STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKMA) DI KABUPATEN PANDEGLANG
SYAMSU HILAL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Syamsu Hilal NIM H252110025
RINGKASAN SYAMSU HILAL. StrategiPengembanganLembagaKeuanganMikroAgribisnis (LKMA) di KabupatenPandeglang.Dibimbingoleh MA’MUN SARMA dan LUKMAN M. BAGA. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012),jumlahpendudukmiskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66%). Dari jumlah tersebut, sekitar 18,08 juta orang(14,70%) penduduk miskin berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian. Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses terhadap sumber permodalan.Untuk mengatasi masalah tersebut,tahun 2008 Kementerian Pertanian menggulirkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).Setiap Gabungan KelompokTani (Gapoktan) PUAP menerima bantuan dana bergulir sebesar Rp 100 juta. Pelaksanaan program PUAP oleh Gapoktan didampingi oleh Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Jumlah Gapoktan PUAP di Kabupaten Pandeglang hingga tahun 2012 sebanyak 257 Gapoktan. Dari jumlah tersebut, Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) yang berhasil ditumbuhkan hanya 16 LKMA (6,23%). Setelah LKMA ditumbuhkan, pekerjaan yang harus dilakukan selanjutnyaa dalah menjaga kinerja LKMA agar berfungsi secara baik dan berkesinambungan. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk menghasilkan strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang. Indikator keberhasilan kinerja Gapoktan PUAP diukur dari kemampuan lembaga tersebut dalam menyalurkan, mengelola, dan mengembangkan dana PUAP.itu, Gapoktan harus memiliki organisasi yang kuat. Proses analisis perlu dilakukan untuk mengetahui kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP. Sedikitnya jumlah LKMA di Kabupaten Pandeglang yang berhasil ditumbuhkan selama tahun 2008 – 2012 memunculkan pertanyaan, bagaimana proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP?Padahal Kementerian Pertanian telah menerbitkan buku Pedoman Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP dan beberapa buku pedoman pendukungnya. LKMA yang sudah terbentuk diharapkan dapat menyelesaikan persoalan pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar di perdesaan. Peran LKMA akan terlihat setelah dilakukan kajian untuk menemukan jawaban atas pertanyaan, bagaimana kinerja LKMA dalam pengembangan program PUAP.Selanjutnya, hasil analisis kinerja Gapoktan, evaluasi penumbuhan LKMA, dan kajian terhadap kinerja LKMA di Kabupaten Pandeglang diharapkan dapat dijadikan acuan untuk merumuskan strategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). Penelitian ini bertujuan untuk; (1) menganalisis kinerjaGapoktan dalam pengelolaan dana PUAP; (2) mengevaluasi proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP; (3) mengkajikinerja LKMA pada Gapoktan PUAP; dan (4) merumuskan strategi pengembangan LKMA sebagai lembaga permodalan petani. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang, Banten pada Juli– Oktober
2013.Penentuan LKMA sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dari 16 LKMA yang ada di Kabupaten Pandeglang berdasarkan tahun PUAP, jenis usaha dominan, legalitas LKMA, dan nama PMT yang menjadi pendamping. LKMA sampel berjumlah 8LKMA, sedangkan jumlah responden yang diwawancari sebanyak 106 orang. Analisis kinerja Gapoktan PUAP, evaluasi proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP, dan kajian terhadap kinerja LKMA dalam pengembangan program PUAP dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif. Bobot nilai atas setiap jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada respoden menggunakan skala Likert (5, 4, 3, 2, 1) dan Binner (1 dan 0). Sedangkan untuk perumusan strategi pengembangan LKMA menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Setelah dilakukan analisis, evaluasi, dan kajian diperoleh kesimpulan bahwa kinerja Gapoktan PUAP di Kabupaten Pandeglang secara umum dikategorikan “baik” pada aspek kelembagaan dan organisasi, penyaluran dana PUAP, dan pengembangan dana PUAP. Sedangkan kinerja pada aspek kerjasama dengan lembaga lain dikategorikan “kurangbaik”. Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP dikategorikan “baik” pada tahapan persiapan. Sedangkan pada tahapan pelaksanaan dan persiapan pengembangan LKMA, hasilnya dikategorikan “kurangbaik”. Kinerja LKMA di Kabupaten Pandeglang pada aspek pengembangan dana PUAP secara umum dikategorikan “buruk”. Hal ituditunjukkan oleh tingginya angka kredit macet yang mencapai 62,03persen. Berdasaarkan hasil temuan di atas, factor penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah penegasan aspek profitabilitas dalam pembentukan LKMA, peningkatan kualitas SDM pengurus Gapoktan dan LKMA, peningkatan peran PMT dalam pendampingan, penguatan pendanaan dan kemitraan, serta peningkatan produksi dan fasilitasi pemasaran hasil produksi. Keempat factor inilah yang menjadi dasar dalam penyusunan program pengembangan LKMA di KabupatenPandeglang. Kata kunci: Gapoktan, LKMA, PUAP, Strategi
SUMMARY SYAMSU HILAL. Development Strategy for Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA) in Pandeglang Regency.Guided by MA’MUN SARMA and LUKMAN M. BAGA. Based on the data from Statistic Central Board (BPS), in September 2012 total poor people (people with monthly expenditure per capita under Poverty Level) in Indonesia reached 28.59 million people (11.66%). Among such total, about 18.08 million people (14.70%) poor people live in villages with their main job in agriculture sector. Meanwhile the poor people in Pandeglang Regency according to Pandeglang People Welfare Indicator (2011) is 127800 persons or 11.14 percents from total population of Pandeglang Regency. One of the basic problems faced by farmers is lack of access toward capital resources. In order to answer the problem above, in 2008 the ministry of Agriculture lunched a program on Village Agribusiness Effort Development (PUAP). Each Farmer Group Association/GabunganKelompokTani (Gapoktan) of PUAP received revolving fund assistance at amount Rp 100 million. For achieving maximum result in the implementation of PUAP, Gapoktan accompanied by personnel of Accompanying Counselor and Supervisor of Farmer Partners/tenagaPenyuluhPendampingdanPenyeliaMitraTani (PMT). Total Gapoktan PUAP in Pandeglang Regency until 2012 numbering to 257 Gapoktan. Comparing to total villages and Sub-district in Pandeglang Regency, the percentage of Gapoktan PUAP reach 76.72 percents. Among 257 Gapoktan PUAP, the total Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA) has been successfully developed within period 2008 – 2012 just numbering to 16 LKMA (6.23%). After LKMA has been successfully developed, the next job shall be done is to maintain the performance of LKMA in order be able to have a good and sustainable function. In Pandeglang Regency, total inactive LKMA numbering to 6 LKMA (37.50%). Referring to such matter, this study is focused to produce a Development Strategy for Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA). Parameter of performance success of Gapoktan PUAP is measured from the capability of such institution in distributing, managing, and developing fund of PUAP. In order to run such function, Gapoktan shall have a strong organization. So that it is necessary to analyze how the performance of Gapoktan in managing fund of PUAP? A few of LKMA that is successfully to be developed by Gapoktan PUAP in Pandeglang Regency creates a question, how the process of developing LKMA for Gapoktan as the receiver of PUAP fund? Whereas, the Ministry of Agriculture has issued a Guide Book for developing LKMA in Gapoktan PUAP and its supporting guide book. For the established LKMA is hoped be able to solve the problem of financing for farmers in micro scale and farmer labor, which amount is adequate large in the villages. The role of LKMA will be known after having been reviewed to find out the answer of question, how the performance of LKMA in developing PUAP program.The result of Gapoktan performance analysis, evaluation for
developing LKMA, and study for the performance of LKMA in Pandeglang Regency is hoped to be a reference to formulate a Development Strategy for Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA). The objectives of this study are; (1) to analyze the performance of Gapoktan in the management of PUAP fund; (2) to evaluate the developing process of LKMA in Gapoktan as a receiver of PUAP fund; (3) to review the performance of LKMA in Gapoktan as a receiver of PUAP fund; and (4) to formulate aDevelopment Strategy for LKMA as capital institution for farmer effort. The study is carried out in Pandeglang Regency, Banten. Reason of selection for Pandeglang Regency because this regency the largest LKMA in Banten Province. Besides, the total poor people in Pandeglang Regency are the largest in Banten Province. The filed study was held in July – October 2013.Determination of LKMA sample is carried out by technique of purposive sampling, namely sample taking on purpose from 16 LKMA exist in Pandeglang Regency based on year of PUAP, kind of dominant business, legality of LKMA, and name of PMT as accompanying partner. Total LKMA samples are 8 LKMA, while total respondents were interviewed numbering to 106 persons. The performance analysis of Gapoktan PUAP, evaluation on developing process of LKMA in Gapoktan PUAP, and study toward the performance of LKMA in developing PUAP program is done by descriptive quantitative. Score point for each answer from question presented to a respondent uses Likert scale (5, 4, 3, 2, 1) and Binner (1 and 0). While for formulating a development strategy of LKMA uses Analytical Hierarchy Process (AHP). After having analysis, evaluation, and review, it is concluded thatthe performance of Gapoktan PUAP in Pandeglang Regency is generally categorized “good” in the aspect of institution and organization, distribution of PUAP fund, and development of PUAP fund. Meanwhile the performance in aspect of cooperation with other institutions is categorized “less good”. Developing LKMA in Gapoktan PUAP is categorized “good” in the steps of preparation. While in the steps of implementation and preparation for developing LKMA, is categorized “less good”. The performance of LKMA in Pandeglang Regency, especially the performance of finance is generally categorized “bad”. The most important factor must be observed in the development strategy of LKMA in Pandeglang Regency is affirmation on the profitability aspect in establishing LKMA, improvement of human resources quality of Gapoktan management and LKMA manager, improvement of PMT in accompanying, strengthening financing and partnership, and improvement of production and facilities of marketing for production result. These four factors is a base in composing the development program of LKMA in Pandeglang Regency. Key words: Gapoktan, LKMA, PUAP, Strategy
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKMA) DI KABUPATEN PANDEGLANG
SYAMSU HILAL
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Mat Syukur, MS
Judul Tugas Akhir
: Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang
Nama
: Syamsu Hilal
NIM
: H252110025
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec Ketua
Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 17 Mei 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.Tema yang dipilih dalam tesis ini adalah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis, dengan judul Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang.Tesis ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarMagister Profesional padaProgram Studi Manajemen Pembangunan Daerah. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec dan Bapak Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Mat Syukur MS selaku dosen penguji luar komisi. Penulis juga menyampaikan penghargaan kepada Direktorat Pembiayaan Pertanian Kementerian Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Banten yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Akhirnya, dengan mengharap ridha Allah SWT semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Syamsu Hilal
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup 2TINJAUAN PUSTAKA Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Latar Belakang Program PUAP Tujuan Program PUAP Pola Dasar PUAP Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Penyuluh Pendamping Penyelia Mitra Tani (PMT) Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Keberhasilan dan Kegagalan Implementasi LKM di Berbagai Negara Keberhasilan Pengelolaan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Provinsi Sumatera Barat Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Kinerja Gapoktan dan LKMA Hasil Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran 3METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Peneltian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN PANDEGLANG Geografi Kabupaten Pandeglang Penduduk dan Tenaga Kerja Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Distribusi Pendapatan Pemerintahan Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang Potensi Pertanian 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Analisis Kinerja Gapoktan Evaluasi Penumbuhan LKMA Kajian Kinerja LKMA 6 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN LKMA
1 4 5 6 6 6 11 13 13 14 15 16 17 18 21 22 26 28 31 33 33 33 36 42 43 45 45 47 47 48 51 54 57
Faktor Aktor Tujuan Strategi Alternatif 7 PERANCANGAN PROGRAM Penumbuhan Profitabilitas LKMA Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola LKMA Penguatan Pendanaan dan Terjalinnya Kemitraan dengan Lembaga Lain Peningkatan Produksi dan Pemasaran Hasil 8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
68 68 69 70 74 76 77 78 80 81 81 86 129
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional tahun 2008 - 2012 Jumlah LKMA Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional tahun 2008 - 2012 Hasil Penelitian Terdahulu LKMA Kabupaten Pandeglang Tahun 2013 LKMA Sampel Kabupaten Pandeglang Jumlah Responden yang Dilibatkan dalam Penelitian Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2011 Jumlah Desa, Kelurahan, Rukun Warga, dan Rukun Tetangga Menurut Kecamatan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2011 Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Pandeglang Tahun 2006 2010 Kinerja Gapoktan dalam Pengelolaan Dana PUAP di Kabupaten Pandeglang Tahun PUAP 2008 - 2010 Hasil Evaluasi Penumbuhan LKMA terhadap Gapoktan di Kabupaten Pandeglang Tahun PUAP 2008 - 2010 Pertambahan Jumlah Anggota LKMA di Kabupaten Pandeglang Tahun PUAP 2008 - 2010 Jumlah dan Persentase Kredit Macet pada LKMA di Kabupaten Pandeglang tahun PUAP 2008 - 2010 Manfaat PUAP bagi Petani di Kabupaten Pandeglang Faktor Penyebab Kegagalan LKMA di Kabupaten Pandeglang Hasil Uji Korelasi Antarfaktor Penyebab Kegagalan LKMA di Kabupaten Pandeglang Faktor Pendukung Keberhasilan LKMA Hasil Uji Korelasi Antarfaktor Pendukung Keberhasilan LKMA di Kabupaten Pandeglang Faktor Penyebab Kredit Macet Hasil Uji Korelasi Antarfaktor Penyebab Kredit Macet di Kabupaten Pandeglang Hasil Penghitungan AHP untuk Faktor Hasil Penghitungan AHP untuk Aktor Hasil Penghitungan AHP untuk Tujuan Pembentukan LKMA Hasil Penghitungan AHP untuk Strategi Alternatif Pengembangan LKMA Rancangan Program Pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang
3 3 29 34 35 35 44 46 47 53 56 58 59 60 61 62 63 64 66 67 68 69 69 71 79
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahapan Proses Pembinaan Kelembagaan PUAP Pola Dasar Pengembangan PUAP Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan LKMA Struktur Hirarki AHP Struktur Hirarki AHP Strategi Pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang Jenis Kelamin Petani Pengurus dan Anggota Gapoktan dan LKMA Kelompok Usia Petani Anggota dan Pengurus Gapoktan Kabupaten Pandeglang Kelompok Usia Petani Anggota dan Pengurus LKMA Kabupaten Pandeglang Tingkat Pendidikan Petani Anggota dan Pengurus Gapoktan Kabupaten Pandeglang Tingkat Pendidikan Petani Anggota dan Pengurus LKMA Kabupaten Pandeglang Hasil AHP untuk Perumusan Strategi Pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang
12 14 32 40 42 49 49 50 50 51 72
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Laporan Pertanggungjawaban Penyelia Mitra Tani (PMT) Kabupaten Pandeglang, Juni 2013 Kuesioner Identifikasi Gapoktan Kuesioner Kinerja Gapoktan PUAP Kuesioner Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP Kuesioner Kinerja LKMA pada Gapoktan PUAP Kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP) Tabulasi Data Penilaian Responden terhadap Kinerja Gapoktan PUAP Tabulasi Data Penilaian Responden terhadap evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP Tabulasi Data Penilaian Responden terhadap kinerja LKMA
86 93 94 95 98 100 113 118 123
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional melalui kontribusinya dalam pembentukan modal, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, sumber pendapatan masyarakat, serta berperan dalam pelestarian lingkungan melalui praktik budidaya pertanian yang ramah lingkungan (Kementerian Pertanian, 2012). Namun demikian, pembangunan sektor pertanian belum mampu mengentaskan kemiskinan di perdesaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2012 jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28.59 juta orang (11.66%). Dari jumlah tersebut, sekitar 18.08 juta orang(14.70%) penduduk miskin berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian. Pada waktu yang sama, BPS Provinsi Banten (2012) mempublikasikan data penduduk miskin di Provinsi Banten, yaitu sebanyak648254 orang (5.71%). Dari jumlah tersebut, 314801 orang tinggal di perdesaan. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pandeglang menurut Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 adalah 127800 orang atau 11.14 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang. Pada umumnya,kemiskinan di perdesaan disebabkan karena petani hanya mengelola lahan pertanian rata-rata 0.3 hektar. Kemiskinan di perdesaan akan terus manjadi masalah pokok nasional sehingga penanggulangan kemiskinan tetap menjadi program prioritas untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Salah satu masalah mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses terhadap sumber permodalan, pasar, dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah. Untuk itu, program penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan kesepakatan global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals).Sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa petani sebagai pengguna kredit menginginkan skema kredit sebagai berikut: 1) tidakmensyaratkan agunan tambahan; 2) prosedur pengajuan kredit tidak terlalu sulit; 3) pinjaman dalam bentuk uang; dan 4) disalurkan sesuai dengan kebutuhanpetani dan tepat waktu (Lembaga Penelitian SMERU, 2002). Untuk menanggapi keinginan petani, pada tahun 2008, Kementerian Pertanian melakukan terobosan dengan menggulirkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di bawah koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) dan berada dalam kelompok program pemberdayaan masyarakat. Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan PUAP Nasional, Menteri Pertanian membentuk Tim PUAP Pusat.PUAP adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian
desa sasaran.Setiap gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang mengajukan dana PUAP dan memenuhi persyaratan administrasi sesuai dengan pedoman PUAP, mendapatkan bantuan dana bergulir (revolving fund)sebesar Rp100 juta. Dana PUAP merupakan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang disalurkan secara langsung dengan cara ditransfer ke rekening Gapoktan. Pengelolaan bantuan modal usaha bagi petani tersebut -- baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani -- dikoordinasikan oleh Gapoktan. Gapoktan merupakan kelembagaan tani pelaksana program PUAP yang berfungsi sebagai pengelola bantuan modal usaha bagi petani anggota, dengan harapan dana tersebut dapat tumbuh dan berkembang, sehingga kebutuhan modal bagi usahatani dapat terpenuhi secara berkesinambungan. Gapoktan penerima dana PUAP diharapkan dapat mengelola dana tersebut melalui unit usaha otonom simpan pinjam atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM).Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Pelaksanaan program PUAP difokuskan pada pengembangan usaha ekonomi produktif bagi para petani di perdesaan, sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan Eselon-I lingkup Kementerian Pertanian maupun kementerian/lembaga di bawah payung program PNPM Mandiri (Pedoman Umum PUAP Kementerian Pertanian, 2013). Di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman PUAP disebutkan bahwa pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani dalam mendukung 4 (empat) sukses Kementerian Pertanian yaitu; (1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) Diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, dan (4) Peningkatan kesejahteraan petani. Untuk pencapaian tujuan tersebut, komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah; (1) Keberadaan Gapoktan; (2) Keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani sebagai pendamping; (3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan, dan lain-lain; dan (4) Penyaluran dana PUAP kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani, dan rumah tangga tani. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (2013), sejak tahun 2008 hingga tahun 2012, Kementerian Pertanian telah menyalurkan dana PUAP lebih dari Rp4.4 triliun kepada 44173 Gapoktan/desa yang tersebar di 477 kabupaten di seluruh Indonesia. Jika dibandingkan dengan jumlah desa dan kelurahan di Indonesia tahun 2012 sebanyak 79075 desa/kelurahan (BPS, 2012), penyaluran program PUAP secara Nasional mencapai 55.82 persen. Di Provinsi Banten, persentase penyaluran program PUAP mencapai 74.50 persen. Khusus di Kabupaten Pandeglang, jumlah Gapoktan/desa yang mendapatkan program PUAP hingga tahun 2012 berjumlah 257 Gapoktan/desa. Jika dibandingkan dengan jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Pandeglang yang berjumlah 335 desa/kelurahan, penyaluran program PUAP di Kabupaten Pandeglang telah mencapai 76.72 persen. Capaian penyaluran program PUAP di Kabupaten Pandeglang melebihi persentase penyaluran program PUAP tingkat provinsi (74.50%) dan Nasional (55.82%). Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional tahun 2008–2012 Jumlah Gapoktan Penerima Program PUAP Tingkat Total 2008 2009 2010 2011 2012 Nasional 10542 9884 8587 9110 6050 44173 Provinsi Banten 298 424 115 177 137 1151 Kabupaten Pandeglang 37 116 31 41 32 257 Sumber: Kementerian Pertanian (2013). Kewenangan penyaluran dana PUAP sebagai dana penguatan modal usaha kepada anggotanya diberikan kepada Gapoktan terpilih. Selanjutnya Gapoktan diarahkan untuk dapat dibina dan ditumbuhkan menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) sebagai salah satu unit usaha dalam Gapoktan. Kebijakan pengembangan Gapoktan penerima dana PUAP menjadi LKMA merupakan langkah strategis Kementerian Pertanian untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar di perdesaan. Karena selama ini bank konvensional kurang akomodatif terhadap pembiayaan pertanian skala mikro. Secara nasional, selama kurun waktu 2008 sampai 2012, dari 44173 Gapoktan penerima dana PUAP, yang telah membentuk LKMA sebanyak 6480 LKMA atau 14.67 persen. Jumlah tersebut masih sangat rendah, sehingga memerlukan upaya maksimal untuk mewujudkan LKMA sebagai lembaga keuangan mikro di tingkat usahatani. Di tingkat Provinsi Banten, dari 1151 Gapoktan penerima dana PUAP, jumlah LKMA yang terbentuk sebanyak 58 buah atau 5.04 persen. Dan di Kabupaten Pandeglang, dari 257 Gapoktan penerima dana PUAP, jumlah LKMA yang terbentuk sebanyak 16 buah atau 6.23 persen. Persentase pembentukan LKMA di Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang lebih rendah dibandingkan dengan persentase pembentukan LKMA di tingkat Nasional. Jumlah LKMA di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional disajikan pada Tabel 2. Tabel 2Jumlah LKMA Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional tahun 2008–2012 Jumlah Gapoktan Jumlah Gapoktan Persentase Tingkat yang Telah Penerima PUAP (%) Membentuk LKMA Nasional 44173 6480 14.67 Provinsi Banten 1151 58 5.04 Kabupaten Pandeglang 257 16 6.23 Sumber: Kementerian Pertanian (2013). Setelah LKMA berhasil ditumbuhkan, pekerjaan yang harus dilakukan selanjutnya adalah menjaga kinerja LKMA tersebut agar dapat berfungsi secara baik dan berkesinambungan. Menutut data Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Banten, saat ini di Kabupaten Pandeglang jumlah LKMA yang sudah tidak aktif lagi sebanyak 6 LKMA. Berdasarkan hal itu, penelitian ini
difokuskan untuk merumuskanstrategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA).
Perumusan Masalah Tujuan peningkatkan kesejahteraan petani dengan cara meningkatkan pendapatan petani akan selalu mengalami hambatan apabila persoalan akses permodalan petani selalu menjadi kendala. Selama ini, petani sering mengalami kesulitan dalam mengakses permodalan dari bank konvensional. Sementara, lembaga yang akomodatif terhadap bantuan permodalan usahatani jumlahnya masih sedikit. Mempertimbangkan realitas tersebut, Kementerian Pertanian menggulirkan program PUAP. Sesuai dengan mekanisme pelaksanaan program PUAP, maka pada tahun ke-1, dana PUAP dimanfaatkan oleh Gapoktan untuk membiayai usaha produktif sesuai dengan usulan anggota secara berjenjang melalui Rencana Usaha Anggota (RUA), Rencana Usaha Kelompok (RUK), dan Rencana Usaha Bersama (RUB). Dana penguatan modal usaha PUAP secara terstruktur digulirkan oleh Gapoktan kepada anggota kelompok tani sebagai pinjaman, sehingga pada tahun ke-2 Gapoktan sudah dapat mengembangkan Unit Usaha Simpan Pinjam (U-S/P). Gapoktan penerima dana PUAP diharapkan dapat menjaga perguliran dana sampai pada fase pembentukan LKMA pada Tahun ke-3. LKMA yang berhasil ditumbuhkan oleh Gapoktan diharapkan dapat meningkatkan akumulasi modal melalui dana keswadayaan yang dikumpulkan oleh anggota dalam bentuk tabungan atau saham anggota (Pedoman Penumbuhan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Gapoktan PUAP, 2012). Parameter keberhasilan kinerja Gapoktan penerima dana PUAP diukur dari kemampuan lembaga tersebut dalam menyalurkan dan mengelola dana PUAP secara efektif dan mengembangkannya sehingga terjadi akumulasi dana PUAP dari dari waktu ke waktu. Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP salah satunya ditentukan oleh kemampuan Gapoktan menjangkau sebanyak mungkin petani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk kegiatan usahanya. Di samping itu, Gapoktan juga perlu menjalin kerjasama dengan lembaga lain untuk meningkatkan kinerjanya. Untuk menjalankan fungsifungsi tersebut Gapoktan harus memiliki kelembagaan dan organisasi yang kuat.Oleh karena itu, penting untuk dianalisisbagaimana kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP? Gapoktan adalah induk yang diamanahkan untuk melahirkan LKMA.Penumbuhan dan pengembangan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP merupakan suatu kebutuhan dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi rakyat di perdesaan dan mempercepat upaya mengentasan kemiskinan melalui penumbuhan usaha agribisnis. Pemberdayaan dan pembinaan kepada Gapoktan penerima dana PUAP untuk mengembangkan LKMA sebagai salah satu unit usahanya dimaksudkan agar aset dana PUAP dan dana keswadayaan yang dikumpulkan oleh Gapoktan dapat dikelola dengan baik dan profesional. Dengan demikian, LKMA dapat memberikan pelayanan keuangan mikro sesuai dengan yang dibutuhkan petani miskin dan pengusaha mikro pertanian di perdesaan secara berkelanjutan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pada tahun 2010 Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian telah menerbitkan buku Pedoman Pemeringkatan Gapoktan PUAP Menjadi LKMA, buku Pedoman Penumbuhan LKMA Gapoktan PUAP, dan Pedoman Pengembangan LKMA Gapoktan PUAP. Pedoman dan modul tersebut diharapkan dapat memberikan arahan bagi penyelenggaraan LKMA dan meningkatkan mutu pelayanan, transparansi, dan akuntabilitas LKMA Gapoktan PUAP kepada para anggotanya. Namun demikian, melihat rendahnya tingkat penumbuhan LKMA di Kabupaten Pandeglang selama kurun waktu 2008 sampai 2012, maka perlu dilakukan evaluasi terhadapproses penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP. Keberadaan LKMA merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam upaya peningkatan pendapatan petani dan penanggulangan kemiskinan di perdesaan. Peran LKMA yang didukung oleh kemudahan akses, prosedur, dan kedekatan terhadap masyarakat akan membantu pemberdayaan kelompok miskin, terutama untuk meningkatkan produktivitasnya melalui usaha kecil yang mereka jalankan agar tidak terus menerus bergantung pada kemampuan orang lain, sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya. Tujuan pembentukan LKMA adalah untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar di perdesaan. Karena selama ini bank konvensional kurang akomodatif terhadap pembiayaan pertanian. Idealnya, keberadaan LKMA harus menjadi solusi bagi petani anggota Gapoktan penerima dana PUAP dalam memperoleh permodalan untuk menjalankan usahataninya.Pada sisi inilah efektivitas LKMA dalam pengembangan program PUAP akan terlihat setelah dikajikinerja LKMA dalam pengembangan program PUAP. Hasil analisis kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP, hasil evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP, dan hasil kajian kinerja LKMA di Kabupaten Pandeglang diharapkan dapat dijadikan acuan untuk perbaikan penyelenggaraan program pada waktu yang akan datang. Pembinaan dan pendampingan terhadap LKMA harus terus dilakukan, misalnya dengan fasilitasi kerjasama dengan lembaga keuangan/perbankan dan perusahaan, hingga LKMA benar-benar lestari. Oleh karena itu, hasil penelitianini diharapkan dapat merumuskanstrategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA).
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat peran Gapoktan dan LKMA dalam mengatasi permasalahan permodalan usahatani. Dari kajian ini diharapkan diperoleh tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Menganalisis kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP. 2. Mengevaluasi proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP. 3. Mengkaji kinerja LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP.
4. Merumuskan strategi pengembanganLKMA sebagai lembaga permodalan usaha petani.
Manfaat Penelitian
1. 2. 3. 4.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: Kementerian Pertanian sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan strategi penumbuhan LKMA dalam pengembangan program PUAP. Gapoktan untuk mendukung peningkatan kinerja LKMA. Lembaga keuangan/perbankan dan perusahaan yang ingin bekerjasama dalam pembangunan pertanian melalui penguatan LKMA. Pembaca sebagai sumber literatur dan perbandingan dalam penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.
Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah penyusunan strategi pengembangan LKMA, sehingga diharapkan kinerja LKMA memenuhi syarat keberlanjutan (sustainability).Untuk menghasilkan strategi pengembangan LKMA, langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengevaluasi kinerja Gapoktan. Gapoktan adalah lembaga penerima sekaligus pengelola dana PUAP sebelum LKMA terbentuk. Evaluasi terhadap Gapoktan dilakukan dengan menggunakan indikator keberhasilan yang tercantum dalam buku Pedoman Umum PUAP yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian. Langkah kedua mengevaluasi proses penumbuhan LKMA yang dilakukan oleh stakeholders (BPTP, Dinas Pertanian Kabupaten, PMT, Penyuluh Pendamping, dan Gapoktan) dengan merujuk kepada buku Pedoman Pemeringkatan Gapoktan PUAP menjadi LKMA dan Pedoman Penumbuhan LKMA Gapoktan PUAP dari Kementerian Pertanian. Langkah ketiga menganalisis kinerja keuangan LKMA yang meliputiperkembangan dana PUAP, perkembangan jumlah anggota, dan jumlah kredit macet. Hasil evaluasi dan analisis tersebut kemudian dijadikan bahan untuk menyusun strategi pengambangan LKMA.
2 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Program Bantuan Permodalan Petani Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1967 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan dicanangkannya program tersebut adalah untukmempercepat penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional untuk mencapai swasembada beras. Dalam perjalanannya, program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan (Hasan,1979 dalam Lubis 2005). Kredit Bimas dikelola oleh BRI mulai diimplementasikan tahun 1967/1970. Keadaan ini memotivasi BRI untuk membangun BRI Unit Desa yang dimulai dengan empat unit Pilot Proyek di Yogyakarta. Dana kredit disediakan dari subsidi pemerintah (BI) pada tingkat bunga 3 persen per tahun sementara tingkat bunga BRI sebesar 12 persen. Total Kredit Bimas yang disalurkan sejak dari mulai program dilaksanakan (1967/1970) sampai musim tanam 1984/1985 mencapai Rp636.7 miliar dengan total nasabah 28847 petani. Selama periode 1970 sampai 1975, jumlah pinjaman yang dilunasi tepat waktu sebesar 80 persen, sementara sejak 1976 dan selanjutnya hanya 57 persen yang dibayar kembali. Faktor yang turut berkontribusi terhadap tingginya tunggakan karena adanya program “pengampunan hutang” yang membangun ekspektasi diantara petani nasabah bahwa suatu hari tidak harus dibayar. Memang dengan program Bimas skala nasional, pemerintah memiliki cerita sukses berupa swasembada produksi padi pada tahun 1984, walaupun tahun 1983 program Bimas diakhiri (Ashari, 2009). Pada tahun 1985 kredit BIMAS diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit BIMAS. KUT disediakan untuk petani yang belum memiliki kemampuan menyediakan kebutuhan yang diperlukan untuk usahatani dari sumber pembiayaan sendiri. KUT disalurkan melalui kantor cabang BRI ke KUD yang didistribusikan pada para petani anggota KUD. Kredit disediakan untuk Kelompok Tani pada tingkat bunga 12 persen. Fakta menunjukkan bahwa banyak kredit yang tidak sampai pada petani miskin akibat sangat rendahnya tingkat pengembalian. Kredit melalui KUT sangat besar yang meningkat dari Rp300 miliar pertahun (sebelum krisis ekonomi mencapai Rp8 triliun pada musim tanam 1998/1999). Sejak program ini diaplikasikan, besarnya pembayaran kembali hanya sekitar 25 persen. Tingkat bunga yang ditetapkan berubah, yaitu sebesar 14 persen pada tahun 1985 sampai 1995dan diturunkan menjadi 10.5 persen pada tahun 1995 sampai 1998. Total dana KUT yang telah disalurkan sampai tahun 1999 mencapai sebanyak Rp8 triliun. KUT menghadapi permasalahan berupa tingkat pengembalian yang hanya 25 persen. Banyak Kelompok Tani yang berada di bawah KUD dan memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit, tidak menerima dana KUT. Dengan kata lain, terjadi penyimpangan dalam penyaluran KUT oleh KUD.KUT berakhir seiring dengan UU Nomor 23/1999
yang melarang BI untuk menyalurkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). (Ashari, 2009). Dalam mengatasi hal tersebut, tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola khusus. Pada pola lama, kelompok tani menerima kredit dari KUD, sedangkanpada pola khusus, kelompok tani langsung menerima dana dari bank pelaksana. Namun, dalam pelaksanaannya, pola ini pun menimbulkan masalahyang sama, yaitu terjadi tunggakan besar di sebagian daerah yang menerima dana KUT pola khusus tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana. Misalnya, sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan usahatani,digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Selanjutnya,pemerintah mengembangkan Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Program ini digulirkan pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, dan perikanan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani. Skim program ini pengaturannya melalui bank pelaksana yang disalurkan melalui koperasi dan atau kelompok tani. Selanjutnya oleh kedua lembaga tersebut dana disalurkan kepada anggotanya. Pengajuan untuk memperoleh dana KKP dilakukan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), yaitu daftar rencana kebutuhan dana KKP untuk anggota kelompok tani yang disusun berdasarkan musyawarah anggota. KKP ditujukan untuk: (1) intensifikasi tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubi kayu) dan (2) pengadaan pangan. Target dari KKP adalah kelompok tani dan koperasi. Bank pelaksana adalah BUMN seperti BRI, Bank Agro, Bukopin, Bank Mandiri, dan Bank Pembangunan Daerah. Bank menggunakan dana mereka dalam penyaluran KKP tetapi mereka menerima subsidi bunga dari kredit yang disalurkan. Untuk mendukung program KKP, tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian juga mengeluarkan kebijakan untuk memberdayakan masyarakat dalam berusahatani. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLMdiarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi; bantuan pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung keberlanjutan hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Kasmadi, 2005). Pada awal pelaksanaan program KKP, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp2.08 triliun untuk paket tanaman padi, palawija, perkebunan tebu, peternakan. Subsidi tingkat bunga dibayar pemerintah yang secara bertahap dikurangi sampai 2003. Sumber pendanaan tergantung pada bank yang
bersangkutan, dengan bunga sebesar 12 persen untuk tanaman pangan dan 16 persen untuk peternakan, perkebunan, dan perikanan. Hingga tahun 2006 dana KKP yang sudah tersalurkan sekitar Rp4.98 triliun. Maksimun pinjaman per petani Rp15 juta dengan maksimum pemilikan lahan 2 ha dan periode pinjaman 12 bulan. Sejak tahun 2007 KKP diubah menjadi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Dana KKPE yang tersalurkan hingga tahun 2008sebesar Rp6.3triliun. Dari total dana yang tersalurkan, penyerapan yang terbesar digunakan untuk pengembangan budidaya tebu, disusul untuk pengembangan peternakan serta pengembangan padi, jagung, dan kedelai. Sementarara itu, menurut hasil evaluasi yang dilakukan Departemen Pertanian dan Japan International Coorporation Agency/JICA (2006), Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet KKP pada Juni 2006 untuk tanaman pangan (6.07%), tebu (0.02%), peternakan (4.03%), perikanan (14.01%), dan pengadaan barang (3.01%). Kendala dalam KKP adalah adanya kehati-hatian ekstra dari bank yang masih trauma dengan kasus KUT, sehingga pencairan dana relatif lambat, relatif terbatasnya agunan yang dimiliki petani, dan terbatasnya avalis/guarantor kredit di pasar finansial (Ashari, 2009). Sejalan dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,kebijakan penguatan modal di bidang pertanian pun ikut berubah dan dimodifikasi agar lebih baik. Pada tahun 2007 pemerintah menetapkan adanya kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja dengan meningkatkan cakupan dan konsolidasi programprogram pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Pelaksanaan PNPM Mandiri dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan(PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan besertaprogram pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat diperkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untukpengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPMMandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial EkonomiWilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerahsekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakatyang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. PelaksanaanPNPM Mandiri 2008 juga akan diprioritaskan pada desa-desa tertinggal.Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangkakebijakan PNPM Mandiri, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga kedaerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama inisering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat prosespemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5 sampai6tahun, maka PNPM Mandiri akandilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktupencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yangterukur akan membantu Indonesia
mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut (Pedoman Umum PNPM Mandiri, 2007). PNPM Mandiri dijadikan sebagai wadah bagi seluruh program-program penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja yang berbasis pemberdayaan masyarakat di seluruh kementerian dan lembaga. Perlu diketahui juga bahwa program ini bukan merupakan program membagi-bagikan uang, tetapi pada hakikatnya merupakan program yang bertujuan untuk peningkatan dan penguatan karakter bangsa yang dimulai pada tingkatan kelompok atau masyarakat. Masyarakat melalui kelompok-kelompok tersebut diberikan pelatihan dan pendampingan oleh fasilitator. Pemberdayaan melalui kelompok masyarakat dan bukan melalui individu-individu ditujukan untuk mengembalikan dan menguatkan kembali karakter dasar masyarakat Indonesia, yaitu kegotongroyongan sosial dan ekonomi. Latar belakang dicanangkannya program PNPMMandiri diawali dari belum tuntasnya penanganan masalah pengangguran di dalam negeri yang kian meningkat. Apalagi ketika terjadi krisis ekonomi yang juga berdampak pada perubahan pada bidang politik dan sosial, sehingga mengganggu iklim usaha di dalam negeri yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal tersebut tentunya mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran yang pada akhirnya bermuara pada meluasnya jumlah kemiskinan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Selama ini, upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran baik yang dijalankan oleh kementerian dan lembaga maupun oleh pemerintah daerah belum sepenuhnya dilakukan secara terpadu, sehingga masih ada tumpang tindih dalam pelaksanaan program dan kesenjangan pelaksanaan program antara satu daerah dengan daerah lainnya. Banyak dana yang digunakan untuk memecahkan masalah pengangguran dan kemiskinan, tetapi hasilnya masih belum dapat dikatakan berhasil. Padahal anggaran untuk penanggulangan kemiskinan meningkat dari tahun ke tahun. Belum berhasilnya program penanggulangan kemiskinan dan penurunan tingkat pengangguran selama ini disebabkan karena masyarakat miskin dan para penganguran hanya dijadikan objek, bukan sebagai pelaku utama. Seharusnya masyarakat miskin ditingkatkan kemampuannyauntuk kemudian diberdayakan dan ditingkatkan kemandiriannya. Karena program-program penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada pendekatan pemberdayaan masyarakat memberikan hasil yang lebih efektif dan tingkat keberlanjutannyajauh lebih baik daripada program-program yang hanya sekedar membagi-bagikan ikan daripada memberi kail kepada masyarakat. Pada awal pelaksanaannya di tahun 2007, jumlah dana untuk mendukung program PNPM-Mandiri sekitar Rp3.6 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Rp0.8 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan hampir Rp100 miliar dari kontribusi masyarakat. PNPM-Mandiri yang dilaksanakan pada tahun 2007 mencakup 2992 kecamatan dan 41000 desa/kelurahan. Rata-rata setiap kecamatan menerima bantuan langsung masyarakat sekitar Rp500 juta hingga Rp1.5 miliar per tahun. Penduduk miskin yang dijangkau oleh program ini ditargetkan sekitar 21.92 juta orang atau 5.46 juta Kepala Keluarga (KK) di perdesaan, dan 10 juta orang atau 2.5 juta KK di perkotaan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa PNPM-
Mandiri ini dapat menciptakan lapangan kerja baru paling sedikit 250 lapangan kerja baru per desa per tahun, sehingga potensi lapangan kerja yang langsung diciptakan oleh program ini lebih kurang 11 juta lapangan kerja. Pada tahun 2008, program-program yang diintegrasikan ke dalam PNPMMandiri bertambah. Selain Program Penanggulangan Kemiskinan (PPK) atau PNPM-Perdesaan yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) atau PNPM-Perkotaan dari Kementerian Pekerjaan Umum, ditambahkan pula Program Pengembangan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dari Kementerian Pertanian, serta program-program pendukung lainnya. Khusus program dari Kementerian Pertanian, yaitu PUAP yang dimulai pada tahun 2008 dilaksanakan dengan menyalurkan danaPUAP ke 10000 desa. Masing-masing desa menerima dana PUAP sebesar Rp100 juta untuk pengembangan agribisnis di perdesaan. Kebijakan Kementerian Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat tersebut diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan penguatan modal usaha bagi petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Penyaluran dana PUAP untuk penguatan modal usaha kepada anggota kelompok tani dilakukan oleh Gapoktan terpilih (Kementerian Pertanian, 2008).
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Latar Belakang Program PUAP PUAP merupakan program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Gapoktan di perdesaan dengan memberikan fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani pemilik, petani penggarap, buruh tani, dan rumah tangga tani yang salah satu tujuannya untuk memberikan kepastian akses pembiayaan kepada petani anggota Gapoktan. Struktur PUAP terdiri dari Gapoktan, Penyuluh Pendamping, dan Penyelia Mitra Tani (PMT) sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pemberdayaan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan melalui pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) penerima dana PUAP sebagai kelembagaan usahatani pelaksana PUAP tentu menjadi salah satu penentu sekaligus indikator bagi keberhasilan program PUAP itu sendiri. Program PUAP merupakan program andalan Kementerian Pertanian dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di perdesaan. Sejak tahun 2008 hingga tahun 2012, jumlah Gapoktan yang memperoleh dana PUAP sebanyak 44173 Gapoktan dengan kucuran dana lebih dari Rp4.4 triliun.Apabila dikelola dengan baik, dana tersebut akan dapat mengurangi kemiskinan bagi petani dan menurunkan angka pengangguran di perdesaan. Jumlah PMT pada tahun 2012 adalah 1318 orang yang tersebar di 33 Provinsi (Kementerian Pertanian, 2013).
Sesuai dengan mekanisme pelaksanaan program PUAP, pada tahun pertama dana PUAP dimanfaatkan oleh Gapoktan untuk membiayai usaha produktif sesuai dengan usulan anggota secara berjenjang melalui Rencana Usaha Anggota (RUA), Rencana Usaha Kelompok (RUK), dan Rencana Usaha Bersama (RUB). Dana penguatan modal usaha PUAP digulirkan Gapoktan kepada para anggota kelompok tani sebagai pinjaman, sehingga pada tahun kedua Gapoktan sudah dapat mengembangkan Usaha Simpan Pinjam (U-S/P). Gapoktan penerima dana PUAP diharapkan dapat menjaga perguliran dana sampai pada fase pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) pada tahun ketiga. LKMA yang berhasil ditumbuhkembangkan oleh Gapoktan diharapkan dapat meningkatkan akumulasi modal melalui dana keswadayaan yang dikumpulkan oleh anggota melalui tabungan maupun melalui saham anggota (Pedoman Penumbuhan LKMA Gapoktan PUAP, 2012). Tahapan Proses Pembinaan Kelembagaan PUAP disajikan dalam Gambar 1.
Pembentukan LKMA Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif Tahun Pertama
Tahun Ketiga
Tahun Kedua
Proses Kemandirian Usaha
Gambar 1 Tahapan proses pembinaan kelembagaan PUAP Dalam pelaksanaan program PUAP, setiap Gapoktan diharapkan dapat memanfaatkan dana PUAP sesuai dengan RUB (Rencana Usaha Bersama) sehingga menjadi dasar penilaian terhadap Gapoktan PUAP yang berprestasi. Penilaian Gapoktan berprestasi merupakan salah satu bentuk penghargaan bagi Gapoktan yang dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas usaha agribisnisnya sekaligus dapat mengelola dana PUAP melalui Unit Usaha Otonomnya, yaituLembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). Dengan penghargaan tersebut, diharapkan Gapoktan penerima dana PUAP terdorong untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas fungsi-fungsi Gapoktan sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP. Penilaian Gapoktan berprestasi dilakukan melalui proses penilaian yang obyektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Hasil penilaian tersebut harus memberikan gambaran yang akurat dan terukur terhadap kinerja Gapoktan yang dinilai. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penilaian Gapoktan berprestasi adalah: (1) unsur-unsur penilaian harus mempunyai hubungan dengan kinerja Gapoktan dalam pelaksanaan PUAP; (2) adanya standar atau ukuran yang
dipakai untuk menilai kinerja Gapoktan; dan (3) sistem penilaian yang mudah dipahami dan dimengerti (Pedoman PUAP, 2012). Pelaksanaan PUAP mengacu kepada pola dasar yang ditetapkan dalam Permentan Nomor 16/Permentan/OT.140/2/2008 yaitu pendidikan dan latihan untuk pengembangan usaha, pendampingan, dan pemberian fasilitas bantuan modal usahatani yang dikoordinasikan oleh Gapoktan. Melalui penerapan model partisipatif pada tingkat Gapoktan, yaitu keputusan ada pada rapat anggota, diharapkan dana stimulasi bantuan modal usaha untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan dapat tercapai. Para pelaku agribinsis skala kecil dan menengah seringkali banyak mengalami hambatan dalam mengembangkan agribisnisnya, termasuk Gapoktan. Salah satu faktor yang menghambat pengembangan usaha agribisnis adalah kurangnya kemampuan kewirausahaan dan penerapan manajemen. Agribisnis memiliki beberapa keunikan, sehingga diperlukan kesiapan mental pengelolanya dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen secara khusus (Antara, 2010). Pada umumnya, prinsip dan pengetahuan manajemen sama untuk semua bisnis, namun yang membedakannya terletak pada seni menggunakan prinsip dasar manajemen untuk menjalankan bisnis (Downey dan Erickson, 1992).
Tujuan Program PUAP Pengembangan program PUAP (Kementerian Pertanian, 2013) bertujuan untuk: a. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai potensi wilayah. b. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh pendamping, dan Penyelia Mitra Tani (PMT). c. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. d. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses permodalan.
Pola Dasar PUAP Pola dasar pengembangan program PUAPsebagaimana disajikan pada Gambar 2 dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani guna mendukung 4 sukses program Kementerian Pertanian(Kementerian Pertanian, 2013), yaitu: 1) swasembada dan swasembada berkelanjutan; 2) diversifikasi pangan; 3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; dan 4) peningkatan kesejahteraan petani. Untuk mencapai 4 sukses program Kementerian Pertanian, maka disusun komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP, yaitu: 1. Keberadaan Gapoktan;
2.
Keberadaan PenyuluhPendampingdan Penyelia Mitra Tani (PMT) sebagai pendamping; 3. Penyaluran dana BLM PUAP kepada petani (pemilik dan/atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani; dan 4. Pelatihanbagi petani, pengurus Gapoktan, dan lain-lain. Dalam pola dasar pengembangan PUAP, pelatihan dan pendidikan ditempatkan pada posisi strategis dan dilakukan sebelum pencairan dana PUAP ke rekening masing-masing Gapoktan. Hal itu dilakukan agar para petani penerima dana PUAP dapat memanfaatkan dan mengelola dana PUAP sesuai dengan aturan yang telah ditentukan dalam Pedoman Umum PUAP agar penyelenggaraan PUAP dapat berkelanjutan (sustainable). Diklat 1. Kepemimpinan 2. Kewirausahawan 3. Manajemen
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP
Komite Pengarah
Penyelia Mitra Tani
Gapoktan
Penyuluh Pendamping
Poktan
Usaha Produktif Petani Gambar 2 Pola Dasar Pengembangan PUAP Sumber: Pedoman PUAP (2008)
Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kelompok tani (Poktan) adalah kumpulanpetani/peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Dasar pembentukan kelompok tani adalah kesamaan kepentingan yang diwujudkan dalam suatu tujuan kelompok. Tujuan dan cara pencapaiannya
ditetapkan secara bersama-sama. Pembagian dan pendelegasian pencapaian tujuan diwujudkan dalam suatu kepengurusan kelompok yang disepakatibersama. Kesamaan kawasan/hamparan usaha akan memudahkan terjadinya komunikasi antaranggota. Intensitas komunikasi akan tingi bila jarak dan jumlah anggota tidak besar, sehingga kekompakan kelompok dapat mudah terbentuk. Oleh karena itu jumlah anggota yang efisien antara 10 sampai 25 orang. Prinsip musyawarah/mufakat merupakan fondasi dari kelompok tani agar kepentingan setiap anggota dapat diapresiasi. Segala keputusan berada di tangan anggota yang dituangkan dalam suatu kesepakatan bersama (Pedoman PUAP, 2013). Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) adalah kumpulan beberapa Poktan yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha (Pedoman Pengembangan PUAP, 2013). Sebagai organisasi ekonomi milik petani, Gapoktan diharapkan dapat melayani kebutuhan petani terkait dengan pembiayaan usahatani. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 memberikan arahan bahwa Gapoktan dapat melakukan fungsi-fungsi ekonomi antara lain; unit usaha pengolahan, unit usaha saprodi, unit usaha pemasaran, dan unit keuangan mikro sesuai dengan kebutuhan dan harus disepakati oleh seluruh anggota Gapoktan. Sebagai pelaksana dan pengelola dana PUAP, di dalam buku Pedoman Pemeringkatan Gapoktan PUAP Menjadi LKMA(2011), Gapoktan dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: a. Gapoktan Pemula, yaitu Gapoktan yang baru dibentuk dan dipersiapkan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota untuk melaksanakan program PUAP. Ciri-ciri Gapoktan Pemula adalah; (1) Gapoktan dapat mengkoordinasikan anggota untuk memanfaatkan dana penguatan modal usaha yang berasal dari program PUAP dalam pembiayaan usaha produktif sesuai dengan Rencana Usuha Bersama (RUB); (2) Seluruh anggota sepakat untuk menggulirkan dana dalam bentuk simpan pinjam, serta mempunyai aturan yang disepakati dan diikuti oleh seluruh anggota, tetapi belum maksimal dalam pengorganisasian dana masyarakat dalam rangka penambahan aset. b. Gapoktan Madya, yaitu Gapoktan Pemula yang dibina dan didampingi secara baik oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota, sehingga dapat menumbuhkan tingkat keswadayaan secara kepengurusan, organisasi, dan dana. Ciri-ciri Gapoktan Madya adalah sebagai berikut; (1) Adanya kesungguhan anggota dan pengurus untuk mengoptimalkan kinerja organisasi dan meningkatkan akumulasi dana keswadayaan dari anggota dan meningkatkan laba dari operasionalisasi dana PUAP; (2) Gapoktan telah memiliki struktur organisasi khusus yang mengelola dana dalam bentuk simpan pinjam. c. Gapoktan Utama, yaitu Gapoktan yang sudah mengelola dan menjaga perguliran dana PUAP serta dana keswadayaan anggota dalam bentuk Usaha Simpan Pinjam (U-S/P). Ciri-ciri Gapoktan Utama adalah; (1) Gapoktan secara reguler dan konsisten telah melaksanakan rapat anggota; (2) Memiliki kepengurusan unit LKMA; (3) Memiliki AD/ART; (4) Memiliki pembukuan dan manajemen yang baik; (4) Menerapkan pola dan sistem pelayanan anggota; (5) Memiliki dana keswadayaan yang tumbuh secara progresif; (6) Memiliki kantor pelayanan anggota (sewa/milik sendiri); (7) Berhasil meningkatkan jumlah dana yang dikelola saat ini, terdiri dari dana PUAP,
Simpanan Sukarela, Simpanan laba/keuntungan usaha.
(Pokok,
Wajib,
Saham)
dan
dari
Penyuluh Pendamping Penyuluh Pendamping adalah penyuluh pertanian yang ditugaskan olehBupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk mendampingi petani,kelompok tani, dan Gapoktan dalam pelaksanaan program PUAP.Penyuluh pendamping dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Tenaga Harian Lepas (THL). Tugas utama PenyuluhPendampingyang tertera di dalam buku Petunjuk Teknis Penyuluh Pendamping PUAP (2011)adalah sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi potensi ekonomi desa yang berbasis usahapertanian; 2. Memberikan bimbingan teknis usaha agribisnis perdesaan termasukpemasaran hasil usaha; 3. Membantu memecahkan permasalahan usaha petani/kelompok tani,serta mendampingi Gapokan selama penyusunan dokumen PUAP danproses penumbuhan kelembagaan; 4. Melaksanakan pendampingan usaha agribisnis dan usaha ekonomiproduktif sesuai potensi desa; 5. Membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi,teknologi dan pasar; 6. Bersama PMT, memberikan bimbingan teknis dalam pemanfaatan danpengelolaan dana PUAP; dan 7. Membantu Gapoktan dalam membuat laporan perkembangan PUAP.
Penyelia Mitra Tani (PMT) Penyelia Mitra Tani yang selanjutnya disingkat PMT adalah individu yang memiliki keahlian di bidang keuangan mikro yang direkrut oleh Kementerian Pertanian untuk melakukan supervisi dan advokasi kepada Penyuluh dan Pengelola Gapoktan dalam pengembangan PUAP. Status PMT adalah sebagai THL. Tugas utama PMT menurut buku Petunjuk Teknis PMT PUAP (2011)adalah sebagai berikut: 1. Melakukan supervisi dan advokasi proses penumbuhan kelembagaankepada Gapoktan bersama Penyuluh Pendamping; 2. Melaksanakan pertemuan reguler dengan Penyuluh Pendamping danGapoktan; 3. Melakukan verifikasi awal terhadap RUB dan dokumen administrasilainnya; 4. Melaksanakan pengawalan pemanfaatan dana BLM PUAP 2013 yangdikelola oleh Gapoktan; 5. Bersama dengan Penyuluh yang telah mendapatkan Training of Trainer (TOT), melakukanpendampingan kepada Gapoktan dan Penyuluh Pendamping;
6.
Bersama dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota melaksanakan evaluasipelaksanaan PUAP tahun sebelumnya dan membuat laporan tentangperkembangan pelaksanaan PUAP kepada Tim PUAP Pusat melalui eform dan laporan tertulis melalui Tim Pembina PUAP Provinsi c.qSekretariat Tim Pembina PUAP Provinsi; dan 7. Melaksanakan fungsi pendampingan bagi Gapoktan PUAP yang telahberhasil meningkatkan kinerja usaha dan jumlah dana keswadayaansehingga tumbuh menjadi lembaga ekonomi petani atau LKMA. Contoh laporan perkembangan pelaksanaan PUAP yang dibuat PMT melalui e-form disajikan pada Lampiran 1. Laporan tersebut menjelaskan tentang nama Gapoktan, desa/kecamatan, tahun PUAP, aset awal, aset saat laporan, LKMA sudah terbentuk atau belum, dan nama PMT.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Lembaga Keuangan Mikro (LKM) telah menjadi terminologi umum di kalangan masyarakat Indonesia, tetapi masih banyak pihak yang belum memahami keuangan mikro (microfinance) sesungguhnya. Sebagian kalangan mengasosiasikannya sebagai program sosial, dan ada pula yang mengekspresikannya hanya pada kredit mikro. Sesungguhnya keuangan mikro tidak hanya terbatas pada pemberian kredit semata, tetapi mencakup aktivitas penghimpunan tabungan, asuransi, leasing (sewa guna usaha), anjak piutang (factoring) dan remittance (pengiriman uang) yang bertujuan memberikan akses keuangan secara berkesinambungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah atau penduduk miskin. Bahkan ke depan LKM diarahkan menjadi satu sistem keuangan inklusif sebagai bagian dari sistem keuangan modern untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan millenium (the Millenium Development Goals) yang di antaranya menurunkan separuh dari jumlah penduduk miskin pada tahun 2015 (Kusmuljono, 2011). Seibel (1998) mendefinisikan LKM sebagai lembaga keuangan formal dan non-formal yang menyediakan layanan simpanan mikro, kredit mikro, investasi mikro, dan asuransi mikro untuk mengembangkan layanan usaha ekonomi mikro. Dalam arti sempit, LKM adalah lembaga keuangan skala kecil dan lokal. Dalam arti yang lebih luas, LKM dapat merupakan lembaga keuangan mikro skala regional dan nasional untuk memfasilitasi layanan keuangan mikro para penabung dan peminjam kecil. Dalam Undang-undang Nomor 01 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, LKM didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Dalam Undang-undang disebutkan bahwa tujuan pembentukan LKM adalah untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat; membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat; terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 01 Tahun 2013, simpanan masyarakat dan anggota di LKM dijamin oleh pemerintah, karena Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah dan/atau LKM dapat membentuk lembagapenjamin simpanan LKM yang diaturdengan Peraturan Pemerintah. Dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki berbagai sistem dan modus keuangan mikro. Menurut data Bank Indonesia, pada tahun 2011 terdapat sekitar 55 ribu LKM dengan jumlah simpanan mencapai Rp30 triliun dan pinjaman sekitar Rp 22 triliun. Dari jumlah tersebut belum termasuk berbagai jenis Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang jumlahnya lebih banyak lagi. Kehadiran LKM sebagai lembaga keuangan yang lebih menyatu dengan kehidupan masyarakat setempat, merupakan keunggulan tersendiri, sehingga lebih mudah diakses oleh calon nasabah. Selain itu pola pelayanannya yang fleksibel sesuai dengan karakter masyarakat setempat, antara lain dengan sistem jemput bola, menjadikan LKM lebih akrab dengan nasabahnya. Lebih lagi dengan berbagai aktivitas LKM yang tidak hanya terbatas pada layanan keuangan, tetapi juga layanan sosial. Bahkan di beberapa LKM seperti Kelompok Simpan Pinjam (KSP), KSM, dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT), watak sosial tersebut sangat menonjol, baik pada waktu melakukan pembiayaan maupun dalam berbagai aktivitas lainnya. Demikian pula dalam pemanfaatan keuntungan, selalu saja ada penyisihan untuk kegiatan sosial (Al Jufri, 2011). Maka tak heran bila Berenbach dalamChurchill,ed. (1997) memuji keberhasilan LKM Indonesia karena dalam hal skala, jenis, jumlah, penetrasipasar,dan profitabilitas, LKM di Indonesiaadalah yang palingmajudi dunia. Pada waktu itu, Indonesia merupakan salah satudari sedikit negaradi dunia yang memilikijaringanLKMmeluas hingga ketingkat desa. Lebih dari 15 ribu bank unit desamenyediakan tabungandan kreditkepada hampir17 jutanasabah. Keunggulan usaha mikro yang sudah teruji sampai saat ini adalah resistensinya terhadap gejolak krisis ekonomi dan pelaku usaha mikro biasanya merupakan debitur yang patuh membayar kewajiban kreditnya. Di dalam pengelolaannya, LKM dihadapkan padafaktor kritis, yakni yang berkaitan dengan kelembagaan dan pemanfaat/nasabah.Dari sisi kelembagaan, permasalahan LKM terkait dengan aspek sustainabilitas/keberlanjutan. Keberlanjutan LKM dipengaruhi oleh: (a) kapabilitas sumberdaya manusia(SDM) pengelola LKM dan (b) dukungan modal awal (seed capital). Dari sisi nasabah/pemanfaat, aspek yang menjadi faktor kritis terkait dengankarakteristik individu, jenis usaha dan kelayakan usahanya. Hasil pengamatanmenunjukkan bahwa usaha di sektor pertanian kurang dilirik oleh LKM dengan alasanberisiko tinggi, perputaran cash flow lambat, dan lain-lain (Hendayana dan Bustaman, 2007). Menurut Al Jufri (2011), meskipun diakui peranan LKM sangat besar dalam membantu pengembangan usaha-usaha produktif di kalangan masyarakat kecil, namun tidak sedikit di antaranya masih menghadapi kendala, baik kendala internal maupun eksternal. Kendala internal, seperti terbatasnya permodalan dan lemahnya kualitas Sumberdaya Manusia (SDM). Sedangkan kendala eksternal, antara lain masih minimnya perundang-undangan serta kondisi yang kurang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya LKM. Masalah lain adalah menyangkut pengawasan yang masih beragam, serta tidak adanya standar penilaian yang jelas. Setiap jenis LKM memiliki pengawas yang berbeda-beda dengan standar penilaian yang
berbeda pula. Untuk LKM jenis bank, pengawasnya menjadi tanggung jawab Bank Indonesia (BI). Begitu pula dengan LKM yang berbadan hukum koperasi tugas pengawasan dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Dan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) yang merupakan produk Kementerian Pertanian, tugas pengawasannya dilakukan oleh Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) yang merupakan Tenaga Harian Lepas (THL) Kementerian Pertanian.
Keberhasilan dan Kegagalan Implementasi LKM di Berbagai Negara Salah satu contoh LKM yang berhasil mengentaskan kemiskinan adalah Grammen Bank yang didirikan oleh Muhammad Yunus di Bangladesh. Menurut Victoria Boysen dan Richard Sahlberg (2008), kunci keberhasilan Grammen Bank terletak pada strategi yang mumpuni dalam membangun hubungan yang harmonis antara bank dan peminjam (The bank-borrower relationship). Hubungan yang harmonis antara bank dan peminjam dengan memadukan strategi LKM yang memasukkan unsur struktur dan budaya setempat. Struktur organisasi dibuat sangat efisien dan efektif, sehingga semua kebijakan yang diarahkan oleh manajemen Grammen Bank dapat diaplikasikan secara baik di tingkat lokal. Salah satu upaya pengamanan dalam pembiayaan, pihak Grammen Bank menerapkan salah satu instrumen, yaitu aturan tanggung renteng di dalam kelompok. Misalkan dalam satu kelompok yang mengajukan pembiayaan terdiri dari 5 orang anggota, maka dalam proses pencairannya tidak akan langsung dilakukan secara sekaligus, tapi memakai mekanisme 2-2-1. Pada tahap pertama pembiayaan untuk 2 orang anggota dicairkan, kemudian tahap berikutnya 2 orang lagi, dan tahap terakhir 1 orang. Penunjukan siapa yang akan mendapatkan pencairan tahap pertama dan tahap berikutnya adalah hasil kesepakatan dari semua anggota kelompok. Biasanya ketua kelompok sebagai pemimpin akan mendapatkan jadwal terakhir pencairan pembiayaan. Seandainya terjadi kemacetan pembayaran cicilan, maka proses pencairan pada tahap berikutnya akan ditunda terlebih dahulu, sampai kemudian kelompok bisa menyelesaikan permasalahan kemacetan pembayaran cicilan anggotanya. Di samping itu, pihak Grameen Bank akan memberikan pendampingan secara terstruktur kepada kelompok nasabah. Mereka secara periodik akan diberikan materi-materi yang bisa memperkuat karakter dan rasa kepercayaandiri, pemberian bimbingan teknis dan keterampilan usaha, pembukuan, teknik-tekinik pemasaran,dan materi-materi lain yang dapat mendukung perkembangan usaha. Beatriz Marulanda dan kawan-kawan (2010) membuat laporan kerja tentang kegagalan implementasi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Amerika Latin. Dalam laporan tersebut diulas secara mendalam tentang faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan implementasi LKM. Di antara faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan LKM adalah: 1. Kelemahan metodologis. Kelemahan metodologis menjadi salahsatu faktorutama terhadap kegagalanLKMdi berbagai wilayah di Amerika Latin. Fenomena ini terjadi mulai daritidak digunakannya metode secara tepat, hingga pelaksanaan metode yang parsial. Hal ini dapat disebabkan karena kecerobohandalam pelaksanaan yang mengenyampingkan unsur penting
2.
3.
4.
5.
6.
metodologi, sertapenggunaanmetodologitertentu tanpa mempertimbangkanjeniskelompok sasaran. Salah satu contoh dari kelemahan metodologis adalah lemahnya pelayanan kepada calon nasabah, misalkan jenis layanan yang jumlahnya sangat terbatas atau layanan yang tidak/kurang sesuai dengan kondisi usahatani setempat. Penipuan dilakukan secara sistematis. Penelitianmendalam terhadap hal ini menyimpulkan bahwa peniupuan secara sistematis pada dasarnyaterjadipada dua tingkatan dandengan cara yang berbeda, yaitu kecurangan yang dilakukanpada tingkat manajemen, dan penyimpangan yang dilakukan olehtenaga di lapangan, biasanya petugas kredit.Pada tingkat manajemen, ada berbagai bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh pengelola/pengurus LKM yang intinya menjadikan LKM sebagai alat untuk memperkaya diri atau memperkaya orang-orang terdekat. Misalkan, pinjaman kredit dalam jumlah cukup besar diberikan kepada orang-orang terdekat pengelola/pengurus LKM tanpa mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi dan peniupuan yang dilakukan dengan memanipulasi laporan keuangan.Sedangkan penipuan yang dilakukan oleh petugas kredit umumnya terjadi karena kurangnyamekanismekontrol oleh manajemen. Sebagai contoh adalah petugas lapangan menciptakan kreditfiktif dengan harapan mendapatkan bonus dari setiap nasabah yang berhasil didekati. Modus penipuan lain adalah kolusi antara petugas dengan calon nasabah untuk berbagi dalam menikmati pinjamandengan maksuduntuk tidak pernahmembayar pinjaman kepada LKM. Bahkan dalam sebuahLKM, semua karyawankantor cabangsepakat untuk melakukan penipuan seperti itu. Pertumbuhan yang tidak terkendali. Pada kasus ini, pengelola/pengurus LKM memaksakan diri untuk mencari nasabah sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan kemampuan keuangan LKM. Pada akhirnya LKM kekurangan cash-flow dan tidak dapat menjalankan peran sebagaimana mestinya. Kehilangan fokus. Beberapa LKM menemui kebangkrutannya ketika mencoba untuk merambah berbagai jenis usaha mikro lainnya, atau memperbanyak jenis layanan usaha tanpa terlebih dahulu memperkuat layanan utama dari LKM tersebut. Tindakan ini tentu saja bukan hanya mengalihkan fokus para pengurus/pejabat LKM, tetapi juga menguras sumberdaya LKM. Kesalahan desain. Pemahaman yang kurang tepat terhadap potensi pasar yang akan dikelola ditengarai sebagai salah satu penyebab utama kegagalan LKM. Bahkan, dalam beberapa kasus ditemukan bahwa kegagalan terjadi ketika LKM memulai beroperasi dengan mencontoh bentuk layanan kredit yang telah berhasil diterapkan di beberapa negara. Namun, ternyata bentuk layanan tersebut tidak cocok dengan potensi pasar yang ada di sekitar LKM tersebut. Contoh lain darikesalahan desainadalah dalam menentukan bentuk lembaga yang paling cocokuntuk mengembangkan usaha kredit mikro. Bahkan, dalam beberapa kasusditemukanbahwa penyebab kegagalan bukan berasal dari kurangnya nasabah atau pasar, melainkandari desain awal ketika LKM tersebut dibentuk. Intervensi pemerintah yang berlebihan. Intervensi pemerintah yang berlebihan dalam bentuk kebijakan untuk mengatur dan mengembangkan
kredit mikro merupakan salah satu faktor utama terhadap kegagalan usaha LKM. Di beberapa negara, kebutuhan untuk mempromosikan akses kredit bagi sektor informal dan usaha mikro menyebabkan pemerintah membuat kebijakan yang dalam jangka menengah atau jangka panjang tidak menjamin adanya keberlanjutan. Intervensi tersebut termasuk upaya pemerintah menciptakan bank perkreditan untuk pertanian dan peternakan, akan tetapi pada akhirnya bank tersebut tidak lagi fokus pada pelayanan pembiayaan usaha pertanian dan peternakan, melainkan beralih kepada pelayanan pembiayaan di sektor lain. Intervensi pemerintah yang menyebabkan kegagalan implementasi LKM pada umumnya lebih disebabkan oleh faktor politik yang melatarbelakangi kebijakan tersebut.
Keberhasilan Pengelolaan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Provinsi Sumatera Barat Keberhasilan pengelolaan LKMA di Sumatera Barat dapat dijadikan teladan, khususnya oleh Pemerintah Provinsi Banten dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang. Langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat dalam pengembangan LKMA adalah sebagai berikut: 1. Gubernur Sumatera Barat membentuk Tim Pengembangan Kelembagaan Gapoktan dan LKMA melalui Surat Keputusan No.500-713-2012 tanggal 10 Oktober 2012, dengan tujuan mengevaluasi dan memfasilitasi Gapoktan dan LKMA menuju lembaga yang layak, guna mendorong pertumbuhan ekonomi di perdesaan dan percepatan pencapaian kesejahteraan petani. Tim terdiri dari unsur Bank Indonesia, Bank Nagari, PT Semen Padang, Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Koperasi dan UKM, dan BPTP Sumatera Barat. 2. Menjadikan dana PUAP sebagai dana awal bagi penumbuhan LKMA. 3. Membangun jejaring antara LKMA dengan perbankan dalam pemanfaatan skim kredit program KUR, KKPE, dan lainnya, serta bersinergi dengan BUMN. 4. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat dan Dinas Pertanian atau Badan Penyuluhan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat melakukan pelatihan atau bimbingan teknis terkait pengelolaan LKMA, yaitu untuk manajer, bidang pembiayaan, bidang administrasi/pembukuan, bidang penggalangan dana, dan kasir. Dalam pelatihan SDM tersebut, Bank Indonesia dan Bank Nagari ikut berperan agar LKMA layak sebagai lembaga yang bergerak di bidang pembiayaan. Hingga tahun 2012, sebanyak 68 LKMA telah difasilitasi masing-masing 1 unit komputer yang dilengkapi dengan software dan sekaligus pelatihan aplikasi oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat. 5. Untuk mempercepat kemandirian LKMA, juga telah difasilitasi kemitraan antara Gapoktan/LKMA dengan perbankan dan BUMN yang ada di Sumatera Barat. Dari perbankan yang diutamakan adalah Bank Nagari yang menawarkan skim kredit KUR, sedangkan dari BUMN di antaranya PT.
Semen Padang, PT. Telkom, dan PT. Asuransi Jiwasraya yang menawarkan program kemitraan CSR (Corporate Social Responsibility). 6. Memberikan tambahan honor/insentif bagi PMT agar mereka dapat bekerja lebih semangat dan profesional sesuai tugas pokok dan fungsinya. PMT juga telah dilatih sebagai Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) dan bersertifikat oleh Bank Indonesia. Di samping itu, beberapa cara yang ditempuh LKMA dalam upaya pemupukan modal di antaranya bekerja sama dengan PT Pos Indonesia dalam memberikan layanan jasa pembayaran listrik PLN dan layanan jasa pembelian pulsa atau internet PT Telkom. Cara ini merupakan langkah-langkah memperbanyak sumber pendapatan LKM untuk meningkatkan profitabilitas. Sedangkan untuk menarik anggota agar rajin menabung, pengelola LKMA memberikan undian berhadiah untuk nasabah yang diundi setiap akhir tahun dengan hadiah utama berupa 1 unit sepeda motor, 1 unit televisi, 1 unit mesin cuci, dan beberapa hadiah hiburan lainnya. Sumber dana untuk hadiah tidak harus dari kas LKMA, tapi dengan memanfaatkan dana CSR dari mitra LKMA.
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) LKMA adalah salah satu bentuk LKM yang dalam Undang-undang Nomor 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Penumbuhan dan pembentukan LKMA diinisiasi, didirikan, dan dikelola oleh masyarakat setempat dengan modal swadaya dari masyarakat itu sendiri untuk mengembangkan dan menggairahkan kegiatan ekonomi produktif di lingkungan pertanian. LKMA didirikan dalam rangka pelaksanaan program PUAP dan merupakan bagian dari strategi dalam pengelolaan dana PUAP agar dapat berlangsung secara berkesinambungan.
Latar Belakang LKMA Ketika pemerintah mencanangkan program kredit Bimas/Inmas pada tahun 1970, peranan LKM dalam penyaluran kredit didominasi oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui BRI Unit. Namun, karena tingkat kemacetan kredit Bimas yang sangat besar, maka sejak tahun 1984 penyaluran kredit tersebut dihentikan. Sejak saat itu, BRI menciptakan skim kredit dan tabungan baru yang dinamakan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) dan Simpanan Pedesaan (Simpedes) yang besifat komersial. Kredit Bimas sendiri kemudian digantikan dengan Kredit Usahatani (KUT) yang akhirnya menjadi Kredit Ketahanan Pangan (KKP) (Kusmuljono, 2011). Ketika tantangan yang dihadapi negara-negara di dunia bukan hanya pangan, tetapi juga energi, maka KKP berubah menjadi KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi).
Salah satu masalah yang dihadapi petani di Indonesia adalah lemahnya organisasi petani yang berada di perdesaan. Salah satu organisasi yang berkembang di perdesaan dan memiliki aktivitas simpan pinjam yang serupa dengan lembaga keuangan mikro adalah koperasi. Sebanyak 30 persen dari 138000 koperasi di Indonesia hingga tahun 2011 belum aktif. Dari sisi volume usaha, perkoperasian di Indonesia masih sangat rendah. Saat ini,lebih kurang 22 persen dari masyarakat Indonesia tergabung dalam koperasi. Persentase ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan kondisi di negara-negara maju. Di Amerika Serikat sebanyak 70 persen dan Singapura sebanyak 80 persen warganya tergabung dalam koperasi. Masalah lain yang sering dihadapi petani adalah sulitnya permodalan. Hal ini disebabkan karena sistem perbankan yang kurang akomodatifterhadap usaha petani. Petani sulit memenuhi persyaratan administrasi untuk memperoleh modalkarena adanya agunan yang memberatkan. Sedangkan kebanyakan petani kecil tidak memiliki agunan yang dipersyaratan oleh lembaga perbankan. Persyaratan agunan sulit dipenuhi oleh petani, karena pada umumnya aset yang mereka miliki petani, terutama aset fisik seperti tanah, rumah, dan lain sebagainya, belum memiliki sertipikat. Sebagian dari mereka bahkan tidak memiliki aset fisik yang dapat disertifikatkan, dan kalaupun ada nilainya sangat kecil. Masalah lain yang memberatkan adalah mekanisme perbankan yang sangat birokratis dan biaya transaksinya mahal. Sementara bagi perbankan, transaksi dengan usaha kecil akan menyebabkan tingginya biaya transaksi dan penuh resiko. Walaupun pemerintah telah memberikan subsidi dalam bentuk suku bunga rendah, namun tetap menjadi mahal apabila semua biaya diperhitungkan, seperti adanya biaya administrasi, biaya transaksi, jangka waktu yang lama, bunga bank yang sudah ditentukan kadang terdapat denda bunga akumulatif apabila nasabah menunggak pembayaran/angsuran (Setyarini, 2008). Selain masalah akses, rendahnya nilai pinjaman petani biasanya berakibat pada pelayanan yang tidak atau kurang diprioritaskan. Adakalanya lembaga perbankan hanya memberikan kesempatan meminjam pada waktu-waktu tertentu saja, dan nasabah atau calon nasabah harus datang sendiri untuk menerima dan membayar pinjamannya. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan misalnya harus ada surat rekomendasi dari pejabat atau instansi tertentu akan menambah biaya perolehan kredit, sehingga kredit kecil akan menjadi relatif mahal. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar petani kecil lebih tertarik meminjam pada tengkulak. Dengan adanya permasalahan tersebut,pemerintah kemudian mencanangkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja. Sejalan dengan format penumbuhan kelembagaan tani diperdesaan, Menteri Pertanian melalui Permentan Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 telah menetapkan Gapoktan merupakan format final dari organisasi ditingkat petani diperdesaan yang didalamnya terkandung fungsi-fungsi pengelolaan, antara lain unit pengolahan dan pemasaran hasil, unit peyediaan saprodi, dan unit kelembagaan keuangan mikro. Melalui Permentan 273 Kementerian Pertanian telah menetapkan dan mewadahi Gapoktan sebagai kelembagaan ekonomi petani, sekaligus menentukan arah pembinaan kelembagaan petani diperdesaan. Gapoktan penerima Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP, diarahkan untuk dapat
dibina dan ditumbuhkan menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) sebagai salah satu unit usaha dalam Gapoktan. Kebijakan pengembangan Gapoktan PUAP menjadi LKMA merupakan langkah strategis. Hal ini dilakukan pemerintah guna mengatasi masalah utama petani dalam menjalankan system usaha yaitu: (i) sulitnya masyarakat mengakses permodalan, dan (ii) lemahnya modal masyarakat terutama masyarakat kategori miskin/petani kecil. Pengalaman juga menunjukkan bahwa dana bantuan selama ini sulit digulirkan dan bahkan cenderung tidak produktif, karena tidak adanya lembaga yang mengelola keuangannya. Dampak PUAP yang dirasakan petani yang utama adalah: (i) PUAP memberikan kemajuan pada kelembagaan petani dan perbaikan kualitas usaha produktif mereka; (ii) PUAP menumbuhkan usaha produktif baru di bidang off farm (pengolahan dan pemasaran hasil pertanian); (iii) Keberadaan LKMA mampu menurunkan biaya modal dari rentenir (biaya modal tinggi), sehingga biaya usaha pertanian lebih rendah; (iv) Kegiatan usaha dapat dilakukan tepat waktu dan mampu menerapkan teknologi sesuai anjuran yang pada gilirannya berdampak pada peningkatan hasil dan pendapatan; (v) PUAP mampu menyerap tenaga kerja terutama sebagai pengelola LKMA di perdesaan. Di dalam buku Pedoman PUAP (2013), terdapat 3 tahapan utama dalampengembangan PUAP. Pertama,tahap peletakanlandasan, yaitu PUAP yang digulirkan pada tahun 2008 sampai2010. Kegiatan pada tahappeletakan landasan mencakup sosialisasi keberadaanPUAP, pembenahan kelompok tani, pembentukan Gapoktan, serta pembentukan LKMA yang menjadi lembaga pengelola keuangan di tingkat kelompok tani. Pada tahap ini juga ditentukan usaha produktif apa yang dapat dikembangkan petani. Kedua, tahap pemantapan yang waktunya ditargetkan berlangsung dari tahun 2010 sampai 2011. Tahap ini kegiatan PUAP diarahkan pada pengembangan berbagai unit usaha di Gapoktan, pemupukan modal lancar melalui diversifikasi tabungan/simpanan masyarakat dan penjualan saham terbatas. Di samping itu, dilakukan pelengkapan fasilitas pelayanan Gapoktan/LKMA (seperti kantor, meubeler, komputer, dan lain-lain), legalitas keberadaan Gapoktan dan LKMA, membangun kerjasama dengan pelaku pasar, serta mulai menjalin kerjasama dengan lembaga perbankan menuju bank tani. Ketiga, tahap kondisi ideal yang dicanangkan terjadi pada tahun 2011hingga 2013. Pada tahap ini, kondisi Gapoktan yang mendapat dana PUAP sudah memiliki berbagai jenis unit usaha seperti usaha saprodi, UPJA, P3A, UP3HP, LKMA, serta pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Peran dan Fungsi LKMA LKMA merupakan lembaga yang dibentuk untuk mengelola dana PUAP. PUAP merupakan bantuan Pemerintah Pusat kepada petani yang tergabung dalam Gapoktan yang bersifat sebagai dana bergulir (revolving fund). Hal ini berarti dana PUAP yang diberikan kepada Gapoktan adalah sebagai modal kerja untuk menjalankan dan meningkatkan kegiatan usaha ekonomi produktif dan bukan dana bantuan yang secara cuma-cuma diberikan kepada petani tanpa disertai dengan kewajiban untuk mengembalikannya. Dengan demikian, petani pemanfaat
dana PUAP memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana tersebut kepada LKMA untuk digulirkan kembali kepada petani lain di dalam Gapoktan yang bersangkutan. Fungsi LKMA antara lain menggalang dana anggota dan calon anggota melalui simpanan dan menyalurkan kepada anggota dan calon anggota dalam bentuk modal kerja maupun investasi di lingkungannya melalui fasilitasi pembiayaan. Disamping itu, LKMA melakukan penggalangan dana-dana sosial, seperti zakat, infaq dan sedekah, serta dana sosial lain untuk disalurkan kepada yang membutuhkan di lingkungannya (Pedoman Pengembangan LKMA Gapoktan PUAP, 2013).
Prinsip Penumbuhan LKMA Menurut Hendayana (2010), terdapat 7 prinsip yang harus dijadikan acuan dalam penumbuhan LKMA. 1. Prinsip kebutuhan, artinya LKMA hanya ditumbuhkembangkan di lokasi potensial yang petaninya memerlukan dukungan fasilitasi permodalan, dan belum ada lembaga jasa pelayanan keuangan di lokasi itu. Dengan demikian LKMA akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat setempat. 2. Prinsip fleksibelitas. LKMA yang ditumbuhkembangkan harus disesuaikan dengan kondisi dan budaya setempat. 3. Prinsip partisipatif. Penumbuhan LKMA harus melibatkan para petani di lingkungan setempat, sehingga selain dapat mengakomodasi aspirasi petani, pengembangan yang dibangun secara partisipatif akan mampu membangun rasa kepedulian dan kepemilikan serta proses melalui bekerja bersama. 4. Prinsip akomodatif. Dalam hal ini penumbuhan LKMA harus mengedepankan pemenuhan kebutuhan nasabah. Persyaratan untuk akses ke LKMA disusun sedemikian rupa sehingga bisa membuka peluang seluasluasnya untuk menjangkau kebutuhan petani dengan kelengkapan persyaratan minimal yang dimiliki petani. 5. Prinsip kemandirian. Artinya, meskipun penumbuhan dan pembentukan LKMA bertujuan menyediakan permodalan usahatani, namun jangan sampai menciptakan ketergantungan, tetapi harus mampu mendorong terjadinya penguatan kapasitas kelembagaan kelompok tani. 6. Prinsip kemitraan. Dalam hal ini penumbuhan dan pembentukan LKMA dilakukan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders), seperti penyedia sarana produksi, tokoh-tokoh masyarakat tani, dunia usaha, perguruan tinggi, dan instansi sektoral terkait dalam setiap kegiatan. 7. Prinsip keberlanjutan. Penekanan keberlanjutan adalah pada kemampuan organisasi LKMA untuk tetap terus berjalan, meskipun sudah tidak ada campur tangan lembaga atau aparat pemerintah dan swasta yang mendukungnya.
Proses Penumbuhan LKMA Di dalam buku Pedoman Penumbuhan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Gapoktan PUAP (2012) disebutkan bahwa proses penumbuhan LKMA dilakukan melalui 5 (lima) tahapan proses, yaitu identifikasi, validasi, seleksi, transformasi, dan implementasi. Tahap identifikasi Gapoktan PUAP dilakukan oleh Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota yang diwakili oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dengan menggunakan metode pemeringkatan Gapoktan PUAP yang telah disiapkan oleh Kementerian Pertanian. Sebagai alat bantu identifikasi digunakan beberapa indikator, yaitu: 1. Pengukuran aspek organisasi. 2. Tatalaksana dan pembukuan Gapoktan. 3. Kinerja Gapoktan PUAP sebagai embrio LKMA. Selanjutnya tahap kedua, yaitu tahap validasi terhadap informasi-informasi yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dengan melakukan kunjungan lapang. Pada saat kunjugangan lapang ditanyakan juga kepada pengurus dan anggota Gapoktan tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan Lembaga Keuangan Mikro. Tahap ketiga adalah seleksi kelayakan dan potensi LKMA. Untuk melakukan seleksi secara cepat, tepat, dan obyektif diperlukan simulasi untuk menentukan kelayakan suatu Gapoktan yang dapat direkomendasikan membentuk LKMA. Pertimbangan yang digunakan selain kematangan dan keinginan Gapoktan tersebut untuk membentuk LKMA, juga perlu diperhatikan tentang keberadaan LKMA lainnya di wilayah tersebut, sehingga nantinya tidak saling bersaing. Tahap keempat adalah transformasi unit usaha jasa permodalan Gapoktan menjadi LKMA. Tahapan ini merupakan lanjutan setelah Gapoktan ditetapkan sebagai Gapoktan Utama dan layak untuk membentuk LKMA. Tim Teknis Kabupaten/Kota bersama PMT melakukan sosialisasi kepada kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan untuk membangun pemahaman tentang pentingnya pengeloaan dana PUAP secara berkelanjutan dalam format LKMA. Selanjutnya Tim Teknis Kabupaten/Kota bekerjasama dengan Perguruan Tinggi/LSM atau lembaga lainnya memfasilitasi musyawarah untuk menentukan arah dan pengelolaan LKMA untuk mencapai kesepakatan dalam hal penggunaan dana dari aset Gapoktan, penetapan besaran dana keswadayaan anggota, dan penyediaan saham dari calon pendiri sebagai awal pendirian LKMA. Bersamaan dengan itu dilakukan pula sosialisasi tentang pentingnya pendirian LKMA kepada anggota, musyawarah anggota, penentuan struktur organisasi, dan pemilihan pendiri, pengurus, dan pengelola LKMA. Tahap kelima adalah implementasi dan pengembangan lembaga. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam proses pembentukan dan penumbuhan LKMA. Pada tahapan ini ada beberapa kegiatan, yaitu pendampingan, magang pada LKM yang sudah berjalan, penguatan dan peningkatan likuiditas/modal, serta monitoring dan evaluasi perkembangan LKMA.
Kinerja Gapoktan dan LKMA MenurutKamusBesarBahasaIndonesia (2002),kinerja adalahsesuatuyangdicapai,prestasiyangdiperlihatkan,kemampuan kerja. Kinerja dapat diartikan sebagai sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997) menyatakan bahwa kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Sedangkan Bernardin and Russel (1998) memandang kinerja sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Kinerja Gapoktan Kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP diukur dari tercapainya indikator keberhasilan output, outcome, dan benefit-impact sebagaimana tertulis dalam Peraturan Menteri PertanianNomor 08/Permentan/OT.140/1/2013TentangPedoman Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Kinerja Gapoktan dikatakan berhasil apabila indikator output, outcome, benefit, dan impactdapat dicapai dengan baik.
Kinerja LKMA Menurut Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002) kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu. Payaman Simanjuntak (2005)mengemukakan kinerja sebagai tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Untuk mengukur kinerja LKM, Bhinadi (2008) menawarkan dua pendekatan, yaitu indikator keuangan (financial)dan jangkauan(outreach). Indikator keuangan mencakup kualitas portofolio,leverage, capital adequacy ratio, produktivitas, efisiensi, profitabilitas, dan kelayakan kuangan (financial viability). Indikator jangkauan mencakup capaian klien dan staf, pinjaman dan tabungan/deposito. Sedangkan Indikator kinerja LKM diukur dari enam area, yaitu:(1) kualitas portfolio (portfolio quality), (2) produktivitas dan efisiensi (productivity and efficiency), (3) kelayakan keuangan (financial viability), (4) profitabilitas (profitability), (5) leverage dan kecukupan modal (leverage and capital adquacy), dan (6) skala, jangkauan, dan pertumbuhan (scale, outreach and growth). Keenam indikator tersebut dipilih karena bermanfaat baik bagi pengelola LKM maupun pihak eksternal.
Menurut Arsyad (2008), agar sehat dan sustanabel, LKM perlu dukungan faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi peraturan-peraturan pemerintah (institusi formal), peraturan-peraturan sosio-kultural dan kebiasaankebiasaan yang membentuk tingkah laku pribadi kliennya (institusi informal), serta kondisi makro-ekonomi. Faktor internal mancakup manajemen internal atau tata kelola (governance) yang secara langsung mempengaruhi kinerja keuangan dan jangkauan yang pada gilirannya akan mempengaruhi sustanabilitasnya. Menurut Muftie (2011) suatu lembaga keuangan, termasuk LKMA, hanya dapat berkelanjutan (sustainable) apabila memiliki aspek-aspek sebagai: viability (kelayakan), self-reliance (keswadayaan), financial self-sufficiency (kemandirian keuangan), outreach (jangkauan), dan impact (dampak). Sementara itu,International Fund for Agricultural Development(IFAD, 2000) mengembangkan cara-cara penilaian kinerja keuangan LKM, yaitu: kelayakan (viability), kelestarian (sustainability),profitabilitas (profitability), Outreach (jangkauan), dan rasio mutu portofolio. Hasil Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang LKM difokuskan pada penilaian kinerja dan sustanabilitas (sustainability) dengan mengevaluasi indikator-indikator keuangan. Hasil penelitian tentang LKM pada umumnya menyimpulkan bahwa keberadaan LKM dan LKMA memberikan manfaat bagi masyarakat kecil di perdesaan. Meski demikian, dari segi kelembagaan dan manajemen LKM masih banyak memiliki kelemahan yang perlu diperbaiki. Faktor yang paling menonjol yang menyebabkan kurang berkembangnya LKM adalah lemahnya SDM pengelola LKM dan terjadinya penyimpangan keuangan. Hasil penelitian Setyarini (2008) terhadap LKM Swamitra Mina di Kabupaten Bantul menyimpulkan bahwa dari perspektif keuangan, LKM Swamitra Mina telah memenuhi standar minimal yang dibuat oleh International Fund for Agricultural Development IFAD. Sedangkan dari perspektif pelanggan, LKM Swamitra telah mampu memuaskan para nasabahnya, sehingga kinerjanya dinilai baik. Jumlah nasabah, jumlah kredit yang disalurkan, dan jumlah tabungan mengalami peningkatan. Berdasarkan hal tersebut keberadaan LKM Swamitra Mina dinilai efektif dan diterima oleh masyarakat sebagai lembaga alternatif permodalan, khususnya di Kabupaten Bantul. Penelitian Susila (2007) terhadap 167 Badan Kredit Desa (BKD) di Kabupaten Sukoharjo menyimpulkan bahwa 87.57 persen kinerja keuangan BKD belum efisien. Sedangkan penelitian Rusbiana (2010) terhadap 12 Gapoktan penerima dana PUAP di Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat menyimpulkan tidak ada peningkatan pendapatan yang bermakna bagi penerima dana PUAP. Meski demikian, petani merasakan manfaat sosial, mudah mendapatkan skema pinjaman yang jauh lebih ringan daripada pinjaman melalui rentenir. Senada dengan temuan di atas, Junaedi (2013) mengemukan bahwa mayoritas responden, baik LKMA syariah maupun LKMA konvensional, sama-sama mengakui bahwa keberadaan LKMA PUAP telah berhasil membuat mereka terbebas dari jeratan rentenir. Sudaryanto, et al. (2009) menemukan fakta bahwa pengelolaan dana PUAP oleh LKM/UKM relatif lebih baik dibanding yang dikelola oleh Gapoktan. Dan untuk menumbuhkembangkan lembaga keuangan mikro, perlu diwajibkan kepada
semua Gapoktan dan LKM/UKM, agar berusaha untuk melakukan penggalangan dana di luar dana PUAP. Langkah ini diharapkan membuat LKM/UKM akan lebih mandiri. Kelemahan dalam pengelolaan dana PUAP ditunjukkan dari hasil penelitian Akbar (2011) terhadap Gapoktan penerima dana PUAP di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Kelemahan tersebut terutama terkait dengan pengelolaan dana PUAP yang kurang profesional, tidak adanya sanksi tegas terhadap penyelewengan dana PUAP, dan rendahnya kinerja unit usaha simpan pinjam yang dikelola Gapoktan. Langkah solusi yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan profesionalisme anggota Gapoktan, pemberian sanksi bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP, dan meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan. Kelemahan pengelolaan dana PUAP juga ditemukan oleh Burhansyah (2010) dalam Pemberdayaan Gapoktan PUAP Kalimantan Barat Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Petani di Pedesaan. Beberapa hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil penelitian terdahulu Nama, Perguruan Judul Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian Tinggi, Tahun Analisis Efisiensi Ihwan Susila DEA (Data Dari 169 BKD di Lembaga (2007) Envelopment Kabupaten Keuangan Mikro Analysis) Sukoharjo yang tersebar ke dalam 167 desa/ kelurahan, berdasarkan tingkat kinerjanya secara umum 56.8 persen belum efisien, sisanya 43.2 persen sudah efisien. Sedangkan berdasarkan kinerja keuangan BKD, diperoleh87.57 persen belum efisien, sisanya12.43 persen sudah efisien. Evaluasi Kinerja P. Dewi Balanced Ditinjau dari perspektif Lembaga Setyarini Scorecard keuangan, LKM Keuangan Mikro (2008) Swamitra Minatelah Swamitra Mina memenuhi standar dengan Pendekatan minimal IFAD. Ditinjau Balanced dari perspektif pelanggan, Scorecard (Studi LKM Swamitra telah Kasus di mampu memuaskan para Kabupaten Bantul, nasabahnya, sehingga Yogyakarta) kinerjanya dinilai baik. Jumlah nasabah, jumlah
Penentuan Lokasi dan Evaluasi Kinerja serta Dampak Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP).
Sudaryanto, Tahlim, et al.(2009)
Analisis Kualitatif
Pemberdayaan Gapoktan PUAP Kalimantan Barat Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Petani di Pedesaan
Rusli Burhansyah (2010)
Analisis deskriptif Kualitatif
Evaluasi Pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat
Endila Rusbiana (2010)
Analisa regresi dengan sampel data dari 12 Gapoktan PUAP
kredit yang disalurkan, dan jumlah tabungan mengalami peningkatan. Berdasarkan hal tersebut keberadaan LKM Swamitra Mina dinilai efektif dan diterima oleh masyarakat sebagai lembaga alternatif permodalan, khususnya di Kabupaten Bantul. Untuk menumbuhkembangkan keuangan mikro, perludiwajibkan kepada semua Gapoktan danLKM/UKM, agar berusaha untukmenggalang dana diluar dana PUAP. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaan dana PUAP oleh LKM/UKM relatif lebih baik dibanding yang dikelola oleh Gapoktan. Kinerja penyaluran dana PUAP olehGapoktanbelum optimal. Hal ini dikarenakan permasalahanpermasalahanantara lain;letak geografis dan pendampingan daripemerintah kabupaten/kotabelum optimal. Hasil analisis terhadap 12 Gapoktan PUAP menunjukkan tidak ada peningkatan pendapatan yang bermakna bagi penerima dana PUAP. Meski begitu, petani merasakan manfaat sosial, mudah mendapatkan skema pinjaman yang
AnalisisPendapatan Penerima Bantuan Langsung MasyarakaPengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (BLMPUAP) di Kabupaten Barito Kuala Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang)
Andi Suci Analisis Anitadan Kualitatif dan UmiSalawati Kuantitatif (2011)
Studi Komparasi PUAP Syariah dan PUAP Konvensional di Jawa Tengah (Studi Kasus di Kabupaten Banjernegara, Banyumas, Jepara, Kendal dan Purbalingga
Dedi Junaedi (2013)
Akbar (2011)
Importance Performance Analysis (IPA), R/C Rasio, Uji tStatistik, Internal Factor Evaluation (IFE), Eksternal Factor Evaluation (EFE), Analisis SWOT, dan Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) Analisis Kualitatif (Deskriptif) dan Analysis Multiple Regression
jauh lebih ringan daripada pinjaman melalui rentenir. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapatperbedaan antarapendapatan responden penerima dan non penerima BLM-PUAP.
Strategi keberlanjutan program PUAP di Kabupaten Karawang diprioritaskan dengan meningkatkan profesionalisme anggota Gapoktan, pemberian sanksi bagi pengurus Gapoktan yang menyelewengkan dana PUAP, dan meningkatkan kinerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan.
Mayoritas responden, baik LKMA syariah maupun LKMA konvensional, mengakui keberadaan LKMA PUAP berhasil membuat mereka terbebas dari jeratan rentenir.
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dibuat untuk memahami arah kajian tentang analisis kinerja LKMA dalam pelaksanaan program PUAP. Program PUAP yang digulirkan oleh Kementerian Pertanian sejak tahun 2008 dilatarbelakangi oleh permasalahan yang dihadapi oleh petani, khususnya dalam hal lemahnya kelembagaan petani dan kesulitan petani dalam mengakses permodalan. Di sisi lain, besarnya potensi sumberdaya pertanian, seperti lahan dan keanekaragaman hayati, belum teroptimalkan dengan baik. Para petani beserta keluarganya adalah pekerja keras yang mengelola usaha di bidang pertanian, perlu diberdayakan dan ditingkatkan keterampilannya. Program PUAP digulirkan oleh Kementerian Pertanian bertujuan untuk mengatasi permasalahan usahatani di perdesaan yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Di sisi lain, sumberdaya pertanian di tingkat on farm (budidaya) dan off farm (pengolahan dan pemasaran hasil pertanian) di perdesaan belum dimanfaatkan dengan baik. Pelaksanaan program PUAP dalam bentuk bantuan dana tunai sebesar Rp100 juta per Gapoktan untuk dikelola sebagai modal usaha yang pemanfaatanya dilakukan secara bergulir (revolving fund) oleh petani anggota Gapoktan. Salah satu tahapan krusial dalam penumbuhan LKMA adalah kinerja Gapoktan selama dua tahun dalam mengelola dana PUAP. Secara umum, tingkat perkembangan Gapoktan dapat dilihat dari klasifikasi Gapoktan yang dibuat oleh Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana, Kementerian Pertanian, yaitu Gapoktan Pemula, Gapoktan Madya, dan Gapoktan Utama. Gapoktan Pemula adalah Gapoktan yang baru dibentuk dan dipersiapkan oleh Tim Teknis kabupaten/kota untuk melaksanakan program PUAP. Sedangan Gapoktan Utama adalah Gapoktan yang sudah memiliki dana keswadayaan (simpanan anggota) dalam format usaha simpan pinjam (Pedoman Pemeringkatan Gapoktan PUAP menjadi LKMA, 2011). Dalam buku Pedoman Penumbuhan LKMA Gapoktan PUAP (2012) dijelaskan bahwa secara teoritis LKMA ditumbuhkan setelah Gapoktan mengelola dana PUAP selama dua tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan kinerja LKMA sangat bergantung pada kinerja Gapoktan yang ditumbuhkan. Dengan demikian proses pembinaan oleh Tim Teknis dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka penumbuhan Gapoktan menjadi LKMA merupakan proses kunci (key process) yang harus mendapat perhatian sangat besar, sehingga LKMA yang berhasil dibentuk dan ditumbuhkan benar-benar atas dasar pertimbangan obyektivitas dan telah lulus uji kelayakan sebagaimana ketentuannya telah dijelaskan di dalam buku Pedoman Penumbuhan LKMA Gapoktan PUAP dan buku Pedoman Pemeringkatan Gapoktan PUAP Menjadi LKMA yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian.Kerangka pemikiran kajian evaluasi kinerja LKMA dalam pelaksanaan program PUAP disajikan pada Gambar 3.
Masalah Petani: - Permodalan - Keterampilan - Kelembagaan - Akses Pasar - Teknologi
Program PUAP
Potensi Pertanian: - Sumberdaya Lahan - Sumberdaya Manusia - Keanekaragaman Hayati
Gapoktan Evaluasi Kinerja Gapoktan LKMA
Analisis Deskriptif
Analisis KinerjaLKMA
Evaluasi Penumbuhan LKMA
Analisis Deskriptif
Strategi Pengembangan LKMA
AHP
Gambar 3Kerangka pemikiranstrategi pengembangan LKMA
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Pandeglang, Banten. Alasan dipilihnya Kabupaten Pandeglang karena kabupaten tersebut memiliki jumlah LKMA terbanyak se-Provinsi Banten. Selain itu, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pandeglang merupakan yang terbesar di Provinsi Banten. Berdasarkan kenyataan ini, keberadaan LKMA diharapkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Kabupaten Pandeglang. Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Julisampai Oktober2013.
Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner dan wawancara kepada stakeholder, yakni petani dan para pakar yang didasarkan pada proses interaksi untuk mendapatkan berbagai data dan informasi tentang strategi keberhasilan LKMAdi Kabupaten Pandeglang. Data sekunder, khususnya yang menyangkut data mengenai LKMA dan Gapoktan diperoleh dari Dinas Pertanian di Kabupaten Pandeglang dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Banten, dan Direktorat Pembiayaan Kementerian Pertanian.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan Data Sekunder Dalam penelitian ini, pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan data hasil monitoring terhadap pelaksanaan PUAP 2008 sampai 2011 yang dilakukan oleh BPTP Provinsi Banten. Data ini diperlukan untuk melihat apakah selama 4 tahunpelaksanaan PUAP oleh Gapoktan berjalan sesuai ketentuan atau tidak. Data ini juga sekaligus untuk melihat kinerja Gapoktan dalam pengembangan program PUAP. Selanjutnya dilakukanFGD (Focus Group Discussion)yang melibatkan stakeholdersberdasarkan pada proses interaksi untuk mendapatkan berbagai data dan informasi.
Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja terhadap 8 LKMA dari 16 LKMA yang ada di Kabupaten Pandeglang berdasarkan tahun PUAP, jenis usaha, dan legalitas LKMA. Data LKMA
Kabupaten Pandeglang 2013yang disajikan pada Tabel 4 diambil dari laporan pertanggungjawaban PMT Kabupaten Pandeglang, Juni 2014 (Lampiran 1). Penentuan jumlah sampel mengacu kepada pandangan Gay (1976) yang menawarkan beberapa pendekatan untuk menentukan ukuran sampel minimal, yaitu 10 persen dari populasi untuk penelitian deskriptif, 30 sampel untuk penelitian korelasi, 15 sampel per kelompok untuk penelitian kasual komparatif, dan 15 sampel per kelompok untuk penelitian eksperimen. Tabel 4LKMA Kabupaten Pandeglang tahun 2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
16
Dalambalar Kurung Kambing
Cimanuk Mandalawangi
Senang Sari
Pagelaran
2008
√
Off farm
Cikedal
Cipicung
Berkah Tani
2009
√
Off farm
Cikeusik
Cikeusik
2009
√
Batu Bantar
Cimanuk
2009
√
Cimanuk
Cimanuk
2009
√
Tanaman Pangan Tanaman Pangan Tanaman Pangan
Kadu Gadung
Cipeucang
2009
√
Off farm
Acep S
Juhut
Karang Tanjung
2009
√
Hortikultura
Cigondang
Labuan
2009
Cikoneng
Mandalawangi
2009
Hikmat
Banjar Wangi
Pulosari
2009
√
Off farm
Pelita
Pangkalan
Sobang
2010
√
Off farm
Rancaseneng
Cikeusik
2010
√
Tanaman Pangan
Asep R Arif Asep Saefulhak Ana Sufiyana Asep Saefulhak Asep R Arif Asep Sujana
Curugbarang
Cipeucang
2010
√
Tanaman Pangan
Acep S
Alas Wangi
Menes
2010
√
Off farm
Acep S
Desa Cikeusik Mitra Ta'awun Karya Cimanuk Taruna Sakti Juhut Mandiri Karang Sari Sinar Cikoneng
Rancaseneng Curug Barang Indah Sinar Wangi
Desa
Kecamatan
Tahun PUAP 2008
Badan Hukum Sudah Belum √
Nama Gapoktan Sukatani Sinar Cempaka Mulya Sari
2008
√
Usaha Dominan Off farm Off farm
√
Off farm √
Off farm
Nama PMT Acep S Ana Sufiyana Asep R Arif Asep Saefulhak Asep Sujana Acep S Acep S
Sumber: Kementerian Pertanian, 2013. Keterangan: Off farm (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian). Dalam penelitian ini, jumlah LKMA yang dijadikan sampel sebanyak 8 dari 16 LKMA yang ada di Kabupaten Pandeglang. Bila mengacu pada pandangan Gay, jumlah sampel dapat dinilai lebih dari cukup.Selanjutnya, penentuan LKMA sampel dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu; tahun penerimaan PUAP oleh Gapoktan;LKMA sudah berbadan hukum atau belum; usaha dominan yang dilakukan LKMA; dan nama PMT yang menjadi pendamping. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka LKMA yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah pengurus dan anggota Gapoktan masing-masing 3 orang; pengurus dan anggota LKMA masingmasing 3 orang; PMT 5 orang; Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang;Kepala BalaiPengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten; dan Direktur Pembiayaan Pertanian pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Tabel 5 Data LKMA sampel Kabupaten Pandeglang tahun 2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Gapoktan Sinar Cempaka Mitra Ta’awun Desa Cikeusik Juhut Mandiri Karang Sari Sinar Wangi
Desa
Kecamatan
Kurung Kambing Batu Bantar
Mandalawangi Cimanuk
Cikeusik
Tahun PUAP 2008
Badan Hukum Sudah Belum √
Usaha Dominan Off farm
2009
√
Cikeusik
2009
√
Juhut
Karang Tanjung
2009
√
Cigondang
Labuan
2009
Alas Wangi
Menes
2010
Pelita
Pangkalan
Sobang
2010
Curug Barang Indah
Curugbarang
Cipeucang
2010
√
Tanaman Pangan Tanaman Pangan Hortikultura Off farm
√ √ √
Nama PMT Nur Saidah Acep S Asep Sujana Asep R Arif Asep Saefulhak
Off farm
Acep S
Off farm
Asep R Arif
Tanaman Pangan
Acep S
Sumber: Kementerian Pertanian, 2013. Keterangan: Off farm (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian). Penyuluh Pendamping tidak dijadikan responden dalam penelitian ini, karena dalam struktur Pola Dasar PUAP, peran Penyuluh Pendamping berada di bawah koordinasi PMT. Selain itu, menurut BPTP, sumber data dan informasi dari PMT sudah cukup mewakili peran Penyuluh Pendamping. Secara keseluruhan, jumlah responden sebanyak 106 orang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian Jabatan/instansi Masing-masing Jumlah Pengurus Gapoktan 3 24 Anggota Gapoktan 3 24 Pengurus LKMA 3 24 Anggota LKMA 3 24 Penyelia Mitra Tani (PMT) 5 Responden untuk AHP: Perwakilan LKMA 1 Perwakilan PMT 1 Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang 1 Kepala BPTP Provinsi Banten 1 Direktur Pembiayaan Ditjen PSP 1 Total Responden 106
Untuk keperluan analisis kinerja Gapoktan PUAP, responden yang diwawancarai adalah pengurus dan anggota Gapoktan masing-masing 3 orang ditambah PMT pendamping Gapoktan. Untuk evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP, responden yang diwawancarai adalah PMT pendamping, pejabat Dinas Kabupaten Pandeglang, dan Kepala BPTP Provinsi Banten. Dan untuk keperluan kajian kinerja LKMA, responden yang diwawancarai adalah pengurus dan anggota LKMA masing-masing 3 orang ditambah PMT pendamping. Sedangkan untuk keperluan perumusan strategi pengembangan LKMA, responden yang dijadikan narasumber adalah satu orang manajer LKMA, satu orang PMT, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, Kepala BPTP Provinsi Banten, dan Direktur Pembiayaan Pertanian, Direktorat Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian.
Metode Analisis Penelitian strategi pengembanganLKMA di Kabupaten Pandeglangdirancang sebagai penelitian yang bersifat eksploratif deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pemberian bobot nilai untuk keperluan analisis kinerja Gapoktan menggunakan skala Likert (5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup baik, 2 = kurang baik, dan 1 = buruk). Pemberian bobot nilai untuk keperluan evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan menggunakandua skala, yaitu skala Likertsebagaimana digunakan untuk analisis kinerja Gapoktan dan skala Biner (1 = ada/dilaksanakan dan 0 = belum/tidak ada atau belum/tidak dilaksanakan.Sedangkan untuk perumusan strategi pengembangan LKMA menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Evaluasi Kinerja Gapoktan Penilaian keberhasilan kinerja suatu lembaga dapat mengacu pada pencapaian sasaran dan tujuan. Parameter keberhasilan kinerja Gapoktan dapat diukur dari kemampuan lembaga tersebut dalam menyalurkan dan mengelola dana PUAP secara efektif. Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP ditentukan oleh kemampuannya menjangkau sebanyak mungkin petani dalam hal ini anggota kelompok tani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk kegiatan usahanya. Penilaian keefektifan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sisi penilaian kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana PUAP kepada anggotanya dan dari sisi persepsi anggota atau yang menerima dana bantuan PUAP. Penilaian kinerja Gapoktan dalam mengelola dana PUAP dilakukan dengan cara mengidentifikasi indikator keberhasilan program PUAP berdasarkan Peraturan Menteri PertanianNomor 08/Permentan/OT.140/1/2013TentangPedoman Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Indikator keberhasilan program PUAP adalah: 1. Indikator output, yaitu:
a. Tersalurkannya dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani dalam melakukan usaha produktif sektor pertanian. b. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumberdaya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping, dan Penyelia Mitra Tani (PMT). 2. Indikator outcome, yaitu: b. Meningkatkan kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani, maupun rumah tangga tani. c. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani, dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha tani. d. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis di sektor hulu, sektor budidaya, dan sektor hilir di perdesaan. e. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani, dan rumah tangga tani, dalam berusaha tani sesuai dengan potensi wilayah. 3. Indikator benefit dan impact, yaitu: 2. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa penerima dana PUAP. 3. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh Petani. 4. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan. Selain indikator di atas, Gapoktan yang ditumbuhkan menjadi LKMA adalah Gapoktan Utama, sedangkan aspek penilaian yang menjadi ukuran kinerja Gapoktan untuk ditumbuhkan menjadi LKMA adalah (Direktorat Pembiayaan Pertanian, 2011): a. Modal keswadayaan, yaitu modal dari anggota yang berhasil dikumpulkan oleh Gapoktan dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan khusus. Modal keswadayaan merupakan alat ukur utama dalam menentukan kemandirian Gapoktan. b. Simpanan sukarela, yaitu simpanan anggota yang mencerminkan bentuk kepercayaan sekaligus partisipasi anggota kepada Gapoktan. c. Aset yang dikelola, yaitu kekayaan Gapoktan yang berasal dari dana keswadayaan (simpanan anggota), saham, dan dana penyertaan pemerintah yang dikelola untuk kepentingan anggota. Pertumbuhan aset dapat dijadikan ukuran keberhasilan Gapoktan dalam meyakinkan masyarakat dan pihak lain untuk menitipkan dana penguatan modal kepada Gapoktan. d. Kumulatif penyaluran, yaitu besarnya dana yang disalurkan sesuai dengan usulan anggota dan mencerminkan gambaran ketaatan pengurus Gapoktan dalam menjalankan aturan organisasi. Dalam sistem perbankan, kumulatif penyaluran disebut dengan LDR (Loan to Deposit Ratio). e. Tingkat pembiayaan bermasalah, yaitu pembiayaan usaha tani oleh Gapoktan yang mengalami masalah dalam pengembalian. Pembiayaan yang bermasalah sangat tergantung pada; (a) analisis usaha anggota sebelum pembiayaan diberikan; (b) anggota tidak dapat membayar pinjaman akibat puso; (c) anggota tidak mau membayar karena niat yang kurang baik dari anggota yang bersangkutan.
Evaluasi Proses Penumbuhan LKMA Evaluasi penumbuhan LKMA dari Gapoktan penerima dana PUAP dilakukan dengan cara mengidentifikasi tahapan-tahapan penumbuhan LKMA sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian, yaitu: a. Identifikasi meliputi pengukuran aspek organisasi, tatalaksana dan pembukuan Gapoktan, dan kinerja Gapoktan sebagai embrio LKMA. b. Validasi profil melalui verifikasi dengan kunjungan ke lapangan. c. Seleksi kelayakan Gapoktan yang mempunyai potensi untuk ditumbuhkan menjadi LKMA. Seleksi dilakukan dengan simulasi untuk melihat keinginan dan tekad anggota dan pengurus Gapoktan untuk membentuk LKMA. d. Transformasi penumbuhan Gapoktan menjadi LKMA dengan cara sosialisasi tentang LKMA dan musyawarah/rapat anggota. e. Implementasi, operasionalisasi, dan pengembangan melalui pendampingan, magang, penguatan dan peningkatan likuiditas, serta monitoring dan evaluasi. Setelah penumbuhan LKMA, pemerintah memfasilitasi pengembangan LKMA melalui; a. Pelatihan bagi pengurus dan pengelola LKMA. b. Pendampingan oleh PMT. c. Pembinaan teknis, monitoring, dan evaluasi. d. Fasilitasi linkages LKMA dengan sumber pembiayaan perbankan dan non perbankan.
Analisis Kinerja LKMA Analisis Kinerja LKMA difokuskan pada analisis keuangan dengan menggunakan indikator yang dikembangkan oleh IFAD (2000). International Fund for Agricultural Development(IFAD)dalam Setyarini (2008) mengembangkan cara-cara penilaian kinerja keuangan LKM, yaitu: 1. Kelayakan (viability). Suatu organisasi dikatakan layak bila dalam batas tertentu mampu menutup biaya-biaya dengan pendapatan operasional yang didapatkannya. 2. Kelestarian (sustainability). Suatu organisasi dikatakan lestari bila dalam batas-batas tertentu mampu menutup biaya-biayanya, mampu mempertahankan nilai sumber-sumber yang dimiliki dan mampu memobilisasi sumberdaya internal (internal resources) tanpa subsidi. Secara teknis, kelestarian mengandung dua aspek, yaitu keswadayaan secara finansial dan kemandirian. 3. Profitabilitas adalah kemampuan menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Return on Asset (ROA) atau disebut juga Return on Investment (ROI) merupakan indikator tingkat pengembalian dari usaha yang dilakukan atas seluruh investai yang telah dilakukan. Sedangkan nilai rasio Return on Equity (ROE) menunjukkan keberhasilan usaha yang dilakukan oleh LKMA dalam memperoleh keuntungan. Rasio ini sangat tepat untuk digunakan, karena LKMA memiliki karakter modal yang bersumber dari banyak pihak.
4. Outreach (jangkauan) menggambarkan jumlah atau nilai absolut dari tingkat pertumbuhan tahunan meliputi jumlah kantor cabang, jumlah staf, jumlah nasabah, persentase nasabah terhadap jumlah penduduk perdesaan, jumlah peminjam, jumlah penabung, posisi tabungan, dan rataan nilai pinjaman. 5. Rasio mutu portofolio yang dengan cara mengukur rasio tunggakan pada waktu tertentu, tingkat pengembalian, rasio tunggakan terhadap portofolio, rasio kredit macet, dan rasio portofolio beresiko. Namun, karena keterbatasan data yang dimiliki LKMA di Kabupaten Pandeglang, kajian kinerja LKMA dilakukan hanya dengan menganalisis pertambahan jumlah anggota yang dilayani LKMA, pertumbuhan aset keuangan LKMA, dan persentase kredit macet pada masing-masing LKMA. Ketiga alat analisis tersebut diharapkan cukup memadai untuk menggambarkan kinerja LKMA secara substansial.
Perumusan Strategi Pengembangan LKMA Perumusan strategi pengembangan LKMA dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process(AHP). AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berpikir manusia. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L., Saaty ahli matematika yang dipublikasikan pertama kali dalam bukunya The Analytical Hierarchy Process tahun 1980. AHPmerupakan alat pengambil keputusan yang menguraikan suatu permasalahan kompleks dalam struktur hirarki dengan banyak tingkatan yang terdiri dari tujuan, kriteria, dan alternatif. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan persepsi manusia sebagai input utamanya. Aksioma-aksioma pada model AHP: 1. Resiprocal Comparison, artinya pengambil keputusan harus dapat membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi syarat resiprocal yaitu kalau A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x. 2. Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak terpenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogeneity dan harus dibentuk suatu ‘cluster’ (kelompok elemen-elemen) yang baru. 3. Independence, artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh obyektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah ke atas, artinya perbandingan antara elemen-elemen pada tingkat di atasnya. 4. Expectation, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan. Memutuskan tidak memakai seluruh kriteria dan atau obyektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap. Dasar berpikir metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana
sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan. Adapun struktur hirarki AHP ditampilkan pada Gambar 4.
Sasaran
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria ke n
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
Alternatif ke m m
Gambar 4 Struktur hirarki AHP AHP digunakan untuk menentukan alternatif strategi sesuai dengan faktor penentu, pelaku, dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembentuan LKMA. AHP juga digunakan untuk menilai tindakan yang dikaitkan dengan perbandingan bobot kepentingan antara faktor serta perbandingan beberapa alternatif pilihan. AHP pada penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor strategis dalam pengembanganLKMAberdasarkan hasil analisis terhadap kinerja Gapoktan, proses penumbuhan LKMA, dan kinerja LKMA itu sendiri. Langkah-langkah dalam metode AHP meliputi: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria-kriteria dan kemungkinan alternatifalternatif pada tingkatan kriteria paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk menyintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. Memeriksa konsistensi hirarki, jika nilainya kurang dari 10 persen maka penilaian judgement harus diperbaiki. Dalam penelitian ini, strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah semua upaya untuk mengembangkanLKMA menjadi lembaga
keuangan mikro yang profesional, berkelanjutan,dan mandiri. Upaya tersebut harus didukung olehkonsep/desain LKMA, kelayakan (viability), keswadayaan (sel-reliance), kemandirian keuangan (financial self-suffiency), jangkauan pasar (outreach), dan profitabilias (profitablity). Di samping itu, pengembangan LKMA juga sangat tergantung kepada aktor yang terlibat langsung dalam pembentukan dan penumbuhan LKMA, yaitu pemerintah (Kementerian Pertanian, BPTP, dan Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang), Penyelia Mitra Tani (PMT), dan Gapoktan. Penyuluh Pendamping tidak dimasukkan sebagai aktor, karena dianggap sebagai bagian dari PMT. Dalam pola dasar PUAP, tugas dan peran Penyuluh Pendamping berada di bawah koordinasi PMT. Setelah LKMA terbentuk, ketiga aktor tersebut juga berperan dalam pengembangan LKMA menuju lembaga keuangan mikro yang mandiri. Analisis aktor berfungsi untuk menentukan manakah di antara ketiga aktor tersebut yang paling berperan dalam mendukung faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan dan pengembangan LKMA. Setelah mendapatkan aktor yang berperan dalam pembentukan dan pengembangan LKMA, selanjutnya adalah menentukan tujuan yang ingin dicapai oleh ketiga aktor di atas agar LKMA berkembang menjadi lembaga keuangan mikro yang profesional, mandiri,dan berkelanjutan (sustainability). Ada 4 tujuan yang ingin dicapai, yaitu terpenuhinya legalitas LKMA, menguatnya kelembanggan LKMA, menguatnya pendanaan LKMA, dan terjalinnya kemitraan LKMA. Identifikasi terhadap tujuan sangat berguna untuk mengetahui bahwa dari keempat tujuan tersebut, mana yang paling berpengaruh terhadap pengembangan LKMA. Selanjutnya, terkait dengan keempat tujuan di atas, perlu dijelaskan bahwa legalitas LKMA terdiri dari: Akta pendirian, Gapoktan berbadan hukum, Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Faktor penguat kelembagaanadalah struktur dan manajemen organisasi, sistem operasional manajemen, kapasitas SDM pengelola, dan prasarana dan sarana pendukung. Faktor penguat pendanaanadalah swadaya masyarakat, bantuan pemerintah, dan bank atau lembaga keuangan. Dan faktor pendukung kemitraan adalah lembaga produksi, lembaga pemasaran, dan lembaga pembiayaan. Narasumber untuk pengisian kuesioner AHP ada 5 orang, yaitu: 1. Direktur Pembiayaan Pertanian pada Direktorat Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, 2. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Banten, 3. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, 4. Satu orang PMT Kabupaten Pandeglang, dan 5. Satu orang ketua LKMA dari Kabupaten Pandeglang. Pemilihan narasumber AHP berdasarkan atas pertimbangan kepakaran dan pemahaman yang cukup mendalam tentang program PUAP dan LKMA, sehingga diharapkan strategi pengembangan LKMA yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk memudahkan perumusan strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang, dibuat struktur hirarki AHP guna pembahasan strategi pengembangan LKMA sebagaimana disajikan pada Gambar 5. Sedangkan kuesioner untuk keperluan pengumpulan data AHP disajikan pada Lampiran 9.
Strategi Pengembangan LKMA
Fokus
Faktor
Konsep/ Desain LKMA
Aktor
Kelayakan (Viability)
Pemerintah
Terpenuhinya Legalitas
Tujuan
LKMA
Strategi Alternatif
Gambar
Penyusunan Regulasi LKMA
5
Keswadayaan (selfreliance)
Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Jangkauan Pasar (Outreach)
Frofitabilitas (profitability)
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Gapoktan
Menguatnya Kelembagaan LKMA
Menguatanya Pendanaan LKMA
Terjalinnya Kemitraan LKMA
Penguatan Pembiayaan LKMA
Peningkatan Produk dan Pemasaran Hasil Gapoktan
Pendampingan Gapoktan Menuju LKMA
Struktur Hirarki Strategi KabupatenPandeglang.
Pengembangan
LKMA
di
4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Geografi Kabupaten Pandeglang Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6º21’ 7º10’ Lintang Selatan dan 104º48’ - 106º11’ Bujur Timur dengan luas wilayah 2747 km²atau sebesar 29.98 persen dari luas wilayah Provinsi Banten.Pandeglang merupakan kabupaten terluas kedua setelah Kabupaten Lebak (35.46 % dari luas wilayah Provinsi Banten). Kota Pandeglang sebagai ibukota Kabupaten Pandeglang terletak pada jarak 21 km dari Ibukota Provinsi Banten, dan 111 km dari ibukota Negara, Jakarta. Kabupaten Pandeglang secara geografis berada di ujung Barat Provinsi Banten mempunyai batas administrasi sebagai berikut: Utara : Kabupaten Serang Selatan :Samudra Indonesia Barat : Selat Sunda Timur :Kabupaten Lebak Bentuk topografi bagian tengah dan selatan Kabupaten Pandeglang umumnya merupakan dataran dengan ketinggian gunung-gunung yang relatif rendah, yaitu antara 320 m sampai dengan 480 m dari permukaan laut (dpl). Luas wilayah ini meliputi sekitar 85.07 persen dari luas Kabupaten Pandeglang. Sedangkan wilayah utara yang meliputi sekitar 14.93 persen dari luas Kabupaten Pandeglang merupakan daerah dataran tinggi yang terdiri dari beberapa gunung, yaitu Gunung Karang (1778 m dpl), Gunung Pulosari (1346 m dpl), Gunung Aseupan (1174 m dpl), Gunung Honje (620 meter dpl), Gunung Tilu (562 m dpl), dan Gunung Payung (480 m dpl). Sepanjang tahun 2011, suhu udara maksimum dan minimum berkisar antara o 27 C sampai 30.65oC dengan suhu udara rata-rata 27.88oC. Di Kabupaten Pandeglang hujan turun hampir setiap bulan. Berdasarkan pos pengamatan Kabupaten Pandeglang jumlah hari dan curah hujan pada tahun 2011 sebesar 115 hari dan 1911 mm. Dengan demikian dapat dikatakan hujan turun setiap tiga hari dengan tingkat intensitas 17 mm atau hujan yang turun di Kabupaten Pandeglang tergolong kategori sedang. Sejak bulan Juli 2006 Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 35 kecamatan dan 335 desa/kelurahan dengan tambahan kecamatan, yaitu Majasari dan Sobang. Kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Pandeglang dengan luas 322.76 km2 sedangkan Kecamatan Labuan merupakan kecamatan terkecil dengan luas 15.66 km2.
Penduduk dan Tenaga Kerja Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang pada tahun 2011 berjumlah 1162123 jiwa, terdiri dari 595524 laki-laki dan 566599 perempuan. Jumlah ini merupakan 10.81 persen dari total penduduk Provinsi Banten yang berjumlah 10.63 juta jiwa. Rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Pandeglang pada tahun
2011 sebesar 105.11. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2011 sebesar 4.21 orang. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Pandeglang berdasarkan data hasil Sensus Penduduk periode 2000 sampai 2010 sebesar 1.30 persen, lebih rendah dibandingkan LPP hasil Sensus Penduduk periode 1990 sampai 2000 sebesar 1.64 persen. LPP Kabupaten Pandeglang lebih rendah dibandingkan LPP Provinsi Banten, yaitu 2.78 persen. Sebaran penduduk per kecamatan relatif merata. Kecamatan dengan penduduk terjarang adalah Kecamatan Sumur dengan rata-rata 89 jiwa/km2. Sedangkan wilayah terpadat adalah Kecamatan Labuan, yaitu 3488 jiwa/km2. Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Pandeglang adalah 423 jiwa/km 2. Data sebaran jumlah rumah tangga dan penduduk menurut jenis kelamin dan kecamatan di Kabupaten Pandeglang tahun 2011 disajikan pada Tabel 7. Tabel 7Jumlah rumah tangga dan penduduk menurut jenis kelamin dan kecamatan di Kabupaten Pandeglang tahun 2011 Populasi Jumlah Rumah No. Kecamatan Tangga Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Sumur 5820 11723 11347 23070 2 Cimanggu 10445 18789 18349 37138 3 Cibaliung 7028 15157 14090 29247 4 Cibitung 5572 10991 10466 21457 5 Cikeusik 13924 26383 25094 51477 6 Cigeulis 8959 17562 16640 34202 7 Panimbang 12422 25408 24147 49555 8 Sobang 10324 18003 17561 35564 9 Munjul 6006 11415 10927 22342 10 Angsana 7096 13252 12407 25659 11 Sindangresmi 5808 10845 10574 21419 12 Picung 8231 18024 17481 35505 13 Bojong 8246 17282 16550 33832 14 Saketi 9865 22103 21402 43505 15 Cisata 6504 11979 11567 23546 16 Pagelaran 8417 17559 16660 34219 17 Patia 7263 13924 13499 27423 18 Sukaresmi 8671 17488 16493 33981 19 Labuan 11883 28385 26239 54624 20 Carita 8085 16610 15683 32293 21 Jiput 6906 14494 14021 28515 22 Cikedal 7324 15508 15165 30673 23 Menes 7955 18071 17490 35561 24 Pulosari 5919 14405 13745 28150 25 Mandalawangi 10740 24030 23232 47262 26 Cimanuk 7819 19826 18827 38653 27 Cipeucang 6181 14620 13658 28278 28 Banjar 6618 15266 14803 30069 29 Kaduhejo 7054 17752 17033 34785
30 31 32 33 34 35
Mekarjaya 4460 9577 9481 19058 Pandeglang 8818 21635 19930 41565 Majasari 9216 24282 22699 46981 Cadasari 6542 16758 14967 31725 Karangtanjung 6841 17130 15764 32894 Koroncong 3646 9288 8608 17896 Jumlah 276608 595524 566599 1162123 Sumber: BPS Kabupaten Pandeglang (2012). Proporsi pekerja terhadap angkatan kerja pada tahun 2011 sebesar 88.68 persen, dengan tingkat pengangguran sebesar 12.67 persen. Berdasarkan lapangan pekerjaannya, angkatan kerjasektor pertanian36.42 persen, hotel dan restoran 23.75 persen, sektor jasa 14.37 persen, dan industri pengolahan 9.89 persen.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Distribusi Pendapatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pandeglang pada tahun 2011 sebesar 68.77. Nilai IPM ini merupakan yang terendah kedua setelah Kabupaten Lebak dan berada di bawah nilai IPM Provinsi Banten. Pengeluaran per kapita per bulan penduduk Kabupaten Pandeglang pada tahun 2011 rata-rata Rp417849 dimana proporsi pengeluaran untuk makanan masih lebih tinggi dibandingkan untuk non makanan, yaitu sebesar 60.45 persen. Nilai koefisien Gini (Gini Rasio) Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 sebesar 0.20 terendah se-Provinsi Banten. Angka ini menunjukkan bahwa distribusi pendapatan penduduk di Kabupaten Pandeglang tidak merata. Berdasarkan data yang dirilis Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang tahun 2009 sampai 2010, sebanyak 20 persen penduduk berpendapatan tinggi menikmati 34.09 persen total pendapatan. Sebaliknya, 40 persen penduduk berpendapatan rendah hanya menikmati 26.64 persen total pendapatan. Struktur perekonomian Kabupaten Pandeglang selama ini didominasi oleh sektor pertanian, dengan padi sebagai komoditas andalan. Sektor ini menyumbang hampir sepertiga dari total nilai PDRB dengan nominal nilai tambah lebih kurang Rp2.78 triliun. Sektor dengan kontribusi terbesar kedua adalah perdagangan, hotel, dan restoran dengan nilai lebih kurang Rp2.21 triliun.
Pemerintahan Kabupaten Pandeglang pada tahun 2011 terdiri atas 35 Kecamatan dengan 13 Kelurahan dan 322 Desa, 1900 Rukun Warga (RW), dan 5981 Rukun Tetangga (RT). Pemekaran kecamatan terakhir terjadi pada bulan Juli 2007. Proses pemekaran diharapkan membawa dampak yang positif terhadap pelaksanaan program pembangunan maupun pemerataan hasil-hasilnya. Berdasarkan klasifikasinya, jumlah desa di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2011 terdiri dari 136 desa swakarya dan 199 desa swasembada. Jumlah Desa, Kelurahan, RukunWarga, dan Rukun TetanggaMenurut Kecamatan di Kabupaten Pandeglang disajikan pada Tabel 8. Pemerintahan Kabupaten Pandeglang pada tahun 2011 memiliki 13686 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS), terdiri atas 7511 orang laki-laki dan 6175
orang perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, 180 orang berpendidikan S-2 dan S-3;sebanyak 4455 orang berpendidikan sarjana S-1 dandiploma-IV; 817 orang berpendidikan sarjana muda (D-II/III);6255 orang berpendidikan SLTA/DI;352 orang berpendidikan SLTP; dan 297 orang berpendidikan SD. Tabel 8 Jumlah desa, kelurahan, rukunwarga, dan rukun tetanggamenurut kecamatan di Kabupaten Pandeglangtahun 2011 Rukun Rukun No. Kecamatan Desa Kelurahan Warga Tetangga 1 Sumur 7 38 111 2 Cimanggu 12 57 185 3 Cibaliung 9 44 150 4 Cibitung 10 43 127 5 Cikeusik 14 71 262 6 Cigeulis 9 61 164 7 Panimbang 6 66 161 8 Sobang 7 62 170 9 Munjul 9 39 125 10 Angsana 9 52 118 11 Sindangresmi 9 42 133 12 Picung 8 57 186 13 Bojong 8 63 189 14 Saketi 14 87 249 15 Cisata 9 49 151 16 Pagelaran 13 63 215 17 Patia 9 44 135 18 Sukaresmi 10 51 145 19 Labuan 9 70 215 20 Carita 10 56 155 21 Jiput 13 88 197 22 Cikedal 10 65 181 23 Menes 11 68 194 24 Pulosari 9 50 149 25 Mandalawangi 15 65 521 26 Cimanuk 11 45 143 27 Cipeucang 10 48 142 28 Banjar 11 60 164 29 Kaduhejo 10 47 142 30 Mekarjaya 8 39 111 31 Pandeglang 4 42 163 32 Majasari 5 50 165 33 Cadasari 11 42 120 34 Karangtanjung 4 32 131 35 Koroncong 12 44 112 Jumlah 322 13 1900 5981 Sumber: BPS Kabupaten Pandeglang (2012).
Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 diketahui bahwa Pandeglang merupakan kabupaten dengan persentase penduduk miskin terbesar se-Provinsi Banten, yaitu sebesar 12.01 persen atau 138000 Jiwa, sementara persentase penduduk miskin Provinsi Banten sebesar 6.32 persen. Disamping itu, berdasarkan kriteria yang ditetapkan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kabupaten Pandeglang masih dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal, dimana masih terdapat 141 desa dari 335 desa dan kelurahan (hampir 50%) masih termasuk dalam kategori desa tertinggal. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pandeglang tahun 2006 sampai 2010 disajikan pada Tabel 9. Desa miskin di daerah pesisir secara umum memiliki persentasi buruh tani di atas rata-rata (56%). Sebanyak 76 persen desa tidak memiliki fasilitas perlindungan sosial yang memadai; 56 persen desa memiliki persentase rumahtangga penerima kartu sehat di atas rata-rata; 84 persen desa tidak memiliki fasilitas ekonomi yang tidak memadai; 96 persen desa tidak memiliki fasililitas pendidikan keterampilan; 68 persen desa tidak memiliki tenaga medis yang memadai; 72 persen desa tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai. Tabel 9 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pandeglangtahun 2006 – 2010 Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase (%) 2006 177895 15.82 2007 176812 15.64 2008 165242 14.49 2009 138003 12.01 2010 127800 11.14 Sumber: Bappeda Kabupaten Pandeglang (2011).
Potensi Pertanian Dalam struktur perekonomian Kabupaten Pandeglang, sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling dominan. Hal tersebut sebanding dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari 274690 ha luas Pandeglang, 248823 ha (90.58%) diantaranya digunakan untuk usaha pertanian seperti persawahan, ladang, kebun, kolam/tebat/empang, tambak, perkebunan besar, lahan untuk tanaman hutan rakyat dan hutan negara. Sedangkan sisanya digunakan untuk pekarangan/lahanuntuk bangunan dan halaman sekitarnya, padang rumput, lahan yang sementara tidak diusahakan dan lain sebagainya. Tanaman pangan terdiri dari jenis padi-padian, jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Pada tahun 2011 luas panen dan produksi padi mengalami penurunan. Sedangkan produksi palawija mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2010. Untuk padi (padi sawah dan padi ladang), luas panen menurun sebesar 9.44 persen, menjadi 119225 ha, diikuti dengan menurunnya hasil produksi sebesar 4.00 persen, yaitu menjadi 658683 ton. Sedangkan tanaman hortikultura terdiri dari sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman obat-obatan, dan tanaman hias. Tanaman buah-buahan seperti durian, manggis, pisang, semangka, melon, dan nenas terdapat di lokasi Kecamatan
Cadasari, Banjar, Mandalawangi, Saketi, Panimbang dan Cibaliung. Potensi lahan yang tersedia seluas 69583.67 ha, meliputi pekarangan 9492.81 ha, kebun/tegalan 38915.12 ha, dan ladang/huma 21175.74 ha. Komoditas melinjo, kopi, dan cokelat terdapat di lokasi Kecamatan Cadasari, Mandalawangi, Jiput, Cimanggu, Cigeulis, dan Cibaliung. Sedangkan untuk kelapa, kelapahibrida, dan kelapa sawit terdapat di Kecamatan Bojong, Sumur, Labuan, dan Cibaliung. Potensi produksi perkebunan rakyat, yaitu kelapasebesar 25134.60 ton, kelapa sawit 615.29 ton, kelapa hibrida 22.84 ton.Produksi perkebunan swasta, yaitu kelapa 53.49 ton, karet 383.21 ton.Produksi perkebunan Negara adcalah kelapa sawit 5439654 ton. Pengembangan sektor perkebunan di Kabupaten Pandeglang secara luas dilakukan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Besar Negara (PBN) yang dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara VIII Shanghyang Damar dan Bojong Datar dengan komoditas utama karet, sawit, kelapa, kopi dan dalam volume kecil beberapa jenis rempah-rempah seperti cengkeh, kapulaga, kunyit, sereh, jahe, ditambah dengan gula aren. Permasalahan yang seringkali timbul dalam rangka pengembangan sektor perkebunan adalah masih kurangnya jumlah dan kapasitas pabrik pengolahan hasil dalam upaya diversifikasi produk, terutama untuk industri kelapa buah dan kelapa sawit, di mana hingga saat ini di Kabupaten Pandeglang belum ada industri hilir yang mengolah Crude Palm Oil (CPO) ataupun kopra menjadi minyak serta turunan lainnya (Butter, Mentega, Sabun). Potensi ternak kerbau dan sapi potong berada di Kecamatan Cibaliung, Cigeulis, Cikeusik, Cimanggu, dan Kecamatan Bojong. Potensi populasi sapi potong 359 ekor, sedangkan populasi kerbau 41030 ekor. Permintaan daging sapi sebesar 440000 ekor/tahun, dan daging kerbau 35000 ekor/tahun untuk memenuhi pasar di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Mulai Tahun 2010 Pandeglang telah memiliki kampung ternak (Domba dan Sapi) di kampung Nyurup Kelurahan Juhut, Kecamatan Karang Tanjung.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner (Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 6) dilakukan tabulasi berdasarkan tujuan penelitian, yaitu analisis kinerja Gapoktan, evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP, kajian kinerja LKMA, dan perumusan strategi pengembangan LKMA. Setiap tujuan penelitian terdiri dari beberapa paramater sebagaimana telah dijelaskan dalam metode penelitian. Data yang telah ditabulasi berdasarkan parameter pada setiap tujuan penelitian, lalu dicarikan reratanya untuk dijadikan bahan pembahasan dalam penelitian ini (Lampiran 7 sampai dengan Lampiran 9).
Karakteristik Responden Petani sampel –selanjutnya disebut petani –yang menjadi pengurusdan anggota Gapoktan didominasi laki-laki, yaitu 93.75 persen, sedangkan pengurus dan anggota Gapoktan perempuan hanya 6.25 persen. Begitu juga dengan petani yang menjadi pengurus dan anggota LKMA didominasi laki-laki, yaitu 72.92 persen, sedangkan pengurus dan anggota LKMA perempuan 27.08 persen (Gambar 6). Khusus LKMA Sinar Cempaka, petani yang menjadi pengurus dan anggota semuanya perempuan. Hal itu mungkin disebabkan karena ketua Gapoktan dan LKMA Sinar Cempaka adalah perempuan. 50 45
93.75%
40
72.92%
35 30
Laki-laki
25
Perempuan
20
27.08%
15 10 5
6.25%
0 Gapoktan
LKMA
Gambar 6 Jenis kelamin petani pengurus dan anggota Gapoktan dan LKMA Usia petani anggota dan pengurus Gapoktan sebagian besar berada pada kelompok usia produktif antara 25 sampai 64 tahun, yaitu 97.92 persen, sedangkan yang berada pada kelompok usia non produktif hanya 2.08 persen (Gambar 7). Sedangkan usia petani anggota dan pengurus LKMA seluruhnya berada pada kelompok usia produktif antara 15 sampai 64 tahun (Gambar 8).
16
31.25%
14 25.00%
12 10
16.67%
8
6 4
4.17%
6.25%
4.17%
2
4.17%
6.25% 2.08%
0 25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 -64
65+
Gambar 7Kelompok usiapetanianggota dan pengurus Gapoktan Kabupaten Pandeglang
12 20.83%
10
18.75%
8
18.75%
14.58%
6
10.42%
4
6.25% 4.17%
2
2.08% 2.08%
2.08%
0 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 -54 55 - 59 60 - 64
65+
Gambar 8 Kelompok usiapetanianggota dan pengurus LKMA Kabupaten Pandeglang Tingkat pendidikan petanianggota dan pengurus Gapoktan (Gambar 9) adalah SD (27.08%), SMP (29.17%), SMA (37.50%), diploma (4.17%), dan sarjana (2.08%).Secara khusus, tingkat pendidikan pengurus Gapoktan (ketua, sekretaris, bendahara) sebagian besar SMA (58.33%).
20
37.50%
18 16 14
27.08%
29.17%
12 10 8 6 4
4.17%
2
2.08%
0 SD
SMP
SMA
Diploma
Sarjana
Gambar9Tingkat pendidikan petanianggota dan pengurus Gapoktan Kabupaten Pandeglang Tingkat pendidikan petani anggota dan pengurus LKMA (Gambar 10) adalah, SD (14.58%), SMP (33.33%), SMA (39.58%), diploma (2.08%), dan sarjana (10.42%).Secara khusus, tingkat pendidikan pengelola LKMA (ketua, sekretaris, bendahara) sebagian besar SMA (66.67%). Bahkan ketua LKMA Curug Barang Indah, Mitra Ta’awun, dan Desa Cikeusik berpendidikan sarjana. 20
39.58%
18
33.33%
16 14 12 10 8
14.58% 10.42%
6 4
2.08%
2 0 SD
SMP
SMA
Diploma
Sarjana
Gambar 10Tingkat pendidikan petanianggota dan pengurus LKMA Kabupaten Pandeglang.
Analisis Kinerja Gapoktan Penilaian kinerja Gapoktan penerima dana PUAP harus berdasarkan tujuan digulirkannya program PUAP. Dalam Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian (2013),
program PUAP bertujuan untuk; (a) mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; (b) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, Penyuluh Pendamping, dan PMT; (c) memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis; dan (d) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Untuk mencapai tujuan tersebut Kementerian Pertanian membuat indikator keberhasilan pengelolaan dana PUAP, yaitu (1) indikator keberhasilan output, antara lain; (a) tersalurkannya dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin anggota Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian; terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumberdaya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping, dan Penyelia Mitra Tani; (2) indikator keberhasilan outcome, antara lain; (a) meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani; (b) meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha; (c) meningkatnya aktivitas kegiatan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) di perdesaan; dan (d) meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai denagn potensi daerah; (3) indikator benefit dan impact, antara lain; (a) berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP; (b) berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh petani; dan (c) berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan. Untuk mempermudah pelaksanaan evaluasi kinerja Gapoktan dalam mengelola dana PUAP, Penulis melakukan identifikasi dan penyederhanaan terhadap tujuan program PUAP dan indikator keberhasilan pengelolaan dana PUAP oleh Gapoktan. Indikator kinerja Gapoktan PUAP dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu kelembagaan dan organisasi; penyaluran dana PUAP; pengembangan dana PUAP; dan kerjasama Gapoktan dengan lembaga lain dalam pengelolaan dana PUAP. Penilaian terhadap indikator kinerja kelembagaan dan organisasi menggunakan 7 parameter, yaitu; (1) memiliki struktur organisasi; (2) memiliki uraian tugas; (3) memiliki rencana usaha bersama (RUB); (4) menyelenggarakan rapat pengurus; (5) peran Penyuluh Pendamping; (6) peran Penyelia Mitra Tani (PMT); dan (7) peran pembina tingkat kabupaten dan pusat.Penilaian terhadap indikator kinerja penyaluran dana PUAP menggunakan 6 parameter, yaitu; (1) sosialisasi program PUAP kepada anggota; (2) seleksi calon penerima dana PUAP; (3) peran pengurus Gapoktan dalam menyusun rencana usaha anggota; (4) penyaluran dana PUAP sesuai rencana anggota; (5) kemudahan persyaratan penerimaan dana PUAP; dan (6) memiliki unit LKMA. Penilaian terhadap indikator kinerja pengembangan dana PUAP menggunakan 5 parameter, yaitu; (1) peningkatan jumlah anggota penerima dana PUAP; (2) peningkatan unit usaha tani; (3) peningkatan akumulasi dana PUAP;
(4) tingkat pengembalian pinjaman dana PUAP oleh anggota; dan (5) pengurangan jumlah petani miskin. Penilaian terhadap indikator kerjasama Gapoktan dengan lembaga lain menggunakan 4 parameter, yaitu; (1) kerjasama dengan perusahaan dalam pemanfaatan dana CSR; (2) kerjasama pembiayaan; (3) kerjasama produksi; dan (4) kerjasama pemasaran hasil usaha anggota.Pembobotan nilaiterhadap keempat indikator kinerja tersebut menggunakan skala Likert (sangat baik = 5, baik = 4, cukup baik = 3, kurang baik = 2, dan buruk = 1). Responden yang diminta mengisi kuesioner sebanyak 7 orang, yaitu PMT, ketua, sekretaris, dan bendahara Gapoktan, serta 3orang anggota Gapoktan yang bersangkutan. Berdasarkan data yang dikumpulkan, hasil evaluasi kinerja 8Gapoktan di Kabupaten Pandeglang adalah sebagai berikut: 1. Secara umum, kinerja 8 Gapoktan di Kabupaten Pandeglang yang menjadi sampel penelitian memiliki kinerja cukup baik. Hal itu dapat dilihat dari nilai rata-rata total yang mencapai angka 3.32. 2. Lima dari delapan Gapoktan (62.5 %) memiliki kinerja cukup baik, hal itu ditandai dengan nilai rata-rata Gapoktan tersebut > 3. 3. Satu Gapoktan (12.5 %) memiliki kinerja baik(nilai rata-rata > 4), yaitu Gapoktan Sinar Cempaka; 4. Dan dua Gapoktan (25 %) memiliki kinerja kurang baik (nilai rata-rata < 3), yaitu Karang Sari dan Mitra Ta’awun. Kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP selengkapnya disajikan pada Tabel 10. Tabel 10Kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP di Kabupaten Pandeglang tahun PUAP 2008 – 2010 Kinerja KelemKerjaPenya- Pengem Tahun bagaan sama No. Nama Gapoktan luran bangan RataPUAP dan dengan Dana Dana rata Organis LembaPUAP PUAP asi ga lain 1 Sinar Cempaka 2008 4.45 4.33 3.77 3.64 4.05 2 Mitra Ta’awun 2009 3.37 3.60 2.46 2.32 2.94 3 Desa Cikeusik 2009 4.51 4.72 4.03 2.57 3.96 4 Juhut Mandiri 2009 3.47 3.36 3.17 3.29 3.32 5 Karang Sari 2009 2.84 2.57 1.57 2.00 2.25 6 Sinar Wangi 2010 3.65 4.52 3.34 2.71 3.56 7 Pelita 2010 3.37 3.17 2.91 2.54 3.00 Curug Barang 8 2010 3.51 3.83 3.34 3.19 3.47 Indah Rata-rata Total 3.65 3.76 3.07 2.78 3.32 Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Keterangan nilai: 5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup baik, 2 = kurang baik, 1 = buruk.
Berdasarkan data di atas, Gapoktan Sinar Cempaka dan Gapoktan Desa Cikeusik memiliki bobot nilai tertinggi dibandingkan Gapoktan lainnya. Menurut Nur Saidah (PMT), secara umum diakui Gapoktan Sinar Cempaka memiliki kinerja cukup baik, meski belum dapat dikatakan berhasil. Baiknya kinerja Gapoktan Sinar Cempaka tidak terlepas dari peran ketuanya yang memiliki relasi cukup baik dengan stakeholders di Kabupaten Pandeglang. Hal tersebut sangat membantu dirinya dalam melaksanakan dan mengembangkan program PUAP. Bahkan pada tahun 2013 lalu, Gapoktan Sinar Cempaka memperoleh penghargaan dari Presiden sebagai Gapoktan terbaik tingkat Nasional mewakili Provinsi Banten. Sementara itu, baiknya kinerja Gapoktan Desa Cikeusik, menurut Asep Sujana (PMT), disebabkan karena sejak awal pengurus dan anggota Gapoktan memiliki niat dan tekad yang serius untuk mengembangkan dana PUAP. Keseriusan pengurus dan anggota Gapoktan sangat memudahkan PMT dalam melakukan pendampingan. Dalam buku Pedoman Umum PUAP 2012 Kementerian Pertanian memang tidak ditegaskan langkah yang harus diambil terhadap Gapoktan yang memiliki kinerja kurang baik atau buruk. Namun, dalam pandangan Penulis, seharusnya Gapoktan yang memiliki kinerja kurang baik apalagi buruk, tidak memiliki syarat yang cukup untuk membentuk dan menumbuhkan LKMA. Hasil wawancara langsung dengan PMT di Kabupaten Pandeglang dan staf di BPTP Provinsi Banten yang menangani PUAP dan LKMA dijelaskan bahwa keputusan pembentukan dan penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP pertama-tama diusulkan oleh PMT kepada BPTP yang selanjutnya diajukan ke Direktorat Pembiayaan Pertanian, Kementerian Pertanian. Menurut pengakuan PMT, peran Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang dalam proses pembentukan dan penumbuhan LKMA kurang maksimal. Di antara penyebabnya adalah sering terjadinya pergantian pejabat di Dinas Kabupaten Pandeglang yang menangani PUAP, sementara pejabat yang baru kurang memahami tentang PUAP dan LKMA.
Evaluasi Penumbuhan LKMA Urgensi kehadiran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di perdesaan salah satunya ditandai dari hasil Microcredit Summit tahun 2002 di New York tanggal 10-13 November 2002 yang memutuskan untuk menjadikan keuangan mikro (microfinance) sebagai paradigma baru dalam pengentasan kemiskinan. Tak dapat dipungkiri bahwa kehadiran LKM di tengah masyarakat miskin seolah menjadi dewa penolong bagi para pelaku ekonomi di perdesaan. Maka tak heran bila ada yang berpendapat bahwa tidak mungkin dapat mengentaskan kemiskinan tanpa melibatkan LKM. Pendapat tersebut dapat dimengerti bukan saja karena keandalan LKM telah terbukti mampu menjadi mitra sejati para pengusaha kecil, tetapi juga karena solusi yang ditawarkan LKM adalah mekanisme pembiayaan yang mudah, sehat, dan professional (Al Jufri, 2011). Penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP merupakan suatu kebutuhan dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi rakyat di perdesaan dan mempercepat upaya pengentasan kemiskinan melalui penumbuhan usaha
agribisnis. Pemberdayaan dan pembinaan kepada Gapoktan penerima dana PUAP untuk mengembangkan LKMA sebagai salah satu unit usahanya dimaksudkan untuk dapat terkolanya asset dana PUAP dan dana keswadayaan yang dikumpulkan oleh Gapoktan dalam rangka memberikan bentuk pelayanan keuangan mikro sesuai dengan yang dibutuhkan keluarga miskin dan pengusaha mikro pertanian di perdesaan secara berkelanjutan. Penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP dilakukan pada tahun ke-3 terhitung sejak pertama kali Gapoktan menerima dana PUAP (Kementerian Pertanian, 2012). Evaluasi penumbuhan LKMA dari Gapoktan penerima dana PUAP dilakukan dengan cara mengidentifikasi tahapan-tahapan penumbuhan LKMA sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian (2012), yaitu: a. Identifikasi, meliputi pengukuran aspek organisasi, tatalaksana dan pembukuan Gapoktan, serta kinerja Gapoktan sebagai embrio LKMA. b. Validasi,yaitu validasi profil Gapoktan melalui verifikasi dengan kunjungan ke lapangan. c. Seleksi,yaitu menganalisis kelayakan Gapoktan yang mempunyai potensi untuk ditumbuhkan menjadi LKMA. Seleksi dilakukan dengan simulasi untuk melihat keinginan dan tekad anggota dan pengurus Gapoktan untuk membentuk LKMA. d. Transformasi,yaitu penumbuhan Gapoktan menjadi LKMA dengan cara sosialisasi tentang LKMA dan musyawarah/rapat anggota. e. Implementasi, yaitu operasionalisasi dan pengembangan LKMA melalui pendampingan, magang, penguatan dan peningkatan likuiditas, serta monitoring dan evaluasi. Untuk mempermudah pelaksanaan evaluasi penumbuhan LKMA, Penulis melakukan inventarisasi terhadap tahapan-tahapan penumbuhan LKMA tersebut, lalu dituangkan dalam bentuk tabel kuesioner yang diisi oleh responden. Tahapantahapan tersebut adalah; (1) pemeringkatan Gapoktan menuju LKMA; (2) hambatan pengembangan LKMA; (3) upaya solusi terhadap hambatan pengembangan LKMA; (4) tahap persiapan pembentukan LKMA; (5) pemenuhan persyaratan administrasi kelembagaan LKMA; (6) tahap pelaksanaan LKMA; dan (7) tahap pengembangan usaha oleh LKMA. Penilian terhadap pemeringkatan Gapoktan menuju LKMA menggunakan 13 parameter, yaitu; (1) kinerja organisasi Gapoktan; (2) kinerja organisasi calon LKMA; (3) kinerja keuangan calon LKMA; (4) penyaluran dana PUAP kepada anggota; (5) pembiayaan usahati petani miskin; (6) pengendalian penyaluran dana PUAP; (7) pencatatan dan pembukuan; (8) kelayakan usaha anggota; (9) pembuatan laporan; (10) pembinaan usaha anggota; (11) pengawasan pembiayaan; (12) mekanisme insentif dan sanksi; dan (13) prasarana dan sarana LKMA. Penilaian terhadap hambatan pengembangan LKMA menggunakan 11 parameter, yaitu; (1) hambatan konseptual LKMA; (2) hambatan keterbatasan dana; (3) hambatan SDM pengelola; (4) hambatan SDM anggota; (5) hambatan prasarana dan sarana; (6) hambatan produksi; (7) hambatan pemasaran; (8) hambatan teknologi dan informasi; (9) hambatan birokrasi; (10) hambatan penyimpangan dana; dan (11) hambatan kemitraan dengan lembaga lain. Penilaian terhadap upaya solusi dalam mengatasi hambatan pengembangan LKMA menggunakan 8 parameter, yaitu; (1) komunikasi dan koordinasi dengan
BPTP; (2) komunikasi dan koordinasi dengan dinas kabupaten; (3) komunikasi dan koordinasi dengan Penyuluh Pendamping; (4) komunikasi dan koordinasi dengan PMT; (5) melakukan pelatihan untuk pengurus LKMA; (6) melakukan pelatihan untuk anggota; (7) melakukan kerjasama kemitraan dengan lembaga lain; dan (8) memanfaatkan media cetak/elektronik dan media sosial/internet. Penilaian terhadap tahap persiapan pembentukan LKMA menggunakan 4 parameter, yaitu; (1) sosialisasi tentang program PUAP; (2) melakukan pembenahan terhadap kelompok tani; (3) pembentukan unit usaha simpan pinjam; dan (4) penentuan usaha produktif yang akan dikembangkan petani. Penilaian terhadap pemenuhan persyaratan administrasi kelembagaan LKMA menggunakan 4 parameter, yaitu; (1) akte pendirian LKMA dari notaris; (2) Surat Izin Tempat Usaha (SITU); (3) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); dan (4) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Penilaian terhadap tahap pelaksanaan LKMA menggunakan 4 parameter, yaitu; (1) pengembangan unit usaha Gapoktan; (2) pemupukan modal melalui tabungan anggota; (3) fasilitas pelayanan calon LKMA; dan (4) kerjasama dengan lembaga keuangan lain. Penilaian terhadap tahap pengembangan usaha oleh calon LKMA menggunakan 6 parameter, yaitu; (1) memiliki usaha sarana produksi pertanian; (2) memiliki usaha Usaha Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA); (3) memiliki perkumpulan petani pengguna air (P3A); (4) memiliki unit pengolahan hasil pertanian; (5) memiliki unit packaging; dan (6) memiliki unit pemasaran. Untuk tahapan nomor 1 dan 3, pembobotan nilai kuesioner menggunakan skala Likert (sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik, dan buruk) dengan bobot nilai masing-masing secara berturut-turut 5, 4, 3, 2, 1. Tahapan nomor 2 juga menggunakan skala Likert (sangat ringan, ringan, cukup berat, berat, sangat berat) dengan bobot nilai yang sama. Sedangkan untuk tahapan nomor 4 – 7 pembobotan nilai kuesioner menggunakan skala Biner, di mana nilai 1 untuk ada atau dilaksanakan, dan 0 untuk tidak/belum ada atau tidak dilaksanakan. Responden yang mengisi kuesioner pada evaluasi penumbuhan LKMA ialah stakeholders yang memiliki wewenang dalam penumbuhan LKMA di Kabupaten Pandeglang, yaitu Tim Pembina Tingkat Pusat (BPTP Provinsi Banten), Tim Pembina Kabupaten (Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang), dan PMT. Hasil evaluasi penumbuhan LKMA terhadap 8 Gapoktan di Kabupaten Pandeglang tahun PUAP 2008 sampai 2010 disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan data yang dikumpulkan, hasil evaluasi penumbuhan LKMA terhadap 8Gapoktan penerima PUAP di Kabupaten Pandeglang adalah sebagai berikut: a. Pada tahap pemeringkatan hingga tahap persiapan pembentukan LKMA, secara umum berjalan cukup baik. Hal itu dapat dilihat dari nilaiindikator penumbuhan ke-1 sampai dengan ke-3 yang memiliki nilai rata-rata di atas 3, dan nilai indikator ke-4 yang hampir mendekati angka 1. Artinya, beberapa aktivitas yang harus dilakukan dan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Gapoktan untuk membentuk LKMA, dilaksanakan dengan cukup baik. Khusus LKMA Mitra Ta’awun, LKMA Karang Sari, dan LKMA Curug Barang Indah, nilai rata-rata evaluasi penumbuhan LKMA dari tahap ke-1 sampai dengan tahap ke-3 kurang dari 3, artinya proses penumbuhan ketiga LKMA tersebut dapat dikategorikan “buruk”. Hasil ini memperkuattemuan
sebelumnya, yaitu hasil analisis kinerja Gapoktan yang menyimpulkan bahwa dua Gapoktan memiliki kinerja kurang baik, yaitu Mitra Ta’awun (2.95) dan Karang Sari (2.25). Tabel 11 Hasil evaluasi penumbuhan LKMAterhadap Gapoktan di Kabupaten Pandeglang tahun PUAP 2008 – 2010 Nilai Terhadap Proses Penumbuhan LKMA Nama Tahun No Gapoktan PUAP 1 2 3 4 5 6 7 1 Sinar Cempaka 2008 3.33 3.73 3.29 0.93 0.67 0.62 0.52 2 Mitra Ta’awun 2009 2.64 2.97 2.96 0.93 0.13 0.24 0.81 3 Desa Cikeusik 2009 3.64 3.21 3.33 0.93 0.33 0.43 0.48 4 Juhut Mandiri 2009 3.08 3.06 3.71 1.00 0.00 0.86 0.62 5 Karang Sari 2009 2.72 2.85 3.21 0.93 0.20 0.43 0.62 6 Sinar Wangi 2010 3.74 2.94 3.13 0.93 0.27 0.43 0.52 7 Pelita 2010 3.54 3.30 3.29 0.93 0.20 0.67 0.86 8 Curug Barang 2010 2.82 3.12 2.88 0.93 0.13 0.38 0.76 Indah Rata-rata Total 3.19 3.15 3.23 0.94 0.24 0.51 0.65 Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Keterangan: 1 = Pemeringkatan Gapoktan menuju LKMA 2 = Hambatan pengembangan LKMA 3 = Upaya solusi terhadap hambatan pengembangan LKMA 4 = Tahap persiapan pembentukanLKMA 5 = Persyaratan administrasi LKMA 6 = Tahap pelaksanaan LKMA 7 = Tahap pengembangan usaha LKMA Nomor 1 sampai 3; bobot nilai menggunakanskala Likert (5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup baik, 2 = kurang baik, 1 = buruk). Nomor 4 sampai 7; bobot nilai menggunakan skala Biner (1 = ada/dilaksanakan, 0 = tidak ada/belum dilaksanakan). b. Namun, ketika memasuki tahap pelaksanaan yang diwakili oleh indikator ke-5 sampai dengan ke-7, sebagian besar Gapoktan tidak mampu memenuhi persyaratan yang harus diselesaikan. Hal itu dapat dilihat dari rendahnya nilai rata-rata pemenuhan persyaratan administrasi LKMA (0.24); nilai rata-rata pelaksanaan atau operasional LKMA (0.51); dan nilai rata-rata tahap pengembangan usaha LKMA (0.65). Itu berarti, pengelola LKMA hanya memiliki semangat dan keseriusan ketika hendak pembentukan LKMA saja, tetapi ketika pada fase pelaksanaan dan pengembangan LKMA, semangat dan keseriusan mereka menurun.
Kajian Kinerja LKMA Non Performing Loan (NPL) adalah kredit yang masuk ke dalam kategori kredit kurang lancar, diragukan, dan macet berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Status NPL pada prinsipnya didasarkan pada
ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menekan NPL sekecil mungkin. Dengan kata lain, tingginya NPL sangat dipengaruhi oleh kemampuan Lembaga KeuanganMikro (LKM) dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar. Faktor-faktor utama penyebab NPL dapat dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu; faktor internal LKM, faktor kondisi debitur (termasuk calon debitur), dan faktor eksternal. Faktor internal LKM adalah hal-hal berkaitan dengan kondisi Sumberdaya manusia (SDM) LKM itu sendiri, kualitas proses bisnis LKM, dan keterlibatan pihak lain dalam bisnis. Kondisi SDM menyangkut seberapa jauh integritas, kelalaian, kesengajaan, dan kemungkinan melakukan moral hazard dari komisaris, direksi, dan karyawan untuk memenuhi kebutuhan LKM dalam menjalankan bisnisnya. Kualitas proses bisnis LKM berkaitan dengan strategi pemasaran yang diterapkan, kualitas proses persetujuan kredit, syarat pemberian kredit, kualitas proses penagihan, dan proses pengawasan dan pengendalian. Sedangkan keterlibatan pihak lain dalam bisnis LKM terutama terkait dengan penerapan linkage programdalam pengembangan usaha LKM melalui kerjasama dengan pihak lain seperti bank umum. Dalam Peraturan Bank IndonesiaNomor 15/2/Pbi/2013Tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut PengawasanBank Umum Konvensional Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa Bank Indonesia menetapkan Bank dalam pengawasan intensif jikadinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Kemudian pada ayat (2) huruf d disebutkan bahwa Bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya jika rasio kredit bermasalah (non performing loan) secara neto lebih dari 5% (lima persen) dari total kredit. Ketetapan ini tentunya berlaku bagi lembaga keuangan lainnya, termasuk LKM. Karena dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dijelaskan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannyakepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hiduprakyat banyak. Berdasarkan review terhadap data NPL diketahui bahwa kredit dengan skala usaha mikro memiliki rasio NPL tertinggi dibandingkan skala usaha kecil dan menengah, dan apabila dirinci lebih lanjut rasio NPL terbesar disumbangkan oleh kredit mikro dengan plafon di bawah Rp5 juta (Djohanputro danKountur, 2007). Data kinerja keuangan LKMA di Kabupaten Pandeglang yang berhasil dihimpun oleh Penulis dari lapangan hanya menggambarkan tentang; (a) jumlah anggota LKMA pada awal penerimaan PUAP oleh Gapoktan; (b) jumlah anggota LKMA pada tahun 2012; (c) jumlah saldo yang dimiliki LKMA pada tahun 2012; dan (d) jumlah kredit macet. Data kinerja keuangan LKMA di Kabupaten Pandeglang disajikan pada Tabel 12 dan Tabel 13. Berdasarkan data pada Tabel 12, secara umum jumlah anggota LKMA yang dilayani oleh LKMA di Kabupaten Pandeglang bertambah dari 697 orang pada awal pelaksanaan LKMA menjadi 1534 pada tahun 2012. Satu-satunya LKMA yang tidak mengalami pertambahan anggota adalah Mitra Ta’awun.
Tabel 12 Pertambahan jumlah anggota LKMA di Kabupaten Pandeglang tahun PUAP 2008 – 2010 Jumlah Anggota (orang) Tahun No. Nama LKMA Awal Tahun PertamPUAP 2012 bahan 1 Sinar Cempaka 2008 70 81 11 2 Mitra Ta’awun 2009 75 75 0 3 Desa Cikeusik 2009 200 471 271 4 Juhut Mandiri 2009 75 120 45 5 Karang Sari 2009 60 116 56 6 Sinar Wangi 2010 96 171 75 7 Pelita 2010 30 300 270 8 Curug Barang Indah 2010 91 200 109 Jumlah 697 1534 837 Sumber: Direktorat Pembiayaan, Kementan (2013). Berdasarkan data Direktorat Pembiayaan Pertanian pada Direktorat Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, aset dana LKMA mengalami pertumbuhan. Selama periode 2008 sampai 2012, dana PUAP 8 Gapoktan sampel yang pada awalnya berjumlah Rp800 juta meningkat menjadi Rp934 738 010.Namun demikian, persentase kredit macet (NPL) dari LKMA di Kabupaten Pandeglang rata-rata 62.03 persen. Angka ini jauh di atas batas maksimal NPL yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu sebesar 5 persen. Tabel 13 Jumlah dan persentase kredit macet pada LKMA di Kabupaten Pandeglang tahun PUAP 2008 – 2010 Kredit Macet Dana Saldo PertamKredit % No. Nama LKMA Awal Tahun bahan Macet Kredit (Rp 2012 (Rp juta) (Rp juta) Macet juta) (Rp juta) 1 Sinar Cempaka 100.00 100.92 0.92 15.14 15.00 2 Mitra Ta’awun 100.00 105.00 5.00 105.0 0 100.00 3 Desa Cikeusik 100.00 140.65 40.65 70.32 50.00 4 Juhut Mandiri 100.00 128.09 28.09 102.47 80.00 5 Karang Sari 100.00 133.42 33.42 70.00 52.47 6 Sinar Wangi 100.00 107.81 7.81 43.12 40.00 7 Pelita 100.00 112.85 12.85 67.71 60.00 Curug Barang 8 100.00 106.05 6.05 106.05 100.00 Indah Jumlah 800.00 934.74 134.74 579.78 62.03 Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Dengan demikian, jika berdasarkan kinerja keuangan, 8LKMA di Kabupaten Pandeglang dapat dikategorikan “buruk” sehingga perlu diawasi dan
didampingi secara intensif. Kinerja keuangan tersebut merupakan gambaran umum kinerja LKM pada umumnya. Dua LKMA, yaitu Curug Barang Indah dan Mitra Ta’awun kredit macetnya bahkan mencapai 100 persen, artinya saat ini LKMA sudah tidak dapat melayani pinjaman untuk pembiayaan usaha kepada anggota. LKMA yang memiliki persentase kredit macet paling rendah adalah LKMA Sinar Cempaka, yaitu sebesar 15 persen. Peningkatan nilai aset Gapoktan/LKMA sebagaimana dilaporkan oleh PMT melalui e-form(Lampiran 1) secara langsung tidak dapat dijadikan alat untuk menyimpulkan bahwa kinerja Gapoktan/LKMA tersebut dikategorikan “baik”. Pada kenyataannya beberapa Gapoktan/LKMA yang ditemui di lapangan tidak mampu menunjukkan bukti yang meyakinkan, misalkan menunjukkan bukti dalam bentuk rekening Gapoktan/LKMA. Meski kinerja keuangan LKMA dikategorikan “buruk”, tetapi keberadaan LKMA di Kabupaten Pandeglang diakui manfaatnya oleh petani (Tabel 14). Hal ini dapat dilihat dari data yang berhasil dihimpun dari lapangan yang menyimpulkan bahwa dana PUAP dirasakan dapat meningkatkan kesejahteraan anggota (4.19); adanya skema pinjaman dana yang mudah dan ringan (4.13); membebaskan anggota dari jerat rentenir (4.13); dan dapat meningkatkan pendapatan anggota (4.10). Meskipun tujuan keuangan (financial objective) LKMA belum tercapai secara baik, namun tujuan sosial (social objective) LKMA dapat dicapai dengan baik. Sarah Guntz (2011), menyebut kedua misi LKMA di atas dengan istilah “double bottom line”. Tujuan finansial disebut dengan “economic bottom line”, sedangkan tujuan sosial disebut dengan istilah “social bottom line”. Tabel 14 Manfaat dana PUAP bagi petani di Kabupaten Pandeglang No. Manfaat Nilai 1 Meningkatkan kesejahteraan anggota 4.19 2 Adanya skema pinjaman dana yang mudah dan ringan 4.13 3 Membebaskan anggota dari jerat rentenir 4.13 4 Meningkatkan pendapatan anggota 4.10 Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Keterangan: 5=sangat baik, 4=baik, 3 = cukup baik, 2 = kurang baik, 1 = buruk
Faktor Penyebab Kegagalan LKMA Dalam laporannya, Beatriz Marulanda dan kawan-kawan (2010)mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yaitu: 1. Kelemahan metodologis, misalnya kelemahan dalam hal pelayanan yang tidak sesuai dengan kondisi usahatani setempat atau kelemahan dalam menentukan kelompok sasaran. 2. Penipuan dilakukan secara sistematis. Penelitianmendalam terhadap hal ini menyimpulkan bahwa peniupuan secara sistematis pada dasarnyaterjadipada dua tingkatan dandengan cara yang berbeda, yaitu kecurangan yang dilakukanpada tingkat manajemen, dan penyimpangan yang dilakukan olehtenaga di lapangan, biasanya petugas kredit.
3.
Pertumbuhan yang tidak terkendali. Pada kasus ini, pejabat/pengurus LKM memaksakan diri untuk mencari nasabah sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan kemampuan keuangan LKM. 4. Kehilangan fokus. Beberapa LKM menemui kebangkrutannya ketika mencoba untuk merambah berbagai jenis usaha mikro lainnya, atau memperbanyak jenis layanan usaha tanpa terlebih dahulu memperkuat layanan utama dari LKM tersebut. 5. Kesalahan desain, yaitupemahaman yang kurang tepat dalam memotret potensi pasar yang akan dikelola. 6. Intervensi pemerintah yangdilatarbelakangi oleh faktor politik. Sebagian dari faktor penyebab kegagalan LKM yang diungkapkan oleh Beatriz Marulanda, ditemukan sebagai penyebab kegagalan LKMA di Kabupaten Pandeglang. Beberapa faktor lain yang selama ini ditengarai menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan program PUAP dan LKMA di Kabupaten Pandeglang tidak dapat dibuktikan secara hukum. Faktor tersebut misalnya penyelewengan dana PUAP oleh oknum pejabat atauoknum LSM di daerah. Dalam beberapa kesempatan berdiskusi dengan pengurus Gapoktan dan PMT,secara lisan terungkap adanya permintaan uang tunai oleh oknum pejabat atau oknum LSM kepada pengurus Gapoktan setelah dana PUAP ditransfer ke rekening Gapoktan oleh Kementerian Pertanian. Beberapa pengurus Gapoktan yang memenuhi permintaan oknum, mengaku terpaksa karena diancam tidak akan dibantu dalam pembuatan laporan pelaksanaan PUAP, atau diancam akan dibongkar keburukannya apabila ditemukan penyelewengan. Praktik oknum tersebut sulit dibawa ke ranah hukum karena kesulitan menemukan bukti hukum. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 8 LKMA sampel di Kabupaten Pandeglang terungkap bahwa faktor penyebab yang paling berpengaruh terhadap kegagalan LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah kurangnya pemahaman tentang LKMA di kalangan pengurus dan anggota (3.66);kurangnya kesadaran anggota dalam membayar pinjaman (3.62); kelemahan kepemimpinan/manajemen (3.47); kurangnya pengawasan (3.32); kurangnya fasilitas/prasarana dan sarana manajeman (3.08); dan penyimpangan dana oleh manajemen (2.96). Kurangnya pemahaman tentang LKMA mengakibatkan pengurus dan anggota kurang bertanggung jawab terhadap pengembangan LKMA. Faktor penyebab kegagalan LKMA selengkapnya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15Faktor penyebab kegagalan LKMA di Kabupaten Pandeglang No. Faktor Penyebab Nilai 1 Kurangnya pemahaman tentang LKMA 3.66 2 Kurangnya kesadaran anggota 3.62 3 Kelemahan kepemimpinan/manajemen 3.47 4 Kurangnya pengawasan 3.32 5 Kurangnya fasilitas/prasarana dan sarana manajemen 3.08 6 Penyimpangan dana oleh manajemen 2.96 Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Keterangan: 5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup baik, 2 = kurang baik, 1 = buruk
Hasil Uji Korelasi antarfaktor yang menyebabkan kegagalan LKMA menyimpulkan bahwa semua faktor tersebut memiliki korelasi positif. Artinya, bila satu faktor nilainya semakin baik, maka faktor lainnya juga akan baik. Sebaliknya, bila satu faktor nilainya semakin buruk, maka faktor lainnya juga akan buruk. Beberapa faktor yang berkorelasi positif dan cukup kuat adalah; (a) kurangnya pemahaman tentang LKMA dengan penyimpangan dana oleh manajemen (0.550); (b) penyimpangan dana oleh manajemen dengan kelemahan kepemimpinan/manajemen (0.669); (c) penyimpangan dana oleh manajemen dengan kurangnya kesadaran anggota (0.527); (d) penyimpangan dana oleh manajemen dengan kurangnya fasilitas/prasarana dan sarana manajemen (0.539); (e) kelemahan kepemimpinan/manajemen dengan kurangnya kesadaran anggota (0.737); (f) kelemahan kepemimpinan/manajemen dengan kurangnya pengawasan (0.506); (g) kelemahan kepemimpinan/manajemen dengan kurangnya fasilitas/prasarana dan sarana manajemen (0.578); dan (h) kurangnya kesadaran anggota dengan kurangnya fasilitas/prasarana dan sarana manajemen (0.507). Hasil Uji Korelasi tersebut menyimpulkan bahwa penumbuhan dan pengembangan LKMA harus dilakukan secara terpadu, mulai dari sosialisasi konsep, penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas SDM, dukungan kebijakan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten, hingga dukungan fasilitasi penguatan modal dan perluasan jaringan kerjasama LKMA dengan lembaga lain. Hasil Uji Korelasi selengkapnya disajikan pada Tabel 16 di bawah ini. Tabel 16Hasil Uji Korelasi antarfaktor penyebabkegagalan LKMA di Kabupaten Pandeglang
Faktor
Kurangnya Pemahaman Tentang LKMA Kurangnya Kesadaran Anggota Kelemahan Kepemimpinan/ Manajemen Kurangnya Pengawasan Kurangnya Fasilitas/ Prasarana dan Sarana Manajemen Penyimpangan Dana Oleh Manajemen
Kurangnya Pemahaman Tentang LKMA
Kurangnya Kesadaran Anggota
Kelemahan Kepemimpinan/ Manajemen
Kurangnya Pengawasan
Kurangnya Fasilitas /Prasarana dan Sarana
Penyimpangan Dana oleh Manajemen
1.000
0.550
1.000
0.462
0.669
1.000
0.439
0.527
0.737
1.000
0.280
0.414
0.506
0.499
1.000
0.383
0.539
0.578
0.507
0.421
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah).
1.000
Faktor Pendukung Keberhasilan LKMA Faktor penyebab kegagalan LKMA di atas diperkuat oleh data lapangan yang menyimpulkan bahwa faktor pendukung keberhasilan LKMA yang paling tinggi nilainya adalah kesadaran anggota (4.57); kemudian peran Penyuluh Pendamping (4.42);peran Penyelia Mitra Tani (4.42); ketegasan pemimpin (4.32); kelengakapan fasilitas/prasarana dan sarana manajemen ((4.28); peran pembina tingkat Pusat/BPTP (4.25); dan peran pembina tingkat kabupaten.Tabel 17menyajikan faktor pendukung keberhasilan LKMA. LKMA dibentuk dari, oleh, dan untuk anggota, sehingga kesadaran anggota dalam mendukung keberhasilan LKMA sangat penting, apalagi dana awal LKMA berasal dari Pemerintah. Pengurus LKMA kurang memiliki kekuatan untuk memaksa kepada anggotanya untuk melunasi pinjaman disebabkan karena sejak awal pembentukan LKMA mereka merasa “duduk sejajar”. Kurangnya kesadaran anggota untuk membesarkan LKMA yang direpresentasikan dengan kurangnya kesadaran dalam melunasi pinjaman dana kepada LKMA diduga kuat disebabkan karena kurangnya pemahaman mereka tentang LKMA. Hal itu terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan antara Penyuluh Pendamping, PMT, dan Pengurus Gapoktan dan LKMA.Dalam forum diskusi, sebagian besar pengurus Gapoktan dan LKMA menyatakan kurangnya pelatihan tentang LKMA. Tabel 17 Faktor pendukung keberhasilan LKMA No. Faktor Keberhasilan LKMA Nilai 1 Kesadaran anggota 4.57 2 Penyuluh pendamping 4.42 3 Penyelia Mitra Tani 4.42 4 Ketegasan pemimpin 4.32 5 Fasilitas/prasarana dan sarana manajemen 4.28 6 Peran Tim PUAP Pusat/BPTP 4.25 7 Peran Tim Teknis Tingkat Kabupaten 4.23 Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Keterangan nilai: 5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup baik, 2 = kurang baik, 1 = buruk Besarnya peran PMT dan Penyuluh Pendamping dalam mendukung keberhasilan LKMA dapat dipahami karena tugas PMT adalah; (a) melakukan supervisi dan advokasi proses penumbuhan kelembagaan ekonomi perdesaan (unit usaha simpan – pinjam) bersama Penyuluh Pendamping; (b) melaksanakan pertemuan reguler dengan Penyuluh Pendamping dan Gapoktan; (c) melakukan verifikasi awal terhadap Rencana Usaha Bersama (RUB) dan dokumen administrasi lainnya; (d) melaksanakan pengawalan pemanfaatan dana PUAP yang dikelola oleh Gapoktan; (e) bersama dengan penyuluh yang telah mengikuti TOT melakukan pelatihan kepada Gapoktan dan Penyuluh Pendamping; (f) Bersama dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota melaksanakan evaluasi pelaksanaan PUAP tahun sebelumnya dan membuat laporan tentang perkembangan pelaksanaan PUAP kepada Tim PUAP Pusat melalui Tim Pembina Provinsi c.q Sekretariat PUAP Provinsi; (g) mendorong tumbuhnya kelembagaan ekonomi
perdesaan (unit usaha simpan – pinjam) yang telah berhasil, menjadi LKMA (Petunjuk Teknis Penyelia Mitra Tani PUAP, 2011). Sedangkan tugas Penyuluh Pendamping adalah; (a) melakukan identifikasi potensi ekonomi desa yang berbasis usaha pertanian; (b) memberikan bimbingan teknis usaha agribisnis perdesaan termasuk pemasaran hasil usaha; (c) membantu memecahkan permasalahan usaha petani/kelompok tani, serta mendampingi Gapoktan selama penyusunan dokumen PUAP dan proses pengembangan kelembagaan; (d) melakukan pelatihan usaha agribisnis dan usaha ekonomi produktif sesuai potensi desa; (e) membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi, teknologi, dan pasar; (f) membantu PMT memberikan bimbingan teknis dalam pemanfaatan dan pengelolaan dana PUAP; dan (g) membantu Gapoktan dalam membuat laporan perkembangan PUAP (Petunjuk Teknis Penyuluh Pendamping PUAP, 2011). Dalam konsep Pola Dasar PUAP, Penyuluh Pendamping berada di bawah koordinasi PMT, tetapi dalam pelaksanaan tugas-tugas pendampingan, PMT mengalami kesulitan dalam berkoordinasi dengan Penyuluh Pendamping. Menurut PMT, salah satu penyebabnya adalah Penyuluh Pendamping merasa lebih “senior” daripada PMT. Selain itu, Penyuluh Pendamping merasa tugas utama mereka adalah melakukan penyuluhan pertanian secara umum. Adapun tugas mereka dalam program PUAP hanya sekedar diperbantukan. Namun, sebagian besar responden mengakui bahwa peran PMT dan Penyuluh Pendamping sama besarnya dalam mendukung keberhasilan LKMA. Hasil Uji Korelasi antarfaktor yang mendukung keberhasilan LKMA menyimpulkan bahwa semua faktor memiliki korelasi positif. Beberapa faktor yang memiliki korelasi positif yang cukup kuat adalah; (a) antara kesadaran anggota dengan Tim PUAP Pusat/PBTP (0.513); (b) antara peran Tim PUAP Pusat/BPTP dengan Tim Teknis Kabupaten (0.812); (c) antara peran Tim PUAP Pusat/BPTP dengan Penyuluh Pendamping (0.756); (d) peran Tim PUAP Pusat/BPTP dengan peran PMT (0.825); (e) antara Tim Teknis Kabupaten dengan peran Penyuluh Pendamping (0.599); (f) Tim Teknis Kabupaten dengan peran PMT (0.697); dan (g) Peran Penyuluh Pendamping dengan peran PMT (0.872). Hasil Uji Korelasi di atas menunjukkan bahwa para stakeholders yang terkait dengan pengembangan program PUAP dan LKMA harus memiliki tanggung jawab yang sama sesuai dengan tugas yang telah diamanatkan. Koordinasi dan komunikasi harus dilakukan secara intensif dan pembinaan terhadap keberhasilan LKMA tidak dapat diserahkan kepada salah satu stakeholder. Hasil Uji Korelasi selengkapnya ditampilkan pada Tabel 18.
Tabel 18 Hasil Uji Korelasi antarfaktor pendukung keberhasilan LKMA di Kabupaten Pandeglang
Faktor
Ketegasan Pemimpin Kesadaran Anggota Peran Tim PUAP Pusat/BPTP Peran Tim Teknis Kabupaten Peran Penyuluh Pendamping Peran PMT Kelengkapan Fasilitas/Prasar ana dan Sarana Manajemen
Ketegasan Pemimpin
Kesadaran Anggota
Peran Tim PUAP Pusat/ BPTP
Peran Tim Teknis Kabupaten
Peran Penyuluh Pendamping
Peran PMT
Kelengkapan Fasilitas/P rasarana dan Sarana Manajemen
1.000 0.357
1.000
0.304
0.513
1.000
0.126
0.287
0.812
1.000
0.351
0.419
0.756
0.599
1.000
0.318
0.397
0.825
0.697
0.872
1.000
0.353
0.417
0.362
0.303
0.453
0.443
1.000
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah).
Faktor Penyebab Kredit Macet Menurut Norell (2001), kredit macet adalah kredit yang telah dihapusbukukan olehlembaga keuangan mikro (LKM). Kredit macet didefinisikan sebagai akhirpinjaman, dan ini dapat meningkat dalam LKM karena beberapa alasan. 1. Para pengelola LKM seringkali kurang sungguh-sungguh dalam menagih utang para peminjam. Mereka mungkin memahami bahwa LKM adalah sebuah lembaga nirlaba yang didanai oleh donor, sehingga pengelola LKM kurang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan dana yang dikelola dan tidak berpikir tentang keuntungan. 2. Kehidupan dalam keluarga besar para peminjam dana LKM penuh dengan hal-hal yang tak terduga. Misalkan ketika ada di antara keluarga mereka yang sakitatau meninggal dunia, mereka sulit untuk tidak memberikan bantuan. Mereka merasa terdorong untuk memberikan bantuan keuangan, meskipun bantuan dana yang diberikan itu berasal dari pinjaman LKM. 3. Jikapinjamanyangcukup besar untukkebutuhanusaha digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Ketikautangjatuh tempo dan harus dilunasi,
para peminjam tidak dapatmembayar pinjamankarena usahanya tidak menghasilkan keuntungan yang memadai. 4. Jika pinjaman yang diberikan atas dasar pertemanan, para peminjamseringkali menunda pembayaran atau tidak membayar sama sekali. Mereka berharap teman mereka yang menjadi pengelola LKM dapat memakluminya dan tidak akan membawanya ke pengadilan atau menyita harta bendanya. Sedangkan Djohanputro dan Kountur (2007) mencatat beberapa faktor penyebab terjadinya kredit macet (NPL), di antaranya: 1. Integritas pengawas, pengurus dan pegawai LKM berupa intervensi yang bersumber pada tiga hal; ketidakjelasan prosedur, ketidakdisiplinan pencatatan, dan kurangnya perhatian dari pengawasan. 2. Kompetensi pegawai LKM dalam menerapkan prosedur, penerapan 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition), pengawasan dan penanganan kredit bermasalah, dan administrasi. 3. Strategi pemasaran LKM yang masih lemah dan perlu mendapat perhatian. 4. Perlunya peningkatan penggunaan analisis pemberian kredit yang lebih baik dan konsisten. 5. Pembayaran kredit dengan jemputan dapat berdampak negatif. Kredit macet dapat terjadi karena ketidakdisiplinan dan ketidakrutinan petugas untuk menagih, kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud), dan terdapat kemungkinan petugas tidak menyetorkan hasil penagihan ke LKM. Berdasarkan data yang dihimpun dari 8 LKMA sampel di Kabupaten Pandeglang diperoleh informasi bahwa tiga faktor yang paling berpengaruh terhadap kredit macet pada LKMA adalah kurangnya kesadaran anggota dalam membayar pinjaman (3.58), diikuti oleh kegagalan usaha (3.53), dan tidak ada insentif dan sanksi terhadap pelanggaran (3.51). Rendahnya kesadaran anggota dalam melunasi pinjaman diakui baik oleh pengurus LKMA maupun anggota LKMA itu sendiri. Sebagian besar anggota LKMA bahkan memiliki persepsi bahwa dana PUAP adalah dana bantuan langsung tunai yang tidak harus dikembalikan.Data Faktor yang menjadi penyebab terjadinya kredit macetpada LKMA disajikan pada Tabel 19. Tabel 19Faktor penyebab kredit macet No. Faktor Penyebab Nilai 1 Kurangnya kesadaran anggota dalam membayar pinjaman 3.58 2 Kegagalan usaha 3.53 3 Tidak ada insentif dan sanksi terhadap pelanggaran 3.51 4 Lemahnya penegakkan disiplin organisasi 3.32 5 Kurangnya pengawasan/kontrol oleh manajemen 3.32 6 Tidak ada aturan yang jelas 3.02 7 Penyimpangan penggunaan dana oleh anggota 2.77 Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Keterangan: 5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup baik, 2 = kurang baik, 1 = buruk Dalam forum FGD terungkap bahwa faktor penyebab terjadinya kredit macet yang diungkap oleh Norell (2001) serta Djohanputro dan Kountur (2007), yaitu ketidakdisiplinan dan ketidakrutinan petugas untuk menagih,dibenarkan baik
oleh pengurus LKMA maupun oleh anggota. Dalam forum tersebut juga terungkap bahwa tidak adanya sanksi terhadap anggota yang tidak membayar atau melunasi pinjaman mengakibatkan anggota yang lain yang pada awalnya ingin melunasi pinjaman, akhirnya mengikuti anggota yang tidak membayar atau melunasi pinjaman. Berdasarkan hasil Uji Korelasi antarfaktor yang menyebabkan kredit macet diperoleh hasil bahwa secara umum semua faktor memiliki korelasi positif yang tidak cukup kuat. Ada beberapa faktor penyebab kredit macet memiliki korelasi cukup kuat, yaitu antara kegagalan usaha dengan kurangnya kesadaran anggota dalam membayar pinjaman(0.689); antara lemahnya penegakkan disiplin organisasi dengan penyimpangan penggunaan dana oleh anggota (0.540); antara kurangnya kesadaran anggota dalam membayar pinjaman dengan kurangnya pengawasan/kontrol oleh manajemen (0.556); antara kurangnya kesadaran anggota dalam membayar pinjaman dengan lemahnya penegakkan disiplin organisasi (0.668); antara tidak adanya insentif dan sanksi terhadap pelanggaran dengan kurangnya pengawasan/kontrol oleh manajemen (0.515); dan antara lemahnya penegakan disiplin organisasi dengan kurangnya pengawasan/kontrol oleh manajemen (0.619). Adanya keterkaitan yang erat antarfaktor penyebab kredit memberi sinyal bahwa harus ada penguatan manajemen dalam pengelolaan dan pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang, terutama dalam menumbuhkan sikap kepemimpinan para pengurus LKMA.Pengelolaan LKMA harus dilakukan secara profesional dengan mengacu pada manajemen lembaga keuangan pada umumnya. Untuk itu, para pengurus LKMA harus mendapatkan pelatihan tentang teknikteknik manajemen perbankan. Di sisi lain, perlu dilakukan penguatan mental dan spiritual terhadap pengurus dan anggota LKMA setelah melihat adanya kontradiksi antara kondisi masyarakat Pandeglang yang dikenal relijius dengan kelemahan anggota LKMA dalam melunasi pinjamannya. Untuk mengatasi masalah ini, tokoh spiritualseperti ulama, kyai, dan ustadz perlu dilibatkan, terutama untuk menguatkan pemahaman bahwa utang harus dilunasi.Pengabaian terhadap utang adalah dosa besar yang berdampak pada kehidupan di akhirat. Hasil Uji Korelasi antarfaktor yang menyebabkan kredit macet pada LKMA di Kabupaten Pandeglang disajikan pada Tabel 20. Tabel 20Hasil Uji Korelasi antarfaktor penyebab kredit Macet pada LKMA di Kabupaten Pandeglang
Faktor
Kegagalan Usaha Penyimpangan Dana oleh Anggota
Kegagalan Usaha
Penyimpangan Dana oleh Anggota
1.000 0.381
1.000
Kurangnya Kesadaran Anggota Membayar Pinjaman
Kurangnya Pengawa san oleh Manajemen
Tidak Ada Aturan yang Jelas
Tidak Ada Insentif dan Sanksi
Lemahnya Penegakkan Disiplin Organisasi
Kurangnya Kesadaran Anggota Membayar Pinjaman Kurangnya Pengawasan oleh Manajemen Tidak Ada Aturan yang Jelas Tidak Ada Insentif dan Sanksi Lemahnhya Penegakkan Disiplin Organisasi
0.689
0.453
1.000
0.378
0.369
0.556
1.000
0.290
0.440
0.349
0.090
1.000
0.211
0.373
0.380
0.515
0.372
1.000
0.425
0.540
0.668
0.619
0.306
0.363
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah).
1.000
6 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN LKMA Perumusan strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang dihadapkan oleh berbagai tantangan, mulai dari yang bersifat kebijakan hingga hal-hal yang bersifat teknis. Hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Pandeglang belum mengeluarkan peraturan daerah yang secara khusus menangani LKMA, sehingga pengembangan LKMA ke depan belum memiliki konsep dan strategi yang jelas.Dalam penelitian ini, perumusan strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan melibatkan unsur Faktor, Aktor, Tujuan, dan Strategi Alternatif.
Faktor Dalam penelitian ini, faktor-faktor penting dalam strategi pengembangan LKMA adalah konsep LKMA itu sendiri, kelayakan (viability) LKMA yang akan dikembangkan, keswadayaan, kemandirian keuangan, jangkauan pasar (outreach), dan profitabilitas. Hasil perhitungan AHP terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap strategi pengembangan LKMA, menurut responden faktor profitabilitas memiliki nilai tertinggi (26.8%). Profitabilitas adalah kemampuan LKMA dalam menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Faktor penting kedua dan ketiga adalah keswadayaan (18.5%) dan konsep LKMA (16.0%). Hasil perhitungan AHP untuk Faktor disajikan pada Tabel 21. Tabel 21Hasil penghitungan AHP untuk Faktor No
Faktor
BPTP
Dinas
PMT
LKMA
Kementan
Nilai
1
Konsep LKMA
0.025
0.041
0.290
0.370
0.073
0.160
2
Kelayakan
0.145
0.142
0.287
0.052
0.105
0.146
3 4
Keswadayaan
0.132
0.176
0.330
0.209
0.080
0.185
Kemandirian Keuangan
0.079
0.137
0.050
0.164
0.181
0.122
5
Jangkauan Pasar
0.155
0.317
0.016
0.032
0.075
0.119
6
Profitabilitas
0.464
0.188
0.027
0.173
0.486
0.268
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah).
Aktor Aktor dalam pembentukan LKMA ditentukan oleh tiga pihak, yaitu Pemerintah, PMT, dan Gapoktan.PMT sebagai praktisi yang memahami dan mendampingi Gapoktan hingga terbentuknya LKMA.Pemerintah sebagai fasilitator dan regulator bagi kebijakan pertanian.Dan Gapoktan sebagai pelaku dan pelaksana LKMA. Dari hasil perhitungan AHP, bobot keterlibatan stakeholders antara pemerintah, PMT, dan Gapoktan cukupberbeda. Gapoktan dianggap memiliki
peranan yang sangat penting bagi pembentukan LKMA (51.2%), diikuti PMT (29.6%), dan pemerintah (18.7 %). Hasil perhitungan AHP untuk Aktor disajikan pada Tabel 22. Dari hasil penelitian dapat dianalisis kelima responden menyatakan bahwa pemerintah dianggap kurang berperan dalam pembentukan LKMA. Sedangkan BPTP, Dinas, dan PMT menyatakan peran utama dalam pembentukan LKMA adalah PMT. LKMA dan Kementan menilai peran utama dalam pembentukan LKMA adalah Gapoktan. PMT dan LKMA masing-masing menilai diri mereka merupakan aktor utama dalam pembentukan LKMA. Tabel 22 Hasil penghitungan AHP untuk Aktor No
Aktor
BPTP
Dinas
PMT
LKMA
Kementan
Nilai
1
Pemerintah
0.287
0.193
0.200
0.111
0.143
0.187
2
PMT
0.394
0.421
0.412
0.111
0.143
0.296
3
Gapoktan
0.310
0.369
0.389
0.778
0.714
0.512
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gapoktan menyadari untuk memajukan kelompok mereka, subyek utamanya bukan orang lain, tetapi diri mereka sendiri.Sedangkan PMT berperan sebagai pendorong dan pendamping, dan Pemerintah hanya sebagai fasilitator.Kesadaran tersebut penting, karena hasil penelitian diatas sesuai dengan teori pemberdayaan dimana subyek dan obyek utama dalam peningkatan kesejahteraan adalah masyarakat itu sendiri. Namun demikian, petani tetap membutuhkan pendamping, terutama untuk berurusan dengan pihak luar, seperti bank, media, atau berbagai lembaga lain. Dan juga untuk membuka akses informasi aktual kepada petani.Peran tersebut disandang oleh PMT. Oleh karena itu PMT dianggap memiliki peranan yang cukup signifikan hampir 30 persen terhadap pembentukan LKMA.
Tujuan Menurut pendapat responden apabila LKMA hendak dibentuk dan ditumbuhkan, maka pendanaan dan kemitraan harus diprioritaskan dibandingkan dua variabel lainnya, yaitu legalitas dan penguatan kelembagaan. Di antara keempat variabel tersebut, dua variabel mendominasi, yaitu pendanaan (31.7%) dan kemitraan (31.0%), atau kalau ditotal mencapai hampir 63 persen. Sedangkan variabel legalitas dan kelembagaanhanya mencapai 37 persen. Berdasarkan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwapenguatan pendanaan dan terjalinnya kerjasama kemitraan antara LKMA dengan lembaga lain adalah bagiandari kunci keberhasilan dalam pengelolaan dan pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang. Berikut urutan variabel LKMA berturut-turut;pendanaan (31.7%),kemitraan (31.0%), kelembagaan(20.4%), dan legalitas(16.6%). Hasil perhitungan AHP untuk Tujuan Pembentukan LKMA disajikan pada Tabel 23.
Tabel23 Hasil penghitungan AHP untuk Tujuan Pembentukan LKMA No
Tujuan
BPTP
Dinas
PMT
LKMA
Kementan
Nilai
1
Legalitas
0.074
0.144
0.231
0.057
0.325
0.166
2
Kelembagaan
0.165
0.138
0.456
0.061
0.198
0.204
3
Pendanaan
0.475
0.434
0.069
0.455
0.153
0.317
4
Kemitraan
0.272
0.284
0.244
0.427
0.325
0.310
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Berdasarkan hasil perhitungan AHP untuk tujuan, tiga responden menyatakan pendanaan merupakan tujuan pertama dalam pembentukan LKMA.Ketiga responden tersebut, yaitu BPTP, Dinas, dan LKMA.Sedangkan PMT menyatakan kelembagaan merupakan faktor utama dalam tujuan.Dan responden dari Kementan menyatakan legalitas dan kemitraan merupakan faktor utama dalam tujuan. Kementan menyatakan bahwa legalitas dan kemitraan merupakan faktor utama, karena dengan adanya legalitas dan kemitraan, masalah pendanaan dan kelembagaan akanterselesaikan dengan sendirinya. Misalnya untuk mendapatkan pendanaan dari bank, maka pendirian LKMA perlu berbadan hukum dan melengkapi persyaratan administrasi lainnya.Atau dengan kemitraan dengan berbagai lembaga yang ada, LKMA dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan modal. Sedangkan menurut PMT, kelembagaan menjadi faktor penentu karena dengan kelembagaan yang kuat, maka LKMA dapat dengan mudah dikelola, sehingga dapat mendorong tercapainya kemitraan, pendanaan, dan legalitas. Secara keseluruhan, pendanaan dan kemitraan merupakan faktor utama yang perlu diperkuat untuk mencapai tujuan.Pendanaan dapat diperoleh dari lembaga keuangan, bank, atau pemerintah.Sedangkan kemitraan yang perlu dibangun, yaitu dengan lembaga swadaya masyarakat lain, lembaga keuangan, lembaga pendidikan,dan lembaga pelatihan.
StrategiAlternatif Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi diartikan sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi alternatif dalam pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang mencakup tentang pentingnya regulasi yang dapat memayungi sekaligus mengantarkan kepada keberhasilan LKMA, pendampingan yang melekat bukan sekedar kunjungan, penguatan alternatif pembiayaan, serta peningkatan produksi dan pemasaran hasil pertanian. Hasil penghitungan AHP menunjukkan bahwa strategi alternatif yang menjadi prioritas untuk diterapkan dalam pengembangan LKMA adalah peningkatan produksi dan pemasaran hasil pertanian (30.6%) serta penguatan pembiayaan (29.0%).Hasil penghitungan AHP tersebut semakin menguatkan temuan sebelumnya tentang pentingnya kerjasama kemitraan dengan lembaga lain dalam pengembangan LKMA. Keberhasilan strategi pengembangan LKMA melalui peningkatan produksi dan pemasaran hasil pertanian serta penguatan
pembiayaan tidak terlepas dari terjalinnya kerjasama kemitraan yang semakin kuat antara LKMA dengan lembaga lain. Hasil penghitungan AHP terhadap strategi alternatif pengembangan LKMA selengkapnya disajikan pada Tabel 24. Berdasarkan Tabel 24,strategi yang paling utama adalah peningkatan produksi dan pemasaran hasil pertanian dan penguatan pembiayaan.Kedua strategi tersebut mencapai 60 persen dari total nilai untuk strategi.Sedangkan strategi pendampingan LKMA dan regulasi hanya 40 persen.
Tabel 24Hasil penghitungan AHP untuk Strategi Pengembangan LKMA No
Strategi
BPTP
Dinas
PMT
LKMA
Kementan
Nilai
1
Regulasi LKMA
0.250
0.163
0.263
0.032
0.063
0.154
2
Pendampingan LKMA
0.308
0.229
0.244
0.087
0.313
0.236
3
Penguatan Pembiayaan Produksi dan Pemasaran Hasil
0.201
0.346
0.342
0.246
0.313
0.290
0.169
0.261
0.153
0.634
0.313
0.306
4
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah). Berdasarkan penghitungantersebut, menurut BPTP strategi utama dalam pengembangan LKMA adalah pendampingan.Sedangkan menurut Dinas dan PMT strategi yang perlu dijalankan adalah penguatan pembiayaan.Menurut LKMA strategi yang mereka perlukan adalah peningkatan produksi dan pemasaran hasil. Sedangkan menurut Kementerian Pertanian,strategi pendampingan, penguatan pembiayaan, serta peningkatan produksi dan pemasaran hasil merupakan strategi yang sama penting. Gambar 6 di bawah ini menyajikan hasil penghitungan AHP terhadap strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang. Inti sari hasil penghitungan AHP terhadap strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang dapat rangkum sebagai berikut: a. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam penumbuhan dan pengembangan LKMA adalah profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan sebuah lembaga atau perusahaan menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek dan jangka panjang.Profitabilitas adalah langkah untuk mencapai keberlanjutan (sustainability). Oleh karena itu, penting untuk diketahui cara-cara untuk mencapai profitabilitas. b. Aktor utama yang harus diberdayakan dan ditingkatkan kualitas SDM-nya dalam penumbuhan dan pengembangan LKMA adalah pengurus Gapoktan dan juga pengelola LKMA.Peningkatan kualitas SDM pengelola Gapoktan dan LKMA terutama difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam pengelolaan keuangan yang mengarah pada manajemen perbankan, sehingga LKMA dikelola secara profesional dan modern sebagaimana pengelolaan lembaga keuangan pada umumnya. c. Tujuan utama yang harus diprioritaskan dalam penumbuhan dan pengembangan LKMA adalah penguatan pendanaan dan terjalinnya kemitraan dengan lembaga lain. Penguatan pendanaan dan terjalinnya kemitraan akan memperlancar pengembangan LKMA, terurama dalam memperluas jangkauan pelayanan kepada petani.
d.
Strategi alternatif yang harus diutamakan dalam penumbuhan dan pengembangan LKMA adalah peningkatan produksi dan pemasaran hasil. Peningkatan produksi dan pemasaran hasil produksi akan membuat petani merasa tenang karena ada kepastian untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Strategi Pengembangan LKMA
Fokus
Faktor
Konsep/ Desain LKMA
Kelayakan (Viability) 0.146
0.160
Aktor
Tujuan
Pemerintah 0.187
Terpenuhinya Legalitas
Kemandirian Keuangan (financial selfsufficiency) 0.122
Jangkauan Pasar (outreach) 0.119
Penyelia Mitra Tani 0.296
Profitabilitas (profitability) 0.268
Gapoktan 0.512
Menguatnya Kelembagaan 0.204
Menguatnya Pendanaan 0.317
Terjalinnya Kemitraan 0.310
Penyusunan Regulasi LKMA
Pendampingan Gapoktan Menuju LKMA
Penguatan Pembiayaan LKMA
0.154
0.236
0.290
Peningkatan Produk dan Pemasaran Hasil Gapoktan 0.306
0.166
Strategi Alternatif
Keswadayaan (selfreliance) 0.185
Gambar 11 Hasil AHP untuk perumusan strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang
7 PERANCANGAN PROGRAM Berdasarkan hasil penilaian AHP diperoleh rumusan strategi pengembangan LKMA yang dapat dijadikan strategi utama dalam pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang. Sebuah strategi perlu diimplementasikan dalam bentuk program operasional. Beberapa bentuk program yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil evaluasi kinerja Gapoktan, analisis penumbuhan LKMA, dan kajian terhadap kinerja LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah sebagai berikut: a. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam penumbuhan dan pengembangan LKMA adalah profitabilitas; b. Aktor utama yang harus diberdayakan dan ditingkatkan kualitas SDM-nya dalam penumbuhan dan pengembangan LKMA adalah Gapoktan; c. Tujuan utama yang harus diprioritaskan dalam penumbuhan dan pengembangan LKMA adalah penguatan pendanaan dan terjalinnya kemitraan dengan lembaga lain; dan d. Strategi alternatif yang harus diutamakan dalam penumbuhan dan pengembangan LKMA adalah peningkatan produksi dan pemasaran hasil. Sebelum menyentuh keempat program utama di atas, Pemerintah Kabupaten Pandeglang terlebih dahulu harus menutupi kelemahan-kelemahan terkait dengan pengelolaan LKMA. Berdasarkan beberapa temuan di lapangan, beberapa program yang harus dilakukan untuk pengembangan LKMA di masa yang akan datang adalah sebagai berikut: 1. Penataan Peraturan Daerah (Perda) untuk mendukung pemberdayaan dan pengembangan LKMA. 2. Peningkatan akses LKMA terhadap sumber-sumber pendanaan, antaralain melalui program pengembangan berbagai skim perkreditan untuk LKMAdan program pembiayaan produktif bagi usaha mikro. 3. Pengembangan jaringan pemasaran melalui promosi produk yang dihasilkan petani anggota LKMA dan pengembangan sarana pemasarannya. 4. Fasilitasi perizinan ke arah LKMA berbadan hukum. 5. Peningkatan pemahaman tentang LKMA untuk pengurus Gapoktan, pengelola LKMA, dan seluruh anggota. Pemahaman tentang LKMA sangat penting mengingat salah satu faktor penyebab kegagalan pengelolaan LKMA adalah pemahaman yang lemah tentang LKMA. Sebagian besar anggota memahami bahwa bantuan permodalan melalui program PUAP yang seharusnya dikelola dan dikembangkan melalui LKMA dianggap sebagai bantuan yang bersifat karitatif. Persepsi salah seperti itu mengakibatkan anggota tidak termotivasi untuk mengembalikan pinjamannya. Di samping itu, kelemahan manajerial dan kepemimpinan pengelola LKMA turut memberi andil dalam kegagalan LKMA. 6. Penumbuhan dan peningkatan keterampilan wirausaha (entrepreneurship) bagi pelaku usaha anggota LKMA. Program ini sangat penting dilakukan untuk meminimalisasi kegagalan usaha anggota yang menjadi salah satu penyebab tingginya presentase kredit macet pada LKMA di Kabupaten Pandeglang. 7. Peningkatan kapasitas kepemimpinan dan manajerial pengurus Gapoktan dan
8.
9.
pengelola LKMA. Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa kepemimpinan dan manajerial yang lemah dalam pengelolaan LKMA berdampak pada lemahnya pengawasan dan lemahnya penegakan disiplin, dan tidak berjalannya mekanisme insentif dan sanksi. Peningkatan kapasitas Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) untuk optimalisasi peran dan fungsi mereka sebagai penyuluh dan pendamping LKMA. Para Penyuluh Pendamping dan PMT mengakui bahwa kapasitas mereka tidak sebanding dengan tugas berat yang diemban, yaitu menyukseskan program PUAP dan LKMA. Penggabungan peran dan fungsi Penyuluh Pendamping dan PMT sebagai pendamping Gapoktan/LKMA. Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa peran Penyuluh Pendamping dan PMT dalam keberhasilan program PUAP di Kabupaten Pandeglang kurang sinergis. Perbandingan jumlah PMT terhadapGapoktan/LKMA penerima bantuan PUAP yang harus didampingi adalah 1:30.Perbandingan yang tidak seimbang tersebut mengakibatkan peran pendampingan tidak efektif. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Pandeglang dapat mengusulkan kepada Kementerian Pertanian agar menggunakan satu nama saja dalam pendampingan Gapoktan/LKMA. Jumlah Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THLTBPP), penyuluh PNS, dan PMT tahun 2013 adalah sebanyak 223 orang. Jumlah ini bila dibandingkan dengan jumlah Gapoktan penerima program PUAP di Kabupaten Pandeglang hingga tahun 2013, yaitu 257 Gapoktan, perbandingannya mendekati 1:1. Perbandingan ini tentu akan meningkatkan efektivitas peran dan fungsi pendamping Gapoktan/LKMA.
Penumbuhan Profitabilitas LKMA Analisis profitabilitas LKM yang mengacu pada nilai Return on Asset (ROA) atauReturn on Equity (ROE) selalu merekomendasikan peningkatan nilai pendapatan bersih (net income)terhadap aset atau modal. Salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan bersih, banyak LKM yang hanya mengejar jumlah nasabah yang dilayani (outreach) tanpa mempertimbangkan kategori nasabah tersebut, apakah perorangan atau kelompok. Secara teknis, akan lebih mudah meningkatkan outreach melalui pembiayaan kelompok daripada memberikan pelayanan kepada nasabah perorangan. Secara empiris, peningkatan outreach tidak selalu berdampak positif pada peningkatan profitabilitas. Rosenberg (2009) mengatakan bahwa pertumbuhan LKM yang terlalu cepatdalam hal outreachsering mengakibatkan terhambatnya pencapaianprofitabilitas,karenapertumbuhan tersebutmembutuhkan investasi barudalam hal pendanaan, tenaga pengelola, dan penambahan fasilitas pendukung. Dalam penelitiannya tentang Microfinance Profitability,Muriu (2011) menyimpulkan bahwa profitabilitas LKM terutama dipengaruhi oleh faktor-faktor spesifik yang berlaku dalam sebuah perusahaan serta faktor lingkungan LKM yang ada di negara yang bersangkutan. Secara lebih spesifik, Muriu menegaskan bahwa LKM yang lebih efisien dalam pengelolaan dana operasional memiliki profitabilitas yang lebih baik. Berdasarkan temuan tersebut, menurut Muriu, jika LKMtidak efisien,maka tingkat pengembalian pinjaman yang tinggi sebagaimana
dilaporkan oleh beberapa LKM tidak cukup untuk menggambarkan bahwa LKMA tersebut memikiki profitabilitas LKM yang baik. Muriu juga mengungkapkan bahwa kegagalan dalam pengembalian pinjaman merupakan hambatan yang serius bagi profitabilitas LKM. Secara teoritis, kegagalan dalam pengembalian pinjaman seharusnya dapat diminimalisasi melalui mekanisme agunan sebagai salah satu faktor seleksi calon penerima manfaat. Namun, kurangnya informasi tentang penerima manfaat, mengakibatkan LKM kesulitan mengatasi hambatan yang ditimbulkan dari kelemahan seleksi calon penerima manfaat. Oleh karena itu, kelengkapan informasi yang tentang calon penerima manfaat adalah sebuah kebutuhan yang mendesak. Berdasarkan temuan di lapangan, ada dua faktor utama yang menyebabkan LKMA di Kabupaten Pandeglang kurang atau tidak memiliki profitabilitas yang baik, yaitu tingginya kredit macet dan sedikitnya sumber pemasukan LKMA.Untuk mencapai profitabilitas LKMA di Kabupaten Pandeglang, langkah pertama yang harus dilakukan oleh LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah mengatasi tingginya kredit macet (NPL). Menurut Muriu (2011), jika sebuah LKM tidak efisien, maka tingkat pengembalian pinjaman yang tinggi tidak cukup untuk menggambarkan profitabilitas LKM tersebut. Apalagi bila kredit macet yang ada di LKM sangat tinggi. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menangani kredit macet adalah sebagai berikut: 1. Penagihan intensif oleh pengelola LKMA terhadap anggota/nasabah yang usahanya masih berprospek dan dianggap masih mempunyai itikad baik agar memenuhi seluruh kewajibannya. 2. Melakukanrescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace priod), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit. 3. Melakukanreconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan. 4. Melakukanrestructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambaha kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling atau reconditioning. 5. Management Assistancy, yaitu bantuan konsultansi dan manajemen profesional yang diberikan LKMA kepada anggota/nasabah yang masih mempunyai prospek dan mempunyai itikad baik untuk melunasi kewajibannya, namun lemah didalam pengelolaan usahaannya, baik dengan cara menempatkan petugas LKMA maupun meminta bantuan pihak ketiga (konsultan) sebagai anggota manajemen. Di sisi lain, untuk penambahan modal, LKMA perlu mengintensifkan
tingkat keswadayaan melalui pemupukan modal yang digalang dari anggota dalam bentuk simpanan wajib melakukan diversifikasi usaha sebagaimana yang dilakukan oleh LKMA-LKMA di Sumatera Barat, di antaranya bekerja sama dengan PT Pos Indonesia dalam memberikan layanan jasa pembayaran listrik PLN dan layanan jasa pembelian pulsa atau internet PT Telkom.
Peningkatan Kapasitaas SDM Pengelola LKMA Salah satu faktor kunci yang menentukan keberlanjutan (sustainability) LKMA adalah kapabilitas sumberdaya manusia (SDM) pengelola LKMA. Sustainabilitas LKMA juga membutuhkan inovasi, khususnya dalam mencari model pembiayaan yang inovatif. Sedangkan syarat untuk melakukan inovasi adalah kompetensi. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi pengelola LKMA merupakan hal sangat penting dan harus terus dilakukan. Inovasi dan kompentensi akan semakin relevan bila dikaitkan dengan peran LKMA dalam melakukan aktivitas pembiayaan kepada pelaku usaha di perdesaan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan perlu juga dilakukan untuk Penyuluh Pendamping dan PMT, karena salah satu hasil temuan di lapangan menyebutkan bahwa peran Penyuluh Pendamping dan PMT bagi keberhasilan LKMA sama pentingnya. Penyuluh Pendamping yang berperan sebagai konsultan teknik dan PMT yang berfungsi sebagai supervisor, harus menguasai konsep LKMA sebagai lembaga keuangan mikro yang profesional. Program pelatihan dan pengembangan SDM pengurus Gapoktan dan pengelola LKMA harusditata dengan baik dan difokuskan pada penguasaan teknik pengelolaan LKMA. Secara umum, tingkat pendidikan pengurus Gapoktan dan pengelola LKMA rata-rata SMA, bahkan ketua dari tiga LKMA di Kabupaten Pandeglang berpendidikan sarjana. Sesungguhnya ini adalah potensi dan modal yang baik bagi pengembangan SDM pengelola LKMA yang andal. Program pendidikan dan pelatihan juga harus dikaitkan dengan sistem sertifikasi profesi sebagaimana yang dikembangkan oleh sektor keuangan lainnya. Sertifikasi hendaknya tidak dilihat sebagai beban, akan tetapi merupakan bagian dari upaya untuk membangun SDM keuangan mikro agribisnis yang profesional. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan SDM pengelola LKMA dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi, instansi pemerintah, BUMN/BUMD, badan usaha milik swasta, dan lembaga internasional. Pendidikan dan pelatihan dapat difokuskan pada sistem dan tata kelola LKMA, pengembangan usaha, penguasaan teknologi, pengembangan jaringan kemitraan, aksesibilitas terhadap dukungan pendanaan, dan pelayanan masyarakat. Untuk efektitivitas dan efisiensi pendanaan dalam program pendidikan dan pelatihan, pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan fasilitas pendidikan dan pelatihan yang berada di bawah koordinasi pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, misalnya dengan memanfaatkan balai-balai pendidikan dan pelatihan yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, dan balaibalai pelatihan yang berada di bawah kendali Pemerintah Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang.
Penguatan Pendanaan dan Terjalinnya Kemitraan dengan Lembaga Lain Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten harus menjadi fasilitator bagi LKMA dalam hal penguatan pendanaan dan terjalinnya kemitraan antara LKMA dengan lembaga lain, di antaranya: 1. Membangun jejaring kemitraan antara LKMA dengan perbankan dalam pemanfaatan skim kredit program KUR, KKPE, dan lainnya. 2. Memfasilitasi terjalinnya kerjasama pembiayaan antara bank umum dengan LKMA melalui Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Bank Perkreditan Rakyat/Syariah (BPR/S). BMT atau BPR/S diberi kewenangan untuk memutuskan kepada LKMA mana kredit akan disalurkan, dan sebagai konsekuensinya, risiko juga ditanggung oleh pihak BMT atau BPR/S. Selain berfungsi sebagai kanal (chanelling), BMT atau BPR/S juga melakukan pembinaan terhadap LKMA, sehingga pada saatnya, LKMA yang yang dinilai memiliki kemandirian, dapat melakukan kerjasama secara langsung dengan bank umum. 3. Mendorong dan memfasilitasi pelaksanaan program tanggung jawab sosial dan lingkungan dari perusahaanyang ada di Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten, sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Program tanggung jawab sosial dan lingkungan dari Perseroan selama ini dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu sebuah kewajiban dan tanggungjawab perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungannya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan hidup. Dalam perkembangannya CSR ini tidak lagi menjadisebuah kewajiban bagi perusahaan, tetapi sudah menjadi sebuah strategi yang dapat digunakan juga untuk kepentingan perusahaan. Dalam rangka pemanfaatan dana CSR, Pemerintah Kabupaten Pandeglang dapat membentuk tim yang secara khusus bertugas memperlancar optimalisasi pemanfaatan dana CSR untuk pengembangan LKMA. Pemerintah Kabupaten Pandeglang juga dapat melibatkan lembaga profesional yang berperan sebagai konsultan sekaligus pengawas. 4. Membantu dan mempercepat proses legalitas LKMA. Dalam UU Nomor 1 tahun 2013 ditegaskan bahwa pendirian LKM paling sedikit harus memenuhi persyaratan; (a) bentuk badan hukum, (b) permodalan, (c) memperoleh izin usaha. Pemerintah Pusat dan Bank Indonesia (BI) mendorong legalitas kegiatan penyaluran pembiayaan usaha oleh LKM melalui penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkeu, Mendagri, Mennegkop dan UKM, dan Gubernur BI tentang Strategi Pengembangan LKM.Berdasar SKB ini, ragam LKM diarahkan kepada empat bentuk badan usaha yang memiliki landasan hukum jelas, yaitu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Koperasi, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Modal Ventura. Menurut hemat Penulis, bentuk badan hukum yang paling cocok untuk LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah Koperasi, karena di dalam Koperasi setiap anggota dapat berpartisipasi secara aktif. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Pandeglang harus melakukan langkah cepat untuk memenuhi unsur legalitas LKMA dalam bentuk Koperasi. Apabila LKMA telah memiliki legalitas, maka mitra usaha akan semakin menaruh kepercayaan kepada LKMA untuk
melakukan kerjasama, khususnya di sub-sektor agribisnis. Peningkatan Produksi dan Pemasaran Hasil Di antara penyebab kegagalan usaha yang dihadapi oleh pelaku usaha anggota LKMA adalah kendala produksi dan kendala pemasaran hasil. Kendala produksi terkait dengan keterbatasan alat-alat produksi dan pengolahan hasil, sedangkan kendala pemasaran terkait dengan belum luasnya jaringan pemasaran yang dimiliki pelaku usaha anggota LKMA. Beberapa program yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk membantu pengembangan LKMA di masa mendatang adalah sebagai berikut: 1. Optimalisasi fungsi pasar tradisional sebagai tempat pemasaran hasil produksi pelaku usaha LKMA. Para pelaku usaha anggota LKMA berharap adanya kemudahan dalam memasarkan hasil produksi di pasar tradisional terdekat. Mereka mengakui adanya hambatan untuk berhubungan langsung dengan para pedagang pasar tradisional. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Pandeglang dapat memfasilitasi tgerbentuknya forum pertemuan antara para pedagang pasar tradisional dengan para pelaku usaha anggota LKMA. Dengan cara ini, para pelaku usaha anggota LKMA dapat memasarkan secara langsung hasil usahanya kepada para pedagang di pasar tradisional. 2. Penerapanteknologi pengolahan hasil pertanian. Pengolahan hasil merupakan upaya untuk meningkatkan nilai tambah serta memperpanjang daya simpan dan atau untuk layak dikonsumsi. Penerapan teknologi pengolahan dilakukan melalui revitalisasi dan atau introduksi teknologi tepat pengolahan hasil pertanian, khususnya pada wilayah sentra produksi pelaku usaha anggota LKMA. 3. Pengembangan sarana pengolahan. Untuk mendukung penerapan teknologi pengolahan hasil sesuai dengan permintaan pasar, perlu didukung dengan sarana yang memadai. Sesuai dengan kondisi lapangan, maka sarana pengolahan hasil hendaknya disesuaikan dengan kemampuan pelaku usaha. 4. Pengembangan manajeman informasi dan jaringan pasar. Pergeseran orientasi usahatani dari orientasi produksi (production oriented) ke arah orientasi pasar (market oriented) perlu dipandu dengan informasi pasar yang aktual, cepat, dan mudah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka informasi akan permintaan dan perilaku pasar baik dari aspek jenis, volume, mutu, waktu, lokasi dan harganya serta peraturan perdagangan lainnya, perlu segera diinventarisir, dianalisis, dan dipublikasikan. Kualitas dan kuantitas informasi tentang kebutuhan dan karakteristik pasar merupakan input yang sangat penting bagi pelaku usaha anggota LKMA. 5. Pengembangan promosi hasil pertanian. Promosi merupakan aspek yang perlu dikembangkan dalam mendukung pengembangan pasar produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha anggota LKMA. Promosi dilakukan melalui pemilihan metode dan materi promosi yang efektif, peningkatan frekuensi promosi produk unggulan baik di pasar lokal (Kabupaten Pandeglang), maupun pasar di luar Kabupaten Pandeglang. 6. Pembangunan dan pengembangan sistem distribusi hasil pertanian. Program perbaikan dan pengembangan sistem distribusi dimaksudkan untuk dapat mendukung kelancaran arus komoditas dari sentra-sentra produksi pelaku usaha anggota LKMA sampai ke konsumen.
Berdasarkan perancangan program yang diturunkan dari metode AHP di atas, maka dapat disusun suatu program pengembangan LKMA agar pengelolaan LKMA di Kabupaten Pandeglang dapat berlangsung secara berkelanjutan. Perancangan program pengembangan LKMA disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Rancangan program pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang No
1
Strategi
Program
Penyusunan regulasi tentang pengembangan LKMA
Penyusunan regulasi tentang pengembanga n LKMA
Penurunan angka kredit macet 2
Peningkatan profitabilitas LKMA Peningkatan kemandirian LKMA
3
Peningkatan kapasitas SDM LKMA
4
Penyusunan regulasi tentang pengembangan LKMA 1. Rescheduling, reconditioning, dan restructuring piutang 2. Penagihan utang secara intensif kepada nasabah yang masih memilki itikad baik dan memiliki usaha. 1. Pengelolaan usaha jasa, seperti mengkoordinir pembayaran listrik dan telepon warga. 2. Penggalangan tabungan anggota
Pendidikan dan pelatihan untuk pengurus dan anggota LKMA
1. Pendidikan dan pelatihan manajemen pengelolaan untuk pengurus LKMA. 2. Pelatihan kewirausahaan untuk anggota LKMA
Pendidikan dan pelatihan untuk PMT dan penyuluh pendamping
Pendidikan dan pelatihan konsep pengembangan LKMA
Percepatan legalisasi LKMA
Penguatan pendanaan dan terjalinnya kemitraan dengan lembaga Lain
Kegiatan
Penguatan pendanaan LKMA
Fasilitasi terjalinnya kerjasama LKMA dengan lembaga lain
1. Pengurusan akte pendirian LKMA ke notaris. 2. Pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). 3. Pengurusan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). 4. Pengurusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Fasilitasi pemanfaatan dana CSR atau hibah dari BUMN/BUMD yang berlokasi di Kabupaten Pandeglang untuk penguatan modal LKMA Fasilitasi kerjasama LKMA dengan lembaga keuangan lainnya.
I
Tahun Pelaksanaan II III IV
Pelaksana Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang
Gapoktan dan LKMA di bawah supervise PMT
Gapoktan dan LKMA di bawah supervise PMT Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang bekerja sama dengan BP4K Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang bekerja sama dengan BP4K
Gapktan dan LKMA di bawah supervise PMT
Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang
Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang
Peningkatan produksi
Pengolahan hasil produksi
5
Peningkatan Produksi dan Pemasaran Hasil Pertanian oleh LKMA
Pemasaran hasil produksi
1. Fasilitasi kerjasama LKMA dengan produsen benih. 2. Fasilitasi kerjasama LKMA dengan produsen pupuk. 3. Penerapan tekonolgi budidaya pertanian. Penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian. 1. Optimalisasi pasar tradisional untuk pemasaran hasil produksi. 2. Pengembangan manajemen informasi pasar. 3. Pameran dan promosi hasil-hasil produksi dan pengolahan produk pertanian. 4. Perbaikan dan peningkatan prasarana dan sarana transportasi produk pertanian.
Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang
BP4K
Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang
8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
2.
3.
4.
Kinerja Gapoktan PUAP di Kabupaten Pandeglang secara umum dikategorikan “baik” pada aspek kelembagaan dan organisasi, penyaluran dana PUAP, dan pengembangan dana PUAP. Sedangkan kinerja pada aspek kerjasama dengan lembaga laindikategorikan “kurang baik”. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa keberlanjutan (sustainability) pengelolaan dana PUAP oleh Gapoktan akan menemui hambatan, karena Gapoktan kurang mampu menjalin kerjasama dengan lembaga lain, baik dalam hal penambahan modal usaha, maupun pemasaran hasil produksi pertanian. Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP dikategorikan“baik” pada tahapan persiapan. Sedangkan pada tahapan pelaksanaan dan persiapan pengembangan LKMA, hasilnyadikategorikan “kurang baik”. Kondisi ini akan melemahkan peran LKMA ketika hendak menjalankan fungsinya sebagai lembaga keuangan mikro. Kinerja LKMA di Kabupaten Pandeglang, khususnya kinerja keuangan secara umumdikategorikan “buruk”. Meskipun data menunjukkan bahwa dana PUAP yang dikelola LKMA terjadi peningkatan, tetapi tingginya angka kredit macet yang mencapai 62,03 persen mengakibatkan keberlangsungan pengelolaan LKMA di masa mendatang menghadapi tantangan yang sangat berat. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah penegasan aspek profitabilitas dalam pembentukan LKMA, peningkatan kualitas SDM pengurus Gapoktan dan pengelola LKMA, peningkatan peran PMT dalam pendampingan, penguatan pendanaan dan kemitraan, serta peningkatan produksi dan fasilitasi pemasaran hasil produksi.
Saran 1.
2.
3.
Untuk pengembangan LKMA ke depan, peran pendampingan terhadap 257 LKMA di Kabupaten Pandeglang hendaknya melibatkan seluruh tenaga penyuluh yang berjumlah 223 orang. Pelibatan mereka sebagai pendamping LKMA akan membuat perbandingan antara penyuluh terhadap LKMA semakin rasional, sehingga peran pendampingan yang sesungguhnya diharapkan dapat berjalan efektif. Pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang perlu melibatkan tokoh spiritual (ulama, kiyai, ustadz) yang masih memiliki pengaruh di masyarakat sebagai Komite Pengarah. Penekanan peran tokoh spiritual adalah padapenanaman pemahaman di kalangan anggota/petani penerima manfaat dana PUAP, pengurus Gapoktan, dan pengelola LKMA bahwa pinjaman dana PUAP yang dikelola LKMA adalah hutang yang harus dilunasi. Pengabaian terhadap tanggung jawab pelunasan hutang adalah dosa. Untuk mendapatkan strategi pengembangan LKMA yang lebih komprehensif, perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap kinerja LKMA yang mengambil sampel dariLKMA di beberapa kabupaten lintas provinsi.
DAFTAR PUSTAKA Ade NS, Elva, Najmi A. 2009. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Pelaksanaan PUAP Tidak Berjalan dengan Baik Ditinjau dari Sisi Pemerintah dan Petani Pelaksana. Institut Pertanian Bogor. Anita AS, Salawati U. 2011. Analisis Pendapatan Penerima Bantuan Langsung Masyarakat-Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (BLM-PUAP) di Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Agribisnis Perdesaan Volume 01 Nomor 04 Desember 2011. Arikunto S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Cetakan Ke-8. Rineka Cipta. Yogyakarta. Arsyad L. 2008. Lembaga Keuangan Mikro; Institusi, Kinerja, dan Sustainabilitas. Penerbit Andi. Yogyakarta. Ashari. 2006. Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangannya. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 4 No. 2, Juni 2006: 146-164. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. _____. 2009. Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian Di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 7 No. 1, Maret 2009: 21 – 42. Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. 2010. Rencana Strategis Tahun 2010 – 2014 Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Jakarta. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pandeglang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. 2011. Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang. Pandeglang. Badan Pusat Statistik. 2013. Profil Kemiskinan di Indonesia September 2012. Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013. Jakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2012. Profil Kemiskinan di Banten September 2012. Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 04/01/36/Th. VII, 2 Januari 2013. Berenbach S. 1997. Regulation and Supervision of Microfinance Institutions, Case Studies Edited by Craig Churchill, The Micro Finance Network Occasional Paper No. 2.
Burhansyah R. 2010. Pemberdayaan Gapoktan PUAP Kalimantan Barat Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Petani di Pedesaan. EPP Vol. 7 No.2. 2010: 1-5. Boysen V, Richard S. 2008. The Key Success Factors of Grameen Bank – A Case Study of Strategic, Cultural and Structural Aspects. School of Economics and Management, Lund University. Sweden. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Sumatera Barat. 2012. Profil LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis), Committed to Farmers. Sekretariat PUAP Provinsi Sumatera Barat. Padang. Departemen Pertanian. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Jakarta. Departemen Pertanian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007, Tanggal 13 April 2007 Tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani. Jakarta. Departemen Pertanian. 2009. Modul Konsep Dasar dan Organisasi Unit Pengelolaan Keuangan Mikro (UPKM) Gapoktan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta. Direktorat Alat dan Mesin Pertanian. 2012. Pedoman Teknis Bantuan Alat Dan Mesin Pertanian Tahun 2012, Direktorat Jenderal Prasaran dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Direktorat Alat dan Mesin Pertanian, Direktorat Jenderal Prasaran dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. 2012. Pedoman Teknis Pengembangan UPJA Mandiri. Jakarta. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. 2012. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta. Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. 2011. Daftar Gapoktan Penerima Dana BLM-PUAP Tahun 2008 dan 2009 yang Telah Mempunyai Unit Usaha LKMA. Jakarta. Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. 2012. Pedoman Penumbuhan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Gapoktan PUAP. Jakarta.
Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Pengembangan LKMA Gapoktan PUAP. Jakarta. Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Pemeringkatan Gapoktan PUAP Menjadi LKMA. Jakarta. Djohanputro, Bramantyo dan Ronny K. 2007. Non Performing Loan (NPL)Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Laporan Penelitian Diserahkan kepada GTZ dan Bank Indonesia. Gay, LR. 1976. Educational research. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Co. Guntz S. 2011. Sustainability and Profitability of Microfinance Institutions. Research Paper in International Finance and Economics. Center for Applied International Finance and Development (CAIFD), Georg Simon OHM, University of Applied Sciences Nuremberg. Hendayana R. 2010. Membangun Lembaga Keuangan Mikro Berbasis Komunitaas Petani. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP). Bogor. Hermawan H dan Harmi A. 2012. Lembaga Keuangan MikroAgribisnis: TerobosanPenguatan Kelembagaan dan Pembiayaan Pertanian di Perdesaan. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 10 No. 2, Juni 2012:143 – 158. Bogor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. 2007. Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2008. Kebijakan Teknis Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2011. Petunjuk Teknis Penyelia Mitra Tani (PMT) Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta. Kementerian Pertanian. 2011. Petunjuk Teknis Penyuluh Pendamping Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta. Kementerian Pertanian. 2011. Lampiran Peraturan Menteri Pertanian, No: 29/Permentan/OT.140/5/2011, Tanggal: 30 Mei 2011 tentang Pedoman Penilaian Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Berprestasi Tahun Anggaran 2011. Jakarta. Lembaga Penelitian SMERU. 2001. Kredit Pertanian Setelah KUT. No.4: SepNov/2001. Jakarta.
Lembaga Penelitian SMERU. 2002. Pendanaan UsahataniPadi Pasca KUT,Kredit KetahananPangan (KKP). Jakarta. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Gramedia. Jakarta. Marulanda B, Fajury L, Paredes M, Gomez F. 2010. Taking the Good from the Bad in Microfinance:Lessons Learned from Failed Experiences in LatinAmerica. Calmeadow. Muriu PW. 2011. Microfinance Profitability. A Thesis Submitted in Fulfilment of theRequirements of the Degree of Doctor of Philosophy inFinance at theDepartment of Accounting and Finance, Birmingham Business School, University of Birmingham. Norell D. 2001. How To Reduce Arrears In Microfinance Institutions. Journal of Microfinance Volume 3 Number 1. Pusat Pembiayaan Pertanian, Kementerian Pertanian. 2008. Pengembangan dan Pola Penilaian Kelembagaan PUAP. Jakarta. Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian. 2008. Pedoman Umum Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian tahun 2008. Jakarta. Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian. 2009. Pedoman Umum Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian tahun 2009. Jakarta. Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian. 2009. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pelatihan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta. Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian. 2009. Petunjuk Teknis (Juknis) Verifikasi Dokumen Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta. Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian. 2010. Petunjuk Teknis (Juknis) Petunjuk Teknis Penyelia Mitra Tani (PMT). Jakarta. Salim F. 2005. Dasar-dasar Penyuluhan Pertanian (materi dalam diklat dasar-dasar funsional penyuluh). Sastraatmadja E. 2006. Petani di Tanah Merdeka. Bogor: Petani Centre HA Institut Pertanian Bogor.
Soediyanto. 2004. Menata Kembali Penyuluhan Pertanian di Era Pembangunan Agribisnis. Departemen Pertanian. Sudaryanto T, Rivai RS, Rachmat M, Mayrowani H, Supriyadi H, Agustin AK, Sinuraya JF, Noekman KM, Situmorang J, Lokollo EM et al. 2009. Penentuan Lokasi dan Evaluasi Kinerja serta Dampak Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. Susila I. 2007. Analisis Efisiensi Lembaga Keuangan Mikro. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 8, No. 2, Desember 2007, hal. 223 – 242. Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Perdesaan.Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 1, Maret 2007: 15-35. Tim PUAP Pusat. 2012. Petunjuk Teknis Verifikasi Dokumen Administrasi dan Penyaluran Dana Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (BLM-PUAP) Tahun 2012. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Yusdja Y, Basuno E, Ariani M, Purwantini TB. 2004. Analisis Peluang Kesempatan Kerja dan Pendapatan Petani Melalui Pengelolaan Usaha Tani Bersama. Jurnal Agro Ekonomi. Vol 22 No.1. 1-25. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
LAMPIRAN Lampiran 1 Laporan pertanggungjawaban Penyelia Mitra Tani (PMT) Kabupaten Pandeglang, Juni 2013 No.
Kecamatan
Desa Kadu Badak Karang Sari
1
Angsana
2
Angsana
3
Angsana
Padaherang
4
Angsana
Sumur Laban
5
Bojong
Banyu Mas
6
Bojong
Bojong
7
Bojong
Cijakan
8
Cikeusik
9
Cikeusik
10
Cikeusik
Suka Mulya Sukaseneng Sukawaris
11
Cikeusik
Tanjungan
12
Cimanuk
13
Cimanuk
14
Cimanuk
15 16
Mandalawangi Mandalawangi
Gunung Datar Dalambalar Kadu Bungbang Kurung Kambing Sirnagalih
17
Mandalawangi
18
Mekarjaya
19
Mekarjaya
20 21 22 23 24
Majasari Pagelaran Pagelaran Pagelaran Pagelaran
Ranca Bugel Kadu Belang Sukaratu Montor Margagiri Bama Pagelaran
25
Pagelaran
Sukadame
26
Pagelaran
Senang Sari
27
Panimbang
Gombong
28 29
Patia Patia
Ciawi Cimoyan
30
Patia
Idaman
31
Sobang
Teluk Lada
32
Sobang
Kuta Mekar
33
Cibaliung
Cihanjuang
34
Cibaliung
Mahendra
Pandat
Tahun PUAP
Asset Awal
Aset Saat Laporan
LKMA (1/0)
2008
100,000,000
108,300,000
0
M.N. Amri
2008
100,000,000
106,700,000
0
M.N. Amri
2008
100,000,000
112,200,000
0
M.N. Amri
2008
100,000,000
104,760,000
0
M.N. Amri
2008
100,000,000
101,990,000
0
M.N. Amri
2008
100,000,000
104,285,000
0
M.N. Amri
2008
100,000,000
105,294,000
0
M.N. Amri
2008
100,000,000
101,520,000
0
Asep Sujana
2008
100,000,000
104,000,000
0
Asep Sujana
2008
100,000,000
122,800,000
0
Asep Sujana
2008
100,000,000
102,500,000
0
Asep Sujana
Suka Maju
2008
100,000,000
105,225,000
0
Acep S
Sukatani Indah Saluyu Sinar Cempaka Cahaya Rahmat Pandat Pangan Mandiri Karya Tani
2008
100,000,000
109,850,450
1
Acep S
2008
100,000,000
101,050,000
0
Acep S
2008
100,000,000
100,919,000
1
Nursaidah
2008
100,000,000
101,659,000
0
Nursaidah
2008
100,000,000
101,311,000
0
Nursaidah
2008
100,000,000
107,540,000
0
Asep Sujana
Tirta Sari
2008
100,000,000
102,750,000
0
Asep Sujana
Sukaratu Laksana I Mandiri Berkah Saluyu Tani Sejahtera Mulya Sari Harapan Makmur Silih Asih Saluyu Idaman Jaya Mekar Saluyu Karya Mekar Karya Usaha Jaya
2008 2008 2008 2008 2008
100,000,000 100,000,000 100,000,000 100,000,000 100,000,000
102,500,000 102,950,000 101,536,000 104,580,000 102,164,000
0 0 0 0 0
Nursaidah Afit Hikmah R Afit Hikmah R Afit Hikmah R Afit Hikmah R
2008
100,000,000
103,316,000
0
Afit Hikmah R
2008
100,000,000
110,818,150
1
Afit Hikmah R
2008
100,000,000
103,400,000
0
Asep R Arief
2008 2008
100,000,000 100,000,000
102,112,000 102,760,000
0 0
Afit Hikmah R Afit Hikmah R
2008
100,000,000
103,608,000
0
Afit Hikmah R
2008
100,000,000
100,700,000
0
Asep R Arief
2008
100,000,000
102,800,000
0
Asep R Arief
2008
100,000,000
102,427,750
0
Abdul Aziz
2008
100,000,000
102,173,000
0
Abdul Aziz
Gapoktan Badak Jaya Karang Sari Sari Tani Mandiri Karya Utama Sumber Rejeki Timbul Jaya Makmur Sejahtera Tani Mulya Sukaseneng Sumabar Tanjung Makmur
Nama PMT
35
Cibaliung
Sudi Manik
36
Koroncong
Gerendong
37
Cadasari
Kadu Ela
38 39
Angsana Angsana
Mukti Harapan Makmur Harapan Bangsa Kadu Bincarung
2008
100,000,000
103,463,400
0
Abdul Aziz
2008
100,000,000
102,302,500
0
Asep R Arief
2008
100,000,000
100,980,000
0
Asep R Arief
Kramat Manik
Sabit Alam Tani
2009
100,000,000
106,200,000
0
M.N. Amri
Padamulya
Sinar Tani
2009
100,000,000
106,700,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
104,500,000
0
M.N. Amri
40
Angsana
Cikayas
Tanjung Harapan Mukti
41
Banjar
Kadu Bale
Sinar Bahagia
2009
100,000,000
100,648,000
0
Asep Sujana
42
Banjar
Ciitalahab
Cikalung Mandiri
2009
100,000,000
100,518,000
0
Asep Sujana
43
Banjar
Kadu Limus
Simpati Jaya
2009
100,000,000
101,280,000
0
Asep Sujana
44
Banjar
Pasir Awi
Iklas Bersama
2009
100,000,000
101,270,000
0
Asep Sujana
45
Banjar
Bandung
2009
100,000,000
100,404,670
0
Asep Sujana
46
Banjar
Cibodas
2009
100,000,000
105,044,000
0
Asep Sujana
47
Banjar
2009
100,000,000
101,025,000
0
Asep Sujana
48
Banjar
2009
100,000,000
102,000,000
0
Asep Sujana
49
Banjar
Banjar
2009
100,000,000
107,300,000
0
Asep Sujana
50
Bojong
Geredug
2009
100,000,000
103,840,000
0
M.N. AMRI
51
Bojong
Mekarsari
2009
100,000,000
104,016,000
0
M.N. AMRI
52
Bojong
Cahaya Mekar
2009
100,000,000
101,192,000
0
M.N. AMRI
53
Cadasari
Kaung Caang
2009
100,000,000
102,695,000
0
Asep R Arief
54
Cadasari
2009
100,000,000
101,740,000
0
Asep R Arief
55
Cadasari
2009
100,000,000
101,525,000
0
Asep R Arief
56 57
Cadasari Carita
Cadasari Pasir Peuteuy Cikentrung Tembong
2009 2009
100,000,000 100,000,000
101,600,000 100,600,000
0 0
Asep R Arief Afit Hikmah R
58
Carita
Sukarame
2009
100,000,000
100,840,000
0
Afit Hikmah R
59
Cibaliung
Cibaliung
2009
100,000,000
101,572,925
0
Abdul Aziz
60
Cibaliung
Cibingbin
2009
100,000,000
102,719,375
0
Abdul Aziz
61
Cibaliung
Sorongan
2009
100,000,000
102,248,500
0
Abdul Aziz
62
Cigeulis
2009
100,000,000
100,640,000
0
Acep S
63
Cigeulis
2009
100,000,000
100,928,000
0
Acep S
64
Cigeulis
Banyu Asih Karang Bolong Karya Buana
Warga Dekat Sumber Makmur Sugih Mukti Karya Bakti Bersama Maju Bina Sejahtera Mekar Wangi Karya Tani Mitra Kaungcaang Hasil Tani Karang Indah Jaya Bakti Mitra Tani Pelopor Jaya Mulya Karya Tunas Karya Tani Mukti Camara I Sumber Tani Halimun
2009
100,000,000
100,545,000
0
Acep S
65
Cigeulis
Katumbiri
Karya Medal
2009
100,000,000
100,775,000
0
Acep S
66
Cigeulis
Tarunanegara
Lestari
2009
100,000,000
109,603,000
0
Acep S
67
Cikedal
Cening
Cicening
2009
100,000,000
103,220,000
0
68
Cikedal
Tegal
Tunas Harapan
2009
100,000,000
101,810,000
0
Kadu Maneuh Gunung Putri
Asep Saefulhak Asep Saefulhak
69
Cikedal
Cipicung
70
Cikedal
71
Cikeusik
Bangkuyung Nanggala
72
cikeusik
Umbulan
73
Cikeusik
Cikeusik
74
Cimanggu
Batu Hideung
75
Cimanggu
Cibadak
76
Cimanggu
77
Cimanggu
78
Cimanuk
79
Cimanuk
80
Cimanuk
Rancapinang Mangkualam Batu Bantar Cimanuk Kadu Dodol Kadu Madang
81
Cimanuk
82
Cimanuk
Rocek
83
Cipeucang
Parumasan
84
Cipeucang
85
Cipeucang
86
Cipeucang
87
Jiput
Palanyar Batu Ranjang Kadu Gadung Tenjolahang
88
Jiput
89
Jiput
90
Kaduhejo
Banyu Resmi Sukasari
91
Kaduhejo
Palurahan
Pamarayan
Banyu Mundu Mandalasari
92
Kaduhejo
93
Kaduhejo
94
Kaduhejo
Ciputri
95
Kaduhejo
Campaka
96
Kaduhejo
Saninten
97 98 99
Karang Tanjung Karang Tanjung Karang Tanjung
Kadumerak Juhut Pagadungan
100
Koroncong
Bangkonol
101
Koroncong
Paniis
Labuan
Banyumekar
102 103
Labuan
Cigondang
104
Labuan
Banyu Biru
Berkah Tani Sumber Tani Nanggala Jaya Mandiri Desa Cikeusik Mitra Karya Banda Urang Samudera Indah Bina Mandiri Mitra Ta'awun Karya Cimanuk Mandiri Madang Maju Cahaya Rocek Harapan Jaya Sadar Daya Mukti Taruna Sakti Sawah Tengah Taruna Mekar Karang Sari Cisompok Karya Tani Sri Rahayu Mandala Putra Mulia Tani Gintung Mandala Sinar Cisumur Ciliang Jaya Juhut Mandiri Mekar Tanjung Ranca Sema Bina Tani Mandiri Mekarsari Karang Sari Tani Mandiri
2009
100,000,000
112,686,000
0
2009
100,000,000
102,205,000
0
2009
100,000,000
102,900,000
0
Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep sujana
2009
100,000,000
102,500,000
0
Asep sujana
2009
100,000,000
140,647,920
1
Asep sujana
2009
100,000,000
104,641,050
0
Abdul Aziz
2009
100,000,000
103,578,400
0
Abdul Aziz
2009
100,000,000
106,017,600
0
Abdul Aziz
2009
100,000,000
102,806,100
0
Abdul Aziz
2009
100,000,000
104,968,090
1
Acep S
2009
100,000,000
105,570,000
1
Acep S
2009
100,000,000
107,250,000
0
Acep S
2009
100,000,000
101,514,000
0
Acep S
2009
100,000,000
101,550,000
0
Acep S
2009
100,000,000
105,500,000
0
Acep S
2009
100,000,000
107,538,000
0
Acep S
2009
100,000,000
101,800,000
0
Acep S
2009
100,000,000
104,841,500
1
Acep S
2009
100,000,000
101,173,000
0
2009
100,000,000
102,722,000
0
2009
100,000,000
100,100,000
0
2009
100,000,000
101,600,000
0
Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak M.N. Amri
2009
100,000,000
104,650,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
102,500,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
104,444,360
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
105,045,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
103,800,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
100,000,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
102,871,000
0
Asep R Arief
2009
100,000,000
128,087,500
1
Asep R Arief
2009
100,000,000
103,150,000
0
Asep R Arief
2009
100,000,000
101,935,000
0
Asep R Arief
2009
100,000,000
102,500,000
0
Asep R Arief
2009
100,000,000
107,735,000
0
Asep R Arief
2009
100,000,000
133,417,000
1
Asep R Arief
2009
100,000,000
104,276,000
0
Asep R Arief
105 106 107
Mandalawangi Mandalawangi Mandalawangi Mandalawangi Mandalawangi
Cikoneng Nembol Sinar Jaya
Sinar Cikoneng Bayu Gumelar Harapan Jaya Sinar Sido Muncul
2009
100,000,000
101,090,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
101,009,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
100,839,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
100,955,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
100,980,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
103,440,000
0
Asep sujana
2009
100,000,000
101,440,000
0
Asep Sujana
2009
100,000,000
101,930,000
0
Asep Sujana
2009
100,000,000
101,120,000
0
Asep Sujana
2009
100,000,000
103,765,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
102,000,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
102,500,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
101,625,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
104,880,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
102,250,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
108,856,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
102,550,000
0
Acep S
110
Mekarjaya
111
Mekarjaya
Curug Lemo Panjang Jaya Suka Mulya Wirasinga
112
Mekarjaya
Medong
113
Mekarjaya
Mekarjaya
114
Menes
Muruy
115
Menes
Purwaraja
116
Menes
Kananga
117
Menes
Cigendis
118
Menes
Kadupayun g
119
Menes
Menes
120
Menes
Sukamanah
121
Munjul
Lebak
122
Munjul
Curuglangl ang
Siap Maju
2009
100,000,000
103,692,000
0
Acep S
123
Munjul
Sukasaba
Kersa Nyaba
2009
100,000,000
107,493,000
0
Acep S
124
Pagelaran
Tegal Papak
Rembulan
2009
100,000,000
104,500,000
0
Afit Hikmah R
125
Pagelaran
Bulagor
2009
100,000,000
104,050,000
0
Afit Hikmah R
126
Majasari
Saruni
2009
100,000,000
103,100,000
0
Nursaidah
127
Panimbang
Citeurep
2009
100,000,000
103,800,000
0
Asep R Arief
128
Panimbang
Tanjung Jaya
2009
100,000,000
104,400,000
0
Asep R Arief
129
Patia
Rahayu
2009
100,000,000
101,286,850
0
Afit Hikmah R
130
Patia
2009
100,000,000
102,620,000
0
Afit Hikmah R
2009
100,000,000
101,235,000
0
Afit Hikmah R
2009
100,000,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
104,460,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
104,500,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
100,120,000
0
M.N. Amri
2009
100,000,000
103,501,500
0
Nursaidah
2009
100,000,000
100,585,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
101,685,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
101,330,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
101,335,000
0
Nursaidah
2009
100,000,000
100,240,000
0
Nursaidah
108 109
131
Patia
132
Picung
133
Picung
134
Picung
Pasir Gadung Babakan Keusik Pasir Sedang Bungur Copong Kolelet
135
Picung
Cililitan
137
Pulosari
138
Pulosari
Banjar Wangi Sanghiangdengdek Sukaraja
139
Saketi
Majau
140
Saketi
Sodong
141
Saketi
Girijaya
136
Pulosari
Jaya Bakti Silih Aping Raharja Bangun Jaya Tunas Harapan Makmur Lestari Sumber Sari Tani Maju Cigandeng Tani Kadupayung Kemuning Berkah Sukatani Maju Jaya Makmur
Panineungan Karya Mulya Wana Lestari Karya Tani Rahayu Makmur Sri Subur Tani Makmur Sedang Jaya Bungur Jaya Arumba Bunga Harapan Hikmat Sanghiang Tani Sri Hayu Sinar Tani Sinar Resmi Tani Jaya
108,550,000
Sindangresmi Sindangresmi
Kadudampit Pasir Durung Campakawarna
145
Sobang
Cimanis
146
Sobang
Sobang
147
Sukaresmi
Cikuya
148
Sukaresmi
Kubang Kampil
149
Sukaresmi
Pasir Kadu
150
Sukaresmi
Sidamukti
151
Sumur
Taman Jaya
152
Sumur
Ujung Jaya
153
Sumur
Kerta Mukti
154
Cikedal
Karyasari
155
Jiput
Babad Sari
142 143 144
Saketi
156
Pandeglang
157
Pandeglang
Babakan Kalang Anyar Kadomas
158
Jiput
Jiput
159
Sukaresmi
Sukaresmi
160
Sobang
Bojen
161
Sobang
162
Panimbang
Pangkalan Panimbang Jaya
163
Pagelaran
Surakarta Harapan Karya Rancaseneng
164
Pagelaran
165
Cikeusik
166
Cikeusik
Curugciung
167
Cikeusik
Cikadongdong
168
Banjar
Cibeureum Cigorondong Karang Setra Cikiruh Malangnengah
Karya Asih Subur Makmur Mukti Tani Jaka Tari Sakti Karya Subur Sri Makmur Mandiri Timbul Jaya Subur Makmur Sidamukti Berseri Bina Karya Karya Mandiri Karya Mukti Sumber Rizki Baru Laksana
2009
100,000,000
101,780,000
0
2009
100,000,000
100,790,000
0
2009
100,000,000
101,040,000
0
2009
100,000,000
103,300,000
0
Asep R Arief
2009
100,000,000
105,250,000
0
Asep R Arief
2009
100,000,000
103,630,000
0
Afit Hikmah R
2009
100,000,000
100,570,000
0
Afit Hikmah R
2009
100,000,000
103,120,000
0
Afit Hikmah R
2009
100,000,000
101,050,000
0
Afit Hikmah R
2009
100,000,000
101,665,300
0
Abdul Aziz
2009
100,000,000
103,181,600
0
Abdul Aziz
2009
100,000,000
101,749,000
0
Abdul Aziz
2010
100,000,000
100,066,000
0
2010
100,000,000
100,094,000
0
Saluyu
2010
100,000,000
100,851,000
0
M.N. Amri
Kadomas Sawah Landeuh Sukaresmi Bersinar Bojen Jaya
2010
100,000,000
100,085,000
0
2010
100,000,000
100,050,000
0
M.N. Amri Asep Saefulhak
2010
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
2010
100,000,000
108,785,000
0
Asep R Arief
Pelita Sumber Jaya Tani Gotong Royong Mandiri Terpadu Rancaseneng Ciung Jaya
2010
100,000,000
112,846,000
1
Asep R Arief
2010
100,000,000
107,877,700
0
Asep R Arief
2010
100,000,000
104,480,000
0
Afit Hikmah R
2010
100,000,000
101,901,250
0
Afit Hikmah R
2010
100,000,000
123,000,000
1
Asep Sujana
2010
100,000,000
102,260,000
0
Asep Sujana
Sinar Tani
2010
100,000,000
101,560,000
0
Asep Sujana
2010
100,000,000
101,800,000
0
Asep Sujana
2010
100,000,000
102,806,100
0
Abdul Aziz
Mandiri
2010
100,000,000
103,713,500
0
Asep R Arief
2010
100,000,000
112,756,600
0
Abdul Aziz
2010
100,000,000
113,504,100
0
Abdul Aziz
2010
100,000,000
106,047,500
1
Acep S
2010
100,000,000
100,400,000
0
Asep Saefulhak
2010
100,000,000
107,805,000
1
Nursaidah
2010
100,000,000
104,880,000
0
Acep S
2010
100,000,000
102,030,000
0
Acep S
Lembah Sari Mukti Lestari
169
Sumur
170
Koroncong
171
Cibitung
172
Cibitung
173
Cipucang
Curugbarang
174
Jiput
Salapraya
175
Menes
Alas Wangi
176
Munjul
Cibitung
Tani Maju Tani Karya Curug Barang Indah Tunas Sejahtera Sinar Wangi Sinar Tani
177
Munjul
Kota dukuh
Sejahtera
Nursaidah Asep Saefulhak Asep Saefulhak
Asep Saefulhak Asep Saefulhak
178 179 180 181
Picung Sindangresmi Sindangresmi Sindangresmi
Kadubera Bojongmanik Ciodeng Pasirlancar
Berkah Mekarwangi Bhineka Tani Tani Mulya
2010
100,000,000
103,550,000
0
M.N. AMRI Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak
2010
100,000,000
101,150,000
0
2010
100,000,000
100,930,000
0
2010
100,000,000
101,150,000
0
Jaya Bakti
2010
100,000,000
100,700,000
0
M.N. Amri
2010
100,000,000
100,140,000
0
Asep Saefulhak
2010
100,000,000
103,000,000
0
M.N. Amri
2011
100,000,000
101,200,000
0
M.N. Amri
2011
100,000,000
100,000,000
0
M.N. Amri
2011
100,000,000
101,200,000
0
Asep Sujana
182
Bojong
Citumenggung
183
Cisata
Pasir Eurih
184
Picung
Ciherang
185
Angsana
Angsana
186
Angsana
Cipinang
187
Banjar
Mogana
Bojong
Manggung Jaya
Sinar Tani
2011
100,000,000
100,500,000
0
M.N. Amri
2011
100,000,000
101,730,000
0
Asep R Arief
2011
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
2011
100,000,000
100,000,000
0
Asep Saefulhak
2011
100,000,000
103,500,000
0
Asep Sujana
2011
100,000,000
101,892,850
0
Abdul Aziz
2011
100,000,000
100,000,000
0
Acep S
2011
100,000,000
101,500,000
0
Acep S
2011
100,000,000
103,870,000
0
Acep S
2011
100,000,000
100,275,000
0
2011
100,000,000
100,000,000
0
2011
100,000,000
100,290,000
0
2011
100,000,000
100,000,000
0
2011
100,000,000
100,300,000
0
2011
100,000,000
100,000,000
0
2011
100,000,000
100,000,000
0
2011
100,000,000
100,000,000
0
2011
100,000,000
100,300,000
0
M.N. Amri
2011
100,000,000
100,100,000
0
Asep Sujana
2011
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
188
Mekar jaya Ciherang tandang Mekar Raya Cipinang Jaya Cahaya Makmur
189
Cadasari
Ciinjuk
Muara Tani
190
Carita
Banjarmasin
Sri Mukti
191
Cikedal
Dahu
192
Cikeusik
Sumurbatu
193
Cimanggu
194
Cimanuk
195
Cimanuk
Sekong
196
Cipeucang
Pasir Eurih
197
Cisata
Cibarani
198
Cisata
Ciherang Jaya
199
Cisata
Cisereh
200
Cisata
201
Cisata
202
Cisata
203
Cisata
Palembang
204
Cisata
Rawa Sari
205
Kaduhejo
Banjar Sari
206
Mekarjaya
Pareang
207
Patia
Surianeun
208
Pulosari
Sukasari
209
Saketi
Sukalangu
210
Saketi
Talagasari
211
Sindangresmi
Pasir Tenjo
212
Cimanggu
Cijaralang
213
Carita
Carita
Waringinkurung Kupahandap
Kadu Ronyok Kondangja ya Kubangkon dang
Sinar Cikedal Berkah Mandiri Sinar Rejeki Mukti Laksana Mukti Tani Karya Tani Mandiri Jaya Wargi Binangkit Bina Mandiri Pandawa Sinar Sejahtera Sri Bakti Cai Sumber Sejahtera Bakti Jaya Selera Tani Jaya Mukti Rahayu Lebak Gempol Sukadame
Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak
2011
100,000,000
100,000,000
0
Nursaidah
Sukamaju Harapan Tani
2011
100,000,000
100,795,000
0
Nursaidah
2011
100,000,000
102,130,000
0
Nursaidah
Tenjo Jaya
2011
100,000,000
101,755,000
0
Asep Saefulhak
2011
100,000,000
102,247,400
0
Abdul Aziz
2011
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
Marga Saluyu Sumber Tani
214
Carita
Cinoyong
215
Cibaliung
Mendung
216
Cikedal
Mekarjaya
217
Jiput
Sampang Bitung
218
Jiput
Sikulan
219
Jiput
Sukacai
220
Jiput
Sukamanah
221
Menes
Tegalwangi
222
Patia
Patia
223
Saketi
224
Cikeusik
Wanagiri Leuwi Balang
2011
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
2011
100,000,000
101,572,925
0
Abdul Aziz
2011
100,000,000
100,000,000
0
2011
100,000,000
100,000,000
0
2011
100,000,000
102,100,000
0
2011
100,000,000
100,000,000
0
2011
100,000,000
100,000,000
0
2011
100,000,000
101,440,000
0
Nursaidah
2011
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
2011
100,000,000
100,505,000
0
Nursaidah
Sinar Tani
2011
100,000,000
109,350,000
0
Asep Sujana
Cigadung
Sukalimas
2011
100,000,000
106,002,500
0
Asep R Arief
Kawoyang Sindang Laut
Sinar Tani Tunas Muda Nagiri Tani Subur Tani Bahari Tani Tani Mukti Mulya Abadi Rajawali Iii
2012
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
2012
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
2012
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
2012
100,000,000
100,107,500
0
Afit Hikmah R
2012
100,000,000
100,000,000
0
Afit Hikmah R
2012
100,000,000
100,000,000
0
2012
100,000,000
100,000,000
0
2012
100,000,000
100,000,000
0
Acep S
Giri Harja
2012
100,000,000
100,000,000
0
Acep S
2012
100,000,000
100,000,000
0
Acep S
2012
100,000,000
100,000,000
0
Acep S
2012
100,000,000
100,200,000
0
Asep R Arief
2012
100,000,000
100,350,000
0
Asep R Arief
2012
100,000,000
100,000,000
0
Asep R Arief
2012
100,000,000
100,000,000
0
Asep R Arief
2012
100,000,000
103,609,800
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
104,135,700
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
103,918,550
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
104,373,400
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
104,070,000
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
106,053,800
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
103,735,100
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
102,692,700
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
103,126,000
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
103,168,200
0
Abdul Aziz
226
Karang Tanjung Carita
227
Carita
228
Carita
Sukajadi
229
Carita
Sukanagara
230
Carita
Pejamben
231
Cikedal
Babakan Lor
232
Cikedal
Padahayu
233
Cigeulis
Cigeulis
234
Cigeulis
Ciseureuheun
235
Cigeulis
Sinar Jaya
225
Karang Tani Mekar Saluyu Sukun Jaya Harapan Tani Pelita Harapan Tani Berdikari Purna Bakti Talagawan gi Sumber Tani Giri Suci
Waringin Jaya Kaduengang Kurungdahu
236
Cigeulis
237
Cadasari
238
Cadasari
239
Cadasari
Tanagara
240
Cadasari
Tapos
241
Cimanggu
Ciburial
242
Cimanggu
243
Cimanggu
Cimanggu Kramat Jaya
244
Cimanggu
Padasuka
245
Cimanggu
Tangkil Sari
246
Cimanggu
Tugu
247
Cibitung
Manglid
248
Cibitung
Cikadu
249
Cibitung
Cikalong
250
Cibitung
Citeluk
Peusar Sukamaju Medang Kamulyan Akar Sari Cahaya Mekar Gotong Royong Cakra Mukti Anugrah Suka Tani Warga Kramat Karya Agung Cinta Bakti Mitra Saluyu Tani Sejahtera Tani Harapan Tani Jaya Tani Bersatu
Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak Asep Saefulhak
Asep Saefulhak Asep Saefulhak
Kiarajangkung Kiarapayung
251
Cibitung
252
Cibitung
253
Cibitung
Kutakarang
254
Cibitung
Sindangkerta
255
Cibaliung
Sukajadi
256
Cikeusik
257
Cikeusik
Cikiruhwetan Parungkokosan
Tani Saluyu Tani Mandiri Tani Berhasil Tani Makmur Wargi Saluyu Saluyu Mandiri Parungkokosan
2012
100,000,000
103,360,800
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
103,001,700
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
103,718,550
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
103,404,000
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
107,783,200
0
Abdul Aziz
2012
100,000,000
102,000,000
0
Asep Sujana
2012
100,000,000
104,000,000
0
Asep Sujana
Lampiran 2Kuesioner identifikasi Gapoktan 1. Nama Gapoktan : …………………………………………………...... 2. Alamat Gapoktan Provinsi : ……………………………..................................... Kabupaten : …………………………......................................... Kecamatan : …………………………......................................... Desa : ……………………………..................................... No. Telp. : ……………………………..................................... 3. Tanggal Pendirian/Pengukuhan Gapoktan Tanggal Pendirian : ……......../……………………………/…………… Tanggal Pengukuhan: …….…./…………………..………/……………. Tahun RUB : …………………………………...……………...… 4. Keanggotaan Jumlah anggota : …………… Orang Berasal dari : …………… Kelompok Tani 5. Pengurus Gapoktan Ketua/No. HP : ……………………………….……/…………….… Sekretaris/No. HP : ……………………………………./………………. Bendahara/No. HP : ……………………………………./………………. 6. Rekening Gapoktan No. Rekening : ………………………………….….………………. Nama Bank : ……………………………………..………………. Alamat Bank : ……………………………………………..………. Lampiran 3Kuesioner kinerja GapoktanPUAP (Diisi oleh pengurus dan anggota Gapoktan dan PMT) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Umur Nama LKMA Jabatan Nama PMT Alamat Kantor No.Telp/Fax E – mail Jenis Kelamin Pendidikan
: : : : : : : : : :
.................................................................................. .................................................................................. ... ................................................................................ .................................................................................. .................................................................................. .................................................................................. .................................................................................. .................................................................................. a. Laki-laki b. Perempuan [ ] SD [ ] SMP [ ] SMA/SMK [ ] Diploma [ ] S-1 [ ] S-2/S-3
No.
Pertanyaan
A Aspek Organisasi 1 Gapoktan memiliki struktur organisasi 2 Gapoktan memiliki uraian tugas pokok 3 Gapoktan memiliki Rencana Usaha Bersama (RUB) 4 Gapoktan menyelenggarakan rapat pengurus 5 Peran Penyuluh Pendamping 6 Peran Penyelia Mitra Tani (PMT) 7 Peran Pembina Tingkat Kabupaten (Dinas Pertanian, BPTP) B Apek Penyaluran Dana PUAP 1 Sosialisasi program PUAP 2 Seleksi calon penerima dana PUAP 3 Peran Pengurus Gapoktan dalam menyusun rencana usaha anggota 4 Penyaluran dana PUAP kepada anggota sesuai rencana usaha anggota 5 Kemudahan persyaratan penerima dana PUAP 6 Memiliki unit LKMA C Aspek Pengembangan Dana PUAP 1 Peningkatan jumlah anggota penerima dana PUAP 2 Peningkatan unit usahatani (on farm dan/atau off farm) 3 Peningkatan akumulasi dana PUAP 4 Pengembalian pinjaman dana PUAP oleh anggota 5 Pengurangan jumlah petani
Sangat Baik (5)
Baik (4)
Kurang Baik (3)
Cukup Baik (2)
Buruk (1)
miskin D Aspek Kerjasama Gapoktan dengan Lembaga Lain 1 Kerjasama dengan perusahaan dalam memanfaatkan dana CSR 2 Kerjasama pembiayaan dengan lembaga pembiayaan 3 Kerjasama produksi dengan lembaga produksi 4 Kerjasama pemasaran hasil usahatani anggota dengan lembaga pemasaran
Lampiran 4 Kuesioner penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP (Diisi oleh pejabat Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, Pejabat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Banten, dan PMT) A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Identitas Responden Nama : ................................................................................. Umur : ................................................................................. Jabatan : ................................................................................. Alamat Kantor : ................................................................................. No.Telp/Fax : ................................................................................. E – mail : ................................................................................. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Latar belakang Pendidikan : [ ] SMA/SMK [ ] Diploma [ ] Sarjana [ ] Pasca Sarjana (S2/S3)
A. Identitas LKMA Nama LKMA : …………………………………………………………………… Nama Ketua : …………………………………………………………………… Alamat : ……………………………………………………………………
A. Tahapan Penbentukan LKMA No Tahapan Contreng 1 Tahap Pertama Sosialiasasi keberadaan PUAP Pembenahan kelompok tani Pembentukan Gapoktan Pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Penentuan usaha produktif yang bisa dikembangkan petani 2 Tahap Kedua Pengembangan berbagai unit usaha di Gapoktan Pemupukan modal lancar melalui diversifikasi tabungan tabungan/simpanan masyarakat Penjualan saham terbatas. Pelengkapan fasilitas pelayanan Gapoktan/LKMA o Kantor o Mobiler o Perangkat komputer Menjalin kerjasama dengan Lembaga perbankan menuju Bank Tani 3 Tahap ketiga: Gapoktan yang mendapat PUAP sudah memiliki berbagai jenis unit usaha Saprodi (Sarana Produksi)
UPJA (Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (alat dan mesin pertanian) P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) UP3HP (Unit Pelaksana Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian) LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis) Prosesing Pemasaran.
B. Dalam proses penumbuhan LKMA dari Gapoktan PUAP dibutuhkan beberapa syarat administrasi yang harus disiapkan oleh Gapoktan diantaranya: No Syarat Administrasi Contreng 1 Akta pendirian, dibuat dengan notaris 2 Gapoktan harus berbadan hukum, bisa koperasi atau yang lain 3 Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 4 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 5 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) C. Pemeringkatan Gapoktan PUAP menjadi LKMA Sangat Cukup No. Pertanyaan Baik Baik Baik 1 Kinerja Gapoktan Kinerja organisasi Gapoktan Manajemen pengelolaan LKMA Kinerja pengelolaan LKMA 2 10 aspek peniaian Gapoktan menuju LKMA Penyaluran dana PUAP untuk usaha pertanian Pembiayaan kepada petani miskin Pengendalian penyaluran dana PUAP Pencatatan dan pembukuan Analisis kelayakan usaha anggota Pembuatan laporan Pembinaan usaha anggota Pengawasan pembiayaan Mekanisme insentif dan sanksi Sarana dan prasarana LKMA D. Hambatan Pengembangan LKMA
Kurang Baik
Buruk
No.
Pertanyaan
Sangat Cukup Berat Ringan Berat Berat (4) (2) (5) (3)
Tidak ada (1)
1 Hambatan konseptual LKMA 2 Hambatan keterbatasan dana 3 Hambatan SDM pengurus LKMA 4 Hambatan SDM anggota 5 Hambatan prasarana dan sarana 6 Hambatan produksi 7 Hambatan pemasaran 8 Hambatan teknologi dan informasi 9 Hambatan birokrasi 10 Hambatan penyimpangan dana 11 Hambatan kemitraan dengan lembaga lain E. Upaya Mengatasi Hambatan dalam Pengembangan LKMA Sangat Cukup Kurang Baik No. Pertanyaan Baik Baik Baik (4) (5) (3) (2) 1 Komunikasi dan koordinasi dengan BPTP 2 Komunikasi dan koordinasi dengan Dinas Kabupaten 3 Komunikasi dan koordinasi dengan Penyuluh Pendamping 4 Komunikasi dan koordinasi dengan PMT 5 Pelatihan SDM pengurus LKMA 6 Pelatihan SDM anggota 7 Kerjasama kemitraan dengan lembaga lain 8 Pemanfaatan media cetak, elektronik, dan sosial/internet
Buruk (1)
Lampiran 5Kuisioner Kinerja LKMA pada Gapoktan PUAP (Diisi oleh PMT, pengurus dan anggota LKMA) A. Data Umum 11. Nama 12. Umur 13. Nama LKMA 14. Jabatan 15. Nama PMT 16. Alamat Kantor 17. No.Telp/Fax 18. E – mail 19. Jenis Kelamin 20. Pendidikan
: : : : : : : : : :
.................................................................................. .................................................................................. ... ................................................................................ .................................................................................. .................................................................................. .................................................................................. .................................................................................. .................................................................................. a. Laki-laki b. Perempuan [ ] SD [ ] SMP [ ] SMA/SMK [ ] Diploma [ ] S-1 [ ] S-2/S-3
B. Faktor Penentu Keberhasilan dan Kegagalan Sangat Cukup Kurang Baik Buruk No. Pertanyaan baik Baik Baik (4) (1) (5) (3) (2) 1 Faktor pendukung Keberhasilan LKMA. Ketegasan pemimpinnya Kesadaran tinggi anggotanya Peran pembina dari BPTP Peran pembina dari Dinas Kabupaten Peran Penyuluh Pendamping Peran PMT Kelengkapan fasilitas atau prasarana dan sarana manajemen Lainnya …………………………………………………………………… 2 Faktor penyebab kegagalan LKMA. Kurangnya pemahaman tentang LKMA Penyimpangan dana oleh manajemen Kelemahan manajemen/pemimpin Kesadaran anggota Kurang
3
4
pengawasan/kontrol Kurangnya fasilitas atau prasarana dan sarana Lainnya …………………………………………………………………… Faktor penyebab kredit macet. Kegagalan usaha Penyimpangan pengunaan dana oleh anggota Kurangnya kesadaran anggota Kurangnya pengawasan Tidak ada aturan yang jelas Tidak ada insentif dan sanksi Lemahnya penegakan disiplin organisasi Lainnya …………………………………………………………………… Manfaat LKMA PUAP bagi petani. Adanya skim pinjaman yang mudah dan ringan Membebaskan anggota dari jerat rentenir Pendapatan anggota meningkat Kesejahteraan anggota meningkat Lainnya ……………………………………………………………………
Lampiran 6KuesionerAnalytical Hierarchy Process (AHP) (Diisi oleh pejabat Kementerian Pertanian, pejabat BPTP Provinsi Banten, pejabat Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, PMT, dan Ketua LKMA) Identitas Responden 1. Nama : .................................................................................. 2. Jabatan : .................................................................................. 3. Alamat Kantor : .................................................................................. 4. No.Telp/Faximile: .................................................................................. 5. E – mail : .................................................................................. 6. Jenis Kelamin : A. Laki-laki B. Perempuan 7. Latar belakang Pendidikan : [ ] SMU/SMK [ ] D3/D4 [ ] Sarjana [ ] Pasca Sarjana (S2/S3)
Pengantar Sejak tahun 2008 hingga tahun 2012, Kementerian Pertanian telah menyalurkan dana PUAP lebih dari Rp 4,4 trilyun kepada 44.173 Gapoktan/desa yang tersebar di 477 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Gapoktan penerima dana PUAP diharapkan dapat mengelola dana tersebut melalui unit usaha otonom simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro (LKM). Kebijakan Kementerian Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat tersebut diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan penguatan modal usaha bagi petani anggota baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana PUAP tersebut dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan terpilih sebagai pelaksana PUAP dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggotanya. Gapoktan diarahkan untuk dapat dibina dan ditumbuhkan menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) sebagai salah satu unit usaha dalam Gapoktan. Kebijakan pengembangan Gapoktan PUAP menjadi LKMA merupakan langkah strategis Kementerian Pertanian untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar di perdesaan. Dalam upaya terbentuknya LKMA pada Gapoktan PUAP dilakukan Pemeringkatan (Rating) Gapoktan PUAP menuju LKMA. Pemeringkatan ini didasarkan pada: 1. Kinerja Organisasi Gapoktan 2. Managemen Pengelolaan LKMA 3. Kinerja Pengelolaan LKMA Begitu strategisnya kelembagaan Gapoktan PUAP di perdesaan dengan berbagai keragaman didalamnya, perlu kiranya penerapan managemen yang bagus dan legal mengingat kedepan segala pembinaan dan fasilitas dari pemerintah baik pusat dan daerah mengerucut pada organisasi ini. Petunjuk Pengisian: 1. Dibawah ini tersedia beberapa pilihan untuk diberikan tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai berdasarkan peringkat pembobotan yang ditentukan oleh responden.
2. Pilihan berupa pasangan yang saling dibandingkan pada tingkat yang sama (sesuai gambar pohon AHP) 3. Sistem pembobotan dengan cara merangking terhadap pasangan pilihan yang dibandingkan 4. Pilihan nilai rangking untuk isian berdasarkan intensitas kepentingan sebagai berikut: Intensitas Definisi Kepentingan 1 Equal Importance Nilai kompromi 2 3
Moderate Importance
4
Nilai kompromi
5
Strong Importance
6
Nilai kompromi Very Strong Importance
7 8 9
Nilai kompromi Extreme Importance
Penjelasan Kedua elemen sama pentingnya Nilai kedua elemen di antara 1 dan 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lain Nilai kedua elemen di antara 3 dan 5 Elemen yang satu sangat penting daripada elemen yang lain Nilai kedua elemen di antara 5 dan 7 Satu elemen jelas (significant) lebih penting daripada elemen lain Nilai kedua elemen di antara 7 dan 9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lain
Contoh pengisian: a. Struktur dan manajemen organisasi lebih penting daripada sistem operasional manajemen Lebih Penting Struktur dan manajemen organisasi
b.
Lebih Penting
Sistem 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 operasional manajemen
atau sebaliknya (nilai inverse) Struktur dan manajemen organisasi kurang penting daripada Sistem operasional manajemen Lebih Penting
Struktur dan manajemen organisasi
Lebih Penting
Sistem 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 operasional manajemen
Struktur Hirarki Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA)
Strategi Pengembangan LKMA
Fokus
Faktor
Aktor
Tujuan
Konsep/ Desain LKMA
Kelayakan (viability)
Keswadayaan (selfreliance)
Pemerintah
Terpenuhinya Legalitas
LKMA
Strategi Alternatif
1.
Penyusunan Regulasi LKMA
Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Jangkauan Pasar (outreach)
Profitabilitas (profitability)
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Gapoktan
Menguatnya Kelembagaan LKMA
Menguatanya Pendanaan LKMA
Terjalinnya Kemitraan LKMA
Penguatan Pembiayaan LKMA
Peningkatan Produk dan Pemasaran Hasil Gapoktan
Pendampingan Gapoktan Menuju LKMA
Perbandingan antar-Elemen Faktor terhadap Fokus
Fokus
Faktor
Strategi Pengembangan LKMA
Konsep/ Desain LKMA
Kelayakan (viability)
Keswadayaan (selfreliance)
Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Jangkauan Pasar (outreach)
Profitabilitas (profitability)
Tujuan utama dalam pengisian proses hirarki ini adalah menentukan bobot prioritas antar-Faktor (F) yang berpengaruh terhadap fokus Strategi Pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang. Faktor yang berkepentingan/berpengaruh terhadap pencapaian strategi tersebut terdiri dari:
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Konsep/Desain LKMA (F1). Kelayakan (viability) (F2). Kswadayaan (self-reliance) (F3). Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency) (F4). Jangkauan Pasar (outreach) (F5). Profitabilitas (profitability) (F6).
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu faktor dengan faktor lainnya (besarnya pengaruh faktor) terhadap fokus, yaitu Strategi Pengembangan LKMA. Lebih Penting
Lebih Penting
F1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F2 F1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F3 F1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F4 F1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F5 F1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F6 F2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F3 F2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F4 F2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F5 F2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F6 F3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F4 F3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F5 F3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F6 F4 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F5 F4 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F6 F5 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F6 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
2.
Perbandingan Aktor terhadap Faktor Tujuan utama dalam pengisian proses hirarki ini adalah menentukan bobot prioritas antar-Aktor (A) yang berpengaruh terhadap Faktor. Aktor yang berkepentingan/berpengaruh terhadap Faktor, yaitu: a. Pemerintah (A1). b. Penyelia Mitra Tani (A2). c. Gapoktan (A3).
a.
Perbandingan antar-Aktor terhadap faktor Konsep/Desain LKMA
Faktor
Konsep/ Desain LKMA
Aktor
Kelayakan (viability)
Pemerintah
Keswadayaan (selfreliance)
Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Jangkauan Pasar (outreach)
Profitabilitas (profitability)
Gapoktan
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktor Konsep/Desain LKMA. Lebih Penting
Lebih Penting
A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
b.
Perbandingan antar-Aktor terhadap faktor Kelayakan (Viability)
Faktor
Aktor
Konsep/ Desain LKMA
Kelayakan (viability)
Pemerintah
Keswadayaan (selfreliance)
Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Jangkauan Pasar (outreach)
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Profitabilitas (profitability)
Gapoktan
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktor Kelayakan (viability). Lebih Penting
Lebih Penting
A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
c.
Perbandingan antar-Aktor terhadap faktor Keswadayaan (self-reliance)
Faktor
Aktor
Konsep/ Desain LKMA
Kelayakan (viability)
Pemerintah
Keswadayaan (selfreliance)
Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Jangkauan Pasar (outreach)
Frofitabilitas (profitability)
Gapoktan
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktor Keswadayaan (self-reliance). Lebih Penting
Lebih Penting
A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
d.
Perbandingan antar-Aktor terhadap faktor Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Faktor
Konsep/ Desain LKMA
Aktor
Kelayakan (viability)
Pemerintah
Keswadayaan (selfreliance)
Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Profitabilitas (profitability)
Jangkauan Pasar (outreach)
Gapoktan
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktorKemandirian Keuangan (financial self-sufficiency). Lebih Penting
Lebih Penting
A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
e.
Perbandingan antar-Aktor terhadap faktor Jangkauan Pasar (outreach)
Faktor
Aktor
Konsep/ Desain LKMA
Kelayakan (viability)
Pemerintah
Keswadayaan (selfreliance)
Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Jangkauan Pasar (outreach)
Frofitabilitas (profitability)
Gapoktan
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktor Jangkauan Pasar (outreach).
Lebih Penting
Lebih Penting
A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
f.
Perbandingan antar-Aktor terhadap faktor Profitabilitas (profitability)
Faktor
Aktor
Konsep/ Desain LKMA
Kelayakan (viability)
Pemerintah
Keswadayaan (selfreliance)
Kemandirian Keuangan (financial self-sufficiency)
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Jangkauan Pasar (outreach)
Profitabilitas (profitability)
Gapoktan
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktorProfitabilitas (profitability). Lebih Penting
Lebih Penting
A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
3
Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Tujuan utama dalam pengisian proses hirarki ini adalah menentukan bobot prioritas antar-Tujuan (T) yang berpengaruh terhadap faktor.Elemen tujuan terdiri dari: a. Terpenuhinya legalitas LKMA (T1). b. Menguatnya kelembagaan LKMA (T2). c. Menguatnya pendanaan LKMA (T3). d. Terjalinnya kemitraan LKMA (T4).
a.
Perbandingan antar-Tujuan terhadap aktor Pemerintah
Aktor
Pemerintah
Terpenuhinya Legalitas
Tujuan
LKMA
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Menguatnya Kelembagaan LKMA
Menguatnya Pendanaan LKMA
Gapoktan
Terjalinnya Kemitraan LKMA
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu tujuan dengan tujuan lainnya (besarnya pengaruh tujuan) terhadap aktorPemerintah. Lebih Penting
Lebih Penting
T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T2 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T3 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T4 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T3 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T4 T3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T4 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
b.
Perbandingan antar-Tujuan terhadap aktor Penyelia Mitra Tani (PMT)
Aktor
Tujuan
Pemerintah
Terpenuhinya Legalitas
LKMA
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Gapoktan
Menguatnya Kelembagaan LKMA
Terjalinnya Kemitraan LKMA
Menguatnya Pendanaan LKMA
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu tujuan dengan tujuan lainnya (besarnya pengaruh tujuan) terhadap aktorPenyelia Mitra Tani (PMT). Lebih Penting
Lebih Penting
T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T2 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T3 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T4 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T3 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T4 T3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T4 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
c.
Perbandingan antar-Tujuan terhadap aktor Gapoktan
Aktor
Tujuan
Pemerintah
Terpenuhinya Legalitas
LKMA
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Gapoktan
Menguatnya Kelembagaan LKMA
Terjalinnya Kemitraan LKMA
Menguatnya Pendanaan LKMA
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu tujuan dengan tujuan lainnya (besarnya pengaruh tujuan) terhadap aktorGapoktan. Lebih Penting
Lebih Penting
T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T2 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T3 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T4 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T3 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T4 T3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T4 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
4
Perbandingan Strategi Alternatif terhadap Tujuan Tujuan utama dalam pengisian proses hirarki ini adalah menentukan bobot prioritas antar-strategi alternatif (T) yang berpengaruh terhadap Tujuan.Elemen Strategi Alternatif terdiri dari: a. Penyusunan regulasi LKMA (SA1). b. Pendampingan Gapoktan menuju LKMA (SA2). c. Penguatan pembiayaan LKMA (SA3). d. Peningkatan produk dan pemasaran hasil Gapoktan (SA4).
a.
Perbandingan antar-Strategi Alternatif Legalitas LKMA
Tujuan
Strategi Alternatif
Terpenuhinya Legalitas LKMA
Penyusunan Regulasi LKMA
terhadap tujuan
Menguatnya Kelembagaan LKMA
Pendampingan Gapoktan Menuju LKMA
Menguatnya Pendanaan LKMA
Penguatan Pembiayaan LKMA
Terpenuhinya
Terjalinnya Kemitraan LKMA
Peningkatan Produk dan Pemasaran Hasil Gapoktan
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu strategi alternatif dengan strategi alternatif lainnya (besarnya pengaruh strategi alternatif) terhadap tujuanTerpenuhinya Legalitas LKMA. Lebih Penting
Lebih Penting
SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA2 SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA3 SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 SA2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA3 SA2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 SA3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
b.
Perbandingan antar-Strategi Kelembagaan LKMA
Alternatif
terhadap
tujuan
Menguatnya
Tujuan
Terpenuhinya Legalitas
LKMA
Strategi Alternatif
Penyusunan Regulasi LKMA
Menguatnya Kelembagaan LKMA
Pendampingan Gapoktan Menuju LKMA
Menguatnya Pendanaan LKMA
Penguatan Pembiayaan LKMA
Terjalinnya Kemitraan LKMA
Peningkatan Produk dan Pemasaran Hasil Gapoktan
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu strategi alternatif dengan strategi alternatif lainnya (besarnya pengaruh strategi alternatif) terhadap tujuanMenguatnya Kelembagaan LKMA. Lebih Penting
Lebih Penting
SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA2 SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA3 SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 SA2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA3 SA2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 SA3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
c.
Perbandingan antar-Strategi Pendanaan LKMA
Tujuan
Terpenuhinya Legalitas
LKMA
Strategi Alternatif
Penyusunan Regulasi LKMA
Alternatif
Menguatnya Kelembagaan LKMA
Pendampingan Gapoktan Menuju LKMA
terhadap
tujuan
Menguatnya Pendanaan LKMA
Penguatan Pembiayaan LKMA
Menguatnya
Terjalinnya Kemitraan LKMA
Peningkatan Produk dan Pemasaran Hasil Gapoktan
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu strategi alternatif dengan strategi alternatif lainnya (besarnya pengaruh strategi alternatif) terhadap tujuanMenguatnya Pendanaan LKMA. Lebih Penting
Lebih Penting
SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA2 SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA3 SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 SA2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA3 SA2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 SA3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya
d.
Perbandingan antar-Strategi Alternatif terhadap tujuan Terjalinnya Kemitraan LKMA
Tujuan
Terpenuhinya Legalitas
LKMA
Strategi Alternatif
Penyusunan Regulasi LKMA
Menguatnya Kelembagaan LKMA
Pendampingan Gapoktan Menuju LKMA
Menguatnya Pendanaan LKMA
Terjalinnya Kemitraan LKMA
Penguatan Pembiayaan LKMA
Peningkatan Produk dan Pemasaran Hasil Gapoktan
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu strategi alternatif dengan strategi alternatif lainnya (besarnya pengaruh strategi alternatif) terhadap tujuanTerjalinnya Kemitraan LKMA. Lebih Penting
Lebih Penting
SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA2 SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA3 SA1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 SA2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA3 SA2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 SA3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SA4 Keterangan: Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7 = sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai di antaranya.
Lampiran 7 Tabulasi data penilaian responden terhadap kinerja Gapoktan PUAP Tabulasi data karakteristik responden analisis kinerja Gapoktan PUAP No.
Nama Gapoktan 1
2
3
4
5
6
Sinar Cempaka
Mitra Ta'awun
Desa Cikeusik
Juhut Mandiri
Karang Sari
Sinar Wangi
Umur PUAP (tahun) 5
4
4
4
4
4
Jabatan Responden
Jenis Kelamin
Usia
Pendidikan
Ketua
P
50
3
Sekretaris
L
48
2
Bendahara
L
56
3
Anggota 1
L
56
3
Anggota 2
L
61
1
Anggota 3
L
45
3
PMT
P
33
5
Ketua
L
73
4
Sekretaris
L
46
3
Bendahara
L
49
4
Anggota 1
L
45
1
Anggota 2
L
50
1
Anggota 3
L
40
2
PMT
L
30
5
Ketua
L
62
1
Sekretaris
L
28
3
Bendahara
L
41
2
Anggota 1
L
45
1
Anggota 2
L
42
1
Anggota 3
L
30
1
PMT
L
33
5
Ketua
L
39
2
Sekretaris
L
44
3
Bendahara
L
39
2
Anggota 1
L
47
1
Anggota 2
L
45
1
Anggota 3
L
27
1
PMT
L
27
5
Ketua
L
61
3
Sekretaris
L
35
3
Bendahara
L
41
3
Anggota 1
L
42
2
Anggota 2
L
35
3
Anggota 3
L
48
2
PMT
L
27
5
Ketua
L
47
3
Sekretaris
L
41
3
Bendahara
L
40
3
7
Pelita
8
3
Curug Barang Indah
3
Anggota 1
L
40
3
Anggota 2
L
45
1
Anggota 3
P
42
2
PMT
L
30
5
Ketua
L
47
3
Sekretaris
L
45
3
Bendahara
L
52
2
Anggota 1
L
47
1
Anggota 2
L
41
2
Anggota 3
L
36
2
PMT Ketua
L L
27 40
5 2
Sekretaris
L
45
2
Bendahara
L
32
5
Anggota 1
L
37
2
Anggota 2
P
35
1
Anggota 3
L
38
2
PMT
L
30
5
Keterangan: Jenis kelamin: L = laki-laki, P = perempuan. Pendidikan: sarjana = 5, diploma = 4, SMA = 3, SMP = 2, SD = 1
Tabulasi data penilaian responden terhadap kinerja parameter kinerja Gapoktan PUAP Parameter Kinerja No. Gapoktan 1
2
3
Kelembagaan dan Organisasi
Penyaluran Dana PUAP
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
Rerata A
B1
B2
B3
B4
B5
B6
Rerata B
5
5
4
4
5
5
4
4.57
4
4
5
4
5
5
4.50
5
5
5
5
4
5
4
4.71
4
4
5
4
5
5
4.50
5
5
5
5
4
5
4
4.71
5
5
5
4
5
4
4.67
5
5
4
5
4
5
5
4.71
4
5
4
4
5
4
4.33
4
3
4
4
3
4
4
3.71
4
3
4
4
4
4
3.83
5
4
4
4
4
4
5
4.29
4
4
4
4
5
4
4.17
5
4
4
4
5
5
4
4.43
4
5
4
4
5
4
4.33
4
4
4
2
4
4
4
3.71
4
4
4
4
4
4
4.00
4
4
4
2
2
4
2
3.14
4
4
4
4
4
2
3.67
4
4
4
2
2
4
2
3.14
4
4
4
4
4
2
3.67
2
2
4
2
4
4
2
2.86
4
4
4
4
4
2
3.67
2
2
4
4
4
4
4
3.43
4
4
4
4
4
2
3.67
4
4
4
4
4
4
4
4.00
4
2
2
4
4
2
3.00
2
2
3
4
4
4
4
3.29
4
3
4
4
4
2
3.50
5
4
4
4
4
4
4
4.14
5
4
5
4
5
5
4.67
4
5
6
7
8
5
5
5
5
5
5
5
5.00
5
4
5
5
5
5
4.83
5
4
4
4
5
4
4
4.29
5
4
5
4
5
5
4.67
5
4
5
5
4
4
4
4.43
5
5
5
4
4
4
4.50
5
4
5
4
4
4
4
4.29
5
5
5
4
4
5
4.67
5
5
5
5
5
5
5
5.00
5
5
5
5
5
5
5.00
5
4
5
5
4
4
4
4.43
5
5
5
4
4
5
4.67
3
4
3
3
3
3
3
3.14
4
3
4
3
3
5
3.67
4
3
4
4
4
3
3
3.57
3
3
4
3
3
4
3.33
4
3
3
4
4
3
3
3.43
4
3
3
3
3
3
3.17
3
5
3
4
3
5
4
3.86
3
4
4
4
4
3
3.67
3
4
4
3
4
3
4
3.57
3
3
3
4
3
4
3.33
3
3
4
3
3
4
4
3.43
3
4
3
4
3
3
3.33
2
2
3
4
4
4
4
3.29
3
3
3
3
3
3
3.00
2
2
4
2
3
3
4
2.86
4
1
4
4
4
3
3.33
2
4
4
1
3
3
4
3.00
2
4
4
4
4
1
3.17
1
1
3
2
3
3
4
2.43
3
4
2
3
1
2
2.50
2
2
1
2
4
4
4
2.71
4
2
4
1
4
1
2.67
4
2
4
1
4
4
4
3.29
1
2
4
3
1
1
2.00
2
1
4
2
4
4
4
3.00
2
1
1
2
4
1
1.83
2
1
1
2
4
4
4
2.57
1
2
4
4
2
1
2.33
4
3
3
2
5
3
4
3.43
5
5
5
5
5
5
5.00
5
3
3
4
5
4
5
4.14
5
5
5
5
5
5
5.00
4
3
3
4
4
4
3
3.57
4
4
4
4
4
4
4.00
4
3
3
3
4
4
4
3.57
5
4
5
4
4
4
4.33
4
4
3
4
4
4
3
3.71
5
4
4
5
5
5
4.67
4
3
3
3
4
4
3
3.43
5
4
4
4
4
4
4.17
4
4
3
3
4
4
4
3.71
5
5
5
4
4
4
4.50
4
4
3
3
4
4
3
3.57
3
3
3
3
3
3
3.00
4
3
4
3
4
4
3
3.57
3
3
3
3
3
4
3.17
3
2
4
3
4
4
3
3.29
3
4
3
3
4
3
3.33
3
3
4
3
4
4
3
3.43
4
3
3
3
3
4
3.33
3
4
4
3
4
4
3
3.57
4
3
3
3
3
3
3.17
5
2
3
2
3
3
3
3.00
4
3
4
3
3
4
3.50
3
4
3
3
3
3
3
3.14
4
2
4
1
4
1
2.67
5
2
3
3
4
4
4
3.57
5
4
4
5
4
4
4.33
5
2
3
3
4
4
4
3.57
5
4
4
4
4
4
4.17
5
2
3
3
4
4
4
3.57
5
4
4
4
4
4
4.17
4
2
4
4
4
4
2
3.43
4
4
4
4
4
2
3.67
2
4
4
4
4
2
2
3.14
4
2
4
4
4
2
3.33
4
4
2
4
4
4
4
3.71
4
2
4
4
4
2
3.33
5
2
3
3
4
4
4
3.57
4
4
4
4
4
3
3.83
Lanjutan tabulasi data penilaian responden terhadap parameter kinerja Gapoktan PUAP Parameter Kinerja No. Gapoktan 1
2
3
4
5
6
Aspek Pengembangan Dana PUAP
Kerjasama dengan Lembaga Lain
C1
C2
C3
C4
C5
Rerata C
D1
D2
D3
D4
Rerata D
4
4
4
4
4
4.00
3
3
4
4
3.50
4
4
4
4
4
4.00
3
3
4
4
3.50
4
4
4
4
4
4.00
4
4
4
4
4.00
4
4
4
3
3
3.60
4
4
4
4
4.00
4
4
4
3
3
3.60
4
3
4
3
3.50
4
4
3
3
3
3.40
3
3
4
4
3.50
4
4
4
4
3
3.80
4
3
4
3
3.50
2
4
2
4
4
3.20
2
2
2
2
2.00
2
4
2
2
4
2.80
2
2
4
4
3.00
2
4
2
2
4
2.80
2
2
4
4
3.00
2
2
2
2
2
2.00
2
2
2
2
2.00
2
2
2
2
2
2.00
2
2
2
2
2.00
2
2
2
2
2
2.00
2
2
2
2
2.00
3
3
2
2
2
2.40
2
1
3
3
2.25
4
4
4
4
4
4.00
2
2
4
3
2.75
5
4
5
5
4
4.60
4
4
3
3
3.50
3
3
3
3
3
3.00
2
3
4
3
3.00
4
4
4
4
3
3.80
2
2
3
2
2.25
4
4
4
4
3
3.80
2
2
2
2
2.00
5
5
5
5
5
5.00
2
2
2
2
2.00
3
3
2
2
2
2.40
2
3
3
2
2.50
3
4
4
2
3
3.20
3
3
4
3
3.25
3
3
4
2
4
3.20
3
3
4
3
3.25
4
4
4
2
3
3.40
3
4
4
3
3.50
3
4
3
3
3
3.20
4
4
3
4
3.75
4
3
3
3
4
3.40
3
3
4
3
3.25
3
3
4
3
4
3.40
4
2
3
3
3.00
4
4
4
3
4
3.80
3
4
2
3
3.00
4
2
2
1
1
2.00
1
1
4
4
2.50
1
1
1
1
1
1.00
1
1
4
1
1.75
4
4
1
1
1
2.20
1
1
4
1
1.75
2
2
1
1
2
1.60
1
1
4
3
2.25
1
1
1
1
1
1.00
1
1
4
4
2.50
1
1
1
1
2
1.20
1
1
1
1
1.00
1
2
2
1
4
2.00
2
2
4
3
2.75
3
3
4
3
3
3.20
2
2
2
3
2.25
3
3
4
3
5
3.60
4
4
4
4
4.00
4
4
4
2
3
3.40
2
2
2
3
2.25
7
8
3
3
4
3
4
3.40
4
3
3
4
3.50
4
3
4
3
3
3.40
2
2
2
2
2.00
4
3
4
1
3
3.00
2
2
2
3
2.25
4
4
4
2
3
3.40
2
3
4
2
2.75
3
3
3
3
3
3.00
2
2
3
4
2.75
3
3
3
2
3
2.80
3
3
2
3
2.75
4
3
4
3
3
3.40
2
2
4
3
2.75
3
4
3
2
3
3.00
2
2
3
2
2.25
4
3
3
2
3
3.00
2
2
3
3
2.50
4
3
2
2
2
2.60
2
2
3
3
2.50
4
3
2
2
2
2.60
2
2
3
2
2.25
4
4
4
4
2
3.60
2
2
2
4
2.50
4
4
4
4
4
4.00
2
2
2
4
2.50
4
4
4
4
4
4.00
2
2
2
4
2.50
4
4
2
2
2
2.80
2
2
4
4
3.00
4
4
2
2
2
2.80
2
2
4
4
3.00
4
4
2
2
2
2.80
2
2
4
4
3.00
4
4
4
2
3
3.40
2
2
3
3
2.50
Keterangan: No. Gapoktan: 1 = Sinar Cempaka, 2 = Mitra Ta’awun, 3 = Desa Cikeusik, 4 = Juhut Mandiri, 5 = Karang Sari, 6 = Sinar Wangi, 7 = Pelita, 8 Curug Barang Indah. Pembobotan nilai menggunakan Skala Likert: sangat baik = 5, baik = 4, cukup baik = 3, kurang baik = 2, buruk = 1. Kinerja kelembagaan dan organisasi: A1 = memiliki struktur organisasi, A2 = memiliki uraian tugas, A3 = memiliki rencana usaha bersama (RUB), A4 = menyelenggarakan rapat pengurus, A5 = peran Penyuluh Pendamping, A6 = peran Penyelia Mitra Tani (PMT), A7 = peran pembina tingkat kabupaten (dinas pertanian) dan pusat (BPTP). Kinerja penyaluran dana PUAP: B1 = sosialisasi program PUAP kepada anggota, B2 = seleksi calon penerima dana PUAP, B3 = peran pengurus Gapoktan dalam menyusun rencana usaha anggota, B4 = penyaluran dana PUAP sesuai dengan rencana usaha anggota, B5 = kemudahan persyaratan penerimaan dana PUAP, B6 = memiliki unit LKMA. Kinerja aspek pengembangan dana PUAP: C1 = Peningkatan jumlan anggota penerima dana PUAP, C2 = Peningkatan unit usaha tani, C3 = Peningkatan akumulasi dana PUAP, C4 = Pengembalian pinjaman dana PUAP oleh anggota, C5 = Pengurangan jumlah petani miskin. Kinerja kerjasama dengan lembaga lain: D1 = Kerjasama dengan perusahaan dalam memanfaatkan dana CSR, D2 = Kerjasama pembiayaan dengan lembaga pembiayaan, D3 = Kerjasama produksi dengan lembaga produksi, D4 = Kerjasama pemasaran hasil usahatani anggota dengan lembaga pemasaran.
Lampiran 8 Tabulasi data penilaian responden terhadap evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP Tabulasi data karakteristik responden evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP No.
Nama Gapoktan
1 Sinar Cempaka
2 Mitra Ta'awun
3 Desa Cikeusik
4 Juhut Mandiri
5 Karang Sari
6 Sinar Wangi
7 Pelita
8 Curug Barang Indah
Umur PUAP (tahun)
Jabatan Responden
Jenis Kelamin
5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3
BPTP Banten Distan Kab PMT BPTP Banten Distan Kab PMT BPTP Banten Distan Kab PMT BPTP Banten PMT Distan Kab BPTP Banten PMT Distan Kab BPTP Banten Distan Kab PMT BPTP Banten PMT Distan Kab BPTP Banten Distan Kab PMT
P P P P P L P P L P L P P L P P P P P L P P P L
Umur (tahun)
40 31 40 30 40 30 27 40 27 40 40 31 27 40 40 30
Pendidikan S3 S1 S1 S3 S1 S1 S3 S1 S1 S3 S1 S1 S3 S1 S1 S3 S1 S1 S3 S1 S1 S3 S1 S1
Tabulasi data penilaian responden terhadap parameter kinerja evaluasi penumbuhan LKMA padaGapoktan PUAP Parameter Kinerja
Pemeringkatan Gapoktan PUAP menjadi LKMA 10 Aspek Kelayakan Penumbuhan LKMA
No. Gapoktan 1
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
Rerata A
5
4
4
5
4
4
4
4
3
3
4.15
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3.00
4
3
3
3
3
2
3
2
3
3
2.85
Rerata 2
3.33
3
3
3
3
3
2
2
2
3
2
2.46
3
3
3
3
3
2
3
3
2
2
2.77
3
3
3
3
3
2
3
2
2
2
2.69
Rerata 3
2.64
4
5
4
4
4
5
3
4
4
4
4.31
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4
3.15
4
4
4
3
3
3
3
3
3
4
3.46
4
3
2
2
2
3
3
2
2
5
2.69
4
4
2
3
3
3
4
3
2
4
3.08
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3.46
Rerata 4
3.64
Rerata 5
3.08
4
3
2
2
2
2
2
2
2
3
2.38
3
3
3
3
3
3
3
2
2
3
2.77
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3.00
5
5
4
5
3
4
4
3
3
4
4.08
4
4
4
4
4
3
3
3
3
4
3.69
4
3
4
3
3
3
4
3
3
4
3.46
Rerata 6
2.72
Rerata 7
3.74
4
3
3
4
3
3
3
3
4
4
3.46
4
4
2
3
3
3
3
3
2
4
3.15
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4.00
2
3
2
3
2
3
2
3
3
2
2.62
3
3
3
3
3
2
2
3
2
2
2.69
3
3
3
3 3 Rerata
3
3
3
2
4
3.15
Rerata 8
3.54
2.82
Keterangan: No. Gapoktan sama dengan di atas. Pembobotan nilai menggunakan Skala Likert sama dengan di atas. Sepuluh aspek kelayakan penumbuhan LKMA: A1 = penyaluran dana PUAP untuk usaha pertanian, A2 = pembiayaan kepada peani miskin, A3 = pengendalian penyaluran dana PUAP, A4 = pencatatan dan pembukuan, A5
= analisis kelayakan usaha anggota, A6 = pembuatan laporan, A7 = pembinaan usaha anggota, A8 = pengawasan pembiayaan, A9 = mekanisme insentif dan sanksi, A10 = mekanisme insentif dan sanksi.
Lanjutan tabulasi data penilaian responden terhadap parameter kinerja evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP Parameter Kinerja No. Gapoktan 1
Upaya Solusi Terhadap Hambatan Pengembangan LKMA
Hambatan Pengembangan LKMA B 1
B 2
B 3
B 4
B 5
B 6
B 7
B 8
B 9
B 10
B 11
Rerata B
C 1
C 2
C 3
C 4
C 5
C 6
C 7
C 8
Rerata C
5
4
5
5
5
4
5
4
5
5
5
4.73
2
5
5
5
3
3
4
2
3.63
3
2
3
3
4
4
4
4
4
3
4
3.45
4
4
4
4
4
3
3
3
3.63
2
3
2
2
3
4
4
3
4
3
3
3.00
3
3
3
3
2
2
3
2
2.63
Rerata 2
3.73
2
4
3
4
4
4
4
4
4
5
3.64
2
2
2
2
2
3
2
3
2.25
3
2
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3.00
3
3
4
4
3
3
3
3
3.25
2
2
2
2
3
3
3
2
4
4
2
2.64
3
3
4
4
3
3
3
4
3.38
3.09
4
2
4
4
4
4
4
4
1
3.36
3
3
5
4
2
2
2
2
2.88
3
3
3
2
2
3
3
3
3
4
4
3.00
4
4
4
4
4
3
3
3
3.63
3
3
3
2
3
3
3
4
4
4
4
3.27
4
4
4
4
4
3
3
2
3.50
3.21
1
1
4
4
4
4
4
2
4
3.00
4
4
5
5
3
3
5
4
4.13
3
3
1
2
4
3
4
4
4
4
4
3.27
4
4
4
4
3
2
3
2
3.25
2
3
3
3
4
3
3
3
3
3
2
2.91
5
4
4
4
4
3
3
3
3.75
3.06
Rerata
3.71
3
2
1
2
3
4
4
3
3
2
2
2.64
3
3
4
4
2
2
2
2
2.75
2
2
2
2
3
3
3
2
4
4
3
2.73
3
4
4
4
4
3
2
2
3.25
3
3
3
2
3
3
3
4
4
4
3
3.18
3
4
4
4
4
3
4
3
3.63
2.85
Rerata
3.21
2
3
3
3
2
2
3
3
2
3
3
2.64
4
4
5
5
2
2
2
2
3.25
3
3
3
3
2
3
4
3
3
3
3
3.00
4
4
4
4
4
3
3
3
3.63
4
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3.18
3
3
3
3
2
2
2
2
2.50
2.94
Rerata
3.13
3
3
4
3
4
3
3
4
4
3
4
3.45
3
4
4
4
3
2
3
3
3.25
2
3
2
2
4
3
4
2
3
4
3
2.91
3
4
4
4
3
2
2
2
3.00
3
4
4
4
3
3
3
3
4
4
4
3.55
4
4
4
4
4
3
3
3
3.63
Rerata 8
3.33
2
Rerata 7
Rerata
3
Rerata 6
2.96
2
Rerata 5
Rerata
4
Rerata 4
3.29
2
Rerata 3
Rerata
3.30
Rerata
3.29
4
4
4
1
4
4
4
4
3
4
3
3.55
3
3
3
3
2
2
2
2
2.50
3
2
3
3
3
3
2
2
3
4
4
2.91
3
3
3
3
3
3
3
2
2.88
3
2
3
3
3
3
2
2
3
4
4
2.91
4
3
4
4
3
3
3
2
3.25
Rerata
3.12
Rerata
2.88
Keterangan: No. Gapoktan sama dengan di atas. Pembobotan nilai menggunakan Skala Likert sama dengan di atas. Parameter kinerja hambatan pengembangan LKMA: B1 = hambatan konseptual LKMA, B2 = hambatan keterbatasan dana, B3 = hambatan SDM pengelola LKMA, B4 = hambatan SDM anggota LKMA, B5 = hambatan prasarana dan sarana, B6 = hambatan produksi, B7 = hambatan pemasaran, B8 = hambatan teknologi dan informasi, B9 = hambatan birokrasi, B10 = hambatan penyimpangan dana, B11 = hambatan kemitraan dengan lembaga lain. Parameter kinerja upaya solusi terhadap hambatan pengembangan LKMA: C1 = komunikasi dan koordinasi dengan BPTP, C2 = komunikasi dan koordinasi dengan dinas kabupaten, C3 = komunikasi dan koordinasi dengan penyuluh pendamping, C4 = komunikasi dan koordinasi dengan PMT, C5 = pelatihan SDM pengurus LKMA, C6 = pelatihan SDM anggota, C7 = kerjasama kemitraan dengan lembaga lain, C8 = Pemanfaatan media cetak elektronik dan sosial/internet.
Lanjutan tabulasi data penilaian responden terhadap parameter kinerja evaluasi penumbuhan LKMA padaGapoktan PUAP Parameter Kinerja No. Gapoktan 1
Tahap Persiapan
Pemenuhan Persyaratan Administrasi
D1
D2
D3
D4
D5
1
1
0
1
1
Rerata D 0.80
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Rerata 2
E5
1
1
0
0
1
Rerat aE 0.60
1.00
1
1
0
0
0
0.40
1.00
1
1
1
1
1
1.00
Rerata
0.67
1
1
1
1.00
1
1
0
0
0
0.40
1
1
1
1
1
1.00
0
0
0
0
0
0.00
1
1
1
0
0.80
0
0
0
0
0
0.00
0.93
Rerata
0.13
1
0
1
1
1
0.80
1
0
0
0
1
0.40
1
1
1
1
1
1.00
1
1
0
0
0
0.40
1
1
1
1
1
1.00
1
0
0
0
0
0.20
0.93
Rerata
0.33
1
1
1
1
1
1.00
0
0
0
0
0
0.00
1
1
1
1
1
1.00
0
0
0
0
0
0.00
1
1
1
1
1.00
0
0
0
0
0
0.00
1
Rerata
1.00
Rerata
0.00
1
0
1
1
1
0.80
1
0
0
0
0
0.20
1
1
1
1
1
1.00
1
0
0
0
0
0.20
1
1
1
1
1
1.00
1
0
0
0
0
0.20
Rerata 6
E4
1
Rerata
5
E3
0.93
Rerata
4
E2
1
1
3
E1
1
1
0.93 0
1
1
0.80
Rerata 1
0
0
0.20 0
0
0.20
1
1
1
1
1
1.00
1
1
0
0
0
0.40
1
1
1
1
1
1.00
1
0
0
0
0
0.20
Rerata 7
0.93
0.27
1
0
1
1
1
0.80
1
0
0
0
0
0.20
1
1
1
1
1
1.00
1
0
0
0
0
0.20
1
1
1
1
1
1.00
1
0
0
0
0
0.20
Rerata 8
Rerata
0.93
Rerata
0.20
1
1
1
1
1
1.00
0
1
0
0
0
0.20
1
1
1
1
1
1.00
0
0
0
0
0
0.00
1
1
1
1
0
0.80
1
0
0
0
0
0.20
Rerata
0.93
Rerata
0.13
Keterangan: No. Gapoktan sama dengan di atas. Pembobotan nilai menggunakan Skala Biner: ada/dilaksanakan = 1, belum/tidak ada atau belum/tidak dilaksanakan = 0. Parameter kinerja tahap persiapan = D1 = sosialisasi keberadaan PUAP, D2 = pembenahan kelompok tani, D3 = pembenahan Gapoktan, D4 = pembentukan unit usaha simpan pinjam (cikal bakal LKMA), D5 = Penentuan usaha produktif yang dapat dikembangkan petani. Parameter pemenuhan persyaratan administrasi: E1 = Akte pendirian oleh notaris, E2 = Gapoktan berbadan hukum, E3 = Surat Izin Tempat Usaha (SITU), E4 = Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), E5 = Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Lanjutan tabulasi data penilaian responden terhadap parameter kinerja evaluasi penumbuhan LKMA padaGapoktan PUAP Parameter Kinerja No. Gapoktan 1
Tahap Pelaksanaan LKMA F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
Rerata F
G1
G2
G3
G4
G5
G6
G7
Rerata G
1
1
0
1
1
1
0
0.71
1
0
1
0
1
0
0
0.43
1
1
0
1
1
1
0
0.71
1
0
1
1
1
1
1
0.86
1
1
0
0
0
1
0
0.43
0
0
1
0
1
0
0
0.29
0
0
1
1
0
1
0
0.43
0
0
1
0
1
1
0
0.43
1
1
0
0
0
0
0
0.29
1
1
1
1
1
1
1
1.00
0
0
0
0
0
0
0
0.00
1
1
1
1
1
1
1
1.00
Rerata 2
0.62
Rerata 3
Rerata
0.24
0.52
Rerata
0.81
1
0
0
0
0
0
0
0.14
1
0
0
1
1
0
1
0.57
1
1
0
1
1
1
0
0.71
1
1
1
0
1
0
0
0.57
1
0
0
0
1
1
0
0.43
0
0
0
0
1
0
1
0.29
1
1
1
1
1
1
1
1.00
1
0
0
1
1
1
1
0.71
1
0
0
1
1
1
1
0.71
0
0
0
1
1
1
1
0.57
Rerata 4
Tahap Pengembangan Usaha LKMA
0.43
Rerata
0.48
1
1
0
1
1
1
1
Rerata 5
0
1
1
1
1
Rerata
0.57 0.62
0
0
0
0
0
0
0.14
1
0
0
1
1
0
1
0.57
1
0
0
0
1
1
1
0.57
1
1
0
1
1
0
1
0.71
1
1
0
0
1
1
0
0.57
1
1
1
0
1
0
0
0.57
0.43
Rerata
0.62
0
0
0
0
1
0
0
0.14
0
0
1
1
1
0
0
0.43
1
1
0
0
1
1
1
0.71
1
0
1
1
1
1
1
0.86
1
1
0
0
0
1
0
0.43
0
0
1
0
1
0
0
0.29
0.43
Rerata
0.52
1
1
0
1
1
1
0
0.71
1
1
0
1
1
1
1
0.86
1
1
0
0
1
1
0
0.57
1
1
0
1
0
1
1
0.71
1
1
0
0
1
1
1
0.71
1
1
1
1
1
1
1
1.00
Rerata 8
0
1
Rerata 7
0
0.86
Rerata 6
0.86
0.67
Rerata
0.86
1
0
0
0
0
1
0
0.29
1
0
1
1
1
1
1
0.86
1
1
0
0
0
0
0
0.29
1
1
1
0
1
0
1
0.71
1
1
0
1
1
0
0
0.57
1
0
1
0
1
1
1
0.71
Rerata
0.38
Rerata
0.76
Keterangan: No. Gapoktan sama dengan di atas. Pembobotan nilai menggunakan Skala Biner sama dengan di atas. Parameter kinerja tahap pelaksanaan LKMA: F1 = pengembangan unit usaha, F2 = pemupukan modal melalui tabungan anggota, F3 = penjualan saham terbatas, F4 = fasilitasi pelayanan Gapoktan/LKMA, F5 = kerjasama dengan lembaga lain. Parameter kinerja tahap pengembangan usaha LKMA: G1 = usaha sarana produksi pertanian, G2 = unit pengelolaan jasa alsintan (UPJA), G3 = perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), G4 = unit pelaksana pengolahan hasil pertanian, G5 = unit pelayanan jasa lainnya, G6 = unit processing (packaging), G7 = unit pemasaran hasil pertanian.
Lampiran 9 Tabulasi data penilaian responden terhadap kinerja LKMA Tabulasi data karakteristik responden kinerja LKMA No.
Nama LKMA
1
Sinar Cempaka
2
Mitra Ta'awun
3
Desa Cikeusik
4
Juhut Mandiri
5
Karang Sari
6
Sinar Wangi
Jabatan Responden
Jenis Kelamin
Usia (tahun)
Pendidikan
Ketua Sekretaris Bendahara Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 PMT Ketua Sekretaris Bendahara Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 PMT Ketua Sekretaris Bendahara Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 PMT Ketua Sekretaris Bendahara Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 PMT Ketua Sekretaris Bendahara Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 PMT Ketua
P P P P P P P L L P L L P L L L P L L L L L L P L L L L L L L L L L L L
41 38 36 31 34 45 33 42 30 27 56 50 30 30 53 29 35 31 40 48 30 38 26 17 23 45 31 27 61 40 41 47 48 50 27 45
3 3 2 2 3 1 5 5 3 3 1 1 2 5 5 3 4 5 3 2 5 1 3 3 2 1 1 5 3 3 3 2 2 2 5 3
7
Pelita
8
Curug Barang Indah
Sekretaris Bendahara Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 PMT Ketua Sekretaris Bendahara Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 PMT Ketua Sekretaris Bendahara Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 PMT
L L L P P L L L L L L L L L L L L P L L
41 30 62 39 38 30 54 43 52 46 45 47 27 35 42 40 40 35 35 30
3 3 2 1 2 5 2 3 3 2 2 3 5 5 3 5 3 2 2 5
Keterangan: Jenis kelamin: L = laki-laki, P = perempuan. Pendidikan: sarjana = 5, diploma = 4, SMA = 3, SMP = 2, SD = 1.
Tabulasi data penilaian responden terhadap parameter kinerja LKMA Parameter Kinerja
Faktor Pendukung Keberhasilan LKMA
No. LKMA
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
1
4
4
4
4
4
4
3
Rerata A 3.86
4
5
5
4
5
5
4
4
5
5
4
5
5
5
4
5
4
5
5
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
3
4
5
5
4
2
Faktor Penyebab Kegagalan LKMA B1
B2
B3
B4
B5
B6
4
3
2
2
2
2
Rerata B 2.50
4.57
4
3
2
2
2
2
2.50
4.71
4
2
2
2
3
2
2.50
5
4.57
4
2
2
2
2
2
2.33
5
4
4.43
2
2
2
2
3
2
2.17
5
5
4
4.29
2
2
2
4
1
2
2.17
4
3
4
3
3.57
4
2
3
2
3
2
2.67
5
5
5
5
5
5.00
2
2
4
4
4
4
3.33
4
4
4
4
4
4
4.00
4
2
4
4
4
4
3.67
4
4
4
5
3
4
5
4.14
2
2
3
4
3
3
2.83
4
4
4
4
4
4
4
4.00
4
2
2
4
4
4
3.33
4
4
3
3
3
3
3
3.29
4
4
4
4
2
4
3.67
4
4
3
3
3
3
3
3.29
4
4
4
4
4
4
4.00
4
4
3
3
3
4
4
3.57
4
2
4
4
2
4
3.33
3
4
5
6
7
8
Keterangan:
4
5
4
4
4
4
4
4.14
5
5
5
5
4
4
4.67
5
5
4
4
4
4
4
4.29
5
5
4
5
4
4
4.50
4
5
5
5
5
5
4
4.71
3
2
2
2
3
2
2.33
5
4
4
4
5
5
4
4.43
4
5
5
4
5
4
4.50
5
4
5
5
5
5
4
4.71
4
5
5
4
5
4
4.50
4
5
5
5
5
5
4
4.71
2
2
2
2
5
2
2.50
4
5
4
4
4
4
4
4.14
5
5
5
5
4
4
4.67
4
5
5
5
5
5
5
4.86
4
4
4
4
2
4
3.67
4
4
4
4
4
4
4
4.00
4
3
4
2
4
4
3.50
4
4
4
4
4
4
4
4.00
4
3
4
2
4
3
3.33
5
5
5
5
5
5
5
5.00
4
2
4
4
2
4
3.33
5
5
5
5
5
5
5
5.00
4
2
4
4
2
2
3.00
5
5
5
5
5
5
5
5.00
4
2
4
4
2
2
3.00
4
5
4
4
4
4
5
4.29
4
2
4
5
4
2
3.50
4
5
4
4
4
4
4
4.14
2
1
2
2
3
2
2.00
5
5
4
4
4
4
4
4.29
3
1
2
2
1
2
1.83
4
5
4
4
4
5
5
4.43
4
1
2
1
2
2
2.00
4
5
4
4
4
4
4
4.14
1
1
2
2
2
2
1.67
4
4
4
5
5
5
5
4.57
2
2
2
1
1
1
1.50
5
4
4
4
4
4
5
4.29
1
1
2
2
3
3
2.00
4
5
5
5
5
5
4
4.71
4
2
4
5
4
2
3.50
5
5
5
5
5
5
5
5.00
5
5
5
5
5
5
5.00
5
5
4
3
5
5
5
4.57
2
2
5
5
5
4
3.83
5
5
5
5
5
5
5
5.00
2
5
4
5
3
3
3.67
5
5
5
4
5
5
5
4.86
4
4
4
5
5
4
4.33
5
5
4
3
5
4
5
4.43
4
3
4
5
5
4
4.17
4
4
3
3
5
4
5
4.00
4
3
3
4
4
3
3.50
4
4
3
3
3
4
4
3.57
4
2
4
4
2
4
3.33
4
5
4
4
4
4
4
4.14
4
4
4
4
4
4
4.00
4
4
4
4
4
4
4
4.00
5
4
4
4
4
4
4.17
4
4
3
3
3
3
4
3.43
4
3
3
4
4
2
3.33
5
5
5
5
5
5
4
4.86
5
4
4
5
4
2
4.00
4
5
5
5
5
5
4
4.71
4
4
4
4
4
2
3.67
5
5
4
4
4
4
4
4.29
4
4
4
4
4
2
3.67
5
5
4
4
5
5
4
4.57
4
2
5
5
4
2
3.67
4
4
4
4
4
4
4
4.00
4
5
5
4
4
4
4.33
4
5
4
4
4
4
5
4.29
5
5
5
5
4
4
4.67
4
5
5
5
5
5
4
4.71
5
4
4
5
4
4
4.33
4
4
5
5
5
5
4
4.57
4
4
4
4
2
4
3.67
4
4
3
3
3
3
3
3.29
4
3
3
4
3
4
3.50
4
4
5
5
5
5
4
4.57
4
4
4
3
2
4
3.50
4
4
4
4
4
4
4
4.00
5
2
2
4
4
4
3.50
No. LKMA sama dengan nomor Gapoktan seperti di atas. Parameter kinerja faktor pendukung keberhasilan LKMA: A1 = ketegasan pemimpin, A2 = kesadaran anggota, A3 = peran pembina tingkat pusat (BPTP), A4 = peran pembina tingkat kabupaten, A5 = peran penyuluh pendamping, A6 = peran Penyelia Mitra Tani (PMT), A7 = kelengkapan fasilitas/prasarana dan sarana manajemen. Parameter faktor penyebab kegagalan LKMA: B1 = kurangnya pemahaman tentang LKMA, B2 = penyimpangan dana oleh manajemen, B3 = kelemahan kepemimpinan/manajemen, B4 = kurangnya kesadaran anggota, B5 = kurangnya pengawasan, B6 = kurangnya fasilitas/prasarana dan sarana manajemen.
Lanjutan tabulasi data penilaian responden terhadap kinerja LKMA Parameter Kinerja No. LKMA 1
2
3
4
Faktor Penyebab Kredit Macet
Manfaat LKMA PUAP
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
Rerata C
D1
D2
D3
D4
Rerata D
2
2
2
3
2
4
2
2.43
4
4
4
4
4.00
2
2
2
3
2
4
2
2.43
4
4
4
4
4.00
2
2
2
3
2
4
2
2.43
4
4
4
4
4.00
2
2
2
3
2
4
2
2.43
4
4
4
4
4.00
2
2
2
3
2
4
2
2.43
4
4
4
4
4.00
4
2
2
2
4
2
2
2.57
4
4
4
4
4.00
2
2
3
3
2
3
3
2.57
4
4
4
4
4.00
4
4
4
2
4
4
4
3.71
4
4
4
4
4.00
4
4
4
2
4
4
4
3.71
3
3
3
3
3.00
4
4
4
2
4
4
4
3.71
3
3
3
3
3.00
4
4
4
4
4
4
4
4.00
4
4
4
4
4.00
3
3
3
3
3
3
3
3.00
3
3
4
4
3.50
3
3
3
3
3
3
4
3.14
3
3
4
4
3.50
4
4
4
3
4
4
4
3.86
4
4
4
4
4.00
4
5
5
4
4
4
4
4.29
5
5
5
5
5.00
4
5
5
4
4
4
4
4.29
5
5
5
5
5.00
4
2
2
2
2
2
2
2.29
1
1
2
2
1.50
4
3
4
5
5
5
5
4.43
5
5
5
5
5.00
4
5
4
5
4
4
4
4.29
5
5
5
5
5.00
3
2
2
2
2
2
2
2.14
5
5
5
5
5.00
4
5
5
4
4
4
4
4.29
5
5
5
5
5.00
2
2
5
4
2
4
4
3.29
4
4
5
5
4.50
2
3
3
3
4
4
4
3.29
4
4
4
4
4.00
2
3
3
3
4
4
4
3.29
4
4
4
4
4.00
4
4
4
4
2
4
4
3.71
4
5
4
4
4.25
5
6
7
8
4
4
4
4
2
4
4
3.71
4
5
4
4
4.25
4
4
4
4
2
4
4
3.71
4
5
4
4
4.25
4
2
5
4
2
4
3
3.43
4
5
4
4
4.25
1
2
1
2
2
2
2
1.71
1
1
3
4
2.25
1
1
2
2
2
1
4
1.86
4
4
4
4
4.00
2
1
2
4
4
4
1
2.57
4
4
4
5
4.25
1
1
2
2
2
2
2
1.71
5
4
4
4
4.25
2
2
1
2
2
3
2
2.00
5
4
3
4
4.00
3
2
1
3
2
3
1
2.14
5
4
3
4
4.00
5
2
5
4
2
4
3
3.57
4
5
4
4
4.25
5
5
5
5
5
5
5
5.00
5
5
5
5
5.00
5
4
4
4
5
5
5
4.57
5
5
5
5
5.00
4
1
5
4
4
4
5
3.86
5
5
5
5
5.00
3
3
5
5
4
4
5
4.14
5
5
5
5
5.00
5
3
4
4
3
3
4
3.71
5
5
4
4
4.50
3
3
4
4
3
3
4
3.43
4
4
4
4
4.00
4
4
4
3
4
4
4
3.86
4
4
4
4
4.00
5
2
4
4
2
4
4
3.57
4
4
4
4
4.00
5
2
4
4
2
4
4
3.57
5
5
5
4
4.75
4
4
5
4
4
4
4
4.14
4
5
4
4
4.25
5
2
4
4
2
3
4
3.43
4
5
4
5
4.50
4
2
5
4
2
4
4
3.57
5
5
4
5
4.75
4
2
4
4
2
4
4
3.43
5
4
4
4
4.25
5
2
5
4
2
2
4
3.43
4
5
4
4
4.25
4
2
4
2
4
4
2
3.14
4
4
4
4
4.00
4
3
4
3
4
4
2
3.43
4
4
4
4
4.00
4
2
5
2
4
4
2
3.29
5
4
5
4
4.50
5
2
4
2
4
2
2
3.00
4
4
4
4
4.00
5
3
4
4
3
3
4
3.71
3
3
4
4
3.50
4
2
4
2
4
2
2
2.86
4
4
4
4
4.00
4
5
5
4
2
2
4
3.71
4
5
4
4
4.25
Keterangan: No. LKMA sama dengan no. Gapoktan seperti di atas. Parameter kinerja faktor penyebab kredit macet: C1 = kegagalan usaha, C2 = penyimpangan dana oleh anggota, C3 = kurangnya kesadaran anggota, C4 = kurangnya pengawasan, C5 = tidak ada aturan yang jelas, C6 = tidak ada insentif dan sanksi, C7 = lemahnya penegakkan disiplin organisasi. Parameter kinerja manfaat LKMA bagi petani: D1 = adanya skim pinjaman yang mudah dan ringan, D2 = membebaskan anggota dari jerat rentenir, D3 = pendapatan anggota meningkat, D4 = kesejahteraan anggota meningkat.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1965 ayah M. Rofa’i (alm) dan ibu Badriyah. Penulis adalah putra kelima dari delapan bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 1990. Pada tahun itu juga penulis menikah, dan hingga saat ini dikaruniai empat anak. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah diperoleh pada akhir tahun 2011. Penulis pernah bekerja di United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1998 – 1999 sebagai UN Volunteers dalam pengembangan ekonomi perdesaan di Kabupaten Sumbawa. Pada tahun 2005 – 2009 penulis menjadi anggota DPR RI Komisi IV yang membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Selama menjadi anggota DPR RI, penulis ikut membidani lahirnya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sejak tahun 2010 hingga saat ini, penulis bekerja di Kementerian Pertanian sebagai Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Pembinaan Sumberdaya Manusia. Selama menjadi Staf Khusus Menteri Pertanian, penulis sering menjadi narasumber pada seminar dan workshop yang berkaitan dengan pembinaan sumberdaya manusia.