STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN PADI BERBASIS PREFERENSI PETANI DAN SUMBERDAYA LAHAN DI KABUPATEN BANGKA SELATAN
ARDILLES AKBAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi Berbasis Preferensi Petani dan Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 Ardilles Akbar NIM 156120204
RINGKASAN ARDILLES AKBAR. Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi Berbasis Preferensi Petani dan Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka Selatan. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan KOMARSA GANDASASMITA. Sebagai penghasil beras tertinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kabupaten Bangka Selatan hingga kini belum mampu berswasembada. Meningkatnya aktivitas pertambangan timah dan perkebunan memicu petani untuk beralih profesi dan/atau mengalihfungsikan lahan pertaniannya sehingga dapat menghambat terciptanya ketahanan pangan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu stabilitas nasional suatu negara. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengembangan lahan pertanian padi secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis prioritas strategi pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan analisis hirarki preferensi petani, (2) mengidentifikasi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian padi berbasis interpretasi citra Landsat, kesesuaian lahan dan pola ruang tanaman padi menurut rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRWK) serta (3) menyusun arahan strategi pengembangan lahan pertanian padi di Kabupaten Bangka Selatan untuk mencapai swasembada beras. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui prioritas strategi pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan preferensi petani adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP dilakukan pada aras tujuan, strategi dan aksi. Strategi dan aksi yang dianalisis dalam AHP merujuk pada UU No. 41/2009 dan PP No. 12/2010 yang dipilih berdasarkan kesesuaian lahan serta kondisi dan budaya petani padi di Kabupaten Bangka Selatan. Untuk mengidentifikasi sumberdaya lahan tersedia untuk pengembangan kawasan pertanian padi digunakan metode analisis GIS dengan menumpangtindihkan tutupan lahan aktual, RTRWK pola ruang tanaman padi dan kesesuaian lahan untuk pertanian padi. Hasil analisis preferensi petani dan sumberdaya lahan tersedia selanjutnya disintesis untuk mendapatkan strategi pengembangan kawasan pertanian padi. Dua strategi utama yang diprioritaskan petani adalah pengembangan infrastruktur pertanian dan sarana-prasarana produksi padi. Petani daerah cukup berkembang juga mempertimbangkan peningkatan pemasaran hasil sebagai strategi penting, sedangkan petani daerah belum berkembang memilih peningkatan insentif dari pemerintah. Sumberdaya lahan tersedia untuk pengembangan padi sawah teridentifikasi berkelas kesesuaian S1, S2 dan S3 masing-masing seluas 8.680, 30 dan 3.070 ha, sedangkan untuk pengembangan padi ladang teridentifikasi berkelas kesesuaian S3 seluas 10.390 Ha. Strategi pengembangan di daerah cukup berkembang terutama diarahkan untuk peningkatan produktivitas usahatani, sedangkan untuk daerah belum berkembang lebih diarahkan untuk melindungi eksistensi kegiatan pertanian padi. Dengan penerapan skenario ekstensifikasi dan intensifikasi lahan, swasembada beras pada tingkat Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masing-masing dapat dicapai pada tahun 2017 dan 2032. Kata kunci: lahan tersedia, padi, preferensi petani, strategi pengembangan
SUMMARY ARDILLES AKBAR. Development Strategy of Rice Farming Areas Based on Farmer’s Preferences and Land Resource in South Bangka Regency. Supervised by UNTUNG SUDADI and KOMARSA GANDASASMITA. As the highest rice producer in the Province of Bangka Belitung Archipelago, South Bangka Regency has not until now capable of being selfsufficiency. Increasing activities in tin mining and plantation trigger farmers to switch their profession and/or to convert the usage of their farmlands, so that it can be an obstacle in establishing food security in the Province of Bangka Belitung Archipelago. Food security is a determining factor of national stability of a country. Various social and political instability can be happened if the food security is disturbed. Therefore, a comprehensive rice farmland development strategy is needed. This research aimed at to: (1) analyze priorities of rice farming development strategy based on hierarchy analysis of the farmer’s preferences, (2) identify land resource for rice farming development based on Landsat image interpretation, land suitability and rice farming spatial pattern of the regency regional spatial arrangement plan, and (3) compose strategy direction of rice farmland development in South Bangka Regency to achieve rice self-sufficiency. Analytical Hierarchy Process (AHP) was used to arrange strategy priority of the rice farming area development that based on the farmer’s preference. The strategies and actions analyzed in AHP was referred to the Law No.41/2009 and Government Ordinance No.12/2010 that were chosen based on land suitability and conditions as well as culture of the rice farmers in South Bangka Regency. To identify the available land resources for rice farming area development the GIS analysis was performed by overlaying the actual land cover, rice farming spatial pattern of the regency regional spatial arrangement plan, and land suitability for rice farming. Results of the farmer’s preference analysis and the available land recources were finally sinthesyzed to get development strategy of the rice farming area. The first two of the farmer prioritized strategies were the development of agricultural infrastructures and the increase in rice production facilities. Farmers of the moderately developed area also considered product marketing improvement as an important strategy, while those of the undeveloped area preferred an increase in the government incentives. Land resource suitable for wetland rice farming were identified with suitability class of S1, S2, and S3 covering area of respectively 8,680, 30, and 3,070 ha, while for upland rice farming with suitability class of S3 covering area of respectively 10,390 ha. The development strategy for the moderately developed area was directed primarily to increase the farm business productivity, while for the undeveloped area was to protect the existence of rice farming activities. By implementing land extensification and intensification scenario, rice self-sufficiency at South Bangka Regency and Province of Bangka Belitung Archipelago level can be achieved in respectively year 2017 and 2032. Keywords: available land, rice, farmer’s preference, development strategy.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN PADI BERBASIS PREFERENSI PETANI DAN SUMBERDAYA LAHAN DI KABUPATEN BANGKA SELATAN
ARDILLES AKBAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Setia Hadi, MS
Judul Tesis
Nama NIM
: Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi Berbasis Preferensi Petani dan Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka Selatan : Ardilles Akbar : A156120204
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Untung Sudadi, MSc Ketua
Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Santun RP Sitorus
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 3 Maret 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga tesis yang berjudul Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi Berbasis Preferensi Petani dan Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka Selatan ini berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr Ir Untung Sudadi, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc selaku anggota komisi Pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini, serta kepada penguji luar komisi Dr Ir Setia Hadi, MS yang telah memberikan koreksi, dan masukan untuk penyempurnaan tesis ini. Penghargaan dan terima kasih juga penulis haturkan kepada Prof Dr Ir Santun RP Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB beserta segenap dosen dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar, Kepala Pusbindiklatren BAPPENAS beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis, untuk kakak-kakak sekaligus rekan-rekan PWL kelas khusus Bappenas angkatan 2012 atas segala do’a, dukungan dan kebersamaanya baik dalam suka maupun duka, dan pihakpihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya ucapan terima kasih yang setingi-tingginya juga disampaikan kepada seluruh keluarga atas segala bantuan, do’a, dukungan, pengertian dan kasih sayangnya. Bogor, 1 Maret 2014
Ardilles Akbar
i
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Ruang Lingkup 1.3 Rumusan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.6 Kerangka Pemikiran
1 1 2 2 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tata Guna Lahan Pertanian 2.2 Pengembangan Sumberdaya Lahan sebagai Pendukung Ketahanan Pangan 2.3 Perlindungan Lahan Pertanian 2.4 Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian 2.5 Sistem Informasi Geografis dalam Analisis Ketersediaan Sumberdaya Lahan 2.6 Analisis Terrain dalam Penyusunan Peta Satuan Lahan 2.7 Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Kawasan
5 5 5 6 6 8 9 10
3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Jenis Data 3.4 Populasi dan Sampel Responden 3.5 Analisis Data
10 10 10 12 15 16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persepsi terhadap Strategi Pengembangan Pertanian Padi 4.2 Persepsi terhadap Aksi Pengembangan Pertanian Padi 4.3 Penutupan/Penggunaan Lahan Aktual 4.4 Peta Satuan Lahan dan Peta Kesesuaian Lahan 4.5 Kesesuaian Lahan Padi Eksisting dan Potensial dengan RTRWK 4.6 Arahan Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian di Kabupaten Bangka Selatan
18 18 21 27 27 31 34
ii
4.7 Strategi Peningkatan Produktivitas dan Strategi Mempertahankan Profesi Petani Padi sebagai Strategi Pengembangan Pertanian di Kabupaten Bangka Selatan 4.8 Skenario Peningkatan Produktivitas Untuk Mencapai Swasembada Beras di Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
39
45
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.2 Saran
47 47 47
DAFTAR PUSTAKA
48
LAMPIRAN
50
RIWAYAT HIDUP
71
DAFTAR TABEL 1 2
Jenis, sumber dan metode analisis data. Ciri-ciri kawasan pertanian menurut tahap perkembangannya di Kabupaten Bangka Selatan 3 Prioritas strategi berdasarkan preferensi responden. 4 Prioritas aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian berdasarkan preferensi responden 5 Prioritas aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian berdasarkan preferensi responden 6 Prioritas aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi berdasarkan preferensi responden 7 Prioritas aksi pada strategi pemberian penghargaan bagi petani berprestasi berdasarkan preferensi responden 8 Prioritas aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan berdasarkan preferensi responden 9 Luasan dan persentase tutupan lahan aktual Kabupaten Bangka Selatan 10 Kesesuaian lahan untuk pertanian padi per-unit satuan lahan di Kabupaten Bangka Selatan 11 Potensi luas lahan pengembangan pertanian padi di Kabupaten Bangka Selatan 12 Luas sumberdaya lahan potensial untuk pengembangan pertanian padi sawah dan padi ladang menurut kesesuaian lahan di Kabupaten Bangka Selatan
14 15 19 22 23 24 25 26 27 31 31
34
iii
13 Arahan strategi pengembangan untuk peningkatkan produtivitas usahatani padi 14 Arahan strategi pengembangan untuk mempertahankan profesi petani 15 Strategi dan aksi peningkatan produktivitas padi di Kabupaten Bangka Selatan 16 Strategi dan aksi mempertahankan profesi petani padi di Kabupaten Bangka Selatan 17 Skenario peningkatan produktivitas padi untuk mencapai swasembada beras di Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
38 39 43 44
45
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12 13 14 15
Kerangka pemikiran penelitian Lokasi penelitian Bagan alir tahapan penelitian Susunan hierarki AHP Peta tutupan lahan aktual Kabupaten Bangka Selatan Peta satuan lahan Kabupaten Bangka Selatan berdasarkan analisis terrain Peta kesesuaian lahan padi sawah di Kabupaten Bangka Selatan Peta kesesuaian lahan padi ladang di Kabupaten Bangka Selatan Peta daerah potensial untuk dikembangkan berdasarkan tutupan lahan aktual di Kabupaten Bangka Selatan Peta areal potensial pengembangan padi ladang berdasarkan analisis antara RTRW, tutupan lahan aktual dan kesesuaian lahan di Kabupaten Bangka Selatan Peta areal potensial pengembangan padi sawah berdasarkan analisis antara RTRW, tutupan lahan aktual dan kesesuaian lahan di Kabupaten Bangka Selatan Penetapan areal pengembangan padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Bangka Selatan Peta arahan lokasi strategi pengembangan untuk peningkatan produktivitas padi di Kabupaten Bangka Selatan Peta arahan lokasi strategi pengembangan untuk mempertahankan petani padi di Kabupaten Bangka Selatan Peta arahan lokasi penerapan strategi pengembangan untuk peningkatan Produktivitas padi berdasarkan kesatuan lahan di Kabupaten Bangka Selatan
4 11 13 17 28 30 32 33 35
36
37 40 41 42
46
iv
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
7
Kuesioner AHP untuk menganalisis prioritas strategi dalam pengembangan kawasan pertanian padi Kenampakan penggunaan lahan Kabupaten Bangka Selatan pada citra Landsat Legenda peta satuan lahan Kabupaten Bangka Selatan Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi ladang Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangka Selatan Pola Ruang Tanaman Padi Skenario swasembada beras di Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
51 59 62 65 66 67 68
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu stabilitas nasional suatu negara. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu yang pada akhirnya dapat membahayakan stabilitas nasional (Ismet 2007). Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.641.326 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata mulai tahun 2011 sebesar 1,49% (BPS 2012), sehingga pada tahun 2013 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia mencapai 248.334.138 jiwa. Apabila pada tahun 2010 konsumsi beras per kapita per tahun 139,15 kg dan laju penurunan konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 1,5%, maka kebutuhan beras pada tahun 2014 diperkirakan 33.013.214 ton. Dengan merujuk roadmap Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), maka harus tersedia surplus 10 juta ton. Berarti minimal harus tersedia beras sebanyak 43 juta ton atau setara dengan 76,57 juta ton gabah kering giling (GKG) apabila konversi GKG ke beras sebesar 56,22% (Kementerian Pertanian 2012a). Produksi padi Indonesia yang mencapai 39,8 juta ton pada tahun 2012 sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia sebesar 34,4 juta ton. Namun, yang menjadi hambatan dalam mencapai definisi kemerataan sesuai definisi ketahanan pangan menurut UU No.18 Tahun 2012 adalah adanya kesenjangan produksi padi antar provinsi. Kesenjangan produksi padi yang signifikan antar provinsi, khususnya antara provinsi di Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa, merupakan salah satu tantangan dalam mencapai ketahanan pangan nasional. Tingkat kepadatan penduduk agraris, yaitu nisbah antara jumlah tenaga kerja sektor pertanian pangan dengan luasan lahan pertanian pangan, antar provinsi juga timpang. Terkait kedua hal ini, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Prov. Kep. Babel) dapat diindikasikan menghadapi masalah ketahanan pangan karena mengalami defisit produksi padi sementara kepadatan penduduk agrarisnya rendah, yaitu hanya 55 jiwa/km2 (BPS 2012; Kementerian Pertanian 2012b). Prov. Kep. Babel merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia (BPS 2012). Pada tahun 2012, perubahan lahan yang cukup besar telah terjadi pada kawasan hutan yang berubah menjadi lahan terbuka dan lahan tambang (Dishut Prov. Kep. Babel 2012). Masyarakat daerah tambang cenderung mengubah mata pencahariannya dari pertanian menjadi pertambangan atau sektor penunjang pertambangan (Zaki et al. 2012). Hal ini dapat memicu petani padi untuk beralih
2
profesi atau mengalihfungsikan lahan pertanian padinya. Bila kedua hal ini terjadi, maka ketahanan pangan di Prov. Kep. Babel dapat semakin terancam. Kabupaten Bangka Selatan (Kab. Basel) adalah penghasil padi tertinggi di Prov. Kep. Babel. Namun, produksi padinya hanya mampu mencukupi 60,62% kebutuhan beras penduduknya, sementara 39,38% lainnya berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel 2012). Hal ini menunjukkan bahwa sebagai sentra produksi padi, Kab. Basel hingga saat ini belum mampu berswasembada beras. Hasil pemetaan sosial daerah-daerah penghasil minyak dan gas (migas) oleh Satuan Kerja Sementara Kegiatan Hulu Migas 2012 menunjukkan bahwa pada tahun 2012 tenaga kerja di bidang pertambangan dan penggalian di Kab. Basel meningkat 3,38%, sementara di bidang pertanian menurun 6,12%. Dengan laju pertumbuhan penduduk lebih dari 2% per tahun, data tersebut menginformasikan bahwa pertambahan penduduk sampai saat ini belum berpengaruh positif terhadap pengembangan pertanian karena lebih disebabkan oleh ketertarikan pendatang terhadap pertambangan timah. Lebih lanjut, angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013 di Kab. Basel menunjukkan penurunan sejumlah 297 rumah tangga pertanian selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan perlunya strategi untuk mempertahankan dan mengembangkan kawasan pertanian padi sesuai amanat UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan dan PP No. 12 tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Efektivitas penerapan strategi tersebut sangat ditentukan oleh preferensi petani dan ketersediaan sumberdaya lahan.
1.2 Ruang Lingkup Berdasarkan latar belakang terdapat beberapa pengertian yang dapat dijadikan referensi sebagai konsepsi dari pelaksanaan penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian ini dilakukan pada daerah yang memiliki lahan pertanian padi aktual atau merupakan daerah asal kelompok tani padi di Kab. Basel. Pertanian padi aktual didasarkan pada data sekunder yang didapatkan dari Pemerintah Kab. Basel. 2. Batasan penelitian adalah untuk merekomendasikan strategi pengembangan kawasan pertanian padi berkelanjutan berdasarkan prioritas strategi dan sumberdaya lahan tersedia. Penentuan prioritas strategi didasarkan atas preferensi petani. Sumberdaya lahan tersedia yang dimaksud adalah hasil overlay peta kesesuaian lahan, kondisi aktual tutupan lahan, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRWK) untuk pola ruang tanaman padi.
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini yaitu:
3
1.
2.
3.
Bagaimana menyusun prioritas strategi untuk pengembangan pertanian padi berdasarkan hirarki preferensi petani. Pengembangan pertanian yang dimaksud adalah pengembangan dalam hal peningkatan produksi pertanian dan pengembangan dalam hal mempertahankan petani agar tetap berprofesi sebagai petani padi. Bagaimana mengidentifikasi sumberdaya lahan yang dapat digunakan untuk budidaya padi berdasarkan kesesuaian lahan, kondisi lahan eksisting dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, Pola Ruang Tanaman Padi Kab. Basel. Bagaimana menyusun arahan pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan preferensi petani dan ketersediaan sumberdaya lahan untuk mencapai swasembada beras.
1.4 Tujuan Penelitian
1. 2.
3.
Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis prioritas strategi pengembangan pertanian padi berdasarkan hirarki preferensi petani. Mengidentifikasi sumberdaya lahan untuk pengembangan kawasan pertanian padi berbasis interpretasi citra Landsat, kesesuaian lahan dan pola ruang tanaman padi menurut RTRWK. Menyusun arahan strategi pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel untuk mencapai swasembada beras pada tingkat Kab. Basel dan Prov. Kep. Babel.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah menghasilkan prioritas strategi perencanaan pengembangan pertanian padi di Kab. Basel yang didasarkan pada preferensi petani dan ketersediaan sumberdaya lahan. Strategi tersebut diharapkan bermanfaat sebagai masukan bagi pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada umumnya dan pemerintah Kabupaten Bangka Selatan pada khususnya untuk menyusun program Perencanaan Pembangunan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang tepat strategi untuk mencapai swasembada beras.
1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian ini mempunyai latar belakang pemikiran bahwa potensi sumberdaya tambang di Kab. Basel dan bertani padi bukan merupakan budaya lokal masyarakat Kab. Basel sehingga dapat menyebabkan terjadinya alih profesi petani padi ke sektor pertambangan atau sektor penunjang pertambangan yang pada akhirnya menghambat terciptanya ketahanan pangan Kab. Basel. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu strategi pengembangan kawasan pertanian padi untuk peningkatan produktivitas dan mempertahankan sumberdaya petani padi. Strategi
4
pengembangan tersebut didasarkan pada prioritas strategi pengembangan atas preferensi petani dan sumberdaya lahan tersedia yang didapatkan dari tumpangtindih antara peta tutupan lahan aktual, peta kesesuaian lahan dan peta RTRWK pola ruang tanaman padi. Arahan strategi pengembangan dilakukan dengan mensintesiskan hasil sumberdaya lahan tersedia dengan strategi yang telah diprioritaskan berdasarkan preferensi petani. Strategi pengembangan menghasilkan penetapan lokasi pengembangan, strategi dan aksi yang tepat untuk peningkatan produktivitas dan mempertahankan profesi petani serta skenario untuk mencapai swasembada beras di Kab. Basel dan Prov. Kep. Babel. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1. Pertambahan Penduduk
Bertani Padi Bukan Budaya Lokal
Pertambahan Areal Tambang
Alih profesi petani padi ke pertambangan Strategi pengembangan pertanian padi untuk peningkatkan produktivitas dan mempertahankan profesi petani padi
Sumberdaya Lahan
Preferensi Petani
Strategi menurut preferensi petani padi Kesesuaian lahan
Kondisi aktual
RTRWK
Sumberdaya Lahan Tersedia
Faktor-faktor untuk pengembangan pertanian padi berdasarkan preferensi petani
Implementasi UU No. 41 Tahun 2009 dan PP No. 12 Tahun 2012
AHP
Prioritas strategi berdasarkan persepsi petani padi
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN PADI DI KAB. BANGKA SELATAN
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
5
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tata Guna Lahan Pertanian Selain sebagai penghasil tanaman pangan dalam hal ini padi, lahan pertanian juga memiliki banyak fungsi. Di antara fungsi tersebut adalah sebagai penopang ketahanan pangan, penyedia lapangan kerja, penjaga kelestarian budaya serta memberikan suasana khas perdesaan. Sumberdaya lahan dapat mengalami perubahan karena aktivitas manusia. Penggunaan lahan (landuse) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) pengunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian. Menurut Sitorus (2004), sumberdaya lahan (land recources) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat. Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia. Penggunaan sumberdaya lahan khususnya untuk kegiatan pertanian pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan dan kesesuaian lahan. Sumberdaya lahan akan menurun kontribusinya terhadap penyediaan pangan akibat terjadinya tekanan jumlah penduduk yang memperkecil kepemilikan lahan per-kapita dan kompetisi penggunaan lahan. Sesuai dengan teori Thomas Malthus (Neo-Malthusian) diacu dalam Baliwati (2008) bahwa penduduk cenderung bertambah menurut deret ukur dan berlipat ganda setiap 3040 tahun (kecuali jika terjadi kelaparan). Di sisi lain, pertambahan hasil yang semakin berkurang dari faktor produksi lahan yang jumlahnya tetap memerlukan persediaan pangan yang meningkat menurut deret hitung, sehingga membutuhkan daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan yang selaras.
2.2 Pengembangan Sumberdaya Lahan sebagai Pendukung Ketahanan Pangan Lahan sawah yang berbahan induk volkan seperti tanah-tanah sawah di Jawa secara alami lebih subur bila dibandingkan dengan tanah-tanah sawah daerah yang berbahan induk tersier. Kesuburan alami tanah yang relatif lebih tinggi dan ditunjang oleh adopsi teknologi budidaya yang lebih maju mengakibatkan terjadinya kesenjangan produktivitas yang tinggi antara lahan sawah di Jawa dan di luar Jawa (Subagjo et al. 2000). Lahan sawah memiliki fungsi strategis, karena merupakan penyedia bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia. Pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk berbagai sektor membuat konversi lahan sawah cenderung mengalami peningkatan, di lain pihak pencetakan lahan
6
sawah baru (ekstensifikasi) mengalami perlambatan (Sudaryanto 2003; Irawan 2004; Agus et al. 2006). Lantarsih et al. (2011) menyatakan bahwa masalah beras di Indonesia tidak terlepas dari aspek distribusi akibat adanya kesenjangan produksi antar daerah dan antar waktu. Oleh karena itu, kemampuan daerah untuk memproduksi lahan sawahnya sendiri merupakan aspek penting dalam menciptakan kemandirian pangan. Untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional, beberapa usaha yang perlu dilaksanakan secara stimultan antara lain: pengendalian konversi lahan pertanian, mencetak lahan pertanian baru dan intensifikasi sistem pertanian dengan menerapkan tekonologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan (Agus dan Mulyani 2006). Walaupun secara teoritis ketahanan pangan mengandung aspek yang sangat luas, termasuk kemampuang mengadakan bahan pangan yang baik bersumber dari dalam maupun dari luar negeri, namun dalam berbagai kebijakan pembangunan pertanian, usaha pencapaian ketahanan pangan sebagian besar difokuskan pada peningkatan kemandirian pangan terutama beras (Agus et al. 2006). Wahyunto (2009) menyatakan bahwa untuk mempertahankan ketahanan pangan dan pengembangan bio-energi nasional diperlukan strategi dan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan yang komprehensif. Strategi tersebut adalah: 1) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan eksisting agar lebih produktif dan lestari, baik secara kuantitas (luasan) maupun kualitas (kesuburan/produktivitas), antara lain melalui intensifikasi dan peningkatan intensitas tanam (IP200, IP300, IP400), pengembangan inovasi teknologi, perbaikan sistem pengelolaan DAS dan konservasi tanah dan air serta pengendalian konversi lahan, 2) perluasan areal pertanian/sawah baru atau ekstensifikasi dengan beberapa upaya, seperti ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan potensial, pemanfaatan lahan basah untuk tanaman pangan berbasis padi, pengembangan varietas unggul yang adaptif pada lahan sub-optimal dan cekaman perubahan iklim.
2.3 Perlindungan Lahan Pertanian Berdasarkan hasil penelitian Qiu et al. (2007), indikator pertanian yang berkelanjutan adalah suatu ekosistem lahan yang produktif, layak secara ekonomis dan diterima dengan baik secara sosial. Menurut Rustiadi dan Reti (2008), tersedianya sumberdaya lahan pertanian pangan yang berkelanjutan merupakan syarat untuk ketahanan pangan nasional. Ketersedian lahan pertanian pangan berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu: 1) potensi sumberdaya lahan pertanian pangan, 2) produktivitas lahan, 3) fragmentasi lahan pertanian, 4) skala luasan penguasaan lahan pertanian, 5) sistem irigasi, 6) land rent lahan pertanian, 7) konversi lahan, 8) pendapatan petani, 9) kapasitas sumberdaya manusia pertanian serta 10) kebijakan di bidang pertanian. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten
7
guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diartikan sebagai sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) merupakan regulasi yang diharapkan mampu melindungi dan mengendalikan laju konversi lahan pertanian untuk ketahanan pangan berkelanjutan. Menurut Undang-undang tersebut, PLP2B diselenggarakan dengan tujuan: (1) melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, (2) menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, (3) mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, (4) melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, (5) meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat, (6) meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, (7) meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, (8) mempertahankan keseimbangan ekologis dan (9) mewujudkan revitalisasi pertanian. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 diatur bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Lahan pertanian yang dilindungi hanya dapat dialihfungsikan untuk kepentingan umum, yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan perundang-undangan. Pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut: (1) dilakukan kajian kelayakan strategis, (2) disusun rencana alih fungsi lahan, (3) dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik dan (4) disediakan lahan pengganti dari lahan yang dialihfungsikan. Ada empat peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU No. 41 Tahun 2009, yaitu; (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (2) Peratutan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
2.4 Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Kawasan pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dari sumberdaya alam, sosial budaya maupun infrastruktur sedemikian rupa sehingga memenuhi batasan kawasan minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah. Ciri-ciri kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan adalah suatu lokasi yang mengacu pada RTRW Provinsi dan kabupaten/kota dan mengacu pada kesesuaian lahan baik pada lahan basah maupun lahan kering. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi suatu areal agar dapat diperuntukkan sebagai suatu kawasan peruntukan pertanian
8
tanaman pangan adalah lahan yang dipilih tersebut merupakan lahan yang mempunyai kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 serta lahan tersebut bukan lahan yang telah diusahakan dan diutamakan lahan yang memiliki potensi (Peraturan Menteri Pertanian No. 41 Tahun 2009). Permentan No. 50 Tahun 2012 tentang pedoman pengembangan kawasan pertanian yang merupakan pengembangan dari Permentan No. 41 Tahun 2009 tentang kriteria teknis kawasan peruntukan pertanian menyatakan bahwa pola dasar pengembangan kawasan pertanian dikelompokkan menjadi dua pola, yaitu pola pengembangan kawasan yang sudah ada dan pola pengembangan kawasan baru. Pola pengembangan kawasan yang sudah ada ditujukan bagi kawasan pertanian yang sudah ada dan berkembang, untuk memperluas skala produksi, serta melengkapi/memperkuat simpul-simpul agribisnis yang belum berfungsi optimal. Luasan kawasan dapat bertambah sesuai dengan daya dukung. Kawasan yang telah mandiri diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi daerah sekitarnya (trickle down effect). Pola pengembangan kawasan baru ditujukan untuk kawasan komoditas unggulan pada wilayah baru/potensial yang belum dikembangkan. Ada dua pendekatan pengembangan kawasan yang digunakan untuk kawasan baru, yaitu dengan memperluas skala dan mengadakan kegiatan yang belum terlaksana dan/atau dengan membangun kawasan baru di kawasan potensial secara bertahap hingga mencapai skala minimum kawasan. Penentuan kawasan baru dapat didasarkan pada komoditas yang potensial dan ketersediaan lahan yang sesuai untuk mendukung pengembangan komoditas tersebut (commodity driven). Ada kalanya lokasi potensial sudah ada, namun belum terdapat komoditas yang layak untuk dikembangkan. Dalam pengembangan kawasan pertanian harus ditentukan terlebih dahulu komoditas yang tepat berdasarkan potensi pasar dan wilayah (Permentan No. 50 Tahun 2012).
2.5 Sistem Informasi Geografis dalam Analisis Ketersediaan Sumberdaya Lahan Setyowati (2007) melakukan penelitian mengenai kajian evaluasi kesesuaian lahan permukiman dengan teknik sistem informasi geografis (SIG). Inventarisasi data yang akurat tentang identifikasi kelayakan suatu lahan untuk permukiman sangat diperlukan, namun pada kenyataannya data tersebut sulit diperoleh. Teknologi Sistem Informasi Geografis sangat membantu dalam upaya inventarisasi dan penyajian data dalam bentuk peta. Hasil inventarisasi dan evaluasi kesesuaian lahan untuk keperluan kawasan permukiman sangat diperlukan. Data ini akan memberikan sumbangan pemikiran bagi instansi terkait maupun masyarakat pengguna lahan dalam rangka pembangunan permukiman sehingga terjadi keselarasan dengan lingkungan alam. Ramli dan Baja (2005) menyatakan bahwa pemanfaatan SIG sangat efektif dalam evaluasi kesesuaian lahan yang melibatkan volume data yang besar dan format yang rumit, terutama dalam hal proses integrasinya. Dengan basis data yang terformat secara standar dalam SIG, hasil penelitian ini dapat menjadi input ke sistem aplikasi lain yang areanya sama. SIG memberikan fleksibilitas dalam
9
pengelolaan basis data hingga pada penyajian output dengan format yang mudah dimengerti oleh pengguna dan mudah dimutakhirkan. Teknik SIG dapat digunakan sebagai metode pengambilan keputusan dalam penelitian yang berkaitan dengan analisis tutupan lahan dan kesesuaian lahan. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis tutupan lahan dan kesesuaian lahan dapat dilakukan analisis ketersediaan sumberdaya lahan untuk berbagai tipe penggunaan lahan tersedia.
2.6 Analisis Terrain dalam Penyusunan Peta Satuan Lahan Analisis terrain memperhatikan karakteristik lahan yaitu relief, lereng, proses geomorfologi, litologi/bahan induk dan hidrologi sebagai parameter analisis (Van Zuidam 1983). Kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui interpretasi potret udara, citra satelit atau analisis dari peta rupabumi. Karakteristik terrain mempunyai kaitan erat dengan tingkat kesesuaian lahan, sehingga delineasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai satuan dasar dalam evaluasi lahan. Metode pemetaan sumberdaya tanah dengan menggunakan pendekatan land unit atau physiographic approach melalui analisis terrain memberikan hasil yang lebih efisien untuk tujuan evaluasi lahan (Van Zuidam 1983). Delineasi land unit dari hasil analisis citra penginderaan jauh (foto udara, Landsat, SPOT dan Radar) dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun satuan peta lahan. Oleh karena itu, peranan citra (penginderaan jauh) sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi hasil survei dan pemetaan tanah. Pendekatan land unit tersebut diterapkan dalam pemetaan sumberdaya lahan tingkat tinjau Pulau Sumatera dan telah dimodifikasi pada pemetaan tanah tingkat semi detil skala 1:50.000 dari proyek LREP II (Marsoedi et al. 1997). Pendekatan land unit lebih praktis untuk pelasanaan survei dan pemetaan tanah semi detil skala 1:50.000 serta untuk tujuan evaluasi lahan. Karakteristik lahan seperti land form, relief, lereng, litologi, landuse, dan hidrologi, yang dikenal sebagai atribut lahan, mempunyai kaitan erat dengan kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian, sehingga digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan. Peta land unit yang berisi tentang informasi land form, relief/lereng, batuan induk, land use dan hidrologi dapat didelineasi dari citra landsat, sehingga sebagian besar informasi awal sumberdaya lahan sudah dapat diketahui sebelum penelitan di lapangan. Dengan demikian, pelaksanaan survei dan pemetaan sumberdaya lahan di lapangan dapat dilakukan dengan efisien (Van Zuidam 1983). Analisis terrain dari citra Landsat untuk identifikasi dan delineasi land unit skala 1:50.000 merupakan pilihan yang cukup baik untuk diterapkan di Indonesia, karena lebih efisien, cepat dan relatif murah. Hasil analisis terrain, berupa peta satuan lahan, dapat digunakan sebagai dasar dalam evaluasi lahan untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 (BPTP Kep. Babel).
10
2.7 Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Kawasan Susila (2007) menganalisis tentang penggunaan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam penyusunan prioritas pilihan. Penelitian tersebut dilakukan karena para pengambil keputusan dipaksa untuk membuat pilihan atau prioritas antar pilihan, bahkan dalam setiap detik kehidupan mereka. Oleh karena itu, perlu suatu model pengambilan keputusan yang dapat memilih opsi yang tersedia secara komprehensif, logik, dan terstruktur. AHP dianggap sebagai salah satu model pengambilan keputusan yang dapat diterapkan untuk membuat prioritas di antara pilihan. Caputo et al. (2013) menggunakan metode AHP sebagai pendekatan pengambilan keputusan untuk melakukan perbandingan kepentingan relatif antar berbagai kriteria penilaian dengan maksud agar meniadakan prioritas faktor pembuatan keputusan yang bersifat ambigu. Hal ini memungkinkan pemeringkatan alternatif dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Hasil penelitan Caputo et al. (2013) menunjukkan bahwa AHP dapat menghasilkan suatu prioritas faktor pembuat keputusan yang tidak bersifat ambigu dan lebih bersifat sistematis sehingga mempunyai nilai keilmiahan yang jelas.
3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan untuk budidaya padi berlokasi di Kab. Basel. Kabupaten ini mempunyai wilayah seluas 3.607,08 km2 dengan jumlah penduduk 180.195 jiwa. Berdasarkan data statistik Kab. Basel Dalam Angka Tahun 2011, Kab. Basel terdiri dari 7 kecamatan, 3 kelurahan dan 50 desa serta didukung oleh 201 dusun. Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Pelaksanaan penelitian termasuk pengumpulan data dan penyusunan tesis dilakukan selama 7 bulan mulai Mei hingga November 2013.
3.2 Tahapan Penelitian Penelitian diawali dengan menganalisis persepsi responden terhadap strategi pengembangan pertanian padi. Strategi yang digunakan dalam analisis didapatkan dari hasil implementasi UU No. 41 Tahun 2009 dan PP No.12 Tahun 2012 dan wawancara terhadap petani, untuk mengetahui strategi apa yang sesuai dengan preferensi petani padi. Identifikasi lahan yang dapat dikembangkan untuk kawasan pertanian padi dilakukan dengan overlay tutupan lahan aktual hasil interpretasi citra Landsat dengan peta RTRWK pola ruang tanaman padi. Selanjutnya, overlay antara peta lahan yang dapat dikembangkan dengan peta kesesuaian lahan menghasilkan peta sumberdaya lahan tersedia. Peta kesesuaian lahan untuk pertanaman padi dibuat dengan cara melakukan digitasi manual peta
Gambar 2 Lokasi penelitian
1
11
12
satuan lahan dan peta kesesuaian lahan berbasis satuan lahan dalam bentuk hardcopy yang diperoleh dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sintesis antara peta sumberdaya lahan tersedia dengan prioritas strategi sesuai preferensi petani padi menghasilkan strategi pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 3.
3.3 Jenis Data Penelitian ini membutuhkan data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang dicatat dan didapat langsung dari obyek penelitian yaitu responden melalui wawancara berdasarkan panduan kuesioner (Lampiran 1) dan cek lapangan. Data primer juga meliputi data spasial yang belum mengalami pengolahan yaitu peta-peta hardcopy dan citra landsat. Data sekunder dikumpulkan dari instansi yang berwenang, terdiri dari data spasial dan atribut (Tabel 1). 3.3.1 Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder kesesuaian lahan dan kondisi eksisting lahan sawah dimaksudkan untuk melengkapi data atribut kesesuaian lahan dan sebagai faktor pembanding pada analisis kesesuaian lahan. Penentuan kriteria strategi dan aksi untuk atribut AHP didapatkan dari UU No. 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dan PP No. 12 Tahun 2012 tentang insentif perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. 3.3.2 Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer untuk keperluan analisis kesesuaian lahan dan kondisi eksisting lahan sawah dilakukan dengan mengolah citra landsat menjadi peta tutupan lahan. Pengumpulan data primer untuk analisis AHP menggunakan metode kuesioner/interview. Sebelum wawancara untuk pengisian kuesioner, terlebih dahulu dilakukan wawancara awal untuk penentuan strategi yang akan dicantumkan dalam kuesioner. Hal ini dikarenakan strategi yang diterapkan dalam UU No.41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian tidak semuanya dapat dilakukan dan sesuai dengan kondisi serta budaya di Kab. Basel. Survei untuk penentuan prioritas strategi berdasarkan preferensi petani dilakukan dengan wawancara dan mengisi kuesioner yang memuat enam matriks perbandingan. Kuesioner disebarkan ke responden dengan dua cara. Bagi responden dari instansi terkait diserahkan secara langsung kepada responden yang terpilih. Responden diberikan waktu ± 3 hari untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang ada di lembar kuesioner. Untuk responden dari kelompok petani, peneliti langsung melakukan wawancara berdasarkan pertanyaan-pertanyaan kuesioner dan mengambil kesimpulan dari setiap jawaban yang diberikan responden.
13
1. Analisis persepsi responden terhadap strategi pengembangan pertanian padi
Implementasi UU No. 41 Th. 2009 dan PP No.12 Th. 2012
Wawancara
Strategi pengembangan pertanian padi berdasarkan preferensi petani padi
AHP Prioritas Strategi
2. Identifikasi tutupan lahan aktual dan tersedia untuk pengembangan kawasan pertanian padi Citra Landsat Hardcopy Peta satuan lahan
Interpretasi
Peta Tutupan Lahan Aktual
Digitasi Manual
Peta Satuan Lahan dan Peta Kesesuaian Lahan
Peta RTRWK Pola Ruang Tanamap Padi
Peta Kesesuaian Lahan
Peta Tutupan Lahan Aktual
Sumberdaya Lahan Yang Dapat Dikembangkan
Sumberdaya Lahan Tersedia
3. Arahan pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan preferensi petani dan sumberdaya lahan
Sumberdaya Lahan Tersedia
Prioritas Strategi
Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi di Kabupaten Bangka Selatan
Gambar 3 Bagan alir tahapan penelitian
14
10
Tujuan
Sumber
- Data Statistik Padi
BPS Kab. Basel Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel
Jenis Data
- Wawancara & kuesioner - Peraturan Perundangan -Peta Administrasi -Peta RTRWK (pola ruang tan.padi) - Peta RBI (topografi) - Citra Landsat 2011 dan 2013 - Mozaik citra Ikonos 2012 - Peta satuan lahan berdasarkan zona agroekologi (ZAE) semi detail melalui analisis terrain di Kab. Bangka Selatan (hardcopy) -Cek lapangan - Data keluaran dari tujuan sebelumnya
Petani, Instansi terkait UU No. 41 Th. 1999 PP No. 12 Th 2012 Bappeda Kab. Basel Bappeda Kab. Basel BIG USGS.glovis.gov Kementerian Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Prov. Kep. Babel
Tabel 1 Jenis, sumber dan metode analisis data No 1 - Menganalisis prioritas strategi pengembangan pertanian padi berdasarkan hirarki preferensi Petani
2
-Mengidentifikasi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian padi berbasis interpretasi citra Landsat, kesesuaian lahan dan pola ruang tanaman padi menurut RTRWK.
3 -Menyusun prioritas strategi pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel
Metode Analisis AHP
Hasil Keluaran
- Mendapatkan prioritas strategi Pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan persepsi petani.
GIS - Mendapatkan sumberdaya lahan tersedia Erdas berdasarkan kondisi aktual tutupan lahan, Imagine kesesuaian lahan, dan RTRWK pola ruang tanaman padi.
Sintesis - Mendapatkan strategi pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan Preferensi petani dan sumberdaya lahan
15
Responden petani dibagi menjadi petani daerah belum berkembang dan petani daerah cukup berkembang. Pembagian didasarkan atas ciri-ciri kawasan pertanian menurut tahap perkembangannya yang diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian (Kementerian Pertanian 2012c) (Tabel 2).
Tabel 2 Ciri-ciri kawasan pertanian menurut tahap perkembangannya di Kabupaten Bangka Selatan Ciri-ciri kelas kawasan Cukup Berkembang Belum Berkembang Optimalisasi luas tanam baik. Optimalisasi luas tanam belum baik - Kec. Toboali memiliki lebih dari setengah - Jumlah luas tanam padi di 6 kecamatan total luas tanam padi di Kab. Basel. lainnya lebih rendah dari luas tanam padi Kec. Toboali. Produksi padi baik. Produksi padi belum baik. - Kec. Toboali memproduksi lebih dari - Jumlah produksi padi di 6 kecamatan setengah total produksi padi di Kab. Basel. lainnya lebih rendah dari produksi padi Kec. Toboali. Kegiatan off farm sudah berkembang. Masih dominan kegiatan on farm. - Kegiatan off farm di Kec. Toboali sudah - Di 6 kecamatan lainnya masih dominan berkembang seperti penanganan hasil panen, kegiatan on farm. distribusi hasil dan pemasaran. Sarana dan prasarana sudah lebih lengkap Sarana dan prasarana belum lengkap - Kegiatan pertanian padi lebih dahulu - Kegiatan pertanian padi di 6 kecamatan dilakukan di Kec. Toboali. Oleh karena itu, lainnya lebih terlambat dilakukan, sarana dan prasaran sudah lebih lengkap sehingga sarana dan prasarana belum dibandingkan kecamatan lainnya. selengkap Kec. Toboali. Diperlukan kegiatan industri hilir Diperlukan penguatan kegiatan on farm - Petani padi di Kec. Toboali sudah lebih - Petani padi di 6 kecamatan lainnya masih mementingkan kegiatan pemasaran hasil mementingkan optimalisasi produksi dan panen. luas tanam.
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel (2012)
3.4 Populasi dan Sampel Responden 3.4.1 Populasi Populasi responden adalah kelompok tani yang melakukan usahatani padi dan instansi yang terkait dengan pengembangan kawasan pertanian padi berkelanjutan. Kab. Basel memiliki 100 kelompok tani padi (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel 2012). 3.4.2 Sampel Sampel responden dipilih dengan metode purposive sampling dari populasi responden yang memiliki pengetahuan dan kompetensi terhadap strategi apa yang dibutuhkan oleh petani agar tidak terjadi alih fungsi profesi dan alih fungsi lahan. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin (Sugiyono 2006), sebagai berikut:
16
dimana n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = batas toleransi kesalahan (error tolerance) Semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi. Dengan jumlah populasi yang sama, semakin kecil toleransi kesalahan, semakin besar jumlah sampel yang dibutuhkan. Dari populasi 100 kelompok tani dengan toleransi kesalahan 2% dipilih 25 ketua kelompok tani padi sebagai responden. Untuk sampel instansi terkait dipilih instansi yang berhubungan dengan pertanian padi berkelanjutan, yaitu: Badan Pelaksana Penyuluh dan Ketahanan Pangan (BPPKP) Kab. Basel, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kab. Basel, Badan Perencana Pembangunan Daerah Kab. Basel, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Prov. Babel Bidang Prasana dan Sarana Pertanian dan Teknologi Hasil Pertanian, Bappeda Prov. Babel, dan Universitas Bangka Belitung.
3.5 Analisis Data 3.5.1 Analisis persepsi responden terhadap strategi pengembangan pertanian padi Analisis persepsi responden petani padi dan instansi terkait terhadap prioritas strategi untuk mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian padi dilakukan dengan metode AHP. Alternatif strategi yang dianalisis merujuk pada UU No. 41 Tahun 2009 dan PP No. 12 Tahun 2010 yang telah diseleksi berdasarkan kesesuaian lahan serta kondisi dan budaya petani padi di Kab. Basel. 3.5.1.1 Analytical Hierarcy Process (AHP) AHP pada penelitian ini digunakan sebagai alat bantu menentukan kriteria dalam penentuan strategi perlindungan dan pengembangan lahan pertanian padi. Level hirarki AHP dalam penelitian ini terdiri dari tiga aras yaitu : 1. Aras 1 (Tujuan), adalah menentukan priroritas strategi pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan persepsi petani dan instansi terkait. 2. Aras II (Strategi) terdiri dari pengembangan infrastruktur pertanian (A), penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (B), adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian padi (C), pemberian penghargaan kepada petani berprestasi (D) dan pembinaan pemasaran di tingkat lapangan (E). 3. Aras III (kegiatan yang berasal dari pengembangan strategi pada level II, yang selanjutnya disebut aksi). Aksi-aksi pada aras III berasal dari UU No. 41 Tahun 2009, PP No.12 Tahun 2010 dan penambahan dari hasil wawancara dengan petani. Susunan level hirarki AHP yang terdiri dari tiga aras tersebut diperlihatkan pada Gambar 4. Penilaian prioritas dilakukan pada aras 2 dan 3.
17
Aras I (Tujuan)
Aras II (Strategi)
Pengembangan infrastruktur pertanian (A)
Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (B)
Penentuan strategi pengembangan kawasan pertanian padi berkelanjutan
Adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi (C)
Pemberian penghargaan kepada petani berprestasi (D)
Aras III (Aksi) -pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi -pembangunan dan/atau rehabilitasi jalan usahatani -perbaikan kesuburan tanah -konservasi tanah dan air -pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur pertanian selain irigasi dan jalan usahatani -penyediaan benih dan/atau bibit -penyediaan alat dan mesin pertanian -penyediaan fasilitas produksi pasca panen -penyediaan pestisida -penyediaan pupuk organik, inorganik, dan ZPT -kredit ringan untuk usahatani padi -kemudahan administrasi bagi petani padi -adanya bimbingan dalam melakukan kredit usahatani -penerbitan sertifikat hak atas tanah -pemberian pelatihan -pemberian insentif uang bagi petani berprestasi -bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan
Pembinaan pemasaran di tingkat lapangan (E)
-penyediaan mitra kerjasama -monev oleh pemerintah dalam pemasaran hasil di tingkat lapang
Gambar 4 Susunan level hirarki AHP 3.5.2 Identifikasi lahan aktual dan tersedia untuk Kawasan Pertanian Padi Analisis ini terdiri atas tahapan: (1) interpretasi citra Landsat untuk identifikasi dan pembuatan peta tutupan lahan aktual, (2) digitasi hardcopy peta satuan lahan dan peta kesesuaian lahan untuk pembuatan peta kesesuaian lahan berbasis satuan lahan, (3) identifikasi dan pembuatan peta lahan yang dapat dikembangkan untuk kawasan pertanian padi serta identifikasi dan pembuatan peta sumberdaya lahan tersedia.
18
3.5.2.1 Interpretasi citra Landsat Interpretasi citra merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi obyek dalam citra dan menilai arti penting obyek tersebut (Estes dan Simonett 1975) melalui rangkaian kegiatan deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi adalah pengamatan atas ada atau tidaknya suatu obyek pada citra. Identifikasi adalah upaya untuk mencirikan obyek menggunakan kunci interpretasi citra. Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut untuk membuat kesimpulan (Lintz dan Simonett 1975) dari tahapan ini diperoleh peta tutupan lahan aktual tahun 2013. 3.5.2.2 Digitasi peta satuan lahan dan kesesuaian lahan Peta kesesuaian lahan berbasis satuan lahan diperoleh dari BPTP Prov. Kep. Babel berbentuk hardcopy. Untuk dapat menggunakan/mengolah data tersebut ke dalam bentuk spasial dilakukan digitasi manual dan ditambahkan atribut peta sehingga didapatkan peta satuan lahan dengan atribut yang lengkap. Kriteria evaluasi lahan yang digunakan disajikan pada Lampiran 4 dan 5. 3.5.2.3 Overlay peta tutupan lahan aktual, RTRWK dan peta kesesuaian lahan Dengan melakukan overlay peta tutupan lahan aktual hasil interpretasi citra Landsat dengan peta pola ruang tanaman padi RTRWK diperoleh peta lahan yang dapat dikembangkan untuk kawasan pertanian padi. Selanjutnya dari overlay peta lahan yang dapat dikembangkan dengan peta kesesuaian lahan diperoleh peta areal tersedia untuk pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel. 3.5.3 Analisis arahan pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel Analisis ini mensintesiskan hasil analisis sebelumnya sehingga didapatkan arahan pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan preferensi petani dan sumberdaya lahan tersedia.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persepsi terhadap Strategi Pengembangan Pertanian Padi 4.1.1 Prioritas strategi menurut responden petani keseluruhan Tabel 3 menggambarkan hasil preferensi petani secara keseluruhan tanpa dibedakan apakah petani tersebut termasuk kelompok petani cukup berkembang atau belum berkembang. Strategi pengembangan infrastruktur pertanian merupakan strategi dengan pengaruh tingkat kepentingan yang tertinggi yaitu dengan bobot 0,272 (27,2%) selanjutnya strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian dengan bobot 0,270 (27,0%), strategi pembinaan pemasaran di tingkat lapangan dengan bobot 0,191 (19,1%), strategi adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian padi dengan bobot 0,141 (14,1%) dan dengan bobot terendah adalah strategi pemberian penghargaan kepada petani berprestasi dengan bobot 0,125 (12,5%).
19
Tabel 3 Prioritas strategi berdasarkan preferensi responden
Strategi Pengembangan infrastruktur pertanian Penyediaan sarana dan B prasarana produksi pertanian Adanya lembaga C keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi Pemberian D penghargaan kepada petani berprestasi E Pembinaan pemasaran di tingkat lapangan Jumlah Keterangan: # prioritas A
Seluruh Petani Bobot # (%)
Cukup Berkembang Bobot # (%)
Belum Berkembang Bobot # (%)
Instansi Terkait Bobot # (%)
27,2
1
27,1
1
26,9
2
26,5
2
27,0
2
24,0
3
29,5
1
27,2
1
14,1
4
11,7
5
16,5
3
17,8
3
12,5
5
12,7
4
12,1
5
11,6
5
19,1
3
24,3
2
15,1
4
16,9
4
100
100
100
100
Dari urutan prioritas tersebut dapat dipahami bahwa petani padi di Kab. Basel mementingkan infrastruktur pertanian untuk dikembangkan terlebih dahulu diikuti dengan penyediaan sarana dan prasaran produksi pertanian (saprotan). Setelah strategi pendukung produksi pertanian tersebut telah dilaksanakan, untuk menjamin tersedianya mitra usaha untuk menampung hasil panen maka pembinaan pemasaran sebagai strategi selanjutnya sudah harus dilaksanakan. Untuk meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas hasil panen, petani membutuhkan adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk pengembangan usaha pertanian padinya. Apabila strategi untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pertanian padi telah dilaksanakan barulah petani menganggap pemberian penghargaan kepada petani berprestasi sebagai strategi yang baik untuk diterapkan di Kab. Basel. 4.1.2 Prioritas strategi menurut responden petani daerah cukup berkembang Pembedaan responden preferensi petani bertujuan untuk lebih mengetahui secara spesifik kebutuhan strategi yang berbeda antara petani pada daerah pertanian cukup berkembang dengan daerah pertanian belum. Menurut petani daerah cukup berkembang (Tabel 3), urutan pengaruh tingkat kepentingan strategi dari yang tertinggi ke terendah adalah: (1) pengembangan infrastruktur pertanian (27,1%), (2) pembinaan pemasaran di tingkat lapangan (24,3%), (3) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (24,0%), (4) pemberian penghargaan kepada petani berprestasi (12,7%) dan (5) adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi (11,7%). Prioritas yang didapatkan dari responden petani cukup berkembang berbeda dengan preferensi prioritas responden petani secara keseluruhan. Strategi
20
pengembangan infrastruktur tetap menjadi strategi dengan prioritas utama, dikarenakan petani cukup berkembang di Kab. Basel apabila dibandingkan dengan petani di Jawa keadaan infrastrukturnya masih tertinggal, baik dari segi jaringan irigasi maupun dari segi kesuburan tanahnya. Strategi pembinaan pemasaran menurut responden petani cukup berkembang merupakan hal terpenting berikutnya, dikarenakan petani cukup berkembang sudah berorientasi pada pemasaran hasil panen. Pembinaan pemasaran menjadi penting karena tingkat persaingan yang tinggi dengan beras impor yang memiliki kualitas lebih baik dan harga yang sama atau bahkan lebih murah dapat mengancam pendapatan petani. Oleh karena itu, kegiatan pemasaran yang didukung dan diawasi oleh pemerintah merupakan hal yang diharapkan. Setelah pemasaran diawasi dan didukung oleh pemerintah, penyediaan saprotan menjadi strategi selanjutnya yang dipilih oleh petani sebagai strategi peningkatkan produktivitas hasil panennya. Strategi pemberian penghargaan lebih dipilih oleh petani dikarenakan berdasarkan hasil wawancara kebanyakan petani di daerah cukup berkembang sudah pernah merasakan kredit perbankan dan mereka tidak ingin lagi mengambil kredit dengan alasan takut tidak mampu membayar. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah membuat program yang berkerjasama dengan pihak perbankan yang bertujuan memberikan bantuan kredit ringan, dikarenakan bantuan kredit sangat bermanfaat bagi petani untuk meningkatkan usahataninya. Selain itu, banyaknya bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian yang diberikan oleh pemerintah membuat petani tidak terlalu menginginkan untuk mengajukan kredit kepada bank. 4.1.3 Prioritas strategi menurut responden petani daerah belum berkembang Menurut responden petani daerah belum berkembang (Tabel 3), urutan pengaruh tingkat kepentingan strategi dari yang tertinggi ke terendah adalah: (1) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (bobot 29,5%), (2) pengembangan infrastruktur pertanian (26,9%), (3) adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi (16,5%), (4) pembinaan pemasaran di tingkat lapangan (15,1%) dan (5) pemberian penghargaan kepada petani berprestasi (12,1%). Terdapat perbedaan antara preferensi prioritas responden petani daerah cukup berkembang dengan petani daerah belum berkembang. Strategi penyediaan saprotan dan pengembangan infrastruktur pertanian menjadi prioritas utama dikarenakan petani daerah belum berkembang bukan merupakan transmigran seperti petani pada daerah cukup berkembang yang memang sudah tradisinya berbudidaya padi. Strategi adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian padi menjadi prioritas berikutnya, dikarenakan mereka belum memiliki pengalaman seperti petani daerah cukup berkembang sehingga apapun jenis bantuan akan diterima dengan baik. Perbedaan utama adalah petani belum berkembang belum terlalu memikirkan mengenai masalah pemasaran dan lebih memilih strategi yang bersifat pemberian bantuan. 4.1.4 Prioritas strategi menurut responden instansi terkait Instansi terkait adalah para pihak yang turut berperan menentukan keberhasilan pengembangan kawasan pertanian padi agar berkelanjutan. Prioritas strategi menurut preferensi instansi terkait seharusnya sesuai dan sinergis dengan
21
preferensi dari petani padi untuk dapat mengembangkan pertanian padi di Kab. Basel yang berkelanjutan. Menurut responden instansi terkait (Tabel 3), urutan pengaruh tingkat kepentingan strategi dari yang tertinggi ke terendah adalah: (1) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (bobot (27,2%), (2) pengembangan infrastruktur pertanian (26,5%), (3) adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi (17,8%), (4) pembinaan pemasaran di tingkat lapangan (16,9%) dan (5) pemberian penghargaan kepada petani berprestasi (11,6%). Dari gambaran di atas dapat diamati bahwa terdapat perbedaan pandangan antara instansi terkait dengan petani padi terhadap pembinaan pemasaran di tingkat lapangan. Diharapkan instansi terkait dapat mempertimbangkan apa yang sebenarnya diinginkan oleh petani agar apa yang direncanakan oleh pemerintah untuk pengembangan pertanian padi dapat dilakukan dengan tepat strategi dan tepat sasaran.
4.2 Persepsi terhadap Aksi Pengembangan Pertanian Padi 4.2.1 Prioritas aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian berdasarkan preferensi responden PP No. 12 Tahun 2010 adalah peraturan pemerintah yang mengatur masalah insentif perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dan dijadikan acuan utama dalam penentuan aksi. Aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian terdiri dari: (A) pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi, (B) pembangunan, pengembangan, dan atau rehabilitasi jalan usahatani, (C) perbaikan kesuburan tanah, (D) konservasi tanah dan air, dan (E) pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur pertanian. Petani sebagai pihak yang langsung berhubungan dengan budidaya beranggapan bahwa aksi utama yang harus dilakukan dalam pengembangan infrastruktur di Kab. Basel adalah perbaikan kesuburan tanah. Konservasi air dan tanah serta peningkatan jaringan irigasi merupakan aksi selanjutnya yang diprioritaskan oleh petani padi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor air juga merupakan faktor yang menjadi perhatian dari petani padi di Kab. Basel. Peningkatan infrastruktur pertanian dan pengembangan atau rehabilitasi jalan usahatani belum menjadi prioritas yang diutamakan oleh petani padi dikarenakan program pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur pertanian telah dilakukan oleh pemerintah setiap tahunnya sehingga telah dianggap cukup oleh petani dan mereka lebih mementingkan perbaikan kesuburan tanah. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian ditunjukkan pada Tabel 4. Petani baik di daerah cukup berkembang maupun di daerah belum berkembang memiliki preferensi prioritas yang sama untuk prioritas utama dan prioritas terakhir, perbedaan terdapat pada penentuan prioritas kedua, ketiga dan keempat (Tabel 4). Menurut petani daerah cukup berkembang konservasi tanah dan air lebih penting dibandingkan aksi pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi, sedangkan untuk petani daerah belum berkembang berlaku kebalikannya. Hal tersebut dapat disebabkan infrastruktur irigasi pada daerah cukup berkembang sudah lebih baik dibandingkan daerah belum berkembang,
22
sehingga mereka lebih mementingkan untuk menambah atau memperbaiki infrastruktur pertanian. Instansi terkait memiliki preferensi prioritas aksi yang berbeda, dimana instansi terkait berpendapat bahwa peningkatan jaringan irigasi dan pembangunan/perbaikan infrastruktur pertanian merupakan aksi utama yang diinginkan oleh petani. Oleh karena itu, hasil analisis ini diharapkan dapat menyampaikan secara spesifik mengenai aksi utama yang sebenarnya dibutuhkan oleh petani secara umum dan secara khusus dengan perbedaan kondisi daerah untuk mendukung pengembangan infrastruktur pertanian dalam rangka perwujudan pengembangan pertanian padi di Kab. Basel.
Tabel 4 Prioritas aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian berdasarkan preferensi responden
Aksi
(%) Pembangunan dan/atau A peningkatan jaringan irigasi Pembangunan, pengembangan, dan B atau rehabilitasi jalan usahatani Perbaikan kesuburan C tanah Konservasi tanah dan D air Pembangunan dan/atau E peningkatan infrastruktur pertanian Jumlah Keterangan: # prioritas
Instansi Terkait Bobot
Seluruh Petani Bobot #
(%)
Cukup Belum Berkembang Berkembang Bobot Bobot # # # (%) (%)
18,8
3
26,7
1
14,9
4
23
2
11,9
5
18,9
3
11,5
5
12,2
5
31,1
1
17,8
4
32,1
1
29,9
1
23,7
2
14,1
5
25,5
2
21,9
3
14,5
4
22,5
2
16,1
3
13
4
100
100
100
100
4.2.2 Prioritas aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian berdasarkan preferensi responden Aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian terdiri dari: (A) penyediaan benih dan/atau bibit, (B) penyediaan alat dan mesin pertanian (alsintan), (C) penyediaan fasilitas produksi (penggilingan padi, lantai jemur dan gudang), (D) penyediaan pestisida, dan (E) penyediaan pupuk organik, inorganik dan zat pengatur tumbuh. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian ditunjukkan pada Tabel 5. Petani padi di Kab. Basel belum menjadi petani yang mandiri, mereka masih sangat mengharapkan bantuan benih dan/atau bibit dari pemerintah. Oleh karena itu, baik responden petani maupun responden instansi terkait memiliki preferensi
23
yang sama mengenai aksi apa yang menjadi prioritas utama dalam strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian yaitu aksi penyediaan benih dan/atau bibit. Namun, kesamaan preferensi antara petani padi dengan instansi terkait hanya terdapat pada penentuan aksi utama (Tabel 5). Belum mandirinya petani padi di Kab. Basel juga mempengaruhi terpilihnya aksi penyediaan pupuk menjadi prioritas yang kedua, sedangkan penyediaan alsintan merupakan prioritas yang ketiga. Penyediaan fasilitas produksi dianggap petani lebih penting dibandingkan penyediaan pestisida. Dari hasil wawancara diketahui bahwa petani beranggapan untuk penyediaan pestisida masih bisa diusahakan dibandingkan ketika mereka harus berusaha untuk membeli sendiri alat-alat fasilitas produksi. Oleh karena itu, responden petani beranggapan bahwa penyediaan fasilitas produksi oleh pemerintah lebih penting bila dibandingkan dengan penyediaan pestisida. Petani pada daerah cukup berkembang dan daerah belum berkembang menganggap penyediaan benih dan/atau bibit menjadi prioritas utama (Tabel 5), akan tetapi terdapat perbedaan preferensi pada penentuan prioritas kedua. Hal ini disebabkan petani daerah cukup berkembang sudah lebih berkembang dalam budidaya padi. Mereka sudah lebih berfokus dalam hal peningkatan produksi dan pemasaran, sehingga penyediaan alat dan mesin pertanian serta penyediaan fasilitas produksi sebagai aksi yang berkaitan erat dengan peningkatan kualitas hasil pertanian yang lebih diutamakan dibandingkan aksi yang bersifat peningkatan kuantitas seperti penyediaan pestisida dan pupuk. Petani daerah berkembang masih berusaha dalam hal penyediaan hasil produksi yang lebih baik sehingga lebih membutuhkan aksi-aksi yang berkaitan dengan peningkatan kuantitas produksi pertanian seperti penyediaan pupuk dan zat pengatur tumbuh (ZPT) serta penyediaan pestisida. Tabel 5 Prioritas aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian berdasarkan preferensi responden
Aksi
Bobot (%)
Penyediaan benih dan/atau bibit Penyediaan alat dan B mesin pertanian Penyediaan fasilitas C produksi D Penyediaan pestisida Penyediaan pupuk E organik, anorganik, dan zat pengatur tumbuh Jumlah Keterangan: # prioritas A
Cukup Berkemba Belum Terkait ng Berkembang Bobot Bobot Bobot # # # (%) (%) (%) Instansi
Seluruh Petani #
28,4
1
29,8
1
26,2
1
29,6
1
19,9
3
20,1
2
24,2
2
16,2
4
15,7
4
13,2
5
20,1
3
12,2
5
15,5
5
18
4
12,5
5
18,4
3
20,4
2
18,9
3
16,9
4
23,6
2
100
100
100
100
24
4.2.3 Prioritas aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi Aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi terdiri dari: (A) kredit ringan untuk usahatani padi, (B) kemudahan administrasi bagi petani padi, dan (C) adanya bimbingan bagi petani dalam melakukan usaha kredit usahatani padi. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa petani lebih menginginkan aksi kredit ringan menjadi prioritas utama bagi pemerintah dalam melakukan strategi penyediaan lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi. Intansi terkait memiliki pendapat bahwa aksi bimbingan bagi petani dalam melakukan kredit usahatani padi menjadi prioritas utama agar strategi penyediaan lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi dapat diterima dengan baik oleh petani padi. Instansi terkait menganggap belum banyaknya kredit usahatani yang dilakukan oleh petani di Kab. Basel dikarenakan petani masih belum mengerti mengenai cara mendapatkan kredit usahatani. Penyediaan kredit yang ringan dapat membantu petani dalam memanfaatkan strategi ini untuk lebih memajukan usahanya. Petani daerah cukup berkembang maupun petani daerah belum berkembang tidak memiliki perbedaan dalam hal penentuan aksi prioritas untuk strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani (Tabel 6). Keseluruhan petani berpendapat bahwa kredit ringan untuk usahatani padi merupakan aksi utama yang harus diprioritaskan apabila strategi ini akan diterapkan.
Tabel 6 Prioritas aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi berdasarkan preferensi responden Instansi
Seluruh Petani Aksi
Terkait
Bobot
Bobot #
(%) Kredit ringan untuk usahatani padi Kemudahan B administrasi bagi petani padi Adanya bimbingan bagi petani dalam C melakukan usaha kredit usahatani padi Jumlah Keterangan: # prioritas A
Cukup Berkembang Bobot #
(%)
# (%)
Belum Berkemban g Bobo t # (%)
42,2
1
33,3
2
40,9
1
43,3
1
33,6
2
23,8
3
34,9
2
32,4
2
24,2
3
42,9
1
24,2
3
24,3
3
100
100
100
100
25
4.2.4 Prioritas aksi pada strategi pemberian penghargaan bagi petani berprestasi Aksi pada strategi pemberian penghargaan bagi petani berprestasi terdiri dari: (A) penerbitan sertifikat hak atas tanah, (B) pemberian pelatihan untuk meningkatkan teknik dan pengetahuan petani padi, (C) pemberian insentif uang bagi petani berprestasi, dan (D) bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi ditunjukkan pada Tabel 7. Pemberian pelatihan untuk meningkatkan teknik dan pengetahuan menjadi prioritas utama bagi petani padi melebihi pemberian insentif uang bagi petani berprestasi. Pemberian insentif uang dikhawatirkan akan menimbulkan konflik sosial, dimana ketua kelompok tani memiliki kekhawatiran akan dianggap tidak adil dalam menentukan petani mana yang berhak untuk mendapatkan uang insentif tersebut. Petani menganggap pelatihan untuk meningkatkan teknik serta pengetahuan petani jauh lebih bermanfaat dibandingkan pemberian insentif yang sifatnya pemberian uang. Bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan merupakan prioritas terakhir bagi seluruh responden. Hal ini dapat disebabkan masih rendahnya kesadaran dari petani mengenai perlunya membayar pajak bumi dan bangunan sehingga hal tersebut dirasa oleh mereka bukanlah merupakan suatu faktor yang sangat menentukan dalam hal pemberian penghargaan bagi petani berprestasi.
Tabel 7 Prioritas aksi pada strategi pemberian penghargaan bagi petani berprestasi berdasarkan preferensi responden
Aksi
(%) Penerbitan sertifikat hak atas tanah Pemberian pelatihan untuk meningkatkan B teknik dan pengetahuan petani padi Pemberian insentif C uang bagi petani berprestasi Bantuan keringanan C pajak bumi dan bangunan Jumlah Keterangan: # prioritas A
Instansi Terkait Bobot
Seluruh Petani Bobot #
(%)
Cukup Berkembang Bobot # # (%)
Belum Berkembang Bobot # (%)
20,8
3
22,6
3
20,3
3
21,2
3
37
1
35,2
1
37,5
1
36,4
1
29,3
2
25,7
2
29,8
2
28,9
2
13
4
16,6
4
12,4
4
13,5
4
100
100
100
100
26
4.2.5 Prioritas aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan Aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan terdiri dari dua aksi yaitu, (A) penyediaan mitra kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan dan (B) monitoring dan evaluasi oleh pemerintah dalam pemasaran di tingkat lapang. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa seluruh responden baik petani daerah cukup berkembang, petani daerah belum berkembang maupun instansi terkait merasa penyediaan mitra kerjasama di tingkat lapangan lebih penting dibandingkan monitoring dan evaluasi oleh pemerintah dalam pemasaran di tingkat lapang. Hal tersebut dikarenakan hasil panen petani di Kab. Basel belum mencapai kualitas yang sangat baik, sehingga apabila disaingkan dengan produk beras impor yang mempunyai kualitas lebih baik dengan harga yang lebih murah akan membuat kesulitan bagi para petani padi di Kab. Basel. Oleh karena itu, petani dan instansi terkait sama-sama menyadari bahwa tersedianya pihak yang mau menampung hasil panen padi akan dirasakan sangat membantu dalam hal penyediaan rasa aman petani dalam melakukan usahatani padi. Seluruh responden beranggapan monitoring dan evaluasi (monev) oleh pemerintah dalam pemasaran di tingkat lapang akan lebih baik dilakukan setelah tersedia mitra kerjasama bagi petani dalam hal pemasaran di tingkat lapang. Monev diharapkan dapat mengontrol kerjasama yang terjadi antara petani dengan mitra agar kerjasama yang dilakukan dapat menguntungkan baik pihak petani maupun mitra kerjasama.
Tabel 8 Prioritas aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan berdasarkan preferensi responden
Strategi
Penyediaan mitra kerjasama A dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan Monitoring dan evaluasi B oleh pemerintah dalam pemasaran di tingkat lapang Jumlah Keterangan: # prioritas
Cukup Belum Berkemba Berkembang Terkait ng Bobot Bobot Bobot # # # (%) (%) (%) Instansi
Seluruh Petani Bobot (%)
#
63
1
64,8
1
62,5
1
63,6
1
37
2
35,2
2
37,5
2
36,4
2
100
100
100
100
27
4.3 Penutupan/Penggunaan Lahan Aktual Informasi penutupan/penggunaan lahan diperoleh dari hasil interpretasi citra Landsat bulan Juni 2011 dan bulan Juni 2013. Citra Landsat tahun 2011 digunakan untuk mengetahui tutupan lahan yang tertutup awan pada citra landsat Tahun 2013. Untuk klasifikasi penutupan lahan referensi yang digunakan untuk sumber data sekunder adalah informasi resmi yang telah dipublikasikan oleh Departemen Kehutanan (Badan Planologi Kehutanan). Citra Landsat diinterpretrasi secara visual dengan menggunakan berbagai kombinasi spektral, sehingga didapatkan beberapa kelas penggunaan lahan yaitu tubuh air, hutan, semak/belukar, tambang, belukar rawa, perkebunan, tanah terbuka, pertanian lahan kering, sawah, pemukiman, rawa, dan tambak (Tabel 9 dan Lampiran 2). Peta tutupan lahan aktual Kab. Basel ditunjukkan pada Gambar 5.
Tabel 9 Luasan dan persentase tutupan lahan aktual Kabupaten Bangka Selatan Tutupan lahan Luas (ha) % Tutupan lahan Luas (ha) %
Semak Belukar 234.060 67,21 Lahan Kering 4.940 1,42
Hutan
Tambang
42.810 12,29
21.580 6,20
Belukar Rawa 15.580 4,48
Sawah
Permukiman
Rawa
Tambak
4.620 1,33
3.760 1,08
2.440 0,7
50 0,013
Perkebunan 9.790 2,81
Tanah Terbuka 8.650 2,49 Tubuh Air 10 0,003
4.4 Peta Satuan Lahan dan Peta Kesesuaian Lahan Peta satuan lahan telah disusun oleh BPTP Prov. Kep. Babel bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel, yaitu peta satuan lahan yang disusun berdasarkan analisis terrain. 4.4.1 Peta Satuan Lahan Karakteristik lahan yang disajikan pada legenda peta satuan lahan terdiri atas: satuan landform dan tingkat torehan, elevasi litologi atau bahan induk, relief dan lereng, subgrup tanah, jenis penggunaan lahan, dan luasan untuk setiap satuan lahan. Dari hasil penyusunan tersebut diperoleh sebanyak 25 satuan lahan dari grup landform aluvial, marin, fluvio-marin, gambut, volkanik, dan tektonik serta 2 satuan lahan dari grup aneka (BPTP Kep. Babel 2006). Sebaran dari satuan lahan disajikan pada peta satuan lahan (Gambar 6) dan legenda peta (Lampiran 3). Landform aluvial terdapat pada unit satuan lahan 1 s.d 5 terbentuk dari hasil proses fluviasi, koluviasi, atau gabungan dari keduanya, dicirikan oleh endapan yang berlapis-lapis, berliat berpasir dan berkerikil. Terdapat pada lahan yang agak datar dan datar. Landform marin yang terdapat pada unit satuan lahan 6 s.d 8 terbentuk dari hasil pengendapan bahan yang dipengaruhi air laut. Landform fluvio-marin yang terdapat pada unit satuan lahan nomor 9 terbentuk dari bahan
28
28
Gambar 5 Peta tutupan lahan aktual Kabupaten Bangka Selatan
29
alluvium/marin dengan bentuk wilayah datar. Landform volkanik yang terdapat pada unit satuan lahan 11 s.d 17 terbentuk dari bahan induk granit. Landform tektonik yang terdapat pada unit satuan lahan 18 s.d 25 terbentuk dari hasil proses lipatan dan batuan sedimen yang telah mengalami proses erosi atau pengikisan sehingga dihasilkan kondisi landscape yang bervariasi (BPTP Kep Babel 2006). 4.4.2 Lahan Potensial berdasarkan Kesesuaian Lahan Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan pada kondisi aktual dengan asumsi kesesuaian lahan yang dianalisis dilakukan pada kondisi tanpa masukan perbaikan faktor-faktor pembatas. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan mensinkronkan antara kualitas lahan (satuan lahan yang telah dianalisis sebelumnya) dengan karakteristik lahan (persyaratan penggunaan) sebagai parameter dengan kriteria. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah (Lampiran 4) dan padi ladang (Lampiran 5) mengacu pada klasifikasi kesesuian lahan oleh Pusat Penelitian Tanah. Penilaian kesesuaian lahan bertujuan untuk menduga tingkat kesesuaian suatu lahan untuk berbagai kemungkinan penggunaan lahan. Penilaian ini berdasarkan beberapa sifat-sifat lahan yang dihubungkan dengan persyaratan yang akan dikembangkan. Evaluasi lahan oleh BPTP dilakukan dengan asumsi masukan (input) “sedang”, karena umumnya petani di wilayah tersebut telah menerapkan teknik pertanian dalam pengelolaan lahannya, walaupun pengelolaan lahan tersebut masih belum optimal. Oleh karena itu, penilaian kesesuaian lahan hanya mempertimbangkan kualitas lahan rejim temperatur udara (tc), media perakaran (rc) dan bahaya erosi (eh). Kualitas lahan retensi hara (nr), ketersediaan hara (ne), dan ketersediaan air (wa) tidak dilakukan penilaian. Faktor penghambat utama penggunaan lahan umumnya terdiri atas kondisi suhu, media perakaran, dan bahaya erosi. Unit lahan yang sangat sesuai untuk pengembangan padi ladang adalah unit lahan 1, 3, 5, 8, 11, 12, 13, 22 dan untuk pengembangan padi sawah unit lahan yang sangat sesuai adalah unit lahan 1, 2, 3, 4, 5, 8, 10, 11, 12, 13, 22 (Tabel 10). Perbedaan antara padi ladang dengan padi sawah pada kesesuaian lahan S1 adalah unit lahan 2, 4 dan 10, dikarenakan pada unit lahan tersebut drainasenya terhambat sehingga sangat sesuai untuk sawah tetapi kurang sesuai untuk ladang. Unit lahan 23 merupakan unit lahan yang apabila dikembangkan untuk padi ladang akan mempunyai kelas kesesuaian S2 namun apabila akan dikembangkan untuk padi sawah kelas kesesuaiannya akan berubah menjadi kelas kesesuaian S2, dikarenakan pada unit lahan 23 bentuk wilayahnya berombak serta bahan induknya merupakan batu liat dan batu pasir sehingga kurang sesuai untuk padi sawah.
30
30
Gambar 6 Peta satuan lahan Kabupaten Bangka Selatan berdasarkan analisis terrain
31
Tabel 10 Kesesuaian lahan untuk pertanian padi per-unit satuan lahan di Kabupaten Bangka Selatan Kesesuaian Padi Ladang Padi Sawah Lahan (satuan lahan) (satuan lahan) S1 1, 3, 5, 8, 11, 12, 13 dan 22 1, 2, 3, 4, 5, 8, 10, 12, 13 dan 22 S2 S3 N
14, 15 dan 23 2, 4, 7, 9, 10, 16, 19, 20, 21, 24 dan 25 6, 17 dan 18
9, 14 dan 15 7, 20 dan 23 6, 16, 17, 18, 19, 21, 24 dan 25
Sumber: BPTP Kep. Babel (2006)
Sebaran dari potensi luas pengembangan pertanian berdasarkan kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dan padi ladang disajikan pada peta potensi berdasarkan kesesuaian lahan (Gambar 7 dan 8) dan tabel potensi luas pengembangan pertanian padi di Kab. Basel (Tabel 11). Lahan yang termasuk kelas S1 (sangat sesuai) merupakan lahan yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan, kelas S2 (agak sesuai) berpotensi sedang, kelas S3 (sesuai marginal) berpotensi rendah, N (tidak sesuai) berpotensi sangat rendah sampai tidak berpotensi sama sekali.
Tabel 11 Potensi luas pengembangan pertanian padi di Kabupaten Bangka Selatan Kelas Kesesuaian Lahan (Luas ha) Komoditas S1 S2 S3 N td Padi Ladang 148.550 13.340 159.150 9.790 8.110 Padi Sawah 156.700 6.200 89.900 78.010 8.110 Ket: S1 = sangat sesuai, S2 = agak sesuai, S3 = sesuai marjinal, N = tidak sesuai, td = tidak dinilai (wilayah galian tambang dan pemukiman)
4.5 Kesesuaian Lahan Padi Eksisting dan Potensial dengan RTRWK 4.5.1 Kesesuaian pola ruang tanaman padi RTRWK dengan tutupan lahan aktual Dari hasil analisis kesesuaian pola ruang tanaman padi menurut RTRWK dengan tutupan lahan aktual ditemukan lokasi rencana pencetakan sawah baru yang terletak di areal hutan, permukiman, tambak dan tambang seluas 3.980 ha. Pada saat penyusunan RTRWK areal tersebut tutupan lahannya belum seperti keadaan saat ini. Rencana ini disarankan untuk dialihkan ke lokasi lain yang lebih sesuai. Pola ruang lahan untuk pertanaman padi disajikan pada Lampiran 6. Pola ruang lahan untuk pertanaman padi pada RTRWK seluas 26.150 ha. Dengan mengeluarkan areal yang tidak sesuai lagi untuk pencetakan sawah baru (hutan, permukiman, tambak dan tambang), maka luasan lahan pada RTRWK yang cocok atau sesuai untuk pengembangan pertanian padi adalah 22.170 ha (Gambar 9). Luasan ini termasuk areal padi eksisting (4.620 ha), sehingga yang berpotensi untuk pengembangan areal pertanaman padi seluas 17.550 ha.
32
32
Gambar 7 Peta kesesuaian lahan padi sawah di Kabupaten Bangka Selatan
Gambar 8 Peta kesesuaian lahan padi ladang di Kabupaten Bangka Selatan
33
33
34
4.5.2 Area potensial untuk pengembangan pengembangan pertanian padi berbasis kesesuaian lahan Dengan menerapkan prosedur evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman padi pada areal pengembangan (Gambar 9), maka dapat didelineasi areal dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan/atau S3 untuk pertanaman padi sawah atau padi ladang. Dengan demikian dapat ditentukan prioritas areal yang sebaiknya dikembangkan terlebih dahulu terkait dengan potensi kesesuaian lahannya. Dari hasil analisis diketahui bahwa pengembangan pertanian padi ladang dapat dilakukan di tiga kelas kesesuaian lahan, yaitu S1, S2 dan S3. Kelas S1 memiliki luasan 8.460 ha dan S3 12.630 ha (Gambar 10). Kelas S2 hanya meliputi luasan kurang dari 10 ha. Oleh karena penelitian ini beskala semi detil, maka luasan yang bernilai satuan diabaikan. Untuk padi sawah, pengembangan dapat dilakukan pada areal dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3. Kelas S1 memiliki luasan 8.680 ha, S2 30 ha dan S3 3.070 ha (Gambar 11). Luas sumberdaya lahan potensial untuk pengembangan pertanian padi sawah dan padi ladang menurut kelas kesesuaian lahan disajikan pada Tabel 12. Perbedaan luasan areal yang sesuai untuk pengembangan padi dengan kondisi tutupan lahan aktual disebabkan oleh perbedaan kelas kesesuaian lahan untuk padi sawah dan padi ladang di masing-masing satuan lahan.
Tabel 12 Luas sumberdaya lahan potensial untuk pengembangan pertanian padi sawah dan padi ladang menurut kelas kesesuaian lahan di Kabupaten Bangka Selatan Kelas Kesesuaian Lahan (luas dalam hektar) S1 S2 S3 Padi Ladang 8.460 12.630 Padi Sawah 8.680 30 3.070 Ket: S1 = sangat sesuai, S2 = agak sesuai, S3 = sesuai marjinal Komoditas
4.6 Arahan Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi di Kabupaten Bangka Selatan Penyusunan strategi pengembangan kawasan pertanian didasarkan atas: 1) beras merupakan komoditas strategi di Kab. Basel, 2) kawasan pertanian yang akan dikembangkan merupakan kawasan yang direncanakan dalam RTRW sebagai kawasan pertanian padi, 3) kawasan yang akan dikembangkan tidak termasuk daerah yang tidak sesuai untuk pengembangan pertanian seperti daerah pertambangan, pemukiman, tambak, dan kawasan hutan lindung, 4) kawasan yang dikembangkan merupakan kawasan yang memiliki kesesuaian lahan S1, S2, dan S3, dan 5) strategi yang akan diterapkan merupakan strategi yang sesuai dengan preferensi petani untuk pengembangan pertanian padi dalam hal peningkatan produktivitas dan mempertahankan profesi petani. Rustiadi et al. (2011) menyatakan bahwa target pengembangan pedesaan adalah mengenai masyarakat desa yang sebagian besar adalah petani miskin dan melibatkan program
Gambar 9 Peta daerah potensial untuk dikembangkan berdasarkan tutupan lahan aktual di Kabupaten Bangka Selatan
35 35
36
36
Gambar 10 Peta areal potensial pengembangan padi ladang berdasarkan analisis antara RTRW, tutupan lahan aktual, dan kesesuaian lahan di Kabupaten Bangka Selatan
Gambar 11 Peta areal potensial pengembangan padi sawah berdasarkan analisis antara RTRW, tutupan lahan aktual, dan kesesuaian lahan padi ladang di Kabupaten Bangka Selatan
37
37
38
pengembangan yang komprehensif untuk meningkatkan produktifitas dan kondisi kehidupannya. Metode sintesis penelitian digunakan untuk menggabungkan hasil analisis sebelumnya. Logika sintesis adalah kegiatan berpikir logis yang melakukan penggabungan semua pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun suatu pandangan atau konsep (Kattsoff 2004). Sintesis antara hasil analisis preferensi petani dengan analisis kesesuaian lahan pengembangan berdasarkan penapisan tutupan lahan aktual dan potensial dengan pola ruang pertanaman padi RTRWK menghasilkan suatu strategi pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel. Strategi pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel diarahkan menjadi dua arah pengembangan, yang pertama ditujukan untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi, sedangkan yang kedua ditujukan untuk mempertahankan profesi petani padi. Arahan peningkatan produktivitas usahatani padi disajikan pada Tabel 13, sedangkan arahan mempertahankan profesi petani padi disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan data BPS (2013), produksi padi ladang hanya 3,36 ton/ha, jauh lebih rendah dibanding dengan padi sawah yang mencapai 5,32 ton/ha. Oleh karena itu, penetapan lokasi pengembangan padi diarahkan untuk lebih mengutamakan pengembangan padi sawah. Sumberdaya lahan tersedia untuk pengembangan padi sawah setelah penetapan lokasi pengembangan teridentifikasi berkelas kesesuaian S1, S2 dan S3 masing-masing seluas 8.680, 30 dan 3.070 ha, sedangkan untuk pengembangan padi ladang teridentifikasi berkelas kesesuaian S3 seluas 10.390 Ha. Penetapan areal pengembangan padi sawah dan padi ladang disajikan pada Gambar 12. Penentuan prioritas lebih didasarkan pada daerah usahatani padi, dikarenakan dibutuhkan lebih banyak waktu, biaya, dan tenaga untuk mengubah suatu daerah dari belum berkembang menjadi cukup berkembang, dibandingkan dengan usaha yang dibutuhkan untuk mengubah kelas kesesuaian lahan suatu daerah. Peta arahan lokasi pengembangan untuk peningkatan produktivitas padi disajikan pada Gambar 13 dan peta arahan lokasi pengembangan untuk mempertahankan profesi petani padi disajikan pada Gambar 14. Tabel 13 Arahan strategi pengembangan untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi Prioritas
Deskripsi
Prioritas 1
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S1 yang terletak di daerah usahatani padi cukup berkembang
Prioritas 2
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S2 yang terletak di daerah usahatani padi cukup berkembang
Prioritas 3
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S3 yang terletak di daerah usahatani padi cukup berkembang
Prioritas 4
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S1 yang terletak di daerah usahatani padi belum berkembang
39
Tabel 13 (Lanjutan) Prioritas Deskripsi Prioritas 5 Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S2 yang terletak di daerah usahatani padi belum berkembang Prioritas 6
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S3 yang terletak di daerah usahatani padi belum berkembang
Tabel 14 Arahan strategi pengembangan untuk mempertahankan profesi petani Prioritas
Deskripsi
Prioritas 1
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S3 yang terletak di daerah usahatani padi belum berkembang
Prioritas 2
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S2 yang terletak di daerah usahatani padi belum berkembang
Prioritas 3
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S1 yang terletak di daerah usahatani padi belum berkembang
Prioritas 4
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S3 yang terletak di daerah usahatani padi cukup berkembang
Prioritas 5
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S2 yang terletak di daerah usahatani padi cukup berkembang
Prioritas 6
Prioritas yang diberikan kepada lahan potensial dengan kesesuaian lahan S1 yang terletak di daerah usahatani padi cukup berkembang
4.7 Strategi Peningkatan Produktivitas dan Strategi Mempertahankan Profesi Petani Padi sebagai Strategi Pengembangan Pertanian Padi Kabupaten Bangka Selatan Strategi pengembangan pertanian padi di Kab. Basel direncanakan melalui dua strategi yaitu strategi peningkatan produktivitas dan strategi mempertahankan profesi petani padi. Strategi peningkatan produktivitas diprioritaskan pada areal dengan kelas kesesuaian lahan S1 di daerah usahatani padi yang cukup berkembang, sedangkan strategi mempertahankan profesi petani padi diprioritaskan pada areal dengan kelas kesesuaian lahan S3 di daerah usahatani padi belum berkembang. 4.7.1 Strategi meningkatkan produktivitas usahatani padi Peningkatan produktivitas usahatani padi di Kab. Basel dilakukan pada daerah dengan tahapan perkembangan cukup berkembang yang mendapat prioritas 1 s.d 3 pada arahan strategi pengembangan untuk meningkatkan
40
40
Gambar 12 Penetapan areal pengembangan padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Bangka Selatan
Gambar 13 Peta arahan lokasi strategi pengembangan untuk peningkatan produktivitas padi di Kabupaten Bangka Selatan
41
41
42
42
Gambar 14 Peta arahan lokasi strategi pengembangan untuk mempertahankan profesi petani padi di Kabupaten Bangka Selatan
43
produktivitas usahatani padi (Tabel 13). Daerah petani cukup berkembang dipilih untuk strategi peningkatan produktivitas karena pada daerah tersebut luasan tanam lebih luas, produksi padi lebih tinggi, sarana dan prasarana sudah lebih lengkap serta kegiatan off farm sudah berkembang. Diharapkan apabila pada daerahdaerah tersebut dilakukan penetapan strategi dan aksi yang tepat, maka produksi padi akan meningkat dan Kab. Basel akan dapat berswasembada beras sekaligus berperan sebagai lumbung padi Prov. Kep. Babel. Strategi yang diutamakan untuk peningkatan produktivitas padi di Kab. Basel adalah strategi yang termasuk dalam tiga strategi utama untuk pengembangan pertanian padi berdasarkan preferensi petani di daerah pertanian cukup berkembang (Tabel 15). Peningkatan produktivitas padi di Kab. Basel dilakukan dengan terlebih dahulu mengembangkan infrastruktur pertanian melalui perbaikan kesuburan tanah, konservasi tanah dan air serta pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur pertanian. Pembinaan pemasaran merupakan strategi yang harus dilaksanakan selanjutnya dikarenakan penyediaan mitra kerjasama yang menjamin pembelian hasil panen petani, serta didukung oleh pengawasan dari pemerintah agar kerjasama dapat berjalan saling menguntungkan, akan membuat petani yakin bahwa usaha pertanian padi dapat mensejahterakan sekaligus meningkatkan taraf hidup petani padi. Infrastruktur yang sudah baik serta sudah terjaminnya penjualan hasil panen, membuat petani mulai memikirkan untuk meningkatkan pendapatannya dengan cara meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil panen mereka. Oleh karena itu, strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian adalah strategi dipilih oleh petani padi untuk meningkatkan produktivitas padi di Kab. Basel. Tiga aksi utama dalam strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian adalah aksi penyediaan benih dan/atau bibit, aksi penyediaan alat dan mesin pertanian dan aksi penyediaan fasilitas produksi. Tabel 15 Strategi dan aksi peningkatan produktivitas padi di Kabupaten Bangka Selatan Strategi Pengembangan infrastruktur pertanian
Pembinaan pemasaran di tingkat lapang
Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian Keterangan: # prioritas
#
Aksi
1 -Perbaikan kesuburan tanah -Konservasi tanah dan air -Pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur pertanian 2 -Penyediaan mitra kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang -Monitoring dan evaluasi oleh pemerintah dalam pemasaran di tingkat lapang 3 -Penyediaan benih dan/atau bibit -Penyediaan alat dan mesin pertanian -Penyediaan fasilitas produksi
# 1 2 3 4 5
6 7 8
44
4.7.2 Strategi mempertahankan profesi petani padi Strategi mempertahankan profesi petani padi di Kab. Basel dilakukan pada daerah dengan tahapan perkembangan belum berkembang yang mendapat prioritas 1 s.d 3 pada arahan strategi pengembangan untuk mempertahankan profesi petani padi (Tabel 14). Strategi mempertahankan profesi petani padi dianggap penting untuk dilakukan dikarenakan petani padi yang terletak pada daerah pertanian belum berkembang merupakan petani yang menganggap bahwa pertanian padi bukan merupakan budaya mereka, bertani padi dianggap hanya sebagai kegiatan untuk menjamin ketersediaan pangan rumah tangga dan belum dapat menjamin kesejahteraan hidup. Asumsi tersebut membuat petani padi pada daerah belum berkembang rentan mengalami alih profesi. Oleh karena itu, diperlukan penerapan strategi yang sesuai dengan preferensi petani agar petani dapat memahami bahwa pemerintah mendukung penuh kegiatan usahatani padi. Diharapkan apabila pada daerah-daerah tersebut dilakukan penetapan strategi dan aksi yang tepat, alih profesi petani tidak terjadi sehingga Kab. Basel tidak akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk melakukan usahatani padi. Selain itu, diharapkan juga kesediaan petani untuk tetap mempertahankan profesi petani padi dapat memberi suatu pandangan lain di masyarakat bahwa sebenarnya usahatani padi adalah usahatani yang menguntungkan dan sangat didukung penuh oleh pemerintah. Strategi yang diutamakan untuk mempertahankan profesi petani padi di Kab. Basel adalah strategi yang termasuk dalam tiga strategi utama untuk pengembangan pertanian padi berdasarkan preferensi petani di daerah pertanian belum berkembang (Tabel 16). Strategi yang lebih diinginkan oleh petani di daerah pertanian belum berkembang adalah strategi yang bersifat insentif/bantuan seperti penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian, pengembangan infrastruktur pertanian dan adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi. Tabel 16 Strategi dan aksi mempertahankan profesi petani padi di Kabupaten Bangka Selatan Strategi Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian
Pengembangan infrastruktur pertanian
Adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi Keterangan: # prioritas
#
Aksi
1 -Penyediaan benih dan/atau bibit -Penyediaan pupuk organik, inorganik dan zat pengatur tumbuh -Penyediaan pestisida 2 -Perbaikan kesuburan tanah -Pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi -Konservasi tanah dan air 3 -Kredit ringan untuk usahatani padi -Kemudahan administrasi bagi petani -Adanya bimbingan bagi petani dalam melakukan kredit usahatani padi
# 1 2 3 4 5 6 7 8 9
45
4.8 Skenario Peningkatan Produksi Padi untuk Mencapai Swasembada Beras di Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Peningkatan produktivitas padi di Kab. Basel untuk mencapai swasembada beras di Kab. Basel dan Prov. Kep. Babel dapat dilakukan dengan tiga skenario: 1) skenario peningkatan produksi padi dengan perluasan areal ke kawasan pengembangan yang sebelumnya belum dimanfaatkan (ekstensifikasi pertanian); 2) skenario peningkatan produktivitas padi dengan cara mengoptimalkan produkitivitas lahan eksisting (intensifikasi pertanian) untuk mencapai IP 200 dengan melakukan perbaikan kesuburan tanah, konservasi tanah dan air, pembangunan dan peningkatan infrastruktur jaringan irigasi dan jalan usahatani; dan 3) skenario peningkatan produksi padi dengan menggabungkan ekstensifikasi dan intensifikasi. Tabel 17 menunjukkan apabila pemerintah Kab. Basel menerapkan skenario pertama maka swasembada beras di Kab. Basel baru akan tercapai pada tahun 2017. Dengan skenario kedua swasembada beras akan tercapai pada tahun 2022 dikarenakan sawah yang baru dicetak tidak akan bisa langsung menghasilkan produktivitas yang optimal. Penggabungan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian pada skenario 3 ditujukan untuk membuat Kab. Basel menjadi lumbung padi di Prov. Kep. Babel. Dengan penerapan skenario tersebut, pada tahun 2032 swasembada beras di Prov. Kep. Babel akan tercapai. Perhitungan skenario peningkatan produksi padi untuk mencapai swasembada beras di Kab. Basel dan Prov. Kep. Babel disajikan secara lengkap pada Lampiran 7. Lokasi yang diarahkan untuk peningkatan produksi padi diutamakan pada klaster I dan II karena memiliki areal dengan prioritas pengembangan tertinggi (prioritas 1, 2, dan 3) yang lebih luas seperti yang disajikan pada Gambar 15. Tabel 17 Skenario peningkatan produktivitas padi untuk mencapai swasembada beras di Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2013
2017
2022
2032
Jumlah penduduk Kab. Basel Jumlah penduduk Prov. Kep. Babel Konsumsi beras (kg/org/thn)
187.042
206.794
231.483
280.861
1.338.434
1.506.300
1.716.133
2.135.800
92,69
87,25
80,90
69,55
Kebutuhan beras Kab. Basel (ton/thn) Kebutuhan beras Prov. Kep. Babel (ton/thn) Skenario 1 (Ekstensifikasi Pertanian) Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi Padi (GKG) (ton) Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton)
17.336,67
18.042,96
18.727,10
19.534,64
124.057,40
131.426,30
138.836,28
148.550,72
4.620 4 18.480 11.594,35
7.896 4 31.584
11.991 4 47.964 30.092,61
20.181 4 80.724 50.646,24
19.815,80
46
46
V III
IV
I
II
Gambar 15 Peta arahan prioritas pengembangan area dan peningkatan produksi padi berdasarkan klaster lahan di Kabupaten Bangka Selatan
47
Tabel 17 (Lanjutan) 2013 Skenario 2 (Intensifikasi Pertanian) Luas Panen (ha) Produktivitas (IP 200) (ton/ha) Produksi Padi (GKG) (ton) Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton) Skenario 3 (Ekstensifikasi+Intensifikasi) Luas Panen (ha) Produktivitas (IP 200) (ton/ha) Produksi Padi (GKG) (ton) Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton)
2017
2022
4.620 4 18.480 11.594,35
4.620 4 18.480 11.594,35
4.620 8 36.960
4.620 4 18.480 11.594,35
7.896 4 31.584
11.991 8 95.928 60.185,23
19.815,80
23.188,70
2032
4.620 12 55.440 34.783,06
20.181 12 242.172 151.938,71
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1.
2.
3.
Strategi prioritas untuk pengembangan pertanian padi preferensi petani Kabupaten Bangka Selatan adalah pengembangan infrastruktur pertanian dan peningkatan sarana-prasarana produksi padi. Petani daerah cukup berkembang juga mempertimbangkan peningkatan pemasaran hasil sebagai strategi penting sedangkan petani daerah belum berkembang memilih peningkatan insentif dari pemerintah. Pengembangan kawasan pertanian padi di Kabupaten Bangka Selatan dapat dilakukan pada lahan dengan kelas kesesuaian S1 seluas 8.680 ha, S2 seluas 30 ha dan S3 seluas 3.070 ha untuk padi sawah serta kelas S3 seluas 10.390 ha untuk padi ladang. Strategi pengembangan di daerah cukup berkembang terutama diarahkan untuk peningkatan produktivitas usahatani, sedangkan untuk daerah belum berkembang lebih diarahkan untuk melindungi eksistensi kegiatan pertanian padi. Dengan penerapan skenario ekstensifikasi dan intensifikasi lahan, swasembada beras pada tingkat Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masing-masing dapat dicapai pada tahun 2017 dan 2032. 5.2 Saran
Hasil penelitian ini disarankan untuk direplikasi di kabupaten lain agar jumlah petani padinya dapat dipertahankan dan kontribusi produksi padinya dapat ditingkatkan sehingga pencapaian swasembada beras di Prov. Kep. Babel dapat dipercepat.
48
DAFTAR PUSTAKA
Agus F, Irawan I, Suganda H, Wahyunto W, Setyanto A, Kundarto M. 2006. Environmental multifunctionality of Indonesian agriculture. J Paddy Water Environment 4: 181-188. Agus, F, Mulyani A. 2006. Judicious use of land resources for sustaining Indonesian rice self sufficiency. Rice Industry, Culture and Environment, Book 1. Sukamandi (ID): Indonesian Center for Rice Research. Baliwati YF. 2008. Perencanaan Pangan [modul]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2006. Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) Melalui Analisis Terrain Skala 1:50.000 di Kabupaten Bangka Selatan. Pangkalpinang (ID): BPTP. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia 2012. Jakarta (ID): BPS. [BPS Kab. Basel] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Selatan. 2013. Kabupaten Bangka Selatan Dalam Angka 2012. Toboali (ID): BPS Kabupaten Bangka Selatan. [BPS Prov. Kep. Babel] Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2013. Berita Resmi Statistik. Pangkalpinang (ID): BPS Prov. Kep. Babel. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Klasifikasi Penggunaan Lahan. Jakarta (ID): BSN. Caputo AC, Pelagagge PM, Salini P. 2013. AHP-based methodology for selecting safety devices of industrial machinery. Safety Sci. 53: 202-218. [Dishut] Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2013. Statistik Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2012. Pangkalpinang (ID): Dishut. [Distanhut Kab. Basel] Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bangka Selatan. 2012. Analisis Strategi Swasembada Pangan Kabupaten Bangka Selatan. Toboali (ID): Distanhut Kab. Basel. Estes JE, Simonett DS. 1975. Fundamental of Image Interpretation. Chapter 14. In: Manual of Remote Sensing Vol. 1. 2nd ed. Reeves RG (ed.). Washington DC (US): American Society for Photogrammetry and Remote Sensing. hlm 25-45. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ. Pr. Irawan B. 2004. Konversi lahan sawah di Jawa dan dampaknya terhadap produksi padi. dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Jakarta (ID): Balitbang Pertanian.
49
Ismet M. 2007. Tantangan mewujudkan kebijakan pangan yang kuat [Ulasan]. Majalah Pangan XVI (48):3-9. Jakarta (ID): BULOG. Tersedia pada: http://www. majalahpangan.com/artikel.pHp?id=97. Kattsoff OL. 2004. Pengantar Filsafat. (Alih Bahasa Soejono Soemargono). Yogyakarta (ID): Tiara Wacana Yogya. [Kementan RI] Kementerian Pertanian. 2006. Model Subsidi Pertanian Terpadu: Landasan Konseptual dan Fakta serta Sistem Operasinya. Jakarta (ID): Kementan. [Kementan RI] Kementerian Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41 Tahun 2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian. Jakarta (ID): Kementan. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2012a. Roadmap Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Menuju Surplus Beras 10 Juta Ton pada Tahun 2014. Jakarta (ID): Kementan. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2012b. Perencanaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian 2012-2014. Jakarta (ID): Kementan. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2012c. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian. Jakarta (ID): Kementan. Lantarsih R, Widodo S, Darwanto DH, Lestaro SB, Paramita S. 2011. Sistem ketahanan pangan nasional: kontribusi ketersediaan dan konsumsi energi serta optimalisasi distribusi beras. J Analisis Kebijakan Pertanian. 9(1):33-51. Lintz J Jr, Simonett DS. 1976. Remote Sensing of Environment. In: Advanced Book Program. Massachusetts (US): Addison Wesley Pub. Co. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): PT. Grasindo. Marsoedi, DS, Widagdo, Dai J, Suharta N, Darul SWP, Hardjowigeno S, Hof J, Jordens ER. 1997. Pedoman Klasifikasi Landform. LT 5 Versi 3.0. LREP II. Bogor (ID): CSAR. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2012. Situs Resmi Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tersedia pada http://www.babelprov. go.id/content/sektor-pertanian-kehutanan. Diakses pada 26 Februari 2013. Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2012a. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2012b. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
50
Qiu HJ, Zhu WB, Wang HB, Cheng X. 2007. Analysis and design of agricultural sustainability indicators system. Agric. Sci. in China. 6(4): 475-486. Ramli M, Baja S. 2005. Aplikasi fuzzy set berbasis sistem informasi geografis dalam evaluasi kesesuaian lahan. J Informatika Pertanian 14: 771-788. Rustiadi E, Reti W. 2008. Urgensi lahan pertanian pangan abadi dalam perspektif ketahanan pangan dalam Arsyad S, Rustiadi E (Eds): Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan. Jakarta (ID): Crestpent Press IPB. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Saaty TL. 1977. A scaling method for priority in hierarchical structures. J Mathematical Psychology. 15: 234-281. Setyowati DL. 2007. Kajian evaluasi kesesuaian lahan permukiman dengan teknik sistem informasi geografis (SIG). J Geografi. 4(1): 44-54 Sitorus SRP. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung (ID): Tarsito. [SKSKHM] Satuan Kerja Sementara Kegiatan Hulu Migas. 2012. Pemetaan sosial daerah-daerah penghasil minyak dan gas. Tersedia pada http://migas. bisbak.com/1905.html. Diakses pada 26 Februari 2013. Subagjo H, Suharta N, Siswanto AB. 2000. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. dalam Sumberdaya lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Bogor (ID): Puslit Tanah dan Agroklimat. Sudaryanto T. 2003. Konversi lahan dan produksi pangan nasional. Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi lahan pertanian: 2 dan 25 Okt 2002. Bogor (ID): Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Ketujuh. Bandung (ID): CV. Alfabeta Susila RW. 2007. Penggunaan Analytical Hierarchy Process untuk penyusunan prioritas proposal penelitian. J Informatika Pertanian. 16(2):1155-1172. Van Zuidam RA. 1983. Guide to Geomorphological Aerial Photographic Interpretation and Mapping. Enschede (NL): ITC. Wahyunto. 2009. Lahan sawah di Indonesia sebagai pendukung ketahanan pangan nasional. J. Informatika Pertanian. 18(2): 133-152. Zaki AR, Hakim A, Nurani F. 2012. Dampak sosial ekonomi pertambangan minyak dan gas Banyu Urip Kabupaten Bojonegoro. J Adm Publik 2(1):1-7.
51
Lampiran 1 Kuesioner AHP untuk menganalisis prioritas strategi dalam pengembangan kawasan pertanian padi.
KUESIONER PENELITIAN ANAYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN PADI BERBASIS PREFERENSI PETANI DAN SUMBERDAYA LAHAN DI KABUPATEN BANGKA SELATAN
IDENTITAS RESPONDEN
Nama
: .........................................................................
Tingkat Pendidikan : ......................................................................... Instansi/Kel. Tani
: .........................................................................
Tanda tangan
: .........................................................................
ARDILLES AKBAR
Komisi Pembimbing Dr. Ir. UNTUNG SUDADI, M.Sc (Ketua) Dr. Ir. KOMARSA GANDASASMITA, M.Sc (Anggota)
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
52
PENGANTAR
Untuk menyelesaikan Studi Ilmu Perencanaan Wilayah di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister, dengan ini saya: Nama : Ardilles Akbar NRP : A 156120204 Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah Melakukan penelitian dengan judul: Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi Berbasis Preferensi Petani dan Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka Selatan. Sehubungan dengan penelitian tersebut, saya menyusun kuesioner yang bertujuan untuk mengetahui prioritas strategi yang dibutuhkan petani dalam pengembangan pertanian padi di Kab. Basel. Oleh karena itu, saya mohon kepada Bapak/Ibu untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini dengan jawaban yang benar dan akurat sesuai dengan pengalaman dan pengamatan Bapak/Ibu selama ini. Jawaban dari Bapak/Ibu nantinya akan diolah/dianalisis agar menghasilkan suatu informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu dalam kesediaannya meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Ardilles Akbar
53
BAGIAN I Bagan diisi sesuai dengan petunjuk dan skala prioritas kepentingan. Dalam strategi mempertahankan lahan pertanian padi agar tidak terjadi alih fungsi lahan pertanian padi ke pertambangan dan perkebunan seperti bagan 1 di bawah ini, menurut Bapak/Ibu bagaimana perbandingan prioritas faktor dan subfaktor dari strategi tersebut.
54
BAGIAN II Cara Menjawab Kuisioner : Responden hanya menentukan/memilih nilai antara 1-9 dan memberikan tanda silang (X) pada nilai yang dipilih dengan ketentuan pembobotan masing-masing nilai seperti pada tabel di bawah ini: Nilai 1 3 5 7 9 2,4,6,8
Penjelasan Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Contoh pemberian nilai berdasarkan tingkat kepentingan. Jika faktor A mutlak lebih penting dari faktor B, maka diisi: Faktor A
9 8 7 6 5 4 3 2
1
2 3 4 5 6 7 8 9
Faktor B
Jika faktor B lebih penting dari Faktor A, maka diisi : Faktor A
9 8 7 6 5 4 3 2
1
Faktor 2 3 4 5 6 7 8 9 B
Contoh pemberian urutan berdasarkan tingkat kepentingan. Faktor A B C
Urutan 2 3 1
55
BAGIAN III Daftar Pertanyaan 1. Dalam upaya pengembangan pertanian padi di Ka. Basel, terdapat lima strategi yang perlu dipertimbangkan seperti yang disajikan pada tabel strategi. Berdasarkan pemahaman dan pengalaman anda selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya, maka urutannya adalah:
A B C D E
STRATEGI Pengembangan infrastruktur pertanian Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian Adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian padi Pemberian penghargaan kepada petani berprestasi Pembinaan pemasaran di tingkat lapangan
Urutan
Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masingmasing sub kriteria tersebut? Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur Saprotan Saprotan Saprotan Saprotan L. keuangan L. keuangan L. keuangan L. keuangan Penghargaan Penghargaan Penghargaan Penghargaan Pemasaran Pemasaran Pemasaran Pemasaran
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Saprotan L. keuangan Penghargaan Pemasaran Infrastruktur L. keuangan Penghargaan Pemasaran Saprotan Infrastruktur Penghargaan Pemasaran Saprotan Infrastruktur L. keuangan Pemasaran Saprotan Infrastruktur L. keuangan Penghargaan
2. Dalam strategi pengembangan infrastruktur pertanian terdapat lima aksi yang perlu dipertimbangkan. Berdasarkan pemahaman dan pengalaman anda selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya, maka urutannya adalah: A. -
Pengembangan infrastruktur pertanian Pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi Pembangunan, pengembangan, dan/atau rehabilitasi jalan usahatani Perbaikan kesuburan tanah Konservasi tanah dan air Pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur pertanian
Urutan
56
Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masingmasing sub kriteria tersebut? Irigasi Irigasi Irigasi Irigasi J.usahatani J.usahatani J.usahatani J.usahatani K. tanah K. tanah K. tanah K. tanah K. tanah & air K. tanah & air K. tanah & air K. tanah & air Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
J.usahatani K. tanah K. tanah & air Infrastruktur Irigasi K. tanah K. tanah & air Infrastruktur J.usahatani Irigasi K. tanah & air Infrastruktur J.usahatani Irigasi K. tanah Infrastruktur J.usahatani Irigasi K. tanah K. tanah & air
3. Dalam strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian terdapat lima aksi yang perlu dipertimbangkan. Berdasarkan pemahaman dan pengalaman anda selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya, maka urutannya adalah: B. -
Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian Penyediaan benih dan/atau bibit Penyediaan alat dan mesin pertanian Penyediaan fasilitas produksi (penggilingan padi, lantai jemur dan gudang) - Penyediaan pestisida - Penyediaan pupuk organik, anorganik, dan zat pengatur tumbuh
Urutan
Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masingmasing sub kriteria tersebut? Benih/bibit Benih/bibit Benih/bibit Benih/bibit Alsintan Alsintan Alsintan Alsintan Fasilitas prod
9 9 9 9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 9 9 9
Alsintan Fasilitas prod Pestisida Pupuk/ZPT Benih/bibit Fasilitas prod Pestisida Pupuk/ZPT Alsintan
57 Fasilitas prod Fasilitas prod Fasilitas prod Pestisida Pestisida Pestisida Pestisida Pupuk/ZPT Pupuk/ZPT Pupuk/ZPT Pupuk/ZPT
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Benih/bibit Pestisida Pupuk/ZPT Alsintan Benih/bibit Fasilitas prod Pupuk/ZPT Alsintan Benih/bibit Fasilitas prod Pestisida
4. Dalam strategi adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian padi terdapat tiga aksi yang perlu dipertimbangkan. Berdasarkan pemahaman dan pengalaman anda selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya, maka urutannya adalah: C. -
Adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani Kredit ringan untuk usahatani padi Kemudahan administrasi bagi petani padi Adanya bimbingan bagi petani dalam melakukan usaha kredit usahatani
Urutan
Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masingmasing sub kriteria tersebut? Kredit ringan Kredit ringan Administrasi Administrasi Bimbingan Bimbingan
9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9
Administrasi Bimbingan Administrasi Bimbingan Administrasi Bimbingan
5. Dalam strategi pemberian penghargaan kepada petani berprestasi terdapat tiga aksi yang perlu dipertimbangkan. Berdasarkan pemahaman dan pengalaman anda selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya, maka urutannya adalah: D. Pemberian penghargaan bagi petani berprestasi - Penerbitan sertifikat hak atas tanah - Pemberian pelatihan untuk meningkatkan teknik dan pengetahuan petani padi - Pemberian insentif uang bagi petani berprestasi - Bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan
Urutan
Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masingmasing sub kriteria tersebut?
58 Sertifikat Sertifikat Sertifikat Pelatihan Pelatihan Pelatihan Insentif Insentif Insentif K. PBB K. PBB K. PBB
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Pelatihan Insentif K. PBB Pelatihan Insentif K. PBB Pelatihan Insentif K. PBB Pelatihan Insentif K. PBB
6. Dalam strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang terdapat dua aksi yang perlu dipertimbangkan. Berdasarkan pemahaman dan pengalaman anda selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya, maka urutannya adalah: E. Pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang - Penyediaan mitra kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang - Monitoring dan evaluasi oleh pemerintah dalam pemasaran hasil di tingkat lapang
Urutan
Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masingmasing sub kriteria tersebut? Mitra k. sama Monev
9 87 9 87
6 6
5 5
4 4
3 3
2 2
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
Monev Mitra k. sama
59
Lampiran 2 Kenampakan penggunaan lahan Kabupaten Bangka Selatan pada citra Landsat TIPE PENUTUPAN LAHAN Hutan: Seluruh kenampakan hutan di dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang belum menampakkan penebangan (termasuk vegetasi rendah alami yang tumbuh di atas batuan masif) dan yang telah menampakkan penebangan (kenampakan alur pembalakan dan bercak bekas penebangan).
KUNCI PENAFSIRAN Rona agak gelap, warna merah tua, tekstur agak kasar s.d kasar, pola tidak teratur, dan biasanya areal cukup luas
Perkebunan: Seluruh kawasan perkebunan, baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Kenampakannya berupa pola penanaman vegetasi yang teratur dan seragam.
Rona agak terang, warna hijau muda sampai tua, bentuk beraturan, pola seragam dan terdapat pemukiman, bukaan dan adanya jaringan jalan bangunan, dan biasanya berada diluar kawasan hutan
Semak Belukar: Lahan kering yang ditumbuhi jenis vegetasi alamiah heterogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat dan didominasi oleh vegertasi rendah.
Rona agak terang, warna hijau muda ke kuningan, bentuk tidak beraturan, dan pola tidak teratur.
Pertanian Lahan Kering: Semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan, kebun campuran dan ladang
Bentuk pola tidak teratur, dekat dengan pemukiman, terdapat jaringan jalan
MONOGRAM
60
Lampiran 2 (Lanjutan) TIPE PENUTUPAN LAHAN
KUNCI PENAFSIRAN
Sawah: Rona agak gelap Semua aktivitas pertanian lahan karena banyak basah yang dicirikan oleh pola mengandung air, pematang. warna merah muda dan bercak2 warna biru gelap, dan pola agak tidak beraturan.
Tambak Aktivitas perikanan darat atau penggaraman yang tampak dengan pola pematang di sekitar pantai
Rona agak gelap karena banyak mengandung air, pola teratur, dekat dgn pemukiman dan perairan
Pemukiman: Kawasan permukiman, baik perkotaan, perdesaan, industri dan lainnya yang memperlihatkan pola alur pemukiman dan jalan rapat.
Rona agak gelap, pola seragam, terdapat lahan terbangun/jalan, dan biasanya dekat dgn muara sungai/pinggir laut
Tanah Terbuka: Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi, tanah terbuka bekas kebakaran dan tanah terbuka yang ditumbuhi rumput/alang-alang.
Rona agak terang, warna hijau gelap sampai hijau terang karena tidak memiliki vegetasi, pola tidak teratur, kenampakan lahan seperti sudah terdapat kegiatan.
MONOGRAM
61
Lampiran 2 (Lanjutan) TIPE PENUTUPAN LAHAN
KUNCI PENAFSIRAN
Pertambangan: Lahan terbuka yang digunakan untuk aktivitas pertambangan terbuka serta lahan pertambangan tertutup yang dapat diidentifikasikan dari citra berdasar asosiasi kenampakan objeknya.
Rona terang, warna biru keputih-putihan karera terdapat air yang tertampung hasil kegiatan pertambangan, pola tidak teratur, dan biasanya areal cukup luas
Tubuh air: kenampakan perairan diluar kolong hasil dari pertambangan. Kenampakan perairan termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang dan lamun (lumpur pantai).
warna gelap karena mengandung air dan dekat dengan jaringan jalan
Rawa Semak belukar dari bekas hutan di daerah bekas rawa yang selalu digenangi air dalam periode lebih dari setahun
Rona gelap, warna biru kehitaman, pola tidak teratur
Awan Rona putih, Kenampakan awan yang menutupi berkelompok dan lahan suatu kawasan dengan ukuran tidak teratur lebih dari 4 cm2 pada skala penyajian. Jika liputan awan tipis masih memperlihatkan kenampakan di bawahnya dan memungkinkan ditafsir tetap didelineasi.
MONOGRAM
62
A1.1.2.8
A1.3
A1.5
3
4
5
M2.2
M2.3
7
8
Grup Marin M1.1.1
A1.1.2.2
2
6
Grup Aluvial A1.1.2
Simbol
1
No
Satuan lahan
Rawa belakang pasang surut
Punggung dan cekungan pasir Dataran pasang surut lumpur
Jalur aliran
Datara aluvial
Jalur meander
Rawa belakang sungai Meander
Dataran banjir pada sungai meander
Landform
5-10
0-5
0-5
5-20
5-20
5-10
5-20
5-10
Elevasi (mdpl)
Aluvium/ marin
Aluvium/
Aluvium resen /marin
Aluvium
Aluvium
Aluvium
Aluvium
Aluvium
Bahan Induk
Lampiran 3 Legenda peta satuan lahan Kabupaten Bangka Selatan
62
Datar
Datar
Datar
Agak Datar
Agak Datar
Datar
Agak Datar
Datar
Relief
0-1
0-1
0-1
1-3
1-3
0-1
1-3
0-1
Lereng
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Macam Satuan Peta
Sulfic Endoaquepts Fluvaquentic Humaquepts Typic Endoaquepts TypicHaplosaprists Sulfic Endoaquepts
Typic Quartzipsamments Fluvaquentic Psammaquents
Fluvaquetic Endoaquents Typic Haplosaprists Aquic Udifluvents Typic Endoaquents Aquic Udifluvents Typic Hydraquents Fluvaquetic Endoaquents Typic Epiaquepts Typic Hydraquents Histic Humaquepts Typic Epiaquepts Typic Haplosaprists Aeric Fluvaquents Fluvaquetic Endoaquents Aeric Endoaquepts
Subgrup tanah (Soil Survey Staff, 1998)
Grup Gambut G2.1
Grup Volkanik V3.1
V3.1
V3.1
V3.1
V3.2
V3.2
V3.3
11
12
13
14
15
16
17
Pegunungan volkanik tua
Perbukitan volkanik tua
Perbukitan volkanik tua
Dataran volkanik tua
Dataran volkanik tua
Dataran volkanik tua
Dataran volkanik tua
Gambut embrogen air tawar (0,5-2m)
Satuan lahan Landform Simbol Grup Fluvio-Marin B.3 Dataran fluvio-marin
10
9
No
Lampiran 3 (Lanjutan)
125-500
100-300
50-200
25-100
25-50
10-25
5-10
5-10
0-5
Elevasi (mdpl)
Granit
Granit
Granit
Granit
Granit
Granit
Granit
Bahan Organik
Aluvium/ marin
Bahan Induk
Bergunung
Berbukit kecil Berbukit
Bergelombang
Berombak
Agak Datar
Datar
Datar
Datar
Relief
>40
15-40
15-25
8-15
3-8
1-3
0-1
0-1
0-1
Lereng
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Macam Satuan Peta
Subgrup tanah (Soil Survey Staff, 1998)
Typic Dystrudepts Typic Kandiudults Typic Kandiudults Typic Hapludults Typic Dystrudepts Typic Kandiudults Typic Hapludults Lithic Hapludults Typic Kandiudults Lithic Dystrudepts Typic Kandiudults Lithic Dystrudepts Typic Hapludults Typic Dystrudepts Typic Kandiudults Typic Kandiudults Lithic Dystrudepts Singkapan Batuan
Terric Haplosaprists Terric Haplohemists Typic Endoaquepts
Typic Sulfaquents Typic Hydraquents Typic Fluvaquents
63
63
64
T11.1.2
T11.1.3
T11.2.1
T11.2.2
T11.3
T12.1.1
T12.1.2
19
20
21
22
23
24
25
18
No
Perbukitan tektonik
Perbukitan tektonik
Dataran tektonik
Dataran tektonik
Dataran tektonik
Dataran tektonik
Dataran tektonik
Satuan lahan Landform Simbol GrupTektonik dan Struktural T11.1.1 Dataran tektonik
Lampiran 3 (Lanjutan)
Grup Aneka 26 X3 Galian/Pertambangan 27 X5 Kota/Pemukiman Sumber: BPTP Kep. Babel 2006
64
25-200
50-250
2'5-100
15-20
15-20
10-20
5-10
5-10
Elevasi (mdpl)
Batuliat dan Batupasir
Batupasir
Batuliat dan Batupasir
Batuliat dan Batupasir
Batupasir
Batuliat dan Batupasir
Batuliat dan Batupasir
Batupasir
Bahan Induk
Berbukit
Berbukit
Bergelombang
Berombak
Berombak
Agak Datar
Datar
Datar
Relief
15-40
15-40
8-15
3-8
3-8
1-3
0-1
0-1
Lereng
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Kompleks
Macam Satuan Peta
Typic Udipsamments Typic Dystrudepts Fluventic Udipsamments Typick Kamhapludults Typic Dystrudepts Typic Hapludults Typic Hapludults Typic Dystrudepts Lithic Dystrudepts Typic Kandiudults Typic Udipsamments Typic Hapludults Typic Dystrudepts Lithic Kandiudults Typic Kandiudults Typic Hapludults Typic Dystrudepts Typic Dystrudepts Typic Hapludults Typic Kandiudults Lithic Hapludults Typic Dystrudepts
Subgrup tanah (Soil Survey Staff, 1998)
65
Lampiran 4 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah Parameter
Sim bol
Kelas Kesesuaian S1 >75 cm Berliat, berdebu halus, berlempung halus
S2 >50 cm Berliat, berdebu halus, berlempung halus
S3 >25 cm Berliat, berdebu halus, kasar berlempung
N1 >10 cm Berliat, berdebu halus, berlempung halus
s
<5%
<25%
<50%
<5%
n
Tinggi
Tinggi, sedang
Reaksi tanah lapisan atas (0-30 cm)
a
pH 5,5-7,4
pH 4,5-7,5
Tinggi, sedang, Tinggi, sedang, rendah rendah, sangat rendah pH 4-8 pH 3,5-8,5
Toksisitas*) a. Kejenuhan Al b. Kedalaman Pirit Lereng dan keadaan permukaan tanah
e <80% >75 cm Lereng <3% dan 80% dari wilayah rata-rata
Ketinggian tempat
h
<80% >100 cm Lereng <3% dan 80% dari wilayah ratarata Tdml<500 m
Zone agroklimat (Oldeman et al.)
c
A1, A2, B1, B2 A1, A2, B1, B2, B3
Kelas drainase
d
Terhambat
Terhambat, Agak Terhambat, Terhambat Agak Terhambat, sangat terhambat
Banjir dan genangan musiman*)
f
Tanpa
Kurang dari 2 bulan dengan tanpa adanya genangan permanen (<1m)
Kedalaman efektif Kelas besar butir pada zone perakaran (0-30 cm)
s s
Batu-batu di permukaan tanah Kesuburan tanah*)
t
Tdml<750 m
<80% >50 cm Lereng <5% dan 50% dari wilayah ratarata Tdml<1000 m
A1, A2, B1, B2, A1, A2, B1, B3, C1, C2, C3 B2, B3, C1, C2, C3, D1, D2, D3
Kurang dari 7 bulan dengan tanpa adanya genangan permanen (<1m) <2500
<2500 Salinitas (mmhos/cm) *) x <1500 Tambahan untuk tanah gambut/bergambut*) komposisi gambut k Saprik Saprik, hemik, Saprik, hemik fibrik dengan ketebalan <30 cm ketebalan gambut
g
<50 cm
<75 cm
<100% >25 cm Lereng <8% dan 40% dari wilayah ratarata Tdml<1000 m
<100 cm
Sumber: PPT 1983 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) Keterangan: *) Parameter tidak digunakan di dalam penelitian
Cepat, Agak Cepat, Baik, Agak Terhambat, sangat terhambat Kurang dari 7 bulan dengan genangan permanen (0,51m) <4000 Saprik, hemik, fibrik <150 cm
66
Lampiran 5 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi ladang Parameter Kedalaman efektif
Sim bol S1 s >75 cm
Kelas Kesesuaian S2 S3 >50 cm >25 cm
N1 >10 cm
Kelas besar butir pada zone perakaran (0-30 cm)
s
Berliat, berdebu halus, berlempung halus
Berliat, berdebu Berliat, berdebu halus, halus, kasar berlempung berlempung halus
Berliat, berdebu halus, berlempung halus
Batu-batu di permukaan tanah Kesuburan tanah*)
s
<5%
<25%
<50%
<5%
n Tinggi
Tinggi, sedang
a pH 6-7
pH 5,5-7,5
Tinggi, sedang, Tinggi, sedang, rendah rendah, sangat rendah pH 4-8 pH 3,5-8,5
<40% >75 cm <3%
<80% >50 cm <8%
Reaksi tanah lapisan atas (0-30 cm) Toksisitas*) a. Kejenuhan Al b. Kedalaman Pirit Lereng dan keadaan permukaan tanah Ketinggian tempat Erodibilitas tanah
e
t
<20% >100 cm <3%
h Tdml<500 m Tdml<750 m e sangat rendah sangat rendah, rendah
Zone agroklimat (Oldeman et al.)
c A1, A2, B1, B2
Kelas drainase
d Baik
Banjir dan genangan musiman*)
f
Tanpa
Salinitas (mmhos/cm) *) x <1500
<100% >25 cm <15%
Tdml<1000 m sangat rendah, rendah, sedang, agak tinggi, tinggi A1, A2, B1, B2, A1, A2, B1, B2, A1, A2, B1, B2, B3 B3, C1, C2, C3, B3, C1, C2, C3, D1, D2, D3 D1, D2, D3, E1, E2, E3 Baik Agak Cepat, Cepat, Agak Baik Cepat, Baik, Agak Terhambat, sangat terhambat Kurang dari 2 Kurang dari 4 Kurang dari 4 bulan dengan bulan dengan bulan dengan tanpa adanya tanpa adanya genangan genangan genangan permanen (0,5permanen (<1m) permanen (<1m) 1m) <2500 <4000 <4000
Tambahan untuk tanah gambut/bergambut*) komposisi gambut k Saprik Saprik, hemik, fibrik dengan ketebalan <30 cm ketebalan gambut g <50 cm <75 cm
Tdml<1000 m sangat rendah, rendah, sedang
Saprik, hemik
Saprik, hemik, fibrik
<100 cm
<150 cm
Sumber: PPT 1983 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) Keterangan: *) Parameter tidak digunakan di dalam penelitian
Lampiran 6 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangka Selatan Pola Ruang Tanaman Padi
67
67
68
68
10.811,75
3,61
2.993
6.783,29
10.811,75
3,61
2.993
112.714,49
15.896,73
92,14
1.223.296
172.528
6544,88
10.431,75
4,28
2.435
6.544,88
10.431,75
4,28
2.435
113.303,98
15.979,82
89,80
1.261.737
177.949
3.808
10466,29
16.679,04
4,38
3.808
10.466,29
16.679,04
4,38
3.808
122.157,61
17.264,34
94,10
1.298.168
183.468
2012
4
4.620
11.594,35
18.480
4
4.620
11.594,35
18.480
4
4.620
124.057,40
17.336,67
92,69
1.338.434
187.042
2013
21.756
4
5.439
11.594,35
18.480
4
4.620
13.649,71
21.756
4
5.439
126.028,02
17.527,43
91,30
1.380.400
191.980
2014
15.705,08
25.032
4
6.258
11.594,35
18.480
4
4.620
15.705,08
25.032
4
6.258
127.911,60
17.708,57
89,93
1.422.367
196.918
2015
17.760,44
28.308
4
7.077
11.594,35
18.480
4
4.620
17.760,44
28.308
4
7.077
129.710,32
17.880,34
88,58
1.464.334
201.856
2016
19.815,80
31.584
4
7.896
11.594,35
18.480
4
4.620
19.815,80
31.584
4
7.896
131.426,30
18.042,96
87,25
1.506.300
206.794
2017
32.806,75
52.290
6
8.715
17.391,53
27.720
6
4.620
21.871,16
34.860
4
8.715
133.061,62
18.196,68
85,94
1.548.267
211.731
2018
35.889,79
57.204
6
9.534
17.391,53
27.720
6
4.620
23.926,53
38.136
4
9.534
134.618,30
18.341,74
84,65
1.590.233
216.669
2019
Lampiran 7 Skenario swasembada beras di Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
6783,29
2.435
4,38
18.480
13.649,71
Konsumsi Beras Perorang Kab. Basel (kg/org/thn) Kebutuhan Beras Kab. Basel (ton/thn) Kebutuhan Beras Prov. Kep. Babel (ton/thn) Skenario 1 (Ekstensifikasi Pertanian)
Luas Panen (ha) Produktivitas IP 100(ton/ha) Produksi Padi (GKG) (ton/thn) Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton/thn) Skenario 2 (Intensifikasi Pertanian)
Produksi Padi (GKG) (ton/thn) Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton/thn) Skenario 3 (Ekstensifikasi+Intensifikasi)
2011
Luas Panen (ha)
2.993
4,28
16.679,04
11.594,35
2010
Produktivitas IP 200 (ton/ha)
3,61
10.431,75
10466,29
Jumlah Penduduk Kab. Basel
Luas Panen (ha)
10.811,75
6544,88
Jumlah Penduduk Prov. Kep. Babel
Produktivitas (IP 200) (ton/ha)
6783,29
Produksi Padi (GKG) (ton/thn) Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton/thn)
41.412
25.981,89
Produksi Padi (GKG)
Produksi Beras (GKG X 62,74%)
6
27.720
17.391,53
Produktivitas IP 200 (ton/ha)
Produksi Padi (GKG)
Produksi Beras (GKG X 62,74%)
10.353
6
62.118
38.972,83
Luas Panen (ha)
Produktivitas (IP 200) (ton/ha)
Produksi Padi (GKG)
Produksi Beras (GKG X 62,74%)
Skenario 3 (Ekstensifikasi+Intensifikasi)
4.620
Luas Panen (ha)
Skenario 2 (Intensifikasi Pertanian)
4
42.055,88
67.032
6
11.172
17.391,53
27.720
6
4.620
28.037,25
44.688
137.503,71
136.098,35
11.172
18.606,72
18.478,34
4
82,13
1.674.167
226.545
2021
10.353
83,38
1.632.200
221.607
2020
Kebutuhan Beras Kab. Basel (ton/thn) Kebutuhan Beras Prov. Kep. Babel (ton/thn) Skenario 1 (Ekstensifikasi Pertanian) Luas Panen (ha) Produktivitas IP 100(ton/ha)
Konsumsi Beras Perorang indonesia (kg/org/thn)
Jumlah Penduduk Prov. Kep. Babel
Jumlah Penduduk Kab. Basel
Lampiran 7 (Lanjutan)
60.185,23
95.928
8
11.991
23.188,70
36.960
8
4.620
30.092,61
47.964
4
11.991
138.836,28
18.727,10
80,90
1.716.133
231.483
2022
64.295,95
102.480
8
12.810
23.188,70
36.960
8
4.620
32.147,98
51.240
4
12.810
140.097,93
18.839,67
79,69
1.758.100
236.421
2023
68.406,68
109.032
8
13.629
23.188,70
36.960
8
4.620
34.203,34
54.516
4
13.629
141.290,50
18.944,65
78,49
1.800.067
241.358
2024
72.517,40
115.584
8
14.448
23.188,70
36.960
8
4.620
36.258,70
57.792
4
14.448
142.415,77
19.042,25
77,31
1.842.033
246.296
2025
95.785,16
152.670
10
15.267
28.985,88
46.200
10
4.620
38.314,06
61.068
4
15.267
143.475,50
19.132,65
76,15
1.884.000
251.234
2026
100.923,56
160.860
10
16.086
28.985,88
46.200
10
4.620
40.369,43
64.344
4
16.086
144.471,38
19.216,06
75,01
1.925.967
256.172
2027
106.061,97
169.050
10
16.905
28.985,88
46.200
10
4.620
42.424,79
67.620
4
16.905
145.405,11
19.292,66
73,89
1.967.933
261.110
2028
111.200,38
177.240
10
17.724
28.985,88
46.200
10
4.620
44.480,15
70.896
4
17.724
146.278,32
19.362,64
72,78
2.009.900
266.047
2029
69
69
70
Lampiran 7 (Lanjutan) 2030
2031
2032
2033
Jumlah Penduduk Kab. Basel
270.985
275.923
280.861
285.799
Jumlah Penduduk Prov. Kep. Babel
2.051.867
2.093.833
2.135.800
2.177.766
Konsumsi Beras Perorang indonesia (kg/org/thn)
71,69
70,61
69,55
68,51
Kebutuhan Beras Kab. Basel (ton/thn)
19.426,18
19.483,46
19.534,64
19.579,91
Kebutuhan Beras Prov. Kep. Babel (ton/thn)
147.092,62
147.849,57
148.550,72
149.197,57
Skenario 1 (Ekstensifikasi Pertanian) Luas Panen (ha) Produktivitas IP 100 (ton/ha)
18.543
19.362
20.181
21.000
4
4
4
4
Produksi Padi (GKG) (ton/thn)
74.172
77.448
80.724
84.000
Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton/thn)
46.535,51
48.590,88
50.646,24
52.701,60
Luas Panen (ha)
4.620
4.620
4.620
4.620
Produktivitas IP 200 (ton/ha)
12
12
12
12
Produksi Padi (GKG) (ton/thn)
55.440
55.440
55.440
55.440
Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton/thn)
34.783,06
34.783,06
34.783,06
34.783,06
Luas Panen (ha)
18.543
19.362
20.181
21.000
Produktivitas (IP 200) (ton/ha)
12
12
12
12
Produksi Padi (GKG) (ton/thn)
222.516
232.344
P242.172
252.000
Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton/thn)
139.606,54
145.772,63
151.938,71
158.104,80
Skenario 2 (Intensifikasi Pertanian)
Skenario 3 (Ekstensifikasi+Intensifikasi)
Sumber: BPS Kab. Basel 2012; Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel 2012 Asumsi: Laju penurunan konsumsi beras per-orang Indonesia 1,5%
71
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok Bogor pada tanggal 29 Mei 1987 dari pasangan Firdaus Jufri dan Marliana sebagai anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 2008. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2012. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BAPPENAS. Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2009. Tahun 2013 penulis bertugas di Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.