STRATEGI PENGEMBANGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) DI PROVINSI RIAU. Drs. Asril, MM Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau

105

STRATEGI PENGEMBANGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) DI PROVINSI RIAU Drs. Asril, MM Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau email: Azmansyah, SE., M.Econ Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau email: [email protected] Abstract Koperasi and UKM have great opportunities for development. In 2011 there were 30% of Koperasi that are inactive or distressed , as well as existing UKM in Riau Province . Riau people involvement in the cooperative effort that is very poor by 10%. The study used 100 samples consisting of Koperasi and UKM that are in Riau Province . The results showed that the dominant factor affecting the performance of Koperasi is low stance motive for many Koperasi societies formed only to pursue the project or program the government to order a built only temporary, until the disability be selective in granting permission Koperasi stance . Further trade became the most sought after by 77 156 engaged in the UKM sector, large production and the industrial sector 12 760 of 11 220 units. Development of Koperasi and UKM in Riau province when directed at efforts PRODUCTION , engagement in creative economy and drive development in the potential and the base . Keyword: Koperasi, UKM, creative economy, government and strategy PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indikator ekonomi makro Riau secara kuantitatif menunjukkan performa yang baik. Angka pertumbuhan ekonomi Riau 2011 masih tinggi diatas rata-rata nasional (data BPS per Februari 2012 sebesar 7,63%), diatas angka nasional sebesar 6,5%. Demikian juga angka inflasi, relatif terkendali di angka 5,9%. Pertumbuhan perekonomian Riau termasuk migas sebenarnya terjadi di semua sektor ekonomi, dengan angka tertinggi pada sektor bangunan sebesar 14,04% diikuti perdagangan, hotel dan

restoran 1,15% serta industri pengolahan 0,95%. Sementara sektor pertambangan dan penggalian meningkat 1,97%. Kontribusi pertumbuhan ekonomi di dominasi oleh konsumsi rumah tangga sebesar 49,36%. Pertumbuhan perekonomian tersebut tidak terlepas dari sumbangan industri, baik industri besar maupun kecil (UKM). Besarnya konsumsi rumah tangga bukanlah menjadi indikator kemajuan sebuah wilayah, namun perlu diimbangi dengan produksi dan nilai kreatifitas (industri rumah tangga). Salah satu badan usaha yang dapat digunakan oleh sektor rumah tangga

106

Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 20 No. 1 Desember 2013

untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (koperasi) dan pengembangan UKM. Data Dinas Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa tahun 2008 lalu, realisasi pembentukan koperasi berkualitas hanya sebanyak 315 koperasi saja. Jumlah tersebut lebih sedikit dari jumlah yang ditargetkan sebanyak 326 koperasi. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2007 di mana realisasi pembentukan koperasi berkualitas tidak mencapai target. Yaitu realisasi sebanyak 342 koperasi. Sementara targetnya sebanyak 386 koperasi. Untuk jumlah UKM di Riau sampai Desember 2008 lalu, jumlah UMKM yang berhasil masuk di data base Diskop dan UKM mencapai 366.716. Jumlah UKM terbanyak ada di Pekanbaru yang mencapai 67.728. Kampar sebanyak 45.466 UKM, Inhil ada 44.891 UKM, Bangkalis ada 42.029 UKM, Rohil terdapat 34.036 UKM, Rohul

ada 27.074 UKM, Inhu terdapat 26.488 UKM, Siak memiliki 22.948 UKM, Kuansing terdapat 21.450 UKM, Dumai ada 20.782 UKM dan Pelalawan ada 13.824 UKM. Dari jumlah tersebut, perdagangan menjadi sektor paling diminati dengan jumlah UKM sebesar 77.156 UKM, sektor produksi sebesar 12.760 dan sektor industri sebesar 11.220. Pada tahun 2011 total dari 4.865 unit koperasi yang ada di Riau, sekitar 30 persen di antaranya masih berlabel tak aktif. anggota koperasi mencapai 600 ribu orang. Artinya sekitar 10 persen penduduk di Riau merupakan anggota koperasi. Koperasi-koperasi tersebut seharusnya difokuskan menjadi sebuah koperasi yang berbasis kinerja. Karena selama ini, banyak koperasi yang dibentuk hanya untuk mengejar proyek (program). UKM ini akan menjadi koperasi yang memiliki program secara berkesinambungan.

Gambar 1. Jumlah Koperasi Aktif dan Tidak Aktif di Propinsi Riau Tahun 2012 1000

832

800

657

600 349

400 200

173 60

152

357 98

273

195 103 79

113

200 132 80

295 120

244 254 129 96 91 43

0

Koperasi Aktif Koperasi Tdk Aktif Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Prov. Riau

Selanjutnya perkembangan koperasi pada tahun 2012 berjumlah 5.125 unit yang terdiri dari 3.925 unit koperasi yang aktif dan 1.200 unit koperasi yang tidak aktif atau sama

dengan 23 persen. Berdasarkan gambar di atas bahwa jumlah koperasi yang tidak aktif masih menunjukkan angka yang tinggi. Jumlah koperasi yang paling banyak beroperasi di kota

Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM …. (Asril & Azmansyah)

Pekanbaru sebanyak 832 unit yang aktif sedangkan yang tidak aktif sebanyak 132 unit, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Indragiri Hilir dan Dumai masingmasing adalah 657 unit, 357 unit, 349 unit dan 295 unit. Pada gambar 2 berikut ini tampak jelas distribusi koperasi untuk masing-masing kabupaten/kota diklasifikasikan berdasarkan keaktifan koperasinya. Kabupaten Meranti adalah kabupaten yang mengalami masalah ketidakaktifan koperasi, dari 225 unit koperasi terdapat 57% koperasi yang tidak aktif melebihi jumlah koperasi yang aktif yaitu sebesar 43%. Koperasi yang tidak aktif juga banyak ditemukan di kabupaten Indragiri Hilir 30% dan juga tiga daerah yang sama yakni Kabupaten Siak, Kuantan Sengingi, dan Dumai masing-masing 29%. Sebaliknya terdapat tiga kabupaten yang memiliki rasio perbandinganan keaktifan koperasi yang besar yaitu Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Rokan Hulu dan Kota Pekanbaru. Jika ditinjau koperasi di Provinsi Riau berdasarkan jenis koperasi maka koperasi Pertanian dan Perkebunan

yang paling besar dibandingkan dengan Koperasi Unit Desa yaitu 564 unit dan 545 unit pada tahun 2012 atau sama dengan 11% dari seluruh koperasi Primer yang ada di Provinsi Riau, sedangkan 36% adalah koperasi lainnya. Jumlah koperasi primer seluruhnya pada tahun 2012 adalah 5,097 unit, dari jumlah tersebut terdapat 23% koperasi yang tidak aktif. Selain jumlah koperasi yang menjadi fokus penelitian ini, Usaha Kecil Menengah (UKM) di Propinsi Riau juga menunjukkan fenomena yang harus dicari solusinya. Terdapat 12 persen UKM yang aktif dan 80 persen tidak aktif. UKM yang ada di Propinsi Riau Sebanyak 59,896 unit UMKM beroperasi di Kota Pekanbaru, kemudian di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 45,195 dan Kabupaten Kampar sebanyak 42,247 unit. Jika dibandingkan jumlah koperasi dan UKM untuk masing-masing kabupaten/kota menunjukkan variasi yang besar, sehingga perlu identifikasi secara terperinci terhadap masalah sehingga mendapatkan solusi yang tepat. dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2. Jumlah UMKM Provinsi Riau Tahun 2012 9,222 28,473

27,765

16,681

PELALAWAN 45,195

26,187

INDRAGIRI HILIR 31,408

42,247

ROKAN HILIR KAMPAR SIAK

59,896

BENGKALIS 21,430

107

33,806

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Riau 2012.

23,369

PEKANBARU KUANTAN SENGNIGI

108


Terdapat beragam pendekatan, bagi beragam daerah dalam mengembangkan potensi terbaik dan sesuai dengan karakteristik khas setempat. Keragaman industri (aktivitas ekonomi) beserta karakteristik masing-masing misalnya, akan membutuhkan pertimbangan upaya pengembangan yang sesuai. Klaster industri kini semakin diyakini sebagai suatu pendekatan sekaligus pijakan (platform) generik bagi daerah dalam membangun daya saing dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi dan semakin adil. Arah kebijakan yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten dan kota seharusnya tertuju kepada usaha pencapaian tingkat kesejahteraan dan suasana pembangunanan yang lebih kondusif. Selain itu, usaha untuk mengejar semua arah kebijakan tersebut, implementasinya tertuju pada program-program pembangunan yang telah dirancang. Satu diantara usaha untuk mendorng laju pertumbuhan ekonomi yang terkait dengan perkembangan masyarakat setempat adalah rancangan pengembangan ekonomi masyarakat. Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu dilakukan kajian strategi pengembangan koperasi dan ukm di Propinsi Riau. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah “Bagaimanakah strategi pengembangan koperasi dan ukm di Provinsi Riau?” 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi kondisi eksisting koperasi & UKM di Provinsi Riau berdasarkan: Jenis Sumber Daya,

Lokasi, Potensi dan Model Koperasi & UKM. 2. Tersusunnya strategi pengembangan Koperasi dan UKM Berdasarkan Cakupan berbasis diversifikasi usaha atau Klasifikasi Lapangan usaha. 1.4 Sasaran Penelitian 1. Menyediakan informasi pengembangan Koperasi dan UKM 2. Menyediakan Informasi yang diperlukan untuk pembangunan yang mencakup potensi sumber daya Koperasi dan UKM yang dimiliki setiap wilayah Kabupaten dan Kota di Propinsi Riau. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai kerangka referensi dalam pengembangan sumberdaya ekonomi Koperasi dan Usaha Kecil menengah 2. Bagi pihak Pemerintah dan para Stakholder untuk memperoleh informasi mengenai jumlah, mutu, nilai pengembagan dan pemberdayaan ekonomi Koperasi dan UKM. 3. strategi yang disusun membantu pihak pelaku dan ukm serta pemerintah dalam pengembangan dan pemberdayaan ekonomi Usaha Kecil dan menengah yang tepat. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup rencana yang akan disusun meliputi: 1. Identifikasi Program pengembangan Koperasi & UKM 2. Identifikasi potensi, kendala, peluang dan Keunggulan Koperasi dan UKM 3. Strategi pengembangan Koperasi dan UKM berdasarkan pengembangan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi dan rencana intensitas pemanfaatan sumber daya ekonomi bagi kepentingan masyarakat.


1.7 Keluaran Penelitian 1. Teridentifikasinya masalah koperasi dan ukm di Provinsi Riau. 2. Model pengembangan koperasi dan UKM 3. Program pengembangan Koperasi dan UKM 4. Peta sebaran potensi Koperasi dan UKM kondisi eksisting LANDASAN KONSEPTUAL 2.1 Landasan Hukum Dasar hukum koperasi Indonesia tercantum dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 yang di dalamnya mengatur tentang fungsi, peran, dan prinsip koperasi. Undang-undang ini disahkan di Jakarta pada tanggal 21 Oktober 1992, di tandatangani oleh Presiden RI Soeharto, Presiden RI pada masa itu dan di umumkan pada Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 116. Dan demikian dengan terbitnya UU Nomor 25 Tahun 1992 maka UU Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian, Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 23 dan Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 2832, yang sebelumnya dipergunakan dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya dasar Hukum Pembentukan dan Pengelolaan Koperasi, yaitu UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian Koperasi, UU No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM nomor 15/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Operasi dan UKM nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara

109

Pengesahan Akte Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 01/Per/M.KUKM/I/2006 tanggal 9 Januari 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 98/Kep/KEP/KUKM/X/2004 tanggal 24 September 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akte Pendirian Koperasi. Adapun landasan hukum Usaha Kecil Menengah Meliputi a). UndangUndang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; b). Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan; c). Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil; d).Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah; e). Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan; f). Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah; g). Peraturan Menteri BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan; h). Peraturan Menteri BUMN Per05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara; i). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

110


2.2. Manajemen Koperasi Koperasi merupakan lembaga yang harus dikelola sebagaimana layaknya lembaga bisnis. Di dalam sebuah lembaga bisnis diperlukan sebuah pengelolaan yang efektif dan efisien yang dikenal dengan manajemen. Demikian juga dalam badan usaha koperasi, manajemen merupakan satu hak yang harus ada demi terwujudnya tujuan yang diharapkan. Prof. Ewell Paul Roy mengatakan bahwa manajemen koperasi melibatkan 4 (empat) unsur yaitu: anggota, pengurus, manajer, dan karyawan. Seorang manajer harus bisa menciptakan kondisi yang mendorong para karyawan agar mempertahankan produktivitas yang tinggi. Karyawan merupakan penghubung antara manajemen dan anggota pelanggan (Hendrojogi, 1997). Koperasi dapat dilihat sebagai unit usaha (dimensi mikro) dan sistem ekonomi (dimensi makro). Dalam dimensi mikro, koperasi memiliki kewajiban dan hak yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya. Dalam dimensi makro, koperasi adalah faham atau idielogi yang harus menjadi panutan bagi pelaku ekonomi nasional. Pemahaman tentang kedua hal itu dapat menghindarkan diri dari pemikiran yang keliru terhadap konsep “Koperasi sebagai soko guru ekonomi”. Menurut Suharsono Sagir, sistem manajemen di lembaga koperasi harus mengarah kepada manajemen partisipatif yang di dalamnya terdapat kebersamaan, keterbukaan, sehingga setiap anggota koperasi baik yang turut dalam pengelolaan (kepengurusan usaha) ataupun yang di luar kepengurusan (angota biasa), memiliki rasa tanggung jawab bersama dalam organisasi koperasi (Anoraga dan Widiyanti, 1992). A.H. Gophar

mengatakan bahwa manajemen koperasi pada dasarnya dapat ditelaah dan tiga sudut pandang, yaitu organisasi, proses, dan gaya (Hendar dan Kusnadi, 1999). Dari sudut pandang organisasi, manajemen koperasi pada prinsipnya terbentuk dan tiga unsur: anggota, pengurus, dan karyawan. Dapat dibedakan struktur atau alat perlengkapan onganisasi yang sepintas adalah sama yaitu: Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas. Untuk itu, hendaknya dibedakan antara fungsi organisasi dengan fungsi manajemen. Unsur Pengawas seperti yang terdapat pada alat perlengkapan organisasi koperasi, pada hakekatnya adalah merupakan perpanjangan tangan dan anggota, untuk mendampingi pengurus dalam melakukan fungsi kontrol seharihari terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. Keberhasilan koperasi tergantung pada kerjasama ketiga unsur organisasi tersebut dalam mengembangkan organisasi dan usaha koperasi, yang dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada anggota. Dan sudut pandang proses, manajemen koperasi lebih mengutamakan demokrasi dalam pengambilan keputusan. Istilah satu orang satu suara (one man one vote) sudah mendarah daging dalam organisasi koperasi. Karena itu, manajemen koperasi ini sering dipandang kurang efisien, kurang efektif, dan sangat mahal. Terakhir, ditinjau dan sudut pandang gaya manajemen (management style), manajemen koperasi menganut gaya partisipatif (participation management), di mana posisi anggota ditempatkan sebagai subjek dan manajemen yang aktif dalam mengendalikan manajemen perusahaannya.


Manajemen koperasi ialah gaya manajemen partisipatif. Pola umum manalemen koperasi yang partisipatif tersebut menggambarkan adanya interaksi antar unsur manajemen koperasi. Terdapat pembagian tugas (job description) pada masing-masing unsur. Demikian pula setiap unsur manajemen mempunyai lingkup keputusan (decision area) yang berbeda, kendatipun masih ada lingkup keputusan yang dilakukan secara bersama (shared decision areas). 2.3 Peran Koperasi dalam Ekonomi Rakyat Ekonomi Kerakyatan adalah merupakan sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat di bidang ekonomi. Ekonomi Kerakyatan memiliki prinsip bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan,selain itu ekonomi kerakyatan juga menginginkan kemakmuran rakyat. Prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan itu seluruhnya terkandung dalam Koperasi. Dalam konteks ekonomi kerakyatakan atau demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya di bawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat sendiri (Mubyarto, 2002). Prinsip demokrasi ekonomi tersebut hanya dapat diimplementasikan dalam wadah koperasi yang berasaskan kekeluargaan. Hal ini menunjukan bahwa Koperasi memiliki peranan dalam Ekonomi Keakyatan karena Koperasi merupakan bentuk perusahan, satu-satunya bentuk perusahaan yang sesuai dengan Ekonomi Kerakyatan. Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan

111

tiga pola penitipan kepada program, yaitu pembangunan sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (2) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; serta (3) perusahaan negara maupun swasta berbentuk koperasi karyawan. Tiga pola tersebut menurut beliau berakibat prakarsa mayarakat kurang berkembang, kalaupun muncul tidak diberi tempat sebagai mana mestinya. Koperasi Fungsional, seperti koperasi karyawan, koperasi pegawai dan lainnya yang dibentuk dalam lingkungan institusi tertentu baik pemerintah maupun swasta. Koperasi seperti itu jelas membatasi keanggotaan dan memiliki sifat stelsel pasif. Biasanya koperasi fungsional merupakan bentuk ekonomi intermediasi untuk memenuhi kebutuhan anggota, seperti swalayan, klinik, praktik dokter bersama, dan lain-lain. Masalah koperasi di atas berdampak pada hilangnya sense untuk melakukan identifikasi apa yang disebut Prahalad dan Hamel (1990) sebagai kompetensi inti (core competencies). Bisnis koperasi selama ini tidak dapat mengidentifikasi keunikan dirinya. Koperasi – akibat kemanjaan dan intervensi – hanya dapat melakukan identifikasi core product. Besarnya potensi yang dimiliki oleh daerah-daerah yang ada di Propinsi Riau perlu dikelola dengan baik, ini adalah suatu peluang untuk meningkatkan produktivitas koperasi dan UMKM untuk berperan lebih aktif melalui aktivitas ekonomi. Peranan Koperasi dalam Ekonomi Kerakyatan bisa dilihat dari penjabaran yang lebih terperinci mengenai Pengertian Koperasi di Indonesia (Anonim,1989). Pengertiannya adalah sebagai berikut :

112


a) Koperasi didirikan atas dasar adanya kesamaan kebutuhan diantara para anggotanya, Kebutuhan yang sama ini lalu diusahakan pemenuhnya melalui pembentukan perusahaan. Dengan adanya perusahaan yang dimilki secara bersama-sama, maka diharapkan kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan cara yang lebih baik disbanding dengan dilakukan oleh masing-masing anggota secara perorangan. b) Koperasi didirikan atas dasar kesadaran mengenai keterbatasan kemampuan. Oleh karena itu dipandang perlu untuk menyatukan diri demi keepentingan bersama yang lebih besar. Usaha itu dilandasi oleh suatu cita-cita yang luhur untuk menolong diri sendiri atas dasar keyakinan akan harga diri, kesadaran pribadi serta rasa setia kawan. 2.4 Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Keberhasilan Koperasi Salah satu faktor pendorong aktivitas koperasi adalah modal. Berdasarkan Pasal 4 Ayat 3 UU No. 25/1992 bahwa permodalan koperasi dapat bersumber dari anggota, Koperasi lainnya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dan sumber lain yang sah (Hendrojogi, 1997). Sehingga dalam pengembangan koperasi diperlukan aksesibelitas dan kemitraan terutama dengan lembaga keuangan. Faktor-faktor keberhasilan koperasi dari sudut perusahaan, terdiri dari: a. Peningkatan anggota perorangan. Pada dasarnya lebih penting jumlah anggota perorangan daripada jumlah koperasi, karena sebagai kumpulan orang kekuatan

ekonomi bersumber dari anggota perorangan. Ada dua faktor keanggotaan yang perlu diperhatikan, yaitu kemampuan ekonomi dan tingkat kecerdasan anggota. Kemampuan ekonomi anggota penting karena dapat digerakkan untuk menyusun investasi, sedangkan kecerdasan anggota sangat menentukan mutu manajemen yang sifatnya partisipatori dalam rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi dengan satu anggota satu suara. b. Peningkatan modal, terutama yang berasal dari koperasi sendiri. Jumlah modal dari dalam dapat digunakan sebagai salah satu indikator utama dari kemandirian koperasi. Semakin besar modal dari dalam berarti kemandirian koperasi tersebut semakin tinggi. Indikator kemandirian yang lain adalah keberanian manajemen untuk mengambil keputusan sendiri. c. Peningkatan volume usaha. Volume usaha berkaitan dengan skala ekonomi,semakin besar volume usaha suatu koperasi berarti semakin besar potensinya sebagai perusahaan, sehingga dapat memberikan pelayanan dan jasa yang lebih baik kepada para anggota. Sejalan dengan identitas koperasi yang menyatakan bahwa anggota dan pelanggan adalah orang yang sama, maka volume usaha terutama harus berasal dari jasa anggota. Loyalitas dan partisipasi aktif anggota sangat menentukan besarnya volume usaha koperasi khususnya yang berasal dari anggota. d. Peningkatan pelayanan kepada anggota dan masyarakat. Berbeda dengan unsur yang lain, pelayanan ini sukar dihitung secara kuantitatif. Anggota dapat merasakan efeknya dengan membandingkan sebelum dan sesudah ada koperasi. Bentuk pelayanan dapat bermacam-macam,


misalnya: pendidikan, kesehatan, beasiswa, sumbangan, pelayanan usaha yang cepat dan efisien, dan sebagainya. 2.5 Manajemen Usaha Kecil Menengah UKM adalah kumpulan perusahaan, yang heterogen dalam ukuran dan sifat, dimana apabila dipergunakan secara bersama, akan mempunyai partisipasi langsung dan tidak langsung yang signifikan dalam produksi nasional, penyerapan tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja (Kuwayama, 2001). Oleh karena itu, UKM merupakan driving forces dari pertumbuhan ekonomi. Kuwayama (2001) dan Ayyagari et al. (2003) mengatakan bahwa perusahaan diklasifikasikan kedalam UKM dilihat dari (1) jumlah karyawan, (2) total asset, (3) tingkat investasi dan penjualan serta (4) kapasitas produksi. Secara umum yang sering dipergunakan sebagai indikator UKM adalah jumlah karyawan yang dimiliki oleh perusahaan, yaitu kurang dari 500 orang (Kuwayama, 2001). Sementara itu, pemerintah mengatakan bahwa usaha kecil merupakan perusahaan yang memiliki karyawan sebanyak 10 – 50 orang dan omset sekitar 3 milyar rupiah sedangkan usaha menengah adalah usaha dengan jumlah karyawan 51– 250 orang dengan omset penjualan sekitar 15 milyar rupiah (Asian Development Bank, 2001). Definisi UKM yang didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (NO.589/MPP/KEP/10/1999) sebagai berikut: a. Industri Kecil adalah suatu kegiatan usaha yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp.200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

113

b. Industri Menengah adalah usaha industri dengan nilai investasi perusahaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Selain ketentuan di atas mengenai batasan usaha kecil dan menengah, ada beberapa kriteria yang secara umum mengenai usaha kecil dan menengah yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu (1) milik warga negara Indonesia, (2) berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar dan (3) berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum. Asian Development Bank (2001) mengatakan bahwa peran UKM penting bagi restrukturisasi industri, karena 1. UKM memberikan kontribusi bagi pertumbuhan lapangan kerja dalam kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan besar, dan dalam jangka panjang UKM dapat menyediakan porsi yang signifikan bagi lapangan kerja secara keseluruhan. 2. UKM dapat menolong dalam restrukturisasi dan perampingan (streamlining) dari perusahaan yang besar milik pemerintah dengan cara memungkinkan mereka untuk melepaskan dan atau menjual aktivitas produk yang bukan inti dan dengan menyerap tenaga kerja kerja yang berlebihan. 3. UKM menyediakan perekonomian dengan fleksibilitas yang lebih baik dalam penyediaan jasa dan pembuatan dari variasi barang kebutuhan konsumen. 4. UKM meningkatkan daya saing dari marketplace dan mencegah posisi monopolistik dari berbagai perusahaan besar.

114


UKM dapat bertindak sebagai tempat pengembangan kemampuan wirausaha dan innovasi. UKM memainkan peran penting penyediaan jasa bagi komunitas masyarakat dan UKM memberikan kontribusi penting bagi program pengembangan regional. Demikian pula dengan di Indonesia, dimana menurut Tambunan (2002), UKM di Indonesia memberikan kontribusi bagi kesempatan kerja untuk masyarakat, dan meningkatkan PDB, dimana Tambunan menyatakan bahwa dengan jumlah penduduk yang besar dan perusahaan besar yang sedikit, maka kesempatan kerja yang ada juga sedikit dimana perusahaan–perusahaan besar tidak dapat menampung semua angkatan kerja yang ada, dan angkatan kerja ini terserap oleh UKM. Banyak ahli memprediksi, di era perdagangan bebas, sistem perdagangan dunia kemungkinan akan mempunyai kombinasi dari berbagai ciri berikut (dalam Dahuri,2000): (1). setiap negara akan melakukan medornisasi sistem produksi komoditas guna memenangkan persaingan. Modernisasi yang dimaksud akan dicirikan : (a) spesialisasi produk agar memiliki keunggulan komparatif, (b) peningkatan penggunaan input produksi, (c) konsolidasi dalam kepemilikan sistem produksi, (d) terjadi dualisme sistem distribusi komoditi, di tangan pedagang-pedagang kecil lokal dan tangan perusahaan besar skala regional, nasional, dan internasional yang bersifat capital intensive. (2). terjadi perubahan dalam processing produk-produk pangan, dengan kecenderungan bahwa : (a) berkembangnya brand name processed staples, (b) produk yang ditawarkan lebih mengarah pada produk olahan yang memiliki nilai tambah tinggi, (c) terjadi perubahan teknologi dalam

industri pangan yang umumnya laborsaving dan mengancam terjadinya peningkatan pengangguran, (d) terjadinya konsentrasi kepemilikan dan ekspansi industri pengolahan pangan yang melahrkan internasionallisasi kapital di bidang agroindustri, mereka akan melakukan akuisisi perusahaan-perusahaan kecil yang ada sebagai alternatif terbaik dibandingkan melakukan investasi baru di negara-negara berkembang yang memiliki potensi pasar yang besar seperti Indonesia, (e) perusahaanperusahaan besar akan berinvestasi pada bidang riset dan pengembangan (R & D) yang selanjutnya dipatenkan, sehinga menjadi sangat mahal untuk diakses bagi UKM. Pengembangan UKM memerlukan kerjasama dengan lembaga keuangan dan koperasi. Alasan diperlukannya kerjasama tersebut dalam mendukung Pemberdayaan UKM adalah a) Karena masih banyak UMKM belum akses dengan permodalan. b) Jumlahnya yang sangat besar. Jika pengusaha UMKM tidak diberdayakan menyebabkan kemiskinan makin besar dan menjadi beban seluruh bangsa. c) Jika diberdayakan secara tepat akan menjadi usaha kecil yang kemudian berkembang menjadi usaha menengah atau usaha besar yang diharapkan dapat menampung pekerja sehingga menurunkan tingkat pengangguran dan mengangkat kesejahteraan masyarakat. d) Menurut hasil penelitian (Syukur, 2002) umumnya usaha mikro yang mendapat pelayanan keuangan pendapatannya meningkat perbulan rata-rata 87,34% dan alasan, faktor pendanaan menjadi daya dorong bagi usaha mikro untuk naik kelas menjadi usaha menengah dan usaha mikro ini


mempunyai potensi untuk dikembangkan secara cepat. Selain keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan permodalan, UMKM juga masih memiliki keterbatasan dalam pemasaran, kompetensi berusaha yang masih lemah dan kurang memiliki jejaring usaha baik antar UMKM dan pengusaha besar untuk mengembangkan usahanya. Perkembangan usaha sangat terkait dengan faktor lain yang sangat mempengaruhi. Faktor ini juga menjadi faktor penentu untuk berkembangnya suatu usaha. Jika hanya faktor modal yang diatasi sedangkan faktor lain ditinggalkan maka modal tersebut akan kurang bermanfaat bagi UMKM. Oleh sebab itu disamping kerjasama untuk memenuhi permodalan, faktor yang telah disebut diatas juga harus digarap secara utuh. 2.6 Tantangan dan Masalah Koperasi dan UKM Guna membangun koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sehingga tangguh dan memiliki daya saing tinggi ke depan, kita tidak boleh lengah terhadap kecenderungan yang sedang dan akan terjadi di masa mendatang. Tantangan atau kecenderungan yang paling besar yang dihadapi adalah globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi/otonomisasi, serta menghindari terjadinya krisis pangan, energi dan dampak resesi dunia menjalar ke perekonomian nasional. Pada sisi lain, kita menyadari akan posisi dan kondisi koperasi dan usaha mikro, kecil, menengah (KUMKM) yang membutuhkan berbagai dukungan dalam pengembangannya. Demokratisasi dicirikan oleh kebebasan berfikir, berkata, dan bertindak. Pada era demokratisasi ini saya mengajak semua jajaran dan

115

pihak-pihak terkait mulai dari tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota termasuk Perusahaan Besar untuk turut memberikan perhatian yang lebih besar pada pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah. Karena disitulah intinya sumber kehidupan dan penghidupan dari sebahagian terbesar rakyat Indonesia. Dengan KUMKM yang maju, maka martabat bangsa kita juga akan lebih terhormat ke depan. Tantangan yang paling besar dalam dunia bisnis adalah dunia tanpa kenal batas (borderless) ini tak ubahnya ibarat air mengalir. Dimana lembah kesitulah dia mengalir. Demikian juga halnya arus barang dan jasa yang terjadi dalam era globalisasi ini. Barang dan jasa yang memiliki kualitas tinggi dan harga paling murah, pasti akan jadi rebutan pembeli. Demikian juga aliran dana investasi, dimana ada tempat investasi yang menguntungkan, iklimnya kondunsif, prospeknya menjanjikan, maka aliran dana investasi akan mengalir ketempat itu. Gambaran di atas memberikan ilustrasi bahwa pada era globalisasi ini, ciri utamanya adalah persaingan. Siapapun yang mampu bersaing, tanpa kecuali bagi produk UMKM, dialah yang akan memenangkan persaingan itu. Oleh karena itu, maka kebijakan dan strategi pengembangan UMKM ke depan adalah bagaimana meningkatkan daya saing UMKM. 2.7 Ekonomi Kreatif Menurut ahli ekonomi Paul Romer (1993), ide adalah barang ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari objek yang ditekankan di kebanyakan model-model ekonomi. Howkins (2001) dalam bukunya The Creative Economy menemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996 ekspor karya hak cipta Amerika Serikat

116


mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Menurut Howkins ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (Dos Santos, 2007).

Alvin Toffler (1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif.

Gambar 5. Tahapan Menuju Ekonomi Kreatif

Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif dapat mencakup banyak aspek. Departemen Perdagangan (2008) mengidentifikasi setidaknya 14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu Periklanan, Arsitektur, Pasar barang seni, Kerajinan (handicraft), Desain, Fashion, Film, video, dan Konvensi Pengembangan fotografi, Permainan interaktif, Musik, Seni pertunjukan, Penerbitan dan percetakan, Layanan komputer dan piranti lunak, Radio dan televise dan Riset dan pengembangan. Biasanya Industri kreatif justru lebih banyak muncul dari kelompok industri kecil menengah dan tidak menghasilkan produk dalam jumlah banyak, industri kreatif mampu memberikan kontribusi positif yang cukup signifikan terhadap perekonomian nasional. Depertemen Perdagangan (2008) mencatat bahwa

kontribusi industri kreatif terhadap PDB di tahun 2002 hingga 2006 ratarata mencapai 6,3% atau setara dengan 152,5 trilyun jika dirupiahkan. Industri kreatif juga sanggup menyerap tenaga kerja hingga 5,4 juta dengan tingkat partisipasi 5,8%. Dari segi ekspor, industri kreatif telah membukukan total ekspor 10,6% antara tahun 2002 hingga 2006. Ekonomi Kreatif 2009-2015 menyebutkan beberapa alasan mengapa industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia, antara lain: 1. Memberikan kontibusi ekonomi yang signifikan 2. Menciptakan iklimbisnis yang positif 3. Membangun citra dan identitas bangsa 4. Berbasis kepada sumber daya yang terbarukan


117

5. Menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa 6. Memberikan dampak sosial yang positif

dimana sebagian besar tenaga kerja kini berada pada sektor jasa atau menghasilkan produk abstrak, seperti data, software, berita, hiburan, periklanan, dan lain-lain.

2.9.2 Arah Pengembangan Industri Kreatif Ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, gagasan, bakat atau talenta dan kreativitas. Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan oleh bahan baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi lebih kepada pemanfaatan kreativitas dan penciptaan inovasi melalui perkembangan teknologi yang semakin maju. Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar global dengan hanya mengandalkan harga atau kualitas produk saja, tetapi harus bersaing berbasiskan inovasi, kreativitas dan imajinasi. Menurut Departemen Perdagangan, (2007) ada beberapa arah dari pengembangan industri kreatif ini, seperti pengembangan yang lebih menitikberatkan pada industri berbasis: (1) lapangan usaha kreatif dan budaya (creative cultural industry); (2) lapangan usaha kreatif (creative industry), atau (3) Hak Kekayaan Intelektual seperti hak cipta (copyright industry). Hubungan antara ekonomi kreatif dengan industri kreatif dapat dirumuskan sebagai kegiatan ekonomi yang mencakup industri dengan kreativitas sumber daya manusia sebagai aset utamanya untuk menciptakan nilai tambah ekonomi. Dalam era ekonomi kreatif, telah tumbuh kekuatan ide yang fenomenal,

METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Propinsi Riau meliputi 12 Kabupaten/Kota. Menurut Syahirman & Umiyati (2009) adalah unit-unit analisis dalam populasi digolongkan ke dalam kelompok-kelompok. Jumlah kelompok yang diambil sebagai sampel harus secara acak, kemudian unsurunsur penelitian dalam kelompok tersebut diteliti secara keseluruhan. 4.2 Populasi dan Sampel Populasi menurut Djarwanto PS dan Pangestu Subagyo (1996) adalah jumlah keseluruhan obyek atau individu – individu yang karakteristiknya hendak diduga. Pada penelitian ini populasi adalah seluruh koperasi dan UKM yang ada di Provinsi Riau, namun yang diprioritaskan adalah koperasi dan UKM yang masih beoperasi (aktif). Pengambilan sampel dilakukan secara Stratified Cluster Sampling sehingga masing-masing daerah terpilih terdapat sampel yang mewakili. Metode ini digunakan dengan pertimbangan bahwa letak lokasi penelitian yang berpencaran, karakteristik koperasi dan ukm sebagai objek penelitian yang beragam. Jumlah sampel ditentukan dengan formula Slovin dengan (d=10%) maka jumlah sampel sebanyak 100 unit. 4.3 Variabel Penelitian 1. Koperasi. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan

118


prinsip koperasi dan juga sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan atas asas kekeluargaan. 2. UMKM. Peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari : (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil dipertahankan, sehingga pemulihan ekonomi belum optimal. 3. Strategi. merupakan langkahlangkah berisikan programprogram indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Strategi Dinas Koperasi dan UMKM merupakan rencana yang menyeluruh dan terpadu mengenai upaya-upaya pemberdayaan koperasi dan UMKM yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah. 4. Kebijakan. merupakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dinas koperasi dan UMKM untuk dijadikan pedoman, pegangan, petunjuk bagi setiap aparatur maupun masyarakat agar tercapai kelancaran , keterpaduan

dalam upaya mencapai sasaran, tujuan, misi, visi. 5. Kinerja. Kinerja seperti ini berkaitan dengan : (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia UMKM, khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan, dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional. 4.4 Sumber Data Data penelitian ini terdiri dari studi kepustakaan (library study) yaitu mengkaji sumber-sumber tertulis dalam bentuk buku dan jurnal yang terkait dengan pembahasan dalam kajian ini. Penelitian Lapangan (field Research) yaitu penelian secara langsung guna menghimpun data yang diperlukan dalam kajian ini. 4.5 Metode Analisis Data Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Analisis ini memberikan gambaran pola-pola yang konsisten dalam data, sehingga hasilnya dapat dipelajari dan ditafsirkan secara singkat dan mendalam berdasarkan hasil analisis deskriptif (Kuncoro, 2003). Dalam analisis deskriptif dilakukan interprestasi atas data dan hubungan yang ada dalam penelitian tersebut. Di samping itu juga dilakukan komparasi antara hasil penelitian


dengan hasil-hasil penelitian terkait dan dilakukan korelasi antara hasilhasil penelitian tersebut dengan teori atau konsep yang relevan. Selanjutnya analisis secara deskriptif dapat juga dilakukan dengan teknik statistik yang relatif sederhana, seperti misalnya menggunakan tabel, grafik, dan prosentase komulatif. Dengan mengacu pada pengertian analisis deskriptif

119

tersebut maka sekalipun metode analisis yang digunakan dalam riset ini relatif sederhana, namun dapat menjawab tujuan penelitian dalam perumusan rekomendasi kebijakan. 4.6 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat ditampilkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Pengembangan Koperasi dan UKM dalam Ekonomi Kreatif Struktur Perekonomian

Potensi Daerah Kabupaten/Kota

Kebijakan, Kendala dan Masalah Ekonomi

Sarana dan Prasarana Ekonomi

Peluang Bermitra

Peluang Pengembangan

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM)

Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM

PEMBAHASAN 3.1 Gambaran Umum Koperasi dan UKM di Provinsi Riau Jumlah Koperasi Perkotaan di Riau tahun 2012 tercatat 5.013 buah dengan anggota sebanyak 608.468 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah koperasi pada tahun 2011, jumlah koperasi pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 4,61 persen sedangkan jumlah anggotanya mengalami penurunan sebesar 0,37

persen. Dari 5.013 buah koperasi tersebut memiliki volume usaha sebesar 2,35 triliyun rupiah dan SHU sebesar 0,13 triliyun rupiah. Anggota koperasi sampai tahun 2012 untuk Kota Pekanbaru berjumlah 112,282 orang, dan ini jumlah anggota koperasi terbesar di Riau diikuti oleh Kabupaten Kuantan Sengingi (83,478 orang), Kabupaten Indragiri Hilir (71,997 orang) dan Kabupaten Kampar sebanyak 67,889 anggota.

120


Sesuai dengan jumlah koperasi untuk masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau maka perbandingan jumlah anggota dan koperasi rata 123 orang terdiri dari 170 orang di Kabupaten Pelalawan, 144 orang di Kabupaten Indragiri Hilir, 73 orang di Kabupaten Rokan Hilir, 181 anggota di Kampar, 163 orang di Kabupaten Siak Sri Indrapura, 48 orang di Kabupaten Bengkalis, 117 di Kota Pekanbaru, 298 orang di Kabupaten Kuantan Sengingi, 52 orang di Kota Dumai, 148 orang di Kabupaten Indragiri Hulu, 215 orang di Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Meransi sebanyak 21 orang anggota. Perbandingan antara jumlah koperasi dan anggota untuk masingmasing kabupaten/kota menunjukkan angka yang sangat bervariasi. Jumlah koperasi terbesar adalah di Kota Pekanbaru dengan jumlah anggota ratarata untuk setiap koperasinya sebanyak 116 orang, sementara di Kabupaten Rokan Hulu yang memiliki koperasi sebanyak 297 unit namun memiliki anggota rata-rata sebanyak 215 anggota. Kabupaten Kuantan Sengingi memiliki rata-rata anggota koperasi untuk setiap koperasinya paling banyak (298 orang) dengan jumlah koperasi hanya 280 unit. Fenomena ini menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam koperasi belum

mampu mendongkrak pengembangan koperasi secara baik, oleh karena itu terdapat faktor dominan lainnya yang mempengaruhi kinerja koperasi tersebut. Berdasarkan sektor usaha, koperasi yang aktif di Provinsi Riau paling banyak adalah koperasi yang terlibat pada sektor Pertanian sebanyak 439 unit, kemudian sektor perkebunan sebanyak 406 unit diikuti koperasi pegawai negeri berjumlah 389 unit dan koperasi bidang simpan pinjam seperti Koperasi Unit Desa (KUD). Pada tahun 2012 KUD berjumlah 344 unit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya korelasi jumlah koperasi aktif di Propinsi Riau dengan sektor usaha potensial yaitu perkebunan dan pertanian. Banyaknya jumlah KUD di Propinsi Riau didorong oleh keperluan masyarakat akan likuiditas keuangan baik digunakan sebagai pengembangan usaha, keperluan pendidikan, keperluan sehari-hari yang dikemas dalam produk simpan pinjam berdasarkan prinsip bunga. Namun demikian pada tahun 2012 KUD memiliki proporsi koperasi tidak aktif terbesar dibandingkan dari tiga koperasi terbesar tersebut yaitu (KUD 27%, Koperasi Pertanian 22% dan Koperasi Perkebunan 25%).


121

Gambar 9. Koperasi Menurut Sektor Usaha Tahun 2012 1600

1434 Aktif

1400

Tdk Aktif

1200 1000 800 600

439 406 344 400 200

414

389 249

220

78 1415 2 1 1 58 15 1 9 14 35 6 4 1 1

4

98 1011 7 3 1 3 0 2 25 2 0 0 3 0 2

18

0

Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Riau

Tabel 2. Pengurus, Manajemen dan Modal Koperasi di Provinsi Riau Modal Luar (Rupiah)

Vol. Usaha (Rupiah)

SHU (Rupiah)

52,876,879,310

59,321,981, 885

139,038,09 0,373

10,792,71 8,516

331

65,842,712,000

37,601,064, 000

213,458,31 0,000

12,828,43 6,000

60

91

152,753,504,000

29,799,400, 000

35,866,276 ,000

2,673,908 ,000

204

60

602

83,433,000,000

188,338,00 0,000

352,844,00 0,000

22,369,00 0,000

SIAK

97

7

534

53,710,819,913

166,801,75 0,221

142,586,33 4,792

8,007,709 ,432

6

BENGKALIS

34

72

557

11,087,422,000

22,982,076, 000

37,605,469 ,000

10,150,83 6,000

7

PEKANBARU

401

89

1174

249,252,190,489

615,589,50

722,292,66

32,316,87

N o

Kab/Kota

RAT (Unit)

Manajer (Org)

Karyawan (Org)

1

PELALAWAN

59

33

325

2

INDRAGIRI HILIR

85

85

3

ROKAN HILIR

36

4

KAMPAR

5

Modal Sendiri (Rupiah)

122


3,302

1,772

6,928

8

KUANTAN SENGNIGI

80

116

459

58,411,223,481

212,221,97 7,575

410,099,17 0,097

10,561,35 9,712

9

DUMAI

62

58

697

33,630,241,529

27,831,753, 006

43,252,715 ,346

7,329,629 ,532

1 0

INDRAGIRI HULU

181

68

350

30,674,329,300

184,531,92 0,130

202,930,36 5,652

10,016,23 9,573

1 1

ROKAN HULU

189

27

543

46,725,109,686

89,042,623, 316

78,562,828 ,743

11,156,81 4,008

1 2

KEPULAUAN MERANTI

10

12

112

4,330,221,476

2,614,261,8 96

487,675,00 0

56,993,97 6

842,727,653,184

1,636,676,3 11,331

2,379,023, 896,775

138,260,5 21,677

Jumlah 1,438 687 5,775 Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Propinsi Riau


Pengembangan koperasi sangat ditentukan oleh pengelolaan sumber daya yang ada di koperasi tersebut. Sumber daya yang dimaksud meliputi kemampuan manajerial, core business, partisipasi anggota, pengelolaan usaha koperasi dan sebagainya. Pada tabel di atas ditampilkan Jumlah Rapat Anggota Tahunan (RAT), jumlah manajer, Karyawan, Modal Sendiri, Volume Usaha dan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang akan dibagikan kepada anggota koperasi untuk masing-masing kabupaten/kota Provinsi Riau. Berdasarkan survei bahwa banyaknya koperasi yang tidak aktif sebabkan oleh beberapa faktor yaitu kemampuan manajerial (human resource) yang belum memadai, keterbatasan kemampuan dalam melakukan pengembangan modal yang ada dalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri, pengelolaan usaha dan transparasi keuangan yang menyebabkan rendahnya partisipasi anggota koperasi unit desa. Hal ini bersesuaian dengan pendapat Soedirman (2006), menyebutkan permasalahan yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha koperasi yang meliputi faktor internal (partisipasi anggota, pengurus koperasi yang juga tokoh masyarakat, skala usaha, pengembangan modal, jaringan pasar, sistem manajemen dan kinerja pengurus)dan faktor eksternal yaitu: Komitmen pemerintah untuk menempatkan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional Sistem prasarana, pelayanan, pendidikan dan penyuluhan, Iklim pendukung perkembangan koperas, Dicabutnya Fasilitas Tertentu Oleh Pemerintah dan tingkat harga. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan permasalahan

123

pengembangan koperasi, antara lain: 1) lemahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya kualitas manajemen; 2) koperasi di pedesaan lebih banyak bergerak pada bidang usaha simpan pinjam bukan pada usaha produktif; 3) masih ditemukan koperasi tidak melibatkan anggota dalam aktifitasnya (koperasi dikendalikan oleh pemilik modal); 4) kegiatan koperasi tidak sesuai dngan kebutuhan anggota sehingga koperasi berjalan atas kehendak pengurus semata; 5) masih rendahnya partisipasi anggota karena anggota tidak merasakan manfaat sebagai anggota koperasi; 6) koperasi masih sebatas penghubung antara anggota dengan mitra kerja (khsus untuk kopersi petani perkebunan kelapa sawit); dan 7) adanya kegiatan koperasi yang memanfaatkan dukungan pemerintah terhadap keberadaan koperasi bagi kepentingan pribadi (sebagai usaha pribadi). Masalah yang dihadapi oleh Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Riau (mengutip keterangan dari Indra Bangsawan, http://www.bisnis.com, Jumat, 10 Mei 2013) mengatakan sedikitnya koperasi menyulitkan pemerintah untuk melakukan pengembangan sektor industri kreatif. “Dengan terbentuknya koperasi, masalah yang dihadapi nantinya mudah diatasi. Selain itu, pemerintah akan mudah melakukan pembinaan kreativitas dan mengucurkan modal”. Pada saat ini dari 844.176 UMKM di Riau, unit usaha yang bergerak di indutsri kreatif masih berkisar 20%. Di sisi lain, pertumbuhan pelaku UMKM yang mencapai 5% setiap tahun juga belum selaras dengan pertumbuhan jumlah koperasi di sektor ini. Data Dinas Koperasi dan UMKM Riau mencatat jumlah koperasi di Riau sekitar 5.125 unit, sebagian besar

124


koperasi merupakan koperasi yang dibentuk oleh pelaku industri di sektor perkebunan. Berdasarkan data statistik yang dirilis Kementerian Koperasi 23 April 2012 menunjukkan sebuah fakta yang menggembirakan dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi seluruh Usaha Mikro Kecil (UMK) di Riau. Dari 33 Provinsi yang telah menyalurkan KUR sampai dengan akhir Maret 2012, Provinsi Riau menempati peringkat ke7 sebagai Provinsi dengan penyaluran KUR terbesar dengan plafond Rp2,2 triliun dengan jumlah debitur yang telah memperoleh KUR adalah 100.885 debitur. UMKM di Riau masih minim dan miskin kreatifitas. Dinas Koperasi Riau, mengeluhkan masih sangat perlu pembinaan dari instansi terkait. Selain itu peran perguruan tinggi juga sangat dibutuhkan untuk bisa menciptakan nuansa kreativitas pada produk UMKM di Riau. Diantara industri kreatif sektor kuliner, singkong di sini masih sebatas dijadikan keripik, padahal banyak lagi pengembangan yang bisa dilakukan, ikan patin, sektor cinderamata. Untuk mencapai itu semua, menurutnya, perlu semua lini bekerjasama. Pemerintah perlu membantu modal dan akses pemasaran sedangkan pergururan tinggi sangat dibutuhkan ide kreatif untuk mnegolah sebuah produk, akan dibahas pada sub bab tersendiri. Jumlah UMKM yang ada di Provinsi Riau terus berkembang dari tahun ke tahun, seperti yang ditampilkan pada gambar di atas jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 365,678 unit meningkat dari tahun 2010 sebesar 9,818 unit. Bertambahnya jumlah umkm seiring semakin banyak pula umkm yang tidak aktif. Jumlah umkm terbesar beroperasi di Kota Pekanbaru, karena

Kota Pekanbaru memiliki potensi pengembangan ekonomi di sektor perdagangan. Kemudian di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 45,195 unit diikuti oleh Kabupaten Kampar sebanyak 42,247 unit.


125

Gambar 11. Jumlah Usaha Mikro Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau2011 26,187

9,222

21,430 28,473

59,896

45,195 16,681

31,408

23,369 33,806 27,765

42,247

Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Pekanbaru Dumai Meranti

Sumber: Badan Infokom Provinsi Riau 2012 Dalam kajian ekonomi, usaha mikro dan kecil memiliki peran yang signifikan terhadap Produk Domestic Bruto (PDB) sebesar 41,11% maupun PDRB Provinsi Riau. Selaras dengan peran usaha mikro dan kecil tersebut, perlu adanya pemetaan jumlah usaha mikro dan kecil termasuk pola pelayanan yang diberikan. Perkembangan usaha mikro di Provinsi Riau telah berkembang dengan baik seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Perkembangan UMKM di Riau didorong oleh beberapa program berikut: Pertama, MFIs (mirrofinance Institition, Lembaga Keuangan Mikro) seluruh yang beroperasi di Provinsi Riau akan mendapat berupa penyaluran kredit, pengumpulan dana dan jasa keuangan lainnya. Kedua, program Credit Lead Microfinancing. Terdapat beberapa lembaga yang melakukan aktivitas credit lean microfinancing yaitu: - Unit Ekonomi Desa/Kota-Simpan Pinjam (UED/K-SP). Sumber pendanaan berasal dari pemerintah Provinsi Daerah Riau dan Pemerintah Daerah Kabupaten dan

Kota Se Provinsi Riau dengan porsi masing-masing 41,7% dan 58,3%. Selain itu, UED/K-SP mendapatkan dana yang bersumber dari simpanan para anggota yang kemudian dapat digunakan bagi pinjaman anggotanya. - Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM mandiri) berupa Bantuan Langsung Mandiri Simpan Pinjam kelompok perempua/Usaha Ekonomi Produktif (BLM-SPP/UEP). - Program Swamitra Bukopin. Program Bank Bukopin Swamitra yang ada di Provinsi Riau sudah mencapai 54 outlet. Ketiga, Saving Lead Microfinancing dan pola hubungan lembaga dan kelompok swadaya. Saving Lead Microfinancing yang beroperasi di Provinsi Riau terdiri dari atas Koperasi Simpan Pinjam dan BMT. Pola hubungan lembaga dan kelompok swadaya yang ada berupa Corporate Social Responsibility (CSR) dimana dimana terdapat kemitraan antara institusi pemberian lembaga keuangan perbankan dengan masyarakat dalam

126


bentuk Program Kemitraan Lingkungan (PKBL).

Bina

3.2. Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM di Provinsi Riau Berdasarkan Pasal 16 UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang mana menyebutkan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Dengan demikian, sebelum kita mendirikan koperasi harus metentukan secara jelas keanggotaan dan kegiatan usaha. Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya. Beberapa jenis koperasi menurut ketentuan undang-undang, yaitu Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi pelayanan jasa tertentu untuk kepentingan anggota. Realitanya bahwa terdapat koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi yang disebut koperasi serba usaha (Multi Purpose Cooperative). Misalkan, Koperasi Pertanian yang anggotanya terdiri dari para petani, dengan usaha meliputi

pangadaan sarana pertanian, pemasaran hasil pertanian, pengadaan pupuk dan obat-obatan, pengadaan barang konsumsi, dls. Koperasi semacam ini harus ditentukan usaha pokoknya (core bisiness). Apabila usaha pokoknya cenderung kepada pemasaran hasil pertanian, maka koperasi tersebut berjenis Koperasi Pemasaran. Begitupun koperasi yang dibentuk oleh golongan-golongan, seperti; pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan, paguyuban masyarakat, yang menyelenggara kan usaha perkreditan, pertokoan, foto copy, jasa kebersihan, pengadaan peralatan kantor maka anggota bersama pengurus harus metentukan usaha pokoknya. Khusus mengenai Koperasi Simpan Pinjam diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi, pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam atau usaha tunggal (Single Purpose Co-operative). Maka berdasarkan arahan pengembangan koperasi dan UKM yang diselaraskan dengan potensi daerah maka dapat dilakukan dengan strategistrategi berikut:

Tabel 23. Potensi Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Kabupaten/Kota Potensi Unggulan Kuantan Singingi Potensi yang ada di daerah ini menunjukkan bahwa aktifitas yang berkaitan dengan pengelolaan dan distribusi batubara ke daerah lain yang membutuhkan, serta sektor pertanian unggul untuk dikembangkan guna mendukung aktifitas ekonomi pada sektor basis tersebut. Indragiri Hulu Kondisi wilayah yang cukup luas maka potensi yang ada di daerah ini menunjukkan bahwa aktifitas ekonomi yang berkaitan dengan sektor pertanian dan pengolahannya unggul untuk dikembangkan guna mendukung aktifitas ekonomi pada sektor basis


Indragiri Hilir

Pelalawan Siak

Kampar

Rokan Hulu

Bengkalis Rokan Hilir

Kepulauan Meranti

127

Pertanian yang merupakan sektor basis, sejalan dengan kontribusi sektor ini yang terbesar dalam struktur perekonomian. Namun bila ditinjau dan dianalisis per subsektor PDRB untuk lebih merinci sektor yang menjadi basis ekonomi maka diperoleh hasil Sektor. Industri pengolahan masih menjadi sektor ekonomi unggulan (basis) dalam aktifitas ekonomi. Kemudian diikuti sektor Perkebunan. Kabupaten Siak, memang keberadaan industri pengolahan di daerah ini menjadi penggerak aktifitas ekonomi lainnya juga. Adapun komoditi ekspor terbesar Kabupaten Siak yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun adalah kelompok komoditi kertas dan barang dari kertas, selanjutnya kelompok komoditi bahan kertas dan kelompok komoditi kayu lapis. Kemudian sektor pertanian. Pertambangan, Penggalian, Perbankan sektor pertanian yang juga merupakan sektor basis (unggulan) selain sektor tersebut diatas menjadi salah satu peluang bagi pengembangan perekonomian masyarakat yang memang dari dahulu merupakan masyarakat agraris Sektor Pertanian di daerah ini menjadi penggerak aktifitas ekonomi utama penduduknya, dan sektor pertanian dan industri pengolahan yang juga merupakan sektor basis (unggulan) menjadi peluang bagi pengembangan aktifitas ekonomi yang unggul bagi kegiatan ekonomi masyarakat. Perdagangan dan jasa memiliki keunggulan untuk dikembangkan guna mendukung aktifitas ekonomi pada sektor basis Potensi yang ada di daerah ini menunjukkan bahwa aktifitas yang unggul untuk dikembangkan adalah yang secara langsung berhubungan dengan sektor basis daerah (sektor pertanian). Sektor pertanian utama di Kabupaten Rohil adalah perkebunan, dan sektor basis berikutnya adalah perdagangan. Sektor penggerak perekonomian di Kabupaten Meranti adalah Sektor industri pengolahan dan pertanian. Sektor pertanian di Kabupaten Kepulauan Meranti mempunyai peluang untuk dikembangkan di masa datang, antara lain: 1) Penduduk yang semakin bertambah sehingga kebutuhan pangan juga bertambah; 2) Meningkatnya pendapatan masyarakat akan meningkatkan kebutuhan pangan berkualitas dan beragam (diversifikasi); dan 3) Perkembangan agribisnis juga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, meningkatkan

128


Pekanbaru

Dumai

pendapatan petani yang pada akhirnya diharapkan akan mengurangi ketimpangan pendapatan masyarakat. Potensi yang ada di daerah ini menunjukkan bahwa aktifitas yang unggul untuk dikembangkan adalah yang secara langsung berhubungan dengan sektor basis daerah terutama perdagangan dan jasa. potensi yang ada di daerah ini menunjukkan bahwa aktifitas yang unggul untuk dikembangkan adalah yang secara langsung berhubungan dengan sektor basis (unggulan) daerah terutama yakni perdagangan dan jasa. Namun seperti halnya kota Pekanbaru dimana Dumai menjadi salah satu pusat perdagangan dan jasa dan seiring dengan berkembangnya perkebunan (terutama sawit) di Kota Dumai dan sekitarnya, maka juga membuka peluang bagi usaha dibidang pertanian.

Riau Pesisir (5 daerah) yang melakukan kerja sama dalam mempercepat kemajuan daerah di antaranya Kabupaten Bengkalis, Siak, Meranti, Pelalawan dan Kota Dumai. Sementara kabupaten Indragiri Hilir memiliki jarak akses yang lebih panjang dibandingkan kelima kabupaten tersebut. Ekonomi Kreatif Sektor Pertanian di Provinsi Riau. Sektor Perrtanian sesungguhnya merupakan basis ekonomi kerakyatan yang harus menjadi agenda utama dalam pembangunan ekonomi kreatif dan menjadi andalan dalam upaya pembangunan Provinsi Riau. Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal : a) Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian meningkat; b) Meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier; c) Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi

pembangunan melalui expor hasil pertanian terus-menerus; d) Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah; dan e) Memperbaiki kesejahteraan pedesaan. (Jhingan, 2007:362 ) Pengembangan ekonomi kreatif di sektor pertanian, dimulai dari penciptaan berbagai sarana produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan, energi terbarukan, pengembangan produk dan desain kemasan, rekayasa tampilan, pengelolaan keunikan alam pertanian sampai pemanfaatan hasil samping atau limbah pertanian. Sasaran yang ingin dicapai adalah tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi kreatif berbasis pertanian sesuai potensi dan kearifan lokal di masingmasing wilayah. Kreativitas diperlukan secara mutlak sebagai landasan dasar pengembangan usaha kreatif. Untuk menjadikan diri kreatif, terdapat 5 pola pikir utama yang diperlukan, yaitu : 1) pola pikir Disipliner, ilmu seni yang artistik yang bernilai keindahan, 2) pola pikir mensintesa, menuangkan ide-ide baru yang dapat diterima oleh


konsumen yang akan meningkatkan nilai jual pemasaran, 3) pola pikir kreasi, kemampuan berkreasi yang menghasilkan desain-desain baru dan menciptakan trend , 4) pola pikir penghargaan yaitu sikap menghargai karya orang lain dan toleransi yang tinggi diantara sesama anggota komunitas yang menghargai perbedaan, 5) pola pikir etis, memiliki tanggung jawab moral yang tinggi tidak meniru karya produk orang lain, tapi menjadi produktif dalam menghasilkan terobosan baru. Lingkup ekonomi kreatif sektor pertanian : 1) Desain produk, 2) desain kemasan, 3) Pengembangan produk; 4) Pemanfaatan hasil samping dan limbah pertanian; 5) Kerajinan dari hasil pertanian; 6) Agrowisata; 7) Taman dan olah bentuk tanaman; 8) Pengembangan pupuk organik (padat dan cair); 9) Pengembangan pestisida hayati (Bio pestisida); 10) Pengembangan alat/ mesin tepat guna bagi usaha on farm dan off farm; 11) Pengembangan energi terbarukan (Biofuel, Biogas, dan Biomass); 12) Wisata budaya terkait dengan pertanian. Arah pengembangan ekonomi kreatif menuju pola industri ramah lingkungan dan penciptaan nilai tambah produk dan jasa yang berasal dari keahlian, bakat dan kreativitas intelektualitas sumberdaya insani, kekayaan budaya bangsa, bahan baku berbasis sumber daya alam, teknologi, tatanan institusi dan lembaga pembiayaan. Strategi pengembangan ekonomi kreatif di Provinsi Riau dapat ditempuh: a) Identifikasi dan pemetaan potensi wilayah, termasuk kekhasan dan keunikan lokal, baik dilihat dari segi produk, sumberdaya maupun

129

budaya dan kearifan lokal seperti produk spesifik lokal. b) Pemberian insentif usaha, dengan pemberiaan bantuan teknologi dan permodalan, pembinaan dan akses pasar bagi produk-produk kreatif; 3) Peningkatan manajemen dan kelembagaan usaha serta peningkatan kapasitas kewirausahaan berbasis kelompok melalui pelatihan, bimbingan teknis, magang dan pendampingan; c) Pengembangan usaha berbasis pengolahan/ pemanfaatan hasil samping dan limbah pertanian; d) Pengembangan produk, desain produk, desain kemasan dan kerajinan dari hasil pertanian; pengembangan sarana produksi teknologi tepat guna serta mendukung pertanian organik dan pengembangan energi terbarukan; e) Pengembangan produk indikasi geografis dan spesifik lokasi. Berbagai kreatifitas produk spesifik, antara lain: a) Kreatifitas produk bidang pangan antara lain : Abon jantung pisang, telur asin berbagai rasa, Permen Pepaya, Tomat rasa kurma, Produk olahan lidah buaya, kripik pisang aneka rasa, b) Bahan campuran untuk pakan tenak : tepung kulit kacang tanah, tepung tulang, tepung bekicot, tepung cacing tanah; c) Ramuan Nabati untuk pengendali organisme pengganggu tanaman; Bio pestisida : Tembakau untuk pestisida, Daun sirsak pembasmi trips, mengendalikan hama/ penyakit tanaman dengan pestisida alami (pengendalaian ulat pada tanaman, pengendalaian

130


hama wereng dan hama walang sangit) ; d) Pupuk organik dari kotoran ternak (pupuk cair dan padat); Bio energi : biogas, biodiesel, bio etanol; e) Alat dan mesin pertanian : Alat tanam bibit padi, biji-bijian, Mesin pemipil jagung, Low cost Tropical screen house, sistem irigasi mikro, alat pembuat pupuk organik, alat pencacah rumput. Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata di Provinsi Riau dapat dilakukan dengan kuliner atau kulinologi dan gastronomi. Menurut Research Chef Association, kulinologi (culinology) adalah suatu sinergi dari seni kuliner dan ilmu dan teknologi pangan. Kulinologi mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis dan menyebarkan praktek-praktek ilmiah untuk membuat produk pangan baik produk pangan itu diproduksi dan disiapkan di restoran, toko, hotel; atau di pabrik pengolahan pangan yang tidak hanya bercitarasa lebih enak, lebih indah, lebih menarik selera; tetapi juga sekaligus lebih aman dan konsisten mutunya. Gastronomi atau tata boga adalah studi mengenai hubungan antara budaya dan makanan, di mana gastronomi mempelajari berbagai komponen budaya dengan makanan sebagai pusatnya (seni kuliner). Terdapat tiga sektor yang sangat terkait yaitu Sektor Pariwisata, Perdagangan & Industri, Sektor Hubungan Luar Negeri, & Sektor Tenaga Kerja. PENUTUP Kesimpulan Pengembangan Koperasi dan UKM dalam ekonomi Kreatif di Provinsi Riau memiliki peluang yang sangat besar. Sektor pertanian dan pariwisata adalah

sektor yang paling dominan untuk dikembangkan di samping sektorsektor lainnya. Hasil kajian menunjukkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi rendahnya kinerja koperasi adalah motif pendirian koperasi selama ini banyak koperasi yang dibentuk hanya untuk mengejar proyek/program pemerintah sehingga usaha yang dibangun hanya bersifat sementara, sehingga perlu upaya selektif dalam pemberian izin pendirian koperasi. Selanjutnya perdagangan menjadi sektor paling diminati, sebanyak 77.156 UKM bergerak di bidang tersebut, sektor produksi sebesar 12.760 dan sektor industri sebanyak 11.220 unit. Pengembangan koperasi dan UKM di Provinsi Riau berpeluang besar apabila koperasi dan UKM diarahkan pada usaha-usaha produkti, keterlibatan dalam ekonomi kreatif, dan memacu pengembangan pada sektor potensial dan basis. Masalah yang sedang dihadapi oleh koperasi dan ukm sampai saat ini belum terurai tuntas, masih menyisakan masalah berikutnya yang berdampak kepada aspek lainnya. Diantara masalah yang paling dominan dan beririsan dengan konsep ekonomi kreatif adalah Sumber Daya Insani. Ekonomi kreatif untuk masing-masing sektor harus melakukan Cluster Approach, Kolaborasi, Segment Strategies dan Membangung Infrasruktur ekonomi. Rekomendasi 1. Perlu melakukan penyusunan pedoman lebih mendalam ekonomi kreatif masing-masing sektor di setiap Kabupaten/Kota.. 2. Memaksimalkan implementasi program-program pengembangan koperasi dan UKM di Provinsi Riau.


3. Meningkatkan Sinkronisasi antara Dinas Pariwisata, Dinas Koperasi dan UMKM, Disperindag dan Dinas Tenaga Kerja dalam upaya memaksimalkan Pengembangan Koperasi dan UKM melalui produk kreatif. 4. Pengembangan Koperasi dan UKM harus difokuskan kepada sektor potensial terlebih dahulu terutama pertanian dan pariwisata (agrowisata). 6. Meningkatkan kerjasama antar koperasi dengan UKM, Pemerintah dan Perusahaan. Program kerjasama dan fasilitasi dilakukan dengan cara disseminasi, ekspresi, inovasi dan inkubasi melalui media. 1. Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola. Ini berbeda dengan difusi yang merupakan alur komunikasi spontan. Diseminasi merupakan tindak inovasi yang disusun menurut perencanaan yang matang, melalui diskusi atau forum lainnnya yang sengaja

131

diprogramkan, sehingga terdapat kesepakatan untuk melaksanakan inovasi. Penyebarluasan informasi surveilans kepada pihak yang berkepantingan (stakeholders), agar Dapat dilakukan action secara cepat dan tepat. 2. Ekspresi. yaitu pengungkapan atau proses menyatakan dari setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, serta program masingmasing daerah). ekspresi merupakan tanggapan atau rangsangan atas berbagai fenomena sosial, kultural dan bahkan politik, yang memungkinkan terjalarnya pengalaman subjektif dari seniman kepada orang lain yang terdapat pada masing-masing kab/kota. 3. Menciptakan 2 kabupaten/kota percontohan mewakili Riau Daratan dan Riau Pesisir yaitu Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru potensi ekonomi daerah.

REFERENSI Agung Nur Fajar, 2007. Integrasi Program Pembangunan UKM. Makalah seminar Isue-Isue Strategis tanggal 20 Nopember 2007. Jakarta. Badan Pusat Statistik Propinsi Riau (http://riau.bps.go.id/) Dahuri, R 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat, Penerbit LISPI, Jakarta. Deputi Bidang Pembiayaan, 2007. Informasi Tentang Kredit Usaha Mikro dan Kecil dari Dana SUP-005. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta. Hendrajogi, M.Sc. 1997. Koperasi: Asas-asas, Teori, dan Praktik. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Kuncoro, Mudrajat, (2009), Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi 3. Erlangga. Jakarta. Pigott, G.M. 1994. Who is the 21st Century Consumer Infofish International 1/94

132


Tambunan, Tulus (1999) Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia, PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Yusi, Syahirman. Idris, Umiyati, 2009. Metodologi Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kuantitatif). Citrabooks Indonesia. Sriwijaya. Krisnamurti, Bayu. 1998. Perkembangan Kelembagaan dan Perilaku Usaha Koperasi Unit Desa di Jawa Barat. Kajian Cross Section (Tidak Diterbitkan). Bogor. Institut Pertanian Bogor http://www.bps.go.id http://www.bi.go.id http://www.riaupos.co

STRATEGI PENGEMBANGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) DI PROVINSI RIAU. Drs. Asril, MM Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau

Recommend Documents