Prospek dan Strategi Pengembangan Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Berbasis Padi-Sapi di Maluku Utara Yopi Saleh, Chris Sugihono, dan Hermawati Cahyaningrum
317
PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN-BIOINDUSTRI BERKELANJUTAN BERBASIS PADI-SAPI DI MALUKU UTARA Prospect and Strategies for Developing Based on Rice-Cow Sustainable Agriculture-Bioindustry in North Maluku Yopi Saleh, Chris Sugihono, dan Hermawati Cahyaningrum Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Jl. Inpres Ubo-Ubo No. 241 Ternate Selatan, Maluku Utara E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Agriculture-bioindustry system is an agricultural system that using industrial technology in order to produce variety of products that have higher economic values. The objective of this study was to identify prospect, Potential, and constraints, and then formulate strategies for developing integrated farming system based on rice and cow in North Maluku. The study was conducted in January until May 2014 in East Halmahera region. Methods used were desk study and survey. The result of this study showed that sustainable agriculturebioindustry in North Maluku was highly feasible to develop. Integrated farming between rice and cow can produce zero waste with closed cycle production. In addition, implementation opportunities of this system were high productivity gap between actual and potential, biogas development, and fertilizer. Constraints, in the other hand, were subsistence culture of the farmers, weak institutional, and lack of human resource capacity, not only the farmers but also extension agencies. Keywords: agriculture-bioindustry system, North Maluku, rice-cow
ABSTRAK Pertanian-bioindustri merupakan usaha pengelolaan sumber daya alam hayati (pertanian) dengan bantuan teknologi industri untuk menghasilkan berbagai macam hasil yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Tujuan makalah ini adalah mengidentifikasi prospek, potensi, dan kendala serta merumuskan strategi dalam mengembangkan pertanian-bioindustri berbasis padi-sapi di Maluku Utara. Kajian dilakukan pada bulan JanuariMei 2014 di Kabupaten Halmahera Timur. Metode yang digunakan adalah desk study dan survei potensi. Hasil kajian menunjukkan pertanian-bioindustri berkelanjutan memiliki potensi pengembangan yang cukup tinggi. Integrasi padi-sapi bisa menghasilkan zero waste dengan closed cycle production, sedangkan peluang pengembangannya adalah rendahnya gap produktivitas, potensi biogas, dan pupuk. Kendala yang dihadapi adalah budaya petani yang cenderung subsisten, lemahnya kelembagaan, dan rendahnya kapasitas SDM pendamping. Kata kunci: pertanian-bioindustri, Maluku Utara, padi-sapi
PENDAHULUAN
Konsep pertanian-bioindustri berkelanjutan merupakan solusi yang ditawarkan dalam menanggulangi dan mengantisipasi permasalahan dan tantangan sektor pertanian Indonesia ke depan. Konsep ini memandang lahan bukan hanya sumber daya alam, tetapi juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan serta produk lain dengan menerapkan konsep biorefinery. Konsep biorefinery kini sedang sibuk diteliti dan dikembangkan. Ini adalah konsep yang bagus untuk mewujudkan ketahanan pangan dan ketahanan energi. Ini merupakan konsep di mana biomassa dikonversi untuk mendapatkan produk lain setinggi mungkin yang lebih bernilai ekonomis dengan input energi rendah. Menurut Diwyanto dan Haryanto (2003) dalam (Basuni et al., 2010), pola integrasi ternak dengan tanaman
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
318
pangan atau crop-livestock system (CLS) mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan melalui kelestarian sumber daya alam yang ada. Padi merupakan komoditas tanaman pangan yang sangat penting dalam mendukung ketahanan pangan. Tidak dipungkiri lagi bahwa beras menjadi makanan pokok utama dan cenderung tunggal di berbagai daerah di Indonesia termasuk daerah yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok bukan beras (Lantarsih et al., 2011). Pengembangan padi di Maluku Utara dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan beras bagi penduduk. Saat ini produksi padi di Maluku Utara hanya mampu menyokong sekitar 60% dari kebutuhan pangan akan beras, sehingga 40% beras masih impor dari luar. Potensi lahan untuk padi masih banyak yang belum dimanfaatkan. Data BPS Maluku Utara (2013) menunjukkan bahwa dari sisi produksi dan luas panen untuk komoditas ini meningkat pada periode 2010 hingga 2012, yaitu meningkat sebesar 18,55% dan 10,72%. Produksi padi juga menghasilkan produk samping yang dihasilkan berupa sekam dan jerami yang dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, pupuk organik yang dapat menambah unsur hara tanah, bahan bakar, dan lainnya yang dapat meningkatkan nilai ekonomisnya. Pada saat panen, limbah ini sangat berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Pengembangan pertanian khususnya komoditas padi ke depan diarahkan menuju pengembangan pertanian bioindustri berkelanjutan di mana pemanfaatan produksi utama padi dan produk sampingnya dioptimalkan untuk menghasilkan nilai tambah dan tentunya ramah lingkungan. Pola integrasi tanaman-ternak dapat juga diterapkan karena limbah tanaman cukup besar sepanjang tahun sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap pakan dari luar dan menjamin keberlanjutan usaha ternak (Priyanti, 2007). Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi prospek, potensi, dan kendala serta merumuskan strategi dalam mengembangkan pertanian bioindustri berbasis padi-sapi di Maluku Utara.
METODE PENELITIAN
Lokasi pengkajian dipilih secara sengaja (purposive sampling) dengan menggunakan metode Singarimbun et al. (1995), yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan pengkajian. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka penentuan lokasi berdasarkan pendekatan daerah sentra pengembangan komoditas yang memiliki nilai tambah dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang ada di Kabupaten Halmahera Timur. Pengkajian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Mei 2014. Data yang digunakan dalam pengkajian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui survei dan wawancara dengan responden 30 orang petani padi berupa data analisis kelayakan finansial usaha tani padi. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rangkaian waktu (time series), yaitu data dari tahun ke tahun sesuai dengan ketersediaan data untuk tiap tahun yang diteliti. Data yang dibutuhkan antara lain data produksi pertanian, produktivitas, luas lahan padi, populasi sapi, dan lain-lain yang diperoleh dari BPS, lembaga/instansi di daerah penelitian, kajian pustaka, serta sumber lain yang mendukung. Metode pengkajian yang digunakan adalah studi literatur dan survei potensi. Data yang didapatkan kemudian dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Kelayakan finansial usaha tani padi dianalisis secara kuantitatif menggunakan analisis R/C ratio yang dapat dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai berikut (Asnita, 2012): R C
Jumlah Penerimaan Jumlah Biaya
Kriteria keputusan jika: R/C > 1, usaha tani menguntungkan, layak untuk dikembangkan R/C < 1, usaha tani rugi, tidak layak untuk dikembangkan R/C = 1, usaha tani impas (tidak untung/tidak rugi)
Prospek dan Strategi Pengembangan Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Berbasis Padi-Sapi di Maluku Utara Yopi Saleh, Chris Sugihono, dan Hermawati Cahyaningrum
319
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Usaha Tani Padi dan Sapi di Maluku Utara Tingkat produksi, produktivitas, dan luas lahan padi sawah di Maluku Utara semakin meningkat dalam periode delapan tahun terakhir (Gambar 1). Tahun 2005 produksi dan produktivitas padi sawah masing-masing sebesar 51,63 ton dan 3,71 ton/ha. Produksi padi sawah menurun pada tahun 2009 menjadi 39,75 ton karena berkurangnya luas lahan, sedangkan produktivitasnya meningkat sedikit sebesar 3,77 ton/ha. Namun, produksi dan produktivitas meningkat lagi pada tahun 2012 menjadi 56,08 ton dan 4,11 ton/ha. Angka ini membuktikan bahwa produksi dan produktivitas padi sawah di Maluku Utara masih dapat meningkat. Pilihan terhadap kombinasi penggunaan tenaga kerja, bibit, pupuk, pengolahan lahan, dan perawatan yang maksimal serta penggunaan modal dan teknologi yang tepat akan mendapatkan meningkatkan produktivitas lahan pertanian (Darwanto, 2010). Adanya kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien dapat menghasilkan output yang maksimal. Jumlah output yang maksimal ini akan memberikan keuntungan yang maksimal juga kepada para petani. Usaha tani padi yang telah dilaksanakan ini tidak terlepas dari biaya-biaya yang digunakan untuk memproduksi tanaman padi. Tabel 1 di bawah ini memberikan gambaran analisis finansial usaha tani padi sawah di sentra produksi padi sawah di Maluku Utara.
Gambar 1. Produksi dan luas lahan padi sawah di Maluku Utara Tabel 1. Analisis finansial usaha tani padi sawah (ha/musim tanam) di Halmahera Timur No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Uraian Biaya (Rp/ha) Penerimaan (Rp/ha) Pendapatan (Rp/ha) R/C rasio Harga jual GKG (Rp/kg) Produksi padi (ton/ha)
Nilai (Rp) 8.730.350 15.085.000 6.354.650 1,73 3.500 4,31
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui rata-rata penerimaan usaha tani yang diterima adalah Rp15.085.000. Biaya total yang dikeluarkan sebanyak Rp8.730.350 sehingga pendapatan bersih rata-rata dari 30 responden yang diteliti sebesar Rp6.354.650. Penerimaan yang lebih besar daripada pengeluarannya menunjukkan bahwa usaha tani ini memberikan keuntungan. Nilai R/C rasio yang didapatkan adalah sebesar 1,73; yang memberikan arti bahwa setiap pengeluaran Rp1 akan
320
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
menghasilkan pendapatan sebesar Rp1,73. Dari nilai R/C yang lebih dari 1, maka dapat dikatakan bahwa usaha tani padi di daerah penelitian menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Gambar 2 menunjukkan bahwa populasi terbesar sapi di Maluku Utara terjadi di tahun 2010 meningkat 131,59% dari populasi tahun 2009, namun menurun drastis di tahun 2011 sebesar 42,25%. Rata-rata populasi sapi dari tahun 2005-2012 di Maluku Utara mengalami peningkatan sebesar 15,49% per tahun. Diperkirakan peningkatan ini masih akan terus berlangsung dengan adanya terobosan dalam pembangunan peternakan di Maluku Utara guna pencapaian ketahanan pangan, penyediaan bahan industri, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara.
Gambar 2. Populasi sapi di Maluku Utara
Pola pemeliharaan sapi masih bersifat konvensional dengan memanfaatkan rumput alam, areal perkebunan, dan kawasan lain untuk penggembalaan (Hartanto et al., 2012). Indra et al. (2009) menambahkan bahwa pemeliharaan sapi di Maluku Utara biasanya dilakukan dengan cara tradisional/ekstensif. Sapi dilepas atau digembalakan pada pagi hingga sore hari dengan diikatpindah pada kebun atau lahan-lahan kosong tidak ditanami tanaman semusim, sedangkan pada malam hari diikat di dekat rumah. Faktor pendukung usaha ternak sapi sangat potensial di Maluku Utara yaitu tersedianya sumber daya lahan yang masih luas sebagai penyedia pakan. Selain itu, integrasi ternak sapi dengan tanaman pangan dan perkebunan di Maluku Utara sudah berlangsung sejak lama, tetapi belum dikelola secara intensif. Interaksi saling menguntungkan antara keduanya sudah terjadi sejak ternak sapi dipelihara sebagai tenaga pengolah tanah dan penarik pedati untuk mengangkut hasil-hasil pertanian dan perkebunan (Indra et al., 2011). Penelitian Indra et al. (2009) menyatakan bahwa kelayakan finansial usaha sapi secara tradisional/ekstensif di Kabupaten Halmahera Barat untuk lima ekor sapi selama tiga bulan menghasilkan R/C sebesar 1,02 dengan pendapatan usaha sapi sebesar Rp281.125. Sementara, dalam penelitian Hartanto et al. (2012), kelayakan usaha sapi bali secara intensif selama tiga bulan di Kabupaten Halmahera Utara menghasilkan R/C sebesar 1,19 dengan pendapatan usaha sapi sebesar Rp1.836.650.
Prospek Pertanian-Bioindustri Berbasis Padi-Sapi di Maluku Utara Pengembangan pertanian-bioindustri berbasis padi-sapi bukan merupakan hal yang baru. Konsep SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak), SITT (Sistem Integrasi Tanaman Ternak), dan model pertanian zero waste merupakan cikal bakal dan konsep dasar dari pengembangan model pertanianbioindustri. Pemilihan padi dan sapi dalam pengembangan pertanian-bioindustri didasarkan pada pola hubungan timbal-balik antara padi dan sapi, di mana padi menghasilkan padi dan dedak yang dapat digunakan sebagai pakan sapi. Usaha ternak sapi selain menghasilkan daging untuk konsumsi, juga menghasilkan limbah kotoran sapi yang dapat dimanfaatkan untuk biogas sebagai energi alternatif. Dalam skala kecil, biogas dapat dijadikan bahan bakar gas sebagai pengganti bahan bakar
Prospek dan Strategi Pengembangan Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Berbasis Padi-Sapi di Maluku Utara Yopi Saleh, Chris Sugihono, dan Hermawati Cahyaningrum
321
minyak tanah, sedangkan dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik maupun pestisida nabati yang ramah lingkungan. Hasil ikutan biogas menghasilkan pupuk organik yang dapat dimanfaatkan dalam usaha tani padi (Gambar 3).
Gambar 3. Rancang bangun model pertanian-bioindustri padi-sapi di Maluku Utara
Paket teknologi fermentasi jerami padi digunakan untuk memproses jerami menjadi pakan untuk ternak sapi (Achmad et al., 2011). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisi pada jerami (Basuni et al., 2010). Hasil samping pada proses penggilingan padi adalah sekam (kulit padi). Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah, dedak antara 8-12% dan beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah (Patabang, 2012). Sekam padi ini dapat digunakan sebagai bahan bakar. Untuk mempermudah penanganannya, maka sebelum digunakan terlebih dahulu dibuat briket. Salah satu manfaat dari arang padi adalah pembuatan biobriket, di mana kualitas dari biobriket sekam padi (bioarang) ini tidak kalah dengan batu bara atau bahan bakar jenis arang lainnya (Jahiding et al., 2011). Limbah kotoran sapi dapat dijadikan biogas terlebih dahulu sebelum dijadikan pupuk organik agar limbah ternak menjadi lebih bermanfaat, baik bagi anggota kelompok tani maupun masyarakat sekitar dengan pemanfaatan biogas tersebut (Sumantri dan Fariyanti, 2011). Pengembangan pertanian-bioindustri berbasis padi-sapi di Maluku Utara memiliki prospek yang baik. Peluang yang cukup terbuka setidaknya dilihat dari empat hal, yaitu: ketersediaan lahan pengembangan padi yang cukup potensial dan cukup luas; ketersediaan input produksi ternak seperti limbah padi yang masih belum dimanfaatkan secara optimal; prospek pasar lokal, regional maupun pasar nasional masih terbuka lebar untuk komoditas beras dan daging sapi; dan potensi peningkatan produktivitas padi yang masih dapat ditingkatkan.
Potensi dan Daya Dukung Limbah Padi sebagai Pakan Sapi Pakan merupakan salah satu faktor penentu produktivitas ternak. Komponen biaya pakan mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi dalam budi daya ternak sapi potong (Mariyono
322
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
dan Romjali, 2007). Penyediaan pakan ternak secara berkelanjutan merupakan kunci sukses bagi usaha peternakan rakyat. Sumber pakan murah untuk sapi potong dapat diperoleh dari limbah usaha tani, salah satunya dari padi. Limbah padi yang bermanfaat untuk pakan sapi adalah dedak padi dan limbah jerami. Sebagai pakan ternak sapi pembibitan, dedak padi dapat menggantikan konsentrat komersial hingga 100% terutama untuk dedak padi dengan kualitas pecah kulit (PK) 2 atau separator. Sedangkan potensi ketersediaan limbah jerami padi yang dihasilkan sebagai sumber pakan ternak dengan mengacu hasil penelitian Haerudin (2004) tentang produksi jerami per ha tanaman padi adalah 8 t/ha, maka potensi jerami segar di Maluku Utara dengan luas panen 17.794 ha adalah sebesar 142.352 ton. Untuk mengetahui kapasitas peningkatan populasi sapi melalui daya dukung limbah pertanian, maka menurut Haryanto et al. (2002) dapat digunakan asumsi bahwa 1 satuan ternak (ST) dapat mengonsumsi jerami segar sebanyak 2.555 kg/tahun, sehingga berdasarkan hal tersebut, dari jerami padi saja dapat diberikan pada sapi sebanyak 55.715 ST. Berdasarkan Ditjenak (2012), di Maluku Utara terdapat 60% sapi dewasa (1 ST), 21% sapi muda (0,5 ST), dan 20% anak sapi (0,25 ST). Berdasarkan data tersebut, maka populasi sapi di Maluku Utara tahun 2012 sebanyak 64.136 ekor adalah setara dengan 48.102 ST. Data menunjukkan bahwa hanya dari potensi jerami padi saja, terdapat kapasitas peningkatan populasi sapi sebesar 55.715 ST–48.102 ST, yakni sebesar 7.613 ST. Dengan kata lain, potensi limbah jerami padi di Maluku Utara masih sangat cukup untuk keberlanjutan pengembangan pertanian bioindustri padi dan sapi. Permasalahannya adalah rendahnya kualitas jerami padi sebagai pakan sapi baik nutrisi maupun daya cerna yang rendah dan kurang disukai sapi karena teksturnya yang keras. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi biofermentasi padi untuk menambah nutrisi jerami dan sebagai upaya pracerna di luar rumen sapi. Usaha lanjut dari proses biofermentasi jerami padi adalah meningkatkan perombakan lignin menjadi modifikasi lignin yang lebih sederhana (Hargono, 2004).
Potensi Limbah Ternak Sapi untuk Biogas dan Pupuk Organik Pemanfaatan limbah ternak (kotoran) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan bahan bakar minyak. Kotoran sapi dapat digunakan sebagai penghasil biogas sebagai energi alternatif yang dapat dibuat secara mandiri dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Di samping itu, pemanfaatan biogas dapat menghasilkan produk lain yang memiliki nilai ekonomis, yaitu pupuk organik yang diolah dari residu biogas. Penggunaan pupuk organik ini dapat menghemat pengeluaran petani untuk mengurangi biaya penggunaan pupuk kimia pada laha pertanian. Dari sisi permintaan, seiring meningkatnya tren pertanian organik dan pertanian yang ramah lingkungan, maka permintaan akan pupuk organik akan memiliki kecenderungan yang meningkat. Menurut Wahyuni (2008), potensi produksi biogas dari kotoran sapi per kg kotoran sebesar 3 0,023–0,040 m pada sapi dengan bobot 400-500 kg di mana produksi kotorannya mencapai 20-29 3 kg/hari/ekor, sehingga untuk menghasilkan 1 m biogas diperlukan sebanyak 25 kg kotoran sapi. 3 Kesetaraan nilai kalori biogas dengan bahan bakar lain yaitu 1 m biogas setara dengan LPG 0,46 kg; 3 minyak tanah 0,62 liter; solar 0,52 liter; bensin 0,80 liter; gas kota 1,50 m ; dan kayu bakar 3,5 kg. 3 Rahayu et al. (2009) menambahkan dalam penelitiannya nilai kalori dari 1 m biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Usaha ternak sapi di Maluku Utara mayoritas adalah sapi bali dengan bobot sapi berkisar 200250 kg, sehingga produksi kotorannya berkisar 10-15 kg/hari/ekor. Menurut data BPS Provinsi Maluku Utara (2013), populasi sapi yang ada di Maluku Utara tahun 2012 adalah 64.136 ekor. Jika rata-rata produksi kotorannya sebesar 12,5 kg/hari/ekor, maka didapatkan potensi limbah kotoran 3 sapi sebanyak 801.700 kg/hari atau setara dengan 32.068 m biogas. Untuk menjalankan biogas skala rumah tangga, diperlukan kotoran ternak dari 8–9 ekor sapi yang akan menghasilkan biogas 3 3 sekitar 4 m /hari. Biogas sebesar 4 m /hari ini setara dengan 2,48 liter minyak tanah/hari sehingga mencukupi untuk aktivitas memasak sehari-hari. Estimasi potensi biogas yang ada di Maluku Utara mampu mensuplai kebutuhan akan bahan bakar untuk keperluan memasak setara dengan
Prospek dan Strategi Pengembangan Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Berbasis Padi-Sapi di Maluku Utara Yopi Saleh, Chris Sugihono, dan Hermawati Cahyaningrum
323
terpenuhinya bahan bakar bagi 8.017 rumah tangga. Hasil sampingan produksi biogas ini yang masih bermanfaat bagi petani/peternak adalah pupuk organik dalam bentuk padat dan juga cair.
Strategi Pengembangan Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Berbasis Padi-Sapi di Maluku Utara Pengembangan pertanian bioindustri pada prinsipnya selalu didahului oleh adanya hasil penelitian komponen teknologi yang dibutuhkan. Di sini peran Balai Penelitian Komoditas seperti BB Padi, Lolit Sapi Potong, dan Puslitbang Peternakan sangat krusial, terutama hasil-hasil penelitiannya yang akan digunakan oleh petani. Berikut adalah matrik kebutuhan teknologi untuk pengembangan pertanian bioindustri berbasis padi dan sapi di Maluku Utara: Tabel 2. Kebutuhan teknologi pertanian bioindustri padi-sapi No. 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11.
Kebutuhan teknologi Teknologi PTT Padi (VUB, pemupukan spesifik lokasi, tanam padi jajar legowo, pengelolaan HPT) Teknologi pengeringan hasil panen padi tenaga surya Teknologi pembuatan pestisida nabati Teknologi pengolahan pupuk organik dari limbah tanaman padi Teknologi pemanfaatan dedak, menir/beras patah dan sekam sehingga memiliki nilai komersial dan memberi nilai tambah Teknologi pengolahan pemanfaatan sekam untuk sumber energi arang briket Teknologi pemanfaatan limbah kotoran sapi untuk pupuk organik, pupuk cair, dan biogas Teknologi pengkayaan pakan sapi dari limbah tanaman padi Teknologi biofermentasi jerami Teknologi pembuatan jamu ternak Teknologi fortifikasi beras IG dan diversifikasi tepung beras
Sumber BB Padi BB Padi, BB Pascapanen BB Padi BB Padi BB Pascapanen
BB Pascapanen Puslitbangnak Puslitbangnak Puslitbangnak Puslitbangnak BB Pascapanen
Berdasarkan hasil diskusi dengan para petani, penyuluh lapangan, dan tim peneliti BPTP Malut; teridentifikasi beberapa variabel yang menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) pertanian bioindustri padi-sapi di Maluku Utara yang kemudian disebut sebagai faktor internal dan juga teridentifikasi faktor eksternal berupa variabel peluang (opportunity) dan tantangan (threats). Variabel yang menjadi kekuatan utama yaitu kemauan petani untuk menerima teknologi baru tinggi, populasi ternak sapi, kepemilikan lahan sawah >1 ha, dan adanya tenaga penyuluh lapangan; sedangkan kelemahannya adalah budaya petani yang cenderung subsisten dan keterampilan yang rendah, lemahnya manajemen Gapoktan, dan rendahnya kapasitas SDM pendamping. Sementara itu, peluang pengembangan pertanian bioindustri masih cukup besar, yaitu potensi pasar produk turunan beras, dedak masih cukup tinggi, adanya teknologi inovasi yang siap terap, senjang produktivitas antara aktual dan potensial, potensi pakan, dan potensi untuk membangun desa mandiri energi; sedangkan hambatan yang mungkin terjadi adalah ternak sapi yang belum dikandangkan, rusaknya infrastruktur irigasi dan bendungan, kejenuhan pasar, serta ledakan OPT tertentu seperti virus tungro. Berdasarkan kondisi internal dan eksternal tersebut, maka dapat disusun strategi pengembangan pertanian bioindustri padi sapi di Maluku Utara adalah sebagai berikut: 1. Perlunya adanya pilot project dengan menggunakan metode build-operate-transfer di lokasi pengembangan. 2. Pelatihan dan pendampingan petani dan penyuluh dilakukan secara intensif.
324
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
3. Perlu adanya kesiapan hasil penelitian komponen teknologi padi dan sapi yang unggul dan teruji yang siap diterapkan secara sinergi dan bertahap di lapangan dan sesuai kondisi sosial budaya masyarakat Maluku Utara. 4. Manfaat pertanian bioindustri baik aspek teknis, ekonomis maupun ekologis harus dapat disosialisasikan secara kuantitatif menggunakan metode ilmiah kepada petani dan masyarakat lokal Maluku Utara. 5. Perlu dibuat rencana bisnis dan survei pasar bagi produk derivasi baru. 6. Dukungan Pemerintah Daerah sangat dibutuhkan terutama untuk membangun sinergi bagi program-program terkait pertanian bioindustri padi dan sapi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan beberapa hal, bahwa prospek pertanian bioindustri padi-sapi cukup baik untuk diterapkan di Maluku Utara mengingat potensi peningkatan senjang hasil padi sawah masih cukup tinggi besarannya, potensi pakan dari limbah padi, potensi energi dari limbah sapi, dan potensi diversifikasi produk olahan padi. Beberapa kendala yang bisa dihadapi di antaranya adalah masalah budaya tani masyarakat Maluku Utara yang masih cenderung subsisten, rendahnya ketrampilan SDM penyuluh, dan lemahnya manajemen Gapoktan. Beberapa strategi pengembangan ke depan adalah membuat pilot project dengan teknik BOT, pelatihan dan pendampingan secara intensif, memverifikasi teknologi unggul yang siap terap, serta mensosialisasikan manfaat teknis, ekonomis, dan ekologis penerapan pertanian bioindustri. Selain itu, dukungan pemerintah juga sangat dibutuhkan untuk menciptakan sinergi bagi program-program terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, B., Muchari, dan Firmansyah. 2011. Dinamika dan keragaan sistem integrasi ternak tanaman berbasis padi di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Bunga Rampai Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. hlm. 188201. Asnita, Rika. 2012. Analisis Usaha Tani Sayuran Ramah Lingkungan Melalui Program MP3MI di Desa Tawangargo Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Tesis. Program Studi Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara. 2013. Maluku Utara Dalam Angka 2013. Maluku Utara. Basuni, R., Muladno, C. Kusmana, dan Suryahadi. 2010. Model sistem integrasi padi-sapi potong di lahan sawah. Forum Pascasarjana 33:177-190. Darwanto. 2010. Analisis efisiensi usaha tani padi di Jawa Tengah (penerapan analisis frontier). Jurnal Organisasi dan Manajemen 6(1):46-57. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH).2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012.Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian. Haerudin. 2004. Potensi dan daya dukung limbah pertanian sebagai pakan sapi potong di Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartanto, S., A.Y. Arifin, H.P. Wardono, M. Waraiya, Y. Hidayat, dan R. Putra. 2012. Pengkajian Sistem Integrasi Ternak dengan Tanaman Perkebunan di Lahan Kering Maluku Utara. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara. Ternate. Hargono, 2004. Pemanfaatan limbah jerami padi sebagai pakan ternak dengan cara fermentasi menggunakan starter BMF Biofad. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Universitas Diponegoro. hlm. H-4-1-4.
Prospek dan Strategi Pengembangan Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Berbasis Padi-Sapi di Maluku Utara Yopi Saleh, Chris Sugihono, dan Hermawati Cahyaningrum
325
Haryanto, B., I. Inounu, I. G. M. Budiarsa dan K. Diwyanto. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Indra, H. H., N. Saleh, dan M. Waraiya. 2009. Kajian usaha ternak sapi bali (Bos sondaicus) pada lahan kering di Kabupaten Halmahera Barat. Buletin Hasil Pengkajian BPTP Maluku Utara 1(1):1-9. Indra, H.H., H. Syahbudin, M. Waraiya, dan H.P. Wardono. 2011. Keragaan sistem integrasi tanaman padi sawah-ternak sapi di Maluku Utara. Bunga RampaiSistem Integrasi Tanaman-Ternak. hlm. 222-232. Jahiding, M., L.O. Ngkoimani, E.S. Hasan, Hasria, dan S. Maymanah.2011. Analisis priksimasi dan nilai kalor bioarang sekam padi sebagai bahan baku Briket Hybrid. Jurnal Aplikasi Fisika 7(2):77-83. Kariyasa, K. dan A. Suryana. 2012. Memperkuat ketahanan pangan melalui pengurangan pemborosan pangan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 10(3):269-288. Kementerian Pertanian. 2013. Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045 Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Solusi Pembangunan Indonesia Masa Depan. Jakarta. Lantarsih, R., S. Widodo, D. H. Darwanto, S.B. Lestari, dan S. Paramita 2011. Sistem ketahanan pangan nasional: kontribusi ketersediaan dan konsumsi energi serta optimalisasi distribusi beras. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 9(1):33-51. Mariyono dan E. Romjali. 2007. Petunjuk Teknis: Teknologi Inovasi ‘Pakan Murah’ untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Patabang, D. 2012. Karakteristik termal briket arang sekam padi dengan variasi bahan perekat. Jurnal Mekanikal 3(2):286-292. Prabowo, R. 2010. Kebijakan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Jurnal Mediagro 6(2):62-73. Priyanti, A. 2007. Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman Ternak Terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahayu, S., D. Purwaningsih, dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan kotoran ternak sapi sebagai sumber energi alternatif ramah lingkungan beserta aspek sosio kulturalnya. Inotek 13(2):150-160. Singarimbun, Masri dan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. PT Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. Sumantri, B. dan A. Fariyanti. 2011. Kelayakan pengembangan usaha integrasi padi dengan sapi potong pada kondisi risiko di kelompok tani Dewi Sri. Jurnal Forum Agribisnis 1(2):167-182. Wahyuni, S. 2008. Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta.