Faktor Setrategis Internal dan Eksternal No
Faktor Strategis
B. Faktor Setrategis Internal Kekuatan: 1 Adanya lahan untuk program Minapolitan 2 Adanya perencanaan dalam RPJMD 3 Adanya potensi sumberdaya perikanan 4 Adanya minat masyarakat untuk budidaya perikanan 5 Tersedianya bibit ikan untuk budidaya. 6 7 8 9 10
Kelemahan: Belum memadai infrastruktur sektor perikanan Belum tersedianya RTRW Belum adanya regulasi Minapolitan di Anambas Anggaran yang tersedia belum memadai Kurangnya pengetahuan dan keterampilan nelayan.
C. Faktor Strategis Eksternal 1 2 3 4
Peluang: Tersedianya pasar atau pembeli hasil perikanan Adanya dukungan pendanaan oleh pemerintah pusat Harga jual hasil perikanan yang menguntungkan Tersedianya peraturan/pedoman oleh pemerintah pusat
1
Rating 2 3
4
87
No
Faktor Strategis
5 Banyak/beragamnya jenis ikan yang dihasilkan.
Ancaman: 6 Banyaknya pencurian ikan / illegal fishing 7 Cuaca yang kurang mendukung 8 Adanya kuota atau batasan penjualan jenis ikan 9 Terbatasnya pakan untuk budidaya ikan 10 Terbatasnya akses permodalan ke lembaga perbankan.
1
Rating 2 3
4
88 Lampiran 5. Kuesioner Penentuan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi. Tujuan : Untuk mendapatkan penilaian dari responden tentang kemenarikan dari beberapa alternatif strategi yang telah ditentukan oleh peneliti berdasarkan matriks SWOT, sehingga diperoleh strategi prioritas. Petunjuk Umum : 1. Pengisian Kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden pada tabel yang telah disediakan. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan melakukannya secara sekaligus atau tidak menunda untuk menghindari inkonsistensi jawaban. Petunjuk Khusus : Untuk mengisi tabel tersebut, responden memberi tanda √ (cek) pada kolom yang telah disediakan, untuk faktor internal (kelemahan dapat diberi nilai 1 atau 2 dan untuk kekuatan nilai 3 atau 4) sedangkan faktor eksternal (peluang dan ancaman dapat diberi nilai 1 sampai 4), dengan keterangan sebagai berikut : Nilai 1 = jika faktor tersebut tidak penting (kelemahan utama) Nilai 2 = jika faktor tersebut kurang penting (kelemahan kecil) Nilai 3 = jika faktor tersebut penting (kekuatan kecil) Nilai 4 = jika faktor tersebut sangat penting (kekuatan utama) Beberapa alternatif strategi berdasarkan hasil Matriks SWOT sebagai berikut: Alternatif 1 : Menetapkan Anambas sebagai Kawasan Minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat. Alternatif 2 : Mdemperioritaskan program yang mendukung Minapolitan. Alternatif 3 : Membangun infrastruktur bidang kelautan dan perikanan. Alternatif 4 : Membuat kajian dan perencanaan bidang kelautan dan perikanan. Alternatif 5 : Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan. Alternatif 6 : Membangun jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga.
Penentuan Penentuan Nilai Daya Tarik (NDT) dari Alternatif Strategi 1 sampai 6. No
Faktor Strategis
Faktor Setrategis Internal Kekuatan: 1 Adanya lahan untuk program Minapolitan 2 Adanya perencanaan dalam RPJMD 3 Adanya potensi sumberdaya perikanan 4 Adanya minat masyarakat untuk budidaya perikanan 5 Tersedianya bibit ikan untuk budidaya.
Kelemahan: 6 Belum memadai infrastruktur sektor perikanan 7 Belum tersedianya RTRW 8 Belum adanya regulasi Minapolitan di Anambas
Rating/Peringkat 1 2 3 4
89
No
Faktor Strategis
9 Anggaran yang tersedia belum memadai 10 Kurangnya pengetahuan dan keterampilan nelayan.
Faktor Strategis Eksternal Peluang: 1 Tersedianya pasar atau pembeli hasil perikanan 2 Adanya dukungan pendanaan oleh pemerintah pusat 3 Harga jual hasil perikanan yang menguntungkan 4 Tersedianya peraturan/pedoman oleh pemerintah pusat 5 Banyak/beragamnya jenis ikan yang dihasilkan.
Ancaman: 6 Banyaknya pencurian ikan / illegal fishing 7 Cuaca yang kurang mendukung 8 Adanya kuota atau batasan penjualan jenis ikan 9 Terbatasnya pakan untuk budidaya ikan 10 Terbatasnya akses permodalan ke lembaga perbankan.
Rating/Peringkat 1 2 3 4
90 Lampiran 6. PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas Dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2008-2011 (Juta Rupiah) No 1
2008 358,044.85
2009 370,524.88
2010 * 405,776.25
a. Tanaman Bahan Makanan
8,282.83
8,629.23
9,234.09
b. Tanaman Perkebunan
8,365.89
8,354.52
8,989.89
c. Peternakan dan hasil-hasilnya
6,053.60
6,149.98
6,742.33
d. K e h u t a n a n e. P e r i k a n a n Pertambangan dan Penggalian
5,216.80 330,125.73 1,895,365.51
5,307.15 342,084.00 1,934,752.27
5,774.14 375,035.80 2,046,467.48
2,056,663.57
a. Minyak dan Gas Bumi
1,893,328.97
1,932,477.83
2,043,863.12
2,053,824.18
b. P e n g g a l i a n
2,036.54
2,274.44
2,604.36
2,839.39
3
Industri Pengolahan
7,230.29
8,078.57
8,665.73
9,325.30
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
385.83
404.94
435.93
458.32
a. Listrik
206.54
215.01
232.50
b. Air Bersih
179.29
189.93
203.43
2
Lapangan Usaha Pertanian
2011 ** 444,683.22
5
Bangunan
17,023.01
21,082.12
23,981.26
27,227.34
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
100,142.29
122,608.42
135,673.08
146,411.21
a. Perdagangan Besar & Eceran
95,844.98
117,634.79
130,345.36
347.58
477.23
512.05
b. H o t e l c. R e s t o r a n 7
3,949.73
4,496.40
4,815.67
Pengangkutan & Komunikasi
23,738.76
27,757.40
30,158.77
a. Pengangkutan
23,240.86
27,200.54
29,561.47
1. Angkutan Darat
12,002.82
14,663.16
16,215.33
2. Angkutan Laut
8,614.84
9,749.22
10,388.62
554.97
637.46
672.33
2,068.23
2,150.70
2,285.19
497.90
556.86
597.30
15,528.77
16,235.48
17,258.45
35.72
48.53
54.21
633.61
653.97
671.41
14,835.46
15,509.08
16,507.61
3. Angkutan Udara 4. Jasa Penunjang Angkutan b. 8
Komunikasi
Keu. Persewaan & Jasa Perusahaan a. B a n k b. Lembaga Keu. Bukan Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan
9
23.98
23.90
25.22
Jasa-Jasa
31,102.06
33,030.74
36,245.01
a. Pemerintahan Umum
20,770.45
22,286.70
24,715.34
b. Swasta
10,331.61
10,744.04
11,529.67
1. Sosial Kemasyarakatan
4,953.68
4,994.04
5,363.82
2. Hiburan dan Rekreasi
2,092.14
2,311.77
2,436.70
3,285.79 2,448,561.37
3,438.23 2,534,474.82
3,729.15 2,704,661.96
3. Perorangan & Rumahtangga PDRB DENGAN MIGAS
555,232.40 601,996.99 660,798.84 PDRB TANPA MIGAS Keterangan : * Angaka Sementara ** Angka Sangat Sementara Sumber: Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri, Kepulauan Anambas Dalam Angka
32,584.42
17,869.62
38,487.00
2,773,710.00 719,885.82
91 Lampiran 7. PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas Dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (ADHK) Tahun 2008-2011 (Juta Rupiah) No 1
2
Lapangan Usaha / Sektor
2008
2009
2010 *
2011 **
158,593.61
167,239.06
179,533.65
193,094.85
a. Tanaman Bahan Makanan
4,282.52
4,447.83
4,712.93
b. Tanaman Perkebunan
2,984.33
2,984.93
3,197.69
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
Pertanian
2,173.49
2,190.01
2,381.08
d. K e h u t a n a n e. P e r i k a n a n Pertambangan dan Penggalian
2,405.69 146,747.58 683,798.13
2,474.74 155,141.55 688,242.04
2,651.85 166,590.10 691,552.03
a. Minyak dan Gas Bumi
682,868.56
687,218.71
690,439.43
929.57
1,023.33
1,112.60
5,112.82 172.45
5,350.56 178.39
5,664.14 185.41
a. Listrik
88.51
91.44
95.73
b. Air Bersih
83.94
86.95
89.68
Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran
6,183.45 37,590.35
7,607.31 41,582.07
8,409.20 44,691.46
a. Perdagangan Besar dan Eceran
35,164.98
38,903.02
41,850.92
b. P e n g g a l i a n 3 4
5 6
Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih
b. H o t e l 7
8
220.2
243.34
257.97
c. R e s t o r a n Pengangkutan dan Komunikasi
2,205.17 9,484.66
2,435.71 10,454.03
2,582.57 11,107.35
a. Pengangkutan
9,095.98
10,034.50
10,661.12
1. Angkutan Darat
4,767.50
5,277.24
5,643.51
2. Angkutan Laut
3,601.99
3,992.52
4,225.63
3. Angkutan Udara
159.61
181.03
190.09
4. Jasa Penunjang Angkutan
566.88
583.71
601.89
388.68 6,060.06
419.53 6,426.94
446.23 6,567.49
20.3
24.03
25.86
b. K o m u n i k a s i Keu, Persewaan & Jasa Perusahaan a. B a n k b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank
9
276.1
287.9
294.57
c. Sewa Bangunan
5,752.91
6,104.11
6,235.67
d. Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
10.75 12,388.22
10.9 13,052.70
11.39 13,749.69
a. Pemerintahan Umum
8,417.56
8,919.24
9,434.37
b.
3,970.66
4,133.46
4,315.32
1. Sosial Kemasyarakatan
856.27
901.48
953.97
2. Hiburan dan Rekreasi
815.47
844.09
865.23
Swasta
3. Perorangan dan Rumahtangga 2,298.92 2,387.89 2,496.12 919,383.75 940,133.10 961,460.42 PDRB DENGAN MIGAS 236,515.19 252,914.39 271,020.99 PDRB TANPA MIGAS Keterangan: * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Sumber: Bappeda Anambas dan BPS Prov.Kepri, Kepulauan Anambas Dalam Angka
694,740.06
6,010.97 192.99
9,307.93 48,160.27
11,842.22
6,730.71
14,510.39
984,590.39 -
92 Lampiran 8. Distribusi PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas Dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2008-2011 ( % ) No. 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Tanpa Migas (%)
Lapangan Usaha Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. K e h u t a n a n e. P e r i k a n a n Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas Bumi b. P e n g g a l i a n Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar dan Eceran b. H o t e l c. R e s t o r a n Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat 2. Angkutan Laut 3. Angkutan Udara 4. Jasa Penunjang Angkutan b. K o m u n i k a s i Keu., Persewaan & Jasa Perusahaan a. B a n k b. Lembaga Keu. Bukan Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan JASA - JASA a. Pemerintahan Umum b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan dan Rekreasi 3. Perorangan dan Rumahtangga
Dengan Migas (%)
2008
2009
2010
2011
Ratarata
64.49 1.49 1.51 1.09 0.94 59.46 0.37 0.37 1.30 0.07 0.04 0.03 3.07 18.04 17.26 0.06 0.71 4.28 4.19 2.16 1.55 0.10 0.37 0.09
61.55 1.43 1.39 1.02 0.88 56.82 0.38 0.38 1.34 0.07 0.04 0.03 3.50 20.37 19.54 0.08 0.75 4.61 4.52 2.44 1.62 0.11 0.36 0.09
61.41 1.40 1.36 1.02 0.87 56.75 0.39 0.39 1.31 0.07 0.04 0.03 3.63 20.53 19.73 0.08 0.73 4.56 4.47 2.45 1.57 0.10 0.35 0.09
61.77 0.39 0.39 1.30 0.06 3.78 20.34 4.53 -
62.30 1.44 1.42 1.04 0.90 57.68 0.38 0.51 1.31 0.07 0.04 0.03 3.49 19.82 18.84 0.07 0.73 4.49 4.39 2.35 1.58 0.10 0.36 0.09
14.62 0.34 0.34 0.25 0.21 13.48 77.41 77.32 0.08 0.30 0.02 0.01 0.01 0.70 4.09 3.91 0.01 0.16 0.97 0.95 0.49 0.35 0.02 0.08 0.02
14.62 0.34 0.33 0.24 0.21 13.50 76.34 76.25 0.09 0.32 0.02 0.01 0.01 0.83 4.84 4.64 0.02 0.18 1.10 1.07 0.58 0.38 0.03 0.08 0.02
15.00 0.34 0.33 0.25 0.21 13.87 75.66 75.57 0.10 0.32 0.02 0.01 0.01 0.89 5.02 4.82 0.02 0.18 1.12 1.09 0.60 0.38 0.02 0.08 0.02
16.03 74.15
0.34 0.02 0.98 5.28 1.17 -
15.07 0.34 0.33 0.25 0.21 13.62 75.89 76.38 0.09 0.32 0.02 0.01 0.01 0.85 4.81 4.46 0.02 0.17 1.09 1.04 0.56 0.37 0.02 0.08 0.02
2.80 0.01 0.11 2.67 0.00 5.60 3.74 1.86 0.89 0.38 0.59
2.70 0.01 0.11 2.58 0.00 5.49 3.70 1.78 0.83 0.38 0.57
2.61 0.01 0.10 2.50 0.00 5.49 3.74 1.74 0.81 0.37 0.56
2.48 5.35 -
2.65 0.01 0.11 2.58 0.00 5.48 3.73 1.80 0.84 0.38 0.58
0.63 0.00 0.03 0.61 0.00 1.27 0.85 0.42 0.20 0.09 0.13
0.64 0.00 0.03 0.61 0.00 1.30 0.88 0.42 0.20 0.09 0.14
0.64 0.00 0.02 0.61 0.00 1.34 0.91 0.43 0.20 0.09 0.14
0.64 1.39 -
0.64 0.00 0.03 0.61 0.00 1.33 0.88 0.42 0.20 0.09 0.14
Catatan : Data per sektor 4 tahun dan Sub Sektor hanya 3 tahun.
2008
2009
2010
2011
Ratarata
93 Lampiran 9. Distribusi PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas Dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (ADHK) Tahun 2008-2011 ( % ). No 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Tanpa Migas (%)
Lapangan Usaha Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. K e h u t a n a n e. P e r i k a n a n Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas Bumi b. P e n g g a l i a n Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar & Eceran b. H o t e l c. R e s t o r a n Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat 2. Angkutan Laut 3. Angkutan Udara 4. Jasa Penunjang Angkutan b. K o m u n i k a s i Keu, Persewaan & Jasa Prshaan a. B a n k b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-Jasa a. Pemerintahan Umum b. S w a s t a 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan dan Rekreasi 3. Perorangan dan Rumahtangga
Dengan Migas (%)
2008 67.05 1.81 1.26 0.92 1.02 62.05 0.39 0.39 2.16 0.07 0.04 0.04 2.61 15.89 14.87 0.09 0.93 4.01 3.85 2.02 1.52 0.07 0.24 0.16 2.56 0.01
2009 66.12 1.76 1.18 0.87 0.98 61.34 0.43 0.40 2.12 0.07 0.04 0.03 3.01 16.44 15.38 0.10 0.96 4.13 3.97 2.09 1.58 0.07 0.23 0.17 2.54 0.01
2010 66.24 1.74 1.18 0.88 0.98 61.47 0.47 0.41 2.09 0.07 0.04 0.03 3.10 16.49 15.44 0.10 0.95 4.10 3.93 2.08 1.56 0.07 0.22 0.16 2.42 0.01
2011 19.61 70.56 0.61 0.02 0.95 4.89 1.20 0.68 -
Ratarata 54.76 1.77 1.21 0.89 0.99 61.61 17.96 0.40 1.74 0.06 0.04 0.03 2.42 13.43 15.23 0.09 0.95 3.36 3.92 2.06 1.55 0.07 0.23 0.16 2.05 0.01
0.12 2.43 0.00 5.24 3.56 1.68 0.36 0.34 0.97
0.11 2.41 0.00 5.16 3.53 1.63 0.36 0.33 0.94
0.11 2.30 0.00 5.07 3.48 1.59 0.35 0.32 0.92
1.47 -
0.11 2.38 0.00 4.24 3.52 1.64 0.36 0.33 0.95
Catatan : Data per sektor 4 tahun dan Sub Sektor hanya 3 tahun.
2008 17.25 0.47 0.32 0.24 0.26 15.96 74.38 74.27 0.10 0.56 0.02 0.01 0.01 0.67 4.09 3.82 0.02 0.24 1.03 0.99 0.52 0.39 0.02 0.06 0.04 0.66 0.00
2009 17.79 0.47 0.32 0.23 0.26 16.5 73.21 73.10 0.11 0.57 0.02 0.01 0.01 0.81 4.42 4.14 0.03 0.26 1.11 1.07 0.56 0.42 0.02 0.06 0.04 0.68 0.00
2010 18.67 0.49 0.33 0.25 0.28 17.33 71.93 71.81 0.12 0.59 0.02 0.01 0.01 0.87 4.65 4.35 0.03 0.27 1.16 1.11 0.59 0.44 0.02 0.06 0.05 0.68 0.00
2011 19.61 70.56 0.61 0.02 0.95 4.89 1.20 0.68 -
Ratarata 18.33 0.48 0.32 0.24 0.27 16.59 72.52 73.06 0.11 0.58 0.02 0.01 0.01 0.83 4.51 4.11 0.03 0.26 1.13 1.06 0.56 0.42 0.02 0.06 0.04 0.68 0.00
0.03 0.63 0.00 1.35 0.92 0.43 0.09 0.09 0.25
0.03 0.65 0.00 1.39 0.95 0.44 0.10 0.09 0.25
0.03 0.65 0.00 1.43 0.98 0.45 0.10 0.09 0.26
1.47 -
0.03 0.64 0.00 1.41 0.95 0.44 0.10 0.09 0.25
94 Lampiran 10. PDRB Provinsi Kepulauan Riau Dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2008-2011 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha 1. PERTANIAN
2008
2009
2010*
2011**
2,868,416.50
3,192,446.59
3,434,219.69
3,712,921.64
a. Tanaman Bahan Makanan
147,416.55
161,951.42
182,722.97
226,876.96
b. Tanaman Perkebunan
170,062.28
176,794.29
189,125.76
213,644.70
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
443,247.91
500,314.02
539,161.98
572,380.68
33,867.00
37,799.23
40,866.51
48,591.82
2,073,822.75
2,315,587.63
2,482,342.47
2,651,427.48
5,444,119.09
5,601,741.11
5,936,974.33
6,125,134.26
4,733,322.42
4,831,194.58
5,109,657.80
5,235,455.39
455,121.19
483,835.11
523,736.29
564,338.36
26,622,278.75
29,517,887.01
33,488,733.74
38,343,836.20
325,310.58
353,072.80
403,727.54
477,708.33
a. Listrik
147,870.84
163,635.51
197,979.55
234,829.85
b. Gas
141,061.34
150,277.92
163,381.19
195,492.81
d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
5. BANGUNAN
3,727,039.83
4,539,681.19
5,275,841.96
6,252,046.67
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
12,058,309.49
12,487,883.20
14,180,068.31
15,568,076.08
a. Perdagangan Besar & Eceran
10,041,142.61
10,328,768.89
11,745,662.47
12,842,673.48
1,250,397.62
1,340,022.06
1,505,392.27
1,700,925.45
b. Hotel c. Restoran
766,769.26
819,092.25
929,013.57
1,024,477.15
2,690,985.60
2,976,798.16
3,243,134.49
3,602,226.78
2,383,256.78
2,666,631.74
2,910,352.17
3,245,746.41
1,250,050.83
1,384,991.92
1,505,484.37
1,649,105.12
2. Angkutan Laut
606,430.32
675,182.63
720,941.00
817,176.47
3. Angkutan Udara
347,655.40
411,879.69
474,217.16
553,898.52
4. Jasa Penunjang Angkutan
179,120.23
194,577.50
209,709.64
225,566.30
307,728.81
310,166.42
332,782.32
356,480.37
3,239,466.51
3,452,159.81
3,717,777.14
4,001,087.58
2,207,031.53
2,326,955.22
2,483,494.09
2,655,481.69
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank
110,559.75
121,250.57
132,167.29
149,876.08
c. Sewa Bangunan
894,003.11
973,310.79
1,067,102.82
1,158,318.69
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Jalan Raya
b. Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa. Pershaan a. Bank
d. Jasa Perusahaan
27,872.11
30,643.23
35,012.94
37,411.12
1,610,069.96
1,771,776.61
1,934,037.11
2,159,756.10
a. Pemerintahan Umum
812,319.30
925,000.57
1,006,967.35
1,136,451.33
b. Swasta
797,750.66
846,776.05
927,069.76
1,023,304.77
1. Sosial Kemasyarakatan
159,090.38
161,716.50
183,420.33
205,122.84
2. Hiburan & Rekreasi
189,628.00
203,891.37
225,937.94
254,828.19
3. Perorangan & Rumahtangga
449,032.28
481,168.18
517,711.49
563,353.74
PDRB DENGAN MIGAS
58,585,996.31
63,893,446.48
71,614,514.31
80,242,793.64
PDRB TANPA MIGAS
53,852,673.89
59,062,251.90
66,504,856.51
75,007,338.25
9. Jasa-Jasa
Sumber: Bappeda Prov.Kepri dan BPS Prov.Kepri, Kepulauan Riau Dalam Angka. Keterangan: * Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
95 Lampiran 11. PDRB Provinsi Kepulauan Riau Dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (ADHK) Tahun 2008-2011 (Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN
2008
2009
2010 *
2011 **
1,701,691.84
1,727,168.11
1,799,712.14
1,870,861.24
a. Tanaman Bahan Makanan
88,049.35
93,244.56
100,856.33
115,230.66
b. Tanaman Perkebunan
87,222.55
87,018.67
89,691.93
94,975.62
263,398.77
279,074.82
292,452.41
30,282,755.00
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan
20,789.83
20,749.27
20,945.81
21,970.98
1,242,231.35
1,247,080.80
1,295,765.65
1,335,856.43
2,062,043.96
2,084,676.34
2,108,251.99
2,140,381.91
1,707,171.39
1,718,046.78
1,726,098.58
1,737,706.43
210,919.65
217,717.96
228,179.10
239,766.06
19,056,910.55
19,510,700.58
20,883,869.60
22,239,552.91
197,033.88
201,133.64
217,815.75
248,219.67
74,262.12
78,581.84
91,500.82
105,579.24
108,874.50
107,986.47
111,270.80
125,916.78
5. BANGUNAN
1,526,891.73
1,730,856.12
1,931,026.73
2,122,242.93
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
8,309,048.96
8,628,112.62
9,452,702.39
10,115,037.32
a. Perdagangan Besar & Eceran
6,891,565.40
7,150,085.60
7,829,562.66
8,336,504.98
941,076.53
987,310.11
1,085,271.40
1,194,683.94
e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik b. Gas
b. Hotel c. Restoran
476,407.03
490,716.91
537,868.33
583,848.40
1,611,675.83
1,719,254.03
1,829,326.86
2,010,923.65
1,414,487.95
1,503,537.11
1,588,832.77
1,746,786.50
1. Angkutan Jalan Raya
740,017.62
770,555.51
809,131.46
897,545.05
2. Angkutan Laut
371,879.19
403,259.06
421,435.55
456,091.95
3. Angkutan Udara
209,533.22
230,453.72
250,258.49
274,276.20
93,057.92
99,268.82
108,007.26
118,873.30
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan
4. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa. Pershaan a. Bank b. Lembaga Keuangan tanpa Bank
197,187.88
215,716.92
240,494.09
264,137.15
1,734,423.87
1,829,798.96
1,921,025.28
2,059,518.84
1,172,886.75
1,243,222.86
1,295,939.86
1,388,547.31
63,519.76
66,168.93
70,577.47
76,925.38
c. Sewa Bangunan
485,665.48
508,245.75
541,093.13
579,328.31
d. Jasa Perusahaan
12,351.88
12,161.42
13,414.83
14,717.84
9. JASA-JASA
821,707.14
891,028.23
939,528.10
1,009,980.13
a. Pemerintahan Umum
383,684.09
436,686.45
457,400.36
495,689.30
b. Swasta
438,023.05
454,341.78
482,127.73
514,290.83
61,484.64
63,559.70
70,089.31
77,333.70
100,261.52
100,909.49
107,837.33
119,106.88
276,276.88
289,872.59
304,201.09
37,021,427.75 38,322,728.63 35,314,256.36 36,604,681.85 ** Angka Sangat Sementara
41,083,258.84 39,357,160.26
317,850.25 43,816,718.60
1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi 3. Perorangan & Rumahtangga PDRB DENGAN MIGAS PDRB TANPA MIGAS Keterangan: * Angka Sementara
Sumber: Bappeda Prov.Kepri dan BPS Prov.Kepri, Kepulauan Riau Dalam Angka.
42,079,012.17
96 Lampiran 12. Perhitungan LQ Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2008-2011 No 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Lapangan Usaha 2008 Pertanian 12.11 a. Tanaman Bahan Makanan 5.45 b. Tanaman Perkebunan 4.77 c. Peternakan dan hasil-hasilnya 1.32 14.94 d. K e h u t a n a n 15.44 e. P e r i k a n a n 0.07 Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas Bumi 0.77 b. P e n g g a l i a n 0.03 Industri Pengolahan 0.12 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.14 a. Listrik 0.12 b. Air Bersih 0.44 Bangunan Perdagangan, Hotel dan 0.81 Restoran a. Perdagangan Besar dan 0.93 Eceran 0.03 b. H o t e l 0.50 c. R e s t o r a n 0.86 Pengangkutan dan Komunikasi 0.95 a. Pengangkutan 0.93 1. Angkutan Darat 1.38 2. Angkutan Laut 0.15 3. Angkutan Udara 1.12 4. Jasa Penunjang Angkutan 0.16 b. K o m u n i k a s i Keu., Persewaan & Jasa 0.46 Perusahaan 0.00 a. B a n k 0.56 b. Lembaga Keu. Bukan Bank 1.61 c. Sewa Bangunan 0.08 d. Jasa Perusahaan 1.87 J asa-Jasa 2.48 a. Pemerintahan Umum 1.26 b. Swasta 3.02 1. Sosial Kemasyarakatan 1.07 2. Hiburan dan Rekreasi 3. Perorangan dan 0.71 Rumahtangga
Tanpa MIGAS 2009 2010 2011 11.39 11.89 12.48 5.23 5.09 4.64 4.78 1.21 1.26 13.78 14.22 14.49 15.21 0.00 0.07 0.08 0.09 0.78 0.86 0.91 0.03 0.03 0.03 0.11 0.11 0.10 0.13 0.12 0.00 0.12 0.13 0.00 0.46 0.46 0.45 0.96 0.96 0.98
Rata2 11.97 5.25 4.73 1.26 14.31 15.05 0.08 1.11 0.03 0.11 0.13 0.12 0.45
2008 2.99 1.34 1.18 0.33 3.69 3.81 8.33 9.57 0.19 0.01 0.03 0.03 0.03 0.11 0.20
Dengan MIGAS 2009 2010 2011 2.93 3.13 3.46 1.34 1.34 1.19 1.26 0.31 0.33 3.54 3.74 3.72 4.00 8.71 9.13 9.71 10.08 10.59 0.20 0.23 0.25 0.01 0.01 0.01 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.12 0.12 0.13 0.25 0.25 0.27
0.93 1.12
1.12
0.00
0.03 0.54 0.91 1.00 1.04 1.42 0.15 1.08 0.18 0.46
0.03 0.52 0.94 1.02 1.08 1.45 0.14 1.10 0.18 0.47
0.00 0.00 0.94 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.47
0.00 0.53 1.56 0.08 1.83 2.36 1.24 3.03 1.11 0.70
0.00 0.51 1.56 0.07 1.89 2.47 1.25 2.94 1.09 0.72
0.00 0.00 0.00 0.00 1.86 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Catatan : Data per sektor 4 tahun dan Sub Sektor hanya 3 tahun.
1.05 0.03 0.52 0.91 0.99 1.02 1.41 0.15 1.10 0.17 0.46 0.00 0.53 1.58 0.08 1.86 2.44 1.25 3.00 1.09 0.71
Rata2 3.13 1.34 1.21 0.32 3.66 3.84 8.97 10.08 0.29 0.01 0.03 0.03 0.03 0.12 0.24
0.23
0.29
0.29
-
0.01 0.12 0.21 0.23 0.23 0.34 0.04 0.28 0.04 0.11
0.01 0.14 0.24 0.26 0.27 0.36 0.04 0.28 0.05 0.12
0.01 0.14 0.25 0.27 0.29 0.38 0.04 0.29 0.05 0.12
0.26 0.13
0.00 0.14 0.40 0.02 0.46 0.61 0.31 0.75 0.26 0.18
0.00 0.14 0.40 0.02 0.47 0.61 0.32 0.78 0.29 0.18
0.00 0.13 0.41 0.02 0.50 0.65 0.33 0.77 0.29 0.19
0.52 -
0.27 0.01 0.13 0.24 0.25 0.26 0.36 0.04 0.28 0.04 0.12 0.00 0.14 0.40 0.02 0.49 0.62 0.32 0.77 0.28 0.18
97 Lampiran 13. Perhitungan LQ Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (ADHK) Tahun 2008-2011. No 1
2
3 4
5 6
7
8
9
LQ Tanpa MIGAS
Lapangan Usaha Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. K e h u t a n a n e. P e r i k a n a n Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas Bumi b. P e n g g a l i a n Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar dan Eceran b. H o t e l c. R e s t o r a n Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat 2. Angkutan Laut 3. Angkutan Udara 4. Jasa Penunjang Angkutan b. K o m u n i k a s i Keu, Persewaan & Jasa Perusahaan a. B a n k b. Lembaga Keu. Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-Jasa a. Pemerintahan Umum b. S w a s t a 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan dan Rekreasi 3. Perorangan dan Rumahtangga
2008 13.92 7.26 5.11 1.23 17.28 17.64 0.39 0.96 0.04 0.13 0.18 0.12 0.60 0.68 0.76 0.03 0.69 0.88 0.96 0.96 1.45 0.11 0.91 0.29 0.52 0.00 0.65 1.77 0.13 2.25 3.28 1.35 2.08 1.21 1.24
2009 14.01 6.90 4.96 1.14 17.26 18.01 0.40 0.99 0.04 0.13 0.17 0.12 0.64 0.70 0.79 0.04 0.72 0.88 0.97 0.99 1.43 0.11 0.85 0.28 0.51 0.00 0.63 1.74 0.13 2.12 2.96 1.32 2.05 1.21 1.19
2010 14.49 6.79 5.18 1.18 18.39 18.67 0.42 1.05 0.04 0.12 0.15 0.12 0.63 0.69 0.78 0.03 0.70 0.88 0.97 1.01 1.46 0.11 0.81 0.27 0.50 0.00 0.61 1.67 0.12 2.13 3.00 1.30 1.98 1.17 1.19
2011 4.41 0.01 0.03 0.19 0.20 0.25 0.14 0.61 -
Catatan : Data per sektor 4 tahun dan Sub Sektor hanya 3 tahun.
LQ Dengan MIGAS Rata2 11.71 6.98 5.08 1.18 17.64 18.10 0.30 1.00 0.03 0.10 0.17 0.12 0.52 0.57 0.78 0.04 0.70 0.72 0.97 0.99 1.45 0.11 0.86 0.28 0.42 0.00 0.63 1.73 0.13 1.78 3.08 1.32 2.04 1.20 1.21
2008 3.75 1.96 1.38 0.33 4.66 4.76 13.35 16.11 0.26 0.01 0.04 0.05 0.03 0.16 0.18 0.21 0.01 0.19 0.24 0.26 0.26 0.39 0.03 0.25 0.08 0.14 0.00 0.18 0.48 0.04 0.61 0.88 0.37 0.56 0.33 0.34
2009 3.95 1.94 1.40 0.32 4.86 5.07 13.46 16.31 0.28 0.01 0.04 0.05 0.03 0.18 0.20 0.22 0.01 0.20 0.25 0.27 0.28 0.40 0.03 0.24 0.08 0.14 0.00 0.18 0.49 0.04 0.60 0.83 0.37 0.58 0.34 0.34
2010 4.26 2.00 1.52 0.35 5.41 5.49 14.02 17.09 0.31 0.01 0.04 0.04 0.03 0.19 0.20 0.23 0.01 0.21 0.26 0.29 0.30 0.43 0.03 0.24 0.08 0.15 0.00 0.18 0.49 0.04 0.63 0.88 0.38 0.58 0.34 0.35
2011 4.59 14.44 0.01 0.03 0.20 0.21 0.26 0.15 0.64 -
Rata2 4.14 1.97 1.43 0.33 4.98 5.11 13.82 16.50 0.28 0.01 0.04 0.05 0.03 0.18 0.20 0.22 0.01 0.20 0.25 0.27 0.28 0.41 0.03 0.24 0.08 0.14 0.00 0.18 0.49 0.04 0.62 0.87 0.37 0.57 0.34 0.34
98
Lampiran 14. Perhitungan Nilai Bobot Faktor-Faktor Internal dan Eksternal
No
1 2 3 4
Faktor Strategis Kekuatan: Adanya lahan untuk Program Minapolitan
Bobot
Rata-
Nilai
1
2
3
4
N
Jumlah
rata
Bobot
0
0
2
4
6
22
3,67
0,138
0 0
0 0
2 1
4 5
6 6
22 23
3,67 3,83
0,138 0,145
0
0
2
4
6
22
3,67
0,138
0
0
0
6
6
24
4,00
0,151
5
Adanya perencanaan dalam RPJMD Adanya potensi sumberdaya perikanan Adanya minat masyarakat untuk budidaya ikan Tersedianya bibit ikan untuk budidaya
6
Kelemahan: Belum memadai infrastruktur sektor perikanan
5
1
0
0
6
7
1,17
0,044
7
Belum tersedianya RTRW
3
3
0
0
6
9
1,50
0,057
8
Belum adanya regulasi Minapolitan di Anambas Anggaran yang tersedia belum memadai
1
5
0
0
6
11
1,83
0,069
3
3
0
0
6
9
1,50
0,057
2
4
0
0
6
10
1,67
0,063
26,50
1,00
9 10
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan nelayan Jumlah
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
Peluang: Tersedianya pasar atau pembeli hasil perikanan Adanya dukungan dana dari pemerintah pusat Harga jual hasil perikanan yang menguntungkan Tersedianya peraturan atau pedoman oleh pemerintah pusat Banyak/beragamnya jenis ikan yang dihasilkan Ancaman : Ramainya pencurian ikan (illegal fishing) Cuaca yang kurang mendukung Adanya kuota atau batasan penjualan jenis ikan tertentu Terbatasnya pakan untuk budidaya ikan Terbatasnya akses permodalan ke lembaga perbankan. Jumlah
0
0
1
5
6
23
3,83
0,136
0
1
2
3
6
20
3,33
0,118
0
0
3
3
6
21
3,50
0,124
0
1
3
2
6
19
3,17
0,112
0
1
4
1
6
18
3,00
0,107
2 1
1 4
2 1
1 0
6 6
14 12
2,33 2,00
0,083 0,071
2
2
2
0
6
12
2,00
0,071
2
1
0
3
6
16
2,67
0,095
1
2
3
0
6
14
2,33
0,083
28,17
1,00
99 Lampiran 15. Penentuan Nilai Rating/Peringkat Faktor Internal dan Eksternal
No
Rating
Faktor Strategis 1
2
3
4
N
Jumlah
Rata-
Nilai
rata
Rating
A. Faktor Internal 1
Kekuatan: Adanya lahan untuk Program Minapolitan
0
0
2
4
6
22
3,67
4
2
Adanya perencanaan dalam RPJMD
0
0
2
4
6
22
3,67
4
3
Adanya potensi sumberdaya perikanan
0
0
2
4
6
22
3,67
4
4 5
Adanya minat masyarakat untuk budidaya ikan Tersedianya bibit ikan untuk budidaya
0 0
0 0
2 4
4 2
6 6
22 20
3,67 3,33
4 3
6 7 8
Kelemahan: Belum memadai infrastruktur sektor perikanan Belum tersedianya RTRW Belum adanya regulasi Minapolitan di Anambas
5 2 4 5
1 4 2 1
0 0 0 0
0 0 0 0
6 6 6 6
7 10 8 7
1,17 1,67 1,33 1,17
1 2 1 1
0
6
0
0
6
12
2,00
2
0 0 0
0 1 0
2 3 4
4 2 2
6 6 6
22 19 20
3,67 3,17 3,33
4 3 3
0
1
4
1
6
18
3,00
3
0
2
3
1
6
17
2,83
3
2 1
1 4
2 1
1 0
6 6
14 12
2,33 2,00
2 2
1
4
1
0
6
12
2,00
2
2
1
0
3
6
16
2,67
3
1
2
2
1
6
15
2,50
3
9 10
Anggaran yang tersedia belum memadai Kurangnya pengetahuan dan keterampilan nelayan B. Faktor Eksternal : Peluang: 1 Tersedianya pasar atau pembeli hasil perikanan 2 Adanya dukungan dana dari pemerintah pusat 3 Harga jual hasil perikanan yang menguntungkan 4 Tersedianya peraturan atau pedoman oleh pemerintah pusat 5 Banyak/beragamnya jenis ikan yang dihasilkan 6 7 8 9 10
Ancaman: Ramainya pencurian ikan (illegal fishing) Cuaca yang kurang mendukung Adanya kuota atau batasan penjualan jenis ikan tertentu Terbatasnya pakan untuk budidaya ikan Terbatasnya akses permodalan ke lembaga perbankan.
100
Lampiran 16 Rekapitulasi Perhitungan Nilai Daya Tarik (TAS) dari 6 Alternatif Strategi Pengembangan Minapolitan - melalui Matrix (QSPM) Faktor Strategi
Bobot
Strategi 1 Nilai NDT
Strategi 2 Nilai NDT
Alternatif Strategi Strategi 3 Strategi 4 Nilai NDT Nilai NDT
Strategi 5 Nilai NDT
Strategi 6 Nilai NDT
Kekuatan 1 Adanya lahan untuk Program Minapolitan 2 Adanya perencanaan dalam RPJMD 3 Adanya sumberdaya perikanan 4 Adanya minat masyarakat untuk budidaya ikan 5 Tersedianya bibit ikan untuk budidaya
0.145 0.138 0.138 0.145 0.138
3 3 3 3 2
0.434 0.414 0.414 0.434 0.276
3 3 3 3 2
0.434 0.414 0.414 0.434 0.276
3 3 4 3 3
0.434 0.414 0.553 0.434 0.414
4 3 3 3 2
0.579 0.414 0.414 0.434 0.276
3 3 3 3 3
0.434 0.414 0.414 0.434 0.414
4 3 3 3 2
0.579 0.414 0.414 0.434 0.276
Kelemahan 1 Belum memadai infrastruktur sektor perikanan 2 Belum tersedianya RTRW 3 Belum adanya regulasi Minapolitan di Anambas 4 Anggaran yang tersedia belum memadai 5 Kurangnya pengetahuan dan keterampilan nelayan
0.0526 0.059 0.059 0.072 0.053
3 2 2 2 3
0.158 0.118 0.118 0.145 0.158
3 3 3 3 3
0.158 0.178 0.178 0.217 0.158
3 3 3 3 3
0.158 0.178 0.178 0.217 0.158
3 3 2 3 3
0.158 0.178 0.118 0.217 0.158
3 3 3 3 3
0.158 0.178 0.178 0.217 0.158
3 3 3 3 3
0.158 0.178 0.178 0.217 0.158
0.136 0.118 0.124
4 3 3
0.544 0.355 0.373
3 3 3
0.408 0.355 0.373
3 4 3
0.408 0.473 0.373
3 3 3
0.408 0.355 0.373
3 3 3
0.408 0.355 0.373
3 3 3
0.408 0.355 0.373
0.112 0.107
3 3
0.337 0.320
3 3
0.337 0.320
3 3
0.337 0.320
3 3
0.337 0.320
3 3
0.337 0.320
2 3
0.225 0.320
0.083 0.071
3 3
0.249 0.213
3 3
0.249 0.213
3 3
0.249 0.213
2 3
0.166 0.213
2 3
0.166 0.213
3 2
0.249 0.142
0.071 0.095
3 3
0.213 0.284
3 3
0.213 0.284
3 3
0.213 0.284
3 3
0.213 0.284
3 3
0.213 0.284
2 3
0.142 0.284
0.083
3
0.249 5.807 V
3
0.249 5.862 III
3
0.249 6.257 I
3
0.249 5.865 II
2
0.166 5.834 IV
2
0.166 5.669 VI
Peluang 1 Tersedianya pasar atau pembeli hasil perikanan 2 Adanya dukungan dana dari pemerintah pusat 3 Harga jual hasil perikanan yang menguntungkan Tersedianya peraturan/pedoman oleh pemerintah pusat 4 5 Banyak/beragamnya jenis ikan yang dihasilkan Ancaman 1 Ramainya pencurian ikan atau illegal fishing 2 Cuaca yang kurang mendukung Adanya kuota atau batasan penjualan jenis ikan tertentu 3 4 5
Terbatasnya pakan untuk budidaya ikan Terbatasnya akses permodalan ke lembaga perbankan. JUMLAH NDT (TAS) Peringkat / RANGKING
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tarempa Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas pada tanggal 23 Juni 1970 dari pasangan Bapak Kailani Abdullah dan Ibu Hj. Masanti. Penulis merupakan putera pertama dari lima bersaudara. Pada Tahun 1989 penulis menyelesaikan pendidikan pada SMA Negeri Tarempa, tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau Pekanbaru pada Program Studi Akuntansi dan lulus Tahun 1996. Sambil kuliah pada Tahun 1993 penulis bekerja pada Kantor Akuntan Publik Bustaman Rahim dan Rekan Cabang Pekanbaru sampai Tahun 1996. Pada Tahun 1996-1998 penulis bekerja pada perusahaan swasta PT. Bastara Jaya Muda Pekanbaru sebagai menejer akuntansi. Pada Tahun 1998 penulis menikah dengan Indah Srie Purwatiningsih, SP dan saat ini telah dikaruniai seorang puteri cantik bernama Ayunda Nurul Arifah. Tahun 1998 penulis diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat dan ditempatkan pada Inspektorat Daerah Kabupaten Kepulauan Riau sampai Tahun 2001, kemudian pindah tugas ke Kabupaten Natuna sampai Tahun 2008. Selanjutnya Tahun 2008 penulis pindah tugas ke Kabupaten Kepulauan Anambas dan dipercaya sebagai Kepala Bagian Keuangan Setda, Kepala Dinas Pendapatan Daerah dan terakhir Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) sampai saat penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tugas belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas di akhir Tahun 2010. Penulis diterima pada Program Magister Profesional Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah.